analisis yuridis pelayanan kesehatan dan kesejahteraan

20
Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial di Panti Sosial Berdasarkan Hukum Kesehatan (Studi Panti Sosial Tresna Werdha di Jakarta) M. Yunus Azhari (1206221286), Wahyu Andrianto 1. Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia 2. Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia [email protected] Abstrak: Masalah yang diteliti adalah hak dan kewajiban tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan berdasarkan hukum kesehatan (studi Panti Sosial Tresna Werdha di Jakarta) serta aspek hukum panti sosial di Indonesia. Tujuan penelitian adalah menjelaskan hak dan kewajiban tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan (studi: Panti Sosial Tresna Werdha di Jakarta) dan menjelaskan aspek hukum panti sosial di Indonesia (studi: Panti Sosial Tresna Werdha di Jakarta). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, observasi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 dan 3, wawancara terhadap dokter, akademisi, petugas Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 dan 3 serta analisis aturan perundang-undangan. Hasil penelitian diketahui bahwa tidak adannya tenaga kesehatan dalam struktur organisasi Panti Sosial Tresna Werdha sehingga lulusan pendidikan keperawatan berstatus sebagai pramu sosial bukan tenaga kesehatan. Panti Sosial Tresna Werdha terdiri warga binaan sosial lanjut usia yang mandiri, menderita penyakit jiwa, dan sakit yang membutuhkan bantuan khusus akibat penurunan fisik. Kesimpulannya adalah hak dan kewajiban tenaga kesehatan diatur pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Panti Sosial Tresna Werdha merupakan lembaga untuk memenuhi kesejahteraan sosial, bukan lembaga yang berwenang terhadap pelayanan kesehatan, sehingga dalam struktur organisasi Panti Sosial Tresna Werdha tidak mempunyai tenaga kesehatan. Juridical analysis on the health service and social welfare in the Workhouses based on health law (study of Tresna Werdha Workhouses in Jakarta) Abstract The problem studied are about the rights and obligations of medical personnels in the health services under the laws of health (Case Study: Tresna Elderly Social Institution in Jakarta) and also the legal aspects of social homes in Indonesia. The purpose of research is to explain the rights and obligations of medical personnel in the health services and explain the legal aspects of social homes in Indonesia (Case Study: Social Institutions Tresna Werdha in Jakarta). This study used qualitative methods, observation in Social Institutions Tresna Werdha Budi Mulia 1 and 3, interviews with doctors, academics, officers Social Institutions Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Upload: others

Post on 16-Nov-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial di Panti Sosial Berdasarkan Hukum Kesehatan (Studi Panti Sosial Tresna Werdha

di Jakarta)

M. Yunus Azhari (1206221286), Wahyu Andrianto

1. Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia2. Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

[email protected]

Abstrak:

Masalah yang diteliti adalah hak dan kewajiban tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan berdasarkan hukum kesehatan (studi Panti Sosial Tresna Werdha di Jakarta) serta aspek hukum panti sosial di Indonesia. Tujuan penelitian adalah menjelaskan hak dan kewajiban tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan (studi: Panti Sosial Tresna Werdha di Jakarta) dan menjelaskan aspek hukum panti sosial di Indonesia (studi: Panti Sosial Tresna Werdha di Jakarta). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, observasi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 dan 3, wawancara terhadap dokter, akademisi, petugas Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 dan 3 serta analisis aturan perundang-undangan. Hasil penelitian diketahui bahwa tidak adannya tenaga kesehatan dalam struktur organisasi Panti Sosial Tresna Werdha sehingga lulusan pendidikan keperawatan berstatus sebagai pramu sosial bukan tenaga kesehatan. Panti Sosial Tresna Werdha terdiri warga binaan sosial lanjut usia yang mandiri, menderita penyakit jiwa, dan sakit yang membutuhkan bantuan khusus akibat penurunan fisik. Kesimpulannya adalah hak dan kewajiban tenaga kesehatan diatur pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Panti Sosial Tresna Werdha merupakan lembaga untuk memenuhi kesejahteraan sosial, bukan lembaga yang berwenang terhadap pelayanan kesehatan, sehingga dalam struktur organisasi Panti Sosial Tresna Werdha tidak mempunyai tenaga kesehatan.

Juridical analysis on the health service and social welfare in the Workhouses based on health law (study of Tresna Werdha Workhouses in Jakarta)

Abstract

The problem studied are about the rights and obligations of medical personnels in the health services under the laws of health (Case Study: Tresna Elderly Social Institution in Jakarta) and also the legal aspects of social homes in Indonesia. The purpose of research is to explain the rights and obligations of medical personnel in the health services and explain the legal aspects of social homes in Indonesia (Case Study: Social Institutions Tresna Werdha in Jakarta). This study used qualitative methods, observation in Social Institutions Tresna Werdha Budi Mulia 1 and 3, interviews with doctors, academics, officers Social Institutions

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 2: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

Tresna Werdha Budi Mulia 1 and 3 as well as the analysis of the rules of law. Results of the research found that there are not health worker in the organizational structure of Social Institutions Tresna Werdha. With the result of that, Nursery fresh graduated status are Pramu Sosial and not medical personnel. Social Institution Tresna Werdha composed of inmates socially independent, suffering mental illness, and pain that required special assistance due to physical decline. The conclusion is that the rights and obligations regulated health professionals in Law Number 36 Year 2014 concerning Health Workers. Social Institution Tresna Werdha is an institution to meet social welfare, not the competent institutions to health care, so that the organizational structure of Social Institutions Tresna Werdha have no medical personnel.

Keywords: Workhouses, health care personnel, health service.

Pendahuluan

Indonesia mengalami perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta

pembangunan yang sangat pesat sehingga meningkatkan status kesehatan masyarakat. Tingkat

kesehatan penduduk yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya usia harapan

hidup. Kemajuan dalam pemeliharaan kesehatan dan perbaikan taraf hidup masyarakat

membawa perubahan yaitu penurunan angka kematian bayi dan kematian ibu, serta

meningkatnya usia harapan hidup.1 Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang

kesehatan merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh usaha tersebut meliputi

peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun non-fisik.2

Data dari Pusdatin Kemenkes RI 2013 dalam buku Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia (2014), jumlah lansia di Provinsi DKI Jakarta berjumlah 309.449 jiwa. Di Jakarta,

proporsi penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) tahun 1990 sebesar 1,5%, menjadi 2,2% pada

tahun 2000. Tahun 2006, proporsi penduduk usia lanjut mengalami kenaikan menjadi 3,23%.

Jumlah penduduk lansia di Jakarta diperkirakan pada tahun 2025 mencapai 62,4 juta jiwa

1 Wulandari Citra Anggraeni, “Hubungan Antara Karakteristik Individu, Tingkat Depresi, Status

Kesehatan, serta Asupan Zat Gizi Makro terhadap Status Gizi Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Mulia 1 dan 3 Jakarta Tahun 2013,” (Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, 2013), hlm. 1.

2 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, cet. 1, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 1.

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 3: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

lansia dan menurut model proyeksi penduduk PBB, jumlah lansia tahun 2050 menjadi dua

kali lipat atau sekitar 120 juta jiwa lebih.3

Meningkatnya jumlah lanjut usia maka semakin meningkat pula kebutuhan akan

pelayanan kesehatan dan fasilitas khusus bagi lanjut usia. Penurunan kemampuan fisik seiring

dengan bertambahnya usia menyebabkan lanjut usia tidak mampu mencari nafkah untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga jika tidak terpenuhi dan terjadi penyimpangan

dalam prosedur perawatan kesehatannya, maka menimbulkan permasalahan-permasalahan

yang serius. Pengalaman negara maju menunjukkan bahwa perawatan penderita lansia

memerlukan perhatian khusus dan lebih besar karena berbagai hal, antara lain banyaknya

penyakit yang diderita (multi patologi), fungsi organ yang sudah menurun, rentan terhadap

penyakit dan stress, lebih sering membutuhkan bantuan serta fase pemulihan penyakit yang

lama sehingga membutuhkan penanganan yang tepat, perhatian serius, dan upaya khusus di

bidang kesehatan.4

Ketidakberdayaan usia lanjut akan memberikan beban tersendiri untuk keluarga yang

merawatnya. Tidak heran banyak lansia yang ditelantarkan oleh keluarga sendiri akibat

ketidakberdayaan tersebut. Permasalahan tersebut mengakibatkan diperlukannya sebuah

wadah atau institusi yang lebih dikenal dengan nama Panti Sosial Tresna Werdha yaitu suatu

institusi yang memberikan pelayanan dan perawatan jasmani, rohani dan sosial serta

perlindungan untuk lansia agar dapat menikmati taraf hidup secara wajar.

Tinjauan Teoritis

Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan

sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat

melaksanakan fungsi sosialnya.5 Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60

(enam puluh) tahun ke atas.6 Panti Sosial Tresna Werdha adalah panti sosial yang mempunyai

3 Dwanti Retno Asih, “Hubungan Karakteristik dan Tingkat Kognitif dengan Tingkat Kemandirian pada

Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha DKI Jakarta,” (Skripsi Fakultas IlmuKeperawatan Universitas Indonesia, Depok, 2015), hlm. 2.

4 Aziz Bustari, et.al., Persepsi Lansia yang Tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Dharma Bekasi terhadap Keluarga yang Tinggal di Rumah, (Laporan Hasil Penelitian, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002), hlm. 1.

5 Indonesia 3, op. cit., Ps. 1 ayat (1). 6Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia, PP No. 43 Tahun

2004, Ps. 1 ayat (3).

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 4: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara

wajar dalam kehidupan bermasyarakat.7

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, observasi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulia 1 dan 3, wawancara terhadap dokter, akademisi, petugas Panti Sosial Tresna Werdha

Budi Mulia 1 dan 3 serta analisis aturan perundang-undangan.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian diketahui bahwa tidak adannya tenaga kesehatan dalam struktur organisasi

Panti Sosial Tresna Werdha sehingga lulusan pendidikan keperawatan berstatus sebagai

pramu sosial bukan tenaga kesehatan. Panti Sosial Tresna Werdha terdiri warga binaan sosial

lanjut usia yang mandiri, menderita penyakit jiwa, dan sakit yang membutuhkan bantuan

khusus akibat penurunan fisik.

Pembahasan

Usaha pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial dalam rangka rehabilitas sosial

di Panti Sosial Tresna Werdha wilayah Jakarta tidak hanya sebagai upaya mempraktikkan

ilmu kedokteraan dan ilmu kesejahteraan sosial. Tetapi agar pelayanan kesehatan dan

kesejahteraan sosial di panti sosial untuk lanjut usia dapat dilaksanakan dengan baik, maka

secara yuridis diperlukan kebijakan yang dapat dijadikan sebagai landasan hukum.

Pelaksanaan program pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial di Panti Sosial

Tresna Werdha membutuhkan landasan hukum menjadi hal yang paling utama pada setiap

penetapan kebijakan. Hal tersebut dibutuhkan koordinasi yang baik antara Kementerian Sosial

dan Kementerian Kesehatan sehingga dapat menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai

kebutuhan lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha. Landasan hukum sangat diperlukan

untuk untuk memberikan arahan kebijakan kegiatan operasional dalam praktik agar upaya

7Kementerian Sosial, Keputusan Menteri Sosial Nomor. 50/HUK/2004 tentang Standarisasi Panti Sosial

dan Pedoman Akreditasi Panti Sosial.

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 5: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

meningkatkan efektifitas hukum dalam masyarakat termasuk dalam penerapannya di kedua

lembaga tersebut dapat tercapai. Faktor-faktor yang dapat mendukung penerapan atau

penerapan hukum meliputi kebijakan hukumnya harus memadai, penegak hukum termasuk

pelaksana di Panti Sosial Tresna Werdha dapat melaksanakan tugasnya secara profesional,

sarana dan fasilitas pendukungnya tersedia, kesadaran hukum dan budaya masyarakat juga

mendukung. Faktor-faktor tersebut merupakan landasan perlindungan bagi lanjut usia

terlantar.

Perlindungan terhadap lansia terlantar dalam bidang pelayanan kesehatan maka akan

terpenuhi juga kesejahteraan sosialnya. Karena pelayanan kesehatan dan kesejahteraan saling

berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan tidak terpenuhi, maka kesejahteraan sosialnya

juga tidak terpenuhi. Kebijakan hukum dalam bidang kesehatan tidak bisa dipisahkan dengan

perlindungan lanjut usia, karena lanjut usia sudah mengalami penurunan fisik sehingga sangat

membutuhkan pelayanan sosial yang baik seperti yang diatur pada Pasal 138 Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan bahwa upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut

usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun

ekonomis sesuai dengan martabat kemanusiaan. Serta pemerintah wajib menjamin

ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat

tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis.

Sistem pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial di Panti Sosial Tresna Werdha

diselenggarakan dalam rangka meningkatkan usaha-usaha rehabilitasi sosial dimaksudkan

untuk menghadapi perkembangan pelayanan permasalahan lanjut usia terlantar yang semakin

luas. Perkembangan pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial di Panti Sosial Tresna

Werdha oleh teknologi medis dan sosial yang dilandasi kebijakan hukum. Pelayanan yang

diberikan dapat berupa sebagai berikut:8

1. terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan WBS;

2. terpenuhinya kebutuhan kebersihan dan kesehatan WBS;

3. terpenuhinya pelayanan pemulihan fisik, psikis, mental spritual, sosial, kesenian,

keterampilan dan kemandirian WBS;

4. terpenuhinya pelayanan pemulasaran jenazah.

8 Keputusan Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Nomor 781 Tahun 2015 tentang

Penetapan Standar Pelayanan pada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3, bagian VI tentang jaminan pelayanan.

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 6: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

Sistem Pelayanan Kesehatan

1. Hak-Hak Dasar dalam Hukum Kesehatan

a. Hak dasar sosial seperti faktor sarana, geografis, finansial/keuangan, serta faktor kualitas

sarana dan kualitas tenaga kesehatan.

Hak atas sarana seperti klinik terpenuhi, tetapi tidak terdapat rumah sakit. Panti Sosial Tresna

Werdha merupakan tempat bagi lanjut usia yang sehat, sedangkan bagi warga binaan sosial

yang sakit akan dirujuk ke Puskesmas dan Rumah Sakit di wilayahnya.9

Faktor geografis yaitu letak sarana kesehatan harus dapat tercapai dengan mudah. Panti Sosial

Tresna Werdha merujuk warga binaan sosial sakit ke Puskesmas dan Rumah sakit

diwilayahnya sehingga dapat dicapai dengan mudah.

Faktor finansial/keuangan atau biaya pengobatan/pemeliharaan kesehatan dapat terpenuhi.

Warga binaan sosial didaftarkan pada jaminan kesehatan seperti BPJS (Badan Penyelenggara

Jaminan Kesehatan) dan mendapat tambahan dana dari donatur. Permasalahannya adalah

pengurusan jaminan kesehatan BPJS administrasinya lama sampai 3 minggu untuk

mendapatkan kartunya, sehingga ada warga binaan yang sudah meninggal saat selesainya

kartu BPJS.10 Pengajuan Jaminan Kesehatan berupa kartu BPJS merupakan tanggung jawab

Kepala Satuan Pelayanan Sosial mempunyai tugas melaksanakan pemeliharaan, perawatan

fisik dan kesehatan sesuai Pasal 8 ayat (5) huruf (j) Peraturan Gubernur Nomor 277 Tahun

2014 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulia.

Kualitas sarana tidak terpenuhi dengan baik karena terbatasnya ruangan tidur. Panti Sosial

Trena Werdha Budi Mulia 1 dan 3 pada setiap kamar terdiri dari 9-25 orang warga binaan

sosial dan tidak dipisahkan antara warga binaan sosial yang mandiri dengan menderita

gangguan jiwa. Kualitas tenaga kesehatan di Panti Sosial Tresna Werdha terdapat masalah

karena kurangnya jumlah tenaga kesehatan, karena sedikitnya jumlah tenaga kesehatan

dibandingkan warga binaan sosial. Pada Panti Sosial Tresna Werdha 3 hanya memiliki 4

perawat dan 240 warga binaan sosial.11

9 Berdasarkan Hasil Wawancara narasumber Dr. Etty Rekawati, S.Kp., M.KM (Dosen Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia, peneliti tentang lanjut usia) tanggal 24 April 2016 di Universitas Indonesia. 10 Berdasarkan Hasil Wawancara narasumber Bapak Irwan Santoso, S.H (Kepala Satuan Pelaksana

Pelayanan Sosial) tanggal 1 Juni 2016 di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 di Cipayung Jakarta Timur. 11 Berdasarkan Hasil Wawancara narasumber Ibu Sarani (Kepala Satuan Pelaksana Pembinaan Sosial)

tanggal 2 Juni 2016 di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3.

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 7: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

b. Hak dasar individu, yaitu hak atas privacy.

Hak atas rahasia kedokteran seperti rekam medik tetap terjaga yaitu warga binaan sosial

tersebut dan pramu sosial yang berlatar pendidikan keperawatan yang mengetahui. Tetapi

warga binaan sosial yang sakit jarang yang meminta lihat hasil rekam mediknya karena tidak

mengerti isi rekam mediknya yang penting mereka sembuh dari penyakitnya.

Pada Panti Sosial Tresna Werdha saat pelayanan perawatan sehari-hari tidak terjaga hak atas

privacy terhadap tubuhnya. Hal tersebut karena warga binaan sosial tidur bersama. Di Panti

Sosial Tresna Werdha 3 terdapat 240 orang warga binaan sosial, terdiri dari 80 orang laki-laki

dan 160 orang perempuan. Setiap kamar terdiri dari 9-25 orang warga binaan sosial.12 Pada

Panti Sosial Tresna Werdha 1 terdapat 240 warga binaan sosial yang setiap ruangan kamar

terdapat sekitar 34 orang. Berdasarkan hal tersebut, warga binaan sosial tidak terpenuhi hak

privacy atas tubuhnya. Karena perawat sebagai pramu sosial memberikan perawatan dan obat

yang berasal dari dokter di dalam kamar sehingga warga binaan sosial lainnya dapat

mengetahui penyakit teman kamarnya. Perawat juga membersihkan luka pada bagian tubuh

privacy warga binaan di dalam ruangan tanpa penutup (screen) sehingga dapat terlihat oleh

teman lainnya bagian tubuh yang seharusnya tidak terlihat oleh teman yang lain.

Saat pelayanan pengasuhan warga binaan sosial seperti memandikan, bagi yang sakit (total

care) membutuhkan pelayanan khusus biasanya mandi ditempat cucian terbuka sehingga

dapat terlihat dengan warga binaan sosial lainnya karena mudahnya akses ke kamar mandi

tersebut bagi yang sakit (total care) menggunakan kursi roda. Akan tetapi bagi yang mandiri,

mandi sendiri dikamar mandi tertutup.

Hak atas informed consent berupa persetujuan tindakan medis dan hak penolakan

perawatan/tindakan medik hanya dapat dilakukan warga binaan sosial yang sehat fisik dan

pikirannya mengambil keputusan dan bukan dalam keadaan emergency. Sedangkan bagi

warga binaan sosial yang sakit parah atau bagi yang menderita gangguan jiwa, maka petugas

panti dan dokter akan memutuskan dan memberikan pelayanan yang terbaik. Panti Sosial

Tresna Werdha Budi Mulia 1 terdapat sekitar 111 dari 240 warga binaan sosial mengalami

gangguan kejiwaan sehingga tidak bisa mengambil keputusan sendiri mengenai pelayanan

kesehatan terhadap dirinya.

Sedangkan mengenai memilih dokter/rumah sakit, warga binaan sosial tidak mempunyai hak

tersebut, karena hak tersebut dimiliki oleh Dinas Sosial Dan Dinas Kesehatan. Berdasarkan

Pasal 4 Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 95 Tahun 2011

12 Ibid.

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 8: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

tentang Pelayanan Kesehatan Bagi Warga Binaan Sosial, Kepala Dinas Kesehatan

mempunyai tugas memfasilitasi pelayanan kesehatan kepada warga binaan Sosial dan

berwenang menyelenggarakan koordinasi, pembinaan dan pengawasan kinerja pelayanan

Puskesmas, Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Khusus Daerah kepada warga

binaan sosial. Sedangkan Kepala Dinas Sosial memberikan rekomendasi sertifikat jaminan

kesehatan panti, menyediakan ruang pelayanan kesehatan dan menyiapkan tenaga

administrasi yang membantu pelaksanaan pelayanan kesehatan warga binaan sosial. Sertifikat

jaminan kesehatan saat ini disesuaikan dengan aturan tentang jaminan kesehatan secara

nasional berupa kartu BPJS (Badan Pelayanan Jaminan Kesehatan) sama seperi warga

Indonesia lainnya.

2. Subjek Hukum Kesehatan

Subjek hukum kesehatan terdiri atas orang dan badan hukum yang memiliki hak dan

kewajiban. Subjek hukum kesehatan pada Panti Sosial adalah warga binaan sosial sebagai

pasien, tenaga kesehatan. Sedangkan subjek badan hukum yaitu Puskesmas dan Rumah Sakit.

Warga binaan sosial sebagai pasien menerima pelayanan kesehatan pada Puskesmas dan

Rumah Sakit yang telah ditentukan oleh Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial. Selama ini

apabila sakit, warga binaan sosial di rujuk petugas panti untuk berobat di Puskesmas dan

Rumah Sakit.

Puskesmas dan Rumah Sakit merupakan pelayanan kesehatan berjenjang, yaitu pasien terlebih

dahulu diberikan pelayanan kesehatan pada Puskesmas. Apabila Puskesmas tidak dapat

mengatasi masalah kesehatannya kemudian dirujuk kerumah sakit. Puskesmas dan Rumah

Sakit sebagai badan hukum merupakan dalam koordinasi Kementerian Kesehatan mempunyai

tugas sebagai tempat terselenggaranya pelayanan kesehatan. Hal tersebut sesuai tugas

Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan menyediakan peralatan medik dan menyediakan

obat-obatan yang diperlukan warga binaan sosial sesuai kebutuhan pada saat melakukan

pelayanan kesehatan di Panti Sosial. Rumah Sakit sebagai Institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Tugas Puskesmas dan Rumah Sakit

tersebut diatur pada pasal 8 dan Pasal 1 Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta Nomor 95 Tahun 2011 tentang Pelayanan Kesehatan Bagi Warga Binaan Sosial.

3. Hubungan Dokter dengan Pasien

Hubungan dokter dengan warga binaan sosial sebagai pasien adalah hubungan kemitraan,

yaitu hubungannya saling membutuhkan, warga binaan membutuhkan dokter dan tenaga

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 9: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

kesehatan lainnya serta tenaga kesehatan juga membutuhkan warga pasien untuk

melaksanakan pekerjaan. Sehingga adanya budaya saling menghargai antara tenaga kesehatan

dan warga binaan sosial, karena warga binaan sosial juga membayar biaya pelayanan

kesehatan yang ditanggung oleh negara.

4. Objek Hukum Kesehatan

Objek hukum kesehatan pemeliharaan kesehatan. Pelayanan kesehatan mengandung 2 aspek

atau sifat yang esensial yaitu sifat individual dan sifat kolektivitas. Sifat individual terdiri atas

pasien yang berkaitan dengan diagnosa penyakit, dan lingkungan yang dipengaruhi pasien.

Warga binaan sosial apabila sakit mempunyai diagnosa penyakit tentang dirinya yang

diberikan dokter dan ada rekam mediknya masing-masing. Biasanya warga binaan sosial tidak

meminta lihat rekam mediknya karena tidak mengerti isinya, yang penting dirinya sembuh.

Sehingga rekam medik disimpan di klinik panti oleh pramu sosial yang berlatar belakang

pendidikan keperawatan.

Apabila warga binaan sakit mempengaruhi lingkungan, misalnya ada Pak Toha (warga binaan

sosial Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1) yang sakit harus operasi di Rumah Sakit

Fatmawati karena tidak bisa dirawat di Rumah Sakit Duren Sawit, maka pramu sosial harus

bergantian menjaga Pak Toha tersebut di rumah sakit, karena Rumah Sakit Fatmawati

mewajibkan keluarga untuk mendampingi pasien. sehingga terjadi pembagian tugas

sementara bagi pramu sosial untuk menjaga Pak Toha di Rumah Sakit dan menjalankan tugas

di panti. Dan mengenai sifat individu yang pengaruh dan dampak lingkungan pasien dapat

memiliki sifat tetap/seterusnya, misalnya akibat sakitnya mengalami cacat sehingga harus

menggunakan kursi roda atau perlu dibantu orang lain merupakan warga binaan sosial dalam

katagori total care mendapatkan perlakuan khusus tersebut karena penurunan fisiknya.

5. Hak dan Kewajiban Warga Binaan Sosial

a. Hak atas informasi di berikan kepada warga binaan sosial yang sehat , sedangkan bagi warga

binaan sosial mengalami gangguan jiwa tidak mengerti informasi yang disampaikan.

b. Hak untuk memberikan persetujuan diberikan kepada warga binaan sosial yang sehat,

sedangkan bagi warga binaan sosial mengalami gangguan jiwa persetujuan ada di pihak

petugas Panti Sosial Tresna Werdha yang berusaha memberikan pelayanan kesehatan terbaik

baginya.

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 10: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

c. Hak untuk memilih dokter tidak dimiliki warga binaan sosial, karena Dinas Sosial yang

memiliki wewenang untuk menentukan dokter.

d. Hak untuk memilih sarana kesehatan tidak dimiliki oleh warga binaan sosial. Karena Dinas

Sosial yang menentukan dan menyediakan sarana kesehatan.

e. Hak atas rahasia kedokteran dimiliki warga binaan sosial, terdapat rekam medik yang hanya

diberikan pada pasien tersebut dan disimpan oleh petugas pramu sosial di klinik.

f. Hak untuk menolak pengobatan atau perawatan hanya dimiliki bagi warga binaan sosial yang

sehat pemikirannya dan sadar atas keputusannya. Hak tersebut tidak dimiliki bagi warga

binaan sosial yang tidak sadarkan diri atau kritis kondisi kesehatannya dan bagi warga binaan

sosial yang mengalami gangguan jiwa, maka keputusan mengenai pengobatan dan

perawatannya ada di pihak panti dan dokter yang berusaha melakukan terbaik padanya.

g. Hak untuk menolak suatu tindakan medis tertentu juga hanya dimiliki bagi warga binaan

sosial yang sehat pemikirannya dan sadar atas keputusannya atau bukan dalam keadaan

darurat tindakan medis. Hak tersebut tidak dimiliki bagi warga binaan sosial yang tidak

sadarkan diri atau kritis kondisi kesehatannya dan bagi warga binaan sosial yang mengalami

gangguan jiwa, maka keputusan mengenai pengobatan dan perawatannya ada di pihak panti

dan dokter yang berusaha melakukan terbaik padanya.

h. Hak untuk menghentikan pengobatan atau perawatan (di rumah sakit tersedia formulir keluar

paksa) tidak dimiliki oleh warga binaan sosial sebagai pasien, kecuali kalau rumah sakit

menyerah dengan kondisi pasien yang tidak dapat disembuhkan, maka akan ada surat lepas

rawat dari rumah sakit

i. Hak atas second opinion (pendapat kedua) dimiliki oleh warga binaan sosial yang menjadi

pasien

j. Hak untuk melihat (inzage) rekam medis dimiliki oleh warga binaan sosial yang menjadi

pasien.

Selain itu, Panti Sosial Tresna Werdha harus membedakan ruangan kamar

penginapan bagi warga binaan sosial yang mandiri dengan mengalami gangguan jiwa. Karena

terbatasnya ruangan, Kementerian Sosial dan Panti Sosial Tresna Werdha tidak bisa

membenarkan penggabungan lanjut usia yang mandiri dengan lanjut usia yang mengalami

ganguan jiwa yang tidak melakukan kekerasan. Hal tersebut membutuhkan kebijakan oleh

Kementerian Sosial dan Panti Sosial untuk memisahkan ruangan pada permasalahan tersebut,

pemerintah berkewajiban untuk menyediakan ruangan tambahan atau pemisahan pada warga

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 11: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

binaan lanjut usia yang mengalami gangguan jiwa agar tujuan utama Panti Sosial Tresna

Werdha dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial dapat terlaksana secara

baik.

6. Hak dan Kewajiban Tenaga Kesehatan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Dr. Etty Rekawati, S.Kp., M.KM (Dosen

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Bapak Irwan Santoso, S.H (Kepala Satuan

Pelaksana Pelayanan Sosial PSTW Budi Mulia 1), Ibu Sarani (Kepala Satuan Pelaksana

Pembinaan Sosial PSTW Budi Mulia 3), Ibu Ina (Pramu Sosial PSTW Budi Mulia 1), bahwa

belum idealnya pelayanan kesehatan di Panti Sosial Tresna Werdha disebabkan rasio antara

jumlah pramu sosial yang berpendidikan keperawatan dengan lansia lebih banyak jumlah

lansianya. Karena untuk menentukan rasio jumlah pramu sosial berpendidikan keperawatan

dan lansia juga harus bisa mengidentifikasi tingkat ketergantungan lansianya. Kalau lansia

memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi, pasti membutuhkan perawat yang lebih banyak

dibandingkan dengan lansia yang mandiri. Lansia yang mandiri cukup petugas sosial saja

yang mendampingi. Hal tersebut karena belum adanya koordinasi yang baik antara

Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan dalam penugasan tenaga kesehatan di Panti

Sosial Tresna Wedha. Panti Sosial Tresna Werdha tidak memiliki tenaga kesehatan dalam

struktur organisasi Panti Sosial Tresna Werdha. Hal tersebut karena Panti Sosial Tresna

Werdha dalam koordinasi Kementerian Sosial, sedangkan profesi tenaga kesehatan ada dalam

koordinasi Kementerian Kesehatan. Pramu sosial yang berpendidikan keperawatan di Panti

Sosial Tresna Werdha tidak dimasukkan sebagai fungsional perawat di Kementerian

Kesehatan. Diskusi antara Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan tentang status

tenaga kesehatan di Panti Sosial Tresna Werdha sangat dibutuhkan.

Idealnya status pekerjaan dan pembiayaan tenaga kesehatan berada dalam koordinasi

Kementerian Kesehatan, sedangkan pramu sosial berpendidikan keperawatan pada Panti

Sosial Tresna Werdha ada dalam koordinasi Kementerian Sosial, sehingga ada yang tidak

sesuai pelaksanaannya apabila dibandingkan dengan perawat yang dalam koordinasi

Kementerian Kesehatan. Kalau di Kementerian Kesehatam secara profesi, perawat ada

tunjangannya. Sedangkan pramu sosial yang berpendidikan keperawatan di bawah

Kementerian Sosial tidak mendapatkan tunjangan fungsionalnya walaupun dalam

pekerjaannya melakukan tugas keperawatan.

Apabila dibedakan antara perawat dengan lulusan kualifikasi yang sama, dibedakan

antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial sangat berbeda dalam hal hak

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 12: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

penggajiannya. Kebijakan Kementerian Sosial yang belum mengakomodasi fungsionalnya

perawat, sehingga bagi lulusan keperawatan Panti Sosial Tresna Werdha bukan pilihan utama

dalam memilih pekerjaan. Hal tersebut sangat tidak sesuai dengan fakta bahwa Panti Sosial

Tresna Werdha sangat membutuhkan tenaga kesehatan karena lanjut usia di panti sosial sudah

mengalami penurunan fisik sehingga sering sakit. Tetapi Kementerian Sosial tidak

mempertimbangkan dengan baik kekurangan jumlah perawat dan pemenuhan hak profesi

perawat.

Selama ini, pramu sosial lulusan keperawatan yang juga melaksanakan tugas

keperawatan pada Panti Sosial Tresna Werdha termasuk dalam status PHL (Pekerja Harian

Lepas). Status PHL tersebut sama dengan satpam, cleaning service, juru masak, juru cuci dan

petugas mekanik elektronik di PSTW. Pramu sosial di Panti Sosial Tresna Werdha memliki

tugas melakukan pendampingan, pelayanan sosial dan pengasuhan warga binaan sosial.

Pramu sosial berpendidikan keperawatan juga memiliki tugas sama seperti pramu

sosial lainnya yang berpendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah

Menengah Atas (SMA), sehingga perawat juga ikut membersihkan ruangan warga binaan

sosial, dan memiliki tugas tambahan dibandingkan pramu sosial lainnya yaitu bertanggung

jawab terhadap tindakan perawatan sesuai kompetensinya berpendidikan keperawatan.

Sedangkan tenaga kesehatan dokter di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 dan Panti

Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 bukan termasuk petugas Panti Sosial Tresna Werdha

secara struktural organisasi. Dokter tersebut berasal dari Puskesmas (Pusat Kesehatan

Masyarakat) yang berada dalam wilayah yang sama dengan Panti Sosial Tresna Werdha

(PSTW), sehingga datang ke PSTW hanya pada jadwal yang ditentukan atau tidak selalu ada

di PSTW seperti pramu sosial berpendidikan keperawatan. Padahal pramu sosial

berpendidikan keperawatan memiliki wewenang yang terbatas dibandingkan dokter dalam hal

pelayanan kesehatan, yaitu tidak bisa memberikan resep obat kepada pasien dan hanya

merawat penyakit yang ringan saja, sehingga lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha juga

sangat bergantungan dengan dokter.

Lulusan pendidikan keperawatan di Panti Sosial merupakan pramu sosial. Tetapi

dalam pekerjaannya tetap melakukan tindakan keperawatan bagi lulusan perawat. Seperti

perawatan memberikan obat yang telah melului resep dokter, perawatan lanjut usia seperti

periksa kesehatan atau masalah kesehatan dan pekerjaan lain seperti membersihkan ruangan

warga binaan sosial termasuk menyapu dan mengepel; serta membagikan makanan kepada

warga binaan sosial.

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 13: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

Pada status struktur organisasi, lulusan pendidikan keperawatan bukan sebagai profesi

perawat, tetapi termasuk pramu sosial. Panti Sosial Tresna Werdha tidak mempunyai tenaga

kesehatan perawat. Tetapi di dalam SOP (Standar Operasional Pelayanan) ada menyebutkan

tentang perawat. Standar Operasional Pelayanan hanya mengatur kewajiban perawat, tetapi

tidak mengatur mengenai dasar hukum profesi perawat dan hak-haknya di Panti Sosial Tresna

Werdha.

Pelayanan Kesejahteraan Sosial

1. Konsultasi psikologis, konseling dan terapi sosial

Program konsultasi psikologis, konseling dan terapi sosial sesuai dengan tugas

Satuan Pelaksanaan Pembinaan Sosial berdasarkan Pasal 9 ayat (5) huruf (d). Keluhan

psikologis misalnya seperti lansianya sedih dan menyendiri, seharusnya tenaga kesehatan dan

petugas panti harus mampu melakukan pendekatan kepada lansia supaya perasaan sedihnya

berkurang, perasaan ingin berteman dengan orang lainnya menjadi meningkat. Hal tersebut

perlu diperbaiki karena jumlah petugas Panti Sosial Tresna Werdha terbatas.

Panti Sosial Tresna Werdha menyediakan program konsultasi psikologis, konseling

dan terapi sosial setiap minggunya karena dampak penurunan fisik adalah terjadinya masalah

psikologis dan sosial. Penurunan fisik menyebabkan lanjut usia mengurangi aktifitas

sosialnya akibat fisiknya tersebut tidak bisa berfungsi dengan baik.

Penurunan fisik, lansia banyak keluhan-keluhan berkaitan fisik seperti penglihatan

semakin tidak jelas, pendengaran semakin menurun, gigi mulai rontok, akhirnya kemampuan

untuk konsumsi atau pemasukan makanan semakin berkurang. Kalau giginya lengkap

makannya akan banyak dan enak sesuai kebutuhannya. Sedangkan disaat giginya rontok

konsumsi makanannya berkurang akhirnya badannya kurus dan terjadi penurunan pada fisik.

Perubahan secara psikologis yaitu cepat tersinggung, lebih peka, lebih sensitif, tidak boleh ada

yang menyinggung perasaannya. Jika dihubungkan dengan kemunduran fisik, misalnya terjadi

penurunan pendengaran. Orang sehat ketika berkomunikasi dengan lansia, kalau lansia telah

mengalami gangguan pendengaran, kita teriak (suara agak besar) lansia tersebut akan marah

karena dianggap kita membentang-bentaknya. Kemudian kita berbicara pelan-pelan, dia

marah juga karena tidak terdengar. Ada cara-cara khusus untuk berkomunikasi dengan lansia.

Perubahan sosial berupa menarik diri, biasanya aktif pengajian, karena jalan sedikit

saja kakinya, kemudian jalan sedikit saja matanya sudah kabur takut jatuh dan sebagainya,

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 14: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

akhirnya lansia lebih banyak menggurung diri atau dirumah serta terisolasi dengan lingkugan

atau dunia luar. Kemudian hal perubahan spritual pada lansia berbeda dengan perubahan fisik,

perubahan psikologis, perubahan sosial yang mengalami penurunan, justru perubahan spritual

mengalami peningkatan. Lansia semakin meningkat ibadah karena merasa sebentar lagi akan

dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga semakin banyak berdoa, semakin banyak

meningkatkan diri kepada Allah. Ibadah juga salah satu metode untuk memperbaiki

permasalahan bagi manusia.

2. Kunjungan rumah dan/atau konsultasi keluarga.

Panti Sosial Tresna Werdha mempunyai tugas untuk melaksanakan kunjungan dan

konsultasi dengan keluarga warga binaan sosial agar mengetahui permasalahan mengapa

warga binaan sosial tersebut terlantar. Hal tersebut sesuai dengan tugas Satuan Pelaksanaan

Pembinaan Sosial berdasarkan Pasal 9 ayat (5) huruf (e) untuk melakukan kunjungan rumah

dan konsultasi keluarga.

Berdasarkan Surat Tugas Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung

No. 229/1.842.7 tanggal 10 Maret 2015 melakukan kunjungan rumah (home visit) Warga

Binaan Sosial (WBS) bernama Ny. Fatma Fatta kepada keluarganya bernama Ny. Ede

Sugialvita (anak kandung Ny. Fatma Fatta) diketahui masalah hasil wawancara pekerja sosial

dengan anak kandung WBS (Ny. Ede) bahwa WBS merupakan keturunan arab, menikah

dengan orang Wonogiri dan dikaruniai lima orang anak. Sejak kecil kelima anaknya tidak

pernah diasuh oleh WBS karena sering pergi meninggalkan rumah. Perilaku yang dimiliki

WBS menyebabkan keluarganya retak dan berakhir dengan perceraian. Semua anak WBS

diasuh oleh opa omanya orang tua kandung dari WBS yang merupakan anak tunggal.

Pernyataan Ibu Ade yang merupakan anak sulung dari WBS menyampaikan bahwaWBS

sering keluar rumah untuk berfoya-foya dengan laki-laki dan pulang larut malam dalam

keadaan mabuk. Hal tersebut menyebabkan kelima anaknya kurang sayang dan perhatian

terhadap WBS. Terakhir mereka kumpul saat natal tahun 2012 dan tidak pernah ketemu lagi

dengan WBS. Keluarga selama ini tidak pernah tahu keberadaan ibunya dan sudah berusaha

mencari kemana-mana namun tidak pernah ketemu. Berdasarkan hasil kunjungan dan

konsultasi dengan keluarga WBS menyimpulkan bahwa WBS tidak pernah ada komunikasi

dengan anak-anaknya, dan sejak kecil anak-anaknya dirawat oleh orang tua kandung WBS.

Selanjutnya Ibu Ede akan menghubungi adik-adiknya dan berjanji akan mengambil ibunya

untuk dirawat dirumahnya. Ibu Ede khawatir jika nanti ditinggal bekerja WBS pergi

meninggalkan rumah, karena memang sering berpergian tanpa izin keluarga. Keluarga

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 15: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

mempersiapkan segala kebutuhan orang tuanya dan berharap ibunya bisa berubah dari segi

perilaku karena keluarga akan memperhatikan WBS.

Berdasarkan kasus tersebut, kunjungan dan konsultasi dengan keluarga warga binaan

sosial sangat bermanfaat untuk mengetahui permasalahan dan solusianya. Permasalahannya

bermacam-macam ada yang masih ada keluarga tetapi terlantar, ada juga yang terlantar karena

tidak mempunyai keluarga.

3. Pelaksanakan pembahasan kasus.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (5) huruf (f) Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota

Jakarta Nomor 277 Tahun 2014 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial

Tresna Werdha yaitu program pembahasan kasus warga binaan sosial. Berdasarkan laporan

hasil Case Conference terhadap warga binaan sosial bernama Nurhayati (Kurdi) yang dihadiri

psikolog, perawat dan petugas wisma terdapat permasalahan bahwa Warga Binaan Sosial

(WBS) adalah seorang laki-laki namun bergaya layaknya perempuan (transgender).

Nurhayati merupakan seorang laki-laki tetapi dalam jiwanya memiliki jiwa seorang

perempuan. Dia dianggap tidak normal, meyimpang dari kodratnya atau biasa disebut

transgender. Kehidupan sehari-harinya yaitu bergaya perempuan. Dia mengakui dirinya

bergaya perempuan sudah sejak remaja. Nurhayati sedikit menutup diri karena memiliki

penyakit hernia. Dia malu terhadap penyakitnya tersebut, sehingga memutuskan untuk

bergaya seperti perempuan. Teman sekamar Nurhayati saat ini tidak mempermasalahkan jenis

kelaminnya selama dia tidak berbuat kesalahan, tidak mengganggu dan membuat resah.

Semasa masih remaja, dia sudah menyukai laki-laki, bahkan pernah menikah dengan seorang

laki-laki pilihannya, dan memutuskan untuk kumpul kebo, namun laki-laki tersebut

meninggal. Pada perspektif agama perbuatan tersebut tentu sangat tidak diperbolehkan. Para

petugas panti berharap dia dapat menemukan jati dirinya sehingga tidak salah jalan dan bisa

kembali ke jalan yang benar mengingat usianya sudah tidak muda lagi. Kondisi psikologisnya

saat diajak berbicara oleh petugas masih dapat memahami apa yang ditanyakan, mampu

berinteraksi dengan baik terhadap warga binaan sosial lain, dan Nurhayati merasa nyaman

dengan kondisinya sekarang menjadi perempuan. Kesimpulan dari pembahasan kasus tersebut

adalah seluruh pihak harus melakukan pendekatan lebih dalam kepadanya agar dapat

menerima kodratnya sebagai seorang laki-laki, malakukan kegiatan yang selayaknya

dilakukan oleh kaum laki-laki, tidak berperan sebagai perempuan dalam kehidupan sehari-

harinya dan siap pindak ke wisma laki-laki. Selain itu juga membutuhkan dukungan dan

arahan dari berbagai pihak panti dalam melaksanakan kehidupan sehari-harinya. Serta

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 16: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

memberikan semangat kepadanya untuk mengikuti kegiatan yang ada di panti. Selain itu juga

perlu diberikan perawatan mengenai penyakit hernianya.

Program pembahasan kasus sangat bermanfaat menyelesaikan permasalahan warga

binaan sosial. Walaupun sudah di dalam Panti Sosial Tresna Werdha, setiap warga binaan

sosial mempunyai masalah sosial masing-masing yang harus dibahas solusinya dan

penanganannya berbeda-beda setiap kasusnya.

4. Bimbingan sosial, fisik, mental keagamaan, kesenian, keterampilan dan rekreasi.

Program tersebut dilaksanakan oleh Satuan Pelaksana Pelayanan Sosial berdasarkan

Pasal 9 ayat (5) huruf (h) Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 277

Tahun 2014 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Tresna Werdha.

Lansia mempunyai kebutuhan dalam hal fisik, psikologis, sosiologis, spritual. Kebutuhan fisik

itu seperti kebutuhan olahraga, nutrisi, kebutuhan cairan sangat diperlukan oleh lansia.

Kebutuhan psikologis seperti kegiatan berkaitan dengan keagamaan. Kebutuhan sosial seperti

kegiatan penyuluhan-penyuluhan berkaitan untuk mengisi bagaimana mereka harus

berinteraksi satu sama lain seperti kegiatan panggung gembira, rekreasi dan lainnya.

Kebutuhan spritual di panti ada disediakan mesjid, kebaktian Kristen bisa dilakukan di aula.

Kebutuhan kesenian dan keterampilan berguna bagi warga binaan sosial untuk menjalankan

aktifitas sehari-hari dan Panti Sosial Tresna memberikan pelatihan agar mereka dapat

melakukan aktifitas kesenian dan keterampilan setiap harinya.

Program tersebut ditujukan kepada warga binaan sosial bermanfaat pada dirinya.

Lansia yang menyadari manfaat kegiatan tersebut mengikutinya dengan senang hati,

sedangkan bagi lansia yang tidak ikut kegiatan tidak mendapatkan sanksi oleh petugas Panti

Sosial Tresna Werdha. Petugas Panti Sosial Tresna Werdha melakukan pelayanan

mempertimbangkan aspek psikologis lansia, sehingga tidak ada pemaksaan untuk mengikuti

rangkaian kegiatan. Sanksi tidak diterapkan sesuai tujuan dari hukum, bahwa untuk mencapai

keadilan dan ketentraman masyarakat tidak hanya memberikan sanksi, tapi juga disesuaikan

dengan kondisi masyarakat atau kepentingan umum subjek hukum. Karena salah satu subjek

hukum pada Panti Sosial Tresna Wedha adalah lanjut usia, sehingga tidak tepat apabila

diterapkan hukuman atau sanksi karena dapat mempengaruhi psikologis dan interaksi

sosialnya.

5. Pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 17: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

Satuan Pelaksana Pelayanan Sosial bertanggung jawab terhadap pemenuhan

kebutuhan sandang dan pangan warga binaan sosial sesuai Pasal 8 ayat (5) huruf (g) Peraturan

Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 277 Tahun 2014 tentang Pembentukan,

Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Tresna Werdha. Panti Sosial Tresna Werdha

memberikan pakaian kepada warga binaan sosial dan juga ada donatur yang memberikan

pakaian.

Donatur juga memberikan uang kepada warga binaan sosial baik secara langsung

diserahkan maupun ditipkan kepada petugas panti. Bagi yang mengalami gangguan jiwa,

uangnya disimpan petugas penanggung jawab wisma dan dibelikan makanan untuk warga

binaan sosial tersebut. Makanan juga mengalami perbaikan seperti di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 1, makanannya lebih enak setiap harinya ada ikan atau daging. Warga

Binaan ditanyakan pendapatnya tentang menu makanan yang diinginkan atau yang disukai

warga binaan sosial, sehingga ada perbaikan dalam pelayanan makanan.

Warga binaan sosial tidak ada uang yang diberikan panti, biasanya uang diberikan

donatur yang datang. Apabila tidak ada uang, ada warga binaan sosial yang menjual pakaian

atau barang lainnya yang bisa dijual. Misalnya setiap bulan ramandhan mereka dapat sarung

sampai 6 atau 7, sehingga ada yang mereka jual di luar untuk mendapatkan uang beli

makanan di luar panti.

Permasalahan makanan pada Panti Sosial Tresna Werdha adalah warga binaan sosial

menu makannya sama seperti teman lainnya sesuai standar gizi panti. Akan tetapi setiap

warga binaan sosial mempunyai penyakit yang berbeda-beda sehinga ada makanan yang tidak

boleh dikonsumsi. Misalnya penderita menyakit hipertensi membutuhkan makanan rendah

garam, apabila sering kadar garam pada makanan disamakan dengan warga binaan sosial

lainnya, maka dapat terjadi stroke. Sehingga perlunya perbedaan makanan pada warga binaan

sosial yang memiliki penyakit, walaupun penyakitnya belum parah tetapi perlu pencegahan

karena usia lansia rentan terjadi penurunan fisik.

Hasil penelitian diperoleh data bahwa tahapan pelayanan kesehatan di Panti Sosial

Tresna Werdha terbatas karena panti sosial tidak memiliki wewenang pelayanan kesehatan

medis seperti rumah sakit. Sehingga pramu sosial berpendidikan keperawatan di Panti Sosial

Tresna Werdha hanya sebatas melakukan pendampingan, pelayanan sosial dan pengawasan

warga binaan sosial karena bukan termasuk tenaga kesehatan dalam struktur organisasi Panti

Sosial Tresna Werdha. Sedangkan untuk melakukan tindakan medis seperti memberikan obat,

warga binaan sosial harus di rujuk ke Puskesmas atau Rumah Sakit. Padahal warga binaan

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 18: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

sosial di Panti Sosial Tresna Werdha merupakan lanjut usia setiap saatnya mengalami sakit

akibat penurunan fisiknya. Solusi masalah tersebut adalah Kementerian Sosial perlu bekerja

sama dengan Kementerian Kesehatan dalam penugasan langsung tenaga kesehatan seperti

dokter dan perawat Panti Sosial Tresna Werdha.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial di

panti sosial berdasarkan hukum kesehatan (studi panti sosial tresna werdha di Jakarta), maka

dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Hak dan kewajiban tenaga kesehatan diatur pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014

tentang Tenaga Kesehatan. Lulusan tenaga kesehatan seperti Perawat pada struktur organisasi

Panti Sosial Tresna Werdha tidak termasuk profesi tenaga kesehatan secara struktur

organisasi, tapi termasuk PHL (Pekerja Harian Lepas) sebagai pramu sosial sama seperti

pramu sosial lainnya lulusan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) atau SMA (Sekolah

Menengah Atas). Lulusan pendidikan kesehatan atau keperawatan di Panti Sosial Tresna

Werdha selain diberikan tugas seperti perawat, tetapi juga melakukan pekerjaan seperti pramu

sosial lainnya yaitu mencuci baju warga binaan sosial, membersihkan ruangan warga binaan

sosial seperti menyapu dan mengepel lantai, dan memiliki gaji sebesar Rp. 3.100.000 sama

seperti pramu sosial lainnya seperti satuan pengamanan, cleaning service, juru masak. Pramu

sosial lulusan pendidikan kesehatan atau keperawatan, walaupun dalam pekerjaannya

diberikan tugas keperawatan kepada warga binaan sosial, tetapi tidak memperoleh hak atas

pekerjaan tambahannya memberikan pelayanan keperawatan kepada warga binaan sosial.

2. Dasar hukum tentang panti sosial diatur pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat,

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Serta aturan khusus tentang Panti Sosial yaitu Keputusan Kepala Panti Sosial Tresna Werdha

Budhi Mulia 3. Panti Sosial Tresna Werdha merupakan lembaga untuk memenuhi

kesejahteraan sosial, bukan lembaga yang berwenang terhadap pelayanan kesehatan, sehingga

dalam struktur organisasi Panti Sosial Tresna Werdha tidak mempunyai tenaga kesehatan.

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 19: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

Panti Sosial Tresna Werdha memasukkan lanjut usia penderita gangguan jiwa. Padahal Dinas

Sosial memiliki Panti Sosial Bina Laras yang mempunyai tugas memberikan bimbingan,

pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk

bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan,

resosialisasi bimbingan lanjut bagi penyandang cacat mental bekas psikotik agar mampu

mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan

standar pelayanan, pemberian informasi dan rujukan. Apabila lanjut usia penderita gangguan

jiwa tidak dapat dirawat dengan baik di Panti Sosial Bina Laras bersama penderita gangguan

jiwa remaja dan dewasa, Panti Sosial Tresna Werdha bukan pilihan yang tepat bagi lanjut usia

terlantar penderita gangguan jiwa.

Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka Penulis merekomendasikan saran-saran

sebagaiberikut:

1. Perlunya koordinasi yang baik antara Kementerian Sosial dan Kementerian

KesehatanterkaitstatusperawatyangbekerjadiPantiSosialTresnaWerdha.

2. PerlunyapeningkatanjumlahtenagakesehatandiPantiSosialTresnaWerdha.

3. Pada Panti Sosial Tresna Werdha, Dinas Sosial sebaiknya memisahkan lanjut usia

yangmandiridenganlanjutusiayangmengalamigangguanjiwa,misalnyamembuka

PantiSosialkhususlanjutusiayangmengalamigangguanjiwa.

4. Perlunya peraturan hukum mengenai Panti Sosial dalam penempatan lanjut usia

yangmengalamigangguanjiwa.

5. Perlunyapengkajianhukumbagi lulusankesehatanataukeperawatanyangbekerja

di Panti Sosial Tresna Werdha agar adanya kepastian hukum mengenai hak dan

kewajiban dalam pekerjaanya. Lulusan pendidikan keperawatan di Panti Sosial

Tresna Werdha statusnya sebagai pramu sosial, bukan tenaga kesehatan profesi

perawat.Walaupunmendapatkan tugas pokok keperawatandi Panti Sosial Tresna

Werdhatetapitidakmempunyaihakdankewajibansebagaiperawat.

6. Perlu disosialisasikanpadamasyarakat bahwa keluargamerupakan tempat terbaik

bagilanjutusiasehinggabisamengurangilanjutusiayangterlantar.

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016

Page 20: Analisis Yuridis Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

Daftar Referensi

Bahder Johan Nasution. (2005). Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, cet.

1.Jakarta, PT Rineka Cipta.

Wulandari Citra Anggraeni (2013). Hubungan Antara Karakteristik Individu, Tingkat

Depresi, Status Kesehatan, serta Asupan Zat Gizi Makro terhadap Status Gizi Lansia di Panti

Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Mulia 1 dan 3 Jakarta Tahun 2013. Skripsi, Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.

Dwanti Retno Asih (2015). Hubungan Karakteristik dan Tingkat Kognitif dengan Tingkat

Kemandirian pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha DKI Jakarta. Skripsi Fakultas

IlmuKeperawatan Universitas Indonesia, Depok.

Aziz Bustari, et.al.,(2002). Persepsi Lansia yang Tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha

Budhi Dharma Bekasi terhadap Keluarga yang Tinggal di Rumah. Laporan Hasil Penelitian,

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok.

Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia. PP No.

43 Tahun 2004, Ps. 1 ayat (3).

Kementerian Sosial. Keputusan Menteri Sosial Nomor. 50/HUK/2004 tentang Standarisasi

Panti Sosial dan Pedoman Akreditasi Panti Sosial.

Keputusan Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Nomor 781 Tahun 2015 tentang

Penetapan Standar Pelayanan pada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3, bagian VI

tentang jaminan pelayanan.

Berdasarkan Hasil Wawancara narasumber Dr. Etty Rekawati, S.Kp., M.KM (Dosen

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, peneliti tentang lanjut usia) tanggal 24

April 2016 di Universitas Indonesia.

Berdasarkan Hasil Wawancara narasumber Bapak Irwan Santoso, S.H (Kepala Satuan

Pelaksana Pelayanan Sosial) tanggal 1 Juni 2016 di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1

di Cipayung Jakarta Timur.

Berdasarkan Hasil Wawancara narasumber Ibu Sarani (Kepala Satuan Pelaksana Pembinaan

Sosial) tanggal 2 Juni 2016 di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3.

Analisis yuridis ..., M. Yunus Azhari, FH UI, 2016