analisis yuridis pelayanan kesehatan dan kesejahteraan
TRANSCRIPT
Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial di Panti Sosial Berdasarkan Hukum Kesehatan (Studi Panti Sosial Tresna Werdha
di Jakarta)
M. Yunus Azhari (1206221286), Wahyu Andrianto
1. Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia2. Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
Abstrak:
Masalah yang diteliti adalah hak dan kewajiban tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan berdasarkan hukum kesehatan (studi Panti Sosial Tresna Werdha di Jakarta) serta aspek hukum panti sosial di Indonesia. Tujuan penelitian adalah menjelaskan hak dan kewajiban tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan (studi: Panti Sosial Tresna Werdha di Jakarta) dan menjelaskan aspek hukum panti sosial di Indonesia (studi: Panti Sosial Tresna Werdha di Jakarta). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, observasi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 dan 3, wawancara terhadap dokter, akademisi, petugas Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 dan 3 serta analisis aturan perundang-undangan. Hasil penelitian diketahui bahwa tidak adannya tenaga kesehatan dalam struktur organisasi Panti Sosial Tresna Werdha sehingga lulusan pendidikan keperawatan berstatus sebagai pramu sosial bukan tenaga kesehatan. Panti Sosial Tresna Werdha terdiri warga binaan sosial lanjut usia yang mandiri, menderita penyakit jiwa, dan sakit yang membutuhkan bantuan khusus akibat penurunan fisik. Kesimpulannya adalah hak dan kewajiban tenaga kesehatan diatur pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Panti Sosial Tresna Werdha merupakan lembaga untuk memenuhi kesejahteraan sosial, bukan lembaga yang berwenang terhadap pelayanan kesehatan, sehingga dalam struktur organisasi Panti Sosial Tresna Werdha tidak mempunyai tenaga kesehatan.
Juridical analysis on the health service and social welfare in the Workhouses based on health law (study of Tresna Werdha Workhouses in Jakarta)
Abstract
The problem studied are about the rights and obligations of medical personnels in the health services under the laws of health (Case Study: Tresna Elderly Social Institution in Jakarta) and also the legal aspects of social homes in Indonesia. The purpose of research is to explain the rights and obligations of medical personnel in the health services and explain the legal aspects of social homes in Indonesia (Case Study: Social Institutions Tresna Werdha in Jakarta). This study used qualitative methods, observation in Social Institutions Tresna Werdha Budi Mulia 1 and 3, interviews with doctors, academics, officers Social Institutions
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
Tresna Werdha Budi Mulia 1 and 3 as well as the analysis of the rules of law. Results of the research found that there are not health worker in the organizational structure of Social Institutions Tresna Werdha. With the result of that, Nursery fresh graduated status are Pramu Sosial and not medical personnel. Social Institution Tresna Werdha composed of inmates socially independent, suffering mental illness, and pain that required special assistance due to physical decline. The conclusion is that the rights and obligations regulated health professionals in Law Number 36 Year 2014 concerning Health Workers. Social Institution Tresna Werdha is an institution to meet social welfare, not the competent institutions to health care, so that the organizational structure of Social Institutions Tresna Werdha have no medical personnel.
Keywords: Workhouses, health care personnel, health service.
Pendahuluan
Indonesia mengalami perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta
pembangunan yang sangat pesat sehingga meningkatkan status kesehatan masyarakat. Tingkat
kesehatan penduduk yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya usia harapan
hidup. Kemajuan dalam pemeliharaan kesehatan dan perbaikan taraf hidup masyarakat
membawa perubahan yaitu penurunan angka kematian bayi dan kematian ibu, serta
meningkatnya usia harapan hidup.1 Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang
kesehatan merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh usaha tersebut meliputi
peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun non-fisik.2
Data dari Pusdatin Kemenkes RI 2013 dalam buku Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (2014), jumlah lansia di Provinsi DKI Jakarta berjumlah 309.449 jiwa. Di Jakarta,
proporsi penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) tahun 1990 sebesar 1,5%, menjadi 2,2% pada
tahun 2000. Tahun 2006, proporsi penduduk usia lanjut mengalami kenaikan menjadi 3,23%.
Jumlah penduduk lansia di Jakarta diperkirakan pada tahun 2025 mencapai 62,4 juta jiwa
1 Wulandari Citra Anggraeni, “Hubungan Antara Karakteristik Individu, Tingkat Depresi, Status
Kesehatan, serta Asupan Zat Gizi Makro terhadap Status Gizi Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Mulia 1 dan 3 Jakarta Tahun 2013,” (Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, 2013), hlm. 1.
2 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, cet. 1, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 1.
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
lansia dan menurut model proyeksi penduduk PBB, jumlah lansia tahun 2050 menjadi dua
kali lipat atau sekitar 120 juta jiwa lebih.3
Meningkatnya jumlah lanjut usia maka semakin meningkat pula kebutuhan akan
pelayanan kesehatan dan fasilitas khusus bagi lanjut usia. Penurunan kemampuan fisik seiring
dengan bertambahnya usia menyebabkan lanjut usia tidak mampu mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga jika tidak terpenuhi dan terjadi penyimpangan
dalam prosedur perawatan kesehatannya, maka menimbulkan permasalahan-permasalahan
yang serius. Pengalaman negara maju menunjukkan bahwa perawatan penderita lansia
memerlukan perhatian khusus dan lebih besar karena berbagai hal, antara lain banyaknya
penyakit yang diderita (multi patologi), fungsi organ yang sudah menurun, rentan terhadap
penyakit dan stress, lebih sering membutuhkan bantuan serta fase pemulihan penyakit yang
lama sehingga membutuhkan penanganan yang tepat, perhatian serius, dan upaya khusus di
bidang kesehatan.4
Ketidakberdayaan usia lanjut akan memberikan beban tersendiri untuk keluarga yang
merawatnya. Tidak heran banyak lansia yang ditelantarkan oleh keluarga sendiri akibat
ketidakberdayaan tersebut. Permasalahan tersebut mengakibatkan diperlukannya sebuah
wadah atau institusi yang lebih dikenal dengan nama Panti Sosial Tresna Werdha yaitu suatu
institusi yang memberikan pelayanan dan perawatan jasmani, rohani dan sosial serta
perlindungan untuk lansia agar dapat menikmati taraf hidup secara wajar.
Tinjauan Teoritis
Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan
sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya.5 Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
(enam puluh) tahun ke atas.6 Panti Sosial Tresna Werdha adalah panti sosial yang mempunyai
3 Dwanti Retno Asih, “Hubungan Karakteristik dan Tingkat Kognitif dengan Tingkat Kemandirian pada
Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha DKI Jakarta,” (Skripsi Fakultas IlmuKeperawatan Universitas Indonesia, Depok, 2015), hlm. 2.
4 Aziz Bustari, et.al., Persepsi Lansia yang Tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Dharma Bekasi terhadap Keluarga yang Tinggal di Rumah, (Laporan Hasil Penelitian, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002), hlm. 1.
5 Indonesia 3, op. cit., Ps. 1 ayat (1). 6Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia, PP No. 43 Tahun
2004, Ps. 1 ayat (3).
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara
wajar dalam kehidupan bermasyarakat.7
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, observasi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 1 dan 3, wawancara terhadap dokter, akademisi, petugas Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 1 dan 3 serta analisis aturan perundang-undangan.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian diketahui bahwa tidak adannya tenaga kesehatan dalam struktur organisasi
Panti Sosial Tresna Werdha sehingga lulusan pendidikan keperawatan berstatus sebagai
pramu sosial bukan tenaga kesehatan. Panti Sosial Tresna Werdha terdiri warga binaan sosial
lanjut usia yang mandiri, menderita penyakit jiwa, dan sakit yang membutuhkan bantuan
khusus akibat penurunan fisik.
Pembahasan
Usaha pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial dalam rangka rehabilitas sosial
di Panti Sosial Tresna Werdha wilayah Jakarta tidak hanya sebagai upaya mempraktikkan
ilmu kedokteraan dan ilmu kesejahteraan sosial. Tetapi agar pelayanan kesehatan dan
kesejahteraan sosial di panti sosial untuk lanjut usia dapat dilaksanakan dengan baik, maka
secara yuridis diperlukan kebijakan yang dapat dijadikan sebagai landasan hukum.
Pelaksanaan program pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial di Panti Sosial
Tresna Werdha membutuhkan landasan hukum menjadi hal yang paling utama pada setiap
penetapan kebijakan. Hal tersebut dibutuhkan koordinasi yang baik antara Kementerian Sosial
dan Kementerian Kesehatan sehingga dapat menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai
kebutuhan lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha. Landasan hukum sangat diperlukan
untuk untuk memberikan arahan kebijakan kegiatan operasional dalam praktik agar upaya
7Kementerian Sosial, Keputusan Menteri Sosial Nomor. 50/HUK/2004 tentang Standarisasi Panti Sosial
dan Pedoman Akreditasi Panti Sosial.
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
meningkatkan efektifitas hukum dalam masyarakat termasuk dalam penerapannya di kedua
lembaga tersebut dapat tercapai. Faktor-faktor yang dapat mendukung penerapan atau
penerapan hukum meliputi kebijakan hukumnya harus memadai, penegak hukum termasuk
pelaksana di Panti Sosial Tresna Werdha dapat melaksanakan tugasnya secara profesional,
sarana dan fasilitas pendukungnya tersedia, kesadaran hukum dan budaya masyarakat juga
mendukung. Faktor-faktor tersebut merupakan landasan perlindungan bagi lanjut usia
terlantar.
Perlindungan terhadap lansia terlantar dalam bidang pelayanan kesehatan maka akan
terpenuhi juga kesejahteraan sosialnya. Karena pelayanan kesehatan dan kesejahteraan saling
berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan tidak terpenuhi, maka kesejahteraan sosialnya
juga tidak terpenuhi. Kebijakan hukum dalam bidang kesehatan tidak bisa dipisahkan dengan
perlindungan lanjut usia, karena lanjut usia sudah mengalami penurunan fisik sehingga sangat
membutuhkan pelayanan sosial yang baik seperti yang diatur pada Pasal 138 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan bahwa upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut
usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun
ekonomis sesuai dengan martabat kemanusiaan. Serta pemerintah wajib menjamin
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat
tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis.
Sistem pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial di Panti Sosial Tresna Werdha
diselenggarakan dalam rangka meningkatkan usaha-usaha rehabilitasi sosial dimaksudkan
untuk menghadapi perkembangan pelayanan permasalahan lanjut usia terlantar yang semakin
luas. Perkembangan pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial di Panti Sosial Tresna
Werdha oleh teknologi medis dan sosial yang dilandasi kebijakan hukum. Pelayanan yang
diberikan dapat berupa sebagai berikut:8
1. terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan WBS;
2. terpenuhinya kebutuhan kebersihan dan kesehatan WBS;
3. terpenuhinya pelayanan pemulihan fisik, psikis, mental spritual, sosial, kesenian,
keterampilan dan kemandirian WBS;
4. terpenuhinya pelayanan pemulasaran jenazah.
8 Keputusan Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Nomor 781 Tahun 2015 tentang
Penetapan Standar Pelayanan pada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3, bagian VI tentang jaminan pelayanan.
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
Sistem Pelayanan Kesehatan
1. Hak-Hak Dasar dalam Hukum Kesehatan
a. Hak dasar sosial seperti faktor sarana, geografis, finansial/keuangan, serta faktor kualitas
sarana dan kualitas tenaga kesehatan.
Hak atas sarana seperti klinik terpenuhi, tetapi tidak terdapat rumah sakit. Panti Sosial Tresna
Werdha merupakan tempat bagi lanjut usia yang sehat, sedangkan bagi warga binaan sosial
yang sakit akan dirujuk ke Puskesmas dan Rumah Sakit di wilayahnya.9
Faktor geografis yaitu letak sarana kesehatan harus dapat tercapai dengan mudah. Panti Sosial
Tresna Werdha merujuk warga binaan sosial sakit ke Puskesmas dan Rumah sakit
diwilayahnya sehingga dapat dicapai dengan mudah.
Faktor finansial/keuangan atau biaya pengobatan/pemeliharaan kesehatan dapat terpenuhi.
Warga binaan sosial didaftarkan pada jaminan kesehatan seperti BPJS (Badan Penyelenggara
Jaminan Kesehatan) dan mendapat tambahan dana dari donatur. Permasalahannya adalah
pengurusan jaminan kesehatan BPJS administrasinya lama sampai 3 minggu untuk
mendapatkan kartunya, sehingga ada warga binaan yang sudah meninggal saat selesainya
kartu BPJS.10 Pengajuan Jaminan Kesehatan berupa kartu BPJS merupakan tanggung jawab
Kepala Satuan Pelayanan Sosial mempunyai tugas melaksanakan pemeliharaan, perawatan
fisik dan kesehatan sesuai Pasal 8 ayat (5) huruf (j) Peraturan Gubernur Nomor 277 Tahun
2014 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia.
Kualitas sarana tidak terpenuhi dengan baik karena terbatasnya ruangan tidur. Panti Sosial
Trena Werdha Budi Mulia 1 dan 3 pada setiap kamar terdiri dari 9-25 orang warga binaan
sosial dan tidak dipisahkan antara warga binaan sosial yang mandiri dengan menderita
gangguan jiwa. Kualitas tenaga kesehatan di Panti Sosial Tresna Werdha terdapat masalah
karena kurangnya jumlah tenaga kesehatan, karena sedikitnya jumlah tenaga kesehatan
dibandingkan warga binaan sosial. Pada Panti Sosial Tresna Werdha 3 hanya memiliki 4
perawat dan 240 warga binaan sosial.11
9 Berdasarkan Hasil Wawancara narasumber Dr. Etty Rekawati, S.Kp., M.KM (Dosen Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, peneliti tentang lanjut usia) tanggal 24 April 2016 di Universitas Indonesia. 10 Berdasarkan Hasil Wawancara narasumber Bapak Irwan Santoso, S.H (Kepala Satuan Pelaksana
Pelayanan Sosial) tanggal 1 Juni 2016 di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 di Cipayung Jakarta Timur. 11 Berdasarkan Hasil Wawancara narasumber Ibu Sarani (Kepala Satuan Pelaksana Pembinaan Sosial)
tanggal 2 Juni 2016 di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3.
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
b. Hak dasar individu, yaitu hak atas privacy.
Hak atas rahasia kedokteran seperti rekam medik tetap terjaga yaitu warga binaan sosial
tersebut dan pramu sosial yang berlatar pendidikan keperawatan yang mengetahui. Tetapi
warga binaan sosial yang sakit jarang yang meminta lihat hasil rekam mediknya karena tidak
mengerti isi rekam mediknya yang penting mereka sembuh dari penyakitnya.
Pada Panti Sosial Tresna Werdha saat pelayanan perawatan sehari-hari tidak terjaga hak atas
privacy terhadap tubuhnya. Hal tersebut karena warga binaan sosial tidur bersama. Di Panti
Sosial Tresna Werdha 3 terdapat 240 orang warga binaan sosial, terdiri dari 80 orang laki-laki
dan 160 orang perempuan. Setiap kamar terdiri dari 9-25 orang warga binaan sosial.12 Pada
Panti Sosial Tresna Werdha 1 terdapat 240 warga binaan sosial yang setiap ruangan kamar
terdapat sekitar 34 orang. Berdasarkan hal tersebut, warga binaan sosial tidak terpenuhi hak
privacy atas tubuhnya. Karena perawat sebagai pramu sosial memberikan perawatan dan obat
yang berasal dari dokter di dalam kamar sehingga warga binaan sosial lainnya dapat
mengetahui penyakit teman kamarnya. Perawat juga membersihkan luka pada bagian tubuh
privacy warga binaan di dalam ruangan tanpa penutup (screen) sehingga dapat terlihat oleh
teman lainnya bagian tubuh yang seharusnya tidak terlihat oleh teman yang lain.
Saat pelayanan pengasuhan warga binaan sosial seperti memandikan, bagi yang sakit (total
care) membutuhkan pelayanan khusus biasanya mandi ditempat cucian terbuka sehingga
dapat terlihat dengan warga binaan sosial lainnya karena mudahnya akses ke kamar mandi
tersebut bagi yang sakit (total care) menggunakan kursi roda. Akan tetapi bagi yang mandiri,
mandi sendiri dikamar mandi tertutup.
Hak atas informed consent berupa persetujuan tindakan medis dan hak penolakan
perawatan/tindakan medik hanya dapat dilakukan warga binaan sosial yang sehat fisik dan
pikirannya mengambil keputusan dan bukan dalam keadaan emergency. Sedangkan bagi
warga binaan sosial yang sakit parah atau bagi yang menderita gangguan jiwa, maka petugas
panti dan dokter akan memutuskan dan memberikan pelayanan yang terbaik. Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 1 terdapat sekitar 111 dari 240 warga binaan sosial mengalami
gangguan kejiwaan sehingga tidak bisa mengambil keputusan sendiri mengenai pelayanan
kesehatan terhadap dirinya.
Sedangkan mengenai memilih dokter/rumah sakit, warga binaan sosial tidak mempunyai hak
tersebut, karena hak tersebut dimiliki oleh Dinas Sosial Dan Dinas Kesehatan. Berdasarkan
Pasal 4 Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 95 Tahun 2011
12 Ibid.
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
tentang Pelayanan Kesehatan Bagi Warga Binaan Sosial, Kepala Dinas Kesehatan
mempunyai tugas memfasilitasi pelayanan kesehatan kepada warga binaan Sosial dan
berwenang menyelenggarakan koordinasi, pembinaan dan pengawasan kinerja pelayanan
Puskesmas, Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Khusus Daerah kepada warga
binaan sosial. Sedangkan Kepala Dinas Sosial memberikan rekomendasi sertifikat jaminan
kesehatan panti, menyediakan ruang pelayanan kesehatan dan menyiapkan tenaga
administrasi yang membantu pelaksanaan pelayanan kesehatan warga binaan sosial. Sertifikat
jaminan kesehatan saat ini disesuaikan dengan aturan tentang jaminan kesehatan secara
nasional berupa kartu BPJS (Badan Pelayanan Jaminan Kesehatan) sama seperi warga
Indonesia lainnya.
2. Subjek Hukum Kesehatan
Subjek hukum kesehatan terdiri atas orang dan badan hukum yang memiliki hak dan
kewajiban. Subjek hukum kesehatan pada Panti Sosial adalah warga binaan sosial sebagai
pasien, tenaga kesehatan. Sedangkan subjek badan hukum yaitu Puskesmas dan Rumah Sakit.
Warga binaan sosial sebagai pasien menerima pelayanan kesehatan pada Puskesmas dan
Rumah Sakit yang telah ditentukan oleh Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial. Selama ini
apabila sakit, warga binaan sosial di rujuk petugas panti untuk berobat di Puskesmas dan
Rumah Sakit.
Puskesmas dan Rumah Sakit merupakan pelayanan kesehatan berjenjang, yaitu pasien terlebih
dahulu diberikan pelayanan kesehatan pada Puskesmas. Apabila Puskesmas tidak dapat
mengatasi masalah kesehatannya kemudian dirujuk kerumah sakit. Puskesmas dan Rumah
Sakit sebagai badan hukum merupakan dalam koordinasi Kementerian Kesehatan mempunyai
tugas sebagai tempat terselenggaranya pelayanan kesehatan. Hal tersebut sesuai tugas
Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan menyediakan peralatan medik dan menyediakan
obat-obatan yang diperlukan warga binaan sosial sesuai kebutuhan pada saat melakukan
pelayanan kesehatan di Panti Sosial. Rumah Sakit sebagai Institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Tugas Puskesmas dan Rumah Sakit
tersebut diatur pada pasal 8 dan Pasal 1 Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Nomor 95 Tahun 2011 tentang Pelayanan Kesehatan Bagi Warga Binaan Sosial.
3. Hubungan Dokter dengan Pasien
Hubungan dokter dengan warga binaan sosial sebagai pasien adalah hubungan kemitraan,
yaitu hubungannya saling membutuhkan, warga binaan membutuhkan dokter dan tenaga
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
kesehatan lainnya serta tenaga kesehatan juga membutuhkan warga pasien untuk
melaksanakan pekerjaan. Sehingga adanya budaya saling menghargai antara tenaga kesehatan
dan warga binaan sosial, karena warga binaan sosial juga membayar biaya pelayanan
kesehatan yang ditanggung oleh negara.
4. Objek Hukum Kesehatan
Objek hukum kesehatan pemeliharaan kesehatan. Pelayanan kesehatan mengandung 2 aspek
atau sifat yang esensial yaitu sifat individual dan sifat kolektivitas. Sifat individual terdiri atas
pasien yang berkaitan dengan diagnosa penyakit, dan lingkungan yang dipengaruhi pasien.
Warga binaan sosial apabila sakit mempunyai diagnosa penyakit tentang dirinya yang
diberikan dokter dan ada rekam mediknya masing-masing. Biasanya warga binaan sosial tidak
meminta lihat rekam mediknya karena tidak mengerti isinya, yang penting dirinya sembuh.
Sehingga rekam medik disimpan di klinik panti oleh pramu sosial yang berlatar belakang
pendidikan keperawatan.
Apabila warga binaan sakit mempengaruhi lingkungan, misalnya ada Pak Toha (warga binaan
sosial Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1) yang sakit harus operasi di Rumah Sakit
Fatmawati karena tidak bisa dirawat di Rumah Sakit Duren Sawit, maka pramu sosial harus
bergantian menjaga Pak Toha tersebut di rumah sakit, karena Rumah Sakit Fatmawati
mewajibkan keluarga untuk mendampingi pasien. sehingga terjadi pembagian tugas
sementara bagi pramu sosial untuk menjaga Pak Toha di Rumah Sakit dan menjalankan tugas
di panti. Dan mengenai sifat individu yang pengaruh dan dampak lingkungan pasien dapat
memiliki sifat tetap/seterusnya, misalnya akibat sakitnya mengalami cacat sehingga harus
menggunakan kursi roda atau perlu dibantu orang lain merupakan warga binaan sosial dalam
katagori total care mendapatkan perlakuan khusus tersebut karena penurunan fisiknya.
5. Hak dan Kewajiban Warga Binaan Sosial
a. Hak atas informasi di berikan kepada warga binaan sosial yang sehat , sedangkan bagi warga
binaan sosial mengalami gangguan jiwa tidak mengerti informasi yang disampaikan.
b. Hak untuk memberikan persetujuan diberikan kepada warga binaan sosial yang sehat,
sedangkan bagi warga binaan sosial mengalami gangguan jiwa persetujuan ada di pihak
petugas Panti Sosial Tresna Werdha yang berusaha memberikan pelayanan kesehatan terbaik
baginya.
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
c. Hak untuk memilih dokter tidak dimiliki warga binaan sosial, karena Dinas Sosial yang
memiliki wewenang untuk menentukan dokter.
d. Hak untuk memilih sarana kesehatan tidak dimiliki oleh warga binaan sosial. Karena Dinas
Sosial yang menentukan dan menyediakan sarana kesehatan.
e. Hak atas rahasia kedokteran dimiliki warga binaan sosial, terdapat rekam medik yang hanya
diberikan pada pasien tersebut dan disimpan oleh petugas pramu sosial di klinik.
f. Hak untuk menolak pengobatan atau perawatan hanya dimiliki bagi warga binaan sosial yang
sehat pemikirannya dan sadar atas keputusannya. Hak tersebut tidak dimiliki bagi warga
binaan sosial yang tidak sadarkan diri atau kritis kondisi kesehatannya dan bagi warga binaan
sosial yang mengalami gangguan jiwa, maka keputusan mengenai pengobatan dan
perawatannya ada di pihak panti dan dokter yang berusaha melakukan terbaik padanya.
g. Hak untuk menolak suatu tindakan medis tertentu juga hanya dimiliki bagi warga binaan
sosial yang sehat pemikirannya dan sadar atas keputusannya atau bukan dalam keadaan
darurat tindakan medis. Hak tersebut tidak dimiliki bagi warga binaan sosial yang tidak
sadarkan diri atau kritis kondisi kesehatannya dan bagi warga binaan sosial yang mengalami
gangguan jiwa, maka keputusan mengenai pengobatan dan perawatannya ada di pihak panti
dan dokter yang berusaha melakukan terbaik padanya.
h. Hak untuk menghentikan pengobatan atau perawatan (di rumah sakit tersedia formulir keluar
paksa) tidak dimiliki oleh warga binaan sosial sebagai pasien, kecuali kalau rumah sakit
menyerah dengan kondisi pasien yang tidak dapat disembuhkan, maka akan ada surat lepas
rawat dari rumah sakit
i. Hak atas second opinion (pendapat kedua) dimiliki oleh warga binaan sosial yang menjadi
pasien
j. Hak untuk melihat (inzage) rekam medis dimiliki oleh warga binaan sosial yang menjadi
pasien.
Selain itu, Panti Sosial Tresna Werdha harus membedakan ruangan kamar
penginapan bagi warga binaan sosial yang mandiri dengan mengalami gangguan jiwa. Karena
terbatasnya ruangan, Kementerian Sosial dan Panti Sosial Tresna Werdha tidak bisa
membenarkan penggabungan lanjut usia yang mandiri dengan lanjut usia yang mengalami
ganguan jiwa yang tidak melakukan kekerasan. Hal tersebut membutuhkan kebijakan oleh
Kementerian Sosial dan Panti Sosial untuk memisahkan ruangan pada permasalahan tersebut,
pemerintah berkewajiban untuk menyediakan ruangan tambahan atau pemisahan pada warga
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
binaan lanjut usia yang mengalami gangguan jiwa agar tujuan utama Panti Sosial Tresna
Werdha dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial dapat terlaksana secara
baik.
6. Hak dan Kewajiban Tenaga Kesehatan
Berdasarkan hasil wawancara dengan Dr. Etty Rekawati, S.Kp., M.KM (Dosen
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Bapak Irwan Santoso, S.H (Kepala Satuan
Pelaksana Pelayanan Sosial PSTW Budi Mulia 1), Ibu Sarani (Kepala Satuan Pelaksana
Pembinaan Sosial PSTW Budi Mulia 3), Ibu Ina (Pramu Sosial PSTW Budi Mulia 1), bahwa
belum idealnya pelayanan kesehatan di Panti Sosial Tresna Werdha disebabkan rasio antara
jumlah pramu sosial yang berpendidikan keperawatan dengan lansia lebih banyak jumlah
lansianya. Karena untuk menentukan rasio jumlah pramu sosial berpendidikan keperawatan
dan lansia juga harus bisa mengidentifikasi tingkat ketergantungan lansianya. Kalau lansia
memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi, pasti membutuhkan perawat yang lebih banyak
dibandingkan dengan lansia yang mandiri. Lansia yang mandiri cukup petugas sosial saja
yang mendampingi. Hal tersebut karena belum adanya koordinasi yang baik antara
Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan dalam penugasan tenaga kesehatan di Panti
Sosial Tresna Wedha. Panti Sosial Tresna Werdha tidak memiliki tenaga kesehatan dalam
struktur organisasi Panti Sosial Tresna Werdha. Hal tersebut karena Panti Sosial Tresna
Werdha dalam koordinasi Kementerian Sosial, sedangkan profesi tenaga kesehatan ada dalam
koordinasi Kementerian Kesehatan. Pramu sosial yang berpendidikan keperawatan di Panti
Sosial Tresna Werdha tidak dimasukkan sebagai fungsional perawat di Kementerian
Kesehatan. Diskusi antara Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan tentang status
tenaga kesehatan di Panti Sosial Tresna Werdha sangat dibutuhkan.
Idealnya status pekerjaan dan pembiayaan tenaga kesehatan berada dalam koordinasi
Kementerian Kesehatan, sedangkan pramu sosial berpendidikan keperawatan pada Panti
Sosial Tresna Werdha ada dalam koordinasi Kementerian Sosial, sehingga ada yang tidak
sesuai pelaksanaannya apabila dibandingkan dengan perawat yang dalam koordinasi
Kementerian Kesehatan. Kalau di Kementerian Kesehatam secara profesi, perawat ada
tunjangannya. Sedangkan pramu sosial yang berpendidikan keperawatan di bawah
Kementerian Sosial tidak mendapatkan tunjangan fungsionalnya walaupun dalam
pekerjaannya melakukan tugas keperawatan.
Apabila dibedakan antara perawat dengan lulusan kualifikasi yang sama, dibedakan
antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial sangat berbeda dalam hal hak
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
penggajiannya. Kebijakan Kementerian Sosial yang belum mengakomodasi fungsionalnya
perawat, sehingga bagi lulusan keperawatan Panti Sosial Tresna Werdha bukan pilihan utama
dalam memilih pekerjaan. Hal tersebut sangat tidak sesuai dengan fakta bahwa Panti Sosial
Tresna Werdha sangat membutuhkan tenaga kesehatan karena lanjut usia di panti sosial sudah
mengalami penurunan fisik sehingga sering sakit. Tetapi Kementerian Sosial tidak
mempertimbangkan dengan baik kekurangan jumlah perawat dan pemenuhan hak profesi
perawat.
Selama ini, pramu sosial lulusan keperawatan yang juga melaksanakan tugas
keperawatan pada Panti Sosial Tresna Werdha termasuk dalam status PHL (Pekerja Harian
Lepas). Status PHL tersebut sama dengan satpam, cleaning service, juru masak, juru cuci dan
petugas mekanik elektronik di PSTW. Pramu sosial di Panti Sosial Tresna Werdha memliki
tugas melakukan pendampingan, pelayanan sosial dan pengasuhan warga binaan sosial.
Pramu sosial berpendidikan keperawatan juga memiliki tugas sama seperti pramu
sosial lainnya yang berpendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah
Menengah Atas (SMA), sehingga perawat juga ikut membersihkan ruangan warga binaan
sosial, dan memiliki tugas tambahan dibandingkan pramu sosial lainnya yaitu bertanggung
jawab terhadap tindakan perawatan sesuai kompetensinya berpendidikan keperawatan.
Sedangkan tenaga kesehatan dokter di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 dan Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 bukan termasuk petugas Panti Sosial Tresna Werdha
secara struktural organisasi. Dokter tersebut berasal dari Puskesmas (Pusat Kesehatan
Masyarakat) yang berada dalam wilayah yang sama dengan Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW), sehingga datang ke PSTW hanya pada jadwal yang ditentukan atau tidak selalu ada
di PSTW seperti pramu sosial berpendidikan keperawatan. Padahal pramu sosial
berpendidikan keperawatan memiliki wewenang yang terbatas dibandingkan dokter dalam hal
pelayanan kesehatan, yaitu tidak bisa memberikan resep obat kepada pasien dan hanya
merawat penyakit yang ringan saja, sehingga lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha juga
sangat bergantungan dengan dokter.
Lulusan pendidikan keperawatan di Panti Sosial merupakan pramu sosial. Tetapi
dalam pekerjaannya tetap melakukan tindakan keperawatan bagi lulusan perawat. Seperti
perawatan memberikan obat yang telah melului resep dokter, perawatan lanjut usia seperti
periksa kesehatan atau masalah kesehatan dan pekerjaan lain seperti membersihkan ruangan
warga binaan sosial termasuk menyapu dan mengepel; serta membagikan makanan kepada
warga binaan sosial.
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
Pada status struktur organisasi, lulusan pendidikan keperawatan bukan sebagai profesi
perawat, tetapi termasuk pramu sosial. Panti Sosial Tresna Werdha tidak mempunyai tenaga
kesehatan perawat. Tetapi di dalam SOP (Standar Operasional Pelayanan) ada menyebutkan
tentang perawat. Standar Operasional Pelayanan hanya mengatur kewajiban perawat, tetapi
tidak mengatur mengenai dasar hukum profesi perawat dan hak-haknya di Panti Sosial Tresna
Werdha.
Pelayanan Kesejahteraan Sosial
1. Konsultasi psikologis, konseling dan terapi sosial
Program konsultasi psikologis, konseling dan terapi sosial sesuai dengan tugas
Satuan Pelaksanaan Pembinaan Sosial berdasarkan Pasal 9 ayat (5) huruf (d). Keluhan
psikologis misalnya seperti lansianya sedih dan menyendiri, seharusnya tenaga kesehatan dan
petugas panti harus mampu melakukan pendekatan kepada lansia supaya perasaan sedihnya
berkurang, perasaan ingin berteman dengan orang lainnya menjadi meningkat. Hal tersebut
perlu diperbaiki karena jumlah petugas Panti Sosial Tresna Werdha terbatas.
Panti Sosial Tresna Werdha menyediakan program konsultasi psikologis, konseling
dan terapi sosial setiap minggunya karena dampak penurunan fisik adalah terjadinya masalah
psikologis dan sosial. Penurunan fisik menyebabkan lanjut usia mengurangi aktifitas
sosialnya akibat fisiknya tersebut tidak bisa berfungsi dengan baik.
Penurunan fisik, lansia banyak keluhan-keluhan berkaitan fisik seperti penglihatan
semakin tidak jelas, pendengaran semakin menurun, gigi mulai rontok, akhirnya kemampuan
untuk konsumsi atau pemasukan makanan semakin berkurang. Kalau giginya lengkap
makannya akan banyak dan enak sesuai kebutuhannya. Sedangkan disaat giginya rontok
konsumsi makanannya berkurang akhirnya badannya kurus dan terjadi penurunan pada fisik.
Perubahan secara psikologis yaitu cepat tersinggung, lebih peka, lebih sensitif, tidak boleh ada
yang menyinggung perasaannya. Jika dihubungkan dengan kemunduran fisik, misalnya terjadi
penurunan pendengaran. Orang sehat ketika berkomunikasi dengan lansia, kalau lansia telah
mengalami gangguan pendengaran, kita teriak (suara agak besar) lansia tersebut akan marah
karena dianggap kita membentang-bentaknya. Kemudian kita berbicara pelan-pelan, dia
marah juga karena tidak terdengar. Ada cara-cara khusus untuk berkomunikasi dengan lansia.
Perubahan sosial berupa menarik diri, biasanya aktif pengajian, karena jalan sedikit
saja kakinya, kemudian jalan sedikit saja matanya sudah kabur takut jatuh dan sebagainya,
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
akhirnya lansia lebih banyak menggurung diri atau dirumah serta terisolasi dengan lingkugan
atau dunia luar. Kemudian hal perubahan spritual pada lansia berbeda dengan perubahan fisik,
perubahan psikologis, perubahan sosial yang mengalami penurunan, justru perubahan spritual
mengalami peningkatan. Lansia semakin meningkat ibadah karena merasa sebentar lagi akan
dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga semakin banyak berdoa, semakin banyak
meningkatkan diri kepada Allah. Ibadah juga salah satu metode untuk memperbaiki
permasalahan bagi manusia.
2. Kunjungan rumah dan/atau konsultasi keluarga.
Panti Sosial Tresna Werdha mempunyai tugas untuk melaksanakan kunjungan dan
konsultasi dengan keluarga warga binaan sosial agar mengetahui permasalahan mengapa
warga binaan sosial tersebut terlantar. Hal tersebut sesuai dengan tugas Satuan Pelaksanaan
Pembinaan Sosial berdasarkan Pasal 9 ayat (5) huruf (e) untuk melakukan kunjungan rumah
dan konsultasi keluarga.
Berdasarkan Surat Tugas Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung
No. 229/1.842.7 tanggal 10 Maret 2015 melakukan kunjungan rumah (home visit) Warga
Binaan Sosial (WBS) bernama Ny. Fatma Fatta kepada keluarganya bernama Ny. Ede
Sugialvita (anak kandung Ny. Fatma Fatta) diketahui masalah hasil wawancara pekerja sosial
dengan anak kandung WBS (Ny. Ede) bahwa WBS merupakan keturunan arab, menikah
dengan orang Wonogiri dan dikaruniai lima orang anak. Sejak kecil kelima anaknya tidak
pernah diasuh oleh WBS karena sering pergi meninggalkan rumah. Perilaku yang dimiliki
WBS menyebabkan keluarganya retak dan berakhir dengan perceraian. Semua anak WBS
diasuh oleh opa omanya orang tua kandung dari WBS yang merupakan anak tunggal.
Pernyataan Ibu Ade yang merupakan anak sulung dari WBS menyampaikan bahwaWBS
sering keluar rumah untuk berfoya-foya dengan laki-laki dan pulang larut malam dalam
keadaan mabuk. Hal tersebut menyebabkan kelima anaknya kurang sayang dan perhatian
terhadap WBS. Terakhir mereka kumpul saat natal tahun 2012 dan tidak pernah ketemu lagi
dengan WBS. Keluarga selama ini tidak pernah tahu keberadaan ibunya dan sudah berusaha
mencari kemana-mana namun tidak pernah ketemu. Berdasarkan hasil kunjungan dan
konsultasi dengan keluarga WBS menyimpulkan bahwa WBS tidak pernah ada komunikasi
dengan anak-anaknya, dan sejak kecil anak-anaknya dirawat oleh orang tua kandung WBS.
Selanjutnya Ibu Ede akan menghubungi adik-adiknya dan berjanji akan mengambil ibunya
untuk dirawat dirumahnya. Ibu Ede khawatir jika nanti ditinggal bekerja WBS pergi
meninggalkan rumah, karena memang sering berpergian tanpa izin keluarga. Keluarga
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
mempersiapkan segala kebutuhan orang tuanya dan berharap ibunya bisa berubah dari segi
perilaku karena keluarga akan memperhatikan WBS.
Berdasarkan kasus tersebut, kunjungan dan konsultasi dengan keluarga warga binaan
sosial sangat bermanfaat untuk mengetahui permasalahan dan solusianya. Permasalahannya
bermacam-macam ada yang masih ada keluarga tetapi terlantar, ada juga yang terlantar karena
tidak mempunyai keluarga.
3. Pelaksanakan pembahasan kasus.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (5) huruf (f) Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Nomor 277 Tahun 2014 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial
Tresna Werdha yaitu program pembahasan kasus warga binaan sosial. Berdasarkan laporan
hasil Case Conference terhadap warga binaan sosial bernama Nurhayati (Kurdi) yang dihadiri
psikolog, perawat dan petugas wisma terdapat permasalahan bahwa Warga Binaan Sosial
(WBS) adalah seorang laki-laki namun bergaya layaknya perempuan (transgender).
Nurhayati merupakan seorang laki-laki tetapi dalam jiwanya memiliki jiwa seorang
perempuan. Dia dianggap tidak normal, meyimpang dari kodratnya atau biasa disebut
transgender. Kehidupan sehari-harinya yaitu bergaya perempuan. Dia mengakui dirinya
bergaya perempuan sudah sejak remaja. Nurhayati sedikit menutup diri karena memiliki
penyakit hernia. Dia malu terhadap penyakitnya tersebut, sehingga memutuskan untuk
bergaya seperti perempuan. Teman sekamar Nurhayati saat ini tidak mempermasalahkan jenis
kelaminnya selama dia tidak berbuat kesalahan, tidak mengganggu dan membuat resah.
Semasa masih remaja, dia sudah menyukai laki-laki, bahkan pernah menikah dengan seorang
laki-laki pilihannya, dan memutuskan untuk kumpul kebo, namun laki-laki tersebut
meninggal. Pada perspektif agama perbuatan tersebut tentu sangat tidak diperbolehkan. Para
petugas panti berharap dia dapat menemukan jati dirinya sehingga tidak salah jalan dan bisa
kembali ke jalan yang benar mengingat usianya sudah tidak muda lagi. Kondisi psikologisnya
saat diajak berbicara oleh petugas masih dapat memahami apa yang ditanyakan, mampu
berinteraksi dengan baik terhadap warga binaan sosial lain, dan Nurhayati merasa nyaman
dengan kondisinya sekarang menjadi perempuan. Kesimpulan dari pembahasan kasus tersebut
adalah seluruh pihak harus melakukan pendekatan lebih dalam kepadanya agar dapat
menerima kodratnya sebagai seorang laki-laki, malakukan kegiatan yang selayaknya
dilakukan oleh kaum laki-laki, tidak berperan sebagai perempuan dalam kehidupan sehari-
harinya dan siap pindak ke wisma laki-laki. Selain itu juga membutuhkan dukungan dan
arahan dari berbagai pihak panti dalam melaksanakan kehidupan sehari-harinya. Serta
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
memberikan semangat kepadanya untuk mengikuti kegiatan yang ada di panti. Selain itu juga
perlu diberikan perawatan mengenai penyakit hernianya.
Program pembahasan kasus sangat bermanfaat menyelesaikan permasalahan warga
binaan sosial. Walaupun sudah di dalam Panti Sosial Tresna Werdha, setiap warga binaan
sosial mempunyai masalah sosial masing-masing yang harus dibahas solusinya dan
penanganannya berbeda-beda setiap kasusnya.
4. Bimbingan sosial, fisik, mental keagamaan, kesenian, keterampilan dan rekreasi.
Program tersebut dilaksanakan oleh Satuan Pelaksana Pelayanan Sosial berdasarkan
Pasal 9 ayat (5) huruf (h) Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 277
Tahun 2014 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Tresna Werdha.
Lansia mempunyai kebutuhan dalam hal fisik, psikologis, sosiologis, spritual. Kebutuhan fisik
itu seperti kebutuhan olahraga, nutrisi, kebutuhan cairan sangat diperlukan oleh lansia.
Kebutuhan psikologis seperti kegiatan berkaitan dengan keagamaan. Kebutuhan sosial seperti
kegiatan penyuluhan-penyuluhan berkaitan untuk mengisi bagaimana mereka harus
berinteraksi satu sama lain seperti kegiatan panggung gembira, rekreasi dan lainnya.
Kebutuhan spritual di panti ada disediakan mesjid, kebaktian Kristen bisa dilakukan di aula.
Kebutuhan kesenian dan keterampilan berguna bagi warga binaan sosial untuk menjalankan
aktifitas sehari-hari dan Panti Sosial Tresna memberikan pelatihan agar mereka dapat
melakukan aktifitas kesenian dan keterampilan setiap harinya.
Program tersebut ditujukan kepada warga binaan sosial bermanfaat pada dirinya.
Lansia yang menyadari manfaat kegiatan tersebut mengikutinya dengan senang hati,
sedangkan bagi lansia yang tidak ikut kegiatan tidak mendapatkan sanksi oleh petugas Panti
Sosial Tresna Werdha. Petugas Panti Sosial Tresna Werdha melakukan pelayanan
mempertimbangkan aspek psikologis lansia, sehingga tidak ada pemaksaan untuk mengikuti
rangkaian kegiatan. Sanksi tidak diterapkan sesuai tujuan dari hukum, bahwa untuk mencapai
keadilan dan ketentraman masyarakat tidak hanya memberikan sanksi, tapi juga disesuaikan
dengan kondisi masyarakat atau kepentingan umum subjek hukum. Karena salah satu subjek
hukum pada Panti Sosial Tresna Wedha adalah lanjut usia, sehingga tidak tepat apabila
diterapkan hukuman atau sanksi karena dapat mempengaruhi psikologis dan interaksi
sosialnya.
5. Pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
Satuan Pelaksana Pelayanan Sosial bertanggung jawab terhadap pemenuhan
kebutuhan sandang dan pangan warga binaan sosial sesuai Pasal 8 ayat (5) huruf (g) Peraturan
Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 277 Tahun 2014 tentang Pembentukan,
Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Tresna Werdha. Panti Sosial Tresna Werdha
memberikan pakaian kepada warga binaan sosial dan juga ada donatur yang memberikan
pakaian.
Donatur juga memberikan uang kepada warga binaan sosial baik secara langsung
diserahkan maupun ditipkan kepada petugas panti. Bagi yang mengalami gangguan jiwa,
uangnya disimpan petugas penanggung jawab wisma dan dibelikan makanan untuk warga
binaan sosial tersebut. Makanan juga mengalami perbaikan seperti di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 1, makanannya lebih enak setiap harinya ada ikan atau daging. Warga
Binaan ditanyakan pendapatnya tentang menu makanan yang diinginkan atau yang disukai
warga binaan sosial, sehingga ada perbaikan dalam pelayanan makanan.
Warga binaan sosial tidak ada uang yang diberikan panti, biasanya uang diberikan
donatur yang datang. Apabila tidak ada uang, ada warga binaan sosial yang menjual pakaian
atau barang lainnya yang bisa dijual. Misalnya setiap bulan ramandhan mereka dapat sarung
sampai 6 atau 7, sehingga ada yang mereka jual di luar untuk mendapatkan uang beli
makanan di luar panti.
Permasalahan makanan pada Panti Sosial Tresna Werdha adalah warga binaan sosial
menu makannya sama seperti teman lainnya sesuai standar gizi panti. Akan tetapi setiap
warga binaan sosial mempunyai penyakit yang berbeda-beda sehinga ada makanan yang tidak
boleh dikonsumsi. Misalnya penderita menyakit hipertensi membutuhkan makanan rendah
garam, apabila sering kadar garam pada makanan disamakan dengan warga binaan sosial
lainnya, maka dapat terjadi stroke. Sehingga perlunya perbedaan makanan pada warga binaan
sosial yang memiliki penyakit, walaupun penyakitnya belum parah tetapi perlu pencegahan
karena usia lansia rentan terjadi penurunan fisik.
Hasil penelitian diperoleh data bahwa tahapan pelayanan kesehatan di Panti Sosial
Tresna Werdha terbatas karena panti sosial tidak memiliki wewenang pelayanan kesehatan
medis seperti rumah sakit. Sehingga pramu sosial berpendidikan keperawatan di Panti Sosial
Tresna Werdha hanya sebatas melakukan pendampingan, pelayanan sosial dan pengawasan
warga binaan sosial karena bukan termasuk tenaga kesehatan dalam struktur organisasi Panti
Sosial Tresna Werdha. Sedangkan untuk melakukan tindakan medis seperti memberikan obat,
warga binaan sosial harus di rujuk ke Puskesmas atau Rumah Sakit. Padahal warga binaan
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
sosial di Panti Sosial Tresna Werdha merupakan lanjut usia setiap saatnya mengalami sakit
akibat penurunan fisiknya. Solusi masalah tersebut adalah Kementerian Sosial perlu bekerja
sama dengan Kementerian Kesehatan dalam penugasan langsung tenaga kesehatan seperti
dokter dan perawat Panti Sosial Tresna Werdha.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis terhadap pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial di
panti sosial berdasarkan hukum kesehatan (studi panti sosial tresna werdha di Jakarta), maka
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Hak dan kewajiban tenaga kesehatan diatur pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan. Lulusan tenaga kesehatan seperti Perawat pada struktur organisasi
Panti Sosial Tresna Werdha tidak termasuk profesi tenaga kesehatan secara struktur
organisasi, tapi termasuk PHL (Pekerja Harian Lepas) sebagai pramu sosial sama seperti
pramu sosial lainnya lulusan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) atau SMA (Sekolah
Menengah Atas). Lulusan pendidikan kesehatan atau keperawatan di Panti Sosial Tresna
Werdha selain diberikan tugas seperti perawat, tetapi juga melakukan pekerjaan seperti pramu
sosial lainnya yaitu mencuci baju warga binaan sosial, membersihkan ruangan warga binaan
sosial seperti menyapu dan mengepel lantai, dan memiliki gaji sebesar Rp. 3.100.000 sama
seperti pramu sosial lainnya seperti satuan pengamanan, cleaning service, juru masak. Pramu
sosial lulusan pendidikan kesehatan atau keperawatan, walaupun dalam pekerjaannya
diberikan tugas keperawatan kepada warga binaan sosial, tetapi tidak memperoleh hak atas
pekerjaan tambahannya memberikan pelayanan keperawatan kepada warga binaan sosial.
2. Dasar hukum tentang panti sosial diatur pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat,
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Serta aturan khusus tentang Panti Sosial yaitu Keputusan Kepala Panti Sosial Tresna Werdha
Budhi Mulia 3. Panti Sosial Tresna Werdha merupakan lembaga untuk memenuhi
kesejahteraan sosial, bukan lembaga yang berwenang terhadap pelayanan kesehatan, sehingga
dalam struktur organisasi Panti Sosial Tresna Werdha tidak mempunyai tenaga kesehatan.
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
Panti Sosial Tresna Werdha memasukkan lanjut usia penderita gangguan jiwa. Padahal Dinas
Sosial memiliki Panti Sosial Bina Laras yang mempunyai tugas memberikan bimbingan,
pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk
bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan,
resosialisasi bimbingan lanjut bagi penyandang cacat mental bekas psikotik agar mampu
mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan
standar pelayanan, pemberian informasi dan rujukan. Apabila lanjut usia penderita gangguan
jiwa tidak dapat dirawat dengan baik di Panti Sosial Bina Laras bersama penderita gangguan
jiwa remaja dan dewasa, Panti Sosial Tresna Werdha bukan pilihan yang tepat bagi lanjut usia
terlantar penderita gangguan jiwa.
Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka Penulis merekomendasikan saran-saran
sebagaiberikut:
1. Perlunya koordinasi yang baik antara Kementerian Sosial dan Kementerian
KesehatanterkaitstatusperawatyangbekerjadiPantiSosialTresnaWerdha.
2. PerlunyapeningkatanjumlahtenagakesehatandiPantiSosialTresnaWerdha.
3. Pada Panti Sosial Tresna Werdha, Dinas Sosial sebaiknya memisahkan lanjut usia
yangmandiridenganlanjutusiayangmengalamigangguanjiwa,misalnyamembuka
PantiSosialkhususlanjutusiayangmengalamigangguanjiwa.
4. Perlunya peraturan hukum mengenai Panti Sosial dalam penempatan lanjut usia
yangmengalamigangguanjiwa.
5. Perlunyapengkajianhukumbagi lulusankesehatanataukeperawatanyangbekerja
di Panti Sosial Tresna Werdha agar adanya kepastian hukum mengenai hak dan
kewajiban dalam pekerjaanya. Lulusan pendidikan keperawatan di Panti Sosial
Tresna Werdha statusnya sebagai pramu sosial, bukan tenaga kesehatan profesi
perawat.Walaupunmendapatkan tugas pokok keperawatandi Panti Sosial Tresna
Werdhatetapitidakmempunyaihakdankewajibansebagaiperawat.
6. Perlu disosialisasikanpadamasyarakat bahwa keluargamerupakan tempat terbaik
bagilanjutusiasehinggabisamengurangilanjutusiayangterlantar.
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016
Daftar Referensi
Bahder Johan Nasution. (2005). Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, cet.
1.Jakarta, PT Rineka Cipta.
Wulandari Citra Anggraeni (2013). Hubungan Antara Karakteristik Individu, Tingkat
Depresi, Status Kesehatan, serta Asupan Zat Gizi Makro terhadap Status Gizi Lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Mulia 1 dan 3 Jakarta Tahun 2013. Skripsi, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Dwanti Retno Asih (2015). Hubungan Karakteristik dan Tingkat Kognitif dengan Tingkat
Kemandirian pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha DKI Jakarta. Skripsi Fakultas
IlmuKeperawatan Universitas Indonesia, Depok.
Aziz Bustari, et.al.,(2002). Persepsi Lansia yang Tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha
Budhi Dharma Bekasi terhadap Keluarga yang Tinggal di Rumah. Laporan Hasil Penelitian,
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok.
Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia. PP No.
43 Tahun 2004, Ps. 1 ayat (3).
Kementerian Sosial. Keputusan Menteri Sosial Nomor. 50/HUK/2004 tentang Standarisasi
Panti Sosial dan Pedoman Akreditasi Panti Sosial.
Keputusan Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Nomor 781 Tahun 2015 tentang
Penetapan Standar Pelayanan pada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3, bagian VI
tentang jaminan pelayanan.
Berdasarkan Hasil Wawancara narasumber Dr. Etty Rekawati, S.Kp., M.KM (Dosen
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, peneliti tentang lanjut usia) tanggal 24
April 2016 di Universitas Indonesia.
Berdasarkan Hasil Wawancara narasumber Bapak Irwan Santoso, S.H (Kepala Satuan
Pelaksana Pelayanan Sosial) tanggal 1 Juni 2016 di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1
di Cipayung Jakarta Timur.
Berdasarkan Hasil Wawancara narasumber Ibu Sarani (Kepala Satuan Pelaksana Pembinaan
Sosial) tanggal 2 Juni 2016 di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3.
Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016