analisis perbandingan tingkat pendapatan dan … · faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan...
TRANSCRIPT
1
ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PENDAPATAN
DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN SISTEM
BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG
(Studi Kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta)
ARIEF RIDWAN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis
Perbandingan Tingkat Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Sistem
Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Jatiluhur
Kabupaten Purwakarta)” adalah benar merupakan bagian penelitian BOPTN
dengan judul “Penilaian Ekonomi Kelembagaan Pengelolaan Waduk Series
Sungai Citarum Jawa Barat dalam Rangka Pelestarian Sumberdaya Alam dan
Lingkungan” dengan Ketua Peneliti Dr. Ir. Ahyar Ismail M.Agr yang dikerjakan
secara bersama – sama antara penulis dan tim peneliti. Penelitian ini belum pernah
dipublikasikan dimanapun, kecuali dilaporan penelitian BOPTN dan laporan
skripsi ini. Tim peneliti BOPTN berhak menggunakan data ini untuk keperluan
publikasi dalam bentuk jurnal, buku, majalah jurnal, dll.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari laporan skripsi saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Arief Ridwan
NIM H44090047
3
ABSTRAK
ARIEF RIDWAN. Analisis Perbandingan Tingkat Pendapatan dan Faktor yang
Mempengaruhi Pilihan Sistem Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung
(Studi Kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta). Dibimbing oleh
YUSMAN SYAUKAT.
Waduk Jatiluhur merupakan waduk multifungsi yang berada didaerah aliran
Sungai Citarum, Purwakarta. Waduk ini memiliki kontribusi besar terhadap sektor
perikanan wilayah Jawa Barat. Kegiatan utama perikanan yang dilakukan di
Waduk Jatiluhur adalah perikanan budidaya melalui teknik KJA. Sebagian besar
petani ikan melakukan pembesaran ikan mas dan nila. Ikan mas dan nila
merupakan komoditas utama di Waduk Jatiluhur. Para petani menerapkan dua
jenis sistem budidaya diantaranya monokultur (Ikan Mas) dan polikultur (Ikan
Mas dan Nila). Tujuan penelitian yang pertama adalah mengestimasi tingkat
pendapatan petani ikan monokultur dibandingkan dengan pendapatan petani ikan
polikultur di Waduk Jatiluhur. Hasil yang diperoleh pada tujuan pertama
menunjukan pendapatan yang diperoleh oleh petani polikultur lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh oleh petani
monokultur. Perbedaan antara dua sistem budidaya ikan secara statistik berbeda
nyata (signifikan) yang berarti bahwa statistik tingkat pendapatan petani yang
menerapkan sistem polikultur secara signifikan berbeda dari petani yang
menerapkan sistem monokultur. Tujuan yang kedua adalah mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani ikan dalam pemilihan pola
usahatani secara monokultur dan polikultur di Waduk Jatiluhur dengan analisis
regresi logistik. Berdasarkan hasil regresi logistik yang diperoleh, faktor-faktor
yang mempengaruhi keputusan petani secara nyata pada taraf nyata 15 persen
adalah tingkat pendidikan (PDDK), lama usaha budidaya (LMUB), pendapatan
petani (PDPT) dan jumlah tanggungan keluarga (JTK) sedangkan luas areal KJA
(LAKJA) tidak berpengaruh terhadap keputusan petani tersebut.
Kata kunci: Perbandingan pendapatan, monokultur ikan mas, polikultur ikan mas
dan nila, faktor penentu pemilihan pola budidaya ikan
4
ABSTRACT
ARIEF RIDWAN. Comparative Analysis of Income Level and Factors Affecting
The Choice of Aquaculture System in Keramba net cage (Case Study at Jatiluhur
Reservoir, Purwakarta Regency). Supervised by YUSMAN SYAUKAT.
Jatiluhur reservoir is a multi-purpose dam located in Citarum River basin,
Purwakarta. This reservoir has a major contribution for fishery sector in West
Java. Main fishing activites in Jatiluhur Reservoir is fish cultivation by using
Keramba net cage (Keramba Jaring Apung) techniques. Farmers mostly grow
golden fish and tilapia fish. Both fishes are the major commodities in Jatiluhur
Reservoir. Farmers apply two kinds of cultivation systems monoculture (only
golden fish) and polyculture (golden fish and tilapia). The main goal of this
research is to estimate the rate of farmers’ income, both for monoculture and
polyculture farming, in Jatiluhur Reservoir. The result showed that income earned
by polyculture farmers is more favorable than monoculture farmers. The
difference among the two systems was statistically significantly meaning that
statistically the level of income of the farmers who applied polyculture system was
significantly different from those who applied monoculture systems. The second
goal is to identify the factors that influence the farmers’ decision in the selection
of the pattern between monoculture and polyculture systems in Jatiluhur
Reservoir with logistic regression analysis. Based on the result obtained, the
factors that influence farmers’ decisions at 15 percent significant level are the
level of education, length of experience cultivation, farmers’ income and number
of dependents, while the acreage of KJA has no effect on the farmers’ decision.
Key words: comparison of income, golden fish monoculture, polyculture of golden
fish and tilapia, determinants of the selection of fish farming pattern
5
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
ARIEF RIDWAN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PENDAPATAN
DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN SISTEM
BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG
(Studi Kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta)
6
Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Tingkat Pendapatan dan Faktor
yang Mempengaruhi Pilihan Sistem Budidaya Ikan dalam
Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Jatiluhur
Kabupaten Purwakarta)
Nama : Arief Ridwan
NIM : H44090047
Disetujui oleh
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
7
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini adalah budidaya perikanan KJA, dengan judul “Analisis
Perbandingan Tingkat Pendapatan dan Faktor Yang Mempengaruhi Pilihan
Sistem Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk
Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta)”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama
kepada:
1. Ayahanda tercinta (Yusuf Asnawi), Ibunda tercinta (Yeyet Sumiati), Kakak
tersayang (Fahmi), serta keluarga besar yang telah memberikan kasih
sayang, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta limpahan do’a
yang tak pernah putus kepada penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi
sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan waktu dan
tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, insprirasi dengan
penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat membantu sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik.
3. Bapak Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si sebagai penguji utama dan Bapak Benny
Osta Nababan S.Pi, M.Si sebagai wakil komisi pendidikan departemen
yang telah memberikan saran, dan masukkan dalam penulisan skripsi.
4. Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail M.Agr, Ir Ujang Sehabudin, Kastana Sapanli
S.Pi M.Si sebagai dosen pembimbing penelitian dilapang, yang telah
membimbing dan memfasilitasi selama penulis mengambil data.
5. Kepala UPTD Waduk Jatiluhur, Wakil UPTD Waduk Jatiluhur (Ibu Catrin),
Petugas dan Pendamping Lapang Dinas Perikanan dan Peternakan
Kabupaten Purwakarta (Kang Dian), Perwakilan PJT II (Pak Waino), Ketua
Kelompok Tani Ikan Desa Jatimekar (Pak Warisdi) yang telah membantu
penulis dalam memperoleh data dan informasi.
6. Teman satu bimbingan, (Yulis, Kristin, Anjar, Hastin, dan Wasis) atas
dukungan, saran, kritik, dan lainnya selama menjalani proses pembuatan
skripsi hingga selesai.
7. Kukuh, Wina, Mufqi, Qyqy, Hilman, Luthfi, Dear, Abhe, dan seluruh
sahabat ESL 46 atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya.
8. Seluruh Dosen dan Tenaga Pendidikan Departemen ESL yang telah
membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu
proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah
diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga penelitian ini dapat
bermanfaat.
Bogor, Maret 2014
Arief Ridwan
8
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi
I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 7
1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian .................................................... 7
II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 8
2.1 Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Pengelolaan KJA....................... 8
2.2 Usaha Perikanan ...................................................................................... 8
2.3 Pendapatan Usahatani............................................................................ 10
2.4 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung Sistem Tunggal
(Monokultur) .............................................................................................. 11
2.5 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung Sistem Kolor
(Polikultur) ................................................................................................. 11
2.6 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 12
III KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................... 14
3.1 Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................... 14
IV METODE PENELITIAN .......................................................................... 16
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 16
4.2 Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 16
4.3 Metode Pengambilan Sampel ............................................................... 17
4.4 Metode Analisis Data ........................................................................... 18
4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani .................................................... 18
4.4.2 Perbedaan Tingkat Pendapatan ................................................... 20
4.4.3 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk
Melakukan Pemilihan Budidaya Ikan Secara Monokultur dan
Polikultur .................................................................................... 21
4.4.3.1 Model Regresi Logistik.................................................... 23
Halaman
9
4.4.3.2 Pengujian Model Regresi Logistik................................... 25
V GAMBARAN UMUM PENELITIAN ........................................................ 27
5.1 Kondisi Umum Kecamatan Jatiluhur ..................................................... 27
5.2 Kondisi Umum Waduk Jatiluhur ........................................................... 28
5.3 Kondisi Umum Perikanan Budidaya di Waduk Jatiluhur ........................ 30
5.4 Karakteristik Petani ............................................................................... 33
5.4.1 Usia ............................................................................................. 34
5.4.2 Tingkat Pendidikan ...................................................................... 34
5.4.3 Pengalaman Usaha ....................................................................... 35
5.5 Karakteristik Usahatani ........................................................................ 35
VI HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 39
6.1 Analisis Usahatani ................................................................................. 39
6.1.1 Penerimaan Usahatani ................................................................. 40
6.1.2 Biaya Usahatani .......................................................................... 41
6.1.3 Pendapatan Usahatani .................................................................. 44
6.1.4 Biaya per Satuan Produksi ........................................................... 44
6.1.5 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya.................................... 45
6.1.6 Perbedaan Pendapatan Usahatani Budidaya Ikan Mas dan Nila
Secara Monokultur dan Polikultur ............................................... 46
6.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pola Usahatani ............ 47
6.2.1 Umur Petani................................................................................ 49
6.2.2 Tingkat Pendidikan..................................................................... 49
6.2.3 Lama Usaha Budidaya................................................................ 50
6.2.4 Jumlah Tanggungan Keluarga.................................................... 50
6.2.5 Pendapatan Usahatani................................................................. 51
6.2.6 Luas Areal KJA.......................................................................... 51
VII SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 52
7.1 Simpulan ............................................................................................... 52
7.2 Saran ..................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 54
LAMPIRAN ..................................................................................................... 57
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 87
10
DAFTAR TABEL
1 Jumlah Produksi Ikan Mas dan Nila KJA Waduk Jatiluhur Tahun 2011
Sampai Tahun 2012 ................................................................................... 3
2 Total Produksi Per Jenis Usaha Perikanan Budidaya KJA Tahun 2009
Sampai Tahun 2012 ................................................................................... 3
3 Data Penggunaan Areal KJA di Waduk Jatluhur Wilayah Kabupaten
Purwakarta ................................................................................................. 4
4 Matriks Metode Analisis Data .................................................................... 19
5 Pengelompokan Responden Petani KJA di Waduk Jatiluhur
berdasarkan Kelompok Usia, Tingkat Pendidikan, Lama Usaha, dan
Pola Usahatani ........................................................................................... 34
6 Akses Modal Pembiayaan Usaha Budidaya KJA di Waduk Jatiluhur ......... 37
7 Penerimaan usahatani budidaya ikan mas dan nila per unit KJA
(14x14m) selama satu tahun menurut pola usahatani .................................. 40
8 Rincian biaya budidaya ikan mas secara monokultur per unit KJA
(14x14m) selama satu tahun di Waduk Jatiluhur ........................................ 42
9 Rincian biaya budidaya ikan mas secara polikultur per unit KJA
(14x14m) selama satu tahun di Waduk Jatiluhur ........................................ 43
10 Pendapatan usahatani budidaya ikan mas dan nila per unit KJA
(14x14m) selama satu tahun menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur ... 44
11 Biaya dan keuntungan per satuan produksi budidaya ikan mas dan nila
menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur. ............................................... 45
12 Rasio R/C usahatani budidaya ikan mas dan nila selama satu tahun
menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur ................................................ 46
13 Hasil Uji Beda Pendapatan Monokultur (Ikan Mas) dengan Polikultur
(Ikan Mas dan Nila) ................................................................................. 47
14 Hasil Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk
Pemilihan Pola Usahatani........................................................................... 48
Halaman No
11
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................... 16
2 Satuan Wilayah Sungai Citarum ................................................................. 30
3 Petak Jaring Apung Setiap Satu Unit KJA .................................................. 32
Halaman No
12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner Penelitian .................................................................................. 58
2 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 63
3 Analisis Regresi Logistik ........................................................................... 64
4 Uji beda pendapatan atas biaya tunai budidaya ikan mas dan nila dalam
per unit KJA (14X14m) selama satu tahun ................................................. 65
5 Uji beda pendapatan atas biaya total budidaya ikan mas dan nila dalam
per unit KJA (14X14m) selama satu tahun ................................................. 67
6 Biaya penyusutan konstruksi KJA Pola Monokultur ................................... 69
7 Biaya penyusutan konstruksi KJA Pola Polikultur. ..................................... 69
8 Data penerimaan total usahatani pola monokultur ...................................... 70
9 Data penerimaan total usahatani pola polikultur. ........................................ 71
10 Data biaya variabel dan biaya tetap tunai pola monokultur ......................... 73
11 Pendapatan atas biaya tunai pola monokultur ............................................. 75
12 Pendapatan atas biaya total pola monolikultur ............................................ 77
13 Data biaya variabel dan biaya tetap tunai pola polikultur ............................ 79
14 Pendapatan atas biaya tunai pola polikultur ................................................ 81
15 Pendapatan atas biaya total pola polikultur ................................................. 83
16 Input Data Analisis Logit ........................................................................... 84
17 Dokumentasi Penelitian ............................................................................. 86
No Halaman
13
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perikanan merupakan salah satu sektor alternatif yang diharapkan dapat
mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi dari suatu wilayah dan mendorong
kesejahteraan masyarakat. Budidaya perikanan adalah salah satu paket teknologi
perikanan yang juga berpeluang besar dalam mewujudkan peningkatan
kesejahteraan masyarakat maupun pembangunan secara nasional. Pemanfaatan
sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi
sangat penting seiring dengan berkembangnya pembangunan waduk di Indonesia.
Pembangunan waduk secara tidak langsung dapat merubah ekosistem sungai dan
daratan menjadi satu ekosistem yang berbeda dari ekosisitem asalnya. Pada
hakekatnya pembangunan waduk merupakan usaha pembendungan aliran sungai
yang dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, irigasi, air minum dan
pengendali banjir. Selain itu, pemanfaatan pembangunan waduk lebih luas lagi
dapat dijadikan sebagai kawasan budidaya perikanan
Pembangunan perikanan di Indonesia dapat dikelompokan ke dalam dua
kategori, yaitu perikanan laut dan perikanan darat termasuk didalamnya kegiatan
penangkapan tangkap dan kegiatan budidaya ikan. Peningkatan produksi
perikanan diharapkan dapat meningkatkan penyediaan ikan bagi penduduk,
pendapatan bagi nelayan dan petani ikan, memperluas kesempatan usaha kerja di
sektor perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya serta
meningkatkan devisa negara. Produksi perikanan tahun 2011 yang berasal dari
kegiatan penangkapan dan budidaya mencapai 12,39 juta ton, atau 101,05 persen
dari target sebesar 12,26 juta ton. Dari total produksi tersebut, kontribusi
perikanan budidaya sebesar 6,98 juta ton (56,33 persen), dan produksi perikanan
tangkap menyumbang sebesar 5,41 juta ton (43,67 persen). Jika dilihat laju
pertumbuhan produksi perikanan nasional dalam kurun waktu 2007-2011
mencapai 10,76 persen per tahun, dimana pertumbuhan budidaya rata-rata per
tahun sebesar 21,64 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan rata-
rata per tahun perikanan tangkap yang sebesar 1,78 persen. Kontribusi PDB sektor
2
perikanan terhadap PDB nasional mencapai 51,38 persen. (Kementrian Kelautan
dan Perikanan, 2011)
Keanekaragaman jenis (plasma nutfah) ikan memberi peluang besar dalam
kegiatan budidaya perikanan ikan air tawar, baik usaha perikanan tangkap
diperairan umum (waduk, rawa, sungai, dan danau) maupun usaha budidaya ikan
dikolam dan sawah (mina padi). Kegiatan perikanan di perairan umum diarahkan
untuk budidaya ikan antara lain dalam keramba jaring bambu dan keramba jaring
apung (KJA). Seiring dengan berkembangnya pembangunan waduk di Indonesia,
maka pemanfaatan sumberdaya perairan untuk budidaya ikan air tawar ini
menjadi sangat penting. Walaupun dikatakan sebagai waduk multifungsi, waduk
(Saguling, Cirata, dan Ir H Juanda) pada awalnya dibangun dengan tujuan utama
yang sama yakni sebagai pembangkit listrik tenaga air. Namun pada akhirnya
seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat maka waduk baik juga
dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan umum dan kegiatan budidaya ikan air
tawar.
Budidaya ikan air tawar dalam KJA merupakan metode akuakultur yang
paling produktif saat ini. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor kelebihan
dalam penerapan teknik KJA diantaranya padat penebaran benih yang tinggi,
ketersediaan kuantitas air, tidak memerlukan pengolahan tanah, pengendalian
gangguan predator relatif lebih mudah, pemanenan lebih mudah, dan dapat
dipindahkan ke lokasi lain (Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, 1994). Waduk
Jatiluhur yang terletak di Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat merupakan
salah satu tempat usaha budidaya ikan dalam jaring terapung yang berkembang
cukup pesat dari tahun ke tahun.
Badan Pusat Statistik mencatat, nilai produksi usaha keramba jaring apung
(KJA) di Purwakarta mencapai Rp 730,7 miliar pada tahun 2009, sekitar 53,6
persen dari total nilai produksi KJA Jawa Barat yang mencapai Rp 1,36 triliun.
Keberadaan KJA menjadikan Jawa Barat sebagai ”lumbung” ikan air tawar
nasional, sedangkan untuk total produksi KJA di Kabupaten Purwakarta mencapai
73.897 ton. Angka ini mengalami peningkatan sekitar 108,68 persen dari produksi
perikanan KJA tahun 2008 sebesar 67.996,08 ton. Bila ditelusuri lebih mendalam
3
ternyata produksi perikanan KJA di Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta
menghasilkan nilai produksi KJA tertinggi.
Pertumbuhan produksi perikanan budidaya yang bernilai ekonomi tinggi,
maka sudah sepantasnya usahatani budidaya perikanan dikembangkan dan
ditingkatkan di Indonesia. Didukung dengan iklim di Indonesia yang cocok untuk
mendukung pertumbuhan dan perkembangan budidaya ikan. Usahatani
merupakan tumpuan sebagian besar petani di Indonesia. Usahatani budidaya ikan
adalah usaha yang menggunakan ikan nila dan ikan mas sebagai komoditas
utamanya. Berikut jumlah produksi ikan mas dan nila KJA di Waduk Jatiluhur
tahun 2011 sampai tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah produksi ikan mas dan nila KJA di Waduk Jatiluhur
Kabupaten Purwakarta tahun 2011 sampai tahun 2012 No Jenis ikan Jumlah produksi (ton) Laju Pertumbuhan (%)
Tahun 2011 Tahun 2012
1 Mas 50.375 50.022 99,30
2 Nila 35.460 40.089 113,05
Jumlah 85.835 90.111 212,35
Sumber: UPTD Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta 2013
Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat terlihat jumlah produksi ikan mas dan
nila mengalami peningkatan produksi sebesar 212,35 persen dari tahun 2011
sampai tahun 2012. Selain itu, jumlah produksi ikan yang dihasilkan didominasi
oleh ikan mas. Hal ini sesuai dengan hasil survei di lokasi penelitian bahwa
komoditas utama dari budidaya KJA di Waduk Jatiluhur adalah ikan mas.
Sistem budidaya KJA dikenal lebih efektif dan efisien dalam
pembudidayaan dibandingkan dengan sistem perikanan lainnya. Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Total produksi perjenis usaha perikanan budidaya KJA di Waduk
Jatiluhur wilayah Kabupaten Purwakarta tahun 2009 sampai tahun
2012
No
Produksi (ton/tahun)
Jenis Usaha 2009 2010 2011 2012
1 Kolam Air Tenang (KAT) 459,30 449,40 453,25 497,20
2 Sawah Perikanan 0 0 0 0
3 Kolam Air Deras (KAD) 134 135,90 112 0
4 KJA 73.897 88.629 110.095 110.631
Jumlah 74.490,3 89.214,3 110.660,25 111.128,2
Sumber : Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta Jawa Barat tahun 2012
4
Berdasarkan Tabel 2, KJA adalah sistem budidaya yang paling banyak
menghasilkan produksi ikan dibandingkan dengan jenis usaha lainnya. Data
penggunaan areal KJA di Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten Purwakarta tahun
2012 dapat terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Data Penggunaan areal KJA di Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten
Purwakarta tahun 2012 No Jenis ikan Jumlah petak ukuran
7mx7m (petak)
1 Pembesaran ikan mas/nila (bagian atas mas/bagian bawah
nila) 9.564
2 Pembesaran patin/nila (bagian atas patin/bagian bawah nila) 2.352
3 Pembesaran ikan mas (bagian atas ikan mas) 2.375
4 Pendederan patin (bagian atas nila/bagian bawah patin) 588
5 Pendederan nila (bagian atas nila/ bagian bawah nila) 4.916
6 Aneka ikan (bagian atas aneka ikan/bagian bawah nila) 1.496
7 Tidak beroperasi 173
Sumber: UPTD Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta tahun 2012
Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa areal KJA di Waduk
Jatiluhur di wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun 2012 paling banyak
digunakan untuk areal pembesaran ikan mas pada bagian atas dan ikan nila pada
bagian bawah. Hal ini dapat terlihat dari jumlah petak KJA yaitu sebanyak 9.564
petak KJA dengan ukuran per kolam adalah 7m x 7m sedangkan hanya sekitar
2.375 petak KJA yang masih melakukan budidaya dengan satu komoditas (ikan
mas).
Melihat potensi Sumberdaya Ikan (SDI) di Waduk Jatiluhur menyebabkan
masyarakat di luar maupun sekitar waduk terus membangun KJA. Peningkatan
jumlah KJA di Waduk Jatiluhur sampai saat ini telah menempati posisi tengah
danau namun kualitas produksi yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini akan
berdampak pada pencemaran lingkungan waduk akibat jumlah budidaya KJA
yang berlebihan dan dapat mempengaruhi kelangsungan produksi perikanan
budidaya tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap produksi
usaha budidaya KJA tersebut pada satu unit luasan KJA melalui biaya yang
dikeluarkan oleh petani tersebut serta pendapatan yang diperolehnya. Dengan
demikian keberlanjutan usaha budidaya ikan di Waduk Jatiluhur diharapkan dapat
terus diarahkan secara lestari.
5
1.2 Rumusan Masalah
Sejak dirintis tahun 1974, usaha budidaya ikan keramba jaring apung di
Waduk Jatiluhur, di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, nyaris tidak pernah surut.
Nilai produksi yang mencapai lebih dari 70.000 ton ikan per tahun, usaha ini
menggerakkan ekonomi rakyat serta menghidupi 3.636 rumah tangga yang terlibat
langsung di dalamnya. KJA mulai di sosialisasikan di Waduk Jatiluhur (Ir H
Juanda) di bawah pengelolaan Perum Jasa Tirta (PJT) II pada tahun 1988.
Teknologi ini awalnya diperuntukkan bagi warga lokal yang tergusur proyek
pembangunan waduk. Namun, KJA terus berkembang karena menguntungkan,
bahkan menarik investor dari luar daerah.1 Usaha budidaya ikan dalam KJA
memberikan harapan bagi masyarakat yang terkena proyek dan tinggal di sekitar
Waduk Jatiluhur untuk memperoleh pendapatan.
Adanya usaha KJA memicu juga usaha pendukung seperti toko pakan, jasa
pengangkutan, serta rumah pengolahan ikan. Semua saling menopang sehingga
terjalin dalam sebuah rantai kehidupan. Pada tahap awal, kondisi perairan yang
cukup baik dan jumlah jaring yang masih serasi dapat memberikan penghasilan
yang cukup layak bagi masyarakat sehingga mendorong terjadinya peningkatan
usaha KJA di Waduk Jatiluhur relatif cepat. Tahun 2002, jumlah KJA di waduk
Jatiluhur seluas 8.300 hektar di aliran Sungai Citarum berjumlah 2.159 unit
(petak). Kurun waktu 2005-2006 melonjak dari 5.141 unit menjadi 13.080 unit
dan terus bertambah. Hasil pendataan tahun 2011, populasi KJA telah mencapai
19.630 unit (Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta, 2011).
Menurut Surat Keputusan Bupati Purwakarta Nomor 6 Tahun 2010 tentang
Pemanfaatan Waduk untuk Kegiatan Perikanan, jumlah KJA ideal adalah 2.100
unit. Kelompok Kerja Bidang Perikanan PJT II tahun 1996 merekomendasikan
5.480 unit, sedangkan Balai Penelitian Perikanan Air Tawar tahun 1996
merekomendasikan 3.637 unit. Namun kondisi yang terjadi saat ini semua batasan
sudah terlampaui. Kondisi yang melebihi daya dukung dari batas ideal yang telah
ditentukan jelas menjadi salah satu penyebab turunnya produktivitas usaha KJA.
Padahal peraturan itu diharapkan menekan jumlah KJA secara alami. Jika KJA
1 http://regional.kompas.com/read/2012/07/23/04512694/Rantai.Hidup.Keramba.Jaring.Apung
[diakses tanggal 21 Juni 2013]
6
berkurang mendekati batas ideal, mutu perairan diharapkan membaik dan
terhindar dari kerugian besar akibat kematian ikan secara massal. Namun,
dampaknya saat ini dapat berupa ancaman potensi pencemaran akibat pakan ikan
yang berlebihan sehingga dapat mempengaruhi menurunnya kualitas air waduk,
fluktuasi debit air yang semakin terbatas, dan serangan virus. Seiring dengan
meningkatnya jumlah jaring apung yang semakin tidak terkontrol, terjadi juga
peningkatan teknik penguasaan jaring apung yaitu teknik budidaya jaring susun
atau lapis. Teknik KJA polikultur bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan pakan dan produktivitas jenis usaha.
Pada saat ini usaha kegiatan budidaya ikan KJA di Waduk Jatiluhur yang
dijalankan oleh Rumah Tangga Petani (RTP) ukurannya sangat beragam dilihat
dari jumlah unit jaring yang diusahakan oleh setiap RTP. Selain itu pada masing-
masing RTP memilih jenis usaha yang berbeda yaitu monokultur dan polikutur.
Pemanfaatan waduk sebagai kegiatan budidaya ikan dalam KJA telah
menyebabkan masuknya limbah padat berupa pakan ikan dan kotoran ikan yang
mendangkal didasar waduk jatiluhur.
Penurunan kualitas air pada Waduk Jatiluhur antara lain adalah akibat dari
kegiatan perikanan Keramba Jaring Apung (KJA) yang sudah melampaui daya
dukung perairan danau (Badan Pusat Penelitian Limnologi, 2009). Dari sekian
banyak dampak positif maupun negatif usaha budidaya ikan dalam KJA tersebut
terhadap perkembangan ekonomi sektor lainnya memungkinkan banyak peluang
bagi masyarakat sekitar waduk untuk turut berperan serta memperoleh
kesempatan agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, baik sebagai tenaga kerja
atau pengusaha budidaya ikan KJA (monokultur dan polikultur) secara langsung
ataupun sebagai pedagang yang menyediakan kebutuhan orang yang bekerja
disekitar Waduk dan kebutuhan para pendatang secara tidak langsung.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang
akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana tingkat pendapatan petani ikan jenis usaha monokultur
dibandingkan dengan pendapatan petani ikan jenis usaha polikultur di
Waduk Jatiluhur?
7
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pada pemilihan pola usahatani
budidaya ikan secara monokultur dan polikultur di Waduk Jatiluhur?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengestimasi tingkat pendapatan petani ikan usaha monokultur
dibandingkan dengan pendapatan petani ikan usaha polikultur di Waduk
Jatiluhur.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani ikan dalam
pemilihan budidaya ikan secara monokultur dan polikultur di Waduk
Jatiluhur.
1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Adapun batasan-batasan dalam penelitian ini antara lain:
1. Penelitian dilakukan hanya pada Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten
Purwakarta.
2. Penelitian hanya mengkaji dan mengestimasi tingkat pendapatan dari
usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pola usahatani.
3. Responden dalam penelitian adalah petani ikan yang membudidayakan ikan
secara monokultur dan petani ikan yang membudidayakan ikan secara
polikultur.
8
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Pengelolaan KJA
Permintaan dunia akan ikan berdaging putih (white meat) mengalami
kenaikan dari tahun ketahun. Hal ini menjadi dasar pemikiran dalam upaya
pengembangan budidaya perikanan. Menurut beberapa peneliti, perhitungan
ekonomi KJA adalah usaha agribisnis yang menguntungkan. Penerapan keramba
jaring apung mini investasinya tidak terlalu besar sehingga diharapkan mampu
dipraktekkan oleh petani dan pengusaha kecil (Hanafi A. et al. 1990). Keuntungan
bisnis keramba memang menggiurkan. Tetapi budidaya ini juga memerlukan
kesabaran dan keuletan. Diantaranya jika pergantian musim tiba, maka
keberadaan ikan keramba terancam oleh berbagai jenis penyakit ikan yang
menimbulkan kematian dalam jumlah besar.
Meskipun demikian pengembangan KJA masih menghadapi masalah
antara lain (1) pemilihan lokasi budidaya yang setidaknya dapat berjalan
sepanjang tahun, bebas dari pengaruh gelombang besar, sehingga menjamin
penggunan kerambajaring apung secara optimal, (2) Ketersediaan benih sampai
saat ini masih mengandalkan dari alam dan sedikit jumlahnya karena sangat
dipengaruhi oleh musim. Penyediaan pakan berupa ikan rucah masih terbatas dan
penyediaannya bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia, (3) Pengenalan
kepada petani ikan dan nelayan yang mungkin saja masih dihadapkan pada
kendala-kendala sosial budidaya karena sudah terpaku anggapan bahwa laut
adalah tangkap menangkap bukan tempat budidaya (Anggawati, 1991).
Pengawasan dan perawatan rutin setiap hari merupakan faktor keberhasilan
dari upaya pembesaran ikan dengan KJA. Pengotoran jaring (kurungan) baik yang
disebabkan oleh sampah, pelumpuran maupun jasad pengganggu yang menempel
pada jaring akan menjadi penyebab turunnya derajat pergantian air dalam
kurungan (Abdulkadir, 2010). Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan pola
pembesaran ikan mas dan nila yang banyak dilakukan di danau atau waduk. Jaring
yang digunakan untuk pemeliharaan diapungkan di danau atau waduk dengan
bantuan pelampung berupa drum plastic atau drum baja. Untuk mencegah KJA
tidak berpindah tempat, petani biasanya menancapkan jangkar di dasar perairan.
9
Pada KJA yang jumlahnya banyak, petani umumnya membangun rumah ditasnya
untuk tempat penampungan pakan dan tempat tinggal para pekerja.
Pada tebar pembesaran mas dan nila di KJA umumnya 10 ekor/ .
Misalnya, luas KJA berukuran 7x7 meter dengan kedalaman 3 meter maka dapat
diisi benih sebanyak 1.470 ekor. Namun, jika kondisi waduk atau danau memiliki
kedalaman lebih dari 8 meter seperti di Jatiluhur, kedalaman KJA bisa ditambah
hingga 7 meter. Semakin dalam KJA berguna untuk menambah populasi ikan nila
di dalam KJA (Wiryanta et al, 2010).
Untuk pemberian pakan, pada bulan pertama pakan diberikan setiap hari
sebanyak 5 persen dari biomassa. Setelah itu, pakan cukup diberikan sebanyak 3
persen dari biomassa. Periode pemberian pakan dalam sehari dibagi tiga kali,
yakni pada pagi, siang, dan sore hari (Rachmatun, 2010). Operator (teknisi)
Keramba Jaring Apung harus rajin memperhatikan perilaku ikan-ikan yang
dipelihara. Aspek – aspek yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut (a)
Nafsu makan dan dosis pakan, (b) Tingkat kegesitan ikan. Bila ada ikan yang
tampak lemah maka harus diambil contoh untuk diperiksa apakah ada sesuatu
gejala penyakit atau tidak, (c) Kualitas air, (d) Tingkat kecerahan air waduk/danau
apabila derajat kecerahan kurang dari 15 cm, berarti plankton terlalu lebat
sehiongga kandungan oksigennya defisit pada malam hari yang dapat
membahayakan ikan. Nilai kecerahan untuk waduk dan danau sebaiknya lebih
dari 100 cm, (e) Luas keramba di waduk maksimum 2 persen dari luas perairan.
Batas maksimum ini biasanya ditentukan oleh pemerintah daerah setempat,
(f) Pembatasan kapasitas produksi keramba, (g) Kecepatan arus dilokasi keramba
tidak kurang dari 5-10 m/detik, (h) Hama pemangsa ikan dan/atau perusak jaring
yang dapat menyebabkan kerugian. Hama tersebut ialah burung pemasangsa,
berang-berang, ular, belut, ikan-ikan buas dan kura-kura yang merusak jaring.
Hama dapat dihalau dengan pemasangan perangkap, pembersihan tepi waduk dan
pelaksanaan patrol secara periodik (Rachmatun, 2010).
10
2.2 Usaha Perikanan
Usaha perikanan bukanlah usaha yang hanya sekedar melakukan kegiatan
pemeliharaan ikan di kolam, di sungai, di danau, atau di laut, melainkan usaha
yang mencakup berbagai aspek organisme (sumber hayati). Usaha perikanan di
Indonesia dapat dikembangkan secara berkelanjutan. Selain perikanan di laut, kita
mempunyai perairan di darat berupa danau, sungai, dan rawa. Usaha perikanan
dapat dibagi dua jenis, yaitu usaha perikanan darat dan perikanan laut. Usaha
perikanan darat disebut juga usaha perikanan air tawar (Evy, 2008).
2.3 Pendapatan Usahatani
Usahatani sebagai satu kegiatan produksi pertanian yang pada akhirnya akan
dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara
keduanya merupakan pendapatan usahatani. Soeharjo dan Patong (1973)
mengartikan pendapatan usahatani sebagai balas jasa dari kerjasama antara faktor-
faktor produksi dengan petani sebagai penanam modal dan sekaligus pengelola
usahatani.
Analisis pendapatan memerlukan dua komponen utama, yaitu keadaan
pengeluaran selama jangka waktu tertentu dalam usahatani dan keadaan
penerimaan pasca produksi dan pemasaran usahatani (Soeharjo dan Patong,
1973). Menurut Soekartawi et al. (1986), penerimaan adalah besaran output
usaha, baik produk utama maupun produk sampingan yang dihasilkan. Sementara
itu, pengeluaran atau biaya adalah semua pengorbanan sumber daya yang terukur
dalam satuan nominal uang (rupiah) yang dikeluarkan dalam mencapai tujuan
usahatani.
Komponen pengeluaran dalam usahatani berupa pengeluaran tunai dan
pengeluaran diperhitungkan. Beban biaya dalam pengeluaran tunai, meliputi:
pembayaran tunai sarana produksi pertanian seperti pembelian benih, pupuk, obat-
obatan (pestisida), beban biaya sewa dibayar dimuka seperti sewa lahan garapan,
sewa alat mesin pertanian (bila ada), dan biaya tenaga kerja. Beban biaya yang
termasuk dalam pengeluaran diperhitungkan adalah nilai tenaga kerja keluarga
diperhitungkan dan penyusutan peralatan pertanian.
11
Komponen penerimaan usahatani dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Pendapatan tunai bersumber dari
penjualan tunai hasil produksi/panen (output) usahatani yang dilakukan,
sedangkan penerimaan non tunai bersumber dari (1) produk/hasil panen (output)
yang dikonsumsi keluarga petani dan (2) kenaikan nilai inventaris, yaitu nilai
benda-benda investasi yang dimiliki rumah tangga petani berdasarkan selisih nilai
akhir tahun dengan nilai awal tahun.
2.4 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung Sistem Tunggal
(Monokultur)
Menurut Maulana (2003), pembesaran ikan pada KJA tunggal biasanya
dilakukan secara monokultur yaitu dalam satu jaring pada lapisan atas ditebarkan
hanya satu jenis ikan tanpa ada jenis ikan lain, dimana ikan yang ditebar sebagai
komoditas pokok. Pada sistem KJA tunggal, pakan tambahan mutlak diberikan
karena jumlah pakan alami dalam waduk relatif sedikit, bahkan hampir tidak ada.
Pakan tambahan berupa pelet diberikan setiap hari dengan dosis tiga persen dari
berat ikan. Jaring apung yang telah terpasang di danau atau waduk biasanya
dirakit menjadi satu unit. Satu unit rakit jaring terapung terdiri dari empat net
kolam dan satu tempat jaga (Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil, 2005).
2.5 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung Sistem Kolor (Polikultur)
Menurut penelitian Sukamto dan Maryam (2005), teknik budidaya Keramba
Jaring Apung (KJA) dengan sistem jaring kolor yaitu jaring terdiri atas bagian
bawah satu buah jaring dan di bagian atas dua buah jaring dalam dua petakan.
Ada lagi jaring kolor empat yang terdiri dari atas satu jaring di bagian bawah dan
empat jaring di bagian atas di dalam empat petakan. Berdasarkan teknik budidaya
sistem KJA kolor, petani ikan tidak harus membudidayakan ikan nila di jaring
apung secara khusus akan tetapi dapat dibudidayakan bersama dengan ikan mas
(budidaya ikan secara polikultur) serta produksi ikan dapat ditingkatkan yaitu dari
ikan mas di jaring atas dan ikan nila di jaring bawah.
Pada awalnya sistem KJA kolor digunakan oleh para petani ikan di Waduk
Jatiluhur, Cirata dan Saguling untuk mengantisipasi kematian masal ikan yang
12
hampir terjadi setiap tahun. Hal ini disebabkan sisa pakan yang terbuang ke dasar
perairan, sehingga menyebabkan mutu/kualitas air menurun. Efisiensi pakan pada
sistem KJA kolor bisa ditingkatkan karena pakan atau debu pakan yang terbuang
ke bawah atau ke pinggir bisa dimanfaatkan ikan lain yang dipelihara seperti ikan
nila, sehingga pakan yang terbuang ke perairan juga semakin berkurang (Sukamto
dan Maryam, 2005).
2.6 Penelitian Terdahulu
Hasil Penelitian Ridwan (2008) yang berjudul Analisis Usahatani Padi
Ramah Lingkungan dan Padi Anorganik (Kasus Kelurahan Situgede, Kecamatan
Bogor Barat, Kota Bogor). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan
membandingkan pendapatan, efisiensi, dan kelayakan serta sensitivitas usahatani
padi ramah lingkungan dan anorganik. Berdasarkan analisis pendapatan, diketahui
bahwa pendapatan usahatani padi ramah lingkungan lebih besar dibandingkan
pendapatan usahatani padi anorganik. Berdasarkan analisis R/C rasio, usahatani
padi ramah lingkungan dan padi anorganik di Kelurahan Situgede sama-sama
menguntungkan untuk dilaksanakan karena nilai R/C rasio lebih besar dari satu.
Analisis Usaha Perikanan Budidaya Perairan Waduk Dengan Jaring Apung
Kasus Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat oleh Dandan Hendayana
(2002). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi perbedaan keragaan usaha
antara sebelum dan sesudah krisis dengan menggunakan alat ukur benefit cost
analisis yang menghitung komponen finansial, menjelaskan keragaan usaha KJA
dilihat dari kelayakan usaha berdasarkan analisis finansial anta sebelum krisis dan
sesudahnya, menelusuri gambaran usaha berdasarkan hubungan fungsional antara
kegiatan produksi dengan kegiatan pengadaan sarana produksi serta kegitan
pemasaran hasil jaring apung sebagai sistem usaha yang berwawasan agribisnis.
Hasil dari penelitian adalah berdasarkan nilai NPV dengan diskon faktor 20
persen menghasilkan nilai NPV yang positif sehingga dengan adanya krisis ini
secara finansial usaha ini tidak mengalami tampilan perubahan yang merugikan,
sistem pemasaran pakan yang selama ini terjadi tidak efisien.
Dampak Budidaya Ikan Jaring Apung di Waduk Cirata Terhadap
Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Lokasi Dan Pembangunan Ekonomi Kabupaten
Cianjur, oleh Maman Sudrajat (2009). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
13
dampak keberadaan budidaya ikan jaring apung Waduk Cirata terhadap tingkat
kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi dan pembangunan ekonomi Kabupaten
Cianjur. Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa rumah tangga sekitar
lokasi yang menjadi petani budidaya KJA tingkat kesejahteraannya lebih tinggi
dibandingkan dengan rumah tangga bukan petani budidaya KJA. Lebih rendahnya
tingkat kesejahteraan rumah tangga non-petani budidaya karena pada umumnya
mata pencaharian penduduk sekitar lokasi adalah petani padi sawah atau lahan
darat dengan luas < 0,25 ha atau buruh tani yang upahnya di bawah upah
minimum. Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah banyak dilakukan, terdapat
perbedaan pada penelitian yang dilakukan saat ini. Perbedaan tersebut terletak
pada lokasi dan bahasan penelitian.
14
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Operasional
Pertumbuhan produksi perikanan budidaya yang bernilai ekonomi tinggi,
maka sudah sepantasnya usaha budidaya perikanan dikembangkan dan
ditingkatkan di Indonesia. Pembangunan perikanan diperairan waduk kiranya
sangat penting dan perlu untuk dikembangkan karena sumberdaya perikanan
merupakan sumberdaya hayati pengganti dari lahan daratan yang digenangi.
Pengembangan perikanan budidaya yang umum diterapkan adalah teknologi
budidaya dalam keramba jaring apung. Usahatani budidaya ikan ialah usaha yang
menggunakan ikan nila dan ikan mas sebagai sumberdaya utamanya. Masalah
klasik yang umumnya ditemui pada danau-danau atau waduk-waduk tempat
dikembangkannya budidaya ikan dalam jaring adalah masalah daya dukung
perairan (Carrying Capacity).
Faktor yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan budidaya ikan
ialah keragaan usahataninya. Salah satu wilayah perairan di Waduk Jatiluhur yang
terdapat cukup banyak jumlah KJA adalah di Kecamatan Jatiluhur. Budidaya KJA
secara monokultur juga masih tetap dipertahankan,dengan alasan masih ada petani
setempat yang memiliki modal terbatas. Budidaya KJA secara polikultur dapat
meningkatkan produksi ikan mas dan nila juga dapat mengurangi dampak
kerusakan lingkungan waduk akibat sedimentasi yang ditimbulkan dari
pengendapan sisa pakan. Petani budidaya pembesaran ikan mas dan nila pada
KJA monokultur dan polikultur khususnya di Kecamatan Jatiluhur melakukan
proses produksi dengan tujuan untuk menghasilkan pendapatan yang maksimal.
Perbandingan manfaat ekonomi berupa pendapatan pada pola usaha tani
yang membudidayakan ikan secara polikultur dengan pendapatan petani yang
hanya melakukan usahatani budidaya ikan secara monokultur merupakan ruang
lingkup masalah yang akan diteliti. Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi
mengenai faktor-faktor penentu pemilihan usaha budidaya ikan secara polikultur
dan monokultur. Pendekatan yang dilakukan dengan wawancara langsung kepada
petani ikan dan dianalisis dengan metode regresi logistik. Secara rinci kerangka
pemikiran disajikan pada Gambar 1.
15
Keterangan : Metode Analisis alur berpikir
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Operasional
Upaya Peningkatan Produksi dan
Pengembangan Budidaya Ikan dalam
KJA di Waduk Jatiluhur
Usaha
Budidaya Ikan
Mas dan Nila
dalam KJA
Budidaya Ikan Mas
(Monokultur)
Budidaya Ikan Mas
dan Nila (Polikultur)
Pendapatan
Budidaya Ikan
Mas (Monokultur)
Pendapatan
Budidaya Ikan
Mas dan Nila
(Polikultur)
dibandingkan
Pendapatan Budidaya
Ikan Monokultur
=, <, >
Budidaya Polikultur
Analisis
Pendapatan &
Uji Beda
Faktor-faktor
Yang
mempengaruhi
pemilihan jenis
usaha budidaya
Meningkatnya
Kesejahteraan
Petani
Analisis Regresi
Logistik
16
IV METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi
Jawa Barat. Pemilihan tempat ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
budidaya ikan sistem polikultur dan monokultur masih berjalan dan memiliki
potensi pengembangan kawasan budidaya ikan air tawar terbesar di Jawa Barat.
Penelitian ini terbagi ke dalam beberapa tahap. Tahapan yang pertama yaitu pra
penelitian. Pra penelitian merupakan proses pengamatan masalah di lapangan,
perumusan masalah, pengembangan kerangka berpikir, hingga penyusunan
proposal. Tahapan ini dilaksanakan selama tujuh bulan, dimulai pada bulan
Februari hingga Agustus 2013.
Setelah tahapan pra penelitian maka dilanjutkan dengan proses pengambilan
data primer. Pengambilan data primer dilaksanakan selama dua bulan, yaitu pada
bulan Oktober sampai November 2013. Tahapan selanjutnya adalah proses
pengolahan dan analisis data serta penulisan skripsi. Tahapan ini akan
dilaksanakan selama satu bulan, yaitu pada minggu terakhir bulan Januari sampai
dengan minggu kedua bulan Februari 2014.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung kepada petani
ikan pemilik, buruh tani, dan informan lainnya di Waduk Jatiluhur melalui
kuesioner. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, buku-buku, internet, dan
literatur yang mendukung, Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten
Purwakarta, Perum Jasa Tirta II (PJT II), Badan Pusat Statistik Jawa Barat dan
lain sebagainya yang dapat menunjang tujuan yang ingin dicapai.
17
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel merupakan bagian dari penelitian dalam
menentukan cara untuk mengambil sejumlah responden sebagai sampel dari suatu
populasi. Tujuan dari penarikan sampling adalah mempermudah peneliti dalam
melakukan penelitian namun peneliti harus memperoleh jumlah responden yang
memenuhi kriteria dan representatif agar data yang diperoleh akurat. Salah satu
jenis populasi adalah populasi yang bersifat homogen. Populasi yang bersifat
homogen biasanya berada pada wilayah perairan. Karakter khusus dari populasi
homogen terletak pada tidak adanya perbedaan pola dari hasil tes setelah
melakukan wawancara kepada seluruh responden namun data yang dihasilkan
tetap beragam, hanya pola saja yang sama antar petani (Bungin 2008).
Sampel merupakan sebagian data yang diambil dalam suatu populasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah petani budidaya KJA monokultur dan
polikultur di Kecamatan Jatiluhur Kabupaten Purwakarta. Penentuan lokasi dan
objek penelitian dipilih dengan menggunakan metode purposive. Penelitian ini
dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 60 responden yaitu yang terbagi
atas 30 responden petani budidaya KJA monokultur dan 30 responden petani
budidaya KJA polikultur yang melakukan budidaya pembesaran ikan mas dan
nila di wilayah tersebut. Jumlah tersebut sudah mewakili karakteristik yang
dibutuhkan yaitu usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lama profesi, dan
pendapatan.
Sampel ini diambil berdasarkan jumlah data sebaran normal statistik dan
bersifat homogen. Sistem budidaya yeng terdapat di lokasi penelitian bersifat
homogen dalam hal penggunaan ukuran luas unit KJA yang sama pada setiap
petani sehingga dengan jumlah tersebut dapat mewakili jumlah responden pada
penelitian. Penentuan responden pada penelitian ini berdasarkan informasi yang
diberikan oleh Kepala UPTD kemudian wakil UPTD dan selanjutnya kepada
pendamping sehingga dilakukan pendataan terhadap responden yaitu sebanyak 60
responden.
18
4.4 Metode Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif dan
kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan
menggunakan komputer dengan program Statistical Program and Service
Solution (SPSS) 16, Microsoft Office Excel 2007. Metode analisis data yang
digunakan dapat dilihat dalam Tabel 4 di bawah ini
Tabel 4 Matriks Metode Analisis Data
No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
Mengestimasi Pendapatan
Usahatani Budidaya Ikan
Secara Monokultur
dibandingkan degan usahatani
Polikultur
Mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi petani
dalam pemilihan budidaya ikan monokultur dan polikultur
Responden dengan
menggunakan
kuesioner
Analisis Regresi Logistik
Sumber : Penulis (2013)
4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani
Untuk membandingkan pendapatan petani yang melakukan budidaya ikan
secara polikultur dengan petani yang melakukan budidaya ikan secara monokultur
yaitu melalui pendekatan analisis pendapatan. Pendapatan didefinisikan sebagai
selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Secara sistematis pendapatan
usaha tani dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 2006):
π = TR-TC ...……………… (1)
Di mana: π = pendapatan (benefit)
TR = total penerimaan (total revenue)
TC = total biaya (total cost)
Penerimaan usahatani budidaya ikan adalah perkalian antara produksi yang
diperoleh (y) dengan harga jual (P). Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai
berikut:
...………... (2)
Responden
dengan
menggunakan
kuesioner
Analisis Pendapatan
Usaha tani dan Uji Beda
(Paired Sample Test)
1
2
19
Di mana: TR = penerimaan total (Rp)
y = produksi ikan yang diperoleh (ton)
= harga jual ikan (Rp)
i = jenis ikan yang dibudidayakan
n = banyak ikan yang dibudidayakan (ekor)
Rumus diatas apabila digunakan dalam mengestimasi pendapatan usahatani
budidaya ikan secara monokultur dan polikultur maka persamaan menjadi
(Penulis, 2013) :
............................. (3)
Di mana:
= pendapatan usahatani budidaya ikan secara monokultur dan polikultur
i = jenis ikan yang dibudidayakan (1= Mas, 2=Nila)
j = jenis input (1=pakan, 2=benih, 3=Tenaga Kerja)
v = jumlah input yang digunakan (Kg, orang)
= harga jual ikan yang berlaku (Rp)
= harga input yang berlaku (Rp)
Total biaya yang dikeluarkan baik untuk usahatani budidaya ikan
monokultur dan budidaya ikan polikultur dibedakan atas biaya tunai dan non
tunai. Estimasi perhitungan total penerimaan dan total biaya tersebut melihat
pendapatan yang diperoleh.
Analisis dilakukan dengan cara menggunakan rasio penerimaan atas biaya
(R/C ratio). Analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C ratio) merupakan salah
satu cara untuk mengetahui perbandingan antara penerimaan dan biaya yang
dikeluarkan. R/C ratio menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap satuan
biaya yang dikeluarkan dalam usaha tani.
Apabila R/C >1 maka usaha tani tersebut dikatakan menguntungkan, R/C =1
maka usaha tani tersebut berada pada kondisi impas artinya tidak untung dan tidak
rugi, R/C <1 maka usaha tani tersebut berada pada kondisi tidak menguntungkan.
Analisis R/C ratio dapat dituliskan sebagai berikut:
R/C ratio =
...………………........................................ (4)
20
4.4.2 Perbedaan Tingkat Pendapatan
Analisis tingkat perbedaan pendapatan dilakukan untuk membandingkan
tingkat pendapatan antara petani yang melakukan usahatani budidaya ikan mas
secara monokultur dalam satu unit jaring apung (empat kolam bagian atas) dengan
petani yang melakukan usahatani budidaya ikan mas dan nila secara polikultur
(kolor) dalam satu unit jaring apung (empat kolam bagian atas dan satu kolam
bagian bawah). Perbedaan ini diuji dengan uji t untuk mean dari dua sampel yang
saling berhubungan (related). Tingkat pendapatan setiap strata tersebut dijelaskan
sebagai berikut :
Rata-rata tingkat pendapatan petani yang melakukan budidaya ikan mas
secara monokultur
Rata-rata tingkat pendapatan petani yang melakukan budidaya mas dan nila
secara polikultur
Menurut Nazir (1985), pengujian dilakukan dengan cara berpasangan
(paired sample test) yaitu sebuah sampel dengan subjek yang sama namun
mengalami dua perilaku atau pengukuran yang berbeda. Adapun hipotesis yang
digunakan sebagai berikut:
:
:
Hipotesis menunjukkan tingkat pendapatan petani yang melakukan
budidaya ikan mas secara monokultur dengan yang melakukan budidaya ikan mas
dan nila secara polikultur tidak berbeda nyata sedangkan menunjukkan tingkat
pendapatan petani yang melakukan budidaya ikan mas secara monokultur dengan
yang melakukan budidaya ikan mas dan nila secara polikultur adalah berbeda
nyata.
Daerah penolakan hipotesisnya adalah sebagai berikut:
Tolak , terima : jika t hitung > t tabel (df = )
Terima , tolak : jika t hitung < t tabel (df = )
Keterangan:
df = discount factor
= jumlah sampel 1
= jumlah sampel 2
21
Nilai t hitung didapatkan dari perhitungan rata-rata tingkat pendapatan
dengan standard error.
...…………………........................... (5)
Keterangan:
= standard error dari beda X1 dan X2
Standard error dari beda X1 dan X2 didapatkan dari rumus berikut ini:
...……………… (6)
Keterangan:
= sumsquare dari sampel 1
= sumsquare dari sampel 2
= jumlah sampel 1
= jumlah sampel 2
Nilai sumsquare didapatkan dari rumus berikut ini:
...………………………....(7)
Keterangan:
= Pendapatan petani ke-i (Rp)
= Jumlah sampel ke-i (responden)
4.4.3 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk
Melakukan Pemilihan Budidaya Ikan Secara Monokultur dan
Polikultur
Menurut Soekartawi (1988) pada proses pengambilan keputusan, seseorang
menolak dan menerima suatu adopsi inovasi banyak tergantung pada sikap mental
dan perbuatan yang dilandasi oleh situasi intern individu tersebut (misalnya
pendidikan, umur dan sebagainya) serta situasi ekstern atau situasi lingkungannya,
misalnya frekuensi kontak dengan sumber informasi, kesukaan atas suatu hal yang
dinilai baik atau buruk.
22
4.4.3.1 Model Regresi Logistik
Alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan untuk melakukan pemilihan
terhadap budidaya ikan secara polikultur dan monokultur yaitu dengan
pendekatan model regresi logistik. Model tersebut dirumuskan sebagai berikut
(Juanda, 2009):
Pi = F (Zi) = F (α + βXi) =
=
…....................... (8)
Persamaan (8) dapat ditunjukkan menjadi:
Pi =
...………………………………………................... (9)
Di mana:
Pi = peluang individu dalam mengambil keputusan
Xi = variabel bebas
α = intersep
β = koefisien regresi
e = bilangan dasar logaritma natural (e = 2,718)
Zi = α + βXi
Kedua sisi dari persamaan (9) dikalikan dengan 1+ e-zi
sehingga
persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:
(1+ e-Zi
) Pi = 1
Dibagi dengan Pi dimana 1 disubstitusi dengan Pi/ Pi,
e-Zi
=
- =
, karena e
-Zi = 1/ e
Zi maka menjadi,
e Zi
=
............................................................................
Persamaan (10) ditransformasikan ke dalam persamaan logaritma natural (ln)
yaitu:
Zi = ln
………………………………………………. (11)
Atau dari persamaan (11) dapat dituliskan menjadi,
) = Zi = α+ βXi ...………………………………………. (12)
Persamaan (12) merupakan model persamaan logit atau model regresi logistik.
(10)
23
Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani untuk
melakukan pemilihan terhadap budidaya ikan secara polikultur dan monokultur
diantaranya adalah tingkat pendidikan formal, luas areal KJA, umur, jumlah
tanggungan keluarga dan lama usaha budidaya ikan2. Berdasarkan faktor-faktor
yang diduga mempengaruhimya, maka model logit dapat dirumuskan sebagai
berikut:
) = Zi = β0 + β1PDDK + β2LAKJA + β3UMR + β4JTK + β5LMUB + β6PDPT ...… (13)
Di mana:
Zi = keputusan petani
Pi = peluang individu dalam mengambil keputusan usaha budidaya ikan secara
polikultur
(1- Pi) = peluang individu dalam mengambil keputusan usaha budidaya ikan
secara monokultur
β0 = intersep
βi = parameter peubah Xi
PDDK = tingkat pendidikan formal petani (tahun)
LAKJA = luas areal KJA yang dimiliki petani ( )
UMR = umur petani (tahun)
JTK = jumlah tanggungan keluarga petani (orang)
LMUB = pengalaman melakukan usaha budidaya ikan (tahun)
PDPT = pendapatan petani (Rp/tahun)
Hipotesis dari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani
dalam melakukan pemilihan terhadap budidaya ikan secara polikultur dan
monokultur adalah sebagai berikut:
1) Tingkat Pendidikan Formal (PDDK)
Pendidikan formal petani diharapkan bernilai positif. Semakin tinggi tingkat
pendidikan formal maka akan semakin mudah untuk memahami prospek
pengembangan budidaya ikan dibandingkan dengan petani berpendidikan
rendah. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin
mudah melakukan pemilihan terhadap prospek budidaya ikan yang lebih baik.
2 Jurnal Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan Vol 3 Tahun 2009
24
2) Luas Areal KJA yang Dimiliki (LAKJA)
Luas areal KJA yang dimiliki diharapkan bernilai positif. Semakin besar areal
KJA yang diusahakan maka semakin mudah untuk menambah volume
produksi sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan.
3) Umur Petani (UMR)
Umur petani diharapkan bernilai negatif. Petani dengan golongan usia yang
produktif akan memiliki semangat yang tinggi untuk mengembangkan
budidaya ikan.
4) Jumlah Tanggungan Keluarga (JTK)
Jumlah tanggungan keluarga diharapkan bernilai positif. Semakin banyak
jumlah anggota keluarga akan menyebabkan semakin banyak kebutuhan
hidup sehingga terdapat dorongan untuk meningkatkan pendapatan. Oleh
karena itu, semakin banyak jumlah anggota keluarga akan mendorong petani
untuk melakukan pengembangan budidaya ikan.
5) Lama Usaha Budidaya Ikan (LMUB)
Lama usaha budidaya ikan diharapkan bernilai positif. Semakin lama
pengalaman dalam usaha budidaya ikan, maka akan mendorong petani ikan
untuk membudidayakan ikan dengan teknik yang lebih baik.
6) Pendapatan Petani (PDPT)
Pendapatan petani ikan diharapkan bernilai positif. Semakin besar pendapatan
yang diterima oleh petani maka kesejahteraan hidup petani akan semakin
meningkat.
4.4.3.2 Pengujian Model Regresi Logistik
a) Uji Likelihood Ratio
Setelah dugaan model linear logistik diperoleh, selanjutnya menguji apakah
model logit tersebut secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan kualitatif
(Hosmer D.W, 2000). Hipotesis statistik yang duji dalam hal ini adalah:
H0 : β1 = β2 = β3 =…= βk = 0 (model tidak dapat menjelaskan)
H1 : minimal ada βi ≠ 0, i = 1,2,3,…k (model dapat menjelaskan)
25
Statistik uji yang digunakan adalah dengan likelihood ratio. Statistik uji G
dibawah ini menyebar menurut sebaran Chi-square dengan derajat bebas.
G = - 2log
= -2log = -2 ...………… (14)
Di mana :
: Nilai maksimum fungsi kemungkinan untuk model dibawah hipotesis nol
: Nilai maksimum fungsi kemungkinan untuk model dibawah hipotesis
alternatif
: Nilai maksimum fungsi log kemungkinan untuk model dibawah hipotesis nol
: Nilai maksimum fungsi log kemungkinan untuk model dibawah hipotesis
alternatif
Nilai -2 tersebut mengikuti distribusi Chi-square dengan df = p. Jika
menggunakan taraf nyata sebesar α, maka kriteria ujinya adalah tolak H0 apabila
Nilai -2 ≥ atau p-value ≤ α.
b) Uji Wald
Untuk menguji faktor mana (βi ≠ 0) yang berpengaruh nyata terhadap
pilihannya, diperlukan statistik uji Wald. Uji Wald dapat menguji signifikansi dari
parameter koefisien secara parsial yang serupa dengan uji-t dalam regresi linear
biasa (Juanda, 2009). Hipotesis statistik yang diuji adalah:
H0 : βi = 0 untuk 1,2,3,…k (peubah Xi tidak berpengaruh nyata)
H1 : βi ≠ 0 (peubah Xi berpengaruh nyata)
Statistik uji yang digunakan adalah:
W = β
β
...……………… (15)
Di mana:
= koefisen regresi
= standard error of β (galat kesalahan dari β)
26
c) Uji Odds Ratio
Odds Ratio merupakan rasio peluang peluang terjadi pilihan-1 (ya) terhadap
peluang terjadi pilihan-0 (tidak) dari variabel respons. Secara sistematis dapat
dituliskan sebagai berikut:
Odds Ratio =
...……………… (16)
Di mana:
Pi = peluang kejadian yang terjadi
1- Pi = peluang kejadian yang tidak terjadi
27
V GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1 Kondisi Umum Kecamatan Jatiluhur
Kecamatan Jatiluhur merupakan salah satu kecamatan yang terletak di
Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat. Jarak dari Jatiluhur ke Kabupaten
Purwakarta sekitar 8 km yang dihubungkan oleh jalan kabupaten dan provinsi.
Secara administratif, Kecamatan Jatiluhur berbatasan dengan Kabupaten
Purwakarta dan Kecamatan Sukasari di sebelah Utara, Kecamatan Sukatani
disebelah Barat, Kecamatan Pasawahan di sebelah Selatan, Kecamatan
Babakancikao dan Kecamatan Purwakarta di sebelah Timur.
Luas Kecamatan Jatiluhur berdasarkan data pokok Kecamatan tahun 2012 –
2013 adalah 3.556.413 Ha yang terdiri dari 660.000 Ha Lahan Pertanian, Sawah,
dan Kebun, 12.000 Ha Perairan Darat, 2.351.413 Ha Pemukiman, 543.000 Ha
Zona Industri. Jumlah penduduk sampai dengan tahun 2013mencapai 63.197 jiwa
yang terdiri dari 31.537 laki-laki (50 persen) dan 31.660 perempuan (50 persen).
Berdasarkan usia jumlah penduduk Kecamatan Jatiluhur terbagi menjadi empat
kelompok yaitu kelompok usia (0 – 5) tahun sebesar 4.211 jiwa, kelompok usia (6
– 15) tahun sebesar 14.308 jiwa, kelompok usia (16 – 60) tahun sebesar 40.910
jiwa, kelompok usia (>61) tahun sebesar 3.426 jiwa (Data Kecamatan Jatiluhur
2013).
Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa
jumlah penduduk yang berpendidikan SD (Sekolah Dasar) dan SMA (Sekolah
Menengah Atas) masih dominan mencapai 9.040 jiwa (30,57 persen) dan 9.130
jiwa (30,87 persen) sedangkan yang berpendidikan SMP (Sekolah Menengah
Pertama) mencapai 7.760 jiwa (26,24 persen). Jumlah penduduk yang duduk
dibangku Perguruan Tinggi seperti Program Diploma, Sarjana (S1), dan Pasca
Sarjana (S2) hanya mencapai 1.785 jiwa (6,03 persen), 1.800 jiwa (6,08 persen),
dan 60 jiwa (0,2 persen). Berkaitan dengan pengembangan usahatani budidaya
ikan dalam KJA maka salah satu aspek yang penting dan perlu diperhatikan
adalah sumberdaya manusianya dalam hal ini petani. Kualitas sumberdaya
manusia (petani) yang rendah akan menjadi salah satu faktor pemicu yang
menghambat jalannya usahatani budidaya ikan tersebut. Kegiatan yang dapat
28
dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM petani yaitu melalui kegiatan alih
teknologi (Bappeda Kabupaten Purwakarta, 2009)
5.2 Kondisi Umum Waduk Jatiluhur
Gagasan awal pembangunan bendungan Jatiluhur (Ir. H.Juanda) berawal
dari tulisan Prof. Dr. Ir. W.J Blommenstein tahun 1948 yang menulis bahwa
daerah aliran sungai Citarum sebagai sumber aliran air utama, dirancang untuk
memadukan potensi sumberdaya air dari mulai sungai Ciujung di Provinsi Banten
sampai dengan Kali Rambut di Pekalongan untuk mengairi areal sawah irigasi
seluas 520.000 Ha. Tulisan tersebut kemudian dipelajari dan dikaji ulang oleh Ir.
Van Schravendjik dan Ir. Abdoelah Angoedi di tahun 1950 yang kemudian
menyederhanakan dengan mengintegrasikan potensi sumberdaya air dibagian
Utara Jawa Barat dari Kali Bekasi di Ujung Barat sampai dengan Sungai Cilanang
di Kabupaten Indramayu untuk mengairi lahan seluas 242.000 Ha.
Waduk Jatiluhur merupakan waduk cascade (series) yang terletak di aliran
Sungai Citarum dan berada paling hilir dimana sebelumnya terdapat Waduk
Cirata dan Waduk Saguling. Sumber air Sungai Citarum bermula dari mata air di
Gunung Wayang dan dari beberapa anak Sungai Citarum yang tersebar
dibeberapa tempat. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum terdiri dari 7 sub DAS
yakni sub DAS Citarik yang bermata air di Gunung Kareumbi, sub DAS
Cisangkuy yang bermata air di Gunung Wayang, sub DAS Ciminyak yang
bermata air di Gunung Buleud, sub DAS Cikapundung yang bermata air di
Gunung Tangkuban Perahu, sub DAS Ciwidey yang bermata air di Gunung
Patuha, sub DAS Cihaur yang bermata air di Gunung Burangrang,dan sub DAS
Cisokan yang bermata air di Gunung Masigit dan Gunung Gede Pangrango. Luas
daerah tangkapan air DAS Citarum tersebut meliputi area seluas 4.543,4
yang mencakup Kabupaten Bandung, Cianjur, Sumedang, dan seluruh Kota
Bandung. Sungai Citarum bermuara di tiga lokasi yakni muara Gembong, Bungin
dan Muara Karawang di Laut Jawa (Gambar 2).
29
Sumber : Google Map (2012)3
Gambar 2 Satuan Wilayah Sungai (SWS) Citarum
Bendungan Ir.H. Juanda yang terletak lebih kurang 8 km sebelah Barat
Purwakarta dibangun dengan tipe timbunan batu (rockfill dam) dengan inti tanah
liat miring, mempunyai tinggi 105 m dan panjang 1220 m membentuk genangan
seluas 83 dan menamupng air 3 milyar . Berbeda dengan Waduk Cirata
dan Saguling yang berfungsi tunggal (Pembangkit tenaga listrik),Waduk
Ir.H.Juanda merupakan Waduk serbaguna yang antara lain digunakan untuk :
a. Penyediaan air untuk pengairan di Jawa Barat bagian Utara yang meliputi
areal sawah seluas 242.000 Ha.
b. Pembangkitan tenaga listrik yang berkapasitas 187,5 MW (Setelah di
Uperating) dan dapat berproduksi 1000 juta kWh/tahun.
c. Pencegahan banjir didaerah Kabupaten Karawang dan sekitarnya.
d. Penyediaan air baku untuk air minum, air untuk kebutuhan industri, dan air
penggelontoran.
e. Budidaya perikanan air tawar melalui teknik jaring apung
f. Pengembangan pariwisata dan olahraga air.
g. Transportasi air.
3 https://www.google.com/search/citarum.org/knowledge_center/index list.php?id_categories=13#
[diakses tanggal 26 Februari 2014]
30
5.3 Kondisi Umum Perikanan Budidaya di Waduk Jatiluhur
Secara umum ikan-ikan yang terdapat di Waduk Jatiluhur diklasifikasikan
menjadi ikan yang tumbuh secara alami dan ikan yang dibudidayakan. Benih ikan
yang tumbuh secara alami tidak sepenuhnya habitat asli tetapi telah dilakukan
beberapa kali penebaran benih oleh pengelola waduk. Pemeliharaan ikan budidaya
yang menggunakan jaring terbuat dari benang polyethilene dan secara umum
dikenal dengan Keramba Jaring Apung (KJA).
Sejak diresmikannya Perusahaan Negara Jatiluhur (PNJ) berdasarkan
Peraturan Pemerintah (PP) No 8 tahun 1967 tanggal 24 Juli 1967 salah satu fungsi
dibangunnya waduk adalah penambahan produksi perikanan darat. Namun
demikian pemanfaatan waduk untuk perikanan budidaya baru dimulai pada
tahun1988 dan luasan yang direkomendasikan untuk pemanfaatan ini hanya satu
persen dari luasan Waduk dengan jumlah KJA yang direkomendasikan sebesar
2.100 petak zonasi direkomendasikan pada satu lokasi yakni didaerah Ubrug.
Dalam pembinaan budidaya ikan dalam KJA di Waduk Jatiluhur Pemda
setempat melalui Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta
berperan sebagai koordinator pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan
pengendalian yang diawali dengan penyusunan rencana induk tata ruang (master
plan) yang kemudian ditetapkan melalui ketetapan Pemerintah Kabupaten
Purwakarta dan dijabarkan ke dalam zonasi penataan lokasi serta petunjuk teknis
pelaksanaan. PJT II yang dalam hal ini sebagai pengelola waduk berkoordinasi
dengan Pemda dalam pelaksanaan operasional pengelolaan KJA dilapangan.
Spesifikasi untuk ukuran setiap petak keramba jaring apung adalah luas
petak 49 (7mx7m) dengan tinggi 2 meter dan umumnya setiap 4 petak jaring
petani menggunakan lapisan jaring dibawahnya yang biasa disebut oleh petani
sebagai jaring “kolor”. Satu unit KJA terdiri dari 4 Petak jaring yang dilengkapi
dengan ruangan untuk gudang pakan dan rumah jaga. KJA ditempatkan dengan
memperhatikan kedalaman air 10 meter (3 meter untuk bagian atas dan 7 meter
untuk bagian bawah), arah gelombang yang dominan, jarak antar unit KJA (50 m)
letak pemasangan jangkar dan batas antar balok. Luas permukaan satu unit jaring
apung secara keseluruhan adalah 196 (14mx14m) yang terdiri dari empat petak
(kolam) bagian atas. Jarak antar petakan kolam berselang satu meter dan jarak
31
antar unit keramba tidak boleh kurang dari satu meter. Jarak satu meter ini
digunakan sebagai lalu lintas air. Spesifikasi untuk ukuran setiap petak dan unit
keramba jaring apung sudah ditetapkan oleh Perda No 6 Tahun 2010 tentang izin
usaha perikanan. Adapun tujuan ditetapkan perda ini adalah agar setiap pemilik
usaha keramba secara teknis dapat mendirikan unit KJA dengan ukuran yang
sama sehingga diharapkan dapat dengan mudah mematuhi aturan yang berlaku
dan secara ekonomis pemilik usaha dalam hal ini petani dapat menghasilkan
produksi ikan yang optimal.
a. Tampak Atas
b. Tampak Samping
Sumber : Perdana, 2008
Gambar 3 Petak Jaring Apung Setiap Satu Unit KJA
32
Keterangan :
: Pelampung dari drum
: Bandul Pemberat/Jangkar
: Jaring Bawah untuk Pemeliharaan Ikan Nila
: Jaring Atas untuk Pemeliharaan Ikan Mas
: Lalu Lintas Air
Ikan mas memiliki lama pemeliharaan atau masa panen rata-rata selama
tiga bulan sedangkan ikan nila memiliki masa panen rata-rata selama enam bulan.
Setelah ikan mas dipanen pertama kemudian kolam dan jaring ikan mas
dibersihkan dan kondisi jaring diperiksa. Setelah hal tersebut dilakukan kemudian
barulah dilakukan penebaran benih ikan mas kembali. Setelah itu, mulailah tahap
pemeliharaan ikan dengan memberikan pakan sebanyak tiga kali yaitu pada pagi,
siang dan sore hari. Pakan ikan diberikan dengan cara ditebar. Porsi pakan ikan
pada umumnya disesuaikan dengan ukuran ikan, untuk ikan yang berukuran kecil
satu hari bisa mencapai 21Kg sedangkan untuk ukuran yang sedang satu hari bisa
mencapai 24 Kg.
Pemeliharan untuk ikan mas dilakukan terus menerus setiap hari selama tiga
bulan kemudian. Setelah periode kedua barulah ikan mas dan nila sama-sama
dipanen. Panen ikan dilakukan petani dengan berkoordinasi dengan tengkulak
untuk datang ke lokasi pemanenan ikan. Panen ikan dalam KJA ini dilakukan
dengan mengangkat jaring dari kedua sisi kolam dengan menggunakan bambu
besar. Usahatani budidaya KJA di Waduk Jatiluhur ini tidak menggunakan obat-
obatan. Petani budidaya hanya menggunakan pakan dan benih dalam
pemeliharaan. Produksi ikan mas dapat dihitung dengan konversi bobot pakan
yang diberikan terhadap berat hasil produksi yang dicapai. Konversi nilai pakan
yang diketahui berdasarkan pengalaman petani adalah 45 sampai 50 persen dari
berat hasil. Ilustrasinya bila petani memberikan pakan sebanyak 2 ton per unit
dalam 1 musim tanam diperkirakan akan mendapatkan jumlah produksi yang
maksimal sebanyak 1.000 Kg ditambah jumlah berat benih awal. Berbeda dengan
ikan mas produksi ikan nila tidak dapat diperkirakan hasilnya hal ini dikarenakan
pengeluaran biaya pakan tidak bertambah karena ikan nila tidak diberikan pakan
33
yang intensif. Ikan nila mendapatkan supply pakan dari sisa pakan ikan mas
sehingga ikan nila dipelihara sebagai penyangga agar efisiensi produksi dapat
ditingkatkan dengan menambah penerimaan usaha dari penjualan ikan nila.
5.4 Karakteristik Petani
Karakteristik petani merupakan aspek penting dalam menilai keberhasilan
usaha keramba jaring apung. Selain dukungan kemampuan modal usaha,
diperlukan juga kemampuan dalam pengelolaannya. Orang yang mempunyai
kemampuan pendidikan yang lebih baik, dan lebih berpengalaman,serta
mempunyai kemampuan teknis yang memadai, akan berada pada posisi yang
lebih menguntungkan dibandingkan dengan kondisi sebaliknya (Setianingsih, et
al,1993). Karakteristik pemilik keramba yang dianggap penting adalah
menyangkut aspek usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman usaha.
Tabel 5 Pengelompokan responden petani jaring apung di Waduk Jatiluhur
Kabupaten Purwakarta berdasarkan kelompok usia, tingkat pendidikan,
pengalaman usaha, dan pola usahatani.
Keterangan
N = 60
Petani Monokultur Petani Polikultur
Jumlah
(N)
Persentase
(%)
Jumlah
(N)
Persentase
(%)
Kelompok Usia
20 - 30 Tahun 9 30 5 17
31 - 40 Tahun 7 23 12 40
41 - 50 Tahun 8 27 9 30
51 - 60 Tahun 6 20 4 13
Total 30 100 30 100
Tingkat Pendidikan
SD 20 67 15 50
SMP 5 17 8 27
SMA 4 13 6 20
Sarjana 1 3 1 3
Total 30 100 30 100
Pengalaman Usaha
1 - 5 tahun 6 20 1 3
6 - 10 tahun 7 24 7 24
11 - 15 tahun 10 33 9 30
16 - 20 tahun 3 10 6 20
21 - 25 tahun 3 10 6 20
26 - 30 tahun 1 3 1 3
Total 30 100 30 100
Sumber : Data Primer, diolah (2013)
34
5.4.1 Usia
Kisaran Usia yang produktif untuk menjalankan usaha pertanian
(perikanan) berada pada kisaran usia 15 tahun sampai 50 tahun (Suharjo &
Patong, 1973). Faktor usia sangat berkaitan dengan kemampuan berpikir petani
dalam rangka pengambilan keputusan. Data responden petani keramba Waduk
Jatiluhur pada Tabel 5 menunjukkan kisaran usia antara 20 tahun sampai dengan
60 tahun. Untuk pola usahatani polikultur kelompok usia menengah antara 31
tahun sampai 40 tahun mempuyai jumlah terbesar yaitu 40 persen. Kelompok
usia 41 tahun sampai 50 tahun sebesar 30 persen. Usia 20 tahun sampai 30 tahun
17 persen dan kelompok usia lanjut (> 50 tahun) hanya sekitar 13 persen
sedangkan untuk pola usahatani monokultur kelompok usia pemula antara 20
tahun sampai 30 tahun mempuyai jumlah terbesar yaitu 30 persen. Kelompok
usia 41 tahun sampai 50 tahun sebesar 27 persen. Usia 31 tahun sampai 40 tahun
23 persen dan kelompok usia lanjut (> 50 tahun) hanya sekitar 20 persen. Dengan
demikian kelompok usia responden yang mendominasi pemilikan usaha berada
pada kelompok usia yang produktif.
5.4.2 Tingkat Pendidikan
Berdasarkan Tabel 5 dari catatan tingkat pendidikan responden, rata-rata
mendapatkan tingkat pendidikan formal yang relatif baik. Untuk pola usahatani
polikultur responden yang mendapatkan tingkat pendidikan SD mendominasi dan
menunjukan tingkat pendidikan yang terbesar berada dikisaran 50 persen, diikuti
selanjutnya oleh SMP dan SMA yang memiliki kisaran masing-masing sebesar
27 persen dan 20 persen, sedangkan sisanya hanya sebagian kecil yang duduk di
Perguruan Tinggi yaitu sekitar 3 persen. Untuk pola usahatani monokultur
responden yang mendapatkan tingkat pendidikan SD mendominasi dan
menunjukan tingkat pendidikan yang terbesar berada dikisaran 67 persen, diikuti
selanjutnya oleh SMP dan SMA yang memiliki kisaran masing-masing sebesar
17 persen dan 13 persen, sedangkan sisanya hanya sebagian kecil yang duduk di
Perguruan Tinggi yaitu sekitar 3 persen.
Implikasi dari kondisi ini diperlihatkan dengan pengelolaan usaha yang
ditangani dengan baik. Hal ini ditandai dengan pengaturan administrasi dan
pencatatan aktivitas produksi per unit melalui pembukuan yang teratur, pen
35
jadwalan tanam dan panen yang dilakukan berdasarkan variasi umur ikan. Selain
itu pemberian pakan diperhitungkan dengan nilai konversi pakan terhadap berat
dan hasil, juga kemampuan dalam memperkirakan harga jual ikan saat musim
panen berdasarkan siklus permintaan.
5.4.3 Pengalaman Usaha
Pengalaman usaha mempunyai kontribusi yang penting dalam penentuan
hasil penerimaan usaha. Pengalaman akan memberikan kesempatan kepada
petani untuk beradapatasi atau menyesuaikan diri, sehingga petani dapat
menerapkan pola budidaya yang efisien. Pengalaman usaha yang dimiliki oleh
petani polikultur keramba jaring apung di Waduk Jatiluhur yang paling lama
tercatat 30 tahun dan yang paling singkat 2 tahun. Responden memiliki rata-rata
pengalaman usaha yang cukup yaitu berada dikisaran 11 tahun sampai 15 tahun
yaitu sebesar 30 persen sedangkan Pengalaman usaha yang dimiliki oleh petani
monokultur yang paling lama tercatat 30 tahun dan yang paling singkat 1 tahun.
Responden memiliki rata-rata penglaman usaha yang cukup yaitu berada dikisaran
11 tahun sampai 15 tahun yaitu sebesar 33 persen
Pengalaman bagi petani cukup penting sebagai bekal dalam menjalankan
usaha. Petani yang berpengalaman akan mengetahui kapan produksi harus
dihentikan untuk sementara waktu, dan kapan harga panen akan melonjak, serta
berapa ton produksi yang akan dicapai. Aspek pengalaman pengalaman yang
berkaitan dengan penerimaan usaha dapat diilustrasikan dengan adanya kasus
kematian massal ikan yang disebabkan oleh virus ikan dan Umbalan. Hal ini
diperkirakan dapat merugikan petani hingga ratusan juta rupiah. Petani dituntut
harus mengetahui tindakan yang harus dilakukan agar kejadian ini dapat segera
diatasi dan tidak terulang.
5.5 Karakteristik Usahatani
Pengelolaan dan pembesaran budidaya ikan mas dan nila secara monokultur
dan polikultur umumnya tidak memiliki karakteristik khusus. Hal ini dikarenakan
luasan unit KJA yang sama antara petani satu sama lainnya yaitu berukuran 196
(14mx14m). Pola budidaya secara monokultur berarti membudidayakan ikan
mas sebagai komoditas utama pada jaring lapisan atas saja sedangkan untuk pola
36
budidaya secara polikultur, ikan mas sebagai komoditas utama dan ikan nila
sebagai komoditas sampingan dengan pemeliharaan jaring dilapisan bawah. Pada
sistem monokultur ikan mas dibudidayakan selama tiga bulan. Untuk pemberian
pakan berupa pelet konsentrat dapat disesuaikan dengan musim tanam ikan. Pakan
diberikan oleh petani setiap hari dengan manajemen waktu dari pagi, siang,
hingga sore. Tidak ada pakan tambahan, oksigen dan obat selama masa
pemeliharaan. Benih ikan mas yang umunya digunakan oleh petani adalah benih
yang berukuran 10 sampai 12 cm dengan berat 15 sampai 25 gram per ekor atau
sering disebut dengan gelondongan besar. Kebutuhan benih ikan mas untuk pola
budidaya secara monokultur adalah 157 kg per unit per musim tanam sedangkan
pola budidaya ikan secara polikultur adalah 144 kg per unit per musim tanam
untuk pembesaran ikan mas sedangkan 153 kg per unit per musim tanam untuk
ikan nila.
Usaha pembenihan ikan di Kabupaten Purwakarta disokong oleh Usaha
Pembenihan Rakyat (UPR) serta dukungan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
Balai Benih Ikan (BBI) Dinas Pertenakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta.
Benih ikan mas dijual dengan harga Rp 25.000 per kg dengan ukuran yang
seragam sedangkan benih ikan nila dijual dengan harga Rp 18.000 per kg. Dari
budidaya ini dapat menghasilkan ikan konsumsi segar sebanyak 5 sampai 8 ekor.
Ikan mas umumnya dipasarkan secara hidup dari tingkat petani hingga ke tingkat
konsumen akhir sedangkan ikan nila dipasarkan dengan bantuan balok es agar
kesegaran ikan tetap terjamin mutunya.
Pada sistem budidaya ikan secara polikultur ikan mas dibudidayakan selama
3 bulan dan ikan nila selama 6 bulan tanpa pakan tambahan. Pakan ikan nila
berasal dari sisa pemberian pakan ikan mas yang tidak termakan atau dari kotoran
ikan mas. Akibat pemberian pakan sisa ini dan tidak diberikan pakan tambahan
secara khusus maka pertumbuhan ikan nila menjadi semakin lama dibandingkan
dengan pertumbuhan ikan mas. Ukuran panen yang digunakan didaerah penelitian
meliputi ukuran kecil (8 ekor per kg), sedang (5 ekor per kg), dan besar (1-2 ekor
per kg). Pada umumnya ukuran panen ikan yang besar jarang sekali ditemukan,
rata-rata petani memanen ikan berukuran kecil dan sedang. Ikan mas dapat
37
mencapai ukuran besar jika diberi perlakuan yang intensif dalam pemberian pakan
tambahan yang khusus dan lamanya mencapai 6 bulan.
Kondisi ini disebabkan oleh keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani
juga permintaan dari konsumen yang rata-rata diminati oleh kalangan konsumen
rumah tangga. Keterbatasan modal dalam hal ini yaitu dalam hal lamanya masa
budidaya ikan mas, umumnya dialami oleh petani yang membudidayakan ikan
secara monokultur. Sementara itu disisi lain petani sangat tergantung kepada
perputaran uang yang lebih cepat agar usahataninya bisa terus berjalan sehingga
budidaya ikan dalam kurun waktu ini tidak memungkinkan untuk dilakukan.
Secara umum, petani pembudidaya ikan di daerah Waduk Jatiluhur dapat
memperoleh modal dari dua sumber, yaitu modal sendiri dan pinjaman lembaga
keuangan (bank). Usaha budidaya Keramba Jaring Apung di Purwakarta
merupakan salah satu contoh usaha lokal yang sudah mendapat akses pembiayaan
dari perbankan.
Tabel 6 Akses Modal Pembiayaan Usaha Budidaya KJA di Waduk Jatiluhur
Sumber Modal
N = 60
Petani Monokultur Petani Polikultur
Jumlah
(N)
Persentase
(%)
Jumlah
(N)
Persentase
(%)
Lembaga Keuangan (Perbankan)
10 33 15 50
Modal Sendiri 18 60 14 47
Tengkulak, Pedagang 2 7 1 3
Sumber : Data Primer, diolah (2013)
Berdasarkan data responden petani monokultur pada Tabel 6 menunjukkan
sebesar 60 persen sumber modal yang digunakan berasal dari modal sendiri
sedangkan sisanya sebesar 33 persen dan 7 persen yang berasal dari Bank dan
Tengkulak. Kondisi ini jauh berbeda dengan data responden petani polikultur
yang sudah memanfaatkan akses permodalan dari Bank sekitar 50 persen. Namun
tidak sedikit juga sumber modal yang digunakan berasal dari modal milik sendiri
yaitu sekitar 47 persen, biasanya mereka yang menggunakan modal pribadi adalah
pemilik keramba yang memiliki skala usaha dalam jumlah yang besar dan usaha
KJA ini dijadikan sebagai ladang berinvestasi dalam prospek bisnisnya.
38
Bantuan permodalan dari lembaga keuangan perbankan bagi petani
pembudidaya KJA di Waduk Jatiluhur Purwakarta sudah bekerjasama antara
Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dengan pihak perbankan antara lain
Bank Jabar, BRI dan BNI. Bentuk skema yang digunakan adalah menggunakan
sistem plasma, dimana satu orang bapak plasma bersama-sama dengan puluhan
petani binaannya mengajukan pinjaman kepada bank yang sudah bekerja sama
dengan Pemerintah Kabupaten Purwakarta. Bapak plasma biasanya adalah petani
dengan skala usaha besar yang memiliki jaminan yang sudah dianggap layak oleh
bank.
Umumnya seorang petani pembudidaya Keramba Jaring Apung perlu
menyediakan modal antara 30 – 100 juta rupiah untuk memulai usaha budidaya
Keramba Jaring Apung. Besarnya modal awal ini membuat tidak semua penduduk
lokal di sekitar Waduk Jatiluhur mampu memulai usaha budidaya ikan Keramba
Jaring Apung. Sebagian penduduk yang memiliki modal cukup dapat menjadi
pemilik budidaya, dan sisanya yang tidak memiliki kecukupan modal untuk
membuka usaha sendiri, harus cukup puas untuk menjadi tenaga upahan yang
bertugas menjaga petak jaring apung.
Tenaga kerja dibutuhkan terutama untuk proses pemberian pakan dan
penjagaan kolam. Setiap orang diberi tugas untuk mengelola satu unit (empat
kolam). Tarif upah yang berlaku untuk setiap orang adalah Rp 750.000 per bulan.
Tidak ada perbedaan antara status tenaga kerja yang digunakan berasal dari
keluarga atau dari tenaga kerja luar yang diupah, karena curahan waktu kerja yang
mereka dapatkan sama yaitu 90 hari per musim tebar.
39
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Usahatani
Analisis usahatani dilakukan dengan mengukur penerimaan, biaya, dan
pendapatan yang diperoleh dari usahatani yang dijalankan dalam periode tertentu.
Perhitungan ini memberikan gambaran dari kegiatan usahatani selama periode
tersebut. Selain itu analisis ini memberikan penilaian apakah usahatani
pembesaran ikan mas dan nila di daerah penelitian memberikan tingkat
keuntungan yang memungkinkan petani mengembangkan usahanya.
6.1.1 Penerimaan Usahatani
Penerimaan budidaya ikan mas dan nila yang ada didaerah penelitian
dihitung dari jumlah output yang dihasilkan oleh budidaya jaring apung tersebut.
Perhitungan penerimaan ini dibedakan berdasarkan cara budidaya ikan yang yang
dilakukan oleh masing-masing petani (responden). Untuk perhitungan penerimaan
usahatani budidaya ikan dengan pola monokultur, komponen yang dihitung adalah
penjualan ikan mas yang dilakukan selama satu tahun, sedangkan untuk
perhitungan penerimaan usahatani budidaya ikan dengan pola polikultur (kolor)
yang dilakukan oleh petani adalah dengan menghitung penjualan ikan mas dan
ikan nila yang dilakukan selama satu tahun. Penjualan ikan mas hasil budidaya
ikan secara monokultur yang dilakukan sebanyak empat kali selama satu tahun
karena panen yang dilakukan untuk ikan mas yang dibudidayakan dengan sistem
ini adalah tiga bulan sekali dalam satu tahun. Penjualan yang dilakukan dari hasil
budidaya ikan secara polikultur terdiri dari dua jenis penjualan yaitu penjualan
ikan mas sebagai komoditas utama yang dilakukan sebanyak empat kali dalam
satu tahun dan penjualan ikan nila yang dilakukan sebanyak dua kali dalam satu
tahun.
Jumlah produksi ikan mas yang dihasilkan dari budidaya ikan mas secara
monokultur mencapai 407 Kg/kolam/musim tebar. Hal ini berarti dalam satu
Musim Tebar (MT) satu unit KJA menghasilkan ikan mas sebanyak 1.628 Kg.
Setiap satu unit jaring apung yang terdiri dari empat kolam selama satu tahun
dapat dihasilkan ikan mas sebanyak 6.512 Kg, sedangkan untuk produk yang
dihasilkan dari usaha budidaya ikan secara sistem polikultur terbagi atas dua
40
produk yaitu produksi ikan mas dan ikan nila. Jumlah produksi ikan mas yang
dihasilkan dari budidaya ikan mas secara polikultur mencapai 394
Kg/kolam/musim tebar sehingga dalam satu musim tanam satu unit KJA
menghasilkan ikan mas sebanyak 1.576 Kg.
Produksi ikan mas dalam empat kolam bagian atas selama satu tahun
sebanyak 6.304 Kg dan untuk jumlah produksi ikan nila dalam satu kolam bagian
bawah mencapai 1.097 Kg/kolam/musim tebar sehingga dalam satu tahun
menghasilkan 2.194 Kg. Harga ikan mas dan ikan nila dihitung berdasarkan harga
yang berlaku didaerah penelitian untuk tingkat petani yaitu Rp 18.000/Kg dan
untuk ikan nila yaitu Rp 11.500/Kg. Penerimaan usahatani dari petani sebagai
responden dihitung berdasarkan dua jenis usahatani yaitu budidaya ikan mas
secara monokultur untuk satu unit keramba, budidaya ikan mas dan nila secara
polikultur untuk satu unit keramba.
Tabel 7 Penerimaan usahatani budidaya ikan mas dan nila per unit KJA (14x14m)
selama satu tahun menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur
Sumber : Data Primer, diolah (2013)
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa penerimaan usahatani budidaya ikan mas
secara monokultur dalam satu unit keramba menghasilkan penerimaan sebesar
Rp 117.216.000/unit/tahun selama satu tahun, sedangkan untuk budidaya ikan
mas dan nila secara polikultur (kolor) untuk satu unit keramba jaring apung
menghasilkan penerimaan sebesar Rp 138.703.000/unit/tahun.
Pola Usahatani Jumlah
Produksi/
MT
(Kg)
Periode
MT dalam
satu tahun
Jumlah
Produksi/Tahun
(Kg)
Harga Jual
di Tingkat
Petani
(Rp/kg)
Penerimaan
(Rp)
Monokultur :
Ikan Mas
1.628
4
6.512
18.000
117.216.000
Polikultur :
- Ikan Mas
- Ikan Nila Total
1.576
1.097
4
2
6.304
2.194
18.000
11.500
113.472.000
25.231.000 138.703.000
41
6.1.2 Biaya Usahatani
Biaya usahatani untuk budidaya ikan mas dan ikan nila baik secara
monokultur maupun polikultur terbagi atas tiga komponen biaya yaitu biaya
variabel, biaya tetap dan biaya yang diperhitungkan (tidak tunai). Biaya variabel
terdiri atas pembelian benih, pakan, dan upah tenaga kerja,sedangkan untuk biaya
tetap terdiri atas biaya SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan), biaya perawatan, dan
retribusi ke PJT II. Tenaga kerja dalam usahatani terdiri dari tenaga kerja dalam
keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). Tenaga kerja luar
keluarga termasuk ke dalam komponen biaya variabel tunai sedangkan TKDK
termasuk komponen biaya non tunai. Usahatani budidaya ikan mas secara
monokultur dan budidaya ikan mas dan nila secara polikultur yang dilakukan di
Waduk Jatiluhur menggunakan beberapa TKLK dan TKDK. Tenaga kerja yang
digunakan adalah sama dari penebaran benih sampai panen. Sistem biaya pada
tenaga kerja yang dilakukan oleh petani budidaya adalah dengan memberikan
upah atau bayaran kepada pekerja. Bayaran yang diberikan oleh pemilik kepada
pekerja dilihat secara keseluruhan kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan pekerja
yaitu dimulai dari penebaran benih, pemeliharaan, perawatan jaring, sampai waktu
panen.
Setiap jenis kegiatan pekerjaan dilakukan oleh tenaga kerja yang sama.
Penebaran benih ikan dilakukan petani sesuai dengan musim tanam dari masing-
masing ikan. Kegiatan penebaran benih ini dilakukan selama satu hari.
Pemeliharaan ikan mas dan nila dengan memberikan pakan ikan setiap hari
sebanyak tiga kali yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Perawatan jaring dan
pembersihan kolam ikan dilakukan setiap habis panen. Sistem upah atau bayaran
tenaga kerja pada usahatani budidaya ikan mas dan nila pada KJA secara
monokultur dan polikultur di Waduk Jatiluhur ini tidak dilakukan pembayaran
disetiap kegiatan melainkan sistem yang diterapkan adalah pembayaran gaji
pekerja yang dibayar setiap bulan.
Selain itu untuk biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya tenaga kerja
dalam keluarga dan penyusutan. Biaya penyusutan pada kontruksi KJA atau alat-
alat yang digunakan pada usaha tersebut. Biaya penyusutan yang dihitung
berdasarkan banyaknya jumlah masing-masing barang atau kontruksi KJA
42
terhadap umur ekonomis dan teknisnya. Biaya penyusutan dikeluarkan bila alat-
alat KJA atau kontruksi KJA sudah tidak dapat digunakan kembali dan harus
diganti yang baru. Biaya penyusutan ini bersifat diperhitungkan karena besarnya
biaya yang dikeluarkan tersebut tidak dikeluarkan secara tunai (Lampiran 6 - 7).
Perhitungan biaya yang dikeluarkan oleh petani sebagai responden
dibedakan berdasarkan pola dan jenis usahatani yang dijalankan oleh petani
tersebut, yaitu budidaya ikan mas secara monokultur dalam satu unit keramba,
budidaya ikan mas dan nila secara polikultur dalam satu unit keramba.
Tabel 8 Rincian biaya budidaya ikan mas secara Monokultur per unit KJA
(14x14m) selama satu tahun di Waduk Jatiluhur
Komponen Biaya
Satuan
Jumlah
Harga Satuan
(Rp)
Periode
dalam
satu
tahun
Nilai
(Rp)
Biaya Variabel
a. Benih Ikan Mas
(10-12 cm)
Kg/MT 157 25.000 4 15.700.000
b. Pakan (Jatra)
c. Tenaga Kerja luar
Keluarga
Kg/MT
Orang/bln
2.000
1
7.000
468.750
4
12
56.000.000
5.625.000
Total Biaya Variabel (1) 77.325.000
Biaya Tetap
a. Retribusi Wajib
(PJT II)
Unit 1 119.000 1 119.000
b. Perawatan KJA Unit 1 1.000.000 1 1.000.000
Total Biaya Tetap (2) 1.119.000
Biaya Tunai (1) + (2) 78.444.000
Biaya Tidak Tunai
a. Tenaga Kerja
dalam Keluarga
b. Penyusutan KJA
Orang/bln
1 281.250 12 3.375.000
5.690.426
Biaya Tidak Tunai 9.065.426
Total Biaya Usahatani 87.509.426
Sumber : Data Primer, diolah (2013)
Dari Tabel 8 dapat dilihat total biaya usahatani yang dikeluarkan selama
satu tahun untuk satu unit keramba jaring apung (4 kolam bagian atas) adalah
sebesar Rp 87.509.426/unit/tahun. Biaya ini sepenuhnya dkeluarkan oleh petani
sebagai pembudidaya ikan mas didaerah penelitian, sedangkan biaya tunai yang
dikeluarkan selama satu tahun sebesar Rp 78.444.000/unit/tahun dan biaya tidak
tunai (diperhitungkan) yang dikeluarkan selama satu tahun sebesar Rp
9.065.426/unit/tahun. Sementara itu untuk biaya tetap pada satu unit jaring apung
43
pola budidaya monokultur belum dikenakan SIUP dikarenakan jumlah petakan
kolam belum melebihi lima petakan. Standar petakan kolam yang dikenakan SIUP
di Waduk Jatiluhur berdasarkan Perda no 6 tahun 2010 berkisar diantara 5 – 20
petakan kolam per tiga bulan.
Tabel 9 Rincian biaya budidaya ikan mas dan nila secara Polikultur per unit KJA
(14x14m) selama satu tahun di Waduk Jatiluhur
Komponen Biaya
Satuan
Jumlah
Harga Satuan
(Rp)
Periode
dalam
satu
tahun
Nilai
(Rp)
Biaya Variabel
a. Benih Ikan Mas
(10-12 cm)
Kg/MT 144 25.000 4 14.400.000
b. Benih Ikan Nila
(10-12 cm)
Kg/MT 153 18.000 2 5.508.000
c. Pakan (Jatra)
d. Tenaga Kerja Luar
Keluarga
Kg/MT
Orang/bln
2.000
1
7.000
468.750
4
12
56.000.000
5.625.000
Total Biaya Variabel (1) 81.533.000 Biaya Tetap
a. Retribusi Wajib
(PJT II)
Unit 1 119.000 1 119.000
b. Perawatan KJA Unit 1 1.000.000 1 1.000.000
Total Biaya Tetap (2) 1.119.000
Biaya Tunai (1) + (2) 82.652.000
Biaya Tidak Tunai
c. Tenaga Kerja dalam
Keluarga
e Penyusutan KJA
Orang/bln 1 281.250 12 3.375.000
6.646.426
Biaya Tidak Tunai 10.021.426 Total Biaya Usahatani 92.673.426
Sumber : Data Primer, diolah (2013)
Dari Tabel 9 dapat dilihat total biaya usahatani yang dikeluarkan selama
satu tahun untuk satu unit keramba jaring apung (4 kolam bagian atas dan 1 kolam
bagian bawah) adalah sebesar Rp 92.673.426/unit/tahun. Biaya ini sepenuhnya
dikeluarkan oleh petani sebagai pembudidaya ikan mas didaerah penelitian,
sedangkan biaya tunai yang dikeluarkan selama satu tahun Rp
82.652.000/unit/tahun. Biaya tidak tunai pola usahatani polikultur adalah sebesar
Rp 10.021.426/unit/tahun. Biaya tetap hanya dibayarkan kepada pihak PJT II
dalam bentuk retribusi wajib per tahun sebesar Rp 119.000 sebagai pengelola
Waduk Jatiluhur.
44
6.1.3 Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani dihitung dengan mengurangi penerimaan usahatani
yang diterima selama satu tahun dengan biaya usahatani yang dikeluarkan selama
satu tahun untuk setiap jenis usahatani yang dijalankan. Pendapatan ini dibagi ke
dalam dua macam pendapatan yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan
atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah biaya yang secara utuh
dikeluarkan sepenuhnya oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya total
seluruh input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya. Perhitungan
pendapatan ini dibagi atas dua jenis usahatani yang dijalankan. Secara lengkap
pendapatan usahatani selama satu tahun dari masing-masing jenis usahatani
tersebut dapat dilihat pada Tabel 10
Tabel 10 Pendapatan usahatani budidaya ikan mas dan nila per unit KJA
(14x14m) selama satu tahun menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur Rp/tahun
Pola
Usahatani
Penerimaan
Usahatani
Jumlah
Biaya Tunai
Jumlah
Biaya Total
Pendapatan
Atas Biaya
Tunai
Pendapatan
Atas Biaya
Total
Monokultur :
Ikan Mas
117.216.000
78.444.000
87.509.426
38.772.000
29.706.574
Polikultur : Ikan Mas
dan Nila
138.703.000
82.652.000
92.673.426
56.051.000
46.029.574
Sumber : Data Primer, diolah (2013)
Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa pendapatan petani atas biaya tunai dan
pendapatan petani atas biaya total untuk pola ushatani monokultur adalah
sebesar Rp 38.772.000/unit/tahun dan Rp 29.706.574/unit/tahun sedangkan untuk
pola usahatani polikultur adalah sebesar Rp 56.051.000/unit/tahun dan Rp
46.029.574/unit/tahun selama satu tahun. Artinya usaha ini masih sangat
menguntungkan selama satu tahun.
6.1.4 Biaya per Satuan Produksi
Biaya per satuan produksi diperoleh dengan membagi total biaya usahatani
yang dikeluarkan dari masing-masing jenis usahatani selama satu tahun dengan
total produksi ikan yang dihasilkan selama satu tahun. Perhitungan biaya per
satuan produksi yang terjadi di Waduk Jatiluhur dibagi atas dua jenis usahatani
45
seperti pada perhitungan penerimaan usahatani dan biaya usahatani. Perhitungan
ini dapat dijelaskan secara jelas pada Tabel 11.
Tabel 11 Biaya dan keuntungan per satuan produksi budidaya ikan mas dan nila
menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur
Pola
Usahatani
Biaya
Total
Usahatani
(Rp)
Jumlah
Produksi
Ikan
(Kg)
BiayaPer
Satuan
Produksi
(Rp/kg)
Harga
Ikan di
Tingkat
Petani
(Rp/kg)
Keuntungan
Per Satuan
Produksi
(Rp/kg)
Persentase
Keuntungan
(%)
Monokultur
:
Ikan Mas.
87.509.426
6.512
13.438
18.000
4.562
25,34
Polikultur :
Ikan Mas
dan Nila
92.673.426
8.498
10.905
16.322
5.417
33,18
Sumber : Data Primer, diolah (2013)
Dari perhitungan Tabel 11 didapat biaya per satuan produksi dari budidaya
ikan mas dan nila yang terbagi atas dua jenis pola usahatani masing-masing
adalah sebesar Rp 13.438 dan Rp 10.905. Untuk harga ditingkat petani pada pola
budidaya ikan mas dan nila secara polikultur digunakan harga rata-rata gabungan
yaitu Rp 16.322 harga ini didapat dari membagi penerimaan usahatani yang
diterima dengan jumlah produksi ikan mas dan nila yang dihasilkan dari jenis
usahatani yang dibudidayakan. Keuntungan yang diperoleh petani untuk masing-
masing jenis usahatani adalah Rp 4.562, Rp 5.417 atau 25,34 persen dan 33,18
persen dari harga jual daging ikan ditingkat petani.
6.1.5 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya
Analisis imbangan penerimaan dan biaya dihitung dari perbandingan antara
total penerimaan usahatani yang diterima selama satu tahun dengan total biaya
usahatani yang dikeluarkan selama satu tahun. Analisis imbangan penerimaan dan
biaya ini ditunjukan dengan nilai rasio R/C yang dihasilkan oleh oleh usahatani
yang dijalankan. Perhitungan rasio R/C ini dibagi atas dua jenis pola usahatani
dan secara lengkap disajikan pada Tabel 12.
46
Tabel 12 Rasio R/C usahatani budidaya ikan mas dan nila selama satu tahun
menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur Pola Usahatani Penerimaan
Usahatani
(Rp)
Biaya Total
Usahatani
(Rp)
Rasio R/C
Monokultur :
Ikan Mas.
117.216.000 87.509.426 1,34
Polikultur :
Ikan Mas
dan Nila
138.703.000
92.673.426
1,49
Sumber : Data Primer, diolah (2013)
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai rasio R/C dari masing-masing jenis
usahatani adalah sebesar 1,34, 1,49. Nilai rasio R/C ini menunjukan nilai yang
lebih besar dari satu (R/C > 1). Hal ini berarti bahwa masing-masing jenis
usahatani tersebut layak untuk dijalankan atau menguntungkan. Nilai rasio R/C
juga menunjukkan bahwa setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan petani untuk
usahatani dengan menerapkan pola monokultur dan polikultur maka masing-
masing akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,34 dan Rp 1,49.
6.1.6 Perbedaan Pendapatan Usahatani Budidaya Ikan Mas dan Nila Secara
Monokultur dan Polikultur
Pada dasarnya petani yang melakukan usaha budidaya ikan mas secara
monokultur dengan petani yang melakukan usaha budidaya ikan mas dan nila
secara polikultur keduanya memiliki perbedaan hasil pendapatan. Perbedaan
pendapatan ini secara statistik dapat diuji menggunakan metode uji t, melalui
metode ini dapat dilihat perbedaan pendapatan usahatani dari kedua jenis
budidaya ikan berdasarkan perbedaan perlakuan yang dilakukan oleh kedua
petani budidaya ikan dalam jaring apung.
Dari hasil pengujian perbedaan pendapatan monokultur (ikan mas) dan
polikultur (ikan mas dan nila) atas biaya tunai dan biaya total dengan uji t pada
Tabel 12 didapat hasil uji beda pendapatan Sig (2-tailed) 0,001 < 0,05 (taraf nyata
5 persen). Hal tersebut menunjukkan bahwa ditolak atau diterima, artinya
terdapat perbedaan pendapatan secara statistik antara pola monokultur (ikan mas)
dan pola polikultur (ikan mas dan nila). Pendapatan atas biaya tunai dan biaya
47
total pola polikultur lebih besar dibandingkan dengan pendapatan atas biaya tunai
dan total pola monokultur.
Tabel 13 Hasil uji beda pendapatan monokultur (ikan mas) dengan polikultur
(ikan mas dan nila)
Pola Usahatani
Pendapatan Usahatani (Rp/tahun)
Atas biaya tunai Atas biaya total
Monokultur :
Ikan Mas
Max Min Mean Max Min Mean
64.431.000 11.256.000 38.750.833 55.915.574 2.440.574 29.767.074
Polikultur :
Ikan Mas
dan Nila
99.011.000
8.011.000
56.028.667
87.614.574
3.114.574
46.545.241
Uji Beda Statistik
Sig (2-tailed)
0,001
Sig (2-tailed)
0,001
Sumber : Data Primer, diolah (2013)
Taraf Signifikansi α : 5 persen
Tabel 13 juga menunjukkan hasil pendapatan maksimum atas biaya tunai
dan biaya total dari pola polikultur sebesar Rp 99.011.000 dan Rp 87.614.574
lebih besar dibandingkan dengan pendapatan maksimum atas biaya tunai dan
biaya total dari pola monokultur sebesar Rp 64.431.000 dan Rp 55.915.574. Hal
ini berarti bahwa petani monokultur dan polikultur lainnya mempunyai potensi
untuk meningkatkan pendapatan atas biaya tunai dan biaya total sebesar nilai
maksimum tersebut.
6.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pola Usahatani
Model regresi logit akan diduga untuk menganalisis pengaruh variabel –
variabel penjelas (independent variable) terhadap peluang petani dalam pemilihan
pola usahatani budidaya ikan mas dan nila yang lebih baik dari segi finansial.
Variabel independen yang diduga mempengaruhi keputusan tersebut diantaranya
adalah lama pendidikan formal (PDDKN), luas areal KJA (LAKJA), umur petani
(UMR), jumlah tanggungan keluarga (JTK), lama usaha budidaya ikan (LMUB),
dan pendapatan (PDPT). Variabel dependen dalam model (Zi) ini merupakan
output kualitatif yaitu keputusan petani dalam memilih budidaya ikan secara
polikultur (i=1) dan keputusan petani dalam memilih budidaya ikan secara
monokultur (i=0). Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan SPSS
16.
48
Tabel 14 Hasil Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk
Pemilihan Pola Usahatani Predictor Coef Sig Odds Ratio
Constant -8,693 0,003 0
UMR 0,050 0,158 1,052
PDDK 0,168 1,183
LMUB 0,100 1,106
JTK
PDPT
1,075
0,003
2,930
1,003
Log - Likelihood = 63,684
Test that all slopes are zero ; G = 19,313 ; Df = 5 ; Sig = 0,002
Goodness of fit
Cox snell R Square = 0,275
Nagelkerke R Square = 0,367 Hosmer and Lemeshow Test ; Chi-Square = 8,029 ; Df = 8 ; Sig = 0,431
Classification Table
Overall Precentage = 70
Sumber : Data Primer, diolah (2013)
Signifikansi pada taraf nyata (α) a : 15 persen
Berdasarkan hasil uji-G di pada tabel 14 diperoleh p-value 0,002 (p-value <
α) Sig pada tabel Omnibus Test of Model Coefficients maka tolak artinya
secara bersama-sama variable Independent berpengaruh terhadap Zi. Dari hasil
analisis regresi logistik -2 Log likelihood sebesar 63,684, Cox and Snell R
Square sebesar 0,275 dan Nagelkerke R Square sebesar 0,367. Besarnya nilai
Nagelkerke R Square menunjukkan kemampuan empat peubah bebas dalam
menjelaskan pemilihan pola usahatani sebesar 27,5 persen sedangkan sebesar 72,5
persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Hasil uji goodness of fit dapat
dilihat dengan melihat nilai chi–square dalam Tabel Hosmer and Lemeshow Test
(Lampiran 1). Berdasarkan pengolahan data, nilai chi-square sebesar 0,431 (Sig
pada Tabel Hosmer and Lemeshow Test), berarti nilai Sig > α = 15 persen. Selain
itu, nilai Overall Percentage diperoleh 70 persen artinya Kebaikan model dalam
mengklasifikasikan Z sebesar 70 persen. Hasil analisis regresi logistik juga
menunjukkan peubah bebas yang berpengaruh nyata dalam taraf alpha. Hal ini
terlihat dari besarnya nilai Sig < α dan hipotesis Interpretasi peubah bebas
yang berpengaruh nyata maupun tidak nyata akan dijelaskan dalam subbab berikut
ini :
49
6.2.1 Umur Petani
Berdasarkan hasil uji-wald diperoleh p-value sebesar 0,158 (p-value.> α 15
persen) maka terima artinya UMR tidak berpengaruh significant terhadap Z.
Koefisien umur petani bertanda positif yang menunjukkan ketidaksesuaian
terhadap hipotesis. Umur petani yang sudah lanjut maupun yang masih dalam
katergori usia produktif sama-sama mempunyai peluang untuk melakukan
pengambilan keputusan terhadap pemilihan pola usahatani polikultur dan
monokultur. Berdasarkan kondisi dilapang baik petani yang berada dikisaran rata-
rata usia produktif (40 tahun) maupun yang sudah memasuki usia lanjut (63
tahun) memiliki lama pengalaman yang hampir sama yaitu sekitar 11 – 15 tahun,
sehingga dalam hal ini petani dari kedua pola budidaya memiliki motivasi untuk
berusaha yang sama dalam menentukan pilihan peluang usahatani budidaya ikan
yang lebih baik dari segi finansial.
6.2.2 Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil uji-wald diperoleh p-value sebesar 0,143 (p-value< α 15
persen) maka tolak artinya PDDK berpengaruh significant terhadap Z. Semakin
tinggi tingkat pendidikan petani maka kecenderungan akan memilih menjadi
petani polikultur. Berdasarkan kondisi dilapang rata-rata tingkat pendidikan
petani kedua pola usahatani sudah mendapatkan pendidikan yang cukup baik.
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap sikap petani dalam menentukan
keputusan pola usahatani yang lebih baik, kondisi ini didukung oleh fakta
dilapang bahwa mayoritas petani sudah lebih mengetahui akan konsep usaha yang
dapat memberikan keuntungan yang besar apalagi diketahui bahwa mayoritas
petani sudah menempuh jenjang pendidikan formal selama 6 – 8 tahun atau setara
dengan tingkat SD dan SMP. Hal ini juga menunjukkan bahwa pola pikir petani
sudah cukup kreatif untuk menentukan pemilihan pola budidaya. Koefisien lama
pendidikan petani bertanda positif yang menunjukkan kesesuaian terhadap
hipotesis. Nilai odds ratio yang dihasilkan sebesar 1,183. Artinya, setiap kenaikan
PDDK satu tahun maka peluang untuk menjadi petani Polikultur adalah 1,183 kali
lebih tinggi dari petani monokultur.
50
6.2.3 LamaUsaha Budidaya
Berdasarkan hasil uji-wald diperoleh p-value 0,055 (p-value< α 15 persen)
maka tolak artinya LMUB berpengaruh significant terhadap Z. Semakin lama
pengalaman petani dalam budidaya ikan maka kecenderungan akan memilih
menjadi petani polikultur. Koefisien lama usaha budidaya yang bertanda positif
menunjukkan kesesuaian terhadap hipotesis. Nilai odds ratio yang dihasilkan
sebesar 1,106. Artinya, setiap kenaikan LMUB satu tahun maka peluang untuk
menjadi petani Polikultur adalah 1,106 kali lebih tinggi dari petani monokultur.
Berdasarkan survey lapang, petani yang sudah menjalankan usaha budidaya ikan
mas dan nila lebih lama berarti memiliki pengalaman lebih baik dalam
menjalankan usaha budidaya ikan mas dan nila khususnya pengalaman dalam
menentukan keputusan yang bijak dalam mencari solusi untuk menghadapi
kenaikan harga input usahatani, kematian massal ikan, dan permainan harga dari
tengkulak. Rata-rata petani ikan di Waduk Jatiluhur sudah terjun ke dalam usaha
budidaya ikan mas dan nila lebih dari 10 tahun ini berarti pengalaman mereka
lebih matang dalam menentukan prospek usaha budidaya ikan yang lebih baik.
Hanya sekitar 6 responden yang baru merintis usaha budidaya ikan dalam KJA
selama 1 – 3 tahun.
6.2.4 Jumlah Tanggungan Keluarga
Berdasarkan hasil uji-wald diperoleh p-value sebesar 0,005 (p-value< α 15
persen) maka tolak artinya JTK berpengaruh significant terhadap Z. Semakin
banyak jumlah anggota keluarga petani maka kecenderungan memilih menjadi
petani polikultur. Koefisien jumlah tanggungan keluarga yang bertanda positif
menunjukkan kesesuaian terhadap hipotesis. Nilai odds ratio yang dihasilkan
sebesar 2,930. Artinya, setiap kenaikan JTK satu orang maka peluang untuk
menjadi petani Polikultur adalah 2,930 kali lebih tinggi dari petani monokultur.
Hal ini karena apabila jumlah tanggungan keluarga petani semakin bertambah
maka kebutuhan hidup petani akan semakin bertambah sehingga upaya petani
untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya dinilai lebih baik dengan
mengandalkan dari usaha budidaya ikan secara polikultur yang dapat
menghasilkan keuntungan besar, juga semakin banyak jumlah tanggungan maka
51
akan semakin bertambah jumlah anggota keluarga sehingga dapat diandalkan oleh
petani dalam mengembangkan usaha budidayanya. Rata-rata jumlah tanggungan
keluarga petani ikan di Waduk Jatiluhur 3 – 5 orang, minimal setiap Rumah
Tangga Petani (RTP) mengikutsertakan 1 atau 2 orang anggota keluarga sebagai
Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) tujuannya selain sebagai sektor pekerjaan
agar keahlian dalam hal membudidayakan ikan dapat diturunkan.
6.2.5 Pendapatan Petani
Berdasarkan hasil uji-wald diperoleh p-value 0,120 (p-value< α 15 persen)
maka tolak artinya PDPT berpengaruh significant terhadap Z. Semakin besar
pendapatan yang diterima petani budidaya ikan maka kecenderungan akan
memilih menjadi petani polikultur. Koefisien pendapatan yang bertanda positif
menunjukkan kesesuaian terhadap hipotesis. Nilai odds ratio yang dihasilkan
sebesar 1,003. Artinya, setiap kenaikan PDPT sebesar seratus ribu rupiah maka
peluang untuk menjadi petani Polikultur adalah 1,003 kali lebih tinggi dari petani
monokultur. Berdasarkan survey lapang, petani yang menjalankan usaha
budidaya ikan secara polikultur memiliki taraf hidup yang lebih sejahtera,
fenomena ini berkaitan dengan ukuran kesejahteraan yang memang masih banyak
mengandalkan masalah uang dan aset (Aniri NB dan Hartoyo, 2010). Pendapatan
yang tinggi memungkinkan semua kebutuhan keluarga petani terpenuhi. Rata –
rata pendapatan petani polikultur (mean income) sebesar Rp 46.545.241/tahun
atau sebesar Rp 11.636.310/Musim Tebar dinilai para petani sudah cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
6.2.6 Luas Areal KJA
Luas Areal KJA tidak dimasukan karena secara analisis data ragam yang
dimiliki oleh Luas Areal KJA Budidaya Ikan mas secara monokultur memiliki
karakteristik ragam yang homogen yaitu bernilai nol artinya luas areal KJA
tersebut memiliki ukuran yang sama rata sehingga komponen tersebut tidak layak
dimasukan ke dalam model logistik.
Hal ini didukung dengan fakta berdasarkan survey dilapang dimana setiap
petani pemilik keramba memiliki luasan untuk satu unit yang sama yaitu
berukuran 196 (14mx14m).
52
VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Pendapatan rata-rata yang dihasilkan dari perhitungan per unit pola usahatani
polikultur lebih menguntungkan dibandingkan dengan pola usahatani
monokultur. Rata – rata Pendapatan atas biaya total dari pola polikultur dan
monokultur adalah Rp 46.545.241/tahun dan Rp 29.767.074/tahun. Rata –
rata Pendapatan polikultur sebesar 36 persen lebih besar dari pendapatan
monokultur. Tingkat pendapatan petani pola polikultur secara statistik
berbeda nyata dengan pendapatan petani pola monokultur.
2. Faktor – faktor sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap keputusan
petani dalam menentukan pilihan sistem budidaya ikan adalah tingkat
pendidikan formal petani (PDDK), jumlah tanggungan anggota keluarga
petani (JTK), pengalaman melakukan usaha budidaya ikan (LMUB), dan
pendapatan petani (PDPT).
7.2 Saran
1. Usaha budidaya ikan dalam KJA sistem polikultur dapat memberikan
keuntungan yang besar serta produksi ikan yang maksimal. Hal ini menarik
perhatian masyarakat sekitar dan pendatang untuk terus melakukan usaha
budidaya, sehingga menyebabkan populasi KJA terus bertambah setiap
tahunnya. Pemerintah daerah seharusnya mengontrol perkembangan jumlah
KJA melalui penerapan regulasi yang bertujuan untuk mengendalikan
populasi KJA di Waduk Jatiluhur.
2. Perlu adanya perhatian secara serius antara pihak pengelola (PJT II) dan
Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Puwakarta terhadap penurunan
kualitas lingkungan waduk akibat limbah sisa pakan dan bahan pencemar
yang semakin bertambah. Bentuk perhatian ini dapat diwujudkan melalui
kegiatan penyuluhan kepada petani tentang cara pemberian pakan yang
optimal. Pola pemberian pakan yang disesuaikan dengan bobot ikan dan
diberikan tiga kali sehari sehingga tidak banyak sisa pakan yang tidak
termakan.
53
3. Mengingat jumlah populasi KJA yang terus meningkat, maka pengadaan
input (benih dan pakan ikan) serta material lain perlu dipersiapkan dengan
baik untuk memenuhi kebutuhan input yang terus meningkat.
54
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir, I., 2010.KJA. [Internet] [Januari, 2010]. Tersedia dari :
http://www.farraqafy.com.
Aniri NB dan Hartoyo. 2010. Analisis Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Pembudidaya Ikan dan Non Pembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor. Jurnal
Ilmu Keluarga dan Konsumen. Vol. 3. No.1.
Anggawati. 1991. Budidaya laut dengan Keramba Jaring Mini. Penas VII. Pertasi
Kencana 13 – 20 Juli. Magelang.
Badan Pusat Data Statistik dan Informasi. 2011. KKP Gapai Ekspor Perikanan.
[internet]. [13 Desember 2013]. Tersedia dari: http://www.kkp.go.id
Balai Besar Wilayah Sungai Citarum. 2012. Menuju Pengelolaan Sungai Citarum
yang Lebih Baik [Internet]. [26 Februari 2014]. Tersedia dari :
https://www.google.com/search/citarum.org/knowledge_center/indexlist.ph
p.
Badan Pusat penelitian Limnologi. 2009. Introduksi Sistem Keramba Jaring
Apung [internet]. [25 Januari 2013]. Tersedia dari: http://2009.lipi.go.id/.pdf
Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kab. Purwakarta. 2009.
Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kab. Purwakarta. Jatiluhur.
Biro Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Purwakarta dalam Angka BPS. Jakarta.
Bungin, Burhan. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi,
dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta (ID): Prenada
Media Group Cahyono, Bambang. 2001. Budi Daya Ikan di Perairan
Umum. Yogyakarta (ID): Kanisius
BBRSE, 2009. Panduan lptekmas BRKP. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta. 2012. Data Stastistik
Pembenihan dan Perikanan Budidaya Kabupaten Purwakarta Tahun 2012.
Purwakarta (ID): Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta
Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta. 2011. Data Laporan
Akhir Tahun Kabupaten Purwakarta Tahun 2011. Purwakarta (ID): Dinas
Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 2005. Teknologi
untuk Masyarakat Pesisir : Seri Budidaya Perikanan. Direktorat Jenderal
Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan
danPerikanan. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 1994. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan
dalam Jaring Terapung. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen
Pertanian, Jakarta.
55
Direktori Data dan Informasi Kementerian Pekerjaan Umum. 2010. Bendungan
Juanda (Jatiluhur) [Internet]. [10 Januari 2014]. Tersedia dari :
http://pustaka.pu.go.id/new/infrastruktur-bendungan detail.asp.id
Evy, R. 2008. Usaha Perikanan di Indonesia. Mutiara Swadaya Widya. Jakarta
Firdaus M. 2004. Ekonometrika suatu pendekatan aplikatif. Jakarta (ID): PT Bumi
Aksara.
Gujarati DN. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta (ID): Erlangga.
Hanafi A, et al. 1990. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Prospek
Pengembangan. Laporan Akhir. Balitbang. Jakarta.
Herdiansyah, I. 2005. Analisis Aspek Ekonomi dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Adopsi Sistem Usahatani Padi Organik (Studi Kasus di
Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa
Barat). Skripsi. Program Studi Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hosmer, D.W., Lemeshow., S. 2000. Applied Logistic Regression. New York
(US) : John Wiley&Sons, Inc.
Hendayana, Dadan.2002. Analisis Usaha Perikanan Budidaya Perairan Waduk
Dengan Jaring Apung Kasus Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat
Skripsi. Program Studi Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPBPress.
Kartamihardja, E. S. 1997. Pengembangan dan Pengelolaan Budidaya Ikan dalam
Keramba Jaring Tancap Ramah Lingkungan di Perairan Waduk dan Danau
Serbaguna. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia II.
Kurniawan, Muhammad. 2012. Rantai Hidup Budidaya Ikan Keramba Jaring
Apung [Internet]. [21 Juni 2013]. Tersedia dari :
http://regional.kompas.com/read/2012/07/23/04512694/Rantai.HidupKera
mba.Jaring.Apung
Maulana, A. B. 2003. Analisis Kelayakan Usahatani Pembesaran dan Pemasaran
Ikan Nila Gift Budidaya Keramba Jaring Apung, Desa Cikidang
Bayabang, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skirpsi.
Fakultas Pertanian IPB (tidak dipublikasikan). Bogor.
Martyana, Rina. 2013. Analisis Pengaruh Dukungan Perbankan Terhadap Tingkat
Ekonomi Pembudidaya Keramba Jaring Apung di Waduk Jatiluhur,
Thesis. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran. Jatinangor.
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Pustaka LP3ES Indonesia,
Jakarta.
Nazir, M. 1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta (ID) : Ghalia Indonesia.
56
Perdana, Haris. 2008. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas
dan Nila pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem Jaring Kolor di
Waduk Cikoncang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten.
Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas
Pertanian. IPB.
Perum Jasa Tirta II. 2002. Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung secara
Terpadu di Waduk Ir.H. Juanda. PJT II. Kabupaten Purwakarta, Jawa
Barat.
Ridwan. 2008. Analisis Usahatani Padi Ramah Lingkungan dan Padi Anorganik
Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Skripsi.
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Setianingsih et al. 1993. Aspek Sosial Ekonomi Budidaya Keramba Jaring Apung
di Waduk Saguling. Buletin Penelitian Perikanan Darat. Balai Ikan Air
Tawar. Bogor.
Soekartawi et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan
Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta.
Soekarwati, 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia,
Jakarta.
Soekartawi, et al. 2006. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan
Petani Kecil. Jakarta: Penerbit UI.
Soeharjo, A dan Dahlan Patong. 1973. Sendi-sendi pokok Ilmu Usahatani.
Departemen Sosial Ekonomi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sudrajat, Maman. 2009. Dampak Budidaya Ikan Jaring Apung di Waduk Cirata
Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Lokasi Dan Pembangunan
Ekonomi Kabupaten Cianjur. Tesis Magister Sains. Program Studi Ilmu-
Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sukamto dan S. Maryam. 2005. Buletin Litkayasa Akuakultur. Pusat Riset
Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Vol. 4 No. 1,
Hal 5.
Sumaryanto. 2005. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani
Menerapkan Pola Tanam Diversifikasi. Jurnal Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta.
Unit Pelaksana Teknis Dinas. Waduk Jatiluhur. Data produksi ikan dalam KJA
Jatiluhur 2013. UPTD Jatiluhur. Purwakarta.
Unit Pelaksana Teknis Dinas. Waduk Jatiluhur. Data penggunaan jumlah areal
KJA Jatiluhur 2012. UPTD Jatiluhur. Purwakarta.
Wiryanta, Bernard, et al. 2010. Buku Pintar Budidaya dan Bisnis Ikan Nila.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
57
LAMPIRAN
58
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PENDAPATAN DAN
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN SISTEM
BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG
(Studi kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta)
Oleh Arief Ridwan (H44090047)
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Tanggal Wawancara
No. Responden
Nama Responden
Alamat
Desa/ Kelurahan
Kecamatan
Kabupaten
Provinsi
A. Karakteristik Responden
1. Umur Responden : Tahun
2. Pendidikan formal terakhir : Tahun
3. Pendidikan non formal yang terkait dengan pertanian :
4. Jumlah tanggungan keluarga : orang
B. Karakteristik Usahatani
1. Alasan melakukan usahatani : 1. Harga komoditas tinggi, 2. Memenuhi
kebutuhan keluarga, 3. Ikut petani lain mengikuti program pemerintah, 4.
Biaya lebih murah,
5. Lainnya,
2. Waktu tanam :
3. Waktu panen:
4. Status usahatani*) : 1. Penghasilan utama 2. Penghasilan sampingan
5. Jika sebagai pekerjaan sampingan, sebutkan pekerjaan
utamanya:...............
6. Pengalaman bertani : tahun
7. Tergabung dalam kelompok tani: 1. Ya 2. Tidak
59
Jika ya, nama kelompok tani..........................., tergabung sejak tahun........
Peran dalam kelompok tani sebagai...................................
8. Tergabung dalam Koperasi : 1. Ya 2. Tidak
Jika ya, nama koperasi..................................., tergabung sejak tahun..........
Peran dalam koperasi sebagai ........................................
9. Ukuran kolam yang digunakan :........x.........m
10. Jumlah unit :
11. Status kepemilikan areal : 1. Pemilik 2. Non Pemilik
12. Status penguasaan areal : 1. Milik 2. Sewa 3. Sakap/bagi hasil 4. Gadai
13. Jenis sistem Budidaya : 1. Polikultur 2. Monokultur
14. Modal usahatani dari : 1. Sendiri 2. Koperasi 3. Lainnya...............
Besarnya modal Rp
15. Memperoleh input produksi dari: 1. Sendiri 2.Koperasi 3.Lainnya...........
16. Input produksi yang digunakan:
Jenis Input Jumlah (satuan)
Harga
satuan(Rp) Biaya (Rp)
A. Input Tetap (biaya
diperhitungkan)
1. Untuk jaring atas Bahan jarring Kg/unit
Drum plastic Buah/unit
Drum besi Buah/unit
Bambu kecil batang/unit
Bambu besar Batang/unit Kayu kaso batang/unit
Busa Batang/unit Besi batang/unit
Baut Buah
Paku Kg/unit
Tambang jaring Kg/unit
Tambang jangkar Kg/unit Bandul/pemberat Buah/unit
Jangkar luar Buah/unit
Rumah jaga Unit
2. Untuk jaring kolorBawah
Bahan jaring kolor Kg/unit Bandul/ pemberat Buah/unit
Tambang Kg/unit B. Input Variabel (biaya tunai)
60
MT (Musim Tebar)1
Pakan Kg/unit
Obat-obatan Pot
Isi ulang oksigen Ulangan
Benih ikan mas Kg/unit Benih ikan nila Kg/unit
MT 2 Pakan Kg
Obat-obatan Pot
Isi ulang oksigen Ulangan Benih ikan mas Kg
Benih ikan nila Kg MT 3
Pakan Kg
Obat-obatan Pot
Isi ulang oksigen Ulangan
Benih ikan mas Kg Benih ikan nila Kg
MT 4 Pakan Kg
Obat-obatan Pot
Isi ulang oksigen Ulangan Benih ikan mas Kg
Benih ikan nila Kg E. Lainnya (biaya tunai)
Biaya pengerjaan hari
bunga pinjaman %
Pajak /tahun
Retribusi izin usaha perikanan Unit Upah Tenaga kerja (4 kali musim
tanam) Orang
Upah panen Orang
Biaya perawatan jaring Orang x hari x
MT
17. Tenaga kerja yang digunakan
No Kegiatan Waktu penyelesaian
(jamxhari)
Jumlah TK Total
(orang)
Jumlah TKDK
(orang)
Jumlah TKLK
(orang)
Upah (Rp/Bln)
Biaya Sewa
(Rp)
L P L P L P
61
18. Biaya usahatani lainnya
Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)
1. Retribusi Pengelola Waduk (PJT II)
2. Bunga Pinjaman
3. Biaya Sewa (SIUP)
4. ..............................
5. ..............................
19. Penyusutan peralatan yang digunakan:
No Jenis
Alat
Jumlah
(buah)
Nilai
Pembelian
(Rp)
Waktu
Pembelian
(tahun)
Estimasi
Umur
Ekonomis
(tahun)
Biaya
Penyusutan
(Rp)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Total Penyusutan
20. Penanganan hasil panen dan Pascapanen:
Uraian Satuan Volume Persentae (%)
Harga (Rp/kg)
Nilai (Rp)
Total Produksi
- Dijual:
1.Pedagang Pengumpul
2.Pabrik Pengolahan
3.KUD
4.Gapoktan
5.Pasar
6.Lainnya........................
- Disimpan untuk konsumsi
-Lainnya.......................
Total Produksi Lain-lain
1.
2.
3.
4.
5.
6.Lainnya.......................
62
21. Sumber modal usahatani selama setahun terakhir
No. Sumber Modal Jumlah (Rp) Share (%) Alasan
1. Sendiri
2. Pinjaman dari bank
komersial
3. Kredit program
4. Pinjaman dari pedagang input
5. Pedagang pengumpul
6. Pelepas uang (rentenir)
7. Saudara
8. Hibah dari
pemerintah/swasta
9. Lainnya .......................
22. Permasalahan yang dihadapi selama ini :
a. Masalah pengadaan input (ketersediaan, harga, cara mendapatkan,dll):
.............................................................................................................................
...............................................................................................................
b. Masalah teknik budidaya usahatani (ketersediaan air,
hama/penyakit,bencana alam):
...............................................................................................................................
.............................................................................................................
c. Masalah pasca panen :
..............................................................................................................................
..............................................................................................................
d. Masalah pemodalan :
..............................................................................................................................
..............................................................................................................
63
Lampiran 2 Lokasi Penelitian
Sumber : Google Map (2011)4
4 http://pustaka.pu.go.id/new/infrastruktur-bendungan-detail.asp?id=119 [diakses tanggal 10 Januari 2014]
64
Lampiran 3 Analisis Regresi Logistik
Logistic Regression
Block 1 : Method (enter)
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 19.313 5 .002
Block 19.313 5 .002
Model 19.313 5 .002
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 63.864a .275 .367
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 8.029 8 .431
Dependent Variable Encoding
0
1
Original Value
Monokultur
Polikultur
Internal Value
65
Classification Tablea
Observed
Predicted
Z Percentage
Correct Monokultur Polikultur
Step 1 Z Monokultur 20 10 66.7
Polikultur 8 22 73.3
Overall Percentage 70.0
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Step 1a UMR .050 .036 1.991 1 .158 1.052 .981 1.128
PDDK .168 .115 2.148 1 .143 1.183 .945 1.481
LMUB .100 .052 3.691 1 .055 1.106 .998 1.225
JTK 1.075 .382 7.934 1 .005 2.930 1.387 6.189
PDPT .003 .002 2.414 1 .120 1.003 .999 1.006
Constant -8.692 2.959 8.630 1 .003 .000
a. Variable(s) entered on step 1: UMR, PDDK, LMUB, JTK, PDPT.
Lampiran 4 Uji Beda Pendapatan atas Biaya Tunai Budidaya Ikan Mas dan Nila
dalam per unit KJA selama satu tahun
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
PolikulturT .088 30 .200* .977 30 .737
MonokulturT .109 30 .200* .972 30 .609
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
66
Gambar 4 Pendapatan PolikulturT Terdistribusi Normal
Gambar 5 Pendapatan MonokulturT Terdistribusi Normal
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 PolikulturT 5.6029E7 30 2.39724E7 4.37673E6
MonokulturT 3.8751E7 30 1.26555E7 2.31057E6
67
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
PolikulturT -
MonokulturT 1.72778E7 2.44452E7 4.46306E6 8.14985E6 2.64058E7 3.871 29 .001
Lampiran 5 Uji Beda Pendapatan atas Biaya Total Budidaya Ikan Mas dan Nila
dalam per unit KJA selama satu tahun
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Polikultur .077 30 .200* .981 30 .853
Monokultur .075 30 .200* .973 30 .628
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Gambar 6 Pendapatan Polikultur Terdistribusi Normal
68
Gambar 7 Pendapatan Monokultur Terdistribusi Normal
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Polikultur 2.9767E7 30 1.26554E7 2.31054E6
Monokultur 4.6545E7 30 2.31332E7 4.22352E6
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Polikultur -
Monokultur
-
1.67782E7 2.37588E7 4.33774E6
-
2.56498E7
-
7.90649E6
-
3.868 29 .001
69
Lampiran 6 Biaya Penyusutan Konstruksi KJA Pola Monokultur
Lampiran 7 Biaya Penyusutan Konstruksi KJA Pola Polikultur
Komponen Biaya
non Tunai
Jumlah barang
(satuan)
Harga
(Rp/satuan)
Umur teknis
(tahun)
Nilai
(Rp/unit/tahun)
Penyusutan kontruksi KJA
Bahan Jaring Atas 4 Jaring 1.000.000 4 1.000.000
Drum Besi 37 buah 110.000 2 2.035 000
Bambu 84 batang 6.000 1 504.000
Kayu Kaso 22 batang 3.000 1 66.000
Besi 40 batang 100.000 7 571.426
Pemberat Jaring
(Bandul) 24 buah 22 500 1 139 000
Tambang jangkar 4 buah 125.000 4 125.000
Rumah Jaga 1 unit 10.000.000 8 1.250.000
Total Penyusutan 5.690.426
Komponen Biaya
non Tunai
Jumlah barang
(satuan)
Harga
(Rp/satuan)
Umur teknis
(tahun)
Nilai
(Rp/unit/tahun)
Penyusutan kontruksi KJA
Bahan Jaring Atas 4 Jaring 1.000.000 4 1.000.000
Bahan Jaring Bawah 1 Jaring 1.500.000 4 375.000
Drum Besi 37 buah 110.000 2 2.035 000
Bambu 84 batang 6.000 1 504.000
Kayu Kaso 22 batang 3.000 1 66.000
Besi 40 batang 100.000 7 571.426
Pemberat Jaring
(Bandul) 32 buah 22 500 1 720.000
Tambang jangkar 4 buah 125.000 4 125.000
Rumah Jaga 1 unit 10.000.000 8 1.250.000
Total Penyusutan 6.646.426
70
Lampiran 8 Data penerimaan total usahatani pola monokultur (Rp/unit/tahun)
Responden Produksi ikan mas Harga Penerimaan ikan mas
Said 6.400 18.000 115.200.000
Solihin 6.400 18.000 115.200.000
Nur 6.400 18.000 115.200.000
Mista 6.400 18.000 115.200.000
Abas 6.400 18.000 115.200.000
Supriyanto 5.200 18.000 93.600.000
Ateng 5.200 18.000 93.600.000
Ahmad 6.400 18.000 115.200.000
Daryo 6.400 18.000 115.200.000
Apandi 7.200 18.000 129.600.000
Budi 6.400 18.000 115.200.000
Kosidin 5.440 18.000 97.920.000
Oding 7.600 18.000 136.800.000
Kokom 5.200 18.000 93.600.000
Hidayat 5.120 18.000 92.160.000
Ayud 5.840 18.000 105.120.000
Dedeng 7.600 18.000 136.800.000
Latip 7.600 18.000 136.800.000
Mansur 6.400 18.000 115.200.000
Ohing 7.600 18.000 136.800.000
Takrim 5.200 18.000 93.600.000
Opik 7.200 18.000 129.600.000
Uman 7.200 18.000 129.600.000
Didi 6.400 18.000 115.200.000
Karyadi 7.600 18.000 136.800.000
Sobur 6.400 18.000 115.200.000
Mamat 7.600 18.000 136.800.000
Ahman 7.200 18.000 129.600.000
Ato 7.600 18.000 136.800.000
Tarya 5.840 18.000 105.120.000
6.515 117.264.000
74
71
Lampiran 9 Data penerimaan total usahatani pola polikultur (Rp/unit/tahun)
Responden Produksi ikan mas Harga Penerimaan ikan mas Produksi ikan nila Harga Penerimaan ikan nila Total
Penerimaan
Warisdi 7.200 18.000 129.600.000 1.800 11.500 20.700.000 150.300.000
Harun 5.920 18.000 106.560.000 900 11.500 10.350.000 116.910.000
Asmita 7.520 18.000 135.360.000 1.800 11.500 20.700.000 156.060.000
Kodir 7.200 18.000 129.600.000 1.080 11.500 12.420.000 142.020.000
Haryo 4.960 18.000 89.280.000 60 11.500 690.000 89.970.000
Ade 7.200 18.000 129.600.000 1.260 11.500 14.490.000 144.090.000
Dodeng 6.880 18.000 123.840.000 960 11.500 11.040.000 134.880.000
Tahim 7.200 18.000 129.600.000 3.600 11.500 41.400.000 171.000.000
Ijal 6.880 18.000 123.840.000 960 11.500 11.040.000 134.880.000
Matsur 7.840 18.000 141.120.000 2.400 11.500 27.600.000 168.720.000
Tukin 4.960 18.000 89.280.000 3.600 11.500 41.400.000 130.680.000
Wasta 4.960 18.000 89.280.000 1.440 11.500 16.560.000 105.840.000
Anang 6.880 18.000 12.384.0000 1.440 11.500 16.560.000 140.400.000
Bambang 4.960 18.000 89.280.000 1.260 11.500 14.490.000 103.770.000
Usep 4.960 18.000 89.280.000 2.940 11500 33.810.000 123.090.000
Ujang 6.880 18.000 123.840.000 4.200 11.500 48.300.000 172.140.000
Ajidin 6.880 18.000 123.840.000 6.000 11.500 69.000.000 192.840.000
Nano 7.840 18.000 141.120.000 4.200 11.500 48.300.000 189.420.000
Sardani 7.840 18.000 141.120.000 2.520 11.500 28.980.000 170.100.000
Dimas 7.200 18.000 129.600.000 2.880 11.500 33.120.000 162.720.000
Rahmat 7.200 18.000 129.600.000 1.920 11.500 22.080.000 151.680.000
71
72
Responden Produksi ikan mas Harga Penerimaan ikan mas Produksi ikan nila Harga Penerimaan ikan nila Total
Penerimaan
Juhri 5.920 18.000 106.560.000 720 11.500 8.280.000 114.840.000
Aang 5.920 18.000 106.560.000 1.800 11.500 20.700.000 127.260.000
Dayat 4.960 18.000 89.280.000 3.000 11.500 34.500.000 123.780.000
Mustam 4.960 18.000 89.280.000 3.000 11.500 34.500.000 123.780.000
Didi 4.960 18.000 89.280.000 1.200 11.500 13.800.000 103.080.000
Hasim 6.880 18.000 123.840.000 3.780 11.500 43.470.000 167.310.000
Acim 7.200 18.000 129.600.000 2.400 11.500 27.600.000 157.200.000
Soleh 4.960 18.000 89.280.000 2.400 11.500 27.600.000 116.880.000
Endang 7.840 18.000 141.120.000 300 11.500 3.450.000 144.570.000
6.432 115.776.000 2.194 25.231.000 141.007.000
72
73
Lampiran 10 Data Biaya Variabel dan Biaya Tetap Tunai Pola Monokultur
Responden Biaya Tetap Tunai Biaya Variabel Tunai
Retribusi Perawatan Total Biaya
Tetap Tunai
Biaya Benih
ikan mas
Biaya pakan
ikan mas
Biaya Tenaga Kerja
Luar Keluarga
Total Biaya
Variabel Tunai
Said 119.000 1.000.000 1.119.000 15.000.000 56.000.000 5.625.000 76.625.000
Solihin 119.000 1.000.000 1.119.000 15.000.000 56.000.000 5.625.000 76.625.000
Nur 119.000 1.000.000 1.119.000 15.000.000 42.000.000 5.625.000 62.625.000
Mista 119.000 1.000.000 1.119.000 15.000.000 56.000.000 0 71.000.000
Abas 119.000 1.000.000 1.119.000 15.000.000 51.800.000 5.625.000 72.425.000
Supriyanto 119.000 1.000.000 1.119.000 7.500.000 47.600.000 5.625.000 60.725.000
Ateng 119.000 1.000.000 1.119.000 7.500.000 56.000.000 5.625.000 69.125.000
Ahmad 119.000 1.000.000 1.119.000 15.000.000 56.000.000 5.625.000 76.625.000
Daryo 119.000 1.000.000 1.119.000 15.000.000 44.800.000 6.750.000 66.550.000
Apandi 119.000 1.000.000 1.119.000 20.000.000 56.000.000 6.750.000 82.750.000
Budi 119.000 1.000.000 1.119.000 15.000.000 56.000.000 6.750.000 77.750.000
Kosidin 119.000 1.000.000 1.119.000 9.000.000 88.200.000 5.625.000 102.825.000
Oding 119.000 1.000.000 1.119.000 22.500.000 88.200.000 5.625.000 116.325.000
Kokom 119.000 1.000.000 1.119.000 7.500.000 88.200.000 5.625.000 101.325.000
Hidayat 119.000 1.000.000 1.119.000 7.000.000 65.800.000 5.625.000 78.425.000
Ayud 119.000 1.000.000 1.119.000 11.500.000 56.000.000 5.625.000 73.125.000
Dedeng 119.000 1.000.000 1.119.000 11.500.000 56.000.000 6.750.000 74.250.000
Latip 119.000 1.000.000 1.119.000 22.500.000 56.000.000 5.625.000 84.125.000
Mansur 119.000 1.000.000 1.119.000 15.000.000 63.000.000 4.500.000 82.500.000
73
74
Ohing 119.000 1.000.000 1.119.000 22.500.000 61.600.000 0 84.100.000
Takrim 119.000 1.000.000 1.119.000 7.500.000 56.000.000 6.750.000 70.250.000
Opik 119.000 1.000.000 1.119.000 20.000.000 56.000.000 6.750.000 82.750.000
Uman 119.000 1.000.000 1.119.000 20.000.000 56.000.000 6.750.000 82.750.000
Didi 119.000 1.000.000 1.119.000 15.000.000 56.000.000 5.625.000 76.625.000
Karyadi 119.000 1.000.000 1.119.000 22.500.000 56.000.000 6.750.000 85.250.000
Sobur 119.000 1.000.000 1.119.000 15.000.000 56.000.000 6.750.000 77.750.000
Mamat 119.000 1.000.000 1.119.000 22.500.000 50.400.000 6.750.000 79.650.000
Ahman 119.000 1.000.000 1.119.000 20.000.000 51.800.000 6.750.000 78.550.000
Ato 119.000 1.000.000 1.119.000 22.500.000 42.000.000 6.750.000 71.250.000
Tarya 119.000 1.000.000 1.119.000 11.500.000 56.000.000 4.500.000 72.000.000
74
75
Lampiran 11 Pendapatan atas biaya tunai pola Monokultur (Rp/tahun)
Responden Total Penerimaan Total Biaya Tetap Tunai Total Biaya Variabel Tunai Total Biaya Tunai Pendapatan atas
biaya tunai
Said 115.200.000 1.119.000 76.625.000 77.744.000 37.456.000
Solihin 115.200.000 1.119.000 76.625.000 77.744.000 37.456.000
Nur 115.200.000 1.119.000 62.625.000 63.744.000 51.456.000
Mista 115.200.000 1.119.000 71.000.000 72.119.000 43.081.000
Abas 115.200.000 1.119.000 72.425.000 73.544.000 41.656.000
Supriyanto 93.600.000 1.119.000 60.725.000 61.844.000 31.756.000
Ateng 93.600.000 1.119.000 69.125.000 70.244.000 23.356.000
Ahmad 115.200.000 1.119.000 76.625.000 77.744.000 37.456.000
Daryo 115.200.000 1.119.000 66.550.000 67.669.000 47.531.000
Apandi 129.600.000 1.119.000 82.750.000 83.869.000 45.731.000
Budi 115.200.000 1.119.000 102.825.000 103.944.000 11.256.000
Kosidin 97.920.000 1.119.000 69.125.000 70.244.000 27.676.000
Oding 136.800.000 1.119.000 101.325.000 102.444.000 34.356.000
Kokom 93.600.000 1.119.000 69.125.000 70.244.000 23.356.000
Hidayat 92.160.000 1.119.000 78.425.000 79.544.000 12.616.000
Ayud 105.120.000 1.119.000 73.125.000 74.244.000 30.876.000
Dedeng 136.800.000 1.119.000 85.250.000 86.369.000 50.431.000
Latip 136.800.000 1.119.000 84.125.000 85.244.000 51.556.000
Mansur 115.200.000 1.119.000 82.500.000 83.619.000 31.581.000
75
76
Responden Total Penerimaan Total Biaya Tetap Tunai Total Biaya Variabel Tunai Total Biaya Tunai Pendapatan atas
biaya tunai
Ohing 136.800.000 1.119.000 84.100.000 85.219.000 51.581.000
Takrim 93.600.000 1.119.000 70.250.000 71.369.000 22.231.000
Opik 129.600.000 1.119.000 82.750.000 83.869.000 45.731.000
Uman 129.600.000 1.119.000 82.750.000 83.869.000 45.731.000
Didi 115.200.000 1.119.000 76.625.000 77.744.000 37.456.000
Karyadi 136.800.000 1.119.000 85.250.000 86.369.000 50.431.000
Sobur 115.200.000 1.119.000 77.750.000 78.869.000 36.331.000
Mamat 136.800.000 1.119.000 79.650.000 80.769.000 56.031.000
Ahman 129.600.000 1.119.000 78.550.000 79.669.000 49.931.000
Ato 136.800.000 1.119.000 71.250.000 72.369.000 64.431.000
Tarya 105.120.000 1.119.000 72.000.000 73.119.000 32.001.000
Mean 38.750.833,33
Min 11.256.000
Max 64.431.000
76
77
Lampiran 12 Pendapatan atas Biaya Total Pola Monokultur (Rp/tahun)
Responden Total
Penerimaan
Total Biaya
Tunai
Total Biaya non-Tunai Biaya Total Pendapatan atas biaya total
Penyusutan Biaya Tenaga Kerja
Dalam Keluarga
Said 115.200.000 77.744.000 5.690.426 3.375.000 86.809.426 28.390.574
Solihin 115.200.000 77.744.000 5.690.426 3.375.000 86.809.426 28.390.574
Nur 115.200.000 63.744.000 5.690.426 3.375.000 72.809.426 42.390.574
Mista 115.200.000 72.119.000 5.690.426 0 77.809.426 37.390.574
Abas 115.200.000 73.544.000 5.690.426 3.375.000 82.609.426 32.590.574
Supriyanto 93.600.000 61.844.000 5.690.426 3.375.000 70.909.426 22.690.574
Ateng 93.600.000 70.244.000 5.690.426 3.375.000 79.309.426 14.290.574
Ahmad 115.200.000 77.744.000 5.690.426 3.375.000 86.809.426 28.390.574
Daryo 115.200.000 67.669.000 5.690.426 5.625.000 78.984.426 36.215.574
Apandi 129.600.000 83.869.000 5.690.426 5.625.000 95.184.426 34.415.574
Budi 115.200.000 103.944.000 5.690.426 3.125.000 112.759.426 2.440.574
Kosidin 97.920.000 70.244.000 5.690.426 3.375.000 79.309.426 18.610.574
Oding 136.800.000 102.444.000 5.690.426 3.375.000 111.509.426 25.290.574
Kokom 93.600.000 70.244.000 5.690.426 3.375.000 79.309.426 14.290.574
Hidayat 92.160.000 79.544.000 5.690.426 3.375.000 88.609.426 3.550.574
Ayud 105.120.000 74.244.000 5.690.426 3.125.000 83.059.426 22.060.574
Dedeng 136.800.000 86.369.000 5.690.426 5.625.000 97.684.426 39.115.574
Latip 136.800.000 85.244.000 5.690.426 3.375.000 94.309.426 42.490.574
Mansur 115.200.000 83.619.000 5.690.426 3.375.000 92.684.426 22.515.574
Ohing 136.800.000 85.219.000 5.690.426 0 90.909.426 45.890.574
Takrim 93.600.000 71.369.000 5.690.426 2.825.000 79.884.426 13.715.574
77
78
Opik 129.600.000 83.869.000 5.690.426 5.625.000 95.184.426 34.415.574
Uman 129.600.000 83.869.000 5.690.426 5.625.000 95.184.426 34.415.574
Didi 115.200.000 77.744.000 5.690.426 0 83.434.426 31.765.574
Karyadi 136.800.000 86.369.000 5.690.426 2.500.000 94.559.426 42.240.574
Sobur 115.200.000 78.869.000 5.690.426 3.375.000 87.934.426 27.265.574
Mamat 136.800.000 80.769.000 5.690.426 3.375.000 89.834.426 46.965.574
Ahman 129.600.000 79.669.000 5.690.426 2.825.000 88.184.426 41.415.574
Ato 136.800.000 72.369.000 5.690.426 2.825.000 80.884.426 55.915.574
Tarya 105.120.000 73.119.000 5.690.426 2.825.000 81.634.426 23.485.574
Mean 29.767.074
Max 55.915.574
Min 2.440.574
78
79
Lampiran 13 Data Biaya Variabel dan Biaya Tetap Tunai Pola Polikultur
Responden Biaya Tetap Tunai Biaya Variabel Tunai
Retribusi Perawatan Total Biaya
Tetap Tunai
Biaya Benih
ikan mas
Biaya Benih
ikan nila
Biaya pakan
ikan mas
Biaya Tenaga Kerja
Luar Keluarga
Total Biaya
Variabel Tunai
Warisdi 119.000 1.000.000 1.119.000 20.000.000 7.200.000 56.000.000 5.625.000 88.825.000
Harun 119.000 1.000.000 1.119.000 12.000.000 3.600.000 56.000.000 5.625.000 77.225.000
Asmita 119.000 1.000.000 1.119.000 22.000.000 7.200.000 42.000.000 5.625.000 76.825.000
Kodir 119.000 1.000.000 1.119.000 20.000.000 4.320.000 56.000.000 0 80.320.000
Haryo 119.000 1.000.000 1.119.000 6.000.000 720.000 51.800.000 5.625.000 64.145.000
Ade 119.000 1.000.000 1.119.000 20.000.000 5.040.000 47.600.000 5.625.000 78.265.000
Dodeng 119.000 1.000.000 1.119.000 18.000.000 5.760.000 56.000.000 5.625.000 85.385.000
Tahim 119.000 1.000.000 1.119.000 20.000.000 7.200.000 56.000.000 5.625.000 88.825.000
Ijal 119.000 1.000.000 1.119.000 18.000.000 5.760.000 44.800.000 6.750.000 75.310.000
Matsur 119.000 1.000.000 1.119.000 24.000.000 7.200.000 56.000.000 6.750.000 93.950.000
Tukin 119.000 1.000.000 1.119.000 5.000.000 7.200.000 56.000.000 6.750.000 74.950.000
Wasta 119.000 1.000.000 1.119.000 5.500.000 5.760.000 56.000.000 5.625.000 72.885.000
Anang 119.000 1.000.000 1.119.000 18.000.000 5.760.000 56.000.000 5.625.000 85.385.000
Bambang 119.000 1.000.000 1.119.000 6.000.000 5.040.000 56.000.000 5.625.000 72.665.000
Usep 119.000 1.000.000 1.119.000 6.000000 5.040.000 65.800.000 5.625.000 82.465.000
Ujang 119.000 1.000.000 1.119.000 18.000.000 7.200.000 56.000.000 5.625.000 86.825.000
Ajidin 119.000 1.000.000 1.119.000 18.000.000 7.200.000 56.000.000 6.750.000 87.950.000
Nano 119.000 1.000.000 1.119.000 24.000.000 5.040.000 56.000.000 5.625.000 90.665.000
Sardani 119.000 1.000.000 1.119.000 12.000.000 5.040.000 63.000.000 4.500.000 84.540.000
Dimas 119.000 1.000.000 1.119.000 20.000.000 5.760.000 61.600.000 0 87.360.000
Rahmat 119.000 1.000.000 1.119.000 20.000.000 5.760.000 60.200.000 6.750.000 92.710.000
79
80
Juhri 119.000 1.000.000 1.119.000 12.000.000 4.320.000 61.600.000 6.750.000 84.670.000
Aang 119.000 1.000.000 1.119.000 12.000.000 4.320.000 56.000.000 6.750.000 79.070.000
Dayat 119.000 1.000.000 1.119.000 5.500.000 7.200.000 56.000.000 5.625.000 74.325.000
Mustam 119.000 1.000.000 1.119.000 5.000.000 7.200.000 56.000.000 6.750.000 74.950.000
Didi 119.000 1.000.000 1.119.000 5.000.000 7.200.000 56.000.000 6.750.000 74.950.000
Hasim 119.000 1.000.000 1.119.000 18.000.000 5.040.000 50.400.000 6.750.000 80.190.000
Acim 119.000 1.000.000 1.119.000 18.000.000 3600000 51800000 6.750.000 80.150.000
Soleh 119.000 1.000.000 1.119.000 5.000.000 3600000 42000000 6.750.000 57.350.000
Endang 119.000 1.000.000 1.119.000 20.000.000 3600000 56000000 4.500.000 84.100.000
80
81
Lampiran 14 Pendapatan Atas Biaya Total Pola Polikultur (Rp/Tahun)
Responden Total
Penerimaan
Total Biaya
Tunai
Total Biaya non-Tunai Biaya Total Pendapatan atas biaya total
Penyusutan Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Warisdi 150.300.000 89.944.000 6.646.426 3.375.000 99.965.426 50.334.574
Harun 116.910.000 78.344.000 6.646.426 3.375.000 88.365.426 28.544.574
Asmita 156.060.000 95.069.000 6.646.426 3.375.000 105.090.426 50.969.574
Kodir 142.020.000 81.439.000 6.646.426 0 88.085.426 53.934.574
Haryo 89.970.000 65.264.000 6.646.426 3.375.000 75285.426 14.684.574
Ade 144.090.000 79.384.000 6.646.426 3.375.000 89.405.426 54.684.574
Dodeng 134.880.000 86.504.000 6.646.426 3.375.000 96.525.426 38.354.574
Tahim 171.000.000 89.944.000 6.646.426 3.375.000 99.965.426 71.034.574
Ijal 134.880.000 76.429.000 6.646.426 5.625.000 88.700.426 46.179.574
Matsur 168.720.000 95.069.000 6.646.426 5.625.000 107.340.426 61.379.574
Tukin 130.680.000 76.069.000 6.646.426 3.125.000 85.840.426 44.839.574
Wasta 105.840.000 86.504.000 6.646.426 3.375.000 96.525.426 9.314.574
Anang 140.400.000 86.504.000 6.646.426 3.375.000 96.525.426 43.874.574
Bambang 103.770.000 73.784.000 6.646.426 3.375.000 83.805.426 19.964.574
Usep 123.090.000 83.584.000 6.646.426 3.375.000 93.605.426 29.484.574
Ujang 172.140.000 87.944.000 6.646.426 3.125.000 97.715.426 74.424.574
Ajidin 192.840.000 93.829.000 6.646.426 5.625.000 106.100.426 86.739.574
Nano 189.420.000 91.784.000 6.646.426 3.375.000 101.805.426 87.614.574
Sardani 170.100.000 85.659.000 6.646.426 3.375.000 95.680.426 74.419.574
Dimas 162.720.000 88.479.000 6.646.426 0 95.125.426 67.594.574
Rahmat 151.680.000 93.829.000 6.646.426 2.825.000 103.300.426 48.379.574
Juhri 114.840.000 85.789.000 6.646.426 5.625.000 98.060.426 16.779.574
81
82
Aang 127.260.000 80.189.000 6.646.426 5.625.000 92.460.426 34.799.574
Dayat 123.780.000 75.444.000 6.646.426 0 82.090.426 41.689.574
Mustam 123.780.000 76.069.000 6.646.426 2.500.000 85.215.426 38.564.574
Didi 103.080.000 89.944.000 6.646.426 3.375.000 99.965.426 3.114.574
Hasim 167.310.000 81.309.000 6.646.426 3.375.000 91.330.426 75.979.574
Acim 157.200.000 81.269.000 6.646.426 2.825.000 90.740.426 66.459.574
Soleh 116.880.000 95.069.000 6.646.426 2.825.000 104.540.426 12.339.574
Endang 144.570.000 85.219.000 6.646.426 2.825.000 94.690.426 49.879.574
Mean 46.545.241
Max 87.614.574
Min 3.114.574
82
83
Lampiran 15 Pendapatan atas biaya tunai pola Polikultur (Rp/tahun)
Responden Total
Penerimaan
Total Biaya Tetap
Tunai
Total Biaya
Variabel
Tunai
Total Biaya
Tunai
Pendapatan
atas biaya
tunai
Warisdi 150.300.000 1.119.000 88.825.000 89.944.000 60.356.000
Harun 116.910.000 1.119.000 77.225.000 78.344.000 38.566.000
Asmita 156.060.000 1.119.000 93.950.000 95.069.000 60.991.000
Kodir 142.020.000 1.119.000 80.320.000 81.439.000 60.581.000
Haryo 89.970.000 1.119.000 64.145.000 65.264.000 24.706.000
Ade 144.090.000 1.119.000 78.265.000 79.384.000 64.706.000
Dodeng 134.880.000 1.119.000 85.385.000 86.504.000 48.376.000
Tahim 171.000.000 1.119.000 88.825.000 89.944.000 81.056.000
Ijal 134.880.000 1.119.000 75.310.000 76.429.000 58.451.000
Matsur 168.720.000 1.119.000 93.950.000 95.069.000 73.651.000
Tukin 130.680.000 1.119.000 74.950.000 76.069.000 54.611.000
Wasta 105.840.000 1.119.000 93.950.000 95.069.000 10.771.000
Anang 140.400.000 1.119.000 85.385.000 86.504.000 53.896.000
Bambang 103.770.000 1.119.000 72.665.000 73.784.000 29.986.000
Usep 123.090.000 1.119.000 82.465.000 83.584.000 39.506.000
Ujang 172.140.000 1.119.000 86.825.000 87.944.000 84.196.000
Ajidin 192.840.000 1.119.000 92.710.000 93.829.000 99.011.000
Nano 189.420.000 1.119.000 90.665.000 91.784.000 97.636.000
Sardani 170.100.000 1.119.000 84.540.000 85.659.000 84.441.000
Dimas 162.720.000 1.119.000 87.360.000 88.479.000 74.241.000
Rahmat 151.680.000 1.119.000 92.710.000 93.829.000 57.851.000
Juhri 114.840.000 1.119.000 84.670.000 85.789.000 29.051.000
Aang 127.260.000 1.119.000 79.070.000 80.189.000 47.071.000
Dayat 123.780.000 1.119.000 74.325.000 75.444.000 48.336.000
Mustam 123.780.000 1.119.000 74.950.000 76.069.000 47.711.000
Didi 103.080.000 1.119.000 93.950.000 95.069.000 8.011.000
Hasim 167.310.000 1.119.000 80.190.000 81.309.000 86.001.000
Acim 157.200.000 1.119.000 80.150.000 81.269.000 75.931.000
Soleh 116.880.000 1.119.000 93.950.000 95.069.000 21.811.000
Endang 144.570.000 1.119.000 84.100.000 85.219.000 59.351.000
Mean 56.028.667
Max 99.011.000
Min 8.011.000
84
Lampiran 16 Input data analisis logistik
Z UMR PDDK LMUB JTK PDPT
1 30 6 10 4 503,34574
0 55 4 1 3 374,56
0 41 6 6 3 374,56
1 41 6 10 3 285,44574
1 59 6 18 2 509,69574
0 40 5 12 3 514,56
1 40 6 22 3 539,34574
1 56 6 5 4 146,84574
0 43 4 25 2 430,81
0 35 12 16 2 416,56
0 55 15 3 3 317,56
0 40 9 15 3 233,56
1 48 6 12 3 546,84574
1 36 9 6 3 383,54574
1 45 12 20 4 710,34574
1 34 9 15 3 461,79574
0 49 6 12 2 374,56
1 50 6 24 2 613,79574
1 32 9 13 5 448,39574
1 43 9 9 4 93,14574
0 50 6 1 2 475,31
0 52 12 15 1 457,31
0 48 1 12 3 112,56
1 36 9 10 3 438,74574
0 40 4 10 3 276,76
1 42 9 8 5 199,64574
1 31 6 18 3 294,84574
1 50 6 20 1 744,24574
0 25 7 21 1 343,56
1 48 6 21 2 867,39574
0 30 9 16 4 233,56
0 30 6 10 2 126,16
0 30 6 6 2 308,76
1 44 6 20 2 876,14574
1 63 6 13 1 744,19574
1 30 9 15 3 675,94574
0 63 7 3 1 504,31
1 28 9 10 1 483,79574
0 26 6 24 3 515,56
0 25 6 15 2 315,81
1 61 6 16 1 167,79574
1 36 6 22 6 347,99574
85
0 45 6 20 3 515,81
0 30 6 30 2 222,31
1 40 6 24 3 416,89574
1 31 6 24 4 385,64574
1 32 12 12 3 31,14574
0 26 8 15 1 457,31
1 33 12 31 4 759,79574
1 25 12 14 4 664,59574
0 34 12 11 3 644,31
0 32 4 9 4 320,01
1 26 12 13 3 123,39574
1 35 12 12 3 498,79574
0 65 3 1 1 457,31
0 45 12 15 2 374,56
0 35 6 15 2 504,31
0 60 6 10 1 363,31
0 60 6 6 1 560,31
0 33 6 1 3 499,31
86
Lampiran 17 Dokumentasi Penelitian
Wawancara Ketua Kelompok Petani Ikan
Petak KJA - Wawancara Petani Ikan Monokultur
Pendampingan oleh Wakil PJT 2 - Pakan Ikan
87
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bogor pada tanggal 29 Juli 1991. Penulis merupakan putra
kedua dari dua bersaudara dari pasangan Yusuf Asnawi dan Yeyet Sumiati.
Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah Sekolah Dasar Negeri
Panaragan 2 Bogor lulus tahun 2003, kemudian melanjutkan ke Sekolah
Menengah Pertama Negeri 14 Bogor lulus tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus
Sekolah Menengah Atas Kophri Dharma Wanita (KORNITA) IPB Bogor dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada organisasi di kampus.
Penulis aktif sebagai staff divisi Business Sharia and Fund Rising FORMASI
(Forum Mahasiswa dan Studi Islam) pada tahun 2011-2012. Selain itu, selama
menjadi mahasiswa penulis juga aktif dalam kegiatan atau acara kampus baik
sebagai panitia maupun sebagai peserta.