analisis semiotik film 3 doa 3 cinta -...

94
ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh M. Fikri Ghazali NIM: 206051003915 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

Upload: trankhanh

Post on 06-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

M. Fikri Ghazali

NIM: 206051003915

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

Page 2: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

M. Fikri Ghazali

NIM : 206051003915

Pembimbing

Drs. Suhaimi, M.Si

NIP : 19670906 199403 1 002

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

Page 3: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Analisis Semiotik Film 3 Doa 3 Cinta”.Telah diujikan

dalam sidang Munaqosah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN

Syarif Hidatullah Jakarta, pada tanggal 22 September 2010. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana program strata

1 (S.1) Pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

Jakarta 22 September 2010

Sidang Munaqosah

Ketua Sekretaris

Drs. H. Mahmud Djalal, MA Dra. Hj. Musfirah Nurlaily , MA

NIP. 19520422 198103 1 002 NIP.1971041222000032001

Penguji I Penguji II

Drs. H. Mahmud Djalal, MA Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum NIP. 19520422 198103 1 002 NIP. 19610422 199003 2 001

Pembimbing,

Drs. Suhaimi, M.Si NIP.19760906 199403 1 002

Page 4: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,
Page 5: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 (SI) Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat

atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, September 2010

M. Fikri Ghazali

Page 6: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,
Page 7: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

i

ABSTRAK

Nama : M. Fikri Ghazali.

NIM : 206051003915

Jurusan : Komunikasi Penyiaran Islam

Skripsi : Analisis semiotik terhadap film 3 DOA 3 CINTA.

Film merupakan media komunikasi visual yang lahir dari sebuah proses

panjang. Kehadiran film memberikan nuansa baru hiburan, seni dan kebudayaan.

Film adalah media massa yang memiliki kelebihan antara lain dalam hal

jangkauan, realisme, pengaruh, emosional, dan popularitas yang hebat. Namun,

selain itu film juga memiliki kelemahan salah satunya adalah sifatnya yang

sekilas, sehingga untuk menangkap pesannya secara utuh, orang tidak bisa

mengalihkan perhatian untuk melakukan kegiatan lain.

Studi ini merupakan sebuah upaya untuk menemukan makna semiotik di

balik film 3 DOA 3 CINTA. Secara umum, penulis menggunakan metode

penelitian kualitatif untuk meneliti film ini. Metode kualitatif memungkinkan

penulis mengkaji film secara lebih mendalam untuk menggali makna yang tersirat

dalam berbagai simbol, kode, dan seluruh adegan yang hendak digunakan sebagai

objek penelitian.

Penulis akan menganalisisnya dengan menggunakan pendekatan semiotik

yang dikembangkan oleh pemikir Perancis, Roland Barthes. Pendekatan semiotik

ala Roland Barthes ini memberi titik tekan pada makna denotatif, konotatif, dan

mitos. Makna denotatif adalah interaksi antara signifier dan signified dalam sign,

dan antara sign dengan objek dalam realitas. Makna konotatif adalah interaksi

yang muncul ketika sign bertemu dengan perasaan atau emosi pembaca/pengguna

dan nilai-nilai budaya mereka. Makna menjadi subjektif atau intersubjektif.

Sedangkan mitos dalam pengertian Roland Barthes adalah pengkodean makna dan

nilai-nilai sosial (yang sebelumnya arbitrer atau konotatif) sebagai sesuatu yang

dianggap alamiah.

Beberapa pertanyaan yang selanjutnya mengarahkan penulis antara lain :

apa makna denotatif, konotatif, dan mitos yang terdapat dalam film 3 Doa 3

Cinta? Apa makna judul dari film ini? Dan pesan apa yang hendak disampaikan

dalam film ini?

Studi ini berangkat dari keyakinan penulis tentang kekayaan nilai-nilai

moral ke-Islaman dalam film ini. Banyak adegan yang dengan jelas menunjukkan

nilai moral Islami yang pada saat ini seakan hilang ditelan ideologi teror

kelompok radikal Islam. Nilai-nilai inilah yang akan penulis gali lebih dalam

dengan menggunakan pendekatan semiotik ala Roland Barthes.

Page 8: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penulisan skripsi ini. Berkat

pertolongan serta nikmat-Nya, penulis mampu melalui rintangan dan cobaan saat

mengerjakan skripsi ini.

Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada yang tersayang,

penyeru kebenaran, pembawa keberkahan Rasulullah SAW, beserta keluarga,

sahabatnya dan semoga kita istiqomah menjadi umatnya sampai hari kiamat.

Amin.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dorongan

dan doa dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak DR. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Dakwah dan

Komunikasi.

2. Ibu Hj. Asriati Jamil, M.Hum. selaku Koordinator Teknis Program Non-

Reguler Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

3. Ibu Hj. Musfirrah Laily MA selaku Sekretaris Program Non-Reguler

Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang banyak memberi masukan

tentang masalah perkuliahan yang sangat berarti bagi penulis, serta

memudahkan urusan administrasi bagi penulis.

ii

Page 9: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

4. Bapak Drs. Suhaimi M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu bersedia memberikan masukan yang sangat

bermanfaat dalam menyusun skripsi ini.

5. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang

telah memberikan ilmu serta berbagai macam pengalaman selama

menuntut ilmu.

6. Segenap staff perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah

memberikan pelayanan kepada penulis selama menjalani studi di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Orang tua tercinta, Mudjahid dan Uminarsih yang dengan ketulusan hati

memberikan dorongan moral maupun materil serta iringan doa kepada

penulis untuk menuntut ilmu sampai saat ini, semoga Allah SWT

merahmati dan Hanya Dialah yang mampu membalas segala jasa

besarmu.

8. Adikku tercinta, Jihan Assyifa yang selalu mendukung dan mendoakan

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada Mas Nurman Hakim selaku sutradara dan penulis skenario Film

3 DOA 3 CINTA, terima kasih atas waktu, pengarahan, petunjuk yang

sangat berarti dalam penulisan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

10. Kepada KMF KALACITRA yang banyak memberikan pelajaran dan

pengalaman tentang kehidupan. Teman-teman seperjuangan di

iii

Page 10: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

KALACITRA “05” (M. Luthfi Rahman, M. Vicky Al Utsmany, Zakaria

Ahmad, Aden Senja, Ikhwan Maulana, Regita Nadha Ayu, Emma,

Nadya, Febby, Iqbal, Budi Astoni, Asri Rahmita, Kartini, Sifa, Ima,

Vina, Ajeng, Ayu, Zulfahmi Yasir Yunan,dll), Ahmad Rifky, Ahmad

Zaky, Agus Nugraha, Ridho, Hilma Imunk, Tedi K, Elisha, Kikim, Jose

iqbal, Didik S. Teman-teman dari Unit Kegiatan Mahasiswa lainnya

(RIAK, ARKADIA, FORSA, TEATER SYAHID, PSM, RANITA, dll),

Teman-teman di Komunitas SANJO BOYS. Teman-teman KKS 61.

11. Rekan-rekan Mahasiswa Non-Reguler, Ade W, Husni M, Anna, Ahyar Z,

Hidayat Riyadi, Bu Atty S, M. Siddiq, Hakim S, Johan AK, Adzfar,

Zamal A N, Kusniti, Iin, dan semua teman kelasku.

12. Dan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik materi maupun

imateri sehingga penulisan ini dapat terselesaikan dengan baik.

Hanya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya yang dapat penulis

haturkan kepada semua pihak yang telah turut mendukung dan membantu dalam

penulisan skripsi ini. Mudah-mudahan Allah SWT membalas segala budi baik dan

bantuan semua pihak yang telah diberikan kepada penulis.

Jakarta, September 2010

Penulis

iv

Page 11: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 6

1. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6

2. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6

D. Metodologi Penelitian ........................................................................ 6

1. Jenis Data ...................................................................................... 7

2. Obyek Penelitian ........................................................................... 7

3. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 8

4. Teknik Analisis Data ..................................................................... 9

E. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 10

F. Sistematika Penulisan ......................................................................... 11

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Umum Semiotika .............................................................. 12

1. Konsep Semiotika ........................................................... 12

2. Konsep Semiotika Roland Barthez ............................................. 15

B. Tinjauan Umum Tentang Film .......................................................... 20

1. Pengertian Film ........................................................................... 20

2. Sejarah Film................................................................................. 21

3. Perfilman Di Indonesia ................................................................ 22

4. Fungsi Film .................................................................................. 27

5. Karakteristik Film. ...................................................................... 28

6. Jenis-jenis Film ............................................................................ 30

v

Page 12: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

7. Unsur-unsur Pembentuk Film...................................................... 31

8. Sinematografi .............................................................................. 32

9. Struktur Film ............................................................................... 34

C. Pesan Moral ...................................................................................... 35

BAB III GAMBARAN UMUM FILM 3 DOA 3 CINTA

A. Sekilas tentang Film 3 DOA 3 CINTA ............................................. 39

B. Sinopsis Film 3 DOA 3 CINTA ........................................................ 41

C. Para Pemain & Team Produksi Film 3 Doa 3 Cinta ......................... 42

D. Profile Nurman Hakim ...................................................................... 44

BAB IV ANALISIS DATA

A. Analisis Semiotika Film 3 DOA 3 CINTA ...................................... 45

1. Perang Melawan Terorisme ........................................................ 47

2. Prasangka Negatif ....................................................................... 50

3. Menolak Sains dan Teknologi ..................................................... 56

4. Mitos Santri Ideal ........................................................................ 60

B. Analisis Makna Judul Film 3 DOA 3 CINTA.................................. 66

C. Pesan Moral dalam Film 3 DOA 3 CINTA...................................... 68

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN ................................................................................ 70

B. SARAN ............................................................................................ 71

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 73

LAMPIRAN

vi

Page 13: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara harfiah, apresiasi seni berarti penghargaan terhadap kehadiran

sebuah karya seni. Karya seni mengalami perkembangan dari tahun ke tahun,

hingga pada akhirnya tercipta sebuah perpaduan yang seimbang dan harmonis

antara seni sastra, seni musik, dan seni peran, serta komedi yang dikemas dalam

bentuk film. Film merupakan sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan

hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian tekhnis lainnya kepada masyarakat

umum.

Studi perfilman boleh dikatakan bidang studi yang relatif baru dan tidak

sebanding dengan proses evolusi teknologinya. Eksplorasi studi perfilman yang

pernah terjadi pada dekade 60-70 an di Eropa dan Amerika ternyata tidak banyak

membawa perubahan yang berarti. Hasrat untuk menghasilkan suatu pendekatan

yang holistik dan interdisipliner dalam studi perfilman nampaknya masih berupa

angan-angan. Tak terkecuali bila studi perfilman dilihat dalam konteks ilmu

komunikasi.

Meski film merupakan bagian integral dalam bidang ilmu komunikasi,

ternyata kesan “penganak-tirian” terhadap studi film memang harus diakui. Studi

film masih kurang memperoleh perhatian yang memadai di kalangan para ilmuan

komunikasi. Ini terbukti pada langkanya bahan-bahan acuan yang secara khusus

1

Page 14: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

2

mengupas studi perfilman secara umum, apalagi yang berkaitan dengan konteks

ilmu komunikasi.

Film memiliki nilai seni tersendiri karena film tercipta sebagai sebuah

karya dari tenaga-tenaga kreatif yang profesional di bidangnya. Film sebagai

benda seni sebaiknya dinilai dengan secara artistik bukan rasional. Film dapat

dikelompokan ke dalam dua pembagian besar, yaitu kategori film cerita dan non

cerita. Film cerita adalah film yang diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang

dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Film non cerita merupakan kategori film

yang mengambil kenyataan sebagai subjeknya. Jadi merekam kenyataan daripada

fiksi tentang kenyataan.1

Film bukan hanya menyajikan pengalaman yang mengasyikan, melainkan

juga pengalaman hidup sehari-hari yang dikemas secara menarik. Alasan-alasan

khusus mengapa seseorang menyukai film, karena adanya unsur dalam usaha

manusia untuk mencari hiburan dan meluangkan waktu, karena film tampak hidup

dan memikat. Hal ini merupakan sasaran utama bagi pembuatan film untuk dapat

menghasilkan produksi film yang dikemas dalam cerita-cerita yang menarik, dan

memasukkan nilai-nilai yang dapat memperkaya batin untuk disuguhkan kepada

masyarakat sebagai cerminan. Karena itu film dianggap sebagai suatu wadah

pengekspresian dan gambaran tentang kehidupan sehari-hari.

Dalam seni peran, unsur bahasa memang menjadi unsur utamanya. Proses

komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan perasaan

seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai

1 Marseli Sumarno, Dasar-dasar Apresiasi Film, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana,

Indonesia 1996) h. 10

Page 15: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

3

media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa,

kial, isyarat, gambar, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu

menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

Bahwa bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi karena hanyalah

bahasa yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah

itu yang berbentuk ide, informasi, atau opini, baik mengenai hal yang berbentuk

konkret maupun abstrak.2

Dalam prakteknya komunikasi merupakan proses penyampaian pesan

dalam bentuk lambang bermakna sebagai panduan pikiran dan perasaan berupa

ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan, dan sebagainya yang dilakukan

seseorang kepada orang lain, baik langsung atau secara tatap muka maupun tak

langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan, atau

perilaku. Lambang (simbol) bermakna dioperasikan dalam proses komonikasi

antar partisipan. Jika antar partisipan terdapat kesesuaian pemahaman tentang

simbol-simbol tersebut, tercapai suatu keadaan yang bersifat komunikatif. Dalam

proses ini terdapat simbol-simbol verbal (bahasa, baik lisan maupun tulisan) dan

simbol-simbol non verbal (gerak anggota tubuh, gambar, warna dan berbagai

isyarat yang tidak termasuk kata-kata tau bahasa). Sebagai simbol non verbal,

gambar dapat dipergunakan untuk menyatakan pikiran atau perasaan.

Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa ilmu yang mengulas tentang

tanda-tanda adalah semiotik. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda.

Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik

2 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, Indonesia 2003) h. 33

Page 16: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

4

dalam mencapai efek yang diharapkan. Hal yang paling penting dalam film adalah

gambar dan suara: kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang

serentak mengiringi gambar-gambar) dan musik film. Sistem semiotik yang lebih

penting lagi dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-

tanda yang menggambarkan sesuatu. Tanda-tanda ikonis yang digunakan dalam

film mengisyaratkan pesan kepada penonton.

Bicara tentang film, TriXimages dan Investasi Film Indonesia (IFI)

sebagai wadah perfilman telah berhasil memadukan antara seni peran, seni sastra,

dan seni musi. Film dengan judul “3 DOA 3 CINTA” ini telah berhasil menjadi

film kolaborasi yang mampu memikat penontonnya dalam alur cerita.

Film “3 DOA 3 CINTA” yang diproduksi TriXimages dan Investasi Film

Indonesia (IFI) bercerita tentang persahabatan 3 remaja yang diperankan oleh

Nicholas Saputra dan pendatang baru, Yoga Pratama dan Yoga Bagus. Film “3

DOA 3 CINTA” mengisahakan kehidupan 3 santri remaja di suatu pesantren di

sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Mereka bertiga punya rencana dan cita-cita

sendiri sesudah lulus dari pesantren. Namun diawali dengan pertemuan Huda,

yang diperankan oleh Nicholas Saputra dengan Dona Satelit, seorang penyanyi

dangdut keliling, yang diperankan oleh Dian Sastro, peristiwa demi peristiwa

terjadi dan mengubah jalan hidup mereka. Dalam film ini juga terdapat potret suka

duka kehidupan di sebuah pesantren yang diwarnai dengan persahabatan, cinta,

ibadah dan nilai kemanusiaan.

Film ini tergolong film yang cukup sukses dalam menggambarkan dunia

Islam, terkhusus dunia pesantren. Dalam film ini memuat gambaran yang cukup

Page 17: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

5

gamblang mengenai Islam dan dunia pesantren. Hal ini menjadi sangat penting

mengingat beberapa peristiwa yang membuat citra Islam semakin terpuruk di

mata dunia. Karena tentu saja kita berkepentingan membersihkan citra Islam di

dalam pergaulan internasional.

Dalam film ini banyak adegan yang melukiskan secara visual bagaimana

Islam disimpangkan dari garisnya dan disalah pahami, serta dengan cerdik

menyisipkan kritik dan kearifan nilai-nilai moral Islam.

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah tersebut diatas penulis

bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Analisis Semiotik Film 3 DOA 3

CINTA”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Agar penelitian ini lebih fokus, maka penulis membatasi penelitian ini

dengan hanya menganalisis nilai-nilai moral yang terkandung dalam film “3 DOA

3 CINTA” dengan menggunakan semiotik. Adapun penelitian ini menggunakan

analisis semiotik model Roland Barthes, karena menurut Barthes semua objek

kultural dapat diolah secara tekstual. Dengan demikian, semiotik dapat meneliti

bermacam-macam teks seperti berita, film, fashion, fiksi, dan drama. 3

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana makna denotasi, konotasi, mitos dan dalam film “3 DOA 3

CINTA”?

b. Bagaimana makna judul film 3 DOA 3 CINTA?

c. Apa pesan moral yang ingin disampaikan dalam film “3 DOA 3 CINTA”?

3 Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis

Semiotik, Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-4, h. 123

Page 18: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui makna denotasi, konotasi dan mitos yang terdapat dalam

film “3 DOA 3 CINTA”.

b. Mengetahui makna judul film 3 DOA 3 CINTA.

c. Mengetahui pesan moral yang ingin disampaikan dalam film “3 DOA 3

CINTA”.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini merupakan suatu terapan teori semiotik dalam studi

filmologi yang diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap

perkembangan studi Ilmu Komunikasi, khususnya studi tentang film.

b. Manfaat Praktis

Penulis mengharapkan penelitian ini akan dapat membuka cakrawala

audiens untuk memaknai pesan dalam film, dapat menghargai sinema

Indonesia dan lebih kritis dalam memilih film yang bermutu.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam analisis semiotik adalah bersifat

kualitatif. Jenis penelitian ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya

interpretasi-interpretasi alternatif. Maksudnya setiap orang memiliki pemaknaan

terhadap film berbeda.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotik.

Analisis semiotik digunakan untuk dapat mengetahui makna yang terkandung

dalam bentuk verbal dan non verbal. Semiotik diterapkan pada tanda-tanda

Page 19: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

7

simbol, lambang, yang tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu

hanya mengemban arti dalam kaitannya dengan audience-nya. Audience itulah

yang menghubungkan tanda (significant) dengan apa yang ditandakan (signifie)

sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan.

Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji

hipotesis atau prediksi. Studi ini menelaah makna pesan moral dalam film “3

DOA 3 CINTA” yaitu menganalisis pesan moral dan kritik sosial dalam berbagai

adegan yang ditampilkan.

1. Jenis Data

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan dengan beberapa teknik

yang saling mendukung sattu sama lain, yang diperoleh dari:

Data Primer:

Yaitu data yang diperoleh dari hasil analisis semiotik tiap adegan yang

mengandung makna pesan moral yang terdapat dalam film “3 DOA 3 CINTA”.

Data Sekunder:

Yaitu data bersumber pada berbagai referensi seperti buku, film, jurnal,

dokumen, media internet, dan terbitan lain yang ada relevansinya dengan masalah

penelitian.

2. Objek Penelitian

Film yang dikaji dalam penelitian ini disebut sebagai film drama karena

mengungkapkan suatu jalinan cerita, yang dimainkan oleh manusia dengan unsur

drama dalam cerita tersebut. Di dalam cerita ini akan diteliti bagaimana pesan

moral yang disiratkan melalui film. Dalam penelitian ini yang akan dijadikan

objek adalah setiap adegan yang mengandung pesan moral dalam film “3 DOA 3

Page 20: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

8

CINTA” dengan menggunakan analisis semiotik. Simbol-simbol itu pada film

dipresentasikan melalui penampilan (appearance) perilaku tokoh dalam film.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik

yang saling mendukung satu sama lain, yang diperoleh dari:

a. Dokumentasi

Teknik ini merupakan pengumpulan data sekunder mengenai objek dan

lahan penelitian yang didapatkan dari sumber tertulis, seperti arsip, dokumen

resmi, tulisan-tulisan yang ada pada situs internet, dan sejenisnya yang dapat

mendukung analisa penelitian tentang film 3 Doa 3 Cinta.

b. Observasi

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan film sebagai alat utama untuk

mengkaji objek penelitian. Penelitian dilakukan dengan mengamati dan

menganalisis makna dan simbol-simbol yang terdapat pada film tersebut. Dari

hasil pengamatan tersebut akan dilanjutkan dengan mempresentasikan adegan

yang mengandung makna moralitas.

c. Wawancara

Wawancara adalah percakapan antara periset atau seorang yang berharap

mendapatkan informasi yaitu orang yang diasumsikan mempunyai informasi

penting tentang suatu obyek.

Adapun narasumber yang diwawancarai adalah sutradara Film “3 DOA 3

CINTA” yaitu (Nurman Hakim). Wawancara dalam penelitian kualitatif yang

disebut sebagai wawancara mendalam (depth interview) atau wawancara secara

Page 21: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

9

intensif (intensive interview) dan kebanyakan tidak berstruktur. Tujuannya untuk

mendapatkan data kualitatif yang mendalam.4

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif dengan analisa secara kualitatif berdasarkan data yang diperoleh dari

tiap adegan yang mengandung makna pesan moral yang terdapat dalam film “3

DOA 3 CINTA”.

Dalam menganalisis data di sini penulis menggunakan sistem milik

Roland Barthes yang memfokuskan tanda pada peran audience. Sistem yang

dikembangkan oleh Barthes adalah sistem “konotasi dan denotasi”. Kata konotasi

berasala dari bahasa latin ‘connotare’ menjadi ‘tanda’ dan mengarah kepada

makna-makna kultural yang terpisah atau berbeda dengan kata (dan bentuk lain

dari komunikasi). Konotasi melibatkan simbol-simbol historis dan hal-hal yang

berhubungan dengan emosional, sehingga walaupun konotasi merupakan sifat asli

tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi.

Sistem konotasi merupakan sistem tingkat kedua, dimana penanda dan

petanda pada denotasi menjadi penanda yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya.

Sedangkan, denotasi menunjukan arti literatur atau yang eksplisit dari kata-kata

dan fenomena yang lain, Denotasi dan konotasi menguraikan hubungan antara

signifier dan referent nya. Denotasi menggunakan makna dari tanda sebagai

definisi secara literal atau nyata. Konotasi mengarah pada kondisi sosial budaya

dan assosiasi personal.5

4 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi. 2006, Prenada Media Group,

Jakarta, hal. 96.

5 www.Aber.Ac.Uk. Artikel diakses pada 17 maret 2010

Page 22: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

10

Dalam penelitian ini, analisis akan dilakukan dalam dua tahap: Tahap

pertama; adalah melakukan kajian dengan melibat tanda-tanda di dalam unsur

film yang terdapat di dalamnya. Tahap kedua; menarik kesimpulan berdasarkan

atas analisis semiotik yang dilakukan pada tahap pertama.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam menyusun skripsi ini, telah dilakukan tinjauan pustaka oleh penulis

dan ternyata belum ada mahasiswa/i yang meneliti tentang judul ini. Hanya ada

beberapa mahasiswa/i yang menggunakan konsep penelitian analisis semiotik

terhadap foto, poster, iklan, film antara lain:

Analisis Semiotik Pada Poster HIV/AIDS di Yayaasan Pelita Ilmu,

disususn oleh Nama: Ranita Erlianti Harahap NIM: 104 0510011920 Tahun:

2008. Dalam penelitian tersebut objek yang diteliti adalah poster dengan

menggunakan metode Gillian Dyer, Torben Vestergard, dan Judith Williamson.

Makna Foto Berita Perjalanan Ibadah Haji (Analisis Semiotik Karya

Zarqoni Maksum Pada Galeri Foto Antara.co.id) disusun Nama: Fatimah NIM:

104051101942 Tahun: 2008. Dalam penelitian tersebut objek yang diteliti adalah

foto dengan menggunakan metode semiotik Roland Barthes.

Analisis Semiotik Film Animasi UPIN dan IPIN, disusun oleh Nama:

Akhmad Bayhaki NIM: 105051001885 Tahun: 2009. Dalam penelitian tersebut

objek yang diteliti adalah film animasi dengan menggunakan metode semiotik

Jhon Fiske.

Dari beberapa skripsi tersebut di atas dan di Fakultas Dakwah belum ada

mahasiswa/I yang meneliti tentang film “3 DOA 3 CINTA” dengan menggunakan

semiotik Roland Barthes.

Page 23: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

11

F. Sistemika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri atas lima bab. Di mana masing-masing bab

dibagi ke dalam sub-sub dengan penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Yang memuat latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, dan metode penelitian serta

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Bab ini memuat pengertian Semiotik; konsep semiotik, konsep

semiotik Roland Barthes, Pengertian Film; konsep film, sejarah

film, perfilman di Indonesia, fungsi film, karakteristik film, jenis-

jenis film, unsur-unsur pembentuk film, sinematografi, struktur

film, Pesan Moral

BAB III PROFIL FILM 3 DOA 3 CINTA

Bab ini menggambarkan secara umum Film 3 DOA 3 CINTA,

Sinopsis Cerita serta para pemain dalam film 3 DOA 3 CINTA.

BAB IV ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA

Bab ini memuat Hasil Analisis Semiotik yang terkandung dalam

film 3 DOA 3 CINTA.

BAB V PENUTUP DAN KESIMPULAN

Berisi Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran-saran.

Kemudian bagian terakhir memuat Daftar Pustaka dan Lampiran-

Lampiran.

Page 24: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

12

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Umum Semiotika

1. Konsep Semiotika

Semiotika atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu

yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan

semiotika lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata

Yunani semeion yang berarti „tanda‟ atau „sign‟ dalam bahasa Inggris itu adalah

ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan

sebagainya.1

Secara sederhana semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Semiotika

mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konsensi yang

memungkinkan tanda-tanda tersebut berarti.2 Dalam pengertian yang hampir sama

semiotika adalah studi tentang bagaimana bentuk-bentuk simbolik

diinterprestasikan. Kajian ilmiah mengenai pembentukan makna.3 Secara

substansial, semiotika adalah kajian yang concern dengan dunia simbol.

Alasannya, seluruh isi media massa pada dasarnya adalah bahasa (verbal),

sementara itu bahasa merupakan dunia simbolik.4

1 Heru Effendy, Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser, (Jakarta: Pustaka

Konfiden, 2008), cet, ke-6, h. 149 2 www.wikipedia.com, arti diakses pada 22 Mei 2010

3 James Lull, Media Komunikasi, Kebudayaan: Suatu Pendekatan Global, (Terj). A.

Setiawan Abadi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997), cet. Kel-1, h. 232 4 Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis

Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet-ke-4,

h. 140

12

Page 25: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

13

Semiotika seperti yang kita kenal dapat dikatakan baru karena berkembang

sejak awal abad ke-20. Memang pada abad ke-18 dan ke-19 banyak ahli teks

(khususnya Jerman) berusaha mengurai pelbagai masalah yang berkaitan dengan

tanda, namun mereka tidak menggunakan pengertian semiotis.5

Semiotika (semiotics) didefinisikan oleh Ferdiand de Saussure di dalam

course in general linguistic, sebagai ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai

bagian dari kehidupan sosial.6 Sedangkan semiotika tidak hanya meneliti

mengenai signifier dan signified, tetapi juga hubungan yang mengikat mereka,

tanda yang berhubungan secara keseluruhan.7

Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de

Saussure (1857-1913) dan Charles Sanders Peirce (1839-1914). Kedua tokoh

tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu

sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang

keilmuan Saussure adalah lingustik sedangkan Peirce adalah filsafat. Saussure

menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi (semiology).8

Ada dua gagasan besar tentang tanda yang umumnya dijadikan dasar bagi

penelitian semiotika, yakni gagasan tentang tanda menurut Ferdinand de Saussure

dan Charles Sanders Peirce Filsuf sekaligus ahli logika. Beberapa konsep dasar

dari pemikiran Saussure dan juga pengikutnya, termasuk Barthes, yaitu :

5 Tommy Christomy, Semiotika Budaya, (Depok: UI, 2004), cet. Ke-1, h. 81

6 Yasraf Amir Piliang, Hipesemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna,

(Yogyakarta: Jalasutra, 2003), h. 256 7 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, h. 123

8 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual: Metode Analisis Tanda dan Makna

Pada karya Desain Komunikasi Visual, (Yogyakarta : Jalasutra, 2008), ke-2, h. 11

Page 26: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

14

1) A signifier (significant) forma atau citra tanda tersebut, misalnya:

tulisan di kertas, atau suara di udara. Atau dengan kata lain, wujud fisik

dari tanda.

2) The signified (signifie) konsep yang direpresentasikan atau konsep

mental.9

Menurut Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign). Tanda

adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau

petanda (signified). Penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan

bermakna.10

Sementara itu. Charles Sanders Peirce, manusia hanya dapat

berkomunikasi lewat sarana tanda.11

Peirce dikenal dengan teori segitiga makna-nya (triangle meaning).

Berdasarkan teori tersebut, semiotika berangkat dari tiga elemen utama yang

terdiri dari: tanda (sign), acuan tanda objek, pengguna tanda (interpertant).

Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah

sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dibenak

seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila elemen-elemen

tersebut berinteraksi dalam bentuk seseorang, maka muncullah makna tentang

sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.12

9 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta:

Gitanyali, 2004), cet, ke-1, h. 45 10

Alex Sobur, Simiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), cet. Ke-2, h.

46 11

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, h. 16 12

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Sesuatu Pengantar, h. 115

Page 27: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

15

2. Konsep Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga menengah Protestan di

Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat panyai Atlantik di sebelah

barat daya Prancis. Dia dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang

getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean.13

Saussure

tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat

menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang

sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda

situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut yang dikenal dengan

istilah “order of signification”.14

Two orders of singnification (signifikasi dua tahap atau dua tatanan

pertandaan) Barthes terdiri dari first order of signification yaitu denotasi, dan

second orders of signification yaitu konotasi. Tatanan yang pertama mencakup

penanda dan petanda yang berbentuk tanda. Tanda inilah yang disebut makna

denotasi.15

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antra

tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit,

langsung , dan pasti. Sedangkan konotasi adalah tingkat pertandaan yang

menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi

makna yang bersifat implisit dan tersembunyi.16

13

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 63 14

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 268 15

M. Atonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, Teori dan Aplikasi, h. 56 16

Tommy Christomy, Semiotika Budaya, (Depok: UI, 2004), cet. Ke-1, h. 94.

Page 28: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

16

Tabel 1. Peta tanda Roland Barthes :

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas

penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif

adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur

material: hanya jika kita mengenal tanda “singa” barulah konotasi seperti harga

diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin.17

Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna

tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi

keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang berarti bagi

penyempurnaan semilogi Saussure, yang berhenti pada penandanaan dan tatanan

denotatif. Konotasi dan denotasi sering dijelaskan dalam isitlah tingkat

representasi. Secara ringkas, denotasi dan konotasi dapat dijelaskan sebagai

berikut.18

17

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 69 18

M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi; Teori dan Aplikasi, h. 57

1. Signifier 2. Signified

(Penanda) (Petanda)

3. Denotative sign (tanda denotatif)

4. CONNOTATIVE SIGNIFIER

(PENANDA KONOTATIF)

5. CONNOTATIVE SIGNIFIED

(PETANDA KONOTATIF)

6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

Page 29: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

17

a. Denotasi adalah interaksi antara singnifier dan signified dalam sign,

dan antara sign dengan referent (object) dalam realitas eksternal.

b. Konotasi adalah interaksi yang muncul ketika sign bertemu dengan

perasaan atau emosi pembaca atau pengguna dan nilai-nilai budaya

mereka. Makna menjadi subjektif atau intersubjektif. Tanda lebih

terbuka dalam penafsirannya pada konotasi daripada denotasi.

Secara sederhana, denotasi dijelaskan sebagai kata yang tidak mengandung

makna atau perasaan-perasaan tambahan. Maknanya disebut makna denotatif.

Makna denotatif memiliki beberapa istilah lain seperti makna denotasional, makna

referensial, makna konseptual, atau makna ideasional. Sedangkan konotasi adalah

kata yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu

di samping makna dasar yang umum. Konotasi atau makna konotatif disebut juga

makna konotasional, makna emosif, atau makna evaluatif.19

Denotasi dan konotasi tidak bisa dilihat secara terpisah atau berdiri sendiri.

Sebuah tanda yang kita lihat pasti suatu denotasi.makna denotasi adalah apa yang

kelihatan pada gambar, dengan kata lain gambar dengan sendirinya memunculka

denotasi. Denotasi dengan sendirinya akan menjadi konotasi dan untuk

selanjutnya konotasi justru menjadi denotasi ketika konotasi tersebut sudah umum

digunakan dan dipahami bersama sebagai makna yang kaku.

19

AS Haris Sumandiria, Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis,

(Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2006), cet, ke-1, h. 27-28

Page 30: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

18

Gambar 1. The Orders of Signification20

Reality Signs Culture

First Order Second Order

Dalam gambar tersebut, tanda panah dari signified mengarah pada mitos. Ini

berarti mitos muncul pada tataran konsep mental suatu tanda. Mitos bisa

dikatakan sebagai ideologi dominan pada waktu tertentu. Denotasi dan konotasi

memiliki potensi untuk menjadi ideologi yang bisa dikategorikan sebagai third

order of signification (istilah ini bukan dari Barthes), Barthes menyebut konsep

ini sebagai myth (mitos).21

Mitos dalam pengalaman Barthes adalah pengkodean makna dan nilai-nilai

sosial (yang sebetulnya arbiter atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap

alamiah.22

Mitos adalah yang berhubungan dengan kepercayaan primitif tentang

kehidupan alam gaib, yang timbul dari usaha manusia yang tidak ilmiah dan tidak

20

M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi; Teori dan Aplikasi, h. 58 21

ibid, h. 58-60 22

Tommy Christomy, Semiotika Budaya, (Depok: UI, 2004), cet. Ke-1, h. 94

Signifier

Signified

Denotasi

Form

Content Mitos

Konotasi

Page 31: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

19

berdasarkan pada pengalaman yang nyata untuk menjelaskan dunia atau alam

sekitarnya.23

Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa

aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas social yang

sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif, Mislanya, mengenai hidup dan

mati, manusiaa dan dewa, dan sebagainya. Seedangkan mitos masa kini mislanya

mengenai feminitas, maskulinitas ilmu pengetahuan, dan kekerasan.24

Menurut Urban, mitos adalah cara utama yang unik untuk memahami

realitas. Atau seperti kata Midnowski, mitos adalah suatu pernyataan purba

tentang realitas yang lebih relevan.25

Mitos dalam pandangan Lappe & Collins

dimengerti sebagai sesuatu yang oleh umum dianggap benar, tetapi sebenarnya

bertentang dengan fakta. Apa yang disebut Lappe & Collins sebagai mitos itu

adalah jenis „mitos modern‟.26

Sedangkan menurut Barhers, mitos adalah sebuah kisah (a story) yan

melaluinya sebuah budaya mejelaskan dan memahami beberapa aspek dari

realitas. Mitos membantu kita untuk memaknai pengalaman-pengalaman kita

dalam satu konteks budaya tertentu.

Feranand Comte membagi mitos menjadi dua macam: mitos tradisional

dan mitos mdoern. Mitos modern itu dibentuk oleh dan mengenal mengenal

gejela-gejala politik, olahraga, sinema, televisi dan pers. Mitos (mythes) adalah

suatu jenis tuturan (a type of speech), sesutau yang hampir mirip dengan „re-

23

Pius A Partanto & M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka,

1994) 24

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 128

25

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 222

26

Ibid, h. 224

Page 32: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

20

presen-tasi koleksi di dalam sosiologi Durkheim. Mitos adalah sistem komunikasi,

sebab ia membawakan pesan. Maka dari itu mitos bukanlah objek. Mitos bukan

pula konsep ataupun gagasan, melainkan suatu cara signifikasi, suatu bentuk.27

B. Tinjauan Umum Tentang Film

1. Pengertian Film

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian film secara fisik

adalah selaput tipis yang teerbuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang

akan dibuat potret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop).

Sedangkan melalui kesepakatan sosial istilah film memperoleh arti seperti yang

secara umum dipahami yaitu lakon (cerita) gambar hidup atau segala sesuatu yang

berkaitan dengan gambar hidup. 28

Sedangkan Menurut UU Perfilman No 8 Tahun 1992, film adalah karya

cipta seni dan budaya yang merupakan media komunukasi massa pandang-dengar

yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita selluloid,

pita video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk,

jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya,

dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan

sisten proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya. 29

Film adalah media massa yang memiliki kelebihan antara lain dalam hal

jangkauan, realisme, pengaruh, emosional, dan popularitas yang hebat. Namun,

selain itu film juga memiliki kelemahan salah satunya adalah sifatnya yang

27

Ibid, h. 224

28

Departemen Pendidikan & Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1997). 29

UU Republik Indonesia No 8 Tahun 1992 tentang perfilman. Bab 1, Pasal 1 Ayat 1.

Departemen Penerangan RI.

Page 33: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

21

sekilas, sehingga untuk menangkap pesannya secara utuh, orang tidak bisa

mengalihkan perhatian untuk melakukan kegiatan lain.

Secara mendasar pengertian film yang menyeluruh memang sangat sulit

untuk dijelaskan. Namun baru dapat diartikan kalau dilihat dari konteksnya;

misalnya dipakai untuk potret negatif atau plat cetak. Film mengandung

pengertian suatu lembaran pita seluloid yang diproses secara kimia sebelum dapat

dilihat hasilnya; atau yang berhubungan dengan cerita atau lakon, film

mengandung pengertian sebagai gambar hidup atau rangkaian gambar-gambar

yang bergerak menjadi suatu alur cerita yang ditonton orang, bentuk film yang

mengandung unsur dasar cahaya, suara, dan waktu.

2. Sejarah Film

Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-

prinsip fotografi dan proyektor. Film yang pertama kali diperkenalkan kepada

publik Amerika Serikat adalah film The Life of an American Fireman dan film

The Great Train Robbery yang dibuat oleh Edwin S. Porter pada tahun 1903.

Tetapi film The Great Train Robbery yang masa putarnya hanya 11 menit

dianggap sebagai film cerita yang pertama, karena telah menggambarkan situasi

secara ekspresif, serta peletak dasar teknik editing yang baik. 30

Tahun 1906 sampai tahun 1916 merupakan periode paling penting dalam

sejarah perfilman di Amerika Serikat, karena pada dekade ini lahir film feature,

lahir pula bintang film serta pusat perfilman yang kita kenal sebagai Hollywood.

Periode ini juga disebut sebagai the age of Grifith karena David Wark Grifith-lah

30

Onong Uchjana Efendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2003) cet. Ke-3, h. 201.

Page 34: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

22

yang telah membuat film sebagai media yang dinamis. Diawali dengan film The

Adventures of Dolly (1908) dan puncaknya film The Birth of Nation (1915) serta

film Intolerence (1916).31

Grifith mempelopori gaya berakting yang lebih

alamiah, organisasi cerita yang makin baik, dan yang paling utama mengangkat

film sebagai media yang memiliki karakteristik yang unik, dengan gerakan-

gerakan kamera yang dinamis, sudut pengambilan gambar yang baik dan teknik

editing yang baik. Pada periode ini pula perlu dicatat nama Mack Sennett dengan

Keystone Company-nya yang telah membuat film komedi bisu dengan bintang

legendaris Charlie Chaplin.

Apabila film permulaannya merupakan film bisu, maka pada tahun 1927 di

Broadway, Amerika Serikat, muncul film bicara yang pertama meskipun belum

sempurna.

3. Perfilman di Indonesia

Dari sejarah perfilman di Indonesia, film pertama yang diputar berjudul

Lady Van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh David. Pada

tahun 1927/1928 Krueger Coorporation memproduksi film Eulis Atjih, dan sampai

tahun 1930, masyarakat disuguhi film Lutung Kasarung, Si Conat dan Pareh.

Film-film tersebut merupakan film bisu dan diusahakan oleh orang-orang Belanda

dan China.

Film bicara yang pertama berjudul Terang Bulan yang dibintangi oleh

Roekiah dan R. Mochtar berdasarkan naskah seorang penulis Indonesia, Saerun.

Pada saat perang Asia Timur Raya di penghujung tahun 1941, perusahaan

perfilman yang diusahakan oleh orang Belanda dan Cina itu berpindah tangan

31

Ibid, h. 202

Page 35: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

23

kepada pemerintah Jepang, diantaranya adalah NV. Multi Film yang diubah

namanya menjadi Nippon Eiga Sha, yang selanjutnya memproduksi film untuk

media informasi dan propaganda. Namun tatkala bangsa Indonesia sudah

memproklamasikan kemerdekaannya, maka pada tanggal 6 Oktober 1945 Nippon

Eiga Sha diserahakan secara resmi kepada pemerintah Republik Indonesia.

Serah terima dilakukan oleh Ishimoto dari pihak pemerintah Militer

Jepang kepada R.M. Soetarto yang mewakili pemerintah Republik Indonesia.

Sejak tanggal 6 Oktober 1945 lahirlah Berita Film Indonesia atau BFI bersamaan

dengan pindahnya Pemerintah RI dari Yogyakarta, BFI pun pindah dan bergabung

dengan Perusahaan Film Negara, yang pada akhirnya berganti nama menjadi

Perusahaan Film Nasional. 32

Ada dua aspek penting dari awal sejarah film untuk melihat bagaimana

status dan peranan film ditumbuhkan. Yang pertama, film dilahirkan sebagai

tontonan umum (awal 1900-an), karena semata-mata menjadi alternatif bisnis

besar jasa hiburan di masa depan manusia kota. Yang kedua, film dicap „hiburan

rendahan‟ orang kota, namun sejarah membuktikan bahwa film mampu

melakukan kelahiran kembali untuk mampu menembus seluruh lapisan

masyarakat, juga lapisan menengah dan atas, termasuk lapisan intelektual dan

budayawan. Bahkan kemudian seiring dengan kuatnya dominasi sistem Industri

Hollywood yang kemudian melahirkan film-film Auteur. Yakni film-film

personal sutradara yang sering disebut sebagai film seni. 33

32

Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala Erdiyana, Komunikasi Massa, suatu pengantar,

(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005) cet. Ke-2 h. 135-136

33

www.geocities.com/paris/7229/film.html. Artikel diakses pada 27 Mei 2010

Page 36: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

24

Dalam pertumbuhannya, baik film hiburan yang mengacu pada Hollywood

ataupun film-film seni kadang tumbuh berdampingan, saling memberi namun juga

bersitegang. Masing-masing memiliki karakter sasaran pasar, festival, dan pola

pengembangannya sendiri. Sementara itu pada proses pertumbuhannya film

Indonesia tidak mengalami proses kelahiran kembali, yang awalnya dicap

rendahan menjadi sesuai dengan nilai-nilai seluruh lapisan masyarakat, termasuk

kelas menengah ke atas, juga intelektual dan budayawan.

Film merupakan media komunal dan cangkokan dari berbagi teknologi dan

unsur-unsur kesenian. Ia cangkokan dari perkembangan teknologi fotografi dan

rekaman suara. Juga komunal berbagai kesenian baik berupa seni rupa, teater,

sastra, arsitektur hingga musik. Maka kemampuan bertumbuhnya film sangatlah

bergantung pada tradisi bagaimana unsur-unsur cangkokan teknologi dan unsur-

unsur seni dari film yang dalam masyarakat masing-masing berkembang pesat

dicangkokan dan dihimpun. Dengan demikian tidak tertinggal dan mampu

bersaing dengan teknologi media dan seni lainnya.

Sejarah film Indonesia menunjukkan unsur-unsur cangkokan dan komunal

dari film tak mengalami pertumbuhan berarti. Akibatnya ketika masyarakat

dimanjakan unsur visual dan audio, dari perkembangan teknologi media dan seni

lainnya seperti televisi, seni rupa, dan lain-lain, masyarakat Indonesia tak

mendapatkannya dalam film. 34

34

Disarikan dari tulisan Garin Nugroho : "Krisis sebagai Momentum Kelahiran",

Kompas, Agustus 1991

Page 37: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

25

Perfilman Indonesia pernah mengalami krisis hebat ketika Usmar Ismail

menutup studionya tahun 1957. Pada tahun 1992 terjadi lagi krisis besar. Tahun

1990 jumlah produksi film nasional mencatat angka 112, pada tahun 1991 turun

menjadi 85 judul film, dan tahun 1992 mencapai angka di bawah 30, data-data

dari Sinematek Indonesia, yang masih rajin mencatat produksi film indonesia,

menunjukkan bahwa “keruntuhan” itu terjadi mulai tahun 1998. Tahun itu tercatat

hanya empat produksi film, sementara tahun-tahun berikutnya: 1999 tiga judul,

2000 tiga judul, dan 2001 empat judul. Padahal, pada tahun 1997 masih tercatat

27 judul, 1996: 15 judul, dan 1995: 12 judul. Jumlah itu tentu sangat tidak berarti

bila dibandingkan dengan produksi lebih dari 100 judul per tahun yang pernah

dicapai pada tahun-tahun sebelumnya. 35

Yang menarik, krisis kedua ini tumbuh seperti yang terjadi di Eropa tahun

1980, yakni tumbuh dalam tautan munculnya industri cetak raksasa, televisi,

video, dan radio. Dan itu didukung oleh kelembagaan distribusi pengawasannya

yang melahirkan mata rantai penciptaan dan pasar beragam sekaligus saling

berhubungan, namun masing-masing tumbuh lebih khusus. Celakanya di

Indonesia dasar struktur dari keadaan tersebut belum siap. Seperti belum

efektifnya jaminan hukum dan pengawasan terhadap pasar video, untuk

menjadikannya pasar kedua perfilman nasional setelah bioskop. 36

Faktor yang

mempengaruhi rendahnya mutu film nasional salah satunya adalah rendahnya

35

J. B. Kristianto, Film Indonesia dan Akal Sehat,(Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001)

Cet. 1 hal. 216 36

Nugroho, Garin, "Film Indonesia, Antara Pertumbuhan dan Kecemasan" Tempo, Mei

1993

Page 38: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

26

kualitas teknis karyawan film. Ini disebabkan kondisi perfilman Indonesia tidak

memberikan peluang bagi mereka yang berpotensi untuk berkembang.

Ada beberapa sebab mengapa film nasional kita terpuruk:

Pertama, soal selera dan apresiasi masyarakat kita sudah berubah.

Perfilman tahun 60-an dan 70-an masih begitu jaya. Kejayaan film-film pada era

tahun ini cukup logis karena masyarakat kita masih sederhana dan terpaan media

masih belum besar. Ketika dekade tahun 80-an, mulailah terpaan media begitu

gencarnya. Setiap orang hampir setiap hari membaca berbagai media massa.

Kemudian, dengan munculnya televisi swasta, sajian film-film layar lebar di

televisi sudah demikian memukau masyarakat. Masyarakat yang tadinya hanya

menikmati film-film nasional, seolah dikejutkan dengan budaya asing dengan

film-film Hollywood-nya.

Memang, sebelumnya kita sudah mengimpor film-film produksi India

yang dikenal dengan Bollywood. Dalam film-film Bollywood, masih terasa

tampilan budaya Asianya. Juga impor film-film kungfu Hongkong yang juga

masih ada nilai proximity-nya karena semata-mata berbasis Asia. Namun, begitu

film Hollywood mulai menggempur secara membabi buta, mau tidak mau film

kita bertekuk lutut.

Kedua, munculnya cineplek atau gedung bioskop kembar yang lebih

banyak menayangkan film-film asing. Dengan semakin tingginya intensitas

menayangkan film asing sesuai dengan kelonggaran pemerintah yang diberikan

Page 39: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

27

kepada PT Subentra, maka film nasional pun semakin tersisih. 37

Akibatnya dapat

kita tebak, film nasional jadi tidak laku.

Ketiga, kurangnya SDM di bidang perfilman yang berkualitas. 38

SDM

perfilman yang seharusnya menerima estafet tongkat kepemimpinan dari para

sineas senior kurang tampak. Akibatnya SDM di bidang film kita habis.

Sementara, yang masih muda ada banyak hambatan baik yang besifat birokrasi

maupun freme film yang umumnya film mayor.

Terakhir adalah film yang hanya dipandang sebagai komoditas industri.

Padahal sebagai satu bentuk seni, seharusnya film tidak melulu dikaitkan dengan

bisnis. Di sini terlihat sekali, karena film dibebani tugas mencari keuntungan bagi

produsernya maka beban yang berat ini justru mematikan film itu sendiri.

Kemunculan film indie tidak lain merupakan reaksi atas kekuasaan kaum

pengusaha terhadap para seniman film. di mana mereka merasa begitu

beranggapan bahwa para sineas muda yang memang tidak punya modal untuk

membuat film. Padahal, sebagai seni film bisa diekspresikan dengan berbagai cara

dan bentuk yang berbeda pula.

4. Fungsi Film

Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama

adalah ingin mendapatkan hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung

fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal ini pun sejalan dengan

misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain media hiburan, film

37

www.scribd.com/doc/18681861/Film-in-Die-Indonesia artikel diakses pada 15 juni

2010 38

Onong Uchjana Efendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2003) cet. Ke-3, h. 238.

Page 40: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

28

nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda

dalam rangka nation and character building. 39

Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi film-

film sejarah yang objektif, atau film dokumenter, dan film yang diangkat dari

kehidupan sehari-hari secara berimbang. 40

5. Karakteristik Film

Faktor-faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah layar

lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh dan identifikasi psikologis. 41

a. Layar yang luas / lebar

Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan media

film adalah layarnya yang berukuran luas. Meskipun saat ini ada layar televisi

yang berukuran jumbo, itu digunakan pada saat-saat khusus dan biasanya di

ruangan terbuka, seperti pada pertunjukkan musik dan sejenisnya. Layar film yang

luas telah memberikan keleluasaan penontonnya untuk melihat adegan-adegan

yang disajikan dalan film. Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi, layar film

di bioskop-bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-

olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak.

b. Pengambilan Gambar

Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot

dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot, dan

panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan menyeluruh. Shot tersebut

39

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, Dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra

Aditya Bakti, 2003) cet. Ke-3 h. 227 40

Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala Erdiyana, Komunikasi Massa, suatu pengantar,

(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005) cet. Ke-2 h. 136 41

Ibid, hal. 136-138.

Page 41: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

29

dipakai untuk memberi kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga

film menjadi lebih menarik. Perasaan kita akan tergugah melihat seseorang

(pemain film) sedang berjalan di gurun pasir pada tengah hari yang amat panas.

Manusia yang berjalan tersebut terlihat bagai benda kecil yang bergerak di tengah

luasnya padang pasir. Di samping itu, melalui panoramic Shot, kita sebagai

penonton dapat memperoleh sedikit gambaran, bahkan mungkin gambaran yang

cukup tentang daerah tertentu yang dijadikan lokasi film sekalipun kita belum

pernah berkunjung ke tempat tersebut. Misalnya, kita dapat mengetahui suasana

sekitar menara Eiffel di Paris, air terjun Niagara di Amerika Serikat dan lain-lain.

Sebaliknya, pengambilan gambar pada televisi lebih sering jarak dari jarak dekat.

c. Konsentrasi penuh

Saat kita menonton film di bioskop, kita akan mengalami suasana yang

berbeda dibandingkan dengan saat kita menonton televisi di rumah. Di dalam

bioskop kita semua terbebas dari gangguan hiruk-pikuk suara diluar karena

biasanya ruangan kedap suara. Semua mata hanya tertuju pada layar, sementara

pikiran perasaan kita tertuju pada alur cerita. Dalam keadaan demikian emosi kita

juga terbawa oleh suasana.

d. Identifikasi Psikologis

Penonton dapat merasakan bahwa suasana di gedung bioskop telah

membuat pikiran dan perasaannya larut dalam cerita yang disajikan. Karena

penghayatan para penonton yang amat mendalam, seringkali secara tidak sadar

mereka menyamakan (mengidentifikasikan) pribadinya dengan salah seorang

pemeran dalam film itu, sehingga seolah-olah dialah yang sedang berperan. Gejala

ini menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologis.42

42

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, Dan Filsafat Komunikas, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2003) Cet. Ke-3 hal. 207

Page 42: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

30

6. Jenis-jenis Film

Film dapat dikelompokkan pada jenis film cerita, film berita, film

dokumenter, dan film kartun.

a. Film Cerita

Film cerita (story film) adalah jenis film yang mengandung suatu cerita

yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar

dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan. Cerita yang diangkat

menjadi topik film bisa berupa cerita fiktif atau berdasarkan kisah nyata yang

dimodifikasi, sehingga ada unsur menarik, baik dari jalan ceritanya maupun dari

segi gambar yang artistik.

b. Film Berita

Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang

benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada

publik harus mengandung nilai berita (news value). Kriteria berita itu adalah

penting dan menarik. Yang terpenting dalam film berita adalah peristiwanya

terekam secara utuh.

c. Film Dokumenter

Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert Flaherty

sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of actuality)”.

Berbeda dengan film berita yang merupakan kenyataan, maka film dokumenter

merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut.

d. Film Kartun

Film Kartun (cartoon film) dibuat untuk dikonsumsi anak-anak. Tujuan

utama dari film kartun adalah untuk menghibur. Walaupun tujuan utamanya

Page 43: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

31

adalah untuk menghibur, tapi terdapat pula film-film kartun yang mengandung

unsur-unsur pendidikan di dalamnya. 43

7. Unsur-Unsur Pembentuk Film

Film secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni unsur

naratif dan unsur sinematik. Kedua unsur tersebut saling berinteraksi dan

berkesinambungan satu sama lain. Unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan

diolah, berhungan dengan aspek cerita atau tema film, terdiri dari unsur-unsur

seperti: tokoh, masalah, konflik, lokasi, dan waktu. Sedangkan unsur sinematik

adalah cara (gaya) untuk mengolahnya. Dalam film cerita unsur naratif adalah

perlakuan terhadap cerita filmnya. Sementara unsur sinematik atau gaya sinematik

merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film.44

Unsur sinematik terdiri dari empat elemen pokok, yakni:

a. Mise-en-scene, yaitu segala hal yang berada di depan kamera.

b. Sinematografi, yaitu perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta

hubungan kamera dengan objek yang diambil.

c. Editing, yakni transisi sebuah gambar (shot) ke gambar (shot) lainnya.

d. Suara, yakni segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui

indera pendengaran.

Film juga mengandung unsur-unsur dramatik. Unsur drramatik dalam

istilah lain disebut dramaturgi, yakni unsur-unsur yang dibutuhkan untuk

melahirkan gerak dramatik pada cerita atau pada pikiran penontonnya, antara lain:

konflik, suspense, curiosity, dan surprise. Konflik adalah suatu pertentangan yang

terjadi dalam sebuah film misalnya, pertentangan antar tokoh. Suspense adalah

43

Elvinaro Ardianto, lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa, suatu pengantar

(Bandung: Simbiosa Rekatama Media) h. 138-140 44

Himawan Pratista, Memahami Film, h. 1-2

Page 44: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

32

ketegangan yang dapat menggiring penonton ikut berdebar menantikan adegan

selanjutnya. Curiosity adalah rasa ingin tahu atau penasaran penonton terhadap

jalannya cerita sehingga penonton terus mengikuti alur film sampai selesai.

Surprise adalah kejutan. Kejutan ini biasanya digunakan pada alur film yang sulit

ditebak. Perasaan surprise pada penonton timbul karena jawaban yang mereka

saksikan adalah di luar dugaan. Efek surprise ini bisa membuat penonton senang,

bisa juga kecewa atau sedih. 45

8. Sinematografi

Dalam sebuah produksi film ketika seluruh aspek mise-en-scene telah

tersedia dan sebuah adegan telah siap untuk diambil gambarnya, pada tahap inilah

unsur sinematografi mulai berperan. Sinematografi secara umum dapat dibagi

menjadi tiga aspek, yakni kamera dan film, framing, serta durasi gambar. Kamera

dan film mencakup teknik-teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok

filmnya, seperti warna, penggunaan lensa, kecepatan gerak gambar, dan

sebagainya.

Framing adalah hubungan kamera dengan objek yang akan diambil,

seperti batasan wilayah gambar atau frame, jarak, ketinggian, pergerakan kamera

dan seterusnya. Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah objek

diambil gambarnya oleh kamera. 46

Berikut ini adalah salah satu aspek framing yang terdapat dalam

sinematografi, yakni jarak kamera terhadap obyek (type of shot), yaitu47

:

45

Elizabeth Lutters, Kunci Sukses Menulis Skenario, (Jakarta: Grasindo, 2004) cet. Ke-3,

h. 100-103. 46

Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008) h. 89. 47

Ibid, h. 104-106

Page 45: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

33

a. Extreme long shot

Extreme long shot merupakan jarak kamera yang paling jauh dari

obyeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak. Teknik ini umumnya

untuk menggambarkan sebuah obyek yang sangat jauh atau panorama

yang luas.

b. Long shot

Pada long shot tubuh fisik manusia telah tampak jelas namun latar

belakang masih dominan. Long shot sering digunakan sebagai estabilising shot,

yakni shot pembuka sebelum digunakan shot-shot yang berjarak lebih dekat.

c. Medium long shot

Pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai ke atas.

Tubuh fisik manusia dan lingkungan sekitar relatif seimbang.

d. Medium shot

Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas.

Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok manusia mulai dominan dalam

frame.

e. Medium close-up

Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari dada ke atas. Sosok

tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak lagi dominan. Adegan

percakapan normal biasanya menggunakan jarak medium close-up.

f. Close-up

Umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah obyek kecil

lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan ekspresi wajah dengan jelas serta

Page 46: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

34

gestur yang mendetil. Close-up biasanya digunakan untuk adegan dialog yang

lebih intim. Close-up juga memperlihatkan mendetil sebuah benda atau obyek

g. Extreme close-up

Pada jarak terdekat ini mampu memperlihatkan lebih mendetail bagian

dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan lainnya atau bagian dari sebuah

obyek.

9. Struktur Film

Seperti halnya sebuah karya literatur yang dapat dipecah menjadi bab

(chapter), alinea, dan kalimat, film jenis apapuun, panjang atau pendek, juga dapat

memiliki struktur fisik. Secara fisik sebuah film dapat dipecah menjadi unsur-

unsur sebagai berikut 48

:

a. Shot merupakan unsur terkecil dari film, yakni proses perekaman gambar

atau perekaman gambar (satu kali take) sejak kamera diaktifkan (on)

hingga dimatikan (off). Dalam novel shot bisa diibaratkan satu kalimat.

Sekumpulan shot biasanya dapat dikelompokkan menjadi sebuah adegan.

Satu adegan bisa berjumlah belasan hingga puluhan shot. Satu shot dapat

berdurasi kurang dari satu detik, beberapa menit, bahkan jam.

b. Scene (Adegan) adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang

memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang,

waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya

terdiri dari beberapa shot yang saling berhubungan. Biasanya film cerita

terdiri dari 30-35 adegan.

48

Himawan Pratista, Memahami Film, h. 29-30

Page 47: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

35

c. Sequence (Sekuen) adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu

rangkaian peristiwa yang utuh. Atau sequence adalah sebuah rangkaian

adegan.49

Satu sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling

berhubungan. Dalam karya literatur, sekuen bisa diibaratkan bab atau

sekeumpulan bab. Film cerita biasanya terdiri dari 8-15 sequence.

C. Pesan Moral

Istilah pesan dalam bahasa Inggris message berasal dari kata latin yaitu

message yang bersumber dari kata yang berarti perintah, nasehat, permintaan,

kata-kata, lambang, ide, amanat yang harus disampaikan atau dilakukan kepada

orang lain. 50

Akan tetapi, pengertian pesan yang dipaparkan di atas bersifat mendasar,

dalam arti kata bahwa pesan itu adalah suatu kata-kata itu menyediakan suatu alat

pengantar yang dapat menyampaikan ide-ide dan informasi, tapi juga persuasif

yaitu pesan-pesan berjalan dengan struktur yang melalui komunikator dan

diterima oleh komunikan agar orang lain bersedia menerima suatu paham dan

keyakinan melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain. 51

Dalam komunikasi, pesan menjadi salah satu unsur penentu efektifitas

suatu tindakan komunikasi. Pesan menjadi unsur utama selain komunikator dan

komunikan, terjadi komunikasi antar manusia. Tanpa adanya komunikasi pesan,

maka tidak pernah terjadi komunikasi yang jelas antar manusia. 52

49

Heru Effendy, Mari Membuat Film; Panduan Menjadi Produser, (Jakarta: Pustaka

Konfiden, 2008) cet. Ke-6, h. 149 50

Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1997), cet. Ke-9, h. 761 51

James G. Robinson, Komunikasi yang Efektis, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,

1986), cet.ke-3 h. 35 52

M. Jamaluddin Piktoringa, Tipologi Pesan Persuasif, (PT. Indeks: Jakarta, 2005),

cet.ke-1, h. 1

Page 48: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

36

Menurut beberapa ahli, pesan mempunyai macam-macam arti. Pesan

dapat diartikan sebagai lambang, ide, kata, atau isi pernyataan. Menurut Hoeta

Soehoet, pesan adalah isi pernyataan yaitu hasil penggunaan akal budi yang

disampaikan manusia kepada manusia lain. Artinya berfungsi untuk mewujudkan

isi pernyataan dari bentuknya yang abstrak menjadi konkret. Dari berbagai

definisi yang telah disebutkan, meskipun terdapat perbedaan dalam perumusan

dapat disimpulkan bahwa pesan merupakan suatu isi pernyataan yang

mendatangkan makna dan respon tertentu.

Sebenarnya suatu pesan tidak hanya sebatas menstimulasi emosi

khalayak. Pesan dapat pula dikatakan persuasif manakala menyentuh rasio

khalayak. Bahkan pesan yang disampaikan tidak hanya menyentuh ratio khalayak

tapi juga dapat mengajak khalayak untuk menjadi sesuatu yang lebih baik.

Dengan demikian pesan akan dapat menghasilkan respon tertentu

seandainya dirancang dengan baik. Untuk itu pesan hendaknya mengoptimalkan

lambang komunikasi yang tersedia (verbal, non-verbal dan paralinguistik) yang

disesuaikan dengan topik yang dikomunikasikan. Saluran komunikasi yang

digunakan dan khalayak yang dituju. Selain itu, pesan yang dirancang biasanya

merupakan refleksi dari prilaku khalayak yang dituju, sehingga diharapkan

merupakan hasil pengkondisian dari sumber. 53

Dalam penelitian ini, pesan yang ingin disampaikan pada khalyak adalah

pesan yang mengandung nilai-nilai moral. Pesan moral merupakan suatu materi

atau gagasan mengenai ajaran tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan

yang ingin disampaikan oleh pembuat film kepada penontonnya.

53

Ibid, h. 4

Page 49: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

37

Sebagaimana tema, pesan moral hanya dapat ditangkap melalui

penafsiran cerita. Hal ini sekaligus merupakan petunjuk praktis mengenai

berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah

laku, dan sopan santun pergaulan. Sutradara atau pembuat film ini menyampaikan

semua hal tersebut di atas melalui penampilan tokoh-tokoh cerita.

Sebenarnya yang dimaksud dengan moral menurut Kamus Umum Bahasa

Indonesia adalah penentuan baik-buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. 54

Dan

menurut istilah moral adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan

batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat, atau perbuatan yang secara

layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk. 55

Moralitas akan muncul dengan sendirinya manakala seseorang mulai

berpikir tentang apa yang harus dilakukan dan tidak harus tidak dilakukan.

Seseorang akan bertindak dengan alasan-alasan tertentu dan tidak dikendalikan

oleh sebab-sebab yang lain. Tindakan moral harus rasional, alasannya pun harus

operatif. Jadi, tidak sekedar rasional semata. Pada intinya, setiap orang harus

mampu bertindak sebagai makhluk yang bermoral. 56

Menurut pandangan Rest, moralitas mencakup makna yang begitu luas,

antara lain:

a. tingkah laku membantu orang lain;

b. tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma sosial;

c. timbulnya empati atau rasa salah, atau bahkan keduanya;

d. penalaran tentang keadilan, dan

e. memperhatikan kepentingan orang lain. 57

54

W.J, S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Rajawali Press, 1980),

cet.II, h. 654. 55

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), cet.V, h. 93. 56

Cheppy Haricahyono, Dimensi Pendidikan Moral, (Semarang: IKIP Semarang Pres,

1995), h. 67. 57

Ibid, h. 210.

Page 50: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

38

Moralitas sering diartikan juga sebagai norma dan perilaku dalam

masyarakat yaitu anggapan mengenai perilaku yang baik dan buruk. Perilaku

sosial yang baik (positif) disebut sebagai perilaku prososial. Sedangkan perilaku

sosial yang buruk (negative) disebut perilaku antisosial.

Uraian ini menjadi suatu acuan khusus dalam seluruh penelitian ini.

Berbagai pesan moral tersirat dan tersurat dalam film “3 DOA 3 CINTA”. Dan

penggalian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan semiotik ala

Roland Barthes.

Page 51: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

39

BAB III

GAMBARAN UMUM FILM 3 DOA 3 CINTA

A. Sekilas Tentang Film 3 DOA 3 CINTA

Pada bulan September 2008 dunia perfilman nasional kembali diramaikan

dengan kehadiran Film “3 DOA 3 CINTA”, yang kembali mempertemukan dua

bintang muda berbakat Nicholas Saputra dan Dian Sastrowardoyo setelah debut

awal mereka di AADC.

Film “3 DOA 3 CINTA” berhasil lolos dalam official selection

competition di Pusan International Film Festival di Korea. Artinya Film “3 DOA

3 CINTA” akan mendapat kehormatan untuk ditayangkan perdana atau world

premier di Korea pada bulan Oktober 2008.1

Tentu saja ini merupakan sebuah kebanggaan tersendiri untuk film yang

proses penggarapan skenarionya memakan waktu lebih dari 3 tahun.2 Bahkan

skenario film ini berhasil mendapatkan script development grant dari Global Film

Initiative di San Francisco, Amerika Serikat, Goteborg International Film Festival

Fund dari Swedia dan Fonds Sud Cinema dari Perancis. Pada bulan Mei 2008, “3

DOA 3 CINTA” diundang ke Cinema du Sud di Cannes Film Festival di Perancis

dimana film ini diputar di depan para produser, sutradara dan distributor film

internasional.3

1http://www.bangadang.com/perspektif/resensi/95-3-doa-3-cinta-toleransi-dari-pesantren

artikel diakses pada 25 februari 2010.

2 Hasil Wawancara dengan Nurman Hakim, Sutradara, Penulis Skenario, Produser Film 3

Doa 3Cinta, pada 20 Juni 2010. Pukul 19.00 WIB.

3 http://www.kapanlagi.com/showbiz/film/3-doa-3-cinta-tampilkan-sisi-humanisme-

pesantren-z9otddx.html artikel diakses pada 25 februari 2010.

39

Page 52: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

40

Film “3 DOA 3 CINTA”, yang merupakan film layar lebar karya dari

sutradara muda, Nurman Hakim. Film ini juga didukung oleh Butet Kartaredjasa

dan Jajang C. Noer. “3 DOA 3 CINTA” adalah potret suka duka kehidupan di

sebuah pesantren yang diwarnai dengan persahabatan, cinta, ibadah dan nilai

kemanusian. Di film ini kita bisa lihat bagaimana Nicholas Saputra begitu

menjiwai perannya sebagai seorang santri yang jatuh hati dengan penyanyi

dangdut keliling, yang diperankan dengan sangat apik oleh Dian Sastro.

Film “3 DOA 3 CINTA” adalah film yang bercerita tentang proses

pendewasaan atau ”coming of age” santri yang dididik secara Islam dalam

memahami kehidupan di luar pesantren. Film “3 DOA 3 CINTA“ merupakan

produksi TriXimages dan Investasi Film Indonesia (IFI). TriXimages telah

memproduksi antara lain ”Bendera” dan terakhir ”The Photograph” di tahun 2007.

IFI sendiri telah memproduksi Coklat Stroberi (2007), Radit dan Jani (2008) dan

terakhir Coblos Cinta (2008).

Setelah world premiere pada bulan Oktober lalu, di Pusan International

Film Festival, Film “3 DOA 3 CINTA” berhasil lolos dalam official selection

competition di Dubai International Fim Festival yang akan diselenggarkan pada

tanggal 9-18 Desember 2008. Film “3 DOA 3 CINTA” terpilih dari sekitar 1800

film yang diterima oleh panitia festival.4 Hal ini merupakan suatu kebanggaan

tersendiri, karena sebelum film ini release di Indonesia sudah berhasil lolos dalam

berbagai festival film di mancanegara.

4 http://www.ifi.co.id/id/news/49-film-3-doa-3-cinta-di-dubai-film-festival.html aritkel

diakses pada 25 februari 2010.

Page 53: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

41

B. Sinposis Film 3 DOA 3 CINTA

Ini cerita tentang tiga sahabat, Huda, Rian dan Syahid, tiga remaja yang

tinggal di pesantren di sebuah kota kecil yang terletak di daerah Jawa Tengah.

Mereka punya rencana dalam hidup mereka masing-masing setelah lulus dari

pesantren dan SMA sebulan lagi. Mereka memiliki sebuah lokasi rahasia, sebuah

dinding tua di belakang pesantren, di mana mereka menulis harapan-harapan

mereka di dinding. Hingga sebuah situasi merubah hidup mereka.

Huda (Nicholas Saputra), ingin mencari ibunya yang kabarnya berada di

suatu tempat di Jakarta. Huda bertemu dengan Dona Satelit (Dian Sastrowardoyo)

seorang penyanyi dangdut pemula yang sangat seksi ketika di panggung dan

terobsesi menjadi bintang terkenal di Jakarta. Diantara mereka tertanam benih-

benih asmara. Rian (Yoga Pratama) santri dari suatu kota besar. Dia mendapatkan

sebuah kado handycam dari ibunya pada saat ulang tahunnya. Rombongan pasar

malam terutama layar tancap yang kebetulan sedang singgah di desa itu membuat

Rian semakin obsesif terhadap kamera. Rian ingin melanjutkan usaha Ayahnya.

Syahid (Yoga Bagus), berasal dari keluarga miskin. Ayahnya sakit keras. Syahid

merencanakan sesuatu yang besar dalam hidupnya yang akan memberikan

dampak bagi kedua temannya. Bagaimana kehidupan mereka bertiga dan

terwujudkah segala impian dan harapan mereka yang pernah mereka tulis di

tempat rahasia itu?

Page 54: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

42

C. Para Pemain dan Team Produksi FILM 3 DOA 3 CINTA

Director NURMAN HAKIM

Producers NAN ACHNAS, NURMAN HAKIM, ADIYANTO SUMARJONO

Executive Producers NAN ACHNAS, ADIYANTO SUMARJONO

Co-Executive Producer CONNIE RAHAKUNDINI BAKRIE, MADIYAN

SAHDIANTO, SENDI SUGIHARTO, TIARA DHARANI JOSODIRDJO

Story and Screenplay NURMAN HAKIM

Cast

Huda NICHOLAS SAPUTRA

Dona Satelit DIAN SASTROWARDOYO

Rian YOGA PRATAMA

Syahid YOGA BAGUS SATATAGAMA

Kyai Wahab BROHISMAN

Farokah HESSA NURHAYATI

Fatimah DIAH ARUM

Zamroni DAVID ARI WIBOWO

Zaki ANDREAS PRAMUDYA W

Wulan JAJANG C.NOOR

Toha BUTET KARTAREDJASA

Uztad Anas JOHAN EKSPRESI

Munif ARFIAN PUNGKY WIBAWA

Kyai Ridwan YUSUF

Uztad Garis Keras DOUBLEH ZULKARNAEN

George Smith DUGEL

Santri Kecil BAGUS WIBOWO

Sumardi MEMED JANTAN AUGUST

Ningsih (Ibu Rian) BETIDO

Penjaga Kubur MASROOMBARA

Ibu Pemilik Warung NINA ARTHA

Perempuan ABG ELY MARLIANA

Dokter YUDI SANDIKA

Polisi 1 TUNJUNG SATRIYA

Instruktur Latihan Perang DONI SUWUNG

Santriwati Cantik S.ANGREINI

Pacar Ibu Rian ALFRED BETIDO

MC Dangdut TONI ALKAUTSAR

Zainal WAHYU GOGON

Extras

Kuniarto Mayko Purnama, Rama, Husni ISI, Eko Nova, Dicky, Eko Yogya, Indra,

Rocky, Krisna, Doni Suwung, Anouk Wilke,, Ruben Panging, Ulin Yahya,

Aditya, Eka Pegrianto, Daniel Bramanto, Singgih Hermawan, Coki Bayu W,

Dedy Kurniawan, Antoni, Eijda Setiaji, Aprian Syahputra. Nunit, Retno, Nur

Page 55: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

43

Laifatul, Rizka M., Auliya, Nurul Hidayati, Windhar, Ayu S., Noviyana, Pijianti,

Sri Maryati, Fatma, Hesti, Usna, Bunga, Novalin, Rizki A., Nugraheni, Anggi Lis

Fitrianingsih, Sonya, Aulia Elhaq, Antok, Rohmat, Koko, Yuli, Hasan, Fajar,

Wahyu, Nopan, Harwanto, Iis, Adi, Hadi, Agus, Bgle, Sugeng, Angki, Komar,

Sumar, Surojo, Lilik, Kuni, Yudi, Rama, Nonot, Pipit, Nunu, Dwi.P., Eko, Kris,

Nasli.

Assistant Producer SULUNG LANDUNG

Production Manager TRIYAS SANDIYATI GUNTUR

Art Director TJ YOEWONO

Director Of Photography AGNI ARIATAMA

Editor SASTHA SUNU

Unit Manager First Assistant Director WICAKSONO WISNU LEGOWO

Second Assistant Director ULIN YAHYA

Script Continuity & Digital Image Technician TIKA INDRAPUTRI

Production Assistants AJENG NURUL AINI, NOVIAR EKA PUTRA General

Helper RUDY WAHONO ABIYOSO

Camera Assistant SUGIARTO PRASETYO

Clapper GALIH FAJAR KUSUMA

Gaffer YATSKI HIDAYAT A.

Lightingmen HARIS RIESKY AFRIEZA

Lightingmen Apprentice TAKDIR SYAHBANA GALANG GALIH

Generator Set Operator RULLY

Sound Recordist HADRIANUS EKO SUNU

Boomer JANTRA SURYAMAN

Boomer Apprentice HARVANDO DAFNE

Assistant to Art Director YUDI MARYADI

Prop Masters ANDRI V.W.

Art Crew ARIS TETET, BAMBANG EMPRIT, MUL CACING, KRIS

GAMPING, YOYO JENGGOT

Art Crew Apprentices, RISKY J.P., EDI WIBOWO

Make-up/Hair Stylist/Wardrobe, TANTY S. KARYAATMAJA

Assistants to Make-up/Hair/Wardrobe, APRILIA TRI.W, AYOU CALEDA

Location manager, ANDRI BUDYANTORO

Talent Coordinator, ULIN YAHYA

Legal Advisor THOMAS ADIYARSO

Finance Director IKA GAYATRI

Finance Staff ARIF BUDIARKO, BARBARA SARI

Publicist, DAVID MANDANG LULU UTAMI NINGRUM

Drivers, Abai, Anjar, Hadi Sugito, Tris, Zaini, Aris, Yono, Bagio, Rodj

Assistant Sound Editor, HADRIANUS EKO SUNU

All Music, Composed, Arranged and Performed by, DJADUK FERIANTO

Studio Music, KUAETNIKA

Sound Music Engineering, Gendel

Page 56: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

44

D. Profile Nurman Hakim sebagai Sutradara Film “3 DOA 3 CINTA”

Penulis dan Sutradara Film 3 DOA 3 CINTA adalah Nurman Hakim.

Nurman Hakim memulai debutnya sebagai sutradara, produser dan penulis

program televisi. Lahir di Demak, Jawa Tengah dan semasa sekolah ia juga

pernah tinggal di pondok pesantren di daerah Semarang. Pria yang lulus dari

Fakultas Film dan Televisi-Institut Kesenian Jakarta (FFTV-IKJ) ini juga telah

banyak menyutradarai film pendek. Beberapa karyanya antara lain Sebelum Senja

(2001), Topeng Bayangan (2005), Tembang Sunyi Seorang Lelaki ( 2002), dan

pada tahun 2003 salah satu karyanya yang berjudul “Seribu Kali Dunia” juga

berhasil memenangkan Festival Film Independent. Saat ini ia aktif sebagai

pengajar di Fakultas Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta.

Page 57: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

45

BAB IV

ANALISIS DATA FILM 3 DOA 3 CINTA

A. Makna Denotasi, Konotasi dan Mitos Film 3 DOA 3 CINTA

Film 3 DOA 3 CINTA adalah film dengan latar belakang sebuah pesantren

kecil yang terletak di Jawa Tengah, persisnya berlatar di Yogyakarta. Karenanya,

banyak berbicara mengenai tradisi pesantren dan seluk-beluknya. Dari mulai

perbincangan yang ringan mengenai hubungan pertemanan sesama santri hingga

menyentuh isu terorisme yang belakangan dilekatkan kepada Islam, terkhusus

pesantren. Entahlah, kita akan lihat, apakah sang sutradara memang berpretensi

mengurai kehidupan pesantren dengan segala pernak perniknya, atau hanya

bercerita tentang pesantren tetapi hendak menyampaikan sesuatu yang lain. Inilah

pentingnya analisis semiotik.

Pesantren, dalam sebuah analisis semiotik, kini adalah sebuah penanda

(signifier). Pesantren adalah aspek materialnya, sedang apa yang ditunjuknya atau

petandanya adalah apa yang diceritakan dalam film 3 DOA 3 CINTA ini. Penulis

ingin memulainya dengan cara demikian, sedemikian rupa hingga mampu

menguraikan apa yang tersirat dan apa yang tersurat dalam teks, atau film ini.

Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang telah berurat-

akar dalam tradisi Islam Indonesia. Peran pesantren tidak diragukan lagi teramat

besar di sepanjang sejarah Indonesia. Pesantren juga telah ikut membentuk

struktur sosial-keagamaan yang sangat berpengaruh. Trikotomi santri-priyayi-

45

Page 58: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

46

abangan yang dipopulerkan oleh C. Geertz1 sangat bermanfaat dalam berbagai

bidang penelitian ilmiah.

Kata “santri” juga bukan hanya berarti seseorang atau sekelompok orang

yang sedang mempelajari ilmu agama, tapi telah menjadi idiom kultural yang

berarti suatu kelompok sosial yang preferensi tindakannya bersifat relijius.

Pengertian ini tentu saja bersifat longgar dan tidak seperti asumsi dalam penelitian

sosial yang ilmiah, tapi sebagai penanda yang mengarah pada sebuah kelompok

sosial tersendiri dengan tradisi dan budaya yang khas.

Golongan santri adalah sekelompok orang yang dianggap mumpuni dalam

membincang soal-soal keagamaan. Kelompok ini adalah kelompok sosial yang

paling getol menjalankan perintah agama, dan sekaligus menyampaikan dakwah

kepada masyarakat awam. Karenaya, kelompok ini juga menikmati prestise sosial

karena kemampuannya di bidang agama.

Tapi, analisis semiotik a la Roland Barthes tidak berhenti pada apa yang

kasat mata. Kajian semiotika budaya yang dikembangkan pemikir Perancis ini

adalah pisau bedah yang terus memeriksa ke dalam jantung kebudayaan,

menelaah cara kerja sebuah tanda (sign), mempersoalkan makna yang terlanjur

dianggap natural, menunjukkan terjadinya distorsi makna, dan menelanjangi

motifnya yang terselubung. Kata-kata dan objek memiliki ketidakjujuran yang

senantiasa tampak alami di mata para konsumernya, seakan-akan apa yang

diujarkan itu abadi, benar, penting, ketimbang arbitrer, buatan dan bersifat relatif.

1 Clifford Geertz, Religion of Java, Chicago and London: University of Chicago Press,

1976, h. 6.

Page 59: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

47

Di bawah ini merupakan upaya penulis untuk menguraikan tanda dan

simbol yang termuat dalam film 3 DOA 3 CINTA. Film ini banyak menyisipkan

nilai-nilai dakwah Islamiyah yang relevan dengan perkembangan zaman. Ini yang

menyebabkan film ini penting untuk dikaji secara ilmiah. Untuk selanjutnya

disarikan ke dalam sekumpulan pengertian moral Islami yang bermanfaat bagi

umat Islam itu sendiri.

1. “Perang Melawan Terorisme”

Di bagian awal film ini, tampak seorang Kiyai sedang menyampaikan tafsir

sebuah ayat dalam Al-Qur’an. Kemudian diselingi dengan adegan aktifitas para

santri pada umumnya. Adegan pertama menemukan anti-tesis di bagian

selanjutnya; tampak seorang ustadz radikal sedang memberikan ceramah yang

menggebu-gebu kepada para jamaahnya. Kontrasnya adalah perbedaan tafsir yang

dikemukakan oleh kedua tokoh tersebut. Sementara pak Kiyai mengajarkan sikap

menghargai dan toleran terhadap perbedaan keyakinan, sang ustadz radikal

menghalalkan darah mereka kaum Yahudi dan Nashrani.

Gambar Denotasi Konotasi Mitos

Pluralitas tafsir

terhadap Al-

Qur’an.

Kemungkinan

tafsir terhadap

Pluralitas tafsir

adalah sebuah

keniscayaan

terhadap teks

apapun, terlebih

Tampak jelas

ajakan untuk

melawan ideologi

terorisme yang

mengatasnamakan

Page 60: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

48

Al-Qur’an

sangat banyak

dan beragam,

bergantung

pada

pendekatan

yang digunakan

oleh penafsir

dan kadangkala

unsur subjektif

sang penafsir

juga ikut

mewarnai corak

penafsiran.

Al-Qur’an yang

sangat puitis.

Monopoli

terhadap

kebenaran justru

memasung

kreatifitas

manusia untuk

berkembang dan

beradaptasi

dengan

perkembangan

zaman.

Penghargaan

terhadap

perbedaan dan

sikap

demokratis

merupakan cara

yang sangat

dianjurkan

dalam Islam.

Islam sebagai

basis

ideologisnya. Hal

tersebut jelas

mencemarkan

nama baik Islam

dalam pergaulan

internasional dan

merusak citra

Islam sebagai

agama pembawa

rahmat bagi

seluruh alam

semesta.

Page 61: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

49

Sebagai sistem denotatif, adegan ini menunjuk pada pluralitas penafsiran

terhadap Qur’an sebagai pedoman umat Islam. Ada satu lagi adegan yang

menggunakan tehnik contrasting seperti ini. Tapi pengulangan ini mengarahkan

kita pada kritik terhadap upaya radikalisasi Islam.

Beberapa adegan menunjuk pada pengertian gugatan terhadap kelompok

Islam radikal yang digambarkan secara diam-diam dan terselubung menyebarkan

kebencian dan dendam ke dalam hati umat Islam. Seperti tindakan Syahid yang

meninggalkan barisan shalat setelah shalat berjamaah. Ia justru mendatangi

pengajian yang diadakan oleh ustadz radikal tersebut. Tempat pengajian tersebut

juga secara blak-blakan digambarkan tersembunyi dan jauh dari kontrol sosial.

Sementara Kiyai dan para santri sibuk berdzikir, tradisi khas kelompok Nahdathul

Ulama.

Penulis melihat motif ini semakin diperkuat dalam adegan lain yaitu ketika

sang ustadz radikal tampak sedang memberikan ceramah yang provokatif.

Keterlibatan Syahid dalam gerakan Islam radikal pun semakin intensif, terbukti

ketika ia memutuskan untuk mengambil jalan jihad seperti yang dijelaskan

ustadznya. Beberapa faktor ditunjukkan ikut mendorong Syahid mengambil

keputusan tersebut. Tapi rupanya latar ini memberikan insight yang cukup

mencerahkan bagi penulis. Untuk sementara, penulis hanya bisa mengatakan

bahwa Syahid adalah anak muda yang termakan provokasi kelompok Islam

radikal. Cuplikan-cuplikan berita televisi yang meliput aksi terorisme lokal dan

internasional semakin mempertegas gugatan terhadap ideologi Islam radikal.

Page 62: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

50

Sebagai sistem mitis, penulis melihat adanya himbauan “perang melawan

terorisme”2. Gerakan Islam radikal yang mulai menyusup masuk ke Indonesia

memang merepotkan, karena siapapun bisa menjadi korbannya, kapanpun dan di

manapun kita selalu terancam. Sifatnya yang eksklusif menyulitkan identifikasi,

militansinya menakutkan, aksinya yang tak berprikemanusiaan, dan seterusnya.

Menurut penulis, visi etis ini sangat relevan bagi persoalan yang kini merundung

bangsa ini.

Dalam al-Qur’an begitu banyak anjuran untuk mengadakan perbaikan di

antara Umat manusia, antara lain tersebut dalam Surat 4:114 sebagai berikut:

Artinya : Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka,

kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah,

atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan

barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak

Kami memberi kepadanya pahala yang besar. ( QS. An-Nisa’ : 114)

2. Prasangka Negatif

Prasangka adalah sebuah asumsi, persepsi dan atau pengertian yang kebenarannya

belum teruji atau tidak bisa dipertanggungjawabkan. Mungkin prasangka adalah

sebuah pengetahuan yang berasal dari tradisi atau sejarah sebuah bangsa,

golongan dan atau agama yang kebenarannya tidak dipertanyakan lagi.

2 Kata-kata ini pernah diucapkan oleh presiden Amerika Serikat George W. Bush sesaat

setelah peristiwa 11 September 2001.

Page 63: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

51

Dendam, kebencian, amarah dan sejenisnya secara sosiologis bisa

diwariskan kepada generasi selanjutnya. Di satu sisi, proses transmisi ini sangat

berarti. Hal ini bisa mengeratkan hubungan generasi sekarang dengan masa lalu.

Selain itu, berbagai pengertian dan pengetahuan yang didasarkan pada sejarah

kelompok mampu menegaskan identitas kelompok, sehingga menciptakan

integrasi sosial.

Namun di sisi yang lain, transmisi kebencian, amarah dan dendam telah

dan akan membentuk persepsi negatif terhadap suatu kelompok. Proses transmisi

ini bisa terjadi dalam banyak proses sosialisasi yang dimapankan dalam berbagai

institusi sosial, budaya, politik dan agama.

Gambar Denotasi Konotasi Mitos

Penilaian yang

tak berdasar

terhadap

seseorang atau

suatu kelompok.

Prasangka inilah

yang

menyebabkan

kebencian,

dendam dan

menutup mata

kita untuk

Ayat tersebut di

atas adalah ayat

yang sangat

sering digunakan

oleh kelompok

Islam radikal

untuk

menumbuhkan

rasa benci dan

dendam kepada

umat Yahudi dan

Nashrani,

Mitos yang

muncul dari

beberapa scene

di atas adalah

mitos mengenai

musuh abadi

umat Islam.

Alih-alih

membenahi diri

dan memperkuat

iman, kita justru

akan terperosok

Page 64: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

52

melihat kebaikan

orang lain.

sehingga tampak

bahwa ayat ini

memiliki

konotasi

intoleran, dan

menjadi katalis

dalam proses

radikalisasi umat

Islam.

ke dalam jurang

permusuhan

yang tiada

habisnya.

Contoh yang begitu jelas adalah kontrasnya penjelasan tentang sebuah ayat

yang diberikan oleh Romo Kiyai dan ustadz radikal.

Artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu

hingga kamu mengikuti agama mereka. (QS Al-Baqarah: 120)

Dua model penjelasan yang diberikan oleh Romo Kiyai dan ustadz radikal

memiliki kebenarannya sendiri-sendiri. Sikap toleran yang diajarkan oleh Romo

Kiyai mendapat pembenarannya jika kita sandingkan dengan beberapa ayat lain

yang mengajarkan bahwa Islam adalah rahmatan lil alamiin, atau dengan surah

Page 65: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

53

Al-Kafiruun. Ini adalah satu kemungkinan tafsir yang bisa diberikan kepada ayat

di atas.

Sementara sang ustadz radikal, merujuk pada pengalaman historis umat

Islam, justru menghalalkan darah kaum Yahudi dan Nashrani. Dalam penalaran

umat Islam, kaum Yahudi dan Nashrani memang sering dicitrakan sebagai

kelompok kafir yang telah menyimpangkan ajaran Tauhid dan keMaha-Kuasaan

Allah. Padahal kalau ditilik ke belakang, Islam, Yahudi dan Nashrani berasal dari

satu nenek moyang, yaitu Ibrahim. Seiring berjalannya waktu, banyak peristiwa

terjadi dan meninggalkan bekas yang tak mudah dihapuskan dalam memori setiap

kelompok.

Banyak peristiwa besar terjadi, dan pengalaman-pengalaman ini terus

diwacanakan dan direproduksi secara terus-menerus. Misalnya, pengalaman pahit

bangsa muslim ketika berhadapan dengan umat Kristiani dalam Perang Salib.

Kekalahan di Perang Salib terus diwacanakan dan direproduksi, bahkan ada

sebagian umat Islam yang menganggap bahwa Perang Salib masih terjadi hingga

saat ini.

Dalam film 3 DOA 3 CINTA, Syahid dengan jelas menunjukkan

ketertarikannya pada pengajian-pengajian yang diadakan oleh ustadz radikal

tersebut. Dalam sebuah obrolan dengan dua orang kawannya yang lain, ia dengan

bangga mengatakan ingin mati syahid. Bahkan, ia rela mengorbankan jiwanya di

jalan Allah.

Latar belakang Syahid mengambil keputusan itu bukan hanya karena

keberhasilan provokasi sang ustadz radikal. Syahid memang sedang mengalami

cobaan yang sangat berat; sang ayah sakit parah, gagal ginjal yang biayanya

Page 66: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

54

sangat besar. Ayah Syahid harus cuci darah seminggu sekali secara rutin.

Rutinitas ini tentu mengganggu stabilitas perekonomian keluarga Syahid yang

notabene ayahnya hanya seorang petani. Solusi yang diberikan oleh dokter pun

cukup memberatkan Syahid dan keluarganya. Operasi pencangkokan ginjal yang

memakan biaya puluhan bahkan ratusan juta.

Akhirnya, ayah Syahid dengan bijaksana memutuskan untuk menjual

tanahnya kepada orang asing yang diperantarai oleh tetangganya sendiri yang

culas. Syahid hanya menurut apa yang dikatakan ayahnya, menemui sang makelar

tanah lalu menjual tanahnya kepada orang asing. “Sampaikan pada Yahudi

Amerika kafir itu, jangan terus jadi penjajah! Suruh bikin pabrik di negaranya

sendiri, jangan di sini!” begitu sengit Syahid ketika bertemu dengan orang asing

yang ingin membeli tanah ayahnya. Setelah itu Syahid memutuskan untuk

berjihad di jalan Allah. Menjadi lebih dramatis lagi ketika Syahid membuat

rekaman video menggunakan handycame milik Rian. Celakanya, rekaman ini

diambil oleh seorang ustadz dan dilaporkan kepada Romo Kiyai yang akhirnya

menjadi barang bukti pihak kepolisian untuk memenjarakan Syahid.

Tapi tanah sudah dijual, dan semuanya digunakan untuk biaya perawatan

ayahnya dirumah sakit, itupun masih kurang. Dan datang pertolongan dari Allah

yang ternyata diperantarai oleh orang asing yang dikira jahat oleh Syahid. Orang

asing tersebut mau menanggung semua biaya perawatan rumah sakit ayah Syahid.

Tapi Syahid masih belum mengetahui identitas si orang baik hati tersebut, karena

orang asing tersebut mungkin memang tidak mau membeberkan identitasnya.

Page 67: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

55

Sebagai sebuah sistem tanda tingkat pertama, cuplikan-cuplikan di atas

merupakan gambaran proses radikalisasi yang dialami oleh Syahid. Yang perlu

ditekankan, proses radikalisasi yang terjadi disini merupakan hasil perpaduan dari

provokasi ustadz radikal yang mendasarkan diri pada teks-teks keagamaan dan

pengalaman traumatik bangsa Muslim dan kesulitan ekonomi yang menerpa

keluarganya. Sehingga keputusan Syahid menjadi bisa dipahami.

Kebencian dan dendam, atau bisa kita katakan prasangka buruk, telah

tertanam dalam benak Syahid. Tapi perasaan tersebut, yang didasarkan pada

asumsi tentang watak jahat yang dilekatkan pada sebuah kaum, tentu tidak

mendasar jika dilekatkan pada semua orang Yahudi dan Nashrani.

Kemudian Syahid sadar dan mengurungkan niatnya untuk berjihad,

mungkin karena tahu bahwa orang asing, “Yahudi Amerika”, yang dikiranya jahat

dan suka menipu itu ternyata ada juga yang baik hati, atau mungkin teringat

hikmah yang diberikan Romo Kiyai dalam suatu pengajian di surau. Mungkin apa

yang dipikirkan Syahid adalah sebuah prasangka buruk yang selama ini tidak

pernah kita pertanyakan lebih jauh kebenarannya.

Pada pemaknaan level kedua, penulis melihat prasangka buruk menutup

mata kita dari kebenaran. Telah terjadi distorsi dalam proses pemahaman,

terutama seperti yang dialami oleh Syahid. Kesulitan-kesulitan ekonomi memang

dapat mendorong proses radikalisasi, dan agama adalah salah satu alat efektif

untuk membangun gerakan perlawanan. Pertemuan berbagai momen inilah yang

memuluskan jalan radikalisasi Islam.

Page 68: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

56

Mungkin tidak semua “Yahudi Amerika” itu jahat, mungkin hanya

beberapa gelintir orang saja yang eksploitatif dan menindas yang mengakibatkan

pencitraan yang begitu kuat terhadap suatu kelompok sosial. Dan memang banyak

ayat yang memperingatkan umat Islam terhadap bahaya dan ancaman dari umat

dan bangsa lain. Tapi pemahaman kita perlu terus diuji, karena ada banyak cara

pandang lain yang memiliki kebenarannya sendiri.

Artinya: Katakanlah: "Hai orang-orang kafir (1) Aku tidak akan menyembah apa

yang kamu sembah (2) Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah (3)

Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (4) Dan kamu

tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah (5) Untukmu

agamamu, dan untukkulah, agamaku (6)" ( QS. Al-Kaafiruun : 1-6)

3. Menolak Sains dan Teknologi (?)

Gambar Denotasi Konotasi Mitos

Cita-cita mulia

Rian untuk

membangkitkan

perekonomian

keluarga dengan

perangkat

teknologi

mutakhir yang

terhambat aturan

Kritik terhadap

kurikulum dan

budaya

pesantren yang

cenderung kaku

dan kurang

mengikuti

perkembangan

sains dan

Pesantren

sebagai lembaga

pendidikan

tradisional

Islam. Dalam

merespon arus

deras

modernisasi,

kalangan Islam

Page 69: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

57

pesantren. Hal

ini tampak dari

berbagai

penerapan aturan

yang melarang

santri membawa

alat-alat

elektronik ke

dalam pondok

pesantren.

teknologi. Hal

ini jelas

menghambat

beragam potensi

yang dimiliki

para santri di

bidang sains dan

teknologi. Tapi,

menurut penulis,

kecenderungan

seperti ini sudah

semakin

berkurang. Pihak

pondok

pesantren

semakin tahu

dan banyak

belajar arti dan

manfaat

penggunaan

teknologi dalam

dunia

pendidikan.

Semoga akan

terpecah

menjadi

beberapa

kelompok.

Secara

sederhana bisa

dikatakan ada

kelompok yang

menganjurkan

pada pemurnian

Islam. Artinya,

menolak Barat

lengkap dengan

produk-produk

yang

dihasilkannya.

Dan ada yang

menganjurkan

untuk tetap

berpegang teguh

pada nilai-nilai

ke-Islaman

sambil

mengadopsi

Page 70: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

58

terus seperti itu. perkembangan

yang telah

berhasil diraih

bangsa Barat.

Tokoh lainnya yang menjadi tokoh utama dalam film ini, Rian, memiliki

cita-cita hendak meneruskan usaha peninggalan ayahnya yaitu usaha video

shooting. Usaha ini dulu pernah jaya, sayang ayah Rian meninggal dunia dan tak

ada yang meneruskan usahanya tersebut. Kehidupan ekonomi keluarga makin

lama makin tak menentu. Rian menuliskan cita-cita mulia itu di dinding tempat

persembunyiannya dengan dua orang sahabat lainnya.

Di tempat yang sama, Rian sibuk membuka bingkisan yang diberikan

ibunya dari Surabaya. Adegan ini secara denotatif memperlihatkan aturan

pesantren yang kaku yang melarang para santrinya memiliki benda-benda

teknologi. Tambah, adegan ketika Rian dan Syahid sedang mendengarkan radio,

dan ternyata ada seorang ustadz yang sedang mengontrol kamar para santri. Sang

ustadz langsung mendekati sumber suara radio tersebut, karena barang tersebut

terlarang di pesantren, dan tidak berarti dilarang oleh agama. Buktinya, sang

ustadz di scene lain mengambil handycame milik Rian setelah dipinjam secara

diam-diam oleh Syahid, kemudian menyerahkannya pada Romo Kiyai.

Melarang para santri untuk membawa barang elektronik ke dalam pondok

adalah upaya dari pihak pondok pesantren untuk mengikis kesenjangan sosial

yang terjadi di tengah masyarakat. Ada lagi beberapa larangan seperti larangan

Page 71: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

59

penggunaan celana jeans dan larangan membawa handphone. Mungkin upaya ini

cukup berhasil untuk mencegah masuknya kesenjangan sosial ke dalam pondok

pesantren, dan menciptakan rasa egaliter di antara sesama santri.

Namun upaya ini sinonim dengan menghalangi tumbuh dan kembangnya

potensi para santri di bidang IPTEK. Padahal Rian, yang mungkin merepresentasi-

kan sekian banyak santri lainnya, sangat berbakat di bidang teknologi multimedia.

Pertemuan Rian dengan pak Toha kemudian memberikan sedikit titik

terang. Meskipun pondok pesantren tidak memberikan wawasan mengenai film

dan video shooting, tapi Rian bisa mendapatkannya secara diam-diam dari pak

Toha, seorang pengusaha film keliling atau layar tancep. Rian hanya bisa bertemu

dan berdiskusi dengan pak Toha jika ia bisa keluar di malam hari dari pondok

secara sembunyi-sembunyi. Dan, dalam suatu obrolan yang cukup intens, Rian

memutuskan untuk ikut rombongan film kelilingnya pak Toha. Tapi sayang pada

saat yang telah ditentukan itu, Rian, Romo Kiyai dan dua orang sahabatnya yang

lain ditangkap oleh polisi dengan tuduhan terlibat dalam aktifitas teror kelompok

Islam radikal.

Rian tetap konsisten dengan cita-citanya itu. Ia ingin meneruskan usaha

sepeninggalan ayahnya. Seiring waktu, bakat Rian semakin tereksplorasi dan terus

belajar dari pengalaman, hingga akhirnya pada pernikahan Huda dengan putri

Romo Kiyai, Rian sudah bisa menggunakan kamera dan memiliki beberapa

karyawan. Artinya, ia sudah mulai melanjutkan usaha peninggalan almarhum

ayahnya.

Page 72: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

60

Penulis melihat sistem signifikasi yang berkembang dalam beberapa

adegan yang tersebut di atas adalah kritik terhadap kurikulum pondok pesantren

yang cenderung kaku dan kurang mengikuti perkembangan zaman.3 Alternatifnya,

mungkin perlu dilengkapi sarana dan prasarana yang mendukung para santri untuk

lebih bisa mengembangkan bakatnya di berbagai bidang. Jadi, upaya pengikisan

kesenjangan bisa dilakukan, dengan tidak mengorbankan beragam potensi yang

dimiliki oleh para santri.

Film ini tidak tampak sedang mengambil satu posisi tertentu. Tidak begitu

gamblang gambaran di dalamnya. Tapi, “Dari dulu kok peraturannya engga

berubah berubah. Radio aja engga boleh. Gimana mau maju?”. Kutipan ini adalah

sindiran. Mungkin karena pencitraan yang sangat kuat mengenai pesantren

sebagai lembaga pendidikan “murni” agama. Makanya, pihak pondok pesantren

melarang para santrinya membawa alat-alat elektronik ke dalam pondok

pesantren, yang kini semakin terasa manfaatnya bagi umat manusia.

4. Huda: Mitos Santri Ideal

Nicholas Saputra, yang berperan sebagai Huda dalam film ini, adalah seorang

santri yang paling disayang Romo Kiyai. Huda diproyeksikan sebagai pemimpin

pondok pesantren oleh Romo Kiyai setelah bertahun-tahun berusaha mendapatkan

anak laki-laki namun tidak berhasil. Untuk memastikan usahanya, Romo Kiyai

menjodohkan Huda dengan putrinya, Farokah.

Huda dititipkan kepada Romo Kiyai oleh ibunya untuk mendapatkan

pelajaran agama yang intensif. Namun setelah sekian lama, ibunya tak pernah

3 M. Dawam Rahardjo, Intelektual Integensia dan Perilaku Politik Bangsa Risalah

Cendikiawan Muslim, (Bandung: Mizan, 1993) h. 196

Page 73: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

61

datang lagi ke pondok pesantren sekedar untuk menjenguk Huda atau

menanyakan kabarnya. Huda berkomunikasi hanya melalui surat, komunikasi

lewat surat pun sudah terhenti selama kurang lebih satu tahun. Sejak itu Huda

bertekad untuk mencari dan menemukan keberadaan ibunya yang katanya bekerja

di Jakarta.

Gambar Denotasi Konotasi Mitos

Secara denotatif,

penanda-penada

yang berceceran

tersebut

mengarahkan kita

pada konsep-

konsep tentang

ketaatan pada

guru, keshalihan

sosial dan relijius,

berbakti pada

orang tua, birrul

walidain,

menjaga jarak

pada yang bukan

muhrim, dan

lainnya.

Berbagai kualitas

moral dan

keilmuan yang

melekat pada

Huda yang

merepresentasikan

kelompok santri

secara konotatif

berarti bahwa

kelompok santri

dengan segala

kualitas yang

melekat padanya

adalah pewaris

paling layak dan

absah nilai-nilai

luhur Islam.

Kelompok santri dilukiskan

memiliki ciri-ciri sebagai

berikut: sebagai pengemban

tradisi, taat beribadah,

shaleh, orang yang paham

hukum Islam dan

seterusnya. Melekatnya ciri

tersebut pada diri seseorang

bukan melalui proses

formal, tetapi melalui

pengakuan setelah proses

panjang dalam masyarakat

itu sendiri dimana unsur-

unsur berupa integritas,

kualitas keilmuan dan

kredibilitas, kesalehan

moral dan tanggung jawab

Page 74: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

62

Huda sebagai

santri yang rajin,

taat dan patuh

kepada Kiyai,

mencintai orang

tua, taat beribadah

dan luwes serta

mampu bergaul

dengan berbagai

golongan.

Singkatnya, Huda

adalah seseorang

yang sangat

bermoral dalam

pengertian yang

Islami.

sosialnya dibuktikan. Hal

tersebut tidak akan

termanifestasi secara riil

jika tidak dibarengi dengan

penampakan sifat-sifat

pribadi yang harus mereka

miliki.

Berbagai kualitas moral dan

keilmuan yang harus

dimiliki oleh seseorang,

sebelum benar-benar

mendapatkan pengakuan

dari masyarakat, merupakan

mitos tentang golongan

“santri” dalam pengertian

Barthesian. Pengertian ini

secara alami dan tanpa

dipersoalkan lagi dianggap

benar, bahwa kualitas-

kualitas tersebut merupakan

sebuah ukuran atau kategori

moral dalam stratifikasi

sosial. Dan secara ideologis

pengertian ini

Page 75: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

63

dipertahankan melalui

berbagai institusi, pesantren

salah satunya, untuk

mempertahankan kekuatan

dan pengaruh serta privilise

sosial yang dimiliki

golongan santri.

Huda di mata Romo Kiyai adalah seorang santri yang taat dan rajin.

Mungkin itu alasan Romo menjadikannya sebagai calon pemimpin penerusnya

nanti. Ketika mengaji Huda selalu berada di barisan depan, ketika shalat pun

demikian. Ia selalu mematuhi apa yang dikatakan oleh Romo Kiyai, bahkan ketika

Romo berencana menikahkan Huda dengan putrinya. Semua santri di pondok tahu

bahwa Huda adalah santri kesayangan Romo Kiyai.

Tapi Huda memang kelihatan sangat “nyantri” dalam film ini. Pakaiannya

sangat sopan dalam pengertian baik sebagai seorang santri ataupun dalam

pandangan orang awam. Dan begitu jelas dalam banyak adegan dengan Dona,

sang penyanyi dangdut pasar malam. Huda sangat menjaga jarak ketika berbicara

dengan Dona. Lalu, Huda juga enggan bersalaman dengan Dona ketika Dona

mengajak berkenalan. Apalagi ketika Dona mencium bibir Huda di ruang rias

artis, ia langsung berucap “astaghfirullah”.

Dalam beberapa scene lainnya, Huda juga sangat menghargai profesi dan

pekerjaan Dona sebagai penyanyi dangdut di pasar malam. Bahkan, Huda

Page 76: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

64

membantu Dona membuat rekaman video untuk modal casting. Ketulusan Huda

mengetuk pintu hati Dona yang sejak semula dimintai mencari tahu keberadaan

orang tua Huda di Jakarta.

Sedangkan Dona adalah seorang wanita pribumi yang sedari kecil sudah

dibawa merantau ke Jakarta oleh ayahnya. Obsesinya menjadi seorang artis

terkenal. Kepulangannya ke Jogja adalah untuk berziarah ke makam ibunya, dan

mengumpulkan uang dengan menyanyi di pasar malam. Kemudian Dona juga

sangat membantu Huda pencarian ibunya yang sudah lama meninggalkan Huda di

pondok.

Dona membantu Huda mencarikan alamat ibunya seperti tertera di surat

terakhir yang diterima Huda di Jakarta. Mungkin pertemuan ini adalah sebuah

kebetulan. Tapi pertemuan ini jadi sangat berarti bagi Huda sendiri. Dan akhirnya

Dona, dengan bantuan kawannya di Jakarta, berhasil menemukan sebuah alamat

di Jakarta yang akan mempertemukan Huda dengan ibunya.

Huda pergi melenggang sendirian ke Jakarta, tanpa pamit kepada Romo

Kiyai. Ia mencari alamat yang diberikan Dona. Alamat itu mengarahkannya pada

sebuah diskotik dangdut bernama “Café Iguana”. Disitulah kemudian Huda

bertemu dengan seorang kawan lama ibunya. Huda terkejut karena ternyata

ibunya telah meninggal dunia setahun yang lalu.

Huda pun pulang dengan membawa perasaan sedih dan puas. Sedih karena

ternyata ibunya telah berpulang ke rahmatullah. Puas karena tahu dan menyadari

betapa ibunya tak pernah punya niat buruk terhadapnya dan sangat mencintainya.

Huda berusaha melupakan kepergian sang ibu, dan melanjutkan pendidikannya di

Page 77: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

65

pondok pesantren. Hingga akhirnya Huda melanjutkan kepemimpinan Romo

Kiyai di pondok pesantren.

Kita dapat mengerti mengapa Huda sangat ingin menemui ibunya di

Jakarta. Tentu saja, karena semua anak pasti ingin memiliki keluarga yang utuh.

Mungkin Huda iri melihat kawan-kawannya selalu dijenguk dan diperhatikan oleh

orang tuanya. Secara denotatif, penanda-penada yang berceceran tersebut

mengarahkan kita pada konsep tentang berbakti pada orang tua, birrul walidain.

Usaha gigih tanpa mengenal putus asa Huda sangat jelas mengarah pada konsep

tersebut.

Namun sebagai sebuah mitos, pengertian di atas sulit diterka. Penulis ingin

mengatakan bahwa gambaran tentang Huda adalah sebuah idealisasi dari

golongan santri. Dengan lain kata, Huda merupakan sosok ideal dari golongan

santri yang taat dan patuh kepada Kiyai, yang bisa bergaul dengan berbagai

golongan, bisa menghargai perbedaan, dan berbakti kepada orang tua. Meskipun

ia juga sering keluar malam bersama dua orang sahabatnya untuk mencari hiburan

dan kesenangan dan melenggang sendirian ke Jakarta tanpa pamit, itu semua

bukanlah sebuah cacat moral yang harus dipersoalkan lebih jauh.

Komunitas santri adalah komunitas yang independen, kecenderungan

mereka untuk membentengi tradisi dan eksistensinya dilakukan dengan berbagai

cara termasuk dengan bahasa agama, bahkan komunitas santri berusaha

mempengaruhi komunitas lainnya, sedangkan komunitas lainnya dalam hal

penyebaran nilai-nilai ke-Islaman merupakan kelompok dependen (terpengaruh).

Demikian perpaduan antara pengetahuan dan kekuasaan dalam pengertian yang

Page 78: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

66

sama sekali tidak politis telah mengangkat derajat kaum santri ke strata sosial

yang lebih tinggi, dan berhasil mendapat prestise sosial serta hak-hak istimewa.

Melanjutkan kepemimpinan pondok pesantren bukan hanya berarti

mengajar ngaji para santri dan menjadi imam shalat jamaah, tapi juga mengemban

sebuah misi keagamaan yang besar yaitu dakwah Islamiyah. Tidak hanya di

lingkungan pondok pesantren tetapi juga di tengah-tengah masyarakat Indonesia

yang plural. Rasa enggan Huda untuk kembali lagi ke pengajian yang diadakan

oleh ustadz radikal, tata krama dalam keseharian, gaya bertutur yang santun,

menunjukkan bahwa Huda mampu menjaga dan meneruskan tradisi yang telah

dibangun selama berabad-abad.

B. Analisis Makna Judul Film 3 DOA 3 CINTA

Seperti kita ketahui, film yang sedang penulis analisis adalah berjudul 3

DOA 3 CINTA. Angka tiga (3) di sana mengarah pada tiga tokoh utama yang

bermain dalam film ini. Ketiga tokoh ini memiliki kebiasaan menuliskan harapan

dan cita-cita mereka di sebuah dinding ruangan tempat mereka berkumpul dan

bersembunyi dari keramaian. Momen berkumpul di ruang tersebut adalah momen

di mana mereka berdoa dan berharap akan sesuatu kepada Allah, dan bercerita

satu sama lain.

“Doa” merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Arab Ad-Du’a, yang

secara etimologis berarti memanggil.4 Di Indonesia, yang mayoritas penduduknya

beragama Islam, kata doa memiliki muatan relijius yang kental. Doa merupakan

sejenis komunikasi keagamaan yang dapat dilakukan secara formal atau dalam

4 Atabik Ali & A. Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta:

Multi Karya Grafika, 2003)

Page 79: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

67

kehidupan sehari-hari, namun tak pernah kehilangan nuansa relijiusnya. Doa bisa

berupa ungkapan keluh kesah, keinginan, harapan dan cita-cita yang secara

relijius diarahkan kepada Allah SWT.

Menurut Kahlil Gibran, cinta adalah satu-satunya bunga yang tumbuh dan

mekar dalam setiap hati manusia tanpa adanya bantuan musim. Dan merupakan

satu-satunya kebebasan di dunia, sebab cinta membangkitkan jiwa saat hukum-

hukum kemanusiaan dan fenomena alam tidak dapat lagi mengubah bagiannya.5

Sepertinya tidak ada yang sederhana dalam cinta, begitu rumit mendefinisikannya.

Dalam film ini, cinta terlukis sebagai ketulusan dan kemurnian, sikap menerima

tanpa prasyarat apapun.

Makna denotatif dari judul film ini adalah harapan dan cinta ketiga tokoh

utamanya kepada orang yang mereka cintai. Ketiga tokoh utama dalam film ini

adalah yatim/piatu. Huda adalah seorang anak yatim sejak kecil, dan baru sadar

bahwa ia juga piatu setelah menemui kawan lama ibunya di Jakarta. Rian juga

seorang yatim. Sedangkan Syahid digambarkan sedang mati-matian

memperjuangkan nasib ayahnya yang menderita gagal ginjal (dan akhirnya

meninggal dunia), dan tak pernah sedikit pun dikisahkan keberadaan ibunya.

Film ini mempertontonkan tiga permasalahan, 3 harapan, dan 3 cara

penyelesaian yang berbeda dan khas. Judulnya yang cukup sederhana menyiratkan

keunikan setiap orang dalam menyelesaikan setiap persoalan hidup. Tiga jalan

yang ditempuh oleh ketiga tokoh utama dalam film ini merupakan sebuah proses

pembelajaran yang menuntut resiko yang beragam pula. Sebagai sebuah sistem

konotatif, judul film ini bisa berarti penghargaan terhadap perbedaan dan

5 Kahlil Gibran, Hikmah-hikmah Kehidupan (Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya,

1999) h. 20

Page 80: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

68

keunikan setiap jalan hidup yang ditempuh seseorang. Perbedaan latar belakang

sosial, ekonomi dan budaya jelas mempengaruhi setiap keputusan yang diambil

oleh seseorang.

C. Pesan Moral yang disampaikan dalam Film 3 DOA 3 CINTA

Setelah pemaparan yang cukup panjang, tentu kita semua dapat

menangkap banyak pesan moral yang termuat dalam film ini. Tidak hanya itu,

nada kritik pun dimunculkan dalam film ini. Di bawah ini adalah beberapa pesan

moral dan visi etis yang dapat penulis sarikan dalam tulisan ini.

Gerakan Islam radikal telah berkembang luas ke seluruh penjuru Indonesia

dan dunia. Siapapun bisa menjadi korbannya, kapanpun dan di manapun kita

selalu terancam. Mereka mengajarkan kebencian, dendam dan amarah ke dalam

hati anak muda bangsa Indonesia.

Sikap toleran dan demokratis mungkin bisa lebih membantu kita untuk

menyelesaikan berbagai persoalan yang melanda bangsa Indonesia. Setidaknya,

kita mendapatkan rasa aman dan nyaman dalam hidup, bukan teror. Pada

gilirannya kita akan mampu menemukan solusi dari semua persoalan dengan

pikiran yang jernih. Karena kita tidak mungkin bisa berpikiran jernih dalam

kondisi teror di mana-mana. Menurut penulis, visi etis ini sangat relevan bagi

persoalan yang kini merundung bangsa ini.

Prasangka buruk adalah pengetahuan yang tidak berdasar dan tidak bisa

dipertanggungjawabkan. Sebagai makhluk yang berakal, manusia akan dan harus

mempertanggung-jawabkan semua tindakannya. Prasangka buruk juga ikut

mengganggu dalam relasi sosial seseorang. Hal ini tampak jelas dalam kasus

Syahid. Prasangka buruk justru akan memperkeruh persoalan, dan mengganggu

Page 81: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

69

proses rekonsiliasi dengan pihak yang terkena stigma. Prasangka buruk hanya

akan mendorong kita jatuh ke dalam jurang, dan menutup mata kita dari

kebenaran.

Dari sosok Huda, kita bisa belajar tentang bagaimana berbakti kepada

kedua orang tua. Karena, seperti kata Huda, “surga ada di bawah telapak kaku

ibu”, dan ridho orang tua adalah ridho Allah. Sikap taat dan patuh kepada orang

yang lebih tua, guru, kiyai, juga mampu bergaul dengan berbagai golongan, tanpa

membedakan suku, ras dan agama.

Sikap menghargai terhadap perbedaan dan keunikan setiap jalan hidup

yang ditempuh seseorang merupakan sikap yang menyiratkan kebesaran jiwa

seseorang. Karena perbedaan latar belakang sosial, ekonomi dan budaya jelas

mempengaruhi setiap keputusan yang diambil oleh seseorang.

Dan yang terakhir adalah sebuah kritik sekaligus saran mengenai upaya

pengembangan kurikulum pondok pesantren yang cenderung kaku dan kurang

mengikuti perkembangan zaman. Tentu penulis memahami bahwa Islam tidak

pernah mengajarkan umatnya untuk menolak ilmu pengetahuan. Mungkin perlu

dilengkapi sarana dan prasarana yang mendukung para santri untuk lebih bisa

mengembangkan bakatnya di berbagai bidang lain selain agama. Sehingga upaya

mengikis kesenjangan sosial bisa terus dilakukan, dengan tidak mengorbankan

kepentingan para santri untuk mengembangkan potensi mereka.

Page 82: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi yang telah dilakukan terhadap

film 3 DOA 3 CINTA, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Film 3 DOA 3 CINTA merupakan sebuah gambaran mengenai

kehidupan pesantren yang cukup rumit. Pandangan simplistis yang

mengatakan pesantren basis terorisme terbantahkan jika kita tidak

menutup mata tentang kompleksitas kehidupan pesantren.

2. Penafsiran tunggal terhadap kitab suci Qur’an justru seringkali

menjerumuskan seseorang atau kelompok pada sikap yang arogan dan

ingin menang sendiri. Prasangka buruk adalah pengetahuan yang tidak

berdasar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, dan dapat berujung

pada permusuhan. Sikap terbuka merupakan sikap yang paling

bijaksana, bahkan memungkinkan kita melihat sesuatu secara lebih

dewasa.

3. Perkembangan teknologi informasi yang kini terjadi tidak lagi dapat

dibendung. Lagipula manfaat yang dirasakan masyarakat dengan

kehadiran teknologi informasi sangat besar. Sudah saatnya pesantren,

dan juga lembaga pendidikan lainnya, tidak melihatnya sebagai produk

Barat atau pandangan sentimentil lainnya.

70

Page 83: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

71

B. Saran

Pada bagian ini, penulis ingin menyampaikan bahwa semua kehidupan

anak-anak muslim muda ini ditampilkan oleh Nurman Hakim dalam

penggambaran yang sederhana dan sama sekali tak berambisi. Penyutradaraannya

demikian polos sehingga ia seakan lupa membangun tensi dramatik filmnya.

Saran yang penulis ingin berikan adalah:

1. Sikap toleran dan demokratis bisa lebih membantu kita untuk

membangun relasi sosial di dalam masyarakat yang plural.

2. Prasangka buruk adalah pengetahuan yang tidak berdasar dan tidak

bisa dipertanggungjawabkan, dan dapat berujung pada permusuhan.

Penghargaan terhadap perbedaan menjadi nilai yang sangat positif

dalam membangun kehidupan masyarakat yang plural seperti

Indonesia.

3. Berbakti kepada kedua orang tua, terutama kepada ibu karena surga

berada di bawah telapak kaki ibu. Selain itu, bersikap taat dan patuh

kepada orang yang lebih tua, guru, dan kiyai.

4. Saat menonton sebuah film, sebaiknya kita tidak bersikap pasif

terhadap apa yang disuguhkan di dalam film tersebut. Tetapi bersikap

kritis dan menilai pesan yang sebenarnya ingin disampaikan oleh

sutradaranya. Sehingga kita tidak mudah terpengaruh dan terprovokasi

oleh sebuah film.

5. Klimaks dalam film ini tidak terlalu tampak, sehingga dari awal hingga

menjelang akhir film terasa datar-datar saja. 3 DOA 3 CINTA

Page 84: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

72

merupakan sebuah karya yang lahir dari sebuah dunia yang intim dan

diketahui dengan baik.

Film ini telah berhasil mengantar sebuah dunia yang sangat khas, tapi pada

saat yang sama juga akrab. Sang sutradara, Nurman, berhasil menghindar dari

hanya asyik dengan dunianya sendiri, justru ketika ia dengan tulus dan rendah hati

tampak ingin bercerita saja. Maka, alih-alih membawa sebuah subkultur yang

asing dan abai terhadap penonton, pesantren sebagai latar belakang 3 DOA 3

CINTA berhasil membawa gambaran sebuah dunia Islam yang akrab dan

universal milik Indonesia.

Page 85: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

73

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Attabik. A. Zuhdi Muhdlor. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta:

Multi Karya Grafika, 2003)

Ardianto, Elvinaro. Lukiati Komala Erdiyana. Komunikasi Massa, suatu

pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005.

Barthes, Roland. Membedah Mitos-Mitos Budaya Massa, Semiotika atau

Sosiologi Tanda, dan Representasi. Jala Sutra. Yogyakarta dan Bandung.

2007.

Birowo, M. Antonius. Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi,

(Yogyakarta: Gitanyali, 2004)

Christomy, Tommy. Semiotika Budaya, (Depok: UI, 2004)

Dawam Rahardjo, M., Intelektual Integensia dan Perilaku Politik Bangsa Risalah

Cendikiawan Muslim, (Bandung: Mizan, 1993)

Effendy, Heru. Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser, (Jakarta:

Pustaka Konfiden, 2008)

Effendy, Onong Uchjana, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, Indonesia 2003.

Geertz, Clifford, Religion of Java, (Chicago and London: University of Chicago

Press, 1976)

Gibran, Kahlil Hikmah-hikmah Kehidupan. Yogyakarta: Yayasan Benteng

Budaya, 1999.

Haricahyono, Cheppy. Dimensi Pendidikan Moral, (Semarang: IKIP Semarang

Pres, 1995)

Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Prenada Media Group.

Jakarta. 2006.

Kris Budiman, Semiotika Visual. Yogyakarta, Penerbit Buku Baik, 2004

____________, Ikonisitas : Semiotika Sastra dan Seni Visual, Yogyakarta,

Penerbit Buku Baik, 2005

Kurniawan, Semiologi Roland Barthes, Yogyakarta, Penerbit Yayasan

Indonesiatera, 2001

73

Page 86: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

74

Lechte, John. 50 Filusuf Kontemporer darii Strukturalisme sampai

Postmedernitas,Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001

Lull, James. Media Komunikasi, Kebudayaan: Suatu Pendekatan Global, (Terj).

A. Setiawan Abadi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997)

Lutters, Elizabeth. Kunci Sukses Menulis Skenario. Jakarta: Grasindo, 2004.

Morrisan. Jurnalistik Televisi Mutakhir, Tangerang, Ramdina Prakarsa, 2005

Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003)

Piktoringa, M. Jamaluddin. Tipologi Pesan Persuasif, (PT. Indeks: Jakarta, 2005)

Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies Atas Matinya

Makna, Yogyakarta, Penerbit Jalasutra, 2003

Piktoringa, M. Jamaluddin. Tipologi Pesan Persuasif, (PT. Indeks: Jakarta, 2005)

Pratista, Himawan. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008.

Rakhmat, Jalaluddin. Metode Peneltian Komunikasi. Remaja Rosda Karya.

Bandung. 2004.

Robinson, James G. Komunikasi yang Efektis, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,

1986)

Santana K, Septiawan. Jurnalisme Kontemporer, Jakarta, Penerbit Yayasan Obor

Indonesia, 2005

Sobur, Alex. Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,

Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2006)

Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2004

Sumandiria, AS Haris. Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis,

(Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2006)

Sumandria, Aris. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan

Praktis Jurnalis Profesional, Bandung, Penerbit Simbioas Rekatama Media,

2006

Sumarno, Marseli. Dasar-dasar Apersiasi Film. Jakarta: PT. Gramedia

Widiasarana, Indonesia 1996

Supartono. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996

Page 87: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

75

.

Sunardi ST. Semiotika Negativa. Yogyakarta. Kanal 2002.

Tinarbuko, Sumbo Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta, Penerbit Jalasutra,

2008

Zoest, Van, Aart. Fiksi dan Non Fiksi dalam Kajian Semiotik. Intermasa, Jakarta.

1991.

Sumber Lain

http//www.wikipedia.org

www. Aber. ac. uk.

www. Geocities.com/paris/7229/film.html.

www. Kompas.com

Page 88: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

Hasil Wawancara

Nama : Nurman Hakim

Pekerjaan : Script writer /Director/Produser (Film 3DOA 3 CINTA)

Tempat : Cilandak Town Square, Jak-Sel.

Tanggal : 20-6-2010/Kamis

Pukul : 19.00 wib.

Keterangan : Wawancara untuk data penelitian Analisis Film 3 Doa 3 Cinta

1. Interviewer : Apa Kabar Mas Nurman Hakim?

Responden : Alhamdulillah, baik.

2. Interviewer : Lagi sibuk apa? Ada Garapan atau Project apa?

Responden : lagi persiapan untuk Film Layar Lebar selanjutnya setelah 3

Doa 3 Cinta. Bolak-balik keluar kota untuk survey tempat untuk syuting

pengambilan gambar. Cari Sponsorship atau dana untuk produksi Film yang

sedang dalam proses produksi.

3. Interviewer : Apa Judul Film yang sedang dalam penggarapan?

Responden : wah, belum bisa saya beri tahu, nanti kamu lihat aja kalau sudah

mau direalease di pasaran yaa, nanti ga surprise lagi.

4. Interviewer : Dari mana ide atau gagasan untuk membuat Film 3DOA

3CINTA?

Responden : Saya menonton dengan perasaan yang galau berita tentang

rencana pihak kepolisian untuk mengambil sidik jari semua santri yang

tinggal di pesantren, sebagai usaha memberantas aksi-aksi terorisme di

Indonesia. Walaupun rencana ini dibatalkan setelah berbagai protes dari

lapisan masyarakat, saya menjadi resah dan timbul niat untuk membuat film

yang meluruskan asumsi-asumsi buruk tentang kehidupan pesantren.

5. Interviewer : Berapa biaya produksi untuk Film 3DOA 3CINTA?

Responden : Biaya yang dikeluarkan untuk produksi film ini mencapai 3

miliar rupiah.

6. Interviewer : Dari mana biayanya? Pribadi atau Sponsor?

Responden : 50 % dari sponsor asing, Global Film Fund (Amerika Serikat),

Goteborg Internasional Film Festival Fund (Swedia), Cinema Fonds Sud

(France), 50 % dari dana Produser (Nurman Hakim).

Page 89: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

7. Interviewer : Bagaimana proses pemilihan para pemain dalam film 3DOA

3CINTA? Apakah melalui audisi?

Responden : Untuk tokoh utama seperti Dian ataupun Nico, Jajang C. Noor,

Butet Kertaradjasa, Yoga Bagus, Yoga Utama saya yang memilih langsung.

Untuk para pemain lainnya, dipilih oleh asisten sutradara dengan

sepengetahuan dan persetujuan saya.

8. Interviewer : Bagaimana proses penggarapan skenario Film 3DOA

3CINTA? Apakah Mengalami Hambatan? Berapa lama proses

penggarapannya?

Responden : Proses Penggarapan skenario Film 3 Doa 3 Cinta sekitar awal

tahun 2007. Saya juga mengalami berbagai hambatan. Syukur Alhamdulilah,

saya bisa melewatinya. Proses penggarapan atau penulisan skenario ini lebih

dari 3 tahun, untuk pastinya saya lupa. Bisa dibilang hampir 4 tahun.

9. Interviewer : Apa Makna Judul Film 3 Doa 3 Cinta?

Responden : 3 orang ( 3 tokoh utama: Huda, Rian, Syahid) dalam film ini

yang berdoa untuk 3 orang yang mereka cintai. Siapa yang mereka cintai?

Orang tua mereka masing-masing. Huda: untuk Ibundanya, Rian: untuk Ayah

dan Ibundanya, Syahid: untuk Ayahnya.

10. Interviewer : Pesan apa yang ingin disampaikan dalam Film 3 Doa 3 Cinta?

Responden : Islam di Indonesia yang penuh toleransi, walaupun ada juga

segelintir atau sekelompok kecil Islam yang radikal. Islam di Indonesia yang

Rahmatan Lil Alamin. Islam di Indonesia yang cinta damai. Islam di

Indonesia yang ramah.

11. Interviewer : Ada adegan-adegan yang (??????) di film Anda, apa tidak ada

masalah dengan adegan itu di Indonesia dan BSF /LSF?

Responden : Semua scene yang tampil di Bioskop tidak ada masalah dengan

BSF atau LSF. Saya juga tidak mendapat masalah atau teguran dari BSF/LSF

tentang isi pada film 3 Doa 3 Cinta. Karena apa yang saya buat atau ceritakan

dalam film ini adalah berangkat dari kenyataan yang ada atau sesungguhnya

dalam realitas kehidupan. Bukan mengada-ada atau rekayasa cerita.

12. Interviewer : Dengan sukses di berbagai film festival, apakah sekarang

Anda merasa ada dorongan membuat film sesuai yang diharapkan oleh

sebuah festival?

Responden : Ya, saya membuat film dengan berbagai tujuan, saya ingin

membuat film yang bisa lolos seleksi pada festival-festival film internasional

dan juga mendapat penghargaan pada ajang tersebut.

Page 90: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

13. Interviewer : Berapa lama anda butuhkan waktu sampai menemukan cerita

yang anda inginkan?

Responden : Dari tahun 2002 – 2007. Saya membutuhkan waktu 4 tahun

untuk mendapatkan cerita yang saya inginkan.

14. Interviewer : Di 3 DOA 3 CINTA, Anda bertindak sebagai multiple staff.

Sebagai sutradara, penulis skenario, produser . Apa kendalanya?

Responden : Tidak ada kendala atau kesulitan yang berarti kecuali masalah

biaya atau dana. Dana atau biaya menjadi salah satu faktor yang sangat

penting dalam produksi sebuah film.

15. Interviewer : Kenapa anda selalu mencari lokasi-lokasi yang bisa dibilang

jauh dari peradaban, terpencil?

Responden : Saya memilih lokasi atau tempat syuting pengambilan gambar

sesuai dengan tuntutan atau kebutuhan pada skenario. Untuk pengambilan

gambar setting pesantren pada film 3 Doa 3 Cinta, saya memilih lokasi di

Pabelan. Semata karena tuntutan dalam skenario. Dalam skenario, pesantren

dengan setting latar belakang dan budaya Jawa. Bangunan-bangunan pada

Pesantren Pabelan sesuai dengan kebutuhan artistik untuk pengambilan

gambar. Syuting film ini dilakukan di daerah Magelang dan Yogyakarta pada

April 2008 selama 16 hari.

16. Interviewer : Dalam pembuatan film ini format apa yang Anda gunakan?

Kenapa?

Responden : proses syuting menggunakan format digital. Lalu ditransfer ke

format seluloid atau 35mm untuk pemutaran di Bioskop atau Cinema 21.

Karena dengan begini dapat menghemat biaya atau cost produksi film ini.

Jikalau semua proses syuting pengambilan gambar menggunakan format

seluloid atau film 35mm akan menghabiskan biaya yang sangat banyak.

17. Interviewer : Film ini sangat “self-absorbed”, artinya, sangat asyik dengan

dunianya sendiri, dengan masalah pribadi si pembuat filmnya sendiri....

Menurut Anda?

Responden : Iya, enggak apa-apa, karena cerita dalam film ini akan menjadi

lebih kuat. Karena berangkat dari hasil pengalaman pribadi bukan rekayasa.

18. Interviewer : Tapi kalau lantas dibilang, film ini “Anda banget”...lantas,

kapan Anda bisa bicara tentang orang lain, tentang masalah lain? Apakah

anda sudah melakukannya? Film apa?

Responden : Dalam film ini saya tidak hanya bicara tentang dunia pesantren

dan kehidupan di dalamnya. Saya bicara tentang Islam Indonesia yang

Rahmatan Lil Alamin, ramah, penuh toleransi, dan cinta damai. Walaupun

ada juga segelintir atau kelompok kecil Islam yang radikal. Gambaran dunia

islam yang akrab dan universal milik Indonesia.

Page 91: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

19. Interviewer : Soal Nyantri sepertinya itu pengalaman sendiri?

Responden : Iya, pengalaman pribadi. Sewaktu SMA, saya di pesantren.

Selama 3 tahun. Pesantren di daerah Demak. Saya besar di lingkungan

pesantren. Keluarga saya, semuanya lulusan pesantren. Bisa dibilang, saya

sangat akrab atau dekat dengan dunia pesantren.

20. Interviewer : Oh ya? Bagaimana reaksi mereka, khususnya para pimpinan

pesantren dengan Film Anda ini?

Responden : Alhamdulillah, sampai saat ini saya tidak mendapatkan reaksi

atau respon yang negative dari mereka. Semua baik-baik saja. Karena saya

bicara fakta, bukan rekayasa.

21. Interviewer : Bagaimana dengan skenario 3 DOA 3 CINTA?

Responden : skenario film ini mencapai 10 halaman. Pengerjaan atau

penulisannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena saya tidak ingin

terburu-buru dalam membuatnya atau terkesan datar bahkan biasa saja.

22. Interviewer : Bagaimana dengan aspek estetika di film Anda.

Responden : Menurut saya, Bagus.

23. Interviewer : Bagaimana dengan rencana film selanjutnya?

Responden : Saya sedang dalam proses penggarapan sebuah film tentang

feminisme dalam islam. Akan realese pada januari 2011. Diperankan oleh

Ben Joshua dan Marsha Timoty. Untuk judulnya, saya tidak bisa

memberitahukannya.

24. Interviewer : Apa dan bagaimana Islam di Indonesia ? Menurut Anda?

Responden : Islam yang toleran, Rahmatan Lil Alamin, walaupun ada juga

sebagian golongan yang radikal.

25. Interviewer : Kehidupan pesantren sepertinya tidak asing bagi Anda? bisa

tolong jelaskan?

Responden : Iya, sejak dari kecil saya hidup dengan lingkungan pesantren

atau kultur pesantren. Di kalangan keluarga saya, semua memiliki

background pendidikan di pesantren. Bisa dibilang kehidupan pesantren

bukan hal yang asing bagi saya.

26. Interviewer : Dunia Pendidikan di pesantren seperti apa? Apa seperti yang

anda gambarkan dalam scene-scene di film ini?

Responden : Tidak semua pesantren menerapkan sistem pendidikan yang

tradisonal. Ada juga yang modern. Dalam konteks scene atau adegan yang

ada di film saya, bahwa memang betul ada pesantren yang melarang para

santrinya untuk membawa alat-alat elektronik atau telephon seluler selama

Page 92: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

berada di pesantren. Ada juga pesantren yang membatasi para santrinya untuk

menonton televisi, kecuali hanya untuk menonton tayangan berita.

27. Interviewer : Orang Asing yang terdapat dalam film ini merujuk kepada

siapa? Apakah orang Asing (Yahudi, Nasrani)? Atau siapa? Maksud adegan

tersebut apa? Citra baik orang Non Muslim?

Responden : Citra orang Asing yang baik hati. Citra Bangsa Barat yang

penuh toleransi. Citra baik orang Non Muslim.

Page 93: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,

LAMPIRAN

FOTO-FOTO WAWANCARA

Page 94: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 DOA 3 CINTA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1114/1/M.FIKRI... · hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita,