analisis usaha pengolahan gulakelapa … sebaran jumlah responden pengolahan gula kelapa skala...

67
ANALISIS USAHA PENGOLAHAN GULAKELAPA SKALA RUMAH TANGA DI DESA UJUNG GENTENG,KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT SKRIPSI FACHRI ZULIANDI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: vandat

Post on 15-Mar-2019

242 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

ANALISIS USAHA

PENGOLAHAN GULAKELAPA SKALA RUMAH TANGA

DI DESA UJUNG GENTENG,KABUPATEN SUKABUMI,

JAWA BARAT

SKRIPSI

FACHRI ZULIANDI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Usaha Pengolahan Gula Kelapa Skala Rumah Tangga di Desa Ujung Genteng,

Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat” adalah karya sendiri dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Fachri Zuliandi

NIMH3410401

i

ABSTRAK

FACHRI ZULIANDI. Analisis UsahaPengolahan Gula KelapaSkala Rumah

Tangga di Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.Dibimbing

oleh HARMINI.

Gula kelapa merupakan jenis gula yang dihasilkan melalui penderesan nira

pohon kelapa (bunga kelapa) yang belum mekar,diolahagarkadar airnya berkurang

dengan cara dimasak dan dicetak dalam bentuk padat.Tujuan penelitian ini

adalahadalah mengetahui besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan

profitabilitas dari pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung

Genteng, Kabupaten Sukabumi.Kegiatan pengolahan nira menjadi gula kelapa ini

sangat menguntungkan dilihat dari keuntungan yang diperoleh pengolah untuk

satu kali proses produksi sebesar Rp 607.585,72 dengan total biaya Rp.

742.414,28 serta penerimaan sebesar Rp 1.350.000. Sedangkan profitabilitas

usaha pengolahan gula kelapa dengan skala rumah tangga di desa Ujung Genteng

adalah sebesar 0,82 serta memiliki nilai efisiensi lebih dari satu, yaitu sebesar

1,82.

Kata kunci: Gula Kelapa, Nira

ABSTRACT

FACHRI ZULIANDI. The Economic Analysis of Household’s Coconut Palm

Sugar Processing, Ujung Genteng Village, Sukabumi, West Java, Supervised by

HARMINI.

Coconut palm sugar is a type of sugar that produced by tapping the sap of

coconut palm flowers that have yet to bloom. The saps are boiled down until it

ready for molding in solid form. The objective of this study is to analyze the

revenue, cost, profit, and profitability of the household’s coconut palm sugar

processing at the Ujung Genteng Village, Sukabumi, West Java. The result shows

that for each production process each household expense production cost around

Rp 742,414.28, and obtains revenue over Rp 1,350,000 in the average. Thus, each

household for each production process gains profit as much as Rp 607,585,72.

The profitability and the efficiency of household’s coconut palm sugar processing

reach 0.82 and 1.82 respectively.

Key words: Coconut Palm Sugar, Sap

ii

ANALISIS USAHA

PENGOLAHANGULA KELAPA SKALA RUMAH TANGGA

DI DESA UJUNG GENTENG, KABUPATEN SUKABUMI,

JAWA BARAT

FACHRI ZULIANDI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

iii

Judul Skripsi : Analisis Usaha Pengolahan Gula Kelapa Skala Rumah Tangga

di Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

Nama : Fachri Zuliandi

NIM : H34104012

Disetujui oleh

Ir. Harmini, MS

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Judul Skripsi Analisis Usaha Pengolahan Gula Kelapa Skala Rumah Tangga

di Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

Nama Fachri Zuliandi

NIM H34104012

Disetujui oleh

Ir. Harmini,MS Pembimbing

Diketahui oIeh

MS

TanggaI Lulus : 0 4 v'lR2014

~-- - ­

iv

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga

skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 sampai februari 2014 ini adalah gula kelapa,

dengan judul Analisis Usaha PengolahanGula Kelapa Skala Rumah Tangga di

Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Harmini MS selaku

pembimbing, serta Dr Ir Anna Fariyanti MS dan Ir Juniar Atmakusuma MS yang

telah banyak member saran.Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan

kepada Ibu Herni beserta staf dari Kantor Desa Ujung Genteng dan Bapak Cecep

selaku pengolah usaha gula kelapa yang banyak membantu selama pengumpulan

data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh

keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Fachri Zuliandi

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR X

DAFTAR LAMPIRAN XI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan 5

Manfaat 5

Ruang Lingkup 5

TINJAUAN PUSTAKA 6

Tinjauan Tentang Kelapa 6

Tinjauan Tentang Nira 8

Tinjauan Tentang Gula Kelapa 9

Bentuk Usaha yang Dijalankan 12

Penelitian Terdahulu 14

KERANGKA PEMIKIRAN 17

Kerangka Pemikiran Teoritis 17

Kerangka Pemikiran Operasional 20

METODE PENELITIAN 24

Lokasi dan Waktu 24

Metode Penentuan Sampel 24

Data dan Instrumentasi 24

Metode Pengumpulan Data 25

Metode Pengolahan Data 25

Definisi Operasional 26

KEADAAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 28

Letak Geografis, Iklim dan Batas Wilayah 28

Sebaran Jumlah Penduduk 28

Struktur Organisasi Desa Ujung Genteng 30

Profil Perekonomian Desa Ujung Genteng 31

Sejarah Usaha Rumah Tangga Gula Kelapa 31

Karakteristik Responden Pengrajin Gula Kelapa 33

ANALISIS USAHA PENGOLAHAN GULA KELAPA 36

Karakteristik Usaha Rumah Tangga Gula Kelapa 36

Biaya yang tidak Diperhitungkan 40

Proses Kegiatan Produksi Gula Kelapa 40

Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan 41

KESIMPULAN DAN SARAN 46

x

Kesimpulan 46

Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 49

DAFTAR TABEL

1 Trendpergerakan harga gula kelapa di kabupaten sukabumi, 2009-2012 2

2 Pertumbuhan permintaan gula (tebu) untuk kebutuhan rumah tangga di

indonesia, tahun 2011-2013 3

3 Pertumbuhan produksi gula (tebu) di indonesia, tahun 2011-2013 3

4 Standar mutu gula kelapa berdasarkan SNI 9

5 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan kelompok

umur tahun 2011 28

6 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan tingkat

pendidikan tahun 2011 29

7 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan mata

pencaharian tahun 2011 29

8 Sebaran jumlah responden pengolahan gula kelapa skala rumah tangga

berdasarkan usia di desa ujung genteng tahun 2012 33

9 Sebaran jumlah responden pengolahan gula kelapa skala rumahtangga

dari tingkat pendidikan di desa ujung genteng tahun 2012 34

10 Sebaran responden pengolahan gula kelapa skala rumah tangga

berdasarkan lama usaha di desa ujung genteng 2012 35

11 Rata-rata biaya pembuatan gula kelapa desa ujung genteng, kecamatan

ciracap, kabupaten sukabumi dalam 1 kali produksi (2 minggu) 37

12 Biaya tetap pengolahan gula kelapa dalam satu kali produksi (2 minggu) 41

13 Rata-rata biaya penyusutan peralatan dalam satu proses produksi

(2 minggu) pengrajin gula kelapa di desa ujung genteng 42

14 Biaya variabel pengolahan gula kelapa satu kali produksi (2minggu) 43

15 Biaya produksi pengolahan gula kelapa satu kali produksi (dua minggu) 43

16 Penerimaan dan keuntungan per produksi pengolahan gula kelapa 44

17 Nilai profitabilitas pada usaha gula kelapa di desa ujung genteng 44

18 Nilai R/C rasio pada pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di desa

ujung genteng 45

DAFTAR GAMBAR

1 Negara produsen kelapa terbesar di dunia (2004-2008) 7

2 Perkembangan luas areal kelapa di indonesia menurut status 7

xi

3 Kerangka kajian dan model analisis industri pengolahan gula kelapa di

desa ujung genteng, kabupaten sukabumi, jawa barat 23

4 Struktur organisasi desa ujung genteng 30

5 Alur distribusi (pemasaran) gula kelapa di desa ujung genteng 39

DAFTAR LAMPIRAN

1 Luas wilayah kecamatan di kabupaten sukabumi, tahun 2012 50

2 Perusahaan industri formal untuk industri hasil pertanian menurut jenis

industri di kabupaten sukabumi tahun 2013 51

3 PDRB kabupaten sukabumi atas dasar harga konstan 2000, menurut

lapangan usaha tahun 2009-2012 (jutaan rupiah) 52

4 Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian 53

5 Pengolahan gula kelapa 55

l6 Peta desa ujung genteng, kabupaten sukabumi, jawa barat 56

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Sukabumi yang terletak di ProvinsiJawa Barat, Indonesia

merupakansalah satu kabupaten dengan luas wilayah terkecil di Jawa Barat.

Perkembanganpenduduk di Kabupaten Sukabumi hingga tahun 2013 sebesar

2.408.338jiwa atau687.686 KK dengan mayoritas pekerjaan masyarakatnya di

sektor pertanianseperti petani, nelayan, pegawai pemerintahan dan swasta serta

pengrajin gulakelapa (BPS Kabupaten Sukabumi, 2013).Berdasarkan hasil

pencacahanlengkap SensusPertanian 2013, jumlah usahapertanian di Kabupaten

Sukabumi sebanyak291.754 dikelola oleh rumah tangga, sebanyak 62dikelola

oleh perusahaan pertanian berbadan hukum dan sebanyak 10 dikelolaoleh selain

rumah tangga dan perusahaan berbadan hukum (BPS KabupatenSukabumi, 2013)

Desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap sebagai salah satu desa yang

terletak di daerah pantai pulau Jawa dikenal sebagai salah satu kawasan sentra

produksi gula kelapa dan produksi gula kelapanya sudah terkenal di Indonesia

khususnya di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Herni, 2012).Selain

dimanfaatkan untuk pembuatan gula kelapa, tanaman kelapa di desa Ujung

Genteng juga dimanfaatkan untuk diambil buahnya.Tanaman kelapa yang

dimanfaatkan untuk pembuatan gula kelapa sering disebut dengan kelapa

deres.Kecamatan Ciracap sendiri pada tahun 2012dengan luas wilayah kecamatan

sebesar 16.056,10 ha atau 3,89% dari luas keseluruhan Kabupaten Sukabumi yang

terbagi menjadi 6desa, yaitu: Cikangkung, Mekarsari, Pangumbahan,

Pasirpanjang, Purwasedar, dan Ujung Genteng (BPN, 2009).Luas wilayah

Kabupaten Sukabumi per kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pada tahun 2012 sektor industri pengolahan merupakan kontribusi terbesar

ketiga setelah sektor pertanian dan perdagangan, hotel serta restoran yang ada di

Kabupaten Sukabumi. Dari sejumlah industri pengolahan kecil non formal yang

ada, sentra gula kelapa memiliki sebanyak 4.149 perusahaan dengan total

investasi Rp 17.500.000 dan menyerap 20.000 tenaga kerja (Lampiran 2).Kinerja

perekonomian Kabupaten Sukabumidigambarkan oleh Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut sektor usaha. Kontribusi PDRB

sektor atas dasar harga berlaku terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi tahun 2012

dapat dilihat pada Lampiran 3.

Bidang usaha yang mendorong pertumbuhan ekonomi di Kabupaten

Sukabumi yaitu bidang pertanian, perdagangan, hotel danrestoran sertaindustri

pengolahan. Pemanfaatan potensi merupakan suatu strategi dan alternatif yang

tepat untuk menjawab tantangan dalam rangka mewujudkan serta

mengembangkan industri pergulaan di sektor perkebunan dan pengolahan,

khususnya produksi gula kelapa dengan lingkup pengolahan skala rumah tangga

dalam rangka menciptakan produk substitusi gula tebu dan juga bernilai ekonomi

(Pusdatin, 2011).

Pemerintah daerah harus dapat mengembangkan potensi alam yang ada di

daerahnya khususnya bidang perkebunan dan pengolahan. Tanaman kelapa bisa

menjadi faktor kunci penting mengingat tanaman ini dapat tumbuh subur di tanah

kawasan pesisir pantai desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten

2

Sukabumi, didukung oleh industri pengolahan gula kelapa telah banyak tumbuh

dan berkembang yang telah menjadi penghasilan utama bagi industri rumah

tangga desa Ujung Genteng. Positifnya trend pergerakan harga jual gula kelapa

sehingga membuat para pengrajin gula kelapa di Kabupaten Sukabumi khususnya

yang termasukdi desa Ujung Genteng memproduksi gula kelapa. Tabel 1

merupakan trend pergerakan harga gula kelapa di Kabupaten Sukabumi, Jawa

Barat dari tahun 2009-2012

Tabel 1Trend pergerakan harga gula kelapa di Kabupaten Sukabumi, 2009-2012

Tahun Semester I (Rp) Semester II (Rp)

2009

2010

2011

2012

Rp 7.000

Rp 6.500

Rp 7.200

Rp 9.000

Rp 8.000

Rp 8.500

Rp 8.500

Rp 12.000

Sumber: Kemendag, 2012 (Diolah)

Bagi pengrajin gula kelapa pekerjaan pembuatan gula kelapa mayoritas

dilakukan sebagai pekerjaan utama, upaya ini mereka tempuh karena minimnya

penghasilan jika mereka tetap pada pekerjaan sebelumnya yaitu sebagai nelayan

dan petani serta sulitnya akses terhadap lapangan pekerjaan karena minimnya

pengalaman pendidikan yang dimiliki dan juga peran pemerintah yang kurang

sedangkan potensi tanaman kelapa sangat besar meskipun kepemilikan lahan

dikuasai oleh pihak swasta (Perkebunan Cigebang) dengan luas lahan yang

ditanami tanaman kelapa kurang lebih 449 ha. Bagi masyarakat tidak menjadi

kendala untuk mereka dalam memproduksi gula kelapa tersebut mengingat

penerimaan yang diterima jauh lebih besar dari pekerjaan sebelumnya.

Pengembangan industri rumah tangga gula kelapa di desa Ujung Genteng,

menunjukkan bahwa pengrajin melakukan kegiatan usahanya dengan skala rumah

tangga dimana penggunaan tenaga kerjanya sebagian besar tenaga kerja dalam

keluarga dengan jumlah tenaga kerja kurang dari lima orang. Walaupun dilakukan

dengan skala rumah tangga dan masih bersifat tradisional, namun kegiatan

pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng Sukabumi masih dapat bertahan

hingga saat ini di tengah persaingan dengan sesama industri sejenis dari daerah

lain.

Sejak dulu gula kelapa dikenal dan disukai di berbagai kalangan di

Indonesia, memiliki cita rasa yang khas, berkhasiat tinggi, dapat dinikmati dalam

berbagai rasa dan bentuk olahan serta diversifikasi pangan. Secara teknis untuk

memproses gula kelapa ini diperoleh melalui penyadapan nira dari bunga kelapa

yang belum mekar setelah melalui pengurangan kadar air dengan cara pemasakan

dan pencetakan dalam bentuk padat. Di Indonesia, sentra produksi gula kelapa

terdapat di beberapa kota, seperti Ciamis, Banyumas, Purbalingga, dan Cilacap.

Menurut Dewan Gula Indonesia((1990), dalam Rachmat (1991),

menyatakan bahwa dari produksi gula merah di Indonesia 53 persen dari gula

kelapa, 26 persen gula merah dari tebu, 18 persen gula merah dari aren, dan 3

persen sisanya dari bahan lain seperti siwalan dan lain-lain. Rahatmawati (1997)

juga menambahkan produksi dari gula aren dan siwalan diperkirakan akan

semakin menurun karena jumlah pohon yang terus menurun serta usia tanaman

yang semakin tua. Selain itu untuk gula merah dari tebu juga terkendala dalam

2

3

memperoleh bahan baku serta terbatasnya kapasitas olahan. Dengan demikian

peluang bagi gula merah yang dihasilkan dari gula kelapaguna memenuhi

kebutuhan pemanis nasional cukup.

Tabel 2 Pertumbuhan permintaan gula (tebu) untuk kebutuhan rumah tangga

di indonesia, tahun 2011-2013

Tahun Permintaan Gula (Ton) Pertumbuhan (%/tahun)

2011 2.700.000 -

2012 2.970.000 9.09%

2013 3.000.000 1,00%

Sumber: Soemitro Samadikoen, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat

Indonesia (APTRI), 2014 (Diolah)

Pertumbuhan terhadap permintaan gula (tebu) setiap tahunnya terus

meningkat sedangkan kapasitas produksi gula (tebu) nasional cenderung

berlawanan dari permintaannya.Akibat kondisi defisitnya gula (tebu) memaksa

pemerintah untuk melakukan impor demi mencukupi kebutuhan gula (tebu)

nasional.Dari total 56 pabrik gula nasional hingga tahun 2013 yang berasal dari

BUMN maupun swasta masih belum mampu untuk mencukupi kebutuhan gula

nasional yang tidak hanya demi kebutuhan rumah tangga tetapi juga untuk

industri makanan, minuman dan farmasi.

Tabel 3Pertumbuhan produksi gula (tebu) di indonesia, tahun 2011-2013

Tahun Produksi Gula (Ton) Pertumbuhan (%/tahun)

2011 2.100.000 -

2012 2.550.000 17,65%

2013 2.660.000 4,13%

Sumber: Soemitro Samadikoen, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat

Indonesia (APTRI), 2014 (Diolah)

Dengan perkiraan kebutuhan gula per kapita 12 kg/tahun, maka total

kebutuhan gula nasional per tahun di negara berpenduduk kurang lebih 250 juta

jiwa ini sebesar 3 juta ton. Kondisi ini membuat pemerintah dihadapkan pada dua

pilihan untuk melakukan impor atau melakukan diversifikasidengan mencari

alternatif sumber-sumber gula alami non tebu, salah satunya adalah gula dari jenis

palmae (gula kelapa/brown sugar).Program diversifikasi gula nasional yang

berbasis gula palmae seperti gula kelapa (brown sugar) sangat strategis

peranannya sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pemerintah, industri

pengolahan dan masyarakat terhadap gula pasir (tebu) dan gula sintetis yang

sebagian besar diimpor.Disamping jumlah bahan baku gula kelapa yang melimpah

dan murah, teknologi yang digunakan dalam membuat gula kelapa juga tidak

membutuhkan biaya dan teknologi yang tinggi ( low cost and low tech ). Hal ini

berbeda dengan teknologi yang digunakan untuk pembuatan gula (tebu), oleh

karena itu program diversifiksi gula yang berbasis pada tanaman kelapa (palmae)

sangatlah tepat dan strategis untuk dikembangkan di sentra-sentra tanaman kelapa

dan penghasil gula kelapa seluruh wilayah Indonesia.

4

Fakta inilah yang mendorong untuk mengetahui secara lanjut mengenai

usaha pengolahan gula kelapa skala rumah tangga melalui suatu analisis usaha di

desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi.Selanjutnya, pentingnya penanganan

yang lebih serius oleh pihak terkait agar keberadaan pengolahan gula kelapa skala

rumah tangga ini dapat meningkatkan kesejahteraan para pengrajin pembuat gula

kelapa dengan tetap tidak merugikan masyarakat sebagai konsumen.

1.2 Perumusan Masalah

Wilayah yang ada di Kabupaten Sukabumi meliputi 47 Kecamatan, 4

kelurahan, 363 desa, 3.046 RW, dan 11.653 RT. Salah satu kecamatan yang ada di

Kabupaten Sukabumi adalah Kecamatan Ciracap dengan desa Ujung Gentengnya

yang cukup dikenal di Indonesia, tidak hanya dari sisi pariwisata pantai dan

hasiltangkapan ikannya namun juga usaha pengolahan gula kelapa skala rumah

tangga yang telah ada secara turun temurun dan masih bertahan hingga saat ini.

Tumbuh dan kembangnya usaha pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng

berdasarkan hasil penelitian dikarenakan terdapatnya sumber daya berupa

perkebunan kelapa milik perkebunan swasta Cigebang yang dapat dimanfaatkan

masyarakat sekitar untuk mengusahakan sumber daya yang ada berupa nira dari

tanaman kelapa untuk diolahmenjadi gula kelapa.Selain itu, untuk

membandingkan dengan produk sejenisnya yaitu gula (tebu) dimana kondisinya

dari tahun ke tahun cenderung defisit yang harus memaksa pemerintah untuk

melakukan impor serta alternatif lain berupa pemanfaatan sumber-sumber gula

alami selain dari tanaman tebu melalui program diversifikasi produk salah satunya

gula dari jenis palmae (brown sugar). Berdasarkan kriteria tersebut maka

dipilihlah lokasi desa Ujung Genteng di Kecamatan Ciracap, Kabupaten

Sukabumi, Jawa Barat disamping belum adanya peneliti-peneliti lain yang

mengangkat judul dengan lokasi dan produk/komoditi yang sama.

Pelaku produksi pengolahan yang menghasilkan gula kelapa berusaha

untuk mengalokasikan segala sumber daya yang dimiliki dengan sebaik-baiknya

agar diperoleh keuntungan yang besar.Namun dalam mencapai keuntungan yang

besar belum tentu mengartikan bahwa usaha pengolahan gula kelapa sudah efisien

untuk diusahakan karena memungkinkan juga dikeluarkannya biaya yang besar

dalam memperoleh keuntungan yang besar tersebut. Ditambah lagi pelaku usaha

gula kelapa yang ada di desa Ujung Genteng Sukabumi dalam usaha untuk

memperoleh keuntungan tersebut akan menghadapi risiko selama proses produksi

hingga pemasaran.

Analisis usaha pada usaha pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di

desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi sangat penting dilakukan bagi pelaku

usaha pengolahan gula kelapa dalam melaksanakan usahanya demi peningkatan

keuntungan serta pengembangan usaha. Pada kenyataannya, seringkali pengolah

gula kelapa kurang memperhatikan manajemen usaha yang berkaitan dengan

besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, dan profitabilitas usaha yang mereka

jalankan. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah analisis usaha untuk menganalisis

biaya, penerimaan,keuntungan dan profitabilitas dari usaha pengolahan gula

kelapadengan skala rumah tangga di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi

ini sehingga pengolah dapat melihat perkembangan dari usaha yang dijalankan.

4

5

Walaupun usaha pengolahan gula kelapa yang dijalankan harus bergandengan

dengan perusahaan swasta tidak menyurutkan semangat para pengolah gula kelapa

mengingat kegiatan usaha yang dijalankan dengan sistem kerjasama yang saling

memakmurkan satu sama lain dan keuntungan yang diterima oleh pengolah gula

kelapa sudah cukup untuk mengembangkan usahanya minimal memenuhi

kebutuhan keluarga yang terlibat dalam produksi pengolahan.

Dari uraian tersebut maka secara spesifik perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Berapa besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas dari usaha

pengolahan gula kelapa dengan skala rumah tangga di desa Ujung Genteng,

Kabupaten Sukabumi

1.3 Tujuan

Dari perumusan masalah yang ada dapat diambil langkah/upaya apakah

kajian bisnis ini dapat berguna nantinya bagi kemajuan industri gula kelapa di

desa Ujung Genteng yang diharapkan nantinya, berupa:

1. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas dari

usaha pengolahan gula kelapa dengan skala rumah tangga di desa Ujung

Genteng, Kabupaten Sukabumi

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat/berguna demi :

1. Pengolah gula kelapa dan tengkulak, sebagai masukan dalam menyusun

kembali strategi-strategi produksi dan penjualan terhadap produk gula

kelapa

2. Penulis, sebagai sarana untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan

berkaitan dengan industri gula kelapa serta merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Program Sarjana Agribisnis

Alih Jenis Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor.

3. Bagi Pemerintah Daerah desa Ujung Genteng, hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan juga bahan

pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang lebih baik di masa

mendatang, terutama yang berkaitan dengan pengembangan usaha

pengolahan skala rumah tangga.

4. Acuan bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan analisis usaha

dari produk olahan gula kelapa

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini dibatasi pada analisis usaha dari produk olahan tanaman

kelapa berupa nira menjadi gula kelapa di desa Ujung Genteng Sukabumi.Untuk

menganalisis secara analisis usaha tersebut, digunakan perhitungan struktur biaya,

penerimaan, keuntungan dan profitabilitas. Analisis usaha dalam skala rumah

6

tangga ini dilakukan di lokasi desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap,

Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mengingat potensi tanaman kelapa yang besar

di lokasi tersebut milik perkebunan Cigebang dengan luas kurang lebih 449 ha

dan semakin bertambahnya masyarakat yang menjadi pengrajin gula kelapa

hingga ±120 pelaku produksi/pengolah khususnya dari kecamatan Surade melalui

pembinaan yang dilakukan sebelumnya oleh pemilik perkebunan serta aparatur

pemerintah setempat.

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tinjauan Tentang Kelapa

Kelapa adalah tanaman tropis dan banyak tumbuh di hampir seluruh

wilayah di Indonesia terutama di daerah-daerah yang memiliki pesisir pantai

sebagai lahan produktifnya.Karena begitu ragamnya manfaat dari kelapa ini, maka

tidaklah mengherankan jika kelapa mendapat julukan sebagai pohon kehidupan

(the tree of life)karena setiap bagian dari tanaman kelapa keseluruhannya dapat

dimanfaatkan demi kemaslahatan masyarakat, diantaranya: bagian daun dapat

dibuat hiasan janur, keranjang sampah, sapu lidi, ketupat, wadah tempat buah.

Bagian pucuk daun dapat dijadikan makanan asinan, bagian buah dapat

bermanfaat sebagai santan, bagian air buah dapat diolah menjadi minyak goreng,

gula merah dan obat alternatif. Bagian batang dapat dijadikan sebagai furniture

dan peralatan rumah tangga lainnya, bagian lidi untuk sapu lidi dan penjepit

pincut makanan, bagian pangkal dapat dibuat untuk menghasilkan ragi, kipas,

sandal, tas tangan, dan topi, serta bagian batok untuk dijadikan arang untuk

pembakaran (Anonim, 2007). Keuntungan ekonomis membudidayakan sudah

sama-sama diketahui karena memiliki banyak manfaat dan bernilai jual tinggi.Hal

itu berarti dapat mendatangkan keuntungan apabila dikelola dengan cara-cara

profesional.

Daya saing produk kelapa pada saat ini terletak pada industri hilirnya,

tidak lagi pada produk primer, di mana nilai tambah dalam negeri yang dapat

tercipta pada produk hilir dapat berlipat ganda daripada produk primernya.Usaha

produk hilir saat ini terus berkembang dan memiliki kelayakan yang tinggi baik

untuk usaha kecil, usaha menengah maupun usaha besar.Pada gilirannya industri

hilir menjadi lokomotif industri hulu (Anonim, 2009).

2.1.1 Budidaya dan Produksi Kelapa

Kelapa banyak terdapat di negara-negara Asia dan Pasifik yang

menghasilkan 5.276.000 ton (82 persen) produksi dunia dengan luas ± 8.875.000

ha (1984) yang meliputi 12 negara, sedangkan sisanya oleh negara di Afrika dan

Amerika Selatan.Indonesia merupakan negara perkelapaan terluas (3.334.000 ha

tahun 1990) yang tersebar di Riau, Jateng, Jabar, Jatim, Jambi, Aceh, Sumut,

Sulut, NTT, Sulteng, Sulsel, Maluku tetapi produksinya masih dibawah Filipina

(2.472.000) ton dengan areal 3.112.000 ha yaitu sebesar 2.346.000 ton

(Suhardiono, L, 1993).

6

7

Tanaman kelapa sebenarnya merupakan komoditas pertanian kedua yang

terpenting setelah padi karena kelapa dianggap sebagai tanaman

serbaguna.Dengan ini seharusnya Indonesia bisa menguasai produk berbahan

dasar kelapa ini, karenamanfaatnya yang multiguna baik untuk pangan, sandang

maupun papan. Semua produk dan bahan baku kelapa sebenarnya sangat

berpotensi besar, baik di pasar lokal maupun Internasional.Tanaman kelapa

menghendaki intensitas sinar matahari yang tinggi dengan jumlah penyinaran

tidak kurang dari 2000 jam per tahun. Kelapa dapat tumbuh pada berbagai jenis

tanah. Syarat-syarat tanah yang baik untuk pertumbuhan kelapa adalah struktur

baik, peresapan air dan tata udara baik, permukaan air tanah letaknya cukup dalam

(minimal 1 meter dari permukaan tanah) dan keadaan air tanah hendaknya dalam

keadaan bergerak (tidak menggenang) dengan pH tanah optimal 6.0 – 8.0

(Setyamidjaja, 1984).

Gambar 1.Negara Produsen Kelapa Terbesar di Dunia, (rata-rata 2004-2008)

Sumber: Pusdatin, 2010

Areal pertanaman kelapa tersebar di seluruh Indonesia dengan luas

3.860.000 ha pada tahun 2007. Didominasi oleh perkebunan rakyat seluas

3.791.000 ha (98,21persen), perkebunan besar negara seluas 6.000 ha (0,15persen)

dan perkebunan swasta seluas 63.000 ha (1,63persen) (Anonymous, 2008).

Gambar 2. Perkembangan Luas Areal Kelapa di Indonesia Menurut Status

Pengusahaan, 1970-2009 (Pusdatin, 2010)

Populasi tanaman kelapa di Indonesia adalah yang terbesar di dunia, pohon

kelapa tumbuh sekitar 3 juta hektar di Indonesia atau 31persen dari total pohon

8

kelapa dunia kelapa yang terdiri dari 55 persen ditanam secara monokultur

(tunggal) dan 45persen di tanam dengan campuran tanaman lain (Darwis, 1986).

Produktivitas tanaman kelapa rata-rata dalam kurun waktu 2004-2009 sebesar

1,13 ton/ha dengan laju pertumbuhan sebesar 1,22 persen. Tercatat pada tahun

2009 produksi kelapa di Indonesia mencapai nilai sebesar 3.250.000 ton atau

meningkat dari tahun sebelumnya (Gambar 2).

2.1.2 Konsumsi Kelapa

Konsumsi kelapa di Indonesia dihitung dalam bentuk kelapa butiran dan

minyak kelapa. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS),

pada periode tahun 1981-2008 terjadi penurunan yang signifikan dari konsumsi

kelapa baik dalam bentuk kelapa butiran maupun dalam bentuk minyak kelapa.

Selama periode tersebut konsumsi kelapa butiran mengalami penurunan rata-rata

sebesar 1,96persen per tahun.

Jika tahun 1981 konsumsi kelapa butiran mencapai 16 butir perkapita,

maka pada tahun 2007 turun menjadi 10 butir perkapita. Konsumsi kelapa butiran

terendah terjadi pada tahun 1999 sebesar 9 butir perkapita. Sementara itu

konsumsi minyak kelapa per kapita juga turun dari 4,00 liter pada tahun 1981

menjadi 2,24 liter pada tahun 2008. Rata-rata penurunan konsumsi minyak kelapa

mencapai 3,19persen per tahun. Penurunan konsumsi minyak kelapa ini

dimungkinkan dengan berkembangnya kebun kelapa sawit sehingga perusahaan

yang menghasilkan produk seperti minyak goreng lebih banyak menggunakan

bahan baku dari kelapa sawit (Pusdatin, 2010). Adapun penggunaan dari kelapa

tersebut sebagian besar sebagai bahan makanan (97,44persen), sedangkan sisanya

digunakandalam industri pengolahan (1,86persen) dan tercecer (0,70persen).

2.2 Tinjauan Tentang Nira

Gula kelapa dihasilkan dari nira yang merupakan cairan manis yang

mengandung gula pada konsentrasi 7,5-20,0 persen yang terdapat di dalam bunga

tanaman kelapa yang pucuknya belum membuka dan diperoleh dengan teknik

penyadapan atau penderesan. Pada umumnya masyarakat memanfaatkan nira

kelapa untuk pembuatan gula merah dan gula semut, selain itu dapat

digunakan sebagai minuman segar baik dari niranya langsung maupun nira yang

dibuat dalam bentuk sirup (Dyanti, 2002). Biasanya satu buah mayang bisa

disadap dalam kurun waktu 10-35 hari.Hasil penyadapan yang diperoleh

darisetiap mayang sekitar 0.5-1 liter nira atausekitar 2-4 liter nira perpohon setiap

harinya (Santoso,1993)

Penyadapan nira biasanya dilakukan dua kali sehari di waktu pagi dan

sore hari.Wadahyang digunakan untuk menampung nira yaituberupa bumbung

yang biasanya terbuat daribambu, dan ada juga yang menggunakan tempatbekas

oli/minyak curah/jerigen yang terbuat dari plastik dengan tujuan untuk

memperingan beban penyadap pada waktunaik atau memanjat pohon kelapa

sertabahannya yang tidak mudah bocor. Untukpembuatan gula kelapa agar lebih

efisien maka bumbung atau wadah penampung nira tersebut didalamnnya diberi

suatucampuran kapur sirih dan irisan kulit manggis atau tatal nangka

(laru).Campuran laru ini untuk mencegah nira menjadi asam. Jika rasanya asam

8

9

akan berpengaruh terhadap kualitas gula kelapa yang akan dihasilkan, terutama

sukar mengalami pengentalan cairan atau tidak dapat dicetak menjadi gula

kelapa.Sebaliknya jika laru yangditambahkan berlebihan dapat menyebabkan

rasagula kelapa kurang enak dan menyebabkan produksi gula kelapa

rendahkualitasnya.

2.3Tinjauan Tentang Gula Kelapa

2.3.1 Karakteristik Gula Kelapa

Gula kelapa merupakan jenis gula yang dihasilkan/diperoleh melalui

penyadapan nira pohon kelapa (bunga kelapa) yang belum mekar setelah melalui

pengurangan kadar air dengan cara pemasakan dan pencetakan dalam bentuk

padat. Gula kelapa atau dalam nama perdagangan dikenal sebagaigula jawa atau

gula merah biasanya dijualdalam bentuk setengah mangkok atausetengah elips.

Bentuk demikian diperoleh dari cetakan yang biasa digunakan berupasetengah

tempurung (batok) kelapa, dan ada pula yang berupa cetakan dari bambu,

sehingga bentuknya menyerupai tabung.

Dilihat dari susunan gizinya, gula kelapa merupakan salah satu unsur dari

9 bahan pokok yang cukup kaya akan karbohidrat,protein serta mineral

lainnya.Untuk mendapatkan produk gula kelapa sesuai Standar Nasional

Indonesia (SNI) harus memiliki kriteria sebagai berikut (Tabel 4).

Tabel 4Standar mutu gula kelapa berdasarkan SNI

N

o

Uraian SNI-01-3743-1995

1 Penampakan

Bentuk

Warna

Rasa/Aroma

Padatan nrmal, seragam

Kuning kecoklatan sampai

coklat

Khas

2 Air Maksimal 10%

3 Abu Maksimal 2%

4 Gula pereduksi Maksimal 10%

5 Jumlah gula sebagai sakarosa Minimal 77%

6 Bagian yang tak larut dalam air Maksimal 1%

7 Pemanis buatan sakarin,siklamatserta

garam-garamnya

Tidak ditemukan

8 Cemaran logam

Timbal (Pb)

Tembaga (Cu)

Seng (Zn)

Raksa (Hg)

Timah (Sn)

Maksimal 2,00 mg/kg

Maksimal 10,00 mg/kg

Maksimal 40,00 mg/kg

Maksimal 0,03 mg/kg

Maksimal 40,00 mg/kg

9 Arsen

Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1995)

10

Mengingat penggunaan gula kelapa berbeda dan dapat menjadi pengganti

(substitusi) gula pasir (putih) serta gula lainnya, seandainya dipaksapun produk

turunan yang dihasilkan dari jenis gula kelapa ini bisa kehilangan aroma dan

rasanya yang khas.

2.3.2 Jenis-Jenis Gula Kelapa

Saat ini terdapattiga macam produk gula kelapa/jawa yang biasanya

banyak dibutuhkan oleh konsumen antara lain :

a. Gula cetak/Coconut Palm Sugar

Gula jawa cetak dihasilkan dari Nira Kelapa (Cocos Nucifera Lin) yaitu

cairan bening yang terdapat di dalam mayang kelapa yang pucuknya belum

membuka kemudian ditoreh (dalam bahasa jawa dideres) oleh para petani

penderes. Selanjutnya dimasak oleh para keluarga petani penderes dengan sangat

sederhana, lalu dicetak dengan cetakan bambu kemudian dijual kepada para

pedagang kecil (Bakul), dari bakul inilah produk gula jawa dijual kepada

Pengepul kemudian kepada Bandar yang memasok dan menjual langsung ke

pabrik-pabrik Kecap dalam jumlah yang sangat besar

Untuk dapat memproduksi gula kelapa cetak dibutuhkan alat-alat

sederhana seperti; pongkor (tempat menaruh nira), wajan untuk merebus,

pengaduk dari kayu, tungku, kayu bakar, bubung (dari bambu). Adapun urutan

pengerjaan gula kelapa adalah: Menderes/menyadap untuk memperoleh nira, rata-

rata untuk setiap produksi dibutuhkan 10 pohon kelapa. Kemudian air nira yang

telah diambil dari pohon tersebut dituangkan kesebuah wajan besar dan dimasak,

pekerjaan tersebut dikenal dengan mengidel untuk pengerjaan ini membutuhkan

waktu sekitar 4-5 jam. Setelah selesai mengidel maka gula siap dicetak dengan

cara menuangkan gula cair kedalam bubung, ditunggu sampai dingin kemudian

baru cetakan dibuka.

b. Gula bubuk/Gula Semut/Palm Suiker

Gula semut dapat dikatakan produk turunan dari gula kelapa. Jika

dibandingkan dengan gula kelapa biasa, bisa dikatakan gula semut memiliki

bentuk yang lebih praktis dan lebih awet. Pada umumnya, gula kelapa hanya

mampu bertahan sekitar sebulan bila disimpan dalam suhu ruangan. Namun, jika

disimpan lebih lama lagi, biasanya gula akan cair dan berbau tidak sedap.

Sementara untuk gula semut, usia simpannya bisa mencapai lebih dari satu tahun.

Dari sisi kandungan gizi, gula semut dapat disebut ”juaranya”. Dibandingkan

dengan gula pasir biasa, gula yang berwarna coklat muda ini lebih banyak

memiliki kadar protein, lemak, kalsium, fosfor, dan zat besi (Yoga Putra, 2008).

Pembuatan gula kelapa secara tradisional umumnya hanya sampai pada

pencetakan saja. Dari gula ini bisa diproses menjadi gula kristal. Tahapannya

sama, pertamapengambilan nira. Untuk setiap 5 liter nira kelapa, ditambahkan

kapur sirih 0,5 gr atau setengah sendok teh. Kedua, pembersihan nira. Nira hasil

sadapan, jangan terlalu lama ditempat terbuka. Selanjutnya, nira disaring dan

secepatnya dimasak pada suhu 60°C (untuk gula jawa). Saat dimasak,

ditambahkan air kapur sekitar 6,5 pH selama 5-10 menit. Kemudian nira yang

sudah dimasak diangkat dan dibiarkan selama 10-25 menit agar kotoran

mengendap. Busa yang terbentuk selama pengendapan dibuang dengan saringan

bambu atau kawat yang halus. Ketiga, perebusan. Nira yang sudah bersih direbus

10

11

kembali sambil diaduk-aduk yang kuat. Apabila nira sudah agak kental, api

dikecilkan sampai akhirnya betul-betul masak. Keempat, pencetakan. Untuk

pembuatan gula semut, nira dimasak sampai suhu 120°C.

Pemasakan diakhiri apabila tetesan nira pada air dingin berbentuk benang

yang tidak terputus. Nira yang sudah masak dimasukkan ke dalam tempat yang

berbentuk silinder dari kayu dan drum bekas. Tempat tersebut dilengkapi dengan

poros putaran berupa garu (sisir) dari logam atau kayu. Poros tersebut diputar

dengan tenaga manusia. Pemutaran harus dilakukan dengan cepat ketika keadaan

nira masih panas. Setelah gula menjadi remah pemutaran diperlambat (Sujono

dkk).

c. Gula cair/Liquid Palm Sugar

Pakan lebah

Pemanfaatan nira kelapa dapat menjadi alternatif pakan lebah yang

selama ini menjadi kendala dalam pengembangan produksi usaha budidaya lebah

madu. Pemberian nira sebagai sumber energi sebagai sumber protein lebah

diharapkan mampu meningkatkan jumlah populasi lebah pekerja dan

ketersediaan bahan penyusun utama madu sehingga berdampak pada peningkatan

jumlah produksi madu (Erwan, 2003).

Dalam mencari makanan, lebah madu mengumpulkan cairan manis yang

berasal dari berbagai nira tanaman. Dilaporkan oleh Crane (1980) bahwa lebah

memperoleh makanannya pada cairan yang keluar dari berbagai tanaman palem

yang disadap, disamping mengambil cairan yang berasal dari batang tebu yang

telah dipotong.

d. Bioetanol

Bioetanol dapat dibuat dari nira kelapa. Hasil sadapan nira kelapa setelah

melalui proses fermentasi dapat diolah menjadi bioetanol, dan bioetanol ini dapat

digunakan sebagai pengganti bensin setelah mengalami proses pemurnian, cara

pembuatannya yang mudah sehingga dapat dibuat di pedalaman atau tempat-

tempat terpencil di daerah. Selain itu bioetanol atau yang lebih dikenal dengan

nama alkohol merupakan produk yang di butuhkan dalam industri kimia,

makanan, rokok, kedokteran, kosmetika dan lain-lain(Yunus, 2008).

2.3.3 Proses Pengolahan Gula Kelapa

Proses pengolahan gula kelapa pada prinsipnya adalah proses penguapan

atau pemekatan nira. Tahap-tahap proses pembuatan gula kelapa tersebut

meliputi:

a. Proses pengambilan nira kelapa

1. Pohon bisa disadap apabila telah menghasilkan dua atau tiga tandan

bunga (mayang).

2. Bagian ujung mayang yang telah seminggu, diikat, diiris sedikit demi

sedikit, kemudian diikat dilengkungkan kearah bawah, hasil irisan

tersebut akan mengeluarkan tetesan nira yang dimasukkan dalam

bumbung (wadah) yang diikat pada mayang tersebut. Mayang ini terus

menghasilkan nira sampai kurang lebih 30 hari.

3. Dalam bumbung bambu diberi laru yaitu suatu campuran yang terdiri atas

kapur sirih, penggunaan laru dimaksudkan agar nira tidak masam karena

12

kapur sirih berfungsi untuk menghambat fermentasi nira yang disebabkan

oleh mikroorganisme.

4. Penyadapan dilakukan 2 kali pagi dan sore hari, penyadapan pada pagi

hari hasilnya diambil sore hari sedangkan penyadapan sore hari diambil

pagi.

b. Proses pembuatan gula kelapa

1. Nira yang telah diperoleh dari hasil sadapan disaring terlebih dahulu agar

terbebas dari kotoran.

2. Nira hasil saringan secepatnya dimasukkan dalam wajan/panci kemudian

dipanaskan sampai 110° C sambil dilakukan pengadukan. Dalam proses

pemasakan ini, saat mendidih kotoran halus akan mengapung bersama

busa nira. Kotoran tersebut dibuang, agar busa nira yang meluap tidak

bertambah banyak maka dimasukkan 1 sendok minyak kelapa atau

biasanya dimasukkan sedikit parutan kelapa hingga nira tidak meluap.

3. Bila nira sudah pekat dan mulai berubah warna berarti nira sudah masak.

4. Nira yang sudah masak diangkat dari tungku dan tetap dilakukan

pengadukan hingga pekatan nira mulai mendingin.

5. Pekatan nira yang mulai mendingin dimasukkan dalam cetakan yang

sebelumnya telah dibasahi terlebih dahulu dengan air, dan selanjutnya

didiamkan hingga mengeras dan menjadi gula jawa.

(Issoesetiyo dan Sudarto, 2001).

Gula kelapa banyak digunakan sebagai bumbu masak karena memiliki

aroma dan rasa yang khas caramel palmae.Disamping itu, guka kelapa juga

digunakan untuk pemanis minuman, bahan pembuat kecap, bahan pembuat dodol,

dan pembuat kue serta bahan penambah cita rasa pada makanan.Gula jawa

memiliki banyak manfaat kesehatan dibandingkan gula tebu/gula putih. Selain

memberikan rasa manis (tapi rendah kalori), gula jawa mengandung garam mineral,

kaya nutrisi, dan bermanfaat untuk mengatasi anemia, batuk, typhus, lepra, dan

sebagainya (Santoso, 1995). Hingga saat ini banyak masyarakat yang tidak

mengetahui cara membuat gula kelapa. Namun ada sekelompok masyarakat di

wilayah-wilayah tertentu yang masih dengan setia menggeluti usaha pembuatan gula

kelapa ini, baik sebagai usaha sampingan maupun sebagai sumber mata pencaharian

(Radino, 2009).

2.4Bentuk Usaha yang Dijalankan

Sejak dulu usaha gula kelapa di Indonesia hanya dilakukan secara

tradisional dengan skala rumah tangga yang merupakan usaha secara turun-

temurun.Industri rumah tangga lebih sering dijumpai di wilayah pedesaan dan

tergolong dalam skala kecil dan menengah.Bagi masyarakat pedesaan, industri

rumah tangga jauh memberikan ruang ekonomi serta manfaat sosial yang berarti

demi kesejahteraan keluarga.

Industri dapat digolongkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan jumlah investasi.

Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dapat dikategorikan menjadi empat

kelompok yaitu:

a. Jumlah tenaga kerja 1-4 orang untuk industri rumah tangga

b. Jumlah tenaga kerja 5-19 orang untuk industri kecil

c. Jumlah tenaga kerja 20-99 orang untuk industri menengah

12

13

d. Jumlah tenaga kerja ≥ 100 orang untuk industri besar.

(Badan Pusat Statistik, 1999).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan bahwa usaha mikro adalah usaha

produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang

memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus

juta rupiah).

(Anonim, 2009).

Industri rumah tangga pada umumnya memusatkan kegiatan di sebuah

rumah keluarga tertentu dan para karyawannya berdomisili di tempat yang tak

jauh dari rumah produksi tersebut. Secara geografis dan psikologis hubungan

mereka sangat dekat (pemilik usaha dan karyawan) sehingga memungkinkan

kemudahan dalam menjalin komunikasi (Anonim, 2009). Gula kelapa yang berada

di pasaran sampai saat ini merupakan produk industri kecil dan industri rumah

tangga yang banyak dikerjakan oleh masyarakat pedesaan dengan golongan

menengah kebawah. Proses pembuatan gula kelapa masih menggunakan cara

produksi serta peralatan yang sangat sederhana (Issoesetiyo dan Sudarto, 2001).

Menurut BPS (1987) dalam Suratiyah (1991), usaha industri rumah tangga

yang terkait dalam bidang pengolahan merupakan usaha yang tidak berbentuk

badan hukum dan dilaksanakan oleh seseorang atau beberapa orang anggota

rumah tangga yang mempunyai tenaga kerja sebanyak empat orang atau kurang,

dengan kegiatan mengubah bahan dasar menjadi barang jadi atau setengah jadi

atau dari yang kurang nilainya menjadi yang lebih tinggi nilainya dengan tujuan

untuk diperdagangkan atau ditukar dengan barang lain yang sejenis atau berbagai

jenis dan ada satu orang anggota keluarga yang menanggung risiko.

Manfaat yang dirasakan pun dapat dikatakan cukup mendorong roda

perekonomian keluarga.Pertama, dapat menciptakan lapangan usaha keluarga

dengan modal yang lebih murah sesuai keterampilan yang dikuasai.Kedua,

industri rumah tangga juga mempunyai posisi sebagai mitra usaha bagi

perusahaan Kedua, industri rumah tangga juga mempunyai kedudukan sebagai

mitra usahabagi perusahaan dengan skala yang lebih besar dan sejenis karena ada

sebagian industri rumahtangga yang menghasilkan produk-produk sederhana atau

setengah jadi untukdilanjutkan lagi oleh perusahaanbesar.Ketiga, bahwa industri

rumah tangga terkadang dapat menghasilkan produk yang tidak dapat diproduksi

oleh perusahaan besar, sehinggaindustri rumah tangga dapat dianggap sebagai

anak angkat perusahaan besar dalampemasaran (Irsan Ashari Saleh, 1986)

Secara umum peranan industri rumah tangga dalam ranah Nasional dan

lokal terwujud dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan nilai tambah dan

distribusi pendapatan terutama pada kelompok masyarakat miskin.Keberadaan

industri rumah tangga penting dalam pembangunan suatu wilayah dalam

memanfaatkan sumberdaya alam yang belum didayagunakan secara optimal

dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah dan menciptakan lapangan kerja.

Pengembangan agroindustri khususnya industri rumah tangga diyakini

akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus

menciptakan pemerataan pembangunan suatu wilayah. Perekonomian Indonesia

14

sekarang mempunyai masalah yang krusial dalam bidang pengangguran dan

kemiskinan. Titik lemah perekonomian kita adalah tidak bergeraknya sektor riil

sehingga kesempatan kerja terbatas. Padahal sebagian besar penduduk miskin

berada pada sektor ini, khususnya pertanian (Yorin, 2009).

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian sebelumnya memberikan gambaran yang berbeda-

beda dalam setiap pola pengambilan data, metode analisis data dan tujuan yang

ingin dicapai. Berikut merupakan penelitian terdahulu yang meneliti mengenai

kajian finansial dan nilai tambah dari berbagai produk dari sektor agribisnis atau

dapat dilihat pada lampiran 2:

Widjojoko, Mulyani dan Wijayanti (2006) dalam penelitian mereka yang

berjudul kajian finansial dan nilai tambah gula semut (granular sugar) di

Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas menjelaskan usaha agroindustri gula

semut sudah dilakukan secara efisien yang ditunjukkan oleh nilai R/C rasio lebih

besar dari 1,00 yaitu 1,15. Nilai penerimaan sebesar Rp844.500,00/bulan dari total

biaya produksi sebesar Rp731.808,19/bulan memberikan keuntungan pada

pengrajin gula semut Rp117.520,48/bulannya. Analisis yang digunakan dalam

penelitian tersebut menggunakan Analisis R/C rasio dan analisis nilai tambah

Hayami. Analisis R/C ratio sebesar 1,15 sehingga usaha gula semut ini dapat

dikatakan berjalan dengan efisien, karena penerimaan pengrajin lebih tinggi

dibandingkan biaya yang dikeluarkan dengan nilai titik impas pada tingkat 6,94

kg/bulannya dengan harga jual Rp5.000,00/kg. Sedangkan Analisis Nilai Tambah

dengan nilai masukan bahan baku utama berupa nira selama satu bulan produksi

sebesar 810.720 kg, luaran yang dihasilkan berupa gula semut sebesar 168,9 kg.

Nilai konversi antara luaran dan bahan baku utama adalah 0,208 yang

menggambarkan tingkat efisiensi untuk penggunaan bahan baku nira dalam

menghasilkan produk gula semut. Hasil akhirnya diperoleh nilai tambah sebesar

Rp590,00 per kg bahan baku utama nira.

Masrah dalam Analisis Pendapatan Pengolahan Gula Aren pada Industri

Rumah Tangga di Desa Semuntai Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser pada

tahun (2009) dengan hasil produksi yang dicapai setiap bulan sebesar

383,80bungkus dengan harga jual Rp7.000,00 sehingga diperoleh pendapatan

bersih setelah dikurangi dengan pengeluaran untuk produksi menghasilkan nilai

sebesar Rp793.123.52. Sedangkan dari hasil perhitungan analisis kelayakan usaha

pengolahan gula aren selama 1 bulan periode produksi di Desa Semuntai tersebut

menunjukkan bahwa nilai R/C rasio yang diperoleh pengrajin rata-rata

sebesar1,4.Usaha pengolahan gula aren lebih besar dari >1 menunjukkan bahwa

usaha layak untuk diusahakan. Kemudian berdasarkan analisis Break Event Point

(BEP) diperoleh hasil bahwa usaha pengolahan gula aren di Desa Semuntai adalah

untuk BEP produksi sebesar 37 bungkus dengan BEP penerimaan kotor (TR)

sebesar Rp254.287,75 dan BEP harga sebesar Rp6.872,64.

Irene Kartika Eka Wijayanti, Dyah Ethika N., dan Indah Widyarini (2007)

dalam prospek pengembangan agroindustri minuman lidah buaya di Kabupaten

Purworejo, Jawa TengahAnalisis biaya dan pendapatan, analisis R/C rasio,

analisis titik impas, serta analisis nilai tambah Hayami. Diperoleh nilai R/C rasio

sebesar 1,28 atau >1, rerata penerimaan (Rp96.000.000,00) dan rerata biaya

14

15

(Rp74.578.000,00) sehingga keuntungannya positif (Rp21.421.120,00). Jumlah

produksi aktual (5.000 kardus) telah melebihi titik impas sebesar (1.382,65

kardus) dan (Rp26.457.377) serta menghasilkan nilai tambah sebesar Rp1.574,00.

Martono, Budiningsih dan Watemin dalam analisis kelayakan ekonomi

Agroindustri gula kelapa di Desa Jalatunda Kecamatan Mandiraja (2007) dengan

menggunakan analisis biaya dan pendapatan dan analisis R/C rasio dimana

terdapat tiga pelaku bisnis dengan nilai R/C = 1,003 untuk pengrajin pemilik

dengan biaya produksi Rp466.771,00 (menguntungkan), R/C = 0,679 untuk

pengrajin penggaduh dengan biaya produksi Rp383.443,40 (tidak

menguntungkan) dan R/C = 0,986 untuk pengrajin penyewa dengan biaya

produksi Rp489.165,70 (tidak menguntungkan).

Hartati dan Mulyani dalam penelitiannya mengenai profil dan prospek

bisnis minyak dara (Virgin Coconut Oil/VCO) di Kabupaten Cilacap (2009)

dengan analisis efisiensi usaha menghitung nilai R/C rasio, BEP dan ROI serta

analisis nilai tambah. Diperoleh nilai R/C rasionya sebesar 1,318 artinya usaha

agroindustri VCO mempunyai prospek usaha baik. Nilai ROI (Return of

Investment) = 31,77persen artinya jika pengrajin VCO mengeluarkan biaya

sebesar Rp100,00 maka pengrajin akan memperoleh keuntungan sebesar Rp31,77.

BEP (Break Even Point) sebesar 56,82 liter dan BEP penerimaan sebesar

Rp1.420.558,00 dengan produksi aktual VCO 700,80 liter dan penerimaan aktual

Rp17.520.000,00 sehingga usaha VCO di Kabupaten Cilacap menguntungkan.

Maninggar Praditya dalam penelitian mengenai analisis usaha industri gula

jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri (2010), hasil penelitiannya

menunjukkan biaya total rata-rata industri gula jawa skala rumah tangga di

Kabupaten Wonogiri adalah sebesar Rp 34.120,02 per hari. Penerimaan rata-rata

yang diperoleh sebesar Rp 39.151,56 per hari sehingga keuntungan rata-rata yang

diperoleh produsen gula jawa sebesar Rp 5.031,55 per hari. Profitabilitas industri

gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri adalah sebesar 14,75%.

Besarnya nilai koefisien variasi (CV) 0,31 dengan nilai batas bawah keuntungan

(L) sebesar Rp 1.894,91. Industri gula jawa skala rumah tangga di

KabupatenWonogiri yang dijalankan selama ini sudah efisien yang ditunjukkan

dengan R/C ratio lebih dari satu yaitu sebesar 1,15.

Alamsyah dalam penelitiannya yang berjudul analisis nilai tambah dan

pendapatan usaha industri rumah tangga “Kemplang” berbahan baku utama sagu

dan ikan (2007) dengan analisis biaya produksi, penerimaan dan pendapatan yang

dilanjutkan dengan analisis nilai tambah, diperoleh pendapatan usaha kemplang

sebesar Rp979.535,88 per bulan. Dimana harga pokok kemplang yang terdiri dari

dua jenis ikan, yaitu ikan sarden Rp8.116,58 per kg dan ikan kakap Rp10.380,85

per kg. BEP mix dicapai ketika penjualan kemplang ikan sarden sebanyak 573,70

kg atau senilai Rp4.876.479,88 per bulan dan penjualan kemplang ikan kakap

sebanyak 42,50 kg atau senilai Rp637.448,35 per bulan. Adapun nilai tambah

kemplang ikan sarden sebesar Rp583,60 per kg dan kemplang ikan kakap sebesar

Rp6.795,83 per kg dengan nilai R/C rasio 1,09.

Berdasarkan penelitian yang sudah berjalan tersebut, dengan penelitian

yang akan dijalankan ini tetap akan membantu dalam menemukan sekiranya ada

variabel-variabel dalam produksi maupun manajemen yang masih perlu

ditingkatkan untuk produk gula kelapa di Desa Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa

Barat. Tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana peneliti dalam

16

menganalisis usaha terhadap gula kelapa di Desa Ujung Genteng Sukabumi

menggunakan analisis usaha dengan memperhitungkan struktur biaya, peneriman,

keuntungan dan profitabilitas.Perbedaannya hanya terletak pada lokasi tempat

yang diteliti yaitu desa Ujung Genteng di Kabupaten Sukabumi dan produk yang

diteliti yaitu gula merah kelapa.

Jika benar terdapat variabel-variabel yang perlu dikaji kembali maka akan

diupayakan untuk memberikan suatu solusi yang membangun kepada pengrajin

yang terlibat dalam perputaran kegiatan bisnis yang menghasilkan produk gula

kelapa ini nantinya. Dalam penelitian ini selanjutnya adalah akan melihat

variabel-variabel seperti tenaga kerja, klasifikasi tanaman kelapa yang disadap

(muda-tua), kegiatan pengolahan hingga pencetakan yang menghasilkan gula

kelapa dalam bentuk padat, hingga perilaku pemasaran yang dilakukan petani

(pengolah) gula kelapa sehingga gula kelapa yang dipasarkan diterima oleh pasar

dengan kualitas yang baik.

Dibantu dengan melalui kuesioner dan sejumlah wawancara kepada

beberapa sampel yang layak untuk dikaji akan lebih membantu dalam menemukan

keunggulan hingga permasalahan yang mungkin saja masih belum bisa ditangani

oleh pelaku bisnis gula kelapa di Desa Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat.

Kemudian nantinya akan menghasilkan sebuah skripsi penelitian yang dapat

berguna tidak hanya bagi pelaku bisnis gula kelapa namun juga bagi kemaslahatan

masyarakat.

16

17

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Dalam penelitian ini, akan digunakan beberapa teori dan alat analisis yaitu:

Analisis Usaha. Analisis usaha untuk melihat struktur biaya, penerimaan,

keuntungan dan profitabilitas serta perhitungan R/C rasio untuk melihat apakah

penerimaan yang diperoleh lebih besar dari biaya produksi yang dikeluarkan pada

usaha pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng,

Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

3.1.1 Konsep Pengolahan Produk

Pengolahan merupakan kegiatan untuk mengolah bahan-bahan mentah,

bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan

nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya. Pengolahan produk khususnya

produk pertanian menjadi produk-produk berdaya guna tinggi untuk

diperdagangkan akan memberikan banyak arti ditinjau dari segi ekonomi menurut

(Soekartawi, 2001) antara lain:

a. Meningkatkan nilai tambah

Adanya pengolahan produk pertanian dapat meningkatkan nilai tambah,

yaitu meningkatkan nilai (value) komoditas pertanian yang diolah dan

meningkatkan keuntungan pengusaha yang melakukan pengolahan komoditas

tersebut.

b. Meningkatkan kualitas hasil

Nilai barang akan menjadi lebih tinggi jika dengan kualitas hasil yang

lebih baik. Kualitas hasil yang lebih tidak hanya dipengaruhi oleh komposisi

bahan baku yang digunakan dan perbedaan segmentasi pasar tetapi juga

mempengaruhi harga barang itu sendiri.

c. Meningkatkan pendapatan

Petani penghasil bahan baku yang digunakan dalam industri pengolahan

produk juga akan mengalami peningkatan pendapatan.

d. Menyediakan lapangan kerja

Proses pengolahan produk-produk pertanian menjadi produk lain tentunya

tidak terlepas dari adanya keikutsertaan dan campur tangan tenaga manusia

sehingga proses ini akan membuka peluang bagi tersedianya lapangan kerja baru.

e. Memperluas jaringan distribusi

Pengolahan produk-produk pertanian akan menciptakan dan meningkatkan

diversifikasi produk sehingga keragaman produk ini akan meperluas jaringan

distribusi.

3.1.2 Pengadaan Bahan Baku

Kegiatan produksi selalu terkait dengan pengadaan bahan baku. Bahan

bakumerupakan salah satu hal terpenting dalam melakukan suatu proses produksi,

begitu jugahalnya dengan proses produksi gula kelapa sebagai salah satu hasil

produksipengolahan nira kelapa. Pengadaan bahan baku yang efisien melibatkan

lima faktoryang saling terkait, yaitu :

18

1. Kualitas, mencakup pengawasan dan penentuan mutu dari bahan baku nira

kelapa.

2. Kuantitas, meliputi jumlah kebutuhan dan tingkat ketersediaan bahan baku

Nira serta bahan-bahan lainnya.

3. Waktu, karena produk pertanian mudah rusak dan tidak tahan lama.

4. Biaya, mencakup harga biaya persediaan bahan baku lainnya, peralatan,

perlengkapandan lainnya.

5. Organisasi, meliputi struktur, kekuatan dan integrasi vertikal yang ada di

wilayah produksi.

3.1.3. Konsep Analisis Usaha

a. Struktur Biaya

Biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan,

baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung

(Soekartawi, 2001). Adanya unsur-unsur produksi yang bersifat tetap dan tidak

tetap dalam jangka pendek mengakibatkan munculnya dua kategori biaya, yaitu

biaya tetap dan biaya variabel.Adapun biaya-biaya tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut :

1. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya produksi yang timbul karena penggunaan faktor

produksi yang tetap, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk membiayai faktor

produksi juga tetap tidak berubah walaupun jumlah barang yang dihasilkan

berubah-ubah.Menurut Arsyad (1991), biaya tetap (fixed cost) adalah biaya-biaya

yang tidak tergantung pada tingkat output yang akan dihasilkan. Termasuk dalam

biaya tetap adalah pembelian peralatan, biaya penyusutan, sedangkan menurut

Sudarsono (1986), biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya tidak

tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dilaksanakan, artinya

ketika proses produksi untuk sementara dihentikan biaya tetap ini harus tetap

dibayar dalam jumlah yang sama.

Dengan rumus menurut Soekartawi (2006), yaitu sebagai berikut:

TFC = XiPxi

𝑛

1

Keterangan:

TFC = Biaya Tetap Total

Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap

Pxi = Harga input

n = Banyaknya input

Dimana nilai penyusutan menurut menurut Rosyidi (1999), yaitu sebagai berikut:

𝐷 = 𝑃𝑏 − 𝑃𝑠

𝑡

Keterangan:

D = Biaya penyusutan peralatan produksi

18

19

Pb = Nilai awal dari peralatan

Ps = Nilai sisa dari peralatan

t = Perkiraan umur penggunaan peralatan

2. Biaya Variabel (Variable Cost)

Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang dikeluarkan oleh

produsen sebagai akibat penggunaan faktor produksi variabel, sehingga biaya ini

jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan kuantitas produk yang dihasilkan.Biaya

variabel atau variable cost berubah-ubah sesuai dengan perubahan output yang

dihasilkan (Arsyad, 1991). Jadi biaya variabel ini merupakan fungsi dari tingkat

output. Termasuk dalam biaya variabel ini adalah pengeluaran bahan baku utama

(bahan mentah), bahan penolong, biaya tenaga kerja langsung, bahan bakar

minyak, biaya perawatan serta semua biaya input-input lainnya yang berubah-

ubah sesuai tingkat output. Sedangkan menurut Sudarsono (1986), biaya variabel

didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan

perubahan kuantitas produk yang dihasilkan sehingga makin besar kuantitas

produk makin besar pula jumlah biaya variabel.

𝑇𝑉𝐶 = 𝑋𝑖𝑃𝑥𝑖

𝑛

1

TFC = Biaya Variabel Total

Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya variabel

Pxi = Harga input

n = Banyaknya input

3. Biaya Total (Total Cost)

Menurut Rahardja dan Mandala (1999), biaya total (total cost) merupakan

biaya tetap ditambah dengan biaya variabel atau keseluruhan jumlah biaya

produksi yang dikeluarkan yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai

berikut:

𝑇𝐶 = 𝑇𝐹𝐶 + 𝑇𝑉𝐶 Dimana:

TC = Biaya Total

TFC = Biaya Tetap Total

TVC = Biaya Variabel Total

b. Analisis Penerimaan

1. Penghitungan penerimaan usaha

Menurut Soekartawi (1995), penerimaan merupakan perkalian antara

jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual dari produk tersebut, dan

biasanya produksi berhubungan negatif dengan harga, artinya harga akan

mengalami penurunan ketika produksi berlebihan.

𝑇𝑅 = 𝑄𝑥𝑃𝑞 Keterangan:

TR = Total Penerimaan

Q = Jumlah produksi (output)

Pq = Harga ouput

20

c. Analisis Keuntungan dan Profitabilitas

1. Penghitungan keuntungan usaha

Keuntungan merupakan selisih antara total penerimaan dengan semua

biaya produksi yang telah dikeluarkan artinya keuntungan (profit) merupakan

tujuan utama dalam pembukaan usaha yang direncanakan sehingga dengan

diperolehnya keuntungan maka suatu usaha yang dijalankan terus

berkesinambungan. Menurut Soekartawi (2006), secara matematis dapat

dirumuskan sebagai berikut:

𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶 Keterangan:

π = Keuntungan

TR = Penerimaan Total

TC = Biaya Total

2. Penghitungan Profitabilitas

Profitabilitas merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi

rendahnya kinerja usaha. Profitabitas merupakan perbandingan antara keuntungan

dari penjualan dengan biaya total yang dinyatakan dengan persentase. Besar

kecilnya keuntungan merupakan selisih dari penjualan dikurangi dengan biaya

usaha (Riyanto, 1999). Sedangkan menurut Adi (2007), profitability ratio adalah

alat untuk mengukur keuntungan yang dicapai oleh pengusaha. Adapun rasio

profitabilitas dapat dirumuskan sebagai berikut :

Profitabilitas = 𝜋

𝑇𝐶𝑋 100%

Keterangan :

π (Profit) = keuntungan

TC (Total Cost) = biaya total

Kriteria yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah :

Profitabilitas > 0 berarti usaha yang dijalankan menguntungkan

Profitabilitas ≤ 0 berarti usaha yang dijalankan tidak menguntungkan

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Produksi merupakan suatu kegiatan dimana beberapa barang atau jasa

yang disebut input diubah menjadi barang-barang lain yang disebut output. Proses

produksi dalam industri gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng,

Kabupaten Sukabumi merupakan proses pengolahan nira kelapa menjadi gula

kelapa.

Nilai dari seluruhinput produksi yang dapat diperkirakan dan dapat diukur

untuk menghasilkan suatu produk dalam industri gula kelapa disebut biaya.

Analisis biaya digunakan oleh produsen/pengolah gula kelapa dalam mengambil

suatu keputusan.Adanya unsur-unsur produksi yang bersifat tetap dan tidak tetap

dalam jangka pendek mengakibatkan biaya dibedakan menjadi dua, yaitu biaya

tetap dan biaya variabel.Dalam komponen biaya tetap adalah biaya bunga modal

investasi dan biaya penyusutan peralatan.Sedangkan biaya variabel adalah biaya

bahan baku (bahan mentah), biaya bahan penolong, biaya bahan bakar, biaya

20

21

tenaga kerja, biaya pengemasan dan biaya transportasi. Penjumlahan antara total

biaya tetap (TFC) dan total biaya variabel (TVC) menghasilkan biaya total (TC).

Secara matematis biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑇𝐶 = 𝑇𝐹𝐶 + 𝑇𝑉𝐶 Dimana:

TC = Biaya Total industri gula kelapa

TFC = Biaya Tetap Total industri gula kelapa

TVC = Biaya Variabel Total industri gula kelapa

Para pengolah/pengrajin gula kelapa memperoleh sejumlah uang yang

didapatkan dari proses produksi pembuatan gula kelapa. Nilai total penerimaan

diperoleh dari hasil perkalian antara total produksi gula kelapa dan harga setiap

kilogram gula kelapa, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑇𝑅 = 𝑄𝑥𝑃𝑞 Keterangan:

TR = Total Penerimaan industri gula kelapa

Q = Jumlah gula kelapa yang diproduksi (output)

Pq = Harga gula kelapa

Pengolah/pengrajin gula kelapa dalam melakukan produksi akan

senantiasa berusaha mengkombinasikan faktor-faktor produksinya untuk

memperoleh keuntungan yang maksimum. keuntungan merupakan selisih antara

penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan pada industri gula kelapa. secara

matematis keuntungan dalam industri gula kelapa skala rumah tangga di desa

Ujung Genteng dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶 Keterangan:

π = Keuntungan usaha industri gula kelapa

TR = Penerimaan Total usaha industri gula kelapa

TC = Biaya Total usaha industri gula kelapa

Nilai profitabilitas dalam industri gula kelapa skala rumah tangga di desa

Ujung Genteng merupakan hasil bagi antara keuntungan usaha dengan total biaya

yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Profitabilitas = 𝜋

𝑇𝐶𝑋 100%

Keterangan :

π (Profit) = keuntungan industri gula kelapa

TC (Total Cost) = biaya total industri gula kelapa

Kriteria yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah :

Profitabilitas > 0 berarti industri gula kelapa skala rumah tangga yang dijalankan

di desa Ujung Genteng menguntungkan

Profitabilitas ≤ 0 berarti industri gula kelapa skala rumah tangga yang dijalankan

di desa Ujung Genteng tidak menguntungkan

Mengingat kondisi awal bahwa desa Ujung Genteng memiliki potensi

yang luar biasa di bidang pertanian khususnya dari sektor agroindustri dalam

22

pembuatan gula merah berbahan dasar kelapa, dari pemikiran demikian maka

esensi dasar pengkajian ini adalah “Mengetahui struktur biaya, penerimaan,

keuntungan dan profitabilitas yang terjadi di pengrajin gula kelapa di desa Ujung

Genteng dalam mendayagunakan potensinya yaitu produk gula merah di daerah

tersebut selain dilihat dari sisi kesehatan serta keunggulan pariwisata pantai dan

penangkaran penyunya. Untuk tujuan tersebut maka dibangun kerangka teori

pendekatan masalah dalam penelitian ini yang dapat dilihat pada Gambar berikut:

22

23

Keterangan :

= Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini

............. = Variabel-variabel yang berpengaruh dalam penelitian ini tetapi tidak

diamati

Gambar 3. Kerangka kajian dan model analisis industri pengolahan gula kelapa

di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

Usaha Gula Kelapa Skala Rumah Tangga di desa Ujung Genteng

Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

Masukan (Input):

Peralatan produksi

Bahan Baku (nira kelapa)

Bahan penolong (kapur sirih,

laru dan tatal nangka)

Bahan bakar (kayu bakar)

Tenaga kerja

Biaya Tetap

Penyusutan peralatan

Biaya Variabel

Bahan baku

Bahan penolong

Bahan bakar

Tenaga kerja

Penerimaan Biaya Total

Analisis Usaha:

Keuntungan

Profitabilitas

Produksi Output

Gula Kelapa

24

4 METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian mengambil lokasi di desa Ujung Genteng yang terletak di

Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang merupakan salah satu

sentra produksi (penghasil) gula kelapa di Kabupaten Sukabumi. Waktu penelitian

di lapang dilakukan pada pertengahan bulan Juni 2012 pada waktu produktif para

pengrajin disana yaitu satu hari selama 8 jam kerja dan satu kali proses produksi

selama 6-7 hari (satu minggu).Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data

dari para pengrajin gula kelapa serta data dari instansi-instansi terkait

lainnya.Desa Ujung Genteng dipilih karena merupakan salah satu sentra penghasil

gula kelapa terbesar di Kabupaten Sukabumi dimana sebelumnya belum terdapat

penelitian yang mengangkat topik produksi gula kelapa di desa Ujung Genteng

khususnya mengenai kajian finansial dan nilai tambah.

4.2 Metode Penentuan Sampel

Metode yang digunakan adalah dengan metode deskriptif analis. Menurut

Sumhudi (1991), metode deskriptif analisis merupakan suatu metode yang

bertujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu fenomena sosial

dan menjelaskan hubungan-hubungan yang terdapat didalamnya. Penelitian

deskriptif yang digunakan adalah dengan metode survei, yaitu penelitian yang

mengambil sampel dalam jangka waktu yang bersamaan dari suatu populasi

dengan menggunakan daftar pertanyaan berbentuk questionnaire sebagai alat

pengumpulan data (Nazir, 2003).

Penentuan sampel dalam menganalisis usaha skala rumah tanggadari produksi

gula kelapa di desa Ujung Genteng dipilihberdasarkan lokasi terdekatdan mudah

dijangkau, sehingga dapat menemukan sampel dengan waktu dan biaya yang lebih

efisien. Pada saat penelitian berlangsung jumlah populasi dari pengrajin gula

kelapa sendiri berdasarkan wawancara langsung dengan pengrajin, kepala desa

serta masyarakat desa Ujung Genteng sebanyak 15 pengrajin gula kelapa dari ±

120 pengrajin gula kelapa yang ada di desa Ujung Genteng yang tersebar di

beberapa RT.Sehingga dengan demikian satu sampel saja sebenarnya sudah

mewakili ke ± 120 pengrajin, namun untuk menguatkan sumber data yang akan

diperoleh maka peneliti mengambil beberapa sampel dalam responden pengrajin

gula kelapa tersebut.

4.3 Data dan Instrumentasi

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh melalui serangkaian wawancara mendalam (in-depth interview) dan

pengamatan langsung di lapangan (direct observation) beserta penyebaran

kuesioner dalam lampiran 3dengan pengrajin gula kelapa dan pihak

pengolah/pengrajin yang telah menjadi plot sampel penelitian. Data yang

dikumpulkan merupakan data kegiatan produksi minimal selama satu minggu

25

kegiatan produksi berlangsung. Alasan yang menjadi pokok mendasar teknik

pengambilan data seperti ini mengingat waktu pelaksanaan (kegiatan) produksi

gula kelapa diantara pengrajin yang satu dengan yang lain itu tidak sama dan

belum dapat dipastikan apakah seorang pengrajin akan melaksanakan kegiatan

produksinya setiap hari. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Kantor desa

Ujung Genteng, Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat Data dan informasi Pertanian

(Pusdatin), lembaga terkait lainnya serta situs (web) yang dapat menggambarkan

situasi terkini dari perkembangan industri gula kelapa di Indonesia khususnya

untuk desa Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Berdasarkan metode penelitian yang digunakan yaitu dengan metode

surveylapang di desa Ujung Genteng melalui kuesioner yang ditanyakan kepada

pengrajin gula kelapa diperoleh data berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan

pengrajin (15 responden) dalam menghasilkan produk gula kelapa dan kepada

pihak pengelola/investor melalui perwakilannya untuk menanyakan sumber

permodalan dan kemitraan yang dibina dengan pengrajin.Selanjutnya melalui

kantor desa untuk mendapatkan data-data pendukung yang terkait dengan desa

Ujung Genteng khususnya para pengrajin gula kelapa. Data pendukung diperoleh

melalui pencatatan langsung saat wawancara dengan kepala desa dan juga

berdasarkan catatan tertulis yang ada di setiap dinding kantor desa karena tidak

diperolehnya sumber data melalui softcopy dari komputer di kantor desa tersebut.

4.5 Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data merupakan bagian yang terpenting dalam setiap

penelitian, dengan mengolah data yang diteliti sehingga membuat data tersebut

menjadi lebih mudah dipahami agar nantinya dapat memecahkan masalah yang

ada sekaligus dapat mencapat tujuan penelitian yang dirancang.Dalam mengolah

data yang telah diperoleh, peneliti memilih untuk mengkaji penelitian tersebut

dengan kajian finansial untuk melihat struktur biaya, berapa besar penerimaan dan

keuntungan serta perhitungan R/C Rasio, dan Break Even Point.Selanjutnya juga

akan dianalisis dengan nilai tambah Hayami mengingat analisis ini sangat cocok

untuk digunakan dalam menganalisis tentang industri rumah tangga pengolahan

gula kelapa di desa Ujung.

4.5.1 Analisis Data

Untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan, digunakan

perhitungan:

Untuk mengetahui biaya produksi (total biaya) artinya seluruh biaya yang

dikeluarkan yaitu biaya tetap ditambah biaya variabel dalam proses pengolahan

gula kelapa digunakan rumus:

TC = FC + VC

Dimana:

TC = Total Cost (Biaya Total) atau biaya total industri gula kelapa (Rupiah)

26

FC = Fixed Cost (Biaya Tetap) atau total biaya tetap industri gula kelapa,

meliputi biaya penyusutan peralatan dan biaya biaya bunga modal

investasi (Rupiah)

VC = Variable Cost (Biaya Variabel) atau total biaya biaya variabel industri gula

kelapa, meliputi biaya bahan baku, bahan penolong, biaya bahan bakar,

dan biaya tenaga kerja.

a. Analisis Penerimaan

Untuk menganalisis penerimaan yang merupakan hasil kali antara harga

jual gula kelapa dengan total produksi gula kelapa digunakan rumus:

TR = Q x Pq

Dimana:

TR = Total Revenueatau penerimaan total industri gula kelapa (Rupiah)

Q = Jumlah produksi gula kelapa (kg)

Pq = Harga tiap satuan produksi gula kelapa (Rupiah)

b. Analisis Keuntungan dan Profitabilitas

Untuk menganalisis keuntungan dimana merupakan selisih antara total

penerimaan pada usaha pengolahan gula kelapa dalam satu kali proses produksi

dengan total biay produksi dalam satu proses produksi digunakan rumus:

π = TR – TC

Dimana:

π = Keuntungan industri gula kelapa (Rupiah)

TR = Total Penerimaan industri gula kelapa (Rupiah)

TC = Total Biaya industri gula kelapa (Rupiah)

Untuk menganalisis profitabilitas industri gula kelapa skala rumah tangga

di desa Ujung Genteng yaitu dengan membandingkan antara keuntungan industri

gula kelapa yang diperoleh dengan total biaya yang telah dikeluarkan dan

dikalikan 100% yang dirumuskan sebagai berikut:

Profitabilitas = 𝜋

𝑇𝐶𝑋 100%

Keterangan :

π (Profit) = keuntungan industri gula kelapa (Rupiah)

TC (Total Cost) = biaya total industri gula kelapa (Rupiah)

Kriteria yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah :

Profitabilitas > 0 berarti industri gula kelapa yang dijalankan menguntungkan

Profitabilitas ≤ 0 berarti industri gula kelapa yang dijalankan tidak

menguntungkan

4.6 Definisi Operasional

Pada penelitian ini batasan-batasan serta pengukuran variabel yang

digunakan adalah sebagai berikut:

Pada penelitian ini batasan-batasan serta pengukuran variabel yang

digunakan adalah sebagai berikut:

26

27

1. Analisis usaha adalah analisis terhadap kelangsungan sebuah usaha yang

ditinjau dari berbagai hal yang meliputi perhitungan biaya, penerimaan,

keuntungan, profitabilitas, besarnya risiko serta efisiensi usaha.

2. Industri gula kelapa adalah kegiatan pengolahan nira yang merupakan bahan

baku utama menjadi gula kelapa lalu menjualnya.

3. Industri rumah tangga adalah industri dengan jumlah tenaga kerja yang

digunakan dalam proses produksinya antara 1 sampai 4 orang.

4. Responden adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang data

penelitian yang sedang diteliti. Responden dalam penelitian ini adalah

pengolah/pengrajin gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng

yang berstatus pemilik pengolah.

5. Biaya total adalah seluruh biaya yang digunakan dalam proses produksi gula

kelapa yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel yang dinyatakan dalam

satuan rupiah (Rp).

6. Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi gula kelapa

yang besarnya tidak dipengaruhi jumlah produksi gula kelapa yang dihasilkan

dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya tetap dalam penelitian ini

meliputi :

a. Biaya penyusutan peralatan

Biaya penyusutan merupakan pengurangan nilai barang-barang modal

karena barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi/karena faktor

waktu, yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Peralatan yang digunakan

dalam penelitian ini meliputi, jerigen, pisau sadap, wajan, saringan, cetakan,

plastik, dan tenggok. Biaya penyusutan peralatan dalam penelitian ini

dihitung menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method) dengan

rumus sebagai berikut :

Penyusutan = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝐴𝑤𝑎𝑙 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝐴𝑘 ℎ𝑖𝑟

𝑈𝑚𝑢𝑟𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠

7. Biaya variabel adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi gula jawa

yang besarnya berubah-ubah secara proporsional terhadap jumlah produksi

gula jawa yang dihasilkan, yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya

variabel dalam penelitian ini meliputi :

a. Biaya bahan baku (nira kelapa)

b. Biaya bahan penolong (kapur sirih dan tatal nangka)

c. Biaya bahan bakar (kayu bakar)

d. Biaya pengemasan (daun jati kering)

e. Biaya transportasi

f. Biaya tenaga kerja

8. Penerimaan merupakan perkalian antara jumlah produksi gula kelapa dengan

harga per satuan produk gula kelapa yang dinyatakan dalam satuan rupiah

(Rp).

28

9. Keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total industri

gula kelapa yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

10. Profitabilitas adalah perbandingan antara keuntungan dengan biaya total

industri gula kelapa yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Kriteria yang

digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah apabila profitabilitas > 0

maka industri gula kelapa menguntungkan dan apabila profitabilitas ≤ 0 maka

industri gula kelapa tidak menguntungkan.

5 KEADAAN UMUM TEMPAT PENELITIAN

5.1 Letak Geografis, Iklim dan Batas Wilayah

Desa Ujung Genteng yang merupakan salah satu desa di Kecamatan

Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat memiliki luas wilayah 1.870

m2(Lampiran 5).Sekarang ini Kecamatan Ciracap terdiri atas 6desa yaitu: desa

Ujung Genteng, Pangumbahan, Cikangkung, Mekarsari, Purwasedar, dan Pasir

Panjang. Desa Ujung Genteng termasuk desa yang paling Selatan dari kecamatan

Ciracap dan propinsi Jawa Barat pada umumnya.Desa ini berbatasan dengan:

Sebelah Utara: Desa Gunung Batu, Sebelah Timur: Desa Cikangkung

Sebelah Selatan: Samudera Indonesia, Sebelah Barat: Desa Pangumbahan

Desa Ujung Genteng seperti halnya desa-desa lainnya di Kabupaten

Sukabumi mempunyai perubahan iklim sebanyak 2 jenis setiap tahunnya yakni

musim kemarau dan musim penghujan.Bulan Desember-Februari merupakan

musim penghujan, sedangkan musim kemarau berlangsung lebih panjang pada

Maret-November.Ketinggian tanah dari permukaan laut di desa Ujung Genteng

yaitu 1-20 m dpl dan suhu udara rata-rata berkisar diantara 26-320C.

5.2 SebaranJumlah Penduduk

Jumlah penduduk Desa Ujung Genteng pada tahun 2011 mencapai 4,450

jiwa atau 1,227 Kepala Keluarga yang terdiri dari 2,268 jiwa perempuan dan

2,182 jiwa laki-laki.Tabel 5 berikut merupakan sebaran penduduk Desa Ujung

Genteng berdasarkan kelompok umur.

Tabel 5 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan kelompok

umur tahun 2011 No Usia Pria (Jiwa) Wanita (Jiwa) Jumlah (Jiwa)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

0 – 1 Tahun

1 – 5 Tahun

5 – 6 Tahun

7 – 12 Tahun

13 – 15 Tahun

16 – 21 Tahun

22 – 59 Tahun

> 60 Tahun

94

154

88

306

162

225

1.113

126

70

164

75

296

127

207

1.100

143

164

318

163

602

289

432

2.213

269

Jumlah 2.182 2.268 4.450

Sumber: Kantor Desa Ujung Genteng, 2012

28

29

Dari populasi penduduk tersebut keseluruhannya penganut agama islam.

Sedangkan dari pendidikan masyarakatnya serta mata pencaharian yang dilakukan

terbesar masing-masing berada pada tamat SD/sederajat sebanyak 1.468 jiwa dan

bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 791 jiwa.Tabel 6 dan tabel 7yang

dapat menjelaskan keterangan tersebut.

Tabel 6 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan tingkat

pendidikan tahun 2011

No Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (Jiwa)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Tidak/Belum sekolah

Belum tamat SD/sederajat

Tamat SD/sederajat

SLTP/sederajat

SLTA/sederajat

Diploma I/II

Akademi/D3/Sarjana MD

Diploma IV/S1

S2

S3

672

379

1.468

879

546

-

79

6

49

3

Jumlah 4.081

Sumber: Kantor Desa Ujung Genteng, 2012

Keadaan mata pencaharian penduduk di suatu daerah dapat dipengaruhi

oleh keadaan alam dan sumber daya yang ada, serta kondisi sosial ekonomi

masyarakat seperti keterampilan, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan, dan

modal usaha yang tersedia.Mengingat tingkat pendidikan masyarakat desa Ujung

Genteng yang mayoritas berpendidikan terakhir SD dan bermata pencaharian

sebagai petani menguatkan masyarakat untuk membuka kegiatan usaha baru

berupa industri pengolahan gula kelapa skala rumah tangga.

Tabel 7 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan mata

pencaharian tahun2011 No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Petani

Peladang

Pekebun

Nelayan

Peternak

Pedagang

Pegawai Negeri Sipil (PNS)

ABRI

Pensiunan

Buruh

Supir

Pengrajin

Lain-lain

791

192

191

521

15

94

5

1

2

249

-

25

2.301

Jumlah 4.387

Sumber: Kantor desa Ujung Genteng, 2012

30

Dengan kemandirian masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya

desanya yaitu desa Ujung Genteng di bidang industri pengolahan gula kelapa

maka tidak hanya memberikan keuntungan tambahan disamping mereka berusaha

sebagai petani dan nelayan tetapi juga bagi pendapatan desa Ujung Genteng.

5.3Struktur OrganisasiDesa Ujung Genteng

Sumber: Kantor Desa Ujung Genteng, 2012

Adapun visi dan misi dari desa Ujung Genteng sendiri tercantum dalam

dinding kantor desa ujung Genteng, dimana visinya yaitu: mewujudkan

masyarakat desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi yang

berakhlak mulia, gotong royong, mandiri, maju, dan sejahtera. Sedangkan misi

desa Ujung Genteng yaitu:

1. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berakhlak mulia.

2. Meningkatkan gotong royong untuk mencapai masyarakat yang mandiri dalam

segala bidang.

3. Membangun perekonomian yang tangguh berbasis potensi lokal dan

berwawasan lingkungan.

4. Menciptakan lingkungan pariwisata yang rapih, bersih, indah, aman, dan

nyaman.

Bendahara

Hasanah

Sekretaris

Wulan S.

Pokja II Pokja III Pokja IV Pokja I

Poksus UP2K

Poklak Poklak Poklak Poksus

Ketua

Herni

Wakil Ketua

Rukmini

Gambar 4. Struktur organisasi desa Ujung Genteng

30

31

5.4 Profil Perekonomian Desa Ujung Genteng

Pada tahun 2011 kontribusi sektor-sektor yang memajukan perekonomian

desa Ujung Genteng dari sektor pertanian mencapai >70,00 persen, kemudian

disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar >12,00 persen. Sektor

pengolahan sebesar >10,00 persen dan sektor jasa-jasa lainnya mencapai >7,00

persen (kantor desa Ujung Genteng, 2012). Dari lima kegiatan pada lapangan

usaha pertanian dengan kondisi sawah tadah hujan, tanaman pangan memiliki

kontribusi terbesar dari luas wilayah desa Ujung Genteng yaitu seluas 299,48

hektar yang digunakan untuk menghasilkan tanaman padi dan palawija,

dilanjutkan dengan perkebunan kelapa dan karet masing-masing250 hektar dan 25

hektarserta buah-buahan seluas 0,71 hektar. Sedangkan dari bidang perikanan

dihasilkan tangkapan sebanyak 46 ton/tahun dan bidang peternakan sebanyak

3,674 ekor yang terdiri dari sapi, kerbau, ayam kampung dan broiler, bebek,

kambing, serta domba.

5.5 Sejarah UsahaRumah Tangga Gula Kelapa

Usaha rumah tangga pengolahan gula kelapa yang terletak di desa Ujung

Genteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat merupakan

industri pengolahan dimana para pengrajin mulanya bukan masyarakat asli di desa

Ujung Genteng tersebut. Para pengrajin dipilih dan secara sukarela bekerja untuk

kegiatan pengolahan gula kelapa tersebut mengingat sulitnya mencari pekerjaan di

daerah asalnya.Hasil penelitian yang dilakukan mendapatkan sejumlah informasi

terkait dengan asal daerah para pengrajin menjelaskan bahwa mereka berasal dari

Kecamatan Surade yang lokasinya ±30 km dari desa Ujung Genteng.

Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang pengrajin/pengolah yaitu

Bapak Cecep (46) bahwa beliau mengawali kegiatan usahanya dibidang

pengolahan gula kelapa berasal dari adanya ajakan Bapak Borsom

(pengelola)untuk memanfaatkan potensi yang ada di desa Ujung Genteng.Dengan

serangkaian pelatihan dan pendidikan mengenai ilmu pengolahan gula kelapa

akhirnya Bapak Cecep dapat melakukan kegiatan produksi gula kelapanya selama

6 tahun.Dengan membawa istri dan anaknya yang masih balita beliau

meninggalkan rumahnya yang ada di Kecamatan Surade untuk pindah ke desa

Ujung Genteng.

Semakin lama jumlah pengrajin gula kelapa di desa Ujung Genteng terus

bertambah ditambah ikutnya masyarakat asli desa Ujung Genteng yang ikut

menambah jumlah pengrajin gula kelapa disana dengan sistem kemitraan tanpa

aturan tertulis atau noncontract farming dengan pengelola dan mengingat

produktifnya tanaman kelapa milik perkebunan Cigebang. Hingga 2012

berdasarkan laporan dari kepala desa Ujung Genteng menjelaskan terdapat ± 120

pengrajin gula kelapa. Umumnya karena para pengrajin permodalan awalnya

dibiayai oleh pengelola sehingga bangunan untuk memproduksi gula kelapa

dibangun dalam bentuk yang sama antara satu pengrajin dengan pengrajin lainnya.

Terkait dengan suplai bahan-bahan produksi serta hasil produksi gula

kelapa yang dihasilkan berdasarkan kemitraan noncontract farming yang

disepakati, Bapak Borsom melalui asistennya yaitu Bapak Taufik untuk

32

mengelolanya. Setiap 2 minggu sekali Bapak Taufik mengambil produk gula

kelapa dari para pengrajin dengan rincian dari 150 kg/per satu kali produksi gula

kelapa yang dihasilkan seharga Rp 9.000/kg nya dan 100 kg/bulan secara gratis

sebagai upah sewa dari pemanfaatan pohon kelapa yang sejak awal sudah menjadi

kesepakatan kedua belah pihak. Nantinya setiap dua minggu sekali (2 kali

produksi) Bapak Taufik akan mengirimkan seperti 1 truk kayu bakar dan bahan-

bahan lainnya untuk mendukung produksi para pengrajin.

Secara garis besar, produksi yang berlangsung di desa Ujung Genteng

dalam pengolahan air nira kelapamenjadi gula kelapa bermula dengan

memanfaatkan sumber daya pohon kelapa untuk memperoleh bahan baku nira,

para pengrajin di waktu pagi pukul 6.00 dan sore hari pukul 16.00

menderes/menyadap dengan memanjat pohon kelapa secara tradisional dan hanya

mengandalkan tali untuk menahan beban badannya saat menderes untuk

mendapatkan nira tersebut. Kegiatan menderes/menyadap membutuhkan waktu

selama maksimal 6 hari untuk mendapatkan volume nira mencapai ± 3 liter di

jerigen yang sebelumnya diletakkan tepat di bunga mayang pohon kelapa yang

sudah mekar dan juga sudah dicampurkan laru untuk mengurangi tingkat

keasaman pada air nira tersebut.

Setelah volume nira sudah mencukupi atau lewat enam hari, proses

selanjutnya jerigen yang sudah dipenuhi air nira tersebut diturunkan lalu

dimasukkan ke dalam ember besar maupun kecil untuk selanjutnya dilakukan

proses pemasakan tanpa menunggu penyimpanan nira tersebut karena apabila nira

disimpan maka kualitas gula kelapa yang akan dihasilkan tidak berkualitas baik

dari segi rasa, aroma, tekstur, dan warna. Kegiatan memasak diawali dengan

menyiapkan tungku, kayu bakar dan wajan besar kemudian air nira dimasukkan

ke dalam wajan tersebut untuk dilakukan proses untuk dimasak.

Waktu yang dibutuhkan untuk mengolah nira menjadi gula kelapa

dibutuhkan waktu selama ± 8 jam.Air nira dimasukkan ke dalam wajan bersamaan

dengan mencampurkan minyak kelapa dimana satu kali produksinya dibutuhkan

sebanyak 3 kg.Setelah berwarna mulai kecoklatan, pengrajin menambahkan ipah

sejenis parutan kelapa agar nira yang mau menjadi gula kelapa cair tidak tumpah.

Kebutuhan terhadap ipah sebanyak 4 kg per satu kali proses produksi. Terakhir

saat gula kelapa cair sudah masak dan mengental selanjutnya dilakukan

pencetakan dengan alat cetak/bubung berbentuk seperti tabung.Jenis gula kelapa

yang dihasilkan para pengrajin hanya dalam satu jenis yaitu bertekstur padat,

beraroma kuat, bentuk tabung, dan berwarna coklat keputihan.

Berikut merupakan kegiatan produksi yang terjadi pada industri

pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi per harinya:

1) Pukul 06.00-08.00

a. menderes/menyadap air nira di pagi hari

b. Menyiapkan jirigen penampung nira

c. Memberikan laru ke dalam jirigen agar nira tidak mudah asam

d. Dibutuhkan waktu selama ±7 hari untuk bisa dipanen

2) Pukul 08.00-08.30

a. Mengumpulkan hasil panen nira kedalam ember tanpa melakukan

penyimpanan

32

33

b. Nira disaring untuk menghilangkan kotoran seperti binatang-binatang

kecil, dedaunan, dan sebagainya

3) Pukul 08.30-09.00

a. Menyiapkan peralatan untuk memasak nira (tungku, wajan dan

peralatan lainnya

b. Memasukkan air nira yang sudah bersih ke dalam wajan untuk

dimasak/diolah

4) Pukul 09.00-17.00

a. Mencampurkan minyak kelapa dan ipah untuk menjaga kualitas gula

kelapa yang akan dihasilkan

b. Mencetak langsung gula kelapa cair tersebut ke dalam bubung/alat

cetak untuk menghindari gula cair menjadi beku.

5) Pukul 15.00-17.00

a. menderes/menyadap air nira di sore hari

5.6 Karakteristik Responden Pengrajin Gula Kelapa

Karakteristik responden pengrajin gula kelapa merupakan gambaran

informasi mengenai kondisi pengrajin gula kelapa yang berperan penting sebagai

produsen. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek seperti usia

responden, tingkat pendidikan, jenis usaha (utama atau hanya sampingan), dan

lama berusaha. Karakteristik responden diperlukan untuk mendalami hal-hal yang

berkaitan dengan kemampuan responden dalam melakukan penyelenggaraan

produksi gula kelapa dalam skala industri rumah tangga.

5.6.1 Tingkat Usia Responden

Usia dianggap sebagai salah satu faktor penunjang dalam menjalankan

usaha yang telah ditentukan. Usia berpengaruh dalam kemampuan pengambilan

keputusan seseorang dan juga berkaitan dengan produktifitas usaha tersebut. Pada

tabel 8akan ditunjukkan mengenai usia responden pengrajin gula kelapa.

Tabel 8 Sebaran jumlah responden pengolahan gula kelapa skala rumah tangga

berdasarkan usia di desa Ujung Genteng tahun 2012

Karakteristik Usia Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

30-39 3 20,00

40-49 7 46,67

>50 5 33,33

Jumlah 15 100,00

Sumber: Data primer kantor desa Ujung Genteng diolah, 2012

Berdasarkan tabel 8 persentase rentang usia responden pengrajin gula

kelapa yang ada di desa Ujung Genteng yaitu sebesar 20% untuk responden

dengan usia 30-39 tahun, 46,67% dengan usia 40-49 tahun dan 33,33% untuk

responden dengan usia diatas 50 tahun. Sebagian besar dengan persentase 66,67%

masih berada pada usia produktif sehingga menjadikan para pengrajin gula kelapa

lebih berpotensi untuk terus dapat mengembangkan usahanya.

34

5.6.2 Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kemampuan berpikir dan kemampuan diri para pengrajin gula

kelapa dalam hal menyerap informasi dan tentunya yang berkaitan dengan

temuan-temuan baru.Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan pengrajin gula

kelapa maka diharapkan semakin tinggi pula kemampuan dalam menyerap

informasi dan temuan yang dihadapi.Tingkat pendidikan responden disajikan pada

tabel 9berikut.

Tabel 9 Sebaran jumlah responden pengolahan gula kelapa skala rumah tangga

dari tingkat pendidikan di desa Ujung Genteng tahun 2012

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden

(Orang)

Persentase (%)

Tamat SD/sederajat

SLTP/sederajat

SLTA/sederajat

Diploma I/II/III

Strata 1

4

5

4

1

1

26,67

33,33

26,67

6,67

6,67

Jumlah 15 100,00

Sumber: Data primer kantor desa Ujung Genteng diolah, 2012

Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa para pengrajin gula kelapa

memiliki tingkat pendidikan SD/sederajat yaitu 26,67%, SLTP/sederajat yaitu

33,33%, SLTA/sederajat yaitu 26,67%, Diploma I/II/III yaitu 6,67%, dan tamatan

Strata 1 (S1) yaitu sebesar 6,67%. Sehingga dengan demikian dalam penyerapan

informasi serta penerapan yang berkaitan dengan temuan-temuan para pengrajin

gula kelapa dapat dimudahkan disamping pelatihan-pelatihan yang sudah

diperoleh sebelum melaksanakan kegiatan usaha tersebut.

5.6.3 Jenis Usaha

Karakteristik responden berdasarkan jenis usahanya berkaitan dengan

pendapatan yang diperoleh usaha pengolahan skala rumah tangga gula kelapa,

artinya pendapatan yang diperoleh pengrajin apakah dapat memenuhi kebutuhan

sehari-harinya atau tidak. Berdasarkan informasi yang diperoleh pengrajin gula

kelapa di desa Ujung Genteng menjadikan usaha pengolahan gula kelapa sebagai

usaha utama, sehingga pengrajin sangat menggantungkan keberlanjutan hidup

mereka dari hasil produksi gula kelapa untuk mendapatkan keuntungan dan

keberlangsungan usaha.dengan modal di awal usaha dari pinjaman pengelola pada

saat produksi selanjutnya pengolah gula kelapa sudah dapat mengembalikan

pinjaman tersebut kepada pengelola dan tanaman kelapa yang dideres dibayar

dengan sistem sewa dimana nilai sewa sebesar 1 kg gula kelapa sama dengan 1

pohon tanaman kelapa untuk 1 kali proses produksi.

5.6.4 Lama Usaha

Pengalaman yang dimiliki oleh para pengrajin gula kelapa adalah salah

satu faktor yang dapat mempengaruhi dalam pengelolaan untuk mempertahankan

34

35

industri rumah tangga pengolahan gula kelapa.Jika keterampilan yang dimiliki

semakin baik maka diharapkan semakin lama pula keberlangsungan usaha yang

didirikan.lamanya usaha dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat

kesetiaan pengrajin gula kelapa terhadap usaha yang dijalankannya dibandingkan

dengan usaha lainnya. Lama usaha industri rumah tangga pengolahan gula kelapa

dapat dilihat pada tabel 10berikut ini.

Tabel 10Sebaran responden pengolahan gula kelapa skala rumah tangga

berdasarkan lama usaha di desa Ujung Genteng 2012

Lama Usaha (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

2-3

4-5

>5

2

5

8

13,33

33,33

53,33

Jumlah 15 100,00

Sumber: Data primer kantor desa Ujung Genteng diolah, 2012

Berdasarkan tabel 10 dapat dijelaskan lamanya usaha terdapat sebesar

13,33% pengrajin gula kelapa yang melakukan usahanya antara 2 sampai 3 tahun,

33,33% yang usahanya antara 4 sampai 5 tahun dan 53,33% yang merupakan

pengrajin gula kelapa yang setia tetap memproduksi serta mengusahakan

pengolahan gula kelapa dari awal pendirian usaha pengolahan gula kelapa hingga

sekarang. Perolehan nilai untuk pengolah usaha gula kelapa skala rumah tangga

dari tingkat usia, pendidikan dan lama usaha berdasarkan kuesioner yang

diberikan pada saat kegiatan produksi dilakukan.

36

6 ANALISIS USAHA PENGOLAHANGULA KELAPA

SKALA RUMAH TANGGA DI DESA UJUNG GENTENG,

KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT

6.1 Karakteristik Industri Rumah Tangga Gula Kelapa

Karakteristik industri pengolahan gula kelapa merupakan gambaran

informasi mengenai keadaan dalam menghasilkan produk gula kelapa di lokasi

penelitian.Hal ini memiliki tujuan untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan

dengan kemampuan dan penguasaan di dalam mengelola kegiatan usaha berbasis

produksi gula kelapa di desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap. Karakteristik

tersebut meliputi ketersediaan bahan baku, ketersediaan modal, jumlah tenaga

kerja yang digunakan pada masing-masing industri rumah tangga gula kelapa,

teknologi yang digunakan, dan proses penyetoran gula kelapa tersebut kepada

pengumpul desa/tengkulak yang mengelola kegiatan para pengrajin.

6.1.1 Ketersediaan Bahan Baku

Bahan baku berupa nira kelapa tersedia luar biasa besar sepanjang tahun

diperoleh dari perkebunan kelapa Cigebang milik swasta yang menguasai lebih

dari sepertiga wilayah desa Ujung Genteng yaitu seluas 250 hektar luas tanah

untuk tanaman kelapa saja yang tersebar di beberapa titik disana. Desa Ujung

Genteng yang merupakan desa penghasil gula kelapa terbesar di Kecamatan

Ciracap memiliki sebanyak 10 RT dengan 1.227 Kepala Keluarga.Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan keseluruhan pengolah usaha rumah tangga gula

kelapa memperoleh bahan baku nira kelapa dari menderes/menyadap pohon

kelapa yang tersedia disekitar mereka sesuai kesepakatan yang dilakukan dengan

pengelola tanaman kelapa artinya pengolah gula kelapa dapat mengambil nira dari

tanaman kelapa milik perkebunan swasta Cigebang dengan sistem sewa dimana

sewa tersebut dibayar dengan harga produk gula kelapa yang dihasilkan oleh

pengolah kelapa. Untuk membayar sewa tanaman kelapa tersebut sebesar 1 kg

gula kelapa untuk 1 tanaman kelapa yang dideres selama satu kali proses produksi

berlangsung. Sehingga dengan demikian tidak ada proses pembelian nira yang

dilakukan para pengrajin, namun jika dijual langsung harga jual nira sebesar

Rp4.000/liter nya. Dalam pengangkutan hasil sadapan nira kelapa cukup dibawa

olehpenyadap sendiri dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki dan tidak

memerlukantransportasi, karena tempat mengambil sadapan dari rumah pengrajin

jaraknyatidak terlalu jauh sehingga bisa ditempuh dengan jalan kaki.

Kebutuhan bahan bakusetiap pengolah gula kelapa digolongkan sama

mengingat kebutuhan bahan-bahan lainnya berasal dari pohon yang

dideres/disadap sendirisehingga mengenai perputaran keuntungan yang diperoleh

tergantung kemampuan dan percepatan si pengrajin dalam melakukan produksi

gula kelapa tersebut. Selain nira bahan-bahan yang juga dianggap penting dalam

produksi gula kelapa yang dilakukan pengrajin di desa Ujung Genteng terdiri dari

bahan bakar (kayu albasia), peralatan (pisau, pengaduk dan saringan), dan

perlengkapan (jirigen, ember, gayung, wajan, tungku, cetakan (bubung) yang

dapat dilihat dalam tabel 11.

37

Dalam penggunaan bahan bakar yang digunakan oleh pengrajin gula

kelapa di desa Ujung Genteng adalah menggunakan kayu bakar. Kayu bakar

disuplai oleh pengelola setiap 2 minggu sekali senilai 1 truk kayu bakar (Rp

300.000,00).

Tabel 11Rata-rata biaya pembuatan gula kelapa Desa Ujung Genteng, Kecamatan

Ciracap, Kabupaten Sukabumi dalam 1 kali produksi (2 minggu)

No Macam Biaya Rata-rata Biaya (Rp)

1 Bahan bakar (kayu bakar) Rp 300.000

2 Peralatan: pisau, saringan dan pengaduk Rp 165.000

3 Perlengkapan: Jirigen, ember, gayung, wajan,

tungku, cetakan (bubung)

Rp 1.011.000

4 Bahan penolong: laru, minyak kelapa dan ipah Rp92.500

Jumlah Rp1.868.500

Adapun mengenai ketersediaan bahan penolong juga menjadi

pertimbangan dalam pengelolaan suatu industri pengolahan.Dalam pembuatan

gula kelapa bahan penolong yang dibutuhkan antara lainlaru, minyak kelapa dan

ipah.Penggunaan bahan penolong tersebut diperlukan agar kualitas gula kelapa

yang dihasilkan terjaga kualitasnya. Laru digunakan pada saat akan dilakukan

penyadapan/penderesan nira. Laru tersebut dimasukkan ke dalam jirigen dan

bertujuan untuk mencegah nira menjadi asam yang akan berpengaruh pada hasil

gula kelapa. Minyak kelapa digunakan pada saat pemasakan nira.Sedangkan ipah

berupa parutan kelapa dan tatal nangka yang digunakan supaya cairan yang sudah

mulai coklat pada proses pemasakan tidak naik ke atas, hingga terkadang tumpah.

6.1.2 Modal

Pada awalnya modal pendirian industri pengolahan gula kelapa berasal

sepenuhnya dari pinjaman pengelola/tengkulak.Pembayaran pinjaman tersebut

dilakukan ketika pengrajin sudah dapat menghasilkan produk gula kelapa yang

diinginkan pengelola/tengkulak dan seterusnya sehingga perputaran modal

tersebut dapat memberi keuntungan lebih kepada si pengrajin.Besar nominal yang

dipinjamkan pengelola diperkirakan cukup untuk memproduksi gula kelapa dalam

1 kali produksi di awal yaitu sebesar Rp 1.268.500,00. Setelah pinjaman terbayar

dalam memenuhi kebutuhan bahan baku nira yang digunakan dalam memproduksi

gula kelapa, pengrajin cukup membayarnya dengan sistem 1 pohon untuk 1 kg

gula kelapa/satu kali proses produksi, sedangkan sisanya dalam kuantitas 150 kg

gula kelapa per produksi dijual kepada tengkulak tersebut seharga Rp 9.000,00/kg.

6.1.3 Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam industri pengolahan gula kelapa skala rumah tangga

ini berasal dari dalam keluarga sendiri atau dengan kata lain tidak adanya

perekrutan karyawan dari tenaga luar. Tenaga kerja dibutuhkan dalam setiap

proses, mulai dari penyadapan/penderesan, pemasakan hingga gula kelapa dicetak

ke dalam bubung yang terbuat dari bambu. Dari15 responden yang dikaji tenaga

kerja yang digunakan sebanyak 2-3 orang, mayoritas sebanyak 2 orang saja yang

terdiri dari kepala keluarga beserta istri yang masing-masing bertugas untuk

38

kepala keluarga (suami) sebagai penderes/penyadap dan yang menyediakan

kebutuhan untuk pemasakan nira, sedangkan pasangan (istri) bertindak untuk

memasak dan mencetak gula kelapa tersebut. Jumlah waktu yang dibutuhkan

dalam memproduksi gula kelapa tersebut 8 jam kerja/hari hingga pengrajin dapat

menghasilkan produk gula kelapa sebanyak 150 kg (1,5kuintal) dalam 1 kali

produksi (2 minggu) dan 100 kg sebagai sewa pohon kelapa kepada

pengelola/investor.

6.1.4 Teknologi

Teknologi yang digunakan dalam memproduksi gula kelapa di desa Ujung

Genteng masih tergolong tradisional. Hal ini terlihat dari proses kegiatan

menyadap, memasak, mengaduk nira, serta mencetak hingga menjadi produk gula

kelapa tidak ada penggunaan teknologi modern di dalamnya. Bangunan rumah

yang menjadi tempat produksi gula kelapa dan peristirahatan pun terlihat

sederhana dengan dinding kayu dan atap jerami untuk seluruh pengrajin gula

kelapa di desa Ujung Genteng.Terkait kualitas gula kelapa yang dihasilkan tidak

perlu diragukan lagi, bahkan industri-industri pengolahan lanjutan yang

menggunakan produk gula kelapa yang diproduksi di desa Ujung Genteng sebagai

bahan utamanya seperti industri kecap dan sebagainya mengatakan gula kelapa

desa Ujung Genteng terbaik yang ada di Jawa Barat khususnya.

6.1.5 Luasan Lahan Usaha

Lahan usaha pada industri rumah tangga pengolahan gula kelapa sangat

berpengaruh terhadap kemampuan dalam produksi, setidaknya dari 1 hektar lahan

terdapat 5 industri rumah tangga gula kelapa di desa Ujung genteng. Total jumlah

industri sebanyak ±120 industri rumah tangga pengolahan gula kelapa yang

tersebar di 10 RT dimana lokasi pohon kelapa yang menjadi bahan utama tidak

merata yakni pada lokasi titik awal masuk ke lokasi desa Ujung Genteng dan titik

terakhir di sekitar pantai Ujung Genteng. Sedangkan sisanya diisi perumahan

warga, penginapan serta lahan pertanian dan peternakan. Selain itu dikarenakan

usia produktif dari tanaman kelapa untuk menghasilkan nira hanya bertahan 5

hingga 7 tahun membuat usaha pengolahan gula kelapa dengan sistem nomaden

artinya setelah tanaman kelapa sudah tidak produktif maka pengolah pindah ke

lahan dengan tanaman kelapa baru yang lebih produktif.

Alasan inilah yang membuat kenapa dari segi tempat produksi olahan gula

kelapa dibangun secara tidak permanen serta sebagian besar pengolah gula kelapa

bukan berasal dari masyarakat desa Ujung Genteng melainkan kecamatan

Surade.Pengolah gula kelapa dipilih oleh pengelola dengan sistem kemitraan

tradisional tanpa aturan tertentu namun tetap memudahkan usaha pengolahan gula

kelapa.Untuk tanaman kelapa yang sudah tidak produktif dilakukan peremajaan

kembali oleh perkebunan Cigebang sehingga tetap menghasilkan nira atau buah

kelapa pada waktu yang ditentukan.

38

39

6.1.6 Penjualan

Pada saat penelitian berlangsung pada bulan Juni 2012 keputusan

penentuan harga beli kepada pengrajin berdasarkan pengelola/investor atau juga

disebut tengkulak yaitu Rp 9.000,00 satu kilogramnya dan dijual kembali ke pasar

dengan harga jual Rp 12.000,00 per satu kilogramnya. Tidak ada grade/jenis-jenis

gula kelapa yang diproduksi para pengrajin di desa Ujung Genteng.Gula kelapa

yang dihasilkan dengan kriteria berwarna coklat keputih-putihan, berbau wangi,

dan teksturnya padat.

Penjualan dilakukan oleh pengelola/investor sendiri ke beberapa pasar

tujuan yaitu pedagang besar, dan industri-industri pengolahan (kecap, dan

sebagainya) yang menggunakan gula kelapa dalam mendukung produksi produk

industri mereka.Sedangkan bagi pengrajin jika ingin mendapatkan keuntungan

lebih maka mereka memilih untuk menambah kapasitas produksinya dimana sisa

dari penjualan ke pengelola/investor akan dijual kepada masyarakat sekitar desa

Ujung Genteng atau pengunjung yang datang ke industri pengolahan mereka

seharga Rp 12.000/kg. Namun upaya tersebut jarang sekali terjadi mengingat

tenaga kerja yang ada untuk satu industri rumah tangga saja hanya memiliki 2-3

orang.Sehingga kesulitan untuk memperoleh lebih produksi gula kelapa

tersebut.Berdasarkan wawancara kepada pengrajin dari satu bulan produksi (2 kali

produksi) pengrajin hanya sekitar 10-15 kg saja untuk dipasarkan sendiri.

Gambar 5Alur Distribusi (Pemasaran) Gula Kelapa di desa Ujung Genteng

Sumber: Yusuf (Pengelola) Industri Rumah Tangga Gula Kelapa, 2012

Kegiatan pemasaran gula kelapa dilakukan oleh pengelola atau tengkulak

dan dipasarkan ke pedagang besar di Kabupaten Sukabumi dan konsumen industri

seperti pabrik kecap dan pabrik olahan makanan lainnya. Namun kelemahannya

posisi harga jual yang sudah ditentukan oleh tengkulak sehingga kurang

menguntungkan para pengolah gula kelapa.

Tengkulak

Pedagang Besar

Produsen/Pengrajin Gula Kelapa

(250 kg/produksi)

Konsumen Industri Pedagang Pengecer

Konsumen (Masyarakat)

150 kg (Dijual = Rp 9.000/kg)

40

6.2 Biaya yang tidak Diperhitungkan

a. Biaya Transportasi Pemasaran

Dalam memasarkan produk gula kelapa, pengrajin tidak dikenakan biaya

atas transportasi terhadap pengiriman produk gula kelapa. Beban biaya

transportasi pemasaran tersebut diserahkan sepenuhnya kepada

pengelola/investor. Sehingga kegiatan para pengrajin gula kelapa berakhir saat

produk gula kelapa yang dihasilkan telah diberikan dan dijual kepada tengkulak

seharga Rp 9.000/kg.

b. Kegiatan Pemeliharaan Tanaman Kelapa

Tanaman kelapa milik perkebunan kelapa Cigebang di desa Ujung

Genteng seluas 250 hektar yang menjadi lahan produksi para pengrajin gula

kelapa dalam hal pemeliharaan, peremajaan dan pemanfaatannya sepenuhnya

menjadi tanggung jawab perusahaan perkebunan Cigebang sehingga pengrajin

gula kelapa tidak dikenakan kembali atas biaya-biaya tersebut. Ketika tanaman

kelapa yang menjadi lahan produksi sudah dikategorikan tidak produktif lagi

maka para pengrajin akan pindah ke lahan berikutnya dimana terdapat tanaman

kelapa yang masih lebih produktif dikarenakan lahan perkebunan kelapa yang

masih belum sepenuhnya untuk dikelola.

6.3 Proses Kegiatan Produksi Gula Kelapa

Proses pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng (asumsi pohon

kelapa sudah menghasilkan nira):

a. Hari pertama

Dimulai dari proses penyadapan/penderesan nira dari mayang (bunga)

pohon kelapa yang biasa dilakukan di pagi dan sore hari dengan tinggi rata-rata

pohon kelapa lebih dari 7 meter. Nira dipanen dari satu pohon kelapa

menggunakan jerigen plastik yang sudah diberikan laru sebelumnya dan

menghasilkan 3 liter nira murni.Dalam satu hari bisa diperoleh ±20 liter nira dari

20 pohon kelapa dengan rentang waktu 2-3 hari.Setelah nira dipanen yang

dibarengi dengan peletakan jirigen dan laru kembali pada pohon kelapa yang telah

disadap untuk produksi minggu berikutnya dan penyiapan peralatan untuk

pemasakannya, selanjutnya nira tersebut disaring dan dimasukkan ke dalam wajan

penggorengan besar sambil diaduk beberapa menit lalu dicampur dengan minyak

kelapa dan ipah agar kualitas gula kelapa yang dihasilkan tetap baik.

Waktu proses pemasakan yang dibutuhkan hingga adonan mendidih dan

siap dicetak untuk dicetak selama 7-8 jam. Lalu dicetak ke dalam bubung (cetakan

bambu) hingga teksturnya berubah menjadi padat.Dalam satu hari produksi dapat

dihasilkan gula kelapa sebanyak ±20 kg.

b. Hari kedua

Menyadap kembali pohon kelapa sebanyak ±20 pohon kelapa yang sudah

menghasilkan nira untuk diproduksi menjadi gula kelapa sebanyak ±15 kg.

c. Hari ketiga-ketujuh

Pengrajin menyadap sisa pohon kelapa yang menjadi lahan produksi yang

masih menghasilkan nira yang akan diproduksi menjadi gula kelapa hingga

dihasilkan total produksi sebanyak ±150 kg gula kelapa untuk satu kali produksi

40

41

(2 minggu). Pada hari pertama di minggu kedua pengrajin akan memulai dari awal

kembali proses produksi gula kelapa dan melakukan penjualan kepada

pengelola/investor dari total produksi gula kelapa sebanyak 150 kg yang

dihasilkan di minggu kedua dengan harga Rp 9.000,00/kg.

6.4 Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan

6.4.1 Biaya Produksi

Biaya total produksi industri pengolahan gula kelapa terdiri dari dua jenis

biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap salah satunya merupakan

biaya penyusutan seluruh alat produksi yang digunakan dalam satu kali proses

produksi. Sedangkan biaya variabel meliputi biaya bahan baku, bahan penolong,

biaya tenaga kerja, dan biaya bahan bakar. Berikut merupakan rincian biaya tetap

dan biaya varibel pada industri pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng.

a. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh

jumlah output berupa gula kelapa yang dihasilkan. Biaya tetap pada industri

pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng meliputi biaya penyusutan

peralatan yang digunakan selama proses produksi. Peralatan yang digunakan

dalam produksi pengolahan gula kelapa adalah jirigen, ember (besar dan kecil),

gayung, wajan, cetakan (bubung), pisau, saringan dan pengaduk. Selain itu

terdapat pula peralatan seperti tungku dan wadah tempat penyimpanan gula kelapa

yang dibuat sendiri oleh pengolah gula kelapa dari bahan baku kayu untuk kayu

bakar.

Tabel 12Biaya tetap pengolahan gula kelapa dalam satu kali produksi (dua

minggu)

Jenis Biaya Nilai (Rp)

Penyusutan alat 41.914,28

Total Biaya Tetap 41.914,28

Pada proses pengolahan gula kelapa seluruh pengrajin menggunakan lahan

untuk membangun kegiatan produksi di sekitar lokasi bahan bakuberupa nira yaitu

tanaman kelapa. Dalam kegiatan produksi berlangsung tidak ada biaya atau uang

sewa lahan yang dibebankan kepada pengrajin melainkan sewa berupa

pengambilan nira dari tanaman kelapa yang dibayarkan dengan 1

kg/pohon/produksi dari produk gula kelapa yang dihasilkan dalam usaha

pengolahan gula kelapa. Dalam satu proses produksi pengolahan gula kelapa

membutuhkan waktu maksimal selama 14 hari (2 minggu), pada satu tahun

berlangsung selama 48 minggu atau 24 kali proses produksi untuk satu

tahunnya.Kegiatan produksi berlangsung di lahan atau areal yang dekat tanaman

kelapa yang mempermudah pengolahan melakukan usahanya.

1. Biaya Penyusutan Alat

Teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan nira menjadi gula

kelapa tergolong kedalam teknologi tradisional, artinya mulai dari proses

penderesan air nira dari tanaman kelapa sampai pemasakan selanjutnya dicetak

42

menjadi gula kelapa padat diproses secara tradisional tanpa menggunakan

peralatan/teknologi modern. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan biaya modal

dan tingkat pendidikan yang dikuasai para pengrajin.

Tabel 13Rata-rata biaya penyusutan peralatan dalam satu kali proses produksi

(dua minggu) pengrajin gula kelapa di desa Ujung Genteng

No Jenis Barang Jumlah

(Unit)

Harga Beli

Alat (Rp/ unit)

Umur Ekonomis

(1xProduksi)

Nilai

Penyusutan

(Rp)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Pisau

Pengaduk

Saringan

jirigen

Ember Kecil

Ember Besar

Gayung

Wajan

Cetakan

(bubung)

1

1

1

30

3

2

1

1

25

50.000

70.000

45.000

15.000

5.000

7.000

7.000

450.000

3.000

14

14

14

14

14

14

14

14

14

3.214,28

4.500,00

2.892,86

964,28

321,43

450,00

450,00

28.928,57

192,86

Total Biaya Penyusutan Alat 41.914,28

Disisi lain dengan menggunakan teknologi yang masih bersifat

tradisionaljustru dapat membantu masyarakat sekitar dalam bentuk penyerapan

tenaga kerja.Dalam suatu usaha, biaya yang dikeluarkan untuk peralatan dihitung

melalui penyusutan yang ada pada peralatan tersebut. Dari Tabel 13 pada industri

pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng diketahui bahwa besarnya biaya

penyusutan peralatan dalam satu kali produksi adalah Rp 41.914,28dengan biaya

penyusutan terbesar pada biaya wajan/penggorengan yaitu sebesar Rp 28.928,57

dan biaya penyusutan terkecil pada penyusutan cetakan/bubung gula kelapa yaitu

sebesar Rp 192,86.

b. Biaya Variabel

Biaya variabel atau tidak tetap merupakan biaya yang jumlahnya akan

mengalami perubahan sebanding dengan perubahan volume kegiatan yang

dijalankan. Dengan demikian seiring pertambahan volume produksi maka biaya

variabel juga akan bertambah.

1. Bahan penolong

Dalam proses produksi pengolahan gula kelapa yang termasuk biaya

variabel kecuali bahan baku berupa nira kelapa adalah biaya bahan penolong

seperti laru, minyak kelapa, ipah, bahan bakar (kayu), dan tenaga kerja.

Penggunaan bahan penolong tersebut diperlukan agar kualitas gula kelapa yang

dihasilkan terjaga kualitasnya.

Laru digunakan pada saat akan dilakukan penyadapan/penderesan nira.

Minyak kelapa digunakan pada saat pemasakan nira, sedangkan ipah berupa

parutan kelapa yang digunakan supaya cairan yang sudah mulai kecoklatan pada

proses pemasakan tidak tumpah.Bahan Bakar digunakan dalam kegiatan memasak

42

43

air nira untuk dijadikan gula kelapa cair sebelum dicetak. Bahan bakar tersebut

berupa potongan kayu bakar ukuran 1 meter (kayu hutan albasia) yang dibeli atau

dipesan dua minggu sekali senilai Rp 600.000 (1 truk) mobil yang cukup untuk

kebutuhan dua kali proses produksi pengolahan gula kelapa.

2. Biaya Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan tenaga yang terlibat langsung dalam proses

pengolahan gula kelapa, tenaga kerja tergolong kedalam biaya tetap dikarenakan

baik jumlah dan biaya/upah tenaga kerja untuk setiap proses produksinya tidak

berkurang atau tetap. Pada industri rumah tangga gula kelapa pendapatan tenaga

kerja langsung dalam satu kali proses produksinya adalah sebesar Rp 308.000.

Biaya ini terdiri dari biaya tenaga kerja menderes (1 orang) sebesar Rp 12.000 per

orang/hari atau Rp 168.000 per orang/produksi (2 minggu); dan biaya tenaga kerja

memasak (1orang) yaitu Rp10.000 per orang/hari atau Rp140.000/orang/produksi.

Tabel 14Biaya variabel pengolahan gula kelapa dalam satu kali produksi (dua

minggu)

No Jenis Biaya Variabel Kuantitas Harga (Rp) Total (Rp)

1.

2.

Bahan Penolong

1. Laru

2. Minyak Kelapa

3. Ipah

4.Bahan bakar (kayu)

Tenaga Kerja

2 kg

5 kg

2 kg

1/2Truk

12.500

7.500

15.000

600.000

25.000

37.500

30.000

300.000

308.000

Total Biaya Variabel 700.500

Industri rumah tangga pengolahan gula kelapa dengan demikian

menghabiskan biaya untuk membeli bahan penolong sebesar Rp 92.500 per proses

produksi (dua minggu)dan biaya variabel sebesar 700.500 untuk menghasilkan

gula kelapa sebanyak 250 kg.

c. Biaya Total

Biaya total produksi dapat diperoleh dari penjumlahan antara biaya tetap

dengan biaya variabel. Sehingga besarnya biaya total dalam proses produksi

pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15Biaya produksi pengolahan gula kelapa dalam satu kali produksi (dua

minggu)

Jenis Biaya Nilai (Rp)

1. Biaya tetap

2. Biaya Variabel

41.914,28

700.500,00

Total Biaya Produksi 742.414,28

Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa besarnya rata-rata biaya produksi

total untuk satu kali proses produksi gula kelapa adalah sebesar Rp

742.414,28yang harus dikeluarkan setiap pengrajin untuk memproduksi gula

kelapa sebanyak 250 kguntuk dijual ke tengkulak dan yang diberikan kepada

tengkulak sebagai sewa pohon yang disadap/dideres oleh para pengrajin.

44

6.4.2 Penerimaan dan Keuntungan

Penerimaan adalah hasil dari perkalian jumlah produksi gula kelapa yang

dihasilkan dengan harga jualnya dalam satuan rupiah untuk satu kali proses

produksi. Sedangkan keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total/Total

Revenue (TR) dengan biaya total/Total Cost (TC). Besarnya penerimaan dan

keuntungan untuk setiap satu kalo proses produksi pada industri rumah tangga di

desa Ujung Genteng dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Penerimaan dan keuntungan per produksi pengolahan gula kelapa

Uraian Nilai (Rp)

Penerimaan (Produk (kg) x Harga

Biaya Pengolahan

Biaya tetap

Biaya variabel

Biaya Total

150 kg x Rp 9.000 = 1.350.000,00

41.914,28

700.500,00

742.414,28

Keuntungan 607.585,72

Berdasarkan Tabel di atas, dengan output (keluaran) sebesar 150 kg rata-

rata normal produksi gula kelapa untuk dijual, penerimaan yang diperoleh industri

rumah tangga gula kelapa di desa Ujung Genteng dapat diketahui untuk satu kali

proses produksinya adalah Rp 1.350.000, serta keuntungan yang diperoleh untuk

satu kali proses produksi adalah Rp 607.585,72

6.4.3Profitabilitas

Berdasarkan keuntungan yang diperoleh, maka dapat diketahui

profitabilitas atau tingkat keuntungan dari industri gula kelapaskala rumah tangga

di desa Ujung Genteng. Profitabilitas merupakan hasil bagi antara keuntungan

usaha dengan biaya total yang dinyatakan dalam persen.Hal ini berarti industri

gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng ini masih dikategorikan

menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari setiap modal sebesar Rp 100,00 yang

diinvestasikan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 0,82. Sebagai contoh,

apabila produsen gula kelapa mengeluarkan modal sebesar Rp 10.000,00, maka

produsen akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 82,00.

Tabel 17 Nilai profitabilitas pada industri rumah tangga gula kelapa di desa

Ujung Genteng

Uraian Nilai (Rp)

Kentungan (π)

Biaya Total (TC)

607.585,72

742.414,28

Profitabilitas 0,82

44

45

Industri gula kelapa ini termasuk dalam kriteria menguntungkan karena

memiliki nilai profitabilitas lebih dari nol.Berdasarkan keuntungan yang

diperoleh, maka dapat diketahuiprofitabilitas atau tingkat keuntungan dari industri

gula kelapa skala rumah tanggadi desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi

sebesar Rp 0,82.

6.4.4Revenue Cost Ratio (R/C)

Perhitungan R/C ratio pada usaha pengolahan gula kelapa skala industri

rumah tangga di desa Ujung Genteng dapat dilihat pada Tabel 18. Berdasarkan

Tabel 18 dapat diketahui bahwa nilai perbandingan antara penerimaan dan biaya

produksi total adalah sebesar 2,45. Hal ini berarti setiap Rp 1.000,00 biaya yang

dikeluarkan oleh industri rumah tangga ini maka akan menghasilkan penerimaan

sebesar Rp 2.450,00.

Tabel 18Nilai R/C rasio pada pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di

desa Ujung Genteng

Uraian Nilai (Rp)

Penerimaan (TR)

Biaya Total (TC)

1.350.000,00

742.414,28

R/C ratio 1,82

Nilai R/C ratio yang dihasilkan oleh usaha pengolahan tersebut lebih dari

satu berarti usaha pengolahan nira kelapa menjadi gula kelapa padat telah

memberi keuntungan kepada pengrajin. Hal ini berarti bahwa industri gula kelapa

yang telah dijalankan di desa Ujung Genteng telah efisien yang ditunjukkan

dengan nilai R/C ratio yang lebih dari satu. Nilai R/C ratio 1,82 berarti bahwa

setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usaha memberikan

penerimaan sebesar 1,82 kali dari biaya yang telah dikeluarkan. Sebagai contoh,

dalam industri gula jawa, produsen mengeluarkan biaya sebesar Rp 10.000,00

maka produsen akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 18.200,00.

46

7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Kegiatan pengolahan nira menjadi gula kelapa ini sangat menguntungkan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui keuntungan yang diperoleh

pengrajin gula kelapa dalam industri rumah tangga di desa Ujung Genteng untuk

satu kali proses produksi sebesar Rp 607.585,72 dengan total biaya Rp.

742.414,28 serta penerimaan sebesar Rp 1.350.000. Sedangkan profitabilitas

usaha pengolahan gula kelapa dengan skala rumah tangga di desa Ujung Genteng

adalah sebesar 0,82%, yang berarti bahwa usaha pengolahan gula kelapa

menguntungkan serta memiliki nilai efisiensi lebih dari satu, yaitu sebesar 1,82

sehingga dapat dikatakan bahwa usaha pengolahan gula kelapa ini telah efisien

karena setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha gula kelapa

memberikan penerimaan sebesar 1,82 kali dari biaya yang telah dikeluarkan.

7.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diberikan

beberapa saran dalam upaya pengembangan usaha pengolahan gula kelapa sebagai

berikut:

1. Untuk meningkatkan pendapatan para pengrajin, pemerintah daerah perlu

memfasilitasi dalam hal pengadaan input produksi dan membantu pemasaran

produk gula kelapa sehingga harga jual yang diterima oleh pengrajin dapat

memberikan keuntungan kepada pengrajin dibandingkan dengan hanya

mengandalkan pemasaran dari pengelola dan tengkulak.

2. Diharapkan pemerintah daerah membuat suatu kebijakan yang membantu

dalam pengembangan usaha industri pengolahan gula kelapa skala rumah

tangga dalam rangka penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan asli

daerah.

3. Penelitian selanjutnya untuk mengakomodasi harga bahan baku berupa nira

dari tanaman kelapa jika diperoleh dari pembelian.

47

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, I. 2007. Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Usaha Industri

Rumah Tangga Kemplang Berbahan Baku Sagu dan Ikan. Jurusan Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya Palembang.

[BPN] Badan Pertanahan Nasional. 2009. Luas Wilayah Kabupaten Sukabumi.

Kabupaten Sukabumi: Badan Pertanahan Nasional

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Sensus Penduduk 2010. Kabupaten Sukabumi:

Badan Pusat Statistik.

Dyanti, 2002. Studi Komparatif Gula Merah Kelapa dan Gula Merah Aren.

Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Halaman 26-40

Hartati, A dan Mulyani A. 2009.Profil dan Prospek Bisnis Minyak Dara (Virgin

Coconut Oil) di Kabupaten Cilacap. Program Studi Sosial

Ekonomi/Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto.

Herni.2012. Desa Ujung Genteng sebagai sentra produksi gula kelapa.Desa

Ujung Genteng: Kantor Desa Ujung Genteng

[Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2012. Trend Harga Gula kelapa

Kabupaten Sukabumi Tahun 2009-2012. Kab. Sukabumi: Kementerian

Perdagangan

Yunus, Mahmud 2008, Program Pengembangan Agroindustri Kelapa Terpadu.

http://asapcair.blogspot.com/2008/12/proposal-pengembangan-

agroindustri.html

Martono, A, Budiningsih S, dan Watemin. 2007. Analisis Kelayakan Ekonomi

Agroindustri Gula Kelapa Di Desa Jalatunda Kecamatan Mandiraja.

Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Masrah, U. 2009. Analisa Pendapatan Pengolahan Gula Aren Pada Industri

Rumah Tangga di Desa Semuntai Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser

[Skripsi]. Paser: Program Studi Agribisnis, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian

(STIPER) Muhammadiyah Tanah Grogot.

Muchjidin, Rachmat. Alternatif Pendayagunaan Kelapa, Kasus di Desa Ciamis

dan Blitar. FAE vol 9 No.1 Juli 1991

Pardani, C. 2008. Kajian Nilai Tambah Agroindustri Nata de Coco [Tesis].

Tasikmalaya: Fakultas Pertanian, Universitas Galuh.

Praditya, Maninggar. 2010. Analisis Usaha Industri Gula Jawa Skala Rumah

Tangga di Kabupaten Wonogiri. Surakarta: Fakultas Pertanian, Universitas

Sebelas Maret

48

[Pusdatin] Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2010. Outlook Komoditas

Pertanian Perkebunan. Jakarta: Pusdatin

Saleh, Irsan Azhari. 1986. Industri Kecil Sebuah Tinjauan dan

Perbandingan.LP3ES, Jakarta.

Soekartawi. 2006. Analisis Usaha Tani. UI Press: Jakarta

Soekartawi. 2001. Pengantar Agroindustri. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Suhardiyono. L, 1993. Tanamankelapa Budidaya

danPemanfaatannya.PenerbitKanisius: Yogyakarta.

Tambunan, et.al. 1990. Pengembangan Agroindustri dan Tenaga Kerja Pedesaan

di Indonesia dalam Diversifikasi Pertanian Dalam Proses Mempercepat

Laju Pembangunan Nasional. Pustaka Sinar Harapan. Indonesia

Widjojoko T, Mulyani A dan Kartika E.W I. 2007. Kajian Finansial dan Nilai

Tambah Gula Semut (Granular Sugar) di Kecamatan Cilongok,

Kabupaten Banyumas.

Yuharningsih dan Rahatmawati I. 1997.Prospek dan Kendala Industri Gula

Kelapa Kasus di Kelurahan Hargomulyo, Kokap, Kulonprogo, Daerah

Istimewa Yogyakarta.

Sudiyono, Armand. 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas

MuhamadiyahMalang. Malang.

49

LAMPIRAN

50

Lampiran 1.Luas wilayah kecamatan di Kabupaten Sukabumi, Tahun 2012 No Kecamatan Jumlah Desa Luas Wilayah (Ha)

1. Ciemas 8 26.696,00

2. Ciracap 6 16.056,10

3. Waluran 4 6.180,12

4. Surade 11 13.393,09

5. Cibitung 6 15.021,66

6. Jampangkulon 10 7.977,02

7. Cimanggu 6 7.511,04

8. Kalibunder 7 7.786,79

9. Tegalbuleud 8 15.054,43

10. Cidolog 5 6.982,33

11. Sagaranten 11 12.204,58

12. Cidadap 4 6.693,98

13. Curug Kembar 6 5.407,80

14. Pabuaran 7 10.878,24

15. Lengkong 5 14.303,37

16. Pelabuhan Ratu 8 10.287,91

17. Simpenan 6 16.922,16

18. Warung Kiara 10 9.297,97

19. Bantargadung 5 8.217,35

20. Jampang Tengah 11 25.309,36

21. Purabaya 7 9.381,72

22. Cikembar 9 8.651,83

23. Nyalindung 10 10.422,00

24. Gegerbitung 7 5.496,96

25. Sukaraja 9 4.199,00

26. Kebonpedes 5 1.034,83

27. Cireunghas 5 2.862,00

28. Sukalarang 6 2.203,89

29. Sukabumi 6 2.389,48

30. Kadudampit 9 5.420,17

31. Cisaat 13 2.145,40

32. Gunung Guruh 7 2.285,10

33. Cibadak 10 6.289,29

34. Cicantayan 7 3.842,58

35. Caringin 8 3.319,50

36. Nagrak 10 7.027,22

37. Ciambar 4 5.718,05

38. Cicurug 13 4.637,60

39. Cidahu 8 2.916,90

40. Parakan Salak 6 6.426,68

41. Parung Kuda 8 3.182,75

42. Bojong Genteng 5 2.656,68

43. Kapanunggal 7 7.501,37

44. Cikidang 12 19.210,03

45. Cisolok 10 16.057,72

46. Cikakak 8 11.644,26

47. Kabandungan 6 14.675,33

Kabupaten Sukabumi 359 413.779,64

Sumber: (BPN) Kantor Pertanahan KabupatenSukabumi, 2012

51

Lampiran 2. Perusahaan industri formal untuk industri hasil pertanian menurut

jenis industri di kabupaten sukabumi tahun 2013

Jenis Industri Perusahaan Tenaga Kerja

(dalam Ribu)

Nilai Investasi

(Rp.000)

1. Pengolahan daging baso

2. Pengasapan ikan

3. Pemindangan ikan

4. Industri pengolahan ikan lainnya

5. Pengalengan buah dan sayuran

6. Industri pemanisan dan pengasinan

buah

7. Pelumatan buah dan sayuran

8. Pengeringan buah buahan dan

sayuran

9. Pengolahan dan pengawetan lainnya

10. Susu dan makanan dari susu

11. Makanan dari susu

12. Berbagai macam tepung

13. Tapioka

14. Pati Palma

15. Pakan ternak

16. Konsentrat pakan ternak

17. Kue Kering

18. Gula Merah (aren/semut)

19. Siroup

20. Kembang Gula

21. Mie. Makaroni. Spageti. Soun

22. Pengolahan teh

23. Es Balok

24. Kecap

25. Tempe dan Tahu

26. Makanan lainnya dari kacang

27. Kerupuk

28. Bumbu masak dan penyedap

makanan

29. Kue basah/lapis

30. Makanan lainnya (nata de coco.

garam. abon)

31. Minuman ringan/kemasan

32. Cengkeh kering

33. Pengawetan kayu

34. Kayu lapis laminasi

35. Panel kayu lainnya

36. Moulding dan komponen bahan

bangunan

37. Peti kemas dari kayu

38. Anyaman rotan dan kayu

39. Alat dapur dari kayu

40. Barang lain dari kayu/rotan/gabus

41. Arang briket

42. Meubel Kayu

43. Meubel rotan

44. Furniture lainnya (kasur)

10

10

8

11

12

2

25

5

12

36

12

10

17

13

20

60

35

11

12

7

10

12

5

12

10

8

12

16

5

10

10

6

3.100

4.870

2.420

37.500

25.000

2.000.000

800.000

71.700.000

98.500

136.500

44.075

41.000

10.000

9.000

22.000

17.500

100.000

5.138

1.500

80.500

10.000

30.000

42.500

11.000

30.500

46.000

23.800.000

28.000

14.200

24.950

34.000.000

1.100

10.800

458 133.187.653

Sumber : Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sukabumi,

2013

52

Lampiran 3. PDRB Kabupaten Sukabumi Atas Dasar Harga Konstan 2000,

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-2012 (Jutaan Rupiah)

Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012

1. PERTANIAN

a. Tanaman Bahan Makanan

b. Tanaman Perkebunan

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya

d. Kehutanan

e. Perikanan

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi

b. Pertambangan Bukan Migas

c. Penggalian

3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas

b. Industri Bukan Migas

4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH a. Listrik

b. Gas Kota

c. Air Bersih

5. KONSTRUKSI

6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN a. Perdagangan Besar & Eceran

b. Hotel

c. Restoran

7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI

a. Pengangkutan

b. Komunikasi

8. KEU. REAL ESTAT, & JASA PERUSAHAAN

a. Bank

b. Lembaga Keuangan Bukan Bank

c. Real Estat

d. Jasa Perusahaan

9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum

b. Swasta

1. Jasa Sosial Kemasyarakatan

2. Jasa Hiburan & Rekreasi

3. Jasa Perorangan & Rumah tangga

2.946.901.27

1.721.476.32

497.274.86

519.749.39

65.757.44

142.643.26

401.368.82 140.144.40

307.80

260.916.61

1.485.539.75 0.00

1.485.539.75

99.134.06 93.723.19

0.00

5.410.88

184.855.23

1.591.444.29 1.149.765.26

10.631.72

431.047.31

458.845.77 425.907.32

32.938.45

316.692.99 38.921.36

5.110.75

224.415.75

48.245.13

823.276.86 470.026.75

353.250.12

37.421.10

6.465.10

309.363.92

3.038.562.97

1.788.958.20

503.391.34

535.030.02

66.507.45

144.675.96

406.468.08 143.951.88

316.38

262.199.82

1.546.224.79 0.00

1.546.224.79

104.459.66 98.878.88

0.00

5.580.78

200.834.47

1.692.472.31 1.239.906.86

11.267.01

441.298.44

475.728.61 439.768.05

35.960.56

328.097.05 42.395.19

5.375.69

230.601.86

49.724.31

848.886.13 479.145.26

369.740.87

38.826.28

6.465.10

324.146.25

3.049.992.48

1.788.242.62

503.391.34

539.952.30

66.633.81

150.564.27

414.768.71 145.981.60

320.71

268.466.40

1.622.278.71 0.00

1.622.278.71

108.831.33 102.962.58

0.00

5.868.75

222.062.67

1.821.127.25 1.342.695.14

11.582.49

466.849.62

509.070.50 468.765.90

56 40.304.60

354.357.06 47.007.79

5.806.82

248.496.56

53.045.89

890.534.38 488.536.50

401.997.88

41.408.23

7.432.31

353.157.34

3.055.546.83

1.785.023.78

505.205.00

543.569.98

66.727.10

155.020.97

422.209.26 147.324.63

324.05

274.560.59

1.708.132.69 0.00

1.708.132.69

113.586.84 107.410.56

0.00

6.176.27

247.511.05

1.977.981.19 1.469.311.29

11.895.22

496.774.68

544.572.32 500.067.98

44.504.34

382.656.01 51.647.46

6.262.07

268.401.13

56.345.34

931.075.83 492.640.21

438.435.62

44.298.52

8.206.76

385.930.34

PDRB DENGAN MIGAS

PDRB TANPA MIGAS

8.308.059.04

8.167.914.64

8.641.734.07

8.497.782.19

8.993.023.09

8.847.041.49

9.383.272.03

9.235.947.40

Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, 2013

53

Lampiran 4. Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian

Nama Judul Alat Analisis Kesimpulan

Tatang Widjojoko,

Altri Mulyani dan

Irene Kartika Eka

Wijayanti (2006)

Kajian finansial dan nilai

tambah gula semut (granular

sugar) di Kecamatan Cilongok

Kabupaten Banyumas

Analisis R/C rasio dan analisis

nilai tambah Hayami

Nilai R/C rasio yaitu 1,15, nilai penerimaan sebesar Rp844.500,00/bulan

dari total biaya produksi sebesar Rp731.808,19/bulan serta keuntungan

sebesar Rp117.520,48/bulan dengan titik impas pada tingkat 6,94

kg/bulannya dengan harga jual Rp5.000,00/kg. Sedangkan analisis nilai

tambah dari nira selama satu bulan produksi diperoleh nilai tambah sebesar

Rp590,00 per kg bahan baku utama nira dari selisih nilai luaran dengan

harga bahan baku utama dan sumbangan masukan lain.

Ummi Masrah

(2009)

Analisis Pendapatan

Pengolahan Gula Aren pada

Industri Rumah Tangga di

Desa Semuntai Kecamatan

Long Ikis Kabupaten Paser

Analisis kelayakan usaha

dengan R/C rasio dan BEP

Diperoleh hasil produksi 383,80bungkus/bulan dengan harga jual

Rp7.000,00 dan pendapatan bersih sebesar Rp793.123.52. Nilai R/C rasio

yang sebesar 1,4. berdasarkan analisis Break Event Point (BEP) diperoleh

hasil untuk BEP produksi sebesar 37 bungkus dengan BEP penerimaan

kotor (TR) sebesar Rp254.287,75 dan BEP harga sebesar Rp6.872,64.

Irene Kartika Eka

Wijayanti, Dyah

Ethika N., dan Indah

Widyarini (2007)

Prospek pengembangan

agroindustri minuman lidah

buaya di Kabupaten

Purworejo, Jawa Tengah

Analisis biaya dan

pendapatan, analisis R/C rasio,

analisis titik impas, serta

analisis nilai tambah Hayami

Diperoleh nilai R/C rasio sebesar 1,28 atau >1, rerata penerimaan

(Rp96.000.000,00) dan rerata biaya (Rp74.578.000,00) sehingga

keuntungannya positif (Rp21.421.120,00). Jumlah produksi aktual (5.000

kardus) telah melebihi titik impas sebesar (1.382,65 kardus) dan

(Rp26.457.377) serta menghasilkan nilai tambah sebesar Rp1.574,00.

Anton Martono,

Sulistyani

Budiningsih dan

Watemin (2007)

Analisis kelayakan ekonomi

Agroindustri gula kelapa di

Desa Jalatunda Kecamatan

Mandiraja

Analisis biaya dan pendapatan

dan analisis R/C rasio

Terdapat tiga pelaku bisnis dengan nilai R/C = 1,003 untuk pengrajin

pemilik dengan biaya produksi Rp466.771,00 (menguntungkan), R/C =

0,679 untuk pengrajin penggaduh dengan biaya produksi Rp383.443,40

(tidak menguntungkan) dan R/C = 0,986 untuk pengrajin penyewa dengan

54

biaya produksi Rp489.165,70 (tidak menguntungkan).

Hartati dan Mulyani

(2009)

analisis efisiensi usaha

mengenai profil dan prospek

bisnis minyak dara (Virgin

Coconut Oil/VCO) di

Kabupaten Cilacap

Analisis efisiensi usaha, BEP

dan ROI serta analisis nilai

tambah

Diperoleh nilai R/C rasionya sebesar 1,318 artinya usaha agroindustri VCO

mempunyai prospek usaha baik. Nilai ROI (Return of Investment) =

31,77persen artinya jika pengrajin VCO mengeluarkan biaya sebesar

Rp100,00 maka pengrajin akan memperoleh keuntungan sebesar Rp31,77.

BEP (Break Even Point) sebesar 56,82 liter dan BEP penerimaan sebesar

Rp1.420.558,00 dengan produksi aktual VCO 700,80 liter dan penerimaan

aktual Rp17.520.000,00 sehingga usaha VCO di Kabupaten Cilacap

menguntungkan.

Maninggar Praditya

(2010)

analisis usaha industri gula

jawa skala rumah tangga di

Kabupaten Wonogiri

Analisis biaya, penerimaan,

keuntungan dan profitablitas,

analisis risiko dan R/C rasio

Biaya total rata-rata adalah sebesar Rp 34.120,02 per hari. Penerimaan rata-

rata yang diperoleh sebesar Rp 39.151,56 per hari sehingga keuntungan

rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 5.031,55 per hari. Profitabilitas industri

gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri adalah sebesar

14,75%. Besarnya nilai koefisien variasi (CV) industri gula jawa skala

rumah tangga di Kabupaten Wonogiri sebesar 0,31 dengan nilai batas

bawah keuntungan (L) sebesar Rp 1.894,91. Industri gula jawa skala rumah

tangga di Kabupaten Wonogiri ditunjukkan dengan R/C ratio lebih dari satu

yaitu sebesar 1,15.

Idham Alamsyah

(2007)

Analisis nilai tambah dan

pendapatan usaha industri

rumah tangga “Kemplang”

berbahan baku utama sagu dan

ikan

Analisis biaya produksi,

Penerimaan dan pendapatan

yang dilanjutkan dengan

analisis nilai tambah Hayami

Diperoleh pendapatan usaha sebesar Rp979.535,88/bulan. Dimana harga

pokok, yaitu ikan sarden Rp8.116,58 per kg dan ikan kakap Rp10.380,85

per kg. BEP mix dicapai saat penjualan kemplang ikan sarden sebanyak

573,70 kg atau senilai Rp4.876.479,88 per bulan dan penjualan kemplang

ikan kakap sebanyak 42,50 kg atau senilai Rp637.448,35 per bulan. Adapun

nilai tambah kemplang ikan sarden sebesar Rp583,60 per kg dan kemplang

ikan kakap sebesar Rp6.795,83 per kg dengan nilai R/C rasio 1,09.

55

Lampiran 5.Pengolahan gula kelapa

Foto 1.Pohon kelapa yang

siap untuk disadap (diambil

niranya).

Foto 2.Jirigen untuk

menampung nira yang

diletakkan di pohon kelapa

selama 6-7 hari.

Foto 3.Nira hasil sadapan

yang siap untuk dimasak.

Foto 4.Kayu Bakar untuk

bahan bakar memasak nira

menjadi gula kelapa.

Foto 1. Kegiatan pemasakan

nira hingga mendidih selama

7-8 jam

Foto 2. Salah seorang

pengrajin yang sedang

mengawasi proses masaknya

gula kelapa

Foto 7.Gula kelapa yang

sudah kering dan siap untuk

dijual.

Foto 8.Kondisi bangunan

tempat produksi gula kelapa

sekaligus tempat tinggal

pengrajin gula kelapa.

56

Lampiran 6. Peta Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

57

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 13 Januari 1989.Penulis adalah

anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Zulkifli Sofyan dan

Ibunda Isnaniah.

Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama yang diselesaikan

pada tahun 2004 di SLTPN 34 Medan.Pendidikan lanjutan menengah atas di

MAN 1 Medan diselesaikan pada tahun 2007 dan pendidikan diploma

tigadiselesaikan pada tahun 2010 di Program Keahlian Manajemen Agribisnis

Program Diploma III Institut Pertanian Bogor.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Program Sarjana Alih Jenis, Institut Pertanian Bogor melalui jalur

regular pada tahun 2010.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai tim Sportakuler

Fakultas Ekonomi dan Manajemen 2010 cabang Atletik.