analisis_kelainan_pada_sistem_tubuh_terhadap_gangguan_belajar_retardasi_mental_pada_anak.doc
TRANSCRIPT
![Page 1: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/1.jpg)
MAKALAH OPSI 2013
Analisis Kelainan pada Sistem Tubuh terhadap Gangguan Belajar (Retardasi Mental) pada Anak
Kelompok Bidang Penelitian : Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora
Bidang Ilmu : Pendidikan dan Psikologi
PenelitiNama Lengkap : Kevinaldo BarevanNIS : 111210016Kelas : XI
PembimbingNama Lengkap : Annetha Novika AdnanNIP : 19841101 201001 2 017Bidang studi yang diampu : Sosiologi
SMA NEGERI 2 BOGOR
Jalan Keranji Ujung No. 1 Budi Agung, Bogor. Telp (0251) 8318761
Kota Bogor Provinsi Jawa Barat.
2013
![Page 2: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/2.jpg)
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul makalah : Analisis Kelainan pada Sistem Tubuh terhadap Gangguan Belajar (Retardasi Mental) pada Anak
2. Kelompok Bidang Penelitian : Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora3. Bidang Ilmu : Pendidikan dan Psikologi4. Ketua Tim Penelitian
Nama Lengkap : Kevinaldo BarevanNIS : 111210016Kelas : XIE-mail : [email protected] Asal Sekolah : SMAN 2 Bogor Alamat Sekolah : Jalan Keranji Ujung No.1 Budi Agung, Tanah Sareal.
Bogor, Jawa Barat. Telepon/faks : (0251) 8318761
Menyatakan bahwa substansi ini, yang berjudul Analisis Kelainan pada Sistem Tubuh terhadap Gangguan Belajar (Retardasi Mental) pada Anak belum pernah disertakan dalam lomba apapun, dan dikerjakan dengan melibatkan 1 (satu) orang peneliti, pembimbing sebanyak 1 orang, dengan rincian sebagai berikut:
PenelitiNama Lengkap : Kevinaldo BarevanNIS : 111210016Kelas : XI
PembimbingNama Lengkap : Annetha Novika Adnan, S.SosNIP : 19841101 201001 2 017Bidang studi yang diampu : Sosiologi
Bogor, 29 Juli 2013
Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Bogor Peneliti,
Dra. Sri Eningsih, M.Pd Kevinaldo BarevanNIP. 19590208 198501 2 001 NIS. 111210016
ii
![Page 3: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/3.jpg)
PERNYATAAN ORISIONALITAS
Yang bertanda tangan dibawah ini,Nama Lengkap : Kevinaldo BarevanNIS : 111210016Kelas : XISekolah : SMA Negeri 2 BogorAlamat Sekolah : Jalan Keranji Ujung no.1 Budi Agung. Bogor 16165Telepon/Faximile : (0251) 8318761Alamat Rumah : Taman Sari Persada. Orchid, blok C3 No. 11. Bogor, Jawa BaratTelepon/Handphone : (0251) 7541377, 085714548559
Menyatakan bahwa makalah ini, yang berjudul Analisis Kelainan pada Sistem Tubuh terhadap Gangguan Belajar (Retardasi Mental) pada Anak adalah
1) Sepenuhnya ditulis oleh peneliti dengan rincian sebagai berikutPeneliti
Nama Lengkap : Kevinaldo BarevanNIS : 111210016Kelas : XI
2) Dikerjakan di bawah pembimbingNama Lengkap : Annetha Novika Adnan, S.SosNIP : 19841101 201001 2 017Bidang studi yang diampu : Sosiologi
3) Orisinal karya tim peneliti ini, tanpa ada unsur plagiarisme baik dalam aspek substansi maupun penulisan.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Bila dikemudian hari ditemukan kekeliruan, maka kami bersedia menanggung semua risiko atas perbuatan yang kami lakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Bogor, 29 Juli 2013 Yang membuat pernyataanPembimbing Penelitian, Penelitian,
Annetha Novika Adnan, S.Sos Kevinaldo BarevanNIP. 19841101 201001 2 017 NIS. 111210016
Kepala Sekolah
Dra. Sri Eningsih, M.Pd NIP. 19590208 198501 2 001
iii
![Page 4: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/4.jpg)
Abstrak
Nama : Kevinaldo Barevan
Judul Karya Ilmiah : Analisis Kelainan pada Sistem Tubuh terhadap Gangguan Belajar (Retardasi Mental) pada Anak
Karya ilmiah ini membahas tentang Analisis Kelainan pada Sistem Tubuh terhadap Gangguan Belajar (Retardasi Mental) pada Anak. Retardasi mental didefinisikan sebagai suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai dengan terjadinya kendala dalam melakukan keterampilan selama masa perkembangan. Lebih lanjut hal ini akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Retardasi mental merupakan suatu gejala yang terdiri dari fungsi intelektual yang subnormal, terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial dan dapat diamati pada masa perkembangan.
Penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Karena terjadinya kelainan pada sistem tubuh pada anak akibat faktor pranatal, psikososial, dan genetik yang menyebabkan terjadinya retardasi mental dan berakibat kepada gangguan belajar pada anak tersebut.
Hasil penelitian menemukan bahwa retardasi mental dapat mempengaruhi proses belajar. Retardasi mental dapat dicegah dengan memberikan nutrisi yang baik pada anak. Mengetahui dengan mengkonsultasikan dengan dokter mengenai efek atau dampak yang terjadi pada anak ketika orangtua mengalami penyakit yang dapat mengakibatkan dampak yang buruk pada anak yang dilahirkan. Banyak sumber menyatakan bahwa retardasi mental dapat dideteksi sebelum terjadi kelahiran, melalui konsultsi mengenai genetik dan diagnosis antennal. Serta seorang penyandang retardasi mental dapat berkembang seiring dengan proses perawatan dan proses belajar yang diberikan.
Pada akhirnya, gangguan belajar pada anak penyandang retardasi mental biasanya berupa masalah dalam memusatkan perhatian, kesulitan dalam mengingat informasi, mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa, mengalami kesulitan dalam menentukan strategi self regulation-nya (kemampuan seseorang untuk mengatur tingkah lakunya sendiri), tidak tahu bagaimana memulai interaksi dengan orang lain, kurang termotivasi dan cenderung mudah putus asa, dan terhambat dalam hampir semua prestasi akademis.
Kata Kunci:
Retardasi Mental, Kelainan Sistem Tubuh, Gangguan Belajar.
iv
![Page 5: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/5.jpg)
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan karunia-Nya saya dapat
menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Analisis Kelainan pada Sistem Tubuh terhadap
Gangguan Belajar (Retardasi Mental) pada Anak”.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Pertama saya sampaikan terima kasih kepada pembimbing saya, Ibu Annetha Novika
Adnan,S.Sos yang telah membantu dan membimbing dalam mengerjakan karya ilmiah ini. Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang juga sudah memberi kontribusi baik
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya ilmiah ini. Tentunya ada hal-hal yang
ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil karya ilmiah ini. Karena itu kami berharap
semoga karya ilmiah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama. Tidak lupa saya
berterimakasih kepada keluarga saya yang telah banyak memberikan bantuan secara moril
maupun materil.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka semua. Amin.
Bogor, 29 Juli 2013
Penulis
v
![Page 6: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/6.jpg)
Daftar Isi
Halaman Judul............................................................................................................ i
Lembar Pengesahan................................................................................................... ii
Pernyataan Orisionalitas............................................................................................. iii
Abstrak ............................................................................................................ iv
Kata Pengantar........................................................................................................... v
Daftar Isi ............................................................................................................ vi
Bab I: Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................... 3
Bab II: Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi Retardasi Mental......................................................................... 4
2.2 Definisi Gangguan Belajar........................................................................ 5
2.3 Faktor Penyebab Retardasi Mental........................................................... 6
Bab III: Metodologi
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian............................................................... 11
3.2 Waktu Penelitian....................................................................................... 12
3.3 Kehadiran Peneliti..................................................................................... 12
3.4 Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 12
3.5 Analisis Data............................................................................................. 14
3.6 Tahap-Tahap Penelitian............................................................................ 16
Bab IV: Hasil dan Pembahasan.................................................................................. 17
Bab V :Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan............................................................................................. 23
5.2 Saran....................................................................................................... 24
Daftar Pustaka............................................................................................................ 25
Lampiran-lampiran.................................................................................................... 27
vi
![Page 7: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/7.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan yang wajar dalam masyarakat maka seorang individu harus dapat
memenuhi pola-pola tingkah laku yang benar. Pengetahuan mengenai pola-pola tingkah laku
ini dapat diperoleh oleh seorang individu melalui interaksi dengan anggota-anggota
masyarakat lainnya dalam kehidupan sehari-hari; yaitu dengan cara mengamati, berlatih, dan
menyerap informasi mengenai pola-pola tingkah laku yang benar (Spencer, 1982 : 106-111)
Pada anak penyandang retardasi mental, keharusan untuk menjalankan pola-pola tingkah
laku yang benar ini, sukar untuk dipenuhi. Hal ini disebabkan karena adanya suatu hambatan
pada diri anak penyandang retardasi mental tersebut, yang berupa kelemahan-kelemahan atau
kelainan-kelainan mental yang mereka derita. Karena kelemahan-kelemahan atau kelainan-
kelainan mental yang dideritanya, anak penyandang retardasi mental ini seringkali
menunjukan tingkah laku yang aneh dan bisa dianggap tidak sesuai atau tidak benar.
Salah satu contoh sederhana bisa kita lihat seorang anak penyandang retardasi mental
yang telah berusia delapan tahun, tapi belum mampu untuk makan dan berpakaian sendiri.
Dimana untuk anak-anak yang normal, makan dan berpakaian sendiri merupakan kegiatan
yang amat mudah dan sudah mereka lakukan sendiri rata-rata pada usia lima atau enam
tahun.1
Inteligensi merupakan sesuatu yang dibanggakan oleh para orang tua pada anak-anaknya.
Jika anak mendapat prestasi tinggi di sekolah, seringkali para orang tua berbesar hati dan
memberikan pujian dan hadiah-hadiah. Tetapi jika anak berprestasi rendah, seringkali para
orang tua menghukum anak tersebut. Berbagai macam faktor mempengaruhi prestasi belajar,
di antaranya tingkat inteligensi (HI atau IQ = intelligence quotient ), skala nilai dan patokan
sosial, serta kemampuan dididik atau dilatih.2
1 Diana Damayanti, Essay: “Cara pengasuhan anak penyandang retardasi mental : Tiga kasus keluarga Jawa di Jakarta” (Jakarta: Universitas Indonesia, 1984), 12 Andy Hidayat, Thesis: “Indeks Sefalometri dan Tangan Anak Laki-laki dengan Berbagai Tingkat Retardasi Mental” (Jakarta: Universitas Indonesia, 2002), 1
1
![Page 8: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/8.jpg)
Contoh lain kasus anak yang mengalami retardasi mental terjadi pada Aji seorang anak
berusia 12 tahun yang seharusnya ia sudah kelas enam SD bersama teman-teman sebayanya,
tetapi karena kemampuan intelektualnya rendah ia masih saja duduk di kelas empat SD.
Menurut gurunya, ia agak lambat dalam mengikuti pelajaran di sekolahnya. Oleh karena itu,
Aji dari kelas satu sampai kelas tiga SD untuk masing-masing tingkat ditempuh dua tahun.
Keadaan ini membuat orang tua Aji memindahkan sekolah umum ke sekolah luar biasa
(Wardoyo, 2006).
Contoh di atas merupakan gambaran penting dalam retardasi mental yaitu fungsi
intelektual umumnya berada di bawah rata-rata. Diperjelas oleh Munzert (2002) bahwa
intelegensi anak yang mempunyai IQ sedang antara 95-100, sedangkan penderita retardasi
mental IQ di bawah 50. Ditambahkan oleh Lombanotobing (2001) bahwa retardasi mental
merupakan ganguan perkembangan fungsi penyesuaian yang melibatkan kecakapan dalam
komunikasi, merawat diri, tinggal di rumah, kecakapan sosial-interpersonal, bekerja,
berekreasi, kesehatan, dan keselamatan.3
Untuk mengetahui penyebab-penyebab gangguan belajar atau Learning Disability (LD)
yang dikarenakan oleh tiga komponen yaitu kemampuan intelektual yang rendah, onset pada
saat lahir atau awal masa kanak-kanak, dan penurunan kemampuan hidup/adaptif atau dalam
garis besar retardasi mental. Penelitian-penelitian menggunakan wawancara yang terstruktur
dengan baik, observasi perilaku yang rinci, dan wawancara dengan pengasuh mengungkapkan
bahwa prevalensi beberapa gangguan psikiatri (termasuk gangguan perilaku) meningkat pada
orang dengan gangguan belajar, terutama mereka yang tinggal di tempat perawatan, tetapi
tidak menyatu dengannya. Namun demikian, membuat diagnosis psikiatri yang spesifik sulit
untuk dilakukan (terutama pada orang dengan retardasi mental sedang atau berat) karena
adanya keterbatasan bahasa yang timbul bersamaan. Gangguan perilaku lebih sering pada
retardasi mental yang lebih berat, terjadi pada hampir 40% anak dan 20% orang dewasa
dengan retardasi mental berat.
Berdasarkan etiologinya, retardasi mental dapat dibagi menjadi retardasi mental primer
dan sekunder. Penyebab retardasi mental primer dapat berupa kelainan kromosom atau
pengaruh pranatal yang tidak jelas. Retardasi mental sekunder disebabkan oleh faktor-faktor
luar yang diketahui dan selanjutnya faktor-faktor ini mempengaruhi otak pada waktu pranatal,
perinatal, atau pascanatal.
3 Gadiesz, “Retardasi Mental” (http://aquw-bian.blogspot.com/2010/02/retardasi-mental.html, diakses 10 Juni 2013)
2
![Page 9: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/9.jpg)
Dalam usaha untuk mencari perbedaan ciri-ciri morfologi yang disebabkan oleh faktor-
faktor tersebut, banyak dilakukan penelitian terhadap penderita retardasi mental sekunder
yang telah dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut
menunjukan adanya teratogen yang menyebabkan kelainan organik sebagai etiologi retardasi
mental berat. Pada penelitian-penelitian tersebut, terdapat penelitian yang menemukan adanya
perbedaan fisik dan mental antar penderita retardasi mental primer maupun retardasi mental
sekunder.4
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan gangguan belajar akibat retardasi mental?
b. Faktor-faktor seseorang dapat mengalami retardasi mental?
c. Bagaimana upaya pencegahan dan penanganan terhadap retardasi mental?
d. Apakah kelainan pada sistem tubuh mempengaruhi gangguan belajar?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui gangguan belajar akibat retardasi mental
b. Untuk mengetahui penyebab retardasi mental
c. Untuk mengetahui pencegahan dan penanganan retardasi mental
d. Untuk mengetahui hubungan fungsi tubuh terhadap gangguan belajar
4 Andy Hidayat, Op.Cit., 2.
3
![Page 10: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/10.jpg)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Retardasi Mental
Retardasi mental didefinisikan sebagai suatu keadaan perkembangan jiwa yang
terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai dengan terjadinya kendala dalam melakukan
keterampilan selama masa perkembangan. Lebih lanjut hal ini akan berpengaruh pada tingkat
kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.
Retardasi mental merupakan suatu gejala yang terdiri dari fungsi intelektual yang subnormal,
terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial dan dapat diamati pada masa perkembangan.5
Menurut Dr.Nora L Sondakh,MA, ia mendefinisikan retardasi mental ialah seseorang
dengan kemampuan intelektual berada di bawah angka rata-rata akibat perkembangan
intelektual yang abnormal dan dapat dilihat pada kesukaran dalam belajar dan adaptasi sosial.6
Menurut Burton, seorang siswa dapat juga diduga mengalami kesulitan belajar kalau
yang bersangkutan menunjukan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya.
Kegagalan belajar ini, seperti siswa dalam batas tertentu tidak mencapai ukuran tingkat
keberhasilan atau tingkat penguasaan minimal dalam pengajaran tertentu, siswa tidak dapat
mencapai prestasi yang semestinya sesuai dengan potensinya, siswa gagal kalau tidak dapat
mewujudkan tugas-tugas perkembangannya, dan lain–lain.
Untuk anak-anak dengan retardasi mental, sudah seharusnya mendapatkan kelas
khusus dimana guru mengajarkan keterampilan pokok misalnya konsep uang, konsep waktu,
keterampilan hidup mandiri, perawatan diri dan kebersihan, akses masyarakat, kegiatan
rekreasi, dan pelatihan kejuruan dan melatih anak agar anak dapat menerapkannya didalam
kehidupannya. Sehingga walaupun anak tersebut mengalami kekurangan dari segi kognitif,
dia tetap dapat bertahan dalam lingkungannya.7
5 Andy Hidayat, Op.Cit., 16 Andda Noorika, “Studi Kasus Retardasi Mental pada Anak” (http://pustakasari379.blogspot.com/2013/03/studi-kasus-retardasi-mental-pada-anak.html, diakses 3 Mei 2013)7 Yohanti Viomanna, “Bagaimana cara pengajaran yang efektif terhadap anak dengan retardasi mental?” (http://10109yvs.blogspot.com/2011/04/bagaimana-cara-pengajaran-yang-efektiv.html, diakses 18 Mei 2013)
4
![Page 11: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/11.jpg)
Upaya pencegahan retardasi mental dapat dilakukan dengan memberikan nutrisi yang
baik pada anak. Mengetahui dengan mengkonsultasikan dengan dokter mengenai efek atau
dampak yang terjadi pada anak ketika orangtua mengalami penyakit yang dapat
mengakibatkan dampak yang buruk pada anak yang dilahirkan. Banyak sumber menyatakan
bahwa retardasi mental dapat dideteksi sebelum terjadi kelahiran, melalui konsultsi mengenai
genetik dan diagnosis antennal. Secara khusus retardasi mental dapat diketahui melalui
amniosentesis atau sampel vili korion, dengan pilihan terminasi kehamilan. Peningkatan
perawatan pada saat perinatal juga mengurangi resiko cidera otak. Serta dapat dilakukan
penatalaksanaan dari masalah hormonal atau metabolik sebelum terjadi retardasi mental.8
2.2 Definisi Gangguan Belajar
Gangguan belajar (learning disability) mengacu kepada retardasi mental pada sistem
klasifikasi terbaru, memiliki tiga komponen utama, yaitu kemampuan intelektual yang rendah,
onset pada saat lahir atau awal masa kanak-kanak dan penurunan adaptif/hidup. Gangguan
belajar terdapat pada sekitar 1,5% dari populasi, dimana 80% mengalami gangguan belajar
ringan, 12% mengalami gangguan belajar sedang, dan 7% mengalami gangguan belajar berat.
Hanya sekitar 1% dari jumlah total menderita gangguan belajar yang sangat berat. Prevalensi
gangguan belajar belum menurun walaupun baru-baru ini terdapat penurunan insidensi
gangguan belajar berat.
Gangguan belajar dapat diartikan berdasarkan istilah, sebagai gangguan utama yang
menyebabkannya, ketidakmampuan yang diakibatkannya, dan kerugian sosial yang dihasilkan
(termasuk masalah keluarga). Gangguan intelektual diklasifikasikan sebagai ringan (IQ 50-
70), sedang (IQ 35-49), berat (IQ 20-34), dan sangat berat (IQ <20). Retardasi mental ringan
biasanya tidak dihubungkan dengan abnormalitas pada penampilan atau perilaku, gangguan
bahasa, gangguan sensorik, dan gangguan motorik yang bersifat ringan atau tidak ada sama
sekali. Orang dewasa dengan gangguan belajar ringan mungkin sulit menghadapi stress dan
seringkali memerlukan bantuan untuk are fungsi sosial yang lebih rumit, seperti mengasuh
anak dan mengatur keuangan. Namun demikian, sebagian besar mampu untuk hidup mandiri
dalam masyarakat dan melakukan pekerjaan tertentu. Orang dengan gangguan belajar sedang
biasanya memiliki bahasa yang terbatas namun berguna. Gangguan belajar berat dan sangat
berat dikaitkan dengan kemampuan verbal dan mengurus diri yang sangat terbatas serta
8 Cornelius Katona, Claudia Cooper dan Mary Robertson, “At a Glance Psikiatri” (Jakarta: Erlangga,2012), h.50.
5
![Page 12: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/12.jpg)
masalah/keterbatasan fisik terkait (epilepsi pada 33%, inkontinensia pada 10%,
ketidakmampuan untuk berjalan pada 15%) sangat sering dijumpai. Komunikasi dapat
difasilitasi dengan teknik nonverbal seperti menunjuk atau isyarat.
Gangguan belajar ringan biasanya tidak berhubungan dengan penyebab spesifik dan
mewakili bagian akhir dari distribusi normal kurva IQ. Terdapat kontribusi genetik yang
cukup bermakna yang mencerminkan tingginya pengaruh keturunan pada IQ secara umum.
Hubungan yang erat antara rendahnya IQ orangtua dan IQ anak sebagian disebabkan
hilangnya kesempatan mendapat pendidikan dan status sosial. Gangguan belajar yang lebih
berat biasanya dikaitkan dengan kerusakan otak yang spesifik.
Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali akan menunjukkan gangguan
perilaku. Hal ini bisa berdampak pada hubungan pasien dengan orang-orang di sekitarnya
(keluarga, guru dan teman-teman sebaya). Untuk itu anak perlu didampingi untuk menghadapi
situasi ini.
Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat dengan anak. Dengan demikian,
peran orang tua sangat penting untuk mengenali permasalahan apa yang dialami anak. Selain
itu, penting juga untuk menemukan kekuatan atau kemampuan yang dimiliki anak. Hal ini
akan membantu orang tua mendukung anak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya
sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri anak.9 Penanganan pada penyandang retardasi
mental biasanya dengan tinggal dirumah bersama keluarganya. Namun, tetap harus disediakan
dukungan pusat pelayanan perawatan primer, layanan pendidikan, dan layanan sosial. Pada
anak penyandang retardasi mental ringan biasanya tetap diberikan dukungan pendidikan
disekolah biasa meskipun anak tersebut harus lebih bekerja keras agar dapat mengejar anak
yang tidak mengalami retardasi mental.10
2.3 Faktor Penyebab Retardasi Mental
1. Faktor Pranatal
Penggunaan berat alkohol pada perempuan hamil dapat menimbulkan
gangguan pada anak yang mereka lahirkan yang disebut dengan fetal alcohol
syndrome. Faktor-faktor pranatal lain yang memproduksi retardasi mental adalah
ibu hamil yang menggunakan bahan-bahan kimia, dan nutrisi yang buruk.
(Durand, 2007). Penyakit ibu yang juga menyebabkan retardasi mental adalah
9 Kania Inda, “Mengenal Gangguan Belajar” (http://dukunganmoralanakindigo.blogspot.com/2010/05/mengenal gangguan-belajar.html, diakses 16 Juni 2013)10 Cornelius Katona, Claudia Cooper dan Mary Robertson, Op.Cit., 50.
6
![Page 13: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/13.jpg)
sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Komplikasi kelahiran, seperti
kekurangan oksigen dan cidera kepala, menempatkan anak pada resiko lebih besar
terhadap gangguan retardasi mental. Kelahiran premature juga menimbulkan
resiko retardasi mental dan gangguan perkembangan lainnya. Infeksi otak, seperti
encephalitis dan meningitis juga dapat menyebabkan retardasi mental. Anak-anak
yang terkena racun, seperti cat yang mengandung timah, juga dapat terkena
retardasi mental. (Nevid, 2003)
2. Faktor Psikososial
Seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang tidak
memberikan stimulasi intelektual, penelantaran, atau kekerasan dari orang tua
dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi
mental.(Nevid,2002)
Anak-anak dalam keluarga yang miskin mungkin kekurangan mainan,
buku, atau kesempatan untuk berinteraksi dengan orang dewasa melalui cara-cara
yang menstimulasi secara intelektual akibatnya mereka gagal mengembangkan
keterampilan bahasa yang tepat atau menjadi tidak termotivasi untuk belajar
keterampilan-keterampilan yang penting dalam masyarakat kontemporer. Beban-
beban ekonomi seperti keharusan memiliki lebih dari satu pekerjaan dapat
menghambat orang tua untuk meluangkan waktu membacakan buku anak-anak,
mengobrol panjang lebar, dan memperkenalkan mereka pada permainan kreatif.
Lingkaran kemiskinan dan buruknya perkembangan intelektual dapat berulang dari
generasi ke generasi (Nevid, 2002). Kasus yang berhubungan dengan aspek
psikososial disebut sebagai retardasi budaya-keluarga (cultural-familial
retardation). Pengaruh cultural yang mungkin memberikan kontribusi terhadap
gangguan ini termasuk penganiayaan, penelantaran, dan deprivasi sosial. (Durand,
2007)
3. Faktor Biologis
a. Pengaruh genetik
Kebanyakan peneliti percaya bahwa di samping pengaruh-pengaruh
lingkungan, penderita retardasi mental mungkin dipengaruhi oleh gangguan
gen majemuk (lebih dari satu gen) (Abuelo, 1991, dalam Durand, 2007)
7
![Page 14: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/14.jpg)
Salah satu gangguan gen dominan yang disebut tuberous sclerosis,
yang relatif jarang, muncul pada 1 diantara 30.000 kelahiran. Sekitar 60%
penderita gangguan ini memiliki retardasi mental (Vinken dan Bruyn, 1972,
dalam Durand 2007). Phenyltokeltonuria (PKU) merupakan gangguan
genetis yang terjadi pada 1 diantara 10.000 kelahiran (Plomin, dkk, 1994,
dalam Nevid, 2002). Gangguan ini disebabkan metabolisme asam amino
Phenylalanine yang terdapat pada banyak makanan. Asam Phenylpyruvic,
menumpuk dalam tubuh menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pusat
yang mengakibatkan retardasi mental dan gangguan emosional.
b. Pengaruh kromosomal
Jumlah kromosom dalam sel-sel manusia yang berjumlah 46, baru
diketahui 50 tahun yang lalu (Tjio dan Levan, 1956, dalam Durand, 2007).
Tiga tahun berikutnya, para peneliti menemukan bahwa penderita Sindroma
Down memiliki sebuah kromosom kecil tambahan. Semenjak itu sejumlah
penyimpangan kromosom lain menimbulkan retardasi mental telah
teridentifikasi yaitu Down syndrome dan Fragile X syndrome.
a) Down syndrome
Sindroma down, merupakan bentuk retardasi mental kromosomal
yang paling sering dijumpai, di identifikasi untuk pertama kalinya oleh
Langdon Down pada tahun 1866. Gangguan ini disebabkan oleh adanya
sebuah kromosom ke 21 ekstra dan oleh karenanya sering disebut dengan
trisomi21.(Durand,2007).
Anak retardasi mental yang lahir disebabkan oleh faktor ini pada
umumnya adalah Sindroma Down atau Sindroma mongol (mongolism)
dengan IQ antar 20 – 60, dan rata-rata mereka memliki IQ 30 – 50.
(Wade, 2000, dalam Nevid 2003). Menyatakan abnormalitas kromosom
yang paling umum menyebabkan retardasi mental adalah sindrom down
yang ditandai oleh adanya kelebihan kromosom atau kromosom ketiga
pada pasangan kromosom ke 21, sehingga mengakibatkan jumlah
kromosom menjadi 47.
Anak dengan sindrom down dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri
fisik tertentu, seperti wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya lipatan
8
![Page 15: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/15.jpg)
kecil yang mengarah ke bawah pada kulit dibagian ujung mata yang
memberikan kesan sipit. Lidah yang menonjol, tangan yang kecil, dan
berbentuk segi empat dengan jari-jari pendek, jari kelima yang
melengkung, dan ukuran tangan dan kaki yang kecil serta tidak
proporsional dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupakan ciri-ciri
anak dengan sindrom down. Hampir semua anak ini mengalami retardasi
mental dan banyak diantara mereka mengalami masalah fisik seperti
gangguan pada pembentukan jantung dan kesulitan pernafasan. (Nevid,
2003).
b) Fragile X syndrome
Fragile X syndrome merupakan tipe umum dari retardasi mental
yang diwariskan. Gangguan ini merupakan bentuk retardasi mental paling
sering muncul setelah sindrom down (Plomin, dkk, 1994, dalam Nevid,
2003). Gen yang rusak berada pada area kromosom yang tampak rapuh,
sehingga disebut Fragile X syndrome. Sindrom ini mempengaruhi laki-
laki karena mereka tidak memiliki kromosom X kedua dengan sebuah gen
normal untuk mengimbangi mutasinya. Laki-laki dengan sindrom ini
biasanya memperlihatkan retardasi mental sedang sampai berat dan
memiliki angka hiperaktifitas yang tinggi. Estimasinya adalah 1 dari
setiap 2.000 laki-laki lahir dengan sindrom ini Dynkens, dkk, 1998,
dalamDurand, 2007).11
Berikut contoh lain dari penyebab retardasi mental akibat kelainan pada sistem tubuh:
1. Infeksi (bawaan dan sesudah lahir)
- Rubella kongenitalis
- Meningitis
- Infeksi sitomegalovirus bawaan
- Ensefalitis
- Toksoplasmosis kongenitalis
- Listeriosis
- Infeksi HIV
11 Atrof Ardiansyah, “Definisi dan Penyebab Retardasi Mental” (http://www.psycholovegy.com/2012/08/definisi-dan-penyebab-retardasi-mental.html, diakses 5 Juni 2013)
9
![Page 16: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/16.jpg)
2. Kelainan kromosom
- Kesalahan pada jumlah kromosom (Sindroma Down)
- Defek pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindroma Angelman, sindroma
Prader-Willi)
- Translokasi kromosom dan sindroma cri du chat
3. Kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan
- Galaktosemia
- Penyakit Tay-Sachs
- Fenilketonuria
- Leukodistrofi metakromatik
4. Metabolik
- Sindroma Reye
- Dehidrasi hipernatremik
- Hipotiroid kongenital
- Hipoglikemia (diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik)12
12 Yulia Putri, “Penyebab Retardasi Mental” (http://yulia-putri.blogspot.com/2010/03/penyebab-retardasi-mental.html, diakses 5 Juni 2013)
10
![Page 17: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/17.jpg)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan
data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan,
memo, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini
adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan
tuntas.13
Menurut Keirl dan Miller dalam Moleong yang dimaksud dengan penelitian kualitatif
adalah "tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung
pada pengamatan, manusia, kawasannya sendiri, dan berhubungan dengan orang-orang
tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya".
Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
Pertimbangan penulis menggunakan penelitian kualitatif ini sebagaimana yang
diungkapkan oleh Lexy Moleong14:
1. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apa bila berhadapan dengan kenyataan
ganda
2. Metode ini secara tidak langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden
3. Metode ini lebih peka dan menyesuaikan diri dengan manajemen pengaruh bersama
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Whitney dalam
13 Lexy J Moleong, “Metode Penelitian Kualitatif” (Bandung:Remaja Rosda Karya,2004), Hlm: 13114 Ibid, 138
11
![Page 18: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/18.jpg)
Moh. Nazir bahwa metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.
Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang
berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan-
hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang
sedang berlansung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.15
3.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian karya ilmiah ini dilaksanakan mulai pada bulan April sampai bulan
Juni. Dikarenakan sulit untuk mencari narasumber dan keterbatasan peneliti mencari buku
yang sesuai dengan judul karya ilmiah ini. Maka narasumber melakukan pendekatan kualitatif
dengan studi literatur. Stusi literatur merupakan penelusuran literatur yang bersumber dari
buku, media, pakar ataupun dari hasil penelitian orang lain yang bertujuan untuk menyusun
dasar teori yang kita gunakan dalam melakukan penelitian. Salah satu sumber acuan di mana
peneliti dapat menggunakannya sebagai penunjuk informasi dalam menelusuri bahan bacaan
adalah dengan menggunakan buku referensi.16
3.3 Kehadiran peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai
instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. sedangkan instrument
pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat bantu dan
berupa dokumen- dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil
penelitian, namun berfungsi sebagai instrument pendukung. Oleh karena itu, kehadiran
peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus
yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan
atau sumber data lainnya di sini mutlak diperlukan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Rachman, bahwa penelitian di samping menggunakan metode yang tepat,
juga perlu memilih teknik dan alat pengumpulan data yang relevan. Metode yang digunakan
untuk proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan proses trianggulasi,
yaitu:17
15 Moh. Nazir Ph.D, “Metode Penelitian” (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2003), Hlm:1616 Sayudjauhari, “Study Literature” (http://sayudjberbagi.wordpress.com/2010/04/29/study-literature/, diakses 2 Juli 2013) 17 Lexy J Moleong, Op.Cit., 135
12
![Page 19: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/19.jpg)
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewancara (interviuwer) yang mengajukan
pertanyaan dari yang diwawancarai yang memberikan atas itu. Wawancara
digunakan oleh peneliti untuk menggunakan menilai keadaan seseorang. Dalam
wawancara tersebut biasa dilakukan secara individu maupun dalam bentuk
kelompok, sehingga didapat data informatik yang orientik.
Metode interview adalah sebuah dialog atau Tanya jawab yang dilakukan dua
orang atau lebih yaitu pewawancara dan terwawancara (nara sumber) dilakukan
secara berhadap-hadapan (face to face)18.
Sedangkan interview yang penulis gunakan adalah jenis interview
pendekatan yang menggunakan petunjuk umum, yaitu mengharuskan pewawancara
membuat kerangka dan garis-garis besar atau pokok-pokok yang ditanyakan dalam
proses wawancara, penyusunan pokok-pokok ini dilakukan sebelum wawancara.
Dalam hal ini pewawancara harus dapat menciptakan suasana yang santai tetapi
serius yang artinya bahwa interview dilakukan dengan sungguh- sungguh, tidak
main-main tetapi tidak kaku.19
2. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti barang tertulis, metode
dokumentasi berarti cara pengumpulan data dengan mencatat data-data yang sudah
ada.20 Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa cacatan buku, surat, transkip, majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger,
agenda dan sebagainya.
Teknik atau studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui
peninggalan arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil-
dalil atau hukum-hukum dan lain-lain berhubungan dengan masalah penelitian. Dalam
penelitian kualitatif teknik pengumpulan data yang utama karena pembuktian
hipotesisnya yang diajukan secara logis dan rasional melalui pendapat, teori, atau
hukum-hukum, baik mendukung maupun menolak hipotesis tersebut.
18 Rony Hanitijo, “Metode Penelitian Hukum dan Jurimeter” (Jakarta: Ghalis, 1994), Hlm: 57 19 Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakter” (Jakarta: Rineka Cipta,2002), Hlm:13320 Yatim Riyanto. “Metodologi Penelitian Pendidikan Tinjauan Dasar”.(Surabaya: SIC, 1996), hlm 83
13
![Page 20: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/20.jpg)
3.5 Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk
memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak
dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan komplek. Padanya
terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).21
Analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola,
kategori dan satuan uraian dasar.22 Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati.23
Dalam proses analisis data terhadap komponen-komponen utama yang harus benar-
benar dipahami. Komponen tersebut adalah reduksi data, kajian data dan penarikan kesimpulan
atau verifikasi. Untuk menganalisis berbagai data yang sudah ada digunakan metode
deskriptif analitik. Metode ini digunakan untuk menggambarkan data yang sudah diperoleh
melalui proses analitik yang mendalam dan selanjutnya diakomodasikan dalam bentuk bahasa
secara runtut atau dalam bentuk naratif. Analisis data dilakukan secara induktif, yaitu dimulai
dari lapangan atau fakta empiris dengan cara terjun ke lapangan, mempelajari fenomena
yang ada di lapangan. Analisis data dalam penelitian kualitaif dilakukan secara bersamaan
dengan cara proses pengumpulan data Menurut Miles dan Humberman tahapan analisis data
sebagai berikut:24
1. Pengumpulan data
Penelitian mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai
dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan.
2. Reduksi data
Reduksi data yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus
penelitian. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data-data
yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil
pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencarinya sewaktu-waktu
diperlukan.
21 Burhan Bungin, “Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 5322 Lexy J. Moleong, Op.Cit., 10323 Ibid., 324 Milez, M. B. Dan Huberman, A. M. 1992. “Analisis Data Kualitatif”. Penerjemah Tjetjep Rohendi. Jakarta: UI-Press
14
![Page 21: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/21.jpg)
3. Penyajian data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun yang
memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk matrik, network, cart, atau
garfis, sehingga data dapat dikuasai.
4. Pengambilan keputusan atau verifikasi
Setelah data disajikan, maka dilakukan penarikan kesimpulan atau
verifikasi. Untuk itu diusahakan mencari pola, model, tema, hubungan,
persamaan, hal-hal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya. Jadi dari data
tersebut berusaha diambil kesimpulan. Verifikasi dapat dilakukan dengan
keputusan, didasarkan pada reduksi data, dan penyajian data yang merupakan
jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian.
Keempat komponen tersebut saling interaktif yaitu saling
mempengaruhi dan terkait. Pertama-tama dilakukan penelitian di lapangan
dengan mengadakan wawancara atau observasi yang disebut tahap pengumpulan
data. Karena data-data, pengumpulan penyajian data, Reduksi data, kesimpulan-
kesimpulan atau penafsiran data yang dikumpulkan banyak maka diadakan
reduksi data. Setelah direduksi maka kemudian diadakan sajian data, selain itu
pengumpulan data juga digunakan untuk penyajian data. Apabila ketiga hal
tersebut selesai dilakukan, maka diambil suatu keputusan atau verifikasi.
Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode
pengumpulan data di atas, maka peneliti akan mengolah dan menganalisis data
tersebut dengan menggunakan analisis secara deskriptif-kualitatif, tanpa
menggunakan teknik kuantitatif.
Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu tehnik yang menggambarkan
dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan
memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti
pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh
tentang keadaan sebenarnya. Menurut M. Nazir bahwa tujuan deskriptif ini
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki.25
25 Moh. Nazir Ph.D. Op.Cit., 1615
![Page 22: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/22.jpg)
3.6 Tahap-Tahap Penelitian
1. Tahap Pra Lapangan
Menyusun karya ilmiah penelitian dengan mencari dari berbagai sumber mengenai
hal-hal yang menyangkut dari tujuan atau isi karya ilmiah ini, mulai dari skripsi, tesis
dan sumber dari internet.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Dalam pengumpulan data, penulis mengumpulkan data dengan mewawancarai
psikolog
3. Menelaah teori-teori yang relevan
4. Mengidentifikasi data
Data yang sudah terkumpul melalui diidentifikasi untuk memudahkan peneliti dalam
menganalisa sesuai tujuan yang diinginkan.
5. Tahap Akhir Penelitian
a. Menyajikan data dalam bentuk dikripsi.
b. Menganalisis data sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
16
![Page 23: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/23.jpg)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengaruh Retardasi Mental terhadap Gangguan Belajar
Retardasi mental merupakan suatu keadaan dimana perkembangan jiwa
seseorang terhenti atau tidak lengkap, yang biasanya ditandai dengan terjadinya
kendala dalam melakukan keterampilan selama masa perkembangan. Maka dari itu,
tentu saja retardasi mental sangat mempengaruhi proses belajar seseorang atau orang
tersebut mengalami gangguan belajar. Menurut dapat kita ketahui bahwa retardasi
mental berpengaruh terhadap gangguan belajar.
Berikut adalah kutipan wawancaranya:
“Terdapat beberapa gangguan atau defisit yang dialami anak penyandang tunagrahita :a. Atensi
Kesulitan belajar pada anak tunagrahita, lebih disebabkan karena masalah dalam dalam memusatkan perhatian. Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang salah, serta sulit mengalokasikan perhatian mereka dengan tepat.
b. Daya ingatMereka mengalami kesulitan dalam mengingat informasi.
c. Perkembangan bahasaAnak tunagrahita mengalami keterlambatan dalam
perkembangan bahasa dibanding dengan anak-anak umumnya, mereka lambat mengalami kemajuan dan berakhir dengan tingkat perkembangan yang lebih rendah.
d. Self regulationPenyandang tunagrahita mengalami kesulitan dalam
menentukan strategi self regulation-nya (kemampuan seseorang untuk mengatur tingkahlakunya sendiri ), seperti misalnya, mengulang suatu materi, kesulitan melakukan strategi apa yang dibutuhkan untuk melakukan suatu tugas, keterbatasan dalam kemampuan merencanakan, bagaimana menggunakan suatu strategi tertentu, serta bagaimana mengevaluasi seberapa baik strategi tersebut bekerja.
e. Perkembangan sosialAnak tunagrahita cenderung sulit mendapatkan teman
dan mempertahankan pertemanan tersebut. Pada umumnya, anak tunagrahita tidak tahu bagaimana memulai interaksi dengan orang lain, sejak mereka di usia dini. Seringkali
17
![Page 24: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/24.jpg)
mereka menampilkan perilaku yang membuat teman-teman mereka menjauh, misalnya karena kurang fokus, dan cenderung mengganggu temannya. Konsep diri mereka biasanya buruk dan kemungkinan besar mereka kurang mendapat kesempatan untuk bersosialisasi dengan orang lain.
f. MotivasiKarena anak tunagrahita selalu mendapat kegagalan
untuk menyelesaikan tugas tugas anak seusianya, hal ini menyebabkan mereka kurang termotivasi dan cenderung mudah putus asa ketika dihadapkan pada tugas yang menantang.
g. Prestasi akademisSecara akademis anak tunagrahita akan terhambat
dalam hampir semua prestasi akademis, dibanding dengan anak-anak yang seusia-nya.”26
2. Gangguan belajar yang terjadi akibat retardasi mental
Orang dewasa dengan gangguan belajar ringan mungkin sulit menghadapi
stress dan seringkali memerlukan bantuan untuk are fungsi sosial yang lebih rumit,
seperti mengasuh anak dan mengatur keuangan. Namun demikian, sebagian besar
mampu untuk hidup mandiri dalam masyarakat dan melakukan pekerjaan tertentu.
Orang dengan gangguan belajar sedang biasanya memiliki bahasa yang terbatas
namun berguna. Gangguan belajar berat dan sangat berat dikaitkan dengan
kemampuan verbal dan mengurus diri yang sangat terbatas serta masalah/keterbatasan
fisik terkait (epilepsi pada 33%, inkontinensia pada 10%, ketidakmampuan untuk
berjalan pada 15%) sangat sering dijumpai. Komunikasi dapat difasilitasi dengan
teknik nonverbal seperti menunjuk atau isyarat.
Berikut adalah kutipan wawancaranya:
Karakteristik anak terbelakang mental ringan (mild) adalah mereka termasuk yang mampu didik, bila dilihat dari segi pendidikan. Bila dilakukan observasi mendalam mereka kurang dalam hal kekuatan, kecepatan dan koordinasi gerak motorik/fisik, serta sering memiliki masalah kesehatan.
Karakteristik anak tunagrahita sedang adalah mereka yang digolongkan sebagai anak yang mampu latih, dimana mereka dapat dilatih untuk beberapa ketrampilan tertentu. Meskipun seringkali berespon lama terhadap pendidikan dan pelatihan, jika diberikan kesempatan pendidikan yang sesuai mereka dapat dididik untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan-kemampuan tertentu.
Karakteristik tunagrahita berat adalah mereka yang memperlihatkan banyak masalah dan kesulitan, meskipun
26 LE18
![Page 25: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/25.jpg)
disekolahkan di sekolah khusus. Tidak mampu mengurus diri sendiri, tanpa bantuan orang lain meski pada tugas sederhana, sedikit sekali yang mampu berinteraksi sosial, dan mereka hanya bisa berkomunikasi secara vokal setelah mendapat pelatihan intensif.
Pada karakteristik tunagrahita sangat berat, meskipun mereka dapat berjalan dan makan sendiri, namun kemampuan berbicara dan berbahasa mereka sangat rendah, dengan karakteristik, antara lain;
- Interaksi sosial sangat terbatas- Kepala yang besar dan sering bergoyang-goyang.- Penyesuaian diri sangat kurang, tanpa bantuan orang lain mereka
tidak dapat mandiri- Membutuhkan pelayanan medis yang intensif27
3. Kelainan pada tubuh yang paling sering menyebabkan retardasi mental
Infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis juga dapat menyebabkan
retardasi mental. Phenyltokeltonuria (PKU) merupakan gangguan genetis yang terjadi
pada 1 diantara 10.000 kelahiran (Plomin, dkk, 1994, dalam Nevid, 2002). Serta Down
syndrome dan Fragile X syndrome.
Berikut adalah wawancaranya:
Sebab-sebab yang bersumber dari luar, antara lain:
Keracunan atau efek zat tertentu/substansi waktu ibu hamil, seperti penyakit sifilis, keracunan, kokain, tembakau, alkohol (fetal alcohol syndrome/AFS). Kerusakan pada otak waktu kelahiran (prematur atau alat bantu saat kelahiran). Infeksi pada ibu hamil, seperti; rubella (campak jerman), virus tokso, herpes simplex, yang ditularkan ibu pada bayi. Gangguan pada otak, misalnya, infeksi otak, tumor, hydhrocephalus atau microcephalus
Sebab-sebab yang bersumber dari dalam , antara lain:
Disebabkan oleh faktor keturunan, dapat disebabkan oleh factor biologis/organism atau syndrome-syndrome yang sifatnya genetis. Contoh : chromosome abnormality, Prader Willy Syndrome, William Syndrome, Fragile-X pada wanita.28
4. Anak penyandang retardasi mental dapat tumbuh berkembang menjadi tidak retardasi
mental
Untuk anak-anak dengan retardasi mental, sudah seharusnya mendapatkan
kelas khusus dimana guru mengajarkan keterampilan pokok misalnya konsep uang,
konsep waktu, keterampilan hidup mandiri, perawatan diri dan kebersihan, akses
27 LE28 LE
19
![Page 26: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/26.jpg)
masyarakat, kegiatan rekreasi, dan pelatihan kejuruan dan melatih anak agar anak
dapat menerapkannya didalam kehidupannya. Sehingga walaupun anak tersebut
mengalami kekurangan dari segi kognitif, dia tetap dapat bertahan dalam
lingkungannya. Sehingga ia mampu berkembang menjadi anak dengan tidak
mengalami retardasi mental.
Berikut adalah wawancaranya:
Anak yang mengalami keterbelakangan mental dapat menunjukkan beberapa kemajuan melalui dukungan/bimbingan yang tepat. Semakin rendah tingkat kecerdasan anak tunagrahita, semakin besar bimbingan dan pendampingan diperlukan.29
5. Anak yang mengalami retardasi mental itu harus belajar di sekolah biasa bukan SLB
agar menjadi anak yang tidak mengalami retardasi mental
Penanganan pada penyandang retardasi mental biasanya dengan tinggal
dirumah bersama keluarganya. Namun, tetap harus disediakan dukungan pusat
pelayanan perawatan primer, layanan pendidikan, dan layanan sosial. Pada anak
penyandang retardasi mental ringan biasanya tetap diberikan dukungan pendidikan
disekolah biasa meskipun anak tersebut harus lebih bekerja keras agar dapat mengejar
anak yang tidak mengalami retardasi mental.
Berikut adalah wawancaranya:
Anak yang mengalami keterbelakangan mental dapat menunjukkan beberapa kemajuan melalui dukungan/bimbingan yang tepat. Semakin rendah tingkat kecerdasan anak tunagrahita, semakin besar bimbingan dan pendampingan diperlukan.
Anak penyandang tunagrahita dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler yang menyediakan program inklusi, dengan catatan melalui assessment terlebih dahulu yang dilakukan oleh seorang professional dibidang psikologi pendidikan.30
6. Pencegahan retardasi mental pada anak
Upaya pencegahan retardasi mental dapat dilakukan dengan memberikan
nutrisi yang baik pada anak. Mengetahui dengan mengkonsultasikan dengan dokter
mengenai efek atau dampak yang terjadi pada anak ketika orangtua mengalami
penyakit yang dapat mengakibatkan dampak yang buruk pada anak yang dilahirkan.
Banyak sumber menyatakan bahwa retardasi mental dapat dideteksi sebelum terjadi
29 LE30 LE
20
![Page 27: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/27.jpg)
kelahiran, melalui konsultsi mengenai genetik dan diagnosis antennal. Secara khusus
retardasi mental dapat diketahui melalui amniosentesis atau sampel vili korion, dengan
pilihan terminasi kehamilan. Peningkatan perawatan pada saat perinatal juga
mengurangi resiko cidera otak. Serta dapat dilakukan penatalaksanaan dari masalah
hormonal atau metabolic sebelum terjadi retardasi mental.
Berikut adalah wawancaranya:
Terdapat beberapa faktor penyebab retardasi mental, yaitu faktor biologis/organis dan faktor genetik. Upaya pencegahan yang terkait dengan faktor organis/biologis antara lain dengan pola makan dan cara hidup yang sehat serta terpenuhi kebutuhan nutrisi pada ibu hamil, memantau atau memeriksa kesehatan ibu hamil maupun tumbuh kembang bayi/balita secara rutin. Sampai saat ini pencegahan yang disebabkan faktor genetik masih dalam penelitian sebab terkait rekayasa genetik, karena sifatnya menurun atau bawaan. Penting saat calon pasangan hendak menikah diperlukan konsultasi pre-wedding terkait dengan kesehatan reproduksi. Sehingga apapun yang terjadi saat merencanakan memiliki anak, mereka siap menjadi orang tua yang baik.31
7. Penanganan retardasi mental pada anak
Penanganan pada penyandang retardasi mental biasanya dengan tinggal
dirumah bersama keluarganya. Namun, tetap harus disediakan dukungan pusat
pelayanan perawatan primer, layanan pendidikan, dan layanan sosial. Pada anak
penyandang retardasi mental ringan biasanya tetap diberikan dukungan pendidikan
disekolah biasa meskipun anak tersebut harus lebih bekerja keras agar dapat mengejar
anak yang tidak mengalami retardasi mental.
Berikut adalah wawancaranya:
- Untuk penanganan pada penyandang retardasi mental anak dengan cacat mental ringan (mild) masih bisa dididik di sekolah umum.
- Untuk penanganan retardasi mental sedang seringkali anak memiliki respon lama terhadap pendidikan dan pelatihan, jika diberikan kesempatan pendidikan yang sesuai mereka dapat dididik untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan-kemampuan tertentu.
- Untuk penanganan retardasi mental berat diharuskan sekolah di sekolah khusus/SLB.
- Untuk penanganan retardasi mental sangat berat juga diharuskan sekolah di sekolah khusus/SLB. Namun penanganan pada anak retardasi mental sangat berat harus diberikan perawatan atau penanganan lebih dibanding anak penyandang retardasi mental berat.32
31 LE32 LE
21
![Page 28: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/28.jpg)
8. Upaya mengatasi gangguan belajar pada anak retardasi mental
Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali akan menunjukkan
gangguan perilaku. Hal ini bisa berdampak pada hubungan pasien dengan orang-orang
di sekitarnya (keluarga, guru dan teman-teman sebaya). Untuk itu anak perlu
didampingi untuk menghadapi situasi ini.
Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat dengan anak. Dengan
demikian, peran orang tua sangat penting untuk mengenali permasalahan apa yang
dialami anak. Selain itu, penting juga untuk menemukan kekuatan atau kemampuan
yang dimiliki anak. Hal ini akan membantu orang tua mendukung anak
mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan
kepercayaan diri anak.
Berikut adalah wawancaranya:
Upaya mengatasi gangguan belajar dapat dilakukan dengan tetap memberikan pendidikan pada anak. Serta memberikan pengawasan dan perawatan dari orang tua dalam keluarga. Pengembangan pendidikan khusus untuk anak tunagrahita, lebih ditujukan agar tercapai penyesuaian diri setelah mereka selesai mendapat pendidikan dasar.33
Jadi retardasi mental merupakan suatu keadaan dimana perkembangan jiwa
seseorang terhenti. Gangguan belajar terjadi pada retardasi mental tergantung pada
tingkatannya. Dan beberapa kelainan pada tubuh dapat menyebabkan retardasi mental.
Dengan perawatan dan pendidikan khusus untuk anak penyandang retardasi mental, maka
anak tersebut dapat tumbuh berkembang menjadi tidak retardasi mental seiring dengan
proses belajarnya. Sehingga peran orangtua sangat penting dalam mendidik anaknya.
33 LE22
![Page 29: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/29.jpg)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa retardasi mental merupakan salah satu penyebab dari
gangguan belajar pada anak, meskipun retardasi mental bukan merupakan satu-satunya
penyebab retardasi mental. Gangguan belajar pada anak penyandang retardasi mental
biasanya berupa masalah dalam memusatkan perhatian, kesulitan dalam mengingat informasi,
mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa, mengalami kesulitan dalam
menentukan strategi self regulation-nya (kemampuan seseorang untuk mengatur tingkah
lakunya sendiri), tidak tahu bagaimana memulai interaksi dengan orang lain, kurang
termotivasi dan cenderung mudah putus asa, dan terhambat dalam hampir semua prestasi
akademis.
Retardasi mental memiliki faktor-faktor penyebabnya, yaitu
a. Sebab-sebab yang bersumber dari luar, antara lain:
- Maternal malnutrition. Yaitu kekurangan nutrisi pada ibu hamil, tidak
menjaga pola makan yang sehat.
- Keracunan atau efek zat tertentu/substansi waktu ibu hamil, seperti penyakit
sifilis, keracunan, kokain, tembakau, alkohol (fetal alcohol syndrome/AFS).
- Radiasi sinar X-rays atau radiasi nuklir.
- Kerusakan pada otak waktu kelahiran (prematur atau alat bantu saat
kelahiran).
- Infeksi pada ibu hamil, seperti; rubella (campak jerman), virus tokso, herpes
simplex, yang ditularkan ibu pada bayi.
- Gangguan pada otak, misalnya, infeksi otak, tumor, hydhrocephalus atau
microcephalus.
- Pada kasus-kasus abusif (penyiksaan, penolakan atau kurang stimulasi yang
ekstrim).
b. Sebab-sebab yang bersumber dari dalam , antara lain:
Disebabkan oleh faktor keturunan, dapat disebabkan oleh faktor
biologis/organism atau syndrome-syndrome yang sifatnya genetis. Contoh :
23
![Page 30: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/30.jpg)
chromosome abnormality, Prader Willy Syndrome, William Syndrome, Fragile-
X pada wanita.
Dalam upaya pencegahan retardasi mental dapat dilakukan dengan memberikan nutrisi
yang baik pada anak. Mengetahui dengan mengkonsultasikan dengan dokter mengenai efek
atau dampak yang terjadi pada anak ketika orangtua mengalami penyakit yang dapat
mengakibatkan dampak yang buruk pada anak yang dilahirkan. Banyak sumber menyatakan
bahwa retardasi mental dapat dideteksi sebelum terjadi kelahiran, melalui konsultasi
mengenai genetik dan diagnosis antennal. Secara khusus retardasi mental dapat diketahui
melalui amniosentesis atau sampel vili korion, dengan pilihan terminasi kehamilan.
Peningkatan perawatan pada saat perinatal juga mengurangi resiko cidera otak. Serta dapat
dilakukan penatalaksanaan dari masalah hormonal atau metabolik sebelum terjadi retardasi
mental.
5.2 Saran
1. Seharusnya para calon orang tua yang akan menikah melakukan konsultasi dan
pemeriksaan kepada dokter ahli, khususnya dibidang genetik untuk mendeteksi
kemungkinan retardasi mental pada anak jika terjadi kelahiran. Dengan begitu
penderita retardasi mental dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan dalam
kehidupan manusia.
2. Kalaupun sudah terjadi. Sebaiknya bagi para orangtua yang memiliki anak
penyandang retardasi mental melakukan usaha-usaha agar anak mereka diberikan
perawatan dan pendidikan yang sesuai dengan tingkat retardasi pada anak di
keluarga mereka.
24
![Page 31: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/31.jpg)
Daftar Pustaka
Buku:
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakter (Jakarta: Rineka
Cipta)
Bungi, Burhan. 2003. Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan
Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada)
Hanitijo, Rony. 1994. Metode Penelitian Hukum dan Jurimeter (Jakarta: Ghalis)
Katona, Cornelius., Cooper, Claudia., & Robertson, Mary. 2012. At a Glance Psikiatri
(Jakarta: Erlangga)
Miles, Matthew B. & Huberman, A. M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Penerjemah Tjetjep
Rohandi (Jakarta: UI-Press)
Moh. Nazir Ph.D. 2003. Metode Penelitian (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia)
Moleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif (Bandung:Remaja Rosda Karya)
Riyanto, Yatim. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan Tinjauan Dasar. (Surabaya: SIC)
Tesis:
Damayanti, Diana. 1984. Cara pengasuhan anak penyandang retardasi mental : Tiga kasus
keluarga Jawa di Jakarta. [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Hidayat, Andy. 2002. Indeks Sefalometri dan Tangan Anak Laki-laki dengan Berbagai
Tingkat Retardasi Mental. [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Internet:
Ardiansyah, Atrof . 2012. Definisi dan Penyebab Retardasi Mental
(http://www.psycholovegy.com/2012/08/definisi-dan-penyebab-retardasi-mental.html,
diakses 5 Juni 2013)
Gadiesz, 2010. Retardasi Mental (http://aquw-bian.blogspot.com/2010/02/retardasi-
mental.html, diakses 10 Juni 2013)
Kania Inda, “Mengenal Gangguan Belajar” (http://dukunganmoralanakindigo.blogspot.com/2010/05/mengenal gangguan-belajar.html, diakses 16 Juni 2013)
25
![Page 32: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/32.jpg)
Noorika, Andda. 2013. Studi Kasus Retardasi Mental pada Anak.
(http://pustakasari379.blogspot.com/2013/03/studi-kasus-retardasi-mental-pada-
anak.html, diakses 3 Mei 2013)
Sayudjauhari, “Study Literature” (http://sayudjberbagi.wordpress.com/2010/04/29/studyliterature/, diakses 2 Juli 2013)
Viomanna, Yohanti. Bagaimana cara pengajaran yang efektif terhadap anak dengan retardasi mental? (http://10109yvs.blogspot.com/2011/04/bagaimana-cara-pengajaran-yang-efektiv.html, diakses 18 Mei 2013)
26
![Page 33: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/33.jpg)
Lampiran-lampiran
27
![Page 34: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/34.jpg)
Lampiran
1) Adakah pengaruh retardasi mental terhadap gangguan belajar?
Istilah-istilah yang sering digunakan untuk mereka yang mengalami
keterbelakangan mental atau mental retardasi antara lain; feeble mindedness
(lemah pikiran), imbecile, dan cacat mental. Tuna Grahita, kata lain yang digunakan
untuk retardasi mental (mental retardation) yang berarti terbelakang mental .
Definisi yang dikemukakan oleh AAMR (American Asscosiation Mental
Retardation) :
“Keterbelakangan mental menunjukan adanya keterbatasan yang signifikan
dalam berfungsi, baik secara intlektual maupun perilaku adaptif yang terwujud
melalui kemampuan adaptif konseptual, sosial dan praktikal. Keadaan ini
muncul sebelum usia 18 tahun“. (Hallaha & Kauffman, 2006).
Untuk menentukan/mendiagnosa seseorang penyandang tunagrahita, dapat
diketahui melalui tes intelegensi, yang merujuk pada kemampuan kinerja akademis.
Sedangkan untuk mengetahui kemampuan perilaku adapatif merujuk pada
kemampuan konseptual, sosial dan praktikal yang dipelajari seseorang untuk dapat
berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (life skill).
Dengan batasan diatas, maka untuk menentukan seseorang apakah
seseorang itu penyandang terbelakang mental/tunagrahita atau tidak, maka
diperlukan assesment oleh seorang profesional dibidangnya, yang meliputi kedua
fungsi yaitu fungsi intelektual dan keterampilan adaptif.
Gangguan atau defisit yang dialami anak penyandang tunagrahita :
a) Atensi
Kesulitan belajar pada anak tunagrahita, lebih disebabkan karena masalah
dalam dalam memusatkan perhatian. Anak tunagrahita sering memusatkan
28
![Page 35: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/35.jpg)
perhatian pada benda yang salah, serta sulit mengalokasikan perhatian
mereka dengan tepat.
b) Daya ingat
Mereka mengalami kesulitan dalam mengingat informasi.
c) Perkembangan bahasa
Anak tunagrahita mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa
dibanding dengan anak-anak umumnya, mereka lambat mengalami kemajuan
dan berakhir dengan tingkat perkembangan yang lebih rendah.
d) Self regulation
Penyandang tunagrahita mengalami kesulitan dalam menentukan strategi self
regulation-nya (kemampuan seseorang untuk mengatur tingkahlakunya
sendiri ), seperti misalnya, mengulang suatu materi, kesulitan melakukan
strategi apa yang dibutuhkan untuk melakukan suatu tugas, keterbatasan
dalam kemampuan merencanakan, bagaimana menggunakan suatu strategi
tertentu, serta bagaimana mengevaluasi seberapa baik strategi tersebut
bekerja.
e) Perkembangan sosial
Anak tunagrahita cenderung sulit mendapatkan teman dan mempertahankan
pertemanan tersebut. Pada umumnya, anak tunagrahita tidak tahu bagaimana
memulai interaksi dengan oranglain, sejak mereka di usia dini. Seringkali
mereka menampilkan perilaku yang membuat teman-teman mereka menjauh,
misalnya karena kurang fokus, dan cenderung mengganggu temannya.
Konsep diri mereka biasanya buruk dan kemungkinan besar mereka kurang
mendapat kesempatan untuk bersosialisasi dengan orang lain.
f) Motivasi
Karena anak tunagrahita selalu mendapat kegagalan untuk menyelesaikan
tugas tugas anak seusianya, hal ini menyebabkan mereka kurang termotivasi
dan cenderung mudah putus asa ketika dihadapkan pada tugas yang
menantang.
g) Prestasi akademis
Secara akademis anak tunagrahita akan terhambat dalam hampir semua
prestasi akademis, dibanding dengan anak-anak yang seusia-nya.
2) Apa saja gangguan belajar yang terjadi setiap tingkat retardasi mental?
29
![Page 36: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/36.jpg)
a. Karakteristik Tunagrahita Ringan (Mild)
Karakteristik anak terbelakang mental ringan (mild) adalah mereka
termasuk yang mampu didik, bila dilihat dari segi pendidikan. Mereka pun tidak
memperlihatkan kelainan fisik yang mencolok, meskipun perkembangan fisiknya
sedikit agak lambat dari pada anak yang termasuk rata-rata. Tinggi dan berat
badan mereka tidak berbeda dengan anak-anak lain umumnya. Namun bila
dilakukan observasi mendalam mereka kurang dalam hal kekuatan, kecepatan
dan koordinasi gerak motorik/fisik, serta sering memiliki masalah kesehatan.
Anak dengan cacat mental ringan (mild) ini masih bisa dididik di sekolah
umum, meskipun sedikit lebih rendah dalam kemampuan akademis dibanding
dengan anak-anak normal pada umumnya. Rentang perhatian mereka juga
pendek sehingga sulit berkonsentrasi dalam jangka waktu lama. Mereka sering
mengalami frustrasi ketika diminta untuk menjalankan aktifitas sosial atau
menyelesaikan tugas-tugas sekolah/akademis sesuai usia mereka, tingkah laku
mereka bisa menjadi tidak baik, acting out di kelas atau menolak untuk
melakukan tugas kelas, mereka kadang-kadang memperlihatkan rasa malu atau
pendiam. Berikut pandangan dan kenyataan mengenai anak dengan tunagrahita
‘ringan’ dan ‘sedang’.
Tabel 1
Mitos dan Fakta Tentang Perkembangan Anak Penyandang Retardasi Mental
MITOS FAKTA
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan
intelektual seumur hidup
Fungsi intelektual tidak statis. Khususnya bagi
anak dengan perkembangan kemampuan yang
ringan dan sedang, perintah atau tugas yang
terus menerus dapat membuat perubahan yang
besaru untuk dikemudian hari.
Anak tunagrahita hanya dapat
mempelajari hal-hal tertentu saja
Belajar dan berkembang dapat terjadi seumur
hidup bagi semua orang. Jadi siapapun dapat
mempelajari sesuat, begitu juga dengan anak
tunagrahita
Sebagian besar anak dengan
keterbelakangan perkembangan sudah
Dari kebanyakan kasus banyak anak
tunagrahita terdeteksi setelah masuk sekolah
30
![Page 37: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/37.jpg)
teridentifikasi pada saat bayi
Tidak mungkin menggabukan anak
tunagrahita dalam lingkungan belajar
dengan anak reguler
Siswa/I dengan masalah intlektual selalu
belajar lebih keras dan belajar lebih baik jika
mereka berintegrasi dengan siswa reguler.
Hasil tes tunagrahita biasanya
mempunyai kemampuan paling tidak
pada garis batas antara IQ rata-rata dan
IQ dibawah rata-rata (borderline) dan
tentu kemampuan adaptifnya juga
dibawah normal
Tes IQ mungkin bisa dijadikan indikator dari
kemampuan mental seseorang. Kemampuan
adaptif seseorang tidak selamanya tercermin
pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman
motovasi dan lingkungan sosial sangat besar
pengaruhnya pada perkembangan kemampuan
adaptif seseorang.
Seseorang anak yang telah terdiagnosa
tunagrahita tingkat tertentu, tidak akan
berubah selama hidupnya
Tingkat fungsi mental mungkin saja dapat
berubah terutama pada anak-anak tunagrahita
yang tergolong ringan.
b. Karakteristik anak Tunagrahita Sedang (Moderate)
Karakteristik anak tunagrahita sedang adalah mereka yang digolongkan
sebagai anak yang mampu latih, dimana mereka dapat dilatih untuk beberapa
ketrampilan tertentu. Meskipun seringkali berespon lama terhadap pendidikan
dan pelatihan, jika diberikan kesempatan pendidikan yang sesuai mereka dapat
dididik untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan-
kemampuan tertentu. Mereka dapat dilatih untuk mengurus dirinya sendiri serta
dilatih beberapa kemampuan membaca dan menulis sederhana. Bila
dipekerjakan, mereka membutuhkan lingkungan yang terlindungi dan juga
dengan pengawasan. Mereka memiliki kekurangan dalam kemampuan
mengingat, menggeneralisasikan, kemampuan bahasa yang terbatas, kemampuan
konseptual, perseptual dan kreatifitas, sehingga mereka perlu diberikan tugas
yang sederhana/simple, singkat, relevan, berurutan dan dirancang untuk
keberhasilan mereka. Biasanya, mereka menampakan kelainan fisik yang
merupakan gejala bawaan, namun kelainan fisik tersebut tidak seberat anak
penyandang pada kategori severe dan profound. Sering kali mereka memiliki
koordinasi fisik yang buruk dan akan mengalami masalah pada banyak situasi
sosial. Mereka pun menampakkan adanya gangguan pada fungsi bicara.
31
![Page 38: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/38.jpg)
c. Karakteristik Tunagrahita Berat (Severe)
Karakteristik tunagrahita sedang adalah mereka yang memperlihatkan
banyak masalah dan kesulitan, meskipun disekolahkan di sekolah khusus. Anak
dengan cacat mental ‘severe’ :
- Membutuhkan perlindungan hidup dan pengawasan yang teliti.
- Membutuhkan pelayanan dan pemeliharaan yang terus menerus.
- Tidak mampu mengurus diri sendiri, tanpa bantuan orang lain meski
pada tugas sederhana.
- Sedikit sekali yang mampu berinteraksi sosial.
- Mereka hanya bisa berkomunikasi secara vokal setelah mendapat
pelatihan intensif.
- Tanda-tanda fisik, seringkali lidah menjulur keluar, bersamaan dengan
keluarnya air liur.
- Kepala sedikit lebih besar dari biasanya.
- Kondisi fisik lemah.
- Mereka hanya bisa dilatih ketrampilan khusus selama kondisi fisiknya
memungkinkan.
d. Karakteristik Tunagrahita Sangat Berat (Profound)
Memiliki problem yang serius baik yang menyangkut kondisi fisik,
inteleglensi serta program pendidikan yang tepat bagi mereka. Pada umumnya,
terjadi kerusakan pada otak serta kelainan fisik yang nyata, seperti
hydrocephalus, mongolism, dsb
Meskipun mereka dapat berjalan dan makan sendiri, namun kemampuan
berbicara dan berbahasa mereka sangat rendah, dengan karakteristik, antara lain;
- Interaksi sosial sangat terbatas
- Kepala yang besar dan sering bergoyang-goyang.
- Penyesuaian diri sangat kurang, tanpa bantuan orang lain mereka tidak
dapat mandiri
- Membutuhkan pelayanan medis yang intensif
3) Apa saja kelainan pada tubuh yang paling sering menyebabkan retardasi
mental?
32
![Page 39: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/39.jpg)
Sumber penyebab cacat mental/tunagrahita diklasifikasikan kedalam 2 kategori :
a) Sebab-sebab yang bersumber dari luar, antara lain:
- Maternal malnutrition. Yaitu kekurangan nutrisi pada ibu hamil, tidak
menjaga pola makan yang sehat.
- Keracunan atau efek zat tertentu/substansi waktu ibu hamil, seperti
penyakit sifilis, keracunan, kokain, tembakau, alkohol (fetal alcohol
syndrome/AFS).
- Radiasi sinar X-rays atau radiasi nuklir.
- Kerusakan pada otak waktu kelahiran (prematur atau alat bantu saat
kelahiran).
- Infeksi pada ibu hamil, seperti; rubella (campak jerman), virus tokso,
herpes simplex, yang ditularkan ibu pada bayi.
- Gangguan pada otak, misalnya, infeksi otak, tumor, hydhrocephalus
atau microcephalus.
- Pada kasus-kasus abusif (penyiksaan, penolakan atau kurang stimulasi
yang ekstrim).
b) Sebab-sebab yang bersumber dari dalam , antara lain:
Disebabkan oleh faktor keturunan, dapat disebabkan oleh factor biologis
/organism atau syndrome-syndrome yang sifatnya genetis. Contoh : chromosome
abnormality, Prader Willy Syndrome, William Syndrome, Fragile-X pada
wanita.
4) Jika ada seorang anak mengalami retardasi mental, bisakah dia tumbuh
berkembang menjadi tidak retardasi mental?
The American Psychology Association (APA), mengklasifikasikan
anak tunagrahita sesuai dengan tingkat keparahannya, yaitu :
33
![Page 40: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/40.jpg)
Tabel 2
Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasarkan Skor IQ
Klasifikasi anak Tunagrahita berdasarkan skor IQ
Klasifikasi Rentang IQ
Mild (ringan/mampu didik) 55 – 77
Moderate (sedang/mampu latih) 40 – 55
Severe ( cacat mental berat ) 25 – 40
Profound (cacat mental sangat berat) Dibawah 25
Berdasarkan klasifikasi tersebut, bahwa anak yang mengalami
keterbelakangan mental dapat menunjukkan beberapa kemajuan melalui
dukungan/bimbingan yang tepat. Semakin rendah tingkat kecerdasan anak
tunagrahita, semakin besar bimbingan dan pendampingan diperlukan.
5) Benar tidak anak yang mengalami retardasi mental itu harus belajar di
sekolah biasa bukan SLB agar menjadi anak yang tidak mengalami
retardasi mental?
Anak penyandang tunagrahita dapat mengikuti pendidikan di sekolah
reguler yang menyediakan program inklusi, dengan catatan melalui assessment
terlebih dahulu yang dilakukan oleh seorang professional dibidang psikologi
pendidikan.
6) Bagaimana cara pencegahan retardasi mental pada anak?
Terdapat beberapa faktor penyebab retardasi mental, yaitu faktor
biologis/organis dan faktor genetik. Upaya pencegahan yang terkait dengan
faktor organis/biologis antara lain dengan pola makan dan cara hidup yang sehat
serta terpenuhi kebutuhan nutrisi pada ibu hamil, memantau atau memeriksa
kesehatan ibu hamil maupun tumbuh kembang bayi/balita secara rutin. Sampai
saat ini pencegahan yang disebabkan faktor genetik masih dalam penelitian
sebab terkait rekayasa genetik, karena sifatnya menurun atau bawaan.
34
![Page 41: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/41.jpg)
Penting saat calon pasangan hendak menikah diperlukan konsultasi pre-
wedding terkait dengan kesehatan reproduksi. Sehingga apapun yang terjadi saat
merencanakan memiliki anak, mereka siap menjadi orang tua yang baik.
7) Bagaimana cara penanganan retardasi mental pada anak?
Untuk penanganan pada penyandang retardasi mental anak dengan cacat
mental ringan (mild) masih bisa dididik di sekolah umum, meskipun sedikit lebih
rendah dalam kemampuan akademis dibanding dengan anak-anak normal pada
umumnya.
Untuk penanganan retardasi mental sedang seringkali anak memiliki
respon lama terhadap pendidikan dan pelatihan, jika diberikan kesempatan
pendidikan yang sesuai mereka dapat dididik untuk melakukan pekerjaan yang
membutuhkan kemampuan-kemampuan tertentu. Mereka dapat dilatih untuk
mengurus dirinya sendiri serta dilatih beberapa kemampuan membaca dan
menulis sederhana.
Untuk penanganan retardasi mental berat diharuskan sekolah di sekolah
khusus/SLB. Namun masih tetap mengalami kesulitan dalam melakukan proses
belajar di sekolah khusus tersebut.
Untuk penanganan retardasi mental sangat berat juga diharuskan sekolah
di sekolah khusus/SLB. Namun penanganan pada anak retardasi mental sangat
berat harus diberikan perawatan atau penanganan lebih dibanding anak
penyandang retardasi mental berat.
8) Bagaimana upaya mengatasi gangguan belajar pada anak retardasi
mental?
Dengan tetap memberikan pendidikan pada anak. Serta memberikan
pengawasan dan perawatan dari orang tua dalam keluarga. Pengembangan
pendidikan khusus untuk anak tunagrahita, lebih ditujukan agar tercapai
penyesuaian diri setelah mereka selesai mendapat pendidikan dasar. Pada usia
18-19 tahun, mereka diharapkan :
1. Menampilkan harga diri
- Mengenal diri sendiri
- Tidak tergantung pada orang lain
35
![Page 42: Analisis_Kelainan_pada_Sistem_Tubuh_terhadap_Gangguan_Belajar_Retardasi_Mental_pada_Anak.doc](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051419/5695d3461a28ab9b029d5d26/html5/thumbnails/42.jpg)
2. Mampu melakukan hubungan sosial
- Dapat bergaul
- Dapat menerima norma masyarakat
3. Dari sisi ekonomi, mereka mampu bekerja untuk membantu dirinya dalam
kegiatan produktif
4. Mampu memperlihatkan tanggung jawab, misalnya dapat berpartisipasi
dengan masyarakat umum.
5. Mampu berdiri sendiri, dan mampu mempertahankan pekerjaan serta
mengatur penghasilannya.
36