analisis perbandingan metode pengelasan gtaw …repository.ppns.ac.id/2530/1/0715040049 - muhammad...

77
i TUGAS AKHIR (607408A) ANALISIS PERBANDINGAN METODE PENGELASAN GTAW STATIC PURGING GAS DENGAN MOVING PURGING GAS PADA MATERIAL SA 240 TIPE 304 TERHADAP NILAI KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN LAJU KOROSI INTERGRANULAR Muhammad Naufal Candra Darmawan NRP. 0715040049 DOSEN PEMBIMBING USMAN DINATA, S.T., M.M. RUDDIANTO, S.T., M.T., MRINA. PROGRAM STUDI TEKNIK PENGELASAN JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • i

    TUGAS AKHIR (607408A)

    ANALISIS PERBANDINGAN METODE PENGELASAN GTAW STATIC PURGING GAS DENGAN MOVING PURGING GAS PADA MATERIAL SA 240 TIPE 304 TERHADAP NILAI KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN LAJU KOROSI INTERGRANULAR Muhammad Naufal Candra Darmawan NRP. 0715040049 DOSEN PEMBIMBING USMAN DINATA, S.T., M.M. RUDDIANTO, S.T., M.T., MRINA. PROGRAM STUDI TEKNIK PENGELASAN JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019

  • ii

  • i

    TUGAS AKHIR (607408A)

    ANALISIS PERBANDINGAN METODE PENGELASAN GTAW STATIC PURGING GAS DENGAN MOVING PURGING GAS PADA MATERIAL SA 240 TIPE 304 TERHADAP NILAI KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN LAJU KOROSI INTERGRANULAR

    MUHAMMAD NAUFAL CANDRA DARMAWAN 0715040049

    DOSEN PEMBIMBING: USMAN DINATA, S.T., M.M. RUDDIANTO, S.T., M.T., MRINA.

    PROGRAM STUDI TEKNIK PENGELASAN JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya ucapkan kepada ALLAH SWT yang senantiasa

    melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikan Tugas Akhir

    yang berjudul: ANALISIS PERBANDINGAN METODE PENGELASAN GTAW

    STATIC PURGING GAS DENGAN MOVING PURGING GAS PADA MATERIAL

    SA 240 TIPE 304 TERHADAP NILAI KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO,

    DAN LAJU KOROSI INTERGRANULAR. Dalam kesempatan ini penulis

    mengucapkan terimakasih atas segala sesuatu yang diberikan kepada penulis,

    khususnya kepada:

    1. Kedua orang tua ayahanda Moh. Fuad dan ibunda yang tercinta Sulastri

    yang selalu memberikan motivasi, doa, dan dukungan yang terus menerus

    tidak pernah berhenti kepada penulis.

    2. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc., FRINA selaku Direktur Politeknik

    Perkapalan Negeri Surabaya.

    3. Bapak Ruddianto, S.T., M.T., MRINA. selaku Ketua jurusan Teknik

    Bangunan Kapal dan Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan

    bimbingan dan arahan terhadap pengerjaan Tugas Akhir ini.

    4. Bapak Muhamad Ari, ST., MT. selaku Ketua Prodi Teknik Pengelasan.

    5. Bapak Usman Dinata, S.T., M.M selaku Dosen Pembimbing I yang telah

    banyak memberikan bimbingan dan arahan terhadap pengerjaan Tugas

    Akhir ini.

    6. Teman – teman Teknik Pengelasan angkatan 2015 khususnya kontrakan

    Marina, kontrakan Semampir, Base camp Satria, kontrakan gang makam

    yang selalu memberikan semangat, inspirasi, motivasi, dan membantu

    pengerjaan Tugas Akhir ini.

    7. Seluruh Dosen dan Karyawan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.

    8. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu oleh penulis yang

    selalu memberikan semangat dan motivasi.

  • viii

    Penulis menyadari atas kurang sempurnanya penelitian ini, sehingga masih

    terdapat kekurangan yang tidak disengaja. Oleh karena itu kritik dan saran yang

    membangun dan berguna dibutuhkan untuk perbaikan serta penelitian selanjutnya.

    Semoga laporan Tugas Akhir ini dapat memberi manfaat serta

    dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk pengembangan Tugas Akhir

    selanjutnya di kemudian hari dan dapat menjadi nilai tambah khususnya bagi

    penulis dan umumnya bagi pembaca.

    Surabaya, 2 Agustus 2019

    Penulis

  • ix

    ANALISIS PERBANDINGAN METODE PENGELASAN GTAW

    STATIC PURGING GAS DENGAN MOVING PURGING GAS

    PADA MATERIAL SA 240 TIPE 304 TERHADAP NILAI

    KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN LAJU KOROSI

    INTERGRANULAR

    Muhammad Naufal Candra Darmawan

    ABSTRAK

    Salah satu permasalah pada pengelasan material SA 240 type 304 adalah

    terjadinya korosi intergranular yang terjadi pada temperature 450°C-850°C. Salah

    satu cara mengatasi terjadinya korosi ini dilakukan dengan pendinginan cepat,

    diantaranya metode purging gas. Penelitian ini membandingkan penggunaan

    metode static purging gas dan moving purging gas, dengan flow rate sebesar 6

    l/min, 10 l/min, dan 14 l/min setiap metode. Dari hasil pengelasan dilakukan

    pengujian untuk mengetahui perbandingan dari nilai kekerasan, struktur mikro dan

    laju korosi dari kedua metode. Struktur mikro metode static purging gas dan

    moving purging gas pada saat flow rate yang digunakan rendah maka morfologi

    yang terbentuk adalah vermicular, sedangkan ketika flow rate meningkat maka

    morfologi lathy ferrite akan semakin meningkat.. Untuk nilai kekerasan dengan

    metode static purging gas lebih tinggi dibanding metode moving purging gas pada

    flow rate yang sama, dan cenderung semakin turun untuk flow rate yang semakin

    naik. Nilai kekerasan terbesar adalah pada fusion line yaitu 196,34 HVN pada

    metode static purging gas dengan flow rate 6 l/min. Laju korosi dengan metode

    moving purging gas lebih rendah dibanding metode static purging gas pada flow

    rate yang sama, dan cenderung semakin turun untuk flow rate yang semakin naik.

    Nilai laju korosi terendah sebesar 0,1214 mm/year dengan metode moving purging

    gas untuk flow rate 14 l/min.

    Kata Kunci: hardness, korosi, mikro, purging, stainless steel 304

  • x

  • xi

    ANALYSIS COMPARISON OF GTAW STATIC GAS PURGING

    METHODS WITH MOVING GAS PURGING IN SA 240 TYPE

    304, TOWARDS HARDNESS VALUE, MICRO STRUCTURE,

    AND INTERGRANULAR CORROSION RATE

    Muhammad Naufal Candra Darmawan

    ABSTRACT

    One of the problems in welding material SA 240 type 304 is the occurrence

    of intergranular corrosion that occurs at temperatures of 450° C - 850°C. One way

    to overcome this corrosion can be done by rapid cooling, including through the gas

    purging method. This study will compare the use of continued purging gas and

    spotted purging gas methods, with flow rates of 6 l/min, 10 l/min, and 14 l/min for

    each method. From the welding results will be tested to determine the ratio of the

    hardness value, microstructure and corrosion rate of the two methods.The weld

    metal and fusion line areas for the static gas purging method and the moving gas

    purging method show that when the flow rate is low, the morphology formed is

    vermicular, whereas when the flow rate increases, the lathy ferrite morphology will

    increase. For the hardness value using the method static purging gas is higher than

    the moving purging gas method at the same flow rate, and tends to decrease further

    for an increased flow rate. The highest hardness value is in the fusion line area,

    196.34 HVN which is achieved by the static purging gas method for a flow rate of

    6 l/min. Whereas the corrosion rate with the moving purging gas method is lower

    than the static purging gas method at the same Flow rate, and tends to decrease

    further for an increasingly rising Flow rate. The lowest corrosion rate value of

    0.1214 mm/year obtained using the moving purging gas method for a flow rate of

    14 l/min.

    Keywords: hardness, korosi, mikro, purging, stainless steel 304

  • xii

  • xiii

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………...…iii

    PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT……………………………………………...v

    KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

    ABSTRAK ..............................................................................................................ix

    ABSTRACT ............................................................................................................xi

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii

    DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii

    BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

    1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 2

    1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2

    1.4 Manfaat ..................................................................................................... 2

    1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 3

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5

    2.1 Definisi Pengelasan ....................................................................................... 5

    2.2 Pengelasan GTAW ........................................................................................ 6

    2.2.1 Purging gas ............................................................................................. 8

    2.3 Material Stainless Steel 304 .......................................................................... 9

    2.4 Filler Metal ................................................................................................. 10

    2.5 Definisi Korosi ............................................................................................ 11

    2.6 Morphology Pada Struktur Mikro ............................................................... 13

    2.7 Pengujian Korosi ......................................................................................... 17

    2.8 Metallography Test ..................................................................................... 19

  • xiv

    2.9 Uji kekerasan (Hardness Test) .................................................................... 21

    2.10 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 22

    BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 25

    3.1 Diagram alir penelitian ........................................................................... 25

    3.2 Studi literatur .......................................................................................... 26

    3.3 Persiapan material dan alat ..................................................................... 26

    3.4 Pembuatan spesimen ............................................................................... 30

    3.5 Pengelasan spesimen ............................................................................... 31

    3.6 Pengujian ..................................................................................................... 32

    3.7 Pengumpulan dan pengolahan data ......................................................... 33

    3.8 Analisa .................................................................................................... 34

    3.9 Kesimpulan ............................................................................................. 34

    BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 35

    4.1 Data Hasil Proses Pengelasan ...................................................................... 35

    4.2 Hasil Pengujian Hardness ........................................................................... 35

    4.3 Hasil Pengujian Struktur Mikro ................................................................... 41

    4.4 Korosi intergranular ................................................................................... 45

    BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 49

    5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 49

    5.2 Saran ....................................................................................................... 50

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 51

    LAMPIRAN .......................................................................................................... 53

  • xv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Komposisi 304 (AK Steel, 2007)..............................................................10

    Tabel 2.2 Mechanical Properties stainless steel 304 (AK Steel, 2007)..................10

    Tabel 2.3 Komposisi kimia ER 308 L (ASME sect II part C).................................11

    Tabel 2.4 Mechanical properties ER 308 L (ASME sect part C)...........................11

    Tabel 2.5 Detail rujukan referensi………...………………........................................22

    Tabel 3.1 Parameter pengelasan GTAW static purging gas..............................31

    Table 3.2 Parameter pengelasan GTAW moving purging gas.…………..,……...31

    Tabel 4.1 Hasil pengujian hardmess.......................................................................36

    Tabel 4.2 Rata-rata nilai kekerasan pada base metal..............................................37

    Tabel 4.3 Rata-rata nilai kekerasan pada weld metal..............................................38

    Tabel 4.4 Rata-rata nilai kekerasan pada fusion line..............................................39

    Tabel 4.5 Struktur mikro dari weld metal................................................................41

    Tabel 4.6 Struktur mikro dari fusion line................................................................43

    Tabel 4.7 Data weight loss......................................................................................46

    Tabel 4.8 Perhitungan corrosion rate.....................................................................46

  • xvi

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Diagram Fe-Cr-Ni (AWS Welding Handbook Vol.4,2011)................14

    Gambar 2.2 Diagram WRC-1992 (AWS Welding Hanbook vol.4, 2011).............15

    Gambar 2.3 Morfologi Ferrite (AWS Welding Handbook vol.4, 2011)……..…..16

    Gambar 2.4 Morfologi lathy ferrite dan vermicular pada SS 304 (Sanat, 2015)….16

    Gambar 3.1 Diagram alir penelitian……………………………………..………..26

    Gambar 3.2 Spesimen pengelasan ……………………………………….……….27

    Gambar 3.3 Filler metal ER 308 L……………………………………….………28

    Gambar 3.4 Gas Argon ......…………………………………………….….……..28

    Gambar 3.5 Mesin las GTAW……………………………………………….…...28

    Gambar 3.6 Tang ampere…………………………………………………………...…..29

    Gambar 3.7 Static purging gas...............................................................................29

    Gambar 3.8 Alat moving purging gas…............………………………………....30

    Gambar 3.9 Titik pengambilan uji kekerasan........................................................33

    Gambar 3.10 Spesimentitik pengambilan struktur mikro......................................33

    Gambar 4.1 Grafik nilai kekerasan pada base metal.............................................37

    Gambar 4.2 Grafik nilai kekerasan pada weld metal.............................................38

    Gambar 4.3 Grafik nilai kekerasan pasa fusion line..............................................39

    Gambar 4.4 Struktur mikro pada base metal.........................................................41

    Gambar 4.5 Grafik laju korosi dalam mm/year…………………………….……47

  • xiv

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Dalam perkembangan zaman dan teknologi, pengelasan sangat berperan

    penting. Hal ini dikarenakan pengelasan merupakan hal yang sangat penting

    khususnya di bidang konstruksi, mulai dari pembuatan storage tank ataupun

    building construction. Pada suatu konstruksi yang digunakan pada indusrti

    makanan dan obat obatan atau food grade peralatan yang digunakan harus

    benar benar aman karena peralatan melakukan kontak langsung pada saat

    pengolahan dan hasil dari produk tersebut. Oleh karena itu maka biasanya

    industri tersebut menggunakan material yang terbuat dari stainless steel. Hal

    ini dikarenakan stainless steel mempunyai ketahanan dari korosi yang sangat

    baik.

    Stainless steel ada beberapa jenis diantaranya adalah, austenitic stainless

    steel, ferritic stainless steel, martensitic stainless steel, dan duplex stainless

    steel. Stainless steel memiliki kandungan chrome yang tidak boleh kurang dari

    11% oleh karena itu stainless steel memiliki ketahanan korosi yang baik.

    Dalam membuat suatu konstruksi penyambungan material stainless steel

    banyak dilakukan dengan proses pengelasan dikarenakan relatif mudah dan

    efisien jika dalam produksi skala besar.

    Proses GTAW (Gas Tungsten Arc Welding) merupakan proses las yang

    banyak digunakan dalam penyambungan material stainless steel. Pada

    pengelasan GTAW, purging gas sangat diperlukan karena untuk melindungi

    hasil pengelasan agar tidak terjadi oksidasi. Ada 2 metode untuk

    mengaplikasian purging gas tersebut yaitu static purging gas dan spoted

    purging gas. Akan tetapi metode static purging gas sangat tidak efektif

    dilakukan pada saat produksi dalam skala besar oleh karena itu, dilakukanlah

    metode moving purging gas. Hal tersebut yang mendasari saya untuk

    mengangkat permasalahan mengenai perbedaan metode pemberian purging

    gas.

  • 2

    1.2 Perumusan Masalah

    Permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana perbandingan nilai kekerasan hasil pengelasan GTAW

    menggunakan static backing gas dengan moving purging gas dengan flow

    rate yang berbeda?

    2. Bagaimana perbandingan struktur mikro hasil pengelasan GTAW

    menggunakan static backing gas dengan moving purging gas dengan flow

    rate yang berbeda?

    3. Bagaimana perbandingan nilai laju korosi hasil pengelasan GTAW

    menggunakan static backing gas dengan moving purging gas dengan flow

    rate yang berbeda?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui perbandingan nilai kekerasan hasil pengelasan GTAW

    menggunakan static purging gas dengan moving purging gas.

    2. Untuk mengetahui perbandingan struktur mikro hasil pengelasan GTAW

    menggunakan static purging gas dengan moving purging gas.

    3. Untuk mengetahui perbandingan nilai laju korosi hasil pengelasan

    menggunakan static purging gas dengan moving purging gas.

    1.4 Manfaat

    Manfaat penelitian ini adalah :

    1. Penerapan teori yang pernah didapatkan selama perkuliahan dan

    mengetahui bagaimana perbandingan hasil pengelasan dengan metode

    yang tidak ditemui di teori perkuliahan.

    2. Sebagai tambahan informasi tentang proses pengelasan GTAW

    menggunakan static purging gas dengan moving purging gas.

    3. Dapat dijadikan referensi untuk pembuatan tugas akhir selanjutnya.

    Terutama yang berkaitan dengan pengelasan austenitic stainless steel

    menggunakan proses pengelasan GTAW.

  • 3

    1.5 Batasan Masalah

    Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Material yang digunakan.adalah stainless steel tipe 304

    2. Jenis proses pengelasan yang digunakan adalah Gas Tungsten Arc Welding

    (GTAW) dengan metode yang digunakan adalah static purging gas dan

    moving purging gas.

    3. Jenis gas yang dipakai untuk shielding gas dan purging gas adalah argon

    high pure.

    4. Material uji yang digunakan adalah stainless steel tipe 304 dengan dimensi

    plat 200 mm x 75 mm x 4 mm sebanyak 24 buah dan 12 joints dengan desain

    sambungan square dengan gap 2 mm.

    5. Filler yang dipakai adalah ER 308 L Ø2,4 mm.

    6. Posisi pengelasan menggunakan posisi 2G (horizontal).

    7. Struktur dan komposisi kimia material dianggap homogen dan pengaruh

    lingkungan sekitar diabaikan.

    8. Pengujian intergranular corrosion mengacu pada ASTM A262 practice B.

    9. Pengujian kekerasan menggunakan metode Vickers.

  • 4

    Halaman Sengaja Dikosongkan

    \

  • 5

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi Pengelasan

    Pengelasan adalah proses penyambungan dua buah logam dengan jalan

    pemanasan dan pelelehan logam dasar, dimana kedua ujung logam yang akan

    disambung dipanaskan hingga titik leburnya dengan busur nyala pada teknik

    pengelasan lain, dapat juga dihasilkan panas dari gesekan kedua permukaan

    logam dasar las, sebagai mana melalui proses pengelasan tanpa pencairan

    (Satoto, 2002). Sehingga, secara umum proses penyambungan logam dengan

    teknologi las, dapat dilakukan dengan pelelehan atau tanpa pelelehan logam

    dasar (Base Metal, BM). Dalam hal pengelasan dengan pelelehan BM,

    umumnya diperlakukan logam pengisi (FM), sementara untuk proses las

    tempa pelelehan tidak diperlukan. Teknik pengelasan secara sederhana telah

    diketemukan dalam rentang waktu antara 4000 sampai 3000 SM. Setelah

    energi listrik dipergunakan dengan mudah, teknologi pengelasan maju dengan

    pesatnya sehingga menjadi sesuatu teknik penyambungan yang mutakhir.

    Hingga saat ini telah dipergunakan lebih dari 40 jenis pengelasan.

    Pada tahap-tahap permulaan dari pengembangan teknologi las, biasanya

    pengelasan hanya digunakan pada sambungan-sambungan dari reparasi yang

    kurang penting. Tapi setelah melalui pengalaman dan praktek yang banyak dan

    waktu yang lama, maka sekarang penggunaan proses-proses pengelasan dan

    penggunaan konstruksi-konsturksi las merupakan hal yang umum di semua

    negara di dunia.

    Terwujudnya standar-standar teknik pengelasan akan membantu

    memperluas ruang lingkup pemakaian sambungan las dan memperbesar

    ukuran bangunan konstruksi yang dapat dilas. Dengan kemajuan yang dicapai

    sampai saat ini, teknologi las memegang peranan penting dalam masyarakat

    industri modern.

    Prosedur pengelasan kelihatannya sangat sederhana, tetapi sebenarnya

    didalamnya banyak masalah-masalah yang harus diatasi dimana

  • 6

    pemecahannya memerlukan bermacam-macam pengetahuan.

    Karena itu didalam pengelasan, pengetahuan harus turut serta

    mendampingi praktek, secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa

    perancangan kontruksi bangunan dan mesin dengan sambungan las, harus

    direncanakan pula tentang cara-cara pengelasan. Cara pemeriksaan, bahan

    las, dan jenis las yang akan digunakan, berdasarkan fungsi dari bagian-bagian

    bangunan atau mesin yang dirancang. Ditinjau berdasarkan sumber panasnya

    klasifikasi pengelasan dapat dibedakan tiga:

    1. Mekanik.

    2. Listrik.

    3. Kimia.

    Ditinjau berdasarkan cara kerjanya klasifikasi pengelasan dapat dibagi

    dalam tiga kelas utama yaitu : pengelasan cair, pengelasan tekan dan

    pematrian.

    1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan

    sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau sumber

    api gas yang terbakar.

    2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan

    dan kemudian ditekan hingga menjadi satu.

    3. Pematrian adalah cara pengelasan diman sambungan diikat dan disatukan

    denngan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah.

    Dalam hal ini logam induk tidak turut mencair.

    2.2 Pengelasan GTAW

    Proses pengelasan GTAW (Gas Tungsten Arc Welding) sering juga

    disebut dengan las TIG (Tungsten Inert Gas) adalah termasuk proses las busur

    listrik yang menggunakan perlindungan (shielding) inert gas selama proses

    pengelasan berlangsung. Proses pengelasan GTAW (Gas Tungsten Arc

    Welding) sering juga disebut dengan las TIG (Tungsten Inert Gas) adalah

    termasuk proses las busur listrik yang menggunakan perlindungan (shielding)

    inert gas selama proses pengelasan berlangsung.

  • 7

    Tungsten elektroda yang dipakai adalah non consumable electrode atau

    elektroda tak terumpan, berbeda dengan proses las dengan elektroda

    terumpan atau consumable electrode yang elektroda ikut cair sebagai bahan

    tambah (filler). Jadi tungsten pada GTAW hanya sebagai pembuat busur

    listrik saja, kemudian diperlukan bahan tambah yang ikut diumpankan pada

    busur listrik tersebut, sehingga bahan tambah dan logam induk ikut mencair

    bersama. Saat proses pengelasan berlangsung cairan las harus terlindungi oleh

    gas pelindung inert gas (Argon, Helium, atau campuran keduanya) yang

    dikeluarkan melalui torch, hal ini dimaksudkan agar cairan las tidak

    terpengaruh oleh udara luar. Karena apabila tidak dilindungi maka oksigen

    dan nitrogen akan terperangkap kedalam cairan las yang menyebabkan

    porosity atau terjadi oksidasi.

    Sumber listrik yang digunakan untuk proses las GTAW dapat berupa

    arus AC maupun DC. Pada arus DC dapat digunakan polaritas DCEN atau

    DCEP, untuk DCEN yaitu kutub positif dihubungkan dengan logam induk

    sedangkan kutub negatif dihubungkan dengan holder las, jika DCEP maka

    kutub negatif dihubungkan dengan logam induk sedangkan kutub positif

    dihubungkan dengan holder las. Polaritas DCEN penetrasi yang dihasilkan

    dalam, karena elektron yang bergerak dari holder las akan menumbuk logam

    induk yang bermuatan positif. Panas yang dihasilkan pada polaritas ini 2/3

    berada pada base metal dan 1/3 berada pada tungsten. Sedangkan penetrasi

    yang dihasilkan pada polaritas DCEP adalah dangkal walapun begitu DCEP

    memiliki keuntungan lain yakni proses pembersihan yang tidak dimiliki

    DCEN sehingga DCEP sangat mungkin dipakai pada material tertentu seperti

    aluminium, pada kasus lain ditemui penggunaan polaritas AC pada

    pengelasan GTAW. polaritas AC memiliki panas ½ pada torch/tungsten dan

    ½ pada base metal sehingga pada polaritas ini ada proses pembersihan yang

    lebih baik daripada DCEP.

    Pada pengelasan GTAW umumnya menggunakan gas sebagai shielding

    maupun sebagai backing/purging. Gas yang digunakan sudah pasti adalah gas

    inert yakni gas yang tidak mudah bereaksi biasanya adalah Argon, Helium,

    Nitrogen atau campuran. Sedangkan keberadaan Oksigen adalah salah satu

  • 8

    gas yang tidak diinginkan dalam proses pengelasan. Oksigen (O2) adalah

    unsur kimia yang berbentuk gas tidak berwarna dan tidak berbau, muncul

    dalam jumlah banyak diudara. Pada proses pengelasan, oksigen yang bereaksi

    dengan logam akan menjadi oksida metal atau mengalami oksidasi didaerah

    weld metal, HAZ ataupun base metal, oksigen juga bereaksi dengan karbon

    di dalam cairan logam las dan membentuk karbon monoksida (CO) serta

    karbon dioksida (CO2). (Ammann, 2010)

    Oksidasi merupakan bereaksinya suatu logam dengan oksigen sewaktu

    logam dalam keadaan cair atau pada suhu tinggi dan membentuk oksida.

    Oksidasi sangat merugikan karena menjadi titik mula terjadinya korosi yang

    karena itu unsur oksigen harus dihindari dari cairan las. (Ammann, 2010).

    Pada proses pengelasan ada beberapa metode pencegahan oksidasi, mengelas

    menggunakan gas pelindung (shielding gas), menggunakan flux, dan juga

    penambahan purging gas. Menggunakan flux biasanya digunakan pada proses

    las SMAW, FCAW dan SAW, flux yang terbakar membentuk gas lindung

    yang melindungi logam las cair agar terhindar dengan oksigen. Gas lindung

    (shielding gas) diaplikasikan pada proses las GTAW dan GMAW, fungsi dari

    gas lindung sama dengan flux yaitu melindungi logam las cair dari udara luar

    khususnya oksigen yang menyebabkan oksidasi dan juga cacat las seperti

    porosity.

    2.2.1 Purging gas

    Purging gas menurut bahasa berarti pembersihan gas atau

    menurut istilahnya adalah tindakan menghilangkan gas yang berada

    pada suatu tempat dan menggantikannya dengan gas yang lain. Dalam

    hal ini yang dimaksudkan adalah proses yang dilakukan dalam

    pengelasan material yang rentan terhadap oksidasi (titanium, stainless

    steel, aluminium, dll) dengan cara memberikan gas inert pada sisi lain

    dari sisi yang dilakukan pengelasan. Pemberian purging gas

    dimaksudkan untuk mencegah oksidasi, karena saat pelelehan logam

    las shielding gas tidak mampu memberi perlindungan secara maksimal

  • 9

    pada logam las cair terhadap udara luar terutama disisi belakang

    material yang dilakukan pengelasan.

    Pengelasan austenitic stainless steel sangat rentan terhadap

    oksidasi terutama pada bagian root, pengelasan austenitic stainless

    steel dengan proses GTAW purging gas yang digunakan adalah gas

    inert (helium dan argon), berat jenis dari inert gas lebih tinggi dari pada

    O2 sehingga gas inert mampu menghilangkan gas O2 saat dilakukan

    purging. Yang perlu diperhatikan dalam proses purging gas adalah gas

    flow, purging time dan O2 content (ppm) ditunjukkan pada sering kali

    pada pengelasan Austenite stainless steel ketiga hal ini tidak diterapkan

    sesuai prosedur sehingga masih terjadi oksidasi. purging time berguna

    untuk mencegah masuknya O2 di area backing. Jika argon belum

    memenuhi area purging maka memerlukan sedikit waktu untuk

    mengusir O2, sehingga semakin rendah O2 content (ppm) resiko terjadi

    oksidasi semakin kecil namun purging time juga membutuhkan waktu

    yang lama. (Ammann, 2010).

    Flow rate yang diberikan tergantung pada volume benda yang

    akan dilakukan purging gas. Pada prakteknya oksigen harus dijaga agar

    tidak masuk kedalam purging area karena akan menyebabkan oksidasi

    oleh karena itu pada saat melakukan purging harus menggunakan

    teknik yang benar. Oksigen yang masuk pada area purging akan

    mengakibatkan berubahnya warna pada daerah HAZ dan akan

    menyebabkan terjadinya korosi (Selvaduray, 2002).

    2.3 Material Stainless Steel 304

    Baja austenitic stainless steel adalah AISI 304. Baja austenitic stainless

    steel ini mempunyai struktur kubus satuan bidang (face center cubic) dan

    merupakan baja dengan ketahanan korosi tinggi. Komposisi unsur-unsur

    pemadu yang terkandung dalam AISI 304 akan menentukan sifat mekanik dan

    ketahanan korosi. Baja AISI 304 mempunyai kadar karbon sangat rendah

    0,08%. kadar kromium berkisar 18-20% dan nikel 8-11%. Kadar kromium

    cukup tinggi membentuk lapisan Cr2O3 yang protektif untuk meningkatkan

  • 10

    ketahanan korosi. Komposisi karbon rendah untuk meminimalisai sensitasi

    akibat proses pengelasan. (Priyotomo, 2007). Komposisi kimia dari stainless

    steel tipe 304 dapat dilihat pada Tabel 2.1

    Tabel 2. 1 Komposisi 304

    Komposisi Persentase (%)

    Carbon 0.08 Max

    Magnesium 2.00 Max

    Pospor 0.045 Max

    Sulfur 0.03 Max

    Silicon 0.75 Max

    Chromium 18.00 – 20.00

    Nikel 8.00 – 12.00

    Nitrogen 0.10 Max

    Iron Balance

    Sumber: AK Steel, 2007

    Mechanical properties pada Tabel 2.2 dibawah ini adalah menurut

    temperatur ruang untuk stainless steel type 304.

    Tabel 2.2 Mechanical properties stainless steel type 304

    Ultimate Tensile Strength ksi (Mpa) 0.2% YS Ksi (Mpa)

    type 304 85(586) 35 (241)

    Sumber: AK Steel, 2007

    2.4 Filler Metal ER 308L

    Pada dasarnya dalam penentuan filler metal dapat ditinjau berdasarkan

    komposisi kimia dan kuat tarik dari logam induk (base metal), kemudian

    dipilihlah filler metal yang menghasilkan deposit logam las (weld metal)

    minimal harus sama atau diatasnya daripada logam induk (base metal). ER

    308L adalah filler untuk pengelasan Austenite stainless steel yang

    direkomendasikan oleh beberapa katalog filler metal dan ASME Sect. II Part

    C untuk pengelasan material tipe 304. Pada dasarnya ER 308 dengan ER 308

    L tidak ada perbedaan hanya saja yang membedakan adalah unsur carbon yang

  • 11

    dikandung. ER308L memiliki kandungan Carbon yang lebih rendah (max.

    0,03%) untuk menghindari terjadinya endapan kromium karbida yang menjadi

    sebab terjadinya intergranullar corrosion. Kawat las jenis ER308L merupakan

    jenis filler metal untuk proses las GTAW dengan Spesifikasi No SFA-5.9 yang

    tercantum pada ASME Sec II Part C. ER 308 L memiliki komposisi kimia

    seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3 berikut ini

    Tabel 2.3 Komposisi kimia ER 308 L

    UNS C Mn P S Si Cr Ni Cu Mo

    S30883 0,03 1,0-

    2,5 0,03 0,03

    0,3-

    0,65 19,5-22,0 9,0 – 11 0,75 0,75

    Sumber: ASME Sect II part C

    Pada ASME sect II part C disebutkan bahwa mechanical properties dari

    hasil pengelasan adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.4

    Tabel 2.4 Mechanical properties ER 308 L

    Material Ultimate Tensile Strength, min

    ksi (Mpa)

    Elongation, min

    (%)

    ER 308L 75 (520) 35

    Sumber: ASME Sect II part C

    2.5 Korosi Intergranular

    Korosi atau perkaratan sangat lazim terjadi pada besi. Besi merupakan

    logam yang mudah berkarat. Karat besi merupakan zat yang dihasilkan pada

    peristiwa korosi, yaitu berupa zat padat berwarna coklat kemerahan yang

    bersifat rapuh serta berpori. Rumus kimia dari karat besi adalah Fe2O3.xH2O.

    Bila dibiarkan, lama kelamaan besi akan habis menjadi karat.

    Korosi terjadi karena bertemunya 4 elemen yaitu : Anoda, Katoda,

    Elektrolit dan Konduktor. Masing-masing elemen tersebut memiliki peran

    tersendiri. Misalnya : Anoda sebagai logam yang lebih reaktif akan

    mendonorkan elektronnya menuju katoda. Elektron yang lepas dari anoda ini

    akan berjalan menuju katoda melalui konduktor yang menghubungkan antara

    anoda dengan katoda. Selanjutnya katoda menerima elektron dari anoda untuk

    selanjutnya bereaksi secara kimia dengan elektrolit. Reaksi kimia ini

    berlangsung dan hasil akhirnya adalah sesuatu yang kita kenal sebagai karat.

  • 12

    Jadi korosi akan terjadi jika keempat hal tersebut bertemu. Oleh karena

    itu, salah satu cara penanggulangan korosi adalah dengan memutus salah satu

    elemen penyebab korosi tersebut. Misalnya pipa dicoating. Tujuannya adalah

    agar pipa tidak terhubung dengan elektrolit ( misal air di tanah ).

    Dampak dari peristiwa korosi bersifat sangat merugikan. Contoh nyata

    adalah keroposnya jembatan, bodi mobil, ataupun berbagai konstruksi dari besi

    lainnya. Siapa di antara kita tidak kecewa bila bodi mobil kesayangannya tiba-

    tiba sudah keropos karena korosi. Pasti tidak ada. Karena itu, sangat penting

    bila kita sedikit tahu tentang apa korosi itu, sehingga bisa diambil langkah-

    langkah antisipasi.

    Peristiwa korosi sendiri merupakan proses elektrokimia, yaitu proses

    (perubahan / reaksi kimia) yang melibatkan adanya aliran listrik. Bagian

    tertentu dari besi berlaku sebagai kutub negatif (elektroda negatif, anoda),

    sementara bagian yang lain sebagai kutub positif (elektroda positif, katoda).

    Elektron mengalir dari anoda ke katoda, sehingga terjadilah peristiwa korosi.

    Ion besi (II) yang terbentuk pada anoda selanjutnya teroksidasi menjadi ion

    besi (III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi (karat besi),

    Fe2O3.xH2O.

    Dari reaksi terlihat bahwa korosi melibatkan adanya gas oksigen dan

    air. Karena itu, besi yang disimpan dalam udara yang kering akan lebih awet

    bila dibandingkan ditempat yang lembab. Korosi pada besi ternyata dipercepat

    oleh beberapa faktor, seperti tingkat keasaman, kontak dengan elektrolit,

    kontak dengan pengotor, kontak dengan logam lain yang kurang aktif

    (logam nikel, timah, tembaga), serta keadaan logam besi itu sendiri (kerapatan

    atau kasar halusnya permukaan).

    Korosi yang akan saya bahas adalah mengenai korosi intergranular atau

    korosi batas butir yang mana secara definisi akan saya jelaskan dibawah ini:

    Intergranular corrosion (IGC) atau intergranular attack (IGA) atau

    korosi batas butir adalah serangan korosi pada daerah sepanjang batas butir

    atau daerah sekitarnya tanpa serangan yang cukup besar terhadap butirnya

    sendiri. Seperti kita ketahui, logam merupakan susunan butiran-butiran kristal

    seperti butiran pasir yang menyusun batu pasir. Butiran-butiran tersebut saling

  • 13

    terikat yang kemudian membentuk mikro struktur. Adanya serangan korosi

    batas butir menyebabkan butiran menjadi lemah terutama di batas butir

    sehingga logam kehilangan kekuatan dan daktilitasnya.

    Sebagian besar paduan logam rentan terserang korosi batas butir ketika

    dihadapkan pada lingkungan agresif. Hal ini disebabkan batas butir merupakan

    tempat pengendapan (precipitation) dan pemisahan (segregation), dimana

    membuat mereka secara fisik dan kimia berbeda dengan butirnya. Presipitasi

    dan segregasi terjadi oleh adanya migrasi impuriti atau unsur pemadu (alloying

    element) menuju batas butir. Apabila kadar unsur tersebut cukup besar, maka

    akan terbentuk fasa yang berbeda dengan yang ada di bulk. Misalnya fasa

    intermetalik Mg5Al8 dan MgZn2 pada paduan aluminum dan Fe4N pada paduan

    besi.

    Pada paduan nikel dan austenitic stainless steel, kromium sengaja

    ditambahkan untuk memberikan sifat ketahanan korosi. Sekitar minimal 12%

    kromium dibutuhkan untuk membentuk lapisan pasif yang tidak nampak pada

    permukaan stainless steel. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi logam dari

    lingkungan korosif. Apabila stainless steel mengalami pemanasan pada 550-

    850°C (misalnya selama produksi, fabrikasi, perlakuan panas, dan pengelasan),

    maka kromium karbida (terutama Cr23C6) akan tumbuh dan mengendap pada

    batas butir saat terjadi pendinginan. Sebagai konsekuensinya, wilayah yang

    berdekatan dengan batas butir akan kekurangan kromium. Daerah yang

    kekurangan kromium itu menjadi lebih rentan terserang korosi dalam

    lingkungan agresif dibandingkan daerah yang jauh dari batas butir. (Aya, 2011)

    2.6 Morphology Pada Struktur Mikro Austenitic Stainless Steel

    Komposisi logam las material austenite stainless steel nantinya akan

    dipengaruhi oleh terminologi Ni ekuivalen dan Cr ekuivalen yang hasilnya di plot

    pada diagram untuk memperkirakan struktur mikro akhir dari proses solidifikasi.

    Austenite stainless steel memiliki transformasi yang dapat dijelaskan

    menggunakan diagram Fe-Cr-Ni pseudobinary yang ditunjukkan pada Gambar 2.1

  • 14

    Gambar 2.1 Diagram Fe-Cr-Ni (AWS Welding Handbook Vol.4,2011)

    Dari diagram pada Gambar 2.1 dapat diketahui bahwa solidification mode

    dari austenite stainless steel ada 4, yakni Austenite solidification (A), primary

    Austenite (AF), primary Ferrite (FA) dan Ferrite solidification (F). Prediksi tipe

    solidifikasi ini dapat dihubungkan dengan perhitungan Cr ekuivalen dan Ni

    ekuivalen pada diagram WRC-1992 yang masing-masing ditentukan oleh unsur

    penyetabil ferrite yakni Cr, Si, Mo, Nb dan unsur penyetabil austenite yakni Ni,

    C dan Mn. Diagram WRC-1992 adalah diagram yang telah disempurnakan dari

    Diaram Schaeffler dan Diagram De Long dengan menambahkan unsur Tembaga

    (Cu) sebagai unsur penyetabil austenite. Hal ini dimaksudkan untuk

    menyesuaikan komposisi austenite stainless steel pada keadaan aktual. Diagram

    WRC-1992 ditunjukkan pada Gambar 2.2. Selain itu dari perhitungan rasio

    Crek/Niek juga dapat digunakan memprediksi tipe solidifikasi dari austenite

    stainless steel. Rasio 1,48 – 1,95 memiliki tipe solidifikasi primary to ferrite

    (Folkhard, 1988) semakin tinggi nilai rasio maka tipe solidifikasinya adalah

    solidifikasi ferrite.

  • 15

    Gambar 2.2 Diagram WRC-1992 (AWS Welding Hanbook vol. 4, 2011)

    Morfologi vermicular, paling sering diamati pada logam lasan baja

    tahan karat austenitik. Ini hasil dari transformasi difusi, solid-state dari ferit

    menjadi austenit, mengikuti solidifikasi sebagai ferit primer (mode FA). Ferit

    jenis ini terletak di sepanjang inti dendrit asli dari struktur pemadatan ferit

    primer.

    Morfologi Lathy juga dihasilkan dari pemadatan ferit primer (mode FA)

    tetapi secara khas dalam bentuk jarum yang menjangkau subgrain solidifikasi.

    Morfologi ferit ini tipikal pada logam lasan ferit tinggi atau lasan ferit rendah

    yang telah didinginkan dengan cepat. Mikrostruktur lathy dan vermicular

    campuran sering diamati. (AWS welding handbook vol 4) Hubungan antara

    tipe solidifikasi dengan morfologi struktur mikro austenite stainless steel

    ditunjukkan pada Gambar 2.3

  • 16

    Gambar 2.3 Morfologi vermicular dan lathy (AWS welding handbook vol 4, 2011)

    Sifat dari morfologi vermicular dan lathy ferrite sangat berbeda, sifat

    vermicular sendiri adalah getas dan menyebabkan nilai toughness turun

    sehingga membuat material lebih keras, sedangkan sifat dari lathy ferrite itu

    sendiri adalah lebih ductile dari vermicular oleh karena itu nilai kekerasan yang

    dihasilkan dari lathy ferrite lebih rendah daripada vermicular (Gonzalez A,

    2015). Morfologi lathy ferrite dan vermicular dapat dilihat pada Gambar 2.4

    Gambar 2.4 Morfologi lathy ferrite dan vermicular pada SS 304 (Sanat, 2015)

    Vermicular

  • 17

    2.7 Pengujian Korosi Intergranular

    Pengujian korosi dilakukan mengacu kepada standart American Society

    for Testing and Material (ASTM) A 262. American Society for Testing and

    Material (ASTM) A 262 merupakan standart yang mengatur mengenai

    tata cara untuk mendeteksi kelemahan austenitic stainless steel tehadap

    korosi intergranular. Standart ini mencakup lima pengujian diantaranya yaitu

    1. ASTM A 262 Practice A–Oxalic Acid Etch Test for Classification of

    Etch Structures of Austenitic Stainless Steels.

    2. ASTM A 262 Practice B– Ferric Sulfate-Sulfuric Acid Test for Detecting

    Susceptibility to Intergranular Attack in Austenitic Stainless Steels.

    3. ASTM A 262 Practice C – Nitric Acid Test for Detecting Susceptibility

    toIntergranular Attack in Austenitic Stainless Steels.

    4. ASTM A 262 Practice E – Copper-Copper Sulfate-Sulfuric Acid Test

    for Detecting Susceptibility to Intergranular Attack in Austenitic Stainless

    Steels.

    5. ASTM A 262 Practice F – Copper-Copper Sulfate-Sulfuric Acid Test for

    Detecting Susceptibility to Intergranular Attack in Molybdenum-Bearing

    Cast Austenitic Stainless Steels.Pengujian korosi yang akan digunakan

    dalam tugas akhir ini adalah ASTM A 262 Practice B – Ferric Sulfate-

    Sulfuric Acid Test for Detecting Susceptibility to Intergranular Attack in

    Austenitic Stainless Steels.

    Pengujian ini mendeskripsikan prosedur dari pengaruh dari pendidihan,

    120 jam ferrite sulfate-50% sulphuric acid test dengan tujuan serangan korosi

    intergranular terhadap stainless steel. Ada atau tidaknya korosi

    intergranular dalam percobaan ini tidak selalu menjadi suatu tolak ukur dalam

    penentuan material berdasarkan kinerja korosinya. Pengujian ini tidak

    berpengaruh pada korosi lain selain korosi intergranular.

    a. Peralatan

    1. Allihn condenser minimal memiliki 4 bulbs.

    2. Tabung erlenmeyer minimal 1000ml.

    3. Karet penghubung tabung erlenmeyer dan allihn condenser.

    4. Selang untuk sirkulasi keluar masuknya air.

  • 18

    5. Kompor listrik.

    b. Ferric sulfate-sulfuric acid test solution

    1 Perhatian! Pergunakan pelindung mata dan sarung tangan keika

    mencampurkan larutan.

    2. Tuang 400 ml aquades kedalam tabung erlenmeyer.

    3. Lalu campurkan larutan H2SO4 sebanyak 236ml (larutan H2SO4 harus

    memiliki nilai konsentrasi sebesar 95-98%) dengan aquades. Untuk

    pencampuran harus dilakukan dengan perlahan karena ketika kedua

    larutan ini dicampurkan maka akan suhu larutan akan naik.

    4. Tambahkan ferrite sulfate sebanyak 25gr kedalam campuran H2S dan

    aquades.

    5. Tunggu hingga homogen, lalu masukkan specimen yang akan diuji

    kedalam larutan tersebut dan gantungkan.

    6. Pasangkan karet penghubung antara erlenmeyer dan condenser.

    7. Didihkan larutan dan spesimen selama 120 jam.

    c. Persiapan spesimen

    1. Spesimen memiliki luasan 5 sampai 20 cm2

    yang di sarankan.

    Spesimen termasuk daerah las harus memiliki ukuran panjang 13

    mm dari titik tengah material.

    2. Ketika spesimen dipotong, bekas potongan dapat dihilangkan

    menggunakan gerinda.

    3. Semua permukaan termasuk daerah bekas potongan harus dibersihkan

    dengan abrasive paper grade 80 atau 120.

    4. Semua sisa sisa dari perlakuan panas yang menempel pada material

    harus dibersihkan.

    d. Prosedur

    1. Gantung spesimen didalam tabung erlenmeyer yang berisi larutan.

    2. Tandai dengan marker level ketinggian cairan yg ada didalam tabung

    erlenmeyer untuk memeriksa berapa pengurangan level larutan.

    3. Lanjutkan boiling spesimen dengan waktu 120 jam, lalu ketika selesai

    bersihkan dengan air dan keringkan material yg telah dilakukan boiling.

  • 19

    4. Timbang material dan bandingkan dengan nilai material sebelum di

    uji korosi.

    5. Tidak akan terjadi penurunan yang signifikan akan tetapi nilai berat

    dari material akan turun dari berat awal.

    e. Perhitungan

    Perhitungan dilakukan dengan rumus Weight Loss sebegai berikut :

    Milimeter per Month : (7290 𝑥 𝑊)

    (𝐴 𝑥 𝑡 𝑥 𝑑) (2.1)

    Dimana :

    W = Weight Loss (gram)

    A = Luas Area (cm2)

    t = Lama Waktu Pengujian (jam/hours)

    d = Density (g/cm3), untuk Autenite Stainless Steel = 7,9 g/cm3

    2.8 Metallography Test

    Metalografi merupakan suatu metode untuk mengamati struktur mikro

    logam dengan menggunakan miroskop optis dan mikroskop electron.

    Sedangkan struktur yang terlihat pada mikroskop tersebut tersebut disebut

    mikrostruktur. Pengamatan tersebut dilakukan terhadap spesimen yang telah

    diproses sehingga bisa diamati dengan pembesaran tertentu.

    Agar permukaan logam dapat diamati secara metalografi, maka

    terlebih dahulu dilakukan persiapan sebagai berikut :

    1. Pemotongan spesimen

    Pada tahap ini, diharapkan spesimen dalam keadaan datar, sehingga

    memudahkan dalam pengamatan.

    2. Mounting spesimen (bila diperlukan)

    Tahap mounting ini, spesimen hanya dilakukan untuk material

    yang kecil atau tipis saja. Sedangkan untuk material yang tebal, tidak

    memerlukan proses mounting.

    3. Grinding and Polishing

    Proses grinding dan pemolesan dilakukan dengan bantuan grinding

    machine. Tujuan proses ini adalah untuk meratakan permukaan

  • 20

    spesimen kemudian menghaluskannya. Pada proses grinding dilakukan

    dengan menggosokan permukaan material pada kertas gosok mulai dari

    grid 120 secara bertahap sampai 2000 (120-240-360-500-1000-1200-

    1500-2000). Penggantian kertas gosok dilakukan apabila alur gosok pada

    permukaan spesimen telah searah. Dan setiap terjadi pergantian dilakukan

    pembentukan alur baru yang tegak lurus terhadap alur lama. Sehingga

    menghapus alur lama. Untuk mencegah terjadinya pemanasan pada

    permukaan spesimen digunakan air sebagai media pendingin yang

    dialirkan secara terus menerus. Setelah mencapai grid 2000 selanjutnya

    dilakukan proses polishing yang bertujuan untuk menghilangkan alur

    yang terbentuk akibat proses grinding. Caranya yaitu: dengan

    menggosokan spesimen pada polisher yang telah dibasahi dan dibubuhi

    bubuk alumina. Juga dialirkan air setetes demi setetes untuk melarutkan

    bubuk aluminanya secara perlahan (air berfungsi sebagai partikel

    abrasive).

    4. Etching atau etsa

    Proses etsa dilakukan dengan tujuan untuk dapat mengamati adanya

    perbedaan struktur mikro pada spesimen. Prinsip etsa adalah dengan

    mengkorosikan bagian tertentu pada permukaan spesimen atas dasar tingkat

    kelarutan kimianya. Dan sesuai dengan prinsip tersebut maka yang nantinya

    terlarut bersama etching reagent-nya adalah bagian batas butir. Cara

    pengujiannya yaitu dengan mencelupkan permukaan spesimen ke media

    etsa selama 2-3 detik. Tetapi apabila spesimen terlalu lama kontak

    dengan media etsa maka bukan hanya batas butirnya saja yang terlarut.

    media etsa yang digunakan adalah nital, yaitu : 1 sampai 5 mL HNO3 dalam

    100 mL ethanol (95%) atau methanol (95%). Setelah dietsa untuk

    membersihkan sisa-sisa media etsa pada permukaan spesimen, spesimen

    dibersihkan dengan alkohol dan kemudian dikeringkan dengan dryer.

    5. Observasi

    Setelah dietsa maka selanjutnya spesimen diamati di bawah

    mikroskop. Dan struktur mikro yang tampak kemudian dicocokkan dengan

    struktur mikro yang ada pada handbook sesuai standard spesimen. Prosedur

  • 21

    untuk uji makro hampir sama dengan prosedur uji mikro. Hanya saja

    pada proses grinding dilakukan hanya sampai kertas gosok mencapai grid

    1000. Dan pada proses etsa dilakukan dengan media etsa picral, yaitu:

    larutan jenuh 4 gram picrid acid dalam 100 mL methonol atau ethanol

    (95%).

    2.9 Uji kekerasan (Hardness Test)

    Kekerasan (Hardness) menyatakan kemampuan bahan untuk tahan

    terhadap goresan, abrasi dan indentasi kekerasan memiliki korelasi dengan

    kekuatan. Ada beberapa metode pengujian kekerasan yang digunakan untuk

    menguji kekerasan logam, yaitu :

    1. Metode pengujian kekerasan Brinell

    2. Metode pengujian kekerasan Vickers

    3. Metode pengujian kekerasan Rockwell

    Dari ketiga metode yang tersebut di atas, yang biasanya digunakan hanya

    dua saja, yaitu Brinell dan Vickers.

    Pada dasarnya metode pengujian kekerasan Vickers hampir sama dengan

    Brinells hanya identornya saja yang berbeda. Beberapa hal yang perlu

    diperhatikan pada metode pengujian kekerasan Vickers adalah sebagai berikut

    1. Spesimen harus memenuhi persyaratan:

    Permukaan harus rata dan halus

    Dapat ditumpu dengan baik dan permukaan horisontal

    2. Identor yang digunakan adalah pyramid intan yang beralas bujur sangkar

    dengan sudut puncak antara dua sisi yang `berhadapan adalah 136o.

    3. Pada dasarnya semua beban bisa digunakan, kecuali untuk pelat yang

    tipis harus digunakan beban yang ringan.

    4. Pada pelaksanaannya, pengujian kekerasan ini dilakukan dengan

    menekan identor pada permukaan spesimen selama 10 – 30 detik.

    5. Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan DPH (Vickers

    Diamond Pyramid Hardness) yang dihitung berdasarkan diagonal identasi

    dengan persamaan sebagai berikut :

  • 22

    DPH = 2𝑃 𝑠𝑖𝑛 (𝛼/2) }

    𝑑2 (2.2)

    Dimana :

    α = 136o

    P = Gaya tekan (kgf)

    d = diagonal identasi (mm)

    2.10 Penelitian Terdahulu

    Untuk mempermudah mengambil kesimpulan dalam penelitian dan

    sebagai referensi pengujian-pengujian yang akan dipilih, penulis memiliki

    beberapa hasil penelitian dari tugas akhir mapun jurnal yang dapat digunakan

    seperti ditunjukkan pada Table 2.5 berikut:

    Tabel 2.5 Detail rujukan referensi

    Referensi Objek

    Pengamatan Judul penelitian Hasil

    Dennis

    (2014)

    Stainless Steel

    tipe 304

    Pengaruh Perbedaan Media

    Pendingin Pengelasan FCAW

    (Flux Cored Arc Welding) Pada

    Material Stainless Steel Type

    304 Terhadap Korosi

    Intergranular

    Perbedaan media

    pendinginan pada

    stainless steel

    mempengaruhi laju

    korosi

    intergranular dan

    nilai kekerasannya

    Fery Dwi

    Agustiawan

    S.ST

    (Politeknik

    Perkapalan

    Negeri

    Surabaya)

    Stainless Steel

    tipe 304

    Analisa kuat arus pengelasan

    FCAW terhadap Ferrite content

    dan Stress corrosion cracking

    Pada material SA240 type 304

    1. Heat Input yang

    besar membuat laju

    pendinganan

    menjadi

    lambat/rendah,

    sehingga fasa yang

    banyak terbentuk

    adalah fasa ferrite.

    2. Heat Input kecil

    menyebabkan laju

    pendinginan

    cepat/tinggi,

    sehingga fasa yang

    terbentuk adalah

    fasa Austenite, dan

    struktur mikro

    memiliki bentuk

    butir kasar.

    3. Heat Input tinggi

    menyebabkan

    kekerasan

    meningkat karena

    Ferrite Content

    yang tinggi.

  • 23

    Mohammad

    Danny

    Hadidi

    S.ST

    (Politeknik

    Perkapalan

    Negeri

    Surabaya)

    Stainless steel

    Analisa variasi kuat arus pada

    proses pengelasan SMAW

    terhaarap Struktur mikro, Nilai

    Hardness, dan Ferrite Content

    pada material Ferritic Stainless

    Steel.

    1. Kuat arus yang

    semakin tinggi

    menghasilkan fasa

    Ferrite pada weld

    metal semakin

    banyak.

    2. Kuat arus yang

    semakin tinggi

    menyebabkan nilai

    kekerasan juga

    semakin tinggi.

    3. Kuat arus yang

    semakin tinggi

    menghasilkan nilai

    kandungan Ferrite

    juga semakin

    meningkat.

    Sumber: Dokumen Pribadi, 2019

  • 24

    Halaman Sengaja Dikosongkan

  • 25

    BAB 3

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Diagram alir penelitian

    Metode dan langkah-langkah penelitian digambarkan secara skematis

    dalam bentuk flowchart, Gambar 3.1 berikut ini merupakan flowchart

    penelitian yang dilakukan :

    Start

    Identifikasi masalah

    Studi literatur

    Persiapan alat dan bahan

    GTAW moving purging gas

    Flow rate:

    6 l/min

    10 l/min

    14 l/min

    Pengelasan spesimen

    GTAW static purging gas

    Flow rate:

    6 l/min

    10 l/min

    14 l/min

    Visual

    inspection

    A

  • 26

    A

    Pengujian

    1. Hardness

    2. Struktur

    mikro

    3. Korosi

    intergranular

    Analisa

    Pembahasan dan

    kesimpulan

    Selesai

    3.2 Studi literatur

    Studi literatur meliputi pengumpulan sumber-sumber referensi, jurnal,

    code dan standard serta data-data yang akan dijadikan sebagai acuan untuk

    pembuatan spesimen, pelaksanaan proses pengelasan dan pengujian serta

    penyelesaian dalam laporan tugas akhir.

    3.3 Persiapan material dan alat

    Dalam penelitian ini membutuhkan material, consumable serta peralatan-

    peralatan yang mendukung dalam proses pembentukan dan pengelasan

    spesimen benda uji. Adapun material dan peralatan tersebut sebagai berikut :

    Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian (Dokumen pribadi, 2019)

  • 27

    a. Material

    Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah stainless steel

    tipe 304. Spesimen yang digunakan berbentuk plat dengan dimensi seperti

    di bawah ini :

    Panjang : 200 mm

    Lebar : 150 mm

    Tebal : 4 mm

    Jumlah : 12 buah

    6 buah spesimen GTAW metode static purging

    gas

    6 buah spesimen GTAW metode moving purging

    gas

    Spesimen yang akan digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.2

    Gambar 3.2 spesimen pengelasan (Dokumen pribadi, 2019)

    b. Filler metal

    Untuk proses pengelasan GTAW static purging gas dan GTAW

    moving purging gas ini mengunakan filler ER 308 L dengan diameter 2,4

    mm. Filler yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.3.

  • 28

    Gambar 3.3 Filler metal ER 308 L (Dokumen pribadi, 2019)

    c. Gas

    Untuk proses pengelasan spesimen, shielding gas yang

    digunakan adalah Argon high purity begitupun dengan purging gas.

    Gas yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.4

    Gambar 3.4 Gas Argon (Dokumen pribadi, 2019)

    d. Mesin las GTAW

    Untuk proses pengelasan spesimen, mesin las yang

    digunakan adalah mesin las GTAW yang telah dimodifikasi

    dengan adanya switch on-off pada torchnya. Mesin las yang akan

    digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.5

    Gambar 3.5 Mesin las GTAW (Dokumen pribadi, 2019)

  • 29

    e. Tang ampere

    Untuk memperoleh data yang tepat dalam proses pengelasan

    maka pengukuran parameter arus dan tegangan menggunakan alat

    ukur tang ampere dan voltmeter, untuk menghindari adanya data

    yang salah dikarenakan mesin las yang digunakan belum

    terkalibrasi. Tang ampere yang digunakan dapat dilihat pada

    Gambar 3.6

    f. Static purging gas

    Untuk melakukan proses pengelasan GTAW purging gas pada

    material berbentuk profil L yang di las pada ujung sisi belakang dan

    diberi tape agar gas tidak bocor. Static purging gas dapat dilihat pada

    Gambar 3.7

    Gambar 3.7 Static purging gas (Dokumen pribadi, 2019)

    Gambar 3.6 Tang ampere(Dokumen pribadi, 2019)

  • 30

    g. Moving purging gas

    Untuk melakukan proses pengelasan GTAW purging gas pada

    material berbentuk plat biasanya menggunakan kanal yang diberi

    isolasi dan selang untuk mengalirkan gas, namun pada aktual di

    lapangan, menggunakan alat yang dibuat sendiri oleh pekerja untuk

    melakukan purging gas secara moving. Beberapa bentuk dari alat ini

    tergantung pada geometri produk. Pelaksanaan moving purging gas

    dapat dilihat pada Gambar 3.8

    Gambar 3.8 Moving purging gas (Dokumen pribadi, 2019)

    3.4 Pembuatan spesimen

    Pembuatan spesimen penelitian ini dimulai dari pemotongan material

    stainless steel tipe 304 dengan menggunakan mesin potong hidrolis dengan

    dimensi spesimen 200 mm x 75 mm x 4 mm sebanyak 24 buah, lalu

    dilakukan penggerindaan pada sisi yang akan disambung untuk memastikan

    bahwa permukaan telah rata dan bersih dari minyak, kotoran dan oli yang

    memungkinkan terjadinya defect. Lalu setelah material selesai digerinda

    dilakukan proses fit up dengan mengatur material sedemikian rupa dengan

    gap 2 mm pada kampuh yang akan dilas lalu dilakukan las titik atau tack

    weld pada kedua ujung kampuh las dan pada bagian tengah kampuh las.

    Setelah itu tack weld yang kurang rata digerinda agar hasil dapat maksimal.

    Hal serupa juka dilakukan dalam pembuatan keenam spesimen penelitian.

    Setelah spesimen jadi pemberian kodefikasi spesimen penelitian diberikan

    sesuai dengan metode yang digunakan.

  • 31

    3.5 Pengelasan spesimen

    Material yang telah selesai pada tahap pembuatan spesimen selanjutnya

    dilakukan proses pengelasan dengan menggunakan dua metode berbeda dan

    dengan langkah pengerjaan yang berbeda pula. Adapun penjelasan masing-

    masing metode sebagai berikut:

    a. Pengelasan static purging gas

    Spesimen yang telah di fit up lalu di las dengan menggunakan Gas

    Tungsten Arc Welding (GTAW) pada posisi pengelasan horizontal dengan

    pengaplikasian purging gas pada sisi sebaliknya dengan cara static dengan

    alat yang telah disebutkan di atas. Gas yang digunakan untuk purging dan

    shielding adalah sama yakni Argon High pure ARCAL*1. Filler yang

    digunakan adalah ER308L untuk material stainless steel tipe 304. Adapun

    parameter yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2

    berikut:

    Tabel 3.1 Parameter Pengelasan GTAW Static purging Gas

    Filler Shielding gas Purging gas Arus Flowrate

    ER308L Ø 2.4 mm

    Argon HP

    Argon HP 80A

    6 l/min

    10 l/min

    14 l/min

    Sumber: Dokumen pribadi, 2019

    b. Pengelasan moving purging gas

    Pada pengelasan GTAW metode moving purging gas ini, spesimen

    yang telah di fit up dilas dengan posisi horizontal pengaplikasian purging

    gas pada sisi sebaliknya dengan cara moving dengan alat yang telah

    disebutkan di atas. Parameter yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 3.2

    berikut:

    Tabel 3.2 Parameter Pengelasan GTAW Moving Purging Gas

    Filler Shielding gas Purging gas Arus Flowrate

    ER308L Ø 2.4 mm

    Argon HP

    Argon HP 80A

    6 l/min

    10 l/min

    14 l/min

    Sumber: Dokumen pribadi, 2019

  • 32

    3.6 Pengujian

    Untuk mengetahui bagaimana hasil dari kedua metode diatas dan dapat

    membandingkan hasil diantara keduanya serta mengetahui pengaruh apa saja

    yang terjadi pada stainless steel tipe 304 terhadap dua metode pemberian

    purging gas yang berbeda ini maka dilakukan pengujian pada hasil lasan

    spesimen penelitian. Jenis dari pengujian yang dilakukan adalah pengujian

    tidak merusak atau non destructive test dan pengujian merusak atau destructive

    test.

    Adapun uraian langkah pengujian dan jenis-jenis pengujian yang

    digunakan adalah sebagai berikut:

    a. Hardness test

    Uji kekerasan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar nilai

    kekerasan dari weld metal dan fusion line. dibandingkan dengan nilai

    kekerasan pada base metal yang telah terpengaruh 2 metode pengelasan

    yang berbeda dan membandingkan keduanya.

    Pada dasarnya kekerasan adalah kemampuan suatu material untuk

    menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap

    identasi, tahan terhadap penggoresan, tahan terhadap aus, tahan terhadap

    pengikisan (abrasi). Kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik yang

    penting, karena kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui sifat

    mekanik yang lain, yaitu strenght (kekuatan). Karena nilai kekuatan tarik

    yang dimiliki suatu material dapat dikonversi dari kekerasannya. Semakin

    tinggi nilai kekerasannya semakin tinggi pula kekuatan tariknya. Namun

    konversi ini hanya berlaku rumusannya hanya pada carbon steel dan low

    alloy steel. Untuk stainless steel yang termasuk pada baja paduan tinggi

    maka konversi ini tidak berlaku sehingga perlu dibuktikan secara langsung

    dengan uji kekerasan.

    Pada penelitian ini hardness test dilakukan dengan metode Vickers,

    dimana procedure hardness test mengacu pada standart ASTM E92.

    Vickers hardness test methode digunakan dengan gaya sebesar 1 kgf

    sampai 120 kgf. Berikut ini merupakan procedure vickers hardness test

    methode sesuai dengan ASTM E92:

  • 33

    Magnitude of test force, besarnya gaya yang dikenakan pada

    specimen yang biasanya digunakan berkisar 1 kgf sampai dengan

    120 kgf, tergantung dari requirement pengujian.

    Application of test force, pemberhentian gaya yang dikenakan pada

    specimen benda uji harus lembut tanpa ada getaran yang tiba tiba.

    Dan waktu pemberhentian force harus 10 sampai 15 detik. Kecuali

    tergantung dari specification hardness test.

    Spacing of identation, center dari jejak sebuah penekanan identor

    tidak boleh tertutup di semua ujung jejak penekanan ke jejak

    penekanan lain yang mempunyai jarak sekitar 2 atau 1,5 kali dari

    panjang diagonal jejak penekanan. Titik penekanan uji hardness

    dapat dilihat pada Gambar 3.9

    Gambar 3.9 Titik pengambilan uji keekerasan (Dokumen pribadi, 2019)

    b. Corrosion rate test and Metallography test

    Proses pengujian yang dilakukan adalah metallography test dan uji

    laju korosi yang mana merefer dari standart ASTM volume 01.03 A262

    used practice B (Ferritic sulfat-sulfuric acid test for detecting susceptibility

    to intergranular attack in austenitic stainless steel). (American Society

    for Testing and Material, 2000). TItik pengambilan mikro struktur dapat

    dilihat pada Gambar 3.10

    Gambar 3.10 Titik pengambilan uji struktur mikro (Dokumen pribadi, 2019)

    3.7 Pengumpulan dan pengolahan data

    Setelah pengujian seluruh spesimen, pengumpulan data berupa data

    kuantitatif dan kualitatif. Untuk data kuantitatif akan disajikan dalam bentuk

  • 34

    tabel dan grafik sehingga memudahkan dalam proses membandingkan dan

    analisa pengaruhnya.

    3.8 Analisa

    Setelah data terkumpul maka analisa dilakukan dengan melihat hasil dari

    nilai kekerasan. Setelah melihat nilai dari kekerasannya lalu dilakukana

    analissis terhadap struktur mikro kemudian laju korosinya. Selain itu juga

    dilakukan pembandingan antara kedua metode yang telah ditentukan.

    3.9 Kesimpulan

    Penarikan kesimpulan didapatkan setelah analisa data dan hasil

    pengujian dilakukan. Saran diberikan oleh peneliti apabila kekurangan dan

    keterbatasan yang menyebabkan hasil tidak sesuai dengan yang diinginkan.

  • 35

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Data Hasil Proses Pengelasan

    Hasil dibawah ini merupakan input dari tahapan proses pengelasan

    dengan menggunakan proses pengelasan GTAW dengan logam pengisi (filler

    metal): ER 308L. Dari hasil uji coba pengelasan yang telah dilakukan.

    Didapatkan hasil dari kuat arus, voltase, flow rate, dan heat input.

    Base Metal : SA 240 tipe 304

    Dimensi : 200 mm x 150 mm x 4 mm

    Sambungan : Square butt joint

    Filler metal : ER 308 L

    Diameter : 2,4 mm

    Arus : 80 A

    Voltage : 10 V

    Posisi las : Horizontal (2G)

    Waktu pengelasan : 4,38 menit

    Travel speed : 45,66 mm/min

    4.2 Hasil Pengujian Hardness

    Pengujian hardness ini berfungsi untuk melihat perbadingan dua metode

    dan flow rate yang digunakan pada kedua metode tersebut apakah

    mempengaruhi terhadap nilai kekerasan pada hasil pengelasan.

    Pengujian hardness dilakukan pada daerah fusion line (FL) , weld metal

    (WM), dan base metal (BM) yang masing-masing diambil 3 titik. Masing

    masing titik tersebut menggunakan beban sebesar 10 kgf dengan dweel time 10

    detik. Hasil pengambilan nilai kekerasan dapat dilihat pada Tabel 4.1

  • 36

    Tabel 4.1 Hasil nilai kekerasan pada base metal

    Moving

    Flow

    rate

    Location

    Static

    Flow

    rate

    Location

    WM FL BM WM FL BM

    6

    l/min

    (a)

    181.02 194.58 171.84 6

    l/min

    (a)

    183.91 195.80 172.43

    179.91 193.56 172.93 182.76 196.85 172.72

    180.82 193.12 173.08 183.25 195.92 172.39

    Rata-rata 180.58 193.75 172.62 Rata-rata 183.01 196.19 172.51

    Moving

    Flow

    rate

    Location

    Static

    Flow

    rate

    Location

    WM FL BM WM FL BM

    6

    l/min

    (b)

    180.59 192.87 171.32 6

    l/min

    (b)

    182.38 198.65 172.32

    180.53 193.30 172.46 185.14 195.71 172.56

    179.94 193.64 171.98 183.12 195.11 172.21

    Rata-rata 180.35 193.27 171.92 Rata-rata 183.55 196.49 172.36

    Moving

    Flow

    rate

    Location

    Static

    Flow

    rate

    Location

    WM FL BM WM FL BM

    10

    l/min

    (a)

    177.78 190.58 171.34 10

    l/min

    (a)

    181.91 192.80 171.41

    178.13 192.56 172.36 182.76 193.85 172.43

    177.82 191.12 172.88 182.25 192.92 171.96

    Rata-rata 177.91 191.42 172.19 Rata-rata 182.51 193.19 171.93

    Moving

    Flow

    rate

    Location

    Static

    Flow

    rate

    Location

    WM FL BM WM FL BM

    10

    l/min

    (b)

    178.59 192.87 172.31 10

    l/min

    (b)

    180.38 193.21 171.66

    178.53 191.30 171.84 181.14 192.71 171.48

    177.94 191.64 171.91 182.12 193.11 171.35

    Rata-rata 178.35 191.94 172.02 Rata-rata 181.21 193.01 171.50

    Moving

    Flow

    rate

    Location

    Static

    Flow

    rate

    Location

    WM FL BM WM FL BM

    14

    l/min

    (a)

    174.94 188.62 172.38 14

    l/min

    (a)

    178.64 190.80 172.39

    175.60 188.80 172.75 178.44 190.85 172.23

    176.51 188.07 173.01 177.00 190.92 172.69

    Rata-rata 175.68 188.50 172.71 Rata-rata 178.03 190.86 172.44

    Moving

    Flow

    rate

    Location

    Static

    Flow

    rate

    Location

    WM FL BM WM FL BM

    14

    l/min

    (b)

    175.48 188.35 172.66 14

    l/min

    (b)

    179.21 191.61 172.82

    176.42 189.81 173.09 178.34 190.14 171.64

    176.17 188.06 173.06 179.74 190.93 172.78

    Rata-rata 176.02 188.74 172.94 Rata-rata 179.10 190.89 172.41

    Sumber: Dokumen pribadi, 2019

    Dari Tabel 4.1 diambil rata-rata dari setiap lokasi pengambilan. Rata-

    rata nilai kekerasan di setiap lokasi dapat dilihat pada Tabel 4.2 hingga Tabel

    4.4

  • 37

    Tabel 4.2 Nilai kekerasan dari base metal

    Flow

    rate

    Nilai kekerasan base metal (HVN)

    Moving Static

    6 l/min 172,27 172,44

    10 l/min 172,11 171,72

    14 l/min 172,83 172,43

    Sumber: Dokumen pribadi, 2019

    Dari Tabel 4.2 dapat dibuat grafik nilai kekerasan pada base metal yang

    dapat dilihat pada Gambar 4.1

    Gambar 4.1 Diagram Nilai Kekerasan Pada Base Metal

    Dari grafik nilai kekerasan pada base metal yang ditunjukkan oleh

    Gambar 4.1 persamaan regresi untuk base metode moving purging gas adalah

    y = 0.2783x + 171.84 dan nilai R² = 0.545 sedangkan persamaan regresi untuk

    metode static purging gas adalah y = -0.0067x + 172.21 dan nilai R² = 0.0003.

    Nilai kekerasan pada base metal cenderung tidak berubah dikarenakan pada

    bagian tersebut tidak terpengaruh panas dari proses pengelasan.

    Dari Tabel 4.1 diambil nilai rata-rata kekerasan pada daerah weld metal

    yang dapat dilihat pada Tabel 4.3

    172.27

    172.11172.83172.44

    171.72172.43

    y = 0.2783x + 171.84

    R² = 0.5455

    y = -0.0067x + 172.21

    R² = 0.0003165.00

    167.00

    169.00

    171.00

    173.00

    175.00

    177.00

    179.00

    6 l/min 10 l/min 14 l/min

    Nil

    ai k

    eker

    asan

    (H

    VN

    )

    Flow rate

    Base Metal

    Nilai kekerasan (HVN) Moving

    Nilai kekerasan (HVN) Static

    Linear (Nilai kekerasan (HVN) Moving)

    Linear (Nilai kekerasan (HVN) Static)

  • 38

    Tabel 4.3 Rata-rata nilai kekerasan pada weld metal

    Flow

    rate

    Nilai kekerasan weld metal (HVN)

    Moving Static

    6 l/min 180,47 183,28

    10 l/min 178,35 181,86

    14 l/min 175,85 178,56

    Sumber: Dokumen pribadi, 2019

    Dari Tabel 4.3 dibuat grafik nilai kekerasan untuk melihat perbandingan

    nilai kekerasan antara metode static purging gas dan moving purging gas pada

    daerah weld metal. Grafik perbandingan nilai kekerasan pada weld metal antara

    kedua metode dapat dilihat pada Gambar 4.2

    Gambar 4.2 Grafik nilai kekerasan pada weld metal (Dokumen pribadi, 2019)

    Dari grafik nilai kekerasan pada weld metal yang ditunjukkan oleh

    Gambar 4.2 bahwa persamaan regresi pada metode static purging gas adalah

    y = -2.3568x +185.95 dan nilai R² = 0.9496 menunjukkan bahwa peningkatan

    flow rate yang digunakan terhadap nilai kekerasan pada daerah weld metal

    sebesar 94%. Sedangkan persamaan regresi pada metode moving purging gas

    adalah y = -2.3075x +182.84 dan nilai R² = 0.9977 menunjukkan bahwa

    peningkatan flow rate yang digunakan terhadap nilai kekerasan pada daerah

    weld metal sebesar 99%. Nilai kekerasan pada daerah weld metal semakin

    180.47

    178.35

    175.85

    183.28181.86

    178.56

    y = -2.3075x + 182.84

    R² = 0.9977

    y = -2.3568x + 185.95

    R² = 0.9496

    170.00

    172.00

    174.00

    176.00

    178.00

    180.00

    182.00

    184.00

    186.00

    6 l/min 10 l/min 14 l/minNil

    ai k

    eker

    asan

    (H

    VN

    )

    Flow rate

    Weld Metal

    Nilai Kekerasan (HVN) Moving

    Nilai Kekerasan (HVN) Static

    Linear (Nilai Kekerasan (HVN) Moving)

    Linear (Nilai Kekerasan (HVN) Static)

  • 39

    turun seiring bertambahnya nilai flow rate. Nilai kekerasan untuk metode

    moving purging gas lebih rendah dibandingkan metode static purging gas pada

    flow rate yang sama. Rata-rata Nilai kekerasan pada weld metal yang terbesar

    adalah 183.28 HVN dengan menggunakan metode static purging gas dengan

    flow rate sebesar 6 l/min. Sedangkan rata-rata nilai kekerasan pada weld metal

    yang terendah adalah 175,85 HVN dengan menggunakan metode moving

    purging gas dengan menggunakan flow rate sebesar 14 l/min.

    Dari tabel 4.1 diambil rata-rata nilai kekerasan pada daerah fusion line

    yang dapat dilihat pada Tabel 4.4

    Tabel 4.4 Rata-rata nilai kekerasan pada fusion line

    Flow

    rate

    Nilai Kekerasan fusion line (HVN)

    Moving Static

    6 l/min 193,51 196,34

    10 l/min 191,68 193,10

    14 l/min 188,62 190,88

    Sumber: Dokumen pribadi, 2019

    Dari Tabel 4.4 dibuat grafik nilai nilai kekerasan untuk melihat

    perbandingan nilai kekerasan antara metode static purging gas dan moving

    purging gas pada daerah fusion line. Grafik perbandingan nilai kekerasan pada

    fusion line antara kedua metode dapat dilihat pada Gambar 4.3

    Gambar 4.3 Grafik nilai kekerasan pada fusion line (Dokumen pribadi, 2019)

    Dari grafik nilai kekerasan yang ditunjukkan oleh Gambar 4.3 bahwa

    persamaan regresi pada metode static purging gas adalah y = -2.7325x +198.9

    193.51191.68

    188.62

    196.34193.10

    190.88

    y = -2.4467x + 196.16

    R² = 0.9795

    y = -2.7325x + 198.9

    R² = 0.9886

    180.00

    185.00

    190.00

    195.00

    200.00

    6 l/min 10 l/min 14 l/min

    Nil

    ai k

    eker

    asan

    (H

    VN

    )

    Flow rate

    Fusion Line

    Nilai Kekerasan (HVN) Moving

    Nilai Kekerasan (HVN) Static

    Linear (Nilai Kekerasan (HVN) Moving)

    Linear (Nilai Kekerasan (HVN) Static)

  • 40

    dan nilai R² = 0.9886 menunjukkan bahwa peningkatan flow rate yang

    digunakan terhadap nilai kekerasan pada daerah fusion line sebesar 98%.

    Sedangkan persamaan regresi pada metode moving purging gas adalah y = -

    2.4467x +196.16 dan nilai R² = 0.9977 menunjukkan bahwa peningkatan flow

    rate yang digunakan terhadap nilai kekerasan pada daerah fusion sebesar 97%.

    Nilai kekerasan pada daerah fusion line semakin turun seiring bertambahnya

    nilai flow rate. Nilai kekerasan pada fusion line untuk metode moving purging

    gas lebih rendah dibandingkan nilai kekerasan pada metode static purging gas

    dengan kondisi flow rate yang sama. Rata-rata Nilai kekerasan pada fusion line

    yang tertinggi adalah pada metode static purging gas dengan flow rate 6 l/min

    yaitu dengan nilai 196.34 HVN. Sedangkan rata-rata nilai kekerasan yang

    terendah adalah pada metode moving purging gas dengan flow rate 14 l/min

    yaitu dengan nilai 188.62 HVN.

    Dari data dan grafik tentang nilai dari uji kekerasan dapat diketahui

    bahwa hasil pengelasan metode moving purging gas memiliki nilai kekerasan

    yang lebih rendah dibandingkan metode pengelasan GTAW dengan metode

    static purging gas pada kondisi flow rate yang sama dikarenakan gas yang

    dialirkan dengan metode moving purging gas lebih terpusat dan hembusan

    yang dihasilkan semakin besar sehingga menghasilkan cooling rate yang lebih

    besar dibandingkan dengan menggunakan metode static purging gas. Nilai

    kekerasan paling tinggi adalah pada daerah fusion line untuk kedua metode

    purging gas. flow rate juga mempengaruhi tingkat kekerasan yang dihasilkan.

    Semakin tinggi flow rate maka cooling rate akan semakin cepat dikarenakan

    karena besarnya hembusan yang dihasilkan semakin besar (Syahroni, 2018).

    Pada saat flow rate semakin besar maka nilai kekerasan semakin menurun.

    Sedangkan kekerasan base metal tidak mengalami perubahan karena tidak

    terkena paparan panas.

    Pada data dan diagram diatas nilai kekerasan yang paling tinggi terletak

    pada daerah fusion line, dikarenakan pada daerah tersebut terpapar panas dari

    pengelasan yang dilakukan dan akan mencapai suhu sensitivitas dan akan

    menyebabkan kenaikan nilai kekerasan pada daerah fusion line.

  • 41

    4.3 Hasil Pengujian Struktur Mikro

    Foto mikro diambil pada daerah base metal, weld metal, dan fusion line.

    Pada foto mikro pada daerah base metal hanya diambil perbersaran 200x,

    sedangkan foto mikro pada daerah weld metal dan fusion diambil dengan

    perbesaran 200x dan 500x. Struktur mikro dari base metal dari semua metode

    dan variasi dianggap homogen karena tidak terpengaruh proses pengelasan.

    Struktur mikro dari base metal dapat dilihat pada Gambar 4.4. Sedangkan

    untuk struktur mikro dari weld metal dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan struktur

    mikro dari fusion line dapat dilihat pada Tabel 4.6

    Gambar 4.4 Struktur mikro base metal (Dokumen pribadi, 2019)

    Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa hanya terdapat matriks austenite

    yang berlatar dominan warna putih yang mana adalah struktur utama pada

    material austenitic stainless steel.

    Tabel 4.5 Struktur mikro dari weld metal

    Spes

    imen 200x 500x

    Sta

    tic

    6 l

    /min

    Vermicular

  • 42

    Sta

    tic

    10

    l/m

    in

    Sta

    tic

    14

    l/m

    in

    Mo

    vin

    g 6

    l/m

    in

    Mo

    vin

    g 1

    0 l

    /min

    Mo

    vin

    g 1

    4 l

    /min

    Sumber: Dokumen pribadi, 2019

    Vermicular

    Vermicular

    Vermicular

    Vermicular

    Vermicular

    Lathy ferrite

    Lathy ferrite

    Lathy ferrite

    Lathy ferrite

  • 43

    Pada Tabel 4.5 menunjukkan foto mikro pada daerah weld metal untuk

    metode static purging gas dan moving purging gas. Pada daerah weld metal

    disetiap metode memiliki struktur morfologi yang terjadi berdasarskan AWS

    Welding Handbook vol. 4. Various morphology ada 5 yaitu fully austenite,

    eutectic, vermicular, acicular (lathy), dan windmastatten austenite. Pada Tabel

    4.5 disetiap foto mikro dengan perbesaran 200x dan 500x masing masing

    metode terdapat ferrite morphology yang berbentuk vermicular ferrite dan

    acicular ferrite sesuai dengan yang dijelaskan pada AWS Welding Handbook

    vol.4. Pada flow rate yang rendah maka morfologi yang terbentuk adalah

    vermicular, sedangkan ketika flow rate meningkat maka morfologi lathy ferrite

    akan semakin meningkat. Sifat dari morfologi vermicular dan lathy ferrite

    sangat berbeda, sifat vermicular sendiri adalah getas dan menyebabkan nilai

    toughness turun sehingga membuat material lebih keras, sedangkan sifat dari

    lathy ferrite itu sendiri adalah lebih ductile dari vermicular oleh karena itu nilai

    kekerasan yang dihasilkan dari lathy ferrite lebih rendah daripada vermicular.

    Tabel 4.6 Struktur mikro dari fusion line

    Spe

    sim

    en

    200x 500x

    Sta

    tic

    6 l

    /m

    in

    Sta

    tic

    10

    l/m

    in

    Vermicular

    Vermicular

  • 44

    Sta

    tic

    14

    l/m

    in

    Mo

    vin

    g 6

    l/m

    in

    Mo

    vin

    g 1

    0 l

    /min

    Mo

    vin

    g 1

    4 l

    /min

    Sumber: Dokumen pribadi, 2019

    Pada Tabel 4.6 menunjukkan foto mikro pada daerah fusion line untuk

    metode static purging gas dan moving purging gas. Pada daerah fusion line

    disetiap metode memiliki struktur morfologi yang terjadi berdasarskan AWS

    Welding Handbook vol. 4. Various morphology ada 5 yaitu fully austenite,

    eutectic, vermicular, acicular (lathy), dan windmastatten austenite. Pada Tabel

    4.6 disetiap foto mikro dengan perbesaran 200x dan 500x masing masing

    metode terdapat ferrite morphology yang berbentuk vermicular ferrite dan

    acicular ferrite sesuai dengan yang dijelaskan pada AWS Welding Handbook

    Vermicular

    Lathy ferrite

    Vermicular

    Lathy ferrite

    Vermicular

    Lathy ferrite

    Vermicular

  • 45

    vol.4. Pada flow rate yang rendah maka morfologi yang terbentuk adalah

    vermicular, sedangkan ketika flow rate meningkat maka morfologi lathy ferrite

    akan semakin meningkat.

    Sifat dari morfologi vermicular dan lathy ferrite sangat berbeda, sifat

    vermicular sendiri adalah getas dan menyebabkan nilai toughness turun

    sehingga membuat material lebih keras, sedangkan sifat dari lathy ferrite itu

    sendiri adalah lebih ductile dari vermicular oleh karena itu nilai kekerasan yang

    dihasilkan dari lathy ferrite lebih rendah daripada vermicular.

    4.4 Korosi intergranular

    Pengujian korosi intergranular mengacu pada ASTM A262 practice B

    dan dilakukan di laboratorium D3 Teknik Kimia ITS yang dilaksanakan selama

    120 jam seperti yang disyaratkan pada ASTM A262 practice B. Pengujian ini

    menggunakan campuran aquades (H2O) sebanyak 400 ml lalu H2SO4 sebanyak

    236 ml dan FE2(SO4)3 sebanyak 25 gram yang mana seluruh dari ketiga zat

    tersebut akan dicampurkan.

    Sebelum dilakukan pengujian korosi spesimen harus ditimbang terlebih

    dahulu agar diketahui berat awal sebelum spesimen dilakukan pengujian

    korosi. Fungsi dari H2SO4 adalah untuk menimbulkan sifat korosif. Lalu

    FE2(SO4)3 berfungsi sebagai inhibitor agar tidak terjadi korosi yang berlebihan.

    Pengujian korosi intergranular dilakukan untuk membandingkan metode

    manakah yang mempunyai ketahanan korosi yang baik. Hasil pengujian korosi

    intergranular dapat dilihat pada Tabel 4.7

  • 46

    Tabel 4.7 Data weight loss

    Spesimen Berat Awal (g) Berat akhir (g) Weight Loss (g)

    Static 6 l/min 1 44.422 44.360 0.062

    Static 6 l/min 2 40.099 40.035 0.064

    Static 10 l/min 1 39.951 39.898 0.053

    Static 10 l/min 2 40.113 40.061 0.052

    Static 14 l/min 1 45.034 44.986 0.048

    Static 14 l/min 2 43.973 43.925 0.048

    Moving 6l/min 1 42.166 42.108 0.058

    Moving 6l/min 2 40.482 40.426 0.056

    Moving 10 l/min 1 41.612 41.566 0.046

    Moving 10 l/min 2 40.638 40.590 0.048

    Moving 14 l/min 1 43.145 43.108 0.037

    Moving 14 l/min 2 39.908 39.868 0.040

    Sumber: Dokumen pribadi, 2019

    Dari data pengurangan berat yang teercantum pada Tabel 4.7, dilakukan

    perhitungan weight loss seperti yang diisyaratkan pada ASTM A262 practice

    B dijelaskan pada Tabel 4.8

    Tabel 4.8 Perhitungan corosion rate

    Spesimen Corrosion rate

    dalam mm per year

    Rata-rata Corrosion rate dalam mm

    per year

    Static 6 l/min 1 0.1955 0.1987

    Static 6 l/min 2 0.2018

    Static 10 l/min 1 0.1672 0.1656

    Static 10 l/min 2 0.1640

    Static 14 l/min 1 0.1514 0.1514

    Static 14 l/min 2 0.1514

    Moving 6l/min 1 0.1829 0.1798

    Moving 6l/min 2 0.1766

    Moving 10 l/min 1 0.1451 0.1482

    Moving 10 l/min 2 0.1514

    Moving 14 l/min 1 0.1167 0.1214

    Moving 14 l/min 2 0.1262

    Sumber: Dokumen pribadi, 2019

    Dari Tabel 4.8 perhitungan corrosion rate maka dibuat grafik corrosion

    rate dalam mm/year yang dapat dilihat pada Gambar 4.5

  • 47

    Gambar 4.5 Grafik laju korosi dalam mm per year (Dokumen pribadi, 2019)

    Dari grafik laju korosi dalam mm per year yang telah ditampilkan pada

    Gambar 4.5 dapat diketahui bahwa persamaan regresi untuk metode static

    purging gas adalah y = -0,0237 + 0,2192 dan nilai R² = 0.9494 menunjukkan

    bahwa peningkatan flow rate terhadap presentase corrosion rate dalam

    mm/year sebesar 94%. Sedangkan untuk metode moving purging gas adalah y

    = -0,0292 + 0,2082 dan nilai R² = 0.9978 menunjukkan bahwa peningkatan

    flow rate terhadap presentase corrosion rate dalam mm/year sebesar 99%.

    Pengelasan dengan metode moving purging gas dengan kondisi flow rate yang

    sama dengan static purging gas memiliki nilai corrosion rate yang lebih

    rendah. Laju korosi yang paling tinggi adalah metode static purging gas

    dengan flow rate 6 l/min dengan laju korosi sebesar 0.1987 mm/year,

    sedangankan nilai laju korosi terendah adalah metode moving purging gas

    dengan laju korosi sebesar 0.1214 mm/year Pengelasan dengan metode moving

    purging gas cenderung mengalami cooling rate dengan cepat dibandingkan

    dengan metode static purging gas pada kondisi Flow rate yang sama

    dikarenakan hembusan yang dihasilkan lebih terpusat daripada metode static

    purging gas.

    Pengelasan dengan metode moving purging gas akan menurunkan suhu

    dengan cepat dikarenakan hembusan gas yang dihasilkan lebih terpusat

    sehingga cooling rate semakin cepat. Dan pada saat cooling rate semakin cepat

    menyebabkan suhu sensitivitas terlewati dengan cepat sehingga karbida tidak

    0.1987

    0.16560.1514

    0.1798

    0.14820.1214

    y = -0.0237x + 0.2192

    R² = 0.9494

    y = -0.0292x + 0.2082

    R² = 0.9978

    0.0000

    0.0500

    0.1000

    0.1500

    0.2000

    0.2500

    6 l/min 10 l/min 14 l/minCorr

    osi

    on

    rate

    mm

    /yea

    r

    Flow rate

    Corrosion rate

    Static Moving Linear (Static) Linear (Moving )

  • 48

    akan mengendap pada batas butir. Oleh