annisa rosalina jr

15
JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA RONGGA MULUT Disusun oleh: Annisa Rosalina 160110070073 Felicia Maria A. 160110070078 Pembimbing: Erna Herawati, drg., M.Kes. BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI BANDUNG

Upload: annisa-rosalina

Post on 28-Oct-2015

65 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

translate jurnal

TRANSCRIPT

Page 1: Annisa Rosalina JR

JOURNAL READING

TUBERKULOSIS PADA RONGGA MULUT

Disusun oleh:

Annisa Rosalina 160110070073Felicia Maria A. 160110070078

Pembimbing:

Erna Herawati, drg., M.Kes.

BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUTUNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI BANDUNG

2011

Page 2: Annisa Rosalina JR

Departemen Penyakit Tuberkulosis dan Dada dan * Patologi, J. L. N. Medical College, Ajmer (Rajasthan) Korespondensi: Dr Ramakant Dixit, 381/26, Ramganj di Ajmer-305001 (Rajasthan); Tele. : 91-0145-2691542

Laporan Kasus

TUBERKULOSIS PADA RONGGA MULUT

Ramakant Dixit, Sidharth Sharma dan Paras * Nuwal

Ringkasan: Keterlibatan tuberkulosis pada rongga mulut sangat jarang. Seorang pria 34 tahun terlihat mempunyai ulkus pada mukosa bibir atas yang sulit disembuhkan. Biopsi dari ulkus menunjukkan lesi TB. Dia juga menderita TBC paru asimptomatik yang terdiagnosis selama terjadinya penyakit primer ini. [India J Tuberc 2008; 55:51-53]

Kata kunci: Tuberkulosis, rongga oral

.

PENDAHULUANLesi oral tuberkulosis relatif jarang terjadi. Penelitian cukup bervariasi,

tetapi kejadian tersebut biasanya telah dilaporkan kurang dari satu persen dari populasi TBC.

Lesi oral tuberkulosis mungkin terjadi secara primer atau sekunder. Lesi primer jarang terjadi, terlihat pada pasien muda dan menunjukkan sebagai ulser tunggal yang terasa sakit dengan pembengkakan regio nodus limfatikus. Lesi sekunder umum terjadi, sering dikaitkan dengan penyakit paru, biasanya ada sebagai ulser tunggal, berindurasi, tidak teratur, sakit, ditutupi oleh eksudat inflamasi pada pasien dari setiap kelompok usia tetapi relatif lebih umum pada pasien setengah baya dan orang tua.

Informasi ini menjelaskan sebuah kasus ulser tuberkulosis pada mukosa bibir atas yang juga mempunyai tuberkulosis paru asimtomatik.

LAPORAN KASUSSeorang pria berusia 34 tahun terlihat mempunyai ulser yang sakit pada

mukosa bibir atas pada satu tahun terakhir. Dia tidak memiliki gejala lainnya. Dia mengonsumsi multi-vitamin, agen anti-inflamasi (deksametason oral), antibiotik dan persiapan lokal seperti boroglcerine, xylocaine dengan tannic acid, dll, tapi tanpa respon apapun. Pada awalnya, ulser itu kecil dan tidak menyakitkan namun secara bertahap ukurannya membesar dan menjadi sakit. Pasien non-perokok , non-alkohol tetapi pengunyah tembakau pada 10 tahun terakhir.

Pemeriksaan fisik menunjukkan ulser di mukosa bibir atas memanjang ke pipi di sisi kiri. Margin ulser yang iregular dan memiliki cekungan berindurasi

Page 3: Annisa Rosalina JR

dengan dasar putih (Gambar1). Pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan sistemik lainnya benar-benar normal.

Pemeriksaannya memperlihatkan hemoglobin 11,6 gm%, total jumlah leukosit 9800/mm3 (polimorf 73%, limfosit 25%, eosinofil 1% dan monosit 1%), tingkat sedimentasi eritrosit 42mm pada jam pertama dengan metode Wintrobe dan analisis urin normal. Biokimia darahnya normal dan tes serologis untuk VDRL dan HIV tidak reaktif. Sitologi saliva oral negatif untuk setiap patologi dan mikroorganisme spesifik. Beberapa biopsi dari ulser kronis terungkap peradangan granulomatosa yang mengandung sel epitheloid, sel raksasa Langhan’s, limfosit, sel plasma, makrofag dengan daerah nekrosis caseosa pada pemeriksaan histopatologi (Gambar 2). Dengan diagnosis adanya jaringan yang tidak biasa ini pada lesi oral, pasien disangka terkena TB paru. Rontgen dadanya menunjukkan infiltrat homogen bilateral di zona atas dan tengah (Gambar 3). Keterlibatan sputum negatif untuk acid-fast bacili dalam tiga sampel tetapi tes Mantoux menunjukkan indurasi 30 mm dengan pembentukan blister. Pasien dimulai di Kategori I pengobatan berdasarkan TB Nasional Revisi Program Kontrol sebagai terapi yang diobservasi secara langsung. Dia telah menyelesaikan terapi fase intensif dan oral sebaik lesi paru menunjukkan tanda-tanda perbaikan.

PEMBAHASANKeterlibatan tuberkulosis oral perkembangannya sangat langka, bahkan

pada populasi dengan tingginya insiden penyakit paru. Saliva diyakini memiliki efek perlindungan, yang mungkin menjelaskan kurangnya lesi oral tuberkulosis, meskipun sejumlah besar basil berhubungan langsung dengan mukosa oral dalam kasus tuberculosis parukhas.1, 5,6

Faktor lain yang mendukung untuk perlawanan dari rongga mulut untuk tuberkulosis yaitu kehadiran dari saprophytes, ketahanan otot lurik terhadap invasi bakteri dan ketebalan permukaan epitel pelindung. Hal ini diyakini bahwa organisme masuk melalui mukosa yang mengalami luka kecil di permukaan. Faktor lokal yang dapat mempermudah invasi kemukosa oral meliputi kebersihan mulut yang buruk, leukoplakia, trauma lokal dan iritasi karena mengunyah. Inokulasi sendiri oleh pasien biasanya hasil dari dahak yang terinfeksi atau dengan hematogen atau penyebaran limfatik. Dalam kasus ini, pasien memiliki sejarah panjang mengunyah tembakau yang mungkin menyebabkan friksi dalam mukosa rongga mulut, dan ditambah pengendapan mikobakteri melalui dahak yang terinfeksi.

Tuberkulosis oral dapat terjadi pada setiap lokasi pada membran mukosa oral, tetapi lidah yang paling sering terkena. Tempat lain meliputi langit-langit, bibir, mukosa bukal, gingiva, tonsil palatina, dan dasar mulut. Lesi oral mungkin terdapat dalam berbagai bentuk, seperti ulser, nodul, tuberkuloma dan granuloma periapikal. Gambaran khasnya adalah ulser tunggal yang berindurasi dan sakit dengan batas tidak teratur ditutupi eksudat inflamasi, tetapi kasus yang tidak khas dengan lesi multipel atau ulser asimtomatik juga telah dijelaskan. Dimitrakopoulos dkk melaporkan dua kasus utama tuberkulosis oral dengan adanya ulserasi yang tidak sakit dengan durasi panjang dan pembesaran kelenjar

Page 4: Annisa Rosalina JR

getah bening. Dalam kasus ini, pasien memiliki ulser yang sakit dengan tepi ireguler dan dasar putih abu-abu yang berindurasi pada mukosa bibir atas yang meluas ke pipi.

Tuberculosis oral sulit untuk dibedakan dari kondisi lain atas dasar tanda dan gejala klinis saja. Sementara mengevaluasi ulser berindurasi kronis dokter harus mempertimbangkan kedua proses infeksi seperti sifilis primer dan penyakit jamur yang mendalam dan proses penyakit tidak menular seperti ulser traumatis kronis dan karsinoma sel skuamosa. Jika tidak ada keterlibatan sistemik, harus dilakukan biopsi eksisi untuk diagnosis jaringan dan pemeriksaan bakteriologis dengan kultur untuk diagnosis definitif.

Identifikasi lesi tuberkulosis di setiap lokasi di mulut yang tidak biasa ditemukan dan penemuannya biasanya menunjukkan penyakit paru. Oleh karena itu, dalam semua kasus tuberkulosis oral, harus selalu dipertimbangkan penyakit paru yang mungkin tidak ada tanda-tanda dan gejala. Dalam kasus ini juga di mana tuberkulosis paru bersifat asimtomatik. Ini membantu tidak hanya dalam diagnosis lengkap, tetapi juga dalam perawatan yang lebih baik. Semua kasus tersebut harus segera dilakukan terapi anti-tuberkulosis karena lesi oral menimbulkan bahaya menular yang potensial untuk dokter gigi. Tenaga medis juga berisiko, karena diilustrasikan oleh kasus seorang dokter yang mengembangkan naso-labial infeksi setelah mempraktekkan resusitasi dari mulut ke mulut pada pasien tuberkulosis. Teknik pengendalian infeksi dapat menurunkan penularan pada tenaga medis

Gambar 1. Fotografi pasien yang menunjukkan ulser tuberculosis yang khas pada mukosa bibir atas yang meluas hingga pipi

Page 5: Annisa Rosalina JR

Dalam kasus ini, Gambar 2: fotomikrografi dari biopsi ulser menampilkan jaringan granulasi TBC khas (H & E x 100).

Gambar 3: Rontgen dada pasien menunjukkan bilateral inhomogenous infiltrat di atas dan zona pertengahan.

Page 6: Annisa Rosalina JR

APAKAH YANG TERJADI JIKA ORAL TUBERCULOSIS TIDAK DIOBATI?

A.E. Erbaycu1, Z. Taymaz1, F. Tuksavul1, A. Afrashi2, S.Z. Güçlü1

1 Department of Chest Diseases and Tuberculosis,2 Department Of Otorhinolaryngology, .zmir Training of Research Hospital for Thoracic Medicine and Surgery, Izmir, Turkey.

Correspondence: Dr Ahmet Emin Erbaycu, Izmir Gög˘üs Hastalıkları ve Cerrahisi, Eg˘itim ve Aras¸tırma Hastanesi, Yenis¸ehir,Izmir. 35110, Turkey; e-mail: [email protected]

ABSTRAKPulmonary tuberculosis (TB) merupakan bentuk yang paling penting dari

penyakit ini, walaupun infeksi juga dapat terjadi pada saluran pencernaan, tonsil, dan kulit. Lesi oral terdiri dari ulcer yang persisten atau masa granulomatosa.

Seorang laki-laki berusia 50 tahun didiagnosa “necrotizing granulomatous inflammation” dilakukan biopsi pada bibir bawah pada 21 bulan sebelumnya di pusat medis. X-ray dada tidak dilakukan dan dia tidak diberikan saran untuk perawatan tertentu.

Beliau masuk ke rumah sakit dengan batuk, sputum, lemah, kehilangan berat badan, dan lesi pada bibir bawah. Ditemukan bahwa ia memiliki supraclavicular, submental, cervical, mediastinal lymphadenopathies, inlfiltrasi paru-paru dengan kavitas, penebalan, dan kekasaran pada tonsil orofaringeal kiri, penebalan pada bagian dalam dari laring dan penebalan surrenal bilateral.

Biopsy lesi pada laring, tonsil, dan epiglottis menunjukkan adanya “necrotizing granulomatous inflammation” dan pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya infeksi TB. Sputum acid-fast bacilli positif dan kulturnya positif untuk Mycobacterium tuberculosis complex. Dua bulan dengan perawatan kombinasi menghasilkan pengurangan symptom, respon radiologi, menghilangnya bengkak pada leher dan sembuhnya lesi pada bibir, tonsil, dan laring.

Meskipun manifestasi oral yang tidak biasa dari TB jarang terjadi, praktisi harus selalu waspada dengan adanya kemungkinan ini.

Dengan meningkatnya jumlah kasus tuberculosis, bentuk yang tidak biasa dari penyakit ini pada kavitas oral menjadi lebih sering terjadi dan salah didiagnosa.

Manifestasi oral dari tuberculosis sangatlah jarang terjadi. Pada tahap akhir dari penyakit ini, selfinoculation dapat terjadi dari sputum pasien. Lesi oral terdiri dari ulcer yang persisten atau masa granulomatosa. Dari mikroskopis, terlihat ulcer, jaringan penghubung yang memperlihatkan nodul yang bulat dari sel epitel dan giant cell. Oral TB biasanya terlihat pada pasien imunokompeten. Pasien dengan lesi oral yang tidak dapat diobati atau masa papilomatosa pada mukosa oral harus diperiksa untuk mengecek keberadaan dari pulmonary TB.

Berikut adalah presentasi dari kasus tuberculosis pada beberapa lokasi, dengan riwayat yang menarik dan menyebabkan adanya diagnose dan penatalaksaan yang terlambat.

Page 7: Annisa Rosalina JR

Kata Kunci: Pulmonary tuberculosis, oral tuberculosis, lip, tonsil, larynx, epiglottis.

LAPORAN KASUSPria berusia 50 tahun dirawat di rumah sakit dengan bengkak pada leher

dan lesi pada bibir bawah, 21 bulan bulan sebelum datang pada klinik kami. Terdeteksi adanya cervical lymphadenopathy saat dipalpasi dan “necrotizing granulomatous inflammation” pada biopsi lesi bibir, beliau tidak diberikan saran apapun yang memungkinkan untuk perawatan penyakitnya. Dia masuk ke pusat kesehatan lainnya dengan keluhan yang sama, 12 bulan yang lalu. Setelah konfirmasi “necrotizing granulomatous inflammation” dan “granulomatous cheilitis” pada biopsi bibir, beliau kembali tidak disarankan untuk melakukan perawatan apapun. Di kedua tempat tersebut tidak dilakukan x-ray dada.

Gambar 1. Bengkak dan lesi yang menyakitkan pada bibir bawah

Lima bulan sebelumnya, dia mulai merasa sedikit sakit dikarenakan adanya bengkak pada leher dan area submental dan lesi merah putih pada bibirnya semakin membesar. Pada saat ia akan dioperasi karena multinodulary goiter, radiografi dada menunjukkan adanya lesi paru-paru. Beliau kemudian langsung dibawa ke klinik kami tanpa dilakukan operasi apapun.

Beliau menderita batuk, sputum, lemah, kehilangan berat badan, dan pembesaran lesi pada bibir bawahnya. Dia tidak memiliki riwayat penyakit lainnya atau adanya kontak dengan pasien tuberculosis. Kedua orangtua pasien memiliki riwayat hipertensi.

Tanda vitalnya normal tanpa demam. Lesi yang membesar, menonjol, dan sakit termasuk ulcer, hiperemi dan daerah merah-putih terlihat pada bagian dalam dari bibir bawah. Palpasi menunjukkan adanya goitre dan lymphadenopathy; precancer, pada biopsi. Ulcer TB pada bibir bawah irregular, sakit, dan cenderung meningkat dengan perlahan sehingga pasien memiliki riwayat selama 21 bulan.

Kurang dari 0.1 persen dari pasien tuberculosis mengalami lesi oral. Biasanya jarang yang primer, jika sekunder biasanya itu dikaitkan dengan penyakit paru-paru. Hal yang paling memungkinkan bahwa organisme dibawa dalam dahak dan memasuki jaringan mukosa melalui celah di permukaan. Mungkin juga bahwa organisme terbawa dari jalur pembuluh darah, disimpan di

Page 8: Annisa Rosalina JR

submukosa dan kemudian berproliferasi dan membentuk ulcer di atas permukaan mukosa. Riwayat awal pasien pada bibir bawah tanpa gejala kelainan paru-paru dan munculnya gejala paru-paru dalam lima bulan terakhir membawa kami untuk percaya bahwa TB paru-paru dan laring terjadi sekunder untuk lesi bibir TB yang tidak didiagnosis.

Kasus yang paling mirip pada literatur adalah milik Yamamoto et al., melaporkan kembali mengenai tonsillar TB yang terkait dengan paru-paru dan laring. Penulis menyimpulkan bahwa kemungkinan TB tonsillar harus dipertimbangkan ketika terdapat amandel membesar pada pasien dengan TB paru-paru.

Lesi tuberculosis di mulut tidak berbeda secara mikroskopis dari lesi tuberculosis pada organ tubuh lainnya. Diagnosis jarang dicurigai sampai biopsy telah menunjukkan granuloma TB di dasar ulkus. Mikrobakteri terlihat dalam dahak, tapi jarang di lesi mulut. Radiografi dada menunjukkan infeksi lanjutan.

Setelah konfirmasi “necrotizing granulomatous inflammation” dan “granulomatous cheilitis” di biopsi bibir di dua pusat yang berbeda, tampak jelas bahwa pasien tidak diberikan diagnosis apapun dan tidak pernah disarankan pengobatan apapun. Kami percaya bahwa hasil dari biopsi bibir ditafsirkan oleh dokter sebagai Miescher-Melkersson-Rosenthal Syndrome bukan sebagai penyakit TBC. Sindrom ini adalah kondisi yang tidak diketahui etiologinya yang menyebabkan pembengkakan bibir secara difus, terutama bibir bawah, dan tidak ada pilihan pengobatan yang ditetapkan.

Tuberculosis atau infeksi bacterial non-tuberculosis harus dipertimbangkan pada pasien dengan AIDS yang mengalami ulcer oral dengan pembentukan granuloma secara mikroskopis. Kasus ini adalah HIV negatif dan Mycobacterium tuberculosis telah diidentifikasi pada kultur jaringan.

Pengobatan standar infeksi tuberculosis sangat berhasil dalam TB rongga mulut. Oleh karena itu, kami merencanakan pengobatan kombinasi standar. Setelah empat bagian obat awal selesai, symptom berkurang, respon secara radiologis berkurang dan terjadi penyembuhan lesi pada bibir, tonsil dan laring.

Meskipun manifestasi oral TBC jarang terjadi, akan tetapi dokter harus menyadari kemungkinan terjadinya lesi oral tersebut. Kesadaran tersebut dapat membantu dalam mendiagnosis TBC pada tahap awal dan mencegah komplikasi dan kontaminasi. Ketika terjadi inflamasi granuloma yang ditemukan melalui biopsi jaringan, TBC harus menjadi penyakit pertama yang dicurigai, terutama di Negara-negara yang masih memiliki kejadian TBC yang lebih tinggi.

Page 9: Annisa Rosalina JR

TUBERCULOSIS PADA MUKOSA BUKAL RONGGA MULUT

ABSTRAKTBC merupakan penyebab utama dari kesehatan yang buruk dan kematian

yang umum. TBC adalah penyakit granulomatosa kronis yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh, termasuk rongga mulut. Lesi oral TBC, meskipun jarang namun terlihat baik dalah tahap primer maupun sekunder. Penulis mempresentasikan sebuah kasus TBC pada mukosa bukal, sebagai ulcer yang tidak dapat sembuh dan tidak sakit. Namun setelah diberikan terapi anti tuberculosis dan oral, keadaan sistemiknya membaik.

Tuberculosis pada rongga mulut jarang terjadi dan diperkirakan hanya sekitar 0.05-5% dari seluruh kasus tuberculosis dengan adanya manifestasi oral.

LAPORAN KASUSSeorang wanita berusia 35 tahun direferensikan ke bagian oral dan

maksilofasial dengan keluhan utama adanya ulcer yang tidak sakit, dan tidak sembuh-sembuh pada mukosa bukal sebelah kiri selama lima bulan terakhir, yang semakin meluas. Beliau kehilangan berat badan selama tiga sampai empat bulan ini. Mengeluhkan pula adanya batuk dan malaise selama 15 sampai 20 hari terakhir. Keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit dan beliau tidak sedang berada dalam pengobatan sistemik.

Pada pemeriksaan oral, ditemukan sebuah servikal lymph node pada sebelah kiri, yang dapat dipalpasi dan membesar. Pada intra oral, terdapat ulcer pada mukosa bukal berukuran sekitar 1.5 x 1.5 cm dengan dasar ulserasi yang dangkal dan margin yang jelas.Ulser tersebut tertutupi oleh pseudomembran kuning dan dikelilingi dengan halo yang eritem. Tidak terdapat kelainan yang lainnya pada kavitas oral. Berdasarkan pemeriksaan klinis, diagnosa banding yang ditetapkan antara lain aphtous ulcer, ulser traumatic, infeksi (bakteri, jamur, dan virus), reaksi obat dan keganasan, termasuk squamous cell carcinoma primer dan limfoma. Karena tidak adanya riwayat dari trauma apapun dan ulser bersifat kronis, tidak sakit, dan tidak rekuren, kemungkinan dari traumatic dan aphtous ulcer tidak ditetapkan. Kemudian, pasien sedang tidak berada di dalam pengobatan sistemik apapun, hal ini mengarah kepada ulser karena reaksi obat.

Dari semua observasi yang dilakukan, pasien diberikan rifampicin (450 mg), isoniazid (600 mg), ethambutol (1200 mg) dan pyrazinamide (1500 mg) selama dua bulan, dengan dosis seminggu tiga kali, kemudian diberikan pengobatan lanjutan isoniazid (300 mg) dan thioacetazone (150 mg) selama enam bulan. Setelah enam bulan kemudian pasien datang dengan mukosa bukal yang relative normal.

Manifestasi oral dari tuberculosis jarang terjadi, mungkin karena epitel skuamosa yang utuh dari mukosa mulut yang membuat penetrasi sulit untuk bacilli tuberculosis dan memberikan perlindungan terhadap infeksinya. Meskipun mekanisme inokulasi primer belum jelas ditetapkan, tampak bahwa organisme yang ada dalam dahak dan masuk ke dalam jaringan mukosa melalui jejas di mukosa mulut sebagai hasil iritasi kronis atau peradangan. Faktor predisposisi

Page 10: Annisa Rosalina JR

lokal termasuk kebersihan yang buruk, trauma lokal, ekstraksi gigi, leukoplakia, fraktur rahang, kista dan abses. Dalam kasus ini, bakteri mungkin telah menyebar melalui trauma lokal atau kebersihan mulut yang buruk.

Lesi oral primer tuberculosis sangat jarang terjadi dan biasanya terlihat pada anak-anak namun dapat juga terlihat pada dewasa. Biasanya melibatkan gingiva dan ada hubungannya dengan limfadenopati regional. Lesi oral sekunder tuberculosis lebih sering terjadi dan melibatkan lidah, palatum, bibir, mukosa bukal, gingiva, dan frenulum. Oral manifestasi dari tuberculosis terlihat sebagai ulcer yang tidak dalam, kecil, dan lesi jaringan lunak yang berindurasi atau lesi pada rahang, yang kemungkinan merupakan bentuk dari TB osteomyelitis. Bentuk ulseratif yang kronis adalah lesi oral yang paling sering.

Kasus ini tidak biasa dalam arti bahwa ulkus tidak nyeri pada mukosa bukal mengarah pada diagnosis tuberculosis. Lesi primer dari manifestasi tuberculosis pada rongga mulut mengakibatkan ulcer kronis yang tidak dapat disembuhkan. Dokter harus menyadari ketika mendiagnosis lesi dengan kecenderungan yang tidak dapat disembuhkan, tuberculosis harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding. Sangat penting bagi dokter untuk melakukan pemeriksaan fisik lengkap, termasuk tanda-tanda dan gejala tuberculosis paru-paru dengan berbagai tes diagnostik dan dengan melakukan biopsi. Sebuah pemeriksaan histopatologi diperlukan untuk membedakan perubahan karsinomatosa dan untuk mengkonfirmasi diagnosis tuberculosis. Dalam kasus ini, diagnosis banding yang paling mungkin termasuk karsinoma sel skuamosa primer, ulcer yang traumatic, ulcer sifilis dan limfoma, tapi adanya peradangan granulomatosa dengan sel besar Langhan dan nekrosis fokal caseous dalam specimen histologi adalah khas Tuberculosis. Kondisi lainnya dari granulomatosa orofasial seperti sarkoidosis, sifilis, infeksi mikotik yang dalam, penyakit cat-scratch, reaksi imunologi, dan Wegener’s granulomatosis juga memberikan reaksi granulomatosa yang serupa. Kami mengkonfirmasi diagnosis tuberculosis dengan melakukan pemeriksaan sputum (mikroskopis), tes imunologis (ELISA), dan dengan pemeriksaan histopatologis.

Kesimpulannya, TBC rongga mulut relatif sering terlupakan pada diagnosis lesi oral. Praktisi gigi perlu menyadari bahwa tuberculosis dapat terjadi pada rongga mulut dan bahwa hal itu harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding dari setiap lesi oral yang berbentuk ulserasi, berindurasi, dan tidak dapat disembuhkan. Terutama pada kelompok sosioekonomi rendah. Di samping itu, upaya-upaya harus dilakukan untuk pengendalian oral tuberculosis dengan deteksi dini dan rujukan pasien ke dokter untuk penanganan yang tepat. Selain itu, program pengendalian infeksi yang tepat dan efektif dalam operasi gigi harus diusahakan.