analisis kebijakan peningkatan mutu kualitas pendidikan menengah dalam kerangka otonomi daerah...

22
ANALISIS KEBIJAKAN PENINGKATAN MUTU KUALITAS PENDIDIKAN MENENGAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH MELALUI PENDIDIKAN GRATIS SEKOLAH MENENGAH TINGKAT ATAS

Upload: yadi-mps

Post on 27-Nov-2015

36 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Kebijakan Peningkatan Mutu Kualitas Pendidikan Menengah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Melalui Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Tingkat

ANALISIS KEBIJAKAN PENINGKATAN MUTU KUALITAS PENDIDIKAN

MENENGAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH MELALUI

PENDIDIKAN GRATIS SEKOLAH MENENGAH TINGKAT ATAS

Page 2: Analisis Kebijakan Peningkatan Mutu Kualitas Pendidikan Menengah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Melalui Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Tingkat

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembahasan tentang potensi kekuatan, kelemahan, proyeksi dan tantangan yang

dihadapi oleh suatu sistem pendidikan dengan mendasarkan pembahasan pada sistem

“satu pintu” (one door polecy), serta upaya memformulasikan esensi-misi, visi, dan

target akhir yang hendak dicapai merupakan suatu langkah antisipatif dalam

kaitannya dengan pelaksanaan otonomi pendidikan. Hal ini penting dalam rangka

menyusun rencana strategis pengelolaan sistem pendidikan nasional, baik dalam level

departemen, institusi, maupun birokrasi. Konsekuensi logis yang layak diketengahkan

dalam kaitannya dengan analisis posisi dan pengembangan rencana strategis

pengelolaan pendidikan adalah arah dan bentuk usaha apa yang mesti dilakukan, serta

bagaimana hal itu bisa dilakukan. Konsepsi ini penting dipahami, mengingat selama

ini, tidak jarang sebuah kebijakan yang diimplementasikan dengan maksud

melakukan inovasi dan mengeliminir berbagai masalah yang terjadi dalam dunia

pendidikan kita, justru melahirkan masalah baru yang jauh lebih kompleks. Kondisi

tersebut banyak dikontribusi oleh kurangnya sense of responsibility dan common

sense dari para perancang dan pengambil keputusan terhadap nilai-nilai tertentu yang

tumbuh dan berkembang di masyarakat, di mana kebijakan tersebut akan

diimplementasikan.

Mengacu pada wacana di atas, maka makalah singkat ini difokuskan pada

analalisis kebijakan peningkatan kualitas pendidikan menengah dalam kerangka

otonomi daerah sebagai sebuah kebijakan public yang merupakan produk harapan

(the dreams product) dari dunia pendidikan dalam era otonomi pendidikan.

Berdasarkan analisis empirikal dan konseptual, tampaknya banyak kebijakan

pendidikan selama ini yang salah sasaran atau terlalu dipaksakan demi kepentingan-

kepentingan politis tertentu. Kondisi ini menyebabkan dunia pendidikan semakin jauh

dari esensi dan visi-misi yang sebenarnya, yaitu sebagai media transformasi values

and cultural heritages serta institusi pembaharu bagi kehidupan masyarakatnya. Jika

kondisi ini terus berlangsung, niscaya kita akan menghadapi masalah yang sangat

Page 3: Analisis Kebijakan Peningkatan Mutu Kualitas Pendidikan Menengah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Melalui Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Tingkat

pelik berkait dengan esensi dan substansi dari pendidikan itu sendiri. Hal ini semakin

diperkuat dengan wacana otonomisasi pendidikan yang segera akan dilaksanakan

secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.

B. Tujuan & Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Menganalisa pentingnya kebijakan mengenai biaya operasional sekolah

daerah pendidikan gratis pada jenjang sekolah menengah atas dalam rangka

peningkatan kualitas pendidikan era otonomi daerah.

2. Menganalisa permasalahan pendidikan di masyarakat dan isu factual

mengenai pentingnya pendidikan gratis pada jenjang sekolah menengah atas

dan sederajat dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan era otonomi

daerah

3. Menganalisa alasan pentingnya kebijakan pendidikan gratis pada jenjang

sekolah menengah atas dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan era

otonomi daerah

Manfaat Penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui pentingnya kebijakan mengenai pendidikan gratis pada jenjang

sekolah menengah atas dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan era

otonomi daerah.

2. Mengetahui permasalahan pendidikan di masyarakat dan isu factual mengenai

pentingnya pendidikan gratis pada jenjang sekolah menengah atas dan

sederajat dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan era otonomi daerah

3. Mengetahui alasan pentingnya pendidikan gratis pada jenjang sekolah

menengah atas dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan era otonomi

daerah

Page 4: Analisis Kebijakan Peningkatan Mutu Kualitas Pendidikan Menengah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Melalui Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Tingkat

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan saat ini di fokuskan kepada dua hal yang utama yaitu tuntas

wajib belajar sembilan (9) tahun dan peningkatan mutu pendidikan di segala jenjang

pendidikan (SD-SLTP dan SLTA). Kebijakan ini diambil dikarenakan ada berbagai

persoalan yang masih melingkupi bidang pendidikan antara lain masih rendahnya

tingkat pemerataan pendidikan dasar dan menengah, masih rendahnya kualitas

pendidikan dan belum mampu memenuhi kebutuhan kompensasi peserta didik,

ketersediaan pendidik yang belum memadai secara kualitas maupun kuantitas,

fasilitas belajar belum mencukupi dan biaya operasional pendidikan yang belum

memadai, masih rendahnya kualifikasi pendidik memiliki pendidikan seperti yang

disyaratkan, belum meratanya proporsi penyebaran tenaga pendidik, belum

mantapnya pembagian peran dan tanggung jawab pendidikan pada masing-masing

tingkatan pemerintahan dan belum optimalnya kinerja dewan pendidikan dan komite

sekolah.

Sekarang ini dengan akan berlakunya Undang-Undang tentang Badan Hukum

Pendidikan dimungkinkan pendidikan di Indonesia akan menjadi mahal dan tidak

terjangkau oleh masyarakat . Untuk itu dengan melihat kondisi tersebut sangat

menarik kiranya ditelaah lebih lanjut bagaimana kebijakan daerah di bidang

pendidikan, yang dalam hal ini akan lebih difokuskan pada persoalan kebijakan

pembiayaan pendidikan yang dinilai selama ini menjadi hal yang cukup krusial untuk

dibahas mengingat pendidikan sekarang ini menjadi tanggung jawab pemerintah

Daerah (kabupaten sepenuhnya) setelah pelimpahan kewenangan yang begitu besar

dari pemerintah pusat.

Sudah saatnya pemerintah daerah yang sudah mampu dan mendapatkan

penghasilian asli daerah cukup signifikan untuk membuat kebijakan pendidikan dasar

12 tahun sehingga bantuan biaya operasional pendidikan tidak hanya pada pendidikan

tingkat dasar tetapi merambah ke pendidikan tingkat menengah atas.

Page 5: Analisis Kebijakan Peningkatan Mutu Kualitas Pendidikan Menengah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Melalui Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Tingkat

Alternatif Kebijakan Pendidikan dengan membuat produk hukum yang

membebaskan biaya sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) bagi seluruh

siswa sekolah menengah tingkat atas (SMTA)

Desentralisasi merupakan simbol adanya kepercayaan pemerintah pusat kepada

daerah. Ini akan dengan sendirinya mengembalikan harga diri pemerintah dan

masyarakat daerah. Kalau dalam sistem sentralistik mereka tidak bisa berbuat banyak

dalam mengatasi berbagai masalah, dalam sistem otonomi ini mereka di tantang

untuk secara kreatif menentukan solusi-solusi atas berbagai masalah yang dihadapi

sehingga pemerintah pusat tidak perlu mempunyai aparat sendiri di daerah kecuali

dalam batas-batas yang sangat diperlukan. Untuk itu yang perlu dicermati dalam

desentralisasi menurut Rondinelli adalah agen (dekonsentrasi) dan badan otonom

(devolusi) atau kalau mengacu pada Smith bahwa desentralisasi mengimplikasikan

dua kondisi fundamental yaitu pertama, pemerintahan sendiri (lokal) bahwa lokal

mempunyai pemerintahan sendiri melalui institusi politik yang berakar dari teritorial

yang menjadi kewenangan. Institusi tersebut didirikan oleh sistem politik daerah

(dekonsentrasi), kedua, institusi tersebut akan direkrut secara demokratis (devolusi)

( Smith, 1985; 3).

Dari dimensi konsep pemerintah lokal, Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang memang membawa pergeseran sejumlah

model dan paradigma. Pemerintah lokal yang dulunya Structural efficiency model

yang menekankan efisiensi dan keseragaman ditinggalkan dan dianut local

democracy model yang menekankan pada nilai demokrasi dan keberagaman dalam

penyelenggaraan pemerintah lokal. Seiring dengan pergeseran model tersebut terjadi

pula dari penguatan dekonsentrasi ke penguatan desentralisasi (Bhenyamin Hoessein,

2002:4).

Pergeseran model dan paradigma tersebut memungkinkan berlangsungnya

penyelenggaraan pemerintah yang responsif terhadap kepentingan publik dan

memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang kuat pada asas

pertanggungjawaban publik. Sehingga dalam prakteknya dengan adanya Undang-

undang Otonomi Daerah kewenangan pengelolaan pendidikan berubah dari sistem

Page 6: Analisis Kebijakan Peningkatan Mutu Kualitas Pendidikan Menengah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Melalui Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Tingkat

sentralisasi ke desentralisasi. Desentralisasi pendidikan berarti terjadinya pelimpahan

kekuasaan dan kewenangan yang lebih luas kepada daerah untuk membuat

perencanaan dan mengambil keputusannya sendiri dalam mengatasi permasalahan

yang dihadapi di bidang pendidikan (Abdul Halim, 2001: 15)

Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan

kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, pada kelompok bidang pendidikan dan

kebudayaan disebutkan bahwa kewenangan pemerintah meliputi;

1. penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar, serta

pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara

nasional, serta pedoman pelaksanaannya

2. penetapan standar materi pelajaran pokok

3. penetapan persyaratan perolehan dan penggunaan gelar akademik

4. penetapan pedoman pembiayaan penyelenggaraan pendidikan

5. penetapan persayaratan penerimaan, perpindahan sertifikasi siswa,

warga belajar dan mahasiswa

6. penetapan persayaratan peningkatan/zoning, pencarian, pemanfaatan,

pemindahan, penggandaan, sistem pengamanan dan kepemilikan benda

cagar budaya, serta persyaratan penelitian arkeologi

7. pemanfaatan hasil penelitian arkeologi nasional serta pengelolaan

museum nasional, galeri nasional, pemanfaatan naskah sumber arsip,

danmonumen yang diakui secara internasional

8. penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap

tahun bagi pendidikan dasar, menengah dan luar sekolah

9. pengaturan dan pengembangan pendidikan tinggi, pendidikan jarak

jauh, serta pengaturan sekolah internasional

10. pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia

Kewenangan pada poin ke-4 sangat memungkinkan untuk melakukan

kebijakan pembebasan biaya SPP bagi siswa SMTA secara

menyeluruh dengan melihat dan mempertimbangkan pendapatan asli

daerah dan APBD propinsi.

Page 7: Analisis Kebijakan Peningkatan Mutu Kualitas Pendidikan Menengah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Melalui Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Tingkat

Alternatif Kebijakan Pendidikan dengan membuat produk hukum yang

membebaskan biaya sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) bagi seluruh

siswa tidak mampu pada sekolah menengah tingkat atas (SMTA)

Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan

kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dinyatakan bahwa kewenangan

pemerintah propinsi meliputi hal-hal sebagai berikut;

1. penetapan kebijakan tentang penerimaan siswa dan mahasiswa dari

masyarakat minoritas, terbelakang atau tidak mampu,

2. penyediaan bantuan pengadaan buku peljaran pokok/ modul pendidikan

untuk taman kanak-kanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan

pendidikan luar sekolah

3. mendukung/membantu pengaturan kurikulum, akreditasi, dan

pengangkatan tenaga akademis

4. pertimbangan pembukaan dan penutupan perguruan tinggi

5. penyelenggaraan sekolah luar biasa dan balai pelatihan atau penataran

guru

6. penyelenggaraan museum propinsi, suaka peninggalan sejarah,

kepurbakalaan, kajian sejarah dan nilai tradisonal, serta pengembangan

bahasa dan budaya daerah

Kewenangan pada poin (1) diatas sangat kondusif menjadi pijakan untuk membuat

kebijakan publik yang berorientasi untuk membantu masyarakat miskin (dhuafa) dan

yatim piatu agar terus dapat mengecap pendidikan sampai tingkat SMTA.

B. Rekomendasi Terpilih Dan Strategi Implementasi

1. Kriteria Penilaian Rekomendasi Kebijakan

Rekomendasi kebijakan mengharuskan analisis kebijakan untuk menentukan

alternatif yang terbaik dan alasannya karena prosedur analisis kebijakan

terkait masalah etika dan moral. (Rahadian, Dr.Ir A.H., M.Si : 2012)

Rekomendasi pada dasarnya pernyataan advokasi dan advokasi mempunyai

empat pertanyaan yang harus dijawab yaitu apakah :

- Dapat ditindak lanjuti (actionable)

Page 8: Analisis Kebijakan Peningkatan Mutu Kualitas Pendidikan Menengah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Melalui Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Tingkat

- Bersifat prospektif

- Bermuatan nilai selain fakta

- Etik

Berikut tabel penilaian alternatif kebijakan mengenai implementasi

sekolah gratis ditingkat SMTA :

NO KRITERIA ALTERNATIF KETERANGAN

Technical feasibility 80 90 90

Economic Financial Feability 70 80 80

Political Viability 80 90 90

Administratif Operability 70 90 80

JUMLAH 300 350 340

Keterangan :

*) Alternatif Kebijakan Pendidikan dengan wajib belajar 12 tahun.

**) Alternatif Kebijakan Pendidikan dengan membuat produk hukum yang

membebaskan biaya sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) bagi

seluruh siswa sekolah menengah tingkat atas (SMTA)

***) Alternatif Kebijakan Pendidikan dengan membuat produk hukum yang

membebaskan biaya sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) bagi

seluruh siswa tidak mampu pada sekolah menengah tingkat atas (SMTA)

Dilihat dari kriteria technical feasibility (kelayakan teknis) kebijakan

pendidikan dengan wajib belajar 12 tahun memiliki nilai 80 dari rentang 0-

100 hal ini menunjukkan kebijakan tersebut sudah hampir mencapai tingkat

kritis, jika diabaikan akan menjadi ancaman serius di masa mendatang.

Alternatif kebijakan pendidikan dengan membuat produk hukum yang

membebaskan biaya sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) bagi

seluruh siswa sekolah menengah tingkat atas (SMTA) memiliki nilai 90 dari

rentang 0-100 hal ini menunjukkan kebijakan tersebut sudah mencapai tingkat

Page 9: Analisis Kebijakan Peningkatan Mutu Kualitas Pendidikan Menengah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Melalui Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Tingkat

kritis untuk dilaksanakan. Sedangkan Alternatif Kebijakan Pendidikan dengan

membuat produk hukum yang membebaskan biaya sumbangan

penyelenggaraan pendidikan (SPP) bagi seluruh siswa tidak mampu pada

sekolah menengah tingkat atas (SMTA) memiliki nilai 90 dari rentang 0-100

hal ini menunjukkan kebijakan tersebut sudah mencapai tingkat kritis seperti

halnya altrernatif kebijakan ke-2.

Dilihat dari kriteria economic and financial feasibility (kelayakan ditinjau dari

aspek ekonomi dan finansial) kebijakan pendidikan dengan wajib belajar 12

tahun memiliki nilai 70 dari rentang 0-100 hal ini menunjukkan kebijakan

tersebut belum mencapai tingkat kritis, jika diabaikan tidak akan menjadi

ancaman serius di masa mendatang hal ini diukur dari kemampuan financial

daerah. Alternatif kebijakan pendidikan dengan membuat produk hukum yang

membebaskan biaya sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) bagi

seluruh siswa sekolah menengah tingkat atas (SMTA) memiliki nilai 80 dari

rentang 0-100 hal ini menunjukkan kebijakan tersebut sudah urgen dan layak

dijadikan sebuah kebijakan publik. Sedangkan Alternatif Kebijakan

Pendidikan dengan membuat produk hukum yang membebaskan biaya

sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) bagi seluruh siswa tidak

mampu pada sekolah menengah tingkat atas (SMTA) memiliki nilai 80 dari

rentang 0-100 hal ini menunjukkan kebijakan tersebut memiliki urgensi

seperti kebijakan ke-2.

Dilihat dari kriteria political Viability (kelayakan ditinjau dari aspek politik

keberlajutan kebijakan ) kebijakan pendidikan dengan wajib belajar 12 tahun

memiliki nilai 80 dari rentang 0-100 hal ini menunjukkan kebijakan tersebut

telah mencapai tingkat kritis, jika diabaikan akan menjadi ancaman serius di

masa mendatang hal ini diukur dari kemampuan financial daerah. Alternatif

kebijakan pendidikan dengan membuat produk hukum yang membebaskan

biaya sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) bagi seluruh siswa

sekolah menengah tingkat atas (SMTA) memiliki nilai 90 dari rentang 0-100

hal ini menunjukkan kebijakan tersebut sudah sangat urgen dan layak

Page 10: Analisis Kebijakan Peningkatan Mutu Kualitas Pendidikan Menengah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Melalui Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Tingkat

dijadikan sebuah kebijakan publik. Sedangkan Alternatif Kebijakan

Pendidikan dengan membuat produk hukum yang membebaskan biaya

sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) bagi seluruh siswa tidak

mampu pada sekolah menengah tingkat atas (SMTA) memiliki nilai 80 dari

rentang 0-100 hal ini menunjukkan kebijakan tersebut memiliki urgensi

seperti kebijakan ke-2.

Dilihat dari kriteria administrative operability (kelayakan ditinjau dari aspek

sosial, politik dan administratif) kebijakan pendidikan dengan wajib belajar 12

tahun memiliki nilai 70 dari rentang 0-100 hal ini menunjukkan kebijakan

tersebut belum mencapai tingkat kritis, jika diabaikan tidak akan menjadi

ancaman serius di masa mendatang hal ini diukur dari kemampuan financial

daerah. Alternatif kebijakan pendidikan dengan membuat produk hukum yang

membebaskan biaya sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) bagi

seluruh siswa sekolah menengah tingkat atas (SMTA) memiliki nilai 90 dari

rentang 0-100 hal ini menunjukkan kebijakan tersebut sudah urgen dan layak

dijadikan sebuah kebijakan publik. Sedangkan Alternatif Kebijakan

Pendidikan dengan membuat produk hukum yang membebaskan biaya

sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) bagi seluruh siswa tidak

mampu pada sekolah menengah tingkat atas (SMTA) memiliki nilai 80 dari

rentang 0-100 hal ini menunjukkan kebijakan tersebut memiliki urgensi

seperti kebijakan ke-2.

2. Rekomendasi Kebijakan Terpilih

Dari kriteria penilaian tabel di atas maka rekomendasi kebijakan terpilih

adalah alternatif kebijakan pembebasan iuran sumbangan penyelengaraan

pendidikan (SPP) tingkat SMTA. Dengan demikian pemerintah daerah

propinsi dan kabupaten/kodya secara analisis sudah layak dan sangat urgen

untuk membuat kebijakan publik ini.

3. Strategi Implementasi

Implementasi adalah tindakan yang dilakukan setelah suatu kebijakan

dilakukan. Implementasi merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat

Page 11: Analisis Kebijakan Peningkatan Mutu Kualitas Pendidikan Menengah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Melalui Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Tingkat

mencapai tujuan yang telah di tetapkan dengan tujuan kebijakannya adalah

melakukan intervensi dan implementasi adalah kegiatan intervensi tersebut

( Rahadian, 2012).

Strategi dalam implementasi kebijakan terpilih di atas adalah sebagai berikut :

a. Membuat visi pada produk kebijakan terpilih yang melekat pada individu

yang akan memimpin organisasi dalam hal ini departemen pendidkan

nasional propinsi, kabupaten dan kodya.

b. Menentukan misi melalui pernyataan mengenal hal-hal yang harus dicapai

organisisai bagi pihak yang berkepentingan di masa mendatang.

c. Membuat strategi yang terencana dengan baik arah makro atau politik agar

tujuan kebijakan terpilih dapat terealisasi dengan baik dan berdampak bagi

peningkatan mutu pendidikan masyarakat dan pengurangan kemiskinan.

d. Membuat produk-produk hukum sebagai dasar hukum pelaksanaaan

kebijakan terpilih.

e. Membuat program jangka panjang dan jangka pendek untuk implementasi

kebijakan terpilih disertai aturan fungsi pengawasan agar pelaksanaan

dapat terealisasi dengan baik.

f. Merealisasikan program dengan membuat proyek yang sesuai dengan

kebijakan terpilih yang melibatkan berbagai unsur pelaksana kebijakan

g. Melaksanakan kegiatan-kegiatan berupa realisasi kebijakan peningkatan

mutu pendidikan menengah melalui SPP gratis dengan memberikan

bantuan-bantuan finansial sesuai dengan biaya SPP yang ditanggung

penyelenggara pendidikan.

h. Melakukan kegiatan evaluasi terhadap implementasi dilapangan agar tidak

terjadi penyimpangan dan kebocoran.

Page 12: Analisis Kebijakan Peningkatan Mutu Kualitas Pendidikan Menengah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Melalui Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Tingkat

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hasil analisa kebijakan menurut kriteria technical feasibility (kelayakan teknis)

yang membebaskan biaya sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) bagi

seluruh siswa sekolah menengah tingkat atas (SMTA) memiliki nilai 90 dari rentang

0-100 hal ini menunjukkan kebijakan tersebut sudah mencapai tingkat kritis untuk

dilaksanakan.

Hasil analisa kebijakan kriteria economic and financial feasibility (kelayakan

ditinjau dari aspek ekonomi dan finansial), alternatif kebijakan pendidikan dengan

membuat produk hukum yang membebaskan biaya sumbangan penyelenggaraan

pendidikan (SPP) bagi seluruh siswa sekolah menengah tingkat atas (SMTA)

memiliki nilai 80 dari rentang 0-100 hal ini menunjukkan kebijakan tersebut sudah

urgen dan layak dijadikan sebuah kebijakan publik.

B. Saran

Melaksanakan kegiatan-kegiatan berupa realisasi kebijakan peningkatan mutu

pendidikan menengah melalui SPP gratis dengan memberikan bantuan-bantuan

finansial sesuai dengan biaya SPP yang ditanggung penyelenggara pendidikan.

Page 13: Analisis Kebijakan Peningkatan Mutu Kualitas Pendidikan Menengah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Melalui Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Tingkat

DAFTAR PUSTAKA

Lasmawan, W. (2000). Pengelolaan dan Operasionalisasi Pembelajaran IPS yang

Ramah Lingkungan. (Makalah). Program Pascasarjana UPI Bandung.

Rahadian, A.H, Dr. Ir. M.Si. (2012). Materi Kuliah Kebijakan Publik (Modul Kuliah)

Program Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi STIAMI, Jakarta.

Suryadi, Ace dan H.A.R. Tilaar. (1993). Analisis Kebijakan Pendidikan: Suatu

Pengantar. Bandung: PT. Rosdakarya.

Tilaar, H.A.R. (1993). Deregulasi Pendidikan Nasional dalam Implementasi UU

Nomor 2 Tahun 1989 dalam Repelita VI. Buletin LPMP Nomor 4 Februari 1993.

Tim Perencanaan STKIP. (1997). Pengembangan Renstra STKIP Singaraja Bali.

STKIP Singaraja.

Tilaar, H.A.R. (1999). Pendidikan dan Masyarakat Madani: Strategi Reformasi

Pendidikan Nasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Wahab, Azis. (1999). Otonomi Pendidikan: Pokok-pokok Pikiran Pengelolaan Sistem

Pendidikan Nasional (makalah). Bandung: Lembaga Penelitian Universitas

Pendidikan Bandung.