analisis tinggi vertikal sebagai dasar...
TRANSCRIPT
1
ANALISIS TINGGI VERTIKAL SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN FASILITAS VITAL DAN PENANGGULANGAN BANJIR
( Studi Kasus : Beda Tinggi Pelabuhan Perak Dan Kampus ITS )
Kuswondo, Dr.Ir. Muhamad Taufik, Khomsin ST,MT Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS, Surabaya, 60111, Indonesia
Email : [email protected]
Abstrak Indonesia adalah Negara kepulauan, oleh karena itu ketersediaan data spasial yang terintegrasi
menjadi syarat yang mutlak yang harus dimiliki oleh Indonesia. Oleh karena itu Badan Informasi Spasial ( BIG ) sebagai pihak yang berwenang mengatur data spasial yang ada di Indonesia telah menyusun sebuah standar, salah satunya adalah SNI No. 19-6988-2004 yang mengatur tentang Jaring Kontrol Vertikal ( JKV ). Akan tetapi implementasi dari standar ini masih belum bisa dilakukan karena mengingat bahwa setiap pulau di Indonesia memiliki medan gaya berat yang berbeda.
Implementasi dari SNI tersebut untuk wilayah Surabaya dilakukan dengan menentukan nulai Muka Laut Rata – Rata ( MLR ) yang merupakan nilai pendekatan dari Geoid Surabaya. Nilai MLR surabaya yaitu sebesar 1,7609 meter terhadap rambu pasut kemudian diteruskan dengan melakukan pengukuran beda tinggi dengan menggunakan waterpas terhadap titik – titik yang telah ditentukan sebagai JKV, kemudian titik – titik tersebut juga dilakukan pengamatan GPS untuk mendapatkan tinggi terhadap ellipsoid. Dari dua metode pengukuran tersebut telah didapatkan dua koordinat tinggi yang berbeda yaitu tinggi terhadap ellipsoid dan tinggi terhadap geoid, kemudian dari kedua data tinggi tersebut terdapat selisih beda tinggi rata – rata yaitu sebesar 30,589 meter.
Analisa komparatif data tinggi tersebut bertujuan untuk menentukan tinggi suatu daerah terhadap MLR untuk kemudian dapat memberikan rekomendasi dalam pengembangan fasilitas vital daerah tersebut agar apabila terjadi kenaikan permukaan air laut maupun terjadi peningkatan volume air diwilayah tersebut fasilitas yang ada tidak tergenang air. Sejauh ini Stasiun Pasar Turi memiliki resiko banjir yang besar bersama dengan Kampus ITS dibandingkan dengan fasilitas vital lainnya yaitu berada pada 2,843 meter dan 2,420 meter terhadap MLR. Kata kunci : SNI No. 19-6988-2004, MLR, Tinggi GPS, Geoid, Fasilitas Vital. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang cukup luas yaitu terdiri dari 3.257.357 km2 luas wilayah laut dan 1.919.440 km² wilayah darat dengan total luas wilayah Indonesia adalah 5.176.797 km². Indonesia sendiri memiliki pulau sekitar 17.508 pulau yang tersebar keseluruh wilayah Indonesia ( Bakosurtanal ). Dengan wilayah yang cukup luas tersebut sampai saat ini Indonesia masih belum memiliki model geoid yang dianggap paling mendekati dengan Muka Laut Rata – Rata ( MLR ) di wilayah perairan Indonesia, maka untuk berbagai macam keperluan seringkali menggunakan
model geoid global sebagai acauan referensi tinggi seperti WGS 84.
Dalam keperluan pengembangan fasilitas vital seperti bandara, stasiun kereta api, pelabuhan dan fasilitas vital lain, sistem referensi ketinggian yang digunakan berbeda – beda, hal ini dikarenakan belum ada penerapan dari Standar Nasional Indonesia ( SNI ) yang mengatur tentang datum vertikal. Sejauh ini pengembangan Jaring Kontrol Vertikal ( JKV ) diperkirakan akan selesai dalam kurun waktu 18,6 tahun untuk memperoleh tinggi Tanda Tinggi Geodesi ( TTG ) terhadap MLR ( Badan Standarisasi Nasional. 2004 ). Di Surabaya sendiri
2
pengamatan JKV orde satu diamati di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Secara praktis ketinggian suatu wilayah seringkali didapatkan dengan pengamatan oleh Global Position System ( GPS ). Sedangakan ketinggian yang didapatkan dari GPS merupakan ketinggian diatas ellipsoid bukan diatas geoid, ellipsoid sendiri merupakan bentuk matematika dari permukaan bumi sedangkan geoid merupakan bidang dimana besar gaya gravitasi bumi di semua titik memiliki besar yang sama ( Equipotensial ), dengan kata lain bidang geoid sejajar dengan permukaan air laut rata – rata atau MLR atau bisa disebut juga tinggi terhadap geoid merupakan tinggi yang sebenarnya.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam peneltian ini rumusan masalah yang diangkat adalah :
1. Bagaimana mendapatkan tinggi terhadap MLR dari pengamatan GPS
2. Bagaimana posisi fasilitas vital Surabaya terhadap MLR.
1.3 Batasan Masalah
Dalam tugas akhir ini batasan masalah yang diambil adalah :
1. Penentuan datum vertikal yang diperoleh dari pengamatan pasang surut yang diamati di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
2. Distribusi data tinggi MLR terhadap dua titik terdekat dari pelabuhan dengan menggunakan Waterpass.
3. Pengukuran beda tinggi dilakukan terhadap peil ke titik – titik yang sudah ditentukan
4. Pengamatan titik tinggi menggunakan GPS, Waterpass, dan pengamatan pasang surut.
1.4 Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini adalah :
1. Mendapatkan nilai MLR sebagai acuan dasar titik tinggi di Surabaya.
2. Pemodelan matematika konversi tinggi GPS ke tinggi MLR di wilayah surabaya.
3. Mendefinisikan informasi ketinggian yang terdapat di fasilitas vital yang ada di Surabaya.
1.5 Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari tugas akhir ini adalah :
1. Mengetahui referensi tinggi yang digunakan pada fasilitas vital yang ada di Surabaya.
2. Meyeragamkan referensi tinggi untuk pengembangan fasilitas vital di Surabaya.
3. Model matematika yang didapatkan berguna dalan mentransformasikan koordinat tinggi yang didapatkan dari pengamatan GPS kedalam koordinat tinggi yang mengacu pada MLR.
BAB II METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian penentuan datum
vertikal ini berada pada koordinat 07o11’56” LS dan 112o44’08” yang lebih tepat berada di pelabuhan tanjung perak. Pada lokasi ini akan dilakukan pengamatan pasang surut untuk mendapatkan Muka Laut Rata – Rata ( MLR ). Lokasi ini dipilih karena menjadi salah satu lokasi dalam menentukan datum vertikal nasional. Sedangkan untuk fasilitas vital yang diambil adalah Stasiun Gubeng, dan Stasiun Pasar Turi. Untuk pengujian beda tinggi akan dilakukan pengukuran beda tinggi dari pelabuhan Perak ke BM ITS 01 yang berada di kampus ITS Sukolilo.
3
Gambar 2.1. Lokasi Penelitian Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ( Google earth, Peta RBI 1608-432 ).
Gambar 2.2. Lokasi Jaring Kerangka Kontrol Vertikal
( JKV )
2.2 Alat dan Bahan Penelitian 2.2.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan di dalam penelitian ini meliputi perangkat keras dan perangkat lunak :
a. Perangkat Keras Perangkat keras yang digunakan pada pengukuran lapangan adalah:
GPS Geodetik
Waterpass
Perangkat keras yang digunakan pada pengolahan data adalah :
Satu unit notebook.
Satu unit printer.
b. Perangkat Lunak Perangkat lunak yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Sistem Operasi Windows 7 Ultimate 32 bit
Matlab 7.0.1
Autodesk Land Desktop 2004
Topcon tools 7.5.1
Microsoft Office 2010
2.2.2 Bahan Penelitian Bahan atau data yang digunakan di
dalam penelitian ini antara lain : a. Data pengamatan pasang surut
periode 1 juni – 30 juni 2012. b. Beda tinggi dari pengukuran
waterpass c. Data observasi GPS
2.3 Metodologi Penelitian
2.3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan pada penelitian
ini adalah :
Gambar 2.3 Diagram Alir Penelitian
4
Tahapan kegiatan yang dilakukan pada penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada gambar 2.4 di bawah ini :
Gambar 2.4 Diagram Alir Tahap Pengolahan Data
Penjelasan dari diagram alir di atas adalah
sebagai berikut : 1. Pengukuran GPS dilaksanakan di beberapa
titik yang sudah direncanakan, yaitu di titik
– titik BM yang terletak di masing – masing
fasilitas vital dan titik – titik yang dijadikan
sebagai kerangka jaring pengukuran. Pada
titik yang berada di lokasi fasilitas vital,
pengolahan data cukup pada pengolahan
yang dilakukan dengan menggunakan
softwere Topcon tools ( post processing )
hingga dapat koordinat titik fasilitas
tersebut yang mengacu pada ellipsoid global
WGS 84.
2. Pada titik – titik yang dijadikan jaring kerangka pengolahan data GPS dilanjutkan dengan perataan jaring sehingga koordinat pada kerangka jaring merupakan koordinat yang terkoreksi. Sehingga koordinat tersebut dapat di tampalkan ( oveylay ) dengan data lain
3. Data yang kedua adalah data pengamatan pasang surut yang berada di lokasi penelitian yaitu di Pelabuhan Perak Surabaya. Pengolahan data pasang surut dilakukan hingga dapat komponen pasang
surut yaitu S0, M2, S2,N2, K1, O1, M4, MS4. Setelah komponen tersebut didapatkan maka pengolhan lebih lanjut dilkukan untuk mendapatkan nilai MSL.
4. Data yang ketiga adalah data pengukuran
beda tinggi. Pengukuran beda tinggi dimulai
dari titik palm yaitu rambu pasang surut
dengan tujuan agar beda tinggi yang diukur
terikat pada MLR atau juga disebut
MSL.Bedatinggi yang telah diikatkan pada
MLR tersebut didistribusikan ke titik – titik
yang dijadikan sebagai jaring kerangka
kontrol sehingga pengukuran beda tinggi
yang dilakukan disemua lokasi penelitian
terikat pada MLR. Pengolahan lebih lanjut
dengan perataan terhadap data beda tinggi
yang diukur pada titik jaring kerangka
kontrol.
5. Dari data pengukuran GPS dan pengukuran
beda tinggi tersebut digabungkan untuk
mendapatkan selisih tinggi antara
pengukuran GPS dan pengukuran beda
tinggi waterass sehingga didapatkan selisih
atau dalam hal ini disebut sebagai undulasi
praktis.
6. Setelah didapatkan undulasi praktik
tersebut maka dilakukan pengujian, apakah
undulasi tersebut ekuivalen atau memiliki
nilai yang sama di daerah penelitian atau
tidak.
7. Apabila hasil pengujian ekuivalensi tersebut
berhasil maka model matematika tersebut
dapat diterapkan untuk merubah koordinat
tinggi GPS yang telah diambil di fasilitas vital
yang telah ditentukan. Jika pengujian tidak
berhasil maka perlu ada perhitungan ulang
untuk menentukan selisih tinggi ellipsoid
dan tinggi MLR.
8. Tahap selanjutnya adalah menganalisa
ketinggian yang tercantum pada fasilitas
vital terhadap ketinggian yang didapatkan
dari pengamatan ini. Analisa ini bermaksud
untuk mendapatkan referensi yang
5
digunakan oleh fasilitas fital dalam
menentukan ketinggian fasilitas tersebut.
9. Penarikan kesimpulan dilakukan setelah
semua proses diatas selesai dilakukan
sehingga kesimpulan didapatkan
berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan.
10. Tahap terakhir adalah pembuatan laporan.
Laporan dibuat dengan mendeskripsikan
semua kegiatan yang telah dilakukan selama
penelitian.
HASIL DAN ANALISIS 3.1. Pengamatan GPS
Secara prinsip pengukuran GPS pada penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu untuk menentukan posisi titik ( BM ) dan juga mencari tinggi masing – masing titik atau BM tersebut. Akan tetapi yang paling ditekankan dalam penelitian ini adalah koordinat tinggi dan beda tinggi ( ∆H ). Titik – titik yang digunakan sebagai kaerangka jaring kontrol vertikal dipilih sesuai disain jaring yang telah ditentukan, titik – titik tersebut adalah antara lain :
Table 3.1 Identifikasi Titik – Titik Jaring
NO NAMA TITIK KOORDINAT PENDEKATAN
LATITUDE LONGITUDE H ( m )
1 TTG 1030 7°12'33"S 112°43'59"E 33.2
2 BM LJ 204.18K/001/2009
7°13'21"S 112°43'56"E 33.706
3 TB 1 7°13'20"S 112°44'16"E 33.569
4 BM KMS U-03 7°14'11"S 112°44'17"E 38.841
5 BM PENURUNAN TANAH NO. 01
7°14'47"S 112°44'01"E 33.198
Sedangkan untuk titik – titik uji yang diukur pada masing – masing fasilitas vital yang ada di Surabaya adalah antara lain :
Tabel 3.2. Identifikasi Titik – Titik Uji
NO NAMA TITIK KOORDINAT PENDEKATAN
LATITUDE LONGITUDE H ( m )
1 BM ITS 01 7°16'45"S 112°47'26"E 33.432
2 DTK 1845 - 1 7°16'07"S 112°46'27"E 34.272
3 BM 16 PEMKOT 7°16'04"S 112°46'16"E 33.931
NO NAMA TITIK KOORDINAT PENDEKATAN
LATITUDE LONGITUDE H ( m )
4 STA ST. GUBENG 7°15'52"S 112°45'12"E 37.504
5 BM BATAS KECAMATAN
7°15'22"S 112°44'33"E 35.492
6 BM SUBSIDEN BAKO
7°14'55"S 112°43'54"E 33.009
7 BM 01 PEMKOT 7°15’39”S 112°44’47”E 34.669
Table 3.3. Data GPS observasi JKV
INISIAL NAMA
BASELINE
OBSERVATION ( M )
DN DE DH
d1 PLN - TTG 1030 1478.585 100.065 -0.506
d2 PLN - TB 1 10.071 622.517 -0.119
d3 TB 1 - TTG 1030 1468.526
-522.408 -0.374
d4 KMS - PLN 1542.171 -637.47 -0.255
d5 KMS - TB 1 1552.255 -14.976 0.053
d6 BM 01 - KMS 1104.206 492.652 1.081
d7 BM 01 - PLN 2646.398
-144.824 0.497
Dari data diatas kemudian dilakukan
perataan jarring untuk titik – titik yang dijadikan sebagai titik JKV dan hasilnya adalah sebagai berikut :
Table 3.4. Koordinat hasil perataan Jaring
NAMA N ( M ) E ( M ) H ( M )
TTG 1030 9202763 691372.6 33.2
TB1 9201295 691895 33.595
PLN 9201285 691272.5 33.685
KMS 9199743 691910 34.252
BM 01 9198638 691417.3 33.179
Sedangkan koordinat fasilitas vital diolah langsung dengan menggunakan softwere Topcon Tools, sehingga didapat koordinatnya.
6
Table 3.5. Koordinat Fasilitas Vital
Name Northing (m)
Easting (m)
H (m)
BM ITS 01 9194971 697685.8 33.432
DTK 1845 - 1 9196164 695875.1 34.272
BM 16 PEMKOT 9196266 695547.8 33.931
STA ST. GUBENG
9196620 693601.3 37.504
BM 01 PEMKOT 9197045 692833.2 34.669
BM 01 PEMKOT 9197045 692833.2 34.669
BM BATAS KEC. 9197567 692384.6 35.492
BM SUBSIDEN BAKO
9198403 691193.9 33.009
BM 10 PEMKOT 9198638 691417.9 33.009
TTG 1030 PERAK
9202763 691373.1 33.616
3.2. Pengolahan Pasang Surut
Tahap pengolahan pasang surut dilakukan sesuai dengan tahap perhitungan yang sudah baku, yaitu :
Gambar 3.1 Skema Perhitungan Pasang Surut Dengan Menggunakan Metode Admiralty
Dari skema tersebut kemudian data diolah sesuai prosedur. Dari hasil pengolahan maka didapat konstanta pasang surut yaitu :
Tabel 3.6. Konstanta Pasut
NAMA KOMPONEN SIMBOL NILAI
A ( cm ) g˚
Tengah Harian (Semi Diurnal) Principal Lunar M2 28.86 262.28 Principal Solar S2 13.79 499.78 Larger Lunar elliptic N2 7.00 167.12 Luni Solar Semi Diurnal K2 3.72 499.78 Harian (Diurnal) Luni Solar Diurnal K1 51.78 -1.35 Principal Lunar Diurnal O1 23.03 366.29 Principal Solar Diurnal P1 17.09 -1.35 Komponen Lain M4 1.96 128.51 MS4 1.49 161.58 So 176.09 0
Dari hasil diatas maka dapat dicari jenis atau karakter dari pasang surut yang ada di pelabuhan perak Surabaya yaitu dengan menggunakan rumus :
Dari rumus diatas didapat nilai F yaitu 1,7542 sehingga diketahui bahwa jenis pasut yang terdapat di pelabuhan perak adalah tipe campuran dengan tipe tunggal yang menonjol ( Mixed, Mainly Diurnal ). Dari datas diatas juga diketahui bahwa muka laut rata – rata berada pada 176,09 cm terhadap rambu pasang surut. Grafik yang dapat menjelaskan kondisi pasang surut yang terdapat di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya adalah :
7
Grafik 3.1. Grafik kondisi pasang surut pelabuhan perak
3.3. Analisa Beda Tinggi Dengan Waterpass
Pada tahap pengukuran yang pertama ditunjukan untuk mendapatkan nilai beda tinggi pada Jaring Kerangka Vertikal ( JKV ) yang kemudian akan dilakukan perataan untuk mendapatkan nilai tinggi secara akurat, karena faktanya dilapangan pengukuran dengan menggunakan waterpass memiliki berbagai kesalahan yang dapat mempengaruhi kualitas data tersebut.
Table 3.7 Hasil Pengukuran Waterpas ( semua satuan dalam Meter )
VEKTOR SLAG ^H D ERROR JARAK
TTG - PLN
16 0.525 1741.5
-0.064 4760.9 PLN - TB 1
8 -
0.092 743.2
TB 1 - TTG
22 -
0.497 2276.2
PLN - TB 1
8 -
0.092 743.2
0.128 4808.3 TB 1 - JMP
18 0.838 1726.1
JMP - PLN
22 -
0.618 2339
PLN - JMP
22 0.604 2359.2
-0.052 7751.5 JMP - BM 01
16 -1.17 1765.6
BM 01 - PLN
36 0.514 3626.7
Dari data diatas kemudian dilakukan pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan MATLAB untuk diolah menggunakan metode perataan parameter. Dengan mendistribusikan terlebih dahulu tinggi geoid terhadap BM pasang surut yaitu TTG 1030. Setelah dilakukan pengolahan beda tinggi antara rambu pasang surut dengan TTG 1030 didapat ketinggian BM TTG 1030 terhadap MLR adalah 2,5439 m.
Hasil dari proses perataan sehingga diketahui bahwa :
Tabel 3.8. Tinggi KKV
NO INISIAL NAMA PATOK TINGGI ( M )
1 a TTG 1030 2.544
2 b PLN 3.095
3 c TB 1 3.014
4 d BM KMS JMP 3.737
5 e BM 01 2.574
3.4. Analisa Komparatif Penentuan Tinggi Dengan Menggunakan GPS Dan Waterpas.
Apabila suatu titik tetap dilakukan pengukuran GPS dan juga dilakukan pengukuran waterpas maka akan didapatkan sebuah perbedaan tinggi yang tidak konstan, hal ini dikarenakan terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi kualitas data yang dihasilkan dari kedua metode tersebut. Hal – hal tersebut berupa spesifikasi alat, metode ( teristrial dan ekstrateristrial ), dan kesalahan pengukuran.
Dari penelitian ini telah didapatkan data tinggi dari dua metode pengukuran terhadap beberapa titik ikat yang telah ditentukan sebagai dasar dalam pengembangan fasilitas vital yang ada disurabaya. Secara praktik nya untuk mendapatkan tinggi terhadap MLR ( H ) dari pengamatan GPS ( h ) melalui selisihnya ( N ) adalah sebahai berikut :
H = h – N H = h – 30,589
Dari data diatas didapatkan selisih tinggi antara GPS dan waterpas, yaitu :
8
Tabel 3.9. Perbandingan Tinggi GPS ( h ) Dan Tinggi Waterpas ( H )
NAMA PATOK H ( M ) h ( M )
SELISIH (M)
TTG 1030 2.544 33.2 30.656
PLN 3.095 33.685 30.589
TB 1 3.014 33.595 30.581
BM KMS JMP 3.737 34.252 30.515
BM 01 2.574 33.179 30.605
Tabel 3.10. Selisih Beda Tinggi dari Pengukuran GPS ( Dh ) dan Waterpas ( DH ), Semua satuan dalam
Meter.
NO NAMA BASELINE
DH Dh SELISIH ( Dh-DH )
1 PLN - TTG 1030 -0.525 -0.506 0.019
2 PLN - TB 1 -0.092 -0.119 -0.027
3 TB 1 - TTG 1030 -0.497 -0.374 0.123
4 KMS - PLN -0.618 -0.598 0.02
5 KMS - TB 1 -0.738 -0.617 0.121
6 BM 01 - KMS 1.17 1.081 -0.089
7 BM 01 - PLN 0.514 0.497 -0.017
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa nilai dari perbedaan tinggi yang dihasilkan GPS dan Waterpass berkisar antara 30,515 m sampai dengan 30,656 m dengan rata – rata selisih adalah 30.589 m. sedangkan dari table 4.10 dapat dilihat perbedaan beda tinggi antar titik yang dihasilkan oleh GPS dan waterpass memiliki simpangan antara -0.089 m sampai dengan 0,123 m dengan rata – rata simpangan sebesar 0,0214 m. Berikut grafik yang dapat menjelaskan perbedaan terbut :
Grafik 3.2. Selisih Tinggi GPS dan Waterpas
Grafik 3.3. grafik perbedaan beda tinggi ( Dh – DH )
3.5. Tinggi Fasilitas Vital Di Surabaya
Dari hasil diatas maka didapatkan selisih antara tinggi GPS dengan tinggi waterpas adalah sebesar 30,589 meter, nilai ini didapatkan dari rata – rata selisih tinggi titik KKV. Maka dari itu tinggi fasilitas vital yang ada disurabaya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.11. Tinggi Fasilitas Vital Surabaya Terhadap MLR
NAMA TITIK MILIK LOKASI TITIK HEIGHT (
m )
BM ITS 01 ITS BUNDERAN ITS 2.843
DTK 1845 - 1 PEMKOT JL. HUSADA UTAMA INDAH
3.683
BM 16 PEMKOT
PEMKOT JL. PROF.DR. MUSTOPO
3.342
STA ST. GUBENG
- JL. GUBENG MASJID, ST. GUBENG
6.915
BM BATAS KECAMATAN
PEMKOT JL. GENTENG KALI 4.903
BM SUBSIDEN BAKO
BIG PARKIRAN ST. PASAR TURI
2.42
BM 01 PEMKOT
PEMKOT DEPAN KANTOR PEMKOT SURABAYA
4.08
9
PENUTUP 4.1 Kesimpulan
Dari penelitian diatas dan setelah dilakukan analisa maka ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil yaitu antara lain :
1. Nilai MLR Surabaya dari data pengamatan pasang surut selama periode 1 juni – 30 juni 2012 adalah 1,7609 meter terhadap rambu pasang surut
2. Perbedaan tinggi dari pengamatan GPS dan pengukuran waterpas yang diikatkan dengan MLR adalah sebesar 31,111 meter. Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan tinggi terhadap MLR ( Z ) dari data pengamatan GPS ( h ) diwilayah yang tercakup oleh titik yang terdapat dalam penelitian ini adalah dengan persamaan sebagai berikut : Z = h - N Z = h – 31,111 meter Dengan selisih pada masing – masing titik adalah sebagai berikut :
TTG 1030 = 31.178 m
PLN = 31.112 m
TB 1 = 31.103 m
BM KMS JMP = 31.037 m
BM 01 = 31.127 m
3. Sedangkan dari pengukuran beda
tinggi yang dilakukan dengan GPS
dan waterpas memiliki simpangan
antara -0,089 meter sampai dengan
0,123 meter dengan rata – rata
simpangan 0,021 meter. Dengan
nilai perbedaan apada masing –
masing titik adalah sebagai berikut :
PLN - TTG 1030 = 0.019 m
PLN - TB 1 = -0.027 m
TB 1 - TTG 1030 = 0.123 m
KMS - PLN = 0.02 m
KMS - TB 1 = 0.121 m
BM 01 - KMS = -0.089 m
BM 01 - PLN = -0.017 m
4. Ketinggian fasilitas vital diatas MLR adalah sebagai beikut :
a. Kampus ITS ( 2,794 m ) b. Kantor Pemkot Surabaya (
3,995 m ) c. Stasiun Pasar Turi ( 2,014 m ) d. Stasiun Gubeng ( 6,249 m ) e. Jembatan Merah Plaza ( 3,736
m )
4.2 Saran Saran yang dapat diberikan dari penelitian
ini adalah : 1. Untuk pengembangan fasilitas vital yang
ada di Surabaya, ketinggian fasilitas vital tersebut disarankan diikatkan dengan titik – titik yang terdapat dalam penelitian ini, atau setidaknya diikatkan dengan TTG 1030 sebagai BM pasut sehingga ketinggia fasilitas vital tersebut terikatdengan Muka Laut Rata – Rata ( MLR ), untuk dapat mencegah terjandinya genangan air dilokasi fasilitas vital tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, H.Z., Andreas, H., Maulana, D., Hendrasto,
M,. Gamal, M., Suganda, O.K. 2004. Penentuan Tinggi Ortometrik Gunung Semeru Berdasarkan Data Survey GPS Dan Model Geoid EGM 1996. PROC. ITB Sains & Tek. Vol. 36A, No. 2, 2004, 145-157.
Abidin, H.Z., Jones, A., Kahar, J. 2002. Survey Dengan GPS. Pradnya Paramita. Jakarta
Abidin, H.Z., Sutisna, S., Padmasari, T., Kahar. J., Villanueva. K.j., 2005. Geodetic Datum Of Indonesia Maritime Boundaries : Status And Problems. Cairo, Egypt, April 16-21.
Badan Standarisasi Nasional. 2004. Jaring Kontrol Vertikal Dengan Menggunakan Sipat Datar. Pusat Sistem Jaringan Dan Standarisasi Nasional. Badan Koordinasi Survey Dan Pemetaan Nasional ( BAKOSURTANAL ). Bogor.
Featherstone. W.E., dan Khun. M. 2006. Height Systems And Vertical Datums : A Review In The Australian Context.
Firmansyah, R.L., 2007. Penyatuan Datum Vertikal Dalam Kaitannya Dengan Pekerjaan
10
Pemasangan Pipa Transmisi Gas Bawah Laut Jawa-Sumatra. Program Studi Teknik Geodesy dan Geomatika. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Fitri, Listiyo., dan Leni, Heliani, S,. 2008. Evaluasi Model Geoid Di Pulau Jawa. Media Teknik No. 4 Tahun XXX Edisi Nopember 2008 ISSN 0216-3012.
Gaol, L.K. 2007. Sistem Geodetik Global 1984 ( WGS 84 ) dalam Menentukan Gravitasi Normal ( Gn ). Prosiding Seminar Geoteknologi Kontribusi Ilmu Kebumian Dalam Pembangunan Berkelanjutan Bandung 3 Desember 2007 ISBN : 978-979-799-255-5. Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. Bandung.
Grant, D.B., dan Blick, G.H. 2004. A National Vertical Datum Independent A Local Mean Sea Level ?. Wellington. New Zaeland.
Lestariya, Amin, W., dan Ramdani D. 2006. Analisa Komparatif Penentuan Tinggi Dengan GPS dan Sipat Datar. Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 12 No. 1 Agustus.
Mutiara, Ira Anjasmara. 2005. Sistem Tinggi. Pendidikan dan Pelatihan ( DIKLAT ) Teknis Pengukuran dan Pemetaan Kota. Surabaya.
Poerbandono., dan Djunarsyah, E. 2005. Survey Hidrografi. Refika Aditama. Bandung
Rachmayanti, Ida , A., Yuwono, Guruh Danar. 2007. Penentuan HWS ( Height Water Spring ) Dengan Menggunakan Komponen Pasut Untuk Penentuan Elevasi Dermaga. Program Studi Teknik Geomatika ITS – Sukolilo. Surabaya.
Syafri, Irawan., dan Wuriyati, A. 1990. Kondisi Datum Ketinggian Wilayah Sungai Di Pulau Jawa. Bul. Pusair.