r m - digilib.its.ac.iddigilib.its.ac.id/public/its-paper-28015-2709100081-paper.pdf · dikarenakan...
TRANSCRIPT
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
1
Abstrak— Nozel merupakan salah satu bagian terpenting dari
struktur roket. LAPAN telah melakukan riset menggunakan baja
S45C yang berlapis grafit, namun mengalami kegagalan. Ini
dikarenakan kekuatan baja S45C tidak stabil pada temperatur tinggi
dan massa grafit yang terlalu besar.Berdasarkan dari kegagalan
tersebut, pada penelitian ini baja S45C coba digantikan oleh baja
4340 yang akan dilapisi dengan material keramik Al2O3–SiO2 dengan
variasi komposisi yang berbeda-beda. Pada penelitian ini variasi
komposisi yang digunakan adalah 80% Al2O3 – 20% SiO2 ; 70%
Al2O3 – 30% SiO2 ; dan 60% Al2O3 – 40% SiO2 .Hal ini bertujuan
untuk mengetahui komposisi mana yang akan menghasilkan kekuatan
adhesive maksimum dan yang paling banyak menghasilkan fasa
mullite. Proses pelapisan akan dilakukan dengan metode Flame
Spray dengan jumlah semprotan konstan. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa semakin banyak persen SiO2 maka kekuatan
adhesive lapisan semakin menurun. Nilai maksimum tercapai pada
komposisi 80% Al2O3–20% SiO2. Sedangkan fasa mullite setelah
proses uji thermal paling banyak terbentuk pada komposisi 70%
Al2O3 – 30% SiO2.
Kata Kunci : Nosel , Baja 4340, Al2O3 – SiO2, Flame Spray.
I. PENDAHULUAN
oket merupakan salah satu alat yang digunakan dalam
bidang pertahanan dan keamanan. Penelitian tentang
roket dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (LAPAN) untuk mendapat kinerja roket
yang efisien. Roket terdiri dari beberapa bagian yaitu nose
cone, rangka dan nozzle. Nozzle roket merupakan bagian
roket yang menyumbang 30% dari berat keseluruhan struktur.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah tingginya
kekuatan aliran gas panas yang keluar dari nozzle. Material
nozzle yang telah dipakai yaitu baja S45C, tetapi mengalami
kegagalan karena mempunyai kekuatan yang tidak stabil pada
temperatur tinggi. Untuk itu pada penelitian ini, material
nozel menggunakan baja 4340, karena properties baja 4340
lebih baik daripada S45C dan mendekati material requirement
untuk nozel. Namun, meskipun karakteristik 4340 lebih baik
daripada S45C, baja 4340 memiliki melting point yang rendah
jika dibandingkan dengan temperatur nozel (1300-17000C)
[1]. Pelapisan 4340 menjadi salah satu solusi untuk
mengatasinya.
Keramik merupakan material yang stabil pada temperatur
tinggi. Salah satu jenis keramik yang biasa digunakan sebagai
material thermal barier coating (TBC) adalah Al2O3
(Alumina) dan SiO2 (Silika) [2]. Dengan kombinasi sifat Al2O3
dan SiO2 diharapkan terbentuk mullite yang memiliki sifat
tahan temperatur tinggi, konduktifitas thermal yang kecil, high
resistance oxidative dan high thermal shock resistance [3].
Pelapisan 4340 dengan Alumina dan Silika dapat dilakukan
dengan menggunakan proses Flame Spray. Flame Spray
adalah salah satu proses penyemprotan serbuk oksida keramik
yang memanfaatkan energy panas dari reaksi pembakaran gas
untuk melehkan serbuk [4].
Pada penelitian kali ini akan dilakukan pelapisan 4340
dengan keramik alumina (Al2O3) yang dicampur dengan Silika
(SiO2), dengan variasi persentase berat yang berbeda-beda.
Dengan tujuanmengetahui berapa persentase berat Al2O3 –
SiO2 yang menghasilkan sifat lapisan yang paling optimal.
II. METODE PENELITIAN
A. Persiapan Material Substrat
Substrat yang digunakan yaitu baja 4340 dengan dimensi
100 x 30 x 6 mm.
Gambar 1. Dimensi substrat baja 4340
Sebelum proses pelapisan spesimen baja 4340 dilakukan
pembersihan dari kotoran maupun karat. Kemudian dilakukan
proses Grit Blasting untuk mendapatkan permukaan yang
kasar, dimana semakin kasar permukaan akan menambah
ikatan interlocking yang terbentuk [4]. Grit Blasting
menggunakan serbuk aluminium brown oxide dengan tekanan
4.5 bar, sedangkan komposisi serbuk sesuai dengan Tabel 1
dan 2.
Tabel 1. Komposisi fisik serbuk grit blasting
Distribusi Ukuran
Grit
Jumlah
(%)
Coarser ≤ 20
Basic ≥ 45
Mixed ≥70
Finer ≤ 3
PENGARUH RASIO PENCAMPURAN Al2O3 – SiO2 SEBAGAI
PELAPIS PADA BAJA 4340 TERHADAP SIFAT TERMAL DAN
DAYA REKAT DENGAN METODE FLAME SPRAY
Ridwan Sunarya dan Widyastuti
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: [email protected]
R 100 mm
6mm
m
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
2
Tabel 2. Komposisi kimia serbuk grit blasting
Komposisi Jumlah
(%)
Al2O3 60.39
SiO2 9.45
Fe2O3 4.97
TiO2 11.18
Setelah proses grit blasting, substrat akan mempunyai
kontur kekasaran sebagai berikut:
Gambar 2. Hasil ukuran kekasaran
Gambar 2 diatas merupakan hasil pengujian kekasaran
dengan metode Surface Profile Comparator Keane-Tator
Standard ISO 8501 1:1988 dengan pembesaran 5 kali.
Tampak pada Gambar 2 tersebut bahwa kontur kekasaran
terletak pada rentang antara 2 mills – 3 mills yaitu sekitar 50.8
– 76.2 µm.
Setelah proses diatas, substrat akan dilapisi dengan lapisan
bondcoat, dimana lapisan ini diperlukan untuk mencegah
terjadinya oksidasi pada lapisan intermediate substrat dan
topcoat pada saat temperatur tinggi. Salah satu material
bondcoat yang tahan terhadap oksidasi adalah NiAl . Ini
dikarenakan serbuk NiAl yang digunakan adalah berupa
komposit,sehingga ikatan yang terjadi antara serbuk Ni dan Al
adalah ikatan mekanik. Jadi, pada saat proses pelapisan maka
serbuk Al akan teroksidasi terlebih dahulu, sehingga
menciptakan lapisan pasif berupa aluminium oksida. Sehingga
akan menghambat proses oksidasi selanjutnya. Selain itu
lapisan bondcoat juga dapat menaikkan sifat adhesif dengan
lapisan topcoat [5].
B. Persiapan serbuk Al2O3-SiO2
Serbuk Al2O3-SiO2 yang digunakan terlebih dahulu
dilakukan proses milling untuk memperoleh ukuran serbuk
yang sesuai dengan parameter alat Flame Spray, yaitu pada
rentang sekitar 80-100 µm [4]. Distribusi dan ukuran serbuk
ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5.
Gambar 3 . Serbuk Al2O3 (a) sebelum , (b) setelah proses milling
Serbuk Al2O3 diatas memiliki ukuran rata-rata 115.237 µm
dengan bentuk partikel angular. Seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 4. Kemudian setelah proses milling, serbuk Al2O3
memiliki bentuk lebih halus berbentuk polygonal dengan
ukuran rata-rata 89.67 µm.
Gambar 4. Serbuk SiO2 (a) sebelum, (b) setelah proses
milling
Sedangkan untuk serbuk SiO2 memiliki ukuran rata-rata
704.7µm dengan bentuk partikel polygonal, seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 5. Kemudian setelah proses milling
serbuk SiO2 memiliki bentuk angular dan agregat dengan
permukaan lebih kasar yang memiliki ukuran rata-rata 56.59
µm.
Kemudian serbuk di ayak menggunakan shieve shaker agar
distribusi serbuk seragam. Selanjutnya serbuk akan di mixing
dengan variasi komposisi 20%, 30%, dan 40% SiO2. Proses
mixing dilakukan dengan putaran 350 rpm selama 1 jam.
Selanjutnya serbuk akan disemprotkan pada substrat baja 4340
dengan menggunakan alat Flame Spray. Pelapisan dilakukan
dengan jumlah semprotan yang konstan. Parameter proses
Flame Spray ditunjukkan pada Tabel 3 berikut Tabel 3. Parameter Alat Flame Spray
C. Proses pemanasan spesimen
Setelah dilakukan pelapisan, spesimen akan di panaskan
pada temperatur 1400 0C selama rentang waktu 14 detik. Hal
ini bertujuan unutk mengetahui ketahanan lapisan pada
temperatur tinggi, sesuai dengan keadaan pada nosel.
Pemanasan dilakukan pada satu titik tiap spesimen.
D. Pengujian Sampel
Pengujian terhadap sampel yang telah dilapisi dilakukan
dengan Uji SEM, XRD dan Pull Off Test. Uji SEM untuk
Parameter Nilai
Laju aliran gas (mm/jam) 0.1
Laju serbuk (kgm2/
jam) 0.79/ 0.1 mm
Jarak semprotan (mm) 130-180
Tekanan udara (psi) 5000
Tekanan oksigen (kg/cm2) 30
Tekanan asetelin (kg/cm2) 30
b a
b a
2 mills
3 mills
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
3
mengetahui distribusi serbuk. Sedangkan Uji XRD dilakukan
untuk mengetahui fasa yang terbentuk pada lapisan. Lalu
setiap lapisan di Pull Off Test untuk mengetahui daya
kerekatannya dengan menggunakan alat uji Fixed-Alignment
Portable Tester Type II.
Gambar 5. (a) Alat (b) bagian dari Fixed – Alignment Adhesion
Tester, Type II (Sumber: ASTM Designation: D4541-02)
Semua pengujian dilakukan baik sebelum ataupun setelah
proses pemanasan untuk mengetahui ketahanan lapisan tiap
komposisi..
III. HASIL DAN DISKUSI
A. Pengujian SEM Karakteristik Serbuk Al2O3 – SiO2
Gambar 6. Distribusi serbuk (a) 80% Al2O3 + 20% SiO2(b) 70%
Al2O3 + 30%SiO2 dan (c) 60% Al2O3 + 40% SiO2
Dari pengamatan SEM tampak bahwa setelah proses
pencampuran, semakin banyak komposisi SiO2 maka
distribusi serbuk cenderung lebih mengumpul. Ini dikarenakan
ikatan interlocking pada serbuk SiO2 lebih besar daripada
serbuk Al2O3 yang disebabkan oleh bentuk serbuk SiO2 yang
kasar, pada permukaan tiap partikelnya seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar . Selain itu ukuran SiO2 yang lebih
kecil dibandingkan dengan serbuk Al2O3 juga menyebabkan
SiO2 dapat masuk disela-sela rongga kosong, sehingga kedua
serbuk tampak lebih mengumpul.
B. Pengujian XRD
a. Hasil sebelum proses pemanasan
Gambar 7. Hasil Uji XRD serbuk (a) 80% Al2O3 + 20% SiO2(b)
70% Al2O3 + 30%SiO2 dan (c) 60% Al2O3 + 40% SiO2
Dari hasil XRD untuk spesimen sebelum pemanasan
tampak puncak-puncak yang menunjukkan unsur NiAl, Al2O3
dan SiO2. Semakin banyak unsure SiO2 ditunjukkan dengan
semakin tingginya puncak yang terbentuk, sedangkan puncak
unsur Al2O3 semakin menurun intensitasnya. Unsur Al2O3
terbentuk pada 2θ=43.36, ini sesuai dengan JCPDS card
nomor 88-0826. Sedangkan unsur SiO2 terbentuk pada
2θ=52.43 dan 77.31, dan memiliki kecocokan dengan JCPDS
card nomor 82-1575. Dari keseluruhan hasil XRD untuk
variasi komposisi sebelum pemanasan mempunyai bentuk plot
grafik yang hampir sama.
Namun, pada semua komposisi belum terbentuk unsur
mullite. Hal ini dapat disebabkan karena temperature pada saat
Flame Spray tidak mencapai temperature syarat untuk
pembentukan mullite yaitu pada rentang temperatur diatas
15500C [6]. Selain itu juga dapat disebabkan oleh kurang
seragamnya pemanasan pada tiap serbuk karena proses
penyemprotan dilakukan dengan kecepatan tinggi, sehingga
serbuk belum sempurna meleleh dan bereaksi menjadi fasa
Mullite. Namun terdapat fasa baru yang terbentuk yaitu
Kyanite yang merupakan salah satu polimorfi dari unsur
mullite yang memang dapat terbentuk dari campuran Al2O3-
SiO2 pada rentang pemanasan temperatur 200-8000C. Ini
sesuai dengan diagram pembentukan polimorfi mullite
dibawah ini [7].
c
b a
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
4
Gambar 8. Diagram P-T Pembentukan Mullite [Q : quartz , K :
kyanite, A : andalusite, C : corundum, S : silimanite, M : mullite]
b. Hasil setelah prose pemanasan
Gambar 9. Hasil Uji XRD serbuk (a) 80% Al2O3 + 20% SiO2(b)
70% Al2O3 + 30%SiO2 dan (c) 60% Al2O3 + 40% SiO2
Pada hasil uji XRD spesimen yang telah dilakukan proses
pemanasa mulai terbentuk fasa mullite pada tiap variasi
komposisi. Puncak puncak unsur mullite terbentuk pada
2θ=26.27 dan 40.88, ini sesuai dengan JCPDS card nomor 79-
1455. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dilip Jain [6] yang menyatakan bahwa dengan adanya fasa
kyanite dan alumina akan dapat menghasilkan mullite pada
temperatur yang lebih rendah dari yang seharusnya. Ini juga
didukung dengan penelitian A.Namiranian [8] yang
menyatakan bahwa proses mullitisasi dapat terjadi dibawah
temperature 1550 0C namun dengan kecepatan yang sangat
lambat dan hanya akan menghasilkan mullite dengan jumlah
yang sedikit. Reaksi pembentukan mullite dari kyanite adalah
sebagai berikut:
Kyanite Mullite + Cristoballite
3(Al2O3.SiO2) 3 Al2O3.2SiO2 + SiO2
Selain itu, pada hasil XRD juga terbentuk unsur andalusite
pada 2θ=16.03 dan 19.54, ini sesuai JCPDS card nomor 75-
1217. Andalusite sendiri memiliki struktur amorphous [8]. Hal
ini yang menyebabkan bentuk grafik agak kurang teratur pada
setiap puncak-puncaknya yang merupakan ciri dari struktur
amorphous.
C. Pengujian kekuatan adhesive
Setelah proses spraying dilakukan, lapisan, akan di uji
adhesifitas untuk mengetahui seberapa kuat daya lekat antara
lapisan topcoat, NiAl dan substrat. Hasilnya seperti
ditunjukkan oleh gambar dibawah ini.
Gambar 10. Hasil uji adhesive komposisi a) 20%SiO2 b) 30%
SiO2 dan c) 40% SiO2
Tampak dari gambar diatas bahwa semakin banyak persen
SiO2 maka semakin banyak lapisan topcoat yang terangkat
pada saat uji adhesive. Ini ditunjukkan dengan lapisan yang
berwarna lebih terang yang merupakan lapisan topcoat
semakin banyak yang terangkat. Sedangkan untuk semua
komposisi pada lapisan NiAl yang berikatan langsung dengan
substrat sedikit yang terangkat. Ini menunjukkan bahwa
substrat juga berperan untuk kekuatan adhesive. Semakin kuat
kekuatan substrat maka akan semakin kuat ikatan interlocking
yang terjadi dengan lapisan bondcoat, sehingga akan semakin
sulit untuk terangkat. Ini ditunjukkan dengan lapisan yang
berwarna lebih gelap (NiAl) lebih sedikit yang terangkat jika
dibandingkan dengan lapisan topcoat. Sedangkan nilai
kekuatan adesif ditunjukkan pada Gambar 11 berikut.
Gambar 11. Grafik Adhesive strength Al2O3 – SiO2 terhadap baja
4340 berdasarkan rasio komposisi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
5
Dari data diatas dapat diketahui bahwa serbuk yang
memiliki persen SiO2 paling banyak memiliki kekuatan
lekatan yang paling rendah. hal ini sesuai dengan hasil dari
Gambar 11 yang menunjukkan semakin banyak lapisan
topcoat yang terangkat. Ini dikarenakan serbuk SiO2 yang
memiliki bentuk partikel angular dan agregat dengan
permukaan kasar akan menyebabkan banyak terjadi porositas,
sehingga mengakibatkan ikatan antara partikel semakin rendah
[9]. Sehingga semakin banyak serbuk SiO2 yang terdapat,
maka akan menyebabkan ikatan antara serbuk SiO2 dengan
serbuk Al2O3 maupun dengan serbuk NiAl menjadi berkurang.
Hal ini terjadi juga pada spesimen yang telah diuji termal,
seiring dengan bertambahnya persen SiO2 maka semakin turun
kekuatan adesif lapisan. Hal ini disebabkan karena adanya
porositas yang semakin banyak saat uji termal yang
menyebabkan terjadinya oksidasi hingga masuk lapisan
bondcoat, dan akan mengurangi ikatan antara bondcoat dan
substrat [10].
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
1. Komposisi serbuk Al2O3 – SiO2 berpengaruh terhadap
kekuatan lekatan lapisan, dimana nilai optimum tercapai
pada komposisi 80% Al2O3 – 20% SiO2.
2. Komposisi serbuk Al2O3 – SiO2 juga berpengaruh terhadap
fasa yang terbentuk, dimana terbentuk fasa mullite paling
banyak pada komposisi 70% Al2O3 – 30% SiO2 yang
mengindikasikan stabil pada temperatur tinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH
“Penulis mengucapkan terima kasih kepada para laborat ,
dosen serta seluruh pegawai Jurusan Teknik Material dan
Metalurgi FTI-ITS. Selain itu penulis mengucapkan terima
kasih pada kedua orang tua penulis”
DAFTAR PUSTAKA [1] Breede, F and Frieß. 2009. “Development of Advanced CMC Material
for Dual-bell Rocket Nozzles”. Sonderforschungsbereich Transregio
40Jahresbericht.
[2] Cao, X.Q dkk. 2004.“Ceramic Material for Thermal Barrier Coatings”.
Journal of The European Ceramic Society.
[3] Girolamo, Di Giovanni.et.al.2010. “Microstructural and thermal
properties of plasma sprayed mullite coating”. Ceramics International
36.1389-1395.
[4] Pawlowski, Lech. 2008. “ The Science and Engineering of Thermal
Spray Coatings 2nd Edition”. John Wiley & Sons.
[5] Ramaswarny, Parvati dkk. 1996. “Al2O3 – ZrO2 Composite Coatings for
Thermal Barrier Applications”. Composites Science and Technology.
81-89.
[6] Jain, Dilip. 2007. “Mullite Formation a Myth or Reality”. Virginia, USA
: Kyanite Mining Corporation.
[7] Waldbaum, R. David. 1965. “Thermodynamics Properties of Mullite,
Andalusite, Kyanite and Silimanite”. The American Mineralogist
Vol.50.
[8] Namiranian, A and Kalantar, M. 2011. “Mullite system and Formation
From Kyanite Concentrates in Different Conditions of Heat Treatment
and Particle Size”. Iranian Journal of Material Science and Engineering
Vol.8.
[9] German, Randall M .1984. “ Powder Metallurgy Science”.
Princeton,New Jersey: Metal Powder Federation.
[10] Hakim, Jufti Achmadi. 2008. “Studi Fase dan MikrostrukturPada
Interface antara NiCoCrAlY Bond Coat Dengan Substrat Akibat
Thermal Fatigue Untuk Aplikasi Temperatur Tinggi”. ITS: Surabaya.