analisis kualitatif bahan kimia obat furosemid dan hidroklortiazida dalam obat tradisional dengan...
DESCRIPTION
Anaslisis Kualitatif Bahan Kimia Obat Furosemid dan Hidroklortiazida dalam Obat Tradisional dengan Metode Kromatografi Lapis TipisTRANSCRIPT
ANALISIS KUALITATIF BAHAN KIMIA OBAT FUROSEMID DAN
HIDROKLORTIAZIDA DALAM OBAT TRADISIONAL DENGAN
METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
OLEH :
NEVIA PUTRI SEKTI G. G1F009029
RIZKI PUSPITASARI G1F009031
WIMALA PERMATASARI G1F009032
DEDY ISKANDAR G1F009034
EKA WULANDARI G1F010035
LABORATORIUM KIMIA-FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
A. Judul Percobaan
Anaslisis Kualitatif Bahan Kimia Obat Furosemid dan Hidroklortiazida dalam
Obat Tradisional dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis
B. Tujuan
Mampu melakukan prinsip analisis dengan metode kromatografi lapis tipis, menotolkan
sampel , mengelusi , dan mengidentifikasi senyawa dengan kromatografi lapis tipis.
C. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan Chamber , gelas ukur , pipa kapiler , pipet volume , pipet tetes ,
mortar stemper , filler , corong , batang pengaduk , spatula.
Bahan yang diperlukan Hidroklortiazida standar , furosemid standar , jamu
campuran , jamu asli , methanol , etil asetat , kertas saring , silica gel.
D. Data Pengamatan
Jarak yang di tempuh zat terlarut (solute) :
Furosemide : 4,5cm Hidroklorotiazida : 4,2 cm Jamu : 2,2 cm Sampel : 2 cmGambar
E. Perhitungan
Rf : Jarak yang ditempuh komponen yang larut
Jarak yang ditempu pelarut sampai garis front
Rf Hidroklortiazida standar : 4, 2 cm : 0,84 cm
5 cm
Rf Furosemid standar : 4, 5 cm : 0,9 cm
5 cm
Rf Jamu Asli : 2,2 cm : 0,44 cm
5 cm
Rf Jamu Campuran : 2 cm : 0,4 cm
5 cm
F. Pembahasan
Kromatografi digunakan sebagai untuk memisahkan substansi campuran menjadi
komponen-komponennya. Kromatografi juga merupakan pemisahan camuran senyawa
menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Pemisahan senyawa biasanya
menggunakan beberapa tekhnik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian
besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Semua
kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan)
dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan
membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen
yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda (Anonim,2009)
Kromatografi Lapis Tipis merupakan betuk kromatografi planar selain kromatografi
kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya di
isikan atau dikemas didalamnya , pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa
lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca ,
pelat aluminimum , pelat plastik (Gandjar I G dan Abdul Rohman , 2007)
Fase gerak yag dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase
diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara naik (ascending) atau karena
pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar I G dan
Abdul Rohman , 2007).
Monografi Bahan
1. Metanol
Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah
senyawa kimia dengan rumus kimia C H 3OH. Ia merupakan bentuk alkohol paling
sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang ringan, mudah
menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas
(berbau lebih ringan daripada etanol). Ia digunakan sebagai bahan pendingin anti
beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industry
(Anonim,1995).
2. Furosemid
Asam4-kloro-N-furfuril-5sulfamoylantranilat(C12H11ClN2O5S) BM 330,74.
Furosemida mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0 %
C12H11ClN2O5S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian serbk
hablur,putih hamper kuning,tidak berbau. Kelarutan praktis tidak ,larut daalam
air,mudah larut dalam aseton,dalam dimetil formamaida dan dalam larutan alkali
hidroksida.Larut dalam methanol,agak sukar larut dalam etanol,sukar larut dalam
eter,sangat sukar larut dalam kloroform (Anonim,1995).
3. Hidroklortiazid
6-kloro-3,4-dihidro-2H-1,2,4-Benzotiadiazina-7-sulfonamida1,1-
dioksida(C7H8ClN3O4S2)BM 297,737.
Hidroklorotiazid mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 102,0 %
C7H8ClN3O4S2 dihitung lu zat yang telah dikeringkan.Pemerian serbuk hablur,putih
atau praktis putih praktis tidak berbau.Kelarutan sukar larut dalam air,mudah larut
dalam larutan natriumhidroksida,dalam n-butil amina dan dalam dimetil
formamidat,agak sukar larut dalam methanol,tidak larut dalam eter dan dalam
kloroform dan asam mineral encer (Anonim,1995).
4. Etil Asetat
Etil Asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini
merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak
berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et
mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar
sebagai pelarut. Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah
menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima
ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak
adanya proton yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada atom
elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air
hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya
meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil
dalam air yang mengandung basa atau asam (Anonim,1995).
5. Obat tradisional (jamu)
Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonesia. Belakangan populer
dengan sebutan herba atau herbal.Jamu dibuat dari bahan-bahan alami, berupa bagian
dari tumbuhan seperti rimpang (akar-akaran), daun-daunan dan kulit batang, buah.
Ada juga menggunakan bahan dari tubuh hewan, seperti empedu kambing atau
tangkur buaya.Jamu biasanya terasa pahit sehingga perlu ditambah madu sebagai
pemanis agar rasanya lebih dapat ditoleransi peminumnya.Di berbagai kota besar
terdapat profesi penjual jamu gendong yang berkeliling menjajakan jamu sebagai
minuman yang sehat dan menyegarkan. Selain itu jamu juga diproduksi di pabrik-
pabrik jamu oleh perusahaan besar seperti Jamu Air Mancur, Nyonya Meneer atau
Djamu Djago, dan dijual di berbagai toko obat dalam kemasan sachet. Jamu seperti
ini harus dilarutkan dalam air panas terlebih dahulu sebelum diminum. Pada
perkembangan selanjutnya jamu juga dijual dalam bentuk tablet, kaplet dan kapsul
(Anonim,2009).
Pada praktikum kali ini kami mengidentifikasi ada tidaknya kandungan furosemid dan
hideoklortiazid dalam jamu pelangsing yang beredar di pasaran serta jamu campuran yang
sengaja dicampur bahan kimia obat tersebut. Sedangkan hiroklortiazid dan furosemid
sebagai standar. Sampel-sampel tadi dilarutkan terlebih dahulu dengan methanol. Metanol
digunakan karena eluen yang digunakan juga methanol. Metanol juga merupakan pelarut
polar yang akan melarutkan bahan kimia tadi. Hal ini sesuai dengan sifat larutan ” like
disolve like “ atau melarutkan sesama. Setelah dilarutkan sampel disaring terlebih dahulu
dengan tujuan agar didapat filtrat yang jernih.
Lempeng KLT yang digunakan adalah silica GF254 karena silica ini akan
berfluoresensi pada spektroskopi pada panjang gelombang 254 nm. Silica dibuat dengan
ukuran 7 cm x 5 cm menyesuaikan tinggi dan lebar chamber. Kemudian pada sisi bawah
ditarik garis setinggi 1 cm sebagi garis start yang nantinya akan menjadi tempat penotolan
sampel dan dari garis start ditarik sepanjang 5 cm sebagai garis front nantinya akan
menandakan elusi sudah cukup. Pada garis start ditotolkan masing-masing sampel yaitu
sebanyak 3 totolan kemudian keringkan.
Setelah sampel sudah siap,kita buat eluen yang terdiri dari methanol : etil asetat
dengan perbandingan 2 : 3 yaitu 2 ml methanol dan 3 ml etil asetat. Perbandingan ini
digunakan untuk mempermudah meletakkan lempeng KLT karena chamber yang kecil
sehingga jarak garis front dan start tidak terlalu dekat ataupun jauh. Penggunaan dua
pelarut ini ditujukkan untuk meningkatkan harga Rf secara signifikan. Karena sifat
methanol yang merupakan pelarut polar dan etil asetat yang menengah polar. Eluen
tersebut dimasukkan ke dalam chamber ditutup dan ditunggu sekitar 10 menit dengan
tujuan eluen yang berada di dalam chamber tepat jenuh ketika akan digunakan untuk
mengelusi. Kemudian silica gel yang sudah ditotolkan sampel dimasukkan ke dalam
chamber dengan posisi berdiri tegak sehingga eluen yang naik akan tepat bersama-sama
sampai digaris front , garis start tidak boleh menyentuh eluen karena akan menyebabkan
sampel yang ditotolkan larut dalam eluen dan chamber ditutup,ditunggu hingga eluen
mencapai garis front. Elusi selesai ketika eluen mencapai garis front. Silica dalam
chamber diangkat dengan menggunaka pinset dan dikeringkan. Kira-kira cukup kering
silica diamati dibawah spektroskopi sinar uv 254. Bercak yang terlihat dilingkari dengan
pensil. Kemudian ukur jarak yang ditempuh masing-masing sampel. Baru kemudian
dimasukkan dalam rumus Rf.
Hasil yang diperoleh Rf standar Hidroklortiazid, Rf standar Furosemid, Rf jamu asli ,
jamu campuran berturut-turut : 0,84 cm , 0,9 cm , 0,44 cm , 0,4 cm. Dua senyawa
dikatakan idenitik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang
sama pula. Jamu asli yang beredar dipasaran terbukti tidak mengandung bahan kimia obat
furosemid maupun hidroklortiazid dilihat dari harga Rf yang terpaut cukup jauh dari harga
Rf standar furoseimd dan hidroklortiazid. Jamu campuran yang sengaja dicampur dengan
bahan kimia obat hidroklortiazid dan furosemid seharusnya menunjukkan harga Rf yang
sama dengan harga Rf hidroklortiazid dan furosemid, namun pada praktikum kami ini
tidak ditemukannya hidroklortiazid ataupun furosemid, karena nilai Rfnya terpaut cukup
jauh dari nilai Rf hidroklortiazid dan furosemid. Hal ini terjadi karena beberapa faktor,
diantaranya yaitu kondisi lempeng tidak dalam keadaab yang bagus, karena ketika dilihat
dibawah sinar UV, terlihat goresan-goresan yang mengganggu jalannya bercak sehingga
tidak mencapai jarak yang seharusnya.
Parameter dari teknik kromatografi adalah bilangan Rf. Bilangan Rf adalah jarak yang
ditempuh senyawa pada kromatografi terhadap garis depan. Bilangan Rf diperoleh dengan
mengukur jarak antara titik awal dan pusat bercak yang dihasilkan senyawa dan jarak ini
kemudian dibagi dengan jarak antara titik awal dan garis depan (jarak yang ditempuh
cairan pengembang) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Beberapa keuntungan kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut :
Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluorosensi
atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan
cara elusi 2 dimensi.
Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak.
Kekurangan KLT adalah adanya fase gerak yang kemurnianya tinggi karena KLT
sangat sensitive dan pada penentuan penjenuhan eluen dalam chamber biasanya kurang
valid. Karena apabila di tes dengan sebuah kertas saring yang di uapi eluen maka aka
nada udara yang masuk pada sela-sela chamber yang terbuka. Sehingga dengan cara lain
yaitu dengan mengira-ngira dengan melihat waktu kurang lebih 30 menit.
Kelebihan penggunaan KLT dibandingkan dengan Kkt adalah karena dapat
dihasilkannya pemisahan yang lebih sempurna ,kepekaan yang lebih tinggi,dan dapat
dilaksanakan dengan lebih cepat.Banyak pemisahan yang memakan waktu berjam-jam
bila dikerjakan dengan kromatografi kertas tetapi dapat dilaksanakan hanya beberapa
menit saja bila dikerjakan dengan KLT (Adnan,1997).
G. Kesimpulan
Sampel terbukti tidak mengandung furosemide dan hidroklorotiazida karena
tidak memiliki nilai Rf yang sama dengan standar furosemide dan hidroklorotiazida.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1995. Farmakope Indonesia,edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI
Anonim . 2009 . KLT. http://greenhati.blogspot.com/2009/01/kromatografi-lapis-tipis.html
diakses tanggal 04 Mei 2012
Gandjar, Ibnu Tholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : UGM
Khopkar,S.M.1990.Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta:UI-Press
Moch, Adnan. 1987. Teknik kromatografi untuk analisis bahan makanan. Yogyakarta :
ANDI