analisis perbedaan jumlah scrap indomie ...melakukan kerja praktek di cirebon. 15. albertin damara...

72
ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE GORENG FLAVOR MI ACEH DENGAN INDOMIE GORENG SPESIAL BERKAITAN DENGAN PROSES PRODUKSINYA DI PT INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR TBK. DIVISI NOODLE CABANG CIREBON LAPORAN KERJA PRAKTEK Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan Oleh: Catharina Santi Paramita 16.I1.0191 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2019

Upload: others

Post on 07-Dec-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE GORENG FLAVOR MI

ACEH DENGAN INDOMIE GORENG SPESIAL BERKAITAN DENGAN

PROSES PRODUKSINYA DI PT INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR TBK.

DIVISI NOODLE CABANG CIREBON

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pangan

Oleh:

Catharina Santi Paramita

16.I1.0191

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2019

Page 2: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

i

Page 3: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan

berkat-Nya penulis dapat menjalani kerja praktek dan menyelesaikan laporan kerja

praktek ini yang berjudul β€œAnalisis Perbedaan Jumlah Scrap Indomie Goreng Flavor Mi

Aceh Dengan Indomie Goreng Spesial Berkaitan dengan Proses Produksinya Di PT

Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon”. Laporan kerja

praktek ini ditulis dengan tujuan merangkum hal-hal yang dipelajari selama kerja praktek

dan tentu saja untuk melengkapi syarat demi memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pangan Fakultas Pertanian di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

Selama menjalani kegiatan kerja praktek di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.

Divisi Noodle Cabang Cirebon dari tanggal 10 Januari 2019 hingga 15 Februari 2019,

tentu saja penulis mendapat banyak pengalaman, ilmu pengetahuan, wawasan, dan

keterampilan mengenai proses produksi mi dari bahan baku hingga produk akhir. Dalam

proses kerja praktek ini, tentu saja penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan. Akan

tetapi, melalui bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, baik dari pihak

perusahaan, universitas, hingga teman-teman sekitar, maka proses kerja praktek dapat

berjalan dengan lancar hingga terselesaikannya laporan ini dengan baik. Maka dari itu,

pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. R. Probo Y. Nugrahedi, STP., MSc. selaku Dekan Fakultas Teknologi

Pertanian Program Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata

Semarang.

2. Ibu Meiliana, S.Gz, M.S. selaku Koordinator Kerja Praktek Fakultas Teknologi

Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang sekaligus selaku Dosen

Pembimbing Kerja Praktek yang telah membantu dan mengarahkan penulis selama

proses penyusunan laporan ujian Kerja Praktek.

3. Ibu Novita Ika Putri, STP., MSc. selaku dosen pembimbing pertama Kerja Praktek

ini yang telah mendampingi dan mengarahkan penulis dalam persiapan melakukan

Kerja Praktek.

4. Ibu Nunik Larasati selaku HR PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi

Noodle Cabang Cirebon yang telah menerima dan memperkenankan penulis beserta

Page 4: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

iii

teman-teman penulis untuk melakukan kerja praktek di PT Indofood CBP Sukses

Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon.

5. Bapak Shahreza Muhammad selaku Supervisor Departemen Produksi di PT

Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon yang telah

menerima, membimbing, dan mengarahkan penulis selama pelaksanaan kerja

praktek di Departemen Produksi.

6. Bapak Muhammad Al Basir selaku Section Supervisor Departemen Produksi

sekaligus pembimbing lapangan yang telah banyak memberikan bantuan,

membimbing, dan mendampingi penulis selama pelaksanaan kerja praktek di

Departemen Produksi.

7. Bapak Dadang selaku Quality Control Field PT Indofood CBP Sukses Makmur

Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon yang telah banyak memberikan pengetahuan

dan membimbing penulis selama pelaksanaan kerja praktek.

8. Mas Tri selaku Quality Control Analyst PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.

Divisi Noodle Cabang Cirebon yang telah mengajari banyak hal, berbagi

pengalaman dan pengetahuan kepada penulis selama melakukan kerja praktek.

9. Mbak Tiara dan Mbak Fraya selaku Admin Departemen Produksi PT Indofood CBP

Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon yang telah menemani dan

membantu penulis dalam melakukan kerja praktek terutama dalam mencari

dokumen data-data yang penulis butuhkan.

10. Teteh Mina sebagai checker mi di line 1 serta operator-operator dan helper produksi

lainnya yang selalu sabar untuk mengajari, berbagi keterampilan, pengalaman, dan

pengetahuan selama penulis melakukan kerja praktek.

11. Segenap karyawan dan staf PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle

Cabang Semarang yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

12. Kedua orang tua yang memberi dukungan kepada penulis untuk melakukan kerja

praktek di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon.

13. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik

Soegijapranata Semarang yang telah membantu dalam perizinan dan pemenuhan

syarat Kerja Praktek.

Page 5: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

iv

14. Mas Gery sebagai saudara dari salah satu teman seperjuangan (Rara) yang telah

memberi kami tumpangan rumah, makanan, dan banyak bantuan selama penulis

melakukan kerja praktek di Cirebon.

15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan

kerja praktek.

Dalam laporan ini, penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dan keterbatasan.

Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan hal-hal yang kurang

berkenan bagi para pembaca. Penulis menerima kritik dan saran demi menyempurnakan

laporan yang telah disusun. Penulis berharap agar laporan ini dapat memberikan manfaat

dalam memperluas wawasan pembaca, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Teknologi

Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

Semarang,

Penulis

Page 6: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

v

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... i

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... v

DAFTAR TABEL .......................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... ix

1. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Kerja Praktek ............................................................................ 1

1.2. Tujuan Kerja Praktek.......................................................................................... 2

1.3. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan .......................................................................... 2

1.4. Metode dan Kegiatan Kerja Praktek .................................................................. 2

2. PROFIL PERUSAHAAN ............................................................................................ 4

2.1. Sejarah dan Profil Perusahaan ............................................................................ 4

2.2. Visi, Misi, dan Nilai Perusahaan ........................................................................ 4

2.3. Lokasi Pabrik ...................................................................................................... 5

2.4. Struktur Organisasi ............................................................................................. 5

2.5. Fungsi Bagian ..................................................................................................... 6

2.6. Ketenagakerjaan ................................................................................................. 8

2.7. Logo Perusahaan ................................................................................................ 9

3. SPESIFIKASI PRODUK ........................................................................................... 10

3.1. Jenis Produk ..................................................................................................... 10

3.2. Kode Produksi .................................................................................................. 12

4. PROSES PRODUKSI ................................................................................................ 15

4.1. Faktor Produksi ................................................................................................ 15

4.2. Proses Produksi ................................................................................................ 27

5. ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE GORENG ACEH

DENGAN INDOMIE GORENG SPESIAL BERKAITAN DENGAN PROSES

PRODUKSINYA ........................................................................................................... 34

5.1. Latar Belakang ................................................................................................. 34

Page 7: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

vi

5.2. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 35

5.3. Metode .............................................................................................................. 35

5.4. Hasil.................................................................................................................. 36

5.5. Pembahasan ...................................................................................................... 40

6. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 55

6.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 55

6.2. Saran ................................................................................................................. 55

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 56

LAMPIRAN ................................................................................................................... 59

Page 8: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan Proses Produksi IMGA dengan GSS .............................................. 36

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Scrap pada GSS ........................................................... 38

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Scrap pada IMGA ....................................................... 39

Page 9: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Struktur Organisasi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle

Cirebon ............................................................................................................................. 6

Gambar 2. Logo PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk ................................................ 9

Gambar 3. Varian Produk Supermi ................................................................................ 10

Gambar 4. Varian Produk Indomie................................................................................. 11

Gambar 5. Varian Produk Sarimi ................................................................................... 11

Gambar 6. Varian Produk Sakura ................................................................................... 12

Gambar 7. Varian Produk Pop Mie ................................................................................ 12

Gambar 8. Kode Produksi pada Kemasan Primer (Etiket) Indomie Ayam Geprek ....... 13

Gambar 9. Kode Produksi pada Kemasan Sekunder (Karton) Indomie Goreng ............ 14

Gambar 10. Screw Conveyor .......................................................................................... 21

Gambar 11. Mixer .......................................................................................................... 21

Gambar 12. Tangki Alkali .............................................................................................. 22

Gambar 13. Weighing tank ............................................................................................ 22

Gambar 14. Dough Feeder ............................................................................................. 22

Gambar 15. Dough sheeter ............................................................................................. 23

Gambar 16. Continuous Pressing Roller ........................................................................ 23

Gambar 17. Slitter .......................................................................................................... 24

Gambar 18. Steamer ....................................................................................................... 24

Gambar 19. Cutter & folder ........................................................................................... 25

Gambar 20. Fryer ........................................................................................................... 25

Gambar 21. Cooler ......................................................................................................... 26

Gambar 22. Wrapper ...................................................................................................... 26

Gambar 23. Cartoning machine ..................................................................................... 26

Gambar 24. Diagram Alir Proses Produksi Mi Instan .................................................... 28

Gambar 25. Persentase Perbandingan Scrap GSS dan IMGA ....................................... 40

Page 10: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Scrap ............................................................................................ 59

Page 11: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kerja Praktek

Dewasa ini, teknologi dalam berbagai bidang kehidupan semakin melaju dengan pesat

untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan masyarakat sebagai konsumen. Hal itu tidak

terkecuali pada bidang pangan. Berbagai macam teknologi dan inovasi terus dikaji untuk

meningkatkan kuantitas serta kualitas pangan. Keadaan ini tentu dapat dicapai dengan

kemampuan sumber daya manusia yang baik. Selama proses perkuliahan di Program

Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, mahasiswa

dibekali oleh berbagai pengetahuan seputar dunia pangan termasuk dalam ranah industri,

seperti karakteristik bahan pangan, proses produksi, sanitasi, menciptakan inovasi

pangan, dan lain sebagainya. Pengetahuan tersebut tidak hanya disampaikan secara teori,

namun juga melalui praktikum. Namun teori dan praktikum tersebut perlu diasah lagi

dengan cara terlibat langsung dalam proses kerja praktek (KP) di industri pangan. Melalui

KP ini, diharapkan kami sebagai mahasiswa Teknologi Pangan dapat menerapkan

pengetahuan di perkuliahan secara langsung, berpikir kritis, berinovasi, menambah

wawasan dan pengalaman, sehingga nantinya kami dapat menjadi sumber daya manusia

yang berkualitas dan lebih siap menyambut dunia kerja.

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon merupakan

industri pangan yang menghasilkan berbagai produk mi instan. Produk mi dari Indofood

yakni Indomie, Supermi, Sarimi, Pop Mie, dan Mie Telur dengan berbagai varian flavor

yang telah dipercaya oleh masyarakat dengan kualitasnya yang unggul dan inovasi yang

terus berkembang. Hal itu terbukti dari adanya sertifikat kehalalan produk secara

internasional, memiliki sertifikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP),

memenuhi SNI 19-9001, ISO 9001:2008, dan menerapkan standar Good Manufacturing

Practices (GMP). Penulis meyakini bahwa PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.

Divisi Noodle Cabang Cirebon merupakan tempat yang tepat untuk mengasah

kemampuan dan pengalaman kerja, khususnya untuk lebih memahami proses produksi

beserta menganalisis dan memecahkan masalah yang terjadi.

Page 12: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

2

1.2. Tujuan Kerja Praktek

Tujuan dari Kerja Praktek ini adalah :

a. Mengamati dan memahami proses produksi mi instan pada berbagai flavor

ataupun merk di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Cabang Cirebon.

b. Menemukan dan menganalisis permasalahan proses produksi, serta berpikir kritis

untuk mencari solusinya, terutama dalam hal scrap yang dihasilkan.

c. Menerapkan pengetahuan dari perkuliahan dalam industri secara langsung.

d. Menambah wawasan dan pengalaman kerja khususnya di bidang pangan sebagai

bekal di masa depan.

1.3. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Kerja Praktek ini dilaksanakan di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Cirebon yang

berlokasi di Jalan Raya Cirebon-Tegal KM 18, Desa Ender, Kecamatan Pangenan,

Kabupaten Cirebon. Waktu pelaksanaan KP selama 40 hari, yakni dari tanggal 10 Januari

2019 hingga 15 Februari 2019. Jam kerja yang diberlakukan adalah 7 jam kerja pada

Senin-Jumat, dan 5 jam pada hari Sabtu, dengan pergantian shift tiap seminggu sekali.

Senin-Jumat :

Shift 1 : 06.30-14.00 WIB

Shift 2 : 14.00-21.00 WIB

Sabtu :

Shift 1 : 06.30-11.30 WIB

Shift 2 : 11.30-16.30 WIB

1.4. Metode dan Kegiatan Kerja Praktek

Kegiatan Kerja Praktek dilakukan dengan cara mengamati secara langsung proses

produksi dan segala hal yang berkaitan dengan produksi bersama pembimbing lapangan,

berdiskusi dengan pembimbing lapangan berkaitan topik yang diambil, tanya jawab

dengan operator, serta studi pustaka dari berbagai sumber untuk mendukung isi laporan.

Kegiatan yang dilakukan selama Kerja Praktek ini adalah :

Page 13: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

3

Orientasi pabrik meliputi pengenalan pabrik, hak dan kewajiban mahasiswa Praktek

Kerja Lapangan (PKL), penempatan divisi, serta tata tertib dan Good

Manufacturing Practice (GMP) khususnya di bagian produksi.

Melakukan diskusi dengan Supervisor dan Section Supervisor berkaitan denga

jadwal kegiatan dan jam kerja selama Kerja Praktek.

Mengamati secara langsung proses berjalannya produksi mi instan pada line yang

berbeda-beda, serta mempelajari ke bagian lain seperti ke gudang warehouse,

pengemas (etiket, karton, cup), Finishing Good (FG), scrap, boiler, hingga Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Mencoba melakukan analisis di bagian Quality Control dan keterkaitannya dalam

bidang produksi.

Diskusi dengan pembimbing lapangan mengenai topik yang diangkat,

permasalahan di bidang produksi, pemecahan masalah, serta penulisan laporan.

Page 14: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

4

2. PROFIL PERUSAHAAN

2.1. Sejarah dan Profil Perusahaan

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) merupakan produsen terkemuka yang

bergerak dalam bidang makanan dan minuman dengan pusatnya berada di Jakarta.

Perusahaan ini merupakan salah satu cabang perusahaan Salim Group. Mulanya, PT

Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle didirikan di Jakarta pada 27 April 1970

dengan nama PT Sanmaru Food Manufacturing Co., Ltd. Pada akhir tahun 1980,

perusahaan yang senantiasa berkomitmen untuk menghasilkan makanan yang bermutu

dan halal ini mulai bergerak di pasar internasional dengan mengekspor mi instan ke

beberapa negara. Pada tanggal 1 Maret 1994, beberapa anak perusahaan di dalam lingkup

Indofood Group bergabung menjadi perusahaan dengan nama PT Indofood Sukses

Makmur Tbk yang khusus bergerak dalam produksi mi instan. Kemudian perusahaan ini

berganti nama menjadi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk pada 1 Oktober 2009.

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle merupakan divisi terbesar di

Indofood di mana pabriknya tersebar di 17 kota. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk

Divisi Noodle Cabang Cirebon merupakan pabrik ke-17 yang diresmikan pada tanggal 25

Mei 2016 dengan lahan seluas 11,5 ha dan menerapakan konsep β€œGreen Factory”. Mi

instan yang diproduksi di pabrik ini adalah Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, dan Pop

Mie dengan berbagai macam flavor. Area pemasaran pabrik ini mencakup Banyumas,

Indramayu, Purbalingga, Kuningan, Cilacap, Cirebon, Brebes, Majalengka, dan Tegal.

Dengan tersedianya 4 line mesin, kapasitas produksi dapat mencapai 43.200 pcs/jam per

line mesin. Jumlah pekerjanya adalah 394 orang dengan jam kerja total 40 jam dalam

seminggu yang dilakukan dengan dinas normal ataupun secara shift.

2.2. Visi, Misi, dan Nilai Perusahaan

Visi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. ini adalah menjadi produsen barang-barang

konsumsi yang terkemuka.

Misi perusahaan :

Page 15: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

5

Senantiasa melakukan inovasi, fokus pada kebutuhan pelanggan, menawarkan

merek-merek unggulan dengan kinerja yang tidak tertandingi.

Menyediakan produk berkualitas yang merupakan pilihan pelanggan.

Senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan, proses produksi, dan teknologi.

Memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dan lingkungan secara

berkelanjutan.

Meningkatkan stakeholder’s values secara berkesinambungan.

Nilai perusahaan :

β€œDengan disiplin sebagai falsafah hidup; Kami menjalankan usaha kami dengan

menjunjung tinggi integritas, menghargai seluruh pemangku kepentingan dan secara

bersama-sama membangun kesatuan untuk mencapai keunggulan dengan cara melakukan

inovasi yang berkelanjutan”.

2.3. Lokasi Pabrik

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Cabang Cirebon merupakan pabrik ke-17 yang

berlokasi di Jalan Raya Cirebon-Tegal KM 18, Desa Ender, Kecamatan Pangenan,

Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Luas lahan dari pabrik ini adalah 11,5 ha di mana masih

dikelilingi oleh sawah ataupun tanah kosong, dan sudah menerapkan konsep β€œGreen

Factory” sehingga tidak merusak lingkungan di sekitarnya. Pabrik ini tidak berdekatan

dengan pemukiman warga dan terdapat beberapa pabrik lain di sepanjang jalan tersebut.

Pabrik ini masih berbatasan dengan sawah. Karena terletak di tepi jalan raya yang

merupakan jalur cepat antara Jawa Barat dengan Jawa Tengah, maka semakin

memudahkan proses distribusi ke beberapa daerah sekitar Jawa Barat maupun Jawa

Tengah.

2.4. Struktur Organisasi

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cirebon dipimpin oleh seorang

Branch Manager yang berwenang memimpin seluruh kegiatan perusahaan. Branch

Manager ini membawahi 7 departemen, yaitu Finance & Accounting Manager (FAM),

Branch Human Resources Officer (BHRO), Production Manager (PM), Purchasing

Ofiicer, Branch Process Development & Quality Control Supervisor (BPDQC Spv),

Page 16: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

6

Warehouse Supervisor (WHS Spv), dan Area Sales & Promotion Manager (ASPM).

Dalam pekerjaannya, tiap departemen akan saling berkoordinasi untuk mendukung

tercapainya tujuan perusahaan.

Gambar 1.Struktur Organisasi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle

Cirebon

2.5. Fungsi Bagian

Fungsi dari bagian-bagian tiap departemen pada struktur organisasi di atas adalah sebagai

berikut :

1. Branch Manager

Branch Manager merupakan pemegang wewenang tertinggi dalam perusahaan di

mana memiliki tanggung jawab penuh atas keseluruhan kegiatan perusahaan.

Branch Manager bertugas untuk memimpin, mengkoordinasikan, mengarahkan,

dan mengevaluasi perusahaan untuk tetap menghasilkan produk yang berkualitas

tinggi bagi konsumen dan sesuai dengan jaminan sistem mutu.

2. Finance & Accounting Manager (FAM)

Branch Manager

FAM

General Acct. Spv

Cost Acct. Spv

BHRO

IR Asst.

Comben Asst.

GAS Asst.

SHE Asst.

Security Chief

Admin BHRO

PM

PSS A

PSS B

TS

PPIC Spv

Admin PM

Purchasing Officer

Buyer

Admin

BPDQC Spv

QC Process Sec. Spv A

QC Process Sec. Spv B

QC RM /FG

QC PD Analyst

QC Admin

WHS Spv

WHS RM Sec. Spv

WHS FG Sec. Spv

WHS SP Stock Keeper

WHS A&P Stock Keeper

WHS Admin

ASPM

ASPS

Cirebon

ASPS Jatibarang

ASPS Tegal

ASPS Purwokerto

ASPS HCO Cirebon

Page 17: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

7

FAM merupakan pemimpin dari departemen Finance & Accounting yang bertugas

untuk membuat perencanaan keuangan, menyiapakan budget, memonitor dan

mengkontrol aliran keuangan, menandatangani dan membuat analisis keuangan

tentang kegiatan operasional perusahaan, serta menetapkan setiap prosedur yang

berkaitan dengan kegiatan keuangan.

3. Branch Human Resources Officer (BHRO)

Tugas dari departemen Human Resources ini adalah merencanakan,

mengkoordinasikan, dan mengevaluasi segala kegiatan yang berkaitan dengan

sumber daya manusia dalam perusahaan seperti administrasi pegawai, hubungan

industri, dan pelayanan umum untuk meraih tujuan perusahaan.

4. Production Manager

Manajer produksi memimpin departemen manufacturing yang memiliki kewajiban

untuk merencanakan dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang berkaitan

dengan produksi, meliputi Production Shift Supervisor (PSS), Production Planning

and Inventory (PPIC), Teknik, dan juga Admin. PSS bertugas untuk mengatur,

mengawasi, dan mengatasi masalah saat jalannya proses produksi saat shift tersebut

agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar. PPIC bertugas merencanakan

jadwal produksi berdasarkan ketersediaan bahan serta memastikan ketersediaan

raw material ataupun finished goods. Teknik bertanggungjawab atas perawatan dan

perbaikan mesin produksi. Admin bertanggungjawab untuk merekap dan

menyimpan dokumen.

5. Purchasing Officer

Departemen ini bertugas melakukan pengadaan barang-barang yang dibutuhkan

tiap departemen, menetapkan prosedur dan mengendalikan aktivitas pembelian,

sera mengevaluasi pemasok yang telah ditetapkan.

6. Branch Process Development & Quality Control Supervisor (BPDQC Spv.)

Tugas-tugas dari Process Development & Quality Control (PDQC) adalah

memeriksa bahan baku, bahan tambahan, produk jadi, dan etiket atau pengemas.

Selain itu, PDQC juga bertanggungjawab untuk mengawasi kualitas produksi dan

kelengkapan alat-alat laboratorium untuk analisis dan pengembangan produk.

Departemen PDQC ini terdiri dari Quality Control Process yang bertanggungjawab

dalam memantau dan mengendalikan mutu selama proses produksi berlangsung,

Page 18: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

8

Quality Control Raw Material / Finished Goods yang bertugas melakukan

pengawasan pada proses incoming bahan baku dan outgoing produk, Quality

Control Analyst yang memeriksa kadar air, keasaman, dan lemak pada produk, dan

Quality Control Admin yang bertanggungjawab untuk melakukan rekap dan

mengumpulkan keseluruhan data.

7. Warehouse Supervisor (WHS Spv.)

Warehouse Supervisor atau manajer gudang bertugas untuk mengkoordinasikan

seluruh kegiatan pergudangan dengan cara memerhatikan ketepatan jumlah dan

kebutuhan barang yang dikelola dengan menerapkan prosedur kerja, memelihara

aset, dan menentukan tata letak gudang demi tercapainya optimalisasi.

8. Area Sales & Promotion Manager (ASPM)

ASPM atau manajer pemasaran bertugas untuk mengatur distrubusi produk ke

daerah-daerah pemasaran pabrik tersebut, merancang sistem promosi,

merencanakan dan menjalani penjualan dan permintaan produk, serta merekap hasil

kegiatan pemasaran.

2.6. Ketenagakerjaan

Jumlah tenaga kerja di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang

Cirebon adalah 394 orang yang terdiri dari karyawan kantor dan karyawan pabrik. Tenaga

kerja terbanyak terdapat pada bagian produksi, yaitu 274 orang. Karyawan-karyawan

tersebut seluruhnya adalah karyawan tetap dengan jumlah jam kerja 40 jam dalam

seminggu. Jam kerja yang diberlakukan terdiri dari 2 jenis, yaitu shift dan non-shift.

Karyawan shift seperti karyawan di bagian produksi, teknisi, dan QC bekerja selama 6

hari dalam seminggu, yaitu dari hari Senin hingga Sabtu dengan pembagian sebanyak dua

shift. Untuk shift 1 pada hari Senin-Jumat jam kerjanya adalah pukul 06.30 – 14.00 WIB

dan pada hari Sabtu pukul 06.30 – 11.30 WIB. Sedangkan untuk shift 2 pada hari Senin-

Jumat bekerja dari pukul 14.00 – 21.00 WIB dan pada hari Sabtu jam kerjanya adalah

pukul 11.30 – 16.30 WIB. Karyawan tersebut akan berganti shift tiap seminggu sekali.

Sementara itu, karyawan non-shift akan mengikuti office hour yang berlangsung 5 hari

kerja dalam seminggu, yaitu hari Senin-Jumat dengan jam kerja pukul 08.00-16.00 WIB

setiap harinya. Setiap karyawan mendapatkan fasilitas BPJS.

Page 19: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

9

2.7. Logo Perusahaan

Gambar 2. Logo PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (PT Indofood CBP, 2015)

Logo PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk menggunakan pencitraan grafis huruf dan

warna, di mana warna dasar yang digunakan adalah biru dan merah. Warna biru pada

Indofood menggambarkan keadaan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan,

sedangkan warna merah pada CBP menandakan semangat.

Page 20: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

10

3. SPESIFIKASI PRODUK

3.1. Jenis Produk

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Cirebon memiliki

beberapa jenis produk, yaitu Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, dan Pop Mie. Berikut ini

adalah penjelasan mengenai produk-produk tersebut :

3.1.1. Supermi

Supermi merupakan pionir mi instan di Indonesia yang lahir sebelum Indomie, yakni pada

tahun 1968. Awalnya Supermi merupakan mi instan serbaguna, namun pada tahun 1976

Supermi mulai meluncurkan mi instan rasa kaldu ayam. Kini mi instan legendaris ini tetap

bertahan dengan beberapa varian flavor pada produknya, antara lain adalah Supermi Rasa

Kaldu Ayam, Supermi Rasa Sop Buntut, Supermi Rasa Semur Ayam Pedas, Supermi

Extra Rasa Soto Daging, Supermi Rasa Ayam Bawang, Supermi Extra Mi Goreng Rasa

Ayam Pangsit, dan lain-lain.

Gambar 3. Varian Produk Supermi (Idmarco, 2015)

3.1.2. Indomie

Indomie merupakan produk yang dikeluarkan pada tahun 1982. Mi instan yang mulanya

diragukan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif bahan pokok, lama

kelamaan berhasil menarik kepercayaan masyarakat karena harganya yang sangat

terjangkau, praktis, dan awet. Indomie Kuah Rasa Kaldu Ayam merupakan produk

pertama Indomie, yang kemudian disusul dengan Indomie Kuah Rasa Kari Ayam,

Indomie Goreng Spesial, dan terus berkembang pesat dengan berbagai inovasi. Jenis-jenis

produk Indomie antara lain adalah Indomie Goreng, Indomie Kuah, Indomie Jumbo,

Selera Nusantara, Mie Kriting, Taste of Asia, Kuliner Indonesia, My Noodlez, Real Meat,

dan Bite Me yang tersedia dengan beragam flavor. Terbuat dari bahan-bahan pilihan dan

Page 21: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

11

produksi yang higienis, Indomie telah bersertifikasi Halal, ISO, dan HACCP. Tidak

hanya di Indonesia, Indomie juga merambah ke Amerika Serikat, Australia, Inggris,

Timur Tengah, dan China.

Gambar 4. Varian Produk Indomie (Idmarco, 2015)

3.1.3. Sarimi

Sarimi merupakan produk dari Indofood Noodle Division yang lahir setelah Supermi dan

Indomie, yaitu pada tahun 1982. Kini Sarimi memiliki berbagai varian, yaitu Sarimi Rasa

Sate Ayam, Sarimi Rasa Pecel, Sarimi Rasa Soto Koya Gurih, Sarimi Rasa Soto Koya

Pedas, Sarimi Rasa Ayam Bawang, Sarimi Rasa Baso Sapi, Sarimi Goreng Rasa Ayam,

dan Sarimi Ayam. Ada pula varian Sarimi Besaar dengan flavor Sarimi Besaar Goreng

Spesial Ekstra Pedas dan Sarimi Besaar Rasa Soto Mie. Tersedia pula varian Sarimi isi 2

dengan rasa Pecel, Ayam Bawang, dan Baso Sapi.

Gambar 5. Varian Produk Sarimi (Sarimi, 2015)

3.1.4. Sakura

Mi instan dengan tagline β€œCocok harganya, cocok rasanya” ini tersedia dalam varian mi

goreng dan mi kuah, seperti Sakura Rasa Ayam Bawang, Sakura Rasa Soto Ayam, Sakura

Rasa Kaldu Ayam, Sakura Mi Goreng, dan lain sebagainya.

Page 22: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

12

Gambar 6. Varian Produk Sakura (Sakura Noodle, 2015)

3.1.5. Pop Mie

Lahir pada tahun 1987, Pop Mie merupakan produk mi instan yang dikemas dalam bentuk

cup sehingga sangat praktis dalam penyajiannya di mana saja, yaitu dengan cara diseduh

menggunakan air panas selama kurang lebih 5 menit. Pop Mie ini tersedia dalam varian

Pop Mie Goreng, Pop Mie Kuah, dan Pop Mie Mini. Pop Mie Kuah tersedia dalam varian

rasa Kari Ayam, Ayam, Ayam Bawang, Baso Sapi, Ayam Bawang, Soto Mi, Pedas

Dower, dan sebagainya. Pop Mie Goreng tersedia dengan pilihan rasa Pop Mie Goreng

Pedas dan Pop Mie Goreng Rasa Pedes Gledek. Pop Mie Cup terdapat 3 pilihan rasa yaitu

Baso Sapi, Soto Mi, dan Ayam Bawang. Produk ini juga mengeluarkan edisi Asian

Games, yaitu Pop Mie Rasa Ikan Renang, Pop Mie Rasa Ayam Lari, dan Pop Mie Rasa

Baso Tenis. .

Gambar 7. Varian Produk Pop Mie (Pop Mie, 2015)

3.2. Kode Produksi

Kode produksi merupakan sebuah catatan singkat berupa angka maupun huruf yang

memiliki peranan dalam memberi informasi bagi perusahaan itu sendiri maupun

konsumen mengenai tanggal produksi, tanggal kedaluwarsa, umur simpan produk, kode

perusahaan, kode mesin, hingga shift produksi dari produk-produk yang dihasilkan PT

Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Cirebon.

Page 23: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

13

3.2.1. Kemasan Primer (Etiket)

Pada gambar di bawah dapat dilihat kode produksi yang tertera pada etiket Indomie

Goreng Rasa Ayam Geprek. Kode produksi yang tertera adalah 01 10 19 dan di bawahnya

SBR B2 03 1 31 8. Arti dari kode produksi tersebut adalah :

01 10 19 merupakan tanggal kedaluwarsa produk, yaitu 1 Oktober 2019.

SBR merupakan kode pabrik Cirebon sebagai tempat produksi.

B2 menunjukkan mi tersebut diproduksi oleh regu B pada shift 2.

03 merupakan nomor line mesin produksi.

1 merupakan nomor mesin packing.

31 merupakan tanggal produksi mi.

8 merupakan umur simpan produk dalam bulan.

Gambar 8. Kode Produksi pada Kemasan Primer (Etiket) Indomie Ayam Geprek

(Sumber: dokumen pribadi)

3.2.2. Kemasan Sekunder (Karton)

Pada gambar di bawah dapat dilihat kode produksi yang tertera pada kemasan karton

Indomie Goreng Spesial. Kode produksi yang tertera adalah 22 09 19 dan di bawahnya

SBR A2 01 2 22 8. Arti dari kode produksi tersebut adalah :

22 09 19 merupakan tanggal kadaluarsa produk, yaitu 22 September 2019.

SBR merupakan kode pabrik Cirebon sebagai tempat produksi dari mi tersebut.

A2 menunjukkan mi tersebut diproduksi oleh regu A pada shift 2.

01 merupakan nomor line mesin produksi.

2 merupakan nomor mesin packing.

Page 24: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

14

22 merupakan tanggal produksi mi.

8 merupakan umur simpan produk dalam bulan.

Gambar 9. Kode Produksi pada Kemasan Sekunder (Karton) Indomie Goreng

(Sumber: dokumen pribadi)

Page 25: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

15

4. PROSES PRODUKSI

4.1. Faktor Produksi

Dalam sebuah proses produksi, terdapat 3 hal utama yang harus ada dan harus

diperhatikan, yaitu manusia, raw material atau bahan baku pembuatan produk, dan mesin

yang digunakan selama proses produksi. Ketiga hal ini tidak dapat berdiri sendiri karena

bukan suatu unsur tunggal. Manusia, bahan baku, dan mesin produksi merupakan faktor

masukan (input) yang digunakan selama proses produksi sehingga menjadi suatu barang

sebagai output untuk mencapai tujuan perusahaan. Ketiga faktor ini nantinya akan

mempengaruhi kuantitas maupun kualitas hasil produksi.

4.1.1. Manusia

Menurut KBBI (2012), sumber daya manusia merupakan potensi yang ada pada diri tiap

manusia dan dapat dikembangkan untuk proses produksi. Sumber Daya Manusia (SDM)

tetap dapat bertahan karena memiliki kemampuan untuk mengarahkan sumber daya

lainnya untuk mewujudkan tujuan perusahaan melalui perumusan visi misi. Dalam proses

produksi, SDM ini dibutuhkan untuk mengolah sumber daya lainnya, mendorong

efektivitas dan efisiensi proses produksi, serta menghasilkan produk dengan kuantitas dan

kualitas yang memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Sutrisno, 2009).

Di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Cirebon ini, pekerja

pada bagian produksi terbagi dalam dua shift. Pekerja yang berhubungan langsung dengan

proses produksi terbagi dalam 3 bagian, yaitu operator, asisten operator, dan helper.

a. Operator

Operator mixer

Operator pada proses mixing sebanyak 1 orang per line. Tugas dari operator pada

bagian mixing adalah menjalankan dan mengawasi jalannya mixer, mengatasi

masalah pada mesin, memastikan komposisi adonan tercampur hingga homogen,

dan memastikan agar jangan sampai adonan di feeder kosong.

Operator pressing roller & steamer

Page 26: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

16

Operator pada proses ini sebanyak 1 orang per line. Tugasnya adalah

mengoperasikan dan mengawasi jalannya mesin dari proses pressing hingga

steaming, memberikan food grade oil pada slitter, mengamati ketebalan

lembaran, menghitung jumlah untaian mi per jalur, dan memotong lembaran

adonan yang mengalami kerusakan.

Operator fryer & cooler

Operator pada proses ini sebanyak 1 orang per line. Tugasnya adalah

mengoperasikan dan mengawasi jalannya mesin dari cutting & folding, fryer dan

cooler, memastikan sinkronisasi ex-frying, mengecek kondisi baut dan rantai

pada mesin, menjaga kelancaran proses cutting & folding hingga cooling, dan

memperbaiki posisi mi pada mangkuknya.

Operator packing :

Operator pada proses packing terdiri dari 2 orang dalam 1 line pada normal

noodle, sehingga tiap 1 operator bertanggungjawab terhadap jalannya 2 mesin

packing. Tugas-tugas dari operator packing di antaranya adalah mengecek

ketersediaan RM sebelum proses produksi, mengecek jumlah RM yang masuk

dengan output, menjalankan dan mengawasi jalannya mesin Omori SE-5000A

dan Omori SE-5005A, serta mengatasi masalah yang terjadi pada proses

packing.

b. Asisten operator

Asisten operator terdapat pada bagian packing. Tugas dari asisten operator ini

adalah membantu operator dalam mengoperasikan mesin terutama membantu

ketika terjadi eror pada mesin serta membantu dalam tugas-tugas operator lainnya.

Tiap 1 line terdiri dari 4 mesin packing. Tiap 2 mesin terdiri dari 1 asisten operator,

sehingga dalam 1 line terdiri dari 2 asisten operator.

c. Helper

Helper screw

Pada normal noodle, jumlah helper tiap line adalah 2 orang. Sementara itu pada

cup noodle, jumlah helper-nya adalah 1 orang. Tugas dari helper pada bagian

screw ini adalah menimbang tepung yang dibutuhkan untuk normal noodle,

Page 27: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

17

menuangkan tepung ke dalam mesin screw, menjalankan mesin screw, dan

berkomunikasi dengan operator mixing apakah tepung sudah bisa dimasukkan

ke dalam mixer.

Helper packing

Helper packing terdiri dari beberapa bagian, yaitu helper isi mi sebanyak 2 orang

per line, helper checker 4 orang per line, helper sortir mi 4 orang per line, dan

helper packer 4 orang per line. Helper isi mi bertugas mengisikan mi ke bagian

konveyor yang kosong sebelum menuju autoloader, menyortir bentuk mi, dan

memperbaiki arah mi agar tidak bertabrakan di autoloader. Helper checker

bertugas untuk mengecek bentuk mi, mengecek kelengkapan dan kebocoran

bumbu, serta mengisikan bumbu yang kosong. Helper sortir mi bertugas untuk

mengecek mi patah, potong bumbu dan potong minyak, mengecek kondisi

etiket, mengecek kode produksi, dan membantu mengepak mi dalam karton.

Helper packer bertugas untuk memasukkan mi ke dalam karton.

4.1.2. Bahan (Raw Material)

Setiap proses produksi mi instan di pabrik ini tentu dapat berjalan apabila bahan baku

yang dibutuhkan tersedia. Bahan baku terdiri dari bahan baku untuk adonan mi, bumbu,

dan pengemas. Bahan baku yang digunakan untuk produksi mi instan di PT Indofood

CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Cirebon ini adalah tepung terigu dan

tapioka, larutan alkali, air, minyak goreng, serta bahan tambahan lain seperti kecap asin

dan emulsifier.

a. Tepung

Tepung merupakan bahan dasar pembuatan mi. Pencampuran beberapa jenis tepung

dengan jumlah tertentu dilakukan untuk mendapatkan karakteristik tekstur mi yang

diinginkan. Tepung yang digunakan oleh pabrik ini diambil dari PT Bogasari Flour Mills

yang merupakan salah satu bagian dari Indofood Group. Berikut ini adalah beberapa jenis

tepung yang digunakan dalam pembuatan produk mi instan di PT Indofood Noodle

Division :

Tepung Terigu

Page 28: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

18

Berasal dari hasil penggilingan biji gandum (Triticum vulgare), tepung terigu

memiliki kemampuan untuk membentuk gluten. Selain karbohidrat, terigu memiliki

protein gliadin dan glutenin di mana ketika diberi penambahan air dan diaduk maka

akan membentuk gluten sehingga adonan yang terbentuk bersifat elastis dan plastis.

Semakin tinggi protein, maka gluten yang terbentuk semakin tinggi sehingga

tekstur akan semakin kenyal dan elastis (Purnawijayanti, 2009). Sifat adonan yang

elastis akan meminimalisir putusnya untaian mi saat proses pencetakan dan

pemasakan (Astawan, 2000). Terigu yang digunakan terdiri dari 3 jenis yakni :

Terigu Cakra Kembar

Tepung ini tergolong dalam hard flour, yaitu tepung terigu dengan kualitas

terbaik sebab memiliki kandungan protein yang tinggi dan mampu menyerap air

lebih banyak sehingga adonan mengembang lebih baik. Terigu Cakra Kembar

mengandung protein sebesar 13% db dengan water absorption minimal 60%,

umumnya digunakan dalam pembuatan roti dan mi.

Terigu Segitiga Biru

Tepung ini tergolong dalam medium hard flour, di mana kandungan proteinnya

sedang sehingga dapat digunakan dalam pembuatan beragam jenis makanan.

Terigu Segitiga Biru mengandung protein sebesar 11-12,5% db dengan water

absorption minimal 58%.

Terigu Segitiga Hijau

Tepung ini tergolong dalam soft flour di mana kandungan proteinnya cukup

rendah, umumnya digunakan dalam pembuatan kue kering dan biskuit.

Tepung Tapioka

Berbeda dari terigu yang berasal dari biji gandum, tepung tapioka terbuat dari pati

yang berasal dari ubi kayu yang sudah melalui proses pemarutan, pemerasan,

penyaringan, pengendapan pati, hingga pengeringan (Astawan, 2000). Tepung

tapioka ini digunakan sebagai substitusi tepung terigu pada beberapa produk mi

instan yang dibuat dalam pabrik ini. Tepung tapioka memiliki mutu yang lebih

rendah daripada terigu karena menghasilkan tingkat kekenyalan yang rendah

(Purnawijayanti, 2009). Secara visual, tepung tapioka memiliki warna yang lebih

putih daripada tepung terigu.

Page 29: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

19

b. Larutan Alkali

Larutan alkali merupakan bahan yang ditambahkan pada saat proses pencampuran

tepung. Larutan alkali memiliki berbagai peranan, di antaranya adalah sebagai pemberi

warna, penguat rasa, menentukan tekstur, pengawet, dan sebagainya. Setiap jenis produk

memiliki komposisi alkali yang berbeda. Larutan alkali ini terdiri dari garam, monokrim,

premix, single ingredient lainnya, dan air. Garam berguna untuk menambah rasa,

memperkuat tekstur, meningkatkan elastisitas, mengikat air, dan mencegah adonan agar

tidak mengembang berlebihan. Monokrim berperan sebagai pengenyal pada beberapa

produk tertentu, seperti Indomie Goreng Rendang, Indomie Goreng Mi Aceh, dan

Supermi Ayam Bawang. Umur simpan dari monokrim adalah 72 jam. Monokrim yang

baik masih berwarna putih dan tidak terdapat cemaran. Premix terdiri dari berbagai

campuran yang salah satu fungsinya adalah sebagai pemutih. Sementara itu, air

digunakan untuk melarutkan dan membantu homogenisasi semua bahan agar tercampur

merata. Umur simpan alkali adalah 24 jam. Alkali yang baik tidak mengandung cemaran

benda asing, memiliki warna, pH, viskositas, dan specific gravity sesuai dengan standar,

serta tidak beraroma asam.

c. Air

Air digunakan untuk membentuk gluten dan mereaksikannya dengan karbohidrat, serta

membantu proses mixing agar semua bahan menjadi homogen (Koswara, 2009). pH air

yang baik adalah netral. Semakin banyak air yang mampu diserap, maka mi yang

dihasilkan tidak mudah patah. Air yang digunakan untuk proses adalah air kondensat,

yaitu uap yang dihasilkan dari air dalam boiler. Air kondensat ini melalui pengecekan

oleh QC terhadap kandungan sulfit dan fosfatnya.

d. Bahan tambahan : kecap asin dan emulsifier

Kecap asin dan emulsifier merupakan bahan tambahan yang hanya digunakan pada

beberapa jenis produk saja. Kecap asin digunakan untuk Pop Mie flavor Ayam Bawang

dan Baso Spesial. Fungsi dari kecap asin ini adalah untuk menambah ciri khas rasa dari

produk dan memberi warna. Sementara itu, emulsifier berperan sebagai pelicin,

digunakan pada produk Pop Mie dan Sarimi Gelas.

Page 30: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

20

e. Minyak Goreng

Selain sebagai medium penghantar panas pada proses penggorengan, minyak goreng juga

berperan sebagai penambah rasa dan penambah kalori. Minyak goreng yang digunakan

adalah minyak kelapa sawit dari brand Bimoli yang tergabung dalam Indofood Group.

Terdapat dua jenis minyak goreng yang digunakan, yaitu minyak goreng baru (BB) dan

minyak goreng bekas (BK). Jumlah dan kualitas minyak goreng, terutama minyak goreng

bekas (BK) perlu diperhatikan untuk menjaga mutu produk. Semakin tinggi kadar free

fatty acid (FFA) pada minyak goreng, maka semakin rendah pula mutu mi instan sebab

umur simpannya semakin singkat akibat lebih mudahnya terjadi ketengikan pada produk.

Selain itu, kandungan FFA yang terlalu tinggi juga dapat merusak warna dan rasa pada

mi. Oleh karena itu, QC selalu melakukan peengecekan kadar FFA pada penggunaan

minyak goreng.

f. Seasoning dan Pengemas

Seasoning merupakan bumbu dan minyak bumbu sebagai bagian dari produk. Pengemas

berperan untuk melindungi produk dari kerusakan fisik, kimia, ataupun mikrobiologis

terutama saat proses distribusi. Pengemas terdiri dari pengemas primer dan pengemas

sekunder. Pengemas primer biasanya disebut juga dengan etiket yang terbuat dari plastik

jenis Oriented Polypropylene (OPP) dan Polypropylene (PP). Material lain yang

dibutuhkan dalam pengemasan terdiri dari plastik, karton untuk kemasan sekunder,

lakban, cup, dan sealing film.

4.1.3. Mesin

Faktor ketiga yang berperan dalam proses produksi adalah mesin. Dengan adanya mesin,

proses produksi dapat berjalan lebih efisien. Mesin dioperasikan oleh operator agar dapat

berjalan dengan baik dan stabil. Penggunaan dan pemeliharaan mesin perlu diperhatikan

sebab akan sangat berpengaruh pada hasil produksi. Berikut ini adalah beberapa mesin

pokok yang digunakan pada proses produksi mi instan di PT Indofood CBP Sukses

Makmur Tbk Noodle Division Cabang Cirebon :

a. Sieving Machine

Page 31: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

21

Mesin pengayak berfungsi untuk mengayak tepung dengan tingkat kehalusan 20 mesh

dan mencegah tepung dari cemaran benda asing. Alat ini dilengkapi dengan screw

conveyor yang di dalamnya terdapat spiral yang dapat mengantarkan tepung ke mixer.

Gambar 10. Sieving Machine (SepMachinery, 2018)

b. Mixer

Mixer berfungsi untuk mengaduk adonan mi yang terdiri dari tepung, larutan alkali, dan

air hingga homogen. Mesin ini dilengkapi dengan blade yang digerakkan oleh motor

penggerak sehingga adonan dapat tercampur rata. Tiap line memiliki 2 mixer.

Gambar 11. Mixer (Guangzhou Broadyea Manufacture, 2006)

c. Tangki alkali

Tangki alkali merupakan tangki untuk membuat larutan alkali dan menampung alkali

yang akan dimasukkan dalam mixer. Kapasitas tangki alkali ini adalah 2000 liter. Tangki

ini dilengkapi oleh agitator untuk mengaduk campuran bahan untuk membuat larutan

alkali.

Page 32: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

22

Gambar 12. Tangki Alkali (Focus Technology, 1998)

d. Weighing tank

Weighing tank merupakan tangki alkali yang berukuran lebih kecil untuk menampung

alkali. Weighing tank terletak di atas mixer.

Gambar 13. Weighing tank (Nipro Weitek, 2009)

e. Dough Feeder

Dough feeder digunakan untuk menampung adonan dari mixer sebelum diteruskan ke

mesin pressing.

Gambar 14. Dough Feeder (Mangal Machines Private Limited, n.d.)

Page 33: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

23

f. Dough Sheeter

Dough sheeter berfungsi untuk membentuk adonan menjadi lembaran yang tebal melalui

tekanan dari 2 roll yang bergerak berlawanan arah.

Gambar 15. Dough sheeter (iFoodEquipment, 2019)

g. Continuous Pressing Roller

Continuous Pressing Roller berfungsi untuk menipiskan adonan mi. Mesin ini terdiri dari

7 roll, di mana kecepatan putaran tiap roll berbeda. Semakin tinggi kecepatannya maka

lembaran adonan yang terbentuk semakin tipis.

Gambar 16. Continuous Pressing Roller (Fuji Manufacturing, n.d.)

h. Slitter

Slitter berfungsi untuk membentuk adonan yang sudah di press menjadi untaian yang

bergelombang dengan ketebalan tertentu. Tipe slitter yang berbeda akan menghasilkan

ketebalan, bentuk, dan jumlah untaian mi yang berbeda pula. Panjang slitter adalah 800

mm. Cara perawatan slitter ini adalah dengan mengoleskan food grade oil pada celah-

celahnya untuk mencegah pemuaian yang dapat merusak bentuk untaian.

Page 34: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

24

Gambar 17. Slitter (Shangbaotai Machine Technology, 2017)

i. Steamer

Steamer atau pengukus adalah alat yang berfungsi untuk memasak mi dengan tekanan

uap tertentu sehingga untaian mi dapat lebih mengembang dan menjadikan untaian mi

tersebut setengah matang.

Gambar 18. Steamer (Jingcheng Machinary Manufacturing, 2016)

j. Cutter & folder

Mesin cutter dan folder berfungsi untuk memotong untaian mi menjadi lebih pendek

dengan ukuran tertentu, kemudian membentuk untaian mi yang sudah dipotong tersebut

menjadi lipatan, lalu mencetaknya dalam mangkuk mi.

Page 35: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

25

.

Gambar 19. Cutter & folder (Longer Company, 2010)

k. Fryer

Fryer atau mesin penggorengan adalah alat untuk mengeringkan mi ex-steam dengan cara

digoreng dalam minyak panas. Pada fryer terdapat suhu inlet, middle, dan outlet yang

dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Alat ini dilengkapi juga dengan valve di mana

semakin besar bukaan valve maka suhu akan semakin meningkat.

Gambar 20. Fryer (Focus Technology, 1998)

l. Cooler

Cooler berfungsi untuk menurunkan suhu mi setelah digoreng melalui udara dari blower

ke mesin pendingin. Mi diturunkan suhunya hingga mencapai 45Β°C.

Page 36: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

26

Gambar 21. Cooler (Longer Company, 2010)

m. Wrapper

Wrapper merupakan mesin untuk mengemas mi dengan etiket sebagai kemasan primer.

Gambar 22. Wrapper (Omori India Pvt, 2014)

n. Cartoning machine

Cartoning machine merupakan mesin yang digunakan untuk merekatkan karton.

Gambar 23. Cartoning machine (Fuji Manufacturing, n.d.)

Page 37: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

27

4.2. Proses Produksi

Di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Cirebon ini jenis mi

yang diproduksi adalah normal noodle (Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura) dan cup

noodle (Pop Mie). Secara garis besar, proses produksi mi instan di pabrik ini memiliki

alur yang sama. Perbedaannya hanya terletak pada komposisi bahan, dan adanya

penyemprotan air, emulsifier, dan kecap asin pada beberapa produk saja. Penambahan

spray air dilakukan pada saat mi telah melalui proses slitting pada produk yang

menggunakan tepung tapioka dan juga pada Pop Mie. Sementara itu, penyemprotan

emulsifier dilakukan pada produk Pop Mie sebelum melalui proses cutting.

Page 38: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

28

Keterangan :

Gambar 24. Diagram Alir Proses Produksi Mi Instan

Pengayakan

Pencampuran

Pengepresan

Slitting

Pengukusan

Pemotongan & Pelipatan

Penggorengan

Pendinginan

Pengemasan

Mi instan

Tepung

(Terigu & Tapioka)

Larutan alkali Air

Minyak goreng

Seasoning Etiket & karton

Bahan baku Proses Produk jadi

Page 39: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

29

a. Pengayakan Tepung

Sebelum melalui proses pencampuran bahan, tepung harus diayak terlebih dahulu.

Tepung merupakan bahan utama dalam pembuatan mi instan. Oleh karena itu, perlu

dipastikan bahwa tepung yang digunakan memiliki kualitas yang baik. Proses

pengayakan ini bertujuan untuk menyortir tepung berdasarkan ukuran atau tingkat

kehalusan tertentu, serta sebagai alat pembersih untuk memisahkan kontaminan dari

tepung sehingga tidak ikut masuk ke dalam produk. Ukuran pengayakan yang digunakan

adalah 20 mesh, artinya setiap 1 cm2 terdapat 20 lubang. Durasi yang dibutuhkan untuk

pengayakan adalah 4-5 menit per adukan. Kriteria yang dianggap tidak sesuai standar

pada proses pengayakan ini adalah kemasan tepung yang sudah rusak ketika diterima,

warna tepung berbeda, dan terdapat cemaran.

b. Pencampuran (Mixing)

Proses mixing bertujuan untuk mencampur dan mengaduk semua bahan-bahan pokok

hingga menjadi adonan yang homogen. Pada tahap ini terjadi hidrasi antara tepung

dengan air, di mana proses mixing dapat membantu hidrasi berlangsung secara merata

sehingga dapat menarik serat-serat gluten dan membentuk adonan yang elastis (Koswara,

2009). Pada tahap ini, bahan-bahan yang dicampur adalah tepung yang telah diayak,

larutan alkali, dan air. Umumnya, total jumlah tepung yang digunakan per adukan adalah

300 kilogram. Jenis dan jumlah tepung yang digunakan untuk tiap jenis produk memiliki

ketentuan yang beragam untuk menghasilkan tekstur adonan yang diinginkan. Banyaknya

penambahan air pada proses mixing berbeda-beda untuk tiap produk ataupun tiap adukan

supaya mendapat tekstur yang sesuai. Maksimal penambahan air adalah sebanyak 15 liter

per adukan.

Larutan alkali terdiri dari berbagai bahan yang dicampur dalam tangki alkali berukuran

besar yang dilengkapi agitator. Tahapan pembuatan larutan alkali adalah memasukkan air

bersih dalam weighing tank, menyalakan agitator, pengadukan I (pengadukan dengan

monokrim selama 20-25 menit), pengadukan II (penambahan dengan premix dan diaduk

selama 40-55 menit), pengadukan III (pencampuran dengan garam dan juga single

ingredient lain selama 30-40 menit), pengadukan IV (penambahan air bersih sampai

volume tertentu selama 10-20 menit), dan diambil sampel untuk diuji ke quality control.

Page 40: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

30

Larutan alkali yang sudah jadi dialirkan melalui pipa yang terdapat filter di dalamnya

untuk mencegah masuknya benda asing sebelum ditampung dalam tangki alkali

berukuran lebih kecil, lalu dialirkan ke dalam mixer.

Proses mixing ini sangatlah penting karena akan memengaruhi tekstur mi. Tahapan

mixing diawali dengan pengadukan bahan kering yaitu tepung, dilanjutkan dengan

penambahan larutan alkali, dan terakhir adalah penambahan air. Durasi pengadukan

adalah 12-15 menit, dengan standar kecepatan kurang lebih 37,5 ppm. Proses pengadukan

mulanya dari cepat kemudian akan menjadi lebih lambat. Kesalahan dalam pengadukan

akan membuat adonan menjadi terlalu lembek ataupun terlalu kering. Standar kadar air

untuk adonan adalah 31-35%. Adonan yang sudah jadi akan diturunkan melalui feeder

untuk proses selanjutnya.

c. Pengepresan (Pressing)

Pressing merupakan proses di mana adonan dari feeder melalui dough sheeter dan

continuous pressing roll sehingga adonan dibentuk menjadi lembaran dengan ketebalan

tertentu. Pada proses ini, gluten ditarik ke satu arah yang sama sehingga seratnya sejajar.

Serat yang sejajar ini yang akan menghasilkan mi yang halus, kenyal, dan elastis

(Astawan, 2000). Mulanya, adonan dari feeder akan melalui dough sheeter yang terdiri

dari 2 roll berukuran besar yang berputar berlawanan arah, di mana melalui tekanan dari

kedua roll tersebut terbentuklah lembaran adonan yang masih tebal, rapuh, dan kasar.

Standar ketebalan lembaran adonan setelah melalui dough sheeter adalah 5 mm. Pada

tahap ini terdapat sensor yang berguna untuk menstabilkan lembaran adonan agar tidak

terlipat atau bertumpuk. Selanjutnya, lembaran adonan tersebut akan melalui continuous

pressing roll yang terdiri dari 7 roll. Kecepatan putaran roll akan menentukan ketebalan

yang dihasilkan. Tiap roll memiliki kecepatan putaran yang berbeda di mana roll pertama

berputar lebih lambat dan menghasilkan lembaran yang masih tebal, kemudian roll kedua

dan seterusnya memiliki putaran yang semakin cepat sehingga menghasilkan lembaran

yang semakin tipis dan elastis. Ketebalan lembaran adonan pada tiap brand mi instan

berbeda-beda. Umumnya, untuk normal noodle ketebalannya adalah 1,25 mm. Kriteria

yang tidak memenuhi standar pada tahap pressing ini adalah ketebalan dan bentuk

lembaran adonan yang tidak sesuai standar.

Page 41: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

31

d. Pembentukan untaian (Slitting)

Setelah melalui pressing, lembaran adonan mi yang sudah tipis akan melalui slitter untuk

membentuk lembaran adonan tersebut menjadi untaian-untaian mi yang bergelombang,

kemudian untaian tersebut akan terbagi menjadi 8 jalur mi. Tipe slitter akan menentukan

jumlah untaian per jalur, bentuk gelombang, dan ketebalan untaian mi. Semakin besar

tipe slitter yang digunakan, maka jumlah untaian per jalur akan semakin banyak. Jumlah

untaian per jalur yang dihasilkan oleh slitter tipe 14 adalah 43-49 untaian, tipe 16

menghasilkan 50-56 untaian, tipe 22 menghasilkan 70-76 untaian, dan tipe 24

menghasilkan 77-83 untaian. Kriteria yang tidak sesuai dengan standar dilihat dari

kerapian untaian dan gelombang yang dihasilkan serta tidak tercemar. Pada beberapa

produk tertentu, setelah terbentuk untaian mi akan disemprot dengan air melalui nozzle

bertekanan 1,2 bar. Tujuannya adalah untuk mencegah kelengketan antar untaian mi

ataupun dengan mesin. Biasanya penyemprotan air ini dilakukan pada Pop Mie dan

Indomie Goreng Flavor Mi Goreng Aceh.

e. Pengukusan (Steaming)

Setelah terbentuk untaian mi yang bergelombang maka untaian mi tersebut akan melalui

proses steaming, yaitu proses di mana mi dimasak di dalam steam box menggunakan uap

panas dengan suhu 90-100ΒΊC hingga untaian mi menjadi padat dan matang (derajat

gelatinisasi minimal 85%). Tekanan steaming diukur dengan pressure gauge. Untuk

normal noodle, tekanan yang digunakan adalah 0,2-0,4 kg/cm2, sedangkan untuk cup

noodle menggunakan tekanan 0,2-0,3 kg/cm2. Pada tahap ini, terjadi gelatinisasi dan

koagulasi gluten sehingga terbentuk ikatan yang keras dan kuat serta menghasilkan mi

yang kenyal (Astawan, 2000). Gelatinisasi adalah proses pembentukan gel pada pati

melalui hidrasi di mana volume granula pati akan meningkat hingga pecah dan tidak dapat

kembali lagi pada kondisi semula (Haryanti et al., 2014). Steaming lebih dipilih daripada

boiling untuk pemasakan mi karena menghasilkan kadar air yang lebih rendah. Kriteria

yang tidak sesuai standar dari proses ini adalah mi yang masih mentah.

f. Pemotongan dan Pelipatan (Cutting and Folding)

Pada proses ini, untaian mi yang sudah melalui steaming akan melalui pemotongan

kemudian akan dilipat. Pada normal noodle, mi yang sudah dipotong akan dilipat menjadi

Page 42: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

32

2 bagian dan masuk ke mangkok cetakan berbentuk persegi. Sedangkan pada cup noodle

proses pemotongan dilakukan secara vertikal menjadi 3 tumpukan dan masuk ke

mangkok cetakan yang berbentuk bulat. Mi yang baik akan terpotong dengan besar yang

sama dan terlipat dengan baik dan rapi. Pada tahap ini biasanya QC field akan mengambil

beberapa sampel mi untuk mengukur berat mi basah dan mengecek kesesuaiannya dengan

standar. Mi yang telah menempati cetakannya akan bergerak melalui konveyor untuk

masuk ke tahap penggorengan.

g. Penggorengan (Frying)

Penggorengan adalah proses pemberian panas terhadap bahan dengan media berupa

minyak yang dapat menimbulkan beberapa perubahan sifat. Tujuan dari penggorengan

adalah menurunkan kadar air dari 33-35% menjadi maksimal 3,5%. Tingginya suhu

minyak mampu menguapkan air dari mi ex-steam dan membentuk pori-pori halus yang

mempercepat proses penyerapan air pada waktu dimasak (rehidrasi). Dengan

menurunnya kadar air, maka mi dapat bertahan selama 8 bulan untuk normal noodle dan

6 bulan untuk cup noodle. Akan tetapi, pada proses ini minyak akan secara kontinyu

mengalami pemanasan sehingga menimbulkan ketengikan akibat terjadinya reaksi

oksidasi antara oksigen dengan minyak ataupun reaksi hidrolisa. Reaksi tersebut akan

meningkatkan kadar FFA yang dapat memengaruhi kualitas mi terutama pada flavor dan

umur simpannya. Oleh karena itulah dilakukan pengecekan kadar FFA minyak oleh QC

saat sebelum, setelah, dan saat produksi tersebut dilakukan. Proses penggorengan

dilakukan dengan suhu 120-160Β°C selama 90-100 detik. Suhu penggorengan pada inlet,

middle, dan outlet berbeda untuk mencegah terjadinya case hardening, yaitu mi yang

matang di luar namun masih mentah di bagian dalam. Level minyak pada penggorengan

adalah 7-9 cm. Tiap 1 cm terdapat Β±25 kg minyak. Jumlah minyak yang terlalu sedikit

dapat membuat mi tidak matang, sedangkan minyak yang terlalu banyak mengakibatkan

minyak dapat tumpah atau keluar dari frying box. Sebelum minyak disebar, minyak

melalui proses pemanasan terlebih dahulu menggunakan steam boiler.

h. Pendinginan (Cooling)

Tahap pendinginan dilakukan untuk melepaskan sisa panas dari proses frying dan

membuat tekstur mi menjadi keras (Astawan, 2000). Pada tahap ini suhu blok mi yang

Page 43: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

33

mulanya 160Β°C harus diturunkan menjadi maksimal 45Β°C. Pendinginan harus dilakukan

sempurna sebelum blok mi tersebut dikemas, karena dapat menimbulkan terjadinya

kondensasi uap air yang memudahkan tumbuhnya jamur sehingga umur simpan semakin

singkat. Pendinginan dilakukan pada cooling box dengan 8 blower yang terdapat pada sisi

cooling box. Pendinginan pada normal noodle selama 100 detik, sedangkan pada cup

noodle selama 300 detik. Pada tahap ini, blok mi yang telah keluar dari cooling box dari

8 jalur akan menjadi 4 jalur. Blok mi yang telah melalui proses pendinginan ini akan

melalui beberapa pengecekan dengan parameter berat blok mi kering, bentuk blok mi dari

dua sisi (dapat berdiri), warna kuning pada mi, dan tidak ada cemaran.

i. Pengemasan (Packing)

Pada proses ini terdapat beberapa tahapan, yaitu penyusunan dan sortasi mi ke konveyor,

penambahan dan pengecekan seasoning dengan bantuan checker, pengemasan dengan

etiket beserta dengan kode produksi, penyortiran hasil pengemasan di mana kemasan

yang bumbunya kosong akan dibuka lagi, kemudian dilanjutkan cartoning. Pengemasan

mi dalam etiket bertujuan melindungi produk dari kerusakan atau kontaminasi dari luar.

Etiket direkatkan dengan pemanas pada mesin pengemas di end/upper, end/lower,

center/front, center/back, dan preheater yang suhunya dapat diatur. Setelah dibungkus

dalam etiket, mi dimasukkan dalam karton. Tiap karton umumnya berisi 40 bungkus mi

untuk normal noodle dan untuk cup noodle berisi 24 cup per kartonnya. Karton tersebut

akan melalui carton sealer dan konveyor sampai ke gudang Finished Goods (FG).

Page 44: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

34

5. ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE GORENG ACEH

DENGAN INDOMIE GORENG SPESIAL BERKAITAN DENGAN PROSES

PRODUKSINYA

5.1. Latar Belakang

Mi merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di Asia khususnya di Asia

Timur dan Asia Tenggara. Dalam 100 gram mi kering, terkandung 50 gram karbohidrat,

7.6 gram protein, 11.8 gram lemak, 1.7 mg mineral, 49 mg kalsium, dan 338 kalori

(Pangestu, 2014). Selain itu, tekstur mi yang kenyal, cara memasak yang praktis, dan

harganya yang terjangkau membuat mi semakin diminati oleh banyak orang dari segala

kalangan termasuk masyarakat Indonesia. Oleh karena itulah mi berpotensi sebagai bahan

pangan alternatif pengganti nasi.

Mi terdiri dari beberapa jenis. Secara garis besar, mi dibagi ke dalam 3 jenis yaitu mi

basah (boiled noodle), mi kering, dan mi instan. Mi basah memiliki kadar air tertinggi di

antara mi yang lainnya karena melalui proses pemasakan/perebusan tanpa dikeringkan.

Mi kering umumnya terdapat penambahan telur pada formulasinya, kemudian melalui

proses pengeringan setelah pencetakan. Berbeda dengan kedua jenis mi lainnya, mi instan

melalui proses pengukusan, pembentukan, dan pengeringan ataupun penggorengan

sebelum akhirnya dikemas dan dipasarkan. Dalam mi instan pun diberi tambahan bumbu

dengan cita rasa tersendiri sehingga digemari oleh masyarakat. Kadar airnya yang rendah

membuat mi memiliki umur simpan yang panjang (Estiasih et al., 2017).

Umumnya, mi yang ada di Indonesia terbuat dari tepung terigu karena terigu mampu

membentuk gluten dan menghasilkan tekstur mi yang kenyal. Selain tepung terigu, mi

dapat juga dibuat dari tepung tapioka. Selain untuk mencegah ketergantungan terhadap

terigu, substitusi tepung terigu dengan tapioka ini juga dilakukan untuk menghasilkan

tekstur mi yang berbeda. Penggunaan tepung tapioka pada pembuatan mi dapat merubah

sifat fisik dan mengurangi kekenyalan mi (Dessuara, 2015). Hal inilah yang juga

dilakukan oleh PT Indofood CBP dalam pembuatan produk mi instan Indomie.

Umumnya, Indomie menggunakan tepung terigu saja kecuali pada Indomie Goreng

Flavor Mi Aceh (IMGA) yang menggunakan tepung tapioka. Selain pada bahan, terdapat

Page 45: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

35

pula beberapa perbedaan lain pada tahapan proses produksi IMGA. Perbedaan-perbedaan

tersebut memengaruhi jumlah scrap yang dihasilkan antara IMGA dengan Indomie

Goreng Spesial (GSS), di mana pada IMGA jumlah scrap yang dihasilkan jauh lebih

besar daripada scrap dari produksi GSS. Scrap adalah sisa bahan baku dari proses

produksi suatu produk yang hanya memiliki nilai yang kecil atau bahkan tidak memiliki

nilai (Blocher et al., 2007). Perbedaan jumlah scrap antara IMGA dan GSS tentu

dipengaruhi berbagai faktor. Beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab dari scrap

tersebut misalnya karena kerusakan mesin, ketidaksesuaian spesifikasi bahan baku,

ataupun kesalahan dari operator. Oleh karena itulah, perlu dilakukan identifikasi

penyebab terjadinya perbedaan jumlah scrap dan solusi atau penanganan terhadap scrap

tersebut.

5.2. Tujuan Penelitian

Mengetahui perbedaan komposisi dan proses produksi pada Indomie Goreng

Spesial (GSS) dengan Indomie Goreng Flavor Mi Aceh (IMGA).

Mencari perbedaan jumlah scrap antara GSS dengan IMGA dan menganalisis

faktor penyebabnya berkaitan proses produksi.

Mencari solusi untuk mengatasi masalah scrap tersebut.

5.3. Metode

Metode yang dilakukan diawali dengan pengamatan terhadap proses produksi GSS dan

IMGA. Kemudian dilanjutkan dengan mengamati masalah yang terjadi berkaitan dengan

scrap yang dihasilkan. Setelah itu, data scrap dari proses produksi GSS dan IMGA dicari

dan persentase jumlah scrap dihitung. Data yang dimasukkan adalah data dari proses

produksi selama 7 jam kerja pada 1 shift selama 5 hari. Analisis terhadap faktor penyebab

scrap dikaitkan dengan perbedaan proses produksi antara GSS dengan IMGA.

Selanjutnya, dicari pemecahan masalah berkaitan dengan scrap yang dihasilkan.

Page 46: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

36

5.4. Hasil

Berdasarkan pengamatan di lapangan, maka didapatkan data hasil pengamatan berupa

perbedaan proses produksi IMGA dengan GSS dan perbedaan jumlah scrap antar kedua

jenis mi tersebut sebagai berikut.

Perbedaan Proses Produksi IMGA dengan GSS dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan Proses Produksi IMGA dengan GSS

No Pembeda IMGA GSS

1 Pengayakan Jumlah tepung : 334 kg

Durasi : 9 menit per adukan

Jumlah tepung : 300 kg

Durasi : 6 menit per adukan

2 Mixing

Komposisi :

Tepung Tapioka = 34 kg

Tepung Terigu = 12 zak*

Alkali A467A = 105 liter

Air = 6-7 liter

Target : 54 adukan per shift

Komposisi :

Tepung Terigu = 12 zak*

Alkali A335A = 86 liter

Air = 3-4 liter

Target : 60 adukan per shift

3 Rpm pressing-

cooling 80 rpm 90 rpm

4 Pressing & slitting

Tipe slitter 16

Jumlah untaian per jalur : 54Β±3

Ketebalan mi 1,55Β±0,05 mm

Ada spray air (P = 1,2 bar)

Tipe slitter 22

Jumlah untaian per jalur : 74Β±3

Ketebalan mi 1,25Β±0,05 mm

Tidak ada spray air

5 Steaming Tekanan : 0,4-0,5 Bar

Durasi : 88 detik

Tekanan : 0,2-0,3 Bar

Durasi : 75-76 detik

6 Frying

Suhu :

- Inlet : 118Β±5Β°C

- Middle : 150Β±5Β°C

- Outlet : 160Β±5Β°C

Durasi : 102 detik

Suhu :

- Inlet : 120Β±5Β°C

- Middle : 150Β±5Β°C

- Outlet : 155Β±5Β°C

Durasi 84 detik

7 Cooling Durasi : 122 detik Durasi 105 detik

8 Packing 160 rpm (manual) 180 rpm

Page 47: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

37

4 autoloader per line

Jumlah helper : 25 orang/line

8 autoloader per line

Jumlah pekerja : 15 orang/line

9 Berat mi

Mi basah : 85 Β± 3 gram

Mi kering : 70 Β± 3 gram

Berat bersih : 90 gram

Mi basah : 78 Β± 3 gram

Mi kering : 66 Β± 3 gram

Berat bersih : 85 gram

10 Target produksi 960 karton / jam 1080 karton / jam

Keterangan : *1 zak = 25 kg

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat dilihat berbagai faktor pembeda antara proses produksi

pada Indomie Goreng Spesial (GSS) dengan Indomie Goreng Flavor Mi Aceh (IMGA).

Faktor pembeda tersebut antara lain dari proses pengayakan, mixing, kecepatan (rpm)

pressing hingga cooling, proses pressing dan slitting, steaming, frying, cooling, packing,

berat mi, dan target produksinya. Pada proses pengayakan, jumlah tepung IMGA lebih

banyak daripada GSS dengan durasi yang lebih panjang pula. Pada proses mixing,

perbedaan antara IMGA dengan GSS dapat terlihat pada jumlah dan jenis tepung dan

alkali yang berbeda, jumlah air yang digunakan, kecepatan putaran, dan target adukan per

shift. Proses pressing hingga cooling pada IMGA menggunakan rpm yang lebih rendah

daripada GSS. Proses pressing dan slitting terdapat perbedaan pada keduanya dari tipe

slitter yang memberi perbedaan pada jumlah dan ketebalan untaian, serta penggunaan

spray air. Proses steaming pada IMGA menggunakan tekanan yang lebih tinggi dan durasi

yang lebih lama daripada GSS. Begitu pula dengan proses frying di mana suhu dan durasi

yang digunakan pada IMGA umumnya lebih tinggi daripada GSS. Proses cooling pada

IMGA membutuhkan waktu yang lebih lama daripada GSS. Pengemasan (packing) pada

IMGA dilakukan secara manual dengan kecepatan yang lebih rendah, autoloader yang

lebih sedikit, namun helper yang lebih banyak daripada GSS. Berat mi yang dihasilkan

pada IMGA lebih tinggi daripada GSS. Target produksi GSS lebih tinggi daripada IMGA.

Page 48: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

38

Hasil pengamatan terhadap jumlah dan persentase scrap pada proses produksi Indomie Goreng Spesial (GSS) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Scrap pada GSS

No Tgl Jml Tepung

(kg)

Jenis Scrap Total Scrap

Adonan Mi Basah HF HP HH

kg % kg % kg % kg % kg % kg %

1 12-Jan-19 18250 1 0.004981 8 0.039851 9 0.044832 64 0.318804 23 0.11457 105 0.523039

2 15-Jan-19 17700 1 0.005136 6 0.030817 7 0.035953 119 0.611197 38 0.195172 171 0.878274

3 16-Jan-19 18650 1 0.004874 7 0.034121 6 0.029247 82 0.399708 30 0.146234 126 0.614185

4 21-Jan-19 18600 1 0.004888 5 0.024438 9 0.043988 142 0.694037 33 0.16129 190 0.928641

5 31-Jan-19 18725 1 0.004855 8 0.03884 15 0.072824 155 0.752519 34 0.165069 213 1.034106

RATA-

RATA 18385 1 0.004947 6.8 0.033613 9.2 0.045369 112.4 0.555253 31.6 0.156467 161 0.795649

Keterangan : π‘ƒπ‘’π‘Ÿπ‘ π‘’π‘› π‘ π‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ =π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ (π‘˜π‘”)

1.1 π‘₯ π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž 𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑔 (π‘˜π‘”) π‘₯ 100

HF : Hancur Frying

HP : Hancur Patah

HH : Hancur Halus

Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dilihat hasil pengamatan terhadap jumlah dan persentase scrap pada proses produksi GSS, di mana pengamatan

tersebut dilakukan selama 5 hari masing-masing selama 7 jam kerja atau 1 shift. Data dalam bentuk bobot (kg) diamati di lapangan, kemudian

persentasenya dihitung menggunakan rumus. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah tepung yang digunakan pada proses produksi GSS

tidak selalu sama persis. Jenis scrap yang diamati terdiri dari 5 jenis, yaitu scrap berupa adonan, mi basah, Hancur Frying (HF), Hancur Patah

(HP), dan Hancur Halus (HH). Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata, didapatkan bahwa jenis scrap dengan jumlah tertinggi adalah scrap HP

yang berjumlah 112,4 kg atau 0,555253%. Sementara itu jumlah scrap terendah adalah scrap adonan yaitu 1 kg atau 0,004947%. Rata-rata total

scrap pada proses produksi GSS adalah 161 kg atau 0,795649%.

Page 49: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

39

Hasil pengamatan jumlah dan persentase scrap proses produksi Indomie Goreng Rasa Mi Aceh (IMGA) dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Scrap pada IMGA

No Tgl Jml Tepung

(kg)

Jenis Scrap Total Scrap

Adonan Mi Basah HF HP HH

kg % kg % kg % kg % kg % kg %

1 9-Jan-19 16075 2 0.0113106 28 0.158349 25 0.141383 304 1.719214 31 0.175315 390 2.20557

2 21-Jan-19 14125 1 0.006436 20 0.128721 33 0.212389 464 2.986323 31 0.199517 549 3.533387

3 23-Jan-19 15000 2 0.0121212 15 0.090909 17 0.10303 361 2.187879 29 0.175758 424 2.569697

4 28-Jan-19 15400 1 0.0059032 26 0.153483 118 0.696576 419 2.473436 47 0.27745 611 3.606848

5 29-Jan-19 16700 2 0.0108873 25 0.136091 51 0.277627 343 1.867175 37 0.201415 458 2.493195

RATA-

RATA 15460 1.6 0.0093317 22.8 0.133511 48.8 0.286201 378.2 2.246805 35 0.205891 486.4 2.88174

Keterangan : π‘ƒπ‘’π‘Ÿπ‘ π‘’π‘› π‘ π‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ =π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ (π‘˜π‘”)

1.1 π‘₯ π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž 𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑔 (π‘˜π‘”) π‘₯ 100

HF : Hancur Frying

HP : Hancur Patah

HH : Hancur Halus

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat hasil pengamatan terhadap jumlah dan persentase scrap pada proses produksi IMGA, di mana pengamatan

tersebut dilakukan selama 5 hari masing-masing selama 7 jam kerja atau 1 shift. Data dalam bentuk bobot (kg) diamati di lapangan, kemudian

persentasenya dihitung menggunakan rumus. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah tepung yang digunakan pada proses produksi IMGA

tidak selalu sama persis. Jenis scrap yang diamati terdiri dari 5 jenis yang sama seperti scrap pada GSS, yaitu scrap berupa adonan, mi basah,

Hancur Frying (HF), Hancur Patah (HP), dan Hancur Halus (HH). Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata, didapatkan bahwa jenis scrap dengan

jumlah tertinggi adalah scrap HP yang berjumlah 378,2 kg atau 2.246805%. Sementara itu jumlah scrap terendah adalah scrap adonan yaitu 1,6

kg 0,0093317%. Rata-rata total scrap pada proses produksi GSS adalah 48,6,4 kg atau 2.88174%.

Page 50: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

40

Gambar 25. Persentase Perbandingan Scrap GSS dan IMGA

Keterangan :

GSS : Indomie Goreng Spesial

IMGA : Indomie Goreng Rasa Mi Aceh

HF : Hancur Frying

HP : Hancur Patah

HH : Hancur Halus

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat perbandingan jumlah scrap antara GSS dengan

IMGA dari 5 hari pengamatan. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa jumlah scrap pada

IMGA selalu lebih tinggi daripada jumlah scrap pada GSS. Jenis scrap yang terbanyak

adalah scrap hancur patah (HP) dan scrap yang paling sedikit adalah scrap hancur halus

(HH).

5.5. Pembahasan

5.5.1. Perbedaan Proses Produksi IMGA dengan GSS

Secara garis besar, proses produksi mi instan memiliki bahan dasar dan tahapan yang

sama. Akan tetapi, bukan berarti setiap bahan dan proses sama persis. Meskipun sama-

sama tergolong normal noodle dengan brand yang sama yaitu Indomie, namun terdapat

0,00495 0,03361 0,04537

0,55525

0,156470,00933 0,13351

0,28620

2,24681

0,20589

0,00000

0,50000

1,00000

1,50000

2,00000

2,50000

Adonan Mi Basah HF HP HH

Pe

rse

nta

se S

crap

(%

)

Jenis Scrap

Grafik Persentase Perbandingan Scrap GSS & IMGA

GSS

IMGA

Page 51: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

41

cukup banyak perbedaan antara Indomie Goreng Rasa Mi Aceh (IMGA) dengan Indomie

Goreng Spesial (GSS). Perbedaan pada komposisi dan proses tersebut memengaruhi

karakteristik mi yang dihasilkan dan juga berpengaruh besar terhadap scrap dari hasil

produksi.

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat beberapa hal yang menjadi perbedaan antara IMGA

dengan GSS. Berikut ini adalah penjelasan dari perbedaan-perbedaan tersebut :

Pengayakan

Pada proses pengayakan, terdapat dua hal yang membedakan antara IMGA dengan GSS,

yakni dari jumlah tepung yang diayak dan durasi pengayakan. Jumlah tepung yang diayak

tiap satu kali pengayakan mengikuti standar yang sudah ditetapkan untuk jumlah tepung

per adukan. Pada IMGA, jumlah tepung dalam sekali pengayakan adalah 334 kilogram,

sedangkan untuk GSS jumlah tepung dalam satu kali pengayakan adalah 300 kilogram.

Perbedaan kedua adalah durasi pengayakan, di mana IMGA membutuhkan waktu yang

lebih lama daripada GSS. Hal itu disebabkan karena jumlah tepung yang diayak pada

IMGA lebih banyak daripada GSS. Selain itu, rpm pressing hingga cooling dan packing

pada proses produksi IMGA lebih rendah daripada GSS sehingga proses produksi IMGA

lebih lambat daripada GSS.

Mixing

Karakteristik mi yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh komposisinya, terutama jenis

dan jumlah tepung yang digunakan serta tipe larutan alkali dan jumlah penambahan air.

Pada IMGA, tepung yang digunakan per batch-nya atau per adukan adalah 34 kg tepung

tapioka dan 12 zak (300 kg) tepung terigu. Maka tiap adukan pada mixing IMGA terdapat

334 kg tepung dengan penambahan 105 liter larutan alkali tipe A467A dan 6-7 liter air.

Sementara itu, GSS menggunakan 12 zak tepung terigu. Jumlah tepung per adukan pada

GSS adalah 300 kg dengan penambahan 86 liter larutan alkali tipe A335A dan 3-4 liter

air.

Perbedaan pada bahan dasar ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik mi yang

diinginkan. Penggunaan tepung tapioka pada IMGA akan memengaruhi tekstur mi yang

Page 52: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

42

dihasilkan di mana tepung tapioka dapat mengurangi kekenyalan pada mi. Semakin tinggi

tepung tapioka yang disubstitusikan ke dalam tepung terigu, maka kadar air pada mi basah

akan semakin tinggi sehingga daya serap airnya akan semakin rendah. Daya serap air

yang rendah ini akan membuat pengembangan mi juga akan semakin rendah. Di samping

itu, kandungan amilopektin pada tepung tapioka lebih besar daripada amilopektin pada

terigu sehingga mi yang terbuat dari tapioka memiliki tekstur yang lebih lengket

(Dessuara et al., 2015). Tapioka juga memiliki warna lebih putih daripada terigu sehingga

IMGA memiliki warna yang lebih pucat daripada GSS.

Penggunaan larutan alkali pada IMGA dan GSS juga memiliki tipe yang berbeda. Larutan

alkali pada IMGA menggunakan monokrim, sedangkan pada GSS tanpa monokrim.

Monokrim merupakan bahan tambahan di mana dalam pembuatannya menggunakan

minyak goreng hingga terbentuk pasta. Karena menggunakan minyak goreng, monokrim

dapat menambah kekenyalan pada mi. Penambahan monokrim pada larutan alkali untuk

IMGA dapat memperbaiki kekenyalan pada IMGA yang menggunakan tapioka. Selain

itu, pewarna tartrazin yang digunakan untuk larutan alkali IMGA juga lebih sedikit

daripada tartrazin pada larutan alkali untuk GSS, sehingga warna IMGA cenderung putih

sedangkan GSS berwarna kekuningan. Penambahan air pada IMGA juga lebih banyak

daripada GSS karena jumlah tepung untuk IMGA per adukan lebih banyak daripada GSS,

tekstur tepung tapioka yang lebih kering, serta air dalam IMGA juga bertujuan untuk

memperbaiki kekenyalan pada mi.

Kekuatan putaran mixer pada IMGA dan GSS umumnya tidak berbeda jauh, yaitu kurang

dari 38 Hz. Namun biasanya kekuatan putaran untuk IMGA sedikit lebih rendah daripada

GSS. Hal tersebut dikarenakan berat adonan IMGA yang lebih besar daripada berat

adonan pada GSS. Pada proses mixing ini, durasi yang digunakan tetaplah sama.

Pengecekan homogenitas tekstur dilakukan secara visual maupun perabaan dengan

tangan hingga dipastikan tekstur homogen dapat tercapai.

Page 53: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

43

Pressing & Slitting

Slitter yang digunakan pada IMGA dan GSS memiliki tipe yang berbeda. Perbedaan pada

tipe slitter akan memengaruhi ketebalan untaian mi dan jumlah untaian mi per jalur.

Jumlah untaian pada mi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘–π‘Žπ‘› π‘šπ‘– =𝑃𝑆

𝐽𝑙 π‘₯ 30π‘₯ 𝑇𝑆

Keterangan :

PS : Panjang slitter (800 mm)

Jl : Jumlah jalur mi (8 jalur)

TS : Tipe slitter

30 : konstanta

Variance : Β±3 untaian

Perhitungan untuk jumlah untaian mi IMGA dan GSS adalah sebagai berikut :

π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘–π‘Žπ‘› π‘šπ‘– 𝐼𝑀𝐺𝐴 =800

8 π‘₯ 30π‘₯ 16 = 54

π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘–π‘Žπ‘› π‘šπ‘– 𝐺𝑆𝑆 =800

8 π‘₯ 30π‘₯ 22 = 74

IMGA menggunakan tipe slitter 16 yang menghasilkan 54 Β± 3 untai mi per jalur,

sedangkan GSS menggunakan tipe slitter 22 yang menghasilkan 74 Β± 3 untai mi per jalur.

Semakin besar tipe slitter, maka jumlah untaian mi per jalur akan semakin banyak dan

ketebalan mi akan semakin kecil. Oleh karena itulah, jumlah untaian mi per jalur pada

GSS lebih banyak daripada jumlah untaian mi pada IMGA, namun ketebalan mi pada

IMGA lebih besar daripada GSS.

Setelah proses slitting, pada proses IMGA terdapat penyemprotan jalur mi dengan spray

air. Penggunaan spray air ini dibutuhkan untuk meningkatkan tekstur pada mi IMGA,

melembutkan, dan mencegah kelengketan antar mi ataupun kelengketan dengan

konveyor. Ketebalan mi IMGA yang lebih tinggi ini membutuhkan proses pematangan

yang lebih maksimal dengan durasi yang lebih panjang sehingga kecepatan dari proses

pressing hingga cooling lebih rendah daripada GSS, yaitu 80 rpm. Selain itu, hal tersebut

Page 54: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

44

dipengaruhi juga oleh kecepatan packing IMGA yang lebih rendah karena proses

memasukkan seasoning berupa minyak bumbu dilakukan secara manual.

Steaming

Dari tabel dapat dilihat bahwa proses steaming pada IMGA memiliki tekanan yang lebih

tinggi dan durasi yang lebih lama daripada GSS. Proses steaming pada IMGA

menggunakan tekanan sebesar 0,4-0,5 Bar dengan durasi 88 detik, sedangkan steaming

pada GSS menggunakan tekanan sebesar 0,2-0,3 Bar dengan durasi 75-76 detik. Tekanan

yang lebih tinggi dengan durasi yang lebih panjang pada proses steaming IMGA ini

bertujuan untuk memaksimalkan proses pematangan pada mi karena ketebalan mi pada

IMGA lebih tinggi daripada GSS. Lamanya durasi juga dipengaruhi oleh rpm pada

proses, di mana IMGA memiliki kecepatan yang lebih rendah sehingga durasi yang

dibutuhkan juga lebih panjang.

Frying

Proses frying pada IMGA umumnya menggunakan suhu inlet, middle, outlet yang sedikit

lebih tinggi daripada GSS. Hal ini disebabkan karena ketebalan mi pada IMGA lebih

besar sehingga membutuhkan suhu lebih tinggi dengan durasi yang lebih panjang,

sehingga panas yang dihantarkan oleh minyak sebagai medium dapat diterima secara

merata oleh blok mi dan membuat blok mi menjadi matang sempurna. Perbedaan suhu

pada inlet, middle, dan outlet bertujuan untuk mencegah terjadinya case hardening yaitu

mi yang sudah keras di sisi luar namun di bagian dalam masih basah, atau dengan kata

lain pematangan mi yang tidak merata. Seperti pada steaming, durasi frying juga

dipengaruhi oleh kecepatan mesin / rpm, di mana rpm yang lebih rendah pada IMGA

membuat durasi frying IMGA menjadi lebih lama daripada durasi frying pada GSS.

Cooling

Proses cooling IMGA membutuhkan waktu 122 detik, sedangkan pada GSS hanya 105

detik. Semakin rendah kecepatan mesin maka semakin lama waktu yang dibutuhkan

untuk proses berlangsung. Proses cooling pada IMGA yang lebih panjang ini diharapkan

mampu untuk menurunkan suhu mi ex-frying menjadi maksimal 45Β°C, khususnya karena

Page 55: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

45

mi IMGA lebih tebal daripada GSS sehingga durasi yang dibutuhkan pun lebih lama

untuk mengeluarkan panas dari blok mi.

Packing

Setelah melalui cooling, terdapat perubahan kecepatan mesin menuju proses packing.

Mulanya, rpm pada proses pressing hingga cooling pada IMGA adalah 84 rpm per jalur,

sedangkan pada GSS adalah 93 rpm per jalur. Jumlah jalur yang tersedia adalah 8 jalur.

Ketika memasuki area packing, 8 jalur tersebut kemudian terbagi menjadi 4 jalur. Maka

perhitungan untuk rpm packing adalah sebagai berikut :

IMGA = (80 rpm x 8 jalur) : 4 = 160 rpm

GSS = (90 rpm x 8 jalur) : 4 = 180 rpm

Sebelum mi dikemas dengan etiket, terdapat penambahan seasoning berupa bumbu dan

minyak bumbu pada mi. Kecepatan pada IMGA dibuat lebih pelan karena penambahan

seasoning pada mi dilakukan secara manual. Seasoning pada IMGA terdiri dari bumbu

bubuk dan minyak bumbu. Autoloader yang digunakan pada IMGA hanya 4 per line (1

autoloader per jalur) yang digunakan untuk memasukkan bumbu bubuk yang tergolong

tidak putus (TP). Sedangkan seasoning IMGA berupa minyak bumbu berupa potongan

sehingga harus dimasukkan secara manual oleh helper. Sementara itu, proses

penambahan seasoning pada GSS dilakukan oleh 8 mesin autoloader per line (2 auloader

per jalur), sebab bentuk seasoning-nya adalah TP, sehingga tidak membutuhkan bantuan

helper untuk pengisian bumbu tersebut.

Karena pengisian minyak bumbu pada IMGA dilakukan secara manual, maka jumlah

helper yang dibutuhkan untuk proses packing pun lebih banyak. Pada IMGA, total helper

yang dibutuhkan pada proses packing adalah 25 orang yang terdiri dari 4 sortir, 4 packer,

4 checker, 8 helper untuk memasukkan bumbu, 2 helper pengisi mi, 1 helper untuk

menjaga bagian ex-cooling, dan 2 helper untuk menyobek etiket yang gagal. Pada GSS,

helper yang dibutuhkan hanya 15 orang dengan perincian 4 sortir, 4 packer, 4 checker, 2

helper pengisi mi, dan 1 helper untuk menyobek etiket yang gagal. Pada IMGA,

dibutuhkan 2 helper pengisi seasoning di tiap mesin dan helper untuk sobek etiket

sebanyak 2 orang. Hal itu disebabkan karena minyak bumbu pada IMGA berupa

potongan, dan potong mi pada mesin etiket lebih kerap terjadi.

Page 56: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

46

Berat mi

Berat mi terdiri dari mi basah, mi kering, dan berat bersih mi dalam kemasan. Mi basah

merupakan mi yang sudah melalui proses steaming atau disebut juga dengan mi ex-steam.

Sedangkan mi kering adalah mi yang sudah melalui proses frying dan cooling. Berat mi

basah dan mi kering pada IMGA lebih besar daripada GSS dikarenakan ketebalan untaian

mi IMGA yang lebih besar dan kandungan air yang lebih banyak. Berat mi kering juga

akan memengaruhi berat bersih mi dalam kemasan, di mana berat bersih untuk IMGA

lebih tinggi daripada GSS yaitu 90 gram, sedangkan berat bersih GSS adalah 85 gram.

Target produksi

Target produksi untuk IMGA lebih rendah daripada GSS karena kecepatan atau rpm

IMGA lebih rendah. Target produksi untuk IMGA adalah 960 karton per jam, sedangkan

untuk GSS adalah 1080 karton per jam.

5.5.2. Perbandingan Scrap pada IMGA dengan GSS

Scrap adalah sisa bahan baku dari proses produksi suatu produk yang hanya memiliki

nilai yang kecil atau bahkan tidak memiliki nilai (Blocher et al., 2007). Scrap yang

dihasilkan dari proses produksi mi instan terdiri dari beberapa jenis, yaitu scrap hancur

halus (HH) dan hancur patah (HP) bersih, hancur kotor (HK), hancur halus penggorengan

/ frying (HF), mi basah, dan adonan mi.

Mi hancur halus (HH) dan mi hancur patah (HP) adalah mi yang sudah melalui proses

cooling namun mengalami kerusakan sehingga bentuknya tidak memenuhi standar.

Perbedaan dari keduanya adalah dari bentuknya. Sesuai dengan namanya, mi HP

merupakan blok mi yang patah di salah satu atau beberapa sisinya, atau blok mi yang

tidak terlipat dengan baik sehingga tidak memenuhi standar. Sedangkan mi HH

merupakan mi yang kerusakannya berbentuk remahan atau hancuran. Mi hancur kotor

merupakan mi HH dan HP yang sudah kotor sebab terjatuh di lantai. Mi hancur halus

penggorengan atau hancur frying (HF) adalah mi yang mengalami kerusakan hingga

berbentuk seperti remahan/hancuran setelah melalui frying. Mi basah adalah scrap mi

yang dihasilkan setelah melalui proses steaming. Sedangkan scrap adonan mi merupakan

sisa adonan yang terbuang dari proses pressing.

Page 57: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

47

Standar maksimal jumlah scrap di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle

Division ini adalah 1% dari jumlah adonan awal, di mana 1% tersebut sudah meliputi

scrap dari proses pressing hingga packing. Pengamatan scrap dilakukan terhadap lima

kali proses produksi IMGA dan lima kali proses produksi GSS. Jumlah scrap dari

masing-masing lima kali proses produksi IMGA dan GSS dicari persentasenya kemudian

dirata-rata. Rumus persentase scrap tersebut adalah sebagai berikut :

π‘ƒπ‘’π‘Ÿπ‘ π‘’π‘› π‘›π‘–π‘™π‘Žπ‘– π‘ π‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ =π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ (π‘˜π‘”)

1,1 π‘₯ π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž 𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑔 (π‘˜π‘”) π‘₯ 100

Berdasarkan data dan grafik hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa jumlah scrap pada

IMGA lebih banyak daripada jumlah scrap pada GSS. Hal tersebut terjadi pada seluruh

jenis scrap, baik mi HH dan HP, HF, mi ex-steam, maupun adonan mi. Hal tersebut dapat

terjadi karena adanya perbedaan pada jenis tepung yang digunakan serta proses produksi

antara keduanya. Jenis scrap terbanyak baik pada IMGA maupun GSS adalah mi hancur

patah.

Scrap berupa adonan mi merupakan jenis scrap dengan jumlah terkecil di antara jenis

scrap yang lainnya. Jumlah scrap berupa adonan mi pada IMGA sedikit lebih banyak

daripada GSS meskipun perbedaan tersebut tidak begitu spesifik. Persentase rata-rata

pada scrap adonan pada IMGA adalah 0,0093% dan pada GSS adalah 0,0049%. Scrap

berupa adonan mi ini hanya didapatkan dari proses pressing di mana kegagalan yang

terjadi cenderung lebih sedikit daripada proses lainnya. Pada saat proses pressing, adonan

dari feeder akan dibentuk menjadi lembaran oleh dough sheeter yang kemudian ditipiskan

menggunakan continuous pressing roll. Pada tahap ini scrap dapat terjadi karena

beberapa hal, yaitu ketika proses pressing baru saja dimulai, ketidakstabilan tekstur

adonan, lengketnya adonan pada roll, dan sisa-sisa adonan saat melalui pressing. Ketika

proses pengepresan baru saja dimulai, lembaran yang terbentuk bentuknya belum

sempurna sehingga perlu dipotong terlebih dahulu. Ketidakstabilan tekstur adonan dapat

membuat adonan menggumpal di feeder sehingga ketika melalui pengepresan bentuk

lembaran yang keluar menjadi rusak. Sisa-sisa adonan pada tiap mesin roll juga

berpotensi menjadi scrap. Kondisi continuous pressing roll memengaruh banyaknya

serpihan adonan. Adanya cemaran pada adonan yang berasal dari tepung dapat membuat

Page 58: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

48

roll menjadi tidak rata atau kasar sehingga mengakibatkan serpihan adonan yang terbuang

lebih banyak atau lembaran yang terbentuk menjadi berlubang dan lembaran adonan pun

terputus. Sisa-sisa adonan yang tidak jatuh ke lantai dan teksturnya tidak kering akan

dimasukkan lagi ke dalam feeder dan diolah kembali, namun sisa adonan yang jatuh ke

lantai ataupun sudah kering akan menjadi scrap. Sisa adonan yang sudah kering tidak

boleh dimasukkan lagi ke dalam feeder karena akan merusak homogenitas adonan.

Operator harus mengamati jalannya mesin dan lembaran adonan yang terbentuk sebab

akan sangat memengaruhi proses berikutnya. Lembaran adonan yang rusak akan

mengganggu proses slitting di mana bentuk dan ukuran untaian menjadi tidak normal,

dan apabila terus berlanjut juga akan mengganggu proses cutting & folding. Oleh karena

itu, apabila terjadi terdapat kerusakan pada lembaran adonan, operator harus segera

memotong bagian tersebut agar tidak berlanjut ke proses berikutnya. Scrap adonan pada

IMGA lebih banyak karena IMGA menggunakan tepung tapioka yang membuat tekstur

adonan menjadi lebih lengket. Menurut Dessuara et al (2015), amilopektin pada tepung

tapioka lebih besar daripada amilopektin pada terigu sehingga mi yang terbuat dari

tapioka memiliki tekstur yang lebih lengket. Kelengketan tersebut membuat adonan

IMGA lebih sering menggumpal di feeder sehingga ketika adonan keluar dari feeder

kerap kali terdapat lubang pada lembaran adonan yang terbentuk. Kerusakan lembaran

adonan pada IMGA juga dapat terjadi karena lengketnya adonan pada pressing roll

sehingga scrap adonan pada IMGA lebih banyak daripada scrap adonan pada GSS.

Scrap berupa mi basah terjadi setelah mi melalui proses steaming atau saat melalui cutting

& folding. Scrap ini akan selalu terjadi ketika proses steaming pada shift tersebut baru

berjalan, menjelang jam istirahat, dan juga akhir shift. Selain itu, scrap pada steaming

dapat terjadi pula karena kerusakan adonan pada proses pengepresan yang terus berlanjut

sehingga bagian yang rusak pada mi ex-steam tersebut harus dipotong dan dibuang agar

tidak memengaruhi proses selanjutnya. Tidak optimalnya tekanan pada proses steaming

pun dapat menimbulkan terjadinya scrap mi basah. Tekanan steaming yang terlalu rendah

dapat membuat mi mudah rapuh dan hancur, sedangkan tekanan steaming yang terlalu

tinggi dapat membuat mi lengket di net ataupun di mesin cutting & folding. Pada IMGA,

scrap mi basah lebih banyak daripada GSS. Berdasarkan tabel, rata-rata scrap mi basah

pada IMGA adalah 0,1335% sedangkan pada GSS adalah 0,0336%. Tingginya scrap mi

Page 59: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

49

basah pada IMGA dapat disebabkan oleh lengketnya untaian mi saat konveyor naik

menuju mesin cutting & folding yang mengakibatkan untaian mi tersebut menggulung

dan tidak bisa terpotong. Lengketnya mi dapat disebabkan oleh sifat dari mi IMGA itu

sendiri yang dipengaruhi oleh komposisi adonan. Selain itu, IMGA menggunakan

tekanan steaming yang cenderung lebih tinggi. Tekanan steaming yang terlalu tinggi juga

dapat membuat mi semakin lengket pada net sehingga menimbulkan scrap.

Scrap hancur halus penggorengan (HF) merupakan scrap yang terjadi pada proses

penggorengan di mana biasanya scrap tersebut berbentuk remahan atau hancuran,

meskipun ada pula yang hancur patah. Scrap HF dipengaruhi oleh suhu penggorengan.

Suhu yang tidak optimal dapat mengakibatkan peningkatan jumlah scrap. Penggorengan

mi dengan suhu yang terlalu tinggi mengakibatkan mi menjadi terlalu kering bahkan

hingga gosong. Sedangkan penggorengan dengan suhu yang terlalu rendah dapat

mengakibatkan terjadinya kelengketan mi dengan mangkok mi ataupun antar mi. Selain

dipengaruhi oleh suhu, adonan mi juga memengaruhi terjadinya scrap HF. Berdasarkan

tabel, rata-rata persentase scrap HF pada IMGA adalah 0,286% sedangkan rata-rata

persentase scrap HF pada GSS adalah 0,045%. Scrap HF pada IMGA lebih banyak

karena IMGA menggunakan tepung tapioka di mana adonan yang dihasilkan bersifat

lebih lengket, sehingga terjadinya kelengketan mi dengan mangkok mi dan antar mi lebih

kerap terjadi. Setelah tahapan frying, mi akan melalui penirisan, kemudian dikeluarkan

dari mangkoknya ke net distributor lalu masuk ke cooling box. Mi yang lengket dapat

menempel pada mangkoknya sehingga akan mempersulit keluarnya mi dari mangkok

pada tahapan ex-frying, yang mengakibatkan mi akan terbalik dan terjatuh sehingga blok

mi patah ataupun hancur. Hal inilah yang membuat scrap HF pada IMGA lebih banyak

daripada GSS.

Scrap mi berupa HH dan HP terjadi setelah mi melalui proses pendinginan hingga

pengemasan, di mana blok mi mengalami kerusakan sehingga blok mi menjadi hancur

ataupun patah. Scrap HH dan HP yang masih berada di konveyor biasanya disebut HH

dan HP bersih, sedangkan scrap yang sudah terjatuh disebut sebagai HK atau hancur

kotor. Scrap yang HH dan HP bersih nantinya akan tetap disatukan dengan scrap HK.

Perbedaan jumlah scrap HH dan HP antara IMGA dengan GSS sangatlah spesifik, di

Page 60: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

50

mana scrap IMGA jauh lebih besar daripada GSS. Berdasarkan tabel, rata-rata persentase

scrap berupa HH pada IMGA adalah 0,206% sedangkan pada GSS adalah 0,156%.

Sementara itu, rata-rata persentase scrap berupa HP pada IMGA adalah 2,247%

sedangkan pada GSS adalah 0,555%.

Terdapat beberapa titik yang menjadi penyebab terjadinya HP dan HH. Mi hancur patah

biasanya terjadi pada bagian ex-cooling dan sensor reject. Pada bagian ex-cooling, scrap

HP sering terjadi karena mi saling menempel dengan jalur di sebelahnya. Hal ini

disebabkan karena sycholack roller pada bagian cutting & folding pada saat pembuatan

IMGA tidak dipasang. Sycholack roller tersebut berfungsi sebagai pemisah mi antar jalur.

Apabila sycholack roller ini dipasang pada pembuatan IMGA, mi dapat menempel pada

sycholack roller tersebut dan mengakibatkan jalur mi menggulung. Namun, tidak

dipasangnya alat ini mengakibatkan mi antar jalur saling menempel pada proses frying.

Berdasarkan pengamatan, mi yang sering menempel terdapat di jalur 6,7, dan 8 karena

pada jalur tersebut jarak antar jalurnya lebih sempit daripada jarak antar jalur 1-5. Saling

menempelnya mi hingga ke bagian ex-cooling mengakibatkan mi dapat tersangkut atau

saling menabrak ketika keluar dari box cooling sehingga mi menjadi patah. Titik kedua

terjadinya HP selain dari ex-cooling adalah pada saat melalui sensor reject. Hal ini

disebabkan karena tersendatnya mesin autoloader bumbu sehingga mi saling menumpuk

dan banyak mi yang menjadi reject. Ketika mi terdorong oleh angin yang dikeluarkan

sensor, terdapat kemungkinan mi menjadi patah karena terjatuh atau terbentur dengan mi

yang lain.

Sementara itu, scrap berupa hancur halus biasanya terjadi pada bagian NFU (Noodle

Feeding Unit), konveyor, dan autoloader. Blok mi pada IMGA memiliki ketebalan lebih

tinggi daripada GSS, sehingga sering kali blok mi IMGA menjadi hancur halus ketika

melewati NFU karena terbentur dengan NFU tersebut. Di samping itu, jalannya belt

konveyor yang tidak lancar juga dapat membuat mi saling menumpuk. Bentuk mi IMGA

yang sedikit lebih besar juga memperbesar kemungkinan mi saling menabrak dan

menumpuk di autoloader sehingga blok mi menjadi hancur halus. Penyebab lain terjadi

scrap HH dan HP adalah terjadinya potong mi yang disebabkan karena mi tidak terlipat

sama panjang sehingga blok mi tersebut terpotong di mesin etiket. Bentuk mi yang tidak

Page 61: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

51

memenuhi standar seperti tidak terlipat dengan simetris biasanya terjadi karena kesalahan

mesin di bagian cutting & folding, di mana setting-an teflon bermasalah. Selain itu,

getaran vibrator peniris pada bagian ex-steaming juga dapat membuat posisi mi tidak pas

di mangkuknya dan untaian mi saling menempel antar jalur sehingga bentuk blok mi tidak

beraturan. Mi yang tidak beraturan bentuk untaiannya di bagian pinggir (biasa disebut

β€˜berkumis’) juga dapat disebabkan karena slitter tidak membentuk mi dengan maksimal.

Kesalahan-kesalahan tersebut dapat menambah scrap HH dan HP. Di samping itu,

pengisian minyak bumbu pada IMGA juga masih dilakukan secara manual. Kesalahan

tenaga kerja seperti kurang rapi dalam memasukkan seasoning dapat membuat kemasan

seasoning ikut terpotong ketika melalui mesin etiket yang akhirnya terjadi kebocoran

bumbu sehingga menimbulkan sobek mi dan menjadi scrap HP.

Berdasarkan tabel hasil pengamatan terhadap total scrap pada IMGA dan GSS, dapat

dilihat bahwa rata-rata total scrap pada GSS di bawah 1%, sehingga dapat dikatakan

bahwa persentase total scrap pada GSS memenuhi batas standar maksimal jumlah scrap

sebab tidak melebihi 1%. Akan tetapi, persentase total scrap pada IMGA melebihi 1%

sehingga dapat dikatakan bahwa scrap pada IMGA melebihi batas maksimal jumlah

scrap yang ditetapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk menekan jumlah

scrap pada IMGA. Usaha tersebut dapat diterapkan dari segi memaksimalkan peranan

tenaga kerja, menjaga kondisi mesin, dan mengevaluasi proses produksi.

5.5.3. Penanganan Scrap

Setiap perusahaan memiliki caranya masing-masing untuk mengolah scrap yang

dihasilkan. Scrap dari proses produksi akan dikumpulkan sesuai dengan jenisnya masing-

masing lalu dilakukan proses penimbangan, kemudian akan dipindahkan ke gudang

scrap. Ada dua gudang scrap, di mana gudang yang pertama adalah gudang untuk scrap

berupa adonan mi, mi basah atau ex-steam, dan mi penggorengan. Sedangkan gudang

scrap kedua digunakan untuk mengolah dan menyimpan scrap berupa mi hancur halus

dan hancur patah. Beberapa vendor akan mengangkut scrap tersebut secara berkala, di

mana scrap tersebut akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Nilai jual tiap jenis scrap

tersebut berbeda-beda.

Page 62: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

52

Scrap berupa tepung dan adonan, mi basah, dan mi penggorengan tidak diproses lagi dan

disimpan dalam plastik besar. Dalam 1 plastik scrap tersebut beratnya berbeda-beda.

Untuk mi basah atau ex-steam 1 plastiknya berisi 14 kg, 1 plastik mi penggorengan berisi

9 kg, sedangkan dalam 1 plastik adonan isinya cenderung sedikit. Scrap tersebut nantinya

akan diangkut 2 minggu sekali oleh beberapa vendor . Untuk mi basah dan mi

penggorengan, sekali pengangkutan biasanya sebanyak 500 kg. Sementara itu, scrap

berupa adonan mi sekali pengangkutan sejumlah 150 kg.

Di gudang scrap kedua, mi hancur halus dan hancur patah akan digiling kembali

menggunakan alat hingga cukup halus kemudian disimpan dalam karung bekas tepung,

di mana 1 karung scrap mi kering tersebut berisi 20 kilogram. Scrap jenis hancur patah

merupakan jenis scrap dengan jumlah terbanyak dibandingkan scrap yang lain. Karung-

karung berisi mi kering yang telah dihaluskan tersebut diletakkan di atas palet-palet,

dimana dalam 1 palet memuat 30 karung. Dalam 1 hari, jumlah mi HH dan HP yang

digiling dapat mencapai 3 palet atau setara dengan 600 kg. Pengangkutan scrap mi kering

ini biasanya dilakukan sebanyak seminggu dua kali, di mana sekali pengangkutan jumlah

mi yang diangkut minimal 6 ton. Vendor dari Semarang umumnya mengangkut sebanyak

10 ton, sedangkan vendor dari Tangerang mengangkut sebanyak 6 ton. Proses masuk dan

keluarnya scrap di gudang menerapkan prinsip First In First Out (FIFO) di mana scrap

yang lebih dahulu masuk juga akan dikeluarkan terlebih dahulu.

5.5.4. Solusi

Dari pengamatan ini, maka perlu dicari solusi-solusi yang dapat meminimalisir jumlah

scrap, terutama untuk mengatasi masalah scrap pada IMGA yang melebihi batas

standarnya yaitu 1%. Faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah dapat berasal

dari manusia atau tenaga kerja, mesin, raw material atau bahan baku, metode, dan juga

lingkungan. Dari segi manusia atau tenaga kerja, scrap dapat diminimalisir dengan

pelatihan kepada tenaga kerja untuk meningkatkan keterampilan dan kecekatan sehingga

mencegah kemungkinan terjadinya kesalahan kerja. Selain itu, proses pressing hingga

slitting sebaiknya lebih sering untuk dipantau oleh operator terutama ketika proses

produksi IMGA. Tujuannya adalah untuk segera memotong dan menangani bila ada

kerusakan lembar adonan, sehingga jumlah scrap adonan dapat diminimalisir.

Page 63: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

53

Dari segi mesin, tentu saja dibutuhkan perawatan mesin, perbaikan, serta sanitasi yang

dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan baik supaya mesin-mesin produksi dapat

berjalan dengan lebih lancar dan menunjang proses produksi yang efektif dan efisien.

Pada bagian pengayakan, perlu diperhatikan mesh yang terdapat pada mesin. Adanya

lubang pada mesh dapat mengakibatkan lolosnya partikel atau komponen pengotor pada

tepung sehingga ikut tercampur pada tepung hingga proses berikutnya, terutama proses

mixing. Filter pada pipa alkali juga perlu dibersihkan dan diperhatikan kondisinya.

Apabila filter alkali tersebut tidak sering dibersihkan tentu dapat membuat filter tidak

dapat menyaring alkali dengan baik dan membuat adanya pengotor yang lolos ke proses

selanjutnya. Filter alkali yang tidak dibersihkan juga dapat membuat alat lebih cepat

rusak. Masuknya komponen kontaminan atau pengotor baik dari tepung maupun alkali

ke proses mixing dapat membuat tekstur adonan menjadi kurang sempurna dan tidak

homogen, sehingga dapat menimbulkan jumlah scrap. Maka, kondisi mesh pada mesin

pengayak dan filter alkali perlu diperhatikan. Selain itu, perawatan untuk slitter terutama

slitter IMGA juga perlu dilakukan secara rutin seperti mengoleskan food grade oil pada

slitter untuk mencegah terjadinya kelengketan. Sebaiknya pada proses pembuatan IMGA,

sycholack roller juga tetap dipasang (baik di bagian slitting maupun cutting), tujuannya

untuk mencegah antar blok mi saling menempel. Kondisi sycholack roller harus selalu

diperhatikan supaya dapat memisahkan antar blok mi maupun antar untaian mi dengan

baik dan sebaiknya sycholack roller tersebut juga dioleskan dengan food grade oil untuk

mencegah menempelnya mi IMGA pada alat tersebut. Mesin autoloader juga perlu

diperhatikan kondisinya dan segera diperbaiki bila terdapat kerusakan sehingga mesin

tidak sering berhenti dan menghambat proses. Untuk proses produksi IMGA, sangat

diharapkan seasoning dapat dibuat TP semua sehingga pengisian tidak perlu dilakukan

secara manual sehingga meminimalisir terjadinya scrap.

Faktor penyebab berupa bahan baku dapat dicegah dengan seleksi kualitas bahan baku

yang baik dan terbebas dari kontaminan, sedangkan faktor penyebab berupa metode dapat

dicegah dengan melakukan metode dan cara kerja sesuai standar atau SOP yang sudah

ditetapkan sehingga dapat menghindari terjadinya masalah selama proses produksi.

Sementara itu faktor lingkungan penting untuk dipertimbangkan sebab hal ini berkaitan

Page 64: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

54

dengan jarak supply material, di mana semakin jauh jaraknya maka semakin tinggi resiko

terjadinya kerusakan material tersebut.

Menurut saya, perlu juga dilakukan penelitian apakah scrap berupa mi HH dan HP dapat

diproses lagi menjadi bahan pangan (bukan pakan ternak) sehingga nilai jualnya lebih

tinggi. Penelitian atau percobaan juga perlu dilakukan pada scrap adonan mi, apakah

scrap adonan dari bagian pressing boleh dimasukkan kembali ke dough feeder tanpa

secara signifikan mengubah tekstur dan lembar adonan mi. Apabila jenis-jenis scrap

tersebut dapat diproses kembali menjadi bahan pangan tentu akan meminimalisir jumlah

limbah padat dan meningkatkan nilai fungsi maupun nilai jual produk sisa.

Page 65: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

55

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Jumlah scrap pada proses produksi IMGA lebih banyak daripada jumlah scrap pada

proses produksi GSS. Scrap berupa mi hancur patah memiliki jumlah terbanyak

dibandingkan scrap berupa adonan, mi basah, mi hancur penggorengan, dan mi hancur

halus. Persentase scrap pada IMGA di atas 1% yang berarti melebihi standar maksimal

scrap yang ditetapkan. Sementara itu, persentase jumlah scrap pada GSS di bawah 1%

sehingga memenuhi batas maksimal jumlah scrap. Tingginya jumlah scrap pada IMGA

dipengaruhi oleh komposisi adonan mi, mesin, dan proses produksi.

6.2. Saran

Keterampilan dan kecekatan tenaga kerja perlu senantiasa ditingkatkan untuk

mencegah kesalahan kerja.

Perawatan dan perbaikan mesin perlu dilakukan secara rutin dan terjadwal.

Seasoning IMGA dibuat tidak putus sehingga proses memasukkan seasoning tidak

dilakukan secara manual.

Perlunya dilakukan penelitian mengenai scrap adonan mi dari proses pressing,

apakah scrap adonan tersebut dapat mengubah tekstur lembar adonan secara

signifikan apabil dimasukkan kembali dalam feeder.

Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut pada scrap HH dan HP, apakah scrap

tersebut dapat diproses kembali menjadi bahan pangan (bukan pakan ternak) untuk

meningkatkan nilai jual.

Page 66: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

56

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. (2008). Membuat Mi dan Bihun. Niaga Swadaya. Jakarta. Diakses dari

https://books.google.co.id/books?id=R63Bo_S5bRoC&printsec=frontcover&dq

=astawan+M+2000+membuat+mie+dan+bihun&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi

QmI_t1PniAhUmTI8KHWjbA18Q6AEIKTAA#v=onepage&q=astawan%20M

%202000%20membuat%20mie%20dan%20bihun&f=false

Blocher et al. (2007). Manajemen Biaya Edisi 3. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Diakses dari

https://books.google.co.id/books?id=OOwC9V8AhZ0C&pg=PR4&dq=blocher

+manajemen+biaya&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjl7f291fniAhWKMY8KHQ

9-CoEQ6AEIKTAA#v=onepage&q=blocher%20manajemen%20biaya&f=false

Dessuara F.C., Sri Waluyo, dan Dwi Dian Novita. (2015). Pengaruh Tepung Tapioka

sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu Terhadap Sifat Fisik Mie Herbal Basah.

Jurnal Teknik Pertanian Lampung. Vol 4 No 2 : 81-90. Diakses dari

https://media.neliti.com/media/publications/134685-ID-none.pdf

Estiasih T., Widya Dwi R.P., dan Elok W. (2017). Umbi-Umbian dan Pengolahannya.

UB Press. Malang. Diakses dari

https://books.google.co.id/books?id=VcNIDwAAQBAJ&printsec=frontcover&

dq=Umbi-

Umbian+dan+Pengolahannya.+UB+Press.+Malang.&hl=id&sa=X&ved=0ahU

KEwjAx4223PniAhVKOisKHTDAC-gQ6AEIKTAA#v=onepage&q=Umbi-

Umbian%20dan%20Pengolahannya.%20UB%20Press.%20Malang.&f=false

Focus Technology Co., Ltd. (1998). Potato Chips Making Machine and Frying Machine.

https://zhuchengtianshun.en.made-in-

china.com/product/KjUxIDrGYuhM/China-Potato-Chips-Making-Machine-

and-Frying-Machine.html. Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 02.23.

Focus Technology Co., Ltd. (1998). Stainless Steel Mixing Tank.

https://wanyuanqiye.en.made-in-china.com/product/rBsJnEUwsYWz/China-

Stainless-Steel-Mixing-Tank-Blending-tank-.html. Diakses pada 18 Mei 2019

pukul 23.15.

Fuji Manufacturing Co., Ltd. (n.d.). Continuous Pressing Roller. http://www.fuji-

mfg.jp/en/products/continuous/. Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 01.00.

Fuji Manufacturing Co., Ltd. (n.d.). FW808 Series Achieve a Tight Finish by Wrapping

into Box Blanks. http://www.fuji-machinery.com/products/cartoner/fw808.html.

Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 02.15

Guangzhou Broadyea Manufacture Co., Ltd. (2006). Large Automatic Noodle Makers

Flour Mixer. http://www.broadyea.net/drying-noodle-line/large-automatic-

noodle-makers-mixing-machine.html. Diakses pada 18 Mei 2019 pukul 23.00.

Haryanti, P., Retno Setyawati, dan Rumpoko Wicaksono. (2014). Pengaruh Suhu Dan

Lama Pemanasan Suspensi Pati Serta Konsentrasi Butanol Terhadap Karakteristik

Fisikokimia Pati Tinggi Amilosa Dari Tapioka. Agritech Vol 34 No 3 : 309-315.

Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/104350-ID-pengaruh-

suhu-dan-lama-pemanasan-suspens.pdf

iFoodEquipment. (2019). BakeMax BMEPS12 Single Pass Dough Sheeter.

https://ifoodequipment.ca/collections/dough-sheeters/products/bakemax-

Page 67: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

57

bmeps12-12-eurosmart-single-pass-dough-sheeter. Diakses pada 19 Mei 2019

pukul 01.56.

Jingcheng Machinary Manufacturing Co., Ltd. (2016). Maggi Indomie Noodle Machine.

http://www.jingcheng-noodlemachine.com/Fried-instant-noodle-

machine/2016/0712/39.html . Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 01.45.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2012). Sumber Daya Manusia.

https://kbbi.web.id/sumber. Diakses pada 23 Mei 2019 pukul 23.32.

Koswara, Sutrisno. (2009). Teknologi Pengolahan Mie. Seri Teknologi Pangan Populer.

eBookPangan.com. Diakses dari http://tekpan.unimus.ac.id/wp-

content/uploads/2013/07/Teknologi-Pengolahan-Mie-teori-dan-praktek.pdf

Longer Company. (2010). Fried Instant Noodles Machine – Maggie Noodles Production

Line. https://www.longer-machinery.com/product/noodle-plant/instant-noodle-

line.html. Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 02.00.

Mangal Machines Private Limited. (n.d.). Dough Feeding System.

https://www.indiamart.com/mangal-machines/dough-feeding-systems.html.

Diakses pada 18 Mei 2019 pukul 22.40.

Nipro Weitek. (2009). Tank Weighing Scale.

http://www.niproweitek.com/search.html?ss=tank+weighing+scale. Diakses

pada 18 Mei 2019 pukul 22.55.

Omori India Pvt, Ltd. (2014). Noodle Wrap. http://www.omori.co.in/noodlewrap.php.

Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 02.10.

Pangestu, H.I. (2014). Sukses Wirausaha Gerobak Terlaris dan Tercepat Balik Modal.

Kunci Aksara. Jakarta. Diakses dari

https://books.google.co.id/books?id=5_zZCQAAQBAJ&printsec=frontcover&s

ource=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false

Pop Mie. (2015). Pop Mie Product. http://www.popmie.com/product. Diakses pada 10

Februari 2019 pukul 09.40.

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (2015). http://www.indofoodcbp.com/. Diakses

pada 10 Februari 2019 pukul 10.30.

Purnawijayanti, H.A. (2009). Mi Sehat. Kanisius. Yogyakarta. Diakses dari

https://books.google.co.id/books?id=yKoOZhBWr-

oC&pg=PA4&dq=Purnawijayanti,+H.A.+(2009).+Mi+Sehat.+Kanisius.+Yogy

akarta&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwinj4SZ3fniAhWJQI8KHTTWDo0Q6AEI

LDAA#v=onepage&q=Purnawijayanti%2C%20H.A.%20(2009).%20Mi%20Se

hat.%20Kanisius.%20Yogyakarta&f=false

Sakura Noodle. (2015). Chicken Stock Flavor & Sakura Fried Noodle.

http://www.sakura-noodle.co.id/. Diakses pada 8 Februari 2019 pukul 13.30.

Sarimi. (2015). Mi Instan Sarimi. http://www.sarimi.co.id/. Diakses pada 8 Februari 2019

pukul 13.00.

SepMachinery Co., Ltd. (2018). Sieving Machine. https://sepmachinery.com/screw-

conveyor/. Diakses pada 18 Mei 2019 pukul 23.56.

Shangbaotai Machine Technology Co., Ltd. (2017). Slitter.

http://www.shangbaotai.com/customized-noodles-slitting-machine.html.

Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 01.15.

Supermi. (2018). Supermi. http://www.supermi.co.id/produk#rasa-ayam-bawang

Diakses pada 10 Februari 2019 pukul 10.00.

Page 68: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

58

Sutrisno, H.E. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana. Jakarta. Diakses

https://books.google.co.id/books?id=OhZNDwAAQBAJ&printsec=frontcover

&dq=Sutrisno,+E.+(2009).+Manajemen+Sumber+Daya+Manusia.+Kencana.+J

akarta.&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiEwq673fniAhVXdCsKHaaCA98Q6AE

IKjAA#v=onepage&q=Sutrisno%2C%20E.%20(2009).%20Manajemen%20Su

mber%20Daya%20Manusia.%20Kencana.%20Jakarta.&f=false

Page 69: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

59

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Scrap

Scrap adonan mi Scrap mi basah

Scrap mi Hancur Frying (HF)

Scrap mi Hancur Patah (HP)

Scrap mi Hancur Halus (HH)

Page 70: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

60

Kartu Bimbingan

Page 71: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

61

Page 72: ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE ...melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek. Dalam laporan

62