analisis struktur pembiayaan & pengaruhnya terhadap kinerja keuangan

Upload: zainal-arifin-aziz

Post on 14-Jul-2015

446 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

ANALISIS STRUKTUR PEMBIAYAAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KEUANGAN (STUDI PADA PERBANKAN SYARIAH) Siti Zubaidah Zainal Arifin Aziz A. PENDAHULUAN: Kehadiran bank syariah ditengah-tengah perbankan konvensional adalah untuk menawarkan sistem perbankan alternatif bagi umat Islam yang membutuhkan atau ingin memperoleh layanan jasa perbankan tanpa harus melanggar larangan riba. Perkembangan volume usaha hingga saat ini telah menunjukkan gambaran semakin besarnya animo umat Islam untuk memanfaatkan layanan jasa perbankan syariah apalagi dengan adanya fatma MUI (Majlis Ulama Indonesia) yang menyatakan bahwa bunga bank termasuk riba. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Karim Business Consulting (2003) pertumbuhan bank syariah lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan perbankan nasional, kinerjanya sangat baik,dan banyak inovasi produk yang diterbitkannya. Selain itu, dalam satu dekade terakhir ini pasar keuangan seluruh dunia telah mengalami perubahan yang mendasar. Pasar modal mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dalam volume, nilai tansaksi maupun jenis-jenis instrumen yang diperdagangkan. Tersedianya berbagai jenis instrumen di pasar uang dan pasar modal yang semakin berkembang itu menyebabkan peranan bank-bank komersial dalam pemberian kredit secara tradisional cenderung makin menurun karena beralihnya para penyimpan dan para peminjam dana kepada alternatif investasi dan pembiayaan yang lain. Pola pembiayaan dalam bank syariah mempunyai karakteristik yang spesifik dibanding dengan bank konvensional. Pada bank konvensional, penilaian kelayakan pembiayaan didasarkan semata-mata hanya business wise, sedangkan pada bank syariah penilaian kelayakan pembiayaan selain didasarkan pada business wise, juga harus mempertimbangkan syariah wise. Artinya, bisnis tersebut layak dibiayai dari segi usahanya, dan acceptable dari segi syariahnya.

Dalam rangka memenuhi aspek syariahnya, maka bila suatu kebutuhan kredit nasabah yang oleh bank konvensional cukup dipenuhi dengan satu produk saja, maka pada-bank syariah sangat mungkin kebutuhan nasabah tersebut dipenuhi dengan skema khusus dan (atau) beberapa skema fikih sekaligus. Ada dua pola utama yang saat ini dijalankan oleh bank dalam penyaluran pembiayaan yakni: 1). Pola jual beli dan 2). Pola bagi hasil. Pendapatan bank akan sangat ditentukan oleh berapa banyak keuntungan yang diterima. Keuntungan yang diterima dari akad jual beli berasal dari mark up yang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah, dalam hal ini bank memperoleh keuntungan pasti. Sedangkan pola bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan besarnya nisbah, keuntungan bank tergantung pada keuntungan nasabah. Dalam pola bagi hasil banyak mengandung risiko, oleh karena itu pihak bank harus aktif berusaha mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian nasabah sejak awal. Kehadiran bank syariah, tentu saja memberikan alternatif investasi dalam bentuk tabungan/deposito. Sebagaimana diketahui, bank yang beroperasi berdasarkan prinsipprinsip Islam ini menawarkan sistem bagi hasil kepada nasabahnya. Jadi keuntungan yang diperoleh nasabah bank syariah bisa berubah-ubah, tergantung pendapatan atau keuntungan yang diperoleh bank tersebut. Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang berkontrak. Jadi angka besaran nisbah ini muncul sebagai hasil tawar menawar antara shahibul maal dengan mudharib. Dengan demikian, angka nisbah ini bervariasi. Namun para ahli fiqih sepakat bahwa nisbah 100:0 tidak diperbolehkan (Modal No. 10/I Agustus 2003, 21). Besar kecilnya keuntungan yang diperoleh sangat tergantung pada nisbah/ bagian yang akan diperoleh kedua pihak, baik bank maupun nasabah. Faktor-faktor yang mempengaruhi nisbah bagi hasil (M. SyafiI Antonio (2001,139) adalah faktor pembiayaan (besar pembiayaan, jatuh tempo), prinsip syariah (keadilan, ketepatan, kesejahteraan), usaha (Jenis usaha, keuntungan, resiko, biaya) dan faktor eksternal (suku bunga dan inflasi). Struktur pembiayaan menunjukkan berapa besar komposisi dari pembiayaan, antara yang berasal dari pola jual beli dengan keuntungan tetap dengan pola bagi hasil yang keuntungannya berfluktuasi. Struktur pembiayaan ini akan mempengaruhi

2

keuntungan yang diterima sehingga kinerja keuangan bank juga akan dipengaruhi oleh struktur pembiayaannya. Dari latar belakang diatas, peneliti ingin mengkaji tentang ANALISIS STRUKTUR PEMBIAYAAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KEUANGAN (STUDI PADA PERBANKAN SYARIAH). B. PERUMUSAN MASALAH Perumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah: 1. 2. Bagaimana struktur pembiayaan pada perbankan syariah?. Berapa besar pengaruh struktur pembiayaan terhadap kinerja keuangan pada perbankan syariah?. C. BATASAN MASALAH Data yang diambil adalah struktur pembiayaan dan kinerja keuangan pada perbankan syariah yang mempublikasikan Laporan Keuangan per Juni tahun 2001, 2002 dan 2003 di Internet. Kinerja keuangan diukur dengan rasio profitabilitas (ROE D. TUJUAN PENELITIAN Sejalan dengan latar belakang penelitian, maka penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengkaji bagaimana struktur pembiayaan pada perbankan syariah. 2. Untuk menguji berapa besar pengaruh struktur pembiayaan terhadap kinerja keuangan pada perbankan syariah. E. KEGUNAAN PENELITIAN 1. Dapat digunakan sebagai evaluasi bagi perbankan Syariah dalam penentuan struktur pembiayaan yang berpola bagi hasil dan jual beli serta untuk mengevaluasi kinerja keuangan bank. 2. Dapat digunakan sebagai evaluasi bagi regulator dalam pembuatan keputusan mengenai tingkat kesehatan bank. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama mengenai studi tentang perbankan Syariah.

3

LANDASAN TEORI POLA PEMBIAYAAN SYARIAH Ada dua pola utama yang saat ini telah dijalankan oleh Bank dalam penyaluran pembiayaan, yaitu (Muhammad (2001): 1. Pola Jual-Beli 2. Pola Bagi hasil 1. Pola Jual-Beli Seacara terminologis jual-beli adalah proses pemindahan hak milik barang atau harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Terdapat beberapa bentuk akad jual beli, dimana jenis jual beli yang dipergunakan oleh bank dalam melakukan pembiayaan kepada nasabah adalah Murabahah, yakni proses jual beli dengan memberikan margin keuntungan yang telah disepakati. Dengan demikian yang dimaksud pembiayaan murabahah adalah akad perjanjian penyediaan barang berdasarkan jual beli, dimana bank membiayai /membelikan kebutuhan barang/investasi nasabah dan menjual kembali kepada nasabah ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Pembayaran dari nasabah dilakukan dengan cara mengangsur dalam jangka waktu yang telah disepakati. Sistem pembayaran secara angsur tadi dikenal dengan istilah bai bitsaman ajil./ 2. Pola Bagi hasil Dasar pola ini berasal dari akad bersyarikat. Salah satu bentuk dari akad bersyarikat adalah mudharabah. Pengertian mudharabah adalah akad bersama untuk melaksanakan suatu usaha antara dua pihak, yaitu pihak penyedia modal. Dana (shahibul maal) dan pihak yang mengelola dana ( mudharib).

4

4.

Dengan demikian yang dimaksud dengan pembiayaan mudharabah adalah akad pembiayaan kerjasama antara pemilik dana dengan pihak yang mempunyai keahlian atau ketrampilan untuk mengelola usaha yang produktif dan halal, dimanapembagian hasil keuntungan dari usaha dilakukan sesuai dengan nisbah yang disepakati bersama.

METODE PENELITIANA. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya dengan jenis penelitian empiris pada perbankan syariah untuk mengetahui bagaimana struktur pembiayaan pada bank syariah dan menguji pengaruh struktur pembiayaan dengan kinerja keuangan bank syariah. B. Data dan Sumber data Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder berupa struktur pembiayaan dan Laporan Keuangan perbankan syariah periode Juni 2001, 2002, dan 2003 yang diperoleh dari Internet. C. Tehnik Pengumpulan Data Pengumpulan data sekunder dilakukan langsung dengan mendownload data dari media Internet di Directory Bank Indonesia dan situs masing-masing bank. D. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perbankan Syariah (BMI, BSM, BNI Syariah, BRI Syariah, Bukopin Syariah, Danamon Syariah, BII Syariah, Bank IFI Syariah, Bank Jabar Syariah). Sampel yang digunakan adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut: Bank Syariah yang telah mempublikasikan laporan keuangan tahun 2001 sampai dengan 2003 dan yang memiliki asset diatas 50 miliar di Internet. E. Definisi Operasional variabel dan pengukurannya a. Struktur Pembiayaan adalah proporsi pembiayaan yang berpola jual beli dan pola bagi hasil, dengan membandingkan jumlah masing-masing pembiayaan dengan total secara keseluruhan pembiayaan (%). b. Kinerja keuangan adalah prestasi bank yang diukur dengan rasio Profitabilitas (ROA, ROE, BoPo). 5

ROA

= Laba bersih Asset

ROE = Laba bersih Modal Sendiri BoPo = Biaya Operasional Pendapatan Operasional F. Analisa Data Tehnik Pengolahan Data Untuk menjawab rumusan masalah tentang bagaimana struktur pembiayaan pada perbankan syariah dilakukan perhitungan proporsi pembiayaan yang berpola jual beli dan bagi hasil dengan membandingkan jumlah masing-masing pembiayaan dengan total keseluruhan pembiayaan (%), dan untuk menguji pengaruh struktur pembiayaan dengan kinerja keuangan dilakukan analisis regresi berganda. Kinerja keuangan diukur dengan rasio Pofitabilitas dengan menggunakan rumus ROA, ROE, (Rasio Biaya Operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) kemudian selanjutnya dilakukan analisis/kesimpulan hasil.

HASIL PENELITIANDalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Rakyat Indonesia (BRI Syariah), BNI Syariah, Bank IFI, Bank Jabar Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank Bukopin Syariah, Bank Muamalat Indonesia dan BII Syariah. Sampel ditentukan berdasarkan purposive random sampling dengan kriteria bank syariah yang telah mempublikasikan laporan keuangan tahun 2001 sampai dengan 2003 dan bank syariah yang memiliki asset diatas 50 miliar. Bank Syariah yang memenuhi syarat untuk bisa diolah dalam penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI Syariah), BNI Syariah, Bank Muamalat Indonesia dan Bank IFI. Sedang Bank Jabar Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank Bukopin Syariah, dan BII rata-rata baru berdiri tahun 2001 sehingga laporan keuangannya belum dipublikasikan, khususnya tahun 2001.

6

Dalam sistem perbankan syariah, terdapat sejumlah jenis pembiayaan (disebut kredit dalam sistem konvensional) antara lain jual beli (murabahah, salam, dan Istishna), sewa (ijarah) dan bagi hasil (musyarakah dan mudharabah). Berdasarkan data Bank Indonesia sampai bulan April 2003, dari total pembiayaan Rp. 3,86 triliun, porsi pembiayaan bagi hasil hanya sekitar 16,5 persen atau Rp. 637 miliar.. Jenis pembiayaan terbesar adalah murabahah dengan porsi mencapai 70 persen dari total pembiayaan. Jenis pembiayaan bagi hasil sendiri ada dua macam, yaitu musyarakah dan mudharabah. Dalam musyarakah, bank dan nasabah sama-sama memberikan modal dan tenaga untuk kemajuan usaha. Adapun dalam mudharabah, bank memberikan 100% dana, tetapi tidak ikut serta mengelola usaha. Sesuai namanya, hasil keuntungan usaha dibagi berdasarkan kesepakatan sebelumnya. Jika usaha maju, keuntungan bank semakin besar dan sebaliknya, jika usaha mundur keuntungan bank makin kecil. Hal ini berbeda dengan bank konvensional yang tidak mempertimbangkan besar kecilnya keuntungan nasabah. Pembiayaan bagi hasil menuntut kesiapan bank sehingga tidak bisa dipaksakan. Pembiayaan bagi hasil membutuhkan pengawasan dan memiliki risiko yang lebih besar. Rata-rata setiap bank, struktur pembiayaannya terdiri dari mudharabah, musyarakah dan murabahah. Tabel I Struktur pembiayaan dan kinerja keuangan Bank 2001 ROA BNI Syariah Bank IFI BRI Syariah Bank Syariah Mandiri Bank Muamalat Indonesia 0,25 0,41 4,02 1,83 2,12 ROE 1,26 37,25 43,41 4,29 4,26 BoPo 95,67 95,04 91,82 69,68 49,54 Murabahah (Jual beli) 97,25 100 84,5 0 100 Mudharabah (Bagi hasil) 3,6 0 15,46 7,15 0 Musyarakah (Bagi hasil) 0 0 0 92,85 0

Tabel II Struktur pembiayaan dan kinerja keuangan Bank 2002 ROA BNI Syariah 0,83 ROE 1,27 BoPo 88,56 7 Murabahah Mudharabah Musyarakah (Jual beli) (Bagi hasil) (Bagi hasil) 95,23 4,8 0

Bank IFI BRI Syariah Bank Syariah Mandiri Bank Muamalat Indonesia

1 1,83 2,33 1,04

39,48 38,81 4,59 8,04

98,03 89,82 85,86 91,35

100 98,24 77,23 90,7

0 1,76 1,07 9,3

0 0 21,69 0

Tabel III Struktur pembiayaan dan kinerja keuangan Bank 2003 ROA BNI Syariah Bank IFI BRI Syariah Bank Syariah Mandiri Bank Muamalat Indonesia 3,58 1,67 4,02 2,87 2,52 ROE 7,22 41,85 49,41 5,42 16,42 BoPo 66,31 99,95 91,82 85,75 82,33 Murabahah (Jual beli) 91,25 100 5,12 0 94,50 Mudharabah (Bagi hasil) 4,99 0 94,87 16,20 0 Musyarakah (Bagi hasil) 3,75 0 0 83,80 5,5

ANALISIS STRUKTUR PEMBIAYAAN BANK SYARIAH Rata-rata Struktur Pembiayaan pada perbankan Syariah adalah pola jual beli lebih tinggi yaitu 75% dari pada pola bagi hasil yaitu 25%. Hal ini menandakan bahwa masih takutnya bank-bank syariah dalam memberi pembiayaan bagi hasil, karena bagi hasil sangat rentan terhadap risiko. Dalam pembiayaan bagi hasil perlu adanya pengawasan yang sangat ketat kepada nasabah. Jika nasabah rugi maka bank tidak memperoleh bagi hasil. BNI SYARIAH Struktur pembiayaan pada BNI Syariah, rata-rata selama tiga tahun pola jual beli diatas 90% dan pola bagi hasil 10%. Tampak dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2003 menunjukkan jenis Murabahah menduduki peringkat I yaitu sebesar 97,25%, 95% dan 91,25%. Murabahah merupakan jenis pembiayaan jual beli sedang Mudharabah menduduki peringkat II yaitu 3,6%, 4,8 % dan 4,99% dan Musyarakah dari tahun ke tahun sering tidak digunakan dalam pemberian pembiayaan, tahun 2001 0%, tahun 2002 0%, dan tahun 2003 3,75%. Mudharabah dan Musyarakah merupakan jenis pembiayaan bagi hasil. Tampak jenis pembiayaan Murabahah (jual beli) lebih diutamakan dalam pemberian pembiayaan kepada nasabah dan porsi pembiayaan bagi hasil cukup rendah, 8

meskipun kecenderungan jenis pembiayaan murabahah ini turun dari tahun ke tahun. Tingkat pertumbuhan pembiayaan pada BNI Syariah ini adalah 98%. Tingkat pertumbuhan ini paling besar diantara bank-bank yang lain. Keberhasilan ini tidak terlepas dari manajemen Bank Syariah yang sangat concern dan tanggap terhadap dinamika pertumbuhan bisnis, terutama sektor riil. Dengan umur yang relatif msih muda BNI Syariah telah menunjukkan kemampuan meningkatkan pembiayaannya. BANK IFI SYARIAH Rata-rata bank IFI Syariah selama tiga tahun struktur pembiayaannya yang berpola jual beli 100% dan pola bagi hasil 0%. Bank IFI Syariah adalah satu-satunya bank yang dari tahun 2001 sampai tahun 2003 struktur pembiayaannya menggunakan murabahah yaitu 100% sedang jenis pembiayaan mudharabah dan musyarakah 0% (tidak digunakan) artinya seluruh pembiayaannya dikeluarkan dalam bentuk jual beli. Pembiayaan bagi hasil menuntut kesiapan bank dan membutuhkan pengawasan dan memiliki risiko yang lebih besar. Oleh karena itu bank IFI cenderung mengeluarkan pembiayaan dengan jenis pembiayaan jual beli yang dinilai lebih aman daripada pembiayaan bagi hasil. BANK RAKYAT INDONESIA SYARIAH Tampak pada BRI Syariah, struktur pembiayaannya yang berpola jual beli 60% dan pola bagi hasil 40%, tetapi jika dilihat dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Dari tahun 2001 dan tahun 2002 murabahah menduduki porsi terbesar yaitu 84% dan 98,24% sedang tahun 2003 mudharabah justru paling besar yaitu 94,87%. Tingkat pertumbuhan pembiayaan dari tahun ke tahun sangat tinggi yaitu diatas 100%. Ini menandakan BRI mampu meningkatkan kinerjanya dengan baik karena didukung dengan adanya asset BRI yang cukup besar pula. BANK SYARIAH MANDIRI Bank Syariah Mandiri, rata-rata struktur pembiayaan yang berpola jual beli 30% dan bagi hasil 70%. Pada tahun 2001 memberikan pembiayaan musyarakah sebesar 92,85% dari seluruh pembiayaan yang dikeluarkan dan 7,15% untuk jenis mudharabah, artinya Bank Syariah Mandiri sama sekali tidak memberikan pembiayaan dalam bentuk jual beli. Karena jenis murabahah 0%. Untuk tahun 2002, Bank Syariah Mandiri justru memberikan pembiayaan paling besar pada jenis murabahah (jual beli) yaitu sebesar 77,23% dan sistem bagi hasil hanya 23%.

9

Untuk tahun 2003 jenis musyarakah menduduki porsi terbesar yaitu 83,80%. Tingkat pertumbuhan pembiayaan dari tahun ke tahun sekitar 64%. BANK MUAMALAT INDONESIA Dari tahun ke tahun, rata-rata struktur pembiayaan yang berpola jual beli 95% dan bagi hasil 5%, mulai tahun 2001 sampai dengan 2003 pada struktur pembiayaan Bank Muamalat Indonesia, murabahah selalu paling besar yaitu diatas 90%. Berarti Bank Muamalat Indonesia selalu memberikan pembiayaan dalam bentuk jual beli dan bukan bagi hasil. Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai pelopor bank syariah di Indonesia semakin memantapkan posisinya sebagai bank syariah dengan asset terbesar, yaitu 2,381 triliun. Namun yang harus menjadi perhatian manajemen BMI adalah pertumbuhan pembiayaan yang hanya 36,13%. Itu dibawah pertumbuhan pembiayaan BNI Syariah yang 98% dan Bank Syariah Mandiri 64%. Dengan posisinya sebagai bank Syariah dengan asset terbesar dan jaringan terbanyak, harus lebih memanfaatkan jaringannya untuk meningkatkan persentase pertumbuhan pembiayaan. ANALISIS KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH Kinerja keuangan perbankan Syariah tahun 2001 sampai dengan 2003 rata-rata terjadi kenaikan, jika dilihat dari ROA dan ROEnya. Berarti kinerja ROA dan ROE semakin bagus. Jika dilihat dari BoPo, khusus bank BNI Syariah cenderung turun sedang bank lain cenderung meningkat. BoPo semakin turun semakin baik BNI SYARIAH BNI Syariah sebagai unit usaha atau divisi, tampak kinerja keuangannya yang dinilai dengan ROA, dan ROE pada akhir tahun 2001 dan 2002 masih belum optimal atau masih kecil yaitu ROA 0,25%, dan ROE 1,26% untuk tahun 2001 dan untuk tahun 2002 masih tetap kecil yaitu ROA 0,83% dan ROE 1,27%. Namun pada akhir 2003 terjadi peningkatan menjadi ROA 3,58% dan ROE 7,22%. ROA tersebut diatas rata-rata perbankan nasional yaitu 1,5%. Namun kinerja ROE masih harus ditingkatkan hingga 15% agar masuk dalam kuadran I (high profit). Dengan asset Rp. 561,930 miliar mampu menghasilkan ROA tertinggi di tahun 2003, dibandingkan bank syariah lain. Kinerja keuangan Bank BNI Syariah berdasarkan ROA-BoPo di tahun 2003, dengan kinerja ROA 3,58% dan BoPo 66,31% masuk ke dalam kuadran I (high profit) mengungguli Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat Indonesia. Kondisi ini 10

mencerminkan keunggulan BNI Syariah dalam mencetak laba sekaligus keunggulan dalam efisiensi perusahaan. Itu menggambarkan BNI Syariah mempunyai kinerja profitabilitas yang paling bagus diantara Bank Syariah. Peningkatan ROA dan ROE sangat didukung kemampuan BNI Syariah menggenjot ekspansi pembiayaan. Pembiayaannya meningkat dari 92,540 miliar pada tahun 2001 menjadi Rp. 193,413 miliar. Dan Rp. 193,413 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp. 382,561 miliar di tahun 2003 (98%). Keberhasilan ini, tidak terlepas dari manajemen BNI Syariah yang sangat concern dan tanggap terhadap dinamika pertumbuhan bisnis, terutama sektor riil. Dengan umur yang relatif masih muda, Bank BNI Syariah telah menunjukkan kinerja profitabilitas yang bagus. BANK IFI SYARIAH Pada tahun 2001 kinerja keuangan Bank IFI Syariah jika dilihat dari ROA dan ROE dari tahun 2001 sampai dengan 2003 mengalami peningkatan yaitu tahun 2001 ROA 0,41%, tahun 2002 1,83% dan tahun 2003 1,67% sedang ROE tahun 2001 37%, tahun 2002 39,48% dan tahun 2003 41,85%, meskipun nilainya masih dibawah bank syariah lain. Kinerja ROE sudah diatas 15% artinya masuk dalam kuadran I (high profit). Dengan asset Rp. 33.499 miliar pada tahun 2001 dan meningkat menjadi Rp. 37.315 (11%) pada tahun 2002 mampu meningkatkan ROAnya sebesar 144% dan di tahun 2002 ke tahun 2003 peningkatan asset sebesar 20% mampu meningkatkan ROA tahun 2002 sebesar 1,00% menjadi 1,67% di tahun 2003, berarti ada peningkatan sebesar 67%. Kinerja keuangan Bank IFI Syariah berdasarkan ROA-BoPo dari tahun 2001 sampai dengan 2003, ROA yang dihasilkan relatif lebih kecil dari bank syariah lainnya dan dengan BoPo relatif lebih besar. Ini menunjukkan bahwa Bank IFI Syariah masih belum mampu mencetak laba dengan baik sekaligus belum mampu meningkatkan efisiensi perusahaan. Peningkatan ROA dan ROE sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja bank ini, serta harus didukung dengan peningkatan asset dan menggenjot ekspansi pembiayaan sehingga kinerja profitabilitasnya dapat ditingkatkan. Apalagi dilihat dari umur, Bank IFI bisa dikatakan lebih awal dari bank-bank yang lainnya. BANK MUAMALAT INDONESIA

11

Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai pelopor bank syariah di Indonesia semakin memantapkan posisinya sebagai bank syariah dengan asset terbesar, yaitu sebesar Rp. 2,381 triliun. Dilihat dari kinerja ROA, dari tahun ke tahun Bank Muamalat Indonesia masih belum optimal. ROA tahun 2001 sebesar 2,12%, tahun 2002 sebesar 1,04 dan tahun 2003 sebesar 2,52%. Sedang kinerja ROE dari tahun ke tahun mengalami pengkatan yang cukup besar, yaitu pada tahun 2001 sebesar 4,26% mampu ditingkatkan menjadi 8,04% pada tahun 2002 dan pada tahun 2003 menjadi 16,42%, berarti ada peningkatan sebesar 100% termasuk peningkatan yang signifikan sehingga masuk dalam kuadran I (high profit). Artinya ROA Bank Muamalat Indonesia diatas rata-rata bank nasional dan ROE diatas 15% tahun 2003. Kinerja tersebut didukung pertumbuhan pembiayaan dari Rp. 1,379631 triliun pada tahun 2002 menjadi Rp. 1,878 triliun pada tahun 2003 atau tumbuh Rp. 498,436 miliar (36,13%). Kinerja keuangan berdasarkan ROA-BoPo, pada tahun 2003 BMI masuk dalam kuadran I (high profit), walaupun masih dibawah BNI Syariah. Terjadi penghematan/ efisiensi dari BoPo 91,35% di tahun 2002 menjadi BoPo 82,33% pada tahun 2003, dan keberhasilan tersebut harus dikontrol dan dipelihara, karena jika ditelaah lebih dalam ternyata kecepatan pertumbuhan biaya operasional mengimbangi kecepatan pertumbuhan pendapatan operasional. Pertumbuhan biaya operasional 42%, dari Rp. 92,475 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp. 131,679 miliar pada tahun 2003. Dan pertumbuhan pendapatan operasional59%, dari Rp. 100,152 miliar di tahun 2002 menjadi 159,944 miliar di tahun 2002. Namun yang harus menjadi perhatian manajemen BMI adalah pertumbuhan pembiayaan yang hanya 36,13%. Itu dibawah pertumbuhan pembiayaan BNI Syariah yang 98% dan BSM 64%. Dengan posisisnya sebagai bank syariah dengan asset terbesar dan jaringan terbanyak, harus lebih memanfaatkan jaringannya untuk meningkatkan persentase pertumbuhan pembiayaan. BANK SYARIAH MANDIRI Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan bank syariah dengan jumlah asset terbesar kedua setelah BMI, yaitu Rp. 2,207155 triliun per tahun 2003. Kinerja profitabilitas BSm berdasarkan ROA-ROE meningkat dari kuadran 3 ke kuadran 2. Artinya kemampuan menciptakan laba menunjukkan peningkatan yang cukup optimal. 12

Itu tercermin dari peningkatan ROA dari 1,83% pada tahun 2001 menjadi 2,33% pada tahun 2002 dan meningkat lagi pada tahun 2003 menjadi 2,87%. Peningkatan ROE dari 4,29% pada tahun 2001 menjadi 4,59% pada tahun 2002 dan pada tahun 2003 menjadi 5,42%. Untuk kinerja ROA tahun 2003 adalah kedua di bawah BNI Syariah, dan kinerja ROEnya nomor tiga setelah BMI dan BNI Syariah. Hal tersebut didukung kinerja pembiayaan yang meningkat Rp. 553,929 miliar (64%) dari Rp. 865,827 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp. 1,419756 triliun per tahun 2003. Berdasarkan kinerja ROA-BoPo, BSM juga masuk kuadran I (hig profit). Peningkatan ROA dari 1,83 % di tahun 2001 menjadi 2,33 di tahun 2002 dan menjadi 2,87 di tahun 2003 serta peningkatan efisiensi dari 85,85% pada tahun 2002 menjadi 85,75% pada tahun 2003, memberi gambaran cukup berhasil dalam kinerja profitabilitasnya. Namun yang harus diperhatikan, ternyata kecepatan pertumbuhan biaya operasional lebih besar daripada pendapatan operasional, yaitu 73% dari Rp. 72,939 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp. 126,030 miliar pada tahun 2003. Kecepatan pertumbuhan pendapatan pendapatan adalah 68% dari Rp. 84,955 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp. 142,495 miliar pada tahun 2003. Namun apabila tidak dikontrol dengan ketat, dikhawatirkan mempengaruhi kinerja profitabilitas dalam jangka panjang.

BANK RAKYAT INDONESIA SYARIAHKinerja profitabilitas BRI Syariah terlihat pada ROA-ROE maupun ROA-BoPo, untuk posisi tahun 2001,2002, dan 2003 masih masuk dalam kuadran low profit, yaitu belum optimal dalam mencetak laba, bahkan belum mampu mencetak laba. Sangat jelas terlihat dari peningkatan ROA tahun 2001 4,02% menjadi 1,83% pada tahun 2002 mengalami penurunan dan tahun 2003 mengalami peningkatan lagi menjadi 4,02% dan ROE tahun 2001,43,41% turun menjadi 38,81% tahun 2002. Tahun 2003 ROE meningkat menjadi 49,41%. Pertumbuhan biaya operasional yang meningkat lebih besar daripada pertumbuhan pendapatan operasional. Pertumbuhan pembiayaan pada tahun 2001 ke tahun 2002 mengalami penurunan dari Rp. 24.555 miliar menjadi 5.668 miliar dan tahun 2003 meningkat menjadi Rp. 76.501 miliar. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa struktur pembiayaan pada bank-bank Syariah dalam kurun waktu 2001 sampai dengan 2003 menunjukkan bahwa jenis

13

murabahah (jual beli) menduduki porsi tertinggi yaitu 75% dari total pembiayaan dan jenis mudharabah dan musyarakah (bagi hasil) hanya 25% dari total pembiayaan. Dari porsi 25% pada pembiayaan bagi hasil, mudharabah sebesar 12% dan musyarakah 13%. Sampai akhir tahun 2003 beberapa bank syariah sudah mulai menghasilkan laba. Data menunjukkan bahwa ke lima bank syariah (BSM, BRI Syariah, BMI, BNI Syariah dan Bank IFI Syariah) selama kurun waktu 2001 sampai dengan 2003 mengalami keuntungan, meskipun tingkat keuntungan yang dicapai bervariasi. Berdasarkan kinerja ROA-ROE maupun ROA-BoPo, BMI dan BSM sebagai bank Syariah terbesar dalam hal asset masih menunjukkan dominasinya sebagai bank yang profit. Bank BNI Syariah, walaupun setingkat divisi, ternyata mampu bersaing dengan BMI maupun BSM, bahkan unggul pada kinerja ROA-BoPo. Berdasarkan rangking profitabilitas, BNI Syariah menduduki rangking pertama untuk dua kategori yaitu ROA dan BoPo, dan rangking dua untuk satu kategori yaitu ROE. BMI menduduki rangking pertama untuk satu kategori (ROE), rangking ke dua untuk BoPo, dan rangking tiga untuk ROA. Sedangkan BSM menduduki rangking dua untuk ROA dan rangking empat untuk BoPo dan rangking tiga untuk ROE. Sehingga rangking pertama secara overall untuk profitabilitas diraih oleh BNI Syariah (most profitable). PENGARUH STRUKTUR PEMBIAYAAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN Data yang berhasil dikumpulkan dalam bentuk dokumenter adalah data pola jual beli dan pola bagi hasil sebagai variabel independen (X1, X2) dan variabel dependen ROA, ROE dan BoPo sebagai variabel Y1, Y2 dan Y3 pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2003. Metode yang digunakan sebagai alat analisis adalah metode regresi dengan model linier berganda, yaitu model regresi dimana kita mengamati pengaruh lebih dari satu variabel independen (variabel prediktor) terhadap variabel dependen (variabel respon) secara linier. Berdasarkan penetapan model persamaan regresi linier berganda yang telah dikemukakan di atas, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows. Uji Asumsi Klasik 14

Sebelum dilakukan analisis regresi dilakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu. Pengujian dilakukan atas model penelitian supaya bisa dinyatakan bebas dari penyimpangan asumsi klasik yaitu multikolinieritas, autokorelasi dan heterokedastisitas. Dari uji asumsi klasik tersebut dapat dikatakan bahwa data penelitian ini memenuhi asumsi klasik. Analisis Regresi Berdasarkan hasil pengolahan analisis regresi dengan 2 (dua) variabel bebas (pola jual beli dan pola bagi hasil) dan variabel terikat ROA maka diperoleh hasil analisis sebagai berikut: (lampiran 1) Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa besarnya nilai konstanta yang dihasilkan adalah 1,691, koefisien regresi untuk pola jual beli sebesar -62,953, koefisien regresi untuk pola bagi hasil sebesar 1,421. Persamaan regresi : Y = 1,691 dihasilkan adalah: a = 1,691 : merupakan konstanta (a) yang menunjukkan apabila tanpa dipengaruhi oleh variabel X1 (pola jual beli), X2 (pola bagi hasil) maka besarnya ROA adalah sebesar 1,691. b1 = -62,953 : merupakan nilai koefisien regresi variabel X1 (pola jual beli) yang menunjukkan bahwa apabila nilai jual beli mengalami peningkatan sebesar 1% maka ROA akan mengalami penurunan sebesar 62,953. b2 = 1,421 : merupakan nilai koefisien regresi variabel X2 (pola bagi hasil) yang menunjukkan bahwa apabila nilai bagi hasil mengalami peningkatan sebesar 1% maka ROA akan mengalami kenaikan sebesar 1,421. Berdasarkan hasil pengolahan analisis regresi dengan 2 (dua) variabel bebas (pola jual beli) dan variabel terikat ROE maka diperoleh hasil analisis sebagai berikut: (lampiran 2) 62,953X1 + 1,421X2 + E Adapun yang dimaksud (interprestasi) dari persamaan regresi yang

15

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa besarnya nilai konstanta yang dihasilkan adalah 20,976, koefisien regresi untuk jual beli sebesar -54,427, koefisien regresi untuk bagi hasil sebesar -3,193. Dengan demikian dapat diperoleh persamaan regresi : Y = 20,976 - 54,427X1 dihasilkan adalah: a = 20,976 : merupakan konstanta (a) yang menunjukkan apabila tanpa dipengaruhi oleh variabel X1 (pola jual beli), X2 (pola bagi hasil) maka besarnya ROE adalah sebesar 20,976. b1 = -54,427 : merupakan nilai koefisien regresi variabel X1 (pola jual beli) yang menunjukkan bahwa apabila nilai jual beli mengalami peningkatan sebesar 1% maka ROE akan mengalami penurunan sebesar 54,427. b2 = -3,193 : merupakan nilai koefisien regresi variabel X2 (pola bagi hasil) yang menunjukkan bahwa apabila nilai bagi hasil mengalami peningkatan sebesar 1% maka ROE akan mengalami penurunan sebesar 3,193. Berdasarkan hasil pengolahan analisis regresi dengan 2 (dua) variabel bebas (pola jual beli dan pola bagi hasil) dan variabel terikat BoPo maka diperoleh hasil analisis sebagai berikut: (lampiran 3) Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa besarnya nilai konstanta yang dihasilkan adalah 86,482, koefisien regresi untuk pola jual beli sebesar 34,881, koefisien regresi untuk pola bagi hasil sebesar -4,280. Dengan demikian dapat diperoleh persamaan regresi : Y = 86,482 + 34,881X1 dihasilkan adalah: a = 86,482 : merupakan konstanta (a) yang menunjukkan apabila tanpa dipengaruhi oleh variabel X1 (pola jual beli), X2 (pola bagi hasil) maka besarnya BoPo adalah sebesar 86,482. b1 = 34,881 : merupakan nilai koefisien regresi variabel X1 (pola jual beli) yang menunjukkan bahwa apabila nilai jual beli mengalami peningkatan sebesar 1% maka BoPo akan mengalami kenaikan sebesar 34,881. 16 4,280X2 + E Adapun yang dimaksud (interprestasi) dari persamaan regresi yang - 3,193 + E Adapun yang dimaksud (interprestasi) dari persamaan regresi yang

b2 =

-4,280 : merupakan nilai koefisien regresi variabel X2 (pola bagi hasil) yang menunjukkan bahwa apabila nilai bagi hasil mengalami peningkatan sebesar 1% maka BoPo akan mengalami penurunan sebesar 4,280.

Koefisien Korelasi: Koefisien ini merupakan nilai yang digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel terikat (Y) dengan variabel bebas (X). Nilai ini berkisar antara -1 sampai +1, dimana apabila nilai korelasi bernilai positif maka terdapat hubungan yang searah yaitu apabila satu meningkat maka yang lain akan meningkat pula, apabila korelasi bernilai negatif maka terdapat hubungan yang tidak searah yaitu apabila satu meningkat maka yang lain akan menurun. Adapun hasil perhitungan koefisien korelasi (R) sebagaimana yang ditunjukkan lampiran 1, bahwa hubungan antara variabel bebas pola jual beli dan pola bagi hasil (X1, X2 ) terhadap variabel terikat Y (ROA) diperoleh nilai sebesar 0,443 yang berarti bahwa keeratan hubungan antara variabel pola jual beli dan pola bagi hasil dengan ROA adalah sebesar 0,443. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara variabel bebas jual beli dan bagi hasil (X1, X2) terhadap variabel terikat Y (ROA), sedangkan hubungan yang terbentuk sebagaimana yang ditunjukkan pada tanda koefisien regresi. Koefisien regresi variabel X1 (pola jual beli) yang menunjukkan hubungan negatif dengan variabel Y (ROA) yang berarti apabila variabel jual beli mengalami peningkatan sebesar 1%, maka ROA akan mengalami penurunan sebesar 62,953. Sedangkan pada koefisien regresi variabel X2 (pola bagi hasil) yang menunjukkan hubungan positif dengan variabel Y (ROA) yang berarti bahwa apabila variabel bagi hasil mengalami peningkatan sebesar 1%, maka ROA akan mengalami kenaikan sebesar 1,421. Dan nilai koefisien regresi variabel bagi hasil menunjukkan hubungan positif dengan variabel Y (ROA) yang berarti bahwa apabila variabel bagi hasil mengalami peningkatan maka ROA akan mengalami kenaikan sebesar 1,421. Adapun hasil perhitungan koefisien korelasi (R) sebagaimana yang ditunjukkan lampiran 2, bahwa hubungan antara variabel bebas pola jual beli dan pola bagi hasil (X1, X2) terhadap variabel terikat Y (ROE) diperoleh nilai sebesar 0,066 yang berarti bahwa keeratan hubungan antara variabel jual beli dan bagi hasil dengan ROE adalah sebesar 0,066. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang 17

erat antara variabel bebas pola jual beli dan pola bagi hasil (X1, X2) terhadap variabel terikat Y (ROE), sedangkan hubungan yang terbentuk sebagaimana yang ditunjukkan pada tanda koefisien regresi. Koefisien regresi variabel X1 (jual beli) yang menunjukkan hubungan negatif dengan variabel Y (ROE) yang berarti apabila variabel murabahah mengalami peningkatan sebesar 1%, maka ROE akan mengalami penurunan sebesar 54,427. Sedangkan pada koefisien regresi variabel X2 (bagi hasil) yang menunjukkan hubungan negatif dengan variabel Y (ROE) yang berarti bahwa apabila variabel bagi hasil mengalami peningkatan sebesar 1%, maka ROE akan mengalami penurunan sebesar 3,193. Adapun hasil perhitungan koefisien korelasi (R) sebagaimana yang ditunjukkan lampiran 3, bahwa hubungan antara variabel bebas pola jual beli dan pola bagi hasil (X1, X2) terhadap variabel terikat Y (BoPo) diperoleh nilai sebesar 0,121 yang berarti bahwa keeratan hubungan antara variabel jual beli dan bagi hasil dengan BoPo adalah sebesar 0,121. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara variabel bebas jual beli dan bagi hasil (X1, X2) terhadap variabel terikat Y (BoPo), sedangkan hubungan yang terbentuk sebagaimana yang ditunjukkan pada tanda koefisien regresi. Koefisien regresi variabel X1 (jual beli) yang menunjukkan hubungan positif dengan variabel Y (BoPo) yang berarti apabila variabel jual beli mengalami peningkatan sebesar 1%, maka BoPo akan mengalami kenaikan sebesar 34,881. Sedangkan pada koefisien regresi variabel X2 (bagi hasil) yang menunjukkan hubungan negatif dengan variabel Y (BoPo) yang berarti bahwa apabila variabel bagi hasil mengalami peningkatan sebesar 1%, maka BoPo akan mengalami penurunan sebesar 4,280. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien ini merupakan nilai yang menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel (Y). Nilai ini diperoleh dari prosentase nilai koefisien korelasi yang dikuadratkan, yang nilainya berkisar antara 0 - 1 (0% - 100%) semakin mendekati satu, koefisien ini semakin besar pengaruhnya. Adapun nilai koefisien determinasi sebagaimana ditunjukkan pada tabel lampiran 1 (model Summary) adalah sebesar 0,196, yang berarti bahwa besarnya 18

pengaruh antara variabel pola jual beli dan bagi hasil dengan ROA adalah sebesar 19,6%. Sedangkan sisanya adalah pengaruh lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini. Nilai koefisien determinasi sebagaimana ditunjukkan pada tabel lampiran 2 (model Summary) adalah sebesar 0,004, yang berarti bahwa besarnya pengaruh antara variabel pola jual beli dan bagi hasil dengan ROE adalah sebesar 0,4%. Sedangkan sisanya adalah pengaruh lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini. Dan nilai koefisien determinasi sebagaimana ditunjukkan pada tabel lampiran 3 (model Summary) adalah sebesar 0,015, yang berarti bahwa besarnya pengaruh antara variabel pola jual beli dan bagi hasil dengan BoPo adalah sebesar 1,5%. Sedangkan sisanya adalah pengaruh lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Besarnya pengaruh antara variabel pola jual beli dan pola bagi hasil terhadap ROA adalah sebesar 19,6%, terhadap ROE sebesar 0,4% dan terhadap BoPo sebesar 1,5%. Variabel pola jual beli memiliki hubungan yang negatif terhadap ROA dan ROE tetapi memiliki hubungan positif terhadap BoPo. Variabel pola bagi hasil memiliki hubungan positif baik terhadap ROA,tetapi memiliki hubungan negatif terhadap ROE maupun BoPo.

KESIMPULAN DAN SARANI. KESIMPULAN: 1. Struktur pembiayaan pada bank-bank Syariah dalam kurun waktu 2001 sampai dengan 2003 menunjukkan bahwa jenis murabahah (jual beli) menduduki porsi tertinggi yaitu 75% dari total pembiayaan dan jenis mudharabah dan musyarakah (bagi hasil) hanya 25% dari total pembiayaan. 2. Dari porsi 25% pada pembiayaan bagi hasil, mudharabah musyarakah 13%. 3. Sampai akhir tahun 2003 beberapa bank syariah sudah mulai menghasilkan laba. Data menunjukkan bahwa ke lima bank syariah (BSM, BRI Syariah, BMI, BNI Syariah dan Bank IFI Syariah) selama kurun waktu 2001 sampai dengan 2003 mengalami keuntungan, meskipun tingkat keuntungan yang dicapai bervariasi. sebesar 12% dan

19

4. Berdasarkan kinerja ROA-ROE maupun ROA-BoPo, BMI dan BSM sebagai bank Syariah terbesar dalam hal asset masih menunjukkan dominasinya sebagai bank yang profit. Bank BNI Syariah, walaupun setingkat divisi, ternyata mampu bersaing dengan BMI maupun BSM, bahkan unggul pada kinerja ROA-BoPo. 5. Berdasarkan rangking profitabilitas, BNI Syariah menduduki rangking pertama untuk dua kategori yaitu ROA dan BoPo, dan rangking dua untuk satu kategori yaitu ROE. BMI menduduki rangking pertama untuk satu kategori (ROE), rangking ke dua untuk BoPo, dan rangking tiga untuk ROA. Sedangkan BSM menduduki rangking dua untuk ROA dan rangking empat untuk BoPo dan rangking tiga untuk ROE. Sehingga rangking pertama secara overall untuk profitabilitas diraih oleh BNI Syariah (most profitable). 6. Besarnya pengaruh antara variabel pola jual beli dan pola bagi hasil terhadap ROA adalah sebesar 19,67%, terhadap ROE sebesar 0,4% dan terhadap BoPo sebesar 1,5%. 7. Variabel pola jual beli memiliki hubungan yang negatif terhadap ROA dan ROE tetapi memiliki hubungan positif terhadap BoPo. Variabel pola bagi hasil memiliki hubungan positif baik terhadap ROA,tetapi memiliki hubungan negatif terhadap ROE maupun BoPo. II. SARAN 1. Perbankan Syariah hendaknya meningkatkan pembiayaan Bagi hasil yang saat ini porsinya masih kecil. Alasannya pembiayaan Bagi hasil merupakan salah satu keunggulan Bank Syariah dibandingkan bank konvensional karena mengedepankan prinsip kemitraan dan keadilan sehingga dapat memberikan manfaat lebih luas kepada kepada sektor riil. 2. Perbankan Syariah hendaknya mampu mengatur struktur pembiayaannya agar dapat meningkatkan kinerja keuangan secara optimal. 3. Pembiayaan Bagi hasil membutuhkan pengawasan dan memiliki risiko yang lebih besar. Oleh karena itu Bank Syariah hendaknya meningkatkan pengawasannya sehingga risiko dapat dikurangi. 4. Bank Indonesia dapat memberikan pelatihan kepada Bank Syariah tentang bagaimana memberikan pembiayaan Bagi hasil yang baik kepada nasabah. 20

KETERBATASANDalam penelitian ini, sampel yang diambil sangat kecil akan lebih baik jika peneliti selanjutnya memperbanyak sampelnya, periode yang digunakan juga hanya 3 (tiga) tahun mengingat bank syariah yang berdiri sebelum tahun 2001 sangat sedikit. Peneliti tidak menguji secara simultan, sehingga peneliti selanjutnya dapat melakukan uji secara simultan. Karena keterbatasan data, peneliti menggunakan laporan keuangan periode juni Akan lebih baik jika menggunakan laporan keuangan akhir tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Syafii, Muhammad 2001, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Gema Insani, Jakarta. Anonim, 1996, Perhitungan Distribusi Bagi Hasil Dana Pihak III, Jurnal Bank Syariah: Pendidikan dan Informasi Bank Bagi Hasil, Edisi-5/III/96, Jakarta: Bank Muamalat Indonesia. Arifin, Zainul, 1999, Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek, Alvabet,Jakarta. Baly Wahid Abdus Salam, 2002, Dialog ilmiah Bank Syariah VS Bank Konvensional, Darul Falah, Jakarta. Chapra, M. Umer. 1997. Al Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil (Terjemahan: Lukman Hakim, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa. 21

Etty. M. Natsir, Model Analisis Camel untuk memprediksi Financial Distress pada Sektor Perbankan Yang Go Publik, 2000, JAAI FE UII, Yogyakarta. Macro, 2000, Pelatihan Perbankan Syariah, Muhammad, 1997, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Syariah. Muhammad,1997, Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah, UII Pres, Yogyakarta. Muslehuddin, Muhammad, 1990, Sistem perbankan Bagi Hasil dalam Islam, Rineka Cipta, Jakarta. Modal, No, 12/1- Oktober 2003 Modal, No. 14/II- Desember 2003 Harahap, Syafri Sofyan, 1997, Akuntansi Islam, Bumi Aksara, Jakarta. Karnaen A. Perwata, Antonio M. Syafei, 1996, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf Widyaningrum, Nurul, 2002, Model pembiayaan BMT dan Dampaknya Bagi Pengusaha Kecil, Akatiga, Jakarta.

22

23