faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan … · kemitraan, pola kemitraan antara petani tembakau...
TRANSCRIPT
F A K T O R - F A K T O R Y A N G M E M P E N G A R U H I
PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI TEMBAKAU
BESUKI NA-OOGST DALAM MELAKUKAN KEMITRAAN
(Studi Kasus pada Gapoktan Cahaya Muda Kelurahan Antirogo)
SKRIPSI
Oleh
Hendri Setiawan
NIM. 141510601040
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
i
F A K T O R - F A K T O R Y A N G M E M P E N G A R U H I
PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI TEMBAKAU
BESUKI NA-OOGST DALAM MELAKUKAN KEMITRAAN
(Studi Kasus pada Gapoktan Cahaya Muda Kelurahan Antirogo)
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Studi Agribisnis (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Pertanian
Oleh
Hendri Setiawan
NIM. 141510601040
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
ii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua Orangtua saya tercinta Ibu Dartik dan Bapak Safi’i yang senantiasa
memberikan kasih sayang, motivasi, bimbingan serta doa sehingga dapat
menyelesaikan program Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Jember;
2. Keluarga tercinta Siti Hanifa, Ahmad Arif, Paman Buhadi dan Bibi Tohaya
yang sudah memberikan saya motivasi dan doa.
3. Seluruh guruku yang telah memberikan berbagai macam ilmu pengetahuan
yang sangat bermanfaat dan berbagai pelajaran hidup yang sangat berharga.
4. Almamater tercinta, Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi
Fakultas Pertanian Universitas Jember.
iii
MOTTO
“Allah tidak membebankan seseorang melainkan sesuai kesanggupannya” 1)
(QS.
Al-Baqarah:186)
“Waktu itu ibarat pedang. Jika kamu tidak memanfaatkannya dengan baik (untuk
memotong), maka ia akan memanfaatkanmu (dipotong)” 2)
(HR. Bukhari dan
Muslim)
“Jangan berhenti berbuat baik dan selalu percaya kehendak Allah SWT” 3)
1) Departemen Agama Republik Indonesia. 2002. Al-Quran dan terjemahannya.
Jakarta: PT. Darus Sunna. 2) Departemen Agama Republik Indonesia. 2004. Al-Hadits dan terjemahannya.
Jakarta: PT. Darus Sunna. 3) Motto Hidup Penulis.
iv
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hendri Setiawan
NIM : 141510601040
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul
“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Petani
Tembakau Besuki Na-Oogst dalam Melakukan Kemitraan (Studi Kasus pada
Gapoktan Cahaya Muda Kelurahan Antirogo)” adalah benar-benar hasil karya
sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah
diajukan pada institusi manapun dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung
jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus
dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, Oktober 2018
Yang menyatakan,
Hendri Setiawan
NIM. 141510601040
v
SKRIPSI
F A K T O R - F A K T O R Y A N G M E M P E N G A R U H I
PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI TEMBAKAU
BESUKI NA-OOGST DALAM MELAKUKAN KEMITRAAN
(Studi Kasus pada Gapoktan Cahaya Muda Kelurahan Antirogo)
Oleh
Hendri Setiawan
NIM. 141510601040
Pembimbing:
Dosen Pembimbing Skripsi : M. Rondhi S.P., MP., Ph.D
NIP 197707062008011012
vi
PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan
Keputusan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst dalam Melakukan Kemitraan
(Studi Kasus pada Gapoktan Cahaya Muda Kelurahan Antirogo)” telah diuji
dan disahkan pada:
Hari, tanggal :
Tempat : Ruang Ujian Fakultas Pertanian Universitas Jember
Dosen Pembimbing Skripsi,
M. Rondhi, S.P., MP., Ph.D.
NIP. 197707062008011012
Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,
Agus Supriono, S.P., M.Si. Prof. Dr. Ir. Yuli Hariyati. MS.
NIP. 196908111995121001 NIP. 196107151985032002
Mengesahkan
Dekan,
Ir. Sigit Soeparjono, MS., Ph.D.
NIP. 196005061987021001
vii
RINGKASAN
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Petani
Tembakau Besuki Na-Oogst dalam Melakukan Kemitraan (Studi Kasus pada
Gapoktan Cahaya Muda Kelurahan Antirogo); Hendri Setiawan,
141510601040; 2018: 220 halaman; Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Tembakau Besuki Na-Oogst merupakan jenis tembakau yang dijadikan
sebagai bahan pembuat rokok cerutu, sehingga sudah memiliki pasar
internasional. Sentra produksi tembakau cerutu Na-Oogst di Jawa Timur adalah
Kabupaten Jember. Salah satu wilayah penghasil tembakau Besuki Na-Oogst di
Kabupaten Jember khususnya wilayah utara adalah Kelurahan Antirogo
Kecamatan Sumbersari. Mengingat biaya yang diperlukan untuk melakukan
usahatani tembakau tergolong besar, menjadikan kendala bagi petani untuk
budidaya. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kendala tersebut
adalah dengan melakukan kemitraan. Kemitraan merupakan suatu bentuk
kerjasama yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dengan prinsip saling
membutuhkan dan saling menguntungkan. Petani tembakau Besuki Na-Oogst di
Gapoktan Cahaya Muda Kelurahan Antirogo melakukan kemitraan dengan
perusahaan Mayangsari. Kemitraan tersebut menggunakan kontrak harga
tembakau tidak tetap. Kontrak harga tidak tetap merupakan suatu kontrak dimana
harga beli tembakau disesuaikan dengan kualitas tembakau yang dihasilkan serta
fluktuasi harga di pasar. Kemitraan tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2015 dan
telah mengalami perkembangan yang baik. Hal itu dapat dilihat dari jumlah petani
mitra dari tahun ke tahun selalu meningkat serta kuota lahan yang diberikan
perusahaan meningkat dari 5 hektar hingga saat ini menjadi 60 hektar.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengkaji tentang proses pelaksanaan
kemitraan, pola kemitraan antara petani tembakau dengan perusahaan Mayangsari
serta faktor-faktor yang mendasari pengambilan keputusan petani melakukan
kemitraan kontrak harga tidak tetap.
Metode penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
proportionate stratified sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
viii
sebanyak 50 responden yang terbagi atas 39 petani mitra dan 11 petani non mitra.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi
dan wawacara serta studi pustaka. Metode analisis untuk mengetahui proses
pelaksanaan kemitraan dan pola kemitraan antara petani tembakau dengan
perusahaan Mayangsari menggunakan analisis deskriptif, sedangkan metode
analisis untuk mengetahui faktor-faktor yang mendasari pengambilan keputusan
petani melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap menggunakan analsiis
regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Proses kemitraan antara petani
tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari dengan
perusahaan Mayangsari dicermati melalui beberapa kriteria kesepakatan yang
berlaku yakni tujuan bermitra, jangka waktu kerjasama, hak dan kewajiban, tata
cara pendaftaran anggota baru serta aspek penyelesaian masalah. (2) Pola
kemitraan antara petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo
Kecamatan Sumbersari dengan perusahaan Mayangsari yang terbentuk merupakan
pola kerjasama operasional agribisnis (KOA). (3) Faktor-faktor yang secara
signifikan berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani tembakau
Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari untuk melakukan
kemitraan kontrak harga tetap antara lain variabel umur, pendidikan,
pendapatandan luas lahan, sedangkan faktor lain seperti pengalaman, jumlah
anggota keluarga dan perilaku terhadap risiko tidak berpengaruh nyata terhadap
pengambilan keputusan petani.
ix
SUMMARY
The Factors that Influenced Decision Making for Besuki Na-Oogst Tobacco
Farmers to make a Partnership (Study Case on Gapoktan Cahaya Muda of
Antirogo Village); Hendri Setiawan, 141510601040; 2018: 220 pages;
Agribusiness Study Program Department of Socio-Economic Agriculture Faculty
of Agriculture, University of Jember.
Besuki Tobacco Na-Oogst is a type of tobacco that is used as ingredient in
making cigar cigarettes, so it already has an international market. The center of
Na-Oogst tobacco production in East Java is Jember Regency. One of the regions
producing Besuki Na-Oogst tobacco in Jember Regency, especially the northern
region, is Antirogo Village, Sumbersari District. Given the costs required to carry
out tobacco farming are large, making it a constraint for farmers to cultivate.
Efforts that can be made to minimize these obstacles are by partnering.
Partnership is a form of cooperation carried out by two or more parties with the
principle of mutual need and mutual benefit. Farmers Besuki Na-Oogst tobacco in
Gapoktan Cahaya Muda, Antirogo Village, partnered with Mayangsari company.
The partnership uses a fixed price contract for tobacco. Price contracts are not
fixed as a contract where the purchase price of tobacco is adjusted to the quality of
tobacco and price fluctuations in the market. This partnership has been carried out
since 2015 and has experienced good development. This can be seen from the
member of partner from year to year which has always increased and the land
quota given by the company has increased from 5 hectares to 60 hectares. Based
on this, the researcher wants to examine the process of implementing the
partnership, the partnership pattern between tobacco farmers and the Mayangsari
company as well as the factors that underlie the decision making of farmers to
enter into contract partnerships with fixed prices.
The method of determining the sample using the proportionate stratified
sampling technique. Samples in this research was 50 respondents divided into 39
partner farmers and 11 non-partner farmers. The data in this research are primary
and secondary data. Data collection methods in this research were carried out by
x
observation and interview and literature study. The analytical method is to find
out the process of implementing partnerships and partnership patterns between
tobacco farmers and Mayangsari companies using descriptive analysis, while the
analytical method to determine the factors underlying decision-making of farmers
conducting the partnerships to use logistic regression analysis.
The results showed that: (1) The partnership process between Besuki Na-
Oogst tobacco farmers in Antirogo Village and Mayangsari companies was
examined through several applicable agreement criteria, the purpose of
partnership, the period of cooperation, rights and obligations, procedures for
registering new members and problem solving aspects. (2) The partnership pattern
between Besuki Na-Oogst tobacco farmers in Antirogo Village, Sumbersari
Subdistrict and Mayangsari company which formed was a pattern of agribusiness
operational cooperation (KOA). (3) Factors that significantly influence the
decision making of Besuki Na-Oogst tobacco farmers in Antirogo Village,
Sumbersari Subdistrict to conduct a fixed price contract partnership include
variables of age, education, income and land area, while other factors such as
experience, members of family and risk behavior do not have a significant effect
on farmers decision making.
xi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst
dalam Melakukan Kemitraan (Studi Kasus pada Gapoktan Cahaya Muda
Kelurahan Antirogo)”. Skripsi ini diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan
untuk menyelesaikan program sarjana pada Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Jember Ir. Sigit Soeparjono, M.S., Ph.D.
2. Koordinator Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember
M. Rondhi, S.P., M.P., Ph.D.
3. M. Rondhi, S.P., M.P., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing Skripsi, Agus
Supriono SP., M.Si., selaku Dosen Penguji 1, dan Prof. Dr. Ir. Yuli Hariyati,
M.S., selaku Dosen Penguji 2 yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, nasihat, saran, arahan, pengalaman, dan motivasi sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Ir. Yuli Hariyati, M.S., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah memberikan bimbingan, nasihat, dan motivasi selama masa studi.
5. Bapakku Syafi’i, Ibuku Dartik, terimakasih atas doa, nasihat, dukungan,
motivasi, materi, kasih sayang, dan kepercayaan yang telah diberikan hingga
terselesaikannya skripsi ini.
6. Bapak Buhadi, Ibu Tohaya, Siti Hanifa, Ahmad Arif dan Ibu Mawati atas doa
dan dukungan selama proses penulisan skripsi ini.
7. Bapak Hasyim selaku ketua Gapoktan Cahaya Muda serta seluruh petani di
Gapoktan Cahaya Muda Kelurahan Antirogo yang telah meluangkan
waktunya, memberikan banyak ilmu, dan memberikan informasi selama
kegiatan penelitian.
xii
8. Dinas Pertanian Kabupaten Jember yang telah memberikan informasi terkait
dengan kegiatan penelitian di Kelurahan Antirogo Kabupaten Jember.
9. Seluruh Masyarakat di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari
Kabupaten Jember yang telah membantu penulis selama penelitian.
10. Firman Riyudha, S.Si., Elia Tri Fathonah, Siti Nurul Qomariyah, Aurora
Urbahillah, S.TP., Ashri Rofita Hadi, dan Nazril Aiga, S.Si., atas doa,
dukungan serta motivasi selama penyusunan skripsi ini.
11. Sahabat seperjuangan Risa Lutfianti, Ambar Asri Candra Putri, Sari
Saraswati, Inkatama Kharismawanti, Dwi Merinda, Ad Hariyanto Adi, M.
Sholeh, Rosidatul Q., Irfan Arif dan M. Syauqi Hasbi atas kesediaannya
memberikan motivasi selama melakukan penelitian.
12. Sahabat terbaik Febprian Alfath dan Dimas Ergia Abrianto atas kesediaannya
memberikan doa, dukungan serta motivasi selama penyusunan skripsi ini.
13. Teman-teman Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas
Pertanian Universitas Jember Angkatan 2014 atas semua kebersamaan selama
masa studi.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah tertulis ini masih
terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga karya ilmiah tertulis ini dapat memberikan manfaat bagi
para pembaca.
Jember, Oktober 2018
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... ii
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iv
HALAMAN PEMBIMBING ............................................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. vi
RINGKASAN ...................................................................................................... vii
SUMMARY .......................................................................................................... ix
PRAKATA ............................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Permasalahan .............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 8
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 9
1.3.1 Tujuan Penelitian .............................................................................. 9
1.3.2 Manfaat Penelitian ............................................................................ 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 100
2.1 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 100
2.2 Landasan Teori ......................................................................................... 19
2.2.1 Komoditas Tembakau Besuki Na-Oogst .............................................. 19
2.2.2 Teori Usahatani .................................................................................. 233
2.2.3 Teori Kemitraan ................................................................................. 255
2.2.4 Teori Pola Kemitraan ......................................................................... 277
2.2.5 Teori Pengambilan Keputusan ........................................................... 311
2.2.6 Teori Regresi Logistik........................................................................ 344
2.3 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 366
2.4 Hipotesis Penelitian ................................................................................. 411
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 42
xiv
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ..................................................... 42
3.2 Metode Penelitian ...................................................................................... 42
3.3 Metode Pengambilan Contoh ................................................................... 43
3.4 Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 44
3.5 Metode Analisis Data ................................................................................ 45
3.6 Definisi Operasional .................................................................................. 52
BAB 4. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ............................... 54
4.1 Keadaan Geografis .................................................................................... 54
4.2 Keadaan Penduduk ................................................................................... 55
4.3 Potensi Sumber Daya Lahan .................................................................... 55
4.4 Kemitraan Petani Tembakau dengan Perusahaan Mayangsari ........... 56
4.4.1 Latar Belakang Kemitraan ................................................................... 56
4.4.2 Kesepakatan Kemitraan ....................................................................... 57
4.4.3 Hak dan Kewajiban .............................................................................. 57
4.5 Karakteristik Usahatani Tembakau Na-Oogst di Kelurahan Antirogo 58
4.6 Karakteristik Responden.......................................................................... 68
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 75
5.1 Proses Kemitraan antara Petani Tembakau Besuki Na-Oogst di
Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari dengan Perusahaan Mitra . 75
5.2 Pola Kemitraan antara Petani Tembakau Besuki Na-Oogst di
Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember ............ 85
5.2.1 Kemitraan Kontrak Harga Tidak Tetap................................................ 85
5.2.2 Kemitraan Kontrak Harga Tetap .......................................................... 91
5.3 Faktor-faktor yang Mendasari Pengambilan Keputusan Petani
Tembakau Besuki Na-Oogst dalam Menentukan Keputusan Bermitra
dengan Kontrak Harga Tidak Tetap ............................................................ 96
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 107
6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 107
6.2 Saran ........................................................................................................ 108
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 109
LAMPIRAN ....................................................................................................... 113
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
1.1 Luas Areal Tembakau Na-Oogst di Indonesia Tahun 2002-
2007.......................................................................................
1
1.2 Data Luas Tanam dan Produksi Tembakau Besuki Na-Oogst di
Kabupaten Jember.................................................................
3
1.3 Data Luas Lahan dan Produksi Tembakau di Kecamatan
Sumbersari Tahun 2014 ...............................................................
4
3.1 Proporsi Sampel Penelitian ......................................................... 44
3.2 Indikator pola kemitraan ………………..………........................ 45
3.3 Pilihan Petani terhadap Risiko Usahatani ………………..…….. 48
4.1 Jumlah Penduduk Kelurahan Antirogo Tahun 2016.................... 55
4.2 Struktur Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan
Antirogo......................................................................................
55
4.3 Klasifikasi Penggunaan Wilayah Kelurahan
Antirogo......................................................................................
56
4.4 Pembagian Grade Tembakau Berdasarkan
Penggunaannya............................................................................
66
4.5 Umur Responden di Kelurahan Antirogo……………............. 67
4.6 Jenis Kelamin Responden di kelurahan
Antirogo......................................................................................
68
4.7 Tingkat Pendidikan Responden di Kelurahan Antirogo…...... 69
4.8 Jumlah Anggota Keluarga Responden di Kelurahan
Antirogo..................................................................................
70
4.9 Pengalaman Usahatani Responden di Kelurahan
Antirogo.................................................................................
70
4.10 Luas Lahan Responden di Kelurahan
Antirogo.................................................................................
71
4.11 Jumlah Petani Mitra dan Non Mitra di Kelurahan
Antirogo………………………………………………..............
72
xvi
4.12 Rekapitulasi Pilihan Petani terhadap Risiko
Usahatani…………………………………..............................
73
5.1 Proses Pelaksanaan Kemitraan Petani Tembakau Besuki Na-
Oogst……………………………………………………………
84
5.2 Daftar Harga Jual Tembakau Besuki Na-Oogst……………... 86
5.3 Bentuk Kontrak antara Petani Tembakau dengan Perusahaan
Mayangsari……………………………………………………..
87
5.4 Realisasi Kontrak Kemitraan oleh Petani Tembakau di
Kelurahan Antirogo……………………………………………
95
5.5 Hasil Analisis Regresi Logistik Mengenai Pengambilan
Keputusan Petani Tembakau dalam Melakukan Kemitraan….
97
5.6 Output Variable in the Equation pada Model Logistik
Mengenai Pengambilan Keputusan Petani dalam Melakukan
Kemitraan ………………………………………………………
99
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Skema Kerangka Pemikiran ....................................................... 40
4.1 Lahan Pembibitan........................................................................ 59
4.2 Proses Pengolahan Tanah………................................................. 60
4.3 Proses Penanaman….……………………………..................... 61
4.4 Proses Penyulaman…………………………………………….. 62
4.5 Proses Pemupukan…………………………………………….. 63
4.6 Proses Penyemprotan………………………………………….. 64
4.7 Proses Pemanenan……………………………………………… 65
4.8 Proses Penyujenan……………………………………………… 65
4.9 Gudang Pengering Tembakau…………………………………. 66
4.10 Proses Peromposan……………………………………………. 67
5.1 Skema Proses Pelaksanaan Kemitraan Petani Tembakau Besuki
Na-Oogst dengan Perusahaan Mayangsari……………………
90
5.2 Skema Proses Pelaksanaan Kemitraan Petani Tembakau Besuki
Na-Oogst dengan Perusahaan Tempurejo………………………
94
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. Identitas Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada
Gapoktan Cahaya Muda..........................................................
113
A1. Rincian Biaya Variabel Petani Tembakau Besuki Na-Oogst
Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda….................................
115
A2. Rincian Penggunaan Obat Pertanian Petani Tembakau Besuki
Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda.........................
117
A3. Rincian Biaya Variabel (Bibit) Petani Tembakau Besuki Na-
Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda...............................
119
A4. Rincian Biaya Variabel (Pupuk) Petani Tembakau Besuki Na-
Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda.........................
121
A5. Rincian Biaya Variabel (Pupuk dan Pestisida) Petani
Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya
Muda.......................
123
A6. Rincian Biaya Obat Pertanian Petani Tembakau Besuki Na-
Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda...............................
125
A7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-
Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda...............................
127
A8. Rincian Biaya Total Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki
Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda.........................
137
A9. Rincian Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Petani
Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya
Muda…………………………………………………………..
139
A10. Rincian Total Biaya Penyusutan Pealatan Usahatani Petani
Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya
Muda………………………………............................................
145
A11. Rincian Biaya Sewa Traktor dan Pengairan Petani Tembakau
Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda………...
147
A12. Rincian Total Biaya Tetap Petani Tembakau Besuki Na-Oogst 149
xix
Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda……....................................
A13. Rincian Total Biaya Variabel Petani Tembakau Besuki Na-
Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda.................................
151
A14. Rincian Total Biaya Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-
Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda.................................
153
A15. Rincian Penerimaan dan Pendapatan Petani Tembakau Besuki
Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda………………...
155
A16. Rincian Pilihan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra
Mengenai Perilaku terhadap Risiko…………………………..
157
B. Identitas Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada
Gapoktan Cahaya Muda……......................................................
159
B1. Rincian Biaya Variabel Petani Tembakau Besuki Na-Oogst
Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda....................................
160
B2. Rincian Penggunaan Obat Pertanian Petani Tembakau Besuki
Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda...................
161
B3. Rincian Biaya Variabel (Bibit) Petani Tembakau Besuki Na-
Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda…….................
162
B4. Rincian Biaya Variabel (Pupuk) Petani Tembakau Besuki Na-
Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda…….................
163
B5. Rincian Biaya Variabel (Pupuk dan Pestisida) Petani
Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan
Cahaya Muda...........................................................................
164
B6. Rincian Biaya Penggunaan Obat Pertanian Petani Tembakau
Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya
Muda……………………………………………………..........
165
B7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-
Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda......................
166
B8. Rincian Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Petani
Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan
Cahaya Muda………………………......................................
171
B9. Rincian Biaya Sewa Traktor dan Pengairan Petani Tembakau 177
xx
Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya
Muda…………………………………....................................
B10. Rincian Total Biaya Tetap Petani Tembakau Besuki Na-Oogst
Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda..................................
178
B11. Rincian Total Biaya Variabel Petani Tembakau Besuki Na-
Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda….....................
179
B12. Rincian Total Biaya Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-
Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda.........................
180
B13. Rincian Penerimaan dan Pendapatan Petani Tembakau Besuki
Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda...................
181
B14. Rincian Pilihan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra
Mengenai Perilaku terhadap Risiko…………………………..
182
C. Rincian Faktor-faktor Pengambilan Keputusan Petani
Tembakau Besuki Na-Oogst Melakukan Kemitraan..................
183
D. Output Analisis Regresi Logistik Mengenai Pengambilan
Keputusan Petani Melakukan Kemitraan…................................
186
E. Kuesioner ................................................................................. 190
F. Indikator Pola Kemitraan ……………………………………... 197
G. Dokumentasi ............................................................................ 198
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Tembakau Besuki Na-Oogst merupakan jenis tembakau cerutu Indonesia
yang sangat terkenal di pasar internasional sejak sebelum PD II. Tembakau cerutu
Indonesia memiliki rasa yang spesifik dan tidak mudah digantikan oleh tembakau
cerutu dari negara-negara lain. Pada 10 tahun terakhir (1980-1990) telah diekspor
16.245,16 ton tembakau cerutu (Sumatera, Vorstandlanden, Besuki Na-Oogst)
dengan nilai US$ 42,68 juta. Berdasarkan total ekspor tersebut sekitar 13.122,83
ton atau US$ 25,89 juta merupakan tembakau Besuki Na-Oogst, yang berarti
bahwa ekspor tembakau Besuki Na-Oogst menyumbangkan 80% (volume) atau
61% (nilai) dari seluruh ekspor tembakau cerutu. Berikut ini merupakan data luas
areal tembakau Na-Oogst nasional yang disajikan dalam tabel 1.1.
Tabel 1.1 Luas Areal Tembakau Na-Oogst di Indonesia Tahun 2002-2007
No. Tahun Tembakau Na-Oogst (Cerutu)
Deli (Ha) Vorstenland (Ha) Besuki Na-Oogst (Ha)
1 2002 2900 825 9500
2 2003 2900 764 11104
3 2004 2424 706 11634
4 2005 2424 680 5000
5 2006 2736 680 5000
6 2007 2736 517 2807
Total 16120 4172 45045
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006
Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui bahwa ada beberapa jenis tembakau
cerutu yang ditanam di Indonesia antara lain Deli, Vorstenland dan Besuki Na-
Oogst. Ketiga jenis tembakau tersebut memiliki pasar ekspor yang baik
dikarenakan merupakan bahan baku pembuatan rokok cerutu di beberapa Negara.
Luas areal tanam tembakau Besuki Na-Oogst mengalami fluktuasi dan bahkan
dapat dikatakan mengalami penurunan, akan tetapi memiliki total luas yang paling
tinggi selama enam tahun terakhir yakni seluas 45.045 hektar. Wilayah sentra
penghasil tembakau Besuki Na-Oogst ini adalah Kabupaten Jember dan sebagian
kecil dari jenis tembakau ini diusahakan di wilayah Kabupaten Bondowoso.
2
Tembakau Besuki Na-Oogst merupakan jenis tembakau yang ditanam di
wilayah eks-Kresidenan Besuki dan ditanam pada akhir musim kemarau yakni
sekitar bulan Agustus, September serta dipanen pada awal musim penghujan
yakni sekitar bulan Oktober, November, dan Desember. Tembakau Besuki Na-
Oogst terbagi kedalam beberapa jenis yakni tembakau Besuki Na-Oogst tanam
awal (BesnoTA), tembakau Bawah Naungan (TBN) dan tembakau non Bawah
Naungan (Non-TBN). Salah satu daerah penghasil tembakau Besuki Na-Oogst
adalah Provinsi Jawa Timur tepatnya di Kabupaten Jember. Tembakau Na-Oogst
menyumbang sebesar 10,05 % terhadap total produksi tembakau di Jawa Timur.
Data Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur tahun 2010 menyebutkan bahwa
satu-satunya kabupaten yang menghasilkan jenis tembakau Besuki Na-Oogst
adalah kabupaten Jember (Dinas Perkebunan Jember, 2010).
Menurut Hariyati dalam Utami dkk., (2014), tembakau Besuki Na-Oogst
(BesNO) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan yang berorientasi
ekspor sebagai bahan baku pembuatan cerutu dan dapat berkembang baik di
Kabupaten Jember. Kualitas tembakau BesNO yang dihasilkan merupakan
tembakau terbaik di Indonesia, nomor dua dunia setelah Kuba. Hampir 90%
tembakau BesNo diminati pasar ekspor internasional seperti pasar premium di
Jerman, Swiss, Belanda, Amerika Serikat, dan China.
Berdasarkan pengusahaannya, tanaman tembakau jenis Besuki Na-Oogst
yang ada di Kabupaten Jember terbagi menjadi tiga yakni Perseroan Terbatas
Perkebunan Nusantara (PTPN), perkebunan swasta dan perkebunan rakyat. PTPN
di Kabupaten Jember yang mengusahakan jenis tembakau Besuki Na-Oogst yaitu
PTPN X Kebun Kertosari dan PTPN X Jelbuk. Perkebunan swasta yang
mengusahakan jenis tembakau Besuki Na-Oogst yakni Koperasi TTN (Tarutama
Nusantara) dan PT. Jenggawah Jaya. Perkebunan rakyat tembakau Besuki Na-
Oogst di Kabupaten Jember merupakan penghasil tembakau yang mendominasi.
Petani tembakau di Kabupaten Jember tergolong tinggi, sehingga mampu
menghasilkan tembakau dengan produksi yang tinggi pula. Data luas tanam dan
produksi komoditas tembakau Besuki Na-Oogst di Kabupaten Jember dapat
dilihat pada tabel 1.2.
3
Tabel 1.2 Data Luas Tanam dan Produksi Tembakau Besuki Na-Oogst di Kabupaten
Jember
No. Kecamatan
Luas Tanam
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/ha)
Share *)
Produksi (%)
1. Ajung 15 15 1 0.40
2. Kaliwates 2 1.64 0.82 0.04
3. Patrang 12 13.2 1.1 0.35
4. Sumbersari 20 27 1.35 0.71
5. Tempurejo 108 139.2 1.29 3.69
6. Ambulu 957 1425.93 1.49 37.76
7. Balung 155 201.5 1.3 5.34
8. Jenggawah 279 365 1.3 9.66
9. Wuluhan 790 1192.9 1.51 31.59
10. Rambipuji 25 36.25 1.45 0.96
11. Puger 250 359 1.43 9.51
Total 2613 3776.62 14.04 100
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Jember 2012
Keterangan : *) Data diolah peneliti, 2017
Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui bahwa wilayah penghasil tembakau
Besuki Na-Oogst di Kabupaten Jember terbagi atas sebelas kecamatan. Wilayah
penghasil tembakau Besuki Na-Oogst yang memiliki nilai share tinggi rata-rata
berada di wilayah selatan seperti Kecamatan Ambulu, Wuluhan, Jenggawah dan
Puger. Secara geografis keempat kecamatan tersebut memang sangat cocok untuk
dibudidayakan tembakau, sehingga pertumbuhan tembakau disana menjadi baik
dan mampu menghasilkan produksi yang tinggi. Selain di wilayah selatan,
beberapa kecamatan yang terletak di wilayah perkotaan juga membudidayakan
tembakau Besuki Na-Oogst. Tiga kecamatan kota di Kabupaten Jember yang
mengusahakan jenis tembakau Besuki Na-Oogst yakni antara lain Kecamatan
Sumbersari, Patrang dan Kaliwates. Menjadi hal yang menarik untuk dikaji lebih
lanjut dimana wilayah perkotaan juga masih memiliki potensi dibidang pertanian.
Kecamatan Sumbersari merupakan kecamatan kota yang memiliki nilai share
produksi tembakau Besuki Na-Oogst paling tinggi diantara kecamatan yang lain
yakni sebesar 0,71%.
Kecamatan Sumbersari merupakan salah satu kecamatan kota yang ada di
Kabupaten Jember. Kecamatan Sumbersari terbagi atas tujuh kelurahan
diantaranya Kelurahan Kranjingan, Wirolegi, Karangrejo, Kebonsari, Sumbersari,
4
Tegalgede dan Antirogo. Kecamatan Sumbersari merupakan salah satu daerah
yang mampu menghasilkan tembakau meskipun wilayahnya termasuk dalam
kecamatan kota. Umumnya, wilayah yang termasuk dalam daerah perkotaan
sangat terbatas lahan untuk usahatani karena pembangunannya yang lebih
difokuskan pada infrastruktur penunjang perkotaan. Data luas lahan dan produksi
tembakau di Kecamatan Sumbersari tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 1.3.
Tabel 1.3 Data Luas Lahan dan Produksi Tembakau di Kecamatan Sumbersari Tahun
2014.
No. Kelurahan Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Share Produksi *) (%)
1 Kranjingan 34.05 408.62 13.70
2 Wirolegi 37.47 449.5 15.07
3 Karangrejo 25.54 306.46 10.27
4 Kebonsari 11.91 143.02 4.79
5 Sumbersari 0 0 0
6 Tegalgede 6.8 81.73 2.74
7 Antirogo 132.82 1593.66 53.42
Total 248.59 2982.99 100
Sumber : Sumbersari dalam Angka 2015
Keterangan : *) Data diolah peneliti, 2017
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa terdapat enam kelurahan di Kecamatan
Sumbersari yang menghasilkan tembakau. Data tersebut menunjukkan bahwa
kelurahan penghasil tembakau tertinggi di Kecamatan Sumbersari adalah
Kelurahan Antirogo. Meskipun Kelurahan Antirogo merupakan daerah yang
terletak pada kecamatan kota di Kabupaten Jember, akan tetapi masih mampu
menghasilkan produksi tembakau paling tinggi. Pada tahun 2014 Kelurahan
Antirogo mampu menghasilkan produksi tembakau sebanyak 1.593,66 ton dengan
luas areal sebesar 132,82 ha. Hal itu juga dibuktikan dengan nilai share atau
kontribusi hasil tembakau yang paling tinggi terhadap produksi tembakau secara
keseluruhan di Kecamatan Sumbersari yakni sebesar 53,42 %. Salah satu jenis
tembakau yang diusahakan oleh masyarakat di Kelurahan Antirogo adalah
tembakau Besuki Na-Oogst. Tembakau yang dihasilkan tersebut memiliki kualitas
yang tinggi serta aroma yang khas dibandingkan dengan tembakau cerutu dari
daerah lain di Kabupaten Jember.
5
Beberapa permasalahan dalam usahatani tembakau Besuki Na-Oogst dapat
mempengaruhi produksi tembakau yang dihasilkan oleh petani. Dampak yang
dirasakan petani tembakau yakni pada tingkat pendapatan yang diperoleh akan
semakin rendah, sedangkan modal usaha atau biaya produksi yang digunakan
untuk usahatani tembakau cukup besar. Pasar komoditas tembakau cerutu bersifat
internasional, sehingga menyebabkan petani tidak dapat memasarkan sendiri
tembakau yang dihasilkan. Oleh sebab itu, kemitraan merupakan alternatif terbaik
yang dapat diambil petani untuk mengembangkan usatahatani tembakau Besuki
Na-Oogst. Kemitraan merupakan suatu bentuk kerjasama yang dilakukan oleh dua
belah pihak atau lebih dengan prinsip saling menguntungkan untuk mencapai
tujuan bersama.
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan tersebut mengenai beberapa
permasalahan dalam usahatani tembakau Besuki Na-Oogst khususnya pada aspek
permodalan usaha dan pemasaran hasil, juga disampaikan dalam penelitian
Hammam (2015). Hammam (2015) menyebutkan bahwa permasalahan yang
dialami petani tembakau antara lain tidak memiliki modal untuk usahatani
tembakau sehingga petani harus mengajukan hutang kepada tengkulak, pemasaran
hasil tembakau yang kaitannya dengan sifat pasar tembakau cerutu yang tergolong
internasional sehingga petani tidak dapat memasarkan sendiri produk tembakau
yang dihasilkan. Upaya yang dapat dilakukan terhadap adanya masalah tersebut
adalah melakukan kemitraan dengan perusahaan yang lebih besar. Kemitraan
tersebut dapat memberikan keuntungan bagi petani tembakau, dimana petani bisa
memperoleh modal usaha dari perusahaan mitra serta pemasaran hasil tembakau
yang lebih efektif dan efisien.
Berdasarkan penelitian Efendi (2007), menyebutkan bahwa kemitraan
yang dilakukan dapat memberikan dampak positif bagi keberlangsungan usahatani
tembakau yang ada. Kemitraan tersebut dilakukan oleh petani tembakau dengan
perusahaan mitra yang bergerak dibidang pemasaran produk tembakau. Petani
tembakau merasa terbantu dengan adanya pihak perusahaan mitra. Pola kemitraan
yang terjalin antara kedua belah pihak yakni pola kemitraan kerjasama
operasional agribisnis (KOA). Pihak petani tembakau menyediakan lahan, tenaga
6
kerja dan biaya-biaya lain yang tidak disediakan oleh perusahaan inti, sedangkan
perusahaan mitra sebagai pengusaha inti menyediakan sarana produksi, bimbingan
teknis budidaya hingga pasca panen dan memberikan jaminan pasar hasil
usahatani. Beberapa faktor yang menjadi pendorong berkembangnya kemitraan
antara lain adanya jaminan pasar, adanya jaminan modal, keterbukaan pihak
pengusaha, adanya bimbingan teknis budidaya dan pasca panen, adanya
keterlibatan pemerintah, ketersediaan pupuk, anjuran penanaman varietas tertentu
dan penanggungan risiko. Beberapa faktor pendorong tersebut menjadi aspek
yang membantu terselenggaranya kemitraan antara petani tembakau dengan pihak
mitra dengan tujuan saling memperoleh keuntungan.
Salah satu faktor penting yang banyak dipertimbangkan dalam kegiatan
kemitraan adalah harga produk yang dihasilkan baik dari segi petani maupun dari
pihak mitra. Harga produk tersebut merupakan kontrak mutlak berlangsungnya
suatu kemitraan, sehingga perlu dilakukan musyawarah penetapan harga sesuai
kesepakatan pihak yang bermitra. Kontrak harga dalam kemitraan terdiri dari dua
jenis, yakni kontrak harga tetap dan harga tidak tetap. Kedua kontrak harga
tersebut dapat memberikan keuntungan dan kerugian dalam kemitraan baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Keuntungan menggunakan kontrak harga
tetap baik bagi perusahaan maupun petani adalah sama-sama mendapat
keuntungan karena dalam menentukan harga, perusahaan terlebih dahulu
menghitung biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani dalam satuan lahan yang
dimiliki. Kerugian yang dapat ditimbulkan dalam jangka panjang yakni ketika
harga pasar menjadi tinggi, petani dapat berbuat curang dan menjual produknya
ke perusahaan lain dengan harga pasar tersebut. Keuntungan menggunakan
kontrak harga tidak tetap didapatkan oleh perusahaan mitra karena selalu
menyesuaikan harga produk dengan kualitas produk yang dihasilkan.
Salah satu kelompok tani (Gapoktan) yang mengusahakan tanaman
tembakau Besuki Na-Oogst dan melakukan kemitraan adalah Gapoktan Cahaya
Muda di Kelurahan Antirogo. Petani yang tergabung dalam Gapoktan Cahaya
Muda melakukan kemitraan dengan perusahaan swasta yang menerapkan kontrak
harga tidak tetap, sebagian melakukan kemitraan dengan perusahaan swasta lain
7
yang menerapkan kontrak harga tetap, dan sebagian pula tidak melakukan
kemitraan. Perusahaan mitra yang menerapkan kontrak harga tidak tetap adalah
perusahaan Mayang Sari, sedangkan perusahaan mitra yang menerapkan kontrak
harga tetap adalah perusahaan Tempurejo. Jumlah kelompok tani yang tergabung
dalam Gapoktan Cahaya Muda adalah sebanyak 16 kelompok tani. Kelompok tani
yang bermitra dengan perusahan Mayang Sari sebanyak 10 kelompok, dengan
perusahaan Tempurejo sebanyak 3 kelompok, sedangkan sisanya sebanyak 3
kelompok tidak bermitra. Perusahaan mitra langsung mendatangi petani tembakau
untuk melakukan kemitraan sesuai dengan perjanjian atau kontrak yang disepakati
oleh kedua belah pihak. Kemitraan yang berlangsung dilakukan dengan tujuan
untuk mengembangkan hasil produksi tembakau melalui adanya pemberian modal
usahatani dari perusahaan mitra.
Penetapan kontrak harga oleh perusahaan mitra menjadi sesuatu yang
menarik karena menjadi pertimbangan bagi petani tembakau di Kelurahan
Antirogo untuk melakukan kemitraan. Penetapan kontrak harga oleh perusahaan
mitra juga menjadi penentu apakah petani tembakau akan tetap melakukan
kemitraan dengan perusahaan tersebut atau bahkan berhenti melakukan kemitraan.
Kontrak harga tersebut mempengaruhi proporsi kelompok tani yang melakukan
kemitraan. Kelompok tani yang melakukan kemitraan lebih banyak pada
perusahaan Mayang Sari yakni sebanyak 10 kelompok dalam jangka waktu
kontrak kerjasama selama 4 tahun dengan kontrak harga tidak tetap. Jumlah
anggota mitra mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dikarenakan banyaknya
keuntungan yang diperoleh petani ketika melakukan kemitraan dengan perusahaan
Mayangsari. Hal ini juga terbukti bahwa kuota luas lahan yang diberikan
perusahaan meningkat sejak awal mitra yakni dari 5 hektar hingga saat ini
menjadi seluas 60 hektar.
Ditinjau dari kegiatan kemitraan yang berlangsung antara petani tembakau
pada Gapoktan Cahaya Muda dengan perusahaan mitra, terdapat keuntungan serta
kerugian yang didapatkan oleh petani. Keuntungan yang diperoleh petani antara
lain jaminan pasar yang jelas, bantuan modal usahatani serta bimbingan teknis.
Kerugian yang timbul dari kemitraan tersebut hanya terletak pada keterbatasan
8
petani untuk menjual tembakau kepada pihak lain pada saat harga pasar tembakau
meningkat. Hal itu dikarenakan sudah terjadi kesepakatan penjualan tembakau
sesuai dengan kontrak harga tetap perusahaan mitra. Proses kemitraan yang
berlangsung tersebut dapat mengindikasikan pola kemitraan yang terjalin diantara
kedua belah pihak. Bentuk kemitraan yang terjalin antara petani tembakau dengan
perusahaan mitra menjelaskan peran dari masing-masing pihak sehingga
kemitraan dapat berjalan dengan baik. Proses kemitraan yang berlangsung
menjadi penentu bagi petani dengan melakukan evaluasi jalannya kemitraan
berdasarkan peran perusahaan mitra serta dampak yang diperoleh untuk tetap
melanjutkan kemitraan tersebut sesuai dengan faktor-faktor yang
dipertimbangkan. Namun demikian, terdapat suatu indikasi bahwa petani yang
bermitra dapat berpindah dari satu kemitraan dengan kontrak harga tetap ke harga
yang sesuai dengan harga pasar atau tidak tetap. Hal ini menarik untuk dilakukan
penelitian mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani tembakau
untuk melakukan kemitraan dengan kontrak harga tidak tetap.
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang proses dan pola kemitraan yang berlangsung antara petani
tembakau di Kelurahan Antirogo dengan perusahaan mitra serta faktor-faktor
yang mempengaruhi petani tembakau melakukan kemitraan kontrak harga tidak
tetap.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disajikan, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses kemitraan yang berlangsung antara petani tembakau Besuki
Na-Oogst di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember?
2. Bagaimana pola kemitraan yang berlangsung antara petani tembakau Besuki
Na-Oogst di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi petani tembakau Besuki Na-Oogst
di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember dalam
menentukan keputusan bermitra dengan kontrak harga tidak tetap?
9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui dan menjelaskan proses kemitraan yang berlangsung antara petani
tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari
Kabupaten Jember.
2. Mengetahui dan menjelaskan pola kemitraan yang berlangsung antara petani
tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari
Kabupaten Jember.
3. Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani
tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari
Kabupaten Jember dalam menentukan keputusan bermitra dengan kontrak
harga tidak tetap.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa/peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber
informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya terkait kemitraan
komoditas perkebunan khususnya komoditas tembakau Besuki Na-Oogst.
2. Bagi petani/kelompok tani, penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi
terkait pola kemitraan yang terbentuk dengan perusahaan mitra.
3. Bagi perusahaan tembakau, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan serta kontrak kemitraan yang akan
dijalankan.
4. Bagi stakeholders, penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi untuk
mempromosikan kemitraan kontrak harga tidak tetap kepada petani tembakau
Besuki Na-Oogst di Kabupaten Jember.
10
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Kemitraan merupakan suatu bentuk kerjasama yang melibatkan beberapa
pihak dengan prinsip saling menguntungkan. Suatu kemitraan biasanya dilakukan
oleh pihak dengan skala usaha yang kecil dengan pihak yang memiliki skala usaha
besar sehingga tercipta kerjasama yang saling membutuhkan diantara kedua belah
pihak yang bermitra. Kemitraan dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan
usaha yang dijalankan sehingga meningkatkan pendapatan pengusaha. Mengacu
pada permasalahan pertama, terdapat lima penelitian yang menjelaskan mengenai
proses kemitraan.
Fachruddin (2013), melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Petani Tembakau untuk Bermitra
dengan Koperasi Agrobisnis Tarutama Nusantara melalui Koperasi Margi
Utama”. Salah satu tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mencermati proses
pelaksanaan kemitraan. Guna melihat proses pelaksanaan kemitraan dicermati
dengan menggunakan beberapa kriteria: (a) tujuan kerjasama, (b) lingkup
pekerjaan, (c) hak dan kewajiban, (d) penyetoran, (e) deskripsi mutu dan harga, (f)
tata cara penerimaan dan pembayaran, (g) jangka waktu kerjasama dan (h)
penyelesaian masalah. Kemitraan yang berlangsung menggunakan pihak ketiga
sebagai perantara kemitraan yakni Koperasi Margi Utama. Penyelesaian masalah
dalam kegiatan kemitraan dilakukan dengan jalan musyawarah sehingga diperoleh
penyelesaian yang melibatkan kedua belah pihak. Tidak terdapat perselisihan
yang berhubungan dengan kontrak kedua belah pihak, karena kontrak kemitraan
sudah disepakati diawal dan apabila terdapat perkembangan maka akan dilakukan
musyawarah kembali dengan pihak yang bermitra.
Penelitian yang mengungkap tentang proses pelaksanaan kemitraan juga
banyak dilakukan pada komoditas perkebunan lain seperti komoditas tebu. Yuliati
dkk., (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kemitraan antara PG.
Candi Baru dengan Petani Tebu Rakyat Kerjasama Usaha (TRKSU) di
Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo”. Salah satu tujuan dalam penelitian ini
11
adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan kemitraan yang dilakukan oleh
Petani Tebu Rakyat Kerjasama Usaha (TRKSU) dengan PG Candi Baru. Guna
melihat pelaksanaan kemitraan dicermati menggunakan beberapa variable yakni
antara lain: (a) pendaftaran, (b) pemeriksaan areal, (c) pemberian kredit, dan (d)
realisasi kredit. Prosedur pendaftaran dalam melakukan kemitraan oleh Petani
Tebu Rakyat Kerjasama Usaha (TRKSU) dengan PG Candi Baru. Prosedur
pendaftaran tersebut diawali dengan pendaftaran yang dilakukan oleh petani tebu
kepada koperasi, kemudian oleh pihak koperasi disesuaikan dengan RDK yang
sudah berlaku. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan areal serta pengukuran uji
kelayakan oleh pihak koperasi sehingga nanti diperoleh hasil pemeriksaan areal
milik petani tebu. Tahap selanjutnya adalah mengenai pemberian kredit yang
disesuaikan dengan RDKK yang berlaku. Setelah pengajuan kredit dilakukan,
maka pihak PG akan memberikan rekomendasi terkait realisasi kredit tersebut.
Tahapan yang terakhir yakni realisasi kredit yang diberikan langsung kepada
kelompok atau petani tebu.
Penelitian sejenis mengenai proses pelaksanaa kemitraan juga dilakukan
oleh Fadilah (2010) yang berjudul “Analisis Kemitraan antara Pabrik Gula Jati
Tujuh dengan Petani Tebu Rakyat di Majalengka, Jawa Barat”. Beberapa kriteria
yang diperhatikan dalam menjelaskan proses pelaksanaan kemitraan antara lain:
(a) tujuan kemitraan, (b) tahapan kemitraan, (c) hak dan kewajiban, serta (d)
penyelesaian masalah. Hasil penelitian menjelaskan proses kemitraan antara
petani tebu rakyat dengan PG. Jatitujuh dimana terdapat beberapa aspek yang
diperhatikan, yaitu:
1. Tujuan kemitraan: kemitraan yang berangsung merupakan implementasi
KKP-TR (Kredit Ketahanan Pangan- Tebu Rakyat).
2. Tahapan kemitraan: tahapan kemitraan yang dilakukan sebelum
melakukan kemitraan antara lain pembentukan kelompok, pengajuan
KKP-TR, Penggunaan dana pinjaman, dan pembayaran hasil tebu.
3. Hak dan kewajiban dalam KKP-TR Kemitraan: ketiga pihak yang
melakukan kemitraan memiliki hak dan kewajibannya masing-masing
yang telah disepakati bersama.
12
4. Penyelesaian masalah: penyelesaian kendala atau masalah yang timbul
dilakukan secara musyawarah kedua belah pihak.
Najmudinrohman (2010), melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Tebu di Kecamatan Trangkil, Pati,
Jawa Tengah”. Salah satu tujuan dalam penelitian ini adalah menjelaskan proses
pelaksanaan kemitraan antara petani dengan PG di Jawa Tengah. Guna
mengetahui proses pelaksanaan kemitraan yang berlangsung dicermati
menggunakan beberapa kriteria yakni: (a) pendaftaran, (b) melakukan perjanjian,
(c) pengajuan kredit, dan (d) pembayaran kredit. Petani yang ingin menjadi mitra,
mendaftarkan lahan yang dikuasi oleh PG. Petugas PG akan melakukan
pengecekan serta memetakan lahan tersebut menggunakan GPS. Kemudian kedua
belah pihak mengadakan perjanjian untuk bekerjasama dimana petani harus
menyetorkan seluruh tebu hasil produksi dari lahan tersebut dan PG memproses
tebu menjadi gula. Pihak PG juga membantu melakukan pengajuan pupuk
bersubsidi dan kredit. Dalam pengajuan kredit, PG berperan sebagai avails yaitu
penanggung jawab risiko kegagalan pengembalian kredit yang dilakukan oleh
petani. Pembayaran kredit dilakukan dengan memotong dari pembayaran nota
gula saat musim giling. Kesulitan yang dialami oleh responden yaitu
keterlambatan waktu pencairan kredit, keterlambatan waktu tebang, antri giling
yang terlalu lama, transparansi rendemen serta pelayanan petugas PG yang kurang
memuaskan.
Rochmatika (2006), melakukan penelitian yang berjudul “Kajian
Kepuasan Petani Tebu Rakyat terhadap Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula
XYZ”. Salah satu tujuan dalam penelitian tersebut adalah untuk menjelaskan
pelaksanaan kemitraan antara petani tebu dengan PG XYZ. Proses pelaksanaan
kemitraan antara petani tebu rakyat dengan PG. XYZ terdapat kontrak perjanjian
kemitraan yang berguna untuk pengajuan biaya garap serta angunan petani,
terdapat PTR untuk mewakili petani tebu rakyat di wilayah PG, serta terdapat
peminjaman dari pihak PG. Sarana produksi dan biaya bantuan tebang angkut,
serta terdapat pelelangan gula dan pembayaran hasil lelang gula kepada petani
tebu. Pelaksanaan kemitraan antara petani tebu rakyat dengan PG XYZ hanya
13
didasarkan atas saling membutuhkan sehingga kontrak perjanjian lemah. Terjadi
permasalahan dalam kegiatan kemitraan tersebut yakni praktek perjanjian yang
berjalan tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian kerjasama yang dibuat PG XYZ
dengan petani tebu rakyat. Hal tersebut dapat dilihat dari penyerahan tebu milik
petani yang belum sepenuhnya digiling oleh PG yang memberikan pinjaman
kredit. Pihak PG juga tidak memberikan transparansi rendemen tebu kepada
petani sehingga banyak petani yang melanggar etika kemitraan dengan
menggilingkan tebunya pada PG lain yang memberikan tingkat rendemen tebu
lebih tinggi. Lemahnya kontrak perjanjian juga disebabkan tidak adanya kekuatan
dalam bidang hukum.
Beberapa penelitian tersebut menjelaskan mengenai proses pelaksanaan
kegiatan kemitraan yang berlangsung antara pihak-pihak yang bermitra khususnya
pada komoditas tanaman perkebunan. Berdasarkan penelitian tersebut ada
beberapa aspek digunakan untuk mencermati proses pelaksanaan kemitraan antara
perusahaan mitra dengan petani tembakau Besuki Na-Oogst antara lain: a) tujuan
bermitra, b) hak dan kewajiban, c) tata cara pendaftaran, d) jangka waktu
kerjasama dan e) penyelesaian masalah.
Proses kemitraan merupakan aspek yang menjelaskan bagaimana
pelaksanaan kemitraan antara pihak satu dengan pihak yang lain. Berdasarkan
proses kemitraan tersebut nantinya dapat dilakukan analisis pola atau bentuk
kemitraan yang berjalan sesuai dengan peran dari masing-masing pihak yang
melakukan kemitraan. Mengacu pada permasalahan kedua dalam penelitian ini
mengenai pola atau bentuk kemitraan, terdapat lima penelitian yang menganalisis
mengenai bentuk kemitraan.
Penelitian Efendi (2007) yang berjudul “Analisis Pola Kemitraan terhadap
Pendapatan Usahatani Tembakau Besuki Na-Oogst di Kecamatan Wuluhan
Kabupaten Jember”, menjelaskan bahwa pola kemitraan yang terjalin antara
petani tembakau besuki Na-Oogst dengan PT. GMIT (Gading Mas Indonesian
Tobacco) adalah pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis (KOA). Pihak
petani tembakau menyediakan lahan, tenaga kerja, serta biaya-biaya lain yang
tidak disediakan oleh perusahaan inti. Pihak PT. GMIT menyediakan sarana
14
produksi, bimbingan teknis budidaya hingga pasca panen, dan memberikan
jaminan pasar hasil usahatani tembakau.
Penelitian yang mengkaji tentang pola kemitraan juga banyak dilakukan
pada komoditas tanaman perkebunan yang lainnya seperti komoditas kopi, kapas,
kelapa sawit dan tebu.
Penelitian Kusno (2016) yang berjudul “Pola Kemitraan Petani Kopi
Arabika dengan Perum Perhutani serta Perbedaan Pendapatan Petani Kopi di Desa
Kayumas Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo”, menjelaskan bahwa pola
kemitraan yang berlangsung antara perum perhutani unit II-KPH Bondowoso
sebagai perusahaan mitra dengan petani kopi sebagai petani mitra adalah pola
kerjasama operasional agribisnis (KOA). Pihak perusahaan mitra menyediakan
lahan, ikut berbagi penyediaan barang-barang modal dan input produksi untuk
budidaya serta pemeliharaan, menyediakan bimbingan teknis budidaya,
penyuluhan serta perawatan. Petani kopi sebagai petani mitra menyediakan input
tenaga kerja, mematuhi syarat kemitraan yang disepakati, ikut berbagi penyediaan
barang-barang modal dan input produksi untuk pemeliharaan. Kesetaraan antar
pihak yang bermitra tercipta dengan adanya timbal balik kebutuhan dari masing-
masing pihak yang saling terpenuhi sesuai dengan kontrak kesepakatan bersama.
Pengambil keputusan dalam kegiatan kemitraan dilakukan dengan berdasarkan
pada hasil musyawarah atau kesepakatan bersama.
Penelitian Jasuli (2013) yang berjudul “Analisis Pola Kemitraan Petani
Kapas dengan PT. Nusafarm terhadap Pendapatan Usahatani Kapas di Kabupaten
Situbondo”, menjelaskan pola kemitraan yang berlangsung antara petani kapas
dengan PT. Nusafarm adalah pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis
(KOA). Pihak perusahaan mitra (PT. Nusafarm) menyediakan sarana produksi
seperti modal dan benih kapas, biaya angkut, bimbingan teknis serta jaminan
pasar. Petani kapas menyediakan lahan dan tenaga kerja untuk budidaya kapas.
Pelaksanaan kemitraan antara petani kapas dengan PT. Nusafarm tidak
menggunakan perjanjian secara tertulis, kedua belah pihak hanya mengandalkan
rasa saling percaya diantara keduanya, sehingga apabila terjadi suatu masalah
maka akan diselesaikan dengan jalan kekeluargaan.
15
Penelitian sejenis dilakukan oleh Hapsari (2016) yang berjudul
“Implementasi Pola Kemitraan Usahatani Sawit pada PT. Perkebunan Nusantara
VII Unit Bekri”, mengungkapkan bahwa pola kemitraan yang terjalin antara PT.
Perkebunan Nusantara VII Unit Bekri dengan Kelompok Petani Sawit Sidomulyo
adalah pola kemitraan inti plasma. Pola kemitraan yang terjalin antara kedua belah
pihak tersebut mendapat campur tangan pihak ketiga dari Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Lampung Tengah. PTPN VII Unit Bekri sebagai pihak inti
memiliki beberapa peran antara lain survei, penyuluhan, pengawasan serta
pembelian sawit yang dihasilkan oleh kelompok petani sawit. Kelompok tani
sawit Sidomulyo sebagai plasma memiliki peran antara lain menyediakan lahan,
memelihara tanaman kelapa sawit, menjual tandan buah segar (TBS) kepada pihak
inti. Peran pihak ketiga atau Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Lampung Tengah dalam kemitraan tersebut antara lain sebagai fasilitator,
regulator dan mediator dalam jalannya kemitraan antara kedua belah pihak mitra.
Penelitian Yuliati dkk., (2013) yang berjudul “Analisis Kemitraan antara
PG. Candi Baru dengan Petani Tebu Rakyat Kerjasama Usaha (TRKSU) di
Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo”, mengungkapkan bahwa pola kemitraan
yang terjalin antara petani tebu rakyat dengan PG Candi Baru di Kecamatan Candi
Kabupaten Sidoarjo adalah pola kemitraan inti plasma. PG Candi Baru sebagai
perusahaan inti menyediakan sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen,
menampung dan mengolah serta memasarkan hasil produksi. Petani tebu rakyat
sebagai plasma bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan
persyaratan yang telah disepakati. Petani tebu sebagai plasma bertugas memasok
tebu untuk diolah oleh PG. Candi Baru.
Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut ada kecenderungan pola
kemitraan yang terbentuk dalam kemitraan komoditas tanaman perkebunan adalah
pola inti plasma dan pola kerjasama operasional agribisnis (KOA).
Kegiatan kemitraan yang dilakukan memiliki beberapa perjanjian yang
harus disepakati oleh kedua belah pihak. Kemitraan akan berjalan dengan baik
jika kontrak atau perjanjian telah disepakati bersama antar pihak-pihak yang
bermitra. Petani sebagai pihak mitra memiliki kekuatan untuk memutuskan akan
16
melakukan kemitraan sesuai dengan perjanjian yang disepakati dengan
mempertimbangakn beberapa faktor dalam pengambilan keputusan tersebut.
Mengacu pada permasalahan ketiga dalam penelitian ini yakni tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi keputusan petani melakukan kemitraan, terdapat lima
penelitian sejenis yang mengidentifikasi tentang hal tersebut.
Penelitian Fachruddin (2013) yang berjudul “Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Petani Tembakau untuk Bermitra dengan
Koperasi Agrobisnis Terutama Nusantara melalui Koperasi Margi Utama”,
menjelaskan bahwa metode analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-
faktor yang mendasari petani melakukan kemitraan adalah dengan analisis regresi
logit. Variabel independen yang diduga dalam penelitian ini antara lain pinjaman
modal, jaminan saprotan, pendampingan, kepastian pasar dan harga serta
transparansi mutu barang. Taraf kepercayaan yang digunakan oleh peneliti adalah
sebesar 95%. Variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap pengambilan
keputusan petani untuk bermitra antara lain pinjaman modal dengan nilai
signifikansi sebesar 0,000 dan transparansi mutu barang dengan nilai signifikansi
sebesar 0,045. Variabel independen yang lain seperti jaminan saprotan,
pendampingan, kepastian pasar, dan kepastian harga berpengaruh tidak nyata
terhadap pengambilan keputusan petani melakukan kemitraan.
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan
keputuan petani dalam menentukan keputusan bermitra pada komoditas tanaman
perkebunan yang lain seperti komoditas kopi dan tebu. Penelitian Zuningsih
(2016) yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mendasari Keputusan Petani dan
Prospek Pengembangan Usahatani Kopi Arabika di Desa Karangpring Kecamatan
Sukorambi Kabupaten Jember”, menjelaskan bahwa metode analisis yang
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendasari keputusan petani
melakukan usahatani kopi adalah dengan menggunakan analisis regresi logit.
Variabel yang digunakan yaitu variabel dependen berupa keputusan petani dan
variabel independen yang diduga antara lain umur petani, pengalaman,
pendidikan, jumlah anggota keluarga, biaya produksi dan pendapatan dengan
tingkat taraf kepercayaan yang digunakan yakni 95%. Berdasarkan analisis yang
17
dilakukan, diperoleh hasil bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap
pengambilan keputusan petani untuk melakukan usahatani kopi adalah biaya
produksi dengan hasil signifikansi sebesar 0,003 (<0,05). Variabel lainnya seperti
umur petani, pendidikan petani, pengalaman, jumlah anggota keluarga, dan
pendapatan tidak berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani kopi
di Desa Karangpring Kecamatan Sukorambi Kabupaten Jember.
Penelitian sejenis tentang faktor-faktor yang mendasari pengambilan
keputusan petani dilakukan oleh Budi (2014) yang berjudul “Faktor-Faktor yang
Mendasari Keputusan Petani Bergabung dengan KPTR (Koperasi Petani Tebu
Rakyat) dan Peran KPTR terhadap Petani Tebu (Studi Kasus di PG Pesantren
Baru PTPN X Kediri)”, mengungkapkan bahwa metode analisis yang digunakan
untuk mengetahui faktor-faktor yang mendasari keputusan petani tebu bergabung
dengan KPTR adalah dengan menggunakan metode analisis regresi logistik.
Penelitian tersebut dilakukan pada tiga KPTR, antara lain KPTR Mitra Sejahtera,
KPTR Putra Jaya, dan KPTR Usaha Mulia. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata
terhadap keputusan petani tebu bergabung dengan KPTR Mitra sejahtera antara
lain umur, pengalaman, jumlah anggota keluarga, pelayanan dan penyaluran
aspirasi. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan
petani tebu dengan KPTR Putra Jaya antara lain umur, pengalaman, dan
pendidikan. Tidak terdapat faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap
pengambilan keputusan petani tebu untuk bergabung dengan KPTR Usaha Mulia.
Penelitian Kusno (2016) yang berjudul “Pola Kemitraan Petani Kopi
Arabika dengan Perum Perhutani serta Perbedaan Pendapatan Petani Kopi di Desa
Kayumas Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo”, mengungkapkan bahwa
metode analisis yang digunakan dalam penelitiannya untuk mengetahui faktor-
faktor yang mendasari keputusan petani kopi arabika untuk bermitra dan tidak
bermitra adalah dengan menggunakan analisis regresi logit model. Variabel
independen yang diduga antara lain umur, pendidikan petani, pendapatan dan
biaya produksi. Taraf kepercayaan yang digunakan oleh peneliti adalah sebesar
95%. Berdasarkan hasil analisis regresi logit model, variabel yang berpengaruh
nyata terhadap pengambilan keputusan petani untuk bermitra antara lain umur
18
dengan nilai signifikansi sebesar 0,029, pendidikan petani dengan nilai
signifikansi sebesar 0,039, dan biaya produksi dengan nilai signifikansi sebesar
0,042. Variabel pendapatan berpengaruh tidak nyata terhadap keputusan petani
melakukan kemitraan dengan nilai siginifikansi sebesar 0,1 atau > 0,05.
Penelitian tentang faktor-faktor yang mendasari pengambilan keputusan
petani juga dilakukan oleh Valentine (2017) yang berjudul “Faktor-faktor yang
Mendasari Pengambilan Keputusan Petani Tebu bermitra dengan PG Djatiroto”,
menjelaskan bahwa variable yang diduga mendasari pengambilan keputusan
petani tebu melakukan kemitraan dengan PG Djatiroto antara lain umur,
pengalaman, pendidikan, pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Penelitian
tersebut dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi logistik. Faktor
yang berpengaruh nyata terhadap keputusan petani tebu untuk bermitra antara lain
pengalaman, pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Faktor umur dan
pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh tidak nyata terhadap pengambilan
keputusan petani untuk melakukan kemitraan dengan PG. Djatiroto.
Penelitian sejenis tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
keputusan petani melakukan kemitraan juga dilakukan oleh Wang et al., (2014)
yang berjudul “The Transition to Modern Agriculture: Contract Farming in
Developing Economics”, menjelaskan bahwa kegiatan kontrak pertanian
merupakan suatu langkah atau strategi dalam memodernisasi pertanian khususnya
pada bidang pertanian skala kecil. Beberapa manfaat yang diperoleh dalam
melakukan kontrak pertanian dengan perusahaan yang lebih besar antara lain
mampu melakukan produksi dengan menggunakan peralatan yang lebih besar atau
modern, mampu mengadopsi teknologi produksi yang lebih canggih dan
mengurangi biaya produksi dalam rantai pasokan. Tujuan dari kontrak pertanian
tersebut adalah untuk meningkatkan pendapatan dan produktivitas serta
kesejahteraan petani dan keluarganya. Beberapa variabel yang berpengaruh nyata
terhadap keputusan petani dalam melakukan kontrak pertanian antara lain umur,
dukungan pemerintah, ukuran lahan, pendidikan, pengalaman, perilaku terhadap
risiko dan modal. Beberapa variabel lain yang tidak berpengaruh secara signfikan
antara lain jenis kelamin, akses kredit, risiko pasar, dan keahlian.
19
Beberapa penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi petani dalam
menentukan keputusan bermitra digunakan sebagai acuan untuk menentukan
variabel-variabel yang diduga berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan
petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo. Berdasarkan penelitian
tersebut, beberapa variabel yang diduga mempengaruhi pengambilan keputusan
petani antara lain: a) umur, b) pendidikan, c) pengalaman, d) jumlah anggota
keluarga, e) pendapatan, f) perilaku terhadap risiko dan g) luas lahan.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Komoditas Tembakau Besuki Na-Oogst
Tembakau NO (Na-Oogst), merupakan tembakau yang ditanam diakhir
musim kemarau dan dipanen atau dipetik pada awal musim penghujan. Tembakau
jenis Na-Oogst merupakan sejenis tembakau yang dipakai untuk bahan dasar
membuat cerutu dan hampir seluruh produk yang dihasilkan diekspor ke negara
lain. Tanaman tembakau cerutu Besuki di Kabupaten Jember terdiri dari beberapa
jenis, yaitu tembakau Besuki Na-Oogst tradisional (BesNOTRA); tembakau
Besuki Na-Oogst tanam awal (BesNOTA), yang pada dasarnya dikeringkan
secara alami; dan tembakau bawah naungan (TBN) yang merupakan hasil
terobosan teknologi tahun 1984 dengan cara menggunakan tanaman naungan
(waring). Tembakau BesNOTRA ditanam pada pertengahan musim kemarau dan
dipanen pada musim penghujan. Tembakau BesNOTA dan TBN ditanam pada
akhir musim penghujan dan dipanen pada musim kemarau. Pemanfaatan ketiga
jenis tembakau tersebut pada dasarnya sama yakni sebagai bahan pembuatan
rokok cerutu sehingga ketiga jenis tembakau tersebut disebut sebagai tembakau
Besuki Na-Oogst. Berdasarkan ilmu agronomi, tembakau Besuki Na-Oogst
mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Soetriono dkk., 2014):
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Personatae
Famili : Solanaceae
20
Genus : Nicotiana
Spesies : Tabacum
Berikut ini merupakan tahapan budidaya tembakau Besuki Na-Oogst
(Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, 2011):
1. Pembibitan
Pembibitan tembakau Besuki Na-Oogst dilakukan pada sebidang lahan
atau bedengan dengan ukuran 4 m X 80 cm. Benih tembakau disebar tanpa
dikecambahkan terlebih dahulu dan kemudian ditutup dengan jerami. Bedengan
pembibitan ditutup dengan menggunakan atap yang dibuat dari plastik putih
tembus cahaya dengan kerangka dari bambu. Atap tersebut dibuat untuk
menghindari kerusakan bibit akibat hujan. Pengairan bibit tembakau dilakukan
dengan sistem torapan. Jika pertumbuhan bibit tidak merata, dilakukan
pencabutan bibit secara bertahap untuk proses penanaman. Umur bibit yang sudah
siap tanam yakni 40-50 hari setelah tanam.
2. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk penanaman tembakau Besuki Na-Oogst meliputi
kegiatan pembukaan lahan, penjuringan, pendangiran, dan pembersihan rumput.
Pembukaan lahan dikerjakan dengan menggunakan bantuan alat pertanian berupa
traktor. Selain pembajakan juga dilakukan lotari yang berfungsi menghancurkan
tanah serta penggarbuan yang berfungsi untuk penggemburan tanah dan
mempercepat pengeringan. Pengolahan tanah berfungsi untuk mengembalikan
kondisi tanah yang berubah akibat adanya perubahan sifat fisika dan kimia serta
kesehatan lahan. Perubahan sifat kimia yaitu perubahan unsur-unsur dalam tanah
yang menyebabkan pH tanah menjadi masam sehingga perlu dilakukan penetralan
dengan cara pengapuran.
3. Penanaman
Penanaman tembakau Besuki Na-Oogst dilakukan ketika bibit sudah
berumur 40-50 hari setelah tanam. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 90
cm X 50 cm. Jarak tanam tersebut berfungsi untuk memberikan ruang gerak yang
optimal bagi pertumbuhan tembakau. Penanaman dilakukan pada sore hari untuk
menghindari kelayuan bibit akibat panas matahari.
21
4. Penyiraman dan Penyulaman
Pengairan atau penyiraman harus dilakukan dengan mempertimbangkan
cuaca pada saat itu. Selain itu, jenis tanah tempat usahatani tembakau juga perlu
diperhatikan sehingga nantinya berpengaruh pada intensitas pengairan yang perlu
dilakukan. pengairan dilakukan sebanyak 3-4 kali selama musim tanam. Pengairan
tembakau dilakukan sebelum pengolahan tanah dilakukan. Kemudian dilakukan
pengairan kembali sebelum membuat lubang tanam. Pengairan selanjutnya
dilakukan setelah aplikasi pupuk dilakukan.
5. Pemupukan
Pemupukan dilakukan untuk memberikan unsur hara bagi tanaman
tembakau. Pupuk yang diberikan adalah pupuk N, P2O5 dan KNO3. Pemupukan
daun tembakau dilakukan sebanyak 6 kali selama musim tanam. Pemupukan
pertama yaitu pemupukan dasar yang dilakukan sebelum tanam atau 3 HST
dengan cara digejik. Pemupukan kedua yaitu pupuk starter pada umur tanaman 7
HST dengan cara digejik kemudian dilakukan penyiraman. Pemupukan ketiga
yaitu pupuk susulan I sekitar 15 hari setelah gulud I. Pemupukan keempat yaitu
pupuk susulan II dilakukan sekitar 21-24 hari setelah gulud II. Pemupukan kelima
yaitu pupuk side dressing dilakukan pada umur 35 hari setelah pekerjaan cuci kaki
diberikan dengan cara menaburkan pada perengan guludan. Pemupukan keenam
yaitu pupuk top dressing dilakukan setelah panen daun KOS.
6. Pemeliharaan
Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan sesuai dengan intensitas
serangan hama dan penyakit yang menyerang. Hama ulat yang menyerang akan
dikendalikan dengan cara teknis dan kimia. Hama lainnya seperti thrips juga akan
dikendalikan dengan teknis dan kimia, sedangkan untuk penyakit disebabkan oleh
virus atau bakteri seperti kerdil atau kuning akan dibiarkan atau dicabut agar tidak
menyebar pada tanaman tembakau lainnya. Pengendalian hama tembakau
dilakukan menggunakan obat pertanian atau pestisida sesuai aturan.
7. Pemanenan
Proses pemanenan dilakukan pada saat tanaman tembakau berumur 40-50
hari setelah tanam. Untuk jenis tanaman tembakau Besuki Na-Oogst tradisional
22
biasa dipanen pada saat umur tembakau 55 hari. Pemanenan dilakukan pada pagi
hari sekitar jam 05.00-06.00. Pemanenan dipagi hari dilakukan untuk menghindari
kelayuan daun tembakau. Daun tembakau yang digunakan untuk Deckblad harus
dipanen tidak terlalu tua atau menjelang masak. Daun yang digunakan sebagai
Omblad harus dipanen cukup tua. Daun tembakau yang digunakan sebagai Filler
harus dipanen tua. Setiap panen biasanya dilakukan pemetikan sebanyak 2 lembar
daun.
8. Pascapanen
Pascapanen dilakukan di gudang pengering setelah daun tembakau diangkut
dari lahan. Tembakau yang akan dikeringkan disunduk terlebih dahulu dengan
menggunakan jarum dan tali goni. Satu STG (Sunduk Tali Goni) berisi 30-40
lembar daun tembakau. Setiap STG disusun pada dolog dimana satu dolog berisi
3-4 STG. Pengeringan dilakukan ketika daun tembakau mulai layu. Pengapian
dilakukan dengan api kecil dan sedang tergantung pada warna daun yang akan
dihasilkan. Daun yang siap dirompos yaitu daun yang memiliki lamina dan
gagang telah cukup kering secara menyeluruh. Umur tembakau siap rompos di
gudang pengering yaitu untuk daun KOS berkisar 18-20 hari, daun KAK berkisar
20-22 hari, daun TNG berkisar 22-26 hari dan daun PUT berkisar 18-20 hari.
Menurut Kabul (2013), teknologi pengeringan tembakau merupakan cara
pengolahan hasil panen daun tembakau dari lahan menjadi daun tembakau kering
yang siap dijual ke perusahaan. Teknologi yang digunakan dalam pengeringan
disesuaikan dengan jenis tembakau. Pengeringan tembakau mempengaruhi
kualitas yang akan dihasilkan. Berikut ini merupakan teknologi pengeringan
tembakau:
1. Pengeringan Matahari (Sun Curing)
Teknologi pengeringan matahari digunakan untuk mengolah tembakau
Jawa menjadi daun tembakau rajangan. Teknologi Sun Curing menggunakan sinar
matahari secara langsung yaitu melalui penjemuran. Proses penjemuran untuk
tembakau rajangan berlangsung selama 2-3 hari, sedangkan untuk daun krosok
berlangsung selama 7-10 hari.
23
2. Pengeringan dengan Cerobong Asap (Flue Curing)
Teknologi pengeringan dengan cerobong asap digunakan untuk
pengolahan tembakau Virginia. Teknologi pengeringan dilakukan dengan
pengovenan dengan menggunakan cerobong asap. Proses pengeringan terjadi
dengan berkurangnya kelembaban selama 24-60 jam (masa penguningan),
hilangnya kadar air hingga lamina mengering dan gagang juga mengering. Energi
yang digunakan yaitu minyak tanah ataupun batu bara.
3. Pengeringan Sistem Udara (Air Curing)
Teknologi pengeringan sistem udara digunakan untuk mengolah tembakau
White Burley yang banyak ditanam di Kabupaten Jember dan Lumajang. Air
Curing dilakukan dengan menggunakan aliran udara dan memerlukan bangunan
khusus (Curing Shed). Tembakau yang dihasilkan memiliki kadar gula rendah dan
kandungan nikotin yang tinggi. Proses Air Curing dilakukan dengan penyujenan
tembakau dan diletakkan dalam gelantang yang sudah terpasang di bangunan.
Pengeringan terjadi selama 30 hari hingga tembakau mengering.
2.2.2 Teori Usahatani
Usahatani merupakan salah satu ilmu yang mempelajari bagaimana
seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk
tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Suatu usahatani
dikatakan efektif jika petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka
miliki secara baik, sedangkan dikatakan efisien jika pemanfaatan sumberdaya
dapat menghasilkan keluaran yang melebihi masukan. Berdasarkan skala
usahanya, usahatani dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu usahatani skala besar
dan usahatani skala kecil. Usahatani pada skala luas atau besar umumnya
memiliki modal yang besar, teknologi tinggi, manajemen modern dan bersifat
komersial, sedangkan usahatani kecil umumnya bermodal kecil, teknologi
tradisional, dan bersifat subsisten atau hanya untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri (Soekartawi, 2006).
Menurut Hernanto dalam Soetriono dkk., (2006), usahatani diartikan
sebagai kesatuan organisasi antara kerja, modal, dan pengelolaan yang
24
ditunjukkan untuk memperoleh produksi di lapangan pertanian. Sejalan dengan
pengertian tersebut, Soeharjo (1993) menyatakan ada empat hal yang perlu
diperhatikan untuk pembinaan usahatani, yakni antara lain:
1. Organisasi usahatani yang difokuskan pada pengelolaan unsur-unsur
produksi dan tujuan usahanya.
2. Pola pemilikan tanah usahatani.
3. Kerja usahatani yang difokuskan pada distribusi kerja dan pengangguran
dalam usahatani.
4. Modal usahatani yang difokuskan pada proporsi dan sumber modal petani.
Pada dasarnya, sebagai individu petani tidak mempunyai kemampuan
untuk mengubah keadaan usahataninya. Keberadaan bantuan dari luar sangat
diperlukan, baik secara langsung dalam bentuk bimbingan dan pembinaan usaha
maupun tidak langsung dalam bentuk insentif yang dapat mendorong petani
menerima hal-hal baru dan mengadakan tindakan perubahan. Bentuk-bentuk
insentif tersebut antara lain jaminan tersedianya sarana produksi, jaminan
pemasaran hasil usahatani, jaminan tersedianya kredit usahatani, jaminan adanya
kontinuitas informasi dan teknologi serta bentuk insentif lainnya yang mampu
merangsang petani untuk melakukan usahatani yang berkembang lebih produktif
dan efisien.
Menurut Tjakrawiralksana dalam Isyanto (2012), usahatani dapat dikatak
berhasil apabila usahatani tersebut telah dapat menunjukkan hal-hal sebagai
berikut: (1) usahatani tersebut telah menghasilkan penerimaan yang dapat
menutupi semua bunga modal atau pengeluaran, (2) usahatani tersebut telah
menghasilkan penerimaan tambahan untuk membayar bunga modal yang dipakai,
baik modal sendiri maupun modal simpanan, (3) usahatani tersebut telah
memberikan balas jasa pengelolaan yang wajar kepada petani itu sendiri, dan (4)
usahatani tersebut tetap produktif pada akhir tahun, seperti halnya pada awal
tahun operasional. Usahatani yang berjalan secara berkesinambungan serta
menunjukkan semua hal tersebut akan memberikan pendapatan yang tinggi
kepada pelaku usahatani. Semua kriteria tersebut akan membantu menciptakan
sistem usahatani yang efektif dan efisien.
25
Secara garis besar, terdapat dua bentuk usahatani yaitu usahatani keluarga
(family farm income) dan perusahaan pertanian (plantation, estate, enterprise).
Perkembangan usahatani pada mulanya hanya bertujuan untuk menghasilkan
bahan pangan untuk kebutuhan keluarga sehingga hanya merupakan usahatani
swasembada atau subsistence. Usahatani dapat menghasilkan produk berlebih
serta dapat dipasarkan sehingga bercorak usahatani swasembada keuangan
dikarenakan sistem pengelolaan yang baik. Usahatani yang berorientasi pada
pasar, pada akhirnya akan menjadi usahatani niaga. Usahatani pada awalnya
hanya mengelola tanaman pangan, kemudian berkembang meliputi berbagai
komoditi sehingga bukan usahatani murni tetapi menjadi usahatani campuran
(mixed farming). Usahatani campuran (mixed farming) meliputi berbagai macam
komoditas antara lain, tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan,
perikanan, dan peternakan. Masyarakat sudah banyak menerapkan usahatani yang
dilakukan tidak hanya bertujuan untuk mencukupi kebutuhan keluarga, akan tetapi
untuk memperoleh pendapatan yang tinggi sehingga dapat dijadikan modal
kembali (Suratiyah, 2015).
2.2.3 Teori Kemitraan
Menurut Januar (2006), terdapat beragam pendapat diantara para pakar
tentang pengertian kemitraan. Berikut ini merupakan pengertian kemitraan dari
berbagai literatur dan para pakar:
a. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991)
Arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, pasangan kerja, rekan.
Kemitraan artinya perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra.
b. Linton, I. (1990)
Kemitraan adalah sebuah cara melakukan bisnis dimana pemasok dan
pelanggan saling berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis
bersama.
c. Hafsah, M. J. (1999)
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama
26
dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan
disebut sebagai suatu strategi bisnis, sehingga keberhasilannya sangat
ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam
menjalankan etika bisnis.
d. Fletcher, K. L. (1987)
Partnership is the relation which subsist between person carrying on a
bussines in common with a view of profit.
e. Sutawi (2002)
Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh
usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Berdasarkan definisi yang disampaikan tersebut, dapat terlihat bahwa
pendapat dari para pakar berbeda satu sama lain, hal itu dikarenakan setiap pakar
memiliki titik fokus yang berbeda dalam memberikan definisi mengenai
kemitraan. Secara garis besar, kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang
merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan
prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar, dan saling menguntungkan.
Kerjasama yang dilakukan tersebut bertujuan untuk saling mengembangkan usaha
yang dijalankan. Kerjasama dalam kemitraan tersebut tersirat adanya suatu
pembinaan dan pengembangan, hal ini dapat terlihat karena masing-masing pihak
memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing sehingga akan saling
melengkapi satu sama lain.
Menurut Haeruman dalam Zaelani (2008), kemitraan dapat dijelaskan dari
sudut pandang ekonomi sebagai berikut:
1. Esensi kemitraan terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga
(labour) maupun benda (property) atau keduanya untuk tujuan kegiatan
ekonomi. Pengendalian kegiatan dilakukan bersama dan pembagian
keuntungan dan kerugian didistribusikan diantara mitra.
27
2. Partnership atau alliance adalah suatu asosiasi yang terdiri dari dua
orang/usaha atau yang sama-sama memiliki sebuah peran dengan tujuan
untuk mencari laba.
3. Kemitraan adalah suatu persekutuan dari dua orang atau lebih sebagai
pemilik bersama yang menjalankan suatu bisnis dalam mencari suatu
keuntungan.
4. Kemitraan adalah suatu perusahaan dengan sejumlah pemilik yang
menikmati bersama keuntungan-keuntungan dari perusahaan dan masing-
masing menanggung liabilitas yang tak terbatas atas hutang-hutang
perusahaan.
Menurut Hafsah dalam Rochmatika (2006), dalam kondisi yang ideal
tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan antara lain meningkatkan
pendapatan, meningkatkan perolehan nilai tambah, meningkatkan efisiensi,
menciptakan pemerataan, memperluas kesempatan kerja, memberdayakan
masyarakat usaha kecil, meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah
dan nasional serta menghindari kecemburuan sosial yang akan menimbulkan
gejolak sosial. Untuk mencapai sasaran pengembangan, prioritas yang akan
ditempuh adalah dengan mengambangkan usaha ekonomi dan meningkatkan
partisipasi masyarakat pedesaan dengan mengembangkan kualitas sumberdaya
manusia yang didukung oleh penerapan sistem usaha secara terpadu, sehingga
pengusaha besar dan pengusaha kecil dapat memanfaatkan sumberdaya dan
fasilitas prasarana sesuai skala ekonomi. Sistem ini menempatkan pengusaha kecil
sebagai mitra kerja dan sekaligus pelaku yang handal dan mandiri.
2.2.4 Teori Pola Kemitraan
Menurut Sumardjo et al., (2004), secara umum pola kemitraan yang
berkembang di Indonesia dikelompokkan menjadi beberapa pola, yaitu antara
lain:
a. Pola Inti Plasma
Pola inti plasma merupakan suatu bentuk pola kemitraan antara kelompok
mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Perusahaan inti
28
menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung,
mengolah dan memasarkan hasil produksi, sedangkan kelompok mitra usaha
memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati
sehingga hasil yang diciptakan harus mempunyai daya kompetitif dan nilai jual
yang tinggi.
Kelebihan sistem inti plasma:
1. Terciptanya saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan
Usaha kecil sebagai plasma mendapatkan pinjaman permodalan, pembinaan
teknologi dan manajemen, sarana produksi, pengolahan serta pemasaran hasil
dari perusahaan mitra. Perusahaan mitra sebagai inti memperoleh standar mutu
bahan baku yang telah terjamin dan berkesinambungan.
2. Terciptanya peningkatan usaha
Usaha kecil sebagai plasma menjadi lebih ekonomis dan efisien karena adanya
bantuan dari perusahaan mitra. Kemampuan perusahaan inti dan kawasan pasar
meningkat karena data mengembangkan komoditas sehingga barang produksi
yang dihasilkan mempunyai keunggulan yang lebih dan mampu bersaing
dengan pasar yang lebih luas, baik pasar nasional, regional maupun
internasional.
3. Mendorong perkembangan ekonomi
Berkembangnya kemitraan inti plasma mendorong tumbuhnya pusat-pusat
ekonomi baru yang semakin berkembang. Kondisi tersebut akan menjadikan
kemitraan sebagai media pemerataan pembangunan dan mencegah terjadinya
kesenjangan sosial antar daerah.
Kelemahan sistem inti plasma:
1. Pihak plasma masih kurang memahami hak dan kewajibannya sehingga
kesepakatan yang telah ditentukan berjalan kurang lancar.
2. Komitmen perusahaan inti masih lemah dalam memenuhi fungsi dan
kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang diharapkan oleh plasma.
29
3. Belum ada kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas
plasma sehingga terkadang pengusaha inti mempermainkan harga komoditas
plasma.
b. Pola Subkontrak
Pola subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha
dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan
oleh perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Pola ini memiliki
kecenderungan mengisolasi produsen kecil sebagai subkontrak pada suatu bentuk
hubungan monopoli dan monopsoni, terutama dalam hal penyediaan bahan baku
dan pemasaran.
Kelebihan sistem subkontrak:
Kemitraan tersebut ditandai dengan kesepakatan mengenai kontrak
bersama yang mencakup volume, harga, mutu, dan waktu. Pola subkontrak sangat
bermanfaat bagi terciptanya alih teknologi, modal keterampilan, produktivitas,
serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra.
Kelemahan sistem subkontrak:
1. Hubungan subkontrak yang terjalin lama akan cenderung mengisolasi produsen
kecil ke monopoli atau monopsoni, terutama penyediaan bahan baku serta hal
pemasaran.
2. Berkurangnya nilai-nilai kemitraan diantara kedua pihak.
3. Kontrol kualitas produk yang ketat, tetapi tidak dengan sistem pembayaran
yang tepat.
c. Pola Dagang Umum
Pola dagang umum merupakan pola kemitraan dimana perusahaan mitra
memasarkan hasil yang diperoleh oleh kelompok mitra usaha dan kelompok mitra
usaha menyuplai kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan.
Kelebihan sistem dagang umum:
Kelompok mitra berperan sebagai pemasok kebutuhan yang diperlukan
oleh perusahaan mitra. Perusahaan mitra memasarkan produk dari kelompok
30
mitra. Kondisi tersebut menguntungkan kelompok mitra karena tidak perlu
bersusah payah menjual produknya ke tangan konsumen.
Kelemahan sistem dagang umum:
1. Harga dan volume produknya sering ditentukan oleh perusahaan mitra secara
sepihak sehingga dapat merugikan kelompok mitra.
2. Sistem perdagangan sering ditemukan berubah menjadi kosinyasi.
d. Pola Keagenan
Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana
usaha kecil diberi hak-hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha
menengah atau usaha besar sebagai mitranya.
Kelebihan sistem keagenan:
Agen yang bertindak sebagai tulang punggung dan ujung tombak
pemasaran usaha besar dan usaha menengah, sehingga agen harus lebih
profesional, handal, dan ulet dalam pemasaran agar saling menguntungkan dan
memperkuat pihak-pihak mitra.
Kelemahan sistem keagenan:
1. Usaha kecil mitra menetapkan harga produk secara sepihak sehingga harganya
menjadi lebih tinggi ditingkat konsumen.
2. Usaha kecil sering memasarkan produknya ke beberapa mitra usaha saja
sehingga kurang mampu memahami segmen pasar dan tidak memenuhi target.
e. Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)
Pola kerjasama operasional agribisnis merupakan hubungan kemitraan
antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra. Kelompok usaha mitra
menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra
menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk mengusahakan serta
membudidayakan suatu komoditi pertanian.
31
Kelebihan sistem Kemitraan Operasional Agribisnis (KOA):
Pola kemitraan KOA sama halnya dengan pola kemitraan inti plasma yang
banyak ditemukan pada masyarakat pedesaan, antara usaha kecil di desa dengan
usaha rumah tangga yang menggunakan sistem bagi hasil.
Kelemahan sistem Kemitraan Operasional Agribisnis (KOA):
1. Perusahaan mitra cenderung monopsoni sehingga memperkecil keuntungan
pengusaha kecil sebagai kelompok mitra.
2. Pengambilan keuntungan oleh perusahaan mitra yang menangani aspek
pemasaran dan pengolahan produk terlalu besar sehingga dirasa kurang adil
oleh pengusaha kecil mitra.
2.2.5 Teori Pengambilan Keputusan
Menurut Firdaus (2008), pengambilan keputusan merupakan suatu proses
untuk memilih suatu cara atau arah tindakan dari berbagai alternatif yang ada
demi tercapainya hasil yang diinginkan. Mengambil atau membuat keputusan
berarti melakukan pemilihan dari berbagai kemungkinan atau alternatif.
Pengertian tersebut mengandung beberapa unsur sebagai berikut:
1. Proses
Proses menunjukkan adanya kegiatan atau pelaksanaan sesuatu. Pengambilan
keputusan yang baik adalah suatu proses yang aktif dimana manajer agribisnis
terlibat secara pribadi dan agresif. Pengambilan keputusan yang baik menuntut
keterlibatan aktif dan tepat waktu dari manajer agribisnis.
2. Pemilihan
Pemilihan menunjukkan adanya pilihan, yaitu terdapat beberapa alternatif
untuk dipilih. Apabila tidak terdapat alternatif pilihan, maka tidak ada
keputusan yang akan diambil. Alternatif yang akan dipilih tersebut harus layak,
realistis dan dapat dijangkau.
3. Tujuan
Pengambilan keputusan yang efisien menuntut adanya tujuan yang jelas dan
telah ada dibenak para pengambil keputusan (decision maker). Tujuan
32
pengambilan keputusan sama halnya dengan alternatif pilihan yakni harus
layak dan bersifat khusus.
Menurut Syamsi (2000), pengambilan keputusan yang dilakukan
hendaknya mempunyai dasar-dasar yang jelas. Dasar dalam pengambilan
keputusan bermacam-macam tergantung pada masalah yang ada. Keputusan bisa
diambil hanya berdasarkan perasaan semata, ada pula keputusan dibuat
berdasarkan rasio, bahkan banyak terjadi dilingkungan instansi pemerintah
maupun di perusahaan, keputusan diambil berdasarkan wewenang yang
dimilikinya. Dasar dalam pengambilan keputusan antara lain:
1. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Intuisi
Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan bersifat subjektif.
Beberapa keuntungan dalam pengambilan keputusan ini antara lain: 1) karena
pengambil keputusan adalah seseorang, maka dapat segera diputuskan, 2) jika
pimpinan memiliki “olah rasa” yang cukup tinggi, maka keputusan yang
diambil banyak yang tepat, 3) lebih tepat untuk masalah yang bersifat
kemanusiaan.
2. Pengambilan Keputusan Rasional
Keputusan yang bersifat rasional banyak berkaitan dengan pertimbangan dari
segi daya guna. Masalah yang dihadapi juga membtuhkan pemecahan yang
rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan yang rasional lebih
bersifat objektif. Dalam kehidupan bermasyarakat, keputusan yang rasional
dapat terasa apabila kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam
batas-batas nilai kemasyarakatan yang diakui saat itu.
3. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta.
Pengambilan keputusan seharusnya harus didukung dengan fakta yang
memadai. Fakat yang dimaksud tersebut adalah data dan informasi.sekumpulan
fakta yang dikelompokkan secara sistematis dinamakan data. Keputusan yang
didasarkan pada fakta, data atau informasi yang cukup merupakan keputusan
yang sehat, akan tetapi untuk mendapatkan informasi yang cukup tersebut
seringkali sulit.
33
4. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman
Keputusan berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan
praktis. Pengalaman dan kemampuan memprakirakan apa yang menjadi latar
belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu
dalam memudahkan pemecahan masalah.
5. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Wewenang
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pengambilan keputusan berdasarkan
wewenang antara lain: 1) banyak diterima oleh bawahan, terlepas apakah
penerimaan itu dilakukan dengan senang hati atau terpaksa, 2) memiliki
otentitas dan juga karena didasari wewenang yang resmi maka akan lebih
permanen sifatnya. Kelemahan dari pengambilan keputusan berdasarkan
wewenang yakni dapat menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan praktik
diktatorial. Keputusan berdasarkan wewenang juga kadang oleh pembuat
keputusan sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan
sehingga malah dapat mengaburkan.
Menurut Davis dalam Syamsi (2000), menyatakan bahwa keputusan
merupakan suatu hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas.
Pernyataan tersebut berhubungan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
mengenai “apa yang harus dilakukan” dan seterusnya mengenai unsur-unsur
perencanaan. Menurut teori klasik, pengambilan keputusan harus dilakukan secara
rasional. Keputusan harus diambil dalam kondisi yang pasti, pengambil keputusan
memiliki informasi sepenuhnya serta benar-benar menguasai permasalahan yang
ada. Pengambilan keputusan dilakukan dengan berorientasi pada “apa yang harus
dilakukan” bukan pada “apa yang ia inginkan”.
Proses pengambilan keputusan melibatkan tiga unsur penting, yaitu
sebagai berikut:
1. Pengambilan keputusan harus didasarkan pada fakta yang ada. Semakin
sedikit fakta yang relevan dan tersedia, semakin sulit pula proses
pengambilan keputusan.
34
2. Pengambilan keputusan melibatkan analisis informasi aktual. Analisis
dapat menggunakan uji statistik, komputer atau hanya merupakan
pemikiran yang logis dan sederhana.
3. Proses pengambilan keputusan membutuhkan unsur pertimbangan dan
penilaian yang subjektif dari manajemen terhadap situasi, berdasarkan
pengalaman dan pandangan umum (Firdaus, 2008).
Suatu proses pengambilan keputusan umumnya dilakukan dengan tujuan
untuk memecahkan permasalahan atau persoalan yang ada (problem solving).
Setiap keputusan yang dibuat memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai.
Beberapa keputusan bisa berulang kali dibuat secara rutin dan dalam bentuk
persoalan yang sama sehingga mudah dilakukan. Keputusan-keputusan semacam
ini dapat ditempuh secara efektif dengan mengikuti peraturan-peraturan atau pola
yang disusun berdasarkan pengalaman. Komponen penting dalam proses
pengambilan keputusan adalah kegiatan pengumpulan informasi dari mana suatu
apresiasi mengenai situasi keputusan yang dibuat (Supranto, 2005).
2.2.6 Teori Regresi Logistik
Menurut Rosadi (2011), regresi logistik merupakan salah satu model
statistika yang dapat digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara
sekumpulan variabel independen dengan suatu variabel dependen bertipe
kategoris atau kualitatif. Adapun tujuan dari analisis regresi logistik adalah
sebagai berikut:
1. Memprediksi probabilitas terjadinya atau tidak terjadinya event (terjadinya
nonevent) berdasarkan nilai-nilai prediktor yang digunakan. Event merupakan
status variabel respon yang menjadi pokok perhatian (diberikan nilai kode yang
lebih tinggi dibandingkan nonevent).
2. Mengklarifikasikan subjek penelitian berdasarkan ambang probabilitas.
Menurut Poedjati et al., (2008), regresi logistik adalah prosedur
permodelan yang ditetapkan dengan tujuan utnuk memodelkan variabel respon
(Y) yang bersifat kategori berdasarkan satu atau lebih variabel prediktor (X), baik
itu bersifat kategori maupun kontinyu. Regresi logistik merupakan alternatif uji
35
jika asumsi multivariate normal distribution pada variabel bebasnya tidak bisa
terpenuhi asumsi ini dikarenakan variabel bebas merupakan campuran antara
variabel kontinyu (metric) dan kategorial (non-metric). Pada prinsipnya, melalui
model logistik akan diperoleh berapa besar probabilitas setiap keputusan yang
dipilih dan faktor apa saja yang mempengaruhi setiap keputusan pilihan tersebut.
Kelebihan menggunakan analisis regresi logistik dibandingkan dengan teknik
analisis lainnya yaitu lebih fleksibel. Berikut ini merupakan beberapa kelebihan-
kelebihan dari regresi logistik (Kuncoro, 2001):
1. Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas yang
digunakan dalam model. Artinya variabel penjelas tidak harus memiliki
distribusi normal linier maupun memiliki varian yang sama setiap grup.
2. Variabel bebas dalam regresi logistik bisa campuran dari variabel kontinyu
(diperoleh dari hasil pengukuran berupa pecahan/bukan bilangan bulat), diskrit
(diperoleh dari hasil hitung yang berupa bilangan bulat) dan dikotomis.
3. Regresi logistik akan sangat bermanfaat digunakan apabila respon atas variabel
terikat diharapkan non-linier dengan satu atau lebih variabel bebas.
Menurut Gujarati (2007), dalam analisis regresi, variabel tak bebas tidak
hanya dipengaruhi oleh variabel-variabel yang bisa dikuantifikasikan pada
beberapa skala yang sudah tertentu (seperti pendapatan, output, biaya, harga,
bobot dan suhu) tetapi juga dipengaruhi oleh variabel-variabel yang pada dasarnya
bersifat kualitatif (seperti jenis kelamin, ras, warna, agama, kebangsaan, ukuran
dan status perkawinan). Variabel-variabel kualitatif seperti itu biasanya
menunjukkan ada atau tidaknya “kualitas” atau ciri-ciri suatu atribut, seperti laki-
laki atau perempuan, hitam atau putih, warga atau non warga negara. Salah satu
metode “kuantifikasi” atribut-atribut seperti itu adalah dengan membentuk
variabel buatan yang memperhitungkan nilai satu atau nol. Nilai nol menunjukkan
ketiadaan sebuah atribut. Satu menunjukkan bahwa seseorang adalah wanita dan
nol mungkin menunjukkan pria. Variabel yang mengasumsikan nilai-nilai seperti
0 dan 1 ini disebut dengan variabel dummy (dummy variable) dan bisa
dilambangan dengan simbol D.
36
Menurut Nachrowi dan Hardius (2002), secara keseluruhan model logit
merupakan model non-linier baik dalam parameter maupun dalam variabel. Oleh
karena itu, model OLS tidak dapat digunakan untuk mengestimasi model logit.
Variabel dependen dalam model logit bersifat kategorik yang terdiri atas p dan 1-
p. p merupakan probabilitas terjadinya suatu peristiwa, sedangkan 1-p merupakan
probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa.
Mengingat data dependen variabel model regresi logistik menggunakan
data kategorik, maka persyaratan dan asumsi model tidak seketat model regresi
lainnya. Meskipun demikian, seluruh syarat pembuatan regresi harus tetap ada
dalam model regresi logistik. Sebaliknya, pada asumsi dasar dan asumsi klasik
lebih diperlonggar karena hanya pada variabel dummy saja dilakukan pengujian
itu. Formulasi persamaan model regresi logistik adalah sebagai berikut (Gani dan
Amalia, 2015).
p (y = 1) = p =
Keterangan :
Y = variabel pembanding dengan menggunakan data dummy (nilai
indikator 1=sampel yang diamati, sedangkan nilai indikator 0 =
sampel pembanding)
P = proporsi nilai/skor y=1 dalam populasi
β0 = intercept (konstanta)
β1- βn = koefisien-koefisien regresi
Ei = kesalahan variabel acak (galat)
Xi = variabel bebas
2.3 Kerangka Pemikiran
Tujuan pertama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui serta
menjelaskan proses pelaksanaan kemitraan antara petani tembakau Besuki Na-
Oogst di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Salah
satu penelitian yang mengungkap mengenai proses pelaksanaan kemitraan
komoditas tembakau adalah penelitian Fachruddin (2013). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proses pelaksanaan kemitraan antara petani tembakau Besuki
Na-Oogst dengan koperasi agrobisnis Tarutama Nusantara dicermati melalui
beberapa aspek antara lain: a) tujuan kerjasama, b) lingkup pekerjaan, c) hak dan
37
kewajiban, d) penyetoran, e) deskripsi mutu dan harga, f) tata cara penerimaan
dan pembayaran, g) jangka waktu kerjasama dan h) penyelesaian masalah.
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui dan menjelaskan proses
pelaksanaan kemitraan kontrak harga tidak tetap dan harga tetap dicermati melalu
beberapa aspek yang didasarkan atas penelitian terdahulu antara lain: a) tujuan
bermitra, b) hak dan kewajiban, c) tata cara pendaftaran, d) jangka waktu
kerjasama dan e) penyelesaian masalah. Dari hasil kajian proses pelaksanaan
kegiatan kemitraan antara petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan
Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember dengan perusahaan mitra
akan diketahui peran dari masing-masing pihak yang bermitra. Peran tersebut
nantinya dapat mengindikasikan pola kemitraan yang terbentuk dalam kemitraan
yang berlangsung tersebut.
Tujuan kedua dalam penelitian ini yakni untuk mengetahui dan
menjelaskan pola kemitraan yang terbentuk dalam kemitraan antara petani
tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari
Kabupaten Jember dengan perusahaan mitra. Penelitian yang mengungkap tentang
pola kemitraan antara petani tembakau Besuki Na-Oogst dengan perusahaan mitra
dilakukan oleh Efendi (2007). Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa pola
kemitraan yang terbentuk adalah pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis
(KOA). Penelitian yang mengkaji mengenai pola kemitraan juga banyak
dilakukan pada komoditas perkebunan yang lain seperti kopi, kapas, kelapa sawit
dan tebu. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada kecenderungan pola
kemitraan yang terbentuk adalah pola kemitraan inti plasma dengan kerjasama
operasional agribisnis (KOA).
Dalam penelitian ini, untuk mengkaji mengenai pola kemitraan yang
terbentuk antara petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember dengan perusahaan mitra dicermati
melalui beberapa indikator yang dikemukakan oleh Sumardjo et al., (2004).
Indikator untuk melihat pola kemitraan yang terbentuk dicermati dari masing-
masing peran pihak yang bermitra. Pola inti plasma terbentuk jika perusahaan
mitra berperan menyediakan lahan, input produksi, manajemen dan kepastian
38
pasar, sedangkan kelompok mitra berperan melakukan produksi untuk
menghasilkan produk. Pola subkontrak terbentuk jika perusahaan mitra berperan
membeli produk yang dihasilkan kelompok mitra, sedangkan kelompok mitra
berperan menghasilkan produk yang merupakan komponen produksi perusahaan
mitra. Pola dagang umum terbentuk apabila perusahaan mitra berperan
memasarkan produk kelompok mitra, sedangkan kelompok mitra berperan
memasok produk yang dibutuhkan perusahaan mitra. Pola keagenan terbentuk jika
perusahaan mitra berperan menghasilkan produk serta bertanggung jawab atas
mutu dan volume produk, sedangkan kelompok mitra berperan memasarkan
produk perusahaan. Pola kerjasama operasional agribisnis (KOA) terbentuk jika
perusahaan mitra berperan menyediakan biaya, input produksi, manajemen, dan
kepastian pasar, sedangkan kelompok mitra berperan menyediakan lahan serta
tenaga kerja.
Tujuan ketiga dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani tembakau Besuki Na-Oogst di
Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember dalam melakukan
kemitraan kontrak harga tidak tetap. Penelitian yang mengungkap faktor
pengambilan keputusan petani melakukan kemitraan pada petani tembakau cerutu
yakni Fachruddin (2013). Hasil penelitian menyebutkan bahwa ada beberapa
variabel yang diduga mempengaruhi pengambilan keputusan petan bermitra
antara lain: a) pinjaman modal, b) jaminan saprotan, c) pendampingan, d)
kepastian pasar dan harga serta e) transparansi mutu barang. Variabel yang
berpengaruh secara signifikan terhadap pengambilan keputusan petani antara lain:
a) variabel pinjaman modal dan b) kepastian pasar dan harga, sedangkan variabel
yang lain tidak berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani untuk
melakukan kemitraan. Penelitian tentang faktor pengambilan keputusan petani
melakukan kemitraan juga banyak dilakukan pada komoditas perkebunan lainnya
seperti komoditas kopi dan tebu. Penelitian Zuningsih (2016) menjelaskan
beberapa variabel yang berpengaruh adalah biaya produksi, sedangkan variabel
yang tidak berpengaruh antara lain: a) umur, b) pendidikan, c) pengalaman, d)
jumlah anggota keluarga dan e) pendapatan. Penelitian Budi (2014) menjelaskan
39
variabel yang berpengaruh antara lain a) umur, b) pengalaman dan c) pendidikan.
Penelitian Kusno (2016) menjelaskan variabel yang berpengaruh nyata antara lain:
a) umur, b) pendidikan dan c) biaya produksi, sedangkan variabel yang tidak
berpengaruh nyata yakni pendapatan. Hasil penelitian Wang et al., menjelaskan
beberapa variabel yang berpengaruh nyata antara lain: a) umur, b) dukungan
pemerintah, c) lahan, d) pendidikan, e) pengalaman, f) perilaku terhadap risiko
dan g) modal, sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata antara lain: a)
jenis kelamin, b) akses kredit, c) risiko pasar dan d) keahlian.
Dalam penelitian ini, untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan petani tembakau Besuki Na-Oogst dalam
melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap diduga terdapat beberapa variabel.
Variabel tersebut antara lain: a) umur, b) pendidikan, c) pengalaman usahatani, d)
jumlah anggota keluarga, e) pendapatan, f) perilaku terhadap risiko dan g) luas
lahan. Untuk mengkaji tujuan ketiga tersebut dilakukan analisis dengan
menggunakan analisis regresi logistik. Hasil analisis nanti akan menunjukkan
variabel-variabel apa saja yang berpengaruh nyata secara signifikan terhadap
pengambilan keputusan petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember dalam melakukan kemitraan kontrak
harga tidak tetap.
Berdasarkan ketiga tujuan yang akan dikaji, tujuan akhir dalam penelitian
ini adalah adanya perbaikan kemitraan melalui ketepatan sasaran anggota mitra
kontrak harga tidak tetap berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata
terhadap pengambilan keputusan petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan
Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember sehingga kemitraan dapat
dilanjutkan.
40
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
Proses Kemitraan dapat
dicermati dari beberapa kriteria:
- Tujuan Bermitra
- Hak dan Kewajiban
- Tata Cara Pendaftaran
- Jangka Waktu
- Penyelesaian Masalah
(Fachruddin, 2013)
Faktor yang
mempengaruhi secara
signifikan terhadap
pengambilan keputusan
petani:
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pengalaman
4. Anggota Keluarga
5. Ukuran lahan
6. Pendapatan
7. Perilaku terhadap
Risiko (Fachruddin,
2013)
Pola Kemitraan
dicermati
melalui beberapa
indikator :
(Lampiran F)
Kemitraan
Gapoktan Cahaya Muda
Kelurahan Antirogo
Mayang
Sari
Analisis Deskriptif
Analisis Regresi Logistik
Keberlanjutan mitra melalui ketepatan sasaran anggota mitra kontrak harga
tidak tetap dengan mempertimbangkan faktor yang berpengaruh nyata terhadap
pengambilan keputusan petani
Usahatani tembakau di
Kelurahan Antirogo
Tempurejo
Fenomena:
1. Terdapat dua
perusahaan mitra.
2. Terdapat dua
kontrak harga
berbeda.
1. Kontrak harga
tidak tetap.
2. Selalu terjadi
peningkatan
anggota mitra.
Kontrak
harga tetap
41
2.4 Hipotesis Penelitian
1. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata secara signifikan terhadap pengambilan
keputusan petani tembakau melakukan kemitraan antara lain: (a) umur, (b)
pengalaman, (c) pendidikan, (d) jumlah anggota keluarga, (e) pendapatan, dan
(f) ukuran lahan.
42
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian dilaksanakan di Kelurahan Antirogo Kecamatan
Sumbersari Kabupaten Jember, tepatnya pada Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) Cahaya Muda. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive method). Menurut Choiron (2010), purposive method merupakan suatu
teknik penentuan daerah penelitian yang didasarkan atas pertimbangan-
pertimbangan dan tujuan tertentu dalam penelitian. Beberapa pertimbangan
pemilihan Kelurahan Antirogo sebagai lokasi penelitian khususnya pada
Gapoktan Cahaya Muda antara lain, Gapoktan Cahaya Muda memiliki anggota
yang mayoritas petaninya mengusahakan tanaman tembakau besuki Na-Oogst,
telah melakukan kemitraan dengan perusahaan swasta selama 3 tahun dan
merupakan wilayah penghasil tembakau tertinggi se-Kecamatan Sumbersari.
Berdasarkan pertimbangan tersebut Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari
dipilih sebagai lokasi penelitian.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan
analitik. Menurut Nazir (2009), metode deskriptif merupakan suatu metode yang
dilakukan untuk melihat atau meneliti suatu objek, kondisi, sekelompok manusia
atau peristiwa yang terjadi saat ini. Metode deskriptif bertujuan untuk membuat
suatu gambaran yang sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta serta
hubungan antar fenomena yang diteliti untuk memperoleh kebenaran. Metode
deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah
pertama tentang proses kemitraan dan rumusan masalah kedua tentang bentuk
kemitraan yang berlangsung antara petani tembakau dengan perusahaan mitra.
Metode analitik digunakan untuk menguji hipotesis dan mengadakan beberapa
analisis yang berkaitan dengan penelitian untuk kemudian dilakukan interpretasi
yang lebih mendalam tentang hubungan antar fenomena dan melakukan
perhitungan untuk menguji hipotesis yang diajukan (Sugiyono, 2005). Metode
43
analitik dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah ketiga
mengenai faktor-faktor yang mendasari pengambilan keputusan petani tembakau
di Kelurahan Antirogo untuk melakukan kemitraan dengan perusahaan mitra.
3.3 Metode Pengambilan Contoh
Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode proportionate
stratified random sampling. Menurut Sugiyono (2015), metode proportionate
stratified random sampling merupakan teknik penentuan sampel yang digunakan
untuk menentukan sampel jika populasi yang ada berstrata proporsional. Sampel
yang diambil yakni petani tembakau yang tergabung dalam Gapoktan Cahaya
Muda dan masih melakukan kemitraan. Populasi petani tembakau Besuki Na-
Oogst adalah sebanyak 58 petani. Jumlah petani yang melakukan kemitraan
dengan kontrak harga tidak tetap sebanyak 47 petani, sedangkan petani tembakau
yang melakukan kemitraan kontrak harga tetap sebanyak 11 petani. Penentuan
besarnya sampel tiap strata berdasarkan jumlah populasi yang diketahui yakni
dengan menggunakan rumus slovin sebagai berikut (Umar, 2005):
n =
n = 58
1 58 (0,05)2= 50
Keterangan:
N = Jumlah populasi
n = Jumlah sampel
e = Persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan (5 %)
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus diatas, dapat diketahui
bahwa jumlah sampel yang harus didapatkan adalah sebanyak 50 petani.
Penyebaran sampel yang diambil pada masing-masing strata adalah sebagai
berikut:
44
Tabel 3.1 Proporsi Sampel Penelitian
Kriteria Populasi Sampel
Petani mitra kontrak harga
tidak tetap
47 39
Petani mitra kontrak harga
tetap
11 11
Jumlah 58 50
Berdasarkan tabel 3.1 dapat diketahui bahwa jumlah sampel yang
didapatkan adalah sebanyak 50 petani tembakau Besuki Na-Oogst, yakni
sebanyak 39 petani merupakan petani tembakau mitra dengan kontrak harga tidak
tetap dan sebanyak 11 petani merupakan petani tembakau yang melakukan
kemitraan kontrak harga tetap.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa
cara yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder (Waluya, 2007). Pengambilan
jenis data tersebut dilakukan dengan beberapa cara. Menurut Bungin (2011),
metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti antara lain:
1. Metode observasi dan wawancara
Metode observasi merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian secara langsung di daerah penelitian yakni di
Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember dan
memperoleh gambaran kondisi di daerah penelitian secara langsung.
Wawancara merupakan suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan melakukan tanya jawab secara langsung antara pewawancara
dengan responden menggunakan panduan wawancara. Metode ini juga
menggunakan kuisioner, dimana peneliti memberikan seperangkat pertanyaan
tertulis kepada responden untuk dijawab. Data primer yang dibutuhkan adalah
tentang proses serta bentuk kemitraan yang berlangsung dan faktor-faktor yang
memperngaruhi petani melakukan kemitraan dengan perusahaan mitra.
45
2. Studi pustaka
Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan untuk
melengkapi data dan informasi yang diperlukan dengan menggunakan
dokumen-dokumen tertulis. Dokumen-dokumen tersebut mulai dari lembaga
pemerintahan, kelompok tani, skripsi, jurnal, buku maupun dokumen
elektronik (internet seperti data dalam buku online, BPS). Jenis data ini
termasuk dalam data sekunder yang berfungsi sebagai penunjang data primer
dalam mendukung penelitian ini.
3.5 Metode Analisis Data
Permasalahan pertama mengenai proses pelaksanaan kemitraan dan
permasalahan kedua mengenai bentuk kemitraan yang berlangsung antara petani
tembakau dengan perusahaan Mayang Sari dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan analisis yang digunakan untuk
menggambarkan data yang sudah terkumpul dari daerah penelitian sesuai dengan
tujuan penelitian. Analisis deskriptif didasarkan atas survei lapang dengan
melakukan observasi dan wawancara yang dilakukan. Data yang diperoleh
tersebut akan memberikan gambaran mengenai proses pelaksanaan kemitraan
antara petani tembakau dengan perusahaan Mayang Sari yang meliputi tujuan
bermitra, hak dan kewajiban, tata cara pendaftaran, jangka waktu dan
penyelesaian masalah. Analisis deskriptif juga digunakan untuk menggambarkan
pola kemitraan yang berlangsung antara petani tembakau dengan perusahaan
Mayang Sari. Beberapa pola kemitraan memiliki indikator tertentu sehingga suatu
kemitraan yang terjalin dapat dikategorikan kedalam suatu pola kemitraan.
Indikator pola kemitraan tersebut dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Indikator pola kemitraan
No. Pola Peran
Perusahaan mitra Kelompok mitra
1. Inti plasma - Menyediakan lahan,
sarana produksi,
bimbingan teknis,
manajemen
- Menampung dan
mengolah
- Melakukan budidaya dan
pemeliharaan
- Menghasilkan produk bermutu
sesuai kesepakatan
46
- Memasarkan hasil
produksi
2. Subkontrak - Membeli produk dari
kelompok mitra
- Menghasilkan produk yang
dibutuhkan perusahaan mitra
sebagai komponen
produksinya
3. Dagang
umum
- Memasarkan produk
kelompok mitra
- Memasok produk yang
dibutuhkan perusahaan mitra
4. Keagenan - Menghasilkan
produk
- Bertanggung jawab
atas mutu dan
volume produk
- Memasarkan produk
perusahaan
5. KOA - Menyediakan biaya,
modal, manajemen,
sarana produksi
- Menjamin pasar
- Menyediakan lahan, sarana
produksi dan tenaga kerja
Sumber: Sumardjo et al., (2004)
Permasalahan ketiga mengenai faktor-faktor yang mendasari pengambilan
keputusan petani tembakau melakukan kemitraan dianalisis dengan menggunakan
analisis regresi logistik. Faktor-faktor pengambilan keputusan tersebut terdiri dari
umur, pengalaman kerja, pendidikan, jumlah anggota keluarga, luas lahan,
pendapatan, biaya produksi, risiko usahatani. Menurut Nugraha (2014), regresi
logistik merupakan suatu prosedur permodelan yang diterapkan untuk
memodelkan suatu variabel respon (Y) yang bersifat kategori berdasarkan satu
atau lebih variabel prediktor (X) baik yang bersifat kategorikal maupun kontinu.
Analisis regresi logistik merupakan suatu model regresi nonlinier yang
menggunakan fungsi eksponensial dalam pendugaan parameternya. Variabel
dependen dalam analisis regresi logistik menggunakan data kategorik, sedangkan
variabel independennya menggunakan data kategorik dan atau data numerik.
Dalam penelitian ini variabel dependen (Y) adalah keputusan petani
tembakau dalam memutuskan melakukan kemitraan yang kemudian
ditransformasikan dalam bentuk variabel nominal yakni angka 1 untuk petani
yang melakukan kemitraan dan angka 0 untuk petani yang tidak melakukan
kemitraan. Variabel independen (X) dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang
47
mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan kemitraan yakni antara lain
umur, pengalaman kerja, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan, biaya
produksi, ukuran luas lahan dan risiko usahatani. Menurut Gujarati (2013),
analisis regresi logistik dapat dirumuskan sebagai berikut.
Pi = E(Yi = 1|Xi) = β0 βiXi
Keterangan :
Pi = Probabilitas
Yi = Variabel dependen (variabel terikat)
Xi = Variabel Independen (variabel bebas)
β0 = Konstanta
βi = Koefisien regresi
Sehingga rumus dari regresi logistik dapat ditransformasikan menjadi :
Pi = Yi = 1
1 e-zi =
ez
1 ez
Dimana Zi = β1 – β2Xi
Langkah berikutnya menggunakan persamaan logit model. Pada penelitian ini
terdapat 7 variabel independen (bebas) dengan formulasi persamaan logit sebagai
berikut :
Yi= (Pi
1-pi)=
1
1 e- β0 β1X1 β2X2 β3X3 β4X4 β5X5 β6X6 β7X7
Keterangan:
Yi = Keputusan petani tembakau
1 = Jika petani bermitra
0 = Jika petani tidak bermitra
β0 = konstanta
β1-β7 = koefisien regresi variabel independen
X1 = Umur (tahun)
X2 = Pendidikan (tahun)
X3 = Pengalaman usahatani (tahun)
X4 = Jumlah anggota keluarga (jiwa)
X5 = Pendapatan (rupiah/MT)
48
X6 = Perilaku terhadap risiko
X7 = Luas Lahan (hektar)
Variabel perilaku terhadap risiko merupakan suatu penilaian tentang
perilaku petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo terhadap risiko
usahatani. Perilaku terhadap risiko usahatani menjelaskan bagaimana pandangan
petani terhadap risiko usahatani tembakau sehingga memutuskan untuk
melakukan usahatani tembakau. Petani tembakau Besuki Na-Oogst dihadapkan
pada suatu ilustrasi sehingga petani akan menentukan pilihannya. Berikut
merupakan ilustrasi yang dihadapkan pada petani dan disajikan pada tabel 3.3.
Tabel 3.3. Pilihan Petani terhadap Risiko Usahatani
No Kriteria
Harga Tidak
Tetap (1,5 Jt
- 10 Jt)
Harga Tetap
(5 Jt) Keuntungan Pilihan
1 A 0 5 Kw 25 Jt
2 B 1 Kw 4 Kw 30 Jt
3 C 2 Kw 3 Kw 35 Jt
4 D 3 Kw 2 Kw 40 Jt
5 E 4 Kw 1 Kw 45 Jt
6 F 5 Kw 0 50 Jt
Sumber: Diadopsi dari Pendapat Vassalos dan Yingbo, 2016
Tabel 4.12 menunjukkan beberapa pilihan yang dapat dipilih petani untuk
menjelaskan perilaku petani terhadap risiko. Jika petani memiliki hasil panen
tembakau Besuki Na-Oogst sebanyak 5 kwintal, kemudian dihadapkan pada dua
pilihan yakni menjual kepada perusahaan yang menerapkan harga tidak tetap dan
harga tetap. Harga tidak tetap ditentukan berdasarkan harga pasar dan
memperhatikan kualitas tembakau, sedangkan harga tetap ditentukan berdasarkan
kesepakatan secara tetap dan tanpa memperhatikan kualitas tembakau.
Beberapa kriteria pengujian yang dilakukan dalam analisis regresi logistik
adalah sebagai berikut:
1. Uji G (Goodness of Fit Test)
Menurut Gani dan Amalia (2015), Uji G digunakan untuk menguji
kelayakan suatu model agar penjelasan pengaruh dari seluruh variabel independen
yang digunakan terhadap variabel dependen layak untuk dilakukan. Nilai G pada
uji G adalah sebagai berikut:
49
G = -2In [ likelihood (Model B)
likelihood (Model A)]
Keterangan:
Model A = Model yang hanya terdiri dari satu konstanta saja
Model B = Model yang hanya terdiri dari satu variabel
Nilai G yang diketahui kemudian dibandingkan dengan nilai tabel chi
kuadrat dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
a. Jika Ghitung < X2α(0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima.
b. Jika Ghitung > X2α(0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Kriteria pengambilan keputusan yang digunakan adalah sebagai berikut:
H0: Tidak terdapat variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel terikat.
H1: Ada minimal satu variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel terikat.
Hasil uji G pada output SPSS dapat dilihat pada output Omnimbus Test Model Of
Coefficient.
2. Statistik -2 log likehood
Statistik -2 log likehood digunakan untuk mengetahui apakah adanya
penambahan variabel independen kedalam model secara signifikan dapat
memberpaiki model. Hal itu dapat dilakukan dengan melihat nilai -2 log likehood,
apabila terjadi penurunan pada nilai -2 log likehood yaitu nilai -2 log likehood
pada block 1 lebih kecil dari pada nilai -2 log likehood pada block 0 menunjukkan
bahwa adanya penambahan variabel independen ke dalam model secara signifikan
memperbaiki model atau dapat dikatakan model yang digunakan menjadi lebih
baik.
3. Tabel klasifikasi
Tabel klasifikasi digunakan untuk menjelaskan tingkat akurasi model yang
digunakan dalam menduga kondisi yang terjadi di daerah penelitian. Tabel
klasifikasi dapat mengukur akurasi model yang digunakan dalam memprediksi
perubahan variabel dependen. Hasil uji pada aplikasi SPSS dapat dilihat pada
output classification table.
50
4. Uji kelayakan model regresi
Menurut Sujarweni (2015), uji kelayakan model regresi ini dinilai dengan
menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Nilai probablitias
yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan nilai signifikansi α = 0,05 dengan
kriteria pengujian sebagai berikut:
a. H0 ditolak jika nilai P ≤α = 0,05
b. H0 diterima jika nilai P ≥α = 0,05
Kriteria pengambilan keputusan yang digunakan yaitu:
H0: Model regresi binary logistik layak dipakai pada analisis selanjutnya, karena
tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan
klasifikasi yang diamati.
H1: Model regresi binary logistik tidak layak dipakai pada analisis selanjutnya,
karena ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan
klasifikasi yang diamati.
5. Uji signifikansi secara individu
Uji signifikansi secara individu dilakukan untuk menguji kecocokan
koefisien dengan menggunakan uji wald (w). Menurut Rosadi (2011), uji wald
merupakan uji univariat pada masing-masing koefisien regresi logistik (biasanya
disebut partially test). Adapun pengujian hipotesis yang dilakukan adalah:
a. H0: Variabel umur, pendidikan, pengalaman, jumlah anggota keluarga,
pendapatan, biaya produksi, ukuran luas lahan dan risiko usahatani secara
univariat tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan
petani tembakau dalam melakukan kemitraan.
b. H1: Variabel umur, pendidikan, pengalaman, jumlah anggota keluarga,
pendapatan, biaya produksi, ukuran luas lahan dan risiko usahatani secara
univariat berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan petani
tembakau dalam melakukan kemitraan.
Statistik uji yang digunakan adalah Wi = ̂
( ̂ ) dimana ̂ merupakan
penduga ̂ dan SE ( ̂ ) adalah penduga galat baku dari ̂ . Statistik W mengikuti
sebaran normal baku.
51
Kriteria pengambilan keputusan yang digunakan:
a. Jika |Wi| > |Zα/2| maka H0 ditolak dan H1 diterima.
b. Jika |Wi| < |Zα/2| maka H1 ditolak dan H0 diterima.
6. Melakukan interpretasi terhadap nilai rasio kecenderungan yang terbentuk
Menurut Widiarta dan Wardana (2011), jika model yang digunakan
dinyatakan layak dalam menggambarkan hubungan antara variabel dependen dan
independen, maka langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi model yang
berfungsi sebagai penarikan kesimpulan. Odd ratio merupakan suatu hasil analisis
yang digunakan untuk melakukan interpretasi model. Jika suatu peubah penjelas
memiliki tanda positif maka nilai odd ratio akan lebih besar dari satu (>1),
sebaliknya jika tanda koefisiennya negatif maka nilai odd ratio akan lebih kecil
dari satu (<1). Odds merupakan suatu kejadian dimana peluang dari suatu
peristiwa penelitian yang terjadi dibagi dengan peluang peristiwa yang tidak
terjadi. Oleh karena itu, odds ratio dapat dikatakan sebagai perbandingan antara
dua odds. Berdasarkan output ini, diperoleh model regresi logistik berikut
(peluang petani tembakau dalam melakukan kemitraan jika seluruh variabel yang
digunakan signifikan).
πi = P (Yi = 1|x) = E (Yi = 1|Xi) = e β0 β1X1 β2X2 β3X3 β4X4 β5X5 β6X6 β7X7
1 e β0 β1X1 β2X2 β3X3 β4X4 β5X5 β6X6 β7X7
Adapun nilai odds ratio yang diperoleh sebesar:
πi
1-πi = e β0 β1X1 β2X2 β3X3 β4X4 β5X5 β6X6 β7X7
Persamaan yang dihasilkan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai
besarnya peluang petani tembakau dalam melakukan kemitraan dengan variabel
X1,X2,X3,X4,X5,X6,X7. Interpretasi dari output tersebut yaitu setiap kenaikan
sebesar satu satuan unit X (misal X1 atau umur petani) akan meningkatkan nilai
odd ratio untuk melakukan kemitraan sebesar exp (β1). Untuk faktor X2
(pendidikan petani) terhadap nilai odd ratio petani untuk melakukan kemitraan
sebesar exp (β2), dan begitu seterusnya untuk variabel independen lainnya yang
signifikan.
52
3.6 Definisi Operasional
1. Petani tembakau Besuki Na-Oogst adalah petani yang tergabung dalam
Gabungan Kelompok Tani Cahaya Muda di Kelurahan Antirogo Kecamatan
Sumbersari Kabupaten Jember.
2. Kemitraan merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan oleh petani
tembakau Besuki Na-Oogst dengan perusahaan mitra.
3. Populasi penelitian merupakan seluruh petani tembakau Besuki Na-Oogst
yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani Cahaya Muda di Kelurahan
Antirogo Kecamatan Sumbersari.
4. Sampel penelitian merupakan bagian dari populasi yakni petani tembakau
Besuki Na-Oogst di Gapoktan Cahaya Muda yang menjadi sumber data
sebenarnya dalam penelitian.
5. Tujuan bermitra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah manfaat berupa
keuntungan yang diperoleh baik oleh petani tembakau Besuki Na-Oogst di
Kelurahan Antirogo maupun perusahaan mitra.
6. Hak dan kewajiban yang dimaksud disini adalah peran serta tugas yang harus
dilakukan oleh petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo
maupun perusahaan mitra.
7. Tata cara pendaftaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses yang
perlu dilakukan oleh petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan
Antirogo untuk menjadi anggota mitra.
8. Jangka waktu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lama kontrak
kerjasama antara petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo
dalam melakukan kemitraan.
9. Penyelesaian masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses
penyelesaian perbedaan pendapat antara petani tembakau Besuki Na-Oogst di
Kelurahan Antirogo dengan perusahaan mitra.
10. Umur merupakan usia petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan
Antirogo saat dilakukan kegiatan penelitian dan dinyatakan dalam tahun.
53
11. Pendidikan merupakan lama pendidikan formal yang diperoleh petani
tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo dan dinyatakan dalam
satuan tahun.
12. Pengalaman adalah lama pengalaman petani dalam melakukan usahatani
tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo dan dinyatakan dalam
satuan tahun.
13. Jumlah anggota keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga petani
tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo yang menempati satu
rumah dan dinyatakan dalam satuan jiwa.
14. Pendapatan merupakan pendapatan bersih yang diperoleh petani tembakau
Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo yang dinyatakan dalam satuan
rupiah/MT.
15. Luas lahan adalah ukuran lahan yang dimiliki petani tembakau Besuki Na-
Oogst di Kelurahan Antirogo dan dinyatakan dalah satuan hektar.
16. Risiko usahatani merupakan tingkat perilaku petani tembakau Besuki Na-
Oogst di Kelurahan Antirogo terhadap risiko dalam menentukan keputusan
bermitra yang diukur menggunakan skala likert.
17. Keputusan petani adalah keputusan petani tembakau Besuki Na-Oogst dalam
menentukan kemitraan yang terdiri dari kemitraan kontrak harga tetap dan
kontrak harga tidak tetap.
18. Kontrak harga tetap merupakan kontrak kemitraan dimana harga beli
tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo bersifat tetap selama
melakukan kemitraan.
19. Kontrak harga tidak tetap merupakan kontrak kemitraan dimana harga beli
produk tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo bersifat tidak tetap
(mengikuti harga pasar) selama melakukan kemitraan.
54
BAB 4. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Geografis
Kelurahan Antirogo merupakan salah satu kelurahan yang terletak
ditengah-tengah kota di Kabupaten Jember. Kelurahan Antirogo termasuk dalam
wilayah perkotaan karena merupakan suatu daerah yang terletak di Kecamatan
Sumbersari Kabupaten Jember. Data Monografi tahun 2016 menunjukkan bahwa
luas wilayah yang dimiliki Kelurahan Antirogo adalah 783 hektar. Berikut
merupakan batas-batas wilayah Kelurahan Antirogo:
Sebelah utara : Desa Patemon Kecamatan Sumbersari
Sebelah Selatan : Kelurahan Karang Rejo Kecamatan Sumbersari
Sebelah Barat : Kelurahan Tegal Gede Kecamatan Sumbersari
Sebelah Timur : Desa Sumberpinang Kecamatan Sumbersari
Topografi Kelurahan Antirogo berupa dataran sedang yang memanjang
yang subur dengan curah hujan rata-rata 1.400 mm/tahun. Hal itu menyebabkan
banyak dimanfaatkan penduduk untuk kegiatan pertanian dalam menunjang
perekonomian keluarga. Akses yang dimiliki Kelurahan Antirogo tergolong
mudah karena jarak dengan pusat transportasi (terminal dan stasiun) tidak lebih
yakni berjarak sekitar 7 km. Jarak dengan pusat kegiatan ekonomi seperti pasar
tidak terlalu jauh yakni berjarak sekitar 5-7 km.
Kelurahan Antirogo terletak pada wilayah yang paling jauh dibandingkan
dengan kelurahan lain di Kecamatan Sumbersari. Jarak kantor kelurahan ke kantor
kecamatan yakni 7 km. Kelurahan Antirogo tidak memiliki akses kendaraan
umum, sehingga untuk mencapai wilayah tersebut harus menggunakan kendaraan
pribadi baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Kelurahan
Antirogo memiliki empat lingkungan yakni antara lain lingkungan Krajan,
Plinggian, Trogo wetan dan Jambuan. Masing-masing wilayah lingkungan di
Kelurahan Antirogo memiliki satu orang kepala lingkungan yang merupakan
aparat kelurahan dan bertugas di wilayah tersebut.
55
4.2 Keadaan Penduduk
Penduduk di Kelurahan Antirogo paling dominan merupakan penduduk
asli di Kabupaten Jember, namun terdapat beberapa penduduk yang merupakan
pendatang dari wilayah lain. Berikut ini merupakan data jumlah penduduk di
Kelurahan Antirogo yang disajikan dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kelurahan Antirogo Tahun 2016
No. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)
1. Laki-laki 5.033
2. Perempuan 5.460
Total 10.493
Sumber: Data BPS Tahun 2016
Penduduk di Kelurahan Antirogo memiliki beberapa jenis mata
pencaharian yang diuraikan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Struktur Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Antirogo
No. Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa)
1. Petani 6.540
2. Peternak 750
3. PNS 95
4. Karyawan Perusahaan 1.045
5. Buruh 386
6. TNI dan POLRI 35
7. Pensiunan 45
8. Wiraswasta 157
9. Dosen dan Guru 400
10. Lainnya 80
Total 9.533
Sumber: Data BPS Tahun 2016
Struktur mata pencaharian penduduk di Kelurahan Antirogo
memperlihatkan keragaman jenis profesi yang bermacam-macam seperti terlihat
pada tabel 4.2 diatas. Jenis pekerjaan sebagai petani merupakan profesi yang
paling dominan di Kelurahan Antirogo dengan jumlah 6.540 orang.
4.3 Potensi Sumber Daya Lahan
Kelurahan Antirogo merupakan satu-satunya kelurahan di Kecamatan
Sumbersari yang memiliki wilayah paling luas. Lahan yang ada di Kelurahan
Antirogo terbagi menjadi beberapa jenis, yakni lahan sawah, tegalan, tambak atau
kolam, bangunan dan halaman, dan lain-lain. Penggunaan lahan tersebut
56
disesuaikan pada potensi dimana lahan tersebut berada. Pemanfaatan lahan
menjadikan sumber pendapatan daerah khususnya masyarakat di wilayah
Kelurahan Antirogo. Jumlah keseluruhan luas lahan tersebut yakni 783 hektar.
Berikut merupakan klasifikasi penggunaan wilayah di Kelurahan Antirogo yang
disajikan pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Klasifikasi Penggunaan Wilayah Kelurahan Antirogo
No. Penggunaan Luas (Ha)
1. Sawah 334
2. Tegalan 162
3. Tambak/kolam -
4. Perkebunan -
5. Bangunan dan halaman 157
6. Lainnya 130
Total 783
Sumber: Data BPS Tahun 2016
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa penggunaan wilayah di
Kelurahan Antirogo paling banyak sebagai lahan persawahan yakni seluas 334 ha.
Potensi dibidang pertanian merupakan pemanfaatan lahan yang paling dominan di
Kelurahan Antirogo. Hal ini senada dengan banyaknya penduduk di Keluarahan
Antirogo yang berprofesi sebagai petani. Mayoritas masyarakat di Kelurahan
Antirogo berprofesi sebagai petani, baik petani pemilik maupun petani penggarap.
Luas lahan sawah dengan irigasi teknis di Kelurahan Antirogo sebesar 334 hektar.
Mayoritas pola tanam yang diterapkan oleh petani selama tiga musim tanam yaitu
padi-padi-tembakau. Jenis tembakau yang diusahakan oleh petani terdiri dari dua
jenis, yakni tembakau kasturi dan tembakau Besuki Na-Oogst.
4.4 Kemitraan Petani Tembakau dengan Perusahaan Mayangsari
4.4.1 Latar Belakang Kemitraan
Kemitraan antara petani tembakau di Kelurahan Antirogo dengan
perusahaan Mayangsari dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan
serta meningkatkan kesejahteraan petani. Kemitraan diawali dengan adanya PPL
(penyuluh pertanian lapangan) dari pihak perusahaan Mayangsari yang mencari
petani tembakau Besuki Na-Oogst untuk diajak kerjasama. Kemudian pihak PPL
57
mendatangi ketua Gapoktan Cahaya Muda di Kelurahan Antirogo untuk
melakukan mitra tepatnya pada tahun 2015.
4.4.2 Kesepakatan Kemitraan
Beberapa kesepakatan yang disetujui antara kedua belah pihak yakni
sebagai berikut:
1) harga jual tembakau ditentukan berdasarkan kualitas tembakau yang
dihasilkan petani serta mengikuti harga pasar.
2) input produksi serta modal usahatani tembakau disediakan oleh perusahaan
Mayangsari.
3) kuantitas tanaman tembakau yang disetorkan adalah sebanyak 1 ton 3
kwintal per hektar.
4) tembakau yang disetorkan kepada perusahaan tidak boleh dalam keadaan
hancur dan berwarna kuning.
5) kebersihan gudang pengering tembakau harus diperhatikan terutama jika
ada sampah anorganik.
4.4.3 Hak dan Kewajiban
Perusahaan Mayangsari sebagai pihak pertama yang memiliki skala usaha
lebih besar berhak untuk memperoleh kuantitas tembakau sesuai dengan
kesepakatan yang berlaku yakni sebesar 1 ton 3 kwintal per hektar serta
mendapatkan seluruh hasil produksi tembakau yang dihasilkan petani. Alasan
kuantitas tersebut adalah untuk menghindari adanya kecurangan yang sewaktu-
waktu bisa dilakukan oleh petani mitra terutama menjual produk tembakau yang
dihasilkan kepada pihak lain. Beberapa kewajiban perusahaan Mayangsari dalam
melakukan kemitraan antara lain memberikan fasilitas pinjaman modal usahatani
tembakau kepada petani, memberikan bantuan berupa input produksi,
memberikan pendampingan berupa monitoring secara langsung dilahan,
memberikan pembinaan kepada petani terkait teknis usahatani tembakau sebelum
penanaman dan membeli hasil produksi petani tembakau sesuai dengan kualitas
dan harga yang telah disepakati.
58
Petani tembakau Besuki Na-Oogst sebagai pihak kedua memiliki beberapa
hak antara lain melakukan perawatan budidaya tembakau dengan baik,
mendapatkan bantuan modal dan input produksi dari perusahaan mitra,
mendapatkan pembinaan setiap sebulan sekali, mendapatkan pendampingan teknis
secara langsung di lahan. Kewajiban yang harus dipenuhi oleh petani tembakau
mitra antara lain menyediakan hamparan lahan untuk usahatani tembakau besuki
Na-Oogst seluas 60 ha, melakukan kegiatan operasional baik di lahan maupun di
gudang pengeringan sesuai dengan standar teknis yang telah disepakati, petani
dilarang menyetorkan jenis tembakau selain tembakau Besuki Na-Oogst,
mengikuti anjuran teknis yang diarahkan oleh perusahaan dan petani dilarang
menjual hasil produksinya kepada pihak lain.
4.5 Karakteristik Usahatani Tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan
Antirogo
Usahatani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo sudah
dilakukan sejak tahun 1980-an. Tembakau Besuki Na-Oogst bukan merupakan
satu-satunya komoditas tembakau yang diusahakan di wilayah tersebut. Jenis
tembakau yang juga diusahakan oleh petani adalah tembakau Kasturi. Tembakau
Besuki Na-Oogst lebih dikenal oleh masyarakat di Kelurahan Antirogo dengan
sebutan tembakau Na-Oogst tradisional. Tembakau Na-Oogst yang dibudidayakan
oleh petani merupakan tembakau Non Bawah Naungan (TBN). Tembakau jenis
Besuki Na-Oogst awalnya hanya diusahakan oleh salah seorang petani di
Kelurahan Antirogo secara pribadi. Pemasarannyapun masih belum jelas sehingga
tembakau harus disimpan dalam gudang terlebih dahulu. Hingga pada tahun 2007
ada pihak perusahaan tembakau yang membeli hasil panen tersebut. Pada tahun
2014, pihak perusahaan Mayangsari mendatangi petani tembakau Besuki Na-
Oogst dan mengajak untuk melakukan kemitraan hingga sampai tahun ini.
Pelaksanaan kegiatan usahatani tembakau Besuki Na-Oogst dapat dilihat pada
tahapan berikut:
59
1. Pembibitan
Pembibitan tembakau dilakukan secara tradisional dalam sebuah bedengan
berukuran sekitar 6 m X 80 cm. Benih tembakau disebar diatas bedengan secara
merata dan kemudian ditutupi menggunakan jerami. Benih tembakau Besuki Na-
Oogst yang digunakan petani yakni benih jenis H382. Bedengan ditutup dengan
menggunakan atap yang terbuat dari plastik putih guna melindungi bibit tembakau
dari kerusakan yang dapat disebabkan oleh hujan. Atap penutup bedengan juga
berfungsi untuk mengatur suhu sehingga bibit dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik. Bibit tembakau sudah siap dipindah tanam ketika berumur 40-45
hari. Pembibitan tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo sesuai dengan
anjuran Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur baik dari segi penggunaan atap
menggunakan plastik maupun umur bibit siap tanam. Perbedaannya hanya pada
ukuran bedengan yang digunakan. Berikut ini merupakan gambar lahan
pembibitan tanaman tembakau Besuki Na-Oogst yang disajikan pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Lahan Pembibitan
2. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk penanaman tembakau meliputi kegiatan
pembukaan lahan, penjuringan, pendangiran, dan pembersihan rumput.
Pembukaan lahan dikerjakan dengan menggunakan bantuan alat pertanian berupa
traktor. Selain pembajakan juga dilakukan lotari yang berfungsi menghancurkan
tanah serta penggarbuan yang berfungsi untuk penggemburan tanah dan
mempercepat pengeringan. Frekuensi pengolahan tanah antara petani satu dengan
lainnya berbeda-beda. Perbedaan tersebut terletak pada kondisi tanah dan
kemampuan petani yang bersangkutan serta luasan lahan yang dimiliki masing-
60
masing petani tembakau. Pengolahan tanah dilakukan pada saat bibit sudah
berumur 30 hari. Pengolahan tanah dilakukan selama kurang lebih 10 hari
sebanyak 2 kali proses. Pengolahan pertama dilakukan pembajakan untuk
menggemburkan tanah, sedangkan pengolahan kedua dilakukan dengan
memberikan kapur untuk meningkatkan kesuburan tanah serta memperbaiki
struktur kimia atau kandungan dalam tanah setelah penanaman sebelumnya.
Proses pengolahan tanah di Kelurahan Antirogo sudah mengikuti anjuran Dinas
Perkebunan Provinsi Jawa Timur dalam penggunaan kapur untuk memperbaiki
unsur hara dalam tanah. Berikut ini merupakan pengolahan lahan yang disajikan
dalam gambar 4.2.
Gambar 4.2 Proses Pengolahan Tanah
3. Penanaman
Penanaman bibit tembakau dilakukan setelah pengolahan tanah selesai.
Petani tembakau pada umumnya memindah bibit dan menanam tembakau pada
saat umur antara 40-45 hari untuk bibit cabutan. Ukuran bedengan untuk tanam
tembakau yakni 60 cm X 90 cm. Penanaman tembakau dilakukan sore hari karena
menghindari kelayuan pada bibit. Jarak tanam yang digunakan oleh petani untuk
menanam tembakau Besuki Na-Oogst yakni 45 cm. jarak tanam tersebut berfungsi
untuk memberikan ruang gerak yang optimal bagi pertumbuhan tembakau.
Keuntungan jarak tanam tersebut mampu menghasilkan tembakau dengan
61
rendemen yang tinggi, matahari lebih gampang masuk serta daun yang dihasilkan
lebih lebar. Jarak tanam yang sesuai akan menghasilkan daun tembakau yang
berkualitas karena tidak terjadi persaingan dalam mendapatkan unsur hara serta
sinar matahari. Proses penanaman tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan
Antirogo sesuai dengan anjuran teknis budidaya dari Dinas Perkebunan Provinsi
Jawa Timur baik dari segi waktu penanaman maupun umur bibit yang ditanam.
Perbedaannya hanya terletak pada ukuran bedengan serta jarak tanam tembakau.
Berikut ini merupakan penanaman tembakau yang disajikan dalam gambar 4.3.
Gambar 4.3 Proses Penanaman
4. Penyiraman dan Penyulaman
Penyiraman dilakukan pada saat penanaman tembakau dan dilanjutkan
pada hari kedua sampai tanaman tembakau mulai hidup dan segar, atau minimal
dilakukan selama satu minggu berturut-turut. Penyiraman dapat dilakukan pada
waktu pagi dan sore hari. Penyiraman dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi tanaman tembakau guna melakukan kegiatan fotosintesis. Pengairan
dilakukan oleh petani di Kelurahan Antirogo sebanyak 3 kali selama musim
tanam. Penyiraman pertama dilakukan pada saat tanam dengan cara disiram,
pengairan kedua dilakukan setelah tembakau berumur 1 bulan dengan cara diairi,
kemudian jarak 10 hari diairi kembali. Penyulaman dilakukan apabila bibit
62
tersebut mati atau terdapat gejala keriting. Penyulaman dilakukan paling akhir
saat tinggi tanaman mencapai sekitar 20 cm. Hal ini dimaksudkan agar
pertumbuhan tanaman tembakau tetap terkontrol dengan baik. Penyiraman
tanaman tembakau di Kelurahan Antirogo sesuai dengan teknis budidaya Dinas
Perkebunan Provinsi Jawa Timur dari segi kuantitas penyiraman, namun berbeda
dengan waktu penyiramannya. Berikut ini merupakan kegiatan penyulaman yang
disajikan dalam gambar 4.4.
Gambar 4.4 Proses Penyulaman
5. Pemupukan
Pemupukan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman tembakau. Jika pertumbuhan terganggu, maka kualitas tembakau yang
dihasilkan nanti rendah. Pemupukan yang dilakukan petani berbeda-beda baik
jenis, intensitas maupun kuantitas pupuknya. Kegiatan pemupukan sangat
memperhatikan kebutuhan tanaman akan pupuk, luas lahan serta tingkat
kesuburan tanah. Pemupukan dilakukan sebanyak 3 kali selama musim tanam.
Pemupukan pertama dilakukan pada saat tembakau berumur 1 minggu dengan
menggunakan pupuk Saprodag dan Urea, pemupkan kedua dilakukan pada saat
tembakau berumur 15 hari dengan menggunakan pupuk ZA, sedangkan
pemupukan ketiga dilakukan saat tembakau berumur 1 bulan dengan pupuk ZA
dan KS. Kegiatan pemupukan yang dilakukan petani tembakau Besuki Na-Oogst
di Kelurahan Antirogo berbeda dengan anjuran teknis budidaya Dinas Perkebunan
63
Provinsi Jawa Timur baik dari segi intensitas, jenis pupuk maupun waktu
pemupukannya. Berikut ini merupakan pemupukan tanaman tembakau yang
disajikan dalam gambar 4.5.
Gambar 4.5 Proses Pemupukan
6. Pemeliharaan
Pemeliharaan atau kegiatan perawatan dilakukan petani agar tanaman
tembakau tetap tumbuh dengan baik. Kegiatan perawatan yang dilakukan oleh
petani antara lain pengendalian gulma. Gulma yang tumbuh dicabut secara
langsung menggunakan tangan, atau jika tidak memungkinkan petani
menggunakan bantuan alat berupa arit. Pembersihan gulma atau tanaman
pengganggu dilakukan petani pada saat ke lahan dan kemudian secara langsung
melihat ada gulma dalam lahan. Pengendalian hama dan penyakit tanaman juga
dilakukan petani dengan memberikan beberapa pestisida selama 3 kali dalam
sekali musim tanam. Beberapa obat pertanian yang digunakan oleh petani untuk
mengendalikan hama dan penyakit tanaman antara lain Folicur WP, Bactocyn,
Ridomil, Confidor, Prevathon, Cabrio, Anthracol, dan Demolish. Penyemprotan
dilakukan sebanyak 3 kali dalam sekali musim tanam. Penyemprotan pertama
dilakukan saat tembakau berumur 10 hari, sedangkan penyemprotan kedua dan
ketiga saat umur 20 hari dan 30 hari setelah tanam. Pemeliharaan tembakau
Besuki Na-Oogst oleh petani di Kelurahan Antirogo sesuai dengan anjuran teknis
budidaya Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur. Pemeliharaan dilakukan sesuai
64
dengan intensitas serangan hama dan penyakit, sehingga kemudia dialkukan
pengendalian menggunakan obat-obat pertanian. Berikut ini merupakan kegiatan
penyemprotan yang disajikan dalam gambar 4.6
Gambar 4.6 Proses Penyemprotan
7. Pemanenan
Kegiatan panen atau pemetikan daun tembakau dilakukan pada tanaman
yang belum cukup umur akan menghasilkan daun berkualitas rendah. Pemetikan
daun tembakau yang terbaik adalah jika tanaman sudah cukup umur dan daun-
daunnya telah masak petik yang dicirikan dengan warna hijau kekuningan.
Pemetikan dauntembakau dilakukan ketika tembakau berumur 55 hari. Tingkat
kematangan daun tembakau dalam satu pohon tidak serempak, tetapi berurutan
dari bawah keatas. Jarak waktu pemanenan antar daun yang satu dengan yang
lainnya sekitar 3 hari. Dalam satu kali petik sekitar 3-4 daun per pohon. Proses
pemanenan tembakau oleh petani di Kelurahan Antirogo sudah sesuai dengan
anjuran budidaya tembakau Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur baik dari segi
waktu pemetikan maupun umur siap panen. Perbedaannya terletak pada jumlah
daun yang dipetik pada saat pemanenan. Berikut ini merupakan tembakau hasil
panen yang disajikan dalam gambar 4.7.
65
Gambar 4.7 Proses Pemanenan
8. Penyujenan
Penyujenan merupakan kegiatan menggandeng tembakau satu dengan
lainnya. Penyujenan dimaksudkan untuk mempermudah proses pengeringan.
Penyujenan tembakau biasanya menggunakan sujen dari bambu. Penyujenan
dilakukan setelah tembakau selesai dipetik. Setiap sujen terdiri dari 10-11 lembar
daun tembakau. Setelah penyujenan, dilakukan pengglantangan (dinaikkan untuk
proses pengeringan) berdasarkan batas ruangan (longkang), Setiap longkang
jumlah sujen berbeda-beda yaitu berdasarkan besar kecilnya gudang yang dipakai.
Proses penyujenan oleh petani tembakau di Kelurahan Antirogo berbeda dengan
anjuran teknis budidaya Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur dari segi
medianya sehingga mempengaruhi perbedaan jumlah daun dalam sujen. Berikut
ini proses penyujenan tembakau yang disajikan dalam gambar 4.8.
Gambar 4.8 Proses Penyujenan
66
9. Pengeringan
Proses pengeringan tembakau dilakukan dengan beberapa cara, misalnya
air curing (mengangin-anginkan dalam ruangan teduh), smoke curing (pemanasan
dengan api atau asap), dan flue curing (panas buatan melalui pipa-pipa api).
Pengeringan daun tembakau Besuki Na-Oogst yang dilakukan oleh petani di
Kelurahan Antirogo adalah smoke curing yakni pengeringan dengan
menggunakan asap. Pengeringan atau pengovenan daun tembakau dilakukan
selama 15-20 hari. Gudang pengering daun tembakau terbuat dari tembakau dan
ditutupi dengan gedek yang terbuat dari bambu. Pada saat pengasapan, gudang
harus ditutup rapat dengan menggunakan gedek dengan tujuan untuk menjaga
asap tidak keluar, udara tidak masuk kedalam gudang pengering serta kualitas
tembakau yang dihasilkan tetap terjaga. Pada musim hujan, biasanya gedek
penutup dibuka dari gudang pengering dengan tujuan untuk menghidari
kebusukan pada tembakau. Berikut ini merupakan gambar gudang pengering
tembakau petani yang disajikan pada gambar 4.9.
Gambar 4.9 Gudang Pengering Tembakau
10. Peromposan Tembakau
Setelah daun tembakau kering dan diturunkan dari gudang pengasapan,
maka proses selanjutnya adalah peromposan. Pada proses ini daun tembakau
dilepas dari sujennya, setelah dilepas dari sujen krosok tembakau dibedakan
berdasarkan panjang daunnya, ketebalan, warna, dan lain sebagainya. Setiap
67
krosok yang sudah dipisah-pisahkan kemudian diikat dengan tali. Setiap ikat daun
tembakau kering bisa mencapai 20 lembar tergantung besar kecilnya tembakau.
Berikut merupakan peromposan daun tembakau yang sudah kering dan kemudian
diikat menggunakan tali dan disajikan dalam gambar 4.10.
Gambar 4.10. Proses Peromposan
11. Sortasi
Kegiatan sortasi dilakukan untuk mengelompokkan daun tembakau yang
dihasilkan sesuai dengan kualitas yang telah disepakati. Kegiatan sortasi juga
dilakukan karena harga beli daun tembakau disesuaikan dengan kualitas tembakau
sehingga masing-masing kualitas daun tembakau berbeda harga. Berikut
merupakan pembagian grade tembakau oleh petani dengan di perusahaan yang
disajikan dalam tabel 4.4.
Tabel 4.4. Pembagian Grade Tembakau Berdasarkan Penggunaannya
No. Kegunaan Grade Tembakau
1 Dekblad Matang atas, tengah 1, tengah 2, tengah 3, tengah
4 2 Omblad
3 Filler (+) Daun Dekblad dan Omblad yang tergolong jelek
4 Filler (-) Daun kat dan daun pucuk
5 Regi Daun kos
Sumber: Data Primer di Olah, 2018
12. Penjualan
Semua krosok yang sudah dirompos atau disortir, siap untuk dijual. Petani
tembakau langsung menjual hasil tembakau kepada pihak perusahaan mitra.
68
Perusahaan mitra langsung mendatangi petani untuk membeli tembakau tersebut.
Tembakau yang sudah kering kemudian dibawa ke gudang perusahaan
menggunakan transportasi milik perusahaan Mayangsari.
4.6 Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan sifat atau ciri dari seorang responden
sebagai petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo Kecamatan
Sumbersari. Karakteristik responden terdiri dari dua, yakni karakteristik sosial dan
karakteristik ekonomi.
1. Umur
Umur responden merupakan usia petani tembakau Besuki Na-Oogst pada
saat dilakukan penelitian dan dinyatakan dalam satuan tahun. Hasil wawancara
menunjukkan bahwa petani termuda memiliki usia 32 tahun, sedangkan petani
tertua memiliki umur 63 tahun. Distribusi jumlah responden berdasarkan
karakteristik umur dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Umur Responden di Kelurahan Antirogo
Umur (tahun) Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
32-36 5 10
37-41 16 32
42-46 5 10
47-51 8 16
52-56 5 10
57-61 4 8
62-66 7 14
Total 50 100
Sumber: Data Primer diolah, 2018
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa umur petani tembakau
Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo memiliki rentang antara 32-66 tahun.
Menurut BPS (2013), usia produktif seseorang berada pada rentang umur 15-64
tahun, sedangkan umur tidak produktif yakni < 15 tahun dan atau > 65 tahun.
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa umur petani tembakau Besuki Na-Oogst di
Kelurahan Antirogo termasuk dalam usia yang produktif dengan usia termuda
yakni 32 tahun dan usia petani tertua yakni 63 tahun. Petani yang memiliki
69
rentang umur antara 37-41 tahun adalah paling dominan diantara umur petani
yang lain di Kelurahan Antirogo dengan persentase sebesar 32%.
2. Jenis Kelamin
Petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo mayoritas
berjenis kelamin laki-laki. Profesi sebagai petani di Kelurahan Antirogo memang
lebih dominan dikerjakan oleh laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Terdapat 2 orang petani tembakau Besuki Na-Oogst di kelurahan Antirogo yang
berjenis kelamin perempuan. Pembagian jumlah responden berdasarkan jenis
kelamin petani dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Jenis Kelamin Responden di kelurahan Antirogo
Jenis Kelamin Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
Laki-laki 49 98
Perempuan 1 2
Total 50 100
Sumber: Data Primer diolah, 2018
Tabel 4.6 menunjukkan distribusi jumlah responden berdasarkan jenis
kelamin petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo. Mayoritas
petani di Kelurahan Antirogo berjenis kelamin laki-laki dengan persentasi paling
tinggi sebesar 98% atau sebanyak 49 orang. Terdapat sebanyak 2% atau sebanyak
satu orang petani tembakau Besuki Na-Oogst yang berjenis kelamin perempuan.
Mayoritas penduduk di Kelurahan Antirogo yang berjenis kelamin perempuan
berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan pedagang.
3. Pendidikan
Pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang diperoleh dari
bangku sekolah dengan kurikulum yang telah terorganisir, yang telah diselesaikan
oleh petani tembakau Besuki Na-Oogst dan dinyatakan dalam satuan tahun.
Tingkat pendidikan petani di Kelurahan Antirogo cukup beragam. Tingkat
pendidikan petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo tidak
menjadi sebuah ukuran dalam melakukan kemitraan. Petani mitra memiliki hak
dan kewajiban yang sama dalam kemitraan. Tingkat pendidikan petani dibedakan
menjadi enam yakni tidak mengenyam pendidikan, tingkat SD sederajat, tingkat
SMP sederajat, tingkat SMA sederajat, Diploma dan Strata 1. Tingkat pendidikan
responden dapat dilihat pada tabel 4.7.
70
Tabel 4.7 Tingkat Pendidikan Responden di Kelurahan Antirogo
Pendidikan Formal Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
Tidak tamat SD 2 4
SD Sederajat 24 48
SMP Sederajat 15 30
SMA Sederajat 7 14
Diploma 1 2
Strata 1 1 2
Total 50 100
Sumber: Data Primer diolah, 2018
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan dengan
persentase tertinggi terdiri atas SD sederajat, SMP sederajat dan SMA sederajat.
Petani dengan tingkat pendidikan SD sederajat sebanyak 24 orang, SMP sederajat
sebanyak 15 orang dan SMA sederajat sebanyak 7 orang. Mayoritas petani
tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo memiliki tingkat pendidikan
SD sederajat, dikarenakan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi masih
terkendala biaya sehingga memilih untuk berprofesi sebagai petani.
4. Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga merupakan jumlah tanggungan yang masih
dimiliki oleh petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo yang
tinggal dalam satu rumah dan dinyatakan dalam satuan orang. Jumlah anggota
keluarga petani akan berdampak terhadap kemajuan usahatani. Semakin banyak
jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan petani biasanya membuat
biaya rumah tangga yang dikeluarkan semakin meningkat. Anggota keluarga
petani tidak termasuk dalam tenaga kerja pada usahatani tembakau. Petani
menggunakan tenaga kerja luar keluarga dalam budidaya tembakau. Jumlah
anggota keluarga petani dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Jumlah Anggota Keluarga Responden di Kelurahan Antirogo
Jumlah Anggota Keluarga
(orang)
Jumlah Responden
(orang)
Persentase
(%)
< 3 7 14
3 – 4 30 60
> 4 13 26
Total 50 100
Sumber: Data Primer diolah, 2018
71
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa sebesar 60% atau sebanyak 30
orang petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo memiliki jumlah
tanggungan sebanyak 3 hingga 4 orang. Jumlah tanggungan tersebut umumnya
terdiri dari istri dan anak, serta ada pula orang tua petani yang masih tinggal
serumah.
5. Pengalaman
Pengalaman merupakan lama petani melakukan usahatani tembakau
Besuki Na-Oogst dan dinyatakan dalam tahun. Pengalaman usahatani petani
menjadi indikator bagaimana tingkat penguasaan petani terhadap budidaya
tembakau Besuki Na-Oogst. Semakin lama pengalaman usahatani petani dalam
melakukan budidaya tembakau Besuki Na-Oogst maka semakin menguasai pula
terhadap kegiatan budidaya tembakau Besuki Na-Oogst. Lama pengalaman
usahatani responden dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Pengalaman Usahatani Responden di Kelurahan Antirogo
Pengalaman (tahun) Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
< 6 3 6
6 – 8 31 62
> 8 16 32
Total 50 100
Sumber: Data Primer diolah, 2018
Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa mayoritas pengalaman
usahatani petani melakukan budidaya tembakau Besuki Na-Oogst antara 6 sampai
8 tahun. Sebanyak 31 petani atau sebesar 62% petani memiliki lama pengalaman
usahatani antara 6 sampai 8 tahun. Sebanyak 16 orang atau sebesar 32% petani
memiliki pengalaman usahatani lebih dari 8 tahun.
6. Luas Lahan
Luas lahan merupakan area sawah yang digunakan petani untuk usahatani
tembakau Besuki Na-Oogst yang dinyatakan dalam hektar (ha). Luas lahan akan
berpengaruh terhadap besar kecilnya produksi tembakau yang dihasilkan sehingga
akan berpengaruh terhadap pendapatan dan kesejahteraan yang akan diperoleh
oleh petani. Luas lahan petani di Kelurahan Antirogo dapat dilihat pada tabel 4.10.
72
Tabel 4.10 Luas Lahan Responden di Kelurahan Antirogo
Luas Lahan (hektar) Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
< 0.5 17 34
0.5 – 1 20 40
> 1 13 26
Total 50 100
Sumber: Data Primer diolah, 2018
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa mayoritas petani tembakau Besuki Na-
Oogst di Kelurahan Antirogo memiliki lahan dengan luas antara 0,5 sampai 1
hektar yang ditanami tembakau Besuki Na-Oogst. Sebanyak 20 orang atau sebesar
40%, petani memiliki luas lahan antara 0,5 sampai 1 hektar. Sebanyak 17 orang
atau sebesar 34% petani memiliki luas lahan yang tergolong sempit atau lebih
kecil dari 0,5 hektar. Sebanyak 13 orang atau sebesar 26% petani memiliki luas
lahan yang tergolong luas atau lebih besar dari 1 hektar.
6. Jumlah Responden
Responden dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yakni responden
mitra dan responden non mitra. Responden mitra merupakan petani tembakau
Besuki Na-Oogst yang melakukan kemitraan dengan perusahaan Mayangsari
dimana kontrak harga yang berlaku adalah kontrak harga tidak tetap, sedangkan
responden non mitra merupakan petani tembakau Besuki Na-Oogst yang
melakukan kemitraan dengan perusahaan Tempurejo dimana kontrak harga yang
berlaku adalah kontrak harga tetap. Jumlah responden mitra dan non mitra dapat
dilihat pada tabel 4.11.
Tabel 4.11 Jumlah Petani Mitra dan Non Mitra di Kelurahan Antirogo
Responden Jumlah (orang) Persentase (%)
Mitra 39 78
Non mitra 11 22
Total 50 100
Sumber: Data Primer diolah, 2018
Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa responden mitra memiliki
jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan petani non mitra. Hal itu
dikarenakan kemitraan sudah berlangsung sejak tahun 2015 dan keanggotaannya
selalu mengalami peningkatan setiap tahun. Beberapa keunggulan yang diterima
petani mitra dengan kontrak harga tidak tetap antara lain: (a) terdapat perbedaan
73
harga bagi setiap kualitas tembakau yang dihasilkan, (b) pembayaran dilakukan
secara tepat waktu dengan kesepakatan maksimal 3 hari setelah tembakau
disetorkan, dan (c) ada pembinaan secara langsung oleh pihak perusahaan terkait
dengan budidaya tembakau. Beberapa petani kontrak harga tetap berpindah ke
mitra dengan kontrak harga tidak tetap. Beberapa alasan yang menyebabkan hal
tersebut antara lain: (a) perusahaan mitra kontrak harga tidak tetap melakukan
kecurangan berupa pembelian tembakau dengan harga yang tidak sesuai dengan
kesepakatan, dan (b) pembayaran hasil panen tidak diberikan sesuai dengan waktu
pembayaran yang telat disepakati. Alasan-alasan tersebut dirasa merugikan petani
sehingga menyebabkan petani pindah ke kemitraan dengan kontrak harga tidak
tetap dan bahkan ada yang berhenti melakukan kemitraan karena sudah merasa
dikecewakan oleh perusahaan mitra.
7. Perilaku terhadap Risiko
perilaku terhadap risiko merupakan suatu penilaian tentang perilaku petani
tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo terhadap risiko usahatani.
Perilaku terhadap risiko usahatani menjelaskan bagaimana pandangan petani
terhadap risiko usahatani tembakau sehingga memutuskan untuk melakukan
usahatani tembakau. Berikut ini merupakan rekapitulasi pilihan petani terhadap
risiko yang disajikan pada tabel 4.12.
Tabel 4.12 Rekapitulasi Pilihan Petani terhadap Risiko Usahatani
Pilihan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
Mitra Non Mitra Mitra Non Mitra
D 5 5 12.82 45.45
E 13 2 33.33 18.18
F 21 4 53.84 36.36
Total 39 11 100 100
Sumber: Data Primer Diolah, 2018
Keterangan :
A : Sangat tidak suka risiko
B : Tidak suka risiko
C : Moderate low
D : Sedang
E : Suka risiko
F : Sangat suka risiko
Berdasarkan tabel 4.12 dapat dilihat bahwa petani mitra cenderung suka
terhadap risiko sehingga lebih cenderung untuk memilihi melakukan kemitraan
74
dengan perusahaan yang menerapkan kontrak harga tidak tetap. Dari 39 petani,
sebanyak 34 orang sudah termasuk dalam kategori suka terhadap risiko. Petani
mitra juga melakukan evaluasi terhadap bagaimana jalannya kegiatan kemitraan
serta apa saja keuntungan yang didapatkan. Hal tersebut menyebabkan petani
cenderung lebih memilih untuk bermitra dengan kontrak harga tidak tetap.
Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa petani non mitra cenderung
memilih untuk melakukan kemitraan dengan kontrak harga tetap. Dari 11 petani
non mitra atau petani mitra kontrak harga tetap, sebanyak 5 orang memilih untuk
melakukan kemitraan dengan perusahaan yang menerapkan kontrak harga tetap.
Petani yang memilih kategori sedang dikarenakan merasa hasil produksi yang
didapat sudah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari hari tanpa
membandingkannya dengan hasil produksi yang lebih tinggi dengan melakukan
kemitraan bersama perusahaan lain. Perilaku terhadap risiko berhubungan dengan
keputusan petani dalam melakukan kemitraan. Semakin petani tersebut suka
terhadap risiko usahatani, maka akan semakin tinggi keinginan petani untuk
melakukan kemitraan. Kemitraan merupakan salah satu upaya yang dilakukan
petani untuk meminimalisir risiko yang dihadapi petani. Keuntungan petani
melakukan kemitraan adalah adanya kepastian pasar dari produk tembakau yang
dihasilkan serta adanya bantuan berupa kredit modal usahatani tembakau dari
perusahaan mitra.
75
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Proses Kemitraan antara Petani Tembakau Besuki Na-Oogst di
Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari dengan Perusahaan Mitra
Kemitraan merupakan suatu bentuk jalinan kerjasama yang dilakukan
antara pihak dengan skala usaha menengah atau besar dengan pihak yang
memiliki skala usaha lebih kecil. Kemitraan dilakukan dengan prinsip saling
menguntungkan, saling membutuhkan untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama
yang dilakukan antar pihak bertujuan untuk saling mengembangkan usaha yang
dijalankan. Kerjasama dalam kemitraan tersirat adanya suatu pembinaan dan
pengembangan, hal ini dapat terlihat karena masing-masing pihak yang bermitra
memiliki kelebihan dan kelemahan sehingga saling melengkapi satu sama lain.
Kegiatan pembinaan dan pengembangan biasanya dilakukan oleh pihak mitra
yang memiliki skala usaha lebih besar.
Kemitraan merupakan suatu bentuk persekutuan antara dua pihak atau
lebih membentuk suatu ikatan kerjasama dengan prinsip saling membutuhkan dan
menguntungkan. Tujuan adanya kemitraan yakni untuk saling meningkatkan
kapasitas usaha tertentu sehingga tercapai tujuan bersama yang telah disepakati.
Kemitraan berlangsung melalui beberapa tahapan kemitraan sehingga menjadi
suatu proses kemitraan diantara pihak yang bermitra. Kemitraan yang dilakukan
oleh petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo terdiri dari dua,
yakni kemitraan kontrak harga tidak tetap (Perusahaan Mayangsari) dan kemitraan
kontrak harga tetap (Perusahaan Tempurejo).
Gapoktan Cahaya Muda terdiri dari 16 kelompok tani yang tersebar di
Kelurahan Antirogo. Kemitraan dengan perusahaan Mayangsari dilakukan oleh 10
kelompok tani di Gapoktan Cahaya Muda Kelurahan Antirogo antara lain
kelompok tani Subur 1, Rukun Makmur, Makmur 2, Jambuan Jaya, Barokah,
Karya Mukti, Rukun Tani, Karya Indah, Karya Makmur dan Tani Makmur.
Kemitraan tersebut dilakukan sejak tahun 2015 dan telah disepakati kontrak
kerjasama selama 4 tahun sampai dengan tahun 2018. Proses kemitraan yang
berlangsung antara petani tembakau dengan perusahaan Mayangsari adalah
sebagai berikut:
76
a. Tujuan Bermitra
Kemitraan yang dilakukan antara petani tembakau Besuki Na-Oogst
dengan perusahaan Mayangsari memiliki beberapa tujuan. Tujuan pertama
dilakukannya kemitraan yakni untuk saling mendapatkan keuntungan.
Keuntungan tersebut diperoleh masing-masing pihak yang bermitra dimana petani
memperoleh keuntungan dalam bentuk kepastian pemasaran tembakau sehingga
dampaknya pada pendapatan petani, sedangkan perusahaan mitra memperoleh
keuntungan berupa kepastian produk tembakau yang dihasilkan oleh petani
sehingga mampu memenuhi permintaan konsumen. Tujuan kedua dilakukannya
kemitraan tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota kelompok
yang melakukan usahatani tembakau Besuki Na-Oogst. Kemitraan mampu
meningkatkan kesejahteraan petani karena telah diperoleh kesepakatan harga beli
produk tembakau. Petani juga dimudahkan dalam memperoleh modal usaha
budidaya tembakau sehingga kegiatan budidaya tembakau berjalan dengan baik.
b. Hak dan Kewajiban
Pihak yang melakukan kemitraan yakni petani tembakau dengan
perusahaan Mayangsari memiliki hak dan kewajiban masing-masing untuk
mecapai tujuan kerjasama yang telah disepakati. Berikut merupakan hak dan
kewajiban pihak yang melakukan kemitraan:
1) Hak Perusahaan Mayangsari
Perusahaan Mayangsari sebagai pihak pertama yang memiliki skala usaha
lebih besar berhak untuk memperoleh kuantitas tembakau sesuai dengan
kesepakatan yang berlaku yakni sebesar 1 ton 3 kwintal per hektar serta
mendapatkan seluruh hasil produksi tembakau yang dihasilkan petani.
2) Kewajiban Perusahaan Mayangsari
Beberapa kewajiban perusahaan Mayangsari dalam melakukan kemitraan
antara lain:
a) memberikan fasilitas pinjaman modal usahatani tembakau kepada petani,
b) memberikan bantuan berupa input produksi,
c) memberikan pendampingan berupa monitoring secara langsung dilahan,
77
d) memberikan pembinaan kepada petani terkait teknis usahatani tembakau
sebelum penanaman,
e) membeli hasil produksi petani tembakau sesuai dengan kualitas dan harga yang
telah disepakati,
f) melakukan pembayaran maksimal 3 hari setelah tembakau disetorkan,
g) memberikan sanksi kepada petani yang melakukan pelanggaran.
3) Hak Petani Tembakau
Petani tembakau Besuki Na-Oogst sebagai pihak kedua memiliki beberapa
hak antara lain:
a) mendapatkan bantuan modal dan input produksi dari perusahaan mitra,
b) mendapatkan pembinaan sebanyak 4 kali selama penanaman,
c) mendapatkan pendampingan teknis secara langsung di lahan.
4) Kewajiban Petani Tembakau
Berikut ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh petani
tembakau:
a) menyediakan hamparan lahan untuk usahatani tembakau besuki Na-Oogst,
b) melakukan kegiatan operasional baik di lahan maupun di gudang pengeringan
sesuai dengan standar teknis yang telah disepakati,
c) petani dilarang menyetorkan jenis tembakau selain tembakau Besuki Na-Oogst,
d) mengikuti anjuran teknis yang diarahkan oleh perusahaan,
e) petani dilarang menjual hasil produksinya kepada pihak lain,
f) menjaga kebersihan gudang pengering tembakau khususnya dari sampah
anorganik,
g) tidak mempekerjakan anak-anak dibawah umur 18 tahun dan orang tua diatas
umur 60 tahun serta wanita hamil sebagai tenaga kerja,
h) tidak menggunakan jenis pestisida atau obat pertanian diluar anjuran
perusahaan,
i) mematuhi segala undang-undang dan standar peraturan yang berakitan dengan
kesehatan dan lingkungan.
78
c. Tata Cara Pendaftaran
Kemitraan yang terjalin antara petani tembakau Besuki Na-Oogst dengan
perusahaan Mayangsari diawali dengan adanya ajakan kerjasama oleh perusahaan.
Pihak PPL dari perusahaan mencari petani tembakau Besuki Na-Oogst di
Kelurahan Antirogo untuk diajak kerjasama. Petani tembakau tidak membutuhkan
syarat khusus untuk mendaftarkan diri sebagai mitra, karena perusahaan tidak
memberlakukan standar petani untuk bermitra. Petani tembakau hanya perlu
menyiapkan beberapa dokumen sebagai administrasi pendaftaran sebagai mitra.
Dokumen yang dibutuhkan oleh perusahaan antara lain fotokopi KTP (Kartu
Tanda Penduduk), fotokopi KK (Kartu Keluarga) dan Rekening Bank. Dokumen
fotokopi KTP dan KK dibutuhkan perusahaan sebagai arsip identitas diri petani
mitra yang membuktikan bahwa petani tersebut tidak dibawah umur. Rekening
Bank dibutuhkan perusahaan untuk memudahkan transaksi pembayaran yang
dilakukan oleh perusahaan kepada petani tembakau.
Tata cara pendaftaran yang harus dipenuhi petani untuk bermitra dengan
perusahaan Mayangsari tergolong mudah untuk dilakukan. Persyaratan yang
diperlukan juga mudah untuk dikumpulkan. Petani yang sudah menjadi mitra
harus mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan. Beberapa peraturan
yang ditetapkan oleh perusahaan Mayangsari adalah sebagai berikut:
1. Petani mitra bukan merupakan warga Kelurahan Antirogo yang tergolong di
bawah umur 18 tahun dan atau diatas 60 tahun,
2. kebersihan lingkungan gudang harus selalu diperhatikan terutama dari sampah-
sampah anorganik,
3. tembakau kering yang akan disetorkan harus dalam keadaan utuh atau tidak
hancur sedikitpun,
4. warna tembakau tidak boleh terdapat bercak kuning sedikitpun.
d. Jangka Waktu Kerjasama
Jangka waktu kerjasama dalam kemitraan antara petani tembakau dengan
perusahaan Mayangsari adalah selama 6 bulan dan selalu diperbarui setiap musim
tanam. Kemitraan tersebut selalu mengalami perkembangan jumlah petani mitra
79
setiap tahun. Pada tahun 2015 hanya ada 4 kelompok tani yang bermitra, tahun
2016 meningkat menjadi 10 kelompok tani, tahun 2017 berkurang menjadi 6
kelompok tani dan pada tahun 2018 kembali mengalami peningkatan menjadi 10
kelompok tani. Petani tembakau Besuki Na-Oogst mitra tersebar di dalam 10
kelompok tani tersebut, akan tetapi bukan berarti semua anggota dalam kelompok
tani tersebut melakukan kemitraan dengan perusahaan Mayangsari.
Perkembangan juga terjadi pada kuota lahan yang diberikan oleh perusahaan
Mayangsari. Pada tahun 2015 kuota lahan yang dikehendaki yakni sebesar 10
hektar, tahun 2016 sebesar 20 hektar, tahun 2017 sebesar 30 hektar dan tahun
2018 sebesar 60 hektar. Penambahan kuota luas lahan oleh perusahaan berlaku
untuk kelompok, bukan untuk per individu petani mitra. Kuota luas lahan
sebanyak 60 hektar berlaku untuk seluruh kelompok yang tergabung, akan tetapi
tidak semua anggota kelompok merupakan anggota mitra perusahaan Mayangsari.
Jangka waktu kerjasama tersebut masih tidak menutup kemungkinan untuk
dilakukan kemitraan kembali karena sudah terciptanya rasa saling percaya antara
petani tembakau dengan perusahaan Mayangsari.
e. Penyelesaian Masalah
Penyelesaian masalah merupakan suatu aspek penting yang perlu
diperhatikan dalam suatu kerjasama yang melibatkan beberapa pihak.
Penyelesaian masalah dilakukan dengan beberapa cara yakni:
1. jika terjadi perbedaan pendapat diantara petani dengan pihak perusahaan
Mayangsari maka diselesaikan secara kekeluargaan dengan jalan musyawarah,
2. jika tidak diperoleh jalan keluar, maka kedua belah pihak sepakat menunjuk
satu orang sebagai penengah.
Selama melakukan kemitraan dengan perusahaan Mayangsari, tidak terjadi
masalah apapun karena kegiatan monitoring dari pihak perusahaan dilakukan
secara ketat dan bertahap. Kegiatan monitoring dilakukan untuk memastikan
bahwa petani benar-benar melakukan segala anjuran perusahaan. Kualitas
tembakau yang dihasilkan petani merupakan prioritas perusahaan.
80
Kendala yang pernah dialami petani yakni ketika gagal panen. Kondisi
tersebut menyebabkan tembakau yang dihasilkan petani memiliki kualitas yang
rendah. Dampak yang diterima petani adalah rendahnya pendapatan sehingga
tidak sebanding dengan biaya usahatani yang dikeluarkan. Biaya usahatani yang
digunakan petani merupakan pinjaman modal dari perusahaan. Solusi yang
dilakukan oleh perusahaan untuk menangani masalah tersebut yakni pada musim
tanam berikutnya, besarnya hutang yang belum terlunasi dipotong pada saat
penyetoran tembakau kepada pihak perusahaan secara berangsur bersamaan
dengan pembayaran hutang yang digunakan untuk modal usahatani pada musim
tanam tersebut. Pemberian modal usahatani oleh perusahaan mitra antara lain
dalam bentuk uang, obat pertanian serta pupuk yang sudah menjadi standar baku
teknis perusahaan untuk budidaya tembakau Besuki Na-Oogst.
Pada pelaksanaan kemitraan, setiap pihak mitra dituntut serta wajib untuk
menjalankan perannya masing-masing sesuai dengan kesepakatan yang telah
berlaku. Hak dan kewajiban dari masing-masing pihak mitra harus dijalankan
dengan sebaik-baiknya. Sebagai pihak pertama dalam kemitraan, perusahaan
Mayangsari berhak untuk memberikan sanksi kepada petani jika terdapat
pelanggaran aturan yang dilakukan. Sanksi yang diberikan oleh perusahaan
terbagi menjadi tiga, yakni:
1) Peringatan pertama, perusahaan berhak memberikan teguran kepada petani
yang melakukan pelanggaran.
2) Peringatan kedua, perusahaan berhak memberikan sanksi berupa
pengurangan bantuan baik dalam bentuk uang, pupuk maupun obat-obat
pertanian.
3) Peringatan ketiga, perusahaan berhak memberhentikan petani dari
keanggotaan kemitraan jika melakukan pelanggaran ketiga kali.
Pemberian sanksi oleh perusahaan kepada petani dilakukan dengan tujuan
untuk memberikan efek jera bagi petani yang melakukan pelanggaran. Kondisi
dilapang menunjukkan bahwa beberapa petani mendapatkan sanksi pada
peringatan pertama. Terdapat beberapa petani yang membuang sampah anorganik
di gudang pengeringan secara sembarangan. Hal tersebut diketahui pihak
81
perusahaan sehingga petani sering mendapatkan teguran dari perusahaan akibat
pelanggaran itu. Kebersihan baik di lahan budidaya maupun di gudang pengering
harus bebas dari sampah anorganik merupakan kewajiban petani mitra untuk
menjaganya. Pihak perusahaan mengharapkan tembakau yang sangat sedikit
mengandung residu anorganik terutama yang bersumber dari sampah-sampah
plastik obat-obat pertanian. Selama kontrak kerjasama berlangsung tidak ada
petani yang menjual hasil panen tembakau kepada pihak lain, sehingga petani
tidak pernah mendapatkan sanksi peringatan kedua maupun peringatan ketiga.
Kemitraan yang juga dilakukan oleh petani tembakau Besuki Na-Oogst di
Kelurahan Antirogo adalah dengan perusahaan Tempurejo yang menyepakati
kontrak harga tetap. Harga beli daun tembakau yang dihasilkan bersifat tetap
(sama) tanpa mempertimbangkan kualitas daun yang berlaku. Kemitraan dengan
perusahaan Tempurejo dilakukan oleh 3 kelompok tani. Proses pelaksanaan
kemitraan antara petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo
dengan Perusahaan Tempurejo adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Bermitra
Tujuan dilakukannya kegiatan kemitraan antara petani tembakau Besuki
Na-Oogst dengan perusahaan Tempurejo adalah untuk saling mendapatkan
keuntungan. Petani tembakau mendapat keuntungan antara lain bantuan modal
dan input usahatani, manajemen serta kepastian pasar. Perusahaan Tempurejo
mendapatkan keuntungan berupa kepastian produk tembakau yang dihasilkan
petani. Tujuan dilakukannya kemitraan yang lain yakni untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota kelompok melalui adanya kerjasama tersebut.
b. Hak dan Kewajiban
Masing-masing pihak yang bermitra memiliki hak dan kewajiban yang
berbeda untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Berikut ini merupakan hak
dan kewajiban kedua pelah pihak yang bermitra:
1) Hak Perusahaan Tempurejo
Perusahaan Tempurejo sebagai pihak pertama berhak mendapatkan
seluruh produk tembakau yang dihasilkan oleh petani tembakau sesuai dengan
harga yang telah disepakati.
82
2) Kewajiban Perusahaan Tempurejo
Berikut ini merupakan kewajiban perusahaan Tempurejo yang harus
dilakukan dalam kegiatan kemitraan:
a) memberikan fasilitas pinjaman modal usahatani tembakau kepada petani,
b) memberikan bantuan berupa input produksi,
c) memberikan pendampingan berupa monitoring secara langsung dilahan,
d) membeli hasil produksi petani tembakau sesuai dengan harga yang telah
disepakati,
e) memberikan sanksi kepada petani yang melakukan pelanggaran.
3) Hak Petani Tembakau
Petani tembakau Besuki Na-Oogst sebagai pihak kedua memiliki beberapa
hak antara lain:
a) mendapatkan bantuan modal dan input produksi dari perusahaan mitra,
b) mendapatkan pendampingan teknis secara langsung di lahan.
4) Kewajiban Petani Tembakau
Berikut ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh petani
tembakau:
a) menyediakan hamparan lahan untuk usahatani tembakau besuki Na-Oogst,
b) melakukan kegiatan operasional baik di lahan maupun di gudang pengeringan
sesuai dengan standar teknis yang telah disepakati,
c) petani dilarang menyetorkan jenis tembakau selain tembakau Besuki Na-Oogst,
d) mengikuti anjuran teknis yang diarahkan oleh perusahaan,
e) petani dilarang menjual hasil produksinya kepada pihak lain,
f) menjaga kebersihan gudang pengering tembakau khususnya dari sampah
anorganik,
g) tidak menggunakan jenis pestisida atau obat pertanian diluar anjuran
perusahaan.
83
c. Tata Cara Pendaftaran
Petani tembakau yang ingin bermitra dengan perusahaan Tempurejo bisa
langsung menghubungi Ketua Gapoktan Cahaya Muda. Pendaftaran sebagai
anggota mitra dengan perusahaan Tempurejo tergolong mudah untuk dilakukan
petani. Petani hanya perlu menyiapkan beberapa dokumen yang dibutuhkan oleh
perusahaan Tempurejo sebagai bukti identitas diri petani mitra. Beberapa
dokumen yang harus disediakan oleh petani antara lain fotokopi KTP (Kartu
Tanda Penduduk), fotokopi KK (Kartu Keluarga) dan Rekening Bank. Rekening
Bank berfungsi untuk memudahkan proses transfer ketika panen.
d. Jangka Waktu Kerjasama
Jangka waktu kerjasama yang disepakati antara petani tembakau Besuki
Na-Oogst dengan perusahaan Tempurejo adalah selama 6 bulan. Kurun waktu
tersebut adalah berlakunya dokumen kontrak kerjasama selama musim tanam
tembakau. Selama musim tanam tembakau berlangsung, maka dokumen
kerjasama yang telah disepakati oleh kedua belah pihak wajib dipatuhi.
e. Penyelesaian Masalah
Penyelesaian masalah merupakan aspek yang penting untuk diperhatikan
guna menjaga keberlanjutan kerjasama. Jika terjadi perbedaan pendapat antara
petani mitra dengan perusahaan Tempurejo maka diselesaikan dengan cara
kekeluargaan melalui musyawarah. Pihak perusahaan mitra wajib melakukan
monitoring secara langsung untuk mengetahui ada tidaknya pelanggaran yang
dilakukan oleh petani mitra.
Proses pelaksanaan kemitraan antara petani tembakau Besuki Na-Oogst di
Kelurahan Antirogo dengan perusahaan Mayangsari dan perusahaan Tempurejo
dapat dilihat pada tabel 5.1.
84
Tabel 5.1 Proses Pelaksanaan Kemitraan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst
Sumber: Data primer diolah, 2018
5.2 Pola Kemitraan antara Petani Tembakau Besuki Na-Oogst di
Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember
5.2.1 Kemitraan Kontrak Harga Tidak Tetap
Perusahaan Mayangsari merupakan pihak kesatu dalam kemitraan yang
dilakukan dengan petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo
sebagai pihak keduanya. Kemitraan tersebut berlangsung sejak tahun 2015 sesuai
dengan kontrak kerjasama yang telah disepakati kedua belah pihak. Kemitraan
yang terjalin merupakan kesepakatan bersama yang diawali dengan ajakan pihak
perusahaan mitra yakni perusahaan Mayangsari. Bentuk kemitraan terdiri dari
terdiri atas pola kemitraan inti-plasma, kemitraan subkontrak, kemitraan dagang
umum, kemitraan keagenan dan kemitraan kerjasama operasional agribisnis
(KOA). Petani di Kelurahan Antirogo yang bermitra merupakan petani tembakau
Besuki Na-Oogst yang memiliki lahan sawah sendiri.
Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan dapat diketahui bahwa
bentuk kemitraan yang terjalin antara petani tembakau Kelurahan Antirogo
dengan Perusahaan Mayangsari termasuk dalam kategori pola kemitraan
kerjasama operasional agribisnis (KOA). Pola kemitraan operasional agribisnis
(KOA) merupakan suatu bentuk kemitraan yang dijalankan oleh perusahaan
dengan kelompok mitra. Pada prinsipnya bentuk kemitraan KOA mensyaratkan
No. Komponen Perusahaan Mayangsari
(Harga tidak tetap)
Perusahaan Tempurejo
(Harga tetap)
1. Tujuan Saling mendapatkan keuntungan
dan meningkatkan kesejahteraan
anggota
Saling mendapatkan keuntungan
dan meningkatkan kesejahteraan
anggota
2. Hak dan
Kewajiban
Hak : Mendapatkan tembakau
kering sebanyak 1 ton 3 kwintal
Hak : Mendapatkan seluruh hasil
produksi tembakau
Kewajiban : Memberikan modal,
input produksi, monitoring dan
kepastian pasar
Kewajiban : Memberikan
pinjaman modal, input produksi
dan kepastian pasar
3. Cara
Pendaftaran
Mendaftarkan diri lewat PPL atau
Gapoktan
Mendaftarkan diri melalui Ketua
Gapoktan
4. Waktu
Kerjasama Selama 4 tahun Selama 6 bulan
5. Penyelasian
Masalah
Dilakukan dengan cara
kekeluargaan melalui
musyawarah
Dilakukan dengan cara
kekeluargaan
85
kelompok mitra untuk menyediakan lahan, sarana produksi serta tenaga kerja,
sedangkan perusahaan mitra memiliki peran sebagai pihak yang menyediakan
biaya usahatani dalam bentuk kredit berupa uang, sarana produksi, manajemen
serta menjamin pasar akan hasil produksi yang diperoleh pihak kelompok mitra.
Bentuk kemitraan KOA telah banyak diterapkan pada usaha perkebunan, sayuran
dan usaha perikanan tambak.
Kemitraan antara petani tembakau di Kelurahan Antirogo dengan
Perusahaan Mayangsari dilakukan sesuai dengan kesepakatan yang telah berlaku
selama kemitraan tersebut berlangsung. Kesepakatan dibuat secara bersama-sama
melalui musyawarah antara petani tembakau dengan perusahaan Mayangsari. Ada
beberapa kesepakatan yang berlaku yakni antara lain kesepakatan usahatani,
kesepakatan harga dan kesepakatan kuantitas.
a. Kesepakatan Usahatani
Kesepakatan usahatani menekankan kewajiban petani dalam menggunakan
dosis pupuk serta obat pertanian dalam kegiatan produksi sesuai dengan standar
budidaya perusahaan. Pupuk yang wajib digunakan oleh petani antara lain pupuk
ZA, Urea, KS dan Saprodag. Pestisida yang wajib digunakan oleh petani dalam
usahatani tembakau Besuki Na-Oogst antara lain Folicur WP, Bactocyn, Ridomil,
Confidor, Prevathon, Cabrio, Anthracol, dan Demolish. Petani mitra dilarang
menggunakan obat pertanian jenis lain selain yang dianjurkan oleh perusahaan.
Kuantitas pengaplikasian obat pertanian dilakukan sesuai dengan standar baku
perusahaan per satuan luas lahan. Petani tembakau sebagai pihak kedua wajib
menggunakan pupuk serta obat-obat pertanian yang dianjurkan oleh perusahaan.
b. Kesepakatan Harga
Kesepakatan harga merupakan kesepakatan harga beli tembakau yang
dihasilkan oleh petani dan disesuaikan dengan kualitas tembakau. Masing-masing
kualitas tembakau yang dihasilkan petani memiliki tingkat harga yang berbeda-
beda. Berikut ini merupakan daftar harga jual tembakau yang dihasilkan petani
dan disajikan dalam tabel 5.2.
86
Tabel 5.2. Daftar Harga Jual Tembakau Besuki Na-Oogst
No. Jenis Harga (Rp/Kw)
1. Daun Kos (Bawah 1) Rp. 1.000.000,00
2. Daun Kat (Bawah 2) Rp. 3.000.000,00 - Rp. 4.000.000,00
3. Daun MA (Matang Atas) Rp. 5.000.000,00 - Rp. 6.000.000,00
4. Daun T1 (Tengah 1)
Rp. 7.000.000,00 - Rp. 10.000.000,00 5. Daun T2 (Tengah 2)
6. Daun T3 (Tengah 3)
7. Daun T4 (Tengah 4) Rp. 6.000.000,00 - Rp. 7.000.000,00
8. Daun Pucuk (Top) Rp. 2.000.000,00 - Rp. 3.000.000,00
Sumber: Data Primer, 2018
c. Kesepakatan Kuantitas
Kesepakatan kuantitas merupakan batasan jumlah tembakau maksimal
yang harus disetorkan petani dalam satu hektar. Kesepakatan kuantitas daun
tembakau yang berlaku merupakan jumlah tembakau yang sudah kering. Jumlah
maksimal tembakau kering yang bisa disetorkan petani mitra adalah sebanyak 1
ton 3 kwintal tembakau kering.
Perusahaan Mayangsari sebagai pihak kesatu dalam kemitraan memiliki
beberapa peran yang harus dipenuhi selama menjalankan kemitraan. Perusahaan
mitra memiliki kewajiban antara lain: a) memberikan fasilitas pinjaman modal
usahatani tembakau kepada petani sebagai langkah awal untuk melakukan
usahatani tembakau, b) memberikan bantuan berupa input produksi seperti pupuk
dan obat pertanian sesuai dengan standar baku perusahaan, c) memberikan
pendampingan berupa monitoring secara langsung dilahan terkait dengan teknis
budidaya tembakau Besuki Na-Oogst yang baik dan benar, d) memberikan
pembinaan kepada petani terkait teknis usahatani tembakau sebelum penanaman,
dan e) membeli hasil produksi petani tembakau sesuai dengan kualitas dan harga
yang telah disepakati. Beberapa peran tersebut wajib dilakukan perusahaan karena
sudah menjadi sebuah kesepakatan bersama diantara pihak-pihak yang bermitra.
Beberapa bentuk kontrak yang juga telah disepakati antara pihak petani
tembakau Besuki Na-Oogst dengan perusahaan Mayangsari dapat dilihat pada
tabel 5.3.
87
Tabel 5.3. Bentuk Kontrak antara Petani Tembakau dengan Perusahaan Mayangsari
No. Bentuk Kontrak Keterangan Sifat
1. Sarana Produksi
Pupuk
Pupuk KS (Kalk Salpeter), Saprodag, Urea
dan ZA Tetap
Obat Pertanian Folicur WP, Bactocyn, Ridomil, Confidor, Tetap
Prevathon, Cabrio, Anthracol, dan
Demolish
2. Uang Rp. 4.000.000,00 ,- /Ha Tetap
3. Perbaikan Gudang
Tergantung banyaknya biaya yang
dibutuhkan petani Tidak tetap
4. Output
Produksi 1,3 ton Tetap
Kualitas
Tidak Rusak (robek), Tidak hitam,
Tidak ada bercak Tetap
Sumber : Data Primer Diolah, 2018
Bentuk kontrak pada tabel 5.3 diatas merupakan kontrak kemitraan yang
sudah menjadi kesepakatan bersama dan wajib dipatuhi oleh kedua belah pihak.
Petani mitra wajib menjalankan kontrak yang berlaku khususnya bertujuan untuk
mendapatkan kualitas tembakau Besuki Na-Oogst yang diharapkan perusahaan
mitra. Tanpa adanya realisasi yang baik, maka kemitraan tidak akan berjalan
dengan baik pula sehingga masing-masing pihak mitra bisa kehilangan
keuntungan dalam bermitra.
Kemitraan dengan perusahaan Mayangsari sudah dilaksanakan sejak tahun
2015. Kemitraan tersebut mengalami perkembangan yang sangat baik dimana
jumlah petani mitra mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kuota lahan dari
perusahaan juga mengalami peningkatan. Keunggulan yang diperoleh petani dari
kemitraan dengan perusahaan Mayangsari yakni pembayaran dilakukan secara
cash setelah harga beli tembakau mencapai kesepakatan. Petani boleh melakukan
tawar menawar terhadap harga beli tembakau dengan perusahaan Mayangsari.
Apabila sudah memperoleh kesepakatan harga diantara kedua belah pihak, maka
perusahaan akan membayar hasil panen tersebut secara cash melalui proses
transfer ke rekening masing-masing petani mitra. Kegiatan kontrol oleh PPL dan
bagian agronomis perusahaan dilakukan secara langsung di lahan maupun di
gudang pengering sebanyak kurang lebih 5 kali selama musim tanam.
88
Petani tembakau Besuki Na-Oogst sebagai pihak kedua memiliki beberapa
peran yang harus dilaksanakan dalam kemitraan yang berlangsung. Petani
tembakau memiliki beberapa hak diantaranya: a) mendapatkan bantuan modal
usahatani dan input produksi dari perusahaan mitra, b) mendapatkan pembinaan
setiap sebulan sekali guna melakukan evaluasi dan sharing terkait dengan
perkembangan produksi yang dilakukan, dan c) mendapatkan pendampingan
teknis secara langsung di lahan guna mendapatkan informasi terkait budidaya
tembakau. Petani tembakau memiliki beberapa kewajiban antara lain: a)
menyediakan hamparan lahan untuk usahatani tembakau besuki Na-Oogst, b)
melakukan perawatan budidaya tembakau Besuki Na-Oogst dengan baik, c)
melakukan kegiatan operasional baik di lahan maupun di gudang pengeringan
sesuai dengan standar baku teknis yang telah disepakati, d) dilarang menyetorkan
jenis tembakau selain tembakau Besuki Na-Oogst, e) mengikuti anjuran teknis
yang diarahkan oleh perusahaan mitra, f) dilarang menjual hasil produksinya
kepada pihak lain dan g) menjaga kebersihan gudang pengering tembakau
khususnya dari sampah anorganik.
Bantuan modal dari perusahaan Mayangsari yakni sejumlah uang sebesar
Rp. 20.871.000,00 untuk lahan seluas 2 hektar. Modal tersebut diberikan kepada
petani mitra dalam bentuk uang untuk modal usahatani, uang untuk perbaikan
gudang pengering, pupuk, serta obat pertanian dalam bentuk pinjaman.
Pengembalian pinjaman dilakukan pada saat panen yakni dengan memotong hasil
panen sesuai dengan kesepakatan yang berlaku. Pelunasan atau pengembalian
pinjaman tersebut berbeda-beda setiap petani mitra. Ada petani yang memilih
untuk melakukan pelunasan dengan cara diangsur, da nada pula petani yang
melakukan pelunasan dengan cara langsung melunasinya pada sekali panen.
Petani yang memilih untuk melakukan pelunasan dengan cara diangsur yakni
melalui pemotongan pada hasil panen tembakau. Besarnya potongan yang
dilakukan perusahaan adalah sesuai dengan kesepakatan petani secara individu.
Pinjaman petani wajib dikembalikan secara keseluruhan selama satu musim tanam
baik dengan cara diangsur maupun secara langsung.
89
Kebersihan merupakan aspek penting yang diperhatikan oleh perusahaan
Mayangsari, baik kebersihan di lahan, gudang pengering serta terutama tembakau
yang akan disetorkan. Tembakau yang dihasilkan harus bersih dari NTM (Non
Tobacco Material) seperti misalnya ranting kayu, sampah anorganik maupun
material lain yang tidak berhubungan dengan daun tembakau. Oleh karena itu,
perusahaan memiliki standar teknis yang harus dipatuhi oleh petani untuk
mendapatkan tembakau dengan kualitas yang tinggi. Perusahaan mewajibkan
petani menggunakan ALP (Alat Lindung Pekerja) yang meliputi penggunaan baju,
masker, serta sarung tangan dari perusahaan ketika petani melakukan kegiatan
produksi di lahan. Berdasarkan hasil penelitian, pola kemitraan kerjasama
operasional agribisnis (KOA) yang tumbuh dan berkembang dalam kerjasama
antara petani tembakau Besuki Na-Oogst dengan perusahaan Mayangsari dapat
digambarkan seperti pada gambar 5.1.
90
Gambar 5.1 Skema Kemitraan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst dengan
Perusahaan Mayangsari
Petani Tembakau Besuki
Na-Oogst
Kontrak Mitra selama 4
Tahun
Perusahaan Mayangsari
Hak :
a) mendapatkan bantuan modal dan
input produksi,
b) mendapatkan pembinaan setiap
sebulan sekali,
c) mendapatkan pendampingan teknis
secara langsung di lahan.
Hak:
memperoleh kuantitas tembakau
sesuai dengan kesepakatan yang
berlaku.
Kewajiban:
a) menyediakan hamparan lahan,
b) melakukan kegiatan operasional
sesuai dengan standar teknis yang
telah disepakati,
c) petani dilarang menyetorkan jenis
tembakau selain tembakau Besuki
Na-Oogst,
d) mengikuti anjuran teknis yang
diarahkan oleh perusahaan,
e) petani dilarang menjual hasil
produksinya kepada pihak lain,
f) menjaga kebersihan gudang
pengering tembakau.
Kewajiban:
a) memberikan fasilitas pinjaman
modal usahatani,
b) memberikan kredit berupa input
produksi,
c) memberikan monitoring secara
langsung dilahan,
d) memberikan pembinaan kepada
petani,
e) membeli hasil produksi petani
tembakau sesuai dengan kualitas
dan harga yang telah disepakati,
f) melakukan pembayaran maksimal
3 hari setelah tembakau
disetorkan,
g) memberikan sanksi kepada petani
yang melakukan pelanggaran.
Sanksi:
a) Peringatan pertama, teguran
kepada petani yang melakukan
pelanggaran.
b) Peringatan kedua, pengurangan
bantuan.
c) Peringatan ketiga,
memberhentikan petani dari
keanggotaan kemitraan.
91
Kemitraan yang terjalin antara kedua belah pihak memberlakukan aturan
kerjasama yang harus dipatuhi. Beberapa aturan kerjasama yang telah disepakati
antara lain: a) petani mitra bukan merupakan warga Kelurahan Antirogo yang
tergolong di bawah umur, b) kebersihan lingkungan gudang harus selalu
diperhatikan terutama dari sampah-sampah anorganik, c) tembakau kering yang
akan disetorkan harus dalam keadaan utuh atau tidak hancur sedikitpun, dan d)
warna tembakau tidak boleh ada bercak kuning sedikitpun.
Berdasarkan hasil identifikasi yang disesuaikan dengan indikator pola
kemitraan, dapat disimpulkan bahwa kemitraan antara petani tembakau Besuki
Na-Oogst dengan perusahaan Mayangsari adalah pola kemitraan Kerjasama
Operasional Agribisnis (KOA). Bentuk kemitraan tersebut didasarkan atas
beberapa indikator pola kemitraan dimana peran perusahaan mitra antara lain
menyediakan biaya, modal, manajemen, sarana produksi serta jaminan pasar.
Petani tembakau sebagai pihak kedua dalam kemitraan memiliki peran
diantaranya menyediakan lahan, sarana produksi dan tenaga kerja.
5.2.2 Kemitraan Kontrak Harga Tetap
Perusahaan Tempurejo merupakan pihak kesatu dalam kemitraan yang
dilakukan dengan petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo
sebagai pihak keduanya. Kemitraan tersebut dilakukan dengan menerapkan
kontrak harga tetap. Kemitraan yang terjalin merupakan kesepakatan bersama
yang diawali dengan ajakan pihak PPL perusahaan mitra yakni perusahaan
Tempurejo. Kemitraan dengan perusahaan Tempurejo dilakukan sejak tahun 2017
dengan anggota mitra yang tersebar ditiga kelompok tani di Kelurahan Antirogo.
Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan dapat diketahui bahwa
bentuk kemitraan yang terjalin antara petani tembakau Besuki Na-Oogst
Kelurahan Antirogo dengan Perusahaan Tempurejo termasuk dalam kategori pola
kemitraan kerjasama operasional agribisnis (KOA). Pola kemitraan operasional
agribisnis (KOA) merupakan suatu bentuk kemitraan yang dijalankan oleh
perusahaan dengan kelompok mitra. Pada prinsipnya bentuk kemitraan KOA
mensyaratkan kelompok mitra untuk menyediakan lahan, sarana produksi serta
92
tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra memiliki peran sebagai pihak yang
menyediakan biaya usahatani dalam bentuk pinjaman berupa uang, sarana
produksi, manajemen serta menjamin pasar akan hasil produksi yang diperoleh
pihak kelompok mitra. Kemitraan antara petani tembakau di Kelurahan Antirogo
dengan Perusahaan Tempurejo dilakukan sesuai dengan kesepakatan yang telah
berlaku. Ada beberapa kesepakatan yang berlaku yakni antara lain kesepakatan
usahatani, kesepakatan harga.
a. Kesepakatan Usahatani
Kesepakatan usahatani menekankan kewajiban petani dalam menggunakan
jenis pupuk serta obat pertanian dalam kegiatan produksi. Pupuk yang wajib
digunakan oleh petani antara lain pupuk ZA, KS dan Saprodag. Pestisida yang
wajib digunakan oleh petani dalam usahatani tembakau Besuki Na-Oogst antara
lain Folicur WP, Bactocyn, Ridomil, Confidor, Prevathon, Anthracol, dan
Demolish. Petani mitra dilarang menggunakan obat pertanian jenis lain selain
yang dianjurkan oleh perusahaan.
b. Kesepakatan Harga
Kesepakatan harga merupakan kesepakatan harga beli tembakau yang
dihasilkan oleh petani. Harga beli tembakau yang disepakati oleh petani dengan
perusahaan Tempurejo adalah harga tetap. Harga beli daun tembakau bersifat
tetap tanpa memperhatikan kualitas tembakau yakni sebesar Rp. 5.500.000,00,-
per kwintal.
Perusahaan Tempurejo sebagai pihak kesatu dalam kemitraan memiliki
beberapa peran yang harus dipenuhi selama menjalankan kemitraan. Perusahaan
mitra memiliki kewajiban antara lain: a) memberikan fasilitas pinjaman modal
usahatani tembakau kepada petani, b) memberikan bantuan berupa input produksi,
c) memberikan pendampingan berupa monitoring secara langsung dilahan, d)
memberikan pembinaan kepada petani terkait teknis usahatani tembakau sebelum
penanaman, e) membeli hasil produksi petani tembakau sesuai dengan kualitas
dan harga yang telah disepakati, f) melakukan pembayaran maksimal 3 hari
setelah tembakau disetorkan, g) memberikan sanksi kepada petani yang
melakukan pelanggaran.
93
Kemitraan dengan perusahaan Tempurejo dilaksanakan sejak tahun 2017
dengan petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo. Keunggulan
yang diperoleh petani dari kemitraan dengan perusahaan Tempurejo yakni
meskipun daun tembakau yang dihasilkan memiliki kualitas yang tidak baik,
harga beli tembakau tetap sesuai dengan harga yang telah disepakati. Artinya, jika
daun tembakau jelek harga beli daun tembakau tidak murah. Petani bisa
mendapatkan keuntungan atau pendapatan yang lebih stabil dari kontrak harga
tersebut.
Petani tembakau Besuki Na-Oogst sebagai pihak kedua memiliki beberapa
peran yang harus dilaksanakan dalam kemitraan yang berlangsung. Petani
tembakau memiliki beberapa hak diantaranya: a) menyediakan hamparan lahan
untuk usahatani tembakau besuki Na-Oogst, b) melakukan kegiatan operasional
baik di lahan maupun di gudang pengeringan sesuai dengan standar teknis yang
telah disepakati, c) petani dilarang menyetorkan jenis tembakau selain tembakau
Besuki Na-Oogst, d) mengikuti anjuran teknis yang diarahkan oleh perusahaan,
petani dilarang menjual hasil produksinya kepada pihak lain, e) menjaga
kebersihan gudang pengering tembakau khususnya dari sampah anorganik dan f)
tidak menggunakan jenis pestisida atau obat pertanian diluar anjuran perusahaan.
Modal usahatani diberikan perusahaan Tempurejo kepada petani mitra.
Modal tersebut diberikan kepada petani mitra dalam bentuk uang untuk modal
usahatani, pupuk, serta obat pertanian dalam bentuk pinjaman. Pengembalian
pinjaman dilakukan pada saat panen yakni dengan memotong hasil panen sesuai
dengan kesepakatan yang berlaku. Berdasarkan hasil penelitian, pola kemitraan
kerjasama operasional agribisnis (KOA) yang tumbuh dan berkembang dalam
kerjasama antara petani tembakau Besuki Na-Oogst dengan perusahaan
Tempurejo dapat digambarkan seperti pada gambar 5.2.
94
Gambar 5.2 Skema Kemitraan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst dengan
Perusahaan Tempurejo
Petani Tembakau Besuki
Na-Oogst Perusahaan Tempurejo
Hak :
a) mendapatkan bantuan modal dan
input produksi dari perusahaan mitra,
b) mendapatkan pendampingan teknis
secara langsung di lahan.
Hak:
Memperoleh seluruh hasil produksi
petani mitra.
Kewajiban:
a) menyediakan hamparan lahan,
b) melakukan kegiatan operasional
sesuai dengan standar teknis
yang telah disepakati,
c) petani dilarang menyetorkan
jenis tembakau selain tembakau
Besuki Na-Oogst,
d) mengikuti anjuran teknis yang
diarahkan oleh perusahaan,
e) petani dilarang menjual hasil
produksinya kepada pihak lain,
f) menjaga kebersihan gudang
pengering,
g) tidak menggunakan jenis
pestisida atau obat pertanian
diluar anjuran perusahaan.
Kewajiban:
a) memberikan fasilitas pinjaman
modal usahatani,
b) memberikan bantuan berupa
input produksi,
c) memberikan pendampingan
berupa monitoring,
d) membeli hasil produksi petani
tembakau sesuai dengan harga
yang telah disepakati,
e) memberikan sanksi kepada
petani yang melakukan
pelanggaran.
Sanksi:
Pelanggaran yang dilakukan petani
mitra dikenakan sanksi berupa
teguran dari perusahaan.
Penyelesaian masalah dilakukan
secara kekeluargaan.
95
Berdasarkan hasil identifikasi yang disesuaikan dengan indikator pola
kemitraan, dapat disimpulkan bahwa kemitraan antara petani tembakau Besuki
Na-Oogst dengan perusahaan Tempurejo adalah pola kemitraan Kerjasama
Operasional Agribisnis (KOA). Bentuk kemitraan tersebut didasarkan atas
beberapa indikator pola kemitraan dimana peran perusahaan mitra antara lain
menyediakan biaya, manajemen, sarana produksi serta jaminan pasar. Petani
tembakau sebagai pihak kedua dalam kemitraan memiliki peran diantaranya
menyediakan lahan, sarana produksi dan tenaga kerja.
Realisasi kontrak kemitraan oleh petani tembakau Besuki Na-Oogst di
Kelurahan Antirogo dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.4 Realisasi Kontrak Kemitraan oleh Petani Tembakau di Kelurahan Antirogo
No. Keterangan Realisasi
Mitra Harga Tetap Mitra Harga
Tidak Tetap
1. Luas Lahan (Ha) 1.15 0.81
2. Pupuk (Kg):
KS 115.26 99.09
Saprodag 115.51 97.73
Urea 118 94.09
ZA 112 108.18
3. Obat Pertanian (L):
Folicur WP 0.56 0.81
Bactocyn 0.92 0.25
Ridomil 1.15 0.13
Confidor 0.35 0.3
Prevathon 0.29 0.13
Cabrio 0.29 0.2
Anthracol 0.29 0.13
Demolish 0.46 0.14
4. Produksi (Kw) 13.6 10.9
5. Harga (Rp/Kw) 5594871.79 3818182
Sumber: Data Primer Diolah, 2018
Tabel 5.4 menjelaskan mengenai realisasi kontrak kemitraan pada petani
tembakau Besuki Na-Oogst mitra dan non mitra di Kelurahan Antirogo. Data
tersebut merupakan jumlah rata-rata dari masing-masing petani, dimana petani
mitra berjumlah 39 petani sedangkan petani non mitra berjumlah 11 orang petani.
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
96
pada realisasi petani mitra dan non mitra. Perbedaan tersebut sangat menonjol
terutama pada penggunaan pupuk serta obat pertanian. Pupuk yang digunakan
oleh petani berbeda pada masing-masing petani karena disesuaikan dengan
kebutuhan tanah yang ada. Petani mitra wajib menggunakan keempat jenis pupuk
yang sudah dijadikan standar oleh perusahaan Mayangsari. Penggunaan obat
pertanian oleh petani mitra sudah sesuai dengan anjuran dari perusahaan, sehingga
penggunaan sudah sesuai dengan standar baku teknis dari perusahaan Mayangsari.
Harga tembakau petani mitra merupakan harga tidak tetap atau berdasarkan
kualitas tembakau yang dihasilkan, sedangkan harga tembakau petani non mitra
merupakan harga tetap tanpa harus melihat kualitas tembakau.
5.3 Faktor-faktor yang Mendasari Pengambilan Keputusan Petani
Tembakau Besuki Na-Oogst dalam Menentukan Keputusan Bermitra
dengan Kontrak Harga Tidak Tetap
Tembakau Besuki Na-Oogst merupakan salah satu komoditas yang
diusahakan oleh petani di Kelurahan Antirogo. Petani tembakau Besuki Na-Oogst
terdiri dari dua kelompok yakni kelompok mitra dengan kelompok non mitra.
Petani tembakau Besuki Na-Oogst mitra masih mendominasi di Gapoktan Cahaya
Muda Kelurahan Antirogo dan bahkan mengalami peningkatan anggota mitra
setiap tahunnya. Adanya minat petani tembakau untuk bergabung melakukan
kemitraan dikarenakan banyak keuntungan yang diperoleh. Keuntungan yang
diperoleh antara lain jaminan pemasaran, input produksi serta manajemen dari
perusahaan mitra. keuntungan bermitra merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap keputusan petani melakukan kemitraan. Beberapa faktor
juga diduga mampu mempengaruhi pengambilan keputusan petani tembakau
dalam melakukan kemitraan. Variabel yang diduga berpengaruh yakni antara lain
variabel Umur (X1), Pendidikan (X2), Pengalaman (X3), Jumlah Anggota
Keluarga (X4), Pendapatan (X5), Perilaku terhadap Risiko (X6) dan Luas Lahan
(X7). Faktor-faktor tersebut dianalisis menggunakan analisis regresi logistik
dengan bantuan software program SPSS.
97
Hasil analisis regresi logistik dilakukan pada masing-masing variabel yang
diduga mempengaruhi pengambilan keputusan petani tembakau melakukan
kemitraan. Tujuan dari analisis tersebut yakni untuk mengetahui masing-masing
variabel yang berpengaruh ataupun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pengambilan keputusan petani tembakau melakukan kemitraan dengan perusahaan
Mayangsari. Beberapa kriteria pengujian harus dipenuhi dalam analisis regresi
logistik sehingga model yang digunakan dapat dikatakan layak untuk dianalisis.
Hasil analisis regresi logistik dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Hasil Analisis Regresi Logistik Mengenai Pengambilan Keputusan Petani
Tembakau dalam Melakukan Kemitraan
Output Signifikansi Nilai
Omnimbus Test of Model Coefficient 0.000 27.830
Nagelkerke R Square 0.000 0.66
-2 Log Likelihood (step 0) 0.000 52.691
-2 Log Likelihood (step 1) 0.000 24.861
Classification Table 0.000 90%
Hosmer and Lemeshow's 0.654 5.937
Sumber: Data Primer diolah, 2018
a. Omnimbus Test of Model Coefficient dari Model Logistik Mengenai
Pengambilan Keputusan Petani Tembakau dalam Melakukan Kemitraan
Omnimbus Test of Model Coefficient dalam analisis regresi logistik
digunakan untuk menguji kelayakan suatu model persamaan yang didasarkan pada
ada atau tidaknya variabel independen yang berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen sehingga layak untuk dilakukan penjelasan.
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa hasil analisis logistik
menunjukkan nilai Chi-Square (G-hitung) sebesar 27,830 dengan nilai
signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari taraf
kesalahan 0,01 yang berarti bahwa dengan taraf kepercayaan 99%, terdapat
minimal satu variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa model yang digunakan layak dan dapat digunakan untuk analisis.
b. Nagelkerke R Square dari Model Logistik Mengenai Pengambilan Keputusan
Petani Tembakau dalam Melakukan Kemitraan
Pengujian selanjutnya dilakukan dengan melihat nilai statistik -2 log
likelihood yang bertujuan untuk mengetahui apakah dengan adanya penambahan
98
variabel independen dapat secara signifikan memperbaiki model. Pengujian ini
dilakukan dengan membandingkan nilai statistik -2 log likelihood pada hasil
analisis Blok 0 dengan nilai statistik pada hasil analisis Blok 1. Jika terjadi
penurunan dari nilai statistik pada Blok 0 ke Blok 1, maka dapat dikatakan bahwa
adanya penambahan variabel independen kedalam model mampu secara
signifikan memperbaiki model. Output Nagelkerke R Square digunakan untuk
mengetahui kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel
dependen.
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai statistik -
2 log likelihood pada Blok 0 yakni sebesar 52,961 menjadi 24,861 pada hasil
analisis Blok 1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya penambahan variabel
independen dapat memperbaiki model atau dengan kata lain adanya penambahan
variabel independen secara signifikan dapat memperbaiki model. Nilai Nagelkerke
R Square sebesar 0,66 memiliki arti bahwa variabilitas variabel dependen dapat
dijelaskan sebesar 66 % oleh variabilitas variabel independen.
c. Classification Table dalam Model Logistik Mengenai Pengambilan Keputusan
dalam Melakukan Kemitraan
Hasil analisis pada output classification table digunakan untuk
menjelaskan tingkat akurasi model yang digunakan untuk menduga kondisi yang
terjadi di lokasi penelitian. Output classification table merupakan nilai persentase
dari model logistik yang digunakan dalam analisis apakah sudah mampu
menjelaskan kondisi yang sebenarnya di lapang. Tabel klasifikasi dapat digunakan
untuk mengukur tingkat akurasi dalam memprediksi perubahan variabel
dependen. Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa hasil analisis pada output
classification table yakni sebesar 90%. Hasil tersebut memiliki arti bahwa model
yang digunakan sudah layak dan baik karena mampu menduga dengan benar
kondisi di lapang terkait dengan pengambilan keputusan petani dalam melakukan
kemitraan sebesar 90%. Model yang digunakan sudah memiliki tingkat akurasi
yang tinggi untuk menggambarkan kondisi dilapang terkait dengan pengambilan
keputusan petani melakukan kemitraan.
99
d. Output Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test dari Model Logistik
Mengenai Pengambilan Keputusan Petani Tembakau dalam Melakukan
Kemitraan
Uji kelayakan model regresi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan antara klasifikasi yang diduga dalam model dengan klasifikasi yang
diamati di lapang. Uji kelayakan model regresi dapat dilihat pada output Hosmer
and Lemeshow’s Goodness of Fit Test dan membandingkannya dengan taraf
kesalahan yang digunakan (0,1). Jika hasil analisis pada output tersebut lebih
besar dari taraf kesalahan (0,1) maka model regresi dikatakan layak dan baik.
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi output
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sebesar 0,654 atau lebih besar dari
taraf kesalahan (0,1). Hasil tersebut memiliki arti bahwa model regresi binary
logistik yang digunakan baik dan layak untuk dipakai pada analisis selanjutnya
karena tidak ada perbedaan yang nyata antara model dengan data dilapang (model
regresi sesuai dengan data sebenarnya).
e. Uji Wald (Signifikansi parsial)
Uji Wald atau uji signifikansi secara parsial (individu) merupakan suatu
pengujian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen secara individu. Variabel indepeden
dikatakan berpengaruh secara signifikan terhadap pengambilan keputusan petani
tembakau melakukan kemitraan jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil
dari taraf kesalahan (0,1). Uji Wald dapat dilihat pada output Variable in the
Equation seperti pada tabel 5.6 berikut.
Tabel 5.6 Output Variable in the Equation pada Model Logistik Mengenai Pengambilan
Keputusan Petani dalam Melakukan Kemitraan
Variabel B S.E. Wald dF Sig. Exp(B)
Umur (X1) -0.162 0.081 4.021 1 0.045** 0.851
Pendidikan (X2) -0.459 0.246 3.489 1 0.062* 0.632
Pengalaman (X3) 0.788 0.484 2.649 1 0.104ns
2.199
Anggota Keluarga (X4) -0.258 0.485 0.283 1 0.595ns
0.773
Pendapatan (X5) 0.224 0.098 5.174 1 0.023** 1.251
Perilaku Risiko (X6) 0.608 0.752 0.653 1 0.419ns
1.836
Luas Lahan (X7) -6.467 2.75 5.53 1 0.019** 0.002
Constant 4.508 8.551 0.278 1 0.598ns
90.715 Sumber: Data Primer diolah, 2018
100
Keterangan:
B : Koefisien Variabel
S.E. : Standar Error
Wald : Nilai Wald
dF : Derajat Bebas
Sig. : Nilai Signifikansi
Exp(B) : Nilai Odd Ratio
*) : Signifikan pada taraf kepercayaan 95%
**) : Signifikan pada taraf kepercayaan 90%
ns) : Tidak signifikan
Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa ada empat variabel independen
yang berpengaruh secara signifikan terhadap pengambilan keputusan petani
tembakau dalam melakukan kemitraan dari tujuh variabel yang diprediksi.
Variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap pengambilan keputusan
petani tembakau dalam melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap antara lain
variabel Umur (X1), Pendidikan (X2), Pendapatan (X5), dan Luas Lahan (X7)
dengan nilai signifikansi lebih besar dari taraf kesalahan (0,1). Variabel yang tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap pengambilan keputusan petani tembakau
dalam melakukan kemitraan antara lain variabel Pengalaman (X3), Anggota
Keluarga (X4) dan Perilaku Risiko (X6) dengan nilai signifikansi lebih besar dari
taraf kesalahan (0,1). Model persamaan logistik yang diperoleh dari hasil analisis
pada tabel 5.5 adalah sebagai berikut:
Yi= e4,508-0,162X1-0,459X2 0,788X3-0,258X4 0,224X5 0,608X6-6,467X7
1 e 4,508-0,162X1-0,459X2 0,788X3-0,258X4 0,224X5 0,608X6-6,467X7
Penjelasan mengenai variabel independen yang telah diuji adalah sebagai
berikut:
1. Variabel Umur (X1)
Variabel umur merupakan salah satu variabel yang diduga mempengaruhi
pengambilan keputusan petani dalam melakukan kemitraan kontrak harga tidak
tetap. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa variabel umur (X1) berpengaruh
secara signifikan terhadap pengambilan keputusan petani tembakau dalam
melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap. Nilai signifikansi variabel umur
lebih kecil dari taraf kesalahan (0,1) yakni sebesar 0,045. Nilai koefisien regresi
sebesar -0,162 dapat diartikan bahwa probabilitas variabel umur petani tembakau
101
dalam melakukan kemitraan kontak harga tidak tetap lebih rendah dibandingkan
dengan melakukan kemitraan harga tetap. Nilai Exp(B) sebesar 0,851 dari
variabel umur memiliki arti bahwa risiko petani yang memiliki umur 1 tahun lebih
tua adalah sebesar 0,851 kali dibandingkan dengan petani yang umurnya 1 tahun
lebih muda. Dengan kata lain, petani tembakau Besuki Na-Oogst yang memiliki
umur 1 tahun lebih tua merasa memiliki risiko lebih besar (lebih enggan) untuk
melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap.
Variabel umur merupakan salah satu faktor yang berpengaruh nyata
terhadap pengambilan keputusan petani dalam melakukan kemitraan kontrak
harga tidak tetap. Soekartawi (2005) menyebutkan bahwa semakin muda umur
petani maka akan semakin tinggi pula semangat petani untuk melakukan suatu hal
yang belum pernah mereka ketahui sebelumnya. Petani dengan umur lebih muda
cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar serta merasakan dampak dari
adanya suatu kemitraan. Petani tembakau akan berekspektasi terhadap keuntungan
yang akan diperoleh melalui kemitraan yang dilakukan. Pendapat tersebut
menjelaskan bahwa umur petani menjadi salah satu faktor yang berpengaruh nyata
terhadap pengambilan keputusan petani dalam melakukan kemitraan.
Menurut BPS (2013), menyebutkan bahwa umur produktif berada pada
rentang umur 15-64 tahun, sedangkan umur tidak produktif yakni < 15 tahun dan
atau > 65 tahun. Rata-rata umur petani tembakau Besuki Na-Oogst mitra yakni 45
tahun. Umur tersebut masih tergolong produktif sehingga petani mampu berpikir
jangka panjang terhadap produk tembakau yang dihasilkan. Kemitraan dilakukan
oleh petani dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan terutama adanya
bantuan modal dan input usahatani, manajemen serta jaminan pasar. Petani
dengan rata-rata umur 45 tahun masih cenderung memikirkan kepastian harga
serta kepastian pasar akan produk tembakau yang dihasilkan pada saat panen,
mengingat biaya usahatani tembakau yang diperlukan cukup besar. Hal ini
menyebabkan petani lebih memilih untuk melakukan kemitraan kontrak harga
tidak tetap. Oleh karena itu, variabel umur merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh nyata terhadap keputusan petani dalam melakukan kemitraan harga
tidak tetap.
102
2. Variabel Pendidikan (X2)
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pendidikan (X2) berpengaruh
secara signifikan terhadap pengambilan keputusan petani tembakau dalam
melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap dengan nilai signifikansi sebesar
0,062 atau lebih kecil dari taraf kesalahan (0,1). Nilai koefisien regresi sebesar -
0,459 memiliki arti bahwa probabilitas variabel pendidikan petani tembakau
dalam menentukan keputusan bermitra dengan kontrak harga tidak tetap lebih
rendah dibandingkan dengan melakukan kemitraan kontrak harga tetap. Nilai
Exp(B) variabel pendidikan sebesar 0,632 menunjukkan bahwa risiko petani
tembakau yang memiliki masa pendidikan 1 tahun lebih tinggi adalah sebesar
0,632 kali dibandingkan petani lain yang memiliki masa pendidikan 1 tahun lebih
rendah. Dengan perkataan lain, petani tembakau Besuki Na-Oogst dengan
pendidikan lebih tinggi merasa mempunyai risiko lebih besar (lebih enggan) untuk
melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap dibandingkan dengan petani
berpendidikan lebih rendah.
Variabel pendidikan juga merupakan faktor kedua yang mempengaruhi
pengambilan keputusan petani tembakau dalam melakukan kemitraan kontrak
harga tidak tetap. Persentase pendidikan petani tembakau mitra di Gapoktan
Cahaya Muda yakni pendidikan tingkat diploma sebanyak 2,56%, pendidikan
tingkat SMA sebanyak 15,38%, pendidikan tingkat SMP sebanyak 33,33 %, dan
pendidikan tingkat SD sebanyak 43,59%. Berdasarkan persentase tingkat
pendidikan tersebut dapat terlihat bahwa tingkat pendidikan petani tembakau
mitra didominasi oleh petani dengan tingkat pendidikan sekolah dasar. Hal
tersebut sesuai dengan hasil analisis secara statistik yang menyebutkan bahwa
pendidikan berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani melakukan
kemitraan. Hal ini sejalan dengan penelitian Kusno (2016) yang menyebutkan
variabel pendidikan berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani
kopi arabika untuk bermitra.
Hasil analisis statistik menyebutkan bahwa pendidikan petani berpengaruh
secara negatif terhadap pengambilan keputusan petani melakukan kemitraan
kontrak harga tidak tetap. Semakin rendah tingkat pendidikan petani maka petani
103
akan cenderung memilih untuk bermitra. Hal tersebut dikarenakan petani dengan
pendidikan yang lebih rendah cenderung menghindari risiko usahatani. Petani
akan memilih untuk melakukan kemitraan karena orientasi petani tembakau
Besuki Na-Oogst mitra adalah adanya kepastian pasar. Petani tembakau Besuki
Na-Oogst di Gapoktan Cahaya Muda dengan tingkat pendidikan rendah hanya
menggantungkan hidupnya sebagai seorang petani tembakau saja dan tidak
memiliki profesi sampingan. Mengingat biaya yang dibutuhkan untuk modal
usahatani tembakau tinggi, maka petani memerlukan suatu kemitraan untuk
memudahkan petani dalam berusahatani dengan memperoleh pinjaman modal dari
perusahaan mitra.
3. Variabel Pengalaman (X3)
Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa pada taraf kepercayaan
90% variabel pengalaman (X4) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pengambilan keputusan petani tembakau dalam melakukan kemitraan kontrak
harga tidak tetap. Nilai signifikansi variabel pengalaman lebih besar dari taraf
kesalahan (0,1) yakni sebesar 0,104. Pengalaman petani tembakau dalam
mengusahakan jenis tembakau Besuki Na-Oogst di Gapoktan Cahaya Muda
memiliki rata-rata lama pengalaman yang sama yakni selama kurang lebih 8
tahun. Petani mengusahakan tanaman tembakau Besuki Na-Oogst biasanya
menyesuaikan dengan harga tembakau di pasar. Jika harga tembakau dipasar
meningkat, petani tembakau Besuki Na-Oogst di Gapoktan Cahaya Muda
meningkat jumlahnya. Oleh karena itu, pengalaman usahatani petani tembakau
Besuki Na-Oogst tidak berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani
tembakau melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap.
4. Variabel Jumlah Anggota Keluarga (X4)
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai signifikansi variabel jumlah
anggota keluarga (X4) sebesar 0,595 atau lebih besar dari taraf kesalahan (0,1).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel jumlah anggota keluarga tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap pengambilan keputusan petani tembakau
dalam melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap dengan taraf kepercayaan
90%. Hal ini selaras dengan penelitian Budi (2014) yang menjelaskan bahwa
104
variabel jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap pengambilan
keputusan petani untuk bergabung dengan KPTR mitra Putra Jaya. Kondisi
dilapang juga memperlihatkan bahwa jumlah anggota keluarga tidak
mempengaruhi keputusan petani tembakau untuk bermitra kontrak harga tidak
tetap karena dengan rata-rata umur petani mitra 45 tahun, sebagian anggota
keluarga sudah memiliki pekerjaan sendiri sehingga tidak menjadi tanggungan
keluarga lagi. Sebagian keluarga yang tinggal serumah dengan petani tembakau
Besuki Na-Oogst mitra sudah mampu mencukupi kebutuhannya sendiri dari hasil
pekerjaan yang ditekuni. Oleh karena itu, jumlah anggota keluarga tidak
berpengaruh nyata dengan pengambilan keputusan petani melakukan kemitraan
kontrak harga tidak tetap.
5. Variabel Pendapatan (X5)
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pendapatan (X5) berpengaruh
nyata terhadap pengambilan keputusan petani tembakau dalam melakukan
kemitraan kontrak harga tidak tetap. Nilai koefisien regresi sebesar 0,224
menunjukkan bahwa, pada taraf kepercayaan 90% probabilitas variabel
pendapatan dalam menentukan keputusan bermitra kontrak harga tidak tetap lebih
tinggi dibandingkan dengan keputusan bermitra kontrak harga tetap. Nilai Exp(B)
sebesar 1,251 memiliki arti bahwa, risiko petani yang memiliki pendapatan 1 juta
rupiah lebih tinggi adalah sebesar 1,251 kali dibandingkan dengan petani
tembakau yang pendapatannya lebih rendah 1 juta dibawahnya. Dengan perkataan
lain, petani tembakau Besuki Na-Oogst dengan pendapatan lebih tinggi merasa
memiliki risiko lebih kecil (lebih suka) untuk melakukan kemitraan kontrak harga
tidak tetap dibandingkan dengan petani lain yang pendapatannya lebih rendah
dibawahnya.
Pendapatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi pengambilan
keputusan petani untuk melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap. Hasil
tersebut sesuai dengan hasil penelitian Valentine (2017) yang menyebutkan bahwa
variabel pendapatan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh secara nyata
terhadap pengambilan keputusan petani bermitra. Hal tersebut selaras dengan
pendugaan awal bahwa semakin tinggi pendapatan petani maka petani akan
105
cenderung memilih bermitra. Kondisi dilapang memperlihatkan bahwa petani
cenderung memilih bermitra karena adanya kontrak harga serta jaminan pasar.
Beberapa kesepakatan dalam kemitraan antara petani tembakau Besuki
Na-Oogst dengan perusahaan mitra antara lain jaminan pasar, bantuan modal serta
kontrak harga. Kontrak harga yang disepakati antara perusahaan Mayangsari
dengan petani tembakau adalah kontrak harga tidak tetap. Artinya, harga daun
tembakau disesuaikan dengan kualitas tembakau yang dihasilkan. Semakin bagus
kualitas tembakau yang dihasilkan petani, maka akan semakin tinggi pula harga
beli oleh perusahaan. Harga tersebut juga mengikuti harga yang berlaku
dipasaran. Petani yang bermitra sudah memasuki tahun keempat, sehingga petani
sudah melakukan evaluasi selama tiga tahun berjalannya kemitraan tersebut.
Berdasarkan pengalaman yang diperoleh petani tembakau mitra, hasil panen yang
diperoleh petani cenderung berkualitas baik sehingga rata-rata harga jual
tembakau masih tergolong tinggi. Hal tersebut menyebabkan petani tembakau
mitra dengan kontrak harga tetap mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan petani non mitra sehingga pendapatannyapun menjadi
tinggi. Oleh karena itulah, pendapatan berpengaruh nyata terhadap pengambilan
keputusan petani dalam melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap.
6. Variabel Perilaku Risiko (X6)
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa variabel perilaku risiko (X6)
tidak berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani tembakau dalam
melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap. Nilai signifikansi yang diperoleh
lebih besar dari taraf kesalahan (0,1) yakni sebesar 0,419. Variabel perilaku
terhadap risiko merupakan salah satu variabel yang diduga mempengaruhi
pengambilan keputusan petani tembakau melakukan kemitraan kontrak harga
tidak tetap. Namun, berdasarkan uji statistik variabel tersebut tidak berpengaruh
nyata terhadap pengambilan keputusan petani tembakau Besuki Na-Oogst di
Gapoktan Cahaya Muda untuk melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap.
7. Variabel Luas Lahan (X7)
Variabel luas lahan merupakan salah satu variabel independen yang
berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani tembakau dalam
106
melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap. Nilai signifikansi variabel luas
lahan sebesar 0,019 atau lebih kecil dari taraf kesalahan (0,1). Nilai koefisien
regresi sebesar -6,467 memiliki arti bahwa probabilitas variabel luas lahan petani
tembakau dalam mengambil keputusan untuk melakukan kemitraan kontrak harga
tidak tetap lebih rendah dibandingkan dengan keputusan untuk bermitra kontrak
harga tetap. Nilai Exp(B) sebesar 0,002 menunjukkan bahwa risiko petani dengan
lahan 1 hektar lebih luas adalah sebesar 0,002 kali dibandingkan dengan petani
yang memiliki luas lahan lebih sempit. Dengan perkataan lain, petani tembakau
Besuki Na-Oogst yang lahannya 1 hektar lebih luas merasa mempunyai risiko
lebih besar (lebih enggan) untuk melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap
dibandingkan dengan petani yang lahannya lebih sempit.
Variabel luas lahan merupakan faktor keempat yang mempengaruhi
keputusan petani tembakau Besuki Na-Oogst melakukan kemitraan kontrak harga
tidak tetap. Hasil analisis statistik tersebut sesuai dengan hasil penelitian Wang et
al., (2014) yang menyebutkan bahwa variabel luas lahan berpengaruh secara
signifikan terhadap pengambilan keputusan petani dalam menentukan kontrak
kemitraan kontrak harga tidak tetap. Pengaruh luas lahan bernilai negatif terhadap
pengambilan keputusan petani. Hal ini sesuai dengan kondisi dilapang, dimana
rata-rata luas lahan petani tembakau Besuki Na-Oogst mitra adalah sebesar 1,15
hektar dengan mayoritas luas lahan yang dimiliki petani adalah dibawah 0,5
hektar. Luas lahan petani juga disesuaikan dengan kapasitas luas lahan yang
diberikan oleh perusahaan mitra sesuai dengan kesepakatan yang berlaku dalam
kemitraan.
107
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Proses kemitraan antara petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan
Antirogo Kecamatan Sumbersari dengan Perusahaan Mayangsari dan
Tempurejo diawali dengan adanya ajakan untuk melakukan kemitraan oleh
petugas PPL (Penyuluh Pertanian Lapang) dari perusahaan kepada petani.
Proses kemitraan yang berlangsung dicermati melalui beberapa kriteria
kesepakatan yang berlaku yakni: (a) tujuan bermitra, (b) jangka waktu
kerjasama, (c) hak dan kewajiban, (d) tata cara pendaftaran anggota baru, serta
(e) aspek penyelesaian masalah.
2. Pola kemitraan antara petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan
Antirogo Kecamatan Sumbersari dengan perusahaan Mayangsari dan
perusahaan Tempurejo yang terbentuk merupakan pola kerjasama operasional
agribisnis (KOA). Petani tembakau Besuki Na-Oogst memiliki kewajiban: (a)
menyediakan lahan, (b) sarana produksi yang tidak disediakan perusahaan,
serta (c) tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra berkewajiban: (a)
menyediakan modal usahatani, (b) menyediakan sarana produksi, (c)
pembinaan manajemen, serta (d) kepastian pasar.
3. Faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh nyata terhadap pengambilan
keputusan petani tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo
Kecamatan Sumbersari untuk melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap
antara lain: (a) umur, (b) pendidikan, (c) pendapatan, dan (d) luas lahan.
Variabel umur apabila meningkat 1 tahun maka risiko petani adalah sebesar
0,851 kali, artinya petani dengan umur 1 tahun lebih tua merasa mempunyai
risiko lebih besar (lebih enggan) untuk melakukan kemitraan kontrak harga
tidak tetap. Variabel pendidikan apabila meningkat 1 tahun maka risiko petani
adalah sebesar 0,632 kali, artinya petani dengan pendidikan 1 tahun lebih
tinggi merasa memiliki risiko lebih besar (lebih enggan) untuk melakukan
kemitraan kontrak harga tidak tetap. Variabel pendapatan apabila meningkat 1
juta rupiah maka risiko petani sebesar 1,251 kali, artinya petani dengan
108
pendapatan 1 juta lebih tinggi merasa memiliki risiko lebih rendah (lebih suka)
untuk melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap. Variabel luas lahan
apabila meningkat 1 hektar maka risiko petani sebesar 0,002 kali, artinya
petani dengan lahan lebih luas merasa memiliki risiko lebih besar (lebih
enggan) untuk melakukan kemitraan kontrak harga tidak tetap.
6.2 Saran
Berdasarkan temuan-temuan penting dalam penelitian ini, maka dapat
disarankan:
1. Proses kemitraan pada tembakau Besuki Na-Oogst di Kelurahan Antirogo
Kecamatan Sumbersari dengan Perusahaan Mayangsari dan Tempurejo tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip pengembangan kemitraan yang baik sehingga
perlu dilanjutkan.
2. Terkait dengan umur petani, bagi perusahaan yang ingin mengembangkan
kemitraan dengan kontrak harga tidak tetap sebaiknya memilih petani sasaran
yang berumur muda (dibawah 47 tahun).
3. Terkait dengan pendidikan petani, bagi perusahaan yang ingin
mengembangkan kemitraan dengan kontrak harga tidak tetap sebaiknya
memilih petani sasaran yang memiliki tingkat pendidikan rendah (dibawah 8
tahun).
4. Terkait dengan pendapatan petani, bagi perusahaan yang ingin
mengembangkan kemitraan dengan kontrak harga tidak tetap sebaiknya
memilih petani sasaran yang pendapatannya tinggi (diatas Rp. 41.458.394,25
per MT).
5. Terkait dengan luas lahan petani, bagi perusahaan yang ingin mengembangkan
kemitraan dengan kontrak harga tidak tetap sebaiknya memilih petani sasaran
yang lahannya tergolong sempit (dibawah 1,08 hektar).
109
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2016. Jawa Timur dalam Angka 2015. Jakarta:
Badan Pusat Statistik Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember. 2016. Kecamatan Sumbersari dalam
Angka 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember.
Budi, Ersa Prawita. 2014. “Faktor-Faktor yang Mendasari Keputusan Petani
Bergabung dengan KPTR (Koperasi Petani Tebu Rakyat) dan Peran KPTR
terhadap Petani Tebu (Studi Kasus di PG Pesantren Baru PTPN X
Kediri)”. Skripsi. Diterbitkan. Fakultas Pertanian: Universitas Jember.
Bungin, Burhan. 2011. Metode Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Choiron, M. 2010. Penerapan GMP pada Penanganan Pasca Panen Kopi Rakyat
untuk Menurunkan Okratoksin Produk Kopi (Studi Kasus di Sidomulyo,
Jember). Jurnal Agrointek, 4(2): 114-120.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia.Jakarta:
Direktorat Jenderal Perkebunan.
Dinas Perkebunan. 2011. Budidaya Tembakau Na-Oogst. Surabaya: Dinas
Perkebunan Provinsi Jawa Timur.
Efendi, Muchtar. 2007. “Analisis Pola Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani
Tembakau Besuki Na-Oogst di Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember”.
Skripsi. Diterbitkan. Fakultas Ekonomi: Universitas Jember.
Fachruddin, Achmad Arif. 2013. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengambilan Keputusan Petani Tembakau untuk Bermitra dengan
Koperasi Agrobisnis Terutama Nusantara melalui Koperasi Margi Utama”.
Skripsi. Diterbitkan. Fakultas Pertanian: Universitas Jember.
Fadilah, Ratna. 2010. Analisis kemitraan antara pabrik gula jatitujuh dengan
petani tebu rakyat di Majalengka, Jawa Barat. Jurnal Transdisiplin
Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia, 5(2): 159-172.
Firdaus, Muhammad. 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Gujarati, Damodar. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga.
110
Hammam, Rezza Haris. 2015. “Proses Pemasaran Hasil Pertanian Tembakau
(Studi Kasus Pada Proses Pemasaran Hasil Pertanian Tembakau di Desa
Mandisari Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung)”. Skripsi.
Diterbitkan. Fakultas Ilmu Pendidikan: Universitas Negeri Yogyakarta.
Hapsari, Endah. 2016. “Implementasi Pola Kemitraan Usahatani Sawit pada PT.
Perkebunan Nusantara VII Unit Bekri”. Skripsi. Diterbitkan. Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik: Universitas Lampung.
Isyanto, Agus Yuniawan. 2012. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap
Produksi pada Usahatani Padi di Kabupaten Ciamis. Jurnal Cakrawala
Galuh, 1(8): 1-8.
Januar, Jani. 2006. Kemitraan Agribisnis (Teori, Strategi dan Aplikasi). Jember:
Fakultas Pertanian UNEJ.
Jasuli, Affan. 2013. “Analisis Pola Kemitraan Petani Kapas dengan PT. Nusafarm
terhadap Pendapatan Usahatani Kapas di Kabupaten Situbndo”. Skripsi.
Tidak Diterbitkan. Fakultas Pertanian: Universitas Jember.
Kabul, Santoso. 2013. Tembakau Dibutuhkan dan Dimusuhi. Jember: UPT
Penerbitan UNEJ.
Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis
dan Ekonomi. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.
Kusno, Yuli Dwi. 2016. “Pola Kemitraan Petani Kopi Arabika dengan Perum
Perhutani serta Perbedaan Pendapatan Petani Kopi di Desa Kayumas
Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo”. Skripsi. Tidak Diterbitkan.
Fakultas Pertanian: Universitas Jember.
Matnawi, Hudi. 1997. Budidaya Tembakau Bawah Naungan.
Yogyakarta:Kanisius.
Najmudinrohman, C. 2010. “Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani
Tebu di Kecamatan Trangkil, Pati, Jawa Tengah”. Skripsi. Diterbitkan.
Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor.
Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.
Nachrowi, Nachrowi Djalal dan Hardius Usman. 2002. Penggunaan Teknik
Ekonometri (Pendekatan Populer dan Praktis Dilengkapi Teknik Analisis
dan Pengolahan Data dengan Menggunakan Paket Program SPSS).
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
111
Rochmatika, Raden Luthfi. 2006. “Kajian Kepuasan Petani Tebu Rakyat terhadap
Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula XYZ”. Skripsi. Diterbitkan. Fakultas
Pertanian: Institut Pertanian Bogor.
Rosadi, Dedi. 2011. Analisis Ekonometrika dan Runtun Waktu Terapan dengan R.
Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press.
Soetriono, Anik Suwandari dan Rijanto. 2006. Pengantar Ilmu Pertanian
(Agraris, Agrobisnis, Industri). Malang: Bayumedia Publisihing.
Soetriono, Evita Solihahani, Fenti Anisa Zulan, Nur Inayatin, Nanda Susanti,
Qory Zuniana. 2014. Agribisnis Tembakau Besuki Na-Oogst: Tinjauan
Ekonomi Pertanian. Malang: Surya Pena Gemilang.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alvabeta.
Sumardjo, Jaka S., dan Wahyu A. D. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan
Agribisnis. Jakarta: Penebar Swadaya.
Supranto. 2005. Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan. Jakarta: CV. Haji
Masagung.
Suratiyah, K. 2015. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.
Syamsi, Ibnu. 2000. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Utami, Sari W., Arif Daryanto dan Hari Rujito. 2014. Strategi Peningkatan Daya
Saing Tembakau Besuki Na-Oogst Berbasis Perbaikan Kinerja Mutu.
Jurnal Manajemen dan Agribisnis, 11(2): 100-109.
Valentine, B. D. 2017. “Faktor-faktor yang Mendasari Pengambilan Keputusan
Petani Tebu Bermitra dengan PG. Djatiroto”. Skripsi, Tidak diterbitkan.
Fakultas Pertanian: Universitas Jember.
Waluya, Bagja. 2007. Sosiologi- Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat.
Bandung: PT. Setia Purna Inves.
Wang, H. Holly, Yanbing Wang, dan Michael S. Delgado. 2014. The Transition
to Modern Agriculture: Contract Farming in Developing Economics.
Amer. J. Agr. Econ, 96(5): 1257-1271.
112
Windarta, Nani. 2006. “Analisis Komparatif Usahatani Tembakau Besuki Na-
Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember”. Skripsi. Diterbitkan.
Fakultas Pertanian: Universitas Muhammadiyah Jember.
Yuliati, Yayuk, Lintar Brillian Pintakami, Dina Novia Priminingtyas. 2013.
Analisis Kemitraan antara PG. Candi Baru dengan Petani Tebu Rakyat
Kerjasama Usaha (TRKSU) di Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.
Jurnal SEPA, 10(1): 27-39.
Zaelani, Achmad. 2008. “Manfaat Kemitraan Agribisnis Bagi Petani Mitra
(Kasus: Kemitraan PT. Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri
Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa
Barat)”. Skripsi. Diterbitkan. Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor.
Zuningsih, Nisa Atin Setya. 2016. “Faktor-Faktor yang Mendasari Keputusan
Petani dan Prospek Pengembangan Usahatani Kopi Arabika di Desa
Karangpring Kecamatan Sukorambi Kabupaten Jember”. Skripsi. Tidak
Diterbitkan. Fakultas Pertanian: Universitas Jember.
113
LAMPIRAN
Lampiran A. Identitas Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Usia Pendidikan Kelurahan Dusun Status
1 H. Nur Hasin 63 SMP Antirogo Trogowetan Mitra
2 P. Kus 47 SMP Antirogo Pelinggian Mitra
3 P. Yudi 62 SD Antirogo Pelinggian Mitra
4 P. Salim 47 SMP Antirogo Karang Tengah Mitra
5 H. Hasyim 61 D2 Antirogo Krajan Mitra
6 P. Abduh 40 SD Antirogo Krajan Mitra
7 P. Kris 55 SD Antirogo Krajan Mitra
8 H. Abdu Sa'id 50 SMA Antirogo Krajan Mitra
9 Hadi Siswoyo 58 SD Antirogo Krajan Mitra
10 P. Asbian 37 SD Antirogo Jambuan Mitra
11 P. Bukari 63
Antirogo Jambuan Mitra
12 P. Farid 57
Antirogo Jambuan Mitra
13 Musanifah 32 SD Antirogo Trogowetan Mitra
14 P. Deni 48 SMP Antirogo Trogowetan Mitra
15 P. Muhammad 38 SMP Antirogo Krajan Mitra
16 P. Ahmadi 50 SD Antirogo Pelinggian Mitra
17 P. Suryadi 44 SD Antirogo Trogowetan Mitra
18 P. Iyud 39 SMP Antirogo Trogowetan Mitra
19 P. Devi 46 SMP Antirogo Jambuan Mitra
20 P. Ilham 36 SMP Antirogo Pelinggian Mitra
21 P. Hasan 42 SMP Antirogo Pelinggian Mitra
22 P. Marsuki 34 SMA Antirogo Pelinggian Mitra
23 P. Sojono 40 SD Antirogo Pelinggian Mitra
24 P. Sukiman 39 SD Antirogo Jambuan Mitra
25 P. Ahmad Jazi 42 SMA Antirogo Jambuan Mitra
26 H. Nurhasy 52 SD Antirogo Krajan Mitra
114
Lanjutan Lampiran A. Identitas Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Usia Pendidikan Kelurahan Dusun Status
27 P. Bad 40 SMA Antirogo Krajan Mitra
28 P. Pot 38 SD Antirogo Trogowetan Mitra
29 P. Jono 43 SD Antirogo Trogowetan Mitra
30 H. Lutfi 52 SD Antirogo Pelinggian Mitra
31 P. Hariyanto 40 SMP Antirogo Trogowetan Mitra
32 P. Slamet 38 SMP Antirogo Krajan Mitra
33 P. Subairi 40 SMA Antirogo Trogowetan Mitra
34 P. Zainab 36 SMP Antirogo Jambuan Mitra
35 P. Sepi 41 SD Antirogo Trogowetan Mitra
36 P. Prik 40 SD Antirogo Krajan Mitra
37 H. Maksum 53 SD Antirogo Trogowetan Mitra
38 P. Sugiyanto 35 SMA Antirogo Krajan Mitra
39 P. Idris 37 SMP Antirogo Krajan Mitra
115
Lampiran A1. Rincian Biaya Variabel Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Produksi
(ton)
Produktivita
s (ton/ha)
Bibit Pupuk (kg) Pestisida
Jenis Bibit
Jumlah
Benih
(pohon)
Urea Za KS Saprodag
1 H. Nur Hasin 5 6 1.2 Na-Oogst 100000 400 400 450 450 17.5
2 P. Kus 2 2.3 1.15 Na-Oogst 40000 200 100 250 200 7
3 P. Yudi 2 2.1 1.05 Na-Oogst 40000 100 200 200 200 7
4 P. Salim 5 6.2 1.24 Na-Oogst 100000 500 450 400 500 17.5
5 H. Hasyim 3 4.5 1.5 Na-Oogst 60000 200 200 300 300 10.5
6 P. Abduh 2 2 1.0 Na-Oogst 40000 100 100 200 200 7
7 P. Kris 2 2 1.0 Na-Oogst 40000 150 100 200 150 7
8 H. Abdu Sa'id 1 1.1 1.1 Na-Oogst 20000 100 100 100 100 3.5
9 Hadi Siswoyo 2 2.2 1.1 Na-Oogst 40000 200 300 200 200 7
10 P. Asbian 2 2 1 Na-Oogst 40000 200 200 200 200 7
11 P. Bukari 1 1 1 Na-Oogst 20000 100 100 100 100 3.5
12 P. Farid 1 1.3 1.3 Na-Oogst 20000 100 100 100 100 3.5
13 Musanifah 0.4 0.5 1.25 Na-Oogst 8000 45 60 45 40 1.4
14 P. Deni 2 2.4 1.2 Na-Oogst 40000 200 150 200 200 7
15 P. Muhammad 0.6 0.6 1 Na-Oogst 12000 60 60 65 65 2.1
16 P. Ahmadi 0.3 0.3 1 Na-Oogst 6000 40 45 30 30 1.05
17 P. Suryadi 0.2 0.3 1.5 Na-Oogst 4000 40 50 30 25 0.7
18 P. Iyud 0.4 0.5 1.25 Na-Oogst 8000 50 60 45 45 1.4
19 P. Devi 0.5 0.6 1.2 Na-Oogst 10000 75 75 55 60 1.75
20 P. Ilham 0.3 0.35 1.17 Na-Oogst 6000 50 50 30 30 1.05
21 P. Hasan 0.2 0.35 1.75 Na-Oogst 4000 40 45 30 25 0.7
22 P. Marsuki 0.3 0.4 1.33 Na-Oogst 6000 60 60 35 35 1.05
116
Lanjutan Lampiran A1. Rincian Biaya Variabel Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
Bibit Pupuk (kg) Pestisida
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Produksi
(ton)
Produktivita
s (ton/ha) Jenis Bibit
Jumlah
Benih
(pohon)
Urea Za KS Saprodag
23 P. Sojono 0.25 0.3 1.2 Na-Oogst 5000 40 80 25 30 0.875
24 P. Sukiman 0.3 0.4 1.33 Na-Oogst 6000 45 50 45 40 1.05
25 P. Ahmad Jazi 0.5 0.7 1.4 Na-Oogst 10000 80 100 60 50 1.75
26 H. Nurhasy 0.7 0.95 1.36 Na-Oogst 14000 90 100 85 80 2.45
27 P. Bad 0.4 0.45 1.13 Na-Oogst 8000 70 55 45 45 1.4
28 P. Pot 0.4 0.4 1 Na-Oogst 8000 80 80 50 45 1.4
29 P. Jono 0.4 0.35 0.875 Na-Oogst 8000 45 100 50 45 1.4
30 H. Lutfi 1 1.2 1.2 Na-Oogst 20000 150 200 100 100 3.5
31 P. Hariyanto 0.5 0.6 1.2 Na-Oogst 10000 80 100 50 50 1.75
32 P. Slamet 0.4 0.5 1.25 Na-Oogst 8000 60 75 50 40 1.4
33 P. Subairi 0.3 0.4 1.33 Na-Oogst 6000 40 60 40 35 1.05
34 P. Zainab 0.7 0.85 1.21 Na-Oogst 12000 80 80 60 85 2.45
35 P. Sepi 2 2.3 1.15 Na-Oogst 40000 225 200 150 200 7
36 P. Prik 1 1.1 1.1 Na-Oogst 20000 100 100 115 100 3.5
37 H. Maksum 2 2.4 1.2 Na-Oogst 40000 250 200 200 200 7
38 P. Sugiyanto 0.5 0.75 1.5 Na-Oogst 10000 75 100 60 70 1.75
39 P. Idris 0.3 0.4 1.33 Na-Oogst 6500 65 60 45 35 1.05
Jumlah 44.85 53.05 47.06
895500 4585 4745 4495 4505 156.98
Rata-rata 1.15 1.36 1.21
22961.54 118 121.7 115.26 115.51 4.03
117
Lampiran A2. Rincian Penggunaan Obat Pertanian Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Folicur WP
(L) Bactocyn (L)
Ridomil
(L)
Confidor
(L)
Prevathon
(L)
Cabrio
(L)
Anthracol
(L)
Demolish
(L)
1 H. Nur Hasin 1.25 4 5 1.5 1.25 1.25 1.25 2
2 P. Kus 0.5 1.6 2 0.6 0.5 0.5 0.5 0.8
3 P. Yudi 0.5 1.6 2 0.6 0.5 0.5 0.5 0.8
4 P. Salim 1.25 4 5 1.5 1.25 1.25 1.25 2
5 H. Hasyim 0.75 2.4 3 0.9 0.75 0.75 0.75 1.2
6 P. Abduh 0.5 1.6 2 0.6 0.5 0.5 0.5 0.8
7 P. Kris 0.5 1.6 2 0.6 0.5 0.5 0.5 0.8
8 H. Abdu Sa'id 0.25 0.8 1 0.3 0.25 0.25 0.25 0.4
9 Hadi Siswoyo 0.5 1.6 2 0.6 0.5 0.5 0.5 0.8
10 P. Asbian 0.5 1.6 2 0.6 0.5 0.5 0.5 0.8
11 P. Bukari 0.25 0.8 1 0.3 0.25 0.25 0.25 0.4
12 P. Farid 0.25 0.8 1 0.3 0.25 0.25 0.25 0.4
13 Musanifah 0.1 0.32 0.4 0.12 0.1 0.1 0.1 0.16
14 P. Deni 0.5 1.6 2 0.6 0.5 0.5 0.5 0.8
15 P. Muhammad 0.15 0.48 0.6 0.18 0.15 0.15 0.15 0.24
16 P. Ahmadi 0.075 0.24 0.3 0.09 0.075 0.075 0.075 0.12
17 P. Suryadi 0.05 0.16 0.2 0.06 0.05 0.05 0.05 0.08
18 P. Iyud 0.1 0.32 0.4 0.12 0.1 0.1 0.1 0.16
19 P. Devi 0.125 0.4 0.5 0.15 0.125 0.125 0.125 0.2
20 P. Ilham 0.075 0.24 0.3 0.09 0.075 0.075 0.075 0.12
21 P. Hasan 0.05 0.16 0.2 0.06 0.05 0.05 0.05 0.08
22 P. Marsuki 0.075 0.24 0.3 0.09 0.075 0.075 0.075 0.12
118
Lanjutan Lampiran A2. Rincian Penggunaan Obat Pertanian Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Folicur WP
(L) Bactocyn (L)
Ridomil
(L)
Confidor
(L)
Prevathon
(L)
Cabrio
(L)
Anthracol
(L)
Demolish
(L)
23 P. Sojono 0.0625 0.2 0.25 0.075 0.0625 0.0625 0.0625 0.1
24 P. Sukiman 0.075 0.24 0.3 0.09 0.075 0.075 0.075 0.12
25 P. Ahmad Jazi 0.125 0.4 0.5 0.15 0.125 0.125 0.125 0.2
26 H. Nurhasy 0.175 0.56 0.7 0.21 0.175 0.175 0.175 0.28
27 P. Bad 0.1 0.32 0.4 0.12 0.1 0.1 0.1 0.16
28 P. Pot 0.1 0.32 0.4 0.12 0.1 0.1 0.1 0.16
29 P. Jono 0.1 0.32 0.4 0.12 0.1 0.1 0.1 0.16
30 H. Lutfi 0.25 0.8 1 0.3 0.25 0.25 0.25 0.4
31 P. Hariyanto 0.125 0.4 0.5 0.15 0.125 0.125 0.125 0.2
32 P. Slamet 0.1 0.32 0.4 0.12 0.1 0.1 0.1 0.16
33 P. Subairi 0.075 0.24 0.3 0.09 0.075 0.075 0.075 0.12
34 P. Zainab 0.175 0.56 0.7 0.21 0.175 0.175 0.175 0.28
35 P. Sepi 0.5 1.6 2 0.6 0.5 0.5 0.5 0.8
36 P. Prik 0.25 0.8 1 0.3 0.25 0.25 0.25 0.4
37 H. Maksum 0.5 1.6 2 0.6 0.5 0.5 0.5 0.8
38 P. Sugiyanto 0.125 0.4 0.5 0.15 0.125 0.125 0.125 0.2
39 P. Idris 0.075 0.24 0.3 0.09 0.075 0.075 0.075 0.12
Jumlah 11.2125 35.88 44.85 13.455 11.2125 11.2125 11.2125 17.94
Rata-rata 0.56 0.92 1.15 0.35 0.29 0.29 0.29 0.46
119
Lampiran A3. Rincian Biaya Variabel (Bibit) Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No Nama Luas Lahan (ha)
Bibit
Jenis Bibit Jumlah bibit (pohon) Harga Bibit
(/pohon)
Total Harga
Bibit (Rp)
1 H. Nur Hasin 5 Na-Oogst 100000 50 5000000
2 P. Kus 2 Na-Oogst 40000 50 2000000
3 P. Yudi 2 Na-Oogst 40000 50 2000000
4 P. Salim 5 Na-Oogst 100000 50 5000000
5 H. Hasyim 3 Na-Oogst 60000 50 3000000
6 P. Abduh 2 Na-Oogst 40000 50 2000000
7 P. Kris 2 Na-Oogst 40000 50 2000000
8 H. Abdu Sa'id 1 Na-Oogst 20000 50 1000000
9 Hadi Siswoyo 2 Na-Oogst 40000 50 2000000
10 P. Asbian 2 Na-Oogst 40000 50 2000000
11 P. Bukari 1 Na-Oogst 20000 50 1000000
12 P. Farid 1 Na-Oogst 20000 50 1000000
13 Musanifah 0.4 Na-Oogst 8000 50 400000
14 P. Deni 2 Na-Oogst 40000 50 2000000
15 P. Muhammad 0.6 Na-Oogst 12000 50 600000
16 P. Ahmadi 0.3 Na-Oogst 6000 50 300000
17 P. Suryadi 0.2 Na-Oogst 4000 50 200000
18 P. Iyud 0.4 Na-Oogst 8000 50 400000
19 P. Devi 0.5 Na-Oogst 10000 50 500000
20 P. Ilham 0.3 Na-Oogst 6000 50 300000
21 P. Hasan 0.2 Na-Oogst 4000 50 200000
120
Lanjutan Lampiran A3. Rincian Biaya Variabel (Bibit) Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No Nama Luas Lahan (ha) Bibit
Jenis Bibit Jumlah bibit (pohon) Harga Bibit
(/pohon)
Total Harga
Bibit (Rp)
22 P. Marsuki 0.3 Na-Oogst 6000 50 300000
23 P. Sojono 0.25 Na-Oogst 5000 50 250000
24 P. Sukiman 0.3 Na-Oogst 6000 50 300000
25 P. Ahmad Jazi 0.5 Na-Oogst 10000 50 500000
26 H. Nurhasy 0.7 Na-Oogst 14000 50 700000
27 P. Bad 0.4 Na-Oogst 8000 50 400000
28 P. Pot 0.4 Na-Oogst 8000 50 400000
29 P. Jono 0.4 Na-Oogst 8000 50 400000
30 H. Lutfi 1 Na-Oogst 20000 50 1000000
31 P. Hariyanto 0.5 Na-Oogst 10000 50 500000
32 P. Slamet 0.4 Na-Oogst 8000 50 400000
33 P. Subairi 0.3 Na-Oogst 6000 50 300000
34 P. Zainab 0.7 Na-Oogst 12000 50 600000
35 P. Sepi 2 Na-Oogst 40000 50 2000000
36 P. Prik 1 Na-Oogst 20000 50 1000000
37 H. Maksum 2 Na-Oogst 40000 50 2000000
38 P. Sugiyanto 0.5 Na-Oogst 10000 50 500000
39 P. Idris 0.3 Na-Oogst 6500 50 325000
Jumlah 44.85
895500 1950 44775000
Rata-rata 1.15
22961.5 50 1148076.92
121
Lampiran A4. Rincian Biaya Variabel (Pupuk) Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Pupuk (kg)
Urea Harga
(Rp)
Biaya
(Rp) Za
Harga
(Rp) Biaya (Rp) KS
Harga
(Rp) Biaya (Rp)
1 H. Nur Hasin 400 2000 800000 400 1500 600000 450 10000 4500000
2 P. Kus 200 2000 400000 100 1500 150000 250 10000 2500000
3 P. Yudi 100 2000 200000 200 1500 300000 200 10000 2000000
4 P. Salim 500 2000 1000000 450 1500 675000 400 10000 4000000
5 H. Hasyim 200 2000 400000 200 1500 300000 300 10000 3000000
6 P. Abduh 100 2000 200000 100 1500 150000 200 10000 2000000
7 P. Kris 150 2000 300000 100 1500 150000 200 10000 2000000
8 H. Abdu Sa'id 100 2000 200000 100 1500 150000 100 10000 1000000
9 Hadi Siswoyo 200 2000 400000 300 1500 450000 200 10000 2000000
10 P. Asbian 200 2000 400000 200 1500 300000 200 10000 2000000
11 P. Bukari 100 2000 200000 100 1500 150000 100 10000 1000000
12 P. Farid 100 2000 200000 100 1500 150000 100 10000 1000000
13 Musanifah 45 2000 90000 60 1500 90000 45 10000 450000
14 P. Deni 200 2000 400000 150 1500 225000 200 10000 2000000
15 P. Muhammad 60 2000 120000 60 1500 90000 65 10000 650000
16 P. Ahmadi 40 2000 80000 45 1500 67500 30 10000 300000
17 P. Suryadi 40 2000 80000 50 1500 75000 30 10000 300000
18 P. Iyud 50 2000 100000 60 1500 90000 45 10000 450000
19 P. Devi 75 2000 150000 75 1500 112500 55 10000 550000
20 P. Ilham 50 2000 100000 50 1500 75000 30 10000 300000
21 P. Hasan 40 2000 80000 45 1500 67500 30 10000 300000
122
Lanjutan Lampiran A4. Rincian Biaya Variabel (Pupuk) Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Pupuk (kg)
Urea Harga
(Rp)
Biaya
(Rp) Za
Harga
(Rp) Biaya (Rp) KS
Harga
(Rp) Biaya (Rp)
22 P. Marsuki 60 2000 120000 60 1500 90000 35 10000 350000
23 P. Sojono 40 2000 80000 80 1500 120000 25 10000 250000
24 P. Sukiman 45 2000 90000 50 1500 75000 45 10000 450000
25 P. Ahmad Jazi 80 2000 160000 100 1500 150000 60 10000 600000
26 H. Nurhasy 90 2000 180000 100 1500 150000 85 10000 850000
27 P. Bad 70 2000 140000 55 1500 82500 45 10000 450000
28 P. Pot 80 2000 160000 80 1500 120000 50 10000 500000
29 P. Jono 45 2000 90000 100 1500 150000 50 10000 500000
30 H. Lutfi 150 2000 300000 200 1500 300000 100 10000 1000000
31 P. Hariyanto 80 2000 160000 100 1500 150000 50 10000 500000
32 P. Slamet 60 2000 120000 75 1500 112500 50 10000 500000
33 P. Subairi 40 2000 80000 60 1500 90000 40 10000 400000
34 P. Zainab 80 2000 160000 80 1500 120000 60 10000 600000
35 P. Sepi 225 2000 450000 200 1500 300000 150 10000 1500000
36 P. Prik 100 2000 200000 100 1500 150000 115 10000 1150000
37 H. Maksum 250 2000 500000 200 1500 300000 200 10000 2000000
38 P. Sugiyanto 75 2000 150000 100 1500 150000 60 10000 600000
39 P. Idris 65 2000 130000 60 1500 90000 45 10000 450000
Jumlah 4585 78000 9170000 4745 58500 7117500 4495 390000 44950000
Rata-rata 117.56 2000 235128.21 121.67 1500 182500 115.26 10000 1152564.10
123
Lampiran A5. Rincian Biaya Variabel (Pupuk dan Pestisida) Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No Nama Luas Lahan
(ha)
Pestisida
Saprodag Harga
Pupuk (kg) Total Biaya (Rp)
Jumlah
Pestisida Total Biaya (Rp)
1 H. Nur Hasin 5 450 10000 4500000 17.5 1603750
2 P. Kus 2 200 10000 2000000 7 641500
3 P. Yudi 2 200 10000 2000000 7 641500
4 P. Salim 5 500 10000 5000000 17.5 1603750
5 H. Hasyim 3 300 10000 3000000 10.5 962250
6 P. Abduh 2 200 10000 2000000 7 641500
7 P. Kris 2 150 10000 1500000 7 641500
8 H. Abdu Sa'id 1 100 10000 1000000 3.5 320750
9 Hadi Siswoyo 2 200 10000 2000000 7 641500
10 P. Asbian 2 200 10000 2000000 7 641500
11 P. Bukari 1 100 10000 1000000 3.5 320750
12 P. Farid 1 100 10000 1000000 3.5 320750
13 Musanifah 0.4 40 10000 400000 1.4 128300
14 P. Deni 2 200 10000 2000000 7 641500
15 P. Muhammad 0.6 65 10000 650000 2.1 192450
16 P. Ahmadi 0.3 30 10000 300000 1.05 96225
17 P. Suryadi 0.2 25 10000 250000 0.7 64150
18 P. Iyud 0.4 45 10000 450000 1.4 128300
19 P. Devi 0.5 60 10000 600000 1.75 160375
20 P. Ilham 0.3 30 10000 300000 1.05 96225
21 P. Hasan 0.2 25 10000 250000 0.7 64150
124
Lanjutan Lampiran A5. Rincian Biaya Variabel (Pupuk dan Pestisida) Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan
Cahaya Muda
No. Nama Luas Lahan
(ha)
Pestisida
Saprodag Harga
Pupuk (kg) Total Biaya (Rp)
Jumlah
Pestisida Total Biaya (Rp)
22 P. Marsuki 0.3 35 10000 350000 1.05 96225
23 P. Sojono 0.25 30 10000 300000 0.875 80187.5
24 P. Sukiman 0.3 40 10000 400000 1.05 96225
25 P. Ahmad Jazi 0.5 50 10000 500000 1.75 160375
26 H. Nurhasy 0.7 80 10000 800000 2.45 224525
27 P. Bad 0.4 45 10000 450000 1.4 128300
28 P. Pot 0.4 45 10000 450000 1.4 128300
29 P. Jono 0.4 45 10000 450000 1.4 128300
30 H. Lutfi 1 100 10000 1000000 3.5 320750
31 P. Hariyanto 0.5 50 10000 500000 1.75 160375
32 P. Slamet 0.4 40 10000 400000 1.4 128300
33 P. Subairi 0.3 35 10000 350000 1.05 96225
34 P. Zainab 0.7 85 10000 850000 2.45 224525
35 P. Sepi 2 200 10000 2000000 7 641500
36 P. Prik 1 100 10000 1000000 3.5 320750
37 H. Maksum 2 200 10000 2000000 7 641500
38 P. Sugiyanto 0.5 70 10000 700000 1.75 160375
39 P. Idris 0.3 35 10000 350000 1.05 96225
Jumlah 44.85 4505 390000 45050000 156.975 14385637.5
Rata-rata 1.15 115.51 10000 1155128.21 4.03 368862.5
125
Lampiran A6. Rincian Biaya Obat Pertanian Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Folicur
WP (L)
Bactocyn
(L)
Ridomil
(L)
Confidor
(L) Prevathon (L) Cabrio (L) Anthracol (L)
Demolish
(L)
1 H. Nur Hasin 170625 200000 645000 63750 149375 69375 35625 270000
2 P. Kus 68250 80000 258000 25500 59750 27750 14250 108000
3 P. Yudi 68250 80000 258000 25500 59750 27750 14250 108000
4 P. Salim 170625 200000 645000 63750 149375 69375 35625 270000
5 H. Hasyim 102375 120000 387000 38250 89625 41625 21375 162000
6 P. Abduh 68250 80000 258000 25500 59750 27750 14250 108000
7 P. Kris 68250 80000 258000 25500 59750 27750 14250 108000
8 H. Abdu Sa'id 34125 40000 129000 12750 29875 13875 7125 54000
9 Hadi Siswoyo 68250 80000 258000 25500 59750 27750 14250 108000
10 P. Asbian 68250 80000 258000 25500 59750 27750 14250 108000
11 P. Bukari 34125 40000 129000 12750 29875 13875 7125 54000
12 P. Farid 34125 40000 129000 12750 29875 13875 7125 54000
13 Musanifah 13650 16000 51600 5100 11950 5550 2850 21600
14 P. Deni 68250 80000 258000 25500 59750 27750 14250 108000
15 P. Muhammad 20475 24000 77400 7650 17925 8325 4275 32400
16 P. Ahmadi 10237.5 12000 38700 3825 8962.5 4162.5 2137.5 16200
17 P. Suryadi 6825 8000 25800 2550 5975 2775 1425 10800
18 P. Iyud 13650 16000 51600 5100 11950 5550 2850 21600
19 P. Devi 17062.5 20000 64500 6375 14937.5 6937.5 3562.5 27000
20 P. Ilham 10237.5 12000 38700 3825 8962.5 4162.5 2137.5 16200
21 P. Hasan 6825 8000 25800 2550 5975 2775 1425 10800
126
Lanjutan Lampiran A6. Rincian Biaya Obat Pertanian Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Folicur
WP (L)
Bactocyn
(L)
Ridomil
(L)
Confidor
(L) Prevathon (L) Cabrio (L) Anthracol (L)
Demolish
(L)
22 P. Marsuki 10237.5 12000 38700 3825 8962.5 4162.5 2137.5 16200
23 P. Sojono 8531.25 10000 32250 3187.5 7468.75 3468.75 1781.25 13500
24 P. Sukiman 10237.5 12000 38700 3825 8962.5 4162.5 2137.5 16200
25 P. Ahmad Jazi 17062.5 20000 64500 6375 14937.5 6937.5 3562.5 27000
26 H. Nurhasy 23887.5 28000 90300 8925 20912.5 9712.5 4987.5 37800
27 P. Bad 13650 16000 51600 5100 11950 5550 2850 21600
28 P. Pot 13650 16000 51600 5100 11950 5550 2850 21600
29 P. Jono 13650 16000 51600 5100 11950 5550 2850 21600
30 H. Lutfi 34125 40000 129000 12750 29875 13875 7125 54000
31 P. Hariyanto 17062.5 20000 64500 6375 14937.5 6937.5 3562.5 27000
32 P. Slamet 13650 16000 51600 5100 11950 5550 2850 21600
33 P. Subairi 10237.5 12000 38700 3825 8962.5 4162.5 2137.5 16200
34 P. Zainab 23887.5 28000 90300 8925 20912.5 9712.5 4987.5 37800
35 P. Sepi 68250 80000 258000 25500 59750 27750 14250 108000
36 P. Prik 34125 40000 129000 12750 29875 13875 7125 54000
37 H. Maksum 68250 80000 258000 25500 59750 27750 14250 108000
38 P. Sugiyanto 17062.5 20000 64500 6375 14937.5 6937.5 3562.5 27000
39 P. Idris 10237.5 12000 38700 3825 8962.5 4162.5 2137.5 16200
Jumlah 1530506 1794000 5785650 571838 1339893.75 622293.75 319556.25 2421900
Rata-rata 76525.3 46000 148350 14662.5 34356.25 15956.25 8193.75 62100
127
Lampiran A7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Tenaga Kerja (HOK)
Olah
Tanah
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah Tanam
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah
1 H. Nur Hasin 5 8 7 5 35 55000 100 3 1 37.5 50000
2 P. Kus 2 4 8 2 8 55000 20 4 1 10 50000
3 P. Yudi 2 4 7 2 7 55000 20 3 1 7.5 50000
4 P. Salim 5 6 8 5 30 55000 75 3 1 28.125 50000
5 H. Hasyim 3 4 7 2 7 55000 20 2 2 10 50000
6 P. Abduh 2 4 8 2 8 55000 15 2 2 7.5 50000
7 P. Kris 2 10 8 1 10 55000 10 2 2 5 50000
8 H. Abdu Sa'id 1 2 8 1 2 55000 10 3 1 3.75 50000
9 Hadi Siswoyo 2 2 7 2 3.5 55000 10 3 2 7.5 50000
10 P. Asbian 2 2 7 2 3.5 55000 10 2 4 10 50000
11 P. Bukari 1 6 8 1 6 55000 10 3 2 7.5 50000
12 P. Farid 1 4 7 1 3.5 55000 8 3 3 9 50000
13 Musanifah 0.4 3 8 1 3 55000 6 3 2 4.5 50000
14 P. Deni 2 4 8 2 8 55000 20 4 2 20 50000
15 P. Muhammad 0.6 2 8 1 2 55000 15 3 2 11.25 50000
16 P. Ahmadi 0.3 2 7 1 1.75 55000 10 3 2 7.5 50000
17 P. Suryadi 0.2 2 8 1 2 55000 10 4 1 5 50000
18 P. Iyud 0.4 2 8 1 2 55000 10 3 1 3.75 50000
19 P. Devi 0.5 3 6 1 2.25 55000 10 3 2 7.5 50000
128
Lanjutan Lampiran A7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Tenaga Kerja (HOK)
Olah
Tanah
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah Tanam
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah
20 P. Ilham 0.3 2 8 1 2 55000 10 4 2 10 50000
21 P. Hasan 0.2 2 8 1 2 55000 10 3 2 7.5 50000
22 P. Marsuki 0.3 2 8 1 2 55000 15 4 1 7.5 50000
23 P. Sojono 0.25 2 8 1 2 55000 8 4 1 4 50000
24 P. Sukiman 0.3 2 7 1 1.75 55000 6 2 3 4.5 50000
25 P. Ahmad Jazi 0.5 4 7 1 3.5 55000 15 3 1 5.625 50000
26 H. Nurhasy 0.7 4 8 1 4 55000 10 3 2 7.5 50000
27 P. Bad 0.4 2 8 1 2 55000 15 4 1 7.5 50000
28 P. Pot 0.4 2 7 1 1.75 55000 15 3 2 11.25 50000
29 P. Jono 0.4 2 8 1 2 55000 20 4 1 10 50000
30 H. Lutfi 1 4 8 1 4 55000 10 4 1 5 50000
31 P. Hariyanto 0.5 3 7 2 5.25 55000 5 3 2 3.75 50000
32 P. Slamet 0.4 3 8 2 6 55000 3 3 3 3.375 50000
33 P. Subairi 0.3 2 8 2 4 55000 3 4 2 3 50000
34 P. Zainab 0.7 4 8 1 4 55000 4 4 2 4 50000
35 P. Sepi 2 6 6 1 4.5 55000 20 3 1 7.5 50000
36 P. Prik 1 4 8 1 4 55000 10 3 2 7.5 50000
37 H. Maksum 2 6 7 1 5.25 55000 20 4 1 10 50000
38 P. Sugiyanto 0.5 3 8 2 6 55000 6 3 3 6.75 50000
39 P. Idris 0.3 2 8 2 4 55000 4 2 3 3 50000
Jumlah 44.85 135 296 59 214.5 2145000 598 123 70 332.125 1950000
Rata-rata 1.15 3.46 7.59 1.51 5.5 55000 15.33 3.15 1.79 8.52 50000
129
Lanjutan Lampiran A7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Pemu
pukan
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah
Penyemp
rotan
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah
1 H. Nur Hasin 5 7 3 5 13.125 35000 10 3 5 18.75 35000
2 P. Kus 2 6 4 1 3 35000 4 4 6 12 35000
3 P. Yudi 2 10 3 2 7.5 35000 4 4 5 10 35000
4 P. Salim 5 8 3 5 15 35000 10 3 5 18.75 35000
5 H. Hasyim 3 10 3 4 15 35000 9 3 6 20.25 35000
6 P. Abduh 2 6 4 2 6 35000 4 3 5 7.5 35000
7 P. Kris 2 5 3 4 7.5 35000 4 4 5 10 35000
8 H. Abdu Sa'id 1 10 4 2 10 35000 2 3 6 4.5 35000
9 Hadi Siswoyo 2 6 4 2 6 35000 4 3 6 9 35000
10 P. Asbian 2 8 3 4 12 35000 4 3 6 9 35000
11 P. Bukari 1 6 3 5 11.25 35000 2 4 5 5 35000
12 P. Farid 1 6 4 2 6 35000 4 4 5 10 35000
13 Musanifah 0.4 4 3 3 4.5 35000 2 3 5 3.75 35000
14 P. Deni 2 4 3 3 4.5 35000 4 3 5 7.5 35000
15 P. Muhammad 0.6 4 4 2 4 35000 2 3 5 3.75 35000
16 P. Ahmadi 0.3 4 4 1 2 35000 3 4 6 9 35000
17 P. Suryadi 0.2 4 4 1 2 35000 2 4 5 5 35000
18 P. Iyud 0.4 4 4 1 2 35000 2 3 5 3.75 35000
19 P. Devi 0.5 6 3 2 4.5 35000 3 3 6 6.75 35000
20 P. Ilham 0.3 3 3 2 2.25 35000 3 3 5 5.625 35000
21 P. Hasan 0.2 4 3 2 3 35000 2 4 5 5 35000
130
Lanjutan Lampiran A7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Pemu
pukan
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah
Penyemp
rotan
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah
22 P. Marsuki 0.3 4 4 1 2 35000 3 4 6 9 35000
23 P. Sojono 0.25 4 3 1 1.5 35000 2 3 6 4.5 35000
24 P. Sukiman 0.3 6 3 1 2.25 35000 2 3 5 3.75 35000
25 P. Ahmad Jazi 0.5 6 4 1 3 35000 3 4 6 9 35000
26 H. Nurhasy 0.7 8 3 1 3 35000 3 4 5 7.5 35000
27 P. Bad 0.4 4 3 2 3 35000 2 3 5 3.75 35000
28 P. Pot 0.4 4 4 1 2 35000 2 3 5 3.75 35000
29 P. Jono 0.4 6 3 1 2.25 35000 2 3 6 4.5 35000
30 H. Lutfi 1 6 4 1 3 35000 2 4 5 5 35000
31 P. Hariyanto 0.5 4 3 1 1.5 35000 2 3 5 3.75 35000
32 P. Slamet 0.4 3 3 1 1.125 35000 2 4 5 5 35000
33 P. Subairi 0.3 3 3 1 1.125 35000 2 3 6 4.5 35000
34 P. Zainab 0.7 5 4 1 2.5 35000 2 4 5 5 35000
35 P. Sepi 2 6 3 2 4.5 35000 4 3 5 7.5 35000
36 P. Prik 1 6 3 2 4.5 35000 2 3 6 4.5 35000
37 H. Maksum 2 6 3 2 4.5 35000 2 3 5 3.75 35000
38 P. Sugiyanto 0.5 4 4 1 2 35000 2 4 5 5 35000
39 P. Idris 0.3 4 3 1 1.5 35000 2 3 5 3.75 35000
Jumlah 44.85 214 132 77 186.375 1365000 125 132 208 278.375 1365000
Rata-rata 1.15 5.49 3.38 1.97 4.78 35000 3.21 3.38 5.33 7.14 35000
131
Lanjutan Lampiran A7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Pemetikan Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah Pengangkutan
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah
1
H. Nur
Hasin 5 30 2 1 7.5 30000 35 2 1 8.75 40000
2 P. Kus 2 12 2 1 3 30000 14 2 1 3.5 40000
3 P. Yudi 2 12 2 2 6 30000 14 2 2 7 40000
4 P. Salim 5 30 2 1 7.5 30000 35 2 1 8.75 40000
5 H. Hasyim 3 18 2 1 4.5 30000 21 2 1 5.25 40000
6 P. Abduh 2 12 2 2 6 30000 14 2 2 7 40000
7 P. Kris 2 12 2 1 3 30000 14 2 1 3.5 40000
8
H. Abdu
Sa'id 1 6 2 1 1.5 30000 7 2 1 1.75 40000
9
Hadi
Siswoyo 2 12 2 1 3 30000 14 2 1 3.5 40000
10 P. Asbian 2 12 2 2 6 30000 14 2 2 7 40000
11 P. Bukari 1 6 2 2 3 30000 7 2 2 3.5 40000
12 P. Farid 1 6 2 1 1.5 30000 7 2 1 1.75 40000
13 Musanifah 0.4 3 2 2 1.5 30000 3 2 2 1.5 40000
14 P. Deni 2 12 2 2 6 30000 14 2 2 7 40000
15
P.
Muhammad 0.6 4 2 1 1 30000 4 2 1 1 40000
16 P. Ahmadi 0.3 2 2 1 0.5 30000 3 2 1 0.75 40000
17 P. Suryadi 0.2 3 2 2 1.5 30000 3 2 2 1.5 40000
18 P. Iyud 0.4 4 2 1 1 30000 3 2 1 0.75 40000
19 P. Devi 0.5 3 2 2 1.5 30000 4 2 2 2 40000
132
Lanjutan Lampiran A7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Pemetikan Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah Pengangkutan
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah
20 P. Ilham 0.3 2 2 1 0.5 30000 3 2 1 0.75 40000
21 P. Hasan 0.2 3 2 2 1.5 30000 3 2 2 1.5 40000
22 P. Marsuki 0.3 2 2 1 0.5 30000 3 2 1 0.75 40000
23 P. Sojono 0.25 3 2 2 1.5 30000 2 2 2 1 40000
24 P. Sukiman 0.3 2 2 1 0.5 30000 2 2 1 0.5 40000
25 P. Amd Jazi 0.5 3 2 2 1.5 30000 3 2 2 1.5 40000
26 H. Nurhasy 0.7 5 2 2 2.5 30000 5 2 2 2.5 40000
27 P. Bad 0.4 4 2 1 1 30000 3 2 1 0.75 40000
28 P. Pot 0.4 3 2 1 0.75 30000 3 2 1 0.75 40000
29 P. Jono 0.4 4 2 1 1 30000 3 2 1 0.75 40000
30 H. Lutfi 1 6 2 2 3 30000 7 2 2 3.5 40000
31 P. Hariyanto 0.5 3 2 2 1.5 30000 4 2 2 2 40000
32 P. Slamet 0.4 3 2 1 0.75 30000 3 2 1 0.75 40000
33 P. Subairi 0.3 3 2 2 1.5 30000 3 2 2 1.5 40000
34 P. Zainab 0.7 4 2 1 1 30000 4 2 1 1 40000
35 P. Sepi 2 12 2 1 3 30000 14 2 1 3.5 40000
36 P. Prik 1 6 2 2 3 30000 7 2 2 3.5 40000
37 H. Maksum 2 12 2 2 6 30000 14 2 2 7 40000
38 P. Sugiyanto 0.5 4 2 1 1 30000 4 2 1 1 40000
39 P. Idris 0.3 3 2 1 0.75 30000 3 2 1 0.75 40000
Jumlah 44.85 286 78 56 98.25 1170000 323 78 56 111 1560000
Rata-rata 1.15 7.33 2 1.44 2.52 30000 8.28 2 1.44 2.85 40000
133
Lanjutan Lampiran A7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Penyujenan Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah Menaikkan
Jam
Kerja
Hari
Kerja Total HOK Upah
1
H. Nur
Hasin 5 100 2 1 25 20000 35 2 1 8.75 40000
2 P. Kus 2 40 2 1 10 20000 14 2 1 3.5 40000
3 P. Yudi 2 40 2 2 20 20000 14 2 2 7 40000
4 P. Salim 5 100 2 1 25 20000 35 2 1 8.75 40000
5 H. Hasyim 3 60 2 1 15 20000 21 2 1 5.25 40000
6 P. Abduh 2 40 2 2 20 20000 14 2 2 7 40000
7 P. Kris 2 40 2 1 10 20000 14 2 1 3.5 40000
8
H. Abdu
Sa'id 1 20 2 1 5 20000 7 2 1 1.75 40000
9
Hadi
Siswoyo 2 40 2 1 10 20000 14 2 1 3.5 40000
10 P. Asbian 2 40 2 2 20 20000 14 2 2 7 40000
11 P. Bukari 1 20 2 2 10 20000 7 2 2 3.5 40000
12 P. Farid 1 20 2 1 5 20000 7 2 1 1.75 40000
13 Musanifah 0.4 8 2 2 4 20000 4 2 2 2 40000
14 P. Deni 2 40 2 2 20 20000 14 2 2 7 40000
15
P.
Muhammad 0.6 12 2 1 3 20000 5 2 1 1.25 40000
16 P. Ahmadi 0.3 6 2 1 1.5 20000 3 2 1 0.75 40000
17 P. Suryadi 0.2 4 2 2 2 20000 4 2 2 2 40000
18 P. Iyud 0.4 8 2 1 2 20000 3 2 1 0.75 40000
19 P. Devi 0.5 10 2 2 5 20000 4 2 2 2 40000
20 P. Ilham 0.3 6 2 1 1.5 20000 3 2 1 0.75 40000
134
Lanjutan Lampiran A7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Penyujenan Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah Menaikkan
Jam
Kerja
Hari
Kerja Total HOK Upah
21 P. Hasan 0.2 4 2 2 2 20000 2 2 2 1 40000
22 P. Marsuki 0.3 6 2 1 1.5 20000 3 2 1 0.75 40000
23 P. Sojono 0.25 5 2 2 2.5 20000 2 2 2 1 40000
24 P. Sukiman 0.3 6 2 1 1.5 20000 2 2 1 0.5 40000
25 P. A. Jazi 0.5 10 2 2 5 20000 4 2 2 2 40000
26 H. Nurhasy 0.7 14 2 2 7 20000 6 2 2 3 40000
27 P. Bad 0.4 8 2 1 2 20000 3 2 1 0.75 40000
28 P. Pot 0.4 8 2 1 2 20000 3 2 1 0.75 40000
29 P. Jono 0.4 8 2 1 2 20000 3 2 1 0.75 40000
30 H. Lutfi 1 15 2 2 7.5 20000 7 2 2 3.5 40000
31
P.
Hariyanto 0.5 8 2 2 4 20000 4 2 2 2 40000
32 P. Slamet 0.4 6 2 1 1.5 20000 3 2 1 0.75 40000
33 P. Subairi 0.3 6 2 2 3 20000 3 2 2 1.5 40000
34 P. Zainab 0.7 8 2 1 2 20000 4 2 1 1 40000
35 P. Sepi 2 25 2 1 6.25 20000 14 2 1 3.5 40000
36 P. Prik 1 15 2 2 7.5 20000 7 2 2 3.5 40000
37 H. Maksum 2 30 2 2 15 20000 14 2 2 7 40000
38
P.
Sugiyanto 0.5 8 2 1 2 20000 4 2 1 1 40000
39 P. Idris 0.3 6 2 1 1.5 20000 3 2 1 0.75 40000
Jumlah 44.85 850 78 56 289.75 780000 327 78 56 112.75 1560000
Rata-rata 1.15 21.79 2 1.44 7.43 20000 8.38 2 1.44 2.89 40000
135
Lanjutan Lampiran A7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Luas Lahan (ha) Oven Jam Kerja Hari kerja Total HOK Upah
1 H. Nur Hasin 5 2 4 20 20 50000
2 P. Kus 2 3 3 15 16.875 50000
3 P. Yudi 2 2 4 15 15 50000
4 P. Salim 5 2 4 15 15 50000
5 H. Hasyim 3 2 3 20 15 50000
6 P. Abduh 2 3 3 20 22.5 50000
7 P. Kris 2 2 3 15 11.25 50000
8 H. Abdu Sa'id 1 2 4 15 15 50000
9 Hadi Siswoyo 2 3 3 20 22.5 50000
10 P. Asbian 2 2 3 15 11.25 50000
11 P. Bukari 1 2 4 15 15 50000
12 P. Farid 1 2 3 15 11.25 50000
13 Musanifah 0.4 2 3 15 11.25 50000
14 P. Deni 2 3 4 25 37.5 50000
15 P. Muhammad 0.6 2 3 15 11.25 50000
16 P. Ahmadi 0.3 2 3 15 11.25 50000
17 P. Suryadi 0.2 3 4 15 22.5 50000
18 P. Iyud 0.4 2 3 15 11.25 50000
19 P. Devi 0.5 2 3 20 15 50000
20 P. Ilham 0.3 2 4 20 20 50000
21 P. Hasan 0.2 3 3 15 16.875 50000
136
Lanjutan Lampiran A7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Luas Lahan (ha) Oven Jam Kerja Hari kerja Total HOK Upah
22 P. Marsuki 0.3 3 3 20 22.5 50000
23 P. Sojono 0.25 2 4 15 15 50000
24 P. Sukiman 0.3 2 3 15 11.25 50000
25 P. Ahmad Jazi 0.5 2 3 20 15 50000
26 H. Nurhasy 0.7 2 4 15 15 50000
27 P. Bad 0.4 2 3 15 11.25 50000
28 P. Pot 0.4 3 3 20 22.5 50000
29 P. Jono 0.4 2 4 15 15 50000
30 H. Lutfi 1 2 3 20 15 50000
31 P. Hariyanto 0.5 2 4 25 25 50000
32 P. Slamet 0.4 2 3 15 11.25 50000
33 P. Subairi 0.3 2 3 15 11.25 50000
34 P. Zainab 0.7 2 4 25 25 50000
35 P. Sepi 2 3 3 15 16.875 50000
36 P. Prik 1 2 3 15 11.25 50000
37 H. Maksum 2 2 4 20 20 50000
38 P. Sugiyanto 0.5 2 3 15 11.25 50000
39 P. Idris 0.3 2 4 15 15 50000
Jumlah 44.85 87 132 670 636.875 1950000
Rata-rata 1.15 2.23 3.38 17.18 16.33 50000
137
Lampiran A8. Rincian Biaya Total Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
Total HOK Biaya TK (Rp/HOK)
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Per Luasan
Lahan Per Hektar Total Upah Per Luasan Lahan Per Hektar
1 H. Nur Hasin 5 174.375 34.875 355000 61903125 12380625
2 P. Kus 2 69.875 34.9375 355000 24805625 12402812.5
3 P. Yudi 2 87 43.5 355000 30885000 15442500
4 P. Salim 5 156.875 31.375 355000 55690625 11138125
5 H. Hasyim 3 97.25 32.416667 355000 34523750 11507916.67
6 P. Abduh 2 91.5 45.75 355000 32482500 16241250
7 P. Kris 2 63.75 31.875 355000 22631250 11315625
8 H. Abdu Sa'id 1 45.25 45.25 355000 16063750 16063750
9 Hadi Siswoyo 2 68.5 34.25 355000 24317500 12158750
10 P. Asbian 2 85.75 42.875 355000 30441250 15220625
11 P. Bukari 1 64.75 64.75 355000 22986250 22986250
12 P. Farid 1 49.75 49.75 355000 17661250 17661250
13 Musanifah 0.4 36 90 355000 12780000 31950000
14 P. Deni 2 117.5 58.75 355000 41712500 20856250
15 P. Muhammad 0.6 38.5 64.166667 355000 13667500 22779166.67
16 P. Ahmadi 0.3 35 116.66667 355000 12425000 41416666.67
17 P. Suryadi 0.2 43.5 217.5 355000 15442500 77212500
18 P. Iyud 0.4 27.25 68.125 355000 9673750 24184375
19 P. Devi 0.5 46.5 93 355000 16507500 33015000
138
Lanjutan Lampiran A8. Rincian Biaya Total Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Per Luasan
Lahan Per Hektar Total Upah Per Luasan Lahan Per Hektar
20 P. Ilham 0.3 43.375 144.58333 355000 15398125 51327083.33
21 P. Hasan 0.2 40.375 201.875 355000 14333125 71665625
22 P. Marsuki 0.3 46.5 155 355000 16507500 55025000
23 P. Sojono 0.25 33 132 355000 11715000 46860000
24 P. Sukiman 0.3 26.5 88.333333 355000 9407500 31358333.33
25 P. Ahmad Jazi 0.5 46.125 92.25 355000 16374375 32748750
26 H. Nurhasy 0.7 52 74.285714 355000 18460000 26371428.57
27 P. Bad 0.4 32 80 355000 11360000 28400000
28 P. Pot 0.4 45.5 113.75 355000 16152500 40381250
29 P. Jono 0.4 38.25 95.625 355000 13578750 33946875
30 H. Lutfi 1 49.5 49.5 355000 17572500 17572500
31 P. Hariyanto 0.5 48.75 97.5 355000 17306250 34612500
32 P. Slamet 0.4 30.5 76.25 355000 10827500 27068750
33 P. Subairi 0.3 31.375 104.58333 355000 11138125 37127083.33
34 P. Zainab 0.7 45.5 65 355000 16152500 23075000
35 P. Sepi 2 57.125 28.5625 355000 20279375 10139687.5
36 P. Prik 1 49.25 49.25 355000 17483750 17483750
37 H. Maksum 2 78.5 39.25 355000 27867500 13933750
38 P. Sugiyanto 0.5 36 72 355000 12780000 25560000
39 P. Idris 0.3 31 103.33333 355000 11005000 36683333.33
Jumlah 44.85 2260 3062.744 13845000 802300000 1087274137
Rata-rata 1.15 57.95 78.53 355000 20571794.87 27878824.02
139
Lampiran A9. Rincian Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Cangkul Sabit
Harga
Beli Kebutuhan
Umur
Ekonomis Penyusutan
Harga
Beli Kebutuhan
Umur
Ekonomis Penyusutan
1 H. Nur Hasin 5 60000 10 5 40000 25000 8 3 22222.22
2 P. Kus 2 60000 4 5 16000 30000 4 3 13333.33
3 P. Yudi 2 60000 4 5 16000 25000 4 3 11111.11
4 P. Salim 5 55000 8 5 29333.33 30000 8 4 20000
5 H. Hasyim 3 60000 5 5 20000 30000 6 4 15000
6 P. Abduh 2 52000 5 5 17333.33 30000 4 3 13333.33
7 P. Kris 2 60000 5 6 16666.67 25000 3 3 8333.33
8 H. Abdu Sa'id 1 60000 4 5 16000 25000 4 3 11111.11
9 Hadi Siswoyo 2 50000 5 5 16666.67 30000 4 4 10000
10 P. Asbian 2 60000 6 5 24000 30000 3 3 10000
11 P. Bukari 1 50000 5 5 16666.67 30000 2 3 6666.67
12 P. Farid 1 50000 5 5 16666.67 25000 2 3 5555.56
13 Musanifah 0.4 60000 4 5 16000 30000 2 4 5000
14 P. Deni 2 52000 6 6 17333.33 30000 6 3 20000
15
P.
Muhammad 0.6 60000 7 5 28000 25000 2 3 5555.56
16 P. Ahmadi 0.3 55000 5 5 18333.33 30000 2 3 6666.67
17 P. Suryadi 0.2 60000 4 5 16000 30000 3 4 7500
18 P. Iyud 0.4 60000 4 5 16000 27000 2 4 4500
19 P. Devi 0.5 50000 5 5 16666.67 27000 2 3 6000
20 P. Ilham 0.3 52000 4 6 11555.56 25000 3 3 8333.33
21 P. Hasan 0.2 50000 4 5 13333.33 30000 4 3 13333.33
22 P. Marsuki 0.3 60000 4 5 16000 30000 3 3 10000
140
Lanjutan Lampiran A9. Rincian Biaya Penyusutan Pealatan Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan
Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Cangkul Sabit
Harga
Beli Kebutuhan
Umur
Ekonomis Penyusutan
Harga
Beli Kebutuhan
Umur
Ekonomis Penyusutan
23 P. Sojono 0.25 60000 4 5 16000 30000 3 3 10000
24 P. Sukiman 0.3 60000 5 5 20000 25000 4 4 8333.33
25
P. Ahmad
Jazi 0.5 55000 6 6 18333.33 30000 4 4 10000
26 H. Nurhasy 0.7 55000 7 5 25666.67 25000 3 3 8333.33
27 P. Bad 0.4 60000 5 6 16666.67 30000 3 3 10000
28 P. Pot 0.4 55000 5 6 15277.78 30000 5 3 16666.67
29 P. Jono 0.4 60000 5 5 20000 25000 6 3 16666.67
30 H. Lutfi 1 60000 4 5 16000 30000 4 4 10000
31 P. Hariyanto 0.5 50000 3 5 10000 30000 3 4 7500
32 P. Slamet 0.4 50000 4 5 13333.33 25000 3 3 8333.33
33 P. Subairi 0.3 60000 4 5 16000 25000 4 3 11111.11
34 P. Zainab 0.7 60000 2 5 8000 30000 3 3 10000
35 P. Sepi 2 60000 6 5 24000 30000 6 3 20000
36 P. Prik 1 52000 3 5 10400 25000 5 3 13888.89
37 H. Maksum 2 60000 5 5 20000 25000 6 4 12500
38 P. Sugiyanto 0.5 60000 3 6 10000 30000 3 3 10000
39 P. Idris 0.3 60000 2 5 8000 30000 3 3 10000
Jumlah 44.85 2213000 186 202 682233.33 1094000 149 128 426888.89
Rata-rata 1.15 56743.59 4.77 5.18 17493.16 28051.28 3.82 3.28 10945.87
141
Lanjutan Lampiran A9. Rincian Biaya Penyusutan Pealatan Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan
Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Tangki Sprayer Sekop
Harga
Beli
Kebutuhan
(Unit)
Umur
Ekonomis Penyusutan
Harga
Beli
Kebutuhan
(unit)
Umur
Ekonomis Penyusutan
1 H. Nur Hasin 5 550000 2 5 73333.33 50000 5 3 27777.78
2 P. Kus 2 550000 1 5 36666.67 50000 4 3 22222.22
3 P. Yudi 2 570000 1 5 38000 45000 3 3 15000
4 P. Salim 5 550000 3 4 137500 45000 5 4 18750
5 H. Hasyim 3 550000 1 5 36666.67 50000 3 3 16666.67
6 P. Abduh 2 500000 1 4 41666.67 50000 3 3 16666.67
7 P. Kris 2 500000 1 5 33333.33 50000 2 4 8333.33
8 H. Abdu Sa'id 1 550000 1 4 45833.33 50000 2 3 11111.11
9 Hadi Siswoyo 2 550000 1 4 45833.33 50000 2 3 11111.11
10 P. Asbian 2 550000 1 5 36666.67 48000 2 3 10666.67
11 P. Bukari 1 525000 1 5 35000 45000 1 4 3750
12 P. Farid 1 525000 1 5 35000 50000 1 4 4166.67
13 Musanifah 0.4 550000 1 5 36666.67 50000 1 3 5555.56
14 P. Deni 2 550000 2 5 73333.33 50000 2 3 11111.11
15 P. Muhammad 0.6 500000 1 4 41666.67 45000 2 3 10000
16 P. Ahmadi 0.3 550000 1 5 36666.67 45000 2 3 10000
17 P. Suryadi 0.2 550000 1 5 36666.67 50000 1 3 5555.56
18 P. Iyud 0.4 550000 1 5 36666.67 50000 3 4 12500
19 P. Devi 0.5 550000 1 4 45833.33 50000 2 3 11111.11
20 P. Ilham 0.3 550000 1 5 36666.67 50000 3 3 16666.67
21 P. Hasan 0.2 525000 1 5 35000 45000 3 3 15000
22 P. Marsuki 0.3 550000 1 5 36666.67 45000 2 4 7500
142
Lanjutan Lampiran A9. Rincian Biaya Penyusutan Pealatan Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan
Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Tangki Sprayer Sekop
Harga
Beli
Kebutuhan
(Unit)
Umur
Ekonomis Penyusutan
Harga
Beli
Kebutuhan
(unit)
Umur
Ekonomis Penyusutan
23 P. Sojono 0.25 550000 1 5 36666.67 50000 2 3 11111.11
24 P. Sukiman 0.3 525000 1 4 43750 50000 2 3 11111.11
25 P. Ahmad Jazi 0.5 525000 1 5 35000 50000 2 3 11111.11
26 H. Nurhasy 0.7 550000 1 5 36666.67 50000 3 4 12500
27 P. Bad 0.4 550000 1 4 45833.33 45000 2 3 10000
28 P. Pot 0.4 550000 1 5 36666.67 48000 2 4 8000
29 P. Jono 0.4 550000 1 5 36666.67 50000 2 3 11111.11
30 H. Lutfi 1 550000 1 5 36666.67 50000 3 3 16666.67
31 P. Hariyanto 0.5 520000 1 5 34666.67 50000 2 4 8333.33
32 P. Slamet 0.4 525000 1 4 43750 45000 2 3 10000
33 P. Subairi 0.3 550000 1 4 45833.33 40000 2 4 6666.67
34 P. Zainab 0.7 550000 1 5 36666.67 45000 2 4 7500
35 P. Sepi 2 550000 1 5 36666.67 45000 4 3 20000
36 P. Prik 1 530000 1 5 35333.33 50000 2 3 11111.11
37 H. Maksum 2 525000 1 5 35000 50000 4 3 22222.22
38 P. Sugiyanto 0.5 550000 1 5 36666.67 50000 2 4 8333.33
39 P. Idris 0.3 550000 1 4 45833.33 45000 1 3 5000
Jumlah 44.85 21095000 43 184 1669666.667 1876000 93 129 462000
Rata-rata 1.15 540897.44 1.10 4.72 42811.97 48102.56 2.38 3.31 11846.15
143
Lanjutan Lampiran A9. Rincian Biaya Penyusutan Pealatan Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan
Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Timba Timba siram
Harga
Beli
Kebutuhan
(Unit)
Umur
Ekonomis
Penyusutan
(Rp/MT)
Harga
Beli
Kebutuhan
(Unit)
Umur
Ekonomis
Penyusutan
(RP/MT)
1 H. Nur Hasin 5 20000 10 3 22222.22 55000 8 5 29333.33
2 P. Kus 2 25000 4 4 8333.33 50000 3 4 12500
3 P. Yudi 2 25000 5 4 10416.67 55000 3 4 13750
4 P. Salim 5 25000 7 3 19444.44 55000 9 4 41250
5 H. Hasyim 3 22000 4 3 9777.78 50000 7 4 29166.67
6 P. Abduh 2 22500 5 4 9375 55000 4 5 14666.67
7 P. Kris 2 25000 3 4 6250 55000 4 4 18333.33
8 H. Abdu Sa'id 1 25000 4 3 11111.11 50000 2 4 8333.33
9 Hadi Siswoyo 2 20000 4 3 8888.89 50000 3 4 12500
10 P. Asbian 2 25000 3 3 8333.33 55000 3 4 13750
11 P. Bukari 1 25000 2 4 4166.67 55000 2 5 7333.33
12 P. Farid 1 22000 2 4 3666.67 55000 2 5 7333.33
13 Musanifah 0.4 22000 5 3 12222.22 50000 1 4 4166.67
14 P. Deni 2 25000 7 3 19444.44 55000 3 4 13750
15 P. Muhammad 0.6 25000 2 3 5555.56 55000 2 4 9166.67
16 P. Ahmadi 0.3 25000 2 3 5555.56 55000 2 5 7333.33
17 P. Suryadi 0.2 20000 2 3 4444.44 50000 1 4 4166.67
18 P. Iyud 0.4 20000 2 4 3333.33 55000 1 4 4583.33
19 P. Devi 0.5 25000 2 3 5555.56 55000 2 5 7333.33
20 P. Ilham 0.3 25000 2 4 4166.67 50000 1 5 3333.33
21 P. Hasan 0.2 25000 2 3 5555.56 55000 2 4 9166.67
144
Lanjutan Lampiran A9. Rincian Biaya Penyusutan Pealatan Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan
Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Timba Timba siram
Harga
Beli
Kebutuhan
(Unit)
Umur
Ekonomis
Penyusutan
(Rp/MT)
Harga
Beli
Kebutuhan
(Unit)
Umur
Ekonomis
Penyusutan
(RP/MT)
22 P. Marsuki 0.3 25000 2 3 5555.56 55000 2 4 9166.67
23 P. Sojono 0.25 20000 2 4 3333.33 55000 1 4 4583.33
24 P. Sukiman 0.3 25000 3 3 8333.33 52500 1 4 4375
25 P. Ahmad Jazi 0.5 25000 3 3 8333.33 50000 2 5 6666.67
26 H. Nurhasy 0.7 25000 5 3 13888.89 55000 3 5 11000
27 P. Bad 0.4 25000 4 4 8333.33 55000 1 4 4583.33
28 P. Pot 0.4 22000 3 3 7333.33 55000 1 4 4583.33
29 P. Jono 0.4 25000 3 3 8333.33 52500 1 4 4375
30 H. Lutfi 1 25000 4 3 11111.11 55000 2 4 9166.67
31 P. Hariyanto 0.5 22000 2 2 7333.33 55000 1 4 4583.33
32 P. Slamet 0.4 25000 2 2 8333.33 50000 1 5 3333.33
33 P. Subairi 0.3 25000 2 3 5555.56 50000 1 5 3333.33
34 P. Zainab 0.7 20000 3 3 6666.67 50000 1 4 4166.67
35 P. Sepi 2 25000 4 3 11111.11 55000 3 4 13750
36 P. Prik 1 25000 3 2 12500 55000 2 4 9166.67
37 H. Maksum 2 25000 4 3 11111.11 55000 3 4 13750
38 P. Sugiyanto 0.5 20000 3 3 6666.67 50000 1 5 3333.33
39 P. Idris 0.3 25000 2 3 5555.56 55000 1 4 4583.33
Jumlah 44.85 922500 133 124 337208.33 2080000 93 168 389750
Rata-rata 1.15 23653.85 3.41 3.18 8646.37 53333.33 2.38 4.31 9993.59
145
Lampiran A10. Rincian Total Biaya Penyusutan Pealatan Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya
Muda
No. Nama Luas Lahan (ha) Total Biaya Peralatan (Rp)
1 H. Nur Hasin 5 214888.89
2 P. Kus 2 109055.56
3 P. Yudi 2 104277.78
4 P. Salim 5 266277.78
5 H. Hasyim 3 127277.78
6 P. Abduh 2 113041.67
7 P. Kris 2 91250
8 H. Abdu Sa'id 1 103500
9 Hadi Siswoyo 2 105000
10 P. Asbian 2 103416.67
11 P. Bukari 1 73583.33
12 P. Farid 1 72388.89
13 Musanifah 0.4 79611.11
14 P. Deni 2 154972.22
15 P. Muhammad 0.6 99944.44
16 P. Ahmadi 0.3 84555.56
17 P. Suryadi 0.2 74333.33
18 P. Iyud 0.4 77583.33
19 P. Devi 0.5 92500
20 P. Ilham 0.3 80722.22
146
Lanjutan Lampiran A10. Rincian Total Biaya Penyusutan Pealatan Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada
Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Luas Lahan (ha) Total Biaya Peralatan (Rp)
21 P. Hasan 0.2 91388.89
22 P. Marsuki 0.3 84888.89
23 P. Sojono 0.25 81694.44
24 P. Sukiman 0.3 95902.78
25 P. Ahmad Jazi 0.5 89444.44
26 H. Nurhasy 0.7 108055.56
27 P. Bad 0.4 95416.67
28 P. Pot 0.4 88527.78
29 P. Jono 0.4 97152.78
30 H. Lutfi 1 99611.11
31 P. Hariyanto 0.5 72416.67
32 P. Slamet 0.4 87083.33
33 P. Subairi 0.3 88500
34 P. Zainab 0.7 73000
35 P. Sepi 2 125527.78
36 P. Prik 1 92400
37 H. Maksum 2 114583.33
38 P. Sugiyanto 0.5 75000
39 P. Idris 0.3 78972.22
Jumlah 44.85 3967747.22
Rata-rata 1.15 101737.1
147
Lampiran A11. Rincian Biaya Sewa Traktor dan Pengairan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Sewa Traktor
(Rp)
Biaya Pengairan
Total Biaya Pengairan (Rp)
Upah Pengairan (Rp) Kuantitas (kali)
1 H. Nur Hasin 5 4000000 250000 20 5000000
2 P. Kus 2 1600000 250000 6 1500000
3 P. Yudi 2 1600000 250000 6 1500000
4 P. Salim 5 4000000 250000 20 5000000
5 H. Hasyim 3 2400000 250000 12 3000000
6 P. Abduh 2 1600000 250000 6 1500000
7 P. Kris 2 1600000 250000 6 1500000
8 H. Abdu Sa'id 1 800000 250000 3 750000
9 Hadi Siswoyo 2 1600000 200000 8 1600000
10 P. Asbian 2 1600000 250000 6 1500000
11 P. Bukari 1 800000 250000 3 750000
12 P. Farid 1 800000 250000 3 750000
13 Musanifah 0.4 320000 200000 3 600000
14 P. Deni 2 1600000 250000 6 1500000
15 P. Muhammad 0.6 480000 250000 3 750000
16 P. Ahmadi 0.3 240000 250000 3 750000
17 P. Suryadi 0.2 160000 200000 2 400000
18 P. Iyud 0.4 320000 250000 2 500000
19 P. Devi 0.5 400000 250000 3 750000
20 P. Ilham 0.3 240000 200000 2 400000
21 P. Hasan 0.2 160000 250000 3 750000
148
Lanjutan Lampiran A11. Rincian Biaya Sewa Traktor dan Pengairan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan
Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Sewa Traktor
(Rp)
Biaya Pengairan
Total Biaya Pengairan (Rp) Upah Pengairan (Rp) Kuantitas (kali)
22 P. Marsuki 0.3 240000
500000
23 P. Sojono 0.25 200000 250000 2 500000
24 P. Sukiman 0.3 240000 250000 3 750000
25 P. Ahmad Jazi 0.5 400000 200000 3 600000
26 H. Nurhasy 0.7 560000 250000 3 750000
27 P. Bad 0.4 320000 250000 3 750000
28 P. Pot 0.4 320000 250000 2 500000
29 P. Jono 0.4 320000 250000 2 500000
30 H. Lutfi 1 800000 225000 3 675000
31 P. Hariyanto 0.5 400000 200000 2 400000
32 P. Slamet 0.4 320000 250000 2 500000
33 P. Subairi 0.3 240000 220000 2 440000
34 P. Zainab 0.7 560000 200000 2 400000
35 P. Sepi 2 1600000 215000 3 645000
36 P. Prik 1 800000 200000 4 800000
37 H. Maksum 2 1600000 250000 3 750000
38 P. Sugiyanto 0.5 400000 200000 2 400000
39 P. Idris 0.3 240000 200000 3 600000
Jumlah 44.85 35880000 9160000 172 41210000
Rata-rata 1.15 920000 234871.8 4.410256 1056666.67
149
Lampiran A12. Rincian Total Biaya Tetap Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Biaya
Penyusutan
(Rp)
Biaya Pajak Lahan Total Biaya Tetap
Per Luasan Lahan
(Rp)
Total Biaya Tetap
Per Hektar (Rp) Biaya
Pajak/Tahun Biaya Pajak/MT
1 H. Nur Hasin 5 214888.89 575000 191666.67 406555.56 81311.11
2 P. Kus 2 109055.56 245000 81666.67 190722.22 95361.11
3 P. Yudi 2 104277.78 230000 76666.67 180944.44 90472.22
4 P. Salim 5 266277.78 575000 191666.67 457944.44 91588.89
5 H. Hasyim 3 127277.78 375000 125000.00 252277.78 84092.59
6 P. Abduh 2 113041.67 230000 76666.67 189708.33 94854.17
7 P. Kris 2 91250.00 230000 76666.67 167916.67 83958.33
8 H. Abdu Sa'id 1 103500.00 130000 43333.33 146833.33 146833.33
9 Hadi Siswoyo 2 105000.00 250000 83333.33 188333.33 94166.67
10 P. Asbian 2 103416.67 230000 76666.67 180083.33 90041.67
11 P. Bukari 1 73583.33 115000 38333.33 111916.67 111916.67
12 P. Farid 1 72388.89 115000 38333.33 110722.22 110722.22
13 Musanifah 0.4 79611.11 60000 20000.00 99611.11 249027.78
14 P. Deni 2 154972.22 230000 76666.67 231638.89 115819.44
15 P. Muhammad 0.6 99944.44 69000 23000.00 122944.44 204907.41
16 P. Ahmadi 0.3 84555.56 34500 11500.00 96055.56 320185.19
17 P. Suryadi 0.2 74333.33 40000 13333.33 87666.67 438333.33
18 P. Iyud 0.4 77583.33 46000 15333.33 92916.67 232291.67
19 P. Devi 0.5 92500.00 57500 19166.67 111666.67 223333.33
20 P. Ilham 0.3 80722.22 48000 16000.00 96722.22 322407.41
21 P. Hasan 0.2 91388.89 23000 7666.67 99055.56 495277.78
150
Lanjutan Lampiran A12. Rincian Total Biaya Tetap Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Biaya
Penyusutan
(Rp)
Biaya Pajak Lahan
Biaya
Pajak/Tahun Biaya Pajak/MT
Total Biaya Tetap
Per Luasan Lahan
(Rp)
Total Biaya Tetap
Per Hektar (Rp)
22 P. Marsuki 0.3 84888.89 34500 11500.00 96388.89 321296.30
23 P. Sojono 0.25 81694.44 28750 9583.33 91277.78 365111.11
24 P. Sukiman 0.3 95902.78 46000 15333.33 111236.11 370787.04
25 P. Ahmad Jazi 0.5 89444.44 57500 19166.67 108611.11 217222.22
26 H. Nurhasy 0.7 108055.56 80500 26833.33 134888.89 192698.41
27 P. Bad 0.4 95416.67 46000 15333.33 110750.00 276875.00
28 P. Pot 0.4 88527.78 46000 15333.33 103861.11 259652.78
29 P. Jono 0.4 97152.78 46000 15333.33 112486.11 281215.28
30 H. Lutfi 1 99611.11 115000 38333.33 137944.44 137944.44
31 P. Hariyanto 0.5 72416.67 57500 19166.67 91583.33 183166.67
32 P. Slamet 0.4 87083.33 46000 15333.33 102416.67 256041.67
33 P. Subairi 0.3 88500.00 34500 11500.00 100000.00 333333.33
34 P. Zainab 0.7 73000.00 80500 26833.33 99833.33 142619.05
35 P. Sepi 2 125527.78 230000 76666.67 202194.44 101097.22
36 P. Prik 1 92400.00 115000 38333.33 130733.33 130733.33
37 H. Maksum 2 114583.33 230000 76666.67 191250.00 95625.00
38 P. Sugiyanto 0.5 75000.00 57500 19166.67 94166.67 188333.33
39 P. Idris 0.3 78972.22 34500 11500.00 90472.22 301574.07
Jumlah 44.85 3967747.2 5293750 1764583.3 5732330.56 7932228.57
Rata-rata 1.15 101737.11 135737.18 45245.73 146982.83 203390.48
151
Lampiran A13. Rincian Total Biaya Variabel Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Biaya Variabel
Total Biaya
Variabel (Rp)
Total Biaya
Variabel
Per Hektar
(Rp) Biaya Bibit
(Rp)
Biaya
Pupuk (Rp)
Biaya
Pestisida
(Rp)
Biaya TK
(Rp)
Biaya Traktor
dan Pengairan
(Rp)
1 H. Nur Hasin 5 5000000 10400000 1603750 61903125 9000000 87906875 17581375
2 P. Kus 2 2000000 5050000 641500 24805625 3100000 35597125 17798562.5
3 P. Yudi 2 2000000 4500000 641500 30885000 3100000 41126500 20563250
4 P. Salim 5 5000000 10675000 1603750 55690625 9000000 81969375 16393875
5 H. Hasyim 3 3000000 6700000 962250 34523750 5400000 50586000 16862000
6 P. Abduh 2 2000000 4350000 641500 32482500 3100000 42574000 21287000
7 P. Kris 2 2000000 3950000 641500 22631250 3100000 32322750 16161375
8 H. Abdu Sa'id 1 1000000 2350000 320750 16063750 1550000 21284500 21284500
9 Hadi Siswoyo 2 2000000 4850000 641500 24317500 3200000 35009000 17504500
10 P. Asbian 2 2000000 4700000 641500 30441250 3100000 40882750 20441375
11 P. Bukari 1 1000000 2350000 320750 22986250 1550000 28207000 28207000
12 P. Farid 1 1000000 2350000 320750 17661250 1550000 22882000 22882000
13 Musanifah 0.4 400000 1030000 128300 12780000 920000 15258300 38145750
14 P. Deni 2 2000000 4625000 641500 41712500 3100000 52079000 26039500
15 P. Muhammad 0.6 600000 1510000 192450 13667500 1230000 17199950 28666583.33
16 P. Ahmadi 0.3 300000 747500 96225 12425000 990000 14558725 48529083.33
17 P. Suryadi 0.2 200000 705000 64150 15442500 560000 16971650 84858250
18 P. Iyud 0.4 400000 1090000 128300 9673750 820000 12112050 30280125
19 P. Devi 0.5 500000 1412500 160375 16507500 1150000 19730375 39460750
20 P. Ilham 0.3 300000 775000 96225 15398125 640000 17209350 57364500
21 P. Hasan 0.2 200000 697500 64150 14333125 910000 16204775 81023875
22 P. Marsuki 0.3 300000 910000 96225 16507500 740000 18553725 61845750
152
Lanjutan Lampiran A13. Rincian Total Biaya Variabel Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Biaya Variabel
Biaya Bibit
(Rp)
Biaya
Pupuk (Rp)
Biaya
Pestisida
(Rp)
Biaya TK
(Rp)
Biaya Traktor
dan Pengairan
(Rp) Total Biaya
Variabel (Rp)
Total Biaya
Variabel
Per Hektar
(Rp)
23 P. Sojono 0.25 250000 750000 80187.5 11715000 700000 13495187.5 53980750
24 P. Sukiman 0.3 300000 1015000 96225 9407500 990000 11808725 39362416.67
25 P. Ahmad Jazi 0.5 500000 1410000 160375 16374375 1000000 19444750 38889500
26 H. Nurhasy 0.7 700000 1980000 224525 18460000 1310000 22674525 32392178.57
27 P. Bad 0.4 400000 1122500 128300 11360000 1070000 14080800 35202000
28 P. Pot 0.4 400000 1230000 128300 16152500 820000 18730800 46827000
29 P. Jono 0.4 400000 1190000 128300 13578750 820000 16117050 40292625
30 H. Lutfi 1 1000000 2600000 320750 17572500 1475000 22968250 22968250
31 P. Hariyanto 0.5 500000 1310000 160375 17306250 800000 20076625 40153250
32 P. Slamet 0.4 400000 1132500 128300 10827500 820000 13308300 33270750
33 P. Subairi 0.3 300000 920000 96225 11138125 680000 13134350 43781166.67
34 P. Zainab 0.7 600000 1730000 224525 16152500 960000 19667025 28095750
35 P. Sepi 2 2000000 4250000 641500 20279375 2245000 29415875 14707937.5
36 P. Prik 1 1000000 2500000 320750 17483750 1600000 22904500 22904500
37 H. Maksum 2 2000000 4800000 641500 27867500 2350000 37659000 18829500
38 P. Sugiyanto 0.5 500000 1600000 160375 12780000 800000 15840375 31680750
39 P. Idris 0.3 325000 1020000 96225 11005000 840000 13286225 44287416.67
Jumlah 44.85 44775000 106287500 14385637.5 802300000 77090000 1044838138 1320806720
Rata-rata 1.15 1148076.923 2725320.513 368862.5 20571795 1976666.667 26790721.47 33866839
153
Lampiran A14. Rincian Total Biaya Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Luas Lahan
(ha)
Total Biaya
Variabel (Rp)
Total Biaya
Tetap (Rp)
Total Biaya
Perluasan lahan
(Rp)
Total Biaya Per
hektar (Rp)
1 H. Nur Hasin 5 87906875 406555.556 88313430.56 17662686.11
2 P. Kus 2 35597125 190722.222 35787847.22 17893923.61
3 P. Yudi 2 41126500 180944.444 41307444.44 20653722.22
4 P. Salim 5 81969375 457944.444 82427319.44 16485463.89
5 H. Hasyim 3 50586000 252277.778 50838277.78 16946092.59
6 P. Abduh 2 42574000 189708.333 42763708.33 21381854.17
7 P. Kris 2 32322750 167916.667 32490666.67 16245333.33
8 H. Abdu Sa'id 1 21284500 146833.333 21431333.33 21431333.33
9 Hadi Siswoyo 2 35009000 188333.333 35197333.33 17598666.67
10 P. Asbian 2 40882750 180083.333 41062833.33 20531416.67
11 P. Bukari 1 28207000 111916.667 28318916.67 28318916.67
12 P. Farid 1 22882000 110722.222 22992722.22 22992722.22
13 Musanifah 0.4 15258300 99611.1111 15357911.11 38394777.78
14 P. Deni 2 52079000 231638.889 52310638.89 26155319.44
15 P. Muhammad 0.6 17199950 122944.444 17322894.44 28871490.74
16 P. Ahmadi 0.3 14558725 96055.5556 14654780.56 48849268.52
17 P. Suryadi 0.2 16971650 87666.6667 17059316.67 85296583.33
18 P. Iyud 0.4 12112050 92916.6667 12204966.67 30512416.67
19 P. Devi 0.5 19730375 111666.667 19842041.67 39684083.33
20 P. Ilham 0.3 17209350 96722.2222 17306072.22 57686907.41
21 P. Hasan 0.2 16204775 99055.5556 16303830.56 81519152.78
154
Lanjutan Lampiran A14. Rincian Total Biaya Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Luas Lahan
(ha)
Total Biaya
Variabel (Rp)
Total Biaya
Tetap (Rp)
Total Biaya
Perluasan lahan
(Rp)
Total Biaya Per
hektar (Rp)
22 P. Marsuki 0.3 18553725 96388.8889 18650113.89 62167046.3
23 P. Sojono 0.25 13495187.5 91277.7778 13586465.28 54345861.11
24 P. Sukiman 0.3 11808725 111236.111 11919961.11 39733203.7
25 P. Ahmad Jazi 0.5 19444750 108611.111 19553361.11 39106722.22
26 H. Nurhasy 0.7 22674525 134888.889 22809413.89 32584876.98
27 P. Bad 0.4 14080800 110750 14191550 35478875
28 P. Pot 0.4 18730800 103861.111 18834661.11 47086652.78
29 P. Jono 0.4 16117050 112486.111 16229536.11 40573840.28
30 H. Lutfi 1 22968250 137944.444 23106194.44 23106194.44
31 P. Hariyanto 0.5 20076625 91583.3333 20168208.33 40336416.67
32 P. Slamet 0.4 13308300 102416.667 13410716.67 33526791.67
33 P. Subairi 0.3 13134350 100000 13234350 44114500
34 P. Zainab 0.7 19667025 99833.3333 19766858.33 28238369.05
35 P. Sepi 2 29415875 202194.444 29618069.44 14809034.72
36 P. Prik 1 22904500 130733.333 23035233.33 23035233.33
37 H. Maksum 2 37659000 191250 37850250 18925125
38 P. Sugiyanto 0.5 15840375 94166.6667 15934541.67 31869083.33
39 P. Idris 0.3 13286225 90472.2222 13376697.22 44588990.74
Jumlah 44.85 1044838138 5732330.6 1050570468 1328738949
Rata-rata 1.15 26790721.47 146982.83 26937704.31 34070229.5
155
Lampiran A15. Rincian Penerimaan dan Pendapatan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Produksi
(kw)
Harga
Tembakau
(Rp/Kw)
Penerimaan (Rp) Total Biaya
(Rp)
Pendapatan (Rp)
Per Luasan
Lahan Per Hektar
1 H. Nur Hasin 5 60 6000000 360000000 88313430.56 271686569.44 54337313.89
2 P. Kus 2 23 5300000 121900000 35787847.22 86112152.78 43056076.39
3 P. Yudi 2 21 5300000 111300000 41307444.44 69992555.56 34996277.78
4 P. Salim 5 62 5500000 341000000 82427319.44 258572680.56 51714536.11
5 H. Hasyim 3 45 5600000 252000000 50838277.78 201161722.22 67053907.41
6 P. Abduh 2 20 5400000 108000000 42763708.33 65236291.67 32618145.83
7 P. Kris 2 20 5300000 106000000 32490666.67 73509333.33 36754666.67
8 H. Abdu Sa'id 1 11 5800000 63800000 21431333.33 42368666.67 42368666.67
9 Hadi Siswoyo 2 22 4000000 88000000 35197333.33 52802666.67 26401333.33
10 P. Asbian 2 20 4000000 80000000 41062833.33 38937166.67 19468583.33
11 P. Bukari 1 10 5500000 55000000 28318916.67 26681083.33 26681083.33
12 P. Farid 1 13 5800000 75400000 22992722.22 52407277.78 52407277.78
13 Musanifah 0.4 5 5000000 25000000 15357911.11 9642088.89 24105222.22
14 P. Deni 2 24 5600000 134400000 52310638.89 82089361.11 41044680.56
15 P. Muhammad 0.6 6 6000000 36000000 17322894.44 18677105.56 31128509.26
16 P. Ahmadi 0.3 3 5500000 16500000 14654780.56 1845219.44 6150731.48
17 P. Suryadi 0.2 3 6000000 18000000 17059316.67 940683.33 4703416.67
18 P. Iyud 0.4 5 5900000 29500000 12204966.67 17295033.33 43237583.33
19 P. Devi 0.5 6 6000000 36000000 19842041.67 16157958.33 32315916.67
20 P. Ilham 0.3 3.5 6100000 21350000 17306072.22 4043927.78 13479759.26
21 P. Hasan 0.2 3.5 5600000 19600000 16303830.56 3296169.44 16480847.22
156
Lanjutan Lampiran A15. Rincian Penerimaan dan Pendapatan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra pada Gapoktan Cahaya
Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Produksi
(kw)
Harga
Tembakau
(Rp/Kw)
Penerimaan (Rp) Total Biaya
(Rp)
Pendapatan (Rp)
Per Luasan
Lahan Per Hektar
22 P. Marsuki 0.3 4 6000000 24000000 18650113.89 5349886.11 17832953.70
23 P. Sojono 0.25 3 5700000 17100000 13586465.28 3513534.72 14054138.89
24 P. Sukiman 0.3 4 5500000 22000000 11919961.11 10080038.89 33600129.63
25 P. Ahmad Jazi 0.5 7 6000000 42000000 19553361.11 22446638.89 44893277.78
26 H. Nurhasy 0.7 9.5 6000000 57000000 22809413.89 34190586.11 48843694.44
27 P. Bad 0.4 4.5 5800000 26100000 14191550.00 11908450.00 29771125.00
28 P. Pot 0.4 4 6000000 24000000 18834661.11 5165338.89 12913347.22
29 P. Jono 0.4 3.5 5600000 19600000 16229536.11 3370463.89 8426159.72
30 H. Lutfi 1 12 6000000 72000000 23106194.44 48893805.56 48893805.56
31 P. Hariyanto 0.5 6 5200000 31200000 20168208.33 11031791.67 22063583.33
32 P. Slamet 0.4 5 5100000 25500000 13410716.67 12089283.33 30223208.33
33 P. Subairi 0.3 4 5200000 20800000 13234350.00 7565650.00 25218833.33
34 P. Zainab 0.7 8.5 6100000 51850000 19766858.33 32083141.67 45833059.52
35 P. Sepi 2 23 6200000 142600000 29618069.44 112981930.56 56490965.28
36 P. Prik 1 11 5800000 63800000 23035233.33 40764766.67 40764766.67
37 H. Maksum 2 24 5500000 132000000 37850250.00 94149750.00 47074875.00
38 P. Sugiyanto 0.5 7.5 5300000 39750000 15934541.67 23815458.33 47630916.67
39 P. Idris 0.3 4 6000000 24000000 13376697.22 10623302.78 35411009.26
Jumlah 44.85 530.5 218200000 2934050000 1050570468 1883479532 1310444385
Rata-rata 1.15 13.6026 5594871.79 75232051.28 26937704.31 48294346.97 33601138.06
157
Lampiran A16. Rincian Pilihan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra Mengenai Perilaku terhadap Risiko
No Nama Luas Lahan (ha) Produksi (kw) Pilihan
1 H. Nur Hasin 5 70 F
2 P. Kus 2 30 E
3 P. Yudi 2 34 F
4 P. Salim 5 75 F
5 H. Hasyim 3 45 F
6 P. Abduh 2 28 E
7 P. Kris 2 30 F
8 H. Abdu Sa'id 1 15 F
9 Hadi Siswoyo 2 32 F
10 P. Asbian 2 23 F
11 P. Bukari 1 14 E
12 P. Farid 1 13 F
13 Musanifah 0.4 6 D
14 P. Deni 2 28 D
15 P. Muhammad 0.6 8 E
16 P. Ahmadi 0.3 3.5 E
17 P. Suryadi 0.2 4 F
18 P. Iyud 0.4 5 F
19 P. Devi 0.5 7 F
20 P. Ilham 0.3 4 E
21 P. Hasan 0.2 3.5 D
22 P. Marsuki 0.3 4 D
23 P. Sojono 0.25 3 E
158
Lanjutan Lampiran A16. Rincian Pilihan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Mitra Mengenai Perilaku terhadap Risiko
No Nama Luas Lahan (ha) Produksi (kw) Pilihan
24 P. Sukiman 0.3 5 F
25 P. Ahmad Jazi 0.5 7 F
26 H. Nurhasy 0.7 9 F
27 P. Bad 0.4 6 E
28 P. Pot 0.4 5 F
29 P. Jono 0.4 7 F
30 H. Lutfi 1 12 E
31 P. Hariyanto 0.5 6 E
32 P. Slamet 0.4 5 D
33 P. Subairi 0.3 4 E
34 P. Zainab 0.7 8.5 F
35 P. Sepi 2 23 F
36 P. Prik 1 11 E
37 H. Maksum 2 24 F
38 P. Sugiyanto 0.5 7.5 F
39 P. Idris 0.3 4 E
Kriteria Pengambilan Keputusan :
A = Sangat tidak suka risiko
B = Tidak suka risiko
C = Moderate low
D = Sedang
E = Suka risiko
F = Sangat suka risiko
159
Lampiran B. Identitas Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No Nama Usia Pendidikan Kelurahan Dusun Status
1 P. Rosi 63 SMP Antirogo Krajan Non Mitra
2 P. Hadi 52 SD Antirogo Trogowetan Non Mitra
3 P. Sus 60 SD Antirogo Trogowetan Non Mitra
4 P. Asnawi 43 SMA Antirogo Jambuan Non Mitra
5 P. Sunar 60 SD Antirogo Jambuan Non Mitra
6 P. Waqi 40 S1 Antirogo Krajan Non Mitra
7 P. Rita 38 SD Antirogo Jambuan Non Mitra
8 P. Dedi 48 SMP Antirogo Trogowetan Non Mitra
9 P. Mahfud 66 SD Antirogo Trogowetan Non Mitra
10 P. Anwaruddin 50 SD Antirogo Jambuan Non Mitra
11 P. Miski 48 SD Antirogo Trogowetan Non Mitra
160
Lampiran B1. Rincian Biaya Variabel Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Produksi
(ton)
Produktivitas
(ton/ha)
Bibit Pupuk (kg)
Pestisida Jumlah Bibit
(pohon) Urea Za KS Saprodag
1 P. Rosi 1 1.2 1.2 20000 100 130 100 100 1.65
2 P. Hadi 0.2 0.45 2.25 6000 40 60 50 50 1.6
3 P. Sus 0.75 0.9 1.2 15000 60 80 150 100 1.7
4 P. Asnawi 1 1.3 1.3 20000 150 150 100 150 1.35
5 P. Sunar 0.5 0.7 1.4 10000 80 90 95 100 1.35
6 P. Waqi 1 1.3 1.3 21000 100 150 100 100 1.6
7 P. Rita 1 1.5 1.5 20000 100 100 100 100 1.7
8 P. Dedi 2 2.4 1.2 40000 200 200 100 200 1.95
9 P. Mahfud 0.5 0.8 1.6 10000 80 80 150 75 1.45
10 P. Anwaruddin 0.35 0.5 1.429 5000 55 60 65 50 1.6
11 P. Miski 0.6 0.9 1.5 8400 70 90 80 50 1.4
Jumlah 8.9 11.95 15.88 175400 1035 1190 1090 1075 17.35
Rata-rata 0.81 1.09 1.44 15945.45 94.09 108.18 99.09 97.73 1.58
161
Lampiran B2. Rincian Penggunaan Obat Pertanian Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Luas Lahan
(ha) Bactocyn (L) Ridomil (L)
Confidor
(L)
Prevathon
(L) Cabrio (L)
Anthracol
(L)
Demolish
(L)
1 P. Rosi 1 0.1 0.2 0.5 0.1 0.25 0.1 0.1
2 P. Hadi 0.2 0.1 0.1 0.4 0.2 0.2 0.15 0.2
3 P. Sus 0.75 0.25 0.15 0.3 0.2 0.3 0.1 0.1
4 P. Asnawi 1 0.3 0.1 0.3 0 0.25 0.1 0.2
5 P. Sunar 0.5 0.1 0.15 0 0.2 0.3 0.2 0.15
6 P. Waqi 1 0.3 0.2 0.3 0.3 0 0.1 0
7 P. Rita 1 0.25 0.2 0.3 0.1 0.4 0 0.1
8 P. Dedi 2 0.5 0 0.45 0 0 0.3 0.1
9 P. Mahfud 0.5 0.1 0.2 0.3 0.1 0.2 0.1 0.2
10
P.
Anwaruddin 0.35 0.5 0.1 0.2 0.1 0.2 0.2 0.15
11 P. Miski 0.6 0.3 0 0.25 0.1 0.25 0.1 0.2
Jumlah 8.9 2.8 1.4 3.3 1.4 2.35 1.45 1.5
Rata-rata 0.81 0.25 0.13 0.30 0.13 0.21 0.13 0.14
162
Lampiran B3. Rincian Biaya Variabel (Bibit) Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Luas Lahan
(ha)
Bibit
Jenis Bibit Jumlah bibit
(pohon)
Harga Bibit
(/pohon) Total Harga Bibit (Rp)
1 P. Rosi 1 Na-Oogst 20000 50 1000000
2 P. Hadi 0.2 Na-Oogst 6000 50 300000
3 P. Sus 0.75 Na-Oogst 15000 50 750000
4 P. Asnawi 1 Na-Oogst 20000 50 1000000
5 P. Sunar 0.5 Na-Oogst 10000 50 500000
6 P. Waqi 1 Na-Oogst 21000 50 1050000
7 P. Rita 1 Na-Oogst 20000 50 1000000
8 P. Dedi 2 Na-Oogst 40000 50 2000000
9 P. Mahfud 0.5 Na-Oogst 10000 50 500000
10 P. Anwaruddin 0.35 Na-Oogst 5000 50 250000
11 P. Miski 0.6 Na-Oogst 8400 50 420000
Jumlah 8.9
175400 550 8770000
Rata-rata 0.81
15945.45 50 797272.73
163
Lampiran B4. Rincian Biaya Variabel (Pupuk) Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Pupuk (kg)
Urea Harga
(Rp)
Total
Biaya
(Rp)
Za
Harga
Pupuk
(Rp)
Total
Biaya (Rp) KS
Harga
Pupuk
(Rp)
Total Biaya
(Rp)
1 P. Rosi 1 100 2000 200000 130 1500 195000 100 10000 1000000
2 P. Hadi 0.2 40 2000 80000 60 1500 90000 50 10000 500000
3 P. Sus 0.75 60 2000 120000 80 1500 120000 150 10000 1500000
4 P. Asnawi 1 150 2000 300000 150 1500 225000 100 10000 1000000
5 P. Sunar 0.5 80 2000 160000 90 1500 135000 95 10000 950000
6 P. Waqi 1 100 2000 200000 150 1500 225000 100 10000 1000000
7 P. Rita 1 100 2000 200000 100 1500 150000 100 10000 1000000
8 P. Dedi 2 200 2000 400000 200 1500 300000 100 10000 1000000
9 P. Mahfud 0.5 80 2000 160000 80 1500 120000 150 10000 1500000
10 P. Anwaruddin 0.35 55 2000 110000 60 1500 90000 65 10000 650000
11 P. Miski 0.6 70 2000 140000 90 1500 135000 80 10000 800000
Jumlah 8.9 1035 22000 2070000 1190 16500 1785000 1090 110000 10900000
Rata-rata 0.81 94.09 2000 188182 108.18 1500 162272.73 99.09 10000 990909.09
164
Lampiran B5. Rincian Biaya Variabel (Pupuk dan Pestisida) Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya
Muda
No. Nama Luas Lahan
(ha)
Pestisida
Saprodag
Harga
Pupuk
(kg)
Total Biaya (Rp) Jumlah
Pestisida Total Biaya (Rp)
1 P. Rosi 1 100 10000 1000000 1.65 135175
2 P. Hadi 0.2 50 10000 500000 1.6 135300
3 P. Sus 0.75 100 10000 1000000 1.7 142450
4 P. Asnawi 1 150 10000 1500000 1.35 98025
5 P. Sunar 0.5 100 10000 1000000 1.35 124975
6 P. Waqi 1 100 10000 1000000 1.6 146850
7 P. Rita 1 100 10000 1000000 1.7 146475
8 P. Dedi 2 200 10000 2000000 1.95 148075
9 P. Mahfud 0.5 75 10000 750000 1.45 130575
10 P. Anwaruddin 0.35 50 10000 500000 1.6 115875
11 P. Miski 0.6 50 10000 500000 1.4 108600
Jumlah 8.9 1075 110000 10750000 17.35 1432375
Rata-rata 0.81 97.73 10000 977272.73 1.58 130215.91
165
Lampiran B6. Rincian Biaya Penggunaan Obat Pertanian Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Folicur WP
(L)
Bactocyn
(L)
Ridomil
(L)
Confidor
(L)
Prevathon
(L)
Cabrio
(L)
Anthracol
(L)
Demolish
(L)
1 P. Rosi 40950 5000 25800 21250 11950 13875 2850 13500
2 P. Hadi 34125 5000 12900 17000 23900 11100 4275 27000
3 P. Sus 40950 12500 19350 12750 23900 16650 2850 13500
4 P. Asnawi 13650 15000 12900 12750 0 13875 2850 27000
5 P. Sunar 34125 5000 19350 0 23900 16650 5700 20250
6 P. Waqi 54600 15000 25800 12750 35850 0 2850 0
7 P. Rita 47775 12500 25800 12750 11950 22200 0 13500
8 P. Dedi 81900 25000 0 19125 0 0 8550 13500
9 P. Mahfud 34125 5000 25800 12750 11950 11100 2850 27000
10
P.
Anwaruddin 20475 25000 12900 8500 11950 11100 5700 20250
11 P. Miski 27300 15000 0 10625 11950 13875 2850 27000
Jumlah 429975 140000 180600 140250 167300 130425 41325 202500
Rata-rata 71662.50 12727.27 16418.18 12750 15209.09 11856.82 3756.82 18409.09
166
Lampiran B7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Tenaga Kerja (HOK)
Pengolahan
Tanah
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah Penanaman
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah
1 P. Rosi 1 4 7 2 7 55000 20 3 1 7.5 50000
2 P. Hadi 0.2 2 8 1 2 55000 10 4 2 10 50000
3 P. Sus 0.75 5 8 1 5 55000 15 4 1 7.5 50000
4 P. Asnawi 1 4 7 1 3.5 55000 20 3 2 15 50000
5 P. Sunar 0.5 2 8 2 4 55000 10 3 4 15 50000
6 P. Waqi 1 4 8 1 4 55000 20 4 1 10 50000
7 P. Rita 1 4 7 1 3.5 55000 10 3 2 7.5 50000
8 P. Dedi 2 6 7 2 10.5 55000 20 4 2 20 50000
9 P. Mahfud 0.5 10 7 1 8.75 55000 8 4 2 8 50000
10
P.
Anwaruddin 0.35 2 8 1 2 55000 5 3 1 1.875 50000
11 P. Miski 0.6 3 8 1 3 55000 10 3 2 7.5 50000
Jumlah 8.9 46 83 14 53.25 605000 148 38 20 109.875 550000
Rata-rata 0.81 4.18 7.55 1.27 4.84 55000 13.45 3.45 1.82 9.99 50000
167
Lanjutan Lampiran B7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Pemupukan Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah Penyemprotan
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah
1 P. Rosi 1 6 3 3 6.75 35000 3 3 1 1.125 35000
2 P. Hadi 0.2 6 3 2 4.5 35000 2 4 1 1 35000
3 P. Sus 0.75 2 4 3 3 35000 3 4 1 1.5 35000
4 P. Asnawi 1 4 3 3 4.5 35000 3 3 1 1.125 35000
5 P. Sunar 0.5 4 4 3 6 35000 2 4 1 1 35000
6 P. Waqi 1 6 3 3 6.75 35000 3 4 1 1.5 35000
7 P. Rita 1 6 4 2 6 35000 2 4 1 1 35000
8 P. Dedi 2 8 3 2 6 35000 4 3 1 1.5 35000
9 P. Mahfud 0.5 6 4 3 9 35000 2 3 1 0.75 35000
10 P. Anwaruddin 0.35 6 3 2 4.5 35000 2 4 1 1 35000
11 P. Miski 0.6 5 4 2 5 35000 2 3 1 0.75 35000
Jumlah 8.9 59 38 28 62 385000 28 39 11 12.25 385000
Rata-rata 0.81 5.36 3.45 2.55 5.64 35000 2.55 3.55 1 1.11 35000
168
Lanjutan Lampiran B7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Upah Petik Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah Angkut
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah
1 P. Rosi 1 35000 6 2 2 3 30000 7 2 2 3.5 40000
2 P. Hadi 0.2 35000 3 2 1 0.75 30000 2 3 1 0.75 40000
3 P. Sus 0.75 35000 4 2 1 1 30000 6 2 1 1.5 40000
4 P. Asnawi 1 35000 6 2 1 1.5 30000 7 3 1 2.625 40000
5 P. Sunar 0.5 35000 3 2 1 0.75 30000 4 3 1 1.5 40000
6 P. Waqi 1 35000 6 2 1 1.5 30000 7 2 1 1.75 40000
7 P. Rita 1 35000 6 2 2 3 30000 7 2 2 3.5 40000
8 P. Dedi 2 35000 12 2 2 6 30000 14 3 2 10.5 40000
9 P. Mahfud 0.5 35000 3 2 1 0.75 30000 4 2 1 1 40000
10 P. Anwaruddin 0.35 35000 3 2 1 0.75 30000 3 3 1 1.125 40000
11 P. Miski 0.6 35000 5 2 2 2.5 30000 5 2 2 2.5 40000
Jumlah 8.9 385000 57 22 15 21.5 330000 66 27 15 30.25 440000
Rata-rata 0.81 35000 5.18 2 1.36 1.95 30000 6 2.45 1.36 2.75 40000
169
Lanjutan Lampiran B7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Penyujenan Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah Menaikkan
Jam
Kerja
Hari
Kerja
Total
HOK Upah
1 P. Rosi 1 20 2 2 10 20000 7 3 2 5.25 40000
2 P. Hadi 0.2 4 2 1 1 20000 3 2 1 0.75 40000
3 P. Sus 0.75 15 3 1 5.625 20000 5 2 1 1.25 40000
4 P. Asnawi 1 20 3 1 7.5 20000 8 3 1 3 40000
5 P. Sunar 0.5 10 2 1 2.5 20000 6 2 1 1.5 40000
6 P. Waqi 1 20 2 1 5 20000 7 2 1 1.75 40000
7 P. Rita 1 20 3 2 15 20000 7 2 2 3.5 40000
8 P. Dedi 2 40 3 2 30 20000 14 3 2 10.5 40000
9 P. Mahfud 0.5 10 2 1 2.5 20000 6 3 1 2.25 40000
10
P.
Anwaruddin 0.35 7 2 1 1.75 20000 5 2 1 1.25 40000
11 P. Miski 0.6 12 2 2 6 20000 6 2 2 3 40000
Jumlah 8.9 178 26 15 86.875 220000 74 26 15 34 440000
Rata-rata 0.81 16.18 2.36 1.36 7.90 20000 6.73 2.36 1.36 3.09 40000
170
Lanjutan Lampiran B7. Rincian Biaya Tenaga Kerja Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Oven Jam
Kerja
Hari
kerja
Total
HOK Upah
Per
Luasan
Lahan
Per
Hektar
Total
Upah
Per Luasan
Lahan Per Hektar
1 P. Rosi 1 2 3 15 11.25 50000 55.375 55.375 355000 19658125 19658125
2 P. Hadi 0.2 2 4 20 20 50000 40.75 203.75 355000 14466250 72331250
3 P. Sus 0.75 3 3 15 16.875 50000 43.25 57.67 355000 15353750 20471666.67
4 P. Asnawi 1 3 4 15 22.5 50000 61.25 61.25 355000 21743750 21743750
5 P. Sunar 0.5 2 3 15 11.25 50000 43.5 87 355000 15442500 30885000
6 P. Waqi 1 2 4 20 20 50000 52.25 52.25 355000 18548750 18548750
7 P. Rita 1 3 3 15 16.875 50000 59.875 59.88 355000 21255625 21255625
8 P. Dedi 2 2 4 15 15 50000 110 55 355000 39050000 19525000
9 P. Mahfud 0.5 3 3 20 22.5 50000 55.5 111 355000 19702500 39405000
10
P.
Anwaruddin 0.35 2 4 15 15 50000 29.25 83.58 355000 10383750 29667857.14
11 P. Miski 0.6 2 3 20 15 50000 45.25 75.41 355000 16063750 26772916.67
Jumlah 8.9 26 38 185 186.25 550000 596.25 902.1548 3905000 211668750 320264940.5
Rata-rata 0.81 2.36 3.45 16.82 16.93 50000 54.20 82.01 355000 19242613.64 29114994.59
171
Lampiran B8. Rincian Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya
Muda
No. Nama Luas Lahan
(ha)
Cangkul
Harga Beli Kebutuhan Umur Ekonomis Penyusutan
1 P. Rosi 1 60000 8 5 32000
2 P. Hadi 0.2 55000 3 5 11000
3 P. Sus 0.75 60000 6 6 20000
4 P. Asnawi 1 50000 5 6 13888.89
5 P. Sunar 0.5 60000 5 5 20000
6 P. Waqi 1 55000 6 5 22000
7 P. Rita 1 60000 6 6 20000
8 P. Dedi 2 60000 7 5 28000
9 P. Mahfud 0.5 55000 5 6 15277.78
10 P. Anwaruddin 0.35 60000 6 5 24000
11 P. Miski 0.6 50000 7 6 19444.44
Jumlah 8.9 625000 64 60 225611.1111
Rata-rata 0.81 56818.18 5.82 5.45 20510.10
172
Lanjutan Lampiran B8. Rincian Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan
Cahaya Muda
No. Nama Luas Lahan
(ha)
Sabit
Harga Beli Kebutuhan Umur Ekonomis Penyusutan
1 P. Rosi 1 30000 6 3 20000
2 P. Hadi 0.2 25000 8 3 22222.22
3 P. Sus 0.75 30000 8 4 20000
4 P. Asnawi 1 30000 8 4 20000
5 P. Sunar 0.5 27000 4 3 12000
6 P. Waqi 1 30000 7 3 23333.33
7 P. Rita 1 25000 8 4 16666.67
8 P. Dedi 2 25000 5 4 10416.67
9 P. Mahfud 0.5 30000 4 3 13333.33
10 P. Anwaruddin 0.35 30000 3 4 7500
11 P. Miski 0.6 25000 2 3 5555.56
Jumlah 8.9 307000 63 38 171027.78
Rata-rata 0.81 27909.09 5.73 3.45 15547.98
173
Lanjutan Lampiran B8. Rincian Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan
Cahaya Muda
No. Nama Luas Lahan
(ha)
Tangki Sprayer
Harga Beli Kebutuhan Umur Ekonomis Penyusutan
1 P. Rosi 1 550000 1 5 36666.67
2 P. Hadi 0.2 525000 1 5 35000
3 P. Sus 0.75 550000 1 4 45833.33
4 P. Asnawi 1 550000 1 5 36666.67
5 P. Sunar 0.5 525000 1 4 43750
6 P. Waqi 1 550000 1 5 36666.67
7 P. Rita 1 525000 1 5 35000
8 P. Dedi 2 550000 2 4 91666.67
9 P. Mahfud 0.5 550000 1 4 45833.33
10 P. Anwaruddin 0.35 520000 1 5 34666.67
11 P. Miski 0.6 550000 1 4 45833.33
Jumlah 8.9 5945000 12 50 487583.33
Rata-rata 0.81 540454.55 1.09 4.55 44325.76
174
Lanjutan Lampiran B8. Rincian Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan
Cahaya Muda
No. Nama Luas Lahan
(ha)
Sekop
Harga Beli Kebutuhan Umur Ekonomis Penyusutan
1 P. Rosi 1 50000 4 3 22222.22
2 P. Hadi 0.2 45000 2 4 7500
3 P. Sus 0.75 50000 3 4 12500
4 P. Asnawi 1 50000 4 3 22222.22
5 P. Sunar 0.5 47000 3 3 15666.67
6 P. Waqi 1 50000 2 4 8333.33
7 P. Rita 1 50000 3 3 16666.67
8 P. Dedi 2 50000 4 4 16666.67
9 P. Mahfud 0.5 47000 2 3 10444.44
10 P. Anwaruddin 0.35 50000 3 4 12500
11 P. Miski 0.6 45000 3 3 15000
Jumlah 8.9 534000 33 38 159722.22
Rata-rata 0.81 48545.45 3 3.45 14520.20
175
Lanjutan Lampiran B8. Rincian Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan
Cahaya Muda
No. Nama Luas Lahan
(ha)
timba
Harga Beli Kebutuhan Umur Ekonomis Penyusutan
1 P. Rosi 1 25000 6 3 16666.67
2 P. Hadi 0.2 22500 2 4 3750
3 P. Sus 0.75 25000 4 4 8333.33
4 P. Asnawi 1 25000 4 4 8333.33
5 P. Sunar 0.5 22000 3 3 7333.33
6 P. Waqi 1 25000 4 3 11111.11
7 P. Rita 1 25000 5 4 10416.67
8 P. Dedi 2 22500 6 4 11250
9 P. Mahfud 0.5 22500 3 3 7500
10 P. Anwaruddin 0.35 25000 2 3 5555.56
11 P. Miski 0.6 20000 3 4 5000
Jumlah 8.9 259500 42 39 95250
Rata-rata 0.81 23590.91 3.82 3.55 8659.09
176
Lanjutan Lampiran B8. Rincian Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan
Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Timba siram Total Biaya
Peralatan
Total Biaya
Peralatan Per
Hektar (Rp) Harga Beli Kebutuhan
Umur
Ekonomis Penyusutan
1 P. Rosi 1 55000 3 4 13750 141305.56 141305.56
2 P. Hadi 0.2 50000 1 5 3333.33 82805.56 414027.78
3 P. Sus 0.75 55000 2 4 9166.67 115833.33 154444.44
4 P. Asnawi 1 50000 3 4 12500 113611.11 113611.11
5 P. Sunar 0.5 55000 2 5 7333.33 106083.33 212166.67
6 P. Waqi 1 55000 4 4 18333.33 119777.78 119777.78
7 P. Rita 1 50000 4 5 13333.33 112083.33 112083.33
8 P. Dedi 2 50000 6 4 25000 183000 91500
9 P. Mahfud 0.5 55000 3 5 11000 103388.89 206777.78
10 P. Anwaruddin 0.35 55000 1 4 4583.33 88805.56 253730.16
11 P. Miski 0.6 50000 2 4 8333.33 99166.67 165277.78
Jumlah 8.9 580000 31 48 126666.67 1265861.111 1984702.381
Rata-rata 0.81 52727.27 2.82 4.36 11515.15 115078.2828 180427.49
177
Lampiran B9. Rincian Biaya Sewa Traktor dan Pengairan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No Nama Luas Lahan
(ha)
Sewa Traktor
(Rp)
Biaya Pengairan
Total Biaya
Pengairan (Rp)
Upah Pengairan
(Rp) Kuantitas (kali)
1 P. Rosi 1 800000 200000 4 800000
2 P. Hadi 0.2 160000 250000 3 750000
3 P. Sus 0.75 600000 200000 3 600000
4 P. Asnawi 1 800000 250000 3 750000
5 P. Sunar 0.5 400000 200000 4 800000
6 P. Waqi 1 800000 250000 4 1000000
7 P. Rita 1 800000 250000 4 1000000
8 P. Dedi 2 1600000 200000 6 1200000
9 P. Mahfud 0.5 400000 250000 3 750000
10 P. Anwaruddin 0.35 280000 250000 3 750000
11 P. Miski 0.6 480000 200000 3 600000
Jumlah 8.9 7120000 2500000 40 9000000
Rata-rata 0.81 647273 227272.7 3.64 818181.82
178
Lampiran B10. Rincian Total Biaya Tetap Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No Nama Luas Lahan
(ha) Biaya Penyusutan (Rp)
Biaya Pajak Lahan Total
Biaya
Tetap
(Rp)
Total Biaya
Tetap Per
Hektar (Rp) Biaya
Pajak/Tahun
Biaya
Pajak/MT
1 P. Rosi 1 141305.56 115000 38333.33 179638.9 179638.89
2 P. Hadi 0.2 82805.56 23000 7666.67 90472.22 452361.11
3 P. Sus 0.75 115833.33 86250 28750 144583.3 192777.78
4 P. Asnawi 1 113611.11 150000 50000 163611.1 163611.11
5 P. Sunar 0.5 106083.33 57500 19166.67 125250 250500
6 P. Waqi 1 119777.78 115000 38333.33 158111.1 158111.11
7 P. Rita 1 112083.33 115000 38333.33 150416.7 150416.67
8 P. Dedi 2 183000 230000 76666.67 259666.7 129833.33
9 P. Mahfud 0.5 103388.89 57500 19166.67 122555.6 245111.11
10 P. Anwaruddin 0.35 88805.56 40250 13416.67 102222.2 292063.49
11 P. Miski 0.6 99166.67 69000 23000 122166.7 203611.11
Jumlah 8.9 1265861.11 1058500 352833.33 1618694 2418035.71
Rata-rata 0.81 115078.2828 96227.27 32075.76 147154 219821.43
179
Lampiran B11. Rincian Total Biaya Variabel Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No Nama
Luas
Lahan
(ha)
Biaya Variabel Total
Biaya
Variabel
(Rp)
Total Biaya
Variabel Per
Hektar (Rp)
Biaya
Bibit
(Rp)
Biaya
Pupuk
(Rp)
Biaya
Pestisida
(Rp)
Biaya TK
(Rp)
Biaya Traktor dan
Pengairan (Rp)
1 P. Rosi 1 1000000 2395000 135175 19658125 1600000 24788300 24788300
2 P. Hadi 0.2 300000 1170000 135300 14466250 910000 16981550 84907750
3 P. Sus 0.75 750000 2740000 142450 15353750 1200000 20186200 26914933.33
4 P. Asnawi 1 1000000 3025000 98025 21743750 1550000 27416775 27416775
5 P. Sunar 0.5 500000 2245000 124975 15442500 1200000 19512475 39024950
6 P. Waqi 1 1050000 2425000 146850 18548750 1800000 23970600 23970600
7 P. Rita 1 1000000 2350000 146475 21255625 1800000 26552100 26552100
8 P. Dedi 2 2000000 3700000 148075 39050000 2800000 47698075 23849037.5
9 P. Mahfud 0.5 500000 2530000 130575 19702500 1150000 24013075 48026150
10 P. Anwaruddin 0.35 250000 1350000 115875 10383750 1030000 13129625 37513214.29
11 P. Miski 0.6 420000 1575000 108600 16063750 1080000 19247350 32078916.67
Jumlah 8.9 8770000 25505000 1432375 211668750 16120000 263496125 395042726.8
Rata-rata 0.81 797273 2318636 130215.91 19242613.64 1465454.55 23954193 35912975.16
180
Lampiran B12. Rincian Total Biaya Usahatani Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama Luas Lahan
(ha)
Total Biaya
Variabel (Rp) Total Biaya Tetap (Rp) Total Biaya (Rp)
Total Biaya Per
Hektar (Rp)
1 P. Rosi 1 24788300 179638.89 24967938.89 24967938.89
2 P. Hadi 0.2 16981550 90472.22 17072022.22 85360111.11
3 P. Sus 0.75 20186200 144583.33 20330783.33 27107711.11
4 P. Asnawi 1 27416775 163611.11 27580386.11 27580386.11
5 P. Sunar 0.5 19512475 125250 19637725 39275450
6 P. Waqi 1 23970600 158111.11 24128711.11 24128711.11
7 P. Rita 1 26552100 150416.67 26702516.67 26702516.67
8 P. Dedi 2 47698075 259666.67 47957741.67 23978870.83
9 P. Mahfud 0.5 24013075 122555.56 24135630.56 48271261.11
10 P. Anwaruddin 0.35 13129625 102222.22 13231847.22 37805277.78
11 P. Miski 0.6 19247350 122166.67 19369516.67 32282527.78
Jumlah 8.9 263496125 1618694.44 265114819 397460762.5
Rata-rata 0.81 23954193 147154.0404 24101347.2 36132796.59
181
Lampiran B13. Rincian Penerimaan dan Pendapatan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra pada Gapoktan Cahaya Muda
No. Nama
Luas
Lahan
(ha)
Produksi
(kw)
Harga
Tembakau Penerimaan (Rp)
Total Biaya
(Rp)
Pendapatan (Rp)
Per Luasan
Lahan Per Hektar
1 P. Rosi 1 12 3800000 45600000 24967938.89 20632061.11 20632061.11
2 P. Hadi 0.2 4.5 4300000 19350000 17072022.22 2277977.78 11389888.89
3 P. Sus 0.75 9 3400000 30600000 20330783.33 10269216.67 13692288.89
4 P. Asnawi 1 13 3500000 45500000 27580386.11 17919613.89 17919613.89
5 P. Sunar 0.5 7 4400000 30800000 19637725 11162275.00 22324550.00
6 P. Waqi 1 13 4200000 54600000 24128711.11 30471288.89 30471288.89
7 P. Rita 1 15 3900000 58500000 26702516.67 31797483.33 31797483.33
8 P. Dedi 2 24 4200000 100800000 47957741.67 52842258.33 26421129.17
9 P. Mahfud 0.5 8 4300000 34400000 24135630.56 10264369.44 20528738.89
10 P. Anwaruddin 0.35 5 3400000 17000000 13231847.22 3768152.78 10766150.79
11 P. Miski 0.6 9 2600000 23400000 19369516.67 4030483.33 6717472.22
Jumlah 8.9 119.5 42000000 460550000 265114819 195435180.6 212660666.1
Rata-rata 0.80909 10.8636 3818182 41868181.82 24101347.2 17766834.6 19332787.82
182
Lampiran B14. Rincian Pilihan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Non Mitra Mengenai Perilaku terhadap Risiko
No. Nama Luas Lahan (ha) Produksi (kw) Pilihan
1 P. Rosi 1 14 D
2 P. Hadi 0.2 3 F
3 P. Sus 0.75 15 D
4 P. Asnawi 1 13 D
5 P. Sunar 0.5 15 D
6 P. Waqi 1 15 D
7 P. Rita 1 15 E
8 P. Dedi 2 28 F
9 P. Mahfud 0.5 8 F
10 P. Anwaruddin 0.35 8.5 F
11 P. Miski 0.6 9 E
Kriteria Pengambilan Keputusan :
A = Sangat tidak suka risiko
B = Tidak suka risiko
C = Moderate low
D = Sedang
E = Suka risiko
F = Sangat suka risiko
183
Lampiran C. Rincian Faktor-faktor Pengambilan Keputusan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Melakukan Kemitraan
No. Nama Luas Lahan (ha) Dusun X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y
1 H. Nur Hasin 5 Trogowetan 63 9 10 4 271686569.4 F 5 1
2 P. Kus 2 Pelinggian 47 9 8 5 86112152.78 E 2 1
3 P. Yudi 2 Pelinggian 69 6 9 2 69992555.56 F 2 1
4 P. Salim 5 Karang Tengah 47 9 10 6 258572680.6 F 5 1
5 H. Hasyim 3 Krajan 61 14 9 3 201161722.2 F 3 1
6 P. Abduh 2 Krajan 40 6 8 4 65236291.67 E 2 1
7 P. Kris 2 Krajan 55 6 7 2 73509333.33 F 2 1
8 H. Abdu Sa'id 1 Krajan 50 12 6 5 42368666.67 F 1 1
9 Hadi Siswoyo 2 Krajan 58 6 7 2 52802666.67 F 2 1
10 P. Asbian 2 Jambuan 37 6 8 4 38937166.67 F 2 1
11 P. Bukari 1 Jambuan 63 0 7 4 26681083.33 E 1 1
12 P. Farid 1 Jambuan 57 0 8 5 52407277.78 F 1 1
13 Musanifah 0.4 Trogowetan 32 6 8 3 9642088.89 D 0.4 1
14 P. Deni 2 Trogowetan 48 9 10 4 82089361.11 D 2 1
15 P. Muhammad 0.6 Krajan 38 9 9 4 18677105.56 E 0.6 1
16 P. Ahmadi 0.3 Pelinggian 50 6 9 3 1845219.44 E 0.3 1
17 P. Suryadi 0.2 Trogowetan 44 6 8 3 940683.33 F 0.2 1
18 P. Iyud 0.4 Trogowetan 39 9 10 5 17295033.33 F 0.4 1
19 P. Devi 0.5 Jambuan 46 9 10 2 16157958.33 F 0.5 1
20 P. Ilham 0.3 Pelinggian 36 9 8 3 4043927.78 E 0.3 1
21 P. Hasan 0.2 Pelinggian 42 9 8 2 3296169.44 D 0.2 1
22 P. Marsuki 0.3 Pelinggian 34 12 7 5 5349886.11 D 0.3 1
184
Lanjutan Lampiran C. Rincian Faktor-faktor Pengambilan Keputusan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Melakukan Kemitraan
No. Nama Luas Lahan (ha) Dusun X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y
23 P. Sojono 0.25 Pelinggian 40 6 6 4 3513534.72 E 0.25 1
24 P. Sukiman 0.3 Jambuan 39 6 7 2 10080038.89 F 0.3 1
25 P. Ahmad Jazi 0.5 Jambuan 42 12 7 3 22446638.89 F 0.5 1
26 H. Nurhasy 0.7 Krajan 52 6 8 3 34190586.11 F 0.7 1
27 P. Bad 0.4 Krajan 40 12 9 6 11908450 E 0.4 1
28 P. Pot 0.4 Trogowetan 38 6 8 5 5165338.89 F 0.4 1
29 P. Jono 0.4 Trogowetan 43 6 8 4 3370463.89 F 0.4 1
30 H. Lutfi 1 Pelinggian 52 9 8 4 48893805.56 D 1 1
31 P. Hariyanto 0.5 Trogowetan 40 6 9 6 11031791.67 F 0.5 1
32 P. Slamet 0.4 Krajan 38 6 9 9 12089283.33 D 0.4 1
33 P. Subairi 0.3 Trogowetan 40 12 10 4 7565650 D 0.3 1
34 P. Zainab 0.7 Jambuan 36 6 10 2 32083141.67 D 0.7 1
35 P. Sepi 2 Trogowetan 41 16 10 4 112981930.6 D 2 1
36 P. Prik 1 Krajan 40 6 6 3 40764766.67 E 1 1
37 H. Maksum 2 Trogowetan 53 9 4 3 94149750 F 2 1
38 P. Sugiyanto 0.5 Krajan 35 6 5 6 23815458.33 F 0.5 1
39 P. Idris 0.3 Krajan 37 6 10 5 10623302.78 F 0.3 1
40 P. Rosi 1 Krajan 63 9 8 4 20452061.11 D 1 0
41 P. Hadi 0.2 Trogowetan 52 6 5 4 1747977.78 F 0.2 0
42 P. Sus 0.75 Trogowetan 74 6 6 4 10159216.67 D 0.75 0
43 P. Asnawi 1 Jambuan 39 12 7 3 17744613.89 D 1 0
44 P. Sunar 0.5 Jambuan 60 6 8 3 10907275 D 0.5 0
45 P. Waqi 1 Krajan 28 16 8 4 30471288.89 D 1 0
185
Lanjutan Lampiran C. Rincian Faktor-faktor Pengambilan Keputusan Petani Tembakau Besuki Na-Oogst Melakukan Kemitraan
No. Nama Luas Lahan (ha) Dusun X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y
46 P. Rita 1 Jambuan 38 6 8 5 28547483.33 E 1 0
47 P. Dedi 2 Trogowetan 48 9 7 4 52367258.33 F 2 0
48 P. Mahfud 0.5 Trogowetan 68 6 7 4 10194369.44 F 0.5 0
49 P. Anwaruddin 0.35 Jambuan 50 6 8 3 3268152.78 F 0.35 0
50 P. Miski 0.6 Trogowetan 48 6 6 3 3580483.33 E 0.6 0
Keterangan:
X1 : Umur (Tahun)
X2 : Pendidikan (Tahun)
X3 : Pengalaman (Tahun)
X4 : Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa)
X5 : Pendapatan (Rp/MT)
X6 : Perilaku terhadap Risiko
X7 : Luas Lahan (Hektar)
Y : Keputusan Petani
186
Lampiran D. Output Analisis Regresi Logistik Mengenai Pengambilan Keputusan
Petani Melakukan Kemitraan
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 50 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 50 100.0 Unselected Cases 0 .0 Total 50 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
Tidak bermitra 0 Bermitra 1
Iteration History
a,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 52.878 1.120
2 52.691 1.260
3 52.691 1.266
4 52.691 1.266
a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 52.691 c. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Table
a,b
Observed
Predicted
Status Percentage Correct Tidak bermitra Bermitra
Step 0 Status Tidak bermitra 0 11 .0
Bermitra 0 39 100.0
Overall Percentage 78.0
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant 1.266 .341 13.744 1 .000 3.545
187
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables Umur 3.271 1 .071
Pendidikan .045 1 .831
Pengalaman 4.586 1 .032
Anggota_Keluarga .184 1 .668
Pendapatan 2.440 1 .118
Perilaku_Risiko 1.863 1 .172
Luas_Lahan .894 1 .344
Overall Statistics 16.911 7 .018
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 27.830 7 .000
Block 27.830 7 .000
Model 27.830 7 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 24.861a .427 .655
a. Estimation terminated at iteration number 8 because parameter estimates changed by less than .001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 5.937 8 .654
Iteration Historya,b,c,d
Iteration
-2 Log likelihoo
d
Coefficients
Constant
Umur
Pendidikan
Pengalaman
Anggota_Keluarga Pendapatan Perilaku_Risiko
Luas_Lahan
Step 1
1 38.243 2.364 -.066 -.141 .232 -.115 .032 .307 -1.306
2 31.543 2.600 -.098 -.241 .421 -.153 .063 .505 -2.300
3 26.925 2.075 -.121 -.316 .621 -.169 .118 .655 -3.840
4 25.290 2.626 -.140 -.379 .751 -.198 .169 .665 -5.145
5 24.897 3.847 -.155 -.432 .781 -.237 .207 .626 -6.049
6 24.861 4.444 -.161 -.456 .787 -.256 .222 .609 -6.426
7 24.861 4.507 -.161 -.459 .788 -.258 .224 .608 -6.467
8 24.861 4.508 -.162 -.459 .788 -.258 .224 .608 -6.467
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 52.691
d. Estimation terminated at iteration number 8 because parameter estimates changed by less than .001.
188
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
Status = Tidak bermitra Status = Bermitra
Total Observed Expected Observed Expected
Step 1 1 5 4.688 0 .312 5
2 3 3.186 2 1.814 5
3 1 1.443 4 3.557 5
4 1 .988 4 4.012 5
5 0 .439 5 4.561 5
6 1 .154 4 4.846 5
7 0 .070 5 4.930 5
8 0 .026 5 4.974 5
9 0 .006 5 4.994 5
10 0 .000 5 5.000 5
Classification Table
a
Observed
Predicted
Status Percentage Correct Tidak bermitra Bermitra
Step 1 Status Tidak bermitra 8 3 72.7
Bermitra 2 37 94.9
Overall Percentage 90.0
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
90% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1
a
Umur -.162 .081 4.021 1 .045 .851 .745 .971
Pendidikan -.459 .246 3.489 1 .062 .632 .422 .947
Pengalaman .788 .484 2.649 1 .104 2.199 .992 4.877
Anggota_Keluarga
-.258 .485 .283 1 .595 .773 .348 1.715
Pendapatan .224 .098 5.174 1 .023 1.251 1.064 1.470
Perilaku_Risiko .608 .752 .653 1 .419 1.836 .533 6.328
Luas_Lahan -6.467 2.750 5.530 1 .019 .002 .000 .143
Constant 4.508 8.551 .278 1 .598 90.715 a. Variable(s) entered on step 1: Umur, Pendidikan, Pengalaman, Anggota_Keluarga, Pendapatan, Perilaku_Risiko, Luas_Lahan.
189
Casewise Listb
Case Selected Statusa
Observed
Predicted Predicted Group
Temporary Variable
Status Resid ZResid
46 S T** .973 B -.973 -6.026
a. S = Selected, U = Unselected cases, and ** = Misclassified cases.
b. Cases with studentized residuals greater than 2.000 are listed.
Correlation Matrix
Const
ant Umur Pendidi
kan Pengala
man Anggota_Keluarga
Pendapatan
Perilaku_Risiko
Luas_Lahan
Step 1
Constant 1.000 -.670 -.635 -.549 -.345 .399 -.566 -.329
Umur -.670 1.000 .684 .042 .324 -.515 -.032 .472
Pendidikan -.635 .684 1.000 -.054 .084 -.604 .242 .536
Pengalaman -.549 .042 -.054 1.000 -.014 .132 .288 -.149
Anggota_Keluarga
-.345 .324 .084 -.014 1.000 -.244 -.091 .279
Pendapatan .399 -.515 -.604 .132 -.244 1.000 -.050 -.948
Perilaku_Risiko
-.566 -.032 .242 .288 -.091 -.050 1.000 -.087
Luas_Lahan -.329 .472 .536 -.149 .279 -.948 -.087 1.000
190
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
KUISIONER
Judul Penelitian : Faktor-faktor yang Mendasari Pengambilan Keputusan
Petani Melakukan Kemitraan Kontrak Harga Tidak
Tetap (Studi Kasus pada Gapoktan Cahaya Muda
Kelurahan Antirogo)
Lokasi Penelitian : Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten
Jember
Identitas Responden
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Nama Organisasi :
Pewawancara
Nama :
NIM :
Tanggal Wawancara :
Responden
( )
191
A. Kemitraan Petani Tembakau dengan Perusahaan Mayang Sari
1. Sejak kapan kemitraan tersebut dilakukan?
Jawab: ………..……………………………………………..
2. Berapa lama kontrak kerjasama yang disepakati antara petani tembakau
dengan perusahaan Mayang Sari?
Jawab: ………..……………………………………………..
3. Bagaimana awal mula dilakukannya kemitraan dengan perusahaan Mayang
Sari?
a. Inisiatif kelompok
b. Ajakan perusahaan mitra
Jawab: ………..……………………………………………..
4. Apa tujuan dilakukannya kemitraan dengan perusahaan Mayang Sari?
Jawab: ………..……………………………………………..
5. Apa saja persyaratan untuk melakukan kemitraan dengan perusahaan Mayang
Sari?
Jawab: ………..……………………………………………..
6. Apakah persyaratan tersebut mudah untuk dilakukan?
Jawab: ………..……………………………………………..
7. Apa saja hal yang disepakati dalam kontrak kemitraan?
Jawab: ………..……………………………………………..
8. Bagaimana bentuk pengelolaan yang dilakukan oleh perusahaan Mayang Sari
selama melakukan kemitraan?
Jawab: ………..……………………………………………..
9. Apakah dalam kegiatan kemitraan terdapat pembinaan yang dilakukan oleh
perusahaan Mayang Sari?
Jawab: ………..……………………………………………..
10. Hak apa saja yang diperoleh dalam bermitra dengan perusahaan Mayang
Sari?
Jawab: ………..……………………………………………..
192
11. Apa saja kewajiban petani tembakau yang harus dipenuhi dalam melakukan
kemitraan?
Jawab: ………..……………………………………………..
12. Apa saja kewajiban perusahaan Mayang Sari dalam melakukan kemitraan?
Jawab: ………..……………………………………………..
13. Bagaimana penetapan harga produk tembakau yang telah disepakati?
Jawab: ………..……………………………………………..
14. Apakah konsekuensi yang diperoleh petani jika petani gagal produksi
tembakau?
Jawab: ………..……………………………………………..
15. Berapa kuantitas tembakau yang harus disetorkan petani ke perusahaan mitra?
Jawab: ………..……………………………………………..
16. Bagaimana alur pembelian produk tembakau yang dihasilkan?
Jawab: ………..……………………………………………..
17. Bagaimana proses penetapan standar mutu produk tembakau yang dihasilkan?
a. Kesepakatan dengan perusahaan Mayang Sari
b. Langsung ditetapkan perusahaan Mayang Sari
Jawab: ………..……………………………………………..
18. Apakah terdapat sanksi yang diberikan perusahaan Mayang Sari jika petani
tidak memenuhi kewajiban tersebut?
Jawab: ………..……………………………………………..
19. Kendala apa yang terjadi selama melakukan kemitraan dengan perusahaan
Mayang Sari?
Jawab: ………..……………………………………………..
20. Bagaimana cara untuk mengatasi permasalahan tersebut?
Jawab: ………..……………………………………………..
21. Apakah Bapak/Ibu akan terus melakukan kemitraan dengan perusahaan
Mayang Sari?
Jawab: ………..……………………………………………..
193
22. Sebelum memulai hubungan kemitraan dengan perusahaan Mayang Sari,
apakah ada kontrak tertulis yang disepakati kedua belah pihak?
Jawab: ………..……………………………………………..
23. Apakah sebelum melakukan kemitraan, pemasaran tembakau milik petani
sudah terjamin?
Jawab: ………..……………………………………………..
24. Bagaimana produksi yang dilakukan petani tembakau sebelum melakukan
kemitraan?
Jawab: ………..……………………………………………..
25. Apa saja keuntungan yang diperoleh selama melakukan kemitraan?
Jawab: ………..……………………………………………..
26. Bantuan input produksi apa saja yang diberikan perusahaan Mayang Sari?
Jawab: ………..……………………………………………..
27. Apakah terdapat kegiatan pembinaan dari perusahaan mitra?
Jawab: ………..……………………………………………..
B. Faktor-faktor yang Mendasari Pengambilan Keputusan
1. Umur
Berapa umur Bapak saat ini?
Jawab: ………..……………………………………………..
2. Pendidikan
Apa pendidikan terakhir Bapak
Jawab: ………..……………………………………………..
3. Pengalaman
Berapa lama Bapak melakukan usahatani tembakau Besuki Na-Oogst?
Jawab: ………..……………………………………………..
4. Jumlah Anggota Keluarga
Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal serumah dengan Bapak?
Jawab: ………..……………………………………………..
194
5. Ukuran Lahan
a. Berapa ukuran lahan Bapak yang digunakan untuk usahatani tembakau
Besuki Na-Oogst?
Jawab: ………..……………………………………………..
b. Bagaimana status kepemilikan lahan Bapak saat ini?
Jawab: ………..……………………………………………..
6. Biaya Produksi
a. Biaya Tetap Usahatani Tembakau Besuki Na-Oogst
No. Jenis Alat Jumlah Biaya
Pembelian
(Rp)
Pemakaia
n (Tahun)
Penyusuta
n (Rp)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
b. Biaya Variabel Usahatani Tembakau Besuki Na-Oogst
Biaya Sarana Produksi
No Jenis Jumlah (Kg) Harga Satuan
(Rp) Total
1 Bibit
2
Pupuk
a.
b.
c.
d.
3
Pestisida
a.
b.
4
Lainnya
a.
b.
195
Biaya Tenaga Kerja
No. Kegiatan
Tenaga Kerja Hari/Jam
Kerja Upah Jumlah
Laki-Laki Wanita
1. Persiapan Lahan
Pembersihan
Lahan
Pengolahan Tanah
Pembuatan
Bedengan
2. Penanaman
3. Perawatan
Penyiangan
Pemupukan
Penyemprotan
4. Panen
5. Lainnya
1. Biaya Variabel (VC)
Jumlah biaya sarana produksi : Rp
Jumlah biaya tenaga kerja : Rp
Jumlah biaya lain : Rp
Jumlah :
2. Biaya Tetap (FC)
Biaya Penyusutan : Rp
Biaya Lainnya : Rp
Jumlah : Rp
3. Total Biaya (VC + FC) : Rp
4. Pendapatan
a. Pengeluaran (TC) : Rp
b. Penerimaan (TR) : Rp
c. Pendapatan (Y = TR – TC) : Rp
196
7. Perilaku Terhadap Risiko
Ilustrasi berdasarkan Pertanyaan Elisitasi Preferensi Risiko (Diadopsi dari
Vassalos dan Yingbo, 2014) :
Jika Bapak memiliki hasil panen tembakau Besuki Na-Oogst sebanyak 5 kwintal,
kemudian dihadapkan pada dua pilihan yakni menjual kepada perusahaan yang
menerapkan harga tidak tetap dan harga tetap. Harga tidak tetap ditentukan
berdasarkan harga pasar dan memperhatikan kualitas tembakau, sedangkan harga
tidak tetap ditentukan berdasarkan kesepakatan secara tetap dan tanpa
memperhatikan kualitas tembakau.
No Kriteria
Harga
Tidak Tetap
(10 Jt - 1,5
Jt)
Harga Tetap
(5 Jt) Keuntungan Pilihan
1 A 0 5 Kw 25 Jt
2 B 1 Kw 4 Kw 30 Jt
3 C 2 Kw 3 Kw 35 Jt
4 D 3 Kw 2 Kw 40 Jt
5 E 4 Kw 1 Kw 45 Jt
6 F 5 Kw 0 50 Jt
Kriteria Pengambilan Keputusan :
A = Sangat tidak suka risiko
B = Tidak suka risiko
C = Moderate low
D = Sedang
E = Suka risiko
F = Sangat suka risiko
197
Lampiran F. Indikator Pola Kemitraan
No. Pola Peran
Perusahaan mitra Kelompok mitra
1. Inti plasma - Menyediakan lahan,
sarana produksi
- Bimbingan teknis,
manajemen
- Menampung dan
mengolah
- Memasarkan hasil
produksi
- Melakukan budidaya dan
pemeliharaan
- Menghasilkan produk bermutu
sesuai kesepakatan
2. Subkontrak - Membeli produk dari
kelompok mitra
- Menghasilkan produk yang
dibutuhkan perusahaan mitra
sebagai komponen
produksinya
3. Dagang
umum
- Memasarkan produk
kelompok mitra
- Memasok produk yang
dibutuhkan perusahaan mitra
4. Keagenan - Menghasilkan
produk
- Bertanggung jawab
atas mutu dan
volume produk
- Memasarkan produk
perusahaan
5. KOA - Menyediakan biaya,
modal, manajemen,
sarana produksi
- Menjamin pasar
- Menyediakan lahan, sarana
produksi dan tenaga kerja
Sumber: Sumardjo et al., (2004)
198
Lampiran G. Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Tembakau Besuki Na-Oogst
Gambar 2. Foto Bersama Ketua Gapoktan Cahaya Muda Kelurahan Antirogo
199
Gambar 3. Wawancara dengan Responden
Gambar 4. Wawancara dengan Responden