analisis pengaruh variabel makroekonomi domestik...

169
ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI DOMESTIK DAN MAKROEKONOMI GLOBAL TERHADAP INDEKS SAHAM SYARIAH INDONESIA (ISSI) PERIODE 2012 2016 Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Anggardito Antokolaras NIM : 1112086000040 JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M

Upload: phamhanh

Post on 24-Aug-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI DOMESTIK

DAN MAKROEKONOMI GLOBAL TERHADAP INDEKS SAHAM

SYARIAH INDONESIA (ISSI) PERIODE 2012 – 2016

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Anggardito Antokolaras NIM : 1112086000040

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2017 M

i

ii

iii

iv

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Pribadi

Nama : Anggardito Antokolaras

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 4 April 1994

Kewarganegaraan : Indonesia

Status : Belum Menikah

Tinggi/Berat : 171 cm / 75 kg

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : Madrasah Aliyah

Alamat : Perum. Villa Pamulang Mas Jln. Puring Mas II

Blok C7/12 RT 003/006 Bambu Apus, Pamulang,

Tangerang Selatan

No. HP : 0812-9811-9151

E-mail : [email protected]

Pendidikan Formal

2000 – 2006 : MI Pembangunan UIN Jakarta

2006 – 2009 : MTS Pembangunan UIN Jakarta

2009 – 2012 : MA Pembangunan UIN Jakarta

2012 – 2017 : Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Syariah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

vi

Pengalaman Organisasi

1. Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Syariah (2013 – 2014).

2. KKN (Kuliah Kerja Nyata) UIN Jakarta 2015.

Seminar

1. Seminar Motivasi dan Kewirausahaan “Burn Your Spirit! Be A Super

Student” pada tanggal 6 September 2012.

2. Seminar Nasional IAEI “Penyiapan SDM Berbasis Kompetensi Syariah

dalam Pengembangan Perbankan Syariah Era MEA 2015” pada tanggal 11

Oktober 2014.

vii

ABSTRACT

This study aims to determine the Influence Analysis of Domestic

Macroeconomic Variables and Global Macroeconomic to Indonesia Sharia

Shares Index (ISSI) Period 2012 – 2016. The object of this research is the

Indonesia Sharia Shares Index (ISSI) in Indonesia Stock Exchange period July

2012 – July 2016. The analysis method used in this research is Multiple Linear

Regression using SPSS 16 and Microsoft Excel 2010.

From the results of the hypothesis simultaneously (F test) shows that the

Inflation, Exchange Rate, Bank Indonesia Sharia Certificates (SBIS), BI Rate, and

World Gold Price significantly influence the Indonesia Sharia Shares Index (ISSI)

with a significance value of 0,000. Based on partial hypothesis result (t test)

shows that variable of Inflation, Exchange Rate, Bank Indonesia Sharia

Certificates (SBIS), and BI Rate have a significant effect to Indonesia Sharia

Shares Index (ISSI) while World Gold Price variables have no significant effect to

ISSI.

Keywords : Inflation, Exchange Rate, SBIS, BI Rate, World Gold Price, ISSI,

Multiple Linear Regression.

viii

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Analisis Pengaruh Variabel

Makroekonomi Domestik dan Makroekonomi Global terhadap Indeks Saham

Syariah Indonesia (ISSI) Periode 2012 – 2016. Objek dalam penelitian ini adalah

Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) di Bursa Efek Indonesia periode Juli 2012

– Juli 2016. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi

Linier Berganda dengan menggunakan SPSS 16 dan Microsoft Excel 2010.

Dari hasil hipotesis secara simultan (uji-F) menunjukkan bahwa Inflasi,

Kurs, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Suku Bunga, dan Harga Emas

Dunia berpengaruh signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)

dengan nilai signifikansi 0,000. Berdasarkan hasil hipotesis secara parsial (uji-t)

menunjukkan bahwa variabel Inflasi, Kurs, Sertifikat Bank Indonesia Syariah

(SBIS), dan BI Rate berpengaruh signifikan terhadap Indeks Saham Syariah

Indonesia (ISSI) sedangkan variabel Harga Emas Dunia tidak berpengaruh

signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).

Kata kunci : Inflasi, Kurs, SBIS, Suku Bunga, Harga Emas Dunia, ISSI, Regresi

Linier Berganda.

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis

Pengaruh Variabel Makroekonomi Domestik dan Makroekonomi Global terhadap

Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Periode 2012 – 2016” sebagai salah satu

syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak lupa

pula shalawat dan salam tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad

SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa

dukungan, bantuan, bimbingan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan skripsi ini terutama pada:

1. Kedua orang tua pembimbing sepanjang masa, Papah dan Mamah. Terima

kasih telah mencintai, mendidik, memberikan pelajaran, memotivasi, dan

berdo’a tanpa henti kepada penulis. Serta, adik Saya Laras yang selalu

menghibur dan menghapus segala kejenuhan selama proses penyelesaian

skripsi ini.

2. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc,M.Si selaku Dekan FEB, Bapak Dr.Amilin,

SE., Ak.,M.Si., QIA., BKP selaku Wakil Dekan I Bid. Akademik, Bapak Dr.

Ade Sofyan Mulazid, S.Ag, M.H selaku Wakil Dekan II Bid Administrasi

Umum dan Bapak Dr. Desmadi Saharuddin M.A selaku Wakil Dekan III Bid.

Kemahasiswaan yang telah memberikan jalan bagi saya dalam mengerjakan

skripsi ini.

3. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Syariah dan

Ibu Endra Kasni Laila Yuda, S.Ag., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi

Syariah.

4. Bapak Ali Rama, S.E., M.Ec selaku Dosen Penasihat Akademik.

5. Bapak Dr. Burhanuddin Yusuf MM., MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi

I yang dengan kerendahan hati bersedia meluangkan waktunya untuk

memberikan pengarahan, ilmu yang bermanfaat, serta masukan yang sangat

berarti selama penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terima kasih atas curahan ilmu

yang Bapak dan Ibu berikan kepada kami. Semoga amalmu mendapat

keberkahan dari Allah SWT.

7. Seluruh jajaran karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, atas kerja kerasnya

melayani mahasiswa dengan baik dan meningkatkan citra Fakultas Ekonomi

dan Bisnis.

8. Ari Pramana dan Ulul Albab dengan kerendahan hati telah berbagi ilmu dan

memberikan banyak saran dan dukungan bagi Saya selama penulisan skripsi

ini.

x

9. Sahabat-sahabat terbaik “FF” Mubasysyir Jamili, Aditya Mulawarman Setya,

Ari Pramana, Ahmad Zacky Siddiq, Ulul Albab Badru Zaman, Dorojatyas

Nuroska Hutomo, Ulfa Rianti, Suci Nuraini, Irianne Sakinah, Annisa

Nurhidayati Arief Daud, dan Fitriyani yang telah menemani dan mengisi hari-

hari selama kuliah, terimakasih atas kebersamaan, perjuangan, dan semua

cerita yang telah terangkai.

10. Sahabat-sahabat MTS Mufti Gilang, Mirza Andre, Enggar, Puspita, Adinda

Viviani, terimakasih telah memberikan motivasi selama penulisan skripsi ini.

11. Wisnu Wardhana teman terbaik IPS yang telah memberikan semangat, kritik,

saran, dan motivasi selama penulisan skripsi ini.

12. Kelompok KKN BRIGHT, yang telah menghabiskan waktu hidup satu bulan

bersama dengan canda dan tawa serta pelajaran hidup yang sangat berguna

bagi saya.

13. Terimakasih teman-teman Ekonomi Syariah angkatan 2012 atas empat tahun

kebersamaan dengan kalian yang penuh warna dan adik-adik Ekonomi

Syariah angkatan 2013 – 2015 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas

semangat, do’a, dan dukungannya.

14. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat

kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun masih sangat diperlukan

penulis. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua

pihak.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Jakarta, 22 Juni 2017

Anggardito Antokolaras

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................. ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ..................................... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................... vi

ABSTRAK .................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................. ix

DAFTAR ISI ................................................................................................ xi

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................... 1

B. Pembatasan Masalah .......................................................................... 14

C. Perumusan Masalah ........................................................................... 14

D. Tujuan Penelitian ................................................................................ 15

E. Manfaat Penelitian .............................................................................. 16

F. Sistematika Penulisan ......................................................................... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori .................................................................................. 19

1. Investasi .......................................................................................... 19

xii

2. Pasar Modal Syariah ....................................................................... 27

3. Saham ............................................................................................ 34

4. Indeks Saham .................................................................................. 42

5. Inflasi ............................................................................................ 40

6. Exchange Rate (ER) USD/IDR ........................................................ 57

7. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ....................................... 60

8. BI Rate …………………………………………………………….. 66

9. Harga Emas Dunia ......................................................................... 68

B. Keterkaitan Antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat .............. 70

C. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 75

D. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 79

E. Hipotesis ............................................................................................ 80

BAB III METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 83

B. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 83

C. Teknik Analisis Data .......................................................................... 84

D. Operasional Variabel Penelitian .......................................................... 95

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian .................................................... 99

B. Analisis dan Pembahasan .................................................................... 112

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................... 134

B. Saran ................................................................................................. 135

xiii

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 136

LAMPIRAN ................................................................................................. 139

xiv

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

1.1 Kapitalisasi Pasar Bursa Efek Indonesia 6

1.2 Perkembangan Kurs Periode Juli 2012 – Juli 2016 8

1.3 Perkembangan SBIS Periode Juli 2012 – Juli 2016 9

1.4 Perkembangan BI Rate Periode Juli 2012 – Juli 2016 10

1.5 Perkembangan Harga Emas Dunia Periode Juli 2012 – Juli 2016 11

2.1 Penelitian Terdahulu 75

3.1 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson 91

4.1 Perkembangan Kurs Periode Juli 2012 – Juli 2016 105

4.2 Perkembangan SBIS Periode Juli 2012 – Juli 2016 107

4.3 Perkembangan BI Rate Periode Juli 2012 – Juli 2016 109

4.4 Perkembangan Harga Emas Dunia Periode Juli 2012 – Juli 2016 111

4.5 Hasil Uji Normalitas Secara Statistik 117

4.6 Hasil Uji Multikolonieritas 118

4.7 Hasil Uji Durbin-Watson 121

4.8 Hasil Uji-F 122

4.9 Hasil Uji-t 123

4.10 Hasil Uji R-Square 131

4.11 Hasil Uji Regresi Linier Berganda 132

xv

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

1.1 Perkembangan Inflasi Periode Juli 2012 – Juli 2016 7

2.1 Kerangka Pemikiran 79

4.1 Perkembangan ISSI Periode Juli 2012 – Juli 2016 101

4.3 Hasil Uji Normalitas Secara Grafik Histogram 113

4.4 Hasil Uji Normalitas Secara Grafik P-p Plot 115

4.5 Hasil Uji Heterokedastisitas Secara Scatterplot 120

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1. Uji Asumsi Klasik 139

2. Hasil Uji Multikolonieritas 141

3. Hasil Uji Heterokedastisitas 142

4. Hasil Uji Autokorelasi 143

5. Uji Hipotesis 143

6. Hasil Uji Regresi Linier Berganda 144

7. Data Variabel Penelitian (Data Mentah) 145

8. Tabel Persentase Distribusi Funtuk α = 0,05 149

9. Tabel Persentase Distribusi t 150

10. Daftar Saham ISSI 151

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan 1997,

kinerja pasar modal mengalami penurunan tajam bahkan diantaranya

mengalami kerugian. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi Investor untuk

melakukan investasi di pasar modal khusunya saham, dan akan berdampak

terhadap harga pasar saham di bursa. Selain itu, krisis ekonomi juga

menyebabkan variabel-variabel ekonomi seperti suku bunga, inflasi, nilai

tukar, maupun pertumbuhan ekonomi mengalami perubahan yang cukup tajam.

Suku bunga meningkat sampai mencapai angka 68,76% pertahun pada tahun

1998, demikian juga inflasi mencapai angka 77 % pertahun (Statistik Ekonomi

Keuangan Indonesia, 1998 dalam Novianto : 2).

Pada pertengahan tahun 2007, Amerika Serikat dilanda krisis subprime

mortgage dan memuncak pada September 2008 yang ditandai dengan

pengumuman kebangkrutan beberapa lembaga keuangan. Awal mula masalah

tersebut terjadi pada periode 2000-2001, saat saham-saham perusahaan

dotcom4 di Amerika Serikat kolaps, sehingga perusahaan-perusahaan yang

menerbitkan saham tersebut tidak mampu membayar pinjaman ke bank. Untuk

mengatasi hal tersebut, The Fed (Bank Sentral AS) menurunkan suku bunga.

Suku bunga yang rendah dimanfaatkan oleh para perusahaan developer dan

perusahaan pembiayaan perumahan. Rumah-rumah yang dibangun oleh

2

developer dan dibiayai oleh perusahaan pembiayaan perumahan adalah rumah-

rumah murah, dijual kepada kalangan berpenghasilan rendah yang tidak

memiliki jaminan keuangan yang memadai. Dengan runtuhnya nilai saham

perusahaan-perusahaan tersebut, bank menghadapi gagal bayar dari para

debiturnya (developer dan perusahaan pembiayaan perumahan).

Menurut Crockett (1997), stabilitas keuangan erat kaitannya dengan

kesehatan suatu perekonomian. Semakin sehat sektor keuangan di suatu

negara, semakin sehat pula perekonomian, demikian pula sebaliknya. Dengan

demikian perkembangan sektor keuangan, termasuk di dalamnya pasar modal,

merupakan salah satu indikator yang perlu diperhatikan untuk menjaga

kesehatan atau kestabilan perekonomian. Pergerakan harga saham, obligasi,

dan sebagainya di pasar modal suatu negara disebabkan oleh persepsi investor

terhadap kondisi pasar modal tersebut. Persepsi ini pada akhirnya akan

mempengaruhi dana investasi yang masuk ke negara tersebut, sehingga

mempengaruhi keadaan perekonomian negara yang bersangkutan. Hal tersebut

bukan hanya terjadi di Amerika Serikat, namun juga melanda Eropa dan Asia,

termasuk Indonesia.

Nilai tukar Rupiah terhadap USD mulai merosot sejak pertengahan tahun

2008 dan terus terdepresiasi hingga mencapai level terendah pada awal tahun

2009 yaitu sebesar Rp. 11.900 per 1 USD. Perubahan nilai tukar yang terjadi,

baik apresiasi maupun depresiasi akan mempengaruhi kegiatan ekspor impor di

negara tersebut, karena USD masih merupakan mata uang yang mendominasi

pembayaran perdagangan global.

3

Kenaikan maupun penurunan ekspor dan impor akan mempengaruhi

penerimaan Negara yang diperoleh dari pajak perdagangan internasional.

Depresiasi rupiah pada pertengahan tahun 2008 menyebabkan peningkatan

ekspor yang mempengaruhi penerimaan bea keluar pada khususnya dan pajak

perdagangan internasional pada umumnya. Perubahan nilai ekspor dan impor

juga mempengaruhi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Indeks produksi

merupakan indikator perekonomian yang sering digunakan untuk

menggantikan PDB dikarenakan publikasi datanya yang dilakukan setiap bulan

(Nezky, 2013:90-91).

Kondisi tersebut mulai mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan-

perusahaan di Indonesia, dan tentunya akan mempengaruhi Investor untuk

berinvestasi di pasar modal, khususnya pada surat-surat berharga. Situasi ini

mengakibatkan kegiatan produksi dan investasi menjadi terbatasi karena dunia

perbankan menjadi enggan untuk menyalurkan kredit disebabkan tingginya

ketidakpastian. Pada saat yang sama, bank-bank yang sedang kesulitan

likuiditas, karena tidak mendapatkan pinjaman dari bank yang memiliki

kelebihan likuiditas, terpaksa menetapkan suku bunga tinggi untuk tabungan

dan deposito guna memenuhi kebutuhan akan dana operasional mereka,

walaupun BI sudah menurunkan tingkat suku bunga acuannya. Bagi sebagian

orang, suku bunga yang tinggi merupakan suatu peluang investasi yang

menjanjikan karena adanya kepastian pendapatan yang lebih besar. Akibatnya

bursa saham akan mengalami tekanan karena dana yang tersedia di masyarakat

lebih banyak terserap di tabungan dan deposito (Nurhakim, 2010:2).

4

Faktor tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ekonomi

syariah tumbuh berkembang begitu besar di Indonesia. Karena saat perbankan

konvensional merosot tajam, kondisi sebaliknya justru terjadi pada perbankan

syariah. Perbankan syariah justru dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih

baik dibandingkan dengan lembaga perbankan konvensional. Hal ini dapat

dipahami mengingat tingkat pengembalian pada bank syariah tidak mengacu

pada tingkat suku bunga tetapi berdasarkan prinsip bagi hasil. Kondisi ini

membuat kepercayaan dan harapan masyarakat yang tinggi terhadap perbankan

syariah sebagai alternatif sistem perbankan yang sehat dan juga memenuhi

prinsip-prinsip syariah.

Berdasarkan historis perbankan syariah tersebut, mulai menjamurlah

ekonomi berbasis sistem syariah yang hadir memberikan pilihan kepada

masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonominya atas dasar syariah. Banyak

lembaga keuangan yang dapat disalurkan untuk menyimpan,

menginvestasikan, dan memperoleh daya guna dari harta agar dapat

dimanfaatkan sehingga tidak terjadi penimbunan uang yang menyebabkan

mubazir yang dilarang oleh Islam. Lembaga keuangan tersebut seperti asuransi

syariah, pegadaian syariah, dan tidak terkecuali pasar modal syariah.

Pasar modal merupakan salah satu tonggak penting dalam perekonomian

dunia saat ini yang menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi

perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (Investor). Dana

yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha,

penambahan modal kerja, dan lain-lain. Banyak perusahaan yang

5

menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi

dalam memperkuat kondisi keuangannya (Burhanuddin, 2010:131). Kedua,

pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen

keuangan, seperti saham, obligasi, reksadana, dan lain-lain. Dengan demikian,

masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan

karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing konsumen. Pasar modal

didefinisikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum

dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang

diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek

(Martalena dan Malinda, 2011). Indonesia sebagai salah satu Negara muslim

terbesar di dunia merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan

industri keuangan syariah. Investasi syariah di pasar modal yang merupakan

bagian dari industri keuangan syariah, mempunyai peranan yang cukup penting

untuk meningkatkan pangsa pasar industri keuangan syariah di Indonesia.

Pasar modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menjadi perhatian

banyak pihak khususnya masyarakat bisnis. Perkembangan pasar modal di

Indonesia telah menjadi salah satu alternatif dan sarana investasi yang menarik

bagi para pelaku pasar modal. Salah satu contoh berinvestasi ialah dengan

menanamkan modalnya pada pasar modal syariah. Jakarta Islamic Index (JII)

adalah salah satu alat ukur kinerja pasar modal syariah yang terdiri dari 30

saham syariah yang likuid berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Perkembangan

pasar modal syariah di Indonesia semakin semarak dengan lahirnya Indeks

Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang diterbitkan oleh Bapepam-LK dan

6

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) pada tanggal

12 Mei 2011.

Indeks Saham Syariah Indonesia merupakan salah satu indeks saham

berbasis syariah di Bursa Efek Indonesia. Konstituen ISSI adalah seluruh

saham yang tergabung dalam Daftar Efek Syariah (DES) dan tercatat di BEI.

Alasan yang melatarbelakangi dibentuknya ISSI adalah untuk memisahkan

antara saham syariah dengan saham non syariah yang dahulunya disatukan

didalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Cara ini diharapkan agar

masyarakat yang ingin menginvestasikan modalnya pada saham syariah tidak

lagi salah tempat.

Tabel 1.1

Kapitalisasi Pasar Bursa Efek Indonesia

Tahun ISSI

(Miliar Rp.)

JII

(Miliar Rp.)

2011 1.968.091,37 1.414.983,81

2012 2.451.334,37 1.671.004,23

2013 2.557.846,77 1.672.099,91

2014 2.946.892,79 1.944.531,70

2015 2.600.850,72 1.737.290,98

2016 3.175.053,04 2.041.070,80

Sumber : www.ojk.go.id, data diolah

Pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa dari mulai dibentuknya ISSI pada Mei

2011 tercatat sebesar 1.968.091,37 hingga tahun 2016 mencapai 3.175.053,04

7

yang melebihi cukup tinggi dibandingkan dengan indeks JII. Setiap tahunnya

ISSI memberikan kontribusi yang cukup besar dibandingkan dengan JII. Trend

naik yang dialami ISSI ini menandakan adanya faktor-faktor sensitif yang

dapat mempengaruhi fluktuasi pergerakannya.

Berikut ini adalah data persentase tingkat inflasi yang dialami

Indonesia pada tahun 2016:

Gambar 1.1

Perkembangan Inflasi Periode Juli 2012 – Juli 2016

Sumber : Bank Indonesia, data diolah

Pada Gambar 1.1 diatas menunjukkan bahwa perkembangan inflasi

mengalami fluktuatif setiap tahunnya. Tingkat inflasi tertinggi terjadi pada

bulan Juli tahun 2013 sebesar 8,61 %, kemudian mengalami penurunan yang

tajam pada bulan Juli tahun 2014 sebesar 4,53 %. Pada akhir tahun 2014 inflasi

kembali mengalami kenaikan sampai dengan pertengahan tahun 2015 sebesar

8

7,26 %, kemudian mengalami penurunan yang tajam pada pertengahan tahun

2016 sebesar 3,21 %. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif

tergantung parah atau tidaknya inflasi tersebut. Apabila inflasi ringan, justru

mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian

lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang

bergairah untuk bekerja, menabung, dan mengadakan investasi. Sebaliknya,

dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali,

keadaan perekonomian menjadi kacau. Tak hanya orang miskin, orang kaya

pun akan terkena dampak dari inflasi. Nilai uang yang mereka miliki akan

sama-sama tergerus. Tapi, tentu saja daya tahan masing-masing orang untuk

bisa memikul dampak inflasi berbeda-beda. Orang miskin merasakan dampak

yang paling pahit.

Tabel 1.2

Perkembangan Kurs Periode Juli 2012 – Juli 2016

Rupiah

Bulan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Januari

9.698 12.226 12.625 13.846

Februari

9.667 11.634 12.863 13.395

Maret

9.719 11.404 13.084 13.276

April

9.722 11.532 12.937 13.204

Mei

9.802 11.611 13.211 13.615

Juni

9.929 11.969 13.332 13.180

Juli 9.485 10.278 11.591 13.481 13.094

Agustus 9.560 10.924 11.717 14.027

September 9.588 11.613 12.212 14.657

Oktober 9.615 11.234 12.082 13.639

November 9.605 11.977 12.196 13.840

Desember 9.670 12.189 12.440 13.795

Sumber : www.pusatdata.kontan.co.id, data diolah

9

Pada Tabel 1.2 diatas menunjukkan bahwa nilai kurs tertinggi pada tahun

2012 terjadi pada bulan Desember sebesar 9.670 Rupiah dan terendah pada

bulan Juli sebesar 9,485 Rupiah. Pada tahun 2013 kurs tertinggi terjadi pada

bulan Desember sebesar 12.189 Rupiah dan terendah pada bulan Februari

sebesar 9.667 Rupiah. Pada tahun 2014 kurs tertinggi terjadi pada bulan

Desember sebesar 12.440 Rupiah dan terendah pada bulan Maret sebesar

11.404 Rupiah. Pada tahun 2015 kurs tertinggi terjadi pada bulan September

sebesar 14.657 Rupiah dan terendah pada bulan Januari sebesar 12.626 Rupiah.

Pada tahun 2016 kurs tertinggi pada bulan Januari sebesar 13.846 Rupiah dan

terendah pada bulan Juli 13.094 Rupiah. Sedangkan selama periode penelitian

ini kurs tertinggi terjadi pada bulan September 2015 sebesar 14.657 Rupiah dan

terendah pada bulan Juli 2012 sebesar 9.485 Rupiah.

Tabel 1.3

Perkembangan SBIS Periode Juli 2012 – Juli 2016

Triliun

Bulan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Januari

4.709 5.253 8.050 6.275

Februari

5.103 5.331 9.040 7.188

Maret

5.611 5.843 8.810 6.994

April

5.343 6.234 9.130 7.683

Mei

5.423 6.680 8.858 7.225

Juni

5.443 6.782 8.858 7.470

Juli 3.036 4.640 5.880 8.163 8.130

Agustus 2.918 4.299 6.514 8.585

September 3.412 4.523 6.450 7.720

Oktober 3.321 5.213 6.680 7.192

November 3.242 5.107 6.530 6.495

Desember 4.993 6.699 8.130 6.280

Sumber : www.ojk.go.id, data diolah

10

Pada tabel 1.3 menunjukkan bahwa nilai SBIS tertinggi pada tahun 2012

terjadi pada bulan Desember sebesar 4.993 dan terendah terjadi pada bulan

Agustus sebesar 2.918. Pada tahun 2013 nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan

Desember sebesar 6.699 dan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar

4.299. Pada tahun 2014 nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan Desember

sebesar 8.130 dan terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 5.253. Pada

tahun 2015 nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 9.130 dan

terendah terjadi pada bulan Desember sebesar 6.280. Pada tahun 2016 nilai

SBIS tertinggi terjadi pada bulan Juli sebesar 8.130 dan terendah terjadi pada

bulan Januari sebesar 6.275. Sedangkan selama periode penelitian, nilai SBIS

tertinggi terjadi pada bulan April tahun 2015 sebesar 9.130 dan nilai terendah

terjadi pada bulan Agustus tahun 2012 sebesar 2.918.

Tabel 1.4

Perkembangan BI Rate Periode Juli 2012 – Juli 2016

Persen%

Bulan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Januari

5,75 7,5 7,75 7,25

Februari

5,75 7,5 7,5 7

Maret

5,75 7,5 7,5 6,75

April

5,75 7,5 7,5 6,75

Mei

5,75 7,5 7,5 6,75

Juni

6 7,5 7,5 6,5

Juli 5,75 6,5 7,5 7,5 6,5

Agustus 5,75 7 7,5 7,5

September 5,75 7,25 7,5 7,5

Oktober 5,75 7,25 7,5 7,5

November 5,75 7,5 7,75 7,5

Desember 5,75 7,5 7,75 7,5

Sumber : www.bi.go.id, data diolah

11

Berdasarkan Tabel 1.4 diatas menunjukkan bahwa suku bunga tertinggi

terjadi pada bulan November dan Desember tahun 2014 sebesar 7,75 % dan

suku bunga terendah terjadi pada bulan Juli 2012 sampai bulan Mei 2013

sebesar 5,75 %.

Tabel 1.5

Perkembangan Harga Emas Dunia Periode Juli 2012 – Juli 2016

Triliun

Bulan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Januari

1644.75 1251.00 1260.25 1111.80

Februari

1588.50 1326.50 1214.00 1234.90

Maret

1598.25 1291.75 1187.00 1237.00

April

1469.00 1288.50 1180.25 1285.65

Mei

1394.50 1250.50 1191.40 1212.10

Juni

1192.00 1315.00 1171.00 1320.75

Juli 1622.50 1314.50 1285.25 1098.40 1342.00

Agustus 1648.50 1394.75 1285.75 1135.00

September 1776.00 1326.50 1216.50 1114.00

Oktober 1719.00 1324.00 1164.25 1142.35

November 1726.00 1253.00 1182.75 1061.90

Desember 1657.50 1204.50 1206.00 1060.00

Sumber : www.kitco.com, data diolah

Pada Tabel 1.5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi Harga Emas Dunia

pada tahun 2012 terjadi pada bulan September sebesar 1776.00 dan nilai

terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 1622.50. Pada tahun 2013 nilai

tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Januari sebesar 1644.75 dan

nilai terendah terjadi pada bulan Juni sebesar 1192.00. Pada tahun 2014 nilai

tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Februari sebesar 1326.50 dan

nilai terendah terjadi pada bulan Oktober sebesar 1164.25. Pada tahun 2015

nilai tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Januari sebesar 1260.25

12

dan nilai terendah terjadi pada bulan Desember sebesar 1060.00. Pada tahun

2016 nilai tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Juli sebesar 1342.00

dan nilai terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 1111.80. Sedangkan

selama periode penelitian, nilai tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan

September tahun 2012 sebesar 1776.00 dan nilai terendah terjadi pada bulan

Desember tahun 2015 sebesar 1060.00.

Melalui Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) menjelaskan pasar modal

sebagai lembaga syariah memberikan kesempatan para Investor untuk

menanamkan dananya pada perusahaan yang sesuai prinsip syariah. ISSI

merupakan Indeks Saham Syariah yang terdiri dari seluruh saham yang tercatat

dalam Bursa Efek Indonesia dan yang tergabung pada Daftar Efek Syariah

(DES). Meskipun baru dibentuk pada Mei 2011 tetapi perkembangan Indeks

Saham Syariah Indonesia (ISSI) mengalami kenaikan yang cukup bagus pada

setiap periode (Nasir, dkk, 2016:53).

Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) merupakan salah satu indeks pasar

modal berbasis syariah di BEI yang diterbitkan oleh Bapepam-LK sebagai

regulator yang berwenang dan bekerjasama dengan DSN-MUI. Konstituen

ISSI adalah seluruh saham yang tergabung dalam DES dan tercatat di BEI.

Secara historis, walaupun indeks ini tergolong masih baru namun pergerakan

ISSI pada bulan Juli 2012 sampai Juli 2016 bergerak fluktuatif dan trend naik.

Hal ini menandakan ada faktor-faktor yang secara sensitif mempengaruhi

fluktuasi pergerakan ISSI.

13

Meskipun ISSI ini baru saja dibentuk namun perkembangannya

menunjukkan trend yang sangat positif. Pertumbuhan ISSI yang selalu terjadi

setiap periodenya ini tidak terlepas karena pertumbuhan pangsa pasar syariah

yang telah tumbuh dan berkembang di Indonesia beberapa tahun belakangan

ini. Pertumbuhan pangsa pasar syariah yang berawal dari sektor perbankan

yang kemudian merambah ke asuransi dan kini eranya telah masuk pada pasar

modal. Inilah yang dijadikan kesempatan oleh beberapa perusahaan atau

emiten untuk mengeluarkan indeks syariah agar dapat menarik minat para

masyarakat penanam modal yang ingin berinvestasi pada indeks syariah.

Dilihat dari pergerakan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang

mengalami perkembangan signifikan tentu hal tersebut dipengaruhi berbagai

faktor. Menurut Syahrir (1995) terdapat faktor-faktor penting yang mampu

mempengaruhi perkembangan indeks syariah yaitu oleh beberapa variabel

makro ekonomi dan moneter seperti Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Inflasi,

Jumlah Uang Beredar (JUB), Nilai Tukar, dan lain-lain. Sedangkan faktor

internal yang mampumempengaruhi adalah seperti kondisi ekonomi nasional,

keamanan, kondisi politik, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Dalam

penelitian ini variabel makro ekonomi yang digunakan yaitu Inflasi, Exchange

Rate (ER) USD/IDR, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Harga

Emas Dunia. Beberapa variabel tersebut diperkirakan mampu mempengaruhi

fluktuasi pergerakan indeks saham syariah (Suciningtias dan Khoiroh,

2015:399).

14

Dari fenomena latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Variabel

Makroekonomi Domestik dan Makroekonomi Global Terhadap Indeks

Saham Syariah Indonesia (ISSI) Periode 2012 – 2016”.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang

sesuai dengan tujuan yang ditetapkan agar masalah yang akan diteliti tidak

terlalu meluas. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas yang digunakan adalah Inflasi, Exchange Rate,

Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), BI Rate, dan Harga Emas

Dunia.

2. Variabel terikat yang digunakan adalah adalah Indeks Saham Syariah

Indonesia (ISSI).

3. Periode penelitian dari Juli 2012 sampai dengan Juli 2016.

4. Objek penelitian adalah Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh secara parsial antara variabel Inflasi terhadap

Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016?

2. Bagaimana pengaruh secara parsial antara variabel Exchange Rate

terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016?

15

3. Bagaimana pengaruh secara parsial antara variabel Sertifikat Bank

Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia

(ISSI) periode 2012 – 2016?

4. Bagaimana pengaruh secara parsial antara variabel BI Rate terhadap

Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)?

5. Bagaimana pengaruh secara parsial antara variabel Harga Emas Dunia

terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016?

6. Bagaimana pengaruh secara simultan antara variabel Inflasi, Exchange

Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Harga Emas Dunia

terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial antara variabel Inflasi

terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016.

2. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial antara variabel Exchange

Rate terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 –

2016.

3. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial antara variabel Sertifikat

Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Indeks Saham Syariah

Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016.

4. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial antara variable BI Rate

terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016.

16

5. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial antara variabel Harga

Emas Dunia terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode

2012 – 2016.

6. Untuk menganalisis pengaruh secara simultan antara variabel Inflasi,

Exchange Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), BI Rate, dan

Harga Emas Dunia terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)

periode 2012 – 2016.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Penulis

Penelitian ini memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi

penulis tentang Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Domestik

dan Makroekonomi Global terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia

(ISSI) Periode 2012 – 2016 dan sebagai syarat kelulusan tugas akhir

penulis, serta media penulisan dalam mengaplikasikan ilmu yang

diperoleh dan dipelajari selama perkuliahan.

2. Bagi Investor

Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk pengambilan

keputusan investasi syariah bagi Investor yang ingin menginvestasikan

dananya di pasar modal, terutama saham syariah.

3. Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi

peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang saham syariah,

17

sekaligus sebagai sumber motivasi dan inspirasi untuk mengembangkan

aspek analisis.

4. Bagi Pemerintah

Dapat dijadikan bahan pertimbangan dan referensi dalam

menentukan kebijakan yang tepat untuk mengembangkan saham

syariah yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini untuk mengetahui gambaran secara singkat,

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan masalah-masalah yang akan diteliti,

yakni mengenai latar belakang yang akan diteliti, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

review studi terdahulu dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan tentang pasar modal syariah, Indeks Saham Syariah

Indonesia (ISSI), Inflasi, Exchange Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah

(SBIS), BI Rate, dan Harga Emas Dunia. Serta review studi terdahulu yang

dapat menghindarkan dari tuduhan penjiplakan dan duplikasi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini dikemukakan data penelitian dan metode yang digunakan

untuk melakukan penelitian.

18

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini dikemukakan tentang analisis data dan pembahasan, yang

menjelaskan analisis bagaimana Inflasi, Exchange Rate, Sertifikat Bank

Indonesia Syariah (SBIS), BI Rate, dan Harga Emas Dunia terhadap Indeks

Saham Syariah Indonesia (ISSI), kemudian dilanjutkan dengan pembahasan

hasil penelitian.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini dikemukakan tentang kesimpulan dari hasil penelitian

sekaligus menjawab dari masalah yang telah dirumuskan. Selain itu juga berisi

saran-saran yang ditujukan untuk berbagai pihak dan rekomendasi yang

muncul berkaitan dengan pembahasan skripsi untuk penelitian selanjutnya.

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Investasi

a. Teori Investasi

Ada banyak pengertian tentang investasi. Investasi pada

hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan

harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa mendatang (Halim,

2005). Menurut Fahmi dan Hadi (2011), investasi dapat didefinisikan

sebagai bentuk pengelolaan dana guna memberikan keuntungan dengan

cara menempatkan dana tersebut pada alokasi yang diperkirakan akan

memberikan tambahan keuntungan atau coumpouding. Investasi

dibedakan menjadi real investment dan financial investment. Real

investment adalah investasi pada sektor riil yang melibatkan asset

berwujud seperti tanah, mesin, atau pabrik. Sedangkan financial

investment adalah investasi yang melibatkan kontrak tertulis seperti

saham dan obligasi.

Investasi dalam Islam tidak hanya berorientasi pada keuntungan

semata, namun juga merupakan kegiatan yang bernuansa spiritual dan

dilakukan dengan norma-norma syariah dan juga merupakan hakikat dari

sebuah ilmu yang bersifat amaliyah. Oleh karena itu, investasi sangat

dianjurkan bagi setiap muslim (Nawawi, 2012). Hal ini juga dijelaskan

20

dalam firman Allah SWT dalam (Q.S. 59 : 18) bahwa manusia harus

memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Allah SWT

dan Rasul-Nya memberikan petunjuk dan rambu-rambu pokok yang

seyogyanya diikuti oleh setiap muslim yang beriman. Diantara rambu-

rambu tersebut adalah terhindar dari unsur riba, gharar, judi, haram, dan

syubhat.

Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012), menyatakan bahwa

selain kondisi industri perusahaan analisis fundamental juga

menggunakan berbagai indikator makro ekonomi untuk menilai saham.

Perubahan-perubahan seperti inflasi, suku bunga, dan kurs dapat

berpotensi untuk meningkatkan atau menurunkan harga saham

perusahaan-perusahaan yang sahamnya aktif diperdagangkan di bursa.

Perubahan nilai ketiga indikator makro ekonomi ini merupakan risiko

yang dihadapi oleh perusahaan pada seluruh sektor.

Pemikiran ahli ekonomi klasik dengan golongan Keynesian

mengenai investasi (Sukirno, 2010):

1. Pandangan Ahli Ekonomi Klasik

Keyakinan ahli-ahli ekonomi klasik bahwa penawaran akan

selalu menciptakan permintaan dapat dengan jelas dilihat dari

pandangan Jean Baptiste Say (1762 – 1832), seorang ahli

ekonomi Klasik bangsa Perancis. Ia mengatakan “penawaran

menciptakan permintaannya sendiri” atau “supply creates its own

demand”. Ini didasarkan pada dua landasan, yaitu fleksibilitas

21

harga upah dan teori suku bunganya. Teori bunga yang

mendasarkan pada antaraksi tabungan dan investasi yang disebut

dengan teori leonable fund, menyatakan bahwa “penurunan

permintaan agregatif sektor konsumsi rumah tangga akibat

tabungan tetap diimbangi pengeluaran konsumsi pada barang-

barang modal oleh sektor bisnis yang dibiayai oleh tabungan

rumah tangga. Teori klasik menekankan bahwa investasi hanya

dipengaruhi dan ditentukan oleh tingkat suku bunga. Menurut

ahli-ahli ekonomi klasik, dalam perekonomian suku bunga selalu

mengalami perubahan, dan perubahan itu akan menyebabkan

seluruh tabungan yang diciptakan sektor rumah tangga pada

waktu perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja

penuh akan selalu sama besarnya dengan jumlah investasi yang

dilakukan oleh para pengusaha.

2. Pandangan Keynesian

Teori Keynesian menolak anggapan ekonomi klasik bahwa

rencana investasi dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Keynes

tidak yakin bahwa jumlah investasi yang dilakukan para

pengusaha sepenuhnya ditentukan oleh suku bunga. Keynes tetap

mengakui bahwa suku bunga memegang peranan yang cukup

menentukan didalam pertimbangan para pengusaha melakukan

investasi. Tetapi disamping faktor itu terdapat beberapa faktor

penting lainnya, seperti keadaan ekonomi masa kini, ramalan

22

perkembangannya di masa depan, dan luasnya perkembangan

teknologi yang berlaku. Apabila tingkat kegiatan ekonomi pada

masa kini adalah menggalakkan dan di masa depan diramalkan

perekonomian akan tumbuh dengan cepat, maka walaupun suku

bunga adalah tinggi, para pengusaha akan melakukan banyak

investasi. Sebaliknya, walaupun suku bunga rendah, investasi

tidak akan banyak dilakukan apabila barang-barang modal yang

terdapat dalam perekonomian digunakan pada tingkat yang jauh

lebih rendah dari kemampuannya yang maksimal.

b. Teori Investasi Syariah

Investasi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang

bertujuan untuk mengembangkan harta (Rodoni, 2009). Selain dari pada itu,

tujuan investasi merupakan suatu komitmen atas sejumlah dana atau sumber

daya lainnya yang dilakukan pada saat sekarang ini, dengan tujuan untuk

memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang. Menurut

Halim (2005), pada hakikatnya investasi merupakan penempatan sejumlah

dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa

mendatang.

Sedangkan menurut Huda dan Mustafa (2008), investasi merupakan

salah satu ajaran dari konsep Islam yang memenuhi proses tadrij dan

trichotomy pengetahuan tersebut. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa

konsep investasi selain sebagai pengetahuan juga bernuansa spiritual karena

menggunakan norma syariah, sekaligus merupakan hakikat dari sebuah ilmu

23

dan amal, oleh karenanya investasi sangat dianjurkan bagi setiap muslim.

Hal tersebut dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18 sebagai

berikut:

إن للا ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا للا يا أيها الذين آمنوا اتقوا للا

خبير بما تعملون

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari

esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Lafal مت لغد ولتنظر نفس ما قد ditafsirkan dengan : “Hitung dan

introspeksi diri kalian sebelum diintrospeksi, dan lihatlah apa yang telah

kalian simpan (invest) untuk diri kalian dari amal saleh (after here

investment) sebagai bekal kalian menuju hari perhitungan amal pada hari

kiamat untuk keselamatan diri di depan Allah SWT”.

Harta merupakan hak milik Allah, sementara Allah telah menyerahkan

kekuasaan atas harta tersebut kepada manusia, melalui izin dari-Nya, maka

perolehan seorang atas harta tersebut sama dengan kegiatan yang dilakukan

oleh seseorang untuk memanfaatkan serta mengembangkan harta, yang

antara lain yang menjadi miliknya. Sebab ketika seseorang memiliki harta

dan mendiamkan harta secara tidak produktif (idle) dan menumpuk

kekayaan adalah perbuatan yang sangat tidak dibenarkan (Rodoni, 2009).

24

Kewajiban melakukan upaya kerja produktif dan pengembangan harta

kekayaan melalui investasi sangat ditekankan oleh Nabi Muhammad SAW.

Ahmad Al-Haritsi (2006) dalam bukunya Fiqih Ekonomi Umar bin Al-

Khattab dalam Rodoni (2009), menulis bahwa Khalifah Umar pernah

menyuruh kaum muslimin untuk menggunakan modal mereka secara

produktif dengan mengatakan : “Siapa saja yang memiliki uang, hendaklah

ia menginvestasikannya dan siapa saja yang memiliki tanah hendaklah ia

menanaminya”.

Menurut Pontjowindo (2003) dalam Huda dan Mustafa (2008), ada

beberapa prinsip dasar transaksi menurut syariah dalam investasi keuangan

yang ditawarkan, yaitu:

a. Transaksi dilakukan atas harta yang memberikan nilai manfaat dan

menghindari setiap transaksi yang zalim. Setiap transaksi yang

memberikan manfaat akan dilakukan bagi hasil.

b. Uang sebagai alat pertukaran bukan komoditas perdagangan dimana

fungsinya adalah sebagai alat pertukaran nilai yang menggambarkan

daya beli suatu barang atau harta. Sedangkan manfaat atau

keuntungan yang ditimbulkannya berdasarkan atas pemakaian

barang atau harta yang dibeli dengan uang tersebut.

c. Setiap transaksi harus transparan, tidak menimbulkan kerugian atau

unsur penipuan disalah satu pihak baik secara sengaja maupun tidak

sengaja.

25

d. Risiko yang mungkin timbul harus dikelola sehingga tidak

menimbulkan risiko yang besar atau melebihi kemampuan

menanggung risiko.

e. Dalam Islam setiap transaksi yang mengharapkan hasil harus

bersedia menanggung risiko.

f. Manajemen yang diterapkan adalah manajemen Islami yang tidak

mengandung unsur spekulatif dan menghormati Hak Asasi Manusia

serta menjaga lestarinya lingkungan hidup.

Menurut investasi syariah, ada hal lain yang turut berperan dalam

investasi. Investasi syariah tidak hanya berorientasi pada persoalan duniawi

sebagaimana yang dikemukakan para ekonom sekuler. Ada unsur lain yang

sangat menentukan berhasil tidaknya suatu investasi di masa depan, yaitu

ketentuan dan kehendak Allah. Islam memadukan antara dimensi dunia dan

akhirat. Setelah kehidupan dunia yang fana, ada kehidupan akhirat yang

abadi. Setiap muslim harus berupaya meraih kebahagiaan di dunia dan

akhirat. Kehidupan dunia hanyalah sarana dan masa yang harus dilewati

untuk mencapai kehidupan yang kekal di akhirat.

Return investasi dalam islam sesuai dengan besarnya sumber daya yang

dikorbankan. Hasil yang akan didapatkan manusia di dunia bisa berlipat

ganda. Itulah nilai yang membedakan investasi Islam dari konvensional.

Investasi yang Islami adalah pengorbanan sumber daya pada masa sekarang

untuk mendapatkan hasil yang pasti, dengan harapan memperoleh hasil

yang lebih besar di masa yang akan datang, baik langsung maupun tidak

26

langsung seraya tetap berpijak pada prinsip-prinsip syariah secara

menyeluruh (kaffah). Selain itu, semua bentuk investasi dilakukan dalam

rangka ibadah kepada Allah untuk mencapai kebahagiaan lahir batin di

dunia dan akhirat baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan

datang.

Menurut Suprayatno (2005), menyebutkan bahwa investasi di Negara

penganut ekonomi Islam dipengaruhi oleh 3 faktor sebagai berikut:

1. Terdapat sanksi untuk pemegang aset kurang atau tidak produktif

(hoarding idle assets).

2. Dilarang melakukan berbagai macam bentuk spekulasi dan segala

macam judi (maysir).

3. Tingkat bunga untuk berbagai macam pinjaman adalah nol (0)

dan sebagai gantinya dipakai sistem bagi hasil.

Dari ketiga kriteria diatas, menunjukkan bahwa dalam ekonomi Islam

tingkat bunga tidak memberikan pengaruh apakah investasi dilakukan atau

tidak. Oleh karena itu, opportunity cost yang digunakan untuk tujuan

investasi adalah tingkat zakat yang dibayarkan atas dana tersebut. Dengan

kata lain, ketika tabungan yang disalurkan tidak disalurkan ke investasi

nyata, maka seseorang akan terbebani zakat (seperti yang telah ditentukan).

27

2. Pasar Modal Syariah

a. Pengertian Pasar Modal Syariah

Secara umum dalam keuangan dikenal dua jenis pasar keuangan

yaitu pasar modal (capital market) dan pasar uang (money market).

Menurut Manan (2009), pasar modal adalah sarana yang

mempertemukan antara pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus

fund) dengan pihak yang kekurangan dana (defisit fund), dimana dana

yang diperdagangkan merupakan dana jangka panjang. Definisi pasar

modal sesuai dengan Undang Undang Pasar Modal (UUPM) Nomor 8

Tahun 1995, “Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan

penawaran umum dan perdagangan efek, perusahan publik yang

berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi

yang berkaitan dengan efek-efek”.

Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah

dapat diartikan sebagai kegiatan penawaran umum dan perdagangan efek

syariah yaitu efek sebagaimana dimaksud dalam UUPM adalah surat

berharga yang akad, pengelolaan perusahaannya, maupun cara

penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah. Karakteristik khusus

yang membedakan pasar modal syariah dengan pasar modal

konvensional yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak

bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah yang bersumber pada Al-

Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW sebagaimana telah diatur

dalam Fatwa DSN-MUI No.40/DSN-MUI/X/2003 dan No.80/DSN-

28

MUI/III/2011. Adapun efek syariah yang ditransaksikan mencakup

saham syariah, obligasi syariah, reksa dana syariah, Kontrak Investasi

Kolektif Efek Beragun Aset (KIKEBA) syariah, dan surat berharga

lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Menurut Karim

dalam Aziz (2008), transaksi di pasar modal cenderung kepada teori

pertukaran dalam sistem ekonomi Islam. Teori pertukaran dalam

ekonomi Islam terdiri atas dua pilar, yaitu objek pertukaran dan waktu

pertukaran. Pertukaran bila dilihat dari sisi objeknya dapat dibagi

menjadi tiga jenis yaitu pertukaran real asset ('ayn) dan dengan real asset

('ayn), pertukaran real asset ('ayn) dengan financial asset (dayn), dan

pertukaran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn). Bentuk

transaksi di pasar modal merupakan pertukaran antara real asset ('ayn)

dalam bentuk sekuritas dan dengan real asset ('ayn) dalam bentuk uang.

b. Instrumen Pasar Modal

Dalam melakukan transaksi di pasar biasanya ada barang atau jasa

yang diperjualbelikan. Begitu pula dalam pasar modal, barang yang

diperjualbelikan dikenal dengan istilah instrumen pasar modal (Kasmir,

2008:208). Adapun masing-masing jenis instrumen pasar modal dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Saham (Stocks)

Merupakan surat berharga yang bersifat kepemilikan.

Artinya, si pemilik saham merupakan pemilik perusahaan.

Semakin besar saham yang dimilikinya, maka semakin besar pula

29

kekuasaannya di perusahaan tersebut. Keuntungan yang diperoleh

dari saham dikenal dengan nama deviden. Pembagian deviden

ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

2. Obligasi (Bonds)

Surat berharga obligasi merupakan instrumen utang bagi

perusahaan yang hendak memperoleh modal. Keuntungan dari

membeli obligasi diwujudkan dalam bentuk kupon. Berbeda

dengan saham, maka obligasi tidak mempunyai hak terhadap

manajemen dan kekayaan perusahaan. Artinya, perusahaan yang

mengeluarkan obligasi hanya mengakui mempunyai utang kepada

si pemegang obligasi sebesar obligasi yang dimilikinya. Oleh

karena itu, dalam struktur modal perusahaan yang terlihat dalam

neraca, obligasi dimasukkan dalam modal asing atau utang jangka

panjang. Utang ini akan dilunasi apabila telah sampai waktunya.

c. Para Pemain di Pasar Modal

Penjual dan pembeli di pasar modal disebut sebagai para pemain

dalam transaksi di pasar modal. Para pemain terdiri dari para pemain

utama dan lembaga penunjang yang bertugas melayani kebutuhan dan

kelancara pemain utama. Adapun para pemain utama yang terlibat di

pasar modal dan lembaga penunjang yang terlibat langsung dalam proses

transaksi antara pemain utama sebagai berikut (Kasmir, 2008:213):

30

1. Emiten

Perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat

berharga atau melakukan emisi di bursa disebut emiten. Emiten

melakukan emisi dapat memilih dua macam instrumen pasar

modal apakah bersifat kepemilikan atau utang. Jika bersifat

kepemilikan, maka diterbitkanlah saham dan jika bersifat

instrumen utang, maka yang dipilih adalah obligasi.

2. Investor

Pemain kedua adalah pemodal yang akan membeli atau

menanamkan modalnya di perusahaan yang melakukan emisi,

pemodal ini disebut juga Investor. Tujuan utama para Investor

dalam pasar modal ada tiga, yang diantaranya adalah untuk

memperoleh deviden atau keuntungan berupa bunga yang dibayar

oleh emiten dalam bentuk deviden, menguasai perusahaan

(kepemilikan perusahaan) karena semakin banyak saham yang

dimiliki maka akan semakin besar pula pengusahaan perusahaan,

dan yang terakhir yaitu untuk tujuan berdagang atau menjual

kembali pada saat harga yang tinggi.

3. Lembaga Penunjang

Disamping pemain utama di pasar modal, maka pemain

lainnya yang turut memperlancar proses transaksi perdagangan

efek adalah adanya lembaga penunjang. Fungsi lembaga

penunjang ini antara lain turut serta mendukung beroperasinya

31

pasar modal, sehingga mempermudah baik emiten maupun

investor dalam melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan

dengan pasar modal.

Peran lembaga penunjang yang memegang peranan penting

didalam mekanisme pasar modal adalah sebagai penjamin emisi

(underwriter), perantara perdagangan efek (broker/pialang),

perdagangan efek (dealer), penanggung (guarantor), wali amanat

(trustee), perusahaan surat berharga (securities company),

perusahaan pengelola dana (investment company), dan sebagai

kantor administrasi efek.

d. Analisis Teknikal dan Fundamental pada Pasar Modal Syariah

Dalam melakukan transaksi mata uang tidak terlepas dari

kepiawaian pelaku pasar untuk menganalisis pergerakan indeks saham.

Analisis ini penting dilakukan untuk menentukan arah pergerakan dari

indeks saham tersebut. Ada dua metode analisis, yaitu analisis teknikal

dan analisis fundamental. Analisis teknikal hanya mengandalkan tren

harga kedepan berdasarkan perkembangan harga masa lalu. Sedangkan

analisis fundamental adalah analisis terhadap fundamental suatu negara

pemilik indeks saham, untuk ISSI misalnya, akan dianalisis kondisi

ekonomi, sosial, dan politik Indonesia. Secara umum analisis

fundamental merupakan satu proses memerlukan waktu yang lama

dengan menyelidiki keadaan ekonomi, politik, sosial, industri, dan

laporan keuangan perusahaan.

32

Pada dasarnya analisis fundamental adalah analisis yang dilakukan

terhadap perusahaan itu sendiri yang berhubungan dengan prospek

pertumbuhan dan kemampuan memperoleh keuntungan yang meliputi

tiga tahap analisis (Rodoni, 2005:62):

1. Ekonomi Makro

Analisis ini bertujuan untuk melihat faktor yang

menguntungkan dalam ekonomi makro dalam kaitannya dengan

kegiatan perusahaan itu sendiri. Misalnya, apakah berita yang up

to date tentang kebijakan moneter, surplus atau defisit, anggaran

atau cadangan devisa, tax holiday, political news, dan lain-lain

yang mempengaruhi.

2. Industri

Analisis ini lebih spesifik dan bertujuan untuk melihat

kaitan industri dengan perusahaan, seperti perkembangan

perusahaan pesaing, standar industri, dan pertumbuhan pasar.

3. Perusahaan

Analisis yang bertujuan untuk melihat situasi perusahaan

yang meliputi berbagai aspek perusahaan, seperti keadaan

keuangan perusahaan, situasi pemasaran, produksi, dan

manajemen.

Didalam analisis fundamental terdapat dua pendekatan yang biasa

dilakukan, yaitu (Rodoni, 2005:62):

33

a. Pendekatan Top Down

Pendekatan yang dimulai dari tingkatan makro ekonomi

kemudian kepada situasi dan pertumbuhan industri, dan terakhir

adalah situasi dan pertumbuhan perusahaan itu sendiri. Pada tahap

analisis ekonomi dan pasar modal, Investor melakukan analisis

terhadap berbagai alternatif keputusan tentang alokasi investasi

yang akan dilakukan (saham, obligasi, produk derivatif, dan

lainnya). Tahap kedua, yaitu analisis industri meliputi analisis

berdasarkan hasil analisis ekonomi dan pasar untuk menentukan

jenis-jenis industri mana saja yang akan dipilih (tentu saja yang

memiliki prospek baik dan menguntungkan). Tahap ketiga, yang

didasari tahap sebelumnya bertujuan untuk menentukan

perusahaan-perusahaan mana saja yang menguntungkan sehingga

layak dijadikan pilihan investasi.

b. Pendekatan Bottom Up

Pendekatan yang dimulai dari tingkatan mikro (perusahaan)

yang kemudian berkembang kepada analisis industri dan terakhir

adalah analisis makro ekonomi.

Analisis fundamental berhubungan dengan estimasi penentu dasar

nilai sekuritas, seperti penjualan masa depan, pengeluaran dan

pendapatan perusahaan. Fundamentalis cenderung melihat ke depan,

memperhatikan hal seperti pendapatan, dan deviden masa depan. Para

fundamentalis sangat mengandalkan analisis jenis ini karena menurut

34

mereka analisis ini bebas dari bias karena mempergunakan data-data

yang valid. Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham

di masa yang akan datang dengan:

1. Mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang

mempengaruhi harga saham di masa datang.

2. Menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga

diperoleh taksiran harga saham. Menurut Husnan (2001) dalam

Wastriati (2010:24), model ini sering disebut sebagai share price

forecasting model.

3. Saham

a. Definisi Saham Konvensional

Secara konsep saham (stock) dapat didefinisikan sebagai tanda

penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) atas sebagian

kepemilikan perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan

modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan

perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat

Umum Pemegang Saham (BEI, 2014). Berdasarkan hak-hak yang

melekat, saham dapat dibedakan menjadi jenis saham biasa (common

stock) dan saham istimewa (prefered stock). Common stock adalah saham

yang menempatkan pemiliknya paling junior atau paling akhir terhadap

pembagian deviden dan hak atas kekayaan perusahaan apabila

perusahaan tersebut diliquidasi. Prefered stock adalah saham yang

memilki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena

35

memiliki hak klaim atas kekayaan perusahaan dan pembayaran deviden

didahulukan (Fahmi dan Hadi, 2011).

Saham merupakan surat berharga yang paling popular dan dikenal

luas di masyarakat, baik negara maju maupun negara sedang

berkembang. Menurut Darmawi (2006), saham adalah surat bukti

kepemilikan (equity) terhadap perusahaan yang bersangkutan.

Saham atau stock adalah surat bukti tanda kepemilikan terhadap

suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dalam transaksi jual beli di

bursa efek, saham atau sering pula disebut share merupakan instrument

yang paling dominan diperdagangkan (Iskandar, 2003:33).

b. Definisi Saham Syariah

Saham syariah merupakan saham-saham yang memiliki

karakteristik sesuai dengan syariah Islam atau yang lebih dikenal dengan

syariah compliant. Dalam melakukan transaksi di pasar modal yang

harus diperhatikan adalah niat bertransaksi, untuk investasi, bukan untuk

judi atau spekulasi. Sesuai Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) No.40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar

Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar

Modal, yang mendefinisikan saham syariah merupakan bukti

kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria tidak

bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Selanjutnya, pengertian

saham menurut Fakhruddin dalam Prabowo (2013:14) adalah tanda

penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu

36

perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas

yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik

perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan

ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di

perusahaan tersebut. Syariah dalam arti luas “al-syariah” berarti seluruh

ajaran Islam yang berupa norma-norma ilahiyah, baik yang mengatur

tingkah laku batin (sistem kepercayaan/doktrinal) maupun tingkah laku

konkrit (legal formal) yang individual dan kolektif. Dalam arti ini, Al-

Syariah identik dengan din, yang berarti meliputi seluruh cabang

pengetahuan keagamaan Islam, seperti kalam, tasawuf, tafsir, hadist,

fiqih, usul fiqih, dan seterusnya.

Menurut Hamid (2009:47), produk investasi berupa saham pada

prinsipnya sudah sesuai dengan ajaran islam. Dalam teori pencampuran,

Islam mengenal akad syirkah atau musyarakah yaitu suatu kerjasama

antara dua atau lebih pihak untuk melakukan usaha dimana masing-

masing pihak menyerahkan sejumlah dana barang atau jasa. Adapun

jenis-jenis syirkah atau musyarakah yaitu wujuh, mufawadhah, inan,

abdan, dan mudharabah. Pembagian tersebut berdasarkan pada jenis

setoran masing-masing pihak dan siapa diantara pihak tersebut yang

mengelola kegiatan usaha tersebut (Rodoni, 2009:61).

Menurut ketentuan Bapepam-LK, suatu saham dapat dikategorikan

sebagai saham syariah jika saham tersebut diterbitkan oleh (Rama,

2015:136-137):

37

a. Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan

dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan

Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip

syariah.

b. Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam

anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan

Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip

syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip

syariah sebagaimana diatur dalam peraturan IX.A.13,

yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:

a) Perjudian dan permainan yang tergolong judi;

b) Perdagangan yang tidak disertai dengan

penyerahan barang/jasa;

c) Perdagangan dengan penawaran/permintaan

palsu;

d) Bank berbasis bunga;

e) Perusahaan pembiayaan berbasis bunga;

f) Jual beli risiko yang mengandung unsur

ketidakpastian (gharar) dan/ atau judi (maisir),

antara lain asuransi konvensioanl;

g) Memproduksi, mendistribusikan,

memperdagangkan dan/ atau menyediakan

38

barang atau jasa haram zatnya (haram li-

dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena

zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh

DSN-MUI; dan/ atau, barang atau jasa yang

merusak moral dan bersifat mudarat;

h) Melakukan transaksi yang mengandung unsur

suap (risywah);

2) Rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total

ekuitas tidak lebih dari 45%, dan

3) Rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan

tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha

dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%.

c. Jenis-Jenis Saham

Dalam pasar modal ada dua jenis saham yang paling umum dikenal

oleh publik yaitu saham biasa (common stock) dan saham istimewa

(preferred stock), dimana kedua jenis saham ini memiliki arti dan

aturannya masing-masing (Fahmi, 2012):

1. Common Stock

Common stock (saham biasa) adalah suatu surat berharga

yang dijual oleh perusahaan yang menjelaskan secara nominal

(rupiah, dollar, yen, dan sebagainya) dimana pemegangnya diberi

hak untuk mengikuti RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan

RUPLSB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) serta

39

berhak untuk menentukan membeli right issue (penjualan saham

terbatas) atau tidak, yang selanjutnya diakhir tahun akan

memperoleh keuntungan berupa deviden.

2. Preferred Stock

Preferred stock (saham istimewa) adalah surat berharga

yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai

nominal (rupiah, dollar, yen, dan sebagainya) dimana

pemegangnya memperoleh pendapatan tetap dalam bentuk

deviden yang akan diterima setiap kuartal (tiga bulanan).

Sebagai catatan, keuntungan yang diperoleh dari saham common

stock adalah lebih tinggi dibandingkan preferred stock. Perolehan

tersebut juga diikuti oleh tingginya risiko yang akan diterima

nantinya. Karena saham preferred stock tidak memiliki nilai jatuh

tempo, maka perhitungannya lebih sederhana (Ahmad, 2004:84).

Common stock (saham biasa) memiliki kelebihan daripada

preferred stock (saham istimewa), dimana pemegangnya diberi hak

untuk ikut RUPS dan RUPSLB yang secara otomatis memberikan

wewenang kepada pemegangnya untuk ikut serta dalam menentukan

berbagai kebijakan perusahaan.

Menurut Fahmi (2012), menyebutkan bahwa common stock ini

memiliki beberapa jenis, yaitu:

a. Blue Chip-Stock (saham unggulan), adalah saham dari

perusahaan yang dikenal secara nasional dan memiliki sejarah

40

laba, pertumbuhan, dan manajemen yang berkualitas.

Contohnya saham IBM dan Du Point yang merupakan saham

Blue-Chip. Jika di Indonesia kita bisa melihat pada 5 (lima)

besar saham termasuk kategori LQ 45.

b. Growth Stock, adalah saham-saham yang diharapkan

memberikan pertumbuhan laba yang lebih tinggi dari rata-rata

saham lain, dan karenanya mempunyai Price Earning Ratio

(PER) yang tinggi.

c. Defensive Stock (saham-saham defensive), adalah saham yang

cenderung lebih stabil dalam masa resesi atau perekonomian

yang tidak menentu berkaitan dengan deviden, pendapatan, dan

kinerja pasar. Contoh perusahaan yang masuk kategori ini

biasanya perusahaan yang produknya memang dibutuhkan oleh

publik seperti perusahaan yang masuk dalam kategori food and

beverage, yaitu produk gula, beras, minyak goreng, garam, dan

sejenisnya.

d. Seasonal Stock, adalah perusahaan yang penjualannya bervariasi

karena dampak musiman, misalnya karena cuaca hujan dan

liburan. Sebagai contoh, pabrik mainan memiliki penjualan

musiman yang khusus pada saat musim natal.

e. Speculative Stock, adalah saham yang kondisinya memiliki

tingkat spekulasi yang tinggi, yang kemungkinan tingkat

pengembalian hasilnya adalah rendah atau negatif. Ini biasanya

41

dipakai untuk membeli saham pada perusahaan pengeboran

minyak.

d. Manfaat Saham

Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh Investor

dengan membeli atau memiliki saham (Wastriati, 2010):

1. Dividen

Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan

perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan

perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari

pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin

mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang

saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga

kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui

sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan deviden.

Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa deviden

tunai, artinya kepada setiap pemegang saham diberikan deviden

berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap

saham atau dapat pula berupa deviden saham yang berarti kepada

setiap pemegang saham diberikan deviden sejumlah saham

sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan

bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.

42

2. Capital Gain

Capital gain merupakan selisih antara harga beli dan harga

jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan

saham di pasar sekunder. Misalnya Investor membeli saham ABC

dengan harga per saham Rp. 3.000 kemudian menjualnya dengan

harga Rp. 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut

mendapatkan capital gain sebesar Rp. 500 untuk setiap saham

yang dijualnya.

4. Indeks Saham

Indeks saham atau stock index adalah harga atau nilai dengan

perhitungan baku dari sekelompok saham yang dikumpulkan berdasarkan

kategori tertentu. Indeks saham merupakan indikator pergerakan harga dari

seluruh saham yang diwakilinya. Salah satu indikator kondisi perekonomian

Negara dapat dilihat dari kondisi indeks saham gabungan dari saham-saham

seluruh perusahaan go public di Negara tersebut. Indeks saham gabungan

mencerminkan perekonomian suatu Negara sedang melesu atau bergairah

(Suta, 2000).

Menurut Halim (2005), indeks harga saham merupakan ringkasan dari

pengaruh simultan dan kompleks dari berbagai macam variabel yang

berpengaruh, terutama tentang kejadian ekonomi. Sedangkan menurut

Darmaji dan Hendy (2006), indeks harga saham merupakan indikator utama

yang menggambarkan pergerakan harga saham, sehingga Indeks Harga

Saham (IHS) dapat dijadikan barometer kesehatan suatu negara.

43

Ada banyak jenis indeks di pasar modal dunia karena pada umumnya

hampir seluruh Negara memiliki indeks sahamnya sendiri. Bahkan beberapa

negara memiliki lebih dari satu indeks saham. Seperti halnya di Indonesia

yang memiliki Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Jakarta Islamic

Index (JII), serta Indeks Saham Syariah Indonesai (ISSI), Amerika Serikat

memiliki Dow Jones, Dow Jones Islamic Index (DJII), serta NASDAQ. Dari

berbagai jenisindeks yang ada di BEI, yang menjadi objek penelitian ini

adalah ISSI karenaindeks ini merupakan proyeksi dari pergerakan seluruh

saham syariah yang terdaftar di DES dan BEI. Indeks ini pertama kali

diluncurkan di BEI pada tanggal 12 Mei 2011 sebagai indikator kinerja

seluruh saham syariah yang terdaftar di BEI.

Menurut Iskandar (2003:89), di pasar modal sebuah indeks memiliki 5

(lima) fungsi, yaitu:

a. Sebagai indikator untuk mengetahui tingkat perkembangan dan

penurunan pasar.

b. Sebagai indikator tingkat keuntungan dari saham.

c. Sebagai tolak ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio investasi.

d. Sebagai dasar pembentukan portofolio dalam strategi pasif.

e. Menggambarkan perkembangan produk derivatif yang

diperdagangkan bursa.

44

5. Inflasi

a. Teori Inflasi Konvensional

Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum

dari barang atau komoditas dan jasa selama suatu periode waktu tertentu.

Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya

penurunan nilai unit perhitungan moneter terhadap suatu komoditas.

Definisi inflasi oleh para ekonom modern adalah kenaikan yang

menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit

perhitungan moneter) terhadap barang-barang atau komoditas dan jasa

(Greenwald (1982) dalam Karim, 2006:135). Sebaliknya, jika yang

terjadi adalah penurunan nilai unit perhitungan moneter terhadap barang-

barang atau komoditas dan jasa didefinisikan sebagai deflasi (deflation).

Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat

perubahan dari tingkat harga secara umum. Persamaannya adalah sebagai

berikut:

Tingkat Hargat– Tingkat Hargat-1 X 100 = Rate of Inflation

Tingkat Hargat-1

Umumnya, otoritas yang bertanggung jawab dalam mencatat

statistik perekonomian suatu negara menggunakan ‘Consumer Price

Index’ atau CPI dan ‘Producer Price Index’ atau PPI sebagai pengukur

tingkat inflasi. Hanya saja, kedua metode pengukuran tersebut

mempunyai kelemahan-kelemahan, yang salah satunya adalah karena

menggunakan kumpulan yang mewakili sebuah subset dari seluruh

45

barang dan jasa yang diproduksi oleh keseluruhan perekonomian,

sehingga index harga tersebut tidak merefleksikan secara akurat seluruh

perubahan harga yang terjadi. Selain itu, CPI dan PPI juga kurang dapat

mengakomodasi barang dan jasa yang baru diciptakan walaupun

kelompok dari subset barang dan jasa yang dipakai sebagai pengukur

pada CPI dan PPI tersebut selalu direvisi dari waktu ke waktu

(Landsburg dan Feinstone (1997) dalam Karim, 2006:136).

Para ekonomi cenderung lebih senang menggunakan ‘Implicit

Gross Domestic Product Deflator’ atau GDP Deflator untuk melakukan

pengukuran tingkat inflasi. GDP Deflator adalah rata-rata harga dari

seluruh barang tertimbang dengan kuantitas barang-barang tersebut yang

betul-betul dibeli. Perhitungan dari GDP Deflator ini sangat sederhana,

persamaannya adalah sebagai berikut:

Implicit Price Deflator = Nominal GDP x 100

Real GDP

Untuk dapat mengerti apa dan bagaimana inflasi, perlu dipahami

bahwa uang mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut dalam

perkonomian:

1. Media Pertukaran.

2. Pengukur Nilai.

3. Unit Perhitungan dan Akuntansi.

4. Penyimpan Nilai.

5. Instrumen Terms of Payment.

46

Sedangkan motif orang menyimpan uang adalah:

1. Transactionery Motive.

2. Precautionery Motive.

3. Speculative (Investment) Motive.

Suatu masyarakat yang memakai sistem barter dalam pertukaran

barang dan jasa pada perkonomiannya dapat dianggap tidak akan

mengalami inflasi. Yang terjadi adalah perubahan relatif harga suatu

barang terhadap barang (misalnya ‘x’) yang lainnya (misalnya ‘y’) atau

Px/Py atau istilah ekonominya adalah perubahan Terms of Trade (TOT)

suatu kelompok barang terhadap kelompok barang yang lainnya. Akan

tetapi, hal tersebut akan sangat tidak efisien akibat kesulitan-kesulitan

yang ditimbulkannya karena dalam barter harus ada ‘double concident of

needs’ agar pertukaran barang dapat terjadi. Tanpa adanya uang, akan

banyak dibutuhkan sumber daya (waktu dan usaha) untuk mencari dan

melakukan pertukaran yang saling menguntungkan serta akan banyak

sekali modal yang tertanam dalam persediaan (inventory). Untuk

menghindari kesulitan-kesulitan dan ketidakefisienan tersebut orang-

orang, bahkan pada masyarakat primitif pun setuju untuk menggunakan

suatu komoditas umum yang dapat menjadi media perantara pertukaran

yaitu ‘uang’.

Uang dalam masyarakat menjadi alat pertukaran yang lazim

diterima dimana barang dan jasa dapat diperdagangkan dengan uang

daripada langsung dipertukarkan dengan barang dan jasa yang lain. Uang

47

itu sendiri dapat berbentuk berbagai macam dan terbuat dari berbagai

bahan (mulai dari logam mulia sampai dengan bahan yang kurang

berharga seperti kertas atau logam biasa). Pada masa kini intrinsic value

uang (= nilai intrinsik = nilai dari bahan yang digunakan sebagai uang)

biasanya jauh lebih kecil daripada nilai nominal dari uang tersebut.

Akibat dari rendahnya nilai intrinsik uang inilah yang menjadi salah satu

sebab terjadinya inflasi.

Sepanjang sejarah, nilai dari penyimpan nilai moneter berubah-

ubah dan tidak dapat diprediksi karena sifat alamiah dari uang itu sendiri.

Orang menabung untuk konsumsi dimasa depan, untuk simpanan dimasa

tua, untuk anak-anaknya. Akan tetapi, apa pun bentuk kekayaan yang

diakumulasikan tersebut (rumah, tanah, mesin, peralatan, human capital,

ataupun saham), tidak ada seorang pun yang dapat memastikan nilainya

pada saat nanti ketika orang tersebut membutuhkannya. Selain itu, tak

seorang pun dapat menyimpan suatu komoditas tertentu yang nanti akan

dibutuhkannya secara tepat. Akan ada selalu ketergantungan pada

kesediaan dari orang lain untuk membayar suatu harga tertentu untuk aset

yang dimiliki (Karim, 2006:135-137).

Menurut Sukirno (2004:27), memberikan definisi bahwa inflasi

adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu

perekonomian. Tingginya inflasi juga dapat mempengaruhi harga saham

dan juga dapat mempengaruhi permintaan pada saham.

48

Menurut Purnomo (2013), indikator inflasi berdasarkan

international best practice, antar

a lain:

1. Indeks Harga Konsumen (IHK) IHK adalah indikator utama

inflasi yang paling sering digunakan.

2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) harga pergadangan

besar dari suatu komoditas adalah harga transaksi yang terjadi

antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli atau

pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar

pertama atas suatu komoditas.

3. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan

pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang

diproduksi di dalam suatu wilayah ekonomi atau suatu Negara.

Inflasi adalah suatu kejadian yang menunjukkan kenaikan tingkat

harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus. Dari definisi

tersebut ada tiga kriteria yang perlu diamati untuk melihat telah

terjadinya inflasi, yaitu kenaikan harga, bersifat umum, dan terjadi terus

menerus dalam rentang waktu tertentu. Jenis inflasi dapat dibedakan

berdasarkan tingkatan laju inflasi dan berdasarkan pada penyebabnya.

Berdasarkan tingkatannya inflasi dibedakan menjadi (Murni, 2013):

1. Moderate Inflation, inflasi yang ditandai dengan harga-harga

yang meningkat secara lambat (antara 7% - 10%).

49

2. Galloping Inflation, tingkat inflasi antara 20% - 100% yang dapat

menimbulkan gangguan serius pada perekonomian.

3. Hyper Inflation, tingkat inflasi yang sangat tinggi diatas 100%.

Selain itu, inflasi dapat digolongkan karena penyebab-

penyebabnya yaitu sebagai berikut (Karim, 2006:138):

1. Natural Inflation dan Human Error Inflation. Sesuai dengan

namanya, Natural Inflation adalah inflasi yang terjadi karena

sebab-sebab alamiah yang manusia tidak mempunyai kekuasaan

dalam mencegahnya. Human Error Inflation adalah inflasi yang

terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia

sendiri.

2. Expected Inflation dan Unexpected Inflation. Pada Expected

Inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan sama dengan

tingkat suku bunga pinjaman nominal dikurangi inflasi atau

secara notasi, ret= Rt– Пe

t sedangkan pada Unexpected Inflation

tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak

merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi (Barro (1990)

dalam Karim, 2006:138).

3. Demand Pull dan Cost Push Inflation. Demand Pull Inflation

diakibatkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sisi

Permintaan Agregatif (AD) dari barang dan jasa pada suatu

perekonomian. Cost Pull Inflation adalah inflasi yang terjadi

50

karena adanya perubahan-perubahan pada sisi Penawaran

Agregatif (AS) dari barang dan jasa pada suatu perekonomian.

4. Spiralling Inflation. Inflasi jenis ini adalah inflasi yang

diakibatkan oleh inflasi yang terjadi sebelumnya yang mana

inflasi yang sebelumnya itu terjadi sebagai akibat dari inflasi yang

terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya.

5. Imported Inflation dan Domestic Inflation. Imported Inflation bisa

dikatakan adalah inflasi di negara lain yang ikut dialami oleh

suatu negara karena harus menjadi price taker dalam pasar

perdagangan internasional. Domestic Inflation bisa dikatakan

inflasi yang hanya terjadi di dalam negeri suatu negara yang tidak

begitu mempengaruhi negara-negara lainnya.

b. Teori Inflasi Islam

Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi

perekonomian karena (Masri (1996) dalam Karim, 2006:139):

1. Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap

fungsi tabungan (nilai simpan), fungsi dari pembayaran dimuka,

dan fungsi dari unit perhitungan. Orang harus melepaskan diri

dari uang dan aset keuangan akibat dari beban inflasi tersebut.

Inflasi juga telah mengakibatkan terjadinya inflasi kembali, atau

dengan kata lain ‘self feeding inflation’.

2. Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung

dari masyarakat (turunnya Marginal Propensity to Save).

51

3. Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk

non-primer dan barang-barang mewah (naiknya Marginal

Propensity to Consume).

4. Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif yaitu

penumpukan kekayaan (hoarding) seperti tanah, bangunan, logam

mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi ke arah

produktif seperti pertanian, industrial, perdagangan, transportasi,

dan lainnya.

Selain itu, inflasi juga mengakibatkan masalah-masalah yang

berhubungan dengan akuntansi seperti (Masri (1996) dalam Karim,

2006:139):

1. Apakah penilaian terhadap aset teap dan aset lancar dilakukan

dengan metode biaya historis atau metode biaya aktual?

2. Pemeliharaan modal riil dengan melakukan isolasi keuntungan

inflasioner.

3. Inflasi menyebabkan dibutuhkannya koreksi dan rekonsiliasi

operasi (index) untuk mendapatkan kebutuhan perbandingan

waktu dan tempat.

Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364 M – 1441

M), yang merupakan salah satu murid dari Ibn Khaldun, menggolongkan

inflasi dalam dua golangan yaitu:

52

1. Natural Inflation.

2. Human Error Inflation (Maqrizi dalam Karim, 2006:140).

1. Natural Inflation

Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-

sebab alamiah, dimana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam

hal mencegah). Ibn al-Maqrizi mengatakan bahwa inflasi adalah inflasi

yang diakibatkan oleh turunnya Penawaran Agregatif (AS) atau naiknya

Permintaan Agregatif (AD).

Jika memakai perangkat analisis konvensional yaitu persamaan

identitas:

MV = PT = Y

dimana:

M = jumlah uang beredar

V = kecepatan peredaran uang

P = tingkat harga

T = jumlah barang dan jasa (kadang dipakai juga notasi Q)

Y = tingkat pendapatan nasional (GDP)

maka Natural Inflation dapat diartikan sebagai:

a. Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi

dalam suatu perekonomian (T). Misalnya T turun sedangkan M

dan V tetap, maka konsekuensinya P naik.

53

b. Naiknya daya beli masayarakat secara riil. Misalnya nilai ekspor

lebih besar daripada nilai impor, sehingga secara netto terjadi

impor uang yang mengakibatkan M turun sehingga jika V dan T

tetap maka P naik.

Lebih jauh, jika dianalisis dengan persamaan:

AD = AS

dan:

AS = Y

AD = C + I + G + (X – M)

dimana:

Y = pendapatan nasional

C = konsumsi

I = investasi

G = pengeluaran pemerintah

(X – M ) = net export

maka:

Y = C + I + G + (X – M)

maka Natural Inflation akan dapat dibedakan berdasarkan

penyebabnya menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut:

a. Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak,

dimana ekspor (X naik) sedangkan impor (M turun)

sehingga net export nilainya sangat besar, maka

54

mengakibatkan naiknya Permintaan Agregatif (AD naik).

Hal ini pernah terjadi semasa pemerintahan Khalifah

Umar ibn Khattab r.a. Pada masa itu kafilah pedagang

yang menjual barangya di luar negeri membeli barang-

barang dari luar negeri lebih sedikit nilainya daripada nilai

barang-barang yang mereka jual (positive net export).

Adanya positive net export akan menjadikan keuntungan,

keuntungan yang berupa kelebihan uang tersebut akan

dibawa masuk ke Madinah sehingga pendapatan dan daya

beli masyarakat akan naik (AD naik). Naiknya Permintaan

Agregatif (AD naik), atau pada grafik dilukiskan sebagai

kurva AD yang bergeser ke kanan, akan mengakibatkan

naiknya tingkat harga secara keseluruhan (P naik). Apa

yang dilakukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab r.a. untuk

mengatasi permasalahan tersebut? Beliau melarang

penduduk Madinah untuk membeli barang-barang atau

komoditi selama 2 hari berturut-turut. Akibatnya adalah

turunnya Permintaan Agregatif (AD turun) dalam

perekonomian. Setelah pelarangan tersebut berakhir maka

tingkat harga kembali menjadi normal.

b. Akibat dari turunnya tingkat produksi (AS turun) karena

terjadinya paceklik, perang, ataupun embargo dan boycott.

55

Hal ini pernah terjadi pula semasa pemerintahan Khalifah

Umar ibn Khattab yaitu pada saat paceklik yang

mengakibatkan kelangkaan gandum, atau dilukiskan pada

grafik sebagai kurva AS yang bergeser ke kiri (AS turun),

yang kemudian mengakibatkan naiknya tingkat harga-

harga (P naik). Apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar

ibn Khattab r.a. terhadap permasalahan ini? Beliau

melakukan impor gandum dari Fustat-Mesir sehingga

Penawaran Agregatif (AS) barang di pasar kembali naik

(AS naik) yang kemudian berakibat pada turunnya tingkat

harga-harga (P turun).

2. Human Error Inflation

Selain dari penyebab-penyebab yang dimaksud pada Natural

Inflation, maka inflasi-inflasi yang disebabkan oleh hal-hal lainnya

dapat digolongkan sebagai inflasi yang diakibatkan oleh kesalahan

dari manusia itu sendiri (sesuai dengan Q.S. Al-Rum [30] : 41).

Human Error Inflation dapat dikelompokkan menurut penyebab-

penyebabnya sebagai berikut:

a. Korupsi dan administrasi yang buruk (Corruption and Bad

Administration).

b. Pajak yang berlebihan (Excessive Tax).

c. Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang

berlebihan (Excessive Seignorage).

56

c. Dampak Inflasi

Inflasi atau kenaikan harga-harga yang tinggi dan terus menerus

telah menimbulkan beberapa dampak buruk terhadap masyarakat dan

perekonomian secara keseluruhan. Kenaikan harga atau inflasi memiliki

dampak terhadap masyarakat dan perekonomian, yaitu sebagai berikut:

1. Dampak terhadap pendapatan (equity effect)

Efek terhadap pendapatan adalah terjadinya pendapatan

yang tidak merata. Ada yang dirugikan dan ada yang

diuntungkan.

2. Dampak terhadap efisiensi (efficiency effect)

Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor

produksi. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu

mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang

kemudian produksi barang tersebut mengalami kenaikan.

Kenaikan produksi barang ini pada gilirannya akan mengubah

pola alokasi faktor produksi yang sudah ada.

3. Dampak terhadap output (output effect)

Disaat laju inflasi sangat tinggi maka akan mengurangi

output nasional. Karena dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai

mata uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak

suka memegang uang kas, transaksi mengarah kearah barter, yang

biasanya diikuti dengan penurunan produksi barang.

57

6. Exchange Rate (ER) USD/IDR

Menurut Fabozzi dan Francis (1996:724), nilai tukar rupiah adalah

harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar Rupiah merupakan

nilai dari satu mata Rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara

lain. Misalnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar Rupiah

terhadap Yen, dan lain sebagainya.

Menurut Purnomo (2013), berdasarkan perkembangan sistem moneter

internasional sejak berlakunya Bretton Woods System pada tahun 1944, pada

umumnya penetapan kurs dikenal 3 sistem:

a. Sistem Kurs Tetap atau Stabil (Fixed Exchange Rate System)

Diciptakan berdasarkan perjanjian Bretton Woods pada tahun

1944. Penetapan sistem nilai mata uang tetap (fixed rate) sangat

bergantung pada ketentuan yang diberlakukan oleh pemerintah atau

bank sentral. Biasanya, sistem tetap diikuti dengan aturan

penyesuaian (devaluasi) dari nilai mata uang.

b. Sistem Kurs Mengambang atau Floating Exchange Rate (FER)

Dalam hal ini nilai tukar suatu mata uang atau valas ditentukan

oleh kekuatan permintaan dan penawaran pada bursa valas.

c. Sistem Kurs Terkait (Pagged Exchange Rate System)

Sistem nilai tukar ini dilakukan dengan mengaitkan nilai mata

uang suatu negara dengan negara lain atau sejumlah mata uang

tertentu.

58

Menurut Madura (2000), nilai tukar atau kurs adalah ukuran nilai dari

suatu valuta dari prespektif valuta lain. Sejalan dengan berubahnya kondisi

makroekonomi, nilai tukar juga dapat berubah secara substansional. Nilai

tukar ekuilibrium akan berubah sepanjang waktu seiring dengan berubahnya

permintaan dan penawaran. Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan

nilai tukar antara lain laju inflasi relatif, suku bunga relatif, tingkat

pendapatan relatif, kontrol pemerintah, espektasi, sentimen pasar, dan

interaksi antar faktor. Sistem nilai tukar dapat diklasifikasikan menurut

seberapa jauh nilai tukar dapat dikendalikan oleh pemerintah yaitu:

a. Tetap (fixed).

b. Mengambang bebas (free floating exchange rate).

c. Mengambang terkendali (managed float).

d. Terpatok (paged).

Saat ini Indonesia menganut nilai tukar mengambang bebas (free

floating exchange rate) sejak 14 Agustus 1997, dimana pergerakan nilai

tukar Rupiah dipengaruhi oleh kekuatan permintaan dan penawarannya

tanpa ditentakan batasan-batasan pergerakannya oleh pemerintah.

Exchange Rate (nilai tukar uang) atau yang lebih populer dikenal

dengan sebutan kurs mata uang adalah catatan (quotation) harga pasar dari

mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik

(domestic currency) atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik

dalam mata uang asing (Greenwald (1982) dalam Karim, 2006:157). Nilai

mata uang merepresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang

59

ke mata uang yang lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara

lain transaksi perdagangan internasional, turisme, investasi internasional,

ataupun aliran uang jangka pendek antar negara, yang melewati batas-batas

geografis ataupun batas-batas hukum.

Nilai tukar suatu mata uang dapat ditentukan oleh pemerintah (otoritas

moneter) seperti pada Negara-negara yang memakai sistem fixed exchange

rates ataupun ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan-kekuatan pasar

yang saling berinteraksi (bank komersial – perusahaan multinasional –

perusahaan multinasional – perusahaan manajemen aset – perusahaan

asuransi – bank devisa – bank sentral) serta kebijakan pemerintah seperti

pada negara-negara yang memakai rezim sistem ‘flexible exchange rates’.

Nilai tukar uang dapat dicatat sebagai spot atau immediate delivery

(penyerahan +/- 2 hari) ataupun juga dapat dicatat sebagai transaksi dimuka

(forward transaction) dalam berbagai periode penyerahan. Perbedaan antara

catatan spot dan forward dalam dua mata uang dalam periode waktu yang

terkait.

Karena setiap negara mempunyai hubungan dalam investasi dan

perdagangan dengan beberapa negara lainnya, maka tidak ada satu nilai

tukar yang dapat mengukur secara memadai daya beli (purchasing power)

dari mata uang domestik atas mata uang asing secara umum. Konsep-konsep

dari nilai tukar uang yang efektif telah dikembangkan untuk mengukur rata-

rata tertimbang (weighted average) harga dari mata uang asing dalam mata

uang domestik. Begitu juga berbagai skema penimbangan (weighting) telah

60

diajukan, termasuk didalamnya timbangan (weight) impor untuk

merefleksikan daya beli terhadap barang-barang impor, timbangan

perdagangan bilateral untuk merefleksikan pentingnya hubungan

perdagangan dengan negara asing tertentu, timbangan perdagangan global

untuk merefleksikan pentingnya berbagai mata uang dalam perdagangan

global (dunia), dan juga timbangan elastisitas porsi perdagangan untuk

merefleksikan tingkatan yang berbeda dari daya saing (competitiveness)

sebuah negara dengan negara-negara lainnya.

7. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

Dalam rangka pelaksanaan pengendalian moneter Bank Indonesia

menggunakan piranti moneter yang terdiri dari cadangan wajib minimum,

tingkat bunga diskonto, dan operasi pasar terbuka. Dalam operasi pasar

terbuka, Bank Indonesia melakukan transksi jual beli surat berharga

termasuk didalamnya Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No.63/DSN-MUI/XII/2007

bahwa Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga

dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia berjangka

waktu pendek berdasarkan prinsip syariah. Dalam penerbitan intrumen

Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) menggunakan akad Ju’alah.

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No.62/DSNMUI/XII/2007, ju’alah

adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu

(‘iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang berjanji akan memberikan

imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan,

61

dimana tingkat imbalan disesuaikan dengan tingkat diskonto yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Keberadaan SBI sebagai instrumen kebijakan moneter memiliki tingkat

keberhasilan yang signifikan. Akan tetapi SBI dengan sistem diskontonya

tentu saja membuat bank syariah tidak dapat ikut serta dalam upaya

pengendalian jumlah uang beredar tersebut. Untuk itu, kemudian Bank

Indonesia menyiapkan instrumen lain berupa Sertifikat Wadiah Bank

Indonesia. Akan tetapi, karakteristik dasarnya yang berprinsip wadiah

rupanya kurang efektif. Maka dari itu, untuk meningkatkan efektifitas

pengendalian moneter, maka Bank Indonesia menyiapkan sebuah instrumen

yang bernama Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).

SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka

waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank

Indonesia. SBIS tentu saja tidak menggunakan sistem diskonto. Akad yang

dapat digunakan dalam SBIS adalah akad mudharabah

(muqaradhah)/qiradh, musyarakah, ju’alah, wadi’ah, qardh, dan wakalah.

Dari keenam akad diatas, yang saat ini telah digunakan hanyalah SBIS

berdasarkan akad Ju’alah. Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam)

untuk memberikan imbalan (reward/’iwadh/ju’l) tertentu atas pencapaian

hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.

Menurut Bank Indonesia (2013), Sertifikat Bank Indonesia Syariah

(SBIS) adalah surat berharga sebagai pengakuan utang Bank Indonesia yang

diterbitkan berdasarkan prinsip syariah. Karakteristik SBIS saat ini adalah:

62

1. Menggunakan akad Ju’alah namun, berdasarkan Fatwa DSN-

MUI. SBI Syariah juga dapat diterbitkan dengan menggunakan

akad mudharabah, musyarakah, wadi’ah, qardh, dan wakalah).

2. Bersatuan unit sebesar Rp. 1 juta.

3. Berjangka waktu paling kurang satu bulan dan paling lama 12

bulan.

4. Diterbitkan tanpa warkat (scripless).

5. Dapat digunakan kepada Bank Indonesia, dan

6. Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder (non-negotiable).

Seperti halnya SBI, SBIS adalah juga instrumen Bank Indonesia untuk

operasi pasar terbuka, utamanya melalui mekanisme perbankan syariah.

Mekanisme penerbitan SBIS adalah lewat cara lelang. Pihak yang dapat

diikutsertakan dalam proses pelelangan SBIS adalah sebagai berikut:

a. Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) atau

pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS atau UUS ; dan

b. BUS atau UUS, baik sebagai peserta langsung maupun peserta tidak

langsung, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio

(FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia.

Bank Indonesia memberikan imbalan terhadap SBIS yang diterbitkan.

Sedangkan hasil dari transaksi lelang SBIS dapat dibatalkan dengan cara

sebagai berikut:

a. Hasil lelang SBIS dapat dibatalkan oleh Bank Indonesia.

63

b. Transaksi SBIS (setelmen lelang SBIS, setelmen first leg Repo

SBIS, dan setelmen second leg Repo SBIS) dinyatakan batal apabila

saldo rekening giro dan saldo rekening surat berharga BUS atau

UUS di Bank Indonesia tidak mencukupi.

Menurut Fatwa DSN-MUI No.63/DSN-MUI/XII/2007 akad pada SBIS

yang digunakan saat ini adalah Ju’alah. Akad Ju’alah adalah janji atau

komitmen untuk memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil yang

ditentukan dari suatu hasil pekerjaan. Adapun rukun dan syarat syahnya

Ju’alah adalah sebagai berikut:

a. Sighat, hendaknya kalimat itu mengandung arti izin kepada yang

akan bekerja juga tidak ditentukan waktunya.

b. Ja’il, yaitu pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu

dari hasil pencapaian atas suatu pekerjaan yang telah dijanjikan

sebelumnya.

c. Maj’ulah adalah orang yang melaksanakan akad Ju’alah.

d. Ma’julaih adalah pekerjaan yang dilaksanakan.

e. Upah.

Syarat syahnya akad Ju’alah adalah sebagai berikut:

a. Orang yang menjanjikan hadiah atau upah harus orang yang cakap

untuk melakukan tindakan hukum, yaitu baliqh, berakal, dan cerdas.

b. Objek Ju’alah harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh

syariah.

64

c. Upah atau hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang

berharga atau bernilai dan harus jelas juga nilainya.

d. Ijab harus disampaikan dengan jelas oleh pihak yang menjanjikan

upah walaupun tanpa ucapan qabul dari pihak yang melaksanakan

pekerjaan.

e. Pekerjaan yang mengharapkan hasilnya itu harus mengandung

manfaat yang jelas dan boleh dimanfaatkan menurut hukum syar’i.

Dalam SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja’il (pemberi

pekerjaan) dan bank syariah bertindak sebagai maj’ullah (penerima

pekerjaan) dan objek Ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah partisipasi bank

syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter

melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di

Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Dalam hal supaya

akad ini menjadi sah, rukun, dan syarat Ju’alah pun harus dipenuhi. Menurut

Fatwa DSN-MUI No.64/DSN-MUI/XII/2007 ketentuan akad SBIS Ju’alah

adalah sebagai berikut:

a. SBIS Ju’alah sebagai instrumen moneter boleh diterbitkan untuk

pengendalian moneter dan pengelolaan likuiditas perbankan syariah.

b. Dalam SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja’il

(pemberi pekerjaan) ; bank syariah bertindak sebagai maj’ul lah

(penerima pekerjaan) ; dan objek Ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah

partisipasi bank syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia

dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari

65

masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah

dan jangka waktu tertentu.

c. Bank Indonesia dalam operasi moneternya melalui penertiban SBIS

mengumumkan target penyerapan likuiditas kepada bank-bank

syariah sebagai upaya pengendalian moneter dan menjanjikan

imbalan (reward/’iwadh/ju’l) tertentu bagi yang turut berpartisipasi

dalam pelaksanaannya.

Adapun ketentuan hukum dari SBIS Ju’alah adalah sebagai berikut:

a. Bank Indonesia wajib memberikan imbalan (reward/’iwadh/ju’l)

yang telah dijanjikan kepada bank syariah yang telah membantu

Bank Indonesia dalam upaya pengendalian moneter dengan

menempatkan dana di Bank Indonesia dalam jangka waktu tertentu,

melalui “pembelian” SBIS Ju’alah.

b. Dana Bank Syariah yang ditempatkan di Bank Indonesia melalui

SBIS adalah wadi’ah amanah khusus yang ditempatkan dalam

rekening SBIS Ju’alah, yaitu titipan dalam jangka waktu tertentu

berdasarkan kesepakatan atau ketentuan Bank Indonesia, dan tidak

dipergunakan oleh Bank Indonesia selaku penerima titipan, serta

tidak boleh ditarik oleh bank syariah sebelum jatuh tempo.

c. Dalam hal bank syariah selaku pihak penitip dana (mudi’)

memerlukan likuiditas sebelum jatuh tempo, ia dapat me-repokan

SBIS Ju’alahnya dan Bank Indonesia dapat mengenakan denda

(gharamah) dalam jumlah tertentu sebagai ta’zir.

66

d. Bank Indonesia berkewajiban mengembalikan dana SBIS Ju’alah

kepada pemegangnya pada saat jatuh tempo.

e. Bank Syariah hanya boleh atau dapat menempatkan kelebihan

likuiditasnya pada SBIS Ju’alah sepanjang belum dapat

menyalurkannya ke sektor riil.

f. SBIS Ju’alah merupakan instrumen moneter yang tidak dapat

diperjualbelikan (non redeable) atau dipindahtangankan, dan bukan

merupakan bagian dari portofolio investasi bank syariah.

8. BI Rate

Menurut Keynes, dalam Wardane (2003), tingkat bunga ditentukan

oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang).

Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan

untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga

dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga

naik maka surat berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan

pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau capital gain

(Novianto : 11-12).

Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku

bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum.

67

2. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi

akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal

dikurangi laju inflasi.

Suku bunga merupakan faktor penting dalam perekonomian suatu

Negara karena suku bunga mampu mempengaruhi perekonomian secara

umum. tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap

pasar modal (Erawati: 2002). Suku bunga SBI merupakan instrumen

keuangan yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) untuk mengontrol

peredaran uang di masyarakat dengan menggunakan acuan suku bunga BI

(Rismawati: 2010). Suku bunga BI merupakan tingkat suku bunga yang

ditetapkan oleh BI sebagai patokan bagi suku bunga pinjaman maupun

simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan di seluruh

Indonesia. Suku bunga merupakan salah satu variabel yang dapat

mempengaruhi harga saham. Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya

akan mempengaruhi keinginan seseorang untuk melakukan suatu investasi,

karena secara umum perubahan suku bunga SBI dapat mempengaruhi suku

bunga deposito dan suku bunga kredit di masyarakat (Amin: 2012). Jika

Suku bunga deposito meningkat maka investor cenderung menanamkan

modalnya dalam bentuk deposito karena dapat menghasilkan return yang

besar dengan resiko yang lebih kecil dan sebaliknya. Dalam penelitian ini

suku bunga SBI menggunakan data suku bunga SBI bulanan yang

dipublikasikan oleh Bank Indonesia (Sudarsana dan Candraningrat : 3292).

68

9. Harga Emas Dunia

Sejak tahun 1968, harga emas yang dijadikan patokan seluruh dunia

adalah harga emas berdasarkan standar pasar emas London

(en.wikipedia.org). Sistem ini dinamakan London Gold Fixing. London

Gold Fixing adalah prosedur dimana harga emas ditentukan dua kali sehari

setiap hari kerja di pasar London oleh lima anggota Pasar London Gold

Fixing Ltd (www.goldfixing.com). Kelima anggota tersebut adalah:

a. Bank of Nova Scottia

b. Barclays Capital

c. Deutsche Bank

d. HSBC

e. Societe Generale

Proses penentuan harga adalah melalui lelang diantara kelima member

tersebut. Pada setiap awal tiap periode perdagangan, Presiden London

Gold Fixing Ltd akan mengumumkan suatu harga tertentu. Kemudian

kelima anggota tersebut akan mengabarkan harga tersebut kepada dealer.

Dealer inilah yang berhubungan langsung dengan para pembeli

sebenarnya dari emas yang diperdagangkan tersebut. Posisi akhir harga

yang ditawarkan oleh setiap dealer kepada anggota Gold London Fixing

merupakan posisi bersih dari hasil akumulasi permintaan dan penawaran

klien mereka. Dari sinilah harga emas akan terbentuk. Apabila permintaan

lebih banyak dari penawaran, secara otomatis harga akan naik, demikian

pula sebaliknya. Penentuan harga yang pasti menunggu hingga tercapainya

69

titik keseimbangan. Ketika harga sudah pasti, maka Presiden akan

mengakhiri rapat dan mengatakan “There are no flags, and we're fixed”.

Proses penentuan harga emas dilakukan dua kali sehari, yaitu pada

pukul 10.30 (harga emas Gold A.M) dan pukul 15.00 (harga emas Gold

P.M). Harga emas ditentukan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat,

Poundsterling Inggris, dan Euro. Pada umumnya Gold P.M dianggap

sebagai harga penutupan pada hari perdagangan dan sering digunakan

sebagai patokan nilai kontrak emas di seluruh dunia

(www.goldfixing.com).

Emas merupakan salah satu bentuk investasi yang cenderung bebas

resiko (Sunariyah, 2006). Emas banyak dipilih sebagai salah satu bentuk

investasi karena nilainya cenderung stabil dan naik. Sangat jarang sekali

harga emas turun. Dan lagi, emas adalah alat yang dapat digunakan untuk

menangkal inflasi yang kerap terjadi setiap tahunnya. Ketika akan

berinvestasi, Investor akan memilih investasi yang memiliki tingkat imbal

balik tinggi dengan resiko tertentu atau tingkat imbal balik tertentu dengan

resiko yang rendah. Investasi di pasar saham tentunya lebih berisiko

daripada berinvestasi di emas, karena tingkat pengembaliannya yang

secara umum relatif lebih tinggi dari emas (www.investopedia.com).

Kenaikan harga emas akan mendorong Investor untuk memilih

berinvestasi di emas daripada di pasar modal. Sebab dengan resiko yang

relatif lebih rendah, emas dapat memberikan hasil imbal balik yang baik

dengan kenaikan harganya (Adrienne Roberts FT Personal Finance,

70

October 27th 2001, p. 14). Ketika banyak Investor yang mengalihkan

portofolionya investasi kedalam bentuk emas batangan, hal ini akan

mengakibatkan turunnya indeks harga saham di Negara yang bersangkutan

karena aksi jual yang dilakukan Investor.

B. Keterkaitan Antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat

1. Hubungan Inflasi dengan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)

Menurut Suta (2000), salah satu indikator makro ekonomi yang dapat

mempengaruhi pasar modal adalah tingkat harga yang dapat diukur dengan

inflasi. Besar kecilnya inflasi akan mempengaruhi pendapatan riil maupun

suku bunga riil. Perubahan inflasi yang tidak terkendali cenderung membuat

masyarakat ingin melindungi asetnya ke dalam investasi yang lebih aman

seperti berinvestasi pada logam mulia seperti emas daripada berinvestasi

pada saham. Namun, inflasi yang stabil dan terkendali (inertial inflation)

cenderung memberikan rasa aman bagi investor dalam kegiatan investasi

pada pasar modal.

Inflasi adalah kecenderungan dari kenaikan harga-harga secara umum

dan terus menerus. Menurut Nopirin, yang dimaksud dengan inflasi adalah

proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus

selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga ini diukur dengan

menggunakan indeks harga. Sebaliknya, jika yang terjadi adalah penurunan

nilai unit perhitungan moneter terhadap barang-barang atau komoditas dan

jasa didefinisikan sebagai deflasi (deflation) (Karim, 2008:510).

71

Inflasi adalah salah satu variabel makro ekonomi yang dapat sekaligus

menguntungkan dan merugikan sebuah perusahaan. Fahmi (2012) melihat

bahwa investasi di negara berkembang (develop countries) dianggap oleh

banyak pihak memiliki tingkat risiko lebih tinggi dibandingkan dengan di

negara maju. Hal ini dikarenakan peningkatan inflasi akan meningkatkan

biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari

peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan, maka

profitabilitas perusahaan akan turun. Secara langsung, inflasi

mengakibatkan turunnya profitabilitas dan daya beli uang. Secara tidak

langsung inflasi mempengaruhi lewat perubahan tingkat bunga.

Penurunan inflasi akan membuat perusahaan memperoleh profitabilitas

lebih besar karena harga bahan baku menjadi lebih murah dengan asumsi

harga penjualan tetap atau bahkan naik. Inflasi dapat menurunkan

keuntungan suatu perusahaan sehingga sekuritas di pasar modal menjadi

komoditi yang tidak menarik. Hal ini berarti inflasi memiliki hubungan yang

negatif dengan harga saham dan pada akhirnya mempengaruhi pendapatan

deviden saham (return).

2. Hubungan Exchange Rate (ER) USD/IDR dengan Indeks Saham

Syariah Indonesia (ISSI)

Menurut Suta (2000), fluktuasi nilai Rupiah terhadap mata uang asing

akan mempengaruhi iklim investasi. Kurs yang terlalu tinggi akan

melemahkan persaingan harga di luar negeri. Secara tidak langsung akan

memengaruhi neraca perdagangan karena menurunnya nilai ekspor

72

dibandingkan dengan nilai impor. Buruknya neraca perdagangan akan

mengurangi kepercayaan Investor terhadap perekonomian Indonesia. Bagi

Investor asing akan cenderung melakukan penarikan modal sehingga terjadi

capital outflow. Menurut Madura (2000), dampak nilai tukar yang melemah

akan meningkatkan persaingan produk domestik di luar negeri.

Menurut Fahmi dan Hadi (2011), terdapat hubungan saling

mempengaruhi antara nilai tukar dan harga saham di pasar modal baik

dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Secara jangka pendek

menguatnya nilai Rupiah berdampak positif pada harga saham secara

keseluruhan dan melemahnya nilai tukar berdampak negatif terhadap harga

saham akibat ekspektasi Investor pada kondisi perekonomian yang lemah.

Kebijakan pemerintah ketika nilai Rupiah terdepresiasi adalah dengan

menaikan suku bunga yang ditujukan untuk menghindari masyarakat

membeli valuta asing dan untuk menarik capital inflow agar Rupiah

terapresiasi. Tapi dengan tingginya suku bunga dapat mengakibatkan

turunnya present value dari future cash flow perusahaan sehingga

mengakibatkan harga saham menjadi turun.

3. Hubungan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dengan Indeks

Saham Syariah Indonesia (ISSI)

Tujuan terbentuknya SBIS sebagai pengendali moneter tentu perubahan

kebijakan yang dibuat oleh Bank Indonesia mampu mempengaruhi bank

syariah ataupun pasar modal syariah. SBIS juga berfungsi sebagai salah satu

instrumen untuk membantu dalam investasi bank syariah apabila terjadi

73

kelebihan dana (Overlikuiditas). Dalam penerbitan SBIS akad yang

digunakan adalah ju’alah. Maka bank syariah yang menempatkan dana pada

SBIS berhak mendapatkan upah (ujrah) atas jasa membantu pemeliharaan

keseimbangan moneter Indonesia. Tingkat imbalan yang diberikan oleh

Bank Indonesia mengacu pada SBI konvensional, sehingga tidak akan

memicu kesenjangan profit yang diperoleh dari penempatan dana tersebut

oleh bank syariah. Ketika imbalan yang diperoleh bank syariah dalam

melakukan investasi SBIS itu besar tentu keuntungan akan diperoleh bank

syariah, selanjutnya return yang dibagi hasilkan pada DPK (Dana Pihak

Ketiga) yaitu para nasabah yang menabung, deposito juga akan tinggi. Hal

tersebut mampu menarik Investor untuk beralih berinvestasi di bank syariah

daripada instrumen investasi lainnya yaitu pasar modal syariah. Ketika

minat Investor turun untuk berinvestasi dipasar modal syariah tentu hal itu

akan memicu menurunnya indeks saham syariah (Suciningtias dan Khoiroh,

2015:403).

4. Hubungan BI Rate dengan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)

Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan

(emiten) yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini

juga potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau

tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan

selanjutnya dapat menurunkan harga saham (Novianto : 15)

74

5. Hubungan Harga Emas Dunia dengan Indeks Saham Syariah Indonesia

(ISSI)

Kenaikan harga emas akan mendorong Investor untuk memilih

berinvestasi di emas daripada di pasar modal. Sebab dengan resiko yang

relatif lebih rendah, emas dapat memberikan hasil imbal balik yang baik

dengan kenaikan harganya. Ketika banyak Investor yang mengalihkan

portofolionya investasi kedalam bentuk emas batangan, hal ini

mengakibatkan turunnya indeks harga saham di Negara yang bersangkutan

karena aksi jual yang dilakukan Investor (Witcaksono, 2010 dalam

Rusbariandi : 4).

Namun, di Indonesia dengan penduduk mayoritas beragama muslim

berinvestasi dalam bentuk emas mempunyai keyakinan dan ketertarikan

tersendiri, apalagi bila didukung dengan kondisi perekonomian yang baik

dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang meningkat. Tingkat permintaan

emas tentunya akan mengalami peningkatan, yang kemudian berdampak

pada meningkatnya harga emas. Peningkatan harga emas ini juga disinyalir

akan meningkatkan laba bagi perusahaan tambang emas sehingga hal ini

memotivasi para Investor untuk berinvestasi pada saham-saham perusahaan

tambang emas. Kejadian ini akan memacu peningkatan harga saham

perusahaan yang nantinya juga akan tercemin dalam indeks harga saham

(Rusbariandi : 4-5).

75

C. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas karena

penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang

lingkup hampir sama, tetapi karena beberapa variabel, objek, periode waktu

yang digunakan dan penentuan sampel berbeda maka terdapat banyak hal yang

tidak sama, sehingga dapat dijadikan sebagai referensi untuk saling

melengkapi. Berikut ringkasan beberapa penelitian:

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti

Judul

Penelitian

Metode

Analisis Hasil Penelitian

1

Siti

Aisiyah

Sucinin

gtias

dan

Rizki

Khoiro

h

(Jurnal-

2015)

Analisis

Dampak

Variabel

Makroekonomi

Terhadap Indeks

Saham Syariah

Indonesia (ISSI)

Analisis

Regresi

Linier

Berganda

Variabel Inflasi dan Nilai

Tukar IDR/USD

mempunyai pengaruh

negatif signifikan

terhadap Indeks Saham

Syariah Indonesia (ISSI)

selama periode Mei 2011

sampai Nopember 2014.

Dimana semakin tinggi

tingkat inflasi dan Nilai

Tukar IDR/USD akan

menurukan Indeks Saham

Syariah Indonesia (ISSI)

Variabel Sertifikat Bank

Indonesia Syariah (SBIS)

dan Harga Minyak Dunia

mempunyai pengaruh

tidak signifikan terhadap

Indek Saham Syariah

Indonesia (ISSI) selama

periode Mei 2011 sampai

Nopember 2014. Dimana

perubahan tingkat

imbalan Sertifikat Bank

Indonesia Syariah (SBIS)

76

dan perubahan harga

minyak dunia tidak

mampu mempengaruhi

secara kuat pergerakan

Indeks Saham Syariah

Indonesia (ISSI)

2 Hadelin

a Hafni

(Skripsi

-2015)

Dampak

Fluktuasi

Inflasi,

Sertifikat Bank

Indonesia

Syariah (SBIS),

Exchange Rate

dan Harga Emas

Dunia Terhadap

Jakarta Islamic

Index Periode

(Jan 2010 – Des

2014)

Ordinary

Least

Square

(OLS)

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa

secara parsial variabel

Inflasi memilki pengaruh

positif secara signifikan

dengan koefisien sebesar

0.161132 dan Prob.

sebesar 0.0064, Sertifikat

Bank Indonesia Syariah

memilki pengaruh negatif

secara signifikan dengan

koefisien sebesar -

0.363340 dan Prob.

sebesar 0.0001, Exchange

Rate memiliki pengaruh

positif secara tidak

signifikan dengan

koefisien sebesar

0.732745 dan Prob.

sebesar 0.2843 dan Harga

Emas Dunia memilki

pengaruh negatif secara

signifikan dengan

koefisien -0.026329 dan

Prob. sebesar 0.0000.

Secara simultan semua

variabel independen

(Inflasi, Sertifikat Bank

Indonesia Syariah,

Exchange Rate dan Harga

Emas Dunia) memiliki

pengaruh yang signifikan

terhadap Jakarta Islamic

Index dengan F-Statistik

sebesar 13.51905 dan

Prob. sebesar 0.000000.

Kemudian hasil regresi

Adjusted R-Squared

sebesar 0.463342

menunjukkan bahwa

77

variasi variabel dependen

(Jakarta Islamic Index

secara bersama-sama

mampu dijelaskan oleh

variabel-variabel

independen (Inflasi,

Sertifikat Bank Indonesia

Syariah, Exchange Rate,

dan Harga Emas Dunia)

sebesar 46.33%,

sedangkan sisanya sebesar

53.67% dijelaskan oleh

variasi lain yang tidak

diikutsertakan dalam

penelitian ini

3 Muham

mad

Nassir,

Fakriah

, dan

Ayuwa

ndirah

(Jurnal-

2016)

Analisis

Variabel

Makroekonomi

Terhadap Indeks

Saham Syariah

Indonesia

dengan Metode

Pendekatan

Vector

Autoregression

Vector

Autoregre

ssion

(VAR)

dan Vector

Error

Corection

Model

(VECM)

ISSI model jangka

pendek dipengaruhi oleh

Inflasi dan Jumlah Uang

Beredar (JUB) pada

tingkat kepercayaan 90%.

ISSI dipengaruhi Inflasi

di lag pertama secara

signifikanmempengaruhi

Indonesia Stock Index

Syariah. ISSI juga

dipengaruhi oleh lag JUB

2

4 Amalia

Adani

(Skripsi

-2014)

Analisis

Pengaruh

Tingkat Suku

Bunga SBI,

Jumlah Uang

Beredar, dan

Kurs Rupiah

Terhadap Indeks

Saham Syariah

Indonesia (ISSI)

Ordinary

Least

Square

(OLS)

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa ISSI

dipengaruhi oleh Tingkat

Suku Bunga SBI, Jumlah

Uang Beredar, dan Kurs

Rupiah secara simultan.

Namun secara parsial,

ISSI dipengaruhi secara

signifikan positif oleh

Tingkat Suku Bunga SBI

dan Jumlah Uang

Beredar, sedangkan Kurs

Rupiah berpengaruh

negatif terhadap ISSI

5 Septian

a Prima

Rusbari

andi

(Skripsi

Analisis

Pengaruh

Tingkat Inflasi,

Harga Minyak

Dunia, Harga

OLS

(Ordinary

Least

Square)

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa

parsial Tingkat Inflasi dan

Kurs Rupiah berpengaruh

negatif dan signifikan

78

-2012) Emas Dunia,

dan Kurs

Rupiah

Terhadap

Jakarta Islamic

Index di Bursa

Efek Indonesia

(Periode Jan

2005 – Mar

2012)

terhadap JII. Harga Emas

Dunia tidak berpengaruh

signifikan terhadap JII.

Sedangkan Harga Minyak

Dunia mempunyai

pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap JII

6 Gilang

Rizky

Dewant

i

(Skripsi

-2012)

Analisis

Pengaruh

Inflasi, Suku

Bunga, Jumlah

Uang Beredar,

Kurs Nilai

Tukat Dollar

Amerika/Rupiah

dan Harga Emas

Dunia Terhadap

Jakarta Islamic

Index di Bursa

Efek Indonesia

(Periode 2009-

2012)

OLS

(Ordinary

Least

Square)

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa

secara parsial Suku Bunga

dan Nilai Tukar Dollar

Amerika/Rupiah

berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap

Jakarta Islamic Index.

Inflasi, Jumlah Uang

Beredar dan Harga Emas

Dunia tidak berpengaruh

signifikan terhadap JII

7 Rahmat

ika

Istiqam

ah

(Skripsi

-2016)

Analisis

Pengaruh

Inflasi, Jumlah

Uang Beredar,

Sertifikat Bank

Indonesia

Syariah dan

Harga Minyak

Dunia terhadap

Indeks Saham

Syariah

Indonesia (ISSI)

(Periode Mei

2011 – Mei

2016)

Analisis

Regresi

Linier

Berganda

Dari hasil uji hipotesis

secara simultan (uji F)

secara simultan bahwa

Inflasi, Jumlah Uang

Beredar, Sertifikat Bank

Indonesia Syariah (SBIS)

dan Harga Minyak Dunia

memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap Indeks

Saham Syariah Indonesia

dengan nilai signifikansi

0,000. Dan berdasarkan

hasil uji hipotesis secara

parsial (uji t) pada Indeks

Saham Syariah Indonesia

(ISSI) menunjukkan

bahwa variable Jumlah

Uang Beredar dan Harga

Minyak Dunia

berpengaruh signifikan

terhadap Indeks Saham

79

Syariah dan variabel

Inflasi dan Sertifikat Bank

Indonesia (SBIS) tidak

berpengaruh terhadap

Indeks Saham Syariah

Indonesia

D. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang

tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran

sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari

serangkaian masalah yang ditetapkan. Kerangka pemikiran dapat disajikan

dalam bentuk bagan, deskripsi kualitatif, dan atau gabungan keduanya (Hamid,

2010:15). Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dideskripsikan sebagai

berikut:

80

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

E. Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan sementara atas suatu hubungan, sebab akibat

dari kinerja variabel yang perlu dibuktikan kebenarannya. Hipotesis dapat

dibedakan dalam hipotesis deskriptif, hipotesis argumentatif, hipotesis kerja,

dan hipotesis statistik, atau hipotesis nol. Hipotesis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah hipotesis statistik atau hipotesis nol yang bertujuan untuk

memeriksa ketidakbenaran sebuah dalil atau teori selanjutnya akan ditolak

melalui bukti-bukti yang sah (Hamid, 2010:16).

Makroekonomi

Domestik:

Inflasi, Exchange

Rate, SBIS, BI

Rate

INVESTASI

Pasar Modal Syariah

Indeks Saham

Syariah Indonesia

(ISSI)

Makroekonomi

Global: Harga

Emas Dunia

Metode Analisis

Regresi Linier Berganda

81

Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka hipotesis yang

dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Inflasi (X1)

H0.1 : Inflasi tidak berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah

Indonesia.

Ha.1 : Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Saham

Syariah Indonesia.

2. Variabel Exchange Rate (ER) USD/IDR (X2)

H0.2 : Exchange Rate tidak berpengaruh terhadap Indeks Saham

Syariah Indonesia.

Ha.2 : Exchange Rate berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks

Saham Syariah Indonesia.

3. Variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (X3)

H0.3: Sertifikat Bank Indonesia Syariah tidak berpengaruh terhadap

Indeks Saham Syariah Indonesia.

Ha.3: Sertifikat Bank Indonesia Syariah berpengaruh secara signifikan

terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia.

4. Variabel BI Rate (X4)

H0.4 : BI Rate tidak berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah

Indonesia.

Ha.4 : BI Rate berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia.

82

5. Variabel Harga Emas Dunia (X5)

H0.5: Harga Emas Dunia tidak berpengaruh terhadap Indeks Saham

Syariah Indonesia.

Ha.5 : Harga Emas Dunia berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks

Saham Syariah Indonesia.

6. Variabel Inflasi (X1), Exchange Rate (X2), Sertifikat Bank Indonesia

Syariah (X3), BI Rate (X4), dan Harga Emas Dunia (X5)

H0.6 : Inflasi, Exchange Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, BI

Rate, dan Harga Emas Dunia tidak berpengaruh secara simultan

terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia.

Ha.6 : Inflasi, Exchange Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, BI

Rate, dan Harga Emas Dunia berpengaruh signifikan secara

simultan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia.

83

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah seluruh saham

syariah yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) pada

periode waktu Juli 2012 – Juli 2016.

Untuk jenis data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah

data sekunder. Data sekunder sendiri adalah data yang diperoleh secara tidak

langsung kepada pihak (instansi) lain yang biasa digunakan untuk melakukan

penelitian.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan

data sekunder yang meliputi dua variabel yang akan diteliti dalam penelitian

ini. Kedua variabel tersebut adalah variabel dependen yang diwakili oleh

Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) serta variabel independen yang

diwakili oleh Inflasi, Kurs, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), BI Rate,

dan Harga Emas Dunia.

B. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari data statistik dan data yang

dipublikasikan secara umum. Data-data yang dikumpulkan adalah sebagai

berikut:

84

1. Data statistik kapitalisasi ISSI pada periode Juli 2012 – Juli 2016

bersumber dari situs resmi Otoritas Jasa Keuangan www.ojk.go.id.

2. Data statistik Inflasi pada periode Juli 2012 – Juli 2016 bersumber dari

situs resmi Bank Indonesia www.bi.go.id.

3. Data statistik Kurs pada periode Juli 2012 – Juli 2016 bersumber dari

situs www.pusatdata.kontan.co.id.

4. Data statistik Sertifikat Bank Indonesia Syariah pada periode Juli 2012

– Juli 2016 bersumber dari situs resmi Otoritas Jasa Keuangan

www.ojk.go.id.

5. Data statistik BI Rate pada periode Juli 2012 – Juli 2016 bersumber dari

situs resmi Bank Indonesia www.bi.go.id.

6. Data statistik Harga Emas Dunia pada periode Juli 2012 – Juli 2016

bersumber dari situs www.kitco.com.

C. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode data

kuantitatif, yaitu dimana data yang digunakan dalam penelitian berbentuk

angka. Dengan pendekatan kuantitatif diharapkan dapat menjelaskan hubungan

antara variabel bebas dengan variabel terikat yaitu bagaimana pengaruh Inflasi,

Kurs, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, BI Rate, dan Harga Emas Dunia

terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Penelitian ini menggunakan

metode Analisis Regresi Linier Berganda dengan menggunakan program

komputer (software) SPSS versi 16 dan Micosoft Excel 2010. Berikut ini adalah

metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini:

85

1. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai

residual yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi

normal atau tidak. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika

nilai residual terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai

rata-ratanya. Untuk mendeteksi apakah nilai residual terstandarisasi

berdistribusi normal atau tidak, maka dapat digunakan metode

analisis grafik dan metode statistik.

Disamping itu, pengujian normalitas dengan analisis grafik

dapat memberikan hasil yang subyektif. Artinya, antara orang yang

satu dengan yang lain dapat berbeda dalam menginterpretasikannya,

maka penulis menggunakan uji normalitas dengan Kolmogorov-

Smirnov. Pengujian normalitas distribusi data populasi dilakukan

denngan menggunakan nilai Asymp. Sig. (2-tailed). Kriteria yang

digunakan yaitu H0 diterima apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) >

dari tingkat alpha yang telah ditetapkan (5%), karenanya dapat

dinyatakan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi

normal. Apabila data terdistribusi normal, maka data tersebut

mamenuhi persyaratan untuk melakukan pengujian hipotesis dengan

menggunakan uji-t dan uji-F sehingga data tersebut dapat diuji

untuk pengambilan keputusan penelitian (Sudarmanto, 2005).

86

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan bila data tidak normal,

diantaranya adalah:

1) Jika jumlah sampel besar, kita perlu menghilangkan nilai

outliner dari data. Kita bisa membuang nilai-nilai yang

ekstrem, baik atas atau bawah. Nilai ekstrem ini disebut

outliners. Pertama kita perlu membuat grafik, dengan sumbu

x sebagai frekuensi dan y sebagai semua nilai yang ada

dalam data kita. Dari sini kita akan bisa melihat nilai mana

yang sangat jauh dari kelompoknya. Nilai inilah yang

kemudian perlu dibuang dari data kita, dengan asumsi nilai

ini muncul akibat situasi yang tidak biasanya.

2) Melakukan transformasi data, Ada banyak cara untuk

mentransform data kita, misalnya dengan mencari akar

kuadrat dari data kita, dan lain-lain.

3) Menggunakan alat analisis non parametric, analisis ini

disebut juga analisis yang distribution free. Sayangnya

analisis ini seringkali mengubah data menjadi lebih rendah

dari tingkatannya. Misal kalau sebelum data kita termasuk

data interval dengan analisis ini akan diubah menjadi data

ordinal.

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi yang terbentuk adanya korelasi antar variabel

87

independen dan bila terjadi korelasi berarti terjadinya problem

multikolinieritas. Model regresi dikatakan baik bila tidak terjadi

korelasi antar variabel independen. Nilai cut off yang umum dipakai

untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerance

> 0,10 atau sama dengan VIF < 10 dan nilai korelasi antar variabel

independen < 0,5 maka model dinyatakan tidak terdapat gejala

multikolinieritas (Oramahi, 2007).

Jika model mengandung multikolinieritas yang serius yakni

korelasi yang tinggi antar veriabel independen, maka ada beberapa

cara yang dapat dilakukan untuk menyembuhkannya:

1. Menghilangkan Variabel Independen

Salah satu metode sederhana yang bisa dilakukan adalah

dengan menghilangkan salah satu variabel independen yang

mempunyai hubungan linier kuat. Namun menghilangkan

variabel independen di dalam suatu model akan

menimbulkan bias spesifikasi model regresi.

2. Transformasi Variabel

Transformasi variabel dapat dilakukan dengan cara

melakukan transformasi kedalam bentuk diferensi pertama

(first difference). Bentuk diferensiasi pertama ini akan

mengurangi masalah multikolinieritas. Transformasi

variabel ini akan tetap menimbulkan masalah berkaitan

dengan masalah variabel gangguan. Kesalahan pengganggu

88

Vt mungkin tidak memenuhi salah satu asumsi daripada

model regresi linier klasik yang mengatakan bahwa

kesalahan pengganggu tidak berkorelasi antara yang satu

dengan lainnya, akan tetapi kemungkinan besar berkorelasi

serial (serially correlated).

3. Penambahan Data

Masalah multikolinieritas pada dasarnya merupakan

persoalan sampel. Oleh karena itu, masalah multikolinieritas

seringkali bisa diatasi jika kita menambah jumlah data.

Ketika kita menambah jumlah data karena ada masalah

multikolinieritas antara X1 dan X2 maka akan menyebabkan

varians dari β1 akan mengalami penurunan. Jika varian

mengalami penurunan maka otomatis standard error juga

akan mengalami penurunan. Dengan kata lain, jika

multikolinieritas menyebabkan variabel independen tidak

signifikan mempengaruhi variabel dependen melalui uji-t,

maka dengan penambahan jumlah data maka sekarang

variabel independen menjadi signifikan mempengaruhi

variabel dependen (Widarjono, 2012).

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah

variasi residual absolut sama atau tidak sama untuk semua

pengamatan. Gejala heteroskedastisitas ditunjukkan oleh koefisien

89

regresi dari masing-masing variabel bebas terhadap nilai absolut

residualnya. Jika nilai probabilitas lebih besar dari nilai alpha (Sig.

> α), maka dapat dipastikan model tidak mengandung gejala

heteroskedastisitas (Sudarmanto, 2005).

Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya

heterokedastisitas, yaitu melihat grafik plot antara nilai prediksi

variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya

SRESID. Dasar analisis: (1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik

yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang,

melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi

heterokedastisitas; (2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik

menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak

terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2012).

Ada beberapa cara mengatasi gejala heterokedastisitas. Salah

satunya menurut J. Supranto (1983), jika varian heteroskedastik

diketahui, maka cara yang paling mudah untuk memecahkan

masalah heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan metode

kuadrat terkecil tertimbang. Dimana timbangannya untuk

mengurangi pengaruh dari nilai observasi yang ekstrim. Namun

dalam prakteknya varian heteroskedastik jarang diketahui sehingga

kita harus membuat berbagai asumsi tentang varian heteroskedastik

tersebut dan kemudian kita membuat transformasi terhadap data

yang akan dipergunakan didalam model dengan maksud agar data

90

yang sudah dirubah bentuknya itu mempunyai kesalahan

pengganggu dengan varian yang tetap dan tercapai keadaan yang

homoskedastis. Beberapa alternatif solusi jika model menyalahi

asumsi heteroskedastisitas adalah dengan mentransformasikan ke

dalam bentuk logaritma, yang hanya dapat dilakukan jika semua

data bernilai positif. Atau dapat juga dilakukan dengan membagi

semua variabel dengan variabel yang mengalami gangguan

heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dimaksudkan untuk menguji model linier ada

korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode-t dengan

kesalahan pada periode-t sebelumnya (Oramahi, 2007). Adanya

autokorelasi dapat mengakibatkan penaksir mempunyai varians

tidak minimum dan uji-t tidak dapat digunakan, karena akan

memberikan kesimpulan yang salah. Ada beberapa cara untuk

mendeteksi ada tidaknya masalah autokorelasi, yaitu menggunakan

metode Durbin-Watson dan metode Run Test sebagai salah satu uji

statistik non parametrik. Uji Durbin-Watson (Uji D-W) merupakan

uji yang sangat populer untuk menguji ada tidaknya masalah

autokorelasi dari model empiris yang diestimasi (Sudarmanto,

2005).

91

Tabel 3.1

Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson

DW Kesimpulan

< D1 Ada Autokorelasi (+)

dL s.d Du Tanpa Kesimpulan

dU s.d 4 – dU Tidak Ada Autokorelasi

4 – dU s.d 4 – dL Tanpa Kesimpulan

> 4 – dL Ada Autokorelasi (-)

Menurut Oramahi (2007), untuk mendeteksi terjadi

autokorelasi atau tidak dapat dilihat melalui nilai Durbin-Watson

(D-W) yang bisa dijadikan patokan untuk mengambil keputusan

adalah:

1) Bila nilai D-W < -2, berarti ada autokorelasi positif.

2) Bila nilai D-W diantara -2 sampai dengan +2, berarti tidak

terjadi autokorelasi.

3) Bila nilai D-W + 2, berarti ada autokorelasi negatif.

Jika ada masalah autokorelasi, maka model regresi yang

seharusnya signifikan (lihat angka F dan signifikansinya), menjadi

tidak layak untuk dipakai. Autokorelasi dapat diatasi dengan

berbagai cara antara lain dengan melakukan transformasi data dan

menambah data observasi.

92

Menurut Imam Ghozali (2012) dalam Fitria Saraswati (2013),

jika pada model regresi terjadi autokorelasi, maka ada beberapa

opsi penyelesaiannya antara lain:

1) Tentukan apakah autokorelasi yang terjadi merupakan pure

autocorrelation dan bukan karena kesalahan spesifikasi

model regresi. Pola residual dapat terjadi karena adanya

kesalahan spesifikasi model yaitu ada variabel penting yang

tidak dimasukkan kedalam model atau dapat juga karena

bentuk fungsi persamaan regresi tidak benar.

2) Jika yang terjadi adalah pure autocorrelation, maka solusi

autokorelasi adalah dengan mentranformasi model awal

menjadi model difference. Misalkan model regresi dengan

dua variabel sebagai berikut:

Yt = β1 + β2Xt + μt

Dan diasumsikan bahwa error mengikuti

autoregressiveAR(1) sebagai berikut:

μt = ρμt – 1 + €t -1 < ρ < 1

Nilai ρ diestimasi berdasarkan Durbin-Watson d statistik

dengan rumus sebagai berikut:

ρ = 1 – d/2

Keterangan:

d = durbin-watson

93

Pada kasus dengan jumlah sampel kecil, Theil dan Nagar

mengajukan rumus untuk menghitung ρ sebagai berikut:

ρ = n2(1 – d/2) + k2

n2 – k2

Keterangan:

n = jumlah observasi

k = jumlah variabel bebas

2. Uji Hipotesis

a. Uji-F

Nilai F hitung digunakan untuk menguji ketepatan model

(goodness of fit). Uji-F ini juga sering disebut sebagai uji simultan,

untuk menguji apakah variabel bebas yang digunakan dalam model

mampu menjelaskan perubahan nilai variabel terikat atau tidak.

Adapun cara pengujian dalam uji F ini, yaitu dengan menggunakan

suatu tabel yang disebut dengan Tabel ANOVA (Analysis of

Variance) dengan melihat nilai signifikasi (Sig. < 0,05 atau 5 %).

Jika nilai signifikasi > 0.05 maka H1 ditolak, sebaliknya jika nilai

signifikasi < 0.05 maka H1 diterima.

b. Uji-t

Uji-t merupakan uji signifikansi yang digunakan untuk

mengukur keberartian koefisien regresi variabel independen satu

per satu. Uji-t dugunakan untuk menguji Apakah variabel

independen tersebut memiliki pengaruh yang berarti terhadap

94

variabel dependennya atau tidak. Uji-t digunakan untuk menentukan

pengujian hipotesis uji-t. Apabila harga koefisien-t yang digunakan

sebagai ukuran, maka nilai koefisien tersebut harus dibandingkan

dengan nilai t-tabel untuk tingkat alpha yang telah ditetapkan

dengan dk yang sesuai. Kriteria yang digunakan yaitu menolak H0

dan menerima Ha apabila t-hitung > t-tabel, serta menerima H0 dan

menolak Ha apabila t-hitung < t-tabel (Sudarmanto, 2005).

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi merupakan besarnya kontribusi variabel

bebas terhadap variabel terikatnya. Semakin tinggi koefisien

determinasi, semakin tinggi kemampuan variabel bebas dalam

menjelaskan variasi perubahan pada variabel terikatnya (Suliyanto,

2011). Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Bila

nilai koefisien determinasi sama dengan 0 (R2 = 0), artinya variasi

dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila

nilai koefisien determinasi sama dengan 1 (R2 = 1), artinya variasi

Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X.

3. Analisis Regresi Linier Berganda

Menurut Umi Narimawati (2008), analisis regresi linier berganda

adalah suatu analisis asosiasi yang digunakan secara bersamaan untuk

meneliti pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel

tergantung dengan skala interval. Metode analisis data yang digunakan

adalah model regresi berganda, yaitu regresi yang digunakan untuk

95

mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen. Pengaruh regresi linier berganda dapat dituliskan

sebagai berikut:

Y = α +β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4 + β5X5

Keterangan:

Y = LN ISSI

X1 = Inflasi

X2 = LN Kurs

X3 = LN SBIS

X4 = BI Rate

X5 = Harga Emas Dunia

D. Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Indeks harga saham merupakan ringkasan pengaruh simultan dan

kompleks dari berbagai macam variabel yang berpengaruh terutama

kejadian-kejadian ekonomi. Dengan kata lain indeks harga saham dapat

dijadikan sebagai barometer ekonomi suatu Negara dan sebagai dasar

melakukan analisis statistik atas kondisi pasar terakhir. Di Indonesia

terdapat dua indeks saham syariah, yaitu Jakarta Islamic Index (JII) dan

Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Dalam penelitian ini indeks saham

syariah yang digunakan adalah ISSI. ISSI merupakan indeks yang telah

diluncurkan oleh BEI pada tanggal 12 Mei 2011 dimana konstituen ISSI

adalah seluruh saham yang tergabung dalam Daftar Efek Syariah dan

96

tercatat di BEI. Hingga saat ini jumlah konstituen ISSI adalah lebih dari 200

saham. Tujuan pembentukan ISSI adalah untuk meningkatkan kepercayaan

Investor dalam melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan

memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk

melakukan investasi di bursa efek (Pasaribu dan Firdaus, 2013:119).

2. Variabel Bebas (Independent Variable)

Berikut ini adalah variabel-variabel independen yang digunakan dalam

penelitian, yaitu:

a. Inflasi (X1)

Inflasi merupakan variabel bebas pertama. Inflasi adalah proses

kenaikan harga-harga umum secara terus-menerus. Akibat dari

inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat

karena secara riil tingkat pendapatan juga menurun. Indikator inflasi

yang digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia.

IHK merupakan pengukur perkembangan daya beli Rupiah yang

dibelanjakan untuk membeli barang dan jasa dari bulan ke bulan.

b. Exchange Rate (ER) USD/IDR (X2)

Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukan harga

atau nilai mata uang suatu Negara dinyatakan dalam nilai mata uang

negara lain. Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai

jumlah uang domestic yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah

yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing

(Sukirno, 2011:397).

97

Menurut Karim (2007:157), nilai tukar uang mempresentasikan

tingkat harga pertukaran dari satu mata uang ke mata uang lainnya

dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi

perdagangan internasional, turisme, investasi internasional, ataupun

aliran uang jangka pendek antar negara, yang melewati batas-batas

geografis ataupun batas-batas hukum.

Kurs yang digunakan adalah kurs tengah rupiah terhadap Dollar

Amerika Serikat yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

c. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) (X3)

Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah sertifikat yang

diterbitkan Bank Indonesia yang diterbitkan Bank Indonesia yang

dibuat dalam rangka pengendalian moneter berdasarkan prinsip

syariah dan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi bila terjadi

kelebihan likuiditas pada bank syariah (Arifin, 2009:198).

d. BI Rate (X4)

Menurut Keynes, dalam Wardane (2003), tingkat bunga

ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan

dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan

mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, misalnya

pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung

pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga

turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat

98

berharga akan menderita capital loss atau capital gain (Novianto

:11-12).

Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang.

Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara

umum.

2. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami

koreksi akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga

nominal dikurangi laju inflasi.

e. Harga Emas Dunia (X4)

Emas adalah logam mulia padat, lembut, mengkilat, dan salah

satu logam yang paling lentur diantara logam lainnya. Dibandingkan

dengan jenis logam lainnya emas memiliki beberapa kelebihan,

seperti pendapat Jack Weatherford “Dimanapun orang ingin

menyentuhnya, mengenakannya, bermain-main dengannya dan juga

memiliknya, karena berbeda dengan tembaga yang berubah menjadi

hijau, besi yang mudah berkarat dan perak yang memudar, emas

murni tetaplah murni dan tidak berubah”. Sifat-sifat alamiah inilah

yang menyebabkan nilai atau harga emas menjadi amat bernilai

(Dipraja, 2011:7).

99

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Perkembangan Indeks Saham Syariah Indonesia

Dewasa ini perkembangan ekonomi syariah telah tumbuh dan

berkembang pesat pada perekonomian Indonesia, baik dikalangan akademisi

maupun praktisi. Hal ini juga berimplikasi pada berkembangnya pasar

modal syariah yang merupakan bagian dari industri keuangan syariah. Salah

satu indeks pasar modal berbasis syariah yang digunakan oleh Bursa Efek

Indonesia (BEI) adalah Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang

diterbitkan oleh Bapepam-LK sebagai regulator yang berwenang dan

bekerjasama dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

(DSN-MUI) pada 12 Mei 2011 (Pasaribu dan Firdaus, 2013:118).

Konstituen ISSI adalah seluruh saham yang tergabung dalam Daftar

Efek Syariah (DES) dan tercatat di BEI dimana saat ini jumlah konstituen

ISSI sudah lebih dari 200 saham. ISSI digunakan sebagai sarana untuk

memudahkan dan menarik Investor muslim dalam pemilihan investasi di

pasar modal yang seringkali diragukan kehalalannya, meskipun tidak semua

Investor saham syariah adalah mereka yang beragama Islam. Secara singkat,

pasar modal syariah menggunakan prinsip, prosedur, asumsi, instrumen, dan

aplikasi yang bersumber pada nilai Islam yaitu Al-Quran dan As-Sunnah

yang kemudian disajikan dalam bentuk Fatwa DSN-MUI terkait pasar

modal syariah. Berdasarkan Fatwa tersebut kemudian diaplikasikan oleh

100

lembaga pengawas yaitu Bapepam-LK serta pelaksana yaitu Bursa Efek

Indonesia, emiten, dan Investor (Pasaribu dan Firdaus, 2013:118).

Dalam menjalankan peranannya, pasar modal memiliki dua fungsi

utama, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Dalam fungsi ekonomi

pasar modal menyediakan fasilitas untuk mempertemukan dua kepentingan

yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (Investor) dan pihak yang

memerlukan dana (emiten). Dengan adanya pasar modal, pihak yang

memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan

harapan memperoleh imbalan, sedangkan emiten dapat memanfaatkan dana

tersebut untuk kepentingan operasional perusahaan. Dalam fungsi keuangan,

pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh

imbalan bagi Investor, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.

Pasar modal diharapkan mampu meningkatkan aktivitas perekonomian,

karena pasar modal merupakan alternative pendanaan jangka panjang bagi

perusahaan. Sehingga perusahaan dapat beroperasi dengan skala yang lebih

besar dan pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan dan

kemakmuran masyarakat luas (Pasaribu dan Firdaus, 2013:118).

Keberadaan pasar modal di Indonesia merupakan salah satu faktor

penting dalam pembangunan perekonomian nasional, terbukti telah banyak

industry dan perusahaan yang menggunakan institusi ini sebagai media

untuk menyerap dana investasi serta sebagai media untuk memperkuat

posisi keuangannya (Pasaribu dan Firdaus, 2013:118).

101

Gambar 4.1

Perkembangan ISSI Periode Juli 2012 – Juli 2016

Sumber : www.ojk.go.id, data diolah

Gambar diatas merupakan perkembangan Indeks Saham Syariah

Indonesia (ISSI) periode Juli 2012 – Juli 2016. Berdasarkan gambar diatas

dapat diketahui bahwa ISSI hampir selalu mengalami pertumbuhan pada

setiap periodenya walaupun ada beberapa penurunan, namun penurunan ini

tidak terlalu signifikan dan kemudian mengalami kenaikan kembali di

periode selanjutnya.

Meskipun ISSI ini baru saja dibentuk namun perkembangannya

menunjukkan trend yang sangat positif. Pertumbuhan ISSI yang selalu

terjadi setiap periodenya ini tidak terlepas karena pertumbuhan pangsa pasar

syariah yang telah tumbuh dan berkembang di Indonesia beberapa tahun

belakangan ini. Pertumbuhan pangsa pasar syariah yang berawal dari sektor

-

500.000,00

1.000.000,00

1.500.000,00

2.000.000,00

2.500.000,00

3.000.000,00

3.500.000,00

Jul-

12

No

v-1

2

Mar

-13

Jul-

13

No

v-1

3

Mar

-14

Jul-

14

No

v-1

4

Mar

-15

Jul-

15

No

v-1

5

Mar

-16

Jul-

16

ISSI

ISSI

102

perbankan yang kemudian merambah ke asuransi dan kini eranya telah

masuk pada pasar modal. Inilah yang dijadikan kesempatan oleh beberapa

perusahaan atau emiten untuk mengeluarkan indeks syariah agar dapat

menarik minat para masyarakat penanam modal yang ingin berinvestasi

pada indeks syariah.

2. Perkembangan Inflasi

Inflasi merupakan kenaikan dalam tingkat harga barang dan jasa secara

umum selama periode waktu tertentu. Tingkat inflasi dapat diestimasikan

dengan mengukur tingkat presentase perubahan dalam indeks harga

konsumen yang mengindikasikan harga dari sejumlah besar produk

konsumen seperti produk kebutuhan sehari-hari, peumahan, bahan bakar,

layanan kesehatan, dan listrik (Madura, 2007:128).

Berikut ini disajikan gambar perkembangan Inflasi di Indonesia pada

periode Juli 2012 – Juli 2016:

103

Gambar 4.2

Perkembangan Infasi Periode Juli 2012 – Juli 2016

Sumber : www.bi.go.id, data diolah

Pada Gambar 4.2 diatas menunjukkan bahwa perkembangan inflasi

mengalami fluktuatif setiap tahunnya. Tingkat inflasi tertinggi terjadi pada

bulan Juli tahun 2013 sebesar 8,61 %, kemudian mengalami penurunan

yang tajam pada bulan Juli tahun 2014 sebesar 4,53 %. Pada akhir tahun

2014 inflasi kembali mengalami kenaikan sampai dengan pertengahan tahun

2015 sebesar 7,26 %, kemudian mengalami penurunan yang tajam pada

pertengahan tahun 2016 sebesar 3,21 %.

3. Perkembangan Exchange Rate (ER) USD/IDR

Kurs Rupiah adalah nilai tukar Rupiah terhadap uang dari Negara lain,

yaitu banyaknya Rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata

uang asing. Misalnya kurs yang menunjukkan bahwa US$ 1.00 sama

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

Inflasi

Inflasi

104

dengan Rp. 8.400, berarti untuk memperoleh satu Dolar Amerika Serikat

dibutuhkan 8.400 Rupiah Indonesia (Sukirno, 2011:397).

Menurut Subalno (2010:25), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah

terhadap mata uang Negara lain. Jadi, nilai tukar Rupiah merupakan nilai

dari satu mata Rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang Negara lain.

Misalnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar Rupiah terhadap

Yen, dan lain sebagainya. Dalam transaksi valuta asing dibedakan menjadi

dua jenis kurs yaitu kurs spot (spot rate) dan kurs berjangka (forward rate).

Dari kedua jenis transaksi tersebut, transaksi valuta asing yang paling

dikenal transaksi seketika (on the spot). Transaksi spot yang lazirn

digunakan dalam melakukan pembayaran dan penerimaan valuta asing

adalah dalam jangka waktu dua hari kerja setelah disepakatinya transaksi

tersebut. Sedangkan transaksi berjangka (forward transaction) merupakan

kesepakatan yang dicapai pada hari ini namun baru berlaku beberapa waktu

kemudian (misalnya 3 bulan). Dalarn penelitian ini kurs yang dipakai adalah

kurs spot (spot rate).

Berikut ini adalah tabel perkembangan Exchange Rate (Kurs) periode

Juli 2012 – Juli 2016:

105

Tabel 4.1

Perkembangan Kurs Periode 2012 – 2016

Rupiah

Bulan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Januari

9.698 12.226 12.625 13.846

Februari

9.667 11.634 12.863 13.395

Maret

9.719 11.404 13.084 13.276

April

9.722 11.532 12.937 13.204

Mei

9.802 11.611 13.211 13.615

Juni

9.929 11.969 13.332 13.180

Juli 9.485 10.278 11.591 13.481 13.094

Agustus 9.560 10.924 11.717 14.027

September 9.588 11.613 12.212 14.657

Oktober 9.615 11.234 12.082 13.639

November 9.605 11.977 12.196 13.840

Desember 9.670 12.189 12.440 13.795

Sumber : www.pusatdata.kontan.co.id, data diolah

Pada Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa nilai kurs tertinggi pada

tahun 2012 terjadi pada bulan Desember sebesar 9.670 Rupiah dan terendah

pada bulan Juli sebesar 9,485 Rupiah. Pada tahun 2013 kurs tertinggi terjadi

pada bulan Desember sebesar 12.189 Rupiah dan terendah pada bulan

Februari sebesar 9.667 Rupiah. Pada tahun 2014 kurs tertinggi terjadi pada

bulan Desember sebesar 12.440 Rupiah dan terendah pada bulan Maret

sebesar 11.404 Rupiah. Pada tahun 2015 kurs tertinggi terjadi pada bulan

September sebesar 14.657 Rupiah dan terendah pada bulan Januari sebesar

12.626 Rupiah. Pada tahun 2016 kurs tertinggi pada bulan Januari sebesar

13.846 Rupiah dan terendah pada bulan Juli 13.094 Rupiah. Sedangkan

selama periode penelitian ini kurs tertinggi terjadi pada bulan September

106

2015 sebesar 14.657 Rupiah dan terendah pada bulan Juli 2012 sebesar

9.485 Rupiah.

4. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 63/DSN-MUI/XII/2007

bahwa Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga

dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia berjangka

waktu pendek berdasarkan prinsip syariah. Dalam penerbitan intrumen

Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) menggunakan akad ju’alah.

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 62/DSN-MUI/XII/2007,

ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan

tertentu (‘iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari

suatu pekerjaan. Ja’il adalah pihak yang berjanji akan memberikan imbalan

tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan. Dimana

tingkat imbalan disesuaikan dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh

Bank Indonesia. Menurut Bank Indonesia (www.bi.go.id), SBIS diterbitkan

oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka

dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip

Syariah. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) bagi bank syariah

dijadikan sebagai alat instrumen investasi, sebagaimana Sertifikat Bank

Indonesia (SBI) di bank konvensional (Ardana, 2016:121).

Berikut ini adalah tabel perkembangan Sertifikat Bank Indonesia

Syariah (SBIS) periode Juli 2012 – Juli 2016:

107

Tabel 4.2

Perkembangan SBIS

Triliun

Bulan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Januari

4.709 5.253 8.050 6.275

Februari

5.103 5.331 9.040 7.188

Maret

5.611 5.843 8.810 6.994

April

5.343 6.234 9.130 7.683

Mei

5.423 6.680 8.858 7.225

Juni

5.443 6.782 8.858 7.470

Juli 3.036 4.640 5.880 8.163 8.130

Agustus 2.918 4.299 6.514 8.585

September 3.412 4.523 6.450 7.720

Oktober 3.321 5.213 6.680 7.192

November 3.242 5.107 6.530 6.495

Desember 4.993 6.699 8.130 6.280

Sumber : www.ojk.go.id, data diolah

Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai SBIS tertinggi pada tahun

2012 terjadi pada bulan Desember sebesar 4.993 dan terendah terjadi pada

bulan Agustus sebesar 2.918. Pada tahun 2013 nilai SBIS tertinggi terjadi

pada bulan Desember sebesar 6.699 dan terendah terjadi pada bulan Agustus

sebesar 4.299. Pada tahun 2014 nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan

Desember sebesar 8.130 dan terendah terjadi pada bulan Januari sebesar

5.253. Pada tahun 2015 nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan April sebesar

9.130 dan terendah terjadi pada bulan Desember sebesar 6.280. Pada tahun

2016 nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan Juli sebesar 8.130 dan terendah

terjadi pada bulan Januari sebesar 6.275. Sedangkan selama periode

penelitian, nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan April tahun 2015 sebesar

108

9.130 dan nilai terendah terjadi pada bulan Agustus tahun 2012 sebesar

2.918.

5. Perkembangan BI Rate

Suku bunga merupakan faktor penting dalam perekonomian suatu

negara karena suku bunga mampu mempengaruhi perekonomian secara

umum. tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap

pasar modal (Erawati, 2002). Suku bunga SBI merupakan instrumen

keuangan yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) untuk mengontrol peredaran

uang di masyarakat dengan menggunakan acuan suku bunga BI (Rismawati,

2010). Suku bunga BI merupakan tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh

BI sebagai patokan bagi suku bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank

dan atau lembaga-lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Suku bunga

merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi harga saham.

Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan

seseorang untuk melakukan suatu investasi, karena secara umum perubahan

suku bunga SBI dapat mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga

kredit di masyarakat (Amin, 2012). Jika suku bunga deposito meningkat

maka Investor cenderung menanamkan modalnya dalam bentuk deposito

karena dapat menghasilkan return yang besar dengan resiko yang lebih kecil

dan sebaliknya. Dalam penelitian ini suku bunga SBI menggunakan data

suku bunga SBI bulanan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia

(Sudarsana dan Candraningrat : 3292).

109

Tabel 4.3

Perkembangan BI Rate Periode Juli 2012 – Juli 2016

Persen%

Bulan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Januari

5,75 7,5 7,75 7,25

Februari

5,75 7,5 7,5 7

Maret

5,75 7,5 7,5 6,75

April

5,75 7,5 7,5 6,75

Mei

5,75 7,5 7,5 6,75

Juni

6 7,5 7,5 6,5

Juli 5,75 6,5 7,5 7,5 6,5

Agustus 5,75 7 7,5 7,5

September 5,75 7,25 7,5 7,5

Oktober 5,75 7,25 7,5 7,5

November 5,75 7,5 7,75 7,5

Desember 5,75 7,5 7,75 7,5

Sumber : www.bi.go.id, data diolah

Berdasarkan Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa suku bunga tertinggi

terjadi pada bulan November dan Desember tahun 2014 sebesar 7,75 % dan

suku bunga terendah terjadi pada bulan Juli 2012 sampai bulan Mei 2013

sebesar 5,75 %.

6. Perkembangan Harga Emas Dunia

Emas mempunyai standar nilai internasional yang mudah dipantau,

emas sangat liquid (mudah diuangkan). Emas sebagai salah satu bentuk

investasi yang tidak terpengaruh oleh inflasi dan aman terhadap depresiasi

nilai tukar. Emas di dunia berasal dari dalam bumi berupa bongkahan

campuran batu dan emas, yang harus melalui proses pemurnian atau refinery

110

untuk dijadikan emas murni 24 karat atau 99,9 %. Emas murni 24 K

umumnya berwujud dalam bentuk batangan (gold bar), koin emas dan

perhiasan (Susilo, 2011 dalam Rusbariandi : 7).

Harga emas di negara manapun mengikuti harga emas dunia yang

ditentukan di London (pasar emas london) setiap hari. Harga emas dunia

ditentukan berdasarkan supply and demand emas dari seluruh penjuru dunia,

bukan ditentukan dari satu daerah saja. Standar internasional emas dalam

US$ per troy ounce/oz (1 troy oz = 31.1 gr). Pasar emas london menjadi

rujukan pasar emas global dalam menentukan patokan harga emas hampir di

setiap negara (termasuk dengan harga Dinar Dirham Islam). Selain di

London, pusat perdagangan emas lainnya adalah New York, Zurich, Tokyo,

Sydney dan Hongkong, dimana Hongkong menjadi pusat perdagangan di

Asia (Firman, 2012 dalam Rusbariandi : 7).

Berikut ini adalah tabel perkembangan Harga Emas Dunia periode Juli

2012 – Juli 2016:

111

Tabel 4.4

Perkembangan Harga Emas Dunia Periode Juli 2012 – Juli 2016

Triliun

Bulan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Januari

1644.75 1251.00 1260.25 1111.80

Februari

1588.50 1326.50 1214.00 1234.90

Maret

1598.25 1291.75 1187.00 1237.00

April

1469.00 1288.50 1180.25 1285.65

Mei

1394.50 1250.50 1191.40 1212.10

Juni

1192.00 1315.00 1171.00 1320.75

Juli 1622.50 1314.50 1285.25 1098.40 1342.00

Agustus 1648.50 1394.75 1285.75 1135.00

September 1776.00 1326.50 1216.50 1114.00

Oktober 1719.00 1324.00 1164.25 1142.35

November 1726.00 1253.00 1182.75 1061.90

Desember 1657.50 1204.50 1206.00 1060.00

Sumber : www.kitco.com, data diolah

Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai tertinggi Harga Emas Dunia

pada tahun 2012 terjadi pada bulan September sebesar 1776.00 dan nilai

terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 1622.50. Pada tahun 2013 nilai

tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Januari sebesar 1644.75 dan

nilai terendah terjadi pada bulan Juni sebesar 1192.00. Pada tahun 2014 nilai

tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Februari sebesar 1326.50 dan

nilai terendah terjadi pada bulan Oktober sebesar 1164.25. Pada tahun 2015

nilai tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Januari sebesar 1260.25

dan nilai terendah terjadi pada bulan Desember sebesar 1060.00. Pada tahun

2016 nilai tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Juli sebesar

1342.00 dan nilai terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 1111.80.

Sedangkan selama periode penelitian, nilai tertinggi Harga Emas Dunia

112

terjadi pada bulan September tahun 2012 sebesar 1776.00 dan nilai terendah

terjadi pada bulan Desember tahun 2015 sebesar 1060.00.

B. Analisis dan Pembahasan

1. Uji Asumsi Klasik

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel (X) terhadap variabel

terikat (Y), maka penelitian ini menggunakan analisis untuk

membandingkan dua variabel yang berbeda. Pada analisis regresi untuk

memperoleh model regresi yang bisa dipertanggungjawabkan, maka asumsi-

asumsi berikut harus dipenuhi:

a. Uji Normalitas Data

Menurut Ghozali (2009:147), uji normalitas bertujuan apakah

dalam model regresi variabel dependen (terikat) dan variabel

indepedent (bebas) mempunyai kontribusi atau tidak.

Terdapat dua cara untuk mendeteksi apakah residual

berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji

statistik (uji kolmogorov-smirnov), adapun penjelasan mengenai uji

normalitas data dalah sebagai berikut (Ghozali, 2009:147):

1) Uji Normalitas Secara Grafik

Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas

residual adalah dengan melihat grafik histogram yang

membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang

mendeteksi distribusi normal. Adapun hasil uji normalitas

113

dengan melihat dari segi grafik yang ditunjukkan pada grafik

histogram berikut ini:

Gambar 4.3

Hasil Uji Normalitas Secara Grafik Histogram

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

Menurut Ghozali (2009:147), salah satu cara termudah

untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat

grafik histogram yang membandingkan antara data observasi

dengan distribusi yang mendekati distribusi normal.

114

Berdasarkan Gambar 4.3 diatas, histogram Regression

Residual membentuk kurva seperti lonceng maka nilai

residual tersebut dinyatakan normal atau data berdistribusi

normal.

Menurut Ghozali (2009:147), namun demikian hanya

dengan melihat histogram hal ini dapat menyesatkan

khususnya untuk jumlah yang sampelnya kecil. Metode yang

paling handal adalah dengan melihat normal propability plot

yang membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi

normal. Distribusi normal akan membentuk suatu garis lurus

diagonal dan plotting data residual akan dibandingkan

dengan garis diagonal (Ghozali, 2009:147). Adapun hasil uji

normalitas dengan melihat dari segi grafik yang ditunjukkan

pada gambar P-p plot berikut ini:

115

Gambar 4.4

Hasil Uji Normalitas Secara Grafik P-p Plot

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

Berdasarkan Gambar 4.4 diatas, dapat dilihat pada grafik

normal plot titik-titik menyebar disekitar garis normal, serta

penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Grafik ini

menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena

memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2009:112).

2) Hasil Uji Normalitas Secara Statistik

Uji normalitas secara grafik dapat menyesatkan kalau

tidak hati-hati secara visual kelihatan normal, padahal secara

statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu dianjurkan

116

disamping uji grafik dilengkapi dengan uji statistik (Ghozali,

2009:149).

Menurut Sufren dan Yonathan (2013:65), normalitas

data juga dapat dilihat dengan menggunakan Kolmogorov-

Smirnov Test. Kolmogorov-Smirnov Test yang paling sering

digunakan di SPSS dalam hal mengecek normalitas.

Untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak

dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test adalah

dengan memperhatikan angka pada Asymp. Sig (2-tailed),

data berdistribusi normal apabila nilai signifikansi > 0,05 dan

data tidak berdistribusi tidak normal apabila nilai signifikansi

< 0,05 (Sufren dan Yonathan, 2013:68).

Adapun hasil uji normalitas secara statistik

menggunakan hasil uji kolmogorov-smirnov adalah sebagai

berikut:

117

Tabel 4.5

Hasil Uji Normalitas Secara Statistik

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 49

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation .01909712

Most Extreme Differences Absolute .074

Positive .065

Negative -.074

Kolmogorov-Smirnov Z .517

Asymp. Sig. (2-tailed) .952

a. Test distribution is Normal.

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

Berdasarkan tabel 4.5 diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa nilai unstandardized residual sebesar 0,952 ini

menandakan bahwa nilai Sig. lebih besar dari > 0,05 , ini

mengartikan bahwa data terdistribusi secara normal dan

memenuhi asumsi klasik normalitas data.

b. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas berguna untuk mengetahui apakah dalam

model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna

diantara variabel bebas atau tidak bebas. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Untuk

118

mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas didalam model

regresi dapat dilihat dari nilai Tolerance dan Variance Inflation

Factor (VIF). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan

adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance > 0,10 atau sama

dengan VIF < 10, maka model dinyatakan tidak terdapat gejala

multikolonieritas. Dari uji multikolonieritas yang dilakukan penulis,

tidak ditemukan gejala multikolonieritas terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6

Hasil Uji Multikolonieritas

Model Colinearity Statistic

Tolerance VIF

INFLASI .490 2.041

LN_KURS .117 8.549

LN_SBIS .319 3.132

BI RATE .217 4.615

LN_HARGA_EMAS .166 6.019

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

Berdasarkan Tabel 4.6 diatas, menunjukkan bahwa nilai

Tolerance Inflasi sebesar 0,490 (0,490 > 0,10), nilai Tolerance Kurs

sebesar 0,117 (0,117 > 0,10), nilai Tolerance SBIS sebesar 0,319

(0,319 > 0,10), nilai Tolerance BI Rate sebesar 0,217 (0,217 > 0,10),

dan nilai Tolerance Harga Emas sebesar 0,166. Nilai VIF Inflasi

119

sebesar 2,041 (2.041 < 10,00), nilai VIF Kurs sebesar 8,549 (8,549 <

10,00), nilai VIF SBIS sebesar 3,132 (3,132 < 10,00), nilai VIF BI

Rate sebesar 4,615 (4,615 < 10,00), dan nilai VIF Harga Emas

sebesar 6,019 (6,019 < 10,00).

Kesimpulan dari hasil nilai Tolerance menunjukkan > 0,10 dan

nilai VIF < 10,00 ini berarti bahwa variabel Inflasi, Kurs, SBIS, BI

Rate, dan Harga Emas tidak menunjukkan adanya gejala

multikolonieritas.

c. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalah

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari satu residual

pengamatan ke residual pengamatan lainnya. Heterokedastisitas

menunjukkan bahwa variasi variabel tidak sama untuk semua

pengamatan. Sebaliknya, jika varian variabel sama untuk semua

pengamatan maka disebut dengan homokedastisitas. Yang

diharapkan pada model regresi adalah yang homokedastisitas.

Berikut adalah hasil dari uji heterokedastisitas menggunakan

Analisis Grafik dengan Scatterplot:

120

Gambar 4.5

Hasil Uji Heterokedastisitas Secara Scatterplot

Sumber : Data diolah dengan SPSS 22

Berdasarkan Gambar 4.5 diatas, menunjukkan bahwa plot

menyebar secara acak diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu

Regression Studentized Residual (sumbu Y). Hal ini dapat

disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala heterokedastisitas pada model

regresi (Ghozali, 2009:107).

d. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada

korelasi antara anggota serangkaian data observasi yang diuraikan

menurut waktu (time series) atau ruang (cross section). Beberapa

penyebab munculnya masalah autokorelasi dari sebagian data time

121

series dalam analisis regresi adalah adanya kelembaman (inertia)

artinya data observasi pada periode sebelumnya dan periode

sekarang, kemungkinan besar akan mengandung saling

ketergantungan (interdependence).

Uji Durbin-Watson (Uji D-W) merupakan uji yang sangat

populer untuk menguji ada tidaknya masalah autokorelasi dari model

empiris yang diestimasi. Berikut adalah hasil dari uji autokorelasi:

Tabel 4.7

Hasil Uji Durbin-Watson

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .823a .678 .641 .02018 1.066

a. Predictors: (Constant), LN_HARGA_EMAS, INFLASI, LN_SBIS, BI_RATE,

LN_KURS

b. Dependent Variable: LN_ISSI

Sumber : Data diolah dengan SPSS 22

Berdasarkan Tabel 4.7 diatas, nilai Durbin-Watson sebesar

1,066. Uji Autokorelasi dilihat dari nilai Durbin-Watson dengan nilai

diantara -2 sampai 2. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada

autokorelasi positif maupun negatif.

122

2. Uji Hipotesis

a. Hasil Uji Secara Simultan (Uji-F)

Pengujian ini bertujuan untuk membuktikan apakah variabel-

variabel independen secara simultan (bersama-sama) mempunyai

pengaruh terhadap variabel dependent (Ghozali, 2009:88). Hasil uji

statistik F dapat dilihat pada tabel dibawah ini, jika nilai probabilitas

lebih kecil dari 0,05 maka Ha di terima dan menolak Ho sedangkan jika

nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima dan menolak Ha.

Hasil pengujian hipotesis dengan Uji-F adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8

Hasil Uji-F

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .037 5 .007 18.116 .000a

Residual .018 43 .000

Total .054 48

a. Predictors: (Constant), LN_HARGA_EMAS, INFLASI, LN_SBIS, BI_RATE, LN_KURS

b. Dependent Variable: LN_ISSI

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

Berdasarkan Tabel 4.8 diatas, dapat dilihat nilai F hitung sebesar

18,166 dengan nilai tingkat signifikan 0,000. Karena nilai signifikan

lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak atau Ha diterima. Dapat

disimpulkan bahwa variabel Inflasi, Kurs, Sertifikat Bank Indonesia

123

Syariah (SBIS), BI Rate, dan Harga Emas Dunia berpengaruh secara

simultan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Karena

tingkat probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat

digunakan untuk memprediksi variabel dependen Indeks Saham

Syariah Indonesia (ISSI).

b. Hasil Uji Secara Parsial (Uji-t)

Menurut Ghozali (2009:88), hasil uji-t menunjukkan seberapa jauh

pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam

menerangkan variasi variabel dependent dan digunakan untuk

mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel

independent secara individual terhadap variabel dependent yang diuji

pada tingkat signifikansi 0,05.

Tabel 4.9

Hasil Uji-t

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 7.585 1.061 7.147 .000

INFLASI 9.517E-5 .000 .348 2.818 .007

LN_KURS -.616 .147 -1.057 -4.178 .000

LN_SBIS .308 .040 1.173 7.662 .000

BI_RATE .020 .008 .448 2.409 .020

LN_HARGA_EMAS .009 .121 .016 .075 .941

a. Dependent Variable : LN_ISSI

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

124

Berdasarkan Tabel 4.9 diatas menunjukkan bahwa variabel Inflasi,

Kurs, SBIS, dan BI Rate menunjukkan pengaruh yang signifikan

terhadap ISSI. Sedangkan Harga Emas tidak menunjukkan pengaruh

yang signifikan terhadap ISSI.

Berikut adalah hasil penjelasan mengenai pengaruh antar variabel

independen terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI):

1) Uji-t Terhadap Variabel Inflasi

Variabel Inflasi secara statistik menunjukkan nilai

signifikansi sebesar 0,007. Nilai tersebut lebih kecil dari 0,05

(0,007 < 0,05) dan nilai t hitung > t tabel (2.818 > 1.680).

Maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat

disimpulkan bahwa variabel Inflasi secara parsial

berpengaruh secara signifikan terhadap ISSI.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang

dilakukan oleh Siti Aisiyah Suciningtias dan Rizki Khoiroh

(2015) yang menunjukkan bahwa variabel Inflasi

berpengaruh signifikan terhadap Indeks Saham Syariah

Indonesia (ISSI). Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan

inflasi akan memberikan arti bagi ISSI selama periode Juli

2012 sampai Juli 2016. Dimana ketika tingkat inflasi

meningkat maka akan menurunkan Indeks Saham Syariah

Indonesia (ISSI).

125

Kenaikan Inflasi menyebabkan kenaikan harga-harga

secara umum. Kondisi demikian mampu meningkatkan biaya

produksi dari meningkatnya harga bahan baku sedangkan

daya beli masyarakat akan semakin melemah. Melemahnya

daya beli masyarakat menyebabkan beberapa perusahaan

kurang mampu menjual produk perusahaan sehingga

mempengaruhi tingkat penjualan dan menyebabkan

melemahnya profitablitas perusahaan. Menurunnya

profitabilitas perusahaan juga akan berpengaruh pada

menurunnya harga saham perusahaan tersebut. Menurunya

harga saham perusahaan dinilai kurang menarik dan kurang

menguntungkan bagi Investor sebab return yang akan

dibagikan perusahaaan pada pemegang saham juga akan

menurun. Hal tersebut yang membuat pertimbangan bagi

para Investor dan lebih memilih untuk menahan diri agar

tidak berinvestasi pada perusahaan yang terdaftar di pasar

modal syariah sehingga hal tersebut berpengaruh pada

permintaan saham syariah dan ketika penawaran saham

syariah lebih tinggi dari pada permintaan maka akan

menurunkan Indek Saham Syariah Indonesia (ISSI)

(Suciningtias dan Khoiroh, 2015:407-408).

126

2) Uji-t terhadap Variabel Kurs

Variabel Kurs secara statistik menunjukkan hasil

signifikansi sebesar 0,000. Nilai tersebut lebih kecil dari 0,05

(0,000 < 0,05) dan nilai t hitung > t table (-4,178 > 1.680).

Maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat

disimpulkan bahwa variable Kurs secara parsial berpengaruh

secara signifikan terhadap ISSI.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang

dilakukan oleh Millati Azka (2016) yang menunjukkan

bahwa variabel Kurs berpengaruh signifikan terhadap Indeks

Saham Syariah Indonesia (ISSI). Exchange Rate dapat

berpengaruh positif maupun negatif terhadap pasar modal

bergantung pada kondisi perekonomian negara. Kurs yang

rendah akan lebih diharapkan dan berdampak positif bagi

perusahaan yang berorientasi ekspor. Hussin et al. (2012),

Fatmawati (2013), Novianto (2011), Pasaribu dan Firdaus

(2013), Prabowo (2013), Rusbariand et al. (2012), dan

Antonio et al. (2013) dalam penelitiannya menunjukkan

bahwa penurunan Exchange Rates berdampak negatif

terhadap harga saham. Hal ini dapat dipahami bahwa bagi

Investor pelemahan kurs menandakan prospek perekonomian

yang suram akibat kondisi fundamental perekonomian negara

tersebut tidaklah kuat.

127

3) Uji-t terhadap Variabel SBIS

Variabel SBIS secara statistik menunjukkan hasil

signifikansi sebesar 0,000. Nilai tersebut lebih kecil dari 0,05

(0,000 < 0,05) dan nilai t hitung > t tabel (7,662 > 1.680).

Maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat

disimpulkan bahwa variabel SBIS secara parsial berpengaruh

secara signifikan terhadap ISSI.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang

dilakukan oleh Dimas Prabowo (2013) yang menunjukkan

bahwa variabel SBIS berpengaruh secara signifikan terhadap

Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Hal ini dapat

tercermin dalam perekonomian bahwa antara ISSI dan SBIS

sama-sama merupakan instrumen investasi syariah, keduanya

saling bersinergi dalam meningkatkan iklim investasi di

Indonesia, khususnya di pasar modal syariah. Selain itu

menurut penelitian yang dilakukan oleh Sri Wulan Fatmawati

dan Irfan Syauqi Beik (2012) perilaku masyarakat yang ingin

menanamkan modalnya di indeks syariah juga masih

mengamati variabel inflasi ini. Hal inilah yang kemudian

menimbulkan adanya hubungan antara SBIS dan ISSI.

4) Uji-t terhadap Variabel BI Rate

Variabel BI Rate secara statistik menunjukkan hasil

signifikansi sebesar 0,020. Nilai tersebut lebih kecil dari 0,05

128

(0,020 < 0,05) dan nilai t hitung > t tabel (2.409 > 1.680).

Maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat

disimpulkan bahwa variabel BI Rate secara parsial

berpengaruh secara signifikan terhadap ISSI.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang

dilakukan oleh Ni Made Anita Dewi Sudarsana dan Ica Rika

Candraningrat yang menunjukkan bahwa variabel BI Rate

berpengaruh secara signifikan terhadap ISSI. Suku bunga

merupakan faktor penting dalam perekonomian suatu negara

karena suku bunga mampu mempengaruhi perekonomian

secara umum. tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang

sangat kuat terhadap pasar modal (Erawati, 2002). Suku

bunga SBI merupakan instrumen keuangan yang diterbitkan

Bank Indonesia (BI) untuk mengontrol peredaran uang di

masyarakat dengan menggunakan acuan suku bunga BI

(Rismawati, 2010). Suku bunga BI merupakan tingkat suku

bunga yang ditetapkan oleh BI sebagai patokan bagi suku

bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau

lembaga-lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Suku

bunga merupakan salah satu variabel yang dapat

mempengaruhi harga saham. Perubahan tingkat suku bunga

selanjutnya akan mempengaruhi keinginan seseorang untuk

melakukan suatu investasi, karena secara umum perubahan

129

suku bunga SBI dapat mempengaruhi suku bunga deposito

dan suku bunga kredit di masyarakat (Amin, 2012). Jika

Suku bunga deposito meningkat maka Investor cenderung

menanamkan modalnya dalam bentuk deposito karena dapat

menghasilkan return yang besar dengan resiko yang lebih

kecil dan sebaliknya.

5) Uji-t Terhadap Harga Emas Dunia

Variabel Harga Emas secara statistik menunjukkan hasil

signifikansi sebesar 0,941. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05

(0,941 > 0,05) dan nilai t hitung < t tabel (0,075 < 1.680).

Maka H0 diterima dan Ha ditolak, sehingga dapat

disimpulkan bahwa variabel Harga Emas secara parsial tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap ISSI.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang

dilakukan oleh Septian Prima Rusbariandi (2012) yang

menunjukkan bahwa variabel independen Harga Emas Dunia

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Harga

Saham. Hasil ini dapat dijelaskan bahwa sebenarnya

investasi pada emas dan saham syariah bersifat substitusi.

Namun pada kenyataannya investasi pada emas merupakan

investasi yang sangat disenangi oleh Investor. Mengingat

harga emas relatif mengalami peningkatan terus menerus,

sehingga risiko relatif rendah. Berbeda dengan investasi pada

130

saham syariah, yang relatif masih muda dan berisiko, karena

faktor yang mempengaruhinya jauh lebih kompleks.

c. Uji Adjusted R-Square

Koefisien determinasi atau R Square (R2) merupakan besarnya

kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Semakin tinggi

koefisien determinasi, semakin tinggi kemampuan variabel bebas dalam

menjelaskan variasi perubahan pada variabel terikatnya. Koefisien

determinasi memiliki kelemahan, yaitu bias terhadap jumlah variabel

bebas yang dimasukkan dalam model regresi di mana setiap penambahan

satu variabel bebas dan jumlah pengamatan dalam model akan

meningkatkan nilai R2 meskipun variabel yang dimasukkan tersebut tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya. Untuk

mengurangi kelemahan tersebut maka digunakan koefisien determinasi

yang telah disesuaikan, Adjusted R Square (R2 adj).

Koefisien determinasi yang telah disesuaikan berarti bahwa

koefisien tersebut telah dikoreksi dengan memasukkan jumlah variabel

dan ukuran sampel yang digunakan. Dengan menggunakan koefisien

determinasi yang disesuaikan maka nilai koefisien determinasi yang

disesuaikan itu dapat naik atau turun oleh adanya penambahan variabel

baru dalam model. Berikut adalah hasil uji Adjusted R Square:

131

Tabel 4.10

Hasil Uji R-Square

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

1 .823a .678 .641 .02018

a. Predictors: (Constant), LN_HARGA_EMAS, INFLASI, LN_SBIS, BI_RATE,

LN_KURS

b. Dependent Variable: LN_ISSI

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

Berdasarkan Tabel 4.10 diatas, nilai R Square sebesar 0,678

atau 67,8% dan Adjusted R Square sebesar 0,641 atau 64,1%. Dapat

disimpulkan bahwa pengaruh Inflasi, Kurs, SBIS, BI Rate, dan Harga

Emas adalah 64,1% sedangkan sisanya 35,9% (100% - 64,1%)

dipengaruhi variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalam

penelitian ini, misalnya seperti Harga Minyak Dunia, Indeks Dow

Jones, dan lain-lain. Adapun angka koefisien korelasi (R) menunjukkan

nilai sebesar 0,823 yang menandakan bahwa hubungan antara variabel

bebas dan variabel terikat sangat kuat karena memiliki nilai lebih dari

0,5 (R > 0,5) atau 0,823 > 0,5.

3. Analisis Regresi Linier Berganda

Berdasarkan data-data yang disajikan pada tabel diatas, selanjutnya

akan dianalisis dengan bantuan aplikasi SPSS 16 untuk mengetahui

besarnya pengaruh Inflasi, Kurs, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS),

132

BI Rate, dan Harga Emas Dunia. Hasil pengolahan data dengan SPSS dapat

dilihat dibawah ini:

Tabel 4.11

Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity

Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 7.585 1.061 7.147 .000

INFLASI 9.517E-5 .000 .348 2.818 .007 .490 2.041

LN_KURS -.616 .147 -1.057 -4.178 .000 .117 8.549

LN_SBIS .308 .040 1.173 7.662 .000 .319 3.132

BI_RATE .020 .008 .448 2.409 .020 .217 4.615

LN_HARGA_EMAS .009 .121 .016 .075 .941 .166 6.019

a. Dependent Variable: LN_ISSI

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

Berdasarkan Tabel 4.11 diatas, diperoleh model persamaan regresi

sebagai berikut:

Y = α +β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4 + β5X5

Keterangan:

Y = LN ISSI

X1 = Inflasi

X2 = LN Kurs

X3 = LN SBIS

X4 = BI Rate

133

X5 = Harga Emas

Pada persamaan regresi diatas menunjukkan nilai konstanta sebesar

7,585 artinya jika variabel Inflasi, Kurs, SBIS, BI Rate, dan Harga Emas

dianggap konstan atau bernilai 0, maka ISSI nilainya adalah 7,585.

Nilai β1 sebesar 0.00009517 artinya jika nilai Inflasi meningkat 1%

maka akan meningkatkan ISSI sebesar 0.00009517 dengan asumsi bahwa

variabel lain bernilai konstan atau tetap.

Nilai β2 sebesar -0.016 artinya jika nilai Kurs meningkat 1% maka

akan menurunkan ISSI sebesar 0,016 dengan asumsi bahwa variabel lain

bernilai konstan atau tetap.

Nilai β3 sebesar 0,308 artinya jika nilai SBIS meningkat 1% maka

akan meningkatkan ISSI sebesar 0,308 dengan asumsi bahwa variabel lain

bernilai konstan atau tetap.

Nilai β4 sebesar 0,020 artinya jika nilai BI Rate meningkat 1%

maka akan meningkatkan ISSI sebesar 0,020 dengan asumsi bahwa

variabel lain bernilai konstan atau tetap.

Nilai β5 sebesar 0,009 artinya jika nilai Harga Emas meningkat 1%

maka akan meningkatkan ISSI sebesar 0,009 dengan asumsi bahwa

variabel lain bernilai konstan atau tetap.

134

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan

sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian mengenai Analisis

Pengaruh Variabel Makroekonomi Domestik dan Makroekonomi Global

terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Periode 2012 – 2016:

1. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa:

a. Variabel Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks

Saham Syariah Indonesia (ISSI).

b. Variabel Kurs berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks

Saham Syariah Indonesia (ISSI).

c. Variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) berpengaruh

secara signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia

(ISSI).

d. Variable BI Rate berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks

Saham Syariah Indonesia (ISSI).

e. Variabel Harga Emas Dunia tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).

2. Hasil pengujian secara simultan menunjukkan bahwa Variabel Inflasi,

Kurs, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), BI Rate, dan Harga

Emas Dunia berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia

135

(ISSI) dengan nilai probabilitas F-statistik sebesar 0,000 karena tingkat

probabilitas lebih kecil dari 0,05.

B. Saran

1. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel independen

eksternal. Saran peneliti sebaiknya pada penelitian selanjutnya

menggunakan faktor internal investasi khususnya pada pasar modal dan

faktor eksternal yang lebih beragam.

2. Dalam penelitian ini, periode penelitiannya adalah 2012 – 2016.

Penelitian berikutnya diharapkan lebih memperbaharui dan menambah

periode penelitian agar hasil yang didapat lebih maksimal.

3. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode Analisis Regresi

Linier Berganda. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat

menggunakan metode yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang

maksimal.

4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini merupakan salah satu referensi yang

bermanfaat untuk penelitian selanjutnya dengan memperhatikan

keterbatasan yang ada.

136

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Burhanuddin. 2010. “Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah”.

Yogyakarta : Graha Ilmu.

Darmadji, dkk. “Pasar Modal di Indonesia”. Edisi Kedua. Salemba Empat

: Jakarta. 2006.

Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM

SPSS 20 Edisi 6”. Semarang : Badan Penerbit Universitas

Diponegoro. 2012.

__________. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM

SPSS 20 Edisi 7”. Semarang : Badan Penerbit Universitas

Diponegoro. 2013.

Halim, Abdul. “Analisis Investasi”. Edisi Kedua. Salemba Empat : Jakarta.

2005.

Hamid, Abdul. 2009. “Pasar Modal Syariah”. Jakarta : Lembaga

Penelitian UIN Jakarta.

Huda, dkk.. “Investasi Pada Pasar Modal Syariah”. Edisi Revisi. Jakarta :

Kencana. 2008.

__________. “Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis”. Edisi Pertama.

Jakarta : Kencana. 2008.

Karim, Adiwarman. "Ekonomi Makro Islami". Edisi Kedua. PT. Raja

Grafindo Persada : Jakarta. 2008.

Kasmir. 2008. "Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya". Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada.

Manan, Abdul. “Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar

Modal Syariah Indonesia”. Edisi Pertama. Jakarta : Kencana. 2009.

Martalena dan Malinda. 2011. “Pengantar Pasar Modal”. Edisi Pertama.

Yogyakarta : Andi.

Murni, Asfia. 2006. "Ekonomika Makro". Bandung : Refika Aditama.

Rama, Ali. 2015. “Sistem Ekonomi dan Keuangan Islam”. Jakarta :

Puslitpen UIN Jakarta.

Rodoni, Ahmad. 2005. “Analisis Teknikal dan Fundamental pada Pasar

Modal”. Jakarta : Center for Social Economics Studies (CSEC)

Press.

__________. 2009. “Investasi Syariah”. Jakarta : Lembaga Penelitian

UIN Jakarta.

Santoso, Singgih. “Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik”. Penerbit PT.

Elex Media Komputindo Gramedia : Jakarta. 2002.

Sukirno, Sadono. 2011. “Makroekonomi Teori Pengantar”. Edisi Ketiga.

Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

__________. 2010. “Makroekonomi Teori Pengantar”. Jakarta : Rajawali

Pers.

Sunariyah. “Pengantar Pengetahuan Pasar Modal”. YKPN Yogyakarta.

2004.

137

Suprayatno, Eko. “Ekonomi Islam” : Pendekatan Ekonomi Makro Islam

dan Konvensional”. Graha Ilmu : Jakarta. 2005.

Widarjono, Agus. "Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan

Bisnis". Ekonosia FE UII : Yogyakarta. 2007.

Jurnal

Ardana, Yudhistira. 2016. “Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks

Saham Syariah Indonesia (Periode Mei 2011 – September 2015

dengan Model ECM)”. Media Trend Vol. 11 No. 2 Oktober 2016,

hal. 117-130.

Rowland Pasaribu dan Mikail Firdaus. 2013. "Pengaruh Variabel

Makroekonomi terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia". Vol. 7

No. 2. Jurnal Ekonomi dan Bisnis STIE YKPN : Yogyakarta.

Muhammad Nasir, dkk. “Analisis Variabel Makroekonomi terhadap

Indeks Saham Syariah Indonesia dengan Metode Pendekatan

Vector Autoregression”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Volume 15,

No. 1, FEB 2016.

Nezky, Mita. 2013. “Pengaruh Krisis Ekonomi Amerika Serikat terhadap

Bursa Saham dan Perdagangan Indonesia”. Buletin Ekonomi

Moneter dan Perbankan.

Ni Made Sudarsana dan Ica Candraningrat. “PENGARUH SUKU

BUNGA SBI, NILAI TUKAR, INFLASI DAN INDEKS DOW

JONES TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI

BEI”. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

Novianto, Aditya. 2011. “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Dolar

Amerika/Rupiah, Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi, dan Jumlah

Uang Beredar (M2) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI)”.

Nurhakim. 2010. “Pengaruh Perubahan Nilai Tukar, Inflasi, Suku Bunga,

dan Beta terhadap Return Saham Jakarta Islamic Index pada

Periode Bullish dan Bearish”.

Siti Aisiyah Suciningtias dan Rizki Khoiroh. “Analisis Dampak Variabel

Makro Ekonomi terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)”.

Jurnal UNISSULA Vol. 2 No. 1, 2015.

Skripsi

Adani, Amalia. “Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Jumlah

Uang Beredar, dan Kurs Terhadap Indeks Saham Syariah

Indonesia (ISSI)”. Jakarta (ID) : Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Azizah, Amalia Nur. “Pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2), Inflasi, dan

Investasi Kepemilikan Saham Asing Terhadap Indeks Saham

Syariah Indonesia (Periode Juli 2011 – Juli 2014)”. Jakarta (ID) :

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

138

Fuadi, Anwar. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jakarta

Islamic Index (JII) Periode Januari 2006 – September 2013”.

Jakarta : UIN Jakarta.

Harfian, Ridho Alfin. “Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia

Syariah (SBIS), Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, dan Indeks Harga

Saham Terhadap Indeks Saham Gabungan Jakarta Islamic Index

(Periode Oktober 2009 – Desember 2012). Jakarta : UIN Jakarta.

Prabowo, Dimas. “Analisis Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia

Syariah (SBIS), dan Jumlah Uang Beredar (JUB) Terhadap Indeks

Syariah Yang Terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia

(ISSI)”. Jakarta (ID) : Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Wastriati. 2010. "Analisis Pengaruh Variabel Ekonomi Makro terhadap

Nilai Jakarta Islamic Index".

Website

Wikipedia

www.kitco.com

www.ojk.go.id

www.bi.go.id

www.duniainvestasi.com

www.investopedia.com

www.pusatdata.kontan.co.id

139

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Uji Asumsi Klasik

a. Hasil Uji Normalitas Secara Grafik Histogram

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

140

b. Hasil Uji Normalitas Secara Grafik P-p Plot

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

141

c. Hasil Uji Normalitas Secara Statistik

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 49

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation .01909712

Most Extreme Differences Absolute .074

Positive .065

Negative -.074

Kolmogorov-Smirnov Z .517

Asymp. Sig. (2-tailed) .952

a. Test distribution is Normal.

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

Lampiran 2 : Hasil Uji Multikolonieritas

Model Colinearity Statistic

Tolerance VIF

INFLASI .490 2.041

LN_KURS .117 8.549

LN_SBIS .319 3.132

BI RATE .217 4.615

LN_HARGA_EMAS .166 6.019

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

142

Lampiran 3 : Hasil Uji Heterokedastisitas

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

Lampiran 4 : Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .823a .678 .641 .02018 1.066

a. Predictors: (Constant), LN_HARGA_EMAS, INFLASI, LN_SBIS, BI_RATE,

LN_KURS

b. Dependent Variable: LN_ISSI

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

143

Lampiran 5 : Uji Hipotesis

a. Hasil Uji Secara Simultan (Uji-F)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .037 5 .007 18.116 .000a

Residual .018 43 .000

Total .054 48

a. Predictors: (Constant), LN_HARGA_EMAS, INFLASI, LN_SBIS, BI_RATE,

LN_KURS

b. Dependent Variable: LN_ISSI

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

b. Hasil Uji Secara Parsial (Uji-t)

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 7.585 1.061 7.147 .000

INFLASI 9.517E-5 .000 .348 2.818 .007

LN_KURS -.616 .147 -1.057 -4.178 .000

LN_SBIS .308 .040 1.173 7.662 .000

BI_RATE .020 .008 .448 2.409 .020

LN_HARGA_EMAS .009 .121 .016 .075 .941

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

144

c. Hasil Uji Adjusted R-Square

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

1 .823a .678 .641 .02018

a. Predictors: (Constant), LN_HARGA_EMAS, INFLASI, LN_SBIS, BI_RATE,

LN_KURS

b. Dependent Variable: LN_ISSI

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

Lampiran 6 : Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity

Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 7.585 1.061 7.147 .000

INFLASI 9.517E-5 .000 .348 2.818 .007 .490 2.041

LN_KURS -.616 .147 -1.057 -4.178 .000 .117 8.549

LN_SBIS .308 .040 1.173 7.662 .000 .319 3.132

BI_RATE .020 .008 .448 2.409 .020 .217 4.615

LN_HARGA_EMAS .009 .121 .016 .075 .941 .166 6.019

a. Dependent Variable: LN_ISSI

Sumber : Data diolah dengan SPSS 16

145

Lampiran 7 : Data Variabel Penelitian (Data Mentah)

a. Inflasi

Persen%

Bulan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Januari

4,57 8,22 6,96 4,14

Februari

5,31 7,75 6,29 4.42

Maret

5,9 7,32 6,38 4.45

April

5,57 7,25 6,79 3.60

Mei

5,47 7,32 7,15 3.33

Juni

5,9 6,7 7,26 3.45

Juli 4,56 8,61 4,53 7,26 3.21

Agustus 4,58 8,79 3,99 7,18

September 4,31 8,4 4,53 6,83

Oktober 4,61 8,32 4,83 6,25

November 4,32 8,37 6,23 4,89

Desember 4,3 8,38 8,36 3,35

Sumber : www.bi.go.id, data diolah

b. Kurs

Rupiah

Bulan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Januari

9.698 12.226 12.625 13.846

Februari

9.667 11.634 12.863 13.395

Maret

9.719 11.404 13.084 13.276

April

9.722 11.532 12.937 13.204

Mei

9.802 11.611 13.211 13.615

Juni

9.929 11.969 13.332 13.180

Juli 9.485 10.278 11.591 13.481 13.094

Agustus 9.560 10.924 11.717 14.027

September 9.588 11.613 12.212 14.657

Oktober 9.615 11.234 12.082 13.639

November 9.605 11.977 12.196 13.840

Desember 9.670 12.189 12.440 13.795

Sumber : www.pusatdata.kontan.co.id, data diolah

146

c. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

Triliun

Bulan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Januari

4.709 5.253 8.050 6.275

Februari

5.103 5.331 9.040 7.188

Maret

5.611 5.843 8.810 6.994

April

5.343 6.234 9.130 7.683

Mei

5.423 6.680 8.858 7.225

Juni

5.443 6.782 8.858 7.470

Juli 3.036 4.640 5.880 8.163 8.130

Agustus 2.918 4.299 6.514 8.585

September 3.412 4.523 6.450 7.720

Oktober 3.321 5.213 6.680 7.192

November 3.242 5.107 6.530 6.495

Desember 4.993 6.699 8.130 6.280

Sumber : www.ojk.go.id, data diolah

d. BI Rate

Persen%

Bulan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Januari

5,75 7,5 7,75 7,25

Februari

5,75 7,5 7,5 7

Maret

5,75 7,5 7,5 6,75

April

5,75 7,5 7,5 6,75

Mei

5,75 7,5 7,5 6,75

Juni

6 7,5 7,5 6,5

Juli 5,75 6,5 7,5 7,5 6,5

Agustus 5,75 7 7,5 7,5

September 5,75 7,25 7,5 7,5

Oktober 5,75 7,25 7,5 7,5

November 5,75 7,5 7,75 7,5

Desember 5,75 7,5 7,75 7,5

Sumber : www.bi.go.id, data diolah

147

e. Harga Emas Dunia

Triliun

Bulan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Januari

1644.75 1251.00 1260.25 1111.80

Februari

1588.50 1326.50 1214.00 1234.90

Maret

1598.25 1291.75 1187.00 1237.00

April

1469.00 1288.50 1180.25 1285.65

Mei

1394.50 1250.50 1191.40 1212.10

Juni

1192.00 1315.00 1171.00 1320.75

Juli 1622.50 1314.50 1285.25 1098.40 1342.00

Agustus 1648.50 1394.75 1285.75 1135.00

September 1776.00 1326.50 1216.50 1114.00

Oktober 1719.00 1324.00 1164.25 1142.35

November 1726.00 1253.00 1182.75 1061.90

Desember 1657.50 1204.50 1206.00 1060.00

Sumber : www.kitco.com, data diolah

148

e. Kapitalisasi ISSI

Sumber : www.ojk.go.id, data diolah

Miliar

Bulan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

Jan

2.503.227,79 2.615.657,86 2.997.601,71 2.598.203,24

Feb

2.676.295,37 2.723.490,09 3.045.812,76 2.689.933,17

Mar

2.763.653,98 2.803.512,82 3.068.467,89 2.796.012,59

Apr

2.837.700,26 2.838.689,95 2.852.497,67 2.824.409,18

Mei

2.909.766,36 2.887.030,80 2.960.219,00 2.804.579,10

Jun

2.751.397,77 2.821.554,16 2.863.813,60 3.029.643,77

Jul 2.356.326,08 2.616.430,24 2.959.197,62 2.813.505,41 3.172.188,14

Ags 2.346.810,54 2.442.591,45 2.993.518,56 2.591.624,10

Sep 2.486.873,61 2.475.359,61 2.954.724,03 2.449.104,28

Okt 2.555.085,73 2.581.612,37 2.896.273,23 2.576.748,18

Nov 2.491.195,85 2.442.512,55 2.944.676,98 2.556.257,33

Des 2.451.334,37 2.557.846,77 2.946.892,79 2.600.850,72

149

Lampiran 8 : Tabel Persentase Distribusi F untuk α = 0,05

150

Lampiran 9 : Tabel Persentase Distribusi t

151

Lampiran 10 : Daftar Saham ISSI

152