analisis sektor ekonomi potensial di kota bogor...
TRANSCRIPT
ANALISIS SEKTOR EKONOMI POTENSIAL DI KOTA BOGOR
PERIODE 2011-2016
Disusun Oleh :
Maharida Anum
NIM: 1113084000059
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438H/2017M
ii
iii
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama lengkap : Maharida Anum
2. Tempat, Tanggal Lahir: Jakarta, 4 Januari 1995
3. Jenis Kelamin :Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Jalan Kemang II Dalam, RT 012 RW 007,
Kelurahan Pela, Kecamatan Mampang Prapatan,
Jakarta Selatan
6. No. Telepon : 083890242928
7. Email : [email protected]
B. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD : SDN 14 Jakarta
2. SMP : SMPN 124 Jakarta
3. SMA : SMKN 8 Jakarta
4. Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
C. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Mahmud Ridwan
2. Ibu : Ida Royani
3. Alamat : Jalan Kemang II Dalam, RT 012 RW 007,
Kelurahan Pela, Kecamatan Mampang Prapatan,
Jakarta Selatan.
4. Anak Ke : 2 (dua) dari 3 (tiga) bersaudara
vii
ABSTRACT
This research has purpose to identify the sector base and non-base sector,
identify structure of sector growth, and analyze the potential economic sector to
be developed and analyze in Bogor city. The Data used in this study is secondary
data in the period 2011-2016. Data sourced from BPS Province of West Java BPS
City of Bogor. And primary data that sourced from BAPPEDA City of Bogor.
The Analysis Model used are analysis of LQ, analysis DLQ, analysis MRP, and
analysis Overlay.
The result of this research concluded that almost all economic sectors in
Bogor city are bases sectors, except Agriculture, Forestry and Fisheries sector;
and Processing Industry sector. There are fourteen economic bases sectors or have
specializations in Bogor City. With the DLQ analysis model, known there are
three economic sectors that the potential of development faster than provincial
level. With the MRP analysis model, known there are six economic sectors in
Bogor City that the rate of growth is higher than the same sector at the level of
West Java Province. With the Overlay analysis model, identified three sectors
have specializations and advantages in city and provincial level, and two sectors
have specializations and advantages only in city level.
Keywords: analysis LQ, DLQ, MRP, and Overlay.
viii
ABSTRAK
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi sektor basis dan sektor
non basis, mengidentifikasi struktur pertumbuhan sektor, dan menganalisis sektor
ekonomi yang potensial untuk dikembangkan di Kota Bogor. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder dalam kurun waktu tahun
2011-2016. Data bersumber dari BPS Provinsi Jawa Barat, dan BPS Kota Bogor.
Dan data primer yang bersumber dari BAPPEDA Kota Bogor. Model analisis
yang digunakan adalah Analisis LQ, Analisis DLQ, Analisis MRP, dan Analisis
Overlay.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa hampir semua sektor ekonomi di
Kota Bogor merupakan sektor basis, kecuali sektor pertanian, kehutanan, dan
perikanan; dan sektor industri pengolahan. Terdapat empat belas sektor ekonomi
basis atau memiliki spesialisasi di Kota Bogor. Dengan model analisis DLQ,
diketahui terdapat tiga sektor ekonomi yang potensi perkembangannya lebih cepat
dari tingkat provinsi. Dengan model analisis MRP, diketahui terdapat enam sektor
ekonomi di Kota Bogor yang laju pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan
dengan sektor yang sama di tingkat Provinsi Jawa Barat. Dengan model analisis
overlay, teridentifikasi tiga sektor memiliki spesialisasi dan keunggulan di tingkat
kota dan provinsi, dan dua sektor memiliki spesialisasi dan keunggulan hanya di
tingkat kota.
Kata kunci: Analisis LQ, DLQ, MRP, dan Overlay.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Dzat yang Maha
Rahman dan Rahim, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat serta
karunia-Nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabiullah
Muhammad Shollallahu’alaihi Wassalam dan keluarga, beserta para sahabat dan
pengikutnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna karena banyaknya keterbatasan yang dihadapi, baik pengetahuan
maupun pengalaman. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna
penyempurnaan skripsi ini. Di samping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak yang tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis
sampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Mama Ida dan Ayah Ridwan atas pengorbanan, dukungan, doa, dan kasih
sayang yang tidak terbatas hingga saat ini. Banyak hal yang sampai saat
ini belum dapat penulis berikan untuk mereka. Semoga Allah Ta’ala
selalu menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi penulis.
2. Bapak Ace selaku Dosen Pembimbing I yang telah berkenan meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan pengarahan
yang bermanfaat selama penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Jackie selaku Dosen Pembimbing II yang telah berkenan
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan
pengarahan yang bermanfaat selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Arief Fitrijanto, M.Si selaku Kepala Jurusan Ekonomi
Pembangunan.
x
5. Ibu Najwa Khairina, MA selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan.
6. Bapak Arief Fitrijanto, M.Si dan Ibu Rosita penguji ujian komprehensif
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan soal dan juga
nilainya.
7. Seluruh Staf dan karyawan/karyawati Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang
telah membantu penulis dalam hal – hal akademik sehingga dapat
dilancarkan segala urusan penulis saat ini.
8. Kaka dan adik tercinta, Lydia dan Baldan yang telah memberikan doa dan
dukungan kepada penulis.
9. Mirandi Reza yang telah memberikan doa, motivasi, semangat, dorongan,
dan kasih saying kepada penulis.
10. Dian, Indah, Tica, Weni, Fitsus, Yuli, dan Jayana atas semangat, doa,
motivasi dan dukungannya.
11. Keluarga Besar Ekonomi Pembangunan angkatan 2013, khususnya
Apriyani, Dini, Indah, dan Julita atas segala bantuan, semangat, doa,
motivasi dan dukungannya.
12. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, yang telah
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka dan
referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Kesempurnaan hanya milik Allah
SWT. Saran dan masukan dari para pembaca untuk perbaikan ketidak sempurnaan
skripsi ini sangat diharapkan.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 24 Agustus 2017
MaharidaAnum
xi
DAFTAR ISI
COVER I
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING II
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF III
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI IV
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI V
DAFTAR RIWAYAT HIDUP VI
ABSTRACT VII
ABSTRAK VIII
KATA PENGANTAR IX
DAFTAR ISI XI
DAFTAR TABEL XIV
DAFTAR GAMBAR XV
DAFTAR LAMPIRAN XVI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ......................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKADAN KERANGKA TEORITIS
A. Landasan Teori ................................................................................. 11
1. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) ........................ 11
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi ..................................................... 15
3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ................................ 16
4. Teori Keunggulan Kompetitif .................................................... 18
5. Potensi ........................................................................................ 19
B. Peneliti Terdahulu ............................................................................ 27
C. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 41
BAB III. METODELOGI PENELITIAN
xii
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 44
B. Metode Penentuan Sampel ............................................................... 44
C. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 45
D. Metode Analisis Data ....................................................................... 45
1. Analisis Koefisien Lokasi atau Location Quotient (LQ) ........... 46
2. Analisis LQ Dinamis (DLQ) ...................................................... 48
3. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) .............................. 50
a. Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) ............................ 50
b. Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) ..................... 52
4. Analisis Overlay ......................................................................... 53
E. Operasional Variabel Penelitian....................................................... 55
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ............................... 55
2. Pertumbuhan Sektor Ekonomi ................................................... 62
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................. 63
1. Luas dan Batasan Wilayah Administrasi ................................... 63
2. Letak dan Kondisi Geografis……….. ....................................... 64
3. Topografi……..……….. ............................................................ 65
4. Klimatologi…………….. .......................................................... 65
5. Demografi…………….. . ........................................................... 66
6. Kondisi Perekonomian Kota Bogor ........................................... 67
B. Analisis dan Pembahasan ................................................................. 70
xiii
1. Analisis Location Quotient (LQ) ............................................... 70
a. Sektor-sektor yang memiliki LQ kurang dari satu: .............. 73
b. Sektor-sektor yang memiliki LQ lebih dari satu: ................. 74
2. Analisis LQ Dinamis (DLQ) ...................................................... 84
3. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) .............................. 89
4. Analisis Overlay ......................................................................... 92
5. Analisis Ekonomi ....................................................................... 97
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................................... 103
B. Saran ................................................................................................ 105
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 106
LAMPIRAN ....................................................................................................... 108
xiv
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
1.1 PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2016 (Juta Rupiah) 5
1.2 Jumlah Angkatan Kerja Yang Bekerja Menurut Lapangan
Usaha di Kota Bogor 6
2.1 Penelitian-penelitian Sebelumnya 33
3.1 Klasifikasi Sektor Berdasarkan Gabungan LQ dan DLQ 50
4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Bogor 64
4.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk
per Kecamatan di Kota Bogor, 2015 66
4.3 Kontribusi Sektor Ekonomi Kota Bogor Menurut Lapangan
Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2010 Tahun 2011-2016
(Persentase)
67
4.4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Bogor Menurut Lapangan
Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2010 Tahun 2011-2016
(Persentase)
69
4.5 Location Quotient (LQ) Kota Bogor tahun 2011-2016 83
4.6 Dinamis Location Quotient (DLQ) Kota Bogor tahun 2011-
2016 85
4.7 Klasifikasi Sektor Berdasarkan Gabungan LQ dan DLQ 86
4.8 Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Kota Bogor tahun 2011-
2016 91
4.9 Overlay Kota Bogor tahun 2011-2016 96
xv
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
1.1 Grafik perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 di
Kota Bogor Tahun 2011-2016 (dalam persen) 3
1.2 Grafik Luas Lahan Pertanian Di Kota Bogor Tahun 2011-2016
(Dalam Hektar) 4
2.1 Bagan Kerangka Pemiikiran 43
4.1 Peta Kota Bogor 63
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Halaman
I PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2010
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2016 (Juta Rupiah) 108
II PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2011-2016 (Juta Rupiah) 109
III Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota Bogor 110
IV Dinamis Location Quotient (DLQ) Kota Bogor tahun 2011-
2016 117
V Perhitungan Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) Kota Bogor
2011-2016 118
VI Perhitungan Rasio Pertumbuhan Referensi (RPr) Provinsi
Jawa Barat 2011-2016 120
VII Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Kota Bogor tahun 2011-
2016 122
VIII Overlay Kota Bogor tahun 2011-2016 123
IX Hasil Wawancara Kepada BAPPEDA Kota Bogor 124
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses perubahan, yakni proses
perubahan untuk mencapai kemajuan. Pembangunan ekonomi juga merupakan
usaha suatu negara untuk memperbesar atau meningkatkan pendapatan
nasional bruto. Krisis ekonomi pada tahun 1997 hingga 1998 yang terjadi di
Indonesia telah membuka jalan bagi reformasi. Salah satu unsur reformasi itu
adalah perubahan kebijakan sentralisasi menjadi desentralisasi (otonomi
daerah). Dengan adanya kebijakan desentralisasi, maka pembangunan daerah
di negara Indonesia menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, yang dikenal
dengan sebutan pembangunan ekonomi daerah. Hal tersebut tentu akan
mendorong kemandirian pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
daerahnya sendiri.
Menurut Arsyad (2010: 374) dalam Kati Pane (2011: 1) setiap upaya
pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan
jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk
mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara
bersama-sama mengambil inisiatif membuat rencana pembangunan daerah.
Oleh karena itu, pemerintah daerah bersama partisipasi masyarakatnya dan
dengan menggunakan sumber daya yang ada harus mampu mengidentifikasi
potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah.
2
Setiap daerah memiliki potensi dan kondisi sektoral yang berbeda-beda.
Informasi mengenai potensi yang ada di daerah tersebut akan mengarahkan
kegiatan pembangunan di daerah itu sendiri, yaitu dengan terciptanya
perencanaan pembangunan yang sesuai yang dibuat oleh pemerintah daerah.
Sjafrizal (2016: 25-26) menguraikan komponen utama dari perencanaan
pembanguan pada dasarnya adalah merupakan usaha pemerintah secara
terencana dan sistematis untuk mengendalikan dan mengatur proses
pembangunan; mencakup periode jangka panjang, menengah, dan tahunan;
menyangkut dengan variabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan baik secara langsung maupun
tidak langsung; dan mempunyai suatu sasaran pembangunan yang jelas sesuai
dengan keinginan masyarakat.
Dengan demikian pembangunan ekonomi daerah merupakan upaya yang
dilakukan pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya yang ada di
daerah itu sendiri. Untuk mewujudkan pembangunan ekonomi daerah yang
tepat dan efisien tentu memerlukan perencanaan pembangunan ekonomi
daerah dalam setiap upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Adapun
upaya yang dapat dilakukan pemerintah daerah adalah dengan mendirikan
perusahaan milik daerah dan/atau membentuk kemitraan dengan pihak swasta
dalam mengelola sumberdaya tersebut sehingga tercipta suatu lapangan
pekerjaan baru yang tentu akan merangsang pertumbuhan ekonomi di daerah
itu sendiri.
3
Laju pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor pada tahun 2011 sampai
dengan 2016 cendrung tidak stabil, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
grafik perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 di Kota Bogor
Tahun 2011-2016 (dalam persen).
Gambar. 1.1
Grafik perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 di Kota
Bogor Tahun 2011-2016 (dalam persen).
Sumber: BPS Kota Bogor yang diolah kembali oleh penulis.
Grafik di atas menunjukkan bahwa laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar
Harga Konstan di Kota Bogor tahun 2011 ke tahun 2012 meningkat, namun di
tahun 2013 sampai tahun 2014 mengalami perlambatan, yakni pada tahun
2014 laju pertumbuhan PDRB Kota Bogor hanya sebesar 6.01% angka
tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum dan
setelahnya. Dan setelah itu laju pertumbuhan PDRB Kota Bogor kembali
meningkat di tahun 2015 sampai dengan tahun 2016. Adapun menurut data
5.6
5.8
6
6.2
6.4
6.6
6.8
2011 2012 2013 2014 2015 2016
PDRB
6.22
6.31
6.04 6.01
6.14
6.73
5.6
5.8
6
6.2
6.4
6.6
6.8
2011 2012 2013 2014 2015 2016
4
yang diperoleh dari BPS Kota Bogor pada tahun 2016 laju pertumbuhan
PDRB Atas Dasar Harga Konstan mencapai 6.73%.
Kota Bogor Provinsi Jawa Barat, merupakan daerah yang mengalami
penyusutan cukup besar pada lahan pertaniannya di tahun 2015. Hal tersebut
dikarenakan terjadinya alih fungsi lahan untuk kegiatan sektor ekonomi lain.
Berikut adalah grafik luas lahan pertanian yang terdapat di Kota Bogor
Provinsi Jawa Barat dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016:
Gambar.1.2
Grafik Luas Lahan Pertanian Di Kota Bogor Tahun 2011-2016 (Dalam
Hektar)
Sumber: Dinas Pertanian Kota Bogor yang diolah kembali oleh penulis.
Dari Grafik di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2011 sampai dengan
tahun 2014 luas lahan sawah di Kota Bogor tercatat sebesar 750 hektar dan
menyusut menjadi sebesar 321 hektar pada tahun 2015, angka tersebut
bertahan sampai dengan tahun 2016. Sedangkan untuk lahan bukan sawah
pada tahun 2014 tercatat sebesar 2.476 hektar menyusut menjadi 1.794 hektar,
750 750 750 750
321 321
2374 2374 2476 2476
1794 1648
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Luas Lahan Pertanian Di Kota Bogor
Lahan Sawah (ha) Lahan Bukan Sawah (ha)
5
dan menyusut lagi menjadi 1.648 hektar di tahun 2016. Dilihat pada tabel 1.2,
jumlah tenaga kerja sektor pertanian mengalami penurunan yang signifikan
dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015, yakni dari total tenaga kerja di
Kota Bogor yang mencapai 400.983 tenaga kerja sektor tersebut hanya
menyerap sebesar 4.981 tenaga kerja pada tahun 2015. Dengan demikian
dapat dilihat pada tabel 1.1 bahwa sektor Pertanian Kehutanan dan Perikanan
merupakan sektor yang memberikan sumbangan yang kecil dalam
pembaentukan PDRB Kota Bogor, yakni hanya sekitar sebesar 230 milyar
rupiah.
Tabel 1.1
PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2016 (Juta Rupiah)
No Sektor Ekonomi Tahun 2016
(Juta Rupiah)
1 Pertanian, Kehutanandan Perikanan 230,145.03
2 Pertambangan dan Penggalian -
3 Industri Pengolahan 5,109,363.13
4 Pengadaan Listrik dan Gas 903,130.58
5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang 28,518.60
6 Konstruksi 3,011,149.21
7 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 5,972,855.53
8 Transportasi dan Pergudangan 3,133,215.64
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,209,844.24
10 Informasi dan Komunikasi 1,692,958.81
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 1,847,070.71
12 Real Estate 601,018.99
13 Jasa Perusahaan 560,209.59
14 Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 675,927.01
15 Jasa Pendidikan 772,597.46
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 341,269.24
17 Jasa Lainnya 912,977.72
TOTAL PDRB 27,002,251.51
Sumber: BPS Kota Bogor yang diolah kembali oleh penulis.
6
Pada Tabel PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2016, terlihat bahwa total PDRB adalah kurang lebih
sekitar sebesar 27 triliun rupiah. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi
terbesar dalam PDRB adalah sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor yakni kurang lebih sekitar sebesar 5 triliun rupiah.
Dilihat dari tabel 1.2, pada umumnya penduduk yang bekerja di Kota Bogor
terserap sebagian besar pada lapangan pekerjaan perdagangan, meski sempat
mengalami penurunan jumlah tenaga kerja dari tahun 2013 ke tahun 2014
namun pada tahun 2015 kembali meningkat yakni sebanyak 120.802 orang
dari total tenaga kerja di Kota Bogor yang mencapai 400.983 orang. Jumlah
perusahaan perdagangan di Kota Bogor juga terbilang banyak sampai dengan
tahun 2015 tercatat terdapat sebanyak 748 perusahaan. Tidak hanya itu, di
Kota Bogor terdapat sebanyak 7 pasar dengan jumlah kios dan los yang terus
bertambah yakni sebanyak 6.144 kios dan los hingga tahun 2015.
Tabel 1.2
Jumlah Angkatan Kerja Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di
Kota Bogor
Lapangan Kerja Tahun
2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 8.325 6.606 4.981
Industri Pengolahan 62.147 54.485 58.416
Perdagangan Besar, Eceran, Rumah
Makan, dan Hotel 134.076 104.595 120.802
Jasa Kemasyarakatan 100.559 105.681 119.126
Lainnya 98.521 107.795 97.658
Jumlah 403.628 415.162 400.983
Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2015-2016 (diolah)
7
B. Rumusan Masalah
Kota Bogor mengalami penyusutan lahan pertanian pada tahun 2015
sampai dengan 2016, yang semula luas lahan pertanian di Kota Bogor sebesar
2.476 hektare untuk lahan bukan sawah dan sebesar 750 hektar untuk lahan
sawah menyusut di tahun 2015 sampai dengan tahun 2016 menjadi sebesar
1.648 hektar untuk lahan bukan sawah dan sebesar 321 hektar untuk lahan
sawah. Hal tersebut dikarenakan terjadinya alih fungsi lahan untuk kegiatan
sektor ekonomi lain, sehingga berdampak pada jumlah tenaga kerja yang ada
pada sektor tersebut yang tergolong sedikit yaitu hanya sebanyak 4.891 tenaga
kerja dan nilai PDRB di Kota Bogor untuk sektor pertanian, kehutanan, dan
perikanan juga sangat kecil yaitu hanya berkontribusi sebesar Rp 230,145.03
terhadap pembentukan total PDRB di Kota Bogor pada tahun 2016.
Sementara sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar terhadap
pembentukan PDRB Kota Bogor pada tahun 2016 adalah sektor perdagangan
besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor yakni sebesar Rp
5,972,855.53 di mana sektor tersebut memang merupakan sektor yang
diprioritaskan di Kota Bogor dan sektor ekonomi tersebut juga menyerap
lapangan pekerjaan terbanyak di wilayah itu sendiri yaitu mencapai 120.802
tenaga kerja.
Alih fungsi lahan pertanian untuk sektor ekonomi lain tentu merupakan
kebijakan dan upaya yang dilakukan pemerintah daerah Kota Bogor dalam
meningkatkan perekonomian di daerah itu sendiri. Untuk terus meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor tentu perlu menentukan arah
8
pembangunan yang terbaik dengan membuat perencanaan pembangunan
ekonomi daerah, dalam perencanaan pembangunan tersebut dibutuhkan
informasi mengenai potensi yang ada di daerah Kota Bogor itu sendiri.
Meneliti sektor apa saja yang menjadi sektor basis atau memiliki tingkat
spesialisasi yang tinggi merupakan hal penting dan bagian dari identifikasi
potensi ekonomi. Tidak hanya itu, dalam melihat potensi suatu sektor ekonomi
juga perlu diidentifikasikan sektor ekonomi mana yang memiliki potensi
pertumbuhan yang paling unggul. Dengan teridentifikasinya sektor ekonomi
yang unggul baik dari sisi kontribusi maupun pertumbuhan tentu dapat
dijadikan acuan sebagai prioritas sektor ekonomi dalam proses pembangunan
daerah sehingga proses pembangunan tersebut dapat berjalan lebih efektif dan
efisien dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut
secara maksimal.
Peneliti melakukan penelitian ini yang bertujuan untuk menganalisis
kegiatan sektor ekonomi apa yang berpotensi atau unggul di Kota Bogor. Dan
untuk mengetahui kegiatan ekonomi yang berpotensi atau unggul di Kota
Bogor maka dapat menggunakan pendekatan Analisis Location Quotient (LQ)
atau Analisis Basis, Analisis LQ Dinamis (DLQ), Analisis Model Rasio
Pertumbuhan (MRP),dan Analisis Overlay.
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka
rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Sektor ekonomi apa yang termasuk ke dalam sektor basis atau memiliki
spesialisasi tinggi di Kota Bogor?
9
2. Sektor ekonomi apa di Kota Bogor yang potensi perkembangannya lebih
cepat dibandingkan sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat?
3. Sektor ekonomi apa yang pertumbuhannya unggul baik di tingkat Kota
Bogor maupun di tingkat Provinsi Jawa Barat?
4. Sektor ekonomi apa yang unggul di Kota Bogor baik dari segi kontribusi
maupun pertumbuhannya dengan pendekatan overlay?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sektor ekonomi apa yang termasuk ke dalam sektor
basis atau memiliki spesialisasi tinggi di Kota Bogor.
2. Untuk mengetahui sektor ekonomi apa di Kota Bogor yang potensi
perkembangannya lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di Provinsi
Jawa Barat.
3. Untuk mengetahui sektor ekonomi apa yang pertumbuhannya unggul baik
di tingkat Kota Bogor maupun di tingkat Provinsi Jawa Barat.
4. Untuk mengetahui sektor ekonomi apa yang unggul di Kota Bogor baik
dari segi kontribusi maupun pertumbuhannya dengan pendekatan overlay.
10
D. Manfaat
1. Diharapkan dapat memberikan referensi dalam bidang ilmu otonomi
daerah, khususnya mengenai potensi yang ada di suatu daerah.
2. Dapat menambah pengetahuan serta meningkatkan kemampuan analisis
tentang peran sektor ekonomi unggul di suatu daerah.
3. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
kepada pemerintah dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan
pelaksanaan program pembangunan daerah.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS
A. Landasan Teori
1. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)
Arsyad (2002: 116) dalam Aditya (2013: 13), teori basis ekonomi ini
menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu
daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa
dari luar daerah.
Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangan
bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya
peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi
dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Hanya kegiatan
basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Robinsin
Tarigan, 2005: 1).
Menurut Sjafrizal, (2008: 89) model basis ekspor dapat pula
diformulasikan dengan model basis ekonomi (Economic Base Model)
dengan hasil yang sangat bersamaan. Dalam hal ini, perekonomian suatu
daerah (Y) dibagi atas 2 kelompok sektor utama yaitu sektor basis (B) dan
sektor non basis (S).
a. Sektor Basis
Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung
perekonomian daerah karena mempunyai Keuntungan Kompetitif
(Competitive Advantage) yang cukup tinggi.
12
Emilia (2006) dalam Norma Rita S (2013: 18) mengemukakan
bahwa aktifitas basis memiliki peranan penggerak utama (primer
mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu
wilayah semakin maju pertumbuhan wilayah. Perubahan yang terjadi
pada sektor basis menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam
perekonomian regional.
Inti dari Model Ekonomi Basis (Economic Base Model) adalah
arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah
tersebut. Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah tehnik yang
digunakan adalah Kuosien lokasi (Location Quotient = LQ). LQ
digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor
basis atau unggulan (leading sector).
b. Sektor non basis
Sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang
potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang Sektor Basis atau Service
Industries (Sjafrijal, 2008: 89).
Aditya Nugraha (2013: 13), mendefinisikan bahwa sektor non
basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa untuk
masyarakat di dalam batas wilayah perekonomian bersangkutan. Luas
lingkup produksi dan pemasaran bersifat lokal. Inti dari teori ini adalah
bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor
wilayah tersebut.
13
Emilia (2006: 24) dalam Aditya (2013: 14) mengatakan bahwa untuk
menganalisis basis ekonomi suatu wilayah digunakan analisis Location
Quotient (LQ). LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat
spesialisasi sektor basis atau unggulan dengan cara membandingkan
peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan kegiatan
atau industri sejenis dalam perekonomian regional.
Tarigan (2005: 32-35) menguraikan bahwa terdapat 4 cara memilah
kegiatan basis dengan nonbasis, yakni:
a. Metode Langsung
Metode langsung dapat dilakukan dengan survei langsung kepada
pelaku usaha ke mana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan
dari mana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan untuk menghasilkan
produk tersebut. Dari jawaban yang mereka berikan, dapat ditentukan
berapa persen produk yang dijual ke luar wilayah dan berapa persen yang
dipasarkan di dalam wilayah. Untuk kepentingan analisis, perlu diketahui
jumlah orang yang bekerja dan berapa nilai tambah yang dihasilkan dari
kegiatan usaha tersebut. Namun, menggunakan variabel nilai
tambah/pendapatan sangat sulit karena di dalamnya terdapat unsur laba
yang biasanya sensitif untuk ditanyakan.
b. Metode Tidak Langsung
Salah satu metode tidak langsung adalah dengan menggunakan
asumsi atau biasa disebut metode asumsi. Ada kegiatan yang secara
tradisional dikategorikan sebagai kegiatan basis, misalnya:
14
1) Asrama militer karena gaji penghuninya dan biaya operasional atau
perawatan lokasi berasal dari uang pemerintah pusat;
2) Kegiatan pertambangan karena umumnya hasilnya dibawa ke luar
wilayah;
3) Kegiatan pariwisata karena mendatangkan uang dari luar wilayah.
Dalam metode asumsi, kegiatan lain yang bukan dikategorikan basis
adalah otomatis menjadi kegiatan nonbasis.
c. Metode Campuran
Dalam metode campuran diadakan survei pendahuluan, yaitu
pengumpulan data sekunder, biasanya dari instansi pemerintah atau
lembaga pengumpul data seperti BPS. Dari data sekunder berdasarkan
analisis ditentukan kegiatan mana yang dianggap basis dan yang nonbasis.
Asumsinya apabila 70% atau lebih produknya diperkirakan dijual ke luar
wilayah maka kegiatan itu langsung dianggap basis. Sebaliknya, apabila
70% atau lebih produknya dipasarkan di tingkat lokal maka langsung
dianggap nonbasis.
d. Metode Location Quotient
Metode LQ membandingkan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk
sektor tertentu di wilayah kita dibandingkan dengan porsi lapangan
kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional. LQ > 1
memberi indikasi bahwa sektor tersebut adalah basis, LQ < 1 berarti sektor
itu adalah non basis.
15
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi daerah pada dasarnya adalah peningkatan
kegiatan produksi secara rill (tidak termasuk kenaikan harga), baik dalam
bentuk barang maupun jasa, dalam periode tertentu. Karena itu,
pengukuran tingkat pertumbuhan ekonomi daerah dapat dilakukan dengan
menghitung peningkatan nilai PDRB pada tahun tertentu ke tahun
berikutnya. Untuk menghindarkan kenaikan harga dalam perhitungan,
maka data yang digunakan sebaiknya adalah PDRB dengan harga konstan
bukan dengan harga berlaku (Sjafrizal, 2016: 156).
Robinson Tarigan (2005: 46), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah
pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di
wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) ynag
terjadi. Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga
berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari satu kurun waktu ke
kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riel, artinya
dinyatakan dalam harga konstan.
Menurut model Teori Ekonomi Neo-Klasik yang dipelopori oleh
George H. Bort (1960), pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan sangat
ditentukan oleh kemampuan daerah tersebut untuk meningkatkan kegiatan
produksinya. Sedangkan kegiatan produksi pada suatu daerah tidak hanya
ditentukan oleh potensi daerah yang bersangkutan, tetapi juga ditentukan
oleh mobilitas tenaga kerja dan mobilitas modal antar daerah. Karena
kunci utama pertumbuhan ekonomi daerah adalah peningkatan kegiatan
16
produksi. Selanjutnya Model Neo-Klasik yaitu pertumbuhan ekonomi
suatu daerah ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu kemajuan teknologi (a),
penambahan modal atau investasi (k), dan peningkatan jumlah dan kualitas
tenaga kerja (l) (Sjafrizal, 2008: 95).
Dapat disimpulkan bahwa suatu wilayah dikatakan mengalami
pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) riil di wilayah tersebut. Hal tersebut dikarenakan
meingkatnya kegiatan produksibaik barang maupun jasa, meningkatnya
modal, dan meningkatnya tenaga kerja di wilayah tersebut.
3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan
data dan informasi dasar tentang kegiatan ekonomi suatu daerah. Secara
definitif, PDRB tersebut pada dasarnya adalah jumlah niali produksi
barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu daerah pada periode tertentu.
(Sjafrizal, 2016: 181-182).
Aditya Nugraha (2013: 21-22) menguraikan, salah satu indikator
makro ekonomi yang penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu
daerah pada suatu periode tertentu adalah Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). Menurut Badan Pusat Statistik (2011: 2) PDRB merupakan
jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam
suatu wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
17
Perhitungan PDRB menggunakan dua macam harga, yaitu PDRB atas
dasar harga konstan dan PDRB atas dasar harga berlaku. PDRB ata dasar
harga konstan dihitung dengan menggunakan harga tetap pada suatu tahun
tertentu sebagai dasar/referensi. Sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku
dihitung dengan menggunakan harga tahun berjalan. PDRB atas dasar
berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa.
Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam perhitunan PDRB, yaitu:
a. Pendekatan produksi, yaitu jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit produksi/sektor dalam suatu wilayah pada
suatu periode tertentu (biasanya satu tahun).
b. Pendekatan pengeluaran, yaitu jumlah semua komponen permintaan
akhir di suatu wilayah, dalam jangka waktu tertentu. Komponen
permintaan akhir meliputi: pengeluaran konsumsi rumah tangga,
pengeluaran konsumsi lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi
pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan
inventori/stok, dan ekspor neto.
c. Pendekatan pendapatan, yaitu jumlah semua balas jasa yang diterima
oleh faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi di
suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Komponen balas jasa faktor
produksi yang dimaksud adalah: upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal,
dan keuntungan. Semoa komponen tersebut sebelum dipotong pajak
penghasilan dan pajak langsung lainnya.
18
4. Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif bersifat dinamis karena bergantung kepada
keunggulan daerah yang selaras dengan perkembangan daerah lain. Jika
daerah itu lebih tinggi laju pertumbuhan jumlah produksinya dibandingkan
daerah lain tersebut maka keunggulannya semakin besar, Sjafrizal (2008:
202).
Menurut Robinson Tarigan (2004) dalam Choliq (2007), terdapat
sejumlah faktor yang bisa membuat suatu daerah memiliki keunggulan
kompetitif (competitive advantage), dapat berupa kondisi alam, yaitu suatu
yang sudah given tetapi dapat juga karena usaha-usaha manusia.
Menurutnya bahwa suatu wilayah dapat memiliki keunggulan kompetitif
karena salah satu faktor atau gabungan dari beberapa faktor sebagai
berikut:
a. Pemberian alam, yaitu kondisi alam akhirnya wilayah memiliki
keunggulan untuk menghasilkan suatu produk tertentu.
b. Masyarakat menguasai tenologi mutakhir untuk jenis produk tertentu.
c. Masyarakatnya menguasai ketrampilan khusus.
d. Wilayah itu dekat dengan pasar.
e. Wilayah dengan aksebilitas yang tinggi, seperti adanya sarana
perhubungan baik darat, laut maupun udara.
f. Mempunyai daerah konsentrasi/ sentra dari suatu kegiatan sejenis.
Seperti sentra produksi, sentra perdagangan. Dimana daerah
konsentrasi/ sentra bisamenjamin kepastian adanya barang dalam
19
kualitas dan kuantitas yang diinginkan dan bisa menurunkan biaya
pemasaran/biaya transportasi.
g. Daerah aglomerasi dari berbagai kegiatan, yaitu memanfaatkan
keuntungan aglomerasi, yaitu efisiensi dalam biaya produksi dan
kemudahan dalam pemasaran.
h. Upah buruh yan rendah dan tersedia dalam jumlah yang cukup serta
i. didukung ketrampilan yang memadai dan mentalitas yang mendukung.
j. Mentalitas masyarakat yang sesuai untuk pembangunan: jujur, terbuka,
mau bekerja keras, dan disiplin sehingga lingkungan aman, tertib, dan
teratur.Kondisi seperti ini akan menjamin kelangsungan investasi,
biaya investasi dan biaya operasi yang lebih rendah dan efisien.
k. Kebijakan pemerintah, antara lain dengan menciptakan salah satu/
beberapafaktor yang menciptakan keunggulan seperti yang disebutkan
diatas.
5. Potensi
Salah satu wujud nyata dari hak, wewenang, dan kewajiban otonom
bagi pemerintah daerah adalah mengelola potensi yang ada pada
daerahnya dalam mewujudkan pembangunan ekonomi daerah guna
meningkatkan taraf hidup masyarakatnya dengan mengelola sektor
ekonomi yang berpotensi atau unggulan, dapat menjadi motor penggerak
pembangunan daerah itu sendiri.
Menurut Soeparmoko (2002) dalam Ni Komang, Potensi ekonomi
suatu daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang
20
mungkin dan layak dikembangkan, sehingga akan terus berkembang
menjadi sumber penghidupan rakyat setempat, bahkan dapat menolong
perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan
sendirinya dan berkesinambungan.
Robinson Tarigan (2005: 79) mengungkapkan bahwa seorang
perencana wilayah harus memiliki kemampuan untuk menganalisis potensi
ekonomi wilayahnya. Hal ini terkait dengan kewajibannya di suatu sisi
menentukan sektor-sektor rill yang perlu dikembangkan agar
perekonomian daerah tumbuh cepat dan di sisi lain mampu
mengidentifikasikan faktor-faktor yang membuat potensi sektor tertentu
rendah dan menentukan apakah prioritas untuk menanggulangi kelemahan
tersebut.
Untuk menganalisis potensi suatu wilayah ada beberapa alat analisis
yang dapat digunakan :
a. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
Model Rasio Pertumbuhan (MRP) merupakan alat analisis
alternatif yang dapat digunakan dalam perencanaan wilayah dan kita
yang diperoleh dengan memodifikasi model analisis Shift-Share.
Model ini diturunkan dari persamaan awal komponen utama dalam
analisis Shift and Share yakni, Differential Shift dan Proportionality
Shift (Choliq, 2007: 61)
Menurut Aditya (2013) Analisi Model Rasio Pertumbuhan
merupakan alat analisis yang digunakan untuk melihat deskripsi
21
kegiatan ekonomi (Sektor ekonomi) yang potensial.Analisis MRP ini
dibagi lagi ke dalam dua kriteria, yaitu Rasio Pertumbuhan Wilayah
Studi (RPs) dan Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (Rpr).
1) Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yaitu perbandingan antara
pertumbuhan pendapatan dalam hal ini ialah pertumbuhan PDRB
sektor i di wilayah studi dengan pertumbuhan pendapatan PDRB
sektor i di wilayah referensi (Kabupaten/Kota terhadap Provinsi).
Berikut formula dari RPs.
RPs =
Keterangan :
= Perubahan PDRB sektor i di wilayah.
= PDRB sektor i di wilayah j pada awal tahun penelitian
= Perubahan PDRB sektor i secara nasional/provinsi
= PDRB sektor i secara nasional/provinsi pada awal tahun
penelitian
Jika nilai RPs > 1 diberi notasi positif (+) yang menunjukkan
bahwa pertumbuhan sektor pada tingkat wilayah studi
(kabupaten/kota) lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan
sektor pada wilyah referensi (provinsi/nasional).
Jika nilai RPs < 1 diberi notasi negatif (-) yang menunjukkan
bahwa pertumbuhan sektor pada tingkat wilayah studi
22
(kabupaten/kota) lebih rendah dibanding dengan pertumbuha
nsektor pada wilyah referensi (provinsi/nasional).
2) Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) yaitu perbandingan
antara laju pertumbuhan pendapatan kegiatan i di wilayah referensi
dengan laju pertumbuhan total kegiatan (PDRB) wilayah referensi
(provinsi). Berikut formula dari RPr.
RPr =
Keterangan :
= Perubahan PDRB sektor i secara nasional/provinsi
= PDRB sektor i secara nasional/provinsi pada awal tahun
penelitian
= Perubahan PDRB nasional/provinsi
= Total PDRB nasional/provinsi pada awal tahun penelitian
Jika nilai RPr > 1 diberi notasi positif (+) yang menunjukkan
bahwa pertumbuhan suatu sektor tertentu dalam wilayah referensi
(provinsi/nasional) lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB total
wilayah tersebut (provinsi/nasional).
Jika nilai RPr < 1 diberi notasi negatif (-) yang menunjukkan
bahwa pertumbuhan suatu sektor tertentu dalam wilayah referensi
23
(provinsi/nasional) lebih rendah dari pertumbuhan PDRB total
wilayah tersebut (provinsi/nasional).
b. Analisis Koefisien Lokasi atau Location Quotient (LQ)
Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi sektor yang
potensial di Kota Bogor yang termasuk ke dalam sektor basis dan non
basis. Dengan analisis LQ dapat diketahui seberapa besar tingkat
spesialisasi sektor basis di Kota Bogor, dengan rumus sebagai berikut:
LQ = (Si/S) / (Ri/R)
Dengan batasan :
Si = produksi sektor i di daerah analisis
S = total PDRBdi daerah analisis
Ri = produksi sektor i di daerah referensi
R = total PDRB di daerah referensi
LQ = nilai Location Quotient
Menurut, sektor basis/spesialisasi mengacu pada sektor ekonomi
di suatu wilayah, di mana suatu wilayah dikatakan memiliki
spesialisasi jika wilayah tersebut mengembangkan suatu sektor
ekonomi sehingga pertumbuhan maupun andil sektor tersebut lebih
besar jika dibanding sektor yang sama pada daerah lain. Spesialisasi
juga tercipta akibat potensi sumber daya alam yang besar maupun
peranan permintaan pasar yang besar terhadap output-output lokal.
Menurut Bendavid Val dalam Choliq (2007: 56), kriteria
pengukuran ada tiga kemungkinan yang terjadi yaitu bila LQ > 1
24
berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu di tingkat daerah lebih besar
dari sektor yang sama ditingkat nasional. Bila LQ < 1 berarti tingkat
spesialisasi sektor tertentu di tingkat daerah lebih kecil dari sektor
yang sama di tingkat nasional, dan bila LQ = 1 : berarti tingkat
spesialisasi sektor tertentu pada tingkat daerah sama dengan sektor
yang sama pada tingkat nasional. Bila nilai LQ > 1 berarti subsektor
tersebut merupakan sub sektor unggulan di daerah dan potensial untuk
dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah. Apabila LQ <
1 berarti subsektor tersebut bukan merupakan subsektor unggulan dan
kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak
perekonomian daerah.
c. Analisis LQ Dinamis (DLQ)
Menurut Tarigan (2009) dalam Benny dan Eko (2014), DLQ
merupakan perkembangan dari SLQ. DLQ atau Dinamic Location
Quotient (DLQ) adalah analisis LQ yang dilakukan dalam bentuk time
series/trend. Dalam hal ini, perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu
sektor tertentu pada kurun waktu yang berbeda; apakah mengalami
penurunan atau kenaikan.DLQ merupakan modifikasi dari SLQ
dengan mengakomodasi besarnya PDRB (nilai produksi komoditas)
dari waktu ke waktu.
Konsep analisis DLQ ini adalah sebagai berikut: DLQ > 1 =
potensi pengembangan komoditas i (kecamatan) lebih cepat
dibandingkan sektor yang sama di Kabupaten. DLQ < 1 = potensi
25
pengembangan komoditas i (kecamatan) lebih rendah dibandingkan
sektor yang sama di Kabupaten.
d. Analisis Overlay
Menurut Aditya (2013) Analisis ini digunakan untuk
mengidentifikasikan sektor unggul baik dari segi kontribusi maupun
pertumbuhannya dengan menggabungkan hasil dari analisis LQ dan
analisis MRP. Sehingga analisis ini terdiri dari tiga komponen yaitu
Location Quotient (LQ), Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr),
dan Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs). Setiap komponen
kemudian disamakan satuannya dengan diberi notasi positif (+) atau
notasi negatif (-). Jika koefisien komponen bernilai lebih dari satu
diberi notasi positif (+) dan jika koefisien komponen bernilai kurang
dari satu diberi notasi negatif (-).
Metode ini digunakan untuk menentukan sektor unggulan dengan
menggabungkan hasil dari metode LQ dengan metode Model Rasio
Pertumbuhan (MRP) yaitu Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi
(RPR) dan Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs). Metode ini
memberikan penilaian kepada sektor-sektor ekonomi dengan melihat
nilai positif (+) dan negatif (-). Sektor yang jumlah nilai positif (+).
Paling banyak berarti sektor tersebut merupakan sektor unggulan dan
begitu juga sebaliknya jika nilai suatu sektor tidak mempunyai nilai
positif berarti sektor tersebut bukan sektor unggulan (Choliq Sabana,
2007).
26
Dalam penelitian ini akan diidentifikasi hasil overlay dengan
menggunakan tiga klasifikasi menurut Choliq Sabana (2007).
Klasifikasi tersebut yaitu :
a. Klasifikasi 1 (+++), ketiga komponen bernotasi positif yang berarti
kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang
tinggi di tingkat Jawa Barat maupun di tingkat Kota Bogor dan
kontribusi sektoral Kota Bogor lebih tinggi dari Jawa Barat.
Artinya sektor tersebut mempunyai potensi daya saing yang tinggi
karena unggul baik di tingkat kota maupun di tingkat provinsi dan
dapat dikatakan sektor tersebut memiliki keunggulan kompetitif.
b. Klasifikasi II (-++), notasi negatif untuk RPr yang berarti kegiatan
sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang rendah di
tingkat Provinsi Jawa Barat. Dan notasi positif untuk RPs dan LQ
yang berarti kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan
sektoral yang tinggi di tingkat Kota Bogor dan kontribusi sektoral
Kota Bogor lebih tinggi dari Jawa Barat. Dengan kata lain sektor
tersebut merupakan spesialisasi kegiatan ekonomi di Kota Bogor.
c. Klasifikasi III (---), ketiga komponen bernotasi negatif yang berarti
kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang
rendah di tingkat Jawa Barat maupun di Kota Bogor dan kontribusi
sektoral di Kota Bogor lebih rendah dari Jawa Barat. Hal ini
menandakan sektor ekonomi tersebut memiliki daya saing yang
rendah karena tidak unggul baik di tingkat kota maupun di tingkat
27
provinsi. Dan dapat dikatakan bahwa sektor tersebut tidak
memiliki keunggulan kompetitif dan bukan merupakan spesialisasi
kegiatan ekonomi di Kota Bogor.
B. Peneliti Terdahulu
1. (Aditya Nugraha Putra,2015)
Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sektor
basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
masing-masing bagi kabupaten/kota di Provinsi DIY, untuk mengetahui
Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif
dan spesialisasi bagi masing-masing kabupaten/kota di Provinsi DIY,
untuk menganalisis tipologi masing-masing daerah berdasarkan potensi
yang dimilikinya, untuk menentukan prioritas sektor basis guna
pengembangan pembangunan di DIY umumnya serta Kabupaten dan Kota
khususnya. Alat Analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ),
Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP), Analisis Overlay, Shift-share,
Tipologi Daerah, Penentuan Prioritas Sektor Basis untuk Pembangunan
Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan serta sektor jasa-
jasa merupakan sektor basis yang dominan di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta karena terdapat di tiga kabupaten/kota dari lima
kabupaten/kota. Kabupaten/kota yang menjadi prioritas pengembangan
28
masing-masing sektor. Prioritas pertama untuk sektor pertanian adalah
Kabupaten Gunung Kidul; Sektor pertambangan dan penggalian di
Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul; Sektor industri pengolahan di
Kabupaten Sleman; Sektor Listrik, gas dan air bersih di Kota Yogyakarta;
Sektor bangunan di Kabupaten Bantul; Sektor perdagangan, hotel dan
restoran di Kota Yogyakarta; Sektor pengangkutan dan komunikasi di
Kota Yogyakarta; Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di
Kota Yogyakarta serta untuk sektor jasa-jasa diprioritaskan
pengembangannya di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta.
2. (Rezki Kurniawan Demmatadju, 2012)
Analisis Komoditas Unggulan Regional Sektor Pertanian Di Sulawesi
Selatan Tahun 2000-2009. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
daya saing komoditas unggulan sektor Pertanian di Provinsi Sulawesi
Selatan. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pertumbuhan
ekonomi, location quotient (LQ), Shift-share, tipologi klassen, indeks
Williamson dan hipotesis U terbalik.
Berdasarkan hasil analisis Shift Share diperoleh bahwa sektor
pertanian yang mempunyai keunggulan kompetitif yang berpengaruh
positif adalah sub sektor peternakan yang memiliki pertumbuhan yang
cepat dengan daya saing wilayah yang sangat kuat, sub sektor perkebunan
dan sub sektor perikanan memiliki pertumbuhan yang cepat tetapi daya
saing wilayah yang lemah, adapun yang memiliki pertumbuhan lambat dan
daya saing tinggi adalah sub sektor kehutanan, sedangkan sub sektor
29
tanaman pangan memiliki pertumbuhan yang lambat dan daya saing
wilayah yang lemah.
3. (Kati Pane, 2011)
Analisis Potensi Sektor Ekonomi Di Kota Banda Aceh Periode 2005-
2009. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sektor
unggulan di Kota Banda Aceh, untuk mengetahui perkembangan PDRB
selama 5 tahun ( tahun 2005-2009) pada masing-masing sektor di Kota
Banda Aceh, untuk mengetahui sektor basis analisis di daerah analisis
yaitu Kota Banda Aceh, untuk mengetahui sektor-sektor ekomomi yang
potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi
di masing-masing daerah yaitu Kota Banda Aceh.
Alat analisis yang digunakan adalah analisis LQ, dan analisis shift
share. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan PDRB Kota
Banda Acah selama 5 tahun 2005-2009 selalu mengalami peningkatan
yang ditunjukan oleh jumlah nominalnya yang selalu meningkat dari tahun
ke tahun. Sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa, sektor
keuangan, persewaan dan perusahaan, sektor perdagangan, hotel dan
restoran memiliki nilai sumbangan tertinggi dalam perkembangan PDRB
Kota Banda Aceh karena memiliki nilai LQ lebih dari satu. Berdasarkan
perhitungan LQ, Kota Banda Aceh memiliki empat sektor ekonomi yang
mempunyai nilai LQ > 1 atau yang merupakan sektor basis di mana sektor
tersebut mampu memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun luar daerah,
yakni sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa, sektor
30
keuangan, persewaan, dan perusahaan, dan sektor perdagangan, hotel dan
restoran.
4. (Muhammad Averos, 2010)
Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung Periode
2004-2009. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan
yang terjadi pada sektor- sektor perekonomian dalam enam tahun antara
2004-2009, untuk mengetahui subsektor yang menjadi sektor potensial
dan penunjang dalam struktur perekonomian di Provinsi Lampung, untuk
mengetahui subsektor pertanian yang paling potensial untuk
dikembangkan dan dimajukan di Provinsi Lampung, serta untuk
mengetahui subsektor potensial yang dapat lebih dikembangkan sebagai
penunjang pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung.
Alat analisis yang digunakan adalah analisis LQ, dan analisis shift
share. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil
perhitungan LQ Provinsi Lampung hanya memiliki satu subsektor
ekonomi yang mempunyai nilai LQ > 1 yang merupakan sektor basis, di
mana subsektor tersebut adalah subsektor peternakan. Dan berdasarkan
hasil shift share subsektor ekonomi yang potensial dengan kriteria
tergolong ke dalam subsektor sejenis ditingkat provinsi (Pj rata-rata > 0)
yaitu subsektor tanaman pangan, dan subsektor kehutanan dan perburuan.
5. (Dwi Puspita Yulianto dan Eko Budi Santoso, 2013)
Identifikasi Potensi Komoditas Unggulan Pada Koridor Jalan Lintas
Selatan Jatim di Kabupaten Tulungagung-Trenggalek. Tujuan penelitian
31
adalah mendapatkan pemetaan komoditas unggulan dari kecamatan-
kecamatan yang dilalui Jalan Lintas Selatan (JLS) Jatim di Kabupaten
Tulungagung-Trenggalek dengan 1 tahapan analisi yaitu mencari
komoditas basis dari masing-masing subsektor yang memiliki daya saing
tinggi dengan tingkat pertumbuhan yang baik serta tergolong komoditas
progresif/maju pada tiap kecamatan.
Alat analisis yang digunakan adalah analisis LQ, analisis shift share,
dan multiplier effect. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk
subsektor tanaman pangan, komoditas yang merupakan basis adalah padi
gogo, padi sawah, jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, dan
kedelai. Untuk subsektor perkebunan, komoditas yang merupakan basis
adalah jambu mente, kapuk randu, kelapa, cengkeh, kopi kenanga, pinang,
kayu manis, kakao, dan vanili. Untuk subsektor kehutanan, komoditas
yang merupakan basis adalah sengon, acasia, sono, dan jati. Untuk
subsektor peternakan, komoditas yang merupakan basis adalah sapi
potong,kerbau, kuda, kambing, domba, ayam kampung, ayam broiler, itik,
dan mentok. Untuk subsektor penggalian, komoditas yang merupakan
basis adalah andesit diorit, kalsit, tembaga, marmer, pasir besi, dan batu
bara.
6. (Annisa Nurfatimah, 2013)
Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Provinsi
Bali. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sektor-sektor
nonmigas (pariwisata) yang menjadi sektor basis di kabupaten/kota
32
Provinsi Bali, untuk menganalisis sektor-sektor nonmigas (pariwisata)
yang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian,
untuk menganalisis keterkaitan/daya tarik potensi ekonomi antara Kota
Denpasar dengan kabupaten-kabupaten di Provinsi Bali.
Alat analisis yang digunakan adalah analisis LQ, analisis shift share,
tipologi sektoral, dan model atau teori gravitasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terjadi penyebaran sektor-sektor ekonomi yang basis
di Provinsi Bali dan pemerataan pembangunan daerah Bali. Pembangunan
di Bali tidak dikhususkan untuk satu sektor di setiap kabupaten/kota
tetapi terbagi-bagi untuk bisa memenuhi kebutuhan tiap-tiap daerah.
Sektor-sektor ekonomi yang memiliki potensi untuk lebih
dikembangkan di keseluruhan kabupaten/kota di Provinsi Bali dan sebagi
acuan pemerintah daerah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
daerahnya untuk masa mendatang setelah tahun 2005-2011 berdasarkan
analisis dengan tipologi sektoral sembilan kabupaten/kota yang ada yaitu
sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; bangunan dan jasa-jasa
lainnya.
33
Tabel 2.1
Penelitian-penelitian Sebelumnya
No Nama danTahun Judul Alat Analisis Hasil Penelitian
1 Aditya Nugraha
Putra (2015)
Analisis Potensi
Ekonomi Kabupaten
Dan Kota Di
Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta
1. Location Quotient
(LQ)
2. Model Rasio
Pertumbuhan
(MRP)
3. Overlay
4. Shift-share
5. Tipologi Daerah
1.Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sektor
pertanian, sektor pertambangan dan
penggalian, sektor industri pengolahan serta
sektor jasa-jasa merupakan sektor basis yang
dominan di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta karena terdapat di tiga
kabupaten/kota dari lima kabupaten/kota.
2.Hasil analisis MRP yang di overlay
menunjukkan bahwa terdapat beberapa
kabupaten/kota di Provinsi DIY yang
memiliki potensi daya saing kompetitif dan
komperatif terhadap sektor ekonominya.
Sektor tersebut adalah sektor bangunan di
Kabupaten Bantul, kemudian sektor
bangunan serta sektor perdagangan, hotel dan
restoran di Kabupaten Sleman begitu juga
34
untuk sektor perdagangan, hotel dan
resetoran serta sektor pengangkutan dan
komunikasi di Kota Yogyakarta.
3.Hasil analisis Shift-Share di Provinsi DIY
menunjukkan hasil bahwa terdapat beberapa
kabupaten/kota yang memiliki
keunggulan/daya saing kompetitif maupun
spesialisasi.
4.Berdasarkan Tipologi Klassen, Kota
Yogyakarta masuk dalam Tipologi Daerah
Cepat Maju dan Cepat Tumbuh. Sedang kan
Kabupaten Sleman masuk dalam Tipologi
Daerah Berkembang Cepat. Tiga kabupaten
lainnya yaitu Kulo Progo, Bantul dan
Gunung Kidul masuk dalam Tipologi Daerah
Relatif Tertinggal.
5.Kabupaten/kota yang menjadi prioritas
pengembangan masing-masing sektor.
Prioritas pertama untuk sektor pertanian
35
adalah Kabupaten Gunung Kidul; Sektor
pertambangan dan penggalian di Kabupaten
Bantul dan Gunung Kidul; Sektor industri
pengolahan di Kabupaten Sleman; Sektor
Listrik, gas dan air bersih di Kota
Yogyakarta; Sektor bangunan di Kabupaten
Bantul; Sektor perdagangan, hotel dan
restoran di Kota Yogyakarta; Sektor
pengangkutan dan komunikasi di Kota
Yogyakarta; Sektor keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan di Kota Yogyakarta serta
untuk sektor jasa-jasa diprioritaskan
pengembangannya di Kabupaten Sleman dan
Kota Yogyakarta.
2 Rezki Kurniawan
Demmatadju
(2012)
Analisis Komoditas
Unggulan Regional
Sektor Pertanian Di
Sulawesi Selatan
Tahun 2000-2009
1. Location Quotient
(LQ)
2. Shift-share
3. Tipologi klassen
4. Indeks Williamson
1.Berdasarkan hasil analisis Shift Share
diperoleh bahwa sektor pertanian yang
mempunyai keunggulan kompetitif yang
berpengaruh positif adalah sub sektor
peternakan yang memiliki pertumbuhan yang
36
5. Hipotesis U
terbalik.
cepat dengan daya saing wilayah yang sangat
kuat, sub sektor perkebunan dan sub sektor
perikanan memiliki pertumbuhan yang cepat
tetapi dayasaing wilayah yang lemah, adapun
yang memiliki pertumbuhan lambat dan daya
saing tinggi adalah sub sektor kehutanan,
sedangkan sub sektor tanaman pangan
memiliki pertumbuhan yang lambat dan daya
saing wilayah yang lemah.
3 Kati Pane (2011) Analisis Potensi
Sektor Ekonomi Di
Kota Banda Aceh
Periode 2005-2009
1. Location Quotient
(LQ)
2. Shift Share
1. Berdasarkan PDRB Kota Banda Acah
selama 5 tahun 2005-2009 selalu mengalami
peningkatan yang ditunjukan oleh jumlah
nominalnya yang selalu meningkat dari tahun
ketahun.
2. Sektor pengangkutan dan komunikasi,
sektor jasa-jasa, sektor keuangan, persewaan
dan perusahaan, sektor perdagangan, hotel
dan restoran memiliki nilai sumbangan
tertinggi dalam perkembangan PDRB Kota
37
Banda Aceh karena memiliki nilai LQ lebih
dari satu.
3. Berdasarkan perhitungan LQ, Kota Banda
Aceh memiliki empat sektor ekonomi yang
mempunyai nilai LQ>1 atau yang merupakan
sektor basis di mana sektorter sebut mampu
memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun
luar daerah, yakni sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor jasa-jasa, sektor
keuangan, persewaan, dan perusahaan, dan
sektor perdagangan, hotel dan restoran.
4 Muhammad
Averos (2010)
Analisis Potensi
PertumbuhanEkono
mi di Provinsi
Lampung Periode
2004-2009
1. Location Quotient
(LQ)
2. Shift Share
1. Berdasarkan perhitungan LQ, Provinsi
Lampung hanya memiliki satu subsektor
ekonomi yang mempunyai nilai LQ > 1 yang
merupakan sektor basis, di mana subsektor
tersebut adalah subsektor peternakan.
2. Dan berdasar kan hasil shift share subsektor
ekonomi yang potensial dengan kriteria
tergolong kedalam subsektor sejenis
38
ditingkat provinsi (Pj rata-rata > 0) yaitu
subsektor tanaman pangan ,dan subsektor
kehutanan dan perburuan.
5 Dwi Puspita
Yulianto dan Eko
Budi Santoso
(2013)
Identifikasi Potensi
Komoditas Unggulan
Pada Koridor Jalan
Lintas Selatan Jatim
di Kabupaten
Tulungagung-
Trenggalek
3. Location Quotient
(LQ)
4. Shift Share
5. Multiplier Effect.
1. Dari hasil penelitian tersebut untuk
subsektor tanaman pangan, komoditas yang
merupakan basis adalah padi gogo, padi
sawah, jagung, ubi kayu, kacang tanah,
kacang hijau, dan kedelai.
2. Untuk subsektor perkebunan, komoditas
yang merupakan basis adalah jambu mente,
kapuk randu, kelapa, cengkeh, kopi kenanga,
pinang, kayu manis, kakao, dan vanili.
3. Untuk subsektor kehutanan, komoditas yang
merupakan basis adalah sengon, acasia,
sono, dan jati.
4. Untuk subsektor peternakan, komoditas yang
merupakan basis adalah sapi potong, kerbau,
kuda, kambing, domba, ayam kampung,
ayam broiler, itik, dan mentok.
39
5. Untuk subsektor penggalian, komoditas yang
merupakan basis adalah andesitdiorit, kalsit,
tembaga, marmer, pasir besi, dan batu bara.
6 Annisa
Nurfatimah (2013)
Analisis Potensi
Pertumbuhan
Ekonomi
Kabupaten/Kota Di
Provinsi Bali
1. Location Quotient
(LQ)
2. Shift Share
3. Tipologi Sektoral
4. Model atau Teori
Gravitasi
1. Berdasarkan hasil penelitian ini,
menunjukkan bahwa terjadi penyebaran
sektor-sektor ekonomi yang basis di
Provinsi Bali dan pemerataan pembangunan
daerah Bali. Pembangunan di Bali tidak
dikhususkan untuk satu sektor di setiap
kabupaten/kota tetapi terbagi-bagi untuk
bisa memenuhi kebutuhan tiap-tiap daerah.
2. Sektor-sektor ekonomi yang memiliki
potensi untuk lebih dikembangkan di
keseluruhan kabupaten/kota di Provinsi Bali
dan sebagia cuan pemerintah daerah dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
daerahnya untuk masa mendatang setelah
tahun 2005-2011 berdasarkan analisis
40
dengan tipologi sektoral sembilan
kabupaten/kota yang ada yaitu sektor
pertanian; pertambangan dan penggalian;
bangunan dan jasa-jasalainnya.
41
C. Kerangka Pemikiran
Suatu daerah memiliki potensi masing-masing yang mungkin dan layak
untuk dikembangkan, sehingga akan terus berkembang sebagai sumber
penghidupan masyarakat di wilayah itu sendiri. Akan tetapi tidak semua
potensi yang ada teridentifikasi dengan benar. Sehingga potensi yang ada di
daerah itu sendiri belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu
dibutuhkan analisis mengenai potensi ekonomi daerah, agar pembangunan
ekonomi daerah berjalan dengan efisien dan optimal, sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah itu sendiri.
Untuk mengetahui kondisi perekonomian suatun daerah pada periode
tertentu dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dengan
demikian dapat diketahui kemampuan dalam menciptakan lapangan usaha
ataupun sumbangan dari setiap sektor-sektor ekonomi yang ada. Dalam PDRB
Kota Bogor atas dasar harga konstan menunjukkan bahwa sektor ekonomi
yang meberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB di wilayah
tersebut adalah sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor yakni mencapai Rp 5,972,855.53.
Merujuk pada teori basis ekonomi yang digunakan untuk
mengidentifikasikan sektor-sektor ekonomi yang tergolong ke dalam sektor
basis dan non basis dengan alat analisis LQ. Menurut peneliti terdahulu
Muhammad (2011, 51), sektor basis/spesialisasi mengacu pada sektor
ekonomi di suatu wilayah, di mana suatu wilayah dikatakan memiliki
spesialisasi jika wilayah tersebut mengembangkan suatu sektor ekonomi
42
sehingga andil sektor tersebut lebih besar jika dibandingkan sektor yang sama
pada daerah lain.
Berpacu pada teori pertumbuhan dengan melihat distribusi dan laju
pertumbuhan PDRB dengan berpacu pada alat analisis MRP dan DLQ.
Dengan metode MRP dapat diidentifikasikan klasifikasi setiap sektor
ekonomi, menurut peneliti terdahulu Aditya (2013) analisis Model Rasio
Pertumbuhan dapat digunakan untuk melihat deskripsi kegiatan sektor
ekonomi yang potensial di tingkat wilayah studi maupun di tingkat wilayah
referensi. Dengan metode DLQ, menurut peneliti terdahulu Benny dan Eko
(2014), dapat diketahui kriteria masing-masing sektor, dengan melihat suatu
sektor termasuk ke dalam kriteria sektor unggulan, sektor prospektif, sektor
andalan, atau sektor tertinggal. Selanjutnya Pengembangan potensi ekonomi
daerah sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi merujuk pada teori analisis
Overlay, dengan melikat sektor ekonomi yang paling potensial karena unggul
dari segi pertumbuhan dan kontribusinya, sehingga akan ada implikasinya
berupa prioritas pembangunan daerah. Dengan demikian terlihat dari
penelitian ini akan memiliki peran dalam penentuan prioritas pembangunan
daerah di Kota Bogor.
43
Gambar 2.1.
Bagan Kerangka Pemiikiran
Potensi Ekonomi Kota Bogor
Analisis LQ Analisis
DLQ
Sektor-sektor Ekonomi Pembentuk Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Harga Konstan di Kota Bogor
Analisis
MRP
Analisis Overlay
Hasil Analisis dan Prioritas
Pembangunan
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan data skunder yang bersifat kuantitatif dan
data primer yang bersifat kualitatif, adapun sumber data-data yang digunakan
adalah dari BAPPEDA Kota Bogor, BPS Kota Bogor, dan Website Resmi
Pemkot Bogor. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor dari tahun 2011-2016, yaitu
PDRB sektor: Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Industri Pengolahan;
Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang; Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi;
Real Estate; Jasa Perusahaan; Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan;Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial;
dan Jasa Lainnya.
B. Metode Penentuan Sampel
Menurut Sugiyono (2005:78) dalam Aditya (2013,32), Purposive
Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Akan tetapi di dalam penelitian ini penlis tidak menggunakan sample, karena
penulis menggunakan semua populasi di Kota Bogor. Menurut Kuncoro
(2003), populasi adalah kelompok elemen yang lengkap yang biasanya berupa
orang, objek, transaksi, atau kejadian di mana kita tertarik untuk
45
mempelajarinya atau menjadi objek penelitian. Populasi yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu PDRB seluruh sektor ekonomi di Kota Bogor atas
dasar harga konstan menurut lapangan usaha 2010.
C. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini berdasarkan data sekunder dan data primer. Data skunder
merupakan data yang diperoleh dengan cara tidak langsung, yaitu dengan
melihat dokumen atau laporan yang memang sudah tersedia dari suatu sumber
tertentu. Sedangkan data primer merupakan data yang diperoleh dengan
meninjau langsung lembaga yang menjadi objek penelitian, yaitu dengan cara
wawancara (interview) atau angket.
Data skunder dalam penelitian ini bersumber dari, BPS Kota Bogor, dan
Website Resmi Pemkot Bogor yaitu kotabogor.go.id. Dokumen data tersebut
merupakan data dalam bentuk laporan hingga statistik dan data primer dalam
penelitian ini berupa wawancara yang bersumber dari Bappeda Kota Bogor.
Data penelitian yang digunakan juga merupakan data kuantitatif dan kualitatif,
dan termasuk data time-series secara tahunan di Kota Bogor periode tahun
2011 hingga 2016.
D. Metode Analisis Data
Jenis metode analisis data dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dan kualitatif-deskriptif, yang ditujukan untuk mengetahui sektor
ekonomi unggulan di Kota Bogor. Indikator yang digunakan dalam penelitian
ini adalah PDRB semuasektor ekonomi di Kota Bogor tidak termasuk sektor
pertambangan dan penggalian, yakni sektor: Pertanian, Kehutanan dan
46
Perikanan; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; Konstruksi; Perdagangan Besar
dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan;
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa
Keuangan dan Asuransi; Real Estate; Jasa Perusahaan; Administrasi
Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan; Jasa
Kesehatan dan Kegiatan Sosial; dan Jasa Lainnya. Untuk menganalisis dan
mengidentifikasi sektor mana yang paling unggul, dan berpotensi untuk
dikembangkan, analisis dalam penelitian ini ada empat analisis. Dimana,
pertanyaan pertama mengenai sektor ekonomi apa yang termasuk ke dalam
sektor basis atau memiliki spesialisasi tinggi di Kota Bogor, menggunakan
metode analisis Location Quotient (LQ). Pertanyaan kedua mengenai sektor
ekonomi apa di Kota Bogor yang potensi perkembangannya lebih cepat
dibandingkan sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat, menggunakan metode
analisis LQ Dinamis (DLQ). Pertanyaan ketiga mengenai sektor ekonomi apa
yang pertumbuhannya unggul baik di tingkat Kota Bogor maupun di tingkat
Provinsi Jawa Barat, menggunakan metode analisis Model Rasio Pertumbuhan
(MRP). Dan untuk pertanyaan keempat mengenai sektor ekonomi apa yang
unggul di Kota Bogor baik dari segi kontribusi maupun pertumbuhannya
menggunakan pendekatan analisis Overlay.
1. Analisis Koefisien Lokasiatau Location Quotient (LQ)
Sektor basis adalah sektor ekonomi yang mampu memenuhi kebutuhan
barang-barang dan jasa-jasa untuk pasar di daerah itu sendiri maupun
47
daerah lain dan dapat dijadikan sektor unggulan. Sektor non-basis adalah
sektor ekonomi yang hanya mampu memenuhi kebutuhan barang-barang
dan jasa-jasa untuk pasar di daerah itu sendiri, hal ini yang
mengindikasikan bahwa komoditas tersebut kurang/tidak unggul di daerah
yang bersangkutan.
Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi sektor yang potensial di
Kota Bogor yang termasuk ke dalam sektor basis dan non basis. Dengan
analisis LQ dapat diketahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis
di Kota Bogor, dengan rumus sebagai berikut:
LQ = (Si/S) / (Ri/R)
Dengan batasan :
Si = produksi sektor i di daerah analisis (kota Bogor)
S = total PDRB di daerah analisis (kota Bogor)
Ri = produksi sektor i di daerah referensi (provinsi Jawa Barat)
R = total PDRB di daerah referensi (provinsi Jawa Barat)
LQ = nilai Location Quotient
Menurut Muhammad (2011, 51), sektor basis/spesialisasi mengacu
pada sektor ekonomi di suatu wilayah, di mana suatu wilayah dikatakan
memiliki spesialisasi jika wilayah tersebut mengembangkan suatu sektor
ekonomi sehingga andil sektor tersebut lebih besar jika dibanding sektor
yang sama pada daerah lain. Spesialisasi juga tercipta akibat potensi
sumber daya alam yang besar maupun peranan permintaan pasar yang besar
terhadap output-output lokal.
48
Menurut Bendavid Val dalam Choliq (2007: 56), kriteria pengukuran
LQ ada tiga kemungkinan yang terjadi yaitu:
a. Jika LQ > 1 maka dikatagorikan ke dalam sektor basis, artinya tingkat
spesialisasi sektor tertentu di tingkat daerah analisis (Kota Bogor)
lebih tinggi dari tingkat provinsi daerah analisis (Provinsi jawa Barat).
b. Jika LQ = 1 maka dikatagorikan ke dalam sektor basis, namun tingkat
spesialisasi sektor tertentu di tingkat daerah analisis (Kota Bogor)
sama dengan sektor yang sama di tingkat provinsi daerah analisis
(Provinsi jawa Barat).
c. Jika LQ < 1 maka dikatagorikan ke dalam sektor non basis, artinya
tingkat spesialisasi sektor tertentu di tingkat daerah analisis (Kota
Bogor) lebih rendah dari tingkat provinsi daerah analisis (Provinsi
jawa Barat).
Apabila LQ ≥ 1 berarti sektor tersebut merupakan sektor unggulan di
daerah dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak
perekonomian daerah. Namun, jika LQ < 1 berarti sektor tersebut bukan
merupakan sektor unggulan di daerah dan kurang potensial untuk
dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah.
2. Analisis LQ Dinamis (DLQ)
Selanjutnya untuk mengetahui sektor basis/non basis dalam tempo per
tahun dan per periode yang ditentukan adalah dengan menggunkan Analisis
LQ Dinamis (DLQ). Menurut Kuncoro (2009) dalam Benny dan Eko
(2014), DLQ merupakan perkembangan dari SLQ. DLQ atau Dinamic
49
Location Quotient (DLQ) adalah analisis LQ yang dilakukan dalam bentuk
time series/trend. Dalam hal ini, perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu
sektor tertentu dari waktu ke waktu; apakah mengalami penurunan atau
kenaikan. Dengan rumus sebagai berikut:
DLQ = |
|
Dengan batasan :
vi = rata – rata laju pertumbuhan PDRB sektor i di Kota Bogor
Vi = rata – rata laju pertumbuhan PDRB sektor i di Provinsi Jawa
Barat
vt = rata – rata laju pertumbuhan total PDRB di Kota Bogor
Vt = rata – rata laju pertumbuhan total PDRB di Provinsi Jawa Barat
t = tahun penelitian
DLQ = koefisien DLQ
Dengan Ketentuan:
DLQ > 1, artinya potensi perkembangan sektor i di Kota Bogor lebih maju
dibandingkan sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat.
DLQ < 1, artinya potensi perkembangan sektor i di Kota Bogor kurang
maju dibandingkan sektor yang sama di provinsi Jawa Barat.
DLQ = 1, artinya potensi perkembangan sektor i di Kota Bogor sama
dengan sektor yang sama di provinsi Jawa Barat.
Menurut Benny dan Eko Gabungan antra nilai SLQ dan DLQ
dijadikan kriteria dalam menentukan apakah komoditas unggulan tersebut
50
tergolong unggulan, prospektif, andalan, atau tertinggal. Untuk
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel III.1 berikut. Hasil dari analisa ini
akan terpilih komoditas yang tergolong unggulan, prospektif, andalan, atau
tertinggal.
Tabel 3.1
Klasifikasi Sektor Berdasarkan Gabungan LQ dan DLQ
KRITERIA SLQ > 1 SLQ < 1
DLQ > 1 Sektor Unggulan Sektor Andalan
DLQ < 1 Sektor Prospektif Sektor Tertinggal
Sumber : Kuncoro (2009) dalam Benny dan Eko (2014)
3. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
Model Rasio Pertumbuhan (MRP) merupakan alat analisis alternatif
yang dapat digunakan dalam perencanaan wilayah yang diperoleh dengan
memodifikasi model analisis Shift-Share. Model ini diturunkan dari
persamaan awal komponen utama dalam analisis Shift and Share yakni,
Differential Shift dan Proportionality Shift (Choliq, 2007: 61)
Menurut Aditya (2013) Analisi Model Rasio Pertumbuhan merupakan
alat analisis yang digunakan untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi
(sektor ekonomi) yang potensial. Analisis MRP ini dibagi lagi ke dalam
dua kriteria, yaitu Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) dan Rasio
Pertumbuhan Wilayah Referensi (Rpr). Berikut ini penjelasan dari masing-
masing kriteria MRP:
a. Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yaitu perbandingan antara
pertumbuhan pendapatan/produksi dalam hal ini ialah pertumbuhan
51
pendapatan/produksi sektor i di wilayah studi (Kota Bogor) dengan
pertumbuhan pendapatan pendapatan/produksi sektor i di wilayah
referensi (Provinsi Jawa Barat). Berikut formula dari RPs.
RPs =
Keterangan :
= Perubahan pendapatan/produksi sektor i di Kota Bogor
periode 2011-2016.
= pendapatan/produksi sektor i di Kota Bogor pada awal tahun
penelitian
= Perubahan pendapatan/produksi sektor i di Provinsi Jawa
Barat periode 2011-2016
= Pendapatan/produksi sektor i di Provinsi Jawa Barat pada
awal tahun penelitian
Jika nilai RPs > 1, menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor tertentu
pada tingkat wilayah studi (kota Bogor) lebih tinggi dibanding dengan
pertumbuhan sektor yang sama pada wilyah referensi (Provinsi Jawa
Barat).
Jika nilai RPs < 1, menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor tertentu
pada tingkat wilayah studi (Kota Bogor) lebih rendah dibanding
dengan pertumbuhan sektor yang sama pada wilyah referensi (Provinsi
Jawa Barat).
52
b. Rasio Pertumbuhsn Wilayah Referensi (RPr) yaitu perbandingan antara
laju pertumbuhan pendapatan/produksi sektor i di wilayah referensi
(Provinsi Jawa Barat) dengan laju pertumbuhan total kegiatan
(pendapatan/produksi) wilayah referensi (Provinsi Jawa Barat). Berikut
formula dari RPr.
RPr =
Keterangan :
= Perubahan pendapatan/produksi sektor i di Provinsi Jawa
Barat periode 2011-2016
= pendapatan/produksi sektor i di Provinsi Jawa Barat pada
awal tahun penelitian
= Perubahan pendapatan/produksi di Provinsi Jawa Barat
periode 2011-2016
= Total pendapatan/produksidi Provinsi Jawa Barat pada awal
tahun penelitian
Jika nilai RPr > 1, menunjukkan bahwa pertumbuhan suatu sektor
tertentu dalam wilayah referensi (Provinsi Jawa Barat) lebih tinggi dari
pertumbuhan pendapatan/produksi total wilayah tersebut (Provinsi
Jawa Barat).
Jika nilai RPr < 1, menunjukkan bahwa pertumbuhan suatu sektor
tertentu dalam wilayah referensi (Provinsi Jawa Barat) lebih rendah
53
dari pertumbuhan pendapatan/produksi total wilayah tersebut (Provinsi
Jawa Barat).
Untuk melihat sektor ekonomi yang potensial, maka hasil perhitungan
MRP dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Klasifikasi 1, di mana nilai RPs dan RPr lebih dari satu yang berarti bahwa
kegiatan suatu sektor ekonomi baik pada tingkat kota maupun tingkat
provinsi mempunyai pertumbuhan yang unggul.
Klasifikasi 2, di mana nilai RPs lebih dari satu namun nilai RPr kurang dari
satu yang berarti bahwa kegiatan suatu sektor ekonomi pada tingkat kota
mempunyai pertumbuhan yang unggul sementara pada tingkat provinsi
tidak unggul.
4. Analisis Overlay
Menurut Aditya (2013) Analisis ini digunakan untuk
mengidentifikasikan sektor unggul baik dari segi kontribusi maupun
pertumbuhannya dengan menggabungkan hasil dari analisis LQ dan
analisis MRP. Sehingga analisis ini terdiri dari tiga komponen yaitu
Location Quotient (LQ), Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr), dan
Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs). Setiap komponen kemudian
disamakan satuannya dengan diberi notasi positif (+) atau notasi negatif (-).
Jika koefisien komponen bernilai lebih dari satu diberi notasi positif (+) dan
jika koefisien komponen bernilai kurang dari satu diberi notasi negatif (-).
Metode ini digunakan untuk menentukan sektor unggulan dengan
menggabungkan hasil dari metode LQ dengan metode Model Rasio
54
Pertumbuhan (MRP) yaitu Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr)
dan Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs). Metode ini memberikan
penilaian kepada sektor-sektor ekonomi dengan melihat nilai positif (+) dan
negatif (-). Sektor yang jumlah nilai positif (+). Paling banyak berarti sektor
tersebut merupakan sektor unggulan dan begitu juga sebaliknya jika nilai
suatu sektor tidak mempunyai nilai positif berarti sektor tersebut bukan
sektor unggulan (Choliq Sabana, 2007).
Dalam penelitian ini akan diidentifikasi hasil overlay dengan
menggunakan tiga klasifikasi menurut Choliq Sabana (2007). Klasifikasi
tersebut yaitu :
d. Klasifikasi 1 (+++), ketiga komponen bernotasi positif yang berarti
kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang tinggi
di tingkat Jawa Barat maupun di tingkat Kota Bogor dan kontribusi
sektoral Kota Bogor lebih tinggi dari Jawa Barat. Artinya sektor
tersebut mempunyai potensi daya saing yang tinggi karena unggul baik
di tingkat kota maupun di tingkat provinsi dan dapat dikatakan sektor
tersebut memiliki keunggulan kompetitif.
e. Klasifikasi II (-++), notasi negatif untuk RPr yang berarti kegiatan
sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang rendah di
tingkat Provinsi Jawa Barat. Dan notasi positif untuk RPs dan LQ yang
berarti kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang
tinggi di tingkat Kota Bogor dan kontribusi sektoral Kota Bogor lebih
55
tinggi dari Jawa Barat. Dengan kata lain sektor tersebut merupakan
spesialisasi kegiatan ekonomi di Kota Bogor.
f. Klasifikasi III (---), ketiga komponen bernotasi negatif yang berarti
kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang rendah
di tingkat Jawa Barat maupun di Kota Bogor dan kontribusi sektoral di
Kota Bogor lebih rendah dari Jawa Barat. Hal ini menandakan sektor
ekonomi tersebut memiliki daya saing yang rendah karena tidak unggul
baik di tingkat kota maupun di tingkat provinsi. Dan dapat dikatakan
bahwa sektor tersebut tidak memiliki keunggulan kompetitif dan bukan
merupakan spesialisasi kegiatan ekonomi di Kota Bogor.
E. Operasional Variabel Penelitian
Bagian ini akan menjelaskan definisi dari masing-masing variable yang
digunakan, adapun variable yang terlibat dalam penelitian ini adalah :
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Produk Domestik Regional
Bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir di
wilayah tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan PDRB seluruh sektor
ekonomi di Kota Bogor atas dasar harga konstan tahun 2010 dalam satuan
rupiah, yakni sektor:
a. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Kategori ini mencakup segala pengusahaan yang didapatkan dari
alam dan merupakan benda-benda atau barang-barang biologis (hidup)
yang hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sendiri atau untuk dijual kepada pihak lain. Pengusahaan ini termasuk
56
kegiatan yang tujuan utamanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri
(subsisten) seperti pada kegiatan usaha tanaman pangan (BPS, 2016).
b. Industri Pengolahan
Katagori industri pengolahan meliputi kegiatan ekonomi di
bidang perubahan secara kimia atau fisik dari bahan, unsur atau
komponenmenjadi produk baru. Unit industri pengolahan digambarkan
sebagai pabrik, mesin, atau peralatan yang khusus digerakkan dengan
mesin dan tangan. Termasuk kategori industri pengolahan adalah
perubahan bahan menjadi produk baru yang dengan menggunakan
tangan, kegiatan naklon atau kegiatan penjualan produk yang dibuat di
tempat yang sama di mana produk tersebut dijual dan unit yang
melakukan pengolahan bahan-bahan dari pihak lain atas dasar kontrak
(BPS, 2016)
c. Pengadaan Listrik dan Gas
Kategori ini mencakup kegiatan pengadaan tenaga listrik, gas
alam dan buatan, uap panas, air panas, udara dinguin dan produk es
dan sejenisnya melalui jaringan, saluran, atau pipa infrastruktur
permanen. Kategori ini juga mencakup pengoprasian mesin gas yang
menghasilkan, mengontrol dan menyalurkan tenaga listrik atau gas.
Juga mencakup pengadaan uap panas dan AC (BPS, 2016).
d. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Kategori ini mencakup kegiatan ekonomi/lapangan usaha yang
berhubunban dengan pengelolaan berbagai bentuk limbah/sampah,
57
seperti limbah/sampah padat atau bukan baik rumah tangga ataupun
industri, yang dapat mencemari lingkungan. Hasil dari proses
pengelolaan limbah sampah atau kotoran ini dibuang atau menjadi
input dalam proses produksi lainnya. Kegiatan pengadaan air termasuk
kategori ini, karena kegiatan ini sering kali dilakukan dalam
hubungannya dengan atau oleh unit yang terlibat dalam pengelolaan
limbah/kotoran (BPS, 2016).
e. Konstruksi
Kategori konstruksi adalah kegiatan usaha dibidang konstruksi
umum dan konstruksi khusus pekerjaan gedung dan bangunan sipil,
baik digunakan sebagai tempat tinggal atau sarana kegiatan lainnya.
Kegiatan konstruksi mencakup pekerjaan baru, perbaikan, penambahan
dan perubahan, pendirian prafabrikasi bangunan atau struktus di lokasi
proyek dan juga konstruksi yang bersifat sementara (BPS, 2016)
f. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Kategori ini meliputi kegiatan ekonomi/lapangan usaha dibidang
perdagangan besar eceran (yaitu penjualan tanpa perubahan teknis)
dari berbagai jenis barang, dan memberikan imbalan jasa yang
mengiringi penjualan barang-barang tersebut. Baik penjualan secara
grosir (perdagangan besar) maupun eceran merupakan tahap akhir
dalam pendistribusian barang dagangan. Kategori ini juga mencakup
reparasi mobil dan sepeda motor (BPS, 2016).
58
g. Transportasi dan Pergudangan
Kategosi ini mencakup penyediaan angkutan penumpang atau
barang, baik yang berjadwal maupun tidak, dengan menggunakan rel,
saluran pipa, jalan darat, air atau udara dan kegiatan yang berhubungan
dengan pengangkutan. Kategori Transportasi, dan Pergudangan terdiri
atas; angkutan rel; angkutan darat; angkutan laut; angkutan sungai;
danau; dan penyebrangan; angkutan udara; pergudangan dan jasa
pnunjang angkutan; pos dan kurir. Kegiatan pengangkutan meliputi
kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari suatu tempat ke
tempat lainnya dengan menggunakan alat angkut atau kendaraan, baik
bermotor maupun tidak bermotor. Sedangkan jasa penunjang angkutan
mencakup kegiatan yang sifatnya menunjang kegiatan pengangkutan
seperti: terminal, pelabuhan, pergudangan, dan lain-lain (BPS, 2016).
h. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Kategori ini mencakup penyediaan akomodasi penginapan
jangka pendek untuk pengunjung dan pelancong lainnya serta
penyediaan makanan dan minuman untuk konsumsi segera. Jumlah
dan jenis layanan tambahan yang disediakan sangat bervariasi. Tidak
termasuk penyediaan akomodasi jangka panjang seperti tempat tinggal
utama, penyiapan makanan atau minuman bukan umum untuk
dikonsumsi segera atau yang melalui kegiatan perdagangan besar dan
eceran (BPS, 2016).
59
i. Informasi dan Komunikasi
Kategori ini mencakup produksi dan distribusi informasi dan
produk kebudayaan, persediaan alat untuk mengirimkannya atau
mendistribusikan produk-produk ini dan juga data atau kegiatan jasa
informasi lainnya. Kategori terdiri dari beberapa industri yaitu
Penerbitan, Produksi Gambar Bergerak, Video, Perekam Suara dan
Penerbitan Musik, Penyiaran dan Pemograman (Radio dan Televisi),
Telekomunikasi, Pemograman, Konsultasi Komputer, dan Teknologi
Informasi (BPS, 2016).
j. Jasa Keuangan dan Asuransi
Kategori ini mencakup jasa perantara keuangan, asuransi dan
pension, jasa keuangan lainnya serta jasa penunjang keuangan.
Kategori ini juga mencakup kegiatan pemegang asset, seperti kegiatan
perusahaan holding dan kegiatan dari lembaga penjaminan atau
pendanaan dan lembaga keuangan sejenis (BPS, 2016).
k. Real Estate
Kegiatan ini meliputi kegiatan persewaan, agen dan atau
perantara dalam penjualan atau pembelian real estate serta penyediaan
jasa real estate lainnya bisa dilakukan atas milik snediri atau milik
orang lain yang dilakukan atas dasar balas jasa kontrak. Kegiatan ini
juga mencakup kegiatan pembangunan gedung, pemeliharaan atau
penyewaan bangunan. Real estate adalah property berupa tanah dan
bangunan (BPS, 2016).
60
l. Jasa Perusahaan
Kategori Jasa Perusahaan merupakan gabungan dari dua
kategori, yakni kategori M dan kategori N. Kategori M mencakup
kegiatan professional, ilmu pengetahuan dan teknik yang
membutuhkan tingkat pelatihan yang tinggi dan menghasilkan ilmu
pengetahuan dan keterampilan khusus yang tersedia untuk
penggunaan. Kegiatan yang termasuk kategori M antara lain: jasa
hukum dan akuntansi, jasa arsitektur dan teknik sipil, penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan, periklanan dan penelitian pasar,
serta jasa professional ilmiah dan teknis lainnya. Kategori N mencakup
berbagai kegiatan yang mendukung operasional usaha secara umum.
Kegiatan yang termasuk kategori N antara lain: jasa persewaan dan
sewa guna usaha tanpa hak opsi, jasa ketenagakerjaan, jasa agen
perjalanan, penyelenggaraan tour dan jasa reservasi lainnya, jasa
keamanan dan penyelidikan, jasa untuk gedung dan pertanaman, jas
administrasi kantor, serta jasa penunjang kantor dan jasa penunjang
usaha lainnya (BPS, 2016).
m. Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Kategori ini mencakup kegiatan yang sifatnya pemerintahan,
yang umumnya dilakukan oleh administrasi pemerintahan. Kategori ini
juga mencakup perundang-undangan, kegiatan legislative, perpajakan,
pertahanan negara, keamanan dan keselamatan negara, pelayanan
61
imigrasi, hubungan luar negri dan administrasi program pemerintah,
serta jaminan sosial wajib (BPS, 2016).
n. Jasa Pendidikan
Kategori ini mencakup kegiatan pendidikan pada berbagai
tingkatan dan untuk berbagai pekerjaan, baik secara lisan atau tertulis
seperti halnya dengan berbagai cara komunikasi. Kategori ini juga
mencakup pendidikan negeri dan swasta juga mencakup pengajaran
yang terutama mengenai kegiatan olahraga, hiburan dan penunjang
pendidikan. Pendidikan dapat disediakan dalam ruangan, melalui
penyiaran radio dan televisi, internet, surat menyurat. Tingkat
pendidikan dikelompokan seperti kegiatan pendidikan dasar,
pendidikan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan lain,
mencakup juga jasa penunjang pendidikan dan pendidikan anak usia
dini (BPS, 2016).
o. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Kategori ini mencakup kegiatan penyediaan jasa kesehatan dan
kegiatan social yang cukup luas cakupannya, dimulai dari pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh tenaga professional terlatih di rumah
sakit dan fasilitas kesehatan lain sampai kegiatan perawatan di rumah
yang melibatkan tingkat kegiatan pelayanan kesehatan sampai kegiatan
social yang tidak melibatkan tenaga kesehatan professional. Kegiatan
penyediaan jasa kesehatan dan kegiatan sosial mencakup: Jasa Rumah
Sakit; Jasa Klinik; Jasa Rumah Sakit Linnya; Praktik Dokter; Jasa
62
Pelayanan Kesehatan yang dilakukan Paramedis; Jasa Pelayanan
Kesehatan Tradisional; Jasa Pelayanan Penunjang Kesehatan; Jasa
Angkutan Khusus Pengangkutan Orang Sakit (Medical Evacuation);
Jasa Kesehatan Hewan; Jasa Kegiatan Sosial (BPS, 2016).
p. Jasa Lainnya.
Kategori Jasa Lainnya merupakan gabungan empat kategori.
Kategori ini mempunyai kegiatan yang cukup luas yang meliputi:
Kesenian, Hiburan, dan Rekreasi; Jasa Reparasi Komputer dan Barang
Keperluan Pribadi dan Perlengkapan Rumah Tangga; Jasa Perorangan
Yang Melayani Rumah Tangga; Kegiatan Yang Menghasilkan Barang
dan Jasa Oleh Rumah Tangga Yang Digunakan Sendiri untuk
memenuhi kebutuhan; Jasa Swasta Lainnya termasuk Kegiatan Badan
Internasional, seperti PBB dan Perwakilan PBB, Badan Regional, IMF,
OECD, dan lain-lain (BPS, 2016).
2. Pertumbuhan sektor ekonomi adalah pertumbuhan nilai barang dan jasa
dari setiap sektor ekonomi yang dihitung dari angka PDRB atas dasar
harga konstan (ADHK) tahun 2010. PDRB (ADHK) merupakan nilai
produksi barang dan jasa akhir dalam suatu waktu kurun waktu tertentu
orang-orang dan perusahaan. Dinamakan bruto karena memasukkan
komponen penyusutan. Disebut domestik karena menyangkut batas
wilayah. Disebut konstan karena harga yang digunakan mengacu pada
tahun tertentu, tahun dasar 2010 (Muhammad, 2011:63).
63
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
Gambar 4.1.
Peta Kota Bogor
1. Luas dan Batasan Wilayah Administrasi
Luas wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 hektar yang terdiri dari
enam kecamatan dan 68 kelurahan. Keenam kecamatan tersebut yaitu
Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor
Utara, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Barat, dan
Kecamatan Tanah Sareal. Kecamatan Bogor Barat mempunyai luas
wilayah terbesar yaitu 3.285 hektar dan terdiri dari 16 kelurahan
sedangkan Kecamatan Bogor Tengah mempunyai luas wilayah terkecil
64
yaitu 813 hektar dan terdiri dari 11 kelurahan. Untuk luas wilayah menurut
kecamatan tersaji pada Tabel 4. 1. Secara administratif Kota Bogor
dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor dengan batas wilayah sebagai
berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede,
dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan
Ciawi, Kabupaten Bogor.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan
Ciomas, Kabupaten Bogor.
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan
Caringin, Kabupaten Bogor.
Tabel 4.1
Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Bogor
No KECAMATAN LUAS WILAYAH (HA)
1 Bogor Selatan 3.081
2 Bogor Timur 1.015
3 Bogor Utara 1.772
4 Bogor Tengah 813
5 Bogor Barat 3.285
6 Tanah Sareal 1.884
Jumlah 11.850
Sumber : RPJMD Kota Bogor, 2015-2019
2. Letak dan Kondisi Geografis
Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”BT –
106°51’00”BT dan 6°30’30”LS – 6°41’00”LS. Kedudukan geografi Kota
Bogor berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya
65
sangat dekat dengan DKI Jakarta. Jarak Kota Bogor dengan Kota Jakarta
kurang lebih 60 kilometer dan dengan Kota Bandung sekitar 120
kilometer. Hal ini menjadi potensi yang strategis bagi perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri,
perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata (RPJMD Kota
Bogor, 2015-2019).
3. Topografi
Kota Bogor mempunyai wilayah dengan kontur berbukit dan
bergelombang dengan ketinggian bervariasi, ketinggian minimum 190
meter dan ketinggian maksimum 330 meter di atas permukaan laut.
Sebagian besar wilayah Kota Bogor memiliki lahan datar dengan
kemiringan berkisar 0−2 persen, untuk luasan lahan datar seluas 1.763,94
hektar dan tersebar di enam kecamatan. Seluas 8.091,19 hektar merupakan
lahan landai dengan kemiringan berkisar 2−15 persen, seluas 1.109,92
hektar merupakan lahan agak curam dengan kemiringan 15−25 persen,
seluas 765,21 hektar merupakan lahan curam dengan kemiringan 25−40
persen dan lahan sangat curam seluas 119,74 hektar dengan kemiringan
lebih dari 40 persen (RPJMD Kota Bogor, 2015-2019).
4. Klimatologi
Kondisi iklim selama tahun 2015 di Kota Bogor suhu rata-rata tiap
bulan 34,2°C (maksimal) dan suhu rata-rata terendah 20,0°C. Suhu
tertinggi terjadi pada bulan Agustus 2015 yang tercatat 35,0°C dan
terendah tercatat 17,4°C. Kelembaban udara 89,9 %, curah hujan rata-rata
66
setiap bulan sekitar 267,9 – 385,3 mm dengan curah hujan terbesar pada
bulan November 2015. (Kota Bogor Dalam Angka 2016).
5. Demografi
Penduduk Kota Bogor pada tahun 2015 terdapat sebanyak 1.047.922
jiwa yang terdiri atas 532.018 orang laki-laki dan sebanyak 515.904 orang
perempuan. Dibandingkan dengan tahun 2014 jumlah penduduk Kota
Bogor pada tahun 2015 bertambah sebanyak 17.202 orang. Dengan luas
wilayah 118,50 kilometer persegi, kepadatan penduduk di Kota Bogor
pada tahun 2015 mencapai 8.843 jiwa perkilometer persegi.
Tabel 4. 2
Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan
di Kota Bogor, 2015
Kecamatan Luas Area
(KM²)
Jumlah Penduduk
Kepadatan Laki-
laki Perempuan Jumlah
Bogor
Selatan 30,81 100.748 96.020 196.768 6.386
Bogor Timur 10,15 52.199 51.190 103.389 10.186
Bogor Utara 17,72 96.126 93.368 189.494 10.694
Bogor
Tengah 8,13 52.728 51.711 104.439 12.846
Bogor Barat 32,85 118.009 114.625 232.634 7.082
Tanah Sareal 18,84 112.208 108.990 221.198 11.741
Jumlah 2015 118,50 532.018 515.904 1.047.922 8.843
2014 118,50 523.479 507.241 1.030.720 8.698
Sumber : Kota Bogor dalam angka, 2016 (diolah)
Kecamatan di Kota Bogor yang memiliki tingkat kepadatan paling
tinggi adalah Kecamatan Bogor Tengah yakni mencapai 12.846 jiwa
perkilometer persegi. Namun jumlah penduduk terbanyak ada di
Kecamatan Bogor Barat, terdapat sebanyak 232.634 jiwa. Dan jumlah
67
penduduk terkecil ada di Kecamatan Bogor Timur, terdapat sebanyak
103.389 jiwa.
6. Kondisi Perekonomian Kota Bogor
Tabel 4. 3
Kontribusi Sektor Ekonomi Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas
Dasar Harga Konstan 2010 Tahun 2011-2016 (Persentase)
Sektor Tahun
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan
1.04 1.00 0.96 0.93 0.89 0.85
Industri Pengolahan 20.09 19.49 19.24 19.15 19.15 18.92
Pengadaan Listrik dan
Gas
4.41 4.39 4.36 4.30 3.55 3.34
Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
0.10
0.11
0.11
0.11
0.11
0.11
Konstruksi 11.29 11.43 11.37 11.31 11.26 11.15
Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
22.75
22.76
22.75
22.52
22.33
22.12
Transportasi dan
Pergudangan
10.82 11.21 11.11 11.07 11.44 11.60
Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum
4.48 4.46 4.46 4.44 4.43 4.48
Informasi dan
Komunikasi
4.44 4.61 4.76 5.33 5.96 6.27
Jasa Keuangan dan
Asuransi
6.60 6.58 6.89 6.74 6.63 6.84
Real Estate 2.14 2.16 2.18 2.21 2.20 2.23
Jasa Perusahaan 1.97 1.97 2.03 2.00 2.04 2.07
Administrasi
Pemerintah, Pertahanan
dan Jaminan Sosial
Wajib
3.01
2.92
2.79
2.70
2.61
2.50
Jasa Pendidikan 2.31 2.47 2.61 2.76 2.84 2.86
Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial
1.10 1.08 1.10 1.17 1.24 1.26
Jasa Lainnya 3.44 3.37 3.29 3.26 3.33 3.38
PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber: BPS Kota Bogor (diolah)
68
Struktur ekonomi Kota Bogor pada kurun waktu tahun 2011 hingga
2016 tidak mengalami pergeseran, Sektor perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor dan sektor industri pengolahan tetap
mendominasi terhadap pembentukan PDRB Kota Bogor.
Peranan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor sebagai sektor yang memberikan kontribusi atau sumbangan
paling besar dalam total PDRB di Kota Bogor, yakni sebesar 22,75 persen
pada tahun 2011, walaupun mengalami penurunan hingga tahun 2016
menjadi 22,12 persen.
Sektor lain yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap total
PDRB di Kota Bogor adalah sektor industri pengolahan yakni memberikan
sumbangan sebesar 20,09 persen pada tahun 2011 dan sebesar 18,92
persen pada tahun 2016. Sedangkan sektor ekonomi yang memberikan
kontribusi terkecil dalam pembentukan total PDRB Kota Bogor adalah
sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, yakni hanya sebesar 1,04
persen pada tahun 2011 dan hanya sebesar 0,85 persen pada tahun 2016.
Secara lebih rinci dapat dilihat dalam tabel 4. 3.
Laju pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor secara keseluruhan pada
tahun 2016 adalah sebesar 6,73 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari
yang dicapai pada tahun sebelumnya yaitu sebesar 6,14 persen. Hampir
seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan dalam kurun waktu 2011
sampai dengan 2016 kecuali sektor pengadaan listrik dan gas, terjadi
69
penurunan pada sektor tersebut antara tahun 2014-2015 sebesar 4,54
persen pada tahun 2014 menjadi -12,37 persen pada tahun 2015.
Tabel 4. 4
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas
Dasar Harga Konstan 2010 Tahun 2011-2016 (Persentase)
SEKTOR EKONOMI Tahun
2012 2013 2014 2015 2016
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 2.52 2.13 2.02 2.02 2.22
Industri Pengolahan 3.11 4.69 5.53 6.12 5.48
Pengadaan Listrik dan Gas 5.63 5.44 4.54 -12.37 0.55
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6.78 7.41 8.44 5.48 4.23
Konstruksi 7.62 5.45 5.49 5.65 5.70
Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6.36 5.99 4.94 5.27 5.71
Transportasi dan Pergudangan 10.18 5.05 5.64 9.69 8.29
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 5.83 6.00 5.64 5.70 8.05
Informasi dan Komunikasi 10.48 9.41 18.69 18.58 12.36
Jasa Keuangan dan Asuransi 6.06 10.97 3.71 4.34 10.17
Real Estate 7.13 7.19 7.15 5.70 8.10
Jasa Perusahaan 6.08 9.47 4.50 8.27 8.39
Administrasi Pemerintah, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib 2.98 1.36 2.61 2.72 2.30
Jasa Pendidikan 13.88 12.06 11.82 9.45 7.48
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.05 7.88 13.30 11.91 8.98
Jasa Lainnya 4.23 3.52 5.20 8.41 8.25
PDRB 6.31 6.04 6.01 6.14 6.73
Sumber: BPS Kota Bogor (diolah)
Pertumbuhan sektor ekonomi paling tinggi pada tahun 2016 adalah
pada sektor informasi dan komunikasi. Laju pertumbuhan ekonomi yang
ditunjukkan dalam laju pertumbuhan ekonomi Kota Bogor menurut
lapangan usaha atas dasar harga konstan 2010 tahun 2011-2016 dapat
dilihat secara lebih rinci dalam Tabel 4.4.
70
B. Analisis dan Pembahasan
Kota Bogor mempunyai potensi perekonomian yang memiliki
keunggulan baik dari segi kontribusi maupun dari segi pertumbuhan. Untuk
mengidentifikasi sektor ekonomi yang berpotensi atau unggul di Kota Bogor,
digunakan metode analisis Location Quotient (LQ) atau analisis Basis, analisis
LQ Dinamis (DLQ), analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP), dan analisis
Overlay. Dan hasil analisis adalah sebagai berikut:
1. Analisis Location Quotient (LQ)
Aanalisis LQ digunakan untuk mengidentifikasikan sektor-sektor
ekonomi manakah yang termasuk ke dalam unggulan perekonomian
daerah yang mengacu pada formulasi Bendavid-Val (1991: 74) dalam
Mudrajad Kuncoro (2002). Kriteria pengukuran LQ menurut Bendavid-
Val yaitu: LQ>1 maka dikatagorikan ke dalam sektor basis, artinya tingkat
spesialisasi sektor tertentu di tingkat Kota Bogor lebih tinggi dari tingkat
Provinsi jawa Barat. LQ=1 maka dikatagorikan ke dalam sektor basis,
namun tingkat spesialisasi sektor tertentu di tingkat Kota Bogor sama
dengan sektor yang sama di tingkat Provinsi jawa Barat. LQ<1 maka
dikatagorikan ke dalam sektor non basis, artinya tingkat spesialisasi sektor
tertentu di tingkat Kota Bogor lebih rendah dari tingkat Provinsi jawa
Barat.
Dalam penelitian ini LQ dihitung atas dasar nilai sektoral dalam
PDRB Kota Bogor sebagai wilayah studi dan nilai PDRB Provinsi Jawa
Barat sebagai wilayah referensi dari tahun 2011 sampai dengan 2016.
71
Seperti yang dipaparkan oleh Muhammad (2011, 51), bahwa sektor basis
atau spesialisasi mengacu pada sektor ekonomi di suatu wilayah, di mana
suatu wilayah dikatakan memiliki spesialisasi jika wilayah tersebut
mengembangkan suatu sektor ekonomi sehingga andil sektor tersebut lebih
besar jika dibanding sektor yang sama pada daerah lain. Spesialisasi juga
tercipta akibat potensi sumber daya alam yang besar maupun peranan
permintaan pasar yang besar terhadap output-output lokal.
Hasil perhitungan dengan metode LQ menunjukkan bahwa dari tahun
2011 sampai dengan 2016, dari 16 sektor yang diteliti di Kota Bogor ada
14 sektor ekonomi yang memiliki nilai LQ rata-rata lebih dari satu (LQ>1)
dan 2 sektor ekonomi yang memiliki nilai LQ rata-rata kurang dari satu
(LQ<1). Artinya, hampir seluruh kegiatan atau sektor ekonomi di Kota
Bogor merupakan sektor basis. Atau dapat dikatakan bahwa sektor-sektor
ekonomi tersebut memiliki tingkat spesialisasi lebih tinggi di Kota Bogor
daripada di tingkat Provinsi Jawa Barat.
Besarnya nilai LQ rata-rata untuk setiap sektor basis atau unggulan di
Kota Bogor, masing-masing adalah: sektor pengadaan listrik dan gas
(7,51); sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang
(1,33); sektor konstruksi (1,39); sektor perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor (1,38); sektor transportasi dan
pergudangan (2,42); sektor penyediaan akomodasi dan makan minum
(1,79); sektor informasi dan komunikasi (1,65); sektor jasa keuangan dan
asuransi (2,74); sektor real estate (1,86); sektor jasa perusahaan (4,96),
72
sektor administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib
(1,24); sektor jasa pendidikan (1,05); sektor jasa kesehatan dan kegiatan
sosial (1,70); sektor jasa lainnya (1,71). Artinya keempat belas sektor
tersebut adalah sektor unggulan di Kota Bogor dan potensial untuk
dikembangkan sebagai pengggerak perekonomian Kota Bogor.
Sedangkan sektor yang bukan merupakan sektor unggulan di Kota
Bogor adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dan sektor
industri pengolahan, dengan nilai LQ rata-rata sebesar 0,11 untuk sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan dan sebesar 0,43 untuk sektor industri
pengolahan. Artinya, kedua sektor tersebut tingkat spesialisasinya di Kota
Bogor lebih rendah dibandingkan sektor yang sama di tingkat Provinsi
Jawa Barat. Dan dikatagorikan ke dalam sektor non basis.
Selama periode pengamatan dari tahun 2011 sampai dengan tahun
2016, baik sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan maupun sektor
industri pengolahan tidak pernah memiliki nilai LQ lebih dari 1 (LQ<1),
sebaliknya keempat belas sektor lainnya selama periode pengamatan selalu
memiliki nilai LQ lebih dari satu (LQ>1), meski ada empat sektor
ekonomi dengan nilai LQ yang terus menurun tiap tahunnya, yakni sektor
pengadaan listrik dan gas, sektor konstruksi, sektor jasa keuangan dan
asuransi, dan sektor jasa lainnya. Dengan demikian, artinya keempat
sektor tersebut memiliki kecenderungan yang semakin melemah tingkat
spesialisasinya di Kota Bogor. Sedangkan sektor basis lainnya memiliki
nilai LQ dengan trend yang berfluktuatif.
73
a. Sektor-sektor yang memiliki LQ kurang dari satu:
1) Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan bukan sektor basis atau
unggulan di Kota Bogor atau tingkat spesialisasinya lebih rendah dari
Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut dikarenakan terus menurunnya lahan
pertanian di Kota Bogor sampai dengan tahun 2016 yang dialih
fungsikan ke kegiatan ekonomi lain. Dan menurut data Kota Bogor
Dalam Angka 2016, jumlah tenaga kerja sektor tersebut juga sangat
sedikit, yakni dari total tenaga kerja di Kota Bogor yang mencapai
400.983 tenaga kerja sektor tersebut hanya menyerap sebesar 4.981
tenaga kerja atau 1,24 % sampai dengan tahun 2015. Sektor tersebut
kontribusinya juga sangat kecil jika dibandingkan dengan kontribusi
sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan di tingkat Provinsi Jawa
Barat.
2) Sektor Pertambangan dan Penggalian
Berdasarkan hasil wawancara, memang di Kota Bogor tidak
memiliki kegiatan pertambangan. Dapat dikatakan Kota Bogor tidak
memiliki potensi dalam kegiatan ekonomi tersebut. Menurut BPS Kota
Bogor, 2016, Kota Bogor tidak memiliki potensi kegiatan
perekonomian pada sektor pertambangan dan penggalian.
Diketemukan kegiatan penggalian pasir di beberapa titik namun
sifatnya hanya musiman dengan nilai yang sangat kecil. Sehingga tidak
dapat dilakukan analisis lebih dalam.
74
3) Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan bukan sektor basis atau unggulan di
Kota Bogor atau tingkat spesialisasinya lebih rendah dari tingkat
Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut dikarenakan jika dibandingkan
dengan tingkat provinsi kontribusi sektor tersebut terhadap total PDRB
lebih kecil daripada kontribusi sektor industri pengolahan terhadap total
PDRB di Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan hasil wawancara, Kota Bogor memang tidak memiliki
kawasan industri khusus, di Kota Bogor hanya terdapat industri rumah
tangga atau industri kecil dan menengah dan tidak terdapat industri
besar. Dalam Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Barat 2015, Lokasi
kawasan industri di Jawa Barat berada di Kabupaten Karawang,
Purwakarta, Majalengka, dan Bekasi, sehingga Kota Bogor tidak
memiliki spesialisasi terhadap sektor ekonomi tersebut.
Jumlah tenaga kerja di sektor tersebut juga relatif sedikit. Dan
menurut data Kota Bogor Dalam Angka 2016, dari total tenaga kerja di
Kota Bogor yang mencapai 400.983 tenaga kerja, sektor tersebut hanya
menyumbang sebesar 58.416 tenaga kerja atau sebesar 14,57% sampai
dengan tahun 2015.
b. Sektor-sektor yang memiliki LQ lebih dari satu:
1) Seluruh Sektor Jasa
Seluruh sektor jasa menjadi sektor basis atau unggulan di Kota
Bogor atau tingkat spesialisasinya lebih tinggi dari tingkat Provinsi
75
Jawa Barat. Berdasarkan hasil wawancara, Kota Bogor tidak memiliki
potensi di kegiatan ekonomi pertanian, dan pertambangan sehingga
pemerintah Kota Bogor memfokuskan pembangunan ekonomi kepada
sektor jasa. Hal tersebut didukung dalam visi Kota Bogor yang
tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) tahun 2005-2025, yang berbunyi “kota jasa yang nyaman
dengan masyarakat madani dan pemerintahan amanah”. Dalam RPJPD
Kota Bogor tahun 2005-2025, tercantum misi pertama yaitu
mengembangkan perekonomian masyarakat dengan titik berat pada jasa
dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada.
Dan ditegaskan kembali dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor tahun 2015-2019 halaman 25-
26, arah pembangunan nomer satu yang berbunyi perekonomian
dikembangkan dengan memperkuat perekonomian lokal agar berdaya
saing tinggi untuk menghadapi tantangan global, yaitu dengan
mengembangkan sektor tersier atau jasa sebagai sektor unggulan.
Kemudian dalam arah pembangunan nomer sembilan, baik sektor jasa
perusahan maupun sektor jasa keuangan dan asuransi masuk ke dalam
sektor yang diprioritaskan dalam mendorong pertumbuhan
perekonomian di Kota Bogor.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kota Bogor Dalam Angka
2016, dari total tenaga kerja yang ada di Kota Bogor sebanyak 400.983
jiwa, sektor jasa menyerap sebanyak 119.126 jiwa pada tahun 2015, Hal
76
ini menunjukkan bahwa sektor ini memberikan peranan yang cukup
tinggi bagi pertumbuhan ekonomi Kota Bogor.
2) Sektor Pengadaan Listrik dan Gas
Sektor pengadaan listrik dan gas merupakan sektor basis atau
unggulan di Kota Bogor atau tingkat spesialisasinya lebih tinggi dari
tingkat Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut dikarenakan terjadinya
peningkatan permintaan pasar yang besar akan sumber energi listrik dan
gas di Kota Bogor. Data energi listrik dan gas dari tahun ke tahun
menunjukkan peningkatan baik jumlah pelanggan, maupun daya
tersambung. Hal ini sebagai respon dari kebutuhan energi listrik dan gas
yang semakin meningkat, baik dari permintaan rumah tanga, industri,
maupun usaha lainnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kota Bogor Dalam Angka
tahun 2015-2016, banyaknya pelanggan energi listrik dan pelanggan
gas pada tahun 2011 masing-masing didistribusikan kepada sebanyak
201.850 dan 16.719 pelanggan dan meningkat menjadi sebanyak
1.003.162 dan 19.720 pelanggan hingga tahun 2015, dengan daya listrik
yang tersambung sebesar 1.873.735.639 kubik dan volume gas yang
terjual sebesar 370.888.779 kubik.
3) Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
Sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang
merupakan sektor basis atau unggulan di Kota Bogor atau tingkat
77
spesialisasinya lebih tinggi dari tingkat Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan hasil wawancara, sektor tersebut maju dikarenakan
semakin meningkatnya jumlah penduduk sehingga kebutuhan air juga
meningkat. Dan di Kota Bogor memang terdapat perusahaan dagang air
minum daerah yang dikelola oleh BUMD Kota Bogor yaitu PDAMD
Tirta Pakuan, di mana sumber air berasal dari beberapa sungai besar
seperti sungai Cisadane dan sungai Ciliwung. Selain itu, Kota Bogor
juga memiliki kegiatan pengelolaan sampah dengan sistem 3R, dan
sedang menggalakan bank-bank sampah di kawasan pemukiman
penduduk. Penduduk diminta memilah-milah sampah organik dan
sampah non organik.
Menurut data yang bersumber dari Kota Bogor dalam angka 2016,
jumlah pelanggan Perusahaan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor terus
mengalami peningkatan hingga tahun 2015. Tercatat pada tahun 2011
total pelanggan sebanyak 103.827 menjadi 139.412 pelanggan di tahun
2015 atau meningkat sebesar 34,27%, dengan air minum yang
disalurkan mencapai 37.278.542 kubik, dan nilai air yang terjual sekitar
sebesar 173,86 milyar rupiah.
Tingginya tingkat spesialisasi sektor tersebut tidak lepas dari
dukungan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kota Bogor tahun 2010-2014, pada Misi 2 yang bertujuan menjadikan
lingkungan bersih dan berkelanjutan, dengan sasaran terwujudnya
pengelolaan persampahan yang terpadu. Prioritas penanganan
78
kebersihan ditekankan pada peningkatan kapasitas pelayanan
persampahan, pengoptimalan TPA Galuga dan persiapan dukungan
pada TPA Nambo, serta peningkatan sistem pengelolaan dengan konsep
3R.
4) Sektor Konstruksi
Sektor konstruksi merupakan sektor basis atau unggulan di Kota
Bogor atau tingkat spesialisasinya lebih tinggi dari tingkat Provinsi
Jawa Barat. Kemajuan sektor ini tidak lepas dari perkembangan
infrastruktur yang terus dilakukan di Kota Bogor. Dapat dikatakan
kemajuan sektor kontstruksi merupakan dampak positif dari kemajuan
beberapa sektor ekonomi lain. Seperti, pembangunan atau perbaikan
jalan, pembangunan jembatan, penambahan penyaluran tenaga listrik
dan gas, pembangunan dan perbaikan gedung tempat tinggal dan
gedung bukan tempat tinggal, dan lain sebagainya.
Dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013, tercatat bahwa
peningkatan jalan mencapai 48,857 km, pembangunan jembatan
sebanyak 4 unit, dan pembangunan drainase jalan mencapai 9,16 km,
pembangunan trotoar sebanyak 3.450.
5) Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda
motor merupakan sektor basis atau unggulan di Kota Bogor atau tingkat
spesialisasinya lebih tinggi dari tingkat Provinsi Jawa Barat.
79
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat outlet-outlet besar yang terletak
di sepanjang Padjajaran. Kota Bogor memang menyediakan kawasan
untuk mendukung pertumbuhan perdagangan.
Menurut data yang bersumber dari Kota Bogor dalam angka 2016,
hingga tahun 2015, pada umumnya penduduk yang bekerja di Kota
Bogor terserap sebagian besar pada lapangan pekerjaan perdagangan,
dengan rincian sebanyak 120.802 orang dari total tenaga kerja sebanyak
400.983 orang. Jumlah perusahaan perdagangan di Kota Bogor juga
terus meningkat, pada tahun 2011 sebanyak 401 perusahan menjadi
sebanyak 748 perusahaan pada tahun 2015. Sementara itu, guna
pelaksanaan transaksi jual beli di pasar, di Kota Bogor terdapat
sebanyak 7 pasar yang mengelola dengan jumlah kios dan los yang
terus bertambah sebanyak 6.144 kios dan los pada tahun 2015 yang
semula hanya 5.938 kios dan los pada tahun 2011.
6) Sektor Transportasi dan Pergudangan
Sektor transportasi dan pergudangan merupakan sektor basis atau
unggulan di Kota Bogor atau tingkat spesialisasinya lebih tinggi dari
tingkat Provinsi Jawa Barat. Tingginya tingkat spesialisasi sektor
tersebut didukung oleh RPJMD Kota Bogor tahun 2010-2014, yang
tertuang dalam Misi 2 bertujuan untuk mewujudkan sarana dan
prasarana transportasi yang layak dan berkualitas dan terwujudnya
sistem transportasi kota yang terpadu.
80
Menurut data yang bersumber dari Kota Bogor dalam angka 2016,
hampir semua jalan di wilayah Kota Bogor sudah diaspal. Hingga tahun
2015, panjang jalan sudah diaspal mencapai 90,69 persen. Jalan yang
memiliki kondisi baik mencapai 47,40 persen, kondisi sedang mencapai
40,79 persen dan sisanya 11,81 persen dalam kondisi rusak ringan
hingga berat.
Jumlah kendaraan bermotor yang diuji di Kota Bogor terus
meningkat dari tahun ke tahun, sampai dengan tahun 2014 terdapat
sebanyak 1.170 kendaraan, dengan rincian mobil box sebanyak 178
unit, truk sebanyak 209 unit, mobil pick up sebanyak 699 unit, angkot
sebanyak 43 unit, bus sebanyak 22 unit, dan lainnya sebanyak 19 unit.
Hingga tahun 2015 jumlah penumpang kereta api melalui stasiun
Bogor juga terus mengalami peningkatan, tercatat sebanyak 16.541.315
penumpang dengan rata-rata penumpang per hari mencapai 45.284
penumpang.
Selanjutnya, jumlah surat yang dikirim lewat pos pada kantor pos
pada tahun 2013 secara umum mengalami kenaikan dibanding tahun
2012 terutama jenis surat biasa yang mengalami kenaikan cukup tinggi
dari 342.646 pada tahun 2012 menjadi 472.420 pada tahun 2013.
7) Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum merupakan sektor
basis atau unggulan di Kota Bogor atau tingkat spesialisasinya lebih
tinggi dari tingkat Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut dikarenakan,
81
menurut data yang bersumber dari Kota Bogor dalam angka 2016,
perkembangan akomodasi di Kota Bogor terus meningkat. Tercatat
bahwa pada tahun 2012, banyaknya akomodasi baik hotel berbintang
maupun akomodasi lainnya adalah sebanyak 45 usaha dengan jumlah
tamu mancanegara sebanyak 4.344 orang dan tamu nusantara sebanyak
244.897 orang. Dan hingga tahun 2015 meningkat menjadi 53 usaha
dengan jumlah tamu mancanegara mencapai sebanyak 165.612 orang
dan tamu nusantara mencapai sebanyak 1.168.263 orang.
Spesialisasi sektor ini akan terus meningkat seiring bertambahnya
tujuan wisata kuliner di Kota Bogor. Hingga saat ini terdapat 69 wisata
kuliner di Kota Bogor yang terdaftar di website resmi kota bogor.
8) Sektor Informasi dan Komunikasi
Sektor informasi dan komunikasi merupakan sektor basis atau
unggulan di Kota Bogor atau tingkat spesialisasinya lebih tinggi dari
tingkat Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil wawancara memang
diadakan pelatihan-pelatihan khusus untuk peningkatan SDM di sektor
informasi dan komunikasi, sehingga itu lah yang menyebabkan sektor
tersebut maju.
Menurut data yang bersumber dari RKPD tahun 2016, kebijakan
pemerintah daerah (pemda) Kota Bogor dalam RPJMD 2010-2014 misi
keempat yakni urusan komunikasi dan informatika indikator kedua
mengenai jumlah SDM terlatih di bidang komunikasi dan informasi
realisasi pencapaiannya pada tahun 2014 sebesar 85% dari target
82
sebesar 85%. Artinya, pemda Kota Bogor sudah mencapai target dalam
bidang urusan tersebut. Hal tersebut yang menyebabkan sektor
informasi dan komunikasi memiliki tingkat spesialisasi yang tinggi di
Kota Bogor.
9) Sektor Real Estate
Sektor real estate merupakan sektor basis atau unggulan di Kota
Bogor atau tingkat spesialisasinya lebih tinggi dari tingkat Provinsi
Jawa Barat. Real estat adalah properti berupa tanah dan bangunan.
Kegiatan ekonomi ini meliputi kegiatan persewaan, agen dan atau
perantara dalam penjualan atau pembelian real estat serta penyediaan
jasa real estate lainnya bisa dilakukan atas milik sendiri atau milik
orang lain yang dilakukan atas dasar balas jasa kontrak. Kegiatan
ekonomi ini juga mencakup kegiatan pembangunan gedung,
pemeliharaan atau penyewaan bangunan.
Berdasarkan hasil wawancara sektor real estate berkembang pesat
dikarenakan semangkin meningkatnya jumlah penduduk di Kota Bogor
dan juga dikarenakan lokasi yang dekat dengan ibu kota yang
mengakibatkan warga ibu kota yang tidak memiliki atau tidak mampu
membeli tempat tinggal di Kota Jakarta membeli atau sekedar menyewa
di Kota Bogor.
83
Tabel 4. 5
Location Quotient (LQ) Kota Bogor tahun 2011-2016
SEKTOR EKONOMI 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rata-
rata
LQ
Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11
Industri Pengolahan 0.44 0.44 0.43 0.43 0.43 0.43 0.43
Pengadaan Listrik dan Gas 8.06 7.88 7.72 7.57 7.05 6.80 7.51
Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
1.32 1.32 1.34 1.36 1.34 1.31 1.33
Konstruksi 1.47 1.41 1.38 1.37 1.35 1.34 1.39
Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
1.41 1.35 1.37 1.38 1.38 1.39 1.38
Transportasi dan
Pergudangan 2.43 2.45 2.47 2.41 2.40 2.37 2.42
Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum 1.81 1.80 1.83 1.81 1.75 1.72 1.79
Informasi dan Komunikasi 1.64 1.64 1.66 1.66 1.68 1.64 1.65
Jasa Keuangan dan
Asuransi 2.87 2.81 2.79 2.75 2.65 2.59 2.74
Real Estate 1.83 1.81 1.85 1.89 1.87 1.89 1.86
Jasa Perusahaan 5.02 4.98 5.08 4.93 4.89 4.85 4.96
Administrasi Pemerintah,
Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
1.23
1.22 1.26 1.28 1.23 1.21 1.24
Jasa Pendidikan 1.05 1.05 1.08 1.05 1.03 1.02 1.05
Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial 1.78 1.71 1.74 1.69 1.64 1.62 1.70
Jasa Lainnya 1.84 1.79 1.72 1.65 1.63 1.61 1.71
Sumber: BPS Kota Bogor dan Provinsi Jawa Barat (diolah)
10) Sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
Sektor administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial
wajib merupakan sektor basis atau unggulan di Kota Bogor atau tingkat
spesialisasinya lebih tinggi dari tingkat Provinsi Jawa Barat.
84
Berdasarkan hasil wawancara terdapat pelatihan-pelatihan khusus untuk
SDM di sektor ini terkait reformasi birokrasi atau refolusi mental yang
merupakan program unggulan walikota guna mengubah paradigma
pegawai pemerintahan.
Melihat banyaknya sektor unggulan di Kota Bogor berdasarkan
perhitungan LQ, maka kota tersebut dapat dikatakan sebagai kawasan
andalan di Provinsi Jawa Barat. Peran pemerintah untuk memberdayakan
keempat belas sektor unggulan tersebut sebagai penggerak perekonomian
di Kota Bogor sangat diperlukan guna memperkuat spesialisasi sektor-
sektor tersebut sehingga peran sektor-sektor tersebut semakin meningkat
dalam pertumbuhan perekonomian di Kota Bogor.
Secara lebih detail hasil analisis LQ untuk masing-masing sektor
ekonomi yang ada di Kota Bogor periode 2011 sampai dengan 2016 dapat
dilihat pada tabel 4.5.
2. Analisis LQ Dinamis (DLQ)
Aanalisis DLQ digunakan untuk mengidentifikasikan sektor-sektor
ekonomi manakah di Kota Bogor yang potensi perkembangannya lebih
maju dan/atau kurang maju dibandingkan dengan sektor yang sama di
Provinsi Jawa Barat. Dalam penelitian ini DLQ dihitung atas dasar nilai
sektoral dalam PDRB Kota Bogor sebagai wilayah studi dan nilai PDRB
Provinsi Jawa Barat sebagai wilayah referensi dari tahun 2011 sampai
dengan 2016.
85
Hasil perhitungan dengan metode DLQ menunjukkan bahwa, ada 3
sektor ekonomi yang memiliki nilai DLQ lebih dari satu (DLQ>1) yaitu
adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (3,04); sektor pengadaan
air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang (1,45); dan sektor
administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib (5,62).
Tabel 4. 6
Dinamis Location Quotient (DLQ) Kota Bogor tahun 2011-2016
SEKTOR EKONOMI
Rata-rata Laju
Pertumbuhan
Tahun DLQ Kota
Bogor
Prov.
Jawa
Barat
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 2.28 1.66 6 3.04
Industri Pengolahan 4.96 5.28 6 0.63
Pengadaan Listrik dan Gas 0.28 2.54 6 0.00
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 6.87 6.22 6 1.45
Konstruksi 5.87 8.66 6 0.11
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 5.94 6.11 6 0.75
Transportasi dan Pergudangan 7.56 8.58 6 0.44
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.48 7.02 6 0.57
Informasi dan Komunikasi 14.35 14.99 6 0.68
Jasa Keuangan dan Asuransi 6.93 8.54 6 0.29
Real Estate 7.10 6.96 6 0.96
Jasa Perusahaan 8.20 8.82 6 0.59
Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 2.40 1.49 6 5.62
Jasa Pendidikan 9.95 11.74 6 0.35
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.56 10.60 6 0.27
Jasa Lainnya 6.26 9.69 6 0.09
Sumber: BPS Kota Bogor dan Provinsi Jawa Barat (diolah)
Artinya, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan; sektor pengadaan
air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; dan sektor administrasi
pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib di Kota Bogor potensi
86
perkembangannya lebih maju dibandingkan dengan sektor-sektor yang
sama di Provinsi Jawa Barat. Dan sektor ekonomi lainnya memiliki nilai
DLQ kurang dari satu (DLQ<1).
Tabel 4. 7
Klasifikasi Sektor Berdasarkan Gabungan LQ dan DLQ
KRITERIA LQ > 1 LQ < 1
DLQ > 1
Sektor Unggulan:
a. Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
b.Administrasi Pemerintah,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
Sektor Andalan:
a. Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan
DLQ < 1
Sektor Prospektif:
a. Pengadaan Listrik dan Gas
b. Konstruksi
c. Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor
d.Transportasi dan Pergudangan
e. Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum
f. Informasi dan Komunikasi
g.Jasa Keuangan dan Asuransi
h.Real Estate
i. Jasa Perusahaan
j. Jasa Pendidikan
k.Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial
l. Jasa Lainnya
Sektor Tertinggal:
a. Industri Pengolahan
Sumber: BPS Kota Bogordan Provinsi Jawa Barat (diolah)
87
Untuk mengklasifikasikan atau menentukan apakah suatu sektor
ekonomi termasuk ke dalam kriteria sektor unggulan, sektor prospektif,
sektor andalan, maupun sektor tertinggal, maka digunakan matriks diatas.
Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa ada 2 sektor ekonomi yang masuk
ke dalam sektor unggulan, yaitu adalah sektor pengadaan air, pengelolaan
sampah, limbah dan daur ulang; dan sektor administrasi pemerintah,
pertahanan dan jaminan sosial wajib. Di mana sektor-sektor tersebut
memiliki nilai LQ dan DLQ lebih dari satu, yang artinya bahwa kedua
sektor tersebut merupakan sektor maju dan tumbuh dengan pesat karena
termasuk ke dalam sektor basis atau tingkat spesialisasinya di tingkat Kota
Bogor lebih tinggi dari tingkat Provinsi Jawa Barat dan potensi
perkembangan kedua sektor tersebut juga lebih maju jika dibandingkan
dengan sektor yang sama di tingkat Provinsi Jawa Barat.
Sektor ekonomi yang masuk ke dalam sektor prospektif di mana
memiliki nilai LQ lebih dari satu, sedangkan nilai DLQ kurang dari satu
adalah sektor pengadaan listrik dan gas; sektor konstruksi; sektor
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; sektor
transportasi dan pergudangan; sektor penyediaan akomodasi dan makan
minum; sektor informasi dan komunikasi; sektor jasa keuangan dan
asuransi; sektor real estate; sektor jasa perusahaan; sektor jasa pendidikan;
sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial; dan sektor jasa lainnya. Dengan
demikian ada dua belas sektor ekonomi di Kota Bogor yang merupakan
sektor basis atau tingkat spesialisasinya di tingkat Kota Bogor lebih tinggi
88
dari tingkat Provinsi Jawa Barat, namun potensi perkembangan sektor
tersebut kurang maju jika dibandingkan dengan sektor yang sama di
tingkat Provinsi Jawa Barat. Dapat dikatakan bahwa sektor-sektor
ekonomi tersebut merupakan sektor yang maju tapi tertekan.
Sektor ekonomi yang masuk ke dalam sektor andalan adalah sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan, di mana memiliki nilai LQ kurang
dari satu namun memiliki nilai DLQ lebih dari satu. Artinya, sektor
tersebut merupakan sektor yang masih dapat berkembang karena meskipun
tergolong ke dalam sektor non basis di Kota Bogor namun potensi
perkembangan sektor tersebut lebih maju jika dibandingkan dengan sektor
yang sama di tingkat Provinsi Jawa Barat, hal tersebut dikarenakan meski
kontribusi sektor tersebut terhadap total PDRB diKota Bogor tergolong
sedikit jika dibandingkan dengan kontribusi sektor yang sama di Provinsi
Jawa Barat, namun laju pertumbuhan PDRB sektor tersebut lebih tinggi
jika dibandingkan dengan laju perumbuhan sektor yang sama di Provinsi
Jawa Barat.
Sektor ekonomi yang masuk ke dalam sektor tertinggal adalah sektor
industri pengolahan, di mana memiliki nilai LQ dan DLQ kurang dari satu.
Artinya, sektor tersebut merupakan sektor tertinggal karena masuk ke
dalam golongan sektor non basis di Kota Bogor atau kontribusinya lebih
kecil jika dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat dan potensi
perkembangannya juga kurang maju jika dibandingkan dengan potensi
perkembangan sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat.
89
3. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
Analisis MRP digunakan untuk mengidentifikasikan sektor-sektor
ekonomi manakah di Kota Bogor yang potensial dengan melihat
perbandingan pertumbuhannya, yaitu perbandingan antara pertumbuhan
PDRB suatu sektor ekonomi di Kota Bogor dengan pertumbuhan PDRB
sektor ekonomi tersebut di Provinsi Jawa Barat atau disebut Rasio
Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs). Analisis MRP juga melihat
pernbandingan antara pertumbuhan PDRB suatu sektor ekonomi di
wilayah referensi atau Jawa Barat dengan pertumbuhan total PDRB di
wilayah referensi tersebut atau disebut Rasio Pertumbuhan Wilayah
Referensi (RPr). Dalam penelitian ini MRP dihitung atas dasar nilai
sektoral dalam PDRB Kota Bogor sebagai wilayah studi dan nilai PDRB
Provinsi Jawa Barat sebagai wilayah referensi dari tahun 2011 sampai
dengan 2016.
Untuk melihat sektor ekonomi yang potensial di Kota Bogor, maka
hasil perhitungan MRP dapat diklasifikasikan sebagai berikut: klasifikasi
1, di mana nilai RPs dan RPr lebih dari satu yang berarti bahwa kegiatan
suatu sektor ekonomi baik pada tingkat kota maupun tingkat provinsi
mempunyai pertumbuhan yang unggul; klasifikasi 2, di mana nilai RPs
lebih dari satu namun nilai RPr kurang dari satu yang berarti bahwa
kegiatan suatu sektor ekonomi pada tingkat kota mempunyai pertumbuhan
yang unggul sementara pada tingkat provinsi tidak unggul.
90
Hasil perhitungan dengan metode MRP menunjukkan bahwa, selama
periode pengamatan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016, terdapat
tiga sektor ekonomi yang masuk ke dalam klasifikasi satu dan tiga sektor
ekonomi yang masuk ke dalam klasifikasi dua.
Sektor ekonomi yang masuk ke dalam klasifikasi satu adalah sektor
pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang dengan nilai
RPs 1,02 dan RPr 1,08; sektor informasi dan komunikasi dengan nilai RPs
1,03 dan RPr 2,66; dan sektor real estate dengan nilai RPs 1,19 dan RPr
1,02. Artinya, pertumbuhan ketiga sektor tersebut pada tingkat wilayah
studi (kota Bogor) lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan sektor yang
sama pada wilyah referensi (Provinsi Jawa Barat), dan pertumbuhan ketiga
sektor tersebut dalam wilayah referensi (Provinsi Jawa Barat) lebih tinggi
dari pertumbuhan PDRB total Provinsi Jawa Barat.
Maka dapat dikatakan bahwa sektor pengadaan air, pengelolaan
sampah, limbah dan daur ulang; sektor informasi dan komunikasi; dan
sektor real estate mempunyai pertumbuhan yang unggul baik di tingkat
kota maupun di tingkat provinsi.
Dan sektor ekonomi yang masuk ke dalam klasifikasi 2 adalah sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan dengan nilai RPs sebesar 1,03; sektor
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor dengan
nilai RPs sebesar 1,00; dan sektor administrasi pemerintah, pertahanan dan
jaminan sosial wajib dengan nilai RPs sebesar 1,03. Artinya pertumbuhan
ketiga sektor tersebut di Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan dengan
91
pertumbuhan sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat, namun
pertumbuhan ketiga sektor tersebut di Provinsi Jawa Barat lebih rendah
dari pertumbuhan PDRB total Provinsi Jawa Barat.
Maka dapat dikatakan bahwa sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan; sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor; dan sektor administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan
sosial wajib mempunyai pertumbuhan yang unggul hanya di tingkat kota.
Secara lebih rinci hasil analisis MRP untuk sektor ekonomi yang ada
di Kota Bogor periode 2011 sampai dengan 2016 dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.8
Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Kota Bogor tahun 2011-2016
SEKTOR EKONOMI MPR
RPs RPr
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 1.03 0.33
Industri Pengolahan 0.95 0.87
Pengadaan Listrik dan Gas 0.13 0.59
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 1.02 1.08
Konstruksi 0.76 1.33
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor 1.00 0.95
Transportasi dan Pergudangan 0.97 1.40
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0.88 1.21
Informasi dan Komunikasi 1.03 2.66
Jasa Keuangan dan Asuransi 0.76 1.60
Real Estate 1.19 1.02
Jasa Perusahaan 0.94 1.35
Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1.03 0.37
Jasa Pendidikan 0.98 2.08
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.81 2.04
Jasa Lainnya 0.66 1.51
Sumber: BPS Kota Bogor dan Provinsi Jawa Barat (diolah)
92
4. Analisis Overlay
Analisis overlay digunakan untuk mengidentifikasikan sektor
ekonomi potensial baik dari segi pertumbuhannya maupun dari segi
kontribusinya. Analisis ini dilihat dari gabungan nilai RPr, RPs, dan LQ
selama periode penelitian yaitu dari tahun 2011 sampai dengan 2016.
Setiap komponen kemudian disamakan satuannya dengan diberi notasi
positif (+) atau notasi negatif (-). Jika koefisien komponen bernilai lebih
dari satu diberi notasi positif (+) dan jika koefisien komponen bernilai
kurang dari satu diberi notasi negatif (-).
Dalam penelitian ini akan diidentifikasi hasil overlay dengan
menggunakan tiga klasifikasi. Klasifikasi tersebut yaitu :
g. Klasifikasi 1 (+++), ketiga komponen bernotasi positif yang berarti
kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang tinggi
di tingkat Jawa Barat maupun di tingkat Kota Bogor dan kontribusi
sektoral Kota Bogor lebih tinggi dari Jawa Barat. Artinya sektor
tersebut mempunyai potensi daya saing yang tinggi karena unggul baik
di tingkat kota maupun di tingkat provinsi dan dapat dikatakan sektor
tersebut memiliki keunggulan kompetitif.
h. Klasifikasi II (-++), notasi negatif untuk RPr yang berarti kegiatan
sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang rendah di
tingkat Provinsi Jawa Barat. Dan notasi positif untuk RPs dan LQ yang
berarti kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang
tinggi di tingkat Kota Bogor dan kontribusi sektoral Kota Bogor lebih
93
tinggi dari Jawa Barat. Dengan kata lain sektor tersebut merupakan
spesialisasi kegiatan ekonomi di Kota Bogor.
i. Klasifikasi III (---), ketiga komponen bernotasi negatif yang berarti
kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang
rendah di tingkat Jawa Barat maupun di Kota Bogor dan kontribusi
sektoral di Kota Bogor lebih rendah dari Jawa Barat. Hal ini
menandakan sektor ekonomi tersebut memiliki daya saing yang rendah
karena tidak unggul baik di tingkat kota maupun di tingkat provinsi.
Dan dapat dikatakan bahwa sektor tersebut tidak memiliki keunggulan
kompetitif dan bukan merupakan spesialisasi kegiatan ekonomi di
Kota Bogor.
Hasil analisis overlay menunjukkan bahwa selama periode penelitian
atau dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016, ada 3 sektor ekonomi
yang masuk ke dalam klasifikasi pertama yaitu adalah sektor pengadaan
air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; sektor informasi dan
komunikasi; dan sektor real estate. Dapat dikatakan kegiatan ketiga sektor
ekonomi tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang tinggi di tingkat
Jawa Barat maupun di tingkat Kota Bogor dan kontribusi sektoral Kota
Bogor lebih tinggi dari Jawa Barat. Hal ini menunjukkan bahwa sektor
ekonomi tersebut memiliki potensi daya saing yang tinggi karena unggul
baik di tingkat kota maupun di tingkat provinsi dan dapat dikatakan sektor
tersebut memiliki keunggulan kompetitif.
94
Menurut Sjafrizal (2008) Keunggulan kompetitif bersifat dinamis
karena bergantung kepada keunggulan daerah yang selaras dengan
perkembangan daerah lain. Jika daerah itu lebih tinggi laju pertumbuhan
jumlah produksinya dibandingkan daerah lain tersebut maka
keunggulannya semakin besar. Maka jelas bahwa ketiga sektor tersebut
memiliki keunggulan kompetitif berdasarkan nilai RPr dan RPs yang
positif.
Faktor yang bisa membuat suatu daerah memiliki keunggulan
kompetitif bukan hanya berupa kondisi alam yang dimiliki atau yang
sudah given, tetapi juga bisa karena usaha-usaha manusia dalam
berinovasi, seperti meningkatkan teknologi, meningkatkan sumber daya
manusia, dan kebijakkan pemerintah.
Ketiga sektor ekonomi tersebut mempunyai pertumbuhan yang tinggi
jika dibandingkan dengan pertumbuhan total kegiatan sektor ekonomi atau
PDRB di tingkat Provinsi Jawa Barat, artinya kegiatan sektor ekonomi
tersebut memiliki prospek yang bagus. Dan pertumbuhan sektor ekonomi
tersebut lebih tinggi di Kota Bogor dibandingkan dengan sektor ekonomi
yang sama di Provinsi Jawa Barat dan kontribusi sektor ekonomi tersebut
di Kota Bogor juga lebih tinggi dari Provinsi Jawa Barat.
Sektor ekonomi yang masuk ke dalam klasifikasi kedua adalah sektor
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor dan sektor
administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Dapat
95
dikatakan kedua sektor ekonomi tersebut mempunyai pertumbuhan
sektoral yang rendah di tingkat Provinsi Jawa Barat. Dan kedua sektor
ekonomi tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang tinggi di tingkat
Kota Bogor dan kontribusi sektoral Kota Bogor lebih tinggi dari Jawa
Barat. Dengan kata lain sektor tersebut merupakan spesialisasi kegiatan
ekonomi di Kota Bogor.
Kedua sektor ekonomi tersebut mempunyai pertumbuhan yang rendah
jika dibandingkan dengan pertumbuhan total kegiatan ekonomi atau PDRB
di tingkat Provinsi Jawa Barat. Dan kedua sektor ekonomi tersebut di Kota
Bogor pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan sektor ekonomi
yang sama di Provinsi Jawa Barat, dan kontribusi kedua sektor ekonomi
tersebut di Kota Bogor juga lebih tinggi dari pada kontribusi sektor yang
sama di Jawa Barat.
Sektor ekonomi yang masuk ke dalam klasifikasi ketiga adalah sektor
industri pengolahan. Dapat dikatakan kegiatan sektor industri pengolahan
mempunyai pertumbuhan sektoral yang rendah di tingkat Jawa Barat
maupun di Kota Bogor dan kontribusi sektoral di Kota Bogor lebih rendah
dari Jawa Barat. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ekonomi tersebut
memiliki daya saing yang rendah karena tidak unggul baik di tingkat kota
maupun di tingkat provinsi. Dan dapat dikatakan bahwa sektor tersebut
tidak memiliki keunggulan kompetitif dan bukan merupakan spesialisasi
kegiatan ekonomi di Kota Bogor.
96
Sektor industri pengolahan mempunyai pertumbuhan yang rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan total kegiatan ekonomi atau PDRB di
tingkat Provinsi Jawa Barat, artinya kegiatan ekonomi tersebut tidak
memiliki prospek yang bagus. Dan pertumbuhan sektor tersebut lebih
rendah di Kota Bogor dibandingkan dengan di Provinsi dan kontribusi
sektor tersebut di Kota Bogor juga lebih rendah dari Provinsi Jawa Barat.
Tabel 4.9
Overlay Kota Bogor tahun 2011-2016
LAPANGAN USAHA RPr RPs LQ Overlay
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 0.33 1.03 0.11 - + -
Industri Pengolahan 0.87 0.95 0.43 - - -
Pengadaan Listrik dan Gas 0.59 0.13 7.51 - - +
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 1.08 1.02 1.33 + + +
Konstruksi 1.33 0.76 1.39 + - +
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 0.95 1.00 1.38 - + +
Transportasi dan Pergudangan 1.40 0.97 2.42 + - +
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1.21 0.88 1.79 + - +
Informasi dan Komunikasi 2.66 1.03 1.65 + + +
Jasa Keuangan dan Asuransi 1.60 0.76 2.74 + - +
Real Estate 1.02 1.19 1.86 + + +
Jasa Perusahaan 1.35 0.94 4.96 + - +
Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 0.37 1.03 1.24 - + +
Jasa Pendidikan 2.08 0.98 1.05 + - +
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2.04 0.81 1.70 + - +
Jasa Lainnya 1.51 0.66 1.71 + -+
Sumber: BPS Kota Bogor dan Provinsi Jawa Barat (diolah)
Berdasarkan hasil overlay tersebut, maka dapat diidentifikasikan
sektor-sektor ekonomi yang benar-benar memiliki potensi paling menonjol
untuk dikembangkan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi di Kota
Bogor, yakni (klasifikasi 1) adalah sektor pengadaan air, pengelolaan
97
sampah, limbah dan daur ulang; sektor informasi dan komunikasi; dan
sektor real estate. Dan (klasifikasi 2) adalah sektor perdagangan besar dan
eceran, reparasi mobil dan sepeda motor dan sektor administrasi
pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Maka sektor-sektor
ekonomi tersebut harus menjadi prioritas pembangunan di Kota Bogor.
Prioritas pembangunan ekonomi daerah harus difokuskan kepada sektor-
sektor yang masuk ke dalam klasifikasi 1 dan 2. Sehingga, akan
berdampak pada peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor.
Secara lebih rinci hasil analisis overlay untuk melihat sektor ekonomi
unggul di Kota Bogor baik dari segi pertumbuhannya maupun dari segi
kontribusinya selama periode penelitian yaitu 2011 sampai dengan 2016
dapat dilihat pada tabel 4.9.
5. Analisis Ekonomi
Sektor basis merupakan sektor yang memiliki tingkat spesialisasi
tinggi di suatu daerah, karena kontribusi sektor tersebut dalam
pembentukan PDRB total memberikan kontribusi yang lebih besar jika
dibandingkan dengan kontribusi sektor yang sama di daerah lain yang
tingkatannya lebih tinggi atau disebut daerah referensinya. Emilia (2006)
dalam Norma Rita S (2013: 18) mengemukakan bahwa aktifitas basis
memiliki peranan penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan
suatu wilayah, untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah digunakan
analisis Location Quotient (LQ). LQ digunakan untuk mengetahui
seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan dengan cara
98
membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan
peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional.
Dalam penelitian terdahulu, Muhammad mengemukakan basis atau
spesialisasi mengacu pada, di mana suatu wilayah dikatakan memiliki
spesialisasi jika wilayah tersebut mengembangkan suatu sektor ekonomi
sehingga andil sektor tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan sektor
yang sama di daerah lain.
Untuk memberikan prioritas pembangunan pada suatu sektor ekonomi
tertentu, selain dengan malihat dari segi kontribusinya yaitu tingkat
spesialisasi sektor tersebut juga dapat dilihat dari segi pertumbuhannya
dengan melihat sektor-sektor yang memiliki keunggulan kompetitif.
Keunggulan kompetitif bersifat dinamis karena bergantung kepada
keunggulan daerah yang selaras dengan perkembangan daerah lain. Jika
daerah itu lebih tinggi laju pertumbuhan jumlah produksinya dibandingkan
daerah lain tersebut maka keunggulannya semakin besar, Sjafrizal (2008:
202). Menurut Tarigan (2004), faktor yang bisa membuat suatu daerah
memiliki keunggulan kompetitif, dapat berupa kondisi alam yang sudah
given dan juga bisa karena usaha-usaha manusia, seperti peningkatan
sumber daya manusia, peningkatan teknologi, kebijakan pemerintah, dan
lain sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat lima sektor ekonomi di Kota
Bogor yang memiliki keunggulan baik dari segi kontribusi maupun dari
segi pertumbuhannya, yaitu: sektor pengadaan air, pengelolaan sampah,
99
limbah dan daur ulang, sektor informasi dan komunikasi, sektor real
estate, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda
motor, dan sektor administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial
wajib. Artinya pembangunan ekonomi harus lah di fokuskan kepada
sektor-sektor ekonomi tersebut.
Sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang
harus menjadi prioritas pembangunan karena merupakan sektor yang
memiliki tingkat spesialisasi yang tinggi atau merupakan sektor basis dan
memiliki keunggulan dari segi pertumbuhannya. Hal tersebut tidak lepas
dari dukungan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kota Bogor tahun 2010-2014, pada Misi 2 yang bertujuan
menjadikan lingkungan bersih dan berkelanjutan, dengan sasaran
terwujudnya pengelolaan persampahan yang terpadu. Prioritas penanganan
kebersihan. Dan di Kota Bogor memang terdapat perusahaan dagang air
minum daerah yang dikelola oleh BUMD Kota Bogor yaitu PDAMD Tirta
Pakuan, di mana sumber air berasal dari beberapa sungai besar seperti
sungai Cisadane dan sungai Ciliwung. Jumlah pelanggan Perusahaan
PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor terus mengalami peningkatan hingga
tahun 2015. Tercatat pada tahun 2015 air minum yang disalurkan
mencapai 37.278.542 kubik, dan nilai air yang terjual sekitar sebesar
173,86 milyar rupiah. Selain itu, Kota Bogor juga memiliki kegiatan
pengelolaan sampah dengan sistem 3R, dan sedang menggalakan bank-
100
bank sampah di kawasan pemukiman penduduk. Penduduk diminta
memilah-milah sampah organik dan sampah non organik.
Sektor informasi dan komunikasi harus menjadi prioritas
pembangunan karena merupakan sektor yang memiliki tingkat spesialisasi
yang tinggi atau merupakan sektor basis dan memiliki keunggulan dari
segi pertumbuhannya. Menurut data yang bersumber dari RKPD tahun
2016, kebijakan pemerintah daerah (pemda) Kota Bogor dalam RPJMD
2010-2014 misi keempat yakni urusan komunikasi dan informatika
indikator kedua mengenai jumlah SDM terlatih di bidang komunikasi dan
informasi realisasi pencapaiannya pada tahun 2014 sebesar 85% dari target
sebesar 85%. Artinya, pemda Kota Bogor sudah mencapai target dalam
bidang urusan tersebut. Hal itu yang menyebabkan sumbangan sektor
informasi dan komunikasi di Kota Bogor lebih tinggi dari tingkat provinsi.
Sektor real estate harus menjadi prioritas pembangunan karena
merupakan sektor yang memiliki tingkat spesialisasi yang tinggi atau
merupakan sektor basis dan memiliki keunggulan dari segi
pertumbuhannya. Letak wilayah Kota Bogor yang dekat dengan ibu kota
menyebabkan sektor ini tumbuh dengan pesat di Kota Bogor, karena
warga ibu kota yang tidak memiliki atau tidak mampu membeli tempat
tinggal di Kota Jakarta trntu membeli atau sekedar menyewa di Kota
Bogor.
Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda
motor harus menjadi prioritas pembangunan karena merupakan sektor
101
yang memiliki tingkat spesialisasi yang tinggi atau merupakan sektor basis
dan memiliki keunggulan dari segi pertumbuhannya. Hal tersebut
menyebabkan kontribusi sektor ini di Kota Bogor lebih besar
dibandingkan dengan tingkat provinsi. Dan bukan hanya itu, pada
umumnya penduduk yang bekerja di Kota Bogor terserap sebagian besar
pada lapangan pekerjaan perdagangan, dengan rincian sebanyak 120.802
orang dari total tenaga kerja sebanyak 400.983 orang. Jumlah perusahaan
perdagangan di Kota Bogor juga terus meningkat, pada tahun 2011
sebanyak 401 perusahan menjadi sebanyak 748 perusahaan pada tahun
2015. Sementara itu, guna pelaksanaan transaksi jual beli di pasar, di Kota
Bogor terdapat sebanyak 7 pasar yang mengelola dengan jumlah kios dan
los yang terus bertambah sebanyak 6.144 kios dan los pada tahun 2015
yang semula hanya 5.938 kios dan los pada tahun 2011. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor ini memberikan peranan yang sangat tinggi
bagi pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor.
Sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib
harus menjadi prioritas pembangunan karena merupakan sektor yang
memiliki tingkat spesialisasi yang tinggi atau merupakan sektor basis dan
memiliki keunggulan dari segi pertumbuhannya. Berdasarkan hasil
wawancara terdapat pelatihan-pelatihan khusus untuk SDM di sektor ini
terkait reformasi birokrasi atau refolusi mental yang merupakan program
unggulan walikota guna mengubah paradigma pegawai pemerintahan. Hal
tersebut mempengaruhi peningkatan kinerja dari sektor ini sehingga
102
menyebabkan kontribusi sektor ini di Kota Bogor lebih besar dari
kontribusi sektor yang sama tingkat provinsi.
Selain itu Kota Bogor memfokuskan atau memberikan prioritas
pembangunan ekonomi kepada seluruh sektor jasa, sehingga sektor-sektor
tersebut menjadi sektor basis atau memiliki tingkat spesialisasi yang tinggi
di Kota Bogor. Didukung dalam visi Kota Bogor yang tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) tahun 2005-
2025, yang berbunyi “kota jasa yang nyaman dengan masyarakat madani
dan pemerintahan amanah”. Dalam RPJPD Kota Bogor tahun 2005-2025,
tercantum misi pertama yaitu mengembangkan perekonomian masyarakat
dengan titik berat pada jasa dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya yang ada. Hal tersebut yang menyebabkan seluruh sektor jasa
menjadi sektor basis di Kota Bogor sehingga seluruh sektor jasa yang ada
di Kota Bogor memberikan kontribusi lebih besar dalam pembentukan
PDRB Kota Bogor jika dibandingkan dengan kontribusi seluruh sektor
jasa dalam pembentukan PDRB di tingkat Provinsi Jawa Barat.
Spesialisasi sektor-sektor tersebut selain menyebabkan nilai tambah dari
sektor-sektor tersebut yang tergolong besar juga menyebabkan jumlah
tenaga kerja yang bekerja di lapangan usaha sektor-sektor tersebut sangat
banyak, yaitu dengan total 119.126 tenaga kerja untuk sektor jasa. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut memberikan peranan yang
sangat tinggi bagi pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor.
103
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan sebagi berikut:
1. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa dari tahun 2011 sampai dengan
2016, dari 16 sektor yang diteliti di Kota Bogor ada 14 sektor ekonomi
yang memiliki nilai LQ rata-rata lebih dari satu (LQ>1) dan 2 sektor
ekonomi yang memiliki nilai LQ rata-rata kurang dari satu (LQ<1).
Artinya, hampir seluruh kegiatan atau sektor ekonomi di Kota Bogor
merupakan sektor basis atau unggulan. Atau dapat dikatakan bahwa
sektor-sektor ekonomi tersebut memiliki tingkat spesialisasi lebih tinggi di
Kota Bogor daripada di tingkat Provinsi Jawa Barat.
2. Hasil analisis DLQ menunjukkan bahwa, ada 3 sektor ekonomi yang
memiliki nilai DLQ lebih dari satu (DLQ>1) yaitu adalah sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan (3,04); sektor pengadaan air, pengelolaan
sampah, limbah dan daur ulang (1,45); dan sektor administrasi pemerintah,
pertahanan dan jaminan sosial wajib (5,62). Artinya, sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan; sektor pengadaan air, pengelolaan sampah,
limbah dan daur ulang; dan sektor administrasi pemerintah, pertahanan
dan jaminan sosial wajib di Kota Bogor potensi perkembangannya lebih
maju dibandingkan dengan sektor-sektor yang sama di Provinsi Jawa
Barat. Dan sektor ekonomi lainnya memiliki nilai DLQ kurang dari satu
104
(DLQ<1). Dan jika dilihat dari klasifikasi berdasarkan gabungan LQ dan
DLQ, terdapat 2 sektor ekonomi yang masuk ke dalam sektor unggulan,
yaitu adalah sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur
ulang; dan sektor administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial
wajib. Di mana sektor-sektor tersebut memiliki nilai LQ dan DLQ lebih
dari satu.
3. Hasil perhitungan dengan metode MRP menunjukkan bahwa, selama
periode pengamatan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016, terdapat
tiga sektor ekonomi yang masuk ke dalam klasifikasi satu, yaitu adalah
sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; sektor
informasi dan komunikasi; dan sektor real estate. Maka dapat dikatakan
bahwa ketiga sektor tersebut mempunyai pertumbuhan yang unggul baik
di tingkat kota maupun di tingkat provinsi. Dan tiga sektor ekonomi yang
masuk ke dalam klasifikasi dua, yaitu adalah sektor pertanian, kehutanan
dan perikanan; sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor; dan sektor administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan
sosial wajib. Maka dapat dikatakan bahwa ketiga sektor tersebut
mempunyai pertumbuhan yang unggul hanya di tingkat kota.
4. Berdasarkan hasil overlay, maka dapat diidentifikasikan sektor-sektor
ekonomi yang benar-benar memiliki potensi paling menonjol untuk
dikembangkan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor,
karena memiliki potensial baik dari sisi pertumbuhannya maupun dari sisi
kontribusinya. Klasifikasi satu adalah sektor pengadaan air, pengelolaan
105
sampah, limbah dan daur ulang; sektor informasi dan komunikasi; dan
sektor real estate. Dan klasifikasi dua adalah sektor perdagangan besar dan
eceran, reparasi mobil dan sepeda motor dan sektor administrasi
pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib.
B. Saran
1. Kota Bogor harus memberikan prioritas utama terhadap sektor pengadaan
air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; sektor informasi dan
komunikasi; sektor real estate; sektor perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor dan sektor administrasi pemerintah,
pertahanan dan jaminan sosial wajib yang memiliki potensial baik dari sisi
kontribusi maupun dari sisi pertumbuhannya untuk dikembangkan sebagai
penggerak pertumbuhan ekonomi Kota Bogor. Selain itu Kota Bogor juga
harus memprioritaskan seluruh sektor jasa yang pada dasarnya memiliki
tingkat spesialisasi yang tinggi di Kota Bogor dan agar Kota Bogor tetap
konsisten dengan visi nya yang berbunyi “kota jasa yang nyaman dengan
masyarakat madani dan pemerintahan amanah”.
2. Namun dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kota Bogor
melalui sektor-sektor ekonomi yang memiliki potensial baik dari sisi
kontribusi maupun sisi pertumbuhan, hendaknya Kota Bogor tidak
mengabaikan sektor-sektor ekonomi lain yaitu sektor-sektor ekonomi yang
tidak memiliki keunggulan di Kota Bogor.
106
DAFTAR PUSTAKA
Aditya Nugraha. “Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta”, Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2013.
Annisa Nurfatimah. “Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di
Provinsi Bali”, Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2013.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas). “Seri Analisis
Pembangunan Wilayah”, Provinsi Jawa Barat 2015.
Bappeda Kota Bogor. “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota
Bogor Tahun 2010-2014”. 2010
Bappeda Kota Bogor. “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota
Bogor Tahun 2015-2019”. 2015
Bappeda Kota Bogor. “Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Bogor Tahun
2015”. 2015
Bappeda Kota Bogor. “Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Bogor Tahun
2016”. 2016
Benny Oksatriandhi dan Eko Budi. “Identifikasi Komoditas Unggulan di Kawasan
Agropolitan Kabupaten Pasaman”, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota,
Fakultas Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) Surabaya, 2014.
BPS. “Produk Domestik Regional Bruto Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha
2011 – 2016”, BPS Provinsi Jawa Barat, 2016.
BPS. “Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun 2016”, BPS Provinsi Jawa Barat,
2016.
BPS. “Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Jawa Barat Menurut
Lapangan Usaha 2011 – 2016”, BPS Provinsi Jawa Barat, 2016.
BPS. “Produk Domestik Regional Bruto Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha
2011 – 2016”, BPS Kota Bogor, 2016.
BPS. “Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kota Bogor Menurut
Lapangan Usaha 2011 – 2016”, BPS Kota Bogor, 2016.
BPS. “Kota Bogor dalam Angka Tahun 2016”, BPS Kota Bogor, 2016.
107
Dinas Pertanian Kota Bogor. “Luas Lahan Pertanian Di Kota Bogor Tahun 2011-
2016”.2016.
Dwi Puspita dan Eko Budi. “Identifikasi Potensi Komoditas Unggulan Pada
Koridor Jalan Lintas Selatan Jatim di Kabupaten Tulungagung-Trenggalek”,
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, 2013.
Emilia dan Imelia. “Modul Ekonomi Regional” Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi Universitas Jambi. 2006
Kati Pane. “Analisis Potensi Sektor Ekonomi Di Kota Banda Aceh Periode 2005-
2009”, Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2011.
Kuncoro, Mudrajad. 2009. Survey of Recent Developments. Bulletin of
Indonesian Economic Studies.
Muhammad Averos. “Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi
Lampung Periode 2004-2009”, Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010.
Ni Komang dan I Nyoman. “Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Dan Sektor
Potensial Kabupaten Klungkung”, Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana (Unud) Bali, 2012.
Rezki Kurniawan. “Analisis Komoditas Unggulan Regional Sektor Pertanian Di
Sulawesi Selatan Tahun 2000-2009”, Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makasar, 2012.
Sabana, Choliq. “Analisis Pengembangan Kota Pekalongan sebagai Salah Satu
Kawasan Andalan di Jawa Timur” Tesis S-2 Jurusan Magister Ilmu Ekonomi
dan Studi Pembangunan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro
Semarang. 2007.
Sjafrijal. “Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi”, Praninta Offset, Padang, 2008.
Sjafrizal. “Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Era Otonomi”, edisi
pertama cetakan ketiga, Rajawali Pers, Jakarta, 2016.
Tarigan, Robinson. “Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi”, edisi revisi cetakan
pertama, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2005.
Todaro, Michael. “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, edisi keenam,
Erlangga, Jakarta, 1998.
108
Lampiran I
PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2016 (Juta
Rupiah) LAPANGAN USAHA 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 88,386,512.39 88,409,460.01 92,390,134.87 92,653,584.24 92,802,798.97 98,181,660.71
Industri Pengolahan 426,184,947.51 445,675,276.56 477,714,072.28 502,433,623.07 524,466,677.04 549,471,383.78
Pengadaan Listrik dan Gas 5,126,004.86 5,571,250.12 6,025,231.98 6,373,286.03 5,939,653.36 6,139,545.25
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
741,338.75 794,326.67 845,969.55 896,263.79 948,977.84 1,009,018.45
Konstruksi 71,723,223.35 81,197,699.57 87,818,637.11 92,603,491.63 98,555,254.72 103,507,069.45
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor
151,107,155.34 168,938,936.01 177,747,518.19 183,634,922.83 190,440,113.16 198,887,074.01
Transportasi dan Pergudangan 41,660,006.83 45,721,399.30 47,965,848.58 51,579,514.10 56,171,095.98 61,135,337.70
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum
23,196,039.41 24,806,717.80 25,985,297.74 27,545,028.81 29,776,546.22 32,549,519.57
Informasi dan Komunikasi 25,378,259.25 28,094,004.54 30,651,836.81 36,005,412.36 41,878,751.58 47,856,799.53
Jasa Keuangan dan Asuransi 21,567,179.46 23,437,318.77 26,347,771.86 27,497,251.44 29,521,633.81 33,030,521.52
Real Estate 10,992,679.28 11,916,840.59 12,561,546.45 13,121,319.37 13,837,689.48 14,738,072.12
Jasa Perusahaan 3,676,296.18 3,957,451.77 4,265,893.31 4,561,081.01 4,932,613.38 5,334,980.44
Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib
22,939,998.87 23,901,327.94 23,568,018.37 23,676,877.00 24,987,382.17 25,731,416.57
Jasa Pendidikan 20,596,756.11 23,608,192.70 25,715,274.28 29,424,905.69 32,418,865.50 34,885,810.90
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5,790,041.06 6,303,721.09 6,720,170.33 7,780,534.33 8,880,758.33 9,723,042.98
Jasa Lainnya 17,450,136.64 18,862,233.78 20,347,856.97 22,137,539.99 24,120,774.04 26,226,539.58
PDRB 936,516,575.30 1,001,196,157.20 1,066,671,078.67 1,121,924,635.69 1,179,679,585.58 1,248,407,792.55
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat
109
Lampiran II
PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2016 (Juta Rupiah)
LAPANGAN USAHA 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 206,607.39 211,810.94 216,320.33 220,689.88 225,137.69 230,145.03
Industri Pengolahan 4,007,231.84 4,131,797.48 4,325,575.49 4,564,569.82 4,843,786.77 5,109,363.13
Pengadaan Listrik dan Gas 880,394.76 929,961.59 980,512.23 1,025,049.18 898,231.83 903,130.58
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang 20,856.18 22,270.23 23,920.45 25,940.03 27,361.22 28,518.60
Konstruksi 2,252,195.29 2,423,813.84 2,555,955.98 2,696,289.52 2,848,754.78 3,011,149.21
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor 4,536,826.42 4,825,488.12 5,114,427.17 5,367,108.86 5,650,090.63 5,972,855.53
Transportasi dan Pergudangan 2,157,242.99 2,376,810.85 2,496,952.36 2,637,721.22 2,893,357.49 3,133,215.64
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 893,954.15 946,037.32 1,002,846.67 1,059,403.07 1,119,753.25 1,209,844.24
Informasi dan Komunikasi 885,581.73 978,427.51 1,070,494.44 1,270,614.21 1,506,674.81 1,692,958.81
Jasa Keuangan dan Asuransi 1,316,258.96 1,396,047.71 1,549,250.42 1,606,764.74 1,676,548.86 1,847,070.71
Real Estate 427,473.20 457,952.52 490,879.30 525,977.17 555,976.80 601,018.99
Jasa Perusahaan 393,352.20 417,284.07 456,796.50 477,357.37 516,834.82 560,209.59
Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib 600,564.95 618,461.78 626,872.86 643,234.24 660,730.22 675,927.01
Jasa Pendidikan 460,270.91 524,150.97 587,388.87 656,814.29 718,858.00 772,597.46
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 220,015.38 228,926.00 246,968.00 279,823.32 313,143.35 341,269.24
Jasa Lainnya 685,341.54 714,328.71 739,506.47 777,953.83 843,363.78 912,977.72
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 19,944,167.88 21,203,569.63 22,484,667.54 23,835,310.77 25,298,604.31 27,002,251.51
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor
110
Lampiran III
Perhitungan Location Quotient (LQ)
Kota Bogor
Tahun 2011
PDRB 17 Sektor Kota
Bogor
Total PDRB Kota
Bogor
PDRB 17 Sektor Jawa
Barat Total PDRB Jawa Barat LQ
206,607.39 19,944,167.88 88,386,512.39 936,516,575.30 0.11
4,007,231.84 19,944,167.88 426,184,947.51 936,516,575.30 0.44
880,394.76 19,944,167.88 5,126,004.86 936,516,575.30 8.06
20,856.18 19,944,167.88 741,338.75 936,516,575.30 1.32
2,252,195.29 19,944,167.88 71,723,223.35 936,516,575.30 1.47
4,536,826.42 19,944,167.88 151,107,155.34 936,516,575.30 1.41
2,157,242.99 19,944,167.88 41,660,006.83 936,516,575.30 2.43
893,954.15 19,944,167.88 23,196,039.41 936,516,575.30 1.81
885,581.73 19,944,167.88 25,378,259.25 936,516,575.30 1.64
1,316,258.96 19,944,167.88 21,567,179.46 936,516,575.30 2.87
427,473.20 19,944,167.88 10,992,679.28 936,516,575.30 1.83
393,352.20 19,944,167.88 3,676,296.18 936,516,575.30 5.02
600,564.95 19,944,167.88 22,939,998.87 936,516,575.30 1.23
460,270.91 19,944,167.88 20,596,756.11 936,516,575.30 1.05
220,015.38 19,944,167.88 5,790,041.06 936,516,575.30 1.78
685,341.54 19,944,167.88 17,450,136.64 936,516,575.30 1.84
111
Tahun 2012
PDRB 17 Sektor
Kota Bogor
Total PDRB Kota
Bogor
PDRB 17 Sektor Jawa
Barat Total PDRB Jawa Barat LQ
211,810.94 21,203,569.63 88,409,460.01 1,001,196,157.20 0.11
4,131,797.48 21,203,569.63 445,675,276.56 1,001,196,157.20 0.44
929,961.59 21,203,569.63 5,571,250.12 1,001,196,157.20 7.88
22,270.23 21,203,569.63 794,326.67 1,001,196,157.20 1.32
2,423,813.84 21,203,569.63 81,197,699.57 1,001,196,157.20 1.41
4,825,488.12 21,203,569.63 168,938,936.01 1,001,196,157.20 1.35
2,376,810.85 21,203,569.63 45,721,399.30 1,001,196,157.20 2.45
946,037.32 21,203,569.63 24,806,717.80 1,001,196,157.20 1.80
978,427.51 21,203,569.63 28,094,004.54 1,001,196,157.20 1.64
1,396,047.71 21,203,569.63 23,437,318.77 1,001,196,157.20 2.81
457,952.52 21,203,569.63 11,916,840.59 1,001,196,157.20 1.81
417,284.07 21,203,569.63 3,957,451.77 1,001,196,157.20 4.98
618,461.78 21,203,569.63 23,901,327.94 1,001,196,157.20 1.22
524,150.97 21,203,569.63 23,608,192.70 1,001,196,157.20 1.05
228,926.00 21,203,569.63 6,303,721.09 1,001,196,157.20 1.71
714,328.71 21,203,569.63 18,862,233.78 1,001,196,157.20 1.79
112
Tahun 2013
PDRB 17 Sektor
Kota Bogor
Total PDRB Kota
Bogor
PDRB 17 Sektor Jawa
Barat Total PDRB Jawa Barat LQ
216,320.33 22,484,667.54 92,390,134.87 1,066,671,078.67 0.11
4,325,575.49 22,484,667.54 477,714,072.28 1,066,671,078.67 0.43
980,512.23 22,484,667.54 6,025,231.98 1,066,671,078.67 7.72
23,920.45 22,484,667.54 845,969.55 1,066,671,078.67 1.34
2,555,955.98 22,484,667.54 87,818,637.11 1,066,671,078.67 1.38
5,114,427.17 22,484,667.54 177,747,518.19 1,066,671,078.67 1.37
2,496,952.36 22,484,667.54 47,965,848.58 1,066,671,078.67 2.47
1,002,846.67 22,484,667.54 25,985,297.74 1,066,671,078.67 1.83
1,070,494.44 22,484,667.54 30,651,836.81 1,066,671,078.67 1.66
1,549,250.42 22,484,667.54 26,347,771.86 1,066,671,078.67 2.79
490,879.30 22,484,667.54 12,561,546.45 1,066,671,078.67 1.85
456,796.50 22,484,667.54 4,265,893.31 1,066,671,078.67 5.08
626,872.86 22,484,667.54 23,568,018.37 1,066,671,078.67 1.26
587,388.87 22,484,667.54 25,715,274.28 1,066,671,078.67 1.08
246,968.00 22,484,667.54 6,720,170.33 1,066,671,078.67 1.74
739,506.47 22,484,667.54 20,347,856.97 1,066,671,078.67 1.72
113
Tahun 2014
PDRB 17 Sektor
Kota Bogor
Total PDRB Kota
Bogor
PDRB 17 Sektor Jawa
Barat Total PDRB Jawa Barat LQ
220,689.88 23,835,310.77 92,653,584.24 1,121,924,635.69 0.11
4,564,569.82 23,835,310.77 502,433,623.07 1,121,924,635.69 0.43
1,025,049.18 23,835,310.77 6,373,286.03 1,121,924,635.69 7.57
25,940.03 23,835,310.77 896,263.79 1,121,924,635.69 1.36
2,696,289.52 23,835,310.77 92,603,491.63 1,121,924,635.69 1.37
5,367,108.86 23,835,310.77 183,634,922.83 1,121,924,635.69 1.38
2,637,721.22 23,835,310.77 51,579,514.10 1,121,924,635.69 2.41
1,059,403.07 23,835,310.77 27,545,028.81 1,121,924,635.69 1.81
1,270,614.21 23,835,310.77 36,005,412.36 1,121,924,635.69 1.66
1,606,764.74 23,835,310.77 27,497,251.44 1,121,924,635.69 2.75
525,977.17 23,835,310.77 13,121,319.37 1,121,924,635.69 1.89
477,357.37 23,835,310.77 4,561,081.01 1,121,924,635.69 4.93
643,234.24 23,835,310.77 23,676,877.00 1,121,924,635.69 1.28
656,814.29 23,835,310.77 29,424,905.69 1,121,924,635.69 1.05
279,823.32 23,835,310.77 7,780,534.33 1,121,924,635.69 1.69
777,953.83 23,835,310.77 22,137,539.99 1,121,924,635.69 1.65
114
Tahun 2015
PDRB 17 Sektor
Kota Bogor
Total PDRB Kota
Bogor
PDRB 17 Sektor Jawa
Barat Total PDRB Jawa Barat LQ
225,137.69 25,298,604.31 92,802,798.97 1,179,679,585.58 0.11
4,843,786.77 25,298,604.31 524,466,677.04 1,179,679,585.58 0.43
898,231.83 25,298,604.31 5,939,653.36 1,179,679,585.58 7.05
27,361.22 25,298,604.31 948,977.84 1,179,679,585.58 1.34
2,848,754.78 25,298,604.31 98,555,254.72 1,179,679,585.58 1.35
5,650,090.63 25,298,604.31 190,440,113.16 1,179,679,585.58 1.38
2,893,357.49 25,298,604.31 56,171,095.98 1,179,679,585.58 2.40
1,119,753.25 25,298,604.31 29,776,546.22 1,179,679,585.58 1.75
1,506,674.81 25,298,604.31 41,878,751.58 1,179,679,585.58 1.68
1,676,548.86 25,298,604.31 29,521,633.81 1,179,679,585.58 2.65
555,976.80 25,298,604.31 13,837,689.48 1,179,679,585.58 1.87
516,834.82 25,298,604.31 4,932,613.38 1,179,679,585.58 4.89
660,730.22 25,298,604.31 24,987,382.17 1,179,679,585.58 1.23
718,858.00 25,298,604.31 32,418,865.50 1,179,679,585.58 1.03
313,143.35 25,298,604.31 8,880,758.33 1,179,679,585.58 1.64
843,363.78 25,298,604.31 24,120,774.04 1,179,679,585.58 1.63
115
Tahun 2016
PDRB 17 Sektor
Kota Bogor
Total PDRB Kota
Bogor
PDRB 17 Sektor Jawa
Barat Total PDRB Jawa Barat LQ
230,145.03 27,002,251.51 98,181,660.71 1,248,407,792.55 0.11
5,109,363.13 27,002,251.51 549,471,383.78 1,248,407,792.55 0.43
903,130.58 27,002,251.51 6,139,545.25 1,248,407,792.55 6.80
28,518.60 27,002,251.51 1,009,018.45 1,248,407,792.55 1.31
3,011,149.21 27,002,251.51 103,507,069.45 1,248,407,792.55 1.34
5,972,855.53 27,002,251.51 198,887,074.01 1,248,407,792.55 1.39
3,133,215.64 27,002,251.51 61,135,337.70 1,248,407,792.55 2.37
1,209,844.24 27,002,251.51 32,549,519.57 1,248,407,792.55 1.72
1,692,958.81 27,002,251.51 47,856,799.53 1,248,407,792.55 1.64
1,847,070.71 27,002,251.51 33,030,521.52 1,248,407,792.55 2.59
601,018.99 27,002,251.51 14,738,072.12 1,248,407,792.55 1.89
560,209.59 27,002,251.51 5,334,980.44 1,248,407,792.55 4.85
675,927.01 27,002,251.51 25,731,416.57 1,248,407,792.55 1.21
772,597.46 27,002,251.51 34,885,810.90 1,248,407,792.55 1.02
341,269.24 27,002,251.51 9,723,042.98 1,248,407,792.55 1.62
912,977.72 27,002,251.51 26,226,539.58 1,248,407,792.55 1.61
116
Location Quotient (LQ) Rata-Rata Kota Bogor
SEKTOR EKONOMI 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Rata-rata
LQ
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11
Industri Pengolahan 0.44 0.44 0.43 0.43 0.43 0.43 0.43
Pengadaan Listrik dan Gas 8.06 7.88 7.72 7.57 7.05 6.80 7.51
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang
1.32 1.32 1.34 1.36 1.34 1.31 1.33
Konstruksi 1.47 1.41 1.38 1.37 1.35 1.34 1.39
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
1.41 1.35 1.37 1.38 1.38 1.39 1.38
Transportasi dan Pergudangan 2.43 2.45 2.47 2.41 2.40 2.37 2.42
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1.81 1.80 1.83 1.81 1.75 1.72 1.79
Informasi dan Komunikasi 1.64 1.64 1.66 1.66 1.68 1.64 1.65
Jasa Keuangan dan Asuransi 2.87 2.81 2.79 2.75 2.65 2.59 2.74
Real Estate 1.83 1.81 1.85 1.89 1.87 1.89 1.86
Jasa Perusahaan 5.02 4.98 5.08 4.93 4.89 4.85 4.96
Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
1.23 1.22 1.26 1.28 1.23 1.21 1.24
Jasa Pendidikan 1.05 1.05 1.08 1.05 1.03 1.02 1.05
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.78 1.71 1.74 1.69 1.64 1.62 1.70
Jasa Lainnya 1.84 1.79 1.72 1.65 1.63 1.61 1.71
117
Lampiran IV
Dinamis Location Quotient (DLQ) Kota Bogor tahun 2011-2016
LAPANGAN USAHA
Rata-rata Laju
Pertumbuhan Tahun (1+vi)/(1+vt) (1+Vi)/(1+Vt) DLQ
Kota Bogor Prov. Jawa
Barat
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 2.28 1.66 6 0.45 0.38 3.04
Industri Pengolahan 4.96 5.28 6 0.82 0.89 0.63
Pengadaan Listrik dan Gas 0.28 2.54 6 0.18 0.50 0.00
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6.87 6.22 6 1.09 1.02 1.45
Konstruksi 5.87 8.66 6 0.95 1.37 0.11
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor
5.94 6.11 6 0.96 1.00 0.75
Transportasi dan Pergudangan 7.56 8.58 6 1.18 1.36 0.44
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.48 7.02 6 1.03 1.13 0.57
Informasi dan Komunikasi 14.35 14.99 6 2.12 2.26 0.68
Jasa Keuangan dan Asuransi 6.93 8.54 6 1.09 1.35 0.29
Real Estate 7.10 6.96 6 1.12 1.13 0.96
Jasa Perusahaan 8.20 8.82 6 1.27 1.39 0.59
Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2.40 1.49 6 0.47 0.35 5.62
Jasa Pendidikan 9.95 11.74 6 1.51 1.80 0.35
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.56 10.60 6 1.32 1.64 0.27
Jasa Lainnya 6.26 9.69 6 1.00 1.51 0.09
Total PDRB 6.24 6.07
118
Lampiran V
Perhitungan Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) Kota Bogor 2011-2016
LAPANGAN USAHA Eijt Eij ∆Eij ∆Eij/Eij Eint Ein ∆Ein ∆Ein/Ein RPs
Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan 230,145.03 206,607.39 23,537.65 0.11 98,181,660.71 88,386,512.39 9,795,148.31 0.11 1.03
Industri Pengolahan 5,109,363.13 4,007,231.84 1,102,131.29 0.28 549,471,383.78 426,184,947.51 123,286,436.27 0.29 0.95
Pengadaan Listrik dan
Gas 903,130.58 880,394.76 22,735.82 0.03 6,139,545.25 5,126,004.86 1,013,540.39 0.20 0.13
Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
28,518.60 20,856.18 7,662.42 0.37 1,009,018.45 741,338.75 267,679.70 0.36 1.02
Konstruksi 3,011,149.21 2,252,195.29 758,953.92 0.34 103,507,069.45 71,723,223.35 31,783,846.10 0.44 0.76
Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
5,972,855.53 4,536,826.42 1,436,029.11 0.3165 198,887,074.01 151,107,155.34 47,779,918.68 0.3162 1.00
Transportasi dan
Pergudangan 3,133,215.64 2,157,242.99 975,972.65 0.45 61,135,337.70 41,660,006.83 19,475,330.87 0.47 0.97
Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum 1,209,844.24 893,954.15 315,890.09 0.35 32,549,519.57 23,196,039.41 9,353,480.16 0.40 0.88
Informasi dan
Komunikasi 1,692,958.81 885,581.73 807,377.08 0.91 47,856,799.53 25,378,259.25 22,478,540.27 0.89 1.03
Jasa Keuangan dan
Asuransi 1,847,070.71 1,316,258.96 530,811.75 0.40 33,030,521.52 21,567,179.46 11,463,342.06 0.53 0.76
Real Estate 601,018.99 427,473.20 173,545.79 0.41 14,738,072.12 10,992,679.28 3,745,392.84 0.34 1.19
Jasa Perusahaan 560,209.59 393,352.20 166,857.39 0.42 5,334,980.44 3,676,296.18 1,658,684.25 0.45 0.94
119
Administrasi Pemerintah,
Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
675,927.01 600,564.95 75,362.06 0.13 25,731,416.57 22,939,998.87 2,791,417.70 0.12 1.03
Jasa Pendidikan 772,597.46 460,270.91 312,326.55 0.68 34,885,810.90 20,596,756.11 14,289,054.80 0.69 0.98
Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial 341,269.24 220,015.38 121,253.86 0.55 9,723,042.98 5,790,041.06 3,933,001.92 0.68 0.81
Jasa Lainnya 912,977.72 685,341.54 227,636.18 0.33 26,226,539.58 17,450,136.64 8,776,402.94 0.50 0.66
120
Lampiran VI
Perhitungan Rasio Pertumbuhan Referensi (RPr) Provinsi Jawa Barat 2011-2016
Lapangan
Usaha Eint Ein ∆Ein ∆Ein/Ein Ent En ∆En ∆En/En RPr
Pertanian,
Kehutanan dan
Perikanan
98,181,660.71 88,386,512.39 9,795,148.31 0.11 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 0.33
Industri
Pengolahan 549,471,383.78 426,184,947.51 123,286,436.27 0.29 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 0.87
Pengadaan
Listrik dan Gas 6,139,545.25 5,126,004.86 1,013,540.39 0.20 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 0.59
Pengadaan Air,
Pengelolaan
Sampah,
Limbah dan
Daur Ulang
1,009,018.45 741,338.75 267,679.70 0.36 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 1.08
Konstruksi 103,507,069.45 71,723,223.35 31,783,846.10 0.44 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 1.33
Perdagangan
Besar dan
Eceran,
Reparasi Mobil
dan Sepeda
Motor
198,887,074.01 151,107,155.34 47,779,918.68 0.32 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 0.95
Transportasi
dan
Pergudangan
61,135,337.70 41,660,006.83 19,475,330.87 0.47 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 1.40
121
Penyediaan
Akomodasi dan
Makan Minum
32,549,519.57 23,196,039.41 9,353,480.16 0.40 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 1.21
Informasi dan
Komunikasi 47,856,799.53 25,378,259.25 22,478,540.27 0.89 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 2.66
Jasa Keuangan
dan Asuransi 33,030,521.52 21,567,179.46 11,463,342.06 0.53 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 1.60
Real Estate 14,738,072.12 10,992,679.28 3,745,392.84 0.34 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 1.02
Jasa Perusahaan 5,334,980.44 3,676,296.18 1,658,684.25 0.45 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 1.35
Administrasi
Pemerintah,
Pertahanan dan
Jaminan Sosial
Wajib
25,731,416.57 22,939,998.87 2,791,417.70 0.12 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 0.37
Jasa Pendidikan 34,885,810.90 20,596,756.11 14,289,054.80 0.69 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 2.08
Jasa Kesehatan
dan Kegiatan
Sosial
9,723,042.98 5,790,041.06 3,933,001.92 0.68 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 2.04
Jasa Lainnya 26,226,539.58 17,450,136.64 8,776,402.94 0.50 1,248,407,792.55 936,516,575.30 311,891,217.25 0.33 1.51
122
Lampiran VII
Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Kota Bogor tahun 2011-2016
SEKTOR EKONOMI MPR
RPs RPr
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 1.03 0.33
Industri Pengolahan 0.95 0.87
Pengadaan Listrik dan Gas 0.13 0.59
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 1.02 1.08
Konstruksi 0.76 1.33
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1.00 0.95
Transportasi dan Pergudangan 0.97 1.40
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0.88 1.21
Informasi dan Komunikasi 1.03 2.66
Jasa Keuangan dan Asuransi 0.76 1.60
Real Estate 1.19 1.02
Jasa Perusahaan 0.94 1.35
Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1.03 0.37
Jasa Pendidikan 0.98 2.08
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.81 2.04
Jasa Lainnya 0.66 1.51
123
Lampiran VIII
Overlay Kota Bogor tahun 2011-2016
LAPANGAN USAHA RPr RPs LQ Overlay
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 0.33 1.03 0.11 - + -
Industri Pengolahan 0.87 0.95 0.43 - - -
Pengadaan Listrik dan Gas 0.59 0.13 7.51 - - +
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 1.08 1.02 1.33 + + +
Konstruksi 1.33 0.76 1.39 + - +
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor 0.95 1.00 1.38 - + +
Transportasi dan Pergudangan 1.40 0.97 2.42 + - +
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1.21 0.88 1.79 + - +
Informasi dan Komunikasi 2.66 1.03 1.65 + + +
Jasa Keuangan dan Asuransi 1.60 0.76 2.74 + - +
Real Estate 1.02 1.19 1.86 + + +
Jasa Perusahaan 1.35 0.94 4.96 + - +
Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0.37 1.03 1.24 - + +
Jasa Pendidikan 2.08 0.98 1.05 + - +
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2.04 0.81 1.70 + - +
Jasa Lainnya 1.51 0.66 1.71 + -+
124
Lampiran IX
Hasil Wawancara Kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Kota Bogor
Fungsional Umum Bidang Perencanaan Ekonomi (Ibu Faradina, S. Si)
1. Pertanyaan: Mengapa di PDRB Kota Bogor tidak ada distribusi Sektor
Penggalian? Apakah di Bogor memang tidak ada kegiatan ekonomi tersebut?
Jawaban: Memang di Kota Bogor tidak memiliki kegiatan pertambangan.
Sehingga dapat dikatakan Kota Bogor tidak memiliki potensi dalam kegiatan
ekonomi tersebut.
2. Pertanyaan: Dari hasil penelitian LQ menunjukkan bahwa semua sektor jasa di
Kota Bogor merupakan sektor ekonomi basis. Apakah Kota Bogor memang
memprioritaskan sektor-sektor ekonomi jasa?
Jawaban: Kota Bogor tidak memiliki potensi di kegiatan ekonomi pertanian,
dan pertambangan sehingga pemerintah Kota Bogor memfokuskan
pembangunan ekonomi kepada sektor jasa.
3. Pertanyaan: Menurut hasil penelitian, terlihat bahwa sektor industri termasuk
ke dalam sektor yang tidak potensial? Mengapa sektor indusrti di Kota Bogor
kurang potensial padahal kontribusinya sangat besar dalam pembentukan
PDRB Kota Bogor?
Jawaban: Kota Bogor memang tidak memiliki kawasan industri khusus, di
Kota Bogor hanya terdapat industri rumah tangga atau industri kecil dan
125
menengah dan tidak terdapat industri besar. Itu yang menyebabkan Kota Bogo
rtidak memprioritaskan sektor industri pengolahan.
4. Pertanyaan: Sektor real estate salah satu sektor basis dan merupakan sektor
yang laju pertumbuhannya lebih maju jika dibandingkan dengan tingkat
provinsi. Apa yang menyebabkan sektor ini memiliki spesialisasi di Kota
Bogor?
Jawaban: Sektor real estate berkembang pesat dikarenakan semangkin
meningkatnya jumlah penduduk di Kota Bogor dan juga dikarenakan lokasi
yang dekat dengan ibu kota yang mengakibatkan warga ibu kota yang tidak
memiliki atau tidak mampu membeli tempat tinggal di Kota Jakarta membeli
atau sekedar menyewa di Kota Bogor.
5. Pertanyaan: Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur
Ulang merupakan sektor yang paling unggul baik dari segi kontribusi maupun
dari segi pertumbuhannya. Apa penyebabnya?
Jawaban: Sektor tersebut maju dikarenakan semakin meningkatnya jumlah
penduduk sehingga kebutuhan air juga meningkat. Dan di Kota Bogor
memang terdapat perusahaan dagang air minum daerah yang dikelola oleh
BUMD Kota Bogor yaitu PDAMD Tirta Pakuan, di mana sumber air berasal
dari beberapa sungai besar seperti sungai Cisadane dan sungai Ciliwung.
Selain itu, Kota Bogor juga memiliki kegiatan pengelolaan sampah dengan
sistem 3R, dan sedang menggalakan bank-bank sampah di kawasan
pemukiman penduduk. Penduduk diminta memilah-milah sampah organic dan
sampah non organik.
126
6. Pertanyaan: Sektor informasi dan komunikasi juga merupakan sektor yang
unggul baik dari segi kontribusi maupun pertumbuhannya. Apa penyebabnya?
Jawaban: memang diadakan pelatihan-pelatihan khusus untuk peningkatan
SDM di sektor informasi dan komunikasi, sehingga itu lah yang menyebabkan
sektor tersebut maju.
7. Pertanyaan: Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda
motor juga merupakan sektor yang unggul baik dari segi kontribusi maupun
pertumbuhannya. Apa penyebabnya?
Jawaban: Selain memprioritaskan sektor jasa Kota Bogor memang
memprioritaskaan sektor perdagangan, terdapat outlet-outlet besar yang
terletak di sepanjang Padjajaran. Kota Bogor memang menyediakan kawasan
untuk mendukung pertumbuhan perdagangan.
8. Pertanyaan: Sektor administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial
wajib juga merupakan sektor yang unggul baik dari segi kontribusi maupun
pertumbuhannya. Apa penyebabnya?
Jawaban: Memang diadakan pelatihan-pelatihan khusus untuk SDM di sektor
ini terkait reformasi birokrasi atau refolusi mental yang merupakan program
unggulan wali kota guna mengubah paradigma pegawai pemerintahan. Hal
tersebut yang menyebabkan sektor ini maju.