anoreksia pada anak
DESCRIPTION
Nur Hasira Mustakim, S.KedTRANSCRIPT
REFERAT MARET 2015
“ANOREKSIA PADA ANAK”
Nama :Nur Hasira Mustakim
No. Stambuk :N 111 14 038
Pembimbing :dr. Amsyar Praja, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
Umumnya anoreksia diartikan sebagai turunnya atau hilangnya nafsu
makan serta tidak tertarik akan makanan untuk menyantapnya. Istilah
pseudoanoreksia sering dipergunakan pada manusia atau binatang sebagai
kesulitan makan karena tidak mampu untuk mengunyah dan/atau menelan
daripada tidak tertarik untuk menyantapnya. Sementara para ahli berpendapat
bahwa anoreksia pada bayi adalah hilangnya kemauan untuk makan, jumlah
masukan makanan menjadi sangat kurang dan berada dibawah kecukupan gizi,
sehingga disertai dengan penurunan berat badan yang bermakna setidaknya dalam
waktu satu bulan.1
Manusia merupakan makhluk biopsikososiokultural sehingga latar
belakang anoreksia pada manusia sangat kompleks baik secara fisik sebagai
penyakit infeksi dan non infeksi serta aspek psikoemosional dan sosiobudaya
sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Pada anak dewasa timbulnya perasaan
obsesif.1
Makanan mencerminkan interaksi biologis dan budaya yang berpengaruh
positif pada angka kesakitan dan kematian anak. Perubahan makanan cair ke
makanan padat pada bayi merupakan fase perkembangan bayi dalam perubahan
kematangan sosial dan kultural bayi harus belajar mengunyah, menelan, dan
mencerna berbagai makanan berdasar kultur daerahnya. Sehingga gangguan
pertumbuhan dan terganggunya kebiasaan makan sering memberikan dampak
yang serius. Lapar adalah rasa keinginan (intrinsik desire) untuk makan, appetite
adalah keinginan untuk makan sesuatu macam makanan tertentu, sedangkan
kepuasan (satiety) atau kenyang adalah rasa penuh atau terpenuhinya keinginan
makan. Apabila beberapa jam tidak makan, lambung yang sedang dalam kondisi
kosong akan mengalami kontraksi ritmik dan keras yang terasa kencang serta
sakit perut, diebut “suara lapar” atau keroncongan atau hunger pangs.1,2
2
Keberhasilan mengatasi masalah kesulitan makan juga tergantung kepada
keberhasilan upaya mengobati atau melenyapkan faktor penyebab baik faktor
organik maupun faktor psikologis/gangguan kejiwaan. Pada kesulitan makan yang
sederhana misalnya akibat penyakit stomatitis atau tuberkulosis akan cepat dapat
diatasi.2,3
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Umumnya anoreksia diartikan sebagai turunnya atau hilangnya nafsu
makan serta tidak tertarik akan makanan untuk menyantapnya. Istilah
pseudoanoreksia sering dipergunakan pada manusia atau binatang sebagai
kesulitan makan karena tidak mampu untuk mengunyah dan/atau menelan
daripada tidak tertarik untuk menyantapnya. Sementara para ahli berpendapat
bahwa anoreksia pada bayi adalah hilangnya kemauan untuk makan, jumlah
masukan makanan menjadi sangat kurang dan berada dibawah kecukupan gizi,
sehingga disertai dengan penurunan berat badan yang bermakna setidaknya dalam
waktu satu bulan.1
Appetite sebetulnya adalah suatu faktor pengalaman atau pemberajaran,
anak mau menerima makanan yang biasa diberikan kepadanya, tetapi kadang-
kadang akan menolak bila makanan yang diberikan tidak seperti biasanya, karena
terjadi penggantian macam, bentuk, tekstur atau cita rasa makanan secara
mendadak. Kondisi perut yang penuh, misalnya dalam 12 jam terakhir berkali-kali
makan akan menurunkan apatis. Kadar gula dan asam amino darah serta suhu
badan akan berpenagruh pada perasaan lapar, kepuasan adan apatis.1
Anoreksia nervosa ialah jenis terberat dari anoreksia, sehingga praktis
penderita membiarkan dirinya dalam keraparan. Anoreksia nervosa adalah
kelainan makan yang ditandai dengan keinginan obsesif untuk tetap kurus, sama
sekali tidak menghiraukan kebiasaan makan dan penurunan berat badan dan
mempunyai dampak yang kuat terhadap perubahan psikologis dan fisiologis.
Biasanya kelainan ini terjadi menjelang remaja dan dalam masa remaja. Mungkin
diawali dengan melakukan diet untuk menguruskan, terutama pada wanita.
Pembatasan makanan oleh mereka dilakukan terlalu cepat dan terlalu kuat,
4
sehingga berat badan merosot dengan pesat. Aktifitas sementara itu berjalan terus
walaupun biasanya penderita tampak pertumbuhannya tertinggal dibandingkan
dengan teman sebayanya. Perkembangan pubertas terlambat, pada wanita remaja
mungkin terjadi amenorea. Penderita selanjutnya menunjukkan kelainan
psikologis, membatasi diri dalam pergaulan, sukar berkomunikasi, wajahnya kaku
dan tidak gembira.1,3,5
B. ETIOLOGI
Anoreksia dapat terjadi pada semua kelompok usia anak, tetapi jenis
kesulitan makan dan penyebabnya berlainan, juga mengenai derajat dan lamanya.
Penyebab kesulitan makan mungkin karena disebabkan oleh satu penyakit atau
kelainan tertentu, tetapi bisa juga beberapa macam penyakit atau gabungan
beberapa faktor.1,2
Faktor yang merupakan penyebab kesulitan makan dapat dibedakan
menjadi 2 kelompok yaitu :1,2,3
1. Faktor Nutrisi/ Makanan
a. Pada bayi berusia 0 – 1 tahun
- Manajemen pemberian ASI yang kurang benar.
- Usia saat pemberian makanan tambahan yang kurang tepat, terlalu
dini atau terlambat.
- Jadwal pemberian makan yang terlalu ketat.
- Cara pemberian makan yang kurang tepat.
b. Pada anak balita usia 1 – 5 tahun
Kesulitan makan pada anak balita berupa berkurangnya nafsu makan
makin meningkat berkaitan dengan makin meningkatnya interaksi dengan
lingkungan, mereka lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit
infeksi baik yang akut maupun yang menahun, infestasi cacing dan
sebagainya.
c. Pada anak sekolah usia 6 – 12 tahun
Pada usia ini berkurangnya nafsu makan di samping karena sakit juga oleh
karena faktor lain misalnya waktu/kesempatan untuk makan karena
5
kesibukan belajar atau bermain dan faktor kejiwaan. Kesulitan makan
karena faktor kejiwaan biasanya pada anak gadis usia sekitar 10 – 12 tahun
sesuai dengan awal masa remaja. Kesulitan makan mungkin mereka
lakukan dengan sengaja untuk mengurangi berat badan untuk mencapai
penampilan tertentu yang didambakan. Sebaliknya mungkin terjadi nafsu
makan yang berlebihan yang mengakibatkan kelebihan berat yang
berlanjut menjadi obesitas.
d. Pada anak remaja usia 12 – 18 tahun
Pemilihan makanan bergantung dari rasa, tekstur ataupun jenis makanan.
2. Faktor Gangguan / Kelainan Psikologis1,4
a. Orang membutuhkan makanan selanjutnya muncul perasaan lapar
karena didalam tubuh ada kekurangan zat makanan. Atau sebaliknya
seseorang yang di dalam tubuhnya sudah cukup makanan yang baru
atau belum lama dimakan, maka tubuh belum membutuhkan makanan
dan tidak timbul keinginan makan. Hal ini sering tidak disadari oleh
para ibu atau pengasuh anak, yang memberikan makanan tidak pada
saat yang tepat, apalagi dengan tindakan pemaksaan, ditambah dengan
kualitas makanan yang tidak enak misalnya terlalu asin atau pedas dan
dengan cara menyuapi yang terlalu keras, memaksa anak untuk
membuka mulut dengan sendok. Hal ini semua menyebabkan kegiatan
makan merupakan kegiatan yang tidak menyenangkan.
b. Pemaksaan untuk memakan atau menelan jenis makanan tertentu yang
kebetulan tidak disukai. Hal ini akan menyebabkan anak akan malas
makan pada periode selanjutnya.
c. Anak dalam kondisi tertentu, misalnya anak dalam keadaan demam,
mual atau muntah dan dalam keadan ini anak dipaksa untuk makan.
d. Suasana keluarga, khususnya sikap dan cara mendidik serta pola
interaksi antara orang tua dan anak yang menciptakan suasana emosi
yang tidak baik. Tidak tertutup kemungkinan sikap menolak makan
6
sebagai sikap protes terhadap perlakuan orang tua, misalnya cara
menyuapi yang terlalu keras, pemaksaan untuk belajar dan sebagainya.
e. Penyebab anoreksia nervosa adalah kompleks, psikologis dan sosial
serta lebih kearah kelaian mental daripada kelainan perkembangan.
Yang paling sering adalah keinginan anak pada saat menginjak usia
remaja untuk menjaga berat badan agar tetap kurus.
C. PATOGENESIS
Timbulnya anoreksia pada umumnya sangat berhubungan dengan faktor-
faktor biopsikososiokultural spiritual. Faktor penyakit sistemik biologis baik
sebagai infeksi, noninfeksi dan penyakit keganasan sebagai faktor yang sering
melandasi timbulnya anoreksia. Tetapi faktor psikoemosional dan budaya yang
berinteraksi dengan lingkungan sangatlah berpengaruh pula.1,2
Nafsu makan pada umumnya dikontrol oleh pusat kepuasan yang terletak
di hipotalamus medius dan pusat lapar di hipotalamus lateralis. Hipotalamus juga
mengontrol pusat di bawahnya, terletak di batang otak yang bertanggung jawab
untuk salivasi, pengunyahan dan penelanan. Sedangkan pusat di atas hipotalamus
bertanggung jawab terhadap apatis. Mekanisme untuk menentukan macam
makanan dituntun oleh memori, penglihatan, penciuman, pengecapan dan
perabaan. Sementara itu para ahli juga berpendapat bahwa pusat nafsu makan juga
dipengaruhi oleh gabungan faktor-faktor neurologis, metabolik, humoral, baik
dalam jaringan otak maupun jaringan lainnya. Faktor neurologis nafsu makan dan
perasaan lapar juga timbul karena pengeruh faktor gaster, distensi usus, hormon
enterik (insulin dan kolesistokinin), metabolit di hepar (sisa oksidasi energi dari
sejumlah jaringan adiposa), pengalaman citarasa dan tekstur makanan.1
Nakai (1999) mengutarakan bahwa anoreksia dengan penurunan berat
badan yang sering menyertai kejadian infeksi mempunyai mekanisme yang belum
jelas. Beberapa sitokin termasuk TNF, IL-1, IL-6, IL-8 dan IFN telah terbukti
mempengaruhi timbulnya anoreksia. Sitokin yang dilepaskan sebagai rekasi
7
terhadap kejadian infeksi/inflamasi akan berpengaruh secara langsung pada otak
sehingga menimbulkan anoreksia. Beberapa hormon mempengaruhi pengaturan
nafsu makan, diantaranya adalah corticotropin releasing hormon, kolesistokinin,
prostaglandin, glukagon, insulin dan kortikosteroid. Leptin (produk gen) yang
terjadi pada proses penumpukan lemak pada jaringan akan memberikan sinyal
pada otak melalui neurotransmiter pada hipotalamus akan terjadinya kecukupan
masukan kalori sebagai rasa kepuasan.1
D. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis anoreksia pada dasarnya adalah sulit.
Umumnya anoreksia diartikan sebagai turunnya atau hilangnya nafsu makan serta
tidak tertarik akan makanan untuk menyantapnya. Istilah pseudoanoreksia sering
dipergunakan pada manusia atau binatang sebagai kesulitan makan karena tidak
mampu untuk mengunyah dan/atau menelan daripada tidak tertarik untuk
menyantapnya. Sementara para ahli berpendapat bahwa anoreksia pada bayi
adalah hilangnya kemauan untuk makan, jumlah masukan makanan menjadi
sangat kurang dan berada dibawah kecukupan gizi, sehingga disertai dengan
penurunan berat badan yang bermakna setidaknya dalam waktu satu bulan.
Sedangkan menurut Alice Lawrence (2003) gangguan beresiko tinggi. Batasan
anoreksia infantil yang diajukannya adalah penurunan berat badan yang nyata
setidaknya dalam waktu satu bulan, tidak disebabkan gangguan gastrointestinal,
obat ataupun tidak tersedianya makanan.
Pendapat lain mengatakan keluhan yang biasa disampaikan ada berbagai
macam di antaranya :1
a. Penerimaan makanan yang tidak/kurang memuaskan.
b. Makan terlalu sedikit atau tidak ada nafsu makan.
c. Penolakan atau melawan pada waktu makan.
d. Cepat bosan terhadap makanan yang disajikan.
8
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder,
penegakan diagnosis anoreksia nervosa apabila ditemukan:1,5
a. Ketakutan yang berlebihan untuk menjadi gemuk, yang mana ketakutan ini
tidak berkurang walaupun berat badan sudah turun
b. Gangguan pandangan terhadap berat, ukuran dan bentuk tubuh (misalnya:
merasa gemuk atau merasa suatu bagian tertentu dari tubuhnya terlalu
besar).
c. Menolak untuk mempertahankan berat badan pada batas normal. Sehingga
sering terjadi penurunan berat badan hingga 15% dari berat badan ideal.
d. Pada wanita tidak mengalami siklus menstruasi paling tidak tiga kali
beruturut-turut.
E. DAMPAK KESULITAN MAKAN
Pada kesulitan makan yang sederhana misalnya karena sakit yang akut
biasanya tidak menunjukkan dampak yang berarti pada kesehatan dan tumbuh
kembang anak. Pada anoreksia berat dan berlangsung lama akan berdampak pada
kesehatan dan tumbuh kembang anak. Gejala yang timbul tergantung dari jenis
dan jumlah zat gizi yang kurang. Bila anak hanya tidak menyukai makanan
tertentu misalnya buah atau sayur akan terjadi defisiensi vitamin A. Bila hanya
mau minum susu saja akan terjadi anemi defisiensi besi.2
Dapat pula terjadi gagal tumbuh (failure to thrive = FTT) yang sering
terjadi pada anak berumur di bawah 3 tahun yang mengalami kenaikan berat
badan tidak adekuat.
Dampak dari anoreksia nervosa dapat terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit, hipotensi, bradikardi, hipotermia, buah dada menyusut, anemia dan
amenorea. 1,2,3
F. PENATALAKSANAAN
Kesulitan makan merupakan masalah individu anak sehingga upaya
mengatasinya juga bersifat individual tergantung dari beratnya dan faktorfaktor
yang menjadi penyebab.
9
Penatalaksanaan kesulitan makan yang berat mencakup 3 aspek yaitu :1,2
1. Identifikasi faktor penyebab
Dapat dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik, bahkan mungkin
diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada keadaan yang berat mungkin
penyebabnya tidak hanya satu faktor (multi faktorial).
2. Evaluasi tentang faktor dan dampak nutrisi
Wawancara yang cermat, khususnya riwayat pengelolaan makan, jenis
makanan, jumlah makanan yang dikonsumsi, makanan yang disukai dan
yang tidak, cara dan waktu pemberian makan, suasana makan dan perilaku
makan.
- Pemeriksaan fisik khusus untuk menilai status gizi.
- Pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
- Pemeriksaan kejiwaan bila diperlukan.
3. Melakukan upaya perbaikan
a. Nutrisi
- Memperbaiki gangguan gizi yang telah terjadi.
- Memperbaiki kekurangan makanan yang diperlukan misalnya
jenis makanan, jumah makanan, jadwal pemberian makan,
perilaku dan suasana makan.
- Mengoreksi keadaan defisiensi gizi yang ditemukan. Sedapat
mungkin diberikan dalam bentuk makanan, bila tidak mungkin
baru diberikan dalam bentuk obat-obatan. Preparat vitamin sering
diperlukan juga untuk mencegah terjadinya defisiensi bila nafsu
makan anak belum pulih dan masukan makanan masih kurang.
- Obat-obat perangsang nafsu makan misalnya cyproheptadine
ataupun pizotifen hanya diberikan bila perlu dan jelas tidak
ditemukan penyebab yang nyata dari anoreksia tersebut.
b. Upaya mengobati faktor-faktor penyebab
Tanpa menghilangkan faktor penyebab dan pengaturan makan
yang baik, obat-obatan tersebut mungkin tidak akan berhasil
memperbaiki anoreksia, bahkan dapat berakibat tidak baik. Untuk
10
anoreksia nervosa pengobatan terdiri dari perawatan dan pengobatan di
rumah sakit, yaitu untuk memperbaiki gangguan psikologis dengan
psikoterapi.
G. PROGNOSIS
Keberhasilan mengatasi masalah anoreksia juga tergantung kepada
keberhasilan upaya mengobati atau melenyapkan faktor penyebab baik faktor
organik maupun faktor psikologis/gangguan kejiwaan. Pada kesulitan makan
yang sederhana misalnya akibat penyakit stomatitis atau tuberkulosis akan
cepat dapat diatasi.
Angka kematian anoreksia nervosa dapat mencapai 10% yang dapat
diakibatkan oleh gangguan elektrolit.1,3
11
BAB III
KESIMPULAN
1. Umumnya anoreksia diartikan sebagai turunnya atau hilangnya nafsu
makan serta tidak tertarik akan makanan untuk menyantapnya.
2. Penyebab anoreksia dapat diakibatkan oleh suatu penyakit tetapi mungkin
juga banyak faktor yang terlibat.
3. Perlu dilakukan upaya gizi yang sesuai untuk memperbaiki dampak
kesulitan makan terhadap gangguan tumbuh kembang dan gangguan gizi.
4. Perlu dilakukan upaya mengatasi/mengobati penyebabnya.
5. Mungkin diperlukan pendekatan multi disiplin.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Jufrie, Mohammad, dkk. 2012. Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta:
EGC
2. Latief, Abdul, dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI, jilid
1. Jakarta: Infomedika Jakarta.
3. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. 2007. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. New York
4. Robert, willson. 2012. Anorexia in a child. Diakses dari:
http://www.med.umich.edu/yourchild/topics/eatdis.htm. Pada tanggal 6
maret 2015.
5. James, B. 2013. Eating Disorders in Children and Teens. Diakses dari
http://www.webmd.com/mental-health/eating-disorders/features/eating-
disorders-children-teens?page=3. Pada tanggal 6 maret 2015.
13