analisis penerapan continuous coal...

6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 1 AbstrakSecara harfiah arti dari Continuous Coal Transport Mode adalah moda transportasi batubara secara kontinyu atau berulang-ulang. Kalimantan Tengah terdapat sumber cadangan batubara yang cukup besar. Distribusi batubara mengalami kendala berupa keadaan sungai yang sudah tidak baik lagi untuk dilayari. Pada musim kemarau banyak kapal tongkang kandas dan pada musim hujan debit air meningkat sehingga ada larangan dari dinas perhubungan mengenai tidak diijinkannya tongkang untuk menyusuri sungai. Alternatif moda transportasi yang menjadi pilihan dalam penelitian ini adalah pipa dan conveyor belt. Tujuan makalah ini adalah untuk mendapatkan moda transportasi batubara yang sesuai dengan keadaan di Kalimantan Tengah dan dampak dari penerapan moda transportasi tersebut. Metode yang digunakan adalah dengan model simulasi untuk mencari kapasitas maksimum sungai. Setelah itu melakukan desain konseptual serta perhitungan investasi coal slurry pipeline dan conveyor belt. Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa akan terjadi kepadatan di sungai pada tahun 2013. Hal ini dikarenakan angka produksi lebih besar dari pada kapasitas maksimum angkutan batubara. Ditinjau dari unit cost, moda trasportasi yang tepat untuk angkutan batubara di sungai adalah coal slurry pipeline. Kata KunciAlternatif, Produksi, Tongkang, Unit Cost I. PENDAHULUAN alimantan merupakan pusat produksi batubara Indonesia, yang menghasilkan lebih dari 90% produksi batubara di tanah air. Cadangan batubara Kalimantan sebenarnya hanyalah sekitar 51% dari cadangan batubara (resources) di tanah air [1], sementara daerah lain, terutama Sumatera, juga memiliki cadangan batubara dalam jumlah besar, khususnya yang terbukti (proven reserves). Kegiatan pertambangan tidak lepas dari kegiatan distribusi hasil tambang tersebut. Infrastruktur menjadi kunci penting dalam kegiatan distribusi batubara ini. Minimnya infrastruktur menjadi kendala bagi kegiatan pertambangan batubara. Prasarana transportasi merupakan pendukung perekonomian suatu daerah. Demikian pula bagi perusahaan tambang batubara. Prinsip efisiensi, efektif, dan ekonomis sangat erat dengan dunia usaha ini yang berorientasi pada keuntungan. Oleh karena itu, sebagian besar perusahaan memanfaatkan prasarana yang telah ada. Prasarana tersebut adalah melalui sungai menggunakan tongkang sebagai alat angkut batubara. Dengan meningkatnya permintaan dan produksi batubara ini dapat menyebabkan kepadatan lalu lintas di sungai meningkat. Jika kepadatan lalu lintas bertambah, maka olah gerak tug boat dan tongkang lebih terbatas sehingga dapat memperlambat proses pengangkutan batubara. Angkutan batubara melalui sungai juga memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut adalah surutnya air pada saat musim kemarau. Surutnya air tentu mengurangi draft dan memperbesar kemungkinan terjadinya kandas. Pada musim kemarau yang mengakibatkan surutnya sungai menyebabkan tongkang tidak bisa melewati sungai dan kegiatan pengangkutan batubara menjadi berhenti. Untuk mengatasi permasalahan pada distribusi batubara menggunakan prasarana sungai dan alat angkut tongkang tersebut, maka dibutuhkan alternatif lain untuk distribusi batubara tersebut. Dalam makalah ini dilakukan penelitian terhadap dua alternatif angkutan batubara yang mungkin diterapkan di daerah Kalimantan, yaitu pipa (coal slurry pipeline system) dan conveyor belt. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tongkang Tongkang digunakan untuk mengangkut barang pada perairan yang tidak terlalu bergelombang atau perairan yang tenang, seperti di sungai atau kanal. Tongkang memiliki bentuk yang hampir menyerupai balok, sehingga hambatan tongkang di air menjadi besar. Jika hambatan besar, maka dibutuhkan tenaga atau power dar tug boat yang besar. Jika tongkang ditarik pada area laut, maka dibutuhkan tenaga tug boat yang lebih besar dibandingkan dengan tongkang yang ditarik oleh tug boat di sungai. Hal ini dikarenakan di laut memiliki gelombang yang dapat menambah hambatan tongkang dalam berlayar. B. Alur Pelayaran Alur pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari oleh kapal di laut, sungai atau danau. Alur pelayaran dicantumkan dalam peta navigasi dan buku petunjuk-pelayaran serta diumumkan oleh instansi yang berwenang. Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal dilintasan sungai atau danau. Penguasa alur berkewajiban untuk melakukan perawatan terhadap alur pelayaran, perambuan dan pengendalian penggunaan alur. Persyaratan perawatan harus menjamin keselamatan ANALISIS PENERAPAN CONTINUOUS COAL TRANSPORT MODE UNTUK ANGKUTAN BATUBARA DI SUNGAI Erzad Iskandar Putra dan Ir. Tri Achmadi, Ph.D Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected] K

Upload: vudang

Post on 06-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PENERAPAN CONTINUOUS COAL …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-29592-4107100098-Paper.pdf · di Kalimantan Tengah dan dampak dari penerapan moda ... Simulasi merupakan suatu

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271

1

Abstrak— Secara harfiah arti dari Continuous

Coal Transport Mode adalah moda transportasi batubara

secara kontinyu atau berulang-ulang. Kalimantan

Tengah terdapat sumber cadangan batubara yang

cukup besar. Distribusi batubara mengalami kendala

berupa keadaan sungai yang sudah tidak baik lagi untuk

dilayari. Pada musim kemarau banyak kapal tongkang

kandas dan pada musim hujan debit air meningkat

sehingga ada larangan dari dinas perhubungan

mengenai tidak diijinkannya tongkang untuk menyusuri

sungai. Alternatif moda transportasi yang menjadi

pilihan dalam penelitian ini adalah pipa dan conveyor

belt. Tujuan makalah ini adalah untuk mendapatkan

moda transportasi batubara yang sesuai dengan keadaan

di Kalimantan Tengah dan dampak dari penerapan

moda transportasi tersebut. Metode yang digunakan

adalah dengan model simulasi untuk mencari kapasitas

maksimum sungai. Setelah itu melakukan desain

konseptual serta perhitungan investasi coal slurry

pipeline dan conveyor belt. Dari hasil simulasi

menunjukkan bahwa akan terjadi kepadatan di sungai

pada tahun 2013. Hal ini dikarenakan angka produksi

lebih besar dari pada kapasitas maksimum angkutan

batubara. Ditinjau dari unit cost, moda trasportasi yang

tepat untuk angkutan batubara di sungai adalah coal

slurry pipeline.

Kata Kunci— Alternatif, Produksi, Tongkang, Unit

Cost

I. PENDAHULUAN

alimantan merupakan pusat produksi batubara

Indonesia, yang menghasilkan lebih dari 90% produksi

batubara di tanah air. Cadangan batubara Kalimantan

sebenarnya hanyalah sekitar 51% dari cadangan batubara

(resources) di tanah air [1], sementara daerah lain, terutama

Sumatera, juga memiliki cadangan batubara dalam jumlah

besar, khususnya yang terbukti (proven reserves).

Kegiatan pertambangan tidak lepas dari kegiatan

distribusi hasil tambang tersebut. Infrastruktur menjadi kunci

penting dalam kegiatan distribusi batubara ini. Minimnya

infrastruktur menjadi kendala bagi kegiatan pertambangan

batubara. Prasarana transportasi merupakan pendukung

perekonomian suatu daerah. Demikian pula bagi perusahaan

tambang batubara. Prinsip efisiensi, efektif, dan ekonomis

sangat erat dengan dunia usaha ini yang berorientasi pada

keuntungan. Oleh karena itu, sebagian besar perusahaan

memanfaatkan prasarana yang telah ada. Prasarana tersebut

adalah melalui sungai menggunakan tongkang sebagai alat

angkut batubara.

Dengan meningkatnya permintaan dan produksi batubara

ini dapat menyebabkan kepadatan lalu lintas di sungai

meningkat. Jika kepadatan lalu lintas bertambah, maka olah

gerak tug boat dan tongkang lebih terbatas sehingga dapat

memperlambat proses pengangkutan batubara. Angkutan

batubara melalui sungai juga memiliki kelemahan.

Kelemahan tersebut adalah surutnya air pada saat musim

kemarau. Surutnya air tentu mengurangi draft dan

memperbesar kemungkinan terjadinya kandas. Pada musim

kemarau yang mengakibatkan surutnya sungai menyebabkan

tongkang tidak bisa melewati sungai dan kegiatan

pengangkutan batubara menjadi berhenti.

Untuk mengatasi permasalahan pada distribusi batubara

menggunakan prasarana sungai dan alat angkut tongkang

tersebut, maka dibutuhkan alternatif lain untuk distribusi

batubara tersebut. Dalam makalah ini dilakukan penelitian

terhadap dua alternatif angkutan batubara yang mungkin

diterapkan di daerah Kalimantan, yaitu pipa (coal slurry

pipeline system) dan conveyor belt.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tongkang

Tongkang digunakan untuk mengangkut barang pada

perairan yang tidak terlalu bergelombang atau perairan yang

tenang, seperti di sungai atau kanal. Tongkang memiliki

bentuk yang hampir menyerupai balok, sehingga hambatan

tongkang di air menjadi besar. Jika hambatan besar, maka

dibutuhkan tenaga atau power dar tug boat yang besar. Jika

tongkang ditarik pada area laut, maka dibutuhkan tenaga tug

boat yang lebih besar dibandingkan dengan tongkang yang

ditarik oleh tug boat di sungai. Hal ini dikarenakan di laut

memiliki gelombang yang dapat menambah hambatan

tongkang dalam berlayar.

B. Alur Pelayaran

Alur pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman,

lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman

dan selamat untuk dilayari oleh kapal di laut, sungai atau

danau. Alur pelayaran dicantumkan dalam peta navigasi dan

buku petunjuk-pelayaran serta diumumkan oleh instansi

yang berwenang. Alur pelayaran digunakan untuk

mengarahkan kapal dilintasan sungai atau danau. Penguasa

alur berkewajiban untuk melakukan perawatan terhadap alur

pelayaran, perambuan dan pengendalian penggunaan alur.

Persyaratan perawatan harus menjamin keselamatan

ANALISIS PENERAPAN CONTINUOUS COAL

TRANSPORT MODE UNTUK ANGKUTAN

BATUBARA DI SUNGAI

Erzad Iskandar Putra dan Ir. Tri Achmadi, Ph.D

Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: [email protected]

K

Page 2: ANALISIS PENERAPAN CONTINUOUS COAL …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-29592-4107100098-Paper.pdf · di Kalimantan Tengah dan dampak dari penerapan moda ... Simulasi merupakan suatu

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271

2

berlayar, kelestarian lingkungan, tata ruang perairan dan tata

pengairan untuk pekerjaan di sungai dan danau. Perencanaan

Alur Pelayaran sangat penting untuk menjaga keselamatan

pelayaran. Perencanaan alur pelayaran yang baik dapat

mempercepat produktivitas bongkar muat di pelabuhan,

lancarnya pergerakan kapal dan dan yang paling utama

adalah faktor keselamatan kapal yang berlayar. Data-data

yang diperlukan dan harus diketahui untuk mengetahui

kondisi hidrografi alur pelayaran perairan daratan adalah

kedalaman alur, pasang surut, lebar alur, perubahan

geometri/alignment alur, dan ruang bebas diatas permukaan

air.

Gambar 1. Potongan Melintang Alur Pelayaran

C. Coal Slurry Pipeline

Coal Slurry Pipeline adalah salah satu jenis transportasi

batubara yang menggunakan pipa. Teknologi ini pertama

kali digunakan pada tahun 1957 untuk mengangkut batubara

dari tambang di Ohio, Amerika Serikat menuju pembangkit

listrik di Cleveland [2]. Proses pengangkutan batubara

dengan sistem ini mencampur batubara dengan air sehingga

berubah bentuk menyerupai bubur. Secara garis besar,

proses pengangkutan batubara dengan coal slurry pipeline

dibagi menjadi tiga tahap, yaitu slurry preparation,

transmission, dan dewatering and delivery.

D. Simulasi

Simulasi merupakan suatu teknik meniru operasi-operasi

atau proses- proses yang terjadi dalam suatu sistem dengan

bantuan perangkat komputer dan dilandasi oleh beberapa

asumsi tertentu sehingga sistem tersebut bisa dipelajari

secara ilmiah. Pendekatan simulasi diawali dengan

pembangunan model sistem nyata. Model tersebut harus

dapat menunjukkan bagaimana berbagai komponen dalam

sistem saling berinteraksi sehingga benar-benar

menggambarkan perilaku sistem. Setelah model dibuat maka

model tersebut ditransformasikan ke dalam program

komputer sehingga memungkinkan untuk disimulasikan.

E. Object Oriented Programming (OOP)

OOP (Object Oriented Programming) adalah suatu

metode pemrograman yang berorientasi kepada objek.

Tujuan dari OOP diciptakan adalah untuk mempermudah

pengembangan program dengan cara mengikuti model yang

telah ada di kehidupan sehari-hari. Jadi setiap bagian dari

suatu permasalahan adalah objek, objek itu sendiri

merupakan gabungan dari beberapa objek yang lebih kecil

lagi [3].

F. Peramalan

Situasi peramalan sangat beragam dalam horison waktu

peramalan, faktor yang menentukan hasil sebenarnya, tipe

pola data dan berbagai aspek lainnya. Untuk menghadapi

penggunaan yang luas seperti itu, beberapa teknik telah

dikembangkan. Teknik tersebut dibagi ke dalam dua

kategori utama, yaitu metode kuantitatif dan metode

kualitatif atau teknologis. Metode kuantitatif dapat dibagi ke

dalam deret berkala (time series) dan metode kausal,

sedangkan metode kualitatif atau teknologis dapat dibagi

menjadi eksploratoris dan normatif [4]. Peramalan

kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi

berikut:

1. Tersedia informasi tentang masa lalu.

2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam

bentuk data numerik.

3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa

lalu akan terus berlanjut di masa mendatang.

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengerjaan makalah ini, penulis melakukan

pengumpulan data yang relevan dengan permasalahan yang

dibahas. Pada dasarnya terdapat dua metode pengumpulan

data, yaitu pengumpulan data secara langsung atau primer

dan pengumpulan data secara tidak langsung atau sekunder.

Selama penelitian, penulis tidak melakukan pengumpulan

data secara primer, hal ini dikarenakan keterbatasan penulis

dalam waktu, biaya, dan lokasi pengambilan data primer

yang terlalu jauh. Pengumpulan data yang dilakukan oleh

penulis selama penelitian dalah pengumpulan data secara

sekunder. Adapun data-data yang dikumpulkan adalah

sebagai berikut :

1. Data produksi batubara nasional

2. Data produksi batubara Kalimantan Tengah

3. Data pemasaran batubara dari Kalimantan Tengah

4. Data karakteristik sungai barito

5. Data tug dan barge

B. Analisis Data

Selama pengerjaan makalah ini, penulis membagi

beberapa tahap pengerjaan dalam mengolah data. Tahapan

pengerjaan makalah ini adalah :

a. Identifikasi supply dan demand batubara. Pada tahap ini

dilakukan identifikasi dari hasil produksi batubara di

Kalimantan Tengah dan permintaan batubara. Program Minitab 16 digunakan untuk memilih model peramalan

(forecasting) berdasarkan nilai MAD (Mean Absolute

deviation) terkecil dari tiga model peramalan. Tiga

model peramalan tersebut adalah Linear Trend Model,

Quadratic Trend Model, dan Exponential Trend Model.

b. Identifikasi sarana dan prasarana angkutan batubara di

sungai. Identifikasi sarana dengan mengumpulkan data

angkutan batubara di sungai yaitu tongkang. Sedangkan

untuk prasarana yaitu mengidentifikasi karakteristik

Page 3: ANALISIS PENERAPAN CONTINUOUS COAL …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-29592-4107100098-Paper.pdf · di Kalimantan Tengah dan dampak dari penerapan moda ... Simulasi merupakan suatu

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271

3

sungai yang meliputi panjang, lebar, kedalaman rata-rata,

dan pasang surut sungai.

c. Identifikasi kapasitas dan kepadatan lalu lintas di sungai.

Pada tahap ini diidentifikasi berapa jumlah maksimal

tongkang yang dapat melalui sengai barito. Selain itu

diidentifikasi kepadatan dan jumlah tongkang sebagai

dampak produksi batubara.

d. Tahap desain Coal Slurry Pipeline dan Conveyor belt

e. Analisis throughput dan unit cost. Analisis dilakukan

terhadap tiga sarana angkutan batubara, yaitu tongkang,

pipeline, dan conveyor belt. Produktivitas dari masing-

masing alat angkut menjadi perhatian utama dalam

analisis ini.

f. Analisis Investasi. Berdasarkan desain jaringan pipa dan

ban berjalan (conveyor belt), maka dihitung berapa

modal yang dibutuhkan.

IV. ANALISIS PENELITIAN

A. Peramalan

Berdasarkan hasil running forecast batubara, diperoleh

nilai MAPE, MAD, dan MSD untuk masing-masing model

forecasting . Dari hasil peramalan diperoleh nilai MAD

terkecil adalah peramalan menggunakan Quadratic Trend

Model dengan nilai 405.778. Tabel 1.

Peramalan Produksi Batubara

Linear Trend Model Quadratic Trend Model Exponential Trend Model

2012 10,655,779 14,552,173 19,147,496

2013 11,883,407 17,905,106 28,571,857

2014 13,111,035 21,612,257 42,634,872

2015 14,338,662 25,673,626 63,619,676

2016 15,566,290 30,089,212 94,933,162

2017 16,793,917 34,859,015 141,659,086

2018 18,021,545 39,983,036 211,383,424

2019 19,249,172 45,461,275 315,425,950

2020 20,476,800 51,293,732 470,678,013

2021 21,704,427 57,480,406 702,344,852

2022 22,932,055 64,021,298 1,048,037,675

2023 24,159,682 70,916,407 1,563,879,860

2024 25,387,310 78,165,734 2,333,618,604

2025 26,614,937 85,769,278 3,482,221,318

2026 27,842,565 93,727,040 5,196,164,142

Forecast Demand (ton)Tahun

B. Kapasitas Sungai dan Jumlah Tongkang

Sesuai dengan kondisi eksisting, proses pengiriman

batubara menggunakan tongkang dilakukan dengan dua

tahap. Tahap pertama batubara diangkut menggunakan

tongkang berukuran 270 feet dari daerah pedalaman sungai

barito di Muarateweh menuju Damparan. Setelah sampai di

Damparan, batubara ditimbun di area ISP (Intermediate

Stockpile). Tahap kedua yaitu batubara dari ISP dimuat

dengan tongkang yang lebih besar, yaitu 300 – 330 feet

menuju transhipment point di Taboneo untuk diekspor dan

menuju konsumen dalam negeri. Karena pengiriman

batubara terjadi dalam dua tahap, maka peneliti membagi

proses pengiriman dalam dua zona, yaitu zona 1 dan zona 2.

Gambar 2. Pembagian Zona Pengiriman Batubara

Untuk menghitung kapasitas sungai, dilakukan dengan

menggunakan pemodelan. Model yang dirancang

disesuaikan dengan kondisi riil saat ini. Setelah model

dirancang, penyelesaian perhitungan kapasitas sungai

diselesaikan dengan metode simulasi. Metode simulasi

dipilih karena penyelesaian masalah dengan metode

matematis tidak bisa dilakukan. Masalah perhitungan

kapasitas terlalu kompleks jika diselesaikan dengan model

matematis.

Berdasarkan kondisi eksisting, lebar masing-masing

sungai hanya dapat dilayari oleh dua kapal secara sejajar.

Setiap zona memiliki empat buah dermaga untuk bongkar

dan muat. Untuk menyerdahanakan model yang dibuat,

empat kapal yang dapat dilayani secara bersama-sama dalam

satu dermaga dikelompokkan menjadi 1 yang diberi nama

paket.

Untuk menentukan panjang paket, dihitung terlebih dulu

spacing antara kapal satu dengan kapal lainnya. Spacing

dihitung untuk mencari jarak aman antara dua kapal yang

beriiringan agar tidak terjadi tubrukan. Konsep perhitungan

spacing menganut konsep gerak lurus berubah beraturan, di

mana akan dihitung jarak yang dibutuhkan oleh tongkang

dari kecepatan 3 knot sampai berhenti.

Gambar 3. Spacing antar barge

Untuk melakukan simulasi, dilakukan pembuatan program

simulasi menggunakan bahasa pemrograman C# yang

dikerjakan menggunakan perangkat lunak Microsoft Visual

Studio 2010.

Simulasi dilakukan dengan melakukan input pada setiap

kolom input yang ada pada program simulasi yang telah

dibuat. Simulasi dilakukan lebih dari satu kali dengan tujuan

mendapatkan nilai kapasitas maksimum sungai yang

dihitung. Apabila input dimasukkan dan simulasi dijalankan

lalu terjadi stuck, maka simulasi dihentikan dan diperoleh

Page 4: ANALISIS PENERAPAN CONTINUOUS COAL …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-29592-4107100098-Paper.pdf · di Kalimantan Tengah dan dampak dari penerapan moda ... Simulasi merupakan suatu

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271

4

hasil kapasitas maksimum sungai untuk masing-masing zona.

Berikut ini adalah ringkasan hasil simulasi. Tabel 2.

Ringkasan Hasil Simulasi

Jumlah

Paket

Jumlah Set Tug &

Barge

Jumlah Batubara Yang

Diangkut (ton) Keterangan

Zona 1 129 516 -

Stuck /

Penuh

128 512 14.729.000 Berjalan

Zona 2 98 392 -

Stuck /

Penuh

97 388 15.592.200 Berjalan

Berdasarkan hasil simulasi, kapasitas angkut maksimum

yang dapat dilayani pada zona 1 adalah 14.729.000 ton dan

pada zona 2 adalah 15.592.200 ton. Produksi batubara pada

tahun 2013 sebesar 17.905.106 ton tidak dapat terangkut

seluruhnya, hal ini dikarenakan jumlah produksi batubara

lebih besar dari pada kapasitas angkut maksimum batubara

dengan tongkang melalui sungai.

Gambar 4. Produksi Batubara dan Kapasitas Angkut

C. Biaya Pelayaran Tongkang

Biaya pengangkutan batubara menggunakan tongkang

dibagi menjadi empat komponen, yaitu biaya modal (capital

cost), biaya operasional (operational cost), biaya pelayaran

(voyage cost), dan biaya bongkar muat (cargo handling

cost) [5]. Pada penelitian ini terdapat dua jenis tongkang

yang beroperasi pada masing-masing zona. Ukuran tongkang

yang digunakan untuk menghitung biaya pengangkutan

batubara adalah tongkang berukuran 270 feet pada zona 1

dan 180, 230, 270, 300, 330 feet pada zona 2.

Biaya modal untuk setiap kapal pada kedua zona berbeda-

beda. Besar pinjaman dari bank adalah 75% dari harga kapal

dan sisanya adalah ekuitas. Besar bunga pinjaman adalah

8,5%.

Biaya operasional kapal terdiri dari biaya gaji ABK, biaya

perawatan kapal, premi asuransi dan biaya perbekalan dan

minyak pelumas.

Biaya bongkar muat diasumsikan sebesar Rp 15.000 per

ton. Total biaya bongkar muat per tahun didapat dari hasil

perkalian antara total muatan yang dapat diangkut dalam

satu tahun dan biaya bongkar muat setiap tonnya. Total

biaya pelayaran setiap tahunnya dihitung dengan :

Keterangan :

Loan Repayment = Cicilan pembayaran kapal setiap tahun

OC = Operating Cost / Biaya Operasional

VC = Voyage Cost / Biaya Pelayaran

CHC = Cargo Handling Cost / Biaya Bongkar Muat

Total cost dihitung hingga umur ekonomis kapal berakhir.

Dalam kenyataannya harga atau nilai suatu barang tidak akan

selalu tetap setiap tahunnya, hal ini dikarenakan adanya

inflasi dan faktor lainnya. Dalam penelitian ini total cost

diasumsikan meningkat setiap dua tahun sebesar 3%.

Pendapatan atau revenue diperoleh dari perkalian antara

muatan batubara dalam satu tahun dengan unit cost. Revenue

diasumsikan meningkat 1.5% setiap dua tahun sekali.

Berikut adalah tahap-tahap dalam menentukan besarnya unit

cost :

Total Cost Revenue

Pendapatan Sebelum Pajak

Pajak

Pendapatan Setelah Pajak

NPVNPV = 0, Untuk

Mencari unit Cost

Gambar 5. Diagram perhitungan unit cost dengan tongkang

Besarnya pajak adalah 30% dari selisih antara total

pendapatan dengan depresiasi kapal per tahun. Unit cost

didapat ditentukan pada nilai tertentu sehingga NPV bernilai

0. Dengan bantuan fasilitas ”goal seek” pada Ms Excel maka

unit cost masing-masing zona adalah :

Tabel 3.

Unit Cost Angkutan Batubara Dengan Tongkang

Zona Barge Size Unit Cost/Ton

Zona 1 270 16.73$

180 3.88$

230 4.78$

270 5.80$

300 6.90$

330 9.73$

Zona 2

D. Desain Coal Slurry Pipeline

Desain dari coal slurry pipeline divariasikan dengan lima

jenis ukuran diameter dalam yang berbeda, yaitu 150, 250,

300, 400, dan 500 mm. desain dilakukan dengan melakukan

perhitungan specific gravity of slurry, limit settling velocity,

friction head pipe, equivalent water total dynamic head, dan

pemilihan pompa beserta jumlah pump station [6].

Specific gravity of slurry adalah, konstanta yang

dipengaruhi oleh perbandingan volume benda solid dengan

air dan massa jenis benda solid itu sendiri. Pada umumnya,

pengiriman batubara dengan pipa memiliki konsentrasi

volume (Cv) sebesar 50%, Limit settling velocity dihitung

dengan tujuan untuk mencari besaran minimum kecepatan

aliran di dalam pipa. Besaran minimum diperlukan untuk

menghindari terjadinya pengendapan di dalam pipa dan

Page 5: ANALISIS PENERAPAN CONTINUOUS COAL …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-29592-4107100098-Paper.pdf · di Kalimantan Tengah dan dampak dari penerapan moda ... Simulasi merupakan suatu

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271

5

menyumbatnya. Friction head dan head loss dihitung untuk

mengetahui seberapa jauh fluida di dalam pipa dapat

mengalir [7]. Dalam penelitian ini, sistem pipa yang

dirancang memiliki panjang 710 km.. Jarak antar stasiun

pompa diasumsikan 50.000 m. Material pipa yang akan

digunakan adalah carbon steel. Pada umumnya allowable

stress untuk carbon steelpipe adalah 10.000 psi. Untuk

memenuhi standar schedule 160 dilakukan koreksi pada

jarak antar stasiun pompa. Asumsi jarak stasiun pompa

sebesar 50.000 m dianggap tidak memenuhi kriteria pipa

schedule 160. Jarak stasiun pompa dikurangi agar nilai

schedule pipa berada di bawah atau sama dengan 160.

Peneliti menghitung jarak antar stasiun pompa menggunakan

fasilitas goal seek pada Microsoft Excel 2010. Hasil jarak

antar stasiun pompa yang didapt adalah sebagai berikut: Tabel 4.

Jarak Antar Stasiun Pompa

Inside Diatemer (mm)

Pipe Length (m)

Head (ft)

SGsl Pressure

(psi) Schedule

Pipe

150 24920 2633 1.4 1600 160

250 29285 2633 1.4 1600 160

300 30914 2633 1.4 1600 160

400 33558 2633 1.4 1600 160

500 35669 2633 1.4 1600 160

Setelah nilai total head untuk masing-masing ukuran pipa

diketahui, maka dihitung besaran equivalent water total

dynamic head dengan tujuan untuk memilih pompa.

Tabel 5.

Equivalent Water Total Dynamic Head

Total Head (m)

Head Ratio Water Total Dynamic Head

(m)

802.8 0.82 979.1

802.8 0.82 979.1

802.8 0.82 979.1

802.8 0.82 979.1

802.8 0.82 979.1

Dalam pemilihan pompa berdasarkan nilai water total

dynamic head pada Tabel 5 tidak ada satu pompa yang

memenuhi kriteria head yang dibutuhkan. Oleh karena itu

dilakukan penyusunan pompa secara seri sehingga nilai head

yang didapat adalah jumlah dari head masing-masing pompa

yang disusun tersebut.

Tabel 6.

Debit Aliran Slurry

Inside Diatemer (mm)Inside Diatemer

(m)Q (m3/s) Q (L/s) Q (m3/h)

150 0.15 0.0325 32.55 117.17

250 0.25 0.1153 115.29 415.05

300 0.30 0.1812 181.19 652.29

400 0.40 0.3700 370.01 1,332.02

500 0.50 0.6441 644.06 2,318.60

Biaya investasi untuk pembangunan coal slurry pipeline

dibagi menjadi dua bagian [2]:

1. Slurry Facility First Cost yang terdiri atas Pump

Station Facility, Slurry Preparation Facility, dan

Dewatering Facility.

2. Pipeline First Cost

Sedangkan untuk biaya operasi dan pemeliharaan sistem

terbagi menjadi empat bagian :

1. Electrical Cost yang terdiri atas kebutuhan listrik

untuk pompa, kebutuhan listrik untuk preparation

facility, dan kebutuhan listrik untuk dewatering

facility.

2. Biaya operasi dan perawatan untuk preparation

facility

3. Biaya operasi dan perawatan untuk dewatering

facility

4. Biaya operasi dan perawatan untuk setiap pump

station atau stasiun pompa.

Seluruh data yang dibutuhkan untuk menghitung besarnya

biaya investasi (capital cost), biaya perawatan, dan biaya

operasi bersumber dari penelitian yang telah dilakukan oleh

General Research Corp pada tahun 1977. Nilai uang yang

berlaku pada tahun tersebut tentu mengalami perubahan

sampai saat ini, maka dilakukan perhitungan future value

pada data-data biaya investasi, biaya perawatan, dan biaya

operasi.

Tabel 6.

Total Biaya Investasi, Operasi, dan Perawatan Coal Slurry

Pipeline

Pipe ID (mm)Capacity

(Mton/Year)

Total Operating &

Maintenance Cost Per

Year

Capital Cost

150 1.44 40,184,561$ 181,626,539$

250 5.09 82,152,052$ 275,279,319$

300 8.00 108,979,863$ 349,304,607$

400 16.34 187,864,813$ 524,246,821$

500 28.44 287,756,282$ 875,580,176$

Untuk menghitung besaran unit cost, maka perlu

dilakukan analisis cash flow dari operasional coal slurry

pipeline. Komponen-komponen biaya yang berperan dalam

analisis cash flow adalah biaya investasi, biaya operasional,

dan pajak. Tabel 7.

Unit Cost Coal Slurry Pipeline Pipe ID (mm) Unit cost ($/ton)

150 60.24

250 30.75

300 25.53

400 20.66

500 18.62

E. Desain Conveyor Belt

Deain conveyor belt yang didesain memiliki panjang 710

km. Spesifikasi teknis dari conveyor belt dapat dilihat pada

Tabel 8. Tabel 8.

Unit Cost Coal Slurry Pipeline Capital Cost 1 Conveyor 280,000,000$

Distance 1 Conveyor 40 km

Power Requirements 40 Mw

Capacity 3000 t/h

Running time/day 14.7 h

Distance Requirements 710 km

Capacity/Year 16,096,500 Ton

Operating Cost 1,565,550

Model desain conveyor belt adalah multi stage conveyor.

Hal ini dikarenakan jarak pengiriman batubara sangat jauh

yaitu 710 km. Data yang dimiliki oleh peneliti adalah

conveyor belt sepanjang 40 km. Sehingga conveyor belt

sepanjang 40 km akan dihubungkan dengan hopper agar

muatan dapat diangkut conveyor belt selanjutnya.

Investasi pembangunan conveyor belt sepanjang 710 km

diasumsikan sebesar $ 280 juta dolar untuk setiap 40 km.

Hal ini berdasarkan investasi yang dilakukan oleh PT. Berau

Coal untuk pembangunan conveyor belt sepanjang 40 km

[8]. Total investasi yang dibutuhkan untuk membangun

sistem conveyor sepanjang 710 km adalah $ 4,9 milyar

dolar. Dengan suku bunga (i) 8.5% dan lama proyek (n) 15

Page 6: ANALISIS PENERAPAN CONTINUOUS COAL …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-29592-4107100098-Paper.pdf · di Kalimantan Tengah dan dampak dari penerapan moda ... Simulasi merupakan suatu

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271

6

tahun, maka total biaya per tahun selama 15 tahun untuk

pengembalian biaya investasi adalah $ 212,76 juta dolar.

Sedangkan untuk biaya operasi setiap tahun diasumsikan

sebesar biaya kebutuhan untuk listrik atau electrical. Dari

hasil perhitungan unit cost, untuk mengangkut batubara

sejauh 710 km dari Muarateweh menuju Taboneo, biaya

yang diperlukan adalah $ 72.28 per tonnya dengan kapasitas

angkut 16 juta ton per tahun

F. Komparasi Antar Moda

Untuk unit cost tongkang, terdapat lima macam unit cost.

Lima macam unit cost tersebut terdiri atas kombinasi antara

unit cost tongkang 270 feet di zona 1 dengan tongkang 180,

230, 270, 300, dan 330 feet di zona 2.

Gambar 6. Grafik Unit Cost

Pada grafik di atas terlihat bahwa unit cost conveyor

memiliki nilai yang tinggi. Sedangkan kurva unit cost

pipeline dengan kurva unit cost tongkang saling

berpotongan. Kurva unit cost tongkang memiliki persamaan

Y = 27,136X-0,084

. Sedangkan kurva unit cost pipeline

memiliki persamaan Y = 63,745X-0,398

. Perpotongan dua

kurva tersebut terjadi pada titik (15.15;21,60). Dapat

disimpulkan bahwa apabila produksi batubara lebih besar

dari 15,15 juta ton per tahun, armada yang paling murah

untuk mengangkut batubara adalah pipa.

V. KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa

kapasitas maksimum sungai pada zona 1 adalah 512

kapal dan pada zona 2 adalah 388 kapal. Hasil simulasi

juga menunjukkan besarnya batubara yang dapat

diangkut. Pada hasil simulasi terlihat bahwa kapasitas

maksimum sungai hanya dapat mengangkut produksi

batubara sampai tahun 2013. Produksi batubara yang

terus meningkat tidak dapat terangkut oleh tongkang

karena kapasitas angkut maksimum dengan tongkang

lebih kecil dari pada angka produksi batubara.

Sehingga dapat disimpulkan 5 tahun ke depan

kepadatan tongkang mencapai nilai maksimum.

2. Perbandingan unit cost antara tongkang, pipa, dan

conveyor belt adalah : Tabel 9.

Perbandingan Unit Cost Capacity (Mton/Year) Coal Slurry Pipeline Conveyor Belt Barge

1 61.00$ -$ 26.47$

5 30.75$ 151.95$ 23.64$

8 25.53$ 110.79$ 22.53$

16 20.66$ 72.28$ 21.51$

28 18.62$ -$ 20.61$

3. Berdasarkan hasil simulasi kapasitas angkut maksimum

menggunakan tongkang adalah 14.729.000 ton dan

pada akhir tahun 2013 nilai produksi batubara sudah

melebihi kapasitas angkut maksimum tongkang.

Ditinjau dari unit cost, pipa merupakan pilihan yang

tepat untuk menggantikan tongkang batubara sebagai

alat angkut batubara di sungai.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT

karena atas karunianya penelitian ini dapat selesai. Tak lupa

penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang

membantu penelitian ini terutama Ir. Tri Achmadi, Ph.D atas

bimbingannya kepada penulis selama penelitian dan Jurusan

Teknik Perkapalan yang telah memfasilitasi penulis selama

penelitian berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Nugroho, Hanan. Tinjauan terhadap infrastruktur

transportasi batubara di Kalimantan (Bappenas), Juni

2006.

[2] Assesment, Office of Technology. "A Technology

Assessment of Coal Slurry." 1978: 27-59.

[3] Coad, Peter, and Jill Nicola. Object-Oriented

Programming. New Jersey: PTR Prentice Hall, 1993.

[4] Makridakis, Spyros, Steven C. Wheelwright, dan Victor

E. McGee. Metode dan Aplikasi Peramalan. 2nd. Vol.

I. Jakarta: Erlangga, 1999.

[5] Stopford, Martin. Maritime Economics. London:

Routledge, 1997

[6] International, Warman. Warman Slurry Pumping

Handbook. Australia, Februari 2000.

[7] Flygt. Flygt Slurry Handbook. New York, 2010.

[8] Today, Indonesia Finance. Berau Bangun Conveyor

Belt dan Pembangkit. Agustus 15, 2012