antiinflamasi

39
Laporan Resmi Praktikum Farmakologi Farmasi ANTIINFLAMASI Nama : Pahala A R Sinaga NIM : 071501046 Program : Farmasi S-1 Reguler Kelompok/ Hari : III / Senin Asisten : Nur Aira Juwita Tanggal Percobaan : 11 Mei 2009 Laboratorium Farmakologi Farmasi Departemen Farmakologi Farmasi Fakultas Farmasi

Upload: elsa-elfrida-marpaung

Post on 24-Jul-2015

606 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Antiinflamasi

Laporan Resmi

Praktikum Farmakologi Farmasi

ANTIINFLAMASI

Nama : Pahala A R Sinaga

NIM : 071501046

Program : Farmasi S-1 Reguler

Kelompok/ Hari : III / Senin

Asisten : Nur Aira Juwita

Tanggal Percobaan : 11 Mei 2009

Laboratorium Farmakologi Farmasi

Departemen Farmakologi Farmasi

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Medan

2009

Page 2: Antiinflamasi

Lembar Persetujuan dan Nilai Laporan Praktikum

Judul Percobaan : Antiinflamasi

Medan, 18 Mei 2009

Tanggal ACC :

Asisten, Praktikan,

(Nur Aira Juwita) (Pahala A R Sinaga)

Perbaikan :

1. Perbaikan I, Tanggal :

Telah Diperbaiki :

2. Perbaikan II, Tanggal :

Telah Diperbaiki :

3. Perbaikan III, Tanggal :

Telah Diperbaiki :

4. Pergantian Jurnal :

Nilai :

Page 3: Antiinflamasi

ANTIINFLAMASI

I. PENDAHULUAN

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan

yang disebabkan oleh trauma fisik, Zat kimia yang merusak, atau zat-zat

mikrobiologik. Iflamasi adalah usaha tubuh untuk mengaktivasi tubuh atau .

organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat

perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap,proses peradangan biasanya reda.

Namun, kadang kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh suatu zat yang tidak

berbahaya seperti tepung sari, atau oleh suatu respon imun, seperti asma atau artistis

rematoid. Pada kasus seperti ini, Reaksi pertahanan tubuh mereka sendiri mungkin

menyebabakan luka-luka jaringan progresif, dan obat-obat anti iflamasi atau

imunosupresi mungkin dipergunakan untuk memodulasi proses peradangan.

Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan

migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik berpariasi dengan tipe proses peradangan dan

meliputi amin, seperti histamin dan 5- hidroksitritamin , lipid seperti prostagladin,

peptida kecil, seperti bradiki inin dan peptida besar seperti interleukin 1. Penemuan

yang luas diantaranya mediator kimiawi telah menerangkan paradoks yang tampak

bahwa obat-obat anti-inflamasi dapat mempengaruhi kerja mediator utama yang

penting untuk satu tipe inflamasi tetapi tanpa efek pada proses inflamasi yang

penting pada satu tipe inflamasi yang melibatkan mediator target obat (Mycek,

M.J.,2001).

NSAIDs berkhasiat analgetis, antipiretik, serta antiradang dan sering kali

digunakan untuk menghalau gejala rema,seperti A. R., artrosis, dan spondylosis.

Obat ini efektif untuk peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan,

kecelakaan), juga misalnya setelah pembedahan, atau pada memar akibat olahraga.

Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bbila diminum sedini mungkin

dalam dosis yang cukup tinggi. Selanjutnya, NSAIDs juga digunakan untuk kolik

saluran empedu dan kemih serta keluhan tulang pinggang dan nyeri haid

(dysmenorroe). Akhirnya, NSAIDs juga berguna untuk myeri kanker akibat

metastase tulang. Yang banyak digunakan untuk kasus ini adalah zat-zat dengan efek

samping relative sedikit, yakni ibuprofen, naproksen, dan diklofenak (T.H. Tjay dan

K. Rahardja, 2002).

Page 4: Antiinflamasi

II. TUJUAN PERCOBAAN

- Untuk mengetahui efek pemberian karagenan pada hewan percobaan

- Untuk mengetahui mekanisme karagenan dalam menimbulkan inflamasi

- Untuk mengetahui efek antiinflamasi dari pemberian indometasin

- Untuk membandingkan efek antiinflamasi indometasin dengan dosis yang

berbeda

- Untuk mengetahui mekanisme terjadinya inflamasi

III. PRINSIP PERCOBAAN

Berdasarkan induksi radang pada kaki hewan percobaan yang dilakukan

melalui penyuntikan karagenan secara intraplantar setelah pemberian obat

indometasin secara oral pada setengah jam sebelum penyuntikan karagenan akan

menimbulkan efek radang berupa udem, di mana radang kaki hewan percobaan

diukur dengan pletismometer yang bekerja berdasarkan hukum Archimedes.

Aktivitas antiinflamasi indometasin ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi

radang yang diinduksi pada hewan tersebut, yang dapat diukur dengan

pletismometer.

Page 5: Antiinflamasi

IV. TINJAUAN PUSTAKA

Fenomena inflamasi pada tingkat bioselular masih belum dijelaskan secara

rinci. Walaupun demikian banyak hal yang telah diketahui dan disepakati. Fenomena

inflamasi ini meliputi kerusakan mikrovaskular, Meningkatnya permeabilitas kapiler

dam migrasi leukosit kejaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal

adalah kalor, rubor tumor, dolor dan functio laesa. Selama berlangsungnya fenomena

inflamasi banyak mediator kimiawi yang dilepaskan secara lokal antara lain

histamin, 5-hidroksitriptamin(5ht), faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrin, dan PG.

Penelitian terakhir menunjukkan autokoid lipid PAF ( platelet activating fat) juga

merupakan mediator inflamasi. Dengan migrasi sel fagosit kedaerah ini, terjadi lisis

membran lisozin dan lepasnya enzim pemecah. Obat mirip aspirin dapat dikatakan

tidak berefek terhadap mediator kimiawi tersebut kecuali PG.

Inflamasi sampai sekarang fenomena ini inflamasi pada tingkat bioselular

masih belum dijelaskan secara rinci. Walaupun demikian banyak hal yang telah

diketahui dan disepakati. Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan mikrovaskular,

Meningkatnya permeabilitas kapiler dam migrasi leukosit kejaringan radang. Gejala

proses inflamasi yang sudah dikenal adalah kalor, rubor tumor, dolor dan

functioleasa. Selama berlangsungnya fenomena inflamasi banyak mediator kimiawi

yang dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin(5ht), faktor

kemotaktik, bradikinin, leulotrin, dan PG. Penelitian terakhir menunjukkan autokoid

lipid PAF ( patelet activating fat) juga merupakan mediator inflamasi. Dengan

migrasi sel fagosit kedaerah ini, terjadi lisis membran lisozin dan lepasnya enzim

pemecah. Obat mirip aspirin dapat dikatakan tidak berefek terhadap mediator

kimiawi tersebut kecuali PG.

Secara in vitro terbukti bahwa prostaglandin E2 (PGE2) dan prostasiklin

(PGI2) dalam jumlah nanogram, menimbulkan eritem vasodilatasi dan peningkatan

aliran darah secara lokal. Histamin dan bradikinin dapat meningkatkan permaibilitas

vaskular, tetapi efek vasodilatasinya tidak besar. Dengan penambahan sedikit PG

efek eksudas hitamin plasma dan bradikinin menjadi lebik jelas. Migrasi leukosit ke

jaringan radang merupakan aspek penting dalam proses inflamasi. PG sendiri tidak

bersifat kemotaktik tetapi produk lain dari asam arakidonat yakni leukotrien B4

merupakan merupakan zat kemotaktik yang sangat paten. Obat mirip aspirin tidak

Page 6: Antiinflamasi

menghambat sistemhipoksigenase yang menghasilkan leukotrien sehingga

golongamn obat ini tidak menekan migrasi sel. Walaupun demikian dosis tinggi juga

terlihat penghambatan migrasi sel tanpa mempengaruhi enzim liposigenase. Obat

yang menghambat biosintesis PG maupun leukotrin tentu akan lebih paten menekan

proses iflfmasi. (Wilmana, F.P., 1995).

OAINS membentuk kelompok yang berbeda-beda secara kima(kiri0, tetapi

semuanya mempunyai kemampuan untuk menghambat siklooksigenase(COX) dan

inhibisi sintesis prostaglandin yang diakibatkannya sangat berperan untuk efek

terapeutiknya. Sayangnya, inhibisi sintesis prostaglandin dalam mukosa gaster sering

menyebabkan kerusakan gastrointestinal(dispepsia, mual, dan gastiritis). Efek

samping yang paling serius adlah perdarahan gastrointestinal dan perforasi. COX

terdapat pada jaringan sebagai suatu isoform konstitutif (COX-1), tetapi sitokin pada

lokasi inflamasi menstimulasi induksi isoform kedua (COX-2). Inhibisi (COX-2)

diduga bertanggungjawab untuk efek antiinflamasi OAINS, sementara inhibisi COX-

1 bertanggung jawab untuk toksisitas gastointestinal. OAINS yang paling banyak

digunakan adalah yang selektif untuk COX-1, tetapi inhibitor COX-2 selektif telah

diperkenalkan baru-baru ini (Neal, M.J., 2006).

Pasien-pasien ini sering diberi resep OAINS dan sangat banyak tablet

aspirin, parasetamol, dan ibuprofen tambahan yang dibeli bebas untuk terapi sendiri

pada sakit kepala, nyeri gigi, berbagai gangguan muskokletal, dan lain-lain. Obat-

obat ini tidak efektif pada terapi nyeri viseral(misalnya infark miokard, kolik renal,

dan abdomen akut) yang membutuhkan analgesik opioid. Akan tetapi, OAINS efektif

pada nyeri hebat tipe tertentu(misalnya kanker tulang). Aspirin mempunyai aktivitas

antiplatelet yang penting (Neal, M.J., 2006).

Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau

kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan pembebasan mediator

inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan lain lain yang

menimbulkan reaksi radang berupa: panas, nyeri dan bengkak dan gangguan fungsi.

(Syamsul munaf, 1994)

Prostaglandin dan senyawa yang berkaitan diproduksi dalam jumlah kecil dan

semua jaringan. Umumnya bekerja bekerja lokal pada tempat prostaglandin tersebut

disintesis, dan cepat dimetabolisme menjadi produk inaktif pada tempat kerjanya.

Karena itu, prostaglandin tidak bersirkulasi dengan konsentrasi bermakna dalam

Page 7: Antiinflamasi

darah. Tromboksan, leukotrin, dan asam hidroksiperosieikosatetraenoat merupakan

lipid yang berkaitan disintesis dari prekursor yang sama sebagai prostaglandin

memakai jalan yang berhubungan.

PG hanya berperan pada yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau

iflamasi. Penelitian tellah membukyikan bahwa PG menyebabkan snsti reseptor nyeri

terhadap stimulasi mekasik dan kimiawi ,jadiPG menimbulkan keadaan

hiperalgesia.Kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin

merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata obat mirip aspirin tidak

mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang ditimbulkan oleh efek langsung PG. Ini

menunjukkan bahwa sintesis PG yang dihambat oleh golongan obat ini dan bukanya

blokade jantung (Wilmana,F.P., 1995)

Prostaglandin dan metabolismenya yang dihasilkan secara endogen dalam

jaringan bekerja sebagai tanda lokal menyesuaikan respon tipe sel spesifik. Fungsi

dalam tubuh bervariasi secara luas tergantung pada jaringan. Misalnya pelepasan

TXA2 dari trombosit mencetuskan penambahan trombosit baru untuk agregasi

( langkah pertama pada pembentukan gumpalan). Namun pada jaringan lain

peningkatan kadar TXA2 membawa tanda yang berbeda, misalnya otot polos tertentu

senyawa ini menginduksi kontraksi. Prostagladin merupakan salah satu mediator

kimiawi yang dilepasklan pada proses agresi alergi dan inflamasi. (Mycek, M.J.,

2001)

Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau

kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan pembebasan mediator

inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan lain lain yang

menimbiulkan reaksi radang berupa: panas, nyeri dan bengkak dan gangguan fungsi.

(Syamsul munaf,1994)

Inflamasi pada rematoid artistis merupakan reaksi antara antigen, antibodi

dan komlemen yang menyebabkan terentuknya faktor kemoteraktik yang menjadi

penatik leukosit, leukosit ini memfogositasi kompleks antigen-antigen komplemen

dan juga melepaskan enzim-enzim dari lisosom yang menyebabkan kerusakan tulang

rawan dan jaringan lain, Sehingga timbullah inflamasi (Syamsul Munaf, 1994).

Mekanisme kerja obat AINS :

a. Menjaga keutuhan tulang rawan dan jaringan lain dari kerusakan oleh

enzimlisosom (salisilat, fenilbutazon, indometasin dan asam mafenamat)

Page 8: Antiinflamasi

b. Menstabilkan membran lisosom (salisilat, klorokin)

c. Menghambat migrasi leukosit (indometasin)

d. Menghambat pembentukan prostagladin (salisilat, indometsain). Pada demam

rematik salisilat mengurangi gejala kerusaakan sendi, tetapi kerusakan jantung tidak

dipengaruhinya Bila diberikan per oral, diserap dangan cepat sebagian dari

lambung sebaguian dari usus halus bagian atas. Kadar puncak akan tercapai setelah

pemberian 2 jam. Kecepatan absorpsi ini tergantung pada : kecepatan dissintegrasi

dan dissocusi tablet, PH permukaan mukosa dan waktu penggosongan lambung.

Pada pemberian rektal absorbsinya lambat dan tidak sempurna. Absorpsi melalui

kulit dapat terjadi dengan cepat dan dapat menimbulkan efek sistemik, misalnya

metil salisilat dapat diabsorpsi melalui kulit yang utuh tetapi absorpsi melalui

lambung lambat (Syamsul Munaf, 1994)

Setelah diabsorpsi, slisilat didistribusikan keseluruh tubuh dan cairan

interseluler. Salisilat dapat ditemukan pada cairan sinovial, spinal peritoneal, liur dan

air susu.

Banyak obat anti inflamasi nonsteroid (AINS ) bekerja dengan jalan

menghambat sintesis prostagladin. Jadi pemahaman akan obat AINS memerlukan

pengertian kerja dan biosintesis prostagladin turunan asam lemak tak jenuh

mengandung 20 karbon yang meliputi suatu struktur cincin siklik.

Nyeri dan inflamasi merupakan keluhan utuma penderita penyakit rematik

disamping lainnya. Berbagai usaha dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan

keluhan ini antara lain dengan menggunakan medikamentosa. Penggunaan nyeri

medikamentosa pasa penyakit reumatik selain bertujuan untuk menekan rasa nyeri

dan inflamasi bila mungkin juga menghentikan perjalanan reumatik. Hingga saat ini

pada ertritis reumatoid dan goud yang telah da obat yang telah mempengaruhi

perjalanan penyakitnya. Sebagian besar penyakit reumatiknya lainya diobati dengan

akan terbukti obat anti inflamasi non steroid yang telah terbukti dapat menekan rasa

nyeri dan inflamasi tetapi tidak dapat menghentikan perjalanan penyakit.

Nyeri dan inflamasi merupakan tanda bahwa sendi tersebut telah mengalami

gangguan hampir semua gangguan rematik disertai dengan nyeri atau inflamasi.

Perkecualian pada sendi neuropati. Ialah suatu keaadan hilangnya rasa nyeri akibat

keadaan tertentu seperti tebes darsalis atau siringomielia. Rasa ini penting karena

menunjukkan adanya mekanisme proteksi dari badan. Adanya rasa nyeri menunjkkan

Page 9: Antiinflamasi

bahwa sipenderita harus menggurangi penggunaan yang berlebihan dari sendi

tersebut. Sedangkan adanya inflamasi menunjukkan bahwa sipenderita harus

mengistirahatkan sendi tersebut. Pada sendi neuropatik Dimana sopenderita tidak

nerasai nyeri telah terbukti akan terjadi kerusakan sendi yang lebh cepat, selain itu

gangguan fungsi baru terjadi setelah ada kerusakan mekanikal yang nyata.

Sebaliknya pada artitis jenis lainya gangguan fungsi sudah mulai tampak pada

awalpenyakit bersamaan dengan timbulnya rasa nyeri.

Nyeri pada penyakit rematikterutama disebabkan oleh adanya inflamasi yang

mengakibatkan dilepasnya mediator-mediator kimiawi. Kinin dan mediator kimiawi

lainya dapat merangsang timbulnya rasa nyeri. Prostaglandin berperan dalam

meningkatkan dan memperpanjang rasa nyeri yang disebabkan oleh suatu

rangsangan.

Sejumlah efek samping berkaitan dengan penghambatan sintesa prostaglandin

dan teunma terjadi pada lambung dan usus ginjal dan fungsi trombosit. Frekwensinya

berbeda-beda untuk berbagai obat dan pada umumnya efek-efek ini meningkatkan

besarnya dosis dan lama penggunannya, kecuali efek terhadap trombosit.

Obat dengan masa paruh panjang mengakibatkan resiko gangguan lambung

usus lebih besar daripada obat dengan masa paruh pendek. Obat yang terbanyak

menimbulkan keluhan lambung-usus serius adalah indoetasin, azapropazon dan

piroxicam. Obat dengan jumlah keluhan lebih kurang separohnya adalah ketoprofen,

naproksen, flurbiprofen, sulindac dan diklofenac.

Indometasin merupakan derivat indol lasetat berkasiat amat kuat dapat

disamakan debngan diklofenac tetapi lebih sering menimbulkan efek samping.

Khususnya efek ulcerogen dan pendarahan occult (T.H. Tjay dan K. Rahardja, 2002).

Fiksasi interna merupakan salah satu modalitas terapi dalam penanganan

fraktur. Fiksasi interna dini dan tertunda masih menjadi suatu perdebatan karena

adanya perbedaan komplikasi yang ditimbulkan, terutama yang berhubungan dengan

respons inflamasi sistemik.

Tindakan fiksasi interna dini dan tertunda saat ini masih menjadi sebuah

perdebatan, khususnya mengenai early total care (tindakan dini), damage control

dan delayed total care (tindakan tertunda) pada trauma multiple. Johnson (1985),

melaporkan bahwa fiksasi interna pada major fracture dengan penundaan lebih dari

24 jam menyebabkan peningkatan 5 kali terjadinya komplikasi ARDS (Adult

Page 10: Antiinflamasi

Respiratory Response Syndrome). Pada isolated femoral fracture, terjadi 10% fat

embolism syndrome jika tindakan fiksasi dilakukan setelah 10 jam dan 0% jika

dikerjakan sebelum 10 jam (Pinney, 1998). Fakta ini disebabkan oleh terjadinya

aktivasi innate immunity (Heitbrink, 2006). Namun, sampai saat ini perbedaan

inflamasi lokal pada saat fiksasi interna dan respons inflamasi sistemik akibat

tindakan fiksasi interna dini dan tertunda pada fraktur belum diketahui. Makrofag

merupakan sel imun utama dijaringan dan pada trauma hebat makrofag sering

mengalami gangguan respons imun berupa gangguan imunita seluler (Franke,2006).

Demikian juga kerusakan jaringan karena pembedahan akan memicu makrofag yang

telah teraktivasi sebelumnya untuk mengekspresikan mediator inflamasi sehingga

mempengaruhi respons inflamasi baik lokal maupun sistemik. Untuk mengurangi

komplikasi pascafiksasi interna, jenis tindakan (cara fiksasi) dan timing (waktu kapan

tindakan dilakukan) dapat dipertimbangkan sebagai cara pencegahan (Astawa, P.;

Bakta, M.; Budha, K., 2008).

Lipoxins

Senyawa grup lipoxins mulai dikenal sejak awal tahun 80an abad lalu. Penemuan

terakhir menunjukkan, AA dalam proses reaksi biokimia di dalam tubuh, pada

tingkat jaringan sel dan sel, pertama melalui senyawa turunannya seperti yang

disebut sebelumnya (leukotriene, prostaglandins) berfungsi menimbulkan

inflamasi, namun di tengah proses terjadinya inflamasi, AA pun dikonversi

melalui serentetan reaksi biokimia menjadi senyawa lipoxins, yang berfungsi

mencegah terjadinya inflamasi berlarut-larut. Dual fungsi AA kini dikenal, pro

dan juga anti-inflamasi, dengan melalui senyawa turunannya (di bawah akan

banyak digunakan istilah mediator, atau chemical mediator, atau juga disebut

lipid mediator (penggunaan kata lipid, dikarenakan turunan dari asam lemak

tidak jenuh), yang dimaksud adalah senyawa-senyawa turunan berfungsi baik pro

maupun anti-inflamasi).

Inflamasi

Inflamasi, dalam bahasa Indonesia sehari-hari, yaitu radang. Kita sering

mendengar misalnya, radang usus, radang otak, radang paru-paru, peradangan,

bengkak memar dan seterusnya. Penggunaan istilah ini telah dikenal secara

Page 11: Antiinflamasi

tradisi sejak jaman Yunani dan Tiongkok kuno, ribuan tahun yang lalu. Dari

penemuan-penemuan terakhir, para pakar berpendapat bahwa, sebetulnya

inflamasi (atau radang) bukanlah berupa penyakit itu sendiri. Inflamasi

diperlukan oleh tubuh kita, karena proses reaksi biokimia inflamasi di dalam

tubuh ditujukan melawan invasi bakteri dari luar, zat-zat yang negatif bagi sel-

sel, jaringan sel, serta organ-organ, ataupun bila terjadi luka. Dalam hubungan

ini, jenis sel seperti leukocyte, neutrophil, berperan memusnahkan invasor.

Dapat kita gambarkan fungsinya seperti pasukan keamanan dari sesuatu bahaya

yang menyerang keseimbangan tubuh. Terutama neutrophil, berperan sebagai

patrol keamanan tubuh kita, begitu menemukan sesuatu yang asing ditubuh, serta

merta akan memusnahkannya. Dalam proses inflamasi, chemical mediator (juga

disebut lipd mediator karena berasal dari asam lemak AA, DHA dan EPA)

berupa leukotriene dan prostaglandins, turunan dari AA, memegang peranan

penting. Pada waktu yang bersamaan, proses pemusnahan awal terhadap invasor,

neutrophil mengeluarkan chemical mediator yang mana memberikan sinyal

berikutnya merekrut lebih banyak lagi sel neutrophil dan leukocyte untuk turut

beraksi memusnahkan invasor. Proses pemusnahan ini disebut phagocytosis

(kemampuan memakan, menelan). Dalam proses ini neutrophil mengeluarkan

agent, enzyme (reactive oxygen species, hydrolytic enzymes, dan lain-lain), yang

secara umum juga tidak baik bagi tubuh dan dapat merusak sel, jaringan sel.

Pertahanan tubuh telah menyiapkan mekanisme sedemikian rupa, pada tahap

tertentu, aksi selanjutnya dari neutrophil harus dicegah. Pencegahan tersebut

terjadi di mana biosintesa chemical mediator yang pro-inflamasi, leukotrine,

distop, dan beralih ke biosintesa chemical mediator anti-inflamasi jenis lipoxins.

Peralihan atau switch biosintesa dari mediator pro-inflamasi ke anti-

inflamasi

Munculnya prostaglandins dari sel neutrophil juga mengisyaratkan secara

terprogram, nasib biosintesa mediator ini (semacam feedback) sendiri akan

berakhir, dengan meregulasi (down regulation) enzyme 15-LO yang terdapat di

dalam sel neutrophil, kemudian biosintesa beralih ke mediator yang lain, yang

anti-inflamasi. Namun hal lain yang sangat menentukan peralihan ini adalah

kemampuan enzyme 5-LO (5-Lipoxigenase. Penemuan enzyme ini dan satu lagi,

Page 12: Antiinflamasi

COX, Cyclooxygenase, yang membawa Samuelsson B. dan Bergstrom S.

mendapatkan penghargaan Nobel tahun 1982) mengkonversi secara reaksi

enzymatic dari AA menjadi leukotriene (LTB4), lalu beralih pada tahap

berikutnya ke lipoxins. Dalam hubungan ini exzyme 5-LO juga substrate

dependent (tergantung dari kondisi mikro setempat), di mana enzyme tersebut,

satu dari sekian step proses biosintesa, dapat menggunakan dan mengkonversi

DHA, EPA menjadi grup senyawa resolvins.

Pada tingkat sel, munculnya neutrophil dan terbentuknya nanah (pustule, lihat

gambar bawah) mengisyaratkan peralihan dari mediator pro- ke anti-inflamasi, dan

pembatasan atau pencegahan pengrekrutan neutrophil berikutnya dari pembulu darah

ke lokasi kejadian. Mediator anti-inflamasi, lipoxins, resolvins, dan protectins

memobilisasi sel macrophage (monocyte) yang dapat memakan sel neutrophil, serta

membersihkan Histologi leukosit (Tan, T J, 2008).

Leukosit adalah sel darah Yang mengendung inti, disebut juga sel darah

putih. Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-900

sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis,

bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel

darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup

berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang

bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti

bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit sel

kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih

banyak. Granula. Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humora

organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan

melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos

antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung Jumlah leukosit

per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir

15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun

sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada

usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa

tercapai. Bila memeriksa variasi Fisiologi dan Patologi sel-sel darah tidak hanya

persentase tetapi juga jumlah absolut masing-masing jenis per unit volume darah

harus diambil (Dr. Zukesti Effendi, 2007).

Page 13: Antiinflamasi

V. Metode Percobaan

5.1 Alat dan Bahan

5.1.1 Alat

- Timbangan hewan

- Alat suntik 1ml

- Oral sonde

- Stopwatch

- Vial

- Kaca pengamatan

- Spidol permanent

- Plestimometer

5.1.2 Bahan

- Tikus putih

- Suspensi Na-Diklofenat 0,1%

- Karagenan 1%

- Suspensi kosong 1 %

5.2. Prosedur Percobaan

- Tikus ditimbang

- Diberi tanda pada sendi kaki belakang sebelah kiri

- Diukur Vo

- Diberi perlakuan sebagai berikut:

Kontrol : suspensi kosong 1% BB (oral)

Na Diklofenat 2% 15 mg/ kg BB (oral)

Na Diklofenat 2% 20 mg/ kg BB (oral)

Deksametason 0,1 mg/ kg BB (oral)

Deksametason 0,3 mg/ kg BB (oral)

- Setelah 30 menit diberikan 0,1ml karagenan 1 % pada telapak kaki kiri

- Setelah 30 menit volume kaki kiri dikukur dengan alat plestimometer selang

waktu 30 menit selama 2jam

- Hitung % R dan % IR

- Buat grafik % R vs waktu dan % IR vs waktu

Page 14: Antiinflamasi

5.3 Flow Sheet

ditimbang

diberi tanda pada sendi kaki belakang sebelah kiri

diukur Vo

dihitung dosis untuk suspensi kosong 1% BB

diberikan suspensi kosong sebanyak 2,4 ml secara oral

setelah 30 menit diberikan 0,1 ml karagenan 1% pada telapak kaki

kiri

volume kaki kiri diukur dengan alat pletismometer selang waktu 30

menit selama 2 jam

dihitung % R dan % IR

dibuat grafik % R vs waktu dan % IR vs waktu

ditimbang

diberi tanda pada sendi kaki belakang sebelah kiri

diukur Vo

dihitung dosis untuk Na Diklofenat 2% dosis 15 mg/ kg BB

diberikan indometasin sebanyak 0,23 ml secara oral

setelah 30 menit diberikan 0,1 ml karagenan 1% pada telapak kaki

kiri

setelah 30 menit volume kaki kiri dikukur dengan alat

plestimometer selang waktu 30 menit selama 2 jam

dihitung % R dan % IR

dibuat grafik % R vs waktu dan % IR vs waktu

Tikus I

Hasil

Tikus II

Hasil

Page 15: Antiinflamasi

ditimbang

diberi tanda pada sendi kaki belakang sebelah kiri

diukur Vo

dihitung dosis untuk Na Diklofenat 2% dosis 20 mg/ kg BB

diberikan indometasin sebanyak 0,1995 ml secara oral

setelah 30 menit diberikan 0,1 ml karagenan 1% pada telapak kaki

kiri

setelah 30 menit volume kaki kiri dikukur dengan alat

plestimometer selang waktu 30 menit selama 2 jam

dihitung % R dan % IR

dibuat grafik % R vs waktu dan % IR vs waktu

ditimbang

diberi tanda pada sendi kaki belakang sebelah kiri

diukur Vo

dihitung dosis untuk Deksametason 0,01% dosis 0,1 mg/ kg BB

diberikan Deksametason sebanyak 0,272 ml secara oral

setelah 30 menit diberikan 0,1 ml karagenan 1% pada telapak kaki

kiri

setelah 30 menit volume kaki kiri dikukur dengan alat

plestimometer selang waktu 30 menit selama 2 jam

dihitung % R dan % IR

dibuat grafik % R vs waktu dan % IR vs waktu

Tikus III

Hasil

Tikus IV

Hasil

Page 16: Antiinflamasi

ditimbang

diberi tanda pada sendi kaki belakang sebelah kiri

diukur Vo

dihitung dosis untuk Deksametason 0,01% dosis 0,3 mg/ kg BB

diberikan Deksametason sebanyak 0,456 ml secara oral

setelah 30 menit diberikan 0,1 ml karagenan 1% pada telapak kaki

kiri

setelah 30 menit volume kaki kiri dikukur dengan alat

plestimometer selang waktu 30 menit selama 2 jam

dihitung % R dan % IR

dibuat grafik % R vs waktu dan % IR vs waktu

Tikus V

Hasil

Page 17: Antiinflamasi

VI. PERHITUNGAN, DATA, GRAFIK DAN PEMBAHASAN

6.1 Perhitungan

6.1.1 Perhitungan Dosis

* Tikus I

Berat tikus : 240 gram

Dosis : 1% BB

Jumlah larutan obat yang diberikan = 1% X 240 = 2,4 ml

* Tikus II

Berat tikus : 307 gram

Koinsentrasi obat : 2%

Dosis : 15 mg/Kg BB

Jumlah obat yang diberikan =

15 mg /kgBB1000

X 307 gram = 4,605 mg

Konsentrasi obat dalam 2 % =

2100

X 1000 = 20 mg/ml

Jumlah larutan obat =

4 ,605mg20mg /ml = 0,23 ml

* Tikus III

Berat kelinci : 199,5 gram

Konsentrasi obat : 2 %

Dosis : 20 mg/Kg BB

Jumlah obat yang diberikan =

20 mg /kgBB1000

X 199 ,5 gram = 3,99 mg

Konsentrasi obat dalam 2 % =

2100

X 1000 = 20 mg/ml

Jumlah larutan obat =

3 ,99mg20mg /ml = 0,1995 ml

* Tikus IV

Berat tikus : 147,9 gram

Konsentrasi obat : 0,01 %

Dosis : 0,1 mg/Kg BB

Jumlah obat yang diberikan =

0,1 mg /kgBB1000

X 272 gram = 0,0272mg

Page 18: Antiinflamasi

Konsentrasi obat dalam 0,01 % =

0 ,01100

X 1000 = 0,1 mg/ml

Jumlah larutan obat =

0 ,0272mg0,1mg /ml = 0,272 ml

* Tikus V

Berat tikus : 152 gram

Konsentrasi obat : 0,01 %

Dosis : 0,3 mg/Kg BB

Jumlah obat yang diberikan =

0,3 mg /kgBB1000

X 152 gram = 0,0456mg

Konsentrasi obat dalam 0,01 % =

0 ,01100

X 1000 = 0,1 mg/ml

Jumlah larutan obat =

0 ,0456mg0,1 mg /ml = 0,456 ml

6.1.2 Perhitungan Radang (Terlampir)

% Radang = (Volume Kelompok Kontrol – Volume Kelompok Obat) x 100%

Volume Kelompok Kontrol

% Inhibisi Radang = (% Radang Kontrol - % Radang Obat) x 100%

% Radang Kontrol

Page 19: Antiinflamasi

Tikus I (tikus kontrol, yang disuntikkan suspensi kosong)

Vo = 0,02 ml

% IR = 0

* untuk T = 0,5 jam

Vt = 0,04 maka % R = x 100 % = x 100 % = 100 %

* untuk T = 1 jam

Vt = 0,04 maka % R = x 100 % = x 100 % = 100 %

* untuk T = 1,5 jam

Vt = 0,04 maka % R = x 100 % = x 100 % = 100 %

* untuk T = 2 jam

Vt = 0,04 maka % R = x 100 % = x 100 % = 100 %

Tikus II (tikus yang diberi Na Diklofenat [ ] 2 % dosis 15 mg/kgBB)

Vo = 0,04

* untuk T = 0,5 jam

Vt = 0,04 maka % R = x 100 % = x 100 % = 0 %

% IR = x 100 % = 100%

* untuk T = 1 jam

Vt = 0,05 maka % R = x 100 % = x 100 % = 25 %

% IR = x 100 % = 75%

* untuk T = 1,5 jam

Vt = 0,04 maka % R = x 100 % = x 100 % = 0 %

% IR = x 100 % = 100%

* untuk T = 2 jam

Vt = 0,04 maka % R = x 100 % = x 100 % = 0 %

% IR = x 100 % = 100 %

0,04-0,02 0,02

0,02 0,02

100 – 0 100

0,04-0,02 0,02

0,02 0,02

0,04-0,02 0,02

0,02 0,02

0,04-0,02 0,02

0,02 0,02

0,04-0,04 0,04

0 0,04

0,05-0,04 0,04

0,01 0,04

0,04-0,04 0,04

0 0,04

0,04-0,04

0,04

0

0,04

100 – 25 100

100-0 100

100 – 0 100

Page 20: Antiinflamasi

Tikus III (tikus yang diberi indometasin [] 0,1 % dosis 20 mg/kgBB)

Vo = 0,012

* untuk T = 0,5 jam

Vt = 0,012 maka % R = x 100 % = x 100 % = 0 %

% IR = x 100 % = 100%

* untuk T = 1 jam

Vt = 0,014 maka % R = x 100 % = x 100 % = 16,67 %

% IR = x 100 % = 49,98 %

* untuk T = 1,5 jam

Vt = 0,008 maka % R = x 100 % = x 100 % = 33,33 %

% IR = x 100 % = ∞

* untuk T = 2 jam

Vt = 0,015 maka % R = x 100 % = x 100 % = 25 %

% IR = x 100 % = ∞

* untuk T = 2,5 jam

Vt = 0,014 maka % R = x 100 % = x 100 % = 16,67 %

% IR = x 100 % = 66,67 %

* untuk T = 3 jam

Vt = 0,008 maka % R = x 100 % = x 100 % = 33,33 %

% IR = x 100 % = 50 %

33,33 – 0 33,33

0,012-0,012 0,012

0 0,012

0,014-0,012 0,012

0,002 0,012

0,008-0,012 0,012

0,004 0,012

0,015-0,012

0,012

0,003

0,012

0,008-0,012 0,012

0,004 0,012

33,33 – 16,67 33,33

0 – 33,33 0

0 – 25 0

0,014-0,012

0,012

0,002

0,012

50 – 16,67 50

66,67 – 33,33 66,67

Page 21: Antiinflamasi

6.3 Grafik Percobaan

Grafik %Radang vs Waktu

0

20

40

60

80

100

0 30 60 90 120 150 180 210 240

Waktu (Menit)

%R

adan

g (%

)

Tikus I (Kontrol) Tikus II

Tikus III Tikus IV

Tikus V

Grafik %Inhibisi Radang vs Waktu

0

20

40

60

80

100

120

0 30 60 90 120 150 180 210 240

Waktu (menit)

%In

hib

isi R

adan

g (%

)

Tikus II Tikus III Tikus IV Tikus V

Tikus I: Pemberian Suspensi Kosong 0,5%Tikus II: Pemberian Na Diklofenak 15mg/kgBBTikus III: Pemberian Na Diklofenak 20mg/kgBB]Tikus IV: Pemberian Na Diklofenak 25mg/kgBBTikus V: PEmberian Na Diklofenak 30mg/kgBB

Page 22: Antiinflamasi

6.4. Pembahasan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh bahwa pada tikus

kontrol yang diberi suspensi kosong dosis 1 % BB, setelah pemberian karagenan

mengalami radang. Hal ini dapat dilihat dengan pertambahan volume kaki belakang

sebelah kiri dari tikus yang diukur dengan alat plestimometer. Terjadinya radang

disebabkan karena karagenan merupakan suatu zat asing (antigen) yang bila masuk

ke dalam tubuh akan merangsang pelepasan mediator radang seperti histamin

sehingga menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap antigen

tersebut untuk melawan pengaruhnya. Sedangkan pada tikus 2 yang diberikan

suspensi indometasin [ ] 0,1 % dosis 15 mg/kg BB setelah pemberian karagenan

memberikan % radang, tetapi masih lebih kecil daripada tikus kontrol yang diberi

suspensi kosong dosis 1 % BB. Menurut teori, tikus 2 yang diberikan suspensi

indometasin dapat memberikan % radang yang kecil atau bahkan tidak ada karena

indometasin merupakan obat AINS yang lebih efektif menanggulangi peradangan

daripada aspirin atau AINS laninya dan bekerja dengan menghambat siklooksigenase

secara reversibel.(Mycek, M.J., 2001)

Pada grafik % IR (inhibisi radang) vs waktu dapat dilihat bahwa pada tikus 2

yang diberikan suspensi indometasin [ ] 0,1 % dosis 15 mg/kg BB secara oral

memberikan % inhibisi radang yang lebih besar daripada tikus 3 yang diberikan

suspensi indometasin [ ] 0,1 % dosis 20 mg/kg BB. Seharusnya, semakin besar dosis

indometasin yang diberikan, maka % inhibisi radang pada tikus juga makin besar.

Hal ini dapat disebabkan karena keragaman respons penderita/ hewan percobaan

terhadap obat terutama disebabkan oleh adanya perbedaan individual yang besar

dalam faktor-faktor farmakokinetik; kecepatan biotransformasi obat menunjukkan

variasi yang terbesar. Variasi dalam berbagai faktor farmakokinetik dan

farmakodinamik ini berasal dari perbedaan individual dalam kondisi fisiologik,

kondisi patologik, faktor genetik, interaksi obat, dan toleransi.

(Setiawati, A., dan Muchtar, A., 1987)

Page 23: Antiinflamasi

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

- Efek yang ditimbulkan akibat pemberian karagenan pada hewan percobaan

adalah terjadinya udem, yang terlihat dari bertambahnya volume kaki tikus

setelah diukur dengan alat pletismometer.

- Mekanisme karagenan dalam menimbulkan inflamasi adalah dengan

merangsang lisisnya sel mast dan melepaskan mediator-mediator radang yang

dapat mengakibatkan vasodilatasi sehingga menimbulkan eksudasi dinding

kapiler dan migrasi fagosit ke daerah radang sehingga terjadi pembengkakan

pada daerah tersebut.

- Efek antiinflamasi dari pemberian NA Diklofenak adalah mengurangi udem

pada kaki tikus akibat pemberian karagenan.

- Inflamasi terjadi karena reaksi antara antigen dengan antibodi yang dapat

merangsang pelepasan mediator radang sehingga terjadi vasodilatasi

pembuluh kapiler dan migrasi fagosit ke daerah radang, yang mengakibatkan

hiperemia dan udem pada daerah terjadinya inflamasi.

7.2 Saran

- Sebaiknya diberikan juga obat antiinflamasi golongan nonsteroid yang lain

seperti diflusinal, piroksikam, ibuprofen sehingga dapat dibandingkan efek

antiinflamasinya dengan Na Diklofenak.

- Sebaiknya digunakan juga obat antiinflamasi golongan steroid agar dapat

dibandingkan efek antiinflamasinya dengan obat-obat AINS.

Page 24: Antiinflamasi

DAFTAR PUSTAKA

Astawa, P.; Bakta, M.; Budha, K. (2008). Makrofag Pengekspresi IL-1β serta

Respons Inflamasi Sistemik pada Fiksasi Interna Dini Fraktur Femur

Tertutup Lebih Rendah Dibandingkan dengan yang Tertunda.

http://www.unud.ac.id/files/cdk/files/022_13TerapiObatCimetidine.pdf/022_13

Effendi, Z., dr. (2007). Peranan Leukosit sebagai Antiinflamasi Alergik dalam

Tubuh.

http://www.digilib.usu.ac.id/files/cdk/files/022_13jurnalinflamasi.pdf/022_13.html

Munaf ST; Syamsul. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Staf Pengajar

Laboratorium Farmakologi-FK UNSRI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Hal 214.

Mycek,M.J. (1995). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Jakarta: Widya

Medika. Hal 404.

Neal, M.J. (2006). Farmakologi Medis At Glance. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit PT

Erlangga. Hal 70-71.

Tan, T.,J. (2008). Mujizat omega-3 terhadap kesehatan (III).http://digilib.litbang.depkes.go.id/ go . php ? id = jkpkbppk – gdl – grey – 2008 -

sa2382173broni -1662 -.

Tjay, T.H. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi V. Cetakan II. Jakarta: PT Elex Media

Komputindo Kelompok Gramedia. Hal 308.

Wilmana, P.F. (1995). Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid

Dan Obat Pirai, dalam Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistia G.

Ganiswara. Edisi IV. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI.

Hal 207-209.

Page 26: Antiinflamasi

Timbangan Elektrik vial Kotak Pengamatan

Page 27: Antiinflamasi

Spidol Permanen Pletismometer Oral Sonde