analisis sektor ekonomi potensial sebagai prioritas
TRANSCRIPT
ANALISIS SEKTOR EKONOMI POTENSIAL SEBAGAI PRIORITAS
PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2015-2019
Disusun Oleh :
Fauzan Azhima
NIM: 11160840000085
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
ANALISIS SEKTOR EKONOMI POTENSIAL SEBAGAI PRIORITAS
PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2015-2019
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh:
Fauzan Azhima
NIM:11160840000085
Di bawah Bimbingan
Pembimbing I
Drs. Rusdianto, M.Sc
NIP: 195501041984031001
EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2020 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini, Rabu 15 Bulan April Tahun Dua Ribu Dua Puluh telah dilakukan Ujian
Komprehensif atas Mahasiswa :
1. Nama : Fauzan Azhima
2. NIM : 11160840000085
3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan
4. Judul Skripsi : Analisis Sektor Ekonomi Potensial Sebagai Prioritas
Pembangunan Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2015-2019
Setelah Mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan
ke tahap ujian skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 April 2020
iv
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
1. Nama : Fauzan Azhima
2. Tempat/Tanggal Lahir : Bekasi, 11 Mei 1998
3. Alamat : Jl. Setia 1 rt 05/12 No.77 Jatiwaringin,
Pondok Gede, Bekasi, 17411
4. Telepon : 0858-8225-8467
5. Email : [email protected]
II. Riwayat Pendidikan
1. SDIT Miftahul Amal 2004-2010
2. MTsN 42 Jakarta 2010-2013
3. MAN 9 Jakarta 2013-2016
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2016-2020
III. Pengalaman Organisasi
1. Anggota Departemen Minat dan Bakat Himpunan Mahasiswa Jurusan
Ekonomi Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Komisariat Fak. Ekonomi
dan Bisnis
IV. Seminar
1. Seminar “Peran Generasi Muda Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0
dan Ekonomi Digital” diselenggarakan oleh HMJ EP.
2. Seminar Nasional “Menjawab Peluang dan Tantangan Perkembangan
Financial Technology di Indonesia” diselenggarakan oleh HMJ EP.
3. Seminar Nasional “Peningkatan Sumber Daya Kelautan Nasional Sebagai
Pilar Pembangunan Ekonomi”
4. Kuliah Dosen Tamu “Recent Issues in Public Finance”
vii
ABSTRACT
This study aims to determine the basic and non-basic sectors, determine the
leading and potential sectors to be developed, and determine sectoral development
priorities in Bogor Regency. The data used in this research is secondary data
obtained from related institutions for the period 2015 to 2019. The data is sourced
from BPS Bogor Regency and BPS West Java Province. The model used in this
research is Location Quotient Analysis (LQ), Dynamic Location Quotient
Analysis (DLQ), Growth Ratio Model Analysis (MRP) and Overlay Analysis. The
results of the Location Quotient (LQ) research analysis conclude that Bogor
Regency still has twelve non-basic sectors and there are five sectors that are
classified as basic sectors. The results of the Dynamic Location Qoutient (DLQ)
analysis show that there are six economic sectors that have rapid development in
Bogor Regency compared to the same sectors in West Java Province. With the
Growth Ratio Model (MRP) analysis model, it can be seen that there are five
sectors that are equally prominent in growth at the district and provincial levels,
and there are two sectors that have more prominent growth in Bogor Regency
compared to the same sector in West Java Province. Based on the results of the
overlay analysis, there is one sector that has a level of specialization and
excellence at the district and provincial levels, namely the construction sector, and
there are two sectors that have a level of specialization and excellence at the level
of Bogor Regency. These three sectors are sectors that must be developed and
enhanced so that they become sectors that can make a major contribution to the
Gross Domestic Product (PDRB). Based on all the analyzes that have been carried
out, conclusions can be made using descriptive analysis which shows that the
main sector that is the priority for development of Bogor Regency is the
construction sector which has a positive notation in every analysis that has been
carried out.
Keywords: Economic Potential Sector, Location Quotient (LQ) Analysis,
Dynamic Location Quotient (DLQ) Analysis, Growth Ratio Model (MRP)
Analysis and Overlay
viii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sektor basis dan sektor non
basis, menentukan sektor unggulan dan potensial untuk dikembangkan, serta
menentukan prioritas pembangunan sektoral di Kabupaten Bogor. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didapatkan dari
lembaga terkait dengan kurun waktu tahun 2015 hingga 2019. Data bersumber
dari BPS Kabupaten Bogor dan BPS Provinsi Jawa Barat. Model yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Analisis Location Quotient (LQ), Analisis Dynamic
Location Quotient (DLQ), Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) dan
Analisis Overlay. Hasil analisis penelitian Location Quotient (LQ) memberikan
kesimpulan bahwa Kabupaten Bogor masih memiliki sebanyak dua belas sektor
non basis dan terdapat lima sektor yang tergolong sebagai sektor basis. Hasil dari
analisis Dynamic Location Qoutient (DLQ) terdapat enam sektor ekonomi yang
memiliki perkembangan yang cepat di Kabupaten Bogor dibandingkan sektor
yang sama di Provinsi Jawa Barat. Dengan model analisis Model Rasio
Pertumbuhan (MRP) dapat diketahui bahwa terdapat lima sektor yang sama-sama
menonjol pertumbuhanya pada tingkat Kabupaten maupun Provinsi, serta terdapat
dua sektor yang memiliki pertumbuhan yang lebih menonjol di Kabupaten Bogor
dibanding sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil analisis
overlay terdapat satu sektor yang memiliki tingkat spesialisasi dan unggul
ditingkat kabupaten maupun provinsi yaitu sektor konstruksi, serta terdapat dua
sektor yang memilliki tingkat spesialisasi dan unggul ditingkat Kabupaten Bogor.
Ketiga sektor tersebut merupakan sektor yang harus dikembangkan dan
ditingkatkan sehingga menjadi sektor yang dapat memberikan kontribusi besar
terhadap Product Domestic Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan semua analisis
yang telah dilakukan, maka dapat dibuat kesimpulan menggunakan analisis
deksriptif yang menunjukan bahwa sektor utama yang menjadi prioritas
pembangunan Kabupaten Bogor adalah sektor konstruksi yang memiliki notasi
positif di setiap analisis yang telah dilakukan.
Kata kunci : Sektor Potensi Ekonomi, Analisis Location Quotient (LQ), Analisis
Dynamic Location Quotient (DLQ), Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
dan Overlay
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata‟ala
yang mana telah memberikan rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Sektor Ekonomi Potensial
Sebagai Prioritas Pembangunan Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2015-
2019” dengan segala kelancaran dan kemudahan yang Allah SWT berikan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita
sebagai umat muslim baginda Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wa Sallam, yang
telah membawa kita dari jaman kegelapan menuju jaman terang benderang.
Skripsi ini disusun dalam rangka untuk mendapatkan gelar Sarjana
Ekonomi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini
tidak akan terselesaikan dengan baik jika tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan
semoga Allah SWT memberikan pahala, kesehatan dan keberkahan serta balasan
yang setimpal atas amal kebaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya adalah:
1. Kepada keluarga penulis. Orang tua penulis, Bapak Ahmadi dan Ibu Dian
Nur Aini, Kakak saya M. Hasbi Al-baihaqy serta ketiga adik perempuan
saya yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan doa tiada hentinya
kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi. Juga keluarga besar
yang selalu mendoakan dan mendukung segala pilihan yang telah
ditempuh penulis.
2. Bapak Prof.Dr.Amilin, S.E.Ak., M.Si., CA., QIA., BKP., CRMP., selaku
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
beserta jajaran.
3. Bapak Drs. Rusdianto, M.Sc selaku pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu untuk selalu membimbing, membantu, dan memotivasi
penulis dalam upaya menyelesaikan skripsi. Semoga bapak selalu
diberikan rahmat, keberkahan, dan mendapat karunia Allah SWT.
x
4. Bapak Pheny Chalid, Ph.D, selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan dukungan dan arahan serta motivasi kepada penulis
semenjak semester 1 hingga dapat menyelesaikan skripsi.
5. Bapak M. Hartana Iswandi Putra, M.Si. dan Bapak Deni Pandu, M.Sc.
selaku Kepala Jurusan dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan
yang telah memberikan arahan yang sangat membantu penulis selama
masa perkuliahan hingga pengerjaan skripsi ditengah pandemi Covid-19.
6. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, atas ilmu dan pelayanan yang selama diberikan
kepada penulis.
7. Teman-teman “Wejangan Kaleh Tigo” yang hari demi hari telah
menghilang dengan kesibukanya masing-masing mengejar masa depan,
sukes untuk kalian semua dan terus semangat menjadi kehidupan dimasa
pandemi ini.
8. Teruntuk Fitriani Hasan sebagai seseorang yang selama ini telah menjadi
bagian dari kehidupan penulis, memberikan dukungan, masukan bahkan
sebagai penyemangat untuk terus berjuang meski banyak cobaan yang kita
lalui bersama.
9. Teman-teman “KKN 88 Gemilang” yang telah berupaya bersama dalam
membangun sebuah desa Rabak yang memiliki berbagai macam adat
istiadat, semua perjuangan dan kenangan akan selalu diingat sebagai
pengalaman berharga.
10. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2016 Ekonomi Pembangunan
khususnya tyas,alaika,naza,jule,ijal,barjun (pak RW) ,ryan (aki), arif
sebagai ketua kontrakan dan semua yang kini sama-sama berjuang untuk
mengejar impian satu sama lainnya serta menjadi bagian dari kehidupan
yang terkadang harus ditertawakan.
11. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih
kepada kalian semua yang telah memberikan dukungan kepada penulis
selama pengerjaan skripsi.
xi
Penulis sangat menyadari bahwa didalam skripsi ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka penulis memohon maaf atas segala
kekurangan. Dan karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang dapat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat untuk banyak pihak serta penulis sangat
mengharapkan dan menerima dengan terbuka jika ada kritik dan saran, terima
kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, 21 September 2020
Fauzan Azhima
xii
DAFTAR ISI
COVER ..................................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................................. iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. vi
ABSTRACT ........................................................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ix
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Penelitian ............................................................................... 1
B. Batasan Masalah .............................................................................................. 8
C. Identifikasi Masalah ........................................................................................ 8
D. Rumusan Masalah ............................................................................................ 9
E. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 11
F. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 12
A. Landasan Teori .............................................................................................. 12
1. Teori Basis Ekonomi ......................................................................................... 12
2. Potensi Ekonomi ............................................................................................... 15
3. Teori Pertumbuhan Ekonomi ............................................................................. 23
4. Produk Domestik Regional Bruto ..................................................................... 24
5. Keunggulan Kompetitif..................................................................................... 26
B. Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 27
C. Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................................... 37
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 37
B. Metode Penentuan Populasi dan Sampel ..................................................... 37
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................................... 38
xiii
D. Metode Analisis Data ..................................................................................... 39
1. Analisis Location Quotient (LQ) ...................................................................... 40
2. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) .................................................... 41
3. Analisis Gabungan LQ dan DLQ ...................................................................... 42
4. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) ...................................................... 44
5. Analisis Overlay ................................................................................................ 47
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ....................................................... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................... 51
A. Gambaran Umum Objek Penelitian............................................................. 51
1. Luas dan Batasan Wilayah Administrasi .......................................................... 51
2. Letak dan Kondisi Geografis ............................................................................ 52
3. Topografi........................................................................................................... 52
4. Klimatologi ....................................................................................................... 53
5. Demografi ......................................................................................................... 54
6. Kondisi Perekonomian ...................................................................................... 55
B. Analisis dan Pembahasan .............................................................................. 59
1. Analisis Location Quotient ............................................................................... 59
2. Analisis Dynamic LQ (DLQ) ............................................................................ 69
3. Analisis Gabungan LQ dan DLQ ...................................................................... 71
4. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) ...................................................... 74
5. Analisis Overlay ................................................................................................ 77
6. Analisis Penetapan Prioritas Pembangunan Kabupaten Bogor ......................... 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 85
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 85
B. Saran ............................................................................................................... 87
LAMPIRAN......................................................................................................................... 90
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2010 ................................ 4
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Tahun 2015-2019 (persen) ......... 5
Tabel 1.3 Jumlah Angkatan Kerja Yang Bekerja ................................................................ 7
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................................ 27
Tabel 3.1 Penggolongan Sektor Gabungan Hasil LQ dan DLQ ........................................ 43
Tabel 4.1 Suhu rata-rata Kabupaten Bogor Bulanan ........................................................ 54
Tabel 4.2 Tingkat Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk............................................. 55
Tabel 4.3 Kontribusi Sektor Ekonomi Kabupaten Bogor .................................................. 56
Tabel 4.4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor ............................................... 58
Tabel 4.5 Sektor Basis dan Non Basis Kabupaten Bogor Tahun 2015-2019 .................... 61
Tabel 4.6. Nilai LQ dan Rata-rata LQ Kabupaten Bogor Tahun 2015-2019 ................... 62
Tabel 4.7 Dinamis Location Quotient Kabupaten Bogor 2015-2019 ................................ 70
Tabel 4.8 Matriks Hasil LQ dan DLQ Kabupaten Bogor .................................................. 72
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Model Rasio Pertumbuhan Kabupaten Bogor ................... 76
Tabel 4.10 Hasil Analisis Overlay Sektor Lapangan Usaha Kabupaten Bogor ................ 78
Tabel 4.11 Rangkuman Hasil Penelitian PDRB Sektor Ekonomi Kabupaten Bogor ..... 82
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2010 ..................... 90
Lampiran II PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2010 ....... 91
Lampiran III Perhitungan Analisis Location Quotient (LQ) 2015-2019 .............. 92
Lampiran IV Hasil Perhitungan Analisis Dynamic Location Quotient ......................... 98
Lampiran V Perhitungan Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) .......................................... 99
Lampiran VI Perhitungan Rasio Pertumbuhan Referensi (RPr)................................. 101
Lampiran VII Hasil Model Rasio Pertumbuhan (MRP) ................................................ 103
Lampiran VIII Hasil analisis Overlay ............................................................................... 104
Lampiran IX Penetapan Sektor Prioritas Pembangunan .............................................. 105
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu proses yang harus dilakukan untuk
mencapai sebuah kemajuan di suatu negara. Hampir semua negara melakukan
pembangunan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan negaranya. Indonesia merupakan
negara yang menganut sistem desentrasilasi yang mengartikan semua kebijakan dalam
pembangunan suatu daerah menjadi tanggung jawab dan tugas untuk pemerintah daerah
dalam membangun daerahnya masing masing.
Sebelum diberlakukanya otonomi daerah, ketimpangan ekonomi regional di
Indonesia disebabkan karena sistem sentralistik dimana pemerintah pusat menguasai dan
mengendalikan hampir sebagian besar pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai
penerimaan negara, termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam dari sektor
pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Hal ini berakibat daerah-daerah
yang kaya akan sumber daya alam tidak menikmati hasilnya secara layak.
Pembangunan ekonomi merupakan proses yang bersifat multidimensional, yang
melibatkan kepada perubahan besar,baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan
sosial, mengurangi dan menghapuskan kemiskinan , mengurangi ketimpangan, dan
pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi. (Sirojuzilam, 2008).
Pembangunan wilayah (regional )merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam,
tenaga kerja dan sumber daya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana
pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi
dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan
daerah, kewirausahaan, kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas.
(Adisasmita, 2008)
2
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah
beserta rakyatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan
antara pemerintah daerah dan swasta untuk menciptakan lapangan kerja dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah
merupakan suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru,
pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk
menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar baru, alih ilmu
pengetahuan dan pengembangan perusahaan-perusahaan. (Arsyad, 1999).
Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda menyebabkan potensi ekonomi
daerah tersebut pasti berbeda. Dalam hal ini pemerintah daerah harus melakukan berbagai
upaya untuk melakukan pembangunan ekonomi daerahnya masing-masing dengan
meninjau sumberdaya yang tersedia di daerahanya. Setiap upaya pemerintah daerah untuk
melakukan pembangunan daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah
dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam mencapai hal itu pemerintah
daerah dan masyarakat secara bersama harus mengambil inisiatif pembangunan daerah
dengan menggunakan potensi yang dimiliki daerahnya.
Perbedaan tingkat pembangunan yang didasarkan dengan potensi suatu daerah,
akan berdampak terhadap perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Hipotesis yang ada menjelaskan bahwa semakin besar peranan
potensi sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah terhadap pembentukan atau
pertumbuhan PDRB disuatu daerah, maka semakin tinggi laju pertumbuhan PDRB daerah
tersebut. Laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB di Kabupaten Bogor mengalami
fluktuasi atau ketidakstabilan pada tahun 2015 sampai 2019. Hal ini bisa dilihat dari grafik
dibawah ini yang merupakan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor dari tahun 2015
hingga 2019 (persen).
3
Grafik 1.1
Grafik Laju PDRB Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Bogor Tahun 2015-
2019 (dalam persen)
Sumber : BPS Kabupaten Bogor (diolah penulis)
Pada grafik diatas menjelaskan bahwa pada tahun 2015 sampai kepada tahun 2016
laju PDRB menurut lapangan usaha mengalami penurunan dari 6,09 persen menjadi 5,84
persen yang artinya sekitar 2,5 persen penurunanya. Berikutnya hingga tahun 2018 laju
pertumbuhan PDRB mengalami peningkatan mencapai 6,19. Namun pada akhirnya di
tahun 2019 laju PDRB kembali mengalami penurunan hingga titik 5,85 persen yaitu hanya
berbeda sebesar 0,1 persen dibandingkan tahun 2016. Meskipun laju pertumbuhan
Kabupaten Bogor telah diatas rata-rata dari laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
Barat, akan tetapi laju pertumbuhanya masih terlihat sangat fluktuatif. Oleh karena itu
harus ada strategi yang direncanakan untuk dapat mendorong dan mempertahankan
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
2015 2016 2017 2018 2019
PDRB 6.09 5.84 5.92 6.19 5.85
5.6
5.7
5.8
5.9
6
6.1
6.2
6.3
LAJU PDRB KABUPATEN BOGOR
4
Tabel 1.1
PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2010
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2015-2019 (juta rupiah)
Lapangan Usaha 2015 2016 2017 2018 2019
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6.396.019,10 6.682.547,10 6.871.112,30 7.031.218,60
7.169.948,4
Pertambangan dan Penggalian 3.576.366,10 3.476.358,40 3.455.649,50 3.544.118,30 3.499.075,50
Industri Pengolahan 68.263.029,20 72.308.796,10 76.161.876 80.870.971,30 85.430.232,70
Pengadaan Listrik dan Gas 220.986 235.306,70 239.512,70 241.878 248.466,40
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 140.322,30 150.304,80 161.904,10 171.051,70 182.405,20
Konstruksi 11.174.993,70 11.838.084,40 13.104.723,50 14.487.248,90 15.605.651,10
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 15.880.416 16.582.678,50 17.332.719,90 18.022.213,50 19.253.967,40
Transportasi dan Pergudangan 3.808.474,70 4.140.802,80 4.457.494,10 4.818.894,70 5.215.802,40
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 3.040.655,80 3.305.911,30 3.586.564,30 3.839.850,90 4.035.979,20
Informasi dan Komunikasi 2.804.160,10 3.203.436 3.582.162,90 3.907.670,90 4.267.773
Jasa Keuangan dan Asuransi 634.240,40 705.290,10 739.620,80 791.542,60 846.853,90
Real Estate 1.040.219,50 1.104.473,60 1.207.411,70 1.323.707 1.448.109,60
Jasa Perusahaan 248.647,70 268.786,20 292.339,20 311.436,60 339.540
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2.050.710,70 2.113.304,40 2.211.110 2.245.690,30 2.283.877,90
Jasa Pendidikan 2.366.984,80 2.543.885,50 2.763.581,90 2.923.511,20 3.086.897,80
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 654.698,50 720.816,70 786.292,20 846.994 902.558,70
Jasa lainnya 2.186.052,70 2.379.584,60 2.607.378,70 2.825.355,60 3.052.565
Sumber : BPS Kabupaten Bogor (diolah Penulis)
Jika dilihat pada tabel 1.1 sektor yang berkontribusi paling rendah terhadap PDRB
adalah sektor pengadaan Air, Pengelolaan sampah, limbah dan Daur Ulang yaitu hanya
sebesar 140 miliyar pada tahun 2015 hingga 182 miliyar di tahun 2019. Hal ini
menggambarkan bahwa sektor tersebut kurang berpotensi dibandingkan sektor lainnya
yang mengahasilkan angka sangat besar. Hal ini berkaitan dengan permasalahan yang telah
dipaparkan di dalam RPJMD Kabupaten Bogor bahwa dalam bidang pekerjaan umum dan
penataan ruang, Kabupaten Bogor masih belum bisa mengoptimalkan pemenuhan
5
kebutuhan dasar masyarkat berupa sanitasi lingkungan, air bersih, air minum, pemakaman
dan ruang publik lainnya. Data yang ada bahwa akses air minum hanya sebesar 4,78%,
daerah rawan air bersih sebesar 62,50% dan rumah tinggal yang bersanitasi hanya 68,53%.
Kemudian pada bidang lingkungan hidup masih belum optimalnya penanganan sampah
yang dimana baru sebesar 65% jumlah sampah yang ditangani. Kemudian berkurangnya
lahan resapan air, dan masih tingginya tingkat pencemaran air, udara dan tanah.
Tabel 1.2
Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Tahun 2015-2019 (persen)
Kategori
Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha (Persen)
Persentase
2015 2016 2017 2018 2019
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,98 4,48 2,82 2,33 1,97
Pertambangan dan Penggalian -0,72 -2,8 -0,6 2,56 -1,27
Industri Pengolahan 5,36 5,93 5,33 6,18 5,64
Pengadaan Listrik dan Gas -0,11 6,48 1,79 0,99 2,72
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
9,88 7,11 7,72 5,65 6,64
Konstruksi 9,29 5,93 10,7 11 7,72
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
4,91 4,42 4,52 3,98 6,83
Transportasi dan Pergudangan 9,84 8,73 7,65 8,11 8,24
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
8,2 8,72 8,49 7,06 5,11
Informasi dan Komunikasi 17,21 14,24 11,82 9,09 9,22
Jasa Keuangan 7,6 11,2 4,87 7,02 6,99
Real Estate 6,48 6,18 9,32 9,63 9,4
Jasa Perusahaan 8,15 8,1 8,76 6,53 9,02
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
6,46 3,05 4,63 1,56 1,7
Jasa Pendidikan 10,66 7,47 8,64 5,79 5,59
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 17,35 10,1 9,08 7,72 6,56
Jasa Lainnya 9,6 8,85 9,57 8,36 8,04
PDRB Kabupaten dengan Migas 6,09 5,84 5,92 6,19 5,85
Sumber : Kabupaten Bogor dalam angka (diolah)
6
Sektor utama yang memberikan kontribusi paling besar adalah sektor industri
pengolahan dengan nilai PDRB yang mengalami peningkatan setiap tahunya sebesar Rp 68
triliun ditahun 2015 menjadi sekitar Rp 85 triliun pada tahun 2019. Meskipun sektor
tersebut terus mengalami peningkatan, ternyata laju pertumbuhanya terlihat fluktuatif dan
relatif lebih rendah dibandingkan sektor lainnya yaitu sebesar 5,36 persen di tahun 2015
dan mengalami peningkatan pada tahun 2016 dan 2018 namun mengalami penurunan
kembali pada tahun 2019. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2016 sebesar 6,18
persen dan penurunan terendah terjadi pada tahun 2017 sebesar 5,33 persen dapat dilihat
pada tabel 1.2.
Pada tabel 1.3 menjelaskan tentang penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor
usaha. Sektor yang paling besar menyerap tenaga kerja di Kabupaten Bogor adalah sektor
Perdagangan,Rumah Makan dan Akomodasi sebesar 598 ribu orang ditahun 2015 dan terus
mengalami peningkatan mencapai 816.764 orang di tahun 2018. Sesuai dengan prediksi
BAPPEDA LITBANG Kabupaten Bogor bahwa pada tahun 2018 sektor yang
mendominasi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor adalah sektor industri
pengolahan dan perdagangan besar yang dapat dilihat pada tabel 1.1.
Ada 5 wilayah yang merupakan sektor industri pengolahan di Kabupaten Bogor,
seperti Kecamatan Cibinong, Citeureup, Gunung Putri, Cileungsi dan Kelapa Nunggal.
Namun dari nilai pertumbuhan ekonomi tertinggi disektor industri pengolahan yang
didapat berdasarkan PDRB Kabupaten Bogor, ternyata sebaran tenaga kerja menurut
lapangan usaha di Kabupaten Bogor pada tabel 1.2 didominasi sektor perdagangan, rumah
makan dan jasa akomodasi yaitu sebesar 34,7 %.
7
Tabel 1.3
Jumlah Angkatan Kerja Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten
Bogor Tahun 2015-2018
No Sektor Ekonomi
Tahun 2015
(Dalam Juta)
Tahun 2017
(Dalam Juta)
Tahun 2018
(Dalam Juta)
Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen
1
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
187.910 9,0 194.562 8,3 203.393 8,6
2 Pertambangan dan Penggalian 31.645 1,5 34.717 1,5 21.682 0,9
3 Industri Pengolahan 503.487 24,2 456.020 19,4 447.386 19,0
4
Pengadaan Listrik dan Gas dan
Air Minum
3.764 0,2 11.417 0,5 12.559 0,5
5 Konstruksi 158.393 7,6 160.088 6,8 160.006 6,8
6
Perdagangan,Rumah Makan dan
Jasa Akomodasi
598.786 28,7 750.152 31,9 816.764 34,7
7
Transportasi pergudangan dan
Komunikasi
134.204 6,4 188.773 8,0 214.546 9,1
8
Jasa Keuangan, Real Estate, dan
Jasa Perusahaan
96.402 4,6 110.972 4,7 89.346 3,8
9
Jasa Pendidikan ,Sosial dan
lainnya
368.643 17,7 445.052 18,9 391.211 16,6
Bogor 2.083.234 100,0 2.351.753 100,0 2.356.893 100,0
Sumber : Kabupaten Bogor dalam angka (diolah)
8
B. Batasan Masalah
Penulis membatasi dari latar belakang yang telah diuraikan diatas sehingga
lebih terarah dan dapat diselesaikan dengan baik sebagai berikut :
1. Penulis membatasi tahun penelitian hanya 5 tahun dari 2015 hingga 2019.
2. Penulis membatasi variabel yang digunakan hanya 17 sektor yang terdapat
pada PDRB Kabupaten Bogor.
3. Penulis membatasi metode yang digunakan hanya 2 metode inti dan sisanya
merupakan analisis deskriptif.
C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, peneliti
melakukan identifikasi masalah dengan uraian sebagai berikut:
1. Terdapat pergeseran sektor ekonomi dari pertanian menjadi industri.
2. Sektor industri yang menjadi leading sector ternyata memiliki pertumbuhan
yang kecil.
3. Harus adanya penentuan sektor potensial untuk dikembangkan.
4. Harus menentukan sektor potensial yang dapat dijadikan prioritas dalam
perencanaan pembangunan daerah.
9
D. Rumusan Masalah
Kabupaten Bogor memiliki berbagai sektor sebagai penunjang
perekonomian daerah yang tujuanya untuk mensejahterakan masyarakat dari
berbagai sektor potensial yang ada. Dari 17 sektor yang berada di Kabupaten
Bogor, sektor yang paling kecil berkontribusi adalah sektor Pengadaan
Air,Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar 171 miliyar di tahun
2018 dan mengalami peningkatan pada tahun 2019 sebesar 182 miliyar. Salah satu
alasan sektor tersebut memberikan kontribusi yang sangat kecil yaitu karena
pemerintah daerah Kabupaten Bogor masih belum bisa mengoptimalkan
penanganan masalah terkait air dan sampah.
Sementara sektor yang memberikan kontribusi paling besar terhadap PDRB
Kabupaten Bogor adalah sektor industri pengolahan yakni sebesar Rp 85.430.232
(dalam Juta) hal ini memang tercermin dari wilayah Kabupaten Bogor yang beralih
dari daerah yang agraris. Tercatat dari tahun 2013 hingga 2017 sumbangan hasil
pertanian kedalam PDRB Kabupaten Bogor hanya berkisar 5% terhadap seluruh
output yang dihasilkan. Banyaknya bangunan tempat tinggal,pabrik, sarana
perdagangan, sarana pendidikan, jalan dan bangunan lainnya menjadikan kawasan
hijau di Kabupaten Bogor terus berkurang.
Industri di Kabupaten Bogor terdiri dari industri mikro,kecil,menengah dan
besar. Industri tersebut beragam macamnya seperti industri makanan,tekstil,pakaian
jadi, alas kaki, industri kertas, percetakan, industri kimia, industri furniture, industri
barang logam, industri peralatan listrik, industri alat angkutan dan lain-lain. Industri
memang menjadi leading sector bagi perekonomian Kabupaten Bogor dengan
dibuktikan nilai NTB (Nilai Tambah Bruto) lapangan usaha hasil industri
menembus angka 55 persen terhadap PDRB Kabupaten Bogor. Namun ternyata
10
sektor yang menjadi penggerak perekonomian terbesar tersebut nyatanya kurang
menyerap tenaga kerja dan memiliki laju pertumbuhan yang lebih rendah
dibandingkan sektor yang lainnya. Sektor perdangan besar,eceran dan rumah makan
lah yang paling besar menyerap tenaga kerja sebesar 34 persen di tahun 2019.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti mengangkat
tema ini untuk dilakukan penelitian agar mengetahui sektor apa saja yang menjadi
sektor basis atau memiliki spesialiasasi tinggi dalam proses identifikasi potensi
ekonomi. Kemudian perlu diidentifikasi juga mengenai sektor yang memiliki
keunggulan dalam pertumbuhanya sehingga bisa menjadi acuan bagi daerah dalam
melakukan pembangunan ekonomi secara maksimal sehingga terciptana multiplier
effect terhadap sektor lainya. Untuk mengetahui kegiatan ekonomi yang berpotensi
dan unggul di Kabupaten Bogor maka dapat menggunakan beberapa pendekatan
yaitu Analisis Location Quotient (LQ), Analisis LQ Dinamis (DLQ), Analisis
Model Rasio Pertumbuhan (MRP) dan Analisis Overlay.
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sektor ekonomi apa yang termasuk ke dalam sektor basis atau memiliki
spesialisasi tinggi di Kabupaten Bogor?
2. Sektor ekonomi apa yang harus dikembangkan di wilayah Kabupaten Bogor?
3. Sektor ekonomi apa yang mempunyai potensi untuk dijadikan prioritas
pembangunan di wilayah Kabupaten Bogor?
11
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang akan
dicapai dari penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui sektor ekonomi apa yang termasuk kedalam sektor basis
atau memiliki spesialisasi tinggi di Kabupaten Bogor.
2. Untuk mengetahui sektor ekonomi apa di Kabupaten Bogor yang memiliki
potensi untuk dikembangkan di Kabupaten Bogor.
3. Untuk mengetahui sektor ekonomi apa yang memiliki potensi untuk
dijadikan prioritas pembangunan di Kabupaten Bogor.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan nantinya bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait
dengan permasalahan yang diungkap sehingga dapat digunakan sebagai salah satu
pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan akan menjadi hasil yang lebih
baik. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah
daerah Kabupaten Bogor untuk mengambil sebuah kebijakan
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para peneliti
selanjutnya pada bidang yang sejenis
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi menjadi dasar pandangan bahwa laju pertumbuhan ekonomi
suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut.
Kegiatan ekonomi daerah dikelompokan menjadi 2 yaitu sektor basis dan non basis.
Hanya sektor yang basis dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Robinson
Tarigan, 2005).
Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Richardson (1973) yang menyatakan
bahwa faktor penentu yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu daerah
adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah
(Arsyad, 1999).
Pertumbuhan industri yang menggunakan sumberdaya dan bahan baku lokal
juga termasuk tenaga kerja untuk dieskpor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan
penciptaan lapangan kerja (job creation). Pengertian tersebut menjelaskan bahwa suatu
daerah akan mempunyai sektor unggulan jika daerah tersebut memenangkan persaingan
pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat melakukan ekspor.
(Suyatno,2000).
Menurut Sjafrizal, (2008) model basis ekspor dapat dijelaskan dengan model
basis ekonomi (Economic Base Model) dengan hasil yang sangat bersamaan. Dalam hal
ini, perekonomian suatu daerah (Y) diuraiakan atas 2 kelompok sektor utama yaitu
sektor basis (B) dan sektor non basis (S).
13
Menurut Glasson (1990), konsep dasar basis ekonomi membagi perekonomian
menjadi dua sektor yaitu:
a) Sektor-sektor Basis
Sektor basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa
ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan
barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan
perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Aktifitas basis disuatu daerah dapat
menggerakan pertumbuhan ekonomi disuatu wilayah. Semakin besar ekspor yang
dilakukan suatu wilayah maka semakin meningkat pertumbuhan ekonomi di
wilayah tersebut. Aktifitas basis ini juga dapat memberikan multiplier effect
didalam perekonomian wilayah. Emilia (2006)
b) Sektor-sektor Bukan Basis
Sektor bukan basis adalah sektor sektor yang menjadikan barang barang
yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian
masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tidak dapat mengekspor barang-barang.
Ruang lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah bersifat local atau hanya di
daerah tersebut. Sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang
berpotensi tetapi berfungsi sebagai penunjang Sektor Basis atau Service Industries
(Sjafrijal, 2008).
Aditya Nugraha (2013: 13), mendefinisikan bahwa sektor non basis adalah
sektor yang hanya bisa menyediakan barang dan jasa untuk masyarakat yang ada di
dalam batas wilayah perekonomian bersangkutan. Luas lingkup produksi dan
pemasaran bersifat lokal. Inti dari teori ini adalah bahwa arah dan pertumbuhan
suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut.
14
Tarigan (2005), menjelaskan bahwa terdapat 4 metode dalam menentukan
kegiatan basis dengan nonbasis, yaitu:
a. Metode Langsung
Metode langsung dapat dilakukan dengan survei langsung kepada pelaku
usaha ke mana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan dari mana
mereka membeli bahan-bahan kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut.
Dari jawaban yang mereka berikan, dapat ditentukan berapa persen produk
yang dijual ke luar wilayah dan berapa persen yang dipasarkan di dalam
wilayah. Untuk kepentingan analisis, perlu diketahui jumlah orang yang
bekerja dan berapa nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan usaha tersebut.
Namun, menggunakan variabel nilai tambah/pendapatan sangat sulit karena di
dalamnya terdapat unsur laba yang biasanya sensitif untuk ditanyakan.
b. Metode Tidak Langsung
Salah satu metode tidak langsung adalah dengan menggunakan asumsi atau
biasa disebut metode asumsi. Ada kegiatan yang secara tradisional
dikategorikan sebagai kegiatan basis, misalnya:
a) Asrama militer karena gaji penghuninya dan biaya operasional atau
perawatan lokasi berasal dari uang pemerintah pusat
b) Kegiatan pertambangan karena umumnya hasilnya dibawa ke luar
wilayah
c) Kegiatan pariwisata karena mendatangkan uang dari luar wilayah.
Didalam metode asumsi tersebut dijelaskan bahwa kegiatan lain yang
bukan merupakan basis, maka secara otomatis telah dianggap menjadi
kegiatan non basis.
15
c. Metode campuran
Dalam metode campuran diadakan survei pendahuluan, yaitu
pengumpulan data sekunder, biasanya dari instansi pemerintah atau lembaga
pengumpul data seperti BPS. Dari data sekunder berdasarkan analisis
ditentukan kegiatan mana yang dianggap basis dan yang nonbasis. Asumsinya
apabila 70% atau lebih produknya diperkirakan dijual ke luar wilayah maka
kegiatan itu langsung dianggap basis. Sebaliknya, apabila 70% atau lebih
produknya dipasarkan di tingkat lokal maka langsung dianggap nonbasis.
d. Metode Location Quetion
Metode LQ membandingkan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk
sektor tertentu di wilayah regional/lokal dibandingkan dengan porsi lapangan
kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional. LQ > 1 memberi
penjelasan bahwa sektor tersebut adalah sektor basis dan LQ < 1 berarti sektor
tersebut adalah non basis. LQ digunakan untuk melihat seberapa besar tingkat
spesialisasi sektor basis atau unggulan dengan cara membandingkan peran
sektor dalam perekonomian daerah dengan peranan sektor yang sama dalam
perekonomian regional.
2. Potensi Ekonomi
Menurut Soeparmoko (2002) didalam Ni Komang, Potensi ekonomi suatu
daerah merupakan kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak
dapat dikembangkan, sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan
rakyat setempat, bahkan dapat menolong perekonomian daerah secara keseluruhan
untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan.
16
Ketika ditentukannya sebuah kebijakan mengenai otonomi daerah, pemerintah
daerah memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam mengelola dearahnya
sendiri termasuk potensi yang ada didalam daerah tersebut baik dari sumber daya alam
maupun sumber daya manusia. Hal itu bertujuan agar pemerintah daerah menggunakan
kebijakanya untuk membangun hajat hidup dan kesejahteraan masyarakat daerah serta
menjadikan potensi yang dimilikinya sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan
pertumbuhan serta pembangunan daerah.
Robinson Tarigan (2005) menjelaskan bahwa seorang yang menjadi perencana
wilayah harus memiliki kemampuan untuk menganalisis potensi ekonomi didaerahnya.
Hal ini terkait dengan kewajibannya di suatu sisi menentukan sektor-sektor rill yang
perlu dikembangkan agar perekonomian daerah tumbuh cepat dan di sisi lain mampu
mengidentifikasikan faktor-faktor yang membuat potensi sektor tertentu rendah dan
menentukan apakah prioritas untuk menanggulangi sektor yang memiliki kelemahan
tersebut.
Ada beberapa alat analisis yang digunakan untuk menganalisis suatu potensi
yang ada disuatu daerah, diantaranya adalah (Arsyad, 2010) :
a. Analisis Koefisien Lokasi / Location Quotient (LQ)
Menurut (Bendavid Val,1991) teori LQ digunakan untuk menganalisis
keragaman basis ekonomi. Berdasarkan analisis tersebut dapat diidentifikasi sektor-
sektor apa saja yang dapat dikembangkan untuk tujuan sektor dan tujuan
menyupply kebutuhan lokal sehingga dapat dikatakan sebagai sektor potensial dan
dijadikan sektor prioritas utama dalam perencanaan pembangunan ekonomi.
Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi sektor yang potensial di Kabupaten
Bogor yang termasuk ke dalam sektor basis dan non basis. Pada kegiatan basis
suatu sektor dapat mengekspor atau menjual hasil produksi untuk pemenuhan
17
kebutuhan masyarakat yang ada didalam daerah dan juga diluar daerah.
Sedangkan pada sektor non basis sektor tersebut hanya dapat memenuhi
kebutuhan di daerahnya sendiri, sehingga sektor tersebut harus diperhatikan dan
diprioritaskan untuk dapat dikembangkan menjadi sektor yang basis. Ketika banyak
sektor yang dikategorikan menjadi basis, maka daerah tersebut mengalami
peningkatan pada kesejahteraan masyarakatnya.
Pada perhitungan analisis LQ data yang diperlukan adalah Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) didaerah dan PDRB daerah referensi dalam hal ini
provinsi. Analisis LQ ini dapat diketahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor
basis di Kabupaten Bogor, dengan rumus sebagai berikut (Tarigan Robinson,
2005) :
LQ = (Si/S) / (Ri/R)
Keterangan :
Si = PDRB sektor i di Kabupaten
S = Total PDRB di daerah Kabupaten
Ni = PDRB sektor i di Provinsi
R = Total PDRB di Provinsi
LQ = nilai Location Quotient
Setelah dilakukan analisis Locatiaon Quotient (LQ), maka akan ada 3 kriteria yang
akan muncul menurut Bendavid Val dalam Kuncoro (2004):
a. Bila LQ >1, berarti tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten
lebih besar dibandingkan di sektor yang sama pada daerah provinsi.
b. Bila LQ<1, berarti tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten
lebih kecil dibandingkan di sektor yang sama pada daerah provinsi.
c. Bila LQ=1, berarti tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten
sama dengan sektor yang sama pada daerah provinsi.
18
Ketika LQ > 1 maka sub sektor dapat menjadi sub sektor yang unggul
dan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai penggerak ekonomi
dearah. Ketika LQ < 1 maka sub sektor tersebut bukan merupakan sub sektor
unggulan dan kurang berpotensi untuk dikembangkan sebagai penggerak
ekonomi daerah.
Kelebihan ketika menggunakan metode LQ dalam menentukan sektor
unggulan adalah penerapanya sederhana, mudah dan tidak memerlukan
program pengolahan data yang rumit. Penyelesaianya hanya cukup dengan
microsoft excel. Namun disisi lain metode ini memiliki kekurangan dimana
karena metode ini sangat sederhana maka harus dituntut terkait keakuratan
data yang digunakan dan untuk menghindari bias maka data tidak kurang
dari 5 tahun. Kemudian metode ini bersifat statis karena hanya memberikan
gambaran pada satu titik waktu tertentu. Teknik ini belum memberikan
kesimpulan akhir melainkan hanya memberi kesimpulan sementara yang
masih harus dibandingkan dengan teknik analisis lainnya.
b. Dynamic Location Quotient (DLQ)
Untuk mengatasi kelemahan LQ sehingga nanti dapat dilihat perubahan
sektoral digunakan analisis DLQ, yaitu dengan mengintordusikan laju
pertumbuhan dengan asumsi setiap nilai tambah sektoral maupun PDRB
mempunyai rata-rata laju pertumbuhan pertahun sendiri-sendiri selama kurun
waktu tahun awal dan tahun berjarak (Sambodo,2002). Teknik analisis
Dynamic Location Quotient (DLQ) adalah bentuk modifikasi dari teknik
analisis LQ, yaitu dengan mempertimbnagkan variabel faktor pertumbuhan
sektor/subsektor dari waktu ke waktu (Kuncoro, 2012).
19
Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) digunakan untuk menetukan
perubahan posisi sektor dan sub sektor ke waktu yang akan datang di daerah
tertentu. Analisis ini penting digunakan untuk melihat apakah nanti dimasa
yang akan datang suatu sektor maupun subsektor bisa berubah menjadi basis
ataupun non basis atau mungkin bisa bertahan pada golongan basis ataupun
non basis. Jika suatu sektor ataupun sub sektor yang sebelumnya basis
namun nilai DLQ nya menunjukan basis, maka ada kemungkinan sektor
tersebut akan terjadi reposisi.
Menurut Tarigan (2009), DLQ merupakan perkembangan dari LQ. DLQ
atau Dynamic Location Quotient adalah analisis LQ yang dilakukan dalam
bentuk time series/trend. Dalam hal ini, perkembangan LQ bisa dilihat untuk
suatu sektor tertentu pada kurun waktu yang berbeda apakah mengalami
penurunan atau kenaikan. DLQ merupakan modifikasi dari LQ dengan
mengakomodasi besarnya PDRB (nilai produksi komoditas) dari waktu ke
waktu.
c. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
Analisis model rasio pertumbuhan adalah analisis untuk melihat
perbandingan besarnya peningkatan pendapatan di suatu sektor ekonomi di
wilayah yang lebih kecil dengan wilayah yang lebih besar. Model ini
mempunyai rentang nilai lebih besar, lebih kecil ataupun sama dengan satu.
Model Rasio Pertumbuhan (MRP) merupakan alat analisis alternatif yang
dapat digunakan dalam perencanaan wilayah yang diperoleh dengan
memodifikasi model analisis Shift-Share (Suyana Utama, 2010). MRP ini
dapat digunakan untuk menentukan sektor unggulan berdasarkan
pertumbuhan PDRB.
20
Model ini diturunkan dari persamaan awal komponen utama dalam
analisis Shift and Share yakni, Differential Shift dan Proportionality Shift
dengan tujuan menyamakan bahasa menjadi rasio (Bendavid Val, 1991).
Menurut Suyana Utama (2010), model dalam analisis MRP ini terbagi
menjadi 2 bagian yaitu :
1) Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs)
Merupakan perbandingan pertumbuhan pendapatan sektor ekonomi
wilayah Kabupaten dengan provinsi.
*Jika nilai RPs > 1 diberi notasi positif (+) yang menunjukkan bahwa
pertumbuhan sektor pada tingkat wilayah studi (kabupaten/kota) lebih
tinggi dibanding dengan pertumbuhan sektor pada wilayah referensi
(provinsi/nasional).
* Jika nilai RPs < 1 diberi notasi negatif (-) yang menunjukkan
bahwa pertumbuhan sektor pada tingkat wilayah studi
(kabupaten/kota) lebih rendah dibanding dengan pertumbuhan
sektor pada wilayah referensi (provinsi/nasional).
2) Rasio pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr)
Meupakan perbandingan antara laju pertumbuhan pendapatan sektor
ekonomi di wilayah provinsi dan pertumbuhan total di wilayah
provinsi.
*Jika nilai RPr >1 diberi notasi positif (+) yang menunjukan bahwa
pertumbuhan suatu sektor tertentu dalam wilayah provinsi lebih
tinggi dari pertumbuhan PDRB total di wilayah provinsi tersebut.
*Jika nilai RPr<1 diberi notasi negatif (-) yang menunjukan bahwa
pertumbuhan suatu sektor tertentu dalam wilayah provinsi lebih
21
rendah dari pertumbuhan PDRB total di wilayah provinsi tersebut.
d. Analisis Overlay
Setelah dilakukanya perhitungan menggunakan analisis LQ dan MRP,
langkah berikutnya adalah melakukan overlay data antara hasil analisis LQ
dengan analisis MRP. Teknik overlay ini menggunakan hasil perhitungan MRP
dan LQ untuk melihat deskripsi sektor ekonomi yang potensial untuk
dikembangkan (Kuncoro, 2004). Menurut Suyana Utama (2010) analisis ini
digunakan untuk mendeksripsikan kegiatan ekonomi yang potensial, dengan
menggunakan kriteria pertumbuhan dan kriteria keunggulan komparatif.
Analisis overlay ini hampir memiliki kesamaan dengan analisis Model
Rasio Pertumbuhan (MRP). Perbedaanya terletak pada hasil analisisnya yaitu
analisis overlay ini merupakan perbandingan antara nilai Rasio Pertumbuhan
Wilayah Studi (RPs), Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) dan nilai
Location Quotient (LQ).
Metode ini digunakan untuk menentukan sektor unggulan dengan
menggabungkan hasil dari metode LQ dengan metode Model Rasio
Pertumbuhan (MRP) yaitu Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) dan
Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs). Metode ini memberikan penilaian
kepada sektor-sektor ekonomi dengan melihat nilai positif (+) dan negatif (-).
Sektor yang jumlah nilai positif (+). Paling banyak berarti sektor tersebut
merupakan sektor unggulan dan begitu juga sebaliknya jika nilai suatu sektor
tidak mempunyai nilai positif berarti sektor tersebut bukan sektor unggulan
(Choliq Sabana, 2007).
22
Ada 3 klasifikasi yang disampaikan dan digunakan oleh Choliq Sabana (2007).
Klasifikasi tersebut adalah :
1). Klasifikasi 1 yaitu dengan nilai (+++) yang mengartikan bahwa kegiatan
sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang tinggi di tingkat Jawa
Barat maupun tingkat Kabupaten Bogor. Kemudian kontribusi sektoral
Kabupaten Bogor lebih tinggi dari Jawa Barat. Artinya sektor tersebut
mempunyai potensi daya saing yang tinggi karena unggul baik di tingkat
Kabupaten maupun di tingkat provinsi dan dapat dikatakan sektor tersebut
memiliki keunggulan kompetitif.
2). Klasifikasi 2 yaitu dengan nilai (-++), dimana RPr tersebut bernilai negatif
yang mengartikan bahwa kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan
sektoral yang rendah di tingkat Provinsi Jawa Barat. Dan nilai positif untuk RPs
dan LQ yang berarti kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral
yang tinggi di tingkat Kabupaten Bogor dan kontribusi sektoral Kabupaten
Bogor lebih tinggi daripada Jawa Barat. Dengan kata lain sektor tersebut
merupakan spesialisasi kegiatan ekonomi di Kabupaten Bogor.
3). Klasifikasi 3 yaitu dengan nilai (---), dimana semuanya bernilai negatif yang
mengartikan bahwa sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang
rendah di tingkat Jawa Barat maupun di Kabupaten Bogor dan kontribusi
sektoral di Kabupaten Bogor lebih rendah dari Jawa Barat. Hal ini menandakan
sektor ekonomi tersebut memiliki daya saing yang rendah karena tidak unggul
baik di tingkat Kabupaten maupun di tingkat provinsi. Dan dapat dikatakan
bahwa sektor tersebut tidak memiliki keunggulan kompetitif dan bukan
merupakan spesialisasi kegiatan ekonomi di Kabupaten Bogor.
23
3. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Kemajuan ekonomi daerah menunjukan adanya keberhasilan suatu
pembangunan meskipun bukan merupakan satu-satunya keberhasilan dalam
pembangunan (Todaro, 2006). Ada 3 macam klasifikasi untuk menilai pertumbuhan
ekonomi yaitu pertumbuhan output, pertumbuhan output perkapita dan pertumbuhan
output per pekerja. Pertumbuhan output digunakan oleh adanya peningkatan tenaga
kerja dan modal di daerah yang bersangkutan.
Pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan
kesejahteraan ekonomi. Dan pertumbuhan output per pekerja digunakan sebagai
indikator perubahan daya saing daerah tersebut (Bhinadi, 2003).
Menurut model Teori Ekonomi Neo-Klasik yang kemudian dipelopori oleh
George H. Bort (1960), pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan sangat ditentukan
oleh kemampuan daerah tersebut untuk dapat meningkatkan kegiatan produksinya.
Sedangkan kegiatan produksi pada suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh potensi
daerah, tetapi juga ditentukan oleh peningkatan tenaga kerja dan modal antar daerah.
Karena kunci utama pertumbuhan ekonomi daerah adalah peningkatan kegiatan
produksi. Selanjutnya Model Neo-Klasik yaitu pertumbuhan ekonomi suatu daerah
ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu kemajuan teknologi, penambahan modal atau
investasi , dan peningkatan jumlah dan kualitas tenaga kerja (Sjafrizal, 2008).
Pertumbuhan ekonomi dapat ditunjukan dengan besaran pendapatan dari Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) (Afzal, 2007). PDRB tersebut berasal dari
pendapatan total setiap orang yang berada didalam perekonomian daerah, kenaikan
produk dan jasa setiap tahunya juga bisa disebut sebagai pertumbuhan ekonomi.
Salah satu langkah yang harus diambil untuk mendorong dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yaitu dengan meningkatkan potensi dari berbagai sektor yang
24
dapat mendorong pembangunan ekonomi daerah.
Sektor yang berpotensi dan berada di Kabupaten Bogor diharapkan dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta mensejahterakan masyarakat. Karena
salah satu tujuan pemerintah daerah yaitu membangun daerahnya melalui kegiatan
pembangunan ekonomi. Pada teori yang ada dijelaskan bahwa pembangunan
ekonomi tidak lepas dari pertumbuhan ekonominya. Jika suatu pertumbuhan ekonomi
didaerah Kabupaten Bogor meningkat, maka dapat memperlancar proses
pembangunan ekonomi di wilayah tersebut dan memberikan dampak positif terhadap
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bogor.
4. Produk Domestik Regional Bruto
Menurut Badan Pusat Statistik PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam suatu wilayah tertentu atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah keseluruhan nilai tambah yang dihasilkan
dari kegiatan ekonomi di suatu daerah tanpa melihat pemilik atas faktor produksinya,
apakah memang dimiliki oleh penduduk wilayah tersebut atau milik penduduk
wilayah lain (Sukirno, 1994). PDRB menjadi indikator yang menggambarkan
pertumbuhan ekonomi dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi yang biasanya juga
digunakan untuk melihat sejauhmana pembangunan berhasil dilakukan di suatu
daerah dalam periode tertentu dan menjadikan tolak ukur untuk menentukan
kebijaksanaan pembangunan dimasa yang akan datang.
Menurut Kuncoro pendekatan pembangunan tradisional dimaknai sebagai
pembangunan yang fokus terhadap peningkatan PDRB suatu wilayah. Pembangunan
ekonomi tidak hanya diukur berdasarkan pertumbuhan Produk Domestik Regional
25
Bruto (PDRB) scara keseluruhan, tetapi harus juga melihat distribusi pendapatan
telah tersebar di masyarakat yang menikmati hasilnya.
Pembangunan ekonomi bertujuan untuk mencapai kemakmuran masyarakat
melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Masalah pertumbuhan ekonomi disuatu
daerah tergantung pada banyak faktor, salah satunya adalah kebijakan pemerintah
daerah itu sendiri. Kebijakan pemerintah daerah harus dirancang secara tepat agar
pertumbuhan ekonomi disuatu daerah tercapai yang dapat diukur dengan melihat laju
pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan.
Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan pertumbuhan output yang dibentuk
oleh sektor ekonomi daerah tersebut sehingga dapat menggambarkan bagaimana
kemajuan atau kemunduran yang dicapai dari sektor ekonomi tersebut pada periode
waktu tertentu. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan
data dan informasi dasar tentang kegiatan ekonomi suatu daerah. Secara definisi,
PDRB tersebut pada dasarnya adalah jumlah nilai produksi barang dan jasa yang
dihasilkan pada suatu daerah pada periode tertentu. (Sjafrizal, 2016).
BPS dan BAPPEDA menjelaskan bahwa PDRB terbagi menjadi 2 yaitu :
1. PDRB atas harga konstan
Yaitu menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dan
dihitung menurut harga tahun dasar.
2. PDRB atas harga berlaku
Yaitu menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dan
dihitung menurut harga tahun berjalan.
Nilai PDRB yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai PDRB atas dasar
harga konstan yang ditujukan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi dan
melihat sektor potensial yang ada di daerah Kabupaten Bogor.
26
5. Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif menunjukan kemampuan daerah untuk dapat
memasarkan produknya menuju luar daerahnya maupun terhadap pasar global.
Dalam ekonomi regional keunggulan kompetitif dimaknai oleh kemampuan daya
saing kegiatan ekonomi disuatu daerah terhadap kegiatan ekonomi yang sama
didaerah lainnya.
Keunggulan kompetitif bersifat dinamis karena bergantung kepada keunggulan
daerah yang selaras dengan perkembangan daerah lain. Jika daerah itu lebih tinggi
laju pertumbuhan jumlah produksinya dibandingkan dengan daerah lain, maka
keunggulannya daerah tersebut semakin besar, (Sjafrizal, 2008).
Keunggulan kompetitif merupakan keunggulan yang mengandalkan faktor-faktor
non alam dan merupakan sesuatu yang dibuat oleh manusia. Suatu wilayah yang
memiliki sumber daya alam melimpah dibandingkan dengan wilayah lain yang
kurang sumber dayanya akan dapat mengembangkan lebih besar potensi yang
dimilikinya dengan mengeksploitasi sumberdaya yang tesedia.
Dengan tersedianya dan lancarnya akses dapat mempercepat pertumbuhan
wilayah tersebut. Hal ini juga tidak terlepas juga dari kemampuan sumberdaya
manusia yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi daerah, semakin berkualitas
sumber daya yang dimiliki daerah maka pemanfaatan sumberdaya alam dapat lebih
efektif dan efisien.
Menurut Robinson Tarigan (2004) dalam Choliq (2007), terdapat sejumlah
faktor yang bisa membuat suatu daerah memiliki keunggulan kompetitif (competitive
advantage), dapat berupa kondisi alam, yaitu suatu yang sudah given tetapi dapat
juga karena usaha-usaha manusia.
27
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama dan Tahun Judul Alat Analisis Hasil Penelitian
1 Ismail Ibrahim (2018) Analisis Potensi Sektor Ekonomi
Dalam Upaya Peningkatan
Pertumbuhan Ekonomi (Studi
Empiris Pada Kabupaten dan Kota
di Provinsi Gorontalo tahun 2012-
2016)
Location Quotient (LQ) Berdasarkan hasil perhitungan LQ
diperoleh bahwa Kabupaten Gorontalo
dan di Kota Gorontalo yang menjadi
sektor basis adalah sektor industri
pengolahan, sektor listrik gas dan air
bersih serta konstruksi, sektor
transportasi dan pergudangan, sektor jasa
keuangan.
28
2. Ahmad Afan Ayubi
(2014)
Analisis Potensi Ekonomi
Kabupaten Banyuwangi
1. Location
Quotient
2. Model Rasio
Pertumbuhan
3. Analisis
Shift-share
Berdasarkan hasil perhitungan tiga alat
analisis yaitu analisis LQ,MRP, dan Shift-
Share kemudian dirangking untuk
menentukan sektor prioritas maka dapat
disimpulkan bahwa sektor yang tergolong
dalam kategori prioritas pertama adalah
sektor pertanian dan sektor pertambangan
dan penggalian. Sektor ekonomi yang masuk
prioritas kedua (ke-2) adalah sektor industri
pengolahan, sektor bangunan, sektor
perdagangan, hotel & restauran, sektor
Keuangan, persewaaan & jasa perusahaan
dan sektor jasa-jasa.
29
3. Yohan Nasution
(2018)
Strategi Peningkatan Pertumbuhan
Ekonomi Melalui Analisis Sektor
Basis di Kota Batu Periode 2010-
2014
Location Quotient Dari hasil perhitungan dengan
mempergunakan metode analisis LQ
diatas dapat diketahui bahwa terdapat
beberapa sektor ekonomi yang memiliki
keunggulan komparatif di Kota Batu,
dimana lebih tepatnya terdapat 12 sektor
ekonomi basis yang potensial untuk
lebih dikembangkan.
4. Ida Bagus dan
Adytia (2017)
Penentuan Prioritas Pembangunan
Melalui Analisis Sektor Potensial di
Kabupaten Gianyar
1. Location Quotient
2. DLQ
3. MRP
4. Overlay
Sektor ekonomi yang dapat dikembangkan
di Kabupaten Gianyar ada 7 sektor dan
sektor yang mempunyai potensi untuk
menentukan prioritas pembangunan di
wilayah Kabupaten Gianyar adalah sektor
penyedia akomodasi makanan dan
minuman,sektor real estate, dan jasa
kesehatan.
30
5. Anna Yulianita
(2017)
Analisis potensi Daerah Sebagai Upaya
Peningkatan Perekonomian Daerah di
Sumatera Bagian Selatan
1. Location Quotient
2. Analisis Shift-
Share
3. Tipologi Daerah
1. Hasil analisis LQ menunjukkan
bahwa sektor pertanian, kehutanan
dan perikanan merupakan sektor basis
yang dominan di wilayah Sumatera
Bagian Selatan karena terdapat di
semua provinsi.
2. Hasil analisis Shift-Share di wilayah
Sumatera Bagian Selatan
menunjukkan hasil bahwa terdapat
beberapa provinsi yang memiliki
keunggulan/daya saing kompetitif
antara lain : provinsi Jambi memiliki
9 sektor kompetitif, Sumatera Selatan
memiliki 11 sektor kompetitif,
Bengkulu memiliki 9 sektor
kompetitif, Lampung memiliki 13
sektor kompetitif, Bangka Belitung
memiliki 10 sektor kompetitif.
3. Menurut tipologi provinsi Jambi
masuk dalam tipologi daerah cepat
maju dan cepat tumbuh.
31
6. Dini Adiyatin
(2019)
Analisis Overlay Untuk Menentukan
Potensi Sektor Ekonomi Unggulan
Dalam Pembangunan Daerah.
1. Location Quotient
2. DLQ
3. Model Rasio
Pertumbuhan
4. Shift-share
5. overlay
Hasil analisis Typology Klassen sektor
perekonomian di Kota Pontianak pada
sektor Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang; dan
sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
tahun 2012-2016 menunjukkan sektor
tumbuh cepat (Kuadran 1). Laju
pertumbuhan dan pendapatan perkapita
pada sektor lebih tinggi dari rata-rata
wilayah provinsi Kalimantan Barat.
Berdasarkan hasil analisis Overlay, sektor
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang; dan sektor Jasa
Kesehatan dan Kegiatan Sosial merupakan
sektor unggulan di Kota Pontianak. Sektor
tersebut menunjukkan pertumbuhan dan
kontribusi yang sangat besar terhadap
pembentukan PDRB dan pembangunan di
Kota Pontianak. Sektor layak
dikembangkan serta dapat menjadi
perhatian khusus pemerintah daerah dalam
32
meningkatkan pendapatan daerah.
7. Muhammad
Averos (2010)
Analisis Potensi Pertumbuhan
Ekonomi di Provinsi Lampung
Periode 2004-2009
1. Location
Quotient (LQ)
2. Shift Share
1. Berdasarkan perhitungan LQ,
Provinsi Lampung hanya memiliki
satu subsektor ekonomi yang
mempunyai nilai LQ > 1 yang
merupakan sektor basis, di mana
subsektor tersebut adalah subsektor
peternakan.
2. Dan berdasar kan hasil shift share
subsektor ekonomi yang potensial
dengan kriteria tergolong kedalam
subsektor sejenis ditingkat provinsi
(Pj rata-rata > 0) yaitu subsektor
tanaman pangan ,dan subsektor
kehutanan dan perburuan.
8. Soo Won Mo
(2020)
Analysis of Import Changes
Through Shift-share, Location
Quotient and BCG Technique :
Gwangyang Port in Asia
1. Location
Quotient
2. Shift-share
Analysis
1. The import performance of
Gwangyang Port of four sectors :
coal, iron ore, natural gas and
vegetables matter.
33
9. A.K. Alhoawaish
(2013)
Location Quotient Technique and
Economy Analysis of Regions :
Tabuk Province of Saudi Arabia
1. Location
Quotient
2. Multiplier
Effect
1. First Economic Power includes
activities such as “education, art,
tourism, agriculture, fishing and
health.
2. Based on the current status, basic
manpower concerntration was in
the service sectors was 66%
meaning that economy region
depends on the export of basic
human resources.
10. Alasmail, M.A
(2019)
Analysis of Potential Sectors and
Policy Priorities of Regional
Economic Development in Maluku
1. Location
Qoutient
2. MRP
3. Overlay
1. Peneliti menemukan 8 sektor
yang memiliki kategori basis.
2. Hasil MRP menunjukan bahwa
sektor dengan RPs tertinggi
adalah sektor pertambangan dan
penggalian.
3. Hasil analisis overlay
menunjukan sektor administrasi
pemerintahan,pertahanan dan
jaminan sosial wajib;
perdagangan ritel reparasi mobil
34
dan motor adalah sektor yang
paling dominan pertumbuhanya
dan memberikan kontribusi
sangat besar terhadap PDRB dan
pembangaunan di Provinsi
Maluku.
35
C. Kerangka Pemikiran
Potensi di suatu daerah memiliki berbagai macam perbedaan yang
mungkin dapat dikembangkan menjadi sumber kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat di daerah tersebut. Dari berbagai sektor yang menjadi potensi daerah
tersebut masih banyak yang belum teridentifikasi secara benar yang
menyebabkan potensi daerah tersebut tidak dapat dirasakan dan dimanfaatkan
secara maksimal. Untuk itu harus ada analisis potensi daerah agar tujuan dari
pembangunan daerah itu sendiri dapat tercapai dan berjalan dengan efektif serta
efisien.
Ketika suatu pembangunan berhasil dijalankan, maka akan terjadi
peningkatan pada pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi
daerah bisa dilihat dari hasil Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang
dijadikan sebuah indikator dalam membangun dan menciptakan lapangan usaha
ataupun sektor-sektor yang berkontribusi terhadap daerahnya sendiri.
Berdasarkan data PDRB Kabupaten Bogor atas dasar harga konstan pada tahun
2019 tercatat bahwa sektor industri pengolahan menjadi kontributor terbesar
terhadap PDRB Kabupaten Bogor yakni sebesar Rp.85,430,232.70.
Sesuai dengan penelitian terdahulu (Dini Adiyatin 2019), bahwa untuk
mengidentifikasi sektor unggulan disuatu wilayah harus menggunakan analisis
Location Quotient (LQ). Namun ternyata didalam analisis LQ tersebut terdapat
kelemahan yaitu analisis ini hanya bersifat statis dan tidak dapat menjamin
apakah sektor yang unggulan saat ini menjadi sektor unggulan juga dimasa yang
akan datang. Untuk itu hadir lah analisis Dynamic Location Qoutient (DLQ)
untuk mengetahui seberapa besar perubahan yang terjadi dalam suatu sektor
perekonomian suatu daerah dan bagaimana perkembanganya dengan cara
36
membandingkan sektor yang sama pada wilayah yang lebih luas (referensi).
Kemudian munculah analisis Model Rasio Pertumbuhan dimana model
ini melihat sektor ekonomi yang potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan
struktur ekonomi wilayah baik eksternal maupun internal. Model ini
diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu RPr dan RPs dimana RPr ini
membandingkan laju pertumbuhan suatu sektor di wilayah referensi terhadap
laju pertumbuhan total di wilayah referensi. Sedangkan Rps membandingkan
laju pertumbuhan suatu sektor diwilayah studi (Kabupaten Bogor) terhadap laju
pertumbuhan suatu sektor ekonomi di wilayah referensi.
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir
Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB)
Location Quotient
(LQ)
Dynamic Location
Quotient (DLQ)
Model Rasio
Pertumbuhan
Overlay
Hasil dan Prioritas Pembangunan
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersifat kuantitatif dan adapun
sumber data-data yang digunakan adalah dari BPS Kabupaten Bogor, Publikasi
Kabupaten Bogor Dalam Angka dan Website Resmi Pemerintah Kabupaten Bogor. Objek
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Bogor dari tahun 2015-2019. Sektor-sektor yang tercantum dalam PDRB
Kabupaten Bogor adalah : Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Industri Pengolahan;
Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur
Ulang; Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor;
Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi
dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estate; Jasa Perusahaan;
Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan;Jasa
Kesehatan dan Kegiatan Sosial; dan Jasa Lainnya.
B. Metode Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti
dan kemudian dipelajari sehingga mencapai sebuah kesimpulan.
Menurut Sugiyono (2017) populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan
benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada
obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/ sifat yang dimiliki oleh
subyek atau obyek itu.
38
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Jika ruang lingkup populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, karena keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Hal yang dipelajari
dari sampel dibuat sebuah kesimpulan dan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu
sampel yang diambil dari populasi harus sangat representatif (mewakili).
Namun dalam hal ini peneliti menggunakan tidak menggunakan sample akan tetapi
menggunakan seluruh populasi Kabupaten Bogor. Populasi yang digunakan adalah PDRB
seluruh sektor yang berkontribusi terhadap perekonomian Kabupaten Bogor atas dasar
harga konstan menurut lapangan usaha.
C. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini didasarkan dan menggunakan data sekunder. Data sekunder
merupakan data yang diambil secara tidak langsung dengan melihat dokumen yang
tersedia atau berbagai laporan yang memang telah disediakan dari berbagai lembaga
maupun sumber tertentu.
Data sekunder yang diambil dalam penelitian ini bersumberkan dari Badan Pusat
Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, Web resmi pemerintahan Kabupaten Bogor serta
Unduhan Publikasi Kabupaten Bogor Dalam Angka. Data tersebut berbentuk dokumen
statistik dan laporan tahunan (time series) yang isinya berkaitan dengan apa yang
diperlukan peneliti di Kabupaten Bogor periode 2015 hingga tahun 2019.
39
D. Metode Analisis Data
Jenis metode analisis data dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan
kualitatif-deskriptif, yang ditujukan untuk mengetahui sektor ekonomi unggulan di
Kabupaten Bogor. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB semua
sektor ekonomi di Kabupaten Bogor, yakni sektor: Pertanian, Kehutanan dan Perikanan;
pertambangan dan penggalian; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas;
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; Konstruksi; Perdagangan
Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan;
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan
dan Asuransi; Real Estate; Jasa Perusahaan; Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; dan Jasa
Lainnya.
Dalam menganalisis dan mengidentifikasi sektor apa yang paling unggul, dan
berpotensi untuk dikembangkan, analisis yang digunakan penelitian ini ada empat yaitu :
a) Mengenai sektor ekonomi yang termasuk ke dalam sektor basis atau
memiliki spesialisasi tinggi di Kabupaten Bogor, menggunakan metode
analisis Location Quotient (LQ).
b) Mengenai sektor ekonomi apa di Kabupten Bogor yang potensi
perkembangannya lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di Provinsi
Jawa Barat, menggunakan metode analisis LQ Dinamis (DLQ).
c) Mengenai sektor ekonomi apa yang pertumbuhannya unggul baik di tingkat
Kabupaten Bogor maupun di tingkat Provinsi Jawa Barat, menggunakan
metode analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP).
40
d) Mengenai sektor ekonomi apa yang unggul di Kabupaten Bogor baik dari
segi kontribusi maupun pertumbuhannya menggunakan pendekatan analisis
Overlay.
1. Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis ini digunakan untuk menentukan atau mengelompokan sektor-
sektor ekonomi yang ada di Kabupaten Bogor menjadi 2 bagian yaitu sektor basis
dan non basis.
Sektor basis adalah sektor ekonomi yang dapat memenuhi kebutuhan
barang-barang dan jasa-jasa untuk pasar dan masyarakat yang ada di daerah itu
sendiri maupun daerah lain dan dapat dijadikan sektor unggulan. Sektor non-basis
adalah sektor ekonomi yang hanya dapat memenuhi kebutuhan barang-barang dan
jasa-jasa untuk pasar maupun masyarakat yang ada di daerah itu sendiri, hal ini
yang mengindikasikan bahwa komoditas tersebut kurang/tidak unggul di daerah
yang bersangkutan.
Untuk menganalisis sebuah sektor dan mengklasifikasikanya kedalam 2
kelompok sektor basis ataupun non basis peneliti menggunakan rumus :
LQ = (Si/S) / (Ri/R)
Keterangan :
Si = PDRB sektor i di Kabupaten Bogor
S =Total PDRB di Kabupaten Bogor
Ri = PDRB sektor i di Provinsi Jawa Barat
R = Total PDRB di Provinsi Jawa Barat
LQ = Nilai Location Quotient
41
Setelah dilakukan analisis Locatiaon Quotient (LQ), maka akan ada 3 kriteria yang
akan muncul menurut Bendavid Val dalam bukunya Kuncoro (2004) :
a. Bila LQ >1, berarti tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten lebih
besar dibandingkan di sektor yang sama pada daerah provinsi. Ketika LQ >
1 maka sub sektor dapat menjadi sub sektor yang unggul dan memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai penggerak ekonomi dearah.
b. Bila LQ<1, berarti tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten lebih
kecil dibandingkan di sektor yang sama pada daerah provinsi. Ketika LQ <
1 maka sub sektor tersebut bukan merupakan sub sektor unggulan dan
kurang berpotensi untuk dikembangkan sebagai penggerak ekononmi
daerah.
c. Bila LQ=1, berarti tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten sama
dengan sektor yang sama pada daerah provinsi.
2. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)
Setelah dilakukan analisis location quotient untuk menentukan sektor basis
dan non basis, peneliti melakukan analisis LQ dinamis (DLQ) untuk mengetahui
sektor yang basis/non basis dalam bentuk trend/time series.
Menurut Tarigan (2009), DLQ merupakan perkembangan dari SLQ. DLQ
atau Dinamic Location Quotient (DLQ) adalah analisis LQ yang dilakukan dalam
bentuk time series/trend. Dalam hal ini, perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu
sektor tertentu pada kurun waktu yang berbeda; apakah mengalami penurunan atau
kenaikan. DLQ merupakan modifikasi dari SLQ dengan mengakomodasi besarnya
PDRB (nilai produksi komoditas) dari waktu ke waktu. Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut :
42
DLQ = [( ) ( )
/ ( )
( ]t
Keterangan :
gi = rata – rata laju pertumbuhan PDRB sektor i di Kabupaten Bogor
Gi = rata – rata laju pertumbuhan PDRB sektor i di Provinsi Jawa Barat
gt = rata – rata laju pertumbuhan total PDRB di Kabupaten Bogor
Gt = rata – rata laju pertumbuhan total PDRB di Provinsi Jawa Barat
t = tahun penelitian
DLQ = koefisien DLQ
Adapun ketentuanya sebagai berikut :
a) Ketika nilai DLQ > 1, artinya sektor i di Kabupaten Bogor berkembang
lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat.
b) Ketika nilai DLQ < 1, artinya sektor i di Kabupaten Bogor berkembang
lebih lambat dibandingkan sektor yang sama di provinsi Jawa Barat.
c) Ketika nailai DLQ = 1, artinya perkembangan sektor i di Kabupaten Bogor
sama dengan sektor yang sama di provinsi Jawa Barat.
3. Analisis Gabungan LQ dan DLQ
Untuk mengetahui sektor ekonomi di Kabupaten Bogor yang termasuk
kedalam 4 kategori yaitu unggulan, andalan, prospektif atau pun tertinggal
menggunakan analisis gabungan dari hasil LQ dan DLQ berupa matriks
(Kuncoro,2012).
43
Tabel 3.1
Penggolongan Sektor Gabungan Hasil LQ dan DLQ
Hasil DLQ>1 DLQ<1
SLQ >1 Unggulan Prospektif
SLQ<1 Andalan Tertinggal
Sumber : (Suyatno, 2000)
Keterangan :
a) SLQ>1 dan DLQ>1, sektor tersebut masuk ke dalam golongan sektor
unggulan yang berarti sektor itu akan menjadi sektor basis dimasa sekarang
maupun selanjutnya.
b) SLQ>1 dan DLQ<1, sektor tersebut masuk ke dalam golongan sektor
prospektif yang berarti sektor itu menjadi basis dimasa sekarang dan
berubah dimasa yang akan datang menjadi sektor non basis.
c) SLQ<1 dan DLQ>1, sektor tersebut masuk ke dalam golongan sektor
andalan yang berarti sektor tersebut dimasa sekarang non basis dan berubah
dimasa yang akan datang menjadi sektor basis.
d) SLQ<1 dan DLQ<1, sektor tersebut masuk kedalam golongan sektor
tertinggal yang berarti sektor tersebut akan menjadi non basis dimasa
sekarang maupun masa yang akan datang.
44
4. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
Model Rasio Pertumbuhan merupakan analisis yang bertujuan guna melihat
gambaran kegiatan ekonomi yang potensi terutama struktur perekonomian yang ada
di kabupaten/kota dalam perbandingan dengan daerah referensinya yaitu provinsi.
Didalam perhitungan MRP ini akan mendapatkan nilai riil yang nantinya akan
dikonversikan dengan nilai nominal baik RPs maupun RPr.
Analisis Model Rasio Pertumbuhan merupakan alat analisis yang digunakan
untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi (sektor ekonomi) yang potensial.
Analisis MRP ini dibagi lagi ke dalam dua kriteria, yaitu Rasio Pertumbuhan
Wilayah Studi (RPs) dan Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) Suyana
Utama (2010).
Jika nilai riil >1 akan dinominalkan sebagai positif, dan sebaliknya jika nilai
riil <1 maka nilai nominalnnya akan menjadi negatif. Rumus dari RPs dan RPr
adalah :
a) Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs)
RPs merupakan perbandingan antara laju pertumbuhan di sektor i wilayah
studi (Kabupaten Bogor) dengan wilayah laju pertumbuhan sektor i di
wilayah referensi (Jawa Barat).
RPs =
45
Keterangan :
Eij = pertumbuhan pendapatan sektor i di wilayah Kabupaten Bogor
periode 2015-2019
Eij = pendapatan sektor i diwilayah Kabupaten Bogor tahun pertama
Ein = pertumbuhan pendapatan sektor i di wilayah Provinsi Jawa Barat
periode 2015-2019
Ein = pendapatan sektor i di wilayah provinsi Jawa Barat tahun pertama
Penjelasan hasil :
Ketika Nilai RPs > 1 menjelaskan bahwa pertumbuhan sektor i pada
wilayah studi (Kabupaten Bogor) lebih tinggi dibandingkan dengan sektor
yang sama pada wilayah referensi (Provinsi Jawa Barat).
Ketika Nilai RPs < 1 menjelaskan bahwa pertumbuhan sektor i pada
wilayah studi (Kabupaten Bogor) lebih rendah dibandingkan dengan sektor
yang sama pada wilayah referensi (Provinsi Jawa Barat).
b) Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr)
RPr merupakan perbandingan antara laju pertumbuhan sektor i pada
wilayah referensi (provinsi Jawa Barat) dengan laju pertumbuhan total
(PDRB) wilayah referensi.
RPr =
Keterangan :
Ein = pertumbuhan pendapatan sektor i di wilayah Provinsi Jawa Barat
periode 2015-2019
Ein = pendapatan sektor i diwilayah provinsi Jawa Barat tahun pertama
46
En = pertumbuhan pendapatan total di wilayah Provinsi Jawa Barat
periode 2015-2019
En = pendapatan total di wilayah provinsi Jawa Barat tahun pertama
Penjelasan hasil :
Ketika Nilai RPr > 1 menjelaskan bahwa pertumbuhan sektor i pada
wilayah referensi (provinsi Jawa Barat) lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan total wilayah referensi (Provinsi Jawa Barat).
Ketika Nilai RPr < 1 menjelaskan bahwa pertumbuhan sektor i pada
wilayah referensi (provinsi Jawa Barat) lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan total wilayah referensi (Provinsi Jawa Barat).
Dari uraian yang telah dijelaskan diatas maka dapat dikategorikan menjadi 4
nominasi, yaitu :
1) Jika nilai RPs(+) dan RPr (+) maka kegiatan sektor tersebut pada tingkat studi
dan referensi memiliki pertumbuhan yang menonjol disebut dengan dominan
pertumbuhan.
2) Jika nilai RPs(+) dan RPr(-) maka kegiatan sektor tersebut pada tingkat studi
memiliki pertumbuhan yang menonjol, namun pada tingkat referensi kurang
menonjol.
3) Jika nilai RPs(-) dan RPr(+) maka kegiatan sektor tersebut pada tingkat studi
memiliki pertumbuhan kurang menonjol, namun pada tingkat referensi
menonjol.
4) Jika nilai RPs(-) dan RPr(-) maka kegiatan pertumbuhan sektor tersebut pada
tingkat studi dan referensi kurang menonjol.
47
5. Analisis Overlay
Analisis ini digunakan untuk menjelaskan sektor apa yang memiliki
pertumbuhan yang baik dan berkontribusi terhadap daerahnya sehingga menjadi
sektor unggulan. Dalam analisis ini menggabungkan hasil analisis LQ dan MRP.
Setiap hasil yang telah muncul akan diberikan notasi yaitu berupa lambang positif
(+) dan lambang negatif (-).
Metode ini digunakan untuk menentukan sektor unggulan dengan
menggabungkan hasil dari metode LQ dengan metode Model Rasio Pertumbuhan
(MRP) yaitu Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) dan Rasio Pertumbuhan
Wilayah Studi (RPs). Metode ini memberikan penilaian kepada sektor-sektor
ekonomi dengan melihat nilai positif (+) dan negatif (-). Sektor yang jumlah nilai
positif (+). Paling banyak berarti sektor tersebut merupakan sektor unggulan dan
begitu juga sebaliknya jika nilai suatu sektor tidak mempunyai nilai positif berarti
sektor tersebut bukan sektor unggulan.
Ada 3 klasifikasi yang disampaikan dan digunakan oleh Choliq Sabana
(2007). Klasifikasi tersebut adalah :
1). Klasifikasi 1 yaitu dengan nilai (+++) yang mengartikan bahwa kegiatan sektor
tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang tinggi di tingkat Jawa Barat
maupun tingkat Kabupaten Bogor. Kemudian kontribusi sektoral Kabupaten Bogor
lebih tinggi dari Jawa Barat. Artinya sektor tersebut mempunyai potensi daya saing
yang tinggi karena unggul baik di tingkat Kabupaten maupun di tingkat provinsi
dan dapat dikatakan sektor tersebut memiliki keunggulan kompetitif.
2). Klasifikasi 2 yaitu dengan nilai (-++), dimana RPr tersebut bernilai negatif yang
mengartikan bahwa kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang
rendah di tingkat Provinsi Jawa Barat. Dan nilai positif untuk RPs dan LQ yang
48
berarti kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang tinggi di
tingkat Kabupaten Bogor dan kontribusi sektoral Kabupaten Bogor lebih tinggi
daripada Jawa Barat. Dengan kata lain sektor tersebut merupakan spesialisasi
kegiatan ekonomi di Kabupaten Bogor.
3). Klasifikasi 3 yaitu dengan nilai (---), dimana semuanya bernilai negatif yang
mengartikan bahwa sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang rendah
di tingkat Jawa Barat maupun di Kabupaten Bogor dan kontribusi sektoral di
Kabupaten Bogor lebih rendah dari Jawa Barat. Hal ini menandakan sektor
ekonomi tersebut memiliki daya saing yang rendah karena tidak unggul baik di
tingkat Kabupaten maupun di tingkat provinsi. Dan dapat dikatakan bahwa sektor
tersebut tidak memiliki keunggulan kompetitif dan bukan merupakan spesialisasi
kegiatan ekonomi di Kabupaten Bogor.
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Bagian ini akan menjelaskan definisi dari masing-masing variable yang digunakan,
adapun variable yang terlibat dalam penelitian ini adalah :
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Merupakan keseluruhan nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan ekonomi di
suatu daerah tanpa melihat pemilik atas faktor produksinya, apakah memang dimiliki
oleh penduduk wilayah tersebut atau milik penduduk wilayah lain (Sukirno, 1994).
Dalam penelitian ini menggunakan seluruh sektor ekonomi yang ada di Kabupaten
Bogor atas dasar harga konstan yaitu :
a. Pertanian, kehutanan dan perikanan
b. Industri Pengolahan
c. Pengadaan Listrik dan Gas
49
d. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
e. Konstruksi
f. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
g. Transportasi dan Pergudangan
h. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
i. Informasi dan Komunikasi
j. Jasa Keuangan dan Asuransi
k. Real Estate
l. Jasa Perusahaan
m. Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
n. Jasa Pendidikan
o. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
p. Jasa lainnya
Terdapat 2 jenis Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) :
a. PDRB atas dasar harga konstan
PDRB ini merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang diproduksi
sebagai unit produksi di suatu wilayah dan dengan jangka waktu tertentu
pada harga tahun dasar
b. PDRB atas dasar harga berlaku
PDRB ini merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang diproduksi
sebagai unit produksi di suatu wilayah dan dengan jangka waktu tertentu
pada harga yang sedang berlaku di periode tertentu.
50
2. Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan merupakan suatu proses dimana pemerintah bersama dengan
masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk sebuah pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan pihak swasta dalam menciptakan
peluang usaha serta lapangan kerja baru untuk mengembangkan kegiatan ekonomi di
wilayah tersebut.
3. Pertumbuhan sektor ekonomi
Pertumbuhan nilai barang dan jasa dari setiap sektor ekonomi yang dihitung dari
angka PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) tahun 2010. PDRB (ADHK)
merupakan nilai produksi barang dan jasa akhir dalam suatu waktu kurun waktu
tertentu orang-orang dan perusahaan. Dinamakan bruto karena memasukkan
komponen penyusutan. Disebut domestik karena menyangkut batas wilayah. Disebut
konstan karena harga yang digunakan mengacu pada tahun tertentu, tahun dasar 2010
(Muhammad, 2011).
4. Potensi Ekonomi
Merupakan besaran sektor yang ada di suatu wilayah dalam berkontribusi terhadap
perekonomian daerahnya sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah.
Kontribusi ekonomi tersebut akan dihitung dengan jumlah PDRB yang dihasilkan
oleh daerah tersebut.
51
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Gambar 4.1
Peta Kabupaten Bogor
Sumber : RPIJM Kabupaten Bogor 2019
1. Luas dan Batasan Wilayah Administrasi
Luas wilayah Kabupaten Bogor sebesar 266.383 Ha yang terdiri dari 40
kecamatan dimana didalamnya terdapat 417 desa dan 17 kelurahan. Kecamatan
yang memiliki luas wilayah paling besar adalah Kecamatan Cigudeg dengan
besaran 15.890 Ha yang terdiri dari 15 kelurahan, sedangkan luas terendah ada pada
wilayah Kecamatan Ciomas yaitu sebesar 1.631 Ha dengan 10 kelurahan
didalamnya.
52
Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat
dengan Ibukota kabupaten yang terletak di Kecamatan Cibinong, dengan batasan
wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah utara : Kota Depok
b. Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta
c. Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi
d. Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Banten
e. Bagian Tengah : Kota Bogor
2. Letak dan Kondisi Geografis
Secara geografis, Kabupaten Bogor terletak diantara 6,190 LU – 6,47
0 LS
dan 1060 1’ - 1070103’ Bujur Timur, yang berdekatan dengan Ibukota Negara
sebagai pusat pemerintahan, jasa dan perdagangan dengan aktifitas pembangunan
yang cukup tinggi. Kabupaten Bogor memiliki tipe morfologi wilayah yang
bervariasi, mulai dari dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran
tinggi di bagian selatan. (RPJMD Kabupaten Bogor 2015-2019).
3. Topografi
Kabupaten Bogor terletak pada ketinggian berkisar antara 50 m – 3000 m
dpl dengan topografi yang beragam, mulai dari landai hingga berbukit terjal.
Daerah dataran, yaitu daerah yang mempunyai bentuk morfologi yang hampir datar
dengan kemiringan lereng 0-5 %, dengan ketinggian wilayah mulai dari 125 meter
sampai 175 dpl. Adapun klasifikasi keadaan morfologi wilayah serta presentasenya
terhadap luas seluruh wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:
53
a. Dataran rendah (15 - 100 m dpl,) sekitar 29,28 %, merupakan kategori
ekologi hilir.
b. Dataran bergelombang (100 - 500 m dpl,) sekitar 42,62 %, merupakan
kategori ekologi tengah.
c. Pegunungan (500 – 1.000 m dpl,) sekitar 19,53 %, merupakan kategori
ekologi hulu.
d. Pegunungan tinggi (1.000 – 2.000 m dpl,) sekitar 8,43 %, merupakan
kategori ekologi hulu.
e. Puncak-puncak gunung (2.000 – 2.500 m dpl,) sekitar 0,22 %,
merupakan kategori ekologi hulu.
4. Klimatologi
Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki curah hujan yang
banyak. Curah hujan di Kabupaten Bogor berkisar antara 2.000 mm untuk daerah
dataran rendah diwilayah hilir hingga sebesar 6.000 mm pada wilayah dataran
tinggi/pegunungan. Berdasarkan data stasiun Dermaga, curah hujan tahunan rata-
rata daerah setinggi 3.930 mm. Sedangkan curah hujan bulanan rata-rata daerah
yang tertinggi adalah 414 mm terjadi pada bulan april dan terendah sebesar 180 mm
terjadi dibulan agustus.
Iklim wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis (tipe A) sangat basah
di bagian selatan dan iklim tropis basah (tipe B) di bagian utara, berdasarkan
klasifikasi Schmidt dan Ferguson. Pada tahun 2014 suhu udara di Kabupaten Bogor
ratarata berkisar antara 22,7°C sampai 31,60C. Suhu udara maksimum terjadi pada
bulan September yaitu 36,0°C, sedangkan suhu udara minimum terjadi pada bulan
54
September dengan suhu sebesar 19,2°C. Suhu rata-rata di tiap Wilayah
Pengembangan Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1
Suhu rata-rata Kabupaten Bogor Bulanan
Sumber : Kabupaten Bogor dalam angka,2015
5. Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan data Kabupaten Bogor
dalam angka sebesar 4.699.282 penduduk pada tahun 2019. Jumlah tersebut terdiri
dari 2.410.405 orang laki-laki dan 2.288.877 orang berjenis kelamin perempuan.
Hasil proyeksi penduduk di Kabupaten Bogor menunjukan bahwa sebanyak
2.769.906 tinggal di daerah perkotaan dan sebesar 4.154.861 berada di daerah
pedesaan.
No Bulan Temperatur
Rata-Rata Minimal Maksimal
1 Januari 24,6 32,5 20,6
2 Februari 25 33,4 21,6
3 Maret 25,6 33,1 21,5
4 April 26,2 33,7 21,8
5 Mei 26,2 34,2 22
6 Juni 26,5 33,4 21,6
7 Juli 25,8 32,8 20,6
8 Agustus 25,7 33 20,5
9 September 26,3 36 19,2
10 Oktober 26,9 34,8 21,4
11 November 26,3 34,4 21,5
12 Desember 26,3 33,6 22,2
55
Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Bogor tiap tahunnya terus
mengalami peningkatan, hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Kabupaten
Bogor selain merupakan potensi dan aset yang cukup besar dalam pelaksanaan
proses pembangunan juga merupakan pasar bagi produk dan jasa yang beredar di
sekitar Kabupaten Bogor. Hal ini terlihat dari kepadatan penduduk Kabupaten
Bogor yang terus mengalami peningkatan setiap tahunya pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Tingkat Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk
Kabupaten Bogor Tahun 2016-2019
Tahun
Kabupaten Bogor
Tingkat Pertumbuhan
penduduk (%)
Kepadatan Penduduk
(orang/ha)
2016 4,74 22,76
2017 4,52 23,84
2018 4,33 24,92
2019 4,15 26
2020 3,98 27,07
Sumber: Proyeksi Penduduk Kabupaten Bogor. 2015
6. Kondisi Perekonomian
Sektor ekonomi yang berkontribusi paling besar terhadap PDRB Kabupaten
Bogor adalah sektor industri pengolahan sebesar 54 persen dan stabil setiap
tahunya. Selain sektor industri pengolahan, ada sektor lain yang menyumbangkan
kontribusinya terhadap perekonomian Kabupaten Bogor yaitu sektor Perdagangan
Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dengan persentase sebesar 12
persen dari total PDRB Kabupaten Bogor.
56
Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki kontribusi terkecil dalam
perekonomian Kabupaten Bogor adalah sektor Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar 0,11 persen dan disusul oleh jasa
perusahaan yaitu hanya sebesar 0,21 persen terhadap PDRB Kabupaten Bogor
dapat dilihat dalam tabel 4.3.
Tabel 4.3
Kontribusi Sektor Ekonomi Kabupaten Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar
Harga Konstan Tahun 2015-2019 (persentase)
Kategori Lapangan Usaha 2015 2016 2017 2018 2019
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5,14 5,07 4,92 4,74 4,57
B Pertambangan dan Penggalian 2,87 2,64 2,48 2,39 2,23
C Industri Pengolahan 54,84 54,88 54,57 54,57 54,46
D Pengadaan Listrik dan Gas 0,18 0,18 0,17 0,16 0,16
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang 0,11 0,11 0,12 0,12 0,12
F Konstruksi 8,98 8,98 9,39 9,78 9,95
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 12,76 12,59 12,42 12,16 12,27
H Transportasi dan Pergudangan 3,06 3,14 3,19 3,25 3,32
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,44 2,51 2,57 2,59 2,57
J Informasi dan Komunikasi 2,25 2,43 2,57 2,64 2,72
K Jasa Keuangan dan Asuransi 0,51 0,54 0,53 0,53 0,54
L Real Estate 0,84 0,84 0,87 0,89 0,92
M,N Jasa Perusahaan 0,2 0,2 0,21 0,21 0,22
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 1,65 1,6 1,58 1,52 1,46
P Jasa Pendidikan 1,9 1,93 1,98 1,97 1,97
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,53 0,55 0,56 0,57 0,58
R,S,T,U Jasa lainnya 1,76 1,81 1,87 1,91 1,95
PDRB 100 100 100 100 100
Sumber : BPS Kabupaten Bogor (data diolah)
57
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor dari tahun 2015 hingga tahun
2019 mengalami fluktuasi dimana mengalami penurunan dan peningkatan. Pada
tahun 2015 laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor sebesar 6,09 persen
kemudian mengalami peningkatan hingga tahun 2018 dan kembali mengalami
penurunan laju di tahun 2019 dengan besaran 5,85 persen. Hampir semua sektor
ekonomi mengalami fluktuatif cenderung menurun laju pertumbuhan ekonominya
dari tahun 2015 hingga 2019 dan hanya 1 sektor yang secara signifikan mengalami
peningkatan laju yang baik yaitu sektor real estate. Pada tahun 2015 laju
pertumbuhanya sebesar 6,48 persen dan mengalami kenaikan hingga 9,40 persen di
tahun 2019. Hal ini bisa di lihat lebih rinci pada tabel 4.4.
58
Tabel 4.4
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor Menurut Lapangan
Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2015-2019 (persentase)
Kategori
Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha (Persen)
Persentase
2015 2016 2017 2018 2019
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.98 4.48 2.82 2.33 1.97
Pertambangan dan Penggalian -0.72 -2.80 -0.60 2.56 -1.27
Industri Pengolahan 5.36 5.93 5.33 6.18 5.64
Pengadaan Listrik dan Gas -0.11 6.48 1.79 0.99 2.72
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
9.88 7.11 7.72 5.65 6.64
Konstruksi 9.29 5.93 10.70 10.55 7.72
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
4.91 4.42 4.52 3.98 6.83
Transportasi dan Pergudangan 9.84 8.73 7.65 8.11 8.24
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
8.20 8.72 8.49 7.06 5.11
Informasi dan Komunikasi 17.21 14.24 11.82 9.09 9.22
Jasa Keuangan 7.60 11.20 4.87 7.02 6.99
Real Estate 6.48 6.18 9.32 9.63 9.40
Jasa Perusahaan 8.15 8.10 8.76 6.53 9.02
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
6.46 3.05 4.63 1.56 1.70
Jasa Pendidikan 10.66 7.47 8.64 5.79 5.59
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 17.35 10.10 9.08 7.72 6.56
Jasa Lainnya 9.60 8.85 9.57 8.36 8.04
PDRB Kabupaten Bogor 6.09 5.84 5.92 6.19 5.85
Sumber : BPS Kabupaten Bogor
59
B. Analisis dan Pembahasan
Kabupaten Bogor memiliki banyak sumber daya alam yang sangat potensial untuk
dikembangkan menjadi produk unggulan daerah. Untuk itu potensi-potensi sumber daya
alam tersebut harus selalu dikembangkan agar menjadi komoditi unggulan yang memiliki
daya saing yang kuat, baik di tingkat kabupaten, regional maupun tingkat nasional bahkan
internasional.
Untuk melihat berbagai potensi yang ada suatu daerah harus mengidentifikasi
sektor apa saja yang dapat dijadikan unggulan dan dapat menyumbang perekonomian
terbesar baik saat ini maupun dimasa yang akan datang untuk wilayah Kabupaten Bogor.
Dalam melihat itu semua peneliti menggunakan metode analisis Location Quotient (LQ),
analisis LQ dinamis, Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) dan analisis overlay.
1. Analisis Location Quotient
Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi potensi yang dimiliki suatu daerah
berupa sektor-sektor mana yang merupakan sektor basis (basis sector) dan sektor mana
yang bukan menjadi basis (non basis sector). Pada dasarnya teknik ini menyajikan
perbandingan relatif antara kemampuan satu sektor antara daerah yang diteliti dalam
hal ini wilayah studi dengan daerah yang lebih luas atau biasa disebut wilayah
referensi (Warpani, 2001).
Menurut (Glasson, 1990), konsep dasar basis ekonomi membagi perekonomian
menjadi dua sektor yaitu sektor basis dan non basis. Sektor basis adalah sektor-sektor
yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat di luar batas perekonomian
masyarakat yang bersangkutan atas masukan barang dan jasa mereka kepada
masyarakat yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang
bersangkutan.
60
Sektor bukan basis adalah sektor sektor yang menjadikan barang barang yang
dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian
masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tidak dapat mengekspor barang-barang.
Ruang lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah bersifat local atau hanya di
daerah tersebut.
Dalam menentukan kriteria pengukuran LQ dibagi menjadi 3 yaitu, ketika LQ>1
maka dapat dikategorikan sebagai sektor basis dimana sektor tersebut tingkat
spesialisasinya lebih tinggi diwilayah studi dibandingkan dengan wilayah referensinya.
LQ<1 maka dapat dikategorikan sebagai sektor non basis dimana sektor tersebut
tingkat spesialisasinya lebih rendah diwilayah studi dibandingkan dengan wilayah
referensinya. Sedangkan LQ=1 dikategorikan sebagai sektor basis dan memiliki
tingkat spesialisasi yang sama antara wilayah studi dengan wilayah referensinya.
Dalam penelitian ini analisis LQ dihitung atas nilai sektor yang ada pada PDRB
Kabupaten Bogor sebagai wilayah studi dan PDRB provinsi Jawa Barat sebagai
wilayah referensi pada tahun 2015 hingga 2019.
Hasil perhitungan Metode LQ dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 di
Kabupaten Bogor, dari 17 sektor yang dijadikan penelitian dan telah dihitung dengan
nilai rata-rata LQ hanya ada 5 sektor yang tergolong sebagai sektor basis dengan nilai
LQ>1 dan 12 sektor yang lain tergolong sebagai sektor non basis dengan nilai LQ<1.
Ini mengartikan bahwa sektor-sektor yang ada di Kabupaten Bogor lebih didominasi
oleh sektor yang tergolong non basis yang berarti sektor-sektor tersebut memiliki
tingkat spesialisasi yang lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat.
61
Tabel 4.5
Sektor Basis dan Non Basis Kabupaten Bogor Tahun 2015-2019
Basis Non Basis
1. sektor pertambangan dan
penggalian
2. sektor industri pengolahan
3. sektor pengadaan air,pengelolaan
sampah, limbah dan daur ulang
4. sektor konstruksi
5. sektor penyediaan akomodasi dan
makanan minuman
1. sektor pertanian,kehutanan dan
perikanan
2. sektor pengadaan listrik dan gas
3. sektor perdagangan besar dan
eceran
4. sektor transportasi pergudangan
5. sektor informasi komunikasi
6. sektor jasa keuangan dan asuransi
7. sektor real estate
8. sektor jasa perusahaan
9. sektor administrasi pemerintahan,
pertahanan dan jaminan sosial
wajib
10. sektor jasa pendidikan
11. sektor jasa kesehatan
12. sektor jasa lainnya
Sumber : Hasil Analisis LQ (data diolah)
Nilai LQ rata-rata pada sektor basis atau unggulan di Kabupaten Bogor adalah :
sektor pertambangan dan penggalian (1,3); sektor industri pengolahan (1,3); sektor
pengadaan air,pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang (1,4); sektor konstruksi
(1,1); sektor penyediaan akomodasi dan makanan minuman (1,0). Hasil tersebut sesuai
dengan jurnal penelitian (Eka Rima,2018) mengenai analisis sektor unggulan
perekonomian Kabupaten Bogor, namun pada penelitian tersebut hanya sebanyak 4
sektor yang menjadi sektor basis.
62
Sedangkan nilai LQ rata-rata pada sektor non basis atau bukan merupakan sektor
unggulan di Kabupaten bogor adalah : sektor pertanian,kehutanan dan perikanan (0,7);
sektor pengadaan listrik dan gas (0,4); sektor perdagangan besar dan eceran (0,8);
sektor transportasi pergudangan (0,7); sektor informasi komunikasi (0,6); sektor jasa
keuangan dan asuransi (0,2); sektor real estate (0,7); sektor jasa perusahaan (0,5);
sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib (0,8); sektor
jasa pendidikan (0,7); sektor jasa kesehatan (0,7); sektor jasa lainnya (0,9). Nilai
tersebut dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6.
Nilai LQ dan Rata-rata LQ Kabupaten Bogor Tahun 2015-2019
Lapangan Usaha 2015 2016 2017 2018 2019 LQ RATA"
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7
Pertambangan dan Penggalian 1,3 1,2 1,3 1,3 1,3 1,3
Industri Pengolahan 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3
Pengadaan Listrik dan Gas 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang 1,4 1,4 1,4 1,4 1,5 1,4
Konstruksi 1,1 1,1 1,1 1,2 1,2 1,1
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
Transportasi dan Pergudangan 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 1 1 1 1 0,9 1,0
Informasi dan Komunikasi 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
Jasa Keuangan dan Asuransi 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
Real Estate 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7
Jasa Perusahaan 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
Jasa Pendidikan 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7
Jasa lainnya 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
Sumber : BPS Kabupaten Bogor dan Provinsi Jawa Barat (diolah)
63
a. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Sektor ini merupakan sektor yang terklasifikasi sebagai sektor non
basis yang berarti tingkat spesialisasi sektor ini di Kabupaten Bogor lebih
rendah dibandingkan dengan sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat. Hal ini
jika dilihat dari data LQ selama 5 tahun tersebut memang nilai LQ selalu
konsisten diangka 0,7 yang mengartikan memang sektor tersebut memang
bukan merupakan sektor unggulan di Kabupaten Bogor.
Bahkan berdasarkan data yang ada dari pemerintah Kabupaten Bogor,
tanaman pangan padi hanya tersebar di wilayah tengah dan utara yang memang
tersedia irigasi. Kecamatan yang ada didaerah tersebut adalah kecamatan
Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Caringin,
Jonggol, Sukamakmur dan Cariu (LQ>1). Artinya hanya 10 dari 40 kecamatan
di Kabupaten Bogor yang memiliki produktivitas padi yang baik. Produktivitas
ini harus bisa ditingkatkan dengan berbagai cara diantaranya penyediaan modal,
meningkatkan sarana prasarana yang menunjang sektor pertanian, dan
perbaikan irigasi disetiap daerah penghasil komoditas pangan pertanian.
Selain itu lahan untuk pertanian di Kabupaten Bogor setiap tahunya
mengalami penurunan hingga 1.000 Ha yang dialihkan menjadi perumahan
maupun untuk industri. Saat ini Kabupaten Bogor hanya dapat memproduksi
hasil pertanian sebesar 65% dari kebutuhan masyarakat yang setiap tahunya
semakin bertambah jumlahnya.
64
b. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor ini tergolong sebagai sektor basis yang berarti memiliki tingkat
spesialisasi dan keunggulan di Kabupaten Bogor jika dibandingkan dengan
sektor yang sama pada Provinsi Jawa Barat. Sektor kerap menjadi sorotan bagi
wilayah Provinsi Jawa Barat dikarenakan sektor pertambangan yang ada di
Kabupaten Bogor memang lebih baik jika dibandingkan sektor pertambangan
yang ada di Kabupaten lainnya di Jawa Barat.
Uang hasil galian tambang di Kabupaten Bogor berkontribusi terhadap
PAD yang tercatat paling tinggi dibanding Kabupaten lainnya di Jawa Barat,
yakni sebesar Rp. 2,74 triliun. Kemudian belum lagi cadangan batu andesit
yang biasanya dijadikan sebagai komponen untuk pembangunan infrastruktur di
Kabupaten Bogor masih tersedia sebanyak 1,5 miliar ton. Namun sektor
tersebut masih memiliki banyak kekurangan dari mulai perusahaan yang
memiliki kendala akan pajak, kemudian kinerja PT Prayoga sebagai BUMD
yang belum maksimal, dan banyak perusahaan lain yang tidak beroperasi
hingga terancam bangkrut.
c. Sektor Industri Pengolahan
Sektor ini termasuk ke dalam sektor basis yang berarti memilki
spesialisasi lebih tinggi di Kabupaten Bogor dibandingkan dengan Provinsi
Jawa Barat. Nilai LQ pada sektor ini dalam kurun waktu 2015 hingga 2019
stagnan diangka 1,30. Sektor ini juga memberikan kontribusi terbesar terhadap
perekonomian Kabupaten Bogor dilihat dari nilai PDRB yang di hasilkan
terhadap PDRB total Kabupaten Bogor yakni sekitar 54 persen.
65
Kabupaten Bogor memang memiliki banyak pabrik industri khususnya
industri pengolahan yang tersebar di 5 wilayah, yaitu Kecamatan Cibinong,
Citeureup, Gunung Putri, Cileungsi dan Kelapa Nunggal. Sektor industri
pengolahan juga sebagai sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar kedua
setelah sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi. Pada tahun 2019
sektor ini menyerap tenaga kerja sebesar 22,43 persen dari total penduduk di
Kabupaten Jawa Barat.
d. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas
Sektor ini tergolong sebagai sektor non basis dengan angka LQ (0,40)
yang berarti sektor ini tidak memiliki spesialisasi di Kabupaten Bogor
dibandingkan dengan sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat . Pada tahun
2018 sektor ini juga menjadi memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang paling
kecil dibandingkan dengan sektor lainnya yang ada di Kabupaten Bogor, yakni
sebesar 0,97 persen.
Terhitung jumlah pelanggan listrik dari tahun 2015-2019 terus
mengalami peningkatan meskipun pada tahun 2017 memang mengalami
penurunan yang sangar besar. Dari total 1.085.680 orang ditahun 2016 menjadi
494.740 orang pada tahun 2017, yang menyebabkan turunya juga tingkat
produksi listrik di Kabupaten Bogor.
e. Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Daur ulang
Sektor ini tergolong sebagai sektor basis dengan nilai LQ sebesar
(1,42) yang berarti sektor ini memiliki spesialisasi dan keunggulan di
Kabupaten Bogor dibandingkan dengan sektor yang sama di Provinsi Jawa
Barat. Sektor ini memang menjadi salah satu sektor prioritas Kabupaten Bogor
dalam melaksanakan pembangunan daerah.
66
Pemerintah Kabupaten Bogor berupaya untuk membangun
kesejahteraan masyarakat untuk semua kalangan termasuk yang berpenghasilan
rendah agar dapat menikmati air bersih. Salah satu program yang direncanakan
adalah bekerjasama dengan United Agency For International Development
(USAID) dengan programnya yaitu Urban Water Sanitation and Hygiene
(UWASH) sebagai upaya dalam peningkatan penyediaan air minum bersih dan
sanitasi.
Kabupaten Bogor memiliki 6 daerah aliran sungai yang memiliki
fungsi untuk irigasi, rumah tangga, dan industri serta untuk drainase utama
wilayah. Namun dalam hal ini ketersediaan air bersih menjadi salah satu syarat
terwujudnya pemukiman yang sehat. Cakupan pelayanan air bersih baru
mencapai 56 persen dari total penduduk Kabupaten Bogor (RPJP Kabupaten
Bogor).
Salah satu perusahaan penyedia air bersih di Kabupaten Bogor adalah
PDAM Tirta Kahuripan merupakan BUMD yang tergabung ke dalam organisasi
internasional. Pada tahun 2019 PDAM Tirta Kahuripan telah berhasil mencakup
24,10 persen dari wilayah administratif dan sebanyak 25 kecamatan dari 40
kecamatan yang ada diKabupaten Bogor dengan jumlah pelanggan 174.531 SL.
f. Sektor Kontruksi
Sektor ini merupakan sektor yang terklasifikasi sebagai sektor basis
yang berarti tingkat spesialisasi sektor ini di Kabupaten Bogor lebih tinggi
dibandingkan dengan sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat. Hal ini jika
dilihat dari data LQ rata-rata selama 5 tahun tersebut memang nilai LQ >1
(1,14) yang mengartikan memang sektor tersebut memang merupakan sektor
unggulan di Kabupaten Bogor.
67
Sektor ini dilihat dari berbagai pembangunan yang dilakukan berupa
peningkatan jalan, perbaikan jalan, pembangunan jembatan, pembangunan
gedung dan berbagai tender proyeksi yang dikelola oleh pemerintah daerah
Kabupaten Bogor. Adanya perpanjangan jalan yang terjadi di tahun 2017 yaitu
sepanjang 1.707,38 km menjadi 1.748,91 km di tahun 2018.
g. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
Sektor ini merupakan sektor yang terklasifikasi sebagai sektor non
basis yang berarti tingkat spesialisasi sektor ini di Kabupaten Bogor lebih
rendah dibandingkan dengan sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat. Hal ini
jika dilihat dari data LQ selama 5 tahun tersebut memang nilai LQ selalu
konsisten diangka 0,8 yang mengartikan memang sektor tersebut memang
bukan merupakan sektor unggulan di Kabupaten Bogor.
Meskipun sektor ini belum tergolong sebagai sektor yang basis, namun
sektor ini menyerap banyak sekali tenaga kerja dibandingkan dengan sektor
industri pengolahan yang menjadi penyumbang PDRB terbesar untuk
Kabupaten Jawa Barat. Trend peningkatan perdangangan juga cukup baik yakni
ditahun 2016 total sarana perdagangan sebanyak 772 terdiri dari berbagai
klasifikasi dan terus mengalami kenaikan hingga tahun 2019 jumlah sarana
perdagangan di Kabupaten Bogor sebanyak 1221.
h. Sektor Transportasi dan Pergudangan
Sektor ini merupakan sektor yang terklasifikasi sebagai sektor non
basis yang berarti tingkat spesialisasi sektor ini di Kabupaten Bogor lebih
rendah dibandingkan dengan sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat dengan
nilai LQ dalam 5 tahun terakhir stabil diangka 0,7.
68
Berdasarkan data dari dinas pekerjaan umum dan penataan ruang
Kabupaten Bogor, untuk sektor transportasi jika dilihat dari kondisi jalan, dari
tahun 2017 hingga 2019 untuk jalanan baik mengalami penurunan yang cukup
besar. Di tahun 2017 jalan yang terkategori baik sepanjang 1.210 km dan
ditahun 2019 turun mencapai 343 km saja. Hal ini juga bersinambungan dengan
kenaikanya jalan sedang dan jalan rusak yang ada di Kabupaten Bogor. Untuk
jalan kondisi sedang tahun 2017 sepanjang 274 km dan meningkat hingga tahun
2019 mencapai 1.037 km.
i. Sektor Penyediaan Akomodasi Makanan dan Minuman
Sektor ini masih tergolong basis jika dilihat dari nilai rata-rata LQ
selama 4 tahun terakhir nilai LQ pada sektor ini adalah 1 dan mengalami
penurunan di tahun 2019 menjadi 0,98. Namun jika dirata-ratakan selama 5
tahun maka sektor ini masih dalam kategori sektor basis.
Sektor ini mencakup data akomodasi baik itu untuk kcsumsi maupun
penginapan yang jika dilihat berdasarkan data, jumlah restaurant di Kabupaten
Bogor sebanyak 2.493 dengan daerah yang memiliki restaurant terbanyak
adalah kecamatan Cibinong yaitu sebanyak 667 unit. Namun untuk jumlah
penginapan masih tergolong sedikit yakni 20 untuk total hotel bintang 1 hingga
5 dan 28 untuk wisma tamu dan total akomodasi sebanyak 21 di hotel
berbintang dari seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Jumlah
wisatawan yang mengunjungi akomodasi di Kabupaten Bogor baik dari
mancanegara maupun lokal sebanyak 4.557.906 orang.
j. Sektor Informasi dan Komunikasi
Sektor ini merupakan sektor yang terklasifikasi sebagai sektor non
basis yang berarti tingkat spesialisasi sektor ini di Kabupaten Bogor lebih
69
rendah dibandingkan dengan sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat dengan
nilai LQ dalam 5 tahun terakhir stabil diangka 0,6.
Berdasarkan data dari Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten
Bogor dari tahun 2016 hingga 2019 jumlah kantor pos pembantu mengalami
penurunan jumlah dari 18 di tahun 2016 menjadi 5 unit pada tahun 2019.
Kemudian untuk cakupan layanan provider di Kabupaten Bogor baru sebanyak
352 desa dengan jumlah BTS 1.447 dan dengan jumlah provider sebanyak
2.324
k. Seluruh Jasa di PDRB Kabupaten Bogor
Seluruh sektor jasa yang ada di Kabupaten Bogor tidak ada yang
tergolong sebagai sektor basis. Nilai LQ paling kecil adalah terdapat pada
sektor jasa keungan dan asuransi yaitu sebesar 0,2. Kemudian untuk sektor jasa
yang memiliki nilai LQ terbesar adalah sektor jasa lainnya yaitu sebesar 0,9.
Dari keseluruhan nilai LQ yang ada bahwa seluruh sektor jasa di
Kabupaten Bogor tidak memiliki tingkat spesialisasi yang lebih tinggi jka
dibandingkan dengan sektor jasa yang ada di Provinsi Jawa Barat. Untuk
penyerapan tenaga kerja dari seluruh sektor jasa yaitu sebesar 20 persen.
2. Analisis Dynamic LQ (DLQ)
Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan menentukan sektor-sektor
ekonomi yang memiliki potensi berkembang setiap tahunya dan bisa lebih maju
kurang maju dibandingkan dengan sektor-sektor yang ada di wilayah Provinsi Jawa
Barat. Untuk dapat menghitung atau menganalisis sektor tersebut, digunakan data
PDRB sektoral berupa rata-rata laju pertumbuhan dan jumlah periode yang digunakan
untuk diteliti yakni dari tahun 2015 hingga tahun 2019.
70
Tabel 4.7
Dinamis Location Quotient Kabupaten Bogor 2015-2019
Lapangan Usaha
RATA-RATA LAJU
PERTUMBUHAN TAHUN (1+gi)/(1+gt) (1+Gi)/(1+Gt) DLQ
Kabupaten
Bogor
Jawa
Barat
Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan 3,12 2,48
5 0,59 0,55 1,4
Pertambangan dan
Penggalian -0,57 -1,89
5 0,06 -0,14 0,0
Industri Pengolahan 5,69 5,01 5 0,96 0,95 1,1
Pengadaan Listrik dan
Gas 2,37 -3,21
5 0,48 -0,35 -5,1
Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
7,4 5,46
5 1,20 1,02 2,3
Konstruksi 8,84 6,46 5 1,41 1,17 2,5
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
4,93 4,88
5 0,85 0,93 0,7
Transportasi dan
Pergudangan 8,51 6,58
5 1,36 1,19 1,9
Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum 7,52 8,24
5 1,22 1,46 0,4
Informasi dan
Komunikasi 12,32 12,18
5 1,91 2,08 0,7
Jasa Keuangan dan
Asuransi 7,54 5,89
5 1,22 1,09 1,8
Real Estate 8,2 8,09 5 1,32 1,43 0,7
Jasa Perusahaan 8,11 8,51 5 1,31 1,50 0,5
Administrasi
Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
3,48 3,97
5 0,64 0,78 0,4
Jasa Pendidikan 7,63 7,47 5 1,24 1,33 0,7
Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial 10,16 9,88
5 1,60 1,71 0,7
Jasa lainnya 8,88 8,26 5 1,42 1,46 0,9
Sumber : BPS Kabupaten Bogor dan Jawa Barat (diolah)
Dari hasil perhitungan DLQ di Kabupaten Bogor, didapatkan hasil bahwa terdapat
6 sektor yang memiliki nilai DLQ>1 yaitu sektor pertanian,kehutanan dan perikanan
(1,4); sektor industri pengolahan (1,1); sektor pengadaan air, limbah dan daur ulang
(2,3); sektor konstruksi (2,5); sektor transsportasi dan pergudangan (1,9); sektor jasa
keuangan dan asuransi (1,8). Hasil tersebut bisa dilihat lebih rinci pada tabel 4.7.
71
Ini mengartikan bahwa sektor-sektor yang memiliki nilai DLQ>1 memiliki potensi
perkembangan yang lebih maju di Kabupaten Bogor dibandingkan dengan sektor-
sektor yang sama di wilayah Provinsi Jawa Barat dan juga sektor yang memiliki nilai
DLQ<1. Sekitar 11 sektor yang ada di Kabupaten Bogor memiliki nilai DLQ<1 yang
mengartikan sektor-sektor tersebut memiliki potensi perkembangan yang lebih lambat
dibandingkan sektor yang sama pada Provinsi Jawa Barat.
Sektor yang memiliki nilai DLQ<1 adalah sektor pertambangan dan
penggalian(0,02); sektor pengadaan listrik dan gas (-5,1); sektor perdagangan besar
dan eceran (0,7); sektor penyediaan akomodasi makan dan minum (0,4); sektor
informasi dan komunikasi (0,7); sektor real estate (0,7) ; sektor jasa perusahaan (0,5);
sektor administrasi pemerintahan,pertahanan dan jaminan sosial (0,4); sektor jasa
pendidikan (0,7); sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (0,7); jasa lainnya (0,9).
Setelah didapatkan hasil DLQ setiap sektor maka telah dapat diidentifikasi sektor
apa saja yang memiliki potensi perkembangan untuk periode kedepanya dan sektor
mana yang tidak memiliki potensi perkembangan setiap tahunya.
3. Analisis Gabungan LQ dan DLQ
Analisis ini digunakan untuk mengetahui sektor ekonomi di Kabupaten Bogor yang
termasuk unggulan, andalan, prospektif atau pun tertinggal dengan menggunakan
analisis matriks gabungan dari hasil LQ dan DLQ.
72
Tabel 4.8
Matriks Hasil LQ dan DLQ Kabupaten Bogor
Hasil DLQ>1 DLQ<1
LQ >1
Sektor Unggulan
1. Industri Pengolahan
2. Pengadaan air,pengelolaan sampah,limbah
dan daur ulang
3. Kontruksi
Sektor Prospektif
1. Pertambangan dan penggalian
2. Penyediaan akomodasi dan makanan
LQ<1
Sektor Andalan
1. Pertanian, kehutanan dan perikanan
2. Transportasi dan pergudangan
3. Jasa keuangan dan asuransi
Sektor Tertinggal
1. Pengadaan listrik dan gas
2. Perdagangan besar dan eceran;
reparasi mobil dan motor
3. Informasi dan komunikasi
4. Real estate
5. Jasa perusahaan
6. Administrasi pemerintahan dan
jaminan sosial
7. Jasa pendidikan
8. Jasa kesehatan dan kegiatan sosial
9. Jasa lainnya
Sumber : BPS Kabupaten dan Provinsi Jawa Barat (diolah)
Dari matriks diatas dapat menjelaskan bahwa Kabupaten Bogor memiliki 3 sektor
unggulan yaitu industri pengolahan; pengadaan air,pengelolaan sampah,limbah dan
daur ulang; serta sektor kontruksi. Ketiga sektor tersebut memiliki nilai LQ dan DLQ
lebih dari satu yang mengartikan bahwa sektor tersebut memiliki spesialisasi yang
tinggi dan memiliki pertumbuhan yang lebih pesat di Kabupaten Bogor dibandingkan
dengan sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat. Ketiga sektor tersebut juga tidak
mengalami reposisi atau tetap menjadi sektor basis saat ini dan tetap basis di masa
yang akan datang.
73
Ada 3 sektor yang tergolong sebagai sektor andalan yaitu pertanian, kehutanan dan
perikanan; transportasi dan pergudangan; jasa keuangan dan asuransi. Ketiga sektor
tersebut memiliki nilai DLQ>1 dan LQ<1 yang berarti meskipun sektor tersebut
tergolong sebagai sektor yang non basis, sektor tersebut masih dapat berkembang
karena memiliki perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor yang
sama di wilayah Provinsi Jawa Barat. Dimasa yang akan datang sektor tersebut bisa
mengalami reposisi menjadi sektor yang basis dikarenakan nilai DLQ melebihi satu.
Sektor ekonomi yang masuk kedalam golongan sektor prospektif adalah
pertambangan dan penggalian serta penyediaan akomodasi makan dan minuman.
Kedua sektor ini memilki nilai LQ>1 dan DLQ<1 yang mengartikan sektor tersebut
tergolong sebagai sektor basis atau memiliki tingkat spesialisasi yang lebih tinggi di
Kabupaten Bogor dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat namun dalam laju
perkembangan sektor tersebut tergolong yang memiliki laju perkembangan yang
lamban dibandingkan dengan provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut akan mengalami
reposisi pada masa yang akan datang menjadi sektor nonbasis.
Ada 9 sektor ekonomi yang tergolong sebagai sektor tertinggal di Kabupaten Bogor
yakni Pengadaan listrik dan gas ; Perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan
motor; Informasi dan komunikasi; Real estate; Jasa perusahaan; Administrasi
pemerintahan dan jaminan sosial; Jasa pendidikan; Jasa kesehatan dan kegiatan sosial;
Jasa lainnya. Kesembilan sektor tersebut tergolong sebagai sektor non basis atau tidak
memiliki tingkat spesialisasi yang tinggi dan tidak memiliki laju perkembangan yang
pesat di Kabupaten Bogor dibandingkan dengan sektor yang sama pada Provinsi Jawa
Barat pada saat ini dan pada masa yang akan datang.
74
4. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
Analisis MRP merupakan sebuah langkah untuk mengidentifikasi sektor ekonomi
di wilayah studi dalam penelitian ini yaitu Kabupaten Bogor yang memiliki potensi
dengan cara melihat perbandingan pertumbuhanya melalui PDRB suatu sektor di
Kabupaten Bogor dengan pertumbuhan di sektor yang sama pada Provinsi Jawa Barat
atau biasa disebut dengan Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs).
Selain melihat perbandingan pertumbuhan PDRB di wilayah studi, analisis MRP
juga melihat perbandingan antara pertumbuhan PDRB sektor ekonomi di wilayah
referensi yaitu Provinsi Jawa Barat dengan pertumbuhan total PDRB di wilayah
referensi tersebut yang biasa disebut dengan Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi
(RPr).
Ada 4 klasifikasi untuk mengidentifikasi sektor-sektor yang memiliki
perkembangan yang unggul di Kabupaten Bogor maupun Provinsi Jawa Barat.
Klasfikasi tersebut adalah :
1) Jika nilai RPs(+) dan RPr (+) maka kegiatan sektor tersebut pada tingkat studi
dan referensi memiliki pertumbuhan yang menonjol disebut dengan dominan
pertumbuhan.
2) Jika nilai RPs(+) dan RPr(-) maka kegiatan sektor tersebut pada tingkat studi
memiliki pertumbuhan yang menonjol, namun pada tingkat referensi kurang
menonjol.
3) Jika nilai RPs(-) dan RPr(+) maka kegiatan sektor tersebut pada tingkat studi
memiliki pertumbuhan kurang menonjol, namun pada tingkat referensi
menonjol.
4) Jika nilai RPs(-) dan RPr(-) maka kegiatan pertumbuhan sektor tersebut pada
tingkat studi dan referensi kurang menonjol.
75
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan metode MRP pada periode 2015
hingga 2019 menunjukan bahwa terdapat 5 sektor yang termasuk dalam klasifikasi
pertama dengan nilai RPs dan RPr lebih dari satu yang berarti bahawa kegiatan sektor
ekonomi di tingkat kabupaten maupun provinsi sama-sama menonjol. Sektor tersebut
adalah sektor kontruksi dengan nilai RPs (1,39) dan RPr (1,21); sektor transportasi dan
pergudangan dengan nilai RPs (1,41) dan RPr (1,11); sektor jasa keuangan dengan
nilai RPs (1,41) dan RPr (1,01); Jasa Pendidikan dengan nilai RPs (1,01) dan RPr
(1,27); jasa lainnya dengan nilai RPs (1,09) dan RPr (1,55).
Untuk sektor yang tergolong pada klasifikasi kedua dengan nilai RPs lebih dari satu
dan RPr kurang dari satu yang mengartikan bahwa sektor tersebut memiliki kegiatan
ekonomi yang menonjol pada tingkat kabupaten. Sektor tersebut adalah sektor industri
pengolahan dengan nilai RPs (1,13) dan RPr (0,95); sektor pengadaan air,pengelolaan
sampah, limbah dan daur ulang dengan nilai RPs (1,29) dan RPr (0,98).
Untuk klasifikasi ketiga ketika nilai RPs kurang dari satu dan RPr melebihi satu
yang berarti kegiatan sektor ekonomi pada wilayah provinsi memiliki perkembangan
yang menonjol dibandingkan dengan sektor ekonomi di tingkat kabupaten. Sektor
yang tergolong sebagai klasifikasi ketiga adalah sektor penyedia akomodasi makanan
dan minuman dengan nilai RPs (0,87) dan RPr (1,59); sektor informasi dan
komunikasi dengan nilai RPs (0,99) dan RPr (2,23); sektor real estate dengan nilai RPs
(0,98) dan RPr (1,69); sektor jasa perusahaan dengan nilai RPs (0,93) dan RPr (1,66);
sektor jasa kesehatan dengan nilai RPs (0,94) dan RPr (1,97).
Klasifikasi keempat dengan nilai RPs dan RPr kurang dari satu mengartikan bahwa
kegiatan ekonomi untuk sektor tertentu baik di wilayah studi yaitu kabupaten maupun
tingkat wilayah referensi yaitu provinsi sama-sama tidak mengalami perkembangan
dalam pertumbuhanya atau dalam hal ini disebut tidak menonjol perekonomian
76
disektor tersebut. Sektor yang tergolong dalam klasifikasi ini adalah sektor
pertanian,kehutanan dan perikanan dengan nilai RPs (0,95) dan RPr (0,54); sektor
pertambangan dan penggalian dengan nilai RPs (0,23) dan RPr (-0,4); sektor
pengadaan listrik dan gas dengan nilai RPs (-1,3) dan RPr (-0,4); sektor perdagangan
besar dan eceran dengan nilai RPs (0,95) dan RPr (0,95); sektor administrasi
pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial dengan nilai RPs (0,75) dan RPr (0,64).
Untuk dapat melihat hasil perhitungan analisis MRP periode 2015-2019 di
Kabupaten Bogor lebih rinci terdapat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9
Hasil Perhitungan Model Rasio Pertumbuhan
Kabupaten Bogor Tahun 2015-2019
Lapangan Usaha MRP
RPs RPr
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,95 0,54
Pertambangan dan Penggalian 0,23 -0,4
Industri Pengolahan 1,13 0,95
Pengadaan Listrik dan Gas -1,3 -0,4
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang 1,29 0,98
Konstruksi 1,39 1,21
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor 0,95 0,95
Transportasi dan Pergudangan 1,41 1,11
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,87 1,59
Informasi dan Komunikasi 0,99 2,23
Jasa Keuangan dan Asuransi 1,41 1,01
Real Estate 0,98 1,69
Jasa Perusahaan 0,93 1,66
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 0,75 0,64
Jasa Pendidikan 1,01 1,27
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,94 1,7
Jasa lainnya 1,09 1,55
Sumber : BPS Kabupaten Bogor dan Provinsi Jawa Barat
77
5. Analisis Overlay
Analisis overlay merupakan teknik yang digunakan untuk mengambil sebuah
kesimpulan dari berbagai analisis yang telah dilakukan guna melihat sektor ekonomi
yang potensial dalam segi pertumbuhanya. Teknik analisis ini menggunakan hasil dari
nilai MRP dan LQ. Dari hasil analisis yang telah dilakukan pada metode LQ dan MRP
akan diberikan lambang positif (+) jika nilainya lebih dari satu dan diberi lambang
negatif (-) untuk nilai yang kurang dari satu. Dalam analisis overlay ini dibagi menjadi 3
klasifikasi yaitu :
1) Klasifikasi 1 yaitu dengan nilai (+++) yang mengartikan bahwa kegiatan sektor
tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang tinggi di tingkat Jawa Barat
maupun tingkat Kabupaten Bogor. Kemudian kontribusi sektoral Kabupaten
Bogor lebih tinggi dari Jawa Barat. Artinya sektor tersebut mempunyai potensi
daya saing yang tinggi karena unggul baik di tingkat Kabupaten maupun di
tingkat provinsi dan dapat dikatakan sektor tersebut memiliki keunggulan
kompetitif.
2) Klasifikasi 2 yaitu dengan nilai (-++), dimana RPr tersebut bernilai negatif
yang mengartikan bahwa kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan
sektoral yang rendah di tingkat Provinsi Jawa Barat. Dan nilai positif untuk
RPs dan LQ yang berarti kegiatan sektor tersebut mempunyai pertumbuhan
sektoral yang tinggi di tingkat Kabupaten Bogor dan kontribusi sektoral
Kabupaten Bogor lebih tinggi daripada Jawa Barat. Dengan kata lain sektor
tersebut merupakan spesialisasi kegiatan ekonomi di Kabupaten Bogor.
3) Klasifikasi 3 yaitu dengan nilai (---), dimana semuanya bernilai negatif yang
mengartikan bahwa sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang
rendah di tingkat Jawa Barat maupun di Kabupaten Bogor dan kontribusi
78
sektoral di Kabupaten Bogor lebih rendah dari Jawa Barat. Hal ini
menandakan sektor ekonomi tersebut memiliki daya saing yang rendah
karena tidak unggul baik di tingkat Kabupaten maupun di tingkat provinsi.
Dan dapat dikatakan bahwa sektor tersebut tidak memiliki keunggulan
kompetitif dan bukan merupakan spesialisasi kegiatan ekonomi di Kabupaten
Bogor.
Tabel 4.10
Hasil Analisis Overlay Sektor Lapangan Usaha Kabupaten Bogor Tahun 2015-2019
Lapangan Usaha LQ MRP
RPs RPr
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan - - -
Pertambangan dan Penggalian + - -
Industri Pengolahan + + -
Pengadaan Listrik dan Gas - - -
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang + + -
Konstruksi + + +
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor - - -
Transportasi dan Pergudangan - + +
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum + - +
Informasi dan Komunikasi - - +
Jasa Keuangan dan Asuransi - + +
Real Estate - - +
Jasa Perusahaan - - +
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
- - -
Jasa Pendidikan - + +
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial - - +
Jasa lainnya - + +
Sumber : BPS Kabupaten Bogor dan Provinsi Jawa Barat (diolah)
79
Sektor yang memiliki notasi (+) terbanyak dalam metode analisis yang
digunakan tersebut merupakan sektor yang harus dikembangkan oleh pemerintah
daerah untuk meningkatkan pendapatan daerahnya. Hasil analisis overlay sektor
perekonomian Kabupaten Bogor tahun 2015-2019 dapat dilihat pada tabel 4.10.
Terlihat bahwa sektor yang masuk kedalam klasifikasi pertama yaitu sektor
kontruksi dengan nilai keseluruhan positif dan mengartikan bahwa sektor tersebut
mempunyai pertumbuhan sektoral yang tinggi dan kontribusi yang lebih besar di
Kabupaten Bogor dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat. Hal ini menunjukan
bahwa sektor tersebut memiliki daya saing karena memiliki keunggulan ditingkat
kabupaten maupun provinsi dan harus dikembangkan. Sesuai dengan data kondisi
pada RPJMD Kabupaten Bogor poin 17 yang menjelaskan bahwa Kabupaten Bogor
akan membangun poros barat-utara-tengah dan infrastruktur yang mantap dengan
menyelesaikan pembebasan lahan dan pelaksanaan konstruksi yang dilaksanakan
pada tahun 2015-2018.
Sektor ekonomi yang masuk dalam klasifikasi kedua yaitu dimana sektor
tersebut memiliki simbol negatif pada sisi RPr dan positif pada sisi LQ dan Rpsnya,
sektor tersebut adalah sektor industri pengolahan dan sektor pengadaan air,
pengelolaan sampah,limbah dan daur ulang. Sektor tersebut dapat diartikan sebagai
sektor yang memiliki pertumbuhan sektoral rendah pada Provinsi Jawa Barat namun
memiliki pertumbuhan dan kontribusi sektoral yang tinggi pada Kabupaten Bogor
sehingga dapat dikatakan sektor tersebut merupakan spesialisasi kegiatan ekonomi di
Kabupaten Bogor. Kedua sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan total PDRB Provinisi Jawa Barat.
80
Sektor ekonomi yang masuk kedalam klasifikasi ketiga ada 4 sektor yaitu sektor
pertanian,kehutanan dan perikanan; sektor pengadaan listrik dan gas; sektor
perdagangan besar dan eceran; sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan
jaminan sosial wajib. Keempat sektor tersebut dapat dikatakan memiliki
pertumbuhan sektoral yang rendah baik di Kabupaten Bogor maupun di Provinsi
Jawa Barat, dan sektor tersebut memiliki kontribusi sektoral yang rendah di
Kabupaten Bogor daripada Jawa Barat. Dapat disimpulkan bahwa keempat sektor
tersebut memang memiliki daya saing yang rendah karena tidak memiliki keunggulan
baik di Kabupaten Bogor maupun di Provinsi Jawa Barat sehingga sektor tersebut
termasuk kedalam sektor yang tidak memiliki keunggulan kompetitif. Keempat
sektor tersebut tidak memiliki potensi basis dimasa sekarang maupun dimasa yang
akan datang.
Berdasarkan hasil analisis overlay yang dilakukan dengan cara membuat 3
klasifikasi sektor ekonomi berdasarkan ketentuan yang ada, maka untuk klasifikasi
pertama dan kedua merupakan sektor-sektor yang harus menjadi prioritas
pembangunan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bogor yang diharapkan dapat
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Bogor. Sektor yang
termasuk kedalam klasifikasi pertama dan kedua adalah sektor kontruksi; sektor
industri pengolahan dan sektor pengadaan air, pengelolaan sampah,limbah dan daur
ulang. Sektor tersebut merupakan sektor potensial yang memiliki dominan
pertumbuhan dan keunggulan komparatif, hal ini dapat dilihat berdasarkan data
BAPPEDA LITBANG bahwa sektor kontruksi merupakan sektor yang pertumbuhan
ekonominya paling besar diantara sektor lainnya di Kabupaten Bogor.
81
6. Analisis Penetapan Prioritas Pembangunan Kabupaten Bogor
Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran dengan menentukan sektor
yang termasuk kedalam prioritas pembangunan menggunakan hasil analisis overlay dan
akan terbagi kedalam 5 golongan yaitu prioritas pembangunan pertama hingga prioritas
pembangunan kelima dilihat dari banyaknya nilai positif disetiap hasil analisis. Secara
rinci hasil penentuan prioritas pembangunan dapat dilihat pada tabel 4.11.
Dari hasil analisis penentuan sektor prioritas yang didasarkan atas hasil analisis
LQ,DLQ dan MRP, terdapat 1 sektor yang temasuk kedalam prioritas pembangunan
pertama yaitu sektor kontruksi. Sektor tersebut layak untuk dikembangkan dan harus
mendapat perhatian khusus untuk pemerintah daerah Kabupaten Bogor dalam
meningkatkan pendapatan daerahnya. Hal tersebut didukung dengan misi ke 4 pada
RPJMD Kabupaten Bogor yang akan mewujudkan pembangunan daerah yang merata,
berkeadilan dan berkelanjutan.
Sektor yang termasuk kedalam prioritas pembangunan kedua terdapat 4 sektor yaitu
Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; sektor Industri
Pengolahan; Sektor Transportasi dan Pergudangan; Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi.
Untuk sektor prioritas ketiga terdapat 3 sektor yaitu sektor Jasa Pendidikan, Penyediaan
Akomodasi makan dan minuman dan sektor Jasa lainnya. Untuk prioritas pembangunan
keempat terdapat 6 sektor dan prioritas terakhir yaitu kelima terdapat 3 sektor.
Sesuai dengan data kondisi pada RPJMD Kabupaten Bogor poin 17 yang
menjelaskan bahwa Kabupaten Bogor akan membangun poros barat-utara-tengah dan
infrastruktur yang mantap dengan menyelesaikan pembebasan lahan dan pelaksanaan
konstruksi yang dilaksanakan pada tahun 2015-2018.
82
Tabel 4.11
Rangkuman Hasil Penelitian PDRB Sektor Ekonomi Kabupaten Bogor
Tahun 2015-2019
Lapangan Usaha LQ DLQ MRP Nilai Keterangan
RPs RPr
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan - + - -
1 Prioritas Pembangunan Keempat
Pertambangan dan Penggalian + - - - 1 Prioritas Pembangunan Keempat
Industri Pengolahan + + + - 3 Prioritas Pembangunan Kedua
Pengadaan Listrik dan Gas - - - - 0 Prioritas Pembangunan kelima
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang + + + -
3 Prioritas Pembangunan Kedua
Konstruksi + + + + 4 Prioritas Pembangunan Pertama
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor - - - -
0 Prioritas Pembangunan Kelima
Transportasi dan Pergudangan - + + + 3 Prioritas Pembangunan Kedua
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum + - - +
2 Prioritas Pembangunan Ketiga
Informasi dan Komunikasi - - - + 1 Prioritas Pembangunan Keempat
Jasa Keuangan dan Asuransi - + + + 3 Prioritas Pembangunan Kedua
Real Estate - - - + 1 Prioritas Pembangunan Keempat
Jasa Perusahaan - - - + 1 Prioritas Pembangunan Keempat
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
- - - -
0 Prioritas Pembangunan Kelima
Jasa Pendidikan - - + + 2 Prioritas Pembangunan Ketiga
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial - - - +
1 Prioritas Pembangunan Keempat
Jasa lainnya - - + + 2 Prioritas Pembangunan Ketiga
Sumber : BPS Kabupaten Bogor dan Jawa Barat (diolah)
83
Sektor konstruksi memang perlu untuk dikembangkan dan di prioritaskan dengan
tujuan menciptakan kemudahan masyarakat dalam melakukan aktifitas harianya
sehingga menjadi lebih efektif dan efisien. Berdasarkan rencana infrastruktur
strategis Kabupaten Bogor dengan misi menjadi kabupaten termaju di Indonesia
yang terdapat pada BAPPEDA LITBANG Kabupaten Bogor, terdapat beberapa
sektor yang harus dibangun untuk menciptakan sebuah akses kemudahan bagi
masyarakat sekitar maupun pendatang yang ingin menuju Kabupaten Bogor.
Berikut beberapa pengembangan yang akan dilakukan Bappeda Kabupaten Bogor
:
1. Pengembangan transportasi seperti APTB,BRT, 5 jalur kereta api baru, 12
stasiun KA dan 5 stasiun LRT.
2. Pengembangan infrastruktur transportasi regional seperti tol (tol Cibinong-
Cisauk,Tol Cimanggis-Cibitung, tol Bogor-Ciawi-Sukabumi), jl.stra.nas
dan jalan poros serta pengembangan terminal antar Moda.
3. Pengembangan infrastruktur sumber daya air seperti Waduk
ciawi,sukamahi dan waduk di daerah Bogor Bagian Timur.
4. Pengembangan fasilitas infrastruktur perkotaan seperti pengembangan
PLT, Pengembangan RSUD dan pengembangan Sport Center Pakansari.
5. Pengembangan jalan Poros Tengah Timur sepanjang 56,25 km.
6. Penanganan Kawasan Puncak melalu jangka pendek (membangun JPO
dalam penataan pasar Cisarua, pelebaran jalan dibeberapa titik) dan
melalui Jangka Panjang (membangun fasilitas park/rest area pada bus
pariwisata, mengembangkan transportasi monorel gantung, dan cable car).
84
7. Penganganan infrastruktur bagi RTLH (rumah tidak layak huni) yang
sudah dilakukan pada tahun 2010 dan akan rampung 100% sebanyak
66.513 unit hingga tahun 2032.
8. Penataan ruang terbuka yang aktif dan pasif disetiap lahan produktif.
85
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan berbagai metode analisis yang telah
dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil analisis Location Quotient (LQ) pada sektor ekonomi Kabupaten Bogor
tahun 2015 hingga 2019, dari 17 sektor yang diteliti terdapat 5 sektor
ekonomi yang memiliki nilai rata-rata LQ>1 (lebih dari satu) dan 12 sektor
yang lainnya memiliki nilai rata-rata LQ<1 (kurang dari satu). Hasil ini
memberikan arti bahwa sektor ekonomi di Kabupaten Bogor sebagian besar
merupakan sektor non basis atau dapat diartikan juga sektor yang ada pada
Kabupaten Bogor memiliki tingkat spesialisasi yang lebih rendah
dibandingkan dengan sektor ekonomi yang ada pada Provinsi Jawa Barat.
Hanya 5 sektor yang tergolong sebagai sektor basis atau memiliki tingkat
spesialisasi tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat.
2. Hasil analisis overlay menunjukan sektor ekonomi yang memiliki potensi
besar untuk dikembangkan di Kabupaten Bogor karena pertumbuhan dan
kontribusinya tinggi terhadap perekonomian. Sektor yang tergolong
klasifikasi satu yaitu sektor konstruksi dengan semua nilai analisisnya positif
yang berarti sektor tersebut mempunyai potensi daya saing yang kompetitif
atau lebih unggul dibanding sektor yang sama pada provinsi Jawa Barat.
86
Untuk sektor yang tergolong sebagai klasifikasi kedua adalah sektor industri
pengolahan serta sektor pengadaan air,pengelolaan sampah,limbah dan daur
ulang. Sektor tersebut merupakan sektor yang berkontribusi besar terhadap
perekonomian Kabupaten Bogor dibandingkan dengan sektor yang ada pada
Provinsi Jawa Barat atau dapat dikatakan sektor tersebut sebagai sektor yang
memiliki spesialisasi tinggi kegiatan ekonomi di Kabupaten Bogor.
3. Hasil analisis prioritas pembangunan yang didasarkan atas hasil
LQ,DLQ,MRP dan Overlay, terdapat 1 sektor tergolong sebagai sektor yang
termasuk kedalam prioritas pembangunan pertama yaitu sektor konstruksi.
sektor tersebut merupakan sektor utama yang harus dikembangkan dan
dibangun sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Bogor karena
memiliki nilai positif baik dari segi kontribusi maupun laju pertumbuhanya
pada periode 2015-2019.
87
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap sektor ekonomi
potensial di Kabupaten Bogor periode 2015 hingga 2019, peneliti memiliki
beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi pemerintah Kabupaten Bogor dapat meninjau dan menjadikan sektor
konstruksi, sektor industri pengolahan dan sektor pengadaan air, pengelolaan
sampah,limbah dan daur ulang sebagai sektor yang harus dikembangkan
untuk kedepanya, hal itu dikarenakan sektor tersebut memiliki kontribusi
yang tinggi serta laju pertumbuhan yang baik sebagai sektor ekonomi di
Kabupaten Bogor. Kemudian sektor konstruksi dapat dijadikan sebagai
prioritas pembangunan untuk Kabupaten Bogor karena memiliki nilai rasio
positif disetiap analisis yang telah dilakukan. Hasil tersebut menandakan
bahwa sektor konstruksi merupakan sektor yang unggul baik ditingkat
Kabupaten Bogor maupun di Provinsi Jawa Barat dari segi kontribusi maupun
laju pertumbuhan yang tinggi. Namun dalam hal ini pemerintah diharapkan
memperhatikan masalah yang akan timbul dalam pengembangan sektor
kontruksi baik dari segi pembangunan hingga maintenance setiap tahunya.
2. Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam
melakukan pengembangan penelitian yang berkaitan dengan sektor ekonomi
potensial di Kabupaten Bogor. Untuk itu diharapkan bagi peneliti selanjutnya
untuk memperkuat hasil penelitian menggunakan data yang rill dan
menggambarkan kondisi yang sebenarnya di Kabupaten Bogor.
88
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, R. “Pengembangan Wilayah :Konsep dan Teori”, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2008
Aditya Nugraha. “Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta”, Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
Arsyad, L. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.
BPFE,Yogyakarta,1999
Bappeda Kabupaten Bogor. “Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2015-2019”. 2015
Bappeda Kabupaten Bogor. “Rencana Program Investasi Jangka Menengah
Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2015-2019”. 2015
Bendavid-Val, Avrom. “Regional and Local Economic Analysis for
Practioners”. Four edition. Praeger Publisher. New York, 1991.
Benny Oksatriandhi dan Eko Budi. “Identifikasi Komoditas Unggulan di
Kawasan Agropolitan Kabupaten Pasaman”, Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota, Fakultas Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, 2014.
Bhinadi, Ardito. Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Jawa Dengan Luar Jawa.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol.8 No 1, 30-48. 2003
BPS. “Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2015-2019”, BPS Kabupaten
Bogor, 2019.
BPS. “Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2020”, BPS Kabupaten Bogor,
2020.
BPS. “Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Jawa Barat
Menurut Lapangan Usaha 2015 – 2019”, BPS Provinsi Jawa Barat,
2019.
89
BPS. “Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kota Bogor
Menurut Lapangan Usaha 2015 – 2019”, BPS Kabupaten Bogor, 2019.
BPS. “Produk Domestik Regional Bruto Jawa Barat Menurut Lapangan
Usaha 2015 – 2019”, BPS Provinsi Jawa Barat, 2019
BPS. “Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor Menurut Lapangan
Usaha 2015 – 2019”, BPS Kabupaten Bogor, 2019.
Emilia dan Imelia. “Modul Ekonomi Regional” Jurusan Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi Universitas Jambi. 2006
Glasson, John. “Pengantar Perencanaan Regional”. Terjemahan oleh Paul
Sitohang, LPFEUI, Jakarta, 1990.
Kuncoro, M. “Otonomi dan Pembangunan Daerah”. Erlangga, 2004.
Kuncoro, M. “Perencanaan Daerah : bagaimana membangun ekonomi
lokal,kota dan kawasan”. Salemba Empat, 2012.
Muhammad Averos. “Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi
Lampung Periode 2004-2009”, Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Sabana, Choliq. “Analisis Pengembangan Kota Pekalongan sebagai Salah
Satu Kawasan Andalan di Jawa Timur” Tesis S-2 Jurusan Magister Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro Semarang. 2007.
Sadono,Sukirno. Pengantar Ekonomi Makro. PT. Raja Grasindo Perseda.
Jakarta.1994
Sambodo, M.T. “Analisis Sektor Unggulan Propinsi Kalimantan Barat”.
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. X(2). Pusat Penelitian Ekonomi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 2002.
90
Sirojuzilam. “Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional,Ketimpangan
Ekonomi Wilayah Barat dan Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara”,
Pustaka Bangsa Press, 2008.
Sjafrijal. “Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi”, Praninta Offset,
Padang,2008.
Sugiyono. “Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods)”. Bandung:
Alfabeta, 2017
Suparmoko,M.“Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah”,
edisi I, Yogyakarta: Andi Yogyakarta,2002.
Suyana Utama, I Made. “Buku Ajar Ekonomi Regional”. Denpasar ,2010
Suyatno, Teori Basis Ekonomi, BPFE, Yogyakarta,2000
Tarigan, Robinson. “Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi”, edisi revisi
cetakan pertama, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2005.
Todaro, Michael P. Pembangunan Ekonomi (edisi kesembilan, jilid 1).
Erlangga,Jakarta,2006
Warpani, Suwardjoko. 2001. Analisis Kota dan Daerah., Penerbit ITB,
Bandung
91
Lampiran I
PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2015-2019 (juta rupiah)
Lapangan Usaha 2015 2016 2017 2018 2019
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6.396.019,10 6.682.547,10 6.871.112,30 7.031.218,60
7.169.948,4
Pertambangan dan Penggalian 3.576.366,10 3.476.358,40 3.455.649,50 3.544.118,30 3.499.075,50
Industri Pengolahan 68.263.029,20 72.308.796,10 76.161.876 80.870.971,30 85.430.232,70
Pengadaan Listrik dan Gas 220.986 235.306,70 239.512,70 241.878 248.466,40
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 140.322,30 150.304,80 161.904,10 171.051,70 182.405,20
Konstruksi 11.174.993,70 11.838.084,40 13.104.723,50 14.487.248,90 15.605.651,10
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 15.880.416 16.582.678,50 17.332.719,90 18.022.213,50 19.253.967,40
Transportasi dan Pergudangan 3.808.474,70 4.140.802,80 4.457.494,10 4.818.894,70 5.215.802,40
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 3.040.655,80 3.305.911,30 3.586.564,30 3.839.850,90 4.035.979,20
Informasi dan Komunikasi 2.804.160,10 3.203.436 3.582.162,90 3.907.670,90 4.267.773
Jasa Keuangan dan Asuransi 634.240,40 705.290,10 739.620,80 791.542,60 846.853,90
Real Estate 1.040.219,50 1.104.473,60 1.207.411,70 1.323.707 1.448.109,60
Jasa Perusahaan 248.647,70 268.786,20 292.339,20 311.436,60 339.540
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2.050.710,70 2.113.304,40 2.211.110 2.245.690,30 2.283.877,90
Jasa Pendidikan 2.366.984,80 2.543.885,50 2.763.581,90 2.923.511,20 3.086.897,80
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 654.698,50 720.816,70 786.292,20 846.994 902.558,70
Jasa lainnya 2.186.052,70 2.379.584,60 2.607.378,70 2.825.355,60 3.052.565
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor
92
Lampiran II
PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2015-2019 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 2015 2016 2017 2018 2019
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 92.802.798,97 98.096.580,31 99.669.370,03 101.777.202,76 104.656.781,50
Pertambangan dan Penggalian 27.403.820,15 27.138.684,60 26.589.926,88 25.496.225,87 24.791.421,10
Industri Pengolahan 524.466.677,04 549.471.383,78 578.858.482,37 616.441.684,99 641.352.048,20
Pengadaan Listrik dan Gas 5.939.653,36 6.139.545,25 5.438.106,38 5.438.947,93 5.373.577
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 948.977,84 1.009.018,45 1.080.964,63 1.134.533,19 1.168.926,20
Konstruksi 98.555.254,72 103.507.069,45 111.001.029,17 119.305.155,02 126.631.198,70
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 190.440.113,16 198.865.387,31 207.909.713,33 216.613.826,81 232.876.124,20
Transportasi dan Pergudangan 56.320.031,81 61.297.384,59 64.258.641,57 67.701.976,39 71.064.359,90
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 29.776.546,22 32.559.353,38 35.285.421,71 38.160.143,18 40.928.315,70
Informasi dan Komunikasi 41.878.751,58 47.856.799,53 53.527.156,09 58.420.751,33 63.861.229,70
Jasa Keuangan dan Asuransi 29.521.633,81 33.030.521,52 34.179.944,74 35.727.388,51 36.520.827
Real Estate 13.837.689,48 14.738.072,12 16.109.923,50 17.663.387,11 19.348.731,90
Jasa Perusahaan 4.932.613,38 5.334.980,44 5.784.330,04 6.284.130,74 6.861.262,40
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 24.987.382,17 25.739.066,98 26.933.346,19 27.360.564,73 28.754.684,20
Jasa Pendidikan 32.418.865,50 34.885.810,90 37.909.721,09 40.075.480,26 42.156.299,60
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.880.758,33 9.723.042,98 10.537.792,90 11.369.959,23 12.448.015,10
Jasa lainnya 24.120.774,04 26.226.539,58 28.790.561,55 30.717.757,85 32.912.005,20
PDRB 1.207.232.341 1.275.619.241 1.343.864.432 1.419.689.115 1.491.705.807
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat
93
Lampiran III
Perhitungan Analisis Location Quotient (LQ) Kabupaten Bogor
Tahun 2015
PDRB 17 Sektor
Kab. Bogor
Total PDRB
Kab. Bogor
PDRB 17
Sektor Jawa
Barat
Total PDRB
Jawa Barat
LQ
6.396.019,10 124.486.977,40 92.802.798,97 1.207.232.341,56 0,7
3.576.366,10 124.486.977,40 27.403.820,15 1.207.232.341,56 1,3
68.263.029,20 124.486.977,40 524.466.677,04 1.207.232.341,56 1,3
220.986 124.486.977,40 5.939.653,36 1.207.232.341,56 0,4
140.322,30 124.486.977,40 948.977,84 1.207.232.341,56 1,4
11.174.993,70 124.486.977,40 98.555.254,72 1.207.232.341,56 1,1
15.880.416 124.486.977,40 190.440.113,16 1.207.232.341,56 0,8
3.808.474,70 124.486.977,40 56.320.031,81 1.207.232.341,56 0,7
3.040.655,80 124.486.977,40 29.776.546,22 1.207.232.341,56 1,0
2.804.160,10 124.486.977,40 41.878.751,58 1.207.232.341,56 0,6
634.240,40 124.486.977,40 29.521.633,81 1.207.232.341,56 0,2
1.040.219,50 124.486.977,40 13.837.689,48 1.207.232.341,56 0,7
248.647,70 124.486.977,40 4.932.613,38 1.207.232.341,56 0,5
2.050.710,70 124.486.977,40 24.987.382,17 1.207.232.341,56 0,8
2.366.984,80 124.486.977,40 32.418.865,50 1.207.232.341,56 0,7
654.698,50 124.486.977,40 8.880.758,33 1.207.232.341,56 0,7
2.186.052,70 124.486.977,40 24.120.774,04 1.207.232.341,56 0,9
94
Perhitungan Analisis Location Quotient (LQ) Kabupaten Bogor
Tahun 2016
PDRB 17 Sektor
Kab. Bogor
Total PDRB
Kab. Bogor
PDRB 17
Sektor Jawa
Barat
Total PDRB
Jawa Barat
LQ
6.682.547,10 131.760.367,20 98.096.580,31 1.275.619.241,16 0,7
3.476.358,40 131.760.367,20 27.138.684,60 1.275.619.241,16 1,2
72.308.796,10 131.760.367,20 549.471.383,78 1.275.619.241,16 1,3
235.306,70 131.760.367,20 6.139.545,25 1.275.619.241,16 0,4
150.304,80 131.760.367,20 1.009.018,45 1.275.619.241,16 1,4
11.838.084,40 131.760.367,20 103.507.069,45 1.275.619.241,16 1,1
16.582.678,50 131.760.367,20 198.865.387,31 1.275.619.241,16 0,8
4.140.802,80 131.760.367,20 61.297.384,59 1.275.619.241,16 0,7
3.305.911,30 131.760.367,20 32.559.353,38 1.275.619.241,16 1,0
3.203.436 131.760.367,20 47.856.799,53 1.275.619.241,16 0,6
705.290,10 131.760.367,20 33.030.521,52 1.275.619.241,16 0,2
1.104.473,60 131.760.367,20 14.738.072,12 1.275.619.241,16 0,7
268.786,20 131.760.367,20 5.334.980,44 1.275.619.241,16 0,5
2.113.304,40 131.760.367,20 25.739.066,98 1.275.619.241,16 0,8
2.543.885,50 131.760.367,20 34.885.810,90 1.275.619.241,16 0,7
720.816,70 131.760.367,20 9.723.042,98 1.275.619.241,16 0,7
2.379.584,60 131.760.367,20 26.226.539,58 1.275.619.241,16 0,9
95
Perhitungan Analisis Location Quotient (LQ) Kabupaten Bogor
Tahun 2017
PDRB 17 Sektor
Kab. Bogor
Total PDRB
Kab. Bogor
PDRB 17
Sektor Jawa
Barat
Total PDRB
Jawa Barat
LQ
6.871.112,30 139.561.453,80 99.669.370,03 1.343.864.432,16 0,7
3.455.649,50 139.561.453,80 26.589.926,88 1.343.864.432,16 1,3
76.161.876 139.561.453,80 578.858.482,37 1.343.864.432,16 1,3
239.512,70 139.561.453,80 5.438.106,38 1.343.864.432,16 0,4
161.904,10 139.561.453,80 1.080.964,63 1.343.864.432,16 1,4
13.104.723,50 139.561.453,80 111.001.029,17 1.343.864.432,16 1,1
17.332.719,90 139.561.453,80 207.909.713,33 1.343.864.432,16 0,8
4.457.494,10 139.561.453,80 64.258.641,57 1.343.864.432,16 0,7
3.586.564,30 139.561.453,80 35.285.421,71 1.343.864.432,16 1,0
3.582.162,90 139.561.453,80 53.527.156,09 1.343.864.432,16 0,6
739.620,80 139.561.453,80 34.179.944,74 1.343.864.432,16 0,2
1.207.411,70 139.561.453,80 16.109.923,50 1.343.864.432,16 0,7
292.339,20 139.561.453,80 5.784.330,04 1.343.864.432,16 0,5
2.211.110 139.561.453,80 26.933.346,19 1.343.864.432,16 0,8
2.763.581,90 139.561.453,80 37.909.721,09 1.343.864.432,16 0,7
786.292,20 139.561.453,80 10.537.792,90 1.343.864.432,16 0,7
2.607.378,70 139.561.453,80 28.790.561,55 1.343.864.432,16 0,9
96
Perhitungan Analisis Location Quotient (LQ) Kabupaten Bogor
Tahun 2018
PDRB 17 Sektor
Kab. Bogor
Total PDRB
Kab. Bogor
PDRB 17
Sektor Jawa
Barat
Total PDRB
Jawa Barat
LQ
7.031.218,60 148.203.354,20 101.777.202,76 1.419.689.115,90 0,7
3.544.118,30 148.203.354,20 25.496.225,87 1.419.689.115,90 1,3
80.870.971,30 148.203.354,20 616.441.684,99 1.419.689.115,90 1,3
241.878 148.203.354,20 5.438.947,93 1.419.689.115,90 0,4
171.051,70 148.203.354,20 1.134.533,19 1.419.689.115,90 1,4
14.487.248,90 148.203.354,20 119.305.155,02 1.419.689.115,90 1,2
18.022.213,50 148.203.354,20 216.613.826,81 1.419.689.115,90 0,8
4.818.894,70 148.203.354,20 67.701.976,39 1.419.689.115,90 0,7
3.839.850,90 148.203.354,20 38.160.143,18 1.419.689.115,90 1,0
3.907.670,90 148.203.354,20 58.420.751,33 1.419.689.115,90 0,6
791.542,60 148.203.354,20 35.727.388,51 1.419.689.115,90 0,2
1.323.707 148.203.354,20 17.663.387,11 1.419.689.115,90 0,7
311.436,60 148.203.354,20 6.284.130,74 1.419.689.115,90 0,5
2.245.690,30 148.203.354,20 27.360.564,73 1.419.689.115,90 0,8
2.923.511,20 148.203.354,20 40.075.480,26 1.419.689.115,90 0,7
846.994 148.203.354,20 11.369.959,23 1.419.689.115,90 0,7
2.825.355,60 148.203.354,20 30.717.757,85 1.419.689.115,90 0,9
97
Perhitungan Analisis Location Quotient (LQ) Kabupaten Bogor
Tahun 2019
PDRB 17 Sektor
Kab. Bogor
Total PDRB
Kab. Bogor
PDRB 17
Sektor Jawa
Barat
Total PDRB
Jawa Barat
LQ
7.169.948,4 156.869.704,10 104.656.781,50 1.491.705.807,50 0,7
3.499.075,50 156.869.704,10 24.791.421,10 1.491.705.807,50 1,3
85.430.232,70 156.869.704,10 641.352.048,20 1.491.705.807,50 1,3
248.466,40 156.869.704,10 5.373.577 1.491.705.807,50 0,4
182.405,20 156.869.704,10 1.168.926,20 1.491.705.807,50 1,5
15.605.651,10 156.869.704,10 126.631.198,70 1.491.705.807,50 1,2
19.253.967,40 156.869.704,10 232.876.124,20 1.491.705.807,50 0,8
5.215.802,40 156.869.704,10 71.064.359,90 1.491.705.807,50 0,7
4.035.979,20 156.869.704,10 40.928.315,70 1.491.705.807,50 0,9
4.267.773 156.869.704,10 63.861.229,70 1.491.705.807,50 0,6
846.853,90 156.869.704,10 36.520.827 1.491.705.807,50 0,2
1.448.109,60 156.869.704,10 19.348.731,90 1.491.705.807,50 0,7
339.540 156.869.704,10 6.861.262,40 1.491.705.807,50 0,5
2.283.877,90 156.869.704,10 28.754.684,20 1.491.705.807,50 0,8
3.086.897,80 156.869.704,10 42.156.299,60 1.491.705.807,50 0,7
902.558,70 156.869.704,10 12.448.015,10 1.491.705.807,50 0,7
3.052.565 156.869.704,10 32.912.005,20 1.491.705.807,50 0,9
98
Rata- Rata Location Quotient Kabupaten Bogor
Lapangan Usaha 2015 2016 2017 2018 2019 LQ
RATA"
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,70
Pertambangan dan Penggalian 1,3 1,2 1,3 1,3 1,3 1,28
Industri Pengolahan 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,30
Pengadaan Listrik dan Gas 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,40
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 1,4 1,4 1,4 1,4 1,5
1,42
Konstruksi 1,1 1,1 1,1 1,2 1,2 1,14
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
0,80
Transportasi dan Pergudangan 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,70
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 1 1 1 1 0,9
0,98
Informasi dan Komunikasi 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,60
Jasa Keuangan dan Asuransi 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,20
Real Estate 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,70
Jasa Perusahaan 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,50
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
0,80
Jasa Pendidikan 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,70
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,70
Jasa lainnya 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,90
99
Lampiran IV
Hasil Perhitungan Dinamis Location Quotient (DLQ) Kabupaten Bogor
Tahun 2015-2019
Lapangan Usaha RATA-RATA LAJU PERTUMBUHAN
TAHUN (1+vi)/(1+vt) (1+Vi)/(1+Vt) DLQ Kabupaten Bogor Jawa Barat
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan 3,12 2,48
5 0,59 0,55 1,4
Pertambangan dan
Penggalian -0,57 -1,89
5 0,06 -0,14 0,0
Industri Pengolahan 5,69 5,01 5 0,96 0,95 1,1
Pengadaan Listrik dan Gas 2,37 -3,21 5 0,48 -0,35 -5,1
Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
7,4 5,46
5 1,20 1,02 2,3
Konstruksi 8,84 6,46 5 1,41 1,17 2,5
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
4,93 4,88
5 0,85 0,93 0,7
Transportasi dan
Pergudangan 8,51 6,58
5 1,36 1,19 1,9
Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum 7,52 8,24
5 1,22 1,46 0,4
Informasi dan Komunikasi 12,32 12,18 5 1,91 2,08 0,7
Jasa Keuangan dan
Asuransi 7,54 5,89
5 1,22 1,09 1,8
Real Estate 8,2 8,09 5 1,32 1,43 0,7
Jasa Perusahaan 8,11 8,51 5 1,31 1,50 0,5
AdministrasiPemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
3,48 3,97
5 0,64 0,78 0,4
Jasa Pendidikan 7,63 7,47 5 1,24 1,33 0,7
Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial 10,16 9,88
5 1,60 1,71 0,7
Jasa lainnya 8,88 8,26 5 1,42 1,46 0,9
Total PDRB 5,98 5,35
100
Lampiran V
Perhitungan Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) Kabupaten Bogor 2015-2019
Lapangan Usaha Eijt Eij ∆Eij ∆Eij/Eij Eint Ein ∆Ein ∆Ein/Ein RPs
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan 7.169.948,40 6.396.019,10
773.929,30 0,12 104.656.781,50 92.802.798,97 11.853.982,53 0,13
0,95
Pertambangan dan
Penggalian 3.499.075,50 3.576.366,10
(77.290,60)
(0,02) 24.791.421,10 27.403.820,15 -2.612.399,05 -0,10
0,23
Industri Pengolahan 85.430.232,70 68.263.029,20
17.167.203,50 0,25 641.352.048,20 524.466.677,04 116.885.371,16 0,22
1,13
Pengadaan Listrik dan Gas 248.466,40 220.986
27.480,40 0,12 5.373.577 5.939.653,36 -566.076,36 -0,10
(1,30)
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
182.405,20 140.322,30
42.082,90 0,30 1.168.926,20 948.977,84 219.948,36 0,23
1,29
Konstruksi 15.605.651,10 11.174.993,70
4.430.657,40 0,40 126.631.198,70 98.555.254,72 28.075.943,98 0,28
1,39
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
19.253.967,40 15.880.416
3.373.551,40 0,21 232.876.124,20 190.440.113,16 42.436.011,04 0,22
0,95
Transportasi dan
Pergudangan 5.215.802,40 3.808.474,70
1.407.327,70 0,37 71.064.359,90 56.320.031,81 14.744.328,09 0,26
1,41
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum 4.035.979,20 3.040.655,80
995.323,40 0,33 40.928.315,70 29.776.546,22 11.151.769,48 0,37
0,87
Informasi dan Komunikasi 4.267.773 2.804.160,10
1.463.612,90 0,52 63.861.229,70 41.878.751,58 21.982.478,12 0,52
0,99
101
Jasa Keuangan dan Asuransi 846.853,90 634.240,40
212.613,50 0,34 36.520.827 29.521.633,81 6.999.193,19 0,24
1,41
Real Estate 1.448.109,60 1.040.219,50
407.890,10 0,39 19.348.731,90 13.837.689,48 5.511.042,42 0,40
0,98
Jasa Perusahaan 339.540 248.647,70
90.892,30 0,37 6.861.262,40 4.932.613,38 1.928.649,02 0,39
0,93
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
2.283.877,90 2.050.710,70
233.167,20 0,11 28.754.684,20 24.987.382,17 3.767.302,03 0,15
0,75
Jasa Pendidikan 3.086.897,80 2.366.984,80
719.913,00 0,30 42.156.299,60 32.418.865,50 9.737.434,10 0,30
1,01
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial 902.558,70 654.698,50
247.860,20 0,38 12.448.015,10 8.880.758,33 3.567.256,77 0,40
0,94
Jasa lainnya 3.052.565 2.186.052,70
866.512,30 0,40 32.912.005,20 24.120.774,04 8.791.231,16 0,36
1,09
102
Lampiran VI
Perhitungan Rasio Pertumbuhan Referensi (RPr) Provinsi Jawa Barat 2015-2019
Lapangan Usaha Eint Ein ∆Ein ∆Ein/Ein Ent En ∆En ∆En/En RPr
Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan 104.656.781,50 92.802.798,97 11.853.982,53 0,13 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 0,54
Pertambangan dan
Penggalian 24.791.421,10 27.403.820,15 (2.612.399,05) (0,10) 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 (0,40)
Industri Pengolahan 641.352.048,20 524.466.677,04 116.885.371,16 0,22 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 0,95
Pengadaan Listrik dan
Gas 5.373.577 5.939.653,36 (566.076,36) (0,10) 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 (0,40)
Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur
Ulang
1.168.926,20 948.977,84 219.948,36 0,23 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 0,98
Konstruksi 126.631.198,70 98.555.254,72 28.075.943,98 0,28 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 1,21
Perdagangan Besar
dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda
Motor
232.876.124,20 190.440.113,16 42.436.011,04 0,22 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 0,95
Transportasi dan
Pergudangan 71.064.359,90 56.320.031,81 14.744.328,09 0,26 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 1,11
Penyediaan
Akomodasi dan
Makan Minum
40.928.315,70 29.776.546,22 11.151.769,48 0,37 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 1,59
103
Informasi dan
Komunikasi 63.861.229,70 41.878.751,58 21.982.478,12 0,52 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 2,23
Jasa Keuangan dan
Asuransi 36.520.827 29.521.633,81 6.999.193,19 0,24 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 1,01
Real Estate 19.348.731,90 13.837.689,48 5.511.042,42 0,40 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 1,69
Jasa Perusahaan 6.861.262,40 4.932.613,38 1.928.649,02 0,39 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 1,66
Administrasi
Pemerintahan,
Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib
28.754.684,20 24.987.382,17 3.767.302,03 0,15 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 0,64
Jasa Pendidikan 42.156.299,60 32.418.865,50 9.737.434,10 0,30 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 1,27
Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial 12.448.015,10 8.880.758,33 3.567.256,77 0,40 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 1,70
Jasa lainnya 32.912.005,20 24.120.774,04 8.791.231,16 0,36 1.491.705.807,50 1.207.232.341,56 284.473.465,94 0,24 1,55
104
Lampiran VII
Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Kabupaten Bogor Tahun 2015-2019
Lapangan Usaha MRP
RPs RPr
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,95 0,54
Pertambangan dan Penggalian 0,23 -0,4
Industri Pengolahan 1,13 0,95
Pengadaan Listrik dan Gas -1,3 -0,4
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang 1,29 0,98
Konstruksi 1,39 1,21
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor 0,95 0,95
Transportasi dan Pergudangan 1,41 1,11
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,87 1,59
Informasi dan Komunikasi 0,99 2,23
Jasa Keuangan dan Asuransi 1,41 1,01
Real Estate 0,98 1,69
Jasa Perusahaan 0,93 1,66
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 0,75 0,64
Jasa Pendidikan 1,01 1,27
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,94 1,7
Jasa lainnya 1,09 1,55
105
Lampiran VIII
Hasil Overlay Kabupaten Bogor 2015-2019
Lapangan Usaha LQ MRP
RPs RPr
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan - - -
Pertambangan dan Penggalian + - -
Industri Pengolahan + + -
Pengadaan Listrik dan Gas - - -
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang + + -
Konstruksi + + +
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor - - -
Transportasi dan Pergudangan - + +
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum - - +
Informasi dan Komunikasi - - +
Jasa Keuangan dan Asuransi - + +
Real Estate - - +
Jasa Perusahaan - - +
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
- - -
Jasa Pendidikan - + +
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial - - +
Jasa lainnya - + +
106
Lampiran IX
Penetapan Prioritas Pembangunan Kabupaten Bogor tahun 2015-2019
Lapangan Usaha LQ DLQ MRP Nilai Keterangan
RPs RPr
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan - + - -
1 Prioritas Pembangunan
Keempat
Pertambangan dan Penggalian + - - - 1 Prioritas Pembangunan
Keempat
Industri Pengolahan + + + - 3 Prioritas Pembangunan Kedua
Pengadaan Listrik dan Gas - - - - 0 Prioritas Pembangunan kelima
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang + + + -
3 Prioritas Pembangunan Kedua
Konstruksi + + + + 4 Prioritas Pembangunan Pertama
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor
- - - -
0 Prioritas Pembangunan Kelima
Transportasi dan Pergudangan - + + + 3 Prioritas Pembangunan Kedua
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum - - - +
1 Prioritas Pembangunan
keempat
Informasi dan Komunikasi - - - + 1 Prioritas Pembangunan
Keempat
Jasa Keuangan dan Asuransi - + + + 3 Prioritas Pembangunan Kedua
Real Estate - - - + 1 Prioritas Pembangunan
Keempat
Jasa Perusahaan - - - + 1 Prioritas Pembangunan
Keempat
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
- - - -
0 Prioritas Pembangunan Kelima
Jasa Pendidikan - - + + 2 Prioritas Pembangunan Ketiga
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial - - - +
1 Prioritas Pembangunan
Keempat
Jasa lainnya - - + + 2 Prioritas Pembangunan Ketiga