analisis yuridis tolok ukur pencekalan saksi yang...

190
ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG DILAKUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM TAHAP PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh : Yulia Emri Tambusai 110120110002 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian Guna memperoleh gelar Magister Hukum Program Pendidikan Magister Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Pidana PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2013

Upload: lamdung

Post on 09-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI

YANG DILAKUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

DALAM TAHAP PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN

HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

INDONESIA

Oleh :

Yulia Emri Tambusai

110120110002

TESIS

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

Guna memperoleh gelar Magister Hukum

Program Pendidikan Magister Program Studi Ilmu Hukum

Konsentrasi Hukum Pidana

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2013

Page 2: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

ii

ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI

YANG DILAKUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

DALAM TAHAP PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN

HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

INDONESIA

Oleh :

Yulia Emri Tambusai

110120110002

TESIS

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

Guna memperoleh gelar Magister Hukum

Program Pendidikan Magister Program Studi Ilmu Hukum ini

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal

Seperti tertera di bawah ini

Bandung, Mei 2013

Prof. Dr. Hj. Mien Rukmini, S,H., M.S Rohaenah Padmadinata, S.H. M.H

Ketua Tim Pembimbing Anggota Tim Pembimbing

Page 3: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

mendapatkan gelar akademik sarjana dan magister, baik di Universitas

Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,

tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukkan

Tim Peguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis

atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas

dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama

pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari

terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah

diperoleh karna karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang

berlaku diperguruan tinggi ini.

Bandung, Mei 2013

Yulia Emri Tambusai

110120110002

Page 4: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

iv

ABSTRACT

Act No. 30 of 2002 concerning the criminal offence of corruption eradication

Commission, the KPK is given the authority to do in the process of blocking the

investigation. On one side of the KPK investigation stages of blocking is done in the

interest of the process of law enforcement corruption a criminal offence which is an

extra ordinary crime that requires law enforcement in extraordinary through the

establishment of specialized agencies that have broad authority, but a debate when

the other hand, it is considered contrary to the principle of the law of criminal

procedure that applies the principle of presumption of innocence. In addition, there

is a concern when there are no limits, rules and or benchmarks that can be made

into a reference on overseas prevention reasons that surely will open the opportunity

of discrimination that ultimately broke the basic equality before the law and the

legal certainty of a fair which is set in the Constitution, Act No. 8 of 1981 on the

KUHAP and Act No. 39 of 2009 on human rights. The aspects influenced the

problems in research of this thesis by raising some of the problems which are

blocking against the KPK authority conduct a witness in the inquiry process is

contrary to HUMAN RIGHTS and how can benchmarks KPK to conduct blocking

against a witness in the inquiry process.

To address all the problems that exist, research is done by using the juridical

normative approach which is a method of research conducted with drip at a series of

data libraries called secondary data through legal principles and legal norms

contained in the legislation.

Departing from the results of research of these problems then you can take the

conclusion that the authorities of the KPK to conduct blocking against a witness in

the proceedings is not incompatible with HUMAN RIGHTS as freedom of movement

is not a HAM that can not be reduced under any circumstances. There is no

legislation governing the benchmark subject anyone who should not have been

prevented in this stage. That is, all a person's status of witnesses then people can be

prevented from exiting the country. In connection with the above, the expected use of

authorities blocking KPK has to do with reason and rasionil based on the law for

reasons of national security, public order, health and morals of society and the

interests of the community. In addition, the required presence of the setting of

benchmarks or criteria of the KPK to conduct blocking against someone in the status

as a witness in the investigation so as not to conflict with the principle of

presumption of innocence or the presumption of innocence, the principle of equality

before the law and guarantee a fair legal certainty for citizens and the public at its

Indonesia for a person who is a witness to the crime of corruption in particular.

Page 5: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

v

ABSTRAK

Berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK diberikan kewenangan untuk

melakukan pencekalan dalam proses penyelidikan. Disatu sisi pencekalan KPK

dalam tahap penyelidikan ini dilakukan demi kepentingan proses penegakan hukum

tindak pidana korupsi yang merupakan extra ordinary crime yang membutuhkan

penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan badan khusus yang

mempunyai kewenangan luas, namun menjadi perdebatan ketika disisi yang lain hal

ini dinilai bertentangan dengan asas hukum acara pidana yang berlaku yakni asas

praduga tak bersalah atau presumption of innocence. Selain itu, adanya kekhawatiran

apabila tidak ada batasan, aturan dan atau tolok ukur yang dapat dijadikan rujukan

perihal alasan pencegahan ke luar negeri hal tersebut tentunya akan membuka

peluang terjadinya diskriminasi yang pada akhirnya melanggar asas equality before

the law dan kepastian hukum yang adil yang diatur dalam Konstitusi, Undang-

Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan Undang-Undang No. 39 Tahun

2009 Tentang Hak Asasi Manusia. Hal yang melatarbelakangi permasalahan dalam

penelitian tesis ini dengan mengangkat beberapa masalah yaitu apakah kewenangan

KPK melakukan pencekalan terhadap saksi dalam proses penyelidikan bertentangan

dengan HAM dan bagaimanakah tolok ukur KPK untuk melakukan pencekalan

terhadap saksi dalam proses penyelidikan.

Untuk menjawab semua permasalahan yang ada, maka penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu suatu metode penelitian

yang dilakukan dengan menitik beratkan pada data kepustakaan atau disebut dengan

data sekunder melalui asas-asas hukum dan kaidah-kaidah hukum yang terkandung

dalam peraturan perundang-undangan.

Berangkat dari hasil penelitian terhadap permasalahan ini kemudian dapat di

ambil kesimpulan bahwa kewenangan KPK dalam melakukan pencekalan terhadap

saksi pada proses penyelidikan tidak bertentangan dengan HAM sebab kebebasan

bergerak bukanlah HAM yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Tidak

ada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tolok ukur perihal

siapa saja yang tidak boleh dicegah dalam tahap ini. Artinya, sepanjang seseorang

berstatus saksi maka orang tersebut dapat dicegah keluar negeri. Sehubungan dengan

hal diatas, diharapkan penggunaan kewenangan pencekalan KPK ini harus dilakukan

dengan alasan yang kuat dan rasionil yang berlandaskan hukum untuk alasan

keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan dan moral masyarakat dan

kepentingan masyarakat. Selain itu, diperlukan adanya pengaturan yang lebih jelas

mengenai tolok ukur atau kriteria KPK untuk melakukan pencekalan terhadap

seseorang dalam status sebagai saksi dalam tahap penyelidikan agar tidak

bertentangan dengan yakni asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence,

asas equality before the law dan menjamin adanya kepastian hukum yang adil bagi

masyarakat Indonesia pada umum nya dan bagi seseorang yang berstatus saksi

tindak pidana korupsi pada khususnya.

Page 6: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan

Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugrah_Nya penulis dapat menyelesaikan

tesis ini dalam rangka untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar

Magister Hukum (MH), Strata 2 (S2) pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Bandung. Adapun judul dari tesis ini adalah :

ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG

DILAKUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM TAHAP

PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA

DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA

Dalam penulisan tesis ini, penulis menyadari bahwa banyak kesulitan dan

hambatan karena kurangnya pengetahuan penulisan mengenai masalah yang hendak

diungkapkan, Selain itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

telah memberikan dukungan, petunjuk, pengarahan, dan ilmu pengetahuan serta

motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini dengan tulus penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Rektor Universitas Padjajaran Bandung, Prof. Ganjar Kurnia, Ir DEA.,

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu

di Pascasarjana Universitas Padjajaran.

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Dr. Ida

Nurlinda,S.H.,M.H, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk menyelesai tesis ini.

3. Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Padjajaran Bandung, Dr. Ali Abdurahman, S.H,.M.H.

4. Ibu Prof. Dr. Hj. Mien Rukmini, S,H., M.H selaku dosen pembimbing

yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta dengan sabar memberikan

pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

Page 7: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

vii

5. Ibu Rohaenah Padmadinata, S.H. M.H selaku dosen pembimbing yang

telah meluangkan waktu dan pikiran serta dengan sabar memberikan

pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

6. Bapak Dr. Sigid Suseno, S.H,.M.H., Bapak Aman sembiring

Meliala,S.H,.M.H., Ibu Widati Wulandari, S.H., M.Crim. yang telah

memberikan petunjuk-petunjuk dan saran berkenaan dengan materi tesis

ini pada saat Seminal Usulan Penelitian.

7. Seluruh Guru Besar, Dosen dan staf sekretaris Program Pascasarjana

Universitas Padjadjaran Bandung, pada Program Pendidikan Magister

Studi Ilmu Hukum Bidang Kajian Utama Hukum Pidana, yang telah

banyak memberikan ilmu pengetahuan dan menumbuhkan semangat

keilmuan bagi penulis, sehingga mempertajam analisa penulis terhadap

berbagai hal yang berkaitan dengan keilmuan yang dipelajari.

8. Bapak Rooseno selaku Biro Hukum KPK yang telah memberikan arahan

dan atau pengetahuan terkait kewenangan institusi KPK pada saat

wawancara penulis berkaitan dengan pengembangan materi dalam

penelitian tesis ini.

Selanjutnya, selain kepada Civitas Akademika tersebut diatas, ucapan

terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis haturkan kepada :

1. Kedua orangtua penulis yakni Drs. Emrizal Mahidin Tamboesai, MSc,.

M.H. dan Elvita Indra yang selalu memberikan doa dan restu nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

2. Kedua adik-adik penulis yakni Awang Tambusai dan Nina Emri

Tambusai yang telah memberikan dorongan semangat dan telah menjadi

motivasi terbesar bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Rekan-rekan mahasiswa Program Pendidikan Magister Studi Ilmu

Hukum Bidang Kajian Utama Hukum Pidana Universitas Padjadjaran

Page 8: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

viii

Bandung angkatan tahun 2011 yang telah memberikan dorongan moril

selama menjalani perkuliahan hingga terselesainya tesis ini.

4. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik yang

terlibat langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam

penulisan tesis ini. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

konstruktif demi kesempurnaan penulisan tesis ini dan dapat memberikan manfaat

bagi kita semua.

Bandung, Mei 2013

Yulia Emri Tambusai

110120110002

Page 9: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL..................................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................................ ii

PERNYATAAN............................................................................................................ iii

ABSTRACT................................................................................................................. iv

ABSTRAK.................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR.................................................................................................. vi

DAFTAR ISI................................................................................................................. ix

DAFTAR SINGKATAN.............................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2. Identifikansi Masalah........................................................................................ 17

1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 17

1.4. Kegunaan Penelitian ......................................................................................... 17

1.5. Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 18

1.6. Metode Penelitian. ............................................................................................ 34

1.7. Sistematika Penulisan ....................................................................................... 38

BAB II TINJAUAN UMUM PENCEKALAN SAKSI KPK DALAM TAHAP

PENYELIDIKAN

2.1. Korupsi Sebagai Extra ordinary crime ............................................................. 41

2.2. Teori Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi ............................................ 50

2.3. Asas Legalitas. .................................................................................................. 55

Page 10: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

x

2.4. KPK Dalam Sistem Peradilan Pidana ............................................................... 61

2.5. Pencekalan Dalam Hukum Acara Pidana ......................................................... 70

2.6. Teori Penyelidikan ............................................................................................ 77

2.7. Teori HAM ....................................................................................................... 83

BAB III KASUS PENCEKALAN SAKSI YANG DILAKUKAN KPK DALAM

TAHAP PENYELIDIKAN

3.1. Pencekalan Gubernur Riau terkait PON XVIII di Provinsi Riau .................... 97

3.2. Pencekalan Mahfud Suroso Terkait Kasus Hambalang................................... 106

3.3. Pencekalan Ridwan Hakim terkait kasus Pengurusan Kuota Impor Daging

Sapi ................................................................................................................. 118

BAB IV ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG

DILAKUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM

TAHAP PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN HAK

ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

INDONESIA

4.1. Kewenangan KPK melakukan pencekalan terhadap saksi dalam proses

penyelidikan dikaitkan dengan HAM ............................................................ 129

4.2. Tolok ukur KPK melakukan pencekalan terhadap saksi dalam proses

penyelidikan ................................................................................................... 151

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 169

5.2. Saran ............................................................................................................... 171

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

Page 11: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

xi

DAFTAR SINGKATAN

APBN : Anggaran Pembelanjaan Negara

Aspidi : Asosiasi pengusaha importir daging Indonesia

Baleg : Badan Legislatif

BNN : Badan Narkotika Nasional

BPN : Badan Pertanahan Nasional

BUMD : Badan Usaha Milik Daerah

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

CICP : Centre for International Crime Prevention

CAC : Commission of Anty Corruption

CV : Comanditaire Venootschap

Depdikbud : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Dispora : Dinas Pemuda dan Olahraga

DPP : Dewan Pimpinan Pusat

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Ditjen : Direktorat Jendral

Golkar : Golongan Karya

HAM : Hak Asasi Manusia

ICCPR : International Covenant on Civil and Political Rights

ICW : Indonesia Corruption Watch

IMB : Izin Mendirikan Bangunan

Page 12: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

xii

JICT : Jakarta International Container Terminal

KASI : Kepala Seksi

Kemendag : Kementerian Perdagangan

Kemendikbud : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Kemenkeu : Kementerian Keuangan

KemenkumHAM : Kementerian Hukum dan HAM

Kemenpora : Kementerian Pemuda dan Olahraga

Kementan : Kementerian Pertanian

Kepres : Keputusan Presiden

KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi

KKN : Korupsi Kolusi Nepotisme

KSO : Kerjasama Operasi

KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana

KUHAP : Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

PAN : Partai Amanat Nasional

Pansus : Panitia Khusus

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PDIP : Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

PEPERPU : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

Perda : Peraturan Daerah

PKS : Partai Keadilan Sejahtera

Page 13: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

xiii

PON : Pekan Olahraga Nasional

PP : Peraturan Pemerintah

PPP : Partai Persatuan Pembangunan

PT : Perseroan Terbatas

Ranperda : Rancangan Peraturan Daerah

RI : Republik Indonesia

SOP : Standard Operational Prosedure

SPN : Sekolah Polisi Negara

Sprindik : Surat perintah penyidikan

TPI : Tempat Pemeriksaan Imigrasi

UU : Undang-Undang

UUD : Undang-Undang Dasar

UDHR : Universal Declaration of Human Right

WamenkumHam : Wakil Mentri Hukum dan HAM

WIKA : Wijaya Karya

Page 14: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

1

ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI

YANG DILAKUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

DALAM TAHAP PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN

HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

INDONESIA

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata secara materiil dan spirituil

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan

masyarakat Indonesia yang sejahtera diperlukan peningkatkan secara terus menerus

dalam berbagai bidang salah satunya adalah dalam hal pemberantasan dan

penanganan tindak pidana korupsi. Korupsi merupakan tindak pidana yang unik,

multi dimensi, dan sangat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.1 Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang

dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan.

Korupsi merupakan sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)2, untuk itu

diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan badan

khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan

manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang pelaksanakannya

dilakukan secara optimal, intensif, efektif, professional serta berkesinambungan.

1 Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum, Mandar

Maju, Bandung, 2001, hlm.98. 2 Romli Atmasasmita, Korupsi, Good Governance & Komisi anti Korupsi di Indonesia. Badan

Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta, 2002, hlm.9.

Page 15: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

2

Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum khususnya mengenai tindak

pidana korupsi, pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah yang

dilakukan selama beberapa masa perjalanan sejarah dan melalui beberapa masa

perubahan peraturan perundang-undangan. Istilah korupsi pertama sekali hadir

dalam khasanah hukum di Indonesia yakni dalam Peraturan Penguasa Perang No.

Prt/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi. Kemudian,

dimasukkan juga dalam Undang-Undang No. 24/Prp/1960 tentang Pengusutan

Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang ini kemudian

dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang

Pemberantasan Tindang Pidana Korupsi, yang kemudian tanggal 16 Agustus 1999

digantikan oleh Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 dan akan mulai berlaku efektif

paling lambat 2 (dua) tahun kemudian (16 Agustus 2001) dan kemudian diubah

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tanggal 21 November 2001.3

Keberadaan tindak pidana korupsi dalam hukum positif Indonesia sebenarnya

sudah ada sejak lama yaitu sejak berlakunya KUHP pada tanggal 1 januari 1918.

KUHP sebagai suatu kodifikasi dan unifikasi berlaku bagi semua golongan di Indonesia

sesuai dengan asas konkordansi.4 Ketentuan-ketentuan tindak pidana korupsi yang

terdapat dalam KUHP dirasa kurang efektif dalam mengantisipasi atau bahkan

mengatasi permasalahan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, dibentuklah suatu

peraturan perundang-undangan guna memberantas masalah korupsi dengan harapan

dapat menyempurnakan kekurangan yang terdapat pada KUHP.

3 Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

2002, hlm.1. 4 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Ditinjau Dari Hukum Pidana, Pusat Studi Hukum

Pidana Universitas Trisakti, Jakarta, 2002, hlm.29.

Page 16: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

3

Salah satu peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah guna

memberantas tindak pidana korupsi yang diharapkan mampu menyempurnakan

kekurangan dari peraturan yang bersifat konvensional tersebut adalah dengan

dibentuknya Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan Undang-

Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, dibentuk

badan khusus yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang

mana dalam Pasal 43 Undang-undang ini berbunyi sebagai berikut :

“Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-undang ini

mulai berlaku, dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi”

“Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai tugas dan

wewenang melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku”

“Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas

unsur Pemerintah dan unsur masyarakat”

“Ketentuan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja,

pertanggungjawaban, tugas dan wewenang, serta keanggotaan Komisi

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). ayat (2), dan ayat (3) diatur

dengan Undang-undang”

Badan khusus yang selanjutnya disebut KPK memiliki kewenangan melakukan

koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan

penuntutan. Dalam hal tugas dan wewenang dari instansi KPK ini juga diatur dalam

Pasal 6 Huruf c Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi (KPK) yang

berbunyi :

Page 17: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

4

“Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak

pidana korupsi”

Melakukan penyelidikan merupakan salah satu kewenangan dari KPK dalam

rangka untuk mengetahui suatu perbuatan merupakan tindak pidana atau bukan.

Kewenangan penyelidikan dilakukan oleh aparat penegak hukum yang disebut

penyelidik. Berkenaan dengan hal diatas dapat kita ketahui bahwa pengertian

penyelidikan yang termaktub dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 5 butir (1) yang berbunyi sebagai

berikut :

“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari

dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana

guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang ini”

Guna memberantas tindak pidana korupsi yang semakin merajalela ini KPK

diberikan kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Dalam

rangka melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan KPK diberikan

kewenangan untuk dapat melakukan tindakan pencekalan, baik pencekalan yang

dilakukan dalam tahap penyelidikan maupun dalam tahap penyidikan guna

membantu proses penegakan hukum.

Berkenaan dengan hal diatas, penulis akan membatasi penelitian ini pada tahap

penyelidikan. Adapun yang menjadi alasan pembatasan penelitian hanya pada tahap

penyelidikan dikarenakan tindakan penyelidikan merupakan pintu gerbang mengenai

dapat atau tidaknya suatu perbuatan dikategorikan sebagai tindak pidana atau bukan.

Pencekalan KPK dalam tahap penyidikan dirasa wajar karena sudah ada bukti awal

yang cukup dan ketika penegak hukum telah menetapkan tersangka, pencekalan

Page 18: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

5

boleh dilakukan karena kekhawatiran ada upaya menghilangkan barang bukti atau

melarikan diri ke luar negeri. Namun menjadi hal yang menarik adalah ketika

dilakukannya pencekalan dalam tahap penyelidikan yang mana indikasi keterlibatan

seseorang terhadap suatu tindak pidana masih sangat prematur dan dengan tidak

adanya tolok ukur atau kriteria yang jelas mengenai pencekalan seseorang dalam

tahap penyelidikan tentunya akan dapat menimbulkan gesekan antara kepentingan

proses penegakan hukum dengan masalah HAM seorang individu yang dilindungi

oleh konstitusi negara kita.

Tindakan pencekalan merupakan serangkaian tindakan dalam rangka

mencegah pihak yang diduga terlibat kasus pidana korupsi untuk pergi ke luar

negeri. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang

tertentu untuk keluar negeri dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu,

sedangkan penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-

orang tertentu untuk masuk kewilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu.5

Berdasarkan putusan No. 40/PUU-IX/2011, majelis MK menyatakan pencekalan

yang dilakukan oleh aparat penegak hukum saat mereka sedang melakukan

penyelidikan atas sebuah perkara pidana sebagai inkonstitusional. Dalam sidang

putusan uji materi terhadap Pasal 16 ayat 1 huruf (b) Undang-Undang No. 6 Tahun

2011 tentang Keimigrasian, MK menyatakan pencegahan yang dilakukan oleh

penegak hukum bagi seseorang untuk berpergian ke luar negeri sementara kasusnya

masih dalam tahap penyelidikan bisa disalahgunakan untuk kepentingan di luar

penegakan hukum. Menurut MK, hal itu berpotensi melanggar hak konstitusi

5 Koerniatmanto Soetoprawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indoneisa, PT.

Gramedia Pusaka Utama, Jakarta, 1996, hlm.80.

Page 19: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

6

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28E UUD 1945.6 Namun KPK masih

diperbolehkan mengajukan pencekalan dalam proses penyelidikan karena Undang-

Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK memang mengatur secara khusus soal itu.

KPK boleh mencekal karena UU KPK bersifat khusus atau disebut lex spesialis.

Putusan MK yang membatalkan kata “penyelidikan” dalam Pasal 16 ayat (1)

huruf b Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menyangkut tindak

pidana umum, sehingga putusan MK itu bukan untuk kasus korupsi yang ditangani

KPK. UU KPK bersifat khusus yang berarti memiliki kewenangan khusus pula, sama

halnya seperti KPK tak berwenang mengeluarkan surat penghentian penyidikan

perkara (SP3) dan diperbolehkan menyadap. UU yang dilakukan yudicial review

adalah Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian bukan Undang-

Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

sehingga secara otomatis KPK masih tetap berwenang melakukan pencekalan dalam

tahap penyelidikan.

Di dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi ini khususnya dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, Komisi

Pemberantasan Korupsi mempunyai kewenangan untuk melakukan pencekalan

terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam proses

penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang berbunyi sebagai berikut:

“Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c” :

“Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang

bepergian ke luar negeri”

6WebsiteGOOGLE,http//www.beritasatu.com/.../30595-mk-nyatakan-pencekalan-saat

penyelidikan(terakhir kali dikunjungi tanggal 26 September 2012 Pukul 16.00).

Page 20: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

7

Pencekalan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh instansi KPK

dianggap sah dan dapat dilakukan oleh KPK berdasarkan Undang-Undang No.30

Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun

pengaturan mengenai pencekalan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi

dalam proses penyelidikan yang diatur dalam Undang-Undang No.30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini dinilai bertentangan

dengan asas hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia yakni asas praduga tak

bersalah atau presumption of innocence, Asas persamaan didepan hukum atau

Equality before the law, dan bertentangan pula dengan kepastian hukum yang adil.

Asas-asas hukum pidana tersebut yakni Asas praduga tak bersalah atau presumption

of innocence, Asas persamaan didepan hukum atau Equality before the law, dan asas

kepastian hukum yang adil diatur dalam UUD tahun 1945, Undang-Undang No. 8

Tahun 1981 tentang KUHAP, dan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang

HAM. Selain diatur dalam peraturan perundang-undangan diatas, asas praduga tak

bersalah atau presumption of innocence dan asas persamaan didepan hukum atau

Equality before the law juga dimuat dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang No. 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan juga pada Pasal 10 Undang-Undang

No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

HAM diartikan sebagai hak yang melekat pada sifat manusia yang tanpa hak

tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.7 Mencegah seseorang pergi

ke luar negeri dalam tahap penyelidikan dapat disalahgunakan untuk kepentingan di

luar penegakan hukum. Hal ini dinilai melanggar hak seseorang yang dijamin

7 Yesmil Anwar, Pembaharuan Hukum Pidana, PT Gramedia widiasarana Indonesia, Jakarta,

2008, hlm.283.

Page 21: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

8

konstitusi yaitu hak yang ditentukan dalam UUD 1945 yang terdapat pada Pasal 1

ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D, Pasal 28 E ayat (1), Pasal 28I ayat (4) yang

berbunyi :

“Negara Indonesia adalah negara hukum”

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan

pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya”

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan

hukum”

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,

memili pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih

kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

meninggalkannya, serta berhak kembali”

“Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia

adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah”

Asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence, Asas persamaan

didepan hukum atau equality before the law dan kepastian hukum yang adil tidak

secara tegas dicantumkan dalam salah satu pasal Undang-Undang No. 8 Tahun 1981

tentang KUHAP, namun asas-asas tersebut tersirat baik dalam bagian Menimbang

huruf a, kemudian juga pada bagian Penjelasan Umum angka 2 dan angka 3

KUHAP. Pada bagian Menimbang huruf a dari KUHAP berbunyi sebagai berikut:

“Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi

hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan

kedudukannya di depan hukum...”

Pada bagian Penjelasan Umum KUHAP dikemukaan adanya sepuluh asas

yang mengatur perlindungan KUHAP terhadap keluhuran harkat dan martabat

manusia. Dari kesepuluh asas tersebut, asas yang berkaitan dengan pencekalan KPK

dalam tahap penyelidikan adalah Asas praduga tak bersalah atau Presumption of

innocent dan mengenai perlakuan sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun.

Page 22: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

9

Sehubungan dengan hal diatas, pengaturan yang juga mencantumkan ketentuan

mengenai perlindungan HAM dihubungkan dengan pencekalan dalam tahap

penyelidikan yang termaktub dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang

HAM ialah pada Pasal 3 ayat (2) dan (3), kemudian Pasal 18 ayat (1) yang berbunyi

sebagai berikut :

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan

perlakuan yang sama di depan hukum”

“Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan

dasar manusia, tanpa diskriminasi”

“Setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dituntut karena disangka

melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah,

sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang

pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk

pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan”.

Bila kita melihat dari logika hukum, pencekalan seseorang sebelum ditetapkan

sebagai tersangka atau dalam proses penyelidikan dirasa tidak tepat, hal ini

bertentangan dengan asas hukum pidana yang berlaku yakni asas praduga tak

bersalah. Seseorang yang masih dalam tahap penyelidikan, indikasi keterlibatannya

dalam suatu kasus tindak pidana korupsi masih sangat mentah. Hal ini berarti belum

ada bukti yang cukup untuk diajukan ke pengadilan apabila cekal dilakukan pada

saat proses penyelidikan. Tindakan pencekalan terhadap seseorang yang diduga

melakukan tindak pidana korupsi sebaiknya hanya dapat dilakukan bila kasusnya

sudah masuk dalam tahap penyidikan, hal ini dikarenakan jika orang yang diduga

melakukan tindak pidana sudah disidik itu berarti bukti awal sudah cukup.

Page 23: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

10

Apabila seseorang dicekal dalam tahap penyelidikan, maka aturan itu akan

merugikan banyak orang. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan,

"Kalau seseorang baru diselidiki sudah dicekal, akan ada ribuan orang yang

dirugikan aturan itu. Oleh sebab itu, kalau memang sudah cukup bukti segera saja

dijadikan tersangka, sehingga disidik, agar bisa langsung dicekal. Kalau masih kira-

kira, diduga-duga, belum tersangka, tidak boleh dicekal, karena tindakan itu

melanggar HAM”.8 Penegak hukum yang dalam hal ini adalah KPK dapat

melakukan tindakan pencegahan ketika proses penyelidikan telah dimulai. Tidak ada

batasan siapa saja yang tidak perbolehkan untuk dicegah pada tahap ini. Artinya,

sepanjang seseorang berstatus sebagai saksi maka orang tersebut dapat dicegah

keluar negeri. Berkenaan dengan hal ini sudah banyak tindakan pencekalan yang

dilakukan oleh KPK pada tahap penyelidikan. Pada penelitian ini penulis akan

memaparkan 3 (tiga) kasus pencekalan KPK pada tahap penyelidikan yakni

Pencekalan Gubernur Provinsi Riau M. Rusli Zainal, pencekalan terhadap Direktur

Dutasari Citralaras yakni Mahfud Suroso dan pencekalan yang dilakukan institusi

KPK pada kasus pengurusan kuora impor daging sapi

Berkenaan dengan pencekalan KPK pada tahap penyelidikan dapat dilihat pada

kasus Pencekalan Gubernur Provinsi Riau M. Rusli Zainal yang menjadi saksi dalam

perkara dugaan suap pembangunan venue PON 2012 yang terjadi di daerahnya.

Tanpa penjelasan yang dapat dipahami oleh publik, Gubernur Provinsi Riau M. Rusli

Zainal telah dicegah ke luar negeri oleh KPK. Penjelasan itu penting agar kemudian

publik dapat mengetahui dan memahami tolok ukur yang dijadikan pegangan oleh

8WebsiteGOOGLE,http//berita.liputan6.com/read/.../mahfud-md-kecam-masalah

pencekalan.../(terakhir kali dikunjungi tanggal 7 Mei 2012 Pukul 17.00).

Page 24: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

11

KPK dalam mencegah seseorang keluar negeri. Tanpa tolok ukur atau kriteria dan

juga aturan yang dijadikan rujukan perihal alasan pencegahan ke luar negeri, maka

publik dapat pula mempertanyakan mengapa semua pihak yang menjadi saksi dalam

perkara dugaan suap pembangunan venue PON 2012 itu tidak dicegah ke luar

negeri? Mengapa kemudian KPK tidak melakukan tindakan pencegahan yang sama

terhadap para saksi seperti Ketua DPRD Johar Firdaus dari Fraksi Golkar beserta

anggotanya, yakni Iwa dari Fraksi Golkar,Amri Ali dari Fraksi Gabungan, Adrian

Ali dari Fraksi PAN, Zulfan Her dari Fraksi Golkar, serta Ketua Bapedda Ramli

Walid.

Pada kasus berbeda KPK pun juga melakukan pencekalan dalam tahap

penyelidikan terkait kasus hambalang, KPK menyelidiki proyek Hambalang sejak

Agustus tahun 2011. Dalam kasus ini, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian

Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) telah melakukan cekal terhadap Direktur

Dutasari Citralaras yakni Mahfud Suroso agar yang bersangkutan tidak bepergian ke

luar negeri. Pencekalan Mahfud ini dilakukan atas permintaan KPK untuk

kepentingan penyelidikan kasus Hambalang. Juru Bicara KPK, Johan Budi SP pada

Selasa (22/05/2012) lalu mengatakan permintaan cekal tersebut diajukan KPK sejak

tanggal 27 April. Pihak Imigrasi sendiri, lanjut Johan mencekal Mahfud selama

enam bulan ke depan.9 Tanpa tolok ukur atau aturan yang dijadikan rujukan perihal

alasan pencegahan ke luar negeri, maka publik dapat pula mempertanyakan mengapa

semua pihak yang menjadi saksi dalam perkara Hambalang itu tidak dicegah keluar

negeri ? Mengapa kemudian KPK tidak melakukan tindakan pencegahan yang sama

9 Website GOOGLE, http//www.beritabogor.com/2012/06/kronologis kasushambalang.html)

terakhir kali dikunjungi tanggal 3 Oktober 2012 Pukul 15.00).

Page 25: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

12

terhadap pihak-pihak yang juga diperiksa dalam tahap penyelidikan seperti Menteri

Pemuda dan Olahraga yakni Andi Mallarangeng, pengurus PT Dutasari Citralaras

yakni istri Anas Urbaningrum bernama Athiyyah Laila, pejabat Partai Demokrat

bernama Munadi Herlambang, mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional bernama

Joyo Winoto, anggota Komisi II DPR yakni Ignatius Mulyono dan mantan

Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.10

Selain dua kasus diatas kemudian KPK juga melakukan pencekalan terhadap

beberapa saksi terkait kasus pengurusan kuota impor daging sapi. Adapun nama

saksi-saksi yang dikenai pencekalan pada tahap ini yakni Ridwan Hakim (putra

Ketua Majelis Syuro PKS bernama Hilmi Aminuddin), Ahmad Zaky (Swasta), Rudy

Susanto (Swasta), Jerry Roger (Swasta), Soraya Kusuma Effendy (Komisaris PT.

Indoguna Utama), Maria Elizabeth Liman (Dirut PT. Indoguna Utama). Sedangkan

nama saksi yang tidak dikenai pencekalan pada kasus ini seperti Agus Suganda

(Pegawai Negeri Sipil), Ahmad Junaedi (Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner

dan Pasca panen Kementerian Pertanian), Syahrudin (swasta), Elda Deviane

Adiningrat (swasta), Soewarso (swasta), Melani (karyawan PT. Indoguna Utama),

Dina zelvia (swasta), Eka Pratiwi (swasta), Anna Retnowati (swasta), Mimin Juni

Atin (swasta).

10

Website GOOGLE,http//www.beritawmc.com/2012/06/.../soal-hambalang-kpk-dinilai-

tidak-jelas)terakhir kali dikunjungi tanggal 3 Oktober 2012 Pukul 14.00).

Page 26: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

13

Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK menyatakan bahwa KPK

dapat melakukan pencekalan baik pada tahap penyelidikan dan penyidikan. Dengan

dipaparkannya nama saksi-saksi yang dikenai pencekalan dan nama-nama saksi yang

tidak dikenai pencekalan pada kasus pengurusan kuota impor daging sapi ini, maka

dapat kita simpulkan bahwa tidak semua saksi dalam kasus tindak pidana korupsi ini

dapat dikenai pencekalan. Dengan tidak adanya tolok ukur atau kriteria yang diatur

secara jelas dan transparan dalan peraturan perundang-undangan yang tentunya dapat

dijadikan rujukan perihal alasan pencegahan ke luar negeri, maka publik dapat pula

mempertanyakan mengapa semua pihak yang menjadi saksi dalam perkara

pengurusan kuota impor daging sapi itu tidak dicegah keluar negeri ? Mengapa

kemudian KPK tidak melakukan tindakan pencegahan yang sama terhadap pihak-

pihak yang juga diperiksa dalam tahap penyelidikan seperti Agus Suganda (Pegawai

Negeri Sipil), Ahmad Junaedi (Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pasca

panen Kementerian Pertanian), Syahrudin (swasta), Elda Deviane Adiningrat

(swasta), Soewarso (swasta), Melani (karyawan PT. Indoguna Utama), Dina zelvia

(swasta), Eka Pratiwi (swasta), Anna Retnowati (swasta), Mimin Juni Atin (swasta).

Berkenaan dengan penjelasan diatas, hal tersebut yang dimaksud dengan

peluang untuk berbuat diskriminasi. Hal ini tentunya bertentangan dengan asas

persamaan di depan hukum atau equality before the law. Apalagi jika dipahami

bahwa tidak setiap pemeriksaan pada tahap penyidikan memiliki relevansi untuk

kemudian dimasukkan keterangannya dalam berkas perkara. Terlebih lagi bila

dengan niat tertentu, penyidik memanggil seseorang untuk kemudian diperiksa lalu

dikenakan tindakan pencegahan padahal orang yang sama tidak ada kaitannya

Page 27: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

14

dengan penyidikan. Konsep persamaan kedudukan dalam hukum menurut UUD

1945 adalah suatu mata rantai antara hak dan kewajiban yang harus berfungsi

menurut kedudukannya masing-masing dan kesamaan dihadapan hukum berarti

setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh pemerintah.11

Masalah HAM merupakan masalah yang akan tetap berkembang selama

manusia masih hidup didunia ini karena adanya rangkaian yang tidak terlepaskan

antara yang memerintah dan yang diperintah, antara negara dan warga negaranya.

Sementara pihak yang memerintah terkadang bahkan sering bertindak melampaui

batas kewenangannya. Di pihak lain, pihak yang diperintah selalu menginginkan

keadilan dan kemakmuran dirasakan oleh mereka.12

Pengenaan tindakan pencegahan dan penangkalan pada seorang saksi adalah

tindakan yang sangat melanggar HAM dan bertentangan dengan konstitusi pada Bab

khusus tentang HAM, KUHAP dan juga Undang-Undang No. 39 Tahun 1999

Tentang HAM. Seseorang yang hanya karena terkait (belum tentu pula jadi

tersangka) dengan sesuatu masalah kemudian kehilangan hak untuk bepergian ke

luar negeri. Mengingat hampir tidak ada upaya paksa dalam sistem hukum negara ini

yang dapat dipaksakan pada seorang saksi selain keharusan untuk hadir apabila

dipanggil bahkan harus melalui tahapan-tahapan yang manusiawi dan proses secara

patut. Namun yang menjadi perdebatan adalah ketika pencekalan dalam proses

penyelidikan ini dilakukan oleh KPK dalam rangka penegakan hukum tindak pidana

korupsi. Pada dasarnya pencegahan dan penangkalan seseorang untuk melakukan

11

Mien Rukmini, Perlindungan Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah dan Asas Persamaan

Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Alumni, Bandung, 2007,

hlm.24. 12

Bambang Poernomo dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan HAM, Mandar Maju, Jakarta,

2001, hlm.72.

Page 28: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

15

perjalanan dari dan ke wilayah Republik Indonesia merupakan pembatasan terhadap

hak dan kebebasan seseorang yang dilindungi undang-undang. Namun dengan tujuan

untuk melindungi kepentingan negara dan negara masyarakat, perlu dilakukan

pencegahan dan penangkalan terhadap orang-orang yang mengganggu dan

mengancam stabilitas nasional.13

Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan undang-undang,

walaupun di dalam kenyataannya di Indonesia kecenderungannya adalah demikian

sehingga pengertian law enforcement begitu popular, selain itu ada kecenderungan

yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-

keputusan hakim.14

Korupsi dapat dikatakan sebagai kejahatan yang luar biasa (extra

ordinary crime), karena korupsi berakibat secara signifikan terhadap segala aspek

kehidupan khususnya aspek sosial dan ekonomi. Dengan demikian Masalah ini juga

harus jadi prioritas negara untuk mengatasinya.

Berdasarkan penjabaran diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penulisan atau analisa mengenai tolok ukur atau kriteria pencekalan yang dilakukan

KPK dalam tahap penyelidikan dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak

pidana korupsi di Indonesia karena seperti yang penulis uraikan di atas KPK untuk

melakukan pencekalan dalam proses penyelidikan menggunakan dasar hukum yakni

Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, namun hal ini dinilai bertentangan dengan asas hukum acara pidana yakni

asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence. Selain itu, adanya

kekhawatiran apabila tidak ada batasan, aturan dan atau tolok ukur yang dapat

13

Ajat Sudrajat Havid, Formalitas Keimigrasian Dalam Perspektif Sejarah, Direktorat

Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2008, hlm.105. 14

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm.7-8.

Page 29: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

16

dijadikan rujukan perihal alasan pencegahan ke luar negeri, hal tersebut tentunya

akan membuka peluang terjadinya diskriminasi yang pada akhirnya melanggar asas

equality before the law dan kepastian hukum yang adil dan juga berujung pada

pelanggaran HAM yang diatur dalam Konstitusi dan Undang-Undang No. 39 Tahun

2009 Tentang Hak Asasi Manusia. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik

untuk mengangkat masalah tersebut dalam bentuk tesis dengan judul :

ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI

YANG DILAKUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

DALAM TAHAP PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN

HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

INDONESIA.

Page 30: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

17

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan Pembahasan yang telah diuraikan diatas, identifikasi masalah

yang penulis dapat kemukakan antara lain sebagai berikut :

1) Apakah kewenangan KPK melakukan pencekalan terhadap saksi dalam proses

penyelidikan bertentangan dengan HAM ?

2) Bagaimanakah tolok ukur KPK untuk melakukan pencekalan terhadap saksi

dalam proses penyelidikan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah:

1) Untuk mengkaji dan memahami kewenangan KPK melakukan pencekalan

terhadap saksi dalam proses penyelidikan dikaitkan dengan HAM.

2) Untuk mengkaji dan memahami tolok ukur KPK untuk melakukan

pencekalan terhadap saksi dalam proses penyelidikan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan penulis dari hasil penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Sebagai sumbangan pemikiran yang dapat berguna bagi pengembangan

ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya mengenai tolok

ukur pencekalan terhadap saksi yang dilakukan KPK dalam tahap penyelidikan

dihubungkan dengan HAM dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

Page 31: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

18

1.4.2. Kegunaan praktis

Diharapkan penulisan tesis ini juga dapat memperluas dan meningkatkan

pengetahuan penulis dalam hal yang berkaitan dengan karya ilmiah, serta

mempunyai nilai kemanfaatan untuk kepentingan penegakan hukum sehingga

dapat dijadikan masukan dalam cara berfikir dan bertindak dalam melakukan

pencekalan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh KPK.

1.5. Kerangka Pemikiran

Negara Republik Indonesia adalah negara berdasar atas hukum (rechtsstaat)

dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Dengan kata lain, Para

penyusun UUD 1945 secara tegas mengatakan bahwa Negara Republik Indonesia

tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka atau machtsstaat yang dalam bahasa Jerman

mengandung arti bahwa negara itu dijalankan semata-mata berdasarkan kekuasaan

bukan berdasarkan atas hukum. Dalam machtsstaat penyelenggara negara dapat

bertindak sewenang-wenang sesuai seleranya sendiri, Indonesia tentu bukan negara

seperti itu. Digunakannya istilah rechtsstaat ini menunjukkan bahwa para penyusun

UUD 1945 menggunakan konsep negara hukum.

Untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum tentunya negara

berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara

terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin

perlindungan terhadap hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembentukan

peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka

pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh

Page 32: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

19

cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat pada semua lembaga

yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan.

Penyebutan Indonesia sebagai sebuah negara hukum atau rechtsstaat ini

mengandung implikasi bahwa di negara ini penyelenggara negara harus dilandaskan

atas UUD 1945 dan penyelenggara negara juga tentunya berkewajiban melindungi

HAM. Indonesia sebagai negara hukum tentunya wajib menjamin hak asasi warga

negaranya secara konstitusional.15

Pengakuan, penghormatan dan perlindungan

terhadap HAM tentunya akan selalu menjadi bagian terpenting dalam sebuah negara

hukum dan juga dalam rangka pelaksanaan pembangunan hukum karena masyarakat

akan menilai keberhasilan pembangunan hukum dengan melihat pada

implementasinya berupa pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia.

Berdasarkan penalaran yang logis dan pernyataan bahwa Indonesia sebagai

sebuah negara hukum juga membawa implikasi berkenaan dengan aparatur

penyelenggara negara tidak diperbolehkan bertindak sewenang-wenang terhadap

warganegaranya. Pada saat yang sama, pernyataan sebagai negara hukum juga

membawa implikasi bahwa di negara ini tidak boleh ada peraturan perundang-

undangan yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat membuka peluang bagi

penyelenggara negara untuk dapat bertindak sewenang-wenang dan diberi landasan

hukum oleh norma undang-undang tersebut untuk melakukannya.

15

Bagir Manan, Negara Hukum Yang Berkeadilan, Pusat Studi Kebijakan Negara Fakultas

Hukum Universitas Padjadjaran (PSKN FH UNPAD), Bandung, 2011, hlm.355.

Page 33: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

20

Menurut Jimly Asshiddiqie, terdapat dua belas prinsip pokok negara hukum.

Kedua belas prinsip pokok itu merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri

tegaknya suatu negara modern sehingga dapat disebut negara hukum dalam arti yang

sebenarnya. Adapun dua belas prinsip tersebut adalah sebagai berikut : Supermasi

hukum (supermacy of law), persamaan dalam hukum (equality before the law), asas

legalitas (due process of law), pembatasan kekuasaan, organ-organ eksekutif

independen, peradilan bebas dan tidak memihak, peradilan tata usaha negara,

peradilan tata negara (constitusional court), peradilan hak asasi manusia, bersifat

demokratis (democratische rechtsstaat), berfungsi sebagai sarana mewujudkan

tujuan negara (welfare rechtsstaat), dan transparansi dan kontrol sosial.16

Berkenaan dengan dua belas prinsip pokok negara hukum yang dikemukakan

oleh Jimly Asshiddiqie diatas dan dikaitkan dengan pencekalan KPK dalam tahap

penyelidikan, maka terdapat beberapa prinsip pokok yang berhubungan dengan

pencekalan KPK dalam tahap penyelidikan yakni berkenaan dengan supermasi

hukum (supermacy of law), persamaan dalam hukum (equality before the law), asas

legalitas (due process of law), berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan negara

(welfare rechtsstaat), transparansi dan kontrol sosial.

Aris toteles mengemukakan adanya perbedaan keadilan abstrak dan kepatutan

yang mana menyatakan bahwa hukum terpaksa melakukan atau membuat aturan-

aturan yang berlaku umum dan sering kali bertindak kejam terhadap soal-soal

16

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Sekretariatan Jendral dan

Kepaniteraan Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hlm. 154-161.

Page 34: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

21

perseorangan.17

Sehingga yang dapat kita dipahami disini adalah hukum merupakan

suatu kaidah tertulis yang berwujud perundang-undangan ataupun peraturan yang

mengatur dan berlaku demi untuk kepentingan umum yang mana selanjutnya hukum

tersebut memiliki sanksi, paksaan ataupun upaya paksa yang dapat memaksa

seseorang atau perorangan untuk taat terhadap aturan yang ada pada hukum tersebut

atau bahkan dapat menghapuskan hak-hak seseorang (kepentingan individu) demi

tercapainya penegakan hukum guna melindungi kepentingan umum. Dari pemikiran

Aristoteles diatas, dapat kita perluas pengertiannya yaitu bahwa hukum ataupun

peraturan perundang-undangan adalah norma-norma yang berlaku untuk umum

(masyarakat luas) dan mampu mengenyampingkan kepentingan individu sehingga

disini posisi hukum tingkatannya lebih tinggi dari kepentingan individu. Hukum

bertujuan guna menjamin kepentingan umum, maka hal tersebut sejalan dengan

konsep hukum yaitu lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan

perorangan atau individu.

Untuk mewujudkan suatu kepastian dan keadilan hukum tentunya harus

menyelaraskan antara substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum dengan

hukum yang dibutuhkan masyarakat. Realitas objektif didalam kehidupan sehari-hari

sering kali terjadi benturan antara materi hukum (substansi) dengan kebutuhan

hukum masyarakat yang terkadang belum terakomodir dalam hukum positif

Indonesia. Asas legalitas yang menjadi salah satu ciri negara hukum dimana suatu

perbuatan dapat dikenakan sanksi apabila telah ada pengaturannya.

17

Catatan perkuliahan pada mata kuliah Hukum Pidana, dengan dosen pengajar David

Ramadhan, di Ruang E Fakultas Hukum UR, Pada hari Jumat pukul 14.00 WIB.

Page 35: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

22

Asas legalitas merupakan asas yang digunakan untuk menentukan suatu

perbuatan termasuk dalam kategori perbuatan pidana yang merupakan terjemahan

dari principle of legality. Asas legalitas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan

yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu

dengan perundang-undangan, Biasanya ini dikenal dalam bahasan Latin sebagai

“Nullum delictum nulla poena sina praevia lege” yang artinya “Tidak ada delik,

tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu”.18

Asas legalitas ini merupakan

perlindungan kepada perorangan terhadap kesewenang-wenangan yang mungkin

dilakukan penguasa terhadap rakyatnya. Oleh karena itu, asas legalitas merupakan

asas yang esensiel di dalam penerapan hukum pidana. Dalam pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHP mencantumkan asas legalitas ini

sebagai berikut : “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas ketentuan-

ketentuan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan

dilakukan”.

Asas legalitas tersebut tercermin dari adanya pengaturan mengenai

kewenangan KPK dalam melakukan pencekalan pada proses penyelidikan, hal ini di

atur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi ini khususnya dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, Komisi pemberantasan

Korupsi mempunyai kewenangan untuk melakukan pencekalan terhadap orang yang

diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam proses penyelidikan, penyidikan dan

penuntutan yang berbunyi sebagai berikut:

18

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993.

Page 36: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

23

“Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c” :

“Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang

bepergian ke luar negeri”

Selain substransi hukum, struktur atau aparat hukum juga merupakan suatu

komponen yang penting dalam pembangunan hukum yang mana diciptakannya

lembaga-lembaga hukum dengan personil-personil yang berkwalitas. Dalam artian

bahwa bukan hanya memahami hukum namun diperlukan pula integritas moral yang

tinggi, dapat dicari pada proses rekrutmen, dan kemudian dibentuk lebih lanjut

dalam proses pendidikan, khusus dirancang untuk penugasan tersebut.19

Dengan banyaknya kasus korupsi saat ini, mengisyaratkan bahwa masih

adanya perbuatan anggota masyarakat yang tidak sejalan dengan peraturan-

peraturan. Hukum berfungsi sebagai social control yang bersifat memaksa agar

masyarakat mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku untuk mengatur mengenai

korupsi sebagai suatu pengaturan yang wajib ditaati. Penegakan hukum bukanlah

semata-mata berarti pelaksanaan undang-undang walaupun di dalam kenyataannya di

Indonesia kecenderungannya adalah demikian sehingga pengertian law enforcement

begitu popular. Selain itu ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan

penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim.20

Penegakan

hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam

kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan dengan penilaian yang mantap,

mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir

19

Moh Hatta, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum dan Pidana Khusus,

Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 2002, hlm.160. 20

Soerjono Soekanto, Op.cit. hlm.7.

Page 37: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

24

untuk menciptakan (sebagai “social engineering”, memelihara dan mempertahankan

(sebagai “social control”) kedamaian pergaulan hidup.21

Gangguan terhadap penegakan hukum yang berasal dari undang-undang

disebabkan karena :

1) Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang,

2) Belum ada peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan

undang-undang, dan

3) Ketidakjelasan arti kata-kata didalam undang-undang yang mengakibatkan

kesimpangsiuran dalam penafsiran serta penerapannya.

Hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan bagi kelakuan atau perbuatan

manusia di dalam masyarakat yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan

mendapatkan tata atau keadilan. Hukum diadakan dengan tujuan agar menimbulkan

tata atau damai dan yang lebih dalam lagi yaitu keadilan didalam masyarakat

mendapatkan bagian yang sama.22

Hukum berfungsi sebagai perlindungan

kepentingan manusia agar kepentingan manusia terlindungi dan hukum harus

dilaksanakan. Sejalan dengan perkembangan masyarakat bertambah banyak pula

peraturan-peraturan yang disusun untuk menata kehidupan yang modern sehingga

persoalan penegakan hukum atau masalah Law Enforcement dan Rule of Law

menjadi sangat krusial.23

21

Soenarto, Penegakan Hukum Dalam Mensukseskan Pembangunan, Alumni, Bandung, 1977,

hlm.80. 22

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm.27. 23

Asri Muhammad Saleh, Menegakkan Hukum atau Mendirikan Hukum, Bina Mandiri Press,

Pekanbaru, 2003, hlm.29-30.

Page 38: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

25

Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia tampak

tersendat dan bahkan sering terjadi stagnasi sehingga telah menimbulkan citra yang

negatif terhadap aparatur penegak hukum pada khususnya dan pemerintah pada

umumnya yang merupakan salah satu faktor yang melatar belakangi di bentuknya

komisi-komisi untuk masing-masing instrumen atau sub sistem dalam sistem

peradilan pidana.24

Upaya penegakan hukum dalam hukum pidana tidak dapat

dipandang sebagai tanggung jawab secara parsial dari pihak tertentu, hal tersebut

dikarenakan adanya keterkaitan berbagai pihak dalam penanganannya sebagai suatu

sistem. Oleh karenanya, sebagai suatu sistem perlu dipahami mengenai sistem

peradilan pidana itu sendiri.

Sistem peradilan pidana mempunyai dimensi fungsional ganda. Di satu pihak

berfungsi sebagai sarana masyarakat untuk menahan dan mengendalikan kejahatan

pada tingkatan tertentu, di lain pihak sistem peradilan pidana juga berfungsi untuk

pencegahan. Efektivitas sistem peradilan pidana tergantung sepenuhnya pada

kemampuan infrastruktur pendukung sarana dan prasarananya, kemampuan

profesional aparat penegak hukumnya serta budaya hukum masyarakatnya25

.

Pembentukan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dimaksudkan untuk

memerangi korupsi sekaligus untuk menjawab tantangan ketidak berdayaan sistem

peradilan pidana di Indonesia. Di Indonesia Sistem peradilan Pidana setelah

berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

mempunyai 4 (empat) subsistem, yaitu : subsistem Kepolisian yang secara

administratif di bawah Presiden, Kejaksaan di bawah Kejaksaan Agung, Pengadilan

24

Romli Atmasasmita, Op.cit. 25

Muladi, Kapita selekta Sistem Peradilan Pidana, Undip, Semarang, 1995, hlm.25.

Page 39: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

26

di bawah Mahkamah agung dan Lembaga Pemasyarakatan di bawah Departemen

Kehakiman. Dengan dibentuknya KPK berdasarkan Undang Undang No. 31 tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 sebagai komisi yang dibentuk guna

memberantas korupsi secara otomatis KPK yang juga berwenang melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tentunya dapat dinyatakan sebagai salah

satu lembaga penegak hukum yang termasuk dalam sistem peradilan pidana

Indonesia.

Sistem peradilan pidana di Indonesia yang berdasarkan Undang-Undang No.8

Tahun 1981, memiliki sepuluh asas sebagai berikut26

:

1) Perlakuan yang sama dimuka hukum, tanpa diskriminasi apapun.

2) Asas praduga tak bersalah.

3) Hak untuk memperoleh kompensasi(ganti rugi)dan rehabilitasi.

4) Hak untuk memperoleh bantuan hukum.

5) Hak kehadiran terdakwa dimuka pengadilan.

6) Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana.

7) Peradilan yang terbuka untuk umum.

8) Pelanggaran atas hak-hak warga negara (penangkapan, penahanan,

penggeledahan dan penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang dan

dilakukan dengan surat perintah (tertulis).

9) Hak seorang tersangka untuk diberikan bantuan tentang prasangkaan dan

pendakwaan terhadapnya.

26

Yesmil Anwar & Adang, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen & Peaksanaannya

Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia), Widya Padjadjaran, 2009, hlm.67.

Page 40: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

27

10) Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan putusannya.

Berkenaan dengan tolok ukur KPK untuk melakukan pencekalan dalam tahap

penyelidikan dihubungkan dengan asas-asas dalam sistem peradilan pidana, KPK

dalam melakukan pencekalan pada tahap penyelidikan dapat dikatakan bertentangan

dengan asas perlakuan yang sama dimuka hukum (equality before the law) dan asas

praduga tak bersalah (presumption of innocent).

Sebagaimana yang telah penulis bahas diatas, KPK sebagai sebuah lembaga

penegak hukum yang termasuk dalam sistem peradilan pidana Indonesia merupakan

suatu komisi khusus yang dasar pendiriannya diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang

No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 dan secara lebih dalam diatur dalam Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK

adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat

independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Secara tegas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyatakan bahwa KPK dalam

melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tunduk kepada hukum acara

yang berlaku.

Pada penelitian ini, penulis akan mengerucutkan pembahasan dari seluruh

kewenangan yang dmiliki KPK dan terfokus pada tolak ukur KPK untuk melakukan

pencekalan dalam tahap penyelidikan. Pasal 1 butir 5 Undang-Undang No.8 Tahun

1981 tentang KUHAP mencantumkan bahwa :

“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan/ penyelidikan untuk mencari

dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini”

Page 41: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

28

Penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan dimulai. Kemudian hal yang perlu

digaris bawahi kalimat “mencari dan menemukan” tersebut adalah “suatu peristiwa

yang diduga sebagai tindak pidana”. Dengan kata lain, “mencari dan menemukan”

berarti penyelidik berupaya atas inisiatif sendiri untuk menemukan peristiwa yang

diduga sebagai tindak pidana.27

Pembatasan penelitian ini hanya pada tahap penyelidikan dikarenakan tindakan

penyelidikan merupakan pintu gerbang mengenai dapat atau tidaknya suatu

perbuatan dikategorikan sebagai tindak pidana atau bukan. Pencekalan KPK dalam

tahap penyidikan dirasa wajar karena sudah ada bukti awal yang cukup dan ketika

penegak hukum telah menetapkan tersangka, pencekalan boleh dilakukan karena

kekhawatiran ada upaya menghilangkan barang bukti atau melarikan diri ke luar

negeri. Namun yang menarik ketika dilakukannya pencekalan dalam tahap

penyelidikan yang mana indikasi keterlibatan seseorang terhadap suatu tindak pidana

masih sangat mentah dan dengan tidak adanya tolak ukur yang jelas mengenai

pencekalan seseorang dalam tahap penyelidikan tentunya akan dapat menimbulkan

gesekan antara kepentingan proses penegakan hukum dengan masalah HAM seorang

individu yang dilindungi oleh UUD 1945.

Berdasarkan pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU

No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dikatakan bahwa HAM adalah

seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai

makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib

dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan

27

Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan & Penyidikan), Sinar

Grafika, 2008, hlm.6.

Page 42: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

29

setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok

orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian

yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau

mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh

Undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh

penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang

berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).

Dimana ada manusia disitu ada HAM yang harus dihargai dan dijunjung

tinggi.28

Ketika kita berbicara mengenai HAM tentunya akan menjadi pembahasan

yang sangat luas, namun dalam penelitian ini penulis akan berfokus kajian

pelanggaran HAM yang diakibatkan pada pencekalan KPK dalam tahap

penyelidikan dalam sistem peradilan pidana. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud

MD menyatakan, "Kalau seseorang baru diselidiki sudah dicekal, akan ada ribuan

orang yang dirugikan aturan itu. Oleh sebab itu, kalau memang sudah cukup bukti

segera saja dijadikan tersangka, sehingga disidik, agar bisa langsung dicekal. Kalau

masih kira-kira, diduga-duga, belum tersangka, tidak boleh dicekal, karena tindakan

itu melanggar HAM”.29

28

Gunawan Setiadirdja, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Kanisius,

Yogyakarta, 1993, hlm.75. 29

WebsiteGOOGLE,http//berita.liputan6.com/read/.../mahfud-md-kecam-masalah

pencekalan.../(terakhir kali dikunjungi tanggal 7 Mei 2012 Pukul 17.00).

Page 43: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

30

APTB atau Presumption of innocent dan APKDH atau equality before the law

bersumber dan berakar dari sumber atau akar yang sama yaitu HAM yang bersifat

universal serta mendapat pengaturan baik di dalam peraturan perundang-undangan

nasional maupun di dalam dokumen internasional. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa pengaturan suatu asas dalam hal ini APTB atau Presumption of

innocent dan APKDH atau equality before the law sebagai HAM untuk menegakkan

dan melindunginya sesuai dengan negara hukum yang demokratis adalah

diperlukan.30

Pencekalan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh instansi KPK

dianggap sah dan dapat dilakukan oleh KPK berdasarkan Undang-Undang No.30

Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun

pengaturan mengenai pencekalan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi

dalam proses penyelidikan yang diatur dalam Undang-Undang No.30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini dinilai bertentangan

dengan asas hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia yakni asas praduga tak

bersalah atau presumption of innocence, Asas persamaan didepan hukum atau

Equality before the law, dan bertentangan pula dengan kepastian hukum yang adil.

Pencekalan yang dilakukan KPK dalam tahap penyelidikan yang mana

keterlibatan seseorang atas suatu kasus masih mentah namun sudah dilakukan

pembatasan hak nya untuk bepergian keluar negri dapat dinilai bertentangan dengan

asas praduga tak bersalah atau Presumption of innocent. Selain itu, Pencekalan yang

dilakukan KPK tanpa adanya batasan atau tolak ukur yang jelas mengenai siapa saja

30

Mien Rukmini, Op.cit.

Page 44: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

31

yang diperbolehkan untuk dicekal menurut analisis penulis akan bertentangan

dengan APKDH atau equality before the law dan juga kepastian hukum yang adil.

Asas-asas hukum pidana tersebut yakni Asas praduga tak bersalah atau

presumption of innocence, Asas persamaan didepan hukum atau Equality before the

law, dan asas kepastian hukum yang adil diatur dalam UUD tahun 1945, Undang-

Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, dan Undang-Undang No. 39 Tahun

1999 tentang HAM. Selain diatur dalam peraturan perundang-undangan diatas, asas

praduga tak bersalah atau presumption of innocence dan asas persamaan didepan

hukum atau Equality before the law juga dimuat dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-

Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan juga pada Pasal 10

Undang-Undang No. 26 Tahun 200 tentang Pengadilan HAM.

HAM diartikan sebagai hak yang melekat pada sifat manusia yang tanpa hak

tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.31

Mencegah seseorang pergi

ke luar negeri dalam tahap penyelidikan dapat disalahgunakan untuk kepentingan di

luar penegakan hukum. Hal ini dinilai melanggar hak seseorang yang dijamin

konstitusi, yaitu hak yang ditentukan dalam UUD 1945 yang terdapat pada Pasal 1

ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D, Pasal 28 E ayat (1), Pasal 28I ayat (4) yang

berbunyi :

“Negara Indonesia adalah negara hukum”

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan

pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya”

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan

hukum”

31

Yesmil Anwar, Op.cit..

Page 45: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

32

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,

memili pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih

kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

meninggalkannya, serta berhak kembali”

“Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia

adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah”

Asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence, Asas persamaan

didepan hukum atau equality before the law dan kepastian hukum yang adil tidak

secara tegas dicantumkan dalam salah satu pasal Undang-Undang No. 8 Tahun 1981

tentang KUHAP, namun asas-asas tersebut tersirat baik dalam bagian Menimbang

huruf a, kemudian juga pada bagian Penjelasan Umum angka 2 dan angka 3

KUHAP. Pada bagian Menimbang huruf a dari KUHAP berbunyi sebagai berikut:

“Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi

hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan

kedudukannya di depan hukum...”

Pada bagian Penjelasan Umum KUHAP dikemukaan adanya sepuluh asas

yang mengatur perlindungan KUHAP terhadap keluhuran harkat dan martabat

manusia. Dari kesepuluh asas tersebut, asas yang berkaitan dengan pencekalan KPK

dalam tahap penyelidikan adalah Asas praduga tak bersalah (Presumption of

innocent) dan mengenai perlakuan sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun.

Sehubungan dengan hal diatas, pengaturan yang juga mencantumkan

ketentuan mengenai perlindungan HAM dihubungkan dengan pencekalan dalam

tahap penyelidikan yang termaktub dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999

tentang HAM ialah pada Pasal 3 ayat (2) dan (3), kemudian Pasal 18 ayat (1) yang

berbunyi sebagai berikut :

Page 46: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

33

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan

perlakuan yang sama di depan hukum”

“Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan

dasar manusia, tanpa diskriminasi”

“Setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dituntut karena disangka

melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah,

sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang

pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk

pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan”.

Tindakan pencegahan dan penangkalan terhadap seseorang sebelum ditetapkan

sebagai tersangka atau dalam proses penyelidikan merupakan tindakan yang

melanggar HAM. Selain melanggar asas hukum pidana yakni asas Presumption of

innocent dan asas equality before the law yang tersirat dalam pasal 3 ayat (2) dan (3)

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Hal ini juga tidak sesuai dengan

Pasal 27 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM yang

berbunyi :

“Setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak,

berpindah, dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik

Indonesia”

“Setiap warga negara Indonesia berhak meninggalkan dan masuk

kembali ke wilayah negara Republik Indonesia, sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Selain melihat peraturan perundang-undangan diatas, terdapat pengaturan lain

mengenai hal ini yang tercantum dalam Pasal 13 dari Universal Declaration Of

Humas Rights yang mana Republik Indonesia sendiri sebagai anggota dari

Perserikatan Bangsa-Bangsa sangat menjunjung tinggi United Declaration of Human

Rights. Pasal 13 dari Universal Declaration Of Humas Rights yang berbunyi sebagai

berikut :

Page 47: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

34

“1) Everyone has the right to freedom of movement and residence. Within the

borders of each state.

2) Everyone has the right to leave any country, including his own, and to

return to his country.”

Terjemahan pasal di atas adalah sebagai berikut :

1) Setiap orang memiliki hak untuk bergerak dan memilih tempat tinggal

sepanjang berada dalam batas-batas wilayah negara, negara masing-

masing.

2) Setiap orang memiliki hak untuk meninggalkan negara mana pun,

termasuk negaranya sendiri, serta untuk kembali kenegaranya sendiri.

Di Indonesia, dalam praktik belum terdapat kesepakatan mengenai makna yang

terkandung didalamnya dan sering terjadi penyimpangan atau pelanggaran ditambah

lagi dengan pengaturan yang tidak jelas dan sering terjadi kerancuan bahkan

perbenturan dengan adanya tindakan upaya paksa yang tidak sesuai dengan prosedur

dan peraturan perundang-undangan.32

1.6. Metode Penelitian

Metode adalah tata cara atau prosedur yang harus ditempuh dalam melakukan

suatu kegiatan, dalam hal ini kegiatan tersebut adalah kegiatan penelitian hukum.33

Berkenaan dengan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian bersifat

yuridis normatif yaitu penelitian yang digunakan dengan cara meneliti bahan hukum

sekunder atau penelitian berdasarkan aturan-aturan baku yang telah dibukukan

disebut juga dengan penelitian kepustakaan34

. Dengan demikian, dalam penulisan

tesis ini digunakan metode penelitian antara lain sebagai berikut :

32

Ibid, hlm.69. 33

Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Penelitian Hukum, Universitas Atma Jaya, Jakarta,

hlm.9. 34

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2004, hlm.13-14.

Page 48: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

35

1.6.1 Metode Pendekatan

Penelitian ini merupakan penelitian hukum (legal research) atau penelitian

hukum dogmatik (dogmatic law research) atau biasa disebut penelitian

doktrinal. Dikatakan sebagai suatu kegiatan penelitian hukum maka metode

pendekatan yang diterapkan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini

adalah menggunakan penelitian yuridis normatif yakni dengan melalui suatu

pendekatan konseptual (analytical and conceptual approach) dan pendekatan

perundang-undangan (statute approach) dengan menggunakan pola penalaran

deduktif guna menemukan kebenaran yang obyektif.

1.6.2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif analitis yang berupa penggambaran, penelaahan dan penganalisaan

ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Metode ini memiliki tujuan untuk

memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh tentang tolok

ukur pencekalan terhadap saksi yang dilakukan KPK dalam tahap penyelidikan

dihubungkan dengan HAM dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

1.6.3. Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh penulis dalam proses tahapan sebagai

berikut:

1) Studi kepustakaan, dalam hal ini penelitian dilakukan dengan

mempelajari dan menelaah data sekunder yang berkaitan dengan objek

penelitian.

2) Studi lapangan, dalam hal ini penelitian dilakukan dengan mempelajari

dan menelaah data primer yaitu melalui wawancara (interview) untuk

Page 49: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

36

mendengar pendapat dan pemikiran dari pihak KPK yang menjadi

narasumber dalam penelitian ini. Instrumen yang digunakan dalam

wawancara ini adalah pedoman wawancara (inverview guidelines),

dimana instrumen tersebut disusun dengan mengacu pada masalah hukum

yang akan di teliti.

1.6.4. Teknik Pengumpulan Data

Data-data penelitian yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan

dengan menggunakan pola atau teknik sebagai berikut :

1) Studi Dokumen

Studi ini dilakukan menggunakan teknik penelusuran secara sistematis

terhadap data-data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum primer,

sekunder dan tertier. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder

yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat atau data pokok dari permasalahan yang akan diteliti antara

lain sebagai berikut: Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi, Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang

keimigrasian, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

wewenang KPK untuk melakukan pencekalan dalam proses

penyelidikan.

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan

hukum primer seperti : buku, catatan kuliah, artikel, internet dan lain

Page 50: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

37

sebagainya yang tentunya berkaitan dengan permasalahan yang akan

diteliti.

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

seperti : kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia.

2) Wawancara

Dimaksudkan untuk melengkapi data yang bersumber dari data sekunder

yakni : bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum

tertier. Teknik yang digunakan melalui wawancara terbuka (open

interview) yang kemudian dipandu dengan serangkaian konsep dan

subjeknya adalah para pakar hukum pidana dan aparat penegak hukum

yang terkait dalam kewenangan KPK untuk melakukan pencekalan

terhadap saksi dalam tahap penyelidikan.

1.6.5. Analisis Data

Berdasarkan rumusan permasalahan dan pembahasan atas permasalahan

yang dipergunakan maka analisis data dilakukan secara kualitatif dalam artian suatu

metode analisis data yang tidak menampilkan angka-angka sebagai hasil

penelitiannya melainkan disajikan dalam bentuk pembahasan dengan uraian kalimat-

kalimat dan dipaparkan dalam bentuk tulisan.35

Hasil penelitian akan dianalisis

secara yuridis kualitatif dengan cara melakukan penggabungan data hasil studi

literatur atau kepustakaan dan studi lapangan. Data tersebut kemudian diolah dan

35

Bambang waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hlm.62.

Page 51: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

38

dicari keterkaitan serta hubungannya antara satu dengan yang lainnya sehingga

diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian.36

1.6.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Riau, Jakarta dan Bandung dengan

mengumpulkan data dan bahan hukum sekunder dari beberapa perpustakaan,

diantaranya ialah perpustakaan pada Program Pasca Sarjana Universitas

Padjadjaran, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung,

dan beberapa perpustakaan hukum yang tersebar diberbagai perguruan tinggi

negeri maupun swasta di Riau. Selain itu, pengumpulan bahan-bahan dalam

penelitian ini juga diperoleh dari KPK yang berkantor di Jakarta.

1.7. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman permasalahan yang akan

dibahas dalam tesis ini, maka sistematika penulisan akan diuraikan dalam beberapa

bab yang terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

Bab satu berisikan pendahuluan yang membahas secara umum dan

singkat mengenai latar belakang, identifikasi masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian

dan sistematika penulisan.

36

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),

Cetakan Keenam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm.19-20.

Page 52: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

39

BAB II TINJAUAN UMUM PENCEKALAN SAKSI KPK DALAM TAHAP

PENYELIDIKAN

Bab dua berisikan uraian mengenai teori yang berkenaan dengan

pencekalan terhadap saksi yang dilakukan KPK dalam tahap

penyelidikan dikaitkan dengan HAM dalam sistem peradilan pidana.

Bab ini berisikan 7 sub-bab. Sub-bab pertama mengenai korupsi

sebagai extra ordinary crime. Sub-bab kedua mengenai teori penegakan

hukum tindak pidana korupsi. Sub-bab ketiga mengenai asas legalitas.

Sub-bab keempat mengenai KPK dalam sistem peradilan pidana. Sub-

bab kelima mengenai teori pencekalan dalam hukum acara pidana, Sub-

bab keenam mengenai penyelidikan, Sub-bab ketujuh mengenai teori

HAM.

BAB III KASUS PENCEKALAN SAKSI YANG DILAKUKAN KPK DALAM

TAHAP PENYELIDIKAN

BAB tiga berisikan 3 sub-bab. Sub-bab pertama adalah pencekalan

yang dilakukan KPK terhadap Gubernur Riau H.M. Rusli zainal terkait

dengan kasus PON yang diselenggarakan di Provinsi Riau. Sub-bab

kedua mengenai pencekalan yang dilakukan KPK terhadap Direktur

Dutasari Citralaras yakni Mahfud Suroso terkait penyelidikan kasus

hambalang. Sub-bab ketiga mengenai pencekalan Ridwan Hakim

terkait kasus pengurusan kuota impor daging sapi.

BAB IV ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG

DILAKUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM

Page 53: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

40

TAHAP PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN HAK ASASI

MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA.

Bab empat berisikan uraian mengenai analisis terhadap tolok ukur KPK

untuk melakukan pencekalan saksi dalam tahap penyelidikan

dihubungkan dengan HAM dalam sistem peradilan pidana. Sub-bab

pertama mengenai kewenangan KPK melakukan pencekalan terhadap

saksi dalam proses penyelidikan dikaitkan dengan HAM. Sub-bab

kedua mengenai tolok ukur KPK melakukan pencekalan terhadap saksi

dalam proses penyelidikan.

BAB V PENUTUP

Bab lima akan berisi penutup yang terdiri dari dua sub-bab. Sub-bab

pertama yakni kesimpulan dan sub-bab kedua berisi saran dari hasil

penelitian ini.

Page 54: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

41

BAB II

TINJAUAN UMUM TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG

DILAKUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM TAHAP

PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA

DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA

2.1. Korupsi Sebagai Extra ordinary Crime

Sebelum berbicara lebih jauh mengenai tindak pidana korupsi sebagai extra

ordinary crime, penulis terlebih dahulu akan memaparkan mengenai pengertian dari

korupsi itu sendiri. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju

masyarakat adil dan makmur. Berdasarkan Ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi”

(dari bahasa Latin : corruption = penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana

para pejabat, badan-badan negara menyelahgunakan wewenang dengan terjadinya

penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.37

Secara harfiah, korupsi dapat diartikan sebagai penyelewengan atau

penggelapan uang negara atau perusahaan untuk keuntungan pribadi atau oranglain.

Sedangkan kata “korup” berarti buruk, rusak, busuk, suka memakai barang (uang)

yang dipercayakan kepadanya, dapat disogok (melalui kekuasaannya) untuk

kepentingan pribadi.37

Menurut Poerwadarminta, korupsi adalah perbuatan yang

buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.38

Rumusan

lain dari korupsi dikemukakan oleh Robert C. Brooks yang menyatakan bahwa

38

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, dalam krisna harahap,

Memberantas Korupsi Jalan Tiada Ujung, Bandung, Grafiti, 2006, hlm.1. 38

WJS. Poerwardarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1998,

hlm.10.

Page 55: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

42

dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang diketahui sebagai

kewajiban atau hak menggunakan kekuasaan dengan tujuan memperoleh keuntungan

yang sedikit banyak bersifat pribadi.39

Dari beberapa pengertian tersebut diatas maka

dapat dijelaskan bahwa korupsi itu adalah suatu perbuatan yang sengaja dilakukan

secara melawan hukum untuk kepentingan diri sendiri atau oranglain dengan

merugikan keuangan atau perekonomian negara. Ciri-ciri korupsi antara lain sebagai

berikut :40

1) Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.

2) Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.

3) Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.

4) Mereka yang mempraktekkan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk

menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran

hukum.

5) Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan

keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mempengaruhi

keputusan-keputusan itu.

6) Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik

atau masyarakat umum.

7) Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.

39

Syed Husin Alatas, Korupsi, Sifat Sebab dan Fungsi, Jakarta, LP3ES, 1991, hlm.7. 40

Syed Husin Alatas, Sosiologi Korupsi, Jakarta, LP3ES, 1998, hlm.12-14.

Page 56: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

43

8) Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari

mereka yang melakukan tindakan itu.

9) Korupsi itu melanggar norma-norma tugas dan penanggungjawaban dalam

tatanan masyarakat.

Tindak pidana korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan

dengan tindak pidana lain di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi

mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang

ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan

masalah yang sangat serius. Tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan

keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi dan juga

politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun

perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya.

Hasil dari UN Convention Against Corruption 2003 diantaranya menyatakan

bahwa korupsi adalah ancaman bagi keamanan dan kestabilan masyarakat, merusak

nilai-nilai dan lembaga-lembaga demokrasi, merusak nilai-nilai moral dan keadilan,

membahayakan pembangunan yang berkelanjutan, rule of law dan mengancam

stabilitas politik. Tidak jauh berbeda dengan hasil konvensi tersebut, Kongres PBB

XI tahun 2005 juga menyatakan tentang hakikat bahaya korupsi yaitu merintangi

kemajuan sosial, ekonomi dan politik, sumber daya masyarakat dialokasikan tidak

efisien, meningkatnya ketidakpercayaan terhadap lembaga-lembaga politik,

produktivitas menurun, efisiensi administratif berkurang, merusak atau mengurangi

legitimasi tatanan politik dan mengganggu pembangunan ekonomi yang berakibat

pada ketidakstabilan politik, lemahnya infrastruktur, sistem pendidikan dan

Page 57: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

44

kesehatan dan pelayanan sosial lainnya. Dengan melihat multi effect dari korupsi di

atas, sangatlah wajar jika korupsi dikategorikan sebagai extra ordinary crime dengan

berbagai dimensinya seperti economic crime, organized crime, white collar crime

dan political crime. Dengan bentuknya yang extra ordinary crime, maka upaya

pencegahan dan pemberantasan korupsi harus ditempuh dengan cara-cara yang luar

biasa pula.

Tindak pidana korupsi di Indonesia yang telah digolongkan sebagai kejahatan

luar biasa atau extra ordinary crime, menurut Romli Atmasasmita dikarenakan : 41

1) Masalah korupsi di Indonesia sudah berurat berakar dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara, dan ternyata salah satu program pemerintah adalah

penegakan hukum secara konsisten dan pemberantasan KKN. Masalah

korupsi pada tingkat dunia diakui merupakan kejahatan yang sangat

kompleks, bersifat sistemik dan meluas dan sudah merupakan suatu binatang

gurita yang mencengkeram seluruh tatanan sosial dan pemerintahan. Centre

for International Crime Prevention (CICP) adalah salah satu organ

Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berkedudukan di Wina telah secara luas

mendefinisikan korupsi sebagai “misusse of (public) power to privat gain”.

Berbagai wajah korupsi oleh CICP sudah diuraikan termasuk tindak pidana

suap (bribery), penggelapan (embezzlement), penipuan (freud), pemerasan

yang berkaitan dengan jabatan (extortion), penyalahgunaan wewenang (abuse

of discretion), pemanfaatan kedudukan seseorang dalam aktivitas bisnis

untuk kepentingan perorangan yang bersifat illegal (exploiting a conflict

41

Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi Aspek Nasional dan Aspek Internasional,

Mandar Maju, Bandung, 2004, hlm.4-5.

Page 58: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

45

interest, insider trading), nepotisme (nepotism), komisi yang diterima pejabat

publik dalam kaitan bisnis (illegal commision), dan kontribusi uang secara

illegal untuk partai politik.

2) Korupsi yang telah berkembang demikian pesatnya bukan hanya merupakan

masalah hukum semata-mata melainkan sesungguhnya merupakan

pelanggaran hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia.

3) Kebocoran APBN selama 4 (empat) Pelita sebesar 30 persen telah

menimbulkan kemiskinan dan kesenjangan sosial yang besar dalam

kehidupan masyarakat karena sebagian rakyat tidak dapat menikmati hak

yang seharusnya ia peroleh. Konsekuensi logis dari keadaan sedemikian,

maka korupsi telah melemahkan ketahanan sosial bangsa dan negara

Republik Indonesia.

4) Penegakan hukum terhadap korupsi dalam kenyataannya telah diberlakukan

secara diskriminatif baik berdasarkan status sosial maupun berdasarkan latar

belakang politik seseorang tersangka atau terdakwa.

5) Korupsi di Indonesia bukan lagi Commission of Anti Corruption (CAC) di

Hongkong telah membuktikan bahwa korupsi dalam era perdagangan global

dewasa ini adalah merupakan hasil kolaborasi antara sektor publik dan

sektor swasta. Dan justru menurut penelitian tersebut pemberantasan

korupsi jenis ini merupakan yang tersulit dibandingkan dengan korupsi

yang hanya terjadi di sektor publik. Kita menyaksikan bahwa korupsi di

Indonesia sudah merupakan kolaborasi antara pelaku di sektor publik dan

Page 59: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

46

sektor swasta. Perkembangan kelima cocok dengan perkembangan di tanah

air, karena kebijakan pemerintah dalam pembentukan BUMN atau BUMD

atau pernyataan modal pemerintah kepada sektor swasta, sehingga

pemberantasan korupsi di Indonesia jauh lebih sulit dari Hongkong,

Australia dan negara-negara lain”.

Menurut Muladi, dampak luas korupsi terhadap Indonesia berupa :42

1) Merendahkan martabat bangsa di forum internasional.

2) Menurunkan kepercayaan investor, baik domestik maupun asing.

3) Bersifat meluas (widespread) di segala sektor pemerintahan (eksekutif,

legislatif, dan yudikatif), baik di sektor pusat maupun daerah.

4) Bersifat transnasional dan bukan lagi masalah per negara.

5) Cenderung merugikan keuangan negara dalam jumlah yang signifikan.

6) Merusak moral bangsa (moral and value damage).

7) Menghianati agenda reformasi.

8) Menggangu stabilitas dan keamanan negara.

9) Mencederai keadilan dan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable

development).

10) Menodai supremasi hukum (jeopardizing the rule of law).

42 Muladi, Makalah Konsep Total Enforcement dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

dalam Kerangka Politik Hukum, forum koordinasi dan konsultasi dalam rangka intersifikasi

pemberantasan tindak pidana korupsi, Jakarta, 2006, hlm.14.

Page 60: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

47

11) Semakin berbahaya karena bersinergi negatif dengan kejahatan ekonomi

lain, seperti “money laundering”.

12) Bersifat terorganisasi (organize crime) yang cenderung transnasional.

13) Melanggar HAM.

Masalah korupsi bukan lagi masalah baru dalam persoalan hukum dan

ekonomi bagi suatu negara karena masalah korupsi telah ada sejak ribuan tahun yang

lalu, baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk juga di Indonesia.

Korupsi telah merayap dan meyelinap dalam berbagai bentuk atau modus operandi

sehingga menggerogoti keuangan negara, perekonomian negara dan merugikan

kepentingan masyarakat.43

Menyadari hal tersebut pemerintah Indonesia telah

melakukan langkah-langkah yang dilakukan untuk memberantas tindak pidana

korupsi selama beberapa masa perjalanan sejarah dan melalui beberapa masa

perubahan peraturan perundang-undangan. Istilah korupsi pertama sekali hadir

dalam khasanah hukum di Indonesia yakni dalam Peraturan Penguasa Perang No.

Prt/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi. Kemudian,

dimasukkan juga dalam Undang-Undang No. 24/Prp/1960 tentang Pengusutan

Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang ini kemudian

dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang

Pemberantasan Tindang Pidana Korupsi, yang kemudian tanggal 16 Agustus 1999

digantikan oleh Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 dan akan mulai berlaku efektif

43

Andi Hamzah, Korupsi Di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, Jakarta, Gramedia

Pustaka Utama, 1991, hlm.2.

Page 61: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

48

paling lambat 2 (dua) tahun kemudian (16 Agustus 2001) dan kemudian diubah

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tanggal 21 November 2001.44

Merebaknya praktik korupsi di indonesia telah mengancam upaya negara

dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, bahkan dalam kehidupan bernegara

praktik korupsi melemahkan institusi dan nilai-nilai demokrasi serta institusi

penegakan hukum. Kini perkembangan tindak pidana korupsi sudah begitu masif,

baik dalam jumlah kerugian keuangan negara maupun kualitas tindak pidana yang

dilakukan. Dalam sudut pandang HAM, praktik korupsi yang meluas dan sistematis

juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi

masyarakat. Oleh karena itu korupsi tidak lagi dimaknai ordinary crime melainkan

dipahami sebagai extra ordinary crime.

Pembicaraan mengenai korupsi memang akan menemukan kenyataan yang

buruk karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat, keadaan yang busuk,

jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam

jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga

atau golongan kedalam kedinasan dibawah kekuasaan jabatannya.45

Kausa atau sebab orang melakukan perbuatan korupsi di Indonesia46

:

1) Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai neggeri dibandingkan

dengan kebutuhan yang makin hari makin meningkat.

2) Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan

sumber atau sebab meluasnya korupsi.

44

Darwan Prinst, Op.cit, hlm.1. 45

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm.9. 46

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional,

PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm.13-20.

Page 62: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

49

3) Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan

efisien.

4) Penyebab korupsi adalah Modernisasi.

Ganasnya cengkeraman gurita korupsi yang menghisap kekayaan negara dan

melemahkan perekonomian nasional mengakibatkan banyak rakyat tidak dapat

menikmati distribusi kekayaan negara secara adil. Masih banyaknya rakyat yang

hidup dibawah garis kemiskinan dan pada saat yang sama beberapa orang memakan

uang negara trilyun rupiah merupakan potret pelanggaran hak asasi yang sistemik.

Gurita korupsi juga mengakibatkan rakyat miskin terhalang mendapatkan akses

terhadap keadilan. Rakyat yang lemah juga akan sulit mendapatkan perlakuan yang

sama dihadapan hukum. Racun gurita korupsi akan membuat lemas organ tubuh

institusi penegak hukum.

Masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia hingga saat ini adalah

merajalelanya korupsi, terutama yang berkualifikasi korupsi politik. Korupsi

merupakan faktor penghalang pembangunan ekonomi, sosial, politik dan budaya

bangsa. Negara Indonesia sejak tahun 2002 dengan diberlakukannya Undang-

Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(KPK) mengklasifikasikan kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra

ordinary crimes), hal ini dikarenakan korupsi di Indonesia sudah meluas dan

sistematis yang melanggar hak-hak ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan

cara-cara pemberantasan korupsi yang luar biasa.

Page 63: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

50

2.2. Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi

Menurut Lawrence Meir Fridman, bahwa sistem hukum itu harus memenuhi :

Struktur (Structure), Substansi (Subtance), dan Kultur hukum (Legal Culture).47

Sistem hukum terdiri dari 3 (tiga) subsistem yang terdiri dari :

1) Substansi hukum, yang berupa peraturan perundang-undangan atau isi

dari sebuah peraturan.

2) Struktur hukum, adalah aparat penegak hukum beserta sarana dan

prasarananya.

3) Budaya hukum, berupa prilaku dari anggota masyarakat itu sendiri.

Dari ketiga subsistem ini yang akan dikaji sesuai dengan teori diatas adalah

mengenai struktur hukumnya. Struktur atau aparat hukum merupakan suatu

komponen yang penting dalam pembangunan hukum yang mana diciptakannya

lembaga-lembaga hukum dengan personil-personil yang berkwalitas dalam arti

bukan hanya memahami hukum namun diperlukan pula integritas moral yang tinggi

yang tentunya dapat dicari pada proses rekrutmen dan kemudian dibentuk lebih

lanjut dalam proses pendidikan khusus yang dirancang untuk penugasan tersebut.48

Dengan banyaknya kasus korupsi belakangan ini, mengisyaratkan bahwa

masih adanya perbuatan anggota masyarakat yang tidak sejalan dengan peraturan-

peraturan yang berlaku di negara ini. Hukum berfungsi sebagai sosial control yang

bersifat memaksa agar masyarakat mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku untuk

mengatur mengenai korupsi sebagai suatu pengaturan yang wajib ditaati. Penegakan

hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan undang-undang walaupun di

47

Yesmil Anwar & Adang, Op.cit. 48

Moh Hatta, Op.cit.

Page 64: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

51

dalam kenyataannya di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga

pengertian law enforcement begitu popular selain itu ada kecenderungan yang kuat

untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan

hakim.49

Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang

terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan dengan menilai yang mantap

dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir

untuk menciptakan (sebagai “social engineering”), memelihara dan mempertahankan

(sebagai “social control”) kedamaian pergaulan hidup.50

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah :

1) Faktor hukumnya sendiri, yang didalam tulisan ini akan dibatasi pada

undang-undangnya saja.

2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.51

Gangguan terhadap penegakan hukum tindak pidana korupsi yang berasal dari

undang-undang disebabkan karena tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-

undang, belum ada peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan

undang-undang dan ketidakjelasan arti kata-kata didalam undang-undang yang

49

Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm.7-8. 50

Soenarto, Penegakan Hukum Dalam Mensukseskan Pembangunan, Alumni, Bandung, 1977,

hlm.80. 51

Soerjono Soekanto, Op.cit. hlm.8.

Page 65: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

52

mengakibatkan kesimpangsiuran dalam penafsiran serta penerapannya.52

Hukum

adalah keseluruhan peraturan-peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di

dalam masyarakat yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan

mendapatkan tata atau keadilan.

Hukum diadakan dengan tujuan agar menimbulkan tata atau damai dan yang

lebih dalam lagi yaitu keadilan didalam masyarakat mendapatkan bagian yang

sama.53

Sedangkan hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang

berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk menentukan

perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang, dengan disertai dengan

ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu bagi yang melanggarnya. Sehingga

tidak ada lagi masyarakat yang merasa bahwa keadilan tersebut hanya ditujukan

untuk sebagian orang saja.54

Menurut Satjipto Raharjo, Secara konsepsional

efektivitas penegakan hukum sekurang-kurangnya dipengaruhi oleh lima faktor

utama, yaitu : 55

1) Sumber daya peraturan perundang-undangan.

2) Sumber daya manusia penegak hukum.

3) Sumber daya fisik (sarana dan prasarana) penegakan hukum.

4) Sumber daya keuangan.

5) Sumber daya pendukung lainnya berupa kesadaran hukum masyarakat dan

pra kondisi yang dipersiapkan untuk mengefektifkan penegakan hukum.

52

Ibid, hlm.17. 53

R. Soeroso, Op.cit, hlm.27.

54 Moeljatno, Op.cit, hlm.1. 55

Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologi, Sinar Baru,

Jakarta, 1983, hlm.18.

Page 66: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

53

Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus selalu diperhatikan

yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.56

Konsep keadilan terkandung

makna perlindungan hak, persamaan derajat dan kedudukan di hadapan hukum, serta

asas proporsionalitas antara kepentingan individu dan kepentingan sosial. Kepastian

hukum sebagai salah satu tujuan hukum dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya

mewujudkan keadilan. Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan

dihadapan hukum tanpa diskriminasi.57

Penerapan keadilan dan kepastian hukum

dapat saja terjadi gesekan. Kepastian hukum yang menghendaki persamaan di

hadapan hukum tentu lebih cenderung menghendaki hukum yang statis. Aturan

hukum harus dilaksanakan untuk semua kasus yang terjadi, sedangkan keadilan

memiliki sifat dinamis harus selalu melihat konteks peristiwa dan masyarakat di

mana peristiwa itu terjadi.

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia agar kepentingan

manusia terlindungi dan hukum harus dilaksanakan. Sejalan dengan perkembangan

masyarakat bertambah banyak pula peraturan-peraturan yang disusun untuk menata

kehidupan yang modern sehingga persoalan penegakan hukum atau masalah Law

Enforcement dan Rule of Law menjadi sangat krusial.58

Menurut Soerjono Soekanto,

penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai terjabarkan

didalam kaedah-kaedah yang mantap dan mengejawantan dan sikap tindak sebagai

rangkaian penjabaran akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan

56

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Sebagai Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,

1999, hlm.145. 57

Mohammad Mahfud MD, Makalah “Penegakan Hukum dan Tata Kelola Pemerintahan Yang

Baik”, hlm.4. 58

Asri Muhammad Saleh, Op.cit , hlm.29-30.

Page 67: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

54

kedamaian pergaulan hidup,59

sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus

diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum, keadilan dan manfaatnya.

Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia tampak

tersendat dan bahkan sering terjadi stagnasi sehingga telah menimbulkan citra yang

negatif terhadap aparatur penegak hukum pada khususnya dan pemerintah pada

umumnya yang merupakan salah satu faktor yang melatar belakangi di bentuknya

komisi-komisi untuk masing-masing instrumen atau sub sistem dalam sistem

peradilan pidana.60

Upaya penegakan hukum dalam hukum pidana tidak dapat

dipandang sebagai tanggung jawab secara parsial dari pihak tertentu, hal tersebut

dikarenakan adanya keterkaitan berbagai pihak dalam penanganannya sebagai suatu

sistem. Oleh karenanya, sebagai suatu sistem perlu dipahami mengenai sistem

peradilan pidana itu sendiri.

Faktor yang menyebabkan tumpulnya penegakan hukum juga disebabkan oleh

sulitnya menemukan formula yang ampuh dalam memberantas korupsi yang sudah

membudaya. Hal ini disebabkan karena korupsi sudah bersifat endemik dan

sistematik. Pengertian dari endemik adalah dimana korupsi sudah menyebar secara

luas (widespread) keseluruh lapisan birokrasi, khususnya lembaga peradilan

(Judicial corruption), dan definisi dari sistematik adalah korupsi sudah masuk ke

seluruh sistem pemerintahan dan perekonomian negara Indonesia. Lemahnya

penegakan hukum di Indonesia juga diakibatkan oleh belum adanya keinginan dari

aparat penegak hukum sendiri untuk melakukan perubahan internal, dimana telah

bergesernya nilai-nilai yang dianut pengembang profesi hukum dan degradasi

59

Soerjono Soekanto, Op.cit. 60

Romli Atmasasmita, Op.cit.

Page 68: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

55

kualitas penegak hukum sendiri, dan belum adanya niat untuk melakukan perubahan

(reform) terhadap instansinya masing-masing.

2.3. Asas Legalitas

Asas legalitas yang menjadi salah satu ciri negara hukum dimana suatu

perbuatan dapat dikenakan sanksi apabila telah ada pengaturannya. Asas legalitas

merupakan asas yang digunakan untuk menentukan suatu perbuatan termasuk dalam

kategori perbuatan pidana yang merupakan terjemahan dari principle of legality.

Asas legalitas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan

diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dengan perundang-

undangan, Biasanya ini dikenal dalam bahasan Latin sebagai “Nullum delictum nulla

poena sina praevia lege” yang artinya “Tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa

peraturan terlebih dahulu”.61

Asas legalitas ini merupakan perlindungan kepada

perorangan terhadap kesewenang-wenangan yang mungkin dilakukan penguasa

terhadap rakyatnya. Oleh karena itu, asas legalitas merupakan asas yang esensiel di

dalam penerapan hukum pidana.

Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHP

mencantumkan asas legalitas ini sebagai berikut : “Tiada suatu perbuatan dapat

dipidana kecuali atas ketentuan-ketentuan pidana dalam perundang-undangan yang

telah ada sebelum perbuatan dilakukan”. Perumusan asas legalitas menurut Nyoman

Serikat Putra Jaya menyebutkan bahwa dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP mengandung

makna asas lex temporis delicti, artinya undang-undang yang berlaku adalah undang-

61

Moeljatno, Op.cit, hlm.23.

Page 69: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

56

undang yang ada pada saat delik terjadi atau disebut juga asas “nonretroaktif”,

artinya ada larangan berlakunya suatu undang-undang pidana secara surut. Asas

legalitas juga berkaitan dengan larangan penerapan ex post facto criminal law dan

larangan pemberlakuan surut hukum pidana dan sanksi pidana (nonretroactive

application of criminal laws and criminal sanctions).62

Sedangkan Andi Hamzah

menerjemahkan dengan terminologi asas legalitas yakni “Tiada suatu perbuatan (feit)

yang dapat dipidana selain berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan

pidana yang mendahuluinya”.63

Moeljatno menyebutkan pula bahwa, “Tiada suatu

perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-

undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”. 64

Asas legalitas di samping dikenal dalam ketentuan hukum pidana materiel juga

dikenal dalam ketentuan hukum acara pidana (hukum pidana formal). Andi Hamzah

kemudian lebih lanjut menyebutkan bahwa dengan demikian, asas legalitas dalam

hukum acara pidana lebih ketat daripada dalam hukum pidana materiel, karena

istilah dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP (sama dengan Belanda) “ketentuan perundang-

undangan” (wettelijk strafbepaling) sedangkan dalam hukum acara pidana disebut

undang-undang pidana. Jadi, suatu peraturan yang lebih rendah seperti Peraturan

Pemerintah dan Peraturan Daerah dapat menentukan suatu perbuatan dapat dipidana

tetapi tidak boleh membuat aturan acara pidana.65

62

Nyoman Serikat Putra Jaya, Beberapa Pemikiran Ke Arah Pengembangan Hukum Pidana,

PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm.1. 63

Andi Hamzah, Op.cit, hlm.41. 64

Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2001, hlm.3. 65

Andi Hamzah, Op.Cit, hlm.43.

Page 70: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

57

Hakikat ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut mendeskripsikan tentang

pemberlakuan hukum pidana menurut waktu terjadinya tidak pidana (tempus delicti).

Konkritnya, untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu perbuatan agar dipidana

maka ketentuan pidana tersebut harus ada terlebih dahulu diatur sebelum perbuatan

dilakukan.

Menurut Lamintang, asas legalitas ini yang dalam rumusan bahasa latin yaitu

nullum crimen noela poena sine praevia lege poenali yang diciptakan oleh Paul

Johan Anselm von Feuerbach” pada abad ke-19 dalam bukunya yang berjudul

lehrbuch des Peinlichen Rechts (1801), yang artinya tidak ada (nullum) delik, tiada

pidana (poena) tanpa (sine) terlebih dahulu diadakan (preavia) ketentuan (lege

poenali). Ajaran Feuerbach ini dikemukannya sehubungan dengan pembatasan

keinginan manusia untuk melakukan suatu kejahatan, ajaran ini dikenal dengan teori

Psychoolgise zwang yang memuat tiga ketentuan yaitu :

1) Nulla puna sine lege, yang bermakna bahwa setiap penjatuhan hukuman

haruslah didasarkan pada suatu undang-undang pidana.

2) Nulla Poena Sine Crimine, yang artinya bahwa suatu penjatuhan

hukuman hanyalah dapat dilakukan, apabila perbuatan yang

bersangkutan telah diancam dengan suatu hukuman oleh undang-undang.

3) Nullum Crimen Sine Poena Legali, yang artinya bahwa perbutan yang

telah diancam dengan hukuman oleh undang-undang itu apabila

Page 71: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

58

dilanggar dapat berakibat dijatuhkannya hukuman seperti yang

diancamkan undang-undang terhadap pelanggarnya.66

Moeljatno menyebutkan bahwa asas legalitas mengandung tiga pengertian,

yaitu:

1) Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal

itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.

2) Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan

analogi (kiyas).

3) Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.67

Selain itu, menurut Jan Remmelink menyebutkan tiga hal tentang makna asas

legalitas, antara lain :

1) Konsep perundang-undang yang diandaikan ketentuan Pasal 1 :

Ketentuan Pasal 1 Sv (KUH Pidana Belanda maupun Indonesia,

berdasarkan. Pasal 3 KUHP) menetapkan bahwa hanya perundang-

undangan dalam arti formal yang dapat memberi pengaturan di bidang

pemidanaan. Kata perundang-undangan (wettelijk) dalam ketentuan

Pasal 1 KUHP menunjuk pada semua produk legislatif yang mencakup

pemahaman bahwa pidana akan ditetapkan secara legitimate.

Sebelumnya telah ditunjukkan bahwa pelbagai bentuk perundang-

undangan tercakup di dalamnya, termasuk peraturan yang dibuat oleh

66

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cet. III, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1997, hlm.132-134. 67

Moeljatno , Asas–Asas Hukum Pidana, Cet. Ke – VII, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm.25.

Page 72: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

59

pemerintah daerah (tingkat provinsi maupun kabupaten / kotamadya) dan

seterusnya.

2) Lex Certa (undang-undang yang dirumuskan terperinci dan cermat / nilai

relatif dari ketentuan ini). Asas Lex Certa atau bestimmtheitsgebot

merupakan perumusan ketentuan pidana yang tidak jelas atau terlalu

rumit hanya akan memunculkan ketidakpastian hukum dan menghalangi

keberhasilan upaya penuntutan (pidana) karena warga selalu akan dapat

membela diri bahwa ketentuan-ketentuan seperti itu tidak akan berguna

sebagai pedoman perilaku.

3) Dimensi analogi. Asas legalitas menyimpan larangan untuk menerapkan

ketentuan pidana secara analogis (nullum crimen sine lege stricta: tiada

ketentuan pidana terkecuali dirumuskan secara sempit / ketat di dalam

peraturan perundang-undangan).68

Barda Nawawi Arief menyebutkan bahwa perumusan ketentuan Pasal 1 ayat

(1) KUHP mengandung di dalamnya asas “legalitas formal”, asas “lex certa”,

dan asas “Lex Temporis Delicti” atau asas “non retroaktif”. Asas legalitas formal

(lex scripta) dalam tradisi civil law sebagai penghukuman harus didasarkan pada

ketentuan Undang-Undang atau hukum tertulis. Undang-Undang (statutory, law)

harus mengatur terhadap tingkah laku yang dianggap sebagai tindak pidana. Lex

Certa atau bestimmtheitsgebot dimaksudkan kebijakan legislasi dalam merumuskan

undang-undang harus lengkap dan jelas tanpa samar-samar (nullum crimen sine lege

68

J.E. Sahetapy, Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan

Berencana, CV Rajawali, Jakarta, 1982, hlm.220.

Page 73: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

60

stricta).69

Perumusan yang tidak jelas atau terlalu rumit hanya akan memunculkan

ketidakpastian hukum dan menghalangi keberhasilan upaya penuntutan (pidana)

karena warga selalu akan dapat membela diri bahwa ketentuan-ketentuan seperti itu

tidak berguna sebagai pedoman perilaku. Kemudian asas nonretroaktif menentukan

peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana tidak dapat diberlakukan surut

(retroaktif) akan tetapi harus bersifat prospectif. Oleh karena itu maka makna asas

legalitas tersebut hakikatnya terdapat paling tidak ada 4 (empat) larangan

(prohibitions) yang dapat dikembangkan asas tersebut, yaitu:70

1) “Nullum crimen, nulla poena sine lege scripta (larangan untuk memidana

atas dasar hukum tidak tertulis-unwritten law).

2) “Nullum crimen, nulla poena sine lege stricta (larangan untuk melakukan

analogy).

3) “Nullum crimen, nulla poena sine lege praevia” (larangan terhadap

pemberlakuan hukum pidana secara surut).

4) “Nullum crimen, nulla poena sine lege certa” (larangan terhadap

perumusan hukum pidana yang tidak jelas.

69

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

2003, hlm. 1. 70

Ibid.

Page 74: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

61

2.4. KPK Dalam Sistem Peradilan Pidana

Dalam suatu proses penegakan hukum termasuk juga penegakan hukum

terhadap tindak pidana korupsi, selain dibutuhkan seperangkat peraturan perundang-

undangan tentunya dibutuhkan juga instrumen penggeraknya yaitu institusi-institusi

penegak hukum dan implementasinya melalui mekanisme kerja dalam sebuah sistem

yang disebut sebagai sistem peradilan pidana (criminal justice system).

Sistem peradilan pidana yang merupakan terjemahan dari Criminal Justice

System yang merupakan sistem kekuasaan atau kewenangan menegakkan hukum

pidana. Sistem peradilan pidana dapat dikatakan juga sebagai suatu rangkaian antara

satu lembaga dengan lembaga lainnya dimana kesemuanya saling berkait yang pada

hakikatnya juga identik dengan sistem kekuasaan kehakiman dibidang hukum pidana

yang diimplementasikan dalam 4 (empat) subsistem, yaitu : kekuasaan penyidikan

oleh lembaga penyidik, kekuasaan penuntutan oleh lembaga penuntut umum,

kekuasaan mengadili atau menjatuhkan putusan oleh badan peradilan, dan kekuasaan

pelaksanaan hukum pidana oleh aparat pelaksana eksekusi.71

Hagan membedakan

pengertian antara Criminal Justice Process dan Criminal Justice System. Criminal

Justice Process adalah setiap tahap dari suatu putusan yang menghadapkan seorang

tersangka dalam proses yang membawanya kepada penentuan pidana baginya,

sedangkan Criminal Justice System adalah interkoneksi antara keputusan dari setiap

instansi yang terlibat dalam proses peradilan pidana.72

71

Moh Hatta, Op.cit, hlm.42. 72

Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana, Jakarta, 2010, hlm.2.

Page 75: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

62

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana menganut

sistem yang disebut Integrated Criminal Justice System. Sistem tersebut setiap tahap

dari pada proses penyelesaian perkara berkait erat dan saling mendukung satu sama

lain. Tahap dalam proses penyelesaian yang dimaksud adalah suatu proses

bekerjanya lembaga-lembaga yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan

dan Lembaga Pemasyarakatan. Penanganan suatu perkara pidana yang terjadi,

seorang tersangka akan diperiksa melalui tahap-tahap yakni penyidikan oleh Polisi,

Penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, Sidang Pengadilan oleh Hakim, dan

Pembinaan oleh Lembaga Pemasyarakatan.

Keempat subsistem peradilan pidana yaitu subsistem penyidikan, subsistem

penuntutan, subsistem pengadilan dan subsistem pelaksanaan putusan sebagaimana

tersebut di atas merupakan suatu kesatuan sistem penegakan hukum pidana yang

integral atau yang sering dikenal dengan istilah Sistem Peradilan Pidana Terpadu

(Integrated Criminal Justice System). Apabila keterpaduan dalam bekerja sistem

tidak dilakukan maka diperkirakan akan terdapat tiga kerugian sebagai berikut :

1) Kesukaran dalam menilai sendiri keberhasialn atau kegagalan masing-

masing instansi sehubungan dengan tugas mereka bersama.

2) Kesulitan dalam memecahkan sendiri masalah-masalah pokok masing-

masing instansi (sebagai subsistem dari sistem peradilan pidana).

3) Disebabkan tanggung jawab masing-masing instansi sering kurang jelas

terbagi, maka setiap instansi tidak terlalu memperhatikan efektifitas

menyeluruh dari sistem peradilan pidana.

Page 76: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

63

Upaya penegakan hukum dalam hukum pidana tidak dapat dipandang sebagai

tanggung jawab secara parsial dari pihak tertentu, hal tersebut dikarenakan adanya

keterkaitan berbagai pihak dalam penanganannya sebagai suatu sistem. Oleh

karenanya, sebagai suatu sistem perlu dipahami mengenai sistem peradilan pidana

itu sendiri. Dari keempat subsistem yang telah disebutkan diatas cara kerja subsistem

harus terintegrasi (terpadu) dengan subsistem lainnya. Presepsi atau pandangan

dalam mencapai tujuan pokok sistem peradilan pidana haruslah sama. Bila tidak

adanya kesepahaman antara subsistem ini akan menghilangkan kepercayaan

masyarakat pada institusi dalam arti sempit dan Sistem Peradilan Pidana dalam

artian lebih luas.

Sesuai dengan subsistem yang ada dalam sistem peradilan pidana yaitu pihak

kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan dapat dipahami

bahwa diantara subsistem tersebut mempunyai fungsinya masing-masing

menghadapi dan atau menangani tindakan criminal yang terjadi. Sebagai suatu

rangkaian bekerjanya sistem peradian pidana, hal yang paling utama yang dilakukan

oleh pihak kepolisian adalah memberikan penyelidikan. Dengan dilakukannya

penyelidikan maka akan diketahui apakah kasus tersebut mengandung unsur tindak

pidana atau tidak, apabila mengandung unsur tindak pidana maka selanjutnya akan

dilakukan penyidikan oleh penyidik. Dalam penyelidikan atau penyidikan

didalamnya terdapat berbagai rangkaian kegiatan yang masing-masing dibuatkan

berita acaranya, contoh : berita acara penangkapan, penahanan, penggeledahan atau

penyitaan, penyadapan dan lain sebagainya. Berita acara yang telah dibuatkan

tersebut dimasukkan dalan berkas kemudian dikirimkan kepada penuntut umum

Page 77: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

64

dengan tidak disertai dengan tersangka dan barang buktinya. Dengan berakhirnya

pekerjaan dari subsistem kepolisian ini menandakan dimulainya pekerjaan dari

subsistem dari kejaksaan. Namun apabila terjadi kekurangan pada saat penyidikan

yang memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik

yang disebut dengan pra penuntutan yang mana dilakukan sebelum penuntutan ke

pengadilan.

Penuntut umum sebagai organ dari kejaksaan yang mendapat tugas menangani

perkara pidana setelah selesai melakukan prapenuntutan, penuntut umum selanjutnya

membuat surat dakwaan yang mana bahan-bahannya dirumuskan dari berkas perkara

yang diajukan oleh penyidik yang mana dilanjutkan dengan penuntutan. Dengan

adanya pelimpahan perkara dari penuntut umum maka hal ini menandakan

dimulainya pekerjaan dari subsistem pengadilan kemudian dilanjutkan dengan

memeriksa dan diakhiri dengan memutuskan perkara perkara pidana. Adanya

putusan dari pengadilan mengenai perkara pidana maka berakhirlah pekerjaan dari

subsistem pengadilan dan dilanjutkan dengan pekerjaan dari subsistem yang terakhir

dari seluruh subsistem dari sistem peradilan pidana yaitu subsistem permasyarakatan.

Sistem peradilan pidana mempunyai dimensi fungsional ganda. Di satu pihak

berfungsi sebagai sarana masyarakat untuk menahan dan mengendalikan kejahatan

(crime containment system) pada tingkatan tertentu, di lain pihak sistem peradilan

pidana juga berfungsi untuk pencegahan (secondary prevention). Efektivitas sistem

peradilan pidana tergantung sepenuhnya pada kemampuan infrastruktur pendukung

sarana dan prasarananya, kemampuan profesional aparat penegak hukumnya serta

Page 78: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

65

budaya hukum masyarakatnya73

. Pada hakekatnya dibentuknya sistem peradilan

pidana mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan internal sistem dan tujuan eksternal.

Tujuan internal dilakukan agar terciptanya keterpaduan atau sinkronisasi antar

subsistem-subsistem dalam tugas menegakkan hukum. Sedangkan tujuan eksternal

yakni untuk melindungi hak-hak asasi tersangka, terdakwa dan terpidana sejak

proses penyelidikan sampai proses pemidanaan. Dengan demikian, sebenarnya

tujuan dari sistem peradilan pidana baru selesai apabila pelaku kejahatan telah

kembali terintegrasi ke dalam masyarakat, hidup sebagai anggota masyarakat

umumnya yang taat pada hukum.

Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan

secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Korupsi

merupakan sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)74

, untuk itu

diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan badan

khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan

manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang pelaksanakannya

dilakukan secara optimal, intensif, efektif, professional serta berkesinambungan.

Berkenaan dengan hal ini, pemerintah Indonesia telah memperlihatkan

keseriusannya dalam percepatan pemberantasan korupsi di Indonesia. Keseriusan itu

terlihat dengan dikeluarkannya berbagai macam kebijakan baik dalam hal

pencegahan (preventif) maupun penanganan (represif) tindak pidana korupsi antara

lain ada nya Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang KPK. Memperhatikan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 maka terdapat lembaga lain yang berwenang

73

Muladi, Op.cit, hlm.25. 74

Romli Atmasasmita,Op.cit , hlm.9.

Page 79: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

66

dalam hal penanganan perkara tindak pidana korupsi di luar sistem peradilan pidana

yang ada di Indonesia selama ini yaitu KPK. Dalam hal ini, KPK sudah cukup

banyak mengungkap kasus-kasus korupsi kelas kakap di Indonesia. Penegakan

hukum terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia tampak tersendat dan bahkan

sering terjadi stagnasi sehingga telah menimbulkan citra yang negatif terhadap

aparatur penegak hukum pada khususnya dan pemerintah pada umumnya yang

merupakan salah satu faktor yang melatar belakangi di bentuknya komisi-komisi

untuk masing-masing instrumen atau sub sistem dalam sistem peradilan pidana.75

Pembentukan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dimaksudkan untuk

memerangi korupsi sekaligus untuk menjawab tantangan ketidak berdayaan sistem

peradilan pidana di Indonesia. Di Indonesia Sistem peradilan Pidana setelah

berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

mempunyai 4 (empat) subsistem, yaitu : subsistem Kepolisian yang secara

administratif di bawah Presiden, Kejaksaan di bawah Kejaksaan Agung, Pengadilan

di bawah Mahkamah agung dan Lembaga Pemasyarakatan di bawah Departemen

Kehakiman. Dengan dibentuknya KPK berdasarkan Undang-Undang No. 31 tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 sebagai komisi yang dibentuk guna

memberantas korupsi secara otomatis KPK yang juga berwenang melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tentunya dapat dinyatakan sebagai salah

satu lembaga penegak hukum yang termasuk dalam sistem peradilan pidana

Indonesia.

75

Romli Atmasasmita, Op.cit.

Page 80: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

67

Sistem peradilan pidana di Indonesia yang berdasarkan Undang-Undang No.8

Tahun 1981, memiliki sepuluh asas sebagai berikut76

:

1) Perlakuan yang sama dimuka hukum, tanpa diskriminasi apapun.

2) Asas praduga tak bersalah.

3) Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi.

4) Hak untuk memperoleh bantuan hukum.

5) Hak kehadiran terdakwa dimuka pengadilan.

6) Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana.

7) Peradilan yang terbuka untuk umum.

8) Pelanggaran atas hak-hak warga negara (penangkapan, penahanan,

penggeledahan dan penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang dan

dilakukan dengan surat perintah (tertulis).

9) Hak seorang tersangka untuk diberikan bantuan tentang prasangkaan dan

pendakwaan terhadapnya.

10) Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan putusannya.

Sebagaimana yang telah penulis bahas diatas, KPK sebagai sebuah lembaga

penegak hukum yang termasuk dalam sistem peradilan pidana Indonesia merupakan

suatu komisi khusus yang dasar pendiriannya diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan secara

lebih dalam diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

76

Yesmil Anwar & Adang, Op.cit, hlm.67.

Page 81: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

68

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan Undang-Undang No. 31 tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, dibentuk badan khusus yang

selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mana dalam Pasal

43 Undang-undang ini berbunyi sebagai berikut :

“Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-undang ini

mulai berlaku, dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi”

“Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai tugas dan

wewenang melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku”

“Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas

unsur Pemerintah dan unsur masyarakat”

“Ketentuan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja,

pertanggungjawaban, tugas dan wewenang, serta keanggotaan Komisi

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). ayat (2), dan ayat (3) diatur

dengan Undang-undang”.

Institusi KPK merupakan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Komisi Pemberantasan Korupsi

berdasarkan pada :

1) Kepastian Hukum “adalah asas dalam Negara hokum yang mengutamakan

landasan peraturan perundang – undangan, kepatutan, dan keadilan dalam

setiap kebijakan menjalankan tugas dan wewenang KPK.

Page 82: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

69

2) Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar dan jujur serta tidak diskriminatif

tentang kinerja Komisi pemberantasan Korupsi dalam menjalankan tugas

dan fungsinya.

3) Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil

akhir kegiatan komisi Pemberantasan Korupsi harus dapat dipertanggung–

jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan

tertinggi Negara sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang

berlaku.

4) Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum

dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

5) Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara

tugas, wewenang, tanggung jawab, dan kewajiban.

Tujuan dibentuknnya KPK tidak lain adalah meningkatkan daya guna dan hasil

guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK dibentuk karena

institusi (Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, Partai Politik dan Parlemen) yang

seharusnya mencegah korupsi tidak berjalan bahkan larut dan terbuai dalam korupsi.

Pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat

dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu pemberantasan korupsi perlu

ditingkatkan secara professional, intensif, dan berkesinambungan. Karena korupsi

telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat

pembangunan nasional. Begitu parahnya maka korupsi di Indonesia sudah

Page 83: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

70

dikategorikan sebagai tindak pidana luar biasa (extraordinary crime). Cara

penanganan korupsi harus dengan cara yang luar biasa. Untuk itulah dibentuk KPK

yang mempunyai wewenang luar biasa, sehingga kalangan hukum menyebutnya

sebagai suatu lembaga super (super body).

2.5. Pencekalan Dalam Hukum Acara Pidana

Tindakan pemolisian dapat berwujud tindakan pemeriksaan, penangkapan,

penahanan, penyitaan dan penggeledahan. Pada lingkup yang lebih luas, tindakan itu

mencakup pula tindakan pencekalan dan penangkalan. Dalam KUHAP, tindakan

pemolisian (minus pencekalan dan penangkalan yang diatur dalam UU No. 6 tahun

2011 tentang Imigrasi) tersebut dilakukan oleh Penyidik dan atau penyelidik (atas

perintah penyidik). Meskipun merupakan bagian dari kewenangan penegak hukum,

tindakan pemolisian tidak dapat dilakukan secara serampangan karena berkaitan

dengan hak-hak asasi manusia/warga negara. Setiap tindakan pemolisian harus

dilakukan atas dasar yang logis dan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang

ada. Tindakan pemolisian tidak boleh didasarkan pada faktor like dan dislike yang

cenderung subyektif dan tidak memiliki parameter yang jelas. Intinya, kewenangan

yang dilakukan secara serampangan dan tidak terkontrol akan menghasilkan

tindakan yang sewenang-wenang.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,

Pengertian dari pencekalan adalah larangan sementara terhadap orang untuk keluar

dari Wilayah Indonesia berdasarkan alasan keimigrasian atau alasan lain yang

ditentukan oleh UU. Pencegahan merupakan larangan yang bersifat sementara

Page 84: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

71

terhadap orang-orang tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia

berdasarkan alasan tertentu dalam waktu tertentu dan orang tertentu dalam

pengertian di atas ditujukan kepada Warga Negara Asing maupun Warga Negara

Indonesia yang akan keluar Wilayah Indonesia. Pengaturan mengenai pencekalan ini

di tuangkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Pada saat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian ini mulai

berlaku, maka peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992

tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474) dinyatakan masih

tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru

berdasarkan Undang-Undang ini.

Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011

tentang Keimigrasian dinyatakan bahwa Pejabat Imigrasi menolak orang untuk

keluar wilayah Indonesia ditujukan pada suatu kepentingan penyelidikan dan

penyidikan oleh instansi atau lembaga penegak hukum. Konteks penolakan tersebut

adalah dengan tidak memberangkatkan keluar wilayah Indonesia terhadap orang

setelah adanya permintaan Pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang yang

dimaksud dalam Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 91 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian terdiri atas:

a. Menteri Keuangan;

b. Jaksa Agung;

c. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;

d. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;

Page 85: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

72

e. Kepala Badan Narkotika Nasional; atau

f. Pimpinan kementerian/lembaga yang berdasarkan undang-undang

memiliki kewenangan Pencegahan.

Kewenangan pejabat berwenang untuk meminta dan/atau memerintahkan

pencekalan terhadap orang dalam tahap penyelidikan dan penyidikan tersebar dalam

berbagai Undang-Undang yaitu:

a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian pada Pasal 92

yang berbunyi:

"Dalam keadaan yang mendesak pejabat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 91 ayat (2) dapat meminta secara langsung kepada Pejabat

Imigrasi tertentu untuk melakukan Pencegahan."

b. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi Pasal 12 ayat (1) huruf b yang berbunyi:

"(1) Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan

penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi

Pemberantasan Korupsi berwenang:

b. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang

seseorang bepergian ke luar negeri;"

c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik

Indonesia Pasal 16 ayat (1) huruf j yang berbunyi:

"(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13 dan 14 dibidang proses pidana, Kepolisian Negara

Republik Indonesia berwenang untuk:

j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi

yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan

Page 86: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

73

mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang

yang disangka melakukan tindak pidana."

d. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Badan Narkotika Nasional Pasal 71

yang berbunyi:

"Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan

peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang

melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran

gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika."

e. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik

Indonesia Pasal 35 huruf f yang berbunyi:

"Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:

f. mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam

perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Setiap wewenang yang diberikan kepada pejabat-pejabat tersebut dan dalam

menggunakan kewenangannya untuk melakukan pencegahan harus benar-benar

didasarkan pada keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan, moral masyarakat

dan kepentingan masyarakat dengan alasan yang rasionil dan jelas karena hal ini

menyangkut hak asasi setiap orang. Alasan yang rasionil dan jelas ini bersifat

relative, karena besarnya tingkat keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan

dan moral dan kepentingan masyarakat itu relatif bergantung dari keadaan Negara

tersebut. Disinilah kearifan dan kebijaksanaan para pejabat-pejabat tersebut dalam

melaksanakan kewenangannya harus dilandaskan pada rasio yang matang dan hati

nurani.

Page 87: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

74

Permintaan pejabat yang berwenang disampaikan secara tertulis baik kepada

Menteri untuk melaksanakan pencegahan dan/atau bersifat langsung kepada Pejabat

Imigrasi yang bertugas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) atau unit pelaksana

teknis yang membawahi TPI dalam keadaan mendesak sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian pada Pasal 92 yang

berbunyi sebagai berikut :

"Dalam keadaan yang mendesak pejabat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 91 ayat (2) dapat meminta secara langsung kepada Pejabat

Imigrasi tertentu untuk melakukan Pencegahan."

Keadaan yang mendesak yang dimaksud pada UU ini misalnya seseorang yang

akan dikenakan pencegahan tersebut dikhawatirkan melarikan diri keluar negeri pada

saat itu juga atau telah berada di Tempat Pemeriksaan Imigrasi untuk keluar negeri

sebelum keputusan pencegahan ditetapkan. Kepentingan yang ingin dilindungi disini

dengan pengaturan penolakan orang untuk keluar wilayah Indonesia di TPI berkaitan

dengan kepentingan nasional meliputi keamanan nasional ketertiban umum, dan

kepentingan masyarakat. Dengan demikian penolakan oleh pejabat imigrasi kepada

orang yang akan keluar wilayah Indonesia dilaksanakan dalam konteks pencegahan.

Pencegahan yang dilaksanakan harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang diatur

dalam Pasal 94 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011tentang Keimigrasian, yaitu:

1. Harus ditetapkan dengan keputusan tertulis oleh Pejabat yang

berwenang;

2. Keputusan tertulis tersebut memuat sekurang-kurangnya:

a. nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir atau umur, serta

foto yang dikenai Pencegahan;

b. alasan Pencegahan; dan

Page 88: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

75

c. jangka waktu Pencegahan.

3. Keputusan Pencegahan disampaikan kepada orang yang dikenai

Pencegahan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal keputusan

ditetapkan.

4. Dalam hal keputusan Pencegahan dikeluarkan oleh pejabat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2), keputusan tersebut

juga disampaikan kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) hari sejak

tanggal keputusan ditetapkan dengan permintaan untuk

dilaksanakan.

5. Menteri dapat menolak permintaan pelaksanaan Pencegahan apabila

keputusan Pencegahan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2).

6. Pemberitahuan penolakan pelaksanaan pencegahan sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) harus disampaikan kepada pejabat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) paling lambat 7

(tujuh) hari sejak tanggal permohonan pencegahan diterima disertai

dengan alasan penolakan.

7. Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk memasukkan identitas

orang yang dikenai keputusan pencegahan ke dalam daftar

Pencegahan melalui Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian.

Apabila tidak dipenuhinya kriteria tersebut, menteri dapat menolak permintaan

pelaksanaan Pencegahan yang akan disampaikan kepada pejabat yang berwenang

dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal permohonan diterima disertai

dengan alasan penolakan.

Manusia merupakan makhluk yang mengalami pergerakan dari suatu tempat

ketempat lain apapun itu alasannya. Dikarenakan hal ini sudah menjadi hak yang

bersifat kodrati bagi manusia untuk mempunyai hak atas kebebasan bergerak.

Kebebasan ini telah dinyatakan di dalam Universal Declaration of Human Rights

dan International Covenant on Civil and Political Rights. Namun kebebasan ini

bukan berarti bebas sebebas-bebasnya bergerak tanpa adanya aturan yang

Page 89: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

76

membatasinya. Dunia internasional juga memahami keberadaan setiap Negara

mempunyai kepentingannya masing-masing, sehingga kebebasan bergerak itu

diseimbangkan dengan kepentingan-kepentingan setiap negara. Dengan hal ini maka

dunia internasional juga memberikan batasan terhadap kebebasan bergerak ini.

Pembatasan hak atas kebebasan bergerak ini dapat dilakukan oleh setiap

negara dengan cara pencegahan dan penangkalan, pencegahan dan penangkalan

adalah untuk menghentikan seseorang untuk masuk atau keluar wilayah negara yang

bersangkutan atas dasar alasan-alasan yang secara rasional untuk keamanan nasional,

ketertiban umum, kesehatan dan moral masyarakat dan kepentingan masyarakat.

Definisi Pencegahan menurut Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang

keimigrasian adalah Larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu

untuk keluar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu. Sedangkan

penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu

untuk masuk kewilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu.

Penggunaan pencegahan dan penangkalan ini tidak boleh digunakan

sewenang-wenang oleh suatu Negara, Negara harus tetap menjamin hak atas

kebebasan bergerak setiap individu namun juga harus menjalankan kepentingan

nasionalnya. Penggunaan pencegahan dan penangkalan ini harus benar-benar dengan

alasan yang kuat dan rasionil dan berlandaskan hukum untuk alasan keamanan

nasional, ketertiban umum, kesehatan dan moral masyarakat dan kepentingan

masyarakat yang sesuai dengan kovenan internasional dalam hak sipil dan politik.

Page 90: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

77

Dalam rangka menghormati dan memenuhi hak asasi manusia dalam rangka

penerapan dan penggunaan pencekalan sebaiknya adanya aturan yang menentukan

kriteria-kriteria yang menjadi patokan dalam menentukan alasan terkait keamanan

nasional, ketertiban umum, kesehatan dan moral masyarakat dan kepentingan

masyarakat, perlu adanya definisi lebih lanjut yang dituangkan didalam suatu

peraturan. Hal ini berguna untuk membatasi setiap diskresi pejabat-pejabat yang

berwenang yang terlampau jauh melanggar hak asasi manusia. Selain itu disisi lain

pemerintah juga harus membangun sistem pencekalan yang efektif terhadap pelaku-

pelaku tindak pidana agar pelaku-pelaku tindak pidana tidak dapat kabur keluar

negeri. Dengan sistem pencekalan yang baik yang dapat terintegrasi langsung ke

daftar pencekalan pusat disetiap wilayah kantor keimigrasian didaerah diharapkan

langsung dapat melakukan kewenenangannya. Sehingga kejadian- kejadian seperti

perginya pelaku tindak pidana keluar negeri dapat dicegah.

2.6. Teori Penyelidikan

Apabila hukum acara pidana dipandang dari sudut pemeriksaan, hal ini dapat

dirinci dalam dua bagian,yaitu pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan pada

sidang pengadilan. Pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan yang dilakukan

pertama kali oleh polisi baik dalam melakukan penyelidikan maupun penyidikan

apabila ada dugaan bahwa hukum pidana telah dilanggar. Sedangkan pemeriksaan

pada sidang pengadilan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan

apakah dugaan bahwa seseorang yang telah melakukan tindak pidana itu dapat

dipidana atau tidak. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 8 tahun 1981

tentang KUHAP menyebutkan bahwa

Page 91: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

78

”Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini”

Penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan. Dari batasan ini dapat

dikonklusikan bahwa tampak jelas hubungan erat antara tugas dan fungsi penyidik

dan penyelidik. Titik taut hubungan tersebut menurut pedoman pelaksanaan KUHAP

disebutkan bahwa penyelidikan bukan merupakan fungsi yang berdiri sendiri atau

terpisah dari fungsi penyidikan, melainkan hanya salah satu cara atau metode atau

sub daripada fungsi penyidikan.77

Adapun mengenai latar belakang, motivasi dan

urgensi diintrodusirnya fungsi penyelidikan antara lain sebagai perlindungan dan

jaminan terhadap hak asasi manusia, adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat

dalam penggunaaan alat-alat pemaksa (dwangmiddelen).78

Tidak semua peristiwa

yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu menampakkan bentuknya secara

jelas sebagai tindak pidana, karena itu sebelum lebih lanjut dengan melakukan

penyidikan sebagai konsekuensi dilakukannnya upaya paksa, perlu ditentukan

terlebih dahulu berdasarkan data atau keterangan yang didapat dari hasil

penyelidikan bahwa peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu

benar adanya sebagai tindak pidana sehingga dapat dilakukan dengan tindakan

penyidikan. Walaupun titik taut tersebut begitu erat, hal itu bukan berarti antara

penyelidik dan penyidik tidak mempunyai perbedaan. Adapun pihak yang

berwenang untuk melakukan penyelidikan menurut pasal 4 KUHAP adalah setiap

pejabat polisi negara Republik Indonesia.

77

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, PT.

Alumni, Bandung, 2007, hlm.55. 78

Ibid, hlm.56.

Page 92: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

79

Apabila didapati tertangkap tangan, tanpa harus menunggu perintah penyidik,

penyelidik dapat segara melakukan tindakan yang diperlukan seperti penangkapan,

larangan, meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan. Selain itu penyelidik

juga dapat melakukan pemeriksaan surat dan penyitaan surat serta mengambil sidik

jari dan memotret atau mengambil gambar orang atau kelompok yang tertangkap

tangan tersebut. Selain itu penyelidik juga dapat membawa yang menghadapkan

orang atau kelompok tersebut kepada penyidik. Dalam hal ini Pasal 105 KUHAP

menyatakan bahwa melaksanakan penyelidikan, penyidikan, penyelidik

dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh penyidik.

Apabila setelah melalui tahap penyelidikan dapat ditentukan bahwa suatu

peristiwa merupakan suatu peristiwa pidana, maka dilanjutkan dengan tahap

penyidikan. Menurut pasal 1 butir 2 KUHAP serangkaian tindakan penyidik dalam

hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana

yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Pihak yang berwenang melakukan

penyidikan menurut pasal 6 KUHAP adalah pejabat polisi negara Republik

Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus

oleh undang-undang. Ketika melaksanakan penyelidikan dan penyidikan, para aparat

penegak hukum melakukan suatu upaya paksa, yaitu serangkaian tindakan untuk

kepentingan penyidikan yang terdiri dari penangkapan, penahanan, penyitaan,

penggeledahan dan pemeriksaan surat, penjelasan mengenai hal ini adalah sebagai

berikut :

Page 93: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

80

1) Penangkapan, Menurut pasal 1 butir 20 KUHAP, penangkapan adalah

suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan

tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan

penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut

cara yang diatur dalam undang-undang.

2) Penahanan. Menurut pasal 1 butir 21 KUHAP, penahanan adalah

penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau

penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut

cara yang diatur dalam undang-undang.

3) Penyitaan. Menurut pasal 1 butir 16 KUHAP, penyitaan adalah serangkain

tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah

penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,berwujud dan atau tidak

berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan

dan peradilan.

4) Penggeledahan rumah. Menurut pasal 1 butir 17 KUHAP, penggeledahan

rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan

tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau

penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang.

5) Penggeledahan badan. Menurut pasal 1 butir 18 KUHAP, penggeledahan

badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan

atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada

badannya atau dibawanya serta, untuk disita.

Page 94: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

81

Berkenaan dengan Pasal 1 angka 5 dan Pasal 5 KUHAP dapat dirinci terhadap

wewenang penyelidik adalah sebagai berikut:

(1) Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4:

a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang :

1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya

tindak pidana;

2. mencari keterangan dan barang bukti;

3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan

serta memeriksa tanda pengenal diri;

4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung

jawab.

b. atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan

dan penyitaan;

2. pemeriksaan dan penyitaan surat;

3. mengambil sidik jari dan memotret seorang;

4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

(2) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan

tindakan sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b

kepada penyidik.

Apabila dilihat dari hasil membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan

tindakan penyelidik kepada penyidik, penjelasan Pasal 5 huruf a angka 4 KUHAP

menyebutkan yang dimaksudkan “tindakan lain” adalah tindakan penyelidik untuk

kepentingan penyelidikan dengan syarat:

1) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum.

2) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannnya

tindakan jabatan.

Page 95: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

82

3) Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan

jabatannya.

4) Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa.

5) Menghormati HAM.

Penyelidikan yang dilakukan penyelidik dalam hal ini tetap harus menghormati

asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) sebagaimana di sebutkan

dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP. Penerapan asas ini tidak lain adalah untuk

melindungi kepentingan hukum dan hak-hak tersangka dari kesewenang-wenangan

kekuasaan para aparat penegak hukum. Selanjutnya kesimpulan hasil penyelidikan

ini disampaikan kepada penyidik.

Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 5 dan Pasal 5 KUHAP, maka penyelidik

tersebut dimaksudkan untuk lebih memastikan sesuatu peristiwa itu diduga keras

sebagai tindak pidana. Akan tetapi, sebagian pakar berpendapat bahwa penyelidikan

tersebut dimaksudkan untuk menemukan “bukti permulaan” dari pelaku (dader).

Baik dalam Pasal 1 butir 5 KUHAP maupun Pasal 5 KUHAP, tidak tercantum

perkataan pelaku atau tersangka. Oleh karena itu, sudah tepat jika penyelidikan

tersebut dimaksudkan untuk lebih memastikan suatu peristiwa diduga keras sebagai

tindak pidana.79

79

Leden Marpaung, Op.cit, hlm.11.

Page 96: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

83

2.7. Teori Hak Asasi Manusia

Masyarakat dunia secara universal mengakui bahwa setiap manusia

mempunyai sejumlah hak yang menjadi miliknya sejak keberadaannya sebagai

manusia diakui sekalipun manusia itu belum dilahirkan ke dunia ini. Hak-hak

tersebut melekat pada diri setiap manusia, bahkan berbentuk harkat manusia itu

sendiri.80

Istilah hak asasi manusia merupakan alih bahasa dari “human right”

(Inggris), “droit de I’homme” (Perancis) dan “menselijkerechten” (Belanda). Secara

harfiah, HAM adalah hak pokok atau hak dasar. Jadi, hak asasi itu merupakan hak

yang bersifat fundamental sehingga keberadaannya merupakan suatu keharusan

(conditio sine qua non), tidak dapat di ganggu gugat. Bahkan, harus dilindungi,

dihormati, dan dipertahankan dari segala macam ancaman, hambatan, dan gangguan

dari sesamanya.81

Salah satu pengertian HAM disampaikan oleh Jan Matenson yakni hak-hak

yang diwariskan dari kodrat kita yang tanpanya kita tidak dapat hidup sebagai

manusia.82

Pada awalnya pengertian yang telah disebut diatas diterima secara

universal tetapi dalam perkembangannya lebih khusus lagi dalam implementasi

sistem hukum positif, teori dan konsep HAM telah menjadi perdebatan dan

kontroversi antara satu bangsa dengan bangsa lainnya. Kontroversi tersebut terjadi

sebab sejak awal terdapat kesulitan untuk menetapkan batasan yang nyata dan

definitif dari HAM. Hak-hak tersebut berkisar pada pengertian kebebasan dan

80

O.C. Kaligis, Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa, dan Terpidana

Dalam Sistem Peradilan Pidana, Alumni, Jakarta, 2006, hlm.49. 81

Ibid, hlm.60. 82

Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang, 1997, hlm.1.

Page 97: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

84

prinsip persamaan. Prinsip-prinsip mana senantiasa menjadi arena perbedaan paham

dan teori yang berbeda-beda. Akibatnya, pengertian dan batasan HAM pun menjadi

relatif serta dipengaruhi oleh aliran-aliran pemikiran, agama, adat istiadat, kondisi

dan situasi.83

Berangkat dari hasil amandemen UUD 1945, hal ini memberikan suatu titik

terang bahwa Indonesia semakin memperhatikan dan menjunjung nilai-nilai HAM

yang selama ini kurang memperoleh perhatian dari Pemerintah. Amandemen kedua

bahkan telah menelurkan satu Bab khusus mengenai HAM yaitu pada Bab XA.

Apabila kita telaah menggunakan perbandingan konstitusi dengan negara-negara

lain, hal ini merupakan prestasi tersendiri bagi perjuangan HAM di Indonesia, sebab

tidak banyak negara di dunia yang memasukan bagian khusus dan tersendiri

mengenai HAM dalam konstitusinya. Anton Baker memberi batasan HAM sebagai

hak yang ditemukan dalam hakikat manusia dan demi kemanusiaannya semua orang

satu persatu dimilikinya, tidak dapat dicabut oleh siapapun dan tidak dapat

dilepaskan oleh individu itu sendiri karena hal itu bukan sekedar hak milik saja tetapi

lebih luas dari itu. Manusia memiliki kesadaran (berkehendak bebas dan

berkesadaran moral) dan merupakan makhluk ciptaan yang tertinggi.84

HAM adalah

hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena manusia. Umat manusia

memilikinya bukan karena diberikan oleh masyarakat atau berdasarkan hukum

positif melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.85

HAM

tidak boleh dicabut oleh siapapun sebab pencabutan HAM berarti hilangnya harkat

83

Subhi Mahmassani, Konsep Dasar Hak Asasi Manusia, Suatu Perbandingan Dalam Syariat

Islam dan Perundang-Undangan Modern, Tintamas Indonesia, Jakarta, 1993, hlm.1-2. 84

O.C. Kaligis, Op.cit, hlm.62. 85

Jack Donnely, Universal Human Rights in Theory and Practice, Cornell University Press,

Ithaca and London, 2003, p. 7.

Page 98: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

85

dan martabat manusia sebagai ciri khas kemanusiaan manusia tidak lagi dihormati

dan diakui. HAM bersifat universal, namun HAM diseluruh kawasan dunia tidak

sama. Pemahaman ini bergantung pada sudut pandang negara-negara maupun

kelompok-kelompok bersifat non-pemerintah. Terdapat 4 kelompok pandangan

mengenai HAM tersebut :86

1) Mereka yang berpandangan universal-absolite melihat HAM itu sebagai

nilai-nilai universal belaka seperti dirumuskan dalam The Internasional

Bill of Human Rights. Kelompok ini tidak menghargai sama sekali profil

sosial budaya yang melekat pada masing-masing bangsa. Pandangan ini

dianut oleh negara-negara maju. Bagi negara-negara yang sedang

berkembang dalam urusan HAM, negara maju dipandang eksploitatif

kerena menggunakannya sebagai alat untuk menekan dan instrumen penilai

(tool of judgement).

2) Negara-negara atau kelompok yang memandang HAM secara universal-

relative. Mereka memandang HAM sebagai masalah universal tetapi asas-

asas hukum internasional tetap diakui keberadaannya. Misalnya, ketentuan

yang diatur dalam pasal 29 (2) Universal Declaration of Human Rights

(UDHR) yang menyatakan :

“Dalam melaksanakan hak dan kebebasannya, setiap orang hanya dapat

dibatasi oleh hukum untuk menjamin pengakuan dan penghargaan

terhadap hak dan kebebasan oranglain untuk memenuhi persyaratan

86

Kunarto, Hak Asasi Manusia dan Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 1997, hlm.105-106.

Page 99: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

86

moral, ketertiban umum dan kepentingan masyarakat luas dalam

bangsa yang berdemokrasi”

3) Negara atau kelompok yang berpandangan particularistic-absolute, bahwa

HAM merupakan persoalan masing-masing bangsa sehingga mereka

menolak berlakunya dokumen-dokumen internasional. Pandangan ini

bersifat egois dan pasif terhadap HAM.

4) Negara atau kelompok yang berpandangan particularistic-relative melihat

persoalan HAM disamping sebagai masalah universal juga merupakan

persoalan masing-masing negara. Berlakunya dokumen-dokumen

internasional diselaraskan dan diserasikan dengan budaya bangsa.

Dari keempat pandangan diatas, negara Indonesia dapat dikategorikan kedalam

golongan pandanagn Partikularistik Relative yang memahami pentingnya hak asasi

manusia, tetapi pemberlakuannya harus disesuaikan dengan Pancasila dan UUD

1945.87

Menurut Universal Declaration of Human Rights (UDHR), terdapat 5 jenis

hak asasi yang dimiliki setiap manusia, antara lain :

1) Hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi).

2) Hak legal (hak jaminan perlindungan hukum).

3) Hak sipil dan politik.

4) Hak subsistensi(hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang

kehidupan).

5) Hak ekonomi, sosial dan budaya.

87

Ibid, hlm.80.

Page 100: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

87

Dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) juga memperinci hak-

hak asasi manusia sebagai berikut :88

“Bahwa tiap orang mempunyai hak untuk hidup, kemerdekaan dan

keamanan badan, untuk diakui kepribadiannya menurut hukum, untuk

mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana seperti diperiksa

dimuka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah

untuk masuk dan keluar wilayah suatu negara, hak untuk mendapat

asylum, hak untuk mendapat suatu kebangsaan, hak untuk mendapat

milik atas benda, hak untuk bebas dalam mengutarakan pikiran dan

perasaan, hak untuk bebas dalam memeluk agama dan mempunyai hak

untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk berapat dan berkumpul, hak

untuk mendapat jaminan sosial, hak untun mendapat pekerjaan, hak

untuk berdagang, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk turut

serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat, hak untuk

menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.”

Berdasarkan Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang HAM pada Pasal 1

angka 2 menyatakan bahwa HAM adalah :

“Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-

Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,

hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia.”

Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau

kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau

kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan

atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin

oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan

memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme

hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).

88

Erni Widhayati, Hak-Hak Tersangka di Dalam KUHAP, Liberty, Yogyakarta, 1988,

hlm.27.

Page 101: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

88

Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang menghormati dan

menjunjung tinggi HAM. Hal tersebut dapat ditelusuri dalam Pancasila sebagai dasar

negara Indonesia yang terdiri atas lima sila, ditambah dengan Pembukaan UUD 1945

dalam alinea pertama yang menyatakan bahwa “Kemerdekaan ialah hak segala

bangsa serta penjajahan harus dihapuskan” serta dalam alinea kedua yang

menyatakan bahwa “Kemerdekaan negara menghantarkan rakyat merdeka, bersatu,

adil dan makmur”. Pemasukan unsur-unsur HAM dalam peraturan perundang-

undangan telah disadari oleh para pendiri negara Indonesia sebagai sesuatu yang

wajib ada dalam negara yang berasaskan demokrasi. Dalam tataran makro, HAM

telah digariskan dalam Pembukaan UUD 1945. Kemudian diformalkan dalam bentuk

peraturan perundang-udangan oleh lembaga politik/DPR dan

dioperasionalkan/dilaksanakan oleh pejabat/aparat negara dalam bentuk peraturan

pemerintah/peraturan lainnya sebagai pegangan para pejabat.89

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, konsep HAM yang berlaku secara

universal melalui hukum Internasional membebankan kepada Indonesia sebagai

salah satu anggota PBB untuk meratifikasi kedalam peraturan perundang-undangan

sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu contoh

adalah Konvenan Internasional Hak-Hak Sipol (International Covenan on Civil and

Political Rights). ICCPR dapat diklasifikasikan dalam dua bagian yakni:

89

Mansyhur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses

Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia Indonesia, Bogor Selatan,

2005, hlm.133.

Page 102: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

89

1) Non Derogable Right

Non Derogable Right adalah Hak-hak yang bersifat absolut yang tidak

boleh dikurangi pemenuhannya oleh negara-negara pihak, walaupun dalam

keadaan darurat sekalipun. Hak yang termasuk jenis ini, yakni: Hak atas hidup,

hak bebas dari penyiksaan, hak bebas dari perbudakan, hak bebas dari

penahanan karena gagal dari memenuhi perjanjian (seperti: hak bebas dari

pemidanaan yang berlaku surut, hak sebagai subyek hukum, hak atas

kebebasan berfikir, keyakinan dan agama). Pelanggaran terhadap hak jenis ini

akan mendapatkan kecaman sebagai pelanggaran serius HAM (Gross Violation

of Human Rights).

2) Derogable Right

Derogable Right adalah hak-hak yang boleh dikurangi atau dibatasi

pemenuhannya oleh negara-negara pihak. Termasuk dalam jenis hak ini yakni:

hak atas kebebasan berkumpul secara damai, hak atas kebebasan berserikat

termasuk membentuk dan menjadi anggota serikat buruh, hak atas kebebasan

menyatakan pendapat atau berekspresi termasuk kebebasan mencari, menerima

dan memberikan informasi dan segala macam gagasan (lisan-tulisan). Negara-

negara pihak diperbolehkan mengurangi atas kewajiban dalam memenuhi hak-

hak tersebut. Akan tetapi pengurangan hanya dapat dilakukan apabila

sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak diskriminatif yaitu demi

menjaga keamanan nasional, ketertiban umum, menghormati hak atau

kebebasan orang lain.

Page 103: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

90

Di Indonesia, selain UUD 1945 keberadaan hak-hak sipil yang sesuai dengan

Konvenan Sipil dan politik termuat dalam banyak peraturan perundang-undangan.

Meskipun demikian secara material, peraturan perundang-undangan tersebut dapat

dibedakan atas :

1) Peraturan perundang-undangan yang khusus mengenai hukum HAM, seperti

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi

Manusia.

2) Peraturan perundang-undangan lainya yang didalamnya memuat ketentuan

yang berkaitan dengan HAM, baik secara eksplisit (tersurat) maupun implisit

(tersirat).

Sehubungan dengan masih terdapatnya peraturan perundang-undangan diluar

peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur mengenai HAM yang

bertentangan dengan HAM. Sehingga perlu melakukan inventarisasi, mengevaluasi

dan mengkaji seluruh produk hukum, KUHP dan KUHAP yang berlaku yang tidak

sesuai dengan HAM. Banyak sekali pasal-pasal dalam berbagai Undang-Undang

yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan HAM. Termasuk beberapa UU yang

dihasilkan dalam era reformasi. Hal ini sebagai konsekuensi dari karakter rejim

sebelumnya yang memang anti HAM, sehingga dengan sendirinya produk

perundang-undangan kurang atau sama sekali tidak mempertimbangan masalah

HAM. Dalam konteks ini, maka agenda tersebut sejalan dan dapat disatukan dengan

agenda reformasi hukum nasional dan ratifikasi konvensi/kovenan, internasional

Page 104: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

91

tentang HAM yang paling mendasar seperti kovenan sipil-politik dan kovenan hak

ekonomi, sosial dan budaya berikut peraturan pelaksanaanya.

Didalam UUD 1945, HAM meliputi hak politik dan hak sosial. Hak politik

terkandung pada Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 30, sedangkan hak sosial terkandung

pada Pasal 29, Pasal 31, Pasal 33, dan Pasal 34. Setelah perubahan atau amandemen

kedua UUD 1945 mengenai hak politik dan hak sosial diatur lebih lanjut pada

sepuluh pasal yaitu Pasal 28A sampai dengan Pasal 28 J.90

Pasal 27 berbunyi :

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan

pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya”

“Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan”

Di dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 juga dapat

dipahami bahwa Indonesia sangat menekankan pentingnya perlindungan Hak Asasi

Manusia. Di dalam Pasal 28 A UUD 1945 amandemen kedua dijelaskan bahwa

”Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan

kehidupannya”. Di dalam Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945

amandemen kedua dijelaskan mengenai hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,

hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum yang berlaku surat

adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Pasal

28 A dan Pasal 28 I Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua merupakan

90

Mien Rukmini, Op.Cit, hlm.50.

Page 105: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

92

pengaturan hak asasi manusia, perbedaanya pasal 28 A UUD 1945 amandemen

kedua hanya mengatur tentang hak hidup seseorang tetapi Pasal 28 I UUD 1945 hak

asasi manusia tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Baik dalam keadaan

normal (tidak dalam keadaan darurat, tidak dalam keadaan perang atau tidak dalam

keadaan sengketa bersenjata) maupun dalam keadaan tidak normal (keadaan darurat,

dalam keadaan perang dan dalam keadaan sengketa bersenjata) hak hidup tidak

dapat dikurangi oleh negara, pemerintah, maupun masyarakat. Hak hidup bersifat

non deregoble human right artinya hak hidup seseorang tidak dapat disimpangi

dalam keadaan apapun. Hak hidup tidak bersifat deregoble human right artinya dapat

disimpangi dalam keadaan daraurat atau ada alasan yang diatur di dalam peraturan

perundang undangan, misalnya melakukan tindak pidana yang diancam dengan

hukuman mati.

Hak asasi manusia bukanlah sebebas-bebasnya melainkan dimungkinkan untuk

dibatasi sejauh pembatasan itu ditetapkan dengan undang-undang. Semangat inilah

yang melahirkan Pasal 28J UUD 1945. Pembatasan sebagaimana tertuang dalam

Pasal 28J itu mencakup sejak Pasal 28A sampai dengan Pasal 28I UUD 1945. Oleh

karenanya, hal yang perlu ditekankan di sini bahwa hak-hak asasi manusia yang

diatur dalam UUD 1945 tidak ada yang bersifat mutlak, termasuk hak asasi yang

diatur dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945.

Jika kita menarik dari perspektif original intent pembentuk UUD 1945, bahwa

seluruh hak asasi manusia yang tercantum dalam Bab XA UUD 1945

keberlakuannya dapat dibatasi. Original intent pembentuk UUD 1945 yang

menyatakan bahwa hak asasi manusia dapat dibatasi juga diperkuat oleh penempatan

Page 106: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

93

Pasal 28J sebagai pasal penutup dari seluruh ketentuan yang mengatur tentang hak

asasi manusia dalam Bab XA UUD 1945 tersebut. Mengutip pertimbangan hukum

Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 2-3/PUU-V/2007, maka secara

penafsiran sistematis (sistematische interpretatie), hak asasi manusia yang diatur

dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28I UUD 1945 tunduk pada pembatasan yang

diatur dalam Pasal 28J UUD 1945.

Sistematika pengaturan mengenai hak asasi manusia dalam UUD 1945 ini

sejalan pula dengan sistematika pengaturan dalam Universal Declaration of Human

Rights yang juga menempatkan pasal tentang pembatasan hak asasi manusia sebagai

pasal penutup, yaitu Pasal 29 ayat (2) yang berbunyi, “In the exercise of his rights

and freedoms, everyone shall be subject only to such limitations as are determined

by law solely for the purpose of securing due recognition and respect for the rights

and freedoms of others and of meeting the just requirements of morality, public

order and the general welfare in a democratic society.”

HAM di Indonesia merupakan masalah yang sangat erat kaitannya dengan

sistem peradilan pidana. Oleh karena itu, untuk mewujudkan sistem peradilan pidana

yang adil dan benar sesuai dengan tujuan dan harapan masyarakat, sangat relevan

apabila dilakukan kajian mengenai proses peradilan pidana baik tentang

pengertiannya secara umum maupun tentang perkembangan proses peradilan pidana

itu sendiri dalam menjamin dan melindungi hak asasi tersangka dan terdakwa.

Page 107: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

94

Dalam penjelasan KUHAP ditemukan 10 (sepuluh) asas yang mengatur

perlindungan KUHAP terhadap “keluhuran harkat dan martabat manusia”. Adapun

kesepuluh asas tersebut adalah :91

1) Perlakuan yang sama di muka umum, tanpa diskriminasi apapun.

2) Praduga tidak bersalah.

3) Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi.

4) Hak untuk mendapat bantuan hukum.

5) Hak kehadiran terdakwa dimuka pengadilan.

6) Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana.

7) Peradilan yang terbuka untuk umum.

8) Pelanggaran atas hak-hak warga negara (panangkapan, penahanan,

penggeledahan dan penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang dan

dilakukan dengan surat perintah (tertulis).

9) Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau

penahanan selain wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum apa yang di

dakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk

menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum.

10) Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusan-putusan

itu.

91

Ibid, hlm.84.

Page 108: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

95

Kesepuluh asas diatas harus dikembangkan lebih lanjut dan dijadikan pedoman

bagi pelaksanaan KUHAP yang benar-benar memperhatikan dan melindungi HAM.

Inilah yang kemudian akan mendasari diperhatikan dan dilindunginya unsur-unsur

HAM yang lain, seperti hak-hak politik dan hak-hak sosial. Berkaitan dengan adanya

asas-asas yang menggambarkan penerapan HAM dalam proses peradilan pidana

tersebut, asas yang paling penting adalah asas praduga tak bersalah (Presumption of

innocent) dan asas persamaan kedudukan dalam hukum (Equality before the law).

Pada dasarnya, kedua asas tersebut harus saling mengisi, sejalan dan harmonis yang

kemudian diimplementasikan dalam peraturan-peraturan demi tegaknya hukum dan

keadilan. Tanpa diterapkannya kedua asas ini mustahil peradilan yang adil dan benar

dapat diwujudkan.92

92

Ibid, hlm.85.

Page 109: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

96

BAB III

KASUS PENCEKALAN SAKSI YANG DILAKUKAN KPK

DALAM TAHAP PENYELIDIKAN

3.1. Pencekalan Gubernur Riau terkait PON XVIII di Provinsi Riau

Korupsi proyek PON ini tercium oleh KPK sejak April lalu. Kasus Tindak

Pidana Korupsi Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau bermula dari penangkapan

sejumlah anggota DPRD Riau , dua pegawai Dinas Pemuda dan Olahraga Riau dan

empat pegawai swasta yang terjadi pada tanggal 13 April 2012. Saat penangkapan,

KPK menyita uang senilai Rp 900 juta yang diduga sebagai uang suap proyek PON

Riau. Dari hasil pemeriksaan KPK terkait penangkapan tersebut kemudian KPK

menetapkan status tersangka kepada anggota DPRD Riau yakni Muhammad Faisal

Aswan dan Muhammad Dunhir, Staf PT Pembangunan Perumahan (PP) Persero

yakni Rahmat Syahputra dan Kepala Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana

Dispora Riau bernama Eka Dharma Putra. Mereka diduga melakukan korupsi pada

pembahasan revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang penambahan

anggaran untuk venue menembak pada PON Riau senilai Rp19,4 miliar. Namun,

belakangan KPK juga mencium adanya praktek korupsi pada pembahasan Perda

Nomor 5 Tahun 2008 tentang pembangunan stadion utama PON Riau.

Juru Bicara KPK Johan Budi menyatakan KPK mulai menyelidiki kasus suap

korupsi pengadaan PON Riau. Menurutnya, pengadaan proyek venue menembak

sudah dikembangkan penyelidikan terkait dengan pembangunannya. Terkait kasus

yang melibatkan pemerintah pusat yaitu beberapa anggota DPR dan Pemerintah

Page 110: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

97

daerah, KPK akan terus melakukan upaya pemeriksaan terkait Perda Nomor 6 tahun

2010 terkait pembangunan Pekan Olahraga Nasional tersebut.93

Pada tanggal 10 April 2012, KPK telah mengajukan permohonan pencekalan

terhadap Gubernur Riau H.M Rusli Zainal dengan alasan pencekalan dilakukan

untuk membantu KPK dalam kelancaran proses penyelidikan kasus dugaan korupsi

pembangunan venue PON dan jika sewaktu-waktu yang bersangkutan dimintai

keterangan tidak sedang berada di luar negeri. Informasi pencekalan ini disampaikan

oleh Wamenkum HAM Denny Indrayana, Pencegahan diminta melalui surat KPK

nomor R-1380/01-23/04/2012, tertanggal 10 April 2012. Pencegahan sudah efektif

dan dilakukan untuk 6 bulan hingga 10 Oktober 2012.94

Sehubungan dengan dicekalnya Gubernur Riau H.M. Rusli Zainal dan

Kadispora Lukman Abbas secara otomatis, akses keduanya ke luar negeri tidak

diizinkan lagi. KPK juga mencegah ajudan Said Faisal, ajudan Gubernur Riau ke

luar negeri. Kemudian ketua DPRD Riau Johar Firdaus diperiksa KPK terkait kasus

suap PON ini bersama 5 anggota DPRD lainnya di Sekolah Polisi Negara (SPN)

Polda Riau di Jl. Pattimura Pekanbaru. Mereka yang diperiksa KPK adalah Johar

Firdaus (Ketua DPRD Riau), Zulfan Heri (Ketua Baleg), Iwa Bibra (anggota tim

pansus). Ketiganya ini berasal dari Fraksi Golkar. Tiga anggota dewan lainnya,

Adrian Ali (PAN), Ramli Sanur (PAN), Ramli FE partai PBR.

93

Website GOOGLE, http// www.haluankepri.com › News › Andalas (terakhir kali dikunjungi

tanggal 22 September 2012 Pukul 14.00). 94

WebsiteGOOGLE,http//m.skalanews.com/.../gubernur-riau-dicekal-terkait-kasus-

suappon.ht. (terakhir kali dikunjungi tanggal 22 September 2012 Pukul 13.45).

Page 111: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

98

Pada tanggal 8 Mei 2012, KPK lalu menetapkan status tersangka kepada

mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau bernama Lukman Abbas dan

Wakil Ketua DPRD Riau yakni Taufan Andoso Yakin. Masing-masing diduga telah

melakukan transaksi suap terkait PON Riau. Kasus PON Riau ternyata menyeret

banyak pihak, hal ini terbukti bahwa tujuh anggota DPRD Riau kemudian menyusul

menjadi tersangka.

Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa tujuh anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Riau non aktif sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap

pembahasan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Dana Pengikatan Tahun

Jamak Pembangunan Venue Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau 2012, Selasa

(15/1/2013).95

Ketujuhnya adalah Adrian Ali (Partai Amanat Nasional), Abu Bakar

Siddik (Partai Golkar), Zulfan Heri (Partai Golkar), Syarif Hidayat (Partai Persatuan

Pembangunan), Tengku Muazza (Partai Demokrat), Mohammad Roem Zein (Partai

Persatuan Pembangunan), dan Turoechman Asy'ari (PDI-Perjuangan).

KPK telah menetapkan 14 tersangka kasus suap proyek Pekan Olahraga

Nasional (PON) XVIII di Pekanbaru, Riau. Enam di antara tersangka itu sudah

menjalani persidangan yakni Eka Dharma Putra selaku Anggota Staf Dinas Pemuda

dan Olahraga Riau serta Rahmat Syahputra selaku Anggota Staf Kerjasama Operasi

tiga BUMN, yakni: PT Adhi Karya, PT Pembangunan Perumahan, dan PT Wijaya

Karya) yang menjalankan perintah suap dan telah divonis 2 tahun 6 bulan penjara.

95

WebsiteGOOGLE, http// Kompas.com/KPK periksa 7 tersangka kasus PON Riau(terakhir

kali dikunjungi tanggal 10 Februari 2013 Pukul 21.35).

Page 112: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

99

Adapun dua anggota DPRD Riau yakni Faisal Aswan (Partai Golkar) dan

Muhammad Dunir (Partai Kebangkitan Bangsa) dihukum masing-masing 4 tahun.

Taufan Andoso Yakin adalah terdakwa kelima yang divonis dalam kasus suap Rp

900 juta untuk memuluskan revisi Perda No 6 tahun 2010 tentang penambahan

anggaran gedung menembak PON Riau. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

Pengadilan Negeri Pekanbaru masih dalam tahap akhir persidangan terhadap mantan

Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau bernama Lukman Abbas.

Korupsi proyek PON ini terendus KPK sejak April lalu. KPK kini

mengembangkan kasus suap senilai Rp 900 juta itu ke penyidikan pengembangan

venue PON. Uang tunai senilai Rp 900 juta dijadikan bukti. Dalam empat bulan

proses penyidikan KPK sudah menetapkan 13 tersangka kasus dugaan suap

pembahasan revisi Perda Nomor 6 Tahun 2010. Gubernur Riau Rusli Zainal

dipanggil KPK. Rusli Zainal menjalani dua kali pemeriksaan untuk melengkapi

berkas tersangka Lukman Abbas. Rusli Zainal diperiksa sebagai saksi.96

KPK juga membidik keterlibatan Gubernur Riau H.M Rusli Zainal dalam

kasus dugaan suap Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2010 tentang

Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau. Dalam kasus dugaan suap PON

Riau ini, nama Rusli kerap disebut sebagai aktor yang juga diduga melakukan tindak

pidana korupsi. Pada tanggal 8 Februari tahun 2013 Gubernur Riau H.M Rusli

Zainal secara resmi ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK). Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan Rusli melakukan tindak pidana

96

WebsiteGOOGLE,http//www.sindonews.com/.../13/.../dua-tersangka-kasus-pon-riau-

segera-d.. (terakhir kali dikunjungi tanggal 22 September 2012 Pukul 14.00).

Page 113: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

100

korupsi dalam dugaan suap dan korupsi perubahan peraturan daerah (Perda) terkait

penyelenggaran Pekan Olah Raga Nasional (PON) Riau tahun 2012. Gubernur Riau

H.M Rusli Zainal diduga melakukan suap dan melanggar Pasal 12 A dan B, Pasal 5

ayat 2, Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah menjadi

UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.97

Dalam surat dakwaan mantan Kepala Seksi (Kasi) Pengembangan Sarana dan

Prasarana Olahraga Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Riau bernama Eka

Dharma Putra, Rusli Zainal selaku Gubernur Riau disebut sebagai pihak yang diduga

ikut menyuap. Eka Darma Putra baik sendiri-sendiri atau secara bersama-sama

dengan Lukman Abbas selaku Kepala Dispora Riau, Rusli Zainal selaku Gubernur

Riau dan Rahmat Syahputra selaku Site Administrasi Manajer dalam Kerjasama

Operasi (KSO) PT Pembangunan Perumahan, PT Adhi Karya, dan PT Wijaya Karya

memberi uang Rp 900 juta dari yang dijanjikan Rp1,8 miliar kepada anggota DPRD

Riau 2009-2014.

Pemberian sejumlah uang tersebut dilakukan agar anggota DPRD Riau

membahas dan menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Revisi

Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pengikatan Dana Anggaran Kegiatan Tahun

Jamak untuk Pembangunan Stadion Utama pada Kegiatan PON XVIII Riau dan

Raperda tentang Perubahan Perda Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pengikatan Dana

Anggaran Kegiatan Tahun Jamak untuk Pembangunan Venues pada Kegiatan PON

XVIII Riau.

97

WebsiteGOOGLE, http// metrotvnews.com/metronews/vi...0725/Gubernur-Riau-Tersangka -

Kasus-Pon.(terakhir kali dikunjungi tanggal 10 Februari 2013 Pukul 11.35).

Page 114: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

101

Surat dakwaan juga menyebutkan bahwa H.M Rusli Zainal menelepon

Lukman Abbas dan menginstruksikan agar Lukman memenuhi permintaan anggota

DPRD Riau untuk memberi "uang lelah" terkait pembahasan ranperda. Adapun

Lukman sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka. Saat bersaksi dalam persidangan

di Pengadilan Tipikor Riau, Rusli Zainal mengaku mengetahui ada permintaan "uang

lelah" untuk anggota DPRD Riau terkait pembahasan ranperda. Namun Gubernur

Provinsi Riau H.M Rusli Zainal ini mengaku meminta Lukman membatalkan revisi

peraturan daerah jika anggota Dewan meminta uang. Sebelum ditetapkan sebagai

tersangka, KPK memeriksa Rusli Zainal sebagai saksi. KPK juga membuka

penyelidikan baru soal pengadaan barang dan jasa PON Riau, proses pengadaan

tersebut melibatkan pemerintah daerah.

Persidangan beberapa tersangka kasus PON Riau di Pengadilan Tipikor Riau

juga mengungkapkan adanya aliran dana ke DPR. Lukman Abbas saat bersaksi

beberapa waktu lalu mengaku menyerahkan uang sebesar 1.050.000 dollar AS

(sekitar Rp9 miliar) kepada Kahar Muzakir, anggota Komisi X DPR dari Partai

Golkar. Penyerahan uang merupakan langkah permintaan bantuan PON dari dana

APBN Rp 290 miliar. Lukman mengatakan menemani Gubernur Riau Rusli Zainal

untuk mengajukan proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON melalui

Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp 290 miliar. Proposal itu disampaikan

Rusli kepada Setya Novanto dari Fraksi Partai Golkar. Untuk memuluskan langkah

itu harus disediakan dana 1.050.000 dollar AS. Setya mengaku bertemu dengan

Gubernur Riau Rusli Zainal namun membantah pertemuan itu membicarakan soal

PON Riau. Lukman juga mengatakan, ada 12 anggota Komisi X DPR menerima

Page 115: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

102

bingkisan kain sarung dan uang 5.000 dollar AS dalam amplop tertutup saat

mengunjungi venue PON.

Sejak KPK mengusut kasus dugaan suap revisi perda PON XVIII Riau. Pihak

Imigrasi telah mengeluarkan surat pencekalan terhadap 9 orang tersangka, pihak

yang dicekal tersebut antara lain : Gubernur Riau H.M Rusli Zainal, Said Faisal

selaku Ajudan Gubernur Riau dan tujuh anggota DPRD juga telah dilakukan

pencekalan yakni Abu Bakar Siddik (Golkar), Zulfan Heri (Golkar), Adrian Ali

(PAN), Syarif Hidayat (PPP), M Roem Zein (PPP), Tengku Muhazza (Demokrat)

dan Tourechan Ans’ari (PDIP).

KPK telah mengajukan permohonan pencekalan terhadap Gubernur Riau H.M

Rusli Zainal sejak tanggal 10 April 2012 dengan alasan pencekalan untuk membantu

KPK dalam kelancaran proses penyelidikan kasus dugaan korupsi pembangunan

venue PON. Sedangkan Said Faisal dicekal pada tanggal 22 juni 2012 yang mana

sebelumnya Said Faisal telah menjalani pemeriksaan KPK pada tanggal 5 juni 2012.

Selain itu, tujuh anggota DPRD juga yakni Abu Bakar Siddik (Golkar), Zulfan Heri

(Golkar), Adrian Ali (PAN), Syarif Hidayat (PPP), M Roem Zein (PPP), Tengku

Muhazza (Demokrat) dan Tourechan Ans’ari (PDIP) juga telah dicekal pada tanggal

23 Oktober hingga enam bulan kedepan yakni pada April 2012 mendatang.98

98

Website GOOGLE,www.riau terkini.com/hukumphp?arr=53414 (terakhir kali dikunjungi

tanggal 13 Februari 2013 Pukul 13.25).

Page 116: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

103

Berkenaan dengan kasus PON Riau yang telah penulis paparkan diatas, hal

yang menjadi sentral penelitian tesis ini adalah mengenai pencekalan KPK terhadap

Gubernur Riau H.M Rusli Zainal. KPK telah mengajukan permohonan pencekalan

terhadap Gubernur Riau H.M Rusli Zainal sejak tanggal 10 April 2012 dengan

alasan pencekalan untuk membantu KPK dalam kelancaran proses penyelidikan

kasus dugaan korupsi pembangunan venue PON.

KPK dapat melakukan tindakan pencegahan ketika proses penyelidikan telah

dimulai. Tidak ada batasan siapa saja yang tidak boleh dicegah pada tahap ini.

Artinya, sepanjang seseorang berstatus saksi maka orang tersebut dapat dicegah

keluar negeri. Sebagai contoh, dapat dilihat pada kasus pencekalan Gubernur

Provinsi Riau M Rusli Zainal yang menjadi saksi dalam perkara dugaan suap

pembangunan venue PON 2012 yang terjadi di daerahnya. Tanpa penjelasan yang

dapat dipahami oleh publik, Gubernur Provinsi Riau M Rusli Zainal telah dicegah

keluar negeri oleh KPK. Penjelasan itu penting agar kemudian publik dapat

memahami limitasi atau batasan yang dijadikan pegangan oleh KPK dalam

mencegah seseorang keluar negeri. Walaupun kini diketahui bahwa Gubernur Riau

H.M Rusli Zainal telah ditetapkan sebagai tersangka, namun pencegahan terhadap

dirinya telah dilakukan pada statusnya sebagai saksi pada tahap penyelidikan.

Tanpa batasan atau kriteria yang dijadikan rujukan perihal alasan pencegahan

ke luar negeri, maka publik dapat pula mempertanyakan mengapa semua pihak yang

menjadi saksi dalam perkara dugaan suap pembangunan venue PON 2012 itu tidak

dicegah keluar negeri. Mengapa kemudian KPK tidak melakukan tindakan

pencegahan yang sama terhadap para saksi seperti Johar Firdaus selaku Ketua DPRD

Page 117: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

104

dari Fraksi Golkar dan anggota dewan lainnya yakni AB Purba (PDIP), Iwa Bibra

(Golkar), Ramli FE, Ramli Sanur, Riky Hariansyah, Indra Isnaini, serta Ketua

Bapedda Ramli Walid dan Wan syamsir selaku Sekda Provinsi Riau ?

Salah satu contoh bahwa dalam persidangan Taufan Andoso Yakin pada

tanggal 11 Desember 201, adanya dugaan keterlibatan Johar Firdaus dalam

mengkondisikan uang lelah untuk sejumlah anggota Pansus Revisi Perda lapangan

tembak PON Riau. Taufan juga menyebutkan bahwa Johar Firdaus pernah menelpon

Zulfan Heri sebagai Ketua Badan Legislasi DPRD Riau untuk memasukan Revisi

Perda No 5 Tahun 2006 dalam agenda rapat paripurna tanggal 3 April 2012

bersamaan dengan pengesahan Revisi Perda No 6 Tahun 2010. Hingga kini ketua

DPRD Riau ini masih berstatus saksi dan tidak pernah dicekal, lain hal nya dengan

Gubernur Riau yang dicekal dalam status nya sebagai saksi.

Kekhawatiran apabila tidak ada batasan, aturan dan atau tolok ukur yang dapat

dijadikan rujukan perihal alasan pencegahan ke luar negeri, hal tersebut tentunya

akan membuka peluang terjadinya diskriminasi yang pada akhirnya melanggar asas

equality before the law dan kepastian hukum yang adil dan juga berujung pada

pelanggaran HAM yang diatur dalam Konstitusi, Undang-Undang No.8 Tahun 1981

tentang KUHAP dan Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 Tentang Hak Asasi

Manusia.

Page 118: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

105

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK tentunya harus berdasarkan

asas keterbukaan atau asas transparansi yang merupakan salah satu asas yang harus

dipenuhi. Secara terbuka atau transparan artinya KPK dalam menyelesaikan kasus

ini harus memberikan informasi yang jelas dan terang benderang kepada masyarakat

Riau pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Sehingga

masyarakat bisa mengetahui dengan jelas proses yang sedang berlangsung terhadap

pihak–pihak terkait dalam kasus ini. Hal yang perlu dihindari ketika kasus ini hanya

menjadi konsumsi elit pejabat atau elit politik saja. Dengan informasi yang akurat

maka masyarakat juga akan bisa mengawal dan memantau serta mendorong agar

kasus ini bisa diselesaikan dengan seadil–adilnya yang pada akhir kita berharap

bahwa prilaku suap bisa diubah dan dihentikan oleh oknum–oknum pejabat dan

pemimpin kita.

3.2. Pencekalan Mahfud Suroso Terkait Kasus Hambalang.

KPK mulai menyelidiki proyek Hambalang sejak Agustus tahun 2011. Jumlah

anggaran proyek Hambalang tersebut senilai Rp 2,5 triliun yakni terdiri dari sekitar

Rp 1,4 triliun untuk pengadaan barang dan Rp 1,1 triliun biaya pembangunan

gedung. KPK mendalami tindak pidana korupsi di proyek Hambalang terindikasi

pada dua peristiwa. Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di

Jawa Barat. Kedua, pelaksanaan proyek Hambalang yang dilakukan secara tahun

jamak. KPK menyelidiki kasus Hambalang setelah mengembangkan penyidikan

kasus suap proyek wisma atlet SEA Games.

Page 119: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

106

Proyek Hambalang dimulai sekitar tahun 2003. Proyek yang dikabarkan ada

dugaan korupsi seperti ‘nyanyian’ M. Nazaruddin ini ditargetkan selesai akhir tahun

2012. Proyek pusat olahraga di Hambalang Bogor Jawa Barat menjadi sorotan

publik, apalagi dua bangunan telah ambruk dikarenakan tanahnya ambles. Secara

kronologi, proyek ini bermula pada Oktober Tahun 2009. Saat itu Kemenpora

(Kementerian Pemuda dan Olah Raga) menilai perlu ada Pusat Pendidikan Latihan

dan Sekolah Olah Raga pada tingkat nasional. Maka, Kemenpora memandang perlu

untuk melanjutkan dan menyempurnakan pembangunan proyek pusat pendidikan

pelatihan dan sekolah olahraga nasional di Hambalang, Bogor. Selain untuk

meningkatkan dan menyempurnakan pembangunan proyek pusat pendidikan

pelatihan dan sekolah olahraga nasional, hal ini juga dilakukan dalam rangka untuk

mengimplementasikan UU Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan

Nasional.

Pada 20 Januari 2010, sertifikat hak pakai nomor 60 terbit atas nama

Kemenpora dengan luas tanah 312.448 meter persegi. Pada 30 Desember 2010, terbit

Keputusan Bupati Bogor nomor 641/003.21/00910/BPT 2010 yang berisi Izin

Mendirikan Bangunan untuk Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga

Nasional atas nama Kemenpora di desa Hambalang, Kecamatan Citeureup Bogor.

Pembangunan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional

mulai dilanjutkan pada tahun 2010 dan direncanakan selesai tahun 2012. Untuk

membangun semua fasilitas dan prasarana sesuai dengan master plan yang telah

disempurnakan, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 1,75 triliun. Berdasarkan

hasil perhitungan konsultan perencana Anggaran Rp 1,75 triliun ini sudah termasuk

Page 120: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

107

bangunan sport science, asrama atlet senior, lapangan menembak, extreme sport,

panggung terbuka, dan voli pasir. Sejak tahun 2009-2010 Kementerian Keuangan

dan DPR menyetujui alokasi anggaran sebagai berikut :

1. APBN murni 2010 sebesar Rp 125 miliar yang telah diajukan pada tahun

2009.

2. APBNP 2010 sebesar Rp 150 miliar.

3. Pagu definitif APBN murni 2011 sebesar Rp 400 miliar

Pada 6 Desember 2010 keluar surat persetujuan kontrak tahun jamak dari

Kemenkeu RI nomor S-553/MK.2/2010. Pekerjaan pembangunan direncanakan

selesai pada akhir tahun yakni 31 Desember 2012. Penerimaan siswa baru

diharapkan akan dilaksanakan tahun 2013-2014. Pada tahun 2003-2004 masih di

Direktorat Jenderal (Ditjen) Olahraga Depdikbud, Proyek ini digelontorkan pada

tahun itu sesuai dengan kebutuhan akan pusat pendidikan dan pelatihan olahraga

yang bertaraf internasional. Selain itu untuk menambah fasilitas olahraga. Pada tahun

itu direkomendasikan 3 wilayah yaitu Hambalang Bogor, Desa Karang Pawitan, dan

Cariuk Bogor. Akhirnya yang dipilih Hambalang. Pada Tahun 2004, Dilakukan

pembayaran para penggarap lahan di lokasi tersebut dan sudah dibangun mesjid,

asrama, lapangan sepakbola dan pagar. Tahun 2004-2009, Proyek di Ditjen Olahraga

Kemendikbud dipindahkan di Kemenpora. Lalu dilaksanakan pengurusan sertifikat

tanah Hambalang tapi tidak selesai. Penganggaran pembuatan maket dan masterplan

dilakukan pada tahun 2006. Dari rencana awalnya pusat peningkatan olahraga

nasional menjadi pusat untuk atlet nasional dan atlet elite. Pada tahun 2007,

Page 121: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

108

Diusulkan perubahan nama dari Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Nasional

menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional.

Pengajuan anggaran pembangunan dan mendapat alokasi sebesar Rp 125

miliar dilakukan pada tahun 2009, tapi tidak dapat dicairkan (dibintangi) karena surat

tanah Hambalang belum selesai. Pada tanggal 6 Januari 2010 diterbitkan surat

Keputusan Kepala BPN RI Nomor 1/ HP/ BPN RI/2010 tentang Pemberian Hak

Pakai atas nama Kemenpora atas tanah di Kabupaten Bogor- Jawa Barat dan

berdasarkan Surat Keputusan tersebut kemudian pada tanggal 20 Januari diterbitkan

sertifikat hak pakai nomor 60 atas nama Kemenpora dengan luas tanah 312.448 m2.

Kemudian pada tanggal 30 Desember 2010 keluar IMB.

Pada tahun 2010 juga ada perubahan kembali yakni penambahan fasilitas

sarana dan prasarana antara lain bangunan sport sains, asrama atlet senior, lapangan

menembak, ekstrem sport, panggung terbuka dan voli pasir dengan dibutuhkan

anggaran Rp 1,75 triliun. Kemudian sejak 2009-2010 sudah dikeluarkan anggaran

total Rp 675 miliar. Pada tanggal 6 Desember 2010 keluar surat kontrak tahun jamak

dari Kemenkeu untuk pembangunan proyek sebesar Rp 1,75 triliun dan pengajuan

pembelian alat- alat membengkak menjadi Rp 2,5 Triliun.

Menurut penelusuran tim investigasi dari seputarnusantara.com, Pada awal

Desember tahun 2009 Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan

Bendahara Fraksi Partai Demokrat M. Nazaruddin meminta tolong kepada Ignatius

Mulyono selaku anggota Komisi II DPR yang juga menjabat sebagai Ketua Baleg

DPR RI agar Ignatius Mulyono menanyakan kepada BPN (Badan Pertanahan

Page 122: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

109

Nasional) lewat telepon perihal surat tanah Kemenpora yang belum kunjung selesai.

BPN merupakan mitra kerja Komisi II DPR RI, oleh karena itu Ignatius Mulyono

bersedia membantu menanyakan kepada BPN perihal sertifikat tanah Hambalang

tersebut. Kemudian pada tanggal 6 Januari 2010, Surat Keputusan atas nama

Kemenpora terbit dari BPN. Ignatius Mulyono ditelepon oleh Sestama BPN bahwa

Surat Keputusan sudah selesai dan agar diambil ke BPN. Selanjutnya Ignatius

Mulyono mengambil Surat Keputusan tanah tersebut dan langsung menyerahkan

kepada Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Pada tanggal 6 Januari

2010, ternyata yang diterima oleh Ignatius Mulyono dari Sestama BPN bukanlah

berupa Sertifikat tetapi hanya berupa Surat Keputusan Kepala BPN RI.99

Awal mula proyek Hambalang menjadi kasus publik adalah setelah keluarnya

Sertifikat Hambalang Nomor 60 tanggal 20 Januari 2010. Pada Rapat Kerja Menpora

dengan Komisi X DPR RI, Menpora mengajukan pencabutan bintang (anggaran Rp

125 Miliar) dan mengusulkan peningkatan program penambahan sarana dan

prasarana sport centre dll, sehingga mengajukan anggaran menjadi Rp 1,75 Triliun.

Bahkan usulan tambahan pembelian alat- alat menjadi proyek Hambalang

membutuhkan dana sampai Rp 2,5 triliun. Kemudian yang menjadi tanda tanya besar

adalah ketika proses perubahan besarnya anggaran dari Rp 125 Miliar menjadi Rp

1,175 Triliun bahkan berkembang untuk alokasi anggaran pengadaan alat olahraga

senilai Rp 1,4 triliun sehingga total proyek menjadi Rp 2,57 Triliun tidak melalui

tahapan- tahapan yang semestinya, dimana dalam pembahasannya seharusnya

mengikutsertakan seluruh anggota Komisi X DPR RI. Masalah ini perlu terus

99

Website GOOGLE, www. seputarnusantara.com/?p=13559 (terakhir kali dikunjungi

tanggal 11 Februari 2013 Pukul 17.55)

Page 123: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

110

ditelusuri untuk membuka secara jelas dan gamblang siapa sebenarnya yang terlibat

kasus Hambalang ini, termasuk membongkar siapa aktor intelektual yang

mengendalikan serta pembongkaran terhadap pelaksanaan tender dan siapa yang

menerima pembagian “penghargaan jasa” melicinkan kenaikan anggaran dan

pemenangan kontraktor pada proses tender.

Terkait kasus Hambalang, aktivis Indonesia Corruption Watch yakni Tama S

Langkun menyatakan KPK belum jeli melakukan pemeriksaan. Aktivis muda ini

merinci, ada tiga poin pemeriksaan yang belum didalami oleh penyidik KPK secara

maksimal. Pertama, mengenai dampak kebijakan pengguna anggaran dalam proyek

tersebut. Kedua, mengenai aturan main proses tender. Ketiga, pengubahan rentang

waktu pengerjaan dari single years ke multi years yang diduga ilegal. Berkenaan

dengan kebijakan pejabat pengguna anggaran dalam kasus ini adalah Menpora, Andi

Mallarangeng sudah semestinya KPK dapat mengambil kesimpulan. Kebijakan apa

saja yang telah dikeluarkan yang bersangkutan dalam proyek tersebut. Sehingga, ada

upaya mensubkan ke kontraktor atau pihak lain. “Apakah memang Menteri yang

meminta ke kontraktor pemenang tender untuk mensubkan atau tidak ”. Kedua,

dalam proyek senilai Rp 2,5 trilun itu menjadi penting diselidiki mengenai

mekanisme tender apakah sesuai dengan Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang

Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Tentunya, proyek

Hambalang ini wajib menempuh proses tender. Perlu untuk diselidiki alasan PT.

Wijaya Karya (Wika) menjadi pemenang, alasan Wika mensubkan sebagian

pekerjaannya ke PT. Dutasari Ciptalaras dan apakah sudah sesuai prosedur. Ketiga

yang tak kalah penting yakni mengenai rentang waktu pengerjaan dari single years

Page 124: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

111

menjadi multi years. “Apakah ini juga atas persetujuan Andi Mallarangeng? Karena

seluruh perubahan tentang proyek instansi pemerintah harus dengan persetujuan

pejabat kuasa anggaran di departemen yang bersangkutan.”.100

Dalam kasus korupsi proyek Hambalang, KPK telah menetapkan Deddy

Kusdinar selaku mantan Kepala Biro Perencanaan dan Rumah Tangga Kementerian

Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng selaku mantan Menteri Pemuda dan

Olahraga serta Anas Urbaningrum sebagai tersangka. Pada tanggal 3 Desember 2012

KPK sudah mengirim surat pencekalan terhadap Andi Malarangeng , Adik kandung

dari menpora bernama Andi Zulkarnain Mallarangeng, dan M. Arief Taufiqurahman

selaku Kepala divisi Konstruksi PT. Adhi Karya kepada Direktur Jendral Imigrasi

Kementrian Hukum dan HAM dengan surat bernomor 4569/01-23-12-2012. Dalam

surat pencekalan KPK tersebut diketahui bahwa Andi malarangeng di cekal dalam

statusnya sebagai tersangka. Pencekalan Menpora Andi Mallarangeng ke luar negeri

terkait pengembangan penyelidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan

sarana olahraga nasional di Hambalang, Jawa Barat.

Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum

HAM) juga telah melakukan cekal terhadap Direktur PT. Dutasari Citralaras yang

bernama Mahfud Suroso agar yang bersangkutan tidak bepergian ke luar negeri.

Pencekalan terhadap Mahfud Suroso ini dilakukan atas permintaan KPK untuk

membantu proses penyelidikan kasus Hambalang. Permintaan cekal tersebut

diajukan KPK sejak tanggal 27 April dan berakhir setelah enam bulan kedepan yakni

100

Website GOOGLE, www.beritawmc.com/2012/06/.../soal-hambalang-kpk-dinilai-tidak-

jelas) terakhir kali dikunjungi tanggal 11 Februari 2013 Pukul 17.35)

Page 125: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

112

pada bulan Oktober. Selain itu, KPK juga mencekal tiga Direktur terkait kasus

pembangunan sport center di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat pada tanggal 25

Januari 2013. Mereka adalah Mandiri Santoso selaku Direktur PT. Ciriajasa Cipta,

Yudi Wahyono selaku Direktur PT. Yodya Karya, serta Direktur CV. Rifa Medika

bernama Lisa Lukitawati.

PT. Ciriajasa Cipta merupakan perusahaan konsultan yang menawarkan jasa

konsultasi di bidang manajemen proyek konstruksi. PT. Yodya Karya merupakan

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di jasa konstruksi dan CV. Rifa

Medika adalah perusahaan konsultasi penyedia jasa perlengkapan kesehatan serta

pelatihan simulasi pendidikan kesehatan.

PT. Dutasari Citralaras merupakan perusahaan sub kontrak dari dua BUMN

yakni PT. Adhi Karya dan PT Wijaya Karya yang melakukan join operation untuk

menggarap proyek sarana olahraga di Hambalang, Jawa Barat. Menurut Wakil Ketua

KPK lainnya Bambang Widjojanto, PT. Dutasari Citralaras mendapatkan pekerjaan

sub kontraktor dari PT. Adhi Karya sebesar Rp 300 miliar. PT. Dutasari

mengerjakan proyek Hambalang di bidang konstruksi. Nilai pekerjaan di bidang

konstruksi proyek Hambalang sendiri menurut Bambang sebesar Rp 1,1 triliun.

Kecurigaan KPK terhadap PT. Dutasari Citralaras ini terbukti dengan adanya

sejumlah pemeriksaan terhadap petinggi dan mantan petinggi perusahaan ini.101

101

Website GOOGLE,www.konstruksi-stel.blogspot.com › hukum (terakhir kali dikunjungi

tanggal 15 Februari 2013 Pukul 17.35)

Page 126: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

113

Mahfud Suroso diduga berperan besar dalam proyek Hambalang, hal ini

dikarenakan Mahfud Suroso juga terlibat mengurus sertifikat tanah di lokasi proyek

seluas 31 hektare. Muhammad Nazaruddin selaku Mantan Bendahara Umum Partai

Demokrat yang membeberkan peran Mahfud Suroso tersebut. Menurut Nazar,

Mahfud Suroso memberi uang pelicin kepada Joyo Winoto selaku Kepala Badan

Pertanahan Nasional agar pengurusan sertifikat Hambalang mulus. Mahfud Suroso

juga memberi pelicin kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Komisi X

DPR agar PT. Adhi Karya menjadi rekanan proyek berbiaya Rp 1,07 triliun itu.

Pengurusan sertifikat Hambalang dilakukan sejak 2004, namun baru berhasil pada

2009. Diduga kuat, sertifikat tanah Hambalang dapat terbit karena peran Mahfud

Suroso selaku Direktur PT. Dutasari Citralaras , Anas Urbaningrum selaku Ketua

Umum Partai Demokrat, Ignatius Mulyono selaku anggota DPR dari Partai

Demokrat dan Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat bernama M.

Nazaruddin.102

Berkenaan dengan penyelidikan dalam kasus Hambalang ini, lebih dari 70

orang diperiksa telah KPK. Pihak-pihak yang telah diperiksa terkait penyelidikan

kasus Hambalang ini antara lain : Menteri Pemuda dan Olahraga yakni Andi

Mallarangeng, Mahfud Suroso selaku pengurus PT. Dutasari Citralaras, istri Anas

Urbaningrum bernama Athiyyah Laila, Munadi Herlambang selaku pejabat Partai

Demokrat, Joyo Winoto selaku mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional, anggota

102Website GOOGLE, www.tempo.co/.../Terlibat-Kasus-Hambalang-Mahfud-Suroso Dicekal

(terakhir kali dikunjungi tanggal 11 Februari 2013 Pukul 16.35).

Page 127: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

114

Komisi II DPR bernama Ignatius Mulyono dan mantan Bendahara Umum Partai

Demokrat yakni Muhammad Nazaruddin.103

Dalam mengembangkan penyelidikan kasus ini KPK juga telah memeriksa

sejumlah pihak terkait selain yang telah penulis sebutkan di atas seperti Anas

Urbaningrum. Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum telah dua kali

diminta keterangan dalam kasus ini. Mantan anggota Komisi X DPR ini dicecar soal

pengurusan sertifikat Hambalang pada pemeriksaan perdana. Adapun dalam

pemeriksaan kedua, Anas Urbaningrum dicecar mulai dari hubungannya dengan PT.

Adhi Karya hingga kepemilikan mobil yang selama ini disebut Muhammad

Nazaruddin diperoleh terkait proyek Hambalang. Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) pada Jumat lalu telah menetapkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat,

Anas Urbaningrum sebagai tersangka pada kasus dugaan pemberian hadiah dan janji

terkait proyek pembangunan pusat sarana dan prasarana olahraga Hambalang,

Bogor, Jawa Barat. Surat perintah penyidikan (Sprindik) atas nama tersangka Anas

ini ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Menurut Johan,

penandatanganan ini dilakukan setelah seluruh pimpinan KPK bersama tim

penyelidik melakukan gelar perkara (ekspose). Kemudian dari hasil pemaparan tim

penyelidik, seluruh pimpinan KPK bersepakat untuk meningkatkan kasus ini dari

tahap penyelidikan ke penyidikan dengan menetapkan Anas sebagai tersangka. Atas

103

Website GOOGLE, www.beritawmc.com/2012/06/.../soal-hambalang-kpk-dinilai-tidak-

jelas) terakhir kali dikunjungi tanggal 11 Februari 2013 Pukul 17.35).

Page 128: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

115

perbuatannya itu, Anas disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b dan atau

Pasal 11 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.104

Anas Urbaningrum diperiksa KPK pada tanggal 27 Juni 2012 dan pada tanggal

4 Juli 2012. Dalam pemeriksaan pertama, KPK mempertanyakan masalah yang

terkait kepengurusan Demokrat dan kabar intervensinya dalam proses penerbitan

sertifikat tanah di Hambalang. Untuk pemeriksaan kedua, Anas Urbaningrum dicecar

soal proyek Hambalang dan dugaan penerimaan mobil Harrier dari duit proyek

tersebut. Seluruh tudingan yang mengarah pada dugaan korupsi sudah dibantah

Anas. Selain Anas Urbaningrum , KPK juga telah meminta keterangan istri Anas

yang bernama Athiyyah Laila. Athiyyah Laila diperiksa dalam kapasitas sebagai

mantan Komisaris PT. Dutasari Citralaras. Perusahaan tersebut merupakan pihak

yang menjadi subkontraktor PT. Adhi Karya dalam proyek Hambalang. Mahfud

Suroso yang juga merupakan pemegang saham PT. Dutasari Citralaras juga berkali-

kali diperiksa KPK. KPK pun telah melarang Mahfud Suroso bepergian ke luar

negeri terkait penyelidikan kasus ini. Sementara Dirut PT. MSons Capital sekaligus

Sekretaris Departemen Pemuda dan Olahraga DPP Partai Demokrat bernama

Munadi Herlambang merupakan salah satu pemegang saham di PT. Dutasari

Citralaras juga telah diminta keterangan. Kemudian, Kepala Badan Pertanahan

Nasional (BPN) Joyo Winoto dan anggota Komisi II DPR Ignatius Mulyono juga

pernah diminta keterangan.

104

Website GOOGLE, www.news.liputan6.com/anas+urbaningrum (terakhir kali dikunjungi

tanggal 11 Februari 2013 Pukul 17.55).

Page 129: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

116

Berkenaan dengan kasus hambalang yang telah penulis paparkan diatas

tentunya sangat berkaitan dengan telah dilakukannya pencekalan terhadap Mahfud

suroso. Tanpa tolok ukur atau kriteria yang dapat dijadikan rujukan perihal alasan

pencegahan ke luar negeri, maka publik dapat pula mempertanyakan mengapa semua

pihak yang menjadi saksi dalam perkara Hambalang itu tidak dicegah keluar negeri ?

Mengapa kemudian KPK tidak melakukan tindakan pencegahan yang sama terhadap

pihak-pihak yang juga diperiksa dalam tahap penyelidikan seperti Ketua Umum

Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang telah diperiksa beberapa kali oleh KPK,

pengurus PT. Dutasari Citralaras yakni istri Anas Urbaningrum bernama Athiyyah

Laila, pejabat Partai Demokrat bernama Munadi Herlambang, mantan Kepala Badan

Pertanahan Nasional bernama Joyo Winoto, anggota Komisi II DPR yakni Ignatius

Mulyono dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad

Nazaruddin.105

Hal tersebut yang dimaksud dengan peluang untuk berbuat

diskriminasi dan tentunya bertentangan dengan asas persamaan di depan hukum atau

equality before the law. Apalagi jika dipahami bahwa tidak setiap pemeriksaan di

tahap penyidikan memiliki relevansi untuk kemudian dimasukkan keterangannya

dalam berkas perkara. Terlebih lagi bila dengan niat tertentu, penyidik memanggil

seseorang untuk kemudian diperiksa lalu dikenakan tindakan pencegahan padahal

orang yang sama tidak ada kaitannya dengan penyidikan.

105

Website GOOGLE, http//www.beritawmc.com (terakhir kali dikunjungi tanggal 3 Oktober

2012 Pukul 14.00).

Page 130: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

117

C. Pencekalan Ridwan Hakim Terkait Kasus Pengurusan Kuota Impor

Daging Sapi

Mahalnya harga daging sapi di tengah obsesi pemerintah untuk mewujudkan

swasembada menjadikan kasus korupsi yang melibatkan petinggi PKS bukan lagi

sekadar masalah hukum semata namun isu kartel impor pangan juga mengemuka.

Fakta menunjukkan bahwa pemerintah mengalami kesulitan yang sangat besar untuk

mewujudkan swasembada pangan. Ini adalah realitas yang tidak terbantahkan.

Dalam soal daging sapi, rencana pemerintah untuk mewujudkan swasembada daging

sapi kini justru dinilai amburadul atau dapat dikatakan kacau. Hal ini di akibatkan

oleh penurunan kuota impor daging sapi secara drastis rupanya tidak diikuti dengan

pasokan daging sapi dari peternak dalam negeri secara memadai. Akibatnya, terjadi

lonjakan harga di pasaran yang disebabkan timpangnya permintaan dan pasokan.

Langkah pemerintah mencoba membatasi impor sebagai konsekuensi logis

swasembada justru menimbulkan masalah baru.106

Realitas ini menimbulkan dampak

ekonomi terhadap berbagai pihak, termasuk pedagang bakso. Pelaku bakso oplosan

daging babi, yang menggemparkan publik beberapa waktu lalu mengaku melakukan

tindakan itu karena harga daging sapi yang sangat mahal. Swasembada pangan

adalah tujuan nasional yang mesti diwujudkan. Ketergantungan yang terlalu besar

pada pangan impor sangat tidak menguntungkan dalam jangka panjang. Sejalan

dengan itu, diingatkan bahwa perwujudan swasembada mutlak membutuhkan usaha

positif. Tersedianya data sensus sapi yang akurat merupakan salah satu energi yang

106

Website GOOGLE, http//www.businessnews.co.id›Headline(terakhir kali dikunjungi

tanggal 20 Maret 2013 Pukul 16.00).

Page 131: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

118

sangat penting untuk mengatur kuota impor daging sapi atau apakah kran impor

sudah mesti ditutup. Tiadanya data yang akurat menjadikan hasil sensus sapi pun

diragukan berbagai pihak. Jika data sensus itu tidak akurat maka kebijakan terkait

impor dipastikan akan menimbulkan masalah baru, antara lain kelangkaan di dalam

negeri seperti yang terjadi pada daging sapi akhir-akhir ini. Tiadanya data yang

akurat juga menjadi celah untuk mempermainkan kuota impor yang kemudian

memberi peluang munculnya korupsi. Apa yang dikemukakan di sini yakni agar

pembuat kebijakan menjadikan data sebagai instrumen analisis dalam membuat

kebijakan semakin mendesak untuk diterapkan. Kebijakan terkait kuota impor

daging mesti bertitik tolak dari kemampuan elemen dalam negeri.

Selain data usaha energi yang juga sangat penting dalam perwujudan

swasembada pangan ialah logistik. Pengalaman menunjukkan bahwa tidak

teratasinya masalah logistik menyebabkan distribusi bahan pangan dari daerah

produsen ke daerah konsumen seringkali terhambat. Kondisi tersebut lalu

menyebabkan kelangkaan dan memicu kenaikan harga di daerah konsumen,

meskipun di daerah produsen terjadi kelebihan pasokan. Logistik memang

merupakan masalah yang sangat serius di negara kepulauan seperti Indonesia.

Swasembada adalah soal kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dengan kekuatan

sendiri, namun swasembada menjadi persoalan ketika ia tidak dapat melayani

kebutuhan internal secara berkesinambungan yang menyebabkan kelangkaan

pasokan dan kenaikan harga. Swasembada akan menjadi masalah jika penutupan

kran impor justru memicu kelangkaan dan kenaikan harga di dalam negeri. Tentu,

bukan ini yang kita harapkan dari upaya menciptakan swasembada daging sapi.

Page 132: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

119

Dengan alasan untuk mendorong swasembada daging sapi lokal, Menteri

Pertanian Suswono memotong kuota impor yang biasanya 120 ribu ton per tahun

menjadi hanya 50 ribu ton pada Januari 2011. Pada semester pertama 2011, impor

bahkan dibatasi hanya 25 ribu ton. Kuota impor ini meresahkan pengusaha apalagi

ada kabar bahwa kuota ini dibagikan dengan tidak adil. Ada makelar yang bermain,

juga pengusaha yang dekat dengan petinggi Kementerian. Kisruh impor daging ini

mencuat ke publik ketika Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan

menahan 143 kontainer berisi daging impor di Jakarta International Container

Terminal (JICT) Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara pada pertengahan Januari

2011. Ternyata 2.750 ton daging impor itu bermasalah. Sebanyak 51 kontainer dalam

pengawasan Badan Karantina Pertanian, sisanya di bawah penanganan kepabeanan.

Badan Karantina tidak meloloskan karena ada ketidaksesuaian keterangan di dalam

surat izin impor meliputi negara asal, perbedaan jenis barang, dan kelebihan tonase.

Bea dan Cukai belum mengizinkan daging-daging impor ke luar lantaran dokumen

pemberitahuan impor barangnya belum lengkap. 107

Ketidaksesuaian dokumen ini terjadi karena pengusaha daging nekat

mengimpor daging sapi dengan dokumen yang tenggatnya sangat pendek. Direktur

Eksekutif Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Thomas

Sembiring menjelaskan izin impor (Surat Persetujuan Pemasukan Daging) baru

diterbitkan Kementerian Pertanian pada 15 Desember 2010 dengan tenggat dua

pekan. Itu pun hanya untuk 15 ribu ton daging. Tenggat itu jelas tak masuk akal.

Pengiriman daging biasanya makan waktu 3-5 pekan. Namun pengusaha nekat

107

Website GOOGLE, http//www.tempo.co/read/.../Suap-Daging-PKS-Begini-Awal-Mulanya

(terakhir kali dikunjungi tanggal 20 Maret 2013 Pukul 16.40).

Page 133: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

120

mengimpor karena biasanya surat izin impor bisa diperpanjang. Dirjen Peternakan

berganti dari Tjeppy D. Soedjana ke Prabowo Respatiyo. Dirjen yang baru tidak

memperpanjang izin, dan tertahanlah ribuan ton daging itu di Tanjung Priok.108

Kisruh impor daging ini membuat pengusaha berebut mencari celah untuk

mendapatkan izin impor Kementerian Pertanian. Dari sinilah, skandal suap PKS

bermula. Para makelar yang dekat dengan petinggi partai itu diklaim bisa

mengusahakan izin impor dan kuota impor khusus untuk pengusaha. Salah seorang

tersangka yang ditangkap KPK, Ahmad Fathanah diduga adalah makelar atau

penghubung anata pengimpor daging dalam kasus ini PT. Indoguna Utama dengan

Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq yang diduga juga berpengaruh dalam

pengambilan keputusan yang diambil Kementan.

Kelangkaan dan terungkapnya kasus dugaan suap impor daging sapi baru-baru

ini hanya sebagian dari cermin karut-marut politik pangan Indonesia. Sebagai negara

agraris dengan sumber daya alam melimpah, pemenuhan berbagai kebutuhan

pangan, termasuk daging sapi, harus ditutup dari impor. Kelangkaan daging sapi

yang membuat harga daging melonjak tertinggi di dunia saat ini dan dibiarkan

berlarut-larut membuat berbagai pihak kelimpungan.

Kementerian Pertanian (Kementan) yang dipimpin Suswono terkait dengan

proyek impor daging sapi yang terindikasi praktik suap tersebut. Hal ini dikarenakan

Kementan memiliki kewenangan menentukan kuota setiap perusahaan yang ingin

mengimpor daging sapi. Sementara terkait perizinan, Kementerian Perdagangan

(Kemendag) yang menentukan. Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq yang diduga juga

Page 134: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

121

berpengaruh dalam pengambilan keputusan yang diambil Kementan telah

menggunakan pengaruhnya sebagai petinggi PKS untuk mempengaruhi kebijakan

Mentan yang juga sebagai kader PKS untuk memuluskan PT. Indoguna Utama

memperoleh kuota impor daging. Trading in influence atau penjualan pengaruh yang

Luthfi lakukan dikarenakan Mentan juga merupakan kader PKS. Dalam pertemuan

di Hotel Aryaduta Medan pada awal Januari itu terjadi pertemuan dengan beberapa

pihak seperti Dirut PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman yang berusaha

meyakinkan Suswono agar menaikkan kuota impor daging sapi pada 2013.

KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap dua direktur PT. Indoguna

yaitu Juard Effendi dan Arya Arbi Effendi. Keduanya ditangkap di rumah Arya

karena telah memberikan uang Rp1 miliar kepada Ahmad Fathanah. Ahmad

Fathanah sendiri juga ikut ditangkap KPK di lokasi berbeda yaitu Hotel Le Meridien.

Dalam operasi itu, KPK menciduk Ahmad Fathanah yang diduga sebagai operator

atau makelar impor daging yang melibatkan bekas Presiden PKS Luthfi Hasan

Ishaaq. Ahmad Fathanah ditangkap setelah menerima uang imbalan pengurusan

kouta impor daging sapi di kantor PT. Indoguna pada siang harinya. Kemudian

sehari setelah penangkapan Juard Effendi, Arya Arbi Effendi dan Ahmad Fathanah,

KPK lantas juga menangkap mantan Presiden PKS bernama Luthfi Hasan Ishaaq.

Lutfhi Hasan Ishaaq diduga ikut terlibat dalam suap ini. Uang Rp1 miliar yang

diberikan kepada Ahmad Fathanah sesungguhnya ditujukan kepada Lutfhi Hasan

Ishaaq. KPK menyita barang bukti berupa uang yang dibungkus dalam tas kresek

hitam senilai 1 miliar rupiah sebagai nilai komitmen awal untuk mengamankan

komitmen kuota impor daging sapi, uang itu merupakan bagian nilai suap seluruhnya

Page 135: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

122

diduga mencapai 40 miliar rupiah dengan perhitungan commitment fee per kilogram

daging adalah 5.000 rupiah dengan PT. Indoguna meminta kuota impor hingga 8.000

ton.

Dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus dugaan suap

pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian itu, KPK telah

menetapkan empat orang sebagai tersangka yaitu Presiden PKS yang juga anggota

Komisi I DPR Luthfi Hasan Ishaaq, dua direktur PT Indoguna Utama yaitu Juard

Effendi dan Arya Abdi Effendi, serta orang dekat Lutfi, Ahmad Fathanah. Juard

Effendi dan Arya Abdi Effendi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 dan atau pasal

13 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi sebagaimana yang telah diubah dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Sementara untuk Lutfhi Hasan Ishaaq dan Ahmad

Fathanah, KPK menersangkakan dengan pasal 12 huruf a atau huruf b dan atau pasal

5 ayat 2 dan atau pasal 11 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Kuota

impor daging sapi tahun 2013 diketahui berjumlah 80 ribu ton. PT Indoguna diduga

mendapatkan kuota impor sekitar 24 ribu. Di bulan Januari, DPR kembali

memutuskan menambah kuota impor sebanyak 15 ribu ton. PT. Indoguna diduga

ingin mendapatkan 50 persen dari kuota tambahan tersebut.109

109

Website GOOGLE, http//www.beritasatu.com/hukum/102411-kpk-periksa-sejumlah-saksi-

dan.. (terakhir kali dikunjungi tanggal 22 Maret 2013 Pukul 16.40).

Page 136: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

123

Dalam melakukan pengembangan atas kasus dugaan suap penentuan kuota

impor daging di Kementerian Pertanian, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) telah memanggil beberapa pihak untuk diperiksa sebagai saksi antara lain

sebagai berikut : Agus Suganda (Pegawai Negeri Sipil), Maria Elizabeth Liman

(Dirut PT. Indoguna Utama), Ahmad Junaedi (Direktur Kesehatan Masyarakat

Veteriner dan Pasca panen Kementerian Pertanian), Ahmad Zaky (swasta),

Syahrudin (swasta), Elda Deviane Adiningrat (swasta), Soewarso (swasta), Melani

(karyawan PT. Indoguna Utama), Dina zelvia (swasta), Eka Pratiwi (swasta), Anna

Retnowati (swasta), Mimin Juni Atin (swasta).

Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan saksi silang antara empat tersangka

kasus dugaan suap daging impor. Kesaksian keempat tersangka digunakan untuk

memperkuat bukti. Arya Abdi Effendy (swasta), Juard Effendi (swasta) saksi untuk

AAE, Ahmad Fatanah (swasta) saksi untuk JE, dan Luthfi Hasan Ishaaq (mantan

presiden PKS) saksi untuk AF.

Berkenaan dengan kasus pengususan kuota impor daging yang mana telah

ditetapkannya empat orang sebagai tersangka yaitu Presiden PKS yang juga anggota

Komisi I DPR bernama Luthfi Hasan Ishaaq, dua direktur PT Indoguna Utama yaitu

Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi, serta orang dekat Lutfi yakni Ahmad Fathanah

tentu nya membuat KPK terus bersemangat untuk menguak mengenai apa yang

terjadi terkait kasus ini serta menyeret pihak-pihak yang tentu nya bertanggung

jawab atas kerugian negara yang ditimbulkannya. Salah satu cara KPK untuk

melakukan tugas dan kewenangannya selaku institusi yang selama ini masih

dipercaya masyarakat Indonesia dalam rangka penegakan hukum guna memberantas

Page 137: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

124

tindak pidana korupsi dikaitkan dengan kasus pengurusan daging sapi impor ini ialah

dengan melakukan pencekalan terhadap beberapa orang yang di duga mengetahui

kasus pengurusan daging sapi impor ini.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah memeriksa Ridwan Hakim

sebagai saksi yang merupakan putra Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera

(PKS) bernama Hilmi Aminuddin terkait kasus dugaan suap pengurusan kuota impor

daging sapi di Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2013. Ridwan Hakim yang

mangkir dari panggilan pertama diperiksa sebagai saksi untuk keempat orang

tersangka. Terkait peran Ridwan dalam kasus yang melibatkan mantan Presiden

PKS, Luthfi Hasan Ishaaq serta sejumlah pihak swasta lainnya, KPK belum bisa

menjelaskannya secara rinci. Akan tetapi melihat dari pencegahan yang telah

dilakukan dan juga status Ridwan yang merupakan salah seorang putra dari Ketua

Majelis Syuro PKS yakni Hilmi Aminuddin ini diduga banyak mengetahui seputar

proses penentuan kuota impor daging melalui pertemuan-pertemuan yang kerap

dilakukan mantan Presiden PKS yakni Luthfi Hasan Ishaaq dengan pihak dari

Kementan dan swasta. 110

Sebelumnya, Ridwan Hakim dicegah berdasarkan surat keputusan KPK nomor

KEP.107/01-23/02/2013 yang berlaku per tanggal 8 Februari 2013. Bersamaan

dengan Ridwan, KPK juga melakukan pencegahan terhadap tiga orang lain dari

pihak swasta, yakni Ahmad Zaky, Rudy Susanto dan Jerry Roger. Namun, sehari

sebelum dikirimkannya surat cegah ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, Ridwan

terlebih dahulu kabur ke luar negeri dengan pesawat Turkies Air TK67 pada Kamis

110

Website GOOGLE, http//www.koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/113355 (terakhir

kali dikunjungi tanggal 20 Maret 2013 Pukul 18.50).

Page 138: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

125

(7/2) pukul 18.49 WIB melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta tujuan

Istanbul. Atas pelariannya tersebut, Ridwan dianggap telah mangkir dari

pemeriksaan KPK pertama. Untuk itu KPK pun sempat mempertimbangkan upaya

pemanggilan paksa jika Ridwan tetap mangkir dalam pemanggilan keduanya sebagai

saksi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah mengeluarkan surat

pencegahan ke luar negeri kepada dua petinggi PT. Indoguna Utama yakni Soraya

Kusuma Effendy selaku Komisaris PT. Indoguna Utama dan Maria Elizabeth Liman

selaku Direktur Utama PT. Indoguna Utama, terkait penyidikan kasus pengurusan

kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian. Mereka dilarang mengadakan

perjalanan ke luar negeri hingga enam bulan ke depan dan dicegah agar sewaktu-

waktu diperiksa yang bersangkutan tidak sedang berada di luar negeri. Selain

mencegah dua pentolan PT. Indoguna Utama, KPK juga mengeluarkan surat cegah

atas nama Denny P Adiningrat selaku swasta. Mereka dicegah untuk jangka waktu

enam bulan sejak 5 Februari 2013.

Nama saksi-saksi yang dikenai pencekalan yakni Ridwan Hakim (putra Ketua

Majelis Syuro PKS bernama Hilmi Aminuddin), Ahmad Zaky (Swasta), Rudy

Susanto (Swasta), Jerry Roger (Swasta), Soraya Kusuma Effendy (Komisaris PT.

Indoguna Utama), Maria Elizabeth Liman (Dirut PT. Indoguna Utama). Sedangkan

nama saksi yang tidak dikenai pencekalan seperti Agus Suganda (Pegawai Negeri

Sipil), Ahmad Junaedi (Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pasca panen

Kementerian Pertanian), Syahrudin (swasta), Elda Deviane Adiningrat (swasta),

Page 139: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

126

Soewarso (swasta), Melani (karyawan PT. Indoguna Utama), Dina zelvia (swasta),

Eka Pratiwi (swasta), Anna Retnowati (swasta), Mimin Juni Atin (swasta).

Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK menyatakan bahwa KPK

dapat melakukan pencekalan baik pada tahap penyelidikan dan penyidikan. Dengan

dipaparkannya nama saksi-saksi yang dikenai pencekalan dan nama-nama saksi yang

tidak dikenai pencekalan pada kasus pengurusan kuota impor daging sapi ini, maka

dapat kita simpulkan bahwa tidak semua saksi dalam kasus tindak pidana korupsi ini

dapat dikenai pencekalan. Dengan tidak adanya tolok ukur atau kriteria yang diatur

secara jelas dan transparan yang tentunya dapat dijadikan rujukan perihal alasan

pencegahan ke luar negeri, maka publik dapat pula mempertanyakan mengapa semua

pihak yang menjadi saksi dalam perkara pengurusan kuota impor daging sapi itu

tidak dicegah keluar negeri ? Mengapa kemudian KPK tidak melakukan tindakan

pencegahan yang sama terhadap pihak-pihak yang juga diperiksa dalam tahap

penyelidikan seperti Agus Suganda (Pegawai Negeri Sipil), Ahmad Junaedi

(Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pasca panen Kementerian Pertanian),

Syahrudin (swasta), Elda Deviane Adiningrat (swasta), Soewarso (swasta), Melani

(karyawan PT. Indoguna Utama), Dina zelvia (swasta), Eka Pratiwi (swasta), Anna

Retnowati (swasta), Mimin Juni Atin (swasta). Hal ini yang penulis maksudkan

bahwa apabila tidak ada batasan, aturan dan atau tolok ukur yang dapat dijadikan

rujukan perihal alasan pencegahan ke luar negeri, hal tersebut tentunya

dikhawatirkan akan membuka peluang terjadinya diskriminasi yang pada akhirnya

melanggar asas equality before the law dan kepastian hukum yang adil dan juga

berujung pada pelanggaran HAM yang diatur dalam Konstitusi dan Undang-Undang

Page 140: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

127

No. 39 Tahun 2009 Tentang Hak Asasi Manusia dan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Page 141: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

128

BAB IV

ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI

YANG DILAKUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

DALAM TAHAP PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN

HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

INDONESIA

4.1. Kewenangan KPK Melakukan Pencekalan Terhadap Saksi Dalam

Proses Penyelidikan Dikaitkan Dengan HAM

Korupsi di Indonesia telah merambah ke seluruh lini kehidupan masyarakat

dan dilakukan secara sistematis, sehingga dapat merusak perekonomian dan

menghambat pembangunan serta memunculkan stigma negatif bagi bangsa dan

negara Indonesia di dalam pergaulan masyarakat internasional. Korupsi yang

melanda negara Indonesia sudah sangat serius dan merupakan kejahatan yang luar

biasa (extra ordinary crime) serta menggoyahkan sendi-sendi kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini terjadi karena perilaku korupsi

merusak berbagai macam tatanan dalam kehidupan seperti tatanan hukum, tatanan

politik, dan tatanan sosial budaya dari negara yang bersangkutan. Upaya

pemberantasan tindak pidana korupsi terkendala dan terus berpacu dengan

munculnya beragam modus operandi korupsi yang semakin canggih (sophisticated).

Tindak pidana korupsi telah terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan

keuangan negara tetapi juga telah merupakan pelanggaran hak-hak sosial ekonomi

masyarakat secara luas sehingga tindak pidana korupsi tersebut digolongkan sebagai

kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa (extra ordinary

Page 142: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

129

crime, extra ordinary action, extra ordinary court). Penanganan tindak pidana

korupsi ini tidak boleh hanya dilakukan dengan cara-cara biasa (ordinary action)

seperti penanganan terhadap tindak pidana umum. Logikanya, kalau suatu tindak

pidana sudah digolongkan ke dalam tindak pidana yang luar biasa (extra ordinary

crime), sedangkan penanganannya hanya dilakukan melalui cara-cara yang biasa

(ordinary action) melalui pengadilan biasa (ordinary court) maka sudah pasti

hasilnya tidak sebagaimana yang diharapkan.

Untuk mewujudkan negara hukum, tidak hanya diperlukan norma-norma

hukum atau peraturan perundang-undangan saja sebagai subtansi hukum tetapi juga

diperlukan aparatur penegak hukum sebagai penggeraknya atau sebagai struktur

hukum dengan didukung oleh perilaku seluruh komponen masyarakat sebagai

budaya hukum. Lemahnya penegakan hukum di Indonesia juga diakibatkan oleh

belum adanya keinginan dari aparat penegak hukum sendiri untuk melakukan

perubahan internal, dimana telah bergesernya nilai-nilai yang dianut pengembang

profesi hukum dan degradasi kualitas penegak hukum sendiri dan belum adanya niat

untuk melakukan perubahan terhadap instansinya masing-masing. Faktor penyebab

tumpulnya penegakan hukum juga disebabkan oleh sulitnya menemukan formula

yang ampuh dalam memberantas korupsi yang sudah membudaya. Hal ini

disebabkan karena korupsi sudah bersifat endemik dan sistematik. endemik disini

dimaksudkan bahwa korupsi sudah menyebar secara luas (widespread) keseluruh

lapisan birokrasi, khususnya lembaga peradilan (Judicial corruption) dan definisi

dari sistematik adalah korupsi sudah masuk ke seluruh sistem pemerintahan dan

perekonomian negara Indonesia.

Page 143: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

130

Pembersihan dan reformasi institusi hukum diperlukan untuk meningkatkan

peranan penegak hukum dalam penegakan hukum (law enforcement), sehingga

penegakan hukum tidak akan dapat dilakukan jika aparat penegak hukum itu sendiri

melakukan korupsi dan tidak ada kemauan untuk menegakkan hukum. Maka

manusia (SDM) disini sangat penting untuk mensukseskan pemberantasan korupsi.

Kelambanan pemberantasan korupsi di Indonesia antara lain disebabkan faktor

manusia yaitu aparat penegak hukum yang bertugas memberantas korupsi.

Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia tampak

tersendat dan bahkan sering terjadi stagnasi sehingga telah menimbulkan citra yang

negatif terhadap aparatur penegak hukum pada khususnya dan pemerintah pada

umumnya yang merupakan salah satu faktor yang melatar belakangi di bentuknya

komisi-komisi untuk masing-masing instrumen atau sub sistem dalam sistem

peradilan pidana.111

Aplikasi atau penegakan hukum pidana yang tersedia tersebut

dilaksanakan oleh instrumen-instrumen yang diberi wewenang oleh UU untuk

melaksanakan kewenangan dan kekuasaannya masing-masing dan harus dilakukan

dalam suatu upaya yang sistematis untuk dapat mencapai tujuannya. Upaya yang

sistematis ini dilakukan dengan mempergunakan segenap unsur yang terlibat di

dalamnya sebagai suatu kesatuan dan saling berhubungan (interelasi), serta saling

mempengaruhi satu sama lain. Upaya yang demikian harus diwujudkan dalam

sebuah sistem yang bertugas menjalankan penegakan hukum pidana tersebut, yaitu

111

Romli Atmasasmita, Op.cit.

Page 144: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

131

Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice Sytem) yang pada hakikatnya merupakan

“sistem kekuasaan menegakkan hukum pidana”.112

Upaya penegakan hukum dalam hukum pidana tidak dapat dipandang sebagai

tanggung jawab secara parsial dari pihak tertentu, hal tersebut dikarenakan adanya

keterkaitan berbagai pihak dalam penanganannya sebagai suatu sistem. Oleh

karenanya, sebagai suatu sistem perlu dipahami mengenai sistem peradilan pidana

itu sendiri. Dalam suatu proses penegakan hukum termasuk juga penegakan hukum

terhadap tindak pidana korupsi, selain dibutuhkan seperangkat peraturan perundang-

undangan tentunya dibutuhkan juga instrumen penggeraknya yaitu institusi-institusi

penegak hukum dan implementasinya melalui mekanisme kerja dalam sebuah sistem

yang disebut sebagai sistem peradilan pidana (criminal justice system). Berbicara

mengenai konstelasi penegakan hukum tindak pidana korupsi tentunya semua akan

kembali dalam suatu sistem yang kemudian kita sebut sebagai Criminal Justice

System atau sistem peradilan Pidana di Indonesia.

Dalam hal ini, pemerintah Indonesia juga telah memperlihatkan keseriusannya

dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Keseriusan itu terlihat dengan

dikeluarkannya berbagai macam kebijakan baik dalam hal pencegahan (preventif)

maupun penanganan (represif) tindak pidana korupsi antara lain ada nya Undang-

undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Memperhatikan Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2002 maka terdapat lembaga lain yang berwenang dalam hal

penanganan perkara tindak pidana korupsi di luar sistem peradilan pidana yang ada

112

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan, Citra Adtya Bakti, Bandung, 2001, hlm.28.

Page 145: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

132

di Indonesia selama ini yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam hal ini,

KPK sudah cukup banyak mengungkap kasus-kasus korupsi kelas kakap di

Indonesia. KPK sebagai sebuah lembaga penegak hukum yang termasuk dalam

sistem peradilan pidana Indonesia merupakan suatu komisi khusus yang dasar

pendiriannya diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 dan

secara lebih dalam diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Penyelesaian korupsi tidak dapat dilaksanakan hanya dengan menggunakan

metode dan lembaga yang konvensional, tetapi harus dengan metode baru dan

lembaga baru.113

KPK hadir sebagai lembaga yang memiliki tugas yang sangat besar.

Masyarakat menumpukkan harapan pemberantasan korupsi kepada KPK. Pemberian

kewenangan yang begitu luas, mengakibatkan KPK disebut-sebut sebagai superbody.

Guna memberantas tindak pidana korupsi yang semakin merajalela ini KPK

diberikan kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Pada

penelitian tesis ini, penulis akan membatasi penelitian pada tahap penyelidikan.

Adapun yang menjadi alasan pembatasan penelitian hanya pada tahap penyelidikan

dikarenakan tindakan penyelidikan merupakan pintu gerbang mengenai dapat atau

tidaknya suatu perbuatan dikategorikan sebagai tindak pidana atau bukan.

Penyelidikan yang dilakukan penyelidik dalam hal ini tetap harus menghormati asas

praduga tak bersalah (presumption of innocence) sebagaimana di sebutkan dalam

penjelasan umum butir 3c KUHAP.

113

Romli Atmasasmita, Op.cit, hlm.40.

Page 146: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

133

Dalam rangka melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan

berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK ini khususnya dalam

Pasal 12 ayat (1) huruf b, KPK diberikan kewenangan untuk dapat melakukan

tindakan pencekalan, baik pencekalan yang dilakukan dalam tahap penyelidikan

maupun dalam tahap penyidikan guna membantu proses penegakan hukum.

Pencekalan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh instansi KPK dianggap

sah dan dapat dilakukan oleh KPK berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Komisi pemberantasan

Korupsi mempunyai kewenangan untuk melakukan pencekalan terhadap orang yang

diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam proses penyelidikan, penyidikan dan

penuntutan yang berbunyi sebagai berikut:

“Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c” :

“Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang

bepergian ke luar negeri”

Disatu sisi pencekalan KPK dalam tahap penyelidikan dilakukan untuk

membantu proses penegakan hukum yang mana korupsi merupakan extraordinary

crime maka diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa. Namun disisi

yang lain pencekalan KPK dalam tahap penyelidikan dirasa bertentangan dengan

asas hukum pidana yang berlaku yakni asas praduga tak bersalah, equality before the

law, asas kepastian hukum yang adil, yang mana kesemua asas ini diatur dalam bab

khusus konstitusi (BAB XA tentang HAM), Undang-Undang No. 8 Tahun 1981

tentang KUHAP dan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Selain

diatur dalam peraturan perundang-undangan diatas, asas praduga tak bersalah atau

presumption of innocence dan asas persamaan didepan hukum atau Equality before

Page 147: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

134

the law juga dimuat dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman dan juga pada Pasal 10 Undang-Undang No 26

Tahun 200 tentang Pengadilan HAM.

HAM diartikan sebagai hak yang melekat pada sifat manusia yang tanpa hak

tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.114

Mencegah seseorang

pergi ke luar negeri dalam tahap penyelidikan dapat disalahgunakan untuk

kepentingan di luar penegakan hukum. Hal ini dinilai melanggar hak seseorang yang

dijamin konstitusi, yaitu hak yang ditentukan dalam UUD 1945 yang terdapat pada

Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D, Pasal 28 E ayat (1), Pasal 28I ayat (4)

yang berbunyi :

“Negara Indonesia adalah negara hukum”

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan

pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya”

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan

hukum”

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,

memili pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih

kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

meninggalkannya, serta berhak kembali”

“Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia

adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah”

Asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence, Asas persamaan

didepan hukum atau equality before the law dan kepastian hukum yang adil tidak

secara tegas dicantumkan dalam salah satu pasal Undang-Undang No. 8 Tahun 1981

tentang KUHAP, namun asas-asas tersebut tersirat baik dalam bagian Menimbang

114

Yesmil Anwar, Op.cit.

Page 148: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

135

huruf a, kemudian juga pada bagian Penjelasan Umum angka 2 dan angka 3

KUHAP. Pada bagian Menimbang huruf a dari KUHAP berbunyi sebagai berikut:

“Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi

hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan

kedudukannya di depan hukum...”

Pada bagian Penjelasan Umum KUHAP dikemukaan adanya sepuluh asas

yang mengatur perlindungan KUHAP terhadap keluhuran harkat dan martabat

manusia. Dari kesepuluh asas tersebut, asas yang berkaitan dengan pencekalan KPK

dalam tahap penyelidikan adalah Asas praduga tak bersalah (Presumption of

innocent) dan mengenai perlakuan sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun.

Sehubungan dengan hal diatas, pengaturan yang juga mencantumkan ketentuan

mengenai perlindungan HAM dihubungkan dengan pencekalan dalam tahap

penyelidikan yang termaktub dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang

HAM ialah pada Pasal 3 ayat (2) dan (3), kemudian Pasal 18 ayat (1) yang berbunyi

sebagai berikut :

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan

perlakuan yang sama di depan hukum”

“Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan

dasar manusia, tanpa diskriminasi”

“Setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dituntut karena disangka

melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah,

sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang

pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk

pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan”.

Page 149: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

136

Tindakan pencegahan dan penangkalan terhadap seseorang sebelum ditetapkan

sebagai tersangka atau dalam proses penyelidikan dinilai merupakan tindakan yang

melanggar HAM. Selain melanggar asas hukum pidana yakni asas Presumption of

innocent dan asas equality before the law yang tersirat dalam pasal 3 ayat (2) dan (3)

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Hal ini juga tidak sesuai dengan

Pasal 27 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM yang

berbunyi :

“Setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak,

berpindah, dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik

Indonesia”

“Setiap warga negara Indonesia berhak meninggalkan dan masuk

kembali ke wilayah negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan”.

Melihat Peraturan perundang-undangan diatas, terdapat pengaturan lain

mengenai hal ini yang tercantum dalam Pasal 13 dari Universal Declaration Of

Human Rights yang mana Republik Indonesia sendiri sebagai anggota dari

Perserikatan Bangsa-Bangsa sangat menjunjung tinggi Universal Declaration of

Human Rights. Pasal 13 dari Universal Declaration Of Human Rights yang berbunyi

sebagai berikut :

“(1) Everyone has the right to freedom of movement and residence.

Within the borders of each state”

“(2) Everyone has the right to leave any country, including his own, and

to return to his country.”

Terjemahan pasal di atas adalah sebagai berikut :

“(1) Setiap orang memiliki hak untuk bergerak dan memilih tempat

tinggal sepanjang berada dalam batas-batas wilayah negara, negara

masing-masing.

Page 150: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

137

”(2) Setiap orang memiliki hak untuk meninggalkan negara mana pun,

termasuk negaranya sendiri, serta untuk kembali kenegaranya

sendiri”

Bila kita melihat dari logika hukum, hal ini dirasa tidak tepat pencekalan

seseorang sebelum ditetapkan sebagai tersangka atau dalam proses penyelidikan hal

ini bertentangan dengan asas hukum pidana yang berlaku yakni asas praduga tak

bersalah. Seseorang yang masih dalam tahap penyelidikan, indikasi keterlibatan

dalam suatu kasus masih sangat mentah atau prematur. Pada pasal 16 ayat (1) UU

Keimigrasian dan UU tentang KPK, maka dapatlah ditarik penafsiran bahwa pejabat

Imigrasi dan atau KPK menolak untuk keluar wilayah Indonesia dalam hal orang

tersebut diperlukan untuk kepentingan penyelidikan, pejabat imigrasi dapat menolak

orang untuk keluar wilayah Indonesia jika ada dugaan tindak pidana. Hal ini

bertentangan dengan hukum mengingat sifatnya yang sangat prematur atau dini.

Bagaimana mungkin semata-mata karena adanya dugaan tindak pidana, seseorang

dapat ditolak untuk keluar wilayah Indonesia. Belum berarti belum ada bukti yang

cukup untuk diajukan ke pengadilan apabila cekal dilakukan pada saat proses

penyelidikan. Sehubungan dengan hal ini, tentunya akan dapat menimbulkan

gesekan antara kepentingan proses penegakan hukum dengan masalah HAM seorang

individu yang dilindungi oleh UUD 1945.

Secara harfiah, HAM adalah hak pokok atau hak dasar. Jadi, hak asasi itu

merupakan hak yang bersifat fundamental sehingga keberadaannya merupakan suatu

keharusan (conditio sine qua non) dan tidak dapat di ganggu gugat. Bahkan, harus

dilindungi, dihormati, dan dipertahankan dari segala macam ancaman, hambatan,

Page 151: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

138

dan gangguan dari sesamanya.115

Mencegah seseorang pergi ke luar negeri dalam

tahap penyelidikan dapat disalahgunakan untuk kepentingan di luar penegakan

hukum.

Penolakan terhadap seseorang untuk keluar wilayah Indonesia ketika statusnya

belum pasti menjadi tersangka dalam suatu tindak pidana karena masih dalam tahap

penyelidikan akan mudah dijadikan alasan untuk menghalangi gerak seseorang untuk

keluar negeri. Apalagi dalam tahap penyelidikan, seseorang belum mengetahui

apakah dirinya sedang dalam proses penyelidikan atau tidak dan proses penyelidikan

itu tidak ada jangka waktu yang pasti sehingga tidak diketahui kapan harus berakhir.

Pengenaan tindakan pencegahan dan penangkalan pada seorang saksi adalah

tindakan yang melanggar HAM dan bertentangan dengan konstitusi pada Bab khusus

tentang HAM, KUHAP dan juga Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang

HAM. Seseorang yang hanya karena terkait (belum tentu pula jadi tersangka) dengan

sesuatu masalah kemudian kehilangan hak untuk bepergian ke luar negeri.

Mengingat hampir tidak ada upaya paksa dalam sistem hukum negara ini yang dapat

dipaksakan pada seorang saksi selain keharusan untuk hadir apabila dipanggil

bahkan harus melalui tahapan-tahapan yang manusiawi dan proses secara patut.

Ketentuan tersebut di atas sangat membuka ruang dan peluang bagi lembaga-

lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk

dengan mudahnya melarang hak asasi seseorang untuk bepergian dalam rangka

melangsungkan hidup dan kehidupannya.

115

Ibid, hlm.60.

Page 152: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

139

Berkaitan dengan adanya asas-asas yang menggambarkan penerapan HAM

dalam proses peradilan pidana tersebut, asas yang paling penting adalah asas praduga

tak bersalah (Presumption of innocent) dan asas persamaan kedudukan dalam hukum

(Equality before the law). Pada dasarnya, kedua asas tersebut harus saling mengisi,

sejalan dan harmonis yang kemudian diimplementasikan dalam peraturan-peraturan

demi tegaknya hukum dan keadilan.Tanpa diterapkannya kedua asas ini mustahil

peradilan yang adil dan benar dapat diwujudkan.116

Korupsi sebagai kejahatan luar biasa, yang dikenal dengan kejahatan ”kerah

putih” (extra ordinary crime) sangat sulit untuk menemukan buktinya, maka dari itu

harus pula dihadapi dengan upaya luar biasa juga, salah satunya adalah dengan cara

pencekalan. Gangguan terhadap penegakan hukum tindak pidana korupsi yang

berasal dari undang-undang disebabkan karena tidak diikutinya asas-asas berlakunya

undang-undang dan belum ada peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan untuk

menerapkan undang-undang. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, pencekalan KPK

dalam tahap penyelidikan tidak mencerminkan perhatian terhadap asas hukum

pidana yang berlaku seperti yang telah dijelaskan diatas. Kemudian mengenai

Peraturan pelaksana dari pengaturan pencekalan yakni Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2011 tentang Keimigrasian ini belum ada, sehingga pada saat Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian ini mulai berlaku, maka

peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang

Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474) dinyatakan berlaku.

116

Ibid, hlm.85.

Page 153: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

140

KPK sebagai lembaga yang termasuk dalam sistem peradilan pidana di

Indonesia tentunya harus memperhatikan asas-asas yang terkandung dalam sistem

peradilan pidana. Sistem peradilan pidana di Indonesia yang berdasarkan Undang-

Undang No.8 Tahun 1981, memiliki sepuluh asas yang diantaranya adalah perlakuan

yang sama dimuka hukum atau tanpa diskriminasi (equality before the law) apapun

dan juga asas praduga tak bersalah (presumption of innocent).

Berkenaan dengan pencekalan KPK dikaitan dengan teori penyelidikan, Bila

dilihat dari hasil membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan tindakan

penyelidik kepada penyidik, salah satu syarat “tindakan lain” yang merupakan

tindakan penyelidik untuk kepentingan penyelidikan berdasarkan penjelasan Pasal 5

huruf a angka 4 KUHAP adalah harus Menghormati HAM. Penyelidikan yang

dilakukan penyelidik dalam hal ini tetap harus menghormati asas praduga tak

bersalah (presumption of innocence) sebagaimana di sebutkan dalam penjelasan

umum butir 3c KUHAP. Penerapan asas ini tidak lain adalah untuk melindungi

kepentingan hukum dan hak-hak tersangka dari kesewenang-wenangan kekuasaan

para aparat penegak hukum. Selanjutnya kesimpulan hasil penyelidikan ini

disampaikan kepada penyidik.

Selain ketidakberlakuannya asas Equality before the law dan Presumption of

innocent merupakan gangguan penegakan hukum, kemudian termasuk sebagai asas-

asas dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dan juga sebagai pedoman

penyelidik untuk melakukan penyelidikan seperti yang dimaksud dalam Pasal 5

huruf a angka 4 KUHAP dan penjelasan umum butir 3c KUHAP, asas Equality

before the law dan Presumption of innocent juga termaktub pada penjelasan

Page 154: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

141

KUHAP yang mana ditemukan 10 (sepuluh) asas yang mengatur perlindungan

KUHAP terhadap “keluhuran harkat dan martabat manusia”.

Berdasarkan putusan No. 40/PUU-IX/2011, majelis MK menyatakan

pencekalan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum saat mereka sedang

melakukan penyelidikan atas sebuah perkara pidana sebagai inkonstitusional. Dalam

sidang putusan uji materi terhadap Pasal 16 ayat 1 huruf (b) Undang-Undang No. 6

Tahun 2011 tentang Keimigrasian, MK menyatakan pencegahan yang dilakukan oleh

penegak hukum bagi seseorang untuk berpergian ke luar negeri sementara kasusnya

masih dalam tahap penyelidikan bisa disalahgunakan untuk kepentingan di luar

penegakan hukum. Menurut MK, hal itu berpotensi melanggar hak konstitusi

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28E UUD 1945.117

Namun menurut analisis

penulis disertai dengan adanya kegiatan wawancara langsung penulis dengan salah

satu staf biro hukum KPK, Institusi KPK masih diperbolehkan mengajukan

pencekalan dalam proses penyelidikan karena Undang-Undang No. 30 Tahun 2002

tentang KPK memang mengatur secara khusus soal itu. KPK boleh mencekal karena

UU KPK bersifat khusus atau disebut lex spesialis derogate lex generalis.

Putusan MK yang membatalkan kata “penyelidikan” dalam Pasal 16 ayat (1)

huruf b Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menyangkut tindak

pidana umum, sehingga putusan MK itu bukan untuk kasus korupsi yang ditangani

KPK. Undang-Undang KPK bersifat khusus yang berarti memiliki kewenangan

khusus pula, sama halnya seperti KPK tak berwenang mengeluarkan surat

penghentian penyidikan perkara (SP3) dan diperbolehkan menyadap. Undang-

117

Website GOOGLE, http//www.beritasatu.com/.../30595-mk-nyatakan-pencekalan-saat

penyelidikan (terakhir kali dikunjungi tanggal 26 September 2012 Pukul 16.00).

Page 155: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

142

Undang yang dilakukan yudicial review adalah Undang-Undang No. 6 Tahun 2011

tentang Keimigrasian bukan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sehingga secara otomatis KPK masih tetap

berwenang melakukan pencekalan dalam tahap penyelidikan.

Kewenangan pencekalan KPK pada tahap penyelidikan sebagaimana yang

telah diatur dalam UU no. 30 tahun 2002 ini telah di implementasikan oleh KPK

pada beberapa kasus, diantaranya seperti yang telah penulis paparkan pada BAB

terdahulu mengenai pencekalan terhadap Gubernur Riau bernama H.M. Rusli Zainal

terkait PON XVIII di Provinsi Riau dan pencekalan KPK terhadap Mahfud Suroso

terkait kasus Hambalang. Pada tanggal 10 April 2012, KPK telah mengajukan

permohonan pencekalan terhadap Gubernur Riau H.M Rusli Zainal dengan alasan

pencekalan dilakukan untuk membantu KPK dalam kelancaran proses penyelidikan

kasus dugaan korupsi pembangunan venue PON dan jika sewaktu-waktu yang

bersangkutan dimintai keterangan tidak sedang berada di luar negeri. Gubernur Riau

H.M Rusli Zainal dicekal oleh KPK dalam status nya sebagai saksi. Tidak jauh

berbeda dengan Gubernur Riau H.M Rusli Zainal dicekal oleh KPK dalam status nya

sebagai saksi, Direkur PT. Dutasari Citralaras bernama Mahfud Suroso juga dicekal

pada tanggal 27 April dan berakhir setelah enam bulan kedepan yakni pada bulan

Oktober untuk membantu proses penyelidikan kasus Hambalang. Selain dua kasus

diatas kemudian KPK juga melakukan pencekalan terhadap beberapa saksi terkait

kasus pengurusan kuota impor daging sapi. Adapun nama saksi-saksi yang dikenai

pencekalan pada tahap ini yakni Ridwan Hakim (putra Ketua Majelis Syuro PKS

bernama Hilmi Aminuddin), Ahmad Zaky (Swasta), Rudy Susanto (Swasta), Jerry

Page 156: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

143

Roger (Swasta), Soraya Kusuma Effendy (Komisaris PT. Indoguna Utama), Maria

Elizabeth Liman (Dirut PT. Indoguna Utama).

Sehubungan dengan pencekalan KPK dalam tahap penyelidikan yang dinilai

bertentangan dengan HAM seperti yang telah penulis paparkan diatas, maka dengan

penelitian ini penulis akan memberi edukasi dan pandangan yang lebih luas pada

khalayak pembaca dan tentunya juga berdasarkan hukum mengenai apakah

pencekalan KPK dalam tahap penyelidikan ini benar-benar telah mencederai hak

dasar setiap manusia atau tidak.

Berangkat dari pencekalan KPK dalam tahap penyelidikan dirasa bertentangan

dengan asas hukum pidana yang berlaku yakni asas praduga tak bersalah

(Presumption of innocent), asas persamaan dihadapan hukum (equality before the

law), asas kepastian hukum yang adil, yang mana kesemua asas ini diatur dalam bab

khusus konstitusi (BAB XA tentang HAM) UUD tahun 1945, Undang-Undang No. 8

Tahun 1981 tentang KUHAP, dan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang

HAM seperti yang telah penulis paparkan diatas, akhirnya perlu kita pahami bahwa

asas-asas hukum pidana yakni asas praduga tak bersalah (Presumption of innocent),

asas persamaan dihadapan hukum (equality before the law), asas kepastian hukum

yang adil ini merupakan salah satu hak yang bisa dikurangi atau dibatasi (derogable

right) dengan UU sebagaimana diatur Pasal 28I ayat (1) jo Pasal 28 J ayat (2) UUD

1945.

Page 157: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

144

Manusia merupakan makhluk yang mengalami pergerakan dari suatu tempat

ketempat lain apapun itu alasannya. Dikarenakan hal ini sudah menjadi hak yang

bersifat kodrati bagi manusia untuk mempunyai hak atas kebebasan bergerak.

Kebebasan ini telah dinyatakan di dalam Universal Declaration of Human Rights

dan International Covenant on Civil and Political Rights. Namun kebebasan ini

bukan berarti bebas sebebas-bebasnya bergerak tanpa adanya aturan yang

membatasinya. Dunia internasional juga memahami keberadaan setiap negara

mempunyai kepentingannya masing-masing, sehingga kebebasan bergerak itu

diseimbangkan dengan kepentingan-kepentingan setiap negara. Dengan hal ini maka

dunia internasional juga memberikan batasan terhadap kebebasan bergerak ini.

Pembatasan hak atas kebebasan bergerak ini dapat dilakukan oleh setiap negara

dengan cara pencegahan dan penangkalan

Hak asasi manusia bukanlah sebebas-bebasnya melainkan dimungkinkan untuk

dibatasi sejauh pembatasan itu ditetapkan dengan undang-undang. Semangat inilah

yang melahirkan Pasal 28J UUD 1945. Pembatasan sebagaimana tertuang dalam

Pasal 28J itu mencakup sejak Pasal 28A sampai dengan Pasal 28I UUD 1945. Oleh

karenanya, hal yang perlu ditekankan di sini bahwa hak-hak asasi manusia yang

diatur dalam UUD 1945 tidak ada yang bersifat mutlak, termasuk hak asasi yang

diatur dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945.

Jika kita menarik dari perspektif original intent pembentuk UUD 1945, bahwa

seluruh hak asasi manusia yang tercantum dalam Bab XA UUD 1945

keberlakuannya dapat dibatasi. Original intent pembentuk UUD 1945 yang

menyatakan bahwa hak asasi manusia dapat dibatasi juga diperkuat oleh penempatan

Page 158: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

145

Pasal 28J sebagai pasal penutup dari seluruh ketentuan yang mengatur tentang hak

asasi manusia dalam Bab XA UUD 1945 tersebut. Mengutip pertimbangan hukum

Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 2-3/PUU-V/2007, maka secara

penafsiran sistematis (sistematische interpretatie), hak asasi manusia yang diatur

dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28I UUD 1945 tunduk pada pembatasan yang

diatur dalam Pasal 28J UUD 1945. Sistematika pengaturan mengenai hak asasi

manusia dalam UUD 1945 ini sejalan pula dengan sistematika pengaturan dalam

Universal Declaration of Human Rights yang juga menempatkan pasal tentang

pembatasan hak asasi manusia sebagai pasal penutup, yaitu Pasal 29 ayat (2).

Pengklasifikasian non-derogable rights dan derogable rights adalah sesuai

Konvenan internasional Hak-Hak Sipil dan Politik atau International Covenan on

Civil and Political Rights (ICCPR). Pasal 12 International Covenant On Civil and

Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia sebagaimana tercantum

dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR

(Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik), bunyi Pasal 12 ICCPR

adalah sebagai berikut:

1) Setiap orang yang berada dalam wilayah suatunegara secara sah, memiliki

hak atas kebebasan bergerak dan memilih tempat tinggal di dalam wilayah

negara tersebut.

2) Setiap bebas untuk meninggalkan negara manapun, termasuk negaranya,

sendiri.

3) Hak-hak yang telah disebutkan di atas tidak dapat dilarang kecuali jika

diatur oleh hukum, dianggap perlu untuk melindungi keamanan nasional,

Page 159: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

146

keamanan publik, kesehatan, atau moral publik, hak dan kebebasan orang

lain, dan sesuai dengan hak-hak lain yang diakui oleh kovenan ini.

4) Tidak seorangpun dapat melarang hak warga negara untuk memasuki

negaranya sendiri secara sewenang-wenang.

Dalam konteks international human rights, hak kebebasan bergerak dibatasi

Pasal 12 poin 3 International Covenant on Civil and Political Rights.

Keseluruhannya menunjuk pada suatu pembatasan kebebasan bergerak harus

berdasarkan alasan yang jelas secara hukum dan rasional berkaitan dengan upaya

melindungi keamanan nasional dan ketertiban umum.

Kebebasan bergerak setiap orang yang diakui sebagai hak asasi manusia

sebagaimana dicantumkan dalam konvensi internasional antara lain Universal

Declaration of Human Rights dan International Covenant on Civil and Political

Rights, juga dalam ketentuan Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, meskipun hak asasi manusia mengakui dan

menjamin kebebasan setiap orang untuk bergerak namun kebebasan yang dimaksud

bukanlah kebebasan yang sebebas-bebasnya (kebebasan mutlak). Dalam hal ini

negara dapat membatasi kebebasan bergerak manusia didasarkan pada pertimbangan

kepentingan suatu negara berdasarkan alasan yang jelas secara hukum dan rasional

yakni antara lain untuk alasan keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan dan

moral masyarakat dan kepentingan masyarakat.

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis akan membahas lebih jauh mengenai

kewenangan pencekalan KPK dalam tahap penyelidikan dihubungkan dengan HAM

dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dikaitkan dengan teori-teori yang dipakai

sebagai pisau analisis dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi pisau analisis

Page 160: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

147

dalam penelitian ini antara lain ialah : korupsi sebagai ekstraordinary crime,

penegakan hukum tindak pidana korupsi, KPK dalam sistem peradilan pidana, teori

penyelidikan, dan teori HAM.

Kewenangan KPK yang begitu luas salah satu nya adalah pencekalan KPK

dalam tahap penyelidikan ini tentunya tidak terlepas dari alasan bahwa korupsi

merupakan salah satu kejahatan extraordinary crime yang mana korupsi telah

merusak seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk itu diperlukan

metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan badan khusus yang

mempunyai kewenangan luas. Disatu sisi pencekalan KPK dalam tahap penyelidikan

dilakukan untuk mempermudah proses penegakan hukum, namun yang perlu

menjadi perhatian adalah diperlukannya pengaturan yang lebih jelas dan transparan

mengenai siapa saja yang dapat dilakukan pencekalan dalam tahap penyelidikan dan

siapa saja yang tidak diperlukan dilakukannya pencekalan terhadap saksi dalam

tahap penyelidikan tersebut sehingga asas kepastian hukum yang adil, transparansi,

dan equality before the law yang dilindungi oleh konstitusi dan peraturan perundang-

undangan lainnya sebagai HAM dapat terpenuhi.

Dengan diberikannya kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan,

penuntutan termasuk wewenang melakukan pencekalan oleh UU baik dalam tahap

penyelidikan maupun dalam tahap penyidikan, KPK secara otomatis termasuk

dalam sistem peradilan pidana di Indonesia yang tentunya mempunyai tugas dan atau

tujuan untuk memberantas tindak pidana korupsi yang sudah merajalela ini.

Pencekalan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh instansi KPK dianggap

Page 161: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

148

sah dan dapat dilakukan oleh KPK berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut analisis penulis, latar belakang dilakukannya pencekalan KPK dalam

tahap penyelidikan adalah sebagai berikut :

1) Agar seseorang yang dikenai pencekalan ini tidak melarikan diri keluar

negeri.

2) Untuk membantu proses penyelidikan yang dilakukan oleh KPK.

3) Agar seseorang yang dikenai pencekalan ini tidak menghilangkan barang

bukti.

4) Terlibat kasus yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 1

Miliar atau lebih.

Sebagaimana telah dikemukakan diatas, KPK sebagai lembaga yang termasuk

dalam sistem peradilan pidana tentu nya harus melindungi dan menghormati hak

asasi setiap warga negaranya artinya bahwa KPK harus memperhatikan dengan jeli

mengenai pengenaan upaya paksa pencekalan dalam tahap penyelidikan terhadap

seseorang tersebut. Hal ini dikarenakan keterlibatan seseorang dalam tahap

penyelidikan itu masih sangat prematur dan tidak semua peristiwa yang terjadi dan

diduga sebagai tindak pidana itu menampakkan bentuknya secara jelas sebagai

tindak pidana.

Penggunaan pencegahan dan penangkalan ini tidak boleh digunakan

sewenang-wenang oleh suatu negara, negara harus tetap menjamin hak atas

kebebasan bergerak setiap individu namun juga harus menjalankan kepentingan

nasionalnya. Penggunaan pencegahan dan penangkalan ini harus benar-benar dengan

Page 162: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

149

alasan yang kuat dan rasionil dan berlandaskan hukum untuk alasan keamanan

nasional, ketertiban umum, kesehatan dan moral masyarakat dan kepentingan

masyarakat yang sesuai dengan kovenan internasional dalam hak sipil dan politik.

Selama KPK melakukan pencekalan demi kepentingan hukum dan pengungkapan

kasus pidana, maka hal tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM. Pencekalan

memang tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang kecuali dengan alasan yang

dibenarkan hukum, karena orang dapat melakukan pencekalan dengan maksud-

maksud tertentu diluar kepentikan penegakan hukum.

Dalam rangka menghormati dan memenuhi hak asasi manusia dalam rangka

penerapan dan penggunaan pencekalan sebaiknya adanya aturan yang menentukan

kriteria-kriteria yang menjadi patokan dalam menentukan alasan terkait keamanan

nasional, ketertiban umum, kesehatan dan moral masyarakat dan kepentingan

masyarakat, perlu adanya definisi lebih lanjut yang dituangkan didalam suatu

peraturan. Hal ini berguna untuk membatasi setiap diskresi pejabat-pejabat yang

berwenang yang terlampau jauh melanggar hak asasi manusia.

Selain itu disisi lain pemerintah juga harus membangun sistem pencekalan

yang efektif terhadap orang yang dikenakan pencekalan agar tidak dapat kabur

keluar negeri. Dengan sistem pencekalan yang baik yang dapat terintegrasi langsung

ke daftar pencekalan pusat disetiap wilayah kantor keimigrasian didaerah diharapkan

langsung dapat melakukan kewenenangannya. Sehingga kejadian-kejadian seperti

perginya orang yang dikenai pencekalan keluar negeri dapat dicegah

Page 163: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

150

Pada dasarnya pencegahan dan penangkalan seseorang untuk melakukan

perjalanan dari dan ke wilayah Republik Indonesia merupakan pembatasan terhadap

hak dan kebebasan seseorang yang dilindungi undang-undang. Namun dengan tujuan

untuk melindungi kepentingan negara dan negara masyarakat, perlu dilakukan

pencegahan dan penangkalan terhadap orang-orang yang mengganggu dan

mengancam stabilitas nasional.118

Pembatasan kebebasan bergerak dalam hal ini

adalah pencekalan KPK dalam tahap penyelidikan yang dilakukan oleh KPK

merupakan pembatasan dalam suatu proses hukum dan diatur secara tegas oleh

undang-undang, tidaklah bertentangan dengan konstitusi sebab kebebasan bergerak

bukanlah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

4.2. Tolok Ukur KPK Melakukan Pencekalan Terhadap Saksi Dalam

Proses Penyelidikan

Berkenaan dengan tolok ukur KPK dalam melakukan pencekalan terhadap

seseorang pada tahap penyelidikan dikaitkan dengan teori-teori yang digunakan

sebagai pisau analisis dalam penelitian tesis ini, teori yang digunakan dalam

penelitian ini antara lain adalah teori penegakan hukum, asas legalitas, teori

penyelidikan dan pencekalan dalam hukum acara pidana di Indonesia.

Analisis penulis mengenai tolok ukur KPK dalam melakukan pencekalan

terhadap seseorang pada tahap penyelidikan berkaitan dengan teori penegakan

hukum adalah sebagai berikut :

118

Ajat Sudrajat Havid, Op.cit, hlm.105.

Page 164: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

151

Korupsi merupakan tindak pidana yang unik, multi dimensi, dan sangat

merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.119

Penegakan

hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara

konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Korupsi merupakan

sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)120

, untuk itu diperlukan metode

penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan badan khusus yang

mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun

dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang pelaksanakannya dilakukan

secara optimal, intensif, efektif, professional serta berkesinambungan.

Dalam rangka melakukan penegakan hukum diperlukan adanya harmonisasi

dari unsur-unsur yakni mulai dari substansi, struktur/aparaturnya, dan juga didukung

oleh kulturnya. Menurut Lawrence Meir Fridman menyatakan bahwa sistem hukum

itu harus memenuhi : Substansi (Subtance) yang berupa peraturan perundang-

undangan atau isi dari sebuah peraturan, Struktur (Structure) adalah aparat penegak

hukum beserta sarana dan prasarananya., dan Kultur hukum (Legal Culture) berupa

prilaku dari anggota masyarakat itu sendiri.121

Pada penelitian ini, penulis akan mengerucutkan pembahasan dari seluruh

kewenangan luas yang dimiliki badan khusus yakni KPK ini dan terfokus pada tolok

ukur KPK untuk melakukan pencekalan dalam tahap penyelidikan. Sehubungan

dengan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan yang luar

biasa, kewenangan yang diberikan oleh UU kepada KPK dalam melakukan

pencekalan pada tahap penyelidikan ini tentunya dilakukan untuk meningkatkan

119

Romli Atmasasmita, Op.cit, hlm.98. 120

Romli Atmasasmita, Op.cit, hlm.9. 121

Yesmil Anwar & Adang, Op.cit.

Page 165: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

152

kualitas penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia, namun jika

kewenangan tersebut dilakukan tanpa adanya batasan, tolok ukur atau pun kriteria

yang dapat dijadikan patokan atau pedoman yang lebih dapat menjamin kepastian

dan keadilan bagi masyarakat yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam

melakukan kewenangannya yakni pencekalan pada tahap penyelidikan khusus nya

dalam hal ini adalah KPK, maka tentunya dikhawatirkan institusi KPK ini akan

berpotensi melakukan kesewenang-wenangan dengan mengatasnamakan

kewenangannya yang diberikan UU dalam melakukan pencekalan pada tahap

penyelidikan.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak KPK, sebenarnya pada

institusi KPK ini memang telah dirumuskan dan telah ada pengaturan mengenai

tolok ukur ataupun kriteria yang dijadikan pegangan bagi pihak KPK dalam

melakukan pencekalan. Hal ini tertuang dalam Standard Operational Procedure

(SOP) internal KPK, namun pengaturan mengenai tolok ukur KPK dalam melakukan

pencekalan pada proses penyelidikan ini bersifat rahasia. Masyarakat dalam hal ini

tidak diperkenankan untuk mengetahui secara jelas mengenai tolok ukur pencekalan

tersebut, hal ini menurut analisis penulis bertentangan dengan asas-asas yang dianut

oleh institusi KPK itu sendiri yakni mengenai asas keterbukaan atau transparansi.

Dengan suatu kewenangan melakukan pencekalan pada proses penyelidikan yang

notabenenya belum tentu seseorang yang dikenai pencekalan tersebut terlibat dalam

suatu tindak pidana korupsi, ditambah lagi dengan tidak adanya tolak ukur yang jelas

dan trasparan mengenai siapa saja yang boleh dilakukan pencekalan pada tahap ini

maka hal ini tentu nya dapat mencederai penegakan hukum itu sendiri.

Page 166: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

153

Pembahasan mengenai tolok ukur KPK dalam melakukan pencekalan terhadap

seseorang pada tahap penyelidikan dikaitkan dengan asas legalitas adalah sebagai

berikut :

Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus selalu diperhatikan yaitu

kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.122

Untuk mewujudkan suatu kepastian

dan keadilan hukum tentunya harus menyelaraskan antara substansi hukum, struktur

hukum dan kultur hukum dengan hukum yang dibutuhkan oleh masyarakat. Didalam

konsep keadilan terkandung makna perlindungan hak, persamaan derajat dan

kedudukan di hadapan hukum (equality before the law), serta asas proporsionalitas

antara kepentingan individu dan kepentingan sosial. Kepastian hukum sebagai salah

satu tujuan hukum dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan.

Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan dihadapan hukum tanpa

diskriminasi.123

Penerapan keadilan dan kepastian hukum dapat saja terjadi gesekan.

Kepastian hukum yang menghendaki persamaan di hadapan hukum tentu lebih

cenderung menghendaki hukum yang statis. Aturan hukum harus dilaksanakan untuk

semua kasus yang terjadi, sedangkan keadilan memiliki sifat dinamis harus selalu

melihat konteks peristiwa dan masyarakat di mana peristiwa itu terjadi. Secara

umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum terdapat tiga

prinsip dasar, yaitu supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan dihadapan

hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara yang tidak

bertentangan dengan hukum (due process of law).

122

Soedikno Mertokusumo, Op.cit, hlm.145. 123

Mohammad Mahfud MD, Makalah “Penegakan Hukum dan Tata Kelola Pemerintahan

Yang Baik”, Jakarta, 2005, hlm.4.

Page 167: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

154

Prinsip penegakan hukum yang mendasarkan pada prinsip the rule of law harus

selalu menjunjung tinggi asas legalitas. Asas atau prinsip legalitas dengan tegas

disebut dalam konsideran KUHAP seperti yang dapat dibaca pada huruf a, yang

berbunyi :

“Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang

menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala

warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjun.jung tinggi hukum dan pemerintahan

itu dengan tidak ada kecualinya”.

Dalam konteks hukum acara pidana berlaku prinsip lex scripta bahwa hukum

itu harus tertulis, berlaku prinsip lex certa hukum itu harus jelas dan berlaku lex

stricta bahwa hukum itu ketat dan tidak boleh di interpretasikan lain selain apa yang

tertulis. Ini adalah wujud dari asas legalitas dalam hukum pidana. Realitas objektif

didalam kehidupan sehari-hari sering kali terjadi benturan antara materi hukum

(substansi) dengan kebutuhan hukum masyarakat yang terkadang belum terakomodir

dalam hukum positif Indonesia.

Salah satu peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah guna

memberantas tindak pidana korupsi yang diharapkan mampu menyempurnakan

kekurangan dari peraturan yang bersifat konvensional tersebut adalah dengan

dibentuknya Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan Undang-

Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 pada Pasal

43, dibentuk badan khusus yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi

Page 168: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

155

(KPK) dan secara lebih dalam diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Asas legalitas tersebut juga tercermin dari adanya pengaturan mengenai

kewenangan KPK dalam melakukan pencekalan pada proses penyelidikan, hal ini di

atur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi ini khususnya dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, Komisi pemberantasan

Korupsi mempunyai kewenangan untuk melakukan pencekalan terhadap orang yang

diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam proses penyelidikan, penyidikan dan

penuntutan yang berbunyi sebagai berikut:

“Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c” :

“Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang

bepergian ke luar negeri”

Seperti yang telah diketahui bahwa KPK diberi kewenangan melakukan

pencekalan pada tahap penyelidikan, namun mengenai tolok ukur atau kriteria KPK

dalam menentukan siapa yang boleh dicekal dan yang tidak boleh cekal pada tahap

ini tidak diatur secara jelas dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Asas

legalitas yang menjadi salah satu ciri negara hukum dimana suatu perbuatan dapat

dikenakan sanksi apabila telah ada pengaturannya. Asas legalitas ini merupakan

perlindungan kepada perorangan terhadap kesewenang-wenangan yang mungkin

dilakukan penguasa terhadap rakyatnya. Oleh karena itu, asas legalitas merupakan

asas yang esensiel di dalam penerapan hukum pidana.

Page 169: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

156

Dalam rangka menghormati dan memenuhi hak asasi manusia dalam rangka

penerapan dan penggunaan pencekalan yang juga dilakukan untuk meningkatkan

upaya penegakan hukum di Indonesia sebaiknya adanya aturan yang menentukan

kriteria-kriteria yang menjadi patokan dalam menentukan alasan terkait keamanan

nasional, ketertiban umum, kesehatan dan moral masyarakat dan kepentingan

masyarakat diperlukan adanya definisi lebih lanjut yang dituangkan didalam suatu

peraturan. Hal ini berguna untuk membatasi setiap tindakan aparat penegak hukum

yang berwenang sehingga meminimalisir terjadinya kesewenang-wenangan yang

dapat melanggar hak asasi seseorang. Aturan sebagaimana yang dimaksud diatas

adalah aturan mengenai tolok ukur atau kriteria seseorang pada tahap penyelidikan

dapat dikenai pencekalan. Menurut analisis penulis, kriteria atau alasan seseorang

yang dapat dikenakan pencekalan adalah sebagai berikut :

1) Orang yang diduga dapat melarikan diri keluar negri.

2) Orang yang diduga berpergian keluar untuk menghilangkan barang bukti.

3) Seseorang yang diduga terlibat kasus korupsi yang merugikan keuangan

negara sebesar Rp. 1 Miliar atau lebih.

Selain mengenai kriteria orang yang dapat dikenai pencekalan, hal yang perlu

dirumuskan lebih lanjut dalam UU adalah pengecualian terhadap orang yang dikenai

pencekalan antara lain sebagai berikut :

1) Tidak terindikasi keterlibatannya dalam suatu tindak pidana korupsi.

2) Telah 2x (dua kali) dikenai pencekalan oleh KPK.

Page 170: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

157

3) Berpergian keluar negeri terkait tugas negara yang tidak bisa diwakilkan

oleh pihak manapun.

4) Menderita sakit yang mengharuskan orang yang dikenai pencekalan

tersebut berobat keluar negri (tidak ada obat dan atau dokter untuk penyakit

itu di Indonesia dan tergolong penyakit parah yang dapat membahayakan

nyawa).

Untuk pengecualian terhadap orang yang dikenai pencekalan khusus nya pada

poin ke 3 dan ke 4, pihak tersebut diharuskan untuk mengajukan surat permohonan

kepada pimpinan KPK agar surat pencekalannya tersebut dapat dicabut atau

dilonggarkan. Berkenaan dengan pendapat penulis mengenai kriteria seseorang yang

dapat dikenai pencekalan di sertai dengan pengecualian dari tindakan upaya paksa

pencekalan ini, penulis berharap hal tersebut dapat dijadikan masukan bagi

pembentuk undang-undang dan atau mahkamah konstitusi agar dapat memasukkan

rumusan tersebut dalam peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan

pencekalan KPK pada tahap penyelidikan sehingga asas transparansi dan kepastian

hukum yang adil dapat terpenuhi.

Pembahasan mengenai tolok ukur KPK dalam melakukan pencekalan terhadap

seseorang pada tahap penyelidikan dikaitkan dengan teori penyelidikan adalah

sebagai berikut :

Dalam suatu proses penegakan hukum termasuk juga penegakan hukum

terhadap tindak pidana korupsi, selain dibutuhkan seperangkat peraturan perundang-

undangan tentunya dibutuhkan juga instrumen penggeraknya yaitu institusi-institusi

Page 171: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

158

penegak hukum dan implementasinya melalui mekanisme kerja dalam sebuah sistem

yang disebut sebagai sistem peradilan pidana (criminal justice system). Aplikasi atau

penegakan hukum pidana yang tersedia tersebut dilaksanakan oleh instrumen-

instrumen yang diberi wewenang oleh UU untuk melaksanakan kewenangan dan

kekuasaannya masing-masing dan harus dilakukan dalam suatu upaya yang

sistematis untuk dapat mencapai tujuannya.

Dengan dibentuknya KPK berdasarkan Undang Undang No. 31 tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 sebagai komisi yang dibentuk guna

memberantas korupsi secara otomatis KPK yang juga berwenang melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tentunya dapat dinyatakan sebagai salah

satu lembaga penegak hukum yang termasuk dalam sistem peradilan pidana

Indonesia.

Kewenangan menolak orang bepergian keluar wilayah Indonesia yang sedang

diperlukan untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan adalah merupakan

bagian kecil dari proses penegakan hukum pidana di Indonesia yang dikenal dengan

mekanisme integrated criminal justice system. Bahwa mekanisme integrated

criminal justice system adalah sistem yang memandang proses penyelesaian perkara

pidana sebagai satu kesatuan sejak penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemutusan

perkara, sampai dengan pemidanaan dan penyelesaiannya di tingkat pemasyarakatan,

yang didalamnya terdapat kewenangan-kewenangan pembatasan berupa tindakan

pencegahan dan/atau penahanan.

Page 172: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

159

Dalam rangka melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan

berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK ini khususnya dalam

Pasal 12 ayat (1) huruf b, KPK diberikan kewenangan untuk dapat melakukan

tindakan pencekalan, baik pencekalan yang dilakukan dalam tahap penyelidikan

maupun dalam tahap penyidikan guna membantu proses penegakan hukum.

Pencekalan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh instansi KPK dianggap

sah dan dapat dilakukan oleh KPK berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada penelitian ini, penulis

akan mengerucutkan pembahasan dari seluruh kewenangan yang dimiliki KPK dan

tolok ukur KPK untuk melakukan pencekalan yang terfokus pada dalam tahap

penyelidikan.

Pencekalan KPK dalam tahap penyidikan dirasa wajar karena sudah ada bukti

awal yang cukup dan ketika penegak hukum telah menetapkan tersangka, pencekalan

boleh dilakukan karena kekhawatiran ada upaya menghilangkan barang bukti atau

melarikan diri ke luar negeri. Namun yang menjadi permasalahan yakni ketika

pencekalan dilakukan dalam tahap penyelidikan yang mana indikasi keterlibatan

seseorang terhadap suatu tindak pidana masih sangat mentah dan dengan tidak

adanya tolok ukur yang jelas mengenai pencekalan seseorang dalam tahap

penyelidikan maka pemberlakuan asas praduga tak bersalah (presumption of

innocent), asas persamaan dihadapan hukum (equality before the law) dam kepastian

yang adil tentu diragukan untuk dapat diaplikasikan oleh masyarakat melalui UU ini.

Page 173: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

160

Penyelidikan yang dilakukan penyelidik dalam hal ini tetap harus menghormati

asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) sebagaimana di sebutkan

dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP. Penerapan asas ini tidak lain adalah untuk

melindungi kepentingan hukum dan hak-hak seseorang dari kesewenang-wenangan

kekuasaan para aparat penegak hukum. Hal tersebut yang menjadi alasan

diperlukannya suatu pengaturan yang jelas mengenai tolak ukur, batasan atau kriteria

pencekalan yang dilakukan oleh KPK dalam tahap penyelidikan.

Pembahasan mengenai tolok ukur KPK dalam melakukan pencekalan terhadap

seseorang pada tahap penyelidikan dikaitkan dengan pencekalan dalam hukum acara

pidana di Indonesia adalah sebagai berikut :

Selain diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK ini

khususnya dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, dasar hukum seseorang dikenai

pencekalan juga dilakukan berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dinyatakan bahwa Pejabat Imigrasi

menolak orang untuk keluar wilayah Indonesia ditujukan pada suatu kepentingan

penyelidikan dan penyidikan oleh instansi atau lembaga penegak hukum. Namun

berdasarkan putusan No. 40/PUU-IX/2011, majelis MK menyatakan pencekalan

yang dilakukan oleh aparat penegak hukum saat mereka sedang melakukan

penyelidikan atas sebuah perkara pidana sebagai inkonstitusional. Putusan MK yang

membatalkan kata “penyelidikan” dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-Undang

No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menyangkut tindak pidana umum, sehingga

putusan MK itu bukan untuk kasus korupsi yang ditangani KPK maka secara

Page 174: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

161

otomatis KPK masih tetap berwenang melakukan pencekalan dalam tahap

penyelidikan.

Konteks penolakan pada Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2011 tentang Keimigrasian tersebut adalah dengan tidak memberangkatkan

keluar wilayah Indonesia terhadap orang setelah adanya permintaan Pejabat yang

berwenang. Berdasarkan Undang-Undang No. 6 tahun 2011, menteri atau pejabat

imigrasi dapat melakukan pencekalan berdasarkan permintaan atau keputusan dari :

Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kepala kepolisian RI, Ketua KPK, Kepala BNN.

Namun, pencekalan yg dilakukan KPK lah yang menjadi sentral dalam penelitian ini.

Penggunaan pencekalan ini tidak boleh digunakan sewenang-wenang oleh

suatu negara, negara harus tetap menjamin hak atas kebebasan bergerak setiap

individu namun juga harus menjalankan kepentingan nasionalnya. Penggunaan

pencegahan dan penangkalan ini harus benar-benar dengan alasan yang kuat dan

rasionil dan berlandaskan hukum untuk alasan keamanan nasional, ketertiban umum,

kesehatan dan moral masyarakat dan kepentingan masyarakat yang sesuai dengan

kovenan internasional dalam hak sipil dan politik.

Adapun dasar hukum yang digunakan untuk melakukan pencekalan KPK ini

merujuk pada beberapa peraturan diantaranya adalah Undang-Undang No.6 Tahun

2011 tentang Keimigrasian, dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang

KPK, Putusan MK tentang jangka waktu pencekalan, PP No. 30 tahun 1994 tentang

tata cara pelaksanaan pencekalan dan penangkalan, Mou KPK dengan

Page 175: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

162

KemenkumHAM yang mengatur mengenai koordinasi antara keduanya, dan juga

standard operational procedure (SOP) internal KPK.

Mengenai mekanisme dilakukannya pencekalan KPK dalam tahap

penyelidikan dapat dimulai dari adanya laporan masyarakat. Laporan dari

masyarakat ini dapat dijadikan sebagai salah satu alat bukti “petunjuk” seperti yang

tertuang pada Pasal 184 UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP. Setelah itu

dilakukan verifikasi yakni pembuktikan kebenaran atau untuk menentukan atau

menguji akurasi, pada tahap penyelidikan ini pihak KPK mencari dan menemukan

mengenai apakah suatu peristiwa tersebut merupakan tindak pidana atau tidak.

Kemudian dilakukan gelar perkara yang melibatkan pimpinan KPK, penyelidik dan

penyidik guna menentukan apakah seseorang yang terkait tersebut dapat dikenai

pencekalan atau tidak. Dalam menentukan seseorang dapat dikenai pencekalan atau

tidak, KPK berpedoman pada Standard Operational Procedure (SOP) internal KPK.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak KPK, Standard

Operational Procedure (SOP) merupakan alur atau tindakan yang dijalani untuk

melaksanakan kewenangan yang mana KPK harus menelaah lebih lanjut mengenai

pantas atau tidak nya seseorang dikenai pencekalan, tentunya di dalam SOP tersebut

tertera syarat-syarat mengenai siapa yang harus dicekal. Standard Operational

Procedure (SOP) internal KPK ini bersifat rahasia kecuali ada permintaan tertulis

kepada pimpinan KPK atau sejken mengenai hal ini, namun presentase kemungkinan

diketahui oleh masyarakat sangat tipis.

Page 176: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

163

Jika berdasarkan hasil gelar perkara menentukan bahwa seseorang tersebut

pantas dikenai pencekalan, maka pimpinan KPK akan segera mengirim surat

permohonan cekal kepada Dirjen Imigrasi dan termaktub juga didalam nya mengenai

jangka waktu pencekalan tersebut. Berdasarkan pasal 97 ayat 1 UU No. 6 tahun 2011

tentang Keimigrasian, Jangka waktu pencekalan dilakukan paling lama 6 bulan dan

dapat diperpanjang selama 6 bulan berikutnya atau 2 kali pencekalan berdasarkan

putusan MK pada pencekalan kasus Mantan Meteri Hukum dan HAM Yusril Ihza

Mahendra.

Pengajuan permohonan pencekalan yang dilakukan secara manual rentan

terhadap kebocoran informasi. Oleh karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) dapat mengajukan permohonan pencegahan ke Direktorat Imigrasi secara

online melalui surat elektronik alias email. Sistem online ini bisa mengantisipasi ter-

jadinya kebocoran informasi. Dengan sistem online status pencegahan seseorang

langsung tersambung ke semua pintu perlintasan ke luar negeri. Mengingat modus

operandi tindak pidana semakin canggih, maka keputusan eksekusi pencegahan pun

harus cepat. Pencekalan secara manual rentan terhadap kebocoran informasi. Seperti

yang terjadi pada pencegahan terhadap bekas Bendahara Umum Demokrat M Na-

zaruddin dan Nunun Nurbaeti, istri dari bekas Wakapolri Adang Darajatun yang

berhasil kabur sebelum surat cekal diterbitkan.

Ditjen Imigrasi hanya bisa menerbitkan surat pencekalan apabila ada per-

mohonan pengajuan dan memenuhi persyaratan. masa pencekalan hanya berlaku

selama enam bulan. Jika dilakukan perpanjangan pencekalan maka harus ada

permintaan dari lembaga pemohon. Perpanjangan pencekalan disesuaikan dengan

Page 177: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

164

kebutuhan lembaga pemohon. Kalau tidak diperpanjang, maka otomatis cekalnya

berakhir. Pencabutan cekal berasal dari lembaga yang mengusulkan. Kalau masa

berlakunya sudah berakhir. Maka harus dicabut pencekalannya untuk menghargai

hak asasi manusia seseorang.

Penegak hukum yang dalam hal ini adalah KPK dapat melakukan tindakan

pencegahan ketika proses penyelidikan telah dimulai. Tidak ada batasan siapa saja

yang tidak perbolehkan untuk dicegah pada tahap ini. Artinya, sepanjang seseorang

berstatus sebagai saksi maka orang tersebut dapat dicegah keluar negeri. Sebagai

contoh, dapat dilihat pada kasus Pencekalan Gubernur Provinsi Riau M.Rusli Zainal

yang menjadi saksi dalam perkara dugaan suap pembangunan venue PON 2012 yang

terjadi di daerahnya. Tanpa penjelasan yang dapat dipahami oleh publik, Gubernur

Provinsi Riau M. Rusli Zainal telah dicegah ke luar negeri oleh KPK. Penjelasan itu

penting agar kemudian publik dapat mengetahui dan memahami tolok ukur ataupun

kriteria yang dapat dijadikan pegangan oleh KPK dalam mencegah seseorang keluar

negeri. Tanpa tolok ukur atau kriteria dan juga aturan yang dijadikan rujukan perihal

alasan pencegahan ke luar negeri, maka publik dapat pula mempertanyakan mengapa

semua pihak yang menjadi saksi dalam perkara dugaan suap pembangunan venue

PON 2012 itu tidak dicegah ke luar negeri ? Mengapa kemudian KPK tidak

melakukan tindakan pencegahan yang sama terhadap para saksi seperti Ketua DPRD

Johar Firdaus dari Fraksi Golkar beserta anggotanya, yakni Iwa dari Fraksi Golkar,

Amri Ali dari Fraksi Gabungan, Adrian Ali dari Fraksi PAN, Zulfan Her dari Fraksi

Golkar, serta Ketua Bapedda Ramli Walid.

Page 178: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

165

Pada kasus lain KPK pun juga melakukan pencekalan dalam tahap

penyelidikan terkait kasus hambalang, KPK menyelidiki proyek Hambalang sejak

Agustus tahun 2011. Dalam kasus ini, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian

Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) telah melakukan cekal terhadap Direktur

Dutasari Citralaras yakni Mahfud Suroso agar yang bersangkutan tidak bepergian ke

luar negeri. Pencekalan Mahfud ini dilakukan atas permintaan KPK untuk

kepentingan penyelidikan kasus Hambalang. Juru Bicara KPK, Johan Budi SP pada

Selasa (22/05/2012) lalu mengatakan permintaan cekal tersebut diajukan KPK sejak

tanggal 27 April. Pihak Imigrasi sendiri, lanjut Johan mencekal Mahfud selama

enam bulan ke depan.124

Tanpa tolok ukur atau aturan yang dijadikan rujukan perihal

alasan pencegahan ke luar negeri, maka publik dapat pula mempertanyakan mengapa

semua pihak yang menjadi saksi dalam perkara Hambalang itu tidak dicegah keluar

negeri ? Mengapa kemudian KPK tidak melakukan tindakan pencegahan yang sama

terhadap pihak-pihak yang juga diperiksa dalam tahap penyelidikan seperti Menteri

Pemuda dan Olahraga yakni Andi Mallarangeng, pengurus PT Dutasari Citralaras

yakni istri Anas Urbaningrum bernama Athiyyah Laila, pejabat Partai Demokrat

bernama Munadi Herlambang, mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional bernama

Joyo Winoto, anggota Komisi II DPR yakni Ignatius Mulyono dan mantan

Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.125

124

WebsiteGOOGLE,http//www.beritabogor.com/2012/06/kronologiskasushambalang.html(ter

akhir kali dikunjungi tanggal 3 Oktober 2012 Pukul 15.00). 125

Website GOOGLE,http//www.beritawmc.com/2012/06/.../soal-hambalang-kpk-dinilai-

tidak-jelas(terakhir kali dikunjungi tanggal 3 Oktober 2012 Pukul 14.00).

Page 179: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

166

Selain dua kasus diatas kemudian KPK juga melakukan pencekalan terhadap

beberapa saksi terkait kasus pengurusan kuota impor daging sapi. Adapun nama

saksi-saksi yang dikenai pencekalan yakni Ridwan Hakim (putra Ketua Majelis

Syuro PKS bernama Hilmi Aminuddin), Ahmad Zaky (Swasta), Rudy Susanto

(Swasta), Jerry Roger (Swasta), Soraya Kusuma Effendy (Komisaris PT. Indoguna

Utama), Maria Elizabeth Liman (Dirut PT. Indoguna Utama). Sedangkan nama saksi

yang tidak dikenai pencekalan pada kasus ini seperti Agus Suganda (Pegawai Negeri

Sipil), Ahmad Junaedi (Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pasca panen

Kementerian Pertanian), Syahrudin (swasta), Elda Deviane Adiningrat (swasta),

Soewarso (swasta), Melani (karyawan PT. Indoguna Utama), Dina zelvia (swasta),

Eka Pratiwi (swasta), Anna Retnowati (swasta), Mimin Juni Atin (swasta).

Berkenaan dengan penjelasan diatas, hal tersebut yang dimaksud dengan peluang

untuk berbuat diskriminasi. Hal ini tentunya bertentangan dengan asas persamaan di

depan hukum atau equality before the law. Apalagi jika dipahami bahwa tidak setiap

pemeriksaan pada tahap penyidikan memiliki relevansi untuk kemudian dimasukkan

keterangannya dalam berkas perkara. Terlebih lagi bila dengan niat tertentu,

penyidik memanggil seseorang untuk kemudian diperiksa lalu dikenakan tindakan

pencegahan padahal orang yang sama tidak ada kaitannya dengan penyidikan.

Konsep persamaan kedudukan dalam hukum menurut UUD 1945 adalah suatu mata

rantai antara hak dan kewajiban yang harus berfungsi menurut kedudukannya

masing-masing dan kesamaan dihadapan hukum berarti setiap warga negara harus

diperlakukan adil oleh pemerintah.126

126

Mien Rukmini, Op.cit, hlm.24.

Page 180: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

167

Berkenaan dengan pembahasan terdahulu mengenai kewenangan KPK dalam

melakukan pencekalan pada tahap penyelidikan dikaitkan dengan HAM dalam

sistem peradilan pidana, tentu nya dapat kita ketahui bahwa tindakan pembatasan

kebebasan seseorang untuk bepergian keluar negri dapat dibatasi oleh negara atas

dasar untuk kepentingan umum, menjaga stabilitas keamanan negara dan untuk

mempermudah proses penegakan hukum di Indonesia. Hal yang lebih lanjut yang

akan dibahas pada penelitan tesis ini mengenai kriteria atau tolak ukur yang dapat

dijadikan pedoman oleh KPK untuk melakukan pencekalan terhadap seseorang pada

proses penyelidikan. Seperti yang kita ketahui dan sebagai mana yang telah penulis

paparkan diatas dalam bentuk kasus terlihat bahwa tidak semua orang yang dikenai

pencekalan pada tahap penyelidikan, artinya bahwa terhadap seseorang individu

dalam status nya sebagai saksi dapat dikenai pencekalan, namun pada kasus yang

sama terhadap seorang individu yang lain tindakan pencekalan ini dilakukan pada

status nya sebagai tersangka. Tentu nya hal yang semacam ini akan menimbulkan

suatu permasalahan dalam konteks hukum pidana itu sendiri yakni mencederai asas

persamaan kedudukan dihadapan hukum. Dengan tidak diatur secara jelas dan

transparan mengenai batasan atau tolok ukur dilakukannya pencekalan dalam tahap

penyelidikan, maka hal ini tentunya bertentangan dengan asas kepastian hukum yang

adil. Hal ini yang menjadi alasan untuk dapat memperjelas ketentuan mengenai tolok

ukur atau kriteria bagi KPK dalam melakukan tindakan pencekalan terhadap

seseorang pada tahap penyelidikan agar kemudian asas kepastian hukum yang adil,

transparansi dan persamaan kedudukan dihadapan hukum dapat terpenuhi.

Page 181: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

168

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Kewenangan KPK dalam melakukan pencekalan terhadap saksi pada proses

penyelidikan tidak bertentangan dengan HAM sebagaimana yang diatur

dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya sebab kebebasan

bergerak bukanlah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam

keadaan apa pun. Pembatasan kebebasan bergerak dalam hal ini adalah

pencekalan KPK dalam tahap penyelidikan yang dilakukan oleh KPK

merupakan pembatasan dalam suatu proses hukum dan diatur oleh undang-

undang. Pencekalan seseorang untuk melakukan perjalanan keluar negeri

merupakan pembatasan kebebasan seseorang untuk bepergian keluar negri

yang dibatasi oleh negara atas dasar untuk kepentingan umum, menjaga

stabilitas keamanan negara dan untuk mempermudah proses penegakan

hukum di Indonesia. Selama KPK melakukan pencekalan demi kepentingan

hukum dan pengungkapan kasus pidana, maka hal tersebut bukan merupakan

pelanggaran HAM. Pencekalan memang tidak dapat dilakukan oleh

sembarang orang kecuali dengan alasan yang dibenarkan hukum, karena

orang dapat melakukan pencekalan dengan maksud-maksud tertentu diluar

kepentikan penegakan hukum. Pencekalan KPK dalam tahap penyelidikan

disatu sisi dirasa bertentangan dengan asas hukum pidana yang berlaku yakni

asas praduga tak bersalah (Presumption of innocent), asas persamaan

dihadapan hukum (equality before the law), asas kepastian hukum yang adil,

yang mana kesemua asas ini diatur dalam bab khusus konstitusi (BAB XA

Page 182: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

169

tentang HAM) UUD tahun 1945, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang

KUHAP, dan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, namun

disisi lain pencekalan KPK dalam tahap penyelidikan dilakukan guna

mempermudah proses penegakan hukum. Akhirnya perlu kita pahami bahwa

asas-asas hukum pidana yakni asas praduga tak bersalah (Presumption of

innocent), asas persamaan dihadapan hukum (equality before the law), asas

kepastian hukum yang adil ini merupakan salah satu hak yang bisa dikurangi

atau dibatasi (derogable right) dengan UU sebagaimana diatur Pasal 28I ayat

(1) jo Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945.

2. Tolok ukur KPK untuk melakukan pencekalan terhadap saksi dalam proses

penyelidikan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia,

namun KPK dalam melakukan pencekalan pada tahap penyelidikan ini

berpedoman pada Standard Operational Procedure (SOP) internal KPK itu

sendiri. Standard Operational Procedure (SOP) internal KPK bersifat rahasia

sehingga masyarakat dalam hal ini tidak diperkenankan untuk mengetahui

secara jelas mengenai tolok ukur pencekalan tersebut, hal ini menurut analisis

penulis bertentangan dengan asas-asas yang dianut oleh institusi KPK itu

sendiri yakni mengenai asas keterbukaan atau transparansi. Dengan suatu

kewenangan melakukan pencekalan pada proses penyelidikan yang

notabenenya belum tentu seorang saksi yang dikenai pencekalan tersebut

terlibat dalam suatu tindak pidana korupsi, ditambah lagi dengan tidak

adanya tolok ukur yang jelas dan transparan mengenai siapa saja yang boleh

Page 183: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

170

dilakukan pencekalan pada tahap ini maka hal ini tentu nya dapat mencederai

penegakan hukum itu sendiri.

5.2. Saran

1. Negara harus tetap menjamin hak atas kebebasan bergerak setiap individu

namun juga harus menjalankan kepentingan nasionalnya. Penggunaan

kewenangan pencekalan KPK ini harus benar-benar dilakukan dengan alasan

yang kuat dan rasionil yang berlandaskan hukum untuk alasan keamanan

nasional, ketertiban umum, kesehatan dan moral masyarakat dan kepentingan

masyarakat yang sesuai dengan kovenan internasional dalam hak sipil dan

politik, hal ini dilakukan agar tindakan pencekalan KPK pada tahap

penyelidikan ini tidak keluar dari konteks penegakan hukum yang dapat

melanggar hak asasi yang dilindungi oleh konstitusi dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

2. Dalam rangka menghormati dan memenuhi hak asasi manusia dalam rangka

penerapan dan penggunaan pencekalan sebaiknya adanya aturan yang

menentukan tolok ukur atau kriteria-kriteria yang menjadi patokan dalam

menentukan alasan terkait keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan

dan moral masyarakat dan kepentingan masyarakat, perlu adanya definisi

lebih lanjut yang dituangkan didalam suatu peraturan perundang-undangan

yang jelas dan transparan. Hal ini berguna untuk membatasi setiap

kewenangan pejabat-pejabat yang berwenang yang terlampau jauh melanggar

hak asasi manusia.

Page 184: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ajat Sudrajat Havid, Formalitas Keimigrasian Dalam Perspektif Sejarah, Direktorat

Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2008.

Andi Hamzah, Korupsi Di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, Jakarta,

Gramedia Pustaka Utama, 1991.

--------------------, Pemberantasan Korupsi Ditinjau Dari Hukum Pidana, Pusat Studi

Hukum Pidana Universitas Trisakti, Jakarta, 2002.

--------------------, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008,

Asri Muhammad Saleh, Menegakkan Hukum atau Mendirikan Hukum, Bina Mandiri

Press, Pekanbaru, 2003.

Bagir Manan, Negara Hukum Yang Berkeadilan, Pusat Studi Kebijakan Negara

Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (PSKN FH UNPAD), Bandung,

2011.

Bambang waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.

Bambang Poernomo dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan HAM, Mandar Maju,

Jakarta, 2001.

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan, Citra Adtya Bakti, Bandung, 2001.

----------------------------, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2003.

Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2002.

Erni Widhayati, Hak-Hak Tersangka di Dalam KUHAP, Liberty, Yogyakarta, 1988.

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.

Gunawan Setiadirdja, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila,

Kanisius, Yogyakarta, 1993.

J.E. Sahetapy, Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati Terhadap

Pembunuhan Berencana, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

Jack Donnely, Universal Human Rights in Theory and Practice, Cornell University

Press, Ithaca and London, 2003.

Page 185: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Sekretariatan Jendral

dan Kepaniteraan Konstitusi RI, Jakarta, 2006.

Koerniatmanto Soetoprawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian

Indoneisa, PT. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta, 1996.

Kunarto, Hak Asasi Manusia dan Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 1997.

Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan& Penyidikan),

Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan

Permasalahannya, PT. Alumni, Bandung, 2007.

Mansyhur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses

Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia

Indonesia, Bogor Selatan, 2005.

Mien Rukmini, Perlindungan Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah dan Asas

Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana

Indonesia, Alumni, Bandung, 2007.

Muladi, Kapita selekta Sistem Peradilan Pidana, Undip, Semarang, 1995.

---------, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang, 1997.

---------, Makalah Konsep Total Enforcement dalam Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi dalam Kerangka Politik Hukum, forum koordinasi dan konsultasi

dalam rangka intersifikasi pemberantasan tindak pidana korupsi, Jakarta, 2006.

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993.

-------------, Perbuatan Pidana dan Pertanggung-jawab Dalam Hukum Pidana,

Gajah Mada, Yogyakarta, 1955.

-------------, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2001.

-------------, Asas–Asas Hukum Pidana, Cet. Ke – VII, Rineka Cipta, Jakarta, 2002.

Moh Hatta, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum dan Pidana

Khusus, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 2002.

Mohammad Mahfud MD, Makalah “Penegakan Hukum dan Tata Kelola

Pemerintahan Yang Baik”, Jakarta, 2005.

Nyoman Serikat Putra Jaya, Beberapa Pemikiran Ke Arah Pengembangan Hukum

Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008.

O.C. Kaligis, Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa, dan

Terpidana Dalam Sistem Peradilan Pidana, Alumni, Jakarta, 2006.

Page 186: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cet. III, PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung, 1997.

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum,

Mandar Maju, Bandung, 2001.

--------------------------, Korupsi, Good Governance & Komisi anti Korupsi di

Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan

HAM RI, Jakarta, 2002.

--------------------------, Sekitar Masalah Korupsi Aspek Nasional dan Aspek

Internasional, Mandar Maju, Bandung, 2004.

--------------------------, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana, Jakarta,

2010.

Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologi, Sinar

Baru, Jakarta, 1983.

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Sebagai Suatu Pengantar, Liberty,

Yogyakarta, 1999.

Soenarto, Penegakan Hukum Dalam Mensukseskan Pembangunan, Alumni,

Bandung, 1977.

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2010.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2004.

--------------------------------------------------, Penelitian Hukum Normatif (Suatu

Tinjauan Singkat), Cetakan Keenam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

Subhi Mahmassani, Konsep Dasar Hak Asasi Manusia, Suatu Perbandingan Dalam

Syariat Islam dan Perundang-Undangan Modern, Tintamas Indonesia, Jakarta,

1993.

Syed Husin Alatas, Korupsi, Sifat Sebab dan Fungsi, Jakarta, LP3ES, 1991.

-----------------------, Sosiologi Korupsi, Jakarta, LP3ES, 1998.

Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Penelitian Hukum, Universitas Atma Jaya,

Jakarta.

WJS. Poerwardarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,

1998.

Page 187: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

Yesmil Anwar, Pembaharuan Hukum Pidana, PT Gramedia widiasarana Indonesia,

Jakarta, 2008.

-------------------- & Adang, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen &

Peaksanaannya Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia), Widya Padjadjaran,

2009.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981

Nomor 76. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999

Nomor 140. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165.

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002

Nomor 137. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52. Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5216.

C. Sumber Lain

Catatan perkuliahan pada mata kuliah Hukum Pidana, dengan dosen pengajar David

Ramadhan, di Ruang E Fakultas Hukum UR, Pada hari Jumat pukul 14.00

WIB.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, dalam krisna harahap,

Memberantas Korupsi Jalan Tiada Ujung, Bandung, Grafiti, 2006.

Website GOOGLE, http//www.beritasatu.com/.../30595-mk-nyatakan-pencekalan-

saat penyelidikan (terakhir kali dikunjungi tanggal 26 September 2012 Pukul 16.00).

Website GOOGLE, http//berita.liputan6.com/read/.../mahfud-md-kecam-masalah

pencekalan.../ (terakhir kali dikunjungi tanggal 7 Mei 2012 Pukul 17.00).

Page 188: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

Website GOOGLE, http//www.beritabogor.com/2012/06/kronologis

kasushambalang.html (terakhir kali dikunjungi tanggal 3 Oktober 2012 Pukul

15.00).

Website GOOGLE, http//www.beritawmc.com/2012/06/.../soal-hambalang-kpk-

dinilai-tidak-jelas)terakhir kali dikunjungi tanggal 3 Oktober 2012 Pukul 14.00).

Website GOOGLE, http//www.haluankepri.com › News › Andalas (terakhir kali

dikunjungi tanggal 22 September 2012 Pukul 14.00).

Website GOOGLE, http//m.skalanews.com/.../gubernur-riau-dicekal-terkait-kasus-

suappon.ht. (terakhir kali dikunjungi tanggal 22 September 2012 Pukul 13.45).

Website GOOGLE, http//Kompas.com/KPK periksa 7 tersangka kasus PON

Riau(terakhir kali dikunjungi tanggal 10 Februari 2013 Pukul 21.35).

Website GOOGLE, http//www.sindonews.com/.../13/.../dua-tersangka-kasus-pon-

riau-segera-d.. (terakhir kali dikunjungi tanggal 22 September 2012 Pukul 14.00).

Website GOOGLE, http//metrotvnews.com/metronews/vi...0725/Gubernur-Riau-

Tersangka -Kasus-Pon.(terakhir kali dikunjungi tanggal 10 Februari 2013 Pukul

11.35).

Website GOOGLE, www.riau terkini.com/hukumphp?arr=53414 (terakhir kali

dikunjungi tanggal 13 Februari 2013 Pukul 13.25).

Website GOOGLE, www.seputarnusantara.com/?p=13559 (terakhir kali

dikunjungi tanggal 11 Februari 2013 Pukul 17.55)

Website GOOGLE, www.tempo.co/.../Terlibat-Kasus-Hambalang-Mahfud-Suroso

Dicekal (terakhir kali dikunjungi tanggal 11 Februari 2013 Pukul 16.35).

Website GOOGLE, www.news.liputan6.com/anas+urbaningrum (terakhir kali

dikunjungi tanggal 11 Februari 2013 Pukul 17.55).

Website GOOGLE, http//www.businessnews.co.id›Headline(terakhir kali dikunjungi

tanggal 20 Maret 2013 Pukul 16.00).

Website GOOGLE, http//www.tempo.co/read/.../Suap-Daging-PKS-Begini-Awal-

Mulanya (terakhir kali dikunjungi tanggal 20 Maret 2013 Pukul 16.40).

Website GOOGLE, http//www.koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/113355

(terakhir kali dikunjungi tanggal 20 Maret 2013 Pukul 18.50).

Page 189: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Yulia Emri Tambusai, S.H.

NPM : 110120110002

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tgl lahir : Pekanbaru, 8 Juli 1989

Alamat : Jl.Ciheulang baru 15 D, Bandung.

No.Telp /HP : 0852 9595 0292

Email : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

● Sekolah Dasar : SD 001 Depok.

● SLTP : SLTP 21 Pekanbaru.

● SMAN : SMAN 4 Pekanbaru.

●Perguruan Tinggi : Fakultas Hukum, Program Kekhususan Hukum Pidana

Universitas Riau

PENGALAMAN ORGANISASI

1. Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Raya Badan Eksekutif Mahasiswa

(BEM) Fakultas Hukum Universitas Riau.

2. Sekertaris Bidang Sosial dan Budaya Badan Eksekutif Mahasiswa

(BEM) Fakultas Hukum Universitas Riau.

Page 190: ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG ...media.unpad.ac.id/thesis/110120/2011/110120110002_k_3434.pdf · HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Oleh

Demikianlah riwayat hidup atau data pribadi ini saya buat dengan sebenarnya.

Bandung, Juni 2013

YULIA EMRI TAMBUSAI, S.H.