anestesi-inhalasi

15
Anestesi Inhalasi Anestesi inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan cara memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cair yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi. Agent inhalasi tersebut antara lain ether (sekarang sudah tidak digunakan), metoksifluran, halotan, enfluran, desfluran, sevofluran dan isofluran (Stoelting, 2006). a. Siklopropan Siklopropan merupakan Anestesi inhalasi yang kuat, berbentuk gas, berbau spesifik, tidak berwarna, dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak, oleh karena itu hanya digunakan dengan close drop method. Siklopropan relatif tidak larut dalam darah sehingga dapat menginduksi dalam waktu 2-3 menit. Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan

Upload: fahmi-fauzi

Post on 18-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

farmako

TRANSCRIPT

Anestesi Inhalasi

Anestesi inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan cara memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cair yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi. Agent inhalasi tersebut antara lain ether (sekarang sudah tidak digunakan), metoksifluran, halotan, enfluran, desfluran, sevofluran dan isofluran (Stoelting, 2006). a. SiklopropanSiklopropan merupakan Anestesi inhalasi yang kuat, berbentuk gas, berbau spesifik, tidak berwarna, dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak, oleh karena itu hanya digunakan dengan close drop method. Siklopropan relatif tidak larut dalam darah sehingga dapat menginduksi dalam waktu 2-3 menit. Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkanpemberian dengan kadar 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran (Zunilda & Elysabeth, 2011).Siklopropan menimbulkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran napas. Namun, depresi pernapasan ringan dapat terjadi pada Anestesi dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan dapat menimbulkan fibrilasi atrium, bradikardia sinus, ekstrasistol atrium, aritmia atrioventrikular, ekstrasistol ventrikel, dan ritme bigemini. Pemberian atropin IV dapat menimbulkan ektrasistol ventrikel karena efek katekolamin menjadi lebih dominan. Siklopropan diekskresi melalui paru, hanya 0,5% yang dimetabolisme dalam tubuh dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air (Zunilda & Elysabeth, 2011).Siklopropan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesik digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapai induksi digunakan 25-50% siklopropan dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% siklopropan dengan oksigen (Katzung, 2012).

b. HalotanHaloten merupakan obat anestesi inhalasi halogenared hydrocarbon yang poten. Obat ini pertama kali disintesa oleh Suckling tahun 1951 berupa 2-bromo-2-chloro-l,1,1-triuoroethane (CF3CHBrC1). Halotan merupakan senyawa jernih tak berwarna, dan berbau kurang menyengat dibanding anestesi inhalasi yang lain. Halotan mudah berubah sifatnya bila terkena cahaya, maka dari itu Halotan dikemas dalam botol berwarna coklat gelap dan dicampur dengan 0.01% Thymol. Sama seperti Isofluran, sifatnya yang stabil, tidak mudah meledak, titik didih yang relatif tinggi (50,2oC pada 1 atm) batas keamanan yang cukup lebar dan kemampuan relaksasi otot yang baik membuatnya digunakan secara luas dan banyak menjadi pilihan bagi kalangan medis (Stoelting & Miller, 2001).1) Indikasi Halotan diindikasikan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi umum pada pasien dewasa maupun anak-anak. Sifat relaksasi otot yang kuat membuatnya digunakan sebagai anestesi pilihan saat intubasi. Karena sifat anestesinya yang kurang kuat, penggunaan Halotan jarang secara tunggal (Stoelting & Miller, 2001). 2) Kontra indikasiPenggunaan Halotan dapat menyebabkan hiperpireksia sama seperti volatile anestesi yang lain. Halotan dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat hiperpireksia. Selain itu, berhubungan dengan efek depresi otot jantungnya, Halotan dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat gagal jantung dan aritmia. Sehubungan dengan efek hepatotoksiknya, penggunaan Halotan pada pasien dengan riwayat hepatitis memerlukan pertimbangan khusus (Stoelting & Miller, 2001). 3) Farmakokinetik Halotan diserap melaui alveolus paru-paru. Halotan memiliki kelarutan dalam darah yang lebih besar dari Isofluran. Tetapi sifat bronchodilatatornya dapat mempercepat penyerapan Halotan sehingga waktu induksinya tidak kalah cepat dibanding Isofluran. Halotan diekskresi dari tubuh melalui paru-paru (Stoelting & Miller, 2001). 4) Farmakodinamik Halotan mempunyai efek analgesi yang lemah namun mempunyai efek relaksasi otot yang kuat. Maka dari itu biasanya penggunaan Halotan dicampur dengan N2O atau Trichloroetylen. Halotan memiliki efek relaksasi otot yang kuat, terutama pada otot polos, hal ini dapat menyebabkan turunnya kontraktibilitas otot jantung, depresi pernapasan, dan turunnya tekanan darah. Maka dari itu Halotan jarang digunakan pada operasi darurat (Stoelting & Miller, 2001). 5) Efek samping Efek samping yang sering timbul pada penggunaan Halotan adalah bradikardi, hipotensi, aritmia jantung, hiperpireksia, kerusakan hati, menggigil selama pemulihan dan nausea vomitus setelah operasi (Stoelting & Miller, 2001). c. DesfluranDesfluran (suprane) merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip isofluran. Desfluran adalah cairan yang mudah terbakar tetapi tidak mudah meledak, bersifat absorben, tidak korosif untuk logam dan titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5C). Berbeda dengan kelompoknya, desfluran relatif lebih sukar menguap sehingga dibutuhkan vaporizer khusus dalam penggunaannya. Setelah 5-10 menit obat dihentikan pasien sudah dapat memberi tanggapan terhadap rangsangan verbal. Oleh karena itu desfluran lebih disukai untuk prosedur bedah singkat atau pada bedah rawat jalan. Desfluran bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi. Desfluran juga bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, sesak napas, atau bahkan spasme laring sehingga biasanya desfluran tidak digunakan untuk induksi dan diganti dengan Anestesi intravena (Zunilda & Elysabeth, 2011).

d. IsofluranIsofluran adalah eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi isofluran mirip dengan enfluran, tetapi secara farmakologis sangat berbeda. Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi di dalam udara inspirasi membuat pasien menahan napas dan terbatuk (Zunilda & Elysabeth, 2011).1) IndikasiIsofluran diindikasikan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi umum (Lewis, 2006). Oleh karena itu, Isofluran digunakan pada operasi-operasi yang cukup aman digunakan untuk semua usia (Stoelting & Miller, 2001).2) KontraindikasiPenggunaan Isofluran dikontraindikasikan pada pasien yang rentan terhadap hipertermia. Walaupun penggunaan Isofluran secara umum aman, namun terdapat beberapa tipe pasien yang memerlukan perhatian khusus, antara lain: peningkatan tekanan intra kranial, riwayat penyakit hati, hamil, dan menyusui (Lewis, 2006). 3) FarmakokinetikIsofluran diserap ke dalam tubuh melalui alveoli paru-paru. Kelarutan gas darah isofluran sangat bergantung pada konsentrasinya di alveolar. Isofluran memiliki kelarutan yang sangat rendah di dalam darah dan jaringan dibandingkan jenis anestesi inhalasi lainnya. Konsentrasinya dalam alveolus dan darah arterial mencapai 50% konsentrasi yang diberikan pada 4-8 menit pertama, dan 60% dalam 15 menit. Isofluran dieliminasi di paru-paru. Ketika pemberian isofluran dihentikan dan konsentrasi inspirasi menjadi nol, sebagian besar sisa isofluran dieliminasi dalam bentuk utuh. Pada manusia, hanya sekitar 0,2% isofluran yang dimetabolisme menjadi floride dan organic flourine, dengan asumsi 50% dari sisa metabolit ini diekskresi melalui urine, maka dapat disimpulkan bahwa metabolisme isofluran sangat rendah (Swadia & Vasava, 2002).4) FarmakodinamikIsofluran adalah anestesi inhalasi yang mempunyai daya analgesik dan relaksasi otot yang cukup baik. Isofluran memiliki efek inotropik negatif yang dapat menekan kontraktibilitas otot jantung, menekan pernapasan, menimbulkan relaksasi otot polos dan turunnya tekanan darah. Efek inotropik negatif ini masih diperburuk dengan adanya hipokalsemia. Hipokalsemia disebabkan oleh adanya hambatan kanal kalsium (Stoelting & Miller, 2001).5) Efek samping Keluhan yang sering ditimbulkan pada pemakaian isofluran adalah hipotensi, depresi pernapasan, aritmia, peningkatan sel darah putih, menggigil, nausea dan vomitus (Stoelting & Miller, 2001).

e. EnfluranEnfluran ialah Anestesi eter berhalogen yang tidak mudah terbakar dan cepat melewati stadium induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi. Kadar yang tinggi menyebabkan depresi kardiovaskular dan perangsangan susunan saraf pusat. Untuk menghindari hal ini, enfluran diberikan dengan kadar rendah bersama N2O. Untuk induksi, enfluran 2-4,5 % dikombinasikan dengan O2 atau campuran N2 O-O2, sedangkan untuk mempertahankan anestesi diperlukan 0,5-3 % volume (Zunilda & Elysabeth, 2011).Enfluran memiliki keuntungan, yaitu relaksasi otot cukup baik, tidak iritasi dan sekresi, kardiovaskular relatif terjaga stabil, dan tidak mual/muntah, sedangkan kerugian-kerugiannya yaitu depresi miokardium, hipotensi, berbahaya pada penderita gangguan fungsi ginjal, dan iritasi susunan saraf pusat terutama bila hipokapnia (Hidayat, 2006).Enfluran memiliki kontra indikasi absolut pada renal dysfunction, epilepsi, dan tekanan intrakranial meninggi, dan kontra indikasi relatif pada beta blocker therapy dan kardiovaskular tidak stabil. Efluran juga tidak digunakan pada anak dengan demam berumur kurang dari 3 tahun (Hidayat, 2006).Enfluran bisa menyebabkan efek samping pasca pemulihan berupa menggigil karena hipotermia, gelisah, delirium, mual, atau muntah. Enfluran dapat menyebabkan depresi napas dengan kecepatan ventilasi tetap atau meningkat, tidal volume dan minute volume menurun. Enfluran bisa menyebabkan kelainan ringan fungsi hati yang bersifat reversibel. Anestesi yang dalam dengan enfluran dapat menyebabkan depresi napas dan depresi sirkulasi. Kadar enfluran yang tinggi dapat menimbulkan hipokarbia, sehingga muncul pola EEG frekuensi tinggi dan dapat terjadi kejang (Zunilda & Elysabeth, 2011).

f. SevofluranSevofluran pertama ditemukan oleh Wallin dan Napoli tahun 1971, merupakan fluorinasi methyl isoprophyl ether. Tekanan penguapannya menyerupai halotan dan isofluran. Koofisien partisi darah/gas 0,69, menyerupai desfluran termasuk dalam hal induksi anestesi dan pulih sadar setelah pemberian dihentikan (Morgan et al, 2002).Rendahnya kelarutan darah/gas dan kenyamanan pemakaian sevofluran, membuat agent ini jadi pilihan utama untuk induksi inhalasi cepat dengan recovery yang cepat. Sevofluran sering digunakan untuk induksi pada anak karena berbau enak, tidak merangsang jalan nafas dan tidak meningkatkan sekresi saluran nafas. Sevofluran mungkin paling tidak iritasi pada saluran nafas dibanding agent inhalasi lain yang dipakai saat ini (Morgan et al, 2002., Stoelting, 2006).Kelarutan sevofluran pada jaringan yang rendah menimbulkan eliminasi yang cepat sehingga terjaga cepat. Depresi ventilasi mencerminkan efek depresi langsung terhadap pusat ventilasi medulla dan kemungkinan efek perifer terhadap otot interkostal. Relaksasi otot polos bronkus dapat timbul melalui efek langsung atau secara tidak langsung melalui reduksi lalu lintas saraf aferen atau depresi secara sentral (Stoelting, 2006).

g. Eter (Dietil eter)Eter merupakan cairan tidak berwarna yang mudah menguap, berbau tidak enak, mengiritasi saluran napas, mudah terbakar, dan mudah meledak. Di udara terbuka eter teroksidasi menjadi peroksida dan bereaksi dengan alkohol membentuk asetaldehid, maka eter yang sudah terbuka beberapa hari sebaiknya tidak digunakan lagi (Zunilda & Elysabeth, 2011). Eter merupakan anestesi yang sangat kuat sehingga penderita dapat memasuki setiap tingkat anestesia. Sifat analgesiknya kuat sekali dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg% sudah terjadi analgesia tetapi pasien masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot dan hambatan neuromuskular yang tidak dapat dilawan oleh neostigmin (Zunilda & Elysabeth, 2011).Eter menyebabkan iritasi saluran napas dan merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada induksi dan waktu pemulihan, eter menimbulkan salivasi, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salivasi akan dihambat dan terjadi depresi napas (Zunilda & Elysabeth, 2011).Eter menekan kontraktilitas otot jantung, tetapi in vivo efek ini dilawan oleh meningkatnya aktivitas simpatis sehingga curah jantung tidak berubah atau meninggi sedikit. Eter menyebabkan mual dan muntah terutama pada waktu pemulihan, tetapi ini dapat pula terjadi pada waktu induksi (Zunilda & Elysabeth, 2011). Eter akan diekskresikan melalui paru, sebagian kecil diekskresikan melalui urin, air susu, dan keringat serta melalui difusi kulit utuh. Penggunaan eter pada sistem semi tertutup dalam kombinasi dengan oksigen atau N2O tidak dianjurkan pada pembedahan dengan tindakan kauterisasi sebab ada bahaya timbulnya ledakan, dan bila api mencapai paru pasien akan mati akibat jaringan yang terbakar atau paru-parunya pecah (Zunilda & Elysabeth, 2011).

DAFTAR PUSTAKAHidayat, R. 2006. Perbedaan Efek Kardiovaskular pada Anestesi Inhalasi Enfluran Antara Teknik Medium-Flow dan High-Flow Semiclosed System. Semarang: UNDIP

Katzung, Bertram G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC

M.C, Lewis. 2007. Uncomplicated general anesthesia in the elderly results in cognitive decline. Medical Hypothesis. pp : 484-492

Morgan, G.E., Mikhail M. S, Murray M. J., Larson C. P. 2002. Inhalational Anesthetiic In Clinical Aneshesiology. 3rd Ed. New York: Lange Medical Book/McGraw-Hill Medicall Publishing Edition.

Stoelting RK. 2006. Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice. 4thed. Philadelphia: Lippincott-Raven.

Stoelting, RK & Miller RD. 2001. Basic of Anesthetic Practice. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone.

Swadia, F.N & Vasava J.V. 2002. Isoflurane in Day Care Surgery. Indian Journal of Anesthesia. 46(2) : 134-137

Zulnida, D, S., Elysabeth. 2011. Farmokologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI