analisis willingness to pay masyarakat terhadap … · 2015-09-03 · 4.6 defenisi operasional........

79
ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DENGAN WSLIC (Water Sanitation for Low Income Community) (Studi Kasus Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor) GUSTY ELFA M SIMANJUNTAK DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: truongliem

Post on 27-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH

DENGAN WSLIC (Water Sanitation for Low Income Community) (Studi Kasus Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

GUSTY ELFA M SIMANJUNTAK

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

RINGKASAN

GUSTY ELFA M SIMANJUNTAK. Analisis Willingness to Pay (WTP)Masyarakat terhadap Peningkatan Pelayanan Sistem Penyediaan Air Bersih dengan WSLIC (Water Sanitation for Low Income Community). (Studi Kasus Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, kabupaten Bogor). Dibimbing Oleh AHYAR ISMAIL. Sumberdaya air merupakan komoditas yang sangat dibutuhkan manusia untuk berbagai kebutuhan. Meningkatnya jumlah penduduk dunia setiap tahun mengakibatkan kebutuhan manusia akan air semakin meningkat sementara supply air sangat terbatas. Hal ini menyebabkan air menjadi komoditi yang memiliki nilai intrinsik ekonomi, sehingga dibutuhkan biaya-biaya dalam pengelolaan dan penggunaannya. Pada tahun 2005 di Desa Situdaun diadakan proyek WSLIC oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia bekerjasama dengan World Bank. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan, produktivitas dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan melalui perbaikan perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, penyediaan fasilitas air bersih dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat, kesinambungan pembangunan masyarakat secara partisipatif. Beberapa bulan terakhir terjadi masalah dalam penyaluran air ke rumah-rumah masyarakat. Debit air yang sampai ke masyarakat berkurang, dan kualitas air juga berkurang. Hal ini disebabkan oleh adanya saluran irigasi di dekat sumber air yang dialirkan oleh WSLIC sehingga pendistribusian air ke masyarakat menjadi tidak lancar.

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih jauh WTP (Willingness to Pay/ kesediaan masyarakat untuk membayar) air bersih dengan proyek WSLIC jika ada peningkatan pelayanan yang dilakukan oleh pihak BPS Badan Pengelola Sarana). Peningkatan pelayanan dalam hal ini adalah perbaikan jaringan pengaliran air agar sampai ke rumah-rumah masyarakat dengan debit seperti sedia kala atau lebih baik dari yang dialami oleh masyarakat Desa Situdaun saat ini. Dari model WTP yang dihasilkan diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam membayar iuran air. Analisis data kualitatif diolah secara deskriptif untuk mengetahui kondisi umum masyarakat pengguna WSLIC, serta penggunaan dan pengelolaan air di Desa Situdaun. Data kuantitatif digunakan untuk mengetahui model WTP masyarakat pengguna air.

Dari hasil analisis, faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi WTP masyarakat dalam membayar iuran air adalah tingkat pendapatan dan kelompok responden. Nilai WTP yang diperoleh dari tiap kelompok pengguna air adalah Rp. 1000,00 untuk masyarakat pengguna air kelompok pertama, Rp. 703,0303 untuk masyarakat pengguna air kelompok kedua, dan Rp. 498,7273 untuk masyarakat pengguna air kelompok ketiga.

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH

DENGAN WSLIC (Water Sanitation for Low Income Community) (Studi Kasus Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

GUSTY ELFA M SIMANJUNTAK

H44052447

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemn

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Judul Skripsi : ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN PENYEDIAAN AIR BERSIH DENGAN PROYEK WSLIC (Water Sanitation for Low Income Community). (Studi Kasus Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

Nama : Gusty Elfa M Simanjuntak

NRP : H44052447

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

(Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr)

NIP. 196206041990021001

Mengetahui,

Ketua Departemen

(Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc)

NIP. 196204211986031003

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG

BERJUDUL ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP

PENINGKATAN PELAYANAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH

DENGAN WSLIC (WATER SANITATION FOR LOW INCOME COMMUNITY)

(STUDI KASUS DESA SITUDAUN, KECAMATAN TENJOLAYA,

KABUPATEN BOGOR) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN

TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN UNTUK MERAIH GELAR TERTENTU.

SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR

HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN

YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN

KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, September 2009

Gusty Elfa M Simanjuntak H44052447

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1987 di Balige, Kabupaten

Toba Samosir, Sumatra Utara sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari

keluarga Johnny Walker Simanjuntak, S.Pd dan Risma Sitompul. Pendidikan

Sekolah Dasar diselesaikan di SD Swasta Santa Maria Tarutung, Tapanuli Utara

pada tahun 1999. Pendidikan SLTP diselesaikan di SLTP Negeri 2 Tarutung pada

tahun 2002 dan pendidikan SMU di SMU Negeri 1 Tarutung pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis mandaftar sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor

(IPB) dengan jalur USMI. Kemudian pada tahun 2006 diterima sebagai

mahasiswa di jurusan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi

dan Manajemen.

Kegiatan organisasi yang aktif diikuti penulis adalah Komisi Kesenian

Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (2006-sekarang), sebagai sekretaris pada

tahun 2007-2008. Oraganisasi lain yang diikuti adalah Himpro ESL (REESA)

sebagai anggota. Selain itu penulis sempat mengikuti beberapa kepanitian di

kampus, baik di jurusan maupun di PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) IPB.

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas

berkat dan kasihNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini

berjudul Analisis Willingness to Pay Masyarakat Terhadap Peningkatan

Pelayanan Penyediaan Air Bersih dengan Proyek WSLIC (Water Sanitation

for Low Income Community). Penelitian ini dilakukan di Desa Situdaun

Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor selama bulan Mei-Juli 2009.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi dalam

penanganan masalah pengelolaan sumberdaya air bersih dan menambah

pengetahuan tentang masalah-masalah yang dihadapi pengolahan air bersih di

Bogor pada khususnya. Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk

kalangan akademik sebagai sumber referensi dan juga untuk pengembangan

pengelolaan sumberdaya air bersih di Indonesia, khususnya Kabupaten Bogor.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak atas saran

dan masukan yang diberikan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun

penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Terima kasih.

Bogor,September 2009

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................... ii

DAFTAR TABEL............................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................ v

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................... vi

I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................ 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................ 6 1.4 Kegunaan Penelitian ....................................................... 7 1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian .......................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 8

2.1 Karakteristik Sumberdaya Air......................................... 8 2.2 Karakteristik Air yang layak Konsumsi.......................... 10 2.3 Barang Publik dan Barang Privat.................................... 11 2.4 Pengelolaan Sumbardaya Air.......................................... 12 2.5 Peran Masyarakat dalam Pengelolaan Sumbardaya Air . 14 2.6 Hasil Penelitian Terdahulu.............................................. 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... 19

3.1 Kerangka Teoritis............................................................ 19 3.2 Hipotesis.......................................................................... 22 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional ................................... 23

IV. METODE PENELITIAN............................................................ 25

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................... 25 4.2 Jenis penelitian................................................................ 25 4.3 Metode Pengambilan Sampel.......................................... 25 4.4 Jenis dan Sumber Data .................................................... 27 4.5 Metode Analisis Data...................................................... 28 4.6 Defenisi Operasional....................................................... 36

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN......................... 38

5.1 Gambaran Umum Desa ................................................... 38 5.2 Potensi sumberdaya Air di Desa Situdaun...................... 38 5.3 Mata Pencaharian penduduk Lokal................................. 39 5.4 Sejarah Diadakannya Proyek WSLIC dan Penyalurannya ke Masyarakat ................................................................. 40 5.5 Penetapan Tarif Air ......................................................... 41

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 43

6.1 Karakteristik Responden ................................................. 43 6.2 Nilai Willingness to Pay Rata-rata Responden Pengguna

Air dengan WSLIC di Desa Situdaun ............................. 51 6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat dalam Membayar Iuran Air setelah ada Peningkatan Pelayanan dan Perbaikan Distribusi Air.................................................. 52

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 56

7.1 Kesimpulan ..................................................................... 56 7.2 Saran................................................................................ 57

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 58

LAMPIRAN...................................................................................... 60

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Daftar Kebutuhan Data, Jenis, dan Sumber Data serta Teknik

Pengumpulan Data.................................................................. 29

2. Tabel Mata Pencaharian Penduduk Desa Situdaun................. 39

3. Penetapan Tarif Air ................................................................. 42

4. Sebaran Responden Berdasarkan Kelompok Pengguna

Air di Desa Situdaun Tahun 2009 .......................................... 43

5. Sebaran Responden Pengguna Air dengan Proyek WSLIC

Menurut Penggolongan Umur Tahun 2009 ............................ 45

6. Sebaran Responden Pengguna Air Bersih dengan Proyek

WSLIC Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Situdaun

Tahun 2009 ............................................................................. 45

7. Sebaran Responden Pengguna Air Bersih dengan Proyek

WSLIC Menurut Tingkat Pendapatan di Desa Situdaun

Tahun 2009 ............................................................................. 47

8. Penyebaran Responden Pengguna Air Bersih dengan Proyek

WSLIC Menurut Jumlah Pemakaian Air Taqhun 2009 ......... 48

9. Penilaian Masyarakat terhadap Tingkat Pelayanan BPS

dalam Mengelola WSLIC di Desa Situdaun Tahun 2009 ...... 49

10. Tingkat pengetahuan Responden Terhadap Iuran Air .......... 51

11. Nilai Willingness to Pay Rata-rata Responden Pengguna

Air Bersih dengan Proyek WSLIC di Desa Situdaun............. 51

12. Hasil Analisis Kesediaan Masyarakat Pengguna Air

dengan Proyek WSLIC setelah Ada Peningkatan Pelayanan BPS

terhadap Pengelolaan WSLIC ................................................ 53

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional................................ 24

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sebaran Data Karakteristik Responden................................... 61

2. Olahan Data Statistik dengan Minitab for Windows 14.......... 63

3. Kuesioner Penelitian ............................................................... 65

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumberdaya air merupakan bagian dari kekayaan alam dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat secara lestari sebagaimana

termaktub dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Ketetapan ini ditegaskan kembali

dalam pasal 1 Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960 bahwa bumi, air dan

ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk

wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah

merupakan kekayaan nasional. Juga dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 7

tahun 2004 tentang sumberdaya air pasal 3, bahwa sumberdaya air dikelola secara

menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan

mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat.

Air lebih dari sekedar perpaduan zat kimia hidrogen dan oksigen. Air

adalah komoditas yang dibutuhkan manusia untuk bermacam keperluan. Air

digunakan untuk air minum, bahan baku industri, bahan penunjang kegiatan

pertanian, perkebunan, perikanan dan pariwisata, untuk sumber energi bagi pusat

listrik tenaga uap dan tenaga air. Dalam masa seratus tahun berlalu, jumlah

penduduk dunia naik tiga kali lipat, sedangkan kebutuhan air naik tujuh kali lipat

(Rajasa, 2002). Perbandingan antara jumlah penduduk dan kebutuhan air ini

mengakibatkan terjadinya kelangkaan air akibat kurangnya supply air

dibandingkan dengan permintaannya.

Tertutupnya 70% permukaan bumi oleh air tidak menjamin ketersediaan

air bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Hal ini disebabkan karena hanya sekitar

2,5 % dari air di muka bumi yang merupakan air tawar. Itupun tidak semuanya

dapat dikonsumsi karena 2,5 % tersebut sudah termasuk air tanah yang sangat

sulit diakses atau berupa es di daerah kutub. Indonesia merupakan salah satu

negara sedang berkembang yang sering menghadapi masalah air. Hal ini dapat

memacu terjadinya krisis air seperti kemarau yang terjadi di beberapa tempat di

Indonesia akhir-akhir ini.

Walau Indonesia dikategorikan sebagai negara yang memiliki sumberdaya

air yang melimpah, memasuki abad 21 kelangkaan air dan sumber air sudah

menjadi kenyataan untuk sebagian wilayah di Indonesia, khususnya di daerah

perkotaan dan pusat-pusat pengembangan wilayah di sekitar perkotaan. Oleh

karena itu segala upaya perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air diperlukan

untuk dapat mengurangi dampak krisis air terhadap kehidupan sosial ekonomi

masyarakat.

Perolehan air bersih di pedesaan, dalam hal ini wilayah pegunungan,

umumnya lebih mudah karena banyak terdapat mata air bersih yang jernih dan

aman dikonsumsi oleh masyarakat. Sistem pengairan ini bisa diperoleh secara

langsung maupun dengan penggunaan teknologi tertentu. Hal ini dilakukan untuk

memudahkan akses masyarakat terhadap air bersih.

Komoditi air bersih yang layak konsumsi telah menjadi sumberdaya yang

sangat langka (resources scarcity), artinya dari segi kuantitas tinggi pada musim

hujan tetapi dari segi kualitas rendah. Dipandang dari sudut ekonomi kelangkaan

suatu sumberdaya dapat mengarahkannya menjadi barang ekonomi (economic

good) yang akan mempengaruhi perilaku masyarakat di dalam

mengalokasikannya (Brouwer dan Pearce, 2005).

Wilayah Bogor, yang merupakan wilayah sejuk karena berada di wilayah

pegunungan, memiliki akses yang besar untuk perolehan air bersih. Terutama di

daerah-daerah yang ada di kaki gunung. Penduduk yang relatif banyak

menyebabkan kebutuhan air di Bogor perlu diperhatikan secara baik. Pengaturan

dan pemanfaatan air sangat dibutuhkan agar penggunaan air merata dan dapat

dipergunakan secara maksimal oleh masyarakat.

Air untuk konsumsi Rumah Tangga di Bogor umumnya menggunakan

jasa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), namun tidak demikian halnya

dengan daerah-daerah yang sulit dijangkau, misalnya di daerah-daerah pedesaan

di Kabupaten Bogor. Daerah Situdaun merupakan daerah yang tidak dialiri air

dari saluran PDAM. Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan World

Bank bekerjasama dalam pengadaan air bersih di Desa Situdaun. Proyek

pengadaan air bersih ini disebut dengan WSLIC (Water Sanitation for Low

Income Communities). Proyek ini bertujuan meningkatkan status kesehatan,

produktivitas dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di

pedesaan melalui perbaikan perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan

pelayanan kesehatan masyarakat, penyediaan fasilitas air bersih dan sanitasi

melalui pemberdayaan masyarakat, kesinambungan pembangunan masyarakat

secara partisipatif.

Proyek WSLIC ini dilakukan di berbagai kawasan di Indonesia, salah

satunya adalah di kawasan Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

WSLIC merupakan proyek Departemen Kesehatan Indonesia yang didanai oleh

World Bank dengan International Development Association (IDA) Credit, Hibah

AusAID, Government of Indonesia (GOI), dan masyarakat. Program ini berjalan

sejak tahun 2005 dan dibentuk suatu badan kelembagaan yang berfungsi

mengelola WSLIC tersebut. Badan ini disebut Badan Pengelola Sarana (BPS).

Aktivitas BPS sendiri adalah mengkoordinasikan penyaluran air ke rumah-rumah

masyarakat, mengumpulkan iuran air yang selanjutnya digunakan untuk biaya

perawatan dan administrasi, serta mengadakan rapat secara teratur untuk

membicarakan hal–hal untuk kepentingan masyarakat pengguna air bersih dengan

proyek WSLIC dan penyalurannya ke masyarakat.

Akhir-akhir ini timbul masalah dalam debit air yang dialirkan ke

masyarakat akibat adanya saluran air irigasi di dekat sumber air yang digunakan

untuk WSLIC. Debit air yang sampai ke masyarakat lebih sedikit dari yang

diterima sebelumnya. Akibatnya masyarakat menjadi resah dan sebagian ada yang

kembali menggunakan air dari pancuran dan sumur untuk kebutuhan sehari-hari.

1.2 Perumusan Masalah

WSLIC merupakan proyek penyediaan sumber air bersih yang sangat

dibutuhkan oleh masyarakat Desa Situdaun untuk kegiatan rumah tangga sehari-

hari. Sumber air yang digunakan untuk proyek WSLIC ini adalah sumber air yang

ada di perbukitan Desa Situdaun dan dikelola oleh lembaga masyarakat setempat

(BPS) untuk dialirkan ke masyarakat Desa.

Pengelolaan air agar dapat didistribusikan ke masyarakat membutuhkan

biaya agar penyalurannya berjalan dengan baik. Biaya-biaya ini mencakup biaya

proses pengelolaan air, biaya pendistribusian air kepada masyarakat, biaya

pemasangan pipa atau sambungan, dan biaya administrasi lainnya. Biaya-biaya

tersebut tentunya memberikan pengaruh kepada penetapan iuran air di Desa

Situdaun.

Selain biaya pengelolaan air secara umum tersebut, juga terdapat biaya-

biaya pemeliharaan dan perawatan. Seperti yang telah disebutkan di latar

belakang, masalah yang belakangan ini meresahkan masyarakat adalah masalah

debit air yang berkurang akibat adanya saluran irigasi di dekat sumber air yang

digunakan untuk proyek WSLIC. Hal ini menyebabkan masyarakat mengeluh dan

mulai mencari sumber air bersih alternatif untuk memenuhi kebutuhan rumah

tangga sehari-hari. Masyarakat mulai menggunakan sumur dan pompa air kembali

sebagai tambahan air yang kurang.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini

ingin mengkaji lebih jauh kesediaan masyarakat untuk membayar (Willingness to

Pay/ WTP) air bersih dengan proyek WSLIC jika terdapat peningkatan pelayanan

yang dilakukan oleh pihak pengelolanya (BPS). Peningkatan pelayanan dalam hal

ini adalah perbaikan jaringan pengaliran air agar sampai ke rumah-rumah

masyarakat dengan debit seperti sedia kala atau lebih baik dari yang dialami oleh

masyarakat Desa Situdaun saat ini.

Dari rumusan masalah di atas, pertanyaan yang timbul adalah:

1. Bagaimanakah karakteristik masyarakat yang memanfaatkan air bersih

dengan proyek WSLIC?

2. Berapakah estimasi dari besarnya nilai WTP masyarakat terhadap

peningkatan pelayanan dan perbaikan aliran air dengan proyek WSLIC di

Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor?

3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam

membayar iuran air untuk peningkatan pelayanan BPS dalam mengelola

WSLIC dan perbaikan aliran air di Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya

Kabupaten Bogor?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai air dinilai dari

WTP masyarakat terhadap sistem WSLIC dan mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam pembayaran iuran WSLIC di Desa

Situdaun. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis karakteristik masyarakat yang memanfaatkan air bersih

dengan proyek WSLIC.

2. Mengestimasi besarnya nilai WTP masyarakat terhadap peningkatan

pelayanan dan perbaikan aliran air dengan proyek WSLIC di Desa

Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat

dalam membayar iuran WSLIC untuk peningkatan pelayanan BPS dalam

mengelola WSLIC dan perbaikan aliran air di Desa Situdaun Kecamatan

Tenjolaya Kabupaten Bogor.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi:

1. Pemerintah Daerah dalam memperhatikan kesejahteraan masyarakat

pedesaan dalam mengakses air bersih untuk konsumsi rumah tangga

sehari-hari.

2. Masyarakat Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor dalam

mempertimbangkan harga atau iuran air yang dibayarkan setiap bulannya.

3. Peneliti sebagai bahan referensi bagi peneliti berikutnya.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan mempunyai ruang lingkup dan keterbatasan-

keterbatasan, yaitu:

1. Wilayah penelitian di wilayah Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya

Kabupaten Bogor.

2. Obyek penelitian adalah masyarakat pengguna WSLIC untuk kebutuhan

rumah tangga sehari-hari.

3. Responden terdiri dari masyarakat yang membayar iuran WSLIC untuk

tiga kategori, yaitu mampu, sedang, dan kurang mampu.

4. WTP adalah sejumlah uang yang ingin dibayarkan seseorang untuk

memperoleh suatu peningkatan kondisi lingkungan dan sumberdaya yang

akan lebih baik dari kondisi sebelumnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Sumberdaya Air

Sumberdaya air merupakan sumberdaya yang vital bagi kehidupan

manusia. Di beberapa wilayah, air masih dianggap sebagai free goods sehingga

dapat digunakan oleh siapapun. Sumberdaya memiliki sifat terbuka dan masih

dianggap milik umum, karena itu air mudah mengalami perubahan dalam

kuantitas dan kualitasnya sebagai akibat dari ketidakjelasan hak-hak atas

pengelolaan dan pemanfaatannya.

Menurut Sanim (2003) air sebagai sumberdaya alam dapat berupa

persediaan dan sekaligus sebagai aliran. Air tanah, misalnya, merupakan

persediaan yang biasanya memerlukan aliran dan pengisian kembali oleh air

hujan. Pemasukan air tergantung pada topografi dan kondisi meteorologi, karena

keduanya mempengaruhi proses peresapan dan penguapan air. Akibatnya, maka

pengambilan keputusan dalam mengembangkan sumberdaya air didasarkan atas

distribusi kemungkinan.

Menurut Anwar (1992) dalam Kusuma (2006) sumberdaya air memiliki

karakteristik khusus, yaitu:

1. Mobilitas air. Air yang bersifat cair mudah mengalir, menguap, dan

meresap di berbagai media sehingga sulit untuk melaksanakan

penegasan hak atas sumberdaya ini secara eksklusif agar dapat

dipertukarkan dalam sistem ekonomi pasar.

2. Skala ekonomi yang melekat. Dalam penyimpanan, penyampaian, dan

distribusi air terjadi skala yang demikian menyebabakan penawaran air

bersifat monopoli alami (natural monopoly), sehingga semakin besar

jumlah air yang ditawarkan maka semakin rendah biaya persatuan

yang ditanggung oleh produsen.

3. Penawaran air berubah-ubah. Sifat penawaran air berubah-ubah

menurut waktu, ruang, dan kualitasnya. Dalam kekeringan dan banjir,

sumberdaya air dapat ditangani oleh pemerintah untuk kepentingan

umum.

4. Kapasitas dan daya asimilasi dari bahan air. Zat cair memiliki daya

larut untuk mengasimilasikan berbagai zat-zat padat atau pencemar

tertentu selama daya asimilasinya tidak terlampaui. Akibatnya

komoditas air mengarah kepada komoditas yang bersifat umum

dimana setiap orang dapat menganggapnya sebagai tempat

pembuangan sampah.

5. Penggunaannya dapat dilakukan secara beruntun (sequential use).

Penggunaan secara beruntun dari hulu ke hilir sampai ke laut dan

dengan beruntunnya penggunaan air selama perjalanan alirannya akan

merubah kualitas dan kuantitasnya sehingga sering menimbulkan

eksternalitas.

6. Penggunaannya yang serbaguna (multiple use). Dengan kegunaanya

yang banyak tersebut maka pihak individu atau swasta dapat

memanfaatkannya dan sisanya menjadi barang umum yang dapat

menimbulkan eksternalitas.

7. Berbobot besar dan memakan tempat (bulkiness). Apabila ditambah

dengan biaya yang tinggi untuk mewujudkan hak-hak kepemilikannya,

akan menjadikan sumberdaya air bersifat open access.

8. Nilai kultural yang melekat pada sumberdaya air. Sebagian besar

masyarakat masih mempunyai nilai-nilai yang menganggap air sebagai

barang bebas anugerah Tuhan yang tidak patut dikomersilkan sehingga

menjadi kendala dalam alokasinya pada sistem pasar.

2.2 Karakteristik Air yang Layak Konsumsi

Air minum adalah air yang dikonsumsi manusia. Menurut Departemen

Kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak

berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Walaupun air dari alam dapat

diminum, namun tetap terdapat resiko air tersebut terdapat bekteri (misalnya e-

coli). Bakteri dapat dibunuh dengan memanaskan air hingga 100oC, namun zat-zat

berbahaya lain, seperti logam tidak dapat dihilangkan dengan cara ini. Perlu

adanya pengolahan khusus yang dapat mengatasi dan memurnikan air agar layak

dikonsumsi oleh manusia.

Dari segi kualitas air minum harus memenuhi:

1. Syarat Fisik

Air minum yang layak konsumsi harus tidak berasa, tidak berbau, tidak

berwarna, suhu di bawah sela udara (± 25oC) dan terlihat jernih.

2. Syarat Kimia

Air yang layak dikonsumsi untuk adalah air yang bebas dari bahan-bahan

kimia berupa amoniak, pestisida, dan aluminium. Zat-zat ini mungkin

terdapat dalam air yang akan dikonsumsi, asal tidak melebihi batas

maksimum air masih layak dan baik untuk dikonsumsi.

3. Syarat Mikrobiologik

Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri patogen sama sekali

dan tidak boleh mengandung bakteri-bakteri golongan coli melebihi batas

yang ditentukan yaitu 2 coli / 100 ml (Sutrisno, 2006 dalam Petra, 2008).

Menurut Litbang Departemen Kesehatan dalam Petra, 2008 ciri-ciri air

layak minum adalah:

1. Jernih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna.

2. Bebas unsur-unsur kimia yang berbahaya, seperti besi (Fe), seng (Zn),

raksa (Hg) dan mangan (Mn).

3. Tidak mengandung unsur mikrobiologi yang membahayakan seperti

koliform tinja dan total koliform.

4. Suhu sebaiknya sejuk dan tidak panas sesuai dengan suhu tubuh manusia.

2.3 Barang Publik dan Barang Privat

Secara garis besar barang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Barang publik (public goods), yaitu barang yang dapat dikonsumsi tanpa

mengurangi tersedianya barang tersebut bagi orang lain atau ada tingkat

rivalrous yang rendah sehingga sulit menghindari konsumen.

2. Barang Privat (private goods), yaitu barang yang hanya dikonsumsi pada

waktu tertentu dan barang tersebut akan mengurangi ketersediaannya bagi

orang lain disamping sangat mudah untuk memantau dan mengidentifikasi

biaya konsumen.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pandangan tradisional

menganggap air sebagai barang publik yang tersedia bebas di alam dan bebas

dimiliki oleh siapa saja. Namun dengan semakin langkanya air akibat demand

yang berlebihan, maka air juga dinilai sebagai barang yang memiliki nilai intrinsik

ekonomi dan bersifat privat.

2.4 Pengelolaan Sumberdaya Air

Beberapa tahun terakhir ini, Pemerintah memberikan perhatian terhadap

perlunya peningkatan pengelolaan sumberdaya air. Indonesia telah memiliki

kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya air ini yang dikenal dengan Prinsip-

prinsip Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air (PTSDA). Pengelolaan terpadu

sumberdaya air adalah suatu proses yang mengedepankan pembangunan dan

pengelolaan sumberdaya air, lahan, dan sumberdaya terkait lainnya secara

terkoordinasi dalam rangka memaksimalkan resultan ekonomi dan kesejahteraan

sosial secara adil tanpa mengorbankan keberlanjutan (sustainability) ekosistem

yang vital. Prinsip-prinsip pengelolaan terpadu sumberdaya air ini dikembangkan

sebagai respon terhadap pola pengelolaan sumberdaya air yang diterapkan selama

ini cenderung terpisah-pisah (fragmented) sehingga menimbulkan kesulitan dalam

mengkoordinasi berbagai kebijakan dan program yang berdampak timbulnya

berbagai persoalan seperti banjir, intrusi air laut karena pengambilan air tanah

yang berlebihan, pencemaran, dan sebagainya (GWP, 2000 dalam Rajasa, 2002).

Menurut Sanim (2003) yang menjadi masalah dalam pengelolaan

sumberdaya air di Indonesia adalah:

1. Adanya fragmentasi pengelolaan antar berbagai instansi Pemerintah RI

dan sulitnya koordinasi antar berbagai instansi dalam mengelola

sumberdaya air.

2. Pengelolaan sumberdaya air masih terbatas dan berorientasi pada sisi

penyediaan semata bukan pada sisi kebutuhan.

3. Borosnya pemakaian air untuk pertanian karena rendahnya efisiensi

pemakaian air untuk sektor pertanian. Sebagai pengguna 80-90% dari

seluruh pemanfaat air, sektor pertanian diperkirakan memakai air efektif

untuk pertumbuhan tanaman hanya 50-60%, selebihnya hilang saat

pengaliran di saluran atau menggenang tidak optimal di areal sawah.

Apabila saat ini air yang dialokasikan untuk irigasi sekitar 4.000 m3/detik,

maka peningkatan efisiensi sekitar 10% saja akan menghemat air

400m3/detik.

4. Organisasi pengelolaan sumberdaya air masih tersentralisasi di pusat

belum terdesentralisasi walaupun otonomi daerah telah dicanangkan sejak

tahun 2000 yang lalu.

5. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam menglola sumberdaya air di satu

sisi dan masih belum banyak melibatkan partisipasi masyarakat lokal

dalam organisasi pengelolaan sumberdaya air di sisi lain.

6. Distribusi pelayanan air tidak merata. Distribusi lebih banyak difokuskan

untuk melayani kegiatan komersial yang mendukung pembangunan

ekonomi. Hanya konsumen yang mampu membayar yang dapat memiliki

akses terhadap air bersih.

7. Polusi air yang menyebabkan kualitas air di Jakarta dan kota besar lainnya

tidak layak dijadikan sebagai air minum karena sumberdaya air yang

sudah tercemar, seperti adanya kandungan bakteri e-coli dalam air tanah.

8. Ketidakmampuan Pemerintah Indonesia untuk memperluas jaringan irigasi

bagi keperluan pertanian, sehingga terjadi penurunan produksi padi.

9. Berkurangnya sediaan (supply) air baik bagi air bersih maupun air minum

yang disebabkan berkurangnya daerah tangkapan air akibat alih fungsi

lahan.

2.5 Peran Masyarakat dalam Kelembagaan Pengelolaan Air

Peran serta masyarakat telah diisyaratkan dalam UU RI No. 7 tahun 2004

pasal 64 ayat 5 tentang Sumberdaya Air. Dengan demikian dasar hukumnya sudah

ada. Namun pelaksanaannya masih belum intensif sehingga masih kuat pandangan

dalam masyarakat bahwa pembangunan dalam bidang sumberdaya air adalah

semata-mata tugas pemerintah. Mengingat pembangunan pada hakekatnya adalah

untuk masyarakat maka sudah seharusnya peran serta masyarakat dalam pengairan

ditingkatkan. Sebagai dasar pelaksanaan peran serta masyarakat adalah segala

yang dapat dilakukan masyarakat sendiri dengan bimbingan pemerintah. Sisanya

yang tidak dapat dilaksanakan oleh masyarakat, ditangani oleh pemerintah

(Rajasa, 2002).

Ada empat kelompok masyarakat yang terlibat langsung dalam

pembangunan pengairan atau pengelolaan air, yaitu masyarakat pemanfaat air,

masyarakat pengusaha, masyarakat secara umum dan masyarakat cendikiawan

dan pemerhati. Masing-masing kelompok tersebut mempunyai andil dan peran

serta yang berbeda dalam pengelolaan air. Hal ini juga ditegaskan dalam RUU

Sumberdaya Air pasal 10, yaitu pola pengelolaan Sumberdaya air ditetapkan

dengan melibatkan masyarakat seluas-luasnya dan dunia usaha. Pengelolaan air

yang dimaksud disini adalah pemenuhan kebutuhan air baku untuk air bersih

rumah tangga, pertanian, industri, pertambangan, dan kebutuhan lainnya (Sanim,

2003).

Bentuk peran serta dari masyarakat ini dilihat dari adanya pemanfaatan air

bersih oleh masyarakat. Agar pemanfaatannya efektif dan efisien maka

pengelolaan air dengan proyek WSLIC ini diserahkan kepada kelembagaan

setempat yang merupakan warga pengguna air bersih tersebut yang disebut

dengan BPS. Masyarakat perlu dilibatkan agar jaringannya dapat berdaya guna

dan berhasil guna. Bentuk peran serta yang dimaksud adalah berupa peran aktif

dalam pengelolaan air atau ikut berkontribusi dalam membayar iuran air secara

teratur untuk biaya perawatan dan administrasi air yang diserahkan kepada BPS

sebagai pihak pengelola.

2.6 Hasil Penelitian Terdahulu

Lestari (2006) melakukan penelitian untuk mengetahui WTP konsumen

rumah tangga terhadap peningkatan pelayanan PDAM. Alat analisis yang

digunakan adalah menggunakan data kuantitatif dengan dua pendekatan yaitu : (1)

untuk mengetahui nilai WTP rata-rata dengan menggunakan rumus nilai tengah

dan (2) untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan

konsumen dalam membayar biaya peningkatan pelayanan PDAM dengan

menggunakan analisis regresi linear berganda.

Hasil penelitiannya menyatakan bahwa nilai rata-rata WTP yang diberikan

pelanggan berbeda menurut kelompok pelanggan. R1 (Rumah Sangat Sederhana)

sebesar Rp.1.611,00, R2 (Rumah Sederhana) sebesar Rp. 2.510,00, R3 (Rumah

Menengah) sebesar Rp. 2784,00 dan R4 (Rumah Mewah) sebesar Rp. 4000,00.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah Pendapatan pelanggan,

pengetahuan pelanggan, dan tingkat pelayanan PDAM, faktor-faktor lain yaitu

umur, jumlah tanggungan keluarga, tingka kepercayaan terhadap PDAM,

kepuasan pelanggan, dan lama berlangganan tidak berpengaruh.

Ariestis (2004) melakukan penelitian mengenai Analisis Ekonomi

Pengelolaan dalam Kerangka Kebijakan Pra dan Pasca Privatisasi, studi kasus

PAM DKI Jakarta. Analisis data yang digunakan untuk penetapan tarif air adalah

analisis regresi berganda, sedangkan untuk biaya pengelolaan air menggunakan

fungsi Coob-Douglass. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa adanya

perubahan pengalihan kekuasaan ke pihak swasta (privatisasi) memberikan

pengaruh yang cukup besar dalam pembiayaan pengelolaan air. Biaya-biaya

tersebut cenderung meningkat setelah adanya privatisasi. Sementara tarif yang

ditetapkan sesuai dengan kondisi masyarakat DKI Jakarta belum menutupi biaya

pengelolaan air (full cost recovery).

Arifah (2008) meneliti mengenai WTP petani terhadap peningkatan

pelayanan irigasi. Analisis data yang digunakan adalah secara kualitatif dan

kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan manual dan menggunakan

komputer dengan program Microsoft Excel dan Minitab for Windows Release 14.

Hasil penelitiannya menyatakan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap

WTP petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi adalah produktivitas

lahan dan tingkat pendidikan, sedangkan variabel lain tidak berpengaruh nyata.

Nilai kontribusi air per Ha rata-rata yang diperoleh adalah Rp. 938.239,00. Hasil

analisis regresi berganda yang dihasilkan adalah luas lahan dan pengetahuan

tentang iuran berpengaruh positif terhadap nilai WTP masyarakat, sedangkan

tingkat pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negatif

terhadap nilai WTP masyarakat.

Putri (2007) melakukan penelitian terhadap kebijakan tarif air PDAM Kota

Bandung serta respon pelanggan terhadap peningkatan tarif. Analisis data yang

dilakukan adalah dengan analisis kuantitatif dari biaya produksi air oleh PDAM.

Selanjutnya dilihat dari trend biaya produksi PDAM setiap tahunnya dengan

mengestimasi laju pertumbuhan dari biaya produksi tersebut. Hasil penelitiannya

menyebutkan bahwa jumlah anggota keluarga, tingkat pendapatan dan jumlah air

rata-rata yang dikonsumsi berpengaruh nyata terhadap nilai WTP yang

dibayarkan pelanggan.

Kusuma (2006) melakukan penelitian mengenai analisis ekonomi

pengelolaan sumberdaya air dan kebijakan tarif air PDAM kota Madiun. Analisis

data yang digunakan untuk tarif air PDAM adalah analisis regresi berganda

dengan variabel-variabel yang mempengaruhi kebijakan tarif air. Hasil

penelitiannya menyebutkan bahwa harga bahan bakar minyak dan tingkat inflasi

berpengaruh nyata terhadap tarif air. Artinya, kebijakan tarif air dipengaruhi oleh

harga beli listrik per kwh, harga bahan bakar minyak, dan tingkat inflasi.

Selanjutnya, kebijakan tarif air berdampak positif yaitu meningkatkan

penerimaan dan keuntungan PDAM Kota Madiun. Kenaikan tarif air merupakan

solusi untuk mengatasi masalah kerugian usaha yang dialami perusahaan karena

kenaikan tarif mampu meningkatkan tarif penerimaan dan keuntungan

perusahaan.

Beberapa hasil penelitian terdahulu di atas digunakan penulis sebagai

rujukan dan studi literatur tentang penilaian ekonomi air. Hasil-hasil penelitian di

atas juga digunakan sebagai gambaran penggunaan air di beberapa daerah dan

cara pendang masyarakat terhadap air itu sendiri, sehingga diperoleh gambaran

mengenai nilai air sebagai barang publik yang memiliki nilai intrinsik ekonomi.

 

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoritis

3.1.1 Konsep Kesediaan Untuk Membayar (Willingness to Pay)

Willingness to Pay atau kesediaan untuk membayar adalah kesediaan

individu untuk membayar terhadap suatu kondisi lingkungan atau penilaian

terhadap sumberdaya alam dan jasa alami dalam rangka memperbaiki kualitas

lingkungan. Dalam WTP dihitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau

masyarakat secara agregat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam

rangka memperbaiki kondisi lingkungan agar sesuai degan kondisi yang

diinginkan. WTP merupakan nilai kegunaan potensial dari sumberdaya alam dan

jasa lingkungan (Hanley dan Spash, 1993).

Beberapa pendekatan yang digunakan dalam penghitungan WTP untuk

menghitung peningkatan atau kemunduran kondisi lingkungan adalah:

1. Menghitung biaya yang bersedia dikeluarkan oleh individu untuk

mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu

kegiatan pembangunan.

2. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat

semakin menurunnya kualitas lingkungan.

3. Melalui suatu survey untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat

untuk membayar dalam rangka mengurangi dampak negatif pada

lingkungan atau untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik.

Penghitungan WTP dapat dilakukan secara langsung (direct method)

dengan melakukan survey, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu

penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah

terjadi. Dalam penelitian ini penghitungan WTP dilakukan secara langsung

(direct method), dengan cara survey dan melakukan wawancara dengan

masyarakat.

3.1.2 Metode Penghitungan Nilai Willingness to Pay

Terdapat empat metode untuk memperoleh penawaran besarnya nilai

WTP/WTA responden (Hanley dan Spash, 1993), yaitu:

1. Metode Tawar Menawar (Bidding Game)

Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah

bersedia membayar / menerima sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik

awal (starting point). Jika “ya” maka besarnya nilai uang diturunkan/dinaikkan

sampai ke tingkat yang disepakati.

2. Metode Pertanyaan Terbuka (Open-Ended Question)

Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden

berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimal uang

ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan metode ini adalah

responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai yang

diberikan dan metode ini tidak menggunakan nilai awal yang ditawarkan sehingga

tidak akan timbul bias titik awal. Sementara kelemahan metode ini adalah

kurangnya akurasi nilai yang diberikan dan terlalu besar variasinya.

3. Metode Kartu Pembayaran (Payment Card)

Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari

berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan untuk menerima

dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau nilai minimal yang

sesuai dengan preferensinya. Pada awalnya, metode ini dikembangkan untuk

mengatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar. Untuk meningkatkan

kualitas metode ini terkadang diberikan semacam nilai patokan yang

menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh orang dengan tingkat pendapatan

tertentu bagi barang lingkungan yang lain.

Kelebihan metode ini adalah memberikan semacam stimulan untuk

membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai tertentu, seperti pada

metode tawar menawar. Untuk menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan

statistik yang relatif baik.

4. Metode Pertanyaan Pilihan Dikotomi (Close-Ended Referendum)

Metode ini menawarkan responden jumlah uang tertentu dan menanyakan

apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk

memperoleh kualitas lingkungan tertentu apakah responden mau menerima atau

tidak sejumlah uang tersebut sebagai kompensasi atau diterimanya penurunan

nilai kualitas lingkungan.

3.1.3 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Pay dari Masyarakat

Asumsi yang digunakan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai WTP dari

masing-masing responden (masyarakat) adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat yang bersedia membayar biaya pemeliharaan dan peningkatan

pelayanan air mengetahui dengan baik sistem pengelolaan air dan daerah

penyaluran air di lokasi penelitian.

2. Pemerintah setempat turut berperan serta dan memberikan perhatian dalam

peningkatan pelayanan BPS dalam mendistribusi air dan pemeliharaan

jaringan air di lokasi penelitian.

3.2 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran dan perumusan masalah untuk penelitian

dapat dikembangkan hipotesis penelitian, yaitu:

1. Masyarakat yang bersedia membayar biaya pemeliharaan dan

pengelolaan air adalah masyarakat yang merasakan manfaat langsung dari

peningkatan pelayanan air bersih dari WSLIC.

2. Pilihan masyarakat untuk membayar biaya pemeliharaan dan

pengelolaan air diduga akan dipengaruhi oleh umur responden, tingkat pendidikan

responden, tingkat pendapatan responden, tingkat pelayanan BPS terhadap

distribusi air bersih dengan WSLIC, tingkat pengetahuan masyarakat terhadap

iuran air, debit air rata-rata yang digunakan responden, dan kelompok masyarakat

pengguna air WSLIC.

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional

Salah satu cara untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat adalah

kondisi air tetap berfungsi baik, sehingga air yang masuk ke dalam pipa

masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC dapat berjalan lancar. Namun

kenyataan yang sedang terjadi adalah penyaluran air mengalami kendala yang

mengakibatkan debit air yang sampai pada masyarakat berkurang. Oleh karena itu

BPS sebagai pihak yang dipercaya olh Tim WSLIC dan pemerintah setmpat

berusaha memperbaiki jaringan air agar dapat didistribusikan kepada masyarakat

dengan baik.

Upaya tersebut akan berhasil apabila ada pemeliharaan oleh masyarakat,

peran serta dari pemerintah daerah setempat, dan pengelola WSLIC itu sendiri.

Perlu adanya penelitian tentang nilai ekonomi mengenai pelayanan air dengan

menggunakan pendekatan nilai WTP masyarakat terhadap pelayanan BPS untuk

mendistribusikan air. Guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

besarnya nilai WTP masyarakat digunakan analisis regresi linear berganda. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran menganai pendangan

masyarakat terhadap sumberdaya air di Desa Situdaun dan sebagai masukan

dalam penentuan iuran air setelah adanya peningkatan pelayanan yang dilakukan

oleh BPS. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pendorong untuk

BPS agar lebih baik dalam pendistribusian air dan pengelolaan WSLIC di Desa

Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor.

Adapun alur pemikiran yang dirancang oleh penulis dapat dilihat pada

Gambar1.

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional

WSLIC sebagai Proyek yang Menyediakan Sumber Air Bersih di Desa Situdaun

Penyaluran Air Bersih untuk konsumsi Rumah Tangga Masyarakat Desa Situdaun

Kendala dalam Penyaluran Akibat Adanya Saluran Irigasi di dekat Sumber Air

Peningkatan Pelayanan BPS dalam Perbaikan Jaringan Air

Biaya Pengelolaan Air, Biaya Pendistribusian Air, Biaya Pemasangan Pipa dan Sambungan, Biaya Administrasi Lainnya.

Penilaian Ekonomi Pelayanan dan Pengelolaan Air

Pendekatan WTP

Masyarakat yang bersedia membayar tambahan iuran air setelah adanya perbaikan

Masyarakat yang tidak bersedia membayar tambahan iuran air setelah adanya perbaikan

Analisis Deskriptif Estimasi WTP masyarakat

pengguna air Estimasi Nilai WTP dan Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhinya

Estimasi WTP Masyarakat Pengguna Air dengan Proyek

WSLIC Dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Penetapan Iuran Air Baru setelah adanya Peningkatan Pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Waktu Dan Lokasi Penelitian

Waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data lapangan dalam

penelitian ini adalah selama bulan Mei – Juli 2009. Lokasi penelitian ditentukan

secara sengaja (purposive), yaitu di wilayah RW yang menggunakan WSLIC Desa

Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor.

4.2 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian survai, yaitu penelitian

dimana informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian survai adalah data dari sampel atas

populasi untuk mewakili seluruh populasi. Jenis penelitian ini mengacu pada

Singarimbun (1987), dimana jenis-jenis penelitian terdiri dari penelitian survai,

penelitian eksperimen, grounded research, kombinasi pendekatan kualitatif dan

kuantitatif, dan analisa data sekunder.

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus, yaitu berkenaan

dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Hasil

penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dari jenis penelitian ini hanya berlaku

pada lokasi penelitian dan lokasi atau kondisi yang tipikal dengan lokasi

penelitian yang lain dengan asumsi-asumsi sama.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat yang menggunakan air

bersih dengan proyek WSLIC. Masyarakat yang diambil sebagai sampel dalam

penelitian ini adalah pelanggan rumah tangga. Responden yang digunakan sebagai

sampel adalah 30 persen dari tiap-tiap kelompok masyarakat, yaitu dua orang dari

kelompok pertama (enam rumah tangga), 35 orang dari kelompok kedua (116

rumah tangga), dan 22 orang dari kelompok ketiga (72 rumah tangga) sehingga

total responden yang diambil adalah 59 rumah tangga yang mewakili 194 rumah

tangga masyarakat pengguna air. Diasumsikan masing-masing responden dari

setiap kelompok tersebut mampu mewakili pelanggan air dengan proyek WSLIC

di Desa Situdaun.

Kelompok yang digunakan sebagai strata dalam penelitian ini adalah

kelompok masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC berdasarkan tingkat

pendapatannya. Kelompok pertama adalah masyarakat yang digolongkan mampu

atau memiliki home industry. Menurut kondisi lapangan, masyarakat yang

dianggap mampu adalah masyarakat yang tingkat pendapatannya di atas Rp.

2.000.000,00 atau memiliki kendaraan pribadi roda empat. Kelompok kedua

adalah masyarakat dengan tingkat pendapatan sedang dan menggunakan

sambungan rumah. Masyarakat yang dinilai berpendapatan sedang adalah

masyarakat yang tingkat pendapatannya Rp. 500.000,00 – Rp. 2.000.000,00,

sedangkan kelompok ketiga adalah masyarakat dengan tingkat pendapatan kurang

dan menggunakan kran umum. Masyarakat yang menggunakan kran umum adalah

masyarakat yang tingkat pendapatannya Rp. 500.000,00 ke bawah.

Metode pengambilan sampel menggunakan Stratified Random Sampling

(Pengambilan Sampel Acak Distratifikasi) yaitu sampel diambil dari tiap-tiap

strata / kelompok dengan berimbang. Dalam penelitian ini pengambilan sampel

secara berimbang dilakukan dengan mengambil sampel dengan persentase atau

perbandingan yang sama setiap kelompok. Keuntungan menggunakan metode ini

adalah semua ciri-ciri populasi yang heterogen dapat terwakili dan peneliti dapat

menganalisis hubungan antara satu lapisan / kelompok dengan lapisan / kelompok

yang lain, begitu juga mempertimbangkannya (Singarimbun, 1987).

4.4 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini bertujuan mengestimasi fungsi WTP dari masyarakat

pengguna air bersih dengan proyek WSLIC dan menjelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi masyarakat dalam membayar iuran air jika ada peningkatan

pelayanan BPS dalam pengelolaan WSLIC. Data yang digunakan dalam

penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari

karakteristik responden, persepsi masyarakat terhadap BPS dalam mengelola

WSLIC dan pengetahuannya terhadap iuran air, respon terhadap peningkatan

pelayanan WSLIC, dan besarnya nilai WTP yang diperoleh melalui kuisioner

maupun wawancara langsung dengan responden. Wawancara yang dilakukan

merupakan percakapan dua arah dalam suasana yang akrab dan informal.

Pertanyaan utama yang ditanyakan kepada responden adalah: “Berapa

nilai maksimum kesediaan mereka membayar iuran WSLIC jika ada peningkatan

pelayanan BPS terhadap pengelolaan WSLIC yaitu dari sisi kualitas air

(kejernihan dan kebersihan air) dan kuantitas air (jumlah debit rata-rata air yang

terdistribusi ke masyarakat)”. Hasil kuesioner dan wawancara tersebut akan

dimanfaatkan sebagai pendukung dari penggunaan CVM dan analisis WTP. Data

sekunder meliputi data jaringan WSLIC Desa Situdaun, potensi desa, data dari

dinas-dinas terkait, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

Untuk lebih jelasnya, berikut disajikan daftar kebutuhan data, jenis dan sumber

data, serta teknik pengumpulan data sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 1.

4.5 Metode Analisis Data

Penelitian ini menganalisis data yang telah diperoleh secara kualitatif dan

kuantitatif. Data kuantitatif yang diperoleh digunakan untuk mengetahui model

WTP masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC dan diolah dengan analisis

regresi berganda dengan program Microsoft Excel dan Minitab for Windows

Release 14. Sedangkan data kualitatif diolah secara deskriptif yang digunakan

untuk mengetahui kondisi umum masyarakat pengguna air dngan proyek WSLIC,

serta penggunaan dan pengelolaan air di Desa Situdaun. Metode yang digunakan

untuk memperoleh data kualitatif dan kuantitatif tersebut adalah dengan

wawancara dan penyajian kuesioner.

Telah dijelaskan dalam Kerangka Pemikiran Teoritis bahwa cara-cara

penghitungan nilai WTP masyarakat terdiri dari metode tawar menawar (bidding

game), metode referendum tertutup (dichotomus choice), metode kartu

pembayaran (payment card) dan metode pertanyaan terbuka (open ended

question). Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengestimasi nilai

WTP masyarakat adalah dengan metode referendum tertutup (dichotomus choice).

Metode ini dipilih karena menurut beberapa penelitian, metode ini lebih mudah

dipahami maksud dan tujuan penelitiannya. Metode ini memudahkan

pengklasifikasian responden yang memiliki kecenderungan untuk membayar

biaya pemeliharaan dan pengelolaan air sehingga kemungkinan menjawab “Ya”

untuk setiap nilai yang diberikan estimasi.

Tabel 1. Daftar Kebutuhan Data, Jenis dan Sumber Data serta Teknik Pengumpulan Data

Tujuan Penelitian Data yang Dibutuhkan

Sumber data Teknik Pengumpulan Data

1. Menganalisis karakteristik masyarakat yang memanfaatkan air WSLIC  

Karakteristik masyarakat pengguna WSLIC

Data Primer Data Sekunder

Wawancara dan Kuesioner Monogram Desa Situdaun

2. Mengestimasi besarnya nilai WTP masyarakat terhadap peningkatan pelayanan dan perbaikan aliran air WSLIC di Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor

Besarnya biaya yangingin dibayarkan masyarakat dengan adanya peningkatan pelayanan WSLIC

Data Primer Wawancara dan Kuesioner

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam membayar iuran WSLIC untuk peningkatan pelayanan WSLIC dan perbaikan aliran air di Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor

Karakteristik Masyarakat pengguna WSLIC teutama faktor-faktor yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi masyarakat dalam membayar iuran WSLIC

Data Primer Wawancara dan Kuesioner

4.5.1 Nilai Willingness to Pay Rata-Rata Kelompok Pelanggan Rumah Tangga WSLIC Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya

Secara statistik mencari nilai rata-rata dari contoh atau sampel dengan

menggunakan rumus (Walpole, 1997):

x =

Keterangan:

x = nilai tengah contoh

xi = nilai sampel atau contoh ke i

n = banyaknya sampel atau contoh

4.5.2 Analisis Kesediaan Membayar Masyarakat Terhadap Peningkatan Pelayanan BPS dalam Mengelola WSLIC

WTP digunakan untuk melihat tingkat kemampuan masyarakat membayar

pada berbagai tingkat harga air dan sejauh mana masyarakat merasakan adanya

manfaat air. Pendekatan CVM (Contingent Valuation Method) menggunakan dua

jenis pertanyaan dalam menilai barang lingkungan, yaitu:

1. Apakah anda bersedia membayar sejumlah Rp. X tiap bulan / tahun untuk

memperoleh peningkatan kualitas lingkungan?

2. Apakah anda bersedia menerima sejumlah Rp. X tiap bulan / tahun sebagai

kompensasi atas diterimanya kerusakan lingkungan?

Penelitian ini akan terfokus pada besarnya nilai WTP masyarakat untuk

mengetahui besarnya nilai yang bersedia dibayar oleh masyarakat untuk

peningkatan pelayanan WSLIC di Desa Situdaun. Nilai WTP ini digunakan

sebagai pendekatan ekonomi dari nilai air yang digunakan oleh masyarakat. Nilai

WTP ini juga digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan oiuran

baru oleh BPS setelah ada peningkatan pelayanan yang diberikan.

4.5.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelanggan Rumah Tangga Dalam Membayar Tambahan Biaya Pemeliharaan Dan Pengelolaan Air WSLIC

Fungsi WTP yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari beberapa

variabel yang diduga akan mempengaruhi besarnya nilai WTP masyarakat jika

ada peningkatan pelayanan WSLIC di Desa Situdaun. Beberapa variabel yang

digunakan adalah:

1. Umur responden

Masyarakat pengguna air bersih bervariasi menurut umurnya. Karena itu

perlu diteliti apakah umur responden berpengaruh terhadap besarnya iuran air

yang ingin dibayarkan masyarakat setelah adanya peningkatan pelayanan BPS

dalam pengelolaan WSLIC. Asumsi yang berlaku untuk variabel ini adalah

semakin tua umur responden maka semakin tinggi iuran yang akan dibayarkan

karena masyarakat yang umurnya lebih muda cenderung lebih mudah mencari

sumber mata air lain yang umumnya lebih jauh dari pemukiman masyarakat.

2. Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat terhadap

sumberdaya alam yang umumnya digunakan secara bebas dan tidak memerlukan

biaya. Variabel ini dinilai berpengaruh karena umumnya masyarakat dengan

tingkat pendidikan lebih baik cenderung lebih memahami nilai ekonomi dari

sumberdaya yang semakin lama semakin terbatas jumlahnya dan menjadi barang

ekonomi akibat kelangkaan yang terjadi. Asumsi yang berlaku adalah semakin

tinggi tingkat pendidikan responden, maka maka besar pula WTP yang akan

dibayarkan untuk iuran air.

Dalam analisis data kuantitatif dengan analisis regresi berganda, tingkat

pendidikan responden disajikan dalam bentuk numerik dengan menetapkan skor-

skor sebagai berikut:

1) Skor 0 untuk responden yang tidak bersekolah

2) Skor 1 untuk responden dengan pendidikan terakhir SD/Sederajat

3) Skor 2 untuk responden dengan pendidikan terakhir SLTP/Sederajat

4) Skor 3 untuk responden dengan pendidikan terakhir SLTA/Sederajat

5) Skor 4 untuk responden dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi

3. Tingkat Pendapatan Responden

Tingkat pendapatan responden sangat berpengaruh terhadap besarnya nilai

WTP yang ingin dibayarkan oleh masyarakat untuk iuran air. Hal ini erat

kaitannya dengan kemampuan ekonomi masyarakat dalam membayar biaya

penggunaan air yang dikonsumsinya sehari-hari. Asumsi yang berlaku adalah

semakin tinggi pendapatan responden maka semakin besar pula nilai WTP yang

akan dibayarkan oleh responden tersebut. Satuan yang digunakan dalam analisis

regresi berganda dalam penelitian ini adalah rupiah.

4. Penilaian Masyarakat terhadap Pelayanan BPS

Pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC agar dapat digunakan

masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari sangat menentukan

pandangan masyarakat dalam menilai kualitas pelayanan pengelola dalam

mendistribusikan air pada masyarakat. Semakin baik pelayanan yang dilakukan

untuk mendistribusi air ke masyarakat, maka semakin baik pula pandangan

masyarakat akan BPS sebagai pihak yang dipercaya untuk mengelola WSLIC, dan

semakin baik pula loyalitas masyarakat dalam membayar iuran air. Asumsi yang

berlaku adalah semakin baik penilaian masyarakat akan pelayanan BPS dalam

mengelola WSLIC maka semakin tinggi pula nilai WTP yang bersedia

dibayarkan.

Dalam analisis regresi berganda, tingkat penilaian masyarakat terhadap

pelayanan BPS dalam pengelolaan WSLIC ini disajikan dalam bentuk numerik

dengan skor-skor. Variabel ini merupakan variabel penjelas yang memiliki skor

satu untuk masyarakat yang menilai tingkat pelayanan BPS yang dipandang baik

dan skor nol untuk pelayanan BPS yang dinilai tidak baik. Tingkat pelayanan BPS

dimasukkan dalam kategori baik jika distribusi air berjalan dengan baik dan

merata kepada seluruh masyarakat yang menggunakan air, kualitas air baik

(kejernihan dan sanitasi air), dan debit air yang mengalir ke masyarakat dapat

mencukupi kebutuhan masyarakat sehari-hari.

5. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Pengguna WSLIC Tentang Iuran yang

Ditetapkan oleh Pihak Pengelola.

Masyarakat tentunya perlu mengetahui berapa iuran air yang harus

dibayarkan setiap bulannya, begitu pula dengan penetapan dan kebijakan yang

menetapkan harga atau iuran air. Asumsi yang berlaku dalam variabel ini adalah

semakin baik pengetahuan masyarakat tentang informasi iuran yang ditetapkan

oleh BPS, maka semakin tinggi pula nilai WTP yang rela dibayarkan.

Dalam analisis regresi berganda, pengetahuan responden terhadap iuran air

ini disajikan dalam bentuk numerik dengan skor-skor. Variabel ini merupakan

variabel penjelas yang memiliki skor satu untuk responden yang tahu mengenai

iuran air dan skor nol responden yang tidak tahu mengenai iuran air.

6. Jumlah Pemakaian Air

Pembayaran iuran air yang dilakukan dalam masyarakat adalah

pembayaran dengan menghitung jumlah pemakaian air yang digunakan setiap

bulannya (Rp/m3/bulan). Setiap kelompok masyarakat membayar iuran dengan

tarif yang berbeda-beda tiap kelompok sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan.

Masyarakat yang menggunakan air dalam jumlah banyak tentunya mengharapkan

iuran yang lebih sedikit agar tidak memberatkan. Asumsi yang berlaku dalam

variabel ini adalah semakin banyak jumlah pemakaian air maka semakin kecil

nilai WTP yang rela dibayarkan masyarakat sebagai iuran air. Satuan yang

digunakan dalam analisis regresi dalam penelitian ini adalah m3/bulan.

7. Kelompok Masyarakat Pengguna Air Bersih

Dalam pelaksanaannya, masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC

digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok pertama untuk masyarakat

mampu (sebanyak enam rumah tangga), kelompok dua untuk masyarakat yang

dianggap memiliki perekonomian sedang (116 rumah tangga), dan kelompok

ketiga (72 rumah tangga). Masyarakat dengan kategori mampu dan digolongkan

ke dalam kategori pertama menggunakan air yang dimasukkan ke rumah. Begitu

juga dengan kelompok kedua, hanya saja penetapan tarif iuran yang harus

dibayarkan berbeda. Kelompok pertama membayar iuran yang lebih besar dari

kelompok kedua. Berbeda dengn kelompok pertama dan kedua, masyarakat

pengguna air dengan proyek WSLIC yang digolongkan dalam kelompok tiga

tidak menggunakan air yang penyalurannya ke rumah sendiri melainkan

menggunakan WSLIC dengan kran umum. Pembayaran yang dilakukan juga

secara berkelompok tergantung berapa rumah tangga yang menggunakan kran

WSLIC umum tersebut.

Asumsi yang berlaku dalam variabel ini adalah semakin tinggi atau

semakin kecil angka kelompok masyarakat pengguna air maka semakin besar pula

nilai WTP yang rela dibayarkan masyarakat untuk iuran WSLIC. Persamaan

regresi yang digunakan untuk mengestimasi nilai WTP berdasarkan faktor-faktor

yang telah disebutkan di atas adalah:

WTP = β0 + β1Ui + β2PDDKNi + β3PDPTNi + β4PLYNi + β5PGTHi + β6JPAi + β7KLPK + ei

Keterangan:

WTP = Rata-rata WTP Rumah Tangga dalam Membayar Tambahan

Biaya untuk pemeliharaan dan pengelolaan air (Rp / bulan)

β0 = Konstanta

β1, β2,… β7 = Koefisien Regresi

U = Umur responden (tahun)

PDDKN = Tingkat pendidikan responden

PDPTN = Tingkat pendapatan responden (Rupiah)

PLYN = Tingkat pelayanan BPS mengelola WSLIC (baik = 1, tidak baik

= 0)

PGTH = Tingkat pengetahuan responden terhadap iuran WSLIC (tahu = 1,

tidak tahu = 0)

JPA = Jumlah Pemakaian Air (m3 / bulan)

KLPK = Kelompok Pengguna Air

i = Responden ke-i

e = Galat

Pengujian hipotesis regresi berganda dari hasil print out komputer dapat

dilakukan dengan cara:

1. Dengan melihat thitung atau Fhitung dan dibandingkan dengan nilai T dan F.

jika thitung atau Fhitung lebih besar daripada t atau F maka keputusannya adalah

menolak hipotesis nol (H0). Sebaliknya jika thitung atau Fhitung lebih kecil daripada t

atau F maka keputusannya adalah menerima hipotesis nol (H0).

2. Dengan menggunakan nilai signifikan (nilai-P) lebih kecil daripada taraf

signifikan yang disyaratkan maka H0 ditolak dan jika nilai-P lebih besar daripada

taraf signifikansi yang disyaratkan maka H0 diterima.

4.6 Defenisi Operasional

1. Umur (U) adalah usia masyarakat pengguna air yang menjadi responden

penelitian ini.

2. Tingkat pendidikan masyarakat (PDDKN) adalah tingkat pendidikan

masyarakat pengguna air yang menjadi responden penelitian ini.

3. Tingkat pendapatan masyarakat (PDPTN) adalah semua hasil pendapatan yang

dimiliki oleh responden untuk membayar biaya pemliharaan dan pengolahan air

dalam satu bulan.

4. Penilaian masyarakat terhadap tingkat pelayanan BPS dalam mengelola

WSLIC (PLYN) adalah kemampuan BPS dalam menangani segala kebutuhan

masyarakat untuk menggunakan air dengan proyek WSLIC dan memiliki nilai 1

(baik) dan 0 (tidak baik).

5. Tingkat pengetahuan masyarakat (PGTH) adalah pengetahuan yang dimiliki

responden dalam mengetahui biaya pemeliharaan dan pengelolaan WSLIC yang

ditetapkan oleh BPS.

6. Debit Air (JPA) adalah Jumlah Pemakaian Air yang digunakan oleh responden

tiap bulan.

7. Kelompok Pengguna WSLIC (KLPK) adalah kelompok masyarakat pengguna

air yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pendapatan.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Desa

Desa Situdaun berada di Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor dengan

batas sebelah Utara dengan Desa Cihideung Udik, sebelah Selatan dengan Desa

Gunung Malang, sebalah Barat dengan Kali Cinangneng dan Sebelah Timur

dengan Kali Cihideung. Luas wilayah Desa Situdaun 329,045 ha yang berupa

dataran tinggi dengan ketinggian tanah 450 meter di atas permukaan laut dan

curah hujan rata-rata 2,898 mm per tahun. Menurut penggunaannya tanah seluas

53,045 ha digunakan sebagai tempat pemukiman penduduk, tanah seluas 254 ha

tempat pertanian berupa sawah dan ladang, 2 ha tempat bangunan umum, 18 ha

empang dan 2 ha pekuburan.

Jarak dari Desa Situdaun menuju Ibukota kabupaten berjarak 20 km.

Jarak dari Desa Situdaun menuju Ibukota Propinsi 200 km.

Jarak dari Desa Situdaun menuju Ibukota Negara 75 km.

5.2 Potensi Sumberdaya Air di Desa Situdaun

Desa Situdaun merupakan daerah yang terdapat di lereng perbukitan.

Banyak terdapat sumber-sumber mata air yang dapat digunakan untuk konsumsi

rumah tangga sehari-hari maupun untuk pengairan sawah (irigasi). Selain sumber-

sumber mata air, terdapat juga sungai yang membarasi Desa Situdaun dengan

desa-desa di sekitarnya. Sungai umumnya digunakan untuk pengairan untuk

persawahan.

Sumber mata air yang terdapat di Desa Situdaun umumnya bersih dan

dapat digunakan untuk konsumsi rumah tangga sehari-hari. Sampai sebelum tahun

2005 belum ada pengelolaan untuk sumberdaya air ini, sehingga masyarakat

masih kesulitan memperoleh air bersih terutama untuk keperluan MCK.

Masyarakat umumnya mengambil air ke sumber-sumber air untuk mendapatkan

air bersih.

5.3 Mata Pencaharian Penduduk Lokal

Wilayah Desa Situdaun merupakan daerah yang banyak digunakan untuk

areal pertanian. Hal ini sejalan dengan jenis mata pencaharian masyarakat Desa

Situdaun yang mayoritas petani atau buruh tani. Berikut tabel yang menyajikan

jenis mata pencaharian penduduk Desa Situdaun dengan jumlah masyarakatnya.

Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk Desa Situdaun

No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) 1. Petani 13302. Buruh Tani 5883. Pedagang / wiraswasta 4294. Pengrajin 605. PNS 326. Penjahit 307. Montir 68. Supir 459. Karyawan Swasta 18510. Tukang kayu / batu 3411. Guru Swasta 4512. Polri 113. TNI AD 4

Total 2789Sumber: Monogram Desa Situdaun, 2008

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat desa Situdaun

bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu, mata pencaharian penduduk desa

adalah sebagai buruh tani1, pedagang/wiraswasta, pengrajin, PNS, penjahit,

montir, supir, karyawan swasta, tukang kayu/batu, guru swasta, polri dan TNI

AD.

5.4 Sejarah Dibentuknya WSLIC dan Penyalurannya ke Masyarakat

Di Indonesia, penduduk pedesaan yang menggunakan air bersih baru

mencapai 67,3%. Dari angka tersebut hanya sekitar separuhnya (51,4%) yang

memenuhi syarat bakteriologis. Sedangkan penduduk yang menggunakan jamban

sehat (WC) hanya 54%. Itulah sebabnya penyakit diare sebagai salah satu

penyakit yang ditularkan melalui air masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat dengan angka kesakitan 374 per 1000 penduduk. Selain itu diare

merupakan penyebab kematian nomor dua pada Balita dan nomor tiga bagi bayi

serta nomor lima bagi semua umur (Sujudi, 2004). Hal ini mendorong

Departemen Kesehatan untuk mengadakan proyek pengadaan air bersih untuk

mengatasi masalah sulitnya akses masyarakat pedesaan terhadap air bersih.

WSLIC merupakan proyek Departemen Kesehatan Indonesia yang didanai

oleh World Bank dengan International Development Association (IDA) Credit,

Hibah AusAID, Government of Indonesia (GOI), dan masyarakat yang bertujuan

untuk meningkatkan status kesehatan, produktivitas dan kualitas hidup masyarakat

yang berpenghasilan rendah di pedesaan melalui perbaikan perilaku hidup bersih

dan sehat, peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, penyediaan fasilitas air

bersih dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat, kesinambungan

pembangunan masyarakat secara partisipatif. Hal ini sangat dibutuhkan

                                                            1 Bukan petani pemilik lahan, melainkan buruh/ pekerja lepas dalam bidang pertanian.

masyarakat Situdaun mengingat sulitnya pendistribusian air di Desa situdaun.

Dengan adanya WSLIC ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam

mengakses air bersih dan sanitasi dasar. Sasaran dari proyek ini adalah

masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi rendah dan sanitasi yang rendah pula.

Proyek WSLIC ini dilakukan di berbagai kawasan di Indonesia, salah

satunya adalah di kawasan Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Bogor. Program ini

dilaksanakan di Situdaun karena dari seluruh masyarakat Desa Situdaun yang

memiliki sarana air bersih / sumur atau sambungan mata air yang berakses baik

hanya 278 kepala keluarga (16,65 persen), sedangkan kepemilikan sarana air

sanitasi / jamban dengan akses baik hanya 135 kepala keluarga atau sekitar 8,09

persen. (Tim WSLIC Desa Situdaun, 2005). Program ini kemudian berjalan sejak

tahun 2005 dan dibentuk suatu badan kelembagaan yang berfungsi mengelola

WSLIC tersebut. Badan ini disebut BPS.

5.5 Penetapan Tarif Air

Penetapan tarif air ditentukan berdasarkan rapat besar para anggota BPS

dan masyarakat pada awal diadakannya proyek WSLIC di Desa Situdaun.

Besarnya biaya yang dikenakan tergantung kepada tingkat pendapatan

masyarakat. Masyarakat yang dinilai mampu dan sedang menggunakan

sambungan rumah sedangkan tarif yang lebih murah kepada masyarakat yang

kurang mampu dengan meggunakan kran umum. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penetapan Tarif Air

Blok Pemakaian dan besarnya Tarif Air No Kelompok Pelanggan 0-10M3 (Rp) 11-20M3(Rp) 1. Kelompok I A 1500 2250 B 1200 18002 Kelompok II 750 9003 Kelompok III 500 5004 Kelompok IV A 350 350 B 200 200

Sumber: Tim WSLIC-2 2005

Keterangan Kelompok Pelanggan: Kelompok I A : Home Industry B : Masyarakat Mampu Kelompok II : Masyarakat ekonomi sedang (sambungan rumah) Kelompok III : Masyarakat ekonomi kurang mampu (Kran umum) Kelompok IV A : Sarana Pendidikan B : Sarana Peribadatan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden di Wilayah Desa Situdaun pada penelitian ini

dilihat dari beberapa hal diantaranya umur, tingkat pendidikan, tingkat

pendapatan, dan jumlah pemakaian air untuk kebutuhan sehari-hari setiap

bulannya. Berikut adalah tabel sebaran responeden berdasarkan kelompok

masyarakat pengguna Air dengan proyek WSLIC di Desa Situdaun. Jumlah

responden ini diharapkan dapat menggambarkan keseluruhan masyarakat

pangguna air dengan proyek WSLIC di Desa Situdaun.

Tabel 4. Sebaran Responden Berdasarkan Kelompok Pengguna Air di Desa Situdaun Tahun 2009

Kelompok Pengguna Jumlah Responden (orang) Kelompok 1 (Mampu) 2 Kelompok 2 (Sedang) 35 Kelompok 3 (Kurang Mampu) 22

Total 59 Sumber : Hasil Olahan Data Primer

Berdasarkan klasifikasi kelompok pengguna air, maka dari 59 responden

diperoleh responden untuk kelompok pertama sebanyak tiga persen dari

keseluruhan responden, 60 persen dari kelompok kedua, dan 37 persen dari

kelompok ketiga. Adapun penggolongan masyarakat pengguna air ini dibagi

berdasarkan tingkat pendapatan masyarakat tersebut. Seperti yang telah dijelaskan

di depan, masyarakat yang dinilai cukup mampu digolongkan dalam kelompok

pertama, untuk yang tingkat pendapatannya sedang digolongkan dalam kelompok

kedua, dan masyarakat yang kurang mampu digolongkan dalam kelompok ketiga.

Penggolongan ini diharapkan dapat menggambarkan kondisi ekonomi pengguna

air yang bertujuan untuk mengidentifikasi masyarakat yang tidak bersedia

membayar iuran air meskipun telah ada peningkatan pelayanan dan perbaikan

fasilitas penyaluran air ke masyarakat.

Karakteristik responden dapat dilihat dari beberapa variabel yaitu umur,

pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat pelayanan BPS dalam mendistribusi air,

pengetahuan responden tentang tarif air, jumlah pemakaian air rata-rata setiap

bulan, dan kelompok pengguna air dengan proyek WSLIC.

6.1.1 Umur

Responden pengguna air dari proyek WSLIC berkisar antara umur 19

tahun sampai 76 tahun. Umur seseorang dinilai dapat mempengaruhi fungsi

biologis dan psikologis individu tersebut. Semakin tua umur responden akan

mempengaruhi kemauan dalam pengambilan keputusan. Penyebaran pelanggan

menurut umur tercantum pada Tabel 5.

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa pelanggan yang menjadi

responden cenderung dalam umur yang relatif muda. Hal ini ditunjukkan oleh

persentase terbesar yaitu 30 persen berkisar antara umur 20 – 29 tahun dan 25

persen berkisar antara 30 – 39 tahun. Sementara generasi yang lebih muda yaitu

dibawah 20 tahun hanya sebesar dua persen. Pengguna yang berumur 40 - 49

tahun sebanyak 19 persen, berumur 50 - 59 tahun sebesar 17 persen dan di atas 60

tahun sebesar tujuh persen.

Tabel 5. Sebaran Responden Pengguna Air dengan Proyek WSLIC Menurut Penggolongan Umur Tahun 2009

Kelompok Umur Jumlah Responden

(Orang) Persentase

(%) ≤ 19 1 220 - 29 18 3030 - 39 15 2540 - 49 11 1950 – 59 10 17≥ 60 4 7

Total 59 100Sumber:Hasil Olahan Data Primer

6.1.2 Tingkat Pendidikan

Menurut tingkat pendidikan, dari 59 orang responden sebagian besar

berpendidikan Sekolah Dasar (SD / Sederajat) yaitu sebesar 68 persen,

berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP / Sederajat) sebesar 13,5

persen, berpendidikan Sekolah lanjutan Tingkat Atas (SLTA / Sederajat) sebesar

lima persen dan yang tidak pernah sekolah sebesar 13,5 persen. Penyebaran

responden berdasarkan tingkat pendidikan tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6. Sebaran Responden Pengguna Air dengan Proyek WSLIC Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Situdaun Tahun 2009

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang)

Persentase (%)

Tidak Bersekolah 8 13.5SD / Sederajat 40 68SLTP / Sederajat 8 13.5SLTA / Sederajat 3 5

Total 59 100Sumber:Hasil Olahan Data Primer

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden

pengguna air dengan proyek WSLIC cenderung rendah. Hal ini dapat dilihat dari

persentase responden yang berpendidikan hanya setingkat SD sebanyak 40 orang

dan tidak pernah bersekolah sebanyak delapan orang. Sedangkan yang

berpendidikan setingkat SLTP hanya delapan orang, SLTA sebanyak tiga orang

dan tidak ada yg melanjut hingga ke tingkat Perguruan tinggi. Masyarakat

berpendidikan rendah pada umumnya disebabkan karena alasan terbentur masalah

ekonomi sehingga anak-anak pada umumnya lebih diajarkan untuk bertani atau

melakukan pekerjaan rumah. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya kesadaran

orangtua zaman dahulu akan pentingnya pendidikan bagi generasi berikutnya.

Rendahnya tingkat pendidikan ini menjadi gambaran pandangan

masyarakat terhadap sumberdaya alam, khususnya dalam hal ini sumberdaya air.

Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap air sebagai barang publik dan

barang ekonomi. Hal ini terlihat dari nilai WTP yang rela dibayarkan masyarakat

sebagai iuran air lebih kecil dari iuran air yang berlaku selama ini. Selanjutnya

akan dibahas pada nilai WTP rata-rata masyarakat untuk peningkatan pelayanan

BPS dalam mengelola WSLIC.

6.1.3 Tingkat Pendapatan

Menurut tingkat rata-rata pendapatan tiap bulan, kebanyakan responden

berpendapatan sebesar Rp. 750.000,00 – Rp. 1.250.000,00 yaitu sebanyak 25

orang (42 persen). Masyarakat yang berpendapatan Rp. 250.000,00 – Rp.

750.000,00 sebanyak 23 orang (39 persen), berpendapatan Rp. 1.250.000,00 – Rp.

1.750.000,00 sebanyak lima orang (sembilan persen) di atas Rp. 1.750.000,00

sebanyak enam orang (10 persen), dan tidak terdapat masyarakat yang tingkat

pendapatannya di bawah Rp. 250.000,00. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Sebaran Responden Pengguna Air dengan proyek WSLIC Menurut Tingkat Pendapatan di Desa situdaun Tahun 2009

Tingkat Pendapatan (Rp / bulan)

Jumlah responden (Orang)

Persentase (%)

≤ 250.000,00 0 0250.000,00 – 750.000,00 23 39750.000,00 – 1.250.000,00 25 421.250.000,00 – 1.750.000,00

59

≥1.750.000,00 6 10Total 59 100

Sumber:Hasil Olahan Data Primer

6.1.4 Jumlah Pemakaian Air

Penyebaran responden pengguna air dari proyek WSLIC menurut jumlah

pemakaian air dapat dilihat pada Tabel 8. Dalam Tabel 8 disajikan jumlah

responden menurut penggunaan air dan jumlah air yang digunakan per bulan

dalam satuan m3 per bulan.

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa umumnya responden pengguna

air dari proyek WSLIC menggunakan air 10-14m3/ bulan yaitu sebesar 49 persen,

berikutnya adalah masyarakat yang menggunakan air sebanyak 15-19m3/bulan

sebesar 31 persen, 5-9m3/ bulan sebesar 10 persen, sedangkan masyarakat yang

menggunakan air lebih dari 20m3 sebesar delapan persen dan antara 0-4m3/bulan

sebesar dua persen. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat pengguna air dengan

proyek WSLIC pada umumnya menggunakan air WSLIC secara hemat untuk

keperluan air rumah tangga sehari-hari dan menggunakan air seperlunya.

Tabel 8. Penyebaran Responden Pengguna Air dengan Proyek WSLIC di Desa Situdaun Menurut Jumlah Pemakaian Air Tahun 2009

Jumlah Pemakaian Air (m3/bulan)

Jumlah responden (Orang)

Persentase (%)

0 - 4 1 25 - 9 6 1010 - 14 29 4915 - 19 18 31> 20 5 8

Total 59 100Sumber:Hasil Olahan Data Primer

Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel respon adalah bentuk pilihan

masyarakat pengguna air dari proyek WSLIC terhadap adanya peningkatan

pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC yaitu pilihan untuk masyarakat yang

bersedia membayar dan untuk masyarakat yang tidak bersedia membayar. Dari 59

responden yang diperoleh terdapat dua orang yang tidak bersedia membayar iuran

air meskipun ada peningkatan pelayanan BPS untuk mengelola WSLIC.

Masyarakat yang tidak mau membayar iuran air umumnya beralasan bahwa air

merupakan barang publik yang bebas tersedia di alam dan tidak perlu

mengeluarkan biaya untuk menggunakannya. Selain itu, proyek WSLIC dianggap

merupakan bantuan kepada masyarakat desa sehingga tidak sepatutnya dipungut

iuran. Hal ini menunjukkan tingkat pemahaman masyarakat akan pentingnya air

dan kelangkaannya masih rendah.

Variabel yang kontinyu dalam penelitian ini adalah umur responden (U),

tingkat pendidikan responden (PDDKN), tingkat pendapatan responden (PDPTN),

jumlah pemakaian air (JPA), dan kelompok responden (KLPK). Variabel penjelas

yang bersifat Dummy yaitu tingkat pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC

(PLYN) dan tingkat pengetahuan masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC

terhadap penetapan iuran WSLIC (PGTH) yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Penilaian Responden terhadap Tingkat Pelayanan BPS dalam mengelola

WSLIC

Pelayanan terhadap kualitas dan tersedianya air sering menjadi masalah

yang meresahkan anggota masyarakat pengguna. Berdasarkan hasil wawancara

dengan beberapa masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC dijelaskan

bahwa terdapat sekelompok masyarakat yang tidak mendapatkan air,

mendapatkan debit air yang kecil, keruh dan sebagainya sehingga muncul keluhan

mengenai distribusi air. Oleh karena itu pihak pengelola (BPS) mencoba mencari

cara untuk mengatasi masalah kekurangan air ini dan mengatasi masalah distribusi

air dengan memperbaiki dan meninjau kembali pipa yang disalurkan kepada

masyarakat.

Tabel 9. Penilaian Masyarakat terhadap Tingkat Pelayanan BPS dalam Mengelola WSLIC di Desa Situdaun Tahun 2009

Tingkat Pelayanan (PLYN)

Jumlah Pelanggan (Orang)

Persentase (%)

Baik 33 56 Tidak baik 26 44

Total 59 100 Sumber:Hasil Olahan Data Primer

Dalam penelitian ini tidak semua responden menyatakan bahwa pelayanan

BPS dalam pengelolaan WSLIC baik. Tingkat pelayanan BPS dimasukkan dalam

kategori baik jika distribusi air berjalan dengan baik dan merata kepada seluruh

masyarakat yang menggunakan air, kualitas air baik (kejernihan dan sanitasi air),

dan debit air yang mengalir ke masyarakat dapat mencukupi kebutuhan

masyarakat sehari-hari. Masyarakat yang menyatakan tingkat pelayanan BPS

dalam mengelola WSLIC tidak baik adalah masyarakat yang menerima air dalam

jumlah sedikit atau bahkan tidak mengalir selama beberapa hari dan masyarakat

yang menerima air yang keruh. Terdapat 44 persen yang menyatakan pelayanan

BPS dalam mengelola tidak baik. Alasan utama mereka adalah pasokan air yang

tidak lancar, jumlah debit air yang mereka peroleh tidak seperti biasanya dan

kualitas air yang keruh terlebih jika terjadi hujan. Kondisi ini menyebabkan

masyarakat resah dan mulai menggunakan kembali mata air yang letaknya jauh

atau menggunakan sumur. Pemungutan iuran air juga mengalami kendala akibat

masalah ini, karena air jarang mengalir masyarakat tidak mau membayar iuran.

2. Pengetahuan Masyarakat terhadap Iuran Air

Pada umumnya masyarakat telah mengatahui iuran dan penetapan iuran air

yang dipungut oleh BPS. Namum ada yang tidak mengetahui, setiap waktu

pembayaran langsung membayar tagihan tanpa mengatahui berapa tarif yang

ditetapkan dan berapa m3 air yang digunakan selama sebulan. Informasi iuran air

biasanya disampaikan pada awal mendaftar sebagai pengguna air dengan proyek

WSLIC.

Tabel 10. Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Iuran Air

Tingkat Pengetahuan (PGTH)

Jumlah Responden (Orang)

Persentase (%)

Tahu 56 95 Tidak Tahu 3 5

Total 59 100 Sumber:Hasil Olahan Data Primer

Berdasarkan hasil wawancara responden sebesar lima persen tidak

mengetahui iuran yang ditetapkan oleh BPS untuk WSLIC, sedangkan 95 persen

mengetahui iuran yang ditetapkan oleh BPS. Hal ini menunjukkan bahwa

masyarakat sudah cukup mengetahui tarif air sehingga membantu pihak pengelola

dalam pemungutan iuran air dan menghindari kesalahpahaman dari masyarakat

menganai iuran air.

6.2 Nilai Willingness to Pay Rata-rata Responden Pengguna Air dengan Proyek WSLIC di Desa Situdaun

Rata-rata WTP tiap kelompok dan rata-rata WTP keseluruhan responden

pengguna air dengan proyek WSLIC dapat dilihat pada Tabel 10. Dalam Tabel 10

disajikan nilai WTP rata-rata masyarakat pengguna air menuirut kelompok

masyarakat pengguna air dengan proyek WLSIC.

Tabel 11. Nilai Willingness to Pay Rata-rata Kelompok Masyarakat Pengguna Air dengan proyek WSLIC

No. Kelompok

Pengguna air Frekuensi

Responden (Orang)WTP Rata-rata Kelompok Pelanggan (Rp/m3/bulan)

1. Kelompok 1 2 1000 2. Kelompok 2 35 703.0303 3. Kelompok 3 22 498.7273 Sumber: Hasil Olahan data Primer

Seperti yang telah disajikan dalam tabel, untuk nilai WTP rata-rata

kelompok pertama adalah sebesar Rp. 1000,00, nilai rata-rata kelompok kedua

adalah sebesar Rp. 703,0303 dan nilai rata-rata kelompok ketiga sebesar Rp.

498,7273. Jika dilihat dari Tabel 8, maka akan terlihat perbedaan nilai WTP rata-

rata dari kelompok-kelompok pengguna yang ada. Semakin rendah tingkatan

kelompok pengguna maka rata-rata nilai WTP kan meningkat. Dari ketiga

kelompok dan 59 responden maka rata-rata WTP keseluruhan adalah Rp.

634,21053.

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa nilai WTP yang rela dibayarkan

masyarakat pengguna air bersih dari proyek WSLIC lebih kecil dari iuran

sebelumnya yang telah berlaku, seperti yang dinyatakan dalam Tabel 3. Hal ini

tentunya menyebabkan pihak pengelola (BPS) akan kesulitan dalam mengelola

WSLIC. Karena itu perlu adanya sumber dana dari pihak lain, misalnya dari

pemerintah agar peningkatan pelayanannya dapat berjalan dengan baik sehingga

kualitas dan kuantitas air yang dialirkan ke masyarakat menjadi lebih baik. Nilai

ini juga diharapkan dapat menjadi kebijakan untuk BPS dalam menetapkan iuran

air.

6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Pengguna Air dalam Membayar Iuran Air Setelah Ada Peningkatan Pelayanan dan Perbaikan Distribusi Air

Terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata dan lima variabel yang

tidak berpengaruh nyata dalam model WTP yang ditetapkan. Untuk lebih jelasnya

terdapat pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Analisis Kesediaan Masyarakat Pengguna Air dengan Proyek WSLIC dalam Membayar Iuran Air setelah ada Peningkatan Pelayanan BPS terhadap Pengelolaan WSLIC

No. Parameter Koefisien P-Value VIF 1. Konstanta 876.6 0.000 -2. Umur (U) 0.327 0.835 1.1

3. Tingkat Pendidikan (PDDKN) 33.38 0.323 1.2

4. Tingkat Pendapatan (PDPTN) 0.08385 0.099* 1.2

5. Tingkat Pelayanan WSLIC (PLYN) 31.29 0.483 1.2

6. Tingkat Pengetahuan Masyarakat terhadap Iuran WSLIC (PGTH)

-16.2 0.893 1.2

7. Jumlah Pemakai Air (JPA) 3.481 0.520 1.2

8. Kelompok Masyarakat Pengguna WSLIC (KLPK)

-177.63 0.000** 1.4

S = 153.311 R-Sq = 45.9% R-Sq (adj) = 38.1% Analysis of Variance Source DF F P Regression 7 5.93 0.000 Residual Error 49 Total 56 Sumber:Hasil Olahan Data Primer

Keterangan : * = Signifikan pada α = 10 % ** = Signifikan pada α = 1%

Dari hasil analisis regresi berganda, fungsi WTP yang diperoleh adalah

sebagai berikut:

WTP = 877 + 0.33 U + 33.4 PDDKN + 0.084 PDPTN + 31.3 PLYN - 16 PGTH + 3.48JPA - 178 KLPK

Model dalam penelitian ini menghasilkan R2 adjusted sebesar 38,1 persen

yang berarti 38,1 persen keragaman WTP masyarakat pengguna air dengan proyek

WSLIC dalam membayar iuran air setelah adanya peningkatan pelayanan BPS

dalam mengelola WSLIC diterangkan oleh keragaman variabel-variabel penjelas

yang terdapat dalam model. Sedangkan sisanya sebesar 54,1 persen diterangkan

oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Dalam Garrod dan Willis

(1999), dinyatakan bahwa dalam penelitian dengan Contingent Valuation, dalam

hal ini penelitian untuk barang lingkungan, R2 adjusted yang diperoleh minimal

0,15 atau 15 persen. Analisis WTP merupakan bagian dari analisis dengan

Contingent Valuation, maka penelitian ini dinilai cukup baik karena nilai R2 yang

diperoleh lebih besar dari 15 persen.

Nilai R2 adjusted nilai Nilai Fhitung sebesar 5,93 dengan nilai P 0,000

menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas dalam model secara bersama-sama

berpengaruh nyata terhadap WTP masyarakat terhadap iuran WSLIC pada taraf

α=10 persen. Selain itu, nilai VIF (Variance Inflation Factor) relatif kecil yaitu

antara 1,0 sampai 4,0. Hal ini menunjukkan tidak terdapat multikolinearitas dalam

model karena nilainya tidak lebih dari 10 sehingga tidak perlu ada variabel yang

dibuang dalam pengolahan data untuk mendapatkan persamaan yang non bias.

Dalam Tabel 12 terdapat tujuh variabel penjelas dalam fungsi, dua variabel

berpengaruh nyata terhadap besarnya WTP masyarakat pengguna air pada selang

kepercayaan 90 persen dan 99 persen. Variabel yang berpengaruh nyata pada taraf

α = 10 persen adalah variabel tingkat pendapatan (PDPTN) dengan arah positif.

Hal ini berarti semakin meningkatnya tingkat pendapatan (PDPTN) responden

rumah tangga maka akan meningkatkan WTPnya, ceteris paribus. Jika tingkat

pendapatannya meningkat satu rupiah, maka besarnya WTPnya akan meningkat

sebesar Rp 0.099,00.

Variabel Kelompok Pengguna air dengan WSLIC berpengaruh nyata pada

taraf α = 1 persen dengan arah negatif. Hal ini berarti bahwa semakin besar nilai

kelompok masyarakat pengguna WSLIC maka besar WTPnya akan berkurang

sebesar Rp 177.63,00.

Variabel yang tidak berpengaruh nyata ada lima variabel yaitu variabel

umur (U),tingkat pendidikan (PDDKN), penilaian masyarakat terhadap tingkat

pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC (PLYN), tingkat pengetahuan

masyarakat mengenai iuran air (PGTH), dan jumlah pemakaian air (JPA).

Keenam variabel tidak berpengaruh nyata karena mempunyai P-value yang besar

melebihi selang kepercayaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 90 persen

dan 99 persen. Selain itu ada kemungkinan bahwa responden tidak menjawab

pertanyaan wawancara dengan sungguh-sungguh, kurang paham akan pertanyaan

yang diajukan dalam kuesioner dan wawancara, dan banyak hal lain yang bisa

mengakibatkan beberapa variabel kemungkinan tidak berpengaruh nyata.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Karakteristik utama dari masyarakat pelanggan air dari proyek WSLIC

adalah umur responden mayoritas berkisar antara 20-29 tahun, tingkat

pendidikan relatif rendah, tingkat pendapatan mayoritas tersebar pada

skala Rp 750.000,00-Rp 1.250.000,00. Tingkat penggunaan terhadap air

tidak terlalu banyak, hanya sesuai dengan keperluan rumah tangga sehari-

hari.

2. Nilai WTP rata-rata kelompok pertama adalah sebesar Rp 1000,00, nilai

rata-rata kelompok kedua adalah sebesar Rp 703,0303 dan nilai rata-rata

kelompok ketiga sebesar Rp. 498,7273 . Dari ketiga kelompok masyarakat

pengguna WSLIC di atas, maka rata-rata WTP dari keseluruhan responden

adalah Rp 634,21053. Nilai ini diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan dalam penentuan iuran WSLIC setelah adanya peningkatan

pelayanan WSLIC dan perbaikan sistem distribusi air WSLIC.

3. Faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata (signifikan) dalam model

yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah faktor tingkat pendapatan

(nyata pada α = 10 persen) dan faktor kelompok masyarakat pengguna air

dengan proyek WSLIC (nyata pada α = 1 persen).

4. Masyarakat umumnya tidak mau membayar lebih terhadap adanya

peningkatan pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC. Tarif air yang

sebelumnya berlaku dinilai sudah sesuai dan tidak perlu ada peningkatan

biaya lagi, meskipun ada peningkatan pelayanan WSLIC dari pihak

pengelola (BPS), bahkan WTP yang bersedia dibayarkan lebih kecil dari

iuran yang sebelumnya telah berlaku. Masyarakat memandang hal itu

merupakan tugas dan kewajiban dari pihak pengelola dan tidak perlu

membebani masyarakat kembali.

7.2 Saran

Dari hasil penelitian dan kondisi pengelolaan sumberdaya air di Desa

Situdaun, saran yang dapat diberikan adalah:

1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya air bersih dan

sanitasi dalam rumah sehingga masyarakat dapat berperan serta lebih lagi

dalam program WSLIC dan medukung pihak pengelola agar program

peningkatan pelayanan WSLIC dapat berjalan dengan baik.

2. Meningkatkan manajemen pengelolaan WSLIC, sehingga dana yang

terkumpul dari masyarakat untuk WSLIC teroptimalkan dan peningkatan

pelayanan (perbaikan pipa, peningkatan jumlah debit air, dan distribusi air)

dapat berjalan dengan baik.

3. Adanya campur tangan dari pemerintahan setempat dalam pengelolaan air

bersih di Desa Situdaun, dengan kata lain tidak menyerahkan tanggung

jawab seutuhnya kepada pihak pengelola WSLIC (BPS) agar

pendistribusian air kepada masyarakat dan pengelolaannya optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2007. http://www.worlbank.org

Ariestis. 2004. Analisis Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Air dalam Kerangka

Kebijakan Pra dan Pasca Privatisasi. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Arifah, F. N. 2008. Analisis Willingness to Pay Petani Terhadap Peningkatan

Pelayanan Irigasi melelui Rehabilitasi Jaringan Irigasi. Skripsi. Program

Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut

Pertanian Bogor.

Brouwer, R and D. Pearce. 2005. Cost-Benefit Analysis and Water Resources

Management. Edward Elgar Publishing Limited. Cheltenham.

Garrod, G and Kenneth G. W. 1999. Economic Valuation of the Environment.

Edward Elgar Publitions. USA.

Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta.

Hanley, N. and C.L. Spash. 1993. Cost Benefit Analysis and The Environment.

Departement of Economics University of Stirling Scotland.

Juanda, B. 2008. Modul Kuliah Ekonometrika I. Tidak diterbitkan.

Kusuma, N. E. 2006. Analisis Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Air dan

Kebijakan Tarif Air PDAM Kota Madiun. Skripsi. Program Studi

Ekonomi Pertanian Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian

Bogor.

Lestari, D. K. 2006. Analisis Willingness to Pay Konsumen Rumah Tangga

Terhadap Peningkatan Pelayanan PDAM dan Faktor-Faktor yang

mempengaruhinya. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan

Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Petra. 2008. Syarat-syarat Air yang Layak untuk Dikonsumsi sebagai Air Minum.

www.digilib.petra.ac.id.

Putri, A. T. 2007. Analisis Ekonomi Kebijakan Tarif Air PDAM Kota Bandung

serta Respon Pelanggan Terhadap Peningkatan Tarif. Skripsi. Program

Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut

Pertanian Bogor.

Rajasa, M. H. 2002. Tantangan dan Peluang dalam Sumberdaya Air di Indonesia.

Gramedia. Jakarta.

Sanim, B. 2003. Ekonomi Sumberdaya Air dan Manajemen Pengembangan

Sektor Air Bersih Bagi Kesejahteraan Publik. IPB Press. Bogor.

Singarimbun, M dan S Effendi. 1987. Metode Penelitian Survai. Penerbit LP3ES.

Jakarta.

Sujudi, A. 2004. Peresmian Proyek Air Bersih Dan Sanitasi Untuk Masyarakat

Berpenghasilan Rendah. www.depkes.go.id. Jakarta.

Tisdell, C. 2003. Ecological and Environmental Economics, Selected Issues and

Policy Responses. Edward Elgar Publishing Limited. Northampton.

Walpole, R. E. 1997. Pengantar Statistika Edisi ke – 3. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Worldbank. 2009. Rapid Evaluation Of Government of Indonesia's Community-

Based Poverty Programs : WSLIC-2 and PAMSIMAS.

www.worldbank.org2

WSLIC – 2. 2004. Profil Proyek WSLIC – 2. www.wslic2.or.id 

Lampiran 1

Sebaran Data Karakteristik Responden

U PDDKN PDPTN PLYN PGTH JPA KLPK WTP 52 3 2000000 1 1 12 1 100060 3 1800000 1 1 10 1 100032 3 500000 1 1 10 2 75066 1 1000000 1 1 10 2 75025 1 1000000 1 1 15 2 75037 1 1750000 1 1 15 2 75035 2 1700000 1 1 15 2 50033 1 1000000 0 1 15 2 30052 1 520000 0 0 15 2 60076 0 1000000 1 1 15 2 75021 1 700000 1 1 10 2 75030 1 1000000 1 1 15 2 75019 1 1500000 1 1 10 2 75029 1 1750000 1 1 15 2 75051 2 600000 0 1 13 2 75033 1 1000000 0 1 15 2 75054 1 500000 1 1 10 2 75043 2 2000000 0 1 15 2 100030 1 500000 0 1 15 2 50070 1 500000 1 1 20 2 75030 1 1000000 1 1 20 2 75020 1 600000 1 1 15 2 75030 1 300000 0 1 20 2 50040 1 1000000 0 1 20 2 75050 1 525000 0 1 13 2 75028 1 550000 1 1 15 2 30030 1 700000 1 1 13 2 75023 2 400000 0 1 13 2 75023 2 1000000 0 1 16 2 75024 0 1000000 1 1 10 2 100048 1 1000000 0 1 15 2 75030 1 750000 1 1 13 2 75028 1 1200000 1 1 12 2 75040 0 750000 0 1 10 2 75030 1 1000000 0 1 15 2 50050 1 300000 0 0 4 3 50049 2 1000000 0 1 10 3 50028 1 900000 1 1 8 3 500

23 1 500000 0 1 8 3 62550 0 900000 1 1 8 3 37520 1 600000 1 1 8 3 50042 2 2000000 1 1 15 3 100028 1 1200000 0 1 10 3 50022 1 1500000 1 1 6 3 50040 1 600000 1 1 6 3 50046 1 300000 0 1 10 3 50046 1 500000 0 1 30 3 75033 1 1200000 0 1 10 3 50022 1 1500000 1 1 10 3 50020 0 600000 0 1 10 3 50050 0 1100000 0 1 10 3 20048 1 700000 1 1 15 3 20055 1 800000 1 1 10 3 50042 1 500000 0 1 10 3 30035 1 1500000 0 1 10 3 50030 0 750000 1 1 12 3 50028 2 1000000 1 1 12 3 500

Rataan WTP pengguna WSLIC = 634.21053 Rataan Kelompok 1 1000Rataan Kelompok 2 703.0303Rataan Kelompok 3 497.7273

  

Lampiran 2 Olahan Data Statistik dengan Minitab for Windows Release 14 Regression Analysis: WTP versus U, PDDKN, PDPTN, PLYN, PGTH, JPA, KLPK The regression equation is WTP = 877 + 0.33 U + 33.4 PDDKN + 0.0839 PDPTN + 31.3 PLYN - 16 PGTH + 3.48 JPA - 178 KLPK Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 876.6 202.4 4.33 0.000 U 0.327 1.561 0.21 0.835 1.1 PDDKN 33.38 33.43 1.00 0.323 1.2 PDPTN 0.08385 0.04980 1.68 0.099 1.2 PLYN 31.29 44.29 0.71 0.483 1.2 PGTH -16.2 119.7 -0.14 0.893 1.2 JPA 3.481 5.371 0.65 0.520 1.2 KLPK -177.63 43.34 -4.10 0.000 1.4 S = 153.311 R-Sq = 45.9% R-Sq(adj) = 38.1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 7 975325 139332 5.93 0.000 Residual Error 49 1151714 23504 Total 56 2127039 Source DF Seq SS U 1 19949 PDDKN 1 278406 PDPTN 1 132499 PLYN 1 30587

PGTH 1 333 JPA 1 118741 KLPK 1 394809 Unusual Observations Obs U WTP Fit SE Fit Residual St Resid 7 35.0 500.0 809.4 46.6 -309.4 -2.12R 8 33.0 300.0 685.4 38.6 -385.4 -2.60R 9 52.0 600.0 667.5 112.5 -67.5 -0.65 X 26 28.0 300.0 677.3 43.0 -377.3 -2.56R 30 24.0 1000.0 662.9 57.3 337.1 2.37R 36 50.0 500.0 432.5 112.5 67.5 0.65 X 42 42.0 1000.0 659.2 74.5 340.8 2.54R 47 46.0 750.0 522.3 104.3 227.7 2.03RX 52 48.0 200.0 518.8 51.7 -318.8 -2.21R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1.73380

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian

KUESIONER

Studi ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN WSLIC (Water Sanitation for Low Income

Community) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

(Studi Kasus Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

Penelitian

Gusty Elfa M Simanjuntak (H44052447)

A. Karakteristik Responden 1. Nama : ……………………………………………………………. 2. Umur : ………………… tahun 3. Pendidikan formal terakhir:

a. SD / Sederajat b. SLTP / Sederajat c. SLTA / Sederajat d. Akademi e. Perguruan Tinggi

4. Apa pekerjaan saudara sehari-hari? a. PNS / Pegawai Negeri Sipil b. Petani c. Wiraswasta d. Lainnya, sebutkan……………………………………………………

5. Rata-rata pendaparan saudara per bulan: a. Rp. 0 – Rp. 500.000 b. Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000 c. Rp. 1.000.000 – Rp. 1.500.000 d. Rp. 1.500.000 – Rp. 2.000.000 e. > Rp. 2.000.000

No. Responden:

B. Informasi tentang Kesediaan Membayar (WTP)

1. Apakah Saudara setuju dengan adanya program peningkatan pelayanan WSLIC? a. Ya b. Tidak

2. Menurut Saudara, bagaimana tingkat pelayanan WSLIC sejauh ini? a. Baik b. Tidak Baik

3. Apakah anda tahu mengenai iuran yang ditetapkan BPS untuk WSLIC? a. Tahu b. Tidak tahu

4. Apakah saudara bersedia membayar iuran WSLIC setelah salurannya diperbaiki? a. Ya b. Tidak

5. Jika saudara menjawab “Tidak”, sebutkan alasannya: ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………....

6. Jika Saudara menjawab “Ya”, berapa besarnya biaya yang bersedia Saudara bayarkan per kubik? a. Rp. 0 – Rp. 500 b. Rp. 500 – Rp. 1.000 c. Rp. 1.000 – Rp. 1500 d. Rp. 1500 – Rp.2000

7. Alasan Saudara memilih besarnya biaya yang bersedia Saudara bayarkan per bulan: ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

WSLIC merupakan salah sat sumber air bersih yang digunakan masyarakat Desa Situdaun untuk konsumsi Rumah Tangga sehari-hari. Program ini berjalan sejak tahun 2005 dan dibentuk suatu badan kelembagaan yang berfungsi mengelola WSLIC tersebut. Badan ini disebut BPS (Badan Pengelola Sarana). Akhir-akhir ini timbul masalah dalam debit air yang dialirkan ke masyarakat akibat adanya saluran air irigasi di dekat sumber air yang digunakan untuk WSLIC. Akibatnya masyarakat menjadi resah dan sebagian ada yang kembali menggunakan air dari pancuran untuk kebutuhan sehari-hari. Pemerintah setempat dan BPS sendiri sedang mengusahakan adanya perbaikan saluran air untuk mengatasi masalah kurangnya debit air ini.

8. Berapa debit air rata-rata yang Saudara gunakan per bulan? a. 0 m3– 5 m3 b. 5 m3 – 10 m3 c. 10 m3 – 15 m3 d. 15 m3 – 20 m3