antropologi sastra

Upload: nurul-hamdani

Post on 30-May-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/14/2019 ANTROPOLOGI SASTRA

    1/8

    ANTROPOLOGI SASTRA

    http://www.loker4uang.com

    www.ilmuseksislam.com/?id=nunu

    Salah satu factor yang mendorong perkembangan antropologi sastra adalah

    hakikat manusia sebagaimana dikemukakan oleh Ernst Cassirer (1956: 44)

    manusia sebagai animal symbolicum, yang sekaligus menolak hakikat manusia

    sebagai semata-mata animal rationale. Menurut Cassirer, yang kemudian juga

    dimanfaatkan salam sosiologi interaksi simbolik Meadean (Riter dan Douglas,

    2004: 272), system symbol mendahului system berpikir, sebab pada dasarnya

    pikiran pun dinyatakan melalui symbol. Dalam teori kontemporer, dominasi

    pikiran pun mesti didekonstruksi, sehingga system symbol, termasuk symbol suku

    primitif dapat dimanfaatkan dan diartikan. Di satu pihak, symbol tidak seragam,

    cirri-ciri yang memungkinkan system komusikasi dapat berkembang secara tak

    terbatas. Di pihak lain, sesuai dengan pendapat E. Bloch (Sastrapratedja, 1982:

    ix), manusia adalah entitas histories, keberadaannya ditentukan oleh sejumlah

    factor yang saling mempengaruhi, yaitu: a) hubungan manusia dengan alam

    sekitar, b) hubungan manusia dengan manusia yang lain, c) hubungan manusia

    dengan struktur dan istitusi soaial, d) hubungan manusia dengan kebudayaan pada

    ruang dan waktu tertentu, e) manusia dan hubungan timbal balik antara teori dan

    praktik, dan f) manusia dan kesadaran religius atau para-religius.

    Secara definitive, antropologi sastra adalah studi mengenai karya sastra

    dengan relevansi manusia (anthropos). Dengan melihat pembagian antropologi

  • 8/14/2019 ANTROPOLOGI SASTRA

    2/8

    menjadi dua macam, yaitu antropologi fisik dan antropologi cultural, maka

    antropologi sastra dibicarakan dalam kaitannya dengan antropologi cultural,

    dengan karya-karya yang dihasilkan oleh manusia, seperti: bahasa, religi, mitos,

    sejarah, hokum, adat-istiadat, dan karya seni, khususnya karya sastra. Dalam

    kaitannya dengan tiga macam bentuk kebudayan yang dihasilkan oleh manusia,

    yaitu: kompleks ide, kompleks aktivitas, dan kompleks benda-benda, maka

    antropologi sastra memudatkan perhatian pada kompleks ide.

    Studi antropologi mulai berkembang awal abad ke-20 pada saat negara-

    negara kolonial, khususnya Inggris menaruh perhatian terhadap bangsa non-

    Eropah dalam rangka mengetahui sifat-sifat bangsa-bangsa yang dijajah. Dalam

    hal ini antropologi sastra ada kaitannya dengan studi orientalis. Atas dasar

    pertimbangan bahwa system cultural suatu bangsa tersimpan di dalam bahasa,

    maka jelas karya sastra merupakan sumber yang sangat penting.

    Dalam ruang lingkup regional dan nasional, jelas antropologi sastra perlu

    dibina dan dikembangkan. Polemik kebudayaan tahun 1930-an yang dipicu oleh

    pikiran-pikiran Sutan Takdir Alisjahbana, tidak semata-mata berorientasi ke

    Barat, sebagaimana ditanggapi oleh kritikus dan budayawan yang lain.

    Sebaliknya, polemik kebudayaan bermaksud untuk menemukan pola-pola yang

    dapat digunakan untuk mengembangkan pola-pola kebudayaan nasional, dasar-

    dasar berpikir yang dapat digunakan untuk mengembangkan model-model

    kesenian berikutnya, khususnya kesusastraan.

    Berdasarkan pada sebuah pengistilahan bahwa karya sastra itu adalah

    imajinasi. Tetapi perlu diketahui justru dalam daya imajinasi itulah nilai-nilai

  • 8/14/2019 ANTROPOLOGI SASTRA

    3/8

    antropologis dipermain-mainkan. Selebihnya, disitulah letak lokus penelitian

    antropologi sastra.

    Antropologi sastra merupakan pendekatan interdisiplin yang paling baru

    dalam ilmu sastra. Sepanjang pengetahuan penulis sampai saat ini pendekatan

    antropologi sastra belum merupakan mata kuliah khusus. Isu mengenai

    antropologi sastra pertama kali muncul tahun 1977 (payatos, 1988: xi-xv) melalui

    kongres Folklore and Literary Anthropology yang berlangsung di Calcutta.

    Seperti telah disinggung di depan, lahirnya model pendekatan antropologi sastra

    dipicu oleh tiga sebab utama, yaitu: a) baik sastra maupun antropologi

    menganggap bahasa sebagai objek penting, dan b) kedua disiplin

    mempermasalahkan relevansi manusia budaya, dan c) kedua disiplin juga

    mempermasalahkan tradisi lisan, khususnya cerita rakyat dan mitos. Aspek yang

    kedua sering menimbulkan masalah dalam membedakan batas-batas penelitian

    diantara antropologi dan sastra.

    Sosiologi sastra, psikologi sastra, dan antropologi sastra, sebagai ilmu

    social humaniora jelas mempermasalahkan manusia dalam masyarakat, sekaligus

    memberikan intensitas pada sastra dan teori sastra. Perbedaannya, sosiologi sastra

    mempermasalahkan masyarakat, psikologi sastra pada aspek-aspek kejiwaan,

    antropologi sastra pada kebudayaan.

    Antropologi sastra memberikan perhatian pada manusia sebagai agen

    cultural, system keekrabatan, system mitos, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya.

    Antropologi sastra cenderung memusatkan perhatiannya pada masyarakat kuno,

    sedangkan sosiologi sastra cenderung memusatkan perhatiannya pada masyarakat

  • 8/14/2019 ANTROPOLOGI SASTRA

    4/8

    modern, masyarakat kompleks. Karya sastra dengan masalah mitos, bahasa

    dengan kata-kata arkhais menarik dianalisis dari segi antropologi sastra,

    sedangkan karya sastra dengan masyarakat kompleks menarik dari segi sosiologi

    sastra.

    Antropologi sastra pada dasarnya sudah terkandung dalam penelitian-

    penelitian yang dilakukan oleh Levi-Strauss dalam kaitannya dengan mitos. Levi-

    Strauss juga memanfaatkan konsep oposisi biner, tabu, dan incestdalam rangka

    membangun teori mengenai kekeluargaan. Berbagai analisisnya terhadap

    antropologi yang didasarkan atas model linguistik jelas menandai hubungan yang

    tak terpisahkan antara bahasa, sastra, dan budaya.

    Salah satu aspek kebudayaan yang menarik minat para pemerhati

    antropologi sastra adalah citra arketipe dan atau citra primordial. Secara histories,

    cirri-ciri arketipe masuk dalam analisis karya sastra melalui dua jalur. Pertama,

    seperti telah disinggung di atas, melalui psikologi analitik Jung, kedua melalui

    antropologi Frazer. Tradisi pertama menelusuri jejak-jejak psikologis, tipologi

    pengalaman yang tampil secara berulang-ulang, sebagai ketaksadaran rasial,

    seperti mitos, mimpi, fantasi, dan agama, termasuk karya sastra. Tradisi yang

    kedua, menelusuri pola-pola elemental mitos dan ritual yang pada umumnya

    terkandung dalam legenda dan seremoni. Dalam karya sastra, gejala ini tampak

    melalui deskripsi pola-pola naratif, tipologi tokoh-tokoh.

    Relevansi kritik arketive terutama berfungsi sebagai energi kreativitas.

    Sebagai kualitas ketaksadaran, citra arketipe tidak mesti dianggap sebagai gejala

    yang statis. Benar, citra arketipe merupakan pemahaman apriori, tetapi

  • 8/14/2019 ANTROPOLOGI SASTRA

    5/8

    manifestasinya baik sebagai representasi mimpi dan fantasi, kreasi dan imajinasi,

    maupun sebagai cerita rakyat dan fiksi modern, secara keseluruhan

    dienergisasikan oleh ketaksadaran, berfungsi dalam proses produksi dan

    kreativitas.

    Citra arketipe dengan demikian melibatkan tiga disiplin yang berbeda,

    sejarah, psikologi, dan antropologi. Atas dasar struktur histories, dengan

    mempertimbangkan otoritas ras, suku, keluarga, dan kelompok-kelompok social

    lainnya, arketipe tampil sebagai salah satu kecenderungan dasar manusia untuk

    mempertahankan kualitas survivalnya. Atas dasar struktur psikologisnya, dengan

    mempertimbangkan evolusi struktur biologis, khususnya otoritas genetika,

    arketipe tampil sebagai salah satu kecenderungan manusia untuk mempertahankan

    jejak masa lampau, khususnya insting. Jelas citra arketipe juga memiliki kaitan

    erat dengan antropologi social, termasuk ketaksadaran Levi-Strauss.

    Sejarah, psikologi, dan antropologi masing-masing dapat diakses dalam

    citra arketipe. Analisis pandangan dunia, khususnya menurut visi Goldmannian,

    misalnya, memerlukan pemahaman total terhadap ketiga disiplin tersebut. Pada

    gilirannya, disiplin sosiologi, psikologi, dan antropologi sastra dimungkinkan

    untuk mempermasalahkan objek yang sama, sebagai mulitidisiplin. Seperti

    disinggung di atas, karya sastra mempunyai kebebasan dalam memasukkan

    hampir keseluruhan aspek kebudayaan manusia. Sastrawan adalah kreator kata-

    kata, membangun dunia dalam kata. Sastrawan mampu membebaskan substansi

    kata-kata dan kalimat ke dalam citra kata-kata dan kalimat sehingga secara terus

    menerus tercipta dunia yang baru seolah-olah dilihat untuk pertama kali.

  • 8/14/2019 ANTROPOLOGI SASTRA

    6/8

    Sastrawan memiliki kebebasan sesuai dengan hokum-hukum imajinatif fiksional,

    mencampuradukkan duniafibula ke dalam sjuzet.

    Penelusuran terhadap tema, pandangan dunia, motif dan konsep-konsep

    tertentu dalam karya sastra, seperti konsep Faust dan Arjuna yang mendasari

    perbedaan antara jiwa Barat dan Timur sebagaimana diintroduksi oleh Sanusi

    Pane, diduga mengandung aspek-aspek penelitian antropologi sastra. Puisi-puisi

    kongret Sutardji Calzoum Bachri, cerita-cerita pendek magis Danarto juga diduga

    memiliki dimensi-dimensi antropologis yang kaya. Mitos Nyi Roro Kidul apabila

    dibicarakan atas dasar kepercayaan masyarakat terhadap penguasa Laut Kidul

    merupakan studi antropologis, sedangkan apabila dibicarakan dalam kaitannya

    dengan dampak social masyarakat akan menjadi sosiologi sastra. Tingkatan

    bahasa dalam bahasa Bali dibicarakan melalui studi antropologis dalam kaitannya

    dengan kelas-kelas social sebagai pendukungnya. Demikian juga akan menjadi

    studi psikologis apabila dikaitkan dengan dampak psikologis pemakainya. Perlu

    diberikan catatan bahwa pembicaraan yang dimaksudkan dilakukan melalui

    struktur karya sastra, antropologi sebagai karya seni sehingga karya sastra

    merupakan unsure primer, bukan sekunder. Oleh karena antropologi sastra

    menyangkut masalah kebudayaan, maka selain melalui penokohan, dapat juga

    dideteksi melalui latar, seperti latar masyarakat Dayak, Tengger, Irian Jaya, Sunda

    dan sebagainya. Sama seperti sosiologi sastra dan psikologi sastra, antropologi

    sastra pun berfungsi untuk memperkenalkan kekayaan khasanah cultural bangsa

    sehingga masing-masing kebudayaan menjadi milik bagi yang lain.

  • 8/14/2019 ANTROPOLOGI SASTRA

    7/8

    Lahirnya studi multicultural, postruktualisme pada umumnya mendorong

    intensitas studi interdisiplin. Aspek-aspek kebudayaan sama sekali tidak bias

    dipahami terpisah dari gejala yang lain. Sastra adalah bagian integral kebudayaa,

    menceritakan berbagai aspek kehidupan dengan cara imajinatif kreatif, sekaligus

    masuk akal. Seperti disinggung di atas, antropologi sastra mempermasalahkan

    karya sastra dalam hubungannya dengan manusia sebagai penghasil kebudayaan.

    Manusia yang dimaksudkan adalah manusia di dalam karya, khususnya sebagai

    tokoh-tokoh.dalam hubungan inilah karya sastra merupakan studi multicultural

    sebab melalui karya sastra dapat dipahami keberagaman manusia dengan

    kebudayaannya. Sastra Indonesia modern, sejak balai pustaka hingga sekarang

    jelas telah menceritakan keberadaan berbagai suku, ras agama, dan adat-istiadat.

    Dengan membaca karya sastra dapat dipahami kebudayaan Sunda, Jawa, Bali, dan

    sebagainya. Kebudayaan Jawa jelas tidak homogen, melainkan menampilkan

    berbagai macam kebudayaan dengan ruang lingkup yang lebih kecil, demikian

    seterusnya.

    Sama seperti sosiologi sastra, analisis yang berkaitan dengan antropologi

    sastra yang dimaksudkan adalah karya sastra itu sendiri, dengan memanfaatkan

    teori dan data antropologi. Sebuah puisi yang menggunakan kata-kata arkhais,

    seperti Cerita Buat Dien Tamaela (Chairil Anwar), tidak secara langsung dilepas

    dan dihubungkan dengan cirri-ciri kebudayaan tertentu, sebab cara ini semata-

    mata menempatkan karya sastra sebagai unsure sekunder. Kata-kata arkhais telah

    menjadi karya sastra, sebagai roh, sebagai antropologi, bukan sastra. Kata-kata

  • 8/14/2019 ANTROPOLOGI SASTRA

    8/8

    arkhais dibicarakan dalam sastra itu sendiri yang justru nantinya akan

    mengevokasi keseluruhan bentuk dan isi karya.

    Dengan adanya intensitas pada manusia dalam kebudayaan tertentu,

    antropologi sastra memiliki relevansi dengan sastra warna local, jenis karya yang

    selama ini belum banyak menarik minat, khususnya sebagai sastra kreatif.

    Antropologi sastra, selain memiliki kaitan dengan penelitian postcolonial, jelas

    memiliki relevansi dengan pstruralisme itu sendiri, dengan cara mengangkat

    khasanah karya sastra regional. Pada saat mencipta, baik secara langsung maupun

    tidak langsung, baik sebagai kualitas bentuk maupun isi, pengarang menampilkan

    unsure-unsur tertentu khazanah cultural yang dihayati, sebagai unsure-unsur

    ketaksadaran antropologis.

    Baik Freud maupun Levi-Strauss (Ino Rossi, 1974: 19) menganggap

    bahwa struktur ketaksadaran lebih penting dibandingkan dengan kesadaran itu

    sendiri. Secara praktis antropologi sastra diharapkan dapat membantu

    memperkenalkan khazasanah sastra yang terpencil dan terisolasi, yang secara

    tidak langsung berarti telah membantu pemahaman Bhineka Tunggal Ika.