analisis kualitas lingkungan hidup kota sedang … · ringkasan ami ristanto. analisis kualitas...

173
ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SEDANG DAN KECIL DI KALIMANTAN AMI RISTANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Upload: trananh

Post on 12-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

KOTA SEDANG DAN KECIL DI KALIMANTAN

AMI RISTANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Nopember 2013

Ami Ristanto

NIM A156110174

RINGKASAN

AMI RISTANTO. Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan. Dibimbing oleh SANTUN R.P.SITORUS dan KUKUH

MURTILAKSONO.

Wilayah Kalimantan berdasarkan sensus tahun 2010 memiliki penduduk sebanyak 13 787 831 jiwa, 42.06 % atau 5 799 291 penduduk tersebut mendiami

wilayah perkotaan dan terus tumbuh dari tahun ke tahun. Pertumbuhan penduduk kawasan perkotaan terjadi akibat adanya kelahiran, urbanisasi dari kawasan

perdesaan, maupun masuknya penduduk yang berasal dari daerah lain. Pada satu

sisi kondisi ini memberikan dampak positif dalam hal ketersediaan sumberdaya manusia, pada sisi lain timbul dampak negatif pada lingkungan berupa

pencemaran dan makin intensifnya pemanfaatan lahan kawasan perkotaan. Dalam menghindari dampak negatif yang terjadi pada lingkungan dan untuk menjaga

keberlanjutan suatu kota, perlu dilakukan upaya - upaya pengelolaan lingkungan yang baik dan didasari atas studi yang tepat dan akurat.

Berdasarkan klasifikasi kota menurut jumlah penduduk, Kalimantan

memiliki 52 kota yang terdiri dari 5 (lima) kota besar, 4 (empat) kota sedang dan

43 (empat puluh tiga) kota kecil. Hingga saat ini terjadi kecenderungan studi

pengelolaan lingkungan perkotaan di Kalimantan lebih terfokus pada kota - kota

besar, namun hal serupa belum banyak dilakukan pada kota - kota sedang dan kecil, sehingga informasi kondisi lingkungan kota - kota sukar untuk didapatkan.

Oleh sebab itu dalam penelitian ini dipilih kota - kota kategori sedang dan kecil menjadi obyek pengamatan. Tujuan penelitian adalah : (1) menganalisis dan

mengelompokkan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kesamaan karakteristik kualitas lingkungan hidup, (2) menganalisis faktor - faktor

yang berpengaruh pada indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan, (3) menganalisis hubungan alokasi anggaran sektor lingkungan hidup

dan sektor kebersihan dengan indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan, (4) menganalisis hubungan kepadatan penduduk dengan

indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan dan

(5) menyusun arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan

kecil di Kalimantan.

Penelitian dilaksanakan selama 14 bulan pada periode Juni 2012 hingga

Juli 2013. Wilayah penelitian mencakup regional Kalimantan yang terdiri dari 47 kota dengan ukuran sedang dan kecil di 4 (empat) wilayah provinsi. Teknik

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : (1) Analisis gerombol, (2) Analisis komponen utama dan (3) Analisis panel data.

Berdasarkan analisis gerombol didapatkan pengelompokan kota sedang

dan kecil di Kalimantan : 6 (enam) atau 12.77 % kota sedang dan kecil di

Kalimantan termasuk kluster kategori “sangat baik”, 7 (tujuh) atau 14.89 % kota termasuk termasuk kluster kategori “baik”, 19 (sembilan belas) atau 40.43 % kota

berada termasuk kluster kategori “cukup”, 11 (sebelas) atau 23.40 % kota termasuk kluster kategori “buruk” dan 4 (empat) atau 8.51 % kota termasuk

kluster kategori “sangat buruk”. Analisis gerombol juga menunjukkan terjadinya

kecenderungan kota - kota di Provinsi Kalimantan Tengah termasuk dalam

kategori “buruk”.

Berdasarkan analisis komponen utama diketahui bahwa indikator - indikator kualitas lingkungan kawasan - kawasan publik dan kawasan yang

berkaitan dengan pelayanan masyarakat seperti taman kota, pasar dan TPA memiliki bobot lebih besar dibandingkan kawasan privat seperti permukiman

dalam penentuan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya - upaya peningkatan kualitas lingkungan pada

kawasan - kawasan publik memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan

dengan kawasan privat pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota.

Berdasarkan analisis panel data diketahui bahwa alokasi APBD sektor kebersihan memiliki hubungan nyata positif dengan nilai indeks kualitas

lingkungan hidup kota. Kota - kota dengan alokasi APBD sektor kebersihan tinggi cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih tinggi.

Sebaliknya kota - kota dengan alokasi APBD sektor kebersihan lebih rendah, cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang rendah. Namun

demikian, dalam analisis panel data alokasi APBD sektor lingkungan diketahui memiliki hubungan tidak nyata positif dengan nilai indeks kualitas lingkungan

hidup kota. Selain itu, kepadatan penduduk wilayah perkotaan memiliki hubungan

nyata negatif dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Kota - kota

dengan kepadatan penduduk tinggi cenderung memiliki nilai indeks kualitas

lingkungan hidup yang lebih rendah. Sebaliknya, kota - kota dengan kepadatan

penduduk lebih rendah, cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan

hidup yang lebih tinggi.

Dengan pendekatan konsep kota ramah lingkungan, disusun arahan bagi kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan meliputi : (1) peningkatan alokasi

anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan pada hulu pengelolaan sampah untuk pemenuhan kebutuhan jumlah dan kapasitas TPS serta armada angkut sampah

agar sampah kawasan permukiman, taman kota dan pasar terkelola dengan baik,

(2) peningkatan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan sampah dan pengendalian

pencemaran di TPA, serta (3) peningkatan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan

RTH pada area tidak terbangun kawasan permukiman, pasar, taman kota serta

zona non aktif TPA.

Kata Kunci : alokasi anggaran, kepadatan penduduk, kualitas lingkungan kota,

ruang terbuka hijau, sampah

SUMMARY

AMI RISTANTO. An Analysis of Environmental Quality of Medium and Small Cities in Kalimantan. Supervised by SANTUN R.P.SITORUS and KUKUH

MURTILAKSONO.

Based on the 2010 census, Kalimantan region inhibited by 13 787 831

people where 5 799 291 people or 42.06 % among them live in urban areas. The

population growth occurred because of the rising birth rate, urbanization from

rural areas, as well as immigrant that coming from other areas. On one side, this

condition contributes positively to abundant availability of human resources. On

the other hand, this condition causes problems or negative impacts on the

environment such as pollution and more intense use of urban land. Through good urban environment management, these negative impacts can be reduced. This

study conducted in order to achieve a sustainable city through good environmental management. This study conducted in order to achieve a sustainable city through

good environmental management.

Based on population classifications, Kalimantan region consist of 52

cities. These cities divided into 5 big cities, 4 medium cities and 43 small cities.

Until now, there was a tendency of urban environmental management research

more focused on big cities and very limited similar researches have done in

medium and small cities. As the result, information about environment

management in medium and small cities is generally difficult to obtain. Therefore, in these researches medium and small cities were chosen to be the object of the

research. The objectives of this research are : (1) analyzing and grouping medium and small cities in Kalimantan based on common characteristics of the

environment, (2) analyzing factors that affect the medium and small cities environmental quality index in Kalimantan, (3) analyzing relationship between

environmental budget allocations, solid waste management budget allocation and city environmental quality index, (4) analyzing relationship between population

density and city environmental quality index and (5) developing direction in

improving environmental quality for medium and small cities.

The research was conducted over 14 months in the period of June 2012 to July 2013. Research area covers 47 cities in Kalimantan, which consist of 4

medium cities and 43 small cities. Analysis of the data used in this study including: (1) Cluster analysis, (2) Principal component analysis and (3) Panel

data analysis.

Cluster analysis was used to group cities based on common characteristics

related to environmental management. The analysis obtained 6 or 12.77 % of the

cities belongs to best category, 7 or 14.89 % of the cities belongs to good

category, 19 or 40.43 % of the cities belongs to sufficient category, 11 or 23.40 %

of the cities belongs to bad category while the rest 4 or 8.51 % are belongs to the

worst category.

Principal component analysis showed that management of public area such

as city park and traditional market has greatest impact on city environment quality

index. While management of private area such as citizen settlements has less

positive impact on city environment quality index.

Panel analysis was used to get correlation between environmental management budget allocation, solid waste management budget allocation, urban

area population density and environmental quality index of the cities. As the result environmental management budget allocation and solid waste management budget

allocation have positive correlation with city environmental quality index. The

analysis also shows that urban area population density has negative correlation

with environmental quality index of the city.

In order to improve the environmental quality index of medium and small

cities in Kalimantan with green city concept, three directions were proposed includes : (1) increasing solid waste management budget to comply temporary

solid waste storage and solid waste transportation vehicle needed, (2) increasing landfill management budget to control solid waste management and to avoid soil

and ground water from leachate contamination and (3) increasing green open space management budged to improve environmental quality of residential,

market and city park areas.

Keywords : budget allocations, green open space, population density, solid

waste, urban environment quality

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu

masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam

bentuk apa pun tanpa izin IPB.

ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

KOTA SEDANG DAN KECIL DI KALIMANTAN

AMI RISTANTO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Baba Barus, MSc

Judul Tesis : Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di

Kalimantan

Nama : Ami Ristanto

NIM : A156110174

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus

Ketua

Prof. Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS

Anggota

Diketahui oleh

Ketua program Studi

Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian : 26 Juli 2013 Tanggal Lulus :

Judul Tesis Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan

Nama Ami Ristanto NIM A156110174

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus Prof. Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus

TanggaJ Ujian : 26 Juli 2013 Tanggal Lulus: 'I.. 2 NO YLu13

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat - Nya karya ilmiah ini

dapat terselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan selama 14

bulan pada periode Juni 2012 hingga Juli 2013 ini ialah Analisis Kualitas

Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan.

Tahapan - tahapan penelitian tersebut tidak lepas bantuan dari dosen -

dosen, staf manajemen, rekan - rekan mahasiswa serta pihak - pihak lain yang

turut membantu terselesaikannya penelitian ini. Untuk itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :

1 Bapak Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus selaku ketua komisi pembimbing dan

ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas arahan dan bimbingan

yang diberikan dari tahap awal sampai penyelesaian tesis ini.

2 Bapak Prof. Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS selaku anggota komisi

pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penelitian

sampai penyelesaian tesis ini.

3 Bapak Didit Okta Pribadi, ST, MSi selaku mantan anggota komisi

pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan pada awal kegiatan

penelitian.

4 Dr Ir Baba Barus, MSc, Ibu Dr Dra Khursatul Munibah, MSc, seluruh staf

pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

5 Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan

beasiswa yang diberikan kepada penulis.

6 Ir Tuti Hendrawati Mintarsih, MPPPM, Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion

Kalimantan yang telah memberikan izin pada penulis melanjutkan pendidikan

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

7 Rekan - rekan mahasiswa Ilmu Perencanaan Wilayah program Bappenas dan

Reguler atas dukungan dan kerjasamanya selama ini,

Terima kasih yang istimewa disampaikan pada Ibu, Ayah dan Kakak

tercinta atas doa, kasih sayang, dukungan dan bantuan yang telah diberikan.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para

pembaca yang membutuhkan.

Bogor, Nopember 2013

Ami Ristanto

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN vii

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 6

1.4 Manfaat Penelitian 6

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kualitas Lingkungan Hidup 7

2.2 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup 9

2.3 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan 11 2.4 Berbagai Aspek dalam Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup

Perkotaan 13 2.5 Hubungan Alokasi Anggaran Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup

Perkotaan 18 2.6 Hubungan Penduduk Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup

Perkotaan 20 2.7 Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan 21

III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran 23

3.2 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Penelitian 24 3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 27

3.4 Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian dengan Jenis dan Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Keluaran 32

3.5 Teknik Analisis Data 34

IV KONDISI UMUM KALIMANTAN 4.1 Kalimantan Barat 40

4.2 Kalimantan Tengah 46 4.3 Kalimantan Selatan 49

4.4 Kalimantan Timur 52

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengelompokan (Clustering) Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 57

5.2 Analisis Pengaruh Variabel - Variabel Kualitas Lingkungan Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 71

5.3 Perbandingan Pengelompokkan Kota - Kota Berdasarkan Hasil Analisis Gerombol dan Kategori Nilai Indeks Kualitas Lingkungan 87

DAFTAR ISI (Lanjutan)

5.4 Analisis Pengaruh Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan

Lingkungan Hidup dan Kebersihan terhadap Nilai Indeks Kualitas

Lingkungan Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 89

5.5 Analisis Pengaruh Kepadatam Penduduk terhadap Nilai Indeks

Kualitas Lingkungan Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 94

5.6 Arahan Peningkatan Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota 96

VI SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 120

Saran 121

DAFTAR PUSTAKA 122

LAMPIRAN 126

DAFTAR RIWAYAT HIDUP 150

DAFTAR TABEL

1 Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 24

2 Sumber perolehan nilai komponen indeks kualitas

lingkungan hidup kota 32

3 Jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil keluaran

yang diharapkan 32

4 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota

di Kalimantan Barat tahun 2010 41

5 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk menurut kabupaten / kota

di Kalimantan Barat tahun 1990 - 2010 41

6 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan

di Kalimantan Barat tahun 2010 42

7 Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 43

8 Jenis tanah dan luasnya menurut kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 44

9 Jenis penggunaan lahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Barat tahun 2010 45

10 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Tengah tahun 2010 46

11 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Kalimantan Tengah tahun 2010 47

12 Luas wilayah kalimantan tengah menurut kabupaten / kota

dan ibukotanya tahun 2010 48

13 Luas Wilayah Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

(RTRWP) tahun 2010 49 14 Jumlah Kecamatan dan desa/kelurahan menurut kabupaten / kota

di Kalimantan Selatan tahun 2010 50 15 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan

di Kalimantan Selatan tahun 2010 51 16 Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas

Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 51

17 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota

di Kalimantan Timur tahun 2010 53

18 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan

di Kalimantan Timur tahun 2010 54

19 Luas daerah kabupaten / kota terhadap luas Provinsi Kalimantan Timur

tahun 2010 54

20 Luas wilayah menurut kelas lereng / kemiringan dan kabupaten / kota

tahun 2010 55

21 Rata - rata suhu udara, kelembaban, tekanan udara, kecepatan angin

dan curah hujan bulanan melalui stasiun Samarinda, Balikpapan,

Tarakan, Tanjung Selor, Tanjung Redeb dan Nunukan tahun 2010 56

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

22 Nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan pada

tiap kluster kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 59

23 Kota - kota anggota kluster 1 di Kalimantan tahun 2010 dengan

kategori “sangat baik” 61

24 Kota - kota anggota kluster 2 di Kalimantan tahun 2010 dengan

kategori “baik” 61

25 Kota - kota anggota kluster 3 di Kalimantan tahun 2010 dengan

kategori “cukup” 61

26 Kota - kota anggota kluster 4 di Kalimantan tahun 2010 dengan

kategori “buruk” 62

27 Kota - kota anggota kluster 5 di Kalimantan tahun 2010 dengan

kategori “sangat buruk” 62 28 Perbandingan PDRB pengeluaran pemerintah atas dasar harga berlaku

menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010 70 29 Hasil perhitungan ragam dari analisis komponen utama 71

30 Nilai bobot variabel - variabel komponen kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 73

31 Kategori kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan nilai indeks tahun 2010 75

32 Nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil tiap provinsi di Kalimantan tahun 2006 - 2010 84

33 Perbandingan jumlah anggota kelompok kota sedang dan kecil

di Kalimantan pada tiap kategori berdasarkan hasil analisis gerombol

dan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 87

34 Nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan untuk tiap kategori

nilai indeks tahun 2010 98 35 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan

/ keluaran yang diharapkan bagi kota sedang di Kalimantan dengan kategori “sangat tinggi” 101

36 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan

/ keluaran yang diharapkan bagi kota sedang di Kalimantan dengan

kategori “tinggi” 103

37 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan

hidup kota sedang di Kalimantan dengan kategori “tinggi” menjadi

“sangat tinggi” 106

38 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan

/ keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan

kategori “sangat tinggi” 107

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

39 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan

/ keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan

kategori “tinggi” 109

40 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan

hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “tinggi” menjadi

“sangat tinggi” 111

41 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan

/ keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan

kategori “sedang” 112

42 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan

hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sedang” menjadi

“tinggi” 113 43 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan

/ keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “rendah” 114

44 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “rendah” menjadi

“sedang” 116 45 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan

/ keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat rendah” 117

46 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan

hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat rendah”

menjadi “rendah” 118

DAFTAR GAMBAR

1 Kecenderungan nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata

kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 3

2 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota sedang dan kecil

tiap provinsi di Kalimantan 2010 4

3 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota - kota berdasarkan

regional di Indonesia tahun 2010 4

4 Kerangka pikir penelitian 24

5 Peta Kalimantan 26 6 Grafik nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan

pada tiap kluster kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 59 7 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang

dan kecil di Kalimantan tahun 2010 60 8 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil

pada masing - masing kelompok di Kalimantan tahun 2010 62

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

9 Diagram jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada

masing - masing kelompok untuk tiap provinsi di Kalimantan

tahun 2010 63

10 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang

dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 64

11 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang

dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 65

12 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang

dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010 66

13 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang

dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 67

14 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Barat

tahun 2010 68 15 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil

pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 68

16 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Tengah

tahun 2010 68 17 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil

pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Timur

tahun 2010 69

18 Perbandingan PDRB pengeluaran pemerintah atas dasar harga berlaku

menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010 70 19 Persentase nilai bobot variabel - variabel komponen kualitas lingkungan

kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 74 20 Kurva distribusi normal selang nilai indeks kualitas lingkungan

dan jumlah kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 untuk tiap kategori 74

21 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil

di Kalimantan tahun 2010 76

22 Persentase kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kategori

nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 77

23 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil

di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 78

24 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil

di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 79

25 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil

di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010 80

26 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil

di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 81

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

27 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat

berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 82

28 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan

berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 82

29 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah

berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 83

30 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur

berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 83

31 Grafik indeks kualitas lingkungan kota per provinsi tahun 2006 - 2010 84

32 Grafik rata - rata indeks kualitas lingkungan di Kalimantan

tahun 2006 - 2010 85

33 Gambar nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan untuk tiap kategori nilai indeks 99

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai indikator - indikator komponen kualitas lingkungan hidup

kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 126

2 Dendogram hasil analisis gerombol menggunakan metode berhirarki pada 47 kota sedang dan kecil di Kalimantan 137

3 Koefisien komponen utama 138 4 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil

di Kalimantan tahun 2006 - 2010 139

5 Nilai indeks kualitas lingkungan, persentase anggaran pengelolaan

lingkungan, persentase anggaran pengelolaan kebersihan dan jumlah

penduduk kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 141

6 Hasil uji korelasi 147

7 Statistik hasil F - test dan Chi - square 147

8 Statistik hasil Hausman - test 147

9 Hasil analisis data panel 148

10 Nilai Cfixed effects untuk tiap - tiap obyek sampel (kota) 149

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, berkembang pula

kawasan - kawasan yang menjadi pusat - pusat aktivitas dan kegiatan

perekonomian. Kawasan - kawasan tersebut dapat dicirikan dari kepadatan

penduduk yang lebih tinggi dibandingkan daerah - daerah lain yang menjadi

kawasan penyangganya. Kawasan - kawasan perkotaan tersebut pada umumnya

dikenal dengan istilah daerah urban. Tingginya kepadatan penduduk pada daerah

urban merupakan salah satu konsekuensi langsung akibat terpusatnya aktivitas dan kegiatan perekonomian yang terjadi disana. Tingginya angka kelahiran, arus

urbanisasi juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertambahan

jumlah penduduk. Pada satu sisi kondisi ini memberikan kontribusi positif yakni

ketersediaan sumberdaya manusia yang melimpah, pada sisi lain memberikan

dampak negatif pada lingkungan berupa pencemaran akibat tingginya aktivitas

yang terjadi di daerah urban tersebut.

Selain masalah kependudukan, akibat upaya pengelolaan kawasan yang

kurang baik serta kesalahan dalam penetapan regulasi dan pengawasan dari pemerintah, akan timbul dampak - dampak negatif lain yang menjadi turunan atau

lanjutan dari masalah di atas. Semakin intensifnya pemanfaatan lahan akibat semakin bertambahnya luas area terbangun, mengurangi luas kawasan ruang

terbuka hijau yang memiliki peran penting dalam siklus air. Proporsi seimbang

antara kawasan terbangun terhadap kawasan ruang terbuka hijau yang berfungsi

dalam menampung dan menyerap air diperlukan guna mencegah terjadinya banjir

maupun kurangnya ketersediaan air tanah.

Pertumbuhan jumlah penduduk juga turut memberikan kontribusi pada meningkatnya produksi sampah maupun limbah domestik lain. Produksi sampah

maupun limbah domestik lain tanpa diimbangi kemampuan mengolah limbah tersebut memungkinkan terjadinya pencemaran tanah maupun badan air.

Pencemaran yang mungkin terjadi tersebut menunjukkan besarnya potensi penurunan kualitas lingkungan suatu wilayah kota. Adapun penurunan kualitas

lingkungan terjadi bila pencemaran mengakibatkan suatu media lingkungan

menurun atau bahkan kehilangan fungsinya. Makin intensifnya pemanfaatan lahan

serta tingginya beban pencemaran yang harus ditanggung oleh lingkungan seperti

yang dijelaskan di atas merupakan dampak lanjutan dari pemusatan kegiatan yang

terjadi pada daerah urban.

Dampak lingkungan yang terjadi akibat kegiatan yang terpusat pada

daerah urban menimbulkan kesadaran akan pentingnya melakukan pengelolaan lingkungan kawasan perkotaan yang lebih baik. Upaya ini dapat dimulai dari

inventarisasi atau pencatatan kualitas lingkungan hidup kota - kota yang ada di Indonesia secara rutin dan berkala. Pemantauan kualitas lingkungan hidup kota -

kota di Indonesia yang memiliki penduduk di atas 20 000 jiwa dilakukan minimal

sebanyak 2 (dua) kali dalam kurun waktu satu tahun mencakup wilayah

Kalimantan yang memiliki 5 kota berukuran besar dan 47 kota berukuran sedang

hingga kecil (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).

Lingkup pengawasan yang dilakukan tersebut mencakup pengelolaan

kebersihan dan keteduhan kota serta meliputi sarana - sarana atau fasilitas kota

pendukungnya. Melalui kegiatan tersebut diharapkan diperoleh gambaran kualitas

lingkungan kota secara keseluruhan meski tetap lebih difokuskan pada masalah

sampah domestik, ruang terbuka hijau dan kebersihan badan air.

Hingga saat ini telah banyak dilakukan pemantauan dan kajian kualitas

lingkungan pada kota - kota besar di Indonesia termasuk pula di Kalimantan. Mengingat sebagian besar kota - kota tersebut sudah lama terbentuk, bahkan

mendahului kemerdekaan negara Indonesia, kondisi lingkungan maupun

kecenderungan perubahan yang terjadi baru mulai tercatat pada kurun waktu

tahun 1990 - an. Gambaran perubahan semenjak kota tersebut didirikan hingga

terbentuk menjadi sebuah kota besar dengan kondisi yang kompleks seperti pada

masa ini sukar untuk didapatkan. Oleh sebab itu informasi - informasi terkait kota

besar yang diperoleh terbatas hanya pada rentang 30 tahun ke belakang. Pada

kisaran waktu tersebut, kota - kota besar di Indonesia telah menjadi kawasan -

kawasan pusat perekonomian yang memiliki penduduk dengan jumlah yang besar,

dalam arti lain tekanan yang terjadi pada lingkungan pada masa tersebut sudah

cukup besar meskipun masih dapat ditoleransi oleh daya dukung lingkungan kota.

Keadaan di atas mendorong perlunya informasi yang menggambarkan

kondisi lingkungan kota - kota lain yang berpenduduk lebih sedikit maupun kota -

kota yang kegiatan perekonomiannya masih lebih rendah dibandingkan dengan

kota besar dari sekarang. Untuk wilayah Kalimantan, gambaran tersebut dapat

dilihat melalui pemantauan kota - kota dengan kategori sedang maupun kecil.

Dibandingkan dengan kota besar, kota sedang dan kecil memiliki penduduk yang

lebih sedikit, hal ini juga berarti tekanan yang terjadi pada lingkungan juga lebih

rendah. Sejalan dengan waktu kota - kota sedang dan kecil tersebut akan

mengalami pertambahan jumlah penduduk maupun pertumbuhan kegiatan

ekonomi yang menyebakan kota - kota tersebut akan berubah menjadi kota besar.

Kondisi serupa tentu pernah terjadi pada kota - kota besar di Kalimantan sebelum

tahun 1990 - an, namun pada masa tersebut kebutuhan akan pemantauan kualitas

lingkungan kota belum terlalu dirasakan penting, sehingga informasi lingkungan yang dimiliki pada masa tersebut juga terbatas. Pemantauan dan kajian yang

dilakukan pada kota - kota sedang dan kecil penting untuk dilakukan untuk mendapatkan informasi kecenderungan arah perubahan kualitas lingkungan kota

itu sendiri maupun melihat gambaran kondisi awal kota besar yang memiliki karakter sosial, ekonomi dan ekologi yang serupa.

Pemantauan dan kajian pada kota - kota sedang dan kecil yang berjumlah

lebih banyak dan bersifat lebih tersebar juga dapat memberikan gambaran kondisi

lingkungan kota - kota pada lingkup regional tertentu serta membantu penyusunan

kebijakan dalam ruang lingkup makro.

1.2 Perumusan Masalah

Sejak dilakukan pemantauan secara rutin yang dimulai pada tahun 2006

hingga saat ini, terlihat perubahan naik atau turunnya kualitas lingkungan hidup kota - kota sedang dan kecil secara nasional. Adapun kota - kota sedang dan kecil

ditentukan atas kriteria berikut :

� Kota Kecil, kota dengan jumlah penduduk 20 000 - 50 000 jiwa � Kota Sedang, kota dengan jumlah penduduk 50 001 - 200 000 jiwa

Penentuan kriteria tersebut didasari atas Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2008

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 16 Ayat 5 dan 6.

Hasil dari pemantauan yang dilakukan secara rutin tersebut menunjukkan indikasi berhasil atau tidaknya pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan

lingkungan di wilayahnya masing - masing. Pemantauan kualitas lingkungan

hidup yang dilakukan tersebut mencakup pemantauan pengelolaan sampah dan

ruang terbuka hijau (RTH) pada komponen - komponen wilayah :

� Permukiman

� Area jalan arteri dan kolektor � Pasar tradisional

� Sekolah � Area perkantoran

� Terminal � Pelabuhan penumpang

� Hutan kota � Taman kota

� Sungai / danau / situ � Drainase utama kota

� Tempat pengelolaan akhir sampah

Hasil akhir dari pemantauan yang dilakukan tersebut adalah nilai indeks

lingkungan hidup kota secara umum serta nilai - nilai indeks komponen - komponen penyusunnya. Untuk wilayah Kalimantan sendiri, berdasarkan kategori

kota sedang dan kecil dari tahun 2006 hingga tahun 2010 kecenderungan nilai indeks kualitas lingkungan terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kecenderungan nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota

sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010

Kualitas lingkungan rata - rata kota kecil di Kalimantan secara umum

masih berada pada kategori kurang baik atau berada dibawah nilai 60, sedangkan rata - rata kota sedang berada kategori baik atau berada pada kisaran nilai 70.

0

20

40

60

80

100

2006 2007 2008 2009 2010

64.98 66.9771.92 73.12 72.83

55.31 55.67 56.75 56.45 58.23

Nil

ai in

dek

s k

ual

itas

lin

gku

ng

an k

ota

Tahun

Kota Sedang

Kota Kecil

Berdasarkan pembagian wilayah administratif daerah, nilai indeks kualitas lingkungan rata - rata kota di tiap provinsi terkecuali kota - kota di Provinsi

Kalimantan Selatan berada dibawah nilai 60 seperti ditunjukkan Gambar 2. Nilai tersebut masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan wilayah lain di

Indonesia terutama terhadap wilayah Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi seperti ditunjukkan Gambar 3. Oleh sebab itu, dirasa perlu untuk meningkatkan kualitas

lingkungan terutama difokuskan pada aspek - aspek kebersihan dan keteduhan

wilayah perkotaan di Kalimantan (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Gambar 2 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota sedang dan kecil tiap provinsi di Kalimantan tahun 2010

Gambar 3 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota - kota

berdasarkan regional di Indonesia tahun 2010

52

54

56

58

60

62

64

Kalimantan

Timur

Kalimantan

Selatan

Kalimantan

Tengah

Kalimantan

Barat

59.38

63.27

56.55

58.87

Nil

ai In

dek

s K

ual

itas

Lin

gk

un

gan

Hid

up

Kota

Provinsi

Nilai Indeks

Kualitas

Lingkungan

Hidup Kota

Rata - Rata Tahun 2010

56

58

60

62

64

66

68

70

72

74

Bali dan

Nusa

Tenggara

Jawa Kalimantan Sulawesi,

Maluku dan

Papua

Sumatera

68.63

71.19

59.81

63.22

66.63

Nil

ai In

dek

s K

ual

itas

Lin

gku

ngan

Hid

up

Kota

Regional

Nilai Indeks

Kualitas

Lingkungan

Hidup Kota

Rata - Rata

Tahun 2010

Kondisi di atas mendorong pentingnya dilakukan evaluasi maupun upaya

terhadap pemantauan yang telah dilakukan secara rutin. Kedepan informasi

tersebut juga harus dapat memberikan gambaran perubahan kualitas lingkungan

dengan lebih baik untuk kota - kota sedang dan kecil sejak awal mula pelaksanaan

pemantauan hingga masa sekarang. Informasi kualitas lingkungan tersebut

tersusun atas variabel - variabel yang mewakili komponen wilayah dari suatu

kota. Variabel - variabel adalah wilayah permukiman, sarana kota, sarana

transportasi dan sarana pengelolaan kebersihan kota.

Informasi tersebut bagi pemerintah daerah dapat digunakan sebagai

masukan terkait pembenahan komponen - komponen lingkungan dari kawasan

urban di wilayah kerjanya. Bagi pemerintah pusat, informasi tersebut juga dapat

dimanfaatkan untuk mendapatkan gambaran umum perbandingan kawasan urban

di suatu kabupaten / kota terhadap kabupaten / kota lainnya.

Namun secara lebih spesifik belum dilakukan analisis statistik yang

menunjukkan pengelompokan kota - kota yang terjadi, maupun faktor - faktor kondisi fisik komponen lingkungan kota yang mempengaruhinya. Faktor - faktor

lain seperti besarnya alokasi anggaran maupun faktor kepadatan penduduk diperkirakan juga dapat memberi kontribusi langsung atau tidak langsung

terhadap nilai kualitas lingkungan suatu kota. Keadaan di atas mendorong

perlunya dilakukan analisis dan pengolahan data lanjutan untuk mendapatkan

informasi - informasi turunan lain yang terkait dengan data tersebut.

Dengan menghubungkan informasi kualitas lingkungan hidup yang

diperoleh dari komponen fisik suatu kota dengan data APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaan kebersihan maupun

dengan informasi kependudukan suatu kota, diharapkan dapat dilihat hubungan keterkaitan antara faktor - faktor tersebut. Adapun nantinya bagi pemerintah pusat

dan pemerintah daerah, hasil analisis ini dapat digunakan sebagai bahan penyusunan kebijakan untuk penentuan program dan kegiatan yang akan

dilaksanakan pada masa mendatang.

Berdasarkan uraian di atas maka disusun rumusan permasalahan yang

diteliti dalam penelitian ini yaitu :

1 Belum tersedianya informasi clustering atau pengelompokan kota - kota

sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kesamaan karakteristik kualitas

lingkungan hidup

2 Belum tersedianya analisis faktor - faktor yang berpengaruh pada kualitas

lingkungan suatu kota

3 Alokasi APBD kegiatan pengelolaan lingkungan dan kegiatan pengelolaan

kebersihan yang masih rendah yang berimplikasi pada kualitas lingkungan

hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan

4 Belum diketahuinya pengaruh kepadatan penduduk yang mendorong

meningkatnya pencemaran tanah maupun badan air hingga berpengaruh pada kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan

5 Diperlukannya arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :

1 Menganalisis dan mengelompokkan kota - kota sedang dan kecil di

Kalimantan berdasarkan kesamaan karakteristik kualitas lingkungan hidup 2 Menganalisis faktor - faktor yang berpengaruh pada indeks kualitas

lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan 3 Menganalisis hubungan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan

hidup dan kegiatan pengelolaan kebersihan dengan indeks kualitas lingkungan

hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan

4 Menganalisis hubungan kepadatan penduduk dengan indeks kualitas

lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan

5 Menyusun arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan

kecil di Kalimantan

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1 Memberikan masukan pada pemerintah pusat dalam penentuan kebijakan

pengawasan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan

2 Memberikan masukan pada pemerintah daerah dalam upaya perbaikan

pengelolaan lingkungan hidup kota

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kualitas Lingkungan Hidup

Lingkungan merupakan kondisi fisik yang melingkupi sumber daya alam

berupa tanah, air, mineral, termasuk makhluk hidup flora dan fauna yang berada

pada kawasan tersebut. Lingkungan sendiri terdiri atas komponen abiotik dan

biotik. Komponen abiotik merupakan komponen lingkungan yang memiliki sifat

tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban serta intensitas

matahari. Komponen biotik mencakup segala sesuatu yang bernyawa seperti

tumbuhan, hewan, manusia dan mikro - organisme yang mendiami lingkungan tersebut. Lingkungan hidup juga sering pula diartikan dengan istilah biosfer yang

dapat mencakup segala makhluk hidup dan makhluk tak hidup di alam yang ada

di Bumi atau bagian dari Bumi, yang berfungsi secara alami. Tanpa adanya

pengaruh campur tangan manusia, lingkungan membentuk suatu siklus yang

seimbang dan berkelanjutan. Faktor manusia, terutama yang didasari atas motif

pemenuhan kebutuhan ekonomi secara umum memberikan dampak pada kualitas

lingkungan. Hal ini yang mendasari perlunya dilakukan pengukuran kualitas

lingkungan untuk mencegah terjadinya dampak kerusakan lingkungan yang terlalu

besar. Kualitas lingkungan hidup merupakan keadaan lingkungan yang dapat

memberikan daya dukung optimal bagi ke langsungan hidup manusia pada suatu

wilayah. (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Selama ini, pengukuran kualitas lingkungan pada umumnya dilakukan

secara terpisah berdasarkan media lingkungan yang ada, yaitu air, udara, dan

tanah. Kondisi ini menyebabkan banyaknya data yang tidak saling terintegrasi

satu dan lainnya, sehingga sulit untuk menilai apakah kondisi lingkungan hidup di

suatu kawasan secara utuh apakah bertambah baik atau sebaliknya. Salah satu cara

untuk mereduksi banyak data dan informasi adalah dengan menggunakan angka

indeks (Kementerian Lingkungan Hidup 2010).

Studi - studi tentang indeks lingkungan banyak dilakukan terutama oleh

perguruan tinggi di luar negeri, seperti Yale University dan Columbia University yang menghasilkan Environmental Sustainability Index (ESI). ESI dilakukan

untuk melihat tingkat keberlanjutan suatu negara, juga sebagai tolok ukur

kemampuan suatu negara untuk melindungi lingkungan hingga pada masa

mendatang. Nilai indeks keberlanjutan lingkungan ini mencakup 5 (lima) isu

meliputi : (1) sistem lingkungan suatu negara, (2) tekanan pada lingkungan akibat

aktivitas manusia (3) tekanan pada lingkungan yang tidak disebabkan manusia,

(4) kapasitas masyarakat dalam menghadapi tantangan lingkungan dan

(5) pengelolaan global suatu negara. ESI yang dilakukan pada 146 negara di dunia

dan dibangun berdasarkan model tekanan (pressure), keadaan (state) dan upaya

antisipasi (response) lingkungan pada negara - negara tersebut. Hasil perhitungan

ESI menunjukkan peringkat dan tingkat kemampuan adaptasi suatu negara,

disamping juga menunjukkan pengelompokan yang terjadi di dunia secara umum. Indikator - indikator yang dibangun dari beberapa isu tersebut menitikberatkan

pada faktor tekanan yang menyebabkan perubahan kondisi serta respon akibat perubahan itu sendiri. Lima negara anggota kelompok terbaik dengan peringkat

tertinggi adalah Finlandia, Norwegia, Uruguay, Swedia dan Islandia yang masing - masing dicirikan dengan sumber daya alam yang cukup besar dan kepadatan

penduduk rendah. Negara - negara peringkat terendah adalah Korea Utara, Irak,

Taiwan, Turkmenistan dan Uzbekistan. Negara - negara ini menghadapi berbagai

masalah, baik alam maupun buatan manusia dan belum berhasil melakukan

pengelolaan lingkungan dengan baik dan berkelanjutan. (Esty et al. 2005).

Michigan Technological Research Institute (MRTI) juga menghasilkan Environmental Quality Index (EQI). EQI disusun untuk melihat perubahan

kondisi lingkungan pada skala kawasan. Perhitungan EQI dilakukan berdasarkan indikator - indikator : (1) kondisi tanah, (2) kesehatan air, (3) kualitas udara dan

(4) pemanfaatan lahan. EQI dilakukan melalui pendekatan sistem informasi

geografis diperoleh melalui teknik overlay data spasial. Teknik overlay data

menunjukkan nilai total kawasan berdasarkan penjumlahan nilai indikator -

indikator kawasan tersebut. Nilai tinggi menunjukkan lingkungan dalam kondisi

baik atau rendahnya pencemaran yang terjadi, sedangkan nilai rendah

menunjukkan kondisi lingkungan yang buruk atau tingginya pecemaran. Teknik

perhitungan EQI yang menggunakan data - data informasi geografis

memungkinkan kualitas lingkungan kawasan dapat teramati secara spasial (French

et al. 2008).

Pada suatu studi yang dipublikasikan pada tahun 2010 oleh Yale

University dan Columbia University yang berkolaborasi dengan World Economic

Forum dan Joint Research Center of the European Commission, dihasilkan indeks

yang disebut sebagai Environmental Performance Index (EPI). EPI dilakukan

untuk melihat perbandingan indeks performa lingkungan suatu negara terhadap

negara lainnya. Perhitungan nilai indeks performa lingkungan tersebut dilakukan

pada 163 negara di dunia. Adapun EPI ditentukan berdasarkan pencapaian -

pencapaian kebijakan pemerintah suatu negara berkaitan dengan aspek kesehatan

lingkungan dan aspek kondisi ekosistem suatu negara. Aspek kesehatan

lingkungan terbagi atas indikator - indikator : (1) pencemaran media tanah,

(2) polusi udara dan (3) pencemaran air. Aspek kondisi ekosistem terbagi atas

indikator - indikator : (1) keanekaragaman hayati dan habitat, (2) kondisi kawasan

hutan, (3) kondisi perairan, (4) kondisi pertanian serta (5) dampak perubahan

Iklim. Dalam perhitungan EPI suatu negara, masing - masing indikator tersebut diberi bobot sesuai dengan besarnya tingkat pengaruh indikator tersebut terhadap

performa suatu negara. Adapun nilai akhir EPI suatu negara diperoleh melalui hasil penjumlahan seluruh perkalian bobot dengan nilai masing - masing

indikator. Nilai EPI berada pada kisaran 0 (performa terburuk) hingga 100 (performa terbaik) yang menunjukkan tingkat performa suatu negara dalam

pengelolaan lingkungan (Emerson et al. 2010).

Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 2007 telah

mengembangkan Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) untuk 30 ibukota provinsi.

Selain itu, pada tahun 2009 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerja sama

dengan Dannish International Development Agency (DANIDA) juga mulai mengembangkan indeks lingkungan berbasis provinsi yang pada dasarnya

merupakan modifikasi dari EPI. Indeks kualitas lingkungan dapat dimanfaatkan untuk mengukur keberhasilan program - program pengelolaan lingkungan. Selain

sebagai sarana untuk mengevaluasi efektifitas program - program pengelolaan lingkungan, indeks kualitas lingkungan mempunyai peranan dalam hal :

membantu perumusan kebijakan, membantu dalam mendisain program lingkungan, dan mempermudah komunikasi dengan publik sehubungan dengan

kondisi lingkungan. Tujuan disusunnya indeks kualitas lingkungan adalah :

(1) Memberikan informasi kepada para pengambil keputusan di tingkat pusat dan

daerah tentang kondisi lingkungan di daerah sebagai bahan evaluasi kebijakan

pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, (2) Sebagai

bentuk pertanggungjawaban kepada publik tentang pencapaian target program-

program pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan hidup (Kementerian

Lingkungan Hidup 2010).

2.2 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup

Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki kecenderungan saling

membutuhkan satu sama lain, hidup berkelompok serta mendiami suatu kawasan

tertentu. Keadaan ini memberikan gambaran dasar bahwa dalam pola dan jenis interaksi antar individu manusia dalam suatu kelompok maupun antar kelompok

yang terjadi sangat terkait dengan kawasan tempat manusia atau kelompok tersebut beraktivitas atau berdiam. Sejalan dengan meningkatnya jumlah

penduduk pada kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan timbul pengaruh positif pada aspek ketersediaan sumber daya manusia sebagai modal

perkembangan kawasan tersebut. Meskipun demikian, pengaruh yang berbeda, dirasakan pada aspek lingkungan. Pengaruh negatif yang terjadi berupa terjadi

peningkatan potensi pencemaran lingkungan sebagai dampak aktivitas ekonomi

masyarakat. Jadi sebagai bentuk antisipasi atas hal ini, dirasa perlu dilakukan

pemantauan untuk melihat kecenderungan perubahan kualitas lingkungan akibat

kegiatan tersebut. Pemantauan adalah usaha atau perbuatan untuk mengamati,

mengawasi, dan memeriksa perubahan kualitas lingkungan yang sesuai maupun

tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Proses pemantauan dalam hal ini

merupakan kegiatan yang rutin dilaksanakan, baik bila ada pelanggaran maupun

tidak ada pelanggaran pemanfaatan ruang (Kementerian Lingkungan Hidup

2007).

Kegiatan pemantauan yang dilakukan merupakan suatu bentuk upaya awal

pengendalian dampak lingkungan akibat aktivitas - aktivitas sosial dan ekonomi

masyarakat yang bertujuan menjaga kualitas sumber daya lingkungan di suatu

wilayah. Proses pemantauan yang dilakukan dimulai dari penyeragaman aspek -

aspek komponen utama tingkat kualitas lingkungan wilayah dan dilanjutkan

dengan mengukur perubahan tingkat kualitas lingkungan wilayah yang menjadi

obyek pengawasan. Kendali tersebut dibutuhkan guna menyeimbangkan

kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat dan kondisi lingkungan dalam

mendukung keberlangsungan suatu wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2009)

wilayah merupakan suatu sistem kompleks yang terbagi atas sistem ekologi

(ekosistem), sistem sosial dan sistem ekonomi yang saling mempengaruhi satu

terhadap yang lainnya. Oleh sebab itu melalui kegiatan pemantauan tersebut dapat

diketahui besarnya pengaruh perubahan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat

terhadap kondisi lingkungan tempat masyarakat tersebut berada.

Dalam melakukan pemantauan kualitas lingkungan suatu wilayah, perlu

ditentukan aspek - aspek utama yang dapat menggambarkan pengaruh aktivitas

manusia terhadap kondisi lingkungan tempat dilaksanakannya aktivitas tersebut.

Fauzi (2004) menyatakan aspek - aspek penting dalam melihat kualitas sumber

daya lingkungan secara umum mencakup : potensi maksimum sumber daya

lingkungan, kapasitas lestari lingkungan, kapasitas penyerapan atau asimilasi

lingkungan, kapasitas daya dukung lingkungan, dan tingkat kelangkaan sumber

daya lingkungan.

Secara umum kawasan tempat manusia berdiam serta melakukan segala aktivitas kesehariannya, terbagi atas dua jenis yaitu kawasan perkotaan dan

kawasan perdesaan. Masing - masing jenis kawasan tersebut memiliki perbedaan yang cukup jelas dilihat dari aspek kepadatan penduduk, pola pemanfaatan ruang

maupun jenis aktivitas manusia yang ada di tiap - tiap kawasan tersebut. Kawasan perkotaan atau urban dapat didefinisikan sebagai kawasan yang mempunyai

kegiatan utama bukan pertanian namun lebih didominasi oleh kegiatan pelayanan

jasa dan kegiatan perkonomian industri non pertanian. Secara umum wilayah

perkotaan dapat dicirikan melalui tingkat kepadatan penduduk yang tinggi serta

penggunaan lahan yang intensif. Kawasan perdesaan atau rural dapat

didefinisikan sebagai kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian,

termasuk pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan industri dan jasa yang

mendukung sektor primer. Secara umum wilayah perdesaan dapat dicirikan

melalui tingkat kepadatan penduduk yang rendah serta pemanfaatan lahan yang

didominasi sektor pertanian.

Dalam melihat kecenderungan perubahan kualitas lingkungan hidup perlu

dibedakan antara wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan. Keduanya memiliki

karakteristik berbeda terkait jenis kegiatan yang memiliki potensi pencemaran

serta media lingkungan yang terkena dampak pencemaran tersebut. Untuk wilayah

perkotaan pencemaran timbul akibat kegiatan domestik masyarakat, pemanfaatan

lahan, pencemaran udara dan air akibat kegiatan industri serta polusi udara akibat

kendaraan bermotor. Pada lingkungan perdesaan atau rural beban pencemaran

yang terjadi secara umum akibat kegiatan di sektor primer berupa kegiatan

pertanian, perkebunan maupun peternakan. Sebagai contoh, dalam studi yang

dilakukan pada wilayah negara - negara di Eropa Utara dan Barat, kegiatan

peternakan memberikan kontribusi eutrofikasi pada media air. Kegiatan

pemantauan yang dilakukan menunjukkan bahwa kotoran dan sisa pakan ternak

menjadi sumber fosfor (P) dan nitrogen (N) yang masuk ke badan sungai

(Haygarth et al. 1998). Studi lain yang dilakukan pada daerah aliran sungai Taw wilayah Selatan Barat negara Inggris, menyatakan kegiatan pertanian tanaman

pangan yang menggunakan pupuk dan pestisida secara intensif juga dapat menyebabkan dampak pada lingkungan. Pemantauan yang dilakukan pada badan

air sungai Taw secara berkala 1996 hingga 1999 meninjukkan meningkatnya kandungan bahan kimia akibat kegiatan pertanian tersebut (Wood et al. 2005).

Adanya aktifitas yang dilakukan oleh penduduk pada kawasan perkotaan

dan perdesaan menyebabkan perlunya kegiatan pemantauan pada kedua tipe

kawasan tersebut. Kegiatan pemantauan lingkungan kawasan perkotaan umumnya

mencakup : pemantauan produksi dan pengelolaan sampah kota, pemantauan

pemanfaatan lahan termasuk ketersediaan ruang terbuka hijau, pemantauan kualitas badan air berupa sungai yang melintasi wilayah perkotaan, dan

pemantauan kualitas udara wilayah perkotaan (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). Sebaliknya pada kawasan perdesaan yang umumnya berbasis kegiatan

sektor primer, kegiatan pamantauan lingkungan diprioritaskan pada : pemantauan kualitas badan air berupa sungai dan danau pada kawasan pertanian

dan pemantauan pemanfaatan lahan daerah penyangga aliran sungai atau danau (Haygarth et al. 1998) (Eschner dan Satterlund 1966). Kegiatan pemantauan yang

dilakukan pada masing - masing kawasan diharapkan dapat menggambarkan

besarnya tekanan yang terjadi pada media lingkungan akibat aktivitas yang

dilakukan oleh penduduk. Pada rentang waktu yang lebih panjang hasil

pemantauan yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan perencanaan kedua

jenis kawasan tersebut.

2.3 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan

Kota atau daerah urban telah diketahui sebelumnya memiliki kedudukan

sebagai pusat konsentrasi aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Keadaan ini

memiliki implikasi langsung baik dalam bentuk pembangunan infrastruktur fisik

lebih pesat dibandingkan daerah penyangga di sekitar, maupun semakin besarnya

beban yang terjadi pada lingkungan di kawasan tersebut. Tingginya beban lingkungan yang terjadi pada wilayah perkotaan memiliki hubungan positif

terhadap jumlah manusia maupun intensitas aktivitas yang dilakukan. Semakin tinggi jumlah penduduk, semakin tinggi pembangunan infrasturktur fisik serta

beban lingkungan yang terjadi. Secara umum beban lingkungan yang terjadi mencakup aspek tingginya pemanfaatan lahan, produksi limbah padat dan

pencemaran air (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Seperti pada wilayah lain di Indonesia, proses pembangunan juga terjadi di

wilayah Kalimantan, terutama pada wilayah perkotaan. Proses pembangunan

terjadi sejalan dengan pemanfaatan kekayaan sumber daya yang dimiliki. Selain

ditandai dengan pembangunan fisik infrastruktur yang ada, kegiatan pembangunan juga dapat terlihat melalui peningkatan aktivitas sektor jasa, dan

perdagangan. Kegiatan - kegiatan tersebut merupakan bentuk pembangunan aktivitas ekonomi yang terjadi di wilayah perkotaan. Salah satu dampak dari

proses pembangunan ini adalah bertambahnya jumlah penduduk yang tidak hanya berasal dari pertambahan penduduk alami namun juga dari perpindahan penduduk

wilayah lain. Adanya pertambahan penduduk tersebut meningkatkan beban lingkungan perkotaan baik akibat pemanfaatan lahan serta pencemaran

lingkungan akibat pembuangan limbah padat maupun cair tersebut ke media

lingkungan (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Pada daerah perkotaan, kegiatan domestik yang tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan dapat menimbulkan tingkat pencemaran

yang cukup mengkhawatirkan. Secara umum terdapat jenis pencemar / limbah akibat kegiatan domestik yaitu limbah cair yang berupa air limbah sisa kegiatan

domestik (grey water), air limbah tinja (black water) maupun limbah padat yang juga umum kita kenali sebagai sampah dapat berakibat menurunnya kualitas

lingkungan air maupun menimbulkan pencemaran pada tanah (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). Pencemaran sumber daya air juga menimbulkan

dampak lanjutan berupa meningkatnya biaya (cost) untuk penyediaan air bagi

keperluan seperti perikanan dan pertanian, bahan baku air minum, dan industri

(Rustiadi et al. 2009).

Selain masalah pencemaran di atas, terkait permasalahan pemanfaatan

lahan, dalam pengelolaan lingkungan hidup perkotaan dikenal ruang terbuka hijau, seperti ketersediaan taman kota dan hutan kota, serta penghijauan di

sepanjang jalan dan wilayah publik lainnya. Permasalahan ruang terbuka hijau ini menjadi penting mengingat peran kawasan ini sebagai area resapan air disamping

berperan dalam menjaga kualitas udara dalam wilayah perkotaan (Kementerian

Lingkungan Hidup 2008).

Permasalahan lingkungan hidup perkotaan menjadi semakin penting untuk dikelola, tidak hanya karena wilayah perkotaan menjadi daya tarik penduduk di

wilayah sekitar untuk datang. Hal tersebut juga berdampak pada tekanan terhadap sumber daya lingkungan kota. Permasalahan lingkungan di wilayah perkotaan

bersifat kompleks karena mencakup interaksi dinamis antara lingkungan buatan, lingkungan alami serta aktivitas manusia didalamnya. Sejalan dengan hal tersebut

di atas dilakukan pemantauan dan inventarisasi kualitas lingkungan hidup kota -

kota di Kalimantan. Adapun dalam mendukung kebutuhan tersebut dilakukan

secara rutin pemantauan minimal 2 (dua) kali tiap tahun pada skala provisi hingga

lingkup nasional (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Sejalan dengan makin tingginya kesadaran akan pentingnya aspek lingkungan dalam pembangunan wilayah perkotaan yang keberlanjutan, upaya

pengendalian aktivitas - aktivitas yang memiliki potensi menimbulkan pencemaran maupun kerusakan lingkungan telah banyak dilakukan di berbagai

negara di dunia. Pola perubahan maupun gambaran tingkat pencemaran dan kerusakan yang terjadi dapat dilihat melalui upaya - upaya pemantauan kualitas

lingkungan hidup. Aspek - aspek yang cukup beragam dipantau secara berkala

guna memenuhi kebutuhan tersebut. Aspek - aspek yang lebih umum dikenali

sebagai indikator kualitas lingkungan ini umumnya berbeda antara satu wilayah

terhadap wilayah lainnya dan bergantung pada jenis aktivitas sumber pencemaran

maupun tinggi / rendahnya volume limbah atau bahan pencemar yang dihasilkan.

Bian dan Yang (2010) dalam menentukan kualitas lingkungan pada 30

provinsi di negara China melihat aspek - aspek sumber daya manusia yakni jumlah tenaga kerja, sumber daya ekonomi berupa modal dan GDP, pemanfaatan

energi dan air, serta tingkat pencemaran yang terjadi pada media air dan udara. Aspek - aspek tersebut dianggap representatif dengan pola aktivitas sosial

ekonomi masyarakat di negara China yang banyak didukung oleh kegiatan

industri. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bian dan Yang, pada

kawasan di wilayah barat negara China, indikator - indikator seperti produksi

limbah padat, produksi limbah cair, produksi gas emisi, tingkat polusi suara (noise

production) serta konversi kawasan hutan dipilih untuk menggambarkan tingkat

kualitas lingkungan di wilayah tersebut (Sun et al. 2012). Gabungan dari berbagai

dampak aktivitas masyarakat yang diwakili indikator - indikator tersebut dianggap

lebih mewakili baik / tidaknya maupun gambaran perubahan kualitas lingkungan

hidup wilayah barat negara China tersebut.

Pemantauan kualitas lingkungan hidup merupakan bentuk upaya

pengawasan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat di suatu wilayah yang

diwakili suatu media lingkungan pada wilayah yang dianggap mengalami dampak

langsung ataupun tidak langsung akibat dari aktivitas tersebut. Dengan latar

belakang wilayah maupun jenis aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat yang

berbeda antara wilayah satu dan lainnya, pengaruh yang terjadi akan berbeda pula.

Untuk dapat melihat pengaruh tersebut, indikator - indikator yang dipilih harus

dapat menggambarkan pengaruh aktivitas masyarakat terhadap lingkungan yang

menjadi wilayah studi. Adapun dalam studi pengamatan kondisi lingkungan yang

dilakukan Farrow dan Winograd (2001) menyatakan bahwa indikator - indikator

yang dapat menggambarkan kondisi lingkungan suatu wilayah harus memenuhi

kriteria : (1) terukur, (2) relevan, (3) sensitif terhadap perubahan serta

(4) memiliki hubungan sebab akibat yang jelas. Pada penelitian yang mencakup

wilayah kota sedang dan kecil di Kalimantan, indikator - indikator yang dipilih

harus dapat merepresentasikan kondisi lingkungan setempat. Indikator - indikator

yang sesuai dan mewakili gambaran potensi beban pada media lingkungan dipilih

sesuai kondisi setempat lebih dapat mencerminkan kualitas lingkungan yang ada.

Indikator - indikator yang berkenaan dengan pengelolaan sampah dan ruang

terbuka hijau di kawasan kota dalam hal ini dianggap lebih dapat

merepresentasikan kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan yang

memiliki pola aktivitas masyarakat yang relatif belum kompleks serta tidak didominasi oleh kegiatan industri (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

2.4 Berbagai Aspek dalam Pemantauan Kualitas Lingkungan Perkotaan

Masyarakat yang tinggal pada lingkungan perkotaan memiliki aktivitas

yang beragam, baik pada sektor perdagangan, jasa atau kegiatan lain yang berhubungan dengan penyediaan layanan publik. Keragaman aktivitas masyarakat

ini memiliki pengaruh berbeda lingkungan kota. Jenis kegiatan atau aktivitas masyarakat tertentu akan memberikan dampak beragam pada aspek - aspek

lingkungan yang ada. Oleh sebab itu dalam melakukan pemantauan lingkungan,

perlu ditetapkan aspek - aspek lingkungan yang sifatnya dapat terukur dan

mencerminkan perubahan lingkungan yang terjadi.

Aspek - aspek yang dipilih dalam pemantauan kualitas lingkungan kota

secara umum dapat dibagi menjadi bidang - bidang tertentu berdasarkan karakteristik potensi pencemaran maupun media lingkungan yang terkena dampak

pencemaran yang terjadi. Kota sedang dan kecil Kalimantan merupakan kota - kota yang tingkat aktivitas masyarakatnya dapat dilihat dari jumlah produksi

limbah padat dan cair serta pemanfaatan lahan kawasan urban yang terjadi. Oleh sebab itu aspek - aspek obyek pemantauan yang dipilih untuk mewakili kualitas

lingkungan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan terdiri atas :

(1) Pengelolaan sampah domestik, (2) Ketersediaan ruang terbuka hijau dan

(3) Pencemaran badan air (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

2.4.1 Sampah Domestik

Tiap individu manusia merupakan penghasil sampah, dalam melaksanakan

kegiatan kesehariannya, manusia akan selalu memproduksi sampah baik dalam

jumlah sedikit maupun banyak. Dalam lingkup wilayah dengan kepadatan

penduduk rendah seperti pada daerah rural secara umum, akumulasi sampah yang

terproduksi tidak signifikan terhadap luas wilyah, namun berbeda dengan wilayah

perkotaan dengan kepadatan penduduk tinggi, produksi sampah akan menjadi

permasalahan yang cukup signifikan akibat terbatasnya ketersediaan lahan yang

digunakan sebagai sarana pengolahan maupun landfill sampah domsetik ini.

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang terjadi di wilayah perkotaan produksi sampah juga akan turut meningkat, sehingga dibutuhkan solusi cermat

untuk mengantisipasi peningkatan produksi sampah yang memiliki dampak minimal pada pencemaran lingkungan, ekonomis serta efisien dalam hal

pemanfaatan lahan (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).

Tidak berbeda dengan permasalahan sampah yang dihadapi oleh wilayah

perkotaan di Indonesia, kota Dar es Salaam di Tanzania juga menghadapi hal

yang serupa. Limbah padat hasil kegiatan domestik masyarakat di wilayah

perkotaan telah menjadi permasalahan lingkungan yang serius. Sejalan dengan

pembangunan sosial ekonomi kurun waktu terakhir, ditambah dengan liberalisasi

ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang cepat, produksi limbah padat yang

dihasilkan penduduk kota Dar es Salaam telah meningkat dengan kecepatan yang

cukup tinggi. Namun peningkatan volume sampah tersebut tidak diimbangi

dengan peningkatan kemampuan pemerintah setempat dalam mengelola sampah

yang terproduksi. Secara rata - rata hanya 20 - 30 % sampah wilayah perkotaan di

negara Tanzania yang mampu dikumpulkan dan dibuang ke landfill oleh

pemerintah daerah setempat. Krisis yang dihadapi dalam penyusunan kebijakan

masalah persampahan wilayah perkotaan di Tanzania secara umum melingkupi masalah - masalah : (1) Pengelolaan limbah padat, (2) Privatisasi sektor

persampahan, (3) Dampak lingkungan dari pembuangan limbah dan (4) Peningkatan kapasitas kelembagaan. Untuk menyelesaikan permasalahan -

permasalahan di atas diperlukan kerangka konseptual didasarkan pada aplikasi pengelolaan sampah yang berkelanjutan di Tanzania. Upaya pengurangan

produksi sampah, pemanfaatan ulang hingga upaya daur ulang diusulkan sebagai solusi bagi pengelolaan limbah padat perkotaan. Perbaikan manajemen

pengelolaan sampah dan peningkatan kapasitas kelembagaan juga dianggap

memiliki peran penting dalam tujuan yang sama (Yhdego 1995).

Studi serupa juga dilakukan oleh Bhuiyan (2010), menggunakan data empiris yang dikumpulkan pada tahun 2000, 2003 and 2009 dilakukan analisis

pengelolaan sampah padat perkotaan yang dilakukan oleh pemerintah di Bangladesh. Studi ini difokuskan pada kelembagaan pemerintahan sebagai kunci

dalam pengelolaan sampah di Bangladesh. Analisis juga dilakukan pada sektor swasta yang bergerak dalam bidang pelayanan kebersihan dan keterlibatan

masyarakat disana. Hasil studi menyimpulkan bahwa kemitraan pemerintah-swasta berkontribusi terhadap pengelolaan limbah padat yang efektif, begitupula

pemberdayaan masayarakat dalam pengelolaan sampah turut memberikan

kontribusi yang positif. Bentuk kemitraan pemerintah - swasta dan pemerintah -

masyarakat dalam pengelolaan sampah diharapkan dapat menjadi solusi masalah

persampahan Bangladesh di masa mendatang.

Secara umum dipahami masalah persampahan hanya mencakup upaya pengangkutan sampah dari sumber hingga tempat landfill sampah. Namun,

disamping permasalahan tersebut masih dimungkinkan pula kondisi - kondisi tertentu pada saat sebagian dari sampah kota tidak dapat terangkut hingga tempat

landfill, ataupun sampah yang telah ditimbun pada landfill menyebabkan terjadinya pencemaran wilayah sekitar. Rao dan Shantaram (1995) dalam studi

yang dilakukannya di Hyderabad, India menjelaskan potensi pencemaran

lingkungan berupa kontaminasi logam berat pada media tanah dan air yang

dihasilkan dari sampah atau limbah padat perkotaan. Logam berat seperti Cu, Pb,

Ni dan Zn secara umum banyak dihasilkan dari limbah padat perkotaan di India.

Hyderabad adalah kota besar India dengan jumlah penduduk lebih dari 45 juta

jiwa dan jumlah limbah padat yang dihasilkan dari kota diperkirakan 1_200 -

1_800 ton / hari. Limbah padat yang dihasilkan di kota Hyderabad tersebut

sebagian besar timbun pada daerah landfill sampah di daerah dataran rendah.

Meskipun demikian kondisi tersebut menyebabkan terjadinya potensi pencemaran

secara langsung pada lahan pertanian untuk budidaya tanaman. Dampak yang

mungkin terjadi berupa masalah pencemaran air tanah, rusaknya tanaman panen,

dan penurunan kualitas tanah.

2.4.2 Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau

Pertumbuhan kota yang pesat sewajarnya akan selalu disertai peningkatan

kebutuhan akan lahan.Kebutuhan yang didasari atas kebutuhan pertambahan

infrastruktur kota ini tentu akan mempercepat terjadinya alih fungsi lahan.

Kawasan RTH yang pada mulanya merupakan daerah tangkapan air bagi kota

kehilangan fungsinya karena berubah fungsi menjadi kawasan terbangun. Guna

mendukung keberlanjutan wilayah, Undang - Undang No 26 Tahun 2007

mengamanatkan 30 % kawasan kota harus ditetapkan sebagai kawasan RTH yang

terbagi masing - masing atas 20 % berasal dari kawasan publik yang harus disediakan pemerintah dan 10 % dari kawasan privat. Penetapan jumlah minimal

kawasan RTH ini diperlukan dalam mengontrol pertumbuhan kota yang tidak selaras dengan lingkungan. Manfaat kawasan RTH bagi suatu kota adalah sebagai

pengendali aliran air run off dan sebagai daerah penyimpan air disamping juga memberi manfaat sebagai penghasil oksigen. Adapun besarnya peranan kawasan

RTH ditentukan oleh vegetasi yang ada maupun luasan RTH itu sendiri.

Secara global perkembangan kota memberikan tekanan yang cukup besar

pada lingkungan. Di Amerika Serikat misalnya, pertumbuhan cakupan lahan kota

diproyeksikan meningkat dari 3.1 % pada 2000 menjadi 8.1 % pada tahun 2050

menyebabkan tergusurnya daerah hutan dan kawasan tangkapan air (Nowak dan Walton 2005). Kondisi yang umumnya terjadi akibat urbanisasi ini, harus

diimbangi dengan upaya lain yang bersifat menjaga kawasan hutan atau bentuk daerah penyangga lainnya.

Duggan (2012) juga melihat pertumbuhan kota yang merambah pada

kawasan hutan dan daerah penyangga lain biasanya dianggap memiliki efek

merugikan pada perairan maupun kota itu sendiri. Solusi yang dapat dilakukan

untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara melakukan penanaman

kembali atau re - vegetasi pada kawasan - kawasan di sekitar wilayah kota. Efek

dari konversi lahan menjadi hutan di daerah tangkapan di Waiwhakareke,

Selandia Baru memberikan dampak yang positif pada kota - kota terdekat, Secara umum bentuk perimbangan kawasan ini ditunjukkan sebagai salah satu model

untuk pembangunan dan penyebaran kota - kota di masa mendatang.

Penduduk dunia tumbuh sebesar 1.8 % per tahun dan akan mencapai

angka 5.1 miliar, ketika lebih dari 56 % orang di negara berkembang akan tinggal

di kota pada tahun 2030, sedangkan di negara maju mungkin juga melebihi

84_persen pada tahun yang sama. Oleh sebab itu kota - kota dengan karakteristik

berpenduduk padat menjadi ciri yang dominan dalam pembangunan perkotaan

sejak paruh kedua abad ke - 20 (Roaf 2010).

Kondisi di atas dalam jangka waktu panjang dapat menimbulkan

kurangnya ketersediaan RTH permasalahan kerusakan ekologis. Sebagai contoh,

menurut proyeksi resmi tahun 2031, semenanjung Macau, China akan dihuni oleh

829 000 jiwa penduduk. Proyeksi tersebut memberikan gambaran bagi perencana

dalam strategi dan upaya untuk memenuhi kebutuhan RTH wilayah tersebut.

Upaya - upaya yang dilakukan oleh pemerintah lokal dalam menghadapi

permasalahan tersebut adalah dengan cara meningkatkan efisiensi penggunaan

lahan untuk kebutuhan komersial dan permukiman, serta mempertahankan jumlah

dan sebaran RTH di wilayah tersebut. Berdasarkan riset lapangan yang dilakukan

pada Agustus 2010, diketahui jumlah penduduk semenanjung Macau mencapai

542 400 jiwa dan masih terdapat 26.9 % dari kawasannya masih berupa kawasan

RTH. Diharapkan melalui penetapan regulasi yang ketat dalam menjaga kawasan

RTH dan inovasi yang tepat dalam pemanfaatan ruang, proporsi seimbang antara

jumlah penduduk dan ketersediaan RTH wilayah tersebut dapat dicapai (Min et al.

2011).

Dalam studi yang dilakukan oleh Siriwardena et al. (2006) di daerah

Queensland, Australia ditunjukkan hubungan vegetasi pada daerah tangkapan air

terhadap sistem hidrologi wilayah. Peran vegetasi pada daerah tangkapan air yang

didominasi tumbuhan Acacia sp. tersebut memiliki pengaruh terhadap skala

maupun dampak limpasan air. Penurunan jumlah vegetasi menyebabkan

penurunan kemampuan lahan dalam menyimpan air disamping meningkatkan

erosi tanah terutama pada saat curah hujan tinggi. Indikasi penurunan kemampuan

lahan dalam menyimpan air tersebut tergambar dari peningkatan debit air sungai

di kawasan tersebut pada masa setelah terjadinya penurunan luasan tutupan

vegetasi pada kawasan tangkapan air terhadap masa sebelum terjadinya

penurunan luasan di saat - saat terjadinya hujan dengan intensitas yang sama.

Pada penelitian ini dilakukan pula permodelan yang menggambarkan hubungan

perubahan luasan tutupan vegetasi terhadap kondisi hidrologi kawasan. Model

yang dibuat mencoba menggambarkan pengaruh perubahan luas tutupan vegetasi terhadap faktor - faktor lain seperti intensitas debit sungai, tingkat erosi tanah

pada keadaan intensitas hujan tertentu.

Hasil penelitian yang lebih awal yang dilakukan oleh Eschner dan

Satterlund (1966) menunjukkan kondisi hidrologi kawasan secara lambat, dan

konsisten dalam penggunaan lahan dan perubahan tutupan vegetasi selama

periode 39 tahun 1912 - 1950 di wilayah Timur Laut Amerika Serikat.

Menggunakan metode regresi berganda ditunjukkan bahwa peningkatan kerapatan

vegetasi dan tutupan tajuk pohon berkaitan dengan laju aliran air run off dan debit

aliran air sungai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya pertambahan

vegetasi pada daerah tangkapan air dapat menurunkan intensitas air run off disamping dibutuhkan pula ketersediaan saluaran air limpasan seperti drainase

(Siriwardena et al. 2006).

2.4.3 Pencemaran Badan Air

Air merupakan salah satu unsur utama yang dibutuhkan oleh makhluk hidup termasuk manusia. Kebutuhan akan air untuk minum, sarana pendukung

sanitasi maupun untuk kebutuhan - kebutuhan penting lainnya mutlak diperlukan. Media lingkungan berupa air merupakan sarana penting yang menyediakan

kebutuhan - kebutuhan tersebut, sehingga tercukupinya air dari sisi jumlah dan

kualitas untuk penunjang sarana kehidupan manusia tidak dapat ditawar lagi.

Namun dilihat dari sudut pandang yang lain media lingkungan air terkadang juga

dilihat sebagai sarana tempat pembuangan sampah maupun limbah yang praktis.

Kondisi tersebut yang menyebabkan terjadinya dilema ketika pada satu sisi air

merupakan salah satu sumber sarana penunjang kehidupan dan disisi lain kualitas

air yang selalu menurun akibat digunakan sebagai sarana pembuangan sisa - sisa

kegiatan dan aktivitas ekonomi masyarakat. Sifat air yang mengalir dari daerah

hulu menuju ke hilir menyebabkan penanganan pencemaran yang terjadi pada

media air berbeda dengan penanganan pencemaran pada media tanah. Aliran air

menyebabkan pencemaran yang terjadi pada daerah hulu turut member dampak

pada daerah hilir. Pengelolaan badan air yang dilakukan secara terpadu diperlukan

guna mencegah pencemaran yang terjadi pada media tersebut (Kementerian

Lingkungan Hidup 2006).

Untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas air, pemantauan kualitas

badan air dan sumber - sumber pencemar perlu dilakukan secara berkala. Pemantauan yang dilakukan harus mengikuti kaidah - kaidah ketentuan baku mutu

yang telah ditentukan oleh peraturan wilayah setempat atas parameter - parameter

tertentu. Sebagai contoh, pada rentang tahun 1993 hingga 2003 dilakukan studi

atas pemantauan 9 (sembilan) sungai di Eropa yang melintasi negara Polandia,

Jerman dan Republik Ceko. Pemantauan kualitas badan air dilakukan untuk

parameter - parameter BOD5, COD, Cd, Zn, P, N serta padatan tersuspesi (Korol

et al. 2005). Pemantauan yang dilakukan secara umum melingkupi 3 parameter

yang berkaitan dengan zat organik, parameter salinitas dan biogens. Kegiatan

yang dilakukan tersebut berperan penting dalam fungsi kontrol terhadap kualitas

sungai - sungai yang melintas pada ketiga negara tersebut.

Bentuk pamantauan kualitas badan air lain juga dilakukan di kawasan

pertanian di provinsi Jiangxi negara Cina. Studi yang dilakukan pada tahun 2008

menitikberatkan pemantauan parameter - parameter N, P dan S hasil kegiatan

pertanian setempat. Kegiatan pemantauan yang dilakukan memiliki tujuan untuk

menjaga kualitas air sungai Zhongzhou yang merupakan sumber air baku

pemenuhan kebutuhan domestik dan industri kota Longgang (Zhang et al. 2009).

2.4.4 Pencemaran Udara

Serupa dengan kebutuhan air bersih untuk menunjang kehidupan di

wilayah perkotaan, udara yang bersih juga turut menjadi faktor penunjang lain

yang tidak kalah penting. Udara bersih merupakan komponen penting yang

diperlukan manusia, hewan dan tumbuhan untuk bertahan hidup.

Studi yang dilakukan pada kota Meksiko dari tahun 1986 hingga 1994

menunjukkan bahwa sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan

kegiatan perekonomian akan dibarengi oleh penurunan kualitas udara ambient di

wilayah tersebut. Terjadinya pencemaran udara ini merupakan akibat peningkatan

sumber polutan udara tidak bergerak yakni bertambahnya jumlah industri yang

ada pada kawasan kota Meksiko. Kondisi tersebut ditandai dengan naiknya unsur

- unsur polutan udara yakni Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2),

Ozon (O3), Nitrogen (NO2) dan partikulat tersuspensi (TSP). Sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi suatu kota, semakin tinggi produksi gas buang yang terjadi

serta semakin tingginya beban lingkungan yang terjadi pada kawasan kota

tersebut. Pemantauan kualitas udara ambient secara kontinu serta pengawasan

pemenuhan baku mutu sumber pencemar udara pada sektor industri merupakan

langkah yang diambil pemerintah setempat untuk mengurangi risiko yang timbul pada media udara di kawasan kota tersebut. (Garza 1996).

Studi yang berkaitan dengan penurunan kualitas udara juga dilakukan pada

wilayah kota Thessalonica di Yunani pada tahun 2004 hingga 2009. Studi

perubahan kualitas udara kawasan urban tersebut dilakukan untuk memantau

parameter - parameter CO, SO2, O3, PM10 and NO2. Berbeda dengan studi yang

dilakukan oleh Garza pada kota Meksiko, sumber pencemar udara utama kota

Thessalonica umumnya berasal dari sumber polutan begerak atau sektor

transportasi. Pertumbuhan kendaraan bermotor pada kawasan kota tersebut

memberi dampak meningkatnya unsur pencemar yang terdapat pada udara

ambien. Adapun dalam mengontrol tingkat pencemaran yang terjadi pemerintah

setempat berupaya melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap pemenuhan

baku mutu sumber pencemar bergerak maupun memperbaiki sistem transportasi

umum yang ada disana (Kassomenos et al. 2012).

2.5 Hubungan Alokasi Anggaran Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup

Perkotaan

Kualitas lingkungan hidup suatu kota akan berbanding lurus terhadap

upaya ataupun intensitas kegiatan yang mendukung kelestarian lingkungan hidup kota tersebut, sehingga melalui pendekatan pola pikir yang sederhana dipahami

bahwa pada keadaan ideal dengan meningkatkan jumlah anggaran pada kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, keluaran maupun hasil pencapaian dari program

dan kegiatan tersebut juga akan meningkat. Bentuk hubungan positif tersebut tentu secara umum dapat langsung dapat dimengerti dan diterima oleh berbagai

pihak. Namun bila dilihat pada sisi lain, nilai dari pengaruh tersebut perlu dikuantitatifkan guna melihat dan membandingkan besarnya tingkat pengaruh

suatu komponen input terhadap output yang diharapkan. Besar alokasi anggaran

lingkungan hidup atau secara lebih spesifik pada kegiatan pengelolaan kebersihan

dan pengelolaan ruang terbuka hijau masing - masing dapat dianalogikan sebagai

representasi jumlah ukuran luas daerah pelayanan maupun tingkat kualitas sarana

dan prasarana pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau yang dapat disediakan.

Oleh sebab itu peambahan alokasi anggaran untuk kegiatan - kegiatan tersebut

berimplikasi pada semakin luasnya daerah yang dapat terlayani serta semakin baik

sarana dan prasarana yang tersedia (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Bentuk investasi pemerintah dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup yang diwujudkan dalam bentuk pengalokasian anggaran bagi kegiatan

terkait yang memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas lingkungan

hidup suatu kawasan. Dalam kegiatan monitoring kualitas lingkungan yang

dilakukan di negara Mongolia pada tahun 2004 disampaikan bahwa alokasi

anggaran baik untuk kebutuhan operasional maupun dalam bentuk investasi

berupa penyediaan fasilitas pendukung memiliki peran vital dalam menentukan

tingkat pengelolaan lingkungan hidup terutama dalam aspek pengelolaan limbah

padat atau persampahan. Meski belum didukung oleh informasi pengalokasian

anggaran pengelolaan lingkungan secara detail, rendahnya tingkat pengelolaan

limbah padat pada rentang waktu tertentu merupakan implikasi langsung dari

minimnya alokasi anggaran pengelolaan sampah pada waktu yang bersamaan.

Buruknya pengelolaan limbah padat pada waktu tersebut banyak terjadi pada

tahapan distribusi sampah dari sumber maupun pada akhir pengelolaan sampah.

Tercatat pada tahun 1996 hingga 2000 pada tingkat pemerintah lokal maupun pusat di negara Mongolia belum dialokasikan anggaran yang mendukung kegiatan

pengelolaan limbah padat hasil kegiatan domestik masyarakat (World Bank 2004).

Rendahnya kualitas lingkungan hidup perkotaan terlihat dari tingkat

kebersihan dan keteduhan merupakan masalah yang umum dijumpai pada kota -

kota di Indonesia, tidak terkecuali untuk wilayah Kalimantan. Hal ini terjadi

karena pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten /

kota pada umumnya belum optimal. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu upaya

khusus disamping program pemantauan tingkat pengelolaan lingkungan hidup

perkotaan yang terintegrasi dalam bentuk program pengawasan kualitas

lingkungan hidup kota, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan informasi

maupun panduan bagi pemerintah kabupaten / kota dalam hal pengelolaan

lingkungan hidup kota yang baik. Salah satu hal yang dapat menjadi jalan keluar

ataupun solusi bagi keadaan ini adalah dengan melakukan pengalokasian APBD

secara optimal untuk kegiatan - kegiatan berikut : (1) Pengelolaan kebersihan atau

sampah, (2) Pengelolaan ruang terbuka hijau, dan (3) Manajemen lingkungan

hidup. Dalam upaya optimalisasi anggaran bagi kegiatan - kegiatan di atas terlebih dahulu perlu diketahui keterkaitan alokasi APBD kegiatan - kegiatan tersebut

terhadap hasil pengelolaan lingkungan hidup kota melalui pendekatan statistik. Melalui konsep pikir yang logis peningkatan anggaran pada kegiatan - kegiatan

tersebut dapat mendorong peningkatan kualitas lingkungan hidup perkotaan. Secara kuantitatif besarnya pengaruh kegiatan - kegiatan tersebut dapat diketahui

melalui metode analisis yang sesuai (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Kao et al. (2009) dalam penelitiannya menunjukkan hubungan alokasi

anggaran terhadap salah satu indikator kuliatas lingkungan yakni kualitas air

dalam lingkup kawasan. Studi tersebut dilakukan pada kota Hsinchu di Taiwan

yang dilalui oleh tiga sungai utama yaitu Sungai Touchien, Sungai Keya and Sungai Yenkang. Upaya untuk menjaga keberlanjutan kualitas air kota Hsinchu

tersebut didasari atas sistem yang dikenal dengan nama Regional Water

Environmental Sustainability (RWES). Sistem RWES sendiri melingkupi

indikator - indikator visi, tujuan, dan besaran alokasi anggaran dalam program - program terkait upaya pelestarian kualitas air kota. Tujuan pelaksanaan studi

tersebut adalah untuk melihat besar pengaruh alokasi anggaran pada sistem manajemen pengelolaan air kota dalam menjaga kelestarian air tanah maupun

lingkungan daerah sumber air bagi kota. Hasil dari studi tersebut kedepan oleh

pemerintah daerah setempat digunakan untuk kebutuhan dalam evaluasi

pemanfaatan anggaran, perencanaan alokasi anggaran serta penentuan prioritas

program - program yang akan dilakukan.

Hasil studi menunjukkan hubungan positif antara pengalokasian anggaran terhadap pencapaian indikator kualitas air tertentu. Hasil studi tersebut juga

membantu dalam pengembangan metode analisis kualitas air kawasan berbasis alokasi anggaran. Metode ini penting dalam penentuan indikator - indikator utama

maupun dalam proses efisiensi pengalokasian anggaran yang tergambar dari kecenderungan tingkat pencapaian indikator kualitas air terhadap besaran alokasi

anggaran itu sendiri (Kao et al. 2009).

Konsep yang serupa juga dilakukan di Luksemburg untuk menghubungkan

indikator lingkungan dengan pengeluaran anggaran bidang perlindungan kawasan. Indikator - indikator yang terintegrasi ke dalam sistem anggaran alokasi keuangan

yang ada digunakan dalam menganalisis penerapan alokasi anggaran untuk tiap indikator lingkungan, dan konsistensi dari alokasi anggaran dalam memenuhi visi

dan tujuan. Sistem yang dibuat bertujuan memfasilitasi proses pengambilan keputusan dan evaluasi untuk alokasi anggaran secara efektif untuk jangka pendek

dan visi pencapaian kelestarian lingkungan jangka panjang (Eurostat 2002).

Dalam melakukan analisis hubungan alokasi anggaran dengan indikator

kualitas lingkungan, banyak organisasi dan negara - negara di seluruh dunia telah

membentuk berbagai sistem analisis indikator. Namun sistem analisis indikator

tersebut sebagian besar dikembangkan secara spesifik untuk negara atau tempat

indikator tersebut dibuat. Kondisi ini menyebabkan indikator yang sama tidak

sepenuhnya cocok digunakan bagi negara atau daerah lain. Penentuan kualitas

lingkungan maupun faktor - faktor yang menentukan keberlanjutan lingkungan

untuk suatu negara berbeda dengan negara atau daerah lain. Oleh karena itu,

pemerintah atau lembaga yang bertanggung jawab atas hal ini perlu menetapkan

sistem analisis indikator yang sesuai dengan karakteristik spesifik daerah setempat

(Best et al. 1998).

2.6 Hubungan Penduduk Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan

Banyak studi dan penelitian telah dilakukan untuk melihat tingkat potensi pencemaran yang diakibatkan aktivitas penduduk. Upaya tersebut merupakan

bentuk antisipasi terjadinya dampak signifikan aktivitas penduduk pada lingkungan. Pada studi pengukuran jumlah limbah padat yang terproduksi di

Kucing, Negara Bagian Serawak, Malaysia yang dilakukan oleh Lim (2012) dinyatakan bahwa pertumbuhan penduduk mendorong peningkatan produksi

limbah padat, sehingga perlu adanya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan

sampah. Lim juga menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat di Kucing dapat

menurunkan produksi sampah domestik disamping juga memberi dampak positif

penurunan biaya pengelolaan lingkungan kota khususnya bidang persampahan.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Naïma et al. (2012) bahwa produksi limbah padat kawasan perkotaan bertambah seiring dengan pertambahan jumlah

penduduk, baik dari urbanisasi yang terjadi maupun peningkatan angka kelahiran di kota Chlef, Aljazair. Sistem pengelolaan sampah yang kurang tepat disertai

produksi sampah yang terus meningkat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, khususnya di wilayah sekitar landfill limbah padat (TPA).

Min et al. (2011) dalam penelitiannya di Semenanjung Macau, China

menyebutkan bahwa pertambahan jumlah penduduk yang mendorong tingginya

pemanfaatan lahan suatu kawasan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan kawasan tersebut. Penurunan yang terjadi disebabkan semakin

tingginya kepadatan penduduk yang menyebabkan berkurangnya luas kawasan penyangga yakni kawasan RTH. RTH pada suatu kawasan memiliki peran dalam

menjaga daya dukung lingkungan atas suatu kegiatan penduduk yang berlangsung didalamnya, atau dalam arti lain berperan dalam mendukung keberlanjutan

kawasan tersebut secara keseluruhan.

Secara umum, melalui studi yang berkaitan dengan kualitas lingkungan

suatu kawasan perkotaan, diketahui bahwa kualitas lingkungan akan berbanding

terbalik dengan tingkat pencemaran ataupun tingkat kerusakan yang ada. Pada sisi

lain, tingkat pencemaran akan semakin tinggi sejalan dengan semakin tingginya aktivitas manusia yang terjadi pada kawasan tersebut, sehingga secara sederhana

dapat diasumsikan peningkatan jumlah penduduk akan memiliki pengaruh negatif terhadap nilai kualitas lingkungan.

2.7 Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan

Dalam menghadapi pesatnya pertumbuhan kota - kota saat ini, beragam

konsep kota ramah lingkungan telah banyak di susun sebagai panduan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota serta menjaga keberlanjutan kota

tersebut di masa mendatang. Diantaranya adalah konsep green city yang dikembangkan oleh Asian Development Bank (ADB) dan program "kota hijau"

yang dikembangkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Keduanya merupakan suatu bentuk konsep terpadu perencanaan kawasan perkotaan yang mencakup

beragam komponen yang ada pada wilayah perkotaan. Adapun perbedaan

keduanya adalah kota - kota yang menjadi sasarannya. ADB mengembangkan

konsep green city dengan sasaran kota - kota metropolitan pada negara - negara

berkembang di kawasan Asia, sedangkan Kementerian Pekerjaan Umum memilih

ibu kota daerah kabupaten / kota dengan RTRW yang telah ditetapkan dalam

bentuk peraturan daerah sebagai sasaran pengembangan program "kota hijau".

Konsep green city dikembangkan oleh ADB sebagai jawaban pesatnya pertumbuhan penduduk kawasan urban kota - kota metropolitan di Asia.

Pertumbuhan kota - kota di negara berkembang seringkali tidak diimbangi pengelolaan lingkungan dengan baik. Masalah lingkungan yang ditimbulkan kota

- kota tersebut tidak hanya berskala lokal seperti pencemaran tanah maupun badan

air, namun juga masalah berskala regional atau internasional seperti pencemaran

udara akibat tingginya produksi gas rumah kaca (Asian Development Bank 2012).

Program "kota hijau" disusun atas amanat Undang - Undang No 32 tahun

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang - Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam mewujudkan kota

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam mencapai tujuan tersebut, upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota melalui penyediaan

kawasan RTH sebesar 30 % dari total luas wilayah kota menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari program "kota hijau". Program "kota hijau" juga

merupakan respon untuk menjawab isu perubahan iklim melalui tindakan adaptasi

dan mitigasi lingkungan. Penyusunan peta hijau kawasan nasional, penyusunan

master plan RTH kota - kota di Indonesia serta penentuan kota - kota yang telah

menerapkan konsep kota ramah lingkungan sebagai pilot project percontohan

merupakan sasaran pelaksanaan program “kota hijau” tahun 2011 hingga 2014

mendatang (Kementerian Pekerjaan Umum 2011).

Atribut dalam pelaksanaan program "kota hijau" (green city) meliputi :

� Green planning and design : Perencanaan dan perancangan agenda hijau

kota skala lokal dan nasional

� Green open space : Perwujudan kualitas, kuantitas dan jejaring

RTH perkotaan

� Green community : Peningkatan kepekaan, kepedulian dan peran

serta aktif masyarakat dalam pengembangan “kota hijau”

� Green building : Penerapan bangunan ramah lingkungan (infrastruktur hemat air dan energi)

� Green waste : Penerapan prinsip pengelolaan sampah / limbah

padat ramah lingkungan

� Green energy : Pemanfaatan sumber energi yang efisien dan

ramah lingkungan

� Green transportation : Pengembangan sistem transportasi publik

ramah lingkungan yang berkelanjutan

� Green water : Peningkatan efisiensi pemanfaatan dan

pengelolaan sumberdaya air

Melalui penerapan atribut - atribut tersebut dalam pembangunan kawasan

perkotaan berdasarkan arahan program “kota hijau” atau green city, diharapkan

terjadi perubahan kualitas lingkungan hidup kota secara bertahap menuju arah

yang lebih baik.

III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini didasari perlunya meningkatkan

kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan. Ketersediaan

informasi lingkungan merupakan langkah awal yang diperlukan dalam mencapai

peningkatan kualitas lingkungan seperti yang diharapkan. Informasi lingkungan

yang dimiliki oleh suatu kota merupakan gambaran baik atau buruknya kondisi

fisik kota tersebut. Kondisi fisik suatu kota dipengaruhi oleh kondisi awal kota

tersebut maupun aktivitas masyarakat yang mendiaminya. Perubahan kondisi fisik lingkungan akan terjadi sejalan dengan adanya aktivitas yang terjadi didalamnya.

Secara umum aktivitas masyarakat yang terjadi pada suatu kota memiliki dampak

negatif pada kondisi fisik lingkungan kota. Besar atau kecilnya pengaruh yang

ditimbulkan selama rentang waktu tertentu ditentukan oleh tinggi rendahnya

aktivitas masyarakat termasuk upaya meminimalisasi dampak yang terjadi akibat

aktivitas tersebut. Kondisi - kondisi tersebut merupakan bagian dari informasi

lingkungan yang dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan kota sebagai kawasan

yang berfungsi sebagai konsentrasi aktivitas masyarakat pada suatu kawasan.

Informasi - informasi yang diperlukan secara umum dapat diwakili dengan

nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Nilai indeks ini merupakan gambaran tingkat pengelolaan tiap - tiap komponen lingkungan yang ada di suatu kota.

Komponen - komponen lingkungan yang digunakan sebagai indikator penilaian

suatu kota berbeda - beda untuk berbagai jenis kategori kota. Untuk kota sedang

dan kecil di Kalimantan, komponen pengelolaan kebersihan dan RTH kota

dianggap dapat memberikan gambaran kondisi kota secara baik. Komponen

pengelolaan kebersihan dan RTH secara lebih detail berhubungan dengan lokasi -

lokasi yang menjadi bagian dari suatu kota. Analisis lanjutan dibutuhkan untuk

dapat melihat hubungan tiap - tiap komponen kondisi lingkungan pada lokasi -

lokasi yang berbeda pada suatu kota.

Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa : (1) Terdapat pengelompokan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan yang memiliki kesamaan karakteristik

kualitas lingkungan hidup, (2) Komponen - komponen kualitas lingkungan pada

lokasi - lokasi berbeda memberikan pengaruh berbeda terhadap indeks kualitas

lingkungan kota, (3) Adanya hubungan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan

lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaan kebersihan suatu kabupaten / kota

terhadap nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota, serta (4) Adanya hubungan

kepadatan penduduk dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota.

Untuk dapat membuktikan asumsi - asumsi tersebut dibutuhkan metode analisis yang sesuai. Beberapa teknik analisis data yang dapat digunakan

diantaranya : (1) Analisis gerombol (Cluster Analysis) untuk dapat melihat pengelompokan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan, (2) Analisis

komponen utama (Principal Component Analysis) untuk dapat melihat besar

pengaruh komponen - komponen kualitas lingkungan pada lokasi - lokasi berbeda

dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota, serta (3) Analisis panel untuk

melihat hubungan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup,

anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan dan kepadatan penduduk dengan nilai

indeks kualitas lingkungan hidup kota.

Informasi lingkungan yang didapatkan diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah pusat dalam menentukan kebijakan pengawasan

kualitas lingkungan kota khususnya untuk kota yang berukuran sedang maupun kecil. Selain itu, informasi lingkungan yang sama dapat digunakan pemerintah

kabupaten / kota dalam menentukan prioritas lokasi obyek sasaran kegiatan di wilayah kerjanya. Diagram kerangka pikir penelitian tertera pada Gambar 4.

Gambar 4 Kerangka Pikir Penelitian

3.2 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 14 bulan pada periode Juni 2012

hingga Juli 2013. Penelitian dilakukan pada 47 (empat puluh tujuh) kota yaitu 4_kota Sedang dan 43 kota Kecil di 4 (empat) wilayah Provinsi di Kalimantan

seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Kota sedang dan kecil di Kalimantan

No Provinsi Kabupaten / Kota Kota Kategori Kota

1 Kalimantan Barat Kota Singkawang Singkawang Kota Sedang

2 Kalimantan Barat Kab. Bengkayang Bengkayang Kota Kecil

3 Kalimantan Barat Kab. Ketapang Ketapang Kota Kecil

4 Kalimantan Barat Kab. Pontianak Mempawah Kota Kecil

5 Kalimantan Barat Kab. Melawi Nanga Pinoh Kota Kecil

6 Kalimantan Barat Kab. Landak Ngabang Kota Kecil

7 Kalimantan Barat Kab. Kapuas Hulu Putussibau Kota Kecil

8 Kalimantan Barat Kab. Sambas Sambas Kota Kecil

Kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan yang masih rendah

Arahan kebijakan peningkatan kondisi lingkungan

kota sedang dan kecil di Kalimantan

Fokus peningkatan kualitas lingkungan pada kota - kota

dengan kategori kualitas lingkungan “cukup” dan “buruk”

Analisis faktor fisik

Analisis faktor non fisik

Indikator fisik yang berpengaruh pada

indeks kualitas lingkungan hidup kota

Indikator non fisik yang berpengaruh pada

indeks kualitas lingkungan hidup kota

Tabel 1 (Lanjutan)

No Provinsi Kabupaten / Kota Kota Kategori Kota

9 Kalimantan Barat Kab. Sanggau Sanggau Kota Kecil

10 Kalimantan Barat Kab. Sekadau Sekadau Kota Kecil

11 Kalimantan Barat Kab. Sintang Sintang Kota Kecil

12 Kalimantan Selatan Kota Banjarbaru Banjarbaru Kota Sedang

13 Kalimantan Selatan Kab. Hulu Sungai Utara Amuntai Kota Kecil

14 Kalimantan Selatan Kab. Hulu Sungai Tengah Barabai Kota Kecil

15 Kalimantan Selatan Kab. Tanah Bumbu Batulicin Kota Kecil

16 Kalimantan Selatan Kab. Hulu Sungai Selatan Kandangan Kota Kecil

17 Kalimantan Selatan Kab. Kotabaru Kotabaru Kota Kecil

18 Kalimantan Selatan Kab. Barito Kuala Marabahan Kota Kecil

19 Kalimantan Selatan Kab. Banjar Martapura Kota Kecil

20 Kalimantan Selatan Kab. Balangan Paringin Kota Kecil

21 Kalimantan Selatan Kab. Tanah Laut Pelaihari Kota Kecil

22 Kalimantan Selatan Kab. Tapin Rantau Kota Kecil

23 Kalimantan Selatan Kab. Tabalong Tanjung Kota Kecil

24 Kalimantan Tengah Kab. Barito Selatan Buntok Kota Kecil

25 Kalimantan Tengah Kab. Katingan Kasongan Kota Kecil

26 Kalimantan Tengah Kab. Kapuas Kuala Kapuas Kota Kecil

27 Kalimantan Tengah Kab. Gunung Mas Kuala Kurun Kota Kecil

28 Kalimantan Tengah Kab. Seruyan Kuala Pembuang Kota Kecil

29 Kalimantan Tengah Kab. Barito Utara Muara Teweh Kota Kecil

30 Kalimantan Tengah Kab. Lamandau Nanga Bulik Kota Kecil

31 Kalimantan Tengah Kab. Kotawaringin Barat Pangkalan Bun Kota Kecil

32 Kalimantan Tengah Kab. Pulang Pisau Pulang Pisau Kota Kecil

33 Kalimantan Tengah Kab. Murung Raya Puruk Cahu Kota Kecil

34 Kalimantan Tengah Kab. Kotawaringin Timur Sampit Kota Kecil

35 Kalimantan Tengah Kab. Sukamara Sukamara Kota Kecil

36 Kalimantan Tengah Kab. Barito Timur Tamiyang Layang Kota Kecil

37 Kalimantan Timur Kota Bontang Bontang Kota Sedang

38 Kalimantan Timur Kab. Penajam Paser Utara Penajam Kota Kecil

39 Kalimantan Timur Kab. Kutai Timur Sangatta Kota Kecil

40 Kalimantan Timur Kab. Kutai Barat Sendawar Kota Kecil

41 Kalimantan Timur Kab. Paser Tanah Grogot Kota Kecil

42 Kalimantan Timur Kab. Berau Tanjung Redeb Kota Kecil

43 Kalimantan Timur Kab. Kutai Kartanegara Tenggarong Kota Kecil

44 Kalimantan Timur Kota Tarakan Tarakan Kota Sedang

45 Kalimantan Timur Kab. Malinau Malinau Kota Kecil

46 Kalimantan Timur Kab. Nunukan Nunukan Kota Kecil

47 Kalimantan Timur Kab. Bulungan Tanjung Selor Kota Kecil

Kota - kota sedang dan kecil lokasi pelaksanaan penelitian di Kalimantan

tersebar pada wilayah Provinsi Kalimantan Timur, Tengah, Selatan dan Barat.

Dengan topografi yang relatif datar, terdapat kecenderungan kota - kota tersebut

berada dekat daerah aliran sungai ataupun pada pesisir pantai. Kondisi tersebut

menggambarkan aktivitas masyarakat dan kegiatan perekonomian yang

bergantung pada lalu lintas sungai atau laut. Pada masa lalu sebelum sarana

transportasi jalan belum mampu menghubungkan satu kota dengan kota lainnya,

aktivitas niaga, distribusi barang maupun jasa yang dilakukan oleh masyarakat

banyak mengandalkan sungai atau laut sebagai sarana transportasi utama. Kondisi

ini dicirikan dengan letak pusat perekonomian kota yang tidak berada jauh dari

pelabuhan sungai atau laut serta topologi kota - kota yang pada umumnya memanjang mengikuti jalur sungai atau pantai. Bahkan hingga saat ini masih

terdapat ibu kota kabupaten yang masih menggandalkan sarana transportasi air sebagai media utama distribusi barang dan jasa, Kota Ketapang di wilayah

Provinsi Kalimantan Barat dan Kota Tideng Pale di Provinsi Kalimantan Timur merupakan contohnya. Adapun peta Kalimantan tertera pada Gambar 5.

Sumber : Bakosurtanal (2008)

Gambar 5 Peta Kalimantan

Masing - masing kota lokasi penelitian memiliki perbedaan sekaligus

kesamaan ciri, baik dari sisi ekologis maupun sisi sosial masyarakat yang tinggal

didalamnya. Dilihat dari sisi ekologis kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan

pada umumnya memiliki kesamaan berupa masih luasnya kawasan tidak

terbangun yang memiliki peran sebagai kawasan penyangga kota di sekeliling

wilayah urban. Jenis kawasan yang berbeda - beda merupakan perbedaan antara

kota satu dengan yang lainnya. Terdapat kota - kota dengan kawasan hutan

disekeliling wilayah urbannya, sementara juga terdapat kota - kota yang

dikelilingi padang ilalang maupun tanah gambut atau rawa. Dilihat dari kondisi

sosial kemasyarakatannya masih terdapat kota - kota kecil yang didominasi oleh

penduduk asli Kalimantan maupun kota - kota yang lebih didominasi oleh penduduk pendatang yang berasal dari luar Kalimantan.

Kota sedang dan kecil yang menjadi obyek penelitian memiliki penduduk

pada kisaran 20 000 hingga 200 000 jiwa. Kondisi ini menggambarkan bahwa

secara umum aktivitas perekonomian yang ada pada kota - kota tersebut masih

berupa kegiatan perdagangan yang mendukung kegiatan sektor primer dan masih

terpusat pada pasar tradisional. Kondisi ini menunjukkan bahwa ragam aktivitas

masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan ekonominya masih belum kompleks

serta tekanan pada lingkungan yang lebih ringan dibandingkan dengan kota - kota

besar.

3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data mencakup seluruh kota - kota sedang dan kecil di

Kalimantan pada rentang waktu tahun 2006 - 2010. Pengumpulan data yang dilakukan bertujuan mendapatkan keragam karakteristik masing - masing wilayah

urban kota yang menjadi obyek penelitian. Adapun perbedaan karakteristik yang akan ditampilkan memberikan gambaran perilaku masyarakat penduduk wilayah

urban kota tersebut terhadap lingkungan maupun upaya - upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah kota itu sendiri.

Pada tiap kota yang menjadi obyek penelitian ini, pengambilan data

dilakukan pada lokasi - lokasi yang memiliki peran penting serta mewakili

kualitas lingkungan pada suatu kota. Secara umum kualitas lingkungan hidup kota dapat dilihat secara langsung dari sisi pengelolaan sampah maupun upaya

penanaman tanaman peneduh di lokasi - lokasi yang menjadi tempat kegiatan masyarakat suatu kota. Pengelolaan sampah dapat menunjukkan tingkat

pencemaran media tanah dan perairan akibat kegiatan domestik masyarakat. Upaya penghijauan menunjukkan upaya pemerintah dan masyarakat dalam

peningkatan kawasan resapan air maupun pengendalian polusi udara. Oleh sebab itu data yang diambil berupa data nilai indeks pengelolaan kebersihan dan nilai

indeks tutupan peneduh pada kawasan RTH.

Penentuan kriteria yang didasari jumlah penduduk seperti yang telah

disebutkan diawal dapat memberikan gambaran perbedaan antara kota dengan kriteria berbeda. Pada kota sedang dan kecil diversifikasi kegiatan perekonomian

masyarakatnya belum tinggi, yakni masih didominasi kegiatan perdagangan komoditi sektor primer di wilayah tersebut, sedangkan masyarakat kota besar

pada sisi lain sudah memiliki diversifikasi kegiatan perekonomian yang tinggi ditandai dengan kegiatan masyarakat yang umumnya didominasi kegiatan sektor

industri manufaktur dan jasa. Perbedaan jenis maupun intensitas kegiatan

perekonomian masyarakat juga memberikan dampak berbeda terhadap kota - kota

yang tergolong dalam kriteria berbeda. Pada kota sedang dan kecil, tekanan pada

lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan perekonomian masyarakat umumnya

lebih rendah dibandingkan dengan pada kota besar. Adapun lokasi - lokasi tempat

kegiatan masyarakat yang dipilih sebagai acuan data indeks pengelolaan

kebersihan dan tutupan peneduh tersebut mencakup lokasi - lokasi :

(1) permukiman, (2) pasar tradisional, (3) taman kota dan (4) TPA / landfill

sampah.

Latar belakang penetapan lokasi - lokasi tersebut digunakan sebagai

parameter dalam menentukan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil

sangat berkaitan dengan pola kehidupan dan perilaku ekonomi masyarakat yang

mendiami, beban lingkungan akibat aktivitas masyarakat serta kemampuan kota

dalam menangkal beban lingkungan tersebut. Secara umum kegiatan

perekonomian masyarakat kota sedang dan kecil didominasi pada kawasan

permukiman maupun kawasan sentra perdagangan yakni pasar. Sementara beban

lingkungan yang terjadi akibat kegiatan ekonomi tersebut dapat digambarkan oleh

kawasan tempat pengelolaan akhir (TPA) sebagai hilir pengelolaan sampah kota.

Tingkat kemampuan daya tampung kota akibat beban lingkungan yang terjadi

dapat digambarkan oleh kawasan taman kota. Dalam penentuan kualitas

lingkungan kota sedang dan kecil, komponen - komponen lokasi permukiman,

pasar tradisional, taman kota dan TPA telah dapat menggambarkan dirasa telah cukup memadai.

Pengumpulan data yang mewakili nilai indeks kebersihan dan nilai indeks

tutupan peneduh lokasi - lokasi pada suatu wilayah kota tersebut dilakukan

melalui penentuan metode sampling pada lokasi - lokasi yang merepresentasikan

wilayah kota. Metode sampling yang dilakukan menggunakan metode sampling

berdasarkan kluster. Lokasi - lokasi yang dipilih menjadi sampel pada suatu

wilayah kota ditentukan berdasarkan klusterisasi wilayah kota. Batas kluster yang

digunakan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan batas wilayah administratif

desa atau kecamatan pada wilayah urban suatu kota. Lokasi - lokasi yang diambil

diupayakan dapat terdistribusi merata dan mewakili klusterisasi wilayah kota.

Adapun jenis - jenis data yang diambil berdasarkan indikator kualitas

lingkungan berupa nilai indeks pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh

beserta sub indikator lokasi tempat pengambilan sampel sebagai berikut :

a. Indikator pengelolaan kebersihan

� Data persentase tutupan sampah area tidak terbangun pada kawasan

permukiman

� Data persentase tutupan sampah area tidak terbangun pada kawasan pasar

tradisional

� Data persentase tutupan sampah area tidak terbangun pada kawasan taman

kota � Data ketersediaan sarana pengendalian pencemaran TPA

� Data persentase penutupan sampah pada zona aktif TPA

b. Indikator tutupan peneduh

� Data persentase tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun pada kawasan

permukiman � Data persentase tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun pada kawasan

pasar tradisional � Data persentase tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun pada kawasan

taman kota � Data persentase penghijauan terhadap zona non aktif TPA

Pengambilan data dilakukan pada lokasi - lokasi kawasan permukiman,

pasar, taman kota dan TPA sesuai dengan kriteria berikut :

� Jumlah permukiman yang dijadikan sampel untuk kota sedang minimum

sebanyak 3 lokasi dan kota kecil minimum sebanyak 2 lokasi

� Jumlah pasar tradisional yang dijadikan sampel untuk kota sedang minimum

sebanyak 2 lokasi dan kota kecil minimum sebanyak 1 lokasi

� Jumlah taman kota yang dijadikan sampel untuk kota sedang dan kecil

minimum sebanyak 1 lokasi

� TPA yang dijadikan sampel adalah TPA yang melayani wilayah kota dan

berada wilayah kabupaten / kota bersangkutan

Pengumpulan data dilakukan berdasarkan indikator kualitas lingkungan berupa nilai indeks pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh meliputi sub

indikator lokasi tempat pengambilan sampel kawasan permukiman, pasar

tradisional, taman kota dan TPA dengan mengikuti kriteria umum dan rentang

nilai sebagai berikut :

• 0 - 20 Sangat rendah

• > 20 - 40 Rendah

• > 40 - 60 Sedang

• > 60 - 80 Tinggi

• > 80 - 100 Sangat Tinggi

Adapun kriteria pada masing - masing indikator sebagai berikut :

a. Indikator pengelolaan kebersihan

o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan sampah kawasan

permukiman

• 0 - 20 Sampah lingkungan meliputi > 75 % luas area tidak terbangun

• > 20 - 40 Sampah lingkungan meliputi > 50 % - 75 % luas area tidak

terbangun

• > 40 - 60 Sampah lingkungan meliputi > 25 % - 50 % luas area tidak terbangun

• > 60 - 80 Sampah lingkungan meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak

terbangun

• > 80 - 100 Sampah lingkungan meliputi < 5 % luas area tidak

terbangun

o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan sampah kawasan pasar

tradisional

• 0 - 20 Sampah lingkungan meliputi > 75 % luas area tidak terbangun

• > 20 - 40 Sampah lingkungan meliputi > 50 % - 75 % luas area tidak

terbangun

• > 40 - 60 Sampah lingkungan meliputi > 25 % - 50 % luas area tidak

terbangun

• > 60 - 80 Sampah lingkungan meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak

terbangun

• > 80 - 100 Sampah lingkungan meliputi < 5 % luas area tidak terbangun

o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan sampah kawasan taman

kota

• 0 - 20 Sampah lingkungan meliputi > 75 % luas area tidak terbangun

atau tidak memiliki taman kota

• > 20 - 40 Sampah lingkungan meliputi > 50 % - 75 % luas area tidak

terbangun

• > 40 - 60 Sampah lingkungan meliputi > 25 % - 50 % luas area tidak

terbangun

• > 60 - 80 Sampah lingkungan meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak

terbangun

• 80 - 100 Sampah lingkungan meliputi < 5 % luas area tidak terbangun

o Kriteria dan rentang nilai data ketersediaan sarana pengendalian

pencemaran TPA

• 0 - 20 Tidak terdapat saluran dan sarana pengolahan lindi

• > 20 - 40 Terdapat saluran lindi yang bergabung dengan drainase yang

mengalir ke sarana pengolahan lindi berupa settling pond

• > 40 - 60 Terdapat saluran lindi yang terpisah dari drainase yang

mengalir ke sarana pengolahan lindi berupa settling pond

• > 60 - 80 Terdapat saluran lindi yang terpisah dari drainase yang

mengalir ke sarana pengolahan lindi berupa IPAL

• 80 - 100 Terdapat saluran lindi yang terpisah dari drainase yang mengalir ke sarana pengolahan lindi berupa IPAL yang dilengkapi

sarana aerasi

o Kriteria dan rentang nilai data persentase penutupan sampah pada zona

aktif TPA

• 0 - 20 Sampah terbuka meliputi lebih dari 75% luas area zona aktif

TPA

• > 20 - 40 Sampah terbuka meliputi > 50% - 75% luas area zona aktif

TPA

• > 40 - 60 Sampah terbuka meliputi > 25% - 50% luas area zona aktif

TPA

• > 60 - 80 Sampah terbuka meliputi > 5% - 25% luas area zona aktif

TPA

• > 80 - 100 Sampah terbuka meliputi kurang dari 5% luas area zona aktif TPA

b. Indikator tutupan peneduh

o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan tajuk peneduh kawasan

permukiman

• 0 - 20 Tutupan tajuk peneduh < 5 % luas area tidak terbangun

• > 20 - 40 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak

terbangun

• > 40 - 60 Tutupan tajuk peneduh > 25 % - 50 % luas area tidak

terbangun

• > 60 - 80 Tutupan tajuk peneduh > 50 % - 75 % luas area tidak

terbangun

• > 80 - 100 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 75 % luas area tidak

terbangun

o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan tajuk peneduh kawasan pasar tradisional

• 0 - 20 Tutupan tajuk peneduh < 5 % luas area tidak terbangun

• > 20 - 40 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak terbangun

• > 40 - 60 Tutupan tajuk peneduh > 25 % - 50 % luas area tidak

terbangun

• > 60 - 80 Tutupan tajuk peneduh > 50 % - 75 % luas area tidak terbangun

• > 80 - 100 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 75 % luas area tidak

terbangun

o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan tajuk peneduh taman

kota

• 0 - 20 Tutupan tajuk peneduh < 5 % luas area tidak terbangun atau tidak memiliki taman kota

• > 20 - 40 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak terbangun

• > 40 - 60 Tutupan tajuk peneduh > 25 % - 50 % luas area tidak terbangun

• > 60 - 80 Tutupan tajuk peneduh > 50 % - 75 % luas area tidak terbangun

• > 80 - 100 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 75 % luas area tidak

terbangun

o Kriteria dan rentang nilai data persentase penghijauan terhadap zona non

aktif TPA

• 0 - 20 Sebaran penghijauan meliputi < 5 % luas area

• > 20 - 40 Sebaran penghijauan meliputi > 5 % - 25 % luas area

• > 40 - 60 Sebaran penghijauan meliputi > 25 % - 50 % luas area

• > 60 - 80 Sebaran penghijauan meliputi > 50 % - 75 % luas area

• > 80 - 100 Sebaran penghijauan meliputi > 75 % luas area

Untuk mendapatkan nilai - nilai indeks pengelolaan kebersihan dan

tutupan peneduh berupa nilai sub indikator pada masing - masing kawasan,

dilakukan penghitungan nilai rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan dari tiap -

tiap lokasi sampel, seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Sumber perolehan nilai komponen indeks kualitas lingkungan hidup kota

No Komponen Indeks Kualitas

Lingkungan Hidup Kota Sumber Perolehan

Indikator - Indikator Pengelolaan Kebersihan

1 Nilai indeks kebersihan kawasan

permukiman

Nilai rata - rata persentase tutupan sampah

area tidak terbangun pada kawasan

permukiman

2 Nilai indeks kebersihan kawasan pasar Nilai rata - rata persentase tutupan sampah

area tidak terbangun pada kawasan pasar

tradisional

3 Nilai indeks kebersihan kawasan taman

kota

Nilai rata - rata persentase tutupan sampah

area tidak terbangun pada kawasan taman

kota 4 Nilai indeks pengendalian pencemaran

TPA

Nilai ketersediaan sarana pengendalian

pencemaran TPA

5 Nilai indeks pengelolaan sampah TPA Nilai penutupan sampah pada zona aktif

TPA

Indikator - Indikator Tutupan Tajuk Peneduh

6 Nilai indeks sebaran peneduh kawasan

permukiman

Nilai rata - rata perentase tutupan tajuk

peneduh area tidak terbangun pada

kawasan permukiman

7 Nilai indeks sebaran peneduh kawasan

pasar

Nilai rata - rata persentase tutupan tajuk

peneduh area tidak terbangun pada

kawasan pasar tradisional

8 Nilai indeks sebaran peneduh kawasan

taman kota

Nilai rata - rata persentase tutupan tajuk

area tidak terbangun pada kawasan taman

kota 9 Nilai indeks penghijauan TPA Nilai persentase penghijauan terhadap

zona non aktif TPA

3.4 Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian dengan Jenis dan Sumber Data,

Teknik Analisis Data dan Keluaran

Jenis data, sumber data, teknik analisis data maupun hasil keluaran yang

diharapkan tertera pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil keluaran yang diharapkan

No Tujuan Metode Jenis Data Sumber

Data

Teknik

Analisis

Data

Keluaran

1 Mengelompok-

kan kota - kota sedang dan

kecil di

Kalimantan

berdasarkan

kesamaan

karakteristik

kualitas

lingkungan

hidup

Analisis

statistik deskriptif

Data nilai indeks

kualitas pengelolaan

lingkungan hidup

kota sedang dan

kecil di Kalimantan

KLH, Pusat

Pengelolaan Ekoregion

Kalimantan

Analisis

Gerombol

Kelompok /

kluster kota sedang dan

kecil

berdasarkan

kualitas

lingkungan

Tabel 3 (Lanjutan)

No Tujuan Metode Jenis Data Sumber

Data

Teknik

Analisis

Data

Keluaran

2 Menganalisis

faktor - faktor

yang berpengaruh

pada indeks

kualitas

lingkungan kota

sedang dan kecil

di Kalimantan

Analisis

statistik

deskriptif

Data nilai indeks

kebersihan

kawasan

permukiman,

Data nilai indeks

kebersihan

kawasan pasar,

Data nilai indeks

kebersihan taman

kota, Data nilai indeks

pengendalian

pencemaran TPA,

Data nilai indeks

pengelolaan

sampah TPA, Data

nilai indeks

sebaran peneduh

kawasan

permukiman,

Data nilai indeks

sebaran peneduh

kawasan pasar,

Data nilai indeks

sebaran peneduh

taman kota dan

Data nilai indeks

penghijauan TPA

KLH, Pusat

Pengelolaan

Ekoregion

Kalimantan

Analisis

Komponen

Utama

Nilai indeks

kualitas

lingkungan

hidup kota

dan

variabel -

variabel utama

kualitas

lingkungan

hidup kota

3 Menganalisis

hubungan alokasi

anggaran kegiatan

pengelolaan

lingkungan hidup dan kegiatan

pengelolaan

kebersihan dengan

indeks kualitas

lingkungan hidup

kota sedang dan

kecil di

Kalimantan

Analisis

statistik

inferensial

Data persentase

APBD pengelolaan

lingkungan hidup

dan kegiatan

pengelolaan kebersihan

kabupaten / kota

sedang dan kecil se

Kalimantan

Pemerintah

Kabupaten /

Kota

Kalimantan

Analisis

Panel

Intensitas

pengaruh

alokasi APBD

terhadap

kualitas lingkungan

kota

4 Menganalisis

hubungan

kepadatan

penduduk dengan

indeks kualitas

lingkungan hidup

kota sedang dan

kecil di

Kalimantan

Analisis

statistik

inferensial

Data jumlah

penduduk kota dan

Data luas wilayah

kota

Pemerintah

Kabupaten /

Kota

Kalimantan

Analisis

Panel

Intensitas

pengaruh

kepadatan

penduduk

terhadap

kualitas

lingkungan

kota

3.5 Teknik Analisis Data

3.5.1 Analisis Gerombol (Cluster Analysis)

Analisis gerombol merupakan alat bantu analisis yang ditemukan oleh

Tryon pada tahun 1939 yang dapat digunakan untuk melakukan pengelompokan

obyek. Pengelompokan yang dilakukan sedemikian rupa menyebabkan obyek -

obyek yang berada dalam suatu kelompok memiliki kemiripan lebih tinggi

dibandingkan dengan obyek dalam kelompok yang lain (Pribadi et al. 2011).

Analisis gerombol dapat digunakan dalam mengelompokkan kota - kota

berdasarkan kemiripan atas karakteristik yang dimiliki masing - masing kota.

Menurut Pribadi et al. (2011) dalam analisis kluster langkah - langkah

pengelompokan dari variabel - variabel asal ditentukan melalui : (1) Berapa

kelompok wilayah yang diperoleh, (2) Bagaimana gambaran karakteristik dari

setiap kelompok wilayah, dan (3) Wilayah - wilayah mana saja yang masuk dalam

kelompok wilayah tertentu. Informasi - informasi tersebut nantinya dapat

digunakan sebagai penentu variabel - variabel penciri utama suatu wilayah kota.

Tahapan analisis kluster untuk melakukan pengelompokan kawasan terdiri

atas : (1) Proses identifikasi tingkat kemiripan antar kota didasari indikator atau

kategori tertentu dan (2) Pembentukan kelompok kota berdasarkan aturan atau

definisi pengelompokan tertentu. Pengelompokan dapat dilakukan melalui dua

metode, yaitu metode berhirarki (hierarchycal clustering method) dan metode tak

berhirarki (non - hierarchycal clustering method). Metode berhirarki merupakan

metode pengelompokan yang dilakukan melalui pembentukan hirarki berdasarkan

jarak antar individu yang umum dikenal dengan dendogram. Berbeda dengan

metode berhirarki, metode tak berhirarki membentuk kelompok didasari atas

jumlah kelompok yang dibutuhkan. Melalui proses iterasi secara berulang

diperoleh titik pusat masing - masing kelompok. Kemudian tiap obyek anggota

kelompok ditentukan berdasarkan kedekatan jarak titik - titik pusat tersebut (Pribadi et al. 2011).

Analisis gerombol menggunakan metode analisis berhirarki dipilih untuk

mengelompokkan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan. Dalam pengolahan

data penelitian yang dilakukan, proses klasifikasi atau penentuan kelompok kota

dilakukan atas nilai indeks kualitas lingkungan baik dari aspek kebersihan dan

sebaran tutupan tajuk tanaman peneduh kota. Adapun pengelompokan yang

dilakukan bertujuan membagi kota - kota dalam 5 (lima) kelompok.

Pengelompokan dilakukan dengan mengukur tingkat kemiripan dan

ketidakmiripan antar masing - masing kota. Setiap pengelompokan akan

membentuk struktur hirarki berdasarkan jarak tingkat kemiripan antar kota yang lebih umum dikenal dengan nama dendogram. Suatu kota menjadi anggota suatu

kelompok bila tingkat kemiripan kota tersebut lebih dekat dengan anggota sesama kelompok tersebut dibandingkan dengan kota - kota pada kelompok lain. Adapun

lima kelompok yang terbentuk masing - masing mewakili kategori “sangat baik”, “baik”, “cukup”, “buruk” dan “sangat buruk”. Hasil pengelompokan kota yang

didapatkan dari analisis gerombol tersebut, selanjutnya akan dibandingkan dengan hasil pengelompokan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan kota

melalui teknik analisis komponen utama.

3.5.2 Analisis Komponen Utama

Analisis komponen utama PCA merupakan suatu proses pengolahan data

yang bertujuan mengurangi dimensi dari satu set indikator. Pengurangan variabel tersebut dilakukan melalui proses transformasi dan dengan cara mempertahankan

agar nilai ragam maksimal. Variabel - variabel baru yang terbentuk selain lebih sederhana juga dapat mewakili nilai variabel - variabel asalnya. Tiap variabel asal

memiliki tingkat besar pengaruh yang berbeda satu dengan yang lainnya. PCA pada penelitian ini digunakan untuk mendapatkan besarnya pengaruh variabel -

variabel kualitas lingkungan hidup kota disamping untuk memperoleh nilai indeks

kualitas lingkungan hidup kota. Menurut Pribadi et al. (2011), melalui teknik PCA

dapat diperoleh penciri - penciri utama yang memiliki sifat saling bebas. Prinsip -

prinsip PCA adalah sebagai berikut : (1) Menyederhanakan variabel agar

diperoleh variabel baru yang memiliki jumlah lebih sedikit namun dapat

menggambarkan karakteristik - karakteristik penting pembeda wilayah,

(2) Pembentukan variabel - variabel baru yang mewakili variabel lama serta

bersifat saling bebas satu terhadap yang lain (tidak memiliki sifat

multikolinearitas atau korelasi antar variabel), serta (3) membuat variabel -

variabel baru terurut mulai dari pembeda paling penting hingga kurang penting.

Analisis komponen utama pada mulanya ditemukan oleh Karl Pearson

pada tahun 1901 dan lebih lanjut dikembangkan oleh Hotelling pada tahun 1933.

Tujuan dari analisis ini adalah untuk menyederhanakan dimensi dari satu set

indikator. Penyederhanaan variabel tersebut dilakukan melalui proses transformasi

untuk mendapatkan variabel baru yang berjumlah lebih sedikit, saling bebas, dan

teranking berdasarkan kemampuannya sebagai pembeda antar unit data (Pribadi

et al. 2011).

Dalam melakukan analisis komponen utama kota sedang dan kecil pada

kurun waktu 2006 hingga 2010 di Kalimantan, analisis yang dilakukan mencakup variabel - variabel indikator kualitas lingkungan berupa nilai indeks pengelolaan

kebersihan dan tutupan peneduh yang terdiri atas sub komponen lokasi

permukiman, pasar tradisional, taman kota dan TPA. Berdasarkan variabel ini

dibangun kombinasi linear untuk menghasilkan variabel baru yang disebut

sebagai komponen utama.

Variabel baru hasil PCA memiliki eigen value yang menunjukkan nilai keragaman bagi variabel baru tersebut. Variabel baru yang terpilih adalah variabel

yang memiliki eigen value ≥ 1 (Pribadi et al. 2011). Variabel baru hasil PCA juga memiliki nilai eigen vector yang mewakili koefisien untuk masing - masing

variabel asal, sehingga dapat digunakan dalam menyusun kombinasi linear dari komponen utama. Nilai eigen vector dari variabel baru menunjukkan nilai data

baru hasil transformasi dari variabel asal yang memiliki jumlah banyak dan saling

berkorelasi satu dengan lainnya menjadi variabel baru yang lebih sederhana dan

bersifat saling bebas (orthogonal). Hubungan antar masing - masing variabel baru

dengan vaiabel asal ditunjukkan dalam kombinasi linear sebagai berikut :

Z1 = a11X1 + a12X2 + … + a1pXp

Z2 = a21X1 + a22X2 + … + a2pXp

Zq = aq1X1 + aq2X2 + … + aqpXp

Selanjutnya Z1 disebut sebagai komponen utama pertama, Z2 komponen

utama kedua dan seterusnya. Urutan ini merupakan cerminan dari besarnya ragam

yang dimiliki oleh masing - masing variabel, atau secara matematis dinotasikan

sebagai var (Z1) ≥ var (Z2) ≥ ... ≥ var (Zp), dimana var (Zi) adalah ragam dari

Zi dalam data yang dianalisis.

Dalam analisis komponen utama diharapkan ragam dari sebagian besar

variabel memiliki nilai sekecil mungkin, sehingga bisa diperoleh variabel Z dengan jumlah sedikit. Namun demikian variabel Z dengan jumlah sedikit tersebut

memiliki ragam yang besar. Proses ini umum dikenal dengan dengan proses

reduksi variabel. Semakin sedikit Z, maka semakin mudah menginterpretasi data

yang dimiliki. Salah satu sifat dari variabel Zi adalah tidak adanya korelasi antara

satu variabel dengan variabel lainnya, hal ini berarti bahwa skor dari masing -

masing variabel akan menunjukkan dimensi yang berbeda (Soedibjo 2008).

Hubungan antara variabel baru dan variabel asal ditunjukkan melalui nilai

factor loading. Melalui proses PCA dapat pula diketahui besar pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya, sehingga salah satu informasi yang dapat

diperoleh dalam proses ini adalah nilai perbandingan suatu indikator terhadap indikator lainnya yang bisanya dinotasikan dalam bentuk angka pada kisaran

0 hingga 1. Lebih lanjut bobot masing - masing indikator dapat digunakan untuk

mendapatkan indeks kualitas lingkungan hidup kota melalui perhitungan :

ILH = n1M1 + n2M2 + n3M3 + n4M4 + n5M5 + n6M6 + n7M7 + n8M8 + n9M9

keterangan :

ILH = Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota n1 = Bobot nilai indeks kualitas kebersihan kawasan permukiman

n2 = Bobot nilai indeks sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman

n3 = Bobot nilai indeks kualitas kebersihan kawasan pasar tradisional

n4 = Bobot nilai indeks sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar tradisional n5 = Bobot nilai indeks persentase tutupan tajuk peneduh kawasan taman kota

n6 = Bobot nilai indeks kualitas kebersihan kawasan taman kota

n7 = Bobot nilai indeks pengendalian pencemaran TPA

n8 = Bobot nilai indeks pengelolaan sampah TPA

n9 = Bobot nilai indeks kualitas penghijauan TPA

M1 = Nilai indeks kualitas kebersihan kawasan permukiman

M2 = Nilai indeks sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman

M3 = Nilai indeks kualitas kebersihan kawasan pasar tradisional

M4 = Nilai indeks sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar tradisional

M5 = Nilai indeks persentase tutupan tajuk peneduh kawasan taman kota

M6 = Nilai indeks kualitas kebersihan kawasan taman kota

M7 = Nilai indeks pengendalian pencemaran TPA

M8 = Nilai indeks pengelolaan sampah TPA

M9 = Nilai indeks kualitas penghijauan TPA

Selanjutnya nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil tersebut akan

dibagi menjadi 5 (lima) kategori menggunakan sebaran distribusi normal.

Pembagian pada tiap selang nilai akan memenuhi kategori “sangat tinggi”,

“tinggi”, “sedang”, “rendah”, dan “sangat rendah”.

3.5.3 Analisis Regresi Data Panel

Data panel atau pooled data merupakan kumpulan data yang mewakili

lebih dari satu obyek pengamatan atau sampel pada rentang waktu tertentu. Secara lebih sederhana data panel dapat pula dinyatakan sebagai bentuk gabungan antara

data cross section dan data time series. Dengan kata lain metode data panel merupakan metode analisis yang memiliki dimensi ruang (multi variabel) dan

waktu. Metode data panel merupakan suatu bentuk analisis empiris yang diharapkan dapat memberikan gambaran analisis bagi banyak individu sampel

pada selang waktu tertentu, ketika analisis data cross section maupun time series

belum mampu memberikan gambaran analisis secara tepat pada banyak individu

sampel tersebut. Pemanfaatan metode data panel ini diharapkan dapat mengatasi

kelemahan dan menjawab permasalahan - permasalahan yang tidak dapat diatasi

oleh metode analisis data cross section dan time series.

Serupa dengan metode analisis regresi sederhana, metode analisis data

panel juga digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab - akibat antara peubah respon (dependent variable) dengan variabel - variabel bebas (independent

variable). Perbedaaan antar keduanya terkait dengan kemampuan metode data panel dalam menganalisis dimensi waktu yang dimiliki obyek sampel.

Metode data panel banyak digunakan dalam bidang ilmu Statistika dan

Ekonomi guna menganalisis atau membuat model prediksi kondisi obyek sampel

pada masa yang akan datang. Adapun keunggulan yang dimiliki metode ini :

� Mampu mengontrol heterogenitas individu dengan melakukan estimasi secara

eksplisit dengan memasukkan unsur heterogenitas individu

� Mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom,

sehingga diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien

� Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak

dapat diperoleh dari data cross section atau time series

� Dapat menguji dan membangun model peramalan yang lebih kompleks,

� Mampu menggambarkan perubahan dinamis obyek sampel berbentuk data

observasi cross section yang berulang (Gujarati 2004)

Analisis regresi panel data dilakukan untuk melihat pengaruh besar alokasi

anggaran pada kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaan

kebersihan serta kepadatan penduduk terhadap indeks kualitas lingkungan hidup

kota. Hubungan indeks kualitas lingkungan hidup terhadap peubah - peubah bebas

di atas terlihat dalam bentuk persamaan berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ε

keterangan :

Y = Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota

a = Intercept b1 = Koefisien persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup

b2 = Koefisien persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota b3 = Koefisien kepadatan penduduk kota

X1 = Persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup X2 = Persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota

X3 = Kepadatan penduduk kota

ε = Error atau Residual

Analisis regresi data panel dilakukan dengan mengasumsikan nilai indeks

kualitas lingkungan sebagai peubah respon (dependent variable), sedangkan

persentase anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan persentase

anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan sebagai peubah bebas (independent

variable).

Dalam analisis regresi data panel, dilakukan terlebih dahulu uji korelasi

antar peubah bebas yang akan dianalisis. Uji korelasi antar peubah dilakukan untuk memastikan tidak terjadi multikolinearitas antar peubah yang akan

dianalisis. Dalam uji ini bila didapatkan nilai korelasi < 0.8 dapat disimpulkan

bahwa data peubah yang digunakan telah terbebas dari masalah multikolinearitas

(Gujarati 2004).

Langkah selanjutnya adalah pengujian dalam penentuan model yang akan

dipakai menggunakan Chow - test / Likelihood ratio test dan Hausman - test. Pengujian dilakukan untuk menentukan menentukan model yang paling tepat

dipilih dalam melakukan analisis data. Nachrowi dan Usman (2006) menyatakan bahwa dalam analisis regresi data panel dikenal 3 (tiga) model yaitu :

1 Model common effects

Merupakan teknik analisis regresi yang menggunakan data hasil

penggabungan antara data cross section dan data time series. Gabungan data

tersebut kemudian diperlakukan sebagai satu kesatuan analisis yang digunakan

untuk mengestimasi model dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

2 Model fixed effects

Merupakan teknik analisis yang memungkinkan adanya intercept yang tidak

konstan. Nilai intercept dimungkinkan untuk berubah untuk obyek sampel

berbeda. Dengan kata lain model ini melihat perbedaan antar obyek sampel

tercermin dari perubahan intercept.

3 Model random effects Merupakan teknik analisis yang melihat perbedaan antar obyek sampel dan

waktu yang diakomodir oleh nilai error. Teknik ini memperhitungkan bahwa

error mungkin berkorelasi sepanjang cross section dan time series

Likelihood ratio test digunakan untuk menentukan model yang sesuai untuk

menggambarkan hubungan peubah - peubah yang akan diuji. Hipotesis dalam

Likelihood ratio test mengikuti kondisi berikut :

H0 : Apabila p - value > 0.05, model mengikuti common effects

H1 : Apabila p - value ≤ 0.05, model tidak mengikuti common effects

Hausman - test digunakan untuk memilih dua jenis model diluar model common

effects yang lebih tepat untuk menggambarkan hubungan antara peubah respon

dengan peubah bebas yaitu random effect atau fixed effect. Hipotesis dalam

menentukan model yang sesuai apakah dipilih random effect atau fixed effect

mengikuti kondisi berikut :

H0 : Apabila p - value > 0.05, model mengikuti random effect

H1 : Apabila p - value ≤ 0.05, model mengikuti fixed effect

Dari hasil Chow - test dan Hausman - test yang dilakukan dapat ditentukan model

analisis data panel yang paling sesuai dengan kebutuhan penelitian ini.

IV KONDISI UMUM PULAU KALIMANTAN

Kalimantan adalah pulau terbesar ketiga di dunia setelah Pulau Greenland

dan Pulau Irian. Wilayah Pulau Kalimantan dikuasai oleh tiga negara yaitu

Indonesia pada sisi selatan, serta Malaysia dan Brunei Darussalam di sisi utara.

Wilayah Pulau Kalimantan yang dimiliki oleh Indonesia sendiri sebesar 73 % atau

mencakup luasan 539 460 km2. Luasan tersebut mencapai 28 % dari total wilayah

daratan Indonesia. Pulau Kalimantan didominasi oleh kawasan dataran rendah

berupa daerah pesisir dan dataran sungai. Lebih dari setengah wilayah Kalimantan

berada di bawah ketinggian 150 m dari permukaan air laut

(Kementerian Lingkungan Hidup 2006).

Dilihat dari sisi ekonomi, wilayah Kalimantan memiliki peran yang cukup penting bagi Indonesia. Devisa yang dihasilkan oleh wilayah ini umumnya berasal

dari sektor kegiatan pertambangan energi berupa minyak bumi, gas alam dan batu bara, serta sektor kegiatan kehutanan dan perkebunan. Kegiatan sektor - sektor

ekonomi tersebut merupakan pendorong utama perkembangan wilayah Kalimantan baik dilihat dari aspek pertumbuhan penduduk maupun dari sisi

pemenuhan kebutuhan infrastruktur yang ada.

Berdasarkan sensus tahun 2010 diketahui 13 787 831 jiwa penduduk

Indonesia mendiami wilayah ini. Jumlah tersebut mewakili 5.80 % dari penduduk

Indonesia yang mencapai 237 641 326 jiwa. Dilihat dari sisi persebaran penduduk

kawasan urban dan rural, jumlah penduduk wilayah perkotaan di Kalimantan mencapai 5 799 291 jiwa atau sebesar 42.06 % dari jumlah seluruh penduduk

Kalimantan di Tahun 2010, sedangkan selebihnya 7 988 540 jiwa atau 57.94 % mendiami kawasan perdesaan (Badan Pusat Statistik 2010). Kondisi tersebut

menggambarkan distribusi penduduk Kalimantan yang tidak hanya terpusat pada wilayah perkotaan.

Kawasan perkotaan pada umumnya merupakan daerah pusat kegiatan

perekonomian masyarakat. Sebelum tersedianya infarstruktur transportasi berupa

sarana dan prasarana angkutan darat, kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh

masyarakat Kalimantan banyak dilakukan menggunakan moda transportasi sungai

dan laut, sehingga secara umum kota - kota yang pada mulanya merupakan pusat kegiatan ekonomi masyarakat Kalimantan banyak tersebar pada kawasan pesisir

dan di sekitar daerah aliran sungai.

Kawasan pesisir Kalimantan membentang sejauh 8 054 km, yakni dari

Semenanjung Sambas di bagian barat hingga Nunukan di perbatasan dangan

Negara Bagian Malaysia Sabah. Kawasan pesisir Kalimantan yang tumbuh

menjadi kawasan perkotaan umumnya berupa muara sungai maupun daerah yang

didominasi pantai yang dangkal. Pada wilayah lain kawasan perkotaan tumbuh

pada sekitar sungai - sungai utama di Kalimantan seperti Kapuas, Barito, Kahayan

dan Mahakam. Sungai - sungai besar tersebut memilki panjang aliran, lebar

sungai, debit air maupun kedalaman yang tidak berubah cukup signifikan terhadap perubahan musim tahunan, sehingga keadaan ini sangat mendukung pemanfaatan

moda transportasi air sebagai sarana transportasi maupun distribusi barang yang mendukung kegiatan perekonomian masyarakat di masa lalu (Kementerian

Lingkungan Hidup 2006).

Secara administratif Pulau Kalimantan yang menjadi bagian dari negara

Indonesia terbagi atas Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Utara yang baru

terbentuk menjadi provinsi termuda di Indonesia sesuai ketetapan dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 25 Oktober 2012 berdasarkan Undang - undang

Nomor 20 Tahun 2012 lalu. Pembagian wilayah secara administratif yang dilakukan tersebut umumnya didasari atas kesamaan kondisi fisik ekologi wilayah

maupun kondisi sosial masyarakat yang mendiami wilayah tersebut. Bahasan

yang berkaitan dengan kondisi fisik wilayah serta informasi kependudukan

masing - masing provinsi tersebut secara lebih detail diuraikan berikut ini.

4.1 Kalimantan Barat

4.1.1 Letak Wilayah

Provinsi Kalimantan Barat terletak dibagian Barat pulau Kalimantan atau

di antara garis 20° 08’ Lintang Utara hingga 30° 02’ Lintang Selatan serta di

antara 108° 30’ hingga 114° 10’ Bujur Timur. Provinsi Kalimantan Barat

merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang dilewati oleh Garis Khatulistiwa.

Posisi Kalimantan Barat yang banyak memiliki kawasan pesisir menyebabkan

wilayah tersebut menjadi salah satu daerah tropik dengan suhu udara dan

kelembaban yang cukup tinggi serta banyak dipengaruhi iklim pantai (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).

Adapun batas - batas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah :

� Sebelah Utara : Negara Bagian Malaysia Sarawak

� Sebelah Selatan : Laut Jawa dan Provinsi Kalimantan Tengah � Sebelah Timur : Provinsi Kalimantan Timur

� Sebelah Barat : Laut Natuna dan Selat Karimata

4.1.2 Daerah Administrasi dan Kependudukan

Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2010 terdiri atas 14 (empat belas)

kabupaten / kota yaitu 12 (dua belas) kabupaten dan 2 (dua) kota. Empat belas

kabupaten / kota tersebut terbagi dalam 175 kecamatan yang terdiri atas 1 894

desa / kelurahan seperti tertera pada Tabel 4 (Badan Pusat Statistik Provinsi

Kalimantan Barat 2011).

Penduduk Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan data sensus penduduk

tahun 2010 mencapai 4 395 983 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2009 - 2010 rata - rata kabupaten / kota mencapai angka 1.58 %. Laju

pertumbuhan penduduk di setiap kabupaten / kota tidak merata. Nilai terrendah berada pada Kota Singkawang yaitu 0.93 % dan yang tertinggi berada pada

Kabupaten Kapuas Hulu yang mencapai 2.28 %. Jumlah dan laju pertumbuhan

penduduk menurut kabupaten / kota di Kalimantan Barat tertera pada Tabel 5.

Tabel 4 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di

Kalimantan Barat tahun 2010

Kabupaten / Kota Kecamatan Desa

Kab. Sambas 19 184

Kab. Bengkayang 17 124

Kab. Landak 13 156

Kab. Pontianak 9 67

Kab. Sanggau 15 166

Kab. Ketapang 20 249

Kab. Sintang 14 287

Kab. Kapuas Hulu 25 212

Kab. Sekadau 7 76

Kab. Melawi 11 169

Kab. Kayong Utara 5 43

Kab. Kubu Raya 9 106

Kota Pontianak 6 29

Kota Singkawang 5 26

Kalimantan Barat 175 1 894

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)

Tabel 5 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk menurut kabupaten / kota di

Kalimantan Barat tahun 1990 - 2010

Kabupaten / Kota Jumlah

Penduduk

Laju Pertumbuhan Penduduk (%)

1990 - 2000 2000 - 2005 2000 - 2010 2009 - 2010

Kab. Sambas 496 120 0.35 0.96 0.90 1.04

Kab. Bengkayang 215 277 - 1.69 2.01 1.91

Kab. Landak 329 649 - 1.76 1.59 1.91

Kab. Pontianak 234 021 - - 1.42 1.48

Kab. Sanggau 408 468 1.79 1.34 1.65 1.53

Kab. Ketapang 427 460 2.80 2.05 2.15 2.14

Kab. Sintang 364 759 2.08 1.84 1.62 2.22

Kab. Kapuas Hulu 222 160 1.41 2.28 2.00 2.28

Kab. Sekadau 181 634 - - 1.22 1.36

Kab. Melawi 178 645 - - 1.81 1.61

Kab. Kayong Utara 95 594 - - 1.94 1.27

Kab. Kubu Raya 500 970 - - 1.69 1.48

Kota Pontianak 554 764 1.82 1.24 1.81 1.08

Kota Singkawang 186 462 - - 2.11 0.93

Kalimantan Barat 4 395 983 1.56 1.56 1.66 1.58

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)

Penduduk Provinsi Kalimantan Barat terbagi menjadi penduduk yang

mendiami daerah perkotaan sebanyak 1 328 185 jiwa atau 30.21 % dan yang mendiami daerah perdesaan sebanyak 3 067 798 jiwa atau sebanyak 69.79 %

tertera pada Tabel 6 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat 2011).

Tabel 6 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Kalimantan Barat tahun 2010

Kabupaten / Kota

Klasifikasi Perkotaan / Perdesaan

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

(Jiwa) (%) (Jiwa) (%) (Jiwa)

Sambas 90 007 18.14 406 113 81.86 496 120

Bengkayang 18 238 8.47 197 039 91.53 215 277

Landak 27 304 8.28 302 345 91.72 329 649

Pontianak 53 409 22.82 180 612 77.18 234 021

Sanggau 83 746 20.50 324 722 79.50 408 468

Ketapang 99 219 23.21 328 241 76.79 427 460

Sintang 54 861 15.04 309 898 84.96 364 759

Kapuas Hulu 18 995 8.55 203 165 91.45 222 160

Sekadau 13 606 7.49 168 028 92.51 181 634

Melawi 24 750 13.85 153 895 86.15 178 645

Kayong Utara 9 697 10.14 85 897 89.86 95 594

Kubu Raya 151 292 30.20 349 678 69.80 500 970

Kota Pontianak 554 764 100.00 0 0.00 554 764

Kota Singkawang 128 297 68.81 58 165 31.19 186 462

Kalimantan Barat 1 328 185 30.21 3 067 798 69.79 4 395 983

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)

4.1.3 Luas Wilayah

Sebagian besar wilayah Kalimantan Barat adalah merupakan daratan

berdataran rendah dengan luas sekitar 146 807 km2 atau 27.21 % dari luas wilayah

Kalimantan Indonesia. Wilayah Kalimantan Barat membentang lurus dari

Kabupaten Sambas di sisi Utara hingga Kabupaten Ketapang di sisi Selatan

sepanjang lebih dari 600 km dan sekitar 850 km dari Kabupaten Bengkayang di

sisi Barat hingga Kabupaten Kapuas Hulu di sisi Timur. Luas daerah kabupaten /

kota dan persentase terhadap luas provinsi tertera pada Tabel 7.

Tabel 7 Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas Provinsi

Kalimantan Barat tahun 2010

Kabuapten / Kota Luas Area (km2)

Persentase terhadap Luas

Provinsi (%)

Kab. Sambas 6 394.70 4.36

Kab. Bengkayang 5 397.30 3.68

Kab. Landak 9 909.10 6.75

Kab. Pontianak 1 276.90 0.87

Kab. Sanggau 12 857.70 8.76

Kab. Ketapang 31 240.74 21.28

Kab. Sintang 21 635.00 14.74

Kab. Kapuas Hulu 29 842.00 20.33

Kab. Sekadau 5 444.30 3.71

Kab. Melawi 10 644.00 7.25

Kab. Kayong Utara 4 568.26 3.11

Kab. Kubu Raya 6 985.20 4.75

Kota Pontianak 107.80 0.07

Kota Singkawang 504.00 0.34

Kalimantan Barat 146 807.00 100.00

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)

4.1.4 Topografi

Secara umum, wilayah Kalimantan Barat berupa dataran rendah dan daerah lembah sungai dengan kontur sedikit berbukit. Daerah Kalimantan Barat

umumnya merupakan daerah aliran sungai Kapuas atau anak sungai Kapuas yang menghampar dari Timur ke Barat hingga mengalir ke Laut Natuna / Selat

Karimata. Sementara bagian daerah lain daratan ini berupa rawa - rawa bercampur gambut dan hutan bakau (mangrove). Wilayah Kalimantan diapit oleh dua jajaran

pegunungan yaitu, Pegunungan Kalingkang / Kabupaten Kapuas Hulu di bagian

Utara dan Pegunungan Schwaner di Selatan sepanjang perbatasan dengan Provinsi

Kalimantan Tengah.

Daerah Kalimantan Barat didominasi oleh tanah Podsolit Merah Kuning

yang meliputi areal 10.5 juta ha atau mencapai 71.22 %, tanah Orgosol, Gley, Humus sekitar 2.0 juta ha atau mencapai 13.75 % serta tanah Aluvial sekitar

1,6_juta ha atau mencapai 10.83 % di seluruh kabupaten / kota yang umumnya memiliki daerah pantai. Jenis tanah dan luasnya pada tiap kabupaten / kota tertera

pada Tabel 8 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat 2011).

Tabel 8 Jenis tanah dan luasnya menurut kabupaten / kota di Provinsi

Kalimantan Barat tahun 2010

Kabupaten / Kota

Orgosol,

Gley dan

Humus

Aluvial Regosol

Podsolik

Merah

Kuning

Podsolik Latosol

Kab Sambas 56 448 298 738 - 251 066 25 270 7 948

Kab Bengkayang 32 021 13 404 - 390 803 14 369 89 033

Kab Landak 148 990 41 837 - 606 535 77 312 41 600

Kab Pontianak 469 710 437 357 - 11 065 63 488 -

Kab Sanggau 79 737 20 866 - 1 101 190 63 144 20 833

Kab Ketapang 736 000 433 600 44 800 2 195 300 171 200 -

Kab Sintang 36 276 139 712

2 035 344 - -

Kab Kapuas Hulu 396 800 206 400

2 381 000 - -

Kab Sekadau 59 321 -

485 109 - -

Kab Melawi - -

1 016 568 - -

Kota Pontianak 3 600 7 200

- - -

Kota Singkawang 11 677 -

41 723 - -

Kalimantan Barat 2 030 580 1 599 144 44 800 10 515 703 414 783 159 414

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)

4.1.5 Penggunaan Lahan

Sebagian besar lahan di Kalimantan Barat merupakan kawasan hutan atau

mencapai 44.07 % dari luas wilayah. Lahan berupa padang / semak belukar /

alang - alang mencapai 33.16 %, sementara areal perkebunan mencapai 1 887 867

ha atau 12.86 % dari 14.68 ribu ha luas Kalimantan Barat. Areal yang digunakan

untuk pemukiman di Kalimantan Barat hanya berkisar 0.77 % saja. Jenis penggunaan lahan pada tiap kabupaten / kota tertera pada Tabel 9 (Badan Pusat

Statistik Provinsi Kalimantan Barat 2011).

4.1.6 Iklim dan Cuaca

Wilayah Kalimantan Barat didominasi oleh dataran rendah dan berada di daerah khatulistiwa. Ciri dari wilayah tersebut adalah iklim tropis dengan suhu

udara yang relatif tinggi disertai dengan kelembaban udara yang tinggi. Pada kondisi normal variasi suhu udara harian wilayah Kalimantan Barat berada pada

kisaran 25° C hingga 29° C. Kawasan pesisir pantai barat banyak dipengaruhi

oleh kawasan laut Natuna, hal ini menyebabkan kawasan pesisir tersebut memiliki

temperatur udara yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pedalaman.

Intensitas hujan didaerah Kalimantan Barat cukup tinggi, dengan curah rata - rata

per tahun di atas 3.000 milimeter. Hal demikian sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin yang bertiup dari arah barat ke timur atau sebaliknya. Intensitas

hujan yang cukup tinggi ini, biasanya dipengaruhi oleh kecepatan angin, yang rata - rata dapat mencapai 30 - 60 knot / jam (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).

Tabel 9 Jenis penggunaan lahan menurut kabupaten / kota di Provinsi

Kalimantan Barat tahun 2010

Kabupaten / Kota Kampung /

Permukiman Industri

Pertam-bangan

Sawah Irigasi

Non Irigasi

Tanah Kering

Kebun Campuran

Kab. Sambas 12 723 420 - 855 67 807 32 888 13 798

Kab. Bengkayang 9 356 - 571 2 810 18 549 30 940 16 744

Kab. Landak 6 628 - - 19 586 44 606 92 846 12 257

Kab. Pontianak 5 772 167 367 733 19 598 32 985 11 181

Kab. Sanggau 13 910 511 2 167 5 737 50 696 56 139 31 978

Kab. Ketapang 16 222 - 1 095 8 282 72 700 123 289 51 686

Kab. Sintang 16 935 323 265 3 559 15 948 88 213 40 759

Kab. Kapuas Hulu 16 509 - 375 4 134 17 056 43 505 30 549

Kab. Sekadau 4 500 24 - - 2 000 20 200 9 000

Kab. Melawi 1 475 - - - 3 826 124 1 528

Kab. Kayong Utara 1 078 - - 7 176 - - 3 382

Kab. Kubu Raya 8 012 172 - 21 588 30 173 - 13 553

Kota Pontianak 6 822 185 - - 128 1 227 1 146

Kota Singkawang 2 408 - - - 5 563 222 140

Kalimantan Barat 122 351 1 802 4 840 74 460 348 650 522 578 237 701

Tabel 9 (Lanjutan)

Kabupaten / Kota Perkebunan Hutan Padang /

Belukar

Perairan

Darat

Tanah

Terbuka Lain - lain Jumlah

Kab. Sambas 136 324 225 537 86 910 32 825 688 28 695 639 470

Kab. Bengkayang 85 518 110 032 178 490 23 358 2 977 60 385 539 730

Kab. Landak 205 910 139 130 386 546 29 713 23 53 665 990 910

Kab. Pontianak 7 984 2 253 955 17 829 319 27 547 127 690

Kab. Sanggau 315 902 66 829 700 824 20 100 460 20 517 1 285 770

Kab. Ketapang 347 661 1 097 120 1 349 481 52 050 1 780 2 708 3 124 074

Kab. Sintang 302 766 790 006 870 464 19 272 225 14 765 2 163 500

Kab. Kapuas Hulu 147 419 1 960 578 629 260 72 556 22 303 39 956 2 984 200

Kab. Sekadau 20 590 227 754 240 137 6 200 25 14 000 544 430

Kab. Melawi 36 947 922 030 23 265 5 398 61 168 8 639 1 064 400

Kab. Kayong Utara 41 435 368 413 25 061 10 250 30 - 456 826

Kab. Kubu Raya 90 784 445 770 42 776 43 537 2 155 - 698 520

Kota Pontianak 130 - 288 774 - 80 10,780

Kota Singkawang 16 189 20 927 3 800 263 826 62 50,400

Kalimantan Barat 1 755 559 6 376 379 4 538 257 334 125 92 979 271 019 14 680 700

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)

4.2 Kalimantan Tengah

4.2.1 Letak Wilayah

Posisi Provinsi Kalimantan Tengah terletak pada posisi pusat hingga

bagian Selatan Pulau Kalimantan diapit oleh Provinsi Kalimantan Timur dan

Selatan di sisi bagian timur dan Kalimantan Barat di sisi bagian barat. Secara

geografis provinsi ini terletak di antara 0° 45’ Lintang Utara hingga 3° 30’

Lintang Selatan serta di antara 111° hingga 116° Bujur Timur.

Seperti pada tetangganya Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan

Timur, Provinsi Kalimantan Tengah juga dilewati oleh Garis Khatulistiwa.

Kondisi ini menyebabkan wilayah tersebut menjadi salah satu daerah tropik

dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang tinggi

(Kementerian Lingkungan Hidup 2006).

Adapun batas - batas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah adalah :

� Sebelah Utara : Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur

� Sebelah Selatan : Laut Jawa

� Sebelah Timur : Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan

� Sebelah Barat : Provinsi Kalimantan Barat

4.2.2 Daerah Administrasi dan Kependudukan

Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2010 terdiri atas 14 (empat belas)

kabupaten / kota yaitu 11 (sebelas) kabupaten dan 1 (satu) kota. Empat belas

kabupaten /kota tersebut terbagi dalam 125 kecamatan yang terdiri atas 1 511 desa / kelurahan Jumlah kecamatan dan desa menurut kabupaten / kota di Kalimantan

Tengah tertera pada Tabel 10 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah 2011).

Tabel 10 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di

Kalimantan Tengah tahun 2010

Kabupaten / Kota Kecamatan Desa

1 Kotawaringin Barat 6 89

2 Kotawaringin Timur 15 165

3 Kapuas 17 204

4 Barito Selatan 6 95

5 Barito Utara 6 103

6 Sukamara 5 32

7 Lamandau 8 83

8 Seruyan 5 100

9 Katingan 13 161

10 Pulang Pisau 8 97

11 Gunung Mas 11 125

12 Barito Timur 10 103

13 Murung Raya 10 124

14 Palangka Raya 5 30

Jumlah 125 1 511

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)

Penduduk Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan data sensus penduduk

tahun 2010 mencapai 2 212 089 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk rata - rata pada

tahun 2000 hingga 2010 mencapai angka 1.79 persen / tahun. Sebanyak 740 256

jiwa atau 33.46 % penduduk bertempat tinggal di wilayah perkotaan dan sisanya

di daerah perdesaan sebanyak 1 471 833 jiwa atau mencapai 66.54 % dari total

penduduk provinsi tersebut. Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan /

perdesaan di Kalimantan Tengah tertera pada Tabel 11 (Badan Pusat Statistik

Provinsi Kalimantan Tengah 2011).

Tabel 11 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di

Kalimantan Tengah tahun 2010

Kabupaten / Kota

Klasifikasi Perkotaan / Perdesaan

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

(Jiwa) (%) (Jiwa) (%) (Jiwa)

Kotawaringin Barat 107 784 45.71 128 019 54.29 235 803

Kotawaringin Timur 133 813 35.76 240 362 64.24 374 175

Kapuas 70 516 21.39 259 130 78.61 329 646

Barito Selatan 30 319 24.43 93 809 75.57 124 128

Barito Utara 34 263 28.18 87 310 71.82 121 573

Sukamara 12 966 28.84 31 986 71.16 44 952

Lamandau 12 203 19.31 50 996 80.69 63 199

Seruyan 27 168 19.42 112 763 80.58 139 931

Katingan 35 360 24.15 111 079 75.85 146 439

Pulang Pisau 15 649 13.03 104 413 86.97 120 062

Gunung Mas 20 383 21.02 76 607 78.98 96 990

Barito Timur 24 788 25.46 72 584 74.54 97 372

Murung Raya 14 436 14.90 82 421 85.10 96 857

Kota Palangka Raya 200 608 90.79 20 354 9.21 220 962

Kalimantan Tengah 740 256 33.46 1 471 833 66.54 2 212 089

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)

4.2.3 Luas Wilayah

Provinsi Kalimantan Tengah Memiliki luas 153 564 km2 atau 28.47 % dari

luas wilayah Kalimantan Indonesia. Provinsi ini terbagi lagi menjadi 14 daerah setingkat kabupaten / kota. Kota Palangka Raya merupakan Daerah Tingkat II

dengan luas terkecil yang hanya memiliki luas 2 400 km2 atau 1.56 % dari seluruh

luas wilayah Kalimantan Tengah, sedangkan Kabupaten Murung Raya merupakan

Daerah Tingkat II dengan luas terbesar atau mencapai 23 700 km2 atau mencapai

15.43 % dari luas keseluruhan. Luas daerah kabupaten / kota dan persentase

terhadap luas provinsi tertera pada Tabel 12.

Tabel 12 Luas wilayah Kalimantan Tengah menurut kabupaten / kota dan

ibukotanya tahun 2010

Kabuapten / Kota Luas Area (km2) Ibu Kota

Kotawaringin Barat 10 759

Pangkalan Bun

Kotawaringin Timur 16 496

Sampit

Kapuas 14 999

Kuala Kapuas

Barito Selatan 8 830

Buntok

Barito Utara 8 300

Muara Teweh

Sukamara 3 827

Sukamara

Lamandau 6 414

Nanga Bulik

Seruyan 16 404

Kuala Pembuang

Katingan 17 800

Kasongan

Pulang Pisau 8 997

Pulang Pisau

Gunung Mas 10 804

Kuala Kurun

Barito Timur 3 834

Tamiang Layang

Murung Raya 23 700

Puruk Cahu

Palangka Raya 2 400

Palangka Raya

Kalimantan Tengah 153 564 Palangka Raya

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)

4.2.4 Topografi

Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah terdiri atas daerah pantai dan rawa -

rawa dengan ketinggian 0 - 50 m dari permukaan laut dengan kemiringan

0 % - 8_%, daerah perbukitan dengan ketinggian 50 - 100 m dengan ketinggian

rata - rata 25%. Daerah pantai dan rawa - rawa umumnya banyak ditemukan di

wilayah bagian Selatan, sementara dataran dan perbukitan berada di wilayah

bagian tengah, sedangkan pegunungan umum dijumpai pada bagian Utara dan

Barat Daya (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).

4.2.5 Penggunaan Lahan

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), total

kawasan budi daya Provinsi Kalimantan Tengah mencapai 12 898 263.43 ha,

sisanya berupa kawasan lindung yang mencapai luasan 2 456 598.39 ha. Luas wilayah berdasarkan rencana tata ruang wilayah Provinsi Kalimantan Tengah

tertera pada Tabel 13.

Tabel 13 Luas Wilayah Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

(RTRWP) tahun 2010

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Luas Wilayah (ha)

A. Kawasan Hutan Lindung

1 Hutan Lindung (HL) 766 392.06

2 Cagar Alam (CA) 235 079.45

3 Taman Wisata (TW) 19 142.61

4 Taman Nasional (TN) 488 056.29

5 Suaka Marga Satwa (SM) 71 664.71

6 Perlindungan dan Pelestarian Hutan (PPH) 1 628.43

7 Konservasi Magrove (KM) 31 018.40

8 Konservasi Air Hitam (KEAH) 37 225.55

9 Konservasi Flora dan Fauna (KFF) 161 849.04

10 Konservasi Gambut Tebal (KGTB) 253 797.98

11 Konservasi Hidrologi (KH) 185 023.14

12 Kawasan Handil Rakyat (KHR) 59 046.32

13 Perairan 155 716.95

Jumlah A 2 456 598.39

B. Kawasan Budi Daya

1 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 3 784 495.64

2 Hutan Produksi (HP) 4 232 518.38

3 Hutan Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) 2 789 108.09

4 Hutan Kawasan Pemukiman dan Penggunaan Lain (KPPL) 1 920 054.79

5 Hutan Tanaman Industri (HTI) 21 958.04

6 Areal Transmigrasi (T1 & T2) 137 920.13

Jumlah B 12 898 263.43

Jumlah A + B 15 356 700.00

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)

4.3 Kalimantan Selatan

4.3.1 Letak Wilayah

Provinsi Kalimantan Selatan terletak dibagian Tenggara pulau Kalimantan

atau secara geografis terletak di antara garis 10° 21’ 49” hingga 10° 10’ 14”

Lintang Selatan serta di antara 114° 19’ 33” hingga 116° 33’ 28 Bujur Timur.

Batas - batas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan adalah :

� Sebelah Utara : Provinsi Kalimantan Timur

� Sebelah Selatan : Laut Jawa

� Sebelah Timur : Selat Makassar

� Sebelah Barat : Provinsi Kalimantan Tengah

4.3.2 Daerah Administrasi dan Kependudukan

Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2010 terdiri atas 13 (tiga belas)

kabupaten / kota yaitu 11 (sebelas) kabupaten dan 2 (dua) kota. Empat belas kabupaten / kota tersebut terbagi dalam 119 kecamatan yang terdiri atas 1 947

desa / kelurahan. Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Selatan tertera pada Tabel 14 (Badan Pusat Statistik Provinsi

Kalimantan Selatan 2011).

Tabel 14 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di

Kalimantan Selatan tahun 2010

Kabupaten / Kota Ibukota Jumlah

Kecamatan

Jumlah Desa /

Kelurahan

Kab. Tanah laut Pelaihari 11 135

Kab. Kotabaru Kotabaru 20 201

Kab. Banjar Martapura 19 290

Kab. Barito Kuala Marabahan 17 200

Kab. Tapin Rantau 12 133

Kab. Hulu Sungai Selatan Kandangan 11 148

Kab. Hulu Sungai Tengah Barabai 11 169

Kab. Hulu Sungai Utara Amuntai 10 219

Kab. Tabalong Tanjung 12 131

Kab. Tanah Bumbu Batulicin 10 135

Kab. Balangan Paringin 8 152

Kota Banjarmasin Banjarmasin 5 52

Kota Banjarbaru Banjarbaru 5 20

Provinsi Kalimantan Selatan 151 1 985

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan (2011)

Penduduk Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan data sensus penduduk

tahun 2010 mencapai 3 626 616 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk rata - rata pada

tahun 2000 hingga 2010 mencapai angka 1.99 persen / tahun. Sebanyak 1 525 125

jiwa atau 42.05 % penduduk bertempat tinggal di wilayah perkotaan dan sisanya

di daerah perdesaan sebanyak 2 101 491 jiwa atau mencapai 57.95 % dari total

penduduk provinsi tersebut.

4.3.3 Luas Wilayah

Dibandingkan dengan provinsi lain di Kalimantan, Provinsi Kalimantan

Selatan hanya memiliki luas sebesar 37 377.53 km2, atau hanya meliputi 6.98 %

luas Pulau Kalimantan. Daerah Tingkat II yang paling luas di Provinsi Kalimantan Selatan adalah Kabupaten Kotabaru dengan luas 9 422.73 km2, dan Daerah

Tingkat II dengan luas terkecil adalah Kota Banjarmasin dengan luas hanya mencapai 72.67 km2. Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan

di Provinsi Kalimantan Selatan tertera pada Tabel 15. Adapun luas daerah

kabupaten / kota dan persentase terhadap luas Provinsi Kalimantan Selatan tertera

pada Tabel 16 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan 2011).

Tabel 15 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010

Kabupaten / Kota

Klasifikasi Perkotaan / Perdesaan

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

(Jiwa) (%) (Jiwa) (%) (Jiwa)

Tanah Laut 70 271 23.71 226 062 76.29 296 333

Kotabaru 68 643 23.66 221 499 76.34 290 142

Banjar 155 083 30.60 351 756 69.40 506 839

Barito Kuala 58 647 21.24 217 500 78.76 276 147

Tapin 23 643 14.08 144 234 85.92 167 877

Hulu Sungai Selatan 52 474 24.70 160 011 75.30 212 485

Hulu Sungai Tengah 45 820 18.82 197 640 81.18 243 460

Hulu Sungai Utara 57 897 27.67 151 349 72.33 209 246

Tabalong 56 833 26.00 161 787 74.00 218 620

Tanah Bumbu 119 416 44.57 148 513 55.43 267 929

Balangan 11 240 10.00 101 190 90.00 112 430

Kota Banjarmasin 612 849 97.98 12 632 2.02 625 481

Kota Banjarbaru 192 309 96.33 7 318 3.67 199 627

Kalimantan Selatan 1 525 125 42.05 2 101 491 57.95 3 626 616

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan (2011)

Tabel 16 Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas Provinsi

Kalimantan Selatan tahun 2010

Kabupaten / Kota Ibukota Luas (km2) Persentase (%)

Kab. Tanah Laut Pelaihari 3 729.30 9.94

Kab. Kotabaru Kotabaru 9 422.73 25.10

Kab. Banjar Martapura 4 710.97 12.55

Kab. Barito Kuala Marabahan 2 376.22 6.33

Kab. Tapin Rantau 2 174.95 5.79

Kab. Hulu Sungai Selatan Kandangan 1 804.94 4.82

Kab. Hulu Sungai Tengah Barabai 1 472.00 3.92

Kab. Hulu Sungai Utara Amuntai 951.25 2.53

Kab. Tabalong Tanjung 3 599.95 9.59

Kab. Tanah Bumbu Batulicin 5 066.96 13.50

Kab. Balangan Paringin 1 819.75 4.85

Kota Banjarmasin Banjarmasin 72.67 0.19

Kota Banjarbaru Banjarbaru 328.83 0.88

Provinsi Kalimantan Selatan 37 530.52 100.00

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan (2011)

4.3.4 Topografi

Kemiringan tanah dengan 4 kelas klasifikasi menunjukkan bahwa sebesar

43,05 % wilayah Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai kemiringan tanah 0 - 2 %. Rincian luas menurut kemiringan adalah sebagai berikut :

� 0 - 2 % : 1 615 630 ha ( 43.05 % )

� > 2 - 15 % : 1 192 545 ha ( 31.87 % )

� > 15 - 40 % : 713 682 ha ( 19.02 % )

� > 40 % : 231 195 ha ( 6.16 % )

Adapun luas wilayah Kalimantan Selatan menurut kelas ketinggian yang

dibagi menjadi 6 kelas ketinggian menunjukkan wilayah Kalimantan Selatan

sebagian besar berada pada kelas ketinggian 25 - 100 m di atas permukaan laut

yakni 31.29 %.

4.3.5 Iklim

Kalimantan Selatan secara umum memiliki 2 musim, yaitu : Musim hujan

dan Musim kemarau. Musim hujan biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai

dengan Mei, pada waktu itu angin bertiup dari arah Timur Laut, kecepatan angin

rata - rata bulanan berkisar antara 5 - 6 knot. Pada musim kemarau terjadi pada

Bulan Juni hingga Agustus. Masa peralihan diantara kedua musim tersebut

terdapat musim pancaroba. Salah satu faktor yang mempengaruhi temperatur

udara antara lain oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut

dan jaraknya dari pantai. Data temperatur udara maksimun di daerah Kalimantan Selatan berkisar antara 33.1° C - 35° C, sementara temperatur udara minimun

berkisar antara 22.6° C - 23.8° C Temperatur rata - rata berkisar antara 25.6° C sampai 26.9° C.

Kelembaban udara maksimun di Provinsi Kalimantan Selatan berkisar

antara 96 % - 98 % dan kelembaban minimun berkisar antara 35 % - 58 %,

sedangkan rata - ratanya tiap bulan berada pada kisaran 60 % - 87 %. Curah hujan

disuatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, geografi dan

perputaran / pertemuan arus udara. Curah hujan tertinggi di Provinsi Kalimantan

Selatan umumnya terjadi di Bulan Maret yaitu pada kisaran 420.0 mm - 430.0

mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan September yaitu pada kisaran 70.0 mm - 80.0 mm (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).

4.4 Kalimantan Timur

4.4.1 Letak Wilayah

Provinsi Kalimantan Timur terletak disebelah timur pulau Kalimantan atau

di antara garis 4° 24’ Lintang Utara hingga 2° 25’ Lintang Selatan serta di antara

113° 44’ hingga 119° 00’ Bujur Timur.

Adapun batas - batas wilayah Provinsi Kalimantan Timur adalah :

� Sebelah Utara : Negara Bagian Malaysia Sabah

� Sebelah Selatan : Provinsi Kalimantan Selatan

� Sebelah Timur : Selat Makassar dan Laut Sulawesi

� Sebelah Barat : Provinsi Kalimantan Barat Kalimantan Tengah dan

Negara Bagian Malaysia Sarawak

4.4.2 Daerah Administrasi dan Kependudukan

Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2010 terdiri atas 14 (empat belas)

daerah tingkat II terbagi atas 136 kecamatan yang terdiri atas 1 445 desa / kelurahan. Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di

Kalimantan Timur tertera pada Tabel 17 (BPS Provinsi Kalimantan Timur 2011).

Tabel 17 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di

Kalimantan Timur tahun 2010

Kabupaten / Kota Ibu Kota Jumlah

Kecamatan

Jumlah Desa /

Kelurahan

Paser Tanah Grogot 10 130

Kutai Barat Sendawar 21 238

Kutai Kartanegara Tenggarong 18 227

Kutai Timur Sangatta 18 135

Berau Tanjung Redeb 13 107

Penajam Paser Utara Penajam 4 54

Kota Balikpapan Balikpapan 5 27

Kota Samarinda Samarinda 6 53

Kota Bontang Bontang 3 15

Malinau Malinau 12 108

Bulungan Tanjung Selor 10 81

Nunukan Nunukan 9 227

Tana Tidung Tideng Pale 3 23

Kota Tarakan Tarakan 4 20

Kalimantan Timur 136 1 445

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)

Penduduk Provinsi Kalimantan Timur yang terbagi atas 14 daerah

kabupaten / kota berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010 mencapai 3 553 143 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk rata - rata pada tahun 2000 hingga

2010 mencapai angka 3.81 persen / tahun. Sebanyak 2 205 725 jiwa atau 62.08 % penduduk bertempat tinggal di wilayah perkotaan dan sisanya di daerah

perdesaan sebanyak 1 347 418 jiwa atau mencapai 37.92 % dari total penduduk provinsi tersebut. Persentase distribusi penduduk menurut kabupaten / kota

bervariasi dari yang terendah sebesar 0.43 % di Kabupaten Tana Tidung hingga

yang tertinggi sebesar 20.47 % di Kota Samarinda.

4.4.3 Luas Wilayah

Luas Wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang terbagi menjadi 10

(sepuluh) Kabupaten dan 4 (empat) daerah tingkat Kota mencapai 198 441.17

km2. Kota Bontang merupakan daerah di Provinsi Kalimantan Timur dengan luas

wilayah paling kecil yaitu 163.39 km2 atau hanya 0.08 % dari seluruh wilayah

Kalimantan Timur. Daerah terluas dimiliki oleh Kabupaten Malinau yang

mencapai 39 799.88 km2 atau mencapai 20.06 % dari luas total. Jumlah penduduk

menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Kalimantan Timur tertera pada Tabel

18. Berikutnya luas daerah kabupaten / kota terhadap luas Provinsi Kalimantan

Timur tertera pada Tabel 19. (BPS Provinsi Kalimantan Timur 2011).

Tabel 18 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Provinsi

Kalimantan Timur tahun 2010

Kabupaten / Kota

Klasifikasi Perkotaan/Perdesaan

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

(Jiwa) (%) (Jiwa) (%) (Jiwa)

Pasir 80 182 34.81 150 134 65.19 230 316

Kutai Barat 29 159 17.66 135 932 82.34 165 091

Kutai Kartanegara 204 589 32.65 422 091 67.35 626 680

Kutai Timur 103 990 40.68 151 647 59.32 255 637

Berau 89 688 50.08 89 391 49.92 179 079

Penajam Paser Utara 52 339 36.62 90 583 63.38 142 922

Kota Balikpapan 526 508 94.43 31 071 5.57 557 579

Kota Samarinda 685 859 94.28 41 641 5.72 727 500

Kota Bontang 140 238 97.60 3 445 2.40 143 683

Malinau 15 062 24.07 47 518 75.93 62 580

Bulungan 45 350 40.25 67 313 59.75 112 663

Nunukan 53 907 38.28 86 934 61.72 140 841

Tana Tidung 0 0.00 15 202 100.00 15 202

Kota Tarakan 178 854 92.49 14 516 7.51 193 370

Kalimantan Timur 2 205 725 62.09 1 347 418 37 92 3 553 143

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)

Tabel 19 Luas daerah kabupaten / kota terhadap luas Provinsi Kalimantan Timur

tahun 2010

Kabupaten / Kota Ibu Kota Luas Area (km2)

Paser Tanah Grogot 10 936.38

Kutai Barat Sendawar 30 943.79

Kutai Kartanegara Tenggarong 26 326.00

Kutai Timur Sangatta 31 884.59

Berau Tanjung Redeb 22 521.71

Malinau Malinau 39 799.88

Bulungan Tanjung Selor 17 249.61

Nunukan Nunukan 13 875.42

Penajam Paser Utara Penajam 3 209.66

Kota Balikpapan Balikpapan 560.70

Kota Samarinda Samarinda 718.23

Kota Tarakan Tarakan 251.81

Kota Bontang Bontang 163.39

Kalimantan Timur 198 441.17

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)

4.4.4 Topografi

Kemiringan tanah dengan 4 kelas klasifikasi menunjukkan bahwa sebesar

55.08 % wilayah Provinsi Kalimantan Timur mempunyai kemiringan tanah > 40 %. Rincian luas menurut kemiringan adalah sebagai berikut :

� 0 - 2 % : 2 093 677 ha ( 10.45 % )

� > 2 - 15 % : 2 431 802 ha ( 12.14 % )

� > 15 - 40 % : 4 476 122 ha ( 22.34 % )

� > 40 % : 11 037 899 ha ( 55.08 % )

Adapun luas wilayah menurut kelas lereng / kemiringan dan kabupaten / kota di

Provinsi Kalimantan Timur tertera pada Tabel 20.

Tabel 20 Luas wilayah menurut kelas lereng / kemiringan dan kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010

Kabupaten / Kota Kelas Lereng / Kemiringan

Jumlah 0 - 2 % 2 - 15 % 15 - 40 % > 40 %

1 Paser 259 677 228 899 152 548 436 516 1 077 640

2 Kutai Barat 170 100 436 500 987 185 1 569 085 3 162 870

3 Kutai Kartanegara 591 191 812 265 702 116 506 118 2 611 690

4 Kutai Timur 215 100 261 900 1 276 130 1 676 130 3 429 260

5 Berau 118 964 311 306 467 911 1 225 819 2 124 000

6 Malinau 13 500 72 500 257 400 3 855 640 4 199 040

7 Bulungan 381 429 247 007 278 348 652 006 1 558 790

8 Nunukan 294 300 12 600 88 200 996 690 1 391 790

9 Penajam Paser Utara 29 700 31 500 184 818 67 542 313 560

10 Balikpapan 7 050 3 325 21 306 18 650 50 331

11 Samarinda 25 987 18 275 17 860 9 678 71 800

12 Tarakan 6 120 1 950 17 010 - 25 080

13 Bontang 3 807 2 543 3 839 4 591 14 780

Jumlah 2 093 677 2 431 802 4 476 122 11 037 899 20 030 631

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)

4.4.4 Iklim

Kalimantan Timur seperti wilayah lain di Indonesia yang berada

pada/dekat dengan garis khatulistiwa memiliki iklim tropis dan mempunyai dua

musim yaitu kemarau dan penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan

Mei sampai dengan bulan Oktober, sedang musim penghujan terjadi pada bulan

Nopember sampai dengan bulan April. Kondisi ini selain disebabkan oleh posisi

Kalimantan Timur juga dipegaruhi oleh angin Muson, yaitu angin Muson Barat

Nopember - April dan angin Muson Timur Mei - Oktober. Namun berkaitan dengan perubahan iklim global pada kurun waktu beberapa tahun terakhir, periode

maupun jangka waktu musim kemarau dan penghujan menjadi kurang teratur (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur 2011).

Secara umum Kalimantan Timur beriklim panas dengan suhu udara pada

tahun 2010 berkisar dari 21.3º C sampai dengan 36.2 º C, sedangkan curah hujan

di daerah Kalimantan Timur sangat beragam menurut bulan dan letak stasiun

pengamat. Adapun catatan curah hujan rata - rata tahun 2010 menurut stasiun

dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Rata - rata suhu udara, kelembaban, tekanan udara, kecepatan angin dan

curah hujan bulanan melalui stasiun Samarinda, Balikpapan, Tarakan, Tanjung Selor, Tanjung Redeb dan Nunukan tahun 2010

Uraian Stasiun

Samarinda Balikpapan Tarakan

1 Suhu Udara (°C) 27.30 26.90 27.00

- Minimum 23.80 22.90 23.90

- Maksimum 32.90 33.70 30.60

2 Kelembaban Udara (%) 82.00 89.00 87.00

3 Tekanan Udara (mb) 1 011.30 1 010.00 1 010.80

4 Kecepatan Angin (Knot) 3.00 5.00 5.00

5 Curah Hujan (mm) 249.20 245.70 345.20

6 Penyinaran Matahari (mm) 39.00 44.00 43.00

Tabel 21 (Lanjutan)

Uraian Stasiun

Tanjung Selor Tanjung Redeb Nunukan

1 Suhu Udara (°C) 27.10 26.70 27.10

- Minimum 23.90 23.40 22.70

- Maksimum 32.40 32.30 31.00

2 Kelembaban Udara (%) 84.00 87.00 85.00

3 Tekanan Udara (mb) 1 010.50 1 010.50 1 008.40

4 Kecepatan Angin (Knot) 4.00 5.00 3.00

5 Curah Hujan (mm) 294.80 188.40 259.80

6 Penyinaran Matahari (mm) 48.00 56.00 56.00

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengelompokan (Clustering) Kualitas Lingkungan Kota - Kota Sedang

dan Kecil di Kalimantan

Setiap kota sedang maupun kota kecil di Kalimantan pada dasarnya

masing - masing memiliki karakteristik yang berbeda bila dilihat dari berbagai

macam aspek yang dimiliki. Aspek - aspek tersebut dapat mencakup posisi kota

tersebut berada, keadaan masyarakat yang menempati, infrastuktur berupa fasilitas

umum yang dimiliki, sektor utama penggerak perekonomian yang ada, maupun

kondisi lingkungan hidup setempat. Aspek - aspek tersebut dapat pula disebut sebagai penciri bagi suatu kota. Namun bila dilihat secara lebih teliti, bisa

didapatkan dua atau lebih kota yang memiliki kemiripan dalam beberapa aspek.

Kemiripan yang dimiliki oleh dua atau lebih kota tersebut dapat digunakan untuk

mengelompokkan kota - kota yang memiliki karakteristik sama, atau lebih lanjut

dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar / kecil kemiripan antar kota -

kota yang berada pada satu kluster atau di luar kluster.

Pengelompokan kota bila dilihat melalui sudut pandang makro, dapat

mempermudah proses analisis maupun penyusunan kebijakan bagi kota - kota yang menjadi obyek tersebut. Kemiripan yang tinggi pada dua kota berbeda

menunjukkan besarnya peluang hasil analisis pada suatu aspek yang dilakukan pada kota pertama akan memiliki kesamaan bila dilakukan pada kota kedua.

Kesesuaian dalam penentuan kebijakan yang dilakukan pada kota pertama tentu

juga dapat menggambarkan besarnya peluang sama terjadi pada kota kedua.

Sementara untuk kota - kota yang tidak memiliki kemiripan dalam berbagai aspek

perlu dilakukan analisis maupun penyusunan kebijakan yang berbeda pula.

Keadaan di atas menunjukkan pentingnya dilakukan analisis yang dapat

mengelompokkan kota - kota dengan karakteristik yang serupa.

Aspek kondisi lingkungan dalam penelitian ini dipilih sebagai dasar dalam proses pengelompokan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan. Kota - kota

dengan kondisi kualitas lingkungan serupa digabungkan dalam kluster yang sama. Disamping itu, dilakukan pula perhitungan secara kuantitatif untuk mendapatkan

tingkat kemiripan atau ketidakmiripan satu kota terhadap kota lainnya. Hasil

analisis memberikan informasi ukuran tingkat kemiripan antar kota melalui

pendekatan jarak. Jarak digunakan sebagai ukuran pembeda suatu kota terhadap

kota lain baik di dalam atau di luar kluster. Semakin besar nilai jarak suatu kota

semakin rendah kemiripan kota tersebut dengan kota lainnya, sebaliknya semakin

kecil nilai jarak suatu kota semakin tinggi kemiripan kota tersebut dengan kota

lainnya. Bentuk pengelompokan maupun jarak dalam analisis gerombol umumnya

digambarkan dengan diagram berupa dendogram.

Melalui analisis yang dilakukan pada 47 kota sedang dan kecil di Kalimantan, diambil 5 (lima) kategori kluster. Adapun pengelompokan tersebut

didapatkan pada jarak ambang 203.88. Jarak ambang menunjukkan nilai

maksimum pembeda kota - kota yang menjadi anggota dalam suatu kluster.

Dendogram yang menggambarkan struktur dan jarak ambang pengelompokan

kota sedang dan kecil di Kalimantan ditunjukkan pada Lampiran 2.

Dalam analisis gerombol, jarak digunakan untuk menggambarkan tingkat

kemiripan kota - kota yang menjadi anggota masing - masing kluster secara

umum, namun belum dapat menggambarkan tingkat kemiripan kota - kota secara

rinci. Untuk memperoleh tingkat kemiripan kota - kota secara rinci, digunakan

nilai tengah (means). Dalam analisis gerombol, nilai tengah variabel - variabel

indikator kualitas lingkungan merupakan titik pusat atau centroid yang mewakili

anggota kluster kota yang berada di dalamnya serta sebagai pembeda antara

kluster satu dengan lainnya. Adapun nilai tengah untuk masing - masing variabel

dapat dilihat pada Tabel 22.

Variabel - variabel indikator kualitas lingkungan merupakan variabel -

variabel yang bersifat saling bebas atau memiliki dimensi yang saling berbeda

satu sama lain, namun variabel - variabel tersebut memiliki rentang nilai yang

sama yaitu 0 - 100. Oleh sebab itu dimungkinkan untuk mendapatkan gambaran

umum tiap anggota kluster melalui perhitungan nilai rata - rata variabel - variabel

tersebut tanpa melalui proses normalisasi. Melalui perhitungan nilai rata - rata

variabel - variabel indikator kualitas lingkungan untuk kluster 1, 2, 3, 4 dan 5

didapatkan nilai masing - masing 67.22, 54.82, 43.91, 34.80 dan 18.69, atau dapat

dituliskan :

x1 > x2 > x3 > x4 > x5

keterangan :

x1 = nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 1

x2 = nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 2 x3 = nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 3

x4 = nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 4

x5 = nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 5

Kondisi ini menggambarkan bahwa secara umum kota - kota anggota kluster 1 memiliki kualitas lingkungan lebih baik dibandingkan dengan kota - kota

anggota kluster 2, 3, 4 dan 5. Kota - kota anggota kluster 2 memiliki kualitas lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan kota - kota anggota kluster 1,

namun lebih baik dibandingkan dengan kota - kota anggota kluster 3, 4 dan 5. Kota - kota anggota kluster 3 memiliki kualitas lingkungan lebih rendah

dibandingkan dengan kota - kota anggota kluster 1 dan 2, namun lebih baik dibandingkan dengan kota - kota anggota kluster 4 dan 5. Kota - kota anggota

kluster 4 memiliki kualitas lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan kota -

kota anggota kluster 1, 2 dan 3, namun lebih baik dibandingkan dengan kota -

kota anggota kluster 5. Karena itu secara berurutan untuk kluster 1, 2, 3, 4 dan 5

masing - masing dinotasikan sebagai kelompok kota dengan kategori “sangat

baik”, “baik”, “cukup”, “buruk” dan “sangat buruk”. Distribusi nilai tengah yang

menunjukkan perbandingan masing - masing kluster diilustrasikan pada

Gambar 6.

Kota - kota anggota kelompok kluster 1 dengan kategori “sangat baik”,

kluster 2 dengan kategori “baik”, kluster 3 dengan kategori “cukup”, kluster 4 dengan kategori “buruk” dan kluster 5 dengan kategori “sangat buruk”, masing -

masing seperti pada Tabel 23, 24, 25, 26 dan 27.

Pembagian kluster kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kategori “sangat baik”, “baik”, “cukup”, “buruk” dan “sangat buruk” secara

spasial ditunjukkan pada Gambar 7.

Tabel 22 Nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan pada tiap

kluster kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010

No Variabel

Kluster 1

Kategori “Sangat

Baik”

Kluster 2 Kategori

“Baik”

Kluster 3 Kategori

“Cukup”

Kluster 4 Kategori

“Buruk”

Kluster 5

Kategori “Sangat

Buruk”

1 Kebersihan Kawasan Permukiman 71.41 61.90 57.64 53.24 51.67

2 Sebaran Peneduh Kawasan Permukiman 67.69 62.31 59.09 55.49 45.94

3 Kebersihan Kawasan Pasar 67.57 53.45 52.79 34.11 30.83

4 Sebaran Peneduh Kawasan Pasar 55.90 33.04 27.58 19.28 18.96

5 Sebaran Peneduh Kawasan Taman Kota 74.17 67.74 70.26 59.39 0.00

6 Kebersihan Kawasan Taman Kota 75.74 72.86 67.16 48.59 0.00

7 Pengendalian Pencemaran TPA 64.35 40.90 2.63 3.03 0.00

8 Pengelolaan Sampah TPA 59.03 40.48 11.54 7.61 4.17

9 Penghijauan Kawasan TPA 69.17 60.71 46.49 32.42 16.67

Nilai rata - rata 67.22 54.82 43.91 34.80 18.69

Gambar 6 Grafik nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan

pada tiap kluster kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

Nil

ai I

ndik

ato

r

Variabel - variabel indikator kualitas lingkungan

Kluster 1

Kategori

“Sangat

Baik”

Kluster 2

Kategori

“Baik”

Kluster 3

Kategori

“Cukup”

Kluster 4 Kategori

“Buruk”

Kluster 5 Kategori

“Sangat

Buruk”

Gam

bar

7 P

eta

dis

trib

usi

klu

ster

ber

das

ark

an k

on

dis

i li

ngk

un

gan

ko

ta s

edan

g d

an k

ecil

di

Kal

iman

tan

tah

un 2

01

0

Tabel 23 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 1 di Kalimantan tahun

2010 dengan kategori “sangat baik”

No Kota Kabupaten / Kota Provinsi

1 Banjarbaru Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan

2 Barabai Kab. Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan

3 Pangkalan Bun Kab. Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah

4 Sampit Kab. Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah

5 Bontang Kota Bontang Kalimantan Timur

6 Tarakan Kota Tarakan Kalimantan Timur

Tabel 24 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 2 di Kalimantan tahun

2010 dengan kategori “baik”

No Kota Kabupaten / Kota Provinsi

1 Ngabang Kab. Landak Kalimantan Barat

2 Singkawang Kota Singkawang Kalimantan Barat

3 Sintang Kab. Sintang Kalimantan Barat

4 Amuntai Kab. Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan

5 Pelaihari Kab. Tanah Laut Kalimantan Selatan

6 Kuala Kapuas Kab. Kapuas Kalimantan Tengah

7 Tanah Grogot Kab. Paser Kalimantan Timur

Tabel 25 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 3 di Kalimantan tahun

2010 dengan kategori “cukup”

No Kota Kabupaten / Kota Provinsi

1 Ketapang Kab. Ketapang Kalimantan Barat

2 Mempawah Kab. Pontianak Kalimantan Barat

3 Nanga Pinoh Kab. Melawi Kalimantan Barat

4 Putussibau Kab. Kapuas Hulu Kalimantan Barat

5 Sanggau Kab. Sanggau Kalimantan Barat

6 Sekadau Kab. Sekadau Kalimantan Barat

7 Batulicin Kab. Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

8 Martapura Kab. Banjar Kalimantan Selatan

9 Paringin Kab. Balangan Kalimantan Selatan

10 Tanjung Kab. Tabalong Kalimantan Selatan

11 Buntok Kab. Barito Selatan Kalimantan Tengah

12 Nanga Bulik Kab. Lamandau Kalimantan Tengah

13 Sukamara Kab. Sukamara Kalimantan Tengah

14 Malinau Kab. Malinau Kalimantan Timur

15 Nunukan Kab. Nunukan Kalimantan Timur

16 Penajam Kab. Penajam Paser Utara Kalimantan Timur

17 Sangatta Kab. Kutai Timur Kalimantan Timur

18 Tanjung Redeb Kab. Berau Kalimantan Timur

19 Tanjung Selor Kab. Bulungan Kalimantan Timur

Tabel 26 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 4 di Kalimantan tahun 2010 dengan kategori “buruk”

No Kota Kabupaten / Kota Provinsi

1 Bengkayang Kab. Bengkayang Kalimantan Barat

2 Sambas Kab. Sambas Kalimantan Barat

3 Kandangan Kab. Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan

4 Kotabaru Kab. Kotabaru Kalimantan Selatan

5 Marabahan Kab. Barito Kuala Kalimantan Selatan

6 Rantau Kab. Tapin Kalimantan Selatan

7 Kasongan Kab. Katingan Kalimantan Tengah

8 Kuala Kurun Kab. Gunung Mas Kalimantan Tengah

9 Muara Teweh Kab. Barito Utara Kalimantan Tengah

10 Pulang Pisau Kab. Pulang Pisau Kalimantan Tengah

11 Tenggarong Kab. Kutai Kartanegara Kalimantan Timur

Tabel 27 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 5 di Kalimantan tahun

2010 dengan kategori “sangat buruk”

No Kota Kabupaten / Kota Provinsi

1 Kuala Pembuang Kab. Seruyan Kalimantan Tengah

2 Puruk Cahu Kab. Murung Raya Kalimantan Tengah

3 Tamiyang Layang Kab. Barito Timur Kalimantan Tengah

4 Sendawar Kab. Kutai Barat Kalimantan Timur

Berdasarkan Tabel 23, 24, 25, 26 dan 27, diketahui persentase distribusi

kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kluster. Hasil analisis menunjukkan terdapat 6 kota atau 12.77 % kota sedang dan kecil di Kalimantan

termasuk dalam kluster 1 atau kategori “sangat baik”, 7 kota atau 14.89 % termasuk dalam kluster 2 atau kategori “baik”, proporsi terbesar sebanyak 19 kota

atau 40.43 % kota termasuk kluster 3 atau kategori “cukup”, 11 kota atau 23.40 % termasuk dalam kluster 4 atau kategori “buruk” dan sisanya 4 kota atau 8.51 %

kota termasuk kluster 5 atau kategori “sangat buruk”. Persentase distribusi kota -

kota sedang dan kecil dalam bentuk diagram pada masing - masing kluster tertera

pada Gambar 8.

Gambar 8 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil

pada masing - masing kelompok di Kalimantan tahun 2010

12.77%

14.89%

40.43%

23.40%

8.51%

Kluster 1

Kluster 2

Kluster 3

Kluster 4

Kluster 5

Wilayah Kalimantan terbagi atas 4 (empat) provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan

Timur. Jumlah kota - kota sedang dan kecil masing - masing provinsi di Kalimantan untuk kluster 1, 2, 3, 4 dan 5 ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9 Diagram jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada

masing - masing kelompok untuk tiap provinsi di Kalimantan tahun

2010

Pembagian kluster kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan untuk

masing - masing provinsi berdasarkan kategori “sangat baik”, “baik”, “cukup”, “buruk” dan “sangat buruk” secara spasial ditunjukkan Gambar 10, 11, 12 dan 13.

Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing

kluster untuk Provinsi Kalimantan Barat pada Gambar 10, sebanyak 3 atau

27.27_% kota ada pada kategori “baik”, 6 atau 54.55 % kota ada pada kategori “sedang” dan selebihnya 2 atau 18.18 % kota ada pada kategori “buruk”. Tidak

terdapat kota di Provinsi Kalimantan Barat yang berada pada kategori “sangat baik” atau “sangat buruk”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil

tersebut dalam bentuk diagram pada masing - masing kluster tertera pada Gambar 14.

Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing

kluster untuk Provinsi Kalimantan Selatan pada Gambar 11, sebanyak 2 atau 16.67 % kota ada pada kategori “sangat baik”, 2 atau 16.67 % kota ada pada

kategori “baik”, 4 atau 33.33 % kota ada pada kategori “sedang” dan selebihnya 4 atau 33.33 % kota ada pada kategori “buruk”. Tidak terdapat kota di Provinsi

Kalimantan Selatan yang berada pada kategori “sangat buruk”. Persentase

distribusi kota - kota sedang dan kecil tersebut dalam bentuk diagram pada

masing - masing kluster tertera pada Gambar 15.

0

1

2

3

4

5

6

7

Kalimantan

Barat

Kalimantan

Selatan

Kalimantan

Tengah

Kalimantan

Timur

0

2 2 2

3

2

1 1

6

4

3

6

2

4 4

1

0 0

3

1

Ju

mla

h K

ota

Provinsi

Kluster 1

Kluster 2

Kluster 3

Kluster 4

Kluster 5

Gam

bar

10

Pet

a d

istr

ibu

si k

lust

er b

erd

asar

kan

kon

dis

i li

ng

ku

ng

an k

ota

sed

ang

dan

kec

il d

i P

rov

insi

Kal

iman

tan

Bar

at t

ahun

201

0

Gam

bar

11

Pet

a dis

trib

usi

klu

ster

ber

das

ark

an k

ond

isi

ling

ku

ng

an k

ota

sed

ang

dan

kec

il d

i P

rov

insi

Kal

iman

tan

Sel

atan

tah

un

20

10

Gam

bar

12 P

eta

dis

trib

usi

klu

ster

ber

das

ark

an k

ond

isi

lin

gk

un

gan

ko

ta s

edan

g d

an k

ecil

di

Pro

vin

si K

alim

anta

n T

eng

ah t

ahun

2010

Gam

bar

13

Pet

a dis

trib

usi

klu

ster

ber

das

ark

an k

ond

isi

lin

gk

un

gan

ko

ta s

edan

g d

an k

ecil

di

Pro

vin

si K

alim

anta

n T

imu

r ta

hun

20

10

Gambar 14 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil

pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Barat tahun

2010

Gambar 15 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil

pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Selatan tahun

2010

Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kluster untuk Provinsi Kalimantan Tengah pada Gambar 12, sebanyak 2 atau

15.38 % kota ada pada kategori “sangat baik”, 1 atau 7.69 % kota ada pada kategori “baik”, 3 atau 23.08 % kota ada pada kategori “sedang”, 4 atau 30.77 %

kota ada pada kategori “buruk” dan selebihnya 3 atau 23.08 % kota ada pada

kategori “sanat buruk”. Kondisi ini menunjukkan bahwa kota - kota yang berada

di Provinsi Kalimantan Tengah mendominasi kluster 4 dan 5 atau kategori

“buruk” dan “sangat buruk”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil di

Provinsi Kalimantan Tengah dalam bentuk diagram pada masing - masing kluster

tertera pada Gambar 16.

Gambar 16 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil

pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Tengah

tahun 2010

27.27%

54.55%

18.18%Kluster 1

Kluster 2

Kluster 3

Kluster 4

Kluster 5

16.67%

16.67%

33.33%

33.33%Kluster 1

Kluster 2

Kluster 3

Kluster 4

Kluster 5

15.38%

7.69%

23.08%30.77%

23.08%Kluster 1

Kluster 2

Kluster 3

Kluster 4

Kluster 5

Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kluster untuk Provinsi Kalimantan Timur pada Gambar 13, sebanyak 2 atau

18.18 % kota ada pada kategori “sangat baik”, 1 atau 9.09 % kota ada pada kategori “baik”, 6 atau 54.55 % kota ada pada kategori “sedang”, 1 atau 9.09 %

kota ada pada kategori “buruk” dan selebihnya 1 atau 9.09 % kota ada pada kategori “sangat buruk”. Kondisi ini menunjukkan kota - kota di Provinsi

Kalimantan Timur dominan berada pada kluster 3 atau kategori “sedang”.

Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil tersebut dalam bentuk diagram

pada masing - masing kluster tertera pada Gambar 17.

Gambar 17 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil

pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Timur tahun

2010

Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kluster pada Gambar 9, diketahui terdapat kemiripan distribusi jumlah kota pada

Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, yaitu terjadi kecenderungan kota - kota pada kedua provinsi tersebut berada pada kategori “sedang”.

Selanjutnya untuk Provinsi Kalimantan Selatan terlihat kota - kota sedang dan kecil hanya berada pada kluster 1 hingga 4, tidak terdapat kota pada provinsi ini

yang berada pada kluster 5 atau kategori “sangat buruk”. Kondisi tersebut

menunjukkan bahwa hampir seluruh kota sedang dan kecil di Kalimantan tidak

didominasi oleh kota - kota dengan kategori “buruk” dan “sangat buruk”, kecuali

kota - kota yang berada di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah cenderung menempati kluster 4 dan 5 yaitu

sebanyak 7 kota atau 53.85 % kota ada pada kategori “buruk” dan “sangat buruk”. Keadaan ini menggambarkan adanya kecenderungan pengelolaan kebersihan dan

tanaman peneduh kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah masih lebih rendah dibandingkan dengan ketiga provinsi lainnya di Kalimantan.

Kualitas lingkungan suatu wilayah perkotaan secara alami akan menurun

sejalan dengan meningkatnya aktivitas masyarakat yang mendiami wilayah

perkotaan tersebut. Kondisi serupa juga dialami oleh kota - kota sedang dan kecil

di Kalimantan Tengah. Untuk mengantisipasi penurunan kualitas lingkungan

hidup wilayah perkotaan perlu dilakukan upaya - upaya pengendalian dampak

lingkungan yang timbul akibat aktivitas masayarakat. Upaya - upaya pengendalian

dampak tersebut dapat dilakukan melalui program dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten / kota, baik yang bersifat fisik

maupun non fisik. Semakin intensif pelaksanaan program dan kegiatan pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten / kota semakin kecil

dampak negatif yang terjadi pada lingkungan, sebaliknya semakin kurang intensif pelaksanaan program dan kegiatan pengendalian semakin besar pula dampaknya.

18.18%

9.09%

54.55%

9.09%9.09%

Kluster 1

Kluster 2

Kluster 3

Kluster 4

Kluster 5

Tinggi atau rendahnya intensitas pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan di suatu wilayah berhubungan dengan kondisi ekonomi di suatu

wilayah. Bentuk pendekatan yang umum digunakan untuk melihat kondisi ekonomi suatu wilayah adalah dengan melihat Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) wilayah tersebut. PDRB merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah dalam suatu periode tertentu, baik

atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya

merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam

suatu daerah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang

dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah.

Dengan menggunakan pendekatan pengeluaran konsumsi pemerintah dalam PDRB, dapat diketahui kondisi ekonomi suatu wilayah. Kondisi ekonomi

suatu wilayah dapat dianalogikan dengan tingkat pengeluaran pemerintah dalam pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan secara umum, termasuk

didalamnya program dan kegiatan yang berhubungan dengan pengendalian kualitas lingkungan wilayah perkotaan. Oleh sebab itu, PDRB dapat digunakan

sebagai perbandingan kondisi ekonomi antar wilayah. Kondisi ekonomi rata - rata kabupaten / kota pada masing - masing provinsi di Kalimantan berdasarkan

perbandingan PDRB atas dasar harga berlaku menurut provinsi di Kalimantan

tahun 2010 tertera pada Tabel 28 dan Gambar 18.

Tabel 28 Perbandingan PDRB pengeluaran pemerintah atas dasar harga berlaku menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010

Provinsi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

(Jutaan Rupiah)

Kalimantan Barat 10 537 261.05

Kalimantan Selatan 12 141 099.72

Kalimantan Tengah 7 034 052.01

Kalimantan Timur 17 889 042.94

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)

Gambar 18 Perbandingan PDRB pengeluaran pemerintah atas dasar harga berlaku

menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010

0

5 000 000

10 000 000

15 000 000

20 000 000

Kalimantan

Barat

Kalimantan

Selatan

Kalimantan

Tengah

Kalimantan

Timur

PD

RB

Ata

s D

asar

Har

ga B

erla

ku

Provinsi

PDRB Atas

Dasar Harga

Berlaku

(Jutaan Rupiah)

Tabel 28 menunjukkan belanja pengeluaran Pemerintah Provinsi

Kalimantan Tengah lebih rendah dibandingkan dengan provinsi lain di

Kalimantan. Nilai yang lebih rendah tersebut juga menunjukkan nilai alokasi

anggaran untuk program dan kegiatan pembangunan kawasan urban di Provinsi

Kalimantan Tengah secara umum lebih rendah dibandingkan dengan kawasan

urban provinsi lain di Kalimantan. Oleh sebab itu, rendahnya tingkat ekonomi

wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang digambarkan oleh PDRB pengeluaran

pemerintah provinsi ini, dapat menjadi penyebab kota - kota di Kalimantan

Tengah mendominasi kluster 3 atau berada pada kategori “buruk”.

5.2 Analisis Pengaruh Variabel - Variabel Kualitas Lingkungan Kota Sedang

dan Kecil di Kalimantan

Kualitas lingkungan hidup suatu kota merupakan gambaran atau

representasi dari kondisi fisik komponen - komponen makhluk hidup dan tidak hidup yang menjadi bagian lingkungan kota itu sendiri. Bila komponen -

komponen tersebut secara umum dalam kondisi baik maka kualitas lingkungan akan baik pula, sebaliknya bila komponen - komponen tersebut secara umum

dalam kondisi tidak baik maka kualitas lingkungan kota atau kawasan tersebut

bisa dikatakan buruk. Demikian pula dalam penelitian ini hasil analisis kualitas

lingkungan suatu kota akan ditentukan oleh nilai dari komponen - komponen

wilayah yang menjadi bagian dari kota tersebut.

Nilai variabel - variabel untuk 47 kota sedang dan kecil Kalimantan pada

tahun 2006, 2007, 2008, 2009 dan 2010 ditunjukkan pada Lampiran 1 lebih lanjut

digunakan dalam analisis komponen utama (Principal Component Analysis /

PCA). Adapun variabel - variabel indikator kualitas lingkungan yang ada,

digunakan untuk mewakili nilai dari variabel - variabel dalam PCA. Analisis

yang dilakukan tersebut mencakup variabel - variabel indikator kualitas

lingkungan berupa nilai indeks pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh yang

terdiri atas sub komponen lokasi permukiman, pasar tradisional, taman kota dan

TPA. Dengan jumlah keseluruhan mencapai 9 (sembilan) variabel seperti yang

telah disampaikan sebelumnya. Melalui hasil analisis PCA diperoleh 7 (tujuh)

variabel baru yang mewakili variabel - variabel asal, yaitu Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6 dan Z7 ditunjukkan dalam Tabel 29.

Tabel 29 Hasil perhitungan ragam dari analisis komponen utama

Komponen Utama Eigen value Persentase Ragam (%) Persentase Ragam

Kumulatif (%)

Z1 5.7288 81.84 81.84

Z2 0.4152 5.93 87.77

Z3 0.2979 4.26 92.03

Z4 0.2024 2.89 94.92

Z5 0.1843 2.63 97.55

Z6 0.1033 1.48 99.03

Z7 0.0681 0.97 100.00

Masing - masing komponen utama memiliki eigen value yang

menunjukkan nilai keragaman bagi variabel baru tersebut. Melalui PCA didapatkan pula nilai eigen vector yang mewakili koefisien untuk masing - masing

variabel asal, sehingga dapat digunakan dalam menyusun kombinasi linear dari

komponen utama. Nilai eigen vector ditunjukkan secara langsung pada

Lampiran 3.

Nilai untuk tiap komponen yang dibentuk dihitung dengan melihat nilai

koefisien untuk masing - masing variabel. Sebagai contoh untuk komponen Z1, kombinasi linear yang terbentuk sebagai berikut :

Z1 = 0.48 X1 + 0.42 X2 + 0.50 X3 + 0.49 X4 + 0.54 X5

+ 0.55 X6 + 0. 52 X7 + 0.52 X8 + 0.50 X9

keterangan :

X1 = Variabel kualitas kebersihan kawasan permukiman

X2 = Variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman X3 = Variabel kualitas kebersihan kawasan pasar tradisional

X4 = Variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar tradisional

X5 = Variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan taman kota

X6 = Variabel kualitas kebersihan kawasan taman kota

X7 = Variabel pengendalian pencemaran TPA

X8 = Variabel kualitas pengelolaan sampah TPA X9 = Variabel kualitas penghijauan TPA

Untuk komponen Z2 kombinasi linear yang terbentuk sebagai berikut :

Z2 = 0.33 X1 - 0.31 X2 - 0.46 X3 - 0.15 X4 + 0.36 X5

+ 0.39 X6 - 0. 16 X7 + 0.25 X8 - 0.22 X9

Selanjutnya cara serupa dapat digunakan untuk mendapatkan nilai komponen

utama lainnya (Z3, Z4, Z5, Z6 dan Z7).

Berdasarkan Tabel 29 terlihat bahwa hanya komponen Z1 yang memiliki

eigen value lebih besar dari 1, yaitu 5.7288. Komponen pertama ini (Z1) dapat

menjelaskan 81.84 % keragaman data. Komponen kedua (Z2) memiliki eigen

value 0.4152 dan dapat menjelaskan 5.93 % keragaman. Bersama dengan

komponen pertama (Z1), keduanya merepresentasikan 87.77 % dari keragaman

total seperti terlihat dalam nilai persentase ragam kumulatif. Begitupula

selanjutnya Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6 hingga Z7 dapat merepresentasikan 100 %

keragaman total.

Penentuan jumlah komponen yang akan digunakan sangat subjektif.

Dalam studi ini, jika digunakan komponen Z1 dan Z2 dapat merepresentasikan

87.77 % keragaman total. Namun jika dilihat dengan kriteria nilai eigen value

lebih besar dari 1, hanya dengan menggunakan komponen pertama (Z1) telah

cukup menunjukkan struktur data. Oleh sebab itu komponen - komponen lainnya

yang memiliki proporsi keragaman kecil bisa dianggap tidak penting.

Komponen utama pertama (Z1) merupakan satu - satunya komponen yang

memiliki eigen value ≥ 1. Berdasarkan data koefisien Z1 pada Tabel 29 diketahui

nilai koefisien tertinggi ditunjukkan oleh variabel kualitas kebersihan kawasan

taman kota dan variabel sebaran dan tutupan tajuk taman kota yang masing -

masing nilainya 0.5522 dan 0.5407. Nilai koefisien Z1 terendah ditunjukkan

variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman dan variabel

kualitas kebersihan kawasan permukiman yang masing - masing nilainya 0.4205

dan 0.4756. Kondisi ini menunjukkan variabel - variabel yang berasal dari

komponen lokasi taman kota memiliki pengaruh paling besar dalam menentukan

nilai indeks kualitas lingkungan, sedangkan komponen lokasi permukiman

memiliki pengaruh paling kecil terhadap nilai komponen Z1.

Kondisi di atas menggambarkan kawasan taman kota memiliki pengaruh

paling besar dibandingkan dengan kawasan - kawasan lain dalam menentukan nilai indeks kualitas lingkungan. Taman kota sebagai daerah penyangga perlu

lebih diperhatikan untuk meningkatkan kualitas lingkungan wilayah urban kota kecil dan sedang di Kalimantan.

Melalui proses PCA juga dapat diketahui besar pengaruh satu variabel

terhadap variabel lainnya, sehingga diperoleh bobot atau nilai perbandingan suatu

indikator terhadap indikator lainnya. Besarnya pengaruh atau bobot untuk masing - masing variabel asal tertera pada Tabel 30 dan persentase bobot masing - masing

tertera pada Gambar 19. Berdasarkan Tabel 30 diketahui nilai bobot tertinggi ditunjukkan oleh variabel kualitas kebersihan kawasan taman kota dan variabel

sebaran dan tutupan peneduh taman kota yang masing - masing nilainya 0.1371 dan 0.1332. Nilai terendah ditunjukkan variabel sebaran dan tutupan tajuk

peneduh kawasan permukiman yang masing - masing nilainya 0.0852 dan 0.0855.

Tabel 30 Nilai bobot variabel - variabel komponen kualitas lingkungan kota

sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010

No Variabel - variabel komponen kualitas lingkungan kota Nilai Bobot

1 Kebersihan Kawasan Permukiman 0.0855

2 Sebaran Peneduh Kawasan Permukiman 0.0852

3 Kebersihan Kawasan Pasar 0.1175

4 Sebaran Peneduh Kawasan Pasar 0.0901

5 Sebaran Peneduh Kawasan Taman Kota 0.1332

6 Kebersihan Kawasan Taman Kota 0.1371

7 Pengendalian Pencemaran TPA 0.1295

8 Pengelolaan Sampah TPA 0.1301

9 Penghijauan Kawasan TPA 0.0919

Jumlah 1.0000

Nilai bobot yang didapatkan dari factor loading menunjukkan variabel -

variabel yang berasal dari sub indikator lokasi taman kota memiliki pengaruh paling besar dalam menentukan nilai indeks kualitas lingkungan, sedangkan sub

indikator lokasi permukiman memiliki pengaruh paling kecil terhadap nilai indeks

kualitas lingkungan yang akan diperoleh. Berdasarkan nilai bobot variabel -

variabel komponen kualitas lingkungan tersebut didapatkan indeks kualitas

lingkungan hidup kota seperti tertera pada Lampiran 4. Adapun kategori kualitas

lingkungan hidup kota berdasarkan nilai indeks tahun 2010 tertera pada Tabel 31.

Dengan menggunakan sebaran distribusi normal, nilai indeks kota - kota

sedang dan kecil di Kalimantan dibagi menjadi 5 (lima) kategori seperti pada Gambar 20. Melalui pembagian kategori menggunakan sebaran distribusi normal,

diperoleh selang nilai sebagai berikut :

a. 13.43 - 25.16 Sangat Rendah b. > 25.16 - 36.89 Rendah

c. > 36.89 - 48.63 Sedang d. > 48.63 - 60.36 Tinggi

e. > 60.36 - 72.09 Sangat Tinggi

Gambar 19 Persentase nilai bobot variabel - variabel komponen kualitas

lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010

Gambar 20 Kurva distribusi normal selang nilai indeks kualitas lingkungan dan

jumlah kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 untuk tiap kategori

Pembagian nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang dan kecil di

Kalimantan berdasarkan kategori “sangat tinggi”, “tinggi”, “sedang”, “rendah” dan “sangat rendah” secara spasial ditunjukkan pada Gambar 21.

8.55%

8.52%

11.75%

9.01%

13.32%13.71%

12.95%

13.01%

9.19% Kebersihan Kawasan Permukiman

Sebaran Peneduh Kawasan Permukiman

Kebersihan Kawasan Pasar

Sebaran Peneduh Kawasan Pasar

Sebaran Peneduh Kawasan Taman Kota

Kebersihan Kawasan Taman Kota

Pengendalian Pencemaran TPA

Pengelolaan Sampah TPA

Penghijauan Kawasan TPA

Tabel 31 Kategori kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di

Kalimantan berdasarkan nilai indeks tahun 2010

No Nama Kota Nilai Indeks Kategori Nilai Indeks

1 Bontang 72.09 Sangat Tinggi

2 Pangkalan Bun 69.16 Sangat Tinggi

3 Barabai 69.14 Sangat Tinggi

4 Banjarbaru 66.45 Sangat Tinggi

5 Sampit 64.83 Sangat Tinggi

6 Tarakan 63.17 Sangat Tinggi

7 Kuala Kapuas 58.82 Tinggi

8 Amuntai 58.81 Tinggi

9 Singkawang 56.13 Tinggi

10 Sintang 55.89 Tinggi

11 Ngabang 53.66 Tinggi

12 Tanah Grogot 51.17 Tinggi

13 Pelaihari 50.57 Tinggi

14 Tanjung Redeb 50.20 Tinggi

15 Batulicin 48.64 Tinggi

16 Paringin 46.78 Sedang

17 Martapura 46.74 Sedang

18 Sukamara 46.01 Sedang

19 Ketapang 45.46 Sedang

20 Nanga Bulik 45.11 Sedang

21 Tanjung Selor 44.30 Sedang

22 Sekadau 43.22 Sedang

23 Mempawah 42.87 Sedang

24 Kandangan 41.68 Sedang

25 Buntok 41.56 Sedang

26 Tanjung 41.48 Sedang

27 Penajam 41.45 Sedang

28 Malinau 41.41 Sedang

29 Sanggau 41.05 Sedang

30 Nunukan 40.85 Sedang

31 Nanga Pinoh 40.83 Sedang

32 Tenggarong 40.22 Sedang

33 Sangatta 37.81 Sedang

34 Putussibau 37.42 Sedang

35 Rantau 36.11 Rendah

36 Sambas 35.67 Rendah

37 Marabahan 34.41 Rendah

38 Bengkayang 33.17 Rendah

39 Kotabaru 32.63 Rendah

40 Muara Teweh 31.12 Rendah

41 Kasongan 30.30 Rendah

42 Pulang Pisau 29.27 Rendah

43 Kuala Kurun 28.95 Rendah

44 Sendawar 18.40 Sangat Rendah

45 Puruk Cahu 16.18 Sangat Rendah

46 Tamiyang Layang 14.92 Sangat Rendah

47 Kuala Pembuang 13.43 Sangat Rendah

Gam

bar

21

Pet

a d

istr

ibu

si n

ilai

in

dek

s ku

alit

as l

ing

ku

ng

an k

ota

sed

ang

dan

kec

il d

i K

alim

anta

n t

ahun

201

0

Berdasarkan Tabel 31 diketahui terdapat 6 atau 12.77 % kota dengan kategori nilai indeks kualitas lingkungan “sangat tinggi”, 9 atau 19.15 % kota

dengan kategori “tinggi”, 19 atau 40.43 % kota dengan kategori “sedang” 9 atau 19.15 % kota dengan kategori “rendah” dan 4 atau 8.51 % kota dengan kategori

“sangat rendah”. Adapun secara rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan 47 (empat puluh tujuh) kota di Kalimantan mencapai 43.61 atau pada kategori

“sedang”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan dalam

bentuk diagram pada masing - masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan

kota tertera pada Gambar 22.

Gambar 22 Persentase kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010

Secara rinci pembagian nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang

dan kecil di Kalimantan untuk masing - masing provinsi berdasarkan kategori

“sangat tinggi”, “tinggi”, “sedang”, “rendah” dan “sangat rendah” secara spasial

ditunjukkan pada Gambar 23, 24, 25 dan 26.

Berdasarkan distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang

dan kecil untuk Provinsi Kalimantan Barat pada Gambar 23, diketahui terdapat 3

atau 27.27 % kota ada pada kategori “tinggi”, 6 atau 54.55 % kota ada pada

kategori “sedang” dan 2 atau 18.18 % kota ada pada kategori “rendah”. Persentase

distribusi kota - kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat dalam bentuk

diagram pada masing - masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan kota

tertera pada Gambar 27. Untuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat, tidak dijumpai

kota yang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “sangat tinggi”

dan “sangat rendah”. Secara rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota

di Kalimantan Barat adalah 44.12. Kota Singkawang dengan nilai sebesar 56.13

merupakan kota dengan nilai indeks terbesar di Provinsi Kalimantan Barat,

sementara Kota Bengkayang di Kabupaten Bengkayang dengan nilai 33.17 merupakan kota dengan nilai indeks terrendah di provinsi tersebut. Dengan

mengambil acuan nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang

dan kecil di Kalimantan yang nilainya tidak terpaut jauh berbeda yaitu 43.61,

Provinsi Kalimantan Barat cenderung di dominasi kota - kota dengan kategori

indeks kualitas lingkungan pada kategori “sedang”.

12.77%

19.15%

40.43%

19.15%

8.51%

Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat Rendah

Gam

bar

23 P

eta

dis

trib

usi

nil

ai i

nd

eks

ku

alit

as l

ingk

un

gan

ko

ta s

edan

g d

an k

ecil

di

Pro

vin

si K

alim

anta

n B

arat

tah

un 2

010

Gam

bar

24 P

eta

dis

trib

usi

nil

ai i

nd

eks

ku

alit

as l

ingk

un

gan

ko

ta s

edan

g d

an k

ecil

di

Pro

vin

si K

alim

anta

n S

elat

an t

ahun

201

0

Gam

bar

25

Pet

a d

istr

ibu

si n

ilai

in

dek

s ku

alit

as l

ing

ku

ng

an k

ota

sed

ang

dan

kec

il d

i P

rov

insi

Kal

iman

tan

Ten

gah

tah

un

20

10

Gam

bar

26 P

eta

dis

trib

usi

nil

ai i

nd

eks

ku

alit

as l

ingk

un

gan

ko

ta s

edan

g d

an k

ecil

di

Pro

vin

si K

alim

anta

n T

imu

r ta

hu

n 2

01

0

Gambar 27 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat

berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010

Pada wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, berdasarkan Gambar 24, diketahui terdapat 2 atau 16.67 % kota ada pada kategori “sangat tinggi”, 3 atau

25.00 % kota ada pada kategori “tinggi”, 4 atau 33.33 % kota ada pada kategori “sedang” dan 3 atau 25.00 % kota ada pada kategori “rendah”. Persentase

distribusi kota - kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan dalam bentuk diagram pada masing - masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan

kota tertera pada Gambar 28. Untuk wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, tidak

dijumpai kota yang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori

“sangat rendah”. Kota Barabai di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan nilai

sebesar 69.14 merupakan kota dengan nilai indeks terbesar di Provinsi

Kalimantan Selatan, sementara Kota Kotabaru di Kabupaten Kotabaru dengan

nilai 32.62 merupakan kota dengan nilai indeks terrendah di provinsi tersebut.

Nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan

Selatan mencapai angka 47.79. Nilai tersebut menunjukkan kecenderungan kota -

kota di Kalimantan Selatan di dominasi kota - kota dengan kategori “sedang”,

“tinggi” dan “sangat tinggi”.

Gambar 28 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan

berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010

Pada wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, berdasarkan Gambar 25, diketahui terdapat 2 atau 15.38 % kota ada pada kategori “sangat tinggi”, 1 atau

7.69 % kota ada pada kategori “tinggi”, 3 atau 23.08 % kota ada pada kategori “sedang”, 4 atau 30.77 % kota ada pada kategori “rendah” dan 3 atau 23.08 %

kota ada pada kategori “sangat rendah”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah dalam bentuk diagram pada masing -

masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan kota tertera pada Gambar 29. Kota Pangkalan Bun di Kabupaten Kotawaringin Barat dengan nilai sebesar 69.61

merupakan kota dengan nilai indeks terbesar di Provinsi Kalimantan Tengah,

sementara Kota Kuala Pembuang di Kabupaten Seruyan dengan nilai 13.43

27.27%

54.55%

18.18%

Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat Rendah

16.67%

25.00%

33.33%

25.00%Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat Rendah

merupakan kota dengan nilai indeks terrendah di provinsi tersebut. Secara rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota di Kalimantan Tengah sebesar

37.67 berada di bawah rata - rata nilai indeks di Kalimantan. Kondisi ini menggambarkan terjadinya pengumpulan kota - kota dengan kategori nilai indeks

“rendah” dan “sangat rendah” di Provinsi Kalimantan Tengah.

Gambar 29 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010

Pada wilayah Provinsi Kalimantan Timur, berdasarkan Gambar 26,

diketahui terdapat 2 atau 18.18 % kota ada pada kategori “sangat tinggi”, 2 atau

18.18 % kota ada pada kategori “tinggi”, 6 atau 54.55 % kota ada pada kategori

“sedang”, dan 1 atau 9.09 % kota ada pada kategori “sangat rendah”. Persentase

distribusi kota - kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur dalam

bentuk diagram pada masing - masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan

kota tertera pada Gambar 30. Untuk wilayah Provinsi Kalimantan Timur, tidak dijumpai kota yang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori

“rendah”. Kota Bontang dengan nilai sebesar 72.09 merupakan kota dengan nilai indeks terbesar di Provinsi Kalimantan Timur, sementara Kota Sendawar di

Kabupaten Kutai Barat dengan nilai 32.62 merupakan kota dengan nilai indeks terrendah di provinsi tersebut. Nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota

sedang dan kecil di Kalimantan Timur mencapai angka 45.55. Nilai tersebut menunjukkan kecenderungan kota - kota di Kalimantan Timur di dominasi kota -

kota dengan kategori “sedang”, “tinggi” dan “sangat tinggi”.

Gambar 30 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur

berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010

Untuk dapat menggambarkan kondisi kota - kota di Kalimantan yang

dikelompokkan berdasarkan penetapan wilayah administratif, diambil nilai rata - rata untuk masing - masing provinsi di Kalimantan. Perubahan nilai indeks

kualitas lingkungan rata - rata kota pada masing - masing provinsi sepanjang tahun 2006 hingga 2010 terlihat pada Tabel 32 dan Gambar 31.

15.38%

7.69%

23.08%30.77%

23.08%Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat Rendah

18.18%

18.18%

54.55%

9.09%

Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat Rendah

Berdasarkan Tabel 32 terlihat kota - kota sedang dan kecil yang berada di wilayah Kalimantan Selatan pada rentang waktu tahun 2006 hingga 2010 rata -

rata telah mencapai nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “sedang”, sementara kota - kota sedang dan kecil yang berada di wilayah provinsi lain masih

berada pada kategori “rendah”. Kondisi ini memberikan gambaran kota - kota di wilayah Kalimantan Selatan secara umum memiliki kualitas lingkungan yang

lebih baik dibandingkan dengan kota - kota wilayah provinsi lain di Kalimantan.

Tabel 32 Nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil

tiap provinsi di Kalimantan tahun 2006 - 2010

Provinsi Nilai Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

Kalimantan Barat 26.72 32.69 35.14 40.24 44.12

Kalimantan Selatan 37.87 46.50 49.57 45.47 47.79

Kalimantan Tengah 29.49 33.13 29.56 32.04 37.67

Kalimantan Timur 31.48 33.00 34.56 37.59 45.55

Kalimantan 31.45 36.41 37.14 38.69 43.61

Gambar 31 Grafik nilai indeks kualitas lingkungan rata - rata kota per provinsi di Kalimantan tahun 2006 - 2010

Gambar 31 menunjukkan grafik rata - rata indeks kualitas lingkungan di

Kalimantan tahun 2006 - 2010. Secara umum berdasarkan grafik pada Gambar 31. diketahui bahwa kecenderungan rata - rata indeks kualitas lingkungan hidup kota

sedang dan kecil di Kalimantan mengalami kenaikan. Kecenderungan tahun 2006 hingga 2009 menunjukkan rata - rata indeks kualitas lingkungan hidup berada

pada kategori “rendah”, sedangkan pada tahun 2010 indeks berada pada kategori

“sedang”. Keadaan ini merupakan gambaran bahwa melalui pengamatan variabel

- variabel kondisi kebersihan dan sebaran tajuk peneduh pada komponen -

komponen lokasi permukiman, pusat perekonomian, area penyangga dan TPA

0

10

20

30

40

50

2006 2007 2008 2009 2010

Nil

ai In

dek

s K

uali

tas

Lin

gku

ngan

Tahun

Kalimantan Barat

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Timur

pada kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan telah terjadi peningkatan

meskipun nilainya tidak terlampau besar. Adapun rata - rata nilai indeks kualitas

lingkungan di Kalimantan tahun 2006 - 2010 tertera pada Gambar 32.

Gambar 32 Grafik rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan

kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010

Secara umum pembagian kawasan kota menurut pemanfaatannya terbagi

atas empat jenis : kawasan permukiman, kawasan komersial (meliputi tempat

kegiatan perdagangan, industri atau jasa), kawasan penyangga (umumnya berupa

hutan dan taman kota) serta kawasan yang memiliki peruntukan khusus diluar

ketiga kawasan lainnya. Bila melihat suatu kota sebagai suatu kesatuan, aktivitas

masyarakat yang mendiami kota tersebut secara umum tidak terlepas dari kawasan

- kawasan tersebut. Kawasan - kawasan tersebut memiliki fungsi yang berbeda -

beda sesuai dengan peruntukannya masing - masing. Namun meskipun tiap

kawasan memiliki fungsi yang berbeda tiap kawasan tersebut saling terkait satu

dengan yang lainnya, yakni dalam mendukung aktivitas masyarakat yang ada di dalamnya. Bentuk gabungan dari kawasan - kawasan tersebut umum kita kenal

sebagai kota atau daerah urban, sedangkan aktivitas masyarakat yang ada didalamnya merupakan bentuk - bentuk kegiatan yang memiliki peran dalam

pemenuhan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat di dalamnya.

Dalam penelitian ini, komponen - komponen lokasi yang dipilih sebagai sampel obyek penelitian merupakan daerah - daerah yang menjadi representasi

kawasan - kawasan tersebut. Daerah - daerah perumahan merepresentasikan

kawasan permukiman pada masing - masing kota sedang dan kecil di Kalimantan.

Pasar tradisional sebagai pusat aktivitas ekonomi masyarakat menggambarkan

kondisi kawasan komersial suatu kota. Daerah yang ditetapkan sebagai taman

kota oleh pemerintah kabupaten / kota merupakan perwakilan kawasan

penyangga. TPA merupakan kawasan diluar kawasan permukiman, kawasan

komersial dan kawasan penyangga yang berfungsi mendukung kegiatan

masyarakat kota. TPA hingga kini secara umum masih menjadi tumpuan akhir

0

10

20

30

40

50

60

2006 2007 2008 2009 2010

Nil

ai In

dek

s K

uali

tas

Lin

gku

ngan

Tahun

pengelolaan sampah kota, sehingga TPA juga dianggap sebagai salah satu

kawasan yang dapat mewakili kondisi lingkungan suatu kota.

Kawasan permukiman atau daerah hunian suatu kota merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang umumnya digunakan sebagai tempat

kegiatan yang lebih terkait pemenuhan kebutuhan primer tiap individu disamping juga sebagai tempat interaksi sosial antara sesama anggota masyarakat

didalamnya. Meskipun tidak didominasi kegiatan yang bersifat pemenuhan kebutuhan ekonomi, aktivitas yang dilakukan masyarakat didalamnya juga

memberikan tambahan beban pada lingkungan berupa air tinja (black water)

maupun sampah padat sisa kegiatan masyarakat didalamnya. Nilai bobot yang

diperoleh untuk variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman

dan variabel kualitas kebersihan kawasan permukiman yang masing - masing

nilainya 8.52 % dan 8.55 % yang merupakan nilai terendah dibandingkan dengan

variabel - variabel komponen kualitas lingkungan pada kawasan lain. Nilai ini

menunjukkan bahwa kegiatan masyarakat pada kawasan ini memberikan dampak

terendah pada kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan.

Kegiatan perekonomian kota sedang dan kecil di Kalimantan umumnya tidak lebih kompleks dibandingkan dengan kegiatan jual - beli barang dan jasa di

kota besar. Ragam komoditi yang ditawarkan tentu lebih sedikit dan mencirikan

sektor primer pada masing - masing daerah rural di sekelilingnya. Aktivitas

perekonomian pada kota sedang dan kecil masih di dominasi kegiatan jual - beli

pada kawasan pasar tradisional. Kawasan pasar tradisional yang dipilih sebagai

kawasan yang menggambarkan pusat aktivitas perekonomian masyarakat kota

memiliki nilai bobot variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar

tradisional dan variabel kualitas kebersihan kawasan pasar tradisional yang

masing - masing nilainya 9.01 % dan 11.75 %. Nilai ini menunjukkan bahwa

kegiatan masyarakat pada kawasan ini tidak memberikan dampak terbesar pada

kualitas lingkungan kota.

Kawasan taman kota dipilih untuk mewakili daerah yang ditetapkan

sebagai daerah penyangga suatu kota. Meskipun pada kota sedang dan kecil di

Kalimantan daerah ini tidak banyak dilakukan aktivitas ekonomi masyarakat.

Aktivitas yang umumnya berupa kegiatan sosial pada daerah ini juga

menimbulkan beban pada lingkungan terutama dari segi produksi limbah padat

berupa sampah sisa kegiatan masyarakat. Studi yang berkaitan tentang peran

taman kota sebagai RTH suatu kota dilakukan oleh Nasution et al. (2012) pada

Lapangan Merdeka, Medan di Sumatera Utara. Hasil studi menunjukkan

pentingnya keberadaan Lapangan Merdeka sebagai kawasan penyangga dan

sarana peningkatan kualitas lingkungan dan taraf hidup masyarakat kota Medan.

Nilai bobot tertinggi juga ditunjukkan oleh variabel kebersihan kawasan taman

kota dan variabel persentase tutupan tajuk peneduh taman kota yang masing -

masing nilainya 13.71 % dan 13.32 % yang menunjukkan kawasan taman kota memiliki peran tertinggi dalam penentuan kualitas lingkungan kota.

Kawasan TPA memiliki peran penting dalam mewakili kondisi lingkungan

suatu kota, TPA merupakan tujuan akhir limbah padat sisa hasil kegiatan

domestik dan aktivitas pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat kota. TPA

menjadi kawasan tempat pemusatan limbah padat yang terproduksi pada kawasan

urban. Pada satu sisi, TPA memberikan solusi masalah pencemaran yang terjadi

pada kawasan urban, disisi lain dapat menimbulkan pencemaran dalam skala

besar pada kawasan TPA dan lingkungan disekelilingnya. Untuk dapat mencegah

pencemaran serta mengurangi dampak yang mungkin timbul, perlu dilakukan

upaya - upaya pengelolaan limbah padat di TPA. Upaya - upaya tersebut

melingkupi penyediaan sarana pengendalian pencemaran serta kegiatan

pengelolaan limbah padat sisa hasil kegiatan masyarakat kota di TPA. Semakin

baik upaya yang dilakukan dalam pemenuhan kebutuhan sarana pengendalian

pencemaran dan kegiatan pengelolaan limbah padat di TPA semakin kecil

pancemaran yang timbul dan semakin kecil dampak lingkungan dapat terjadi.

Karena perannya pada hilir pengelolaan limbah padat sisa kegiatan masyarakat,

TPA pada umumnya menjadi tumpuan pengelolaan sampah bagi suatu kota, sehingga baik atau tidaknya pengelolaan kawasan TPA dapat mencirikan kualitas

pengelolaan kota secara umum (Yhdego 1995; Bhuiyan 2010).

Serupa dengan kota - kota lainnya, pengelolaan sampah kota - kota sedang

dan kecil di Kalimantan juga bertumpu pada TPA yang menjadi hilir proses

tersebut. Kawasan TPA memiliki luasan yang cukup besar dan biasanya

bergantung pada tingginya produksi limbah padat suatu kota. Akibat besarnya

luasan tempat kegiatan pembuangan sampah tersebut, maka dampak lingkungan

yang berupa pencemaran media tanah dan badan air akibat kegiatan ini juga cukup

tinggi (Rao dan Shantaram 1995). Berdasarkan nilai bobot variabel pengendalian

pencemaran TPA, pengelolaan sampah TPA dan variabel kualitas kualitas penghijauan TPA yang masing - masing nilainya 12.95 %, 13.01 % dan 9.19 %.

Nilai ini menunjukkan bahwa kegiatan pada kawasan hilir pengelolaan limbah padat ini memberikan dampak cukup besar pada kualitas lingkungan kota.

5.3 Perbandingan Pengelompokkan Kota - Kota Berdasarkan Hasil Analisis

Gerombol dan Kategori Nilai Indeks Kualitas Lingkungan

Pengelompokan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan didapatkan melalui dua metode yang berbeda, yaitu melalui analisis gerombol dan melalui

pembagian kategori nilai indeks kualitas lingkungan berdasarkan sebaran

distribusi normal yang didapatkan dari analisis komponen utama. Perbandingan

jumlah anggota kelompok pada tiap kategori berdasarkan hasil analisis gerombol

dan pembagian kategori kota berdasarkan nilai indeks kualitas lingkungan terlihat

pada Tabel 33.

Tabel 33 Perbandingan jumlah anggota kelompok kota sedang dan kecil di

Kalimantan pada tiap kategori berdasarkan hasil analisis gerombol dan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010

No Kluster Kota Jumlah Kota Kategori Nilai Indeks

Lingkungan Hidup Kota Jumlah Kota

1 Kluster 1 kategori "Sangat Baik" 6 12.77 %

Kategori nilai "Sangat Tinggi" 6 12.77 %

2 Kluster 2 kategori "Baik" 7 14.89 %

Kategori nilai "Tinggi" 9 19.15 %

3 Kluster 3 kategori "Cukup" 19 40.43 %

Kategori nilai "Sedang" 19 40.43 %

4 Kluster 4 kategori "Buruk" 11 23.40 %

Kategori nilai "Rendah" 9 19.15 %

5 Kluster 5 kategori "Sangat Buruk" 4 8.51 % Kategori nilai "Sangat Rendah" 4 8.51 %

Perbandingan kategori berdasarkan hasil analisis gerombol dan kategori

nilai indeks kualitas lingkungan dilakukan berdasarkan urutan tingkatan kategori

tertinggi hingga terendah. Kluster 1 dengan kategori “sangat baik” dalam analisis

gerombol dibandingkan dengan kategori nilai indeks “sangat tinggi”. Kluster 2

dengan kategori “baik” dibandingkan dengan kategori nilai indeks “tinggi”.

Kluster 3 dengan kategori “cukup” dibandingkan dengan kategori nilai indeks

“sedang”. Kluster 4 dengan kategori “buruk” dibandingkan dengan kategori nilai

indeks “rendah”. Kluster 5 dengan kategori “sangat buruk” dibandingkan dengan

kategori nilai indeks “sangat rendah”.

Berdasarkan Tabel 33, didapatkan kemiripan dalam jumlah anggota

masing - masing kluster. Kluster 1, 3 dan 5 memiliki jumlah anggota yang sama

dengan masing - masing kategori nilai indeks “sangat tinggi”, “sedang” dan

“sangat rendah”. Perbedaan terjadi pada Kluster 2 dan 4 yang masing - masing

beranggotakan 7 dan 11 kota, sedangkan dalam kategori nilai indeks “tinggi” dan

“rendah” keduanya beranggotakan 9 kota.

Melalui kedua analisis yang digunakan juga didapatkan kemiripan

keanggotaan kota - kota dalam suatu kelompok. Berdasarkan Tabel 23, 27 dan 31, diketahui seluruh anggota pada kluster 1 merupakan kota - kota dengan kategori

nilai indeks “sangat tinggi” serta seluruh anggota pada kluster 5 merupakan kota -

kota dengan kategori nilai indeks “sangat rendah”. Berdasarkan Tabel 24, 25, 26

dan 31 diketahui terdapat sedikit perbedaan keanggotaan kluster 2, 3, 4 dengan

kategori nilai indeks “tinggi”, “sedang” dan “rendah”. Perbedaan ditunjukkan oleh

Kota Batulicin dan Tanjung Redeb anggota kluster 2 yang memiliki kategori nilai

indeks “tinggi” serta Kota Kandangan dan Tenggarong anggota kluster 4 yang

memiliki kategori nilai indeks “sedang”. Disamping keempat kota tersebut tidak

terdapat perbedaan, kota - kota lain yang berada pada kluster 2, 3 dan 4 termasuk

dalam masing - masing kategori nilai indeks “tinggi”, “sedang” dan “rendah”.

Berdasarkan perbandingan dari analisis gerombol dengan pembagian

kategori kota berdasarkan nilai indeks kualitas lingkungan yang dilakukan pada

47 kota sedang dan kecil di Kalimantan didapatkan sebanyak 43 atau 91.49 %

kota berada pada kategori yang sama atau setara, sedangkan 4 kota lainnya terpaut

satu kategori dibawah atau diatas dari hasil kedua metode analisis yang

digunakan. Kondisi ini menggambarkan bahwa kedua jenis metode analisis data

tersebut dapat digunakan untuk tujuan serupa. Meskipun demikian, terdapat

perbedaaan pada masing - masing metode tersebut yaitu :

Pengelompokan hasil analisis gerombol :

a. Proses lebih sederhana b. Tidak dapat secara langsung diketahui peringkat individu, namun

didapatkan kedekatan “jarak” antar individu

c. Hasil yang diperoleh menjelaskan kondisi umum obyek analisis

Pengelompokan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan : a. Proses lebih kompleks (harus melalui beberapa tahapan)

b. Diketahui peringkat individu c. Hasil yang diperoleh menjelaskan kondisi individu masing - masing obyek

analisis

Dalam penyusunan kebijakan pada skala kawasan, pengelompokan kota

dapat memberikan informasi kluster yang ada pada suatu wilayah. Upaya

pengelompokan yang dilakukan merupakan bentuk penyederhanaan masalah,

dimana kebijakan serupa yang diberlakukan pada kota - kota yang berada pada

kelompok yang sama, diharapkan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda.

Sebaliknya untuk kota - kota yang berada dalam kelompok yang tidak sama, harus

diberlakukan kebijakan yang sesuai dengan perbedaan kondisi kota - kota

tersebut. Pengelompokan kota yang dilakukan dengan menggunakan analisis

gerombol maupun yang dilakukan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas

lingkungan dapat membantu penyusunan kebijakan untuk kota - kota yang berada

pada satu kelompok maupun kota - kota pada kelompok yang berlainan. Dua hal yang membedakan antar keduanya adalah tingkat kecepatan dan tingkat

kedetailan informasi yang diperoleh dari masing - masing metode analisis. Pengelompokan hasil analisis gerombol dapat dipilih bila perlu dilakukan

pengelompokan secara cepat tanpa harus melihat secara detail masing - masing kota yang menjadi obyek analisis. Sebaliknya pengelompokan berdasarkan

kategori nilai indeks lebih sesuai bila faktor waktu pengolahan data tidak menjadi kendala, dan tingkat kedetailan informasi masing - masing kota menjadi tujuan

analisis.

5.4 Analisis Pengaruh Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Lingkungan

Hidup dan Kebersihan terhadap Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota

- Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan

Kualitas lingkungan suatu wilayah bergantung pada tinggi rendahnya

tingkat pencemaran media tanah, air dan udara serta daya tampung dan daya

dukung yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Upaya yang dilakukan oleh

pemerintah daerah dalam mengelola lingkungan diasumsikan mampu menekan

penurunan kualitas lingkungan yang terjadi, sehingga dilakukan juga analisis pada

besarnya alokasi anggaran yang telah dikeluarkan terkait dengan pengelolaan

lingkungan dan kebersihan kota.

Analisis data panel dilakukan untuk melihat hubungan perubahan nilai

indeks kualitas lingkungan kota terhadap alokasi anggaran satuan kerja daerah

yang berkaitan langsung dengan pengelolaan lingkungan hidup kota tersebut.

Sehubungan dengan keterbatasan data yang dimiliki, analisis hanya mencakup

peubah alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan alokasi

anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan pada 37 (tiga puluh tujuh) kota sedang

dan kecil di Kalimantan seperti ditunjukkan pada Lampiran 5. Dalam analisis

tersebut, nilai indeks kualitas lingkungan (IKL) merupakan peubah respon,

sedangkan persentase anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup (LH) dan

persentase anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan (KBR) merupakan peubah

bebas.

Dalam analisis data panel yang dilakukan pada rentang tahun 2006 hingga

2010, tahapan analisis didahului dengan uji korelasi antar peubah bebas seperti

ditujukkan pada Lampiran 6. Nilai korelasi antar peubah bebas menunjukkan

angka lebih kecil dari 0.8. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi

multikolinearitas antar peubah bebas (LH dan KBR). Analisis dilanjutkan dengan

Likelihood ratio test dan Hausman - test yang menunjukkan bahwa model fixed

effects merupakan model yang paling sesuai untuk menjelaskan hubungan -

hubungan antar peubah dalam penelitian ini. Hasil Likelihood ratio test dan

Hausman - test ditunjukkan pada Lampiran 7 dan 8. Model fixed effects

memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan. Nilai intercept

dimungkinkan untuk berubah untuk obyek sampel berbeda. Dengan kata lain

model ini melihat perbedaan antar obyek sampel yang tercermin dari perubahan

intercept (Nachrowi dan Usman 2006).

Hasil analisis data panel tertera pada Lampiran 9, sedangkan nilai intercept spesifik untuk masing - masing obyek sampel tertera pada Lampiran 10.

Berdasarkan nilai koefisien yang diperoleh dari Lampiran 9, didapatkan

persamaan yang menggambarkan hubungan variabel respon IKL dengan variabel

bebas LH, KBR dan PDT sebagai berikut :

IKL = 19.15 + Cfixed effects + 337.94 LH + 467.37 KBR - 0.022 PDT

keterangan :

IKL = Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota

LH = Persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup KBR = Persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota

PDT = Kepadatan penduduk kota Cfixed effects = Intercept kota i

Berdasarkan hasil analisis data panel terdapat nilai R - squared sebesar

0.8982 yang artinya sebanyak 89.82 % peubah respon dapat dijelaskan peubah

bebas, sisanya sebesar 10.18 % dijelaskan oleh faktor lain diluar model (tidak dapat dijelaskan oleh model).

Hasil uji statistik F dan uji statistik t menunjukkan peubah bebas LH tidak

berpengaruh signifikan terhadap peubah respon IKL pada taraf nyata 5 %,

sedangkan peubah KBR berpengaruh signifikan terhadap peubah respon IKL pada

taraf nyata 5 %. Dengan kata lain besarnya alokasi anggaran kegiatan pengelolaan

lingkungan hidup kabupaten / kota tidak nyata berpengaruh positif pada nilai

indeks kualitas lingkungan hidup kota, akan tetapi alokasi anggaran kegiatan

pengelolaan kebersihan kabupaten / kota nyata berpengaruh positif pada nilai

indeks kualitas lingkungan hidup kota. Adapun pembahasan untuk peubah

kepadatan penduduk (PDT) disampaikan pada bagian selanjutnya.

Anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang digunakan dalam

analisis data panel merupakan APBD kabupaten / kota yang dialokasikan pada

satuan kerja instansi pengelolaan lingkungan yang umumnya berbentuk badan

atau kantor lingkungan hidup di suatu kabupaten / kota. Selanjutnya anggaran

kegiatan pengelolaan kebersihan merupakan APBD kabupaten / kota yang

dialokasikan pada satuan kerja pengelolaan sampah yang umumnya berbentuk

dinas kebersihan.

Berdasarkan klasifikasi cakupan wilayah kerja terdapat perbedaan instansi

pengelola lingkungan hidup dengan instansi pengelola kebersihan di kabupaten /

kota. Secara umum wilayah kerja instansi pengelola lingkungan hidup memiliki

cakupan wilayah sasaran yang cukup luas, yakni melingkupi seluruh wilayah

urban dan melingkupi seluruh wilayah kabupaten / kota tempat lembaga tersebut

berada. Akan tetapi wilayah kerja instansi pengelolaan kebersihan lebih

difokuskan pada daerah perkotaan atau urban di kabupaten / kota tersebut.

Berdasarkan klasifikasi tugas pokok juga terdapat perbedaan instansi

pengelola lingkungan hidup dengan instansi pengelola kebersihan di kabupaten /

kota. Secara umum tugas pokok instansi pengelola lingkungan hidup merupakan

kegiatan yang bersifat administratif seperti koordinasi antar satuan kerja daerah,

pengawasan lingkungan serta sosialisasi kegiatan dan program pada masyarakat,

sedangkan tugas pokok instansi pengelola kebersihan lebih bersifat teknis, yaitu

pengelolaan kebersihan kota.

Kegiatan instansi pengelola kebersihan kota yang bersifat teknis dan hanya

melingkupi wilayah urban, sehingga alokasi APBD yang diperuntukkan bagi

instansi tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan - kegiatan pengelolaan

sampah di wilayah perkotaan. Kondisi tersebut dapat menjelaskan besarnya

alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan kabupaten / kota nyata

berpengaruh pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Akan tetapi alokasi

anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten / kota tidak nyata

berpengaruh karena alokasi APBD yang diperuntukkan bagi instansi pengelola

lingkungan hidup tidak hanya berhubungan dengan kegiatan - kegiatan

pengelolaan lingkungan hidup wilayah perkotaan, tetapi juga pada luar wilayah

perkotaan meliputi kawasan lindung, kawasan budi daya dan kawasan pedesaan.

Berdasarkan analisis data panel diketahui bahwa nilai indeks kualitas

lingkungan (IKL) akan naik sebesar 1 satuan bila terjadi peningkatan alokasi

anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan (KBR) sebanyak �

���.�� satuan atau naik

sebesar 0.21 % dari APBD total dengan asumsi peubah lain bernilai konstan.

Bentuk hubungan antara peubah respon dan peubah bebas ini menunjukkan kondisi kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan secara umum. Berdasarkan

Lampiran 5, diketahui kota - kota dengan persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan rendah, memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup

pada kategori “rendah” atau “sangat rendah”. Sebaliknya, kota - kota dengan persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan tinggi, juga

memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup pada kategori “tinggi” atau “sangat tinggi”.

Peubah indeks kualitas lingkungan kota (IKL) memiliki hubungan yang

bersifat linear dan nyata positif dengan persentase alokasi anggaran kegiatan

pengelolaan kebersihan (KBR), sehingga secara spasial distribusi tinggi atau rendahnya persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan dapat

digambarkan pula dengan peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan seperti tertera pada Gambar 21.

Diperoleh kecenderungan pengelompokan kota - kota dengan nilai indeks

kualitas lingkungan kategori “sangat rendah” dan “rendah" di Provinsi

Kalimantan Tengah, kecuali Kota Pangkalan Bun, Sampit, Kuala Kapuas dan

Buntok. Sebanyak 3 atau 23.08 % kota memiliki nilai indeks kategori “sangat

rendah” dan 4 atau 30.77 % kota memiliki nilai indeks kategori “rendah” dari

total 13 kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah. Kota - kota dengan

kategori “sangat rendah” atau “rendah” tersebut rata - rata memiliki persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang lebih rendah

dibandingkan dengan kota - kota sedang dan kecil lainnya di Kalimantan. Persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan kota rata - rata di

Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebesar 0.58 %, sedangkan persentase rata -

rata untuk kota - kota sedang dan kecil lain di Provinsi Kalimantan Barat, Selatan

dan Timur masing - masing sebesar 0.62 %, 1.11 % dan 0.96 %. Diketahui

terdapat hanya 1 atau 2.94 % kota dengan kategori “sangat rendah” dan 5 atau

14.71 % kota dengan kategori “rendah” dari total 34 kota sedang dan kecil yang

terdapat pada ketiga provinsi tersebut. Sebanyak 28 atau 82.35 % kota lainnya

memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup pada kategori "sedang", "tinggi"

hingga "sangat tinggi". Kondisi ini memperlihatkan kecenderungan kota - kota

dengan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang lebih rendah

memiliki nilai indeks pada kategori “sangat rendah” atau “rendah”. Hal tersebut

juga menunjukkan adanya hubungan positif antara persentase alokasi anggaran

kegiatan pengelolaan kebersihan dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota.

Pertumbuhan kawasan perkotaan akan diimbangi dengan meningkatnya

produksi sampah kota. Yhdego (1995) menyatakan peningkatan produksi limbah

padat seperti sampah yang tidak diimbangi kemampuan pemerintah setempat

dalam pengelolaan sampah tersebut akan menyebabkan jumlah sampah yang tidak

terkelola di kawasan perkotaan. Sampah yang tidak terkelola tersebut dapat

menimbulkan pencemaran media tanah disamping juga menjadi sumber

penyebaran penyakit. Pencemaran media tanah secara luas dapat menurunkan

kualitas lingkungan hidup kota. Peningkatan jumlah anggaran yang sesuai dengan

kebutuhan untuk kegiatan pengangkutan sampah dari sumber ke landfill maupun untuk kegiatan pengolahan sampah di landfill merupakan salah satu solusi

pemasalahan tersebut.

Peningkatan kapasitas kelembagaan yang bertanggungjawab atas

pengelolaan sampah perkotaan harus dilakukan sejalan dengan pertambahan

penduduk yang terjadi pada kota. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi

penambahan jangkauan luas pelayanan armada pengangkutan sampah, volume

sampah yang dapat diangkut ke landfill sampah hingga teknologi pengelolaan

akhir sampah di landfill. Peningkatan kapasitas tersebut harus dilakukan melalui

pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia serta anggaran yang memadai

(Bhuiyan 2010).

Peubah indeks kualitas lingkungan kota (IKL) memiliki hubungan yang

tidak nyata positif terhadap persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan

lingkungan hidup (LH). Adapun luas wilayah kerja lembaga pengelola lingkungan

hidup yang tidak hanya pada wilayah urban tetapi juga di luar wilayah urban

merupakan faktor yang menyebabkan perubahan alokasi anggaran lembaga

pengelola lingkungan hidup tidak dapat menjelaskan perubahan kualitas

lingkungan hidup kota. Hubungan linear dan nyata mungkin dapat diperoleh bila

informasi besarnya porsi alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup

kawasan urban untuk tiap - tiap kota sedang dan kecil di Kalimantan diketahui.

Duggan (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan kawasan perkotaan, akan

disertai peningkatan kebutuhan lahan. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa

pertambahan jumlah penduduk kota menyebabkan berkurangnya kawasan RTH

yang berfungsi sebagai kawasan penyangga kota. Pertumbuhan kota tanpa

diimbangi pengelolaan kawasan RTH yang baik dapat mengancam keberlanjutan

kota itu sendiri, sehingga perlu dilakukan pengendalian dalam pemanfatan lahan

serta kegiatan penanaman dan pemeliharaan pepohonan pada kawasan RTH kota.

Alokasi anggaran pengelolaan lingkungan hidup yang proporsional dibutuhkan

untuk menjaga keberimbangan luas kawasan penyangga terhadap area

penggunaan lain di perkotaan. Bentuk pemanfaatan alokasi anggaran lingkungan

hidup untuk pengelolaan kawasan RTH dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan

penanaman dan pemeliharan tanaman peneduh serta perluasan kawasan RTH

untuk mengimbangi tingginya pemanfaatan lahan yang terjadi.

Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan yang digunakan pada analisis data panel merupakan nilai yang

mewakili indikator pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh pada lokasi -

lokasi permukiman, pasar, taman kota dan TPA. Masing - masing indikator

tersebut memiliki pengaruh berbeda pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup.

Besarnya pengaruh masing - masing indikator tersebut tertera pada bobot variabel

- variabel ditunjukkan pada Tabel 30. Bobot tertinggi ditunjukkan oleh variabel

yang mewakili lokasi taman kota, yaitu variabel kualitas kebersihan kawasan

taman kota dan variabel sebaran dan tutupan peneduh taman kota yang masing -

masing besarnya 13.71 % dan 13.32 % dari bobot total indeks kualitas lingkungan

hidup. Selanjutnya variabel yang mewakili lokasi TPA, yaitu variabel

pengendalian pencemaran TPA, variabel kualitas pengelolaan sampah TPA dan

variabel kualitas penghijauan TPA masing - masing besarnya 13.01 %, 12.95 %

dan 9.19 %. Variabel yang mewakili lokasi pasar, yaitu variabel kualitas

kebersihan pasar serta variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar yang masing - masing besarnya 11.75 % dan 9.01 %. Bobot terendah ditunjukkan

variabel yang mewakili lokasi permukiman, yaitu variabel kualitas kebersihan permukiman serta variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan

permukiman yang masing - masing besarnya 8.55 % dan 8.52 %. Oleh sebab itu secara umum dapat dikemukakan bahwa kawasan publik atau kawasan yang

berkaitan langsung dengan pelayanan masyarakat seperti taman kota, TPA dan pasar memiliki bobot lebih besar dibandingkan kawasan privat seperti

permukiman.

Berdasarkan hasil analisis data panel, diketahui bahwa peningkatan alokasi

anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan secara nyata berpengaruh positif terhadap nilai indeks kualitas lingkungan hidup suatu kota. Berdasarkan

penentuan nilai indeks kualitas lingkungan diketahui bahwa variabel - variabel yang mewakili kawasan publik memiliki bobot lebih besar dibandingkan variabel

- variabel yang mewakili kawasan privat. Oleh sebab itu, peningkatan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota dapat dicapai melalui pendekatan peningkatan

anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang berhubungan dengan pelayanan kawasan publik seperti kawasan taman kota dan pasar serta penyediaan sarana dan

prasarana utama dan pendukung di TPA.

Semakin tinggi upaya penanggulangan pencemaran dilakukan pada suatu

kota, semakin rendah pencemaran yang terjadi, dan semakin tinggi kualitas lingkungan hidup kota tersebut. Sebaliknya, semakin rendah upaya

penanggulangan pencemaran yang dilakukan pada suatu kota, semakin tinggi pencemaran yang terjadi, dan semakin rendah kualitas lingkungan hidup kota

tersebut. Upaya - upaya penanggulangan pencemaran pada suatu kota berhubungan dengan jenis limbah utama yang terproduksi pada kota tersebut.

Untuk kota - kota pada kategori sedang dan kecil di Kalimantan, limbah padat berupa sampah merupakan limbah yang dominan terproduksi akibat aktivitas

masyarakat. Oleh sebab itu, penanganan sampah merupakan bentuk pengendalian

pencemaran yang paling efisien dalam menjaga kualitas lingkungan hidup kota.

Tinggi atau rendahnya upaya pengendalian sampah pada suatu kota berkaitan

dengan alokasi anggaran pada kegiatan pengelolaan kebersihan. Anggaran

kegiatan pengelolaan kebersihan berkaitan langsung dengan penyediaan sarana

dan prasarana pengelolaan sampah suatu kota, sehingga semakin tinggi anggaran

kegiatan pengelolaan kebersihan semakin proporsional ketersediaan sarana dan

prasarana pengelolaan sampah terhadap kepadatan penduduk kota tersebut.

Sebaliknya semakin rendah anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan suatu kota,

menyebabkan kurang berimbangnya sarana dan parasarana pengelolaan sampah

terhadap kepadatan penduduk kota tersebut.

Berdasarkan data tahun 2010 pada Lampiran 5, diketahui bahwa kota -

kota sedang di Kalimantan seperti Kota Bontang, Banjarbaru, Tarakan dan

Singkawang memiliki alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan pada

kisaran 2.18 - 3.23 %, sedangkan secara rata - rata kota - kota kecil di Kalimantan

memiliki alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan 0.64 %. Perbedaan

besarnya alokasi anggaran antara kota sedang dan kecil menggambarkan

perbedaan kemampuan dalam penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan

sampah di masing - masing kota. Kota - kota pada kategori sedang umumnya

mampu menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan secara

berimbang dengan kepadatan penduduk kota tersebut, disisi lain kota - kota kecil pada umumnya belum dapat menyedikan sarana dan prasarana pengelolaan

kebersihan secara berimbang dengan tingkat kebutuhan. Oleh karena itu, terdapat kecenderungan rata - rata kota sedang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan

tinggi, sedangkan rata - rata kota kecil memiliki nilai yang lebih rendah.

5.5 Analisis Pengaruh Kepadatan Penduduk terhadap Nilai Indeks Kualitas

Lingkungan Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan

Jumlah penduduk pada suatu wilayah perkotaan merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat kualitas lingkungan kota

tersebut. Pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya tekanan yang

terjadi pada lingkungan hidup kota. Bentuk tekanan yang terjadi pada umumnya

berupa penurunan kualitas lingkungan kota akibat meningkatnya pencemaran

pada media tanah maupun air.

Analisis data panel dilakukan untuk melihat hubungan perubahan nilai

indeks kualitas lingkungan kota terhadap kepadatan penduduk. Analisis data panel dilakukan dengan mengasumsikan nilai indeks kualitas lingkungan (IKL) sebagai

peubah respon, sedangkan kepadatan penduduk (PDK) sebagai peubah bebas untuk rentang tahun 2006 hingga 2010. Adapun analisis data panel dilakukan

bersamaan dengan peubah bebas (LH) dan (KBR) sebelumnya sebagai berikut :

IKL = 19.15 + Cfixed effects + 337.94 LH + 467.37 KBR - 0.022 PDT

keterangan :

IKL = Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota

LH = Persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup KBR = Persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota

PDT = Kepadatan penduduk kota Cfixed effects = Intercept kota i

Hasil uji statistik F dan uji statistik t menunjukkan peubah bebas PDK

berpengaruh nyata terhadap peubah respon IKL pada taraf nyata 5 %. Dengan

kata lain kepadatan penduduk kota nyata berpengaruh negatif pada nilai indeks

kualitas lingkungan hidup kota seperti ditunjukkan pada Lampiran 9. Berdasarkan

analisis data panel diketahui bahwa nilai indeks kualitas lingkungan (IKL) akan

turun sebesar 1 satuan bila terjadi peningkatan kepadatan penduduk kota (PDK)

sebanyak �

�.�� satuan atau setara dengan 4.5 jiwa / km

2 dengan asumsi peubah lain

bernilai konstan. Hubungan ini menggambarkan hubungan negatif antara nilai

indeks kualitas lingkungan hidup kota (IKL) dengan kepadatan penduduk kota (PDK).

Hubungan antara peubah respon dan peubah bebas bila dilihat pada

masing - masing individu kota sebagai data time series, menunjukkan bahwa

peningkatan kepadatan penduduk pada suatu wilayah kota (urban) yang terjadi sejalan dengan pertambahan waktu menyebabkan penurunan nilai indeks kualitas

lingkungan kota dengan menganggap faktor lain yang berpengaruh tidak berubah. Sebaliknya, penurunan kepadatan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan

nilai indeks kualitas lingkungan kota.

Hubungan antara peubah respon dan peubah bebas bila dilihat pada

seluruh individu kota sebagai data cross section, dapat menunjukkan

perbandingan antara kota satu dengan kota lainnya pada suatu waktu tertentu.

Hubungan menunjukkan kecenderungan kota - kota dengan kepadatan penduduk

lebih tinggi memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih rendah.

Sebaliknya, kota - kota dengan kepadatan penduduk lebih rendah, cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih tinggi.

Min et al. (2011) menyatakan bahwa pertambahan jumlah penduduk

mendorong tingginya pemanfaatan lahan suatu kawasan kota. Tingginya

pemanfaatan lahan yang disertai berkurangnya kawasan RTH menyebabkan

menurunnya jumlah / luasan kawasan penyangga yang ada. RTH pada suatu

kawasan kota memiliki peran dalam menjaga keberlangsungan kota itu sendiri,

sehingga penurunan luasan maupun kualitas RTH kota menyebabkan terjadinya

penurunan kualitas lingkungan kawasan kota tersebut.

Lim (2012) menyatakan bahwa pertambahan jumlah penduduk pada suatu

kota mendorong bertambahnya produksi limbah kota tersebut. Limbah padat

berupa sampah merupakan bentuk limbah yang timbul akibat aktivitas yang

dilakukan oleh penduduk. Produksi sampah tanpa disertai upaya penanganan yang

tepat menyebabkan pencemaran media lingkungan dan menyebabkan menurunnya

kualitas lingkungan hidup kota.

Meskipun hubungan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota terhadap

kepadatan penduduk bersifat negatif, kota - kota sedang di Kalimantan seperti Kota Bontang, Banjarbaru, Tarakan dan Singkawang memiliki nilai indeks

kualitas lingkungan hidup kota pada kategori “tinggi” atau “sangat tinggi”. Kota - kota sedang seperti terlihat pada Lampiran 5 secara umum memiliki kepadatan

penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan kota kecil. Oleh sebab itu, potensi

pencemaran lingkungan akibat kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat juga

lebih tinggi. Berkaitan dengan potensi pencemaran lingkungan yang terjadi,

timbulan sampah yang terjadi pada kota - kota sedang umumnya lebih besar

dibandingkan dengan kota - kota kecil, sehingga secara alami kota - kota sedang

akan memiliki kualitas lingkungan hidup yang lebih rendah dibandingkan kota -

kota kecil. Meskipun demikian, kualitas lingkungan hidup suatu kota disamping

ditentukan oleh potensi pencemaran akibat kepadatan penduduk, juga ditentukan

dengan tingginya upaya yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten / kota dalam

menanggulangi potensi pencemaran yang terjadi. Semakin tinggi upaya

penanggulangan pencemaran yang dilakukan, semakin rendah pencemaran yang

terjadi, sebaliknya semakin rendah upaya penanggulangan pencemaran yang

dilakukan, semakin tinggi pencemaran yang terjadi.

Berdasarkan Lampiran 5 juga ditunjukkan bahwa meskipun kota - kota

sedang memiliki kepadatan penduduk tinggi dibandingkan kota - kota kecil, kota

- kota sedang secara rata - rata memiliki anggaran pengelolaan kebersihan dan

lingkungan lebih besar dibanding kota - kota kecil, sehingga kota - kota sedang

mampu menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan dan

lingkungan secara berimbang dengan kepadatan penduduk kota tersebut, disisi

lain kota - kota kecil pada umumnya belum dapat menyedikan sarana dan

prasarana pengelolaan kebersihan dan lingkungan secara berimbang dengan

kepadatan penduduk. Keberimbangan jumlah sarana dan prasarana tersebut

menunjukkan tinggi atau rendahnya upaya penanggulangan pencemaran yang

dilakukan. Kota - kota sedang telah mampu melakukan upaya penanggulangan

pencemaran secara baik, sedangkan upaya yang dilakukan kota - kota kecil secara umum masih lebih rendah. Oleh karena itu, terdapat kecenderungan tingginya

nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang disebabkan tingginya upaya pengelolaan kebersihan dan lingkungan kota yang digambarkan dengan alokasi

anggaran pengelolaan kebersihan dan lingkungan kota, akan tetapi nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota kecil lebih ditentukan faktor alami yaitu kepadatan

penduduk.

5.6 Arahan Peningkatan Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota

Perbaikan kualitas lingkungan suatu kota merupakan harapan bagi

pemerintah maupun masyarakat yang mendiami kota tersebut. Akan tetapi

perbaikan kualitas lingkungan kota memerlukan upaya - upaya yang tidak mudah,

karena secara alami kepadatan penduduk akan terus meningkat dan diiringi

bertambahnya potensi pencemaran lingkungan. Adapun isu - isu perbaikan

kualitas lingkungan yang umum dihadapi oleh kota - kota saat ini diantaranya

ketersediaan RTH, sarana transportasi ramah lingkungan, masalah limbah padat,

pencemaran udara dan pengelolaan sumber daya air. Konsep kota ramah

lingkungan merupakan bentuk solusi umum yang paling sering dipilih dalam

menjawab isu - isu tersebut. Program “kota hijau” merupakan salah satu upaya

yang dilakukan oleh pemerintah pusat dalam mewujudkan kota berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan.

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini memiliki beberapa

keterkaitan dengan program “kota hijau”. Keterkaitan antara keduanya meliputi

aspek pengelolaan kebersihan dan keteduhan kota, serta perencanaan yang

dilakukan dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup kawasan perkotaan.

Analisis pengelolaan kebersihan kota berkaitan dengan konsep green waste.

Analisis pengelolaan sebaran tanaman peneduh kota berkaitan dengan konsep

green open space. Selanjutnya analisis distribusi kualitas lingkungan hidup kota -

kota di Kalimantan dan analisis hubungan kualitas kota dengan alokasi anggaran

pemerintah kabupaten / kota serta kepadatan penduduk dapat digunakan dalam

menyusun arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota. Adapun informasi

- informasi yang didapatkan dari hasil analisis dapat menjadi bahan pertimbangan

dalam perencanaan besarnya alokasi anggaran, perencanaan kota dalam

menghadapi peningkatan kepadatan penduduk, penentuan kota - kota yang

ditetapkan sebagai lokasi percontohan serta penentuan kota - kota yang ditetapkan

sebagai lokasi sasaran peningkatan kualitas lingkungan.

Dalam skala lokal wilayah perkotaan, pelaksanaan konsep green waste

dalam program “kota hijau” difokuskan pada perbaikan pengelolaan limbah padat

kota. Pengelolaan limbah padat secara umum terbagi atas tiga tahapan :

(1) pengumpulan sampah di sumber tempat limbah padat diproduksi, (2) distribusi

sampah dari sumber ke TPA dan (3) pengolahan sampah di TPA. Analisis

pengelolaan kebersihan kota yang dilakukan dalam penelitian ini berkaitan

dengan informasi kebersihan pada kawasan publik seperti pasar dan taman kota,

informasi kebersihan pada kawasan privat seperti permukiman serta informasi

pengelolaan sampah di TPA. Dalam strategi peningkatan kualitas kebersihan kota

dibutuhkan kesesuaian alokasi anggaran untuk tahapan - tahapan pengelolaan limbah padat kota baik pada hulu, saat distribusi maupun atau hilir pengelolaan

sampah.

Pelaksaaan konsep green open space difokuskan pada strategi menuju

penyediaan RTH kawasan perkotaan sebesar 30 %. Langkah - langkah yang

diambil dalam penyediaan RTH kawasan perkotaan hingga 30 % meliputi :

(1) penentuan daerah yang tidak boleh dibangun / dipreservasi, (2) perluasan /

menambah lahan RTH baru, (3) mengembangkan koridor hijau kota,

(4) mengakuisisi RTH privat, (5) meningkatkan kualitas RTH kota,

(6) menghijaukan bangunan, (7) menyusun kebijakan hijau melalui legalisasi

peraturan daerah terkait penetapan dan perlindungan kawasan RTH kota serta (8) meningkatkan peran serta masyarakat / partisipasi publik. Analisis pengelolaan

sebaran tanaman peneduh kota yang dilakukan dalam penelitian ini berkaitan dengan informasi RTH pada kawasan publik seperti pasar dan taman kota,

informasi RTH pada kawasan privat seperti permukiman serta informasi RTH pada kawasan khusus seperti TPA. Informasi tersebut merupakan bagian dari

perencanaan peningkatan kualitas RTH kota.

Perbaikan kualitas lingkungan merupakan upaya peningkatan kualitas

lingkungan suatu wilayah dari satu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi.

Peningkatan kualitas lingkungan dilakukan melalui perbaikan indikator - indikator

suatu wilayah itu sendiri. Perbaikan salah satu atau beberapa indikator tersebut akan berpengaruh pada perbaikan kualitas lingkungan wilayah tersebut secara

keseluruhan. Dalam penelitian ini kualitas lingkungan kota diukur berdasarkan indikator kualitas lingkungan berupa pengelolaan kebersihan dan sebaran tutupan

peneduh pada lokasi - lokasi permukiman, pasar tradisional, taman kota dan TPA.

Oleh sebab itu, perbaikan indikator kualitas lingkungan pada salah satu atau

beberapa lokasi tersebut akan berpengaruh pada perbaikan kualitas lingkungan

kota secara keseluruhan. Besarnya pengaruh perbaikan kualitas lingkungan kota

dipengaruhi intensitas pembenahan yang dilakukan pada indikator pengelolaan

kebersihan dan sebaran tutupan peneduh pada kota tersebut. Semakin tinggi upaya

peningkatan yang dilakukan, semakin besar pengaruh perbaikan kualitas

lingkungan yang didapatkan. Sebaliknya, semakin rendah upaya peningkatan yang

dilakukan, akan semakin rendah pula pengaruhnya.

Sejalan dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya aktivitas

masyarakat kota sedang dan kecil di Kalimantan, terjadi peningkatan tekanan

pada lingkungan kota - kota tersebut. Oleh sebab itu, secara alami pertambahan

penduduk yang tidak disertai upaya - upaya pengelolaan lingkungan yang baik

akan menimbulkan penurunan kualitas lingkungan hidup kota. Jadi dalam

meningkatkan atau mempertahankan kualitas lingkungan kota perlu dilakukan

upaya - upaya tertentu sebagai antisipasi peningkatan tekanan lingkungan akibat

pertumbuhan penduduk.

Kondisi pengelolaan kebersihan dan keteduhan kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan variabel - variabel indikator kualitas lingkungan untuk

tiap kategori nilai indeks, ditunjukkan pada Tabel 34 dan Gambar 33.

Tabel 34 Nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan kota -

kota sedang dan kecil di Kalimantan untuk tiap kategori nilai indeks

tahun 2010

No Kategori Nilai Indeks Sangat

Tinggi Tinggi Sedang Rendah

Sangat

Rendah

1 Kebersihan Kawasan Permukiman 71.41 60.88 57.64 52.35 51.67

2 Sebaran Peneduh Kawasan Permukiman 67.69 61.67 58.95 54.91 45.94

3 Kebersihan Kawasan Pasar 67.57 53.80 51.48 32.22 30.83

4 Sebaran Peneduh Kawasan Pasar 55.90 36.44 25.63 16.94 18.96

5 Sebaran Peneduh Kawasan Taman Kota 74.17 70.65 69.47 56.30 0.00

6 Kebersihan Kawasan Taman Kota 75.74 72.59 64.77 48.52 0.00

7 Pengendalian Pencemaran TPA 64.35 31.81 3.22 2.47 0.00

8 Pengelolaan Sampah TPA 59.03 36.34 10.55 6.53 4.17

9 Penghijauan Kawasan TPA 69.17 59.81 45.79 28.52 16.67

Gambar 33 Gambar nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas

lingkungan kota - kota sedang dan Kecil di Kalimantan untuk tiap kategori nilai indeks tahun 2010

Penjelasan singkat untuk masing - masing kategori adalah sebagai berikut :

Kategori nilai indeks “sangat tinggi”

• > 75 % sampah kawasan permukiman, pasar dan taman kota telah dikelola

dengan baik

• TPA sudah dilengkapi saluran lindi, drainase yang terpisah dari saluran

lindi dan IPAL

• < 25 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka

• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman dan

taman kota mencapai > 50 %

• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai

> 25 %

• Penghijauan zona non aktif TPA mencapai > 50 %

Kategori nilai indeks “tinggi”

• > 75 % sampah kawasan permukiman dan taman kota telah dikelola

dengan baik

• > 50 % sampah kawasan pasar telah dikelola dengan baik

• TPA sudah dilengkapi saluran lindi, drainase yang terhubung dengan saluran lindi dan kolam penampung lindi

• < 50 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

Nil

ai V

ari

ab

el

Variabel - variabel indikator kualitas lingkungan

Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat Rendah

• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman dan taman kota mencapai > 50 %

• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai > 5 %

• Penghijauan zona non aktif TPA mencapai > 25 %

Kategori nilai indeks “sedang”

• > 50 % sampah kawasan permukiman dan pasar telah dikelola dengan baik

• > 75 % sampah kawasan taman kota telah dikelola dengan baik

• Pengendalian pencemaran hanya berupa drainase TPA

• > 75 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka

• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman

mencapai > 25 %

• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai

> 5 %

• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan taman kota

mencapai > 50 %

• Penghijauan zona non aktif TPA mencapai > 25 %

Kategori nilai indeks “rendah”

• > 50 % sampah kawasan permukiman dan taman kota telah dikelola

dengan baik

• > 25 % sampah kawasan pasar telah dikelola dengan baik

• Tidak dilakukan pengendalian pencemaran pada TPA

• > 75 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka

• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman dan

taman kota mencapai > 25 %

• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai

> 5 %

• Penghijauan zona non aktif TPA mencapai > 5 %

Kategori nilai indeks “sangat rendah”

• > 50 % sampah kawasan permukiman telah dikelola dengan baik

• > 25 % sampah kawasan pasar telah dikelola dengan baik

• Tidak memiliki taman kota

• Tidak dilakukan pengendalian pencemaran pada TPA

• > 75 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka

• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman

mencapai > 25 %

• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai

> 5 %

• Penghijauan zona non aktif TPA mencapai < 5 %

Berdasarkan nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan untuk lokasi - lokasi permukiman, pasar tradisional, taman kota dan

TPA yang didapat dalam penelitian ini dapat disusun arahan untuk meningkatkan

atau mempertahankan kualitas kota sedang dan kecil di Kalimantan.

5.6.1 Arahan bagi kota sedang di Kalimantan dengan kategori “sangat tinggi”

Kota Banjarbaru, Bontang dan Tarakan merupakan kota sedang dengan

nilai indeks kualitas lingkungan yang berada pada kisaran 72.09 - 63.17 atau berada pada kategori “sangat tinggi”. Secara umum variabel - variabel penentu

nilai indeks kualitas lingkungan ketiga kota tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kota - kota lain dengan kategori nilai indeks yang lebih rendah seperti

terlihat pada Gambar 33 dan Tabel 34 terdahulu. Kelahiran dan urbanisasi yang terjadi pada kota - kota sedang di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur,

mengakibatkan pertambahan penduduk Kota Banjarbaru, Bontang dan Tarakan.

Pertambahan penduduk ini berdampak pada peningkatan produksi sampah dan

kebutuhan akan ruang terbuka hijau. Kota - kota tersebut dapat tetap

mempertahankan nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “sangat tinggi”

dengan cara mempertahankan melalui pembenahan aspek - aspek penentu kualitas

lingkungan hidup untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 35.

Tabel 35 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota sedang di Kalimantan dengan

kategori “sangat tinggi”

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

1 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

Kebersihan

Kawasan

Publik dan

Privat

Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Ketersediaan anggaran pemenuhan luas daerah

layanan sampah dan kapasitas pengelolaan

sampah yang sebanding dengan pertambahan

penduduk melalui penambahan dan pemeliharaan : (1) tempat penampungan

sampah sementara (TPS), (2) depo sampah dan

(3) armada angkut sampah.

2 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

RTH

Kawasan

Publik

Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas

RTH kota melalui upaya : (1) penambahan

jumlah atau luas kawasan RTH dan

(2) perawatan dan penambahan tanaman

peneduh.

3 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

TPA

TPA Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Ketersediaan anggaran untuk : (1) perluasan

kawasan zona aktif TPA dan pemanfaatan

teknologi pengolahan sampah untuk

mengimbangi meningkatnya timbulan sampah

kota akibat pertumbuhan penduduk, (2) pengendalian dampak pencemaran

lingkungan melalui pemeliharaan IPAL,

saluran lindi dan drainase TPA, serta

(3) penghijauan zona non aktif TPA.

4 Kondisi Kebersihan Kawasan

Publik dan

Privat

Badan /

Kantor

Lingkungan

Hidup

Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang

baik pada masyarakat melalui upaya

pengurangan, pemanfaatan hingga daur ulang

sampah.

Permukiman Dinas

Kebersihan

Penyediaan TPS dan depo sampah serta

pengangkutan lebih dari 75 % sampah

permukiman ke TPA.

Masyarakat

Permukiman

Pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari

75 % sampah kawasan permukiman.

Pasar Dinas

Kebersihan

Pengangkutan lebih dari 75 % sampah pasar

ke TPA.

Tabel 35 (Lanjutan)

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

4 Kondisi Kebersihan Pasar Dinas Pasar Penyediaan tempat sampah umum dan

pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari

75 % sampah kawasan pasar.

Pedagang Penyediaan tempat sampah kios dan

pemeliharaan kebersihan area sekitar kios.

Pembeli /

Pengunjung

Pemeliharaan kebersihan dengan membuang

sampah pada tempatnya.

Taman Kota Dinas Kebersihan

Pengangkutan lebih dari 75 % sampah taman kota ke TPA.

Dinas

Pertamanan

Penyediaan tempat sampah umum dan

pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari

75 % sampah kawasan taman kota.

Pedagang Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan

kebersihan kawasan sekitar area berjualan.

Pengunjung Pemeliharaan kebersihan dengan membuang

sampah pada tempatnya.

5 Kondisi RTH Kawasan

Publik dan

Privat

Badan /

Kantor

Lingkungan

Hidup

Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik

pada masyarakat melalui upaya penanaman

tanaman peneduh pada kawasan permukiman

dan larangan merusak tanaman peneduh pada

kawasan publik.

Permukiman Masyarakat

Permukiman

Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 50 %

untuk area tidak terbangun kawasan

permukiman.

Pasar Dinas Pasar Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 25 %

untuk area tidak terbangun kawasan pasar.

Taman Kota Dinas

Pertamanan

Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 50 %

untuk area tidak terbangun kawasan taman

kota.

6 Kondisi TPA TPA UPT TPA /

Dinas

Kebersihan

Pengelolaan sampah terbuka agar tidak

melebihi 25 % luas zona aktif, pemeliharaan

IPAL, saluran lindi dan drainase TPA serta

penghijauan minimal 50 % luas zona non aktif

TPA

7 Peraturan Daerah

Tentang Kebersihan

Kawasan

Publik dan

Privat

Badan

Lingkungan

Hidup dan

Dinas

Kebersihan

Peraturan pengelolaan kebersihan sampah

kota, penetapan waktu pembuangan sampah,

serta perbaikan instrumen pengawasan dan

penindakan hukum terkait pelanggaran dalam

pengelolaan sampah kota.

8 Peraturan Daerah

Tentang RTH

Kawasan

Publik dan Privat

Bappeda dan

Dinas Tata Ruang

Ketetapan pemerintah daerah dalam

mempertahankan jumlah maupun luas area RTH pada kawasan - kawasan publik seperti

taman kota, perbaikan instrumen perizinan

kota yang berhubungan dengan pemanfaatan

ruang untuk menjaga proporsi antara lahan

terbangun dengan RTH serta perbaikan

instrumen pengawasan dan penindakan hukum

terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.

5.6.2 Arahan bagi kota sedang di Kalimantan dengan kategori “tinggi”

Kota Singkawang merupakan satu satunya kota sedang di Kalimantan

dengan nilai indeks kualitas lingkungan yang berada pada kategori “tinggi”. Nilai indeks kualitas lingkungan yang dicapai oleh Kota Singkawang pada tahun 2010

adalah 56.13, atau mencapai nilai tertinggi untuk kota di Provinsi Kalimantan Barat. Kota Singkawang, seperti kota - kota sedang lain di Kalimantan juga

menghadapi masalah pertambahan penduduk yang berdampak pada peningkatan produksi sampah dan kebutuhan akan ruang terbuka hijau. Untuk dapat

meningkatkan nilai indeks menjadi kategori “sangat tinggi” hal - hal yang harus

dilakukan dengan cara membenahi aspek - aspek penentu kualitas lingkungan

hidup kota untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 36.

Tabel 36 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan /

keluaran yang diharapkan bagi kota sedang di Kalimantan dengan kategori “tinggi”

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

1 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

Kebersihan

Kawasan

Publik dan

Privat

Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah

layanan sampah dan kapasitas pengelolaan

sampah yang sebanding dengan pertambahan

penduduk melalui penambahan dan

pemeliharaan : (1) tempat penampungan

sampah sementara, (2) depo sampah dan

(3) armada angkut sampah.

2 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

RTH

Kawasan

Publik

Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas

RTH kota melalui upaya : (1) penambahan

jumlah atau luas kawasan RTH dan

(2) perawatan dan penambahan tanaman peneduh.

3 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

TPA

TPA Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran untuk : (1) perluasan

kawasan zona aktif TPA dan pemanfaatan

teknologi pengolahan sampah untuk

mengimbangi meningkatnya timbulan sampah

kota akibat pertumbuhan penduduk,

(2) pengendalian dampak pencemaran

lingkungan melalui pengadaan IPAL,

pemeliharaan saluran lindi dan drainase TPA,

serta (3) penghijauan zona non aktif TPA.

4 Kondisi Kebersihan Kawasan

Publik dan

Privat

Badan /

Kantor

Lingkungan Hidup

Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang

baik pada masyarakat melalui upaya

pengurangan, pemanfaatan hingga daur ulang sampah.

Permukiman Dinas

Kebersihan

Penambahan TPS dan depo sampah serta

kapasitas angkut hingga lebih dari 75 %

sampah permukiman ke TPA.

Masyarakat

Permukiman

Peningkatan kebersihan lingkungan

melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan

permukiman.

Pasar Dinas

Kebersihan

Penambahan kapasitas angkut hingga lebih

dari 75 % sampah pasar ke TPA.

Dinas Pasar Penambahan tempat sampah umum dan

peningkatan kebersihan lingkungan

melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan

pasar.

Tabel 36 (Lanjutan)

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

4 Kondisi Kebersihan Pasar Pedagang Penyediaan tempat sampah kios dan

pemeliharaan kebersihan area sekitar kios.

Pembeli /

Pengunjung

Pemeliharaan kebersihan dengan membuang

sampah pada tempatnya.

Taman Kota Dinas

Kebersihan

Penambahan kapasitas angkut hingga lebih

dari 75 % sampah taman kota ke TPA.

Dinas

Pertamanan

Penambahan tempat sampah umum dan

peningkatan kebersihan lingkungan

melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan taman kota.

Pedagang Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan

kebersihan kawasan sekitar area berjualan.

Pengunjung Pemeliharaan kebersihan dengan membuang

sampah pada tempatnya.

5 Kondisi RTH Kawasan

Publik dan

Privat

Badan /

Kantor

Lingkungan

Hidup

Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik

pada masyarakat melalui upaya penanaman

tanaman peneduh pada kawasan permukiman

dan larangan merusak tanaman peneduh pada

kawasan publik.

Permukiman Masyarakat Permukiman

Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari

50 % untuk area tidak terbangun kawasan

permukiman.

Pasar Dinas Pasar Penambahan dan perawatan tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari

25 % untuk area tidak terbangun kawasan

pasar.

Taman Kota Dinas

Pertamanan

Penambahan dan perawatan tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari

50 % untuk area tidak terbangun kawasan

taman kota.

6 Kondisi TPA TPA UPT TPA /

Dinas

Kebersihan

Peningkatan upaya pengelolaan sampah

terbuka hingga tidak melebihi 25 % luas zona

aktif, pembangunan IPAL, pemeliharaan

saluran lindi dan drainase TPA serta

penghijauan minimal 50 % luas zona non aktif

TPA

7 Peraturan Daerah

Tentang Kebersihan

Kawasan

Publik dan

Privat

Badan

Lingkungan

Hidup dan

Dinas

Kebersihan

Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan

sampah kota, penetapan waktu pembuangan

sampah, serta perbaikan instrumen

pengawasan dan penindakan hukum terkait

pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota.

8 Peraturan Daerah

Tentang RTH

Kawasan

Publik dan

Privat

Bappeda dan

Dinas Tata

Ruang

Penerapan ketetapan pemerintah daerah dalam

penambahan jumlah maupun luas area RTH

pada kawasan - kawasan publik seperti taman

kota, perbaikan instrumen perizinan kota yang

berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk

menjaga proporsi antara lahan terbangun dengan RTH serta perbaikan instrumen

pengawasan dan penindakan hukum terkait

pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.

Upaya pengelolaan lingkungan hidup kota secara umum meliputi kegiatan

pemeliharaan yang bersifat rutin serta kegiatan pengadaan sarana dan prasarana

fisik yang bersifat insidentil. Kegiatan - kegiatan yang bersifat rutin dan insidentil

tersebut dilaksanakan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mempertahankan

atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota, namun keduanya dibedakan

berdasarkan rentang waktu pelaksanaan masing - masing kegiatan. Kegiatan rutin

merupakan kegiatan yang dilakukan secara berkesinambungan, sedangkan

kegiatan insidentil merupakan kegiatan yang dilakukan hanya pada waktu tertentu

bila diperlukan dan umumnya berkaitan dengan pengadaan sarana dan prasarana

yang mendukung peningkatan kualitas lingkungan kota.

Kegiatan rutin dalam pengelolan lingkungan hidup kota meliputi :

a. Kegiatan pengelolaan sampah kota yang mencakup upaya menjaga kebersihan

kawasan publik dan kawasan privat, pengangkutan sampah dari sumber ke TPA serta perawatan sarana pengelolaan sampah seperti armada angkut

sampah, depo sampah dan TPS. b. Kegiatan perawatan tanaman peneduh pada kawasan RTH kota yang

mencakup perawatan dan peremajaan tanaman peneduh kawasan publik dan kawasan privat.

c. Pengelolaan sampah zona aktif TPA yang mencakup upaya penutupan sampah

dengan tanah.

d. Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA yang mencakup upaya penanaman

tanaman peneduh pada area pembuangan sampah TPA yang tidak difungsikan

lagi.

Kegiatan insidentil yang dilakukan tidak secara berkala meliputi :

a. Kajian tingkat timbulan sampah kebutuhan penambahan sarana pengelolaan

kebersihan kota seperti penambahan armada angkut sampah, depo sampah dan

TPS.

b. Kegiatan persiapan dan pengadaan sarana pengelolaan sampah yang

mencakup proses lelang hingga penerimaan sarana pengelolaan sampah.

c. Kajian tingkat kebutuhan RTH kota seperti penentuan kebutuhan lokasi dan

luasan RTH yang dibutuhkan. d. Kegiatan persiapan dan pengadaan RTH kota yang mencakup pengadaaan

lahan hingga pembangunan kawasan taman kota. e. Kajian analisis kebutuhan penambahan luas dan sarana pengendalian

pencemaran TPA yang mencakup perancangan ukuran serta jenis kebutuhan sarana pengendalian pencemaran TPA.

f. Kegiatan persiapan, pelaksanaan penambahan luas serta pengadaan sarana pengendalian pencemaran TPA yang mencakup pembebasan lahan hingga

pembangunan TPA dan pembangunan drainase, saluran lindi dan IPAL /

kolam penmpung lindi untuk mendukung kegiatan operasional TPA.

Kota sedang dengan kategori “tinggi” dapat meningkat menjadi “sangat tinggi” dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 37.

Tabel 37 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan

hidup kota sedang di Kalimantan dengan kategori “tinggi” menjadi

“sangat tinggi”

Kegiatan Tahun

1 2 3 4 5

Kegiatan pengelolaan kebersihan kota

• Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota

• Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota

• Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana pengelolaan sampah kota

• Kegiatan persiapan pengadaan sarana pengelolaan sampah

kota

• Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota

• Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota

Kegiatan pengelolaan RTH kota

• Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota

• Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota

• Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh

• Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota

• Kegiatan pengadaan lahan kawasan RTH kota

• Kegiatan pembangunan kawasan RTH kota

Kegiatan pengelolaan TPA

• Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA

• Kajian analisis kebutuhan penambahan luas dan sarana pengendalian pencemaran TPA

• Kegiatan perancangan penambahan luas dan desain sarana

pengendalian pencemaran TPA

• Kegiatan pembebasan lahan untuk penambahan luas TPA

• Kegiatan pembangunan zona aktif baru TPA

• Kegiatan pemanfaatan zona aktif baru TPA

• Kegiatan pengadaan IPAL TPA

• Kegiatan pengoperasian IPAL TPA

• Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA

Berdasarkan Tabel 37 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional

dan didukung penerapan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan kebersihan

dan RTH kota, dalam kurun waktu 5 tahun diharapkan dapat tercapai peningkatan

kualitas lingkungan hidup kota sedang dengan kategori “tinggi” menjadi “sangat tinggi”. Lamanya waktu yang dibutuhkan oleh kota sedang dengan kategori

“tinggi” untuk menaikkan kualitas lingkungan hingga mencapai kategori “sangat tinggi” adalah 5 tahun, atau sama dengan lama periode jabatan kepala daerah

tingkat kabupaten / kota. Diharapkan dalam satu periode jabatan kepala daerah tersebut dapat dicapai kenaikan kategori kualitas lingkungan kota sedang yang

berada dibawah kepemimpinannya. Kenaikan tersebut dapat menggambarkan keberhasilan bupati / walikota dalam memimpin instansi yang berada dibawah

kewenangannya serta keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan

hidup kota.

5.6.3 Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat tinggi”

Kota Pangkalan Bun, Barabai dan Sampit merupakan kota sedang dengan

nilai indeks kualitas lingkungan yang berada pada kisaran 69.16 - 64.83 atau berada pada kategori “sangat tinggi”. Seperti kota - kota sedang dengan kategori

“sangat tinggi”, secara umum variabel - variabel penentu nilai indeks kualitas lingkungan ketiga kota kecil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kota - kota

lain dengan kategori nilai indeks yang lebih rendah seperti terlihat pada Tabel 34. Dengan jumlah penduduk yang lebih rendah, tingkat permasalahan yang dihadapi

kota - kota kecil tersebut masih secara umum berada dibawah kota - kota sedang.

Dalam mempertahankan nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “sangat

baik” hal - hal yang perlu dilakukan dengan mempertahankan melalui

pembenahan aspek - aspek penentu kualitas lingkungan hidup kota untuk

mencapai keluaran seperti pada Tabel 38.

Tabel 38 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan /

keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat tinggi”

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

1 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

Kebersihan

Kawasan

Publik dan

Privat

Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Ketersediaan anggaran pemenuhan luas daerah

layanan sampah dan kapasitas pengelolaan

sampah yang sebanding dengan pertambahan

penduduk melalui penambahan dan

pemeliharaan : (1) tempat penampungan

sampah sementara dan (2) armada angkut

sampah.

2 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

RTH

Kawasan

Publik

Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Ketersediaan anggaran pemeliharaan kualitas

RTH kota melalui upaya perawatan dan

penanaman tanaman peneduh.

3 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

TPA

TPA Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Ketersediaan anggaran untuk : (1) pengelolaan

kawasan zona aktif TPA, (2) pengendalian

dampak pencemaran lingkungan melalui

pemeliharaan IPAL, saluran lindi dan drainase

TPA, serta (3) penghijauan zona non aktif

TPA.

4 Kondisi Kebersihan Kawasan

Publik dan

Privat

Badan /

Kantor

Lingkungan

Hidup

Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang

baik pada masyarakat melalui upaya

pengurangan, pemanfaatan hingga daur ulang

sampah.

Permukiman Dinas Kebersihan

Penyediaan TPS dan pengangkutan lebih dari 75 % sampah permukiman ke TPA.

Masyarakat

Permukiman

Pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari

75 % sampah kawasan permukiman.

Pasar Dinas

Kebersihan

Pengangkutan lebih dari 75 % sampah pasar

ke TPA.

Dinas Pasar Penyediaan tempat sampah umum dan

pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari

75 % sampah kawasan pasar.

Pedagang Penyediaan tempat sampah kios dan

pemeliharaan kebersihan area sekitar kios.

Pembeli /

Pengunjung

Pemeliharaan kebersihan dengan membuang

sampah pada tempatnya.

Tabel 38 (Lanjutan)

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

4 Kondisi Kebersihan Taman Kota Dinas

Kebersihan

Pengangkutan lebih dari 75 % sampah taman

kota ke TPA.

Dinas

Pertamanan

Penyediaan tempat sampah umum dan

pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari

75 % sampah kawasan taman kota.

Pedagang Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan

kebersihan kawasan sekitar area berjualan.

Pengunjung Pemeliharaan kebersihan dengan membuang

sampah pada tempatnya.

5 Kondisi RTH Kawasan

Publik dan

Privat

Badan /

Kantor

Lingkungan

Hidup

Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik

pada masyarakat melalui upaya penanaman

tanaman peneduh pada kawasan permukiman

dan larangan merusak tanaman peneduh pada

kawasan publik.

Permukiman Masyarakat

Permukiman

Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 50 %

untuk area tidak terbangun kawasan permukiman.

Pasar Dinas Pasar Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 25 %

untuk area tidak terbangun kawasan pasar.

Taman Kota Dinas

Pertamanan

Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 50 %

untuk area tidak terbangun kawasan taman

kota.

6 Kondisi TPA TPA UPT TPA /

Dinas

Kebersihan

Pengelolaan sampah terbuka agar tidak

melebihi 25 % luas zona aktif, pemeliharaan

IPAL, saluran lindi dan drainase TPA serta

penghijauan minimal 50 % luas zona non aktif TPA

7 Peraturan Daerah

Tentang Kebersihan

Kawasan

Publik dan

Privat

Badan

Lingkungan

Hidup dan

Dinas

Kebersihan

Peraturan pengelolaan kebersihan sampah

kota, penetapan waktu pembuangan sampah,

serta perbaikan instrumen pengawasan dan

penindakan hukum terkait pelanggaran dalam

pengelolaan sampah kota.

8 Peraturan Daerah

Tentang RTH

Kawasan

Publik dan

Privat

Bappeda dan

Dinas Tata

Ruang

Ketetapan pemerintah daerah dalam

mempertahankan jumlah maupun luas area

RTH pada kawasan - kawasan publik seperti

taman kota, perbaikan instrumen perizinan

kota yang berhubungan dengan pemanfaatan

ruang untuk menjaga proporsi antara lahan

terbangun dengan RTH serta perbaikan

instrumen pengawasan dan penindakan hukum

terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.

5.6.4. Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “tinggi”

Terdapat 8 (delapan) kota kecil dengan nilai indeks kualitas lingkungan

pada kategori “tinggi” yang tersebar pada tiap provinsi di Kalimantan, kota - kota

tersebut adalah Kuala Kapuas, Amuntai, Sintang, Ngabang, Tanah Grogot,

Pelaihari, Tanjung Redeb dan Batulicin. Dengan rentang nilai pada 58.82 - 48.64,

kota - kota tersebut secara umum telah mampu melakukan pengelolaan kebersihan

dan pengelolaan kawasan RTH dengan baik. Variabel - variabel penentu nilai

indeks kualitas lingkungan kota - kota kecil dengan kategori “tinggi” yang masih

dapat menjadi fokus peningkatan antara lain : (1) pengendalian pencemaran TPA,

(2) pengelolaan TPA, serta (3) pengelolaan RTH kawasan pasar. Untuk dapat

meningkatkan nilai indeks menjadi kategori “sangat tinggi” hal - hal yang harus

dilakukan dengan cara membenahi aspek - aspek penentu kualitas lingkungan

hidup kota untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 39.

Tabel 39 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan /

keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan

kategori “tinggi”

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

1 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

Kebersihan

Kawasan

Publik dan

Privat

Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah

layanan sampah dan kapasitas pengelolaan

sampah yang sebanding dengan pertambahan

penduduk melalui penambahan dan

pemeliharaan : (1) tempat penampungan

sampah sementara dan (2) armada angkut

sampah.

2 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

RTH

Kawasan

Publik

Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas

RTH kota melalui upaya perawatan dan

penambahan tanaman peneduh.

3 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

TPA

TPA Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran untuk : (1) pengelolaan

kawasan zona aktif TPA, (2) pengendalian

dampak pencemaran lingkungan melalui

pengadaan IPAL, perbaikan saluran lindi dan

drainase TPA, serta (3) penghijauan zona

non aktif TPA.

4 Kondisi Kebersihan Kawasan

Publik dan

Privat

Badan /

Kantor

Lingkungan

Hidup

Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang

baik pada masyarakat melalui upaya

pengurangan, pemanfaatan hingga daur ulang

sampah.

Permukiman Dinas Kebersihan

Penambahan TPS dan kapasitas angkut hingga lebih dari 75 % sampah permukiman ke TPA.

Masyarakat

Permukiman

Peningkatan kebersihan lingkungan

melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan

permukiman.

Pasar Dinas

Kebersihan

Penambahan kapasitas angkut hingga lebih

dari 75 % sampah pasar ke TPA.

Dinas Pasar Penambahan tempat sampah umum dan

peningkatan kebersihan lingkungan

melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan

pasar.

Pedagang Penyediaan tempat sampah kios dan pemeliharaan kebersihan area sekitar kios.

Pembeli /

Pengunjung

Pemeliharaan kebersihan dengan membuang

sampah pada tempatnya.

Tabel 39 (Lanjutan)

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

4 Kondisi Kebersihan Taman Kota Dinas

Kebersihan

Penambahan kapasitas angkut hingga lebih

dari 75 % sampah taman kota ke TPA.

Dinas

Pertamanan

Penambahan tempat sampah umum dan

peningkatan kebersihan lingkungan

melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan

taman kota.

Pedagang Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan

kebersihan kawasan sekitar area berjualan.

Pengunjung Pemeliharaan kebersihan dengan membuang

sampah pada tempatnya.

5 Kondisi RTH Kawasan

Publik dan

Privat

Badan /

Kantor

Lingkungan

Hidup

Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik

pada masyarakat melalui upaya penanaman

tanaman peneduh pada kawasan permukiman

dan larangan merusak tanaman peneduh pada

kawasan publik.

Permukiman Masyarakat

Permukiman

Penambahan dan perawatan tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari

50 % untuk area tidak terbangun kawasan

permukiman.

Pasar Dinas Pasar Penambahan dan perawatan tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari

25 % untuk area tidak terbangun kawasan

pasar.

Taman Kota Dinas

Pertamanan

Penambahan dan perawatan tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari

50 % untuk area tidak terbangun kawasan

taman kota.

6 Kondisi TPA TPA UPT TPA /

Dinas

Kebersihan

Peningkatan upaya pengelolaan sampah

terbuka hingga tidak melebihi 25 % luas zona

aktif, pembangunan IPAL, pemeliharaan

saluran lindi dan drainase TPA serta

penghijauan minimal 50 % luas zona non aktif

TPA

7 Peraturan Daerah

Tentang Kebersihan

Kawasan

Publik dan

Privat

Badan

Lingkungan

Hidup dan Dinas

Kebersihan

Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan

sampah kota, penetapan waktu pembuangan

sampah, serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait

pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota.

8 Peraturan Daerah

Tentang RTH

Kawasan

Publik dan

Privat

Bappeda dan

Dinas Tata

Ruang

Penerapan ketetapan pemerintah daerah dalam

penambahan jumlah maupun luas area RTH

pada kawasan - kawasan publik seperti taman

kota, perbaikan instrumen perizinan kota yang

berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk

menjaga proporsi antara lahan terbangun

dengan RTH serta perbaikan instrumen

pengawasan dan penindakan hukum terkait

pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.

Kota kecil dengan kategori “tinggi” dapat meningkat menjadi “sangat

tinggi” dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 40.

Tabel 40 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan

hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “tinggi” menjadi

“sangat tinggi”

Kegiatan Tahun

1 2 3 4

Kegiatan pengelolaan kebersihan kota

• Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota

• Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota

• Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana pengelolaan sampah kota

• Kegiatan persiapan pengadaan sarana pengelolaan sampah

kota

• Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota

• Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota

Kegiatan pengelolaan RTH kota

• Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota

• Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota

• Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh

• Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota

• Kegiatan pengadaan lahan kawasan RTH kota

• Kegiatan pembangunan kawasan RTH kota

Kegiatan pengelolaan TPA

• Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA

• Kajian analisis kebutuhan sarana pengendalian pencemaran TPA

• Kegiatan perancangan desain sarana pengendalian

pencemaran TPA

• Kegiatan pengadaan IPAL TPA

• Kegiatan pengoperasian IPAL TPA

• Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA

Berdasarkan Tabel 40 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional dan didukung penerapan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan kebersihan

dan RTH kota, dalam kurun waktu selama 4 tahun diharapkan dapat tercapai

peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil dengan kategori “tinggi”

menjadi “sangat tinggi”.

5.6.5 Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sedang”

Terdapat 19 (sembilan belas) kota kecil yang tersebar pada tiap provinsi di

Kalimantan dengan nilai indeks kualitas lingkungan pada rentang nilai 46.78 -

37.42 atau pada kategori “sedang”. Kota - kota tersebut secara umum telah

mampu melakukan pengelolaan kebersihan dan pengelolaan kawasan RTH pada

kawasan permukiman dan taman kota dengan baik. Meskipun demikian jangkauan

pelayanan kebersihan belum mampu melingkupi seluruh kawasan permukiman.

Pada kawasan pasar juga belum nampak dilakukan pengelolaan kebersihan dan

pengelolaan kawasan RTH secara optimal. Kota - kota pada kategori sedang juga

belum mampu melakukan pengelolaan sampah di TPA secara baik. Untuk dapat

meningkatkan nilai indeks menjadi kategori “tinggi” hal - hal yang harus

dilakukan dengan cara membenahi aspek - aspek penentu kualitas lingkungan

hidup kota untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 41.

Tabel 41 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan /

keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan

kategori “sedang”

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

1 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

Kebersihan

Kawasan

Publik dan

Privat

Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah

layanan sampah dan kapasitas pengelolaan

sampah yang sebanding dengan pertambahan

penduduk melalui penambahan dan

pemeliharaan : (1) tempat penampungan sampah sementara dan (2) armada angkut

sampah.

2 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

RTH

Kawasan

Publik

Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas

RTH kota melalui upaya perawatan dan

penambahan tanaman peneduh.

3 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

TPA

TPA Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran untuk : (1) pengelolaan

kawasan zona aktif TPA, (2) pengendalian

dampak pencemaran lingkungan melalui

pengadaan saluran dan kolam penampung lindi dan perbaikan drainase TPA, serta

(3) penghijauan zona non aktif TPA.

4 Kondisi Kebersihan Kawasan

Publik dan

Privat

Badan /

Kantor

Lingkungan

Hidup

Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang

baik pada masyarakat melalui upaya

pengurangan, dan pemanfaatan ulang sampah.

Permukiman Dinas

Kebersihan

Penambahan TPS dan kapasitas angkut hingga

lebih dari 75 % sampah permukiman ke TPA.

Masyarakat

Permukiman

Peningkatan kebersihan lingkungan

melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan

permukiman.

Pasar Dinas

Kebersihan

Penambahan kapasitas angkut hingga lebih

dari 50 % sampah pasar ke TPA.

Dinas Pasar Penambahan tempat sampah umum dan

peningkatan kebersihan lingkungan

melingkupi lebih dari 50 % sampah kawasan

pasar.

Pedagang Penyediaan tempat sampah kios dan

pemeliharaan kebersihan area sekitar kios.

Pembeli /

Pengunjung

Pemeliharaan kebersihan dengan membuang

sampah pada tempatnya.

Taman Kota Dinas

Kebersihan

Penambahan kapasitas angkut hingga lebih

dari 75 % sampah taman kota ke TPA.

Dinas

Pertamanan

Penambahan tempat sampah umum dan

peningkatan kebersihan lingkungan

melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan

taman kota.

Pedagang Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan

kebersihan kawasan sekitar area berjualan.

Pengunjung Pemeliharaan kebersihan dengan membuang

sampah pada tempatnya.

5 Kondisi RTH Kawasan

Publik dan

Privat

Badan /

Kantor

Lingkungan

Hidup

Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik

pada masyarakat melalui upaya penanaman

tanaman peneduh pada kawasan permukiman

dan larangan merusak tanaman peneduh pada

kawasan publik.

Tabel 41 (Lanjutan)

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

5 Kondisi RTH Permukiman Masyarakat

Permukiman

Penambahan dan perawatan tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari

50 % untuk area tidak terbangun kawasan

permukiman.

Pasar Dinas Pasar Penambahan dan perawatan tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari

25 % untuk area tidak terbangun kawasan

pasar.

Taman Kota Dinas

Pertamanan

Penambahan dan perawatan tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari

50 % untuk area tidak terbangun kawasan

taman kota.

6 Kondisi TPA TPA UPT TPA /

Dinas

Kebersihan

Peningkatan upaya pengelolaan sampah

terbuka hingga tidak melebihi 25 % luas zona

aktif, pembangunan saluran dan kolam

penampung lindi dan perbaikan drainase TPA

serta penghijauan minimal 25 % luas zona non

aktif TPA

7 Peraturan Daerah

Tentang Kebersihan

Kawasan

Publik dan Privat

Badan

Lingkungan Hidup dan

Dinas

Kebersihan

Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan

sampah kota, penetapan waktu pembuangan sampah, serta perbaikan instrumen

pengawasan dan penindakan hukum terkait

pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota.

8 Peraturan Daerah

Tentang RTH

Kawasan

Publik dan

Privat

Bappeda dan

Dinas Tata

Ruang

Penerapan ketetapan pemerintah daerah dalam

penambahan jumlah maupun luas area RTH

pada kawasan - kawasan publik seperti taman

kota, perbaikan instrumen perizinan kota yang

berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk menjaga proporsi antara lahan terbangun

dengan RTH serta perbaikan instrumen

pengawasan dan penindakan hukum terkait

pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.

Kota kecil dengan kategori “sedang” dapat meningkat menjadi “tinggi”

dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 42.

Tabel 42 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan

hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sedang” menjadi “tinggi”

Kegiatan Tahun

1 2 3

Kegiatan pengelolaan kebersihan kota

• Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota

• Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota

• Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana

pengelolaan sampah kota

• Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota

• Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota

Tabel 42 (Lanjutan)

Kegiatan Tahun

1 2 3

Kegiatan pengelolaan RTH kota

• Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota

• Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota

• Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh

• Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota

Kegiatan pengelolaan TPA

• Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA

• Kajian analisis kebutuhan sarana pengendalian pencemaran

TPA

• Kegiatan pengadaan saluran dan kolam penampung lindi

TPA

• Kegiatan pengoperasian saluran dan kolam penampung lindi

TPA

• Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA

Berdasarkan Tabel 42 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional

dan didukung penerapan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan kebersihan dan RTH kota, dalam kurun waktu 3 tahun diharapkan dapat tercapai peningkatan

kualitas lingkungan hidup kota kecil dengan kategori “sedang” menjadi “tinggi”.

5.6.6 Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “rendah”

Terdapat 9 (sembilan) kota kecil dengan nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “rendah” yang tersebar pada tiap provinsi di Kalimantan, kota - kota

tersebut adalah Rantau, Sambas, Marabahan, Bengkayang, Kotabaru, Muara

Teweh, Kasongan, Pulang Pisau dan Kuala Kurun. Dengan rentang nilai pada

36.11 - 28.95, kota - kota tersebut masih mengalami kendala dalam pengelolaan

kebersihan dan RTH kota. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan rendahnya nilai

variabel - variabel penentu nilai indeks kualitas lingkungan : (1) kebersihan

kawasan pasar, (2) sebaran peneduh kawasan pasar, (3) pengendalian pencemaran

TPA dan (4) pengelolaan sampah di TPA. Untuk dapat meningkatkan nilai indeks

menjadi kategori “sedang” hal - hal yang harus dilakukan dengan cara membenahi

aspek - aspek penentu kualitas lingkungan hidup kota untuk mencapai keluaran

seperti pada Tabel 43.

Tabel 43 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan /

keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan

kategori “rendah”

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

1 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

Kebersihan

Kawasan

Publik dan

Privat

Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah

layanan sampah dan kapasitas pengelolaan

sampah yang sebanding dengan pertambahan

penduduk melalui penambahan dan

pemeliharaan : (1) tempat penampungan

sampah sementara dan (2) armada angkut

sampah.

Tabel 43 (Lanjutan)

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

2 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan RTH

Kawasan

Publik

Pemerintah

Daerah dan DPRD

Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas

RTH kota melalui upaya perawatan dan penambahan tanaman peneduh.

3 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

TPA

TPA Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran untuk : (1) pengelolaan

kawasan zona aktif TPA, (2) pengendalian

dampak pencemaran lingkungan melalui

pengadaan drainase TPA, serta

(3) penghijauan zona non aktif TPA.

4 Kondisi Kebersihan Kawasan

Publik dan

Privat

Badan /

Kantor

Lingkungan

Hidup

Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang

baik pada masyarakat melalui upaya

pengurangan, dan pemanfaatan ulang sampah.

Permukiman Dinas

Kebersihan

Penambahan TPS dan kapasitas angkut hingga

lebih dari 50 % sampah permukiman ke TPA.

Masyarakat

Permukiman

Peningkatan kebersihan lingkungan

melingkupi lebih dari 50 % sampah kawasan

permukiman.

Pasar Dinas

Kebersihan

Penambahan kapasitas angkut hingga lebih

dari 50 % sampah pasar ke TPA.

Dinas Pasar Penambahan tempat sampah umum dan

peningkatan kebersihan lingkungan

melingkupi lebih dari 50 % sampah kawasan

pasar.

Pedagang Penyediaan tempat sampah kios dan

pemeliharaan kebersihan area sekitar kios.

Pembeli /

Pengunjung

Pemeliharaan kebersihan dengan membuang

sampah pada tempatnya.

Taman Kota Dinas

Kebersihan

Penambahan kapasitas angkut hingga lebih

dari 75 % sampah taman kota ke TPA.

Dinas Pertamanan

Penambahan tempat sampah umum dan peningkatan kebersihan lingkungan

melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan

taman kota.

Pedagang Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan

kebersihan kawasan sekitar area berjualan.

Pengunjung Pemeliharaan kebersihan dengan membuang

sampah pada tempatnya.

5 Kondisi RTH Kawasan

Publik dan

Privat

Badan /

Kantor

Lingkungan

Hidup

Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik

pada masyarakat melalui upaya penanaman

tanaman peneduh pada kawasan permukiman

dan larangan merusak tanaman peneduh pada kawasan publik.

Permukiman Masyarakat

Permukiman

Penambahan dan perawatan tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari

25 % untuk area tidak terbangun kawasan

permukiman.

Pasar Dinas Pasar Penambahan dan perawatan tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari

5 % untuk area tidak terbangun kawasan pasar.

Tabel 43 (Lanjutan)

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

5 Kondisi RTH Taman Kota Dinas

Pertamanan

Penambahan dan perawatan tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari

50 % untuk area tidak terbangun kawasan

taman kota.

6 Kondisi TPA TPA UPT TPA /

Dinas

Kebersihan

Peningkatan upaya pengelolaan sampah

terbuka hingga tidak melebihi 50 % luas zona

aktif, pembangunan drainase TPA serta

penghijauan minimal 25 % luas zona non aktif

TPA

7 Peraturan Daerah

Tentang Kebersihan

Kawasan

Publik dan

Privat

Badan

Lingkungan

Hidup dan

Dinas

Kebersihan

Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan

sampah kota, penetapan waktu pembuangan

sampah, serta perbaikan instrumen

pengawasan dan penindakan hukum terkait

pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota.

8 Peraturan Daerah

Tentang RTH

Kawasan

Publik dan

Privat

Bappeda dan

Dinas Tata

Ruang

Penyusunan ketetapan pemerintah daerah

dalam penambahan jumlah maupun luas area

RTH pada kawasan - kawasan publik seperti

taman kota, perbaikan instrumen perizinan

kota yang berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk menjaga proporsi antara lahan

terbangun dengan RTH serta perbaikan

instrumen pengawasan dan penindakan hukum

terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.

Kota kecil dengan kategori “rendah” dapat meningkat menjadi “sedang”

dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 44.

Tabel 44 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan

hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “rendah” menjadi

“sedang”

Kegiatan Tahun

1 2 3

Kegiatan pengelolaan kebersihan kota

• Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota

• Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota

• Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana

pengelolaan sampah kota

• Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota

• Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota

Kegiatan pengelolaan RTH kota

• Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota

• Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota

• Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh

• Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota

Kegiatan pengelolaan TPA

• Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA

• Kegiatan pengadaan drainase zona aktif TPA

• Kegiatan pemanfaatan drainase zona aktif TPA

• Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA

Berdasarkan Tabel 44 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional

dan didukung penerapan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan kebersihan

dan RTH kota, dalam kurun waktu 3 tahun diharapkan dapat tercapai peningkatan

kualitas lingkungan hidup kota kecil dengan kategori “rendah” menjadi “sedang”.

5.6.7 Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat rendah”

Terdapat 4 (kota) kota kecil dengan nilai indeks kualitas lingkungan pada

kategori “sangat rendah”. Sebanyak 3 diantaranya kota berada di Provinsi

Kalimantan Tengah yaitu Puruk Cahu, Tamiyang Layang dan Kuala Pembuang.

Selebihnya 1 kota berada di Provinsi Kalimantan Timur yaitu Kota Sendawar.

Kota - kota tersebut berada dalam rentang nilai indeks kualitas lingkungan 18.40 -

13.43. Secara umum nilai untuk variabel - variabel kualitas lingkungan kota - kota tersebut rendah, kecuali untuk variabel kebersihan dan sebaran peneduh kawasan

permukiman. Kota - kota dengan kategori “sangat rendah” juga ditandai dengan tidak terdapatnya kawasan yang diperuntukkan sebagai taman kota pada masing -

masing kota. Untuk dapat meningkatkan nilai indeks menjadi kategori “rendah” hal - hal yang harus dilakukan dengan cara membenahi aspek - aspek penentu

kualitas lingkungan hidup kota untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 45.

Tabel 45 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan /

keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan

kategori “sangat rendah”

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

1 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

Kebersihan

Kawasan

Publik dan

Privat

Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah

layanan sampah dan kapasitas pengelolaan

sampah yang sebanding dengan pertambahan

penduduk melalui penambahan dan

pemeliharaan : (1) tempat penampungan

sampah sementara dan (2) armada angkut

sampah.

2 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

RTH

Kawasan

Publik

Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas

RTH kota melalui upaya : (1) pengadaan

taman kota dan (2) perawatan dan penambahan tanaman peneduh.

3 Alokasi Anggaran

Kegiatan Pengelolaan

TPA

TPA Pemerintah

Daerah dan

DPRD

Peningkatan anggaran untuk : (1) pengelolaan

kawasan zona aktif TPA dan (2) penghijauan

zona non aktif TPA.

4 Kondisi Kebersihan Kawasan

Publik dan

Privat

Badan /

Kantor

Lingkungan

Hidup

Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang

baik pada masyarakat melalui upaya

pengurangan, dan pemanfaatan ulang sampah.

Permukiman Dinas

Kebersihan

Penambahan TPS dan kapasitas angkut hingga

lebih dari 50 % sampah permukiman ke TPA.

Masyarakat

Permukiman

Peningkatan kebersihan lingkungan

melingkupi lebih dari 50 % sampah kawasan

permukiman.

Pasar Dinas

Kebersihan

Penambahan kapasitas angkut hingga lebih

dari 25 % sampah pasar ke TPA.

Dinas Pasar Penambahan tempat sampah umum dan

peningkatan kebersihan lingkungan

melingkupi lebih dari 25 % sampah kawasan

pasar.

Tabel 45 (Lanjutan)

No Aspek Pembenahan Lokasi

Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran

4 Kondisi Kebersihan Pedagang Penyediaan tempat sampah kios dan

pemeliharaan kebersihan area sekitar kios.

Pembeli /

Pengunjung

Pemeliharaan kebersihan dengan membuang

sampah pada tempatnya.

5 Kondisi RTH Kawasan

Publik dan

Privat

Badan /

Kantor

Lingkungan

Hidup

Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik

pada masyarakat melalui upaya penanaman

tanaman peneduh pada kawasan permukiman

dan larangan merusak tanaman peneduh pada

kawasan publik.

Permukiman Masyarakat

Permukiman

Penambahan dan perawatan tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari

25 % untuk area tidak terbangun kawasan

permukiman.

Pasar Dinas Pasar Penambahan dan perawatan tanaman peneduh

agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari

5 % untuk area tidak terbangun kawasan pasar.

6 Kondisi TPA TPA UPT TPA /

Dinas

Kebersihan

Peningkatan upaya pengelolaan sampah

terbuka hingga tidak melebihi 75 % luas zona

aktif dan penghijauan minimal 5 % luas zona

non aktif TPA

7 Peraturan Daerah

Tentang Kebersihan

Kawasan

Publik dan

Privat

Badan

Lingkungan

Hidup dan

Dinas

Kebersihan

Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan

sampah kota, penetapan waktu pembuangan

sampah, serta perbaikan instrumen

pengawasan dan penindakan hukum terkait

pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota.

8 Peraturan Daerah

Tentang RTH

Kawasan

Publik dan

Privat

Bappeda dan

Dinas Tata

Ruang

Penyusunan ketetapan pemerintah daerah

dalam penambahan jumlah maupun luas area

RTH pada kawasan - kawasan publik seperti taman kota, perbaikan instrumen perizinan

kota yang berhubungan dengan pemanfaatan

ruang untuk menjaga proporsi antara lahan

terbangun dengan RTH serta perbaikan

instrumen pengawasan dan penindakan hukum

terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.

Kota kecil dengan kategori “sangat rendah” dapat meningkat menjadi

“rendah” dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 46.

Tabel 46 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan

hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat rendah”

menjadi “rendah”

Kegiatan Tahun

1 2 3

Kegiatan pengelolaan kebersihan kota

• Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota

• Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota

• Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana

pengelolaan sampah kota

• Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota

• Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota

Tabel 46 (Lanjutan)

Kegiatan Tahun

1 2 3

Kegiatan pengelolaan RTH kota

• Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota

• Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota

• Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh

• Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota

• Kegiatan pengadaan lahan kawasan taman kota

• Kegiatan pembangunan kawasan taman kota

Kegiatan pengelolaan TPA

• Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA

• Kegiatan pengadaan drainase zona aktif TPA

• Kegiatan pemanfaatan drainase zona aktif TPA

• Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA

Berdasarkan Tabel 46 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional

dan didukung keberadaan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan

kebersihan dan RTH kota, dalam kurun waktu 3 tahun diharapkan dapat tercapai

peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil dengan kategori “sangat rendah”

menjadi “rendah”. Lamanya waktu yang dibutuhkan oleh kota kecil untuk

menaikkan kualitas lingkungan hingga mencapai satu tingkat kategori lebih tinggi

adalah 3 - 4 tahun, tergantung kondisi awal kualitas lingkungan serta tingkat

kategori kualitas lingkungan yang ingin dicapai. Lamanya waktu tersebut tidak

melebihi satu periode jabatan kepala daerah yang mencapai 5 tahun, sehingga diharapkan dalam satu periode jabatan kepala daerah dapat dicapai kenaikan

kategori kualitas lingkungan kota satu tingkat sebelum masa kepemimpinan kepala daerah bersangkutan berakhir.

Arahan peningkatan nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil

di Kalimantan ini disusun sebagai acuan bagi pemerintah daerah untuk

meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota di wilayah kerjanya masing -

masing. Arahan menunjukkan fokus pembenahan pada aspek - aspek yang

berpengaruh pada nilai indeks kualitas lingkungan yang perlu ditingkatkan agar

didapatkan kenaikan nilai indeks kota secara umum.

VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian analisis kualitas lingkungan hidup kota sedang dan

kecil di Kalimantan, dapat diambil simpulan sebagai berikut :

1. Pengelompokan yang dilakukan pada kota sedang dan kecil di Kalimantan

berdasarkan data 2006 - 2010 menggunakan analisis gerombol menunjukkan 6 kota termasuk dalam kluster kategori “sangat baik”, 7 kota termasuk dalam

kluster kategori “baik”, 19 kota berada dalam kluster kategori “cukup”, 11 kota dalam kluster kategori “buruk” dan 4 kota dalam kluster kategori “sangat

buruk”.

2. Indikator - indikator kualitas lingkungan kawasan - kawasan publik dan

kawasan yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat seperti taman kota,

pasar dan TPA memiliki bobot lebih besar dibandingkan kawasan privat

seperti permukiman dalam penentuan nilai indeks kualitas lingkungan hidup

kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010. Upaya - upaya

peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan - kawasan publik memberikan

pengaruh lebih besar dibandingkan dengan kawasan privat terhadap nilai

indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil pada kurun waktu

tersebut.

3. Alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang berasal dari APBD

2006 - 2010 nyata meningkatkan kualitas lingkungan suatu kota. Alokasi

anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan yang berasal dari APBD 2006 -

2010 tidak nyata meningkatkan kualitas lingkungan suatu kota.

4. Kepadatan penduduk wilayah perkotaan tahun 2006 - 2010 nyata menurunkan

kualitas lingkungan hidup suatu kota.

5. Arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota - kota sedang dan kecil di

Kalimantan tahun 2010 meliputi upaya peningkatan kualitas pengelolaan

kebersihan kota pada sumber hingga akhir pengelolaan sampah di TPA, serta

menjaga kualitas RTH kota di kawasan publik dan privat dengan dukungan

ketersediaan anggaran yang disesuaikan dengan pertambahan kepadatan

penduduk dan kategori nilai indeks kualitas lingkungan masing - masing kota.

6.2 Saran

Beberapa saran berdasarkan hasil dan simpulan penelitian analisis kualitas

lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan lingkungan kawasan publik kota perlu ditetapkan menjadi prioritas pemerintah kabupaten / kota dalam pengelolaan lingkungan hidup

kota karena dapat memberikan pengaruh lebih besar pada kualitas lingkungan hidup kota dibandingkan dengan kawasan privat.

2. Arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di

Kalimantan dapat dilakukan dengan pendekatan atribut green planning dan

green open space dalam program “kota hijau”. Penerapan konsep kota ramah lingkungan seperti program “kota hijau” dapat menjadi acuan peningkatan

kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan secara umum.

DAFTAR PUSTAKA

Asian Development Bank. 2012. Green Cities. Manila (PH).

Best A, Dusen H V, Colin R. 1998. Sustainable Seattle - Indicators of Sustainable

Community. Seattle (US).

Bhuiyan S H. 2010. A crisis in governance: Urban solid waste management in

Bangladesh. Journal of Habitat International 34 (1) : 125 - 133. doi :

10.1016 / j.habitatint. 2009.08.002.

Bian Y, Yang F. 2010. Resource and Environment Efficiency Analysis of

Provinces in China : A DEA Approach Based on Shannon’s Entropy.

Journal of Energy Policy 38 (4) : 1909 - 1917. doi : 10.1016 / j.enpol.

2009.11.071.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 : Data Agregat Per Provinsi. Jakarta (ID).

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. 2011. Kalimantan Barat

Dalam Angka. Pontianak (ID).

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah. 2011. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Palangka Raya (ID).

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan. 2011. Kalimantan

Selatan Dalam Angka. Banjarmasin (ID).

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 2011. Kalimantan Timur

Dalam Angka. Samarinda (ID).

Duggan I C. 2012. Urban planning provides potential for lake restoration through

catchment re-vegetation. Journal of Urban Forestry and Urban Greening

11 (1) : 95 - 99. doi : 10.1016 / j.ufug. 2011.09.006.

Emerson J, Levy M A. 2010. Environmental Sustainability Index. Connecticut

(US) : Yale University.

Eschner A R, Satterlund D R. 1966. Forest protection and streamflow from an

Adirondack watershed. Journal of Water Resources 2 (4) : 765 - 783. doi : 10.1029 / WR002 i004 p00765.

Esty D C, Srebotnjak T, Goodall M. 2005. Environmental Sustainability Index.

Connecticut (US) : Yale University.

Eurostat. 2002. SERIEE European System for the Collection of Economic

Information on the Environment - 1994 Version. Luxembourg (LU).

Farrow A, Winograd M. 2001. Land Use Modelling at The Regional Scale: an

Input to Rural Sustainability Indicators for Central America. Journal of

Agriculture, Ecosystem and Environment 85 (3) : 249 - 268. doi : 10.1016 / S0167 - 8809 (01) 00192 - X.

Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta (ID) : PT.

Gramedia Pustaka Utama.

French N H, Erickson T, Thelen B, Shuchman R. 2008. The Environmental

Quality Index : Approach, Concepts, Methods, and Demonstration of The

EQI Approach for NRCS Conservation Program Assessment. Michigan

(US) : Michigan Technological Research Institute.

Garza G. 1996. Uncontrolled air pollution in Mexico City. Journal of Cities 13 (5) : 315 - 328. doi : 10.1016 / 0264 - 2751 (96) 00019 - 4.

Gujarati D N. 2004. Basic Econometrics. 4th edition. New York (US) : McGraw -

Hill.

Haygarth P M, Chapman P J, Jarvis S C, Smith R V. 1998. Phosphorus Budgets

for Two Contrasting Grassland Farming Systems in The UK. Journal of

Soil Use and Management 14 (4) : 160 - 167. doi : 10.1111 / j.1475 - 2743.

1998. tb00635.

Kassomenos P A, Kelessisb A, Petrakakisb M, Zoumakisc N, Christidis T, Paschalidou A K. 2012. Air Quality Assessment in a Heavily Polluted

Urban Mediterranean Environment Through Air Quality Indices. Journal of Ecological Indicators 18 : 259 - 268. doi : 10.1016 / j.ecolind.

2011.11.021.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2006. Mekanisme dan Kriteria Pemantauan

Adipura. Jakarta (ID) : Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran

Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2007. Panduan Pengawasan Pemanfaatan

Ruang dari Aspek Lingkungan. Jakarta (ID) : Asisten Deputi Urusan

Pengawasan dan Evaluasi Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2008. Profil Lingkungan Hidup Adipura Kota -

Kota di Kalimantan. Balikpapan (ID) : Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Kalimantan, Kementerian Lingkungan Hidup.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2010. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup.

Jakarta (ID) : Asisten Deputi Urusan Data dan Informasi Lingkungan,

Kementerian Lingkungan Hidup.

Kementerian Pekerjaan Umum. 2011. Program Pengembangan Kota Hijau

(P2KH) Panduan Pelaksanaan 2011. Jakarta (ID) : Direktorat Jendaral

Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum.

Kao J J, Pan T C, Lin C M. 2009. An environmental sustainability based budget

allocation system for regional water quality management. Journal of

Environmental Management 90 (2) : 699 - 709. doi : 10.1016 / j.jenvman. 2008.01.003.

Korol R, Kolanek A, Stron M. 2005. Trends in water quality variations in the

Odra River the day before implementation of the Water Framework

Directive. Limnologica 35 (3) : 151 - 159. doi : 10.1016 / j.limno.

2005.06.002.

Lim M. 2012. Measuring Waste in Malaysia: A Neglected Approach. Journal of

Social and Behavioral Procedia 42 : 198 - 204. doi : 10.1016 / j.sbspro.

2012.04.182.

Min L, Fangying G, Jiawei F, Meixuan S, He Z. 2011. The sustainable approach

to the green space layout in high density urban environment: a case study

of Macau peninsula. Journal of Procedia Engineering 21 : 922 - 928. doi :

10.1016 / j.proeng. 2011.11.2095.

Nachrowi N D, Usman H. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta (ID) : Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia.

Naïma T D, Guy M, Serge C, Djamel T. 2012. Composition of Municipal Solid

Waste (MSW) generated by the city of Chlef (Algeria). Journal of Energy

Procedia 18 : 762 - 771. doi : 10.1016 / j.egypro. 2012.05.092.

Nasution A D, Zahrah W. 2012. Public Open Space Privatization and Quality of

Life, Case Study Merdeka Square Medan. Journal of Social and Behavioral

Procedia 36 : 466 - 475. doi : 10.1016 / j.sbspro. 2012.03.051.

Nowak D, Walton J T. 2012. Projected Urban Growth (2000 - 2050) and Its

Estimated Impact on the United States Forest Resource. Journal of Forestry [Internet]. [diunduh 2012 Sep 15]; 103 (7) : 383 - 389. Tersedia

pada : www.ingentaconnect.com/content/saf/jof/2005/0000103/0000008/ art00004.pdf.

Pribadi D O, Panuju D R, Rustiadi E, Pravitasari E A. 2011. Permodelan

Perencanaan Pengembangan Wilayah : Konsep, Metode, Aplikasi dan

Teknik Komputasi. Bogor (ID) : Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Institut Pertanian Bogor.

Rao J, Shantaram M V. 1995. Concentrations and relative availabilities of heavy

metals in urban solid wastes of Hyderabad, India Journal of Bioresorce

Technology [Internet]. [diunduh 2012 Okt 28]; 53 (1) : 53 - 55. Tersedia

pada : www.sciencedirect.com/science/article/pii/096085249500054I.pdf.

Roaf S. 2010. Designing high - density cities for social and environmental

sustainability. London (GB) : Sterling VA.

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju D R. 2009. Perencanaan dan Pengembangan

Wilayah. Jakarta (ID) : Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.

Siriwardena L, Finlayson B L, McMahon T A. 2006. The impact of land use

change on catchment hydrology in large catchments: The Comet River,

Central Queensland, Australia. Journal of Hydrology 326 (4) : 199 - 214.

doi : 10.1016 / j.jhydrol. 2005.10.030.

Soedibjo B S. 2008. Analisis Komponen Utama Dalam Kajian Ekologi. Jurnal Oseana [Internet]. [diunduh 2013 Mar 3]; 33 (2) : 43 - 53. Tersedia pada :

www.oseanografi.lipi.go.id/sites/default/files/oseana_xxxiii(2)43-53.pdf.

Sun J H, Hu J, Ming J, Yan J M, Liu Z, Shi Y R. 2012. Regional Environmental

Performance Evaluation: A Case of Western Regions in China. Journal of

Energy Procedia 16 (1) : 377 - 382. doi : 10.1016 / j.egypro. 2012.01.062.

Yhdego M. 1995. Urban solid waste management in Tanzania : Issues, concepts

and challenges. Journal of Resources, Conservation and Recycling 14 (1) :

1 - 10. doi : 10.1016 / 0921 - 3449 (94) 00017 - Y.

Wood F L, Heathwaite A L, Haygarth P M. 2005. Evaluating diffuse and point

phosphorus contributions to river transfers at different scales in the Taw

catchment, Devon, UK. Journal of Hydrology 304 (4) : 118 - 138. doi :

10.1016 / j.jhydrol. 2004.07.026.

World Bank. 2004. Mongolia Environment Monitor 2004 : Environment

Challenges of Urban Development. Ulaanbaatar (MN).

Zhang X, Huang G H, Nie X. 2009. Optimal Decision Schemes for Agricultural

Water Quality Management Planning with Imprecise Objective. Journal of

Agricultural Water Management 96 : 1723 - 1731. doi : 10.1016 / j.agwat.

2009.07.011.

Lampiran 1 Nilai variabel - variabel komponen kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010

No Nama Kota Tahun

Kebersihan

Kawasan Permukiman

RTH

Kawasan Permukiman

Kebersihan

Kawasan Pasar

RTH

Kawasan Pasar

Area Resapan

Kawasan Taman

Kota

Kebersihan Kawasan

Taman

Kota

Pengendalian

Pencemaran TPA

Pengelolaan

Sampah TPA

RTH

Kawasan TPA

1 Kota Amuntai 2006 60.83 55.49 28.33 0.00 71.04 70.83 0.00 7.29 2.08

2 Kota Banjarbaru 2006 78.42 66.17 42.29 5.21 64.31 66.67 30.56 51.35 65.00

3 Kota Barabai 2006 62.29 63.47 22.50 0.00 62.92 59.17 17.64 44.48 32.50

4 Kota Batulicin 2006 71.77 35.42 60.49 32.78 0.00 0.00 26.67 34.38 39.58

5 Kota Bengkayang 2006 44.17 45.42 33.33 4.17 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

6 Kota Bontang 2006 64.17 68.54 45.42 42.50 77.50 58.75 0.00 0.00 0.00

7 Kota Buntok 2006 53.44 81.98 35.21 0.00 87.50 60.83 15.28 9.38 35.83

8 Kota Kandangan 2006 61.60 53.82 35.42 1.46 65.00 84.17 0.00 0.00 0.00

9 Kota Kasongan 2006 53.25 46.67 66.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

10 Kota Ketapang 2006 77.92 60.21 30.42 18.75 76.25 69.17 0.00 0.00 41.67

11 Kota Kotabaru 2006 56.46 55.90 37.71 34.31 37.50 37.50 26.67 6.67 30.00

12 Kota Kuala Kapuas 2006 58.02 46.88 17.08 0.00 94.79 81.67 24.44 38.75 64.58

13 Kota Kuala Kurun 2006 52.25 14.67 35.33 39.83 70.33 63.33 0.00 0.00 0.00

14 Kota Kuala Pembuang 2006 59.06 15.00 8.33 6.25 0.00 0.00 0.00 7.92 51.67

15 Kota Malinau 2006 62.08 54.72 55.56 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

16 Kota Marabahan 2006 71.74 62.08 50.21 0.00 58.75 63.33 18.33 0.00 55.00

17 Kota Martapura 2006 63.13 67.78 25.83 8.33 62.50 62.50 0.00 30.63 55.42

18 Kota Mempawah 2006 71.25 60.63 58.33 0.00 93.33 90.00 0.00 0.00 51.67

19 Kota Muara Teweh 2006 58.89 65.35 17.29 2.50 86.25 83.75 0.00 16.88 60.83

20 Kota Nanga Bulik 2006 32.71 0.00 41.67 26.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

21 Kota Nanga Pinoh 2006 45.14 39.58 23.06 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

22 Kota Ngabang 2006 37.15 38.61 12.50 0.00 0.00 0.00 7.64 5.73 0.00

23 Kota Nunukan 2006 58.43 51.85 36.85 0.00 50.00 50.00 0.00 0.00 0.00

Lampiran 1 (Lanjutan)

No Nama Kota Tahun

Kebersihan

Kawasan Permukiman

RTH

Kawasan Permukiman

Kebersihan

Kawasan Pasar

RTH

Kawasan Pasar

Area Resapan

Kawasan Taman

Kota

Kebersihan

Kawasan Taman

Kota

Pengendalian

Pencemaran TPA

Pengelolaan

Sampah TPA

RTH

Kawasan TPA

24 Kota Pangkalan Bun 2006 86.46 89.38 81.56 14.58 82.08 82.29 30.14 29.58 61.67

25 Kota Paringin 2006 59.06 59.48 31.67 0.00 71.46 39.79 0.00 7.29 2.08

26 Kota Pelaihari 2006 70.31 69.90 31.25 28.13 86.25 70.83 0.00 20.00 36.67

27 Kota Penajam 2006 27.50 34.03 2.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

28 Kota Pulang Pisau 2006 49.25 56.33 12.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

29 Kota Puruk Cahu 2006 45.63 0.00 33.33 0.00 0.00 0.00 0.00 19.48 0.00

30 Kota Putussibau 2006 42.92 28.47 61.11 0.00 58.89 44.44 0.00 0.00 0.00

31 Kota Rantau 2006 53.96 56.11 47.08 0.00 60.00 70.83 0.00 0.00 0.00

32 Kota Sambas 2006 66.67 59.17 46.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 55.00

33 Kota Sampit 2006 41.46 43.58 36.88 0.00 75.83 40.83 29.17 36.35 6.25

34 Kota Sangatta 2006 63.96 60.83 66.88 20.83 0.00 0.00 18.33 0.00 0.00

35 Kota Sanggau 2006 51.67 39.72 43.23 0.00 65.00 65.42 0.00 10.94 0.00

36 Kota Sekadau 2006 36.39 41.76 35.00 0.00 56.11 41.67 0.00 0.00 0.00

37 Kota Sendawar 2006 31.04 45.42 56.04 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 16.67

38 Kota Singkawang 2006 64.72 71.11 42.50 0.00 73.33 60.83 0.00 21.25 33.33

39 Kota Sintang 2006 43.98 44.63 44.81 0.00 47.22 68.33 0.00 6.67 0.00

40 Kota Sukamara 2006 65.94 57.19 61.67 0.00 75.14 56.94 6.67 12.40 53.33

41 Kota Tamiang Layang 2006 40.63 31.25 16.88 0.00 0.00 0.00 0.00 14.58 58.33

42 Kota Tanah Grogot 2006 45.42 40.14 26.67 0.00 77.78 72.78 0.00 0.00 51.67

43 Kota Tanjung Redeb 2006 62.57 59.72 37.92 4.17 69.17 70.00 0.00 33.13 0.00

44 Kota Tanjung Selor 2006 67.57 62.01 56.25 46.88 77.50 74.58 0.00 0.00 0.00

45 Kota Tanjung 2006 62.50 42.64 23.33 0.00 80.42 60.00 0.00 2.08 0.00

46 Kota Tarakan 2006 61.83 66.17 66.67 23.61 92.04 92.22 53.33 58.33 56.11

Lampiran 1 (Lanjutan)

No Nama Kota Tahun

Kebersihan

Kawasan Permukiman

RTH

Kawasan Permukiman

Kebersihan

Kawasan Pasar

RTH

Kawasan Pasar

Area Resapan

Kawasan Taman

Kota

Kebersihan

Kawasan Taman

Kota

Pengendalian

Pencemaran TPA

Pengelolaan

Sampah TPA

RTH

Kawasan TPA

47 Kota Tenggarong 2006 39.31 49.72 65.56 33.33 92.78 75.37 0.00 0.00 58.89

48 Kota Amuntai 2007 51.53 42.08 45.83 0.00 65.00 77.50 24.17 46.04 34.17

49 Kota Banjarbaru 2007 82.33 65.50 44.79 16.67 81.11 91.67 33.33 18.75 66.67

50 Kota Barabai 2007 70.75 62.75 18.75 0.00 60.83 72.50 52.22 60.00 72.50

51 Kota Batulicin 2007 89.58 45.83 54.17 30.56 0.00 0.00 33.33 0.00 50.00

52 Kota Bengkayang 2007 58.33 41.12 25.28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 41.67

53 Kota Bontang 2007 71.25 67.50 50.42 52.08 93.33 91.67 0.55 0.00 33.33

54 Kota Buntok 2007 60.42 62.08 58.33 16.67 75.00 53.05 0.00 0.00 0.00

55 Kota Kandangan 2007 64.83 45.00 22.08 0.00 55.00 76.67 10.55 38.33 43.33

56 Kota Kasongan 2007 61.67 34.44 16.67 17.78 0.00 0.00 13.88 20.83 25.00

57 Kota Ketapang 2007 72.36 78.33 40.97 8.47 76.94 76.67 0.00 0.00 42.78

58 Kota Kotabaru 2007 64.86 61.11 65.28 27.78 25.00 91.67 33.33 18.75 50.00

59 Kota Kuala Kapuas 2007 26.85 65.42 24.17 16.67 93.88 93.33 13.52 43.33 52.78

60 Kota Kuala Kurun 2007 65.00 42.23 50.00 17.78 91.67 83.33 0.00 0.00 0.00

61 Kota Kuala Pembuang 2007 42.92 12.50 50.00 0.00 0.00 0.00 8.88 0.00 51.67

62 Kota Malinau 2007 41.80 57.08 41.67 8.33 0.00 0.00 0.00 12.50 0.00

63 Kota Marabahan 2007 84.44 69.44 54.17 16.67 91.67 91.67 25.00 0.00 58.33

64 Kota Martapura 2007 79.72 62.50 83.33 50.00 91.67 91.67 25.00 29.17 68.33

65 Kota Mempawah 2007 68.34 77.28 24.17 0.00 68.71 85.56 21.38 7.78 45.00

66 Kota Muara Teweh 2007 62.50 60.37 51.67 32.23 83.33 58.33 13.88 17.36 35.00

67 Kota Nanga Bulik 2007 50.63 50.42 50.00 26.67 0.00 0.00 0.00 0.00 58.33

68 Kota Nanga Pinoh 2007 54.17 50.00 20.83 8.33 0.00 0.00 8.33 0.00 8.33

69 Kota Ngabang 2007 54.44 63.89 29.17 29.17 0.00 0.00 8.33 12.50 8.33

Lampiran 1 (Lanjutan)

No Nama Kota Tahun

Kebersihan

Kawasan Permukiman

RTH

Kawasan Permukiman

Kebersihan

Kawasan Pasar

RTH

Kawasan Pasar

Area Resapan

Kawasan Taman

Kota

Kebersihan

Kawasan Taman

Kota

Pengendalian

Pencemaran TPA

Pengelolaan

Sampah TPA

RTH

Kawasan TPA

70 Kota Nunukan 2007 58.98 44.35 47.22 0.00 56.12 73.88 0.00 12.50 53.33

71 Kota Pangkalan Bun 2007 80.28 73.61 71.67 34.58 87.50 91.67 41.67 43.75 51.67

72 Kota Paringin 2007 50.42 56.46 52.50 0.00 65.00 64.58 0.00 6.25 0.00

73 Kota Pelaihari 2007 77.08 75.00 57.22 25.00 91.67 71.67 44.45 39.58 50.00

74 Kota Penajam 2007 42.50 40.00 8.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

75 Kota Pulang Pisau 2007 58.61 35.42 50.00 16.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

76 Kota Puruk Cahu 2007 62.50 36.25 58.33 30.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

77 Kota Putussibau 2007 47.22 51.39 33.33 16.67 75.00 58.33 0.00 0.00 51.67

78 Kota Rantau 2007 58.92 41.92 21.25 0.00 49.17 35.83 0.00 27.92 18.33

79 Kota Sambas 2007 59.45 48.33 50.83 0.00 93.33 84.45 0.00 0.00 58.33

80 Kota Sampit 2007 67.29 56.25 20.83 0.00 86.67 83.33 19.45 16.67 75.00

81 Kota Sangatta 2007 66.67 65.42 45.83 22.92 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

82 Kota Sanggau 2007 56.94 45.83 46.67 8.33 70.83 58.33 0.00 0.00 0.00

83 Kota Sekadau 2007 52.78 42.64 20.83 19.17 26.67 68.33 8.33 12.50 8.33

84 Kota Sendawar 2007 68.33 41.94 56.25 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

85 Kota Singkawang 2007 83.52 84.36 29.17 0.00 73.89 73.61 0.00 0.00 26.67

86 Kota Sintang 2007 51.67 62.50 31.67 16.67 75.00 75.00 8.33 31.25 8.33

87 Kota Sukamara 2007 49.17 31.67 52.50 21.67 45.83 72.50 11.12 8.33 53.33

88 Kota Tamiang Layang 2007 58.47 46.39 42.78 16.67 0.00 0.00 13.88 0.00 0.00

89 Kota Tanah Grogot 2007 50.00 64.17 66.67 38.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

90 Kota Tanjung Redeb 2007 59.63 58.24 36.67 37.23 83.33 75.00 5.55 12.92 58.33

91 Kota Tanjung Selor 2007 70.00 61.94 48.89 46.11 77.50 70.83 16.67 10.42 68.33

92 Kota Tanjung 2007 53.92 40.33 20.83 0.00 75.00 55.83 24.45 49.17 68.33

Lampiran 1 (Lanjutan)

No Nama Kota Tahun

Kebersihan

Kawasan Permukiman

RTH

Kawasan Permukiman

Kebersihan

Kawasan Pasar

RTH

Kawasan Pasar

Area Resapan

Kawasan Taman

Kota

Kebersihan

Kawasan Taman

Kota

Pengendalian

Pencemaran TPA

Pengelolaan

Sampah TPA

RTH

Kawasan TPA

93 Kota Tarakan 2007 78.70 63.75 70.00 45.83 72.22 83.33 36.12 42.92 58.33

94 Kota Tenggarong 2007 38.75 73.33 23.89 4.17 87.22 83.89 0.00 0.00 26.67

95 Kota Amuntai 2008 62.78 62.78 52.50 38.33 68.33 83.33 8.88 16.67 33.33

96 Kota Banjarbaru 2008 74.55 75.63 51.67 41.67 73.33 61.39 39.17 54.17 82.50

97 Kota Barabai 2008 64.83 64.00 41.67 35.83 58.33 71.67 25.00 44.58 33.33

98 Kota Batulicin 2008 78.33 60.42 54.17 41.67 91.67 87.50 16.67 16.67 48.33

99 Kota Bengkayang 2008 54.17 50.00 51.67 33.33 0.00 0.00 0.00 0.00 50.00

100 Kota Bontang 2008 60.83 67.50 62.92 42.08 83.33 68.33 28.33 48.33 58.33

101 Kota Buntok 2008 49.17 52.50 33.33 0.00 77.78 69.44 0.00 0.00 41.67

102 Kota Kandangan 2008 62.33 66.33 45.83 8.33 63.33 66.67 0.00 28.33 50.00

103 Kota Kasongan 2008 50.42 37.08 42.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 28.33

104 Kota Ketapang 2008 54.17 66.25 37.50 43.75 70.83 63.33 0.00 6.25 50.00

105 Kota Kotabaru 2008 65.49 65.14 43.54 37.50 58.33 83.33 16.67 27.08 50.00

106 Kota Kuala Kapuas 2008 47.92 35.42 33.33 4.17 75.00 83.33 8.88 0.00 33.33

107 Kota Kuala Kurun 2008 60.00 40.00 33.33 8.33 68.33 60.00 0.00 0.00 33.33

108 Kota Kuala Pembuang 2008 56.25 31.67 53.33 0.00 0.00 0.00 0.00 4.17 0.00

109 Kota Malinau 2008 62.92 45.83 34.17 12.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

110 Kota Marabahan 2008 80.28 77.15 54.17 25.00 75.00 83.33 16.67 26.25 66.67

111 Kota Martapura 2008 68.33 77.78 33.33 13.33 66.67 66.67 21.95 49.79 65.83

112 Kota Mempawah 2008 52.17 68.83 33.33 0.00 70.00 64.44 8.33 0.00 33.33

113 Kota Muara Teweh 2008 56.11 51.39 42.50 0.00 75.00 51.67 0.00 0.00 0.00

114 Kota Nanga Bulik 2008 53.33 33.33 50.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

115 Kota Nanga Pinoh 2008 56.67 55.42 40.00 0.00 75.00 66.67 0.00 0.00 0.00

Lampiran 1 (Lanjutan)

No Nama Kota Tahun

Kebersihan

Kawasan Permukiman

RTH

Kawasan Permukiman

Kebersihan

Kawasan Pasar

RTH

Kawasan Pasar

Area Resapan

Kawasan Taman

Kota

Kebersihan

Kawasan Taman

Kota

Pengendalian

Pencemaran TPA

Pengelolaan

Sampah TPA

RTH

Kawasan TPA

116 Kota Ngabang 2008 57.50 63.75 50.83 43.33 44.17 58.33 8.88 13.33 41.67

117 Kota Nunukan 2008 64.17 57.04 56.94 4.17 33.33 75.00 0.00 0.00 33.33

118 Kota Pangkalan Bun 2008 68.06 60.00 70.83 64.58 70.83 86.67 60.00 43.75 66.67

119 Kota Paringin 2008 64.17 68.33 40.00 35.83 60.00 57.50 8.88 16.67 33.33

120 Kota Pelaihari 2008 53.75 56.25 58.61 49.93 87.50 57.50 47.22 62.50 68.33

121 Kota Penajam 2008 31.25 54.17 8.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 50.00

122 Kota Pulang Pisau 2008 55.00 46.67 33.33 16.67 76.67 71.67 0.00 0.00 0.00

123 Kota Puruk Cahu 2008 50.83 30.00 29.17 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

124 Kota Putussibau 2008 48.61 54.17 43.33 30.00 75.00 60.00 0.00 0.00 26.67

125 Kota Rantau 2008 63.33 69.17 27.50 21.67 63.33 46.67 0.00 0.00 41.67

126 Kota Sambas 2008 51.25 56.25 41.67 0.00 0.00 0.00 0.00 19.17 58.33

127 Kota Sampit 2008 60.83 57.29 55.83 28.33 75.00 63.33 23.88 38.75 75.00

128 Kota Sangatta 2008 54.17 52.08 31.25 25.42 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

129 Kota Sanggau 2008 58.89 43.06 37.92 14.17 71.67 64.17 0.00 0.00 0.00

130 Kota Sekadau 2008 55.00 60.83 49.17 0.00 75.00 55.00 0.00 0.00 0.00

131 Kota Sendawar 2008 48.33 50.42 37.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

132 Kota Singkawang 2008 69.17 71.94 45.83 0.00 62.50 69.17 19.45 37.92 51.67

133 Kota Sintang 2008 65.83 65.28 39.17 13.33 75.00 66.67 0.00 0.00 26.67

134 Kota Sukamara 2008 60.83 62.50 26.67 0.00 66.67 52.50 8.33 0.00 0.00

135 Kota Tamiang Layang 2008 33.33 35.83 29.17 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

136 Kota Tanah Grogot 2008 55.28 49.17 50.00 37.50 83.33 68.33 53.33 47.92 41.67

137 Kota Tanjung Redeb 2008 51.39 59.72 54.17 62.50 85.00 73.33 0.00 0.00 51.67

138 Kota Tanjung Selor 2008 50.56 66.11 58.33 63.33 80.56 58.89 8.88 6.67 33.33

Lampiran 1 (Lanjutan)

No Nama Kota Tahun

Kebersihan

Kawasan Permukiman

RTH

Kawasan Permukiman

Kebersihan

Kawasan Pasar

RTH

Kawasan Pasar

Area Resapan

Kawasan Taman

Kota

Kebersihan

Kawasan Taman

Kota

Pengendalian

Pencemaran TPA

Pengelolaan

Sampah TPA

RTH

Kawasan TPA

139 Kota Tanjung 2008 60.42 47.92 27.92 30.83 64.17 61.67 0.00 8.75 33.33

140 Kota Tarakan 2008 64.17 56.99 50.00 54.17 68.33 76.11 45.00 31.25 58.33

141 Kota Tenggarong 2008 50.00 62.50 29.17 25.00 69.44 66.67 0.00 0.00 41.67

142 Kota Amuntai 2009 48.54 54.17 42.50 29.17 80.00 58.33 0.00 12.50 26.67

143 Kota Banjarbaru 2009 70.22 69.97 42.00 46.00 82.78 78.78 47.22 59.17 68.33

144 Kota Barabai 2009 66.00 70.17 26.67 37.50 75.00 80.00 38.88 50.00 28.33

145 Kota Batulicin 2009 60.92 62.42 46.08 47.25 91.67 75.00 8.88 12.92 75.33

146 Kota Bengkayang 2009 58.33 61.67 39.17 0.00 58.33 68.33 0.00 0.00 68.33

147 Kota Bontang 2009 82.50 76.67 62.92 70.00 83.33 83.33 75.00 62.50 68.33

148 Kota Buntok 2009 45.42 67.08 58.33 0.00 77.41 50.18 0.00 0.00 33.33

149 Kota Kandangan 2009 65.42 59.17 20.83 0.00 70.00 68.33 0.00 24.17 0.00

150 Kota Kasongan 2009 54.58 58.33 33.33 0.00 75.00 58.33 0.00 0.00 0.00

151 Kota Ketapang 2009 61.67 66.25 48.33 52.08 70.83 71.67 0.00 0.00 50.00

152 Kota Kotabaru 2009 62.75 69.42 25.00 16.75 25.00 52.33 14.88 28.08 26.67

153 Kota Kuala Kapuas 2009 38.33 64.45 26.67 12.50 86.67 75.00 17.22 16.67 58.33

154 Kota Kuala Kurun 2009 43.75 29.17 42.50 0.00 58.33 33.33 0.00 0.00 31.12

155 Kota Kuala Pembuang 2009 46.67 34.58 25.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

156 Kota Malinau 2009 47.92 57.08 63.33 26.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

157 Kota Marabahan 2009 60.56 73.83 33.33 0.00 75.00 66.67 0.00 0.00 58.33

158 Kota Martapura 2009 63.33 81.39 25.83 45.83 33.33 80.00 36.12 52.08 66.67

159 Kota Mempawah 2009 55.33 57.33 55.00 0.00 72.22 61.67 13.88 0.00 0.00

160 Kota Muara Teweh 2009 43.06 60.74 34.17 25.83 83.33 33.33 0.00 0.00 33.33

161 Kota Nanga Bulik 2009 47.22 41.67 25.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 26.67

Lampiran 1 (Lanjutan)

No Nama Kota Tahun

Kebersihan

Kawasan Permukiman

RTH

Kawasan Permukiman

Kebersihan

Kawasan Pasar

RTH

Kawasan Pasar

Area Resapan

Kawasan Taman

Kota

Kebersihan

Kawasan Taman

Kota

Pengendalian

Pencemaran TPA

Pengelolaan

Sampah TPA

RTH

Kawasan TPA

162 Kota Nanga Pinoh 2009 52.08 60.42 37.92 0.00 91.67 58.33 0.00 0.00 25.00

163 Kota Ngabang 2009 62.50 71.94 56.67 41.67 58.33 70.00 8.88 0.00 26.67

164 Kota Nunukan 2009 63.61 49.44 56.67 21.67 50.00 80.00 0.00 0.00 33.33

165 Kota Pangkalan Bun 2009 73.89 70.28 75.83 64.17 83.33 83.33 70.55 50.00 75.00

166 Kota Paringin 2009 50.42 44.58 29.17 30.00 62.50 52.50 0.00 12.50 26.67

167 Kota Pelaihari 2009 52.17 73.67 30.00 41.67 85.83 79.17 41.88 56.42 68.33

168 Kota Penajam 2009 37.50 54.58 25.83 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 50.00

169 Kota Pulang Pisau 2009 45.83 42.08 33.33 0.00 58.33 41.67 0.00 0.00 0.00

170 Kota Puruk Cahu 2009 57.78 50.00 41.12 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 26.67

171 Kota Putussibau 2009 49.81 59.72 58.33 12.50 83.33 50.00 0.00 0.00 0.00

172 Kota Rantau 2009 50.00 57.50 16.67 0.00 75.00 71.67 0.00 12.50 16.67

173 Kota Sambas 2009 50.00 46.67 41.67 0.00 68.33 63.33 0.00 0.00 58.33

174 Kota Sampit 2009 56.11 46.59 68.61 41.94 75.55 66.67 22.78 46.80 58.33

175 Kota Sangatta 2009 58.33 64.17 46.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 16.67

176 Kota Sanggau 2009 63.33 61.94 52.08 18.75 84.17 69.17 0.00 0.00 26.67

177 Kota Sekadau 2009 62.50 68.06 58.33 31.67 0.00 0.00 0.00 18.75 26.67

178 Kota Sendawar 2009 43.75 55.42 53.33 21.67 0.00 0.00 0.00 0.00 26.67

179 Kota Singkawang 2009 71.39 71.39 55.00 41.67 67.50 78.33 58.33 37.08 46.67

180 Kota Sintang 2009 61.39 64.72 50.00 6.25 83.33 68.33 0.00 41.67 33.33

181 Kota Sukamara 2009 70.00 63.75 33.33 0.00 33.33 80.00 11.12 0.00 26.67

182 Kota Tamiang Layang 2009 46.53 42.64 50.00 25.83 0.00 0.00 0.00 0.00 26.67

183 Kota Tanah Grogot 2009 56.94 62.78 45.83 45.83 58.33 83.33 44.45 30.42 50.00

184 Kota Tanjung Redeb 2009 40.56 62.50 30.00 0.00 83.33 80.00 44.45 33.75 50.00

Lampiran 1 (Lanjutan)

No Nama Kota Tahun

Kebersihan

Kawasan Permukiman

RTH

Kawasan Permukiman

Kebersihan

Kawasan Pasar

RTH

Kawasan Pasar

Area Resapan

Kawasan Taman

Kota

Kebersihan

Kawasan Taman

Kota

Pengendalian

Pencemaran TPA

Pengelolaan

Sampah TPA

RTH

Kawasan TPA

185 Kota Tanjung Selor 2009 57.50 60.83 25.83 60.83 66.67 63.89 0.00 0.00 26.67

186 Kota Tanjung 2009 43.61 54.72 21.25 10.83 64.17 31.67 5.55 28.75 28.33

187 Kota Tarakan 2009 62.36 61.39 50.00 40.00 72.22 83.33 50.00 50.83 58.33

188 Kota Tenggarong 2009 55.42 66.25 40.00 44.17 66.67 64.44 33.33 0.00 58.33

189 Kota Amuntai 2010 58.33 63.54 50.00 29.17 75.00 75.00 66.67 37.50 66.67

190 Kota Banjarbaru 2010 65.97 66.53 62.50 46.67 80.00 78.33 58.88 65.00 66.67

191 Kota Barabai 2010 69.38 67.08 58.33 58.33 66.67 75.00 81.12 73.75 66.67

192 Kota Batulicin 2010 72.08 58.33 48.33 44.17 91.67 75.00 0.00 0.00 58.33

193 Kota Bengkayang 2010 62.50 62.50 45.83 30.00 53.33 53.33 0.00 0.00 0.00

194 Kota Bontang 2010 80.00 74.17 80.83 50.83 86.67 75.00 69.45 60.83 66.67

195 Kota Buntok 2010 54.17 55.00 58.33 0.00 58.33 68.89 0.00 14.58 68.33

196 Kota Kandangan 2010 65.00 65.00 47.71 29.58 75.00 33.33 11.12 25.00 33.33

197 Kota Kasongan 2010 45.83 50.00 31.67 0.00 68.33 50.00 0.00 0.00 26.67

198 Kota Ketapang 2010 61.67 58.33 44.17 42.08 61.67 66.67 0.00 27.08 58.33

199 Kota Kotabaru 2010 49.17 78.33 27.50 10.83 25.00 33.33 13.88 25.00 50.00

200 Kota Kuala Kapuas 2010 65.00 53.33 54.17 16.67 66.67 83.33 44.45 66.67 66.67

201 Kota Kuala Kurun 2010 52.92 44.17 29.17 16.67 66.67 50.00 0.00 0.00 0.00

202 Kota Kuala Pembuang 2010 60.42 44.17 38.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

203 Kota Malinau 2010 60.00 64.17 52.50 41.67 75.00 61.67 0.00 0.00 26.67

204 Kota Marabahan 2010 46.11 54.17 26.67 31.67 50.00 51.67 0.00 0.00 66.67

205 Kota Martapura 2010 59.44 63.33 45.83 16.67 66.67 83.33 0.00 25.00 63.33

206 Kota Mempawah 2010 59.67 64.50 65.83 0.00 65.56 58.33 11.12 25.42 33.33

207 Kota Muara Teweh 2010 57.50 53.33 37.50 30.00 50.00 51.67 0.00 6.25 0.00

Lampiran 1 (Lanjutan)

No Nama Kota Tahun

Kebersihan

Kawasan Permukiman

RTH

Kawasan Permukiman

Kebersihan

Kawasan Pasar

RTH

Kawasan Pasar

Area Resapan

Kawasan Taman

Kota

Kebersihan

Kawasan Taman

Kota

Pengendalian

Pencemaran TPA

Pengelolaan

Sampah TPA

RTH

Kawasan TPA

208 Kota Nanga Bulik 2010 68.33 68.33 67.50 26.67 50.42 85.00 0.00 0.00 51.67

209 Kota Nanga Pinoh 2010 48.33 67.08 43.33 13.33 83.33 66.67 16.67 0.00 25.00

210 Kota Ngabang 2010 65.00 60.42 63.33 50.83 63.33 73.33 33.88 26.67 50.00

211 Kota Nunukan 2010 61.11 62.50 53.33 11.94 58.33 71.67 0.00 0.00 58.33

212 Kota Pangkalan Bun 2010 81.67 70.00 70.83 57.92 60.00 85.00 58.33 62.50 80.00

213 Kota Paringin 2010 60.42 56.25 56.67 41.67 66.67 62.50 11.12 16.67 58.33

214 Kota Pelaihari 2010 56.67 60.83 50.00 16.67 76.67 71.67 16.67 39.58 63.33

215 Kota Penajam 2010 43.33 37.50 58.33 40.00 66.67 61.67 0.00 16.67 50.00

216 Kota Pulang Pisau 2010 42.08 45.83 29.17 0.00 71.67 50.00 8.33 6.67 0.00

217 Kota Puruk Cahu 2010 57.08 49.17 28.33 25.00 0.00 0.00 0.00 0.00 16.67

218 Kota Putussibau 2010 53.33 56.39 46.67 30.00 83.33 41.67 0.00 0.00 33.33

219 Kota Rantau 2010 62.50 60.83 25.00 33.33 58.33 33.33 0.00 20.83 50.00

220 Kota Sambas 2010 52.50 45.00 37.50 0.00 63.33 63.33 0.00 0.00 63.33

221 Kota Sampit 2010 63.54 63.33 70.83 58.33 83.33 66.67 58.33 50.00 66.67

222 Kota Sangatta 2010 56.25 57.50 40.83 16.67 75.00 68.33 0.00 0.00 26.67

223 Kota Sanggau 2010 61.39 56.39 47.08 32.92 83.33 60.83 0.00 0.00 33.33

224 Kota Sekadau 2010 56.11 58.61 45.83 32.92 75.00 71.67 11.12 0.00 41.67

225 Kota Sendawar 2010 41.25 48.75 29.17 30.00 0.00 0.00 0.00 0.00 50.00

226 Kota Singkawang 2010 67.22 67.22 67.50 34.17 60.83 66.67 40.00 33.33 75.00

227 Kota Sintang 2010 64.44 74.17 45.83 37.92 85.00 71.67 37.22 47.92 33.33

228 Kota Sukamara 2010 69.58 65.00 67.50 26.67 74.17 75.00 0.00 13.33 25.00

229 Kota Tamiang Layang 2010 47.92 41.67 27.50 20.83 0.00 0.00 0.00 16.67 0.00

230 Kota Tanah Grogot 2010 56.67 56.67 43.33 45.83 46.67 68.33 47.40 31.67 70.00

Lampiran 1 (Lanjutan)

231 Kota Tanjung 2010 57.64 59.03 41.67 0.00 66.67 66.67 0.00 25.00 58.33

232 Kota Tanjung Redeb 2010 42.50 60.56 61.67 52.50 70.00 68.33 0.00 43.75 55.00

233 Kota Tanjung Selor 2010 49.79 53.96 57.50 54.17 63.06 62.22 0.00 11.67 58.33

234 Kota Tarakan 2010 67.92 65.00 62.08 63.33 68.33 74.44 60.00 42.08 68.33

235 Kota Tenggarong 2010 49.58 51.25 37.50 30.00 71.67 64.44 0.00 0.00 66.67

Lampiran 2 Dendogram hasil analisis gerombol menggunakan metode berhirarki pada 47 kota sedang dan kecil di Kalimantan

Lampiran 3 Koefisien komponen utama

No Variabel Koefisien Komponen Utama

Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8

1 Kebersihan Kawasan Permukiman 0.4756 0.3346 0.2209 -0.4279 0.4702 -0.4155 0.3996 -0.0943

2 RTH Kawasan Permukiman 0.4205 -0.3143 0.6130 -0.2775 -0.3153 0.2700 -0.4564 -0.0698

3 Kebersihan Kawasan Pasar 0.5034 -0.4565 0.1250 -0.3014 -0.1768 -0.0826 0.0406 -0.0220

4 RTH Kawasan Pasar 0.4876 -0.1517 0.3552 0.6082 -0.1944 0.1737 0.5636 -0.0818

5 Area Resapan Kawasan Taman Kota 0.5407 0.3554 -0.3119 0.0624 -0.2576 -0.1817 -0.0520 0.7260

6 Kebersihan Kawasan Taman Kota 0.5522 0.3850 -0.1354 -0.1989 -0.1790 0.0142 0.1191 0.0836

7 Pengendalian Pencemaran TPA 0.5168 -0.1593 -0.2920 -0.0745 0.4752 0.7450 -0.0090 0.0226

8 Pengelolaan Sampah TPA 0.5229 0.2536 -0.4853 0.0794 -0.2773 -0.1684 -0.1369 -0.6664

9 RTH Kawasan TPA 0.5011 -0.2179 0.1758 0.4732 0.4576 -0.3177 -0.5263 0.0197

Lampiran 4 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di

Kalimantan tahun 2006 - 2010

No Nama Kota Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota

2006 2007 2008 2009 2010

1 Amuntai 33.57 44.91 47.24 39.11 58.81

2 Banjarbaru 52.09 55.63 60.52 62.96 66.45

3 Barabai 40.92 52.87 48.81 53.23 69.14

4 Batulicin 30.77 29.59 54.93 52.44 48.64

5 Bengkayang 11.94 15.29 22.56 38.26 33.17

6 Bontang 38.87 50.59 57.92 73.93 72.09

7 Buntok 42.17 36.07 36.30 36.70 41.56

8 Kandangan 34.34 40.14 42.97 34.92 41.68

9 Kasongan 16.36 18.57 15.06 31.54 30.30

10 Ketapang 40.52 43.13 42.15 45.14 45.46

11 Kotabaru 34.32 48.17 49.11 34.26 32.63

12 Kuala Kapuas 48.92 49.75 37.03 44.61 58.82

13 Kuala Kurun 31.51 40.26 33.59 26.42 28.95

14 Kuala Pembuang 13.65 16.50 14.31 9.87 13.43

15 Malinau 16.49 15.71 14.42 18.80 41.41

16 Marabahan 41.26 54.37 55.16 39.87 34.41

17 Martapura 40.92 64.52 50.97 52.50 46.74

18 Mempawah 47.63 44.06 36.54 35.95 42.87

19 Muara Teweh 43.61 45.83 31.24 33.93 31.12

20 Nanga Bulik 10.09 22.26 13.27 12.97 45.11

21 Nanga Pinoh 9.94 13.93 33.39 36.56 40.83

22 Ngabang 9.67 19.62 40.82 42.85 53.66

23 Nunukan 27.26 38.50 35.20 38.95 40.85

24 Pangkalan Bun 61.53 64.72 65.97 72.05 69.16

25 Paringin 29.95 33.61 41.49 33.84 46.78

26 Pelaihari 45.34 59.49 60.83 59.34 50.57

27 Penajam 5.54 8.02 12.86 15.48 41.45

28 Pulang Pisau 10.48 15.40 34.13 24.90 29.27

29 Puruk Cahu 10.35 17.99 10.33 16.48 16.18

30 Putussibau 27.21 36.57 37.23 35.28 37.42

31 Rantau 32.63 27.88 35.15 34.10 36.11

32 Sambas 21.27 44.54 21.92 36.29 35.67

33 Sampit 36.37 47.54 52.89 54.21 64.83

34 Sangatta 22.76 18.72 15.03 17.47 37.81

35 Sanggau 31.93 32.44 32.78 41.64 41.05

36 Sekadau 23.97 28.71 33.19 25.73 43.22

37 Sendawar 14.64 16.02 12.83 19.13 18.40

Lampiran 4 (Lanjutan)

No Nama Kota

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota

2006 2007 2008 2009 2010

38 Singkawang 40.52 40.14 47.43 58.80 56.13

39 Sintang 29.35 41.14 38.57 46.15 55.89

40 Sukamara 42.94 38.49 30.81 34.63 46.01

41 Tamiyang Layang 15.37 17.27 9.33 18.26 14.92

42 Tanah Grogot 35.52 21.03 55.60 53.23 51.17

43 Tanjung 38.38 46.86 47.60 49.12 41.48

44 Tanjung Redeb 42.44 50.99 46.40 38.70 50.20

45 Tanjung Selor 30.92 43.98 36.51 31.81 44.30

46 Tarakan 65.43 61.18 55.88 59.53 63.17

47 Tenggarong 46.40 38.31 37.50 46.45 40.22

Lampiran 5 Nilai indeks kualitas lingkungan, persentase anggaran pengelolaan

lingkungan, persentase anggaran pengelolaan kebersihan dan jumlah penduduk kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 -

2010

No Ibu Kota Tahun

Indeks

Kualitas

Lingkungan

Jumlah

Penduduk

Persentase

Anggaran

Pengelolaan

Lingkungan

Persentase

Anggaran

Pengelolaan

Kebersihan

1 Amuntai

2006 33.57 58,585 1.01% 1.01%

2007 44.91 59,265 0.95% 0.95%

2008 47.24 59,816 1.66% 1.66%

2009 39.11 60,349 1.67% 1.67%

2010 58.81 57,897 1.70% 1.70%

2 Banjarbaru

2006 52.09 157,193 0.69% 2.55%

2007 55.63 157,988 0.64% 2.73%

2008 60.52 161,588 0.49% 3.84%

2009 62.96 165,209 0.51% 2.74%

2010 66.45 192,309 0.53% 3.23%

3 Barabai

2006 40.92 45,103 0.36% 0.36%

2007 52.87 45,581 1.35% 1.35%

2008 48.81 45,958 1.16% 1.16%

2009 53.23 46,321 0.97% 0.97%

2010 69.14 45,820 3.70% 3.70%

4 Batulicin

2006 30.77 96,275 0.75% 0.16%

2007 29.59 98,635 0.28% 0.12%

2008 54.93 100,821 0.33% 0.05%

2009 52.44 103,017 0.45% 0.09%

2010 48.64 119,416 0.66% 0.11%

5 Bengkayang

2006 11.94 15,288 0.22% 0.02%

2007 15.29 15,577 0.21% 0.02%

2008 22.56 17,520 0.32% 0.03%

2009 38.26 17,878 0.32% 0.04%

2010 33.17 18,238 0.34% 0.05%

6 Bontang

2006 38.87 123,127 0.39% 1.26%

2007 50.59 126,946 0.48% 1.16%

2008 57.92 130,814 0.49% 2.21%

2009 73.93 134,712 0.51% 2.21%

2010 72.09 140,238 0.53% 2.20%

7 Buntok

2006 42.17 29,047 1.22% 0.35%

2007 36.07 29,128 1.11% 0.34%

2008 36.30 29,616 0.77% 0.32%

2009 36.70 29,813 1.19% 0.35%

2010 41.56 30,319 1.24% 0.40%

Lampiran 5 (Lanjutan)

No Ibu Kota Tahun

Indeks

Kualitas

Lingkungan

Jumlah

Penduduk

Persentase

Anggaran

Pengelolaan

Lingkungan

Persentase

Anggaran

Pengelolaan

Kebersihan

8 Kandangan

2006 34.34 50,814 0.29% 0.33%

2007 40.14 51,219 0.25% 0.67%

2008 42.97 51,507 0.23% 0.24%

2009 34.92 51,779 0.23% 0.18%

2010 41.68 52,474 0.36% 0.19%

9 Kasongan

2006 16.36 32,127 0.77% 0.34%

2007 18.57 32,966 0.79% 0.34%

2008 15.06 34,973 0.84% 0.25%

2009 31.54 35,233 0.78% 0.33%

2010 30.30 35,360 0.89% 0.21%

10 Ketapang

2006 40.52 91,841 0.25% 0.53%

2007 43.13 76,425 0.33% 0.48%

2008 42.15 90,390 0.36% 0.63%

2009 45.14 92,455 0.48% 0.65%

2010 45.46 99,219 0.33% 0.64%

11 Kuala Kapuas

2006 48.92 56,148 0.67% 0.19%

2007 49.75 60,662 0.69% 0.22%

2008 37.03 65,177 0.86% 0.23%

2009 44.61 68,415 0.89% 0.24%

2010 58.82 70,516 1.05% 0.23%

12 Kuala Pembuang

2006 13.65 24,953 0.11% 0.13%

2007 16.50 25,361 0.19% 0.11%

2008 14.31 25,768 0.47% 0.13%

2009 9.87 26,601 0.33% 0.13%

2010 13.43 27,168 0.35% 0.14%

13 Marabahan

2006 41.26 56,558 0.78% 0.17%

2007 54.37 57,224 0.38% 0.14%

2008 55.16 57,837 0.35% 0.15%

2009 39.87 58,434 0.40% 0.17%

2010 34.41 58,647 0.52% 0.18%

14 Martapura

2006 40.92 143,826 0.29% 0.03%

2007 64.52 146,874 0.20% 0.03%

2008 50.97 149,642 0.27% 0.03%

2009 52.50 152,405 0.29% 0.04%

2010 46.74 155,083 0.31% 0.04%

Lampiran 5 (Lanjutan)

No Ibu Kota Tahun

Indeks

Kualitas

Lingkungan

Jumlah

Penduduk

Persentase

Anggaran

Pengelolaan

Lingkungan

Persentase

Anggaran

Pengelolaan

Kebersihan

15 Mempawah

2006 47.63 47,325 0.72% 1.15%

2007 44.06 47,982 0.60% 1.14%

2008 36.54 52,275 1.24% 1.16%

2009 35.95 56,551 1.15% 1.15%

2010 42.87 53,409 0.81% 0.83%

16 Muara Teweh

2006 43.61 32,113 0.77% 0.27%

2007 45.83 32,794 0.82% 0.23%

2008 31.24 33,478 0.86% 0.27%

2009 33.93 33,757 0.86% 0.25%

2010 31.12 34,263 0.89% 0.26%

17 Nanga Pinoh

2006 9.94 15,807 0.60% 0.22%

2007 13.93 15,938 0.33% 0.25%

2008 33.39 13,881 0.48% 0.25%

2009 36.56 14,130 0.54% 0.26%

2010 40.83 24,750 0.55% 0.28%

18 Pangkalan Bun

2006 61.53 93,661 0.55% 0.57%

2007 64.72 102,129 0.70% 0.72%

2008 65.97 103,935 0.63% 1.39%

2009 72.05 105,581 0.73% 2.19%

2010 69.16 107,784 0.76% 2.22%

19 Paringin

2006 29.95 10,100 0.08% 0.03%

2007 33.61 10,183 0.24% 0.54%

2008 41.49 10,227 0.28% 0.96%

2009 33.84 10,267 0.34% 1.09%

2010 46.78 11,240 0.49% 1.02%

20 Pelaihari

2006 45.34 61,807 0.45% 1.33%

2007 59.49 62,990 0.46% 1.42%

2008 60.83 64,048 0.35% 1.00%

2009 59.34 65,100 0.36% 1.43%

2010 50.57 70,271 0.41% 1.50%

21 Penajam

2006 5.54 45,339 0.15% 0.54%

2007 8.02 45,815 0.15% 0.58%

2008 12.86 46,345 0.13% 0.62%

2009 15.48 46,703 0.16% 0.63%

2010 41.45 52,339 0.15% 0.64%

Lampiran 5 (Lanjutan)

No Ibu Kota Tahun

Indeks

Kualitas

Lingkungan

Jumlah

Penduduk

Persentase

Anggaran

Pengelolaan

Lingkungan

Persentase

Anggaran

Pengelolaan

Kebersihan

22 Pulang Pisau

2006 10.48 15,312 0.33% 0.53%

2007 15.40 15,359 0.42% 0.64%

2008 34.13 15,405 0.41% 0.62%

2009 24.90 15,581 0.38% 0.68%

2010 29.27 15,649 0.37% 0.61%

23 Puruk Cahu

2006 10.35 12,293 0.51% 0.72%

2007 17.99 13,372 0.57% 0.64%

2008 10.33 14,450 0.63% 0.67%

2009 16.48 14,731 0.65% 0.71%

2010 16.18 14,436 0.64% 0.69%

24 Putussibau

2006 27.21 14,387 0.20% 0.12%

2007 36.57 14,696 0.64% 0.55%

2008 37.23 14,482 0.34% 0.46%

2009 35.28 14,749 0.43% 0.48%

2010 37.42 18,995 0.38% 0.55%

25 Rantau

2006 32.63 21,208 0.25% 0.31%

2007 27.88 21,418 0.30% 0.34%

2008 35.15 21,557 0.50% 0.27%

2009 34.10 21,689 0.25% 0.31%

2010 36.11 23,643 0.37% 0.35%

26 Sambas

2006 21.27 74,530 1.01% 0.29%

2007 44.54 75,397 0.96% 0.37%

2008 21.92 80,815 1.02% 0.36%

2009 36.29 81,683 1.01% 0.37%

2010 35.67 90,007 1.01% 0.37%

27 Sangatta

2006 22.76 73,937 0.29% 0.15%

2007 18.72 75,958 0.25% 0.19%

2008 15.03 77,993 0.25% 0.16%

2009 17.47 80,031 0.36% 0.19%

2010 37.81 103,990 0.30% 0.18%

28 Sekadau

2006 23.97 13,606 0.44% 0.06%

2007 28.71 14,679 0.36% 0.06%

2008 33.19 14,884 0.24% 0.27%

2009 25.73 15,656 0.35% 0.25%

2010 43.22 15,596 0.35% 0.27%

Lampiran 5 (Lanjutan)

No Ibu Kota Tahun

Indeks

Kualitas

Lingkungan

Jumlah

Penduduk

Persentase

Anggaran

Pengelolaan

Lingkungan

Persentase

Anggaran

Pengelolaan

Kebersihan

29 Singkawang

2006 40.52 116,853 0.36% 1.81%

2007 40.14 117,736 0.39% 2.11%

2008 47.43 131,300 0.40% 1.99%

2009 58.80 133,147 0.45% 1.97%

2010 56.13 128,297 0.45% 2.20%

30 Sintang

2006 29.35 38,982 0.13% 0.02%

2007 41.14 39,776 0.12% 0.06%

2008 38.57 41,814 0.29% 0.40%

2009 46.15 42,758 0.36% 0.36%

2010 55.89 54,861 0.65% 0.38%

31 Sukamara

2006 42.94 10,436 0.23% 0.00%

2007 38.49 11,415 0.23% 0.00%

2008 30.81 12,261 0.40% 0.37%

2009 34.63 12,476 0.44% 0.57%

2010 46.01 12,966 0.18% 0.49%

32 Tanah Grogot

2006 35.52 62,369 0.24% 0.36%

2007 21.03 63,008 0.23% 0.62%

2008 55.60 63,621 0.23% 0.23%

2009 53.23 64,198 0.23% 0.44%

2010 51.17 80,182 0.24% 0.46%

33 Tanjung

2006 38.38 49,135 0.48% 0.24%

2007 46.86 49,653 0.57% 0.11%

2008 47.60 50,194 0.42% 0.12%

2009 49.12 50,722 0.55% 0.18%

2010 41.48 56,833 0.56% 0.22%

34 Tanjung Redeb

2006 42.44 78,626 0.14% 0.88%

2007 50.99 81,790 0.14% 0.79%

2008 46.40 85,037 0.33% 0.91%

2009 38.70 88,357 0.34% 0.68%

2010 50.20 89,688 0.28% 0.83%

35 Tanjung Selor

2006 30.92 38,046 1.57% 0.57%

2007 43.98 39,361 2.26% 1.89%

2008 36.51 40,701 2.16% 0.68%

2009 31.81 42,059 1.48% 0.69%

2010 44.30 45,350 1.99% 0.73%

Lampiran 5 (Lanjutan)

No Ibu Kota Tahun

Indeks

Kualitas

Lingkungan

Jumlah

Penduduk

Persentase

Anggaran

Pengelolaan

Lingkungan

Persentase

Anggaran

Pengelolaan

Kebersihan

36 Tarakan

2006 65.43 154,082 0.43% 2.60%

2007 61.18 162,132 0.43% 2.14%

2008 55.88 170,514 0.45% 2.11%

2009 59.53 179,214 0.48% 2.20%

2010 63.17 178,854 0.50% 2.18%

37 Tenggarong

2006 46.40 166,061 0.13% 0.46%

2007 38.31 169,345 0.13% 0.47%

2008 37.50 172,603 0.20% 0.51%

2009 46.45 175,811 0.23% 0.52%

2010 40.22 204,589 0.22% 0.49%

Lampiran 6 Tabel hasil uji korelasi

IKL PDK LH KBR

IKL 1.000000 -0.170921 0.543164 0.407434

PDK -0.170921 1.000000 0.312720 -0.127182

LH 0.543164 0.312720 1.000000 0.486356

KBR 0.407434 -0.127182 0.486356 1.000000

Lampiran 7 Tabel statistik hasil F - test dan Chi - square

Redundant Fixed Effects Tests

Equation: Untitled

Test cross - section and period fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross - section F 9.200671 (36,145) 0.0000

Cross - section Chi-square 219.993660 36 0.0000

Lampiran 8 Tabel statistik hasil Hausman - test

Correlated Random Effects - Hausman Test

Equation: Untitled

Test cross - section and period random effects

Test Summary Statistic d.f. Prob.

Cross - section random 31.602755 (36,145) 0.0000

Lampiran 9 Tabel hasil analisis data panel

Dependent Variable: IKL

Method: Panel Least Squares

Date: 06/26/13 Time: 14:34

Sample: 2006 2010

Periods included: 5

Cross - sections included: 37

Total panel (balanced) observations: 185

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 19.15459 4.610042 4.154970 0.0001

LH 337.9431 160.5576 2.104809 0.0740

KBR 467.3686 126.6391 3.690555 0.0003

PDT -0.022341 0.006832 -3.270152 0.0013

Effects Specification

Cross - section fixed (dummy variables)

R - squared 0.898169 Mean dependent var 59.75026

Adjusted R - squared 0.871538 S. D. dependent var 47.07669

S. E. of regression 7.576508 Akaike info criterion 7.006683

Sum squared resid 7431.524 Schwarz criterion 7.772606

Log likelihood -604.1182 Hannan - Quinn criter. 7.317093

F - statistic 56.41270 Durbin - Watson stat 2.133335

Prob (F - statistic) 0.000000

Lampiran 10 Tabel nilai Cfixed effects untuk tiap - tiap obyek sampel (kota)

No Kota Cfixed effect

1 Amuntai 9.781713

2 Banjarbaru -36.01074

3 Barabai 3.022992

4 Batulicin 3.827784

5 Bengkayang -2.417038

6 Bontang -29.44471

7 Buntok 10.40594

8 Kandangan -2.407824

9 Kasongan -3.296178

10 Ketapang 10.27677

11 Kuala Kapuas 21.18425

12 Kuala Pembuang -10.06804

13 Marabahan 17.62532

14 Martapura -32.59733

15 Mempawah 9.604686

16 Muara Teweh 10.76575

17 Nanga Pinoh -1.212548

18 Pangkalan Bun 27.71053

19 Paringin 11.27663

20 Pelaihari 24.52586

21 Penajam -14.54856

22 Pulang Pisau -7.371494

23 Puruk Cahu -14.36266

24 Putussibau 11.36926

25 Rantau 8.651831

26 Sambas 0.456530

27 Sangatta -11.66907

28 Sekadau 5.874925

29 Singkawang -29.03479

30 Sintang 17.35859

31 Sukamara 14.49943

32 Tanah Grogot -22.96732

33 Tanjung 19.43221

34 Tanjung Redeb 13.96235

35 Tanjung Selor 5.263675

36 Tarakan 14.78464

37 Tenggarong 9.746635

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Ir Sutrisno dan Siti Nuriyah

yang lahir di Bogor, pada tanggal 2 Mei 1982. Pada tahun 2000 penulis lulus dari

SMU Negeri 1 Bogor dan kemudian melanjutkan pada jenjang pendidikan

Strata_1 pada tahun yang sama. Pada tahun 2005, penulis lulus dari Jurusan Fisika

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Institut Pertanian

Bogor yang merupakan pendidikan formal terakhir yang telah selesai ditempuh

oleh penulis. Saat ini penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan

Strata_2 di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada perguruan tinggi yang

sama. Peningkatan kapasitas diri dalam melakukan analisis kondisi lingkungan di

wilayah kerja terhadap kebijakan - kebijakan yang diambil oleh instansi tempat

bekerja merupakan harapan yang ingin penulis capai setelah melaksanakan studi

pada jenjang ini. Adapun pelaksanaan studi tersebut merupakan bagian dari

bantuan program Beasiswa Bappenas yang ditujukan bagi peningkatan kapasitas

aparat pemerintah pusat dan daerah.

Penulis sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 bekerja di Bidang

Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup pada Pusat Pengelolaan

Lingkungan Hidup Kalimantan yang berlokasi di Balikpapan Kalimantan Timur.

Pada tahun 2010 hingga saat ini penulis bekerja di Sub Bagian Keuangan pada

Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan Kementerian Lingkungan Hidup yang

merupakan Satuan Kerja pengganti tempat bekerja penulis sebelumnya.

Kegiatan diluar rutinitas pekerjaan dan studi yang dilakukan penulis, yaitu

hobi membuat piranti lunak komputer, perancangan jaringan komputer skala kecil

dan menengah serta mendesain rangkaian elektronika sederhana. Aplikasi piranti

lunak pengendali robot berbasis komunikasi serial dan nirkabel, aplikasi piranti

lunak pengendali data logger multi sensor, jaringan small office home office

(SOHO) berbasis processor Intel IPX, piranti keras berupa data logger multi

kanal non sequential, serta piranti keras pengendali rumah otomatis berbasis

microcontroller melalui jaringan lokal dan internet merupakan produk yang telah

dihasilkan penulis hingga saat ini.