apa pandangan gereja katolik tentang bedah kosmetik
DESCRIPTION
CatholicTRANSCRIPT
Apa Pandangan Gereja Katolik tentang Bedah Kosmetik?
Sejujurnya, Gereja Katolik tidak membahas hal bedah kosmetik secara khusus di dalam
dokumen-dokumen Magisterium.
Namun Katekismus Gereja Katolik hanya mengajarkan prinsip dasarnya, yaitu:
KGK 2288 Kehidupan dan kesehatan merupakan hal-hal yang bernilai, yang
dipercayakan Tuhan kepada kita. Kita harus merawatnya dengan cara yang bijaksana dan
bersama itu juga memperhatikan kebutuhan orang lain dan kesejahteraan umum….
KGK 2289 Memang ajaran susila menuntut menghormati kehidupan jasmani, tetapi ia
tidak mengangkatnya menjadi nilai absolut. Ia [ajaran susila] melawan satu pendapat kafir
baru, yang condong kepada pendewaan badan, mengurbankan segala sesuatu untuknya
dan mendewakan keterampilan badan dan sukses di bidang olahraga….
KGK 2293 ….Ilmu pengetahuan dan teknik merupakan sarana-sarana yang bernilai
kalau mengabdi kepada manusia dan memajukan perkembangannya secara menyeluruh
demi kebahagiaan semua orang …Ilmu pengetahuan dan teknik ditujukan kepada
manusia, olehnya mereka diciptakan dan dikembangkan; dengan demikian mereka
menemukan, baik kesadaran mengenai tujuannya maupun batas-batasnya, hanya di dalam
pribadi manusia dan nilai susilanya.
KGK 2294 Pendapat bahwa penelitian ilmiah dan pemanfaatannya adalah bebas nilai,
merupakan satu ilusi. Juga kriteria untuk pengarahan penelitian tidak dapat begitu saja
disimpulkan secara sempit dari daya guna teknis atau dari manfaatnya, yang dinikmati oleh
yang satu sambil merugikan yang lain; atau lebih lagi tidak bisa disimpulkan dari ideologi
yang berlaku. Ilmu pengetahuan dan teknik sesuai dengan artinya menuntut
penghormatan mutlak akan nilai-nilai dasar moral. Mereka harus melayani manusia, hak-
haknya yang tidak boleh diganggu gugat, kebahagiaannya yang benar dan menyeluruh, sesuai
dengan rencana dan kehendak Allah.
Dengan demikian, bedah plastik dapat dikatakan dibenarkan, jika dapat menjadi langkah
penyembuhan, entah secara fisik, contoh untuk bedah rekonstruktif untuk memperbaiki
fungsi bagian tubuh akibat cacat bawaan atau kecelakaan, atau secara psikologis. Tentu
asalkan prosedurnya tidak menimbulkan resiko kerusakan yang sama atau bahkan yang lebih
besar, dan kalau prosedurnya secara mendasar dapat diterima secara moral.
Nampaknya, bedah plastik dapat diizinkan -walaupun tanpa efek penyembuhan- asalkan hal
itu tidak merusak tubuh/ tidak berpotensi besar merusak tubuh dan asalkan prosedurnya
secara mendasar dapat diterima secara moral, mungkin contohnya seperti mengoperasi tahi
lalat, atau operasi kecil lainnya yang sifatnya kosmetik dan relatif tidak berbahaya. Namun
sejujurnya, tentang hal ini, prudence/ kebijaksanaan diperlukan, untuk menentukan apakah
operasi tersebut layak dilakukan. Mengingat biaya bedah plastik juga umumnya tidak murah,
maka diperlukan kebijaksanaan untuk menimbang apakah biaya itu lebih baik digunakan
untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat; atau diberikan kepada mereka yang lebih
membutuhkan. Selain itu, ada nilai-nilai lain yang juga patut dipertimbangkan, yaitu jangan
sampai melalui operasi tersebut, orang yang bersangkutan mendewakan kecantikan tubuh.
Namun bedah plastik tidak dapat diizinkan jika itu merusak kebaikan lebih besar daripada
apa yang dapat dicapai, dan apabila tujuan dan prosedurnya secara mendasar tidak dapat
diterima secara moral, seperti transgender/ ganti jenis kelamin.
Tanggapan di atas memang bukan tanggapan yang baku, karena tidak ada dokumen Gereja
Katolik yang secara tegas mengatur hal bedah kosmetik. Namun semoga dengan prinsip dasar
di atas, kita dapat, dengan hati nurani yang bersih menentukan penilaian tentang hal ini,
sesuai dengan keadaan dan kasusnya. Dengan prinsip ini, silahkan sang dokter dan calon
pasiennya itu menilai, dengan hati nuraninya masing-masing, apakah tindakan operasi
kosmetik itu dapat/ layak dilakukan.
http://katolisitas.org/8776/apa-pandangan-gereja-katolik-tentang-bedah-kosmetik
Operasi payudara: bolehkah?
Dewasa ini, ada banyak wanita menghabiskan uang untuk hal-hal kecantikan,
termasuk di antaranya breast augmentation (operasi memperbesar payudara) atau liposuction
(sedot lemak) dan operasi-operasi kecantikan lainnya. Tanggapan dari Gereja Katolik adalah
demikian: sebagai aturan umumnya adalah, jika operasi dilakukan untuk alasan
“therapeutic“/ pengobatan maka langkah operasi ini dapat diperbolehkan secara moral.
Namun demikian, karena operasi yang melibatkan pembiusan selalu melibatkan resiko, maka
perlu dipertimbangkan masak-masak. (Lain halnya jika operasi kecantikan tersebut karena
maksud pengobatan, seperti operasi plastik untuk terapi setelah luka bakar, atau cacat bawaan
seperti bibir sumbing/ kelainan yang mengganggu fungsi tubuh. Jika ini yang dimaksud,
tentu secara moral diperbolehkan).
Namun yang dibicarakan di sini adalah breast augmentation (operasi memperbesar
payudara), yang memiliki resiko-resiko yang cukup serius, seperti: 1) silikon yang
dimasukkan dapat pecah, 2) mengakibatkan kontraksi kapsular 3) kantong silikon tersebut
dapat bocor dan jika ini terjadi akan mempengaruhi kesehatan badan. Selanjutnya, “implant”
ini juga bukan solusi yang permanen, sebab setelah beberapa waktu harus diganti, maka jika
dilakukan pada usia muda, berarti akan ada lagi operasi-operasi selanjutnya. “Implant” ini
juga dapat mempengaruhi fungsi payudara, menyebabkan kurangnya kemampuan menyusui
anak, dan komplikasi lainnya sehubungan dengan hal menyusui.
Demikian pula dengan operasi-operasi lainnya seperti operasi “sedot lemak”,
“memperindah bokong”, atau sejenisnya, juga memiliki resikonya tersendiri. Tindakan
operasinya sendiri bukan merupakan dosa, namun intensi/ maksudnya dapat menjadikannya
secara moral dapat dipertanyakan. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan demikian:
KGK 2289 Memang ajaran susila menuntut menghormati kehidupan jasmani, tetapi ia
tidak mengangkatnya menjadi nilai absolut. Ia melawan satu pendapat kafir baru, yang
condong kepada pendewaan badan, mengurbankan segala sesuatu untuknya dan
mendewakan kesempurnaan badan dan sukses di bidang olahraga. Melalui pemilihan
orang-orang kuat secara berat sebelah, pendapat ini dapat menggerogoti hubungan antar
manusia.
KGK 2290 Kebajikan penguasaan diri menjauhkan segala bentuk keterlaluan: tiap
penggunaan makanan, minuman, rokok, dan obat-obatan yang berlebihan. Siapa yang
dalam keadaan mabuk atau dengan kecepatan tinggi membahayakan keamanan orang lain
dan keamanannya sendiri di jalan, di air, atau di udara, membuat dosa besar.
Maka yang perlu dipertanyakan di sini adalah apa maksudnya melakukan operasi
tersebut (misalnya breast augmentation)? Sebab ada kecenderungan bahwa operasi
kosmetika ini tidak dilakukan pada seorang yang sakit ataupun untuk mengobatinya. Dalam
keadaan sehat, para wanita ini menggunakan obat-obatan secara berlebihan, dalam hal ini
obat bius, yang sesungguhnya tidak diperlukan jika operasi tidak dilakukan. Selanjutnya, kita
mengetahui biaya untuk melakukan operasi ini tidaklah murah. Di Amerika, biaya operasinya
konon mencapai 8000- 9000 US $. Tentu uang sejumlah ini dapat digunakan untuk sesuatu
yang lebih berguna, terutama jika motivasi pelaku adalah sekedar untuk menambah percaya
diri, mengagungkan kecantikan badan, atau ingin dikagumi orang atau ingin mengagumi
bentuk tubuh sendiri. Sikap yang memusatkan perhatian pada diri sendiri secara berlebihan
ini menggantikan posisi Tuhan di dalam hati, dan ini adalah bentuk yang baru dari berhala.
Jika seorang wanita kesal karena diolok-olok oleh teman-teman, bahwa payudaranya “rata”,
ia membutuhkan teman- teman yang baru dan bukannya payudara yang baru.
Seandainya operasinya berhasilpun, tidak menjadi jaminan bahwa hal itu tidak
berpengaruh buruk pada kesehatan pada masa yang akan datang. Jadi dapat dikatakan
kebahagiaan yang diperoleh sifatnya sementara dan semu, dan bahkan dapat berakhir tragis,
jika untuk satu dan lain hal resiko/ efek negatif tersebut terjadi. Maksud mula-mula adalah
supaya bahagia, namun yang terjadi kemudian adalah mengundang celaka. Awalnya tidak
bermaksud negatif terhadap tubuh, namun jika terjadi kasus yang tidak diinginkan, dapat
berakhir dengan maut.
Akhirnya, mungkin perlu disadari bersama bahwa kecantikan seorang wanita tidak
melulu ditunjukkan dari kecantikan fisik, namun terutama dari kecantikan hati; yang
menyadari bahwa dirinya dikasihi oleh Allah dan diciptakan sesuai dengan gambaran Allah.
Maka pandangan yang mengurangi kecantikan wanita hanya sebatas pada bentuk luar tubuh,
sesungguhnya merupakan kegagalan untuk menangkap esensi ini. Bahwa yang terpenting
bagi kita adalah hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai anak-anak Allah di dunia ini,
dengan tidak memusatkan hati dan pikiran kita kepada hal-hal duniawi, tetapi kepada
“perkara-perkara yang di atas” (Kol 3:2). Maka seharusnya yang menjadi pusat perhatian kita
adalah bagaimana supaya kita dapat memelihara kecantikan rohani, yaitu dengan hidup kudus
di dunia ini? Sebab kekudusan inilah yang menghantar kita kepada kebahagiaan kita yang
sesungguhnya, pada kehidupan kekal di surga kelak.
http://katolisitas.org/3648/operasi-payudar-bolehkah
Operasi Plastik Menurut Agama Katolik
Untuk menge t ahu i baga imana pandangan agama ka to l i k mengena i
bedah p l a s t i k , ada s ebuah wawanca ra an t a r a mahas i swa FK Un ive r s i t a s
Kr i s t en Du ta Wacana dengan seorang Pastor bernama Rm. Asodo, beliau
adalah pastor dari ordo Oblat MariaImmaculata Yogyakarta. Mora l pe r t ama yang
ha rus d ipegang ada l ah “manus i a c i t r a A l l ah” . Manus i a d i c ip t akan sesuai
citra Allah. Sehingga mempunya akal budi untuk mencintai sang pencipta.
Karena manusia itu citra Allah maka pada dasarnya ia adalah baik. (Gaudium Et Spes,
1965). Moral berikutnya bahwa manusia dirusak oleh dosa. Salah satu dosa manusia mengalir
dari kebebasan. Meskipun manusia yang secitra dengan Allah diberi akal budi dan
diberi kebebasan penuh sebagai manusia, tetapi dia menyelewengkan
kebebasannya dan akhirnya dia melakukan dosa . Sa l ah s a tu dosa yang d i a
l akukan ada l ah menca r i apa yang d i a suka i . Sepe r t i pada k i t a Ke j ad i an ,
j a t uhnya manus i a ke da l am dosa . Sebena rnya d i a sudah t ahu ka l au
pohon t e r l a r ang buahnya tidak boleh dimakan, tapi karena kebebasannya
akhirnya manusia mengambil keputusan un tuk memakan buah da r i pohon
t e r l a r ang dan menya l ahkan s e t an . Maka manus i a memi l i k i kebebasan tetapi
dia salah gunakan, meskipun pada dasarnya dia secitra dengan Allah. Pangkal dari dosa itu
ketika ia menentukan bagaimana hidup untuk dirinya. Gereja pada dasarnya pro-
life, pro-life itu memihak kehidupan. Sedangkan manusia pada umumnya pro-choice, jadi ia
memiliki pilihan, saya manusia bebas maka saya bebas menentukan pilihan untuk hidup saya.
Tap i ka r ena ge r e j a s e l a lu memi l i h p ro - l i f e yang mendukung keh idupan ,
maka ge re j a s e l a lu menentang sesuatu yang sifatnya pro-choice. Seperti misalnya kasus
aborsi karena sesorang merasa ia tidak perlu punya anak, dan dia berhak memilih untuk
menggugurkan kandungannya. Hal seperti itu jelas ditentang gereja karena gereja
melihat janin yang belum lahir itu adalah kehidupan yang harus dipertahankan
dan tidak boleh ada seorang pun yang mengakhiri suatu kehidupan kecuali
A l l a h . K a s u s l a i n a d a l a h p e r k a w i n a n s e s a m a j e n i s , l e s b i a n
a t a u p u n g a y m e r e k a m e n u n t u t perkawinan tetapi gereja menentang karena
mereka merasa punya hak untuk menikah, tetapi gereja menganggap itu adalah pro-choice.
Termasuk juga mengenai operasi plastik. Memang harus dipisahkan operasi
plastik karena ha l med i s dan ka rena a l a san kosme t ik . Yang d ipe rbo l ehkan
ge re j a ada l ah ope ra s i p l a s t i k yang mendukung kehidupan agar menjadi lebih baik.
Tetapi kata mendukung kehidupan itu tidak selalu disamakan artinya, kadang orang
menganggap berbeda. Misal operasi plastik terkait perubahan kelamin. Hal ini
masih menjadi perdebatan yang tak kunjung menemui titik akhir. Secara
genetik orang itu misalnya seorang laki-laki, tubuhnya laki-laki, tetapi jiwanya perempuan.
Secara moral ini semua mendukung hidup atau tidak, pro-life atau pro-choice, alasan
memang sangat mempengaruhi pengambilan keputusan. Pada hakikatnya manusia
diciptakan laki-laki atau perempuan, tidak ada ke l amin ke t i ga s epe r t i b i a sa
d i s ebu t , maa f , ' b encong ' . Maka ka l au ada ope ra s i p l a s t i k
un tuk mendukung l eb ih s empurnanya s e so rang men j ad i l ak i - l ak i a t au
l eb ih s empurnanya men j ad i p e r e m p u a n , b e b e r a p a m o r a l i s
m e n g a t a k a n h a l t e r s e b u t m e r u p a k a n p r o - l i f e s e h i n g g a b i s a
didiskusikan dan bisa saja disetujui oleh gereja. Tetapi ada juga yang
mengatakan hal tersebut m e n y a l a h i k o d r a t . K a r e n a s e s e o r a n g y a n g
l a h i r s e b a g a i s e o r a n g l a k i - l a k i t e n t u n y a A l l a h menghendaki dia hidup
sebagai laki-laki, bila dia merubah dirinya menjadi perempuan tentu saja hal tersebut tidak
sesuai dengan kehendak Allah. Namun gereja tetap berpegang teguh pada pro-life
,demi sempurnanya sebuah kehidupan. Sehingga melihat motivasi seseorang saat
akan melakukan operasi plastik adalah hal yang sangat penting. Dan pedomannya
manusia adalah secitra denganAllah dan kebebasan yang dimiliki manusia adalah untuk
memuliakan Allah. Untuk operasi plastik minor seperti operasi kelopak mata,
operasi implan silikon, memang d i s i t u l eb ih menampakkan bukan pe r t ama-
t ama p ro - l i f e t e t ap i p ro - cho i ce yang s eo l ah -o l ah mengatakan saya punya
kuasa atas tubuh saya. Hal itu lah yang dilarang oleh gereja. Contoh dari pro-
choice adalah seperti ini, saya punya kuasa atas tubuh saya jadi mau saya buat
jadi putih, jadigelap, jadi coklat, it's my bussiness. Seseorang sudah punya hidung
normal kemudian dibuat lebih mancung lagi, berarti dia tidak menerima dirinya secitra
dengan Allah. Berbeda dengan orang tidak punya hidung kemudian diambilkan kulit
dari bagian tubuh lain dan dipasang sebagai hidung. Jadi, ope ra s i p l a s t i k ha rus
d i l i ha t a l a sannya , w h a t ' s t h e r e a s o n b e h i n d , j angan - j angan s e seo rang
melakukan operasi plastik hanya untuk mendewakan diri. Maksud mendewakan diri disini
misalnya, seseorang yang mengatakan saya punya hak atas tubuh saya sendiri,
saya punya kuasa atas tubuhsaya sendiri, sehingga terserah saya tubuh saya ini
mau diapakan. Hal seperti itu masih belum disetujui Gereja Katolik. Seseorang
mendewakan diri jelas bertentangan dengan kebebasan yangdiberikan untuk
memuliakan Tuhan. Orang yang melakukan operasi plastik juga akan menyebabkan
krisis kepercayaan diri.
Sehingga jauh dari mempercantik diri dalam taraf yang wajar. Hal itu justru akan
sangat merugikanorang yang melakukan operasi plastik tersebut, sehingga jelas-jelas arahnya
tidak untuk mendukung keh idupan a t au p ro - l i f e . Apa l ag i s epe r t i s eo rang
a r t i s yang t u juannya un tuk d ikomer s i l kan , “Memangnya tubuhmu untuk dijual?”
Kalau dikatakan operasi plastik dengan alasan pro-choice itu dosa atau tidak, tentu saja dosa.
Tetapi hal tersebut sama sekali bukan wewenang dokter. Yang menjadi
wewenang dokter adalah melihat apakah operasi yang akan dilakukan nantinya
mendukung hidup pasien atau tidak.
http://www.scribd.com/doc/64058575/OPERASI-PLASTIK