analisis yuridis kewarisan saudara dalam kasus...

87
ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS MUNÂSAKHAH (Studi Putusan M.A. No. 30 PK/Ag/2013) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana (S.H.) Disusun Oleh: M. Fadillah Hakim NIM : 11140440000028 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1440 H/2019 M

Upload: others

Post on 20-Sep-2019

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS

MUNÂSAKHAH (Studi Putusan M.A. No. 30 PK/Ag/2013)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana (S.H.)

Disusun Oleh:

M. Fadillah Hakim

NIM : 11140440000028

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1440 H/2019 M

Page 2: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan
Page 3: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan
Page 4: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan
Page 5: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

v

ABSTRAK

M. Fadillah Hakim. NIM 11140440000028. ANALISIS YURIDIS KEWARISAN

SAUDARA DALAM KASUS MUNÂSAKHAH (Studi Putusan M.A. No: 30

PK/Ag/2013). Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M. Ix + 75

halaman 3 halaman lampiran.

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan norma hukum apa yang digunakan

majelis hakim judex factie (PTA. Mataram) dan judex juris (Mahkamah Agung)

dalam menetapkan sengketa kewarisan saudara pada putusan Mahkamah Agung No.

30 PK/AG/2013. Dalam putusan tersebut majelis hakim menetapkan bahwa sisa harta

HR bin H. IM setelah dikeluarkan bagian istri diberikan kepada saudara laki-laki

seibu, keturunan saudara perempuan seibu (sebagai ahli waris pengganti saudara

perempuan seibu), dan saudara laki-laki sekandung memperoleh 2:1 serta

menghalangi saudara laki-laki seayah dalam memperoleh tirkah.

Penelitian ini tergolong dalam penelitian yuridis normatif dengan

menggunakan pendekatan perbandingan hukum. Dalam perbandingan hukum penulis

membandingkan ketentuan yang mengatur kewarisan saudara yang terdapat dalam

fikih (Ahl al-Sunnah-Imamiyah), pemikiran Hazairin, dan Hukum Kewarisan Islam

Nasional guna melihat tendensi landasan yuridis apa yang digunakan dalam putusan

M.A. No. 30 PK/Ag/2013.

Hasil Penelitian ini menujukan bahwa telah terjadi pembaharuan dan

keberanjakan dalam menetapkan kewarisan saudara seibu dan sekandung mendapat

2:1. Sebab pada putusan tersebut majelis hakim judex factie (PTA. Mataram) dan

judex juris (Mahkamah Agung) cenderung merujuk pada Buku II Pedoman Pelaksana

Tugas dan Administrasi Peradilan Agama yang tidak memiliki landasan pemikiran

manapun dalam fikih (Ahl al-Sunnah-Imamiyah), Pemikiran Hazairin, dan KHI.

Kata Kunci: Kewarisan Saudara, Pembaharuan, dan Keberanjakan.

Pembimbing : Sri Hidayati, M.Ag.

Daftar Pustaka : 1964-2013

Page 6: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

vi

KATA PENGATAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa , atas izin-Nya

karya ilmiah (skripsi) dengan judul “ANALISIS YURIDIS KEWARISAN

SAUDARA DALAM KASUS MUNÂSAKHAH (Studi Putusan M.A. No: 30

PK/Ag/2013)” dapat terselesaikan. Latar belakang dari karya tulis ini pada dasarnya–

bagi penulis–bukanlah untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sebab gelar

dapat hilang dengan hilangnya Ijazah, hanya saja penulis tertarik dengan pola

penyelesaian ilmu faraid yang pelik dan memiliki beberapa argumen yang tahan uji,

serta penulis teringat kuliah umum yang disampaikan oleh Prof. Arskal Salim bahwa

di dalam memahami suatu angka janganlah dipahami secara secara definitif, lihatlah

kisah Nabi Ayub yang berjanji memukul istrinya sebanyak 100 kali, tetapi hanya

dilakukan satu kali dengan 100 buah lidi yang disatukan, sehingga membawa kesan

bahwa angka yang sudah terang-terang disebutkan pada realitasnya tidak ditunaikan

sebagaimana bunyi lahiriahnya.

Dengan telah selesainya karya ini, penulis mengucapkan terima kasih banyak

kepada:

1. Dr. Ahmad Tholabi, S,H., M.H., M.A. sebagai Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum, UIN Syarif Hidayatullah;

2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. sebagai Ketua Program Studi Hukum Keluarga,

Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah;

3. Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H. Sebagai Sekertaris Program Studi Hukum

Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah;

4. Sri Hidayati, M.Ag. sebagai Dosen Pembimbing yang telah mengajarkan

dasar-dasar berfikir logis terutama dalam menyistematisasikan perbedaan

pemikiran dalam ilmu faraid;

Page 7: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

vii

5. Pimpinan dan Staf Mahkamah Agung R.I. yang telah mempermudah penulis

untuk memperoleh bahan penelitian, sehingga penulis tidak perlu jauh-jauh

pergi ke Lombok untuk memperoleh data;

6. Pimpinan dan pegawai Perpustakan Fakultas;

7. Hotnidah Nasution, M.Ag., Sri Hidayati, M.Ag., Drs. Sirril Wafa, dan Dr.

Muchtar Ali, M.Hum yang tidak lelah untuk mengajar Ilmu Faraid dan

Muqâranah Mazâhib Fil Mâwaris, sehingga tanpa keempat dosen tersebut

penulis tidak akan menggeluti bidang ini;

8. Bpk. Asri Mulyanto dan Ibu Wartiah selaku orang tua penulis, serta Siti Nur

Sholihah, Khofifah Indah Wati, Hasyim Azhari, dan Abdulah Syafei selaku

kakak dan adik penulis;

9. Bpk. M. Abdul Idris, Bpk. M. Kirzul Alim, Bpk. Husein Ilham Rosyadi, Bpk.

Umar Sena, Bpk, Faisal Amrin Bachtiar, Bpk. Ginda Susanto, Bpk. Alam

Hadi selaku mentor pada Yayasan MataAir Fondation;

10. Keluarga Besar Sanggar Nusantara terutama Amizar Isma, S.Sos., Habibi

Fahmi, S.Sos., Randi Hamdani, S.Sos., Nasrul Ma’arif, S.Sos, dll, yang telah

memberikan nasihat dan semangat terhadap aktifitas kemahasiswaan penulis

selama menempuh jenjang S1, serta kawan bersuka-duka yaitu Wahyu Febri

Saputra dan Afifudin Al-Amin;

11. Teman-Teman Program Studi Hukum Keluarga tahun 2014;

Jakarta, 28 Desember 2018

Penulis

Page 8: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 5

D. Tinjauan Studi Terdahulu ............................................................... 5

E. Kerangka Teori............................................................................... 7

F. Metode Penelitian........................................................................... 9

G. Sistematika Penulisan................................................................... 10

BAB II DASAR-DASAR HUKUM KEWARISAN ISLAM....................... 11

A. Pengertian Hukum, Fikih, dan Hukum Kewarisan Islam ........... 11

B. Dasar Hukum Kewarisan Islam ................................................... 12

C. Sebab, Syarat, Rukun, dan Penghalang Pewarisan ..................... 15

D. al-Hâjb dalam Hukum Kewarisan Islam...................................... 19

E. Munâsakhah ................................................................................ 20

BAB III AHLI WARIS PERSPEKTIF AHL AL-SUNNAH,

IMAMIYAH, HAZAIRIN, DAN HUKUM KEWARISAN

ISLAM NASIONAL ........................................................................ 21

A. Ahli Waris Perspektif Fikih Ahl al-Sunnah ................................ 21

B. Ahli Waris Perspektif Fikih Imammiyah .................................... 25

C. Ahli Waris Perspektif Hazairin .................................................. 29

D. Ahli Waris dalam Hukum Kewarisan Islam Nasional ................ 32

E. Persamaan, Perbedaan, dan Sebab Terjadinya Persamaan dan

Perbedaan Terhadap Macam-Macam Ahli Waris ....................... 35

Page 9: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

ix

BAB IV KEWARISAN SAUDARA (PEMAKNAAN KALȂLAH DAN

PEROLEHAN FARD SAUDARA) PERSPEKTIF

AHL AL-SUNNAH, IMAMIYAH, HAZAIRIN, DAN HUKUM

KEWARISAN ISLAM NASIONAL ............................................. 37

A. Kewarisan Saudara (Pemaknaan Kalâlah dan Perolehan

Fard Saudara) Perspektif Fikih Ahl al-Sunnah ........................... 37

B. Kewarisan Saudara (Pemaknaan Kalâlah dan Perolehan

Fard Saudara) Perspektif Fikih Imamiyah ................................. 41

C. Kewarisan Saudara (Pemaknaan Kalâlah dan Perolehan Fard

Saudara) Perspektif Hazairin ...................................................... 43

D. Kewarisan Saudara Dalam Hukum Kewarisan Islam Nasional .. 45

E. Persamaan, Perbedaan, dan Sebab Terjadinya Persamaan dan

Perbedaan Terhadap Perbedaan Kewarisan Saudara

(Pemaknaan Kalâlah dan Perolehan Fard saudara) .................... 49

BAB V MUNȂSAKHAH DALAM PUTUSAN MAHKAMAH

AGUNG NO. 30 PK/AG/2013 ......................................................... 53

A. Deskripsi Struktur Nasab Dalam Putusan M.A

No. 30 PK/Ag/2013 ...................................................................... 53

B. Munâsakhah Dalam Putusan M.A. No. 30 PK/Ag/2013 ............. 54

BAB VI ANALISIS PUTUSAN ....................................................................... 61

A. Kewarisan Saudara Dalam Putusan

M.A. No. 30 PK/Ag/2013 .............................................................. 60

B. Analisis Penyelesaian Harta Peninggalan HR bin H.IM

(w:2011) Pespektif Ahl al-Sunnah, Jafariah, Hazairin, dan

Hukum Kewarisan Islam Nasional ............................................... 63

C. Analisis Penulis ............................................................................. 70

BAB VII PENUTUP ........................................................................................... 71

A. Kesimpulan .................................................................................... 72

B. Saran .............................................................................................. 73

DAFTRA PUSTAKA ............................................................................................... 74

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 10: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum Kewarisan Islam merupakan hukum yang telah ditentukan nasnya

oleh Allah S.W.T.. Sebagai suatu aturan yang berhubungan dengan harta, ia

termasuk dalam rumpun ilmu hukum keluarga (ahwâl al-syakhsiyyah) karena

berkaitan erat dengan hubungan kepersonaliaan dalam keluarga, berbeda halnya

dengan fiqh al-muʽâmalâh yang lebih berorientasi pada usaha memperoleh dan

mengembangkan harta, adapun ketentuan hukum waris itu disebut sebagai ilmu

faraid atau fikih mawâris. 1

Sebagai sebuah produk pemikiran–dalam fikih mawâris–terdapat ruang

ikhtilâf (pluralitas) karena merupakan hasil intepretasi nas yang lakukan oleh

mujtahid, sebagaimana dalam beberapa kasus seperti kasus al-gharâwâin, al-

musyarrakah, al-akdarîyyah, dan al-kharqâ‟.

Dalam kasus al-kharqâ‟ contohnya terdapat lima pandangan yang berbeda

dalam penyelesaiannya yang dilakukan oleh para sahabat, hal ini terjadi karena

pemaknaan yang mendalam terhadap asas-asas dan angka-angka yang terdapat dalam

nas al-Qur’an, namun patut disayangankan khazanah pluralitas tersebut tidak

mengikat umat muslim di Indonesia kecuali khazanah itu ditrasformasikan dalam

bentuk peraturan dan dipertegas oleh putusan hakim.

Dalam negara Indonesia, hukum kewarisan islam diatur dalam Inpres No. 1

Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sebagai sebuah pranata hukum,

aturan-aturan yang ada dalam KHI terdapat sedikit perbedaan dengan ketentuan fikih

mawaris, sepertihalnya lembaga wasiat wajibah yang diberikan kepada anak angkat

dan ahli waris pengganti.2

1 Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1996), h. 71-82.

2 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 326.

Page 11: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

2

Pranata wasiat wajibah terhadap anak angkat misalnya, ia dapat memperoleh

bagian 1/3 dari harta orang tua angkatnya apabila anak angkat tersebut tidak

menerima wasiat, hal ini berbeda sekali dengan ketentuan wasiat yang terdapat

dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan oleh orang yang masih

hidup, adanya akad antara pemberi dan penerima, dan dapat ditunaikan setelah orang

yang memberi wasiat itu meninggal dunia.

Begitupula dengan pranata ahli waris pengganti, ketentuan tersebut

merupakan buah pikir dari Hazairin yang menggunakan ilmu sosial antropologi

untuk menafsirkan Surah al-Nisȃ‟ (4):33. Menurutnya al-Qur’an membagi ahli waris

menjadi tiga bagian yaitu: dzawu faraid, dzawu qarabat dan mawali.3

Selain menggunakan Kompilasi Hukum Islam, sumber hukum kewarisan

Islam di Indonesia menggunakan pula beberapa yurisprudensi seperti, putusan MA

No. 16 K/AG/2010, dalam yurisprudensi tersebut ahli waris terdiri dari ibu, Istri

(beda agama), 3 saudara perempuan kandung dan 1 saudara laki-laki kandung. dan

majelis hakim agung menetapkan kaidah bahwa: istri yang berbeda agama berhak

mendapatkan bagian waris istri yaitu ¼ dengan melalui wasiat wajibah. Hal ini

merupakan suatu kewajaran karena pada dasarnya ulama telah sepakat tentang

halalnya laki-laki muslim menikahi wanita al-kitâbiyah.4

Adapun terkadang hakim berpaling dari ketentuan atau kaidah hukum

sebagaimana dalam putusan No 30 PK/Ag/2013. Kasus tersebut bermula dari

penikahan Inaq SN alias Hj. RH dengan Amaq NN alias H. IM, sebelum keduanya

menikah H. IM (wafat tahun 2007) telah mempunyai anak laki-laki yang bernama

MH bin H. IM dari istri sebelumnya yang bernama Inaq NUN (wafat pada tahun

1963).

3 Syamsulbahri Salihima, Perkembangan Pemikiran Warisan Dalam Hukum Islam dan

Implementasinya Pada Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana,2015), h. 136

4 Soelman Soleh, “ Pembagian Harta Warisan untuk Ahli Waris Beda Agama.”, Jurnal

Mimbar Hukum dan Peradilan Edisi 76, (2013): h. 81.

Page 12: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

3

Hj. RH (wafat tahun 2006) pun sebelum menikah dengan H. IM telah

mempunyai dua orang anak yaitu anak laki-laki yang bernama SL bin Mamiq SN

dan anak perempuan yang bernama NN binti Mamiq SN (wafat Tahun 2004). Anak

tersebut merupakan anak bawaan pernikahan sebelumnya dengan Mamiq SN yang

statusnya telah bercerai.

Dari hasil pernikahan Hj. RH dan H. IM, mereka memiliki tiga orang anak

laki-laki yang bernama JL bin H. IM, BI bin H. IM, dan HR bin H. IM (Wafat tahun

2011). Serta memiliki 6 (enam) point harta peninggalan yang statusnya adalah harta

bersama dan harta bawaan. Setelah Hj. RH dan H. IM meninggal, harta bersama dan

bawaan tersebut dikuasai oleh salah satu ahli warisnya yaitu MH.

JL bin H. IM sebagai ahli waris dari pasangan Hj. RH dan H. IM menggugat

MH bin H. IM ke Pengadilan Agama Selong dan pengadilan tersebut mengabulkan

gugatanya (Putusan No. 502/Pdt.G/2011/PA.SEL), tetapi pada putusan pengadilan

tersebut terjadi kejangalan dalam putusanya yaitu sisa harta peninggalan HR bin H.

IM–wafat 2011–yang tidak meninggalkan keturunan dan ayah (kalâlah) diberikan

kepada saudara laki-laki sekandung dan seayah setelah diambil bagian pasti oleh

bagian istri H R bin H. IM (MA binti TI). 5 hal ini sangatlah bertentangan, sebab

dalam prinsip hijab-majub saudara laki-laki seayah terhalang oleh saudara laki-laki

sekandung berdasarkan tarjih bil al-quatil qarabah dalam „asabah bi al-nafs.6

Namun pada tingkat banding, putusan sengketa waris tersebut diperbaiki oleh

PTA. Mataram (Putusan No. 55/Pdt.G/2012/PTA.MTR) dengan menggantikan

kedudukan saudara laki-laki seayah (MH bin H. IM) dengan saudara laki-laki seibu

(Mamiq SL bin H. IM), keturunan saudara perempuan seibu (sebagai ahli waris

penggati Inaq NN bin H.IM) atas harta peninggalan HR bin H. IM (w:2011) yang

merupakan anak laki-laki dari pasangan Hj. RH dan H. IM, dengan ketentuan

saudara laki-laki seibu, keturunan saudara perempuan seibu (ahli waris pengganti

5 Putusan Pengadilan Agama Selong No: 502/Pdt.G/2011/PA.SEL, h.27.

6 Facthur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: PT Alma’arif, 1981), Cet. 2, h. 342

Page 13: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

4

saudara perempuan ibu) mendapatkan bagian 2:1 bersama dengan saudara laki-laki

kandung pewaris yaitu JL bin H.IM dan BI bin H. IM setelah diambil bagian istri. 7

Penyelesaian kasus yang disebut diatas sangatlah bertentangan dengan

ketentuan normatif KHI Pasal 181 yang menyatakan saudara laki-laki dan

perempuan seibu bila mereka dua orang atau lebih maka mereka mendapatkan

sepertiga bagian dan apabila tunggal maka mereka mendapatkan seperenam.8 Pada

proses selanjutnya, MH bin H. IM (dulu tergugat) mengajukan permohonan PK dan

majelis hakim agung menolak permohonan tersebut (Putusan M.A. No.

30PK/AG/2013), serta menganggap bahwa Novum yang diajukan tidak bersifat

menentukan dan tidak terdapat kekhilafan hakim dalam memutus perkara tersebut

sebab semuanya telah dipertimbangkan dalam putusan PTA. Mataram

No55/Pdt.G/2012.9

Maka dari itu penulis tertarik untuk membahas kasus ini dengan judul

ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS

MUNÂSAKHAH (Studi Putusan M.A. No: 30 PK/Ag/2013)

B. Indentifikasi Masalah

Dari uraian diatas maka masalah yang dapat teridentifikasi yaitu:

1. Mengapa saudara laki-laki seayah dapat digantikan oleh saudara seibu ?

2. Mengapa saudara laki-laki seibu, saudara kandung, serta keturunan dari

saudara perempuan seibu yang telah wafat mendapatkan bagian 2:1 dari sisa

harta saudara sekandung, sedangkan menurut pasal 181 KHI ia mendapatkan

sepertiga harta?

3. Mengapa saudara laki-laki seayah tidak mendapatkan bagian?

4. Apa landasan yuridis majelis hakim agung menolak permohonan PK ?

7 Putusan Pengadilan Tinggi Mataram No: 55/Pdt.G/2012/PTA. MTR, h.12, dan 17-19.

8 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 2010),

h. 158. 9 Putusan Mahkamah Agung No:30 PK/Ag/2013, h.21.

Page 14: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

5

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis

membatasi masalah yang akan dibahas, sehingga masalahnya lebih jelas dan terarah.

Dalam penelitian ini penulis hanya memfokuskan pembahasan mengenai harta

peninggalan HR bin H.IM yang diberikan kepada saudara laki-laki seibu, keturunan

saudara perempuan seibu (sebagai ahli waris pengganti saudara perempuan seibu),

dan saudara sekandung seayah dengan ketentuan mendapat bagian 2:1, serta saudara

sekandung seayah terhalang oleh saudara laki-laki kandung, maka dari itu penulis

mengajukan pertanyaan penelitian yaitu: Apa ratio decidendi (landasan hukum)

majelis hakim judex factie (PTA. Mataram) dan judex juris (Mahkamah Agung)

dalam memutuskan harta peninggalan HR bin H.IM ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui landasan hukum apa yang digunakan hakim judex

factie (PTA. Mataram) dan judex juris (Mahkamah Agung) dalam

memutuskan harta peninggalan HR bin H.IM yang diberikan kepada

saudara laki-laki seibu, keturunan saudara perempuan seibu (sebagai ahli

waris pengganti saudara perempuan seibu), dan saudara sekandung seayah

dengan ketentuan mendapat bagian 2:1, serta saudara sekandung seayah

terhalang oleh saudara kandung seayah.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Hasil Penelitian ini berguna untuk memberi pemahaman secara

komprehensif terkait kewarisan saudara. Serta menjelaskan ratio decidendi

(alasan hukum/landasan yurudis) dalam memutus kewarisan saudara pada

putusan Mahkamah Agung No. 30PK/Ag/2013.

Page 15: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

6

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini yaitu mengetahui landasan

yuridis terkait kewarisan saudara pada putusan Mahkamah Agung No.

30PK/Ag/2013.

E. Tinjauan Studi Terdahulu

Tinjauan studi terdahulu yang penulis gunakan antara lain:

1. Karya Dede Umu Kulsum. “Penyelesaian Kewarisan Ahli Waris Pengganti

dan Munasakhah di Pengadilan Agama (Analisis Putusan

108/Pdt.P/2014/PA.J).” Skripsi Prodi Akhwalul Syaksiyah UIN Syarif

Hidayatullah, 2015. Penelitian ini membahas tentang permohonan

penetapan ahli waris yang diajukan oleh para pemohon yang berjumlah 67

orang kepada P.A Jakarta Barat. Para pemohon tersebut adalah anak dan

cucu dari saudara laki-laki dan perempuan sekandung baik yang masih

hidup maupun yang sudah meninggal serta istri dari saudara laki-laki dan

perempuan pewaris.

Metode penelitian pada skripsi tersebut adalah yuridis normatif.

Hasil temuan dari skripsi tersebut adalah majelis hakim P.A Jakarta Barat

tidak mengabulkan semua permohonan pemohon dan hanya mengabulkan

permohonanya sebagian, berdasarkan ketetuan Pasal 174 yang menyatakan

bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal mempunyai

hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama

Islam dan tidak terhalang hukum untuk menjadi ahli waris dan pasal 185

KHI tentang ahli waris pengganti.

2. Naila Nur Fitriah, “Kedudukan Waris Anak Perempuan Bersama Saudara

Pewaris (Studi Putusan MA No. 122 K/Ag/1995).” Skripsi Prodi Akhwalul

Syaksiyah UIN Syarif Hidayatullah, 2012. Penelitian ini membahas tentang

ahli waris yang terdiri dari: seorang anak perempuan, dua orang saudara

laki-laki kandung, satu orang saudara perempuan sekandung, serta seorang

Page 16: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

7

anak perempuan dari saudara perempuan kandung yang wafat setelah

pewaris wafat.

Hasil temuan dalam skripsi tersebut adalah saudara laki-laki dan

perempuan sekandung serta keturunan dari saudara perempuan sekandung

terhijab oleh satu orang anak perempuan pewaris berdasarkan kepada

pendapat Hazairin dan Mazhab Syiah Jafa’riah karena lebih sesuai dengan

kondisi sosiologis masyarakat Indonesia.

Dari hasil studi terdahulu yang penulis kaji mengandung persamaan

penilitian yakni sama-sama membahas kasus munâsakhah dan kewarisan

saudara dalam memperoleh harta warisan namun yang dimaksud saudara

tersebut adalah saudara laki-laki dan perempuan sekandung.

Sementara perbedaan dalam penelitian yang penulis bahas adalah penulis

tidak hanya memfokuskan pada saudara sekandung dalam memperoleh harta

waris namun penulis mengkaji pemaknaan kalâlah, perolehan fard saudara

sekandung, seibu, dan seayah baik laki-laki maupun perempuan perspektif fikih

(Ahl al-Sunnah dan Imamiyah), Hazairin dan Hukum kewarisan Islam Nasional

untuk memecahkan masalah pada putusan M.A. No. 30 PK/AG/2013.

F. Kerangka Teori

Putusan hakim merupakan salah satu produk hukum, ia tidak dapat berdiri

sendiri tanpa adanya hak atau kewajiban yang telah diabaikan atau dilanggar

sehingga para pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan atau permohonannya

ke pengadilan. Dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara, hakim tentunya

mempunyai argumentasi penalaran untuk memecahkan kasus yang ia hadapi

berdasarkan peristiwa hukum, fakta hukum, alat bukti, serta ketentuan peraturan

perundang-undangan atau norma hukum yang menjadi pedoman untuk menuntaskan

perkara yang ia hadapi, sehingga melahirkan putusan yang baik, sesuai, dan tepat.10

10

Edi Riadi, “Penalaran Hukum Dalam Penyelesaian Kasus Perdata Agama.” Majalah

Peradilan Agama, Edisi 1 (Mei 2013): h. 36.

Page 17: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

8

Selain mengikuti peraturan perundang-undangan atau norma hukum yang menjadi

pedoman bagi hakim, hakim juga diberi peluang untuk melakukan trobosan hukum

apabila hukumnya tidak ada atau kurang jelas berdasarkan UU Kekuasaan

Kehakiman No. 48 tahun 2009 Pasal 5 ayat (1) menyatakan:

“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami

nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

Serta Pasal 10 ayat (1) menyatakan:

“ Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus

suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang

jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.”.

Maka dari itu untuk menilai terobosan hukum apa yang dilakukan oleh

hakim–terutama dalam hal ini putusan Peradilan Agama–maka penulis akan

mendeskripsikan dengan paradigma pembaharuan hukum keluarga di dunia muslim

modern yang dikelompokan menjadi empat metode yaitu: Talfiq, yakni

menggabungkan dua atau lebih pendapat mazhab dalam fikih; Kedua Takhayur,

yakni memilih dan menyeleksi salah satu pandangan imam mazhab yang lebih

sesuai dengan kebutuhan; Ketiga Siyasah Sar‟iyah, yakni kebijakan penguasa untuk

menerapkan aturan-aturan administratif yang bermanfaat dan tidak bertentangan

dengan syariah; Keempat Reintepretation, yakni menafsirkan ulang nas untuk

menyesuaikan dengan kebutuhan dan tututan modern.11

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam Penelitian ini menggunakan pendekatan perbandingan hukum.

Dalam pendekatan perbandingan hukum, penulis membandingkan beberapa

jenis pemikiran hukum kewarisan Islam terutama yang menyakut kewarisan

saudara yang berkembang dalam fikih (Ahl al-Sunnah dan Imamiyah), pemikiran

Hazairin dan produk Hukum Kewarisan Islam Nasional seperti KHI,

11

M. Atho Muzhar & Khoiruddin Nasution, et.al, ed, Hukum Keluarga di Dunia Islam

Modern, (Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 3.

Page 18: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

9

Yurisprudensi M.A., dan Buku II Pedoman Pelaksana Tugas dan Teknis

Peradilan Agama Tentang Hukum Kewarisan guna menemukan ratio decidendi

majelis hakim judex factie (PTA. Mataram) dan judex juris (Mahkamah Agung)

dalam memutuskan harta peninggalan HR bin H.IM.

2. Jenis Penelitian.

Dalam penelitian ini penulis mengunakan jenis penelitian kualitatif

dengan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal yang

hanya menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. 12

3. Sumber Data dan Bahan Hukum

a. Data primer (basic data) yang penulis gunakan adalah putusan

Mahkamah Agung No. 30 PK/Ag/2013.

b. Data sekunder yang penulis gunakan terdiri dari:

1) Bahan hukum primer yang penulis gunakan adalah:

(a) Ayat-ayat hukum kewarisan;

(b) Inpres No 1 tahun 1991 Tentang KHI;

(c) Yurisprudensi MA Tentang Kewarisan Islam;

(d) Buku II Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan

Agama Tentang Hukum Kewarisan.

2) Bahan hukum Sekunder yang penulis gunakan yaitu buku atau kitab-

kitab fikih dan jurnal ilmiah yang memberikan penjelasan terhadap

bahan hukum primer.

3) Bahan hukum tersier yang penulis gunakan adalah kamus atau

ensiklopedi yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan skunder

12

Amirudin & Zaini Askin, Pengatar Metode penelitian hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 2006), h. 118.

Page 19: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

10

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan studi dokumen atau studi

kepustakaan sebagai teknik pengumpulan datanya.

5. Metode Analisis Data

Dalam penganalisisan data dan pembahasan, penulis menggunakan

analisis kualitatif dan dijelaskan secara deskriptif.

6. Pedoman Penelitian

Dalam penulisan skripi ini penulis menggunakan “ Pedoman Penulisan

Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum 2017.” yang di terbitkan oleh Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

H. Sistematika Penulisan

Sebagai upaya untuk menjaga keutuhan pembahasan dan terarah maka

penulis menggunakan sistematika sebagai berikut:

BAB Pertama, yaitu bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah;

Pembatasan dan rumusan masalah; Tujuan dan manfaat penelitian; Tinjauan studi

terdahulu serta metode penelitian.

BAB Kedua, yaitu bab dasar-dasar hukum kewarisan Islam yang berisi:

Pengertian hukum, fikih, dan hukum kewarisan Islam; Sebab, syarat, rukun, dan

penghalang pewarisan; al-Hajb dan Munâsakah.

BAB Ketiga, yaitu bab ahli waris perspektif Ahl al-Sunnah, Imamiyah,

Hazairin dan Hukum Kewarisan Islam Nasional.

BAB Keempat, yaitu kewarisan saudara (pemaknaan kalâlah dan perolehan

fard saudara) perspektif Ahl al-Sunnah, Imamiyah, Hazairin dan Hukum Kewarisan

Islam Nasional.

BAB Kelima, yaitu bab munâsakhah dalam putusan M.A. No. 30PK/Ag/2013.

BAB Keenam, yaitu bab analisis putusan yang berisi: Kewarisan saudara

dalam putusan M.A. 30PK/Ag/2013, dan Analisis Penulis.

BAB Ketujuh, yaitu bab penutup yang berisi: kesimpulan dan saran.

Page 20: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

11

BAB II

DASAR-DASAR HUKUM KEWARISAN ISLAM

A. Pengertian Hukum, Fikih, dan Hukum Kewarisan

Menurut KBBI kata “Hukum” mempunyai beberapa makna, yaitu: undang-

undang, ketetapan yang ditetapkan hakim (dalam pengadilan), kaidah, serta peraturan

atau adat yang secara resmi mengikat.1 Sedangkan menurut ilmu ushul fikih

“hukum” diindentikan dengan istilah hukum syâraʽ. Pengertian dari hukum syâraʽ

ialah:

ووضػاييرا ا

خ

وت

تضاء ا

فين إك

لي ال ػا

ف

ػلم بأ ت

اب هللا ال

خط

“Khitab (titah) syâraʽ yang berkaitan dengan tindakan mukalaf dalam

bentuk tuntutan, pilihan, atau ketentuan-ketentuan.”2

Maksud dari definisi hukum syâraʽ diatas adalah segala perintah yang berupa

tuntutan, pilihan, dan ketentuan-ketentuan yang tedapat dalam al-quran dan sunnah,

yang berkaitan dengan perbuatan manusia adalah hukum, selain dari hal tersebut

seperti percaya akan hari kebangkitan dan hal-hal yang berkaitan dengan eskatologis

merupakan pembahasan akidah. sehingga dalam penentuan kriteria ayat hukum

timbul suatu perbedaan pemahaman dikalangan ulama, karena perbedaan pemahaman

ayat yang berkaitan dengan perbuatan mukalaf.

Sedangkan kewarisan dalam KBBI berasal dari kata waris, kata “kewarisan”

mempunyai arti yaitu: hal yang berhubungan dengan waris atau warisan. Kata

“waris” dan “warisan” dalam KBBI mempunyai makna yang berbeda. Secara bahasa

kata “waris” menunjukan kepada orang yang berhak menerima harta pusaka dari

orang telah meninggal. dan kata “warisan” menunjukan sesuatu yang diwariskan

seperti harta. Dalam bahasa Arab kata “kewarisan” merupakan sinonim

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta:

PT Gramedia, 2008), h. 510.

2 Rahmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih: Untuk UIN, STAIN, PTAIS, (Bandung: Cv. Pustaka Setia,

2010). h. 592.

Page 21: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

12

dari kata (

,وازث

, إزث

dan ,ميراثت

,yang mempunyai arti yaitu: ahli waris, pusaka (تسه

peninggalan mayat, harta pusaka, atau harta peninggalan.3

Sementara pengertian fikih dari segi kebahasaan adalah pemahaman yang

mendalam (deep understanding) dan secara istilah ialah :

اػل

ب مل

ا

ح ل

امي

تيغسالش

تيلمػال

ال

ىم تبظت

دأ

تيليصفا التهتل

“Ilmu tentang hukum-hukum syâraʽ tentang perbuatan manusia yang diambil

dari dalil-dalil yang terperinci.”4

Makna dari pernyataan tersebut sesugguhnya senada dengan istilah hukum

syâraʽ perspektif ushul fikih, hanya saja fikih lebih berorientasi pada perbuatan

manusia yang disandarkan pada dalil-dalil tafsîli sedangkan ushul fikih berfungsi

sebagai alat penemuan hukum (rechtvinding) di mana seseorang hanya berhadapan

dengan nas. Dari dalil-dalil tafsîli tersebut, seseorang yang pada awalnya berhadapan

dengan nas akan menarik sebuah konklusi dari nas tersebut dan menerapkannya

sebagai bentuk amaliah, itulah yang dinamakan dengan fikih.

Adapun fikih memiliki beberapa ruang lingkupnya tersendiri, fikih yang

membahas tentang pernikahan dan perceraian disebut sebagai fiqh al-munâkahat dan

fikih yang membahas tentang peralihan harta setelah kematian pewaris, siapa saja

yang berhak terhadap harta peninggalan pewaris dan kadar penerimaan harta tersebut

dikenal sebagai hukum kewarisan Islam atau fiqh mawârits.5

B. Dasar Hukum Kewarisan Islam

1. Q.s al-Nisȃʽ (4): 11:

هلتين ف

يىق ٱج

ء ف

وظا

إن هيين ف

هث

ٱل

ل حظ

س مث

ه

للر

م

ده

ول

ه في أ

م ٱلل

ىصيى ا

ثل ج

ماحدة

ت و

اه

وإن و

سن

نهما ت حد م

ل و

ه لي بى

ول

صف ها ٱلى

لدض مم ف سن إن ٱلظ

ا ت

3.Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyerenggara

Penerjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1972), h,. 77., 496.

4 Rahmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, h. 19.

5 Hasbi Ash-Shiddiqy, Fiqih Mawaris: Untuk Warisan dalam Syariat Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1973). h. 17.

Page 22: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

13

د

هۥ ول

ان ل

د و

هۥ ول

ل

ى م

إن ل

ف

له ٱلث م

ل

بىاه ف

هۥ أ

ووزج

ىة

هۥ إخ

ان ل

إن و

ف

ه ث م

ل

ف

مه

ؤ

بىا

م وأ

ه

ؤ

ءابا

و د

أ

ي بها ىص ت بػد وصي م

دض ٱلظ

هم أ ي

دزون أ

ت

م ل

ى

سب ل

ك

سضت

ف

فػا

ه ه

ه إن ٱلل

ٱلل

ان غليما حىيما م و

Artinya: “Allah mensyari´atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)

anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua

orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari

dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak

perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk

dua orang ibu-bapa, bagian masing-masingnya seperenam dari harta yang

ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang

meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja),

maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai

beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-

pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)

sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu

tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)

manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Ayat di atas mengandung aturan tentang kewarisan anak laki-laki dan

anak perempuan serta kedua orang tua (ibu-bapak) pewaris. Mereka berhak

menerima dengan kadar yang telah ditetapkan oleh Allah S.W.T.

2. Q.s al-Nisȃ’ (4): 12:

م جى

شو

سن أ

ما ت

م هصف

ى

ول

د

ول ه

ل

ى م

ا إن ل

إن و

دف

ول ه

ا ن ل بؼ مم م ٱلس

ى

لف

تمسه

ا ت بؼ مم ٱلس ه

ول

و د

أ

ىصين بها ت بػد وصي م

سه

ت

د

م ول

ى

ل

ى م

إن إن ل

ف

دم ول

ى

ان ل

ىصىن ب و

ت ت بػد وصي

تم مسه

ا ت مم م

ٱلث ه

لف

ان زجل ها

وإن و

و د

أ

ةو ٱمسأ

أ

ت

لل و

ىزث ت

خ

و أ

خ أ

هۥ أ

ول ل

ر م ذ

ثه

أ

ىا

اه

إن و

ف

دض نهما ٱلظ حد م

ل و

لي

ف

غ

و د أ

ى بها ىص ت بػد وصي م

ث

لء في ٱلث

اسو

هم ش

ٱلف

مت ز وصي

ه ير مضا

ه وٱلل

ل

٢١ غليم حليمArtinya: “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan

oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu

itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang

ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)

seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang

kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai

anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu

Page 23: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

14

tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah

dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun

perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,

tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang

saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis

saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari

seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi

wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak

memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu

sebagai) syari´at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui

lagi Maha Penyantun”.

Setelah Allah menetapakan kewarisan anak-anak dan orang tua

pewaris pada ayat sebelumnya. Maka dalam ayat ini Allah menetapkan aturan

kewarisan untuk suami, istri dan para saudara-saudara seibu pewaris.

3. Q.s al-Nisȃ’ (4): 176:

إن ٱمست

للي

م في ٱل

فتيى ه

ل ٱلل

ك

ظتفتىه يع ل

هلادؤ

هۥ ول

ت ل

خ

هۥ أ

ول

ها هصف

لف

سثه وهى

سنما ت

د

ها ول

ل

ى م

إن ل

ا

سن

ا ت ان مم

ثلهما ٱلث

لتين ف

يتا ٱج

اه

إن و

ف

ىا

اه

وإن و

ىة

إخ

ء زجال

ووظا يين

هث

ٱل

ل حظ

س مث

ه

للر

يء ف

ل ش

ه بي

وٱلل

ىا

ضل

ن ت

م أ

ى

ه ل

ن ٱلل بي

٦٧١غليم

Artinya: “ Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalâlah). Katakanlah:

"Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalâlah (yaitu): jika seorang

meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara

perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta

yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh

harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara

perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang

ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri

dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara

laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah

menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah

Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Ayat di atas merupakan ayat penutup Surat al-Nisȃ’ yang berisi

tentang pengertian kalȃlah yaitu seorang yang meninggal tidak meninggalkan

anak maka saudara laki-laki dan perempuan sekandung dan seayah berhak

mewarisi atas peninggalan harta pewaris.

Page 24: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

15

C. Sebab, Rukun, Syarat, dan Penghalang Pewarisan

1. Pengertian Sebab dan Sebab-Sebab Pewarisan

Secara bahasa kata “sebab” merupakan serapan dari bahasa Arab yaitu al-

sabab ( السبب) yang berarti sesuatu yang dapat menyampaikan kepada apa yang

dimaksud. Implikasi dari sebab tersebut dalam kata bahasa Arab adalah al-musabab

( ب ب س الم ).6

Secara istilah “sebab” dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:

ظ وجد ال لصم م م

حى

لى جىد ال

ما زة

از ع أ

ه الش

ري جػل

ال

ىضبط

اهس ال

مس الظ

ب لا ب

بب غدمه غدم الظ صم مل و

“ Sesuatu yang jelas, dapat diukur, yang dijadikan pembuat hukum sebagai

tanda adanya hukum; lazim dengan adanya tanda itu ada hukum dan dengan

tidak adanya tidak ada hukum.”7

Dari definisi di atas dapat dicontohkan seperti halnya masuknya bulan

Ramadan menjadi pertanda datangnya kewajiban puasa Ramadhan. “Masuknya bulan

Ramadan” dapat diukur dengan mengunakan metode hisab dan ru’yah, hal ini

dinamakan dengan al-sabab ( السبب). Sedangkan “kewajiban berpuasa” pada saat bulan

Ramadan disebut al-musabab ( ب ب س الم ) atau hukum. Adapun di dalam fikih mawaris

terdapat beberapa sebab seseorang dapat saling mewarisi yaitu sebagai berikut:

a. Sebab hubungan Kerabat (سابت

Kaum kerabat ialah hubungan nasab antara orang yang mewariskan dan

mewarisi, mereka adalah:

1) Ushul mayit (leluhur), yaitu orang tua garis lurus keatas, mereka adalah

bapak, ibu, kakek, dan nenek;

2) Furûʽ mayit (garis keturunan kebawah) mereka adalah anak laki-laki, anak

perempuan, cucu laki-laki, dan cucu perempuan;

6 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih: Jilid 1, (Jakarta: Kencana, 2008), h 395.

7 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih: Jilid 1, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 395.

Page 25: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

16

3) Hawasyi (garis keturunan menyamping) mereka adalah saudara-saudari

sekandung, saudara-saudari seayah, saudara-saudari seibu, anak laki-laki

dari saudara sekandung dan seayah, paman sekandung, paman seayah

serta saudara sepupu (anak paman sekandung dan seayah).

b. Sebab Pernikahan

Sebab pernikahan dapat saling mewarisi yaitu mereka yang melakukan

pernikahan yang sah, pernikahan secara mut’ah (kontrak) tidak dapat saling

mewarisi karena menurut beberapa ulama, ketentuan terkait nikah mut’ah telah

di-naskh oleh ayat waris.8 Mereka yang mendapatkan waris menurut sebab

pernikahan adalah suami atau istri.

c. Sebab berjasa memerdekakan hamba (

ءول )

Perempuan atau laki-laki yang memerdekakan hamba mereka berdua

dapat menerima warisan dari hamba yang pernah dimerdekakan jika walâ’

meninggal dunia.

2. Rukun Pewarisan

Rukun ( secara bahasa bermakna tiang, sudut, atau sandaran. Secara (زه

istilah rukun adalah keberadaan sesuatu yang menjadi bagaian atas keberadaan

yang lain. Seperti halnya sujud dalam shalat, sujud dianggap sebagai rukun, karena

sujud merupakan bagian dari shalat, karena itu tidak dikatakan salat apabila tidak

sujud.9 Adapun rukun untuk mewarisi adalah sebagai berikut:

a. Al-muwarris, yaitu orang yang meninggal dunia atau mati, baik mati haqîqî

(sejati), mati hukmiy, dan mati taqdîri (dugaan). Mati hukmiy adalah

kematian yang dinyatakan oleh keputusan hakim seperti mafqud-nya

8 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Jilid II, (Jakarta:Lentera Hati, 2010), h. 154.

9 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, Penerjemah H. Addys

Aldizar, dkk (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), h. 27.

Page 26: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

17

seseorang, sedangkan mati taqdîri mati secara dugaan seperti adanya berita

pesawat atau kapal yang membawa jamaah haji jatuh atau tenggelam;

b. Al-Wâris, mereka adalah para ahli waris yang masih hidup pada saat pewaris

meninggal;

c. Al-Maurûts, yaitu harta peninggalan pewaris.

3. Syarat-Syarat Pewarisan

Syarat secara istilah yaitu:

صم مل م ,

حى

يه وجدال

غل

ف

تىك ري

مس ال

هى الا صم م

ل

م , ول

غدمه غدم الحى

محى

وجده وجدال

“Yaitu sesuatu yang tergantung kepadanya adanya hukum, lazim dengan tidak

adanya, tidak ada hukum; tetapi tidaklah lazim dengan adanya syarat ada

hukum.”10

Contoh dalam melaksanakan shalat, seseorang harus bersih dari hadats dengan

melakukan wudhu’ sebagai syarat sahnya shalat, apabila seseorang tidak

melaksanakan wudhu’ ketika shalat, maka shalat tersebut tidak mempunyai

pengaruh hukum. Dalam fikih mawaris terdapat beberapa syarat terjadinya

pewarisan yaitu:

a. Meninggalnya pewaris, baik secara haqîqî (sejati), hukmiy (keputusan

hakim) dan taqdîri (dugaan);

b. Hidupnya ahli waris;

c. Dapat diketahui status atau kedudukan ahli waris dalam pembagian harta

peninggalan.

4. Penghalang Pewarisan

Penghalang atau mâniʽ (ماوؼ) dalam definisi ushul fikih adalah:

ما

م مصل مدغ هد جىو

حال

مى

ب وا

ط

نل ببالظ

“Sesuatu yang keberadannya menetapkan ketiadaan hukum atau batalnya

sebab”

10

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih: Jilid 1, h. 400.

Page 27: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

18

Maksud dari definisi di atas ialah hukum faraid atau sebab pewarisan tidak

terjadi apabila perbuatan hukum yang dilarang (mani’) yang telah ditetapkan oleh

pembuat hukum (al-hâkim) dilakukan oleh subjek hukum. Seperti kadar ahli waris

anak perempuan (subjek hukum) yaitu ½ atau 2/3 tidak dapat diaplikasikan atau

ditetapkan (hukum) apabila ia keluar dari agama Islam (perbuatan hukum yang

telah dilarang oleh pembuat hukum) walaupun adanya hubungan darah (sebab

hukum). Adapun penghalang pewarisan adalah sebagai berikut:

a. Budak

Para ahli ilmu faraid telah sepakat untuk menetapkan perbudakan itu

adalah suatu hal yang menjadi penghalang pewarisan hal ini didasarkan pada

surat an-Nahl:75 yaitu:

يء

ى ش لدز غل

ا ل

ىو

مل غبدا م

ل

ه مث

ضسب ٱلل

“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki

yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun .... dst.”

Secara mafhum ayat tersebut menjelaskan bahwa budak itu tidak cakap

mengurusi hak milik kebendaan dengan jalan apa saja. Oleh karena itu

terhalangnya budak dalam pusaka-mempusakai dapat ditinjau dari dua sudut

yaitu:

1) Menerima harta peninggalan dari ahli warisnya

2) Mewarisi harta peninggalan kepada ahli warisnya

b. Pembunuh

Fuqaha berpendapat membunuh merupakan pengalang pewarisan, orang

yang membunuh tidak menerima waris dari orang yang dibunuh.

c. Perbedaan Agama

Agama ahli waris yang berlainan merupakan penghalang mewarisi

(menerima waris) dalam hukum waris. Dengan demikian, seorang kafir tidak

bisa mewarisi harta orang Islam dan seorang muslim tidak dapat mewarisi harta

orang kafir, sebagaimana sabda Nabi yaitu:

Page 28: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

19

بي ن الىي هللا غنهما:أ شد زض ب

طامت

أ صلى هللا غ غ

: لم طه ويل ا

ظلم ك

ال

سث ل

افسي

و ال

افس ل

ي

ظلم ال

) زواه البخازي( ال

“Orang Islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir dan orang kafir tidak

dapat mewarisi harta orang Islam.”11

Hukum ini merupakan ketetapan kebanyakan ahli fikih karena

berdasarkan keumuman hadits diatas. Namun sebagaian ahli fikih berpendapat

bahwa orang Islam dapat menerima waris harta peninggalan orang kafir dan

tidak sebaliknya.

D. al-Hajb

al-Hajb menurut istilah dalam ilmu faraid berarti terhalangnya menerima

sebagian atau seluruh bagian yang diterima, sebab ada ahli waris lain yang mendapat

prioritas. Hal ini berbeda dengan pengertian mani’ diatas, karena mani’ terhalangnya

bersifat abadi dan ia dapat disebut pula mahrum (orang yang diharamkan

mempusakai) sementara hajb terhalangnya karena ada ahli waris yang lebih dekat.12

Dalam ilmu faraid, hajb terdapat dua macam yaitu:

1. Hajb Nuqsân

Hajb Nuqsân ialah terhalangnya ahli waris untuk mendapatkan sebagian

kadarnya sebab ada ahli waris yang lain. Akibat dari hajb nuqsân ini bagian orang

yang terhijab menjadi lebih kecil mendapatkan bagian dari pada bagian semula.

Seperti ibu mendapat 1/3 apabila pewaris tidak meninggalkan keturunan dan

mendapat 1/6 apabila pewaris meninggalkan keturunan.

2. Hajb Hirmân

Hajb Hirmân ialah terhalangnya ahli waris dalam memperoleh seluruh

bagian lantaran terdapat ahli waris lain yang kedudukannya lebih kuat. Seperti

terhijabnya saudara laki-laki dengan anak laki-laki pewaris.

11

Muhammad Bin Ismâʽîl al-Bukhâri, Sahîh al-Bukhâri, Jilid 2 (Lebanon: Dâr al-Kitab al-

ʽilmîyah, 2009), h. 1228.

12 Hasbi Ash-Shiddiqy, Fiqih Mawaris: Untuk Warisan dalam Syariat Islam, h.

Page 29: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

20

A. Munâsakhah

Munâsakhah secara bahasa adalah al-naqlu atau al-tahwîl yang bermakna

memindah, maksudnya ialah memindahkan bagian ahli waris kepada ahli waris yang

lain, lantaran adanya kematian ahli waris sebelum pembagian harta pusaka.13

Contoh: Seorang pewaris meninggalkan dunia dan memiliki harta peninggalan

sebesar Rp. 48.000.000, ahli waris terdiri dari: istri dan dua orang anak laki-laki yang

masing-masing memiliki seorang anak laki-laki. Namun sebelum harta peninggalan

tersebut dibagikan, seorang anak laki-laki dari pewaris tersebut meninggal dunia

sebelum harta peninggalan pewaris dibagiakan, maka penyelesaianya adalah sebagai

berikut :

Harta Peninggalan: Rp. 48000.000 : 8 = 6.000.000

Ahli Waris FM AM 8 Bagian Masing-Masing

Isteri 1/8 1 6.000.000

2 anak laki-laki A 7 42.000.000

Dari penyelesaan di atas maka bagian untuk dua orang anak laki-laki masing-

masing mendapat bagian Rp. 21.000.000, selanjutnya bagian dari anak laki-laki yang

meninggal saat sebelum pembagian harta, dipindahkan kepada ahli warisnya yaitu:

Ibu, anak, dan saudara laki-laki.

Harta Peninggalan: Rp. 21.000.000 : 6 = 3.500.000

Ahli Waris FM AM 6 Bagian Masing-Masing

Ibu 1/6 1 3.500.000

1 anak laki-laki A 5 17.000.000

Saudara laki-laki Terhijab oleh anak lk

13

Facthur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: PT Alma’arif, 1981), Cet. 2, h. 460

Page 30: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

21

BAB III

AHLI WARIS PERSPEKTIF AHL AL-SUNNAH,

IMAMIYAH, HAZAIRIN, DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM NASIONAL

A. Ahli Waris Perspektif Fikih Ahl al-Sunnah

Ahli waris dari segi penerimaannya perspektif fikih Ahl al-Sunnah, terbagi

menjadi tiga macam yaitu: penerima bagian pasti (ashâb al-furûd), penerima bagian

sisa (ʻasabah), dan zawi al-arhâm. Berikut adalah penjelasannya:

1. Penerima Bagian Pasti (ashâb al-furûd)

Golongan penerima bagian pasti (ashâb al-furûd) adalah ahli waris yang

mendapatkan bagian atau kadar tertentu, yang telah ditetapkan oleh al-Qur‟an

atau hadis, mereka yang tergolong dalam kelompok ini adalah sebagai berikut:

a. Suami :

a) Mendapatkan ½ apabila pewaris tidak meninggalkan keturunan

b) Mendapatkan ¼ apabila pewaris meninggalkan keturunan

b. Istri :

a) Mendapatkan ¼ apabila pewaris tidak meninggalkan keturunan

b) Mendapatkan 1/8 apabila pewaris meninggalkan keturunan

c. Bapak :

a) Mendapatkan 1/6 apabila pewaris meninggalkan keturunan laki-laki

b) Mendapatkan 1/6 + sisa apabila pewaris meninggalkan keturunan

perempuan

d. Ibu :

a) Mendapatkan 1/6 apabila pewaris meninggalkan keturunan

perempuan/laki-laki dan pewaris mempunyai lebih dari satu

saudara/saudari

b) Mendapatkan 1/3 apabila pewaris tidak meninggalkan keturunan

dan hanya memiliki seorang saudara/saudari

e. Anak Perempuan:

a) Mendapatkan ½ apabila seorang

Page 31: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

22

b) Mendapatkan 2/3 apabila lebih dari satu

f. Cucu Perempuan apabila tidak ada anak laki-laki :

a) Mendapatkan ½ apabila seorang

b) Mendapatkan 2/3 apabila lebih dari seorang

c) Mendapatkan 1/6 apabila bersama dengan seorang anak perempuan

g. Saudara perempuan kandung apabila tidak bersama dengan ayah dan

keturunan pewaris laki-laki :

a) Mendapat ½ apabila seorang

b) Mendapatkan 2/3 apabila lebih dari seorang

h. Saudara perempuan seayah apabila tidak bersama dengan ayah,

keturunan pewaris laki-laki dan dua orang saudara perempuan kandung :

a) Mendapat ½ apabila seorang

b) Mendapatkan 2/3 apabila lebih dari seorang

c) Mendapat 1/6 apabila bersama seorang saudara perempuan kandung

i. Saudara laki-laki dan perempuan seibu apabila tidak bersama dengan

ayah/ kakek (ayahnya ayah) dan keturunan laki-laki :

a) Mendapatkan 1/6 apabila seorang

b) Mendapat 1/3 apabila lebih dari seorang

j. Kakek (ayahnya ayah) apabila tidak bersama ayah :

a) Mendapatkan 1/6 apabila pewaris meninggalkan keturunan laki-laki

b) Mendapatkan 1/6+sisa, apabila pewaris meninggalkan keturunan

perempuan

k. Nenek apabila tidak bersama dengan ibu :

a) Mendapatkan 1/6 apabia seorang atau lebih

Page 32: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

23

2. Penerima bagian sisa ʻasabah, penerima bagaian sisa terdapat tiga macam

yaitu:

a. al-ʻAsabah bi al-Nafs

al-ʻasabah bi al-nafs adalah setiap laki-laki yang sangat dekat

hubungannya dengan pewaris, yang tidak diselingi oleh seorang perempuan.

ia terbagi dalam empat kelompok yang kedudukannya dapat menghalangi

ketika mereka saling berkumpul.1 Mereka ialah:

1) Golongan bunuwwah yaitu keturunan laki-laki dari pewaris mereka

adalah: Anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan

keturunannya.

2) Golongan ubuwwah yaitu ushûl dari pewaris: bapak, bapaknya bapak

(kakek) dan keatas.

3) Golongan ukhûwwah mereka adalah saudara sekandung atau seayah,

serta anak dari saudara sekandung atau seayah.

4) Golongan ʻumûwwah mereka adalah saudara laki-laki ayah (paman)

sekandung atau seayah serta anak saudara laki-laki ayah (paman)

sekandung.

Dalam menentukan golongan ʻasabah bi al-nafs yang berhak

memperoleh harta peninggalan, harus memperhatikan beberapa prinsip.2

Yaitu:

1) Berdasarkan urutan kelompok mereka, seperti golongan ukhûwwah

dikalahkan dengan golongan bunuwwah dalam memperoleh bagian

sisa.

2) Berdasarkan kedekatan mereka, seperti cucu laki-laki terhalang oleh

anak laki-laki dalam memperoleh bagian sisa.

1 Hasbi Ash-Shiddiqy, Fiqih Mawaris: Untuk Warisan dalam Syariat Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1973). h., 168.

2 Syuhada Syarkun, Menguasai Ilmu Faraid, (Jakarta: Pustaka Syarkun, 2012). h. 25-27.

Page 33: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

24

3) Berdasarkan yang lebih kuat, seperti saudara seayah terhalang dengan

saudara kandung dalam memperoleh bagian sisa.

Adapun dasar hukum pemberian bagi al-ʻasabah bi al-nafs adalah:

ى رجل ول

هى ل

ما بقي ف

هلها ف

حقىا الفرائض با

ال رسىل هللا )ال

ال: ق

اس ق عن ابن عب

ر( ك

) رواه البخاري(ذ

“Dari Ibnu Abbas ia berkata: Telah bersabda Rasulluah SAW:

Berikanlah bagian-bagian kepada ahli warisnya, maka yang lebih adalah

yang utama bagi laki-laki .”3

b. al- ʻAsabah bi al-Ghair

al-ʻasabah bi al-ghair adalah setiap perempuan yang mempunyai

bagian tertentu, yang ada bersama laki-laki yang sederajat dengannya maka

perempuan tersebut tidak mendapatkan kadarnya namun ia mendapatkan sisa

bersama dengan laki-laki. Dalam hal ini mereka adalah:

1) Anak perempuan seorang atau lebih bersama dengan anak laki-laki

yang sederajat dengannya. Apabila anak perempuan tersebut bersama

dengan cucu laki-laki dari anak laki-laki maka anak perempuan

tersebut mendapatkan kadarnya ½ atau 2/3 (tidak menjadi ʽasabah)

2) Cucu perempuan dari anak laki-laki seorang atau lebih bersama cucu

laki-laki dari anak laki-laki yang sederajat dengannya. Cucu laki-laki

dalam hal ini bisa saudara cucu perempuan atau cucu laki-laki dari

anak laki-laki yang lain.

3) Saudari sekandung seorang atau lebih, apabila bersama saudara

sekandung dapat menjadi ʻasabah. Apabila bersama dengan saudara

seayah, saudari kandung mendapatkan kadarnya ½ atau 2/3 (tidak

menjadi ʻasabah)

4) Saudari seayah seorang atau lebih, apabila bersama dengan saudara

seayah maka saudari seayah tersebut mendapatkan ʽasabah. Apabila

3 Muhammad Bin Ismâʽîl al-Bukhâri, Sahîh al-Bukhâri, Jilid 2 (Lebanon: Dâr al-Kitab al-

ʽilmîyah, 2009) h. 1223.

Page 34: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

25

saudari seayah tersebut bersama saudara kandung maka saudari

seayah tidak mendapatkan kadarnya.

c. al-ʻAsabah maʻa al-Ghair

al-ʻAsabah Maʻa al-Ghair adalah setiap perempuan yang

memerlukan orang lain (muʽasib) untuk menjadi ʽasabah, tetapi orang lain

itu tidak bergabung dalam menerima ʽasabah dan ia tetap memperoleh

ashȃb al-furûd-nya. Dalam hal ini yang menjadi ʽasabah maʽa al-ghair

hanya berjumlah dua orang yaitu saudari sekandung atau saudari seayah jika

bersama dengan keturunan perempuan waris (anak perempuan atau cucu

perempuan dari anak laki-laki).4 Kedua orang tersebut dapat menjadi

ʽasabah maʽa al-ghair dengan dua syarat yaitu: Pertama, berdampingan

dengan seorang atau beberapa orang anak perempuan atau cucu perempuan

dari anak laki-laki. Kedua, tidak berdampingan dengan dengan saudara yang

menjadi muʽasib-nya.

3. Zawi al-Arhâm

Zawi al-arhâm terdiri dari dua kata, yaitu zawi yang memiliki arti

pemilik dan al-arhâm yaitu jamak dari rahîm yang bermakna tempat

terbentuknya anak dalam kandungan. Kata tersebut digunakan untuk

menunjukan makna kerabat. Tetapi, menurut istilah ilmu faraid adalah orang

yang mempunyai hubungan keturunan dengan mayat. Golongan ini tidak

termasuk ahli waris bagian pasti dan penerima bagian ʽasabah.

B. Ahli Waris Perspektif Fikih Imamiyah

1. Ahli Waris dari Segi Penerimaannya Perspektif Fikih Imamiyah

Menurut Al Yasa Abubakar dalam Fikih Imamiyah ahli waris dari segi

penerimaannya dibagi menjadi dua kategori yaitu:

4 Facthur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: PT Alma‟arif, 1981), Cet. 2, h. 347-348.

Page 35: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

26

a) Zawî al-Sihâm adalah ahli waris yang menerima bagian pasti dalam al-

Qur´an yaitu: ayah, ibu, anak perempuan, saudara perempuan (seibu,

sekandung, dan seayah), suami, dan isteri.

b) Zawî al-Qarâbah adalah orang yang memperoleh bagian sisa setelah

dikeluarkannya bagian zawî al-sihâm seperti: keturunan skiranya terdiri

dari laki-laki dan perempuan, ayah jika tidak ada keturunan, serta saudara

sekandung dan seayah jika terdiri dari laki-laki dan perempuan.5

2. Sebab-Sebab Pewarisan dan Tingkatan Ahli Waris

Sebab-sebab pewarisan dalam hukum kewarisan Imamiyah serupa dengan

hukum kewarisan Ahl al-Sunnah, yaitu adanya hubungan kekerabatan,

perkawinan, dan memerdekakan budak. Tetapi, dalam hal hubungan kekerabatan

(hubungan darah) dalam hukum kewarisan Imamiyah berbeda dengan Ahl al-

Sunnah, perbedaan tersebut terletak pada tingkatan ahli waris yang didasarkan

pada Surah al-´Ahzâb (33): 6 yaitu:

ه ب ٱلل

ض في كت ى ببعأ

ل وأ

ضهمأ أ حام بعأ رأ

أ ٱل

ىا

ول

وأ

Artinya: “Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah (ulul al-arham)

satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) didalam kitab allah.”

Ayat di atas (menurut Imamiyah) menunjukan bahwa orang-orang yang

memiliki hubungan kekerabatan lebih dekat itu lebih berhak dibanding kerabat-

kerabat yang lain yang lebih jauh.6 Sehingga meyebabkan tingkatan ahli waris

yang tinggi derajatnya mengalangi derajat yang lebih rendah seperti anak

perempuan menghalani saudara laki-laki pewaris, adapun tingkatan ahli waris

dalam fikih Imamiyah dibedakan kepada tiga tingkatan yaitu:

5 Al- Yasa Abubakar, Ahli Waris Sepertalian Darah : Kajian Perbandingan Terhadap

Penalaran Hazirin dan Penalaran Fiqih Mazhab, (Jakarta: INIS, 1998), h.181-182.

6 Muhammad Abu Zahrah, al-Mirâts ʽinda Jaʽfari. Penerjemah: Muhammad Alkaf, Hukum

Waris: Menurut Imam Ja‟far Shadiq. (Jakarta: Lentera, 2001). h. 561.

Page 36: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

27

a) Kedua orang tua dan anak

Kedua orang tua adalah ayah dan ibu, sedangkan anak adalah anak

laki-laki dan perempuan beserta keturunan dari anak laki-laki dan anak

perempuan, ketentuan tersebut berbeda dengan fikih Ahl al-Sunnah yang

menganggap keturunan dari anak perempuan bukan termasuk ahli waris inti

dan ia tergolong kepada zawi al-arhâm.

Menurut fikih Imamiyah, ahli waris peringkat yang lebih tinggi dari

mereka menghalangi peringkat yang lebih rendah seperti, apabila pewaris

meninggalkan ahli waris yaitu: anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu

perempuan dari anak laki-laki, maka kedua cucu dari anak laki-laki terhalang

oleh anak perempuan, dan anak perempuan tersebut mendapatkan 1/2 + sisa.7

Sementara apabila pewaris meninggalkan cucu laki-laki dan cucu perempuan

dari dua jalur anak laki-laki dan anak perempuan maka bagian dari anak laki-

laki (2/3) dan perempuan (1/3) diberikan kepada cucu laki-laki dan

perempuan dari kedua jalur anak laki-laki dan perempuan, dengan ketentuan

laki-laki mendapat 2 dan perempuan mendapat 1.8

b) Kakek-Nenek dan Saudara

Kakek-Nenek dan Saudara dalam hukum kewarisan Imamiyah merupakan

ahli waris tingkat kedua, mereka tidak dapat mewarisi selama masih ada ahli

waris tingkat pertama. Misalnya saudara perempuan sekandung tidak

mewarisi selama masih ada anak perempuan atau keturunan dari anak

perempuan, karena para ulama´ Imamiyah menolak hadis Ibnu Masuʽud

tentang pemberian bagi saudara perempuan sekandung, hadis Ibnu abbas

tentang ʻasabah dan tidak menganggap sistem zawi al-arhâm. 9

7 Muhammad Abu Zuhrah, Hukum Waris: Menurut Imam Ja‟far Shadiq. h. 129-130. 8 Muhammad Abu Zuhrah, Hukum Waris: Menurut Imam Ja‟far Shadiq. h. 162 9 Al- Yasa Abubakar, Ahli Waris Sepertalian Darah. h. 127.

Page 37: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

28

1) Kakek dan Nenek

Pada tingkat ini kakek dan nenek dalam sistem kewarisan

Imamiyah berbeda dengan sistem kewarisan Ahl al-Sunnah, dalam

sistem kewarisan Ahl al-Sunnah kakek adalah bapaknya ayah,

sedangkan bapaknya ibu tidak termasuk kakek, sementara dalam fikih

Imamiyah kakek dari pihak ibu juga termasuk ahli waris (kakek).

Selanjutnya dalam fikih Ahl al-Sunnah “nenek” diakui

keberadaannya melalui jalur ayah dan ibu, ia memperoleh 1/6 bagian

selama ayah dan ibu tidak ada (untuk nenek dari ayah) dan selama ibu

tidak ada (untuk nenek dari jalur ibu). Sementara dalam sistem

kewarisan Imamiyah nenek adalah mereka yang dipertalikan melalui

ayah dan ibu.Untuk tata cara pembagian waris kakek dan nenek adalah

sebagai berikut:

(a) Kakek dan nenek dari jalur ayah: kakek mendapat 2/3 sementara

nenek mendapat 1/3 (2:1).

(b) Kakek dan nenek dari jalur ibu: Kakek dan nenek mendapat

1/3+raad dengan pembagian kakek mendapat 1 bagian dan

nenek mendapat 1 bagian.

(c) Kakek dan nenek dari kedua jalur bertemu: Kakek dan nenek

dari jalur ayah mendapat „asabah dan kakek dan nenek dari jalur

ibu mendapat 1/3, dengan ketentuan kakek dan nenek dari jalur

ayah mendapat 2:1 dan kakek dan nenek dari jalur ibu mendapat

1:1.10

(d) Kakek dari jalur ayah dan kakek dari jalur Ibu: kakek dari jalur

ayah mendapatkan 2/3 dan kakek dari jalur ibu mendapat 1/3.

10 Muhammad Abu Zuhrah, Hukum Waris: Menurut Imam Ja‟far Shadiq. h. 186-187.

Page 38: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

29

Ketentuan ini berlaku pula pada kewarisan nenek dari ayah dan

ibu.11

2) Saudara

Saudara dalam fikih Imamiyah adalah saudara sekandung,

seayah, dan seibu baik laki-laki atau perempuan, mereka menerima harta

waris selama tidak ada ahli waris pada tingkat pertama (orang tua dan

keturunan pewaris). Dalam sistem kewarisan Imamiyah, saudara yang

dapat menhijab nuqsan ibu adalah:

(a) Saudara sekandung dan seayah, sedangkan saudara seibu tidak

dapat meng-hijab nuqsan ibu.

(b) Ibu ter-hijab nuqsan apabila saudara laki-laki paling sedikit dua

orang dan saudara perempuan paling sedikit empat.

(c) Menyaratkan adanya ayah apabila saudara menghijab nuqsan

ibu.12

c) Keturunan Kakek dan Nenek (Paman/Bibi Serta Keturunannya)

Dalam Kewarisan Imamiyah, Paman adalah saudara laki-laki ayah/ibu

(ʻamm/khal), atau saudara laki-laki kakek/nenek (ʻam akhi jad atau khal akhi

jadah) dan Bibi adalah saudara perempuan ayah/ibu (ʻamah/khalah), mereka

mewarisi harta pewaris apabila tidak ada ahli waris tingkat yang lebih tinggi.

C. Ahli Waris Perspektif Hazairin

1. Biografi Hazairin

Prof. Dr. Hazairin, S.H., lahir di Bukit Tinggi, 28 Oktober 1906 dan

meninggal di Jakarta, 11 Desember 1975. Beliau merupakan putra tunggal dari

seorang ayah kelahiran Bengkulu dan ibu kelahiran Bukit Tinggi. Pendidikan

formalnya dimulai di HIS di Bengkulu tamat 1920, dilanjutkan dengan MULO

11

Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh „alȃ al-Mazȃhib al-Khamsah. Penerjemah:

Masykur A.B et.all, Fiqih Lima Mazhab: Ja´fari, Hanafi, Maliki, Syafi´i, Hambali, (Jakarta: Lentera,

1999), h. 628.

12 Muhammad Abu Zuhrah, Hukum Waris: Menurut Imam Ja‟far Shadiq.h.145-146.

Page 39: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

30

di Padang tamat 1926, kemudaian AMS di Bandung tamat tahun 1927 dan

akhirnya memasuki RHS Jakarta tamat tahun 1935 dan memperoleh gelar doktor

pada tahun 1936 pada lembaga yang sama. Menurut pihak keluarga, pendidikan

agama dan Bahasa Arab diperoleh dari kakeknya, yang menjadi pemuka agama

(manti) di daerah dan setelah itu dilanjutkan dengan belajar sendiri. Pihak

keluarga mengatakan bahwa Hazairin menguasai enam bahasa asing, Belanda,

Inggris, dan Perancis secara aktif serta Arab, Jerman dan Latin secara Pasif.13

Karier keilmuannya dimulai sebagai asisten dosen di RHS, segera setelah

dia menyelesaikan pendidikannya (1935-1938). Kegiatan ini terhenti karena dia

ditugaskan menjadi pegawai pengadilan di Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan

tahun 1938-1942. Setelah kemerdekaan, beliau memegang beberapa jabatan

politik, bahkan pernah menjadi Menteri Dalam Negeri (1953-1954, berhenti

karena meletakkan jabatannya, Kabinet Ali Sastromidjojo). Sedang dalam

bidang pendidikan dan keilmuan, beliau diangkat sebagai dosen dan akhirnya

Guru Besar Hukum Islam dan Hukum Adat di Fakultas Hukum Universitas

Indonesia dan berbagai perguruan tinggi lainnya.14

2. Ahli Waris Perspektif Hazairin

a) Ahli Waris Dari Segi Penerimaannya Perspektif Hazairin

Hazairin membagi ahli waris menjadi tiga macam pengolongan yaitu:

1) Zawû al-Farâid

Zawû al-Farâid ialah ahli waris yang mendapatkan bagian pasti dan

angkanya tetap yang terdapat dalam al-Quran setelah ditunaikan wasiat dan

hutang-hutangnya.15

Mereka adalah anak perempuan, bapak, ibu, saudara,

suami, dan istri.

13

Al-Yasa Abubakar, Ahli Waris Sepertalian Darah, h. 3. 14

Al-Yasa Abubakar, Ahli Waris Sepertalian Darah, h. 4.

15 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Quran dan Hadith. (Jakarta:

Tintamas,1982), h. 35.

Page 40: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

31

2) Zawû al-Qarâbat

Mereka adalah penerima bagian terbuka seperti: anak laki-laki,

anak perempuan jika bersama anak laki-laki, ayah jika pewaris tidak

berketurunan, saudara laki-laki jika pewaris tidak berketurunan dan tidak

ada ayah, dan saudara perempuan jika bersama saudara laki-laki apabila

pewaris tidak berketurunan dan tidak ada ayah.16

Apabila memperhatikan ketentuan tersebut (zawû al-qarȃbah) maka

dapat ditarik kesimpuan contoh diatas seperti halnya ahli waris yang

mendapat „asabah bi al-ghair dan „asabah bi al-nafs dalam kewarisan Ahl

al-Sunnah, tetapi dalam hal ini Hazairin menggunakan zawû al-qarȃbah.

3) Mawali

Mawali ialah ahli waris pengganti yang menggantikan seseorang

untuk memperoleh bagian warisan yang tadinya diperoleh orang yang

digantikan itu, karena orang yang digantikan itu adalah orang yang

seharusnya menerima warisan kalau dia masih hidup. Orang yang

digantikan ini hendaknya merupakan penghubung antara dia yang

menggantikan dengan pewaris yang meninggalkan harta peninggalan.17

Menurut Hazairin ahli waris yang tidak dapat menjadi mawali adalah suami

dan isteri, hubungan antara keluarga orangtua angkat dan anak angkat, serta

hubungan kawan seperjanjian.18

b) Pengutamaan Ahli Waris Perspektif Hazairin

Menurut Hazairin, hukum kewarisan di dalam al-quran memiliki garis

pokok keutamaan berdasarkan Surah al-Nisȃ‟ (4): 11, 12, dan 176. Garis pokok

keutamaan tersebut bekerja dengan ketentuan selama masih ada garis pokok

keutamaan pertama maka garis pokok keutamaan kedua tidak dapat mewarisi

16 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Quran dan Hadith, h. 35.

17 Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,2004), Cet.4,

h. 80. 18 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Quran dan Hadith, h.31.

Page 41: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

32

harta peninggalan pewaris, berikut adalah garis pokok keutamaan menurut

Hazairin:

1) Keutamaan pertama yaitu: keturunan pewaris dan mawali-nya, orang tua

(ayah-ibu), dan suami atau istri.

2) Keutamaan kedua yaitu: saudara (laki-laki dan perempuan) dan mawali-

nya, ibu, ayah (kalâlah: Surah al-Nisȃ‟ (4) :12), suami atau istri.

3) Keutamaan ketiga yaitu: ibu, ayah, suami atau istri.

4) Keutamaan keempat yaitu: suami atau istri, mawali bagi ayah, dan

mawali bagi ibu.

D. Ahli Waris Perspektif Hukum Kewarisan Islam Nasional

1. Pengertian Hukum Kewarisan Islam Nasional

Hukum Kewarisan Islam Nasional adalah produk hukum yang dijadikan

pedoman oleh Hakim Peradilan Agama dalam memutuskan sengketa waris

dikalangan umat Islam di Indonesia, meskipun pedoman hukum tersebut belum

mendapat tempat dalam tata peraturan perundang-undangan, tetapi eksistensinya

diakui untuk mengisi kekosongan hukum dan memberi kepastian bagi para

pencari keadilan, serta dilegistimasi oleh UU Kekuasaan Kehakiman No. 48

tahun 2009 Pasal 5 ayat (1) menyatakan:

“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami

nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

Serta, Pasal10 ayat (1) menyatakan:

“ Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus

suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang

jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.”.

Adapun produk hukum kewarisan Islam yang biasanya digunakan oleh

Hakim Peradilan Agama dalam menangani perkara waris diantara orang-orang

Islam adalah Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, SEMA

No 2 tahun 1994 tentang Pengertian Pasal 177 KHI, Keputusan Ketua

Mahkamah Agung R.I. No: KMA/32/SK/IV/2006 Tentang Pemberlakuan Buku

Page 42: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

33

II Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi dan Pengadilan, Serta

Yurisprudensi Pengadilan Agama.

2. Ahli Waris Dari Segi Penerimaannya Perspektif Hukum Kewarisan

Islam Nasional

Ahli waris berdasarkan penerimaannya dalam Hukum Kewarisan Islam

Nasional dibagi menjadi tiga kategori yang terdapat dalam Buku II Pedoman

Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama berdasarkan Keputusan

Ketua Mahkamah Agung R.I. No: KMA/32/SK/IV/2006, adapun pembagiannya

adalah sebagai berikut:

a) Kelompok ahli waris zawi al-furûd (yang ditentukan bagiannya):

1) Ayah mendapat 1/6 bagian bila pewaris meninggalkan

anak/keturunan, mendapat ´asabah bila pewaris tidak meninggalkan

anak / keturunan;

2) Ibu mendapat 1/6 bagian bila pewaris mempunyai anak/keturunan,

atau pewaris mempunyai dua orang saudara atau lebih (sekandung,

seayah, seibu), mendapat 1/3 bagian jika pewaris tidak

meninggalkan anak / keturunan atau pewaris meninggalkan satu

orang saudara (sekandung, seayah, seibu);

3) Duda mendapat 1/2 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak /

keturunan dan mendapat 1/4 bagian;

4) Janda mendapat 1/4 bagian bila pewaris tidak meninggalkan

anak/keturunan dan mendapat 1/8 bagian bila pewaris

meninggalkan anak/keturunan;

5) Anak perempuan mendapat 1/2 bagian apabila sendirian, dua orang

anak perempuan atau lebih mendapat 2/3 bagian bila tidak ada anak

laki-laki atau keturunan dari anak laki-laki;

6) Seorang saudara laki-laki atau perempuan (baik sekandung, seayah

atau seibu) mendapat 1/6 bagian, apabila terdapat dua orang saudara

Page 43: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

34

atau lebih (sekandung, seayah atau seibu) mendapat 1/3 bagian jika

saudara (sekandung, seayah atau seibu) mewarisi bersama ibu

pewaris (yurisprudensi);

7) Seorang saudara perempuan (sekandung, seayah atau seibu)

mendapat 1/2 bagian, dua orang saudara perempuan sekandung atau

seayah atau lebih mendapat 2/3 bagian, jika saudara perempuan

tersebut mewaris tidak bersama ayah dan tidak ada saudara laki-laki

atau keturunan laki-laki dari saudara laki-laki.19

b) Kelompok ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya:

1) Anak laki-laki dan keturunannya;

2) Anak perempuan dan keturunannya bila mewarisi bersama anak

laki-laki.;

3) Saudara laki-laki bersama saudara perempuan bila pewaris tidak

meninggalkan keturunan dan ayah;

4) Kakek dan nenek;

5) Paman dan bibi baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu dan

keturunannya.20

c) Kelompok ahli waris yang mendapat bagian sebagai ahli waris

pengganti:

1) Keturunan dari anak mewarisi bagian yang digantikan;

2) Keturunan dari saudara laki-laki/perempuan (sekandung, seayah

atau seibu) mewarisi bagian yang digantikannya;

3) Kakek dan nenek dari pihak ayah mewarisi bagian dari ayah,

masing-masing berbagi sama;

4) Kakek dan nenek dari pihak ibu mewarisi bagian dari ibu.

19 Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama: Buku II

(Jakarta:Dirjen Badilag, 2013), h. 161-162 20 Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, h. 162

Page 44: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

35

E. Persamaan, Perbedaan, dan Sebab Terjadinya Persamaan dan Perbedaan

Terhadap Macam-Macam Ahli Waris

Aspek persamaan, perbedaan, serta sebab terjadinya persamaan dan

perbedaan terhadap macam-macam ahli waris dari segi penerimaanya perspektif Ahl

al-Sunnah, Imamiyah, Hazairin dan Hukum Kewarisan Islam Nasional adalah

sebagai berikut:

1. Persamaan

Persamaan macam-macam ahli waris dari segi penerimannya perspektif

Ahl al-Sunnah, Imamiyah, Hazairin dan Hukum Kewarisan Islam Nasional ialah:

Menyepakati adanya penerimaan bagian pasti (ashab al-furûd) sebab

berdasarkan pada Surah al-Nisâ´ (4) ayat 11, 12, dan 176. Serta menyepakati

adanya penerima bagian terbuka (sewaktu-waktu dapat memperoleh fard atau

„asabah) seperti:

a) Ayah jika pewaris meninggalkan anak maka mendapat 1/6, serta

mendapat „asabah apabila pewaris tidak meninggalkan anak.

b) Ahli waris perempuan yang memiliki bagian tertentu bersama dengan

laki-laki yang sedarajat seperti:

1) Anak perempuan apabila seorang maka ia mendapat 1/2 dan apabila

anak perempuan bersama dengan anak laki-laki maka anak

perempuan dan anak laki-laki mendapat 2:1

2) Saudara perempuan sekandung atau seayah apabila seorang maka ia

mendapat 1/2 dan apabila saudara perempuan sekandung atau seayah

bersama dengan saudara laki-laki sekandung atau seayah maka

saudara perempuan dan saudara laki-laki mendapat 2:1.

Page 45: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

36

2. Perbedan

Perbedaan macam-macam ahli waris dari segi penerimannya perspektif

Ahl al-Sunnah, Imamiyah, Hazairin dan Hukum Kewarisan Islam Nasional ialah:

a) Kedudukan keturunan (walad)

1) Keturunan perspektif fikih Ahl al-Sunnah adalah anak laki-laki, anak

perempuan, serta keturunan laki-laki dan perempuan dari anak laki-

laki. Keturunan dari anak laki-laki lebih diutamakan mewarisi harta

peninggalan jika tidak terdapat anak laki-laki pewaris. Sementara

keturunan dari anak perempuan baru dapat mewarisi harta

peninggalan pewaris ketika tidak terdapat ahli waris penerima ashab

al-furûd dan „asabah;

2) Keturunan perspektif fikih Imamiyah, Hazairin dan Hukum

Kewarisan Islam Nasional ialah anak laki-laki dan perempuan serta

keturunan dari keduanya, mereka dapat mewarisi dengan syarat:

(a) Keturunan dari kedua jalur anak laki-laki dan anak perempuan

berhak mewarisi harta peninggalan dengan syarat ketika tidak

terdapat anak laki-laki dan perempuan pewaris menurut

Imamiyah.

(b) Sementara Hazairin dan Hukum Kewarisan Islam Nasional

menganggap keturunan dari anak laki-laki dan perempuan berhak

mewarisi melalui sistem pegantian (mawali).

b) Tidak terdapatnya konsep ahli waris pengganti (mawali) dalam fikih Ahl

al-Sunnah;

c) Tidak terdapatnya ahli waris yang berkedudukan sebagai „asabah ma‟a al-

ghair, dan zawi al-arhâm dalam fikih Imamiyah, Hazairin dan Hukum

Kewarisan Islam Nasional.

Page 46: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

37

BAB IV

KEWARISAN SAUDARA (PEMAKNAAN KALȂLAH DAN PEROLEHAN

FARD SAUDARA) PERSPEKTIF AHL AL-SUNNAH, IMAMIYAH,

HAZAIRIN, DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM NASIONAL

A. Kewarisan Saudara (Pemaknaan Kalâlah dan Perolehan Fard Saudara)

Perspektif Fikih Ahl al-Sunnah

1. Kalâlah Perspektif Fikih Ahl al-Sunnah

Ketentuan kewarisan saudara dalam al-Qur‟an tedapat pada dua ayat yaitu

Surah al-Nisȃ‟ (4): 12 dan 176, ayat tersebut memuat perolehan saudara apabila

pewaris meninggal dalam keadaan kalâlah, adapun makna kalâlah secara bahasa

merupakan bentuk masdar yang berasal dari akar kata كل yang memiliki arti penat,

lemah, letih, lesu.1

Menurut Al- Qurthubi pengertian kalâlah (ة للك) dari segi kebahasaan

merupakan bentuk masdar yang menunjukan hubungan nasab, disebut pula ل يلإكالإ

yaitu tempat beredarnya bulan, ia dapat pula menunjukan penutup kepala atau

serban yang menutup kepala.2 Adapun menurut Fachtur Rahman كلإيل adalah الإ

mahkota, maksudnya adalah ahli waris selain orang tua dan anak saling

mengelilingi dari samping bukan dari atas dan bawah seperti mahkota dikepala.3

Sedangkan kalâlah dari segi istilah adalah seseorang yang meninggal tanpa

meninggalkan anak tetapi pemahaman mayoritas ulama menambahkan pula ayah.4

1 Ahmad Wasron, Al- Munawir: Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif,

1997), h.1226 2 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Al-Jâmiʽ Al-Ahkâm Al-Qur‟ân. Penerjemah Ahmad Rijali

Kadir, Tafsir Al-Qurthubi, Jil 5 (Jakarta Pustaka Azam, 2008), h. 187.

3 Facthur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: PT Alma´arif, 1981), Cet. 2, h. 300.

4 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol.

2. (Jakarta:Lentera Hati, 2002), h. 685.

Page 47: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

38

a) Kedudukan Anak dan Ayah dalam Meng-hijab Saudara laki-laki dan

Perempuan Seibu

Fuqaha telah sepakat bahwa saudara-saudara seibu tidak bisa mewarisi

bila berkumpul dengan anak dan ayah. Anak dalam hal ini adalah anak laki-

laki, anak perempuan dan keturunan laki-laki dan perempuan dari anak laki-

laki, serta ayah dalam hal ini adalah ayah dan kakek dari ayah.5 Sebab

berdasarkan kepada surah al-Nisâ´ ayat 12 yaitu:

أوإ لةكل ي ىرث ل ۥ وله ٱمرأةوإإنكانرج ىه ما م د حإ و أ ختفلإك ل أو د س أخ فإإنٱلس

اأ فإيكثركاو ى ركا ء لإكفه مش هذ ٱلثل ثإ مإ

Artinya: “Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang secara

(kalâlah) tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi

mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara

perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu

seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang,

maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.”

b) Kedudukan Anak dan Ayah dalam Meng-hijab Saudara laki-laki dan

Perempuan Sekandung

Para ahli fikih telah sepakat bahwa anak laki-laki, kurunan laki-laki dari

anak laki-laki, dan ayah menghijab saudara laki-laki dan perempuan sekandung.

Selanjutnya fuqaha Ahl al-Sunnah telah sependapat bahwa saudara laki-laki

mewarisi bersama anak perempuan dan/atau keturunan perempuan dari anak

laki-laki.6

Tetapi terdapat selisih pandangan (diantara ahli fikih) tentang saudara-

saudara perempuan menjadi „asabah setelah dikeluarkannya fard anak

perempuan dan/atau keturunan perempuan dari anak laki-laki.

5 Ibnu Rusyd, Bidâyah al-Mujtahid wa Nihâyah al-Muqtasid, Penerjemah: M.A

Abdurahman & A. Haris Abdullah, Tarjamah Bidayat‟ul Mujtahid: Juz 3, (Semarang: Cv. Asy-

Syifa, 1990), h 474 6 M.A Abdurahman & A. Haris Abdullah, Tarjamah Bidayat‟ul Mujtahid: Juz 3. h. 476-

477.

Page 48: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

39

Perselisihan pendapat tersebut terjadi diantara mayoritas ahli fikih

dengan Dawud bin Ali Azh-Zhahiri dan sebagaian ahli fikih lainnya. Mayoritas

ahli fikih beranggapan bahwa saudara perempuan tidak terhalang oleh anak

perempuan sementara Dawud bin Ali Azh-Zhahiri dan sebagaian ahli fikih

lainnya beranggapan bahwa anak perempuan menghalangi saudara perempuan.7

Adapun yang menjadi landasan mayoritas ahli fikih bahwa saudara

perempuan berhak mewarisi secara „asabah dengan anak perempuan atau

keturunan perempuan dari anak laki-laki ialah hadis Huzail bin Surahbil, yaitu :

ر

ى عن ابنة وعن هزيل بن ش بى مىس ال: شئل أ

قالحبيل، ق

ت، ف

خ

: ابنة ابن وأ

صئل إبن مصعىد، صيتابعني، ف

، وأت إبن مصعىد ف

صف ت الن

خ

ولأل

صف لالبنة الن

لت إقد ضل

قال: ل

بي مىس ف

بر بقىل أ

وأخ

قهتدين، أ

نا من امل

ي فيها بما ذا وما أ ض

بي ى الن ض ت ق

خ

لأل

لثين وما بقي ف

الث

ة

مل

ك

دس ث وألابنة ألابن الص

صف : لبنة الن

) رواه البخاري(

Artinya: “Dari Huzail bin Surahbil berkata: Abu Musa ditanya tentang kasus

kewarisan seorang anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki dan

seorang saudara perempuan. Abu Musa berkata: “Untuk anak perempuan ½,

untuk saudara perempuan ½. Datanglah kepada Ibnu Mas‟ud, tentu dia akan mengatakan seperti ini pula.” Kemudian ditanya kepada Ibnu Mas‟ud dan dia

menjawab:”Saya menetapkan berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh

Nabi, yaitu untuk anak perempuan 1/2 , untuk cucu perempuan 1/6, sebagai

pelengkap 2/3, sisanya untuk saudara perempuan.” 8

Sementara ahli fikih lainnya berpegang pada lahiriah ayat 176 Surah al-Nisâ´

(4), yaitu:

ا ؤ تركماوإصف فلهاأ ختوله ۥ ولدله ۥليسهلكٱمر Artinya: “Jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan

mempunyai saudara perempuan , maka baginya seperdua dari harta yang

ditinggalkan.”

7 M.A Abdurahman & A. Haris Abdullah, Tarjamah Bidayat‟ul Mujtahid: Juz 3. h. 476 8 Muhammad Bin Ismâʽîl al-Bukhâri, Sahîh al-Bukhâri, Jilid 2 (Lebanon: Dâr al-Kitab al-

ʽilmîyah, 2009), h. 1224.

Page 49: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

40

Menurut mereka (selain jumhur) menafsirkan saudara perempuan

terhalang oleh anak (laki-laki dan perempuan) berdasarkan lafadz walad diatas,

sementara masoritas ahli fikih menafsirkan lafaz walad di atas adalah anak

laki-laki bukan anak perempuan.9

2. Perolehan Fard Saudara Perspektif Ahl al-Sunnah

Para fuqaha Ahl al-Sunnah telah sepakat bahwa sudara laki-laki atau

perempuan berhak atas harta peninggalan dari pewaris berdasarkan Surah al-Nisȃ‟

(4): 12 dan 176, untuk ayat 176 Surah al-Nisȃ‟ diperuntukan bagi saudara

sekandung-seayah dan ayat 12 Surah al-Nisȃ‟ menunjukan perolehan saudara

seibu, dalil yang digunakan ulama dan mufassir dalam menetapan saudara pada

ayat 12 adalah saudara seibu saja adalah:

1. Didasarkan pada qiraat syâzzah (cara pembacaan al-quran yang ganjil) yang

bersumber dari sebagian salaf, diantaranya Sa‟d bin Abi Waqqash, terdapat

kata م : sesudah ayat ل

تخ

و أ

خ أ

هۥ أ

ول

ةو ٱمرأ

أ

ة

لل ك

ان رجل يىرث

م( وإن ك

“Bila seseorang diwarisi dalam keadaan kalâlah, baginya ada saudara

laki-laki dan saudara perempuan (seibu)“

2. Adanya kesamaan furud antara saudra dalam ayat ini yaitu 1/6 dan 1/3

dengan furud yang diterima oleh ibu dan tidak ada kesamaan dengan ahli

waris lain.10

B. Kewarisan Saudara (Pemaknaan Kalâlah dan Perolehan Fard Saudara)

Perspektif Fikih Imamiyah

1. Kalâlah Perspektif Imamiyah

9 M.A Abdurahman & A. Haris Abdullah, Tarjamah Bidayat‟ul Mujtahid: Juz 3. h. 477 10 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h. 60.

Page 50: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

41

Kalâlah perspektif fikih Imamiyah adalah seorang yang meninggal tidak

meninggalkan orang tua (ayah dan ibu) serta keturunan pewaris (laki-laki atau

perempuan), maka saudara dapat mewarisi harta peninggalan pewaris. Menurut

Abu Zahrah, pemahaman Imamiyah terkait terhalangnya saudara oleh ayah-ibu

dan keturunan didasarkan pada terhalangnya saudara oleh keturunan (furûʽ)

pewaris (laki-laki dan perempuan) dalam Surah al-Nisâ´ (4) ayat 176, maka

berlaku pula terhalangnya saudara –secara mafhum– oleh usul pewaris yaitu

orang tua (ayah- ibu).11

2. Kewarisan Saudara Perspektif Imamiyah

Menurut Imamiyah saudara terbagi kepada tiga golongan yaitu saudara

(laki-laki dan perempuan) seibu, sekandung, dan seayah. Adapun penjelasannya

sebagai berikut:

a) Saudara Laki-Laki dan Perempuan Seibu

Menurut hukum kewarisan Imamiyah saudara laki-laki atau perempuan

seibu jika seorang maka mendapat 1/6 dan 1/3 jika saudara laki-laki dan

perempuan mewarisi secara bersama-sama.12

Namun dalam hal keterhijabannya

(saudara seibu) Imamiyah berbeda dengan ulama´ Ahl al-Sunnah, menurut

ulama Ahl al-Sunnah –semua sepakat– bahwa saudara seibu terhijab oleh, ayah,

kakek dari ayah, serta anak laki-laki dan anak perempuan dan keturunan dari

anak laki-laki.13

Menurut hukum kewarisan Imamiyah saudara seibu terhijab oleh ayah,

ibu, keturunan pewaris (laki-laki/perempuan berserta keturunan dari keduanya)

dan tidak terhijab oleh kakek dan nenek dari jalur ibu dan ayah sebab para

11

Muhammad Abu Zahrah, al-Mirâts ʽinda Jaʽfari. Penerjemah: Muhammad Alkaf,

Hukum Waris: Menurut Imam Ja‟far Shadiq. (Jakarta: Lentera, 2001). h. 167 12 Muhammad Abu Zuhrah, Hukum Waris: Menurut Imam Ja‟far Shadiq, h. 179 dan 171.

13 M.A Abdurahman & A. Haris Abdullah, Tarjamah Bidayat‟ul Mujtahid: Juz 3 h. 474.

Page 51: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

42

saudara (seibu, sekandung, dan seayah) sama-sama menduduki derajat kedua

bersama kakek dan nenek.14

b) Saudara (Laki-laki-Perempuan) Sekandung atau Seayah

Menurut hukum kewarisan Imamiyah, saudara laki-laki atau

perempuan berhak mewarisi harta peninggalan pewaris selama tidak ada ahli

waris pada tingkat pertama yaitu: ayah-ibu dan keturunan, hal ini berbeda

dengan hukum kewarisan Ahl al-Sunnah yang memberikan hak pada saudara

laki-laki atau perempuan mewarisi bersama ibu pewaris.

Selanjutnya dalam hukum kewarisan Imamiyah, saudara perempuan

sekandung atau seayah mendapatkan 1/2 apabila seorang dan mendapat 2/3

apabila lebih dari seorang, apabila pewaris meninggalkan saudara laki-laki dan

perempuan sekandung maka ia mendapat bagian 2:1.

Selanjutnya dalam hukum kewarisan Imamiyah apabila pewaris

meninggalkan saudara perempuan sekandung bersama 10 orang saudara laki-

laki seayah maka yang berhak mewarisi adalah saudara perempuan sekandung

ia memperoleh 1/2+raad sebab Imamiyah menolak hadis ʻasabah.15

Selanjutnya apabila saudara laki-laki sekandung dan saudara laki-laki

seayah mewarisi secara bersama (menurut penulis) terdapat dua prinsip yaitu:

a) Saudara laki-laki sekandung dan saudara seayah mewarisi secara

bersama-sama, karena sistem hukum kewarisan Imamiyah menolak

hadis pemberian sisa kepada laki-laki yang terdekat.16

b) Saudara laki-laki seayah terhijab oleh saudara laki-laki sekandung sebab

ilhaq penulis dari terhalangnya anak-anak dari saudara seayah oleh

anak-anak dari saudara sekandung.17

14 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, h. 555. 15 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, h. 597.

16 Muhammad Abu Zuhrah, Hukum Waris: Menurut Imam Ja‟far Shadiq, h.123.

17 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhabh. 600.

Page 52: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

43

c) Saudara (Seibu, Sekandung, dan Seayah) Ketika Berkumpul Bersama

Menurut hukum kewarisan Imamiyah, Saudara laki-laki seibu tidak

bisa terkena hijab oleh saudara laki-laki sekandung, mereka tetap mewarisi

bersama saudara laki-laki sekandung, sedangkan saudara laki-laki dan

perempuan seayah tidak dapat mewarisi bersama saudara-saudara sekandung

baik saudara sekandung mewarisi secara fard maupun qarabah

(terbuka/‟asabah). Dalam hal ini saudara laki-laki ibu mendapat 1/6 dan sisanya

diberikan kepada saudara perempuan sekandung karena selama masih ada

saudara perempuan sekandung, saudara seayah tidak memperoleh apapun.18

C. Kewarisan Saudara (Pemaknaan Kalâlah dan Perolehan fard saudara)

Perspektif Hazairin

Pengertian kalâlah pada Surah al-Nisȃ‟ ayat 12 dan 176 menurut Hazairin

ialah seorang yang meninggal tidak memiliki keturunan baik laki-laki maupun

perempuan, dalam penentuan saudara Hazairin tidak membedakan perolehan

saudara seibu, sekandung, dan seayah karena tidak ada suatu perincian dalam ayat

tersebut mengenai arti akhun, ukhtun, ikhwah.19

Hal ini didasarkan pada

pernyataan Hazairin bahwa penentuan kadar 1/6 dan 1/3 itu berlaku dalam

keadaan khusus.

Menurut Hazairin keadaan khusus pada ayat 12 diberikan apabila pewaris

tidak meninggalkan keturunan (laki-laki dan perempuan) tetapi masih terdapat

ayah (karena tidak mungkin saudara terhijab oleh ayah karena ayah dan saudara

merupakan zawû al-farâid atau ashâb al-furûd) dan ibu masih hidup atau telah

meninggal. Selanjutnya pada ayat 176 keadaan khusus tersebut ialah apabila

pewaris tidak memiliki keturunan dan ayah sudah meninggal (ibu masih hidup

18 Muhammad Abu Zuhrah, Hukum Waris: Menurut Imam Ja‟far Shadiq, h.170.

19 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Quran dan Hadith, h. 50-51.

Page 53: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

44

atau telah meninggal), maka semua bentuk saudara perempuan seibu, sekandung,

dan seayah mendapatkan ½ apabila seorang dan 2/3 apabila lebih.20

Dalam menyamakan kedudukan saudara pada Surah al-Nisȃ‟ ayat 12 dan

176 setidaknya terdapat dua hal yang membuat Hazairin berpendapat demikian,

yaitu:

a) Hazairin tidak menggunakan atau meragukan kualitas riwayat yang

menyatakan bahwa ayat 12 Surah al-Nisâ‟ merupakan penentuan kadar

saudara seibu karena dalam kitab fikih biasanya menyinggung qiraah

tersebut.

b) Hazairin telah terpaku dalam sistem keluarga bilateral yang tidak berkelas

untuk menafsirkan sistem hukum kewarisan Islam yang semestinya tidak

memberikan perbedaan antara saudara kandung, ibu, maupun seayah.

Atas dasar uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemikiran

Hazairin terkait kalȃlah adalah seorang pewaris tidak berketurunan. Tetapi dalam

hal kewarisan saudara pada Surah al-Nisȃ´ ayat 12 diperlukan adanya ayah

sehingga semua saudara (seibu, sekandung, dan seayah) mendapatkan 1/6 jika

seorang, dan mendapat 1/3 jika lebih dari seorang.

Selanjutnya untuk kewarisan saudara pada Surah al-Nisȃ ayat 176

mensyaratkan ketiadaannya keturunan dan ayah, sehingga saudara perempuan

(seibu, sekandung, dan seayah) mendapatkan 1/2 jika seorang dan 2/3 jika lebih

dari seorang. Apabila saudara perempuan tersebut mewarisi bersama saudara laki-

laki, maka saudara laki-laki mendapat 2 bagian dan saudara perempuan mendapat

1 bagian.

20 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Quran dan Hadith, h. 55-56.

Page 54: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

45

D. Kewarisan Saudara Perspektif Hukum Kewarisan Islam Nasional

Kewarisan saudara dalam hukum kewarisan Islam nasional termuat dalam

Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 181-182,

Yurisprudensi Peradilan Agama, serta Buku II Pedoman Pelaksana Tugas dan

Admistrasi Peradilan Agama yang didasarkan pada Keputusan Ketua Mahkamah

Agung N0: KMA/032/SK/IV/2006 Tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman

Pelaksana Tugas dan Administrasi Pengadilan, adapun penjelasan dari produk

hukum adalah sebagai berikut:

1. Kewarisan Saudara Dalam KHI:

Kewarisan saudara (konsep kalȃlah dan perolehan saudara) dalam KHI

terdapat dalam dua pasal yaitu Pasal 181 yang menyatakan:

“ Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka

saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat

seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka

bersama-sama mendapatkan sepertiga bagian.”

Serta Pasal 182 :

Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia

mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat

separoh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan

saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka

bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut

bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian

saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan.21

Apabila memperhatikan ketentuan norma hukum di atas, maka penulis

menarik kesimpulan bahwa konsep kalâlah dalam KHI cendrung mengikuti

padangan fikih Ahl as-Sunnah yang menganggap bahwa kalâlah adalah seorang

yang meninggal tanpa meninggalkan ayah dan anak, hal ini ditandai oleh syarat

saudara mewarisi harta peninggalan pewaris dengan ketentuan tidak terdapat

ayah dan anak. tetapi dalam penjelasan pasal demi pasal tidak memperluas dan

21 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, h. 158.

Page 55: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

46

mempertegas siapa ayah itu, apakah di dalamnya termasuk kakek dari ayah.

serta siapa anak itu, apakah anak laki-laki atau perempuan atau kedua-duanya.

Untuk kewarisan saudara KHI juga membedakan jenis saudara dan

bagiannya yaitu saudara seibu, sekandung, dan seayah. Saudara laki-laki dan

sudara perempuan seibu mendapatkan 1/6 jika seorang dan 1/3 apabila mereka

dua orang atau lebih.

Selanjutnya untuk kewarisan saudara perempuan sekandung atau seayah

(dalam KHI) ia mendapatkan ½ bagian jika terdapat satu saudara perempuan

sekandung atau seayah, dan apabila saudara perempuan sekandung atau seayah

itu lebih dari satu maka ia mendapatkan 2/3 bagian. Terakhir, apabila saudara

laki-laki dan perempuan (sekandung atau seayah) berkumpul bersama, maka

bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara perempuan

(sekandung atau seayah) serta tidak terdapat ketentuan norma yang mengatur

apabila saudara seibu, sekandung dan seayah jika mewarisi secara bersamaan.

2. Kewarisan Anak Perempuan dan Saudara Kandung dalam

Yurisprudensi Peradilan Agama

Kewarisan anak perempuan dan saudara dalam Yurisprudensi Peradilan

Agama terdapat dalam tiga putusan yaitu: Purtusan MA No. 184K/AG/1995,

No. 86K/AG/1994 dan No. 122K/AG/1995 mengenai penjelasannya adalah

sebagai berikut:

Pada putusan yang pertama yaitu No.184K/AG/1995 ahli waris terdiri

dari istri, anak perempuan, empat orang saudara perempuan dan satu saudara

laki-laki. Sebagai benteng kekuasaan kehakiman terakhir di Indonesia,

Mahkamah Agung menetapkan kaidah yurisprudensi yaitu: “Dengan adanya

anak perempuan pewaris maka, saudara laki-laki dan perempuan pewaris ter-

hijab oleh anak tersebut.”22

22 MAHKAMAH AGUNG R.I., Yurisprudensi Mahkamah Agung Bidang Perdata Agama,

Jld 3, (Jakarta: PT Pilar Yuris Utama, 2009), h 528-530.

Page 56: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

47

Selanjutnya pada putusan yang kedua, yaitu putusan No.86K/AG/1994

ahli waris terdiri dari anak perempuan dan keturunan dari saudara laki-laki

pewaris (laki-laki dan perempuan) yang ketika itu saudara laki-laki tersebut

masih hidup (kasus munâsakhah), Mahkamah Agung pun memutuskan bahwa

anak perempuan menghalangi saudara laki-laki.23

Terakhir adalah putusan No. 122K/AG/1995, ahli waris terdiri dari lima

orang yaitu: seorang anak perempuan, dua orang saudara laki-laki kandung,

seorang saudara perempuan kandung, dan seorang anak laki-laki dari saudara

perempuan kandung yang wafat setelah pewaris meninggal dunia. Mahkamah

Agung dalam mempertimbangkan perkara ini menetapkan bahwa saudara-

saudara dan anak laki-laki dari saudara perempuan kandung terhalang oleh anak

perempuan pewaris.24

3. Kewarisan Saudara Dalam Buku II Pedoman Pelaksana Tugas dan

Administrasi dan Pengadilan:

Kewarisan saudara terdapat dalam Buku II Pedoman Pelaksana Tugas dan

Administrasi Peradilan Agama tentang Pedoman Khusus Teknis Peradilan sub-

bab Hukum Kewarisan, di dalamnya memuat tentang kewarisan saudara yang

menyatakan:

Pada Point 4 Tentang Kelompok Ahli Waris [sub-point nomer: (6) dan

(7)] menyatakan :

(6) Seorang saudara laki-laki atau perempuan (baik sekandung, seayah atau seibu)

mendapat 1/6 bagian, apabila terdapat dua orang saudara atau lebih (sekandung,

seayah atau seibu) mendapat 1/3 bagian jika saudara (sekandung, seayah atau

seibu) mewarisi bersama ibu pewaris (yurisprudensi).

(7) Seorang saudara perempuan (sekandung, seayah atau seibu) mendapat 1/2

bagian, dua orang saudara perempuan sekandung atau seayah atau lebih

23 MAHKAMAH AGUNG R.I., Yurisprudensi Mahkamah Agung Bidang Perdata Agama,

h. 495-502.

24 Naila Nur Fitriah, “Kedudukan Waris Anak Perempuan Bersama Saudara Pewaris:

Studi Putusan MA No. 122 K/Ag/1995.(Skripsi Prodi Akhwalul Syaksiyah UIN Syarif

Hidayatullah, 2012), h. 53- 66.

Page 57: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

48

mendapat 2/3 bagian, jika saudara perempuan tersebut mewarisi tidak bersama

ayah dan tidak ada saudara laki-laki atau keturunan laki-laki dari saudara laki-

laki.25

Pada Point 5 Tentang Prinsip Hijab-Mahjub (sub-point (a dan b)),

menyatakan:

(a) Anak laki-laki maupun perempuan serta keturunannya menghijab saudara

(sekandung, seayah, seibu) dan keturunannya, paman dan bibi dari pihak ayah

dan ibu serta keturunannya.

(b) Ayah menghijab saudara dan keturunannya, kakek dan nenek yang

melahirkannya serta paman / bibi pihak ayah dan keturunannya.26

Pada Point 6:

“ Kompilasi Hukum Islam membedakan saudara seibu dari saudara seayah

dan sekandung (Pasal 181 dan 182 KHI). Dalam perkembangannya,

yurisprudensi MARI menyamakan kedudukan saudara seibu dengan saudara

sekandung atau saudara seayah, mereka mendapat ashabah secara bersama-

sama dengan ketentuan saudara laki-laki mendapat dua kali bagian saudara

perempuan.”27

Berdasarkan uraian di atas maka kewarisan saudara dalam Buku II

Pedoman Teknis Adminsistrasi dan Peradilan Agama, menurut penulis memuat

kesimpulan yaitu:

a) Saudara berhak mewarisi harta peninggalan pewaris dengan ketentuan:

1) Ayah dan keturunan (laki-laki dan perempuan) menghalangi saudara

atau keturunan seibu, sekandung, dan seayah;

2) Saudara seibu, sekandung, dan seayah mendapatkan 1/6 jika seorang

dan 1/3 jika lebih dari seorang jika mewarisi bersama ibu;

25

Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama:

Buku II (Jakarta:Dirjen Badilag, 2013), h. 162. 26

Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, h.

163. 27

Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, h.

163.

Page 58: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

49

3) Saudara perempuan seibu, sekandung, dan seayah ia memperoleh ½

jika seorang dan 2/3 jika lebih dari seorang dengan syarat tidak ada

ayah dan saudara laki-laki dan keturunan dari saudara laki-laki.

4) Perolehan saudara (laki-laki dan perempuan) seibu dengan

sekandung atau seayah dalam perkembangannya mendapat 2:1

antara laki-laki dan perempuan.

5) Tidak terdapat ketentuan hijab-mahjub antara saudara sekandung

dan seayah.

E. Pesamaan, Perbedaan, dan Sebab Terjadinya Perbedaan dan Persamaan

Terhadap Kewarisan Saudara (Pemaknaan Kalâlah dan Perolehan Fard

Saudara)

Adapun aspek pesamaan, perbedaan, dan sebab terjadinya perbedaan dan

persamaan terhadap pemaknaan kalâlah dan perolehan fard saudara perspektif Ahl

Al-Sunnah, Imamiyah, Hazairin, dan Hukum Kewarisan Islam Nasional adalah

sebagai berikut:

1. Persamaan

Dari urian diatas maka penulis menarik kesimpulan bahwa kewarisan

saudara (pemaknaan kalâlah dan perolehan fard saudara) sedikit terjadinya

persamaan atau kesepakatan terhadap pemaknaan kalâlah dan perolehan

saudara, yaitu:

a) Pemaknaan kalâlah yaitu:

1) Antara Ahl Al-Sunnah dan Hukum Kewarisan Islam Nasional

(terutama dalam KHI) persamaan atau kesepakatannya yaitu sama-

sama menyepakati bahwa kalâlah ialah pewaris tidak meninggalkan

ayah dan anak, walaupun sebagian dari ulama´ Ahl al-Sunnah

berselisih tentang siapakah anak yang menghalangi saudara

sekandung atau seayah dalam memperoleh harta peningglan

pewaris;

Page 59: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

50

b) Perolehan Fard Saudara yaitu:

2) Ahl Al-Sunnah, Imamiyah, dan Hukum Kewarisan Islam Nasional

(terutama dalam KHI) persamaan atau kesepakatannya yaitu

membedakan saudara menjadi tiga jenis yaitu saudara seibu,

sekandang dan seayah. Walaupun dalam KHI belum mengatur

secara jelas apabila saudara seibu, sekandung, dan seayah mewarisi

secara bersama.

2. Perbedaan

Dari uraian diatas, maka perbedaan pemaknaan kalâlah dan kewarisan

saudara diantara Ahl Al-Sunnah, Imamiyah, Hazairin, serta Hukum Kewarisan

Islam Nasional (KHI dan Buku II Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi

Peradilan Agama), yaitu:

a) Menurut fikih Ahl al-Sunnah, kalâlah ialah pewaris tidak meninggalan

anak dan ayah sebab (menurut Toha JahJa Omar) berpegang pada „urf

makna kalâlah yaitu punah kebawah dan keatas, jadi apabila pewaris

meninggalkan ayah dan saudara laki-laki maka hal tersebut tidak

dinamakan kalâlah.28

Memang secara tersirat (menurut Toha JahJa Omar)

makna kalâlah adalah seorang yang tidak meninggalkan anak (Surah al-

Nisâ´ 4:176), tetapi datangnya ayah berasal dari qiyâs ayat terakhir Surah

al-Nisâ´ 4:11, yaitu:

مء ك ابا ؤ م ك ونلوأبىا ؤ مأقرب أيه متدر وفعا لك

Artinya: “orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di

antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.”

b) Menurut fikih Imamiyah kalâlah ialah seorang pewaris tidak meninggalkan

orang tua (ayah-ibu) dan keturunan (laki-laki/perempuan) sebab (menurut

Abu Zahrah) didasarkan pada terhalangnya saudara oleh keturunan (furûʽ)

pewaris (laki-laki dan perempuan) dalam Surah al-Nisâ´ (4) ayat 176, maka

28 Perdebatan Dalam Seminar Hukum Nasional 1963 Tentang Faraid Antara Prof.

Hazairin. S.H., Prof. H. Mahmud Yunus, dan H. Toha Jahya Omar, (Jakarta: Tintamas,1964), h. 23.

Page 60: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

51

berlaku pula terhalangnya saudara–secara mafhum– oleh usul pewaris yaitu

orang tua (ayah- ibu). 29

c) Menurut Hazairin kalâlah pada dasarnya ialah seorang yang meninggal

tidak meninggalkan keturunan baik laki-laki maupun perempuan, sebab

berdasarkan pada ayat 176 Surah al-Nisâ´. Sehingga saudara laki-laki atau

perempuan (seibu, sekandung, atau seayah) berhak mewarisi harta

peninggalan pewaris, dengan ketentuan saudara laki-laki atau perempuan

(seibu, sekandung, atau seayah) mendapat 1/6 jika saudara laki-laki atau

perempuan tersebut hanya seorang, dan mendapat 1/3 jika saudara tersebut

lebih dari seorang, dengan syarat ayah masih hidup.

Serta apabila ayah tidak ada, maka saudara perempuan (seibu

sekandung, dan seayah) mendapatkan 1/2 jika seorang, dan mendapat 2/3

jika lebih dari seorang. serta mewarisi 2:1 jika bersama saudara laki-laki

(seibu sekandung, dan seayah).

Hazairin berpendapat demikian sebab (menurut penulis) ada dua faktor:

1) Ia tidak menggunakan qiraat syâzzah sebagai petunjuk (dalil/hujjah)

untuk menafsirkan kewarisan saudara seibu yang terdapat pada ayat 12

Surah al-Nisâ´;

2) Terkait perbedaan kedudukan ayah (ada atau ketiadannya) mewarisi

besama saudara, disebabkan oleh pemahaman Hazairin yang

mendudukan ayah menerima waris secara qarâbah (terbuka), artinya

apabila ayah masih hidup, (pada ayat 12) ayah dapat mewarisi bersama

saudara dengan ketentuan saudara mendapat 1/6 atau 1/3 dan sisanya

diberikan kepada ayah karena pewaris tidak meninggalkan anak

(kalâlah). Dan pada surah al-Nisâ´ 176 menurut Hazairin ayah tidak

ada, sebab apabila ayah masih hidup, maka ayah akan mewarisi

29 Muhammad Abu Zuhrah, Hukum Waris: Menurut Imam Ja‟far Shadiq, h. 167

Page 61: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

52

bersama saudara laki-laki dan perempuan dengan ketentuan 2:1 dan hal

itu mustahil bagi Hazairin.30

d) Kalâlah dalam Hukum Kewarisan Islam Nasional memang tidak disebut

secara tegas dalam KHI dan Buku II Pedoman Pelaksana Tugas dan

Administrasi Peradilan Agama, tetapi dalam perkembangan yang terjadi

di pengadilan, setidaknya terdapat kaidah syarat kewarisan saudara yaitu:

Perwaris tidak meninggalkan ayah dan keturunan laki-laki atau

perempuan (Pasal 180-181 KHI, Yurisprudensi MA, dan Buku II).

Selanjutnya untuk kewarisan saudara KHI membedakan beberapa

jenis saudara yaitu seibu, sekandung atau seayah. Sementara dalam Buku

II Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Tentang

Hukum Kewarisan) hanya mengatur kewarisan saudara seibu dengan

sekandangun atau seayah (tidak mengatur kewarisan saudara apabila

berkumpul bersama saudara seibu, sekandung, dan seayah). 31

30 Perdebatan Dalam Seminar Hukum Nasional 1963 Tentang, h 84-85. 31

Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama,

h.163.

Page 62: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

53

BAB V

MUNASȂKAH DALAM PUTUSAN M.A. No. 30 PK/AG/2013

A. Deskripsi Struktur Nasab Dalam Putusan M.A No. 30 PK/Ag/2013

Deskripsi Struktur Nasab pada putusan M.A. No. 30 PK/Ag/2013 bermula

dari penikahan Inaq SN alias Hj. RH (istri) dengan Amaq NN alias H. IM (suami),

sebelum keduanya menikah, H. IM (wafat tahun 2007) telah mempunyai anak laki-

laki yang bernama MH bin H. IM dari istri sebelumnya yang bernama Inaq NN

(wafat pada tahun 1963).

Hj. RH (wafat tahun 2006) pun sebelum menikah dengan H. IM telah

mempunyai dua orang anak yaitu anak laki-laki yang bernama SL bin Mamiq SN

dan anak perempuan yang bernama Inaq NEN binti Mamiq SN (wafat Tahun 2004).

Anak tersebut merupakan anak bawaan pernikahan sebelumnya dengan Mamiq SN

yang statusnya telah bercerai. Inaq NEN binti Mamiq SN selaku anak perempuan dari

Hj. RH telah berkeluarga dengan Amaq NE (suami) dan mempunyai empat orang

anak diantaranya adalah tiga anak perempuan yaitu AH, MH, FH, dan satu anak laki-

laki yang bernama KN.

Dari hasil pernikahan Hj. RH dan H. IM, mereka memiliki tiga orang anak laki-

laki yang bernama JL bin H. IM, BI bin H. IM, dan HR bin H. IM (wafat tahun

2011). Serta memiliki 6 (enam) point harta peninggalan yang statusnya adalah harta

bersama dan harta bawaan. Keenam point harta bersama dan bawaan tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Tanah Sawah dengan luas 0,250 Ha;

2. Tanah Sawah dengan luas 2.559 M2;

3. Tanah Sawah dengan luas 1.100 M2;

4. Tanah Sawah dengan luas 1.350 M2

5. Tanah pekarangan seluas + 265 M2 are, dan di atasnya terdapat sebuah

bangunan rumah permanen ukuran 7 M x 6 M;

Page 63: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

54

Inaq NN

(w:1963)

SL

Inaq NEN

(W: 2004)

JL

(Penggugat) BI

HR

(W: 2011) MA

MH

(Terguggat)

6. Tanah pekarangan seluas + 152 M2 are, dan di atasnya terdapat sebuah

bangunan rumah semi permanen ukuran 6 M x 5 M.

Lalu JL bin H.IM selaku anak dari pasangan Hj. RH dan H. IM menggugat MH

bin H.IM ke Pengadilan Agama Selong, sebab ia menguasai harta bersama dan

bawaan (poin a-e) Hj. RH dan H. IM yang belum dibagi wariskan selama 5 tahun

kepada ahli waris yang lain (munâsakhah). Dari uraian di atas maka dapat ditarik

gambaran struktur nasabnya adalah sebagai berikut:

Gambar 1: Struktur Nasab

B. Munâsakhah Dalam Putusan M.A. No. 30 PK/Ag/2013

Penyelesaian pembagian harta bawaan dan bersama Inaq SN alias Hj. RH dan

Amaq NN alias H. IM secara munâsakah kepada ahli warisnya dalam putusan M.A.

No. 30 PK/Ag/2013 diawali dengan putusan Pengadilan Agama Selong No.

502/Pdt.G/2011 yang pada pokok amarnya adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan harta bersama dari pasangan Inaq SN alias Hj. RH dan Amaq NN

alias H.IM adalah poin: 1, 2, dan 6. 1

b. Menetapkan membagi harta bersama pada point a di atas, setengahnya menjadi

milik Amaq NN alias H. IM dan setengahnya lagi menjadi milik Inaq SN alias

Hj. RH

1 Putusan M.A No. 30 PK/Ag/2013, h-10-11

v

Inaq SN alias Hj. RH

(w:2006)

Amaq NN alias H. IM

(w:2007) Mamiq SN

v AH MH FH KN

AMAQ NE

cerai

Page 64: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

55

c. Menetapkan bagian masing-masing ahli waris Inaq SN alisa Hj. RH (wafat

2006) adalah sebagai berikut:

1) Amaq NN alias H. IM (suami) mendapat ¼ bagian = 9/36 bagian;

2) Mamiq SL bin Mamiq SN (anak laki-laki) mendapat 6/36 bagian;

3) Amaq JL bin Amaq NN alias H. IM (anak laki-laki) mendapat 6/36 bagian;

4) HR bin Amaq NN alias H. IM (anak laki-laki) mendpat 6/36 bagian;

5) BI bin Amaq NN alias H. IM (anak laki-laki) mendapat 6/36 bagian;

6) Ahli waris pengganti Inaq NEN yaitu AH binti Amaq NE, MH binti Amaq

NE, FH binti Amaq NE dan KN bin Amaq NE, semuanya mendapat 3/36

bagian.2

Tabel 1: Penyelesaian Harta Peninggalan Inaq SN alias Hj. RH.3

No AR Ahli Waris FM AM: 4 X 9

(AR) = 36 Bagian

1 H. IM (suami) ¼ 9/36 9/36

2 2 Mamiq SL (anak laki-laki)

A 27/36

27: 9 (AD) = 3

3x2= 6 bagian

untuk anak laki-

laki

3x1= 3 untuk

anak perempuan

6/36

3 2 Amaq JL (anak laki-laki) 6/36

4 2 HR (anak laki-laki) 6/36

5 2 BI (anak laki-laki) 6/36

6 1

ahli waris pengganti Inaq

NEN (anak perempuan )

yang memiliki 4 orang

anak

3/36

Jml 9 36/36 36/36

d. Menetapkan harta warisan Amaq NN alias H.IM (wafat 2007) adalah sebagai

berikut:

1) Setengah dari harta bersama sebagaimana tersebut pada poin c di atas;

2) ¼ bagian dari harta warisan Inaq SN alias Hj. RH;

3) Harta bawaan Amaq NN alias H.IM adalah poin: 3, 4, dan 5.

e. Menetapkan bagian masing-masing ahli waris Amaq NN alias H. IM (wafat

2007) adalah sebagai berikut:

2 Putusan M.A No. 30 PK/Ag/2013, h. 12

3 Tabel ini dan tabel berikutnya merupakan hasil penafsiran penulis (tidak mewakili

pandangan lembaga peradilan terkait)

Page 65: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

56

1) Amaq MH bin Amaq NN alias H. IM mendapat ¼ bagian;

2) Amaq JL bin Amaq NN alias H. IM mendapat ¼ bagian;

3) HR bin Amaq NN alias H. IM mendapat ¼ bagian;

4) BI bin Amaq NN alias H. IM mendapat ¼ bagian.4

Tabel 2: Penyelesaian Harta Peninggalan Amaq NN alias H. IM

No Ahli Waris FM Bagian

1 MH (anak laki-laki)

A

1/4

2 Amaq JL (anak laki-laki) 1/4

3 HR (anak laki-laki) 1/4

4 BI (anak laki-laki) 1/4

Jml 4/4

f. Menetapkan harta warisan HR bin H.IM (wafat 2011) adalah:

1) 6/36 dari harta peninggalan Inaq SN alisa Hj. RH (wafat 2006)

2) 1/4 dari harta peninggalan Amaq NN alias H. IM (wafat 2007)

g. Menetapkan bagian masing-masing ahli waris HR bin H.IM (wafat 2011)

adalah sebagai berikut:

1) MA binti TR (istri) ¼ bagian = 3/12 bagian;

2) Amaq MH bin Amaq NN alias H. IM (saudara laki-laki sebapak) 3/12

bagian;

3) Amaq JL bin Amaq NN alias H. IM 3/12 bagian;

4) BI bin Amaq NN alias H. IM 3/12 bagian

Tabel 3: Penyelesaian Harta Peninggalan HR bin H.IM

4 Putusan M.A No. 30 PK/Ag/2013, h. 13

No AR Ahli waris FM

KPK: 4x3

(AR) = 12

saham

Saham

Masing-

Masing

1 MA (istri) ¼ 3/12 3/12

2 1 MH (saudara laki-laki seayah)

A 9/12

3/12

3 1 HR (saudara laki-laki seayah) 3/12

4 1 BI (saudara laki-laki kandung) 3/12

Jml 3 12/12 12/12

Page 66: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

57

Setelah Pengadilan Agama Selong memutusakan secara faraid harta bawaan

dan bersama Inaq SN alias Hj. RH dan Amaq NN alias H. IM kepada ahli warisnya,

putusan Pengadilan Agama Selong atas permohonan terguggat (MH bin H.IM) telah

diperbaiki melalui putusan PTA. Mataram No.55/Pdt.G/2012 yang pada pokoknya

adalah sebagai berikut:

a. Tambahan pertimbangan:

1) Bahwa sebelum harta peninggalan Amaq NN alias H.IM (ayah penggugat

dan terguggat) dibagi wariskan harus dibayarkan kepada MH bin H.IM

(terguggat) sebesar Rp. 34.000.000 untuk keperluan perawatan jenazah

dan selametan atas meninggalnya H.IM dan Hj. RH (orang tua penggugat

dan terguggat). Sebab MH bin H.IM (terguggat) lah yang menebus harta

bawaan Amaq NN alias H.IM yaitu tanah pada point 3 dan 4, yang telah

digadai oleh JL bin H.IM untuk keperluan perawatan jenazah dan

selametan.5

2) Bahwa sebelum harta peninggalan HR bin H.IM dibagikan maka harus

dikurangi terlebih dahulu sebesar Rp. 45.000.000 yang diberikan kepada

JL bin H. IM, sebab sebelum dan sesudah almarhum HR bin H. IM

meninggal, Jl bin H. IM lah yang mencari pinjaman untuk keperluan

pengurusan kepulangan dari kalimantan, keperluan perawatan jenazah,

serta acara selametan almarhum HR bin H.IM.6

3) Bahwa dalam penetapan ahli waris HR bin H. IM yang telah diputus oleh

Pengadilan Agama Selong perlu diperbaiki lantaran Amaq MH bin H. IM

merupakan saudara sebapak yang terhalang oleh Amaq JL bin H. IM

selaku saudara sekandung (seibu sebapak). Berdasarkan hal ini Majelis

Hakim banding mempertimbangkan bahwa yang menjadi ahli waris dari

almarhum HR bin H. IM merupakan saudara seibu yaitu Mamiq SL dan

5 Putusan No. 55/Pdt.G/2012/PTA. Mataram, h. 11.

6 Putusan No. 55/Pdt.G/2012/PTA. Mataram, h. 11 dan 18.

Page 67: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

58

Inaq NEN (digantikan oleh anaknya yaitu AH, FH, MH, dan KN) dan

saudara kandung pewaris yaitu Amaq JL bin H. IM dan BI bin H. IM

dengan perbandingan untuk laki-laki 2 (dua) dan untuk perempuan 1

(satu).7

b. Putusan PTA. Mataram terhadap harta peninggalan HR bin H. IM yaitu:

1) Menetapkan bagian masing-masing ahli waris HR bin H. IM, dengan

ketentuan bahwa harta warisan yang dibagikan adalah harta warisan

setelah dikurangai atau dibayarkan kepada Amaq JL bin H. IM atas biaya-

biaya keperluan pengurusan kepulangan dari kalimantan, keperluan

perawatan jenazah, serta acara selametan almarhum HR bin H.IM adalah

sebagai berikut :

a. MA binti TR (istri) mendapat 35/140 bagian;

b. Amaq JL bin Amaq NN alias H. IM (saudara laki-laki sekandung)

mendapat 30/140 bagian;

c. BI bin Amaq NN alias H. IM (saudara laki-laki sekandung) mendapat

30/140 bagian;

d. Mamiq SL bin Mamiq SN (saudara laki-laki seibu) mendapat 30/140

bagian;

e. Ahli waris pengganti Inaq NEN binti Mamiq SN (saudara perempuan

seibu), yaitu:

1) AH binti Amaq NE mendapat 3/140 bagian;

2) MH binti Mamiq NE mendapat 3/140 bagian;

3) FH binti Mamiq NE mendapat 3/140 bagian;

4) KN bin Mamiq NE mendapat 6/140 bagian.8

7 Putusan No. 55/Pdt.G/2012/PTA. Mataram, h. 12.

8 Putusan M.A. No. 30 PK/Ag/2013, h. 18

Page 68: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

59

Tabel 4: Penyelesaian PTA. Mataram Yang Memperbaiki Pembagian Harta Peninggalan

HR bin H.IM dalam Putusan PA. Selong.

Setelah putusan PTA. Mataram berkekuatan hukum tetap MH bin H. IM mengajukan

Permohonan Peninjauan Kembali dengan beberapa alasan sebagai berikut:

a. Majelis Hakim telah melanggar syarat formal yaitu tidak mendudukan FH

(anak perempuan Inaq NEN) sebagai subjek hukum lantaran ia sudah berumur

18 yang tidak lagi dalam kekuasaan orang tuanya.

b. Pengadilan tingkat pertama dan banding telah memutus dari yang diminta yaitu

tentang ahli waris Inaq SN alias Hj. RH.

c. Pengadilan tingkat pertama dan banding tidak memeriksa ahli waris secara

menyeluruh dan tuntas.

d. Pemohon PK menemukan bukti baru tentang status tanah poin 2 yaitu atas

nama paman pemohon PK yang bernama Amaq SN.

No AR Ahli Waris FM

AM/KPK: 4x7

(AR) = 28

saham.

28 saham x 5

AR dari

keturunan NN

binti Mamiq

SN = 140

saham

Bagian

1 MA (istri) ¼ 35/140 35/140

2 2 SL bin Mamiq SN

(saudara laki-laki seibu)

Abg 105/140

105: 7 (AR) =

15

Laki-laki

dikali 2

Perempuan

dikali 1

30/140

3 1

NN binti Mamiq SN

(saudara perempauan

seibu)

*wafat tahun 2004 dan

memiliki empat orang

anak

15/140

4 2 Amaq JL (saudara laki-

laki kandung) 30/140

5 2 BI (saudara laki-laki

kandung) 30/140

6 - MH (saudara laki-laki

seayah) - - - -

Jml 7 140/140 140/140

Page 69: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

60

Tetapi dalam pertimbangannya Mahkamah Agung menolak permohonan pemohon

dengan amar:

“Dalam mempertimbangkan permohonan peninjauan kembali,

Mahkamah Agung menilai bahwa bukti baru yang diajukan oleh Amaq MH

(tergugat/pemohon peninjauan kembali) tidak bersifat menentukan, karena

bukan surat kepemilikan terhadap objek sengketa, selain itu tidak ada

kehilafan hakim judex facti dalam memutus perkara a quo karena semuanya

telah dipertimbangkan dalam putusan a quo.”9

9 Putusan M.A. No.30 PK/Ag/2013, h.21

Page 70: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

61

BAB VI

ANALISIS PUTUSAN

A. Kewarisan Saudara Dalam Putusan M.A. No. 30PK/Ag/2013

Majelis Hakim Agung pada putusan No. 30PK/Ag/2013 telah memutuskan

bahwa tidak terdapat kekhilafan hakim judex facti (PTA. Mataram) dalam

memutuskan perkara No. 55/Pdt.G/2012 sebab semuanya telah dipertimbangkan

dalam putusan tersebut.1 Padahal dalam putusan PTA. Mataram tersebut memuat

pertimbangan: “bahwa sisa harta setelah dikeluarkan bagian istri diberikan kepada

saudara laki-laki seibu, keturunan saudara perempuan seibu (sebagai ahli waris

pengganti saudara perempuan seibu), dan saudara laki-laki sekandung. Dengan

ketentuan saudara-saudara seibu dan saudara sekandung mendapatkan 2:1 serta

saudara laki-laki seayah terhalang oleh saudara laki-laki kandung dalam memperoleh

tirkah”.2 Berikut adalah amar bagian masing-masing ahli waris HR bin H.IM :

1. Menetapkan bagian masing-masing ahli waris HR bin H. IM adalah sebagai

berikut :

a) MA binti TR (istri) mendapat 35/140 bagian;

b) Amaq JL bin Amaq NN alias H. IM (saudara laki-laki sekandung)

mendapat 30/140 bagian;

c) BI bin Amaq NN alias H. IM (saudara laki-laki sekandung) mendapat

30/140 bagian;

d) Mamiq SL bin Mamiq SN (saudara laki-laki seibu) mendapat 30/140

bagian;

e) Ahli waris pengganti Inaq NEN binti Mamiq SN (saudara perempuan

seibu), yaitu:

1) AH binti Amaq NE mendapat 3/140 bagian;

1 Putusan Mahkamah Agung No:30 PK/Ag/2013, h.21. 2 Putusan Pengadilan Tinggi Mataram No: 55/Pdt.G/2012/PTA. MTR, h.12, dan 17-19.

Page 71: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

62

2) MH binti Mamiq NE mendapat 3/140 bagian;

3) FH binti Mamiq NE mendapat 3/140 bagian;

4) KN bin Mamiq NE mendapat 6/140 bagian. 3

Berikut adalah tabel penyelesaian harta peninggalan HR bin H. IM:

a) Tabel Penyelesaian PTA. Mataram (Pada Proses PK Dianggap Tidak

Terdapat Kehilafan Hakim Oleh Mahkamah Agung) Terhadap Harta

Peninggalan HR bin H.IM (w:2011) Tabel 1

4

3 Putusan M.A. No. 30 PK/Ag/2013, h. 18

4 Tabel ini merupakan penafsiran penulis terhadap putusan (tidak mewakili lembaga peradilan

terkait). Untuk lebih lengkapnya lihat pada lembar lampiran.

No AR Ahli Waris FM

AM/KPK: 4x7

(AR) = 28 saham.

28 saham x 5

AR dari keturunan NEN

binti Mamiq

SN = 140 saham

Bagian

1 MA (istri) ¼ 35/140 35/140

2 2 SL bin Mamiq SN (saudara laki-laki seibu)

abg 105/140

105: 7 (AD) = 15

Laki-laki

dikali 2 Perempuan

dikali 1

30/140

3 1

NEN binti Mamiq SN

(saudara perempauan seibu) *wafat tahun 2004 dan

memiliki empat orang anak

15/140

4 2 Amaq JL (saudara laki-laki kandung)

30/140

5 2 BI (saudara laki-laki kandung)

30/140

6 - MH (saudara laki-laki

seayah) - - - -

Jml 7 140/140 140/140

Page 72: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

63

B. Analisis Harta Peninggalan HR Bin H.IM (w:2011) Perspektif Ahl al-

Sunnah, Imamiyah, dan Hukum Kewarisan Islam Nasional

Penyelesaian harta peninggalan HR bin H.IM (w:2011) menurut Ahl al-Sunnah,

Imamiyah, Pemikiran Hazairin dan Hukum Kewarisan Islam Nasional adalah sebagai

berikut:

1. Analisis Penyelesaian Harta Peninggalan HR bin H.IM (w:2011)

Perspektif Fikih Ahl al-Sunnah

Tabel 2:

No AR Ahli Waris FM AM

(12)

Tashih al-Mas´alah

KPK: 12X 2 (AR) =

24

Bagian

1 MA (Istri) 1/4 3 8/24 8/24

2 SL bin Mamiq SN (saudara

laki-laki seibu) 1/6 2 4/24

4/24

3

NEN binti Mamiq SN

(saudara perempauan seibu)

*wafat tahun 2004 dan

memiliki empat orang anak

- - - -

4 1 Amaq JL (saudara laki-laki

sekandung ) A 7 12/24

6/24

5 1 BI (saudara laki-laki

sekandung) 6/24

6 MH (saudara laki-laki

seayah) - - - -

Jml 2 12 24/24 24/24

Berdasarkan tabel di atas istri mendapat 1/4 sebab pewaris tidak memiliki

anak, saudara laki-laki seibu mendapat 1/6 sebab hanya seorang, serta saudara

laki-laki sekandung mendapat „asabah.

Selanjutnya NEN binti Mamiq SN selaku saudara seibu (w:2004) dan MH

bin H.IM selaku saudara seayah terhalang mendapkan tirkah (menurut fikih Ahl

al-Sunnah) sebab:

a. NEN binti Mamiq SN (w:2004) terhalang mendapkan tirkah lantaran ia

wafat mendahului pewaris dan anak-anak dari NEN binti Mamiq SN yang

berkedudukan sebagai zawi al-arhȃm juga terhalang oleh ahli waris

penerima „asabah yaitu anak laki-laki pewaris.

Page 73: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

64

b. MH bin H.IM selaku saudara seayah terhalang mendapatkan tirkah karena

ia tergolong sebagai „asabah bi al-nafs. Prinsip dari „asabah bi al-nafs

adalah ahli waris yang lebih dekat (BI bin H.IM dan Amaq JL bin H.IM,

selaku saudara kandung pewaris) menghalangi saudara seayah (MH bin

H.IM).5

2. Analisis Penyelesaian Harta Peninggalan HR bin H.IM (w:2011)

Perspektif Fikih Imamiyah

Penyelesaian Harta Peninggalan HR bin H.IM (w:2011) Perspektif Fikih

Imamiyah adalah sebagai berikut:

Tabel 3:

No AR Ahli Waris FM AM

(12)

Tashih al-Mas´alah

KPK: 12X 2 (AR) = 24

Bagian

1 MA (Istri) 1/4 3 8/24 8/24

2 SL bin Mamiq SN (saudara laki-laki seibu)

1/6 2 4/24 4/24

3

NEN binti Mamiq SN (saudara perempauan

seibu) *wafat tahun 2004 dan

memiliki empat orang anak

- - - -

4 1 Amaq JL (saudara laki-laki

sekandung ) A 7 12/24

6/24

5 1 BI (saudara laki-laki sekandung)

6/24

6 MH (saudara laki-laki seayah)

- -

Jml 2 12 24/24 24/24

Menurut fikih Imamiyah isteri mendapatkan bagian karena ia tergolong

sebagai ahli waris sebab hubungan perkawinan dan ia mendapatkan fard-nya

yaitu 1/4. Sedangkan saudara seibu mendapat 1/6 karena ia tergolong sebagai

ahli waris ashâb al-furûd/zawî al-sihâm.

5 M.A Abdurahman & A. Haris Abdullah, Tarjamah Bidayat‟ul Mujtahid: Juz 3, h.477.

Page 74: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

65

Selanjutnya keturunan dari saudara perempuan seibu tidak dapat

mewarisi dan tidak dapat menggantikan fard saudara perempuan seibu sebab

terhalang oleh saudara laki-laki seibu (ahli waris derajat pertama).

Untuk kewarisan saudara sekandung dan saudara seayah dalam hal ini

terdapat dua prinsip dalam fikih Imamiyah yaitu:

a) Terhijab oleh saudara laki-laki sekandung sebab (ilhâq penulis) dari

terhalangnya anak-anak dari saudara seayah oleh anak-anak dari saudara

sekandung.6

b) Tidak terhijab karena dalam sistem kewarisan Imamiyah menolak hadis

terkait pemberian sisa kepada laki-laki yang terdekat. 7

Terkait dua ketetuan di atas penulis lebih cendrung menggunakan prinsip yang

pertama.

6 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab: Ja´fari, Hanafi, Maliki, Syafi´i,

Hambali, h. 600.

7 Muhammad Abu Zuhrah, Hukum Waris: Menurut Imam Ja‟far Shadiq, h.123.

Page 75: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

66

3. Analisis Penyelesaian Harta Peninggalan HR bin H.IM (w:2011)

Perspektif Hazairin

Penyelesaian Harta Peninggalan HR bin H.IM (w:2011) perspektif

Hazairin adalah sebagai berikut:

Tabel 4:

No AR Ahli Waris FM AM (4)

Tashih al-Mas´alah KPK: 4X 9 (AR) =

36 Bagian

1 MA (Istri) 1/4 1 9/36 9/36

2 2 SL bin Mamiq SN (saudara

laki-laki seibu)

Q

3 27/36

6/36

3 1

NEN binti Mamiq SN (saudara perempauan seibu)

*wafat tahun 2004 dan memiliki empat orang anak

3/36

4 2 Amaq JL (saudara laki-laki sekandung )

6/36

5 2 BI (saudara laki-laki

sekandung) 6/36

6 2 MH (saudara laki-laki

seayah) 6/36

Jml 9 4 36/36 36/36

Berdasarkan tabel di atas, penyelesaian harta peninggalan HR bin H.IM

(w:2011) perspektif Hazairin diberikan kepada istri, saudara laki-laki, dan

perempuan (seibu, sekandung, dan seayah) dengan ketentuan isrti mendapat 1/4

serta saudara laki-laki dan perempuan mendapat 2:1.

Saudara laki-laki dan perempuan (seibu, sekandung, dan seayah)

menerima 2:1 sebab termasuk kategori kalâlah pada Surah al-Nisȃ´ (4): 176 yang

menurut Hazairin seorang pewaris tidak meninggalkan ayah dan keturunan.8

Selanjutnya walaupun saudara perempuan seibu telah wafat mendahului

pewaris, keempat anaknya berhak menggantikannya melalui konsep mawali

dengan ketentuan laki-laki dan perempuan mendapatkan 2:1.9

8 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Quran dan Hadith, h. 55-56. 9 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilatera Menurut Al-Quran dan Hadith , h. 33.

Page 76: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

67

4. Analisis Penyelesaian Harta Peninggalan HR bin H.IM (w:2011)

Perspektif Hukum Kewarisan Islam Nasional

Hukum Kewarisan Nasional terdapat memiliki tiga produk hukum yang

mengatur tentang kewarisan saudara yaitu KHI, Yurisprudensi MA, dan Buku II

Pedoman Pelaksana Tugas Peradilan Agama Tentang Pedoman Khusus Teknis

Peradilan (sub-bab Hukum Kewarisan).

Tetapi dalam kasus ini hanya diperlukan dua produk hukum saja untuk

menganalisis harta peninggalan HR bin H.IM yaitu KHI dan Buku II Pedoman

Pelaksana Tugas Peradilan Agama sebab yurispudensi MA hanya mengatur

kewarisan saudara-saudara kandung bersama anak perempuan pewaris. Mengenai

penyelesaian harta peninggalan HR bin H.IM melalui kedua produk hukum

tersebut adalah sebagai berikut:

a) Analisis Harta Peninggalan HR bin H.IM (w:2011) Berdasarkan

Kompilasi Hukum Islam

Tabel 5

No AR Ahli Waris FM AM (12)

Tashih al-Mas´alah KPK: 12X 2 (AR) =

24 Bagian

1 MA (Istri) 1/4 3 7/24 8/24

2 SL bin Mamiq SN (saudara

laki-laki seibu)

1/3 4 8/24 4/24

3

NEN binti Mamiq SN (saudara perempauan seibu)

*wafat tahun 2004 dan memiliki empat orang anak

4 1 Amaq JL (saudara laki-laki

sekandung ) A 5 9/24

6/24

5 1 BI (saudara laki-laki

sekandung) 6/24

6 - MH (saudara laki-laki

seayah) - - - -

Jml 2 12 24/24 24/24

Berdasarkan tabel di atas penyelesaian harta peninggalan HR bin H.IM

(w:2011) perspektif KHI diberikan kepada istri yang mendapat 1/4 sebab pewaris

Page 77: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

68

tidak meningglkan anak (Pasal 180 KHI) dan saudara (laki-laki dan perempuan)

seibu mendapat 1/3 sebab saudara (laki-laki dan perempuan) seibu berjumlah dua

orang (Pasal 181 KHI), serta anak laki-laki dan perempuan dari saudara perempuan

seibu menjadi ahli waris pengganti saudara perempuan seibu yang telah wafat

mendahului pewaris dengan ketentuan laki-laki dan perempuan mendapat 2:1.10

Untuk kewarisan saudara laki-laki kandung dan seayah ketika berkumpul

bersama belum diatur secara jelas dalam KHI, karena KHI hanya mengatur saudara

laki-laki kandung “atau” seayah, jika berkumpul bersama saudara perempuan

kandung “atau” seayah yang terdapat pada Pasal 182 KHI, berikut adalah kutipannya:

Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia

mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat

separoh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara

perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-

sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-

sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-

laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan.11

Maka dari ketentuan pasal tersebut setidaknya (menurut penulis) akan timbul

penafsiran hukum yang dilakukan oleh Hakim Peradilan Agama yaitu saudara seayah

terhijab oleh saudara sekandung sebab melandasakan pada prinsip kewarisan Ahl al-

Sunnah yaitu saudara seayah terhijab oleh saudara sekandung.12

10 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, h. 158.

11 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, h. 158. 12 M.A Abdurahman & A. Haris Abdullah, Tarjamah Bidayat‟ul Mujtahid: Juz 3, h.477.

Page 78: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

69

b) Analisis Harta Peninggalan HR bin H.IM (w:2011) Berdasarkan Buku II

Pedoman Pelaksana Tugas dan Admistrasi Peradilan Agama

Tabel 6

Berdasarkan tebel di atas, penyelesaian harta peninggalan HR bin H.IM

(w:2011) apabila merujuk pada Buku II Pedoman Pelaksana Tugas diberikan

kepada istri 1/4 sebab tergolong dalam penerima zawi al-furûd, serta saudara

laki-laki dan perempuan sebab saudara tergolong ahli waris yang tidak

ditentukan bagiannya.13

Selanjutnya terkait perolehan bagian saudara seibu, sekandung, dan

seayah dalam buku pedoman Buku II Pedoman Pelaksana Tugas Peradilan

Agama terdapat dua ketentuan yaitu:

1. Saudara seibu, sekandung, dan seayah (laki-laki atau perempuan)

mendapat 1/6 jika seorang dan 1/3 jika lebih dari seorang dengan

ketentuan mewarisi bersama ibu pewaris.

13 Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, h. 162

No AR Ahli Waris FM AM (4)

Tashih al-Mas´alah KPK: 4X 7 (AR) =

28

Bagian

1 MA (Istri) 1/4 1 7/28 7/28

2 2 SL bin Mamiq SN (saudara laki-laki seibu)

Q 3 21/28

6/28

3 1

NEN binti Mamiq SN (saudara perempauan

seibu) *wafat tahun 2004 dan memiliki empat orang anak

3/28

4 2 Amaq JL (saudara laki-laki

sekandung ) 6/28

5 2 BI (saudara laki-laki sekandung)

6/28

6 - MH (saudara laki-laki seayah)

- - - -

Jml 7 4 21/28 21/28

Page 79: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

70

2. Saudara seibu dengan saudara sekandung atau seayah mendapatkan

„asabah dengan ketentuan saudara laki-laki dan perempuan mendapat

(2:1). Berikut adalah kutipan normanya:

“ Kompilasi Hukum Islam membedakan saudara seibu dari saudara

seayah dan sekandung (Pasal 181 dan 182 KHI). Dalam

perkembangannya, yurisprudensi MARI menyamakan kedudukan

saudara seibu dengan saudara sekandung atau saudara seayah,

mereka mendapat ashabah secara bersama-sama dengan ketentuan

saudara laki-laki mendapat dua kali bagian saudara perempuan.”14

Berdasakan norma hukum pada ponit 2 di atas dan tabel penyelesaian harta

peninggalan HR. bin H. IM penulis menggolongkan suadara seibu dengan

saudara sekandung mendapat 2:1 sebab apabila saudara seibu, sekandung dan

seayah mendapatkan 1/6 atau 1/3 harus menyaratkan adanya ibu pewaris.

Selanjutnya untuk saudara laki-laki seayah terhalang oleh saudara laki-laki

sekandung berdasarkan prinsip „asabah bi al-nafs.

C. Analisis Penulis

Dari beberapa hasil analisis di atas penulis menganggap bahwa putusan

Mahkamah Agung No.30 PK/Ag/2013 yang menganggap tidak terapat kekhilafan

hakim PTA. Mataram cendrung mengikuti Buku II Pedoman Pelaksana Tugas

Pengadilan Agama yang menyamakan kewarisan saudara seibu dan saudara

sekandung (memperoleh bagian 2:1) setelah dikeluarkan bagian istri 1/4, serta

terhalangnya saudara laki-laki seayah oleh saudara laki-laki kandung didasarkan pada

prinsip tarjih biquati qarabah dalam pembahasan „asabah bi al-nafs perspektif Ahl

al-Sunnah.

Padahal penyamaan kewarisan saudara seibu dan sekandung dalam literatur

fikih Ahl al-Sunnah hanya terdapat dalam kasus musyarakah yaitu kasus yang diputus

oleh sahabat Umar bin Khatab R.A. yang menyatakan bahwa saudara seibu dan

sekandung berhak berserikat dalam 1/3 fard, walaupun sahabat nabi yang lain seperti

14 Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, h. 163.

Page 80: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

71

Ali dan Ibnu Mas‟ud berbeda pandangan dengan Umar. Sahabat Ali dan Ibnu mas‟ud

menyatakan bahwa saudara laki-laki sekandung tidak dapat berserikat dengan

saudara-saudara seibu, sebab saudara laki-laki sekandung tidak mendapatkan bagian

karena harta peninggalan telah habis dibagikan kepada ahli waris yang mempunyai

fard yaitu suami 1/2, Ibu 1/6, dan 2 orang saudari seibu 1/3.15

Walaupun demikian, sahabat Umar pun tetap mempertahankan saudara seibu

dan sekandung berserikat dalam 1/3 dengan menerapkan Surah al-Nisâ´ ayat 12

(tidak menerapkan Surah al-Nisâ´ ayat 176 sepertihalnya putusan PTA. Mataram

yang dianggap tidak terdapat kekhilafan oleh majelis hakim agung pada putusan M.A.

No. 30 PK/Ag/2013).

15 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 113-114.

Page 81: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

72

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ratio decidendi majelis hakim judex factie (PTA. Mataram) dan judex juris

(Mahkamah Agung) dalam mentapkan harta peninggalan HR bin H.IMyaitu:

1. Istri mendapatkan 1/4 sebab termasuk dalam ahli waris yang telah ditentukan

bagiannya zawi al-furûd

2. Dalam terhalangnya saudara laki-laki seayah dengan saudara laki-laki

sekandung mengikuti pemikiran Ahl al-Sunnah yaitu prinsip tarjih biquatil

qarabah dalam pembahasan ‘asabah bi al-nafs.

3. Dalam hal saudara laki-laki seibu, keturuan saudara perempuan seibu (sebagai

ahli waris pengganti saudara perempuan seibu), dan saudara laki-laki kandung

mendapat 2:1 cendrung mengikuti ketentuan yang termuat dalam Buku II

Pedoman Pelaksana Tugas Peradilan Agama.

Tetapi norma yang terkandung di dalamnya mengandung pengertian

yang kabur sebab–menurut penulis– ketentuan yang terkandung dalam Buku

II hanya mengatur dua bentuk saudara saja, yaitu saudara seibu “dengan”

saudara sekandung “atau” saudara seibu dengan seayah saja. Artinya tidak

mengatur secara jelas apabila saudara seibu, sekandung, dan seayah mewarisi

secara bersama-sama.

B. Saran

1. Kepada Hakim Peradilan Agama:

Dalam mempertimbangkan suatu putusan terutama dalam hukum kewarisan

Islam yang terdapat ruang ikhtilâf perlu didukung dengan argumentasi ilmiah

mengapa memilih salah satu pandangan atau tidak memilih dan ber-ijtihâd,

sehingga julukan putusan adalah mahkota hakim tidak sirna dengan kewenangan

hakim untuk mengadili dan memutus suatu perkara.

Page 82: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

73

2. Kepada Mahkamah Agung R.I.:

Untuk Mahkamah Agung R.I.perlu melakukan revisi dan meninjau ulang

Buku Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Buku II)

BAB Pedoman Khusus Teknis Peradilan Tentang Hukum Kewarisan yaitu:

a) Revisi:

Yurisprudensi nomer berapa yang memuat tentang saudara laki-laki dan

perempuan seibu, sekadung, dan seayah mereka mendapat ashabah secara bersama-

sama dengan ketentuan saudara laki-laki mendapat dua kali bagian saudara.

b) Meninjau Ulang:

Ketentuan fardsaudara seibu, sekandung, dan seayah yang memperoleh

1/6 dan 1/3 dengan syarat jika saudara tersebut mewarisi bersama ibu.

Page 83: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

74

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: Akademika

Presindo, 2010.

Abubakar, Al- Yasa, Ahli Waris Sepertalian Darah : Kajian Perbandingan

Terhadap Penalaran Hazirin dan Penalaran Fiqih Mazhab. Jakarta: INIS,

1998.

Ahmad Wasron, Al- Munawir: Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka

Progresif, 1997.

al-Bukhâri, Muhammad Bin Ismâʽîl, Sahîh al-Bukhâri. Jilid 2. Lebanon: Dâr al-

Kitab al-ʽilmîyah, 2009.

Al-Qurthubi, Syaikh Imam. Al-Jâmiʽ Al-Ahkâm Al-Qur’ân. Penerjemah Ahmad

Rijali Kadir, Tafsir Al-Qurthubi, Jil 5 Jakarta Pustaka Azam, 2008),

Amirudin & Zaini Askin, Pengatar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2006.

Ash-Shiddiqy, Hasbi, Fiqih Mawaris: Untuk Warisan dalam Syariat Islam.

Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,

Jakarta: PT Gramedia, 2008

Edi Riadi, “Penalaran Hukum Dalam Penyelesaian Kasus Perdata Agama.”

Majalah Peradilan Agama, Edisi 1, (2013): 36.

Euis Nurlaelawati, “ Menuju Kesetaraan Kewarisan Islam Indonesia: Kedudukan

Anak Perempuan versus Anak Kandung.”, Indo-Islamika, Vol. 2, (2012):

Fitriah, Naila Nur, “Kedudukan Waris Anak Perempuan Bersama Saudara

Pewaris: Studi Putusan MA No. 122 K/Ag/1995. Skripsi Prodi Akhwalul

Syaksiyah UIN Syarif Hidayatullah, 2012.

Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, Penerjemah H.

Addys Aldizar, dkk Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004.

MAHKAMAH AGUNG R.I., Yurisprudensi Mahkamah Agung Bidang Perdata

Agama, Jld 3, Jakarta: PT Pilar Yuris Utama, 2009.

Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan

Agama: Buku II. Jakarta:Dirjen Badilag, 2013.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2010.

Muzhar , M. Atho dan Khoiruddin Nasution, et.al, ed, Hukum Keluarga di Dunia

Islam Modern, Jakarta: Ciputat Press, 2003.

Page 84: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

75

Perdebatan Dalam Seminar Hukum Nasional 1963 Tentang Faraid Antara Prof.

Hazairin. S.H., Prof. H. Mahmud Yunus, dan H. Toha Jahya Omar,

Jakarta: Tintamas, 1964.

Rahman, Facthur, Ilmu Waris, Bandung: PT Alma’arif, 1981.

Rosyada, Dede, Hukum Islam dan Pranata Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1996.

Rusyd, Ibnu. Bidâyah al-Mujtahid wa Nihâyah al-Muqtasid, Penerjemah: M.A

Abdurahman & A. Haris Abdullah, Tarjamah Bidayat’ul Mujtahid: Juz 3,

Semarang: Cv. Asy-Syifa, 1990.

Salihima, Syamsulbahri. Perkembangan Pemikiran Warisan Dalam Hukum Islam

dan Implementasinya Pada Pengadilan Agama. Jakarta: Kencana, 2015.

Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an: Jilid II. Jakarta:Lentera Hati, 2010.

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-

Qur’an, Vol. 2. Jakarta:Lentera Hati, 2002.

Soleh, Soelman. “ Pembagian Harta Warisan untuk Ahli Waris Beda Agama.”,

Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan. Edisi 76, (2013): 99.

Syafe’i, Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih: Untuk UIN, STAIN, PTAIS. Bandung: Cv.

Pustaka Setia, 2010.

Syarifuddin, Amir, Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana, 2004.

Syarkun, Syuhada, Menguasai Ilmu Faraid. Jakarta: Pustaka Syarkun, 2012.

Thalib, Sajuti. Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,

2004.

Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyerenggara

Penerjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1972.

Zahrah, Muhammad Abu. al-Mirâts ʽinda Jaʽfari. Penerjemah: Muhammad

Alkaf, Hukum Waris: Menurut Imam Ja’far Shadiq. Jakarta: Lentera,

2001.

PUTUSAN

Putusan Mahkamah Agung No. 30 PK/Ag/2013

Putusan Pengadilan Agama Selong Nomor: 502/Pdt.G/2011/PA.Sel

Putusan Pengadilan Tinggi Mataram Nomor: 55/Pdt.G/2012/PTA. MTR

Page 85: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan
Page 86: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

Tabel Penerapan Teori Tashih al-Mas´alah Dalam Putusan M.A. No: 30 PK/Ag/2013

Pada tabel di atas istri mendapatkan 1/4 dengan saham 1, saudara sekandung laki-laki dan perempuan seibu serta saudara laki-laki kandung mendapatkan

sisa dengan memperoleh 3 saham, ketika 3 saham dari saudara laki-laki dan perempuan seibu serta saudara laki-laki kandung tidak dapat dibagi kepada ‘adadu

al-ruʻus, maka diperlukan penyelesaian secara tashih al-masʻalah.

Pada tabel di atas tashih al-masʻalah menggunakan perbandingan mubayanah maka dari itu ‘adadu al-ruʻus langsung dikalikan dengan asal masalah,

sehingga AM 1 yaitu 4 harus dikali dengan ʻadadu al-ruʻus saudara yaitu 7 sehingga menghasilkan AM baru (AM 2) yaitu 28. Dari AM 2 yang berjumlah 28, di

berikan kepada istri 7 saham, saudara ibu dan sekandung mendapatkan 21 saham. Dari 21 saham itu dibagikan kepada ʻadadu al-ruʻus yang berjumlah 7, maka

bagian masing masing untuk saudara yaitu 6 untuk laki-laki dan 3 perempuan.

No AR Ahli Waris FM AM

1

= 4

Tashih al-

Mas´alah 1

Tashih al-

Mas´alah 1

AM 2 = Am

1 x AR

(4x7= 28)

28 menjadi

AM baru

(AM 2)

Bagian

masing-

masing

Tashih al-Mas´alah 2

AM/KPK: 4x7 (AD) =

28 AM 2.

28 AM 2 x 5 AR dari

keturunan NN binti

Mamiq SN = 140 AM

baru (AM 3)

Bagian

1 MA (istri) ¼ 1 7 7 35/140 35/140

2 2 SL bin Mamiq SN (saudara

laki-laki seibu)

Abg 3

AR dan SHM

7dan 3

Mubayanah

21

6

105/140

105: 7 (AR)

= 15

Laki-laki

dikali 2

Perempuan

dikali 1

30/140

3 1

NN binti Mamiq SN

(saudara perempuan seibu)

*wafat tahun 2004 dan

memiliki empat orang anak

(3 anak perempuan dan 1

anak laki-laki)

3

(AR dan

SHM)

5 dan 3

Mubayanah

15/140

4 2 Amaq JL (saudara laki-laki

kandung) 6 30/140

5 2 BI (saudara laki-laki

kandung) 6 30/140

6 - MH (saudara laki-laki

seayah) -

- - -

Jml 7 28 28 140/140 140/140

Page 87: ANALISIS YURIDIS KEWARISAN SAUDARA DALAM KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45221/1/M. FADILLAH... · dalam fikih yang memiliki beberapa syarat yaitu dilakukan

Setelah ditemukanya (AM 2) ternyata bagian saudara perempuan ibu yang mendapatkan 3 saham tidak dapat dibagikan kepada keturunan saudara seibu

yang jumlah ‘adadu al-ruʻus-nya 5 maka harus dilakukan tashih kembali.

Pada proses re-tashih perbandingnya adalah mubayanah, maka (AM 2) yaitu 28 harus dikali dengan 5 ‘adadu al-ruʻus keturunan saudara perempuan seibu

(yaitu 3 anak perempuan dan 1 anak laki-laki), sehingga menghasilkan AM baru yaitu 140 (AM 3). Am baru/AM 3 (140) diberikan kepada istri dengan saham 35

(35/140), saudara laki-laki seibu dan saudara laki-laki kandung mendapatkan saham 30 (30/140) serta saudara perempuan seibu mendapat 15 (15/140).

Dari saham saudara perempuan seibu yang mendapat 15 saham dibagikan kepada keturunan saudara seibu yang mempunyai 5 ‘adadu al-ruʻus . maka

caranya adalah saham saudara perempuan seibu (15) dibagi (5) adadu al-ruʻus keturunan saudara seibu (15:5= 3 saham). Dari dari hasil pembagian (15:5= 3

saham) diberikan kepada keturunan saudara seibu yaitu anak laki-laki dan anak peremepuan mendapat 2:1, Maka dari itu dalam putusan MA No. 30

PK/Ag/2013 keturunan saudara perempuan seibu mendapat 6 (6/140) saham untuk anak laki-laki dan untuk anak perempuan mendapatkan 3 (3/140) saham.