anemia defisiensi besi by ahimsa yoga anindita

7
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Unsur besi diabsorbsi dari saluran cerna dalam bentuk garam ferro. Di dalam sir oleh transferin (sautu bet-1-globulin) yang berfungsi mengikat besi untuk transpor dan mengantarkannya ke tempat pembentukan haemoglobin. Sekitar 2 / 3 dari besi yang ada di d tubuh terdapat sebagai haemoglobin di dalam eritrosit. Selebihnya terdapat sebagai bentuk feritin dan hemosiderin. Saat terjadi perombakan eritrosit secara normal,ca sumsum tulang dan system retikuloendoteliallain hamper menetap, walaupun atom-atom terus menerus keluar masuk cadangan ini. Feritin merupakan bentuk cadanga sedangkan hemosiderin bersifat tidak mudah larut dan mengandung lebih sedikit prot terdapat di hemosiderinlebih sulit dilepaskan daripada yang ada di dalam feritin. Saat terjadi penghancuran eritrosit secara berlebihan, jumlah besi yang dilepas kemudian disimpan. Penghancuran eritrosit lokalmenyebabkan adanya penumpukan jaringan retikuloendotelia ldan jaringan ikat. Penumpukan hemosiderin dalam jaring retikuloendotelial merupakan indikasi adanya destruksi eritrosit di luar pembuluh Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa besi erat kaitannya dalam masa dan eritrosit sebab besi adalah unsur dari hemoglobin yang dapat mengikat oksigendan karbondioksida di dalam tubuh. Seseorang dengan keadaan defisiensi besi belum tent ditemukan kasus bahwa ada seseorang dengan defisiensi besi tanpa menjadi anemis. N yang akan ditampilkan kali ini adalah suatu kasus yang mana seseorang yang mengida dan tampak anemis. Dari skenario di atas, ada beberapa masalah penting, yaitu : Seorang anak usia 2 tahun 6 bulan dengan berat badan 11 kg yang menderita pen hernia inguinalis lateralis sinistra reponibilis yang harus segeramendapatkanterapi berupa pembedahan. Saat pemeriksaan darah (sebagai salah satu syarat sebelum pembedahan) menunju tanda tyang abnormal, baik dari segi fisik, maupun dari segi hasil laboratori B. Rumusan Masalah Dari skenario di atas, kemungkinan terbesar anak itu mederita thalassemia dan h dibahas, antara lain : a.Metabolisme besi dan sintesis hemoglobin (Hb) secara normal b.Spesifikasi anemia c.Etiologi anemia defisiensi besi (ADB) d.Patofisiologi anemia defisiensi besi (ADB) e.Gejala dan tanda anemia defisiensi besi f.Tes dan pemeriksaan yang terkait dengan anemia defisiensi besi g.Diagnosis banding h.Komplikasi i.Penatalaksanaan dan prognosis j. Tindakan promotif dan preventif dari anemia defisiensi besi C. Tujuan Penulisan Mengetahui hal yang aneh dalam pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang da tahun 6 bulan tersebut. Mengetahui gejala-gejalanya lebih lanjut dan penatalaksanaannya. Pentingnya masalah tersebut untuk dibahas adalah agar kita lebih bisa menamba kita tentang penyakit yang berhubungan dengan keadaan darah dan peny masyarakat. D. Manfaat Penulisan Manfaat penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu menjelaskan sintesis Hb normal, fungsi fisiologis Hb, jenis-jenis Hb patologis, klasifikasi anemia, etiologi dan patof dan tanda ADB, langkah-langkah diagnosis ADB, perbedaan antara ADB dengan anemi

Upload: ahimsa-yoga-anindita

Post on 22-Jul-2015

140 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1. PENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahUnsur besi diabsorbsi dari saluran cerna dalam bentuk garam ferro. Di dalam sirkulasi besi diikat oleh transferin (sautu bet-1-globulin) yang berfungsi mengikat besi untuk transportasi di dalam plasma dan mengantarkannya ke tempat pembentukan haemoglobin. Sekitar 2/3 dari besi yang ada di dalam tubuh terdapat sebagai haemoglobin di dalam eritrosit. Selebihnya terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin. Saat terjadi perombakan eritrosit secara normal,cadangan besi di dalam sumsum tulang dan system retikuloendoteliallain hamper menetap, walaupun atom-atom besi secara terus menerus keluar masuk cadangan ini. Feritin merupakan bentuk cadangan yang lebih stabil, sedangkan hemosiderin bersifat tidak mudah larut dan mengandung lebih sedikit protein. Besi yang terdapat di hemosiderinlebih sulit dilepaskan daripada yang ada di dalam feritin. Saat terjadi penghancuran eritrosit secara berlebihan, jumlah besi yang dilepaskan bertambah dan kemudian disimpan. Penghancuran eritrosit lokalmenyebabkan adanya penumpukan hemosiderindi jaringan retikuloendotelia ldan jaringan ikat. Penumpukan hemosiderin dalam jaringan di luar jaringan retikuloendotelial merupakan indikasi adanya destruksi eritrosit di luar pembuluh darah. Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa besi erat kaitannya dalam masalah hemoglobin dan eritrosit sebab besi adalah unsur dari hemoglobin yang dapat mengikat oksigen dan karbondioksida di dalam tubuh. Seseorang dengan keadaan defisiensi besi belum tentu anemia karena ditemukan kasus bahwa ada seseorang dengan defisiensi besi tanpa menjadi anemis. Namun, kasus yang akan ditampilkan kali ini adalah suatu kasus yang mana seseorang yang mengidap defisiensi besi dan tampak anemis. Dari skenario di atas, ada beberapa masalah penting, yaitu : Seorang anak usia 2 tahun 6 bulan dengan berat badan 11 kg yang menderita penyakit hernia inguinalis lateralis sinistra reponibilis yang harus segera mendapatkan terapi berupa pembedahan. Saat pemeriksaan darah (sebagai salah satu syarat sebelum pembedahan) menunjukkan tandatanda tyang abnormal, baik dari segi fisik, maupun dari segi hasil laboratorium utamanya.

B. Rumusan MasalahDari skenario di atas, kemungkinan terbesar anak itu mederita thalassemia dan hal-hal yang akan dibahas, antara lain : a. Metabolisme besi dan sintesis hemoglobin (Hb) secara normal b. Spesifikasi anemia c. Etiologi anemia defisiensi besi (ADB) d. Patofisiologi anemia defisiensi besi (ADB) e. Gejala dan tanda anemia defisiensi besi f. Tes dan pemeriksaan yang terkait dengan anemia defisiensi besi g. Diagnosis banding h. Komplikasi i. Penatalaksanaan dan prognosis j. Tindakan promotif dan preventif dari anemia defisiensi besi

C. Tujuan Penulisan Mengetahui hal yang aneh dalam pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari anak usia 2 tahun 6 bulan tersebut. Mengetahui gejala-gejalanya lebih lanjut dan penatalaksanaannya. Pentingnya masalah tersebut untuk dibahas adalah agar kita lebih bisa menambah pengetahuan kita tentang penyakit yang berhubungan dengan keadaan darah dan penyelesaiaannya dalam masyarakat.

D. Manfaat PenulisanManfaat penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu menjelaskan sintesis Hb normal, fungsi fisiologis Hb, jenis-jenis Hb patologis, klasifikasi anemia, etiologi dan patofisiologi ADB, gejala dan tanda ADB, langkah-langkah diagnosis ADB, perbedaan antara ADB dengan anemia karena 1

penyakit kronik, pemeriksaan penunjang ADB, penatalaksanaan dan prognosis ADB, tindakan promotif dan preventif yang harus dilakukan.

2. TINJAUAN PUSTAKAA. Metabolisme Besi dan Sintesis Hb secara NormalMetabolisme besi terutama ditujukan untuk pembentukan hemoglobin. Sumber utama untuk reutilisasi terutama bersumber dari hemoglobin eritrosit tua yang dihancurkan oleh makrofag sistem retikuloendotelial. Pada kondisi seimbang terdapat 25 mL eritrosit atau setara dengan 25 mg besi yang difagositosis oleh makrofag setiap hari, tetapi sebanyak itu pula eritrosit yang akan dibentuk dalam sumsum tulang atau besi yang dilepaskan oleh makrofag ke dalam sirkulasi darah setiap hari. Besi dari sumber makanan yang diserap duodenum berkisar 1-2 mg, sebanyak itu pula yang dapat hilang karena deskuamasi kulit, keringat, utin, dan feses. Besi plsma atau besi yang beredar dalam sirkulasi darah terutama terikat oleh transferin sebagai protein pengangkut besi. Kadar normal transferin plasma ialah 250 mg/dl, secara laboratorik sering diukur sebagai protein yang menunjukkan kapasitas maksimal mngikat besi. Secara normal 25-45% transferin terikat dengan besi yang diukur sebagai indeks saturasi transferin. Total besi yang terikat transferin ialah 4 mg atau hanya 0,1% dari total besi tubuh. Sebanyak 65% besi diangkut transferin ke prekursor eritrosit di sumsum tulang yang memiliki bnyak reseptor untuk transferin. Sebanyak 4% digunakan untuk sintesis mioglobin di otot, 1% untuk sintesis enzim pernafasan seperti sitokrom dan katalase. Sisanya sebanyak 30% disimpan dalam bentuk feritin dan hemosiderin. Kompleks besi transferin dan reseptor transferin masuk ke dalam sitoplasma prekursor eritrosit melalui endositosis. Sebanayk 80-90% molekul besi yang masuk ke dalam prekursor eritrosit akan dari endosom dan reseptor transferin akan dipakai lagi, sedangkan transferin akan kembali ke dlam sirkulasi. Besi yang tlah dibebaskan dari endosom akan masuk ke dalam mitokondria untuk diproses menjadi hem setelah bergabung dengan protoporfirin, sisanya tersimpan dalam bentuk feritin. Dalam keadaan normal 30-50% prekursor eritrosit mengandung granula besi dan disebut sideroblast. Sejalan dengan maturasi eritrosit, baik reseptor transferin maupun feritin akan dilepas ke dalam peredaran darah. Feritin segera difagositosis makrofag di sumsum tulang dan setelah proses hemoglobinisasi selesai eritrosit akan memasuki sirkulasi darah. Ketika eritrosit berumur 120 hari akan difagositosis makrofag sistem retikuloendotelial terutama yang berada di limpa/lien. Sistem tersebut berfungsi terutama mlepas besi ke dalam sirkulasi untuk reutilisasi. Terdapat jenis makrofag lain seperti makrofag alveolar paru atau makrofag jaringn lain yang lebih bersifat manahan besi daripada melepaskannya. Proses penghancuran eritrosit di limpa hemoglobin dipecah menjadi hem dan globin. Dalam keadaan normal melekul besi yang dibebaskan dari hem akan diproses secara cepat di dalam kumpulan labil (labile pool) melalui laluan cepat pelepasan besi (the rapid pathway of iron realese) di dalam makrofag pada fase dini. Molekul besi ini dilepaskan ke dalam sirkulasi, yang selanjutnya berikatan dengan transferin bila tidak segera dilepas. Maka molekul besi akan masuk jalur fase lanjut yang akan diproses untuk disimpan oleh apoferitin sebagai cadangan besi tubuh. Kemudian dilepas ke sirkulasi setelah beberapa hari melalui laluan lambat (the slower pathway). Penglepasan besi dari makrofag tidak berjalan secara langsung, tetapi melalui proses oksidasi di pemukaan sel agar terjadi perubahan bentuk ferro menjadi ferri, sehingga dapat diangkut oleh transferin plasma. Reaksi oksidasi tersebut dikatalisasi oleh seruloplasmin. Kecepatan pelepasan besi ke dalam sirkulasi oleh makrofag lebih cepat terjadi pada pagi hari, sehingga kadar besi plasma menujukkan variasi diurnal. Lagkah awal biosintesis Hb, adalah biosintesis porfirin, pada mamalia dimulai dari kondensasi suksinil ko-A yang berasal dari siklus asam sitrat dalam mitokondria dengan asam amino glisin membentuk asam amino ketoadipat, dikatalisis oleh amio levulenat sintase dan memerluka piridoksal fosfat untuk mengaktifkan glisin. Asam di atas segera mengalami dekarboksilasi membentuk amino levulenat atau sering disingkat ALA. Enzim ALA sintase merupakan enzimpengendali kecepatan reaksi. Di dalam sitosol, 2 molekul ALA berkondensasi dan mengalami reaksi dehidrasi membentuk porfobilinogen/PBG yang dikatalisis oleh ALA dehidratase. 4 molekul PBG berkondensasi membentukhidroksi metil bilana, suatu tetrapirol linear oleh enzim uroporfirinogen I sintase atau disebut juga PBG deaminase kemudian terjadi reaksi siklisasi spontan 2

membentuk uroporfirinogen, suatu tetrapirol siklik. Pada keadaan normal, uroporfirinogen I sintase adalah kompleks enzim dengan uroporfirinogen III kosintase sehingga kerja kedua kompleks enzim tersebut akan membentuk uroporfirinogen III, yang mempunyai susunan rantai samping asimetris. Bila kompleks enzim abnormal atau hanya terdapat enzim sintase saja, dibentuk uroporfirinogen I yaitu suatu bentuk isomer simetris yang tidak fisiologis. Rangka porfirin sekarang telah terbentuk, uroporfirinogen I atau III mengalami dekarboksilasi membentuk koproporfirinogen I atau III dengan melepas 4 molekul CO2 hingga rantai samping asetat pada uroporfirinogen menjadi metil, reaksi ini dikatalisis oleh uroporfirinogrn dekarboksilase. Hanya koproporfirinogen III yang dapat kembali masuk ke mitokondria, mengalami dekarboksilasi dan oksidasi membentuk protoporfirinogen III oleh enzik koproporfirinogrn oksidase, di mana 2 rantai samping propionat koproporfirinogen menjadi vinil. Protoporfirinogen III dioksidasi menjadi protoporfirin III oleh protoporfirinogen oksidase yang memerlukan oksigen. Protoporfirin III diidentifikasi sebagai isomer porfirin seri IX dan disebut juga dengan protoporfirin IX. Porfirin tupe I dan III dibedakan berdasarkan simetris tidaknya gugus substituen seperti asetat, propionat dan metil pada cincin pirol ke IV. Penggabungan besi dalam bentuk Fe2+ ke protoporfirin IX yang dikatalisis oleh Heme sintase atau Ferro katalase dalam mitokondria akan membentuk heme. ( sumber : http://www.journal.unair.ac.id/login/jurnal/filer/IJCPML-12-1-03.pdf , http://library.usu.ac.id/download/fk/biokimia-helvi2.pdf )

B. Spesifikasi AnemiaAnemia adalah suatu bentuk kelainan hematologi, yang mana massa eritrosit atau massa Hb yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya. Anemia memiliki spesifikasi yang besar, yaitu : 1. Berdasarkan morfologi a. Makrositik, antara lain : anemia megaloblastik (eg : defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat). b. Mikrositik, hipokromik, antara lain : anemia defisiensi besi, anomali genetis (eg : anemia sel sabit, thalassemia, hemoglobinopati lainnya). c. Normositik, antara lain : recent blood loss, hemolisis, gagal sumsum tulang, anemia penyakit kronik, gagal ginjal, gangguan endokrin, anemia mieloplastik. 2. Berdasarkan etiologi a. Defisiensi, antara lain : defisiensi zat besi, vitamin B12, asam folat, piridoksin. b. Gangguan fungsi sumsum tulang, antara lain : anemia penyakit kronik, anemia karena usia tua, gangguan sumsum tulang yang parah. c. Periferal, anatara lain : perdarahan (hemorrhage), anemia hemolitik (hemolisis). 3. Berdasarkan patofisiologi a. Kehilangan darah secara berlebihan, anatara lain : recent hemorrhage, trauma, peptic ulcer, gastritis, hemoroid, hemorrhage kronik (eg : perdarahan vagina, peptic ulcer, parasit intestinal). b. Destruksi eritrosit yang berlebihan c. Produksi eritrosit matur yang tidak mencukupi ( sumber :Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach oleh Joseph T. Dipiro,et.al. (2002) )

C. Etiologi Anemia Defisiensi BesiAda 4 macam, yaitu ; 1. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun, akibat berasal dari saluran cerna (eg : tukak peptik, kanker lambung, kanker colon, divertikulosis, hemoroid, infeksi cacing tambang), saluran kemih (eg : hematuria), saluran napas (eg : hemoktoe), saluran genitalia wanita (eg : menorrhagia). 2. Kehilangan besi akibat faktor nutrisi, bisanya terjadi akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kurangnya kualitas besi. 3. Kebutuhan besi meningkat, terjadi pada prematuritas , anak di masa pertumbuhan, dan kehamilan. 4. Gangguan absorbsi besi, misalnya gastrektomi, tropical seprue, atau kolitis kronik. (sumber : http://www.journal.unair.ac.id/login/jurnal/filer/IJCPML-12-1-03.pdf ) 3

D. Patofisiologi Anemia Defisiensi BesiAda 3 tahap, yaitu ; 1. Iron depletion atau storage iron deficiency Ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi, Hb, dan fungsi protein besi lainnya masih normal, terjadi peningkatan absorbsi besi nonheme, feritin serum menurun, dalam hal TIBC (Total Binding Iron Capacity), ST (Saturasi Transferin), RDW (Redblood-cell Distribution Width), MCV (Mean Corpuscular Volume), dan morfologi sel masih dalam batas normal. 2. Iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis Suplai besi tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil laboratorium diperoleh bahwanilai besi serum menurun, saturasi transferin menurun, sedangkan TIBC dan FEP (Free Erythrocyte Porphyrin) meningkat. 3. Iron deficiency anemia Besi yang menujueritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositik hipokromik yang progresif, RDW dan TIBC lebih tinggi dari sebelumnya, Hb menurun. ( sumber : Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak oleh B. H. Permono, et.al. (2005) )

E. Gejala dan Tanda Anemia Defisiensi BesiGejala dan tanda umum berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, telinga mendenging, takikardia, takipneu, bising sistolik atau juga bisa berupa bising murmur. Gejala ini akan timbul jika kadar Hb sudah di bawah 7-8 gr/dl. Gejala dan tanda khas berupa bentuk kuku seperti sendok/koilonychia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, disfagia, atrofi mukosa gaster yang menimbulkan akhloridia. Sedangkan gejala dan tanda penyakit dasar bisa berupa dispepsia pada penyakit cacing tambang, parotis membengkak, kulit telapak tangan berwarna kuning (seperti kerami), perdaraha kronik akibat kanker yang dijumpai lokasi kanker tersebut. Untuk memperkuat diagnosis anemia defisiensi besi menurut WHO ditetapkan bahwa kadar Hb kurang dari normal sesuai usia, konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (normal : 32-35%), kadar Fe serum < Ug/dl (normal : 80-180 ug/dl), saturasi transferin < 15% (normal : 20-50%). Menurut Cook dan Monsen, antara lain adalah anemia hipokrom mikrositik, saturasi transferin < 16%, nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit, kadar feritin serum < 12 ug/dl. Untuk kepentingan diagnosis 2 dari 3 kriteria (ST, feritin serum, dan FEP) harus terpenuhi. Menurut Lanzkowsky pemeriksaan kadar MCV, MCH (Mean Corpuscular Hb), MCHC (Man Corpuscular Hb Concentration), RDW > 17%, FEP meningkat, feritin serum menurun, TIBC meningkat, ST < 16%, retikulosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 stelah pemberian preparat besi, kadar Hb meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl atau PCV meningkat 1%/hari setelah pemberian preparat besi, pada ssumsum tulang tertunda maturasi sitoplasma, pada perwanaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang. ( sumber : Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak oleh B. H. Permono, et.al. (2005) )

F. Tes dan Pemeriksaan yang TerkaitPemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit ditambah pemeriksaan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC), retikulosit, morfologi darah tepi (menunjukkan mikrositik, hipokromik, anisositosis, poikilositosis) dan pemeriksaan status besi (Fe serum, TIBC, saturasi transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang. Pemeriksaan : Indeks eritrosit akan menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb, jumlah retikulosit normal, jumlah trombosit meningkat 2-4 kali normal, Fe serum (untuk mengetahui jumlah besi yang terikat pada transferin) menurun, TIBC (untuk mengetahui jumlah transferin yang berada dalam sirkulasi darah) meningkat, ST (Saturasi Transferin untuk menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan sebagai penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan cadangan besi dalam tubuh) kurang dari 7%, dan jika ST sebesar 7-16% bila didukung oleh nilai MCV yang rendah dan pemeriksaan lain. Kadar FEP (untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang) lebih dari 100 ug/dl, kadar feritin serum (untuk mengetahui jumlah cadangan besi tubuh) kurang dari 10-12ug/l, dan pada pemeriksaan apus sumsum tulang dapat ditemukan gambaran khas ADB, yaitu hiperplasia sistem eritropoietik dan berkurangnya hemosiderin. 4

( sumber : Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak oleh B. H. Permono, et.al. (2005) )

G. Diagnosis BandingAnemi sideroblastik Menurun/normal Menurun/normal normal Normal/naik Meningkat (>20%) Positif dengan ring sideroblast Protoporfirin eritrosit meningkat meningkat normal normal Feritin serum Menurun (50 Meningkat (>50 ug/dl) ug/dl) ug/dl) ug/dl) Elektroforesis Hb normal normal Hb A2 meningkat normal ( sumber :Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach oleh Joseph T. Dipiro,et.al. (2002) ) Diagnosis banding yang terkait dengan anemia defisiensi besi, yaitu : Anemia defisiensi Anemia akibat Trait thalasemia besi penyakit kronik MCV menurun menurun/normal menurun MCH menurun menurun/normal menurun Besi serum menurun menurun normal TIBC meningkat Menurun Normal/naik Saturasi transferin Menurun (20%) Besi sumsum tulang negatif positid Positif kuat

H. KomplikasiKomplikasi yang terjadi antara lain : gangguan sistem neuromuskuler yang akan berpengaruh terjadap gangguan kapasitas kerja, gangguan terhadap proses mental, gangguan kecerdasan, dsb. Selain itu akan menimbulkan gangguan kognitif dan nonkognitif pada anak dan bayi sehingga bisa menurunkan kapasitas belajar, gangguan imunitas dan ketahanan terhadap infeksi, gangguan terhadap ibu hamil dan janin yang dikandung, menimbulkan defek struktur dan fungsi dari jaringan epitel, ketidaktoleriran terhadap dingin, manifestasi gangguan sumsum matur, splenomegali, dan sebagainya. ( sumber :Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach oleh Joseph T. Dipiro,et.al. (2002) )

I. Penatalaksanaan dan PrognosisPenatalaksanaan kausal, artinya tergantung penyebabnya, misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Penatalaksanaan oral, pemberian ferrous sulphat, ferrous gluconate, ferrous fumarate, ferrous lactate, ferrous succinate, semua obat tersebut diberikan sesuai dosis. Penatalaksanaan parenteral dengan pemberian iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex, yang diberikan sesuai dosis juga. Pengobatan lain, melalui diet/intake makanan yang bergizi, utamanya protein hewani dan yang banyak mengandung vitamin C. Terapi lain adalah transfusi darah berupa PRC (Packed Red Cell) supaya tidak terjadi iron overload. Prognosis dari penatalaksanaan tersebut adalah sangat baik sebab anemia defisiensi besi dapat diatasi dengan mudah jika tidak diikuti oleh komplikasi penyakit yang berbahaya lainnya, seperti misalnya splenomegali, penyakit pada arteria coronaria, dan sebagainya. ( sumber : Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak oleh B. H. Permono, et.al. (2005) )

J. Tindakan Promotif dan Preventif dari Anemia Defisiensi BesiHal-hal yang dapat dilakukan sebagai aplikasi dari tindakan ini antara lain pendidikan kesehatan, misalnya kesehatan lingkungan, penyuluhan gizi, dan sebagainya. Dilakukan pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling sering di daerah tropik, suplementasi besi, fortifikasi bahan makanan dengan besi, meningkatkan penggunaan ASI eksklusif, pemakain susu formula yang mengandung besi, memberikan suplementasi Fe kepada bayi kurang bulan, dan masih banyak hal lain yang bisa dilakukan. ( sumber : Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak oleh B. H. Permono, et.al. (2005) )

3. DISKUSI DAN BAHASANKeadaan defisiensi besi bisa berakibat buruk bagi tubuh kita sebab zat besi sangat diperlukan tubuh kita dalam pembentukan hemoglobin yang merupakan salah satu komponen eritrosit sebagai penyusun darah pada sistem sirkulasi yang memiliki partisipasi yang besar, sangat penting, dan sangat utama bagi tubuh kita. Tanpa kehadiran zat besi, hemoglobin tidak akan terbentuk sebab zat besi dalam bentuk Fe2+ adalah bagian 5

utama pada hemoglobin yang berfungsi sebagai pengikat oksigen. Jika hemoglobin tidak terbentuk, bagaimana tubuh kita akan mendapat oksigen untuk oksidasi biologis? Pertanyaan itulah yang mengilustrasikan seberapa bahayanya jika tubuh kita kekurangan zat besi sampai-sampai kadar hemoglobin turun sehingga sel pada jaringan di tubuh kita tidak bisa melakukan metabolisme dan oksidasi biologis dengan baik dan akhirnya jaringan pada tubuh kita tidak dapat memenuhi fungsi dan tugasnya secara optimal. Jika kita cermati kasus pada skenario yang telah kita jadikan bahan diskusi dalam tutorial kali ini, kita bisa melihat adanya abnormalitas dari hasil tes laboratorium hematologi yang menggunakan sampel darah anak tersebut untuk diketahui hasilnya. Hasil dari tes pertama dan gambaran darah tepi menunjukkan adanya anemia mikrositik hipokromik yang lebih ditekankan pada anemia defisiensi besi walaupun terdapat diagnosis banding lainnya. Anemia defisiensi besi sangat berbahaya bagi anak-anak, sebab anemia jenis ini bisa menghambat tumbuh kembang anak, baik dari aspek kognitif maupun aspek nonkognitif sebab kadar hemoglobin yang sangat menurun membuat pengangkutan oksigen ke dalam jaringan terganggu dan oksigen sangat diperlukan oleh sel, salah satunya untuk perkembangan sel. Selain sebagai pembentuk hemoglobin, metabolisme sel, dan oksdasi biologis, zat besi juga diperlukan untuk sintesis DNA dan perkembangan neurotransmiter. Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di negara yang sedang berkembang yang dikarenakan oleh kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah, dan infestasi parasit yang merupakan masalah endemik. Anemia ini juga merupakan kelainan hematologi yang sering terjadi pada bayi dan anak. Termasuk dalam kasus dalam skenario ini yang mana anak dalam kasus ini tidak bisa segera menjalani operasi hernia inguinalais lateralis sinistra reponibilis sebab saat pemeriksaan darah ditemukan adanaya eritrosit yang mikrositik, hipokromik, anisositosis dan hasil tes darah yang mengindikasikan adanya anemia defisiensi besi. Secara normal pada masa kanak-kanak, untuk mempertahankan keseimbangan Fe yang positif diperlukan 0,8-0,15 mg fe yang harus diabsorbsi setiap hari dari makanan. Banyaknya Fe yang diabsorbsi dari makanan sekitar 10% setiap harinya, sehingga untuk nutrisi yang optimal, diperlukan masukan berupa makanan yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe per hari. Sedangkan pada bayi, Fe yang berasal dari ASIdiabsorbsi secara lebih efisien daripada yang berasal dari susu sapi sehingga bayi akan lebih sedikt membutuhkan Fe dari makanan penunjang lainnya. Masukan makanan bayi yang banyak mengandung Fe harus diterapkan sejak bayi berumur 6 bulan. Untuk anak dalam kasus di skenario kali ini, untuk segera mendapatkan operasi maka harus mendapatkan terapi seefektif dan seefisien mungkin agar dapat segera dilakukan operasi. Terapi yang diberikan selain obat-obatan oral yang berupa preparat besi dan transfusi PRC, juga harus diperhatikan dari segi makanan anak. Lebih diperbanyak makanan yang mengandung protein hewani sebab mengandung kadar Fe yang lebih tinggi. Transfusi PRC sangat mudah dalam menaikkan kadar Hb sesuai dengan yang diinginkan tanpa takut kelebihan Fe dari transfusi, tanpa ada reaksi imunologis maupun penularan penyakit. Setelah dapat dipastikan terbebas dari anemia defisiensi besi, maka segera dilakukan operasi sesuai dengan rencana. Prognosis pengobatan anemia yang hanya disebabkan oleh defisiensi besi sangatlah mudah dan baik untuk terbebas dari masalah anemia defisiensi besi.

4. KESIMPULAN Hal yang aneh yang terjadi pada anak usia 2 tahun 6 bulan tersebut adalah adanya morfologi eritrosit pada pemeriksaan darah tepi yang mikrositik, hipokromik, dan anisositosis. Selain itu terdapat abnormalitas pada pemeriksaan darah dan indeks eritrositnya melalui tes laboratorium darah. Itu semua menegakkan diagnosis anemia mikrositik hipokromik, yang lebih kepada anemia defisiensi besi. Untuk dapat memperoleh penanganan operasi hernia inguinalis lateralis sinistra reponibilis, anak tersebut harus terbebas dari anemia defisiensi tersebut sehingga selama dan pasca operasi dapat berjalan sesuai rencana. Terapi anemia defisiensi besi dapat diberikan dalam bentuk oral, baik obat-obatan maupun lebih memperhatikan masalah makanan yang dikonsumsi (makanan yang bergizi dan kaya akan zat besi), maupun transfusi PRC. 6

Masalah anemia defisiensi besi sangat penting untuk diungkapkan karena masalah ini masih banyak terjadi di Indonesia sebagai negara berkembang, terutama terjadi pada bayi dan anak-anak.

5. DAFTAR PUSTAKAB. H. Permono, et.al. 2005. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, pp : 30-43. Frances K. Widmann. 1995. Clinical Interpretation of Laboratory Tests. 9th ed. Philadelphia : F. A. Davis Company. Joseph T. Dipiro, et.al. 2002. Pharmacotherapy A Patophysiologic Approach. 5th ed. New York : McGraw-Hill, pp : 1729-1738. Marcel E. Conrad. 2006. Iron Deficiency Anemia. http://www.emedicine.com/MED/topic1188.htm#Multimediamedia8. ( 10 Februari 2008). Osman Sanipar. 2005. Penentuan Defisiensi Besi Anemia penyakir Kronis Menggunakan Peran Indeks sTfR-F. http://www.journal.unair.ac.id/login/jurnal/filer/IJCPML-12-1-03.pdf. (10 Februari 2008). Siti Boedina Kresno, et.al. 1995. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, p: 10. T. Helvi Mardiani. 2004. Metabolisme Heme. http://library.usu.ac.id/download/fk/biokimia-helvi2.pdf ( 10 Februari 2008).

7