antinomi dalam filsafat hukum

21
BAHAN KULIAH FILSAFAT HUKUM

Upload: frengkibukit

Post on 25-Jun-2015

1.463 views

Category:

Documents


98 download

TRANSCRIPT

BAHAN KULIAH FILSAFAT HUKUM

ANTINOMI DALAM FILSAFAT HUKUM

W. FRIEDMENN

Filsafat hukum berada diantara filsafat dan teori politik, sehingga terpengaruh oleh antinomi-antinomi dalam filsafat dan teori politik.Filsafat hukum mengambil kategori-kategori intelektual dari filsafat dan cita-cita tentang keadilan dari teori politik.Kontribusi filsafat hukum adalah perumusan cita-cita politik dalam bentuk azas-azas hukum.

Antinomi dalam Filsafat Hukum

1. Individu dan Alam Semesta

Filsafat hukum mencerminkan kontroversi fundamental dalam filsafat yang menyangkut nilai apakah alam semesta merupakan kreasi intelektual dari individu atau apakah individu merupakan suatu unsur dari alam semesta.

Ajaran hukum alam menempatkan alam semesta sebagai suatu tertib yang berada diatas manusia. Dalam filsafat hukum, hukum yang dibuat oleh manusia harus harmonis dengan hukum alam yang berlaku universal.

Rene Descartes mengenalkan ajaran filsafat yang mengedepankan keutamaan individu (manusia), “ COGITO ERGO SUM”. Manusia adalah sumber kebenaran dan ukuran utama kebenaran.

KANT, menempatkan individu dalam peranannya sebagai pencipta dari dunia kenyataan yang dapat dipahami.

Filsafat hukum positisme dipengarhui oleh ajaran filsafat individual yang mengendepankan peran manusia (individu). Tidak ada keberlakuan universal dalam hukum, karena hukum dibuat oleh manusia yang keberlakuannya dipengaruhi oleh ruang dan waktu

2. Voluntarisme dan Pengetahuan Objektif

Apakah kehendak menentukan pengetahuan atau pengetahuan yang mengendalikan kehendak ?

Apakah mungkin ada nilai-nilai objektif ataukah kehendak yang menciptakan penilaian-penilaian?

St. THOMAS, kehendak seharusnya ditentukan oleh pengetahuan tentang kebaikan dan kebenaran, sedangkan NIETZSCHE beranggapan bahwa semua pengetahuan merupakan suatu tehnik yang dipergunakan demi kepentingan kehendak untuk berkuasa.

Dalam filsafat hukum antinomi ini tercermin dalam permasalahan adanya ilmu hukum yang objektif.

Ajaran Neo-Kantian mengajarkan ilmu hukum objektif yang tidak dipengaruhi oleh cita-cita politik.

Filsafat KANT mengajarkan ruang lingkup dari kehendak adalah akal praktis, sedangkan ruang lingkup dari pengetahuan adalah akal yang murni. Cita-cita etika dan hukum merupakan masalah kehendak, dan bukan masalah pikiran, walaupun perundang-undangan kategoris berupaya memberikan pengarahan yang bersifat mutlak.

Radbruch, menyatakan sifat subjektif dari filsafat hukum dengan cara menetapkan masalah-masalah filosofis yang pokok dan menyerahkan pilihannya kepada keputusan-keputusan pribadi, yaitu kehendak.

3. Kecerdasan dan Intuisi

Apakah kecerdasan atau intuisi yang mengisi hukum?

MAX WEBER menjelaskan adanya siklus yang berurutan antara antinomi kecerdasan dan intuisi dalam membentuk hukum. Pada masyarakat sederhana, seorang pembentuk hukum mempunyai wewenang kharismatik yang menemukan hukum secara intuitif.

Sistematisasi hukum berkembang sesuai dengan sikap yang semakin rasional. Untuk kepastian hukum, maka hukum dikodifikasi dalam bentuk aturan-aturan tertulis.

Namun, ada masa dimana muncul suatu generasi yang tidak puas terhadap positivsme dan menjadi ragu-ragu terhadap kekuatan akal, maka naluri dan intuisi muncul kembali.

Ajaran hukum bebas (Freirechtslehre) dari awal abad ke XX yang tidak puas dengan penafsiran analitis dan logis terhadap kodifikasi dan undang-undang menyerukan agar hakim mempunyai diskresi yang bebas.

Perasaan hakim tentang apa yang benar dan apa yang salah, merupakan pengarahan yang sesungguhnya untuk mencapai keadilan.

KREBBE : kesadaran hukum sebagai azas untuk membatasi kedaulatan legislatif negara yang tidak terbatas.

Perasaan hukum yang benar, dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk menimbang berbagai derajat kebenaran.

4. Kolektivisme dan Individualisme

Apakah individu lebih rendah dari masyarakat atau masyarakat lebih rendah dari individu?

Awalnya PLATO berpendapat bahwa supremasi masyarakat adalah sedemikian besarnya sehingga tidak ada tempat bagi hak-hak pribadi dan lembaga-lembaga pribadi seperti keluarga dan harta kekayaan.

Dalam bukunya “Laws” Plato mengakui lembaga-lembaga tersebut akan tetapi berada dibawah pengawasan yang ketat dari negara.

Filsafat hukum Hegel mencoba menghapuskan dualisme dari individu dan negara, tetapi berakhir pada suatu kesimpulan yang kurang rasional.

Menurut konsepsi Hegel, individu tidak diperlengkapi dengan hak-hak pribadi yang dapat mendukung individu untuk menentang kehendak negara yang menurut Hegel harus melindungi kebebasan individu-individu.

Hegel tidak menjawab masalah, tetapi hanya menutupi pilihan alternatif-alternatif yang tersedia.

Radbruch mengembangkan filsafat hukum yang demokratis sosialistis.

Kebabasan individu diakui, tetapi pelaksanaannya dilakukan dalam kerangka kehidupan sosial ekonomis masyarakat.

Kebebasan individu, hak-hak individu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan bersama dari masyarakat

5. Demokrasi dan Otokrasi

Antinomi mengenai demokrasi biasanya paralel dengan azas-azas individualistik dan kolektif. Demokrasi dan individualistik selalu dipertentangkan dengan otokrasi dan kolektivisme.Konflik yang sama terjadi dalam hukum Amerika, dimana fungsi kehakiman yang didukung hak-hak pribadi, tidak jarang bertentangan dengan kehendak mayoritas yang tercermin melalui fungsi legislatif.Perkembangan-perkembangan sosial dapat menuntut suatu bentuk pemerintahan yang berbeda dari demokrasi parlementer tanpa menyinggung masalah perkembangan individu atau berkuasanya masyarakat sebagai tujuan dari kehidupan politik.

6. Nasionalisme dan Internasionalisme

Filsafat hukum individual seringkali bersifat kosmopolitan sedangkan kolektifisme bersifat nasionalis.

Cita-cita akan persamaan derajat manusia seringkali menyebabkan kalangan demokrat menjadi bersifat internasionalis.

Golongan nasionalis selalu mengangungkan negara nasional.

Namun meskipun demikian, filsafat hukum Hegel yang anti individualistis tidak akan terpengaruh apabila dan tetap berpegang pada perkembangan dialektis dari suatu negara ke suatu liga internasional atau suatu organisasi internasional lainnya.

Dalam skema menuju masyarakat internasional pada dewasa ini, supremasi dari wewenang internasional sering dikombinasikan dengan ciri-ciri kolektif.

Secara politis, masalah antara nasionalism dan internasionalism merupakan pertentangan antara cita-cita politik.

Secara yuridis, hal itu merupakan masalah bagaimana memberikan kwalifikasi pada kedaulatan hukum.

7. Positivisme dan Idealisme

Antagonisme elementer terkait positivisme dan idealisme berdampingan dengan pertentangan antara materialisme dan idealisme.

Filsafat hukum idealistis mempergunakan metode deduksi dalam menarik hukum dari azas-azas yang didasarkan pada manusia sebagai mahluk etis dan rasional. Metode ini bekerja dengan menggunakan azas-azas yang telah ditetapkan secara a priori.

Filsafat hukum positivis menganggap hukum sebagai sesuatu yang ditentukan oleh ruang lingkup isinya, tidak selalu berdasarkan azas-azas yang ditetapkan secara apriori.

Dua aliran positivisme

POSITIVISME

POSITIVISME ANALITIS

Tidak mempermasalahkan dasar kaedah-kaedah hukum,

akan tetapi lebih memusatkan perhatian pada analisa konsep-konsep dan

hubungan-hubungan hukum atas dasar pemisahan yang ketat antara kenyataan (das

sein) dan hal yang diharapkan (das sollen)

POSITIVISME FUNGSIONAL (PRAGMATIS)

Fakta-fakta sosial sebagai dasar yang menentukan konsep-konsep

hukum

8. Stabilitas dan Perubahan

Filsafat hukum mencerminkan keadaan bersitegang antara tradisi dengan kemajuan, stabilitas dengan perubahan, kepastian dan keluwesan.

Umumnya teori-teori hukum dan kalangan hukum cenderung untuk memberi tekanan pada stabilitas daripada perubahan.

Kelsen mencurigai semua teori hukum alam sebagai sarana untuk memperkuat kedudukan penguasa dan untuk menekan terjadinya perubahan

Mazhab sejarah yang dipimpin von Savigny menentang perubahan hukum. Tugas seorang juris dan pembentuk hukum adalah untuk mengadakan verifikasi dan memformulasikan hukum kebiasaan yang ada.

Secara essensil hukum berfungsi untuk menciptakan stabilitas bukan sebagai sarana untuk mengadakan perubahan.

Kaum utilitarian dan sosiologis cenderung untuk memberi tekanan pada proses perubahan isi hukum, oleh karena sorotannya tertuju pada dasar sosial hukum dan kepentingan-kepentingan kehidupan bersama.

Cara-cara untuk mencapai kebahagiaan dan untuk menghindari penderitaan berubah sesuai dengan situasi sosial, sehingga hukum juga harus berubah sesuai dengan keadaan tersebut.

Konstitusi Amerika Serikat diciptakan untuk mengawasi terjadinya perubahan-perubahan hukum pada batas-batas tertentu, walaupun sampai pada batas-batas tertentu pula hal itu tergantung pada jiwa pengadilan dalam menafsirkan klausula-klausula yang fundamentil.

Cita-cita hukum yang tertinggi akan menentukan mekanisme manakah yang harus dipergunakan (mempertahankan stabilitas “ status quo” atau melakukan perubahan).

STABILITAS PERUBAHAN

H U K U M

A N T I N O M I S TA B I L I TA S DA N P E R U B A H A N

CITA-CITA HUKUM

TERIMA KASIH

Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum