buku pendidikan gratis

190
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 1 PENDIDIKAN GRATIS Konsep dan Implementasi di Kabupaten Sumbawa Barat Penulis Syahrul Mustofa Dwi Arie Santo Deni Wanputra Design Lay-out Cak-Lan Diterbitkan oleh : LEGITIMID atas dukungan TIFA FOUNDATION

Upload: syahrul-mustofashmh

Post on 26-Jul-2015

488 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 1

PENDIDIKAN GRATIS

Konsep dan Implementasi di Kabupaten Sumbawa Barat

Penulis Syahrul Mustofa Dwi Arie Santo Deni Wanputra

Design Lay-out Cak-Lan

Diterbitkan oleh :

LEGITIMID atas dukungan TIFA

FOUNDATION

Page 2: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 2

KATA PENGANTAR

Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah

merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Sumbawa. Kabupaten Sumbawa Barat atau dikenal dengan KSB, terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat. Pada tahun 2005 untuk pertama kali, dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dan untuk pertama kali pula terpilih pasangan KH.Zulkifli Muhadli, SH.,MM dan Drs.Malarahman sebagai Bupati dan Wakil Bupati periode 2005-2010.

Pada akhir tahun 2005, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih meluncurkan gagasan program pendidikan gratis. Gagasan ini ditanggapi beragam dikalangan masyarakat ada yang pro dan kontra. Sebagian kelompok masyarakat yang kontra terhadap rencana kebijakan tersebut beralasan kemampuan keuangan daerah, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana yang serta terbatas sebagai Kabupaten baru sisisilain kebutuhan serta persoalan dan tantangan yang dihadapi begitu kompleks sehingga sulit bagi daerah untuk dapat menyelenggarakan program pendidikan gratis1. Oleh karena itu mereka bersikap skeptis bahkan sinis menilai rencana kebijakan penyelenggaraan program pendidikan gratis—dipandang sebagai sebuah kebijakan yang dinilai “ambisius”, tidak rasional dan keliru bahkan dinilai hanya sebuah program “pencitraan politik belaka” untuk mendongkrak popularitas politik Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih.

Sebaliknya, bagi sebagian masyarakat lainnya yang pro atas rencana program pendidikan gratis menyambutnya dengan sikap penuh gembira (euphoria) dan penuh optimis. Program pendidikan gratis dinilai sebagai bentuk kebijakan yang dinilai tepat dan perlu untuk memperoleh dukungan dari seluruh lapisan masyarakat karena melalui program tersebut diyakini tingkat pendidikan masyarakat dapat meningkat, termasuk Indeks Pembangunan Manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan pula tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat pinggiran yang selama ini mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan yang tinggi.

Meskipun pada awal rencana program pendidikan gratis banyak menuai kritik bahkan “penolakan” dari sebagian besar anggota DPRD Kabupaten sumbawa Barat, namun Pemerintah Daerah KSB tetap bertekad menetapkan kebijakan program kesehatan gratis sekalipun ketika itu muncul ancaman pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Tekad untuk menetapkan kebijakan penyelenggaraan program kesehatan gratis tidak terlepas dari komitmen atas visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati terpilih dalam rangka memenuhi hak asasi manusia, meningkatkan derajat pembangunan pendidikan yang berkualitas sebagai wujud nyata dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan penyelenggaraan program pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat ditetapkan melalui Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pendidikan Gratis. Pada awalnya, pemerintah daerah telah mengajukan ke DPRD dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah, namun Rancangan Peraturan Daerah tersebut mendapat penolakan dari DPRD. Akhirnya, Pemerintah Daerah KSB menempuh dalam bentuk Peraturan Bupati.

1 Kabupaten Sumbawa Barat terbentuk pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Page 3: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 3

Pemerintah Daerah menyadari bahwa dari aspek hierarki peraturan perundang-undangan, kedudukan Peraturan Bupati relative lebih 2rendah dan lemah dibandingkan dengan Peraturan Daerah. Disamping itu, dari aspek substansi Pemerintah Daerah KSB juga menyadari bahwa substansi Peraturan Bupati yang ada saat ini memiliki banyak kelemahan karena disusun dalam situasi politik yang tidak kondusif. Oleh karena dalam bentuk Peraturan Bupati, maka jaminan keberlangsungan program pendidikan gratis pun terancam akan berakhir seiring dengan akan berakhirnya masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati pada periode masa jabatan kedua yang akan berakhir pada tahun 2015. Padahal, disisilain program pendidikan gratis saat ini telah memperoleh dukungan luas dari masyarakat dan masyarakat telah merasakan dampak dan manfaat langsung atas program tersebut karena melalui program pendidikan gratis tingkat derajat kesehatan masyarakat mulai meningkat.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika masyarakat yang sebelumnya kontra terhadap kebijakan kesehatan gratis kini menginginkan program kesehatan gratis untuk tetap dipertahankan dan dilanjutkan dimasa yang akan datang. Harapan tersebut dibarengi pula dengan harapan adanya perbaikan atas pelayanan pendidikan gratis yang lebih berkualitas.

Dalam rangka merespon kebutuhan dan tuntutan masyarakat, Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat Desa (LEGITIMID) atas dukungan TIFA Foundation berinisiatif untuk mendorong adanya perubahan kebijakan (scalling-up) program penyelenggaraan pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat yang bermutu/berkualitas serta berkelanjutan. Program ini dimaksudkan untuk mendorong adanya perbaikan baik dari sisi konsep maupun implementasi atas kebijakan program pendidikan gratis yang berlangsung di KSB. Upaya perbaikan konsep dan implementasi program pendidikan gratis tersebut dilakukan dengan cara membangun kemitraan strategis dengan para stakeholders strategis terkait bidang pendidikan gratis. Serangkaian kegiatan telah dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diantaranya adalah melakukan survey kepuasaan warga atas layanan pendidikan dan kesehatan, serial diskusi, seminar, loby-loby dan negoisasi serta kegiatan lainnya.

LEGITIMID atas dukungan TIFA foundation telah berhasil melakukan evaluasi dan mendokumentasikan salah satu hasil dari kegiatan program, yakni berupa naskah akademik dan rancangan peraturan daerah tentang pendidikan gratis yang berkualitas. Pada awalnya, naskah akademik dan rancangan peraturan daerah ini dihajatkan hanya sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dan DPRD untuk merumuskan perubahan kebijakan program pendidikan gratis. Namun, sebagian stakeholders di daerah menilai naskah akademik dan rancangan peraturan daerah yang telah disusun dipandang perlu untuk didokumentasikan dan dipublikasikan secara luas kepada para stakeholders, khususnya di daerah agar masyarakat secara luas dapat memahami program pendidikan gratis di KSB disamping sebagai bahan referensi sekaligus bahan untuk dapat turut berpartisipasi dalam rangka mendorong agenda perubahan kebijakan tentang pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat.

Naskah akademik dan rancangan peraturan daerah yang diterbitkan ini selain merespons tuntutan diatas, dimaksukan pula sebagai bahan dokumentasi dan sharing pembelajaran bersama atas hasil evaluasi kebijakan program pendidikan gratis yang dilakukan secara partisispatif di Kabupaten Sumbawa Barat. Kedua, untuk mendokumentasikan praktek best practices penyelenggaran program pendidikan gratis yang telah berlangsung di Kabupaten Sumbawa Barat. Ketiga, sharing informasi dan pembelajaran bersama bagi semua pihak yang berkeinginan untuk melakukan replikasi kebijakan dan advokasi kebijakan program pendidikan gratis di daerah.

2 Diterbitkan oleh LEGITIMID KSB atas dukungan dari TIfa Foundation Jakarta

Page 4: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 4

Penulis menyadari bahwa buku naskah akademik dan raperda yang dipublikasikan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu masukan, saran atau krtikan bahkan caci-makian sekalipun untuk penyempurnaan buku ini akan kami terima dengan senang hati.

Dalam kesempatan ini, kami juga ingin mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada TIFA Foundation yang telah memberikan dukungan untuk penerbitan buku ini, kepada pemerintah daerah KSB yang telah bersedia menjalin kemitraan atas program serta semua pihak yang telah berkonstribusi atas terbitnya buku ini. Besar harapan, semoga buku yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Sumbawa Barat, 2 Januari 2012

Team Penulis

Page 5: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 5

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam berbagai level kehidupan, pendidikan memainkan peran yang sangat

strategis. Pendidikan memberi banyak peluang untuk meningkatkan mutu kehidupan.

Dengan pendidikan yang baik, potensi kemanusiaan yang begitu kaya pada diri seseorang

dapat terus dikembangkan. Pada tingkat sosial, pendidikan dapat mengantarkan

seseorang pada pencapaian dan strata sosial yang lebih baik. Secara akumulatif,

pendidikan dapat membuat suatu masyarakat lebih beradab. Dengan demikian,

pendidikan, dalam pengertian yang luas, berperan sangat penting dalam proses

transformasi individu dan masyarakat.

Pendidikan dapat dipahami sebagai suatu aktivitas atau usaha yang dilakukan secara

sadar baik itu secara langsung ataupun tidak langsung oleh pemerintah, keluarga dan

atau masyarakat sebagai pengelola pendidikan dan yang memiliki kepentingan terhadap

pendidikan. Untuk menjamin terjadinya proses pendidikan diperlukan dukungan dari

berbagai unsur seperti manusia, material, waktu, teknologi dan dari setiap pendidikan

diharapkan menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan,

keterampilan, sikap mandiri, percaya diri, memiliki pandangan jauh kedepan, gemar

belajar, beriman, dan berakhlak mulia.

Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang diharapkan ini, tidak mungkin

terjadi secara alamiah dalam arti tanpa usaha dan pengorbanan. Mutu dari keluaran yang

diharapkan banyak dipengaruhi oleh besarnya usaha dan pengorbanan yang diberikan.

Semakin tinggi tuntutan mutu, akan berdampak pada jenis dan pengorbanan yang harus

direlakan.

Pengorbanan yang diterjemahkan menjadi biaya merupakan faktor yang tidak

mungkin diabaikan dalam proses pendidikan. Oleh karena itu dapat diperkirakan

bagaimana sulitnya seseorang yang tidak memiliki kemampuan ekonomis untuk akses

pada pendidikan yang bermutu. Hal ini tidak berarti bahwa hanya orang kaya yang akan

memperoleh pendidikan, disini letak peranan pemerintah untuk membangkitkan peran

masyarakat dalam arti luas untuk ikut ambil bagian dalam proses pendidikan, untuk itu

dituntut keterbukaan dari pemerintah dalam hal pengelolaan biaya yang disediakan

melalui APBN dan APBD setiap tahun, hanya dengan keterbukaan, yang didukung oleh

kemampuan pemerintah untuk meyakinkan masyarakat bahwa pengelolaan anggaran

pendidikan sudah bebas dari korupsi, kolusi, partisipasi masyarakat akan tumbuh.

Page 6: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 6

Partisipasi ini sangat penting kecuali pemerintah menyediakan biaya yang diperlukan

untuk seluruh proses pendidikan.

Pembiayaan pendidikan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai dari adanya

proses pendidikan yang diinginkan, selama kualitas pendidikan yang diinginkan, selama

kualitas pendidikan merupakan tuntutan maka pembiayaan pendidikan pun menuntut

untuk diperhatikan. Dalam perkembangan dunia pendidikan dewasa ini dengan mudah

dapat dikatakan bahwa masalah pembiayaan menjadi masalah yang cukup pelik untuk

dipikirkan oleh para pengelola pendidikan. Karena masalah pembiayaan pendidikan akan

menyangkut masalah tenaga pendidik, proses pembelajaran, sarana prasarana,

pemasaran dan aspek lain yang terkait dengan masalah keuangan.

Fungsi pembiayaan tidak mungkin dipisahkan dari fungsi lainnya dalam pengelolaan

sekolah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pembiayaan menjadi masalah sentral

dalam pengelolaan kegiatan pendidikan. Ketidakmampuan suatu lembaga untuk

menyediakan biaya, akan menghambat proses belajar mengajar. Hambatan pada proses

belajar mengajar dengan sendirinya menghilangkan kepercayaan masyarakat pada suatu

lembaga. Namun bukan berarti bahwa apabila tersedia biaya yang berlebihan akan

menjamin bahwa pengelolaan sekolah akan lebih baik.

Sejak tanggal 1 januari 2006, Pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat telah

menetapkan program pendidikan gratis untuk seluruh penduduk KSB, mulai dari tingkat

TK/RA hingga tingkat SMA/MA sederajat. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan

Bupati Nomor 11 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pendidikan gratis.

Program ini kemudian disambut bahagia oleh masyarakat, dukungan yang begitu luas

dari masyarakat KSB atas kebijakan program pendidikan gratis, telah menghantarkan

kepercayaan dan keyakinan pemerintah daerah bahwa apa yang dilakukan pemerintah

daerah KSB selama ini adalah sesuatu yang memang ditunggu-tunggu masyarakat.

Kebijakan program pendidikan gratis dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat,

bukan hanya telah membantu meringankan beban ekonomi masyarakat melainkan juga

telah mendorong munculnya asa dari para anak untuk menggapai cita-cita yang setinggi-

tinggi, mereka tidak lagi bermimpi untuk meraihnya karena kebijakan program

pendidikan gratis yang pada awalnya hanya diperuntukkan hingga sekolah menengah

pada tahun 2007 Pemerintah daerah KSB telah merintis pula kebijakan program

pendidikan gratis hingga perguruan tinggi.

Penerapan kebijakan gratis hingga perguruan tinggi telah memicu tumbuhnya angka

partisipasi pendidikan yang tinggi—bagi generasi mudah untuk mencari dan

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang setinggi-tingginya. Melalui

program pendidikan gratis yang diterapkan pemerintah daerah KSB pun akhirnya

berhasil meraih sederatan prestasi dan penghargaan baik dari pemerintah provinsi,

Page 7: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 7

pemerintah pusat maupun dunia internasional. Sebagai kabupaten baru (2003), KSB

menjadi salah satu kabupaten percontohan di NTB bahkan nasional yang berhasil

membuktikan daerah pemekaran baru yang berhasil mendorong terwujudnya tata kelola

pemerintahan yang baik, memajukan dan mensejahterakan masyarakat.

Keberhasilan program pendidkan gratis tercermin pula dari indeks pembangunan

manusia (IPM) KSB yang beranjak naik dari posisi awal berada pada posisi ke 7 dari 10

kab/kota di NTB beranjak menduduki posisi ketiga pada tahun 2010. Dibalik sederatan

cerita keberhasilan program pendidikan gratis, tidak pula kita bisa pungkiri sejumlah

permasalahan dan kendala masih dihadapi dalam implementasi program pendidikan

gratis. Salah satu yang masih mendapat sorotan adalah terkait dengan peningkatan mutu

pendidikan. Persoalan ini mutu pendidikan, memang belum menjadi tujuan utama dari

tujuan kebijakan pendidikan gratis sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor

11 tahun 2006.

Konstruksi tujuan yang hendak dicapai dari perbup tersebut sesungguhnya adalah

untuk membuka kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat agar

anak usia sekolah dapat mengikuti pendidikan mulai dari pendidikan usia dini hingga

pendidikan menengah. Disamping itu, dalam perjalanannya pula perbup belum dapat

menjangkau problematika yang muncul pada akhir-akhir ini. Perkembangan perubahan

kebijakan ditingkat nasional yang berlangsung begitu cepat juga menjadi faktor

pendorong regulasi program pendidikan gratis yang berlaku saat ini tidak cukup

akomodatif untuk dapat merespons dinamika persoalan yang berkembang baik ditingkat

lokal, nasional maupun internasional. Masih banyaknya aspek yang belum diatur dalam

perbup nomor 11 tahun 2006, dan dalam implementasinya pula masih banyak ditemukan

ketidakjelasan dari materi yang terkandung dalam perbup tersebut.

Kondisi ini menjadi sangat mamfhum, karena memang perbup nomor 11 tahun

20006, dilahirkan dalam keadaaan daerah yang “tidak normal”, kemelut politik pasca

pilkada 2005, serta kondisi ekonomi dan sosial daerah yang belum stabil, disisilain pula

kondisi politik yang memanas ketika itu, menyulitka bagi pemerintah daerah untuk dapat

memimirkan dan merumuskan kebijakan perbup secara komprehensif dan sistematis.

Perbup akhirnya lahir lebih kepada upaya perwujudkan komitmen politik Bupati dan

Wakil Bupati untuk memenuhi “janji politik” kepada rakyat.

Sejak berlakunya perbup nomor 11 tahun 2006 hingga sekarang belum ada evaluasi

khusus yang dilakukan atas konsep dan impelementasi dari perbup tersebut, kendati

berbagai persoalan banyak yang telah muncul. Oleh sebab itu, kajian menjadi sangat

penting untuk dilakukan agar dapat memastikan apakah masalah yang muncul dalam

program pendidikan gratis adalah perbup ataukah karena faktor lainnya. Jika terkait

dengan perbup adalah apakah pada tataran konsepnya yang buruk ataukah pada tataran

Page 8: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 8

implementasinya? Ataukah kedua-duanya, konsep yang buruk dan implementasi yang

buruk. Kajian juga menjadi penting untuk dilakukan untuk dapat memastikan apakah

perlu dilakukan scaling-up terhadap kebijakan pendidikan gratis, dari perbup menjadi

peraturan daerah.

Untuk itu, Legitimid KSB atas dukungan Tifa Foundation bekerjasama dengan

Bappeda Kabupaten sumbawa barat menggagas satu kajian penyusunan scalling-up

kebijakan program pendidikan gratis sebagai usaha untuk melakukan perbaikan dan

penyempurnaan kebijakan program pendidikan gratis yang telah berlangsung selama ini.

Kajian dilakukan dalam bentuk penyusunan naskah akademik dan perumusan awal

rancangan peraturan daerah sebagai bahan bagi pemerintah daerah, DPRD dan para

pemangku kepentingan pendidikan untuk merumuskan dan membahas lebih lanjut

mengenai program pendidikan gratis di masa mendatang.

B. Maksud dan Tujuan Scalling-up kebijakan pendidikan gratis dimaksudkan untuk melakukan revisi

terhadap Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Program Pendidikan Gratis.

Revisi ini dilakukan dengan tujuan untuk ;

1. Memperbaiki berbagai kelemahan dari Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006

terkait dengan konsep kebijakan Program Pendidikan Gratis, ketidakjelasan

pengaturan dalam berbagai aspek penyelenggaraan program pendidikan gratis.

Praktek penyelenggaraan program pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa

Barat merujuk pada Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 saat ini, maka

belum sepenuhnya dapat menjamin terwujudnya peningkatan terhadap mutu

atau kualitas pendidikan dan menjamin adanya keberlanjutan progran

pendidikan gratis dimasa mendatang, serta hubungan program yang harmonis

dan sinerjik dari para pihak sebagaimana dimaksud dalam Perbup Nomor 11

tahun 2006

2. Ketidakjelasan materi dalam Perbup Nomor 11 Tahun 2006 sering membuat

para pihak (para pemangku kepentingan pendidikan) kesulitan dalam

memahami dan melaksanakan program pendidikan gratis secara optimal.

Disamping itu tidak jelasnya sistem pembiayaan ; (perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan, evaluasi dan mekanisme pertanggungjawaban), penerapan standar

pendidikan nasional, standar pelayanan pendidikan gratis dan ketentuan lainnya

telah menyebabkan program pendidikan gratis pada akhirnya masih terbatas

pada akses dan belum dapat menjangkau mutu pendidikan. Maraknya berbagai

persoalan dalam pelaksanaan program pendidikan gratis yang berlangsung saat

ini telah memuncul berbagai keluhan masyarakat, dan salah satu yang mendapat

sorotan tajam adalah terkait dengan jaminan mutu pendidikan gratis. untuk

itulah, maka perlu diperjelas konsep pendidikan gratis.

Page 9: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 9

3. Revisi perbup Nomor 11 tahun 2006 dilakukan untuk memperjelas berbagai

aspek penyelenggaraan pendidikan gratis yang selama ini belum diatur dengan

jelas dalam Peraturan Bupati. Misalnya, mengenai kriteria dan persyaratan

peserta program dan sekolah, materi dan tatacara verifikasi, evaluasi program,

pemantauan dan pengawasan pelaksanaan program, peran para pihak,

partisipasi masyarakat, dan sebagainya. Berbagaipengaturan tentang hal tersebut

belum cukup jelas sehingga cenderung tidak efektif dan tidak mampu

menjawab dinamika dalam pelayanan pendidikan gratis yang berkembang

sangat cepat dan kompleks.

4. Revisi ini dilakukan untuk menambahkan beberapa pengaturan baru yang

selama ini belum tercakup dalam Peraturan Bupati, namun sangat penting

untuk mempercepat keberhasilan program pendidikan gratis untuk mewujudkan

pembangunan pendidikan yangberkualitas, dan mampu meningkatkan derajat

pendidikan masyarakat. Beberapa pengaturan terkait dengan hal itu

diantaranya adalah mengenai kriteria dan persyarataan penerima program,

standar pelayanan pendidikan gratis, asas-asas pelayanan, hak-hak warga untuk

berpartisipasi dalam program pendidikan gratis, hak-hak warga menyampaikan

keluhan, akuntabiltas pengelolaan program dan anggaran, belum diatur dalam

Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006. Sedangkan berbagai hal tersebut

sangat strategis dalam menjamin terwujudnya program pendidikan gratis yang

efektif dan berkualitas.

5. visi KSB sebagai Kabupaten Percontohan maka untuk memperkuat inovasi

program pendidikan gratis, dibutuhkan adanya kreativitas warga untuk selalu

mencari alternatif dalam peningkatan kualitas hidupnya. Disislain, Birokrasi

yang ada saat ini perlu untuk melakukan terobosan-terobosan pemikiran dalam

pengembangan program pendidikan gratis. . Untuk itu diperlukan payung

hukum untuk mendorong dan melindungi pemda KSB yang telah melakukan

kegiatan- inovatif di bidang pendidikan dengan membuat program pendidikan

gratis, tanpa dihantui oleh tuntutan hukum. Jangan sampai kegiatan yang

inovatif saat ini, (program pendidikan gratis) bermuara pada kriminalisasi.

6. Revisi Perbup dimaksudkan untuk memberikan kepastian atas keberlanjutan

program pendidikan gratis dimasa mendatang. Mengingat, landasan hukum

program pendidikan gratis yang ada saat ini masih dalam bentuk Perbup. Dan

Perbup tersebut merupakan komitmen dari Bupati KSB, sementara disisilain

masa jabatan Bupati kSB memasuki periode kedua dan akan berakhir pada tahun

2015. Agar program pendidikan gratis tetap berlangsung dan menjadi komitmen

Page 10: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 10

seluruh stakeholders di daerah, termasuk DPRD, maka perlu ditetapkan dalam

bentuk Peraturan Daerah.

Dengan adanya revisi Perbup ini diharapkan dapat memberi kesempatan

untuk membangun kerangka hukum penyelenggaraan program pendidikan gratis di

KSB yang lebih menyeluruh, visioner, dan efektif merespon berbagai masalah yang

berkembang sekarang dan mungkin terjadi di masa mendatang dalam

penyelenggaraan program pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat.

C. Metodologi

Revisi Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Program Pendidikan

Gratis ini dirancang sedemikian rupa agar bersifat problem-based, partisipatif,

dan berbasis pada pemikiran yang secara akademik dan politik dapat diterima.

Bersifat problem-based karena inisiatif dan dasar untuk melakukan revisi adalah

masalah yang dihadapi oleh daerah, para pelaksana program pendidikan gratis, dan

para pemangku kepentingan lainya terkait dengan penyelenggarakan layanan

pendidikan gratis di KSB. Berbagai masalah yang dihadapi oleh penyelenggara

pendidikan gratis dan pemangku kepentingan setelah dikaji secara akademik

ternyata bersumber dari ketidak jelasan pengaturan dari Perbup Nomor 11 Tahun

2006 dan ketidakharmonisan antara Perbup Nomor 11 Tahun 2006 dengan peraturan

perundangan lainnya. Berbagai masalah yang dihadapi oleh banyak pemangku

kepentingan ini menjadi dasar dan mendorong upaya untuk merevisi Perraturan

Bupati Nomor 11 Tahun 2006.

Dorongan untuk melakukan revisi juga muncul dari masalah yang dihadapi

dalam penyelenggaraan pendidikan gratis yang mekanisme pengelolaannya belum

diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006. Misalnya, mengenai asas-asas

dan prinsip pelayanan pendidikan gratis, standar pelayanan, partisipasi masyarakat,

transparansi dan akuntabilitas program pendidikan gratis, dan beberapa materi

lainnya. Padahal, hal-hal yang belum diatur tersebut adalah sangat strategis dan

menjadi isu yang sangat penting karena terkait secara langsung dengan pelayanan

pendidikan kepada masyarakat dan pilar pembangunan dalam bidang pendidikan.

Untuk itu diperlukan revisi Perbup Nomor 11 Tahun 2006 untuk mengakomodasi

kebutuhan adanya pengaturan yang diperlukan untuk menjawab tantangan yang

sekarang dan dimasa mendatang dihadapi oleh pemerintah daerah. Dengan

demikian, diharapkan Peraturan Daerah yang dihasilkan nanti benar-benar

mampu menjawab berbagai masalah yang sekarang dihadapi ataupun tantangan yang

mungkin terjadi di masa mendatang dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Metoda partisipatori digunakan dalam keseluruhan proses revisi

Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006. Didalam menentukan agenda revisi, yaitu

menentukan hal apa dari Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 yang perlu direvisi,

Page 11: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 11

tim peneliti melakukan survey ke masing-masing sekolah, melakukan serangkaian

FGD (focusssed- group discussion) di beberapa Kecamatan dengan multi-

stakeholders para pelaksana pendidikan. Tim juga melakukan uji publik dengan

kalangan pemerintah, LSM, Wartawan, DPRD, kalangan akademisi, Staf ahli DPRD,

unsur masyarakat yang dilaksanakan di Hotel Grand Royal. Tim peneliti telah

memperoleh berbagai masukan dari berbagai kalangan dan masukan-masukan

tersebut sepanjang bermanfaat serta layak dipertimbangkan telah dipergunakan Tim

Revisi untuk menyempurnakan konsep yang secara terus menerus dibangun dan

disempurnakan. Dengan melibatkan multi-stakeholders di berbagai kecamatan

dan desa diharapkan agenda revisi dapat mencakup masalah dan kebutuhan yang

dirasakan oleh banyak pihak yang mewakili kepentingan yang berbeda-beda.

Proses revisi juga dilakukan secara terbuka dan partisipatif dimana tim

revisi yang terdiri dari pakar berbagai bidang keilmuan yang relevan dengan

penyelenggaraan pendidikan gratis bersama-sama dengan tim dari berbagai

komponen di Bappeda dan Legitimid untuk mendiskusikan berbagai masalah yang

terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan gratis dan merumuskan norma yang

diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam membahas berbagai

isu, perdebatan yang intens dilakukan bukan hanya dengan Tim Pakar, pejabat dari

pemerintah daerah, tetapi juga berbagai pihak diluar tim, seperti: pakar dari Dewan

Pendidikan KSB dan lembaga lainnya, dan pemangku kepentingan lainnya.

Dengan melibatkan proses yang terbuka dan partisipatif diharapkan pemikiran

yang berkembang dalam revisi menggambarkan pemikiran yang terkini, relevan, dan

efektif untuk menjawab masalah dan tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan

otonomi daerah.

Dengan konsultasi publik yang luas dengan berbagai pihak dan pemangku

kepentingan diharapkan dapat mendorong terjadi perdebatan yang terbuka

tentang berbagai aspek penyelenggaraan pendidikan gratis yang selama ini menjadi

perhatian masyarakat luas. Tim Peneliti memperoleh masukan dan pemikiran yang

berkembang dalam konsultasi publik menjadi informasi dan bahan yang penting

untuk menjadikan Peraturan Daerah hasil revisi benar- benar menjadi milik

masyarakat dan semua pemangku kepentingan.

Revisi juga dilakukan dengan mengkombinasikan pendekatan keilmuan dan

politik. Pendekatan keilmuan dilakukan untuk mencari solusi yang tepat

terhadap berbagai masalah yang terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan gratis.

Dengan melibatkan beberapa kalangan akademisi dari beberapa universitas yang

ada di KSB dan diharapkan revisi dapat menghasilkan pengaturan baru yang secara

akademik kuat dan secara politik fisibel. Pengaturan baru tentunya harus memiliki

landasan konsepsual yang kuat didukung oleh hasil riset . Untuk itu maka para

melakukan kajian tentang berbagai isu yang dianggap penting dan menuliskan

hasilnya sehingga dapat menjadi bahan untuk pembuatan naskah akademik dan

Page 12: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 12

masukan yang penting dalam revisi Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 Namun,

pengaturan yang secara akademik sound harus juga dapat diimplementasikan dengan

mudah, sederhana, dan efektif. Karena itu, pemikiran dari para pakar dan anggota

Tim Revisi dikonsultasikan dengan para pihak yang berkepentingan sehingga

pengaturan yang diusulkan bukan hanya tepat secara konsepsual, tetapi juga secara

politik fisibel, dan akseptabel dimata berbagai pemangku kepentingan.

D. Struktur Penulisan

Naskah akademik ini terdiri dari 5 Bab.

1) Bab I menjelaskan tentang pendahuluan yang mencakup latar belakang, tujuan

dari revisi, metodologi, dan struktur penulisan.

2) Bab II berisi tentang kerangka konsepstual/dasar yang menjelaskan konsep

umum landasan pendidikan gratis dan perbandingan beberapa daerah dalam

perda pendidikan gratis. Pembahasan ini untuk mengggali dasar-dasar

pendidikan gratis dan studi perbandingan dengan beberapa daerah dalam

program pendidikan gratis

3) Bab III berisikan tentang gambaran umum situasi dan kondisi pendidikan dan

keuangan daerah di Kabupaten Sumbawa Barat sebelum pelaksanaan program

pendidikan gratis

4) Bab IV memuat problematika peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006. Berbagai

permasalahan dari sisi konsep regulasi dan implementasi regulasi dilakukan

identifikasi dan dinalisis, kemudian dibahas mengenai penyebab-penyebab serta

dibahas mengenai arah perubahan, solusi dan alternatif solusi kedepan.

5) Bab V inventarisasi peraturan perundang-undangan,Semua peraturan

perundang-undangan yang memiliki keterkaitan dengan program pendidikan

gratis dikaji dan dibahas dalam bab ini, serta diidentifikasi materi dan arah

regulasi yang dibutuhkan untuk penyusunan perda;

6) Bab VI membahas muatan materi rancangan peraturan daerah, dalam baba ini

juga dibahas muatan materi baru (penyempurnaan)

7) Bab VII Penutup

Lampiran :

1. Rancangan Peraturan Daerah tentang Program Pendidikan Gratis di Kabupaten

Sumbawa Barat

2. Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pendidikan Gratis

Page 13: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 13

BAB II

DASAR PENYELENGGARAAN

PENDIDIKAN GRATIS

Pada bab ini akan dibahas mengenai filosfi dasar mengapa kebijakan pendidikan harus digratiskan oleh pemerintah daerah. Apa yang menjadi landasan hukum maupun teoritis pendidikan harus digratiskan. Disamping itu, pada bagian ini juga akan dibahas perbandingan dari beberapa negara dan daerah yang melaksanakan program pendidikan gratis sebagai referensi bagi pemerintah daerah untuk melakukan revisi terhadap perubahan peraturan.

A. Dasar Pendidikan Gratis

1. Pendidikan Gratis adalah Hak Warga Negara

Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dirumuskan oleh

para pendiri negara (the founding father) sebagaimana disebutkan dalam

pembukaan UUD 1945 alinia 4 (empat) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tujuan ini mengandung makna bahwa negara bertanggung jawab terhadap

pendidikan semua warga negaranya. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban

menyiapkan fasilitas pendidikan yang memadai agar semua warga negara Indonesia

dapat menerima pendidikan dengan baik.

Dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV) berkaitan

dengan hak warga negara untuk memperoleh pendidikan terdapat dalam pasal 28C

ayat (1) yang menyebutkan sebagai berikut: “… setiap orang berhak mendapatkan

pendidikan …”. Selanjutnya pasal 31 ayat (1) menyebutkan “Setiap warga negara

berhak mendapatkan pendidikan”. Sedang kewajiban pemerintah dalam kaitannya

dengan pendidikan bagi warga negaranya disebutkan dalam pasal 31 ayat (2) yang

berbunyi sebagai berikut: “Setiap warga negara wajib mengkuti pendidikan dasar

dan pemerintah wajib membiayainya”. Bahkan dalam pasal 31 ayat (4) disebutkan:

“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh

persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan

pendidikan nasional”. Pemerintah juga memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi

dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan

peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Konstitusi tersebut lebih lanjut dijabarkan dalam UU No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional—telah mengatur beberapa pasal yang

menjelaskan pendanaan pendidikan yaitu pada Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan

Page 14: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 14

Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya

pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun.

Lebih lanjut pada Pasal 12, Ayat (1) disebutkan bahwa setiap peserta didik pada

setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang

orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan mendapatkan biaya

pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya3.

Pada Bab VIII Wajib Belajar Pasal 34 menyatakan bahwa setiap warga negara

yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar; Pemerintah

dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada

jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, wajib belajar merupakan tanggung

jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah,

Pemerintah Daerah dan masyarakat. Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana

dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) diatur lebih lanjut dengan PP.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional, ditegaskan bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.

Pendidikan itu sendiri diselenggarakan secara demokrtis dan berkeadilan

serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai

keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan

sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multimakna.

Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayan

peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan diselenggarakan

dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan

kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Pendidikan diselenggarakan

dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap

warga masyarakat. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua

komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan

pengendalian mutu layanan pendidikan (Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 2,3 dan 4

ayat(1,2,3,4,5,6).

Dalam rangka merealisasikan amanat UUD 1945 dan UU No. 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah mengeluarkan PP. Nomor 47

3 Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan

keberlanjutan. Pengelolaan dana pendidikan dilakukan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.

Page 15: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 15

tentang Wajib Belajar. Dalam pasal 9 ayat (1) menyatakan sebagai berikut:

“Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program wajib

belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya (gratis)”4.

Dalam pasal 12 ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap warga negara Indonesia usia

wajib belajar wajib mengikuti program wajib belajar”5. Sedang pada pasal 12 ayat (3)

menyebutkan bahwa “Pemerintah kabupaten/kota wajib mengupayakan agar setiap

warga negara Indonesia usia wajib belajar mengikuti program wajib belajar”.

Pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo, juga

telah mengeluarkan instruksi bernomor 186/MPN/KU/2008 yang ditujukan kepada

penyelenggara pendidikan untuk tidak ada lagi pungutan-pungutan kepada

masyarakat yang sedang menyekolahkan putra-putrinya pada pendidikan tingkat

dasar (SDN & SMPN). Sebagai bentuk tindak lanjut diberlakukannya PP. No.

47/2008 dan PP. No. 48/2008 tentang pembiayaan pendidikan

Pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, diatur bahwa standar

nasional pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang

bermutu. Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan

nasional dalam rangka mencedaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat, serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun

2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Jo.Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2008 Tentang Pemerintahaan Daerah, yang didalamnya mengatur tentang

kewenangan daerah provinsi, kabupaten dan kota. Salah satu urusan yang menjadi

kewenangan daerah (otonomi) adalah urusan pendidikan. Adapun pengaturan lebih

lanjut tentang kewenangan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38

Tahun 2007 yang didalamnya mengatur urusan pendidikan yang sifatnya urusan

wajib.

4 Pendidikan dasar menurut Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 adalah program

pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Pendidikan dasar yang dimaksud adalah pendidikan 9 tahun, ini berarti pendidikan minimal yang harus dimiliki adalah tingkat SD dan SMP dimana anak berusia tujuh sampai limabelas tahun.

5 Wajib belajar ala Indonesia tidak identik dengan wajib belajar (compulsory education) seperti yang dipersepsi oleh negara-negara maju, yang secara ekonomis telah lebih makmur. Dalam pengertian negara maju, compulsory education mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) ada unsur paksaan agar peserta didik bersekolah; (2) diatur dengan undang-undang tentang wajib belajar; (3) tolok ukur keberhasilan wajib belajar adalah tiadanya orangtua yang terkena sanksi karena telah mendorong anaknya bersekolah; dan (4) ada sanksi bagi orangtua yang membiarkan anaknya tidak bersekolah. Adapun ciri-ciri wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun di Indonesia ialah: (1) tidak bersifat paksaan, melainkan himbauan; (2) tidak ada sanksi hukum, dan yang lebih menonjol adalah aspek moral, yakni orangtua dan peserta didik merasa terpanggil untuk mengikuti pendidikan dasar karena berbagai kemudahan telah disediakan; (3) tidak diatur dengan undang-undang tersendiri; dan (4) keberhasilan diukur dengan angka partisipasi dalam pendidikan.

Page 16: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 16

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Jo. Peraturan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, maka untuk pelaksanaan kewenangan daerah

tersebut diatur dengan Peraturan Daerah yang mencakup urusan pendidikan.

Dengan demikian, maka penyusunan rancangan Peraturan Daerah tentang Program

Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat merupakan sesuatu yang amat

urgen dalam rangka pelaksanaan kewenangan daerah di bidang pendidikan, yaitu

dengan tujuan untuk menjadi acuan bersama dalam penyelenggaraan program

pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat guna mewujudkan ketentuan dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang pada

hakikatnya dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa/negara,yaitu mencerdaskan

kehidupan bangsa.

2. Mengapa Pendidikan Perlu Digratiskan

Setelah reformasi bergulir hak warga negara dan kewajiban negara terhadap

pendidikan warga negaranya lebih ditegaskan lagi dalam beberapa pasal di UUD

1945. Oleh karena telah dimuat dan merupakan amanat dari para pendiri negara dan

UUD 1945, maka sudah suatu kewajiban pendidikan gratis dilaksanakan, bukan

hanya oleh Pemerintah melainkan pula adalah Pemerintah Daerah yang merupakan

ujung tombak dalam mewujudkan masyarakat yang cerdas dan sejahtera. Untuk

itupula, maka sesuai amanah konstitusi pula Pemerintah wajib untuk

mengalokasikan 20% dari APBN dan APBD untuk kegiatan pendidikan. Alasan

lainnya mengapa pendidikan perlu digratiskan adalah oleh karena:

a. Pendidikan di Indonesia Yang Terpuruk

Fakta menunjukkan bahwa kondisi pendidikan di Indonesia masih tertinggal

bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya, bahkan dengan negara ASEAN.

Pada tahun 2007 posisi Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)

Indonesia masih berada di urutan 107 dari 177 negara di dunia. Di samping Indeks

Pembangunan Manusia yang masih rendah, ternyata Indeks Pembangunan

Pendidikan (Educational Development Index) Indonesia pada tahun 2007 menurut

laporan EFA (Education For All) yang dimuat dalam Global Monitoring

Report (GMR) juga masih berada dalam kategori sedang6. Pada tahun 2007 posisi

6 GMR adalah laporan tahunan yang diterbitkan oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu

Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) tentang hasil monitoring pembangunan pedidikan di seluruh dunia. Laporan tersebut mengelompokkan EDI dalam tiga kelompok yaitu; tinggi, sedang, dan rendah. Peringkat EDI didasarkan pada rangkuman hasil penilaian terhadap partisipasi warga negara terhadap pendidikan. Penilaiannya ditujukan kepada empat hal yaitu; angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan gender, dan angka bertahan siswa hingga kelas lima sekolah dasar.

Page 17: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 17

EDI Indonesia mengalami penurunan lima tingkat dari tahun sebelumnya, yaitu dari

58 menjadi 62. Sedang Malaysia mengalami peningkatan yang cukup bagus dari 62

menjadi 56.

Bila dibandingkan dengan negara tetangga, Indonesia memang masih

tertinggal. Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas

pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi

Indonesia berada di bawah Vietnam. Hasil survey tahun 2007 World

Competitiveness Year Book memaparkan daya saing pendidikan dari 55 negara yang

disurvei, Indonesia berada pada urutan 53. Implikasi kualitas pendidikan rendah ini

terhadap sumber daya manusia sangat jelas sekali. Kemampuan sumber daya

manusia Indonesia jauh tertinggal, hal ini dapat dilihat dari hasil riset Ciputra yang

menyatakan bahwa Indonesia hanya baru mempunyai 0,18% pengusaha dari jumlah

penduduk sedangkan syarat untuk menjadi negara maju minimal 2% dari jumlah

penduduk harus ada pengusaha. Saat sekarang singapura sudah mempunyai 7% dan

Amerika Serikat 5% dari jumlah penduduk.

Dampak yang lain dari rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari

Human Development Index (HDI) Indonesia. Di kawasan ASEAN Indonesia

menempati urutan ke-7 dari sembilan negara ASEAN yang dipublikasikan. Peringkat

teratas di ASEAN adalah Singapura dengan HDI 0,922, disusul Brunei Darussalam

0,894, Malaysia 0,811, Thailand 0,781, Filipina 0,771, dan Vietnam 0,733. Sedangkan

Kamboja 0,598 dan Myanmar 0,583 berada di bawah HDI Indonesia.

Biaya pendidikan yang semakin mahal ternyata telah memperpanjang

deretan anak-anak tidak sekolah. Menurut hasil penelitian Organisasi Buruh

Internasional (ILO) jumlah anak putus sekolah di Indonesia mencapai 4,18 juta.

Kemudian 8000 anak di bawah umur yang bekerja ternyata mengalami putus

sekolah. Hal ini berarti pendidikan masih belum menyentuh ranah masyarakat

miskin.

Pada tahun 2011, meningkatnya biaya hidup sementara pendapatan

masyarakat masih tetap maka diprediksikan jumlah anak putus sekolah akan

mengalami peningkatan dan mereka tidak bisa menyelesaikan kegiatan pendidikan

sembilan tahun. Jika hal ini dibiarkan maka dimasa yang akan datang akan muncul

generasi-generasi yang mempunyai sumber daya manusia yang rendah. Hal ini

menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia menghadapi persaingan global yang

semakin menuntut kualitas sumber daya manusia.

Dampak yang paling signifikan dari anak-anak putus sekolah adalah

rewannya mereka dieksplotasi dan diperdagangkan. Keadaan ini bisa dilihat dari

jumlah pekerja anak yang selalu meningkat di Indonesia. ILO memaparkan bahwa

sebanyak 19% anak yang dibawah usia 15 tahun yang tidak bersekolah telah

memasuki berbagai dunia kerja. Tidak mengherankan diantaranya tereksplotasi dan

Page 18: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 18

termasuk diperdagangkan. Menurut Aris Merdeka Sirait Sekretaris Jenderal Komnas

Anak, sekitar 200 sampai 300 anak perempuan berusia di bawah 18 tahun di

Indonesia telah diperjual belikan untuk memenuhi kebutuhan industri seks. Sebuah

resiko yang sangat fenomelogis, jika pendidikan di Indonesia tidak dapat menyentuh

semua kalangan. Untuk membangun sumber daya manusia di Indonesia pemerintah

harus menyakinkan pendidikan yang mampu diakses oleh semua kalangan, sehingga

anak-anak bangsa ini tidak mengalami putus sekolah.

Beranjak dari permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka sudah

seharusnya untuk mengerjar ketertinggalan dari bangsa lain, pendidikan di

Indonesia harus digratiskan.

b. Perintah Undang-Undang

Pendidikan gratis sesungguhnya amanah cita-cita kemerdekaan

republik indonesia, tahun 1945 ketika kita memproklamirkan diri sebagai

bangsa Indonesia yang merdeka yang bercita-cita untuk mencerdaskan

kehidupan bangsanya. Amaanah ini tertuang dalam pembukaan UUD 1945

Alinea ke-IV. Untuk melaksanakan cita-cita bangsa tersebut, maka apapun

cara dan bagaimanapun jua, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa

pemerintah harus menempuhnya. Cita-cita ini merupakan landasan idiel

dari pembentukan bangsa Indonesia. Oleh karena amanah cita-cita bangsa

adalah mencerdaskan bangsa, maka sudah sepatutnya dalam rangka

mencapai cita-cita itu, pemerintah menggratiskan biaya pendidikan bagi

para anak bangsa.

Selain merupakan cita-cita bangsa yang telah tertuang dalam

pembukaan Undang-Undang dasar, dalam bantang tubuh UUD 1945

(amandemen) juga menegaskan kewajiban negara untuk melaksanakan

pendidikan gratis. Dalam ada pasal 31 ayat 2 UUD 1945 telah jelas

menegaskan bahwa “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar

dan pemerintah wajib membiayainya” Amanah sekaligus perintah ini

merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah

maupun pemerintah daerah. Jika tidak, maka pemerintah dan pemerintah

daerah dapat dikatakan telah melanggar konstitusi, dan atas pelanggaran

konstitusi, maka pemerintah, dalam hal ini Presiden atau Bupati dapat

diberhentikan.

Perintah lainnya adalah ketentuan yang ada dalam Undang-Undang

Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bahwa dalam

Page 19: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 19

upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan

di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui

DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-

undang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai pengganti Undang-undang

Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989.

Perubahan yang mendasar dari ndang-undang Sisdiknas adalah

demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat,

tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan

peserta didik. Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib

memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya

pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi (pasal 11 ayat 1).

Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib

menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap

warga negara yang berusia 7- 15 tahun (pasal 11 ayat 2).

Dan oleh karena itupula, maka pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah menjamin wajib untuk menyelenggarakan wajib belajar, minimal

pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya, karena wajib belajar

adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah

(pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat (pasal 34 ayat 2). Dalam

undang-undang tersebut khusus untuk pemerintah kabupaten/kota diberi

tugas untuk mengelola pendidikan dasar dan menengah, serta satuan

pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Pendidikan gratis adalah upaya

membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik di sekolah sebagai

perwujudan dari upaya membuka akses yang luas bagi masyarakat untuk

memperoleh pendidikan yang merupakan hak dari setiap warga Negara

sebagaiman anamat UUD 1945 pasal 31.

Disamping amanah konstitusi dan amanah undang-undang, adalah

Pemerintah Indonesia telah terikat dengan Keputusan bersama dalam

Convenant on Economic, Social and Cultural Right (Pasal 13 & 14)

menyebutkan bahwa Negara-Negara peserta Konvenan mengakui hak setiap

orang atas pendidikan. Untuk melaksanakan hak itu secara penuh : (a)

Pendidikan dasar harus diwajibkan dan terbuka bagi semua orang; dan (b)

secara bertahap dan progresif setiap negara peserta konvenan bersedia untuk

2 tahun mengerjakan dan menyetujui suatu rencana kegiatan terperinci

Page 20: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 20

melaksanakan asas wajib belajar dengan cuma-cuma (bebas biaya) bagi

semua orang.

c. Banyaknya Warga Miskin

Kemiskinan adalah salah satu faktor yang selama ini menjadi salah satu

penghambat terbesar bagi masyarakat untuk mengakses pendidikan.

Tingginya biaya pendidikan disatu sisi dan rendahnya tingkat pendapatan

masyarakat pada sisilain menyebabkan masyarakat miskin terus

mengalami kesulitan untuk dapat mengakses pendidikan. Dengan kondisi

kemiskinan yang dialami, warga miskin tidak memiliki kesempatan untuk

dapat mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, karena tidak memiliki

pendidikan yang tinggi, maka peluang dan kesempatan untuk

memperbaiki kehidupan ekonominya dan perubahan terhadap strata

sosialnya kearah yang lebih baik sangat terbatas. Dan pada akhirnya,

kemiskinan berlangsung secara turun temurun dan kemiskinan yang

dialami semakin parah.

Melalui program pendidikan gratis, bukan hanya akan memberikan

kesempatan dan peluang bagi warga miskin untuk dapat mengakses

pendidikan, tetapi lebih jauh adalah memberikan peluang dan

kesempatan untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi

warga miskin.

d. Keuntungan, dampak dan manfaat pendidikan gratis lebih

besar bagi warga

Program pendidikan gratis ternyata lebih banyak memberikan

keuntungan, dampak dan manfaat bagi masyarakat yang bersifat positif

dibandingkan dengan dampak negatifnya. Dari hasil studi yang dilakukan

oleh Legitimid dampak terbesar dari adanya program pendidikan gratis

adalah meningkatnya akses masyarakat—mendorong terjadinya

peningkatan angka partisipasi kasar maupun angka partisipasi murni

pendidikan, mengurangi angka putus sekolah, mengurangi terjadinya

tindakan eksploitasi dan perdagangan anak, mengurangi jumlah

pengangguran, mengurangi kemiskinan dan beberapa keuntungan dan

manfaat lainnya.

Page 21: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 21

Bagi masyarakat miskin, dengan adanya program pendidikan gratis,

mereka merasakan sangat terbantu—karena dapat mengurangi biaya

pengeluaran kehidupan rumah tangga, mereka dapat mengalokasikan

anggaran biaya pendidikan atau sekolah yang selama ini dibayarkan ke

sekolah, untuk memenuhi kebutuhan dasar lainnya; seperti biaya

kesehatan, biaya konsumsi, dan lain sebagainya.

Melalui program pendidikan gratis, seluruh warga masyarakat, pada

akhirnya menikmati pula Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) yang selam ini didominasi dan dimonipoli oleh birokrasi dan

politisi, setidaknya dengan adanya program pendidikan gratis—APBD

dapat menetes dan dirasakan oleh masyarakat. Sebelum pendidikan

gratis, banyak program dan kegiatan yang sifatnya rutinitas untuk

memenuhi belanja pegawai maupun belanja kebutuhan lainnya untuk

kepentingan birokrasi dan politisi.

Terlepas dari adanya kelemahan dalam program pendidikan gratis.

praktek pelaksanaan program pendidikan gratis, jauh lebih

menguntungkan masyarakat dibandingkan sebelum adanya program

pendidikan gratis. dan oleh karena, dampak dan manfaatnya langsung

dirasakan oleh masyarakat, maka sudah sepatutnya—untuk

mensejahterakan masyarakat, program pendidikan gratis diberlakukan.

e. Mempersiapkan bangsa dalam era globalisasi dan tekhnologi

Pengalaman negara industri baru (new emerging industrialized

countries) dimulai dari pembangunan sumber daya manusia dalam

jumlah dan mutu yang memadai untuk mendukung pembangunan. Dan

pembangunan masyarakat yang demokratis mensyaratkan manusia

Indonesia yang cerdas. Selain itu, era global abad ke-21, yang antara lain

ditandai oleh lahirnya knowledge base society atau masyarakat berbasis

pengetahuan, menuntut penguasaan terhadap ilmu pengetahuan.

Pendidikan gratis harus dilakukan agar masyarakat Indonesia siap dalam

menghadapi perkembangan dan persaingan global serta mampu

mengikuti perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

Disamping itu pendidikan gratis juga akan mendorong lahirnya

masyarakat yang lebih demokratis dan beradab.

Page 22: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 22

B. Pendidikan Gratis di Beberapa Negara dan Kabupaten di Indonesia

1. Pengalaman Negara Lain

Wajib belajar berimplikasi terhadap pembebasan biaya

pendidikan sebagai bentuk tanggung jawab negara. Di berbagai negara

yang mewajibkan warganya menempuh pendidikan dasar sembilan tahun,

semua rintangan yang menghalangi anak menempuh pendidikan bermutu

dihilangkan. Termasuk dalam hal pendanaan pendidikan. Di China

pemerintah menggratiskan pendidikan dasar dan memberikan subsidi

bagi siswa yang keluarganya mempunyai masalah ekonomi. Pengalaman

negara lain pun hampir serupa. Di India wajib belajar berimplikasi juga

pada pembebasan biaya pendidikan dasar. Bahkan, di negara yang baru

keluar dari konflik dan kemiskinan masih mencengkeram seperti

Kamboja, pendidikan dasar digratiskan dan disertai dengan upaya

peningkatan mutu, khususnya dari segi tenaga pendidik.

Selain itu, dibutuhkan kekuatan hukum mengikat untuk

mengimplementasikan wajib belajar. China, misalnya, membagi hukum

wajib belajar sembilan tahun menjadi tiga kategori: perkotaan dan daerah

maju, pedesaan, dan daerah miskin perkotaan. Target pencapaiannya

berbeda-beda. Sebagai bentuk komitmen terhadap wajib belajar

dikeluarkan pula pernyataan pada Januari 1986, yang menyatakan ilegal

mempekerjakan anak sebelum selesai wajib belajar sembilan tahun.

Negara super power seperti Amerika Serikat dalam masa perang

dingin, sekitar tahun 1981, sempat khawatir dengan ketertinggalan

pendidikannya sehingga muncullah laporan A Nation at Risk. Laporan

tersebut mengatakan bahwa yang menyebabkan ketertinggalan Amerika

dalam persaingan global antara lain karena buruknya pendidikan.

Dua puluh tahun kemudian, tepatnya tahun 2003, pandangan

yang muncul pada tahun 1983 itu perlu dievaluasi. Apakah benar bahwa

saat itu AS dalam bahaya dan berisiko? Dengan kemenangan AS dalam

perang dingin memang tidak semua laporan itu benar.

Namun, pandangan tersebut juga menyajikan kenyataan pahit,

yakni dengan status sebagai negara adidaya ternyata masih banyak anak

Page 23: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 23

di AS yang drop out dari sekolah. AS kemudian menganggap perlu

peraturan dalam melaksanakan wajib belajar sehingga lahir undang-

undang yang terkenal dengan sebutan “No Child Left Behind“. Dengan

undang-undang ini, berbagai jenis pendidikan, mulai dari sekolah yang

diadakan oleh keluarga di rumah hingga etnis minoritas, ditanggung

negara.

Bagi negara maju pendidikan gratis- selain karena tuntutan

konstitusi mereka-juga didukung perekonomian negara yang sudah cukup

mapan untuk investasi pendidikan. Anggaran pendidikan setidaknya telah

mencapai 5-8 persen produk domestik bruto. Sementara di Indonesia

investasi pendidikan masih sangat kecil, sekitar 1,3 persen dari produk

domestik bruto. Jatah bagi investasi pendidikan semakin kecil lagi

lantaran produk domestik bruto sendiri sudah kecil. Padahal, untuk

mewujudkan pendidikan dasar gratis ini memang perlu servis dari

pemerintah. Pada prinsipnya pendidikan gratis tidak dapat dikatakan

sepenuhnya gratis karena tetap harus ada yang membiayai. Ada biaya

terselubung, yang di negara lain seperti di AS sudah tersistem dalam satu

kesatuan administrasi negara.

Di AS sekolah publik gratis karena ada pajak sekolah khusus.

Warga negara AS yang mempunyai tanah dan rumah harus membayar

pajak sekolah di distriknya, terlepas dari warga tersebut mempunyai anak

atau tidak. Di Belanda rata-rata pajak penghasilan cukup tinggi, yakni 60

persen. Sementara di negara-negara Skandinavia, pajak penghasilan

mencapai 70 persen, tetapi kebutuhan dasar warga negara seperti

pendidikan dijamin.

Namun, pelaksanaan pendidikan gratis harus dengan

kewaspadaan tingkat tinggi dari berbagai celah penyalahgunaan dan

pengawasan. Filipina, misalnya, mempunyai pengalaman buruk dengan

penggunaan voucher pendidikan. Warga yang menginginkan pendidikan

lebih membayar sendiri sisanya, tetapi sayangnya model tersebut tidak

jalan dan rawan korupsi.

C. Penerapan Pendidikan Gratis di Beberapa Kabupaten di Indonesia

1. Pendidikan Gratis Ala Kabupaten Jembrana Bali

Page 24: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 24

Kabupaten Jembarana, provinsi Bali adalah salah satu Kabupaten yang

cukup terkenal karena program pendidikan gratis yang diberlakukan di daerah

tersebut. Beranjak dari permasalahan yang dihadapi di bidang pendidikan,

pemerintah Kabupaten Jembarana dengan segala keterbasannya menginsiasi

lahirnya kebijakan pendidikan gratis. Pada awal program ini diberlakukan

banyak orang yang bertanya, apa dasar kebijakan pendidikan gratis di Jembarana

? jawabnya ternyata sederhana, sesesungguhnya kebijakan pendidikan gratis

sudah ada sejak negara dan bangsa ini didirikan oleh para pendiri bangsa.

Semuanya beranjak dan berpangkal dari amanah yang tercantum dalam

Pembukaan UUD 1945, tentang kewajiban negara di dalam ikut mencerdaskan

kehidupan bangsanya. Sedangkan dari sisi kebijakan yang bersifat operasional di

lapangan, semua beranjak dari pengalaman empiris atas curat marutnya dunia

pendidikan selama ini. Jadi, sebenarnya tidaklah ada yang luar biasa terhadap

apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jembarana, hanya saja selama

ini indonesia merdeka, belum ada kebijakan daerah untuk menggratiskan

pendidikan. Kebijakan pendidikan gratis inipun pada akhirnya

memperoleh dukungan yang begitu luas dari seluruh komponen

masyarakat di Kabupaten Jembrana sekaligus menjadi modal dasar yang

tidak ternilai haganya. Sehingga, dengan dukungan penuh dari setiap

komponen masyarakat itu, partisipasi masyarakat di dalam ikut membangun

peradaban pendidikan; di Kabupaten Jembrana menjadi sesuatu yang

terjadi dan bergerak secara otomatis.

Kontroversi Jembrana

Ketika Pemerintah Kabupaten Jembrana di tahun 2002

menggulirkan kebijakan berupa Program Bebas SPP (biaya pcndidikan)

terhadap murid-murid yang duduk di bangku Sekolah Dasar higga SMA

Negeri, banyak pertanyaan dan kesangsian-kesangsian yang terlontarkan.

Seolah-olah kebijakan Bebas SPP yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten

Jembrana itu tidak lebih dari sebuah kebijakan populis yang tanpa dasar,

dan hanya menguntungkan posisi Bupati, saat itu dijabat oleh Prof.Winasa,

sehingga lebih populer dimata masyarakat.

Padangan kedua lebih pada pendekatan angka-angka, yakni

menghubungan PAD (pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Jembarana yang

memang tergolong rendah, dengan kemampuan serta daya dukung anggaran

di dalam menjalankan kebijakan berupa pemberian subsidi langsung biaya

pendidikan kepada masyarakatnya itu. “bagaimana mungkin daerah dengan

PAD yang demikian rendah akan mampu menggartiskan biaya pendidikan

atau SPP”? demikian kesangsian demi kesangsian yang muncul, seolah-olah

Page 25: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 25

apa yyang dilakukan Pemerintah Kabupaten jembarana dengan kebijakan

bebas SPP-nya hanyalah akal-akalan semata.

Bagi sebagain orang, apalagi bagai mereka-mereka yang hanya

memahami sebuah kebijakan atau program seperti kebijakan Bebas SPP

hanya sepotong-potong saja, maka apa yang dilakukan oleh Pemerintah

Kabupaten jembarana boleh jadi merupakan sesuatu yang tidak mungkin.

Tetapi pertanyaannya adalah kenapa harus tidak mungkin? Atau kenapa

sebagai pemerintah yang diberi amanah oleh masyarakat dan juga amanah

yang secara konstitusi kita tidak berusaha untuk memeungkinkan sesuatu

yang sebelumnya tidak mungkin itu menjadi mungkin demi peningkatan

kesejahteraan masyarakat?. Disinilah sebenarnya jawaban atas kesangsian-

kesangsian yang menyertai kebijakan Bebas SPP yyang diterapkan di

Kabupaten jembarana, dana kini mulai banyak ditiru atau diadopsi secara

nasional lewat Program Bos (Biaya Operasional Sekolah).

Ada pula sekelompok orang yang menghubungkan kebijakan Bebas

SPP yang dilakukan Pemerintah Kabupaten jembarana dengan peningkatan

mutu pendidikan dan anak didik. Atau kasarnya dinyatakan, bagaimana

mungkin sesuatu yang digratiskan akan melahirkan ouput atau hasil yang

berkualitas? Karena dipahami secara umum pendidikan memang bukanlah

sesuatu yang murah dan dapat digratiskan begitu saja.

Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan, atau kesangsian

kesangsian yang mengemuka atas kebijakan Bebas SPP yang diterapkan oleh

pemerintah daerah Kabupaten jembarana, pada tataran tertentu memang

sangat bisa dipahami bahkan harus dipandang serta diposisikan sebagai

bagian dari partisipasi masyarakat di dalam ikut serta membangun

peradaban pendidikan di Kabupaten Jembarana.

Pemerintah Kabupaten Jembarana pun dalam menyikapi setiap

masukan serta kritik dan saran yang dilontarkan atas setiap kebijakan yang

diambil, termasuk juga pada kebijakan Bebas SPP yang dianggap sebagai

sebuah kebijakan dan program konstroversial dan sarat muatan populis

tersebut, tidak harus dengan jawaban atau tanggapan yang reaktif

emosional, tetapi harus ditempatkan pada proporsi dan posisinya masing-

masing.Dalam artian, setiap tantangan yang datang tentu harus dihadapi

sebagai sebuah peluang untuk menunjukkan nilai-nilai kebenaran yang

selama ini disangsikan, karena masyarakat secara sosial senantiasa berpikir

dengan sangat sederhana. Mereka memerlukan bukti dan bukan janji.

Menjawab Kesangsian

Page 26: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 26

Prof. Winasa (Bupati Jembrana yang menetapkan kebijakan

pendidikan gratis; sekarang calon gubernur Propinsi Bali) mengatakan :

”Yang perlu dipahami, secara filosofi dunia pendidikan adalah sumber

mata air. Jadi hendaknyalah kita secara iklas memperlakukan ranah

pendidikan sebagai wilayah yang sakral dan suci seperti sumber mata air

kehidupan itu. Karena dari kandungan dunia pendidikanlah akan lahir

generasi-generasi penentu masa depan sebuah negara-bangsa. Apakah

sebuah negara-bangsa akan tetap terjaga keberadaannya atau tidak, semua

itu sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia generasi

berikutnya. Dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, tidak boleh

tidak tentu haruslah melalui dunia pencerdasan yang disebut dunia

pendidikan itu. Pendek kata, Pemerintah Kabupaten Jembrana

menempatkan dunia pendidikan sebagai sumber mata air kehidupan yang

senantiasa harus dijaga kemurniannya. Karena kalau sampai menjadi

keruh, maka air yang dialirkannya pun akan ikut keruh”.

Sebuah pertanyaan sederhana yang juga mendasari lahirnya

kebijakan Bebas SPP itu. Pertanyaan tersebut, “Kenapa masyarakat tidak

mau sekolah?” Sebuah pertanyaan yang sangat sederhana bukan? Dan

jawabannya pun tidak kalah sederhananya, yakni, masyarakat tidak mau

sekolah atau tidak menyekolahkan anak-anaknya karena merasa tidak

mampu untuk membayar atau membiayai pendidikan anak-anaknya. Dari

pertanyaan sederhana dan jawaban sederhana itulah ditemukan satu

simpul strategis, bahwa ternyata masalah paling mandasar yang dihadapai

dunia pendidikan kita sebenarnya berada pada ketidakmampuan

masyarakat atas biaya pendidikan itu sendiri, hukan oleh sebab- sebab

lainnya.

Lantas solusi macam apakah yang harus diberikan, sehingga

kendala utama berupa. ketidakmampuan masyarakat membiayai

pendidikan anak-anaknya itu dapat terselesaikan? Di sinilah peran

pemerintah dibutuhkan, karena pemerintah diadakan memang untuk

memberikan proteksi-proteksi positif kepada masyaraatnya atas berbagai

kendala yang ditemukan, tetapi pada tataran tertentu tanpa harus

menghilangkan unsur partisipasi masyarakat sebagai modal utamanya.

Dari kenyataan yang terjadi di dalam ranah pendidikan itu, dan

juga kondisi rill masyarakat secara ekonomi yang belum terbebas dari

bebagai keterhimpitan akibat krisis yang berkepanjangan, maka strategi

yang harus dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana sebagai

langkah pertama adalah bagaimana membuka kesempatan seluas-luasnya

Page 27: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 27

bagi warga masyarakat untuk dapat mengenyam pendidikan. Maka

diterapkanlah kebijakan subsidi langsung biaya pendidikan kepada

masyarakat lewat program Bebas SPP.

Kebijakan pemberian subsidi langsung biaya pendidikan kepada

masyarakat yang lebih dikenal sebagai program Bebas SPP itu bukanlah

kebijakan yang berdiri sendiri. Tetapi merupakan bagian dari sebuah

kebijakan dunia pendidikan di Kabupaten Jembrana yang diselenggarakan

secara terintegrasi. Karena seperti diketahui, ada beberapa komponen

dasar dalam sistem pendidikan itu sendiri yang mana antara satu dengan

yang lainnya tidak bisa dipisah -pisahkan dan saling berkaitan.

Komponen-komponen dasar sistem pendidikan itu antara lain

adalah; siswa atau murid sebagai peserta didik, kemudian tenaga pengajar

atau guru sebagai pendidik, bangunan atau gedung sekolah sebagai sarana

belajar, masyarakat dan lingkungan sebagai sarana pendukung, dan

pemerintah sebagai pembuat kebijakan.

Antara satu komponen dengan komponen lainnya harus saling

bersinergi sehingga melahirkan harmonisasi pada sistem pendidikan itu

sendiri. Karena selama ini, harmonisasi itulah yang tidak pernah tercipta.

Semuanya terkesan berjalan sendiri-sendiri di dalam irama yang berbeda,

sehingga dunia dan sistem pendidikan di Indonesia senantiasa berada

pada kondisi tambal sulam.

Apa yang dilakukan di Kabupaten Jembrana, antara satu kebijakan

dengan kebijakan lainnya senantiasa berada dalam satu tarikan napas dan

terintegrasikan lewat garis komando dan koordinasi yang jelas dan

bertanggungjawab. Demikian pula halnya dengan pembangunan di bidang

pendidikan, antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya senantasa

saling bertautan dalam rangka pencapaian tujuan bersama, yakni

bagaimana meningkatkan kualias pelayanan di bidang pendidikan

sehingga cita-cita untuk melahirkan masyarakat belajar dan terdidik dapat

direalisasikan.

Bebas SPP

Kebijakan bidang pendidikan yang diterapkan Pemerintah

Kabupaten Jembrana sebenarnya tidak hanya sebatas kebijakan berupa

pemberian subsidi langsung biaya pendidikan kepada masyarakat atau lebih

dikenal sebagai Program Bebas SPP semata. Selain itu masih banyak

kebijakan atau program-program yang bersentuhan secara langsung

Page 28: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 28

maupun tidak langsung dengan dunia pendidikan yang dilakukan, yang

mana antara yang satu dengan lainnya saling kait mengkait. Sebutlah itu

program pemberian beasiswa kepada siswa di sekolah swasta yang ada di

Kabupaten Jembrana, yang untuk masing-masing jenjang pendidikan

jumlah atau nilainya bervariasi. Untuk siswa SD masing-masing sebesar Rp

7.500/bulan, siswa SLTP Rp 12.500/bulan, dan untuk tingkat SMA sebesar

Rp 20.000/bulan. Program ini mulai direalisasikan sejak tahun 2003.

Sementara untuk program Bebas SPP bagi siswa sekolah negeri dari

SD, SMP, hingga SMA telah direalisasikan sejak tahun 2001. Dimana

besaran subsidi yang diberikan dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan secara fluktuatif. Tahun 2001 alokasi dana untuk subsidi SPP

sebesar Rp. 3.126.114.000, tahun 2002 sebesar Rp. 3.473.460.000, dan

untuk tahun 2004 alokasi dana subsidi SPP sebesar Rp. 4.288.112.000.

Peningkatan jumlah alokasi dana subsidi SPP untuk setiap

tahunnya, dari tahun 2001 hingga 2004 menunjukkan akan meningkatnya

partisipasi masyarakat di dalam memanfaatkan sarana pelayanan

pendidikan, dengan menyekolahkan anak -anaknya karena sudah tidak

dibebani oleh kewajiban untuk membayar biaya pendidikan (SPP) lagi,

karena semua kewajiban atas pemenuhan biaya pendidikan sudah diambil

alih oleh pemerintah daerah, lewat kebijakan subsidi langsung biaya

pendidikan.

Lantas bagaimana dengan komponen pendidikan lainnya seperti

tenaga pengajar atau guru? Karena bagaimanapun juga, keberadaan serta

kualitas pengajar atau guru akan sangat mempengaruhi kualitas anak didik

itu sendiri. Pemerintah Kabupaten Jembrana menyadari betul akan posisi

strategis pengajar atau guru di dalam dunia pendidikan. Untuk itulah sejak

tahun 2002, Pemerintah Kabupaten Jembrana telah menggulirkan

kebijakan berupa Program Peningkatan Kualitas Guru dan Siswa. Program

Peningkatan Kualitas Guru dan Siswa ini diperuntukkan kepada guru-guru

untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Mulai dari D3,

D4, S1, hingga jenjang S2, dengan pola pembiayaan sebagian ditanggung

oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana. Sementara bagi para siswa

berprestasi, baik secara akademis maupun di luar akademis, oleh

Pemerintah Kabupaten Jembrana diberikan bonus berupa beasiswa.

Sedangkan dari sisi peningkatan kesejahteraan guru, Pemerintah Kabupaten

Jembrana menerapkan pola insentif bagi guru, yakni untuk setiap jam

pelajaran guru diberikan insentif sebesar Rp 5.000,00 di luar tunjangan

guru dan bonus tahunan sebasar Rp 1 juta.

Page 29: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 29

Untuk meningkatkan kualitas proses belajar dan mengajar, serta

optimalisasi pengadaan sarana dan prasarana agar lebih efektif dan

efisien, maka terhadap sekolah dasar yang ada di Kabupaten Jembrana

dilakukan regrouping. Sekolah dasar dengan rasio siswa di bawah atau

kurang dari 75 orang, digabung dengan sekolah lainnya. Dengan

pola regrouping ini, selain memberikan keuntungan dari sisi proses

belajar dan mengajar serta optimalisasi sarana dan prasarana

pendukungnya, juga terjadi efisiensi anggaran yang sangat besar. Karena

kalau dihitung secara rata-rata, biaya operasional untuk 1 (satu) unit

sekolah setingkat SD adalah sebesar Rp. 150 Juta dalam setiap tahun. Dan

dari efisiensi biaya operasional sekolah yang didapatkan dengan

polaregrouping itulah dimanfaatkan untuk kebutuhan lainnya di dunia

pendidikan, termasuk pembebasan SPP. Karena sejak diterapkannya

pola regrouping di tahun 2000, dari 209 sekolah dasar yang ada, hingga

tahun 2002 sebanyak 22 sekolah dasar mengalami regrouping dengan

efesiensi dana yang dihasilkan lebih dari Rp. 3 Milyar dalam setahun.

Khas Jembrana

Di samping langkah-langkah strategis yang menjadi prioritas

dalam pembangunan dunia pendidikan di Kabupaten Jembrana, pihak

Pemerintah Kabupaten Jembrana juga melakukan berbagai terobosan-

terobosan yang bersifat kreatif-inovatif dengan memperkenalkan pola

pendidikan yang disebut sebagai “Sekolah Kajian”. Sekolah kajian ini

adalah pengembangan pola pendidikan yang merupakan perpaduan

antara pola pendidikan sekolah unggulan seperti SMA Taruna

Nusantara dengan pola pendidikan yang dikembangkan di pondok

pondok pesantren modern seperti Pondok Peantren Gontor dan Pondok

Pesantren Tebu Ireng, serta sekolah yang ada di Negeri Jepang.

Pengembangan sistem pendidikan dengan pola sekolah kajian merupakan

pilot proyek Kabupaten Jembrana di dalam pengembangan dunia

pendidikan yang bersifat inovatif dengan orientasi ke depan, sesuai

dengan perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi. Adapun nilai

lebih yang dapat dilihat dari keberadaan sekolah kajian ini adalah

tingginya disiplin siswa, seperti yang diterapkan di SMA Taruna

Nusantara, serta sekolah-sekolah di Jepang. Sedangkan dari sisi bobot

budi pekerti anak didik, diterapkan pola seperti yang diterapkan serta

dianut oleh pondok-pondok pesantren modern, seperti hubungan yang

dibangun antara santri dan kiai. Dari keberadaan sekolah kajian ini,

Page 30: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 30

diharapkan akan lahir anak didik yang memiliki disiplin tinggi, berbudi

pekerti, menguasai IPTEK, serta berwawasan global.

Meskipun terkesan lebih mengedepankan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang bersifat modern, keberadaan sekolah kajian di Kabupaten

Jembrana tidaklah menafikan lokal genius. Untuk itu, di dalam

pergaulan akademis dan keilmuannya, sekolah kajian juga memberi

ruang yang seluas-luasnya untuk tumbuh-berkembangnya budaya lokal,

sebagai dasar pijak anak didik di dalam memasuki pergaulan yang lebih

global.

Secara garis besar, proses belajar dan mengajar yang diterapkan di

sekolah kajian menghabiskan waktu yang lebih panjang dibandingkan

dengan sekolah-sekolah konvensional. Waktu belajar di sekolah kajian

dimulai pada pukuL 07.00 sampai pukul 16.00. Sementara pada saat waktu

jeda atau istirahat, anak didik diberikan snack dan susu sehat, serta

diadakan acara makan siang bersama-sama. Dengan pola ini diharapkan

akan melahirkan rasa solidaritas dan soliditas sosial di antara anak didik.

Selain itu, sekolah kajian juga menerapkan “pola asrama” bagi setiap

anak didiknya. Dalam artian, semua anak didik selama menempuh

pendidikan di sekolah kajian harus tinggal di asrama yang telah disiapkan

oleh sekolah, dengan pengasuh sebagai pendamping. Tugas pengasuh di

sini, selain mengawasi anak didik di luar jam belajar, juga ikut memberikan

bimbingan belajar sehingga si anak didik tumbuh sikap kemandiriannya di

dalam menjalani proses pendidikan. Di Kabupaten Jembrana, kini sudah

dibangun dua sekolah kajian yaitu SMP Negeri 4 Mendoyo dan SMA Negeri

2 Negara.

Dengan berbagai kebijakan di bidang pendidikan yang dilakukan

Pemerintah Kabupaten Jembrana tersebut, selama kurun waktu dua tahun

berjalan, didapatkan berbagai manfaat yang sangat positif seperti

meningkatnya angka partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Hal itu

dapat dilihat dari besaran APK (Angka Partisipasi Kasar) yang ada. Angka

putus sekolah (drop out) menurun dengan drastis dimana untuk tingkat

sekolah dasar hanya sebesar 0,02%, dibandingkan angka rata-rata drop out

secara nasional sebebasr 1%. Secara kualitas, pendidikan di Kabupaten

Jembrana juga menunjukan peningkatan yang cukup siginifikan. Hal ini

bisa dilihat dari hasil UAN (Ujian Nasional) dan UAS (Ujian Akhir Sekolah)

yang angka kelulusannya mencapai 98,84%, yang merupakan angka

tertinggi di Provinsi Bali.

Page 31: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 31

Apa yang telah dilakukan dan kemudian dicapai di bidang

pendidikan oleh Kabupaten Jembrana, tentu bukanlah sebuah jaminan akan

berkelanjutannya budaya belajar dan menuntut ilmu bagi masyarakat.

Untuk itulah Pemerintah Kabupaten Jembrana meluncurkan program

rintisan berupa Wajar (Wajib Belajar) 12 tahun.

Jika di tingkat nasional diselenggarakan Wajib Belajar 9 Tahun,

maka rintisan Wajib Belajar 12 Tahun yang diluncurkan Pemeritah

Kabupaten Jembrana bukanlah sekedar program atau kebijakan yang

mengada-ada, atau asal berbeda dengan Pusat. Tetapi di sini didasari oleh

sikap bahwa penyelenggaraan pendidikan itu haruslah berkeadilan dan tidak

mengenal diskriminasi.

Program pendidikan berupa Wajar 9 Tahun yang diluncurkan oleh

pemerintah Pusat itu masih terasa belum memenuhi syarat keadilan dan

terkesan diskriminatif. Kenapa demikian? Jika diurai lebih jauh lagi,

bukankah di dalam setiap kebijakan dan persyaratan-persyaratan yang

dterapkan oleh pemerintah, selalu memakai acuan bahwa pendidikan

serendah-rendahnya adalah SMA atau sederajat? Apa arti semua ini?

Artinya mereka yang hanya berpendidikan di bawah SMA/sederajat akan

tidak memiliki peluang. Sementara di bidang pendidikan pemerintah

menerapkan kebijakan wajib belajar 9 tahun yang berarti setingkat SMP.

Artinya, kalau pemerintah memang ingin adil kepada setiap warga

negaranya, seharusnya wajib belajar yang ditetapkan adalah Wajar 12

tahun, bukan Wajar 9 Tahun.

2. Kabupaten Enrekang

Di Kabupaten Enrekang Propinsi Sulawesi Selatan sejak

tahun 2004 telah mengembangkan kebijakan pembebasan biaya sekolah oleh

orang tua murid/siswa melalui 12 variabel, baik yang terkait dengan anak didik

maupun dengan tenaga pendidik yang pada dasarnya merupakan perwujudan

dari kebijakan pendidikan gratis.

Implementasi kebijakan daerah dibidang pendidikan khususnya yang

berkaitan dengan pendidikan gratis pada umumnya baru teraplikasi peda

sekolah-sekolah negeri, sedangkan sekolah swasta masih sebatas pada alokasi

dana BOS. Beberapa variable kebijakan pendidikan gratis pada sekolah swasta

belum diimplemtasikan, oleh karena itu kedepan diupayakan ditingkatkan

cakupan sekolah yang menerapkannya dari kondisi sekarang 87 % sekolah

menjadi 100 % sekolah pada jenjang SD,MI, SMP, MTs dan SLB pada akhir tahun

2009 mendatang.

Page 32: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 32

Kebijakan pendidikan gratis pada perinsipnya ditujukan untuk

meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan, dan biasanya

diukur dengan angka tingkat partisipasi sekolah guna mengentaskan program

nasional wajib belajar sembilan tahun. Angka partisipasi sekolah dimaksud

adalah Angka Partisipasi Murni (APM) bagi anak usia sekolah baik di Sekolah

Dasar maupun SMP dan sederajatnya yang mana APM SD/MI keadaan sekarang

telah mencapai 95% akan ditingkatkan menjadi 99%, dan APM SMP/MTs dari

85% ditingkatkan menjadi 95%.

Pendidikan gratis ditujukan untuk membebaskan biaya sekolah yang

meliputi operasional sekolah, perawatan sekolah, insentif tenaga pendidik,

transportasi bagi siswa miskin, tetapi tidak menutup keran bagi adanya bantuan

yang sifatnya tidak mengikat dari lembaga, orang tua siswa maupun masyarakat

lainnya. Untuk Kabupaten Enrekang, selama ini kebijakan pendidikan gratis

menerapkan ada 12 variabel yaitu;

1) tunjangan wakil kepala sekolah, kepala usuran dan wali kelas,

2) bantuan dana ekstrakurikuler siswa,

3) dana penunjang pendidikan (DPP),

4) tunjangan guru terpencil,

5) tunjangan sekolah inti,

6) bantuan siswa terpencil,

7) honorarium guru kontrak,

8) KKG SD,

9) MGMP SMP,

10) dana kesejahteraan guru,

11) biaya ujian akhir sekolah (UAS), dan

12) biaya penerimaan siswa baru.

Untuk realisisasi kebijakan pendidikan gratis sebagaimana yang

dicanangkan oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Kabupaten Enrekang memperoleh

alokasi anggaran dari APBD Propinsi Sulawesi Selatan Rp. 5,905.088.400, yang

akan dibayarkan pada tahap pertama sejumlah Rp. 1,968.362.800

3. Kebijakan Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan

Pada tanggal 8 Juli 2008, H. Syahrul Yasin Limpo – H.Agus Arifin

Nu’mang tepat 90 hari atau tiga bulan menjabat sebagai Gubernur dan Wakil

Gubernur Sulawesi Selatan. Mereka resmi memimpin Sulsel sejak dilantik 8

April 2008 lalu oleh Mendagri Mardiyanto. Langkah awal yang dilakukan untuk

memenuhi basic need (kebutuhan dasar) dalam program pendidikan dan

kesehatan gratis adalah membuat memorandum of understanding (MoU) antara

Page 33: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 33

gubernur dengan 23 bupati/walikota se-Sulsel7. Dalam MoU tersebut gubernur

meminta kepada para bupati/walikota untuk segera mengalokasikan anggaran

pendidikan dan kesehatan gratis di masing-masing APBD kabupaten/kota.

Sistem sharing dana pun disepakati dalam MoU tersebut, di mana seluruh

anggaran Rp 465 miliar pendidikan gratis selama satu tahun ditanggung

Pemprov Sulsel 40 persen dan masing-masing kabupaten/kota menanggung 60

persen. Hal yang sama juga terjadi pada program kesehatan gratis.

Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mencanangkan diri sebagai provinsi

pertama di Indonesia yang melakukan pendidikan gratis dari tingkat pendidikan

dasar hingga pendidikan lanjutan tingkat atas. Pelaksanaan pendidikan gratis di

Sulsel berasal dari 60 persen dari APBD provinsi dan 40 persen dari APBD

Kabupaten dan Kota, komitmen Gubernur didukungpula oleh DPRD untuk

mendukung kebijakan pendidikan gratis dari SD hingga SMA.

Sebelumnya, tiga kabupaten di Provinsi Sulsel telah melakukan

pendidikan gratis dari tingkat SD hingga SMA. Yakni Kabupaten Sinjai, Pangkep

dan Gowa. Pemerintah provinsi Sulsel mengalokasikan biaya pendidikan untuk

23 kabupaten/kota. Beberapa komponen pembiayaan pendidikan digratiskan,

dan pemerintah Provinsi sulsel juga melakukan penambahan terhadap beberapa

komponen seperti dana BOS SD/MI sebesar Rp. 4.000 per bulan persiswa.

Sedangkan untuk dana BOS SMP/MTs sebesar Rp. 17.600 per bulan per siswa.

Sementara, tambahan dana BOS regular untuk SD/MI sebesar Rp. 21.167 per

bulan per siswa. Sedangkan dana BOS regular untuk SMP/MTs sebesar Rp.

29.500 per bulan per siswa.

7(http://www.sulsel.go.id/berita/umum/pendidikan-dan-kesehatan-gratis-

masih-tataran-mou-20080708-2.htm)

Page 34: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 34

BAB III

KONDISI UMUM PENDIDIKAN DI SUMBAWA BARAT

Bagaimanakah keadaan umum Kabupaten Sumbawa Barat sebelum lahirnya program pendidikan gratis? Sejauhmanakah kemampuan keuangan daerah yang dimiliki oleh Kabupaten Sumbawa Barat

untuk dapat menyelenggarakan program pendidikan gratis?

A. Kondisi Umum Kabupaten Sumbawa Barat

Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) adalah merupakan Kabupaten hasil

Pemekaran dari Kabupaten Sumbawa (Kab induk), salah satu Kabupaten baru di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang terbentuk pada tahun 2003 ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 30 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat8. Jumlah kecamatan saat terbentuk adalah sebanyak 5 kecamatan, yakni ; Kecamatan Sekongkang, Kecamatan Jereweh, Kecamatan Kecamatan Seteluk, Kecamatan Brang Rea dan Kecamatan Taliwang9, dengan jumlah desa sebanyak 38 desa10. Dari 38 desa, ternyata sebanyak 6 desa digolongkan sebagai desa swadaya, 12 status desa swakarya, dan 19 desa desa adalah desa swasembada 19 (Badan Pemberdayaan Masyarakat KSB dalam BPS dan Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004). Secara umum, tingkat perkembangan desa tersebut tergolong menengah dan terbelakang

Dilihat dari aspek kependudukan, jumlah penduduk KSB pada tahun 2004 adalah sebanyak 92.405 jiwa, terdiri atas laki-laki 47.344 jiwa (51,24 %) dan perempuan 45.061 jiwa (48,76 %)11. Pada tahun 2006 jumlah

penduduk KSB menjadi sebanyak 95.837 jiwa, dan sebanyak 29.058 adalah kategori penduduk miskin (30,50%). Umumnya penduduk KSB adalah beragama Islam (97,70 % ), sisanya (2,30) beragama Hindu, Khatolik dan Protestan (BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004)12.Tingkat kesejahteraan sosial penduduk, secara umum adalah rumahtangga penduduk (58,04 %) katagori KS II - KS III+, dan sebanyak 41,96 % adalah katagori pra KS dan KS I13. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk

8 Secara administratif, Kabupaten Sumbawa Barat berbatasan dengan Sebelah Timur

: Kabupaten Sumbawa, Sebelah Barat dengan Selat Alas, Sebelah Utara dengan Wilayah Kecamatan Alas Barat Kabupaten Sumbawa dan Sebelah Selatan Samudera Indonesia. 9 Saat ini jumlah kecamatan di Sumbawa Barat sebanyak 8 kecamatan, dengan jumlah desa sebanyak 57 desa, 6 kelurahan.

10 Kecamatan Seteluk 11 desa, Taliwang 11 desa, Brang Rea 4 desa, Jereweh 5 desa, dan Sekongkang 6 desa.

11 Dengan luas wilayah 1849,02 km2, maka kepadatan penduduk kabupaten tersebut adalah 50 jiwa/km2 (BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004). Artinya tingkat kepadatan penduduk tersebut tergolong “sangat jarang”, dan penyebaran penduduk antar kecamatan dan desa “relatif tidak merata”, dimana desa-desa di Kecamatan Seteluk dan Taliwang lebih padat dari desa-desa di Kecamatan Brang Rea, Jereweh dan Sekongkang. 12 Khusus untuk penduduk yang beragama non Islam, sebagian besar merupakan pendatang (transmigrasi spontan, transmigrasi umum, dan pekerja) dari Pulau Lombok, Bali dan pulau lainnya.

13 (BKKBN Kabupaten Sumbawa dalam BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004).

Page 35: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 35

KSB secara umum masih tertinggal. (BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004).

Sementara itu, dari aspek angkatan kerja, dari jumlah rumahtangga penduduk sebanyak 22.352 rumahtangga (tahun 2004), jumlah angatan kerja adalah sebanyak 36.925 jiwa, dari jumlah angkatan kerja tersebut sebagian besar (67,40 %) bermata pekerjaan utama pada sektor pertanian (pertanian, kehutanan, peternakan dan perikanan), sisanya, sebanyak 32,60% rumahtangga penduduk bermata pencarian/pekerjaan di sektor non pertanian (32,60 %) seperti: industri, perdagangan, pengangkutan, pegawai negeri dan jasa-jasa lainnya (BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004). Dilihat pada aspek berdasarkan struktur umur penduduk di KSB tahun 2004, jumlah penduduk yang tergolong usia produktif (usia 15 – 64 tahun) hanya sebanyak 59.134 orang (63,99 %), sedang penduduk yang berusia belum produktif (0 – 14 tahun) sebanyak 29.488 orang (31,91 %), dan penduduk berusia tidak produktif (65 tahun ke atas) atau sebanyak 3.783 orang (4,09 %) (BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004). Dengan demikian, maka angka ketergantungan (dependency ratio) penduduk di kabupaten tersebut sebesar 56,26 %, artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif (tenaga kerja) harus menanggung hidup 56 orang penduduk usia belum/tidak produktif (bukan tenaga kerja).

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) KSB14 pada tahun 2004, relatif masih terbelakang jika dibandingkan dengan IPM dari kabupaten/kota lain di Propinsi NTB. Berikut tabel perbandingan IPM KSB dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di NTB pada tahun 2004 :

Tabel 1. IPM KSB dan Kabupaten/Kota Lain di Propinsi NTB Tahun

2004

No Kabupaten/ Kota

Angka Harapan Hidup

Pendi-dikan

Paritas Daya Beli

IPM (0–100)

Peringkat IPM

1. Lombok Barat 55,2 60,3 55,5 57,0 8 2. Lombok Tengah 55,8 57,7 57,2 56,9 9 3. Lombok Timur 54,7 64,1 57,3 58,7 7 4. Mataram 64,0 79,9 62,5 68,8 1 5. Sumbawa Barat 56,0 73,6 56,1 61,9 5 6. Sumbawa 56,7 74,4 58,5 63,2 3 7. Dompu 57,7 70,3 59,1 62,3 4 8. Bima 57,3 69,6 53,7 60,2 6 9. Kota Bima 61,2 75,4 53,3 63,5 2 Propinsi NTB 57,3 66,4 58,1 60,6 -

Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi NTB, 2005.

14 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang dikembangkan UNDP untuk mengukur tingkat pencapaian upaya pembangunan manusia dari berbagai bidang, meliputi: kesehatan (Angka Harapan Hidup), pendidikan (Angka Melek Hurup dan Rata-rata Lama Sekolah), dan pendapatan (Paritas Daya Beli)

Page 36: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 36

Gambar 2. PDRB dan Perkiraan Perkembangannya di KSB

Dari Gambar diatas diperkirakan sampai 20 tahun ke depan, struktur ekonomi KSB masih akan didominasi oleh sektor primer, yaitu pertanian dalam arti luas dan pertambangan. Sektor sekunder, yang terdiri dari: lapangan usaha industri pengolahan (manufaktur), lapangan usaha listrik, gas & air minum, dan lapangan usaha konstruksi diperkirakan berkembang sangat lambat, bahkan cenderung stagnan. Sektor tersier juga berkembang lambat, karena kontribusi terbesar diperoleh dari lapangan usaha perdagangan, hotel & restoran serta lapangan usaha pengangkutan & komunikasi. Lapangan usaha Bank dan lapangan usaha jasa-jasa sangat kecil kontribusinya kepada PDRB di KSB.

1. Kondisi Umum Pendidikan di KSB

Kualitas sumberdaya manusia di KSB tahun 2004 dilihat dari segi pendidikan, sebagian besar berkualitas rendah, yaitu tamat SD, tidak tamat SD dan belum sekolah sebanyak 73.194 orang (79,21 %); penduduk belum tamat SD sebanyak 6.375 orang (6,90 %); penduduk berpendidikan menengah (SLTP dan SLTA) sebanyak 12.326 orang (13,34 %); dan penduduk berpendidikan tinggi (Perguruan Tinggi) hanya 504 orang (0,55 %) (BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004).

Jumlah penduduk KSB tahun 2004 yang termasuk dalam kelompok usia sekolah meliputi: umur 7 – 12 tahun untuk SD sebanyak 11.717 orang (12,68 %), umur 13 – 15 tahun untuk SLTP sebanyak 5.647 orang (6,11 %), dan umur 16 – 18 tahun untuk SLTA sebanyak 5.709 orang (6,18 %). Jumlah penduduk usia sekolah untuk masing-masing jenjang pendidikan terus

DISTRIBUSI PERSENTASE PDRBATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

TERSIER 3.27% 3.39% 3.39% 3.39% 3.39% 3.39% 3.39%

SEKUNDER 1.01% 0.99% 0.99% 0.99% 0.99% 0.99% 0.99%

PRIMER 95.65% 95.55% 95.55% 95.55% 95.55% 95.55% 95.55%

20003 2004 20052010

(Proyeksi)2015

(Proyeksi)2020

(Proyeksi)2025

(Proyeksi)

Page 37: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 37

meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Perkembangan penduduk usia sekolah tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Perkembangan Penduduk Usia Sekolah di KSB

Selama tiga tahun terakhir perbandingan penduduk yang bersekolah SD dengan penduduk usia 7-12 tahun di KSB mengalami penurunan. Dan jika kecenderungan ini terus berlanjut, maka diproyeksikan jumlah penduduk usia 7 - 12 tahun yang bersekolah SD akan menjadi tinggal 40 % saja pada tahun 2025. Secara grafis penduduk usia 7-12 tahun yang bersekolah SD dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar4. Perkembangan Pendidikan Penduduk Berusia 7-12 Tahun di KSB

Selama tiga tahun terakhir perbandingan penduduk yang

bersekolah SLTP dengan penduduk usia 13 - 15 tahun relatif tetap. Dan jika kecenderungan ini berlanjut, maka diproyeksikan jumlah penduduk usia 13 - 15 tahun yang bersekolah SLTP akan tetap 60 % pada tahun 2025. Keadaan tersebut disajikan pada Gambar 5.

Penduduk Usia Sekolah

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Bukan Usia Sekolah 62,681 69,848 70,989 71,132 71,834 82,708 102,54 114,54 128,46

Penduduk Umur 16-18 th 7,708 4,594 4,362 5,709 5,733 7,597 8,264 8,774 9,388

Penduduk Umur 13-15 th 4,782 4,562 5,485 5,647 6,316 8,308 10,474 12,524 14,652

Penduduk Umur 7-12 th 10,932 10,939 11,519 11,717 12,169 13,752 15,422 17,034 18,685

2001 2002 2003 2004 2005 2010 2015 2020 2025

Penduduk Yang Bersekolah SD

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Umur 7-12 th yg TidakBersekolah

605 926 1,506 1,913 2,435 4,739 7,082 9,399 11,734

Umur 7-12 th yg BersekolahSD

10,327 10,013 10,013 9,804 9,734 9,013 8,340 7,635 6,951

2001 2002 2003 2004 2005 2010 2015 2020 2025

Page 38: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 38

Gambar 5. Perkembangan Pendidikan Penduduk Berusia 13-15 Tahun di KSB

Selama tiga tahun terakhir perbandingan penduduk yang

bersekolah SLTA dengan penduduk usia 16 - 18 tahun mengalami kenaikan. Dan jika kecenderungan ini berlanjut, maka diproyeksikan jumlah penduduk usia 16 - 18 tahun yang bersekolah SLTA akan mengalami peningkatan mendekati 80 % pada tahun 2025. Secara grafis penduduk usia 16 - 18 tahun yang bersekolah SLTA dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Perkembangan Pendidikan Penduduk Usia 16-18 tahun di KSB

Penduduk Yang Bersekolah SLTP

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Umur 13-15 th yg TidakBersekolah

2,189 1,724 2,402 2,319 2,743 3,510 4,451 5,276 6,179

Umur 13-15 th yg BersekolahSLTP

2,593 2,838 3,083 3,328 3,573 4,798 6,023 7,248 8,473

2001 2002 2003 2004 2005 2010 2015 2020 2025

Penduduk Yang Bersekolah SLTA

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Umur 16-18 th yg TidakBersekolah

7,430 3,981 3,460 4,518 4,253 4,672 3,894 2,959 2,128

Umur 16-18 th yg BersekolahSLTA

278 613 902 1,191 1,480 2,925 4,370 5,815 7,260

2001 2002 2003 2004 2005 2010 2015 2020 2025

Page 39: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 39

Kondisi tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat hingga tahun sampai akhir 2005 masih rendah yaitu lebih dari 90% masyarakat Sumbawa Barat tidak tamat SD dan belum sekolah, sedangkan masyarakat yang berpendidikan setingkat SLTP hanya mencapai 1,30% dan masyarakat yang buta huruf/aksara sekitar 6,4%.

Persoalan pemerataan akses pelayanan pendidikan merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh pemerintah daerah KSB, dimana pada tahun 2005 nilai angka partisipasi kasar (APK) untuk jenjang pendidikan TK/RA mencapai 34,67%, jenjang pendidikan SD/MI/SDLB 114,02%, jenjang pendidikan SMP/MTs 90,97%, dan APK untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA mencapai 70,59%. Nilai APK ini memperlihatkan bahwa hanya jenjang pendidikan SD/MI/SDLB saja yang telah mencapai nilai diatas 100%, artinya bahwa jumlah siswa di jenjang pendidikan ini telah melebihi jumlah penduduk usia sekolah SD/MI/SDLB. Sedangkan untuk jenjang pendidikan lainnya masih banyak penduduk yang belum mendapat akses.

Lebih detail lagi, pemerataan akses pelayanan pendidikan dapat dilihat dari nilai angka partisipasi murni (APM) yang merupakan nilai perbandingan antara jumlah siswa usia di jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah penduduk kelompok usia tertentu dengan nilai ideal 100% yang berarti bahwa semua penduduk usia sekolah telah mendapat pelayanan pendidikan di masing‐masing jenjang. Data tahun 2005 memperlihatkan nilai APM untuk jenjang pendidikan TK/RA mencapai 33,53%, jenjang pendidikan SD/MI/SDLB 98,53%, jenjang pendidikan SMP/MTs mencapai 78,38%, dan APM untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA sebesar 47,85%. Nilai APM ini memperlihatkan bahwa hanya untuk jenjang pendidikan SD/MI/SDLB saja yang mendekati nilai ideal, hanya tinggal 2,5% penduduk belum mendapatkan layanan untuk jenjang pendidikan ini.

2. Kondisi Sarana dan Prasarana Pendidikan

Prasarana pendidikan (sekolah) yang ada di KSB tahun 2004 cukup tersedia untuk semua jenjang, baik negeri maupun swasta dengan jumlah 136 buah meliputi: TK 28 buah, SD/MI 111 buah, SLTP/MTs 17 buah, dan SLTA 5 buah, dan sejak tahun 2004 terdapat Perguruan Tinggi (PT) 1 buah. Jumlah dan kapasitas prasarana pendidikan untuk tingkat SD relatif sudah mencukupi, tetapi untuk SLTP, SLTA dan PT, jumlah dan kapasitasnya masih kurang (BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004). Terbatasnya jumlah dan kapasitas SLTP, SLTA dan PT mengakibatkan pengembangan kualitas sumberdaya manusia di kabupaten sumbawa barat relatif terlambat. Padahal disisilain, Prasarana pendidikan tersebut berperan penting dalam mempersiapkan sumberdaya manusia yang mampu barpartisipasi aktif dalam pembangunan KSB di masa mendatang. Perkembangan jumlah SD per 10.000 penduduk dapat dilihat pada Gambar 7.

Jumlah SD

0

20

40

60

80

100

120

140

Jum

lah S

D

-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Jmlh

SD

per

10.0

00 p

enduduk

2001 2002 2003 2004 2005 2010 2015 2020 2025

Page 40: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 40

Gambar 2.22. Perkembangan Jumlah SD di KSB

Data pada Gambar 7. diketahui bahwa, prasarana pendidikan

(sekolah) dasar 6 tahun, atau SD di KSB selama lima tahun terakhir telah berkembang dengan cepat, sesuai dengan pertumbuhan penduduk. Hal ini terbukti dari perbandingan jumlah SD untuk setiap 10.000 penduduk besarnya selalu tetap selama lima tahun terakhir, yaitu 9 SD per 10.000 penduduk. Diperkirakan jumlah SD akan meningkat terus di masa yang akan datang, namun dengan kecepatan tumbuh yang lebih lambat dari pertumbuhan penduduk. Sehingga diperkirakan mulai tahun 2015 sampai dengan tahun 2025, di KSB hanya ada 7 SD per 10.000 penduduk. Ini berarti penurunan dari kondisi sekarang.

Diperkirakan jumlah SLTP di KSB akan meningkat lebih cepat

dari pada jumlah penduduk. Pada saat ini di KSB terdapat 2 SLTP per 10.000 peduduk dan diperkirakan pada 2010 jumlah SLTP akan menjadi 4 buah per 10.000 penduduk. Angka ini akan meningkat terus sampai menjadi 7 SLTP per 10.000 penduduk. Perkembangan Jumlah SLTP di KSB dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Perkembangan Jumlah SLTP di KSB

Sebagaimana perkembangan SLTP, diperkirakan jumlah SLTA di

KSB akan meningkat lebih cepat dari pada jumlah penduduk. Pada saat ini di KSB terdapat 1 SLTA per 10.000 peduduk dan diperkirakan pada 2010 jumlah SLTA akan menjadi 3 buah per 10.000 penduduk. Angka ini akan meningkat terus sampai menjadi 7 SLTA per 10.000 penduduk. Perkembangan jumlah SLTP di KSB dapat dilihat pad Gambar 9.

Jumlah SLTP

0

20

40

60

80

100

120

Jum

lah S

LTP

-

1

2

3

4

5

6

7

Jm

lh S

LTP p

er 1

0.00

0 pe

ndud

uk

SLTP 9 9 15 18 23 45 68 90 113

SLTP/10.000 penduduk 1 1 2 2 2 4 5 6 7

2001 2002 2003 2004 2005 2010 2015 2020 2025

Jumlah SLTA

30

40

50

60

70

80

90

Jum

lah S

LTA

2

3

4

5

6

Jmlh

SLT

A p

er 1

0.00

0 pe

ndud

uk

Page 41: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 41

Gambar 9. Perkembangan Jumlah SLTA di KSB

3. Kondisi Politik Yang Mengalami Ketegangan

Issue pendidikan dan kesehatan gratis menjadi issue “seksi” yang diangkat oleh para pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah pada pemilukada langsung pertama tahun 2005 di Kabupaten Sumbawa Barat yang diikuti oleh 5 pasangan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah15. Dari lima pasangan calon, dua 2 pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah gencar mengangkat issue pendidikan dan kesehatan gratis. Kedua pasangan calon itu adalah pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Andi Azisi Amin, SE.,MSc dan Drs.H.Muchsin Hamin dan pasangan KH.Zulkifli Muhadli, SH.,MM dan Drs.H.Malarahman. Mereka mengaku terinsipirasi dari praktek penyelenggaraan program pendidikan dan kesehatan gratis yang berlangsung di Kabupaten Jembarana, Provinsi Bali16. Pada pemilu 2005, pasangan KH.Zulkifli Muhadli, SH.MM dan Drs. H.Malarahman muncul sebagai pemenang Pemilukada pertama di KSB dengan perolehan suara sebanyak 16949 suara (31,30%), 31,30%17 dengan sebaran perolehan suara (geoplotik) dari 5 kecamatan sebanyak 2 kecamatan dimenangkan oleh Pasangan KH. Zulkifli Muhadli dan Malarahman, Sedangkan sisanya dimenangkan oleh pasangan lainnya. Hasil Pemilukada 2005, ternyata ditolak oleh empat pasangan calon lainnya. Bahkan, salah satu pasangan calon menggugat hasil pilkada ke pengadilan

15 Kelima pasangan calon tersebut adalah pasangan (1) Drs. H.M Hatta Taliwang dan H.

Abdul Razak, S.H yang diusung oleh Partai Amanat Nasional. (2) Pasangan Drs. H. Salim Ahmad dan H.M Syafe’i, yang diusung partai Golkar. (3) Pasangan KH Zulkifli Muhadli, S.H. MM dan Drs. H. Malarahman yang diusung oleh gabungan partai PBB dan PIB. (4) Pasangan Ir. H. Busrah Hasan dan Drs. Abdul Hamid Rahman yang diusung oleh gabungan partai PPP dan PDI-P. (5). Pasangan Andi Azisi Amin, SE, M.Sc dan Drs. H. Muchsin Hamim yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 16 Dalam debat publik visi dan misi calon yang dilaksanakan KPU Kabupaten Sumbawa Barat pada tanggal 15 juni 2005 di gedung teahter taliwang, dihadiri lebih dari 1000 warga masyarakat, pasangan Andi Azisi Amin, SE.,MSc dan Drs.H.Muchsin Hamin dan pasangan KH.Zulkifli Muhadli, SH.,MM dan Drs.H.Malarahman memaparkan program pendidikan dan kesehatan gratis dan 17Urutan kedua adalah pasangan Andi Azisi Amin, SE.Msc dan H.Muchsin Hamin dengan perolehan suara sebanyak 12705 suara atau 23,46%, ketiga adalah pasangan Ir.Busrah Hasan dan Drs. Abdul hamid Rahman sebanyak 11192 suara atau 20,67%, keempat adalah pasangan Drs.Salim Ahmad dan H.M.Syafee’i sebanyak 10371 suara atau 19,15%, dan urutan kelima atau terakhir adalah pasangan Drs.H.M.Hatta Taliwang dan H.Abdul Razak, SH dengan perolehan suara sebanyak 2937 suara atau 5,42%17

Page 42: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 42

kendati pada akhirnya gugatan dicabut18. Pasca pelatikan tanggal 13 Agustus 2005, ketegangan politik belum jua berakhir. Bupati dan Wakil Bupati KSB harus menghadapi hak interpelasi DPRD terkait dengan dugaan sejumlah kebijakan, salah satu yang mendapat sorotan adalah terkait perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan pendidikan dan kesehatan gratis yang dinilai oleh sebagian kalangan anggota DPRD adalah merupakan kebijakan yang keliru. Rancangan Peraturan Daerah tentang pendidikan dan kesehatan gratis yang diajukan oleh Pemerintah Daerah ditolak oleh DPRD dengan alasan KSB sebagai Kabupaten baru belum siap untuk melaksanakan program pendidikan dan kesehatan gratis karena kemampuan keuangan daerah yang sangat terbatas, sejumlah anggota DPRD menilai bahwa pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana daerah atau infrastuktur daerah jauh lebih urgent dan mendesak daripada program pendidikan dan kesehatan gratis. Penolakan program pendidikan dan kesehatan gratis oleh DPRD mendapatreaksi keras dari para pendukung Bupati dan Wakil Bupati terpilih, DPRD dinilai tidak pro terhadap rakyat miskin. Bahkan, dinilai hanya mementingkan dirinya sendiri. Disisilain, ternyata rencana program pendidikan dan kesehatan gratis yang digagas oleh Bupati terus mengalir dan meluas, bukan hanya dari para pendukung Bupati dan Wakil Bupati terpilih, melainkan pula dari pendukung pasangan calon lainnya. Namun, DPRD yang mayoritas “kontra” dengan Bupati tetap menolak program pendidikan dan kesehatan gratis. Oleh karena tidak ada dukungan dari DPRD, maka akhirnya Rancangan Peraturan Daerah tentang pendidikan dan kesehatan gratis dirubah dalam bentuk Peraturan Bupati (perbup) dan pada tanggal 2 Mei tahun 2006 Bupati Kabupaten Sumbawa Barat mengeluarkan Peraturan Bupati tentang pendidikan dan kesehatan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat. Kedua Peraturan itu adalah (1) Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan program pendidikan gratis dan (2) Peraturan Bupati Nomor 9 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan/Pengobatan gratis di Puskesmas dan jaringannya di Kabupaten Sumbawa Barat. Lahirnya dua kebijakan tersebut kemudian disambut gegap gempita oleh masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat karena masyarakat menilai program pendidikan dan kesehatan gratis dapat mengurangi beban masyarakat. Dua kebijakan itu pun diberlakukan surut, yakni sejak tanggal 1 januari 200619 sehingga sejak tahun 2006 masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat mulai memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan secara gratis.

4. Kondisi Keuangan Daerah Yang Terbatas

18 Pasangan calon yang mengajukan gugatan adalah pasangan Drs.Salim Ahmad dan H.M.Syafee’i yang diusung partai golkar dengan nomor register perkara No.3/PEN.PDT.PILKADA/2005/PT. MTR. Pasnagan ini menggugat KPUD KSB yang dianggap telah melanggar dan membiarkan praktek kedurangan pemilukada, namun gugatan pasangan calon ini dicabut sebelum pokok perkara diperiksa oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Mataram.

19 Kebijakan yang lahir inipun oleh sejumlah kalangan yang menolak program pendidikan dan kesehatan gratis dianggap “melanggar hukum” atau “illegal” karena Perbup yang ditetapkan berlaku surut dan Perbup tersebut tidak memiliki payung hukum diatasnya. Disamping pelaksanaan program pendidikan dan kesehatan gratis yang “mendahului” program daripada landasan hukum, dalam arti program telah berjalan namun tidak ada dasar hukum daerah sebelumnya.

Page 43: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 43

Sejak awal program pendidikan dan kesehatan gratis, memang dipertanyakan dan diragukan karena kemampuan keuangan daerah yang dimiliki daerah sangat terbatas. Pada tahun 2005, jumlah APBD KSB hanya sebesar Rp.107.833.901.500,- (Rp.107 milliar lebih) dengan jumlah PAD KSB yang dimiliki hanya sebesar Rp. 2.579.694.500,- atau hanya sebesar 2,37 % dari total penerimaan APBD Rp. 107.833.901.500. Dari jumlah APBD tersebut, sebagian besar penerimaan APBD tergantung dari pusat, tercatat penerimaan APBD dari Alokasi Dana Perimbangan tahun 2005 sebesar Rp. 101.354.207.000, yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Pajak sebesar Rp. 15.585.207.000, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar Rp. 40.000.000, Dana Alokasi Umum sebesar Rp. 40.650.000.000,-Dana Alokasi Khusus sebesar Rp. 4.000.000.000,- dan Dana perimbangan dari Provinsi NTB sebesar Rp. 1.500.000.000,- serta penerimaan Daerah lainnya yang sah sebesar Rp 3.900.000.000. Dengan kamampuan keuangan daerah yang minim itulah, pada tahun 2005, KSB digolongkan sebagai kabupaten yang memiliki kemampuan keuangan daerah rendah20. Pada saat pelaksaan program pendidikan dan kesehatan gratis dilaksanakan Pada tahun 2006. Ternyata, APBD Kabupaten Sumbawa Barat baru berjumlah Rp. 220.995.028.794,54, dengan jumlah PAD yang ditargetkan Rp. 15.634.892.000, dan Dana Perimbangan 205.360.136.794,- Sementara belanja daerah diproyeksikan mencapai 272.161.196.844,-. Jika merujuk pada kapasitas fiskal atau keuangan daerah yang dimiliki oleh KSB, maka sangatlah mustahil sebagai kabupaten baru dengan anggaran yang masih sangat minim, KSB dapat menyelenggarakan program pendidikan dan kesehatan gratis. Karena disisilain sebagai Kabupaten baru—dituntut pula untuk dapat memenuhi sarana dan prasarana daerah . Namun, keterbatasan kemampuan anggaran itu, ternyata tidaklah menjadi penghambat bagi Pemerintah daerah KSB untuk melaksanakan program pendidikan dan kesehatan gratis.

20 Komponen utama pos pendapatan dari APBD KSB tahun anggaran 2005 adalah

bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan. PAD terdiri atas: pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah. Sementara itu, Dana Perimbangan terdiri atas: bagi hasil pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Page 44: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 44

BAB IV KONSEP DAN IMPELEMENTASI

PENDIDIKAN GRATIS DI KSB DAN ARAH PERUBAHAN DIMASA MENDATANG

Pada bagian ini akan di bahas tentang pertama bagaimanakah regulasi yang mengatur program pelayanan pendidikan gratis di KSB serta bagaimanakah implementasi peraturan tersebut? Kendala dan tantangan apasajakah yang dihadapi dalam pelaksanaan program pendidikan gratis di KSB? Perubahan- apasajakah yang dibutuhkan dan arah perubahan yang perlu dituju dimasamendatang?

A. Konsep Pendidikan Gratis Menurut Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun

2006

1. Landasan Penyelenggaraan Program Pendidikan Gratis

Landasan pelaksanaan program pendidikan gratis di KSB adalah berdasarkan

Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Program

Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat, peraturan ini ditetapkan pada

tanggal 2 Mei 2006 dan diberlaku surut mulai sejak tanggal 1 januari 2006. Secara

umum, ada dua dasar pertimbangan utama dikeluarkannya Perbup ini, sebagaimana

tercantum dalam dasar menimbang huruf a adalah “dalam rangka meningkatkan

cakupan sasaran pelayanan pendidikan kepada seluruh masyarakat, telah diambil

suatu kebijakan Pembiayaan Sekolah melalui Program Pendidikan Gratis di

Kabupaten Sumbawa Barat”. Huruf b bahwa “agar penyelenggaraan kegiatan

sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat berjalan efektif, perlu ditetapkan

Pedoman Pelaksanaannya”.

Merujuk pada dasar pertimbangan sebagaimana di atas, jelas bahwa Perbup

Program Pendidikan Gratis adalah sebagai pedoman pelaksanaan program

pelaksanaan program pendidikan gratis, kehadiran perbup ini dimaksudkan untuk

meningkatkan cakupan sasaran pelayanan pendidikan kepada seluruh masyarakat.

Dengan demikian, maka keberadaan/kedudukan perbup menjadi sangat strategis

dalam menentukan kearahmana program dan apakah program pelayanan

pendidikan gratis dapat berjalan efektif ataukah tidak.

Sedangkan secara hukum, dasar hukum yang dirujuk atau dijadikan sebagai

dasar mengingat adalah satau kerangka acuan hukum pembentukan Perbup ini,

adalah sebanyak 13 peraturan, ke- 13 landasan peraturan itu adalah meliputi :

a. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

b. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten

Sumbawa Barat di Provinsi Nusa Tenggara Barat;

Page 45: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 45

c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

sebagiamana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005

tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor

3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan daerah sebagai Undang-undang

d. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

e. Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;

f. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan Dasar

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun

1998;

g. Peraturan Pemerintah nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menegah

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun

1998;

h. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat

dalam Pendidikan Nasional;

i. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar nasional

Pendidikan;

j. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 036/U/1995 tentang

Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar;

k. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan

Pendidikan dan Komite Sekolah;

l. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 060/U/2002 tentang

Pedoman Pendirian Sekolah;

m. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 tentang Buku

Teks Pelajaran.

2. Tujuan dan Sasaran Program Pendidikan Gratis

Tujuan dari program pendidikan gratis di KSB adalah :

a. Meringankan biaya pendidikan dari tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs

sampai SMA/SMK/MA baik negeri maupun swasta yang sebelumnya

menjadi tanggungan orang tua/wali siswa peserta belajar;

b. Memperkecil dan atau mengurangi angka putus sekolah dalam kurun waktu

selama 1-5 tahun di Kabupaten Sumbawa Barat

c. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Sumbawa barat;

d. Meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni

(APM).

Sedangkan yang menjadi Sasaran dari Program Pendidikan Gratis adalah

seluruh peserta didik yang terdaftar disekolahnya masing-masing dan telah

dilakukan oleh pihak sekolah serta dilaporakan kepada Dinas.

Page 46: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 46

3. Para Pihak Terkait Dan Fungsi

Para pihak terkait untuk mendukung kelancaran dan suksenya Program

Pendidikan Gratis, maka dipandang perlu keterlibatan para pihak, yakni

a. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olaraga

Dinas teknis ini mempunyai tugas melakukan pendataan, dan pemuktahiran

data seluruh anak usia sekolah maupun tidak sekolah, sebagai dasar untuk

menerapkan mekanisme kerja. Sementara fungsinya yaitu menysusn dan

menetapkan mekanisme kerja dari perncanaan yang telah disusun

sebelumnya

b. Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda)

Menyusun perencanaan terhadap mekanisme kerja program

c. Inspektorat daerah

Melakukan pembinaan dan pengawasan, serta tugas lain yang menjadi

tupoksi dari Inspektorat Daerah, kaitannya dengan Pendidikan.

d. Dewan Pendidikan

Tugas dari lembaga ini memberikan dorongan, motivasi dan pencerahan

kepada masyarakat terhadap penyelenggaraan program. Sebagai lembaga

yang merepresentasikan masyarakat, maka keberadaannya berfungsi sebagai

corong untuk menyampaikan aspirasi, menampung berbagaii masukan, dan

menganalisa kebutuhan tersebut, yang nantinya menjadi dasar pihak lainnya

untuk menjalankan program.

e. Unit Pengaduan Masyarakat (UPM)

Keberadaannya berfungsi mengawasi pelaksanaan program secara informal,

mengidentifikasi pelaksanaan program, dan memberikan masukan terhadap

penyelenggara program

f. Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan, dan Ketahanan Pangan

Membuat melaksanakan sistem Gerakan Sejuta Pohon sebagai syarat bagi

warga untuk mendapatkan peleyanan pendidikan gratis

g. Sekolah/Madrasah

Menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, dan memberikan informasi

serta data yang dibutuhkan oleh Dinas sesuai dengan kebutuhan kegiatan

belajar mengajar yang dilaksanakan setiap tahun anggaran

h. Guru

Melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam rangka mendukung

kelancaran dan keberhasilan program

i. Camat

Page 47: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 47

j. Membantu kelancaran pelaksanaan program diwilayahnya, memantau

pelaksanaan program, untuk selanjutnya memberikan masukan kepada

sekolah-sekolah dan atau Dinas dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan

program.

k. Kepala Desa

Membantu kelancaran pelaksanaan program diwilayah Desa/Keluharan

ditempatnya, memantau pelaksanaan program, untuk selanjutnya

memberikan masukan kepada sekolah-sekolah dan atau KCD dalam rangka

penyempurnaan pelaksanaan program.

l. Orang tua siswa

Melaksanakan Gerakan Sejuta Pohon sebagai prasyarat untuk mendapatkan

pelayanan pendidikan gratis, dan memberikan dukungan secara materil

maupun non materil terhadap pelaksanaan rencana program sesuai dengan

persetujuan komite sekolah.

m. Komite Sekolah

Mengkoordinir orang tua siswa untuk dapat berparfisifasi dalam pelaksanaan

program, membantu sekolah dalam menyelenggarakan program, dan

memantau pelaksanaan program, untuk selanjutnya memebrikanmasukan

masukan kepada sekolah guna penyempurnaan pelaksanaan program.

4. Penggunaan Pembiayaaan Program dan Mekanise Pelaksanaan

Pembiayaan Program Pendidikan Gratis dipergunakan untuk :

a. Biaya operasional TK/RA senilai Rp.15.000,-/siswa/bulan

b. Biaya operasional SD/MI senilai Rp.5000,-/siswa/bulan sebagai tambahan

dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah);

c. Biaya operasional SMP/MTs senilai Rp.5000,-/siswa/bulan sebagai

tambahan dana BOS

d. Biaya operasional SMA/MA senilai Rp.40.000,-/siswa/bulan

e. Biaya operasional SMK senilai Rp.50.000,-/siswa/bulan

Untuk dapat menerima biaya program pendidikan gratis, maka setiap

sekolah menyampaikan Daftar Nama Peserta Belajar kepada Dinas Pendidikan

dengan tembusan kepada Kepala Kantor Cabang setempat paling lama akhir

bulan desember setiap tahun, nama-nama yang telah disampaikan sekolah

kemudian Dinas Pendidikan melakukan verifikasi dan pemutakhiran data peserta

belajar berdasarkan tingkat pendidikannya. Setelah melakukanverifikasi dan

diperoleh data, Dinas Pendidikan melakukan koordinasi dengan BPKAD guna

kelancaran proses administrasi keuangan. Dinas melakukan koordinasi dengan

pihak sekolah, terkait syarat-syarat pengajuan pencairan keuangan maupun

pertanggungjawabannya.

Page 48: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 48

Peserta belajar yang dapat menerima bantuan pendidikan dari program

adalah siswa yang terdaftar disekolahnya masing-masing dan atau telah

mempunyai sertifikat GSP (Gerakan Sejuta Pohon). Dan pada evaluasi

pelaksanaan program dikaitkan dengan GSP dilaksanakan oleh Dinas bersama

dengan Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan. Untuk

memperlancar kegiatan evaluasi, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga dapat

dibentuk Tim. Evaluasi terhadap seluruh pelaksanaan Program wajib dilakukan

oleh Dinas Pendidikan untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahan program

dan hasil evaluasi secara lengkap dilaporkan kepada Bupati.Sedangkan pihak-

pihak terkait lainnya diwajibkan untuk melakukan pemantauan terhadap

pelaskanaan program dan hasil pementauan tersebut disampaikan kepada

Bupati, Dinas, Tim dan lainnya.

B. Hasil Evaluasi Konsep dan Pelaksanaan Peraturan Bupati Nomor 11

Tahun 2006

1. Kedudukan Perbup Tidak Dapat Menjamin Kepastian dan

Keberlanjutan program Pendidikan Gratis

Bila menilik kembali latar belakang sejarah, lahirnya Perbup maka kita

tidak lepas dari dinamika dan konsteleasi politik yang berkembang ketika perbup

ini dilahirkan adalah pasca pilkada langsung 2005. Ketika itu, kondisi DPRD

terfragmentasi begitu kuat, relasi eksekutif dengan legislatif pada awal

kepemimpinan Bupati kurang berjalan harmonis, sebagian anggota DPRD KSB

periode 1999-2004 menolak rencana kebijakan program pendidikan gratis,

rancangan peraturan daerah yang disiapkan oleh Pemerintah Daerah pun

“terpental” karena sebagian besar anggota menilai kebijakan pendidikan gratis,

sulit untuk dapat dilaksanakan di KSB karena sebagai Kabupaten yang baru

terbentuk pada akhir tahun 2003, membutuhkan banyak anggaran untuk

melaksanakan berbagai agenda program dan kegiatan, khususnya terkait dengan

agenda pembangunan infrastuktur daerah yang membutuhkan proses yang cepat

disisilain ketersediaan dan kemampuan APBD daerah masih sangat rendah.

Sehingga dalam presfektif sebagian anggota DPRD menilai kebijakan pendidikan

Page 49: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 49

gratis, sulit untuk diterapkan dan bukan merupakan agenda prioritas

pembangunan daerah tahun 2006.

Oleh karena, tidak adanya dukungan politik yang cukup besar dikalangan

legislative saat itu, sementara disisilain sosialiasi dan “janji politik” bupati

kepada rakyat untuk menggratiskan biaya pendidikan mulai tingkat TK sampai

dengan SMA/sederajat, telah tersosialisasikan keseluruh pelosok desa dan telah

memeproleh dukungan yang luas dari masyarakat , khususnya masyarakat fakir

miskin Dengan adanya dukungan yang luas dan kuat dari masyarakat itulah, pada

akhirnya menjadi modal bagi pemerintah daerah untuk menginisiasi dan

memberanikan diri untuk menetapkan Perbup Program Pendidikan Gratis,

karena rancangan peraturan daerah tidak dapat diakomodir oleh DPRD.

Masalah dan Analisis Terkait Kedudukan Perbup

Secara konseptual, dalam hireraki perundang-undangan, kedudukan

Peraturan Bupati ini adalah berada pada tingkatan terendah karena itu dari

aspek hukum landasan dan kekuatan hukum untuk menjamin kepastian

keberlangsungan terhadap program pendidikan gratis yang berkelanjutan

masih belum efektif.

Ancaman terhadap keberlangsungan program pendidikan gratis masih cukup

potensial, karena landasan dan kekuatan hukum untuk menjamin

keberlangsungan program pendidikan gratis hanya di payungi oleh perbup.

Oleh karena hanya melalui perbup sementara hierarki perbup berada pada

tingkatan terendah, maka : (a) Potensi peluang untuk dapat dibatalkan

perbup masih terbuka lebar karena kedudukannya (perbup) yang paling

rendah dalam hierarkis perundang-undangan sehingga perbup sesuai asas

perundang-undangan, tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih

tinggi (b) tidak adanya jaminan kepastian dan keberlanjutan terhadap

penyelenggraan program pendidikan gratis yang berkualitas dimasa

mendatang, karena perbup hanya mencerminkan komitmen dan tanggung

jawab politik yang terbatas pada lingkup Bupati, bukan merupakan cermin

dari komitmen politik dan tanggung jawab bersama seluruh pihak,

khususnya DPRD. Ancaman terhadap terhentinya program pendidikan

gratis akan sangat terbuka lebar untuk dihilangkan atau dihapuskan ketika

pada akhir masa jabatan Bupati 2015, dan Kepala Daerah terpilih nantinya

tidak memiliki komitmen untuk melanjutkan program pendidikan gratis,

maka dapat dipastikan pula pada tahun 2015, program pendidikan gratis

Page 50: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 50

yang selama ini dilaksanakan dapat berakhir ditengah jalan. Dan tentu, hal

ini akan menjadi persoalan sosial baru bagi masyarakat KSB.

Arah Penyempurnaan

Bentuk produk hukum yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program

pendidikan gratis adalah dalam bentuk Peraturan Daerah bukan dalam

bentuk Peraturan Bupati sebagaimana yang berlangsung selama ini. Oleh

karena ; (1) kedudukan PERDA merupakan salah satu jenis Peraturan

Perundang-undangan dan merupakan bagian dari sistem hukum nasional

yang berdasarkan Pancasila. Dan pada saat ini mempunyai kedudukan yang

sangat strategis karena diberikan landasan konstitusional yang jelas

sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan “Pemerintahan Daerah

berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk

melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan”. Berdasarkan UU

No.10 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan serta hierarkhi perundang-undangan kedudukan Perda di atas

Peraturan Bupati.

Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 pasal 146 ayat (1) menjelaskan bahwa

Materi muatan Peraturan Kepala Daerah adalah materi untuk

melaksanakan Peraturan Daerah atau atas kuasa peraturan

perundang-undangan. Jadi beranjak dari ketentuan tersebut akan lebih

tepat, jika Program Pendidikan Gratis ditetapkan melalui Peraturan Daerah,

dan terhadap materi yang memerlukan peraturan lebih lanjt/aturan

pelaskaaan diatur dalam Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati.

Dengan ditetapkannya program pendidikan gratis melalui perda, maka

komitmen untuk melaksanakan program pendidikan gratis bukan hanya

semata dari Bupati melainkan pula DPRD—sehingga Bupati dan DPRD

sama-sama bertanggung jawab untuk memastikan keberlanjutan terhadap

program pendidikan gratis.

2. Dasar Hukum Yang Digunakan Tidak Relevan Lagi Dengan

Peraturan Perundang-Undang Yang Berlaku Saat ini.

Dalam peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006, dalam dasar hukumnya

(dasar mengingat), oleh perancang peraturan tidak memasukkan lembara

negara/daerah dan tambahan negara dari setiap peraturan yang

dicantumkannya. Padahal, persoalan ini bukanlah persoalan yang

Page 51: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 51

sederhana, melainkan sangat mendasar karena menyangkut keabsahan dan

keberlakuan suatu produk hukum.

Beberapa dasar hukum yang digunakan yang memeiliki keterterkaitan

langsung dengan materi pendidikan sangat terbatas untuk dimasukkan

kedalam dasar pertimbangan, justeru dasar hukum yang digunakan tidak

memiliki korelasi dengan substansi yang diatur. Disamping itu, jika merujuk

pada dasar hukum yang digunakan saat ini sebagai dasar dari pembentukan

Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006, maka sudah kurang relevan lagi

untuk digunakan karena berbagai perubahan kebijakan peraturan

perundang-undangan baru.

Oleh sebab itu, seiring dengan dinamika perkembangan dalam bidang

pendidikan dan perkembangan kebijakan peraturan perundang-undangan

yang lahir dan berlaku saat ini, maka kiranya perlu, dasar hukum

penyelenggaraan program pendidikan gratis disesuaikan dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Perubahan Peraturan Bupati menjadi Peraturan Daerah diarahkan pula pada

perubahan terhdap landasan hukum terkait program pendidikan gratis, dan

untuk itu pula perubahan peraturan ini akan merespons sejumlah peraturan

baru terkait dengan penyelenggaraan pendidikan gratis, diantaranya;

Peraturan Pemerintah 74 Tahun 2008 tentang Guru, Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang

Wajib Belajar; Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang

Pendanaan Pendidikan, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang

pelayanan Publik dan beberapa peraturan terkait lainnya.

3. Masih Minimnya Cakupan Materi Yang Diatur dan Ketidakjelasan

Materi Yang Diatur Dalam Peraturan Bupati

Secara umum konsep atau materi Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006

masih banyak terdapat kelemahan. Kelemahan tersebut adalah terkait

dengan cakupan materi dan ketidakjelasan materi yang diatur dalam

Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006. Secara rinci Peraturan Bupati

terdiri dari 7 Bab dengan jumlah pasal sebanyak 26 pasal yang mengatur

tentang ketentuan umum, tujuan dan sasaran, para pihak terkait dan tugas

fungsi, penggunaan pembiaayan program, mekanisme pelaksanaan,

pemantauan dan pengawasan, pendataan dan pelaporan. Dari hasil kajian

terhadap muatan materi peraturan bupati serta kalimat perundang-

Page 52: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 52

undangan yang digunakan dalam perumusan pasal demi pasal terdapat

beberapa kelemahan antara lain, sebagai berikut ini:

No

Pasal Subtansi yang diatur

Kelemahan

1 Pasal 3 Sasaran Penerima Program Pendidikan Gratis

a. Tidak mengatur syarat dan perlengkapan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penerima program pendidikan gratis

b. Tidak mengatur mekanisme dan format verifikasi serta petunjuk teknis atau pedoman bagi sekolah-sekolah untuk melakukan verifikasi

2 Pasal 4 dan pasal 5

Para Pihak Terkait dan Tugas Fungsi

a. Tidak ada petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis dari para pihak untuk melaksanakan tugas fungsinya, cakupan dan batasan lingkup tugas dan fungsi, hak dan kewajiban para pihak, sanksi dan sebagainya.

b. Uraian tugas yang dijabarkan dalam perbup lebih kepada uraian fungsi dari tupoksi masing-masing dinas/badan yang berlaku selama ini yang “tanpa” diatur dalam perbup pun memang melaksanakan fungsi tersebut.

c. Tentang Unit Pengaduan Masyarakat (UPM), tidak jelas kedudukannya dimana, personil, mekanisme dan tata kerja, hak dan kewajiban dan lain sebagainya, tidak diatur dalam perbup, dan hingga saat ini tidak ada petunjuk teknis maupun petunjuk pelaksana mengenai UPM

3 Pasal 19 Penggunaan Pembiayaan Progran

a. Perbup tidak mengatur prinsip-prinsip pengelolaan biaya pendidikan, mekanisme pengelolaan, hak dan kewajiban dalam pembiayaan dan sebagainya

b. tidak ada petunjuk teknis maupun petunjuk pelaksana terkait dengan pembiayaan program

Page 53: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 53

4 Pasal 20 s.d. pasal 24

Mekanisme pelaksanaan

a. perbup tidak mengatur secara jelas mekanisme pelaksanaan apasajakah yang perlu diatur dalam perbup

b. perbup hanya mengatur mengenai verifikasi peserta penerima program pendidikan dan tidak ada petujuk pelaksanaan lebih lanjut, seperti pemutakhiran data dan verifikasi, syarat-syarat pengajuan pencairan keuangan, pertanggungjawaban, dan lain sebagainya

c. ketidakjelasan tentang evaluasi pelaksanaan program pendidikan gratis yang dikaitkan dengan GSP dilaksankan oleh Dinas pendidikan dan Dinas Kehutanan, pertanian dan Ketahanan pangan

d. ketidakjelasan pengaturan mengenai pembentukan Tim

e. ketiadaan juklak dan juknis dari pelaksanaan, termasuk format pelaporan program

5 Pasal 25 s.d. pasal 26

Pemantauan dan Pengawasan

a. ketidakjelasan pihak-pihak terkait dalam melakukan pemantauan pelaksanaan program

b. tidak diatur secara jelas pemantauan apakah yang dilakukan oleh masih-masing pihak terkait, bagaimanakah mekanisme pemantauan yang dilakukan, format pemantauan dan sebagainya.

6 Pasal 27 Pendataan dan Pelaporan

a. tidak adan petunjuk teknis dan pelaksana mengenai pendataan dan pelaporan

b. tidak jelas diatur tentang pendataan dan pelaporan, misalnya siapa yang mendata, mengelola data, mendokumentasikan data, hak dan kewajiban, format pendataan, mekanisme pendataan dan sebagainya. Begitupun mengenai pelaporan pelaksanaan program, tidak ada standar pelaksanaan pelaporan program untuk masing-

Page 54: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 54

masing sekolah sebagai acuan bagi sekolah untuk menyusun laporan pelaksanaan program

4. Minimnya Petunjuk Pelaksana dan Petunjuk Teknis Sebagai

Aturan Pelaksanaan Perbup

Untuk dapat melaksanakan Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006,

maka sesungguhnya dibutuhkan berbagai aturan pelaksanaan, baik berupa

petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis. Jika merujuk pada judul Peraturan

Bupati yang ada saat ini (Perbup Nomor 11 tahun 2006) adalah berjudul

Pedoman Pelaksanaan Program Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat.

Jika merujuk pada judul Peraturan Bupati tersebut, maka seyogyanya karena

yang diatur adalah pedoman, maka dalam perbup tersebut dapat menjabarkan

secara rinci, terhadap para pihak yang diatur baik impelemnting agency atau

pelaksana dan para pihak pelaksana terkait lainnya harus jelas begitupun dengan

role occupation atau pihak-pihak yang dituju dari peraturan tersebut. Jika

melihat pada aspek susbstansi yang diatur dalam Peraturan Bupati dengan

materi dalam Peraturan Bupati nampak ketidaksesuaian, pedoman apa

sesungguhnya yang diatur dalam Perbup itu sendiri, apakah pedoman

perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengawasan, akuntabilitas dalam

program pendidikan gratis ? Begitupun sasaran yang dituju dari pedoman

tersebut masih terdapat bias. Pedoman untuk siapa? Karena seluruh pihak yang

dituju begitu luas dan cakupan mengenai tugas, fungsi, hak dan kewajiban

masing-masing pihak yang dituju dari aturan tersebut tidak jelas. Oleh sebab itu,

tidaklah mengherankan jika dalam pelaksanaanya, menimbulkan banyak

penafsiran dan kebingungan, bahkan aturan tersebut sesungguhnya tidak mampu

untuk mengjangkau apa yang diinginkan oleh Bupati.

Persoalan lainnya adalah jika Peraturan ini adalah bersifat Pedoman,

maka tentu ada peraturan diatasnya. Karena pada dasarnya pedoman ini adalah

untuk melaksanakan aturan/kebijakan diatasnya. Jadi agak aneh dan timpang,

peraturan mengenai pedoman ini muncul, namun yang dijadikan pedoman

masih simpang siur atau belum jelas, bahkan tidak ada aturan diatasnya. Oleh

karena Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 bersifat pedoman, maka menjadi

aneh pula jika kemudian pemerintah daerah mengeluarkan peraturan/keputusan

yang mengatur pedoman pelaksana dan pedoman teknis, karena dengan

demikian berari pedoman melahirkan pedoman, atau juklak diatas juklak.

Page 55: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 55

Dari hasil kajian, persoalan ini tidak lepas dari paradigma perancang

peraturan dalam memahami legislative drafting. Untuk dapat melaksanakan

Perbup Nomor 11 Tahun 2006 dengan efektif, maka setidaknya jika merujuk

pada materi yang ada dalam perbup, masih membutuhkan peraturan lebih lanjut

yang perlu dijabarkan dalam bentuk petunjuk pelaksana dan ataupun petunjuk

teknis, sehingga para pihak yang dituju baik impelemnting agency (badan

pelaksana) maupun role accupation (para pihak yang dituju dalam peraturan)

dapat melaksanakan sesuai dengan peraturan.

Beberapa masalah kurang efektifnya perbup, karena cakupan dan materi

yang diatur yang dimaksudkan sebagai pedoman program, tidak cukup

komprehensif dan sistematik. Dan jika merujuk pada perbup tersebut, maka

terdapat beberapa peraturan pelaksaan yang perlu diatur lebih lanjut, antara lain

adalah meliputi ;

a. juklak dan juknis tentang pendataan dan verifikasi penerima program

pendidikan gratis

b. petunjuk teknis pelaksanaan persyaratan dan kelengkapan persyaratan

penerima program pendidikan gratis

c. juklak dan juknis tentang pembentukan Tim dan Tata Kerja Tim

d. juklak dan juknis pelaporan program pendidikan gratis

e. juklak dan juknis tentang pemantauan dan pengawasan program

pendidikan gratis untuk para pihak terkait

f. juklak dan juknis pembentukan Unit Pengaduan Masyarakat dan Tata

Kerja Unit Pengaduan Masyarakat

g. Juklak dan juknis Pelaporan Program Pendidikan Gratis.

h. Juklak dan Juknis Tata Cara Pengelolaan Anggaran, prosedur dan

Mekanisme Pengelolaan Anggaran untuk masing-masing sekolah

i. Juklak dan juknis Pelaporan program dan ;

j. Juklak dan juknis mengenai para pihak dan fungsi masing-masing para

pihak dalam pelaksanaan program pendidikan gratis.

Selain lingkup materi peraturan yang belum cukup komprehensif untuk

mendukung pelaksanaan program pendidikan gratis berjalan efektif, dari aspek

teknis kalimat perundang-undangan yang dirumuskan dalam pasal-pasal juga

masih menimbulkan ketidakjelasan dan berpotensi terjadi multitafsir dan kondisi

ini telah menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan program.

Beranjak dari permasalahan diatas, maka arah perubahan

penyempurnaan Peraturan Bupati—Penyusunan Peraturan daerah yang dituju

adalah penyempurnaan terhadap judul dan materi peraturan, penyempurnaan

terhadap kalimat peraturan, penyempurnaan terhadap sistematika materi, dan

beberapa permasalahan lainnya agar lebih komprehensif dan sistematis.

Page 56: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 56

5. Minimnya Pemahaman Masyarakat Terhadap Program

Pendidikan Gratis

Pemahaman masyarakat terhadap program pendidikan gratis ternyata

masih sangat minim dan masih sangat beragam. Bahkan, sebagian besar

masyarakat tidak mengetahui materi apasajakah yang diatur dalam Perbup

Nomor 11 Tahun 2006. Pemahaman masyarakat terhadap program pendidikan

gratis selama ini dari mendengar, informasi dari para guru, teman, atau warga-

warga dikampung yang membicarakan tentang program pendidikan gratis.

lemahnya pemahaman masyarakat terhadap program pendidikan gratis ini,

karena memang sejak awal dalam proses penyusunan Peraturan tersebut

keterlibatan masyarakat sangat rendah, bahkan sama sekali tidak ada. Peraturan

Bupati disusun ‘sendiri” oleh bagian hukum, tanpa ada proses konsultasi publik.

Rendahnya keterlibatan masyarakat dalam proses ini, menurut pemda

karena saat itu situasi “genting” dalam arti membutuhkan langkah yang cepat,

karena adanya penolakan dari DPRD dan kondisi politik daerah yang kurang

kondusif, hubungan eksekuitif dan legislatif tidak berjalan harmonis, dan

hubungan antar warga masyarakat “masih” memanas karena pasca pilkada 2005,

masih tersisa berbagai persoalan, termasuk penolakan atas terpilihnya Bupati

saat itu. Sayangnya, pasca penetapan Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 dan

situasi daerah berlangsung kondusif, sosialiasi perbup secara langsung, baik dari

pemerintah daerah c.q. Bagian Hukum, maupun DPRD sangat minim. Hanya

kalangan tertentu saja dari masyarakat yang mendapatkan Perbup Nomor 11

tahun 2005. Bahkan, para tenaga pendidik di sekolah-sekolah banyak yang

mengetahui secara komprehensif perbup Nomor 11 tahun 2006. Bahkan,

membaca perbup tersebut, karena minimnya sosialiasi atas perbup itu. Distribusi

perbup kepada kelompok strategis masyarakat sangat terbatas.

Akibatnya, program pendidikan gratis yang dimaknai dan dipahami

masyarakat program pendirikan gratis adalah gratis biaya pendidikan

seluruhnya, tidak ada lagi uang untuk membayar SPP/BP3, maupun pungutan-

pungutan uang lainnya dari sekolah, karena sekolah sudah digratiskan. Dan oleh

karena pemahaman yang demikian, sulit bagi sekolah yang mengalami

kekurangan operasional untuk menarik dana dari masyarakat atau menarik dana

dari masyarakat untuk penambahan / pengembangan kegiatan yang ada

disekolah, misalnya untuk kegiatan ekstrakurikuler, biaya kursus/jam tambahan

mengajar diluar sekolah, dan sebagainya. Sementara disisilain, anggaran yang

disediakan dari program pendidikan gratis masih sangat terbatas dan pemerintah

daerah melarang kepada sekolah untuk menarik pungutan atau biaya-biaya

lainnya dari siswa/orang tua murid. Salah satu penyebab masalah diatas adalah

karena ; pertama, ketiadaan aturan yang jelas mengenai jenis-jenis pungutan

Page 57: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 57

yang dilarang dan dibolehkan oleh sekolah sehingga terjadi perbedaan presepsi

atau pemahaman antara masyarakat, pemda dan sekolah. kedua, adalah

keterbatasan anggaran operasional untuk sekolah disisilain tuntutan terhadap

peningkatan mutu pendidikan di masyarakat semakin meningkat.

Arah Perubahan

Untuk mengatasi beberapa kelemahan/kendala sebagaimana diatas,

maka perlu dilakukan ; pertama, pelibatan masyarakat dalam proses

pembentukan peraturan daerah (revisi perbup), sejak awal pemerintah daerah

c.q. bagian hukum dan DPRD perlu melibatkan dan melakukan sosialiasi secara

luas kepada seluruh stakeholders di daerah—rancangan peraturan daerah perlu

disitribusikan kepada masyarakat, khsusunya adalah sekolah (tenaga pendidik)

dan para orang tua/wali. Pemerintah juga harus memberikan kesempatan dan

bersikap terbuka untuk menerima saran dan masukan dari masyarakat terhadap

rancangan peraturan daerah yang akan dibahas dan ditetapkan. Kedua,

mengenai jumlah pembiayaan program pendidikan untuk membiayai operasional

sekolah mulai dari TK/RA s.d. SMA/MA/SMK perlu dilakukan penyesuaian dan

pengkajian secara mendalam dan dilakukan evaluasi secara terus menerus,

karena pembiayaan operasional sekolah sangat tergantung dengan dinamika

pasar, fluktuasi harga, dan faktor lainnya, pada setiap akhir tahun perlu

dilakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap biaya operasional sekolah.

Mengenai jumlah pembiayaan operasional ini dapat dicantumkan dalam

peraturan daerah dan atau dapat pula dicantumkan secara khusus dalam bentuk

surat keputusan penetapan biaya operasional sekolah/tahun.

6. Adanya Kekhawatiran Masyarakat Atas Kepastian dan

Keberlanjutan Program Pendidikan Gratis

Pada dasarnya program pendidikan gratis memang sangat dibutuhkan

masyarakat, terutama masyarakat miskin, dan hampir seluruh masyarakat

program pendidikan gratis perlu untuk dipertahankan dan dilanjutkan di masa

mendatang. Program pendidikan gratis dirasakan memiliki dampak dan manfaat

langsung dirasakan masyarakat. Karena dengan adanya program pendidikan

gratis selama ini sangat membantu mengurangi beban atau biaya pendidikan

yang selama ini ditanggung oleh orang tua/wali murid.

Saat ini dikalangan masyarakat mulai muncul kesangsian dan

kekhawatiran akan kepastian dan keberlanjutan program pendidikan gratis,

pasca berakhirnya masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2015.

Kekawatiran tersebut terkait dengan pertanyaan mendasar masyarakat, apakah

Page 58: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 58

nantinya apabila Bupati dan Wakil Bupati sekarang berakhir masa jabatannya,

akan berakhir pula program pendidikan gratis?

Kekhawatiran tersebut muncul dan masyarakat beranggapan bahwa

karena program pendidikan gratis yang berlangsung sekarang adalah karena

merupakan kebijakan Bupati—ditetapkan melalui Peraturan Bupati nomor 11

tahun 2006, dan Bupati sudah 2 kali terpilih, dan karena itu adalah tidak

mungkin Bupati sekarang akan kembali menjabat sebagai Bupati pada tahun

2015. Jika kemudian Bupati terpilih mendatang tidak lagi memiliki komitmen

dan politicall will untuk melaksanakan program pendidikan gratis, maka akan

berakhir pula program pendidikan gratis yang telah berlangsung saat ini.

Tumpuhan masyarakat akan kepastian dan keberlangsungan program

pendidikan gratis saat ini masih dan hanya tertuju pada sosok Bupati.

Masyarakat belum menaruh harapannya kepada lembaga lain, seperti DPRD

misalnya yang merupakan lembawa perawakilan masyarakat, karena politicall

will dan keberpihakan DPRD terhadap masyarakat, dinilai warga masyarakat

masih sangat minim. Belum ada kebijakan legislasi DPRD saat ini yang

menyentuh kepada kepentingan dan kebutuhan real masyarakat.

Arah perubahan

Scalling-up perbup untuk menjadi Perda adalah salah satu cara sekaligus

usaha untuk menjamin kepastian dan kebrelanjutan terhadap program

pendidikan gratis. Dorongan perlu pembentukan perda selain untuk

menyempurnakan beberapa kelamahan perbup adalah dimaksudkan untuk

mendoroong komitmen bersama seluruh stakeholders did aerah, khususnya

DPRD untuk tetap melanjutkan program pendidikan gratis. Scalling-up ini juga

sebagai upaya untuk “mengikat” DPRD agar sebagai lembaga perwakilan rakyat

turut bertanggungjawab untuk memperjuangkan aspirasi yang berkembang

dimasyarakat. Bertanggung jawab untuk mengalokasikan anggaran program

pendidikan gartis serta sebagai upaya untuk menaikkan derajat hierarkhi produk

hukum pengaturan program pendidikan gratis yang sebelumnya masih dalam

bentuk perbup menjadi peraturan daerah.

Arah perubahan yang penting pula yang perlu dipersiapkan saat ini adalah

membangun sistem pendidikan gratis yang efektif, komprehensig dan sistematis.

Sehingga, jika sistem program pendidikan gratis telah terbangun, maka

diharapkan melalui sistem yang terbangun ini mampu untuk menjaga/mengawal

Bupati dan Wakil Bupati maupun DPRD untuk mengikuti sistem tersebut. Untuk

itupula, maka segala aspek regulasi yang bersifat mengikat untuk kesempurnaan

produk hukum—program pendidikan gratis perlu dirumuskan dan ditetapkan

sejak sekarang. Dengan berbagai instrumen hukum yang mengikat itupula

Page 59: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 59

diharapkan akan muncul komitmen dan politicall will yang sama Bupati dan

Wakil bupati di masa mendatang yang terpilih dengan Bupati yang ada saat ini.

7. Pendidikan Gratis Telah Memberikan Akses, Namun Belum

Menjamin Pendidikan Yang Bermutu/Berkualitas

Sebagaian besar masyarakat mengakui bahwa dengan adanya program

pendidikan gratis yang berlangsung saat ini, akses masyarakat untuk dapat

mengikuti pendidikan dari seluruh jenjang dapat lebih terjangkau dan lebih

mudah untuk dicapainya. Pendidikan gratis juga telah mendorong motivasi orang

tua dan siswa untuk meraih cita-cita setinggi-tingginya, karena sudah tidak ada

lagi kendala untuk mengikuti proses pendidikan di KSB mulai dari TK sampai

Perguruan Tinggi. Ketercapaian tujuan program pendidikan gratis pada aspek

ketersediaan dan keterjangkauan sudah cukup berhasil, bahkan melebihi target

yang diharapkan oleh pemerintah daerah. Indikasi ketercapain ini tercermin dari

Angka Partisipasi Murni dan angka Partisipasi Kasar yang terus mengalami

perbaikan, disamping meningkatnya posisi Indeks Pembangunan Masyarakat

(IPM) KSB yang sebelumnya berada pada posisi ke 7 dari 10 kabupaten/Kota di

NTB naik menjadi peringkat ke 3.

Seiring dengan itu, tujuan program pendidikan gratis diharapkan dimasa

mendatang, tidak lagi sebatas pada aspek, melainkan sudah harus merambah

pada peningkatan mutu/kualitas pendidikan. Tuntutan terhadap peningkatan

mutu/kualitas karena masyarakat menilai pendidikan yang ada saat ini masih

tertinggal dengan Kabupaten/Kota lainnya di Indonesia, bahkan masih tertinggal

jauh dengan Kota Mataram. Sehingga, masih banyak pula warga KSB, yang

meninggalkan KSB untuk ke Kota Mataram atau Kota/Kabupaten lainnya di

Pulau Jawa—dengan tujuan dan alasan hanya mengejar mutu pendidikan, karena

mutu pendidikan yang berada di daerah tersebut relatif lebih baik dibandingkan

dengan mutu/kualitas pendidikan yang ada di KSB.

Dikalangan masyarakat bawah (miskin) persoalan mutu pendidikan

memang tidak menjadi sorotan dan kritikan yang tajam namun demikian, bukan

berartipula masyarakat miskin tidak berhak untuk memperoleh pendidikan yang

berkualitas. Sesungguhnya, dalam benak merka menginginkan pula pendidikan

yang bermutu. Bagi masyarakat miskin, cakupan program pendidikan gratis

dimasa mendatang, bukan hanya terbatas diberikan untuk biaya operasional

sekolah atau “pembebasan biaya” SPP, cakupan pendanaan program pendidikan

gratis harus pula dapat menjangkau biaya penunjang siswa antara lain seperti ;

biaya baju, buku, sepatu, transportasi dan sebagainya, karena biaya operasional

inilah yang dirasakan masih sangat sulit dan memebankan mereka.

Page 60: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 60

Terkait dengan hal tersebut, dalam pandangan dan tuntutan masyarakat

miskin terhadap program pendidikan gratis dimasa mendatang, dibutuhkan

adanya reformulasi ulang terhadap sasaran kebijakan pemberian dana program

pendidikan gratis. formulasi kebijakan baru program pendidikan gratis haruslah

dapat mengutamakan terlebih dahulu kebutuhan dan kepentingan kepada

masyarakat miskin. Dan dalam konteks itu, maka perlu dilakukan peninjauan

pemberian dana pendidikan terhadap siswa yang mampu/mapan, perlu ada

perhitungan khusus dan proporsi khusus anggaran pendidikan gratis antara

warga miskin dengan warga yang mampu, dalam arti tidak lagi diperlakukan

secara seragam.

Arah perubahan

Salah satu kelemahan dari Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 adalah

tidak diaturnya mengenai standar pendidikan gratis. Persoalan lainnya adalah

rendahnya kapasitas dan profesionalisme guru, masih terbatasanya sarana dan

prasarana sekolah, dan faktor-faktor lainnya yang menyebabkan mutu

pendidikan rendah. Perubahan revisi perbup diarahkan pada upaya perbaikan

terhadap standar pendidikan dan dalam pemberian pelayanan mengacu pada

UU.No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sedangkan terkait dengan

jumlah dan alokasi pemberian dana pendidikan yang tidak seragam perlu

dilakukan kajian dan diatur secara khusus dalam surat keputusan atau ketetapan

tentang besarnya proporsi anggaran bagi setiap peserta/siswa.

8. Pemberian Dana Program Pendidikan Gratis ke Sekolah Sudah

Tepat, Namun Perlu Di bangun Transparansi dan Akuntabilitas

Sekolah

Selama ini dana program pendidikan gratis untuk siswa, tidak diberikan

langsung kepada siswa melainkan kepada sekolah. Sejumlah kalangan menilai

bahwa pemberian dana ke sekolah potensial terjadi penyimpangan, karena

selama ini tidak ada keterbukaan informasi dan pertanggungjawaban publik

terhadap pengelolaan dana program pendidikan gratis. Disamping itu, juga

berpotensi terjadi manipulasi terhadap jumlah data siswa. Terkait dengan itu,

ada sebagian kecil kalangan masyarakat yang menginginkan agar pemberian

dana pendidikan gratis diberikan secara langsung berupa uang tunai kepada para

penerima (siswa), dengan alasan dana tersebut adalah merupakan hak penerima

program, karena itu siswa atau orang tua siswalah yang memiliki otoritas

langsung untuk mengelolanya, bukan sekolah.

Keinginan sebagian kalangan ini, justeru banyak yang ditolak oleh

masyarakat, khususnya dari para tenaga pendidik. Mekanisme pemberian dan

pengelolaan dana langsung kepada masing-masing sekolah sudah tepat, karena

Page 61: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 61

dengan langsung sekoolah yang menerima dapat memberikan jaminan, dana

pendidikan gratis yang diberikan oleh pemerintah daerah sesuai peruntukkanya ;

membebaskan biaya operasinal siswa. Karena justeru, jika diberikan langsung

dalam bentuk uang tunai kepada masing-masing siswa/orang tua siswa/wali

dapat digunakan siswa/orang tua siswa/wali untuk keperluan belanja yang

lainnya sehingga siswa pada akhirnya terkendala untuk mambayar uang sekolah.

Dari aspek pemberian dana pendidikan gratis kepada sekolah-sekolah

sudah cukup tepat. Persoalannya sekarang adalah bagaimana pemerintah daerah,

masyarakat dan DPRD dapat mendorong adanya transparansi dan akuntabilitas

dari masing-masing sekolah penerima program pendidikan gratis, agar dana

program pendidikan gratis dapat diakses publik dan dipertanggungjawabkan

serta tidak disalahgunakan. Khususnya, terhadap sekolah swasta, karena

pertanggungjawaban sekolah swasta tergolong rendah dan pada sekolah swasta

tidak ada larangan khusus dari pemerintah daerah untuk menarik dana-dana dari

siswa atau orang tua siswa, sehingga dapat terjadi doubel acount anggaran.

Disatu sisi sekolah tersebut menerima program dana pendidikan gratis, juga

mereka menerima dana-dana dari siswa atau orang tua murid melalui kebijakan

di yayasan tersebut.

Arah Perubahan

Transparansi pengelolaan anggaran pendidikan di masing-masing

sekolah harus dibangun di masing-masing sekolah, mulai dari perencanaan,

pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan atas program. Sekolah harus membuka

akses dan menyampaikan secara terbuka terhadap para pemangku kepentingan

yang ad di sekolah, seperti Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, orang tua

siswa/wali, dan kepada siswa. Kegiatan yang dilakukan misalnya dengan

memasang papan informasi mengenai dana program pendidikan gratis,

mengundang para orang tua/wali untuk mensosialisasikan anggaran yang

diterima sekolah dari program pendidikan gratis, mempublikasikan secara

terbuka laporan penggunaan anggaran pendidikan gratis dan lain sebagainya.

Pertanggungjawaban pengelolaan anggaran pendidikan gratis, tidak lagi sebatas

penyampaian pelaporan sekolah kepada Dinas, melainkan pertanggungjawaban

harus pula disampaikan kepada Komite Sekolah, Dewan Pendidikan dan para

orang tua/wali siswa.

Page 62: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 62

9. Menurunnya Partisipasi dan Tanggung Jawab Orang Tua/Wali

dan Siswa

Salah satu masalah yang muncul sejak diberlakukannya program

pendidikan gratis adalah adanya kecendrungan menurunnya partisipasi dan

tanggungjawab orang tua/wali siswa dalam memotivasi, mengawasi dan

membina anaknya (siswa), bahkan sebagian orang tua, semakin kurang peduli

terhadap perkembangan dan kemajuan siswa. Mereka merasa oleh karena

sekolah sudah gratis, maka berarti tanggungjawab orang tua terhadap

pembiayaan sekolah sudah menjadi tanggung jawab pemerintah, karena sudah

menjadi tanggungjawab pemerintah, maka kewajiban orang tua sudah tidak ada

lagi, dan karena itu pula, jika ada anak siswa yang tidak naik kelas atau malas

belajar tidak ada implikasinya terhadap orang tua/wali, karena orang tua tidak

dirugikan, toh meskipun tidak naik kelas atau malas belajar dana pendidikan

gratis tetap berjalan dan siswa tetap menerima program pendidikan gratis.

Dampak dari minimnya partisipasi dan tanggungjawab orang tua

terhadap siswa berpengaruh terhadap beban tugas dan fungsi para tenaga

pendidik yang semakin meningkat, para tenaga pendidik, pada akhirnya harus

membuat sejumlah kebijakan yang lebih kreatif dan ketat dalam pengawasan dan

pembinaan siswa agar para siswa yang ada di masing-masing sekolah tetap

menjalankan proses pembelajaran di sekolah dengan baik. Disamping , motivasi

dan tanggungjawab dari para siswa itu sendiri yang juga cenderung menurun.

Ada beberapa faktor munculnya masalah di atas ; pertama, karena

kurangnya pemahaman orang tua dan siswa terhadap tujuan program

pendidikan gratis, bahkan siswa rata-rata belum tahu dan pernah membaca

Perbup Nomor 11 Tahun 2006 (khususnya siswa SMP dan SMA). Sehingga

sebagian siswa salah mensalahtafsirkan semangat dan tujuan dari program

pendidikan gratis. Sehingga program pendidikan gratis, dimaknai sebagai

hilangnya beban dan tanggungjawab mereka sebagai siswa kepada orang tua,

guru dan sekolah—mereka merasa tidak perlu lagi untuk terus belajar dan

meningkatkan prestasinya. Karena toh, jikalaupun pada akhirnya mereka gagal,

orang tua mereka tidak dirugikan karena tidak ada biaya yang dikeluarkan, segala

tanggungjawab kembali kepada sekolah dan pemerintah daerah.

Arah Perubahan

Salah satu penyebab masalah di atas adalah karena di dalam Perbup

Nomor 11 Tahun 2006 tidak mengatur pembatasan waktu dan jumlah biaya yang

Page 63: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 63

dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk membiaya siswa di masing-masing

jenjang, misalnya ; terkait dengan jenjang pendidikan di SMP adalah 3 tahun.

Disamping itu adalah tidak adanya sanksi kepada siswa atau orang tua, misalnya

sanksi berupa “pemutusan” dana bantuan pendidikan gratis apanila siswa/anak

tersebut tidak naik kelas atau malas atau melanggar peraturan tata tertib yang

ada di sekolah. Ketiadaan mekanisme tersebut menjadi salah satu pemicu

minimnya tingkat partisipasi dan tanggung jawab orang tua/wali murid untuk

mendukung upaya pencapaian program pendidikan gratis, termasuk peningkatan

mutu/kualitas pendidikan.

Oleh sebab itu, maka dalam revisi Perbup saat ini perlu dirumuskan

adanya ketentuan pembatasan waktu dan jumlah pembiayaan pada setiap jenjang

pendidikan serta sanksi terhadap siswa. Pembatsan waktu disesuaikan dengan

masa jenjang pendidikan yang harus ditempuh, jika pendidikan SMP atau SMA,

normalnya ditempuh selama 3 tahun, maka selama hanya 3 tahun itulah

kewajiban pembiayaan pendidikan yang ditanggung pemerintah daerah dalam

program pendidikan gratis. Sedangkan terkait dengan sanksi adalah berupa

pemutusan atau pencabutan pemberian dana program pendidikan gratis,

misalnya apabila masa poendidikan SMA adalah 3 tahun, kemudian ternyata

ditempuh oleh siswa bersangkutan selama 5 tahun, maka 2 tahun kelebih masa

waktu tersebut pembiayaannya menjadi tanggung jawab orang tua/wali siswa

bersangkutan.

Kedua pemerintah daerah melalui sekolah-sekolah perlu meningkatkan

sosialiasi terhadap program pendidikan gratis. Sosialiasi tersebut, bukan hanya

ditujukan kepada Komite Sekolah atau Orang Tua/Wali siswa, melainkan pula

harus ditujukan langsung kepada para siswa penerima program pendidikan

gratis khususnya kepada siswa SMP/Tsanawiyah dan SMA/SMK/Aliyah agar

para siswa dapat memahami secara komprehensif terhadap program pendidikan

gratis, dan mereka dapat berpartiispasi dan bertanggungjawab pula terhadap

keberhasilan pelaksanaan program pendidikan gratis, karena keberhasilan

program pendidikan gratis tergantung pula dari tingkat partisipasi siswa

terhadap program.

10. Masih Terbatasnya Sarana dan Prasana Pendukung Sekolah

Untuk Melahirkan Pendidikan Gratis Yang bermutu

Persoalan keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan untuk dapat

menunjang pendidikan gratis yang berkualitas dirasakan masih menjadi kendala

yang dihadapai oleh sebagaian besar sekolah dari seluruh jenjang satuan

pendidikan, mulai dari TK s.d. SMA/sederajat. Karena program pendidikan gratis

yang diberikan oleh Pemerintah daerah terbatas pada subsidi untuk biaya

Page 64: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 64

operasional pendidikan di masing-masing sekolah. Dukungan tersebut dirasakan

sekolah belum cukup untuk dapat pendidikan yang berkualitas. Beberapa

permasalahan yang banyak ditemukan di masing-masing sekolah adalah terkait

dengan sarana dan prasana alat peraga, alat bermain, laboratorium,

perpustakaan, komputer dan sarana pendukung lainnya.

Bahkan, sekolah yang sedang menuju pada sekolah standar nasional,

seperti SMAN I Taliwang dan SMPN I Taliwang, sarana dan prasarana disekolah

tersebut belum memenuhi standar yang dipersyaratkan sebagai standar sekolah

nasional. Sarana dan prasarana yang dirasakan belum belum cukup mendukung

dan memadai antara lain seperti fasilitas komputer yang masih terbatas

begitupun dengan fasilitas laboratorium IPA dan IPS yang belum memenuhi

standar sekolah nasional.

Arah perubahan

Peningkatan sarana dan prasarana merupakan masalah klasik yang masih

menjadi kendala dalam upaya peningkatan mutu/kualitas pendidikan. Dalam

rangka peningkatan mutu, selain memberikan dana program operasional sekolah

melalui program pendidikan gratis, pemerintah daerah perlu mengalokasikan

secara khusus dana peningkatan sarana dan prasarana sekolah dan mendukung

sekolah-sekolah yang sedang menuju pada standar pendidikan nasional. Sekolah

standar nasional dibutuhkan sebagai percontohan sekolah di KSB—mendorong

sekolah-sekolah untuk menuju pada sekolah standar nasional dan pada akhirnya

sekolah standar internasional.

11. Perencanaan dan Pembiayaan Program bersifat Top Down

Menghambat Kreatifitas Pengembangan Sekolah

Penyusunan program dan kegiatan sekolah sangat tergantung dari pagu

yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan. Sekolah

harus menyesuaikan dengan anggaran yang ditetapkan dan program maupun

kegiatan sekolah pada akhirnya menyesuaikan dengan anggaran yang telah

dialokasikan oleh masing-masing sekolah. Perencanaan kegiatan/program

sekolah pada akhirnya banyak yang terhambat atau tidak dapat dilaksanakan

oleh masing-masing sekolah secara efektif, karena secara prinsipil perencanaan

program dan kegiatan masing-masing sekolah tidak berdasarkan pada

kebutuhan, potensi, dan karakteristik yang dimiliki masing-masing sekolah. Pada

dasarnya banyak sekolah yang telah memiliki rencana strategis, visi dan misi

Page 65: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 65

serta agenda-agenda program yang harus dilaksanakan oleh sekolah, namun

menjadi terhambat pengembangnnya karena alokasi anggaran yang diberikan

terbatas, item jenis kegiatan yang dapat dibiayai oleh pemerintah sudha

ditetapkan.

Aspek perencanaan program dan anggaran pendidikan di masing-masing

sekolah oleh sebagian besar tenaga pendidik di masing-masing sekolah menilai

penyusunan program dan anggaran pendidikan gratis yang berlangsung selama

ini lebih bersifat top down, anggaran pendidikan untuk masing-masing sekolah

telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan, dan sekolah hanya menyesuaikan

dengan kebijakan dari atas. Oleh sebab itu, sangat sulit bagi sekolah untuk dapat

mengembangkan program pengembangan disekolahnya, terlebih lagi untuk

program peningkatan mutu atau kualitas pendidikan di masing-masing sekolah.

Karena jenis program dan kegiatan dimasing-masing sekolah yang harus

disesaikan dengan rincian atau item anggaran yang telah ditetapkan oleh Dinas

Pendidikan.

Arah perubahan

Perencanaan strategis atau renstra masing-masing sekolah perlu untuk

dikembangkan di masing-masing sekolah. Renstra menjadi kerangka acuan bagi

sekolah dan Dinas Pendidikan untuk menyusun program dan kegiatan tahunan.

Pola pendekatan penyusunan anggaran untuk program pendidikan gratis perlu

disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing sekolah. Pemerintah daerah

(Dinas Pendidikan) perlu untuk melibatkan sekolah-sekolah dalam proses

penyusunan anggaran, termasuk melibatkan Dewan Pendidikan Daerah. Kajian

dan evaluasi terhadap kebutuhan masing-masing sekolah harus terus dilakukan

untuk memastikan tingkat perkembangan dan kemajuan masing-masing sekolah.

Disamping itu, sebelum menetapkan dan memberikan alokasi anggaran kepada

masing-masing sekolah Dinas Pendidikan perlu melakukan verifikasi terhadap

usulan program dan kegiatan yang diajukan oleh masing-masing sekolah.

Kebijakan alokasi anggaran untuk operasional sekolah melalui program

pendidikan gratis dapat diberlakukan secara seragam, namun untuk

pengembangan masing-masing sekolah, pemerintah daerah perlu

mempersiapkan dana khusus yang dialokasikan untuk pengembangan sekolah—

berdasarkan rencana strategis yang dimiliki oleh masing-masing sekolah.

Sehingga proporsi anggaran untuk operasional masing-masing sekolah tidak

ditentukan semata atas dasar indikator/variabel jumlah siswa yang terdaftar di

masing-masing sekolah, melainkan pula didasarkan atas basis kinerja—yang

tertuang dalam rencana strategis masing-masing sekolah, sehingga dengan

kebijakan model ini diharapkan sekolah juga menjadi kreatif dalam

mengembangkan sekolahnya. Tidak tergantung dari kebijakan dan anggaran

yang dialokasikan oleh Pemerintah Daerah.

Page 66: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 66

12. Sasaran Penerima Program Pendidikan Gratis Untuk Semua

Sekolah Memicu Pelaku Usaha Pendidikan Untuk Mendirikan

Sekolah-Sekolah Baru.

Kebijakan pemberian dana program pendidikan gratis yang berlaku saat

ini adalah diberikan kepada seluruh siswa TK s.d. SMA dan sederajat, baik

swasta maupun sekolah negeri dan berlakupula pada seluruh siswa, baik yang

miskin maupun siswa kaya. Tidak ada pembedaan, seluruh warga KSB memiliki

hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan gratis.

Dalam implementasinya pendekatan sasaran pemberian dana dengan

cara seperti ini telah melahirkan persoalan antara lain adalah ; pertama, adanya

kecendrungan munculnya sekolah-sekolah swasta baru, mulai dari tingkat PAUD

hingga tingkat SMA sederajat, kemunculan sekolah-sekolah baru ini banyak yang

motivasinya lebih kepada kepentingan usaha ‘bisnis pendidikan”. Bagi sejumlah

pelaku usaha, dengan adanya program pendidikan gratis yang berlaku secara

menyeluruh dipandang sebagai sebuah peluang atau bisnis baru yang relatif

cukup menguntungkan. Situasi ini, kemudian dimanfaatkan dengan cara

mendirikan sekolah, karena dengan sekolah baru itu, maka sekolah tersebut

dapat menerima siswa, dan dengan menerima siswa itu maka akan memperoleh

dana program pendidikan gratis. Fenomena kecendrungan ini dapat menjadi

masukan atau isyarat penting bagi pemerintah daerah dalam rangka

mengantisipasi terjadinya “ledakan atau lonjakan” jumlah dan jenis sekolah baru

di Kabupaten Sumbawa Barat, karena memiliki konsekuensi terhadap anggaran

daerah, berpotensi anggaran pendidikan akan semakin meningkat dan semakin

banyak “tersedot” untuk mensubsidi sekolah-sekolah tersebut.

Arah perubahan

Munculnya sekolah-sekolah baru disatu sisi cukup membantu

pemerintah daerah dalam meningkatkan ketersediaan (akses) pendidikan bagi

masyarakat, namun disilain juga menjadi beban baru bagi pemeirntah daerah

karena pemerintah daerah harus pula mengalokasikan anggaran untuk sekolah

tersebut. Pemerintah daerah juga tidak bisa atau boleh melarang orang atau

Badan Hukum yang mendirikan sekolah karena bagian dari partisipasi

masyarakat terhadap pendidikan. Dilema ini menjadi tantangan tersedniri yang

dihadapi pemerintah daerah dalam program pendidikan gratis.

Munculnya sekolah baru yang kemudian memperoleh dana program

pendidikan gratis salah satu penyebabnya adalah ketiadaan aturan yang jelas

dalam peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 mengenai kualifikasi dan

persyaratan sekolah penrima program pendidikan gratis. Disamping minimnya

Page 67: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 67

verifikasi dan pengawasan. Kehadiran sekolah baru juga banyak menimbulkan

masalah baru dalam masyarakat, karena banyak sekolah baru yang tidak

dilengkapi dengan kelengkapan dokumen perizinan yang memadai. Bahkan,

terdapat sejumlah sekolah yang belum memiliki legal standing yang jelas, namun

pemerintah telah memberikan dana untuk sekolah tersebut. Kondisi inipula yang

menyebabkan dari hasil pemeriksaan BPK menemukan sejumlah temuan-temuan

yang dinilai ebagai kesalahan.

Untuk itu, maka pemerintah daerah perlu untuk melakukan perbaikan

terhadap aturan main yang dijalankan dalam program pendidikan gratis dan

perlu melakukan ; pertama, evaluasi terhadap keberadaan dan kinerja sekolah-

sekolah baru diseluruh tingkatan mulai dari PAUD hingga SMA sederajat

khususnya terhadap sekolah swasta untuk dapat memastikan apakah sekolah

yang didirikan tersebut telah memenuhi persyaratan dan kelayakan untuk

menyelenggarakan pendidikan, baik sarana dan prasarana, tenaga pendidik,

legalitas sekolah dan sebagainya.

Kedua, pemerintah daerah perlu untuk menyusun kriteria dan persyaratan,

mekanisme tata kelola dana pendidikan gratis, hak maupun kewajiban,

akuntabilitas penggunaan dana dan lain sebagainya kepada masing-masing

sekolah yang akan menerima dana pendidikan gratis, kualifiasi sekolah yang

layak dan tidak layak untuk menerima dana pendidikan gratis perlu pula

dirumuskan oleh pemerintah daerah khususnya terhadap sekolah swasta,

sehingga tidak semua sekolah swasta, khususnya yang tidak layak untuk

menerima dana pendidikan gratis untuk menerima anggaran dari APBD daerah.

Oleh sebab itu maka, arah perubahan yang dituju dari adanya Revisi Peraturan

Bupati Nomor 11 Tahun 2006 adalah diarahkan pada upaya untuk mengatasi

beberapa permasalahan diatas.

13. Terjadi Disparitas Antara Sekolah Maju (Pavorit) Dengan Sekolah

Pinggiran (Tertinggal)

Disparitas antara sekolah maju dengan sekolah pinggiran sesungguhnya

terjadi bukan hanya pada masa sekarang atau sejak program pendidikan gratis

diberlakukan. Sebelumnya, diparitas antar sekolah antara sekolah pavorit dengan

sekolah pinggiran pun telah terjadi. Namun, kondisi disparitas antara sekolah

maju dengan sekolah pinggiran semakin cenderung meningkat sejak

diberlakukannya program pendidikan gratis. Salah satu penyebab pemicu

terjadinya kesenjangan yang semakin jauh ini dikarenakan kebijakan program

pemberian dana pendidikan gratis menjadikan indikator atau variabel jumlah

siswa yangterdaftar disekolah menjadi salah satu variabel yang menentukan

besarnya jumlah anggaran operasional untuk masing-masing sekolah.

Page 68: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 68

Kebijakan ini ternyata memiliki konsekuensi sekolah pavorit (maju)

semakin maju karena memiliki jumlah murid dan kelas yang semakin meningkat

dan anggaran yang semakin besar. Sebaliknya, sekolah yang tertinggal, terlebih

lagi sekolah baru berdiri yang notabennya bukan sekolah pavorit cenderung

akan menerima jumlah siswa/murid dan kelas yang semakin minim sehingga

anggaran program pendidikan gratis yang diterima oleh sekolah itupun semakin

terbatas. Oleh karena, anggaran operasional yang dimiliki sekolah tertinggal

sangat terbatas, maka sulit bagi sekolah tersebut untuk dapat mengembangkan

dan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, hanya sekolah baru tertentu

saja yang berhasil dari ‘kemelut krisis” ini yang berhasil keluar dari masalah dan

berhasil mejadi sekolah pavorit, itupun sangat terbtas jumlahnya. Minimnya

anggaran yang diterima oleh sekolah tertinggal jika terus menerus berlangsung

sepanjang tahun, maka dapat dipastikan sekolah tersebut akan mengalami

“kebangkrutan” karena ketiadaan peserta didik dan anggaran operasional

sekolah.

Arah perubahan

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pemerintah daerah perlu untuk

melakukan perubahan. Perubahan tersebut diarahkan pada bagaimana

pemerintah daerah dapat lebih memperhatikan sekolah tertinggal dan

memberikan kebijakan dan anggaran khusus bagi sekolah tertinggal. Pemerintah

juga harus melakukan evaluasi terhadap sistem proporsi anggaran pada masing-

masing sekolah, variabel jumlah murid perlu dipertimbangkan kembali

penggunaannya terhadap sekolah tertinggal. Harus ada variabel tertentu yang

digunakan oleh pemerintah, seperti misalnya variabel sekolah tertinggal sebagai

penilaian dan pertimbangan khusus yang dijadikan dasar untuk menentukan

besarnya biaya tambahan operasional bagi sekolah tertinggal. Karena secara

prinsipil, dalam penyelenggaraan pendidikan biaya operasional yang harus

dikeluarkan sekolah relatif sama antar sekolah tertinggal dengan sekolah maju.

Misalnya, alat tulis mengajar yang dibutuhkan untuk melaksanakn pendidikan di

sekolah.

Arah perubahan kebijakan pendidikan yang dibutuhkan dimasa

mendatang adalah bagaimana kebijakan program pendidikan gratis mampu

mengurangi terjadinya disparitas antar sekolah. Sekolah negeri atau milik

pemerintah khususnya, dapat berkembang maju secara bersama-sama dan dapat

meningkatkan mutu dan kualitasnya, serta distribusi siswa yang merata di

masing-masing sekolah, sehingga tidak terjadi penumpukan murid dan guru

pada sekolah tertentu. program bantuan atau stimulus bagi sekolah tertinggal

perlu untuk ditingkatkan dimasa mendatang. Oleh sebab itu, arah revisi

Page 69: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 69

kebijakan yang ditempuh didorong pada upaya untuk mengtasi problem

disparitas antar sekolah.

14. Pencairan APBD dengan Kalender Pendidikan Belum Sinkron dan

Sinergis.

Persoalan mendasar dan merupakan persoalan yang cukup krusial dari

penyelenggaraan program pendidikan gratis adalah ketiadaan singkroninasi

APBD dengan kalender pendidikan. Dua kebijakan ini, mekanisme APBD dan

Kalender Pendidikan adalah merupakan kebijakan ditingkat pusat, yang sulit

bagi daerah untuk menerobosnya. Sejak program pendidikan gratis diberlakukan

keluhan sekaligus masalah yang banyak menjadi sorotan dari Kepala Sekolah dan

Para Guru adalah terkait dengan waktu pencairan/pengeluaran anggaran

program karena antara waktu pengeluaran anggaran dengan kalender pendidikan

yang berbeda. Hampir seluruh sekolah, baik PAUD, TK, SMP, maupun

SMA/sederajat mengalami kendala untuk menyesuaikan kebutuahan anggaran

sekolah dengan waktu pencairan anggaran.

Sebagaimana dimafhum dalam mekanisme penyusunan dan pembahasan

APBD KSB selama ini baru dapat ditetapkan pada bulan febuari s.d. april.

Sementara itu, dalam kalender pendidikan, pada bulan januari s.d. bulan april

sekolah sedang menhadapi persiapan ujian nasional mapun ujian sekolah.

Aktifitas kegiatan sekolah pada bulan ini (januari s.d. april) begitu tinggi, dan

seiring dengan itupula sekolah membutuhkan anggaran yang memadai.

Sementara itu, pada masa ini APBD umumnya masih dalam tahap pembahasan.

APBD baru dapat dicairkan untuk program pendidikan gratis pada bulan mei

bahkan bulan juni. Akibatnya, waktu pencairan anggaran tidak sesuai dengan

waktu dan kebutuhan masing-masing sekolah.

Persoalan lainnya yang menjadi masalah adalah masa tenggang waktu

ketika proses APBD dibahas antar DPRD dengan Pemerintah Daerah, sekolah

harus “menunggu”, dan pada masa menunggu penetapan dan pencairan APBD

inilah sebagian besar sekolah mengalami kendala dalam melaksanakan berbagai

kegiatan, karena ketiadaan dana operasional. Padahal, disisilain sekolah dituntut

untuk terus melakukan proses belajar-mengajar, tanpa terganggu dengan

pembahasan APBD. Untuk menjaga agar proses belajar-mengajar tetap berjalan

efektif, sejumlah Kepala Sekolah, akhirnya terpaksa untuk mengisi “kekosongan”

biaya operasional sekolah, mencari pinjaman atau “berhutang” kepada pihak

tertentu. Keresahan dialami pula oleh para guru khususnya para guru yang

berstatus sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) maupun Guru Kontrak Daerah (GKD)

pada masa tenggang waktu ini, mereka harus “berpuasa” karena tidak ada gaji

atau honor untuk mereka. Padahal, mereka harus tetap menjalankan aktifitas dan

Page 70: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 70

tugasnya mengajar, bagi guru GTT dan GKD yang jaraknya jauh dari sekolah

mereka harus mengeluarkan biaya transportasi setiap hari, dan lebih parahnya

lagi adalah GTT dan GKD yang statusnya tidak memiliki rumah atau mengontrak,

mereka selain harus mengeluarkan biaya transportasi juga harus mengeluarkan

uang bulanan kos-kosan. Situasi ini cukup memprihatinkan dan tentu dapat

berdampak pada proses pembelajaran di sekolah.

Arah perubahan

Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka perlu dirumuskan

formulasi kebijakan agar dana program pendidikan gratis dengan kalender

pendidikan berjalan sinergis. Namun, oleh karena kedua kebijakan ini adalah

merupakan kebijakan yang berlaku secara umum di tingkat pusat dan telah

ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, sulit bagi Pemerintah Daerah untuk dapat

merubahnya. Untuk itu, maka harus ada kebijaksaan atau sebuah terobosan

inovatif baru dari daerah. Terobosan inovatif tersebut, misalnya adalah dengan

cara membuat kebijakan semacam “dana cadangan” atau “DANA ABADI

SEKOLAH” untuk masing-masing sekolah agar pada masa tenggang waktu

pembahasan APBD, proses belajar mengajar atau operasional sekolah tidak

terganggu.

Dana Abadi Sekolah adalah Dana yang diberikan oleh Pemerintah untuk

masing-masing sekolah. Dana Abadi Sekolah ini semacam deposito yang dimiliki

oleh masing-masing sekolah. Jumlahnya bervariasi sesuai dengan kebutuhan

operasional masing-masing jenjang sekolah. Misalnya untuk sekolah SMA adalah

Rp.50.000.000,- (lima puluh juta)/tahun. Dana ini diperuntukkan sebagai dana

“cadangan” digunakan pada saat APBD belum dicairkan kepada masing-masing

sekolah, setelah APBD ditetapkan dan diberikan kepada masing-masing sekolah,

maka dana yang terpakai dari Dana Abadi Sekolah ini diganti kembali sesuai

dengan jumlah yang dikeluarkan pada tahun tersebut. Sumber dari Dana Abadi

Sekolah ini adalah berasal dari APBD. Dan dapat pula ditarik dari sumbangan

pihak ketiga dan orang tua/siswa.

15. Ruang Partisipasi Masyarakat Tetap Harus Dibuka Oleh

Pemerintah, Tidak Boleh Ada Larangan Bagi Masyarakat Yang

Ingin Menyumbang

Tidak seluruhnya masyarakat menolak jika ada kebijakan dari sekolah

untuk memungut biaya kegiatan/program sekolah dalan rangka peningkatan

kualitas pendidikan. Misalnya, pungutan untuk biaya pembelian fasilitas

komputer siswa, penyediaan buku-buku perpustakaan sekolah, atau kegiatan

tambahan mengajar (les) dari para guru. Beberapa orang tua/wali murid yang

Page 71: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 71

memiliki kelebihan secara ekonomis, ternyata banyak pula yang tidak keberatan

jika pungutan sekolah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Bahkan,

banyak diantara para orang tua/siswa yang menginginkan untuk memberikan

konstribusi langsung terhadap peningkatan mutu pendidikan disekolah.

Keinginan sejumlah warga masyarakat yang memiliki perhatian dan kepedulian

serta kemampuan ekonomis ini tentu harus diberikan apresiasi oleh pemerintah

daerah dan sekolah.

Arah perubahan

Potensi ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dan sekolah.

Misalnya melalui penggalangan dan penyaluran Dana Abadi Sekolah (DAS). DAS

ini dapat menjadi sarana atau wahana untuk penggalangan dana partisipasi

masyarakat, termasuk para alumni sekolah yang bersangkutan yang memiliki

kepedulian terhadap peningkattan mutu pendidikan di sekolah yang

bersangkutan. Secara kelembagaan, kegiatan ini dapat dilakukan oleh Komite

Sekolah di masing-masing sekolah. Sehingga, keberadaan dan peran Komite

Sekolah tetap dapat berjalan dan tidak ternegasikan dengan adanya program

pendidikan gratis—partisipasi komite sekolah justeru semakin minim.

16. Profesionalisme Guru Perlu Ditingkatkan Untuk Menjaga

Pendidikan Gratis Yang Bermutu

Pfofesionalisme guru memiliki peran yang sangat strategis dalam

menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan. Untuk memperoleh guru yang

profesional tentu dimulai sejak proses rekrutmen Pegawai Negeri Sipil. Seleksi

dan Ujian yang dilakukan dalam penjaringan guru selain mengacu pada

ketentuan standar umum, perlu dilakukan uji kompetensi. Uji kompetensi

tersebut terkait dengan program studi yang akan diajar/dilamar. Jika lowongan

CPNS guru bahasa inggris, maka peserta calon pegawai negeri sipil tersebut

harus diuji kemampuannya secara langsung dengan program bahasa inggris,

termasuk kemampuan untuk mengajar. Karena dari hasil evaluasi, masih banyak

guru yang setelah lulus menjadi PNS-Guru ternyata tidak memiliki kapasitas

untuk mengajar. Bahkan, banyak yang tidak mampu berbicara dihadapan siswa.

Di beberapa sekolah saat ini banyak ditemukan pula pegawai negeri, yang

sesungguhnya tidak memiliki background atau basic untuk mengajar atau

berasal dari program studi keguruan dan ilmu pendidikan, sebagian besar adalah

berasal dari akta IV (mengajar). Sehingga ada guru yang basic pendidikannya

adalah Sarjana Pertanian, kemudian mengajar fisika dan kimia. Padahal, dari

aspek kemampuan dan keilmuan yang dimiliknya dengan program studi yang

diajarkan tidak memiliki korelasi dan kompetensi. Beberapa kasus lainnya

adalah Guru yang hanya berpendidikan SMA mengajar di Sekolah Dasar dan

Page 72: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 72

diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, bahkan ada tenaga administrasi yang

merangkap pula sebagai guru dan sebagainya.

Letak persoalan sesungguhnya bukan karena keterbatasan jumlah guru

yang memiliki kompetensi karena sebenarnya banyak guru di KSB yang memiliki

kompetensi di GTT atau GKD, namun karena kesempatan yang dimiliki sangat

terbatas, tidak ada akses dan jaringan ke tingkat kekuasaan, akhirnya mereka

tersingkirkan dari proses seleksi CPNS. Rentannya praktek kolusi dan nepotisme

dalam rekrutmen pegawai diyakni banyak kelangan sebagai masalah besar yang

menyebabkan minimnya mutu pendidikan. Disamping itu upaya program untuk

peningkatan kapasitas para tenaga pendidik di sekolah masih sangat minim.

Arah Perubahan

Beranjak dari permasalahan diatas, maka perlu dilakukan perubahan

terhadap sistem rekrutmen guru, perlu ada tambahan materi dalam seleksi guru,

yakni melakukan uji dan fit and propertes guru, untuk memastikan bahwa calon

PNS guru tersebut benar-benar memiliki kelayakan dan kompetensi untuk

mengajar, karena nasib pendidikan tersebut sangat tergantung dari para guru.

Uji kalayakan tersebut harus dilakukan secara terbuka dan independen serta

mengkedepankan obyektivitas.

Pemerintah daerah juga perlu untuk melakukan evaluasi secara khusus

dan menyelruh terhadap para tenaga pendidik yang ada saat ini, khususnya

adalah para guru PNS dan Guru PNS yang telah memiliki sertifikasi, apakah

dengan sertifikasi yang telah dimilikinya saat ini mencerminkan kapasitas,

integritas dan profesional mengajar yang cukup memadai ataukah sebaliknya.

Disamping, melakulan peningkatan kapasitas kepada para guru di masing-

masing sekolah, khususnya guru yang mengajar di sekolah tertinggal, perlu untuk

mendapatkan perhatian dan pengembangan program kapasitas guru agar sekolah

tersebut dapat sejajar dengan sekolah lainnya yang telah lebih dahulu maju.

Sanksi terhadap para birokrat yang melakukan KKN dalam praktek rekrutmen

CPNS guru juga perlu diberikan sanksi yang lebih berat—karena dampak yang

ditimbulkan dari praktek tersebut adalah terhadap para generasi KSB dimasa

mendatang, mereka diajar oleh para guru yang tidak memiliki komptensi atau

berkualitas.

17. Tujuan Akses Pendidikan Telah Berhasil Dicapai, Namun Mutu

Pendidikan Harus Terus Ditingkatkan

Dari aspek pencapaian tujuan program, secara umum program

pendidikan gratis telah menunjukkan adanya perkembangan kemajauan

pencapaian. Hal ini tercermin dari meningkatkan APK (Angka Partisipasi Kasar)

Page 73: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 73

dan Angka Partisipasi Murni (APM) dalam bidang pendidikan yang terus

mengalamai peningkatan dari tahun ketahun, begitupun dengan tujuan

meringankan biaya pendidikan, dan penguarangan terhadap angka putus

sekolah. Mengalami kemjuan yang signifikan sejak diberlakukannya pendidikan

gratis.

Agenda yang masih mendapat sorotan dan kritikan adalah pada aspek

mutu/kualitas pendidikan. Untuk itu, maka pada periode pembangunan

pendidikan di KSB selanjutnya yang perlu untuk mendapat perhatian sekaligus

perubahan yang harus dituju adalah pada peningkatan mutu pendidikan. Standar

Pendidikan Nasional perlu untuk didorong dan diberlakukan pada sejumlah

sekolah yang ada di KSB.

18. Lemahnya Regulasi Program Pendidikan Gratis Saat ini,

Menuntut Pentingnya dilakukan Scalling-Up Kebijakan

Berbagai permasalahan yang muncul terkait dengan pelaksanaan

program pendidikan gratis sebagaimana di atas tidak lepas dari lemahnya

regulasi yang mengatur tentang program pendidikan gratis. bahkan sejumlah

materi dalam regulasi tidak dapat berjalan efektif sebagaimana mestinya.

Beberapa substansi yang kurang efektif berjalan adalah sebagai berikut ;

Pertama, aspek persyaratan penerima program. Secara konseptual

program pendidikan gratis dihubungkan pula dengan program gerakan sejuta

pohon atau dikenal dengan GSP21. Akan tetapi, Gerakan Sejuta Pohon sampai

hari ini belum jelas konsepsi maupun implementasinya, serta korelasi positif

antara GSP dengan Program Pendidikan Gratis.

Dinas pendidikan sebagai leading sektor pelaksana program pendidikan

gratis dan Dinas Kehutanan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan sebagai leading

sektor dari program berjalan sendiri-sendiri, kurangnya koordinasi dan

harmoniasasi program antara Dinas Pendidikan dan Dinas Kehutanan juga

menjadi kendala. Disamping kendala terkait petunjuk pelaksana dan teknis

pejabaran atas kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Begitupun dalam

aspek evaluasi program pendidikan dan kesehatan gratis, dalam konsep Perbup

Nomor 11 Tahun 2006 dalam pasal 23 ayat (2) dikatakan bahwa evaluasi

pelaksanaan program dikaitkan dengan Gerakan Penanaman Sejuta Pohon,

dilaksanakan oleh Dinas (Pendidikan-red) bersama-sama dengan Dinas

Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan. Tidak ada

penjabaran lebih lanjut atau ketentuan lebih lanjut mengenai materi apasajakah

21 GSP ditetapkan dengan Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 10 Tahun 2006

Tentang Gerakan Sejuta Pohon di Kabupaten Sumbawa Barat, Peraturan ini ditetapkan pada tanggal 2 Mei 2006.

Page 74: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 74

yang dievaluasi oleh masing-masing pihak, cakupan dan lingkup evaluasi,

indikator keberhasilan program, maupun korealasi antara program GSP dan

Program Pendidikan Gratis. Dua program tersebut memiliki maisntream dan

sesungguhnya semangat yang berbeda. GSP sesungguhnya adalah sebuah

program nasional yang berlangsung pada tahun 2004, era pemerintahan

megawati—sebagai bentuk respons pemerintah pusat atas kesepakatan dengan

para donor asing terkait dengan upaya antisipasi pemanasan global dan

perubahan iklim yang kemudian diadopsi oleh daerah. Sejauh ini belum terlihat

ada keterpaduan antara kedua program tersebut.

Dalam Perbup Nomor 11 Tahun 2006 pasal 23 secara eksplitit

menyebutkan mengenai syarat penerima beasiswa. Bunyi pasal 23 adalah sebagai

berikut “Peserta Belajar yang dapat menerima bantuan pendidikan dari Program

adalah siswa yang terdaftar disekolahnya masing-masing dan atau telah

mempunyai sertifikat GSP”. Dalam rumusan pasal ini, secara implisit,

mencerminkan ada dua syarat dan dua otoritas lembaga yang memiliki

kewenangan untuk menentukan peserta penerima program, yakni ; Dinas

Pendidikan dengan syarat siswa yang terdafat di sekolah dan Dinas Kehuatanan,

Pertanian, perkebunan dan Ketahanan Pangan dengan GSP. Ketidakjelasan

rumusan ini, bukan hanya membingungkan masyarakat, tetapi juga dapat

membingungkan implementing agency dari pembuat dan pelaksana aturan itu

sendiri.

Kedua, kekaburan rumusan dalan perbup Nomor 11 tahun 2006

tercermin pula dalam pengaturan mengenai pemantauan. Dalam pasal 25 ayat (1)

dikatakan bahwa pihak-pihak terkaitpsimaksud dalam pasal 4 wajib melakukan

pemantauan terhadap pelaksanaan program. Ayat (2) hasil pemantauan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati, Dinas, Tim dan

lainnya guna keberhasilan Program.

Dalam rumusan ini jelas bahwa Perbup memerintahkan kepada pihak-

pihak terkait yang meliputi ;

a. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora);

b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

c. Badan Pengeloa Keuangan Aset Daerah (BPKAD)

d. Inspektorat Daerah;

e. Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan

(DISHUPPTAN)

f. Dewan Pendidikan;

g. Unit Pengaduan Masyarakat (UPM);

h. Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Dinas Pendidikan, Pemuda dan

Olahraga;

i. Sekolah/Madrasah;

Page 75: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 75

j. Guru;

k. Camat;

l. Kepala Desa;

m. Orang Tua/wali Siswa dan;

n. Komite Sekolah

Untuk melakukan pemantauan terhadap program pendidikan gratis.

oleh karena perintah dalam pasal 25 adalah merupakan wajib atau suatu

keharusan, maka tentu secara hukum memiliki konsekeunsi jika dilaksanakan

akan memperoleh sanksi. Namun, perintah dalam pasal 25 tersebut tidak

dibarengi dengan pengaturan terhadap sanksi. Sehingga perintah keharusan

untuk bertindak sesuai dengan pasal 25 ayat (1) tidak memiliki kekuatan apapun

karena ketiadaan atas sanksi.

Begitupun terkait dengan tugas pemantauan, oleh karena dalam

ketentuan peraturan tersebut (pasal 25 ayat 1) merupakan sebuah keharusan

untuk bertindak atau dijalankan, maka seyogyanya implementing agency

merumuskan secara jelas apa dan siapa yang dipantau (obyek pemantauan) yang

dilakukan oleh masing-masing pihak, waktu dan prosedur pemantauan yang

dijalankan, format pemantauan, dan sebagainya. Namun dalam regulasi maupun

turunannya tidak mengatur sama sekali, sehingga seulit bagi para pihak untuk

dapat melaksanakan perintah pasal 24 ayat (1) dan (2). Bahkan menjadi

keanehan, jika Dinas (dikpora) memantau dirinya sendiri dan melaporkannya

kepada mereka sendiri (lihat pasal 24 ayat 1 dan 2).

Dari rumusan pasal-pasal yang diatur dalam Perbup Nomor 11 Tahun

2006 menunjukkan lemahnya peraturan tersebut, baik dari aspek teknis

pertimbangan, landasan yuridis yang digunakan, materi pengaturan, maupun

kalimat perundang-undangan yang digunakan. Sehingga sangat wajar, jika

impelemnting agency maupun rule ocupation dari peratura tersebut tidak dapat

dijalankan secara efektif oleh para pihak atau dengan kata lain sulit bagi setiap

orang untuk berperilaku atau bertindak sesuai dengan yang diinginkan oleh

peraturan tersebut, karena perintah, larangan, kebolehan maupun pengaturan

tentang obyek, impelemnting agency dan rule occupation atas peraturan tersebut

tidak jelas dalam pengaturannya.

Beranjak dari permasalahan tersebut, maka perlu untuk dilakukannya

scalling-up perbup. Scalling-up perbup tersebut, bukan hanya pada aspek

penyempurnaan substansi materi pengaturan melainkan pula adalah scalling-up

kedudukan perbup untuk menjadi sebuah perda—sebagai landasan untuk

mendorong peyelenggaraaan pendidikan yang bermutu/berkualitas di masa

mendatang.

BAB V

Page 76: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 76

LANDASAN PEMBENTUKAN PERDA PENDIDIKAN GRATIS DI KAB SUMBAWA

BARAT

Pada pembahasan sebelumnya telah digambarkan mengenai problematika yang muncul terkait konsep dan implementasi program pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat berdasarkan Perbup Nomor 11 Tahun 2006

serta perkembangan kebijakan dalam bidang pendidikan. Untuk memperkuat landasan dan alasan mengapa perlu dilakukannya scalling

up perbup nomor 11 tahun 2006 ini adalahpenegasan alasan dan landasan filosofis, sosiologis dan landasan yuridis pembentukan perda pendidikan

gratis.

A. Landasan Penyempurnaan

1. Landasan filosofis

Secara filosofis, pembentukan peraturan daerah tentang penyelenggaraan

program pendidikan gratis adalah untuk memberikan jaminan dan kepastian atas

keberlanjutan program pendidikan gratis di KSB dimasa mendatang. Pembentukan

perda juga untuk memberikan payung hukum dan landasan bagi pemerintah daerah

untuk melanjutkan inovasi yang telah dilaksanakan selama ini.

Program pendidikan gratis, perlu untuk dipertahankan dan terus

dikembangkan karena ; (1) merupakan praktek best practices dari desentralisasi di

Indonesia. (2) Program pendidikan gratis mampu untuk mengurangi angka putus

sekolah, meningkatkan angka partisipasi kasar maupun angka partisipasi murni

pendidikan (APK dan APM), meningkatkan sumber daya manusia (IPM meningkat),

meningkatkan kecerdasan masyarakat, mengurangi beban ekonomi masyarakat,

serta mampu mendorong terwujudnya kesejahteraan masyarakat. (3) program

pendidikan gratis adalah instrumen penting untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan

cita cita daerah, mewujudkan masyarakat yang cerdas, sejahtera dana sarana menju

peradaban yang fitrah.

Penyelenggaraan pendidikan gratis adalah merupakan bentuk investasi

jangka panjang yang tak ternilai harganya dimasa mendatang untuk kemajuan

pembangunan KSB. Oleh karena itu dibutuhkan regulasi untuk mendukung program

pendidikan gratis.

2. Landasan Yuridis

Secara yuridis landasan pembentukan peraturan daerah ini adalah untuk

melaksanakan ; pertama, amanah pembukaan UUD 1945 alinia 4 (empat), yang

intinya negara berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan

bangsa dan manah pasal 28C ayat (1) UUD 1945 (amandemen), pasal 31 ayat (1), 31

Page 77: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 77

ayat (2) dan 31 ayat (4) yang intinya negara berkewajiban dan rakyat berhak untuk

memeproleh pendidikan.

Kedua, adalah amanah UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin

tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang

berusia tujuh sampai lima belas tahun, Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008

tentang wajib belajar, yang intinya menegaskan bahwa setiap warga negara wajib

belajar hingga 9 tahun dan Pemerintah maupun Pemerintah Daerah menjamin

terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa

memungut biaya.

Ketiga adalah oleh karena Pemerintah daerah telah menetapkan Peraturan

Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Program Wajib

Belajar 12 Tahun di Kabupaten Sumbawa Barat (Lembaran Daerah Kabupaten

Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten

Sumbawa Barat Nomor 90), maka konsekuensi atas penetapan kebijakan tersebut,

Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mendanai program wajib belajar 12 tahun.

Keempat, secara yuridis kedudukan perbup nomor 11 tahun 2006 tentang

pedoman pelaksaaan program pendidikan gratis sebagai payung hukum sekaligus

landasan penyelenggaraan program pendidikan gratis di KSB sudah kurang relevan

lagi untuk digunakan.

Kelima, Perubahan perbup ini perlu dilakukan oleh karena kedudukan

perbup yang secara hierarkhis hukum adalah merupakan peraturan paling rendah

disisilain masa jabatan Bupati dan wakil bupati akan berakhir pada tahun 2015

menjadi sangat rentan, program pendidikan gratis potensial terancam berakhir

manakala Bupati dan wakil bupati pada periode selanjutnya tidak memiliki komitmen

dan politicall will yang sama dan kuat untuk melanjutkan program pendidikan gratis.

Keenam, oleh karena telah terjadi berbagai erubahan peraturan perundang-

undangan baru yang dilahirkan oleh pemerintah pusat maka perlu pemeritah daerah

untuk melakukan penyesuaian kebijakannya dengan peraturan perundangan-

undangan yang berlaku saat ini

Keenam, oleh karena peraturan bupati sebagai pedoman penyelenggaraan

program pendidikan gratis memiliki beberapa kekurangan (tidka komprehensif)

mengatur berbagai hal, serta dalam implementasinya banyak menimbulkan

kendala/permasalahan, karena itu maka perlu dilakukan perubahan.

3. Landasan Sosiopolitis

Secara politik, perubahan ini perlu dilakukan karena situasi politik yang

mengkehendaki masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berakhir

pada tahun 2015, sehingga untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan

gratis dibutuhkan peraturan daerah agar lebih memiliki kekuatan dan jaminan

Page 78: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 78

keberlanjutan. Secara politis, hubungan esekutif dan legislatif yang berlangsung saat

ini cukup harmonis, sehingga berpotensi usulan perubahan dapat diterima, dan

dengan ditetapkannya pelaksanaan program pendidikan gratis secara politis dan

hukum akan mengikat lembaga legsilatif.

Secara sosial, program pendidikan gratis merupakan program sosial yang

didukung seluruh masyarakat, karena manfaat dan dampaknya sangat besar bagi

masyarakat. Kebijakan program pendidikan gratis telah membantu untuk

meringankan beban ekonomi masyarakat, meningkatkan akses pendidikan bagi

seluruh warga usia sekolah, mengurangi angka putus sekolah, meningkatkan SDM

masyarakat dan pada akhirnya program pendidikan gratis dapat mengurangi tingkat

kemiskinan disatu sisi pada waktu bersamaam mampu untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Program pendidikan gratis sangat dibutuhkan di masa

mendatang, dan untuk menjamin kepastian dan keberlanjutan program pendidikan

gratis, maka perlu adanya peraturan daerah tentang program pendidikan gratis

sebagai landasan penyelenggaraan program.

Page 79: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 79

BAB VI

PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN

RELEVANSINYA DENGAN PROGRAM PENDIDIKAN

GRATIS DI KSB

Kebijakan Program Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat yang saat ini berlangsung, ternyata sudah tidak relevan lagi dengan kebijakan

di tingkat Pusat. Berbagai perubahan kebijakan yang berlangsung di tingkat pusat ternyata belum diakomodir dalam peraturan bupati nomor

11 tahun 2006 sehingga peraturan bupati perlu direview dan dilakukan perubahan sesuai dengan perkembangan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Pada bab ini akan dilakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan dan kajian peraturan perundang-undangan. Kajian ini dimaksudkan untuk melihat perkembangan perundang-undangan yang berlaku saat ini, memastikan muatan materi yang perlu diatur dalam peraturan daerah nantinya sejalan dengan semanngat peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, serta memastikan bahwa materi peraturan daerah yang akan disusun tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Singkronisasi dan harmonisasi dalam perumusan produk hukum daerah dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait menjadi sangat penting dilakukan agar produk hukum yang dilahirkan daerah memiliki landasan hukum yang kuat, memenuhi asas-asas pembentukan peraturan, serta harmonis dengan peraturan perundang-undangan lainnya, tidak saling menegasikan. Legitimid atas dukungan TIFA Foundation telah melakukan inventarisasi dan kajian terhadap berbagai produk peraturan perundang-undangan terkait dalam rangka mendukung upaya Pemerintah Daerah KSB untuk melakukan scalling-up kebijakan program pendidikan dan kesehatan gratis. Dalam proses nvetarisasi ini, Team peneliti LEGITIMID menjalin kerjasama dengan sejumlah kalangan akademisi dan praktisi hukum. Pada bab ini akan dibahas inventarisasi produk peraturan perundang-undangan terkait dengan penyelenggaraan program pendidikan gratis di KSB. Inventarisasi dan kajian Peraturan Perundang-Undangan

Kebijakan pendidikan sesungguhnya adalah amanat dari UUD 1945, dalam pembukaan

UUD 1945 alinea 4, memandatkan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

dalam batang tubuh pasal 31 ayat (1) memberikan hak kepada rakyat (warga negara

indonesia) untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dalam negara hukum, konstitusi

Page 80: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 80

(UUD) merupakan peraturan yang tertinggi, seluruh peraturan perundang-undangan

yang lahir dan dibentuk oleh pemerintah maupun pemerintah daerah tidak boleh

bertentangan dengan konstitusi, bahkan pelanggaran terhadap konstitusi sebagai bentuk

“kejahatan” yang dapat dihukum. Oleh sebab itu, amanah konstitusi ini itu menjadi

kewajiban siapapun yang menjalankan negara, dan seluruh komponen bangsa indonesia,

negara dan rakyat harus tunduk pada konsititusi. Dalam rangka melaksanakan mandat

konstitusi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-

undangan terkait dalam bidang pendidikan, sebagai berikut :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);

Undang-undang ini menggantikan UU sebelumnya, yakni UU No 2 tahun

1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor

6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390). Undang-undang ini lahir karena ;

Pertama, melaksanakan amanah pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara

Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial; kedua, melaksanakan amanah Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah

untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang

meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak

mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-

undang; ketiga, sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan

kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen

pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan

kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan

pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan; keempat, oleh karena

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak

memadai lagi, maka perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan

amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam undang-undang ini telah dirumuskan beberapa pengertian penting,

pengertian-pengertian tersebut tertuang dalam Bab I pasal 1, antara lain sebagai

berikut :

(1) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Page 81: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 81

(2) Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

(3) Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

(4) Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

(5) Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

(6) Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(7) Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, juga mengatur

mengenai dasar, fungsi dan tujuan pendidikan di Indonesia. Dalam pasal

2 dikatakan bahwa dasar pendidikan nasional adalah berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Pendidikan nasional di indonesia berfungsi untuk mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3). Dalam rangka

menjalankan pendidikan nasional inodnesia, maka penyelenggaraannya

didasarkan atas prinsip sebagai berikut :

(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.

(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

(4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

(5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.

Page 82: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 82

(6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 juga telah meletakkan dan

mengatur mengenai hak dan kewajiban warga negara, Orang tua,

masyarakat, dan pemerintah ketentuan ini diatur dalam Bab IV. Dalam

pasal 5 diatur mengenai hak dan kewajiban warga negara adalah sebagai

berikut :

(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

(3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Dan dalam pasal 6 diatur:

(1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas

tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. (2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan

penyelenggaraan pendidikan.

Undang-undang No.20 Tahun 2003, juga mengatur tentang hak

dan kewajiban masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Hak dan

Kewajiban Orang Tua tercantum dalam pasal 7, sebagai berikut :

(1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.

(2) Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.

Sedangkan hak dan kewajiban masyarakat diatur dalam pasal 8

dan pasal 9. Dalam pasal 8 dikatakan bahwa Masyarakat berhak berperan

serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program

pendidikan. Sedangkan dalam pasal 9 diatur mengenai kewajiban

masyarakat bahwa Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan

sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan untuk hak

dan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dalam pasal 10

dan pasal 11. Dalam pasal 10 dikatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah

Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi

Page 83: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 83

penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Dan dalam pasal 11 dijelaskan meneganai

kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah adalah sebagai berikut :

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

Beranjak dari ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun

2003 dikaitkan dengan Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006, maka

terlihat adanya kekuarangan terdapat dalam perbup. Dalam program

pendidikan gratis sebagaimana tertuang dalam perbup Nomor 11 tahun

2006 tidak mengatur tentang hak dan kewajiban orang tua, peserta didik,

pemerintah daerah, masyarakat dan lainnya. Perbup juga tidak mengatur

prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan. Untuk itu, maka dalam

perancangan peraturan daerah nantinya perlu diatur mengenai prinsip-

prinsip penyelenggaraan program pendidikan gratis, serta hak dan

kewajiban dengan melakukan sinkronisasi dan harmonisasi dengan UU

Nomor 20 tahun 2003. Karena UU ini menjadi kerangka acuan yang

mesti harus dipertimbangkan dalam perumusan perda pendidikan gratis

di KSB.

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4686);

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan

sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan

semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang

berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman

yang selalu berubah.

Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada

masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan

yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia

Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang

Page 84: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 84

bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan

kedudukan yang sangat strategis.

Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan

tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga

profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran

sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang

sarna bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang

bermutu. Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan

dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan

tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut:

1. mengangkat martabat guru dan dosen; 2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen; 3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen; 4. memajukan profesi serta karier guru dan dosen; 5. meningkatkan mutu pembelajaran; 6. meningkatkan mutu pendidikan nasional; 7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah

dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi; 8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan 9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.

Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai

tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta

perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu

pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga

profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta

mengembangkan ihnu pengetahuan, teknologi, dan Beni untuk

meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen

sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem

pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang

demokratis dan bertanggung jawab.

Untuk meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru dan

dosen, kedudukan guru dan dosen pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan

Page 85: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 85

menengah, dan pendidikan tinggi, maka diberikan sertifikat pendidik.

Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen

sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan

dosen harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum

sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan

profesionalnya.

Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan

fungsi dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi penegakan hak

dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional, pembinaan

dan pengembangan profesi guru dan dosen, perlindungan hukum,

perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan

kerja.

Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan di atas

diperlukan strategi yang meliputi:

1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi;

2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas;

3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;

4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen;

5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas profesional;

6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional;

7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;

8. penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional; dan

9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.

Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional

merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang

Page 86: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 86

pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-

undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan,

dan pemerintahan daerah.

Sesuai dengan ruh dan semangat kehadiran UU nomor 14 tahun

2005, maka tentu dalam program pendidikan gratis—jangan sampai

menegasikan keberadaan Undang-undang ini. Program pendidikan gratis di

KSB harus pula mempertimbangkan aspek peningkatan kesejahteraan guru,

khususnya adalah para guru yang masih berstatus sebagai GTT dan GKD.

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk

melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan

pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi

warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Oleh karena guru memiliki kedudukan yang strategis, merupakan

bidang pekerjaan khusus, maka dalam Bab III Undang-Undang nomor 14

tahun 2005, mengatur tentang prinsip profesionalitas guru, bahwa dalam

melaksanakan profesinya harus didasarkan atas prinsip sebagai berikut:

a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

c. memiliki kualifikasi akademik dan Tatar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;

e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;

f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;

g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

i. memiliki organisasi profesi yang rnempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Undang-undang juga telah mengatur standarisasi guru, dimana guru

wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat

jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional. Kompetensi guru itu sendiri meliputi kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi

profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Dalam pasal 14 diatur mengenai hak dan kewajiban guru. Dalam

melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:

Page 87: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 87

a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;

b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;

d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;

e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;

f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundangundangan;

g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;

h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan

pendidikan;

j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/ atau

k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

Kesejahteraan penghasilan guru adalah penghasilan di atas kebutuhan hidup

minimum yang meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta

penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus,

dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan

dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Guru yang diangkat oleh satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi

gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan guru yang diangkat oleh

satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan

perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Pemerintah memberikan tunjangan

profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh

penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh

masyarakat. Tunjangan profesi yang diberikan adalah setara dengan 1 (satu) kali gaji

pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh

Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang

sama. Dan tunjangan profesi tersebut dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan

belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional

kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh

Pemerintah dan pemerintah daerah ataupun yang diselenggarakan masyarakat (GTT

dan GKD). Tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan fungsional dialokasikan

dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan

belanja daerah. Dan khsusu, guru yang bertugas di daerah khusus, Pemerintah

memberikan tunjangan khusus. Tunjangan khusus diberikan setara dengan 1 (satu)

Page 88: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 88

kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh

Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang

sama.Disamping itu guru juga dalam UU ini guru diberikan pula Maslahat tambahan

atau tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan,

asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk

memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau

bentuk kesejahteraan lain dan pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin

terwujudnya maslahat tambahan tersebut. Dalam melaksanakan tugas

keprofesionalan, guru berkewajiban:

a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. ineningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan

e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Dalam UU No.14 tahun 2005, juga mewajibkan kepada pemerintah daerah

untuk memenuhi kebutuhan guru baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun

dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan

pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin

keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh

Pemerintah/pemerintah daerah Pasal 24.

Oleh karena kedudukan, tugas dan fungsi guru begitu strategis, maka dalam

dalam pasal 25 ayat (1) disebutkan agar Pengangkatan dan penempatan guru

dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Dan bagi guru yang bertugas guru yang bertugas di daerah khusus, dalam

pasal 29 ayat (1) memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara

otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam

pelaksanaan tugas.

Beranjak dari ketentuan yang ada dalam UU No.14 tahun 2005 sebagaimana

diuraikan secara singkat diatas, karena kedudukan, tugas dan fungsi guru yang

begitu strategis dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional, maka perlu dalam

kebijakan penyelenggaraan program pendidikan gratis, juga mempertimbangkan

aspek kesejahteraan guru, khususnya para guru yang berstatus sebagai guru GTT dan

GKD, karena sejauh ini tingkat kesejahteraan, upah minimum yang diberikan

terhadap guru GTT khususnya masih jauh berada dibawah upah minimum regional

daerah (UMR), gaji mereka tentu tidak boleh disamakan dengan tenaga sukarela

Page 89: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 89

lainnya. Para guru harus diberikan keistimewaan dan perlakuan khusus, karena

nasib generasi KSB sangat ditentukan dari peran para guru. Reformulasi kebijakan

dalam konstek pendidikan gratis, juga harus didukung dengan upaya peningkatan

kesejahteraan guru.

3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal

28 F disebutkan bahwa setiap Orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh

Informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak

untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Untuk memberikan jaminan

terhadap semua orang dalam memperoleh Informasi, maka dibentuklah UU ini yang

mengatur tentang keterbukaan Informasi Publik. Karena memperoleh Informasi

merupakan adalah merupakan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud dari

kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Keterbukaan informasi juga merupakan salah satu elemen penting dalam

mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka. Hak atas Informasi menjadi

sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik,

penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap

Orang untuk memperoleh Informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas

pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau

pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan Informasi

Publik.

Keberadaan Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik dinggap

penting oleh pemerintah karena sangat penting sebagai landasan hukum yang

berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2) kewajiban

Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat

waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat

ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem

dokumentasi dan pelayanan Informasi.

Dalam undang-undang ini, setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk

membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut

untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam Undangundang ini meliputi

lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara lainnya yang

mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula

organisasi nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan

Page 90: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 90

hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya

yang mengelola atau menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber

dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Melalui mekanisme

dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta kepemerintahan yang baik dan

peran serta masyarakat yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi sebagai salah

satu prasyarat untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki.

Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan Badan Publik

termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang

sebaikbaiknya. Dengan demikian, hal itu dapat mempercepat perwujudan

pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik

korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik

(good governance).

Dalam implementasi penyelanggaraan program pendidikan gratis,

ditemukan berbagai masalah yang muncul disebabkan karena minimnya informasi

publik untuk memahami program pendidikan gratis. Bahkan, hingga sekarang

masyarakat sama sekali belum dapat mengakses kebijakan program pendidikan

gratis. disisilain, informasi atas program mengenai program pendidikan gratis oleh

pemerintah begitu minim.

Ketiadaan informais publik selam ini juga telah mendorong terjadinya

kerantanan dalam pelaksanaan program pendidikan gratis, terutama potensi

terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. Untuk mencegah terjadinya

penyalahgunaan kekuasaan, mendorong adanya partisipasi masyarakat dalam

program pendidikan gratis, serta meningkatkan kesadaran publik, dan membangun

akuntabilitas dalam pelaksanaan program pendidikan gratis, maka perlu dalam

perumusan peraturan daerah tentang program pendidikan gratis memasukkan unsur

UU informasi publik sebagai bagian pertimbangan dengan memasukkan materi

sistem informasi layanan pendidikan grati sebagai bagian dari regulasi yang diatur

dalam peraturan daerah.

Beberapa materi penting yang telah diatur dalam UU Nomor 14 tahun 2008

ini adalah terkait dengan asas dna tujuan dari informasi publik. Hak dan kewajiban

pemohon, serta hak dan kewajiban badan publik. Dalam pasal 7 telah diatur

mengenai kewajiban badan publik adalah sebagai berrikut:

(1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.

(3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.

(4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik.

Page 91: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 91

(5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.

(6) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik. Undang-undang ini juga mengatur mengenai informasi yang wajib dan

diumumkan secara berkala oleh badan publik, ketentuan ini diatur dalam pasal 9,

yakni sebagai berikut :

(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala. (2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik; b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait; c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan.

Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik tersebut

dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali. Dalam pasal 9 ayat (4) juga

diwajibkan untuk menyebarluaskan Informasi Publik diatas disampaikan dengan

cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah

dipahami. Dan diatur pula mengenai informasi yang wajib tersedia setiap saat,

ketentuan ini tercantum dalam pasal 11, sebagai berikut :

(1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi: a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak

termasuk informasi yang dikecualikan; b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan

Badan Publik; e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga; f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan

yang terbuka untuk umum; g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan

masyarakat; dan/atau h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur

dalam UndangUndang ini. Setiap tahun menurut pasal 12 Badan Publik wajib mengumumkan layanan

informasi, yang meliputi:

a. jumlah permintaan informasi yang diterima; b. waktu yang diperlukan Badan Publik dalam memenuhi setiap permintaan

informasi; c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi; dan/atau d. alasan penolakan permintaan informasi.

Dan untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik, maka dinunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan pemerintah diharapkan membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional (pasal 13). Memang tidak semua informasi harus dibuka kepublik dalam UU ini telah mengatur pula informasi yang dikecualian, sebagaimana diatur dalam Bab V dalam pasal 17, informasi yang dikecualikan adalah sebagai berikut :

a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:

Page 92: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 92

1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana; 2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban

yang mengetahui adanya tindak pidana; 3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencanarencana yang

berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;

4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau

5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.

b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;

c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu: 1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang

berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri;

2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;

3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;

4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;

5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;

6. sistem persandian negara; dan/atau 7. sistem intelijen negara.

d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;

e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional: 1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing,

saham dan aset vital milik negara; 2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi

institusi keuangan; 3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah,

perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya; 4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti; 5. rencana awal investasi asing; 6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga

keuangan lainnya; dan/atau 7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.

f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri : 1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara

dalam hubungannya dengan negosiasi internasional; 2. korespondensi diplomatik antarnegara; 3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam

menjalankan hubungan internasional; dan/atau 4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar

negeri.

Page 93: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 93

g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;

h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu: 1. riwayat dan kondisi anggota keluarga; 2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis

seseorang; 3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang; 4. hasilhasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan

rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau 5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan

kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal. i. memorandum atau suratsurat antar Badan Publik atau intra Badan

Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;

j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan UndangUndang. Adapun kategori yang tidak termasuk dalam kategori yang dikecualikan,

sebagaimana tertuang dalam pasal 18 adalah informasi berikut :

(1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut: a. putusan badan peradilan; b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk

kebijakan lain, baik yang tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak hukum;

c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan; d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum; e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum; f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).

(2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila : a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis;

dan/atau b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatanjabatan

publik. (3) Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, Kepala

Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, dan/atau Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh UndangUndang dapat membuka informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf i, dan huruf j.

(4) Pembukaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara mengajukan permintaan izin kepada Presiden.

(5) Permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) untuk kepentingan pemeriksaan perkara perdata yang berkaitan dengan keuangan atau kekayaan negara di pengadilan, permintaan izin diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara kepada Presiden.

(6) Izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan oleh Presiden kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya, atau Ketua Mahkamah Agung.

(7) Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan negara dan kepentingan umum, Presiden dapat menolak permintaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).

Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 juga telah mengatir bagaimana

mekanisme untuk memperoleh informasi publik, ketentuan ini diatur dalam Bab

VI pasal 21dan pasal 22. Beranjak dari kehadiran UU diatas, maka dalam

Page 94: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 94

penyelenggaraan program pendidikan gratis perlu untuk memasukkan pula UU

No.14 tahun 2008 sebagai bagian dari petimbangan dasar hukum. Sekaligus perlu

memasukkan keterbukaan informasi publik, khususnya terkait dengan pengelolaan

dana program pendidikan gratis yang dikelola oleh masing-masing satuan

pendidikan agar dana tersebut pada akhirnya dapat betul-betul dikelola secara

tepat. Masyarakat juga perlu memperoleh informasi terkait dengan anggaran,

kebijakan, para pelaksana dan sebagainya dari program pendidikan gratis. Arah

perubahan perda perlu untuk mencatumkan UU ini sebagai bagian dari dasar

pertimbangan mengingat.

4. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 5038);

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara

lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi

kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang

mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam

rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang

publik, jasa publik, dan pelayanan administratif.

Saat ini, penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada

kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut salah satunya

disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai

yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang

kompleks. Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada

harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu

pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan.

Oleh sebab itu, maka kondisi dan perubahan cepat yang diikuti pergeseran nilai

tersebut perlu disikapi secara bijak oleh pemerintah melalui langkah kegiatan yang

terus-menerus dan berkesinambungan dalam berbagai aspek pembangunan untuk

membangun kepercayaan masyarakat guna mewujudkan tujuan pembangunan

nasional. Untuk itu, maka diperlukan konsepsi sistem pelayanan publik yang berisi

nilai, persepsi, dan acuan perilaku yang mampu mewujudkan hak asasi manusia

sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 agar tentunya dapat diterapkan sehingga masyarakat memperoleh

pelayanan sesuai dengan harapan dan cita-cita tujuan nasional.

Page 95: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 95

Dengan dasar itulah, maka pemerintah menetapkan Undang-Undang

tentang Pelayanan Publik. Kehadiran Undang-Undang pelayanan publik

diharapkan dapat memberi kejelasan dan pengaturan mengenai pelayanan publik,

antara lain meliputi:

a. pengertian dan batasan penyelenggaraan pelayanan publik; b. asas, tujuan, dan ruang lingkup penyelenggaraan pelayanan publik; c. pembinaan dan penataan pelayanan publik; d. hak, kewajiban, dan larangan bagi seluruh pihak yang terkait dalam

penyelenggaraan pelayanan publik; e. aspek penyelenggaraan pelayanan publik yang meliputi standar pelayanan,

maklumat pelayanan, sistem informasi, sarana dan prasarana, biaya/tarif pelayanan, pengelolaan pengaduan, dan penilaian kinerja;

f. peran serta masyarakat; g. penyelesaian pengaduan dalam penyelenggaraan pelayanan; dan h. sanksi.

Dalam Undang-Undang tentang pelayanan publik, telah diberikan definisi

atau pengertian mengenai pelayanan publik, beberapa pengertian penting yang

diatur dalam UU pelayanan publik tercantum dalam Bab I ketentuan umum, yang

mencatumkan beberapa pengertian penting sebagai berikut ::

1. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

2. Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

3. Atasan satuan kerja Penyelenggara adalah pimpinan satuan kerja yang membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan pelayanan publik.

4. Organisasi penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Organisasi Penyelenggara adalah satuan kerja penyelenggara pelayanan publik yang berada di lingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

5. Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya disebut Pelaksana adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam Organisasi Penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.

6. Masyarakat adalah seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

7. Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji Penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.

8. Maklumat pelayanan adalah pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan.

9. Sistem informasi pelayanan publik yang selanjutnya disebut Sistem Informasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan

Page 96: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 96

informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari Penyelenggara kepada masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan Latin, tulisan dalam huruf Braile, bahasa gambar, dan/atau bahasa lokal, serta disajikan secara manual ataupun elektronik.

Kehadiran UU Pelayanan publik ini adalah dimaksudkan untuk

memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan

penyelenggara dalam pelayanan publik (pasal 2). Adapun tujuan dari

Tujuan Undang-Undang ini adalah (pasal 3):

a. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;

b. terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik;

c. terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

d. terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Dalam undang-undang ini diatur mengenai-asas-asas dalam penyelenggaraan

pelayanan publik yang meliputi :

a. kepentingan umum; b. kepastian hukum; c. kesamaan hak; d. keseimbangan hak dan kewajiban; e. keprofesionalan; f. partisipatif; g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; h. keterbukaan; i. akuntabilitas; j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; k. ketepatan waktu; dan l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Seluruh organisasi pemerintah maupun pemerintah daerah uang

melaksanakan fungsi pelayanan, wajib untuk dilakukan evaluasi baik

penyelenggaraanya maupun pada aspek pengelolaan atas layanan yang

diberikan. Evaluasi terhadap penyelenggara pelayanan publik adalah

terkait dengan evaluasi terhadap kinerja, dan evaluasi ini dilakukan

secara berkala dan berkelanjutan (pasal 10 ayat 1). Dan berdasarkan

hasil evaluasi itulah, Penyelenggara berkewajiban untuk melakukan

upaya peningkatan kapasitas Pelaksana pelayanan publik. Evaluasi

terhadap kinerja pelaksana tersebut harus dilakukan dengan indikator

yang jelas dan terukur. Didalam UU ini juga membuat mekanisme

reward and punishment terhadap pelaksana pelayanan publik, antara

Page 97: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 97

lain adalah berupa peningkatan promosi jabatan, pemberian

penghargaan atas prestasi kerja. Disamping mekanisme hukuman.

Undang-undang ini membedakan antara penyelenggara

pelayanan dan pelaksana pelayanan, dan karena itu hak dan kewajiban

nya pun berbeda. Dalam pasal 14 dan 15 diatur tentang hak dan

kewajiban penyelenggara sebagai berikut :

Penyelenggara memiliki hak: a. memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya; b. melakukan kerja sama; c. mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayanan publik; d. melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai

dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan e. menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan.

Penyelenggara berkewajiban: a. menyusun dan menetapkan standar pelayanan; b. menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan; c. menempatkan pelaksana yang kompeten; d. menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang

mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai; e. memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan

pelayanan publik; f. melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan; g. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang

terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik; h. memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan; i. membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya; j. bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan

publik; k. memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila

mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan; dan

l. memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam undang-undang, mengatur tentang kewajiban dan larangan bagi

pelaksana pelayanan publik, ketentuan tentang kewajiban diatur dalam pasal 16

sebagai berikut:

a. melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh Penyelenggara;

b. memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

c. memenuhi panggilan untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

d. memberikan pertanggungjawaban apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

Page 98: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 98

e. melakukan evaluasi dan membuat laporan keuangan dan kinerja kepada Penyelenggara secara berkala.

sedangkan larangan-larangan bagi pelaksana pelayanan publik, diatur dalam

ketentuan pasal 17 sebagai berikut, bahwa pelaksana dilarang :

a. merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah;

b. meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali mempunyai alasan yang jelas, rasional, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

c. menambah Pelaksana tanpa persetujuan Penyelenggara; d. membuat perjanjian kerja sama dengan pihak lain tanpa persetujuan

Penyelenggara; dan e. melanggar asas penyelenggaraan pelayanan publik.

Kemajuan penting dari UU ini adalah diaturnya tentang hak dan kewajiban

masyarakat sebagai penerima layanan publik, selama ini tidak perna diatur

mengenai hak dan kewajiban tersebut. Ketentuan ini diatur dalam pasal 18, bahwa

masyarakat berhak :

a. mengetahui kebenaran isi standar pelayanan; b. mengawasi pelaksanaan standar pelayanan; c. mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan; d. mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan pelayanan; e. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki

pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;

f. memberitahukan kepada Pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;

g. mengadukan Pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada Penyelenggara dan ombudsman;

h. mengadukan Penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina Penyelenggara dan ombudsman; dan

i. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.

Sedangkan kewajiban masyarakat adalah diatur dalam pasal 19, bahwa

masyarakat berkewajiban :

a. mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan dalam standar pelayanan;

b. ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik; dan

c. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.

Perubahan yang cukup signifikan lainnya adalah bahwa dalam undang-

undang ini mengatur tentang standar pelayanan. Ketentuan ini tercantum dalam

pasal 20, sebagai berikut :

(1) Penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan Penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan.

Page 99: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 99

(2) Dalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara wajib mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait.

(3) Penyelenggara berkewajiban menerapkan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pengikutsertaan masyarakat dan pihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan prinsip tidak diskriminatif, terkait langsung dengan jenis pelayanan, memiliki kompetensi dan mengutamakan musyawarah, serta memperhatikan keberagaman.

(4) Penyusunan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan pedoman tertentu yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Adapun, komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi: a. dasar hukum; b. persyaratan; c. sistem, mekanisme, dan prosedur; d. jangka waktu penyelesaian; e. biaya/tarif; f. produk pelayanan; g. sarana, prasarana, dan/atau fasilitas; h. kompetensi Pelaksana; i. pengawasan internal; j. penanganan pengaduan, saran, dan masukan; k. jumlah Pelaksana; l. jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai

dengan standar pelayanan; m. jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk

memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan; dan n. evaluasi kinerja Pelaksana.

Disamping itu, dalam UU pelayanan publik juga memasukkan adanya

maklumat pelayanan, sebuah janji pelayanan antara penyelenggara dan pelaksana

pelayanan publik dengan masyarakat atau pengguna layanan. Ketentuan ini diatur

dalam pasal 22 sebagai berikut

(1) Penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan maklumat pelayanan yang merupakan pernyataan kesanggupan Penyelenggara dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

(2) Maklumat pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipublikasikan secara jelas dan luas.

Upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam pelayanan

publik sangat terlihat dari beberapa kemajuan sebagaimana diuraikan diatas, dalam

undang-undang ini juga mengatur adanya sistem informasi pelayanan publik, diatur

dalam pasal 23, sebagai berikut :

(1) Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap penyelenggaraan pelayanan publik perlu diselenggarakan Sistem Informasi yang bersifat nasional.

(2) Menteri mengelola Sistem Informasi yang bersifat nasional.

(3) Sistem Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi semua informasi pelayanan publik yang berasal dari penyelenggara pada setiap tingkatan.

(4) Penyelenggara berkewajiban mengelola Sistem Informasi yang terdiri atas sistem informasi elektronik atau nonelektronik, sekurang-kurangnya meliputi:

Page 100: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 100

a. profil Penyelenggara; b. profil Pelaksana; c. standar pelayanan; d. maklumat pelayanan; e. pengelolaan pengaduan; dan f. penilaian kinerja.

(5) Penyelenggara berkewajiban menyediakan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada masyarakat secara terbuka dan mudah diakses.

Dalam hal Pengelolaan Sarana, Prasarana, dan/atau Fasilitas Pelayanan

Publik, para Penyelenggara dan Pelaksana diwajibkan untuk mengelola sarana,

prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik secara efektif, efisien, transparan,

akuntabel, dan berkesinambungan serta bertanggung jawab terhadap pemeliharaan

dan/atau penggantian sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik (pasal

25). Dan diwajibkan kepada pelaksana untuk memberikan laporan kepada

Penyelenggara mengenai kondisi dan kebutuhan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas

pelayanan publik serta Pelaksana sesuai dengan tuntutan kebutuhan standar

pelayanan. Terkait dengan sarana dan prasarana, UU ini melarang kepada

Penyelenggara untukmemberikan izin dan/atau membiarkan pihak lain

menggunakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang

mengakibatkan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik tidak berfungsi

atau tidak sesuai dengan peruntukannya (pasal 2). Dalam UU ini sesungguhnya

pemerintah telah menyadari bahwa pada dasarnya Biaya/tarif pelayanan publik pada

dasarnya merupakan tanggung jawab negara dan/atau masyarakat. Dan oleh karena

itu dalam penentuan tarif, dalam pasal 27 ditetapkan bahwa Penentuan biaya/tarif

pelayanan publik ditetapkan dengan persetujuan DPR/DPRD.

Perubahan terpenting dari UU ini selain diatas, adalah diaturnya mengenai

perilaku pelaksana dalam pelayanan. Dalam pasal 34, ditegaskan bahwa Pelaksana

dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus berperilaku sebagai berikut:

a. adil dan tidak diskriminatif; b. cermat; c. santun dan ramah; d. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut; e. profesional; f. tidak mempersulit; g. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar; h. menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara; i. tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan; j. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan

kepentingan; k. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik; l. tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi

permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat; m. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang dimiliki; n. sesuai dengan kepantasan; dan o. tidak menyimpang dari prosedur.

Page 101: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 101

Dan untuk pengawasan pelayanan publik, dilakukan oleh

pengawas internal dan pengawas eksternal. engawasan internal

penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:

a. pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

b. pengawasan oleh pengawas fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan Pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan

melalui:

a. pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

b. pengawasan oleh ombudsman sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan c. pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

UU pelayanan publik juga mengatur mengenai mekanisme komplain atau

pengaduan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh pelaksana layanan

publik. Dalam pasal 36, mengenai pengelolaan pengaduan sebagai berikut :

(1) Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan Pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan.

(2) Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu.

(3) Penyelenggara berkewajiban menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Penyelenggara berkewajiban mengumumkan nama dan alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang disediakan.

Dan dalam ketentuan pasal 37, diatur kewajiban penyelenggaran untuk

menyusun mekanisme pengelolaan pengaduan dari penerima pelayanan dengan

mengedepankan asas penyelesaian yang cepat dan tuntas. Adapun mengenai Materi

dan mekanisme pengelolaan pengaduan diatur lebih lanjut oleh Penyelenggara. Materi

pengelolaan pengaduan tersebut sekurang-kurangnya meliputi:

a. identitas pengadu; b. prosedur pengelolaan pengaduan; c. penentuan Pelaksana yang mengelola pengaduan; d. prioritas penyelesaian pengaduan; e. pelaporan proses dan hasil pengelolaan pengaduan kepada atasan pelaksana; f. rekomendasi pengelolaan pengaduan; g. penyampaian hasil pengelolaan pengaduan kepada pihak terkait; h. pemantauan dan evaluasi pengelolaan pengaduan; i. dokumentasi dan statistik pengelolaan pengaduan; dan j. pencantuman nama dan alamat penanggung jawab serta sarana pengaduan yang

mudah diakses.

Dalam bab VII diatur mengenai mekanisme penyelesaian pengaduan, dalam

pasal 40 diatur sebagai berikut:

Page 102: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 102

(1) Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik kepada Penyelenggara, ombudsman, dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Masyarakat yang melakukan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijamin hak-haknya oleh peraturan perundang-undangan.

(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap: a. Penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar

larangan; dan b. Pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar

pelayanan.

Pasal 41

(1) Atasan satuan kerja penyelenggara berwenang menjatuhkan sanksi kepada satuan kerja Penyelenggara yang tidak memenuhi kewajiban dan/atau melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf a.

(2) Atasan Pelaksana menjatuhkan sanksi kepada Pelaksana yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf b.

(3) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan aduan masyarakat dan/atau berdasarkan kewenangan yang dimiliki atasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 42

(1) Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 diajukan oleh setiap orang yang dirugikan atau oleh pihak lain yang menerima kuasa untuk mewakilinya.

(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pengadu menerima pelayanan.

(3) Pengaduan disampaikan secara tertulis memuat: a. nama dan alamat lengkap; b. uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian

kerugian materiil atau immateriil yang diderita; c. permintaan penyelesaian yang diajukan; dan d. tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan.

(4) Pengadu dapat memasukkan tuntutan ganti rugi dalam surat pengaduannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas pengadu dapat dirahasiakan.

Penyelenggaraan Program pendidikan gratis yang selama ini dilaksanakan

masih jauh dengan ketentuan UU ini, bahkan belum sama sekali mengadopsi UU

ini, karena memang peraturan bupati nomor 11 tahun 2006, hadir lebih dulu dari

UU pelayanan publik. Untuk itu, maka perlu untuk disesuaikan dengan keberadaan

UU pelayanan publik. Mengingat pelayanan pendidikan adalah merupakan bentuk

dari pelayanan penyelenggara dan pelaksana dibidang pendidikan yang langsung

dan menyentuh masyarakat, maka dalam proses pelayanan dibidang pendidikan

perlu mengacu pada ketentuan yang ada dalam UU ini. Beberapa ketentuan yang

ada dalam UU pelayanan publik akan diadopsi kedalam peraturan daerah—untuk

mendorong pelaksanaan pelayanan publik dalam bidang pendidikan, program

layanan pendidikan gratis selaras dengan semangat yang terkandung dalam UU

pelayanan publik. Beberapa ketentuan penting yang perlu dimasukkan kedalam

rancangan peraturan Daerah adalah terkait dengan standar pelayanan dan

Page 103: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 103

penilaian kinerja serta mekanisme komplain masyarakat terhadap pelayanan

pendidikan gratis.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

Kehadiran PP ini, pada hakekatnya melihat pendidikan dalam konteks

pembangunan nasional mempunyai fungsi: (1) pemersatu bangsa, (2) penyamaan

kesempatan, dan (3) pengembangan potensi diri. Pendidikan diharapkan dapat

memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI), memberi kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk

berpartisipasi dalam pembangunan, dan memungkinkan setiap warga negara

untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.

Sementara itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan dasar hukum penyelenggaraan

dan reformasi sistem pendidikan nasional. Undang-undang tersebut memuat visi,

misi, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta strategi pembangunan

pendidikan nasional, untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan

dengan kebutuhan masyarakat, dan berdaya saing dalam kehidupan global.

Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai

pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga

negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga

mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misi

pendidikan nasional adalah: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan

kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;

(2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional,

regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan

kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan memfasilitasi

pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat

dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan

masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan

kepribadian yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas

lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan,

pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan

global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan

pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Terkait dengan visi dan misi pendidikan nasional tersebut di atas,

reformasi pendidikan meliputi hal-hal berikut:

Pertama; penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses

pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat,

Page 104: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 104

di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan

dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas

peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses

pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma

pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan

pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang

memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan

potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki

kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang

dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Kedua; adanya perubahan pandangan tentang peran manusia dari

paradigma manusia sebagai sumberdaya pembangunan, menjadi paradigma

manusia sebagai subjek pembangunan secara utuh. Pendidikan harus mampu

membentuk manusia seutuhnya yang digambarkan sebagai manusia yang

memiliki karakteristik personal yang memahami dinamika psikososial dan

lingkungan kulturalnya. Proses pendidikan harus mencakup: (1)

penumbuhkembangan keimanan, ketakwaan,; (2) pengembangan wawasan

kebangsaan, kenegaraan, demokrasi, dan kepribadian; (3) penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi; (4) pengembangan, penghayatan, apresiasi, dan

ekspresi seni; serta (5) pembentukan manusia yang sehat jasmani dan rohani.

Proses pembentukan manusia di atas pada hakekatnya merupakan proses

pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

Ketiga; Adanya pandangan terhadap keberadaan peserta didik yang

terintegrasi dengan lingkungan sosial-kulturalnya dan pada gilirannya akan

menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang

berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi intelektual,

emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu, mulai dari

tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang paling rumit

dan bersifat internal, yang berkenaan dengan pemahaman dirinya dan lingkungan

kulturalnya.

Keempat; Dalam rangka mewujudkan visi dan menjalankan misi

pendidikan nasional, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap

penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria dan

kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan.

Dalam kaitan ini, kriteria dan kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan

pedoman untuk mewujudkan: (1) pendidikan yang berisi muatan yang seimbang

dan holistik; (2) proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi,

mendorong kreativitas, dan dialogis; (3) hasil pendidikan yang bermutu dan

terukur; (4) berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan;

Page 105: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 105

(5) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya

potensi peserta didik secara optimal; (6) berkembangnya pengelolaan pendidikan

yang memberdayakan satuan pendidikan; dan (7) terlaksananya evaluasi,

akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan

secara berkelanjutan.

Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar nasional pendidikan yang

dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan

agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang

bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai

perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik

dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.

Standar nasional pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen

pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk

mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan

kekhasan programnya. Standar nasional pendidikan tinggi diatur seminimal

mungkin untuk memberikan keleluasaan kepada masing-masing satuan

pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dalam mengembangkan mutu layanan

pendidikannya sesuai dengan program studi dan keahlian dalam kerangka otonomi

perguruan tinggi. Demikian juga standar nasional pendidikan untuk jalur

pendidikan nonformal hanya mengatur hal-hal pokok dengan maksud memberikan

keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jalur pendidikan

nonformal yang memiliki karakteristik tidak terstruktur untuk mengembangkan

programnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan

jalur informal yang sepenuhnya menjadi kewenangan keluarga dan masyarakat

didorong dan diberikan keleluasaan dalam mengembangkan program

pendidikannya sesuai dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat.

Dalam Bab II, diatur tentang lingkup, fungsi dan tujuan dari Standar

Pendidikan Nasional. Pasal 2 menegaskan bahwa lingkup standar nasional

pendidikan adalah meliputi :

(1) Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: a. standar isi; b. standar proses; c. standar kompetensi lulusan; d. standar pendidik dan tenaga kependidikan; e. standar sarana dan prasarana; f. standar pengelolaan; g. standar pembiayaan;dan h. standar penilaian pendidikan.

Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan

sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan, maka dilakukan

evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. Dan Standar Nasional

Pendidikan ini disempurnakan secara terencana, terarah, dan

Page 106: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 106

berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan

lokal, nasional, dan global. Fungsi Standar Nasional Pendidikan

itu sendiri adalah berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka

mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu (pasal 3).

Tujuannya adalah untuk menjamin mutu pendidikan nasional

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (pasal 4)

Dalam Bab VIII, diatur mengenai standar pengelolan oleh

satuan pendidikan, diatur dalam pasal 49 ayat (1) bahwa

Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar

dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang

ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi,

keterbukaan, dan akuntabilitas. Dalam pasal 52, diatur

mengenai keharusan bagi satuan pendidikan untuk memeliki

pedoman yang mengatur tentang :

a. Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus; b. Kalender pendidikan/akademik, yang menunjukkan seluruh kategori

aktivitas satuan pendidikan selama satu tahun dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan;

c. Struktur organisasi satuan pendidikan; d. Pembagian tugas di antara pendidik; e. Pembagian tugas di antara tenaga kependidikan; f. Peraturan akademik; g. Tata tertib satuan pendidikan, yang minimal meliputi tata tertib

pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, serta penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana;

h. Kode etik hubungan antara sesama warga di dalam lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara warga satuan pendidikan dengan masyarakat;

i. Biaya operasional satuan pendidikan.

Pedoman tersebut diputuskan oleh rapat dewan pendidik dan ditetapkan

oleh kepala satuan pendidikan. Dan untuk (1) butir c dan i diputuskan oleh komite

sekolah/madrasah dan ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan. Sednagkan

terkait dengan butir g ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan setelah

mempertimbangkan masukan dari rapat dewan pendidik dan komite

sekolah/madrasah. Dan untuk Pedoman pada butir e ditetapkan oleh pimpinan

satuan pendidikan. Setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja

tahunan yang merupakan penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah

satuan pendidikan yang meliputi masa 4 (empat) tahun. Adapun Rencana kerja

tahunan itu sendiri meliputi:

Page 107: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 107

a. kalender pendidikan/akademik yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstrakurikuler, dan hari libur;

b. jadwal penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk tahun ajaran berikutnya;

c. mata pelajaran atau mata kuliah yang ditawarkan pada semester gasal, semester genap, dan semester pendek bila ada;

d. penugasan pendidik pada mata pelajaran atau mata kuliah dan kegiatan lainnya;

e. buku teks pelajaran yang dipakai pada masing-masing mata pelajaran; f. jadwal penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana

pembelajaran; g. pengadaan, penggunaan, dan persediaan minimal bahan habis pakai; h. program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang

meliputi sekurang-kurangnya jenis, durasi, peserta, dan penyelenggara program;

i. jadwal rapat Dewan Pendidik, rapat konsultasi satuan pendidikan dengan orang tua/wali peserta didik, dan rapat satuan pendidikan dengan komite sekolah/madrasah, untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah;

j. jadwal rapat Dewan Dosen dan rapat Senat Akademik untuk jenjang pendidikan tinggi;

k. rencana anggaran pendapatan dan belanja satuan pendidikan untuk masa kerja satu tahun;

l. jadwal penyusunan laporan akuntabilitas dan kinerja satuan pendidikan untuk satu tahun terakhir.

Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, rencana kerja tersebut

harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari

Komite Sekolah/Madrasah. Pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan secara

mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel (pasal 54). Dan apabila Pelaksanaan

pengelolaan satuan pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah

yang tidak sesuai dengan rencana kerja tahunan, maka harus mendapat

persetujuan dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah Pelaksanaan

pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah

dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan pendidikan kepada rapat dewan

pendidik dan komite sekolah/madrasah. Agar pelaksanan pengelolaan berjalan

efektif dan terkendali, maka dilakukan Pengawasan terhadap satuan pendidikan

meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil

pengawasan. Disamping pengawasan juga dilakukan Pemantauan dilakukan oleh

pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari

lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan

berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas satuan

pendidikan (pasal 56). Dalam undang-undang ini juga diatur mengenai supervisi

dan pelaporan (pasal 57 dan pasal 58).

PP juga mengatur dan menegaskan mengenai standar pengelolaan yang

dilakukan oleh pemerintah daerah. Dalam pasal 59, standar pengelolaan oleh

pemerintah daerah adalah sebagai berikut :

(1) Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:

Page 108: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 108

a. wajib belajar; b. peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang

pendidikan menengah; c. penuntasan pemberantasan buta aksara; d. penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang

diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat; e. peningkatan status guru sebagai profesi; f. akreditasi pendidikan; g. peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan

masyarakat; dan h. pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan.

Realisasi rencana kerja tahunan diatas) disetujui dan

dipertanggungjawabkan oleh Bupati/Walikota sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Jika merujuk pada konstruksi dan materi yang

diatur dalam PP, maka tentu jika dapat diterapkan dalam konsteks

penyelenggaraan pendidikan gratis, maka persoalan terkait dengan mutu

pendidikan gratis, mungkin dapat teratasi, atau setidaknya keluhan terhadap mutu

pendidikan dapat berkurang. Dalam Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006

tentang pedoman pelaksanaan program pendidikan gratis sebenarnya dalam dasar

pertimbangan hukumnya telah memasukkan PP Nomor 19 tahun 2005, namun

materi yang diatur dalam perbup tersebut sama sekali tidak mengacu pada

ketentuan PP tersebut, bahkan cenderung menegasikan keberadaan PP No.19

tahun 2005. Sehingga berdampak pada munculnya berbagai persoalan terkait

dengan mutu. Perancang peraturan yang menyusun Perbup tersebut,nampaknya

kurang mendalami substansi yang diatur dalam PP, dan hanya sekedar

memasukkan PP dalam rumusan dasar mengingat, namun tidak menjadikannya

sebagai kerangka materi yang perlu dimasukkan sebagai muatan dalam perbup

nomor 11 tahun 2006. Beranjak dari hal itulah, maka dalam perumusan

perancangan peraturan daerah baru perlu memasukkan dasar pertimbangan

hukum PP No.19 tahun 2005, termasuk semangat dan materi yang ada dalam PP

No.19/2005 kedalam perda.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4863);

Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menetapkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin

terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar

tanpa memungut biaya. Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar

merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai

pendidikan untuk semua (education for all).

Program wajib belajar diselenggarakan untuk memberikan pelayanan

pendidikan dasar seluas-luasnya kepada warga negara Indonesia tanpa

Page 109: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 109

membedakan latar belakang agama, suku, sosial, budaya, dan ekonomi. Setiap

warga negara Indonesia usia wajib belajar berhak mendapatkan pelayanan

pendidikan yang bermutu dan orang tua/walinya berkewajiban memberi

kesempatan kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan dasar.

Program wajib belajar diselenggarakan pada satuan pendidikan dasar pada

jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal dan harus dapat menampung

anak yang normal maupun yang berkelainan dan mempunyai hambatan. Peraturan

tentang program wajib belajar mencakup hak dan kewajiban warga negara

Indonesia, tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.

Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar perlu dievaluasi

pencapaiannya minimal setiap tiga tahun. Sebagai bentuk dari akuntabilitas publik,

masyarakat berhak mendapat data dan informasi tentang hasil evaluasi

penyelenggaraan program wajib belajar tersebut.

Program wajib belajar merupakan gerakan nasional yang dilaksanakan oleh

Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat di seluruh wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia dan oleh Perwakilan Negara Republik Indonesia di

luar negeri.

Itulah petikan dari penjelasan yang tercantum dalam PP No.47 tahun 2008.

Dan pemerintah daerah kabupaten sumbawa barat telah merespon kebijakan

tersebut dengan menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat

Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Program Wajib Belajar 12 Tahun di Kabupaten

Sumbawa Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2008

Nomor 23, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 90).

Langkah ini tentu jauh lebih maju dibandingkan dengan kebijakan yang telah

ditetapkan oleh pemeirntah pusat yang baru hanya menetapkan pada tingkan

pendidikan dasar 9 tahun. Sementara KSB telah mewajibkan kepada seluruh

pendidikanya untuk wajib belajar 12 tahun atau hingga pendidikan menengah.

Dalam PP No.47 tahun 2008, pemerintah telah menegaskan fungsi dan

tujuan dari program wajib belajar. Dalam pasal 2 dikatakan bahwa Wajib belajar

berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh

pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia. Sedangkan tujuan

dari, program wajib belajar adalah bertujuan untuk memberikan pendidikan

minimal bagi warga negara Indonesia untuk dapat mengembangkan potensi

dirinya agar dapat hidup mandiri di dalam masyarakat atau melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (pasal 3)

Untuk memastikan program wajib belajar dapat berjalan, maka dalam PP

tersebut diatur mengenai pejaminan wajib belajar. Ketentuan ini diatur dalam

pasal 9 sampai dengan pasal 12, sebagai berikut :

Page 110: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 110

BAB VI PENJAMINAN WAJIB BELAJAR

Pasal 9

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

(2) Warga negara Indonesia yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar apabila daya tampung satuan pendidikan masih memungkinkan.

(3) Warga negara Indonesia yang berusia di atas 15 (lima belas) tahun dan belum lulus pendidikan dasar dapat menyelesaikan pendidikannya sampai lulus atas biaya Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

(4) Warga negara Indonesia usia wajib belajar yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan bantuan biaya pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

(1) Investasi pada lahan, sarana, dan prasarana selain lahan pendidikan pada satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing.

(2) Investasi pada lahan, sarana, dan prasarana selain lahan pendidikan pada satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi tanggung jawab badan hukum penyelenggara satuan pendidikan.

(3) Biaya operasi pada satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar menjadi tanggung jawab Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing.

(4) Ketentuan mengenai investasi dan biaya operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan.

Pasal 11

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya lahan, sarana, dan prasarana selain lahan pendidikan untuk setiap satuan pendidikan pelaksana program wajib belajar yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya masing-masing, dengan pembagian beban tanggung jawab sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya pendidik, tenaga kependidikan, dan biaya operasi untuk setiap satuan pendidikan penyelenggara program wajib belajar dengan pembagian beban tanggung jawab sebagaimana diatur dalam dalam peraturan perundang-

Page 111: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 111

undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan. (3) Pemerintah provinsi menjamin terselenggaranya koordinasi

atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas kabupaten/kota di wilayahnya untuk pelaksanaan program wajib belajar.

Pasal 12

(1) Setiap warga negara Indonesia usia wajib belajar wajib mengikuti program wajib belajar.

(2) Setiap warga negara Indonesia yang memiliki anak usia wajib belajar bertanggung jawab memberikan pendidikan wajib belajar kepada anaknya.

(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib mengupayakan agar setiap warga negara Indonesia usia wajib belajar mengikuti program wajib belajar.

. Landasan PP No47/2008 tentang wajib belajar sesungguhnya semakin

mengukuhkan kebijakan program pendidikan gratis yang berlangsung di KSB.

Pemerintah pusat juga merencanakan pada tahun 2013 menerapkan kebijakan

wajib belajar 12 tahun. Ini artinya, agenda untuk melanjutkan program pendidikan

gratis dan cakupan program pendidikan gratis hingga pendidikan menengah (12

tahun) memiliki landasan hukum yang kuat, tidak bertentangan dengan peraturan

yang lebih tinggi bahkan justeru dapat menjadi percontohan bagi daerah lainnya di

Indonesia. Dengan demikian pula, maka penolakan sejumlah kalangan atas

kebijakan program pendidikan gratis untuk menghentikan program pendidikan

gratis dengan alasan tidak memiliki landasna hukum yang kuat adalah sebuah

kekliruan dan alasan yang tidak berdasarkan hukum.

Arah perubahan kebijakan program pendidikan gratis dengan menaikkan

skala kedudukan kebijakan, dari peraturan bupati menuju peraturan daerah adalah

cukup tepat dan harus didorong oleh seluruh komponen yang ada di daerah.

Kebijakan scalling-up pendidikan gratis juga menjadi selaras dengan keberadaan

Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 23 Tahun 2008 Tentang

Program Wajib Belajar 12 Tahun di Kabupaten Sumbawa Barat (Lembaran Daerah

Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan Lembaran Daerah

Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 90), dengan dilakukannya scalling-up perbup

menjadi perda adalah untuk mendukung pula perda Nomor 23 tahun 2008.

Substansi yang perlu diatur dan disesuaikan dalam scalling-up terkait

dengan ini adalah bagaimana mensinergiskan dan mengharmonisasikan materi

yang ada dalam perda nomor 23 tahun 2008 dengan rancangan peraturan daerah

yang akan dibentuk, sehingga kedua peraturan daerah ini nantinya saling

mendukung dan mengkokohkan program pendidikan gratis yang dilaksanakan di

KSB.

Page 112: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 112

7. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4864);

PP No.48 tahun 2008, lahir selain untuk melaksanakan amanah

Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49, Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, juga sebagai upaya dan

tanggungjawab Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin dan

memastikan ketersediaan anggaran pendidikan berdasarkan prinsip

keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. PP ini sekaligus mendukung pula

keberlakuan PP No.47 tahun 2008 tentang wajib belajar.

Oleh karena pemerintah telah meletakkan program wajib belajar 9

tahun, maka pemerintah daerah bertanggungjawab untuk dapat

melaksanakan program tersebut, salah satu tanggungjawab tersebut adalah

kaminan pendanaan untuk pelaksanaan program wajib belajar.

Dalam bab V pasal 50 diatur sumber pendanaan dan prinsip pendaan

pendidikan sebagai berikut :

Pasal 50 (1) Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan

prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. (2) Prinsip keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berarti bahwa besarnya pendanaan pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

(3) Prinsip kecukupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berarti bahwa pendanaan pendidikan cukup untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan.

(4) Prinsip keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berarti bahwa pendanaan pendidikan dapat digunakan secara berkesinambungan untuk memberikan layanan pendidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan.

Dan pemerintah menegaskan mengenai pengalokasikan dana

pendidikan, 20% baik di tingkat nasional (APBN) maupun ditingkat daerah

(APBD). Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan ini

tercantum dalam pasal 80 dan pasal 81, sebagai berikut :

Page 113: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 113

Pasal 80 (1) Anggaran belanja untuk melaksanakan fungsi pendidikan

pada sektor pendidikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara setiap tahun anggaran sekurang-kurangnya dialokasikan 20% (dua puluh perseratus) dari belanja negara.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri Keuangan.

Pasal 81 (1) Anggaran belanja untuk melaksanakan fungsi pendidikan

pada sektor pendidikan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah setiap tahun anggaran sekurang-kurangnya dialokasikan 20% (dua puluh perseratus) dari belanja daerah.

Penegasan ini semakin mengukuhkan amanah konstitusi (UUD

1945) yang mengharuskan agar APBN/APBD mengalokasikan

anggaran untuk sektor pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari

total APBN/APBD. Dengan merujuk pada ketentuan tersebut, maka

adalalah menjadi suatu keharusan dan kewajaran, jika alokasi

anggaran untuk pendidikan lebih besar jika dibandingkan dengan

sektor belanja lainnya. Dan sangat beralasan dan cukup rasional, jika

dalam APBD KSB selama ini telah mengalokasikan anggaran untuk

sektor pendidikan gratis. dan tidak ada alasan pula bagi para pihak

untuk menolak kebijakan ini, karena kebijakan program pendidikan

gratis sesungguhnya adalah amanah konstitusi dan perintah undang-

undnag yang memang meski dijalankan, termasuk mengalokasikan

anggaran pendidikan dalam jumlah yang besar.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105);

Latar belakang peraturan ini adalah berangkat dari visi sistem pendidikan

nasional bahwa visi sistem pendidikan nasional adalah sebagai pranata sosial yang

kuat dan berwibawa dengan visi ini maka mengisyaratkan agar dalam pengelolaan

dan penyelenggaraan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan

oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus berlangsung sinergis.

Page 114: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 114

Visi sistem pendidikan nasional sendiri dimaksudkan untuk

memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi

manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan

zaman yang selalu berubah.

Bahwa dalam era globalisasi dan informasi saat ini, keterbukaan telah

menjadi karakteristik kehidupan yang demokratis, dan hal ini membawa dampak

pada cepat usangnya kebijakan maupun praksis pendidikan. Parameter kualitas

pendidikan, baik dilihat dari segi pasokan, proses, dan hasil pendidikan pun selalu

berubah seiring dengan perubahan global. Dunia pendidikan khususnya dan

tantangan masa depan umumnya telah berubah dan berkembang sedemikian

cepatnya. Oleh sebab itu, maka untuk mengantisipasi serta merespon perubahan

dan perkembangan tersebut, pemerintah memadang perlu untuk menetapkan PP

tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang responsif untuk

memaksimalkan terselenggaranya sistem pendidikan nasional.

Dalam ketentuan PP ini pemerintah telah menklasifikasi pengelola

pendidikan, dalam pasal 2 ddibutkan bahwa pengelolaan pendidikan dilakukan

oleh :

a. Pemerintah; b. pemerintah provinsi; c. pemerintah kabupaten/kota; d. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; dan e. satuan atau program pendidikan.

Pengelolaan pendidikan ini dimaksudkan dan ditujukan untuk menjamin: a. akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang mencukupi, merata, dan

terjangkau; b. mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan

dan/atau kondisi masyarakat; dan c. efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan.

Adapun pengelolaannya didasarkan pada kebijakan nasional bidang

pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 4).

Dalam bab II pasal 5 dan pasal 6 mengatur tentang pengelolaan pendidikan. Pada

pasal 5 disebutkan bahwa Menteri bertanggung jawab mengelola sistem

pendidikan nasional serta merumuskan dan/atau menetapkan kebijakan nasional

pendidikan (pasal 5). Adapun kebijakan nasional pendidikan itu dituangkan

dalam:

a. rencana pembangunan jangka panjang; b. rencana pembangunan jangka menengah; c. rencana strategis pendidikan nasional; d. rencana kerja Pemerintah; e. rencana kerja dan anggaran tahunan; dan f. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan.

Kebijakan nasional di atas, mencakup pula pelaksanaan strategi pembangunan nasional yang meliputi: a. pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia;

Page 115: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 115

b. pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; c. proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; d. evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; e. peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; f. penyediaan sarana belajar yang mendidik; g. pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan

berkeadilan; h. penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; i. pelaksanaan wajib belajar; j. pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; k. pemberdayaan peran masyarakat; l. pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan m. pelaksanaan pengawasan dalam system pendidikan nasional.

Kebijakan nasional pendidikan ditas merupakan pedoman bagi: a. Kementerian; b. Kementerian Agama; c. kementerian lain atau lembaga pemerintah nonkementerian yang

menyelenggarakan satuan pendidikan; d. pemerintah provinsi; e. pemerintah kabupaten/kota; f. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat; g. satuan atau program pendidikan; h. dewan pendidikan; i. komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis; j. peserta didik; k. orang tua/wali peserta didik; l. pendidik dan tenaga kependidikan; m. masyarakat; dan n. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di Indonesia.

Dan agar sistem pendidikan nasional dapat dilaksanakan secara maka

pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan. Pengalokasian anggaran

pendidikan tersebut dikonsolidasikan oleh Menteri.

Sedangkan terkait dengan pengelolaan pendidikan di tingkat daerah,

diatur dalam Bab II bagian keempat, dalam pasal 28 sampai dengan pasal 38

tentang Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, yakni sebagai

berikut :

Pasal 28

Bupati/walikota bertanggung jawab mengelola system pendidikan nasional di daerahnya dan merumuskan serta menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai kewenangannya.

Pasal 29

(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 17, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam:

a. rencana pembangunan jangka panjang kabupaten/kota;

b. rencana pembangunan jangka menengah kabupaten/kota;

c. rencana strategis pendidikan kabupaten/kota;

d. rencana kerja pemerintah kabupaten/kota;

e. rencana kerja dan anggaran tahunan kabupaten/kota;

Page 116: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 116

f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan

g. peraturan bupati/walikota di bidang pendidikan.

(3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi:

a. semua jajaran pemerintah kabupaten/kota;

b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan;

c. satuan atau program pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan;

d. dewan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan;

e. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di kabupaten/kota yang bersangkutan;

f. peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan;

g. orang tua/wali peserta didik di kabupaten/ kota yang bersangkutan;

h. pendidik dan tenaga kependidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan;

i. masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; dan

j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan.

(4) Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di kabupaten/kota yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

Pasal 30

Pemerintah kabupaten/kota mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.

Pasal 31

(1) Bupati/walikota menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat kabupaten/kota.

(2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.

(3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal.

Pasal 32

(1) Bupati/walikota menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi pendidikan pada tingkat kabupaten/kota yang meliputi:

a. antarkecamatan atau sebutan lain yang sejenis;

b. antardesa/kelurahan atau sebutan lain yang sejenis; dan

c. antara laki-laki dan perempuan.

(2) Bupati/walikota menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus.

Pasal 33

Bupati/walikota melaksanakan dan mengoordinasikan pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 34

Page 117: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 117

(1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di daerahnya dengan berpedoman pada kebijakan nasional pendidikan, kebijakan provinsi bidang pendidikan, dan Standar Nasional Pendidikan.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota berkoordinasi dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan.

(3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi:

a. akreditasi program pendidikan;

b. akreditasi satuan pendidikan;

c. sertifikasi kompetensi peserta didik;

d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau

e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.

Pasal 35

(1) Pemerintah kabupaten/kota mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan dan/atau memfasilitasi perintisan program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.

(3) Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4) Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 36

(1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik di daerahnya yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional.

(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang:

a. ilmu pengetahuan;

b. teknologi;

c. seni; dan/atau

d. olahraga.

(3) Pemerintah kabupaten/kota memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.

Pasal 37

Bupati/walikota menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi:

Page 118: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 118

a. semua jajaran pemerintah kabupaten/kota;

b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan;

c. satuan atau program pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan;

d. dewan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan;

e. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di kabupaten/kota yang bersangkutan;

f. peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan;

g. orang tua/wali peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan;

h. pendidik dan tenaga kependidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan;

i. masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; dan

j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pasal 38

(1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola system pendidikan nasional di daerah, pemerintah kabupaten/kota mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan kabupaten/kota berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

(2) Sistem informasi pendidikan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional.

(3) Sistem informasi pendidikan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan sesuai kewenangan pemerintah kabupaten/kota.

Dan khusus mengenai pengelolaan pendidikan yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan atau program pendidikan diatur pada bagian keenam, sebagai berikut :

Pasal 49

(1) Pengelolaan satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.

(2) Pengelolaan satuan atau program pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.

Pasal 50

Satuan atau program pendidikan wajib bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di satuan atau program pendidikannya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 51

(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah dituangkan dalam:

a. rencana kerja tahunan satuan pendidikan;

b. anggaran pendapatan dan belanja tahunan satuan pendidikan; dan

c. peraturan satuan atau program pendidikan.

(3) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh perguruan tinggi dituangkan dalam:

a. rencana pembangunan jangka panjang perguruan tinggi;

Page 119: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 119

b. rencana strategis perguruan tinggi;

c. rencana kerja tahunan perguruan tinggi;

d. anggaran pendapatan dan belanja tahunan perguruan tinggi;

e. peraturan pemimpin perguruan tinggi; dan

f. peraturan pimpinan perguruan tinggi lain.

(4) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengikat bagi:

a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;

b. lembaga representasi pemangku kepentingan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;

c. peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;

d. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;

e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; dan

f. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan.

(5) Kebijakan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penjabaran dan selaras dengan:

a. kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;

b. kebijakan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;

c. kebijakan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan

d. kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.

(6) Kebijakan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penjabaran dan selaras dengan:

a. kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan

b. kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.

(7) Satuan atau program pendidikan mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel.

Pasal 52

Satuan atau program pendidikan mengelola pendidikan sesuai dengan kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 53

Satuan atau program pendidikan sesuai dengan kewenangannya wajib menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus.

Pasal 54

Satuan atau program pendidikan wajib menjamin terpenuhinya standar pelayanan minimal bidang pendidikan.

Pasal 55

(1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta Standar Nasional Pendidikan.

Page 120: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 120

(2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, atau pendidikan menengah bekerja sama dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan.

(3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau program pendidikan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengikuti:

a. akreditasi program pendidikan;

b. akreditasi satuan pendidikan;

c. sertifikasi kompetensi peserta didik;

d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau

e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.

Pasal 56

(1) Satuan atau program pendidikan yang telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat merintis dirinya untuk dikembangkan menjadi satuan atau program pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.

(2) Satuan atau program pendidikan yang telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat mengikuti akreditasi dan/atau sertifikasi internasional satuan atau program pendidikan.

Pasal 57

(1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional.

(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satuan dan/atau program pendidikan melakukan secara teratur kompetisi di satuan atau program pendidikan dalam bidang:

a. ilmu pengetahuan;

b. teknologi;

c. seni; dan/atau

d. olahraga.

(3) Satuan atau program pendidikan memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan satuan atau program pendidikan.

Pasal 58

Satuan atau program pendidikan wajib menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat:

a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;

b. lembaga representasi pemangku kepentingan pendidikan pada satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;

c. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;

e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; dan

f. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan.

Page 121: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 121

Pasal 59

(1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola pendidikan, satuan dan/atau program pendidikan mengembangkan dan melaksanakan system informasi pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

(2) Sistem informasi pendidikan satuan atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional.

(3) Sistem informasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik.

Dalam PP ini datur pula tujuan masing-masing pengelolaan pada satuan

pendidikan, penerimaan siswa, dan lain sebagainya. Beranjak dari ketentuan yang

ada dalam PP No.17 tahun 2010, maka sebagai produk hukum daerah yang secara

hierarkhis berada paling rendah, maka perlu sekiranya perbup Nomor 11 tahun 2006

untuk disempurnakan. Hal ini seiring oleh karena belum diakomodir kebijakan

tersebut dalam Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006. Dan oleh karena itu, maka

dalam perumusan perda tentang program pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa

Barat, PP No.17 tahun 2010, bukan hanya kan menjadi landasan hukum pembentuk

perda melainkan pula menjadi salah satu materi yang perlu dimasukkan kedalam

pengaturan mengenai pengelolaan program pendidikan gratis.

Disamping peraturan perundang-undangan diatas, beberapa peraturan

terkait dengan penyelenggaraan program pendidikan gratis yang harus

disinkronisasikan dan diharmonisasikan dengan pembentukan peraturan daerah

tentang program pendidikan gratis adalah :

1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006

tentang Standar Isi pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah;

2. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006

Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 Tentang Standar

Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2007 tentang

Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

Minimal;

4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007

tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah;

Page 122: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 122

5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007

tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah;

6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007

tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;

7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007

tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan;

8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007

tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan

Dasar dan Menengah;

9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007

tentang Standar Penilaian Pendidikan;

10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun

2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah

Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama

/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah

Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA);

11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007

Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah

12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 50 tahun

2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah

Daerah

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 tahun 2007

tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal;

14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun

2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan

15. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 tahun

2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar Di

Kabupaten/Kota

16. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah;

Page 123: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 123

17. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 060/U/2002

tentang Pedoman Pendirian Sekolah;

18. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 3

Tahun 2008 Tentang Kewenangan Kabupaten Sumbawa Barat

Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa

Barat Tahun 2008 Nomor 3)

19. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 23

Tahun 2008 Tentang Program Wajib Belajar 12 Tahun di

Kabupaten Sumbawa Barat (Lembaran Daerah Kabupaten

Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan Lembaran

Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 90)

20. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 13

Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5

Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Tugas

Pokok dan Fungsi Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Sumbawa Barat

(Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2010 Nomor

13)

21. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 14

Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 6

Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Tugas

Pokok dan Fungsi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sumbawa

Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2010

Nomor 14)

Demikian inventarisasi peraturan perundang-undangan ini dilakukan sebagai bahan

penting bagi para perancang peraturan daerah dalam merumuskan peraturan daerah

tentang program pendidikan gratis. semoga dengan adanya inventarisasi peraturan ini

peraturan daerah yang ditetapkan dapat dirumuskan secara komprehensif, sistematik

dan membawa perubahan yang transformatif bagi kemajuan kebijakan program

pendidikan gratis di KSB.

Page 124: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 124

BAB VII IDE DAN MATERI

MUATAN PERATURAN DAERAH PENDIDIKAN GRATIS

Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas berbagai permasalahan dan tantangan yang dihdapi oleh daerah dalam pelaksanaan pendidikan gratis. Salah satu persoalan

yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan pendidikan gratis di KSB adalah disebabkanlemahnya materi peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 dan oleh

karenanya perlu dilakukan perubahan terhadap mutan materi atas perbup tersebut. Pada bab ini akan dibahas mengenai materi umum yang dianggap perlu diatur dalam Peraturan Daerah tentang Program Pendidikan Gratis di KSB di masa mendatang.

A. Materi Muatan

Beberapa materi yang perlu diatur dalam peraturan daerah tentang program

pendidikan gratis yang merupakan penyempurnaan atas perbup Nomor 11 Tahun

2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pendidikan Gratis di daerah adalah :

1. Nama/Judul Peraturan

Dalam perbup Nomor 11/2006 judul peraturan tersebut adalah Pedoman

Pelaksanaan Program Pendidikan Gratis Di Kabupaten Sumbawa Barat. Perubahan

judul peraturan yang ditawarkan dalam Peraturan Daerah ini adalah :

1. Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Program Pendidikan

Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat, atau ;

2. Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Gratis di Kabupaten

Sumbawa Barat.

Adapun alasan perubahan nama/judul perda telah dibahas pada bab sebelumnya.

Rancangan yang disusun dalam Raperda ini adalah Penyelenggaraan Program

Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat

2. Dasar Pertimbangan Pembentukan Peraturan Daerah

Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai alasan atau dasar

pertimbangan perubahan perbup menjadi peraturan daerah. Dari uraian yang telah

dibahas tersebut, maka penting dalam permusan pertimbangan peraturan daerah

yang dibentuk memasukkan unsur pertimbangan sebagai berikut:

a. Peraturan daerah ini dibentuk untuk menjamin dan

meningkatkan perluasan pemerataan kesempatan dan mutu

pendidikan, serta meningkatkan daya saing masyarakat

sumbawa dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan

kehidupan di tingkat daerah, nasional, dan internasional saat ini

dan masa mendatang ;

Page 125: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 125

b. Penyelenggaraan pendidikan gratis adalah merupakan amanah

UUD 1945, UndangUndang Sisdiknas dan berbagai peraturan

lainnya

c. Pemerintah daerah telah menetapkan Peraturan Daerah

Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 23 Tahun 2008 Tentang

Program Wajib Belajar 12 Tahun di Kabupaten Sumbawa Barat

(Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2008

Nomor 23, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa

Barat Nomor 90) konsekuensi atas penetapan kebijakan

tersebut, maka Pemerintah Daerah berkewajiban untuk

mendanai program wajib belajar 12 tahun;

d. Program wajib belajar 12 tahun adalah merupakan usaha

pemerintah daerah untuk memajukan dan mensejahterakan

masyarakat, mewujudkan cita-cita bangsa, mewujudkan visi dan

misi serta cita-cita pembangunan daerah melalui wajib belajar

12 tahun akan terjadi peningkatkan sumberdaya manusia yang

pada akhirnya dengan meningkatnya SDM akan tercipta

mmasyarakat yang cerdas, beradab, demokratis dan sejahtera

serta mampu bersaing baik ditingkat daerah, nasional maupun

global ;

e. Melalui program pendidikan gratis pemerintah membantu

meringankan masyarakat serta sesungguhnya membantu pula

upaya pengentasan kemiskinan, oleh karena itu cakupan

penyelenggaraan program pendidikan gratis diberlakukan mulai

dari TK/RA, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA dan SMK

Negeri/Swasta dalam lingkup Pemerintah Kabupaten Sumbawa

Barat yang dilaksanakan secara terencana, terarah, dan

berkesinambungan;

f. Pembentukan peraturan daerah tentang program pendidikan

gratis juga untuk menjamin adanya kepastian hukum, menjamin

keberlangsungan dan keberlanjutan dan memberikan landasan

pijakan bagi para pemerintah daerah, penyelenggara

pendidikan, masyarakat dan para pemangku kepentingan

Page 126: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 126

pendidikan lainnya dalam mengimplementasikan program

pendidikan gratis.

g. Perubahan perbup dilakukan oleh karena kedudukan perbup

yang secara hierarkhis hukum adalah merupakan peraturan

paling rendah disisilain masa jabatan Bupati dan wakil bupati

akan berakhir pada tahun 2015 menjadi sangat rentan,

terancam berakhir manakala Bupati dan wakil bupati pada

periode selanjutnya tidak memiliki komitmen dan politicall will

yang kuat untuk melanjutkan program pendidikan gratis. faktor

kedua adalah adanya perubahan peraturan perundang-

undangan baru yang dilahirkan oleh pemerintah pusat

menuntut pula dilakukannya penyesuaian kebijakan di tingkat

daerah. Faktor ketiga, adalah oleh karena peraturan bupati

sebagai pedoman penyelenggaraan program pendidikan gratis

memiliki beberapa kekurangan (tidka komprehensif) mengatur

berbagai hal, serta dalam implementasinya banyak

menimbulkan kendala/permasalahan, karena itu maka perlu

dilakukan perubahan.

Alasan-alasan diatas adalah alasan yang akan diijadikan dasar

dan muatan dalam raperda.

3. Dasar hukum

Oleh karena dasar hukum yang digunakan dalam Perbup No.11

Tahun 2006 sudah kurang relevan lagi untuk dijadikan landasan hukum

karena beberapa peraturan tersebut telah ada yang dicabut atau

dinyatakan tidak berlaku, serta terdapat beberapa peraturan perundang-

undangan baru terkait dengan pendidikan yang belum disesuaikan dan

masukkan maka perlu dalam rumusan raperda ini memasukkan beberapa

peraturan baru kedalam dasar hukum penyelenggaraan pendidikan gratis.

Beberapa peraturan baru terkait dan cukup relevan untuk dijadikan dasar

hukum (dasar hukum tambahan selain yang telah ada dalam perbup)

pembentukan peraturan daerah adalah sebagai berikut :

a. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia

Page 127: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 127

Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4846);

b. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

Nomor 112, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia

Nomor 5038);

c. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang

Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005

Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4585);

d. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,

Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

e. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang

Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 124,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4769);

f. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib

Belajar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4863);

g. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang

Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4864);

h. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105);

Page 128: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 128

i. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun

2006 tentang Standar Isi pada Jenjang Pendidikan Dasar dan

Menengah;

j. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun

2006 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk

Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 Tentang

Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar

dan Menengah

k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2007 tentang

Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penerapan Standar

Pelayanan Minimal;

l. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun

2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah;

m. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun

2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah;

n. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun

2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi

Guru;

o. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun

2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan;

p. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun

2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah;

q. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun

2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan;

r. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun

2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah

Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah

Pertama /Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah

Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA);

Page 129: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 129

s. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007

Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah

t. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 50 tahun

2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh

Pemerintah Daerah

u. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 tahun 2007

tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal;

v. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun

2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan

w. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 tahun

2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar

Di Kabupaten/Kota

x. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 3 Tahun

2008 Tentang Kewenangan Kabupaten Sumbawa Barat

Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Daerah Kabupaten

Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 3)

y. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 23

Tahun 2008 Tentang Program Wajib Belajar 12 Tahun di

Kabupaten Sumbawa Barat (Lembaran Daerah Kabupaten

Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan Lembaran

Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 90)

4. Maksud, Fungsi dan Tujuan

4.1. Maksud

Maksud dari ditetapkannya peraturan daerah tentang program pendidikan

gratis secara umum adalah untuk; pertama, memberikan jaminan kepastian

hukum terhadap pelaksanaan program pendidikan gratis dimasa mendatang.

Jaminan kepastian hukum tersebut berupa adanya peraturan daerah yang

memayunginya, sekaligus sebagai alas atau pijakan bagi para penyelenggara

program pendidikan gratis untuk melaksanakan program pendidikan gratis

selanjutnya. Kedua, maksud ditetapkannya peraturan daerah tentang program

pendidikan gratis adalah untuk memberikan jaminan kepada seluruh para

pemangku kepentingan pendidikan, khususnya adalah kepada peserta didik dan

Page 130: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 130

para orang tua/wali murid program pendidikan gratis 18 tahun tetap akan

dilaksankaan oleh pemerintah daerah, dengan adanya perda ini maka jaminan

keberlanjutan program pendidikan gratis dimasa mendatang semakin kuat.

Ketiga, melalui peraturan daerah ini, maka akan mengikat seluruh pihak, pemda,

DPRD, masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya untuk taat dan

tunduk pada peraturan daerah yang akan dibentuk.

4.2. Fungsi

Fungsi dari diselenggarakannya program pendidikan gratis adalah untuk ;

Pertama, memberikan kesempatan (sarana) kepada setiap

penduduk usia sekolah 4 sampai dengan 18 tahun untuk dapat mengikuti

pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah. Kesempatan ini dibuka seluas-luasnya oleh pemerintah

daerah, agar anak usia sekolah (4 s.d.18) di KSB tidak lagi putus sekolah

karena persoalan biaya. Dengan dibukanya kesempatan yang luas kepada

seluruh penduduk KSB, maka seluruh penduduk KSB khususnya adalah

masyarakat ksb yang tergolong fakir miskin yang selama ini terkendala

dalam mengikuti pendidikan karena persoalan biaya pendidikan yang

mahal dapat dihapuskan karena adanya program pendidikan gratis. dan

sarana atau kesempatan yang diberikan oleh pemerintah daerah adalah

kepada seluruh penduduk KSB, tanpa membeda-bedakan suku, agama,

ras, jenis kelamin untuk dapat mengikuti pendidikan yang dimulai dari

pendikan anak usia dini, pendidikan dasar, hingga pendidikan menengah.

Kedua, fungsi dari penyelenggaraan program pendidikan gratis

adalah untuk memberikan kesempatan (sarana) kepada anak usia

sekolah agar mereka dapat mengembangkan kemampuannya, melalui

pendidikan gratis diharapkan akan membentuk watak yang cerdas dan

bermartabat;

Ketiga, fungsi dari penyelenggaraan pendidikan gratis adalah

sebagai sarana untuk dapat memajukan dan membentuk masyarakat KSB

yang demokratis, sejahtera dan berperadaban fitrah.

Ketiga fungsi tersebut merupakan fungsi utama dari program

pendidikan gratis di KSB yang sebelumnya tidak dimasukkan dalam

peraturan bupati.

4.3. Tujuan (goals)

Page 131: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 131

Tujuan yang ingin dicapai dari program pendidikan gratis, dapat

dibedakan menjadi dua. Pertama adalah tujuan umum (overall goals) dan tujuan

khusus (goals/objective).

Tujuan umum atau tujuan akhir (overall goals) dari adanya program

pendidikan gratis adalah : tercapainya pendidikan minimal bagi penduduk

sumbawa barat untuk dapat mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup

mandiri di dalam masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang

lebih tinggi.

Pendidikan minimal sebagaimana dimaksud pada tujuan akhir dari

program pendidikan gratis adalah sekurang-kurangya penduduk KSB adalah

berpendidikan menengah, dengan minimal pendidikan menengah itu diharapkan

setiap penduduk KSB pada akhirnya mampun untuk mengembangkan potensi

yang ada pada dirinya agar Ia (penduduk) kSB bisa hidup mandiri di dalam

masyarakat.

Kedua, dengan pendidikan minimal yang telah dimiliki, maka setiap

penduduk KSB dapat mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Itulah

tujuan umum (overall goals) yang harus dicapai dalam program pendidikan

gratis. Sedangkan tujuan khusus dari program pendidikan gratis yang hendak

atau perlu dicapai atau dituju/dihasilkan dari program pendidikan gratis adalah

:

a. terlaksananya program wajib belajar 12 tahun yang telah ditetapkan oleh

Pemerintah Daerah.

b. meningkatnya pemerataan kesempatan kepada setiap Penduduk

Kabupaten Sumbawa Barat untuk mengikuti seluruh jenjang pendidikan

mulai dari pendidikan usia dini (TK/RA) sampai sekurang-kurangnya

pendidikan menegah ( SMA/MA/SMK dan sederajat) ;

c. terbantunya biaya pendidikan bagi siswa atau Orang Tua/wali pada setiap

jenjang pendidikan ;

d. berkurangnya angka putus sekolah pada setiap jenjang pendidikan;

e. meningkatnya kualitas sumberdaya manusiasumbaw abarat agar

memiliki daya saing dimasa mendatang;

f. adanya investasi pembangunan daerah dimasa mendatang serta ;

g. meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya

pendidikan.

5. Prinsip-prinisip penyelenggaraan pendidikan gratis

Prinsip-prinsip apasajakah yang perlu diatur dalam penyelenggaraan

pendidikan gratis, agar tujuan pendidikan gratis dapat tercapai. Prinsip sangat

penting untuk dirumuskan dalam perda, karena prinsip atau azas merupakan

Page 132: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 132

norma tertinggi yang harus dipedomani oleh setiap orang. Dalam penyelenggaraan

pendidikan gratis sangat dibutuhkan untuk menjaga agar penyelenggaraan

pendidikan gratis tidak keluar dari koridor filosfis, sosiologis dan yuridis serta

tujuan dari peraturan yang akan dibentuk. Prinsip-prinisp penyelenggaraan

pendidikan gratis yang dirumuskan dalam raperda ini adalah:

Pertama, Pendidikan gratis harus diselenggarakan secara partisipatif,

transparan, akuntabel dan profesional. Prinsip ini adalah merupakan prinsip

dari tatakelola penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang baik.

Partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan profesional merupakan 4 dari 10

prinsip good governance. Keempat prinsip yang dimasukkan sebagai prinsip

dalam penyelenggaraan pendidikan gratis adalah dimaksudkan untuk mendorong

adanya partisipasi warga dalam proses penyelnggaraan pendidikan (partisipatif),

menjaga terjadinya praktek penyimpangan baik berupa penyalahgunaan kekuasaan

(abuse of power) maupun praktek korupsi (prinsip transparansi), mendorong

adanya pertanggungjawaban para penyelenggara dan pengelola pendidikan atas

pengelolaan pendidikan yang telah dilaksanakan kepada masyarakat/publik

(akuntabilitas) dan terakhir adalah profesional, prinsip ini menekankan agar

pengelolaan pendidikan dilakukan secara benar, baik dan dikelola dengan standar

manajemen yang memadai dan orang-rang yang memiliki kompetensi dan

integritas untuk melaksanakan pendidikan gratis.

Kedua, Pendidikan gratis diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang

sistematik dengan sistem yang terencana, terarah, terpadu, terbuka, bertanggung

jawab dan berkelanjutan. Prinsip ini meletakkan bahwa penyelenggaraan

pendidikan mulai dari satuan pendidikan anak usia dini hingga satuan pendidikan

tinggi memiliki hubungan atau keterkaitan, karena itu dalam penyelenggarakan

pendidikan harus dilihat secara komprehensif, tidak boleh dilaksankan secara

parsial. Kebijakan dan Penyelenggaraan pendidikan harus disusun secara

terencana tidak boleh reaksinoer, memiliki arah sasaran, tujuan dan hasil yang

jelas, dan antar komponen memiliki keterpaduan baik secara vertikal maupun

secara horizontal karena itu harus dapat diintegrasikan dan dapat disinergiskan

seluruh aspek yang mendukung terlaksananya pendidikan yang baik. Dan para

pengelola pendidikan haruslah bersikap terbuka, dan bertanggung jawab.

Penyelnggaraan pendidikan juga tidak boleh terhenti karena kendala atau

tantangan yang dihadapi, proses pendidikan harus tetap berjalan apapun situasi

dan kondisinya, dan harus berkelanjutan.

Ketiga, Pendidikan gratis diselenggarakan sebagai satu proses

pembudayaan dan pemberdayaan secara berkesinambungan. Pendidikan gratis

merupakan sarana pembudayaan pendidikan dalam arti bahwa pendidikan gratis

adalah merupakan sarana pembelajaran sepanjang hayat bagi masyrakat, proses

Page 133: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 133

interaksi dalam pendidikan yang berlangsung secara terus menerus akan

membentuk budaya baru dan akan melahirkan satu peradaban baru bagi

masyarakat—melalui pendidikan gratis proses pembangunan budya tersebut

dibangus atas kecerdasan masyarakat, dan akan membentuk suatu karaktek

masyarakat. Pendidikan gratis menjadi sarana atau wahana untuk memberdayakan

masyarakat, terutama masyarakat yang selama ini tidak memiliki kesempatan

untuk mendapatkan pendidikan melalui pendidikan gratis dapat menjadi lebih

berdaya. Pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan gratis menjadi prinsip

yang harus dimiliki oleh para setiap penyelenggara pendidikan di KSB.

Keempat, Pendidikan gratis diselenggarakan secara adil, demokratis dan

tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai

budaya lokal dan kebhinekaan. Prinsip ini megandung pengertian bahwa dalam

penyelenggaraan pendidikan gratis, para penyelenggara pendidikan harus dapat

memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh penduduk KSB usia

sekolah (4 s.d. 18 tahun), seluruh penduduk tanpa membeda-bedakan agama,

suku, ras, jenis kelamin, warna kulit, kaya dan miskin, kota atau desa , pejabat atau

bukan anak pejabat, haruslah diberlakukan secara adil, adil dalam arti diberikan

kesmepatan untuk dapat mengikuti jenjang pendidikan dari masing-masing satuan

pendidikan yyang menyelenggarakan program pendidikan gratis. Nilai-nilai

demokratisasi harus dibangun di satuan pendidikan, dan harus dapat ditanamkan

pemahaman dan prinsip dasar mengenai HAM, demokrasi, dan kebinekaan.

Dengan prinsip ini, diharapkan perlakukan-perlakuan yang diskriminatif yang

selama ini masih ada dalam penyelenggaraan pendidikan gratis diaharapkan dapat

dihapuskan oleh para penyelnggara pendidikan.

Kelima, Pendidikan gratis diselenggarakan dalam suasana yang

menyenangkan, menantang, mencerdaskan dan kompetitif dengan dilandasi

keteladanan. Pendidikan sebagai sebuah proses dan sebagai sebuah hasil, sangat

ditentukan dari peran para pendidik dan satuan pendidikan yang melaksanakan

pendidikan. Pendidikan yang baik, proses maupun hasil yang baik ditentukan dari

sejauhmana para tenaga pendidik mampu untuk mengembangkan berbagai kreasi

dan inovasi-inovasi baru dalam proses pembelajaran , upaya mencerdaskan para

peserta didik pada hakekatnya sangat tergantung dari kompetensi dan

profesionalitas para tenaga didik. Dan para tenaga didik (guru) adalah merupakan

contoh bagi para peserta didik. Keteladanan yang baik perlu ditunjukkan oleh para

tenaga pendidik kepada para peserta didik agar pendidikan pada akhirnya dapat

mencerdaskan dan dapat bersaing.

Keenam, Pendidikan gratis diselenggarakan dengan mengembangkan

budaya membaca dan belajar bagi segenap warga masyarakat. Persoalan mutu

yang selama ini menjadi masalah dalam penyelenggaraan pendidikan gratis perlu

Page 134: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 134

untuk segera diperbaiki. Para penyelenggara pendidikan harus membangun

budaya membaca di satuan pendidikan, budaya membaca dan belajar tersebut,

bukan hanya ditujukan kepada para peserta didik semata, melainkan pula kepada

para tenaga pengajar yang ada di masing-masing sekolah. Seluruh komponen

penyelenggara pendidikan harus bahu membahu untuk mengatasi masalah

rendahnya budaya membaca dan belajar baik dikalangan peserta pendidik maupun

dikalangan para tenaga pendidikan, terlebih lagi dikalangan warga masyarakat

secara luas. Kesempatan pendidikan gratis haruslah dapat dimanfaatkan oleh

seluruh para pemangku kepentingan untuk mendorong terjadinya minat baca

dikalangan siswa maupun murid. Dalam rangka mewujudkan prinsip tersebut

diatas, ketersediaan buku-buku bacaan dan perpustakaan sekolah menjadi sangat

penting untuk dapat diperhatikan oleh para pemimpin satuan pendidikan,

termasuk pemerintah daerah. Keterbatasan sarana perpustakaan, serta minimnya

para pedagang/penjual buku yang di KSB menjadi salah satu indikator rendahnya

budaya membaca dikalangan masyarakat KSB. Pendidikan gratis yang

diselnggarakan oleh pemerintah daerah haruslah dapat mendorong meningkatnya

minat membaca dan belajar. Melalui proggram pendidikan gratis, prinsip ini

(membaca dan belajar) diharapkan dapat dilaksanakan oleh seluruh stakeholder

pendidikan, khususnya adalah peserta didik dan tenaga pengajar.

Ketujuh, Pendidikan gratis diselenggarakan dengan memberdayakan

seluruh komponen pemerintah daerah dan masyarakat serta memberikan

kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam penyelenggaraan dan

peningkatan mutu pendidikan. Untuk dapat melangsungkan proses pendidikan

gratis, seluruh komponen yang ada didaerah haruslah dapat bahu-membahu untuk

menopang terselenggaranya pendidikan gratis yang bermutu. Melalui pendidikan

gratis, sepatutnya peran serta masyarakat terhadap penyelenggaraan penndidikan

semakin meningkat bukan justeru sebaliknya, tanggungjawab masyarakat semkain

menurun, bahkan tidak peduli sama sekali terhadap para peserta didik dan

lingkungan penyelnggara pendidikan. Pemberdayaan komponen pemerintah

daerah harus dilakukan mulai dari pendanaan pendidikan, kebijakan, program dan

kegiatan, hingga persoalan kapasitas pengelolaan satuan pendidikan dan

peningkatan para tenaga didik (guru) seluruh komponen daerah yang mendukung

dan berpengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan gratis harus terus

diberdayan. Agar penyelnggaraan pendidikan gratis juga dapat menghasilkan mutu

pendidikan yang berkualitas. Begitupun dengan peran serta masyarakat,

pemerintah daerah perlu membuka ruang yang sebesar-besarnya untuk adanya

keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan peningkatan

mutu pendidikan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi

penyelenggaraan pendidikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan pemerintah

daerah tidak boleh menutup ruang partisipasi masyarakat, termasuk ruang bagi

Page 135: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 135

masyarakat untuk memberikan sumbangan dalam rangka peningkatan mutu,

sepanjang sumbangan yyang diberikan masyarakat atas dasar kesukarelaan, tanpa

ada unsur paksaan dan tekanan, maka sepanjang itupula, pemerintah tidak boleh

melarang masyarakat untuk menyumbang.

Kedelapan, Pendidikan gratis diselenggarakan dengan mengacu pada

prinsip-prinisp pelayanan publik yang baik sebagaimana datur dalam Undang-

Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang pelayanan publik dan peraturan

perundang-undangan yyang berlaku lainnya. Prinsip-prinsip yang diacu adalah

asas-asas dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam undang-undang pelayanan

publik, selaku pelayan publik para penyelenggara pelayanan publik, diharuskan

untuk dapat memberikan pelayanan secara optimal kepada masyarakat atau

pengguna layanan. Dan para penyelenggara pelayanan publik diharuskan untuk

menyusun standar pelayanan publik, menyediakan akses bagi masyarakat untuk

mengadu atas layanan publik yang buruk dan sebagainya.

Kesembilan, Pendidikan gratis dilaksanakan dengan mengacu pada

standar pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah dan menyesuaikan dengan

perkembangan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Ruang Lingkup

Cakupan pelayanan yang diatur dalam peraturan daerah

penyelenggaraan pendidikan gratis adalah hanya pada lingkup

pendidikan anak usia dini (TKA/RA), pendidikan dasar, dan

pendidikan menegah. Sedangkan untuk pendidikan tinggi perlu

diatur tersendiri karena perguruan tinggi memiliki karekteristik

sendiri.

Tanggungjawab pemerintah untuk membiayai pendidikan

gratis tersebut adalah meliputi sekolah swasta dan sekolah negeri.

Untuk mendorong agar peserta didik mengikuti pendidikan gratis

dengan sungguh-sungguh, dan mendorong adanya pengawasan dan

tanggung jawab orang tua/wali terhadap anaknya (siswa), dan

beberapa permasalahan lainnya, maka pemerintah daerah perlu

untuk membatasi masa waktu pembiayaan yang menjadi tanggung

jawab pemerintah daerah untuk masing-masing satuan pendidikan.

Dalam perbup sebelumnya ruang lingkup pendidikan gratis ini tidak

diatur.

Page 136: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 136

7. Sasaran

Sasaran penerima pendidikan gratis adalah seluruh peserta

didik yang terdaftar pada satuan pendidikan dan memenuhi syarat

sebagai penerima program pendidikan gratis. Sasaran ini sama

dengan perbup sebelumnya. Akan tetapi, dalam materi raperda ini

menegaskan agar pemerintah daerah perlu dalam pemberian

program pendidikan gratis untuk mendahulukan dan

memprioritaskan peserta didik yang berasal dari keluarga fakir

miskin

8. Syarat Penerimaan program untuk peserta didik

Dalam perbup sebelumnya mensyaratkan adanya sertifikat Gerakan Sejuta

Pohon (GSP) oleh karena program ini tidak berjalan efektif hingga sekarang syarat

sertifikat GSP pada akhirnya tidak dapat berlaku efektif atau digunakan. Beberapa

persyaratan baru yang akan dirumuskan dalam raperda adalah :

a. Bersedia untuk menyelesaikan pendidikan sesuai dengan batas waktu

yang ditentukan oleh satuan pendidikan; syarat ini dimaksudkan untuk

mendorong agar para peserta didik memiliki tanggungjawab dan

motivasi untuk belajar dan mengembangkan dirinya dengan sungguh-

sungguh ;

b. Bersedia untuk mentaati peraturan dan tata tertib satuan pendidikan;

syarat ini untuk mendorong agar para peserta didik tidak semena-mena

terhadap sekolah yang menyenggarakan pendidikan, karena merasa

gratis—berbuat semaunya terhadap sekolah, syarat ini juga

dimaksudkan untuk mencegah kenalan siswa.

c. Bersedia untuk membayar uang ganti rugi apabila tidak naik kelas;

syarat ini dimaksudkan untuk memicu prestasi, kreasi dan kemauan

anak untuk berusaha keras mengejar prestasi di sekolah sekaligus

mendorong adanya peran dan tanggung jawab orang tua/wali untuk

meningkatkan prestasi anaknya.

d. Bersedia untuk tidak menggunakan dan terlibat Narkoba, obat

terlarang, dan zat adiktif. Persyaratan ini untuk mencegah dan

mengurangi terjadinya penyalahgunaan obat-obatan oleh peserta

Page 137: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 137

didik/siswa, dan sejak awal siswa diperigatkan dengan adanya

persyaratan ini. Kedua adalah untuk mencegah terjadinya kenakalan

remaja, syarat ini khususnya diberlakukan bagi siswa SMP, SMA/MA

dan sederajat lainnya.

e. Tidak pernah dikeluarkan dari sekolah lain karena sebab akademis atau

hukuman. Syarat ini untuk mencegah dan menghindari siswa untuk

bertindak nakal, karena perbuatannya yang buruk disatu sekolah,

kemudian pindah kesekolah lain, atau karena tidak naik kelas untuk

tetap mendapatkan pendidikan gratis pindah kesekolah lainnya.

Beberapa persyaratan yang dirumuskan ini bukan menjadi sebuah

persyaratan yang dimaksudkan untuk atau dapat menghambat siswa untuk

menerima pendidikan gratis, melainkan lebih kepada upaya untuk memberikan

pendidikan kepada siswa, tanggung jawab, serta mendorong motivasi para siswa

agar dengan pendidikan gratis, berarti mereka harus dapat berprestasi, dan

persyaratan ini juga dimaksudkan untuk mendorong agar para orang tua/wali

murid memiliki tanggungjawab dan ikut berpartisipasi dalam rangka

meningkatkan mutu pendidikan gratis.

9. Pemutusan biaya pendidikan gratis kepada peserta didik

Pemutusan biaya pendidikan gratis kepada peserta didik ini adalah

sebagai suatu peringatan sekaligus sanksi kepada seluruh penerima program

pendidikan gratis, agar tidak menyalahgunkan dan mengartikan penyelenggaraan

pendidikan gratis. Pemutusan biaya pendidikan gratis dapat dilakukan apabila :

a. Tingkat kehadiran peserta didik mengikuti proses belajar dikelas kurang dari

85 % (delapan puluh lima persen) dalam satu tahun tanpa alasan dan

keterangan yang jelas;

b. Peserta didik tidak naik kelas sebanyak 2 kali secara berturut-turut pada kelas

yang sama dan jenjang satuan pendidikan yang sama;

c. peserta didik tidak mematuhi peraturan dan tata tertib sekolah, dan dampak

dari perbuatannya sangat berpengaruh buruk terhadap siswa dan lingkungan

sekolah;

d. terlibat penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif.

10. Penyelenggara Pendidikan Gratis

Dalam perbup sebelumnya tidak diatur secara jelas mengenai

penyelenggara pendidikan secara rinci, hak dan kewajiban para pihak.

Page 138: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 138

Maka dalam rancangan peraturan daerah ini. Penyelenggara pendidikan

dirincikan dan dibagi menjadi 3 aktor utama. Pembagian ketiga aktor ini

didasarkan atas kedudukan, peran dan fungsinya dalam penyelenggaraan

program pendidikan gratis.

Pembagian ini untuk memudahkan para pihak, dalam memahami

kedudukan, peran dan fungsi sekaligus lingkup tanggungjawab yang

diterima dari program pendidikan gratis. Ketiga aktor utama penyelenggara

pendidikan gratis ini dalam rumusan rancangan peraturan daerah ini

dibagi sebagai berikut :

a. Penyelenggara (pemda KSB c.q. Dikpora)

Dikpora adalah lembaga teknis yang selama ini memiliki tupoksi

dalam bidang pendidikan. Tugas utama dari dikpora dalam

penyelenggaraan program pendidikan gratis adalah lebih kepada

aspek perumusan dan penetapan kebijakan/regulasi, perumusan dan

penetapan kebijakan anggaran program, supervisi pelaksanana

program kepada satuan pendidikan, evaluasi dan pelaporan atas

pelaksanaan program. Dikpora adalah sebagai penanggung jawab

pelaksana atas program pendidikan gratis. dan dalam melaksankan

tupoksinya bertanggung jawab langsung kepada Bupati selaku

pembina.

b. Lembaga pendukung (Bappeda, DPKAD, dan dinas teknis lainnya)

adalah bagian dari penyelenggara yang sifatnya mendukung

ketercapaian pelaksanaan program pendidikan gratis yang dalam hal

ini dilaksanakan oleh Dikpora. Tugas utama lembaga pendukung ini

adalah memberikan supporting untuk mendukung ketercapaian

program pendidikan gratis.

c. Pengelola adalah satuan pendidikan (sekolah). Yakni, pihak yang

secara langsung mengelola dana serta melaksanakan program

pendidikan gratis pada masing-masing satuan kepada masyarakat

langsung, adalah selaku pengelola satuan pendidikan bertanggung

jawab kepada Pemda c.q. Dikpora secara vertikal, dan secara

horizontal bertanggung jawab kepada masyarakat, baik melalui

Dewan Pendidikan, Komite Sekolah maupun langsung kepada Orang

Tua/wali.

11. Hak dan Kewajiban

Page 139: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 139

Dalam perbup sebelumnya tidak diatur mengenai hak dan kewajiban para

pihak. Maka dalam rancangan ini, parak aktor-aktor baik sebagai penyelenggara,

pengelola maupun penerima program pendidikan gratis akan diatur hak dan

kewajibannya masing-masing. Dalam rancangan perda ini ada lima aktor/unsur

subyek yang akan diatur tentang hak dan kewajibannya dalam program pendidikan

gratis, yakni :

a. Hak dan Kewajiban Pemerintah Daerah

b. Hak dan Kewajiban Satuan Pendidikan

c. Hak Dan Kewajiban Orang Tua/Wali dan Masyarakat

d. Hak dan Kewajiban Peserta Didik

e. Hak dan Kewajiban Tenaga Pendidik

Diaturnya hak dan kewajiban dari lima subyek hukum diatas untuk

memberikan kepastian, dan kejelasan peran masing-masing pihak, baik

menyangkut hak-haknya yang patut diterima maupun kewajiban-kewajiban yang

harus ditaati dari adanya program pendidikan gratis. Peletakkan pengaturan

mengenai hak dan kewajiban ini dilakukan dengan prinsip terjadinya

keseimbangan antara hak dan kewajiban. Dengan adanya pengaturan hak dan

kewajiban para pihak ini maka tentu akan memiliki implikasi, atas hak dan

kewajiban yang dilaksanaknnya.

12. Pendanaan Pendidikan Gratis

Tentang pendaan pendidikan, dalam perbup sebelumnya

dituangkan besaran jumlah biaya/dana pendidikan untuk operasional

masing-masing sekolah. Dalam rancangan peraturan daerah ini, jumlah

dana yang diberikan ditetapkan secara sendiri melalui keputusan Bupati

yang ditetapkan setiap tahun, karena jumlah biaya operasional tersebut

bersifat fluktuatif. Namun, untuk memastikan pendanaan pendidikan

gratis teralokasi dalam APBD, maka ditetapkan jumlah minimal APBD

untuk sektor pendidikan adalah 20% dan alokasi tersebut adalah belanja

langsung yang diprioritaskan untuk membiaya pendidikan gratis.

Dalam rancangan peraturan daerah ini juga mengatur mengenai

komponen-komponen pembiayaan yang dibiayai dan menjadi tanggung

jawab pemerintah daerah. Dan untuk mencegah terjadinya

penyelahgunaan penggunaan anggaran pendidikan gratis, maka dalam

rancangan peraturan daerag ini mengatur prinsip-prinisp mengenai

Page 140: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 140

pengelolaan dana pendidikan gratis yang harus dipedomani oleh

penyelenggara pendidikan, pengelola maupun masyarakat.

Dalam rancangan peraturan daerah ini juga merumuskan adanya

Dana Abadi Sekolah sebagai dana deposito sekolah yang diberikan

oleh pemerintah daerah kepada masing-masing satuan pendidikan yang

menyelenggarakan pendidikan gratis, dana abadi sekolah ini akan

dilaksanakan secara bertahap dengan memprioritaskan terlebih dahulu

sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Besarnya Dana

Abadi sekolah ini ditetapkan melalui keputusan bupati. Tujuan dari dana

ini adalah untuk memastikan bahwa penyelenggaraan pendidikan gratis

tidak terhambat dengan proses pembahasan APBD, karena tidak sesuai

dengan kalender pendidikan sekaligus memastikan sekolah yang

menyelenggarakan pendidikan gratis dapat melaksankan program

tersebut setiap tahunnya, tanpa kendala atau terhambat dengan

keterlambatan pencairan anggaran program (APBD).

Dalam rancangan peraturan daerah ini juga memasukkan unsur

pungutan yang dibolehkan oleh sekolah, yakni bersifat sukarela dan

pungutan tersebut 75% diarahkan untuk peningkatan mutu pendidikan

dengan persetujuan dari para peserta didik dan orang tua/wali yang

kemudian disetujui pula oleh dewan pendidikan dan dikpora. Kriteria

persyaratan dirinci dan diatur dalam rumusan rancangan peraturan

daerah.

Rancangan peraturan daerah ini juga mensyaratkan agar para

pengelola satuan pendidikan untuk mempertanggungjawabkan

penggunaan anggaran, mekanisme dan prinsip transapransi dan

akuntabilitas publik diatur secara khusus untuk memastikan seluruh

pelaksanaan program dan penggunaan naggaran pendidikan gratis

berjalan on the track sesuai regulasi yang ditetapkan. Oleh karena itu

dirumuskan pula mengenai prinsip-prinisp pengelolaan dana

Pengaturan mengenai pendanaan ini untuk memastikan

bagaimana pendanaan program pendidikan gratis, mulai dari

pengalokasikan hingga pelaporan atas penggunaan anggaran. Tidak

menimbulkan adanya permasalahan.

13. Standar Pelayanan

Page 141: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 141

Materi penting yang diatur dari rancangan peraturan daerah ini

adalah terkait dengan adanya pengaturan mengenai standar pelayanan

pendidikan gratis, yakni meliputi; pertama, standar pelayanan yang

diberikan oleh satuan pendidikan. Standar tersebut merujuk pada SPM

yang ditetapkan oleh Pemerintah serta standar pendidikan nasional.

Pengaturan ini dimaksudkan agar mutu/kualitas penyelenggaraan

penddiikan gratis menghasilkan mutu/kualitas yang baik, tidak terjadi

penurun mutu pendidikan. SPM ini juga menjadi salah satu instrumen

penting untuk mengukur kinerja para penyelenggara dan pengelola

pendidikan gratis, serta mendorong agar seluruh satuan pedididikan yang

menyelenggarakan pendidikan gratis memiliki standar. Dikpora sebagai

penanggungjawab atas penyelenggaraan program pendidikan gratis

diharapkan dan didorong dalam rancangan peraturan daerah ini untuk

merumuskan dan menetapkan serta memberlakukan SPM pada seluruh

satuan pendidikan. Dan untuk menjaga standar mutu, maka seluruh

satuan pendidikan yang melaksanakan program pendidikan gratis

diwajibkan untuk mengacu pada standar pendidikan nasional.

Kedua, pengaturan mengenai standar informasi pelayanan

pendidikan gratis. dirumuskan dan dirancangan dalam raperda untuk

menjamin adanya keterbukaan dan informasi publik. Informasi mengenai

program pendidikan gratis sangat dibutuhkan oleh masyarakat—karena

dengan adanya informasi itulah masyarakat baru dapat berpartisipasi,

dan dengan adanya informasi itupula masyarakat dapat melakukan

pemantauan dan pengawasan serta dapat mengambil posisi dan perannya

masing-masing dalam program pendidikan gratis. Sistem informasi

pendidikan ini diharapkan juga akan mendorong adanya pemahaman

secara komprehensif masyarakat atas penyelenggaraan program

pendidikan gratis.

Ketiga, Indeks Kepuasaan Mayarakat. Pengukuran kinerja atas

pelaksanaan program pendidikan gratis, tidak diukur hanya terbatas

laporan yang disampaikan satuan pendidikan kepada pemerintah daerah,

begitupun dengan penyelnggara (dikpora) hanya melaporkan kepada

bupati, tetapi kinerja dan keberhasilan pelaksanaan program penddiikan

gratis akan diukur dari penilaian masyarakat langsung selaku pengguna

layanan, melalui indeks kepuasaan masyarakat (IKM). Indeks kepuasaan

masyarakat akan dilakukan sekurang-kurang 2 tahun sekali, dan

Page 142: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 142

berdasarkan hasil indeks kepuasaan masyarakat itulah pemerintah daerah

dapat memberikan penghargaan kepaa satuan pendidikan dan tenaga

pendidikan yang berprestasi yang telah berhasil memajukan program

pendidikan gratis.

Keempat, unit pengaduan pelayanan. Menyadari bahwa program

pendidikan gratis adalah pelayanan publik yang berhubungan langsung

dengan masyarakat dan seringpula menimbulkan persoalan, maka dalam

rancangan perda perlu dirumuskan mengenai unit pengaduan

masyarakat—yang merupakan mekanisme dari pelayanan publik yang

baik, serta tatakelola yang menuju pada good governance.

Dan kelima adalah penilaian kinerja. Penilaian kinerja yang

dirumuskan dalam materi rancangan perda bukan hanya terbatas

penilaian pimpinan kepada bawahan, melainkan pula penilaian bawahan

kepada pimpinan, mekanisme mengenai penilaian kinerja dan indikator

keberhasilan kinerja diatur dalam ranperda ini.

14. Pengawasan dan evaluasi

Pengawasan terhdap program pendidikan gratis dapat

dilakukan oleh seluruh pihak sesuai dengan proporsinya masing-

masing, dalam rumusan rancnagan perda diatur mengenai

pengawasan adalah Pemerintah Daerah, DPRD, Dewan Pendidikan,

Komite Sekolah, DPRD dan para pemangku kepentingan.

Dalam konteks evaluasi, materi yang akan dimasukkan

sebagai rumusan materi adalah terkait dengan evaluasi dibagi

menjadi beberapa bagian, evaluasi tersebut meliputi; Evaluasi

Program Pendidikan Gratis itu sendiri, evaluasi belajar, evaluasi

dan kinerja.

15 Peran serta masyarakat

Dalam perbup sebelumnya tidak diatur secara jelas

mengenai peran serta masyarakat, maka dalam rancangan perd aini

akan diatur mengenai peran serta masyarakat dalam program

pendidikan gratis pada bab khusus mengatur tentang peran serta

masyarakat.

Page 143: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 143

Peran serta masyarakat perlu diatur dalam rancangan perda

program pendidikan gratis. Peran serta masyarakat yang akan

diatur adalah peran serta masyarakat dalam penyelnggaraan

program pendidikan gratis, peran serta masyarakat dalam

pengembangan pendidikan, dan peran serta masyarakat dalam

komite sekolah dalam konteks penyelenggaraan pendidikan gratis.

16 Penghargaan (reward)

Pendekatan pemberian penghargaan (reward) adalah

dimaksudkan agar setiap orang untuk termotivasi dan memiliki

semangat untuk berpikir dan bertindak positif dihadapan hukum

(perda) sekaligus sebagai bentuk apresiasi pemerintah daerah

kepada semua pihak.

Melalui reward ini diharapkan semua pihak akan terangsang

untuk mentatai peraturan, tanpa perlu mendapat tekanan,

ancaman, atau lainnya dan diharapkan pula terjadi kompetisi fair

dan postif untuk mendorong pencapaian tujuan program

pendidikan gratis.

Pemberian reward yang diatur dalam peraturan daerah

adalah ditujukan kepada satuan pendidikan (sekolah) yang

berperasti dalam menyelenggarakan pendidikan gratis. Kedua

adalah kepada para guru yang berpretasi dan ketiga adalah kepada

para peserta didik.

17 Sanksi Administratif Dapat perbup sebelumnya juga tidka mengatur mengenai sanksi, dalam

rancangan peraturan daerah ini akan memuat sanksi, namun sanksi tersebut

bukanlah sanksi pidana melainkan adalah sanksi yang bersifat administratif.

Kewenangan untuk memberikan sanksi itu diberikan dan terletak pada Bupati,

sanksi administratif yang dapat diberikan adalah berupa :

a. teguran/peringatan;

b. pencabutan ijin pendirian sekolah/penyelenggaraan pendidikan ;

c. pembubaran.

18. Ketentuan peralihan

Page 144: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 144

Ketentuan peralihan diperlukan untuk memuat status keberlakuan

peraturan daerah mengenai program pendidikan gratis yang sudah ada pada

saat peraturan daerah ini mulai berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk penyesuaian

dan agar tidak menimbulkan permasalahan hukum seperti kekosongan hukum.

19 Ketentuan penutup

Ketentuan penutup diperlukan untuk mulai berlakunya Peraturan daerah

yang baru ini pada saat diundangkan. Dan untuk mengukur efektivitas

keberlakukan peraturan daerah ini, maka perlu dilakukan evaluasi setiap 2

tahun.

B. SISTEMATIKA RAPERDA PENYELENGGARAAN PROGRAM

PENDIDIKAN GRATIS

Sitematika Rancangan Peraturan Daerah ini terdiri dari :

• BAB I KETENTUAN UMUM

• BAB II MAKSUD, FUNGSI DAN TUJUAN

• BAB III PRINSIP-PRINSIP PENYELENGGARAAN PROGRAM

PENDIDIKAN GRATIS

BAB IV RUANG LINGKUP DAN SASARAN

• BAB V SYARAT PENERIMAAN DAN PEMUTUSAN PENDANAAN PROGRAM PENDIDIKAN GRATIS

• BAB VI PENYELENGGARA, PENDUKUNG DAN PENGELOLA

• BAB VII HAK DAN KEWAJIBAN

• BAB VIIIPENDANAAN PENDIDIKAN GRATIS

• BAB IX STANDAR PELAYANAN

• BAB X PENGAWASAN DAN EVALUASI

• BAB XI PERAN SERTA MASYARAKAT

• BAB XII PENGHARGAAN

• BAB XIII SANKSI ADMINISTRATIF

• BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN

• BAB XV KETENTUAN PENUTUP

Page 145: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 145

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

NOMOR .......... TAHUN 2011

TENTANG

PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN GRATIS

DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUMBAWA BARAT,

Menimbang : a. bahwa untuk menjamin dan meningkatkan perluasan

pemerataan kesempatan dan mutu pendidikan, serta

meningkatkan daya saing masyarakat sumbawa dalam

menghadapi berbagai tantangan perubahan kehidupan di

tingkat daerah, nasional, dan internasional saat ini dan masa

mendatang maka perlu diselenggarakan program pendidikan

gratis mulai dari TK/RA, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA dan

SMK Negeri/Swasta dalam lingkup Pemerintah Kabupaten

Sumbawa Barat yang dilaksanakan secara terencana, terarah,

dan berkesinambungan;

b. bahwa penyelenggaraan pendidikan gratis adalah usaha

pemerintah daerah untuk menuntaskan wajib belajar 12

tahun di daerah serta usaha pemerintah daerah untuk

memajukan dan mensejahterakan masyarakat, mewujudkan

cita-cita bangsa, mewujudkan visi dan misi serta cita-cita

pembangunan daerah ;

c. bahwa penyelenggaraan pendidikan gratis merupakan salah

satu instrument untuk meningkatkan kualitas sumber daya

manusia dan Indeks Pembangunan Manusia. mengurangi

beban ekonomi masyarakat dan kemiskinan di daerah;

d. bahwa penyelenggaraan pendidikan gratis berdasarkan

Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 tentang Pedoman

Pelaksanaan Program Pendidikan Gratis di Kabupaten

Page 146: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 146

Sumbawa Barat sudah tidak memadai lagi dan perlu diganti

serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan dinamika

kebutuhan masyarakat dan perkembangan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Peraturan daerah

tentang Penyelenggaraan Pendidikan Gratis di Kabupaten

Sumbawa Barat;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor

4301);

2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2003 tentang

Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat di Provinsi Nusa

Tenggara Barat (Lembaran Negara Tahun 2003, Nomor 145,

Tambahan Lembaran Negara 4340)

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah

diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4844);

4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005

Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4686);

6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 7. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

Nomor 112, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia

Nomor 5038);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan Nasional (Lembaran

Page 147: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 147

Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 69,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3485);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005

Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4585);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor

25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4614);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,

Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4737);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 124,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4769);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4863);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4864);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5105);

18. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah;

Page 148: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 148

19. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk

Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 Tentang

Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan

Dasar dan Menengah

20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penerapan

Standar Pelayanan Minimal;

21. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah;

22. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun

2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah; 23. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun

2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;

24. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun

2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan; 25. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun

2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

26. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan;

27. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun

2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah

Pertama /Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah

Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA);

28. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan

Dasar dan Menengah

29. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 50 tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh

Pemerintah Daerah

30. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal;

31. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan

32. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar

Di Kabupaten/Kota

33. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite

Sekolah;

Page 149: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 149

34. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

060/U/2002 tentang Pedoman Pendirian Sekolah;

35. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Kewenangan Kabupaten Sumbawa

Barat Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Daerah

Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 3)

36. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Program Wajib Belajar 12 Tahun di

Kabupaten Sumbawa Barat (Lembaran Daerah Kabupaten

Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan

Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 90)

37. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah

Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan,

Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas-Dinas Daerah

Kabupaten Sumbawa Barat (Lembaran Daerah Kabupaten

Sumbawa Barat Tahun 2010 Nomor 13)

38. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah

Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan,

Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lembaga Teknis

Daerah Kabupaten Sumbawa Barat (Lembaran Daerah

Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2010 Nomor 14)

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG

PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN

GRATIS DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Sumbawa Barat.

2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Wakil Bupati beserta Perangkat Daerah Lainnya sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.

4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat. 5. Kepala Daerah adalah Bupati Sumbawa Barat.

Page 150: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 150

6. Dinas adalah Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumbawa Barat.

7. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

8. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar

pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap

tuntutan perubahan zaman.

9. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

10. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia

11. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang,

dan jenis pendidikan tertentu.

12. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

13. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan

sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam

menyelenggarakan pendidikan.

14. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai

dengan tujuan pendidikan.

15. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan

kemampuan yang dikembangkan.

16. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

17. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang

menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal

pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

18. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi.

19. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

20. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. 21. Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya disingkat TK, adalah salah satu

bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang

menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) tahun

sampai dengan 6 (enam) tahun.

22. Raudhatul Athfal, yang selanjutnya disingkat RA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang

Page 151: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 151

menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi

anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.

23. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah

Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah

pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang

sederajat.

24. Wajib belajar 12 tahun adalah program pendidikan minimal 12 tahun yang harus diikuti oleh setiap warga negara Indonesia Penduduk Kabupaten

Sumbawa Barat yang ditanggung oleh pemerintah daerah.

25. Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada

jenjang pendidikan dasar.

26. Madrasah Ibtidaiyah, yang selanjutnya disingkat MI, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang

menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada

jenjang pendidikan dasar.

27. Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan

umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau

bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama

atau setara SD atau MI.

28. Madrasah Tsanawiyah, yang selanjutnya disingkat MTs, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang

menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada

jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang

sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD

atau MI.

29. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah

Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan

Madrasah Aliyah Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat.

30. Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum

pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau

bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama

atau setara SMP atau MTs.

31. Madrasah Aliyah, yang selanjutnya disingkat MA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang

menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada

jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk

lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau

setara SMP atau MTs.

32. Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan

kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP,

Page 152: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 152

MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang

diakui sama atau setara SMP atau MTs.

33. Madrasah Aliyah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat MAK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang

menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada

jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk

lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau

setara SMP atau MTs.

34. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

35. Standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif pemenuhan Standar Nasional Pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap

satuan pendidikan.

36. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.

37. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.

38. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat

yang peduli pendidikan.

39. Mutu pendidikan adalah tingkat kecerdasan kehidupan bangsa yang dapat diraih dari penerapan Sistem Pendidikan

40. Penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program

pendidikan, pemerintah daerah, pemerintah dan masyarakat untuk

menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan.

41. Standar Pelayanan Minimal Pendidikan, yang selanjutnya disebut SPM, adalah jenis dan tingkat pelayanan pendidikan minimal yang harus

disediakan oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau

program pendidikan, dan pemerintah daerah.

42. Standar Nasional Pendidikan, yang selanjutnya disebut SNP, adalah kriteria minimaltentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan..

43. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.

44. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

45. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada

setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk

pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.

46. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

Page 153: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 153

47. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat,

dana, sarana, dan prasarana.

48. Masyarakat adalah kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang merupakan penduduk Kabupaten Sumbawa Barat yang mempunyai perhatian

dan peranan dalam bidang pendidikan.

49. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya

yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai

kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.

50. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan

penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan

penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UndangUndang

ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

51. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau

pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan

publik.

52. Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen

yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik,

dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan

publik.

53. Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai

kewajiban dan janji Penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka

pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur

54. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

55. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan

kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus

dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

56. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai

standar kompetensi lulusan.

57. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam

jabatan.

58. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga,

tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat

bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang

Page 154: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 154

diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan

teknologi informasi dan komunikasi.

59. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan

pada tingkat satuan pendidikan, agar tercapai efisiensi dan efektivitas

penyelenggaraan pendidikan.

60. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.

61. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil

belajar peserta didik.

62. Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat

berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan

secara teratur dan berkelanjutan.

63. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang,

dan jenis pendidikan tertentu.

64. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran,

untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik .

65. Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau

penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.

66. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta

didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan

dasar, dan pendidikan menengah.

67. Kualifikasi Akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh Guru sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan

formal di tempat penugasan.

68. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk Guru. 69. Sertifikat Pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan

kepada Guru sebagai tenaga profesional.

70. Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan

untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi SKPD.

71. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada

suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber

daya baik yang berupa personal (sumber daya manusia), barang modal

termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau

kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk

menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.

72. Pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan.

Page 155: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 155

73. Pemangku kepentingan pendidikan adalah orang, kelompok orang, atau organisasi yang memiliki kepentingan dan/atau kepedulian terhadap

pendidikan.

BAB II

MAKSUD, FUNGSI DAN

TUJUAN

Bagian Kesatu

Maksud Pasal 2

Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan Gratis dimaksudkan

untuk memberikan kepastian hukum dan jaminan atas keberlangsungan dan

keberlanjutan penyelenggaraan program pendidikan gratis di Kabupaten

Sumbawa Barat

Bagian Kedua

Fungsi

Pasal 3

Pendidikan gratis berfungsi sebagai sarana untuk ;

a. memberikan kesempatan kepada setiap penduduk usia sekolah 4 sampai

dengan 18 tahun untuk mengikuti pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,

dan pendidikan menengah

b. memberikan kesempatan kepada anak usia sekolah di wilayah sumbawa barat

untuk mengembangkan kemampuan, membentuk watak yang cerdas dan

bermartabat untuk menuju kehidupan masyarakat Sumbawa Barat yang

demokratis, sejahtera dan berperadaban fitrah

c. untuk memberikan peluang pada orang tua siswa untuk mengalihkan dana

kebutuhan anak didik menjadi dukungan biaya terhadap peningkatan fasilitas

belajar dan potensi siswa.

Bagian Ketiga

Tujuan

Pasal 4

(1) Tujuan umum penyelenggaraan program pendidikan gratis adalah

tercapainya pendidikan minimal bagi penduduk sumbawa barat untuk dapat

mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di dalam

masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

(2) Tujuan khusus penyelenggaraan program pendidikan gratis adalah : a. terlaksananya program wajib belajar 12 tahun yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

b. meningkatnya pemerataan kesempatan kepada setiap Penduduk

Kabupaten Sumbawa Barat untuk mengikuti seluruh jenjang pendidikan

mulai dari pendidikan usia dini (TK/RA) sampai sekurang-kurangnya

pendidikan menegah ( SMA/MA/SMK dan sederajat) ;

c. terbantunya biaya pendidikan bagi siswa atau Orang Tua/wali pada setiap jenjang pendidikan ;

Page 156: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 156

d. berkurangnya angka putus sekolah pada setiap jenjang pendidikan; e. meningkatnya kualitas sumberdaya manusiasumbaw abarat agar memiliki daya saing dimasa mendatang;

f. adanya investasi pembangunan daerah dimasa mendatang serta ; g. meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya pendidikan.

BAB III

PRINSIP-PRINSIP PENYELENGGARAAN

PROGRAM PENDIDIKAN GRATIS

Pasal 5

Prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan gratis adalah: (1) Pendidikan gratis diselenggarakan secara partisipatif, transparan, akuntabel dan

profesional dan menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah

Daerah, Masyarakat dan Peserta Didik.

(2) Pendidikan gratis diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem yang terencana, terarah, terpadu, terbuka, bertanggung jawab dan

berkelanjutan.

(3) Pendidikan gratis diselenggarakan sebagai satu proses pembudayaan dan pemberdayaan secara berkesinambungan.

(4) Pendidikan gratis diselenggarakan secara adil, demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya lokal dan

kebhinekaan.

(5) Pendidikan gratis diselenggarakan dalam suasana yang menyenangkan,

menantang, mencerdaskan dan kompetitif dengan dilandasi keteladanan.

(6) Pendidikan gratis diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca dan belajar bagi segenap warga masyarakat.

(7) Pendidikan gratis diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen pemerintah daerah dan masyarakat serta memberikan kesempatan kepada

masyarakat untuk berperan serta dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu

pendidikan.

(8) Pendidikan gratis diselenggarakan dengan mengacu pada prinsip-prinisp

pelayanan publik yang baik sebagaimana datur dalam Undang-Undang Nomor 25

tahun 2009 Tentang pelayanan publik dan peraturan perundang-undangan yyang

berlaku lainnya.

(9) Pendidikan gratis dilaksanakan dengan mengacu pada standar pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah dan menyesuaikan dengan perkembangan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV

RUANG LINGKUP DAN SASARAN

Bagian Pertama

Ruang Lingkup

Pasal 6

(4) Pemerintah daerah menjamin terselenggaranya pendidikan gratis mulai

Page 157: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 157

pendidikan anak usia dini sampai jenjang pendidikan menengah tanpa

memungut biaya.

(5) Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat yang berusia 4 (empat) sampai 6 (enam) tahun wajib mengikuti pendidikan gratis pada satuan pendidikan

anak usia dini sesuai daya tampung satuan pendidikan.

(6) Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat yang berusia 6 (enam) tahun wajib mengikuti pendidikan gratis pada satuan pendidikan dasar sesuai daya

tampun.

(7) Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat yang berusia di atas 15 (lima belas) tahun dan belum lulus pendidikan dasar wajib menyelesaikan pendidikannya

sampai lulus atas biaya pemerintah daerah.

(8) Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat yang berusia diatas 18 tahun dan belum lulus pendidikan menengah wajib menyelesaikan pendidikannya

sampai lulus atas biaya pemerintah daerah.

(9) Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat usia wajib belajar yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, pemerintah daerah wajib

memberikan bantuan biaya pendidikan sesuai peraturan perundang-

undangan.

(10) Pemerintah daerah wajib untuk mengupayakan agar setiap Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat usia wajib belajar mengikuti pendidikan gratis.

Pasal 7

(1) Ruang lingkup penyelenggaraan program pendidikan gratis adalah mencakup Pendidikan Anak Usia, Pendidikan Dasardan Pendidikan

Menengah.

(2) Pendidikan Anak Usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah meliputi;

a. Taman Kanak-kanak ( TK) negeri dan swasta; b. Raudhatul Athfal (RA) negeri dan swasta. c. Atau bentuk lain yang sederajat

(3) Pendidikan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah meliputi: a. Sekolah Dasar (SD) negeri dan swasta ; b. Madrasah Ibtidaiyah (MI) negeri dan swasta ; c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri dan swasta; d. Madrasah Tsanawiyah, (MTs) negeri dan swasta; e. atau bentuk lain yang sederajat

(4) Pendidikan Menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah meliputi:

a. Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri dan swasta; b. Madrasah Aliyah (MA) negeri dan swasta; c. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) negeri dan swasta; d. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) negeri dan swasta ; e. atau bentuk lain yang sederajat.

Pasal 8

Page 158: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 158

(1) Cakupan penyelenggaraan pendidikan gratis yang menjadi tanggungjawab

pemerintah daerah adalah meliputi :

a. Pendaftaran siswa baru;

b. Bangku/meja belajar;

c. Bantuan pembangunan dan atau pemeliharaan sekolah;

d. Bantuan dengan alasan dana sharing;

e. Buku ajar;

f. Iuran kegiatan ekstrakurikuler;

g. Lembaran Kerja Siswa (LKS);

h. Pengayaan materi;

i. Penamatan;

j. Photo;

k. Penilaian dan evaluasi belajar;

l. Penulisan buku laporan hasil belajar;

m. Penulisan ijazah; n. Atribut dan kartu peserta didik;

o. Pakaian praktek Laboratorium peserta didik;

p. Praktek Kerja Lapang (PKL) bagi program studi tertentu;

(2) Rincian jenis cakupan, penambahan dan pengurangan jenis cakupan, serta besarnya anggaran dari masing-masing komponen yang ditanggung pemerintah

daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengkajian setiap tahunnya

dan ditetapkan melalui Keputusan Bupati.

Bagian Kedua

Masa Waktu Pendidikan

Pasal 9

(1) Masa waktu pendidikan yang menjadi tanggungan pemerintah daerah untuk membiayai program pendidikan gratis kepada peserta didik adalah:

a. Pendidikan Anak Usia Dini (TK/RA) selama 2 (dua) tahun. b. Pendidikan Dasar (SD/MI dan sederajat) selama 6 tahun; c. Pendidikan Dasar (SMP/Mts dan sederajat) selama 3 tahun; d. Pendidikan Menengah (SMA/MA/SMK dan sederajat) selama 3 tahun;

(2) Apabila peserta didik melampau batas waktu sebagaimana ditetapkan pada ayat (1), Orang Tua/Wali wajib menanggung sendiri dan melanjutkan

pendidikan hingga tuntas.

(3) Pemerintah daerah wajib memberikan perhatian dan bantuan khusus kepada peserta didik/siswa yang berasal dari keluarga fakir miskin yang tertinggal di

kelas/tidak naik kelas untuk dapat melanjutkan pendidikan pada satuan

pendidikan yang ditempuhnya.

Bagian Ketiga

Sasaran

Pasal 10

(1) Sasaran penerima pendidikan gratis adalah seluruh peserta didik yang terdaftar

pada satuan pendidikan dan memenuhi syarat sebagai penerima program

pendidikan gratis.

Page 159: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 159

(2) Pemerintah daerah dan satuan pendidikan wajib mendahulukan dan

memprioritaskan peserta didik penerima pendidikan gratis yang berasal dari

keluarga fakir miskin

BAB V

SYARAT

PENERIMAAN DAN PEMUTUSAN PENDANAAN

PROGRAM PENDIDIKAN GRATIS

Bagian Pertama

Syarat

Pasal 11

Syarat untuk dapat menerima program pendidikan gratis adalah:

a. Warga Negara Indonesia dan Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat b. Usia Sekolah 4 tahun sampai dengan 18 tahun ; c. Terdaftar sebagi peserta didik pada satuan pendidikan; d. Bersedia untuk menyelesaikan pendidikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan oleh satuan pendidikan;

e. Bersedia untuk mentaati peraturan dan tata tertib satuan pendiidkan; f. Bersedia untuk mengikuti proses belajar dengan sungguh-sungguh ; g. Bersedia untuk membayar uang ganti rugi apabila tidak naik kelas; h. Bersedia untuk tidak menggunakan dan terlibat Narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif.

i. Tidak pernah dikeluarkan dari sekolah lain karena sebab akademis atau hukuman

Bagian Kedua

Kelengkapan Persyaratan

Pasal 12

(1) Setiap peserta didik atau orang tua/wali penerima program pendidikan gratis harus melengkapi dan menyerahkan berkas kelengapan persyaratan sebagai berikut:

a. Peserta didik satuan pendidikan usia dini (TK/RA) ;

1) Foto warna peserta/siswa/anak;

2) Foto copy akta kelahiran; 3) Foto copy kartu keluarga; 4) Foto copy Kartu Tanda Penduduk orang tua/wali ; 5) Surat keterangan penghasilan orang tua/wali yang disahkan oleh kepala

desa/kelurahan setempat;

b. Peserta didik dari satuan pendidikan dasar (SD/MI, SMP/Mts dan sederajat);

1) Foto peserta/siswa/anak;

2) Foto copy akta kelahiran; 3) Foto copy kartu keluarga; 4) Foto copy Kartu Tanda Penduduk orang tua/wali ; 5) Surat keterangan penghasilan orang tua/wali yang disahkan oleh kepala

desa/kelurahan setempat;

Page 160: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 160

6) Surat kesanggupan/kesediaan orang tua/wali untuk menanggung biaya sendiri apabila anaknya tidak naik kelas ;

7) Surat pernyataan kesediaan siswa untuk mentaati peraturan dan tata tertib sekolah (khusus siswa SMP/Mts dan sederajat);

8) Surat pernyataan untuk tidak menggunakan dan terlibat Narkoba, zat adiktif dan obat-obatan terlarang lainnya (khusus siswa

SMP/MTs dan sederajat);

9) Surat pernyataan kesediaan untuk belajar sungguh-sungguh dan bersedia untuk diberikan sanksi atas pelanggaran sekolah;

10) Surat kesanggupan untuk menanam 1 pohon diperkarakan, sekolah, atau tempat lainnya sebagaimana yang diatur dalam

gerakan sejuta pohon.

Bagian Ketiga

Verifikasi Persyaratan

Pasal 13

(1) Berkas kelengkapan persyaratan diserahkan oleh peserta didik, atau Orang Tua/Wali atau orang yang dikuasakan untuk menyerahkan kepada satuan

pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan gratis

(2) Satuan pendidikan gratis yang ditugaskan untuk menerima berkas persyaratan melakukan verifikasi berkas persyaratan, dan menyampaikan hasil verifikasi

pada hari itupula kepada peserta didik, Orang Tua/wali;

(3) Peserta didik, Orang Tua atau Wali melakukan perbaikan dan menyempurnakan berkeas kelengkapan apabila dinyatakan masih belum lengkap/kurang oleh

petugas penerima satuan pendidikan;

(4) Petugas penerima berkas kelengkapan wajib memberikan pelayanan kepada peserta didik/Orang Tua/Wali dengan mudah, cepat dan akurat;

(5) Peserta didik yang belum melengkapi berkas kelengkapan dapat diterima dan mengikuti program pendidikan gratis sepanjang ada kesanggupan untuk dapat

melengkapi berkas persyaratan.

Pasal 14

(1) Kepala Desa/Lurah dan Camat dilarang untuk menarik biaya administrasi,

uang rokok atau sebutan lainnya dari peserta didik atau Orang Tua/Wali

untuk pengurusan berkas kelengkapan persyaratan program pendidikan

gratis.

(2) Kepala desa/Lurah dan Camat wajib mendahulukan dan mengutamakan

pelayanan kepada peserta didik atau Orang tua/Wali yang melengkapi

persyaratan kelengkapan peseryaratan program pendidikan gratis.

Pasal 15

Syarat dan kelengkapan persyaratan, tata cara verifikasi berkas kelengkapan

persyaratan dan waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, pasal 12 dan pasal

13, diatur oleh masih-masing satuan pendidikan dengan mengacu pada peraturan

daerah ini atau pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah daerah.

Page 161: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 161

Bagian Keempat

Pemutusan

Pasal 16

(1) Pemutusan penerimaan program pendidikan gratis kepada peserta dapat dilakukan oleh Pimpinan satuan pendidikan melalui Surat Keputusan Satuan

Pendidikan setelah berkoordinasi dan mendapat persetujuan dari Komite

Sekolah, Dewan Pendidikan dan Dikpora

(2) Pemutusan peserta didik untuk menerima program pendidikan gratis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila :

e. Tingkat kehadiran peserta didik mengikuti proses belajar dikelas kurang dari 85 % (delapan puluh lima persen) dalam satu tahun tanpa alasan dan

keterangan yang jelas;

f. Peserta didik pindah atau keluar dari sekolah yang menyelenggarakan program pendidikan gratis;

g. Peserta didik tidak naik kelas sebanyak 2 kali secara berturut-turut pada kelas yang sama dan jenjang satuan pendidikan yang sama;

h. peserta didik tidak mematuhi peraturan dan tata tertib sekolah, dan dampak dari perbuatannya sangat berpengaruh buruk terhadap siswa

dan lingkungan sekolah;

i. terlibat penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif.

Pasal 17

Tata cara pemutusan pemberian penerimaan program pendidikan gratis

sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 diatur lebih lanjut oleh satuan

pendidikan dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan pemerintah daerah.

BAB VI

PENYELENGGARA,

PENDUKUNG DAN PENGELOLA

Bagian Kesatu

Penyelenggara

Pasal 18

(1) penyelenggaraan program pendidikan gratis diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah

(2) Bupati adalah penanggung jawab dan pembina penyelenggaraan pendidikan gratis

Pasal 19

(1) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (DIKPORA) adalah penanggung jawab teknis penyelenggaraan pendidikan gratis

Page 162: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 162

(2) Tugas dan Fungsi Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga dalam penyelenggaraan pendidikan gratis adalah :

a. menyusun dan menetapkan kebijakan/regulasi teknis berupa

petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis dan atau kebijakan teknis

lainnya untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan

pendidikan gratis;

b. mengkoordinir seluruh proses dan tahapan, program dan kegiatan penyelenggaraan pendidikan gratis;

c. melakukan pendataan, verifikasi dan pemutakhiran data dan

informasi peserta didik, anak usia sekolah, anak usia sekolah yang

tidak sekolah dan satuan pendidikan penyelenggra pendidikan gratis

secara berkala;

d. melakukan pengawasan, evaluasi dan memberikan pelaporan

terhadap perkembangan kemajuan program pendidikan gratis secara

berkala kepada Bupati;

e. memberikan supervisi terhadap satuan penyelenggara pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan

menengah yang melaksanakan penyelenggaraan pendidikan gratis;

f. memfasilitasi terselenggaranya pendidikan gratis dimasing-masing

satuan pendidikan dan ;

g. tugas-tugas lainnya yang dilimpahkan Bupati sesuai dengan

kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku

Pasal 20

Rincian Tugas dan fungsi serta Tata Kerja Dinas Pendidikan, Pemuda dan

Olahraga sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih

lanjut dengan Peraturan/Keputusan Bupati

Bagian kedua

Pendukung

Pasal 21

Tugas dan Fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dalam

penyelenggaraan pendidikan gratis adalah:

a. memfasilitasi perencanaan dan pengembangan pendidikan gratis sesuai dengan kebutuhan pendidikan, laporan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah

Raga dan kebijakan pembangunan daerah;

b. memfasilitasi Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah raga, Satuan Pendidikan Anak Usia Dini, Satuan Pendidikan Dasar, dan Satuan Pendidikan Menengah

dalam upaya untuk perencanaan dan pengembangan program pendidikan

gratis;

c. membantu memfasilitasi peningkatan kapasitas tenaga pendidik pada satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan

menengah dalam penyusunan perencanaan program dan peningkatan

pendidikan gratis dengan berkoordinasi dengan Dinas Teknis/Badan terkait.

Page 163: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 163

d. memastikan penyelenggaraan pendidikan gratis terakomodir dalam kegiatan dan penganggaran dalam RAPBD setiap Tahunnya

e. melakukan penelitian dan kajian dalam bidang pendidikan untuk

pengembangan kebijakan, program/kegiatan di masa mendatang;

Pasal 22

Tugas dan Fungsi Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) dalam

penyelenggaraan pendidikan gratis adalah :

a. melakukan bimbingan dan pembinaan teknis terkait anggaran Program; b. memasukkan anggaran untuk pelaksanaan Program dalam APBD setiap Tahun Anggaran;

c. melakukan asistensi usulan penggunaan anggaran untuk program; d. menerima laporan penggunaan anggaran program yang disampaikan oleh Dinas.

Pasal 23

Tugas dan Fungsi Inspektorat Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan gratis

adalah :

a. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan maupun anggaran Program;

b. melakukan tugas-tugas lain sesuai tugas dan fungsi Inspektorat Daerah terkait dengan pelaksanaan pendidikan gratis.

Pasal 24

Tugas dan Fungsi Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) dalam penyelenggaraan

pendidikan gratis adalah :

a. membantu sekolah-sekolah dalam menyusun rencana kegiatan dan

penganggaran Program;

b. memantau pelaksanaan Program, untuk selanjutnya memberi masukan kepada sekolah-sekolah guna dapat menyempurnakan pelaksanaan Program.

Pasal 25

Tugas dan Fungsi Camat dalam penyelenggaraan pendidikan gratis adalah :

a. membantu sekolah-sekolah dalam memberikan data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun rencana program;

b. memantau pelaksanaan program di wilayahnya, untuk selanjutnya

memberikan masukan kepada sekolah-sekolah dan atau Dinas dalam rangka

penyempurnaan pelaksanaan Program.

Pasal 26

Tugas dan Fungsi Kepala Desa/Kepala Kelurahan dalam penyelenggaraan

pendidikan gratis adalah:

a. membantu sekolah-sekolah dalam memberikan data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun rencana Program;

Page 164: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 164

b. memantau pelaksanaan Program di wilayahnya, untuk selanjutnya

memberikan masukan kepada sekolah-sekolah dan atau KCD dalam rangka

penyempurnaan pelaksanaan Program.

Bagian Ketiga

Pengelola

Pasal 27

(1) Pengelolaan program pendidikan gratis pada tingkat satuan pendidikan

anak usia dini menjadi tanggung jawab pemimpin satuan pendidikan anak

usia dini.

(2) Pengelolaan program pendidikan gratis pada tingkat satuan pendidikan

dasar menjadi tanggung jawab pemimpin satuan pendidikan dasar.

(3) Pengelolaan program pendidikan gratis pada tingkat satuan pendidikan

menengah menjadi tanggung jawab pemimpin satuan pendidikan

menengah

(4) Satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah selaku

pengelolan program pendidikan gratis pada satuan pendidikan wajib

menjaga keberlangsungan pelaksanaan program pendidikan gratis yang

bermutu dan memenuhi Standar Nasional Pendidikan.

(1) Satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah pelaksana

penyelenggara program pendidikan gratis wajib menerima peserta didik

program wajib belajar dari lingkungan sekitarnya tanpa diskriminasi sesuai

daya tampung satuan pendidikan yang bersangkutan.

(2) Satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah penyelenggara

program pendidikan gratis yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administrasi berupa teguran,

penghentian pemberian bantuan hingga penutupan satuan pendidikan

yang bersangkutan.

BAB VII

HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Pertama

Hak dan Kewajiban Pemerintah Daerah

Pasal 28

Pemerintah Daerah berhak mengatur dan menyelenggarakan pembebasan biaya

pendidikan dalam wilayah Kabupaten Sumbawa Barat serta meminta

pertanggungjawaban kegiatan dan keuangan dari pengelola pendidikan gratis

tingkat satuan pendidikan.

Pasal 29

(1) Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu pada jenjang

pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Page 165: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 165

(2) Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya anggaran pendidikan gratis dan anggaran pendidikan secara menyeluruh paling kurang 20% di luar gaji

yang dianggarkan melalui APBD Kabupaten Sumbawa Barat.

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Satuan Pendidikan

Pasal 30

(1) Pengelola pendidikan gratis adalah satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah yang menerima program

pendidikan gratis dari pemerintah daerah

(2) Pengelola pendidikan gratis berhak untuk ; a. menerima peserta didik sesuai dengan daya tampung yang tersedia di masing-

masing sekolah;

b. memperoleh anggaran pendidikan gratis sesuai dengan kebutuhan sekolah dan kemampuan keuangan daerah;

c. mengelola anggaran pendidikan gratis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. memberikan pelayanan pendidikan gratis kepada peserta didik tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya;

e. memberikan sanksi kepada peserta didik yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah dan peraturan perundang-undangan lainnya;

f. melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pendidikan; dan

g. menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 31

Satuan pendidikan pengelolan pendidikan gratis berkewajiban untuk:

a. menerima peserta didik program wajib belajar dari lingkungan sekitarnya tanpa diskriminasi sesuai daya tampung satuan pendidikan yang

bersangkutan.

b. menyusun perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan pelaksanaan

pendidikan gratis;

c. mengelola anggaran program pendidikan gratis sesuai peruntukkannya

dan berlandaskan pada prinsip-prinsip tata kelola manajemen yang baik;

d. melaksankan program pendidikan gratis yang bermutu dan memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan peraturan perundang-udangan yang

berlaku.

e. memelihara sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pendidikan ; f. memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada pserta didik

sesuai dengan asas penyelenggaraan pendidikan gratis

g. memberikan laporan dan pertanggungjawaban pengelolaan pendidikan gratis yang diselenggarakan kepada pemerintah daerah dan komite

sekolah secara berkala;

h. membantu orang tua siswa/wali atau masyarakat penerima pendidikan gratis dalam memahami hak dan tanggung jawabnya;

Bagian Ketiga

Page 166: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 166

Hak Dan Kewajiban Orang Tua/Wali dan Masyarakat

Pasal 32

Setiap Orang Tua/Wali berhak :

a. memperolah data dan informasi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan pendidikan gratis pada satuan pendidikan

yang menyelenggarakan pendidikan gratis ;

b. berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyelenggaraan pendidikan gratis pada satuan pendidikan yang

menyelenggarakan pendidikan gratis;

c. melaporkan dan mengadukan temuan pelanggaran atas pelaksanaan

penyelenggaraan pendidikan kepada pimpinan satuan pendidikan,

Dikpora, Bupati, DPRD dan atau pihak-pihak lainnya dan berhak untuk

memperoleh tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan serta

mendapat avdokasi dan perlindungan hukum atas laporan yang

disampaikannya;

d. memperoleh kemudahan dan diperlakukan secara adil/tidak diskriminatif dalam pelayanan pengurusan kelengapakan dokumen persyaratan

penerimaan program pendidikan gratis.

e. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan penyelenggaraan pendidikan gratis.

Pasal 33

Setiap orang tua/wali peserta pendidikan gratis berkewajiban untuk;

a. melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap anak; b. berpartisipasi dalam pengembangan program pendidikan gratis dan mengikuti kegiatan yang diselenggarakan sekolah untuk pengembangan

kualitas murid/siswa;

c. mematuhi peratuan dan tata tertib yang diberlakukan sekolah d. menanggung biaya sendiri apabila anak/siswa tidak naik kelas e. mematuhi dan memenuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f. ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pendidikan; dan

g. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan gratis.

Pasal 34

(1) Masyarakat berhak menyampaikan kepada pemerintah daerah jika terdapat anak usia 7 sampai dengan 18 tahun yang tidak bersekolah.

(2) Masyarakat diwajibkan menyampaikan kepada pemerintah daerah jika terdapat anak usia 7 sampai dengan 18 tahun dipekerjakan sebagaimana

layaknya tenaga kerja baik di dalam maupun di luar lingkungan keluarganya

pada jam penyelenggaraan sekolah.

Page 167: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 167

Bagian Keempat

Hak dan Kewajiban Peserta Didik

Pasal 35

(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :

a. pemperoleh pelayanan pendidikan gratis yang bermutu dari satuan pendidikan

sesuai standar dan peraturan yang berlaku;

b. mendapatkan pendidikan Agama sesuai agama dianutnya dan pendidikan budi

pekerti dan akhlak mulia yang terintegrasi pada semua mata pelajaran;

c. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat dan minat siswa;

d. penyelesaian program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-

masing dan tidak menyimpang dari batas waktu yang ditetapkan;

e. mendapatkan buku pelajaran minimal buku yang masuk dalam ujian akhir

nasional.

(2) Setiap peserta didik yang tidak mampu, berhak untuk diprioritaskan dalam

pemberian pendidikan gratis, pemberian tambahan dana bantuan atau beasiswa dari

pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga penyantun lainnya.

Pasal 36

(1) Setiap peserta didik berkewajiban untuk ; a. menjaga norma-norma pendidikan baik di dalam dan atau di luar lingkungan

sekolah untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;

b. mentaati peraturan/tata tertib sekolah;

c. menyelesaikan jenjang pendidikan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan.

Bagian Kelima

Hak dan Kewajiban Tenaga Pendidik

Pasal 37

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, tenaga pendidik berhak;

a. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;

b. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan

intelektual;

d. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi; e. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk

menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;

f. Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan

kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;

g. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; h. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; i. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan; j. Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi k. akademik dan kompetensi; dan/atau l. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

Page 168: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 168

Pasal 38

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, tenaga pendidik berkewajiban; a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,

serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

seni;

c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan

status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan

e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

BAB VIII

PENDANAAN PENDIDIKAN GRATIS

Bagian Kesatu

Pengalokasian Dana Pendidikan Gratis

Pasal 39

(1) Sumber pendanaan pendidikan gratis ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.

(2) Penyediaan pendanaan pendidikan gratis menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah bersama DPRD.

(3) Pemerintah Daerah dan DPRD wajib untuk mengalokasikan anggaran pendidikan gratis dalam APBD untuk para peserta didik yang terdaftar

pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan

menengah.

(4) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) pada sektor pendidikan.

(5) Alokasi anggaran minimal 20% harus diprioritaskan terlebih dahulu untuk memenuhi cakupan program pendidikan gratis;

(6) Pemerintah Daerah dapat menyediakan Dana Abadi Sekolah sebagai jaminan penyelenggaraan pendidikan gratis;

(7) Dana Abadi Sekolah diperuntukkan untuk operasional sekolah pada satuan pendidikan yang menyelanggarakan pendidikan gratis;

(8) Besarnya Dana Abadi Sekolah pada masing-masing satuan pendidikan dan mekanisme pengelolaan Dana Abadi Sekolah diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Bupati

Bagian Kedua

Komponen Pembiayaan

Pasal 40

Page 169: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 169

Komponen pembiayaan penyelenggaraan pendidikan gratis meliputi biaya kegiatan proses belajar mengajar yang mencakup biaya opesional, pemeliharaan, ekstrakurikuler, insentif pendidik dan tenaga kependidikan.

Pasal 41

Pengelolaan dana pendidikan gratis didasarkan atas prinsip-prinsip umum

pengelolaan dan pendidikan, meliputi ;

a. prinsip keadilan; b. prinsip efisiensi; c. prinsip transparansi; dan d. prinsip akuntabilitas publik.

Pasal 42

(1) Prinsip keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan memberikan akses pelayanan pendidikan yang seluas-luasnya dan

merata kepada peserta didik atau calon peserta didik, tanpa membedakan

latar belakang suku, ras, agama, jenis kelamin, dan kemampuan atau

status sosial-ekonomi.

(2) Prinsip efisiensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan mengoptimalkan akses, mutu, relevansi, dan daya saing pelayanan

pendidikan.

(3) Prinsip transparansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan memenuhi asas kepatutan dan tata kelola yang baik

dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku

kepentingan pendidikan.

(4) Prinsip akuntabilitas publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dengan memberikan pertanggungjawaban atas kegiatan yang

dijalankan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan kepada pemangku

kepentingan pendidikan

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai komponen pembiayaan, pengelolaan dan prinsip-prinsip pengelolaan dana pendidikan gratis sebagaimana

dimaksud dalam pasal 40 dan 41 dan pada pasal 42 ayat (1), ayat (2)

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dengan merujuk pada

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga

Penyaluran dan Dana Abadi Sekolah

Dana Pendidikan Gratis

Pasal 43

(1) Penyaluran dana pendidikan diberikan Dikpora langsung kepada masing-masing satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan gratis sesuai

dengan jumlah peserta didik yang ditetapkan masing-masing satuan

pendidikan;

Page 170: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 170

(2) Penyaluran dana pendidikan kepada masing-masing satuan pendidikan selambat-lambatnya diberikan 30 hari sejak APBD ditetapkan oleh

Pemerintah Daerah dan DPRD.

(3) Untuk mengatasi keterlambatan dalam penyaluran dana pendidikan ke masing-masing satuan pendidian Sekolah menggunakan Dana Abadi Sekolah

(4) Dana Abadi Sekolah adalah dana cadangan sekaligus dana deposito sekolah yang diperuntukkan dan digunakan hanya untuk operasional satuan

pendidikan sebelum dana program pendidikan gratis diterima oleh masing-

masing ssatuan pendidikan

Bagian Keempat

Pengawasan dan Pemeriksaan

Pasal 44

(1) Pengawasan penerimaan dan penggunaan dana pendidikan gratis dilakukan oleh pemerintah daerah atau pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(2) Pemeriksaan penerimaan dan penggunaan dana pendidikan gratis dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 45

(1) Pengawasan penerimaan dan penggunaan dana satuan pendidikan gratis yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar serta anggaran rumah

tangga penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.

(2) Pemeriksaan penerimaan dan penggunaan dana dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Bagian Kelima

Pertanggungjawaban

Pasal 46

(1) Dana pendidikan gratis pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan pemerintah dipertanggungjawabkan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Dana pendidikan gratis pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan anggaran dasar serta anggaran rumah tangga

penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.

Pasal 47

Page 171: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 171

(1) Setiap satuan pendidikan yang menerima dan mengelolan dana pendidikan gratis wajib untuk mengelola anggaran sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dan menerapkan prinsip transparans, akuntabel,

efisien, efektif dan tepat sasaran.

(2) Setiap satuan pendidikan wajib untuk melaporkan dan

mempertanggungjawabkan pengelolaan anggaran bantuan pendidikan

secara jelas, terbuka dan berkala kepada Dinas Pendidikan dan para

pemangku kepentingan.

(3) Pelaporan pengelolaan dana bantuan sebagaimana dimaksud dilaporkan sesuai dengan prinsip atau standar akuntansi yang berlaku pada lingkungan

pemerintah daerah.

Bagian Keenam

Sumbangan Sukarela

Pasal 48

Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan satuan pendidikan dapat menarik

sumbangan sukarela atau pungutan dari peserta didik, orang tua, dan/atau

walinya dengan ketentuan sebagai berikut:

a. didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan

dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran

tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan;

b. perencanaan investasi dan/atau operasi sebagaimana dimaksud pada huruf a

diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan

pendidikan;

c. dana yang diperoleh disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan;

d. dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh satuan pendidikan

terpisah dari dana yang diterima dari penyelenggara satuan pendidikan;

e. tidak dipungut dari peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu

secara ekonomis;

f. menerapkan sistem subsidi silang yang diatur sendiri oleh satuan

pendidikan;

g. digunakan sesuai dengan perencanaan sebagaimana dimaksud pada huruf a;

h. tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta

didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik

dari satuan pendidikan;

i. sekurang-kurangnya 75% (tujuh puluh lima persen) dari total dana pungutan

peserta didik atau orang tua/walinya digunakan untuk peningkatan mutu

pendidikan;

j. tidak dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk

kesejahteraan anggota komite sekolah/madrasah atau lembaga representasi

pemangku kepentingan satuan pendidikan;

k. pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana diaudit oleh akuntan

publik dan dilaporkan kepada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga,

Page 172: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 172

apabila jumlahnya lebih dari jumlah tertentu yang ditetapkan Dinas

Pendidikan, Pemuda, dan OlahRaga;

l. pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana dipertanggung

jawabkan oleh satuan pendidikan secara transparan kepada pemangku

kepentingan pendidikan terutama orang tua/wali peserta didik, dan

penyelenggara satuan pendidikan; dan

m. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49

(1) Sebelum melakukan pungutan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 48 satuan pendidikan tersebut harus mendapat persetujuan sekurang-

kurangnya 75% suara dari para peserta didik, orang tua dan atau walinya di satuan

pendidikan bersangkutan dan disetujui oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan

Olahraga

(2) Pungutan tersebut besifat sukarela, tidak mengikat, memaksa dan sanksi kepada peserta atau orang tua/wali dan tidak mengikat kepada siswa/murid atau orang

tuang/wali yang tidak setuju untuk membayar sumbangan

(3) Pungutan yang dilakukan satuan pendidikan tidak boleh melanggar peraturan perundang-undangan atau meresahkan orang tua/wali

(4) Dana yang berasal dari pungutan wajib dipertanggungjawabkan oleh pemimpin satuan pendidikan kepada pemangku kepentingan pendidikan secara periodik

tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan

penyelenggara atau satuan pendidikan.

BAB IX

STANDAR PELAYANAN

Bagian Pertama

Standar Pelayanan

Pasal 50

(1) Setiap satuan pendidikan yang menyelenggaraan program pendidikan gratis wajib untuk menyusun standar pelayanan minimal (SPM) ;

(2) Penyusunan standar pelayanan minimal pada masing-masing satuan pendidikan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(3) Penyusunan dan penetapan SPM pada masing-masing satuan pendidikan disusun secara terbuka dan partisipatif dengan melibatkan komite sekolah, dewan pendidikan,

atau lembaga swadaya masyarakat atau badan lain yang memiliki

kepedulian/perhatian dibidang pendidikan;

(4) Pimpinan satuan pendidikan menetapkan SPM melalui Surat Keputusan Pimpinan. (5) Setiap satuan pendidikan berkewajiban untuk melaksankaan SPM yang telah

ditetapkan pada masing-masing satuan pendidikan;

(6) Pemerintah daerah dapat memfasilitasi sekolah yang belum dapat menyusun dan menetapkan SPM dan atau membuat pedoman penyusunan SPM untuk satuan

pendidikan yyang menyelenggarakan program pendidikan gratis ;

Pasal 51

(1) Setiap satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan gratis berkewajiban menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan gratis

sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yang berlaku ;

Page 173: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 173

(2) Standar Nasional Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. Standar isi

b. Standar proses c. Standar kompetensi kelulusan

d. Standar pendidikan dan tenaga kependidikan e. Standar sarana dan prasarana

f. Standar pengelolaan

g. Standar pembiayaan ; dan

h. Standar penilaian pendidikan (3) Untuk menjaga dan menjamin mutu pendidikan Dinas Pendidikan, Pemuda

dan Olahraga melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi kepada

pimpinan satuan pendidikan

(4) Tatacara pengendalian mutu dan standar sebagaimana dimaksu pada ayat (2) dan ayat (3) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dengan

mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,

Bagian Kedua

Sistem Informasi

Pasal 52

(1) Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap penyelenggaraan

pelayanan pendidikan gratis perlu diselenggarakan Sistem Informasi program

Pendidikan gratis

(2) Sistem Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi semua data dan

informasi pelayanan pendidikan gratis yang berasal dari ppemerintah daerah

dan satuan pendidikan yang mengelola program pendidikan gratis;

(3)Pemerintah daerah dan satuan pendidikan berkewajiban mengelola sistem

data dan informasi layanan program pendidikan gratis yang terdiri atas sistem

informasi elektronik atau nonelektronik, sekurang-kurangnya meliputi:

g. profil Penyelenggara pendidikan; h. profil Pelaksana pendidikan; i. profil penerima program pendidikan gratis; j. anggaran program pendidikan gratis; k. kebijakan program pendidikan gratis; l. standar pelayanan minimal pendidikan gratis; m. maklumat pelayanan pendidikan gratis; dan n. penilaian kinerja.

(4) Penyelenggara berkewajiban menyediakan informasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) kepada masyarakat secara terbuka dan mudah diakses.

Bagian Kedua

Indeks Kepuasan Masyarakat

Pasal 53

Tujuan penyusunan IKM pendidikan gratis adalah untuk ;

Page 174: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 174

a. mendapatkan tanggapan balik (feedback) secara berkala atas kinerja/kualitas

pelayanan yang diberikan pemerintah daerah dan satuan pendidikan kepada

masyarakat sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka

peningkatan kualitas pelayanan program pendidikan gratis

b. memberikan informasi kepada para pemangku kepentingan mengenai potret

kinerja layanan pendidikan menurut perspektif peserta didik (siswa) sebagai

pengguna layanan.

c. Sebagai bahan untuk memunculkan berbagai inovasi program pendidikan gartis

di tahun selanjutanya.

Pasal 54

Penilaian indeks kepuasan layanan pendidikan gratis dengan menggunakan

enam indikator utama, yang meliputi:

a. Metode Pembelajaran,

b. Metode evaluasi belajar,

c. Kinerja guru,

d. Fasilitas sekolah,

e. Tata kelola sekolah dan

f. etika pelayanan.

Pasal 55

(1) IKM dilaksanakan sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali

(2) IKM dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah atau Satuan Pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dan hasil IKM dipublikasikan secara luas kepada

para pemangku kepentingan pendidikan

(3) Pemerintah daerah dapat melakukan kerjasama dengan pihak ketiga yang memiliki kompetensi dan kapasitas untuk melaksanakan IKM secara berkala;

Bagian Ketiga

Unit Pengaduan Masyarakat

Pasal 56

(1) Pemerintah daerah berkewajiban menyediakan sarana pengaduan masyarakat atas pelaksanaan program pendidikan gratis dan mengumumkan nama dan alamat

penanggung jawab pengelola pengaduan, serta sarana pengaduan yang disediakan.

(2) Pemerintah daerah dapat membentuk Kelompok Kerja atau Unit Pengaduan Masyarakat yang bertugas mengelola pengaduan yang berasal dari penerima program

pendidikan gratis, Orang Tua/wali, Perseorang/Badan Hukum, masyarakat dan para

pemangku kepentingan pendidikan;

(3) Kelompok Kerja atau Unit Pengaduan Masyarakat yang dibentuk Pemda berkewajiban untuk menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2).

Pasal 57

(1) Kelompok Kerja atau Unit Pengaduan Masyarakat atau nama lain yang

dibentuk pemda berkewajiban menyusun mekanisme pengelolaan pengaduan

dari penerima pelayanan dengan mengedepankan asas penyelesaian yang

cepat dan tuntas.

Page 175: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 175

(2) Materi dan mekanisme pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur lebih lanjut oleh kelompok Kerja/UPM atau sebutan lain.

(3) Materi pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

sekurang-kurangnya meliputi:

k. identitas pengadu; l. prosedur pengelolaan pengaduan; m. penentuan Pelaksana yang mengelola pengaduan; n. prioritas penyelesaian pengaduan; o. pelaporan proses dan hasil pengelolaan pengaduan kepada atasan pelaksana;

p. rekomendasi pengelolaan pengaduan; q. penyampaian hasil pengelolaan pengaduan kepada pihak terkait; r. pemantauan dan evaluasi pengelolaan pengaduan; s. dokumentasi dan statistik pengelolaan pengaduan; dan t. pencantuman nama dan alamat penanggung jawab serta sarana pengaduan yang mudah diakses.

Bagian Keempat

Penilaian Kinerja

Pasal 58

(1) Pemerintah daerah berkewajiban melakukan penilaian kinerja penyelenggaraan

program pendidikan gratis yang dilaksanakan satuan pendidikan secara berkala.

(2) Pimpinan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan gratis berkewajiban untuk melakukan penilaian kinerja terhadap tenaga pendidik secara berkala;

(3) Penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

menggunakan indikator kinerja berdasarkan standar pelayanan minimal yang dtelah

ditetapkan.

BAB X

PENGAWASAN DAN EVALUASI

Bagian Kesatu

Pengawasan

Pasal 59

Page 176: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 176

(1) Pemerintah Daerah, DPRD, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, DPRD dan para pemangku kepentingan wajib melakukan pengawasan atas penyelenggaraan

pendidikan gratis pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan

menengah.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

(3) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati.

Bagian Kedua

Evaluasi Program Pendidikan Gartis

Pasal 60

(1) Evaluasi program pendidikan gratus bertujuan untuk pengendalian mutu pendidikan gratis secara keseluruhan sebagai bentuk akuntabilitas

penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga secara berkala.

(3) Evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan gratis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:

a. tingkat pencapaian penyelenggaraan pendidikan gratis;

b. pelaksanaan kurikulum pendidikan pada masing-masing satuan

pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah;

c. hasil belajar peserta didik pada masing-masing satuan pendidikan; dan

d. realisasi anggaran.

(4) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan kepada Bupati.

(5) Atas dasar hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati melakukan evaluasi komprehensif untuk menilai:

a. ketercapaian penyelenggaraan pendidikan gratis;

b. kemajuan penyelenggraan pendidikan gratis; dan

c. hambatan penyelenggaraan pendidikan gratis.

(6) Evaluasi terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan gratis dapat dilakukan oleh lembaga evaluasi mandiri yang didirikan masyarakat sesuai

Standar Nasional Pendidikan.

Bagian Ketiga

Evaluasi Belajar

Pasal 61

(1) Evaluasi belajar peserta didik menjadi tanggung jawab guru dan satuan pendidikan yang bersangkutan, yang meliputi proses dan hasil belajar

dengan menerapkan prinsip ketuntasan belajar secara berkesinambungan.

(2) Jenis evaluasi hasil belajar pada satuan pendidikan meliputi:

Page 177: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 177

a. penilaian kelas; b. ujian akhir; c. test kemampuan dasar; dan d. penilaian mutu.

(3) Evaluasi peserta didik dilakukan secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk mencapai standar kompetensi tertentu.

(4) Peserta didik berhak mendapat sertifikasi atas dasar evaluasi yang dilakukan. (5) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berbentuk ijazah dan

sertifikasi kompetensi

(6) Lembaga pendidikan yang terakreditasi berhak memberi ijazah kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau

penyelesaian suatu satuan pendidikan setelah lulus dalam ujian.

(7) Penyelenggara pendidikan dan pelatihan berhak memberikan sertifikat kompetensi kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan

terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji

kompetensi.

Bagian Keempat

Evaluasi Kinerja

Pasal 62

(1) Evaluasi kinerja tenaga pendidik menjadi tanggung jawab atasan langsung dari satuan pendidikan, yang meliputi:

a. perencanaan; b. pelaksanaan; c. penilaian hasil belajar;

d. analisis hasil belajar; dan. e. perbaikan dan pengayaan.

(2) Evaluasi kinerja tenaga pendidik dilakukan secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik.

(3) Tes kompetensi dan sertifikasi tenaga pendidik merupakan salah satu bentuk evaluasi kinerja tenaga pendidik dalam rangka peningkatan dan

pengembangan tenaga kependidikan.

(4) Evaluasi kinerja yang dilakukan masyarakat atas penyelenggaraan pelayanan yang diterima dari satuan pendidikan berdasarkan Standar Pelayanan

Minimal.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara evaluasi kinerja diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XI

PERAN SERTA MASYARAKAT

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 63

(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan gartis meliputi peran serta

perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan

Page 178: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 178

organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu

pelayanan pendidikan gratis.

(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna

hasil pendidikan gratis.

(3) masyarakat dapat melakukan pemantauan, pengawasan dan meminta

laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan pengelolaan anggaran

pendidikan gratis ;

(4) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati mengacu

pada Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua

Pendidikan Berbasis Masyarakat

Pasal 64

(1) Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat

pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama,

lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.

(2) Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan

melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan

pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.

(3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber

dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau

sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan

teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

(5) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Bupati dengan berpedoman pada peraturan perundnag-undangan yang

berlaku.

Bagian Ketiga

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

Pasal 65

(1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan

gratis yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program

pendidikan gratis melalui dewan pendidikan dan Komite Sekolah.

(2) Dewan pendidikan mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka

peningkatan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan

gratis, meningkatkan tanggung jawab dan peran aktif dari seluruh lapisan

masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan gratis; dan menciptakan

suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam

penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan gartis yang bermutu.

Page 179: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 179

(3) Dalam mendukung ketercapaian program pendidikan gratis Dewan

Pendidikan berfungsi sebagai:

a. pemberi pertimbangan; b. pendukung; c. pengontrol; dan d. mediator.

(4) Dewan pendidikan dan Komite Sekolah dapat memberikan laporan langsung

kepada dikpora dan atau Bupati atas pelaskanaan program pendidikan gratis

berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Dewan Pendidikan

BAB XII

PENGHARGAAN

Pasal 66

(1) Bupati wajib memberikan penghargaan kepada satuan pendidikan yang memiliki kinerja dan prestasi sangat baik dalam penyelenggaraan program pendidikan

gratis di Kabupaten Sumbawa Barat

(2) Bupati wajib memberikan penghargaan kepada para tenaga pendidik yang memiliki kinerja dan prestasi sangat baik dalam memberikan layanan pendidikan

kepada para peserta didik;

(3) Bupati wajib memberikan penghargaan kepada peserta didik yang berasal dari fakir miskin dan memiliki prestasi baik pada satuan pendidikan;

(4) Pemberian penilaian dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) didasarkan atas hasil laporan kinerja dan evaluasi Dikpora, laporan hasil

Indeks Kepuasaan Masyarakat dan indikator penilaian lainnya yang dilaksanakan

secara obyektif.

(5) Pemberian penilaian dan penghargaan kepada peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan atas hasil prestasi yang dicapai pada satuan

pendidikan dan pencapaian prestasi lainnya dan penilaiannya dilakukan secara

obyektif.

(6) Satuan pendidikan, tenaga pendidik dan peserta didik yang berprestasi diumumkan secara terbuka melalui media massa atau media lainnya kepada para

pemangku kepentingan dan masyarakat;

(7) Materi, Bentuk, waktu dan Tata Cara dan penetepan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut

dengan Peraturan/Keputusan Bupati

BAB XIII

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 67

(1) Bupati berwenang memberikan sanksi administratif terhadap

penyelenggara pendidikan pada semua tingkatan yang melakukan

pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini.

(2) Sanksi administrasif sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa:

a. teguran/peringatan; b. pencabutan ijin pendirian sekolah/penyelenggaraan pendidikan ; c. pembubaran.

(2) Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini bagi Pegawai Negeri Sipil

dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Peraturan

Page 180: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 180

Perundang-Undangan yang berlaku.

BAB XIV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 68

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka penyelenggaraan program

pendidikan gratis yang saat ini masih berjalan berdasarkan Peraturan Bupati

Nomor 11 Tahun 2006 tetap dinyatakan sah dan berlaku hingga akhir anggaran

tahun APBD berjalan;

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 69

(1) Semua peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan Peraturan Daerah ini harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya

Peraturan Daerah ini.

(2) Untuk mengukur efektivitas keberlakukan peraturan daerah ini, maka perlu dilakukan evaluasi setiap 2 tahun.

Pasal 70

Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Bupati Nomor 11

Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pendidikan Gratis

dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 71

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten

Sumbawa Barat

Ditetapkan di Taliwang

Pada...tanggal.....2011

BUPATI SUMBAWA BARAT,

ZULKIFLI MUHADLI

Diundangkan di Taliwang

pada tanggal ...................2011

SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN SUMBAWA BARAT,

Page 181: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 181

MUSYAFIRIN

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT TAHUN

.......... NOMOR...

Page 182: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 182

BUPATI SUMBAWA BARAT

PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT

NOMOR 11 TAHUN 2006

TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENDIDIKAN GRATIS

DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUMBAWA BARAT,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan cakupan sasaran

pelayanan pendidikan kepada seluruh masyarakat, telah

diambil suatu kebijakan Pembiayaan Sekolah melalui

Program Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat;

b. bahwa agar penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud

pada huruf a dapat berjalan efektif, perlu ditetapkan Pedoman

Pelaksanaannya;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dan huruf b perlu ditetapkan dengan Peraturan

Bupati.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional;

39. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2003 tentang

Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat di Provinsi Nusa

Tenggara Barat;

40. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3

Page 183: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 183

Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai

Undang-Undang;

41. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

42. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen;

43. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang

Pendidikan Dasar sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1998;

44. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang

Pendidikan Menengah sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998;

45. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran

Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional;

46. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan;

47. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor

036/U/1995 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan

Dasar;

48. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002

tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah;

49. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 060/U/2002

tentang Pedoman Pendirian Sekolah;

50. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun

2005 tentang Buku Teks Pelajaran;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

PROGRAM PENDIDIKAN GRATIS DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Page 184: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 184

Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :

74. Daerah adalah Kabupaten Sumbawa Barat.

75. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat.

76. Kepala Daerah adalah Bupati Sumbawa Barat.

77. Dinas adalah Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumbawa Barat.

78. Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah yang selanjutnya disingkat BPKAD adalah

Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten Sumbawa Barat.

79. Peserta Belajar adalah para siswa sekolah mulai tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs sampai

SMA/SMK/MA yang terdaftar di sekolahnya masing-masing.

80. Program Pendidikan Gratis yang selanjutnya disebut Program adalah suatu upaya yang

ditempuh Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat untuk memberikan bantuan biaya

pendidikan kepada Peserta Belajar sebagai pengganti biaya operasional pendidikan yang

sebelumnya menjadi beban tanggungan orang tua/wali siswa selama mengikuti pendidikan

mulai Tingkat TK/RA sampai dengan SMA/SMK/MA.

BAB II

TUJUAN DAN SASARAN

Bagian Pertama

Tujuan

Pasal 2

Program Pendidikan Gratis bertujuan untuk :

a. meringankan biaya pendidikan dari tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs sampai

SMA/SMK/MA baik negeri maupun swasta yang sebelumnya menjadi tanggungan orang

tua/wali siswa peserta belajar;

b. memperkecil dan atau menghilangkan angka putus sekolah dalam kurun waktu selama 1 – 5

tahun di Kabupaten Sumbawa Barat;

c. meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Sumbawa Barat.

Bagian Kedua

Sasaran

Pasal 3

Sasaran Program Pendidikan Gratis adalah seluruh peserta belajar yang terdaftar di sekolahnya

masing-masing dan telah dilakukan verifikasi oleh pihak sekolah serta dilaporkan kepada Dinas.

BAB III

PARA PIHAK TERKAIT DAN TUGAS FUNGSI

Bagian Pertama

Para Pihak Terkait

Pasal 4

Page 185: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 185

Untuk kelancaran dan suksesnya Program Pendidikan Gratis perlu keterlibatan para pihak, yaitu:

a. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (DIKPORA);

b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA);

c. Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD);

d. Inspektorat Daerah;

e. Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan (DISHUPPTAN);

f. Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga;

g. Sekolah-sekolah;

h. Guru;

i. Camat;

j. Kepala Desa;

k. Orang tua/wali siswa;

l. Komite Sekolah.

Bagian Kedua

Tugas Fungsi

Pasal 5

Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (DIKPORA) mempunyai tugas dan fungsi :

a. menghimpun data seluruh peserta belajar yang dilaporkan pihak Sekolah;

b. melakukan pendataan seluruh anak usia sekolah yang tidak bersekolah;

c. melakukan pemutakhiran data terkait huruf a dan b di atas;

d. menyusun dan menetapkan mekanisme kerja, standar dan lain-lainnya terhadap perencanaan

penganggaran, proses dan prosedur pengajuan, pencairan, pengawasan, pertanggungjawaban,

pelaporan dan evaluasi pelaksanaan Program.

Pasal 6

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) mempunyai tugas dan fungsi :

f. melakukan bimbingan dan pembinaan umum terhadap sistem perencanaan Program;

g. memasukkan jenis kegiatan dan penganggaran dari Program ke dalam bagian perencanaan

pembangunan daerah, terutama melalui RAPBD setiap Tahun Anggaran.

Pasal 7

Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) mempunyai tugas dan fungsi :

a. melakukan bimbingan dan pembinaan teknis terkait anggaran Program;

b. memasukkan anggaran untuk pelaksanaan Program dalam APBD setiap Tahun Anggaran;

c. melakukan asistenti usulan penggunaan anggaran untuk Program;

d. menerima laporan penggunaan anggaran Program yang disampaikan oleh Dinas.

Pasal 8

Inspektorat Daerah mempunyai tugas dan fungsi :

Page 186: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 186

a. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan maupun anggaran

Program;

b. melakukan tugas-tugas lain sesuai tugas dan fungsi Inspektorat Daerah terkait dengan

pelaksanaan pendidikan.

Pasal 9

Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan mempunyai tugas dan fungsi :

a. membuat dan/atau mengesahkan Sertifikat Gerakan Sejuta Pohon (GSP) yang dipergunakan

sebagai syarat untuk pemberian bantuan pendidikan dari Program;

b. membuat dan melaksanakan sistem Gerakan Sejuta Pohon.

Pasal 10

Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga mempunyai tugas

dan fungsi :

a. membantu sekolah-sekolah dalam menyusun rencana kegiatan dan penganggaran Program;

b. memantau pelaksanaan Program, untuk selanjutnya memberi masukan kepada sekolah-

sekolah guna dapat menyempurnakan pelaksanaan Program.

Pasal 11

Sekolah-sekolah mempunyai tugas dan fungsi :

a. melaporkan data dan keadaan seluruh Peserta Belajar kepada Dinas.

b. menyusun dan/atau mengajukan rencana kegiatan dan penganggaran Program;

c. melaksanakan kegiatan dan menggunakan penganggaran Program sesuai rencana;

d. melaporkan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran Program secara berkala setiap

tiga bulan, enam bulan dan satu tahun kepada Dinas dengan tembusan kepada KCD setempat.

Pasal 12

Guru mempunyai tugas dan fungsi :

a. membantu sekolahnya masing-masing dalam memberikan data, informasi dan keadaan proses

belajar mengajar sesuai kebutuhan Program;

b. melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam rangka mendukung kelancaran dan

keberhasilan Program.

Pasal 13

Camat mempunyai tugas dan fungsi :

a. membantu sekolah-sekolah dalam memberikan data dan infromasi yang dibutuhkan untuk

menyusun rencana Program;

b. memantau pelaksanaan Program di wilayahnya, untuk selanjutnya memberikan masukan

kepada sekolah-sekolah dan atau Dinas dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan Program.

Page 187: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 187

Pasal 14

Kepala Desa mempunyai tugas dan fungsi :

a. membantu sekolah-sekolah dalam memberikan data dan informasi yang dibutuhkan untuk

menyusun rencana Program;

b. memantau pelaksanaan Program di wilayahnya, untuk selanjutnya memberikan masukan

kepada sekolah-sekolah dan atau KCD dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan Program.

Pasal 15

Orang tua siswa mempunyai tugas dan fungsi :

a. melaksanakan Gerakan Sejuta Pohon (GSP) agar memperoleh Sertifikat GSP sebagai syarat

untuk dapat menerima bantuan pendidikan melalui Program;

b. memberikan dukungan material maupun non material terhadap pelaksanaan rencana Program

sesuai kesepakatan dalam Komite Sekolah.

Pasal 16

Komite Sekolah mempunyai tugas dan fungsi :

a. menghimpun dan mengkoordinir orang tua siswa dan pihak lainnya untuk dapat berpartisipasi

dalam mendukung keberhasilan Program;

b. membantu sekolah-sekolah dalam menyusun rencana kegiatan dan penganggaran Program;

c. memantau pelaksanaan Program, untuk selanjutnya memberi masukan kepada sekolah-

sekolah guna penyempurnaan pelaksanaan Program.

BAB IV

PENGGUNAAN PEMBIAYAAN PROGRAM

Pasal 17

Pembiayaan Program Pendidikan Gratis dipergunakan untuk :

a. biaya operasional TK/RA senilai Rp. 15.000,-/siswa/bulan (lima belas ribu rupiah per siswa

per bulan);

b. biaya operasional SD/MI senilai Rp. 5.000,-/siswa/bulan (lima ribu rupiah per siswa per

bulan) sebagai tambahan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah);

c. biaya operasional SMP/MTs senilai Rp. 5.000,-/siswa/bulan (lima ribu rupiah per siswa per

bulan) sebagai tamabahan dana BOS;

d. biaya operasional SMA/MA senilai Rp. 40.000,-/siswa/bulan (empat puluh ribu rupiah per

siswa per bulan);

e. biaya operasional SMK senilai Rp. 50.000,-/siswa/bulan (lima puluh ribu rupiah per siswa per

bulan).

BAB V

Page 188: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 188

MEKANISME PELAKSANAAN

Bagian Pertama

Administrasi Keuangan

Pasal 18

Setiap sekolah menyampaikan Daftar Nama Peserta Belajar kepada Dinas dengan

tembusan kepada Kepala Kantor Cabang Dinas setempat paling lama akhir bulan

Pebruari setiap tahun.

Pasal 19

(1) Terhadap Daftar Nama Peserta Belajar yang disampaikan sekolah, Dinas

melakukan verifikasi dan pemutakhiran data peserta belajar berdasarkan

tingkat pendidikannya.

(2) Setelah diperoleh data yang telah diverifikasi, Dinas melakukan koordinasi

dengan BPKAD guna kelancaran proses administrasi keuangan.

Pasal 20

(1) Dinas melakukan koordinasi dengan pihak sekolah, terkait syarat-syarat

pengajuan pencairan keuangan maupun pertanggungjawabannya.

(2) Dalam melakukan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas dapat mengikut-

sertakan pihak-pihak terkait.

Bagian Kedua

Kompensasi Kepada Peserta Belajar

Pasal 21

(1) Peserta Belajar yang dapat menerima bantuan pendidikan dari Program adalah siswa yang

terdaftar di sekolahnya masing-masing dan/atau telah mempunyai Sertifikat GSP.

(2) Evaluasi pelaksanaan Program dikaitkan dengan Gerakan Penanaman Sejuta Pohon,

dilaksanakan oleh Dinas bersama-sama dengan Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan

Ketahanan Pangan.

(3) Untuk lebih memperlancar Kegiatam Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat

dibentuk Tim.

Pasal 22

(1) Dinas wajib melakukan evaluasi terhadap seluruh proses pelaksanaan Program

guna mengetahui keberhasilan dan kelemahan Program.

(2) Dalam melakukan evaluasi, Dinas dapat membentuk Tim dengan melibatkan pihak terkait.

(3) Hasil evaluasi secara lengkap dilaporkan kepada Bupati.

BAB VI

Page 189: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 189

PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN

Bagian Pertama

Pemantauan

Pasal 23

(1) Pihak-pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib melakukan pemantauan

terhadap pelaksanaan Program.

(2) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati, Dinas,

Tim dan lainnya guna keberhasilan Program.

Bagian Kedua

Pengawasan

Pasal 24

(1) Inspektorat Daerah melakukan pengawasan terhadap proses dan pelaksanaan

Program.

(2) Bupati dapat menetapkan lembaga/tim/perorangan untuk melakukan pengawasan secara

Khusus terhadap proses dan pelaksanaan Program.

BAB VII

PENDATAAN DAN PELAPORAN

Pasal 25

(1) Pendataan yang dibutuhkan untuk menyusun rencana kegiatan dan penganggaran program dilakukan oleh Dinas yang

didukung oleh pihak terkait.

(2) Data-data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Bupati sebagai dasar untuk

menentukan kebijakan selanjutnya dibidang pendidikan.

(3) Pelaporan pelaksanaan Program dilakukan oleh sekolah-sekolah kepada Dinas sesuai

ketentuan Pasal 11 huruf d.

(4) Pelaporan pelaksanaan Program dilakukan oleh Dinas kepada Bupati pada setiap akhir tahun

anggaran.

BAB VIII

PENUTUP

Pasal 26

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan

mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Januari 2006.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah

Kabupaten Sumbawa Barat.

Page 190: Buku Pendidikan Gratis

Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 190

Ditetapkan di

Taliwang

pada tanggal 2

Mei 2006

BUPATI SUMBAWA BARAT,

ZULKIFLI MUHADLI

Diundangkan di Taliwang

pada tanggal 2 Mei 2006

SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN SUMBAWA BARAT,

AMRULLAH ALI

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT TAHUN 2006

NOMOR