analisis indeks iklim dengan metode...

50
ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE HISTORICAL BURN ANALYSIS (HBA) UNTUK PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM WAHYU SUKMANA DEWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: duongdung

Post on 06-Feb-2018

296 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE HISTORICAL

BURN ANALYSIS (HBA) UNTUK PENGEMBANGAN

ASURANSI INDEKS IKLIM

WAHYU SUKMANA DEWI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk
Page 3: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Indeks Iklim

dengan Metode Historical Burn untuk Pengembangan Asuransi Indeks Iklim

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Wahyu Sukmana Dewi

NIM G24100025

Page 4: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

ABSTRAK

WAHYU SUKMANA DEWI. Analisis Indeks Iklim dengan Metode Historical

Burn untuk Pengembangan Asuransi Indeks Iklim. Dibimbing oleh YON

SUGIARTO dan WORO ESTININGTYAS.

Resiko iklim kekeringan berkaitan dengan sistem usahatani padi. Adaptasi

bencana kekeringan dapat dilakukan dengan asuransi indeks iklim. Tujuan

penelitian ini mengidentifikasi kejadian kekeringan dan menganalisis indeks

iklim untuk kejadian kekeringan di wilayah kajian. Indeks iklim disusun

menggunakan metode Historical Burn Analysis (HBA) dengan curah hujan

sebagai parameter iklim utama. Trigger dan exit ditentukan berdasarkan runut

waktu yang panjang untuk menentukan indeks musim yang akan datang. Hasil

analisis menunjukkan bahwa Kecamatan Kebonagung memiliki nilai exit dan

trigger tertinggi yaitu 89 dan 116 mm. Petani menerima pembayaran penuh jika

curah hujan di bawah 89 mm dan pembayaran tidak akan dilakukan apabila

curah hujan berada di atas 116 mm. Kekeringan yang teridentifikasi di

Kabupaten Pacitan dianalisis berdasarkan kejadian kekeringan terkena dengan

periode 2 mingguan. Indeks iklim ini dapat dijadikan suatu langkah adaptasi

untuk petani dalam menghadapi musim kemarau.

Kata kunci: adaptasi, indeks iklim, kekeringan, metode Historical Burn Analysis

(HBA)

ABSTRACT

WAHYU SUKMANA DEWI. Climate Index Analysis with Historical Burn

Analysis (HBA) Method for Climate Index Insurance Development. Supervised

by YON SUGIARTO and WORO ESTININGTYAS.

Climate risk which is really associated with rice farming systems is

drought. Adaptation to drought which can be done by farmers with climate index

insurance The purpose of this study is to identify the incidence of drought and

analyze climate index for incidence of drought in the study area. Climate index

is arranged by using the method Historical Burn Analysis (HBA) with rainfall as

the main climatic parameters. Trigger and exit is determined based on long time

series to determine the index of the coming season. Result of the analysis shows

that the District Kebonagung has the highest exit and trigger value, that is 89

and 116 mm. The farmers pays the full insurance coverage if the rainfall under

89 mm and payment of insurance coverage will not be performed if the rainfall

value in the dry season is above 116 mm. Identification of drought in Pacitan

analyzed based on the incidence of drought in two week period. This index

climate can become a step for adaptation to farmer to face dry season.

Keywords: adaptation, climate index, drought, methods of Historical Burn

Analysis (HBA)

Page 5: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE HISTORICAL

BURN ANALYSIS (HBA) UNTUK PENGEMBANGAN

ASURANSI INDEKS IKLIM

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

WAHYU SUKMANA DEWI

Page 6: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk
Page 7: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

Judul Skripsi : Analisis Indeks Iklim dengan Metode Historical Burn Analysis

(HBA) untuk Pengembangan Asuransi Indeks Iklim

Nama : Wahyu Sukmana Dewi

NIM : G24100025

Disetujui oleh

Yon Sugiarto, SSi, MSc

Pembimbing I

Dr Ir Woro Estiningtyas, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June, MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 8: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk
Page 9: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah

kekeringan, dengan judul Analisis Indeks Iklim dengan Metode Historical Burn

Analysis (HBA) untuk Pengembangan Asuransi Indeks Iklim.

Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang membantu

terselesaikannya karya ilmiah ini, diantaranya adalah :

1. Bapak Yon Sugiarto, SSi, MSc dan Ibu Dr Ir Woro Estiningtyas, MSi

selaku pembimbing.

2. Bapak Dr Ir Rizaldi Boer yang telah banyak memberi saran dan masukan

dalam proses penyelesaian karya ilmiah.

3. Bapak Heru dari Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit

Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Madiun, Bapak Gatot dari

Dinas Pertanian Kabupaten Pacitan, dan Bapak Petri dari Badan Pusat

Statistik Kabupaten Pacitan, yang telah membantu selama pengumpulan data.

4. Ayah dan Ibu yang selalu memberikan dorongan semangat, motivasi, dan

doa yang tiada henti agar tidak mudah menyerah.

5. Adikku tercinta Ratih Dwi Kartikasari yang selalu memberi semangat

dan membuat tertawa setiap saat.

6. Sahabat-sahabat Pondok Mona yang selalu menyemangati (Mbak Icha,

Mbak Dessy, Risty, Ulfa, dan lain-lain).

7. Sahabat-sahabat yang tidak pernah saya lupakan kebaikan dan

ketulusannya (Aprilia Sufiyati Safitri, Ilmina Philippines, Dewi Sulistyowati,

Srimani Puspa Dewi), semoga persahabatan kita abadi ya, Amiin.

8. Teman-temanku Geofisika dan Meteorologi IPB 47 yang selalu bisa

membuat tertawa dan terus semangat (Rifky, Bayu, Disti, Linda, Aulia,

Shailla, Hasby, Iftah, Thaisir, Ryan, Em, Haikal, Givo, Uni, Enggar, Aat,

Nunung, Jeffry, Daus, Dede, Ichanur, Ichakar, Aji, Reza, Indy, Alfi, Aret,

Putri, Windita, Jeni, Neni, Nani, Moe, Jun, Edy, Resti, Ghalib, Dety, Ernat,

Pipit, Irza, Adi, Ryco, Fiki, Anggi, Basit, Mail, Uwi, Rony, Himma, Alan,

Frimadi, Niki, Arisal, Angga, Ade, Hendy)

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Wahyu Sukmana Dewi

Page 10: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk
Page 11: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 13

Latar Belakang 13

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Dinamika dan Variabilitas Iklim serta Dampaknya Terhadap Sektor Pertanian 4

Hubungan Kekeringan dengan Luas Tanam dan Produksi Padi 7

Asuransi Indeks Iklim 8

Metode Historical Burn Analysis (HBA) 9

Kondisi Umum Wilayah Kajian 9

Kondisi Pertanian Wilayah Kajian 10

METODOLOGI 11

Waktu dan Tempat 11

Alat dan Bahan 11

Prosedur Analisis Data 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Hubungan Curah Hujan dan Kekeringan dengan Produksi dan Luas Tanaman

Padi 16

Penyusunan Indeks Iklim 23

Implikasi Terhadap Pengembangan Asuransi Indeks Iklim di Kabupaten

Pacitan 25

SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 27

Page 12: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

LAMPIRAN 31

RIWAYAT HIDUP 35

Page 13: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata nilai ETp (mm hari-1) untuk berbagai wilayah agroklimat 12

2 Ilustrasi perhitungan nilai exit dan trigger untuk Kecamatan

Kebonagung 14

3 Tipe iklim Oldeman di Kabupaten Pacitan berdasarkan data tahun

1998-2013 17

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi stasiun hujan di Kabupaten Pacitan 4

2 Luas areal pertanaman padi yang dilanda kekeringan di Indonesia

dalam periode 1989-2010 6 3 Rata-rata luas areal pertanaman padi yang mengalami kekeringan pada

tahun El Nino di setiap kabupaten dalam periode 1989-2006 6 4 Konsep pembayaran asuransi indeks iklim 9 5 Peta administrasi Kabupaten Pacitan 11 6 Diagram alir penelitian 16

7 Hubungan jumlah kejadian kekeringan dengan produksi padi di

Kecamatan Donorojo selama periode tahun 2007 hingga 2012 17

8 (a) Hubungan curah hujan (mm) dengan luas tanam (Ha) dan luas

panen (Ha), (b) Hubungan curah hujan dengan produksi (Ton)

tanaman padi di Kecamatan Donorojo 18

9 Hubungan jumlah kejadian kekeringan dengan produksi padi di

Kecamatan Kebonagung selama periode tahun 2007 hingga 2012 19

10 (a) Hubungan curah hujan (mm) dengan luas tanam (Ha) dan luas

panen (Ha), (b) Hubungan curah hujan dengan produksi (Ton)

tanaman padi di Kecamatan Kebonagung 19

11 Hubungan jumlah kejadian kekeringan dengan produksi padi di

Kecamatan Pringkuku selama periode tahun 2007 hingga 2012 20 12 (a) Hubungan curah hujan (mm) dengan luas tanam (Ha) dan luas

panen (Ha), (b) Hubungan curah hujan dengan produksi (Ton)

tanaman padi di Kecamatan Pringkuku 20

13 Hubungan curah hujan, kejadian kekeringan, dan serangan OPT

terhadap produksi padi selama periode tahun 2007 hingga 2012 22 14 Jumlah kecamatan yang terkena bencana kekeringan di Kabupaten

Pacitan selama periode tahun 2007 hingga 2012 22 15 Konsep pembayaran asuransi indeks iklim Kecamatan Kebonagung 23

16 Konsep pembayaran asuransi indeks iklim Kecamatan Donorojo 24 17 Konsep pembayaran asuransi indeks iklim Kecamatan Pringkuku 24

Page 14: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jumlah kejadian kekeringan dan serangan OPT di 12 kecamatan di

Kabupaten Pacitan pada tahun 2007 hingga 2012 31

2 Akumulasi jumlah kejadian kekeringan dan serangan OPT di setiap

kecamatan terhadap produksi padi pada tahun 2007 hingga 2012 33 3 Indeks iklim 12 kecamatan di Kabupaten Pacitan berdasarkan Metode

Historical Burn Analysis (HBA) 34

Page 15: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan

perekonomian nasional. Pertanian berperan penting terhadap ketahanan pangan

sebagai sumber mata pencaharian jutaan petani dengan berbagai keterbatasan.

Selain menghasilkan pangan, sektor ini juga berkontribusi besar dalam

peningkatan daya beli masyarakat melalui perannya dalam penyerapan tenaga

kerja (Sumaryanto 2009). Pertanian yang berkelanjutan merupakan manajemen

dan konservasi berbasis sumberdaya alam, dan orientasi perubahan teknologi dan

kelembagaan guna menjamin tercapainya dan terpuaskannya kebutuhan manusia

generasi saat ini maupun mendatang (FAO 1989).

Iklim memegang peranan yang sangat penting dalam bidang pertanian.

Variasi-variasi cuaca dan iklim akan mengendalikan seluruh fase produksi

maupun tanah. Variasi cuaca dan iklim tersebut erat kaitannya dengan kejadian

perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan suatu perubahan dalam kondisi

cuaca rata-rata atau perubahan dalam distribusi kejadian cuaca terhadap kondisi

rata-ratanya. Terjadinya peningkatan suhu udara, perubahan pola hujan,

peningkatan muka air laut, dan kejadian iklim ekstrim El Nino dan La Nina yang

meningkatkan frekuensi terjadinya banjir dan kekeringan merupakan beberapa

contoh dampak dari adanya fenomena perubahan iklim. Fenomena alam ini

berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan, diantaranya adalah sektor

pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang rawan terhadap

dampak negatif dari perubahan perilaku iklim (Yohe dan Tol 2002, Stern et al.

2006).

Usaha peningkatan kebutuhan pangan nasional untuk mengimbangi laju

pertumbuhan penduduk yang sangat pesat telah menyadarkan kita akan

pentingnya pengetahuan cuaca dan iklim. Peningkatan produksi pangan yang

dilakukan secara intensif maupun ekstensif tetap harus memperhatikan kondisi

lingkungan, dalam hal ini cuaca dan iklim. Fluktuasi cuaca dan iklim berdampak

langsung terhadap terjadinya bencana kekeringan. Kekeringan merupakan salah

satu resiko iklim yang sangat terkait dengan sistem usahatani berbasis padi,

sehingga perlu mendapat perhatian lebih untuk mengatasinya. Hal itu berkaitan

dengan pernyataan yang disampaikan oleh Baharsyah dan Fagi (1995) bahwa

kekeringan adaah faktor penghambat pertumbuhan produksi padi yang akan terasa

dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Fenomena El Nino pada

tahun 1997 menyebabkan hampir seluruh wilayah Indonesia terlanda bencana

kekeringan. Curah hujan dibawah normal karena distribusi yang tidak merata serta

menurunnya daya serap air oleh tanah menjadi indikasi utama terjadinya

kekeringan. Usaha tani padi merupakan sistem yang masih dominan dalam

memasok kebutuhan pangan di Indonesia, sehingga kejadian iklim ekstrim berupa

kekeringan akan berpengaruh terhadap ketahanan petani dan berdampak besar

terhadap ketahanan pangan.

Hadi et al. (2000) menyatakan bahwa kekeringan menempati urutan

pertama sebagai penyebab gagal panen yang menyebabkan akumulasi defisit atau

Page 16: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

2

hutang dalam jumlah besar sehingga kebutuhan konsumsi keluarga petani dan

kebutuhan investasi selanjutnya (usaha tani dan lain-lain) terancam tidak

terpenuhi secara normal. Hasil pemantauan kekeringan tanaman padi selama 10

tahun pada tahun 1993-2002 menyatakan bahwa angka rata-rata lahan pertanian

yang terkena dampak kekeringan mencapai 220.380 Ha dengan lahan puso

mencapai 43.434 Ha atau setara dengan kehilangan 190.000 ton gabah kering

giling (GKG) (RAN-API 2007). Las (2007) menyatakan bahwa peningkatan

kejadian iklim ekstrim mengakibatkan kegagalan panen dan kerusakan tanaman

yang mempengaruhi produktivitas, kerusakan sumberdaya lahan pertanian,

meningkatnya frekuensi, luas dan intensitas banjir dan kekeringan, serta

peningkatan kelembaban yang menyebabkan peningkatan intensitas gangguan

OPT.

Sektor pertanian dalam perannya membangun perekonomian nasional

memerlukan berbagai upaya untuk mendukung petani sebagai pelaku utama dalam

menghadapi kesulitan karena resiko yang harus ditanggung akibat kekeringan.

Adaptasi yang dapat dilakukan oleh petani salah satunya adalah asuransi indeks

iklim. Asuransi indeks iklim merupakan sistem asuransi yang memberikan

pembayaran pada pemegang polis ketika terpenuhi kondisi cuaca atau iklim yang

tidak diharapkan yang dinyatakan dengan indeks iklim tanpa harus ada bukti

kegagalan panen. Asuransi indeks iklim ini merupakan alat manajemen resiko

iklim yang relatif baru dalam sistem usaha tani padi. Dalam sistem asuransi

indeks iklim, yang diasuransikan ialah indeks iklimnya dan bukan tanamannya.

Pembayaran dilakukan berdasarkan apakah indeks iklim yang ditetapkan dicapai

pada periode pertumbuhan tanaman yang diasuransikan (Boer 2010b). Asuransi

indeks iklim adalah asuransi yang memberikan penggantian atas kerugian akibat

penurunan tingkat panen atau kegagalan panen yang dikaitkan dengan cuaca

(Departemen Keuangan 2010). Asuransi ini dapat mempercepat penerimaan

petani terhadap teknologi adaptasi atau integrasi informasi prakiraan musim atau

iklim dalam membuat keputusan.

Kabupaten Pacitan dipilih sebagai obyek dalam penelitian ini dikarenakan

potensi kekeringan yang dimilikinya cukup besar. Topografi yang berbukit dan

bergunung dengan lereng terjal serta bentuk jalur sungai sempit dengan tebing

yang sangat terjal menyebabkan daya tampung sungai menjadi kecil. Kerusakan

fisik lingkungan seperti pembabatan hutan, penanaman tanaman semusim (pangan

dan hortikultura) pada daerah dengan lereng terjal tanpa usaha konservasi yang

memadai menyebabkan makin besarnya jumlah curah hujan yang ditransfer

menjadi aliran permukaan. Hal tersebut menyebabkan kesempatan air meresap ke

dalam tanah menjadi kecil sehingga cadangan air tanah semakin berkurang.

Akibatnya dimusim hujan air hujan ditransfer menjadi aliran permukaan sehingga

dapat menyebabkan banjir dan erosi sedangkan di musim kemarau menyebabkan

kekeringan. Bencana alam kekeringan yang berkepanjangan akan berdampak

terhadap sistem usaha tani padi di Kabupaten Pacitan.

Perumusan Masalah

Kabupaten Pacitan memiliki curah hujan tahunan rata-rata sekitar 2000-

2500 mm per tahun. Bulan-bulan kering jatuh pada bulan Mei sampai dengan

Oktober. Bulan yang memilki hari hujan paling banyak adalah bulan Desember

Page 17: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

3

dan Januari yaitu sebanyak 21-24 hari hujan. Bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, dan

September merupakan bulan yang memiliki jumlah hari hujan paling sedikit, yaitu

hanya sebanyak 1-11 hari hujan per bulan (BPS 1993). Pertanian adalah sektor

utama penyangga stabilitas regional di Kabupaten Pacitan. Kejadian iklim ekstrim

El Nino dan La Nina serta perubahan pola hujan akibat perubahan iklim

membawa dampak terhadap peningkatan frekuensi terjadinya bencana banjir dan

kekeringan. Pacitan adalah salah satu wilayah yang cukup berpotensi mengalami

kekeringan di Jawa Timur.

Bencana alam kekeringan akibat curah hujan yang tidak terdistribusi secara

merata berdampak terhadap produktvitas padi di wilayah Pacitan. Warga setempat

mengaku sudah akrab dengan kondisi kekeringan sepanjang musim kemarau

sehingga memanfaatkan tanaman palawija yang tidak memerlukan kebutuhan air

banyak. Meskipun demikian, kondisi kekeringan tidak bisa dibiarkan lebih lanjut.

Kejadian kekeringan di Kabupaten Pacitan terus terjadi dan berulang serta

membawa dampak kerugian, oleh karena itu diperlukan suatu langkah adaptasi

bagi petani untuk menghadapi perubahan iklim.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi kejadian kekeringan

di wilayah kajian dan menganalisis indeks iklim untuk kejadian kekeringan di

wilayah kajian.

Manfaat Penelitian

Data dan informasi mengenai kejadian kekeringan dapat digunakan sebagai

parameter resiko iklim terhadap usaha tani padi. Informasi indeks iklim

merupakan indikator untuk menggambarkan kejadian kekeringan di wilayah

kajian. Indeks ini bermanfaat dalam pengembangan asuransi indeks iklim yang

dapat digunakan sebagai salah satu langkah adaptasi terhadap perubahan iklim.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah wilayah Kabupaten Pacitan yang

merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur dan terletak pada 7,55ᴼ-

8,17ᴼ LS dan 110,55ᴼ-111,25ᴼ BT. Indeks iklim yang digunakan dalam penelitian

ini disusun berdasarkan salah satu parameter iklim yaitu curah hujan. Indeks

iklim berlaku spesifik untuk lokasi kajian.

Page 18: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

4

Gambar 1 Peta lokasi stasiun hujan di Kabupaten Pacitan (Sumber : Dinas PU

dan Pengairan Kab. Pacitan 2014)

TINJAUAN PUSTAKA

Dinamika dan Variabilitas Iklim serta Dampaknya Terhadap Sektor

Pertanian

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan topografi yang sangat beragam

dan posisinya yang berada di antara dua samudera dan dua benua menjadikan

Indonesia memiliki iklim yang dinamis dan kompleks. Pengaruh lokal dan

gangguan siklon tropis sangat berhubungan dengan terjadinya keragaman iklim di

Indonesia. Faktor-faktor yang berperan terhadap iklim Indonesia antara lain

fluktuasi suhu permukaan laut, Inter-Tropical Convergence Zone (ITCZ), Dipole

Mode Index (DMI), suhu permukaan laut Pasifik ekuator, Monsun Asia Tenggara-

Australia, sirkulasi Hadley dan Walker serta arus lintas Indonesia (ARLINDO).

Selain itu, iklim di Indonesia juga dikendalikan oleh tiga sistem peredaran angin,

yaitu angin pasat, angin meridional, dan angin lokal. Keseluruhan komponen

tersebut membentuk suatu sistem baik lokal, regional, maupun global yang turut

menentukan variabilitas dan keragaman iklim di Indonesia. Dalam jangka

panjang, variabilitas dan keragaman iklim akan mengalami pergeseran musim dari

rata-ratanya terutama dikarenakan oleh perubahan iklim. Terjadinya tren

perubahan ini menyebabkan perubahan masuknya awal musim dan panjang

musim hujan. Perubahan pola curah hujan akan berpengaruh terhadap

ketersediaan air bagi tanaman baik melalui curah hujan secara langsung maupun

ketersediaannya di waduk atau sungai (BALITBANGTAN 2013).

Musim hujan di Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Nino Southern

Oscillation (ENSO) yang sangat kuat pengaruhnya pada bulan September-

Page 19: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

5

Desember (Hamada et al. 2002). Perubahan frekuensi El Nino merupakan salah

satu tanda terjadinya dinamika dan variabilitas iklim. El Nino merupakan

fenomena alam yang ditandai dengan meningkatnya suhu muka laut atau SST

(Sea Surface Temperatur) dari nilai rata-ratanya di sekitar Pasifik Tengah dan

timur sepanjang ekuator (Tongkukut 2011). Pada keadaan normal, air laut dalam

yang bersuhu rendah dan kaya nutrisi bergerak naik ke permukaan laut di wilayah

dekat pantai Amerika Selatan dan meluas hingga Perairan Peru. Pada kondisi

normal tersebut, angin permukaan di wilayah Samudra Pasifik di sekitar

ekuator yang dikenal sebagai Angin Pasat Timuran (Walker Circulation) dan

air laut di bawahnya mengalir dari Timur ke Barat (Ahrens 2007). Arah

aliran ini sedikit berbelok ke utara pada Bumi Belahan Utara dan ke Selatan

pada Bumi Belahan Selatan. Pada keadaan ini penguapan di Samudra Pasifik

akan meningkatkan kelembaban udara di atasnya sehingga Angin Pasat Timuran

menyebabkan daerah yang berpotensi tumbuh awan-awan hujan adalah di

Samudra Pasifik Barat, wilayah Indonesia dan Australia Utara. Pada saat El Nino

terjadi, suhu muka laut di Pasifik Timur ekuator lebih tinggi dibanding nilai

rata-ratanya. Jumlah air laut bersuhu rendah yang mengalir di sepanjang Pantai

Selatan Amerika dan Pasifik timur berkurang. Suhu muka laut diperairan Pasifik

Barat yang lebih dingin menyebabkan tekanan udara di atasnya menjadi tinggi

dan udara cenderung bergerak turun lalu bergerak ke daerah dengan tekanan

lebih rendah yang artinya di atas permukaan laut di Pasifik Barat ekuator

angin akan bergerak ke timur (Sarachik 2010). Hal ini menyebabkan massa udara

yang mengandung uap air di atas Australia, Indonesia dan sekitarnya akan

terdorong ke timur sehingga secara langsung akan mengurangi potensi hujan.

Dampak El Nino tidak sama untuk seluruh wilayah Indonesia (Aldrian dan

Susanto 2003), bergantung kepada intensitas, frekuensi, dan durasinya. Daerah

dengan pola hujan monsunal memiliki pengaruh El Nino lebih kuat dibandingkan

pola ekuatorial dan lokal. Pemanasan global menyebabkan warm pool lebih

hangat, dengan kondisi warm pool lebih hangat, potensi mencapai critical

temperature SST lebih tinggi sehingga akan memudahkan warm pool untuk

bergerak ke Pasifik tengah. Dengan demikian frekuensi kejadian El Nino akan

meningkat yang akan menyebabkan kejadian kekeringan lebih sering di wilayah

Indonesia.

Bencana kekeringan berdampak terhadap rusaknya areal pertanaman padi

yang semakin dipertajam dengan adanya kejadian iklim ekstrim. Berdasarkan data

dari Ditlin tahun 1989-2010 yang tersaji dalam Gambar 2, menunjukkan bahwa

pada tahun El Nino luas areal tanaman padi yang terkena kekeringan mencapai

300-850 ribu Ha. Tingkat keparahan kerusakan tanaman padi akibat kekeringan

lebih tinggi dibandingkan bencana banjir, karena kekeringan berlangsung pada

daerah yang lebih luas dan dalam periode yang lebih lama.

Page 20: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

6

Gambar 2 Luas areal pertanaman padi yang dilanda kekeringan di Indonesia

dalam periode 1989-2010 (Sumber : Road Map 2011).

Gambar 3 Rata-rata luas areal pertanaman padi yang mengalami kekeringan

pada tahun El Nino di setiap kabupaten dalam periode 1989-2006

(Sumber : Boer 2008b)

Tingkat kerentanan lahan pertanian terhadap kekeringan cukup bervariasi

antar wilayah. Lahan sawah yang berhasil dievaluasi adalah 5.14 juta Ha, 74 ribu

Ha diantaranya sangat rentan dan satu juta Ha lainnya sangat rentan terhadap

kekeringan (Wahyunto 2005). Luas pertanaman padi yang dilanda kekeringan

dalam periode 1991-2006 berkisar antara 28.580-867.930 Ha per tahun dan yang

mengalami puso 4.614-192.331 Ha (BAPPENAS 2010). Dampak yang meningkat

secara signifikan akibat adanya fenomena El Nino ditunjukkan oleh Gambar 3.

Ministry of Environment (2009) mengidentifikasi bahwa kekeringan lebih dari

2.000 Ha melanda hampir setiap wilayah, diantaranya adalah Pantai Utara Jawa

Barat, Lampung, Nanggroe Aceh Darusalam, Kalimantan Timur, Kalimantan

Page 21: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

7

Selatan, Sulawesi Barat, dan Lombok. Frekuensi kejadian kekeringan pada

pertanaman padi sawah khususnya di Jawa adalah tiga kali dalam empat tahun dan

umumnya meningkat tajam pada tahun El Nino (Boer et al. 2009).

Peningkatan frekuensi kejadian iklim ekstrim sangat berkaitan dengan

perubahan pola curah hujan. Sektor pertanian terutama subsektor tanaman pangan

paling rentan terhadap pola curah hujan karena sangat sensitif terhadap cekaman

(kelebihan dan kekurangan) air. Secara teknis, kerentanan tanaman pangan sangat

berhubungan dengan sistem penggunaan lahan dan sifat tanah, pola tanam,

teknologi pengelolaan tanah, air, tanaman, dan varietas (Las et al. 2008b). Oleh

sebab itu, kerentanan tanaman pangan terhadap pola curah hujan akan berimbas

terhadap luas areal tanam dan panen, produktivitas, serta kualitas hasil. Kejadian

iklim ekstrim terutama fenomena El Nino sangat berpengaruh terhadap sektor

pertanian, diataranya menyebabkan kegagalan panen dengan penurunan IP yang

berujung pada penurunan produktivitas dan produksi, menyebabkan kerusakan

sumberdaya lahan pertanian, peningkatan frekuensi, luas, dan bobot atau

intensitas kekeringan, peningkatan kelembaban, serta peningkatan intensitas

gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Las et al. 2008a).

Hubungan Kekeringan dengan Luas Tanam dan Produksi Padi

Posisi geografis Indonesia sangat mempengaruhi kejadian iklim ekstrim,

dalam hal ini adalah banjir dan kekeringan. Fenomena yang sangat mempengaruhi

iklim di Indonesia adalah ENSO dikarenakan Indonesia terletak di antara dua

samudera, yaitu Pasifik dan Hindia. Kejadian El Nino akan menyebabkan

kekeringan di wilayah Indonesia terutama di wilayah yang mempunyai pola curah

hujan monsoonal. Fenomena La Nina akan menyebabkan curah hujan di

Indonesia meningkat pada saat musim kemarau serta menyebabkan majunya awal

musim hujan (Bell et al. 1999). Pada tahun 2010 terjadi suatu fenomena kemarau

basah sehingga sepanjang tahun terjadi musim hujan. Hal ini merupakan salah

satu contoh iklim ekstrim yang terjadi di Indonesia sebagai akibat terjadinya

perubahan ikllim.

Kekeringan (drought) adalah kekurangan curah hujan yang cukup besar dan

berlangsung lama serta dapat mempengaruhi kehidupan tanaman dan hewan di

suatu daerah sehingga menyebabkan kekurangan keperluan hidup sehari-hari.

Penyebab terjadinya kekeringan ada tiga, yaitu: pertama adalah hujan, dimana

sifat hujan menentukan ketersediaan air di dalam tanah. Kekeringan terjadi jika

hujan tidak merata dan menyimpang dari keadaan normal. Kedua yaitu jenis

tanaman, dimana tiap jenis tanaman memiliki kebutuhan air yang berbeda dalam

tiap tingkat pertumbuhannya sehingga tanaman akan mengalami kekeringan jika

jumlah kebutuhan air pada tingkat pertumbuhannya tidak sesuai dengan pola

agihan hujan meskipun jumlah hujan secara keseluruhan mencukupi. Ketiga

adalah tanah, dimana besar kecilnya kemampuan tanah menyimpan air akan

menentukan terjadinya kekeringan (American Meteorological Society 1997).

Jayaseelan (2001) menjelaskan bahwa terdapat tiga tipe kekeringan menurut

cara pandang, yaitu secara meteorologis, pertanian, dan hidrologis. Jumlah curah

hujan di bawah normal pada suatu musim yang semakin berkurang, menjadi

indikasi awal terjadinya proses kekeringan yang disebut dengan kekeringan

meteorologis. Berdasarkan rekapitulasi kekeringan tingkat Provinsi Jawa Timur

Page 22: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

8

untuk MT III tahun 2014, menunjukkan bahwa kerawanan musiman kekeringan

memiliki status ringan sebesar 29%, sedang 16%, dan sangat rawan sebesar 3%.

Kabupaten Pacitan secara spasial memiliki status kerawanan kekeringan musiman

ringan. Total luas baku sawah di Kabupaten Pacitan dengan komoditas padi

adalah sebesar 13.025 Ha dengan potensi tanam untuk MT I dan MT II masing-

maisng seluas 13.025 Ha dan 5.534 Ha. Prediksi sifat hujan di Kabupaten Pacitan,

sebagian besar menunjukkan sifat hujan di atas normal, namun ada dua kecamatan

yang memiliki sifat hujan normal yaitu Kecamatan Donorojo dan Punung

(KEMENTAN 2014).

Asuransi Indeks Iklim

Kerugian pada sistem usaha tani padi sebagian besar disebabkan oleh

bencana terkait iklim seperti kekeringan dan banjir. Petani pada umumnya telah

memiliki cara tersendiri untuk mengatasi berbagai resiko yang diakibatkan oleh

iklim tersebut, diantaranya adalah mengganti tanaman dengan yang lebih tahan

terhadap tekanan iklim, melakukan pinjaman uang di bank, koperasi, atau

kelompok tani. Namun beberapa cara tersebut masih terbatas dan tidak ada

jaminan pasti, sehingga petani masih sering mengalami kerugian. Saat ini telah

berkembang produk asuransi pertanian berbasis indeks iklim yang dikenal dengan

Asuransi Indeks Iklim (Climate Index Insurance). Asuransi indeks iklim adalah

asuransi yang memberikan penggantian atas kerugian akibat penurunan tingkat

panen atau kegagalan panen yang diakibatkan cuaca. Menurut Boer (2010b)

sistem ini memberikan pembayaran pada pemegang polis manakala terpenuhi

kondisi cuaca atau iklim yang tidak diharapkan (indeks iklim) tanpa harus ada

bukti kegagalan panen. Asuransi ini dapat mempercepat penerimaan petani

terhadap teknologi adaptasi atau integrasi informasi prakiraan musim atau iklim

dalam membuat keputusan. Dalam sistem asuransi indeks iklim yang

diasuransikan adalah indeks iklimnya bukan tanamannya. Pembayaran dilakukan

berdasarkan apakah indeks iklim yang ditetapkan dicapai pada periode

pertumbuhan tanaman yang diasuransikan.

Indeks iklim untuk asuransi dapat dikembangkan dengan menggunakan

unsur iklim lain yang terkait dengan bencana yang sedang menjadi perhatian.

Misalnya, di Filipina indeks asuransi yang digunakan untuk melindungi petani

dari bencana angin topan ialah kecepatan angin dan jalur angin topan yang dapat

dipantau melalui satelit. Bagi petani yang mengikuti polis asuransi ini, apabila

dari data satelit terlihat lahan petani peserta polis dilewati oleh jalur angin topan

yang kecepatannya melebihi nilai indeks kecepatan angin yang sudah ditetapkan,

maka petani akan langsung otomatis menerima klaim pembayaran sesuai dengan

nilai pertanggungan tanpa harus ada penilaian ke lapangan. Di Kenya, juga

dikembangkan indeks asuransi untuk ternak yang menggunakan data Normalized

Differential Vegetation Index (NDVI) yang diproses dari satelit (Chantarat et al.

2012). NDVI merupakan indikator yang secara luas sudah digunakan untuk

memonitor kekeringan. Di Afrika, NDVI digunakan sebagai peringatan dini untuk

menduga resiko kematian bagi ternak sapi. Di India, indeks iklim yang digunakan

adalah curah hujan untuk memonitor resiko kekeringan pada lahan pertaniannya

(Gehrke 2011).

Page 23: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

9

Metode Historical Burn Analysis (HBA)

Asuransi indeks iklim merupakan asuransi pertanian yang berbasis indeks

iklim. Kebijakan pembayaran indeks asuransi berbasis pada keobyektifan dan

bukan pada pengukuran dari kehilangan riil (Manuamorn 2010). Dalam penelitian

ini, indeks iklim yang dipilih adalah curah hujan. Keeratan hubungan antara

produksi padi dengan curah hujan menjadi dasar dalam penentuan indeks iklim.

Dalam penelitian ini, indeks iklim dihitung dengan metode “Historical

Burn” (Historical Burn Analysis, HBA) yang dikembangkan oleh IRI Columbia

University. Pendekatan ini digunakan apabila di lokasi penelitian hanya tersedia

data curah hujan. Pada prinsipnya, analisis “Historical Burn” bergantung pada

data masa lalu untuk memberikan kunci apa yang mungkin terjadi di masa depan.

Dengan menggunakan pendekatan ini, diasumsikan bahwa tahun mendatang akan

terlihat seperti salah satu dari tahun yang sudah terjadi. Oleh karena itu, data runut

waktu yang panjang digunakan untuk menentukan trigger dan exit untuk indeks

musim yang akan datang. Meskipun ini merupakan pendekatan yang sederhana,

namun menjadi titik awal dimana indeks dapat dikembangkan lebih lanjut dan

disempurnakan. Total curah hujan yang digunakan dalam penentuan indeks hujan

adalah total curah hujan yang telah disesuaikan (adjusted rainfall total).

Gambar 4 Konsep pembayaran asuransi indeks iklim (IRI 2010)

Kondisi Umum Wilayah Kajian

Kabupaten Pacitan adalah salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur

yang terletak pada 7,55ᴼ-8,17ᴼ LS dan 110,55ᴼ-111,25ᴼ BT. Bagian utara

berbatasan dengan Kab. Ponorogo Jawa Timur dan Kab. Wonogiri Jawa Tengah,

sedangkan bagian timur berbatasan dengan Kab. Trenggalek Jawa Timur. Bagian

selatan dan barat masing-masing berbatasan dengan Samudera Indonesia dan Kab.

Wonogiri Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Pacitan adalah 1.342,01 km2.

Kecamatan Tulakan merupakan wilayah kecamatan paling luas di Kabupaten

Pacitan, yaitu 160,72 km2 atau 11,9% dari luas seluruhnya. Wilayah Kabupaten

Pacitan sebagian besar berupa perbukitan dengan kondisi medan yang cukup

ekstrim. Jenis tanah di wilayah ini terdiri dari jenis tanah asosiasi litosal,

Page 24: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

10

mediteran merah litosal bercampur tuf dan bahan vulkan, komplek litosal

kemerahan dan alivial kelabu, dan endapan tanah liat yang di dalamnya

mengandung potensi bahan galian mineral.

Kabupaten Pacitan memiliki curah hujan tahunan rata-rata sekitar 2000-

2500 mm per tahun. Curah hujan bulanan lebih dari 300 mm terjadi pada bulan

Desember hingga Maret. Bulan-bulan kering jatuh pada bulan Mei sampai dengan

Oktober dengan rata-rata perbedaan hari hujan 6 hari per bulan. Bulan yang

memilki hari hujan paling banyak adalah bulan Desember dan Januari yaitu

sebanyak 21-24 hari hujan. Sedangkan bulan yang memiliki jumlah hari hujan

paling sedikit adalah bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, dan September yaitu hanya

sebanyak 1-11 hari hujan per bulan (Dinas Pertanian Kab. Pacitan 2007).

Data rata-rata curah hujan dari tahun 1998 hingga 2013 menunjukkan bahwa

tipe iklim di Kabupaten Pacitan secara umum termasuk kedalam tipe C subdivisi 2

(tipe iklim C2). Berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut Oldeman, tipe iklim

C2 ini berarti bahwa dalam satu tahun hanya dapat menanam padi sebanyak satu

kali dan penanaman palawija yang kedua harus lebih berhati-hati dan tidak

dilakukan pada bulan-bulan kering. Klasifikasi iklim Oldeman dipilih untuk

menentukan tipe iklim di wilayah kajian ini karena dinilai cukup representatif

untuk klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia, khususnya padi

(Dinas Pertanian Kab. Pacitan 2007). Pertanian adalah sektor utama penyangga

stabilitas regional di Kabupaten Pacitan. Kejadian iklim ekstrim El Nino serta

perubahan pola hujan akibat perubahan iklim membawa dampak terhadap

peningkatan frekuensi terjadinya bencana kekeringan. Pacitan adalah salah satu

wilayah yang cukup berpotensi mengalami kekeringan di Jawa Timur.

Kondisi Pertanian Wilayah Kajian

Kabupaten Pacitan merupakan salah satu daerah kering di Propinsi Jawa

Timur. Kondisinya yang kering menjadikan wilayah ini rawan terkena dampak

penyimpangan iklim, misalnya kekeringan. Namun demikian, Pacitan merupakan

kabupaten yang kaya akan sumberdaya alam. Sebagian besar penduduk Pacitan

bekerja dalam sektor pertanian. Mayoritas lapangan usaha yang memiliki

persentase paling tinggi di wilayah ini adalah sektor pertanian yaitu 59,44%. Ubi

kayu adalah salah satu komoditas yang paling unggul di Pacitan dengan produksi

mencapai 594 ribu ton. Potensi pengembangan buah jeruk juga menjadi sektor

yang cukup menjanjikan dalam komoditas hortikultura.

Produksi tanaman di Kabupaten Pacitan terlihat cukup berfluktuasi pada

tahun 2009 apabila dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya. Dari 57 jenis

tanaman yang ada, sebanyak 47,37% mengalami kenaikan jumlah produksi

sedangkan sisanya 52,63% mengalami penurunan jumlah produksi. Komoditi

pertanian di Pacitan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu tanaman pangan (padi,

ubi kayu, jagung, kacang tanah), tanaman buah-buahan (jeruk pacitan, melinjo,

pisang), tanaman sayuran (cabai, petai, kacang panjang), dan juga tanaman

biofarma (jahe, temulawak, dan kunyit). Jagung merupakan salah satu keunggulan

tanaman di Pacitan yang termasuk dalam kategori tanaman pangan. Kabupaten

Pacitan memiliki lahan kering yang cukup menjanjikan untuk mengembangkan

budidaya jagung. Pada tahun 2012, tercatat bahwa produksi jagung petani Pacitan

Page 25: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

11

sudah mencapai 5,7 ton per hektar yang menunjukkan angka lebih tinggi

dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu hanya sebesar 4,9 ton per hektar

(Purnawan 2010).

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Mei 2014 mulai dari

pengumpulan, pengolahan, dan analisis data. Lokasi penelitian berada di

Kabupaten Pacitan, Jawa Timur dan pengolahan serta analisis data dilakukan di

Laboratorium Agrometeorologi Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer,

Microsoft Office 2010 dan software ArcGis. Sedangkan bahan-bahan yang

diperlukan dalam penelitian ini adalah data iklim, data kekeringan lahan

persawahan, data produktivitas padi, dan data pola tanam.

Prosedur Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama adalah

mengumpulkan data lapang kemudian melakukan proses pengolahan data hingga

selesai. Adapun proses sederhana dalam penelitian ini dijelaskan dalam Gambar 6.

Keterangan :

1= Kec. Donorojo, 2=Kec. Pringkuku, 3=Kec. Kebonagung

Gambar 5 Peta administrasi Kabupaten Pacitan

1

2 3

Page 26: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

12

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan harian

pengamatan stasiun hujan 12 kecamatan di Kabupaten Pacitan selama 16 tahun

yaitu mulai tahun 1998 hingga 2013. Data curah hujan dikumpulkan dari Dinas

Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Pacitan serta Dinas Pertanian Kabupaten

Pacitan. Data lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kejadian

kekeringan 2 mingguan, serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) tahun

2007 hingga 2012 serta data luas panen, luas tanam tanaman padi dan produksi

padi tahun 1998 hingga 2012 untuk 12 kecamatan di Kabupaten Pacitan. Data

kejadian kekeringan yang digunakan adalah data bulanan yang terdiri dari dua

periode setiap bulannya (2 mingguan).

Pengolahan Data

A. Metode Historical Burn Analysis (HBA)

Indeks iklim dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan metode

Historical Burn (Historical Burn Analysis, HBA) yang dikembangkan oleh IRI

Columbia University. Tahapan analisis “Historical Burn” adalah sebagai berikut :

1. Memilih tahun dan periode yang akan diasuransikan (indeks window)

Indeks window dalam penelitian ini adalah bulan 1 Mei - 30 September

tahun 1998 hingga tahun 2013 untuk 12 kecamatan di Kabupaten Pacitan.

2. Menghitung curah hujan dasarian pada periode yang akan diasuransikan

(indeks window)

Formula untuk menghitung curah hujan dasarian adalah sebagai berikut :

Bulan dekad 1 = SUM (hari 1:hari 10)

Bulan dekad 2 = SUM (hari 11:hari 20)

Bulan dekad 3 = SUM (hari 21:hari 30)

3. Menghitung besarnya “cap” dan curah hujan yang disesuaikan (adjusted

rainfall total)

Cap merepresentasikan jumlah maksimum curah hujan yang dihitung

untuk setiap periode sepuluh hari (IRI 2010). Penentuan nilai “cap” berhubungan

dengan nilai evapotranspirasi potensial harian.

Tabel 1 Rata-rata nilai ETp (mm hari -1

) untuk berbagai wilayah agroklimat

(Allen et al. 1998)

Wilayah

Rata-rata suhu harian (ᴼC)

Dingin

(~10ᴼC)

Sedang

(~20ᴼC)

Hangat

(>30ᴼC)

Tropik dan subtropik

- Lembab dan sub lembab 2-3 3-5 5-7

- Kering dan semi kering 2-4 4-6 6-8

Temperate

- Lembab dan sub lembab 1-2 2-4 4-7

- Kering dan semi kering 1-3 4-7 6-9

Page 27: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

13

Sehingga nilai ETp yang digunakan adalah mendekati nilai 5 mm/hari.

Maka nilai cap untuk 10 harian adalah :

Cap dasarian = 5mm x 10 hari = 50

Formula untuk menentukan besarnya curah hujan yang disesuaikan

(adjusted rainfall total) adalah sebagai berikut :

Bulan (periode yang diasuransikan) dekad 1 = IF(curah hujan total

dekad 1<cap;curah hujan total dekad 1;cap)

Adjusted rainfall total atau curah hujan total yang disesuaikan adalah cuah

hujan yang telah dijumlahkan untuk setiap sepuluh hari (dekad) selama periode

yang diasuransikan. Jika jumlah curah hujan untuk periode sepuluh hari kurang

dari “cap”, maka digunakan curah hujan total untuk periode tersebut. Namun, jika

dalam sepuluh hari total curah hujan lebih dari “cap”, maka “cap” lah yang

digunakan. Cap merepresentasikan jumlah maksimum curah hujan yang dihitung

untuk setiap periode sepuluh hari.

4. Menghitung jumlah curah hujan dasarian yang telah disesuaikan untuk setiap

tahunnya.

Nilai curah hujan yang telah disesuaikan (adjusted rainfall total) pada

masing-masing periode yang diasuransikan dihitung dengan cara dijumlahkan

untuk setiap periode sepuluh hari. Setelah penyesuaian dibuat, total dari per

sepuluh hari curah hujan kemudian ditambahkan bersama-sama untuk menghitung

total curah hujan yang disesuaikan untuk seluruh indeks window.

Jumlah curah hujan dasarian setiap tahun = ∑ Curah hujan yang

telah disesuaikan setiap dekad

5. Menyusun data curah hujan yang telah disesuaikan (setiap tahunnya) dari atas

ke bawah mulai dari curah hujan tertinggi hingga terendah (memberikan

ranking).

Indeks curah hujan = SORT (curah hujan dasarian yang telah

disesuaikan)

6. Menyusun nilai exit dan trigger berdasarkan periode ulang yang dipilih

Nilai exit merupakan titik terendah dimana pembayaran sepenuhnya

diberikan. Dalam penyusunan indeks dengan metode ini, exit dirancang sehingga

ada pembayaran penuh untuk tahun terburuk selama periode data. Exit akan diatur

sama dengan jumlah curah hujan pada tahun terburuk dan dibulatkan ke bilangan

bulat terdekat. Trigger atau pemicu merupakan titik dimana apabila jumlah total

curah hujan selama indeks window lebih dari trigger, maka tidak ada pembayaran.

Misalnya untuk kasus di Kecamatan Kebonagung periode ulang kejadian

kekeringan adalah 4 kali selama 6 tahun atau sekitar 1.5 tahun sekali. Artinya

selama 6 tahun periode datanya ada sekitar 4 kali pembayaran. Berikut ini adalah

contoh perhitungan nilai exit dan trigger untuk Kecamatan Kebonagung.

Page 28: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

14

Tabel 2 Ilustrasi perhitungan nilai exit dan trigger untuk Kecamatan Kebonagung

Tahun Indeks Curah Hujan (mm)

2010

1998

2013

2000

2005

2009

2001

2007

2004

2011

2006

2012

2002

1999

2003

2008

664

513

352

326

278

271

228

195

193

162

130

125

107

99

95

83

Keterangan :

Kotak merah : batas nilai trigger dimana petani dapat mengajukan klaim

Kotak biru : batas nilai exit dimana klaim dapat dibayar penuh

Dalam metode ini, exit akan diatur sama dengan jumlah curah hujan pada

tahun terburuk dan dibulatkan ke bilangan bulat terdekat. Nilai exit yang

didapatkan berdasarkan Tabel 2 di atas adalah (83+95)/2=89. Berdasarkan

informasi yang didapatkan, bahwa di Kecamatan Kebonagung terjadi kekeringan

sebanyak 4 kali selama periode tahun 2007 hingga 2012. Oleh karena itu, nilai

trigger yang dapat dihitung berdasarkan Tabel 2 di atas adalah (107+125)/2=116.

Sehingga nilai exit dan trigger untuk Kecamatan Kebonagung masing-masing

adalah sebesar 89 dan 116. Cara ini juga berlaku untuk menentukan nilai exit dan

trigger untuk Kecamatan Donorojo dan Pringkuku.

7. Pembayaran secara penuh akan dilakukan apabila curah hujan lebih rendah

daripada exit selama periode yang diasuransikan. Apabila curah hujan berada

diantara exit dan trigger, maka pembayaran akan dilakukan secara sebagian

(parsial). Namun, apabila curah hujan lebih besar daripada trigger, maka

tidak ada pembayaran yang dilakukan. Persamaan umum untuk menghitung

besarnya nilai pertanggungan yang dibayarkan (Y) sesuai dengan hujan yang

diterima selama periode pertanggungan (musim kemarau) ( Boer 2012)

adalah sebagai berikut :

Y = (1-(Jumlah Hujan – Exit)/(Trigger-Exit))*Nilai Pertanggungan

Page 29: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

15

B. Analisis Hubungan Curah Hujan dengan Produksi Padi dan Luas Tanam

Analisis data secara visual dilakukan dengan menampilkan hubungan data

luas tanam (Ha), luas panen (Ha) terhadap curah hujan (mm) serta hubungan data

produksi (ton) padi terhadap jumlah kejadian kekeringan dalam bentuk grafik line.

Dalam penyusunan indeks iklim menggunakan metode analisis Historical Burn

ini digunakan beberapa asumsi, diantaranya adalah :

Asumsi-asumsi :

1. Dalam penelitian ini, indeks window yang diasumsikan adalah bulan Mei-

September. Pemilihan indeks window pada bulan tersebut didasarkan pada

informasi yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Pacitan yang

menyatakan bahwa bulan kritis di Kabupaten Pacitan yang memicu

terjadinya kekeringan adalah bulan Mei-September.

2. Nilai cap yang digunakan diasumsikan sebesar 50. Berdasarkan Tabel 1,

Indonesia termasuk dalam kategori wilayah tropik lembab dengan rata-rata

suhu harian mencapai 20ᴼC, sehingga rata-rata nilai Etp yang tercatat

berkisar antara 3-5 mm hari-1

. Namun, hampir setiap wilayah di Indonesia

menggunakan nilai Etp acuan sebesar 5 mm hari-1

. Dalam penghitungan

cap untuk asuransi indeks iklim ini, menggunakan nilai Etp acuan 5 mm

hari-1

yang dikalikan dengan 10 hari sehingga diperoleh nilai cap sebesar

50.

3. Asumsi terjadinya bencana kekeringan di Kabupaten Pacitan adalah

sulitnya masyarakat terhadap akses air bersih untuk mencukupi kebutuhan

hidup sehari-hari dan untuk mengairi lahan pertanian mereka. Pada saat

musim penghujan, air tidak terdistribusi secara merata di setiap kecamatan

dikarenakan topografi lahan yang bergunung dan berbukit dengan lereng

yang terjal. Musim kemarau di Kabupaten Pacitan berlangsung pada bulan

Mei-September yang sangat berpotensi menyebabkan terjadinya

kekeringan yang berujung pada gagal panen.

4. Data kekeringan yang digunakan adalah data kekeringan 2 mingguan.

Kejadian kekeringan dihitung berdasarkan akumulasi terjadinya

kekeringan selama periode 2 mingguan tersebut.

Page 30: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

16

Gambar 6 Diagram alir penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Curah Hujan dan Kekeringan dengan Produksi dan Luas Tanam

Padi

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi penghasil padi terbesar

sepanjang tahun 2012 dengan total produksi mencapai 1,1 juta ton. Sebagai salah

satu wilayah dengan dominasi lahan pertanian yang luas, Kabupaten Pacitan

memproduksi padi rata-rata mencapai 5.3 ton per hektar. Pada tahun 2011 lalu

sedikitnya terdapat 545 hektar lahan tanam di Kabupaten Pacitan yang

mengalami kekeringan dan gagal panen. Dampak kekeringan tersebut membuat

produksi padi per hektar turun dibandingkan setahun sebelumnya. Penurunan

produksi sebesar 5,61 persen dari target 50,91 kuintal hanya terealisasi 48,05

kuintal (David 2010). Dalam bidang pertanian, air merupakan kendala utama

pelaksanaan usaha tani di Kabupaten Pacitan sehingga penambahan ketersediaan

air dalam skala jumlah dan waktu akan berpengaruh langsung terhadap

produktifitas lahan (Sawiyo et al. 2005).

Klasifikasi iklim Oldeman

Selesai

Mulai

Identifikasi masalah wilayah kajian

Studi Pustaka

Pengumpulan data

Data curah hujan

harian

Analisis dengan metode Historical Burn Analysis (HBA)

Indeks Iklim

Data kekeringan, curah hujan,

produksi padi sawah, dan sebaran

OPT

Page 31: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

17

Kabupaten Pacitan dipengaruhi oleh iklim tropika basah dengan 2 musim

yaitu musim hujan (Oktober-April) dan musim kemarau (April-Oktober). Analisis

data iklim sangat diperlukan dalam kaitannya untuk berbagai kegiatan

pembangunan, khususnya di bidang pertanian. Secara umum, wilayah Kabupaten

Pacitan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok berdasarkan rata-rata curah

hujan tahunan. Curah hujan tahunan kurang lebih 1500 mm terjadi di wilayah

Pacitan bagian barat dan curah hujan lebih dari 3000 mm terjadi di wilayah bagian

timur laut utara yang bergunung. Selain itu, Kabupaten Pacitan juga

dikelompokkan menjadi 4 zona agroklimat berdasarkan ketinggian tempat dan

rata-rata curah hujan tahunannya. Oldeman (1975) memakai unsur curah hujan

sebagai dasar klasifikasi iklimnya. Bulan basah dan bulan kering yang terjadi

secara berturut-turut menjadi dasar penentuan klasifikasi iklim Oldeman.

Data rata-rata curah hujan dari tahun 1998 hingga 2013 menunjukkan bahwa

tipe iklim di Kabupaten Pacitan secara umum termasuk kedalam tipe C subdivisi 2

(tipe iklim C2). Berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut Oldeman, tipe iklim

C2 ini berarti bahwa dalam satu tahun hanya dapat menanam padi sebanyak satu

kali dan penanaman palawija yang kedua harus lebih berhati-hati dan tidak

dilakukan pada bulan-bulan kering. Klasifikasi iklim Oldeman dipilih untuk

menentukan tipe iklim di wilayah kajian ini karena dinilai cukup representatif

untuk klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia, khususnya padi

(Dinas Pertanian Kab. Pacitan 2007).

Tabel 3 Tipe iklim Oldeman di Kabupaten Pacitan berdasarkan data tahun 1998-

2013

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

Ch rata-

rata

(mm)

338 377 314 223 130 77 43 7 48 147 274 341

BB BB BB BB BL BK BK BK BK BL BB BB

Tipe

Iklim

Oldeman

C2

Page 32: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

18

Gambar 7 Hubungan jumlah kejadian kekeringan dengan produksi padi di

Kecamatan Donorojo selama periode tahun 2007 hingga 2012

(a) (b)

Gambar 8 (a) Hubungan curah hujan (mm) dengan luas tanam (Ha) dan

luas panen (Ha), (b) Hubungan curah hujan dan produksi (Ton)

tanaman padi di Kecamatan Donorojo

Gambar 7 memperlihatkan fluktuasi antara jumlah kejadian kekeringan

dengan total produksi padi di Kecamatan Donorojo. Kekeringan sebanyak 2 kali

terjadi di tahun 2007 yaitu pada bulan Agustus dan September dengan total

produksi mencapai 500 ton. Kejadian kekeringan terjadi pada bulan Mei di tahun

2008. Peluang kejadian kekeringan di Kecamatan Donorojo adalah 0,5 dengan T

(periode kejadian) 2, yang artinya selama 2 tahun hanya terjadi satu kali

kekeringan.

Hasil produksi padi maksimum dicapai pada tahun 2011 yaitu sebesar 1.450

ton. Selama periode tahun 2007 hingga 2012 curah hujan cukup rendah terjadi

pada tahun 2008. Pada Gambar 8 (a) luas panen dan luas tanam terbesar terjadi

pada tahun 2011 yaitu masing-masing sebesar 250 Ha dan 280 Ha sedangkan luas

tanam dan luas panen terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu masing-masing

sebesar 105 Ha dan 92 Ha. Luas panen yang cukup rendah pada tahun 2007

berimplikasi terhadap produksi padi di Kecamatan Donorojo, yaitu hanya sebesar

Page 33: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

19

538 ton, hampir tiga kali lebih rendah dibandingkan tahun 2011. Apabila

dihubungkan dengan Gambar 7, curah hujan dan produksi memiliki hubungan

yang erat. Tingkat produksi padi mencapai nilai maksimum pada tahun 2011

dengan curah hujan sebesar 2400 mm.

Gambar 8 (b) memperlihatkan bahwa ketika curah hujan rendah, maka

produksi padi untuk wilayah Donorojo juga relatif rendah. Oldeman (1975)

memakai unsur curah hujan sebagai dasar klasifikasi iklim dan menyebutkan

bahwa jumlah curah hujan sebesar 200 mm tiap bulan dipandang cukup untuk

membudidayakan padi sawah. Dalam hal ini, curah hujan sebesar 2400 mm pada

tahun 2011 cukup sesuai untuk membudidayakan padi sawah sehingga dapat

mencapai hasil panen maksimum dibanding tahun-tahun lainnya.

Gambar 9 Hubungan jumlah kejadian kekeringan dengan produksi padi di

Kecamatan Kebonagung selama periode tahun 2007 hingga 2012

(a) (b)

Gambar 10 (a) Hubungan curah hujan (mm) dengan luas tanam (Ha) dan luas

panen (Ha), (b) Hubungan curah hujan (mm) dan produksi (Ton)

tanaman padi di Kecamatan Kebonagung

Gambar 9 memperlihatkan bahwa semakin banyak jumlah kejadian

kekeringan semakin rendah hasil produksi padi. Jumlah kejadian kekeringan

tertinggi terjadi pada tahun 2007 dan 2008 dengan produksi padi yang cukup

Page 34: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

20

rendah, yaitu hanya sebesar 8.000 ton untuk tahun 2007 dan 9.000 ton untuk tahun

2008. Kekeringan terjadi di bulan Juli dan Agustus pada tahun 2007, sedangkan

pada tahun 2008 kekeringan terjadi pada bulan Juni dan Juli. Peluang kejadian

kekeringan selama periode tahun 2007 hingga 2008 adalah sebesar 0,67 dengan T

(periode kejadian) 1,5, yang artinya selama 1,5 tahun hanya terjadi satu kali

kekeringan. Hasil produksi padi tertinggi di Kecamatan Kebonagung terjadi pada

tahun 2010 yaitu sebesar 15.000 ton.

Gambar 10 (a) memperlihatkan pengaruh curah hujan terhadap luas tanam

dan luas panen tanaman padi di Kecamatan Kebonagung. Curah hujan tertinggi

terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 3250 mm. Pada tahun yang sama, luas

tanam yang dilakukan oleh petani mencapai maksimal yaitu 2.700 Ha dengan luas

panen sebesar 2.300 Ha dan menghasilkan produksi sebesar 14.947 ton. Gambar

10 (b) memperlihatkan bahwa tingginya curah hujan tidak selalu memberikan

pengaruh terhadap produksi padi di Kecamatan Kebonagung. Pada tahun 2009

curah hujan di wilayah ini cukup rendah dibandingkan tahun-tahun lainnya,

namun produksi padi yang diperoleh justru lebih tinggi dibandingkan tahun 2008

yang curah hujannya sedikit lebih tinggi.

Gambar 11 Hubungan jumlah kejadian kekeringan dengan produksi padi di

Kecamatan Pringkuku selama periode tahun 2007 hingga 2012

(a) (b)

Gambar 12 (a) Hubungan curah hujan (mm) dengan luas tanam (Ha) dan luas

panen (Ha), (b) Hubungan curah hujan (mm) dan produksi (Ton)

tanaman padi di Kecamatan Pringkuku

Page 35: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

21

Gambar 11 menunjukkan bahwa kejadian kekeringan terjadi pada tahun

2007 dan 2008. Kejadian kekeringan masing-masing terjadi pada bulan Juli dan

Juni untuk tahun 2007 dan 2008. Peluang kejadian kekeringan selama periode

tahun 2007 hingga 2012 adalah 0,3 dengan T (periode kejadian) 3, yang artinya

bahwa selama 3 tahun hanya terjadi satu kali kekeringan. Produksi padi yang

didapatkan pada tahun 2007 lebih rendah 1.000 ton dibandingkan tahun 2008

yang mencapai 4.200 ton. Namun demikian, produksi padi tertinggi untuk

Kecamatan Pringkuku selama periode 2007 hingga 2012 adalah sebesar 4.779 ton

yang terjadi pada tahun 2011. Sama halnya dengan Kecamatan Kebonagung,

tingginya curah hujan tidak selalu memberikan pengaruh terhadap tingginya hasil

produksi padi di Kecamatan Pringkuku (Gambar 12b).

Kabupaten Pacitan seperti daerah lainnya di Pulau Jawa dipengaruhi oleh

iklim tropika basah dengan 2 musim yaitu musim hujan (Oktober-April) dan

musim kemarau (April-Oktober). Secara umum, wilayah Kabupaten Pacitan dapat

dikelompokkan menjadi 4 kelompok berdasarkan rata-rata curah hujan tahunan.

Kabupaten Pacitan sebelah barat memiliki curah hujan tahunan kurang lebih 1500

mm. Sedangkan, curah hujan tahunan lebih tinggi yaitu sebesar 3000 mm terjadi

di sebelah timur laut Kabupaten Pacitan. Curah hujan yang lebih tinggi ini

dipengaruhi oleh topografi wilayah timur laut Pacitan yang lebih bergunung-

gunung. Curah hujan tahunan di ketiga kecamatan tersebut cukup bervariasi.

Selama periode tahun 2007 hingga tahun 2012, rata-rata curah hujan terendah

terjadi pada tahun 2008. Hampir 75% kecamatan di wilayah Kabupaten Pacitan

memiliki curah hujan terendah di tahun 2008, yaitu Kecamatan Arjosari, Bandar,

Nawangan, Ngadirojo, Punung, Sudimoro, dan Tulakan. Rendahnya curah hujan

pada tahun 2008 berdampak terhadap tingginya kejadian kekeringan di Kabupaten

Pacitan. Apabila dibandingkan dengan kejadian kekeringan, serangan OPT lebih

mendominasi di wilayah ini. Setiap tahun selama periode tahun 2007 hingga

2012, serangan OPT selalu terjadi meski intensitasnya berbeda-beda. Produksi

padi terendah terjadi pada tahun 2007 dan 2012 dengan rata-rata produksi hanya

mencapai 87.000 ton.

Kekeringan yang terjadi sepanjang tahun 2007 cukup tinggi yaitu sebanyak

8 kali. Jumlah kejadian kekeringan meningkat 2 kali lipat pada tahun 2008.

Namun demikian, produksi pada tahun ini masih lebih tinggi dibandingkan tahun

2007. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah serangan

OPT. Pada tahun 2007 tercatat telah terjadi 13 kali serangan OPT pada lahan

pertanaman padi di Kabupaten Pacitan. Tingginya curah hujan pada tahun ini

memicu semakin tingginya serangan OPT sehingga mempengaruhi produksi padi

yang dihasilkan. Organisme Pengganggu tanaman (OPT) yang ditemukan di lahan

pertanaman padi selama tahun 2007-2012 adalah jenis Blast (Pyricularia oryzae)

(LPHP 2012). Kesigapan petani dalam mengantisipasi serangan OPT pada tahun

2008, berdampak terhadap lebih tingginya hasil produksi meskipun kejadian

kekeringannya meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.

Hubungan parameter yang diperlihatkan Gambar 13 memperlihatkan bahwa

kejadian kekeringan memberikan dampak negatif yang lebih besar terhadap sistem

usaha tani padi dibandingkan serangan OPT. Sehingga tindakan adaptasi terhadap

kejadian kekeringan harus lebih diperhatikan dan diintesifkan untuk

mempertahankan kestabilan produksi padi.

Page 36: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

22

Gambar 13 Hubungan curah hujan, kejadian kekeringan, dan serangan OPT

terhadap produksi padi selama periode tahun 2007 hingga 2012

Hubungan antara produksi padi dengan serangan OPT menunjukkan nilai

korelasi sebesar 0,51 sedangkan hubungan antara produksi padi dengan kejadian

kekeringan menunjukkan hubungan korelasi sebesar -0,19. Serangan OPT dan

kejadian kekeringan sama-sama menunjukkan hubungan korelasi negatif terhadap

produksi padi. Namun, untuk periode tahun 2007 hingga 2012, kejadian

kekeringan memiliki hubungan yang cukup lemah terhadap produksi padi, artinya

kejadian kekeringan bukan merupakan faktor utama penyebab penurunan

produksi padi selama periode tahun tersebut.

Keterangan :

Angka 5, 11, 0, 0, dan 3 menunjukkan jumlah kecamatan yang terkena kekeringan

Gambar 14 Jumlah kecamatan yang terkena bencana kekeringan di Kabupaten

Pacitan selama periode tahun 2007 hingga 2012

Kejadian kekeringan dan jumlah curah hujan total pada tahun 2008

sangat berkorelasi. Rendahnya jumlah curah hujan total pada tahun 2008 di

hampir 75% kecamatan di Kabupaten Pacitan mengakibatkan semakin

Page 37: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

23

tingginya jumlah kejadian kekeringan. Kejadian kekeringan menyerang 11

kecamatan pada tahun 2008, diantaranya adalah Arjosari, Donorojo, Kebonagung,

Nawangan, Ngadirojo, Pacitan, Pringkuku, Punung, Sudimoro, Tegalombo, dan

Tulakan. Pada tahun 2007 kejadian kekeringan menyerang 5 kecamatan, yaitu

Donorojo, Kebonagung, Pringkuku, Tegalombo, dan Tulakan. Jumlah kecamatan

yang terserang kejadian kekeringan semakin berkurang untuk tahun 2011, yaitu

hanya kecamatan Arjosari, Tegalombo, dan Tulakan. Pada tahun 2009, 2010, dan

2012 tidak terjadi kekeringan sama sekali di wilayah kajian.

Penyusunan Indeks Iklim

Asuransi indeks iklim merupakan asuransi pertanian yang berbasis indeks

iklim. Kebijakan pembayaran indeks asuransi berbasis pada keobyektifan dan

bukan pada pengukuran dari kehilangan riil (Manuamorn 2010 dalam Estiningtyas

2012). Dalam penelitian ini, indeks iklim yang dipilih adalah curah hujan.

Keeratan hubungan antara produksi padi dengan curah hujan menjadi dasar dalam

penentuan indeks iklim. Penelitian dengan menggunakan Metode Hostorical

Burn Anaylsis (HBA) ini juga pernah diterapkan di Kabupaten Indramayu

(Estiningtyas 2012). Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim penting yang

sangat terlihat nyata pengaruhnya akibat anomali iklim. Kejadian anomali iklim d

Indonesia telah terbukti dominan mempengaruhi produksi pertanian dan

ketahanan pangan (Estiningtyas et al. 2008). Gagal panen akibat kekeringan

disebabkan oleh hujan yang menurun jauh di bawah normal atau akibat banjir

karena hujan jauh di atas normal.

Gambar 15 Konsep pembayaran asuransi indeks iklim untuk Kecamatan

Kebonagung

Curah hujan sebesar 116 mm pada Gambar 15 merupakan tinggi hujan yang

dapat men-trigger terjadinya pembayaran nilai pertanggungan kepada pemegang

polis. Nilai pertanggungan secara penuh (exit) ditunjukkan oleh angka curah hujan

89 mm yang berarti bahwa nilai pertanggungan harus dibayarkan secara penuh.

Apabila curah hujan yang turun pada musim kemarau diantara 89 mm dan 116

Page 38: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

24

mm, maka besar nilai pertanggungan yang dibayarkan hanya sebagian saja sesuai

dengan proporsi hujan yang diterima selama musim kemarau tersebut.

Gambar 16 Konsep pembayaran asuransi indeks iklim untuk Kecamatan

Donorojo

Indeks iklim berdasarkan curah hujan untuk setiap kecamatan di Kabupaten

Pacitan berbeda-beda. Gambar 16 memperlihatkan indeks iklim untuk Kecamatan

Pringkuku. Tinggi hujan yang dapat men-trigger terjadi pembayaran nilai

pertanggungan kepada pemegang polis adalah 70 mm, sedangkan pembayaran

nilai pertanggungan secara penuh (exit) dilakukan apabila curah hujan yang turun

pada musim kemarau lebih rendah dari 38 mm. Apabila curah hujan yang turun

pada musim kemarau diantara 38 mm dan 70 mm, maka besar nilai pertanggungan

yang dibayarkan hanya sebagian saja sesuai dengan proporsi hujan yang diterima

selama musim kemarau tersebut.

Gambar 17 Konsep pembayaran asuransi indeks iklim untuk Kecamatan

Pringkuku

Kecamatan Pringkuku adalah salah satu kecamatan yang terletak di sebelah

barat Kabupaten Pacitan. Tinggi hujan yang dapat men-trigger terjadinya

pembayaran nilai pertanggungan kepada pemegang polis adalah 61 mm. Exit yang

merupakan indikator pembayaran nilai pertanggungan secara penuh, pada gambar

16 di atas, dijelaskan apabila curah hujan yang turun pada musim kemarau adalah

Page 39: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

25

lebih rendah dari 18 mm. Namun, apabila curah hujan yang turun pada musim

kemarau (MJJAS) berada diantara 18 mm dan 61 mm, maka pemegang polis

harus membayar hanya sebagian saja sesuai dengan proporsi hujan yang diterima

oleh wilayah tersebut selama musim kemarau yang bersangkutan.

Implikasi Terhadap Pengembangan Asuransi Indeks Iklim di Kabupaten

Pacitan

Asuransi indeks iklim merupakan salah satu langkah adaptasi yang

berpotensi dikembangkan di Indonesia. Identifikasi potensi perlu diperhatikan

sebagai dasar dan peluang untuk menentukan langkah selanjutnya dalam

pengembangan asuransi indeks iklim serta aplikasinya di Kabupaten Pacitan.

Potensi adalah sesuatu hal yang dapat dijadikan sebagai bahan atau sumber yang

akan dikelola baik melalui usaha yang dilakukan manusia maupun yang dilakukan

melalui tenaga mesin dimana dalam pengerjaannya potensi dapat juga diartikan

sebagai sumber daya yang ada di sekitar kita (Kartasapoetra et al. 1987). Potensi

pengembangan asuransi indeks iklim di Kabupaten Pacitan diantaranya adalah :

1. Kabupaten Pacitan merupakan salah satu wilayah di Provinsi Jawa

Timur yang rawan terhadap bencana kekeringan.

2. Hubungan yang erat antara curah hujan dan produksi tanaman di lokasi

penelitian menjadi syarat penting dalam penentuan indeks iklim.

3. Sektor pertanian (59,44%) merupakan mayoritas lapangan usaha di

Kabupaten Pacitan dengan tanaman padi yang menjadi salah satu

komoditas unggulannya.

4. Undang-undang No. 19 tahun 2013 mengenai Perlindungan dan

Pemberdayaan Petani.

Potensi pengembangan asuransi indeks iklim yang ditemukan di Kabupaten

Pacitan tidak terlepas dari tantangan-tantangan yang harus diperhatikan dan

dihadapi untuk langkah selanjutnya. Tantangan yang dimaksud disini adalah

berbagai hal yang dapat menjadi kendala dalam pengembangan asuransi indeks

iklim. Beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan asuransi

indeks iklim di wilayah ini adalah :

1. Ketersediaan data curah hujan yang berkualitas secara spasial dan

temporal (runut waktu yang panjang minimal 20 tahun).

2. Sumberdaya manusia perlu dipersiapkan untuk memberikan penilaian

keefektifan indeks asuransi dalam manajemen resiko bencana akibat

anomali iklim.

3. Kelembagaan tingkat pusat dan daerah perlu dipersiapkan dan

disinergikan agar tercapai tujuan bersama.

4. Sosialisasi yang intensif dan mendalam kepada petani sebelum program

ini dilaksanakan sehingga mencegah adanya kesalahpahaman konsep

yang disampaikan.

Pada dasarnya, sebagai program pemula, dukungan dan keterlibatan

pemerintah baik secara finansial maupun regulasi yang konsisten sangat

diperlukan dalam aplikasi asuransi indeks iklim pada sistem usaha tani padi di

Indonesia. Program asuransi ini mencoba membuat petani mampu menggunakan

skema asuransi sebagai peluang untuk meningkatkan produktivitasnya. Menurut

Page 40: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

26

Boer (2010) tantangan ke depan dalam pengembangan asuransi indeks iklim

adalah perlunya perangkat peraturan dan kelembagaan untuk mendukung program

asuransi indeks iklim. Selain itu, juga diperlukan dukungan pemerintah dalam

bentuk pemberian subsidi premi asuransi mengingat pertanian sangat strategis

untuk pangan dan energi serta kondisi pertanian yang masih lemah dari segi

penguasaan lahan, manajemen, pembiayaan, dan sumberdaya manusianya (Sanim

2009). Indeks iklim yang telah disusun berperan dalam mendukung

pengembangan asuransi indeks iklim sebagai salah satu langkah adaptasi untuk

menghadapi berbagai bencana alam yang tidak diinginkan oleh petani,

diantaranya adalah kekeringan. Asuransi indeks iklim yang diterapkan dapat

mengurangi kerugian petani akibat gagal panen serta petani dapat membuat

keputusan lebih awal mengenai kapan akan memulai musim tanam dan

sebagainya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kekeringan merupakan salah satu resiko iklim yang sangat berkaitan dengan

sistem usaha tani padi. Jumlah kejadian kekeringan tertinggi yang menyerang 11

kecamatan terjadi pada tahun 2008. Tahun 2007 kejadian kekeringan yang

menyerang 5 kecamatan, sedangkan tahun 2011 terdapat 3 kecamatan yang

terserang bencana kekeringan. Namun, pada tahun 2009, 2010, dan 2012 tidak

terdapat kejadian kekeringan untuk semua kecamatan di Kabupaten Pacitan.

Indeks iklim berdasarkan curah hujan di Kabupaten Pacitan yang diolah

menggunakan metode Historical Burn Analysis (HBA) menunjukkan bahwa

Kecamatan Kebonagung memiliki nilai exit tertinggi yaitu sebesar 89 mm diantara

kecamatan lainnya. Apabila curah hujan pada periode yang diasuransikan di

bawah 89 mm, maka pemegang polis melakukan pembayaran nilai pertanggungan

secara penuh. Apabila curah hujan pada musim kemarau berada diantara 89 mm

dan 116 mm, maka pembayaran nilai pertanggungan yang dilakukan hanya

sebagian saja. Pembayaran nilai pertanggungan tidak akan dilakukan apabila nilai

curah hujan pada musim kemarau di atas 116 mm. Sedangkan kecamatan yang

memiliki nilai exit paling rendah adalah Kecamatan Pringkuku yaitu hanya

sebesar 18 mm. Apabila curah hujan pada periode yang diasuransikan di bawah 18

mm, maka pemegang polis (petani) mendapatkan pembayaran nilai pertanggungan

secara penuh. Apabila curah hujan pada musim kemarau berada diantara 18 mm

dan 61 mm, maka pembayaran nilai pertanggungan yang dilakukan hanya

sebagian saja. Pembayaran nilai pertanggungan tidak akan dilakukan apabila nilai

curah hujan pada musim kemarau di atas 61 mm.

Indeks iklim yang berhasil disusun ini dapat dijadikan suatu langkah

adaptasi untuk petani dalam mengendalikan kestabilan produksi padi mereka

khususnya dalam menghadapi musim kemarau.

Page 41: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

27

Saran

Metode Historical Burn Analysis (HBA) disarankan untuk digunakan pada

wilayah dengan keterbatasan data parameter iklim dan wilayah yang memiliki

data historis curah hujan dalam periode yang cukup lama (minimal 20 tahun).

Periode data curah hujan dan kekeringan yang panjang sangat diperlukan untuk

memberi gambaran pola yang lebih mewakili seluruh kondisi atau kejadian iklim

ekstrim, khususnya kekeringan. Penetapan indeks window (periode yang

diasuransikan) sangat disarankan berdasarkan hasil diskusi dan wawancara

dengan petani setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Ahrens D. 2007. Meteorologi Today An Introduction To Weather, Climate and

The Environment. Amerika Serikat (US): Thompson Higher Education.

Aldrian E, Susanto. 2003. Identification of Three Dominant Rainfall Regions

within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature.

International Journal Climatology. 23:1435-1452.

Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop Evapotranspiration-

Guidelines for Computing Crop Water Requirements-FAO Irrigation and

Drainage. Rome (IT): Food and Agriculture Organization of the United

Nations.

American Meteorological Society. 1997. Policy statement: Meteorological

Droughts. Bulletin of American Meteorological Society. 78:847-849.

Baharsyah JS, Fagi AM. 1995. Konsepsi dan implementasi gerakan hemat air.

Prosiding Simposium Meteorologi Pertanian IV. Yogyakarta 26028 Januari

1995.

[BALITBANGTAN] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (ID). 2013.

Upaya Adaptasi Perubahan Iklim Melalui Kalender Tanam Terpadu.

Sosialisasi dan Workshop Perubahan Iklim Sektor Pertanian. Balikpapan, 13-

15 Juni 2013.

[BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (ID). 2010. Indonesia

Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR). Sektor Pertanian. Tersedia pada :

www.bappenas.go.id/get-file-server/node/10618/

Bell, GD, Halpert MS, Ropelewski CF, Kousky VE, Douglas AV, Schnell RC,

Gelman ME. 1999. Climate Assessment for 1998. Bulletin of the American

Meteorological Society. 80(5):S1-S48.

Boer R. 2008b. Pengembangan Sistim Prediksi Perubahan Iklim Untuk Ketahanan

Pangan. Laporan Akhir Konsorsium Penelitian dan Pengembangan Perubahan

Iklim Sektor Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.

Badan Litbang Pertanian.

Boer R, Buono A, Sumaryanto, Surmaini E, Rakhman A, Estiningtyas W,

Kartikasari K, Fitriyani. 2009. Agriculture Sector. Technical Report on

Vulnerability and Adaptation Assessment to Climate Change for Indonesia’s

Second National Communication. Jakarta (ID): Ministry of Environment and

United Nations Development Progarmme.

Page 42: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

28

Boer R, Buono A, Suciantini. 2010. Pengembangan Kalender Tanaman Dinamik

sebagai Alat dalam Menyesuaikan Pola Tanam dengan Prakiraan Iklim

Musiman. Bogor (ID): Laporan Hasil Penelitian I-MHERE B2C-IPB.

Boer R. 2010b. Pengembangan Sistim Asuransi Indeks Iklim Dalam Mendukung

Pelaksanaan Program Adaptasi. Bahan Tayangan Sosialisasi Sistem

Penanggulangan Dampak Fenomena Iklim. Jakarta 18-19 Mei 2010. Direktorat

Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan,

Kementrian Pertanian.

Boer R. 2012. Asuransi iklim sebagai jaminan perlindungan ketahanan petani

terhadap perubahan iklim. Jakarta (ID): Prosiding Widyakarya Nasional

Pangan dan Gizi 10: Pemantapan Ketahanan Pangan dan Perbaikan Gizi

Berbasis Kemandirian dan Kearifan Lokal, 20-21 November 2012.LIPI.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan. 1993. Pacitan (ID): Kabupaten

Pacitan Dalam Angka 1993.

Chantarat S, Mude AG, Barrett CB, Carter MR. 2012. Designing Index-Based

Livestock Insurance for Managing Asset Risk in Nothern Kenya. Journal of

Risk and Insurance. DOI:10.1111/j.1539-6975.2012.01463.x.

David. 2010. 545 Ha lahan padi terancam kering. Jurnal Nasional [Internet].

[diunduh 2014 Juni 27];Hal. 9. Tersedia pada :

http://www.jurnas.com/halaman/9/2011-10-01/183980.

Departemen Keuangan (2010). Kebijakan di Bidang Usaha Perasuransian di

Indonesia. Workshop Asuransi Pertanian, Sekjen Deptan. Bogor, 17 Juli 2013.

Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan Kabupaten Pacitan. 2014. Peta lokasi

stasiun hujan untuk 12 kecamatan di Kabupaten Pacitan.

Dinas Pertanian Kabupaten Pacitan. 2007. Penelitian Tentang Ketersediaan Unsur

Hara Makro pada Lahan Pertanian di Kabupaten Pacitan. Laporan Kerjasama

Penelitian antara Pemerintah Kabupaten Pacitan dengan CV. Anindya Cita

Lestari (Konsultan Teknik).

Estiningtyas W, Surmaini E, Hariyanti KS. 2008. Penyusunan skenario masa

tanam berdasarkan prakiraan curah hujan di sentra produksi pangan. Jurnal

Meteorologi dan Geofisika. Vol. 9 No. 1.

Estiningtyas W. 2012. Pengembangan Model Asuransi Indeks Iklim Untuk

Meningkatkan Ketahanan Petani Dalam Menghadapi Perubahan Iklim.

[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam.

[FAO] Food and Agriculture Organization (IT). 1989. Sustainable Development

and Natural Resources Management. Paper C89/2.

Gehrke E. 2011. Can Micro-Insurance Cover Natural Risks?. Discussion Paper.

Germany (DE): Deutsches Institutfur Entwicklungspolitik.

Hadi PU, Saleh C, Bagyo AS, Hendayana R, Marisa Y, Sadikin I. 2000. Studi

kebutuhan asuransi pertanian pada pertanian rakyat. Laporan Hasil Penelitian.

Pusat penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian,

Departemen Pertanian.

Hamada JI, Yamanaka MD, Matsumoto J, Fukao S, Winarso PA, Sribimawati T.

2002. Spatial and temporal variations of the rainy season over Indonesia and

their link to ENSO. J. Meteo. Soc. Of Japan. 80:285-310.

Page 43: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

29

[IFC] International Finance Corporation (US). 2009. Weather Index Insurance for

Maize Production in Eastern Indonesia. A Feasibility Study. Report.

International Finance Corporation and Australia Indonesia Partnership.

[IRI] International Research Institute (US). 2010. Weather Index Insurance

Education Tool (WIIET) dalam

http://iri.columbia.edu/education/insurancetool.

Jayaseelan AT. 2001. Droughts and floods assessment and monitoring using

remote sensing and GIS, satellite remote sensing and GIS applications in

agricultural meteorology. 291-313.

Kartasapoetra G, Kartasapoetra AG, Sutedjo MM. 1987. Teknologi Konservasi

Tanah dan Air. Jakarta (ID): PT. Bina Aksara.

[KEMENTAN] Kementrian Pertanian Republik Indonesia (ID). 2014. Kalender

Tanam Terpadu Musim Tanam MT III 2014 Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa

Timur.

Las I. 2007. Strategi dan Inovasi Teknologi Pertanian Menghadapi Perubahan

Iklim Global. Bahan Presentasi. Badan Litbang Pertanian.

Las I, Surmaini E, Ruskandar A. 2008a. Antisipasi Perubahan Iklim: Inovasi

Teknologi dan Arah Penelitian Padi di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional

Padi 2008. Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global

Mendukung Ketahanan Pangan. Balai Besar Padi.

Las I, Syahbuddin H, Surmaini E, Fagi AM. 2008b. Iklim dan Tanaman Padi:

Tantangan dan Peluang. Balai Besar Padi.

[LPHP] Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit Tanaman Pangan dan

Hortikultura. 2012. Data kejadian kekeringan dan sebaran organisme

pengganggu tanaman tahun 2007-2012. Madiun.

Manuamorn, Pomme O. 2010. A Feasibility Study on Weather Index Insurance

for Agriculture in Indonesia-Weather Index Insurance in the Context of

Agricultural Risk Management and Relevant International Experiences. Bahan

Presentasi dalam Weather Index Insurance Seminar 2010 “Finding of the

Feasibility Study for Covering Weather Risk on Maize Production.

International Finance Corporation, Jakarta 15 April 2010.

Ministry of Environment. 2009. Indonesia Second National Communication under

the UNFCC. Climate Change Protection for Present and Future Generation.

Indonesia (ID): Ministry of Environment Republic of Indonesia.

Oldeman LR. 1975. An Agroclimatic Map of Java. Bogor (ID): CRIA (LP3).

Purnawan, Dwi. 2010. Pacitan, The Heaven of Indonesia. Pacitan (ID).

[RAN-API] Rencana Aksi Nasional dalam Menghadapi Perubahan Iklim (ID).

2007. National action plan on climate change issues in Indonesia. Kementerian

Negara Lingkungan Hidup.

Sanim B. 2009. Dukungan asuransi pertanian terhadap resiko anomali dan

perubahan iklim. Makalah Seminar dan Lokakarya Nasional Inovasi

Sumberdaya Lahan. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.

Sawiyo, Heryani N, Sutrisno N. 2005. Pengembangan DAM parit untuk

mendukung peningkatan produktivitas lahan kering (studi kasus subdas Suko,

Kabupaten Pacitan). Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Vol. 2

No. 1.

Sarachik ES, Cane MA. 2010. The El-Nino Southern Oscillation Phenomenon.

Amerika Serikat (US): Cambridge University Press.

Page 44: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

30

Stern N,Peters S, Bakhshi V, Bowen A, Cameron C, Catovsky S, Crane D,

Cruickshank S, Dietz S, Edmonson N et al. 2006. [review]. The Economics of

Climate Change. London (GB): HM Treasury.

Sumaryanto. 2009. Diversifikasi sebagai salah satu pilar ketahanan pangan.

Forum Penelitian Agroekonomi. 27[2]:93-108.

Tim Road Map Sektor Pertanian. 2011. Road Map Strategi Sektor Pertanian

Menghadapi Perubahan Iklim. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

Departemen Pertanian.

Tongkukut SHJ. 2011. El-Nino dan pengaruhnya terhadap curah hujan di Manado

Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Sains. Vol. 11 No. 1.

Wahyunto. 2005. Lahan sawah rawan kekeringan dan kebanjiran di Indonesia.

Bogor (ID): Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian.

Yohe GW, Tol RSJ. 2002. Indicators for social and economic coping capacity-

moving towards a working definition of adaptive capacity. Global

Environmental Change. 12[1]:25-40.

Page 45: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

31

Lampiran 1 Jumlah kejadian kekeringan dan serangan OPT di 12 kecamatan di

Kabupaten Pacitan pada tahun 2007 hingga 2012

Kecamatan Tahun

Jumlah

Kejadian

Kekeringan

Jumlah

Serangan OPT

Produksi Padi

(Ton)

Arjosari 2007 0 3 8193

2008 1 0 9970

2009 0 5 9805

2010 0 2 8947

2011 1 4 7685

2012 0 4 9358

Bandar 2007 0 0 9694

2008 0 0 9312

2009 0 0 10831

2010 0 2 7676

2011 0 0 10650

2012 0 0 11649

Donorojo 2007 2 0 538

2008 1 0 522

2009 0 0 792

2010 0 0 949

2011 0 0 1433

2012 0 0 1144

Kebonagung 2007 2 1 8098

2008 2 0 10058

2009 0 2 13257

2010 0 1 14947

2011 0 3 13215

2012 0 1 13683

Nawangan 2007 0 2 8808

2008 1 0 8918

2009 0 0 8564

2010 0 3 11247

2011 0 0 11314

2012 0 1 9046

Ngadirojo 2007 0 0 8934

2008 2 0 8886

2009 0 2 8633

2010 0 0 10704

2011 0 0 7212

2012 0 1 8355

Pacitan 2007 0 3 11482

2008 1 1 11655

2009 0 1 11601

2010 0 1 11153

2011 0 2 13351

2012 0 1 12256

Page 46: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

32

Pringkuku 2007 1 2 3583

2008 1 0 4353

2009 0 0 3384

2010 0 1 3571

2011 0 1 4779

2012 0 0 2961

Punung 2007 0 0 4614

2008 2 0 5407

2009 0 1 5542

2010 0 0 5673

2011 0 0 5678

2012 0 0 5156

Sudimoro 2007 0 1 3087

2008 2 2 2602

2009 0 1 3691

2010 0 2 4256

2011 0 2 4601

2012 0 0 4541

Tegalombo 2007 2 1 7546

2008 1 1 7130

2009 0 1 7618

2010 0 2 7339

2011 2 2 9999

2012 0 1 9889

Tulakan 2007 1 0 12901

2008 1 2 14930

2009 0 0 13715

2010 0 2 13382

2011 2 0 13580

2012 0 0 14685

*Kejadian kekeringan periode Mei-September tahun 2007-2012

*Serangan OPT 2 periode Mei-September tahun 2007-2012

Page 47: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

33

Lampiran 2 Akumulasi jumlah kejadian kekeringan dan serangan OPT di setiap

kecamatan terhadap produksi padi pada tahun 2007 hingga 2012

Tahun Jumlah Kejadian

Kekeringan Serangan OPT

Produksi Padi

(Ton)

2007 8 13 87478

2008 15 6 93743

2009 0 13 97433

2010 0 16 99844

2011 5 14 103497

2012 0 9 88038

*Jumlah kejadian kekeringan dihitung pada periode Mei-September 2007-2012

*Serangan OPT dihitung pada periode Mei-September 2007-2012

*Produksi padi tahunan (tahun 2007-tahun 2012)

Page 48: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

34

Lampiran 3 Indeks iklim 12 kecamatan di Kabupaten Pacitan berdasarkan

Metode Historical Burn Analysis (HBA)

Kecamatan Exit Trigger

Arjosari 24 mm 39 mm

Bandar 67 mm 176 mm

Donorojo 38 mm 70 mm

Kebonagung 89 mm 116 mm

Nawangan 29 mm 64 mm

Ngadirojo 49 mm 63 mm

Pacitan 23 mm 44 mm

Pringkuku 18 mm 61 mm

Punung 19 mm 35 mm

Sudimoro 60 mm 82 mm

Tegalombo 23 mm 88 mm

Tulakan 30 mm 91 mm

Page 49: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

35

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pacitan pada tanggal 4 September 1991 dari ayah yang

bernama Sukimin dan ibu Sri Nirmala Yuwati. Penulis adalah putri pertama dari

dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pacitan dan pada

tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Geofisika

dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum

matakuliah Biometeorologi pada tahun ajaran 2013/2014 serta pernah mengajar di

beberapa lembaga kursus privat. Penulis juga aktif sebagai staf Kementrian

Kebijakan Nasional BEM KM IPB tahun 2012 serta sebagai staf Kementrian

Kebijakan Daerah BEM KM IPB tahun 2013. Pada bulan Mei hingga Juni tahun

2013, penulis melaksanakan magang di Balai Penelitian Agroklimat dan

Hidrologi, Bogor.

Penulis juga aktif mengikuti seminar-seminar yang diadakan oleh kampus

IPB, diantaranya adalah seminar Laporan Akhir Kegiatan Surili dari Fahutan, XL

Future Leader, dan lain sebagainya. Selain itu, penulis juga aktif dalam lomba

karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa. Penulis mendapat dana hibah untuk

pengembangan PKM Kewirausahaan dan PKM Karya Cipta yang diselenggarakan

oleh DIKTI dalam ajang kompetisi Pekan Kreatifitas Mahasiswa. PKM Karsa

Cipta yang diikuti oleh penulis berkesempatan menjadi salah satu peserta PKM

terpilih dalam ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional tahun 2014.

Page 50: ANALISIS INDEKS IKLIM DENGAN METODE …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/71425/G14wsd.pdf · analisis indeks iklim dengan metode historical burn analysis (hba) untuk

36