analisis proses pematangan komunitas politik …

19
ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK KEAMANAN ASEAN (APSC) TERHADAP DINAMIKA PERSENJATAAN ASIA TENGGARA PERIODE 2006 – 2012 ZEIN SEPTIAN HIDAYAT ANDI WIDJAJANTO PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK Abstrak Ide pembentukan Komunitas Politik Keamanan ASEAN (APSC) pada tahun 2015 merupakan perwujudan salah satu pilar dari Komunitas ASEAN (ASEAN Community). Pembentukan komunitas keamanan ini merupakan suatu fenomena yang menarik karena komunitas ini dibentuk dalam suatu kawasan regional yang terdiri dari negara-negara dengan kapabilitas militer yang cenderung serupa karena tidak terdapat hegemon regional di kawasan tersebut. Penelitian ini berfokus untuk menganalisis mengapa proses pematangan APSC diikuti oleh poliferasi senjata ofensif oleh negara-negara anggota ASEAN. Penelitian ini juga bertujuan untuk menunjukkan keterkaitan antara proses pematangan Komunitas Politik Keamanan ASEAN (APSC) dengan dinamika persenjataan di Asia Tenggara serta seberapa besar tingkat interaksi antara kedua variabel tersebut. Kata Kunci : APSC; Asia Tenggara; Dinamika Persenjataan; Komunitas Keamanan; Security Dilemma Abstract The idea of the establishment of ASEAN Political Security Community (APSC) in 2015 is a manifestation of security pillar, which is one of the pillars that support ASEAN Community. The establishment of this security community is an interesting phenomenon as it is created in a region that consists of states with similar military capabilities as the region does not possess regional hegemon. This research focuses on the question why the maturation of ASEAN Political Security Community (APSC) is followed by the arms proliferation of ASEAN member states. It also explains the linkage between the maturation of APSC and the arms dynamics in Southeast Asia as well as the level of interaction among the two variables. Key words: APSC; Arms Dynamic; Security Community; Security Dilemma; Southeast Asia PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu negara idealnya akan berusaha untuk menciptakan kestabilan keamanan nasionalnya dengan mengambil beberapa opsi atau tindakan yang berimbas pada tindakan preventif negara lain, secara konseptual gambaran umum ini merupakan pola security dilemma. Arms race adalah salah satu dampak dari security dilemma. Arms race menunjukkan dinamika dari teknologi militer yang bertanggung jawab pada permasalahan utama antara negara-negara dalam hubungan internasional. 1 Naval arms race antara negara-negara Eropa pada Perang Dunia I dan perlombaan nuklir pada Perang Dingin adalah contoh arms race yang terjadi yang berpotensi pada perang. Untuk menghadapi arms race yang beresiko 1 Barry Buzan, an Introduction to Strategic Studies, Military Technology and International Relations (London: Macmillan in association with the International Institute of Strategic Studies, 1987), hlm. 69 1 Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK KEAMANAN ASEAN (APSC) TERHADAP DINAMIKA PERSENJATAAN ASIA

TENGGARA PERIODE 2006 – 2012 ZEIN SEPTIAN HIDAYAT

ANDI WIDJAJANTO PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK Abstrak

Ide pembentukan Komunitas Politik Keamanan ASEAN (APSC) pada tahun 2015 merupakan perwujudan salah satu pilar dari Komunitas ASEAN (ASEAN Community). Pembentukan komunitas keamanan ini merupakan suatu fenomena yang menarik karena komunitas ini dibentuk dalam suatu kawasan regional yang terdiri dari negara-negara dengan kapabilitas militer yang cenderung serupa karena tidak terdapat hegemon regional di kawasan tersebut. Penelitian ini berfokus untuk menganalisis mengapa proses pematangan APSC diikuti oleh poliferasi senjata ofensif oleh negara-negara anggota ASEAN. Penelitian ini juga bertujuan untuk menunjukkan keterkaitan antara proses pematangan Komunitas Politik Keamanan ASEAN (APSC) dengan dinamika persenjataan di Asia Tenggara serta seberapa besar tingkat interaksi antara kedua variabel tersebut. Kata Kunci : APSC; Asia Tenggara; Dinamika Persenjataan; Komunitas Keamanan; Security Dilemma Abstract

The idea of the establishment of ASEAN Political Security Community (APSC) in 2015 is a manifestation of security pillar, which is one of the pillars that support ASEAN Community. The establishment of this security community is an interesting phenomenon as it is created in a region that consists of states with similar military capabilities as the region does not possess regional hegemon. This research focuses on the question why the maturation of ASEAN Political Security Community (APSC) is followed by the arms proliferation of ASEAN member states. It also explains the linkage between the maturation of APSC and the arms dynamics in Southeast Asia as well as the level of interaction among the two variables. Key words: APSC; Arms Dynamic; Security Community; Security Dilemma; Southeast Asia PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu negara idealnya akan berusaha untuk menciptakan kestabilan keamanan

nasionalnya dengan mengambil beberapa opsi atau tindakan yang berimbas pada tindakan

preventif negara lain, secara konseptual gambaran umum ini merupakan pola security

dilemma. Arms race adalah salah satu dampak dari security dilemma. Arms race menunjukkan

dinamika dari teknologi militer yang bertanggung jawab pada permasalahan utama antara

negara-negara dalam hubungan internasional.1 Naval arms race antara negara-negara Eropa

pada Perang Dunia I dan perlombaan nuklir pada Perang Dingin adalah contoh arms race

yang terjadi yang berpotensi pada perang. Untuk menghadapi arms race yang beresiko 1 Barry Buzan, an Introduction to Strategic Studies, Military Technology and International Relations (London: Macmillan in association with the International Institute of Strategic Studies, 1987), hlm. 69

1

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 2: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

perang, terutama untuk perlombaan nuklir yang berpotensi pada perang dengan daya hancur

massive. Harus ada suatu cara agar arms race bisa direduksi dan ditangani. Institusi kerjasama

dibidang keamanan adalah penyelesaian dari arms race adalah ide untuk mereduksi arms race

tersebut. Menurut Jervis institusi adalah defense terbaik yang merupakan offense yang baik

juga ketika dalam hubungan internasional.2 Kerjasama dibidang keamanan memberi wadah

dan mediasi untuk membicarakan masalah-masalah keamanan diantara negara sehingga

intensitas untuk saling menyerang diantara negara akan berkurang.

Komunitas Politik Keamanan ASEAN (e.g.: APSC) yang akan direalisasikan pada

tahun 2015 adalah kerjasama keamanan antara negara ASEAN yang diharapkan bisa

menurunkan intensitas perang antara negara-negara ASEAN. APSC dibentuk untuk

memberikan kerangka regional bagi anggotanya untuk menyelesaikan masalah-masalah

keamanan dan perselisihan di dalamnya serta meningkatkan dan mempercepat kerjasama ke

tingkat yang lebih tinggi. Selain itu, negara-negara anggota menyadari bagaimana semakin

berkembangnya ancaman keamanan transnasional yang tidak dapat diselesaikan secara

unilateral.3 APSC bertujuan untuk mempercepat kerjasama politik keamanan di ASEAN

untuk mewujudkan perdamaian di kawasan, termasuk dengan masyarakat internasional.

Komunitas politik keamanan ASEAN bersifat terbuka, berdasarkan pendekatan keamanan

komprehensif dan tidak ditunjukan untuk membentuk suatu pakta pertahanan/aliansi militer

maupun kebijakan luar negeri bersama (common foreign policy). Komunitas politik keamanan

ASEAN juga mengacu kepada berbagai instrumen politik ASEAN yang telah ada seperti

ASEAN Regional Forum (ARF) dengan tiga pilarnya : membangun rasa saling percaya

(confident building measure/CBM), diplomasi preventif (Preventive Diplomacy), dan

penyelesaian konflik (conflict resolution), Zone of Peace, Freedom and Neutrality

(ZOPFAN), Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC), dan Treaty on

Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone (SEANWFZ), serta menaati Piagam PBB dan

prinsip-prinsip hukum internasional terkait lainnya. Sebagai salah satu upaya untuk

mewujudkan ASEAN Political Security Community (APSC), ASEAN telah menyusun

rancangan ASEAN Political Security Community Blueprint.

Dalam laporan SIPRI yang dikeluarkan pada Maret 2012, disebutkan bahwa total

transfer senjata ke negara-negara di Asia Tenggara meningkat sebesar 185 persen antara

2002-2006 dan 2007-2011. Hal ini merupakan tingkat tertinggi sejak Perang Vietnam 2 Rober T. Jervis, “Cooperatio….” Op. Cit., hlm.92 3 Mely Caballero-Anthony, “Non-Traditional Security Challenges, Regional Governance, and The ASEAN Political-Security Community (APSC)” dalam Asia Security Initiative Policy Series, Working paper No.17 (Singapore, 2010), hlm. 6

2

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 3: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

berakhir tahun 1975. Pengiriman ke Malaysia dan Singapura meningkat hampir 300 persen,

sedangkan pengiriman ke Indonesia meningkat sebesar 144 persen dan pengiriman ke

Vietnam sebesar 80 persen.4 Angka-angka dalam kasus Vietnam bahkan bisa lebih tinggi.

Vietnam adalah penerima terbesar kelima dari ekspor Rusia selama periode 2007-2011,

terhitung 4 persen dari total volume penjualan Rusia di Asia dan Oseania. Pengiriman Rusia

ke Vietnam selama 2011 termasuk dua frigat kelas Gepard, rudal anti kapal dan delapan

pesawat tempur Su 30MK2. Dalam beberapa tahun mendatang, Rusia akan memberikan lebih

banyak frigat Gepard, rudal anti kapal dan pesawat tempur Su-30MK2, serta enam kapal

selam Proyek-636 ke Vietnam.5

Dari data-data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa di Asia Tenggara poliferasi

senjata semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan ASEAN dianggap gagal menerapkan non

poliferasi diantara anggotanya, hal ini tentu saja bertolak belakang dengan tujuan dibentuknya

ASEAN. Di satu sisi ASEAN dalam tahap pembentukan Komunitas ASEAN 2015 yang

bertujuan meningkatkan kerjasama di antara anggotanya ke tahap komunitas yang lebih

kolektif, salah satunya Komunitas Politik Keamanan ASEAN. Melihat hal tersebut penulis

tertarik menganalisis mengapa perjalanan pembentukan APSC disertai dengan poliferasi

senjata ofensif di Asia Tenggara.

1.2 Permasalahan

Penelitian ini menggunakan rumusan permasalahan Bagaimana Proses Pematangan

(Maturity) Komunitas Politik Keamanan ASEAN Berpengaruh pada Dinamika

Persenjataan Asia Tenggara? Rentang waktu yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah tahun 2006 hingga tahun 2012, dimana tahun 2006 merupakan tahun diinisiasikannya

Komunitas Politik Keamanan ASEAN, yang selanjutnya akan disebut APSC secara resmi.

Dalam pembentukan Komunitas Politik Keamanan ASEAN pada tahun 2015 masih banyak

permasalahan yang perlu diperhatikan ASEAN sebelum komunitas ini dibentuk. Salah

satunya adalah non poliferasi yang masih belum bisa diterapkan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk melihat kematangan komunitas politik

keamanan ASEAN (APSC) terhadap dinamika persenjataan Asia Tenggara periode 2006-

2012 dengan menganalisis dinamika persenjataan yang terjadi di periode 2006 – 2012

4 Paul Holtom, et.all., “Trends in International Arms Transfers, 2011”, hlm.7 5 Ibid., hlm.2-3

3

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 4: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

dikaitakan dengan kematangan APSC . Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk melihat

bagaimana kematangan APSC dapat mempengaruhi dinamika persenjataan di kawasan Asia

Tenggara. Dengan begitu, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi spesifik

bagi perkembangan ilmu hubungan internasional terutama dalam kajian Komunitas Politik

Keamanan ASEAN. Signifikansi dari penelitian ini dalam konteks Ilmu Hubungan

Internasional ialah untuk memberikan pemahaman spesifik terhadap pematangan Komunitas

Keamanan ASEAN memiliki pengaruh terhadap dinamika persenjataan Asia Tenggara.

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Security Dilemma

Negara yang merasa terancam pada dasarnya dapat mengambil tindakan defensif atau

melakukan kerjasama dengan negara lain untuk meredam konflik atau bahkan peperangan

yang merupakan sifat alami sistem internasional yang anarkis. Hubungan konfliktual terjadi

karena eksistensi sebuah negara merupakan ancaman bagi negara lainnya, untuk itu sebuah

negara dapat melakukan beberapa cara untuk mencapai keamanan baik dengan upaya internal

atau eksternal. Dalam upaya internal negara dapat meningkatkan kapabilitas ekonomi dan

militer, dan mengembangkan strategi, sedangkan untuk tindakan eksternal, negara dapat

melakukan aliansi dengan negara lain untuk meminimalisir ancaman.6

Jervis berpendapat bahwa ketika aspek defensif dari negara memiliki keuntungan,

maka security dilemma berkurang. Ini dikarenakan dua alasan: (a) Karena negara yang

defensif hanya menyiapkan diri dari serangan dan (b) adanya opsi-opsi strategi dasar yang

dapat diambil negara untuk meredam efek security dilemma,7 yang mana opsi-opsi interaksi

dalam lingkup security dilemma tersebut dijelaskan oleh Robert Jervis sebagai berikut:

pertama, munculnya pola aksi reaksi terhadap kondisi security dilemma yang akan

menyebabkan perpecahan dalam kerjasama - skema ini terkait dengan national interest yang

di akomodasi oleh kepentingan bersama (contohnya aliansi), kedua, negara akan berusaha

memaksimalkan kekuatan nasionalnya lewat beberapa tindakan seperti ploliferasi ideologi,

dan intervensi terhadap negara lain. ketiga, negara dengan kapabilitas yang kuat akan

melakukan infiltrasi dan intervensi terhadap negara-negara lemah, utamanya dalam

mendapatkan dukungan dan menjadi daerah penyangga demi menjaga kepentingan

geostrategic dan geopolitics. Jervis juga mengatakan bahwa negara dapat menerapkan pola 6 Charles L. Glaser, The Security Dilemma Revisited, diakses dari http://harrisschool.uchicago.edu/faculty/articles/glaser-security_dilemma.pdf pada 16 November 2011, pada tanggal 28 November 2012, pada pukul 13:23 WIB, hlm. 175 7 Ibid., hlm. 167.

4

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 5: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

ofensif atau defensif,8 Perimbangan ofensif-defensif ditentukan oleh kemampuan suatu negara

dalam melakukan strategi kekuatan postur militer dan penempatan kekuatan militer.

Kemampuan ofensif memberikan keuntungan, dengan menyederhanakan bahwa lebih mudah

menghancurkan pasukan negara lain dan mengambil wilayahnya daripada bersikap defensif.

Namun, ketika defensif memberikan keuntungan, lebih mudah untuk melindungi dan

bertahan, daripada melakukan penyerangan, menghancurkan, dan ekspansi.

Robert Jervis juga menjelaskan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi apakah

sifat ofensif atau defensif yang memberikan keuntungan terhadap strategi militer suatu

negara, yaitu faktor teknologi dan geografi. Faktor teknologi, perkembangan teknologi

persenjataan baik dalam kekuatan ofensif dan defensif merupakan sistem utama yang dapat

memproteksi dan memaksimalkan kepentingan dan keamanan domestik, faktor geografis,

faktor ini sangat mempengaruhi efektifitas militer terutama karena bentuk wilayah yang

heterogen, seperti laut, daratan, dan pegunungan yang sangat berpengaruh untuk menentukan

strategi penyerangan.9 Jervis juga memberikan model “matriks 4 dunia” sebagai solusi untuk

menentukan pilihan negara baik dalam strategi ofensif maupun defensive untuk meredam

ancaman eksternal

2.2 Dinamika Persenjataan

Dalam the Arms Dynamic in World Politics, Buzan dan Herring menjelaskan tentang

dinamika persenjataan, yang mengakibatkan ‘perlombaan persenjataan’. Perlombaan

persenjataan ini, menuai banyak kontroversi dalam dunia internasional. Ada yang berpendapat

bahwa perlombaan persenjataan dapat menciptakan perdamaian dan stabilitas, adapula yang

mengangap konsep perlombaan senjata berhubungan dengan banyak hal, mulai dari perang,

deterrence/‘penangkalan’, perlucutan senjata, bahkan hal-hal lain seperti pembangunan

ekonomi.

Istilah dinamika persenjataan digunakan untuk menjelaskan seluruh tekanan yang

membuat aktor-aktor (terutama negara) mendapatkan kekuatan persenjataan dan mengubah

kuantitas dan kualitas yang telah mereka miliki. Konsep dinamika persenjataan dipengaruhi

oleh konsep balance of power, security dilemma, dan juga strategic rivalries.

Untuk menjelaskan dinamika persenjataan ini, Buzan dan Herring mengunakan tiga

model pendekatan, yaitu: model aksi-reaksi, model struktur domestik dan model imperatif.

8 Robert Jervis, “Cooperation under the Security Dilemma” , dalam World Politics, Vol. 30, No. 2 (London: Cambridge University Press January 1978),hlm 153 9 Ibid.,hlm. 167.

5

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 6: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

Model pendekatan model struktur domestik dan imperatif tidak dijelaskan dalam tulisan ini.

Model pendekatan pertama yaitu model aksi-reaksi yang akan digunakan dalam tulisan ini,

karena tulisan ini berfokus kepada hubungan antara negara – negara. Model ini sangat

dipengaruhi oleh faktor eksternal negara, hal yang paling menggambarkan hal tersebut adalah

‘balance of power’ dan berkaitan erat dengan ‘Security Dilemma’.

Adapun tingkatan dalam dinamika persenjataan, yaitu arms race yang merupakan titik

ekstrim dari dinamika persenjataan, maintenance yaitu kondisi dimana negara-negara

menerapkan proses normal dari dinamika persenjataan, buildup atau kompetisi adalah daerah

abu-abu antara perlombaan senjata dan maintenance, dan juga build-down/arms reduction

level kondisi yang lebih rendah dari maintenance.

Dinamika persenjataan akan cenderung ke arms race apabila telah melewati build up

level. Tetapi untuk mengetahui apakah telah terjadi Arms Race atau masih Build Up terkadang

sulit untuk dibedakan. Cara membedakan Arms Race dan Build Up dijelaskan berikut. Arms

Build Up hanya merujuk pada grafik spiral ke atas pada indikator-indikator utama militer

seperti pengeluaran pertahanan dan pemilikan persenjataan. Meningkatnya anggaran belanja

pertahanan, angkatan bersenjata yang lebih modern, akuisisi senjata yang lebih meningkat dan

produksi persenjataan di suatu kawasan tidak harus mengindentifikasikan adanya perlombaan

senjata apabila tidak didorong oleh interaksi atau dinamika kompetisi di antara mereka yang

terlibat. Dengan kata lain, Arms Build Up bisa disebabkan oleh faktor-faktor di luar antar-

negara, seperti faktor domestik dan sebagainya.

Arms build up juga merupakan salah satu bagian dari arms race.10 Sedangkan indikasi

telah terjadi arms race dengan karakteristik umum arms race adalah derajat yang sangat

cepat dari akuisisi senjata, akan tetapi kemungkinan juga terjadi arms race dengan gerak yang

“sangat lamban” (slow motion).11 Ketika hal tersebut terjadi maka yang terjadi hanya arms

build up. Menurut Steiner perlombaan senjata didefinisikan sebagai “penyesuaian

kemampuan mesin perang secara berulang, kompetitif dan timbal balik (reciprocal) antara

dua negara atau dua kelompok negara.12 Sementara Huntington lebih melihat dari segi kapan

peristiwa dinamika itu terjadi, dia mendefinisikan arms race sebagai peningkatan

kemampuan persenjataan suatu negara atau kelompok negara secara progresif yang terjadi

pada masa damai yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan dan merasa terancam satu

10 Amitav Acharya, “An Arms Race in Post-Cold War Southeast Asia? Prospects for Control”, Dalam Pacific Strategic Papers (Singapore: ISEAS, 1994),hlm.3 11 Ikrar Nusa Bhakti, “Forum Regional ASEAN dan Pengaturan Keamanan Regional di Asia Pasifik” dalam Jurnal Ilmu Politik No. 16 (Tahun 1996), hlm. 59 12 Ibid.,

6

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 7: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

sama lain. Sedangkan Hedley Bull mendefinisikan perlombaan senjata sebagai kompetisi yang

intens antara negara atau kelompok negara yang saling bertentangan di mana masing-masing

pihak berusaha untuk mencapai keunggulan kekuatan militernya dengan cara meningkatkan

kuantitas atau memperbaiki kualitas sistem persenjataannya.13

Colin Gray secara khusus memberikan empat kondisi dasar untuk menunjukkan

adanya perlombaan senjata: (1) Harus ada dua atau lebih negara yang bertikai; (2) Negara

yang terlibat perlombaan senjata harus menyusun kekuatan bersenjata dengan perhatian

terhadap efektifitas angkatan bersenjata dalam menghadapi, bertempur atau sebagai

penangkal terhadap peserta lomba senjata; (3) Mereka harus berkompetisi dalam kuantitas

(SDM, senjata) dan/atau kualitas (SDM, senjata, organisasi, doktrin, penggelaran); dan (4)

Harus ada peningkatan cepat dalam kuantitas dan/atau peningkatan dalam kualitas.14

2.3 Komunitas Keamanan

Konsep komunitas keamanan awalnya digagas oleh Karl W. Deutsch, yang kemudian

dikembangkan secara spesifik oleh Amitav Acharya dalam meneliti fenomena kemunculan

rezim atau institusi keamanan di tingkat kawasan. Menurutnya, komunitas keamanan adalah

suatu kelompok yang telah ‘terintegrasi’, dalam artian telah mencapai suatu sense of

community, yang didukung dengan institusi atau tindakan formal atau informal, sedemikian

kuatnya hingga menjamin perubahan secara damai antara anggota-anggotanya dengan

‘kepastian yang beralasan’ dalam periode/waktu yang lama.15 Menurut Acharya, komunitas

keamanan ditandai dengan ketiadaannya persaingan kekuatan militer atau perlombaan senjata

antara anggotanya, menghindari timbulnya perang dan tidak melegitimasi penggunaan

kekerasan, serta adanya “we feeling” sehingga komunitas dibentuk berdasarkan shared

interest and identities.16 Demikian diketahui bahwa elemen-elemen penting dalam

pembentukan suatu komunitas keamanan adalah interaksi antar aktor dalam komunitas yang

membangun kesamaan identitas dan kepentingan melalui nilai dan norma bersama dalam

komunitas; dengan demikian tercipta suatu komunitas yang tidak saling bersaing maupun

menggunakan kekerasan (dalam artian kekuatan militer) satu sama lain.

13 Ibid., 14 Colin S. Gray, “The Arms Race Phenomenon”, World Politics, Vol. 24, (1972), hal. 41, dalam Michael Sheehan, The Arms Race (Oxford: Martin Robertson, 1983), hal. 10. 15 Karl W.Deutsch, ‘Security Communities’, dalam James Rosenau (ed.), International Politics and Foreign Policy (New York: Free Press, 1961), p. 98, dalam Amitav Acharya, Constructing Security Community in Southeast Asia: ASEAN and the Problem of Regional Order (New York: Routledge, 2001), hlm. 16. 16 Amitav Acharya, Constructing Security Community in Southeast Asia: ASEAN and the Problem of Regional Order (New York: Routledge, 2001), hlm. 17-20.

7

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 8: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

Adler dan Barnett mengemukakan tiga fase pembentukan komunitas keamanan, yaitu fase

nascent, ascendant dan mature.17 Dalam fase pertama yang disebut fase nascent,

menunjukkan kondisi awal dalam pembentukan komunitas keamanan. Dalam fase ini aktor-

aktor masih belum menginisiasikan langkah -langkah menuju komunitas keamanan, hanya

menggunakan institusi yang ada untuk meningkatkan keamanan serta mengurangi biaya

transaksi yang dibutuhkan untuk mendapatkan tujuan yang sama.18 Terkandung mekanisme

pemicu seperti persepsi ancaman, ekspektasi keuntungan perdagangan, identitas bersama dan

emulasi organisasional, sebagai inisiasi tiap unit dalam pentingnya mewujudkan keamanan

bersama. Dalam fase ini, keberadaan pihak ketiga untuk menjadi penengah masih banyak

digunakan karena kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara mandiri masih lemah.

Kemudian, pada fase kedua, mulai terlihat kedekatan koordinasi militer dan kurangnya

ketakutan akan ancaman dari dalam kelompok dan terbentuknya identitas kolektif yang

mendukung harapan akan perubahan secara damai yang terpercaya (dependable expectations

of peaceful change). Fase ini dikarekterisasikan sebagai fase kerjasama yang mendalam di

berbagai bidang, khusunya dalam bidang keamanan. Dalam kondisi ini, security dilemma juga

makin bergerak menjadi dorman. Dalam fase ini banyak tantangan yang muncul karena

intensifikasi dan ekstensifikasi kerjasama, maka diharapkan bahwa negara-negara inti akan

muncul untuk menjaga idealisme atau untuk memastikan fleksibilitas akan perubahan-

perubahan yang ada.19

Fase ketiga menunjukkan karakteristik komunitas yang terinstitusionalisasi dan

bercirikan supranasionalisme, kepercayaan tingkat tinggi dan kemungkinan konflik militer

yang rendah atau tidak ada sama sekali. Tahap ini mengambarkan fase dimana komunitas

keamanan sudah melebihi institusi tapi sudah menjadi unit social. Dalam fase ini, indikasi

utama dari adanya identitas kolektif dan kepercayaan timbal-balik adalah penggunaan prinsip

konsensual dalam multilateralisme, daerah perbatasan yang lebih terbuka, eksklusi

(pengecualian)anggota komunitas sebagai potensi ancaman militer, adanya definisi ancaman

yang dipahami kolektif, serta munculnya diskursus unik dalam komunitas keamanan

tersebut.20 Konsep komunitas keamanan Adler dan Barnett yang secara sederhana melihat

perkembangan komunitas, dari kondisi-kondisi pemicu awal, kemudian terbentuknya faktor-

faktor kondusif dalam mengembangkan mutual trust dan collective identity, sampai akhirnya

17 Ibid.; Acharya, Op.cit., hlm. 34-35. 18 Emmanuel Adler dan Michael Barnett, “Security Communities in Theoretical Prespective” dalam Security Communities (Cambridge: Cambridge UP, 1998) hlm 50 19 Ibid., hlm 54 20 Ibid., hlm 55-56

8

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 9: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

mencapai kondisi-kondisi yang cukup dalam mewujudkan dependable expectations of

peaceful change.21 Fase dimana komunitas mencapai kematangan pun dapat dibagi dalam dua

jenis, yaitu loosely-coupled (yang intinya mengharapkan kondisi tiadanya ancaman militer

antar anggotanya dan pengendalian diri dalam menggunakan kekuatannya) dan tightly-

coupled (yang tingkat supranasionalitasnya tinggi dan memiliki mekanisme saling

membantu/mutual aid).22

METODE PENELITIAN

Melalui metode kuantitaf dan kualitatif, peneliti akan mencoba menganalisis apakah

impilkasi dari pematanagn APSC terhadap semangat pembentukan dinamika persenjataan

Asia Tenggara. Untuk membantu metode kuantitaf, akan digunakan studi literatur untuk

membantu analisis dan pengkajian mengenai variabel-variabel yang ada. Untuk membantu

memahami mengenai analisis yang dijelaskan, data-data pendukung akan ditambahkan untuk

memberi pemahaman lebih lanjut. Data-data akan diambil dari buku, jurnal, surat kabar, dan

media-media lainnya yang signifikan terhadap penelitian ini.

TABEL OPERASIONALISASI VARIABEL

Variabel Kategori Indikator Sumber Data

Variabel

Independen/Bebas:

Kematangan

Komunitas Politik

Keamanan

ASEAN ( APSC)

3 Fase

Pembentukan

Komunitas

Keamanan:

fase nascent,

ascendant

dan mature

Komunitas yang

terinstitusionalis

asi dan

bercirikan

supranasionalis

me,

kepercayaan

tingkat tinggi

dan

kemungkinan

konflik militer

yang rendah

atau tidak ada

sama sekali

Website ASEAN

(www.asean.org.)

Website ARF,

Website ADMM,

Website East Asia

Summit.

Publikasi media tentang

APSC 2015

website resmi negara-

negara yang diteliti

publikasi CSIS

publikasi ASEAN

tentang ADMM+,

ASEAN+1, ASEAN+3,

21 Amitav Acharya, Constructing Security Community in Southeast Asia: ASEAN and the Problem of Regional Order (New York: Routledge, 2001),hlm. 35 22 Ibid.,

9

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 10: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

ASEAN+6, East Asia

Summit

Variabel

Dependen/Terikat:

Dinamika

Persenjataan Asia

Tenggara 2006 -

2012

Struktur

Pertahanan

dan Belanja

Senjata

Kepemilikan

Senjata

Konvensional

(apakah

menunjukkan

arms race,arms

build up, atau

arms

reduction?)

Pembelian

persenjataan

/military

transfer

The Military

Balance, 2007 2012

SIPRI

HASIL PENELITIAN

Kesimpulan sementara yang hendak diuji dalam tulisan ini merupakan proposisi

bivariat yang menggambarkan keterkaitan antara arms race dan security community. Hipotesa

tulisan ini adalah Semakin Matang Fase Pembentukan Komunitas Politik Keamanan

ASEAN maka Dinamika Persenjataan Asia Tenggara Akan menuju ke Arms Reductor,

Begitu Pula Sebaliknya. Konsep security community merupakan konsep yang menekankan

digunakannya cara – cara non-violent di dalam Hubungan Internasional dan dicoba untuk

diangkat setelah Perang Dunia II. Munculnya konsep ini merupakan tantangan terhadap

security dilemma. Dalam konsep security dilemma ini, digambarkan bahwa dalam kondisi

internasional sistem yang anarki, maka self-help akan mengarahkan negara kepada

perlombaan senjata dan konflik.

10

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 11: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

PEMBAHASAN

TABEL DINAMIKA PERSENJATAAN ASIA TENGGARA 2006-2012

Senjata/

Negara Battle Tank Combat Aircraft Warship

Brunei

Darussalam

Tetap sama

kepemilikannya dari

tahun 2006 – 2012

Menurun Menurun

Kamboja Tetap sama

kepemilikannya dari

tahun 2006 – 2012

Terjadi Peningkatan

di tahun 2011, dalam

kepemilikan FGA

Terjadi peningkatan

di tahun 2009 dalam

kepemilikan PB

Indonesia Tetap sama

kepemilikannya dari

tahun 2006 – 2012

Terjadi peningkatan

pada tahun 2010,

2011,2012 dalam

kepemilikan FGA,

FTR, TPT, TRG

Terjadi peningkatan

di tahun 2008, 2009,

2011,dalam

kepemilikan

CORVETTES – FS,

dan PCC

Laos Tetap sama

kepemilikannya dari

tahun 2006 – 2012

Terjadi peningkatan

pada tahun 2011

dalam kepemilikan

FGA

Tidak memiliki

warship

Malaysia Terjadi peningkatan

pada tahun 2011 dalam

kepemilikan MBT dan

upgrade LT TK

Terjadi peningkatan

pada tahun

2008,2009, 2011

dalam kepemilikan

FTR,FGA, TGR

Terjadi peningkatan

pada tahun 2009,

2011, 2012 dalam

kepemilikan

SUBMARINES •

TACTICAL • SSK,

FRIGATES

Myanmar Terjadi peningkatan

pada tahun 2012 dalam

kepemilikan MBT

Terjadi peningkatan

pada tahun 2011

dalam kepemilikan

FTR

Terjadi peningkatan

pada tahun 2008,

2010, 2011, 2012

dalam kepemilikan

PTG, PB,

FRIGATES

11

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 12: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

Filipina Tetap sama

kepemilikannya dari

tahun 2006 – 2012

Terjadi peningkatan

pada tahun 2010

dalam kepemilikan

TPT

Terjadi peningkatan

pada tahun 2008,

2011, 2012 dalam

kepemilikan PCC,

PBF,PSOH,PB

Singapura Tetap sama

kepemilikannya dari

tahun 2006 – 2012

Tidak terjadi

perubahan yang

signifikan tetapi

Singapura memiliki

Combat Aircraft yang

berteknologi paling

tinggi dibandingkan

Negara lain

Terjadi peningkatan

pada tahun 2008,

2011, dalam

kepemilikan

FFGHM,

SUBMARINES •

TACTICAL • SSK

Thailand Berkurang karena

dalam perbaikan

Tetap sama

kepemilikannya dari

tahun 2006 – 2012

Terjadi peningkatan

pada tahun 2007,

2010 dalam

kepemilikan FS, PCI

Vietnam Tidak terjadi perubahan

yang signifikan tetapi

Vietnam memiliki

jumlah Battle Tanks

terbanyak

dibandingkan negara

lain

Terjadi peningkatan

pada tahun 2012

dalam kepemilikan

FGA

Terjadi peningkatan

pada tahun 2007,

2011, 2012 dalam

kepemilikan PFM,

FSG, FFGM

Sumber: Olah data dari Laporan Military Balance 2006 – 2012

Untuk mengkategorisasi apakah telah terjadi perlombaan persenjataan dengan

menggunakan indikator Colen S. Gray yaitu : 1) Harus ada dua atau lebih negara yang

bertikai; 2) Negara yang terlibat perlombaan senjata harus menyusun kekuatan bersenjata

dengan perhatian terhadap efektifitas angkatan bersenjata dalam menghadapi, bertempur atau

sebagai penangkal terhadap peserta lomba senjata; 3) Mereka harus berkompetisi dalam

kuantitas (SDM, senjata) dan/atau kualitas (SDM, senjata, organisasi, doktrin, penggelaran);

dan 4) Harus ada peningkatan cepat dalam kuantitas dan/atau peningkatan dalam kualitas

Komunitas keamanan akan disebut matang ketika telah terbentuk komunitas yang

12

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 13: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

terinstitusionalisasi dan bercirikan supranasionalisme, kepercayaan tingkat tinggi dan

kemungkinan konflik militer yang rendah atau tidak ada sama sekali perlombaan peningkatan

kapabilitas militer diantara anggotanya.

Dari penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk mengindikasikan

adanya perlombaan persenjataan di Asia Tenggara, dapat melihat: 1). adanya pihak yang

berlawanan; 2). adanya usaha untuk mencari keunggulan militer; 3). terjadi pada masa

damai/tidak perang; 4). proses terjadi secara kompetitif, timbal balik, dan eskalatif. Dari

keempat indikasi tersebut Asia Tenggara baru terbukti sampai indikasi ke – 3. Asia Tenggara

belum sepenuhnya mencerminkan indikasi ke 4 sehingga belum sepenuhnya mencerminkan

arms race sehingga level dinamika persenjataan yang terjadi di Asia Tenggara pada periode

2006 – 2012 masih dalam level buildup.

Kemudian untuk melihat proses pematangan APSC Seperti yang telah dijelaskan pada

kerangka teori Adler dan Barnett mengemukakan tiga fase pembentukan komunitas

keamanan, yaitu fase nascent, ascendant dan mature. Dalam fase pertama yang disebut fase

nascent, menunjukkan kondisi awal dalam pembentukan komunitas keamanan. Dalam fase ini

actor-aktor masih belum menginisiasikan langkah-langkah menuju komunitas keamanan,

hanya menggunakan institusi yang ada untuk meningkatkan keamanan serta mengurangi

biaya transaksi yang dibutuhkan untuk mendapatkan tujuan yang sama.23 Terkandung

mekanisme pemicu seperti persepsi ancaman, ekspektasi keuntungan perdagangan, identitas

bersama dan emulasi organisasional, sebagai inisiasi tiap unit dalam pentingnya mewujudkan

keamanan bersama. Dalam fase ini, keberadaan pihak ketiga untuk menjadi penengah masih

banyak digunakan karena kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara mandiri masih

lemah.

Kemudian, pada fase kedua, mulai terlihat kedekatan koordinasi militer dan kurangnya

ketakutan akan ancaman dari dalam kelompok dan terbentuknya identitas kolektif yang

mendukung harapan akan perubahan secara damai yang terpercaya (dependable expectations

of peaceful change). Fase ini dikarekterisasikan sebagai fase kerjasama yang mendalam di

berbagai bidang, khusunya dalam bidang keamanan. Dalam kondisi ini, security dilemma juga

makin bergerak menjadi dorman. Dalam fase ini banyak tantangan yang muncul karena

intensifikasi dan ekstensifikasi kerjasama, maka diharapkan bahwa negara-negara inti akan

23 Emmanuel Adler dan Michael Barnett, “Security Communities in Theoretical Prespective” dalam Security Communities (Cambridge: Cambridge UP, 1998), hlm 50.

13

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 14: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

muncul untuk menjaga idealisme atau untuk memastikan fleksibilitas akan perubahan-

perubahan yang ada.24

Fase ketiga menunjukkan karakteristik komunitas yang terinstitusionalisasi dan

bercirikan supranasionalisme, kepercayaan tingkat tinggi dan kemungkinan konflik militer

yang rendah atau tidak ada sama sekali. Tahap ini mengambarkan fase dimana komunitas

keamanan sudah melebihi institusi tapi sudah menjadi unit social. Dalam fase ini, indikasi

utama dari adanya identitas kolektif dan kepercayaan timbal-balik adalah penggunaan prinsip

konsensual dalam multilateralisme, daerah perbatasan yang lebih terbuka, eksklusi

(pengecualian) anggota komunitas sebagai potensi ancaman militer, adanya definisi ancaman

yang dipahami kolektif, serta munculnya diskursus unik dalam komunitas keamanan

tersebut.25

Identitas yang dipegang APSC identitas yang terkandung dalam ASEAN yaitu ASEAN

Way adalah norma dan nilai-nilai terkandung dalam TAC, Konsep-konsep yang ada di dalam

ARF seperti CBNs (Confidence Building Measure), diplomasi preventive (preventive

diplomacy), dan penyelesaian konflik (conflict resolution), Zone of Peace, Freedom and

Neutrality (ZOPFAN) dan Treaty on Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone

(SEANWFZ), semua hal tersebut merupakan konsep-konsep yang tersurat dalam ASEAN

Concept Paper.26

Kenyataan dinamika persenjataan Asia Tenggara bisa terjadi Arms Race jika terjadi

dinamika persenjataan dengan akuisisi yang cepat. Negara-negara Asia Tenggara cenderung

meningkatkan jenis senjata ofensif dan pengelaran senjata diperbatasan masih banyak terjadi,

akan tetapi dinamika persenjataan di Asia Tenggara ini belum sampai pada tingkat Arms Race

masih dalam level Build-Up karena belum ada akuisi yang cepat dalam dinamika

persenjataan.

Melihat identitas kolektif yang dimiliki digunakan oleh APSC, APSC telah masuk dalam

fase ascendant karena APSC telah memiliki faktor – faktor kondusif untuk membentuk

komunitas keamanan, yaitu: 1) APSC telah melewati tahap faktor – faktor pendorong

terbentuknya komunitas keamanan, Terkandung mekanisme pemicu seperti persepsi ancaman,

ekspektasi keuntungan perdagangan, identitas bersama dan emulasi organisasional, sebagai

inisiasi tiap unit dalam pentingnya mewujudkan keamanan bersama. 2) APSC memiliki

norma-norma dan nilai-nilai yang secara kolektif digunakan oleh negara-negara anggotanya. 24 Ibid., hlm 54 25 Ibid, hlm55-56 26 C.P.F, Luhulima, Masa Depan ASEAN Regional Forum (ARF), dalam Bantarto Bandoro (Ed.), Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik (Jakarta: CSIS, 1996), hlm. 75

14

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 15: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

3) APSC yang tidak memiliki pakta pertahanan maupun konsep collective defensive lainnya

menunjukkan bahwa APSC telah menuju penyelesaian masalah tanpa kekerasan militer,

walaupun telah memiliki identitas kolektif dan menuju ke penyelesaian permasalahan secara

damai APSC belum bisa dikategorikan dalam Fase Mature karena belum memiliki rasa saling

percaya diantara anggotanya.

KESIMPULAN

Untuk menjawab rumusan permasalahan Bagaimana Proses Pematangan

(Maturation) Komunitas Politik Keamanan ASEAN Berpengaruh pada Dinamika

Persenjataan Asia Tenggara. Pematangan APSC yang masih dalam fase ascendant melihat

keterkaitannya dengan dinamika persenjataan Asia Tenggara dengan menggunakan olah data

Military Balance tahun 2006 -2012, mengakibatkan dinamika persenjataan negara – negara

Asia tenggara berda dalam level build up di Asia Tenggara. Hal ini terjadi dikarenakan

belum adanya rasa percaya diantara negara – negara Asia Tenggara, dan identitas kolektif

yang dimiliki ASEAN masih kurang digunakan.

Selanjutnya dari penjelasan ini juga digambarkan signifikansi hubungan antara kedua

variabel, dimana analisis independen akhirnya mampu menjustifikasi bahwa kematangan

APSC mempengaruhi dinamika persenjataan Asia Tenggara. APSC yang masih belum

matang (masih fase ascendant) berakibat pada dinamika persenjataan pada level build-up

sehingga hipotesa penelitian ini dapat diterima.

KEPUSTAKAAN

Acharya, Amitav. (1994) An Arms Race in Post-Cold War Southeast Asia? Prospects for

Control. Singapore: ISEAS, Pacific Strategic Papers

Acharya, Amitav. (1998). Arms Proliferation Issues in ASEAN: Towards a More

"Conventional" Defence Posture? Contemporary Southeast Asia, Vol. 10, No. 3,

Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS), (December 1988), diakses dari:

http://www.jstor.org/stable/25798014

Acharya, Amitav. (2001). Constructing Security Community in Southeast Asia: ASEAN and

the Problem of Regional Order. New York: Routledge

Adler, Emmanuel dan Barnett, Michael. (1998) Security Communities. Cambridge:

Cambridge University Press

Amitav Acharya, Constructing a Security Community in Southeast Asia: ASEAN and The

Problem of Regional Order (London & New York: Routledge, 2001). Hal. 47.

15

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 16: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

Anthony, Mely Caballero. (2010) Non-Traditional Security Challenges, Regional

Governance, and The ASEAN Political-Security Community (APSC). Asia Security

Initiative Policy Series. Singapore: Working paper No.17.

ASEAN Regional Forum, ARF Objectives diakses dari

http://aseanregionalforum.asean.org/about/arf-objectives.html, pada tanggal 23

November 2012, pukul 22:09 WIB

Bhakti, Ikrar Nusa. (1996) Forum Regional ASEAN dan Pengaturan Keamanan Regional di

Asia Pasifik. Jakarta: Jurnal Ilmu Politik No. 16

Blueprint, ASEAN Political Security Community

Buzan, Barry dan Herring, Erric. (1998). The Arms Dynamic in World Politics. London:

Lynnc Ricnner Publisher, Inc.

Buzan, Barry. (1978). An Introduction to Strategic Studies, Military Technology and

International Relations. London: Macmillan in association with the International

Institute of Strategic Studies.

Deutsch, Karl W. (1961). Security Communities’, dalam James Rosenau (ed.), International

Politics and Foreign Policy (New York: Free Press, 1961), p. 98, dalam Amitav

Acharya, Constructing Security Community in Southeast Asia: ASEAN and the

Problem of Regional Order (New York: Routledge, 2001)

Glaser, Charles L, The Security Dilemma Revisited, diakses dari

http://harrisschool.uchicago.edu/faculty/articles/glaser-security_dilemma.pdf pada 16

November 2011, pada tanggal 28 November 2012, pada pukul 13:23 WIB

Gray, Colin S. (1983) The Arms Race Phenomenon. World Politics, Vol. 24, (1972), hal. 41,

dalam Michael Sheehan, The Arms Race (Oxford: Martin Robertson, 1983)

Jervis, Rober T. (1978). Cooperation under the Security Dilemma. World Politics, Vol.

30,No. 2. London: Cambridge University Press.

Jiangli, Wang. (2007). Security Community. The Context of Nontraditional Security (Research

for the NTS-Asia Research fellowships Project 2007) hlm 3. Diakses dari www.rsis-

ntsasia.org/activies/fellowship/2007/wj%20paper.pdf., pada tanggal 25 November

2012, Pukul 12:23WIB

Kapila, Subhash. South East Asia: Strategic Power Play and Regional Arms Buildup. South

Asia Analysis Group, Paper No. 4663, 24 Agustus 2011, diakses dari

http://www.southasiaanalysis.org/%5Cpapers47%5Cpaper4663.html pada 24

November 2012, pukul 3:18 WIB;

16

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 17: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

Kompas ,Sejumlah Negara Keberatan dengan ASEAN Security Community, Nusa Dua Bali,

diakses dari : http://kompas.co.id/utama/news/0310/03/164718.htm, pada tanggal 24

November 2012, pada pukul 14:23 WIB.

Laporan Military Balance 2006 - 2012

Leifer, Michael. (2005) ASEAN as a Model of Security Community?. Chin Kin Wah dan Leo

Suryadinata (ed.), Michael Leifer: Selected Works on Southeast Asia. Singapura:

Institute of Southeast Asian Studies.

Luhulima, C.P.F. (1996). Masa Depan ASEAN Regional Forum (ARF). Bantarto Bandoro

(Ed.), Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik. Jakarta: CSIS.

Micheal Jonshon, Militer Indonesia berencana untuk membelanjakan 16,7 milyar dolar AS

sampai tahun 2015 Diakses dari

:http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2012/10/22/indonesia-

military-spends pada tanggal 23 November 2012, pada pukul 11:30 WIB.

Neumann, W. Lawrence. (2003) Social Research Methods: Qualitative and Quantitative

Approaches. Boston: Pearson Education.

Nuclear Threat Initiative, Association Southeast Asian Nation, diakses dari:

http://www.nti.org/treaties-and-regimes/association-southeast-asian-nations-asean/,

pada tanggal 27 oktober 2012. Pukul 11:33 WIB

Paul Holtom, et al., “Trends in International Arms Transfers, 2009”, SIPRI Fact Sheet, Maret,

2010

Paul Holtom, et.al., “Trends in International Arms Transfers, 2010”, SIPRI Fact Sheet, Maret,

2011

Paul Holtom, et.all., “Trends in International Arms Transfers, 2011”

Pieter D. Wezeman dan Siemon D. Wezeman dalam Andrew Marshall, “Military

Maneuvers”, Time Magazine, Sept 27, 2010, diakses dari

http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,2019534,00.html pada 24

November 2012, pukul 4:12 WIB.

Prasetyono, Edy. Peran Institusi – Institusi Keamanan di Asia Pasifik dalam ASEAN dan

Tantangan satu Asia Tenggara. Penyunting Bantarto Bandoro dan Ananta Gondomo.

Jakarta: Centre for Strategic and International Studies Jakarta,.

Sekretariat ASEAN, ASEAN in The Global Community Annual Report 2010-2011, diakses

dari: http://www.asean.org/resources/publications/asean-publications/item/asean-in-

the-global-community-annual-report-2010-2011, pada tanggal 22 desember 2012,

pada pukul 13: WIB

17

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 18: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

18

Simon, Sheldon. (1999). The Regionalization of Defense in Southeast Asia. Pacific Review,

Vol. 5, No. 2.

Solidium, Esterella D. (2003). The Politics of ASEAN: An Introduction to Southeast Asia

Regionalism. Philadelphia: Eastern University.

Stockholm International Peace Research Institute, SIPRI Yearbook 2000:

The United Nations Register of Convencional Arms, The Global Reported Arms Trade,

diakses dari: http://www.un-register.org/Background/Index.aspx, pada tanggal 2

Desember 2012, Pada pukul 13:22 WIB

Usman, Asnani dan Bandoro, Bantarto (penyuting). (1996) Konflik Intra-ASEAN dan

Penataan Keamanan Kawasan, dalam Agenda dan Penataan Kemanan di Asia

Pasifik. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies Jakarta.

World Armaments and Disarmaments (Oxford: Oxford University Press, 2000)

Wulan, Alexandra Retno dan Bandoro, Bantarto (ed). (2007) ASEAN’S Quest For A Full-

Fledged Community. Jakarta: CSIS

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013

Page 19: ANALISIS PROSES PEMATANGAN KOMUNITAS POLITIK …

19

Analisis Proses ..., Zein Septian Hidayat, FISIP UI, 2013