anti fungal

Upload: juliana-meray

Post on 12-Jul-2015

94 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SENYAWA BIOAKTIFSynthesis and Antifungal Activity of Some Substituted Phenothiazines and Related Compounds

Nama NIM Kelas Prodi

: : : :

Juliana Meray 09 311 523 C Semester V Ilmu Kimia

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGRI MANADO 2011

Sintesis dan Aktifitas Antijamur Substituen Phenothiazines dan Senyawa-Senyawa yang TerkaitA. AgendaAgenda pembahasan sintesis dan aktifitas antijamur substituen Phenothiazines dan senyawa-senyawa yang terkait adalah sebagai berikut: Sintesis dan Aktifitas Antijamur Substituen Phenothiazines dan SenyawaSenyawa yang Terkait Hasil dan Pembahasan

Pendahuluan

Kimia

Kesimpulan

Eksperimen Aktifitas Antijamur

Kimia

Prosedur Umum untuk Memperoleh Turunan N-acyl10-(Chloroacetyl)-10H-carbazole

Prosedur Umum untuk Memperoleh Turunan N-alkyl

B. PendahuluanKasus yang diakibatkan oleh jamur semakin meningkat khususnya penyakit yang disebabkan oleh jamur dengan spesies Candida. Hal ini diperparah oleh kurang tersedianya obat antijamur. Hal inilah yang membuat para ilmuan tertarik untuk membuat obat antijamur yang lebih efektif yang kurang/tidak bersifat toksik. Senyawa yang diteliti sebagai agen antijamur adalah pipothiazine (PIP), promethazine (PMZ), beberapa seri turunan N-acyl dan N-alkyl phenothiazine.

C. KimiaBagian kimia ini membahas tentang prosedur sintesis yang dilakukan terhadap beberapa senyawa yang diteliti. 1. Tahap 1 Senyawa 1 Direaksikan dengan -Cl-propanoyl chloride Senyawa 2 Direaksikan dengan senyawa 3 yang tersedia secara komersial pipothiazine-Clpropanoyl chloride

2. Tahap 2 Turunan N-acyl 2, 4, 6, 7, dan 8 Disintesis menggunakan microwave irradiation (MW) Turunan 2 dan 4 menggunakan b-chloro propanoyl chloride Turunan 6 dan 8 menggunakan a-chloro acetyl chloride Turunan 7 menggunakan acetyl chloride

3. Tahap 3 Turunan N-acyl 4 dan 6 Direduksi dengan borane in situ Senyawa N-acyl 5 dan 9

Reduction with borane generated in situ situ

4. Tahap 4 Turunan N-acyl 10 dan 11 Dipersiapkan menggunakan MW dari amina yang paling tepat dengan chloro acetylchloride Senyawa 12 Disintesis melalui prosedur conventional menggunakan acetyl chloride dan carbazole yang tersedia secara komersial

5. Tahap 5 Tahap 5 ini dijelaskan 2 kali. Pertama dijelaskan secara singkat (prosedur tidak lengkap) dan kedua dijelaskan melalui prosedur lengkapnya. Pertama: Senyawa nitro 13 Direduksi dengan Zn/CaCl2 Senyawa 14 Mendapat perlakuan dengan -chloro-acetyl chloride dan MW Turunan N-acyl 15 Kedua: 2-nitro-diphenylthiobenzene (13) (500 mg, 2.16 mmol) direduksi dengan Zn (4.6 g) dan CaCl2 (155 mg) dalam ethanol 78% (15.5 mL) Campuran Direflux selama 2 jam Disaring dan solven dipisahkan secara in vacuo. Amine (14) Dimurnikan dengan p-TLC menggunakan eluent hexane: dichloromethane 1:1 Amine (14) Mendapat perlakuan dengan -chloro-acetyl chloride dan MW 2-(N-Chloroacetylamine)-1-phenylthiobenzene (15)

Zn/CaCl2

-chloroacetyl chloride, MW

D. Hasil dan PembahasanSenyawa 1 sedikit aktifitas antijamur dan synthetic precursors 2 dan 3 tidak menunjukkan aktifitas anti jamur. Senyawa 4 dan 5 tidak menunjukkan aktifitas antijamur. Rantai karbon yang terikat pada atom N-10 sangat penting bagi aktifitas physiological (antihistaminic vs antipsychotic) karena aktifitas antijamur PMZ diamati, senyawa 6 disintesis dan dievaluasi. Mengejutkan bahwa senyawa 6 ditemukan memiliki aktif yang berbeda-beda untuk setiap jenis ragi dan jamur. Berdasarkan pengamatan aktifitas senyawa 6, turunan N-acyl yang lain (7 and 8) dan N-alkyl (9) disiapkan dan dievaluasi. Tidak ada satu pun dari ketiga senyawa ini yang aktif. Akhirnya, dengan tujuan untuk mencapai pendekatan yang lebih baik pada hubungan struktur dan aktifitas, beberapa molekul dengan modifikasi pada tingkat yang berbeda dengan senyawa 6 disintesis: a. Penggantian isoterik sulfur oleh atom oksigen(10). b. Pembukaan susunan phenothiazine untuk mendapatkan dianiline (11) atau diphenylthioether (15) yang sesuai. Senyawa ini didapatkan dari asilasi senyawa 14 dengan a-chloro acetyl chloride. c. Kontraksi/pemusatan cincin heterocyclic (12). Didapatkan hasil bahwa tidak ada satu pun dari senyawa ini (10, 11, 12 and 15) menghambat pertumbuhan jamur .

E. EksperimenAlat dan bahan yang digunakan: Spektra NMR direkam (CDCl3) pada Bruker AC 300 atau pada Avance 500 spectrometers. Sinyal berupa Hz (s: singlet, bs: broad singlet, d: doublet, t: triplet, dd: double doublet, dt: double triplet, m: multiplet). Spektra IR direkam menggunakan Perkin Elmer Spectrum One FT-IR spectrophotometer. Spektra mass resolusi tinggi menggunakan Bruker micrOTOF-Q II spectrometer. MW oven Electrolux EH-20D. Preparative thin layer chromatography (p-TLC) menggunakan Merck Silica Gel 60 GF254; dan TLC analitik menggunakan Merck aluminum sheets Silica Gel 60 GF254. Senyawa komersial diambil dari Aldrich Chemical Co. THF di-distilasi dengan sodium/benzophenone.

Senyawa 12, data yang didapatkan tidak sesuai dengan data yang ada dalam literature sehingga dianggap sebagai senyawa baru.

Prosedur Umum untuk Memperoleh Turunan N-acyl Nama Senyawa 10-(3-Chloropropionyl)N,N-dimethyl-10Hphenothiazine-2sulfonamide (senyawa 2) 10-(3-Chloropropionyl)10H-phenothiazine (senyawa 4) 10-(Chloroacetyl)-10Hphenothiazine (senyawa 6) 10-(Acetyl)-10Hphenothiazine (senyawa 7) 10-(Chloroacetyl)-N,Ndimethyl-10Hphenothiazine-2-sulfon amide (senyawa 8) 10-(Chloroacetyl)-10Hphenoxazine (senyawa 10) 2-Chloro-N,Ndiphenylacetamide (senyawa 11) Amine (senyawa 14) 2-(N-Chloroacetylamine)-1phenylthiobenzene (senyawa 15) Keterangan: 10-(Chloroacetyl)-N,N-dimethyl-10H-phenothiazine-2-sulfon amide (senyawa 8). Yield 50%. IR (Nujol, cm1): 1696 (C]O), 1339 (SO2N(CH3)2),1154 (SO2N(CH3)2). 1H-NMR (400 MHz, CDCl3): d 2.71 (s, 6H, SO2N(CH3)2), 4.06 (d, J 13.6 Hz, 1H, -CHHCI), 4.24 (d, J 12.8 Hz, 1H, -CHHCI), 7.27 (dt, Jo 7.6 Hz Jm 1.6 Hz, 1H, Ar),7.34 (dt, Jo 7.6 Hz J m 1.6 Hz, 1H, Ar), 7.44 (d, J 7.6 Hz, 2H, Ar), 7.51 (d, Jo 8.4 Hz, 1H, Ar), 7.58 (dd, Jo 8.0 Hz Jm 1.6 Hz, 1H, Ar), 7.97 (d, Jm 1.6 Hz, 1H, Ar) ppm. 13C-NMR (75 MHz, CDCl3): d 165.6, 138.0, 136.9, 134.2, 129.8, 128.6, 128.2, 128.0, 126.6, 126.2, 41.7, 38.1 ppm. HRMS (ESI): calcd for C16H15O3S2N2ClNa, 405.0105, found 405.0108. 10-(Chloroacetyl)-10H-phenoxazine (senyawa 10). Yield 91%. IR (KBr, cm_1): 1675 (C]O).1H-NMR (300 MHz, CDCl3): d 4.35 (s, 2H, CH2CI), 7.14e7.28 (m, 6H, Ar), 7.58 (d, J 7.7 Hz, 2H, Ar) ppm. 13C-NMR (75 MHz, CDCl3): d 41.5, 117.1, 123.7, 124.3, 127.6, 128.5, 150.9, 165.3 ppm. HRMS (ESI): calcd for C14H11O2NCl, 260.0473, found, 260.0482. Wujud Perbandingan p-TLC hexane: dichloromethane 1:4 v/v Titik Lebur

Padatan putih Padatan putih Padatan putih Padatan putih Padatan kuning Padatan putih Padatan putih Minyak kuning Padatan putih

195-198o C

1:3 v/v 1:3 v/v 1:2 v/v

127-130o C 112-114o C 196-199o C

1:4 v/v

205o C

1:2 v/v 1:3 v/v 1:1 1:2 v/v

140-142o C 116-118o C 65-66o C

Amine (senyawa 14). Yield 94%. IR (film): 3468 (NH), 3371 (NH). 1HNMR (300 MHz), CDCI3): d 4.47 (s, 2H, NH2), 6.95 (m, 2H, Ar), 7.29 (m, 3H, Ar), 7.41 (m, 3H, Ar), 7.65 (dd, 1H, Ar) ppm. 13C-NMR (75 MHz), CDCI3: d 114.2,115.3,118.7,125.4,126.4,128.9,131.1,136.7, 137.4, 148.8 ppm. 2-(N-Chloroacetylamine)-1-phenylthiobenzene (senyawa 15). yield 91%. IR (Nujol, cm_1): 3315 (NH), 1700 (C]O), 1685 (C]N). 1H-NMR (300 MHz, CDCl3): d 4.08 (s, 2H, -CH2CI), 7.09e7.27 (m, 6H, Ar), 7.47 (t, J 8.2 Hz, 1H, Ar), 7.63 (d, J 7.7 Hz, 1H, Ar), 8.4 (d, J 8.2 Hz, 1H, Ar), 9.5 (s, 1H, NH) ppm. 13C-NMR (75 MHz, CDCl3): d 43.0, 120.7, 121.5, 125.2, 126.4, 127.6, 129.2, 130.8, 135.2, 136.6, 138.7, 163.9 ppm. HRMS (ESI): calcd for C14H12ONSClNa, 300.0220, found, 300.0231. 10-(Chloroacetyl)-10H-carbazole 12

Senyawa 12 berupa padatan putih. Mp: 88-92o C. larutan carbazole (400 mg, 2.39 mmol) dalam DMF kering (4 mL) Ditambahkan a-chloro acetyl chloride setetes demi setetes (0.95 ml) Reaksi dipertahankan pada suhu 80o C selama 2 hari. Solvent dipisahkan secara in vacuo campuran mendapat perlakuan dengan larutan NaOH 5% diekstraksi dengan dichloromethane (3x10 mL) Produk Kasar Dimurnikan dengan p-TLC menggunakan eluent hexane:dichloromethane Keterangan: 10-(Chloroacetyl)-10H-carbazole (senyawa 12). Yield 90%. IR (KBr, cm_1): 1699 (C]O). 1H-NMR (500 MHz, CDCl3): d 4.72 (s, 2H, CH2CI), 7.45 (t, J 10 Hz, 2H, Ar), 7.55 (t, J 10 Hz, 2H, Ar), 8.03 (d, J 10 Hz, 2H, Ar), 8.2 (d, J 10 Hz, 2H, Ar) ppm. 13CNMR (75 MHz, CDCl3): d 44.9, 116.2, 120.0, 124.4, 126.7, 127.6, 137.9, 165.6 ppm. HRMS (ESI): calcd for C14H11ONCl, 244.0524, found, 244.0530.

Prosedur Umum untuk Memperoleh Turunan N-alkyl NaBH4 (1.6 g) Dicampur dalam diethylene glycol dimethyl ether (6 mL) dan trifluoroboroetherate (5.4 mL) Solvent was bubbled pada turunan N-acyl (0.91 mmol) yang tepat dalam THF kering (10 mL) Larutan diaduk selama 72 jam pada temperatur ruang pH larutan dibuat menjadi 8 dengan menambahkan 1N HCl perlahan-lahan Produk diekstrak dengan sedikit dichloromethane Lapisan Organik dikeringkan dengan Na2SO4 anhydrous dan solvent dipisahkan secara in vacuo dan dimurnikan dengan p-TLC

Nama Senyawa 10-(3-Chloropropyl-)-10Hphenothiazine (senyawa 5) 10-(2-Chloroetyl)-10Hphenothiazine (senyawa 9) Keterangan:

Wujud Padatan hijau Padatan hijau

Perbandingan p-TLC hexane: dichloromethane 1:1 v/v 1:1 v/v

Titik Lebur 60-61o C 94-95o C

10-(3-Chloropropyl-)-10H-phenothiazine (senyawa 5). Yield 88%. IR (KBr, cm_1): 1284 (CeN), 1252 (CeN). 1H-NMR (300 MHz, CDCl3): d 2.24 (m, 2H, CeCH2eC), 3.68 (t, J 6.2 Hz, 2H, eNeCH2eC), 4.11 (t, J 6.6 Hz, 2H, eCH2eCI), 6.93 (m, 4H, Ar), 7.19 (m, 4H, Ar) ppm. 13C-NMR (125 MHz, CDCl3): d 29.6, 42.4, 44.0, 115.6, 122.8, 125.7, 127.3, 127.6, 145.0 ppm. HRMS (ESI): calcd for C15H14NSClNa, 298.0427, found, 298.0428.

F. Aktifitas AntijamurTabel di bawah ini menunjukkan aktifitas antijamur beberapa senyawa yang diteliti yaitu PIP, PMZ, dan senyawa 6, sedangkan senyawa amphotericin B (AMB), itraconazole (ITZ), fluconazole (FCZ), terbinafine (TBF), dan flucytosin (5FC) sudah merupakan antijamur. AMB, FCZ, ITZ, TBF, dan 5FC sudah merupakan antijamur dan dalam hal ini ke-lima senyawa ini digunakan sebagai pembanding aktifitas antijamur senyawa PIP, PMZ, dan senyawa 6. Jenis-jenis ragi: Candida albicans, Candida parapsilosis, Candida glabrata, Candida krusei, Candida guillermondii, Cryptococcus neoformans. Jenisjenis jamur termasuk: Aspergillus fumigates, Aspergillus flavus,

Aspergillus niger, Aspergillus nidulans, Aspergillus terreus, Cladophialophora carrionii dan jenis-jenis ragi: Exophiala spinifera, Exophiala oligosperma, Exophiala xenobiotica.

Jamur ditanam dalam Saboureaud glucose agar, selama 2 hari untuk ragi dan 7 hari untuk jamur. Senyawa 1 ditest terhadap semua jamur an ragi. Untuk semua jamur dan ragi senyawa ini menunjukkan MICs >512 g/ml, aktifitasnya buruk. Aktifitas PIP dan PMZ pada rentang konsentrasi 128 sampai 512 g/ml, kecuali untuk spesies Aspergillus PIP menunjukkan MIC> 512 g/ml. menarik bahwa aktifitas senyawa 6 lebih tinggi dibandingkan senyawa 1, PIP, dan PMZ. Obat ini memiliki rentang antara 2 sampai 32 g/ml kecuali untuk Candida glabrata, tendeteksi nilai MIC>512 ug/ml.

Tugas METABOLIT SEKUNDER DAN SENYAWA PHENOTHIAZINE Metabolit sekunder 1. Alkaloid; merupakan senyawa yang mengandung atom nitrogen yang tersebar secara terbatas pada tumbuhan. Alkaloid kebanyakan ditemukan pada Angiospermae dan jarang pada Gymnospermae dan Cryptogamae. Senyawa ini cukup banyak jenisnya dan terkadang memiliki struktur kimia yang sangat berbeda satu sama lain, meskipun berada dalam satu kelompok. Klasifikasi Pengelompokan alkaloid biasanya didasarkan pada prekursor pembentuknya. Kebanyakan dibentuk dari asam amino seperti lisin, tirosin, triptofan, histidin dan ornitin. Sebagai contoh, nikotin dibentuk dari ornitin dan asam nikotinat. Beberapa kelompok alkaloid disajikan dalam tulisan ini. Diantaranya adalah kelompok alkaloid benzil isoquinon, seperti: papaverin, berberin, tubokurarin dan morfin. Jenis alkaloid yang banyak terdapat pada famili Solanaceae, tergolong ke dalam kelompok alkaloid tropan, seperti: atropin, yang ditemukan pada Atropa belladona dan skopolamin. Kokain yang berasal dari tumbuhan koka, Erythroxylon coca, juga termasuk ke dalam kelompok ini, meskipun koka tidak termasuk anggota famili Solanaceae. Alkaloid dengan struktur inti berupa indol, dikelompokkan sebagai alkaloid indol, seperti: strikhnin dan quinin yang berasa pahit dan merupakan senyawa penolak makan bagi serangga. Kelompok alkaloid pirrolizidin merupakan ester alkaloid pada genus Senecio, seperti: senecionin. Kelompok lain dari alkaloid yang berasal asam amino lisin adalahquinolizidin yang sering disebut sebagai alkaloid lupin karena banyak terdapat pada genus Lupinus. Alkaloid polihidroksi memiliki stereokimia yang mirip dengan gula, sehingga mengganggu kerja enzim glukosidase. Kelompok alkaloid polihidroksi merupakan penolak makan bagi serangga. Beberapa jenis alkaloid merupakan derivat dari asam nikotinat, purin, asam antranilat, poliasetat dan terpenes. Mereka dikelompokkan ke dalam alkaloid purin, seperti: kafein. 2. Terpenoid; merupakan kelompok metabolit sekunder terbesar. Saat ini hampir dua puluh ribu jenis terpenoid telah teridentifikasi. Kelompok ini merupakan derivat dari asam mevalonat atau prekursor lain yang serupa dan memiliki keragaman struktur yang sangat banyak. Struktur terpenoid merupakan satu unit isopren (C5H8) atau gabungan lebih dari satu unit isopren, sehingga pengelompokannya didasarkan pada jumlah unit isopren penyusunnya. Klasifikasi Monoterpenoid umumnya bersifat volatil dan biasanya merupakan penyusun minyak atsiri. Monoterpenoid memberikan aroma yang khas pada tumbuhan. Monoterpenoid dikelompokkan sebagai asiklik, contoh: geraniol; monosiklik, contoh: limonene; dan bisiklik, contoh: pinene. Untuk mencegah terjadinya keracunan diri (autotoxicity), tumbuhan membentuk tempat penyimpanan khusus. Kelompok terbesar dari terpenoid adalah sesquiterpen yang juga merupakan penyusun minyak atsiri. Contoh yang cukup dikenal dari kelompok ini adalah poligodial dan warburganal yang merupakan zat penolak makan berbagai jenis serangga. Diterpenoid, seperti asam resin (misalnya: asam abietat) dari tumbuhan keluarga pinus-pinusan dan klerodan (misalnya: ajugarin dari tumbuhan Ajuga remota) merupakan zat penolak makan bagi serangga. Triterpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang tersebar luas

dan beragam. Perwujudan dari senyawa ini dapat berupa resin, kutin maupun semacam gabus. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah limonoid (misalnya: azadirachtin), lantaden, dan cucurbitacin (misalnya: cucurbitacin B). Azadirachtin terkenal sebagai zat penolak makan yang sangat kuat bagi serangga. Demikian juga dengan cucurbitacin. 3. Fenolik; merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada tumbuhan. Fenolik memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksi (OH-) dan gugusgugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol kebanyakan memiliki gugus hidroksi lebih dari satu sehingga disebut sebagai polifenol. Fenol biasanya dikelompokkan berdasarkan jumlah atom karbon pada kerangka penyusunnya. Klasifikasi Kelompok terbesar dari senyawa fenolik adalah flavonoid, yang merupakan senyawa yang secara umum dapat ditemukan pada semua jenis tumbuhan. Biasanya, satu jenis tumbuhan mengandung beberapa macam flavonoid dan hampir setiap jenis tumbuhan memiliki profil flavonoid yang khas. Kerangka penyusun flavonoid adalah C6C3C6. Inti flavonoid biasanya berikatan dengan gugusan gula sehingga membentuk glikosida yang larut dalam air. Pada tumbuhan, flavonoid biasanya disimpan dalam vakuola sel. Secara umum, flavonoid dikelompokkan lagi menjadi kelompok yang lebih kecil (sub kelompok), yaitu: flavon, contoh: luteolin; flavanon, contoh: naringenin; flavonol, contoh: kaempferol; antosianin; dan calkon. Beberapa jenis flavon, flavanon dan flavonol menyerap cahaya tampak, sehingga membuat bunga dan bagian tumbuhan yang lain berwarna kuning atau krem terang. Sedangkan jenis-jenis yang tidak berwarna merupakan zat penolak makan bagi serangga (contoh: katecin) ataupun merupakan racun (contoh: rotenon). Rutin, yang merupakan glikosida flavonol yang tersebar di hampir semua jenis tumbuhan, juga merupakan zat penolak makan yang kuat bagi serangga polifagus, seperti Schistocerca americana. Sementara itu paseolin, dilaporkan merupakan glikosida flavonol yang paling efektifsebagai zat penolak makan bagi serangga. Pada percobaan dengan kumbang pemakan akar, Costelytra zealandica, paseolin memberikan nilai FD50 yang sangat rendah, yaitu 0.03 ppm. Tanin merupakan senyawa polifenol dengan berat molekul antara 500 - 20000 dalton. Pada sel tumbuhan, tanin selalu berikatan dengan protein sehingga disebut merupakan zat yang menurunkan nilai nutrisi dari jaringan tumbuhan bagi pemakannya. 4. Glukosinolat dan sianogenik; merupakan metabolit sekunder yang dibentuk dari beberapa asam amino dan terdapat secara umum pada Cruciferae (Brassicaceae). Glukosinolat dikelompokkan menjadi setidaknya 3 kelompok, yakni: glukosinolat alifatik (contoh: sinigrin), terbentuk dari asam amino alifatik (biasanya metionin); glukosinolat aromatik (contoh: sinalbin), terbentuk dari asam amino aromatik (fenilalanin atau tirosin); dan glukosinolat indol, yang terbentuk dari asam amino indol (triptofan). Keragaman jenis glukosinolat tergantung pada modifikasi ikatannya dengan gugus lain melalui hidroksilasi, metilasi dan desaturasi. Hidrolilis dari glukosinolat terjadi karena adanya enzim mirosinase, sehingga menghasilkan beberapa senyawa beracun seperti isotiosianat, tiosianat, nitril, dan epitionitril. Senyawa-senyawa tersebut merupakan racun bagi serangga yang bukan spesialis

pemakan tumbuhan Cruciferae, dan merupakan zat penolak makan bagi ulat kilan, Trichoplusiani. Semua jenis tumbuhan mempunyai kemampuan untuk mensintesis glikosida sianogenik. Namun, tidak semua jenis tumbuhan mengumpulkan senyawa ini dalam sel-selnya. Pada famili Rosaceae, senyawa ini disimpan pada vakuola. Pada saat sel tumbuhan dirusak, glikosida sianogenik akan dihidrolisis secara enzimatis menghasilkan asam sianida (HCN) yang sangat beracun dan merupakan zat penolak makan serangga dengan spektrum yang luas. Senyawa Phenothiazin Golongan senyawa ini terbagi lagi menjadi tiga golongan berdasarkan tipe rantai tepi yang terikat ke struktur induk (rantai phenothiazine). Pola efek samping yang dipengaruhi oleh setiap rantai tepi adalah berlainan: Rantai tepi propylamine, misalnya pada chlorpromazine, menghasilkan efek sedatif (penenang) yang kuat, hambatan muscarinic taraf sedang, dan gangguan motorik sedang. Ditujukan bagi pasien yang melakukan tindak kekerasan, oleh karena obat ini mempunyai efek sebagai penenang. Rantai tepi pipendine, misalnya pada thioridazine, menghasilkan efek sedatif sedang, hambatan muscarinic yang kuat, dan gangguan motorik rendah. Cocok untuk kaum lanjut usia. Rantai tepi piperazine, misalnya pada fluphenazine, menmbawa efek sedatif rendah, hambatan muscarinic rendah, dan gangguan motor yang kuat. Tidak cocok bagi kaum lanjut usia, oleh karena efek motoriknya yang terlalu kuat.

Phenothiazin