analisis kebijakan peningkatan produksi pangan...
TRANSCRIPT
PROPOSAL
ANALISIS KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN STRATEGIS
DI PROVINSI BENGKULU
PENELITI UTAMA
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2015
i
LEMBARAN PENGESAHAN
1. Judul RPTP : Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis di Provinsi Bengkulu
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu
3. Alamat Unit Kerja : JL. Irian KM, 6,5 Bengkulu 38119
4. Sumber Dana DIPA BPTP Bengkulu TA 2015
5. Status Kegiatan (L/B) : Baru
6. Penanggung Jawab a. Nama : Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP b. Pangkat/Golongan
c. Jabatan Struktural : :
Pembina Tk I/IV b Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
7 Lokasi : Provinsi Bengkulu
8. Agroekosistem :
9. Tahun Mulai : 1 (satu) tahun
10. Tahun Dimulai : 2015
11. Biaya : Rp. 82.310.000,- (dua puluh delapan juta tiga ratus sepuluh ribu rupiah)
Koordinator Program, Penanggung Jawab RPTP, Dr. Ir. Wahyu Wibawa, MP
Dr. Ir Dedi Sugandi, MP .
NIP. 19690429 199803 1 001 NIP. 19590206 198603 1 002
Mengetahui : Kepala BBP2TP,
Kepala BPTP Bengkulu,
Dr. Ir. Abdul Basit,M.S
Dr. Ir Dedi Sugandi, MP
NIP. 19610929 198603 1 003 NIP. 19590206 198603 1 002
ii
RINGKASAN
1 Judul : Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis di Provinsi Bengkulu.MPAKMERAKHIR
2 Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu
3 Lokasi : Provinsi Bengkulu
4 Agroekosistem : -
5 Status (L/B) : Baru
6 Tujuan : a. Menganalisis kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu.
b. Menganalisis capaian sasaran program peningkatan produksi pangan strategis (padi) yang telah di targetkan di Provinsi Bengkulu.
c. Menganalisis efektifitas pelaksanaan program peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu.
7 Keluaran : a. Kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu.
b. capaian sasaran program peningkatan produksi pangan strategis (padi) yang telah di targetkan di Provinsi Bengkulu.
c. Efektifitas pelaksanaan program peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu.
8 Hasil : Tersedianya informasi tentang kinerja kebijakan peningkatan produktivitas dan produksi pangan strategis di Provinsi Bengkulu, capaian sasaran produksi yang telah di targetkan di Provinsi Bengkulu, efektifitas pelaksanaan program peningkatan produktivitas dan produksi pangan strategis di Provinsi Bengkulu
9 Prakiraan Manfaat dan Dampak
: 1. Hasil pengkajian diharapkan dapat menjadi bahan dalam penyusunan serta penyempurnaan kebijakan pengembangan swasembada di Provinsi Bengkulu.
2. Peningkatan adopsi teknologi berdampak terhadap peningkatan produksi dan juga pendapatan petani dan peternak
11 Metodologi : - Study Pustaka - Survey - Tabulasi Data - Analisis dan Pelaporan
12 Jangka Waktu : Satu tahun (Januari –Desember 2015)
13 Biaya : Rp. 82.310.000,- (dua puluh delapan juta tiga ratus sepuluh ribu rupiah)
iii
SUMMARY
1 Title : Productivity Improvement Policy Analysis and Strategic
Food Production in the province of Bengkulu.
2 Implementation Unit : Assessment Institute for Agricultural Technology of Bengkulu
3 Location : Bengkulu Province
4 Agroecosystem : -
5 Status : New
6 Objectives : a. Analyzing the performance of the policy of increasing productivity and food production in the strategic province of Bengkulu.
b. Knowing achievement of production targets that have been targeted in the province of Bengkulu.
c. Knowing the effectiveness of the implementation of the program to improve productivity and food production located in the province of Bengkulu
7 Output : a. Analyzing the performance of the policy of increasing productivity and food production in the strategic province of Bengkulu.
b. Knowing achievement of production targets that have been targeted in the province of Bengkulu.
c. Knowing the effectiveness of the implementation of the program to improve productivity and food production located in the province of Bengkulu.
8 Outcome : The availability of information about the performance of the policy of increasing productivity and food production in the strategic province of Bengkulu, the achievement of production targets that have been targeted in the province of Bengkulu, the effectiveness of the implementation of the program to improve productivity and food production located in the province of Bengkulu
9 Expected benefit : a. The results of the study are expected to be material in the preparation and improvement of development policy of self-sufficiency in the province of Bengkulu.
b. Increased adoption of technology resulted in increased production and income of farmers and ranchers
10 Expected Impact : Increased technology adoption resulted in increased production and income of farmers and ranchers
11 Methodology : - Study Library - Survey - Data Tabulation - Analysis and Reporting
12 Duration : One Year 111
13 Budget : Rp. 82.310.000,-
iv
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... i
RINGKASAN ...................................................................................................... ii
SUMMARY ......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Tujuan ............................................................................................. 3
1.3. Keluaran yang diharapkan ................................................................. 3
1.4. Hasil Yang Diharapkan ....................................................................... 3
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak .......................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
III. METODELOGI ............................................................................................ 7
3.1. Ruang Lingkup Kegiatan .................................................................... 7
3.2. Pendekatan ...................................................................................... 7
3.3. Metode Pelaksanaan ............................................................................... 7
IV ANALISIS RISIKO ........................................................................................... 9
V. ORGANISASI PELAKSANA ........................................................................... 10
4.1. Organisasi Pelaksana Kegiatan ............................................................. 10
4.2. Jadwal Pelaksanaan ............................................................................ 11
4.3. Pembiayaan ........................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 13
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Analisis kebijakan diarahkan untuk memfasilitasi adopsi teknologi, pengembangan
agribisnis, serta mendukung pembangunan pertanian wilayah dan perdesaan. Sintesa
kebijakan diharapkan mampu memecahkan permasalahan teknis, sosial, dan ekonomi
pembangunan pertanian wilayah dalam arti luas, baik yang bersifat responsif maupun
antisipatif (Badan Litbang Pertanian, 2003).
Swasembada pangan adalah keadaan dimana suatu negara mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri dalam bidang pangan. Mengingat pentingnya memenuhi
kecukupan pangan, setiap negara mendahulukan pembangunan ketahanan pangannya
sebagai pondasi bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Pembangunan ketahanan
pangan di Indonesia ditujukan untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang
cukup, aman, bermutu, bergizi, dan seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah,
nasional, sepanjang waktu dan merata. Hal ini dapat dilakukan melalui pemanfaatan
sumberdaya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang pasar, untuk memperkuat
ekonomi perdesaan dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan.
Kebutuhan pangan nasional terus meningkat, tetapi di lain pihak ketersediaan
lahan pertanian terus menyempit akibat alih fungsi lahan untuk pembangunan sektor lain
seperti: pemukiman, industri dan infrastuktur. Berkurangnya lahan pertanian produktif
ditambah dengan anomali iklim akibat pemanasan global telah menyebabkan
berkurangnya pasokan pangan (food shortage) dan harga pangan yang terus meningkat.
Pemerintah telah mengantisipasi kondisi tersebut di atas dengan mencanangkan
program surplus beras 10 juta ton, swasembada dan swasembada berkelanjutan pangan
nasional, khususnya untuk 3 jenis komoditi pangan pokok, yaitu: beras, jagung, dan
kedelai. Komoditas padi berperan untuk memenuhi kebutuhan pokok karbohidrat
masyarakat, sedangkan jagung dan kedelai untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
industri pangan olahan dan pakan. Untuk mencapai swasembada pangan nasional,
kerjasama dan sinergitas diantara pemangku kepentingan sangat diperlukan.
Sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, Pemerintah Daerah Provinsi
Bengkulu melalui Dinas Pertanian memiliki tugas untuk mendukung target suksesnya
pembangunan bidang pertanian tanaman pangan melalui capaian sasaran produksi yang
ditentukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Sasaran produksi padi didasarkan pada roadmap Peningkatan Produksi Beras
Nasional (P2BN), sedangkan sasaran produksi jagung dan kedelai didasarkan Renstra
2
Kementan. Untuk komoditas padi, Provinsi Bengkulu mendapat alokasi sasaran produksi
sebesar 498.577 ton tahun 2012, 529.738 ton tahun 2013 dan 562.408 ton tahun 2014.
Untuk komoditas jagung dan kedelai, sasaran produksi jagung sebesar 124.124 ton
tahun 2012, 132.813 tahun 2013, dan 146.094 ton tahun 2014, sedangkan sasaran
produksi kedelai sebesar 32.600 ton tahun 2012, 39.200 tahun 2013, dan 51.200 ton
tahun 2014.
Untuk mencapai sasaran produksi tersebut, Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu
telah melaksanakan program peningkatan produktivitas padi melalui GP-PTT, cetak
sawah baru, optimasi lahan, perbaikan jaringan irigasi primer. Program peningkatan
produksi kedelai melalui Intensifikasi melalui GP-PTT dan Optimasi lahan. Peningkatan
produksi jagung dilakukan melalui peningkatan produktivitas melalui GP-PTT,
Peningkatan produktivitas pada lahan eksisting melalui kerjasama swasta dan pemda,
perluasan area panen melalui peningkatan indeks pertanaman (IP).
Kebijakan swasembada pangan di Provinsi Bengkulu telah dilaksanakan dari tahun
2010-2014, akan tetapi target tersebut belum tercapai. Untuk mengetahui sejauh mana
efektifitas penerapan program dalam mendukung peningkatan produktivitas dan
produksi pangan strategis di Provinsi Bengkulu akan dilakukan pengkajian.
1.2. Dasar Pertimbangan
Sesuai amanat dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, Indonesia saat ini
memasuki periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap
ke-2 (2010-2014). Pada periode ini swasembada ditargetkan untuk tiga komoditas
pangan utama yaitu: padi, jagung dan kedelai. Untuk mendukung program tersebut
kementerian pertanian mengeluarkan surat keputusan nomor
1243/Kpts/OT.160/12/2014 tentang kelompok kerja upaya khusus peningkatan produksi
padi, jagung dan kedelai melalui program perbaikan jaringan irigasi dan sarana
pendukungnya.
Agar tercapai swasembada, target produksi yang harus di capai pada tahun 2015
adalah produksi padi 73,40 juta ton dengan pertumbuhan 2,21%/tahun, jagung 20.33
juta ton dengan pertumbuhan 5,57%/tahun dan kedelai 1,50 juta ton dengan
pertumbuhan 60.81%/tahun.
Pada prakteknya untuk mencapai swasembada pangan nasional banyak
menghadapi hambatan. Seperti alih fungsi lahan, perubahan iklim, urbanisasi, dan
pertumbuhan penduduk membawa dampak terhadap tata kelola bidang agro secara
3
keseluruhan. Program swasembada pangan masih bergantung pada luasan lahan yang
tersedia. Selain itu ketersediaan air khususnya irigasi sangat menentukan keberhasilan
swasembada tersebut.
Menurut keputusan menteri PU Nomor 293/Kpts.M/2014 tanggal 10 Juni tahun
2014, sawah yang mempunyai irigasi seluas 7.145.168 hektar dengan tingkat kerusakan
jaringan irigasi primer dan sekuder seluas 3.289.069 hektar serta kerusakan jaringan
tersier seluas 3.518.227 hektar. Berdasarkan undang-undang nomor 7 tahun 2004
tentang sumber daya air dan peraturan pemerintah nomor 20 tahun 2006 tentang irigasi,
tanggung jawab pengelolaan jaringan primer dan sekunder terbagi menjadi tiga
kewenangan yaitu : pemerintah pusat (kementerian PU dan Perumahan rakyat),
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, sementara jaringan tersier menjadi
tanggung jawab petani.
Kementerian pertanian telah menetapkan upaya khusus pencapaian swasembada
berkelanjutan padi dan jagung serta swasembada kedelai melalui kegiatan rehabilitasi
jaringan irigasi tersier dan kegiatan pendukung lainnya seperti pengembanga jaringan
irigasi, optimasi lahan, gerakan penerapan pengelolaan tanaman terpadu (GP-PTT),
optimasi perluasan areal tanam kedelai melalui indeks pertanaman (PAT-PIP kedelai),
perluasan areal tanam jagung (PAT jagung), penyediaan sarana dan prasarana pertanian
(benih, pupuk, pestisida dan alat mesin pertanian) dan pengawalan/pendampingan.
1.3. Tujuan
a. Menganalisis kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis (padi) di
Provinsi Bengkulu.
b. Menganalisis capaian sasaran program peningkatan produksi padi yang telah di
targetkan di Provinsi Bengkulu.
c. Menganalisis efektifitas pelaksanaan program peningkatan produksi pangan
strategis (padi) di Provinsi Bengkulu
1.4. Keluaran Yang Diharapkan
a. Kinerja Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (padi) di Provinsi
Bengkulu
b. Capaian sasaran program peningkatan produksi padi yang telah di targetkan di
Provinsi Bengkulu
c. Efektifitas pelaksanaan program peningkatan produksi pangan strategis (padi) di
Provinsi Bengkulu
4
1.5. Hasil Yang Diharapkan
Tersedianya informasi tentang kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan
strategis dan rekomendasi alternatif kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis di
Provinsi Bengkulu.
1.6. Perkiraan Manfaat Dan Dampak
a. Hasil pengkajian diharapkan dapat menjadi bahan dalam penyusunan serta
penyempurnaan kebijakan peningkatan produksi pangan strategis di Provinsi
Bengkulu.
b. Peningkatan adopsi teknologi berdampak terhadap percepatan penyebaran
inovasi peningkatan produksi dan pendapatan petani.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Kebijakan
Kebijakan publik adalah tindakan kolektif melalui kewenangan pemerintah dan
ditetapkan berdasarkan prosedur yang legitimate. Bidang liputan sintesa kebijakan
adalah kebijakan publik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kehidupan
petani dan perilaku agribisnis lainnya. Salah satu spesifikasi aspek sintesa kebijakan
adalah metoda atau prosedur operasionalnya tidak mengikuti standard ilmiah baku,
tetapi merupakan review dan sintesis teori, informasi, dan hasil penelitian ilmiah secara
sistematis dan logis (Badan Litbang Pertanian, 2003).
Kebijakan pemerintah adalah serangkaian tindakan yang akan, sedang dan telah
dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan kebijakan pertanian di
indonesia adalah untuk memajukan pertanian, mengusahakan pertanian menjadi lebih
produktif, produksinya efisien, pendapatan meningkat dan kesejahteraan akan lebih
merata (Mubyarto, 1993). Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah pusat maupun
daerah mengeluarkan peraturan yang berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan presiden, keputusan menteri, keputusan gubernur dan lain-lain.
Analisis kebijakan adalah proses atau kegiatan mensintesa informasi, termasuk
hasil- hasil penelitian untuk menghasilkan rekomendasi opsi desain kebijakan publik.
Kebijakan publik adalah keputusan atau tindakan pemerintah yang berpengaruh atau
mengarah pada tindakan individu dalam kelompok masyarakat, pada prinsipnya
bertujuan memecahkan masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat (Sutopo dan
Sugiyanto, 2001; Simatupang, 2003).
2.2. Teori Pangan
Ketahanan pangan yang dicetuskan pada World Food Summit (1996) oleh World
Food Programme didefinisikan sebagai kondisi yang terjadi apabila semua orang secara
terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan
yang memadai/cukup, bergizi, dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka
dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat. Berikut adalah kerangka konsep
ketahanan pangan internasional tersebut:
Ketahanan pangan di Indonesia didefinisikan dalam UU No. 7 Tahun 1996
tentang Pangan dan PP No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai
kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
6
Pengertian pangan dalam UU dan PP tersebut adalah segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Ketahanan pangan merupakan isu strategis yang dicanangkan secara nasional
dan merupakan kewajiban negara untuk mewujudkannya. Ketahanan pangan termasuk
dalam prioritas nasional pada RPJMN untuk tahun 2010-2014. Ada tiga alasan penting
yang melandasi kesepakatan tersebut:
1. Ketahanan pangan merupakan prasyarat bagi terpenuhinya hak asasi atas pangan
setiap penduduk;
2. Konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan sumber
daya manusia yang berkualitas; dan
3. Ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi
ketahanan nasional. Pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa tidak
ada satu negarapun yang dapat melaksanakan pembangunan dengan baik
sebelum mampu mewujudkan ketahanan pangan terlebih dahulu.
Ketahanan pangan di setiap negara dibangun di atas tiga pilar utama yaitu:
1. Ketersediaan Pangan, adalah tersedianya pangan secara fisik di daerah, yang
diperoleh baik dari hasil produksi domestik, impor/perdagangan maupun bantuan
pangan. Ketersediaan pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya pangan
melalui mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan pemerintah,
serta bantuan pangan baik dari pemerintah maupun dari badan bantuan pangan.
Ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten atau
tingkat masyarakat.
2. Akses Pangan, adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan
baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman, dan
bantuan pangan maupun kombinasi di antara kelimanya. Ketersediaan pangan di
suatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua rumah tangga memiliki
akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui
mekanisme tersebut di atas.
3. Pemanfaatan Pangan, merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga dan
kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi.
7
Kondisi Ketahanan Pangan Indonesia
Berdasarkan data yang dihimpun dari World Food Programme1, diperoleh informasi
sebagai berikut:
1. Ketersediaan Pangan
a. Hasil pertanian meningkat (laju peningkatan sekitar 3,5% per tahun selama
2004-2007) dan mencapai 4,8% pada tahun 2008. Produksi padi dan jagung
meningkat, sedangkan produksi ubi kayu dan ubi jalar relatif stabil.
b. Namun demikian, beberapa kabupaten di provinsi Papua dan provinsi Riau,
Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, sebagian provinsi Maluku dan
Maluku Utara mengalami kekurangan serealia.
2. Akses terhadap Pangan
a. Akses terhadap pangan untuk penduduk miskin merupakan gabungan dari
kemiskinan, kurangnya pekerjaan tetap, pendapatan tunai yang rendah dan
tidak tetap serta terbatasnya daya beli. Pada tahun 2008, terdapat 34,96 juta
orang (15,42%) hidup di bawah garis kemiskinan nasional (US $1,55 PPP).
Hampir 64% penduduk miskin tinggal di pedesaan, dan lebih dari 57% total
pendudk miskin tinggal di Pulau Jawa.
b. Sejak tahun 2003, 26 provinsi telah berhasil menurunkan tingkat
kemiskinannya. Akan tetapi, terdapat 5 provinsi yang tingkat kemiskinannya
tetap yaitu provinsi Sulawesi Utara, Papua, DKI Jakarta, Sumatera Barat, dan
Jawa Barat. Pada tahun 2007, penduduk miskin terkosentrasi di 6 provinsi
(Papua, Papua Barat, Maluku, NTT, Gorontalo, dan NAD).
c. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada tahun 2007 mengalami penurunan
hampir 2% dibandingkan tahun 2003. Namun penurunan TPT tersebut tidak
sebanding dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan bervariasi antar
wilayah.
d. Lebih dari 12% dari semua desa di Indonesia tidak memiliki akses jalan yang
dapat dilalui oleh kendaraan roda empat.
e. Hampir 10% rumah tangga di Indonesia tidak memiliki akses listrik. Akses listrik
yang terbatas (>30%) terdapat di empat provinsi (NTT, Papua, Papua Barat,
dan Sulawesi Barat).
3. Pemanfaatan Pangan dan Gizi
a. Pada tahun 2007, rata-rata asupan energi harian adalah 2.050 kkal dan asupan
protein sebesar 5.625 gram, keduanya sudah melampaui Angka Kecukupan Gizi
8
(AKG) nasional. Angka ini meningkat 3.3% dibandingkan tahun 2002. Namun
demikian, untuk tiga golongan pengeluaran terendah hanya memiliki asupan
1.817 kkal/kapita/hari atau kurang, dan proporsi makanan mereka kurang serta
tidak seimbang secara kuantitatif dan kualitatif.
b. Secara nasional, 94% rumah tangga memiliki akses ke fasilitas kesehatan
terdekat kurang dari 5 km, dan angka ini meningkat secara signifikan jika
dibandingkan 5 tahun terakhir.
c. Secara nasional, 21,08% rumah tangga tidak memiliki akses terhadap air minum
yang layak.
d. Pada tahun 2007, angka perempuan buta huruf nasional adalah 12,89%. Angka
underweight pada balita adalah 18,4%, angka tersebut telah mencapai target
MDGs namun masalah kesehatan masyarakat masih berada pada tingkat yang
kurang. Prevalensi nasional untuk kurang gizi kronis adalah 36,8%, angka ini
tergolong tinggi untuk tingkatan kesehatan masyarakat.
e. Angka rata-rata harapan hidup di Indonesia pada tahun 2007 adalah 68 tahun.
Kondisi Kerawanan Pangan Indonesia
Kerawanan pangan dapat bersifat kronis atau sementara/transien. Kerawanan
pangan kronis adalah ketidakmampuan jangka panjang atau yang terus menerus untuk
memenuhi kebutuhan pangan minimum. Keadaan ini biasanya terkait dengan faktor
struktural yang tidak dapat berubah dengan cepat seperti iklim setempat, jenis tanah,
sistem pemerintahan daerah, kepemilikan lahan, hubungan antar etnis, tingkat
pendidikan, dll. Kerawanan pangan sementara adalah ketidakmampuan jangka pendek
atau sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum. Keadaan ini biasanya
terkait dengan faktor dinamis yang berubah dengan cepat seperti penyakit infeksi,
bencana alam, pengungsian, berubahnya fungsi pasar, tingkat besarnya utang,
perpindahan penduduk (migrasi), dan sebagainya. Berikut adalah peta kerentanan
terhadap kerawanan pangan Indonesia dimana warna merah tua merupakan daerah
dengan prioritas rawan utama, yakni didominasi oleh Wilayah Indonesia Timur.
Dari sisi cadangan pangan, Indonesia sebetulnya sangat kuat. Sesuai perhitungan
Badan Ketahanan Pangan, cadangan pangan Indonesia dari segi energi mencapai 3.500
kilo kalori per kapita per hari. Sementara dari segi kalori, sebesar 85 gram per kapita per
hari. Untuk konsumsi riil, kebutuhan nasional energi hanya 2.200 kilo kalori per kapita
per hari, dan asupan kalori hanya 57 gram per kapita. Persoalannya terletak pada
distribusi konsumsi yang tidak merata. Bagi kalangan miskin yang mencapai 11 %, atau
9
sekitar 28 juta jiwa di seluruh Indonesia, asupan energi dan kalori jauh lebih rendah dari
rata-rata nasional. Kebutuhan beras pada tahun 2014 sebesar 33.013.214 ton, maka
apabila harus ada surplus 10 juta ton sebagai cadangan, berarti harus ada produksi
beras minimal 43 juta ton. Bila produksi beras tidak memenuhi kebutuhan pangan
nasional, maka pemerintah harus melakukan impor.
10
III. METODOLOGI
3.1. Pendekatan (Kerangka Pemikiran)
Pengkajian ini adalah penelitian lapangan yang didukung dengan desk study.
Kegiatan di lapangan adalah pengumpulan data primer yang dilakukan dengan survei.
Survei dilakukan terhadap obyek pengkajian untuk mendapatkan gambaran aktual yang
terjadi di lapangan, berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan dipadukan dengan
pengetahuan dan teori-teori ilmiah yang ada. Selanjutnya disintesakan untuk dapat
memberikan alternatif solusi uuntuk pemecahan masalah dengan tepat.
Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (padi) di Provinsi
Bengkulu dilakukan dengan metode survei untuk mengetahui kinerja program
swasembada pangan strategis (padi) terhadap peningkatan produksi. Kegiatan ini
dilaksanakan sebagai suatu bentuk evaluasi yang dilakukan dari hasil kegiatan program
mendukung swasembada pangan strategis. Metode evaluasi yang dilakukan adalah
evaluasi summatif (Singarimbun, 1989) yaitu setelah suatu kegiatan selesai
dilaksanakan.
3.2. Ruang Lingkup
Pengkajian ini dilakukan untuk menganalisa kinerja kebijakan peningkatan
produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu. Secara ringkas, ruang lingkup
kegiatan meliputi mengkaji kinerja dan efektivitas progam (pengembangan jaringan
irigasi, optimasi lahan, GP-PTT, penyediaan sarana dan prasarana pertanian) terhadap
peningkatan produksi pangan strategis (padi) di Provinsi Bengkulu. Tujuan pertama,
ruang lingkup kegiatan yaitu survei ditingkat petani yang menerima program upsus
dengan parameter yang diukur peningkatan produksi, peningkatan produktivitas,
peningkatan IP, peningkatan luas tanam. Tujuan kedua, ruang lingkup kegiatannya yaitu
wawancara mendalam dengan stakeholder (dinas pertanian provinsi dan kabupaten)
tentang target produksi, target Produktivitas, target peningkatan IP, target peningkatan
luas panen. Tujuan ketiga, dengan mengukur variabel target dan realisasi kinerja
program upsus yaitu pengembangan jaringan irigasi, optimasi lahan, GP-PTT,
penyediaan benih, penyediaan pupuk dan alat mesin pertanian. Dari masing-masing
variabel program tersebut akan dilihat program mana yang mempunyai daya ungkit
untuk meningkatkan produksi.
11
3.3. Metode Pelaksanaan
a. Lokasi dan Waktu
Pengkajian ini dilakukan di Provinsi Bengkulu. Kabupaten terpilih untuk sentra
produksi padi adalah Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan dan Rejang Lebong.
Kegiatan akan dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Desember 2015.
b. Metode pengambilan sampel
Metode pemilihan lokasi pengkajian dilakukan dengan Multistage Random
Sampling. Tahap pertama penarikan satuan sampling primer, yaitu memilih 3
kabupaten sentra produksi padi. Tahap kedua adalah memilih satuan sampling
sekunder, yaitu memilih keluarga (kepala keluarga) dari tiap kabupaten terpilih.
Satuan sampling terpilih dari tahap kedua ini merupakan unit elementer yang
menjadi responden pengkajian.
Kabupaten terpilih untuk sentra produksi padi adalah Bengkulu Utara, Bengkulu
Selatan dan Rejang Lebong. Untuk Kabupaten Bengkulu Utara akan ddilakukan di
Kecamatan Argamakmur dan Tanjung Agung Palik, Kabupaten Bengkulu Selatan
dilakukan di Kecamatan Seginim dan Kedurang, Kabupaten Rejang Lebong di
Kecamatan Curup dan Curup Selatan. Dari masing-masing kecamatan setiap
kabupaten dipilih 3 desa. Penentuan jumlah sampel digunakan rumus sebagai berikut
:
Dimana : n = Jumlah Sampel
N = Jumlah populasi
σ2 = 10.000; σ = 100
Penentuan responden petani di masing-masing lokasi digunakan simple random
sampling methode. Sampel responden pemangku kebijakan dilakukan secara sengaja
(purposive sampling) yaitu kepala dinas atau kepala bidang yang menangani
tanaman pangan di tingkat provinsi maupun kabupaten.
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
dikumpulkan melalui wawancara terhadap para pemangku kebijakan tingkat provinsi
(Dinas Pertanian dan Badan ketahanan pangan), tingkat kabupaten (Dinas Pertanian
dan Tanaman Pangan dan Badan ketahanan pangan dan penyuluhan), dan
12
pelaksana di tingkat lapangan (PPL dan petani,). Wawancara terhadap pemangku
kebijakan diarahkan untuk mengetahui program peningkatan produktivitas dan
produksi pangan strategis (padi) di tingkat provinsi maupun kabupaten. Data primer
yang dikumpulkan di tingkat petani adalah sebagai berikut penerapan teknologi dan
keragaan usahatani, parameter input dan output, dan kelembagaan (kelompok tani,
dll).
Data sekunder merupakan data pendukung yang dikumpulkan dari
dinas/instansi terkait yang meliputi data karakteristik lokasi/wilayah (biofisik, sosial
ekonomi dan budaya), laporan akhir tahun Dinas Pertanian dan publikasi-publikasi
hasil penelitian sebagai referensi.
c. Analisi Data
1. Tujuan pertama, parameter yang diukur :
Peningkatan Produksi
Peningkatan Produktivitas
Peningkatan IP
Peningkatan luas tanam
Parameter tersebut dianalisa secara deskriptip eksplanatif, yaitu membandingkan
masing-masing parameter sebelum program upsus dan setelah program upsus.
2. Tujuan kedua, parameter yang diukur :
Target produksi provinsi bengkulu
Target Produktivitas
Target peningkatan IP
Target peningkatan luas panen
Parameter tersebut dianalisa secara deskriptip eksplanatif, yaitu membandingkan
antara target masing-masing parameter dengan realisasi yang dicapai.
3. Tujuan ketiga dilakukan analisis deskriptif eksplanatif dengan mengukur variabel
target dan realisasi kinerja program upsus yaitu pengembangan jaringan irigasi,
optimasi lahan, GP-PTT, penyediaan benih, penyediaan pupuk dan alat mesin
pertanian. Dari masing-masing variabel program tersebut akan dilihat program
mana yang mempunyai daya ungkit untuk meningkatkan produksi. Sehingga
dapat di fomulasikan sebagai berikut :
13
Y = a X1 b1. X2 b2. X3 b3. X4 b4. X5 b5 .eu,
Dimana : Y = Produksi padi (ton/ha)
X1 = Jaringan irigasi (ha) X2 = Optimasi lahan (IP) X3 = GP-PTT (jumlah komponen) X4 = Benih (kg) X5 = Pupuk (kg) X6 = Alsintan (hari kerja mesin)
a = Intersep b1-b5 = Koefisien regresi
14
IV. ANALISIS RISIKO
Analisis risiko dalam pengkajian sangat diperlukan, agar dapat mengantisipasi
berbagai risiko yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pengkajian,
kemudian apa penyebab dan dampaknya perlu disusun daftar risiko dan penangannya
seperti tabel berikut.
Tabel 1 Risiko, penyebab, dan dampaknya terhadap pelaksanaan pengkajian analisis kebijakan Tahun 2015.
No. Risiko Penyebab Dampak
1. Responden tidak memahami daftar pertanyaan
Tingkat pendidikan petani rendah
Informasi tidak sampai (terputus), data tidak tersedia dengan valid
2.
Data/informasi sekunder tidak tersedia
Dinas/stakeholder tidak menjalankan tugas
Analisis kebijakan tidak dapat dibuat dengan baik
Tabel 2 Risiko, penyebab, dan Penanganannya dalam pelaksanaan pengkajian analisis kebijakan Tahun 2015.
No. Risiko Penyebab Penanganan risiko
1. Responden tidak memahami daftar pertanyaan
Tingkat pendidikan petani rendah
melakukan penggantian responden. (survey ulang)
2. Data/informasi sekunder tidak tersedia
Dinas/stakeholder tidak menjalankan tugas
Melakukan pencarian data alternatif yang signifikan bisa dengan wawancara terhadap pihak-pihak terkait.
15
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANA
5.1. Tenaga yang terlibat dalam kegiatan
No. Nama Jabatan
Fungsional/ Bidang Keahlian
Jabatan
dalam Kegiatan
Uraian Tugas Alokasi
Waktu (jam)
1. Dr. Ir. Dedi
Sugandi, MP/
Peneliti
Madya/Sosek Penanggung
jawab
- Bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan
kegiatan penelitian - Melakukan
koordinasi dan
survey - Melakukan validasi
dan interpretasi data
10
2. Dr. Wahyu Wibawa,
MP
Peneliti
Muda/agronomi Anggota
- Menyusun RPTP,
ROPP, Juknis, dan
kuesioner - Membuat laporan
kegiatan - Melakukan survey
- Melakukan entry dan
pengolahan data
5
3. Emlan Fauzi, SP Peneliti
Pertama/Sosek Anggota
- Menyusun RPTP,
ROPP, Juknis, dan kuesioner
- Melakukan survey
- Melakukan entry dan pengolahan data
- Membantu pembuatan laporan
5
4. Hamdan, SP, MSi Peneliti
Pertama/Sosek Anggota
- Membuat laporan
bulanan kegiatan - Melakukan survey
- Melakukan entry dan
pengolahan data
5
5. Helena Bidi Astuti,
SP
Calon
Peneliti/Sosek Anggota
- Membuat laporan
bulanan kegiatan - Melakukan survey
- Melakukan entry dan
pengolahan data sosek
5
16
5.2. Jangka Waktu Kegiatan
Jadwal Palang Pelaksanaan :
NO URAIAN KEGIATAN BULAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan awal: a. RPTP, seminar, juknis dll. b. Desk study
2. Persiapan kegiatan lapangan : a. Koordinasi Awal b. Persiapan Survey
3. Kegiatan lapangan: a. Survey di tingkat petani dan
Pengambil kebijakan b. Pengumpulan data
pertanian, dll.)
4. Analisis data dan penyusunan laporan
5. Pelaporan
17
5.3. Pembiayaan
No. Jenis Pengeluaran Volume Harga Satuan
(Rp. 000)
Jumlah (Rp.000)
1. Belanja Bahan
ATK dan komputer supplies Bahan pengkajian dan
pendukung lainnya Foto copi, jilid dan dok Konsumsi dalam rangka
persiapan sosialisasi, FGD dengan petani dan stakeholder
1 paket 1 paket 1 tahun 144 paket
5.000 9.120
3.000
50.000
24.320 5.000 9.120
3.000 7.200
2. Honor Output Kegiatan
Honor petani sampel/responden Honor petugas lapang
150 OH 30 OH
35
100
8.250 5.250 3.000
3. Belanja Jasa Profesi Nara sumber, Fasilitator,
Moderator dan Pengarah
4 OJ
500
2.000 2.000
4. Belanja Perjalanan Biasa
Perjalanan dalam rangka pelaksanaan kegiatan (berkisar antara Rp. 365.000 s/d Rp. 5.000.000
8 OP
5.000
40.000 40.000
5. Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota Akomodasi dalam rangka
pertemuan dalam rangka persiapan Sosialisasi, Focus Group Discussion, Pertemuan dengan stakeholder
43 OK
180
7.740
7.740
Total 82.310
18
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2003. Panduan Metodologi dan Analisis Data Pengkajian
Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 21 halaman.
Badan Litbang Pertanian. 2011a. Pedoman Umum Spectrum Diseminasi Multi Channel. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2013. Bengkulu Dalam Angka Tahun 2012. BPS Provinsi Bengkulu.
Mubyarto. 1993. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta Pasandaran, E., A. Djajanegara., K. Kariyasa dan F Kasryno. 2005. Kerangka Konseptual
Integrasi Tanaman-Ternak di Indonesia. Dalam Integrasi Tanaman-Ternak di Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Deptan Jakarta. hal 9-31.
Rangkuti, F. 2008. Analisis SWOT – Teknik Membedah Kasus Bisnis. Cetakan kelimabelas. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Riduwan. 2007. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Cetakan ketujuh. CV. Alfabeta. Jakarta.
Saleh, A., B. Rachman., A Gozali dan Z. Zaini. 2004. Analisis Kelembagaan Sistem Integrasi Padi Ternak . Studi Kasus Provinsi Sulawesi Selatan dan Jawa Barat. Working Paper. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. 13 hal.
Sarantakos, 1993. Social Research. Macmillan, 1993. University of Virginia
Sevilla, C.G., J.A. Ochave, T.G. Punsalan, B.P. Regala dan G.G. Uriarte. 1993. Pengantar Metode Penelitian. UI Press. Jakarta.
Simatupang, P. 2003. Analisis Kebijakan : Konsep Dasar dan Prosedur Pelaksanaan
dalam Analisis Kebijakan Pertanian (Agricultural Policy Analysis) Volume I Nomor 1. Maret 2003.
Singarimbun, M. 1989. Metode dan Proses Penelitian. Dalam Singarimbun, M. dan S.
Effendi (pnyt) Metode Penelitian Survai. Cetakan Kedua. LP3ES. Jakarta.
Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia Press. Sudana, W. 2005. Evaluasi Kinerja Diseminasi Teknologi Integrasi Ternak Kambing dan
Kopi di Bongancina, Bali. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA. Vol 5 No3. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar. hal 326-333.
Sutopo dan Sugiyanto. 2001. Analisis kebijakan publik. Bahan ajar Dikaltpim III.Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.