analisis kestabilan dan kontrol optimal model …
TRANSCRIPT
ANALISIS KESTABILAN DAN KONTROL OPTIMAL MODEL
MATEMATIKA PERILAKU KORUPSI
Wardiman1*, Kasbawati2, Jeffry Kusuma3
1,2,3Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin, Jln. Perintis Kemerdekaan, Makassar, Sulawesi Selatan,
Kode Pos 90245
*email : [email protected]
ABSTRAK. Perilaku korupsi merupakan salah satu masalah serius yang banyak terjadi hampir di
seluruh negara, tak terkecuali di Indonesia. Masih banyaknya kasus korupsi yang terjadi di
Indonesia menyebabkan banyak kerugian bagi negara Indonesia. Hal inilah yang membuat
pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya untuk mengontrol jumlah pelaku korupsi di
Indonesia. Diantara upaya yang telah dilakukan yaitu upaya melalui kinerja Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada penelitian skripsi ini, perilaku korupsi yang ditangani oleh
KPK dimodelkan ke dalam model kontrol korupsi untuk mempelajari kestabilan dan bentuk
strategi kontrol yang efektif dalam mengurangi jumlah pelaku korupsi di Indonesia. Model yang
dibangun yaitu dalam bentuk sistem persamaan diferensial dengan faktor kontrol melalui
pencegahan dan penindakan oleh KPK, serta upaya penyadaran. Hasil analisa menunjukkan
terdapat dua jenis titik kesetimbangan yaitu titik kesetimbangan bebas korupsi dan titik
kesetimbangan adanya korupsi. Titik kesetimbangan bebas korupsi stabil asimtotik lokal jika dan
hanya jika 𝑢1 = 1. Hasil analisis kestabilan titik kesetimbangan adanya korupsi diperoleh dari
syarat kestabilan Routh-Hurwitz. Dengan menerapkan Prinsip Minimum Pontryagin pada model
kontrol maka secara analitik dapat diperoleh tiga bentuk kontrol yang optimal dari pencegahan
korupsi oleh KPK, penindakan oleh KPK, dan upaya penyadaran yang dilakukan. Sistem kontinu
yang diperoleh diselesaikan secara numerik dengan menggunakan metode iteratif. Hasil yang
diperoleh menunjukkan keefektifan dari ketiga jenis kontrol saat diterapkan sekaligus dalam
mengurangi jumlah individu koruptor.
Kata kunci: Perilaku Korupsi, KPK, Model Matematika, Kontrol Optimal, Titik
Kesetimbangan, Kestabilan, Prinsip Minimum Pontryagin, Metode Iteratif.
1. PENDAHULUAN
Salah satu penyakit sosial yang banyak terjadi dalam suatu negara adalah
perilaku korupsi yang merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau
kecurangan demi keuntungan pribadi dan golongannya, yang pada akhirnya
merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat luas [10]. Korupsi bukan hanya soal
pejabat publik yang menyalahgunakan jabatannya, tetapi setiap orang yang
menyalahgunakan kedudukannya untuk dapat memperoleh uang dengan mudah.
Korupsi yang terjadi sampai saat ini telah mewabah dan ada dimana-mana [13].
Mewabahnya kasus korupsi juga terjadi di Indonesia, bahkan beberapa kasus
korupsi di Indonesia menjadi pemberitaan yang paling menyita perhatian publik
disetiap tahunnya.
Korupsi menjadi masalah yang serius di sebagian besar negara berkembang,
tak terkecuali di Indonesia. Masalah korupsi tersebut memiliki banyak dampak
buruk pada aspek kehidupan di sebuah negara. Dampak tersebut tidak hanya pada
satu aspek kehidupan saja, melainkan juga berpengaruh pada berbagai aspek
kehidupan yang lain. Aspek tersebut diantaranya adalah pada bidang ekonomi,
politik, ketahanan, sosial-budaya, hukum, pemerintahan dan agama. Dampak pada
kemiskinan adalah dampak yang paling merisaukan. Hal ini terjadi karena
keputusan di bidang pembangunan dan perangkat peraturan dibelokkan untuk
kepentingan pribadi. Akibatnya kaum miskin tidak mendapat apa-apa dari aliran
dana bantuan yang masuk. Kasus korupsi yang terjadi mengakibatkan ancaman
semakin besar terhadap tingkat kesejahteraan dan stabilitas masyarakat.
Menurut [17], perkara korupsi yang terjadi di Indonesia dikategorikan
sebagai kejahatan luar biasa. Hal ini karena sulitnya membongkar kasus korupsi
ditambah banyaknya kerugian negara yang sebabkan oleh kasus korupsi. Dari
sekian banyak pengaduan kasus korupsi yang ada pada berbagai daerah di
Indonesia, hanya sedikit kasus yang dapat diungkap. Akibatnya, banyak uang
negara yang tidak dapat terselamatkan. Kondisi tersebut benar-benar mengancam
sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia.
Jika dibandingkan dengan kasus pidana khusus yang lain, perkara korupsi
menjadi kasus yang menyumbang kerugian besar bagi negara Indonesia. Tercatat,
jumlah kerugian Indonesia dari kasus korupsi pada tahun 2017 nilainya mencapai
Rp6,5 triliun [6]. Mengingat nominal kerugian negara akibat korupsi, tentunya
yang diharapkan adalah jumlah kasus dan tersangka kasus korupsi dapat
berkurang, namun harapan itu sampai sekarang belum terwujud karena jumlah
kasus dan tersangka kasus korupsi di Indonesia dari tahun 2016 sampai 2017
bukannya semakin menurun, tapi semakin mengalami peningkatan signifikan.
Tercatat sepanjang tahun 2016, ada 482 kasus korupsi yang ditangani oleh aparat
penegak hukum dengan terdapat 1.101 tersangka dan meningkat menjadi 576
kasus pada tahun 2017 dengan 1.298 tersangka kasus korupsi [6].
Kasus korupsi yang terus meningkat dikhawatirkan akan semakin
memperburuk sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia jika tidak diatasi secara
serius. Oleh karena itu dituntut adanya peran serta dari berbagai pihak untuk dapat
memerangi korupsi. Salah satu cara pemerintah Indonesia dalam memberantas
korupsi yaitu dengan upaya penindakan. Dalam pelaksanaan upaya penindakan
korupsi, pemerintah dibantu oleh sebuah lembaga independen pemberantasan
korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penindakan yang dilakukan
pemerintah melalui KPK terhadap pelaku tindak pidana korupsi dimaksudkan agar
memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi dan secara tidak langsung
memberikan shock terapi pada orang-orang yang berniat untuk melakukan tindak
pidana korupsi, khususnya dalam lingkup pemerintahan.
Dinamika pertambahan jumlah pelaku korupsi dapat diamati dengan
memodelkannya ke dalam model matematika. Model matematika merupakan
representasi dari sistem-sistem fisik atau masalah dunia nyata dalam pernyataan
matematika [15]. Dengan memanfaatkan suatu persamaan matematika diharapkan
diperoleh langkah-langkah efektif yang dapat ditempuh dalam mengatasi korupsi.
Beberapa penelitian sebelumnya telah memodelkan masalah yang berkaitan
dengan korupsi ke dalam model matematika. Diantaranya dilakukan oleh [7] dan
pada penelitiannya ditunjukkan bahwa pencegahan korupsi secara menyeluruh
dimungkinkan jika rasio antara tingkat pemberhentian dan tingkat korupsi sama
dengan 1. Penelitian selanjutnya, dilakukan oleh [3] dengan memodelkan
pengaruh memori publik pada dilema antara korupsi dan popularitas dalam
politik. Penelitian lainnya, dilakukan oleh [14] dimana ia mengembangkan model
berbasis persamaan diferensial yang mewakili hukum pertumbuhan dan peluruhan
korupsi. Pada tahun yang sama [14] kembali mengembangkan sebuah model
matematika korupsi pada masyarakat yang juga berbasis persamaan diferensial
untuk mengukur tingkat korupsi. Penelitian lain juga dilakukan oleh [11] yang
memodelkan penindakan korupsi menggunakan pendekatan teori permainan
dalam menangani korupsi. Penelitian juga dilakukan oleh [2], dengan
memodelkan dinamika korupsi ke dalam bentuk model matematika deterministik
dan memperluasnya ke masalah kontrol optimal. Dari penelitian tersebut
disimpulkan bahwa kesadaran diri dan takut akan hukuman bisa membantu dalam
mengurangi tingkat korupsi di masyarakat.
Pada penelitian ini, model matematika deterministik akan digunakan untuk
mempelajari penyebaran perilaku korupsi di masyarakat. Diasumsikan bahwa
perilaku korupsi di masyarakat dapat menyebar seperti penyakit menular,
sehingga model dapat dibangun dengan mengadopsi sifat-sifat dari model
epidemik. Model epidemik adalah model matematika yang digunakan untuk
mengetahui perilaku penyebaran penyakit menular. Salah satu model epidemik
yang akan dijadikan dasar pada penelitian ini adalah model epidemik SIR
(Susceptible Infective Recover). Pada model penelitian ini digunakan fakta bahwa
individu yang melakukan korupsi dapat mempengaruhi individu yang rentan
korupsi jika mereka sering berinteraksi. Pada model ini juga diasumsikan bahwa
individu yang telah berhenti melakukan korupsi masih dapat mempengaruhi
individu yang korupsi. Hal ini menyebabkan individu yang melakukan korupsi
berpindah ke kelas individu yang telah berhenti korupsi.
Model juga diperluas ke masalah optimal kontrol dimana Prinsip Minimum
Pontryagin digunakan untuk menunjukkan efek kontrol optimal yang diberikan.
Model deterministik dari korupsi tersebut telah diturunkan oleh [2].
Pengembangan model dilakukan dengan menambahkan parameter yang
menyatakan tingkat pengaruh kinerja pencegahan dan penindakan lembaga
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap perilaku korupsi. Pengembangan
lain dilakukan dengan menambahkan variabel kontrol, yaitu variabel kontrol yang
menyatakan pencegahan dan penindakan korupsi oleh KPK. Selain itu, model
juga dikembangkan dengan memperhatikan adanya individu yang rentan korupsi
menjadi individu koruptor tanpa adanya pengaruh dari individu koruptor.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Persamaan Diferensial
Sistem persamaan diferensial adalah kumpulan persamaan diferensial yang
terhubung satu sama lain. Misalkan diberikan sebuah vektor 𝒙 ∈ ℝ𝑛, dengan 𝒙 =
(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛)𝑇 dan 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛 ∈ ℝ. Jika notasi �̇� =𝑑𝒙
𝑑t untuk menyatakan
turunan x terhadap 𝑡, maka
�̇� = (𝑑𝑥1
𝑑t,𝑑𝑥2
𝑑t,… ,
𝑑𝑥𝑛
𝑑t)
𝑇
.
Misalkan diberikan sistem autonomous
�̇� = 𝒇(𝒙), (1)
yaitu suatu sistem persamaan diferensial dengan variabel bebas yang secara
implisit bergantung pada 𝑡 dengan 𝒙 ∈ ℝ𝑛 , maka sistem (1) dapat ditulis sebagai
𝑑𝑥1
𝑑𝑡= 𝑓1(𝑥1, 𝑥𝟐, … , 𝑥𝑛 ),
𝑑𝑥2
𝑑𝑡= 𝑓2(𝑥1, 𝑥𝟐, … , 𝑥𝑛 ),
⋮
𝑑𝑥𝑛
𝑑𝑡= 𝑓𝑛(𝑥1, 𝑥𝟐, … , 𝑥𝑛 ).
2.2. Titik Kesetimbangan
Definisi 1 [16] Titik �̅� ∈ ℝ𝑛, disebut titik kesetimbangan dari sistem (1) jika
memenuhi 𝒇(�̅�) = 𝟎.
2.3. Linearisasi
Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial tak linear
�̇� = 𝒇(𝒙) (2)
Untuk menegetahui perilaku dari sitem (2) maka dapat dilakukan melalui
pendekatan linear sebagai berikut:
𝒙̇ = 𝐴𝒙 (3)
Persamaan (3) dengan matriks 𝐴 = 𝑫𝒇(�̅�) disebut linierisasi dari persamaan (2) di
titik �̅�. Matriks 𝐴 = 𝑫𝒇(�̅�) merupakan matriks Jacobian sebagai berikut:
𝐷𝒇(𝒙) =
[ 𝜕𝑓
1(�̅�)
𝜕𝑥1
𝜕𝑓1(�̅�)
𝜕𝑥2⋯
𝜕𝑓1(�̅�)
𝜕𝑥𝑛
𝜕𝑓2(�̅�)
𝜕𝑥1
𝜕𝑓2(�̅�)
𝜕𝑥2⋯
𝜕𝑓2(�̅�)
𝜕𝑥𝑛
⋮𝜕𝑓
𝑛(�̅�)
𝜕𝑥1
⋮𝜕𝑓
𝑛(�̅�)
𝜕𝑥2
⋱⋯
⋮𝜕𝑓
𝑛(�̅�)
𝜕𝑥𝑛 ]
.
2.4. Kestabilan dan Akar Karakteristik
Definisi 2 [1] Jika 𝐴 adalah matriks berukuran 𝑛 × 𝑛, maka vektor tak nol 𝒙
dalam ℝ𝑛 dinamakan vektor eigen (eigenvector) dari 𝐴 jika 𝐴𝒙 adalah kelipatan
skalar dari 𝒙 yaitu
𝐴𝒙 = 𝜆𝒙 (4)
untuk suatu skalar 𝜆. Skalar 𝜆 dinamakan nilai eigen dari A dan 𝒙 dikatakan
vektor eigen yang bersesuaian dengan 𝜆.
Persamaan (4) dapat ditulis sebagai
(𝜆𝐼 − 𝐴)𝒙 = 𝟎 (5)
dengan 𝐼 adalah matriks identitas. Menurut [1], agar 𝜆 menjadi nilai eigen, maka
harus ada solusi nontrivial dari Persamaan (5). Solusi tak nol Persamaan (5) dapat
diperoleh jika dan hanya jika
𝑑𝑒𝑡(𝜆𝐼 − 𝐴) = 0. (6)
Persamaan (6) dinamakan persamaan karakteristik dari 𝐴 dan skalar yang
memenuhi Persamaan (4) adalah nilai eigen dari 𝐴.
Teorema 1 [12] Diberikan sistem persamaan diferensial �̇� = 𝐴𝒙, dengan A
adalah suatu matriks berukuran 𝑛 × 𝑛 yang mempunyai 𝑘 nilai eigen berbeda
𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆𝑘 , 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘 ≤ 𝑛.
(1) Titik kesetimbangan �̅� dikatakan stabil asimtotik jika dan hanya jika
𝑅𝑒 (𝜆𝑖) < 0 untuk setiap 𝑖 = 1, 2, . . . , 𝑘.
(2) Titik kesetimbangan �̅� dikatakan stabil jika dan hanya jika 𝑅𝑒 (𝜆𝑖) ≤ 0
untuk setiap 𝑖 = 1, 2, . . . , 𝑘 dan jika setiap nilai eigen 𝜆𝑖 imajiner dengan
𝑅𝑒 (𝜆𝑖) = 0, maka multiplisitas aljabar dan geometri untuk nilai eigen
harus sama.
(3) Titik kesetimbangan �̅� dikatakan tidak stabil jika dan hanya jika terdapat
paling sedikit satu 𝑅𝑒 (𝜆𝑖) > 0 untuk 𝑖 = 1, 2, . . . , 𝑘.
2.5. Aturan Tanda Descartes’
Aturan tanda Descartes’ digunakan untuk menganalisa jumlah akar-akar
persamaan sistem. Jika sistem adalah orde ke-𝑛, maka persamaan karakteristiknya
dapat ditulis dalam bentuk umum
𝑃(𝜆) = 𝜆𝑛 + 𝑎1𝜆𝑛−1 + ⋯ + 𝑎𝑛 = 0 (7)
dengan koefisien 𝑎𝑖, 𝑖 = 0,1,⋯ , 𝑛 bernilai real. Diasumsikan 𝑎𝑛 ≠ 0, sebab jika
tidak demikian maka 𝜆 = 0 merupakan solusi. Misalkan 𝑁 adalah banyaknya
perubahan tanda pada barisan koefisien {𝑎𝑛 , 𝑎𝑛−1, ⋯ , 𝑎0}, dengan mengabaikan
semua yang bernilai nol. Aturan tanda Descartes’ menyatakan bahwa terdapat
paling banyak 𝑁 buah akar dari Persamaan (7), yang bernilai real dan positif dan
lebih lanjut terdapat 𝑁,𝑁 − 2,𝑁 − 4,… akar real positif. Dengan memisalkan
𝜔 = −𝜆 dan menerapkannya kembali pada aturan, maka akan diperoleh
informasi mengenai akar real negatif yang mungkin [8].
2.6. Kriteria Kestabilan Routh-Hurwitz
Pada persamaan karakteristik yang berorde tinggi kadang ditemui kesulitan
dalam mencari jenis nilai eigen. Sehingga, dibutuhkan suatu kriteria untuk
menjamin nilai akar persamaan karakteristik bernilai positif atau negatif. Salah
satu kriteria yang efektif untuk menjamin jenis nilai eigen adalah kriteria Routh-
Hurwitz.
Teorema 2 [9] Diberikan persamaan karakteristik:
𝜆𝑛 + 𝑎1𝜆𝑛−1 + 𝑎2𝜆
𝑛−2 + ⋯+ 𝑎𝑛−1𝜆 + 𝑎𝑛 = 0 (8)
dengan 𝑎𝑖, 𝑖 = 1, … , 𝑛, adalah bilangan real. Matriks Hurwitz dinotasikan dengan
𝐻𝑛, yang berisi koefisisen-koefisien 𝑎𝑖 dari persamaan karakteristik (8). Masing-
masing 𝑛 matriks Hurwitz dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝐻1 = (𝑎1), 𝐻2 = (𝑎1 10 𝑎2
), 𝐻3 = (𝑎1 1 0𝑎3 𝑎2 𝑎1
0 0 𝑎3
) , …,
𝐻𝑛 =
(
𝑎1
𝑎3𝑎5
⋮00
1𝑎2𝑎4
⋮00
0𝑎1𝑎3
⋮00
01𝑎2
⋮00
………
⋱……
000⋮
𝑎𝑛−1
0
000⋮
𝑎𝑛−2
𝑎𝑛 )
,
dengan 𝑎𝑖 = 0, saat 𝑖 > 𝑛.
Akar-akar Persamaan (8) akan negatif atau mempunyai bagian real negatif jika
dan hanya jika 𝑑𝑒𝑡(𝐻𝑛) > 0.
2.7. Prinsip Minimum Pontryagin
Prinsip ini menyatakan kondisi yang diperlukan agar diperoleh solusi yang
optimal. Dalam menyelesaikan masalah kontrol optimal dengan Prinsip Minimum
Pontryagin adalah sebagai berikut.
Diberikan persamaan sistem persamaan diferensial
�̇� = 𝒈(𝑡, 𝒙(𝑡), 𝑢(𝑡)), (9)
dengan fungsional tujuan
𝐽(𝑢) = ∫ 𝑓(𝑡, 𝒙(𝑡), 𝑢(𝑡))𝑑𝑡,𝑡𝑓
𝑡0
(10)
dengan nilai kondisi batas 𝒙(𝑡0) = 𝒙0 dan 𝑡𝑓 diberikan, dan 𝒙(𝑡𝑓) bebas serta
𝑢(𝑡) ∈ 𝑈, 𝑡 ∈ [𝑡0, 𝑡𝑓], dengan 𝑈 merupakan himpunan dari semua fungsi kontrol
𝑢(𝑡) yang diperkenankan.
Masalah kontrol optimal adalah masalah pemilihan suatu fungsi 𝑢(𝑡) dari
suatu himpunan fungsi 𝑈 untuk meminimumkan atau memaksimumkan suatu
fungsional tujuan (10) dengan kendala (9).
Berikut ini adalah garis besar bagaimana prinsip ini dapat diterapkan untuk
memperoleh syarat perlu dari masalah optimasi yang dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut [5]:
1. Bentuk fungsi Hamilton yaitu kombinasi fungsi dari 𝑓(𝑡, 𝒙(𝑡), 𝑢(𝑡)) dan
perkalian fungsi yang berbentuk persamaan diferensial 𝒈(𝑡, 𝒙(𝑡), 𝑢(𝑡))
dengan suatu faktor pengali Lagrange 𝝀(𝑡). Berikut bentuk fungsi Hamilton:
𝐻(𝒙(𝑡), 𝑢(𝑡), 𝝀(𝑡)) = 𝑓(𝑡, 𝒙(𝑡), 𝑢(𝑡)) + 𝝀(𝑡)𝒈(𝑡, 𝒙(𝑡), 𝑢(𝑡)).
2. Mencari solusi fungsi Pontryagin berdasarkan kondisi stasioner
𝜕𝐻(𝑡, 𝒙(𝑡), 𝑢(𝑡), 𝝀(𝑡))
𝜕𝑢= 0
untuk mendapatkan 𝑢∗ = 𝑢∗(𝑡, 𝒙(𝑡), 𝝀(𝑡)).
3. Mengamati
𝐻∗(𝑡, 𝒙(𝑡), 𝝀(𝑡)) = 𝐻(𝑡, 𝒙(𝑡), 𝑢∗(𝑡), 𝝀(𝑡)) = min𝑢∈𝑈
𝐻(𝑡, 𝒙(𝑡), 𝑢(𝑡), 𝝀(𝑡)).
4. Menyelesaikan
�̇�(𝑡) =𝜕𝐻(𝑡, 𝒙(𝑡), 𝑢(𝑡), 𝝀(𝑡))
𝜕𝝀 (persamaaan 𝑠𝑡𝑎𝑡𝑒)
dengan diberikan nilai 𝒙(𝑡0) = 𝒙0 dan
�̇�(𝑡) = −𝜕𝐻(𝑡, 𝒙(𝑡), 𝑢(𝑡), 𝝀(𝑡))
𝜕𝒙 (persamaaan 𝑐𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡𝑒)
dengan kondisi transversal 𝝀(𝑡𝑓) = 𝟎.
5. Mensubstitusi hasil dari langkah 4 ke 𝑢∗ untuk menentukan kontrol optimal
2.8. Metode Iteratif
Metode Iteratif menyelesaikan persamaan state dan costate dengan metode
langkah maju Runge Kutta orde 4 dan metode langkah mundur Runge Kutta orde
4. Interval waktu [𝑡0, 𝑡𝑓] dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu 𝑡0 =
𝑏1, 𝑏2, … , 𝑏𝑁 , 𝑏𝑁+1 = 𝑡𝑓 . Begitu pula dengan fungsi 𝑢 yang dibagi menjadi 𝑢 =
(𝑢1, 𝑢2, … , 𝑢𝑁), dengan 𝑢𝑖 = 𝑢𝑖(𝑏𝑖).
Selanjutnya untuk mengaproksimasi solusi optimal, maka langkah
selanjutnya adalah memberikan tebakan awal untuk u di awal iterasi. Dari tebakan
awal u dengan kondisi awal 𝒙(0) = 𝒙0 persamaan state yang diberikan kemudian
digunakan untuk menyelesaikan persamaan state dengan langkah maju metode
Runge Kutta orde 4. Dengan menggunakan kondisi transversal 𝝀(𝑡𝑓) = 𝟎, nilai 𝑢
awal, dan x yang telah diperoleh sebelumnya, maka persamaan costate 𝝀 dapat
diselesaikan dengan langkah mundur metode Runge Kutta orde 4.
Dari persamaan state dan costate yang telah diselesaikan, maka pada iterasi
pertama dapat diperoleh nilai u dari syarat optimal 𝜕𝐻𝜕𝑢⁄ = 0. Nilai 𝑢 dari
syarat keoptimalan yang diperoleh tersebut, kemudian digunakan untuk
memperbaharui nilai u di setiap iterasi dengan menggunakan kombinasi konveks
antara nilai u yang lama dengan nilai u yang baru yaitu
𝑢 =(𝑢𝑙𝑎𝑚𝑎 + 𝑢𝑏𝑎𝑟𝑢)
2,
dengan 𝑢𝑏𝑎𝑟𝑢 adalah u yang diperoleh dari syarat keoptimalan 𝜕𝐻𝜕𝑢⁄ = 0.
Proses ini diulangi dan iterasi dihentikan jika nilai x atau 𝑢 pada iterasi
sebelumnya sangat dekat dengan yang ada pada iterasi saat ini.
3. MODEL MATEMATIKA PERILAKU KORUPSI DENGAN FAKTOR
KONTROL KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)
Asumsi-asumsi yang membatasi model dan struktur populasi sebagai
berikut:
1. Populasi manusia 𝑁 dibagi tiga subpopulasi, yaitu:
a. 𝑃 adalah kelompok manusia yang rentan melakukan korupsi
b. 𝐶 adalah kelompok manusia yang melakukan korupsi
c. 𝑅 adalah kelompok manusia yang telah berhenti dari melakukan korupsi
2. Input kontrol berupa peningkatan kinerja pencegahan perilaku korupsi oleh
KPK (𝑢1) dan penindakan pelaku korupsi oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) (𝑢2) dan upaya untuk memicu penyembuhan diri individu
koruptor dari perilaku korupsi yang bisa melalui penciptaan tekanan
psikologis lewat media/iklan (𝑢3).
Berdasarkan asumsi diatas, maka didapatkan sistem berikut:
𝑑𝑃
𝑑𝑡= Ʌ − μ𝑃 − (𝛼𝑃
𝐶
𝑁+ 𝛽𝑃) (1 − 𝑢1) + 𝛿𝑅,
𝑑𝐶
𝑑𝑡= (𝛼𝑃
𝐶
𝑁+ 𝛽𝑃) (1 − 𝑢1) − 𝛾𝐶
𝑅
𝑁− (μ + 𝜎𝑢2 + 𝜂𝑢3)𝐶,
𝑑𝑅
𝑑𝑡= 𝛾𝐶
𝑅
𝑁+ (𝜎𝑢2 + 𝜂𝑢3)𝐶 − (μ + 𝛿)𝑅.
Tabel 1 Definisi dari parameter/ variabel model
Parameter/Variabel Deskripsi
𝑁(𝑡) Total populasi pada waktu 𝑡
𝑃(𝑡) Jumlah manusia yang rentan melakukan korupsi pada waktu 𝑡
𝐶(𝑡) Jumlah manusia yang melakukan korupsi pada waktu 𝑡
𝑅(𝑡) Jumlah manusia yang telah berhenti korupsi pada waktu 𝑡
Ʌ Laju masukan individu yang rentan korupsi
μ Laju keluaran alami individu
𝛼 Laju individu rentan yang tertular perilaku korupsi akibat sering
berinteraksi dengan individu koruptor
𝛿 Tingkat individu yang telah berhenti korupsi menjadi invididu
rentan korupsi
𝛾 Laju individu koruptor yang berhenti korupsi akibat pengaruh dari
individu yang telah berhenti korupsi
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anton, H., & Rorres, C. (2010). Elementary Linear Algebra. New York:
John Wiley & Sons, Inc.
[2] Athithan, S., Ghosh, M., & Li, X.-Z. (2018). Mathematical Modeling and
Optimal Control Of Corruption Dynamics. Asian-European Journal of
Mathematics.
[3] Buonomo, B., & d'Onofrio, A. (2013). Modelling the Influence of Public's
Memory on the Corruption-Popularity Dilemma in Politics. J.Optim.
Theory Appl , 554-575.
[4] Finizio, N., & Ladas, G. (1982). An Introduction to Differential Equations
with Difference Equations, Fourier Series, and Partial Differential
Equations. California: Wadsworth, Inc.
[5] Gopal, M. (1985). Modern Control System Theory. New Delhi: Mohinder
Singh Sejwal for Wiley Eastern Limited.
[6] Indonesia Corruption Watch. (2017). "Tren Penindakan Kasus Korupsi
SektorPengadaan Barang dan Jasa 2017". Diakses dari
https://antikorupsi.org/sites/default/files/tren_korupsi_2017_pengadaan.p
df. pada 25 April 2018, jam 14:30
[7] Khan, M. A. (2000). The Corruption Prevention Model. J. Discrete Math.
Sci. Cryptogr , 173-178.
[8] Murray, J. (2002). Mathematical Biology I: An Introduction Third Edition.
New York : Springer-Verlag .
[9] Merkin, D.R., 1997. Introduction to the Theory of Stability. New York:
Springer.
𝜂 Tingkat penyembuhan diri dari korupsi yang bisa karena takut akan
hukuman dan lain-lain
𝜎 Rata-rata laju individu koruptor yang ditindak oleh KPK
𝛽 Rata-rata laju individu yang rentan korupsi menjadi individu
koruptor tanpa adanya pengaruh dari individu koruptor
𝑢1 Proporsi individu rentan korupsi yang berhasil dicegah melakukan
korupsi oleh KPK
𝑢2 Peluang keberhasilan KPK dalam menindak individu koruptor
𝑢3 Peluang keberhasilan dalam upaya untuk memicu penyembuhan diri
individu koruptor dari perilaku korupsi
[10] Napitupulu, D. (2010). KPK in Action. Jakarta: Raih Asa Sukses.
[11] Nikolaev, P. V. (2014). The Role Of Inspectors' Moral Level . Comput.
Math. Model, 87-102.
[12] Olsder, G. J & Woude, J.W. van der. 2004. Mathematical SystemsTheory.
Netherland: VVSD
[13] Pope, J. (2003). confronting Corruption: The Elements of National Integrty
System. In M. Maris, Strategi Memberantas Korupsi Elemen Sistem
Integrits Nasional. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
[14] Wayker, S. R. (2013). A Comparatively Mathematical Study Model Base
Between Corruption and Development. Mathematical Modelling, 54-62.
[15] Widowati, & Sutimin. (2007). Buku Ajar Pemodelan Matematika.
Semarang: Universitas Diponegoro.
[16] Wiggins, S. (2003). Introduction to Applied Nonlinear Dynamical Systems
and Chaos. New York: Springer-Verlag.
[17] , Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;