analisis wacana kritis kesetaraan gender pada...
TRANSCRIPT
ANALISIS WACANA KRITIS KESETARAAN GENDER
PADA AKUN INSTAGRAM WOMEN’S MARCH
INDONESIA 2018
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh:
WAFA
NIM: 11140510000008
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2018
i
ABSTRAK
Wafa
11140510000008
Analisis Wacana Kritis Kesetaraan Gender dalam Akun
Instagram Women’s March Indonesia pada 2018”
Media sosial bukanlah hal yang tabu bagi masyarakat generasi
milenial. Tidak jarang media sosial digunakan untuk menggiring
opini atau mengenalkan sebuah ideologi. Media sosial mempunyai
pengaruh besar dalam beberapa gerakan, salah satunya adalah
gerakan Women’s March. Gerakan ini pertama kali digelar di
Amerika Serikat pada tahun 2017, sebelum akhirnya
diselenggrakan di Indonesia pada tahun yang sama. Isu-isu yang
diangkat adalah isu mengenai perempuan, kelompok minoritas
serta berbagai permasalahannya. Pada tahun 2018 Women’s March
Indonesia kembali diselenggrakan dengan mengusung tema
kekerasan berbasis gender.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana
teks, praktik wacana dan praktik sosial budaya mengenai
kesetaraan gender diwacanakan pada akun Instagram Women’s
March Indonesia 2018? Bagaimana perbandingan wacana
kesetaraan gender dalam akun Instagram Women’s March
Indonesia dengan konsep gender dalam Islam?
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif
dengan model deskriptif. Metode penelitian digunakan adalah
Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough. Fairclough membagi
analisis wacana menjadi tiga dimensi, yaitu analisis teks, analisis
praktik kewacanaan dan analisis praktik sosial budaya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep gender dan
manifestasi ketidakadilannya menurut Mansour Fakih. Manifestasi
ketidakadilan gender menurut Mansour Fakih adalah terjadinya
marginalisasi terhadap perempuan, subordinasi, pelabelan negatif
atau stereotip, kekerasan berdasarkan gender dan ketimpangan
beban kerja.
Hasil dari peneltian yang dilakukan menunjukkan bahwa dalam
memproduksi teksnya, Women’s March Indonesia bekerjasama
dengan organisasi dan kelompok yang berkaitan dengan isu
ii
perempuan dan kelompok rentan lainnya. Tema kekerasan berbasis
gender yang diusung pada tahun 2018 berdasarkan keadaan sosial
masyarakat di Indonesia yang rawan terjadi kekerasan. Hal ini
diperkuat dengan adanya rencana pengesahan RKHUP yang
dinilai mengandung pasal-pasal bermasalah dan merugikan kaum
perempuan dan kelompok-kelompok minoritas. Terjadinya
kekerasan terhadap perempuan menjadi salah satu akibat dari
suburnya budaya patriarki di Indonesia.
Islam merupakan agama yang membawa kedamaian. Nabi
Muhammad datang mengangkat derajat kaum perempuan. Islam
tidak memandang laki-laki atau perempuan ketika memerintahkan
untuk mencari ilmu. Islam juga tidak memandang laki-laki atau
perempuan ketika memberi tugas sebagai khalifah fil ardh kepada
manusia.
Kata kunci: Gender, Analisis, Kekerasan, Perempuan dan
Women’s March
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirahiim
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah
SWT atas karunia dan rida-Nya yang memberikan kenikmatan,
kekuatan, kemudahan dan ilmu pengetahuan hingga peneliti dapat
menyelesaikan penelitian skripsi, serta selalu memberi harapan
kepada peneliti bahwa selalu ada jalan keluar yang tak disangka-
sangka ketika peneliti merasa tersesat dan resah. Sholawat beserta
salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah menjadi teladan terbaik bagi manusia dan membawa
cahaya di tengah kegelapan jahiliyah.
Dalam menyelesaikan penelitian ini, peneliti banyak
mendapat bantuan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Berbagai bantuan, baik berupa dukungan, motivasi maupun
arahan, sangat berharga bagi peneliti. Oleh karena itu, peneliti
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, M.A, sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Komunikasi.
2. Drs. Masran, M.A, sebagai Ketua Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam dan Fita Fathurrahmah, M.Si, sebagai
Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3. Siti Napsiyah, S.Ag., MSW, sebagai Dosen Pembimbing yang
telah meluangkan waktunya dalam memberikan arahan, saran
dan kritik yang membangun.
iv
4. Dr. H. A. Ilyas Ismail, M.A sebagai Dosen Pembimbing
Akademik yang senantiasa memberikan masukan-masukan
dan nasihat dalam bimbingan akademik.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan bagi peneliti.
Semoga ilmu yang telah diberikan bermanfaat bagi peneliti
dalam menjalani kehidupan serta mejadi amal soleh bagi ibu
dan bapak sekalian.
6. Segenap staff dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah membantu peneliti menjalani
kehidupan perkuliahan.
7. Orangtua peneliti, Papap H. Abdul Halim Jauhari dan Mamah
Hj. Nanan Munawaroh. Terima kasih telah menjadi orangtua
terbaik di dunia. Terima kasih atas doa, kasih sayang,
perjuangan, dukungan dan pelukan yang telah diberikan.
Semoga peneliti bisa memberikan alasan bagi kalian untuk
selalu bahagia dan tersenyum.
8. Keluarga peneliti, Shofa dan Irfan yang telah menjadi kakak
yang baik dan menyebalkan bagi peneliti. Terima kasih atas
doa dan motivasinya. Keponakan-keponakan peneliti, Nadwa
Helima dan Rifqi yang selalu membuat peneliti tersenyum dan
bahagia. Terima kasih atas tawanya yang selalu membuat lelah
dan sedih peneliti hilang.
9. Kate Walton dan Skolastika serta Jakarta Feminist Discussion
Group yang telah bersedia memberikan informasi dan
pengetahuan kepada peneliti. Terima kasih juga karena telah
v
menjadi inspirasi bagi peneliti dan memberikan banyak
kesempatan dan pintu bagi peneliti untuk belajar.
10. Ibu Ala’i Nadjib, M.A, yang bersedia menjadi narasumber
penelitian.
11. Sahabat terbaik peneliti, Sarah Azzahra. Terima kasih telah
menjadi tempat yang paling aman bagi peneliti.
12. Demi Lovato, your music has helped me through so much. You
made me realize that I’m not alone and I’m worthy of being
happy, and so are you. Thank you for being such an amazing
role model. Keep fighting!
13. Sahabat seperjuangan peneliti dari awal masuk kuliah hingga
sekarang, Inne Pujianti, Safira Firstiani Hidayat, Prabamurti
Kunarni Handayani, Izzah Dinillah dan Hilmiyatillah
Mokhsen. Terima kasih atas canda tawa dan telah menemani
peneliti di tanah rantau. Kenangan-kenangan indah tersebut
tidak akan pernah terlupakan.
14. Ria Umala, Luciana Amanda dan Mutia Saura yang selalu
membuat peneliti terhibur dan tertawa. Kalian adalah sumber
tawa peneliti di kostan.
15. Teman-teman KPI tahun 2014. Terima kasih atas segala canda
tawa, bantuan, sapaan dan perjuangannya selama ini
16. Rekan-rekan RDK FM. Terima kasih telah menjadi rumah
yang menyenangkan dan mengedukasi bagi peneliti. Kalian
telah memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga.
17. Teman-teman peneliti, Siti Sakhinah yang selalu menjadi
teman berdiskusi, Dini Islami Hanifah yang selalu menemani
peneliti menyantap junkfood, Fitria Zahwa Aula sahabat kecil
vi
peneliti di dua negara, Dian Rahmasari yang selalu menemani
di twitter, Ulfah Nurazijah teman satu daerah peneliti, Kak Ida
yang telah menemani peneliti berdiskusi, Agung Apriliani
yang selalu bersedia menjadikan kost-nya tempat tidur siang,
dan Tamya Dwi Aditama yang telah banyak membantu peneliti
dari awal peneliti memulai penelitian ini.
18. Rekan-rekan KKN 140 Jupiter dan warga desa Kertajaya,
Rumpin, Bogor. Terima kasih telah memberikan pelajaran
hidup yang berharga. Terima kasih atas 30 hari yang
menyenangkan.
19. Serta kepada seluruh pihak yang secara tidak langsung telah
membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti hanya bisa mengucapkan terima kasih dan bersyukur
atas kebaikan-kebaikan mereka dan semoga Allah membalasnya.
Peneliti juga memohon maaf kepada pihak-pihak yang merasa
dirugikan dan disakiti selama penelitian ini. Peneliti menyadari
masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan
penelitian ini. Oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan
saran agar peneliti dapat melakukan penelitian yang lebih baik di
masa depan. Semoga apa yang peneliti tuliskan dalam penelitian
ini bermanfaat.
Jakarta, 27 September 2018
Wafa
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Batasan Masalah ...................................................................... 8
C. Rumusan Masalah ................................................................... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 9
1. Tujuan Penelitian ................................................................... 9
2. Manfaat Penelitian ................................................................. 9
E. Tinjauan Pustaka ................................................................... 10
F. Metodologi Penelitian ............................................................ 12
1. Paradigma Penelitian ........................................................... 12
2. Pendekatan Penelitian .......................................................... 12
3. Metode Penelitian ................................................................ 13
4. Subjek dan Objek Penelitian ................................................ 13
5. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 13
6. Teknik Analisis Data ............................................................ 16
G. Sistematika Penulisan ........................................................ 17
BAB II KAJIAN TEORITIS ............................................................. 19
A. Landasan Teori ...................................................................... 19
1. Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough ........................ 19
2. Semiotika Roland Barthes .................................................... 22
3. Gender .................................................................................. 25
viii
4. New Media ........................................................................... 46
B. Kerangka Berpikir ................................................................. 54
BAB III GAMBARAN UMUM ....................................................... 57
A. Women’s March ...................................................................... 57
B. Women’s March Indonesia..................................................... 60
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA .................................. 70
A. Analisis Wacana Norman Fairclough Kesetaraan Gender
dalam Akun Instagram Women’s March Indonesia .................... 71
1. Analisis Level Teks .............................................................. 71
2. Analisis Praktik Wacana ...................................................... 79
3. Analisis Sosial Budaya......................................................... 85
B. Perbandingan Wacana Kesetaraan Gender dalam Akun
Instagram Women’s March Indonesia Dengan Konsep Gender
dalam Islam .................................................................................... 98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... 109
A. Kesimpulan ........................................................................... 109
B. Saran ..................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 113
LAMPIRAN...................................................................................... 118
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Peta Roland Barthes ………………………………………... 23
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Logo Women’s March Global ………………………...… 57
Gambar 2. Aksi Women’s March di Washington DC pada tahun 2017
…………………………………………………….……………...….. 58
Gambar 3. Aksi Women’s March 2018 di Cheyenne, Amerika …….. 60
Gambar 4. Logo Women’s March Indonesia …………...…………... 60
Gambar 5. CNN memberitakan aksi Women’s March Jakarta 2018... 63
Gambar 6. Salah satu poster yang dibawa peserta Women’s March
Jakarta 2018 ……………….………………………………………... 63
Gambar 7. Screenshot tuntutan Women’s March Indonesia 2018 pada
akun Instagram WMI ………………………...……….………...……. 66
Gambar 8. Kerri Na Basaria ………………………..……….…...….. 67
Gambar 9. Naila Rizqi Zakiah …………………..………..…………. 68
Gambar 10. Anindiya “Vivi” Restuviani ……………………...……. 68
Gambar 11. Emily Lawsen ……………………….…………............. 69
Gambar 12. Kate Walton ………………..…………….…………….. 69
Gambar 13. Unggahan Women’s March Indonesia pada tanggal 25
Februari 2018 ……………...………………………………………... 71
Gambar 14. Unggahan Women’s March Indonesia pada tanggal 04
Maret 2018 ……………………………...…………………………... 75
Gambar 15. Unggahan Women’s March Indonesia pada tanggal 08
Maret 2018 ………………………………………………………….. 77
Gambar 16. Contoh judul berita yang cenderung melakukan victim
blaming ……………………………………….……………………... 97
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era milenial, internet sudah menjadi bagian dari
kehidupan. Kehadiran internet mempermudah berbagai
aktivitas manusia, termasuk dalam proses komunikasi. Internet
memberi pengertian baru terhadap ruang dan waktu. Kita bisa
melihat peristiwa dari berbagai penjuru dunia dan
berkomunikasi dengan orang lain tanpa dibatasi ruang dan
waktu. Kehadiran internet sebagai bentuk media baru
memberikan pengaruh positif dalam kehidupan manusia,
seperti yang diuraikan oleh Jeff Jarvis (2009) bahwa kehadiran
internet memungkinkan kita untuk berbicara kepada dunia,
untuk mengatur diri kita sendiri, untuk menemukan dan
menyebarkan informasi, untuk menantang cara-cara lama dan
untuk merebut kembali kontrol tersebut. Seperti ilustrasi yang
digambarkan oleh Jeff Jarvis mengenai kekuatan blogosphere
yang dapat memicu sebuah gerakan populer. Dengan adanya
internet, blog dapat diakses oleh semua orang di seluruh dunia
dan dapat menjadi alat dalam gerakan sosial.
New Media atau media baru saat ini sangat popular
digunakan tidak hanya sebagai media komunikasi tetapi juga
sebagai media untuk melakukan gerakan perubahan atau
demokrasi. Platform yang digunakan pun beragam, mulai dari
media sosial hingga petisi-petisi online. Media sosial sebagai
bagian dari media baru, turut menjadi alat yang digunakan
2
untuk melakukan gerakan perubahan sosial, salah satunya
adalah Instagram. Lim dalam Dwi Retno Hapsari (2014:227)
menyatakan bahwa gerakan sosial pada media baru cenderung
cepat, ramping dan banyak. Dengan kata lain, gerakan sosial
yang dilakukan pada media baru terlihat beberapa menit dan
dengan cepat menghilang tanpa arah.
Salah satu isu yang sedang popular di media sosial adalah
isu gender. Adanya ketidakadilan gender (gender inequality)
menyebabkan banyaknya gerakan-gerakan yang menyerukan
kesetaraan gender. Indikator-indikator ketidakadilan dalam
gender terlihat dari manifestasi keadilan tersebut, yakni
marginalisasi atau proses pemisikinan ekonomi, subordinasi
atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik,
stereotype atau pelabelan negatif, kekerasan (violence) dan
beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden) serta
sosialisasi ideology nilai peran gender.1
Manifestasi ketidakdilan gender ini terjadi di berbagai
tingkat2. Yang pertama, di manifestasi ketidakadilan gender
terjadi di tingkat negara, baik pada satu negara maupun
antarnegara. Banyak kebijakan dan hukum negara, perundang-
undangan serta program kegiatan yang masih mencerminkan
sebagian dari manifestasi ketidakadilan gender. Di Peru,
terdapat hukum yang menyatakan bahwa pelaku perkosaan
1 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial. (Yogyakarta,
Putaka Pelajar, 1999), h.12-13
2 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, h.22
3
akan dimaafkan jika pelaku menawarkan untuk menikahi
korban dan korbannya menerima. Kedua, manifestasi
ketidakdilan gender terjadi di dunia kerja, organisasi maupun
pendidikan. Ketiga, manifestasi tersebut terjadi di dalam adat
istiadat masyarakat di banyak kelompok etnik, kultur suku-
suku atau dalam tafsiran keagaamaan. Keempat, manifestasi
ketidakadilan gender terjadi di rumah tangga. Kelima,
manifestasi tersebut telah mengakar di dalam keyakinan dan
menjadi ideology kaum perempuan maupun laki-laki.
Salah satu gerakan sosial yang menyuarakan dan menuntut
kesetaraan gender adalah gerakan Women’ March. Women’s
March pertama digelar pada tanggal 21 Januari 2017, sehari
setelah upacara inagurasi Donald J. Trump. Gerakan ini tidak
hanya terjadi di Amerika. Sebanyak 673 gerakan terjadi di 7
benua dan 81 negara, termasuk Indonesia. Total dari peserta
women’s march mencapai 5 juta orang.3
Di Indonesia, gerakan Women’s March pertama kali
digelar pada tanggal 4 maret 2017 di Jakarta. Pada aksi
pertamanya, gerakan ini hanya dilaksanakan di dua kota, yaitu
Jakarta dan Yogyakarta. Aksi selanjutnya dilakukan pada
tanggal 4 maret 2018. Pada aksi keduanya, Women’s March
digelar di 15 kota yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang,
Kupang, Yogyakarta, Pontianak, Lampung, Salatiga, Malang,
3 https://en.wikipedia.org/wiki/2017_Women%27s_March. Diakses pada
tanggal 31 Januari 2018, pukul 18:30.
4
Serang, Sumba, Pasuruan, Ternate dan Tondano. Beberapa
kota melaksanakan aksinya di waktu yang berbeda, seperti
Bandung dan Surabaya menggelar aksi ini pada tanggal 4
maret 2018, Pontianak pada tanggal 8 maret 2018 dan
Yogyakarta pada tanggal 10 maret 2018 Aksi ini juga
sekaligus memperingati hari perempuan internasional yang
diadakan oleh sejumlah kelompok perempuan untuk menuntut
adanya perubahan.4 Gerakan ini dilatarbelakangi oleh
banyaknya permasalahan sosial di Indonesia yang berbasis
pada gender.
Pada tahun 2018 gerakan Women’s March menjadi lebih
populer di Indonesia, terlihat dari jumlah kota dan peserta yang
mengikuti gerakan ini semakin bertambah. Meskipun sama-
sama menyuarakan 8 tuntutan, namun tuntutan-tuntutan yang
disuarakan pada tahun 2018 lebih terfokus pada isu kesetaraan
gender, seperti tuntutan untuk menghapus hukum dan
kebijakan yang diskriminatif dan menghapus stigma dan
diskriminasi berbasis gender.
Pada akhir tahun 2017, isu kesetaraan gender menjadi
perhatian yang sangat besar setelah terungkapnya beberapa
orang di industri film dan musik Hollywood terbukti
melakukan kekerasan seksual terhadap rekan kerjanya.
Terungkapnya kasus-kasus kekerasan seksual di Hollywood
kemudian melahirkan sebuah gerakan di media sosial dengan
4 https://id.wikipedia.org/wiki/Women%27s_March_Jakarta. Diakses pada
tanggal 31 Januari 2018, pukul 18:55
5
menggunakan tagar #MeToo. Gerakan di media sosial ini
bertujuan untuk menyebarkan kesadaran mengenai kekerasan
seksual dan mengajak para korban kekerasan seksual agar
bersuara dan melaporkan kekerasan seksual yang mereka
alami. Gerakan #MeToo kemudian menjadi salah satu isu yang
mendapat perhatian besar pada gelaran Women’s March tahun
2018 di seluruh dunia.
Di Indonesia kasus kekerasan berbasis gender masih sangat
banyak terjadi, mulai dari pernikahan anak di bawah umur,
kekerasan seksual, kesenjangan sosial di bidang pendidikan
dan ekonomi hingga kekerasan rumah tangga. Namun topik
mengenai kesetaraan gender masih dianggap tabu untuk
diperbincangkan. Tidak sedikit orang yang dilabeli SJW
(social justice warrior) atau feminis ketika mereka berbicara
mengenai isu gender. Istilah “feminis” dianggap sebagai kata
yang memiliki konotasi negatif.
Dalam Islam laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan
kewajiban yang berbeda-beda, namun memiliki kedudukan
yang sama, tidak ada yang lebih mulia dari yang lainnya.
Sebelum Islam datang, kedudukan perempuan dianggap lebih
rendah dari laki-laki. Perempuan dijadikan budak dan anak
perempuan dikubur hidup-hidup, sebagaimana dalam surat
An-Nahl ayat 58 dan 59.
يم ظ و ك ا وه ود س ه م ه ل وج ى ظ ث الن م ب ه د ح ر أ ش ا ب ذ وإ
6
58. Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar
dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah
padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.
وم م ق ل ن ا وارى م ت ه ي ر ب ش ا ب وء م ي ن س ى أ ى ه ل ه سراب ه ف الت س د م ي ون أ ون ه م ا يه اء م ل س أ
59. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak,
disebabkan buruknya berita yang disampaikan
kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan
menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya
ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah
buruknya apa yang mereka tetapkan itu.
Ketika Islam datang, derajat wanita ditinggikan dan
disamakan dengan laki-laki. Namun terdapat pemikiran yang
menjadi tradisi dan tafsir keagamaan, yang meletakkan
kedudukan perempuan lebih rendah dari laki-laki. Ada banyak
hal yang memperkokoh kedudukan perempuan yang dianggap
mewakili pandangan resmi Islam, diantaranya pengaruh kultur
Timur Tengah abad pertengahan.5 Kultur tersebut turut
memberikan andil dalam kultur patriarki dan langgengnya
ketidakadilan gender.
Gerakan Women’s March Indonesia menjadi salah satu
wadah aspirasi masyarakat Indonesia yang ingin berbicara
mengenai isu gender. Melalui unggahan di media sosial
maupun poster, para peserta menyuarakan pengalaman dan
tuntutan seputar isu gender. Pada gerakan tahun 2018, topik
yang mendapat perhatian besar adalah mengenai kasus
5 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, h.132.
7
kekerasan seksual dan sistem patriarki yang masih sangat
kental di Indonesia.
Dalam aksinya, Women’s March mengajak para peserta
untuk berkumpul dan menyuarakan tuntutan-tuntuannya. Para
peserta dianjurkan untuk membawa poster yang berisi
tuntutan-tuntutan mereka. Sebelum pelaksanaan long march,
gerakan ini menggelar berbagai macam pra-event seperti
dialog, diskusi, pemutaran film dan garage sale. Women’s
March Indonesia diawali dengan long march lalu dilanjutkan
dengan orasi, pembacaan puisi dan penampilan seni musik dan
tari. Orasi dilakukan oleh perwakilan dari komunitas-
komunitas yang turut serta menjadi sponsor ataupun
pendukung dalam aksi ini. Pembacaan puisi dilakukan oleh
para aktivis yang mempunyai perhatian atau fokus terhadap
isu-isu yang disuarakan oleh gerakan ini.
Untuk mengajak dan menyuarakan gerakan ini, Women’s
March Indonesia juga menggunakan media sosial, yaitu
Instagram, Facebook dan Twitter. Namun semua konten dalam
Facebook dan Twitter merupakan unggahan yang dibagikan
dari akun Instagram @womensmarchindo. Tercatat hingga
tanggal 24 April 2018, akun Instagram @womensmarchindo
mempunyai 2196 pengikut, mengikuti 73 akun, dan telah
menggugah 330 unggahan, baik berupa foto maupun video.
Akun Instagram @womensmarchindo selain digunakan
untuk mempromosikan gerakan Women’s March Indonesia,
juga mengunggah berbagai informasi mengenai isu-isu yang
8
menjadi fokus mereka, yaitu kesejahteraan wanita. Informasi
tersebut berupa data-data mengenai kekerasan seksual,
tuntutan-tuntutan utama gerakan Women’s March, tuntutan-
tuntutan peserta Women’s March, hingga kisah perempuan
Indonesia.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan
menganalisis wacana kesetaraan gender dalam akun Instagram
@womensmarchindo. Untuk itu penulis memberi judul
“ANALISIS WACANA KRITIS KESETARAAN
GENDER PADA AKUN INSTARGRAM WOMEN’S
MARCH INDONESIA 2018 ”.
B. Batasan Masalah
Agar pembatasan masalah ini lebih terarah dan fokus,
maka permasalahan yang dikaji dibatasi terhadap Analasis
Wacana Kritis yang akan dianalisis dalam unggahan-unggahan
akun @womensmarchindo mengenai kesetaraan gender.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana teks, praktik wacana dan praktik sosial budaya
mengenai kesetaraan gender diwacanakan pada akun
Instagram Women’s March Indonesia?
2. Bagaimana perbandingan wacana kesetaraan gender dalam
akun Instagram Women’s March Indonesia dengan konsep
gender dalam Islam?
9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas
maka tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini
adalah:
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan
penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana teks, praktik wacana
dan praktik sosial budaya mengenai kesetaraan
gender diwacanakan pada akun Instagram
Women’s March Indonesia
b. Untuk mengetahui perbandingan wacana
kesetaraan gender dalam akun Instagram Women’s
March Indonesia dengan konsep gender dalam
Islam
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
acuan ilmiah dalam pengembangan Ilmu Komunikasi
secara umum serta pengembangan Komunikasi
Penyiaran dan Islam khususnya kajian mengenai
gender dalam media sosial.
b. Manfaat Praktis
10
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
konstribusi yang positif terhadap pekembangan studi
tentang New Media saat ini, khusunya bagi peneliti dan
akademisi, umumnya bagi masyarakat luas.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukkan judul proposal ini mengadakan
tinjauan pustaka ke perpustakaan yang terdapat di Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk menghindari plagiat,
penulis mengamati penelitian yang sedikit memiliki kesamaan,
yaitu
1. Skripsi Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Jakarta, Rista Dwi Septiani yang
berjudul “Representasi Perempuan dalam Film
(Analisis Wacana Kritis Sara Mills dalam The Herd)”.
Hasil dari penelitian ini adalah representasi perempuan
dalam film The Herd adalah perempuan sebagai korban
kekerasaan, biasnya kesetaraan dan keadilan gender dan
perempuan sebagai objek ekploitasi. Kelebihan dari
penelitian ini adalah belum banyak penelitian yang
menggunakan analisis wacana kritis model Sara Mills,
sedangkan kelemahannya adalah tidak adanya analisis
lebih mendalam mengenai isu gender dalam film ini.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti
adalah teori yang digunakan, yaitu teori Analisis Wacana
Kritis sedangkan perbedaannya adalah subjeknya berupa
11
film dan model analisis penelitiannya menggunakan model
Sara Mills.
2. Skripsi Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Astuti yang berjudul “Analisis Wacana Isu
Gender dalam Film ‘7 Hati 7 Cinta 7 Wanita’ karya
Robby Ertanto”. Hasil dari penelitian ini adalah dalam
realitanya, banyak perempuan Indonesia yang menjadi
korban kekerasan, pelecehan seksual, woman trafficking
yang jumlahnya terus mengalami peningkatan. Kelemahan
dari penelitian ini adalah tidak disebutkan secara mendetail
isu gender apa yang menjadi fokus peneliti sementara
kelebihannya adalah data wawancara serta lampiran
berupa scene dalam film disajikan secara lengkap.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti
adalah isu yang diangkat mengenai gender dan
menggunakan teori Analisis Wacana Kritis. Sedangkan
perbedaannya adalah subjek penelitiannya berupa film dan
model analisis penelitian yang menggunakan model Teun
A. Van Djik.
3. Artikel pada e-jurnal Muwazah yang diterbitkan oleh IAIN
Pekalongan karya Mursidah yang berjudul “Pendidikan
Berbasis Kesetaraan dan Keadilan Gender”. Dalam
tulisannya, Mursidah membahas mengenai Kurikulum
Kesetaraan Gender (KKG) dan menyerukan pemerintah
untuk merumuskan KKG dan kebijakan gender dalam
pendidikan nasioanal agar peserta didik dapat memahami
lebih dalam pentingnya kesetaraan gender.
12
F. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini
adalah paradigma kritis. Pandangan kritis tidak hanya
memandang bahasa sebagai alat untuk memahami realitas
belaka dan hanya melihat wacana-wacana tertentu.
Paradigma kritis jauh meneliti aspek sosial, sejarah dan
budaya dari wacana tersebut.6
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif dengan pendekatan subjektif. Pendekatan
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami
tentang apa yang dialami subjek penelitian, perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistic
dan cara deskriptif dalam bentuk kata dan bahasa pada
konteks khusus dengan memanfaatkan berbagai metode
ilmiah. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati7
6 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 5-6.
7 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), h. 3
13
3. Metode Penelitian
Jenis metode penelitian yang penulis gunakan
adalah Analisis Wacana Kritis yang dikemukakan oleh
Norman Fairclough. Fairclough membangun suatu model
yang mengintegrasikan secara bersama-sama analisis
wacana yang didasarkan pada linguistic dan pemikiran
sosial dan politik, dan secara umum diintegrasikan pada
perubahan sosial. Model ini juga sering disebut sebagai
model perubahan sosial (social change)8
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah akun Instagram
@womensmarchindo. Adapun objek dalam penelitian ini
adalah unggahan mengenai kesetaraan gender dalam akun
Instagram @womensmarchindo.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
a. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas
pencatatan fenomena yang dilakukan secara
sistematis.9 Menurut Creswell (2012) menyatakan
8 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. (Yogyakarta:
LKis Group, 2011), h. 286.
9 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. (Yogyakarta: PT GELORA AKSARA PRATAMA, 2009), h. 101.
14
bahwa “observation is the process of gathering
firsthand information by observing people and places
at research site”. observasi merupakan proses unutk
memperoleh data dari tangan pertama dengan
mengamati orang dan tempat pada saat dilakukan
penelitian10
Sutrisno Hadi (1986) menyatakan bahwa observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, dimana proses
tersebut tersebut dari berbagai proses baik biologis
maupun psikologis. Dua hal yang penting dalam proses
ini adalah pengamatan dan ingatan.11 Penelitian ini
menggunakan metode observasi tidak berstruktur
dengan cara peneliti terjun langsung pada kegiatan
women’s march di Jakarta dan mengamati aktivitas-
aktivitas yang dilakukan di media sosial Instagram.
Berikut tabel observasi yang peneliti gunakan dalam
penelitian ini:
Catatan observasi
No. Tanggal Nama dan
Tempat
Kegiatan
Aktivitas Catatan
10 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed
Methods). (Bandung: ALFABETA, 2014), h.197 11 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed
Methods), h.196
15
b. Wawancara
Larry Cristense (2004) mengemukakan bahwa
“interview is a data collection methods in which an
interviewer (the researcher or someone working for the
researcher) asks question of an interviewee (the
research participant)”. Wawancara merupakan teknik
pengumpulan data dimana pewawancara (peneliti atau
seseorang yang diberi tugas untuk mengumpulkan
data) dalam mengumpulkan data mengajukan suatu
pertanyaan kepada yang diwawancarai.12
Penelitian ini menggunakan metode wawancara In
Deep Interview atau wawancara mendalam.
Wawancara mendalam adalah sebuah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka antara
pewawancara dengan orang yang diwawancarai.13
Dalam menentukan informan peneliti menggunakan
prosedur purposive, dimana peneliti langsung
menentukan kriteria tertentu. Kriteria informan yang
peneliti tetapkan adalah penyelenggara gerakan
Women’s March Indonesia 2018. Dalam penelitian ini
peneliti akan mewawancarai Kate Walton selaku media
12 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed
Methods), h.188 13 Moh. Nazim, Metode Penelitian (Bandung: Ghalia Indonesia , 1999), h. 234.
16
coordinator pada gerakan Women’s March Indonesia
2018.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dokumentasi dengan
menginfestasi dokumen-dokumen yang sesuai dan
terkait dengan permasalahan yang diteliti. Metode
dokumentasi banyak digunakan pada penelitian ilmu
sejarah, namun kemudian penelitian-penelitian ilmu
sosial banyak menggunakan metode ini karena banyak
sejumlah besar fakta dan data sosial tersimpan dalam
bahan yang berbetuk dokumentasi.14
6. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis
sesuai dengan Analisis Wacana Kritis yang dikemukakan
oleh Norman Fairclough. Fairclough membagi analisis
wacana menjadi 3 dimensi:
a. Analisis teks, yaitu menganalisis kosakata, tata bahasa,
sintaksis dan koherensi kalimat. Dalam analisis teks,
peneliti menggunakan semiotika model Roland
Barthes.
b. Analisis praktik kewacanaan, yaitu menganalisis
bagaimana sebuah teks tersebut diproduksi.
14 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. (Jakarta: Kencana,2011), h.124
17
c. Analisis praktik sosial budaya, yaitu peneliti
menganalisis peristiwa komunikatif (sosial) yang lebih
luas, yang memengaruhi wacana.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi dibagi menjadi lima bab, dalam setiap bab
meliputi:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab I terdapat latar belakang masalah,
batasan dan rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metodologi penelitian, serta sistematika
penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab II memuat pengertian analisis
wacana kritis, analisis wacana model
Norman Fairclough, gender dan new media
serta instagram.
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR
PENELITIAN
Dalam bab ini menjelaskan sejarah gerakan
Women’s March dan Women’s March
Indonesia serta profil orang-orang dibalik
Women’s March Indonesia
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Bab IV akan diuraikan hasil temuan di
lapangan dan analisis data yaitu berupa
18
analisis wacana kritis Norman Fairclough
kesetaraan gender pada akun Instagram
Women’s March Indonesia dan
perbandingannya dalam Islam
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini peneliti akan memberikan
kesimpulan dan saran berdasarkan hasil
penelitian
19
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Landasan Teori
1. Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough
Analisis wacana kritis adalah sebuah upaya atau proses
(penguraian) untuk memberi penjelasan dari sebuah teks
(realitas sosial) yang akan atau sedang dikaji oleh
seseorang atau kelompok dominan yang
kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk
memperoleh apa yang diinginkan. Oleh karena itu, analisis
yang akan terbentuk nantinya disadari telah dipengaruhi
oleh si penulis dari berbagai faktor. Di balik wacana
tersebut terdapat makna dan citra yang diinginkan serta
kepentingan yang sedang diperjuangkan.
Dalam analisis wacana kritis, wacana tidak hanya tidak
dipahami semata sebagai suatu bahasa. Bahasa dianalisis
bukan dengan menggambarkan semata dari aspek
kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks.
Konteks disini berarti bahasa dipakai untuk tujuan dan
praktik tertentu, termasuk praktik kekuasaan.15
Titik perhatian Norman Fairclough adalah melihat
bahasa sebagai praktik kekuasaan. Bahasa secara sosial
dan historis adalah bentuk tindakan, dalam hubungan
15 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. (Yogyakarta:
LKis Group, 2011), h. 7.
20
dialektik dengan struktur sosial. Oleh karena itu, analisis
harus dipusatkan pada bagaimana bahasa itu terbentuk dan
dibentuk dari relasi sosial dan konteks sosial tertentu.
Menurut Fairclough gejala linguistic juga merupakan
gejala sosial, baik secara tertulis maupun lisan. Manusia
melakukan itu karena mereka memiliki tekad secara sosial
dan agar terjadi efek sosial.16
Fairclough membangun sebuah model yang
mengintegrasikan secara bersama-sama analisis wacana
yang didasarkan pada linguistic dan pemikiran sosial dan
politik, dan secara umum diintegrasikan pada perubahan
sosial. Fairclough menggunakan wacana menunjuk pada
pemakaian bahasa sebagai praktik sosial, lebih daripada
aktivitas individu atau merefleksikan sesuatu
Fairclough juga menerapkan konsep wacana dengan
menggunakan tiga hal yang berbeda. Dalam pengertian
yang paling abstrak, wacana mengacu pada penggunaan
bahasa sebagai praktik sosial. Kedua, wacana dipahami
sebagai jenis bahasa yang digunakan dalam suatu bidang
khusus, seperti wacana politik atau ilmiah. Ketiga, dalam
penggunaan yang paling kongkret, wacana digunakan
sebagai suatu benda yang bisa dihitung, yang mengacu
pada cara bertutur yang memberikan makna yang berasal
dari pengalaman-pengalaman yang dipetik dari perspektif
16 Norman Fairclough, Language and Power (New York: Longman, 1989)
h.23
21
tertentu.17 Fairclough membagi analisis wacana menjadi
tiga dimensi:
1) Teks (text), dipusatkan pada ciri-ciri formal (kosakata,
tata bahasa, sintakis dan koherensi kalimat).
2) Praktik kewacanaan (discourse practice), yang
melibatkan pemroduksian dan pengosumsian teks.
3) Praktik sosial (sociocultural practice), yang mencakup
peristiwa komunikatif
Dalam model Fairclough, teks ini dianalisis secara
linguistik dengan melihat kosakata, semanti, dan tata
kalimat. Ia juga memasukkan koherensi dan kohesivitas,
bagaimana antarkata tersebut digabung sehingga
membentuk sebuah pengertian. Semuanya digunakan
untuk menganlisis tiga masalah yaitu ideasional yang
merujuk pada representasi tertentu yang ingin ditampilkan
dalam teks, relasi yang merujuk pada seperti apa teks
disampaikan dan identitas yang merujuk pada konstruksi
tertentu dari identitas pembuat teks dan bagaimana
personal dan identitas ini hendak ditampilkan.18
Dimensi praktik kewacanaan berhubungan dengan
proses produksi dan konsumsi teks. Sebuah teks biasanya
dihasilkan melalui proses produksi yang meliputi pola
17 Marrianne W. Jorgensen dan Louise J. Phillips, ANALISIS WACANA Teori
& Metode, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010), h.125
18 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.287
22
kerja, bagan kerja, dan rutinitas dalam menghasilkan teks.
Dimensi praktik sosial budaya berhubungan dengan
konteks di luat teks seperti konteks situasi yang
hubungannya dengan masyarakat, budaya, dan politik
tertentu.
Hubungan antara teks dan praktik sosial diperantarai
oleh praktik kewacanaan. Oleh sebab itu hanya melalui
praktik kewacanaanlah teks bisa membentuk dan dibentuk
oleh praktik sosial.19
2. Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir
strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik
dan semiologi Saussurean. Ia juga intelektual dan kritikus
sastra Prancis yang ternama; eksponen penerapan
strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. Bartens
menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan peranan
sentral dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 70-an.20
Semiotik Roland Barthes bertumpu pada tiga hal yaitu:
denotasi, konotasi, dan mitos. Barthes mengembangkan
dua tingkatan pertanda yang digunakan untuk
menghasilkan sebuah makna bertingkat, yaitu tingkat
konotasi dan denotasi. Ia menggunaka istilah “orders of
19 Marrianne W. Jorgensen dan Louise J. Phillips, ANALISIS WACANA Teori
& Metode, h.129
20 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013, hal. 63
23
signification”. First of signification yang berarti makna
denotasi. Sedangkan second order of signification
merupakan makna konotasi.
Tabel 2. Peta Roland Barthes21
Dari peta Barthes tersebut dapat dilihat bahwa tanda
denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Tetapi
pada saat yang bersamaan tanda denotative adalah penanda
konotatif juga (4). Jadi dalam konsep Barthes tanda
konotatif tidak hanya sekedar memiliki makna tambahan
namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif
yang melandasi keberadaannya. 22
Denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign).
Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan
hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda
dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna
21 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 69 22 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 69
1.Signifier
(penanda)
2. Signified
(petanda)
3.Denotative sign
(tanda denotatif)
4.CONNOTATIF
SIGNIFIER (PENANDA
KONOTATIF)
5. CONNOTATIVE
SIGNIFIED (PETANDA
KONOTATIF)
6.CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
24
yang eksplisit, langsung dan pasti. Makna denotasi dalam
hal ini, adalah makna pada apa yang tampak. Denotasi
adalah tanda yang penandanya mempunyai tingkat
konvensi atau kesepakatan yang tinggi.23
Makna konotasi yaitu makna yang mengandung arti
tambahan, atau dengan kata lain konotasi merupakan
makna yang bukan sebenarnya atau berupa kata kiasan.
Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling
tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa
yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan
makna konotasi adalah bagaimana cara
menggambarkannya. Misalnya, tanda bunga
mengkonotasikan ‘kasih sayang’ atau tanda tengkorak
mengkonotasikan ‘bahaya’.24
Mitos merupakan hubungan antara satu mytheme
dengan mytheme yang lain sehingga membentuk suatu
cerita yang lama-kelamaan menjadi kepercayaan budaya
tertentu25. Mitos merupakan produksi kelas sosial yang
sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif, misalnya
mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa. Sedangkan
23 Tommy Christomy, Semiotika Budaya, Depok: Pusat Penelitian
Kemasyarakatan dan Budaya, 2004, hal. 94 24 Tommy Christomy, Semiotika Budaya, hal. 94 25 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi Teori dan Aplikasi,
(Yogyakarta,Perpustakaan nasional RI: Katalog Dalam Terbitan, 2004), h.56-
60.
25
mitos masa kini misalnya mengenai feminimitas,
maskulinitas, ilmu pengetahuan, dan kesuksesan.26
3. Gender
Kata gender sudah tidak asing lagi di telinga
masyarakat. Namun gender kerap kali disamakan
pengertiannya dengan sex atau jenis kelamin. Kata gender
dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris yaitu
“gender”. Dilihat dari kamus bahasa Inggris, tidak secara
jelas dibedakan pengertian sex dan gender. Sex (jenis
kelamin) merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis
kelamin manusia yang ditentukan secara biologis. Laki-
laki memiliki penis, jakala dan memproduksi sperma,
sedangkan perempuan alat reproduksi seperti rahim,
memproduksi sel telur dan memiliki vagina. Alat-alat
tersebut secara biologis melekat selamanya dan tidak dapat
ditukarkan atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan
atau kodrat.27
a. Konsep Gender
1) Nature (Perbedaan Alami Laki-Laki dan
Perempuan)
Perbedaan alami antara laki-laki dan perempuan
banyak diungkapkan oleh beberapa ilmuwan.
Perbedaan ini mulai diungkapkan secara ilmiah
26 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi , Jakarta: Mitra
Wacana Media, 2013, hal. 22 27 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial. h. 8
26
oleh Charles Darwin dalam bukunya The Descent
of Man. Darwin meyatakan bahwa “pria berbeda
dengan wanita dalam hal ukuran, kekuatan tubuh,
dan seterusnya, juga dalam hal pemikiran”. Carl
Degler mengadakan kajian pustaka dalam hal
aplikasi teori Darwin tentang perbedaan ini. Degler
mengutip pendapat Willian Thomas dalam
artikelnya pada tahun 1897 yang mengatakan
bahwa otak wanita lebih kecil daripada otak pria.
M.A. Hardaker, seorang ilmuwan wanita, juga
memercayai teori Darwin dan menulis di majalah
Popular Science Monthly pada tahun 1882 dan
menyatakan bahwa “wanita mempunyai
kemampuan berpikir dan kreativitas yang lebih
rendah dari pria, namun mempunyai kemampuan
intuisi dan persepsi yang lebih unggul”.
Keadaan biologis manusia dianggap dapat
memengaruhi tingkah laku manusia. Mereka yang
berorientasi biologis mengatakan bahwa factor
genetis yang membentuk perbedaan peran antara
laki-laki dan perempuan adalah factor dimorphism
seksual yang terdapat pada homo sapiens.28
2) Nurture (Faktor Budaya dalam Pembentukan
Konsep Gender)
28 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang Baru Tentang
Relasi Gender, (Bandung, Mizan, 1999), h.96
27
Mereka yang berorientasi budaya berargumntasi
bahwa perbedaan peran (division of labor) antara
laki-laki dan perempuan bukan disebabkan oleh
nature, melainkan oleh budaya. Secara etimologi
nurture berarti kegiatan perawatan atau
pemeliharaan, pelatihan, serta akumulasi dari
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
kebiasaan dan ciri-ciri yang nampak. Nurture dapat
diartikan sebagai suatu faktor kepribadian tentang
kekuatan lingkungan yang mengatur
perkembangan manusia. Nurture dapat berupa
lingkungan keluarga, masyarakat bahkan faktor
ekonomi dan budaya.
Dalam kajian gender, nurture sebagai teori atau
argumen yang menyatakan bahwa perbedaan sifat
maskulin dan feminim bukan ditentukan oleh
perbedaan biologis, melainkan konstruk sosial dan
pengaruh faktor budaya. Dinyatakan sebagai teori
nurture karena faktor-faktor social dan budaya
menciptakan atribut gender serta membentuk
stereotip dari jenis kelamin tertentu, hal tersebut
terjadi selama masa pengasuhan orang tua atau
masyarakat terulang secara turun temurun.
b. Gender dalam Konsep Barat
Gender, sebagaimana dikemukakan oleh Oaklay
dalam Sex, Gender and Society (1972) berarti
28
perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat
Tuhan. Gender adalah perbedaan perilaku (behavioral
difference) antara laki-laki dan perempuan yang
dikonstruksi secara sosial melalui proses sosial dan
kultural yang panjang. Hillary M. lips dalam Sex and
Gender: An Introduction mengartikan bahwa gender
sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan
perempuan (cultural expectations for woman and
man).
Istilah “gender” pertama kali dikemukakan oleh
Robert Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian
manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang
bersifat sosial budaya dengan pendefinisian yang
berasal dari ciri-ciri fisik biologis. H.T. Wilson dalam
Sex and Gender (1989) mengartikan bahwa gender
sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan
sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan
dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka
menjadi laki-laki dan perempuan. Di dalam Women’s
Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah
konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan
(distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan
29
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan
yang berkembang dalam masyarakat.29
Donelson G. dalam bukunya Women, a
Psychological Perspective memberikan suatu hipotesis
dalam distribusi bimodal dari karakteristik gender yang
menggambarkan bahwa derajat feminitas dan
maskulinitas merupakan kombinasi dari karakteristik
biologis, dimana perilaku dan sikap yang digambarkan
merentang pada suatu skala gender.30
Dalam skala Donelson jika seseorang berada pada
salah satu sisi yang ektrem, maka seseorang tersebut
sangat feminim atau sangat maskulin. Namun jika
terdapat seseorang yang mempunyai karakteristik,
sikap, dan perilaku yang tidak sesuai dengan harapan
sosial maka disebut androgynous.
Pandangan mengenai perbedaan identitas gender
atau peran gender yang menyatakan berawal dari
perbedaan secara biologi maupun merupakan hasil dari
konstruksi sosial, teknologi, lingkungan dan sejarah
masih menjadi perdebatan diantara para antropolog dan
sosiolog. Dari semua pandangan mengenai awal
29 Riant Nugroho, Gender dan Strategi: Pengarus-utamaannya di Indonesia,
(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008), h.5
30 Riant Nugroho, Gender dan Strategi: Pengarus-utamaannya di Indonesia,
h.19
30
mulanya perbedaan gender, terdapat kesepakatan
bahwa kultur adalah kunci untuk mengerti adanya
perbedaan sikap antara laki-laki dan perempuan.
Perbedaan gender adalah hasil dari sosialisasi,
diskriminasi dan bentuk-bentuk lain dari kontrol sosial
(Bem, 1993; Epstein, 1988).31
Bentuk lain dari perbedaan gender adalah adanya
ideologi sexism. Ideologi ini percaya bahwa laki-laki
dan perempuan berbeda secara bawaan, dan perbedaan
itu menghasilkan pemikiran bahwa perempuan
memiliki pemikiran yang lebih rendah daripada laki-
laki.32 Pada abad ke-19 terdapat kepercayaan yang
meyakini bahwa ukuran otak perempuan lebih kecil
daripada laki-laki dan kecerdasan laki-laki adalah
sebuah pemberian yang alami. Dominasi laki-laki di
berbagai bidang di kehidupan sosial kemudian
menghasilkan pemikiran bahwa unggulnya laki-laki di
berbagai bidang ini adalah natural.
Adanya perbedaan gender kemudian menghasilkan
adanya peran gender. Perbedaan gender tidak akan
menjadi masalah selama tidak terjadi ketimpangan
31 Martin N. Marger, Social Inequaity: patterns and processes, fourth edition
(New York, McGraw-Hill, 2008) h.325
32 Martin N. Marger, Social Inequaity: patterns and processes, fourth edition,
h.328
31
diantara keduanya. Namun pada realitanya terjadi
ketidakadilan gender diantara laki-laki dan perempuan.
Manifestasi-manifestasi ketidakadilan dalam
gender banyak ditemukan di masyarakat, yaitu:
1) Marginalisasi terhadap kaum perempuan
2) Terjadinya subordinasi yang umumnya terjadi
pada perempuan
3) Pelabelan negative atau stereotype terhadap
jenis kelamin tertentu yang kemudian
melahirkan diskriminasi
4) Terjadinya kekerasan pada jenis kelamin
tertentu, umumnya perempuan, akibat
perbedaan gender
5) Adanya ketimpangan beban kerja
c. Gender dalam Konsep Islam
Pada dasarnya inti dari semua agama, termasuk
Islam, menganjurkan dan menegakkan keadilan.33 Al-
Quran, sebagai prinsip-prinsip dasar atau pedoman
moral tentang keadilan tersebut, mencakup berbagai
anjuran untuk menegakkan keadilan ekonomi, politik,
kultural, termasuk keadilan gender.
Dalam konteks agama samawi, sejarah tentang
kehidupan dan peran perempuan telah tertuang dalam
33 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial. h. 135
32
Kitab Perjanjian Lama yang diyakini sebagai kitab suci
untuk kaum Yahudi.34 Dalam kitab ini perempuan
ditempatkan sebagai sumber utama kesalahan. Hal ini
dikisahkan dalam kisah-kisah yang diyakini
kebenarannya, diantarnya bahwa Hawa merupakan
penyebab Adam dikeluarkan dari surga karena telah
merayunya untuk memakan buah khuldi dan terpesona
oleh iblis. Dalam Kitab Perjanjian Lama posisi
perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki.
Perempuan tidak memiliki hak waris, laki-laki
mempunyai hak veto untuk menceraikan istrinya yang
dianggap melakukan zina namun tidak sebaliknya,
perempuan dianggap sebagai makhluk yang najis
hingga apapun yang disentuhnya menjadi kotor dan
najis bahkan mereka menyandarkan perbuatan amoral
laki-laki menjadi tanggung jawab perempuan.
Dalam Perjanjian Baru yang merupakan kitab suci
yang diyakini oleh kaum Nasrani, mereka meyakini
kebenaran posisi kaum perempuan yang terdapat dalam
Kitab Perjanjian Lama. Mereka meyakini bahwa Yesus
diutus ke Bumi untuk menebus dosa-dosa Adam yang
disebabkan oleh Hawa. Perempuan tidak
diperbolehkan untuk mengangkat suaranya di dalam
gereja dan meyakini bahwa di atas kepala perempuan
34 Zaitunah Subhan, AL-QURAN DAN PEREMPUAN: Menuju Kesetaraan
Gender dalam Penafsiran, h.4
33
terdapat setan, sehingga harus menutupinya dan jika
menolak, maka harus digundul. Perempuan juga
dijadikan sumber kesesatan dan kecantikannya
merupakan senjata ampuh bagi iblis untuk
menyesatkan manusia.
Dalam sejarah Arab pra-Islam sebagian hak
perempuan dihapuskan. Husayn Muhammad Yusuf
dalam bukunya Ahdaf al-Usrah fi al-Islam mengatakan
bahwa seorang perempuan pada masa jahiliyah dapat
diwariskan seperti harta benda.35
Salah satu spirit yang dibawa Islam pada awal
kelahirannya yaitu melakukan perbandingan posisi dan
kondisi perempuan pada zaman sebelum dan sesudah
Islam. Al-Quran sebagai rujukan prinsip masyarakat
Islam, pada dasarnya mengakui kedudukan laki-laki
dan perempuan adalah sama. Keduanya diciptakan dari
satu nafs (living entity), dimana yang satu tidak
memiliki keunggulan terhadap yang lain36. Dalam Al-
Quran peristiwa keluarnya Adam dan Hawa adalah
karena tipu daya setan tanpa adanya justifikasi kepada
Hawa maupun Adam.
35 Zaitunah Subhan, AL-QURAN DAN PEREMPUAN: Menuju Kesetaraan
Gender dalam Penafsiran, h.7
36 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial. h. 130
34
Prinsip Al-Quran terhadap laki-laki dan perempuan
adalah sama, dimana hak istri diakui sederajat dengan
hak suami. Dengan kata lain, laki-laki memiliki hak
dan kewajiban terhadap perempuan, dan sebaliknya
perempuan juga memiliki hak dan kewajiban terhadap
laki-laki, apalagi jika dikaitkan dengan konteks
masyarakat pra-Islam yang ditransformasikannya.
Islam menjunjung kesetaraan dengan memosisikan
perempuan sebagai makhluk yang memiliki derajat
yang sama di hadapan Tuhan.
Mahmud Shaltut berpendapat bahwa Islam
memosisikan perempuan sebagai mitra bagi kaum laki-
laki, sehingga Islam memberikan kesetaraan hak dan
kewajiban bagi perempuan dan laki-laki. Syekh
Mahmud Abu Shuqqah dalam Tahrir al-Mar’ah si ‘Asr
al-Risalah membutikan bahwa Islam sebagai pelopor
emansipasi.37 Setelah mempelajari literatur Islam
Klasik, ia menyimpulkan bahwa datangnya Islam
menyebabkan revolusi gender pada abad ke-7 Masehi.
Islam datang memerdekakan perempuan dari dominasi
kultur Jahiliah dan mulai diakui hak-haknya sebagai
manusia dan warga negara.
37 Zaitunah Subhan, AL-QURAN DAN PEREMPUAN: Menuju Kesetaraan
Gender dalam Penafsiran, h.10
35
Pada dasarnya istilah gender bukanlah masalah
yang datang dari agama Islam, namun Islam seringkali
dituding sebagai agama yang melanggengkan
ketidakadilan gender. Berikut merupakan makna
kesetaraan gender dalam Islam38:
1) Prinsip kesetaraan/persamaan hak. Islam
memberi peluang yang sama kepada laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh hak-hak politik,
pendidikan, waris, persaksian dan lain-lain.
Dinyatakan dalam sebuah hadits, “Menuntut ilmu
itu wajib bagi setiap muslim dan muslimah”.
Hadits ini memberi peluang kepada setiap umat
Islam, baik laki-laki maupun perempuan dan
memiliki hak yang sama atas potensi yang
dimilikinya dan hak untuk mengembangkan
potensinya.
2) Prinsip kemerdekaan/kebebasan. Prinsip ini
bukan berarti bebas bertindak dan sewenang-
wenang, namun berkaitan dengan relasi antar
manusia yang harus menjaga kepentingan dan
kehormatan orang lain. Islam mengecam keras
segala macam penindasan baik berdasarkan jenis
kelamis, warna kulit, ras, dan lain-lain.
Berdasarkan pinsip ini, tidak ada pembatasan
38 Ngudi Astusti, Feminisme Muslimah : Eksistensi Perempuan dalam Pentas
Politik dan Penegakan Peradaban Islam, (Jakarta, Media Bangsa, 2010), h.25
36
bagi kaum perempuan hanya memainkan peran-
peran di sektor domestik. Dalam surat An-Nisaa’
[4]: 75, Islam menegaskan bahwa diskriminasi
peran dan relasi gender merupakan suatu
pelanggaran hak asasi manusia yang harus
dieliminasi.
لىه يل ا ب ون ف س ى ت ا ق م ل ت ه ا ل وم
ان د ول ل اء وا ال والنس ن الرج ني م ف ع ض ت س م ل وا
ة ري ق ل ه ا ذ ن ه ا م ن رج خ ا أ ون رب ن ول ق ين ي الذ
ل ع يا واج ك ول ن د ن ل ا م ن ل ل ع ا واج ه ى ه الظال أ
ريا ص ك ن ن د ن ل ن ا م ل
75. “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan
Allah dan (membela) orang-orang yang lemah
baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak
yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami,
keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang
zalim penduduknya dan berilah kami pelindung
dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari
sisi Engkau!".”
3) Prinsip persaudaraan. Dalam prinsip ini semangat
muncul dari realitas sosial bahwa setiap manusia
adalah bersaudara. Semangat persaudaraan akan
mengekalkan persaudaraan (ukhuwah
Islamiyah), karena dengan moral ini akan tercipta
kedamaian yang abadi.
37
4) Prinsip keadilan. Prinsip ini berarti Islam sangat
menentang struktur sosial yang tidak adil. Al-
Quran mengakui adanya perbedaan (distinction)
antara laki-laki dan perempuan, tetapi perbedaan
tersebut bukanlah pembedaan (discrimination)
yang menguntungkan satu pihak dan merugikan
lainnya. Islam menempatkan perempuan pada
posisi yang sama dengan laki-laki. Kesamaan
tersebut dilihat dari tiga hal, pertama, dari
hakekat kemanusiaannya. Dalam meningkatkan
kualitasnya, Islam memberikan sejumlah hak
kepada perempuan, antara lain hak waris.
Kedua, Islam mengajarkan bahwa baik
perempuan mendapat pahala yang sama atas amal
saleh yang dibuatnya dan mendapat azab yang
sama atas pelanggaran yang dibuatnya (QS. At-
Taubah [9]:72)
ن نات تري م ات ج ن ؤم م ل ني وا ن ؤم م ل د الىه ا ول
ة ف يب ن ط اك س ا وم يه ين ف د ال ار خ ه ا الن ه ت ت
ك ل ذ ر ب ك ن الىه أ وان م ورض ن د نات ل ج
يم ظ ع ل وز ا ف ل و ا ه
72. “Allah menjanjikan kepada orang-orang
mukmin, lelaki dan perempuan, (akan
mendapat) surga yang dibawahnya mengalir
sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan
38
(mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga
'Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar;
itu adalah keberuntungan yang besar.”
Ketiga, Islam tidak mentolerir adanya perbedaan
dan perlakuan yang tidak adil (QS. Al-Hujurat
[49]:13)
ى ث ن ر وأ ن ذك م م اك ن ق ى نا خ ا الناس إ ي ه ا أ ي
ن إ وا ارف ع ت ل ل ائ ب ق ا و وب ع م ش اك ن ى ع وج
يم ى ن الىه ل إ م اك ق ت د الىه أ ن م ل ه رم ك أ
ري ب خ
13. “Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling takwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.”
Islam sangat memperhatikan konsep keseimbangan,
keserasian dan keselarasan. Tidak ada makhluk yang
tidak seimbang. Konsep relasi gender dalam Islam lebih
dari sekedar mengatur keadilan gender dalam
masyarakat, namun juga secara teologis mengatur pola
39
hubungan manusia (mikrokosmos) dan alam
(makrokosmos) dan Tuhan.39
Dalam Al-Quran ada beberapa variable yang
menjadi standar dalam menganalisa prinsip-prinsip
kesetaraan gender40:
1) Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai
hamba. Hamba ideal dalam Al-Quran biasa
diistilahkan dengan orang-orang yang bertakwa,
dan untuk mencapai ketakwaan ini tidak dikenal
adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa
atau etnis tertentu.
2) Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di
bumi.
3) Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian
primordial. Menurut Fakhr al-Razi, tidak ada
seorangpun anak manusia lahir di muka bumi ini
yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan dan
ikrar mereka disaksikan oleh malaikat.
4) Adam dan Hawa terlibat secara aktif dalam
drama kosmis. Semua ayat yang menceritakan
tentang drama kosmis, yaitu cerita tentang
Adam dan pasangannya di surge sampai keluar
39 Zaitunah Subhan, AL-QURAN DAN PEREMPUAN: Menuju Kesetaraan
Gender dalam Penafsiran, h.31
40 Nasaruddin Umar, Bias Jender dalam Penafsiran Kitab Suci, (Jakarta, PT.
Fikahati Aneska, 2000) h. 17.
40
ke bumi, selalu menekankan kedua belah pihak
secara aktif dengan menggunakan kata ganti
untuk dua orang.
5) Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih
prestasi.
d. Kesetaraan Gender
Konsep kesetaraan gender merupakan konsep yang
kompleks. Dougles Rae berpendapat bahwa “Equality
is the simplest and most abtract of notions, yet the
practices ofe the world are irremediably concrete and
complex. How, imaginably, could the former govern
the later?” (Kesetaraan adalah pernyataan yang paling
simple dan abstrak, tapi dalam praktiknya sulit dan
kompleks untuk menjadi kenyataan, dapatkan teori
mengatur praktik?)41
Pengertian dan konsep mengenai kesetaraan ini
sangat beragam. Sejak 1990 United Nations
Development Program (UNDP) dalam menilai
keberhasilan pembangunan suatu negara diukur dari
GDP (Growth Domestic Product) lalu HDI (Human
Development Index). Pada tahun 1995 konsep HDI ini
diberi tambahan yaitu konsep kesetaraan gender
(gender equality). Dalam konsep ini perhitungan yang
dipakai yaitu GDI (Gender Development Index), yaitu
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam usia
41 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang Baru Tentang
Relasi Gender . h.53
41
harapan hidup, pendidikan, jumlah pendapatan dan
GEM (Gender Empowerment Measure) yang
mengukur kesetaraan dalam partisipasi politik dan
sektor lainnya. Ukuran konsep ini adalah kesetaraan
yang sama rata atau konsep kesetaraan kuantitatif yang
“perfect equality” (50/50).42
Konsep kesetaraan lainnya adalah konsep
kesetaraan konstektual dimana dalam konsep ini
mengakui adanya keberagaman biologis antara laki-
laki dan perempuan. Konsep konstektual mengakui
adanya keberagaman manusia, walaupun setiap
manusia berhak mendapatkan lot yang sama, namun
bukan berarti setiap manusia mendapatkan tingkat
kesejahteraan atau kebahagiaan yang berbeda-beda
karena aspirasi, keinginan, dan kebutuhan manusia
yang berbeda-beda. Dougles Rae menawarkan konsep
kesetaraan yang lebih membumi daripada konsep
50/50, yaitu kesetaraan dalam kesempatan (equality of
opportunity). Rae mengatakan bahwa kesempatan
untuk meraih lot seperti kekuasaan, hak-hak,
pendidikan, dan kekayaan memang harus setara, tapi
lot itu sendiri tidak bisa setara. Contohnya adalah
kesempatan perempuan untuk menjadi anggota
parlemen adalah sama. Namun “alat” yang dimiliki
laki-laki dan perempuan untuk meraih keanggotaan
42 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang Baru Tentang
Relasi Gender. h.24
42
parlemen tidak sama. “Alat” ini bisa saja menyangkut
masalah pendidikan, bakat, aspirasi dan sebagainya.
Oleh karena itu, kebijakan untuk kesetaraan dalam
mendapatkan “alat” adalah hal yang perlu agar konsep
equality of opportunity, dapat mewujudkan kesetaraan
50/50.43
e. Teori Feminis
Beberapa dekade belakangan, teori feminis menjadi
suatu disiplin ilmu tersendiri yang mempunyai
pertanyaan dan diskusinya sendiri. Perspektif ini
berfokus pada upaya menanggapi tertindasnya posisi
kaum perempuan dalam berbagai sektor di masyarakat.
Pemikiran feminis memiliki sejarah yang panjang,
dimulai dari abad ke-19 dengan perspektif yang
berbeda.44 Berikut perspektif-perspektif dalam feminis:
1) Feminisme sosialis.
Feminisme ini berpandangan bahwa agar
terciptanya kesetaraan, maka harus ada
transformasi sosial. Ketimpangan gender
disebabkan oleh system kapitalisme yang
menimbulkan adanya kelas-kelas sosial dan
division of labour, termasuk keluarga45. Feminisme
43 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang Baru Tentang
Relasi Gender. h.48-49 44 Malcom Payne, Teori Pekerjaan Sosial Modern (Yogyakarta, Building
Professional Social Work Indonesia, 2016) h.295 45 Marzuki, “Kajian Awal Tentang Teori-Teori Gender”. Jurnal Civics: Media
Kajian Kewarganegaraan, Vol.4 No.2, 2007, h.9.
43
sosialis mengadopsi teori praxis Marxisme, yaitu
teori penyadaran pada kaum tertindas, agar para
perempuan sadar bahwa mereka adalah ”kelas”
yang tidak diuntungkan.46 Proses penyadaran ini
bertujuan agar perempuan bangkit untuk mengubah
keadaannya.
2) Woman of color feminism
Woman of color feminism atau womanism
bermula dari kritik terhadap gerakan kaum
perempuan berkulit putih yang tidak
mengikutseratakn perempuan dari ras lain beserta
isu yang penting bagi mereka, seperti kemiskinan,
rasisme dan kebutuhan pekerjaan, healthcare,
pendidikan yang bagus dan lingkungan yang aman.
Pada dasarnya womanism tidak menganggap laki-
laki kulit berwarna sebagai penindas tetapi sebagi
saudara yang sama-sama merasakan efek dari
rasisme. Orang-orang yang mengadopsi perspektif
ini sering menunjukkan dukungan dan nilai-nilai
positive kepada komunitas kaum minoritas.47
3) Feminisme radikal
46 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang Baru Tentang
Relasi Gender. h.133 47 Mary Crawford dan Rhonda Unger, Women and Gender: a Feminist
Pshycology (New York, McGraw Hill, 2004) h.7
44
Feminisme radikal berkembang pesat di
Amerika pada kurun waktu 1960-an 1970-an.
Feminisme radikal lebih fokus menyerang institusi
keluarga karena dianggap sebagai institusi yang
melahirkan system patriarki dan mengakibatkan
tertindasnya perempuan. Feminisme radikal
cenderung membenci kaum pria, bahkan membuat
mereka ingin memisahkan diri dari budaya
maskulin dan membentuk budaya kelompoknya
sendiri yang disebut “sisterhood”. Elsa Gildow
mengemukakan bahwa menjadi lesbian adalah
terbebas dari dominasi laki-laki. Hubungan
heteroseksual dianggap oleh feminisme radikal
sebagai factor utama terjadinya penindasan kepada
perempuan, dan pasti akan menimbulkan
perbedaan peran, diferensiasi kekuasaan, dan kelas-
kelas dalam masyarakat.48
4) Cultural feminism
Perspektif ini menekankan kepada perbedaan
laki-laki dan perempuan. Cultural feminism juga
menekankan pada kualitas dan karakteristik
perempuan yang direndahkan dan seharusnya
dihormati dan dihargai di masyarakat. Perspektif
ini sangat berguna dalam memahami pentingnya
48 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang Baru Tentang
Relasi Gender. h.180
45
pekerjaan tidak berbayar yang dilakukan oleh
perempuan, seperti merawat anak. Perpektif ini
juga sering digunakan untuk mendiskusikan
perbedaan gender berupa nilai-nilai dan perilaku
sosial.49
5) Feminisme liberal.
Feminisme liberal berkembang di Barat pada
abad ke-18 bersamaan dengan populernya
pemikiran “zaman pencerahan” (enlightment atau
age of reason)50. Perspektif ini berasumsi bahwa
pada dasarnya tidak ada perbedaan antara laki-laki
dan perempuan. Para feminisme liberal lebih
memfokuskan perjuangannya terhadap undang-
undang dan hukum yang dianggap dapat
melanggengkan system patriarki, karena menurut
mereka agar persamaan hak antara laki-laki dan
perempuan dapat terlaksana, maka harus ditunjang
oleh dasar hukum yang kuat.
6) Ekofeminisme
Ekofeminisme timbul karena adanya
ketidakpuasan terhadap arah perkembangan
ekologi dunia yang semakin bobrok. Pandangan ini
49 Mary Crawford dan Rhonda Unger, Women and Gender: a Feminist
Pshycology. h.7 50Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang Baru Tentang
Relasi Gender. h.118
46
bertolakbelakang dengan sosialis, radikal dan
liberal. Mereka percaya bahwa perbedaan gender
bukan semata-mata konstruksi sosial, tetapi juga
intrinsic. Ekofeminisme adalah teori yang melihat
individu secara komprehensif, yaitu makhluk yang
terikat dan berinteraksi dengan lingkungannya.51
4. New Media
Marshall McLuhan dalam bukunya understanding
Media mengemukakan bahwa teknologi komunikasi
memainkan peran penting dalam tatanan sosial dan
budaya baru membawa perubahan dari media cetak ke
media elektronik. Ada tiga bagian penting dari konsep ini,
yaitu Global Village (desa global), sebuah bentuk baru
organisasi sosial yang muncul ketika media elektronik
mengikat seluruh dunia dalam satu tatanan. Kondisi ini
akan membawa perubahan proses distribusi pesan, bentuk
media baru mentransformasi pengalaman individu dan
masyarakat tentang pesan media. Kemudian menjadi
perpanjangan tangan manusia, media telah
memperpendek pandangan dan sentuhan melalui ruang
dan waktu.52
a. Media Sosial
51 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang Baru Tentang
Relasi Gender. h.189 52 Apriadi Tamburaka, Literasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media
Massa, (Jakarta, Rajawali Pers, 2013), h.71
47
Salah satu bentuk dari keberadaan media baru
adalah fenomena jejaring sosial atau media sosial.
Mengapa disebut jejaring sosial karena ternyata
aktivitas sosial tidak hanya dilakukan di dunia nyata,
tetapi juga di dunia maya. Media sosial merupakan
bentuk dari perkembangan teknologi yang beroperasi
dengan menggunakan internet yang menghubungkan
manusia di dunia baru atau biasa disebut dengan dunia
maya. Kehadiran media sosial telah merubah proses
komunikasi manusia yang sebelumnya terjadi hanya
sebatas komunikasi tatap muka, komunikasi kelompok
dan komunikasi massa yang kini telah berubah.
Menurut Mandibergh media sosial adalah media
yang mewadahi kerja sama antarpengguna yang
menghasilkan konten (user-generated content).
Menurut Van Dijk (2013) media sosial adalah platform
media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna
yang memfasilitasi mereka dalam dalam beraktivitas
atau berkolaborasi. Media sosial juga dapat dilihat
sebagai medium (fasilitator) online yang menguatkan
hubungan antarpengguna sekaligus sebuah ikatan sosial.
Rulli Nasrullah kemudian menyimpulkan bahwa media
sosial adalah medium di internet yang memungkinkan
pengguna mempresentasikan dirinya maupun
berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi
48
dengan pengguna lain, dan membentuk ikatan sosial
secara virtual53
Adapun karakteristik media sosial yaitu54:
1) Jaringan (network)
Media sosial memiliki karakter jaringan sosial.
Media sosial terbangun dari struktur sosial yang
terbentuk di dalam jaringan atau internet. Castells
(2002) menekankan bahwa struktur atau organisasi
sosial yang terbentuk di internet berdasarkan
jaringan informasi yang pada dasarnya beroperasi
berdasarkan teknologi informasi dalam
mikroelektronik . Jaringan yang terbentuk
antarpengguna (users) merupakan jaringan yang
secara teknologi dimediasi oleh perangkat
teknologi, seperti computer, telepon genggam atau
tablet.
Jaringan yang terbentuk antarpengguna ini
akhirnya membentuk komunitas atau masyarakat
yang secara sadar atau tidak sadar akan
memunculkan nilai-nilai yang ada di masyarakat,
sebagaimana ciri masyarakat dalam teori sosial.
2) Informasi (information)
53 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Prosedur, Tren, dan Etika (Bandung,
Simbiosa Rekatama Media, 2015) h.11
54 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Prosedur, Tren, dan Etika, h.16
49
Informasi menjadi entitas yang penting dari
media sosial, karena pengguna media sosial
mengkreasikan representasi identitasnya,
memproduksi konten dan melakukan interaksi
berdasarkan informasi. Informasi diproduksi,
dipertukarkan, dan dikonsumsi yang menjadikan
informasi itu menjadi komoditas bernilai sebagai
bentuk baru dari kapitalisme yang dalam
pembahasan seringkali disebut dengan berbagai
istilah, seperti informational (Castells, 2004) serta
pengetahuan atau knowledge (Thrift, 2005 dalam
Gane & Beer, 2008).
3) Arsip (archive)
Infromasi yang ada di dalam sosial media telah
tersimpan dan bisa dikases dimanapun dan
kapanpun melalui perangkat apapun. Munculnya
teknologi komunikasi membuat perubahan
terhadap arsip tersebut, yaitu kemampuan setiap
pengguna dalam mengakses dan melakukan
perubahan serta arsip menjadi berubah, seperti
yang apa disebutkan oleh Appadurai sebagai the
nature and distribution of its user55.
4) Interaksi (interactivity)
Karakter dasar dari sosial media adalah
terbentuknya jaringan antarpengguna. Jaringan ini
55 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Prosedur, Tren, dan Etika, h.23
50
dibangun dengan interaksi antarpengguna, baik
berupa saling mengikuti dan memperluas
hubungan pertemanan atau berupa saling
mengomentari dan memberi tanda like pada
unggahan pengguna lain.
5) Simulasi sosial (simulation of society)
Media sosial dapat menjadi medium
berlangsungnya masyarakat (society) di dunia
virtual. Pengguna media sosial bisa dikatakan
sebagai warga negara digital (digital citizenship)
atau yang biasa disebut netizen (internet citizen)
yang berlandaskan keterbukaan tanpa adanya
batasan-batasan. Namun seperti masyarakat di
sebuah negara, media sosial juga memiliki aturan
dan etika yang mengikat penggunanya.
6) Konten oleh pengguna (user-generated content)
User-generated content (UGC) menunjukkan
bahwa di media sosial konten sepenuhnya milik
dan berdasarkan kontribusi pemilik akun. Menurut
Jenkins media baru, termasuk media sosial,
menawarkan perangkat atau alat serta teknologi
baru yang memungkinkan khalayak (konsumen)
untuk mengarsipkam, memberi keterangan,
menyesuaikan, dan menyirkulasi ulang media.
51
Jenis-jenis sosial media56:
1) Media jejaring sosial (social networking), jenis
sosial media inimerupakan medium yang
paling populer. Jenis ini merupakan sarana
yang bisa digunakan pengguna untuk
melakukan hubungan sosial di dunia virtual.
Contoh jenis ini adalah Facebook dan
LinkedIn.com.
2) Blog. Blog atau jurnal pribadi online
merupakan sosial media yang memungkinkan
penggunanya unutk menggugah aktivitas
keseharian, saling mengomentari dan berbagi,
baik tautan web lain, informasi, dan
sebagainya.
3) Microblogging. Microblogging tidak berbeda
jauh dengan Blog, namun microblogging
memiliki batasan untuk menulis, seperti Twitter
yang pada awalnya menyediakan 140 karakter
lalu kini bertambah menjadi 280 karakter.
4) Media Sharing. Media sosial jenis ini adalah
medium yang memfasilitasi penggunanya
untuk berbagi media, seperti dokumen, video,
audio, gambar dan sebagainya. Contoh media
jenis ini adalah Youtube, Flickr, Instagram dan
Snapchat.
56 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Prosedur, Tren, dan Etika, h.39
52
5) Social Bookmarking. Social Bookmarking atau
penanda sosial merupakan media sosial yang
bekerja unutk mengorganisasi, menyimpan,
mengelola, dan mencari informasi atau berita
tertentu secara online. Contoh media sosial
jenis ini adalah Reddit, Delicious.com dan
LintasMe.
Media sosial memungkinkan penggunanya
berpartisipasi langsung dan saling berbagi informasi
dengan siapapun yang mereka percayai. Adanya
kepercayaan antarpengguna ini memiliki potensi dalam
mendorong lahirnya gerakan-gerakan sosial.
Media sosial dipercaya menjadi instrument
meluasnya beberapa revolusi di Timur Tengah, seperti
Revolusi Mesir dan aksi protes di Tunisia. Gerakan-
gerakan tersebut merupakan gambaran bahwa media
sosial dapat menjadi instrument dalam gerakan sosial.
Media sosial dapat menjadi mekanisme penting dalam
menghimpun aksi, protes, dan gerakan sosial.57
Komunikasi yang terjadi di media sosial tidak lagi
komunikasi dengan aliran yang linier, namun
sepenuhnya berada di tangan pengguna. Pengguna
57 Hermin I. Wahyuni, Kebijakan Media Baru di Indonesia (Harapan,
Dinamika dan Capaian Kebijakan Baru di Indonesia), (Yogyakarta, Gadjah
Mada University Press, 2013), h.72
53
menggunakan media sosial untuk membangun respons
atas ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.
b. Instagram
Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto dan
video yang memungkinkan penggunanya mengambil
foto, video, menerapkan fitur digital dan membaginya
ke berbagai layanan jejaring sosial, termasuk milik
Instagram sendiri.58
Instagam termasuk dalam jenis sosial media Media
Sharing karena Instagram memungkinkan penggunanya
unutk berbagi media. Dengan adanya berbagai fitur
tambahan seperti Instagram Story¸ Instagram Live
hingga Boomerang membuat Instagram menjadi salah
satu media sosial paling populer.
Menurut hasil survei WeAreSocial.net dan Hootsuite
Instagram merupakan platform media sosial dengan
pengguna terbanyak ketujuh di dunia. Pada Januari 2018
total pengguna Instagram di dunia mencapai 800 juta
pengguna. Indonesia menjadi negara dengan pengguna
Instagram terbanyak ketiga di dunia setelah Amerika
58 https://id.wikipedia.org/wiki/Instagram. Diakses pada hari selasa, 31 Januari
2108, pukul 17:19.
54
Serikat dan Brazil dengan angka lebih dari 50 juta
pengguna aktif.59
B. Kerangka Berpikir
Sosial media menjadi salah satu hal yang tidak bisa
dipisahkan dengan generasi muda. Kuatnya pengaruh dan efek
yang ditimbulkan oleh sosial media tak jarang menjadikannya
sebagai alat untuk menyebarkan bahkan menggiring sebuah
opini maupun ideologi. Hal ini bisa dilihat dari gerakan-
gerakan yang bermula dari sosial media lalu kemudian menjadi
gerakan yang masif dan viral di kehidupan nyata. Pengaruh dan
dampak dari sosial media ini tidak lepas dari bagaimana
pengguna membuat unggahan berupa teks dengan
menggunakan bahasa-bahasa yang dapat memengaruhi
pengguna lain.
Dalam paham analisis wacana kritis, teks bukanlah sesuatu
yang bebas nilai dan menggambarkan realitas sebagaimana
adanya. Kecenderungan pribadi dari sang produsen teks dan
struktur sosial yang melingkupi sang produsen teks ikut
mewarnai isi teks. Bahasa tidak netral melainkan membawa
pesan ideologi tertentu yang dipengaruhi oleh sang pembuat
teks. Analisis ini memahami wacana tidak semata-mata
sebagai suatu studi bahasa, tetapi analisis wacana kritis juga
menghubungkannya dengan konteks. Konteks yang dimaksud
59 https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/02/09/berapa-pengguna-
instagram-dari-indonesia. Diakses pada hari minggu, 29 April 2018, pukul
00:12
55
adalah konteks praktik kekuasaan yang bertujuan untuk
memarginalkan individu atau kelompok tertentu60.
Women’s March Indonesia merupakan gerakan protes
yang menuntut berbagai kebijakan yang dirasa melenceng dan
merugikan beberapa pihak. Melalu Instagram, Women’s
March Indonesia mengunggah 8 tuntutan yang mereka ajukan
dalam aksinya. Tuntutan-tuntutan ini dibuat berdasarkan isu
apa yang sedang terjadi dan sangat mendesak.
Model analisis wacana yang dikembangkan oleh
Fairclough disebut dengan Pendekatan Relasi Dialektik
(Dialectical-Relational Approach / DRA) atau biasa juga
disebut dengan pendekatan perubahan sosial.61 Fairclough
berpendapat ada dialektik antara sosial dan wacana. Wacana
mempengaruhi tatanan sosial, demikian juga tatanan sosial
mempengaruhi wacana. Pertama, discourse membentuk dan
dibentuk oleh masyarakat. Kedua, discourse membantu
membentuk dan mengubah pengetahuan beserta objek-
objeknya, hubungan sosial, dan identitas sosial. Ketiga,
discourse dibentuk oleh hubungan kekuasaan dan terkait
dengan ideologi. Keempat, pembentukan discourse menandai
adanya tarik ulur kekuasaan62.
60 Umar Fauzan, “Analisis Wacana Kritis dari Model Fairclough hingga
Mills”. Jurnal PENDIDIK Vol. 6 No. 1, 2004, h.3 61 Umar Fauzan, “Analisis Wacana Kritis dari Model Fairclough hingga
Mills” h.9 62 Norman Fairclough, Language and Power. h.22-23
56
Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough
1. Teks
2. Produksi Teks
3. Sosial Budaya
Kesetaraan Gender pada
Women’s March Indonesia
Bentuk Ketidaksetaraan menurut
Mansour Faqih:
1. Marginalisasi perempuan
2. Subordinasi dalam keputusan
politik
3. Strereotip
4. Kekerasan berdasarkan
perbedaan gender
5. Beban kerja lebih banyak
Konsep Kesetaraan:
1. Konsep 50/50
2. Konsep kesetaraan
konstekstual
57
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Women’s March
Women’s March pertama kali digelar pada tanggal
21 Januari 2017, sehari setelah upacara inagurasi Donald J.
Trump. Gerakan ini tidak hanya digelar di Amerika.
Sebanyak 673 gerakan terjadi di 7 benua dan 81 negara,
termasuk Indonesia. Total dari peserta Women’s March
mencapai 5 juta orang.63
Awalnya gerakan ini digelar sebagai protes kepada
Donald Trump atas pernyataan-pernyataannya yang dinilai
tidak pantas terhadap kaum wanita atau dianggap sebagai
anti-wanita dan juga sebagai aksi yang menyuarakan
63 https://en.wikipedia.org/wiki/2017_Women%27s_March. Diakses pada
tanggal 31 Januari 2018, pukul 18:30.
Sumber: womensmarchglobal.com
Gambar 1. Logo Women’s March Global
58
bahwa hak asasi manusia sama dengan hak asasi wanita.
Selain itu, pernyataan-pernyataan Trump kontroversial dan
dianggap ofensif terhadap kelompok-kelompok minoritas,
seperti kelompok afrika-amerika, muslim, LGBTQ+, dan
kelompok pendatang dianggap bertentangan dengan hak
asasi manusia. Gerakan ini menjadi hari dengan protes
yang paling besar dalam sejarah Amerika.
Pada awalnya Teresa Hook membuat Facebook
Event dan mengundang teman-temannya untuk
melaksanakan march sebagai bentuk protes di Washington,
yang ternyata serupa dengan event yang akan digelar oleh
Evvie Harmon, Fortaine Pearson, Bob Bland, Breanne
Butler, dan masih banyak lagi.
Kedua pihak akhirnya memutuskan untuk
menggabungkan event mereka yang berhasil menarik
banyak perempuan mendaftar untuk mengikuti march yang
Sumber: abcnews.go.com
Gambar 2. Aksi Women’s March di Washington DC pada tahun 2017
59
kemudian disebut Women’s March on Washington.
Penyelenggara Women’s March ini terdiri dari dari
berbagai latar belakang dan ras, seperti Vanessa Wrable,
salah satu pendiri dan presiden Okayafrica, Janaye Ingram,
mantan Miss New Jersey USA, dan Paola Mendoza,
seorang filmmaker.
Dalam penyelenggaraannya, lebih dari 400
organisasi tercatat mejadi partners dalam website resmi
Women’s March.Setahun setelah Women’s March yang
pertama digelar, penyelenggara dan para aktivis kemudian
membentuk dan meresmikan Women’s March menjadi
sebuah organisasi yang resmi dengan nama Women’s
March Inc. yang berbasis di Washington. Women’s March
memiliki misi yaitu “to harness the political power of
diverse women and their communities to create
transformative social change”.64
Selain terbentuknya Women’s March Inc. banyak
juga aktivis local yang membentuk organisasinya secara
independent seperti New York’s march yang diorganisisr
oleh Women’s March Alliance, Corp.; Philadelphia oleh
Philly Women Rally, Inc. – dan sebagian lagi memilih
bergabung dengan March On, sebuah grup yang dibentuk
dengan tujuan untuk menghubungkan gerakan protes di
dunia yang terjadi pada tahun sebelumnya65.
64 https://www.womensmarchglobal.com/mission/. Diakses pada tanggal 10
Juli 2018, pukul 23:45 65 https://www.rollingstone.com/culture/culture-features/who-owns-the-
womens-march-204038/. Diakses pada tanggal 10 Juli 2018, pukul 23:48
60
B. Women’s March Indonesia
Di Indonesia, gerakan Women’s March pertama
kali digelar pada tanggal 4 maret 2017 di Jakarta. Pada aksi
pertamanya, gerakan ini hanya digelar Jakarta. Aksi
selanjutnya dilakukan pada tanggal 4 maret 2018. Pada aksi
keduanya, Women’s March digelar di 15 kota yaitu Jakarta,
Bandung, Surabaya, Malang, Kupang, Yogyakarta,
Gambar 3. Aksi Women’s March 2018 di Cheyenne, Amerika
Sumber: liputan6.com
Sumber: twitter.com
Gambar 4. Logo Women’s March Indonesia
61
Pontianak, Lampung, Salatiga, Malang, Serang, Sumba
dan Tondano.
Beberapa kota melaksanakan aksinya di waktu
yang berbeda, seperti Bandung dan Surabaya menggelar
aksi ini pada tanggal 4 maret 2018, Pontianak pada tanggal
8 maret 2018 dan Yogyakarta pada tanggal 10 maret 2018
Aksi ini juga sekaligus memperingati hari
perempuan internasional yang diadakan oleh sejumlah
kelompok perempuan untuk menuntut adanya perubahan.66
Gerakan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya permasalahan
sosial di Indonesia yang berbasis pada gender.
Walau tidak berafiliasi langsung dengan Women’s
March Global, Women’s March yang digelar di Indonesia
masih mendapat dukungan dari pusat. Women’s March
Indonesia mendapat izin untuk menggunakan nama
“Women’s March” dan logo, walaupun logo yang
digunakan Women’s March Indonesia terdapat perbedaan,
yaitu adanya siluet perempuan yang menggunakan jilbab.
Women’s March di Indonesia pertama kali digelar di
Jakarta atas inisiatif dari Jakarta Feminist Discusssion
Group (JFDG).
66 https://id.wikipedia.org/wiki/Women%27s_March_Jakarta. Diakses pada
tanggal 31 Januari 2018, pukul 18:55
62
JFDG merupakan sebuah grup diskusi yang
bermula dari grup Facebook pada tahun 2014. Dalam kurun
waktu 4 tahun, anggota grup JFDG mencapai 2000 orang
dan 50 sukarelawan. JFDG seringkali menggelar acara-
acara yang berkaitan dengan berbagai isu yang sedang
terjadi. Acara tersebut berupa diskusi, festival dan juga
march.
Sumber: Koleksi Pribadi
Gambar 5. CNN memberitakan aksi Women’s March Jakarta 2018
63
“Women’s March Jakarta awalnya dilakukan
sebagai respon dari Women’s March di Washington
sebagai respon mereka ketika terpilihnya Donald
Trump dan terasa sekali misogyni yang terjadi di
Amerika pada saat itu, JFDG melihat itu sebagai
momentum yang bagus dan pada saat itu JFDG
sebagai gerakan masih baru dan akhirnya kita
merasa mempunyai sumber daya yang cukup untuk
memobilisasi perempuan dan kaum-kaum
minoritas lainnya untuk melakukan Women’s
March yang sama, dan waktu itu kita liat bisa
disesauikan dengan hari perempuan sedunia, yaitu
tanggal 8 Maret. Itulah kenapa kita selalu
mengadakan Women’s March di bulan Maret
sebelum hari Perempuan sedunia.”67
Dalam setiap aksinya, Women’s March Indonesia
mempunyai 8 tuntutan. Tuntutan-tuntutan ini dirumuskan
oleh panitia yang bekerjasama organisasi, lembaga dan
67 Wawancara pribadi dengan Sekretaris Women’s March Jakarta 2018,
Skolastika Lupitawina, Jakarta, 24 Juni 2018
Sumber: Koleksi Pribadi
Gambar 6. Salah satu poster yang
dibawa peserta Women’s March
Jakarta 2018
64
komunitas yang fokus terhadap kesejahteraan perempuan.
Berikut tuntutan pada Women’s March Indonesia pada
tahun 2017:
1. Menuntut Indonesia kembali ke toleransi dan
keberagaman
2. Menuntut pemerintah mengadakan infrastruktur
hukum yang berkeadilan gender
3. Menuntut pemerintah dan masyarakat memenuhi hak
kesehatan perempuan dan menghapus kekerasan
terhadap perempuan
4. Menuntut pemeintah dan masyarakat melindungi
lingkungan hidup dan pekerja perempuan
5. Menuntut pemerintah membangun kebijakan publik
yang pro-perempuan dan kelompok marginal lain
termasuk perempuan difabel
6. Menuntut pemerintah dan partai politik meningkatkan
keterwakilan dan keterlibatan perempuan di bidang
politik
7. Menuntut pemerintah dan masyarakat menghapus
diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok LGBT
8. Menuntut pemerintah dan masyarakat lebih
memperhatikan isu global yang berdampak pada
perempuan, serta membangun solidaritas dengan
perempuan di seluruh dunia
Berikut 8 tuntutan pada Women’s March Indonesia
pada tahun 2018:
65
1. Menghapus hukum dan kebijakan yang diskriminatif
dan melanggengkan kekerasan berbasis gender
2. Mengesahkan hukum dan kebijakan yang melindungi
perempuan, anak, masyarakat adat, kelompok difabel,
kelompok minoritas gender dan seksual dari
diskriminasi dan kekerasan berbasis gender
3. Menyediakan akses keadilan dan pemulihan terhadap
korban kekerasan berbasis gender
4. Menghentikan intervensi Negara dan masyarakat
terhadap tubuh dan seksualitas warga negara
5. Menghapus stigma dan diskriminasi berbasis gender,
seksualitas, dan status kesehatan
6. Menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis
gender di lingkungan hukum, kesehatan, lingkungan
hidup, pendidikan dan pekerjaan
7. Menyelesaikan akar kekerasan yaitu pemiskinan
perempuan, khususnya perempuan buruh industry,
konflik SDA, transpuan, pekerja migran, pekerja seks
dan pekerja domestic
8. Mengajak masyarakat unutk berpartisipasi aktif
menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis
gender di lingkungan hukum, lingkungan hidup,
pendidikan dan pekerjaan
66
Terlihat perbedaan yang cukup menonjol antara
tuntutan pada tahun 2017 dengan tahun 2018. Pada tahun
2017, tuntutan yang disuarakan masih bersifat general,
namun pada tuntutan tahun 2018 terlihat bahwa
tuntutannya fokus pada bidang hukum, terutama hukum
atau undang-undang yang dirasa masih merugikan kaum
perempuan.
Dibalik suksesnya gerakan Women’s March
Indonesia 2018, terdapat perempuan-perempuan hebat
yang menjadi penyelenggaranya. Berikut perempuan-
perempuan dibalik Women’s March Indonesia 201868:
68 http://jakartaglobe.id/features/women-behind-womens-march-jakarta/.
Diakses pada tanggal 5 Mei 2018, pukul 10:50
Sumber: Instagram WMI
Gambar 7. Screenshot tuntutan
Women’s March Indonesia 2018 pada
akun Instagram WMI
67
1. Kerri Na Basaria sebagai Lead Organizer
Kerri Na Basaria merupakan seorang lulusan
University of Sidney dan University of St. Andrews yang
kini bekerja sebagai marketing executive di sebuah
perusahaan property. Kerri memulai aktivitasnya sebagai
aktivis untuk hak-hak perempuan sejak ia menjadi
volunteer di Women’s March Jakarta 2017 dan menjadi
bagian dari gelaran Feminism Festival 2017.
2. Naila Rizqi Zakiah sebagai Deputy Organizer
Naila Rizqi Zakiah sudah tidak asing dalam kegiatan
aktivis mengenai hak-hak peremuan. Naila seringkali
mengikuti konferensi baik di dalam dan luar negeri, salah
satunya Harm Reduction International di Montreal,
Sumber: jakartaglobe.id
Gambar 8. Kerri Na Basaria
68
Canada. Pada tahun 2015 ia memenangkan JusticeMaker
fellowship dari International Bridges to Justice
.
3. Anindiya “Vivi” Restuviani sebagai Partnership
Coordinator
Anindiya Restuviani atau yang akrab disapa Vivi
merupaka seorang lulusan jurusan Hukum di Universitas
Diponegoro. Vivi telah meraih banyak penghargaan dan
pencapaian seperti menjadi member United Nations
Populations and Fund (UNFPA) Indonesia’s Youth
Advisory Panel dan kepala penyelanggara Feminist
Festival pada tahun 2017
.
Sumber: jakartaglobe.id
Gambar 9. Naila Rizqi Zakiah
Sumber: femfest.id
Gambar 10. Anindiya “Vivi” Restuviani
69
4. Emily Lawsen sebagai Events Coordinator
Sebelum menjadi bagian dari penyelenggara Women’s
March Jakarta 2018, Emily Lawsen merupakan salah satu
komite di Feminist Festival.
5. Kate Walton sebagai Media Coordinator
Kate Walton merupakan seorang warga negara
Australia yang sudah tinggal di Indonesia sejak tahun 2011.
Selain sebagai media coordinator di Women’s March
Jakarta, ia juga menjadi media coordinator di Feminits
Festival. Pada tahun 2014 ia membuat sebuah grup di
Facebook dengan nama Jakarta Feminist Discussion
Group setelah beberapa kali ia mengalami pelecehan
seksual di jalan dan di tempat kerja.
Sumber: jakartaglobe.id
Gambar 11. Emily Lawsen
Sumber: abc.net.au
Gambar 12. Kate Walton
70
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Pembahasan mengenai gender dan segala bentuk
ketidakadilannya tidak pernah berhenti. Tidak hanya satu ataupun
dua kali gerakan yang menuntut keadilan gender digelar, baik di
Indonesia maupun di belahan dunia lain. Pada tahun 2016,
terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat yang
ke-45 rupanya tidak hanya menimbulkan kekecawaan namun juga
menimbulkan protes besar-besaran. Sosok Donald Trump yang
dianggap seksis, rasis dan narsisitik dinilai tidak pantas menjadi
presiden di negara adidaya tersebut. Janji-janji Trump selama
kampanye pun meresahkan banyak kelompok, terutama kaum
perempuan. Hal inilah yang kemudian memicu perempuan-
perempuan di Amerika Serikat untuk membentuk sebuah gerakan
sebagai bentuk protes dan menuntut keadilan dan perlindungan
terhadap kaum perempuan dan kaum minoritas lainnya.
Gerakan Women’s March Indonesia bukanlah gerakan
perempuan Indonesia yang pertama kali digelar. Gerakan
perempuan di Indonesia telah terjadi sejak tahun 1700-an ketika
Nyai Ageng Serang ikut melawan kolonial. Tahun 1800-an
Indonesia mempunyai pejuang perempuan dari Aceh, yaitu Cut
Nyak Dien dan Cut Mutia. Selanjutnya beberapa pejuang
perempuan di Indonesia yang tersohor adalah R.A Kartini dan
Dewi Sartika. Pada masa pasca Orde Baru, perempuan Indonesia
dari berbagai kalangan yang dipimpin oleh Saparinah Sadli beserta
Presiden BJ Habibie membentuk Komisi Nasional (Komnas)
71
Perempuan setelah meyakinkan Presiden bahwa peristiwa
pemerkosaan massal pada Mei 1998 benar-benar terjadi.
A. Analisis Wacana Norman Fairclough dalam Akun
Instagram Women’s March Indonesia
1. Analisis Level Teks
Pada analisis wacana kritis akun instagram Women’s March
Indonesia level teks, penulis menggunakan metode penelitian
semiotika Roland Barthes. Semiotika Roland Barthes
bertumpu pada tiga hal yaitu: denotasi, konotasi, dan mitos.
a. Unggahan pada Tanggal 25 Februari 2018
Makna Denotasi Pada unggahan pertama ini adalah foto
yang berisi tuntutan-tuntan yang diajukan
pada Women’s March Indonesia 2018.
Gambar 13. Unggahan Women’s March
Indonesia pada tanggal 25 Februari 2018
Sumber: Akun Instagram @womensmarchindo
72
Setiap tahunnya aksi Women’s March
Indonesia 2018 selalu menyusun 8 tuntutan
yang akan disuarakan yang sesuai dengan
tema aksi. Women’s March Indonesia 2018
mengusung tema kekerasan berbasis gender
dan tema ini dengan jelas terlihat dari 8
tuntutan-tuntutan ini.
Makna Konotasi Dalam unggahan ini mereka
menggunakan warna ungu dan toska. Warna
ini masing-masing ditunjukkan bagi para
penyintas kekerasan seksual. Warna ungu
melambangkan perdamaian, keberanian,
katahanan, kehormatan dan dedikasi unutk
mengakhiri kekerasan. Warna ini adalah
untuk penyintas kekerasan domestic yang
terluka secara fisik dan emosional. Warna
toska melambangkan ketenangan,
kedamaian dan harapan untuk masa depan
yang bebas dari kekerasan. Warna ini juga
ditunjukkan untuk penyintas kekerasan
seksual yang memiliki masa lalu yang
kelam. Dalam unggahan ini juga banyak
kata yang merupakan sinonim dan akronim.
Dalam poin pertama terdapat klausa
“melanggengkan kekerasan berbasis
gender”. Poin ini berarti penolakan
73
kebijakan yang membuat kekerasan berbasis
gender terus terjadi. Pada poin kedua
terdapat frasa “kelompok difabel”,
“kelompok minoritas gender dan seksual”,
dan “masyarakat adat”.
Kelompok difabel adalah orang-orang
yang memiliki perbedaan dengan orang
yang normal. Difabel sendiri merupakan
akronim dari different abilities people
(orang yang memiliki kemampuan yang
berbeda). Kata difabel merupakan bentuk
halus untuk orang yang cacat. Kelompok
pengguna istilah difabel memandang bahwa
penggunaan istilah penyandang
disabilitas yang mengadopsi kata disability
tetap membawa unsur dis dalam
kata disabilitas yang identik dengan makna
negatif, ketidakmampuan dan kegagalan.
Kelompok minoritas gender dan seksual
yang dimaksud dalam poin kedua
merupakan kelompok LGBT. Masyarakat
adat adalah masyarakat yang sudah ada di
bumi Indonesia bahkan sebelum masa
penjajahan. Masyarakat adat disebut juga
sebagai indigenous people. Dalam poin 7
juga terdapat kata transpuan. Transpuan
74
adalah akronim dari transgender-
perempuan.
Mitos Pribahasa “Dapur, Sumur, Kasur”
masih melekat pada kaum perempuan.
Perempuan dianggap hanya bisa
mengerjakan pekerjaan domestic. Bahkan
ada juga yang beranggapan bahwa otak
perempuan lebih kecil daripada laki-laki
sehingga kemampuan berfikir perempuan
lebih kecil daripada laki-laki.
Stigma negatif yang melekat pada
perempuan tidak hanya itu saja. Perempuan
yang pulang tengah malam atau merokok,
dilabeli sebagai perempuan nakal.
Perempuan yang tidak memasak dilabeli
sebagai perempuan yang tidak pantas
menjadi istri.
75
b. Unggahan pada Tanggal 04 Maret 2018
Makna Denotasi Pada unggahan ini terdapat ibu-ibu dan
anak-anak yang memegang poster yang
bertuliskan “Berikan Pembela Keadilan bagi
Pahlawan Devisa Negara”. Foto ini diambil
dari aksi Women’s March Indonesia 2018
yang digelar di Sumba, Sumatera Selatan.
Makna Konotasi Kata yang paling menonjol dalam poster
ini adalah “pahlawan visa negara”.
Pahlawan devisa negara merupakan julukan
untuk TKI (Tenaga Kerja Indonesia).
Dilansir dari detik.com, Deputi
Gambar 14. Unggahan Women’s March
Indonesia pada Tanggal 04 Maret 2018
Sumber: Akun Instagram @womensmarchindo
76
Perlindungan BNP2TKI Lisna Y. Poelongan
mengungkapkan jasa pengiriman uang alias
remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
menyumbang 10% nilai APBN69. TKI
menduduki peringkat kedua setelah
pendapatan dari sektor migas.
Dilansir dari idntimes.com, Sekretaris
Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI)
Savitri Wisnuwardhani mengatakan
setidaknya ada 4.475 kasus kekerasan
terhadap buruh migran sepanjang 2017, dan
kasus kematian terbanyak terdapat di Arab
Saudi, Malaysia dan Taiwan70.
Mitos Buruh migran atau pekerja migran atau
yang lebih dikenal dengan TKI atau TKW
sering diucapkan dengan konotasi yang
negatif. Para buruh migran dianggap tidak
mempunyai pendidikan tinggi terutama jika
mereka bekerja sebagai pengasuh atau
pekerja rumah tangga.
69 https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2038367/ini-dia-mengapa-
tki-disebut-pahlawan-devisa-negara. Diakses pada tanggal 23 September 2018
pukul 21:30 70 https://www.idntimes.com/news/indonesia/indianamalia/jaringan-buruh-
migran-217-tki-meninggal-sepanjang-1/full. Diakses pada tanggal 23
September 2018 pukul 22:05
77
c. Unggahan pada Tanggal 08 Maret 2018
Makna Denotasi Pada unggahan ini terdapat seorang
perempuan yang memegang dua poster.
Poster pertama bertuliskan “Cadar gue
bukan urusan loe” dan terdapat gambar
perempuan bercadar dibawahnya. Poster
kedua bertuliskan “Berjilbab atau tidak,
setiap perempuan berhak bebas
berekspresi”. Foto ini diambil pada aksi
Women’s March Indonesia 2018 yang
digelar di Jakarta.
Gambar 15. Unggahan Women’s March
Indonesia pada Tanggal 08 Maret 2018
Sumber: Akun Instagram @womensmarchindo
78
Makna Konotasi Terdapat perbedaan penggunaan bahasa
pada kedua poster diatas. Poster pertama
menggunakan bahasa yang tidak formal,
ditandai dengan penggunaan kata “gue” dan
“loe” sementara poster kedua menggunakan
bahasa yang formal.
Pada 20 Februari 2018, Rektor UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yudian
Wahyudi, dalam surat edarannya melarang
mahasiswinya menggunakan cadar.
Menurutnya pelarangan ini sebagai
pencegahan radikalisme, dan penggunaan
cadar tidak sesuai dengan ajaran islam dan
melawan Pancasila. Pelarangan ini
menimbulkan banyak protes.
Mitos Penggunaan cadar masih menimbulkan
pro-kontra. Perempuan yang bercadar sering
diidentikkan dengan kelompok teroris dan
seringkali dituduh mengikuti aliran agama
yang radikal.
Ketika seorang perempuan
menggunakan jilbab, maka ia dilabeli
sebagai perempuan muslim yang taat.
Namun banyak yang beranggapan bahwa
pemakaian jilbab membuat gerak-gerik
seseorang menjadi terbatas, sehingga tidak
79
jarang mereka dipandang sebelah mata dan
dianggap tidak pantas melakukan pekerjaan
dan kegiatan-kegiatan tertentu.
2. Analisis Praktik Wacana
Sebelum sebuah teks terbentuk, terdapat sebuah proses
bagaimana teks tersebut dapat dibuat. Women’s March
Indonesia melibatkan organisasi-organisasi dan kelompok-
kelompok yang bekerja sama dengan mereka dalam
memproduksi teks, terutama ketika merumuskan tuntutan-
tuntutan dalam aksi Women’s March Indonesia 2018.
Organisasi-organisasi yang bekerja sama dan menjadi
sponsor dalam aksi Women’s March Indonesia 2018 adalah
YLBH APIK Jakarta, Kinosaurus, Lentera Sintas Indonesia,
Hollaback!, PKNI, PPSW, Perkumpulan Lembaga Bantuan
Hukum Masyarakat, Kalyanamitra, CISDI, Jakarta Feminist
Discussion Group, Bites, INFID, Arus Pelangi, JLPRT,
ASPPUK, KAPAL, OPS, AMAN Indonesia, Rumah Faye,
AHF Indonesia, IAC, WALHI, Jurnal Perempuan, TURC,
Migrant Care, PEKKA, 2MADISON dan Komnas Perempuan.
Tujuan dari terlibatnya organisasi-organisasi di atas adalah
agar dalam aksi Women’s March Indonesia, mereka punya
tujuan dan harapan. Sebagai katalisator berbagai macam
organisasi dan komunitas, Women’s March Indonesia ingin
aksi ini memberikan harapan bagi mereka dan mengawali
80
kampanye-kampanyenya. Dalam diskusinya, buruh migran
dan pekerja rumah tangga sangat aktif
Dalam merumuskan teks-teks ini mereka terlebih dulu
melihat keadaan di Indonesia. Setelah melewati diskusi yang
sangat panjang, akhirnya mereka memutuskan untuk
mengambil tema kekerasan berbasis gender dengan perhatian
utamanya adalah penolakan pengesahan RKHUP terutama
pasal zina (pasal 484 dan 488), karena berpotensi untuk
mengkriminalisasikan anak, perempuan dan kaum minoritas,
pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan RUU
Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Tema ini dipilih karena Women’s March Indonesia ingin
mengambil tema yang sangat luas, yang dapat merangkul
organisasi, kelompok dan komunitas sebanyak mungkin dan
melibatkan gerakan yang sangat luas pula. Tema kekerasan
berbasis gender ini mencakup kekerasan gender di berbagai
sektor, termasuk pendidikan, domestik, tempat kerja, ruang
publik, bahkan di bidang kesehatan. Dalam latar belakang
terbitnya Rekomendasi Umum No. 19 tentang Kekerasan
terhadap Perempuan, dinyatakan bahwa kekerasan berbasis
gender adalah suatu bentuk diskriminasi yang secara serius
menghalangi kesempatan perempuan untuk menikmati hak dan
kebebasannya atas dasar persamaan antara laki-laki dan
81
perempuan71. Dalam pasal 1 Konvensi Wina tahun 1993
dinyatakan pula bahwa kekerasan berbasis gender termasuk
diskriminasi atau hal-hal yang memberi akibat pada
perempuan secara tidak proporsional. Hal-hal tersebut
termasuk pula tindakan-tindakan yang mengakibatkan
kerugian dan penderitaan fisik, mental dan seksual atau
ancaman-ancaman seperti itu, paksaan dan perampasan
kebebasan lainnya.
Dalam penyebaran unggahannya, Women’s March
Indonesia menggunakan media sosial yaitu Instagram, yang
kemudian dihubungkan dengan media sosial lain, yaitu
Facebook dan Twitter. Women’s March Indonesia
menggunakan sosial media, terutama Instagram untuk
mengenalkan dan menjaring animo awal masyarakat. Women’s
March Indonesia juga mendesain beranda akun Instagramnya
dengan desain yang rapi dan menarik, karena memang target
utama mereka adalah siswa SMA dan mahasiswa.
“Sosial media lumayan membentu untuk menjaring
animo awal, karena sebenarnya kita mau menargetkan ke
universitas dan SMA, Cuma kita gak punya sumber daya
yang cukup untuk ke masing-masing tempat ini. Jadi paling
enggak kalau dengan sosial media itu bisa jadi pemantik
awal supaya nanti, kalau dalam kasus ini, kota-kota lain
mau bikin Women’s March, atau ada anak yang mau
promosiin di kampusnya, dari situ kita bisa gerak dengan
lebih efektif dibandingkan dengan nyasar hal-hal yang
71 Achie Sudiarti Luhulima, Bahan Ajar tentang Hak Perempuan: UU No. 7
Tahun 1984: Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Wanita (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2007), h.147
82
belum tau, kayak kampus mana yang minat, atau gimana,
soalnya, lagi-lagi, kita masih baru, jadi kita gak tau betul
wilayah mainnya dimana. Jadi kalau misalnya dengan
sosial media, kita bisa sebar dulu, kita liat mana yang
ketangkep”72
Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa Women’s March
Indonesia menggunakan Instagram untuk memberikan
informasi dan sebagai jaringan untuk mengumpulkan
khalayak. Dengan terkumpulnya sekitar 4500 orang di seluruh
Indonesia dalam aksinya, penggunaan Instagram untuk
menjaring dan mengumpulkan minat masyarakat dirasa sudah
berhasil.
Jika sebagian besar media sosial sebuah organisasi
dipegang oleh seorang admin, atau bahkan mempunyai divisi
khusus, Women’s March Indonesia tidak menggunakan
keduanya. Perekrutan panitia atau orang yang menjadi bagian
dari penyelenggaraan aksi ini dengan menggunakan sistem
relawan. Mereka akan merekrut relawan untuk setiap acaranya.
Orang yang menjalankan media sosial, termasuk akun
Instagram Women’s March Indonesia, adalah dari relawan.
Skolastika mengatakan bahwa untuk tahun depan Women’s
March Indonesia berencana merekrut relawan dengan
komitmen satu tahun.
Dalam konsumsinya, unggahan di Instagram Women’s
March Indonesia tidak sedikit mendapat kritik. Banyak pihak
72 Wawancara pribadi dengan Sekretaris Women’s March Jakarta 2018,
Skolastika Lupitawina, Jakarta, 24 Juni 2018
83
yang tidak setuju dengan tuntutannya, poster para pesertanya
atau bahkan dengan gerakannya itu sendiri. Selain
ketidaksetujuan dengan kontennya, banyak juga yang mengira
bahwa Women’s March Indonesia merupakan gerakan yang
eksklusif, hanya untuk kalangan terpelajar dan kelompok atau
komunitas tertentu. Isu eksklusivitas ini muncul ketika poster-
poster dan tuntutan-tuntutan yang ditampilkan dan diunggah
sebagian besar menggunakan bahasa inggris, dan juga tokoh-
tokoh yang hadir pun bukan tokoh-tokoh yang dikenal atau
sering berlalu-lalang di media mainstream.
“Ada yang bilang ‘more leftist thinking, more of the
intellect’ terutama di Indonesia ‘the more educated you are
or the more potentially open-minded you are, oh you’re
whitewhased!’ yang biasanya di asosiasikan karena pernah
sekolah di luar.
Kalo ngeliat movement kita, it transcends socio-
economic backgrounds, malah menurut saya Women’s
March, memberikan platform, bukan hanya untuk aktivis
yang sudah berada disitu bertahun-tahun, tapi untuk semua
orang yang tertarik dan tergerak untuk mengusung isu
perempuan, wherever they’re from”73
Selain karena alasan-alasan di atas, isu eksklusivitas ini
muncul karena kurangnya pemberitaan mengenai Women’s
March Indonesia di media massa. Banyak stigma-stigma
negatif mengenai Women’s March Indonesia di masyarakat,
73 Wawancara Lead Organizer Women’s March Jakarta 2018, Kerri Na Basaria
dengan March News dalam “Women's March 2018: Jari Tengah untuk
Patriarki” Youtube. Youtube, 17 Maret 2018. Web. Diakses pada 02 September
2018. https://www.youtube.com/watch?v=6fQ4Bsf6wXU.
84
terutama yang berkaitan dengan agama. Tidak sedikit yang
mengira bahwa aksi ini merupakan aksi untuk mendukung
LGBT atau peserta yang mengikuti aksi ini sebagai muslim
liberal.
“Saya kan ikut Women’s March, dari beberapa keluarga
dan teman saya mengutuk aksi ini, karena ya itu balik lagi
ke media, media itu memberitakannya, misalnya, kan
banyak yang ngangkat soal bawa-bawa hijab, nah banyak
temen-temen saya yang protes soal itu. Jadi tuh media
cuma nge-up yang sensitif, nah yang tentang kejahatan
seksual kurang di blow-up padahal ini yang pentingnya,
tapi ini kurang nyampe ke masyarakat. Kemaren saya ikut
aksi, saya paham kondisi disana, saya paham mereka itu
gak terlalu seperti yang media beritakan, tapi yang kesan
nyampe ke temen-temen dan yang sekeliling saya tuh
bener-bener yang, aksi protes aturan agama islam, jatohnya
bawa-bawa agama lagi sih. Padahal waktu acara tuh
enggak. Cuma kayak niatnya tuh bukan itu, tapi yang
nyampe ke masyarakat tuh beda”74
Berbagai macam kritik tidak hanya ditujukan kepada
Women’s March Indonesia, namun juga kepada tokoh-tokoh
yang mengikuti aksi ini, salah satunya adalah Hanna Al-
Rasyid. Unggahannya mengenai Women’s March Indonesia di
akunnya dibanjiri oleh protes dan kritik, terutama unggahan
dengan poster mengenai hijab. Karena banyaknya komentar-
komentar negatif, hingga pada akhirnya Hanna menghapus
unggahannya tersebut.
74 Wawancara pribadi dengan salah satu peserta Women’s March Jakarta
2018, Tamya Dwi Aditamma, Ciputat, 07 Agustus 2018
85
3. Analisis Sosial Budaya
a. Situasional
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KHUP)
merupakan kitab yang mengatur hukum pidana di
Indonesia. Kitab ini bersumber dari hukum kolonial
Belanda, Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie
1918 dan disahkan dalam Undang-Undang Nomor 73
Tahun 1958. KHUP terdiri dari 569 pasal, yang terbagi
menjadi Buku I tentang Aturan Umum (pasal 1 – pasal
103), Buku II tentang Kejahatan (pasal 104 – pasal 488),
dan Buku III tentang Pelanggaran (pasal 489 – pasal 569).
Pada tahun 2005 Institute for Criminal Justice Reform
(ICJR) membentuk Aliansi Reformasi KHUP. Tujuan
reformasi KHUP ini adalah untuk menghapus hukum yang
dianggap sebagai peninggalan Belanda yang masih
menganut sudut pandang kolonial, dimana Wetboek van
Strafrecht voor Nederlandsch-Indie ini merupakan
penyatuan hukum pidana yang sebelumnya dibedakan
berdasarkan golongan, yaitu Eropa atau Indonesia/Timur
Asing.75
Upaya reformasi KHUP ternyata sudah dilakukan
sebelum dibentuknya Aliansi Reformasi KHUP. Sejak
tahun 1960-an upaya mengubah KHUP sudah dilakukan.
pada tahun 1981 dibentuk Tim Pengkajian untuk
75 https://nasional.kompas.com/jeo/kronik-kuhp-seabad-di-bawah-bayang-
hukum-kolonial. Diakses pada tanggal 17 September 2018 pukul 23:15
86
melakukan pembaruan KHUP. Pada tahun 1993 Tim
Pengkajian berhasil menghasilkan Rancangan RKHUP.
RKHUP ini kemudian beralih kendali dari Menteri
Kehakiman Ismail Saleh ke Menteri Kehakiman Oetojo
Oesman. Proses pembahasan RKHUP terus berlanjut
hingga pada tahun 2004, pada era Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia, Hamid Awaluddin, diajukan sebagai
RUU.76
Perjalanan panjang RKHUP ini tidak serta membuat
pasal-pasal di dalamnya memenuhi tujuan awal, yaitu
penghapusan pengaruh kolonila dalam hukum pidana
Indonesia. Banyak pro dan kontra mengelilingi pengajuan
pengesahan RKHUP ini. Beberapa pasal yang dianggap
“ngawur” adalah pasal mengenai penghinaan terhadap
Presiden dan Wakil Presiden yang dianggap rentan
dimanipulasi, pasal zina yang dianggap terlalu menjerat
ranah privat dan rawan menjerat kelompok rentan dan juga
terdapat pasal-pasal yang dianggap dapat
mengkriminalisasikan dan mengancam kemerdekaan pers.
Selain pasal-pasal di atas, terdapat pasal-pasal yang
juga dianggap rentan menjerat dan merugikan kaum
perempuan dan kelompok rentan lainnya. Pasal 481, 483
dan 489 mengenai Kesehatan Reproduksi, pasal ini bisa
memidanakan orang yang peduli dengan bahaya penyakit
76 https://nasional.kompas.com/jeo/kronik-kuhp-seabad-di-bawah-bayang-
hukum-kolonial. Diakses pada tanggal 17 September 2018 pukul 23:20
87
menular seksual. Pasal ini juga bias berpotensi
meningkatkan penyebaran penyakit seks menular
(HIV/AIDS) semakin luas. Pasal 490 dan 496 mengenai
Pencabulan Anak, pasal ini dapat meningkatkan nikah
muda. Adanya istilah “anak yang belum kawin” dan “anak
yang berkelakuan baik” yang kemudian hanya anak-anak
dengan kategori tersebut yang dilindungi dan tidak adanya
penjelasan apa saja kategori “anak berkelakuan baik”.
Pasal 484 dan 488 mengenai zina, berpotensi menjerat
pasangan yang menikah dan tidak memiliki dokumen yang
sah. Dilansir dari tirto.id, berdasarkan data Pusat Kajian
Perlindungan Anak/Puskapa UI, sensus di 111 desa adat di
di Indonsia, yang mempunyai buku nikah tidak mencapai
angka 50%, karena banyak yang menikah dengan
melakukan nikah adat. Pasal ini juga bisa memidanakan
korban-korban pemerkosaan jika pelaku mengklaim
hubungan yang mereka lakukan atas dasar suka sama suka.
Banyaknya pasal-pasal “ngawur” di dalam RKHUP
kemudian mendesak Women’s March Indonesia 2018
untuk mengangkat tema kekerasan berbasis gender dengan
salah satu fokus utama adalah penolakan pengesahan
RKHUP.
“salah satu poin RKHUP itu kan mau membatasi
pendidikan seks ke lembaga yang ditunjuk pemerintah,
wah itu gawat sekali, kita juga dapat informasi
darimana? Petugas yang berwenang juga kalau tidak
punya perspektif feminisme misalnya, pada akhirnya
kalau udah melakukan hubungan seks sebelum nikah
88
tidak akan mendapat pertolongan apa-apa dan itu
sebenarnya gak membantu siapapun”77
Tema kekerasan berbasis gender dalam aksi Women’s
March Indonesia 2018 juga dipilih karena banyaknya
kekerasan berbasis gender, baik perempuan maupun
kelompok minoritas lainnya. Bentuk kekerasan ini tidak
hanya berupa fisik, namun juga adanya marginalisasi,
subordinasi, ataupun pelabelan stereotip. Mariana
Amirudin, commissioner Komnas Perempuan, pada
konferensi pers Women’s March Indonesia 2018, 01 Maret
2018 mengatakan bahwa impelementasi perlindungan
terhadap perempuan sudah sangat memprihatinkan.
Berdasarkan data Never Okay Project yang dilihat dari
laporan World Bank dalam Woman, Business, and The Law
tahun 2018, 10 dari 11 negara di Asia Tenggara sudah
memiliki Undang-Undang atau ketentuan yang secara
spesifik mengatur tentang pelecehan seksual. Satu negara
yang belum memiliki ketentuan ini adalah Indonesia.
Selain itu, 8 dari 11 negara di Asia Tenggara sudah
memiliki Undang-Undang atau ketentuan yang secara
spesifik mengatur tentang pelecehan seksual yang terjadi di
tempat kerja atau dalam pekerjaan. Tiga negara yang belum
memiliki ketentuan ini adalah Indonesia, Brunei
Darussalam, dan Myanmar.
77 Wawancara pribadi dengan Sekretaris Women’s March Jakarta 2018,
Skolastika Lupitawina, Jakarta, 24 Juni 2018
89
Selain tema kekerasan berbasis gender, salah satu topic
yang banyak menarik perhatian adalah mengenai
kebebasan berekspresi perempuan. Banyaknya tuntutan-
tuntutan berupa poster yang berisi tuntutan agar perempuan
berhak untuk berekpresi. Pada 20 Februari 2018, Rektor
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yudian Wahyudi, dalam
surat edarannya melarang mahasiswinya menggunakan
cadar. Menurutnya pelarangan ini sebagai pencegahan
radikalisme, dan penggunaan cadar tidak sesuai dengan
ajaran islam dan melawan Pancasila. Pelarangan ini
menimbulkan banyak protes. Indonesia merupakan negara
demokrasi yang seharusnya melindungi hak kebebasan
berekpresi warga negaranya, termasuk penggunaan cadar
sebagai bentuk kebebasan berekspresi.
Selain penggunaan cadar, masyarakat Indonesia juga
banyak berkomentar mengenai cara seseorang berpakaian.
Jika seorang perempuan berpakaian yang cukup terbuka,
maka akan disebut kebarat-baratan, jika seorang
perempuan berpakaian menutupi seluruh badan, hingga
memakai cadar, banyak yang beranggapan bahwa ia
menganut aliran yang radikal. Pelabelan stereotip kepada
perempuan berdasarkan cara berpakaian sangat
meresahkan kaum perempuan, sehingga banyak yang
menuntut hak kebebasan berekspresi.
b. Institusional
90
Seperti yang telah disebutkan pada subbab sebelumnya,
bahwa dalam perumusan teks pada aksi Women’s March
Indonesia 2018 dan unggahaanya di Instagram melibatkan
beberapa organisasi, kelompok dan komunitas. Dalam 8
tuntutan Women’s March Indonesia 2018 aktif mengikuti
rapat dan diskusi.
“kelompok buruh terutama pekerja rumah tangga
itu sangat aktif dalam rapat, makanya tuntutan
mengenai tuntutan pekerja rumah tangga dan pekerja
domestik itu sangat jelas, itu karena teman-teman dari
JLPRT dan Buruh Migran juga, itu sangat-sangat
terlibat dalam rapat-rapat kita.”78
Selain JLPRT dan Buruh Migran, komunitas seperti
Arus Pelangi ternyata berhasil meyakinkan panitia
Women’s March Indonesia 2018 untuk mencantumkan
kelompok LGBT dalam tuntutannya. Sebelumnya
penyelenggara memiliki keraguan karena takut akan
mendapat kecaman. Namun ketika aksi berjalan, kecaman
terhadap kelompok LGBT lebih sedikit dibandingkan
kecaman mengenai aurat perempuan.
Selain dari organisasi-organisasi yang terlibat, berbagai
wacana dari aksi Women’s March Indonesia 2018 juga
melibatkan aktivis-aktivis senior. Namun keterlibatan
aktivis beda generasi tidak jarang memunculkan
perdebatan. Anggapan bahwa aktivis muda tidak
mempunyai kemampuan yang cukup baik ketika akan
78 Wawancara pribadi dengan Sekretaris Women’s March Jakarta 2018,
Skolastika Lupitawina, Jakarta, 24 Juni 2018
91
mengadakan aksi ini ternyata muncul. Jakarta Feminist
Discussion Group (JFDG) sebagai inisiator aksi Women’s
March Indonesia 2018 menemukan keseulitan ketika harus
mengajak organisasi, kelompok dan komunitas lainnya
untuk bergabung dan bekerja sama. Aktivis senior juga
mempunyai anggapan bahwa aktivis-aktivis muda ini
hanya sebagai feminis urban, yang tidak tahu persoalan
mana yang penting.
“menurutku dalam pengurusannya ada unsur
politik, bukan politik partai, tapi politik antar generasi
dan antarkelompok. Jadi karena kita ini anak muda,
diliat oleh beberapa aktivis senior sebagi orang yang
belum begitu punya pengalaman dan belum tau apa-
apa, jadi ada beberapa kelompok yang tidak mau
terlibat dengan kita dalam Women’s March atau dalam
bentuk apapun, karena mereka merasa mereka yang
paling bener, mereka yang paling tau apa yang harus
dilakukan dan mereka sudah lama punya kegiatan
untuk hari perempuan sedunia dan segala macem”79
Pada diskusi Feminisme dan Reformasi yang diadakan
oleh JFDG, para narasumber yang juga aktivis senior yang
hadir seperti Nursyahbani Katjasungkana, Ita F. Nadia, Tati
Krisnawaty dan Ruth Indiah Rahayu mengajak dan
menyerukan kepada aktivis muda agar lebih giat lagi
mengangkat masalah dan posisi perempuan serta
mendobrak patriarki.
c. Sosial
79 Wawancara pribadi dengan Media Coordinator Women’s March Jakarta
2018, Kate Walton, Jakarta, 24 Juni 2018
92
Hak asasi perempuan adalah Hak Asasi Manusia.
Indonesia sudah menjalani perjalanan panjang dalam isu
kesetaraan perempuan. Hampir semua Presiden Indonesia
membuat kebijakan atau peraturan yang pro-perempuan.
Presiden Habibie membentuk Komisi Nasional (Komnas)
Perempuan pada tahun 1998, Presiden Abdurrahman
Wahid memelopori terbitnya Inpres (Instruksi Presiden)
No. 9 tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gender,
Presiden Megawati mengesahkan UU No. 23 tahun 2004
tentang PKDRT (Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga) dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 2012
tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.
Rupanya seperangkat peraturan dan kebijakan
pemerintah ini tidak membuat perempuan merasa aman
dan terbebas dari tindak diskriminasi, termasuk kekerasan.
Contohnya, adanya UU PKDRT ternyata tidak mengurangi
angka kasus kekerasan rumah tangga di Indonesia.
Menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas
Perempuan pada 07 Maret 2018, terdapat 348.446 kasus
kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan
ditangani selama tahun 201780. Hasil survey dari BPS
(Badan Pusat Statistik) tahun 2017 menunjukkan bahwa 1
dari 3 perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan.
80https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/SIARAN%20PERS
%202018/Lembar%20Fakta%20Catahu%207%20Maret%202018.pdf. Diakses
pada 16 September 2018 pukul 20:05
93
Proses hukum terhadap kasus kekerasan inipun tidak
mudah.
“Tahun 2017 sekitar 30-an yang sampai ke
pengadilan. Kendalanya kalau bentuknya kekerasan
(KDRT), bentuknya sudah fikis, psikis, seksual,
penelantaran rumah tangga. Bagi perempuan korban,
unutuk melangkah ke kepolisian, melapor, itu tidak
mudah. Ada beberapa yang melapor hanya sebagai
shock terapi bagi pelaku, misalnya suaminya
dilaporkan nanti ada proses, paling tidak dipanggil.
Bagi dia suaminya dipanggil merupakan shock terapi
sehingga tidak mengulagi lagi. Ada juga kendalanya di
dalam proses pembuktian. Meski UU PKDRT
(katakanlah khusus KDRT) sudah memberi kemudahan
dalam proses pembuktiannya, misalnya keterangan
satu orang korban sudah cukup apabila disertai dengan
alat bukti lain, dalam prakteknya jaksa atau penuntut
umum mengharuskan min 2 saksi.”81
Lalu mengapa serangkaian kebijakan, peraturan dan
undang-undang tersebut tidak memberi perubahan yang
signifikan terhadap isu kesetaraan perempuan di
Indonesia? Kekerasan merupakan salah satu dari
manifestasi ketidaksetaraan gender. Sylvia Walby dalam
Theorizing Patriarchy (2014) mengungkapkan bahwa
kekerasan laki-laki mempunyai asal-usul dalam struktur
sosial. Laki-laki menggunakan kekerasan untuk menguasai
perempuan. kekerasan laki-laki mempunyai bentuk sosial
reguler dan mempunyai konsekuensi bagi tindakan-
81 Wawancara representatif LBH APIK, Asnifriyanti Damanik dengan March
News dalam “Women's March 2018: Jari Tengah untuk Patriarki” Youtube.
Youtube, 17 Maret 2018. Web. Diakses pada 02 September 2018.
https://www.youtube.com/watch?v=6fQ4Bsf6wXU.
94
tindakan perempuan, sebagai akibat dari harapan akan
kebaikan perempuan dalam rutinitas keseharian82.
Manshour Fakih juga mengatakan bahwa kekerasan
terhadap perempuan terjadi karena adanya stereotype
gender.
Banyak terjadinya pemerkosaan bukan karena
kecantikan, namun karena adanya kekuasaan stereotype
gender. Adanya konsep relasi kuasa yang menyebabkan
ketimpangan gender dapat dijelaskan dengan konsep
patriarki. Menurut Charles E. Bressler patriarki adalah
sebuah system sosial yang menempatkan laki-laki sebagai
sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial.
Seorang ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-
anak dan harta benda. Secara tersirat, system ini
melembagakan pemerintah dan hak istimewa laki-laki dan
subordinasi perempuan.83.
Judith Bennett dalam History Matters menuliskan
bahwa patriarki merupakan “problem utama” dalam
sejarah perempuan dan bahkan merupakan problem
terbesar dalam sejarah manusia. Ia ia juga menyatakan
bagaimana sesungguhnya, meskipun telah banyak
82 http://matatimoer.or.id/2016/04/05/patriarki-masyarakat-budaya-dan-negara-
dalam-kuasa-lelaki/#_ftn4. Diakses pada 16 September 2018 pukul 21:35 83 Nanang Hasan Susanto, “Tantangan Mewujudkan Kesetaraan Gender dalam
Budaya Patriarki”, Jurnal MUWAZZAH Volume 7, Nomor 2, Desember 2015,
h.122
95
perjuangan kesetaraan, tetapi patriarki masih tumbuh besar,
segar, pesat dan subur sebagai anakronisme baru abad ini84
Budaya patriarki memang sangat kental dan terasa di
Indonesia. Istilah “dapur, kasur, sumur” yang disematkan
pada kaum perempuan masih terdengar hingga sekarang.
Perempuan seringkali dikaitkan dengan peran domestic
(rumah tangga). Perempuan dianggap sebagai makhluk
yang lemah bahkan tidak berakal. Masih banyak keluarga
di Indonesia yang masih mengutamakan anak laki-lakinya
untuk mendapatkan pendidikan dibandingkan anak
perempuan. Pada tahun 2017 data BPS, Pusat Data dan
Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayakan
(Kemendikbud) menyatakan bahwa sebanyak 2,07 persen
atau sekitar 3,4 juta penduduk di Indonesia masih buta
huruf dan 2,3 juta diantaranya adalah perempuan85.
Beberapa keluarga bahkan rela menikahkan anaknya pada
usia yang masih sangat muda agar tidak menjadi beban
keluarga.
Berdasarkan laporan UNICEF dan BPS pada tahun
2016 pernikahan anak di Indonesia menduduki peringkat
ketujuh di dunia dan kedua di Asia Tenggara, dibawah
Kamboja. Tingginya angka pernikahan di Indonesia
84 Dewi Candraningrum. (2014, Desember 30) Jurnal Perempuan Online.
Retrieved from Karier Patriarki: https://www.jurnalperempuan.org/blog/dewi-
candraningrum-karier-patriarki. Diakses pada 16 September 2018 pukul 21:58 85 https://nasional.tempo.co/read/906771/23-juta-perempuan-indonesia-masih-
buta-huruf. Diakses pada 16 September 2018 pukul 22:17
96
semakin mulus terjadi salah satunya karena adanya
ketidakselarasan Undang-Undang di Indonesia. Pada UU
No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, batas minimal umur
untuk menikah bagi perempuan adalah 16 tahun,
sedangkan dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, seorang anak baru dianggap dewasa
setelah mencapai umur 18 tahun.
Undang-undang mengenai perkawinan dianggap sudah
tidak lagi relevan. Pada tahun 2002, Khofifah Indar
Parawansa yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sempat
mengajukan revisi untuk undang-undang ini, agar batas
minimal umur menikah bagi perempuan dinaikkan menjadi
18 tahun. Namun upaya beliau gagal.
Salah satu tuntutan yang paling banyak dan paling
lantang diteriakkan dalam gerakan Women’s March
Indonesia 2018 adalah penghapusan budaya patriarki.
Budaya patriarki memosisikan laki-laki sebagai pihak yang
kuat, gagah dan berkuasa sehingga dapat melakukan
apapun terhadap perempuan. Budaya ini juga memberikan
konstruksi dan pola pikir yang menyatakan bahwa laki-laki
berkaitan erat dengan ego maskulinitas dan feminitas
diabaikan dan dianggap sebagai sesuatu yang lemah86.
86 Ade Irma Sakina dan Dessy Hasanah Siti A.”MENYOROTI BUDAYA
PATRIARKI DI INDONESIA”. Share Social Work Journal Vol.7 No. 1, h.74
97
Budaya patriarki banyak membuat kaum perempuan
tertindas, dalam berbagai aspek. Perempuan seringkali
hanya dianggap sebagai objek. Tidak jarang seorang
perempuan yang menjadi korban kekerasan justru
mengalami victim blaming, atau dijadikan sebagai sasaran
kesalahan. Ketika seorang perempuan menjadi seorang
korban, perempuan justru yang disalahkan. Perempuan
dianggap tidak bisa dianggap menjaga diri, berpakaian
yang mengundang hawa nafsu, keluar rumah larut malam
atau bahkan justifikasi yang menunjukkan bahwa laki-laki
tidak bersalah. Laki-laki memiliki libido yang lebih tinggi,
seringkali dijadikan alasan untuk membenarkan perilaku
kekerasan seksual terhadap perempuan.
Logika Victim Blaming yang seringkali terjadi di
Indonesia diperparah dengan adanya judul berita yang
cenderung ikut menyalahkan korban. Media massa sebagai
Gambar 16. Contoh judul berita yang cenderung melakukan
victim blaming
Sumber: Koleksi Pribadi
98
media yang mempunyai fungsi memberikan informasi dan
berita dapat memengaruhi pola pikir masyarakat.
B. Perbandingan Wacana Kesetaraan Gender dalam Akun
Instagram Women’s March Indonesia Dengan Konsep Gender
dalam Islam
Islam merupakan agama yang “rahmatan lil ‘alamiin”. Dalam
Islam manusia sama derajatnya dimata Tuhan, yang membedakan
antar manusia adalah taqwanya. Hal ini tercantum dalam Al-Quran
surat Al-Hujurat ayat 13
م اك ن ى ع ى وج ث ن ر وأ ن ذك م م اك ن ق ى نا خ ا الناس إ ي ه ا أ ي
م اك ق ت لىه أ د ا ن م ل ه رم ك ن أ إ وا ارف ع ت ل ل ائ ب ا وق وب ع ش
ري ب يم خ ى لىه ل ن ا إ
13. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Dalam gerakan Women’s March Indonesia 2018, manifestasi
ketidakadilan gender yang paling disorot adalah adanya kekerasan
berbasis gender. Seperti yang sudah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya, banyaknya kekerasan berbasis gender ini merupakan
akibat suburnya budaya patriarki di Indonesia.
99
Islam sebagai agama yang berkali-kali menyatakan kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan dalam Al-Quran, juga dianggap
sebagai agama yang turut menyuburkan budaya patriarki. Hal ini
dikarenakan adanya peraturan yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan, diantaranya adalah diperbolehkannya poligami,
pembagian harta waris dimana perempuan mendapatkan hak yang
lebih sedikit dari laki-laki dan perbedaan batas aurat antara laki-
laki dan perempuan. Anggapan ini juga diperkuat dengan
banyaknya orang yang menggunakan beberapa potongan ayat Al-
Quran sebagai dalil bahwa laki-laki lebih berkuasa daripada
perempuan, salah satunya adalah surat An-Nisa ayat 34 :
اء ى النس ى ون ل وام ال ق الرج
34. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita,
Padahal ayat diatas tidak berhenti sampai disitu, pada lanjutnya
ayatnya disebutkan bahwa
عض ى ب ى م ل ه ض ع ل الىه ب ض ا ف ب
“oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),”
“Jadi sama sebelum saya kuliah atau adik-adik saya
atau keponakan saya, dia akan mengartikan “arrijalu
qawwamuuna ‘alannisa” itu laki-laki wajib memimpin,
padahal di ayat setelah “bimaa fadhdhalallahu ba’dhohum
‘alaa ba’dh”, “ketika Allah melebihkan sebagian dari yang
lain” kata Ath-thobari berartikan ada orang yang tidak
dilebihkan. Tafsir-tasfir kayak gini gak ditengok kadang-
100
kadang, orang males, hanya mendengar lalu disiarkan
lagi.”87
Nasaruddin Umar mengatakan bahwa ayat ini tidak bermaksud
merendahkan kaum perempuan, namun boleh jadi ayat-ayat ini
merujuk pada fungsi dan peran sosial berdasarkan jenis kelamin
(gender roles) pada saat itu88. Hal ini kembali lagi pada topic
mengenai gender secara nature, perbedaan biologis yang tidak
dapat diubah dan gender secara nurture, perbedaan sebagai akibat
dari konstruksi sosial.
Salah satu spirit yang dibawa Islam pada awal kelahirannya
yaitu melakukan perbandingan posisi dan kondisi perempuan pada
zaman sebelum dan sesudah Islam. Dalam melakukan proses
pembebasan manusia dari cengkraman teologi, mitos dan budaya,
khususnya bagi perempuan, Islam mempunyai caranya tersendiri,
yaitu disampaikan secara bertahap (al-tadrij fi fi al-tasyri’),
berangsur (takalilil al-taklif) dan tanpa memberatkan (a’dam al-
haraj). Pada masa jahiliyyah perempuan tidak mendapatkan harta
waris sama sekali, justru perempuan menjadi salah satu “benda”
yang diwariskan. Dalam upaya memosisikan perempuan agar
setara dengan laki-laki, Islam melakukannya dengan cara yang
berangsur-angsur, yaitu dengan memberikan perempuan setengah
dari harta waris yang diberikan kepada laki-laki.
“Selain solat, tentu saja soal waris, itu berbeda,
karena memang Nabi ditempatkan di tempat yang sangat
87 Wawancara pribadi dengan dosen bidang studi Al-Quran dan Tafsir serta
mitra AMAN Indonesia, Ala’i Nadjib pada Rabu, 29 Agustus 2018. 88 Nasaruddin Umar, Bias Jender dalam Penafsiran Kitab Suci, (Jakarta, PT.
Fikahati Aneska, 2000) h. 37.
101
patriarki, dan sudah mengangkat derajar perempuan. Itu
adil pada masanya.”89
Dalam aksi Women’s March Indonesia 2018, kebebasan
berekspresi menjadi salah satu topic yang banyak dibahas,
terutama kebebasan kaum perempuan dalam berpakaian,
menggunakan jilbab atau tidak, atau menggunakan cadar atau
tidak. Dalam Islam, baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan
untuk menutup aurat. Ayat Al-Quran yang membahas aurat dan
jilbab diantaranya adalah surat An-Nur ayat 31:
ن ظ ن ويف اره ص ب ن أ ن م ض ض غ ات ي ن ؤم م ى ل ل وق
ن رب ض ي ول ا ه ن ر م ه ا ظ ل م ن إ ه ت ن ين زي د ب ن و ل ي ه روج ف
وبن ي ى ج ى ن ل ره بم
31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya,
Banyak ulama yang mempunyai pandangan yang berbeda
dalam memaknai ayat ini. Perbedaan pendapat muncul di kalangan
ulama dalam memaknai kalimat illâ mâ zhahara minhâ [kecuali
apa yang nampak darinya (perhiasannya)] dalam ayat ini. Ulama-
ulam tersebut diantaranya Ibnu Umar, Ikrimah dan Atha’, Ibnu
Katsir dan Ibnu Mas’ud. Menurut al-Thabari, tafsiran yang paling
89 Wawancara pribadi dengan dosen bidang studi Al-Quran dan Tafsir serta
mitra AMAN Indonesia, Ala’i Nadjib pada Rabu, 29 Agustus 2018.
102
benar adalah pendapat ijma’ bahwa wajib bagi pria yang
menjalankan shalat untuk menutup semua bagian tubuh yang
disebut aurat, demikian pula bagi perempuan yang menjalankan
shalat, kecuali muka dan telapak tangannya. Jika telah ada
kesepakatan pendapat tentang itu, maka tak perlu diragukan lagi,
bahwa kaum perempuan tetap diperbolehkan membuka bagian
tubuhnya yang tidak termasuk aurat, karena tidak diharamkan.
Quraish Shihab berpendapat bahwa sangat penting untuk
menjadikan adat kebiasaan sebagai pertimbangan dalam penetapan
hukum, namun dengan catatan adat tersebut tidak lepas kendali
dari prinsip-prinsip ajaran agama serta norma-norma umum.
Karena itu ia sampai kepada pendapat bahwa pakaian adat atau
pakaian nasional yang biasa dipakai oleh putri-putri Indonesia
yang tidak mengenakan jilbab tidak dapat dikatakan sebagai telah
melanggar aturan agama90.
Selain perbedaan penafsiran ayat mengenai batas aurat,
perbedaan juga terdapat pada penafsiran ayat mengenai jilbab,
yaitu Al-Ahzab ayat 59
اء س ك ون ات ن ل لزواجك وب ا النب ق ي ه ا أ ي
ك ل ذ ن ه يب ب ل ن ج ن م ه ي ى ني ل ن د ني ي ن ؤم م ال
90 Chamim Thohari, “Konstruks Pemikiran Quraish Shihab tentang Hukum
Hijab”. Jurnal Salam Vol. 14 No. 1 Januari-Juni 2011, h. 78.
103
ور ا ف ان الىه غ وك ن ي ؤذ ل ي ن ف رف ع ن ي ن أ د أ
ا يم رح59. Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-
anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Al-Biqa’i menjelaskan beberapa pendapat seputar makna
jilbab. Diantaranya adalah baju yang longgar atau kerudung
penutup kepala wanita, atau pakaian yang menutupi baju dan
kerudung yang dipakainya, atau semua pakaian yang menutupi
badan wanita. Semua pendapat ini menurut ulama itu dapat
merupakan makna kata tersebut. Kalau yang dimaksud dengan
jilbab adalah baju, maka ia adalah pakaian yang menutupi tangan
dan kakinya. Kalau kerudung maka perintah mengulurkannya
adalah menutup wajah dan lehernya. Kalau maknanya pakaian
yang menutupi baju, maka perintah mengulurkannya adalah
membuatnya longgar sehingga menutupi semua badan dan
pakaian.
Menurut Quraish Shihab perintah tersebut hanya berlaku pada
zaman Nabi saw, dimana ketika itu ada perbudakan dan diperlukan
adanya pembeda antara mereka dan wanita-wanita merdeka, serta
bertujuan menghindarkan gangguan lelaki usil. Menurutnya,
sebelum turunnya ayat ini, cara berpakaian wanita merdeka atau
budak – yang baik-baik atau yang kurang sopan hampir dapat
104
dikatakan sama. Karena itu lelaki usil sering kali mengganggu
wanita-wanita khususnya yang mereka ketahui atau duga sebagai
sahaya. Untuk menghindarkan gangguan tersebut, serta
menampakkan keterhormatan wanita muslimah ayat di atas
turun91.
Terlepas dari berbagai perbedaan ulama dalam menafsirkan
ayat-ayat mengenai aurat dan hijab, sayangnya masih banyak
orang yang menggunakan ayat-ayat ini sebagai senjata untuk
melakukan victim blaming. Kaum perempuan akan disalahkan
karena tidak mengikuti perintah agama, tidak menggunakan hijab,
tidak menutupi dadanya atau karena keluar malam tanpa
didampingi oleh mahramnya. Pada kenyataannya, selain
memberikan perintah untuk menutupi aurat, dalam Al-Quran juga
terdapat ayat yang memerintahkan laki-laki untuk menundukkan
pandangannya, yaitu pada surat An-Nur ayat 30
م ه روج وا ف ظ م ويف اره ص ب ن أ غضوا م ني ي ن ؤم م ى ل ل ق
ون ع ن ص ا ي ري ب ب ن الىه خ إ م ى ل زك ك أ ل ذ 30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat".
Nasaruddin Umar mengatakan bahwa ada beberapa hal dalam
fiqih yang dinilai sudah selesai tugas historisnya. Jika para Fuqaha
91 Chamim Thohari, “Konstruks Pemikiran Quraish Shihab tentang Hukum
Hijab”. Jurnal Salam Vol. 14 No. 1 Januari-Juni 2011, h. 79.
105
konsisten terhadap kaidah al-hukmu yaduru (hukum mengikuti
perkembangan zamannya) maka banyak hal harus disesuaikan
kembali. Beberapa hukum dalam Islam memang sudah ada yang
disesuaikan, salah satunya adalah poligami. Dalam Islam, laki-laki
diperbolehkan melakukan poligami dengan batas maksimal 4
orang istri dengan syarat harus berlaku adil. Hal ini dicantumkan
dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 3
ا وا م ح ه ان ى ف ام ت ي ل وا ف ا ط س ق ل ت م أ ت ف ن خ وإ
ن إ ف اع ث ورب ل ن وث ث اء م ن النس م م ه اب ل ط
م ه ن ا ي ت أ ه ى ا م و م ة أ د واح وا ف ل د ع ل ت م أ ت ف خ
وا ول ع ل ت ن أ د ك أ ل ذ
3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana
kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang
kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.
Negara-negara Islam seperti Indonesia, Malaysia, Arab Saudi,
Turki dan Mesir masih memperbolehkan melakukan poligami. Di
Indonesia persyaratan poligami memang tidak mudah, namun
nyatanya masih banyak yang melakukan itu. Namun di beberapa
negara Islam lainnya, yaitu Turki dan Tunisia, poligami adalah hal
yang dilarang.
106
Larangan poligami di Turki diatur dalam Undang-Undang
Civil tahun 1927 pasal 93, 112 dan 114. Dalam kebijakan ini,
pelanggar undang-undang ini dapat dijatuhi hukuman, sedangkan
larangan poligami di Tunisia diatur dalam Undang-Undang Status
Perorangan (The Code of Personal Status) tahun 1956 pasal 18.
Dalam pasal ini dinyatakan dengan tegas bahwa siapa saja yang
menikah sebelum perkawinan pertamanya benar-benar berakhir
dalam bentuk apapun dan dengan alasan apapun maka ia dapat
dipenjara selama 1 tahun atau denda 240.000 malim (24.000
franc), atau penjara sekaligus denda.
Larangan poligami di kedua negara mempunyai dua alasan.
Pertama, poligami dinyatakan sebagai bagian dari perbudakan
yang diterima dalam Islam pada masa perkembangan namun
dilarang setelah masyarakat semakin berbudaya. Kedua, bahwa
syarat mutlak poligami adalah kemampuan berlaku adil pada istri,
sementara fakta sejarah membuktikan hanya Nabi SAW yang
mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya. Kedua pertimbangan
ini bertumpu pada asas maslahah mursalah atau maqashid al-
syari’ah.92 Walaupun dalam surat An-Nisa ayat 3 disebutkan
bahwa poligami diperbolehkan dengan syarat berlaku adil, namun
dalam surat An-Nisa ayat 129 dinyatakan bahwa berlaku adil
adalah hal yang mustahil dilakukan.
92 Edi Darmawijaya, “Ancaman Pidana Pelaku Poligami dalam Hukum
Keluarga Turki dan Tunisia (Tinjauan Teori Maslahat Mursalah)”. Jurnal
Dusturiah Vol.1 No.1, 2012, h.92.
107
م ت رص و ح اء ول ني النس وا ب ل د ع ن ت وا أ يع ط ت س ن ت ول
ن و إ ة ىق ع م ال ا ك روه ذ ت ل ف ي م ل ل ا وا ك ل تيى ف
ا يم ورا رح ف ان غ ن الىه ك إ وا ف ق ت وا وت ح ى ص ت
129. Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di
antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu
biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu
mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
Tuntutan kesetaraan gender yang dilakukan dalam
Women’s March Indonesia 2018 tidak bertentangan dengan
konsep gender dalam Islam, bahkan AMAN Indonesia, salah satu
organisasi perempuan muslim menjadi salah satu sponsor dalam
aksi ini. Salah satu upaya Al-Quran dalam menghilangkan
ketimpangan peran gender adalah dengan merombak struktur
kabilah yang berciri patriarki-patenalistik menjadi masyarakat
ummah yang bilateral-demokratis93. Islam merupakan agama yang
sangat menghargai derajat perempuan. Budaya patriarki yang
memengaruhi penafsiran Al-Quran membuatnya dianggap sebagai
agama yang turut memuluskan praktik budaya patriarki.
“Tidak ada satu pun agama yang mempunyai
interpretasi tunggal. Kitab itu tergantung paradigma orang
yang membacanya, apakah kita membacanya dengan
93 Nasaruddin Umar, Bias Jender dalam Penafsiran Kitab Suci, h. 42.
108
perspektif ototarian atau dengan perspektif inklusif yang
memandang Tuhan sebagai Maha Rahman dan pemberi
rahmat? Sayangnya agama yang diajarkan oleh masyarakat
zaman sekarang bernuansa maskulin.
Manusia diciptakan sebagai khalifah fil ardh,
pemimpin atau pengelola dunia ini. Tugas sebagai khalifah
tidak melihat laki-laki atau perempuan.”94
94 Siti Musdah Mulia dalam diskusi “Perspektif-Perspektif Islam tentang
Kekerasan Seksual”. Sabtu, 18 Agustus 2018.
109
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti
memiliki kesimpulan. Kesimpulan yang pertama
merupakan hasil analisis menggunakan metode analisis
wacana model Fairclough yang membagi wacana dalam 3
dimensi:
a. Dari segi teks, akun Instagram Women’s March
Indonesia tidak banyak menggunakan keterangan.
Wacana ditampilkan melalui unggahan berupa poster
atau langsung berupa tulisan dalam fotonya.
Keterangan yang diunggah menuntut kesetaraan
gender, terutama bagi perempuan, dari berbagai aspek,
seperti kebebasan berekspresi, keadilan bagi buruh
migran, kekerasan berbasis gender dan mengajak
masyarakat Indonesia agar peka dan sama-sama
melawan ketidakadilan dan tindak kekerasan berbasis
gender. Kata-kata yang digunakan banyak
menggunakan julukan atau sinonim, seperti “pahlawan
devisa negara” untuk buruh migran, dan “difabel”
untuk orang yang memiliki cacat fisik,
b. Dalam pengoperasian media sosialnya, Women’s
March Indonesia tidak mempunyai admin khusus atau
divisi khusus, tetapi dipegang oleh relawan yang
direkrut. Produksi teks untuk tuntutan Women’s March
110
Indonesia 2018 disusun oleh panitia Women’s March
Indonesia 2018 dan organisasi-organisasi dan
kelompok-kelompok yang bekerja sama dengan
mereka seperti YLBH APIK Jakarta, Kinosaurus,
Lentera Sintas Indonesia, Hollaback!, Kalyanamitra,
Jakarta Feminist Discussion Group dan masih banyak
lagi. Women’s March Indonesia menggunakan sosial
media, terutama Instagram untuk mengenalkan dan
menjaring animo awal masyarakat dan memang target
utama mereka adalah siswa SMA dan mahasiswa.
c. Aksi Women’s March Indonesia 2018 mengusung tema
kekerasan berbasis gender. Tema ini diangkat setelah
melihat kondisi dan keadaan di Indonesia. Rencana
pengesahan RKHUP yang dianggap mengandung
pasal-pasal bermasalah yang merugikan perempuan
menjadi salah satu isu panas yang disorot. Budaya
patriarki yang masih kental di Indonesia menjadi salah
satu akar masalah adanya ketidakadian bagi
perempuan. Budaya patriarki ini tidak hanya
memandang perempuan sebagai makhluk yang lemah,
tapi juga banyak merugikan perempuan. Pernikahan
anak, ketimpangan tingkat pendidikan, stereotip
negative, dan pemerkosaan beberapa contoh kerugian
yang harus dialami perempuan akibat budaya ini.
2. Islam merupakan agama yang membawa perdamaian. Pada
masa Nabi Muhammad SAW, Islam telah mengangkat
derajat perempuan secara bertahap. Namun tidak sedikit
111
pula yang menganggap bahwa Islam merupakan agama
yang turut melanggengkan budaya patriarki.
Seperti agama lainnya, Islam juga merupakan agama yang
mempunyai banyak interpretasi. Bagaimana kita membaca
Al-Quran tergantung pada paradigma apa yang kita pakai.
Perintah untuk menuntut ilmu, berbuat kebaikan dan
menghindari perbuatan buruk sama-sama ditujukkan untuk
muslim laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan
akan mendapat dosa yang sama dan pahala yang sama
ketika berbuat baik dan buruk. Tugas manusia di bumi
sebagai khalifah fil ardh tidak memandang laki-laki dan
perempuan.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian, peneliti memiliki saran sebagai
berikut:
1. Untuk Women’s March Indonesia 2018
Women’s March Indonesia 2018 merupakan aksi yang
sangat bagus dan memberikan energy yang baik bagi
perempuan Indonesia. Perempuan Indonesia dari berbagai
kalangan dapat mengikuti aksi ini di kota-kota terdekat
yang turut menyelenggrakannya. Namun, isu eksklusivitas
masih sangat terasa dalam aksi ini. Kurangnya sosialisasi
kepada perempuan-perempuan di desa dan penggunaan
kata-kata yang dianggap terlalu “tinggi” membuat banyak
orang ragu untuk mengikuti aksi ini. Penggunaan bahasa
asing dan kata-kata yang tidak familiar dan tidak
112
bersahabat di telinga orang awam, membuat banyak orang
mengira bahwa aksi ini hanya untuk kalangan tertentu.
Dalam aksi Women’s March Indonesia 2018 banyak
peserta yang membawa poster bertuliskan tuntutan-
tuntutan mereka. Namun, beragamnya tuntutan ini
membuat tuntutan-tuntutan utama yang diusung oleh pihak
Women’s March Indonesia 2018 menjadi terabaikan.
Media sosial, terutama Instagram, merupakan media yang
sangat efektif untuk membentuk opini public. Women’s
March Indonesia tidak menggunakan media sosial secara
maksimal, namun hanya menggunakannya untuk memberi
informasi, menjaring animo awal dan dokumentasi aksi
march. Setelah aksi ini berlangsung tidak ada pemberitaan
lanjutan mengenai tuntutan-tuntutannya, sehingga tidak
terasa dampaknya.
2. Untuk kalangan akademisi
Kajian komunikasi yang membahas mengenai isu
gender masih sedikit dilakukan di jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam. Peneliti berharap lebih banyak lagi
penelitian yang mengeksplor dan mengkajinya lebih
dalam. Peneliti juga berharap mahasiswa Komunikasi dan
Penyiaran Islam dapat mempelajari mengenai kajian
gender dan berbagai macam permasalahannya sehingga
dapat memberikan sumbangsih untuk perkembangan ilmu
komunikasi.
113
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, N. (2010). Feminisme Muslimah: Eksistensi Perempuan
dalam Pentas Politik dan Penegakan Perabadan Islam.
Jakarta: Media Bangsa.
Bungin, B. (2011). Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta:
Kencana.
Crawford, M., & Rhonda, U. (2004). Women and Gender: a
Feminist Pshycology. New York: McGraw Hill.
Darmawijaya, E. (2012). Ancaman Pidana Pelaku Poligami dalam
Hukum Keluarga Turki dan Tunisia (Tinjauan Teori
Maslahat Mursalah). Jurnal Dusturiah, 1(1), 91-104.
Eriyanto. (2001). ANALISIS WACANA, Pengantar Analisis Teks
Media. Yogyakarta: LKis Group.
Fairclough, N. (1989). Language and Power. New York:
Longman.
Fakih, M. (1999). ANALASIS GENDER. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Fauzan, U. (2004). Analisis Wacana Kritis dari Model Fairclough
hingga Mills. Jurnal PENDIDIK, 6(1), 3.
Hartiningsih, M. (2003). Gender dan Media Massa. Jakarta.
114
Idrus, M. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan
Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: PT GELORA
AKSARA PRATAMA.
Luhulima, A. S. (2007). Bahan Ajar tentang Hak Perempuan: UU
No. 7 Tahun 1984: Pengesahan Konvensi Mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Wanita. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Marger, M. N. (2008). Social Inequality, Patterns and Processes,
Fourth Edition. New York: McGraw-Hill.
Marzuki. (2007). Kajian tentang Teori-Teori Gender. Jurnal
Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, 4(2), 1-15.
Megawangi, R. (1999). Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang
Baru Tentang Relasi Gender. Bandung: MIzan.
Moleong, L. J. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Nasrullah, R. (2015). Media Sosial : Perspektif Komunikasi,
Budaya dan Sosioteknologi . Simbiosa Rekatama Media.
Nazim, M. (1999). Metode Penelitian. Bandung: Ghalia Indonesia.
Nugroho, R. (2008). Gender dan Strategi: Pengarus-utamaannya
di Indonesia. Yogyarakarta: Pustaka Pelajar.
Payne, M. (2016). Teori Pekerja Sosial Modern. Yogyakarta:
Building Professional Social Work Indonesia.
115
Sakina, A. I., & Hasanah, S. D. (n.d.). Menyoroti Budaya Patriarki
di Indonesia. Share Social Work Journal, 7(1), 71-80.
Subhan, Z. (2015). AL-Quran DAN PEREMPUAN: Menuju
Kesetaraan Gender dalam Penafsiran. Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP.
Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif . Bandung:
CV. Alfabeta.
Susanto, N. H. (2015, Desember). Tantangan Mewujudkan
Kesetaraan Gender dalam Budaya Patriarki. Jurnal
MUAWAZAH, 7(2), 120-130.
Tamburaka, A. (2013). Literasi Media: Cerdas Bermedia
Khalayak Media Massa. Jakarta: Rajawali Pers.
Thohari, C. (2011, Januari - Juni). Konstruks Pemikiran Quraish
Shihab tentang Hukum Hijab. Jurnal Salam, 14(1), 75-91.
Umar, N. (2000). Bias Jender dalam Penafsiran Kitab Suci.
Jakarta: PT. Fikahati Aneska.
W. Jorgensen, M., & J. Phillips, L. (2010). ANALASIS WACANA
Teori & Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wahyuni, H. I. (2013). Kebijakan Media Baru di Indonesia
(Harapan, DInamika dan Capaian Media Baru di
Indonesia). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
116
https://www.kanalinfo.web.id/2017/03/pengertian-difabel-dan-
disabilitas.html. Diakses pada 24 September 2018 pukul
01:28.
https://www.info-hukum.com/2018/02/05/masyarakat-adat-dan-
masyarakat-hukum-adat/#_ftn3. Diakses pada 24
September 2018 pukul 01:41.
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2038367/ini-
dia-mengapa-tki-disebut-pahlawan-devisa-negara. Diakses
pada tanggal 23 September 2018 pukul 21:30
https://www.idntimes.com/news/indonesia/indianamalia/jaringan-
buruh-migran-217-tki-meninggal-sepanjang-1/full.
Diakses pada tanggal 23 September 2018 pukul 22:05
https://www.youtube.com/watch?v=6fQ4Bsf6wXU. “Women's
March 2018: Jari Tengah untuk Patriarki” Diakses pada 02
September 2018.
https://www.youtube.com/watch?v=6fQ4Bsf6wXU.
https://nasional.kompas.com/jeo/kronik-kuhp-seabad-di-bawah-
bayang-hukum-kolonial. Diakses pada tanggal 17
September 2018 pukul 23:15
https://nasional.kompas.com/jeo/kronik-kuhp-seabad-di-bawah-
bayang-hukum-kolonial. Diakses pada tanggal 17
September 2018 pukul 23:20
https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/SIARAN
%20PERS%202018/Lembar%20Fakta%20Catahu%207%
20Maret%202018.pdf. Diakses pada 16 September 2018
pukul 20:05
117
http://matatimoer.or.id/2016/04/05/patriarki-masyarakat-budaya-
dan-negara-dalam-kuasa-lelaki/#_ftn4. Diakses pada 16
September 2018 pukul 21:35
https://nasional.tempo.co/read/906771/23-juta-perempuan-
indonesia-masih-buta-huruf. Diakses pada 16 September
2018 pukul 22:17
https://www.jurnalperempuan.org/blog/dewi-candraningrum-
karier-patriarki. Diakses pada 16 September 2018 pukul
21:58
https://en.wikipedia.org/wiki/2017_Women%27s_March.
Diakses pada hari rabu, 31 Januari 2018, pukul 18:30
https://id.wikipedia.org/wiki/Women%27s_March_Jakarta.
Diakses pada hari rabu, 31 Januari 2018, pukul 18:55
https://nasional.tempo.co/read/852617/womens-march-jakarta-
mengusung-8-tuntutan-untuk-pemerintah. Diakses pada
hari rabu, 31 Januari 2018, pukul 19:01
https://id.wikipedia.org/wiki/Instagram. Diakses pada hari selasa,
31 Januari 2108, pukul 17:19
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/02/09/berapa-
pengguna-instagram-dari-indonesia. Diakses pada hari
minggu, 29 April 2018, pukul 00:12
118
LAMPIRAN
Transkip Wawancara
Nama Narasumber : Kate Walton dan Skolastika Lupituwina
Pekerjaan : Anggota Jakarta Feminist Discussion
Group dan panitia Women’s March
Jakarta 2018
Waktu Wawancara : 23 Mei 2018
Tempat Wawancara : Gedung Dewi Sartika, Aula Maftuhah
Yusuf, Universitas Negeri Jakarta
T: Apa alasan menyelenggarakan Women’s March di Indonesia?
Tika : WMJ awalnya dilakukan sebagai respon dari Women’s
March di Washington sebagai respon mereka ketika terpilihnya
Donald Trump dan terasa sekali misogyni yang terjadi di Amerika
pada saat itu, JFDG melihat itu sebagai momentum yang bagus dan
pada saat itu JFDG sebagai gerakan masih baru dan akhirnya kita
merasa mempunyai sumber daya yang cukup untuk memobilisasi
perempuan dan kaum-kaum minoritas lainnya untuk melakukan
Women’s March yang sama, dan waktu itu kita liat bisa
disesauikan dengan hari perempuan sedunia, yaitu tanggal 8 Maret.
Itulah kenapa kita selalu mengadakan Women’s March di bulan
Maret sebelum hari Perempuan sedunia.
Kate : Awalanya kami juga tidak kepikiran untuk mengadakan
Women’s March karena kami pikir tidak akan ada respon bagus
dari masyarakat dan dianggap terlalu kebarat-baratan (walaupun
119
masih). Setelah Women’s March terjadi di Amerika dan beberapa
negara lain untuk Donald Trump dan isu lainnya, akhirnya ada
beberapa yang nanya ‘kok gak ada Women’s March di Indonesia,
kayaknya keren’. Akhirnya saya, mbak Olin dan mbak Cika Noya
kita bahas, kayaknya kita bikin aja, coba kita liat. Terus
direncanakan pada bulan Maret itu biar naymbung dengan hari
perempuan sedunia. Memang tujuan dan latar belakangnya sedikit
berbeda, tapi kami sengaja menggunakan nama dan logo Women’s
March karena ada antusiasme dari anak-anak muda di Indonesia.
Mereka liat apa yang terjadi di amerika dan mereka liat’ wah
ternyata itu sesuatu yang seru’ dan ikut aksi itu tidak harus serius
banget tapi juga fun. Dan itu keliatan. Kebanyakan peserta tahun
lalu mereka belum pernah ikut aksi sebelumnya. Jadi mereka
melihat apa yang terjadi di luar dan kemudian a) seru, dan b)
bermanfaat, dan akhirnya mereka tertarik untuk ikut
T: Apakah ada peningkatan jumlah peserta dibandingkan tahun
2017?
Kate: ya meningkat. Pada tahun 2017 perhitungan kasar sekitar
800 peserta dan untuk 2018 hampir sekitar 2500 peserta untuk di
Jakarta aja
Tika: meningkat hampir tiga kali lipat. Dan untuk seluruh
Indonesia mencapai 5000 peserta
T: Apa kesulitan mengadakan aksi WMI? Dan bagaimana
tanggapannya mengenai backlash yang diterima?
120
Tika: kalau menurutku dalam mengorganisir awalnya agak susah
karena dari kita gak banyak yang senior, dan merasa tidak punya
claim apa-apa untuk bilang aku tuh feminis yang punya pendidikan
yang feminis, latar belakangku desain dan bekerja di bidang
kreatif. Dan awalnya untuk mencari organisasi-organisasi
perempuan yang lain yang mau bekerja sama dengan kita, kita
sangat bergantung sama orang-orang JFDG yang lebih senior
contohnya Kak Olin, karena beliau 90an udah aktif. Dan yang
kedua pun masih agak sulit, kayak gak banyak respon, dari segi
teknologi juga mungkin ada kegagapan, jadi gak ke-bridge. Dan
kalo rapat, kita gak biasa rapat, jadi banyak konsolidasinya kurang
kenceng. Dan kedua kalau soal backlash dan segala macem, kalau
sebelum acara sebenernya gak kerasa, dan berasa tuh setelah ada
liputan, ada reportase dan diviralkan. Beberapa kali organisator
kita diviralkan bener-bener di-misused, di doks, dalam artian
identitas mayanya diviralkan, dan itu sesuatu yang kita takutin
banget pas awal. Dan yang kedua ini ternyata hal yang sama terjadi
lagi, padahal kita juga sudah mencoba melakukan tindakan-
tindakan yang sebisa mungkin tidak memprovokasi orang. Waktu
itu juga kita sempet bersitegang dengan kelompok LGBT, karena
kita cukup takut soal atribut dan segala macam, tapi mereka cuku
yakin sendiri jadi kita Cuma bisa mendukung, tapi untungnya
untuk LGBT tidak ada backlash yang terlalu gimana gitu, dan
ternyata yang lebih banyak dapet backlash yang perempuan-
perempuan biasa,
Kate: dan isu aurat, itu yang paling heboh
121
Tika: yang kita takutkan malah aman, jadi kita tidak bisa
memprediksi hal ini
Kate: dan menurutku dalam pengurusannya ada unsur politik,
bukan politik partai, tapi politik antar generasi dan antarkelompok.
Jadi karena kita ini anak muda, diliat oleh beberapa aktivis senior
sebagi orang yang belom begitu punya pengalaman dan belom tau
apa-apa, jadi ada beberapa kelompok yang tidak mau terlibat
dengan kita dalam Women’s March atau dalam bentuk apapun,
karena mereka merasa mereka yang paling bener, mereka yang
paling tau apa yang harus dilakukan dan mereka sudah lama punya
kegiatan untuk hari perempuan sedunia dan segala macem.
Padahal buat kita yang penting bukan nama kita, malah nama
JFDG malah hilang, bahkan di koran Kompas dibilang acara
Komnas Perempuan, buat kami yang paling penting itu
gerakannya. Jadi itu agak aneh buat kami, karena kami mencoba
menggabungkan semua, menjaring semua, supaya bisa bekerja
sama untuk satu tujuan.
Tika: dan dari sisi lain, kita sebagai feminis muda dan organisasi
yang sangat-sangat baru, kita gak pernah mengklaim apapun. Jadi
itu hal yang harus kita suarakan berulang kali, apakah mungkin
perlu pendekatan personal,
Kate: itu juga muncul karena kita dianggap sebagai kaum feminis
urban, jadi ada isu itu. Ada aktivis senior atau aktivis buruh
menganggap kami itu tidak tau isu-isu yang mereka anggap paling
penting, misalnya isu terkait pekerjaan, ekonomi, atau pedesaan,
dan itu menjadi hambatan
122
Tika: dan kita untuk Women’s March tidak pernah menawarkan
solusi apapun, kita minta keterlibatan organisasi untuk
merumuskan tuntutan, dan mnurut kita itu penting, dan kedua, kita
sebagai badan baru ini tidak terlalu terorganisir, karena
kebanyakan dari kita adalah professional, jadi untuk follow-up dan
lainnya sangat sulit, yang kita bisa tawarkan untuk organisasi lain
itu ya Cuma visibiltas, dan dari acara pertama dan kedua itu benar-
benar terbukti visible, banyak media yang mau meliput dengan
sukarela, banyak anak muda yang ikut, dan tanpa kita minta
mereka bikin video, mereka nulis dan itu sesuatu yang sangat segar
sebenarnya, dan itu bisa jadi corak gerakan perempuan Indonesia
yang baru, walau masih banyak kekuarangan, seperti mungkin
belum inklusif, mungkin belum grounded, tapi paling enggak
visibiltasnya ada dan waktu itu kita pernah diundang staff ahli
keprsidenan dan mereka berterima kasih karena akhirnya ada aksi-
aksi lain di jalan selain selain aksi 212 yang fundamentalis
(katanya sudah merebut kembali tempat umum), jadi paling
enggak ada narasi tandingan itu. Jadi kedepannya kita berharap
bisa reach out lebih dan organisasi perempuan lain bisa terlibat
dalam ini.
Kate: Women’s March ini bermanfaat bagi organisasi-organisasi
yang sudah lama dan bergerak seperti solidaritas perempuan, itu
banyak anak muda yang tidak kenal mereka lagi, dan mereka juga
bingung bagaimana mereka menyasar anak muda
T: Bagaimana tanggapannya mengenai JFDG sebagai inisiator
Women’s March namun tidak dikenal public?
123
Tika: saya pribadi bersyukur tidak terlalu di blow up karena resiko-
resiko seperti di doksing itu sangat tinggi, disisi lain bermanfaat
tapi disisi lain merugikan juga, karena kita bikin yang kedua tapi
banyak orang yang masih belum tau kita, dan itu juga tidak
membantu. Tapi untuk alasan kemanaan itu cukup baik
T: Apa yang menjadi perhatian utama WMI 2018?
Tika: untuk tahun ini adalah kekerasan berbasis gender. Dan itu
sebenernya sesuatu yang sangat luas, dan kita sengaja setiap kali
bikin tema, kita mau bikin tema yang luas, karena kita mau
melibatkan gaerakan seluas-luasnya, buruh, LGBTQ dan lain-
lainnya. jadi cara kita waktu itu adalah reach out dengan tema
tersebut, terus kita menawarkan dari masing-masing organisasi
yang mau yang membawa massa atau yang mau menyumbang, isu
apa yang mau mereka angkat terkait tema tersebut, nah dari situ
kita dapat banyak hal, dari kekerasan gender di bidang kesehatan
seperti ODHA dan kesehatan reproduksi, kekerasan di bidang
pendidikan seperti kekerasan seksual dalam sekolah dan bidang
akademis, dan banyak banget hal-hal lain yang bisa angkat dan
bisa rangkum dalam press release kita itu. Cuma kalo misalnya
mana yang paling penting buat kita, tidak bisa segampang itu,
karena tugas kita kan cuma jadi katalisatornya dan organisasi-
organisasi ini semuanya punya peran yang sama penting yang
mereka bawa dalam WM, dan setelah WM mereka juga yang lanjut
dengan kampanye mereka masing-masing.
Kate: jadi kami tidak menentukan apa-apa dalam WM, dan
berdasarkan diskusi dengan teman-teman unutk menentukan tema
124
besar, lalu rapat dengan semua organisasi dan komunitas yang
terlibat untuk merumuskan 8 tuntutan itu. Supaya mereka punya
harapan dan cita-cita disitu, karena kalau enggak, buat apa juga
mereka ikut turun ke jalan. Jadi ini supaya keliatan lebih kompak
dan konsolidasi juga memang.
T: Bagaimana proses merumuskan 8 tuntutan Women’s March
pada tahun ini?
Tika: melihat dari keadaan Indonesia, iya. Jadi ada beberapa
kejadian yang kita salin dalam narasinya, jadi gak ngawang-
ngawang banget. Kebetulan kemarin ini yang besar banget adalah
masalah RKHUP, jadi itu yang kita menyatukan kita semua pada
saat itu. Kita semua pengen mengawal revisi RKHUP ini
Kate: dan juga MD3, tapi tidak ada disitu, karena itu tiba-tiba
muncul dari nowhere. Jadi ada 3 fokus kalau kebijakan ini, yang
pertama revisi RKHUP, terus pengesahan RUU Penghapusan
Kekerasan Seksual yang sudah hampir 15 tahun di DPR yang
belum disahkan dan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang
ada RUU di DPR sudah 13 atau 14 tahun belum disahkan. Dan
semuanya ini terkait dengan kekerasan juga
Tika: kelompok buruh terutama pekerja rumah tangga itu sangat
aktif dalam rapat, makanya tuntuntan mengenai tuntutan pekerja
rumah tangga dan pekerja domestic itu sangat jelas, itu karena
temen-temen dari JLPRT dan Buruh Migran juga, itu sangat-
sangat terlibat dalam rapat-rapat kita.
T: Apakah ada kampanye #MeToo?
125
Kate: Kami menggunakan hashtag itu, sebagai kampanye RKHUP
dan menggantinya dengan #AkuJuga. Secara umum, tidak terlalu
spesifik tapi memang kekerasan seksual dan pelecehan seksual
sangat masuk di dalam 8 tuntutan itu dan saya rasa juga menjadi
inspirasi buat peserta karena banyak poster-poster yang dibawa
terkait dengan kekerasan seksual
T: Bagaimana pendapatnya mengenai kesetaraan gender di
Indonesia?
Tika: itu rumit ya, karena kita sebagai feminis urban udah banyak
mendapatkan privilege dalam berbagai hal, jadi banyak hal yang
gak langsung kita perangi sendiri. Dan yang masih berasa kalau
menurutku pribadi sih domestifikasi perempuan. Menurutku tuh
masih disitu-situ aja, mungkin sempet membaik, tapi akhirnya
kembali lagi, jadi anak perempuan kalo gak menikah jadi aib untuk
orang tua dan segala macem,
Kate: dan cita-cita terbesar untuk perempuan itu menikah dan
punya kaluarga, dan memang gak ada masalah dengan itu, tapi
jadinya tidak ada yang lain yang dipikirkan juga
Tika : ekspektasi gendernya juga masih begitu aja kan, kayak
misalnya di pekerjaan kurang ladylike, dan aku salah satu inisiator
‘Marching With Me’ dalam WMJ, kita kasih ruang untuk temen2
yang tidak bisa dating WM untuk diwakili sama orang lain pakai
spanduk dan salah satu yang diMarch sama aku, isu yang dia
hadapi adalah dia bekerja di bidang service dan kalau di service
industry itu perempuan sampai sekarang masih pakai high heels
126
padahal itu gak ada hubungannya sama performa pekerjaan
mereka, malah bikin sakit sebenernya. Hal-hal yang seperti
sebenernya sangat konyol masih harus diperjuangkan pada tahun
sekarang karena harusnya hal-hal seperti ini udah selesai, udah
lewat, cuma ternyata masih ada. Jadi seksisme-seksisme hal-hal
kecil seperti berkaitan dengan emosi-emosi untuk datang di WM,
karena kita juga masih di masalah-masalah yang sangat urban.
Disisi lain, tahun lalu juga kita sudah mencoba melibatkan
keluhan-keluhan dari feminis-feminis desa, kayak masalah
penggusuran tanah di Kendeng, Reklamasi Bali juga belum selesai,
dan sebenernya masalah-masalah mereka lebih pelik karena
berkaitan langsung dengan hajat hidup mereka. Dan itu masalah
yang sama serius bahakn lebih serius dengan apa yang kita ahadapi
di kota. Apalagi setelah pemilu Jakarta, retorika lama ancaman
mengenai penggunaan seksualitas perempuan untuk perebutan
kekuasaan itu semacam dibawa lagi, walaupun masih berupa
ancaman. Sekarang feminisme kesannya udah ruang aman karena
kita udah punya visibilitasnya aja, tapi kenyataannya, dulu
penggusuran Borobudur dan gebung ombo itu sekarang masih ada
konflik agrarian, TKI juga tambah banyak, bahkan yang
pembunuhan TKI juga masih gak dapet bobot yang baik terus juga
pemaksaan KB, sterilisasi paksa, sekarang juga hak reproduksi
masih parah banget, dalam artian kita Pap Smear aja masih butuh
izin suami, dan itu aneh. Dan juga pernikahan anak. Hak
reproduksi, pernikahan anak juga di dalamnya, dan itu tuh
berbahaya banget untuk perempuan, angka kematian ibu masih
besar, pendidikan reproduksi gak dikasih. Bahkan salah satu poin
127
RKHUP itu kan mau membatasi pendidikan seks ke lembaga yang
ditunjuk pemerintah, wah itu gawat sekali, kita juga dapat
informasi darimana? Petugas yang berwenang juga kalau tidak
punya perspektif feminisme misalnya, pada akhirnya kalau udah
melakukan hubungan seks sebelum nikah tidak akan mendapat
pertolongan apa-apa dan itu sebenarnya gak membantu siapapun
T: Bagaimana respon masyarakat terhadap aksi ini?
Tika: menurutku yang paling kelihatan adalah visibilitas. Kalau
masalah apakah kita berhasil dalam segi isu-isu ini selesai
mungkin enggak. Kita tetep butuh follow, kita gak boleh manja
dalam hal itu. Tapi visibiltas itu sangat membantu, karena minimal,
orang tuh mulai ngomong, feminist tuh apa sih, walapun kadang
bentuk feminisnya masih yang antipasti gitu, tapi paling enggak
yang ikut WM bisa membuka pikiran dan membuka diskusi, dan
kita juga terbantu dengan adanya influencer, kayak Hannah, karena
dia juga bisa ngangkat ini dengan adanya momentum WM. Yang
terjadi adalah, dengan adanya WM, banyak ruang diskusi yang
dibuka.
T: Apakah terdapat divisi khusus untuk media sosial?
Tika: kita ada rencana kesitu, tapi belum. Proses kita selama ini
adalah kita pakai relawan untuk setiap acara, yang mau kita
lakukan JFD mau merekrut relawan dengan komitmen setahun,
jadi selama setahun itu kita udah punya orang yang pasti. Karena
kalau sekarang, selesai event orangnya ilang-ilangan kan tuh, jadi
itu yang agak susah. Dengan adanya komitmen satu tahun ini,
128
mungkin tahun ini atau depan, kita harap bisa lebih jelas
pengurusan sosial medianya. Apalagi kita tau sosial medianya
udah cukup besar, jadi bener-bener bisa dimobilisasi.
T: Siapa yang memproduksi narasi untuk diunggah?
Kate: itu menjadi perdebatan panjang antara semua yang terlibat
jadi memang semua aktif disitu.
Tika: setiap kata, istilah.
Kate : Yang paling panas itu LGBT.
Tika: apakah kita berani menggunakan istilah LGBT, karena
awalnya kita agak ragu, tapi setelah diyakinkan oleh kawan-kawan
dari Arus Pelangi dan sebagainya, akhirnya kita pakai juga. Karena
emang visibilitas itu penting pada akhirnya. Kita awalnya takut
karena alasan keamanan, tapi dipikir-pikir itu gak masuk akal juga
sih karena akhirnya yang kena perempuan cis lagi
Kate: karena ya memang semua terlibat, organisasi maupun
individu yang mau terlibat aktif dalam pengurusan dan perumusan
dan segala macem, ya boleh terlibat dan sangat didorong.
T: Apakah menggunakan media sosial sudah efektif dalam
berkampanye?
Tika: sosmed lumayan membentu untuk menjaring animo awal,
karena sebenarnya kita mau menargetkan ke universitas dan SMA,
Cuma kita gapunya sumber daya yang cukup untuk ke masing-
masing tempat ini. Jadi paling enggak kalau dengan sosial media
itu bisa jadi pemanti awal supaya nanti, kalau dalam kasus ini,
129
kota-kota lain mau bikin WM, atau ada anak yang mau promosiin
di kampusnya, dari situ kita bisa gerak dengan lebih efektif
dibandingkan dengan nyasar hal-hal yang belom tau, kayak
kampus mana yang minat, atau gimana, soalnya, lagi-lagi, kita
masih baru, jadi kita gatau betul wilayah mainnya dimana. Jadi
kalau misalnya dengan sosial media, kita bisa sebar dulu, kita liat
mana yang ketangkep.
T: Apa saja tujuan-tujuan Women’s March yang tercapai?
Kate: kalau dari tuntutan masih belum, tapi kalau dari kampanye-
kampanye di jalan itu lebih berhasil. Kami juga yang membuat
petisi menolak RKHUP yang sudah ditandatangani oleh lebih dari
100.000 orang, kami yang bikin beberapa minggu sebelum WM,
karena katanya saat itu RKHUP akan segera disahkan, dan juga
supaya orang lebih termotivasi unutk mengikuti WM dan
mendorong perubahan ke RKHUP-nya, jadi itu cukup berhasil,
karena sempat dibawa ke DPR dan ada beberapa fraksi yang
ketemu, isunya masuk ke media nasional, dan sampai ke media
internasional juga masuk. Dari situ lumayan berhasil, cuman
belum banyak perubahaan. Ada beberapa yang berhasil, misalnya
tentang pasal zina, karena di pasal itu disebut “siapa saja yang
melakukan hubungan seksual di luar penikahan, boleh dilaporkan”
awalnya itu dibilang, suami, istri, anak, orang tua, atau pihak
ketiga yang merasa tercemar. Nah kata pihak ketiga itu sudah
dihapus, dan itu memang gara-gara pembahasan kita. Dan kalau
dari Marchnya emang kami tau dan kami sadar bahwa
kemungkinan kecil semua tuntutan itu akan tercapai, karena
130
memang kami hanya beberapa ribu orang dan memang harus lebih
banyak kuasa. Tapi kalau untuk tujuan lainnya, memang tujuannya
untuk meningkatkan meningkatkan kesadaran dari masyarakat.
Kalau dari sisi itu, aku rasa kita cukup berhasil, apalagi dengan
jumlah peliputan di media yang cukup banyak dan sangat
menyoroti isu-isu yang tidak biasanya disorot, misalnya seperti
pekerja rumah tangga
T: Apakah akan ada Women’s March Indonesia untuk 2019?
Kate: ada,
Tika : pasti ada. Cuma untuk isunya apa, kita harus menyesuaikan,
jadi terlalu dini untuk menentukan
T: Apa harapannya untuk Women’s March Indonesia kedepannya?
Tika: kalau dari kita sebagai penyelenggara lebih kepada hal-hal
yang internal, seperti organisasi yang lebih baik, ya termasuk
follow up. Kalau sekarang ini kita baru berhenti di tahap
awareness, jadi kita kurang terlibat dalam follow up-nya. Dan
rencananya kita bakal bikin feminist festival yang kedua, tahun
lalu kita sempet bikin feminist fest, dan feminist itu semacam next
step-nya dari WM. Isinya adalah kelas-kelas dan bazar LSM. Jadi
mereka yang ikut WM bisa datang feminist fest, mereka bisa tau
lebih banyak organisasi-organisasi yang kerjasama sama kita, bisa
ikut kelas-kelas, semacam panel diskusi tentang hal-hal yang
mereka minati, contohnya kayak feminisme dan pembangunan,
ekofeminisme, atau queer feminisme, nah waktu itu kita bikin
kelas sejenis itu. Harapanya tahun depan ada isu yang cocok lagi,
131
terus bisa bawa ke feminist fest, dan yang lebih penting adalah
organisasinya jauh lebih baik. Harusnya, idealnya kita punya sosial
media report, atau apa. Kita sih punya laporan narasi, tapi emang
lebih unutk kalangan sendiri, jadi untuk para donatur sama untuk
para partner, jadi baru disitu. Jadi kalau tahun depan kita bisa lebih
terorganisir, kita bakal lebih kasih pertanggungjawaban ke yang
mereka ikut juga.
Kate: aku rasa tahun depan pasti berkaitan dengan politik, karena
tahun depan adalah tahun politik. Jadi hampir pasti ada hubungan
dengan pilpres, kecuali ada isu lain yang muncul disitu. Jadi
mungkin lebih ke politik, terkait janji-janji dari partai politik juga
keterlibatan perempuan dan erwakilan perempuan di politik itu
pasti diangkat disitu. Karena memang belum terlalu diangkat di
WMJ (terkait) isu perempuan di politik. Kita harus selalu cari yang
sesuai dengan momentum, kalau begitu pasti lebih banyak dapat
liputan dari media. Tapi kalau misalnya organisasi-organisasi
merasa bahwa ada hal yang lebih penting, misalnya lingkunga atau
perampasan tanah, ya udah itu saja. Dan kita harus liat dulu, dan
biasanya bulan desember sudah mulai dibahas, perencanaan 4
bulan.
T: Apakah Women’s March Indonesia bekerjasama dengan
Women’s March Global?
Tika: oh iya
Kate: tidak terlalu. Kita ada koordinasi dari Jakarta unutk march-
march yang ada di daerah, tapi bukan koordinasi dimana kita
132
nyuruh-nyuruh teman yang di daerah untuk melakukan sesuatu tapi
lebih terkait bagaimana cara menyusun tuntutan. Kalau untuk
Washington, sekarang mereka lebih meresmikan gerakannya, jadi
semuanya lebih terstruktur dengan apa yang mereka lakukan di
amerika. Tapi kami masih dalam pembahasan dengan mereka
sejauh mana kami mau menyesuaikan dengan amerika, soalnya
banyak isu-isu, seperti logo, kalau disini logonya ada perempuan
berjilbab, kalau di amerika gak ada, nah ini masih dalam
pembahasan, apakah kita masih bisa menggunakan logo itu, terus
warna-warna, jadi semuanya masih dibahas
Tika: gak ada afiliasi resmi intinya
Kate: kalau afiliasi resmi tidak ada sama sekali, tapi namanya
sama. Nah kalau kita liat mungkin tidak cocok, bahwa kita lebih
dekat dengan mereka, ya mungkin kita pakai nama lain untuk ke
depan.
Tika: agak kompleks sih, soalnya WMG basisnya di amerika dan
jelas banget isunya sangat berbeda, dan kekhawatiran kita adalah
mereka bakal minta isu mereka diwakilkan di Indonesia, padahal
isu, misalnya gun control, kita setuju gun control itu penting, tapi
kita gak ada relevansinya sama sekali di negeri ini. Jadi kalau
seandainya gak ada pengertian itu dari WMG, kita mendingan
independen
Kate: karena mereka punya kampanye yang bukan hanya pasti
WM-nya aja, tapi sepanjang tahun. Jadi pernah ada kejadian
tentang pengontrolan senjata api, mereka minta kita terlibat dalam
133
sebuah kampanye untuk minta UU di Amerika diperbaiki, tapi
kami menolak, karena kami terlalu sibuk dengan urusan RKHUP
saat itu, aku jelasin, tapi mereka ngotot dan bilang ‘kalian harusnya
peduli tentang isu ini, ini penting banget, kok bisa kalian gak
peduli tentang gun control?’ dan mereka bilang ‘kami akan
mendukung kalian kalau ada isu apa disana nanti’ tapi akhirnya
gak jadi karena kami merasa itu gak penting buat kami, lebih baik
kami fokus pada isu lain yang lebih mendesak pada saat itu, jadi
sempat ada masalah disitu, jadi kami masih agak hati-hati. Jadi
kemungkinan gak bisa didirikan di Indonesia karena itu organsasi
dari luar negeri, kalau begitu kami memang harus pakai nama yang
lain, karena selain “Branding-nya” gak ada untung lain dari WM-
nya untuk kita sekarang, memang brand-nya yang kuat
134
Nama Narasumber : Ala’i Nadjib, M.A
Pekerjaan : Dosen bidang studi Al-Quran dan Tafsir
serta mitra AMAN Indonesia
Waktu Wawancara : 29 Agustus 2018
Tempat Wawancara : Ruang Dosen Fakultas Ushuluddin
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta
T: Bagamana pendapat mengenai WMI?
J: WMI itu bagus dan menjadi unity bagi peremuan. Dan gerakan
seperti itu lebih baik daripada berjuang di sektor masing-masing.
Jadi WMI ini sangat bagus untuk semua sektor.
T: Bagaimana ibu melihat aksi WMI jika dilihat dari pandangan
Islam?
J: baik-baik saja, selama itu dijalankan sesuai dengan tempatnya.
Artinya kalau ada demonstrasi atau gerakan, itu tidak melampaui
batas dan tidak berujung bentrok karena memaksakan pendapt.
Terus kalau soal mendapat hak, selama ini, dalam 20 tahun
terakhir, karena isu ini menguat kembali pada tahun 90an, dan
selama ini kita tidak aware, tidak sadar terhadap itu, kita membaca
teks seadanya, dan kita pernah bangun, pernah sadar pada zaman
kartini, tapi setelah itu redup, terutama dalam islam, karena ada
kekahawatiran, karena memang hal-hal seperti itu sangat sensitive.
Tapi ada perjalannya sejak 90 sampai sekarang. Itukan kemudian,
teruatama ada dukungan dari kelompok-kelompok dan institusi
agama, tokoh-tokoh agama sendiri. Yang lainnya, keberhasilan
135
advokasi mengenalkan isu-isu itu dengan cara yang soft, misalnya
kita tidak bicara gender, feminisme, karena bahasa2 itu membuat
alergi. Itu yang kemudian dilihat oleh bangsa lain ada kesuksesan
dalam gerakan perempuan Indonesia karena menjauhi stigma
westernisasi. Dan itu di Indonesia, bagus, karena itu tadi, ada
dukungan, kiyai kan tidak sedikit yang udah menerima isu2 ini,
kalo di Jawa Barat misalnya Kiyai Husein Muhammad. Terutama
dulu, di P3M, itu punya program namanya fiiqunnisa, sama
Masdar Masudi, mengenalkan ini ke pondok pesantren. Misalnya,
bagaimana berbicara kembali tentang “arrijalu qawwamuna
alannisaa”, apa yang dimaksud dengan kepemimpinan? Betulkah
rijal itu dalam bahasa arab terjemahannya adalah laki-laki? Apa
tidak ada makna yang lain? Kapan menjadi pemimpin? Apakah
yang dimaksud pemimpin itu, pemimpin public atau pemimpin
domestik? Apakah yang dimaksud qawwam itu semua laki-laki?
Nah cara-cara itu kemudian dikenalkan di dunia dan institusi-
institusi pesantren dan lembaga keagamaan, termasuk tokohnya,
sehingga isu-isu perempuan, selama ini tidak ada yang berbicara
tentang hak, itu dikenal. Maka Indonesia nyaris tidak ada
hambatan, meskipun ada, soal kepemimpinna, kita sudah punya
gubernur, bupati, kecuali UIN Jakarta ya. Itu tentang keberhasilan,
tentu saja ada banyak ketidakberhasilan dalam lingkup-lingkup
kecil, misalnya bagaimana tadi di pengadilan, di tempat pekerjaan,
misalnya di Aceh, saya dengan di Meulaboh, di perkebunan
dengan pekerjaan yang sama antara laki-laki dan perempuan,
karena laki-laki dianggap sebagai kepala keluarga, perempuan
dengan pekerjaan dengan pekerjaan yang sama tidak diberi upah
136
yang sama katanya, kesaksiannya, waktu itu ya, mudah-mudahan
sekarang berubah, tapi tetap saja. Misalnya juga perlakuan-
perlakuan terhadap penerapan perda, di Aceh, perempuan tidak
boleh duduk ngangkang kalau boncengan motor, tidak boleh
memakai celana panjang yang menurut definisi mereka ketat. Ini
kan termasuk ketidakpekaan laki-laki yang punya kekuasaan
dalam membuat peraturan melihat kehidupan perempuan.
T: Mereka membuat peraturan tidak menggunakan perspektif
gender?
A: ya tidak, boro-boro melihat, melibatkan dan mengajak untuk
memutuskan kebijakan kan, walaupun sebenernya pada tahun
1999, presiden Abdurrahman Wahid punya kebijakan gender
mainstreaming, pengarustamaan gender, yang disahkan tahun
2000. Dan disahkan dan itu membuat kebijakan setiap unsur
pemerintahan, level dari pusat sampai daerah, harus menggunakan
perspektif gender dalam setiap memutuskan kebijakan, misalnya
soal cuti dan sebagainya. Setelah Gusdur, Megawati mengesahkan
UU PKDRT, terus SBY mewajibkan perempuan untuk
memberikan ASI eksklusif dengan segala fasilitas yang
melingkupinya, meskipun ini pro dan kontra, karena sebenarnya
terserah tubuh perempuan mau menyusui atau enggak, tapi dengan
PP pemerintah no.10 thn 2012, dia mengeluarkan tentang semua
ibu yang punya anak, dia harus menyusui anaknya dengan ASI
eksklusif, karena itu himbauan dan anjuran dari WHO dan
UNICEF, tapi itu menimbulkan pro dan kontra, karena yang
137
pertama, ibu tidak harus menyusui. Habibie, itu pendirian
KOMNAS perempuan.
T: Bagaimana sebenarnya konsep gender dalam islam?
A: Misalnya Mamah Dedeh itu kan kadang muncul kadang
enggak, perspektif (gender) itu. Jadi gerakan ini belum sekuat
akarnya dengan gerakan pengajian yang sebelum masa penjajahan
ada, misalnya materi ketaatan istri, padahal belum tentu suaminya
itu, misalnya, pengetahuannya lebih baik daripada istrinya. Itu gak
dijelaskan biasnya. Pertama karena, ini ada kekurangan ya,
perempuan bukan tidak punya kelebihan dan laki-laki juga bukan
tidak punya kekurangan, justru sebenarnya dua-duanya saling
melengkapi, ini juga sesuai dengan peritah quran bahwa
perempuan dan laki-laki dalam suami istri harus muasyaroh bil
ma’ruf, bergaul dengan baik, ya tadi kalau ada kesetaraan, sama-
sama dihargain. Meskipun dalam UU perkawinan tetep aja kepala
keluarga adalah laki-laki, tapi kan kepala tidak harus sewenang-
wenang, akan baik juga kalau misalnya diibaratkan sopir, kalau
dalam rumah ada 2 sopir, kalau yang satu capek, kan yang satunya
bisa menggantikan, begitu mustinya. Dan menurut PEKA, di
Indonesia ada lebih dari 4jta perempuan yang jadi kepala rumah
tangga tidak ada salahnya misalnya di rumah suaminya yang
mengelola, menjemput anak, berbelanja, di tempat lain kan lazim,
kalau di tempat kita kan aneh. Hal-hal yang seperti ini yang coba
kita perkenalkan, tidak ada kesalahan, ya saling menghormati, itu
tidak ada yang menyimpang dari islam, kalau di tempat lain siapa
yang menegur laki-laki momong anaknya, menjemur pakaian,
138
menjemur kasur, hal yang paling berat memang berhadapan
dengan budaya, budaya patriarki itu yang sudah berabad-abad
dipakai, way of life, menjadi nilai, yang seolah kaku, tidak akan
berubah, padahal di Padang lain, Padang kan materilinial, misalnya
seperti itu.
T: Pelanggengan patriarki menggunakan ayat al-quran?
A: Pertama, karena ayat itu sudah sangat lama disampaikan, dan
dipakai untuk melegitimasi kepemimpinan laki-laki tanpa
melakukan atau melihat tafsirannya. Padahal di tafsir-tafsir klasik,
misalnya Ath-thobari, At-tubi, Al-Misbah, itu tuh sudah diuraikan,
Cuma orang tidak memandang kesana, dan yang penting itu adalah
siapa agennya, siapa yang membunyikan ayat ini. Dan selama ini
selama berabad-abad para penyampai agama, itu kan laki-laki
semua, setelah Aisyah, setelah zaman Umar dan perkembangan
secara Islamnya, misalnya dinasti Abasyiah atau Umaiyah itu kan
sempat mandet, ya walaupun tidak seluruhnya adalah masa,
hampir 100 abad Abasyiah itu berkuasa, tenggelam sama sekali
perempuan, tapi pada setelah itu pada abad ke-11, pada saat 2
dinasti besar ini runtuh itu memang semua pembawa atau dai
agama adalah laki-laki, laki-laki yang kebetulan belum masuk
pada perspektif gendernya. Jadi sama sebelum saya kuliah atau
adik2 saya atau keponakan saya, dia akan mengartikan “arrijalu
qawwamuuna ‘alannisa” itu laki-laki wajib memimpin, padahal di
ayat setelah “bimaa fadhdhalallahu ba’dhohum ‘alaa ba’dh”,
“ketika Allah melebihkan sebagian dari yang lain” kata Ath-
thobari berartikan ada orang yang tidak dilebihkan. Tafsir-tafsir
139
kayak gini gak ditengok kadang-kadang, orang malas, hanya
mendengar lalu disiarkan lagi.
Yang kedua, timbul tafsir-tafsir tadi, ada tafsir yang lain misalnya,
“arrijalu qawwamuuna ‘alannisa” laki-laki menjadi pemimpin
perempuan, itu hanya berlaku untuk urusan domestik, yaitu ketika
laki-laki menjadi kepala rumah tangga, kepala keluarga.
Sementara yang lain, kan ada ayat yang lain, “auliya” misalnya.
Jadi beperspektif gender atau tidak, ayat itu menjadi setara atau
tidak itu tergantung yang membawakannya. Pasti akan lain di
tangan A, B. dan itu juga hal yang lain karena quran juga masih
ada fleksibilitas terhadap penafsiran yang selama ini kita tidak
pernah mengotak-ngatik, walaupun ini juga ada konsekuensi
sendiri, misalnya orang yang melakukan interpretasi itu dituduh
liberal, tidak islami. Islam dikapling-kapling oleh mereka. Dan
kadang mereka yang mengatakan itu gak tau, gak tau ulumul
quran, tafsir, ulumul hadits, yang cuma baca-baca aja. Itulah yang
kemudian yang membuat orang-orang kadang berfikir panjang dan
tidak mau mengambil resiko terhadap usaha-usaha untuk
menginterpretasi ajaran-ajaran islam, yang sebenarnya memang
terbuka peluangnya itu.
T: Bagaimana sebenarnya konsep kesetaraan dalam Islam?
A: justru islam itu menurut saya sangat setara, yang membedakan
orang di hadapan Allah itu kan taqwanya, bukan jenis kelaminnya.
Itu sejak zaman 1400 tahun lalu, yaitu ketika wahyu itu diturunkan.
Nabi hidup di zaman sekitar 1400 tahun lalu, malah lebih karena
Nabi wafat sekitar 630 M. jelas disitu kalau orang dilihat dari
140
ketaqwaan bukan jenis kelaminnya. Pembagian itu menjadi
berbeda pada soal ibadah, ada beberapa hal yang berhubungan
dengan kodrat ada beberapa hal yang berhubungan dengan tata
aturan hukum fiqih, misalnya soal penutupan aurat ketika solat,
lalu pada soal menstruasi, melahirkan, dia tidak solat, lalu puasa,
itu pada fiqih. Tapi pada substansial tidak ada laki-laki yang
menanggung kesalahan perempuan, dalam arti dosa warisan, dan
tidak ada juga perempuan mewarisi dosa laki-laki. Selain solat,
tentu saja soal waris, itu berbeda, karena memang Nabi
ditempatkan di tempat yang sangat patriarki, dan sudah
mengangkat derajar perempuan. Itu adil pada masanya. Kalau
zaman sekarang ada orang yang mulai merekonstruksi hukum
waris. Pada saat itu ketika perempuan tidak punya waris dan malah
diwariskan, dan mendapat setengah, itu kemajuan yang luar biasa.
Pada saat orang Arab istrinya sampe ribuan, ratusan, kemudian
islam membatasi 4, itu juga sudah sangat revolusioner. Lalu pada
saat perempuan dikubur hidup-hidup, Nabi mengangkatnya dan
menempatkan perempuan di tempat yang mulia di atas laki-laki
ketika dialog Nabi siapa orang yang harus dimuliakan, kan ibumu,
ibumu, ibumu. Justru kita menganggap Nabi itu seorang feminis.
Tapi itu tadi bahwa pada perkembangannya, kalau kita lihat pada
kacamata sekarang “wah, itu ga adil, masa 4”, 4 kan pada masa itu,
maka kemudian karena itu sendiri begitu adanya, dalam hukum
keluarga di negara-negara muslim, kayak Turki, Tunisia, lalu
Kirzikhstan atau Kazakhtan itu melarang poligami, akan
dikriminalisasi kalau melakukan poligami, karena ada sebab2 itu.
Itu juga hasil dari Ijtihad, karena ada yang sudah tidak tepat lagi.
141
Disini juga dulu diperketat ya, kalau tidak dicurangi, memang
syaratnya ketat, tapi masih ada celah untuk dibohongi.
Muhammadiyah juga sudah tidak memperbolehkan, pintu
daruratlah poligami itu, meskipun sebenarnya kalau ada pintu yang
normal kenapa harus ke pintu darurat. Ada hal-hal fiqih yang
berbeda antara laki-laki dan perempuan, tapi secara prinsip sudah
setara. Nabi sendiri monogami, sampai Aisyah wafat, dan
bertahun2, 12 tahun apa 10 tahundia tidak beristri lagi, dan dia juga
berpesan pada menantunya, untuk jangan kawian lagi. Itukan
sudah kemajuan pada kehidupan perempua, dan itu revolusioner
pada 1400 tahun lalu.
T: Bagaimana seharusnya masayarakat memahami kesetaraan?
A: pertama harus sosialisasi pada public, dan saya kira semua
sudah berikhtiar. Misalnya di UIN ada pusat studi gender, mungkin
tidak bisa meraba, belum ke semua, tapi sebelumnya PSW
membuat kurikulum berperspektif gender, itu sudah dilakukan.
Lalu membuat kelas2 gender untuk mahasiswa supaya memahami
apa itu gender, lalu menulis, dengan menerbitkan jurnal teratur dan
mengirimkan ke semua fakultas, itu kalo di tingkat universitas.
Jadi di Indonesia ini terutama yang perguruan tinggi yang di
PTKAIN udah punya PSGA itu untuk menguatkan pengajaran
yang tidak bias, misogyni. Caranya apa, dengan mengenalkan
tulisan publikasi, mengadakan kelas gender, walaupun sulit,
misalnya kelas gendernya yaitu dekan, sebagai orang no 1 yang
mengambil kebijakan. Di tingkat sekolahan saya kira juga ada,
biasanya kerja-kerja dari PKBI, misalnya soal isu-isureproduksi.
142
Di tingkat pesantren juga ada. Ada LSM namanya Rahima, itu
mereka melakukan, pertama advokasi pada guru-guru bidang studi
tentang kesadaran gender, pesantren tentu saja. Terus melakukan
pengkaderan PUP (Ulama Perempuan). Itu tujuannya untuk
mengenalkan isu-isu tentang gender. Media-media juga, dulu
Kaliana Mitra atau Solidaritas Perempuan itu training untuk para
jurnalis, supaya dalam pemberitaan itu mereka punya perspektif,
tidak melakukan viktimilisasi terhadap korban perempuan.
Sebenernya secara substansi islam sudah adil gender, tapi bahwa
ada beberapa yang mungkin keliahatannya diskriminatif, itu
tergantung pada orang yang membaca teksnya. Di tangan orang
yang sangat patriarki mungkin menjadi patrialis, sebaliknya kalau
dibunyikan oleh orang yang punya kesadaran gender tentu akan
beda. PR yang besar buat gerakan keadilan gender adalah
mengajak agent-agent muslim yang menyuarakan tentang dakwah
islam, yang punya pengaruh, misalnya dia suka ceramah dimana-
mana kan jemaahnya banyak, untuk punya perspektif terhadap
perempuan sehingga mereka lebih adil dalam mengenalkan islam.
Kesetaraan yang diperjuangkan, kesetaraan yang substansif ya,
tidak merugikan perempuan dan tentu saja tidak menjadikan laki-
laki sebagai musuh. Ini kalo ada acara gender yang datang
perempuan semua, dikiranya isu itu isu perempuan. Musuh kita
adalah ketidakadilan dan diskriminasi bukan jenis kelamin.
143
Nama Narasumber : Tamya Dwi Aditama
Pekerjaan : Mahasiswa
Waktu Wawancara : 07 Agustus 2018
Tempat Wawancara : Kampus 2 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
T: Mengetahui Women’s March darimana dan sejak kapan?
J : tau Women’s march dari temen, terus langsung kepoin
instagramnya, sosial medianya, terus karena lagi promo-promo
event-nya, jadi tertarik buat ikut. Tau dari kapan, taunya dari
sebelum pas acara, h- berapa gitu. Gerakan women’s march tau
dari sejak 2018, karena baru ikut pertama 2018, dan ternyata
gerakan ini udah dari 2017, saya baru tau waktu saya ikut gerakan
di 2018.
T : Bagaimana tanggapan mengenai event/gerakannya?
J: menurut saya gerakannya bagus, karena akhirnya ada wadah
buat perempuan-perempuan bersuara atas apa yang meraka
risaukan, atas apa yang meraka anggap itu enggak adil buat
mereka. Jadi menurut saya gerakan ini bagus.
T : Apakah mengetahui tuntutannya?
J : untuk tuntutannya sendiri ini karena saya liat di instagramnya,
tuntutannya tuh banyak banget, dan pas di aksinya bener-bener
banyak banget tuntutannya. Tuntutan yang saya tau itu ada soal
kesetaraan gender, terus ada tentang pelecehan seksual, terus, pas
144
acara gerakannya ini, juga ada komunitas LGBT. Menurut saya ini
terlalu luas, dan menurut saya gerakan di 2018 ini fokusnya terlalu
terpecah-pecah, jadi pas acara pun mereka punya circle-circle
sendiri, jadi ya walaupun kebanyakan dari mereka itu setuju-setuju
aja sama tuntutan-tuntutan ini yang banyak, tapi menurut saya itu
kurang berhasil speak up. Misalnya, dari Women’s march ini akan
naik ke media tuh, nah dari media itu kurang fokus juga pasti
ngeberitainnya. Mereka pasti ngeberitain, bisa aja, cuma diliat dari
LGBT-nya aja, atau cuma dari kesetaraan gendernya. Jadi menurut
saya ini terlalu luas.
T : Bagaimana kesannya setelah mengikuti Women’s March?
J : sangat berkesan, karena akhirnya saya ikut gerakan seperti ini.
Saya juga sebenernya cukup resah sama pelecehan seksual yang
ada di Indonesia, bisa dibilang pelecehan seksualnya tuh tinggi. Ya
itu, karena saya pengguana kereta api, dan saya menyaksikan
laporan-laporan yang diterima pihak commuter line di medial
sosial banyak banget kan, menurut saya ini prihatin sih. Jadi kalo
misalnya ada gerakan ini, saya jadi bisa peduli, saya jadi bisa care,
saya jadi bisa speak up.
T: Apa dampak yang dirasakan setelah mengikuti Women’s
March?
J : kalo buat perubahan sosialnya sendiri secara umum, enggak
merasa, enggak merasa sama sekali sebenernya. Cuma kalo buat
diri saya sendiri, itu berasa. Saya jadi lebih terbuka, terus jadi lebih
bisa menghargai perbedaan, terus juga kalo misalnya, sampai
145
sekarang sih saya belum melihat secara langsung adanya pelecehan
seksual itu, cuma kalaupun saya melihat, ataupun menjadi korban,
saya jadi bisa speak up, atau jadi bisa bertindak.
T : Bagaimana pendapatnya mengenai kesetaraan di Indonesia?
J : saya sebenernya kurang terlalu setuju sama pendapat orang-
orang yang bener-bener menyatarakan gender di semua sektor, jadi
laki-laki sama perempuan itu sama, sama banget, enggak, saya gak
setuju soal itu. Tapi untuk di beberapa part, saya setuju. Misalnya,
suara perempuan itu kurang didenger sama laki-laki, suara
perempuan harus nanya pendapat laki-laki, contohnya dalam
lingkungan kecil, keluarga.
T: Apa saran untuk Women’s March?
J: saya WMI 2019 nanti, menurut saya harusnya ada fokus
tersendiri. Kemaren sebenernya ada fokusnya, cuma kurang
sosialisasinya, sosialisasinya kurang nyampe ke para peserta yang
ikut bergerak ini. Jadi saran saya ini gak terlalu banyak tuntutan
yang diminta, terus, menurut saya juga peran media penting
banget. Yang ikut women’s march kan cuma beberapa dari warga
Indonesia ini, media kurang mem-blow up, karena tuntutannya
terlalu banyak, yang tahun ini. Jadi menurut saya 2019 nanti, musti,
yang pertama kerjasama sama media, media musti tau, biar aksi
mereka ini juga jadi nyampe ke masyarakat. Misalnya masyarakat
yang gak ikut, laki-laki juga, jadi mereka lebih aware sama
pendapat-pendapat wanita-wanita ini. Saya kan ikut women’s
march, dari beberapa keluarga dan teman saya mengutuk aksi ini,
146
karena ya itu balik lagi ke media, media itu memberitakannya,
misalnya, kan banyak yang ngangkat soal bawa-bawa hijab, nah
banyak temen-temen saya yang protes soal itu. Jadi tuh media
cuma nge-up yang sensitif, nah yang tentang kejahatan seksual
kurang di-blow up padahal ini yang pentingnya, tapi ini kurang
nyampe ke masyarakat. Kemaren saya ikut aksi, saya paham
kondisi disana, saya paham mereka itu gak terlalu seperti yang
media beritakan, tapi yang kesan nyampe ke temen-temen dan
yang sekeliling saya tuh bener-bener yang, aksi protes aturan
agama islam, jatohnya bawa-bawa agama lagi sih. Padahal waktu
acara tuh enggak. Cuma kayak niatnya tuh buka itu, tapi yang
nyampe ke masyarakat tuh beda.
147
Catatan observasi
No. Tanggal Nama dan
Tempat
Kegiatan
Aktivitas Catatan
1. 3 Maret
2018
Women’s
March Jakarta
Peneliti mengikuti
aksi Women’s
March Jakarta
Peneliti terjun langsung
mengikuti aksi
Women’s March
Jakarta. Peneliti
melihat berbagai poster
yang bertuliskan
tuntutan-tuntutan
peserta dan orasi-orasi
serta penampilan puisi
dan music. Peneliti juga
melihat bahwa
sepanjang aksi, orasi
yang banyak
diteriakkan adalah
mengenai RKHUP
yang dianggap ngawur
dan mengakarnya
budaya patriarki di
Indonesia.
2. 23 Mei
2018
Diskusi
Feminisme &
Reformasi
Narasumber
Nursyahbani
Katjasungkana,
Diskusi ini
diselenggarakan oleh
Jakarta Feminist
148
bertempat di
Gedung Dewi
Sartika, Aula
Maftuhah
Yusuf,
Universitas
Negeri Jakarta
Ita F. Nadia, Tati
Krisnawaty dan
Ruth Indiah
Rahayu
menyampaikan
pendapatnya
mengenai
feminisme di era
milenial dan
pengalaman-
pengalamannya
sebagai aktivis
perempuan di era
reformasi serta
terbentuknya
Komnas
Perempuan
Disscusion Group
dalam rangka
peringatan Hari
Reformasi.
3. 23 Mei
2018
Wawancara
dengan
anggota
Jakarta
Feminist
Discussion
Group
bertempat di
Gedung Dewi
Wawancara
dengan Kate
Walton dan
Skolastika
Lupitawina,
anggota Jakarta
Feminist
Discussion Group
sekaligus panitia
JFDG ternyata
merupakan inisiator
aksi Women’s March di
Indonesia. Women’s
March Indonesia
awalnya
diselenggarakan
sebagai respon dari aksi
149
Sartika, Aula
Maftuhah
Yusuf,
Universitas
Negeri Jakarta
Women’s March
Indonesia 2018
Women’s March yang
digelar di Amerika.
4. 3 Juni
2018
Diskusi
Keberagaman
& Feminisme
dalam Islam
bertempat di
Kopi SANA
Narasumber
Lailatul Fitriyah
menyampaikan
pandangannya
mengenai
feminisme, LGBT
dan keberagaman
dalam Islam
Dalam diskusi ini
Lailatul Fitriyah
mengatakan bahwa
hukum fiqih
menghukum “perilaku”
atau “tindakan” bukan
menghukum
“perasaan”. Dalam
diskusi ini juga
membahas mengenai
posisi LGBT dalam
islam dan bagaimana
hukum islam terbentuk
5. 18
Agustus
2018
Diskusi
Perspektif-
Perspektif
Islam tentang
Kekerasan
Seksual
bertempat di
Cemara 6
Narasumber Prof.
Dr. Hj. Siti
Musdah Mulia,
MA
menyampaikan
pendapatnya
mengenai
kekerasan
Menurut Musdah Mulia
“ Islam merupakan
agama yang membawa
serangkaian aturan
unutk menciptakan
kedamaian manusia” “
Tidak ada agama yang
mempunyai interpretasi
150
Galeri-
Museum
seksual,
persepektif Islam
dan Islam dan
interpretasinya
yang tidak
tunggal
tunggal. Kitab itu
tergantung paradigma
yang membacanya. Al-
Quran itu bisu,
tergantung siapa yang
membacanya, dan
apakah kita
membacanya dengan
perspektif ototarian
atau dengan perspektif
inklusif yang
memandang Tuhan
sebagai Maha Rahman
dan pemberi rahmat?”
6. 29
Agustus
2018
Wawancara
dengan dosen
bidang studi
Al-Quran dan
Tafsir serta
mitra AMAN
Indonesia
bertempat di
Ruang Dosen
Fakultas
Ushuluddin
Universitas
Wawancara
dengan Ala’i
Nadjib, MA dosen
bidang studi Al-
Quran dan Tafsir
serta mitra
AMAN Indonesia
mengenai
kesetaraan gender
dalam Islam dan
peran AMAN
Indonesia sebagai
Menurut Ala’i Nadjib
“Diselenggarakannya
Women’s March
Indonesia sangat
penting dan bagus, dan
sebagai unity mengenai
perempuan. Aksi ini
sangat bagus untuk
perempuan dari semua
sektor, daripada
melakukan aksi di
sektor masing-masing”
151
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
salah satu sponsor
dalam aksi
Women’s March
Jakarta 2018
“Islam merupakan
agama yang sangat
setara dalam urusan
gender. jika ada ayat
yang digunakan untuk
melegitimasi patriarki,
lihat dulu siapa yang
membunyikan
ayatnya?”
7. 2
Septembe
r 2018
Observasi
video Women’s
March yang
diunggah di
channel
Youtube
Peneliti
mengobservasi
laporan kegiatan
Women’s March
Indonesia melalui
video-video yang
diunggah di akun
resmi Youtube-
nya, March News
Pada 1 Maret 2018,
panitia Women’s March
dan beberapa
repsentatif organisasi
mengadakan konferensi
pers untuk menjelaskan
“why we march?”.
Pada 2 Maret 2018,
melakukan gladi resik
dan survey tempat.
Ada stigma
eksklusivitas dalam
gerakan Women’s
March.
Mariana Amirudin
(commissioner,
Komnas Perempuan):
152
impelementasi
perlindungan terhadap
perempuan sudah
sangat
memprihatinkan.
Siswati (jala PRT) :
PRT tidak diakui oleh
pemerintah dan DPR
RI sebagai pekerja
Asnifriyanti Damanik
(LBH) APIK: Tahun
2017 sekitar 30-an
yang sampai ke
pengadilan.
Kendalanya kalau
bentuknya kekerasan
(KDRT) beberapa
korban melapor hanya
sebagai bentu shock
teraphy bagi pelaku
dan beberapa
kendalanya di dalam
proses pembuktian.
153
Dokumentasi
Peneliti mengikuti aksi Women’s March
Jakarta 2018
Peneliti bersama Kate Walton dan Skolastika
Lupituwina, anggota JFDG dan panitia
Women’s March Jakarta 2018
154
Peneliti bersama Bu Ala’i Nadjib, M.A, dosen
bidang studi Al-Quran dan Tafsir serta mitra
AMAN Indonesia
Diskusi Feminisme & Reformasi dengan narasumber
Nursyahbani Katjasungkana, Ita F. Nadia, Tati
Krisnawaty dan Ruth Indiah Rahayu
155
Diskusi Perspektif-Perspektif Islam tentang Kekerasan
Seksual dengan narasumber Prof. Dr. Hj. Siti Musdah
Mulia, MA
156