analisis generasi kedua transmigran di provinsi …
TRANSCRIPT
i
ANALISIS GENERASI KEDUA TRANSMIGRAN
DI PROVINSI JAMBI
(StudiTentang Kesejahteraan Dan Sebaran Permukiman Generasi
Kedua Di Desa-Desa Eks Transmigrasi Dalam Provinsi Jambi)
DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor (S3)
Ekonomi pada Program Studi Doktor Ekonomi
Oleh
YULMARDI
NIM: P3C114024
PASCASARJANA
UNIVERSITAS JAMBI
APRIL 2018
ii
ABSTRAK
Judul : Analisis Generasi Kedua Transmigran di Provinsi Jambi
(Studi TentangKesejahteraan dan Sebaran Permukiman
Generasi kedua di Desa-desaEks.Transmigrasi Provinsi
Dalam Jambi).
Peneliti : Yulmardi
Pembimbing : Prof. Dr. H. Amri Amir, S.E., MS
Dr. Erfit, S.E., MS
Dr. H. Junaidi, S.E., M. Si
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kesejahteraan dan sebaran
permukiman Generasi kedua transmigran di desa-desa eks transmigrasi dalam
Provinsi Jambi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Tujuan
utama metode deskriptif adalah untuk menyederhanakan realitas yang ada dalam
masyarakat, Namun dalam berbagai penelitian metode kualitatif dapat juga
digunakan secara bersama-sama dengan penelitian kuantitatif. Selain itu juga
digunakan metode verifikatif dengan maksud untuk menguji hipotesis-hipotesis
yang telah dirumuskan berdasarkan masalah penelitian.
Pengumpulan data dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama ditentukan populasi
semua kepala keluarga transmigran yang telah bermukim di lokasi transmigrasi
lebih dari 20 tahun atau telah mempunyai keturunan (generasi kedua). Tahap kedua
ditentukan populasinya yang Eligible yaitu rumah tangga generasi kedua yang
berumur lebih dari 20 tahun atau sudah berstatus menikah, baik yang masih tinggal
di desa-desa eks transmigrasi maupun yang sudah keluar dari rumah tangga atau
pun desa transmigrasi. Unit analisis adalah generasi kedua yang orangtuanya
memiliki pekerjaan utama di perkebunan karet, kelapa sawit dan tanaman pangan
(padi), dengan mengambil sampel Random Number Generated (RNG) pada 6
(enam) desa terpilih di tiga Kabupaten dalam Provinsi Jambi pada tahun 2017.
Untuk menguji hipotesis digunakan Regresi Linier berganda model Binary Logit
dan analisis Chy Square.
Hasil analisis menyimpulkan secara rata-rata kesejahteraan generasi kedua lebih
baik dari generasi pertama, hal ini diketahui dari beberapa indikator: tingkat
pendidikan yang ditamatkan, kondisi perumahan, kepemilikan asset rumah tangga,
struktur ketenagakerjaan, penghasilan dan tabungan, serta jam kerja per minggu.
Sebaran permukiman generasi kedua, sebagian besar (82,14 %) masih bertempat
iii
tinggal di desa transmigrasi, alasannya lahan yang tersedia masih cukup luas, untuk
yang keluar dari lokasi alasan yang dominan adalah untuk memperoleh penghasilan
yang lebih baik. Berdasarkan Omnibus Test of Model Coefficients disimpulkan
peubah bebas dalam model secara bersama-sama mempengaruhi keputusan
generasi kedua transmigran untuk tetap tinggal dalam desa dan keluar desa. Faktor
utama yang mempengaruhi sebaran permukiman generasi kedua dalam Provinsi
Jambi adalah pendidikan, lapangan usaha, provinsi asal orang tua, pendidikan orang
tua, dan komoditas tanaman utama.
Kata Kunci: Transmigrasi, generasi kedua, Kesejahteraan, Sebaran Permukiman
Binary Logit.
iv
ABSTRACT
TITLE : Analysis on Second Generation of Transmigrant in Jambi
(A Study in Prosperity and Settlement Distribution on
Second Generarationformer transmigrant villages in
Jambi Province)
Researcher : Yulmardi
Supervisor : Prof. Dr. H. Amri Amir, S.E., MS
Dr. Erfit, S.E., MS
Dr. H. Junaidi, S.E., M. Si
The aim of this research is to analyze the prosperity and settlement distribution on
second generation in former transmigrant villages in Jambi.
This study employs descriptive qualitative and quantitative study. The main aim of
using descriptive method is to simplify the reality happening in the society. Even
though, in various qualitative methods, the methods can be used along with
quantitative method. Besides, it employs verification method intending to try out
the hyphotheses which have been formulated based on research problems.
The data collection is based on two phases. The first stage is based on the population
the family of the transmigrant which have settled in the site for more than 20 years
or have their 2nd generation. The second stage is based on the eligible population;
those who have married for more than 2- years, both for those who are still living
in the site and ones that have moved out. Analysis unit is focused on the second
generation whose parents work mainly in rubber, palm oil, and staple food (rice)
plantation using Random Number Generated (RNG) sampling system in six
villages selected in three regencies in Jambi in 2017. For testing hypotheses, the
researcher uses Linier Regression method employed with Binary Logit and Chy
Square analysis
The researcher concludes that second generation welfare is considered better than
that of the first generation. It is assessed based on several indicators; education
level, settlement, property ownership, employment structure, saving, and weekly
working hour. The distribution of second generation settlement accumulates
82.14% of population still living on the site. The main factor is the availability of
the land while those who choose to move out considers that better wage is the main
reason for their decision. Based on Omnibus Test of Model Coefficients, these
models can influence the decision pattern for the transmigrants to stay. The main
factors affecting settlement distribution are education, job vacancy, the parent’s
hometown, the parent’s education background and the crops.
Key Words: Transmigration, second generation, welfare, settlement distribution,
binary logit
v
PERNYATAAN ORISINALITAS DISERTASI
Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun rujukan telah saya nyatakan dengan benar sesuai aturan yang berlaku di
Pascasarjana, Universitas Jambi.
Nama : Yulmardi
Nomor Mahasiswa : P3C114024
Program : Doktor Ilmu Ekonomi
Kosentrasi : Ilmu Ekonomi
Judul Penelitian : Analisis Generasi Kedua Transmigran Di Provinsi
Jambi (Studi Tentang Kesejahteraan Dan Sebaran
Permukiman Generasi Kedua Di Desa-Desa Eks
Transmigrasi Dalam Provinsi Jambi).
Jambi, April 2018
Yang memberikan pernyataan
Yulmardi
Materai 6000
vi
TANDA PERSETUJUAN PEMBIMBING
Dengan ini Pembimbing Disertasi, menyatakan bahwa Disertasi yang dususun oleh:
Nama : Yulmardi
Nomor Mahasiswa : P3C114024
Program : Doktor Ilmu Ekonomi
Kosentrasi : Ilmu Ekonomi
Judul Penelitian : Analisis Generasi Kedua Transmigran Di Provinsi
Jambi (Studi Tentang Kesejahteraan Dan Sebaran
Permukiman Generasi Kedua Di Desa-Desa Eks
Transmigrasi Dalam Provinsi Jambi).
Telah layak dan memenuhi syarat untuk diuji pada Ujian Promosi Doktor sesuai
dengan prosedur, ketentuan dan kelaziman yang berlaku.
Jambi, April 2018
Promotor Ko promotor I Ko promotor II
Prof.Dr.H. Amri Amir, SE, MS Dr. Erfit, SE, MS Dr. H. Junaidi, SE, MS.I
vii
TANDA PERSETUJUAN KETUA PROGRAM
Nama : Yulmardi
Nomor Mahasiswa : P3C114024
Program : Doktor Ilmu Ekonomi
Kosentrasi : Ilmu Ekonomi
Judul Penelitian : Analisis Generasi Kedua Transmigran Di Provinsi
Jambi (Studi Tentang Kesejahteraan Dan Sebaran
Permukiman Generasi Kedua Di Desa-Desa Eks
Transmigrasi Dalam Provinsi Jambi).
Telah memenuhi semua persyaratan administrasi akademik dan keuangan, untuk
Mencapai tahap Ujian Promosi Doktor.
Jambi, April 2018
Ketua Program
Prof. Dr. H. Amri Amir, SE, MS.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya,
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dan menuangkannya dalam bentuk Disertasi.
Disertasi ini merupakan sebagian dari tugas akhir yang merupakan persyaratan untuk
mencapai gelar Doktor Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Universitas Jambi.
Penyelesaian disertasi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak.
Sehubungan dengan itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang tinggi kepada:
1. Prof. Dr. H. Amri Amir, SE, MS. Selaku ketua komisi pembimbing disertasi yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, dorongan, bimbingan, serta
motivasi yang sangat berharga dalam penyusunan disertasi ini.
2. Dr. Erfit, SE, MS. Sebagai anggota komisi pembimbing I disertasi yang selalu
meluangkan waktunya, dan memberikan masukan-masukan yang sangat berharga
dalam proses penyusunan disertasi ini.
3. Dr. H.Junaidi, SE, MS.I selaku anggota komisi pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya dan telah memberikan dorongan, bimbingan, arahan serta
saran dengan ikhlas dan penuh pengertian serta kesabaran kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dan menuangkannya dalam bentuk
Disertasi.
4. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada Prof. Dr. H.
Syamsurijal Tan, SE, MA, Dr. Hj. Zulfanetty, SE. M.Si, Dr. H. Zamzami, SE. M.Si,
Dr. H. Syaparuddin, SE. M.Si, Dr. M. Safri, SE. M.Si dan Prof. Dr. H. Syofyardi,
SE, MA serta Prof. Dr. H. Elfindri, SE, MA, (pembahas eksternal) dari Universitas
Andalas Padang, yang telah memberikan masukan, pertanyaan dan kritik yang
sangat berguna pada ujian Prelium II dan seminar proposal disertasi sehingga dapat
membantu penulis dalam penyelesaian penyusunan dan penyempurnaan disertasi.
5. Ucapan terima kasih dan sayang disampaikan pada istri tercinta Hj. Ernesti Hasan,
S.Pd yang telah mendampingi saya selama ini baik dalam suka maupun duka dan
selalu sabar menghadapi berbagai persoalan, sehingga saya dapat menyelesaikan
pendidikan di program doktor ini. Disamping itu doa yang selalu dipanjatkan oleh
anak- anak saya, tersayang Dios Nugraha Putra, SE,Danu Aditya Putra, Didit
Ramadana Putra, yang menambah semangat untuk Mencapai pendidikan yang lebih
ix
tinggi. Kemudian iringan do’a dari Keluarga Besar saya, Orang tua, mertua, kakak-
kakak, adik-adik dan Ipar serta urang sumando, terima kasih atas do’a dan
dukungannya.
6. Selanjutnya ucapan yang sama juga disampaikan kepada Kepala Desa Sri Agung,
Kepala Desa Rawa Medang (Kecamatan Batang Asam), Kepala Desa Perintis,
Kepala Desa Rimbo Mulyo (Kecamatan Rimbo Bujang), Kepala desa Marga Mulya,
Kepala Desa Panca Karya (Kecamatan Sungai Bahar) para enumerator yang telah
membantu dalam pengumpulan data dilapangan, serta semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian disertasi ini dimana mereka tidak dapat
disebutkan satu persatu, tetapi telah banyak memberikan saran dan informasi yang
bermanfaat dalam penulisan ini.
Penulis menyadari bahwa Disertasi ini masih belum sempurna, oleh karena itu
diharapkan kritik dan saran konstruktif untuk penyempurnaanya. Akhirnya, penulis
berharap agar disertasi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan sebagai
referensi tambahan bagi yang memerlukannya.
Jambi, April 2018
Penulis
Yulmardi
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kampung Dalam (Pariaman) 4 Juni 1959 merupakan
anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Bagindo Kapeh (Alm) dan Zainar.
Pendidikan SD ditamatkan di Kampung Pauh V Koto Kampung Dalam, SMP di
Kota Medan dan SMEA diselesaikan di Kota Jambi. Pendidikan Sarjana Ekonomi
ditempuh di Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jambi, lulus pada tahun 1985. Pada tahun 1988 penulis melanjutkan
pendidikan ke jenjang program Magister (S2) program KPK UNIBRAW – UGM
Yogjakarta dengan beasiswa Tim Managemen Program Doktor (TMPD),
Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia dan menamatkanya pada
tahun 1990. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang program doktor
baru diperoleh pada tahun 2014 ketika Fakultas Ekonomi dan Bisnis pada tahun
yang sama, dipercaya untuk membuka program doktoral dengan biaya sendiri.
Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
sebagai dosen sejak tahun 1986. Mata kuliah yang diampu sampai saat ini adalah
Ekonomi Kependudukan, Ekonomi Sumberdaya manusia, Metodologi Penelitian,
Pengantar Ekonomi Mikro, Pengantar Ekonomi Makro dan Seminar Pembangunan
Wilayah. Selama menempuh pendidikan di Program Doktor Ekonomi penulis telah
menghasilkan tulisan dengan judul “The Effect Of Economic Growth and Level Of
wages On Migration Entered In The city Of Jambi” yang diterbitkan dalam
proseding MIICEMA tahun 2016, dan jurnal Internasional dengan judul” The
Sustainability Of Scondary Transmigration Generation and Sosial Economic Factor
In Indonesia” yang akan diterbitkan pada jurnal Open Journal OF Social Science
tahun 2018. Sebagai tenaga edukatif penulis sejak tahun 2008 telah menduduki
jabatan fungsional lektor kepala (golongan ruang IV/C).
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................. ii
ABSTRACT ............................................................................................... iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DISERTASI ........................................ v
TANDA PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ vi
TANDA PERSETUJUAN KETUA PROGRAM ...................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... x
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xx
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 10
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 13
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 13
1.5 Kebaruan Penelitian ................................................................. 14
BAB II.TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 15
2.1 Sejarah Transmigrasi Di Indonesia ......................................... 15
2.2 Teori - Teori Pembangunan Transmigrasi .............................. 23
2.3 Konsep Generasi Kedua di Berbagai Negara ........................... 35
2.4 Generasi Kedua transmigrasi di Indonesia .............................. 37
2.5 Aspek Kesejahteraan ............................................................... 39
2.6 Pemukiman Kembali di Negara-negara lain ........................... 45
2.7 Konsep Pembangunan Berkelanjutan ...................................... 54
2.8 Penelitian- Penelitian Sebelumnya .......................................... 61
2.9 Kerangka Pemikiran ................................................................ 71
2.10 Hipotesis Penelitian ................................................................. 77
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .......................................... 80
3.1 Metode Penelitian .................................................................... 80
3.2 Alasan Pemilihan Lokasi ......................................................... 81
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................... 82
3.4 Instrumen Penelitian ................................................................ 87
3.5 Unit Analisis ............................................................................ 87
3.6 Jenis dan Sumber Data ............................................................ 87
3.7 Alat Analisis ............................................................................ 88
3.8 Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya ................ 91
xii
BAB.IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ............... 95
4.1 Letak Wilayah dan Topografi ................................................. 95
4.2 Penggunaan tanah .................................................................... 98
4.3 Kependudukan ......................................................................... 100
4.4 Ketenagakerjaan ...................................................................... 107
4.5 Kesempatan Kerja ................................................................... 109
4.6 Tingkat Pendidikan ................................................................. 110
4.7 Pertumbuhan Ekonomi ............................................................ 112
4.8 Perkembangan Upah di Provinsi Jambi .................................. 115
4.9 Sejarah dan Perkembangan Transmigrasi
di Provinsi Jambi ...................................................................... 117
4.10 Transmigrasi Berdasarkan Lokasi dan Penempatan
di Provinsi Jambi ..................................................................... 125
4.11 Transmigrasi Berdasarkan daerah Asal dan
Kabupaten Penempatan di Provinsi Jambi .............................. 126
BAB.V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 130
5.1 Karakteristik Generasi Pertama Transmigran ......................... 130
5.2 Karakteristik Generasi Kedua Transmigran ............................ 149
5.3 Analisis Tingkat Kesejahteraan Generasi Kedua
dan Pertama ............................................................................. 162
5.4 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sebaran
Permukiman Generasi Kedua .................................................. 198
BABVI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 216
6.1 Kesimpulan .............................................................................. 216
6.2 Saran Kebijakan ...................................................................... 217
6.3 Saran Penelitian Lanjutan ........................................................ 218
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 219
LAMPIRAN .............................................................................................. 227
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Komparasi Tujuan Program Pemukiman Kembali Pada
Tujuh Negara ............................................................................... 47
3.1 Tahapan Penentuan Sampel Penelitian Transmigrasi
Generasi Kedua ............................................................................ 83
3.2 Sebaran Desa, Jumlah KK, Jumlah KK yang Eligible dan
Jumlah Responden di Lokasi Penelitian ...................................... 84
3.3 Persentase Responden Generasi Kedua Yang Eligible Serumah
dan tidak Serumah di Lokasi Penelitian, Tahun 2017 ................. 86
4.1 Sebaran Luas Wilayah Provinsi Jambi Berdasarkan Daerah
Kabupaten/Kota, Tahun 2015 ...................................................... 96
4.2 Klasifikasi Topografi/ketinggian Wilayah
di Provinsi Jambi .......................................................................... 98
4.3 Sebaran Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi,
Tahun 2015 .................................................................................. 99
4.4 Laju Pertumbuhan Penduduk Jambi dan Indonesia
Tahun 1971 – 2015 ...................................................................... 101
4.5 Sebaran Jumlah dan Kepadatan Penduduk Berdasarkan
Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi, Tahun 2015 ......................... 103
4.6 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Provinsi Jambi, Tahun 2015 .......................................... 104
4.7 Penduduk Provinsi Jambi Usia 15 tahun keatas yang Bekerja,
Mencari pekerjaan dan bukan angkatan Kerja Menurut
Kabupaten/Kota, Tahun 2015 ...................................................... 106
4.8 Penduduk Provinsi Jambi umur 15 tahun keatas yang Bekerja
Menurut Lapangan Usaha tahun 2012-2015 ................................ 108
4.9 Perubahan Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Di Provinsi Jambi Tahun 2010 -2014 .......................................... 109
4.10 Penduduk Provinsi Jambi umur 15 tahun keatas yang Bekerja
Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan jenis
Kelami Tahun 2015 ...................................................................... 111
4.11 Struktur PDRB Provinsi Jambi Menurut Lapangan Usaha,
Tahun 2006 dan Tahun 2013 ....................................................... 113
4.12 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi,
Tahun 2000 – 2015 ...................................................................... 114
4.13 Perkembangan UMP di Provinsi Jambi
Periode 2000-2015 ........................................................................ 116
4.14 Perkembangan Penempatan Transmigrasi di Provinsi Jambi
dari Pra Pelita sampai dengan Tahun 2015 .................................. 120
4.15 UPT Binaan Provinsi Jambi Tahun 2015 ..................................... 122
4.16 Perkembangan Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM) di
Provinsi Jambi Tahun 1990/1991- 2015 ...................................... 124
xiv
4.17 Jumlah Transmigrasi Menurut Lokasi dan Daerah Penempatan
di Provinsi Jambi .......................................................................... 126
4.18 Sebaran Transmigrasi di Provinsi Jambi Menurut
Daerah Asal .................................................................................. 127
4.19 Sebaran TPS di Provinsi Jambi Berdasarkan Kelompok
Kabupaten Penempatan, Tahun 2015 .......................................... 129
5.1.1 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Kelompok
Umur di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 131
5.1.2 Persentase Kepala Keluarga Menurut Jenis Kelamin di Lokasi
Transmigrasi Provinsi Jambi, tahun 2017 .................................... 132
5.1.3 Persentase Kepala Keluarga Generasi Pertama Menurut Status
Perkawinan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 133
5.1.4 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Pendidikan Yang
Ditamatkan Di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 134
5.1.5 Persentase Responden Generasi Pertama Berdasarkan
Asal Provinsi di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 136
5.1.6 Persentase Responden Menurut Tahun Awal Tinggal di Desa Lokasi
Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017 .................................. 137
5.1.7 Persentase Responden Menurut Status Ketransmigrasian
Di Lokasi Transmigrasi, Tahun 2017 .......................................... 138
5.1.8 Persentase Responden Menurut Alasan Ikut Bertransmigrasi
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017 .................. 139
5.1.9 Persentase Responden Menurut Kedatangan dari Daerah
Asal di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 141
5.1.10 Persentase Responden Menurut Jumlah Anggota Rumah Tangga
Yang Dibawa di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 142
5.1.11 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut KegiatanUtama
Pada Saat Ini di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 143
5.1.12 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Lapangan
Usaha di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 144
5.1.13 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Jenis
Pekerjaan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 145
5.1.14 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Status Pekerjaan
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017 .................. 147
5.1.15 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Kepemilikan
Pekerjaan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 148
xv
5.1.16 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Jam Kerja
Perminggu di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi
Tahun 2017 .................................................................................. 149
5.2.1 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Kelompok Umur
di Lokasi transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 150
5.2.2 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut JenisKelamin
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 151
5.2.3 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Status Perkawinan
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 152
5.2.4 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Pendidikan
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 154
5.2.5 Persentase responden generasi Kedua Menurut Lapangan
Usaha di Lokasi transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 155
5.2.6 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Jenis Pekerjaan
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 157
5.2.7 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut
Status Pekerjaan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 159
5.2.8 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut
Kepemilikan Pekerjaan sampingan di Lokasi transmigrasi
Provinsi Jambi, Tahun 2017 ........................................................ 160
5.2.9 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Jam Kerja
Perminggu di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 162
5.3.1 Luas Lantai Perkapita Generasi Pertama dan Kedua di Lokasi
Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 163
5.3.2 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Jenis
Lantai Terluas di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 164
5.3.2a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Jenis
Lantai Terluas di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 165
5.3.3 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Jenis
Dinding Terluas di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 166
5.3.3a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Jenis Dinding Terluas
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 167
xvi
5.3.4 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Atap
Terluas di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 168
5.3.4a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Atap
Terluas di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 168
5.3.5 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut
Kepemilikan Lahan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 169
5.3.5a Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Rata-rata
Kepemilikan Lahan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 170
5.3.6 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Kepemilikan
Lahan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 171
5.3.6a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Rata-Rata
Kepemilikan lahan di Lokasi grasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 172
5.3.7 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Kepemilikan
Mobil di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 173
5.3.7a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Kepemilikan
Mobil di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 174
5.3.8 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Kepemilikan
Sepeda Motor di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 175
5.3.8a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Kepemilikan
Sepeda Motor di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 176
5.3.9 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Kepemilikan
Mesin cuci di Lokasi transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 177
5.3.9a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Kepemilikan
Mesin cuci di Lokasi transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 177
5.3.10 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Kepemilikan
Kulkas di LokasiTransmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 178
5.3.10a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Kepemilikan
Kulkas di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 179
5.3.11 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Sumber
Penghasilan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 180
xvii
5.3.11a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Sumber
Penghasilan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 181
5.3.12 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Rata-Rata
Tabungan saat ini di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 183
5.3.12a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Rata-Rata
Tabungan saat ini di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 184
5.3.13 Perbandingan Tingkat Pendidikan Yang ditamatkan Generasi
Pertama dan Kedua di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 186
5.3.13a Uji Chi Kuadrat Pendidikan Generasi Pertama dan Kedua
Di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017 ................. 187
5.3.14 Perbandingan Persentase Responden Generasi Pertama dan
Kedua Berdasarkan Status Pekerjaan di Lokasi Transmigrasi,
Tahun 2017 .................................................................................. 188
5.3.14a Uji Chi Kuadrat Responden Generasi Pertama dan Kedua
Berdasarkan Status Pekerjaan di Lokasi Transmigrasi,
Tahun 2017 .................................................................................. 189
5.3.15 Perbandingan Persentase Responden Generasi Pertama dan
Kedua Menurut Lapangan Usaha di Lokasi Transmigrasi Provinsi
Jambi, Tahun 2017 ....................................................................... 191
5.3.15a Cyi Square Tests Perbandingan Lapangan Usaha Generasi
Pertama dan Kedua di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 191
5.3.16 Perbandingan Persentase responden generasi Pertama dan Kedua
Menurut Jenis Pekerjaan di Lokasi transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 193
5.3.16a Uji Chy Square generasi Pertama dan Kedua menurut Jenis
Pekerjaan di Lokasi transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 193
5.3.17 Perbandingan Persentase Responden Generasi Pertama dan Kedua
Menurut Jam kerja Per Minggu di Lokasi Transmigrasi
Provinsi Jambi, Tahun 2017 ........................................................ 195
5.3.17a Uji Chi Kuadrat Responden Generasi Pertama dan Kedua Menurut
Jam Kerja PerMinggu di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 196
5.3.18 Perbandingan Persentase Responden Generasi Pertama dan Kedua
Berdasarkan Kepemilikan Pekerjaan Sampingan Di Lokasi
Transmigrasi, tahun 2017 ............................................................. 197
5.3.18a Uji Chi Kuadrat Generasi Pertama dan kedua Menurut Kepemilikan
Pekerjaan sampingan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 ................................................................................. 197
5.4.1 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Tempat Tinggal
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017 .................. 198
xviii
5.4. 2 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Alasan Masih
Tinggal Di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 200
5.4.3 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Alasan Tidak
Tinggal di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 201
5.4.3a Omnibus Test of Model Coefficien ............................................. 202
5.4.4 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Jenis Kelamin
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017 .................. 203
5.4.5 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Status Pekerjaan
dan Sebaran di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 204
5.4.6 Persentase Sebaran Generasi Kedua Menurut Lapangan Usaha
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 205
5.4.7 Persentase Sebaran Generasi Kedua Menurut Daerah Asal
Orang Tua di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 206
5.4.8 Persentase sebaran Generasi Kedua Menurut Pendidikan Orang Tua
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 207
5.4.9 Persentase Sebaran Generasi Kedua Menurut Komoditi Utama
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 208
5.4.10 Uji Overall Model Fit Untuk Sebaran Generasi Kedua
Transmigran di Lokasi Transmigran Provinsi Jambi,
Tahun 2017 .................................................................................. 208
5.4.10a Klasifikasi 2x2 Untuk Model Generasi Kedua
dalam Desa ................................................................................... 209
5.4.11 Estimasi Parameter Model Sebaran Generasi Kedua Transmigran
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi , Tahun 2017 ........................... 211
xix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Faktor Daerah Asal, Daerah Tujuan dan Faktor
Penghalang Dalam Keputusan Bermigrasi ....................................... 25
2. Grafik Model Lewis- Fei- Ranis (LFR) tentang pertumbuhan Sektor
Moderen Dalam Perekonomian dua sektor yang Mengalami surplus
Tenaga Kerja ..................................................................................... 28
3. Interaksi daerah Asal dan Daerah Tujuan Migrasi ........................... 34
4. Pilar-Pilar Pembangunan Berkelanjutan ........................................... 57
5. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................................ 76
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Daftar pertanyaan untuk transmigrasi generasi pertama ..................... 227
2. Daftar pertanyaan untuk transmigrasi generasi kedua ........................ 235
3. Surat izin pengumpulan data untuk disertasi ....................................... 242
4. Surat rekomendasi dari desa Tempat Penelitian ................................. 244
5. Deskripsi data generasi pertama transmigran
di lokasi penelitian ............................................................................... 250
6. Deskripsi data generasi kedua transmigran
di lokasi penelitian .............................................................................. 288
7. Dokumentasi pelaksanaan penelitian di desa-desa sampel
lokasi transmigrasi dalam Provinsi Jambi ............................................ 316
1
I.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Transmigrasi merupakan salah satu bentuk perpindahan penduduk yang
berlangsung di Indonesia. Pelaksanaan program transmigrasi telah berjalan cukup
lama, dimulai pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, dengan nama
kolonisasi sampai zaman reformasi pada saat ini. Pada masa pemerintahan Hindia
Belanda (1905-1941) sasaran utamanya selain untuk mengurangi kepadatan
penduduk Pulau Jawa, juga untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di daerah-
daerah luar Pulau Jawa. Selanjutnya pada masa pemerintahan Jepang (1942-
1945), transmigrasi lebih diarahkan untuk memindahkan penduduk secara paksa
dari pulau Jawa ke pulau-pulau lain di Indonesia untuk bekerja paksa bagi
keperluan Jepang (Swasono dan Singarimbun 1986, Junaidi, 2012).
Pada masa kemerdekaan dan awal orde lama, berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 56 Tahun 1958 tentang Pokok-Pokok Penyelenggaraan Transmigrasi dan
melalui perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1959 tentang Pokok-
Pokok Penyelenggaraan Transmigrasi serta peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Penyelenggaraan
Transmigrasi. Tujuan pelaksanaan transmigrasi adalah untuk mempertinggi taraf
kehidupan , kemakmuran serta kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia dalam
memperkokoh rasa persatuan dan keamanan, Sebagai tindak lanjut dari ketentuan
tersebut pada tahun 1965, diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 1965
tentang Gerakan Nasional Transmigrasi, yang berisikan tujuan transmigrasi adalah
untuk memperkuat pertahanan dan keamanan revolusi serta meningkatkan
kegiatan pembangunan ekonomi terutama dibidang produksi pangan.
Dimasa Pemerintahan orde baru tujuan transmigrasi semakin berkembang ke
tujuan non demografis. Program transmigrasi tidak hanya bertujuan untuk
menyeimbangkan penyebaran penduduk melalui pemindahan dari wilayah
padatke wilayah jarang, tetapi mempunyai tujuan yang lebih luas dalam rangka
pembangunan nasional. Sasaran kebijaksanaan umumTransmigrasisebagai
2
tercantum dalam pasal 2, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1972 ditujukan kepada
terlaksananya Transmigrasi Swakarsa (spontan) yang teratur dalam jumlah yang
sebesar-besarnya untuk mencapai (a) Peningkatan taraf hidup,(b) Pembangunan
daerah. (c) Keseimbangan penyebaran penduduk. (d) Pembangunan yang merata
seluruh Indonesia. (e) Pemanfaatan sumber-sumber daya alam dan tenaga
manusia. (f) Kesatuan dan persatuan bangsa. (g) Memperkuat pertahanan dan
keamanan nasional.
Di era otonomi daerah, kebijakan dalam menangani kedatangan transmigrasi
sudah saatnya mengutamakan indirect policy dalam hal fasilitas dan
pemberdayaan. Artinya era otonomi daerah utamanya melalui kebijakan
Pemerintah daerah harus mampu memberikansolusi agar ke depan, keberadaan
transmigrasi dapat memberi kontribusi positif bagi perkembangan daerah.
Kebijakan yang diterapkan harus berkonotasi tidak secara massal mengatur
perpindahan penduduk, tetapi lebih pada “menjual” daerah dengan upaya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara jangka panjang. Penciptaan lapangan
kerja, penjaminan iklim usaha yang kondusif, memberikan informasi potensi
daerah secara intensif serta menjamin terciptanya keamanan dan kenyamanan
untuk bertempat tinggal (Warsono, 2012).
Perubahan-perubahan tersebut telah melahirkan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, dan kemudian diubah melalui Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor
15 tahun 1997 tentang Ketransmigrasian. Sebagaimana dinyatakan dalam
Undang-undang tersebut tujuan Transmigrasi adalah untuk (1) meningkatkan
kesejahteraan Transmigran dan masyarakat sekitar, (2)meningkatkan pemerataan
pembangunan daerah, dan (3) memperkuat persatuandan kesatuan
bangsa.(Rustiandi,E dan Junaidi, 2011.
Pembangunan transmigrasi telah berhasi menciptakan kesempatan kerja,
pemerataan pembangunan di daerah, dan membentuk pusat-pusat pertumbuhan
baru. Berdasarkan data dari Pusdatin Ketransmigrasian (2012), sejak Pra Pelita
sampai dengan tahun 2011, telah membuka 4.537.034 hektar lahan pertanian baru
3
sebagai lapangan usaha bagi 2,3 juta keluarga yang dimukimkan atau sekitar 8,8
juta orang. Jenis-jenis usaha yang tercipta seperti perdagangan, jasa dan industri
rumah tangga turut berkembang sejalan dengan pertumbuhan produksi pertanian
dipermukiman transmigrasi. Selama ini transmigrasi telah menciptakan 3.325 desa
definitif yang sebagian diantaranya telah berkembang pesat dan menjadi pusat
pertumbuhan seperti ibukota kecamatan, kawasan Kota Terpadu Mandiri (KTM),
kawasan agropolitandan sentra produksi tanaman pangan ataupun perkebunan
(Widaryanto, 2012).
Pembentukan pusat-pusat pertumbuhan bentukan transmigrasi masih memiliki
potensi yang cukup besar untuk dikembangkan lebih lanjut. Pusat pertumbuhan
merupakan tempat berkumpulnya kegiatan yang mampu berfungsi sebagai
penggerak pertumbuhan ekonomi serta mempunyai keterkaitan produksi baik
vertikal maupun horizontal. Menurut Najiyati (2005) memperlihatkan bahwa 37
persen permukiman transmigrasi pola pangan berkembang menjadi sentra
produksi pangan dengan sumbangsih produksi padi sebanyak 8,4 juta ton gabah
kering giling (GKG) per tahun.
Dalam kaitannya dengan pembangunan daerah Santoso, A.D (2003) mengatakan
kontribusi transmigrasi dalam pembangunan daerah, memperlihatkan adanya
kontribusi yang signifikan dari pembangunan Unit Permukiman Transmigrasi
(UPT) terhadap pembangunan daerah yang dilihat dari pengaruhnya terhadap desa
sekitarnya. Sejalan dengan apa yang dikemukakan Siswono, Y (2003) program
transmigrasi telah ikut menunjang pembangunan daerah melalui pembangunan
perdesaan baru. Dari 3000 an (UPT), 945 telah berkembang menjadi desa baru.
Desa-desa baru tersebut tumbuh dan berkembang menjadi ibukota kecamatan dan
bahkan menjadi ibukota kabupaten/kota. Berdasarkan data tahun 2010, eks UPT
yang telah mendorong perkembangan daerah menjadi pusat pemerintahan
sebanyak 97 kabupaten (Kemenakertrans, 2011).Kondisi ini memperlihatkan
bahwa program transmigrasi telah mendukung pembentukan pusat pemerintahan
kabupaten/kota serta kecamatan di Indonesia.
Keberhasilan yang dicapai di daerah tujuan, juga memberikan kontribusi
didaerah asal. Menurut Affandi, J (1985) peranan daya dorong daerah asal cukup
4
besar bagi transmigran dalam pengambilan keputusan untuk bertransmigrasi.
Faktor ekonomi berupa pemilikan lahan yang sempit,terbatasnya lapangan
pekerjaan, serta rendahnya pendapatan di perdesaan menyebabkan penduduk
calon transmigran bersedia meninggalkan kampung halamannya untuk
memperoleh kesejahteraanyang lebih tinggi. Selain itu program ini juga telah
mendukung dari pada pembangunan beberapa infra struktur yang strategis di
Pulau Jawa.
Kenyataan menunjukkan bahwa program transmigrasi sejak dilaksanakan telah
menjadi salah satu program nasional yang dapat mendorong percepatan
pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah yang terintegrasi dengan upaya
pemerataan penduduk. Transmigrasi telah menjadi kebutuhan dalam
pembangunan daerah dan menjadi rujukan dalam pengembangan potensi wilayah.
Di era otonomi daerah, telah terjadi perubahan kewenangan (urusan) pilihan, baik
bagi pemerintah pusat maupun pemerintah di daerah (propinsi atau
kabupaten/kota).Namun konsekuensi yang muncul bagi pusat dan daerah dari
penentuan pilihan kewenangan (urusan) ini belum begitu jelas. Dampaknya pada
masa reformasi telah terjadi penurunan penempatan transmigrasi. Pada akhir orde
baru (Pelita VI) rata-rata jumlah transmigrasi yang di tempatkan sebanyak
350.064 Kepala Keluarga (KK per tahun, dan pada era otonomi, tahun 2000 –
2004 hanya sebanyak 87.571 KK per tahun. Keadaan ini semakin berkurang pada
tahun 2005- 2009 hanya 41.853 KK per tahun dan terus menurun menjadi 7.310
KK saja pada Tahun 2010- 2012.
Menurunnya jumlah penempatan transmigrasi setelah otonomi daerah,
diduga karena semakin terbatasnya ketersediaan lahan. Di samping itu telah
terjadi perubahan tata pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi dan
otonomi, tidak diikuti dengan perubahan dalam manajemen pembangunan
transmigrasi, yang sesungguhnya “masih belum” mengalami perubahan secara
substansial. Menurut Anharudin, et.al(2008) transmigrasi masih menjadi
“program pemerintah” pusat, sekalipun pelaksanaannya adalah pemerintah
daerah(kabupaten dan provinsi). Perencanaan secara nasional memang sebagian
usulan dari daerah, tapi tanpa dukungan finansial (anggaran) dari pusat, daerah
5
daerah masih belum mampu berinisiatif membangun transmigrasi, dengan alasan
tidak ada biaya.
Penurunan kinerja transmigrasi juga disebabkan oleh adanya pandangan negatif
seiring dengan keberhasilan yang dicapai program ini. Menurut Soetrisno (1986)
di daerah dimana penduduk asli mempunyai kedudukan ekonomi yang rendah
maka rasa untuk menolak transmigrasi akan sangat terasa. Transmigrasi sering
dikatakan usaha untuk “men Jawakan” daerah, pemindahan kemiskinan,
sentralisasi, menutup kemungkinan bagi mereka untuk menduduki kedudukan
kunci dalam pemerintahan daerah atau dinas yang ada di daerah, dan bertentangan
dengan hak azazi manusia (HAM).
Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah penempatan transmigrasi di
Indonesia. Penempatan transmigrasi di daerah ini telah dimulai sebelum
kemerdekaan tahun 1940, dan terus berlanjut sampai saat ini. Berdasarkan data
dari Disosnakertran tahun 2016, jumlah transmigran yang telah ditempatkan di
Provinsi Jambi mencapai 83.641KK atau (355.221jiwa), dengan jumlah tersebut
memposisikan Provinsi Jambi sebagai salah satu daerah utama penempatan
transmigran di Indonesia.
Diawal penempatan para transmigran dibekali oleh pemerintah dengan penjatahan
lahan rata-rata 2 Ha masing-masing per KK. Ada 2 jenis lahan yang mereka
terima, dengan jumlah anggota keluarga rata-rata 3-4 orang. Lahan pertama
terletak disekeliling rumah yang telah disediakan (pekarangan) lahan ini ditanami
tanaman berumur pendek seperti Jagung, Ubi, Kacang Tanah, dan Kedelai. Untuk
lahan kedua ditanami tanaman keras yang berumur panjang. Lahan-lahan tersebut
dimanfaatkan transmigrasi tidak hanya untuk pertanian, melainkan juga untuk
perkebunan seperti karet dan kelapa sawit. Dikawasan transmigrasi Rimbo Bujang
tanaman karet merupakan salah satu komoditi yang paling banyak ditanam oleh
para transmigran dan juga masyarakat sekitarnya karena cepat mendatangkan
keuntungan. Seiring dengan berjalannya waktu anak-anak transmigran pada saat
ini sudah banyak yang memasuki dunia kerja bahkan diduga generasi keduanya
telah membentuk rumah tangga baru.
6
Program transmigrasi hanya menyiapkan lahan untuk satu generasi, sedangkan
saat ini para transmigran di lokasi permukiman telah sampai pada turunan kedua
bahkan turunanketiga. Jika anak-anak transmigran tersebut, masih berada di lokasi
transmigrasi dengan ketergantungan penghidupan pada lahan generasi pertama
(orang tua yang menjadi transmigran) tentunya akan berdampak pada pembagian
lahan dalam keluarga. Pada tahap selanjutnya, jika ini terus berlanjut akan
berdampak pada munculnya kantong-kantong kemiskinan baru di daerah
penempatan transmigrasi.
Pemerintahdalam hal ini Kemenakertrans, pada saat ini sedang merintis
pembangunan permukiman transmigrasi dengan memanfaatkan tanah hak melalui
jenis transmigrasi umum maupun pemugaran permukiman. Hasil kajian Delam
et.al (2009) dalam Purbandini, L dan Pandiadi, (2012) mengatakan bahwa
pemugaran permukiman menjadi salah satu solusi pemerintah dalam mengatasi
sulitnya mendapatkan tanah untuk transmigrasi. Karena itu, dengan melibatkan
dan partisipasi masyarakat dalam penyediaan tanah hak untuk pembangunan
transmigrasi akan memberikan manfaat diantaranya dapat mengurangi terjadinya
konflik lahan (tanah).
Berdasarkan kenyataan empiris di era otonomi daerah, ingin dikemukakan bahwa
pola transmigrasi dapat diberdayakan menurut karakteristik daerahnya masing-
masing. Bagaimana mengatur kebijakan bagi daerah untuk menarik, kaum migran
dengan tingkat Sumber Daya Manusia (SDM) tertentu, bagaimana cara eksplorasi
Sumber Daya Alam (SDA) secara proporsional agar dapat menarik investor pull
factor kaum migran yang tidak hanya berbasis pada usaha pertanian, tetapi juga,
industri, jasa dan sektor lainnya. Kemudian yang paling pentingbagaimana agar
kaum pendatang dapat disambut welcome oleh penduduk lokal sebagai mitra
dalam nuansa keamanan dan kenyamanan bermukim (Warsono, 2012).
Dalam pengembangan akses terhadap faktor-faktor produksi, transmigrasi
telah membangun sarana fisik transportasi seperti jalan, jembatan serta gorong-
gorong dan saluran drainase yang telah membuka isolasi daerah yang selama ini
tidak tersentuh pembangunan. Penyebaran penyediaan prasarana transportasi
7
diyakini dapat membuka ketertinggalan terhadap faktor produksi dan
menyeimbangkan distribusi pendapatan antar kelompok penduduk. Di bidang
pendidikan, transmigrasi telah membangun ribuan fasilitas pendidikan terutama
Sekolah dasar. Bersamaan dengan bangunan fisik juga dilengkapi dengan
peralatan dan penempatan tenaga pengajar. Untuk bidang kesehatan, transmigrasi
telah membangun ribuan unit balai pengobatan disertai dengan penempatan tenaga
para medis dan distribusi obat-obatan selama masih dalam pembinaan.
Penyediaan fasilitas sosial dimaksud tidak saja diperuntukkan bagi para
transmigran, tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh semua penduduk sehingga turut
mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
Namun demikian, beberapa fakta menunjukkan adanya fenomena kegagalan
program ini. Berdasarkan Laporan Bank Dunia tahun 1986, sekitar 50 persen
keluarga transmigrasi hidup dibawah garis kemiskinan. Pada akhir tahun 1980-an
survey yang dilakukan pemerintah Prancis menyatakan 80 persen dari daerah
transmigrasi di Indonesia gagal memperbaiki standar kehidupan transmigran
(Marr, 1990). Selanjutnya Monbiot (1989) mengemukakan kegagalan program
transmigrasi dalam mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan
mengakibatkan beberapa permukiman banyak keluarga meninggalkan lokasi
transmigran setelah dua sampai tiga tahun menjadi peladang berpindah atau
sebagai penebang liar. Kondisi paling buruk terjadi di Irian Jaya, sehingga kota–
kota di daerah ini seperti Merauke dan Jayapura akhirnya dipenuhi pengungsi
yang berasal dari daerah transmigrasi yang gagal.
Dalam perjalanan panjang pelaksanaan transmigrasi di Provinsi Jambi, telah
menunjukkan berbagai keberhasilan baik dari aspek demografi, sosial budaya dan
ekonomi. Namun demikian masih ada diantara permukiman transmigrasi yang
mengalami kegagalan seperti di lokasi transmigrasi pasang surut di Tanjung
Jabung Timur. Secara keseluruhan persentase yang tidak berhasil tergolong kecil.
Para transmigran tersebar hampir di setiap kabupaten yang ada di Provinsi Jambi.
Umumnya mereka mengusahakan hasil pertanian dan perkebunan, seperti di
Kabupaten Tebo dengan perkebunan Karet, Muaro Jambi mengusahakan
8
perkebunan Kelapa sawit dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Timur usaha
pertanian tanaman pangan (padi).
Berdasarkan observasi pendahuluan di daerah transmigrasi cukup banyak
keberhasilan yang dicapai baik dibidang ekonomi, sosial, budaya dan politik. Di
kawasan transmigrasi Rimbo Bujang Kabupaten Tebo, dengan tanaman utama
karet penempatan transmigrasi di lokasi ini telah dimulai tahun 1976. Berbagai
keberhasilan yang dicapai oleh transmigran telah membuat kehidupan mereka
jauh lebih baik dibanding sebelum bertransmigrasi. Mereka telah mampu
memperoleh penghasilan rata-rata antara Rp 4-4,5 juta per bulan per KK.
Sebahagian diantara anak-anak mereka telah menamatkan pendidikan tinggi, dan
telah bekerja baik di sektor pertanian maupun sektor non pertanian. Di sektor
pertanian mereka melanjutkan pekerjaan orang tuanya yang telah dirintis
sebelumnya baik di desa sendiri maupun keluar dari kawasan transmigrasi.
Terdapat juga anak-anak transmigran yang bekerja di pemerintahan maupun
sektor swasta di daerah Kabupaten Tebo maupun diluar Kabupaten Tebo.
Kawasan transmigrasi Sungai Bahar merupakan salah satu daerah penempatan
transmigrasi di Provinsi Jambi. Penempatan transmigrasi dimulai pada tahun
1986, mereka berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan transmigrasi
lokal yang berasal dalam Provinsi Jambi. Berpedoman pada generasi kedua
transmigrasi diberbagai permukiman di Indonesia yang telah menunjukkan
berbagai keberhasilan, maka diperkirakan untuk Provinsi Jambi menunjukkan hal
yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan survei awal Generasi kedua transmigrasi
Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi misalnya saat ini (generasi kedua) telah
mengalami perubahan dan sebahagian mereka ada yang meninggalkan
lokasi(melakukan perpindahan lanjutan) ketempat lain. Ada yang melakukan
perpindahan dalam kawasan transmigrasi sendiri dan masih dalam kecamatan
yang sama. Kecamatan lain dalam kabupaten yang sama, terdapat juga mereka
yang pindah diluar kabupaten dalam Provinsi yang sama, bahkan sebagian lagi
ada yang pindah keluar dari Provinsi Jambi.
Berdasarkan jenis pekerjaan yang ditekuni oleh generasi kedua transmigran
Sungai Bahar mereka bekerja di berbagai bidang kegiatan. Sebagian meneruskan
9
pekerjaan orang tuanya di sektor Pertanian, atau sub sektor Perkebunan sebagai
petani sawit, petani karet atau sebagai buruh perusahaan. Terdapat juga generasi
kedua yang menjadi mandor dan tenaga administrasi di perusahaan yang sama.
Diluar itu terdapat juga yang bekerja diBank, menjadi PNS, Pedagang, bengkel,
perawat, bidan dan sebagainya.
Dikawasan transmigrasi Batang Asam Kabupaten Tanjung Jabung Barat, telah
ditempati sejak tahun 1991.Perbaikan tingkat kesejahteraan telah dirasakan oleh
para transmigran yang berasal dari program transmigrasi pusat sebanyak 70%
(yaitu dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan transmigrasi lokal dari
Provinsi Jambi sebanyak 30 %. Usaha pertanian utama mereka adalah tanaman
padi, selain jagung, ketela dan sayuran. Kondisi ini sangat beralasan karena
daerah ini memiliki sistem pengairan yang baik dengan adanya irigasi yang
dibangun oleh pemerintah. Bila sistem pengairannya dapat ditingkatkan dari 2 kali
menjadi 3 kali dalam setahun, produksi padi dapat mencapai 6-7 ton/ha per tahun
per panen (Hatta, M, 2015). Hal ini memungkinkan penghasilan petani akan
meningkat dibandingkan dengan keadaan sekarang yang baru mencapai sekitar Rp
3,5 – 4 juta per KK per bulan. Pada bidang sosial lainnya telah terjadi kemajuan
yang lebih baik. Anak-anak transmigran di daerah ini, terutama yang telah
menamatkan pendidikan (SLTA ke atas), bekerja di bidang pertanian lainnya
seperti dibidang perkebunan, buruh pabrik sopir dan sebagainya. Diluar itu ada
juga yang bekerja di sektor non pertanian seperti di bidang perdagangan, kantor
pemerintah maupun swasta, pelayan di toko, bengkel, satpam dan pekerjaan
lainnya.
Mengingat, telah berlangsungnya penempatan transmigrasi di Provinsi Jambi
dalam kurun waktu yang cukup lama, persoalan yang perlu mendapat perhatian
adalah tentang kelangsungan hidup dari anak-anak transmigran (generasi ke
dua).Untuk itu perlu dicarikan kebijakan yang sesuai dalam rangka
pengembangan generasi ke dua transmigrasi ke depan. Hal ini akan menjadi
penting karena terkait dengan salah satu tujuan pelaksanaan program transmigrasi
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan keluarganya.
10
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa lokasi
penempatan transmigrasi di Provinsi Jambi hampir meliputi semua kabupaten
yang ada. Dilihat dari permasalahan yang dihadapi belum semua permukiman
transmigrasi berkembang secara baik, untuk permukiman yang kurang
berkembang tentu akan berdampak terhadap pengembangan wilayah sekitarnya.
Sesuai dengan Undang-undang nomor 15 Tahun 1997, disebutkan salah satu
tujuan program transmigrasi adalah dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan daerah dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,
permukiman transmigrasi diharapkan berkembang menjadi pusat-pusat
pertumbuhan, dan dapat memberikan dampak terhadap pengembangan wilayah
sekitarnya. Bila daerah transmigrasi telah berkembang dan tidak berdampak
terhadap wilayah sekitarnya keadaan ini dapat memicu berbagai persoalan yang
pada akhirnya menimbulkan adanya rasa kecemburuan antar wilayah yang
berujung pada ketidakstabilan politik di daerah tersebut.
Berbagai fenomena empirik menurut Junaidi (2012) menunjukkan
ketidakmerataan pembangunan yang berkepanjangan akhirnya menimbulkan efek
yang kontra produktif terhadap berbagai upaya yang telah dilakukan demi
peningkatan pertumbuhan itu sendiri. Di negara-negara yang tingkat pertumbuhan
ekonominya yang tinggi, keberlanjutan pertumbuhan dapat terjaga oleh tingkat
kemajuan yang merata. Berbeda halnya dengan negara berkembang dimana
kemajuan ekonomi yang tinggi seringkali diikuti oleh ketimpangan dalam
pembangunan ekonomi antar wilayah. Kondisi ini tidak terlepas dari pada
keberadaan komponen yang paling lemah. Artinya tingkat kemajuan yang dicapai
oleh daerah juga ditentukan oleh kondisi wilayah tertinggal yang ada.
Terkait dengan transfebility keterampilan migran diungkapkan oleh Bazzi, S et.al
(2016) We use natural experiment in Indonesia to provide causal evidence on the
role of location–specific human capital and skill transfebility in shaping the
spatial distribution of productivity from 1979-1988, the transmigration program
located two million migrants from rural Java and Bali to new rural settlements in
the outer islands.Artinyakami menggunakan eksperimen di Indonesia untuk
11
menunjukkan bukti bahwa peranan sum berdaya manusia di lokasi tertentu dan
kemampuan alih keterampilan yang membentuk penyebaran produktivitas tata
ruang (wilayah). Dari tahun 1979-1988, program transmigrasi telah merelokasi
sebanyak 2 juta pendatang dari perdesaan Jawa dan Bali kepermukiman perdesaan
baru di pulau-pulau terluar. Selanjutnya dikatakan bahwa untuk daerah perdesaan
para pendatang perlu menyesuaikan musim tanam yang sama dan menunjukkan
produktivitas padi yang lebih tinggi dengan intensitas panen selama 1-2 dekade
kemudian. Kami menemukan beberapa bukti bahwa transmigran telah mampu
untuk beradaptasi dalam perubahan musim tanam (agro climatic change). Secara
keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan produktivitas daerah
berkemungkinan melebihi potensi keuntungan dari migrasi.
Berbagai temuan empirik menunjukkan bahwa transmigrasi sebagai program
pembangunan telah berhasil dan ada juga yang mengindikasikan kegagalan.
Terdapat permukiman transmigrasi yang berkembang menjadi sentra produksi
pertanian, serta ada juga permukiman yang harus direlokasi karena sering kena
banjir. Di era otoda dengan maraknya pembentukan kabupaten baru, tercatat
cukup banyak eks. Lokasi transmigrasi ditetapkan menjadi ibukota kecamatan
bahkan ibukota kabupaten. Disamping itu harus diakui pula adanya kegagalan di
masa lalu dalam pengembangan areal pertanian sejuta hektar kawasan
pengembangan lahan gambut di Kalimantan Tengah yang melibatkan banyak
pihak dalam pelaksanaan pembangunannya (Soegiarto, S. 2008).
Terkait dengan kontribusi transmigrasi dalam pembangunan daerah, menunjukkan
adanya kontribusi yang signifikan dari pembangunan (UPT) terhadap
pembangunan daerah yang dilihat dari pengaruhnya terhadap desa sekitarnya pada
skala tingkat kecamatan. Menurut studi Santoso, A. D. (dalam Soegiarto, S. 2008)
pembangunan kawasan transmigrasi di lokasi sampel pola usaha tanaman pangan
dan pola tanaman perkebunan mempunyai dampak dalam peningkatan pendapatan
bagi desa sekitarnya, dan menjadi pusat pertumbuhan. Kondisi ini tentu akan
dapat menjadi dasar dalam pengembangan program transmigrasi, sehingga
diharapkan memberikan kontribusi yang positif dalam rangka pengembangan
wilayah perdesaan di Indonesia.
12
Perkembangan permukiman transmigrasi di Provinsi Jambi dapat didekati dengan
pengukuran beberapa variabel yang diduga berpengaruh terhadap kelangsungan
generasi kedua transmigrasi. Aspek-aspek yang dimaksud adalah aspek ekonomi,
sosial budaya, aspek integrasional dan aspek keaktifan layanan lembaga sosial.
Menyangkut perubahan permukiman (perpindahan) yang terjadi pada generasi
kedua transmigrasi di Provinsi Jambi menunjukkan berbagai tipe permukiman,
seiring dengan perbaikan kondisi sosial dan ekonomi dari generasi kedua
transmigran. Secara umum pada penelitian ini sebaranpermukiman generasi kedua
yang terjadi dibedakan (1). Didalam desa transmigrasi, (2). Diluar desa
transmigrasi.
Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi dari keluarga generasi
keduatransmigran dilakukan dengan menganalisis data keluarga yang menjadi
sampel. Kondisi sosial ekonomi generasi kedua transmigrasi meliputi karakteristik
kepala keluarga, struktur dan kegiatan anggota keluarga, karakteristik tempat
tinggal, kepemilikan lahan pertanian keluarga, kepemilikan asset dan pendapatan
keluarga. Interaksi antara desa-desa eks transmigrasi dengan desa-desa sekitarnya
dapat terjadi diberbagai bidang. Hubungan berupa aliran barang dan jasa, migrasi
tenaga kerja, transfer modal dan pendapatan serta alih teknologi. Terkait dengan
kesejahteraan yang dicapai oleh generasi kedua, dapat diketahui dari kondisi
perumahan, kepemilikan lahan maupun asset yang ada, penghasilan dan tabungan,
struktur ketenagakerjaan. Khusus di bidang peningkatan sumberdaya manusia
dengan menggunakan indikator pendidikan menunjukkan kemajuan yang cukup
berhasil dimana banyak generasi kedua yang telah mencapai pendidikan yang
tinggi. Berhubungan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tipe(bentuk)
permukiman generasi kedua transmigran di Provinsi Jambi, menunjukkan terdapat
beberapa penyebab. Faktor tersebut dapat berupa peubah sosial, ekonomi, faktor
kepemilikan lahan dan faktor demografi. Secara lebih jauh faktor tersebut dapat
dibedakan dalam variabel umur, jenjang pendidikan, status pekerjaan, jenis
pekerjaan, lapangan usaha pekerjaan, daerah asal orang tua, jumlah anggota
rumah tangga, dan komoditas utama pertanian yang dimiliki.
13
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian dalam
bentuk pertanyaan penelitian berikut:
1. Bagaimanakarakteristik generasi pertama transmigran di daerah penelitian
dalam Provinsi Jambi?
2. Bagaimana karakteristik generasikedua transmigran di daerah penelitian dalam
provinsi Jambi?
3. Apakah ada perbedaan kesejahteraan generasi kedua transmigrandibandingkan
dengan generasi pertama di daerah penelitian dalam Provinsi Jambi?
4. Bagaimana sebaran permukiman generasi kedua dan Faktor-faktor apakah
yang mempengaruhinya di daerah penelitian dalam Provinsi Jambi?
1.2. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan penyelenggaraan
transmigrasi berkelanjutan (generasi kedua transmigran) di era otonomi daerah
dalam rangka pengembangan wilayah perdesaan. Secara khusus penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Menganalisis karakteristik generasi pertamatransmigran di daerah penelitian
dalam Provinsi Jambi.
2. Menganalisis karakteristik generasi kedua transmigrandi daerah penelitian
dalam Provinsi Jambi.
3. Menganalisis kesejahteraan generasi kedua dibandingkan dengan generasi
pertama di daerah penelitian dalam Provinsi Jambi.
4. Menganalisis sebaran permukiman generasi kedua transmigran dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya di daerah penelitian dalam Provinsi Jambi.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperkaya informasi
tentang kelangsungan hidup dan sebaran permukiman transmigran khususnya
generasi ke dua di daerah permukiman transmigrasidalam Provinsi Jambi.
14
2. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan pihak yang
terkait dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan transmigran di
kawasan transmigrasi khususnya, dan Provinsi Jambi umumnya.
3. Di harapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya
terutama yang berhubungan dengan pengembangan kawasan transmigrasi di
masa yang akan datang.
1.5 Kebaruan Penelitian
Kebaruan(novelty) penelitian tentang Analisis Generasi Kedua Transmigran Di
Provinsi Jambi (Studi Tentang Kesejahteraan dan Sebaran Permukiman Generasi
Kedua Di Desa-desa Eks Transmigrasi Dalam Provinsi Jambi) terdapat dua
aspek.Pertama,dari sisi objek analisis pembahasan generasi kedua transmigran,
dimana selama ini kajian-kajian yang terkait transmigrasi umumnya
membicarakan perkembangan transmigrasi terbatas pada generasi pertama atau
secara umum transmigrasi, mulai dari tahap penempatan, pembinaan sampai
dengan pasca pembinaan. Sampai saat ini penulis belum ada kajian-kajian yang
mengungkapkan tentang keberhasilan turunan transmigrasi khususnya generasi ke
dua. Hal ini tentu berimplikasi pada kesulitan untuk menilai keberhasilan
pembangunan transmigrasi khususnya dikaitkan dengan peningkatan
kesejahteraan transmigran dan keluarganya. Kedua, dari sisi konsep adanya
penggunaan istilah generasi ke dua (second generation). Hingga disertasi ini
disusun peneliti belum menemukan riset yang membicarakan perkembangan
generasi kedua secara berkelompok dan sistematis. Kajian-kajian yang ada
terbatas dalam membahas keberhasilan anak-anak transmigran (generasi ke dua)
secara perseorangan dan sifatnya kasus per kasus.Berdasarkan pertimbangan ke
dua aspek tersebut, peneliti menganggap kajian tentang “AnalisisGenerasi Kedua
Transmigrandi Provinsi Jambi “(studi tentang kesejahteraan dan sebaran
permukiman generasi kedua di desa-desa eks transmigrasi dalam Provinsi Jambi,
sesuatu yang baru dan belum pernah diteliti sebelumnya oleh peneliti lain.
15
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Transmigrasi di Indonesia.
Sejarah mencatat bahwa program transmigrasi di Indonesia telah berlangsung
cukup lama. Mulai dari masa pemerintahan dan kekuasaan kolonial Belanda,
Penjajahan Jepang sampai pada saat masa reformasi atau otonomi daerah. Dimasa
pemerintahan dan kekuasaan tersebut ditandaidengan adanya tujuan, arah dan
kebijakan serta paradigma ketransmigrasian yang berbeda-beda. Program
transmigrasi didasarkan pada konsep dimana jumlah penduduk Pulau Jawa
mencapai 61 persen dari penduduk Indonesia, sedangkan luas daerahnya hanya
sekitar 7% saja (Fearnside.M, 1997)
2.1.1. Transmigrasi Masa Pemerintahan Kolonial Belanda dan Pendudukan
Jepang
Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, transmigrasi dikenal dengan istilah
kolonisasi. Dimulai pada tahun1905, pemerintah kolonial memindahkan
penduduk sebanyak 155 Kepala Keluarga (KK) dari Pulau Jawa ke Lampung dan
ditempatkan di Gedong Tataan, di tepi jalan ke Kota Agung, 25 Kilometer sebelah
Barat Tanjung Karang ( Swasono dan Singarimbun, 1986). Kebijakan kolonisasi
penduduk dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa dengan berbagai alasan: (1).
Melaksanakan salah satu program politik etis, yaitu memindahkan penduduk
untuk mengurangi jumlah penduduk Pulau Jawa dan memperbaiki taraf kehidupan
yang masih rendah. (2). Pemilikan tanah yang semakin sempit di Pulau Jawa
akibat pertambahan penduduk yang cepat, sehingga kehidupan masyarakat di
Pulau Jawa menurun. (3). Untuk keperluan tenaga kerja di perkebunan dan
pertambangan Belanda di luar Pulau Jawa untuk menjamin pasaran
industri.Penyelenggaraan perpindahan penduduk pada masa kolonisasi dapat
dibagi atas tiga periode (Purboadiwidjojo, S. 1985).
Pertama, periode kolonisasi dengan bantuan pemerintah (1905 – 1911). Pada
periode ini, setiap kepala keluarga mendapatkan bantuan secukupnya. Sebagai
perangsang, setiap KK diberi premi sebesar 20 gulden, dilengkapi dengan alat-alat
16
masak dan alat-alat pertanian. Di tempat mereka dibantu dengan bahan perumahan
dan bahan makanan untuk 2 tahun. Berdasarkan anggaran pemerintah, biayanya
per KK adalah 300 gulden, dan tidak termasuk biaya pembangunan jalan dan
irigasi.
Kedua, periode Bank Rakyat Lampung, Dalam periode ini (1911 – 1927) bank
diikutsertakan untuk memberi kredit usaha dan untuk membeli bekal kerja. Setiap
KK bisa mendapatkan kredit sampai 200 gulden. Khusus untuk keperluan itu
diberikan oleh De Volkskrediet Bank voor de Lampongsche Disttricten. Kredit
tersebut merupakan kredit jangka panjang dengan periode tenggang waktu 3
tahun dan harus dilunasi dalam 10 tahun dengan bunga 9 persen per tahun pada
periode ini Bank Rakyat Lampung mengalami kerugian, terutama karena
mismanagement, sehingga bank tersebut dinyatakan bangkrut dan dilikuidasi.
Akibatnya program kolonisasi dengan Bank dihentikan.
Ketiga, periode bawon (1923 – 1942). Pada periode ini ditandai dengan adanya
kesulitan ekonomi yang dialami oleh pemerintah kolonial Belanda, akibat krisis
ekonomi dunia yang hebat. Ketika itu banyak sekali perusahaan-perusahan
terpaksa menutup perusahaannya atau mengurangi tenaga kerjanya. Keadaan ini
juga dialami oleh pemerintahan kolonial, dimana minat masyarakat Jawa untuk
ikut kolonisasi cukup tinggi, pemerintah akhirnya mengubah pola kolonisasi
untuk menekan biaya dengan sistem bawon (upah –natura). Alasannya adalah
produksi padi yang begitu banyak, sehingga pemungutannya tidak dapat
diselesaikan oleh tenaga para kolonis sendiri. Pada masa panen raya, banyaknya
sampai 1 dibanding 10, artinya mereka yang bekerja mendapat satu bagian hasil
panen dan sepuluh bagian lagi diperoleh pemilik sawah(Purboadiwidjojo, S.
1985). Untuk menarik para kolonis kembali ke Lampung bagian hasil bawon
dibuat lebih besar yaitu dengan perbandingan 1:7 atau 1: 5, dimana buruh akan
memperoleh 1 bagian setiap tujuh atau 5 bagian yang didapatkan pemilik lahan.
Selama periode pemerintah kolonial Belanda, jumlah penduduk Pulau Jawa yang
dapat dipindahkan hanya sebanyak 60.155 KK atau 232.802 jiwa
(Kemenakertrans, 2012). Akan tetapi bila dilihat dari aspek peningkatan
17
kesejahteraan peserta kolonisasi, tingkat kehidupan mereka lebih baik jika
dibandingkan saat berada di daerah asal (Dixon, 1980 diacu dalam Junaidi, 2012).
Semasa pemerintahan Jepang di Indonesia (1942 – 1945), usaha transmigrasi tetap
dijalankan. Pola pemindahan penduduk lebih bertujuan untuk kepentingan
pembangunan prasarana militer di luar Pulau Jawa. Bentuk kegiatan ini lebih
bersifat kerja paksa atau dengan istilah Romusha. Romusha semata-mata
ditujukan untuk kepentingan pemerintahan Jepang, sama sekali bukan untuk
kepentingan pemerintahan Indonesia. Pada periode ini telah dipindahkan
penduduk Pulau Jawa ke luar Jawa sekitar 2000 keluarga. Kemudian program
pemindahan penduduk ini terhenti akibat perang kemerdekaan.
2.1.2.Transmigrasi Masa Orde Lama
Setelah kemerdekaan, semua yang berbau kolonial, yang berbau adat dan feodal
menjadi sasaran massa. Semenjak tahun 1946 Pemerintah Republik Indonesia
telah memberi pengarahan kepada massa rakyat untuk membangun. Sejak awal
kemerdekaan, hanya enam bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,
telah dicanangkan transmigrasi dalam pola pembangunan masa datang, seperti
yang diungkapkan Wakil Presiden RI dalam konperensi Ekonomi di Yogyakarta
pada tanggal 3 Februari 1946 (Swasono dan Singarimbun, 1985).
Pelaksanaan transmigrasi di masa orde lama mengacu pada Peraturan Pemerintah
Nomor 56 Tahun 1958 tentang Pokok-pokok Penyelenggaraan Transmigrasi, dan
kemudian diubah melalui Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1959 tentang
Pokok-Pokok Penyelenggaraan Transmigrasi. Kemudian dikeluarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 29 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok
penyelenggaraan transmigrasi, Peraturan Presiden No. 5 Tahun 1965 tentang
Gerakan Nasional Transmigrasi. Pada masa orde lama tujuan transmigrasi adalah
untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Mengurangi tekanan
penduduk di daerah-daerah padat terutama di Pulau Jawa, membuka sumber-
sumber alam meningkatkan kegiatan ekonomi terutama produksi
pangan,memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, serta meningkatkan
keamanan dan ketahanan nasional.
18
Pada tahun 1948 ketika Pemerintah Republik Indonesia membentuk panitia untuk
mempelajari pelaksanaan program transmigrasi merupakan awal dari dimulainya
pelaksanaan transmigrasi pada era orde lama. Akan tetapi pemberangkatan
transmigrasi baru dilaksanakan pada tahun 1950. Dalam menyelenggarakan
perpindahan penduduk tersebut, pemerintah RI mengalami berbagai
permasalahan. Hal ini disebabkan belum mempunyai pengalaman, walaupun
sudah ada contoh-contoh dan referensi pada saat penyelenggaraan kolonisasi
(Rofiq, A U. 1998). Masalah utama adalah tidak stabilnya lembaga pemerintahan
yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan transmigrasi. Ketika itu
penyelenggaraannya ditangani Jawatan Transmigrasi di bawah Kementerian
Sosial. Tahun 1960, Jawatan Transmigrasi menjadi departemen yang digabung
dengan urusan perkoperasian dengan nama Departemen Transmigrasi dan
Koperasi. Pada masa ini selain tujuan demografis, tujuan lain dimaksudkan untuk
meningkatkan keamanan, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat, serta
mempererat rasa kesatuan dan persatuan bangsa.
Pada zaman orde lama (Pra Pelita Tahun 1950 – 1968) ditetapkan target
perpindahan penduduk yang dikenal dengan “Rencana 35 Tahun Tambunan”.
Sasarannya adalah pada tahun 1987 jumlah penduduk pulau Jawa berkurang
menjadi 31 juta jiwa dari kondisi pada tahun 1952 yang sebanyak 54 juta jiwa
(Heeren, 1979 dalam Junaidi, 2012). Namun demikian mengingat sulitnya
pencapaian target tersebut, maka dilakukan revisi target transmigrasi yang lebih
realistis. Dalam kurun waktu selama lima tahun, yaitu tahun 1956-1960
direncanakan pemindahan penduduk Pulau Jawa sebanyak 2 juta orang, atau rata-
rata 400 ribu orang per tahun. Kemudian dalam rencana delapan tahun
selanjutnya, dalam periode 1961- 1968, Departemen Transmigrasi menurunkan
lagi targetnya menjadi 1,56 juta orang, atau rata-rata 195 ribu orang per tahun.
Penurunan target ini akibat dari meningkatnya anggaran untuk pemberangkatan
transmigrasi.
Pada periode rencana delapan tahun, muncul kebijakan Transmigrasi Gaya Baru
pada musyawarah nasional gerakan transmigrasi yang diselenggarakan bulan
Desember 1964. Konsepnya memindahkan kelebihan fertilitas total yang
19
diperkirakan mencapai 1,5 juta orang per tahun. Pada kebijakan ini muncul pula
ide untuk melaksanakan transmigrasi swakarsa. Pada model ini transmigran baru
ditampung oleh transmigran lama seperti yang pernah dilakukan pada zaman
kolonial Belanda dengan sistem bawon, seterusnya membuka hutan, membangun
rumah, membuat jalan sendiri, sehingga pengeluaran yang ditanggung oleh
pemerintah tidak terlalu besar (Setiawan, N. 2006).
Pada zaman orde lama, minat penduduk Pulau Jawa untuk ikut transmigrasi
cukup tinggi. Bahkan mereka mau berangkat ke daerah transmigran atas biaya
sendiri tanpa bantuan pemerintah. Di tempat tujuan mereka cukup melapor untuk
memperoleh sebidang lahan dan bantuan material lainnya. Pada masa tersebut ada
pengkategorian transmigrasi, sehingga dikenal istilah transmigrasi umum,
transmigrasi keluarga, transmigrasi biaya sendiri dan transmigrasi spontan. Dalam
sistem transmigrasi umum segala keperluantransmigran, sejak dari pendaftaran
sampai di lokasi menjadi tanggungan pemerintah. Pemerintah juga menanggung
biaya hidup selama delapan bulan pertama, bibit tanaman, serta alat-alat pertanian.
Transmigrasi keluarga merupakan sistem transmigrasi beruntun, maksudnya jika
ada keluarga transmigran ingin mengajak keluarganya yang masih tinggal di
Pulau Jawa untuk tinggal di daerah transmigrasi, maka transmigrasi lama harus
menanggung biaya hidup dan perumahan transmigran yang baru. Sistem ini tidak
jalan, karena terlalu memberatkan peserta transmigrasi, akhirnya sejak tahun 1959
tidak dilaksanakan lagi. Transmigrasi biaya sendiri, mengharuskan calon
transmigran mendaftar di tempat asal, kemudian berangkat kelokasi dengan
ongkos sendiri. Setelah sampai di lokasi mereka mendapatkan lahan dan subsidi
seperti transmigrasi umum. Pada transmigrasi spontan selain menanggung sendiri
ongkos ke lokasi, mereka pun harus mengurus sendiri keberangkatannya,
kemudian di tempat tujuan baru mereka melapor untuk mendapatkan lahan di
daerah yang telah ditentukan (Setiawan, N, 2006).Tercatat selama periode orde
lama telah dapat dipindahkan penduduk sebanyak 98.631 kepala keluarga atau
sejumlah 234.802 jiwa. Penempatan transmigran pada periode ini dimukimkan
pada 176 UPT (Kemenakertrans, 2012).
20
2.1.3.Transmigrasi Masa Orde Baru
Pada zaman orde baru, penyelenggaraan transmigrasi diatur melalui Undang-
Undang No. 3 Tahun 1972 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Transmigrasi
serta Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1973 tentang Penyelenggaraan
Transmigrasi. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut tujuan
transmigrasi adalah: (1) peningkatan taraf hidup; (2) pembangunan daerah; (3)
keseimbangan penyebaran penduduk; (4) pembangunan yang merata di seluruh
Indonesia; (5) pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia; (6)
kesatuan dan persatuan bangsa; dan (7) memperkuat pertahanan dan keamanan
nasional.
Diluar tujuan yang telah disebutkan tersebut, ada penekanan pada produksi beras
dalam kaitan pencapaian swasembada pangan. Untuk itu pembukaan daerah
transmigrasi diperluas ke wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Sulawesi dan bahkan sampai ke Papua. Pada tahun 1965-1969, belum ditentukan
target jumlah transmigran yang harus dipindahkan. Daerah transmigrasi seperti
Lampung, Jambi dan Sumatera Selatan yang pada awalnya banyak sekali
menerima transmigran, dalam periode ini hanya menerima sekitar 52 persen dari
total transmigrasi yang diberangkatkan. Pulau Sulawesi menerima jumlah
transmigran sebanyak 25 persen pada saat itu, dan sisanya diberangkatkan ke
pulau-pulau lain seperti Kalimantan dan Papua.
Bila pada masa orde lama dikenal ada empat kategori transmigrasi, pada periode
ini hanya dikenal dua kategori yaitu transmigrasi umum dan transmigrasi spontan.
Pada transmigrasi spontan pemerintah hanya mengorganisir perjalanan dari daerah
asal ke tempat tujuan, sedangkan ongkos-ongkos semua ditanggung oleh peserta.
Berbeda halnya dengan transmigrasi umum, semua ongkos ditanggung oleh
pemerintah, dan di lokasi mereka memperoleh lahan seluas dua hektar, rumah dan
alat-alat pertanian, serta biaya hidup selama 12 bulan pertama untuk di daerah
tegalan, dan 8 bulan pertama di daerah persawahan menjadi tanggungan
pemerintah. Secara keseluruhan selama periode orde baru pemerintah telah dapat
memindahkan sebanyak 6.708.526 orang atau 1.827.099 keluarga
(Kemenakertrans, 2012).
21
2.1.4.Transmigrasi Masa Reformasi atau Otonomi Daerah
Sampai dengan masa reformasi jumlah penduduk yang berhasil dipindahkan
dalam program transmigrasi, terus mengalami peningkatan. Namun demikian
tetap saja tidak dapat mengimbangi pertambahan penduduk di Pulau Jawa. Hal ini
selain disebabkan oleh tingginya migrasi masuk ke Pulau Jawa, juga karena masih
tingginya fertilitas penduduk di Pulau Jawa. Dengan demikian, jika dilihat dari
aspek demografis yang dikaitkan dengan pengurangan penduduk di Pulau Jawa,
program transmigrasi ini tidak mencapai sasaran.
Mengingat kondisi diatas, perlu dicari paradigma baru dalam pembangunan
transmigrasi. Hal ini kemudian memunculkan paradigma baru transmigrasi seperti
yang tercantum dalam Undang-Undang No. 15 tahun 1997 tentang
Ketransmigrasian dengan perubahannya dengan Undang-Undang No. 29 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang ketransmigrasian.
Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan tujuan penyelenggaraan transmigrasi
adalah untuk: (1) meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat
sekitar; (2) peningkatan pemerataan pembangunan daerah; dan (3) memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa. Jadi sasaran yang ingin dicapai adalah
meningkatkan kemampuan dan produktivitas masyarakat transmigrasi,
membangun kemandirian, dan mewujudkan integrasi di permukiman transmigrasi
sehingga ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara
berkelanjutan.
Penyempurnaan pelaksanaan transmigrasi yang diperlukan antara lain, agar
transmigrasi diupayakan secara merata di wilayah tanah air. Permukiman
transmigrasi tidak merupakan enclave serta memiliki keterkaitan fungsional
dengan kawasan sekitarnya. Berbagai kelompok etnis harus berbaur dalam
kebhinekaan, penduduk setempat juga harus mendapat perhatian yang sama, hal
ini untuk menghindari terjadinya potensi konflik antara pendatang dengan
penduduk setempat.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, sebagaimana dijelaskan dalam
Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah diatur
22
mengenai pelaksanaan sistem desentralisasi di Negara Indonesia. Pemerintahan
daerah akan memiliki tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar dalam
proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya masing-
masing. Untuk itu, pembangunan transmigrasi harus diletakkan pada kerangka
pembangunan daerah yang selanjutnya harus dapat dijabarkan dalam program-
program transmigrasi.
Pelaksanaan program transmigrasi dari waktu ke waktu menunjukkan
perkembangan dan peningkatan baik dari pelaksanaan pengembangan masyarakat
transmigrasi maupun kawasan transmigrasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 2014, dalam pengembangan masyarakat transmigrasi dan
kawasan transmigrasi pada pasal 94 dijelaskan: (1). Pengembangan masyarakat
transmigrasi dan kawasan transmigrasi merupakan pengembangan dari hasil
pembangunan kawasan transmigrasi untuk mewujudkan kawasan transmigrasi
sebagai satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah. (2).
Pengembangan sebagaimana dimaksud, mencakup pengembangan bidang
ekonomi, sosial budaya, mental spiritual, kelembagaan pemerintahan, dan
pengelolaan sumber daya alam dalam satu kesatuan. (3). Pengembangan
sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dilaksanakan berdasarkan rencana
pengembangan masyarakat transmigrasi dan kawasan transmigrasi serta jenis
transmigrasi. (4). Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, merupakan
tanggung jawab pemerintah dan atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya. Seperti dikatakan oleh Rahardjo (2016) semangat otonomi
daerah yang berupaya lebih mendekatkan pemerintah kepada rakyatnya itu
disertai penyerahan kewenangan dalam merancang kebijakan program
pembangunan. Pada sektor pertanian, pemerintah daerah dapat menentukan
komoditas unggulan sesuai potensi lokal dan menemukan beragam upaya inovasi
untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian.
2.2. Teori-Teori Pembangunan Transmigrasi.
Perpindahan suku bangsa di zaman prasejarah di Asia Tenggara, Melanesia dan
Polinesia selama ini didominasi oleh pendapat dari Kern dan Heine-Geldrern,
23
yangmengemukakan bahwa penduduk kepulauan Nusantara sekarang ini berasal
dari dataran Asia Tenggara. Teori tersebut mengemukakan bahwa terdapat dua
arah yang ditempuh oleh bangsa dahulu itu dalam perpindahan mereka. Arah
Barat daya melalui Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa ke Nusa Tenggara,
danarah Utara ke Taiwan, kemudian ke Selatan menuju Filipina, Kalimantan dan
Sulawesi, dan dari sana ke Irian, Melanesia dan Australia (Naim, 2013).Agar
tujuan pembangunan di berbagai bidang dapat tercapai secara efisien dan efektif
diperlukan alokasi sumber daya yang optimal. Sumber daya tersebut dapat berupa
sumber daya modal fisik, sumber daya manusia dan sumber daya alam.
Transmigrasi merupakan salah satu bentuk relokasi sumber daya manusia dalam
rangka percepatan pembangunan wilayah (Ananta, 1986).
Banyak faktor penyebab yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk
melakukan perpindahan. Hal ini disebabkan bahwa migrasi merupakan proses
selektif dari individu dengan karakteristik sosial, ekonomi, pendidikan, budaya
dan demografi. Faktor tersebut dapat bersifat ekonomis maupun non ekonomis.
Suharsono (1983) dalam Yulmardi (2008) mengatakan sebagian besar migran
meninggalkan daerah asal karena tidak memiliki tanah dan pekerjaan tetap, di
mana pergi ke daerah lain untuk memperoleh pekerjaan guna meningkatkan taraf
hidupnya. Faktor kemiskinan di daerah asal merupakan daya dorong untuk
melakukan migrasi tenaga kerja ke kota, dengan harapan untuk mendapatkan
pekerjaan, kesempatan kerja di kota lebih besar dari pada kesempatan kerja di
sektor pertanian di desa. Kurangnya sarana kehidupan di Sumatera Barat
mendesak penduduknya pergi merantau; karena kehidupan di rantau jauh lebih
mudah diperoleh dibandingkan kehidupan di daerah asal (Naim,2013). Sementara
motif kepindahan orang-orang Irlandia sebagian besar disebabkan oleh karena
kemelaratan yang luar biasa di daerah asalnya (Mc Gee, 1976). Sementara itu
menurut Tukiran(2002) faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan
mobilitas yaitu faktor ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan, agama dan
bencana alam.
Analisis Daya Dorong dan Daya tarik (Push Pull Theory) secara umum faktor
yang menyebabkan seseorang melakukan mobilitas penduduk, yaitu faktor
24
pendorong dan adanya faktor penarik. Teori daya dorong dan daya tarik (Push
pull Theory) di introdusir oleh Lee (1966), beliau mengatakan kondisi sosial
ekonomi di daerah asal yang tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan
(needs) seseorang, menyebabkan orang tersebut ingin pergi ke daerah lain yang
dapat memenuhi kebutuhannya. Jadi antara daerah asal dan daerah tujuan terdapat
perbedaan nilai kefaedahan wilayah (place utility). Daerah tujuan harus
mempunyai nilai kefaedahan wilayah yang lebih tinggi dibanding dengan daerah
asal untuk dapat menimbulkan mobilitas penduduk. Dengan kata lain, jika
dikaitkan dengan pembangunan, berdasarkan kerangka model ini dapat
dikemukakan bahwa ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan faktor
yang memicu mobilitas penduduk (Junaidi, et.al, 2005). Menurut Lee, ada empat
faktor yang berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk melakukan
perpindahan yaitu:(1) Faktor yang terdapat di daerah asal (2) Faktor yang terdapat
di daerah tujuan. (3) Faktor penghalang antara dan (4) Faktor-faktor pribadi.
Faktor 1, 2 dan 3 secara diagramatis dapat dilihat pada gambar 1.
Faktor yang terdapat di daerah asal maupun di daerah tujuan dapat bersifat positif
(+), negatif (-) atau netral (0) untuk bermigrasi. Faktor positif (+) di daerah asal
berarti mempunyai daya dorong terhadap penduduk/tenaga kerja untuk
meninggalkan daerahnya, sebaliknya faktor positif (+) di daerah tujuan berarti
mempunyai daya tarik terhadap seseorang untuk datang ke daerah tersebut.
Faktor negatif (-) di daerah asal akan berfungsi sebagai penghambat seseorang
untuk pergi ke daerah lain, sedangkan faktor negatif (-) di daerah tujuan adalah
faktor yang tidak di senangi oleh seseorang, sehingga akan menghambat
masuknya seseorang ke daerah tersebut. Faktor netral (0) pada umumnya tidak
berpengaruh terhadap seseorang untuk bermigrasi.
Dari segi ekonomi, faktor- faktor positif yang merupakan daya tarik dari
suatu daerah dapat berupa: terdapatnya peluang-peluang usaha, kesempatan kerja
yang lebih luas, upah nyata yang lebih tinggi, tersedianya fasilitas sosial yang
gratis atau murah, biaya hidup yang lebih murah, terdapatnya institusi ekonomi
yang lebih efisien, serta eksternal ekonomi yang lebih menguntungkan. Untuk
25
faktor negatif dapat berupa: tidak adanya peluang usaha dan kesempatan kerja,
tingkat upah rendah, biaya hidup tinggi, pajak tinggi dan sebagainya.
Secara diagramatis ketiga faktor tersebut digambarkan oleh Lee sebagai berikut:
(gambar 1).
Faktor penghalang antara
Daerah asal Daerah tujuan
Gambar 1. Faktor Daerah Asal, Daerah Tujuan serta Faktor
Penghalangdalam Keputusan Bermigrasi.
Sumber. Lee (1966)
Penilaian seseorang terhadap suatu faktor dapat bersifat positif (+), negatif (-) atau
netral (0). Hal ini tergantung pada keadaan pribadi orang tersebut yang
dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, kebutuhan, dan sifat-sifat pribadi.
Demikian juga persepsi faktor penghalang berbeda antara seseorang dengan orang
lain. Beberapa faktor penghalang antara lain jarak, biaya perjalanan, besarnya
jumlah anggota keluarga, peraturan atau undang-undang migrasi. Rintangan-
rintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda pada setiap orang yang
akan pindah. Ada orang - orang yang memandang rintangan-rintangan tersebut
sebagai hal yang sepele, dan ada juga yang menganggap sebagai hal yang berat
yang menghalanginya untuk pindah. Sedangkan faktor pribadi mempunyai
peranan penting karena faktor-faktor nyata yang terdapat di daerah asal atau
tempat tujuan belum merupakan faktor utama, karena pada akhirnya kembali
kepada keputusan seseorang tentang faktor tersebut, termasuk kepekaan pribadi
dan kecerdasannya. Faktor- faktor itu dapat mempermudah atau memperlambat
seseorang untuk bermigrasi.
+-00+ + -+- - 0 - -+ 0
+-0 + - + --+
0 -+-+
26
Berdasarkan berbagai faktor tersebut, menurut Todaro (2000) mengemukakan
bahwa motivasi utama seseorang untuk bermigrasi adalah motif ekonomi, yaitu
karena adanya ketimpangan ekonomi antar berbagai daerah. Motif tersebut
sebagai pertimbangan ekonomi yang rasional, dimana mobilitas mempunyai dua
harapan, yakni harapan untuk mendapatkan pekerjaan dan harapan memperoleh
pendapatan yang lebih tinggi dari pada yang diperoleh di daerah asal.Menurut
Munir (2010) faktor pendorong dan faktor penarik yang menyebabkan seseorang
melakukan migrasi dapat dikelompokkan:
Faktor-faktor pendorong diantaranya:
1. Makin berkurangnya sumber-sumber daya alam, menurunnya permintaan atas
barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin sulit diperoleh seperti hasil
tambang, kayu atau bahan dari hasil pertanian.
2. Menyempitnya lapangan kerja di tempat asal (misalnya di perdesaan) akibat
masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin (capital intensive).
3. Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku di daerah asal.
4. Tidak cocok lagi dengan adat/budaya/kepercayaan ditempat asal.
5. Alasan pekerjaan dan perkawinan yang menyebabkan tidak
bisamengembangkan karir pribadi.
6. Bencana alam baik banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau panjang
atau adanya wabah penyakit.
Faktor-faktor penarik diantaranya:
1. Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki
lapangan pekerjaan yang cocok.
2. Kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih baik.
3. Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
4. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan misalnya iklim,
perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas kemasyarakatan lainnya.
5. Tarikan dari orang yang diharapkan tempat berlindung.
27
6. Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat
kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang dari desa atau kota kecil.
Berkenaan dengan kajian ekonomi migrasi internal, oleh Lewis (1954), yaitu
tentang proses perpindahan tenaga kerja desa-kota, dimana model yang
dikembangkan Lewis pada tahun 1954 tersebut diperluas Fei dan Ranis pada
tahun 1961 dan merupakan teori umum yang diterima dan dikenal dengan Model
Lewis-Fei- Ranis (L-F-R). Fokus utama dari model ini, ekonomi yang belum
berkembang terdiri dari 2 (dua) sektor, yaitu (1) sektor subsistem pertanian yang
tradisional, dengan ciri produktivitas tenaga kerja nol atau rendah sekali, dan (2)
sektor industri modern di kota dengan produktivitas tinggi, yang mana tenaga
kerjanya merupakan transfer secara gradual dari sektor subsistem. Jumlah transfer
tenaga kerja dan tingkat pertumbuhan lapangan kerja berkaitan dengan perluasan
industri. Cepatnya transfer tenaga kerja dan pertumbuhan lapangan kerja ini
tergantung kepada besarnya investasi (Sunarto, HS, 1985). Diasumsikan bahwa
semua keuntungan yang diperoleh, diinvestasikan kembali, dan upah buruh adalah
tetap, dalam arti upah buruh di sektor industri lebih tinggi dari upah pekerja rata-
rata di sektor pertanian.
28
F
0
Gambar 2. Grafik Model Lewis-Fei-Ranis (L-F-R) Tentang Pertumbuhan
Sektor Modern Dalam Perekonomian Dua Sektor yang
Mengalami Surplus Tenaga Kerja.
Sumber: Todaro, MP, (2000).
Dalam kondisi ini pasaran tenaga kerja yang berasal dari desa akan sangat
longgar (perfectly elastic).Pada proses perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan
peluang kerja di sektor modern teori perpindahan tenaga kerja tersebut dijelaskan
lebih lanjut oleh Todaro (2000) dengan diilustrasikan pada gambar 2, yaitu proses
pertumbuhan sektor modern. Pada sumbu vertikal digambarkan upah riil dan
produk marginal tenaga kerja (diasumsikan sama dalam sektor modern yang
kompetitif) dan pada sumbu horizontal digambarkan kuantitas tenaga kerja.
Pada gambar 2, dapat dijelaskan, OA mencerminkan rata-rata pendapatan
subsisten rieldi sektor tradisional perdesaan. OW adalah upah riel di sektor
kapitalis, dimana tenaga kerja desa diasumsikan ‘tak terbatas’ atau elastis
D2
D3
D1
G B F
D2(K2) D3(K3) D1(K1)
W S
A
L1 L2 L3 Kuantitas Tenaga Kerja
K3>K2>K1
29
sempurna, seperti diperlihatkan kurva penawaran tenaga kerja WS. Pada tahap
awal pertumbuhan di sektor modern dan dengan suplai modal tertentu, yaitu K1,
kurva permintaan untuk tenaga kerja ditentukan oleh kurva D1(K1). Karena para
pengusaha di sektor modern yang memaksimalkan keuntungan diasumsi
membayar upah para pekerja sampai suatu titik, bahwa produk fisik marginal
mereka adalah sama dengan upah riel (yaitu titik potong F di antara kurva
penawaran dan permintaan tenaga kerja), total tenaga kerja sektor modern akan
sama dengan OL1. Total output sektor modernditunjukkan oleh area yang dibatasi
dengan titik-titik O D1 F L1. Bagian seluruh output yang dibayarkan kepada para
pekerja dalam bentuk upah karenanya akan sama dengan bidang persegi empat O
W F L1. Kelebihan output yang diperlihatkan oleh bidang W D1 F akan menjadi
total keuntungan yang diperoleh para kapitalis. Karena diasumsikan bahwa semua
keuntungan ini di diinvestasikan kembali, jumlah stok capital pada sektor modern
akan naik dari K1 ke K2. Stok kapital yang lebih besar ini mengakibatkan naiknya
kurva produk total sektor modern, yang kemudian menyebabkan kenaikan dalam
kurva permintaan atau produk marginal tenaga kerja. Pergeseran keluar dari kurva
permintaan ini ditunjukkan dengan garis D2(K2) dalam gambar tersebut. Tingkat
keseimbangan baru pada peluang kerja di kota terjadi pada titik G dengan tenaga
kerja yang dipekerjakan menjadi sebanyak O L2 Output total menjadi O D2 G L2,
sementara upah total dan keuntungan secara berturut-turut naik masing-masing
menjadi O W G L2 dan W D2 G. sekali lagi, keuntungan (W D2 G) yang lebih
besar tersebut di diinvestasikan kembali, sehingga meningkatkan seluruh stok
kapital menjadi K3, dan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke D3(K3) dan
menaikkan tingkat peluang kerja sektor modern menjadi L3.Demikian selanjutnya
proses ini berjalan, sehingga berapa pun jumlah tenaga kerja yang berasal dari
sektor pertanian akan terserap oleh sektor industri di kota. Dalam kondisi ini tidak
ada lagi pengangguran di desa maupun di kota (Gambar 2).
Kendatipun Lewis mengatakan bahwa konsepnya cocok untuk negara-negara
berkembang, namun kenyataannya tidaklah demikian.
Pertama, bahwa terciptanya lapangan kerja dan transfer tenaga kerja proporsional
dengan akumulasi modal, makin cepat pertumbuhan industri, maka makin cepat
30
pula pertumbuhan pekerja. Kenyataan di negara berkembang terjadi hal yang
sebaliknya, dimana semakin cepat pertumbuhan industri tetapi tidak diikuti
dengan pertumbuhan lapangan pekerjaan. Artinya industri dapat berkembang,
namun jumlah tenaga kerja tetap. Hal disebabkan industri tidak bersifatlabor
intensive tetapi bersifatcapital intensive.
Kedua, asumsi Lewis yang mengatakan bahwa di daerah pertanian terdapat
surplus tenaga kerja yang melimpah dan tanpa batas serta di perkotaan terdapat
kesempatan kerja yang luas, ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Tenaga kerja
di sektor pertanian tidak tanpa batas dan dilain pihak lapangan pekerjaan di kota
sangat terbatas.
Ketiga, asumsi Lewis tentang upah buruh di sektor industri yang tetap dalam arti
diatas upah buruh di sektor pertanian, maka pernyataan ini tidak seluruhnya benar.
Karena dalam kenyataannya, upah buruh baik di sektor pertanian di desa maupun
di sektor industri di kota secara substantif naik baik absolut maupun relatif
walaupun tingkat penganggurannya semakin meningkat (Sunarto, HS, 1985).
Bertolak dari beberapa kelemahan-kelemahan teori Lewis- Fei-Ranis, Teori
ekonomi tentang migrasi desa-kota juga dikemukakan oleh Todaro (1979), dalam
tulisannya yang terkenal ‘Expected income, models of rural urban migration’
dimana diasumsikan bahwa migrasi desa-kota pada dasarnya merupakan suatu
fenomena ekonomi yang rasional, walaupun pengangguran di kota menumpuk,
tetapi postulat Todaro adalah bahwa seseorang masih mempunyai harapan untuk
mendapatkan income yang lebih tinggi dari pada upah di sektor pertanian.Oleh
karena itu, keputusan untuk melakukan migrasi juga merupakan suatu keputusan
yang telah dirumuskan secara rasional. Pada intinya Todaro (2000) mendasarkan
pada pemikiran bahwa arus migrasi berlangsung sebagai tanggapan terhadap
adanya perbedaan pendapatan antara kota dengan desa. Mereka baru akan
memutuskan untuk melakukan migrasi jika penghasilan bersih di kota melebihi
penghasilan bersih yang tersedia di desa. Dengan kata lain dalam jangka waktu
tertentu harapan income di kota masih lebih tinggi dari di desa, walaupun telah
memperhitungkan biaya migrasi. Secara matematis teori Todaro dirumuskan
sebagai berikut:
31
E(Wu) = Wu. Eu/Lu
Dimana:E(Wu) =harapan income di kota
Wu = tingginya upah di kota
Eu = jumlah pekerjaan di kota
Lu = jumlah angkatan kerja di kota
Bila diperhatikan terdapat kaitan yang erat antara teori Todaro dengan teori Lee.
Menurut Todaro seseorang pergi ke kota karena faktor daya dorong yaitu
rendahnya pendapatan di desa, dan faktor penarik yaitu harapan akan
mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi dari pada pendapatan di desa. Dalam
kaitannya dalam masalah ini Mc Gee berpendapat bahwa faktor Daya dorong
terutama kemiskinan di desa lebih kuat dari daya tarik kota (Mc Gee, dalam
Sunarto, HS, 1985).
Pada hal kenyataannya, pertumbuhan lapangan pekerjaan di kota lebih rendah dari
pada pertumbuhan angkatan kerja. Bila diumpamakan di kota terdapat satu
kesempatan kerja, maka ada 2 sampai 3 orang datang dari desa. Dengan demikian
akan terdapat 1 sampai 2 orang yang akan menganggur. Jika di kota terdapat 100
kesempatan kerja, maka akan datang 200 sampai 300 orang dari desa. Sehingga
akan terdapat 100 sampai 200 orang yang akan menganggur. Makin besar suatu
kota, menurut Todaro, akan makin besar pula tingkat penganggurannya.
Meskipun angka pengangguran di daerah perkotaan cukup tinggi, secara logika
dan rasional ekonomi migrasi desa- kota akan tetap berlangsung, walaupun secara
rasional ekonomis, kecenderungan tersebut sangat merugikan jika dilihat dari
perspektif sosial.Disamping itu model ini juga masih mengandung banyak
kelemahan, karena menyamaratakan selera, tingkat pendidikan, tingkat penalaran
dan tingkat keterampilan dari semua tenaga kerja. Namun logika yang terkandung
dalam model ini ternyata mampu menjelaskan mengapa tenaga kerja pedesaan
yang berpendidikan lebih tinggi lebih terdorong untuk melakukan migrasi (karena
peluang mereka memperoleh pekerjaan dengan upah lebih tinggi di kota memang
cukup besar). Dorongan bagi mereka untuk melakukan migrasi jauh lebih besar
dari pada yang dirasakan oleh mereka yang kurang berpendidikan.
32
Jadi singkatnya, model migrasi Todaro (2000) memiliki empat pemikiran dasar
sebagai berikut:
1. Migrasi desa-kota dirangsang, terutama sekali, oleh berbagai pertimbangan
ekonomi rasional dan yang langsung berkaitan dengan keuntungan atau
manfaat dan biaya-biaya relatif migrasi itu sendiri (sebagian besar terwujud
dalam satuan moneter, namun ada pula yang terwujud dalam bentuk-bentuk
atau ukuran lain, misalnya saja kepuasan psikologis.
2. Keputusan untuk berimigrasi tergantung pada selisih antara pendapatan yang
diharapkan di kota dan tingkat pendapatan aktual di pedesaan.Pendapatan
yang diharapkan adalah sejumlah pendapatan yang secara rasional bisa
diharapkan akan tercapai dimasa-masa mendatang). Besar kecilnya selisih
pendapatan itu sendiri ditentukan oleh 2 variabel pokok, yaitu selisih upah
aktual di kota dan di desa, serta besar atau kecilnya kemungkinan
mendapatkan pekerjaan di perkotaan yang menawarkan tingkat pendapatan
sesuai dengan yang diharapkan.
3. Kemungkinan mendapatkan pekerjaan di perkotaan berkaitan langsung dengan
tingkat lapangan pekerjaan di perkotaan, sehingga berbanding terbalik dengan
tingkat pengangguran di perkotaan.
4. Laju migrasi desa-kota bisa saja terus berlangsung meskipun telah melebihi
laju pertumbuhan kesempatan kerja. Kenyataan ini memiliki landasan yang
rasional karena adanya perbedaan ekspektasi pendapatan yang sangat lebar,
yakni para migran pergi ke kota untuk meraih tingkat upah yang lebih tinggi
yang nyata (memang tersedia). Dengan demikian lonjakan pengangguran di
kota merupakan akibat yang tidak terhindarkan dari adanya
ketidakseimbangan kesempatan ekonomi yang sangat parah antara daerah
perkotaan dan daerah perdesaan (berupa kesenjangan tingkat upah tadi), dan
ketimpangan seperti ditemui di sebagian besar negara-negara berkembang.
Model migrasi desa-kota yang dikemukakan oleh Todaro, juga tidak terlepas dari
berbagai kelemahan terutama berkaitan dengan kelemahan metodologis, yaitu
berhubungan dengan asumsi yang digunakan (Titus, 1982).
33
1. Asumsi bahwa migran dari desa bersifat homogen. Pada hal kenyataannya
migran bersifat selektif terutama masalah umur dan pendidikan.
2. Asumsi bahwa kesempatan mendapatkan pekerjaan di kota bersifat random,
dalam arti bahwa semua migran mempunyai kesempatan yang sama di dalam
mendapatkan pekerjaan di kota. Asumsi ini hanya berlaku dalam sektor
informal.
3. Asumsi bahwa sektor formal bersifat terbuka, kenyataannya bahwa justru
sektor informal yang terbuka.Kecuali itu, Todaro melupakan bahwa
tumbuhnya sektor formal yang disebabkan oleh berbagai industri besar dapat
berpengaruh terhadap meluasnya sektor informal.
Berkenaan dengan fenomena migrasi Ravenstein yang disebut sebagai bapak
Migrasi merupakan peletak dasar teori gravitasi. Kemudian berkembang teori
gravitasi yang lain, termasuk Teori Lee yang telah dikemukakan terdahulu.
.Ravenstein telah menguraikan pendapatnya tentang fenomena migrasi yang
disusun dalam hukum-hukum migrasi yang terkenal sampai sekarang. Diantara
hukum-hukum tersebut adalah sebagai berikut:
1. Semakin jauh jarak, semakin berkurang volume migran Teori ini dikenal
sebagai distance-decay theory.
2. Setiap harus migrasi yang benar, akan menimbulkan harus balik sebagai
penggantinya.
3. Adanya perbedaan desa dengan kota akan mengakibatkan timbulnya migrasi.
4. Wanita cenderung bermigrasi ke daerah-daerah yang dekat letaknya.
5. Kemajuan teknologi akan meningkatkan intensitas migrasi
6. Motif utama migrasi adalah ekonomi.
7. Migrasi bertahap.
Pendapat Ravenstein yang sudah cukup lama tersebut, ternyata sampai saat ini
masih relevan. Pada dasarnya teori-teori migrasi yang lain merupakan
pengembangan dari hukum Ravenstein (Sunarto, HS, 1985). Selanjutnya
(Norris,1972) mengembangkan Hukum Ravenstein dan Lee, dengan memasukkan
faktor kesempatan antara (intervening opportunities) yang terdapat diantara
daerah asal dan daerah tujuan. Adanya kesempatan antara ini akan mengurangi
34
volume migran. Makin banyak kesempatan antara makin berkurang volume
migran di suatu daerah tujuan utama.
Norris (1972) berpendapat bahwa fenomena migrasi merupakan interaksi
keruangan, yaitu interaksi antara daerah asal dan daerah tujuan. Namun juga
diakui betapa pentingnya faktor penghalang (barriers) yang terdapat diantara
daerah asal dan daerah tujuan. Secara diagramatis teori Norris dapat digambarkan
sebagai berikut (Gambar 3).
Gambar3: Interaksi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migrasi
Sumber: Norris, (1972)
Pada bagian lain, pendekatan antropologis dalam migrasi menitik beratkan pada
hubungan kekerabatan. Berlangsungnya proses migrasi disuatu daerah tidak
terlepas dari kaitannya dengan eksistensi famili atau kawan yang telah tinggal
lebih dahulu didaerah tersebut. Migran pemula sebagai pioner akan menarik
penduduk dari daerah asal, yang mengakibatkan timbulnya pola migrasi berantai
KESEMPATAN ANTARA
DAERAH ASAL PENGHALANG DAERAH TUJUAN
DORONGAN IMIGRASI
MIGRAN KEMBALI
35
(chain migration). Harre 1966, dalam Sunarto, HS, (1985) telah mempelajari
proses migrasi berantai dari Pulau Pitcair suatu pulau kecil di Pasifik Selatan ke
New Zealand. Migrasi berantai ini juga terdapat di Indonesia terutama migrasi
penduduk dari Pulau Jawa ke daerah Lampung, setelah dari Lampung menyebar
ke daerah lain khususnya di Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Jambi.
2.3. Konsep Generasi Kedua di Berbagai Negara.
Generasi kedua (second generation) merupakan suatu istilah yang dapat
menimbulkan perbedaan persepsi baik sebagai gagasan deskriptif dan sebagai
kategori analitik. Penggunaan yang paling umum terkait dengan keturunan
generasi pertama, untuk migran negara tujuan adalah turunan kedua atau generasi
kedua. Komplikasi timbul ketika anak memiliki orang tua dari “perkawinan
campuran” misal bapak berkewarganegaraan Yunani sedangkan ibunya Jerman.
Kasus seperti ini banyak ditemui dalam penelitian Christou, A (2008).
Antara tahun 1945 dan 1973 satu diantara enam orang penduduk Yunani
beremigrasi. Mereka menuju Ke negara Amerika Utara dan Australia. Sekitar
tahun 1960, tujuan dominan adalah Jerman.Perkiraan total diaspora (istilah
migrasi) bangsa Yunani di Jerman berkisar antara 3 dan 7 juta, perbedaan tersebut
sebagian besar disebabkan keterbatasan data yang disebut “ diaspora migrasi”
sejak akhir abad ke 19 yang tersebar di Amerika Serikat, Kanada, Australia dan
Eropa Barat. Setelah tahun 1960 an, perekrutan tenaga kerja migran dihentikan,
namun diaspora Yunani di Jerman ditopang oleh keberlanjutan reunifikasi
keluarga dan kelahiran yang kedua generasi. Migrasi tenaga kerja kembali
berlangsung, meskipun dalam skala yang lebih kecil, terutama setelah bergabung
dengan komunitas Eropa pada tahun 1981.
Emigrasi Yunani ke Jerman merupakan migrasi tenaga kerja klasik, terstruktur
dengan upah dan pasar tenaga kerja Internasional. Tingkat pengangguran yang
tinggi serta pendapatan subsisten merupakan faktor pendorong berlangsungnya
migrasi keluar dari Yunani ke Jerman. Kekurangan tenaga kerja di Jerman telah
menghasilkan perjanjian antara pemerintah Yunani dan Jerman untuk perekrutan
tenaga kerja untuk memacu sektor industri agar tumbuh dan berkembang di
36
Jerman. Emigrasi Yunani ke Jerman berasal dari seluruh negara bagian, terutama
dari dataran tinggi wilayah Utara perdesaan yang tergolong miskin.
Menurut Christou, A (2008) tingginya arus migrasi yang berlangsung dari Yunani
ke Jerman menimbulkan kekhawatiran di Jerman. Pertama berkaitan dengan
keseimbangan gender, seperti kebanyakan migrasi tenaga kerja ke Eropa era ini,
mayoritas laki-laki, yang mencerminkan perekrutan tenaga kerja untuk bekerja di
pabrik dan pekerjaan konstruksi. Ini tentu akan menyebabkan banyaknya
pernikahan antara laki-laki migran Yunani dengan perempuan Jerman. Selama
periode (1960-1973) sebanyak 38 persen migran perempuan yang berasal dari
Yunani menikah dengan laki-laki Jerman, dimana mereka sebagian besar bekerja
terutama di bidang perlistrikan, pabrik dan jumlahnya lebih banyak dibanding
dengan perempuan Jerman. Kedua tidak berkaitan dengan masalah pertama, yaitu
mengirim kembali anak-anak mereka ke Yunani dan tinggal bersama kerabat. Ada
dua alasan hal ini dilakukan (1).memungkinkan kedua orang tua untuk bekerja
penuh waktu (full time). (2). Anak-anak mereka tidak dirugikan oleh kurangnya
pendidikan dan kebudayaan. Melalui cara demikian pengaturan keluarga, bahasa
dan kehidupan sosial tetap terjaga dan akan menarik diaspora untuk melakukan
kunjungan di saat liburan.
Keinginan yang kuat untuk pindah ke sebuah negara selalu dibayangi oleh
perasaan merasa terikat oleh ikatan keluarga (the power of the family) dan
keturunan etnis dapat dilihat sebagai sebuah proyek eksistensial kembali ke tanah
air leluhur. Isu penting adalah kenyamanan yang luar biasa padasecondgeneration
kembali dalamliteratur berkembang pada migran transnasionalisme atau
kehidupan transnasional.
Menurut Alesina dan Giuliano (2010) The strength of family ties varies
across cultures and it matters for economic decisions. Artinya kekuatan ikatan
keluarga bervariasi antar budaya dan itu penting untuk keputusan ekonomi. Ikatan
keluarga yang lemah akan menumbuhkan peran gender egaliter dimana laki-laki
dan perempuan sama-sama berpartisipasi dalam pekerjaan dan pekerjaan rumah
tangga. Ikatan keluarga yang kuat didasarkan pada “laki-laki pencari nafkah” di
37
mana orang bekerja penuh waktu dan perempuan mendedikasikan dirinya untuk
pekerjaan rumah tangga. Dalam struktur keluarga tradisional, oleh jaringan
pertukaran antar generasi berdasarkan solidaritas dimana tenaga kerja laki-laki
adalah penyedia ekonomi primer dan wanita tetap di rumah. Sebagai bukti dapat
dicontohkan pada imigran generasi kedua di Amerika Serikat (Alesina dan
Giuliano, 2010). Misalnya seorang wanita yang tidak dapat pekerjaan karena
nasib buruk, kemalasan atau karakteristik individu lain mungkin menghabiskan
lebih banyak waktu di rumah atau meyakinkan diri dan menganggap keluarga
yang penting. Untuk membatasi keprihatinan ini, dapat dipelajari dari berbagai
bentuk ikatan keluarga dari negara asal imigran generasi kedua di Amerika
serikat. Ikatan keluarga yang kuat antara imigran dengan daerah asal ditandai
dengan adanya semacam “bagasi budaya” yang dibawa orang tua dan
mengirimkannya ke generasi selanjutnya.
2. 4.Generasi Kedua Transmigrandi Indonesia.
Istilah transmigrasi dalam hal pemindahan penduduk di Indonesia
digunakan oleh pemerintah Indonesia terutama setelah kemerdekaan tahun 1949.
Tujuannya adalah untuk meringankan tekanan penduduk dan meningkatkan
kesatuan dan persatuan bangsa. Pada waktu itu tahun 1950 Presiden Soekarno
istilah transmigrasi “masalah hidup dan mati bagi bangsa Indonesia”. Pada tahun
1965, Soekarno menetapkan target pemindahan penduduk sebanyak 1,5 juta orang
per tahun, setara dengan peningkatan populasi pulau Jawa waktu itu (Jones 1979
dalam Fearnside.P, 1997).
Pada masa era Presiden Suharto (masa orde baru) usaha untuk mempercepat
program transmigrasi semakin intensif, karena dengan meningkatnya
pertumbuhan penduduk dapat menghalangi pembangunan nasional. Sejak tahun
1969, perencanaan pembangunan di Indonesia di rancang dalam Repelita, atau
rencana pembangunan lima tahun. Pada tahun 1989 total kumulatif keluarga yang
sampai tiga kali yang pindah secara spontan (Fearnside, P.M, 1997).
Transmigrasi umum (TU) merupakan jenis transmigrasi yang disponsori
telah dipindahkan mencapai 1 juta KK atau sekitar 5 juta jiwa, dan ditambah dua
38
oleh Pemerintah. Dalam program ini pemerintah menyediakan transportasi ke
lokasi permukiman, infra struktur, rumah dan tunjangan hidup sampai mereka
dapat menghasilkan panen pertama. Bidang pertanian merupakan dukungan untuk
sebagian besar transmigran yang pindah selama ini. Dalam pola transmigrasi
normal, setiap keluarga menerima 0,25 ha untuk rumah dan pekarangan 1,0 ha
untuk potensi daerah sawah, dan 0,75 ha lahan pertanian dataran tinggi. Dalam
proyek transmigrasi yang dimulai tahun 1970-an, di Provinsi Jambi dan Sumatera
selatan seperti Rimbo Bujang, diberi tambahan 3 Ha kepada transmigran untuk
menanam karet (Suratman dan Guinnes dalam Fearside, 1997).
Generasi Kedua adalah suatu istilah yang digunakan yang dapat memberikan
tantangan baik sebagai gagasan deskriptif dan sebagai kategori analitik.
Penggunaan istilah yang paling umum adalah terkait dengan “Keturunan Generasi
Pertama”, untuk daerah tujuan transmigrasi di Indonesia.
Berdasarkan pelaksanaan transmigrasi yang telah berjalan cukup lama di
Indonesia (khususnya) sejak Repelita (1969/1970) sampai saat ini diduga sudah
terjadi berbagai perkembangan. Dalam kurun waktu 47 Tahun pelaksanaan
transmigrasi di Indonesia tidak saja telah menghasilkan generasi kedua, bahkan
telah melahirkan turunan ketiga.
Meningkatnya roda perekonomian di lokasi transmigrasi berdampak terhadap
peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) anak-anak para transmigran.
Banyak diantara mereka yang berpendidikan sarjana dan kemudian bekerja
sebagai pegawai negeri di kantor-kantor pemerintahan. Diantara mereka banyak
juga yang secara rutin berkunjung kedaerah asalnya di Jawa sekaligus secara tidak
langsung telah menunjukkan keberhasilan setelah mengikuti program transmigrasi
(Alihar, F,2012).
Dari tanah transmigrasi, muncul banyak orang sukses. Mereka umumnya
generasi kedua anak-anak transmigran yang mengikuti jejak orang tuanya di
kampung yang baru. Ada yang jadi guru besar, dosen dan pengusaha. Bahkan
ribuan guru sekolah yang tentu secara prestasi dan ekonomi lebih makmur
dibandingkan dengan saudara-saudara mereka di Pulau Jawa yang enggan menjadi
transmigran.
39
Pencapaian bidang pendidikan paralel dengan keberhasilan di bidang ekonomi.
Rata-rata anak-anak transmigran mampu membuktikan diri menjadi
entrepreneurshipsejati di tanah rantau. Sebut saja Dominikus Supriyanto, seorang
pengusaha sepeda motor di Pasaman Barat. (http://Tabloid Perempuan Indonesia
Transmigrasi Sukses, 30 Desember, 2013). Keberhasilan lain seperti dikutip dari
Dewabrata(2007) generasi kedua yang merupakan anak-anak dari para
transmigran seperti Arbain, yang menikmati kerja keras orang tuanya. Mereka
bisa menyekolahkan anaknya ke Jawa, membangun rumah dan membeli berbagai
perabot rumah. Lain lagi Sarno (37 tahun) generasi kedua transmigran, kini
menguasai 4,5 hektar kebun karet. Dia mengaku sangat bahagia dengan
keberhasilan yang dicapai di bumi transmigrasi. Hasil kebun karetnya bisa
membangun 2 buah rumah yang relatif mewah untuk ukuran desa transmigrasi.
Keberhasilan lain adalah telah menjadikan 125.000 keluarga petani plasma
tangguh yang masing-masing memiliki 2 Ha lahan tanaman pokok, 0,75 Ha lahan
pekarangan dan 0,25 Ha lahan perumahan. Rata-rata pendapatan mereka lebih
dari Rp 4-5 juta per bulan untuk tanaman sawit, telah melunasi cicilan kredit yang
diberikan oleh Bank. Mereka juga telah menerima berbagai fasilitas permukiman
yang disediakan oleh pemerintah lebih baik. Akan tetapi, usaha-usaha kerja keras
yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini PT. Perkebunan Nusantara
(PTPN), Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi, Pemerintah Provinsi, telah
mencapai sasaran dengan menyerahkan sepenuhnya kepada petani itu sendiri
ataupun kepada anak-anak mereka sebagai generasi kedua.
2.5. Aspek Kesejahteraan
Tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk merubah suatu kondisi dari keadaan
semula ke keadaan yang lebih baik. Tujuan akhir pembangunan ekonomi untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat tersebut, Amir (2007) dapat dilihat dari:
1) Meningkatnya pendapatan masyarakat, adanya distribusi dan pemerataan
pembagian barang dan jasa.
2) Meningkatnya kualitas hidup masyarakat.
40
3) Berkembangnya perekonomian dan kehidupan social.
Dalam konteks lain dikatakan dengan pembangunan terjadinya perubahan
kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik, dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya. Istilah kesejahteraan berasal dari kata sejahtera yang berarti aman
sentosa dan makmur dan dapat berarti selamat terlepas dari gangguan, sedangkan
kesejahteraan diartikan dengan hal atau keadaan sejahtera, keamanan,
keselamatan dari ketentraman (Dirdjosisworo, S. 2003).
James. W. Sasongko (2013) mengatakan kesejahteraan adalah sesuatu yang utuh,
meliputi kekayaan financial dan kekayaan kehidupan, kesejahteraan juga soal
perlakuan, dan juga soal membangun lingkungan kerja yang layak.Kata
kesejahteraan berasal dari kata sejahtera yang dapat diartikan
terpenuhinyakeinginan secara lahir dan bathin. Atau ketika manusia telah mampu
untuk memenuhi kebutuhan baik secara ekonomi maupun non ekonomi.
Pada bagian lain Ah Maftuchan et al (2016) memaknai istilah kesejahteraan
sebagai kondisi taraf hidup masyarakat yang secara ekonomi dapat diukur dari
pendapatan per kapita. Pada hal, ukuran pendapatan per kapita tersebut seringkali
tidak mampu menjelaskan persoalan ketimpangan manakala bagian terbesar dari
pendapatan nasional hanya dinikmati oleh segelintir penduduk lapisan kaya dan
super kaya. Kritik terhadap pendekatan ekonomi ini telah menyebabkan
munculnya dua aliran pemikiran utama. (1). Kesejahteraan sosial mencakup tidak
hanya pemenuhan kebutuhan pokok tetapi juga keseluruhan aspek kualitas hidup
manusia. (2). Menempatkan kesejahteraan sosial dalam lingkup artian yang
terbatas, bahkan cenderung sempit. Secara khusus aliran kedua ini berupaya
membedakan aspek pertumbuhan ekonomi di satu sisi, dengan aspek
kesejahteraan sosial di sisi lain.
Selanjutnya Dwiyanto, A et al (1998) dalam Nasikun (1993) menyebutkan
konsep sejahtera dapat dirumuskan sebagai padanan makna dari konsep martabat
manusia. Dalam konsep ini terdapat empat indikator yang digunakan yaitu (1) rasa
aman (security), (2) kesejahteraan (welfare), kebebasan (freedom), dan (4) jati diri
(identity). Keempat indicator ini jelas mencerminkan variabel yang lebih luas
dibandingkan dengan hanya kesejahteraan sebagai variabel ekonomi.
41
Masing-masing indikator tersebut dapat diterjemahkan lagi ke dalam
ukuran yang lebih khusus. Rasa aman dapat diketahui dari kerentanan terhadap
kematian dan kerentanan terhadap kemiskinan atau pengangguran. Kerentanan
terhadap pengangguran dilihat berdasarkan jumlah penduduk yang tidak memiliki
lapangan pekerjaan. Keduanya sebenarnya juga mencerminkan kesejahteraan
(welfare) dalam arti sempit karena di dalamnya terkandung variabel kesehatan
fisik dan kepemilikan terhadap barang-barang dan komoditas. Sedangkan untuk
variabel ketiga dan keempat merupakan indikator yang sulit di ukur berdasarkan
data makro. Indikator ini lebih bersifat individu yang melibatkan mobilitas sosial,
kepemilikan waktu luang, aktualisasi diri tindakan kekerasan terhadap anak dan
keluarga.
Terkait dengan pembangunan ekonomi Irawan dan Suparmoko (2014)
mengatakan pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf
hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan pendapatan nasional. Indikator
ini merupakan salah satu besaran yang digunakan untuk mengukur laju
pembangunan dan perkembangan tingkat kesejahteraan suatu negara dari waktu
ke waktu. Pendapatan nasional didefinisikan juga sebagai jumlah barang-barang
dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu negara pada periode tertentu,
biasanya dalam satu tahun.
Secara makro, Produk Domistik Bruto (PDB) juga dapat digunakan untuk
menganalisis tingkat kesejahteraan sosial suatu masyarakat. Umumnya ukuran
tingkat kesejahteraan yang dipakai adalah tingkat pendidikan, pengeluaran,
kesehatan dan gizi, produktivitas, tingkat tabungan, kebebasan memilih pekerjaan
dan jaminan masa depan yang lebih baik. Ada hubungan positif antara tingkat
PDB per kapita dengan tingkat kesejahteraan sosial, makin tinggi PDB per kapita,
tingkat kesejahteraan sosial makin baik (Rahardja dan manurung, 2001).
Pada aspek mikro pengukuran kesejahteraan dapat juga dilakukan dengan
pendekatan teori produksi. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan
penggunaan faktor-faktor produksi. Faktor produksi terdiri dari sumber daya alam
(lahan), sumber daya manusia (tenaga kerja), modal dan keahlian. Dengan
42
membandingkan penggunaan input-input produksi yang dimiliki atau digunakan
oleh pemilik faktor produksi, dalam meningkatkan value added.
Pembangunan transmigrasi ke depan masih dipandang relevan sebagai suatu
pendekatan untuk mencapai tujuan kesejahteraan, pemerataan pembangunan
daerah, serta perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, kebijakan
penyelenggaraan transmigrasi perlu diperbaharui, dan disesuaikan dengan
kecenderungan perubahan yang terjadi. Dengan perubahan tata pemerintahan
2009- 2014, penyelenggaraan transmigrasi diarahkan sebagai pendekatan untuk
mendukung pembangunan daerah, melalui pendekatan peningkatan produksi,
perluasan kesempatan kerja, serta penyediaan kebutuhan tenaga kerja terampil
baik dengan peranan pemerintah maupun swadana daerah melalui kebijakan
langsung maupun tidak langsung.
Salah satu faktor pendorong transmigrasi adalah semakin sempitnya lahan
pertanian yang dimiliki oleh para petani di daerah asal dan bahkan tidak memiliki
lahan sama sekali untuk digarap. Dengan motivasi yang tinggi dan harapan di
tempat yang baru memperoleh kesempatan untuk mendapatkan lahan yang lebih
luas untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dalam masyarakat transmigrasi alokasi
waktu merupakan faktor penentu terhadap jumlah produksi yang dihasilkan.
Sehingga dapat dikatakan besar kecilnya jumlah pendapatan yang diperoleh
terutama ditentukan oleh penggunaan waktu yang dialokasikan untuk kegiatan
yang produktif.
Alokasiwaktu dalam rumah tangga merupakan sesuatu yang harus diatur
dengan cermat. Pertimbangan waktu tersebut dialokasikan untuk kegiatan
bersenang-senang dan bekerja di pasar. Becker (1965) dalam Elfindri dan Bachtiar
(2004) mengasumsikan bahwa waktu tidak dapat dinikmati jika dalam
mengkonsumsi barang-barang tidak membutuhkan waktu. Secara serentak
kepuasan yang diperoleh berasal dari masukan waktu untuk menikmati konsumsi
dan masukan konsumsi yang dikonsumsi. Ini berarti waktu yang digunakan untuk
aktivitas tersebut harus dinilai sebesar harga pasar setiap waktu yang digunakan,
dengan kata lain bila tingkat upah meningkat, maka harga relatif waktu untuk
aktivitas pekerja yang menyita waktu juga akan meningkat. Meningkatnya
43
pendapatan rumah tangga berkorelasi positif dengan pengeluaran konsumsi
keluarga.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi: (1) faktor-
faktor ekonomi, (2) faktor-faktor Kependudukan, dan (3) faktor-faktor non-
ekonomi. Faktor ekonomi menurut Rahardja dan Manurung (2001) yaitu: (a)
pendapatan rumah tangga, biasanya makin tinggi tingkat pendapatan, tingkat
konsumsi makin tinggi pula, karena bila tingkat pendapatan meningkat,
kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi
besar.(b) kekayaan rumah tangga, pengertian kekayaan rumah tangga adalah
kekayaan riel (misalnya rumah, tanah, dan mobil) serta finansial (deposito, saham,
surat-surat berharga). Kekayaan-kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi,
karena menambah pendapatan disposable.(c) tingkat bunga, jika tingkat bunga
tinggi orang cenderung menyimpan uang di bank karena lebih menguntungkan
ketimbang dihabiskan untuk konsumsi, dan jika tingkat bunga rendah, yang terjadi
adalah orang cenderung meminjam uang untuk digunakan menambah
konsumsinya, dan (d) perkiraan tentang masadepan.Bila rumah tangga
memperkirakan masa depannya makin baik pada saat ini, mereka akan lebih
leluasa untuk melakukan konsumsi, sehingga pengeluaran konsumsi cenderung
meningkat. Bila rumah tangga memperkirakan masa yang akan datang makin
jelek, mereka pun mengambil ancang-ancang dengan menekan pengeluaran
konsumsi, sehingga tabungan akan meningkat.
Dalam konsep pembangunan transmigrasi kedepan hal yang ingin dicapai adalah,
secara internal transmigrasi dapat meningkatkan kesejahteraannya dibandingkan
dengan kondisi di daerah asal. Penyediaan lahan oleh pemerintah pada awalnya
sebanyak 2 Ha. Lahan tersebut hanya diperuntukkan bagi kelangsungan hidup
transmigrasi dan keluarganya satu generasi. Berdasarkan kondisi di lapangan saat
ini transmigrasi telah mempuyai keturunan sampai dengan generasi kedua, bahkan
generasi ke tiga. Sementara itu anak-anak mereka telah masuk dalam usia kerja,
sehingga waktu yang tersedia untuk kegiatan yang produktif semakin bertambah.
Seiring dengan semakin bertambahnya waktu yang dapat dimanfaatkan di pasaran
kerja sementara lahan yang akan diolah terbatas maka banyak waktu yang
44
terbuang. Konsekuensinya dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
dibutuhkan lahan yang lebih luas untuk memenuhi kebutuhan mereka, sedangkan
pemerintah daerah dalam hal ini punya keterbatasan untuk menyediakan lahan
untuk itu. Jika hal ini yang terjadi tentu akan berdampak terhadap pemupukan
modal (investasi). Bila hal ini tidak diperhatikan tentu akan menjadi beban bagi
transmigrasi dan keluarganya dan akan mengganggu kesejahteraan transmigrasi.
Seperti apa yang dikatakan oleh salah seorang generasi kedua transmigran
(Sudarno, 2012) yang dikutip dari Syafwan, B (2012) sebagian dari transmigrasi
kehidupannya mulai membaik, sebaliknya ketersediaan lahan berkurang. Oleh
karena itu orang tua harus mencarikan alternatif untuk kehidupan anak-anaknya,
mereka disekolahkan supaya ada bekal hidup diluar kebun yang dimiliki orang
tuanya.
Alternatif yang akan dilakukan adalah bagaimana agar generasi kedua tidak
tergantung hanya terhadap lahan yang ada dan mereka juga tidak terjebak hanya
di sektor pertanian. Dengan berbekal tingkat pendidikan yang dimiliki oleh
generasi kedua yang lebih baik, maka peluang kerja tidak hanya dapat diperoleh di
daerah transmigrasi di bidang pertanian, akan tetapi semakin terbuka di sektor non
pertanian baik di kawasan transmigrasi maupun diluar kawasan transmigrasi.
Berdasarkan kondisi tersebut diharapkan ke depan transmigrasi tidak menjadi
beban tambahan bagi pemerintah di era otonomi daerah.
Berdasarkan teori, pendapat dan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya
dalam upaya untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan program transmigrasi di
Provinsi Jambi dibandingkan kesejahteraan yang dicapai dari generasi ke
generasi. Sebagai indikator dalam kesejahteraan generasi kedua transmigran
digunakan beberapa variabel yang bersifat lebih mikro atau individual. Variabel-
variabel tersebut lebih mencerminkan karakteristik ekonomi dibandingkan dengan
variabel non ekonomi.
1) Kepemilikan lahan, dalam hal ini dibandingkan luas kepemilikan lahan rata-
rata yang dikuasai oleh generasi kedua dengan generasi pertama.
45
2) Kondisi perumahan,hal ini dapat tergambar dari beberapa indikator berikut:
Luas lantai per kapita, Jenis lantai terluas, Jenis dinding terluas dan Jenis
atapterluas.
3) Kepemilikan asset rumah tangga, beberapa indikator yang digunakan
dalam riset ini adalah: Kepemilikan mobil, Kepemilikan sepeda motor,
Kepemilikanmesin cuci, dan kepemilikan kulkas.
4) Penghasilan dan tabungan, merupakan jumlah barang dan jasa yang
diperoleh responden yang berasal dari pekerjaan utama dan sampingan
dalamkurun waktu tertentu. Sedangkan tabungan merupakan bagian dari
pendapatan yang tidak dikonsumsi oleh responden akan tetapi merupakan
investasi.
5) Aspek ketenagakerjaan, kesejahteraan dapat juga di ukur
denganmembandingkan: Status pekerjaan, Lapangan usaha, Jenis pekerjaan
dan Jam kerja.
6) Pendidikan,pendidikan formal yang ditamatkan oleh responden merupakan
Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan secara sosial.
Beberapa indikator kesejahteraan tersebut juga digunakan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Junaidi (2012) dengan berpedoman pada data PODES 2008, dan
Sensus Ekonomi 2006. Keenam indikator yang digunakan untuk mengukur
tingkat kesejahteraan generasi kedua transmigran akan dilakukan pengujian secara
deskriptif dan untuk beberapa indikator tertentu selain uji deskriptif juga
dilanjutkan dengan uji Chi Kuadrat.
2.6. Permukiman Kembali di Negara-Negara Lain
Perpindahan penduduk (migrasi) merupakan bentuk relokasi sumber daya modal
manusia. Sebagaimana halnya sumber daya fisik, sumber daya manusia cenderung
untuk pindah (dialokasikan) pada daerah yang memberikan nilai tambah (value
added) yang relative lebih tinggi. Migrasi juga dapat berpengaruh positif pada
pertumbuhan ekonomi di daerah asal dan tujuan. Migrasi dapat pula merupakan
salah satu jalan untuk memperbaiki standar hidup dan kesejahteraan seseorang
dan keluarganya (Alatas,1995).
46
Dalam teori ekonomi disebutkan bahwa, mekanisme pasar akan mampu untuk
mengalokasikan sumber daya secara efisien. Mekanisme pasar akan berlangsung
berdasarkan kekuatan demand dan supply. Cara kerja ini akan cepat menunjukkan
dimana terjadinya kelebihan permintaan (excess demand) dan kelebihan
penawaran (excess supply). Apabila mekanisme pasar gagal berada pada arah
yang diinginkan (benar), untuk itu diperlukan adanya intervensi pemerintah agar
mekanisme pasar memberikan hasil sesuai dengan keinginan.
Terkait dengan alokasi sumber daya manusia, ketika migrasi berada pada arah
yang tidak sesuai (katakanlah pindahnya penduduk dari desa ke kota, sedangkan
kota sudah memiliki jumlah penduduk yang begitu padat atau terjadi perpindahan
penduduk dari daerah yang jarang ke daerah yang padat penduduknya), maka
perlu campur tangan pemerintah untuk membuat migrasi berjalan ke arah yang
benar. Salah satu bentuk campur tangan pemerintah tersebut adalah melalui
transmigrasi atau yang dikenal secara umum sebagai bentuk permukiman kembali
penduduk (Junaidi, 2012).
Permukimankembali penduduk adalah konsep yang sudah populer, sejak
kebijakan distribusi penduduk dimulai dan semakin penting dalam mengatasi
masalah kependudukan, terutama ketimpangan persebaran penduduk.Permukiman
kembali diterjemahkan dari kata resettlement. Settlement bermakna a place where
people have come to live and make their homes, especially where few or no people
lived before. Sedangkan to resettleberarti to go and live in a new country or area.
Kata lain yang terkait dengan resettlement antara lain relocation, movement,
passage, exodus, immigration.Dengan demikian permukiman kembali
didefinisikan sebagai kegiatan memindahkan penduduk dari suatu tempat ke
tempat yang lain dengan tujuan menetap (Soegiarto, at al. 2005).
Permukiman kembali merupakan kegiatan yang di dalamnya mengandung
pemahaman tentang penduduk yang pindah. Penyelenggaraan perpindahan
penduduk ini tidak hanya terdapat di Indonesia. Di Asia antara lain Thailand,
Malaysia dan Vietnam. Di Amerika Latin diantaranya Peru, Paraguay dan Brazil.
Di Afrika seperti Tunisia, Ghana dan Nigeria. Permukiman kembali penduduk di
47
setiap negara memiliki latar belakang dan sasaran-sasaran yang berbeda, kendati
demikian pada dasarnya alasan tersebut mencakup kepentingan-kepentingan
politik, ekonomi, sosial, budaya dan Hankam, bahkan dalam upaya untuk
pemantapan ideologi (Yudohusodo, 1997).
Tabel 2.1 Komparasi Tujuan Program Permukiman Kembali pada Tujuh Negara.
No. Persamaan Negara
1 Demografi (penyebaran penduduk,
Distribusi penduduk)
Thailand, Malaysia, Vietnam,
Indonesia, Tunisia, Brazil
2 Sosial (pengentasan kemiskinan,
Pengangguran, reformasi agraria)
Thailand, Malaysia, Vietnam,
Indonesia, Tunisia, Brazil, Australia
3 Ekonomi (pembangunan daerah,
Pengembangan areal pertanian)
Thailand, Malaysia, Vietnam,
Indonesia, Tunisia, Brazil
4 Politik (interaksi sosial budaya,
Geopolitik, integrasi politik)
Thailand, Malaysia, Vietnam
Indonesia, Tunisia, Brazil, Australia
No. Keunikan Program, Negara
1 Mengisi pembangunan pusat-pusat
Industry, jarak dekat Self DefenseVillages, Thailand
2 Sosial Ekonomi, bukan Cuma-Cuma
(no charity) FELDA, Malaysia
3 Lintas Etnis, interaksi sosial budaya Zone Ekonomi Baru, Vietnam
4 Pembangunan infra struktur dan
permukiman, skala kecil Namatjira, Australia
5 Ekonomi skala kecil Lembah Majerda, Tunisia
6 Pertahanan keamanan, reformasi
agraria
Incra Precidencia, Brazil
Sumber: The Oxford World Atlas, 1994 dalam Soegiarto at al, 2005.
Berdasarkan Tabel 2.1,Soegiarto, et al (2005) menyatakan tujuan umum
program permukiman kembali mempunyai persamaan antara satu negara dengan
negara lain.Perbedaan yang ada lebih disebabkan oleh spesifikasi dan kondisional
dari masing-masing negara oleh karena itu pembahasan lebih ditekankan pada
persamaan daripada perbedaan yang ada. Dalam konteks penyelenggaraannya,
dijumpai pula beberapa perbedaan dan persamaannya dengan program
48
transmigrasi di Indonesia. Model tersebut mencakup seleksi lokasi, seleksi calon
pemukim, serta pemilihan dalam komoditas dan pembagian lahan.
2.6.1. Seleksi Lokasi
Seleksi lokasi merupakan kegiatan yang paling utama dilakukan dari serangkaian
kegiatan permukiman penduduk. Secara umum penentuan wilayah di dasarkan
pada tujuan untuk mengurangi jumlah penduduk. Seleksi lokasi dilakukan untuk
memantapkan penentuan areal permukiman yang diharapkan dapat memberikan
kehidupan yang lebih aman dan lebih baik bagi penduduk yang dimukimkan.
Terdapat variasi dalam hal pembagian wilayah-wilayah padat penduduk sebagai
target daerah asal, dengan cakupan mulai dari provinsi sampai ke kecamatan.
Dijumpai pula pembagian wilayah berdasarkan kawasan Utara dan Selatan,
daratan tinggi dan rendah, serta bentuk pertimbangan lainnya.
Di Vietnam, permukiman kembali penduduk dimulai pada zaman kolonial
Perancis. Setelah Perancis meninggalkan Vietnam, Pemerintahan Vietnam
mengambil alih program pemindahan penduduk. Pemindahan penduduk dilakukan
dari Utara ke Selatan, dari kota ke desa, dan dari dataran rendah ke dataran tinggi,
serta dari provinsi yang padat penduduk ke provinsi yang mempuyai penduduk
yang jarang. Perhatian pemerintah baru diarahkan pada pemindahan penduduk
dalam jumlah besar dari kota Vietnam Selatan ke daerah perdesaan, ke daerah asal
mereka atau ke Zona Ekonomi Baru (Soegiarto, at al. 2005).
Di Malaysia, upaya permukiman penduduk lebih mempertimbangkan terjadinya
pemerataan pendapatan antar wilayah dibandingkan pemerataan dalam jumlah
penduduk. Wilayah yang dipilih untuk menerima pemukim terdapat di enam
negeri bagian, tiga diantaranya negeri bagian dengan pendapatan terendah yang
terdapat di pantai timur (Kelantan, Pahang dan Trengganu). Demikian pula
dengan wilayah yang berada di bagian utara Kedah, yang merupakan wilayah
berpenduduk jarang dibandingkan dengan negeri bagian yang ada di bagian barat
semenanjung. Di Negara-negara Amerika Latin, secara umum pemindahan
penduduk merupakan permukiman kembali penduduk dari wilayah dataran tinggi
49
ke daerah rendah beriklim tropis, kecuali Peru dimana era gurun dipilih sebagai
wilayah untuk kolonisasi pertanian (Junaidi, 2012).
2.6.2. Seleksi Calon Pemukim
Pertimbangan utama yang perlu diperhatikan dalam seleksi calon pemukim adalah
latar belakang pemukim, keuletan serta keterampilan yang dimiliki. Ke semua
faktor-faktor tersebut tercermin dalam kriteria pemilihan seperti umur, latar
belakang keluarga, pengalaman di bidang pertanian, serta motivasi dalam
mengikuti program. Calon pemukim yang lulus seleksi diberi pendidikan dan
pelatihan sesuai dengan tujuan program permukiman kembali yang dilaksanakan.
Secara garis besar kriteria, seleksi ini dapat dibedakan atas dua bentuk. Pertama
kriteria seleksi yang ditujukan pada kelompok penduduk yang paling tidak
beruntung, misalnya penduduk miskin dan petani tanpa lahan atau yang berlahan
sempit. Kedua, kriteria seleksi yang ditujukan kepada sumber daya yang lebih
berkualitas dan memiliki inisiatif. Kedua bentuk seleksi yang dilakukan ini
menunjukkan orientasi dari program yang dilaksanakan, apakah termasuk dalam
kerangka tujuan sosial atau ekonomi.
“Seleksi Untuk Tujuan Sosial”
Secara umum pelaksanaan permukiman kembali penduduk di berbagai negara
tidak semata-mata dalam rangka penyeimbangan jumlah penduduk. Program ini
diselenggarakan lebih sebagai pendekatan untuk mencapai tujuan yang lebih luas,
termasuk tujuan-tujuan sosial. Model permukiman kembali di Negara-negara
ASEAN umumnya memberi peluang kepada penduduk yang lebih tua dibanding
dengan usia migran spontan. Di bidang pendidikan, secara umum peserta program
permukiman kembali memiliki tingkat pendidikan yang sama dengan penduduk
dari daerah asal dibandingkan dengan tingkat pendidikan kaum migran spontan.
Di Indonesia peserta transmigrasi memiliki tingkat pendidikan yang paling rendah
bila dibandingkan dengan mereka yang melakukan kegiatan yang serupa di
Negara-negara ASEAN lainnya.
Di Australia, program permukiman kembali ditujukan bagi penduduk asli, yaitu
suku Aborigin. Mereka dimukimkan kembali karena tinggal di lingkungan tidak
50
sehat, seperti akomodasi yang buruk, kurangnya infrastruktur kesehatan seperti
buruknya penyediaan air minum, buruknya buangan limbah, drainase yang tidak
memadai. Berdasarkan pengalaman di berbagai negara, tujuan sosial juga dicakup
dalam program-program permukiman kembali yang mereka
selenggarakan.Seringkali karena pertimbangan sosial membuat program ini
dilaksanakan dengan mengabaikan faktor seleksi positif (positive selection), yang
sebenarnya sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan program (Soegiharto,
at al. 2005).
Di Thailand dan Malaysia, tujuan permukiman kembali tidak mengutamakan
tujuan demografis, akan tetapi lebih banyak pertimbangan yang bersifat intra
provinsi. Melalui pendekatan ini pertimbangan kesamaan dalam latar belakang
dapat mengurangi potensi konflik antara kaum pendatang dengan penduduk
setempat. Sementara itu di masa yang lalu, program permukiman kembali di
Indonesia dan Filipina kurang memperhatikan intra provinsi, sehingga tujuan
demografis merupakan alasan utama program permukiman di kedua negara
dimaksud.
“Seleksi Untuk Tujuan Ekonomi”
Program permukiman penduduk tidak hanya dimaksudkan agar terjadi
perpindahan tempat atau perpindahan secara geografis, akan tetapi merupakan
bagian dari sebuah rencana pembangunan nasional. Untuk itu perpindahan
penduduk kemudian diarahkan pada tujuan ekonomi yang lebih spesifik, yang
dikaitkan dengan pembangunan daerah asal dan daerah tujuan. Tidak berlebihan
jika dikatakan penyelenggaraan permukiman kembali dalam seleksinya lebih
menekankan pada pertimbangan sosial dan kemanusiaan dari pada tujuan efisiensi
ekonomi. Contoh aplikasinya pada skema FELDA (Federal Land Development
Authority) di Malaysia. Seleksi permukiman diarahkan untuk memberi peluang
kepada mereka yang memiliki inisiatif yang tinggi, dan bukan kepada mereka
yang malas.
Diawali pada tahun 1961, skema FELDA menerapkan sistem seleksi dengan
memasukkan persyaratan berikut: Warga Negara Malaysia, Peneroka (istilah
untuk generasi pertama Pemukim) berumur antara 18-35 tahun, berstatus kawin,
51
memiliki lahan kurang dari 2 acres(kurang dari 0,8 ha) dan dalam kondisi fisik
sehat. Bagi pemukim yang merupakan Pensiunan Polisi atau tentara umur mereka
tidak lebih dari 45 tahun. Sesuai dengan peraturan pemerintah, untuk pensiunan
pegawai negeri diberi kuota sebesar 20 persen pada program permukiman
kembali. Selain itu, untuk pensiunan pegawai negeri, tidak diberlakukan ketentuan
harus memiliki keterampilan bertani.
2.6.3. Pembagian Lahan dan Pemilihan Komoditas
Luas lahan yang dialokasikan kepada para pemukim di lokasi barunya di
berbagai negara ditetapkan secara berbeda-beda. Keadaan ini sangat tergantung
pada kondisi lokasi, seperti tipe permukaan lahan, karakter tanah, tipe tanaman,
kondisi pasar, pengelolaan sumber daya, peralatan yang digunakan, serta
perubahan teknologi. Pemerintah biasanya akan memberikan lahan dengan luasan
yang dapat memberikan kehidupan, dan luasnya disesuaikan dengan kemampuan
mereka mengolah lahan dengan bantuan tenaga kerja keluarga.
Setiap keluarga kolonis di Thailand mendapat lahan maksimal 50 rai (8 acre). Di
Malaysia, lahan dengan luas 8-10 acre bagi setiap peneroka merupakan batas
minimum untuk tanaman karet, dan 12 acre untuk tanaman kelapa sawit. Di
Vietnam, pertimbangan kesuburan tanah menjadi faktor penentu dalam penentuan
luas lahan yang diserahkan ke pemukim. Untuk lahan yang dikategorikan sangat
subur akan menerima sekitar 0,5 Ha, dan 1sampai 2Ha diperuntukkan bagi
pemukim yang memperoleh wilayah hutan marginal.
Dalam pelaksanaan program transmigrasi di Indonesia setiap transmigran
memperoleh lahan yang luasnya disesuaikan dengan pola usahanya. Luas lahan
yang diterima oleh transmigran berkisar antara 0,75 Ha sampai dengan 2 Ha.
Dalam prosedur pembebasan tanah, di Filipina Kementerian reformasi Agraria
(Ministry of Agrarian Reform) memindahkan pemukim ke lokasi permukiman
kembali yang merupakan tanah negara. Dalam kementerian tersebut Bureau of
Resettlementbertanggung jawab terhadap Perencanaan,koordinasi dan
implementasi program permukiman kembali. Di Thailand, pada tahun 1942
dikeluarkan keputusan tentang alokasi lahan (the land allocation act) untuk
52
meningkatkan distribusi tanah negara kepada petani tuna wisma. Selanjutnya
program permukiman kembali secara simultan dilakukan oleh beberapa instansi.
Instansi yang ikut menangani diantaranya Departemen Sosial (Department of
Public Welfare) dalam Kementerian dalam Negeri (ministry of the Interior),
Departemen Pertanahan (the Department of Lands), Departemen Koperasi
(Department of Cooperates), dan Agricultural Land Reform Office dari
Kementerian Pertanian.
Di Malaysia, karena adanya konflik kepentingan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah federal, menyebabkan permasalahan Land colonization
menjadi kompleks. Dalam usaha menyelesaikan masalah tersebut pada tahun 1959
dibentuk Kementerian Pembangunan Desa (Ministry of Rural Development),
untuk melakukan terobosan dalam struktur federal dengan mengambil alih
kewenangan pusat. Dalam periode 1961-1967, sebagai bagian dari mandat,
FELDA diberi kewenangan secara langsung membangun tanah-tanah negara yang
secara tradisional merupakan properti para sultan. Kendati demikian konflik
mengenai kontrol atas tanah telah mengakibatkan hambatan terutama di Kelantan.
Namun FELDA, yang memperoleh dukungan dari departemen-departemen lain
ikut berperan dalam penyelenggaraan permukiman kembali (Soegiarto, at al.
2005).
Di Indonesia, dengan model transmigrasi dimana setiap transmigran
mendapatkan lahan yang luasnya sesuai dengan pola permukimannya. Lahan
untuk tujuan transmigrasi ini dimiliki oleh pemerintah, yaitu berupa tanah negara
atau lahan bebas. Prosedur pembebasan lahan dilaksanakan oleh institusi
pemerintahan yang terkait, seperti Departemen Kehutanan, Badan Pertanahan
Negara (BPN), Departemen tenaga Kerja dan Transmigrasi serta pemerintah
provinsi/kabupaten. Terdapat banyak variasi dalam pemilihan komoditi tanaman.
Di beberapa negara, tujuan ekonomi permukiman kembali adalah untuk
meningkatkan produksi pangan, sedangkan di negara lain, prioritas utamanya
adalah untuk meningkatkan produk tanaman ekspor.
Di Malaysia, para peneroka(pembuka daerah atau tanah baru) tidak
mempunyai pilihan lain untuk tanaman komoditi utama. Pemerintah telah
53
menetapkan karet sebagai tanaman unggulan sebagai awal penyelenggaraan skim
FELDA. Dalam upaya diversifikasi pemerintah menyiapkan lahan seluas 0,8 Ha
untuk tanaman buah-buahan, diluar lahan yang dibagikan dengan luas standar 2,4
Ha untuk tanaman karet. Pada tahun 1961 barulah tanaman kelapa sawit
diperkenalkan, dan ternyata tanaman ini secara cepat dapat mengungguli areal
komoditas karet.
Di Thailand, setiap lokasi permukiman kembali memiliki tanaman campuran
(mixed crop). Terutama tanaman yang paling mudah beradaptasi dengan kondisi
lokal seperti jagung, padi, kacang-kacangan dan kelapa dan kapas. Di Vietnam,
pada awalnya tanaman yang diprioritaskan adalah padi dan cassava. Pada waktu
Zone Ekonomi Baru di Vietnam dibuka dibawah Rencana Lima Tahun ke empat,
penggunaan lahan telah mengalami diversifikasi dengan tanaman karet, kopi, teh,
kelapa, lada dan buah-buahan.
Terkait dengan keikutsertaan pemerintah dalam memberikan subsidi kepada para
kolonis, terdapat berbagai bentuk pendapat. Secara umum pemerintah harus
menyediakan infra struktur dasar, termasuk pelayanan masyarakat dalam
mempersiapkan lokasi permukiman. Di beberapa negara pemukim melakukan
sendiri seluruh kegiatan penyiapan lahan, sedangkan di negara lainnya pembukaan
lahan (land clearing) dan pembangunan lahan sepenuhnya dilakukan oleh
pemerintah. Perbedaan dalam hal ini disebabkan ketersediaan dana untuk
penyiapan lahan. Selain itu terjadinya variasi dalam penyiapan lahan disebabkan
skala usaha dan tujuan program premukiman.
Pada skema Self-helfdi Thailand para permukim menanggung biaya yang cukup
besar dalam pembangunan fisik. Kebijakan membangun desa-desa dalam rangka
mengurangi migrasi keluar, juga telah memberikan kontribusi positif bagi solusi
permasalahan migrasi internal. Model yang serupa juga di temui di Vietnam. Di
Vietnam, para tentara peserta program bekerja membersihkan lahan. Pada tahap
selanjutnya, sekelompok pemuda sukarelawan mempersiapkan lahan dan
membangun tempat tinggal mereka.
Malaysia, melalui skema FELDA menerapkan capital intensive, artinya mereka
mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk investasi dalam kegiatan pembukaan
54
lahan, pembangunan rumah dan penanaman tanaman. Dengan demikian
pengembangan lahan (land development) menjadi suatu langkah efektif untuk
memecahkan berbagai permasalahan. Skema FELDA dengan mengeluarkan dana
yang cukup besar untuk pengembangan lahan telah membuat para peneroka
mampu menahan diri untuk menetap di daerah permukiman.
Di Indonesia, secara umum terdapat dua tipe skema penduduk. Ada model yang
sepenuhnya dibiayai (subsidi) pemerintah yang disebut dengan transmigrasi
umum (TU), dan yang dibiayai bersama oleh pemerintah, swasta dan petani.
Skema yang mirip dengan FELDA adalah program transmigrasi Pola Perkebunan
Inti Rakyat (PIR-Trans). Pada pola ini pemerintah sangat berperan dalam
penyediaan berbagai fasilitas terutama dalam hal membuka lahan, menyiapkan
bibit non perkebunan, menanam dan memelihara sampai tanaman dapat
menghasilkan. Petani (transmigran) dalam hal ini bertindak selaku plasma, yang
didatangkan untuk menetap. Selanjutnya mereka mengelola kebun, memanen
hasil dan membayar kredit sesuai dengan kesepakatan bersama dengan investor,
sedangkan pembinaan teknis dan pemasaran hasil dilakukan oleh pihak swasta
selaku perusahan inti.
Berbeda dengan negara lainnya, lokasi untuk permukiman transmigrasi ditentukan
oleh Pemerintah dalam hal ini pemerintah provinsi/kabupaten. Bentuk penyiapan
lokasi bervariasi tergantung dari kondisi lokasi dan jenis transmigrasi.
Transmigrasi umum menerima bantuan paling banyak dari pemerintah. Dalam hal
luasan lahan yang dibagikan untuk transmigran terdapat fleksibilitas. Proporsi
penggunaan lahan untuk pertanian subsistem pada transmigrasi masih lebih tinggi
bila dibandingkan dengan yang ada di negara-negara ASEAN lainnya.
Sebagaimana yang terjadi di kebanyakan negara, pada skim transmigrasi terdapat
tren yang jelas dalam peningkatan penggunaan lahan untuk diversifikasi produk
pertanian.
2.7.Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan pada akhir-akhir ini menjadi suatu konsep
pembangunan yang dapat diterima oleh setiap negara di dunia untuk mengelola
55
sumber daya alam agar tidak mengalami kerusakan dan kehancuran di masa yang
akan datang. Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan yang
tidak menurunkan kapasitas generasi yang akan datang untuk melakukan
pembangunan meskipun terdapat penyusutan cadangan sumber daya alam dan
memburuknya lingkungan, tetapi keadaan tersebut dapat digantikan oleh sumber
daya manusia maupun sumber daya modal (Irawan dan Suparmoko, 2014). Jadi
dengan pembangunan berkelanjutan harus dicari titik keseimbangan antara
kebijakan pembangunan dan kebijakan lingkungan, sehingga tercapai kebijakan
pembangunan ekonomi yang benar-benar menjamin peningkatan kesejahteraan
manusia dalam jangka panjang.
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang mengutamakan
prinsip memenuhi kebutuhan pada waktu sekarang tanpa mengorbankan
pemenuhan kebutuhan pada generasi yang akan datang. Salah satu faktor yang
harus dihadapi dalam pembangunan berkelanjutan adalah memperbaiki
lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan
sosial.
Selanjutnya pembangunan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa demi
pemenuhan kebutuhan manusia akan dibarengi dengan meningkatnya produksi
limbah yang dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu dalam pembangunan
ekonomi ada aspek positif yaitu adanya keberhasilan perekonomian dalam
meningkatkan barang dan jasa, sedangkan aspek negatif berupa semakin
terkurasnya sumber daya alam dan juga semakin memburuknya lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan bersifat multidisiplin, karena banyak aspek
pembangunan yang harus dipertimbangkan, diantaranya adalah aspek ekologi,
ekonomi, sosial budaya, hukum dan kelembagaan. Terdapat berbagai persyaratan
pembangunan berkelanjutan yang dikemukakan oleh para ahli dengan aspek-
aspek yang hampir sama akan tetapi dengan cara serta pendekatan yang berbeda.
Pada prinsipnya pembangunan berkelanjutan merupakan upaya terpadu dan
terorganisir untuk mengembangkan kualitas hidup secara berkelanjutan, dengan
cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan
sumber daya secara berkelanjutan dengan prasyarat terselenggaranya suatu sistem
56
kepemerintahan yang baik (good governance). Pembangunan berkelanjutan juga
diartikan sebagai pemaduan tujuan sosial, ekonomi, dan ekologi. Secara
konseptual pemaduan ini masuk akal, akan tetapi implementasinya tidaklah
sederhana. Hal ini antara lain karena permasalahan sosial,ekonomi dan ekologi
yang terpisahkan atau dipisahkan secara spasial (Simbolon, H B, 2009).
Konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali diperkenalkan oleh The World
Commission on Environment and Development (WCED) pada tahun 1987 dengan
laporan yang berjudul Our Common Future ( Kay dan Alder, 1999 dalam
Simbolon, HB, 2009). Laporan tersebut dibuat oleh sekelompok ahli yang
diketuai oleh Gro Harlem Brundtland, sehingga laporan tersebut sering disebut
Laporan Brundtland (The Brundtland Report). Dalam laporannya terkandung
definisi pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat
memenuhikebutuhan saat ini tanpa membatasi peluang generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan pengertian ini, maka Beller (1990)
mengemukakan prinsipJustice of fairness yang berarti manusia dari berbagai
generasi yang berbeda mempunyai tugas dan tanggung jawab satu terhadap yang
lainnya seperti layaknya berada dalam satu generasi.
Pembangunan berkelanjutan merupakan proses pembangunan yang mengandung
prinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan
kebutuhan generasi pada masa yang akan datang. Salah satu faktor yang dihadapi
untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah memperbaiki kehancuran
lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan
sosial.
Pembangunan berkelanjutan berorientasi pada tiga pilar tujuan yaitu ekonomi,
sosial dan ekologi (Munasinghe, 1993). Pilar pertama, pembangunan ekonomi
yang berorientasi pada pertumbuhan, stabilitas dan efisiensi. Pilar kedua,
pembangunan sosial yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan, pengakuan
jati diri dan pemberdayaan masyarakat. Pilar ketiga adalah pembangunan
lingkungan yang berorientasi pada perbaikan lingkungan seperti sanitasi
lingkungan, industri yang lebih bersih dan rendah emisi, serta kelestarian sumber
57
daya alam. Tiga pilar pembangunan berkelanjutan dengan tujuan ekonomi, sosial
dan lingkungan dapat dilihat pada (gambar 5).
Pendekatan ekonomi dalam pembangunan berkelanjutan didasarkan pada
maksimisasi pendapatan yang dapat digeneralisasikan saat pemeliharaan aktiva
(modal) yang menghasilkan keuntungan (manfaat). Hal ini merupakan konsep
optimalisasi dan penerapan efisiensi ekonomi dalam menggunakan sumber daya
alam. Dimensi ekonomi merupakan bagian yang penting dan selalu berkontradiksi
dengan kepentingan pelestarian sumber daya alam. Pendekatan ekologi untuk
pembangunan berkelanjutan difokuskan pada keseimbangan sistem biologi dan
sistem fisik, terutama pentingnya kelangsungan hidup subsistem yang kritis untuk
keseimbangan global dan ekosistem yang menyeluruh (Adiatmojo, 2008).
Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati adalah aspek penting dan
merupakan sebagai aspek kunci. Sistem alami dapat diinterpretasikan ke dalam
seluruh aspek biosfer, termasuk lingkungan buatan manusia seperti permukiman
EKONOMI
Efisiensi
Pertumbuhan
EKOLOGI Sumberdaya
Alam
SOSIAL Keadilan
Pemerataan
• Nilai-nilai Budaya
• Partisipasi
• Konsultasi
▪ Penanggulangan Kemiskinan
▪ Pemerataan ▪ Kelestarian
Gambar 5. Pilar-Pilar Pembangunan Berkelanjutan
Sumber: Munasinghe, 1993
58
transmigrasi. Pendekatan sosial budaya dalam pembangunan berkelanjutan adalah
berusaha untuk memelihara stabilitas sistem sosial dan budaya, yang mempunyai
bentuk-bentuk dan perilaku yang sudah terpolakan, menciptakan kepercayaan dan
nilai-nilai bersama yang dirancang untuk memberi makna bagi tindakan kolektif.
Pandangan pembangunan berkelanjutan yang dikemukakan oleh Moffatt dan
hanley dalam Adiatmojo (2008), mengatakan bahwa pembangunan berkelanjutan
merupakan bagian penting yang harus mengintegrasikan komponen-komponen
sumber daya, yaitu komponen ekonomi, komponen sosial budaya dan komponen
lingkungan secara serasi dan seimbang. Pemanfaatan komponen-komponen
sumber daya secara serasi dan seimbang dimaksudkan untuk optimalisasi
pemanfaatan sumber daya pada saat sekarang tanpa mengurangi kesempatan dan
pemenuhan kehidupan generasi pada saat mendatang.
Harger dan Meyer dalam Adiatmojo (2008) mengatakan bahwa, dari masing-
masing dimensi utama dalam pembangunan berkelanjutan tersebut diuraikan
dalam beberapa kategori yakni, ekologi, ekonomi dan sosial. Dimensi ekologi
dengan kategori: penggunaan energi, atmosfir, iklim; sistem yang berhubungan
dengan air (aquatic system); sistem terstrial; natural hazard dan biosfer. Dimensi
sosial dengan kategori; pertanian; penduduk; kesehatan; urban system;
kemiskinan; politik; pengelolaan lingkungan; pendidikan; rural system; fasilitas
publik dan infra struktur serta masyarakat dan budaya. Dimensi ekonomi dengan
kategori; pertimbangan militer; telekomunikasi; perdagangan; industri;
transportasi; bantuan luar negeri dan alih teknologi.
Berdasarkan berbagai pendapat tentang pembangunan berkelanjutan, jelas bahwa
setiap pembangunan haruslah memenuhi ketiga pilar dan ketiga indikator
pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan haruslah dapat
memenuhi semua kebutuhan dasar untuk semua generasi serta diberikan peluang
yang sama untuk mengejar cita-cita mereka agar memperoleh kehidupan yang
lebih baik, untuk masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Kebutuhan
yang wajar haruslah dilihat dari aspek sosial dan kultural, dengan
pembangunanberkelanjutan harus mampu untuk menyebarluaskan nilai-nilai yang
59
menciptakan standar konsumsi yang berada dalam batas-batas kemampuan secara
ekologi.
Pada konsep pembangunan berkelanjutan tujuan ekonominya adalah untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat transmigrasi dan masyarakat lokal. Tujuan
sosial adalah untuk mencegah terjadinya berbagai konflik dan kesenjangan dan
menciptakan keadilan dalam kehidupan masyarakat, termasuk antara masyarakat
asli dan pendatang(transmigrasi). Sedangkan tujuan dari aspek lingkungan adalah
untuk menjaga keanekaragaman hayati, konservasi lahan dan air. Untuk aspek
teknologi mengaplikasikan teknologi tepat guna, dan tujuan dari aspek hukum dan
kelembagaan adalah kepatuhan hukum dan berfungsinya kelembagaan.
Pendekatan wilayah dalam pelaksanaan pembangunan, khususnya dalam kaitan
dengan pelaksanaan otonomi daerah, menjadi penting karena kondisi sosial
ekonomi, budaya dan geografis antara satu wilayah berbeda dengan wilayah
lainnya. Budiharsono (2001) mengatakan melalui pendekatan wilayah, upaya
pembangunan dapat dilaksanakan untuk memacu pembangunan sosial ekonomi,
mengurangi kesenjangan pendapatan serta menjaga kelestarian lingkungan suatu
wilayah tertentu. Pembangunan wilayah berbeda dengan pembangunan nasional
yang dilaksanakan secara merata dan menyeluruh, dan bukan pen-disagregasi-an
dari pembangunan nasional yang berbeda. Kondisi ini tentu akan berbeda pula
dengan pendekatan pembangunan sektoral yang hanya bertujuan untuk
mengembangkan dan menyelesaikan permasalahan satu sektor tertentu, tanpa
memperdulikan keterkaitannya dengan sektor yang lain.
Konsep pengembangan wilayah memerlukan berbagai teori dan ilmu terapan
seperti geografis, ekonomi, sosiologi, statistika, ilmu politik, ilmu lingkungan dan
sebagainya. Karena pembangunan dipandang sebagai suatu proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur
sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap
mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,
pengentasan kemiskinan, sehingga dibutuhkan berbagai pendekatan bidang ilmu
(Todaro, 2000). Pembangunan wilayah pada prinsipnya bertujuan untuk
meningkatkan perkembangan wilayah menuju tingkat perkembangan yang
60
diinginkan. Pembangunan wilayah dilaksanakan melalui optimalisasi pemanfaatan
sumber daya yang dimilikinya secara harmonis, serasi melalui pendekatan yang
bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, dan budaya untuk
pembangunan daerah ke depan (Misra, 1982).
Pembangunan sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan
perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara
dan pemerintahan menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation
building), untuk meningkatkan kesempatan warga negara memperoleh kehidupan
yang lebih baik (Riyadi, 2004). Pembangunan harus dipandang sebagai suatu
proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas
struktur sosial sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, di samping
tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan
pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Syahroni, 2002). Pengembangan dapat
diartikan usaha untuk memajukan atau memperbaiki atau meningkatkan apa yang
sudah ada. Kedua istilah tersebut sering digunakan untuk maksud yang sama.
Pembangunan dan Pengembangan itu dapat dalam bentuk fisik maupun non fisik.
Pembangunan dan pengembangan dapat pula dalam skala nasional, regional dan
lokal. Pembangunan dan pengembangan nasional meliputi seluruh wilayah negara
dengan penekanan perekonomian. Pembangunan/pengembangan lokal meliputi
kawasan kecil dengan tekanan pada keadaan fisik. Pembangunan atau
pengembangan regional meliputi suatu wilayah dengan tekanan utama pada
perekonomian dan tekanan kedua pada keadaan fisik (Jayadinata, 1986).
Pembangunan nasional mendorong berkembangnya pembangunan regional dan dil
ain pihak pembangunan nasional memperkuat pembangunan regional. Keduanya
antara pembangunan nasional dan pembangunan regional terdapat keterkaitan
yang mengisi, sehingga membentuk struktur perekonomian yang kokoh dan kuat
(Adisasmita, R, 2013).
Pengembangan wilayah walaupun secara eksplisit dapat memiliki tujuan yang
berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Akan tetapi secara umum
akan meliputi satu atau lebih dari tujuan-tujuan pembangunan yang saling
61
berkaitan antar wilayah. Menurut Tarigan (2005) tujuan pembangunan yang bisa
diatur di daerah secara lebih baik, dan merupakan tujuan pokok tambahan adalah:
1 Terjaganya kelestarian lingkungan hidup.
2 Pemerataan pembangunan dalam wilayah
3 Penetapan sektor unggulan daerah.
4 Membuat keterkaitan antar sektor yang lebih serasi dalam wilayah, sehingga
menjadi bersinergi dan berkesinambungan.
5 Pemenuhan kebutuhan pangan wilayah.
Terkait dengan pengembangan wilayah, menurut Syahroni (2002) Tujuan
pembangunan wilayah adalah ; (1) mengurangi disparitas atau ketimpangan antar
wilayah dan antar sub-wilayah serta antar warga masyarakat (pemerataan dan
keadilan), (2) memberdayakan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan, (3)
menciptakan atau menambah lapangan pekerjaan, (4) meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan masyarakat daerah, dan (5) mempertahankan atau menjaga
kelestarian sumber daya alam agar bermanfaat bagi generasi sekarang dan
generasi masa mendatang, termasuk dalam hal kelangsungan generasi
transmigrasi.
2.8. Penelitian-Penelitian Sebelumnya.
Berbagai kajian tentang keberhasilan transmigrasi di Indonesia telah banyak
dilakukan, akan tetapi penelitian yang terkait dengan kelangsungan dan
keberhasilan transmigran pada tahapan lanjutan (anak-anak transmigran) atau
disebut juga “generasi ke dua’ sampai disertasi disusun ini belum penulis
temukan. Berpedoman pada pelaksanaan transmigrasi yang berlangsung sudah
cukup lama (sejak zaman kolonisasi sampai dengan masa kemerdekaan, orde
lama, orde baru dan era reformasi yang ditandai dengan otonomi daerah) secara
jujur dapat dikatakan telah menunjukkan keberhasilan baik dari sisi demografis
maupun non demografis.
Dari sisi kuantitatif, sejak dimulainya pemindahan penduduk dari wilayah yang
padat di Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa (waktu itu kolonisasi) sampai era
62
reformasi yang ditandai dengan otonomi daerah telah mampu dipindahkan
penduduk sebanyak 405.390 KK atau setara dengan 1.498.760 jiwa. Namun
secara kualitatif, transmigrasi sebagai program yang bertujuan untuk
meningkatkan pemerataan pembangunan daerah dan memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa, diharapkan dapat berkembang menjadi pusat-pusat pertumbuhan
yang memberikan dampak terhadap wilayah sekitarnya.
Sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang No. 15 tahun 1997 tentang
Ketransmigrasian.Transmigrasi diselenggarakan dengan tujuan yaitu: (1).
Meningkatkan kesejahteraan transmigran dan penduduk sekitarnya, (2)
mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah, dan (3) memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa. Melalui ketiga tujuan tersebut transmigrasi
diharapkan dapat memecahkan permasalahan demografi, sosial, ekonomi dan
politik.
Setelah otonomi daerah, terjadi pergeseran paradigma transmigrasi dari yang
eksklusif ke paradigmainklusif. Secara konseptual telah memasukkan masyarakat
desa-desa sekitarnya sebagai bagian dari masyarakat transmigrasi. Hal ini
sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang no. 15 Tahun 1997, dan Peraturan
Pemerintah No.2 tahun 1999 dan Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2009, yang
mengatakan lingkup geografis kawasan transmigrasi terdiri atas permukiman baru
transmigrasi, desa-desa eks. Transmigrasi dan desa-desa setempat.
Keadaan ini diperkuat lagi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun
2014 tentang Ketransmigrasian khususnya pasal 7 ayat (1) berbunyi: Kawasan
transmigrasi sebagaimana dimaksud pada pasal 5, dibangun dan dikembangkan di
kawasan perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber
daya alam yang memiliki keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan dengan
pusat pertumbuhan dalam satu kesatuan sistem pengembangan. Kemudian dalam
pasal 10, dikatakan SKP paling sedikit terdiri atas 3 (SP) dan paling banyak
6(SP). SP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pasal 11 berupa: (a). SP-Baru,
(b). SP-Pugar, atau (c). SP-Tempatan.
Hasil penelitian Junaidi (2012) dengan judul “Perkembangan Desa-desa Eks
Transmigrasi dan Interaksi dengan Wilayah sekitarnya Serta kebijakan ke depan”
63
(suatu Kajian di Provinsi Jambi). Diperoleh kesimpulan (1). Perkembangan desa-
desa eks transmigrasi ditentukan oleh jarak lokasi permukiman terhadap pusat-
pusat kegiatan, sarana prasarana (terutama sarana jalan), komoditas utama
transmigrasi, karakteristik utama transmigran, lamanya penempatan dan kinerja
makro wilayah. (2). Berkaitan dengan interaksi antara desa-desa eks transmigrasi
dengan desa sekitarnya dipengaruhi oleh berbagai fasilitas dan aktivitas produksi
yang tumbuh dan berkembang di desa-desa sekitar permukiman transmigrasi yang
terkait secara fungsional dalam bentuk supply dan demand dengan desa-desa
transmigrasi.Faktor jarak dan tidak terbangunnya sistem transformasi menjadi
faktor penghambat dalam interaksi.(3). Pencapaian kesejahteraan pada tingkat
individu/keluarga transmigrasi dipengaruhi oleh budaya (etos) kerja, pendidikan,
beban tanggungan keluarga dan kemampuan mempertahankan kepemilikan lahan.
Etos kerja yang lebih tinggi dari transmigran asal Jawa menyebabkan mereka
lebih sejahtera dibandingkan transmigran lokal (asal Jambi).
2.8.1 Transmigran Generasi kedua di Berbagai Permukiman di
Indonesia.
Dalam konteks parsial banyak keberhasilan yang telah dicapai oleh transmigrasi
di berbagai kawasan di Indonesia. Menurut data statistik (BPS, 2000) penduduk
asal Jawa di Sumatera Utara berjumlah 6 juta jiwa, maka sebagian besar dari
jumlah itu merupakan keturunan orang yang bermigrasi pada era perkebunan
masa kolonial di akhir abad ke 19 sampai awal abad ke 20. Kemudian setelah
kemerdekaan perpindahan ini semakin meningkat terutama mereka yang bekerja
di sektor perkebunan, sehingga muncul istilah buruh perkebunan Jawa yang
dipekerjakan di perkebunan yaitu “Jawa kontrak”dan berlaku juga untuk
keturunan mereka (generasi kedua dan seterusnya) yang sudah lahir di Deli
(Sumatera Utara) dan tidak lagi hidup di komoditas perkebunan, tapi sudah
memasuki berbagai aspek lapangan usaha yang ada pada saat ini.
Di Provinsi Lampung, salah satu wilayah penempatan transmigrasi adalah di
Kecamatan Sumberjaya. Lokasi ini telah di tempati oleh transmigran asal Jawa
khususnya Jawa Barat sejak tahun 1952, dan telah diresmikan sebagai
64
perkampungan baru oleh Presiden Soekarno pada waktu itu (Pasya, 2004).
Perkembangan terakhir, program transmigrasi pemerintah tidak terlalu beorientasi
pada wilayah Sumberjaya, namun tetap saja migrasi spontan berdatangan dari
Pulau Jawa dan Bali. Sementara generasi keduanya yang lebih memiliki sifat
kewirausahaan lebih tinggi tertarik pada kesuburan tanahnya. Hingga saat ini
masih banyak dasar lembah yang cukup luas untuk digunakan. Pada tahun 1976
transmigran dari Suku Jawa dan Sunda memanfaatkan kondisi lansekap yang
tidak diminati oleh suku Semendo (Suku yang pertama kali menempati wilayah
tersebut) untuk budidaya kopi, dan mengubahnya menjadi pertanian sawah
beririgasi (Charras dan Pain, 1993).
Kisah sukses generasi kedua transmigrasi juga ceritakan oleh Ratna Sari (2012)
adalah Mustafa salah seorang penduduk transmigrasi yang tinggal di Kampung
Inggris Karang Indah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala,
Kalimantan Selatan. Bisa dikatakan dia adalah transmigran generasi kedua, karena
lahir dan besar di daerah tersebut. Kedua orang tuanya adalah transmigran asal
Jawa Timur yang sudah bertahun- tahun tinggal di daerah itu. Mustafa inilah yang
mengajarkan anak-anak dan masyarakat berbahasa Inggris setiap harinya. Mustafa
sendiri merupakan salah seorang mahasiswa jurusan teknik mesin UNY
(Yogyakarta). Dia dibantu oleh 2 orang tenaga yang juga sarjana Pendidikan
Bahasa Inggris. Mereka bertiga sama-sama alumni kampung Inggris Pare Kediri,
Jawa Timur.
Mustafa mengatakan masyarakat di kampung Inggris ini memiliki kemauan
yang tinggi untuk belajar. Sejak awal tidak pernah ada penolakan ataupun
keberatan dari pihak mereka untuk diajarkan bahasa Inggris. Semangat ingin maju
yang mereka miliki cukup tinggi. Pada hal, kalau dilihat pekerjaan mereka hanya
berkebun dan bertani, tapi masih mau diajak untuk belajar. Secara ekonomi
tingkat pendapatan masyarakat Desa Karang Indah yang berasal dari produksi
jeruk siam dan beras “Karang unus’ cukup tinggi. Selain itu secara kelembagaan,
sudah dibentuk BUD yang menjadi badan pengelola usaha tersebut ucap
“Jamaluddin Malik”(2012) Dirjen Pembinaan Kawasan Transmigrasi,
Kemenakertrans (Dirjen P2Ktrans).
65
Di Desa Rimbo Bujang I yang merupakan bagian dari Kecamatan Rimbo Bujang,
Kabupaten Tebo tercatat sebagai Kawasan transmigrasi yang pertama di era
Repelita di Provinsi Jambi. Pada tahun 1976 penempatan transmigrasi di Desa ini
tercatat sebesar 500 KK atau setara dengan 2068 jiwa. Ketika itu masing-masing
KK disediakan lahan seluas 2,5 Ha. Dengan lahan seluas tersebut diperuntukkan
untuk lahan pekarangan (0,5 Ha), Lahan usaha I sebesar (1,00 Ha) dan Lahan
usaha II seluas (1,00 Ha). Pada waktu itu lahan pekarangan yang ada ditanami
dengan tanaman-tanaman muda seperti ubi kayu, sayur-sayuran, dan lahan usaha I
diperuntukkan untuk tanaman-tanaman seperti Nangka, danJeruk. Sedangkan
untuk lahan usaha II lebih diperuntukkan untuk tanaman perkebunan terutama
karet yang baru dapat menghasilkan dalam kurun waktu yang lebih panjang
(DinSosNakerTran, Jambi 2008). Seiring dengan perjalanan waktu penempatan
transmigrasi di kawasan transmigrasi ini telah berlangsung lebih kurang 40
Tahun. Selama kurun waktu tersebut telah banyak keberhasilan yang dicapai dan
tentu juga tidak terlepas dari berbagai aspek yang masih kurang. Keberhasilan ini
tentu telah berdampak terhadap perkembangan anak-anak transmigrasi (Generasi
kedua) dalam berbagai aspek kehidupan baik secara ekonomi, sosial budaya,
politik pemerintahan dan mobilitas.
Berdasarkan berbagai informasi dan Sosnakertran (2008) transmigrasi (generasi
kedua) di kawasan transmigrasi daerah ini sudah menunjukkan berbagai kemajuan
yang dicapai. Sebahagian diantara anak-anak transmigrasi yang telah berhasil di
berbagai kegiatan baik di sektor formal maupun informal. Baik yang masih
berdomisili di desa sendiri maupun telah keluar menuju tempat yang baru. Mereka
telah menekuni berbagai profesi sebagai guru, Dosen, dokter dan keahlian lainnya.
Di samping itu juga menduduki berbagai jabatan baik di pemerintahan, swasta dan
menjadi wiraswasta.
Desa Sri Agung merupakan salah satu desa eks transmigrasi dalam Kecamatan
Batang Asam (ketika penempatan Transmigrasi merupakan Kecamatan Tungkal
Ulu) Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Transmigrasi pertama di desa ini dimulai
tahun 1991, dimana waktu itu komposisi transmigrasi dari pusat 70% dan
transmigrasi lokal 30 %. (Wawancara dengan Bapak Muhammad Hatta, Kepala
66
desa Sri Agung). Sebagian besar hasil pertanian desa adalah tanaman Padi, selain
Jagung, Ketela dan Sayuran lainnya. Selain itu terdapat tanaman tua seperti
Kelapa dan kelapa sawit. Desa ini merupakan sentra produksi padi untuk
kecamatan Merlung bahkan untuk kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Produksi padi di daerah ini mencapai 4-5 ton /ha/panen, dan keinginan masyarakat
dapat ditingkatkan menjadi 6-7 ton/ha, bila irigasi yang ada dapat dimaksimalkan
dan penanaman padi dapat ditingkatkan dari 2 kali menjadi 3 kali penanaman
dalam se tahun. Hasil produksi belum bisa ditampung di wilayah tersebut, dan
banyak yang di jual ke daerah tetangga (Riau). Hal ini terjadi selain faktor
kemudahan (pembeli datang) juga karena harga yang lebih bersaing jika dijual ke
Provinsi sendiri (Jambi), sehingga alasan ekonomi merupakan alasan yang paling
tepat yang menyebabkan produksi lari ke provinsi lain.
Berdasarkan data Monografi Desa tahun 2014, jumlah penduduk desa Sri
Agung tercatat sebanyak 4.360 jiwa atau tergabung dalam 876 KK. Angka
kelahiran di daerah ini masih tergolong tinggi dengan TFR sebesar 3,8 dengan
jumlah anggota rumah tangga sekitar ± 5 orang. Penduduk usia produktif (15
tahunke atas) tercatat sebanyak ± 63%.
Generasi kedua di wilayah transmigrasi sebagian besar berada di desa sendiri, dan
Desa Rawa Medang yang sebelumnya merupakan pemekaran dari Desa Sri
Agung. Kebanyakan dari mereka melanjutkan usaha dari orang tuanya sebagai
perintis. Bagi generasi kedua yang memiliki pendidikan lebih baik (SLTA ke atas)
banyak yang bekerja di bidang pertanian lainnya seperti Perkebunan, buruh
pabrik, menjadi sopir dan bidang lainnya. Bahkan telah ada juga yang bekerja di
sektor di luar pertanian diluar kawasan transmigrasi seperti di bidang
perdagangan, di kantor, pembantu di toko, satpam dan sebagainya.
Berikut ini adalah kisah sukses generasi kedua transmigran yang diceritakan oleh
(Ria Efrianti, September 2012, generasi kedua transmigrasi Sungai Bahar, Muaro
Jambi, Provinsi Jambi). Orang tuanya bernama Sutrisno (bapak) dan ibunya
Demitun, mereka transmigran yang berasal dari Kediri Jawa Timur yang mulai
tinggal di Sungai Bahar tahun1990, dan merupakan bagian transmigran lainnya
bersama-sama dengan transmigran asal Jawa Tengah dan Jawa Barat.
67
Bapak Sutrisno berangkat dari kampung halamannya berikut istri dan seorang
anaknya bernama Erna Yulianti yang pada saat itu baru berumur 2 tahun. Ketika
menginjakkan kaki di daerah yang baru desa Talang Datar mereka disediakan
lahan 0,25 Hektar untuk perumahan, sebagaimana juga untuk transmigran yang
lain memperoleh jumlah yang sama per KK, kemudian disiapkan lahan ke II
masing-masing per KK seluas 2 Hektar yang diperuntukkan untuk lahan
perkebunan. Untuk lahan perkebunan ini bekerja sama dengan PTPN yang
tergabung dalam Perkebunan Inti Rakyat Transmigrasi (PIR-Tran).
Beberapa waktu setelah tinggal di daerah permukiman kemudian keluarga
Sutrisno telah dikarunia 2 orang anak yaitu 1 orang perempuan dan yang bungsu
laki-laki, sehingga anggota keluarga bertambah menjadi 5 orang. Seiring dengan
perjalanan waktu pada saat ini ketiga anak-anak mereka telah dewasa dan bahkan
yang tertua telah berkeluarga pada tahun 2008. Pada saat ini telah dikaruniai
seorang cucu. Anak yang pertama tamat perguruan tinggi di Jambi dan memilih
profesi sebagai guru karena lulusan fakultas Keguruan dan mengabdi di daerah
permukiman transmigrasi Sungai Bahar, dan suaminya bergerak di bidang
wiraswasta. Anak ke dua berada pada semester akhir Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Jambi, sedangkan anak terakhir masih duduk di bangku salah
satu SMA di Kota Jambi.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan diperoleh informasi bahwa kehidupan
dari generasi kedua anak-anak transmigrasi sebagian besar cukup berhasil. Ini
ditunjukkan dengan pendapatan yang diperoleh rata-rata antara Rp 4.000.000, -
Rp 4.500.000,- per bulan. Di bidang sosial di kawasan transmigrasi sampai saat
ini telah ada 3 buah SMP, dan 1 SMP satu atap dan tingkat SLTA terdapat 1 SMA
dan 1 SMK. Sarana dan prasarana jalan raya di daerah eks desa-desa transmigrasi
sebagian telah di aspal, dan sebagian ada yang masih pengerasan.
Generasi kedua transmigrasi, saat ini telah banyak mengalami perubahan dan telah
banyak yang melakukan migrasi bertahap(chain migration). Ada yang melakukan
perpindahan dalam kawasan transmigrasi sendiri dalam kecamatan yang sama,
ada yang ke kecamatan lain dalam kabupaten yang sama, ada yang diluar
68
kabupaten dalam provinsi yang sama bahkan sebagian kecil ada yang pindah
keluar dari Provinsi Jambi.
Berdasarkan pekerjaan yang ditekuni oleh generasi kedua transmigran Sungai
Bahar, mereka bekerja di berbagai bidang. Sebahagian meneruskan bekerja di
Sektor Perkebunan sebagai petani sawit, buruh perusahaan. Diluar itu terdapat
juga yang bekerja di Bank, menjadi PNS, Pedagang, bengkel, polisi, perawat dan
lain-lain yang tersebar baik di Kabupaten Muaro Jambi maupun di luar kabupaten
Muaro Jambi.
Desa Talang Datar sebagai salah satu desa Unit Permukiman Transmigrasi (UPT),
yang sekarang ini merupakan desa eks transmigrasi di Sungai Bahar, hampir
semua wilayahnya ditanami dengan Kelapa sawit. Tercatat luas Perkebunan Inti
Rakyat (PIR) seluas 568 Hektar, dan swadaya 194 Hektar. Jumlah penduduk
menurut monografi desa berjumlah 1.383 jiwa, yang tergabung dalam 206 KK.
Pendapatan rata-rata berkisar Rp 4,5-5,0 Jt per bulan, angka ini telah diatas rata-
rata pendapatan kabupaten Muaro Jambi, maupun Provinsi Jambi.
Berdasarkan penempatan transmigran dapat dibedakan transmigran program pusat
sebesar 80% (yaitu asal Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat) dan
transmigrasi lokal 20 % berasal dari Kabupaten Kerinci, Jambi. Untuk
transmigrasi lokal, terutama petani yang dipindahkan akibat dari perluasan areal
Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Pada tahun awal penempatan selain
Kelapa sawit, transmigran juga bercocok tanam padi, Jagung dan tegalan.
Kemudian setelah tahun 1993, hampir semua lahan tanaman tersebut beralih
fungsi ke perkebunan kelapa sawit.
Seiring dengan perjalanan waktu pada saat ini, sebagian besar dari perkebunan
Kelapa sawit itu telah memasuki masa penurunan produksi. Kegiatan selanjutnya
petani dihadapkan pada masalah penanaman kembali (replanting), terkait dengan
hal iniberdasarkan interview sebagian telah berjalan karena sebelumnya para
petani telah mencicil biaya tersebut, dan ada juga sebagian kecil petani menjual
lahan dan dibelikan pada lahan yang baru. Bapak Sutrisno sendiri pada saat ini
tidak lagi menjadi petani sawit, tapi beralih ke profesi pedagang pengumpulseiring
69
dengan semakin menuanya usia dan anak-anaknya telah dapat berdiri sendiri dan
tidak banyak lagi tergantung pada orang tuanya.
2.8.2. Generasi Kedua Felda di Malaysia.
Perkebunan Inti Rakyat (PIR) merupakan salah satu pola perkebunan yang
diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1980-an, PT. Perkebunan Nusantara
(PTPN) sebagai salah satu pelaksana di lapangan, apakah sudah sepenuhnya
mencapai sasaran dalam meningkatkan kehidupan petani (transmigran) dan
turunan generasi kedua transmigran.
Berpedoman pada usaha yang dilakukan oleh Lembaga Kemajuan Tanah
Persekutuan atau Felda (federal Land Development Authority) Malaysia yang
telah dimulai sejak tahun 1956, model seperti ini telah menunjukkan keberhasilan
yang baik dicontoh oleh Indonesia. Berbeda dengan generasi pertama sebagai
perintis, dimana orang tua mereka turut langsung kelapangan dalam membangun
kebunnya, mulai dari awal sampai membuka kawasan hutan, menanam dan
memelihara tanaman dari lahan plasmanya.
Anak-anak generasi kedua petani tinggal menikmati hasil jerih payah orang
tuanya. Berdasarkan kajian Sosiologis yang dilakukan oleh University Malaya
dalam Ismail, R (2007) anak-anak pemilik lahan yang berada pada usia kerja (15-
29 tahun berjumlah sebanyak 72,20 % kembali menjadi tenaga buruh di Felda
tersebut. Baik untuk tenaga kerja laki-laki maupun perempuan. Untuk mereka
yang melakukan migrasi dari permukimannya tercatat menekuni pekerjaan di
sektor perindustrian dan buruh sebanyak 21,90 %, ketentaraan (9,60%), pembantu
di toko (6,10%), serta menjadi guru, pegawai rendah dan tinggi sebanyak
(11,40%). Selain itu pekerjaan yang ditekuni oleh generasi kedua menyebar
sebagai pembantu di klinik, sopir, mekanik, tukang masak, tukang jahit, tukang
kebun kondektur bus, dan lainnya berjumlah (17,50%).
Menurut arah migrasi yang mereka lakukan sebanyak 58,30% menuju kawasan
perkotaan dan sisanya 41,70% melakukan perpindahan masih sekitar wilayah
permukiman. Berdasarkan angka pengangguran menurut pendidikan yang
ditamatkan diperoleh data, bahwa hanya sekitar 1,00% tamatan Sekolah Dasar
70
yang menganggur, tamatan SMP sebanyak 19,20%, Lulusan SMA 30,00% dan
belum ada tamatan perguruan tinggi yang tercatat sebagai pengangguran.
Kendatipun data statistik diatas hanya mendeskripsikan keadaan permukiman di
suatu kawasan, namun demikian Felda menurut Ismail, R (2012) telah menempuh
kebijakan sebagai berikut: (1). Mewujudkan generasi kedua yang terpelajar,
bertanggung jawab, sadar dan insaf tentang peranan mereka untuk kemajuan
program pembangunan. (2). Memberi dan menyokong usaha pelajaran dan
pendidikan. (3). Memperkenalkan sistem hidup dan bekerja secara berkelompok
dan terorganisir. (4). Memberi dan menyelaraskan latihan-latihan kemahiran. (5).
Memberi peluang kerja yang sesuai dan sejajar dengan kemampuan dan
kesanggupan anak tersebut. (6). Menyediakan kesempatan berniaga dan mandiri,
melalui proyek-proyek perniagaan dan perusahan swasta serta memberi bantuan
dan sokongan dana yang diperlukan, serta (7). Memberi bantuan konsultasi dan
bimbingan karir.
Untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, sejak tahun 1985 Felda telah
mendirikan sekolah hampir di setiap kawasan permukiman. Kemudian mereka
juga telah mendirikan semacam biro pendidikan Felda di setiap permukiman dan
bekerja sama dengan Persatuan Orang tua Murid (POM). Pada tingkat pusat,
seperti kantor direksi di PTPN mereka membentuk bagian Pendidikan dan
Pengabdian sosial Felda. Kegiatannya adalah untuk membantu keuangan bagi
pendidikan anak-anak petani plasma yang berprestasi tetapi kesulitan dalam
bidang keuangan, dan bimbingan belajar bagi anak-anak yang akan memasuki
perguruan tinggi. Bahkan, Felda menyediakan asrama bagi anak-anak yang
tinggal di kota-kota yang ada Universitasnya.
Beberapa puluh tahun kemudian, program ini telah menunjukkan hasil yang
menggembirakan dimana sudah dapat dijumpai pada anak-anak petani di
permukiman telah banyak dari mereka yang menamatkan Sarjana, baik di dalam
maupun lulusan dari luar negeri. Tercatat lulusan dari luar negeri seperti Amerika
Serikat ataupun United Kingdom, yang memiliki gelar Master maupun Doktor
dalam berbagai bidang ilmu tamatan dari luar negeri.
71
Mencermati apa yang telah dilakukan oleh Felda, barangkali sesuatu yang
mungkin juga dapat dilakukan terhadap anak-anak generasi kedua petani plasma
di Indonesia. Karena kelapa sawit yang tumbuh di Indonesia merupakan jenis
yang sama tumbuh di Malaysia. Jumlah produksi per hektar dan harga per
kilogram juga tidak berbeda diantara kedua negara. Lalu kenapa Indonesia belum
mampu berbuat seperti apa yang telah di lakukan olehnegara tetangga tersebut?
Masalahnya adalah kembali kepada kemauan dari pemerintah dan menjadikan PIR
sebagai suatu badan usaha yang independen (Ismail, R, 2012).
2.9. Kerangka Pemikiran
Pembangunan merupakan suatu proses produksi dan konsumsi dimana materi dan
energi diolah dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja,
modal, mesin dan bahan baku. Dalam hal penyediaan bahan baku dan proses
produksi kegiatan pembangunan dapat berdampak terhadap lingkungan alam dan
masyarakat sekitarnya (transmigran), dan pada gilirannya berdampak pada
kemajuan pembangunan.
Program transmigrasi telah terbukti mampu untuk meminimalisir permasalahan
kependudukan di Indonesia. Beberapa pulau yang kepadatan penduduknya
tergolong tinggi seperti Jawa, Madura dan Bali, secara berangsur mulai turun dan
daya dukungnya untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk mulai meningkat.
Sementara pulau-pulau dengan potensi sumber dayanya melimpah, akan tetapi
memiliki keterbatasan dalam sum berdaya manusia, telah berkembang dan mampu
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan adanya penempatan transmigrasi.
Konsep pembangunan transmigrasi merupakan konsep pembangunan dengan
pendekatan peubah kewilayahan, yang mengacu pada struktur wilayah
pengembangan berdasarkan satuan wilayah ekonomi. Berdasarkan kondisi
tersebut, permukiman transmigrasi lalu dirancang secara hirarki. Artinya terdapat
hubungan yang saling menopang dan terintegrasi dalam simpul-simpul pusat
produksi serta distribusi barang dan jasa sehingga membentuk suatu pusat
pertumbuhan ekonomi dan administrasi wilayah.
72
Berdasarkan Undang-undang No. 15 tahun 1997 tentang Ketransmigrasian dan
Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan transmigrasi,
dijelaskan sasaran dan arah penyelenggaraan transmigrasi. Sasaran
penyelenggaraan transmigrasi adalah sebagai berikut: (1) meningkatkan
kemampuan dan produktivitas masyarakat transmigrasi, (2) membangun
kemandirian, dan (3) mewujudkan integrasi di permukiman transmigrasi sehingga
ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Arah penyelenggaraan transmigrasi adalah: (1) penataan persebaran penduduk
yang serasi dan seimbang dengan daya dukung alam dan daya dukung lingkungan,
(2) peningkatan kualitas sum berdaya manusia, dan (3) perwujudan integrasi
masyarakat.
Beberapa hal pokok yang menjadi konsep pengembangan kawasan transmigrasi
dalam konteks menjalankan misi pembangunan transmigrasi, menurut Simbolon,
HB (2009) adalah sebagai berikut: (1) pengembangan akan meliputi seluruh unit
permukiman dalam kawasan, baik permukiman transmigrasi, permukiman
penduduk tempatan dan areal potensial sebagai calon permukiman, (2)
mewujudkan kemudahan interaksi antar unit-unit permukiman ke pusat
pertumbuhan ekonomi yang diusulkan, baik langsung maupun secara berjenjang,
(3) mengembangkan komoditi potensial/unggulan di seluruh kawasan dengan
pendekatan sistem agribisnis melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan
menarik investor (kemitraan) untuk pengembangan komoditi yang memerlukan
investasi besar, (4) mengoptimalkan pemanfaatan lahan yang ada melalui:
pembukaan lahan usaha II yang masih lahan tidur, pembukaan lahan tidur
penduduk desa sekitar , dan membuka areal produksi baru pada areal potensial
dengan memperhatikan prinsip clear and clear dan catur layak, (layak huni, layak
usaha, layak berkembang dan layak lingkungan) dan (5) setiap program
pemberdayaan transmigran selalu melibatkan masyarakat desa sekitarnya.
Pada era otonomi daerah, urgensi dan peranan kebijakan pembangunan daerah
menjadi lebih besar dan penting (Sjafrizal, 2008). Dalam kondisi demikian,
masing-masing daerah dapat menetapkan kebijakan pembangunan berbeda sesuai
dengan kondisi, permasalahan dan potensi daerah bersangkutan. Setelah otonomi
73
daerah terjadi pergeseran pradigma transmigrasi dari ekslusif menjadi pradigma
inklusif. Hal ini berarti secara konseptual telah melibatkan masyarakat desa-desa
sekitar sebagai bagian dari kawasan transmigrasi. Sebagai landasan yuridis telah
dinyatakan dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 1997, Peraturan Pemerintah
No.2 Tahun 1999 dan Undang-undang No. 29 Tahun 2009, lingkup geografis
kawasan transmigrasi terdiri dari permukiman baru transmigrasi, desa-desa eks
transmigrasi dan desa-desa setempat.
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian
dinyatakan bahwa salah satu tujuan diselenggarakan transmigrasi adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan transmigran dankeluarganya serta penduduk
sekitarnya. Adapun sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan kemampuan
produktivitas masyarakat transmigrasi, membangun kemandirian, dan
mewujudkan integrasi di permukiman transmigrasi sehingga ekonomi dan sosial
budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Program transmigrasi juga diselenggarakan sebagai pendekatan untuk tujuan
sosial. Transmigrasi diarahkan untuk membagikan lahan kepada petani-petani
yang kurang beruntung, meningkatkan ekonomi keluarga, pendapatan petani
miskin, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
Faktor-faktor kependudukan yang berpengaruh terhadap konsumsi adalah jumlah
dan komposisi penduduk. (a) jumlah penduduk, bila jumlah penduduk bertambah
pengeluaran konsumsi juga akan meningkat, walaupun pengeluaran rata-rata per
orang per keluarga relatif rendah, namun secara absolut pengeluaran tetap
meningkat. (b) komposisipenduduk, makin banyak penduduk yang ber usia kerja
produktif makin tinggi kebutuhan konsumsi. Makin tinggi tingkat pendidikan
masyarakat, tingkat konsumsinya juga makin tinggi, sebab pada saat seseorang
/suatu keluarga makin berpendidikan tinggi, kebutuhan hidupnya makin banyak.
Makin banyak penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan (urban) pengeluaran
konsumsinya juga makin tinggi. Sebab umumnya pola hidup masyarakat
perkotaan lebih konsumtif dibanding masyarakat perdesaan.
Faktor-faktor non ekonomi yang paling berpengaruh terhadap konsumsi adalah
faktor sosial-budaya masyarakat. Misal berubahnya pola kebiasaan makan,
74
perubahan etika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang
dianggap lebih hebat. Dalam kenyataannya sulit memilah-milah faktor mana yang
lebih dominan dan faktor mana yang mempengaruhi mana sehingga menyebabkan
terjadinya perubahan/peningkatan konsumsi.
Sebagaimana telah diungkapkan pada bagian terdahulu bahwa pelaksanaan
transmigrasi di era otonomi daerah, dihadapkan berbagai tantangan yang terkait
dengan perubahan tata pemerintahan. Otonomi daerah selain menyebabkan
pergeseran kewenangan penyelenggaraan transmigrasi, juga pelaksanaan
transmigrasi harus disesuaikan dengan potensi dan karakteristik spesifik daerah.
Menyangkut semakin terbatasnya lahan (fragmentasi lahan), peningkatan produksi
selama ini dengan cara ekstensifikasi mungkin tidak tepat lagi dan perlu
dikombinasikan dengan pola diversifikasi dan intensifikasi. Untuk memperoleh
lahan bagi permukiman transmigrasi ke depan semakin dibutuhkan dana
(investasi) yang cukup besar. Oleh karena itu dalam rangka pembangunan wilayah
berkelanjutan dan agar transmigrasi tidak menjadi beban bagi daerah penerima
yang berakibat pada kemiskinan, maka perlu direncanakan pemanfaatan lahan
(ruang). Hal ini dapat diwujudkan melalui keterkaitan pengelolaan yang tepat
antara sum berdaya alam, dengan aspek sosial ekonomi dan budaya setempat.
Terkait dengan pola tanaman yang diusahakan oleh transmigran di daerah
penelitian dapat dibedakan atas tanaman karet, kelapa sawit dan tanaman pangan
(padi). Pola tanaman yang diusahakan tersebut telah berlangsung dari generasi ke
Generasi seperti yang terdapat di Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Keberhasilan yang telah dicapai oleh
transmigrasi tidak terlepas dari pada karakteristik sosial, ekonomi dan budaya baik
yang dibawa dari daerah asal maupun yang telah tercipta dan berkembang di
tempat yang baru. Disisi lain karakteristik sosial, ekonomi dan budaya untuk
generasi kedua transmigran dan selanjutnya juga akan berpengaruh terhadap
sebaran permukiman transmigrasi di masa yang akan datang.
Berkembangnya daerah transmigrasi diharapkan juga akan semakin kuat
interaksinya tidak saja dengan desa-desa eks transmigrasi akan tetapi juga dengan
desa-desa non transmigrasi, sehingga terjadi keterkaitan yang saling
75
menguntungkan. Pada tahap berikutnya kesenjangan pembangunan antara daerah
transmigrasi dengan daerah diluar kawasan transmigrasi dapat dikurangi. Dengan
demikian transmigrasi dapat memacu pengembangan wilayah ke arah yang lebih
baik, dan tidak menambah beban bagi daerah tujuan.
Pengembangan kawasan transmigrasi ke depan perlu dikelola dengan baik agar
mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan. Dalam konsep
pembangunan berkelanjutan telah ditetapkan tujuan ekonominya adalah untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat transmigran dan masyarakat lokal, tujuan
sosial untuk mencegah terjadinya berbagai konflik dan kesenjangan serta
menciptakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Di bidang lingkungan
menjaga keanekaragaman hayati, konservasi lahan dan air. Aspek teknologi
dimaksudkan mengaplikasikan teknologi tepat guna, serta tujuan dibidang hukum
dan kelembagaan adalah untuk mentaati hukum dan berfungsinya kelembagaan.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya sinergi semua stakeholder yang
terkait dalam pengembangan kawasan transmigrasi.
Selektivitas terhadap calon transmigrasi perlu dilakukan dengan serius terutama
terkait dengan kualitas sum berdaya. Orientasinya harus berubah dari target
populasi ke target peningkatan kemampuan, sehingga di era Otonomi daerah
transmigrasi tidak lagi menjadi beban bagi daerah penerima.
Secara skematis Kerangka Konseptual Penelitianyang telah diuraikan terdahulu
dapat digambarkan bagan berikut pada(gambar 6).
76
Gambar 6: Kerangka Konseptual (conceptual frame work).
POLA TRANSMIGRASI
KARAKTERISTIK
Generasi Pertama
-Sosial
-Ekonomi
KARAKTERISTIK
Generasi Kedua
-Sosial
-Ekonomi
Sebaran
Permukiman
Generasi Kedua
-Dalam Desa
-Luar desa
Alat Analisis
Alat Analisis
-Karet-
-Kelapa Sawit
-Tanaman Pangan
Deskriptif
Chi Square
Binary Logit
-Deskriptif
-Chy Square
Perbandingan kesejahteraan generasi kedua dan pertama
Faktor-faktor yang mempengaruhi sebaran permukiman Generasi
kedua
77
2.10. Hipotesis Penelitian.
Hipotesis merupakan penjelasan atau jawaban sementara tentang perilaku,
fenomena dan gejala yang telah dan atau akan terjadi. Hipotesis disusun
berdasarkan landasan teori, studi-studi terdahulu yang terkait dan kerangka
pemikiran yang telah disusun. Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai
dapat dirumuskan hipotesis berikut:
Untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama,yaitu tentang karakteristik
generasi pertama, meliputi: karakteristik individual, Aspek ketransmigrasian dan
ketenagakerjaan transmigrasi (generasi pertama) mencakup umur, jenis kelamin,
status kawin, kegiatan utama, provinsi asal, tahun awal tinggal di desa, status
ketransmigrasian, alasan ikut transmigrasi, kedatangan dari daerah asal, jumlah
ART yang dibawa dan struktur ketenagakerjaan yang mencakup lapangan usaha,
jenis usaha, status pekerjaan, kepemilikan pekerjaan sampingan dan jam kerja per
minggu. Tidak dirumuskan hipotesis secara kuat akan tetapi dianalisis secara
deskriptif, dengan membandingkan kondisi masing-masing lokasi terpilih sebagai
sampel di daerah penelitian.
Hipotesis 1.
Untuk menjawab tujuan penelitian kedua, karakteristik generasi kedua mencakup:
karakteristik individual dan struktur ketenagakerjaan generasi kedua transmigran
di desa-desa eks transmigrasi, dilakukan dengan analisis deskriptif kuantitatif. Di
samping itu dilakukan analisis komparatif dan Chy Square dengan generasi
pertama, untuk variabel-variabel sosial ekonomi tertentu. Diduga semakin tinggi
tingkat sosial ekonomi generasi kedua semakin tinggi tingkat mobilitas yang
terjadi.
Hipotesis 2
Untuk menjawab tujuan penelitian ketiga,yaitu analisis kesejahteraan generasi
kedua dan pertama dilakukan dengan membandingkan kondisi
perumahan,kepemilikan asset rumah tangga, Penghasilan dan tabungan, struktur
ketenagakerjaan. Khusus untuk tingkat pendidikan yang dimiliki oleh generasi
kedua dibandingkan dengan generasi pertama. Dirumuskan hipotesis berikut:
78
generasi kedua dinyatakan berhasil apabila tingkat pendidikan yang
diperolehnyaminimal dua tingkat lebih tinggi dari yang diperoleh orang tuanya
(generasi pertama).
Hipotesis 3.
Untuk menjawab tujuan penelitian ke-empat, yakni Faktor-faktor yang
mempengaruhi sebaranpermukimangenerasi keduatransmigran di desa-desa eks
transmigrasi di kawasan transmigrasi Provinsi Jambi, sebaranpermukiman
generasi kedua dalam penelitian inidibedakan: (1) Di desa transmigrasi, (2) Ke
desa lain di luar desa transmigrasi. Faktor-faktor penentu terjadinya perubahan
permukiman dibedakan atas (1) Umur, (2) Jenjang pendidikan formal, (3) Status
pekerjaan, (4) Jenis pekerjaan , (5) Lapangan usaha pekerjaan, (6) Daerah asal
orang tua, (7) Pendidikan orang tua, (8) Jumlah anggota rumah tangga orang tua,
dan (9) Komoditas utama yang diusahakan. Secara terperinci diajukan hipotesis
berikut:
- Semakin tinggi usia generasi kedua, maka semakin kecil peluang untuk
meninggalkan desa transmigrasi. Hal ini terkait dengan kemampuan fisik
untuk pindah ke tempat lain.
- Tidak ada perbedaan preferensi generasi kedua untuk tetap tinggal di desa atau
di luar desa berdasarkan jenis kelamin.
- Semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang ditempuh, maka semakin besar
peluang dari generasi kedua untuk keluar dari desa permukiman. Hal ini
disebabkan dengan pendidikan yang lebih tinggi terbuka kesempatan untuk
bekerja diluar sektor pertanian.
- Terdapat perbedaan keinginan meninggalkan kawasan permukiman
berdasarkan status pekerjaan yang ditekuni, bila responden dengan status
pekerjaan utama lebih dapat bertahan di kawasan permukiman dari pada
responden dengan status pekerjaan sampingan.
- Generasi kedua yang bekerja di sektor non pertanian keinginan untuk tinggal
diluar desa lebih tinggi dibandingkan mereka yang bekerja di sektor pertanian.
- Terdapat perbedaan keinginan untuk menetap di dalam desa atau diluar desa
berdasarkan provinsi asal orang tua.
79
- Semakin tinggi pendidikan orang tua semakin besar peluang untuk tinggal di
luar desa, hal ini terkait dengan motivasi generasi kedua untuk melakukan
migrasi.
- Jumlah ART dalam keluarga berpengaruh terhadap keputusan generasi kedua
untuk tinggal di dalam desa dan ke luar desa. Artinya semakin besar jumlah
ART orang tua semakin kecil kemungkinan generasi kedua untuk tinggal
dalam desa.
- Terdapat perbedaan perilaku individu untuk meninggalkan desa berdasarkan
komoditas utama, generasi kedua dengan lahan perkebunan komoditas utama
(karet dan kelapa sawit) cenderung untuk melakukan perpindahan yang lebih
dekat, dibanding dengan lahan tanaman pangan (padi).
80
III. METODOLOGI PENELITIAN.
3.1.Metode Penelitian.
Metode penelitian ilmiah pada hakikatnya merupakan operasionalisasi dari
metode ilmiah. Dengan kata lain, struktur berpikir yang melatarbelakangi langka-
langkah dalam suatu penelitian ilmiah adalah metode ilmiah. Metode penelitian
yang mana yang akan dipilih dalam melakukan suatu penelitian sangat ditentukan
oleh permasalahan yang diajukan (Amri, et al, 2009).
Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah dikemukakan maka penelitian ini
didesain dalam bentuk studi kasus. Dalam penelitian ini dilakukan analisis
terhadap berbagai kasus (multiple case study) lokasi transmigrasi dipilih
berdasarkan tingkat perkembangan (stratified by level of development), dan
kemudahan (accessibility). Berdasarkan lokasi transmigrasi yang berada di desa-
desa eks. transmigrasi di kawasan transmigrasi Provinsi Jambi ditentukan
beberapa kabupaten dengan kriteria lahan pertanian yang diusahakan. Untuk
kepentingan penelitian tersebut telah ditetapkan Kabupaten Tebo dengan
Kecamatan Rimbo Bujang sebagai kawasan transmigrasi yang mengusahakan
tanaman karet. Kemudian Kabupaten Muaro Jambi dengan Kecamatan Sungai
Bahar dengan tanaman Kelapa Sawit, dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat
dengan Kecamatan Batang Asam dengan tanaman Padi. Selanjutnya ditentukan
masing-masing 2(dua) Desa dengan pertimbangan kemajuan yang dicapai serta
kemudahan (akses ) ke desa yang bersangkutan, dan dianggap dapat mewakili dari
kecamatan yang berada di wilayah kawasan transmigrasi berdasarkan
pertimbangan kemajuan generasi kedua yang ada di wilayah yang bersangkutan.
Metode yang digunakan dalam penelitian disesuaikan dengan tujuan yang ingin
dicapai pada penelitian ini. Secara umum digunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif dan metode kuantitatif. Merujuk pada Moleong (1993) mengartikan
penelitian deskriptif kualitatif sebagai suatu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan metode deskriptif kualitatif akan
dapat mengungkapkan dan memahami sesuatu dibalik fenomena yang sedikitpun
81
belum diketahui atau yang baru sedikit diketahui. Kecuali itu, metode kualitatif
dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan
dengan metode kuantitatif seperti menetapkan kebijakan, mengevaluasi program
dan menyediakan informasi untuk tujuan komersil (Straus, 2005).
Metode penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat
suatu keadaan atau gejala-gejala individu atau kelompok tertentu atau untuk
menentukan frekuensi/penyebaran suatu gejala yang terjadi dalam masyarakat
atau alam. Tujuan utama dari metode penelitian deskriptif adalah untuk
menyederhanakan realitas yang ada dalam masyarakat atau realitas yang terjadi
dalam alam yang sifatnya kompleks. Namun dalam berbagai penelitian metode
kualitatif dapat juga digunakan secara bersama-sama dengan penelitian kuantitatif.
Pada penelitian ini juga digunakan metode penelitian verifikatif (verificative
method). Menurut Vredenbregt, 1980 dalam Amri et al, (2009) metode verifikatif
yaitu metode yang bertujuan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan
berdasarkan masalah penelitian. Pengujian dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan sebab akibat (kausalitas) antara berbagai variabel yang diteliti.
Pada penelitian verifikatif ini, peneliti menetapkan langkah-langkah teknis dan
metodis yang akan dilaksanakan secara tepat dalam rangka melakukan pengujian
terhadap hipotesis- hipotesis yang telah diajukan.
3.2.Alasan Pemilihan Lokasi.
Pelaksanaan penelitian berlangsung di Provinsi Jambi. Dipilihnya Provinsi Jambi
sebagai lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan berikut:
1. Pelaksanaan transmigrasi di Provinsi Jambi telah berlangsung cukup lama,
dimulai sejak tahun 1940 sebagai kawasan transmigrasi pertama di daerah
Jambi terdapat di daerah Tabir (Kabupaten Merangin) pada saat ini.
Selanjutnya permukiman penduduk di daerah ini terus berlangsung sampai
masa reformasi atauera otonomi daerah
2. Sejak periode Pra Pelita hingga tahun 2015 jumlah transmigran di Provinsi
Jambi telah mencapai 83.641 KK, tersebar pada 2011 UPT di 9 (sembilan)
dari 11 (sebelas) kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jambi ( Kemenakertrans
82
2012; Junaidi 2012 dan BPS Jambi, 2016), dimana dengan jumlah tersebut
memposisikan Provinsi Jambi sebagai salah satu daerah utama penerima
transmigrasi di Indonesia.
3. Tingkat kepadatan penduduk Provinsi Jambi tergolong masih rendah,
sekitar62 orang per km²,sehingga masih memungkinkan pembangunan
transmigrasidi daerah ini dalam rangka pemanfaatan potensi sumber daya
alamnya(BPS, 2015).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka ditentukan lokasi kasus
penelitian di kawasan transmigrasi Kecamatan Rimbo Bujang untuk Kabupaten
Tebo,Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi, dan Kecamatan Batang Asam
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Penentuan lokasi penelitian
ditetapkan secara sengaja (purposive) dengan alasan bahwa kawasan dimaksud
telah berlangsung penempatan transmigrasi sejak tahun 1976, untuk Rimbo
Bujang dan tahun 1987 untuk Batang Asamserta tahun 1991 untuk Sungai Bahar.
Pertimbangan lain di Rimbo Bujang tanaman utama yang diusahakan
adalahtanaman Karet, Sungai Bahar Kelapa Sawit dan tanaman pangan ( Padi)
untuk KecamatanBatang Asam, sehingga sumber pendapatan transmigrasi lebih
bervariasi dan diduga generasi kedua transmigrandi kawasan tersebut sudah
mengalami berbagai perkembangan.
3.3Populasi dan Sampel
Pada penelitian ini yang menjadi populasi ditentukan secara bertingkat. Pada
tahap pertama di tentukan populasinya adalah semua Kepala Keluarga
transmigran yang telah bermukim di lokasi transmigrasi lebih dari 20 tahun atau
telah mempunyai turunan (generasi kedua). Tahap kedua populasi sasaran adalah
rumah tangga transmigrasi yang memiliki generasi kedua yang telah berumur
diatas 20 tahun atau yang telah berstatus menikah, baik yang masih berada di
desa-desa eks. transmigrasi yaitu unit-unit permukiman transmigrasi yang telah
menjadi desa definitif atau pun mereka yang tidak lagi bertempat tinggal bersama
dengan orang tuanya (generasi pertama) dan telah membentuk keluarga baru
(generasi kedua). Ada diantara mereka yang masih tinggal di desa transmigrasi,
83
terdapat pula mereka yang telah keluar dari desa eks transmigrasi namun masih
dalam kabupaten yang sama, dan ada yang keluar dari kabupaten yang
bersangkutan tapi masih dalam Provinsi Jambi.
Berdasarkan tahapan penentuan sampel ditempuh langkah-langkah seperti
diuraikanpada Tabel.3.1 berikut:
Tabel 3.1: Tahapan Penentuan Sampel Penelitian Transmigrasi Generasi kedua.
No. Sampel Prosedur
1 Kabupaten Sengaja (Purposive)
2 Kecamatan/kawasan Ditentukan berdasarkan komoditas utama
3 Desa Berdasarkan akses, dan perkembangan desa
4 Rumah Tangga Semua rumah tangga terpilih
5 Responden Generasi pertama, dan Generasi kedua usia diatas
20 th (sudah menikah) yang ditentukan secara
acak (random).
Sumber: Diolah dari berbagai sumber.
Dalam penentuan jumlah sampel sebenarnya tidak ada aturan yang tegas berapa
jumlah sampel yang harus diambil dari populasi yang tersedia. Tidak ada juga
batasan yang “pasti” dan jelas apa yang dimaksud dengan sampel yang besar dan
sampel yang kecil (Soeratno dan Arsyad, 1995). Selain alasan yang telah
dikemukakan sebelumnya, jumlah sampel juga sangat tergantung faktor-faktor
lain seperti biaya, fasilitas, waktu yang tersedia, populasi yang ada atau yang
bersedia untuk dijadikan sampel, serta tujuan dan alat analisis yang digunakan.
Selanjutnya dalam penentuan sampel yangrepresentatif digunakan sampling acak
(random sampling). Yang dimaksud dengan acak (random) adalah bahwa setiap
anggota dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dimasukkan
sebagai sampel (Sugiyono, 2013). Untuk keperluan penelitian ini ditentukan
langkah-langkah berikut:
1) Berdasarkan desa yang telah dipilih ditentukan jumlah rumah tangga
transmigrasi generasi pertama yang memiliki turunan(generasi kedua).
84
2) Dari jumlah KK yang terdapat di lokasi tersebut ditentukan jumlah KK yang
Eligible yaitu rumah tangga transmigrasi pertama yang mempunyai anak
yangsudah berumur diatas 20 tahun atau sudah menikah.
3) Setelah diperoleh dari masing-masing desa KK yang Eligible ditarik
sampelmasing-masing sebanyak 28 responden, dengan menggunakan
metodeRandom Number Generated (RNG). Adapun prosesnya sebagai
berikut:
a) Urutkan KK yang Eligible dari nomor urut 1 ke nomor urut terakhir.
b) Tekan KK nomor urut pertama (1) dan selanjutnya tekan nomor urut KK
yang terbesar atau nomor ke terakhir dari daftar populasi yang ada.
c) Tekan angka 28, sesuai dengan jumlah sampel yang dirujuk.
d) Hasilnya akan keluar sebarannomor-nomor rumah tangga sampel (KK)
yang siap untuk di wawancarai.
Secara terperinci, sebaran desa, jumlah KK, jumlah KK yang Eligible
disajikan pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2. Desa Permukiman, Jumlah KK, Jumlah KK Eligible dan
JumlahResponden di Lokasi Penelitian.
No Kecamatan Desa Jumlah
KK
Jumlah
KK
Eligible
Jumlah Sampel
Gen. Gen.
(1) (2)
1 Rimbo Bujang Perintis 2.901 287 28 28
Rimbo Mulyo 1.984 281 28 28
2
Batang Asam
Sri Agung 744 273 28 28
Rawa Medang 280 185 28 28
3 Sungai Bahar
Marga Mulya 1.127 276 28 28
Panca Mulya 436 191 28 28
Total Sampel - - 168 168
Sumber: Monografi Desa, Tahun 2016.
Berdasarkan jumlah KK yang Eligible dapat ditentukan Jumlah Eligible
Generasi Kedua Serumah dan Tidak Serumah.Dalam penelitian ini yang dimaksud
85
dengan transmigrasi generasi ke dua yang eligible adalah mereka yang merupakan
turunan ke dua dari transmigrasi di daerah penelitian yang memenuhi kriteria
sampel. Kriteria dimaksud adalah mereka yang telah berumur diatas 20 tahun atau
sudah berstatus menikah. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa telah terjadi
berbagai pola tempat tinggal generasi kedua yang eligible.
Terdapat generasi kedua eligible yang serumah, generasi ke dua eligible
tidak serumah. Generasi kedua yang serumah artinya kendatipun dia sudah
membentuk keluarga baru namun sebagai kepala keluarga tetap orang tuanya
(generasi pertama), atau dengan kata lain dalam penyediaan kebutuhan konsumsi
mereka masih hidup dalam satu dapur. Perjalanan panjang penempatan
transmigrasi di Provinsi Jambi telah berdampak terhadap peningkatan jumlah
anggota keluarga. Banyak diantara transmigran yang telah menambah jumlah
kelahiran di lokasi permukiman baru. Seiring dengan hal tersebut anak-anak
transmigran pada saat ini sudah memasuki usiakerja dan menjadi angkatan kerja,
dan seiring dengan itu diduga generasi keduanya telah membentuk rumah tangga
baru.
Program transmigrasi hanya menyiapkan lahan pertanian untuk satu
generasi, sedangkan pada saat ini dengan semakin bertambahnya jumlah anggota
rumah tangga kebutuhan terhadap lahan akan meningkat. Peningkatan kebutuhan
terhadap lahan baik sebagai sumber penghasilan maupun untuk kebutuhan lain
seperti perumahan telah menyebabkan generasi kedua harus mencari alternatif
keluar dari rumah tangga inti (generasi pertama).
Untuk mengetahui jumlah eligible generasi kedua yang serumah dan tidak
serumah dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut.
86
Tabel 3.3 Presentase Responden Generasi Kedua yang Eligible Serumah dan
Tidak Serumah di Lokasi Penelitian, Tahun 2017.
Jumlah Eligible
Generasi Kedua Serumah Tidak Serumah Total
Rimbo Bujang 23
(13,69)
33
(19,64)
56
(33,33)
Batang Asam 41
(24,40)
15
(8,93)
56
(33,33)
Sungai Bahar 4
(2,38)
52
(30,95)
56
(33,33)
Total 68
(40,48)
100
(59,52)
168
(100,00)
Sumber: Hasil Penelitian, Tahun 2017
Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan pengambilan sampel dalam
penelitian, menurut Slamet, Y (2006) adalah sebagai berikut:
1. Keuntungan dengan cara sampel yang cukup menonjol adalah dapat
menghemat waktu, tenaga dan biaya.
2. Survei adalah suatu kegiatan pada suatu waktu tertentu, sehingga dapat
dibandingkan pendapat para responden, sehingga pengaruh waktu yang
berjalan belum ada.
3. Bila meneliti sejumlah besar populasi, penggunaan sejumlah besar
pewawancara tidak dapat dihindarkan. Pada hal semakin banyak jumlah
pewawancara semakin tinggi kemungkinannya terjadi kesalahan, dan untuk
memiliki pewawancara yang cakap terbatas.
4. Bila menggerakkan sejumlah besar tenaga pewawancara, maka dibutuhkan
sejumlah besar pengawas (supervisor).
5. Dengan sampel dimungkinkan mencapai tingkat responsi yang lebih besar
dibandingkan bila meneliti seluruh populasi. Hal demikian terasa
kebenarannya khususnya bagi penelitian hal-hal yang peka. Dengan
menanyakan hal-hal yang peka diperlukan ketekunan dan ketelitian dari
87
pewawancara. Bila hal-hal yang peka itu ditanyakan secara massal malahan
akan menyimpangkan hasil penelitian, dengan demikian hasilnya invalid.
3.4.Instrumen Penelitian
Responden (1).Transmigrasi generasi pertama yang telah menetap di daerah
penelitian lebih dari 20 tahun. (2). Generasi kedua yang sudah berumur diatas 20
tahun atau sudah berstatus kawin, yang pada waktu diwawancarai tinggal di desa
eks transmigrasi, atau di luar lokasi transmigrasi. Untuk responden yang
berdomisili di desa sendiri dilakukan wawancara secara terstruktur dengan
menggunakan kuesioner. Sampel yang tinggal di luar lokasi sedapat
mungkininformasinya diperoleh melalui bantuan Kepala Keluarga(KK) atau
anggota keluarganya.Selain itu dilakukan wawancara dengan menggunakan alat
komunikasi telepon1 genggam (hand phone) untuk responden tertentu.
3.5. Unit Analisis
Pada penelitian ini unit analisis terdiri dari 3 (tiga) tingkatan, yang terdiri
dari tingkat rumah tangga, desa dan kecamatan. Rumah tangga responden
merupakan kepala keluarga (KK) generasi pertamadan Rumah tangga Generasi
kedua yang berada di desa sampel. Desa pada penelitian ini adalah desa-desa eks
transmigrasi yaitu Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) yang ada di Provinsi
Jambi. UPT tersebut telah menjadi desa definitif. Kecamatan pada riset ini
ditetapkan pada komoditas utama yang dihasilkan dan berada padatiga kabupaten
dalam Provinsi Jambi.
3.6. Jenis Dan Sumber Data
Pada penelitian ini dibutuhkan data, baik yang bersumber dari data primer
maupun data sekunder. Data primer diperoleh langsung pada tingkat rumah tangga
sampel yang dikumpulkan dengan menggunakan instrumen daftar pertanyaan
(kuesioner). Kuesioner adalah seperangkat daftar pertanyaan tertentu yang disusun
secara sistematis dan lengkap. Selain itu juga digunakan wawancara secara
terstruktur. Untuk hal-hal tertentu wawancara juga dilakukan terhadap beberapa
88
informan kunci (key Informant) yang dianggap mengetahui tentang persoalan
yang terkait dengan penelitian ketransmigrasian, khususnya generasi kedua. Jenis
data primer yang dikumpulkan dari responden generasi pertama dan kedua
mencakup karakteristik sosial, ekonomi dan budaya.
Data sekunder yang digunakan merupakan data yang bersumber dari PODES
(Potensi Desa) 2014, SE (Sensus Ekonomi) 2014, Provinsi Jambi dalam Angka,
Kabupaten dalam Angka dan Kecamatan dalam Angka. Di samping itu juga
dikumpulkan data yang berasal dari instansi dan lembaga yang terkait pada tingkat
nasional, tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. Jenis data utama yang
dikumpulkan meliputi:
1. Data karakteristik wilayah yang mencakup data geografi, potensi dan
kesesuaian lahan pertanian, demografi, sosial, ekonomi, budaya,
danaksesibilitas wilayah.
2. Data ketransmigrasian pada tingkatprovinsi, kabupaten yang mencakup lokasi
transmigrasi, perkembangan jumlah peserta transmigrasi, menurut daerah asal
dan penempatan, jumlah transmigrasi khusus dariProvinsi Jambi, dan jenis
tanaman yang dikembangkan di daerah transmigrasi.
3.7. Alat Analisis
Untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian yang telah
dikemukakan sebelumnya digunakan alat analisis sebagai berikut:
3.7.1 Karakteris Generasi Pertama Transmigran
Untuk mengetahui karakteristik dan kondisi sosial ekonomi transmigran generasi
pertama, dilakukan analisis pada data individu. Aspek Ketransmigrasian
yangdimaksud dalam penelitian ini mencakup pada karakteristik kepala keluarga,
struktur dan kegiatan anggota keluarga, provinsi asal, alasan ikut transmigrasi.
Jumlah ART yang dibawa. Ketenagakerjaan meliputi kegiatan utama saat ini,
Lapangan usaha, jenis pekerjaan, Status pekerjaan, Kepemilikan pekerjaan
sampingan dan jam kerja per minggu. Analisis dilakukan secara deskriptif dengan
89
menggunakan tabel frekuensi dan mengkomperatifkan kondisi pada masing-
masing kecamatan lokasi terpilih.
Sehubungan dengan kepentingan tersebut dilakukan survei dengan responden
pada tingkat rumah tangga. Lokasi yang dipilih masing-masing sebanyak 2 (dua)
desa eks transmigrasi pada ke tiga kawasan penempatan transmigrasi di Provinsi
Jambi, dengan pertimbangan stadia dan akses ke desa tertentu.Dengan
demikianakan dipelajari sebanyak 6 (enam) desa eks transmigrasi yang tergabung
dalam tiga kecamatan di Provinsi Jambi.
3.7.2.Karakteristik Generasi KeduaTransmigran
Untuk mengetahui tentang karakteristik individu dan struktur ketenagakerjaan
generasi keduadianalisis dengan deskriptif kualitatif. Dalam hal ini dilakukan
komparatif dengan generasi pertama dan dengan menggunakan analisis Chi
Kuadrat. Merujuk pada Slamet, Y (2006). Analisis kuantitatif diawali dengan
merumuskan masalah penelitian secara operasional, dimana konsep-konsep yang
dipilih dapat diukur secara kuantitatif. Untuk analisis kuantitatif digunakan tabel
distribusi frekuensi dan persentase.
3.7.3 Kesejahteraan Generasi Kedua Transmigran dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia.
Untuk menganalisis tingkat kesejahteraan dilakukan dengan
membandingkan kondisi perumahan, kepemilikan asset rumah tangga,
Penghasilan dan tabungan, struktur ketenagakerjaan dan Pendidikan yang dimiliki
oleh generasi kedua dan pertama. Khusus untuk pendidikan apabila pendidikan
yang dimiliki oleh generasi kedua, 2(dua) tingkat atau lebih tinggi dari generasi
pertama (orang tua) maka generasi kedua dikatakan berhasil, dilihat dari
aspeksumber daya manusia.
90
3.7.4. Faktor-Faktor Yang MempengaruhiSebaran Permukiman
Generasi Kedua Transmigran
Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi sebaranpermukiman
generasi keduatransmigran, peubah tak bebas (dependent variable) yang
digunakan adalah pengkategorian permukiman lokasi generasi kedua transmigrasi.
Peubah bebas (independent variable) yang digunakan terdiri dari dua kelompok
peubah yaitu peubah-peubah yang berasal dari karakteristik individu dan
karakteristik keluarga transmigrasi.
Karena tipe permukiman generasi kedua dikategorikan atas dua kategori
yang berjenjang (ordinal), maka model yang dipakai adalah model binary logit.
Model binary logit adalah model dengan variabel terikat memiliki dua kategori
dan berskala ordinal (Amri, et al, 2009). Permukiman generasi kedua diestimasi
dengan menggunakanmodel binary logit sebagai berikut:
g(xki) = β0 + β1X1 + β2.ᴅIX2.DI + β2.ᴅ2X2.D2 + β3.ᴅ1X3.D1 + β3.ᴅ2X3.D2 +
β4D1X4D2+β5.ᴅIX5.DI+β5.ᴅ2X5.D2+β6D1X6D1+β6D2X6D2+β6D3X6D3+β6D4X6D4+β7
D1X7D1+β7D2X7D2+ β8X8 +β9D1X9D1+β9D2X9D2 + e.
dimana:
g (xki) = tipe permukiman generasi kedua transmigrasi, dengan ketentuan sebagai
berikut:
g (xki) 1 = di dalam desa transmigrasi.
g (xki) 0 = diluar desa transmigrasi.
α = konstanta persamaan; β1......β9 = koefisien peubah dalam model
e = error term
X1 = umur (dalam tahun)
X2= Jenjang pendidikan formal anak (tahun sekolah).
X2ᴅ1 1 = SLTP; 0 = lainnya
X2ᴅ2 1 =SLTA ke atas; 0 =lainnya
X3 = Status pekerjaan anak.
1 = formal; 0 = informal.
X4 = Jenis pekerjaan anak.
X4D1 1 = ½ terampil; 0= lainnya
X4D2 1 = terampil; 0 = lainnya
X5= Lapangan usaha pekerjaan anak.
X5D1 1= industri; 0 = lainnya
91
X5D2 1 = jasa; 0= lainnya
X6 = Daerah asal orang tua.
X6 D1 1 = Jawa Timur; 0 = lainnya
X6 D2 1 = Yogyakarta; 0 = lainnya
X6D3 1 = Jawa Tengah; 0 =lainnya
X6D4 1 = Jambi; 0 = lainnya
X7 = Pendidikan orang tua.
X7D1 1 = SLTP; 0 = lainnya
X7D2 1 = SLTA ke atas; 0= lainnya
X8= Jumlah anggota rumah tangga orang tua.
X9= Komoditas utama perkebunan.
X9D1 1 = sawit; 0 = lainnya
X9D2 1 = tanaman pangan; 0 = lainnya.
3.8. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya.
1. Generasi Kedua adalah turunan kedua (anak transmigran), baik yang dibawa
dari di daerah asal maupun yang lahir di daerah permukiman transmigrasi
yang telah berumur diatas 20 tahun dan/ atau telah berstatus menikah, baik
saat ini masih bertempat tinggal di lokasi transmigrasi maupun telah keluar
dari kawasan.
2. Desa-desa eks Transmigrasiadalah desa-desa yang berasal dari permukiman
transmigrasi yang dulunya disebut Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) dan
setelah melewati masa pembinaan diserahkan kepada pemerintah daerah
setempat.
3. Permukiman Transmigrasi dalam penelitian ini adalah tempat tinggal
terakhir transmigrasi generasi kedua yang dibedakan atas (1).Dalam desa
transmigrasi, (2) Diluar desa transmigrasi, baik dalam kecamatan, kabupaten,
provinsi maupun di luar provinsi.
4. Stadia desa/Akses Desapada penelitian ini adalah penentuan lokasi di daerah
desa sampel yang dibedakan atas desa yang dianggap paling berhasil dan desa
yang berhasil denganmempertimbangkanakses ke wilayah yang bersangkutan.
92
5. Komoditas asal tanaman utamadalam penelitian ini adalah komoditas yang
dihasilkan oleh transmigran di desa-desa eks transmigrasi di kawasan
transmigrasi Provinsi Jambi.
6. Daerah Asal Transmigranpada penelitian ini transmigran yang berasal dari
program pusat yang terdiri dari Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa
Barat, DIY Yogyakarta, DKI Jakarta dan transmigran yang berasal dari daerah
lokal yang dikatakan dari Provinsi Jambi.
7. Kesejahteraan Penduduk pada penelitian ini di ukur dengan menggunakan
indikator Kondisi perumahan, kepemilikan lahan, kepemilikan asset Rumah
tangga, Penghasilan dan tabungan, Struktur ketenagakerjaan dansumber daya
manusia (tingkat Pendidikan yang ditamatkan).
8. Desa Sekitarnya adalah desa-desa yang berdekatan secara geografi dan
terkait langsung secara fungsional dengan desa-desa yang menjadi sampel
pada penelitian ini.
9. Satuan Permukiman (SP) adalahsatuan interaksi terkecil dengan
kepentingan utama permukiman sebagai tempat tinggal (hunian), tempat usaha
dan kegiatan-kegiatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
10. Satuan Kawasan Pengembangan (SKP) merupakan kumpulan beberapa SP,
dimana SP utama berfungsi sebagai pusat koleksi pemasaran produk maupun
distribusi kebutuhan lingkungan permukiman SKP.
11. Pembangunan Berkelanjutan dalam penelitian ini adalah upaya untuk
mengintegrasikan komponen-komponen sumber daya, meliputi komponen
ekonomi, komponen sosial budaya, dan komponen lingkungan secara serasi
dan seimbang.
12. Masyarakat Transmigrasiadalah transmigran dan penduduk setempat yang
ditetapkan sebagai transmigran serta penduduk setempat yang bertempat
tinggal di SP Tempatan.
13. Kawasan Transmigrasi adalah kawasan budidaya yang memiliki fungsi
sebagai permukiman dan tempat usaha masyarakat dalam suatu sistem
pengembangan berupa wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi
permukiman transmigrasi.
93
14. Lokasi Permukiman Transmigrasi yang disingkat LPTadalah lokasi
potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung
pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau yang sedang berkembang
sebagai kawasan perkotaan baru sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
15. Satuan Permukiman Baru selanjutnya disebut SP-Baruadalah bagian dari
satu kesatuan permukiman atau beberapa permukiman sebagai satu kesatuan
dengan daya tampung 300-500 (tiga ratus sampai dengan lima ratus) keluarga
yang merupakan hasil pembangunan baru.
16. Satuan Permukiman Pemugaran selanjutnya disebut SP-Pugar adalah
bagian dari SKP berupa permukiman penduduk setempat yang dipugar
menjadi satu kesatuan dengan permukiman baru dengan daya tampung 300 -
500 (tiga ratus sampai dengan lima ratus) keluarga.
17. Satuan Permukiman Penduduk setempat yang selanjutnya disebut SP-
Tempatanadalah permukiman penduduk setempat dalam deliniasi kawasan
transmigrasi yang diperlakukan sebagai SP.
18. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
19. Transmigrasi Umum selanjutnya disingkat TU adalah jenis transmigrasi
yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah bagi
penduduk yang mengalami keterbatasan dalam mendapatkan peluang kerja
dan usaha.
20. Transmigrasi Swakarsa Berbantuan selanjutnya disingkat TSBadalah jenis
transmigrasi yang dirancang oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah
dengan mengikutsertakan badan usaha sebagai mitra usaha transmigran bagi
penduduk yang berpotensi berkembang untuk maju.
21. Transmigrasi Swakarsa mandiri selanjutnya disingkat TSMadalah jenis
transmigrasi yang merupakan prakarsa Transmigran yang bersangkutan atas
arahan, layanan, dan bantuan pemerintah dan/ atau pemerintah daerah bagi
penduduk yang telah memiliki kemampuan.
94
22. Transmigrasiadalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk
meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang
diselenggarakan oleh pemerintah.
23. Transmigran adalah warga negara Republik Indonesia yang berpindah secara
sukarela ke kawasan transmigrasi.
24. Ketransmigrasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyelenggaraan transmigrasi.
25. Daerah Tujuan Transmigranyang selanjutnya disebut Daerah
Tujuanadalah daerah kabupaten/kota yang di wilayahnya dibangun dan
dikembangkan kawasan transmigrasi.
26. Wilayah Pengembangan Transmigrasi yang selanjutnya disingkat WPT
adalah wilayah potensial yang ditetapkan sebagai pengembangan permukiman
transmigrasi yang terdiri atas beberapa satuan kawasan pengembangan yang
salah satu diantaranya direncanakan untuk mewujudkan pusat pertumbuhan
wilayah baru sebagai kawasan perkotaan baru sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah.
27. Transmigrasi Spontan adalah bentuk perpindahan penduduk yang dilakukan
berdasarkan inisiatif sendiri, segala konsekuensi yang muncul akibat tindakan
ini menjadi tanggung jawab pribadi.
28. Transmigrasi Swakarsaadalah bentuk perpindahan yang dirancang oleh
pemerintah daerah dengan mengikutsertakan Badan Usaha sebagai mitra
usaha transmigran bagi penduduk yang berpotensi berkembang untuk maju.
29. Pola Transmigrasi dalam penelitian ini adalah pengelompokan transmigrasi
berdasarkan kelompok pekerjaan yang dibedakan atas komoditas karet, kelapa
sawit dan tanaman pangan (padi).
95
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1. Letak Wilayah dan Topografi
Provinsi Jambi secara geografis terletak di bagian tengah Pulau Sumatera yaitu
pada koordinat 0°45’- 245’LS dan 101°10’-105°55’BT. Membujur dari pantai
timur Pulau Sumatera ke arah barat. Secara administratif provinsi ini berbatasan,
sebelah Utara dengan Provinsi Riau, sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera
Selatan, sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan sebelah Timur dengan
Selat Berhala dan Provinsi Kepulauan Riau. Posisi Provinsi Jambi cukup strategis
karena berhadapan langsung dengan kawasan pertumbuhan ekonomi yaitu IMS-
GT (Indonesia, Malaysia, Singapura Growth Triangle). Dengan kondisi yang
strategis tersebut dimana Provinsi Jambi terletak di kawasan ASEAN, Asia dan
Pasifik sehingga sangat prospektif, dalam perdagangan antar wilayah maupun
perdagangan Internasional dan diharapkan dapat mendukung pemerintah dalam
menjalin kerja sama untuk meningkatkan kemajuan pembangunan daerah.
Luas wilayah Provinsi Jambi sesuai dengan Undang-undang nomor 19
tahun 1957, tentang pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera
Barat, Jambi dan Riau, dan kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang nomor
61 Tahun 1958 (Lembaran Negara tahun 1958 nomor 112) adalah seluas
53.435,72km² yang terdiri dari daratan 50.160,05km² dan perairan seluas
96
3.274,95km². Secara administratif, pada saat iniDaerah Jambi terdiri dari 9
(Sembilan)kabupatendan2(dua)kota.
Provinsi ini telah mengalami pemekaran wilayah, yang sebelumnya terdiri dari 5
kabupaten dan 1 kotamadya. Kabupaten yang mengalami pemekaran tersebut
meliputi Kabupaten Batanghari dengan ibukota Muara Bulian dan Kabupaten
Muaro Jambi dengan ibukota Sengeti. Kabupaten Tanjung Jabung dimekarkan
menjadi Kabupaten Tanjung Jabung Barat dengan ibukota Kuala Tungkal dan
Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan ibukota Muara Sabak. Kemudian
Kabupaten Sarolangun Bangko dipecah menjadi Kabupaten Merangin dengan
ibukota Bangko dan Kabupaten Sarolangun dengan ibukota Sarolangun,
selanjutnya Kabupaten Bungo Tebo menjadi Kabupaten Bungo dengan ibukota
Muara Bungo dan Kabupaten Tebo dengan ibukota Muara Tebo. Terakhir
Kabupaten Kerinci dimekarkan menjadi Kabupaten Kerinci dengan ibukota Siulak
dan Kota Sungai penuh dengan pusat pemerintahan di Sungai Penuh. Secara
keseluruhan Provinsi Jambi meliputi 138 kecamatan dan terdiri dari 1551 desa dan
kelurahan. Kabupaten Merangin merupakan daerah Tingkat II yang paling banyak
memiliki kecamatan (24 kecamatan), sedangkan Kabupaten Kerinci mempunyai
desa/kelurahan yang paling banyak dengan jumlah 287 desa/kelurahan (BPS,
2016). Berikut ini dapat diketahui luas Daerah Jambi menurut kabupaten dan kota
seperti disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Sebaran Luas Wilayah Provinsi Jambi Berdasarkan Daerah
Kabupaten/Kota, Tahun 2015.
Wilayah Luas(km²) Persentase (%)
Kabupaten Kerinci 3.808,50 7,13
Kabupaten Bungo 6.461,00 12,09
Kabupaten Tebo 6.802,59 12,73
Kabupaten Merangin 7.451,30 13,94
Kabupaten Sarolangun 6.175,43 11,56
Kabupaten Batanghari 5.804,83 10,86
97
Kabupaten Muaro Jambi 5.246,00 9,82
Kabupaten Tanjab Barat 5.645,25 10,56
Kabupaten Tanjab Timur 5.444,98 10,19
Kota Jambi 205,78 0,38
Kota Sungai Penuh 391,50 0,73
Provinsi Jambi 53.435,72 100,00
Sumber: Bappeda Provinsi Jambi, tahun 2016.
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa kabupaten/kota di daerah Jambi
memiliki luas yang sangat bervariasi. Kabupaten Merangin merupakan daerah
tingkat II yang paling luas yaitu sebesar 7.451,30 km² atau 13,94 persen dari
wilayah Provinsi Jambi diikuti oleh Kabupaten Tebo (12,73%) dan Bungo
dengan luas wilayah (12,09%). Kabupaten/ kota yang luas wilayahnya paling
kecil adalah Kota Jambi, yakni 205,78 km² atau hanya 0,38 persen dari luas
Provinsi Jambi secara keseluruhan.
Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya pemekaran wilayah ini adalah
agar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat lebih baik, dan program kerja
yang dilaksanakan lebih berpihak kepada kepentingan masyarakat. Dengan
demikian diharapkan akan berdampak terhadap penciptaan lapangan kerja yang
pada tahap selanjutnya mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Provinsi Jambi khususnya.
Menurut topografis wilayah, Provinsi Jambi dapat dikategorikan dalam tiga
(kelompok) variasi ketinggian yakni:
1. Daerah daratan rendah antara 0-100 meter dari permukaan air laut (dpal)
merupakan daerah yang terluas (69,10%) dari keseluruhan luas Provinsi
Jambi. Daerah daratan rendah ini terdapat di Kota Jambi, Kabupaten
Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, sebahagian
Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun dan
Kabupaten Merangin.
2. Daerah daratan sedang antara 100-500 meter dari permukaan air laut
(dpal) dengan luas wilayah sekitar 16,40 persen yang berada di wilayah
98
tengah. Daerah dengan ketinggian sedang ini berada di Kabupaten Tebo,
Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Merangin serta sebagian Kabupaten
Batang Hari.
3. Daerah dengan ketinggian lebih dari 500 meter dari permukaan air laut
(dpal) yang luasnya sekitar (14,50%) umumnya terdapat di wilayah barat
Provinsi Jambi. Daerah perbukitan ini terdapat di Kabupaten Kerinci, Kota
Sungai Penuh, serta sebagian dari Kabupaten Tebo, Kabupaten Merangin
dan Kabupaten Sarolangun. Daerah ini masih merupakan bagian dari bukit
barisan dengan beberapa gunung yang cukup tinggi seperti Gunung
Kerinci dengan ketinggian (3.805 m), Gunung Masurai (2.933 m), Gunung
Tujuh (2.605 m), dan Gunung Alas dengan tinggi 2.050 m.
Untuk lebih jelasnya ketinggian wilayah dalam Provinsi Jambi menurut luas
dan wilayah kabupaten/kota disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Klasifikasi Topografi/Ketinggian Wilayah di Provinsi Jambi.
Topografi/ketinggian
(m/dpal)
Luas Wilayah/
Kabupaten Ha %
Dataran Rendah
(0-100) 3.431.165 69,10
Kota Jambi, Tanjab BaratTanjung
Jabung Timur, Muaro Jambi,
Merangin, Batanghari
Dataran Sedang
(100-500) 903.180 16,40
Sebagian Batanghari, Kota
Sungai Penuh, Merangin,
Sebagian Sarolangun, Tebo,
Sungai Penuh, Merangin, dan
sebagian Kabupaten Bungo
Dataran Tinggi
(>500) 765.655 14,50
Kerinci, Kota Sungai
PenuhSebagianMerangin,
sebagian Sarolangun dan
sebagian Kabupaten Bungo
Sumber: Bappeda Provinsi Jambi, Tahun 2016
Pada umumnya wilayah Provinsi Jambi berada pada dataran rendah yang ditandai
dengan tanah-tanah yang penuh air dan rentan terhadap banjir dengan pasang
99
surut serta banyaknya sungai besar dan kecil yang melewati daerah ini. Dengan
iklim tropis basah yang bervariasi dimana curah hujan hampir merata sepanjang
tahun. Sebagian kecil saja wilayah Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Kerinci dan
Kota Sungai Penuh yang beriklim bukan tropis dengan temperatur rata-rata
bulanan terdingin dibawah 20° C. Berdasarkan kawasan Provinsi Jambi memiliki
hutan seluas 2.962.969 Ha, yang terdiri dari taman nasional, suaka alam, hutan
lindung, serta kawasan hutan gambut sebesar 18 persen. Jumlah hutan produksi
terbatas tercatat 12,25 persen, hutan produksi tetap 36,22 persen dan hutan
konversi sebanyak 92.487 Ha (Bappeda, 2010).
4.2. Penggunaan Tanah
Berdasarkan luas wilayah menurut jenis tanah yang ada di Provinsi Jambi
menunjukkan jenis tanah yang dominan adalah Podzolik Merah Kuning (PMK
dengan luas 2.272.729 hektar atau 44,56 persen dengan kesuburannya relatif
rendah. Daya dukung lahan cukup baik yang sangat potensial untuk
pengembangan komoditas pertanian dan perkebunan. Untuk jenis tanah Latosol
dan Litosol hanya sekitar 2.380 hektar atau 0,05 persen saja (Bappeda, 2016).
Tabel. 4.3. Sebaran Penggunaan Lahan Di Provinsi Jambi Tahun, 2015
No. Jenis Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Lahan Permukiman 49.631 1,002
2 Lahan Sawah Irigasi 40.446 0,817
3 Lahan Sawah Tadah Hujan 34.743 0,702
4 Lahan Sawah Lebak 33.271 0,672
5 Lahan Sawah Pasang Surut 70.719 1,428
6 Tegalan /Ladang 117.516 2,373
7 Kebun Campuran 112.787 2,277
8 Kebun Karet 1.284.003 25,926
9 Kebun Sawit 941.565 19,012
10 Kebun Kulit Manis 93.609 1,890
100
11 Kebun Teh 4.691 0,095
12 Semak dan Alang-alang 87.177 1,760
13 Hutan Lebat 1.433.470 28,944
14 Hutan Belukar 413.406 8,347
15 Hutan Sejenis 187.704 3,790
16 Lain-lain 47.757 3,790
Jumlah 4.952.495 100,00
Sumber: Bappeda Provinsi Jambi, Tahun 2016.
Berdasarkan karakter kawasan ekologinya, perkembangan kawasan
budidaya khususnya untuk pertanian terbagi atas tiga daerah yaitu kelompok
ekologi hulu, tengah dan hilir. Menurut Nainggolan (2017) masing-masing
kawasan budidaya memilikikarakter khusus, dimana pada kawasan ekologi hulu
merupakan daerah yang terdapat kawasan lindung dan pertanian tanaman pangan.
Ekologi tengah merupakan kawasan budidaya dengan ragam kegiatan yang sangat
bervariasi terutama perkebunan dan pertanian tanaman pangan dan kawasan
ekologi hilir merupakan kawasan budidaya dengan penerapan teknologi tata air
untuk perikanan budidaya perikanan tangkapdan pertanian tanaman pangan.
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa sekitar separuh (50,10 %)
penggunaan lahan di Provinsi Jambi diperuntukkan untuk lahan perkebunan. Dari
jumlah tersebut lebih separuhnya merupakan perkebunan Karet diikuti untuk
lahan perkebunan Kelapa Sawit, Kebun Kulit Manis dan Kebun Teh. Sementara
lahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya pertanian, baik pertanian lahan
sawah maupun pertanian bukan sawah mencapai sekitar 297 Ha, atau sekitar 7,56
persen, dan sisanya sebesar 42, 15 persen sebagian besar masih merupakan
kawasan hutan lebat.
4.3.Kependudukan
Salah satu modal dasar dan penting dalam pembangunan adalah penduduk.
101
Informasi tentang penduduk, baik jumlah, pertumbuhan, persebaran, struktur dan
komposisi penduduk sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan. Daerah
dengan jumlah penduduk yang besar dan berkualitas dianggap sebagai asset
potensial dan berguna dalam mendukung percepatan pembangunan. Pertumbuhan
penduduk merupakan keseimbangan dinamis antara faktor-faktor yang menambah
dan faktor-faktor yang mengurangi jumlah Penduduk. Pertumbuhan penduduk
yang tinggi tanpa diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia,
dapat menimbulkan permasalahan dalam pembangunan. Berikut ini pada Tabel
4.4 disajikan perbandingan laju pertumbuhan penduduk Provinsi Jambi dan
Indonesia periode 1971-2015.
Tabel 4.4 PerbandinganLaju Pertumbuhan Penduduk Jambidan Indonesia,
Tahun 1971-2015.
No. Periode
( Tahun)
Jambi
(%)
Indonesia
(%)
1 1971 - 1980 4,07 2,31
2 1980 - 1990 3,40 1,98
3 1990 - 2000 1,84 1,49
4 2000 - 2010 2,56 1,49
5 2010 - 2015 2,34 1,38
Sumber: BPS Indonesia, Tahun 2016.
Tabel 4.4, menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk Provinsi Jambi
selalu berada diatas rata-rata Indonesia. Ini berarti peningkatan pertambahan
penduduk Daerah Jambi lebih cepat dari pertambahan penduduk nasional. Pada
tahun 1990 penduduk Daerah ini berjumlah sebanyak 2.020.568 jiwa, kemudian
bertambah menjadi 2.407.160 jiwa menurut Sensus Penduduk (SP) tahun 2000
102
dan menjadi 3.092.365 jiwa,(SP 2010) dan kemudian menurut hasil Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015, telah meningkat menjadi 3.292.265
jiwa (BPS,2016).Tingginya angka pertumbuhan penduduk selama periode 1971
sampai dengan tahun 2015, tidak terlepas dari pada variabel-variabel yang
berpengaruh terhadap kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan
yang mengurangi pertambahan penduduk. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk
sebesar 2,56 persen pada tahun 2010 kategori ini sudah tergolong dalam
peledakan penduduk atau Population explosion pada tahun yang sama tingkat
pertumbuhan penduduk secara nasional sudah turun menjadi 1,49 persen atau
disebut pada tingkat pertumbuhan penduduk tergolong cepat atau Rapid.
Masih tingginya laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Jambi disebabkan
oleh beberapa faktor terutama faktor Demografi. Peubah yang dimaksud adalah
Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi. Pertambahan alami (natural increase) di
Provinsi Jambi masih dibawah 2 persen yaitu selisih antara jumlah Kelahiran
dikurangi dengan kematian, hal ini diyakini salah satu karena faktor keberhasilan
dalam program Keluarga Berencana. Akan tetapi bila dibandingkan jumlah
penduduk yang datang ke Daerah Jambi (migrasi masuk) dikurang dengan
penduduk Jambi yang meninggalkan Provinsi ini, maka diperoleh angka migrasi
neto positif. Hal ini berarti jumlah penduduk yang masuk ke Provinsi Jambi lebih
banyak daripada penduduk Jambi yang meninggalkan daerah ini. Migrasi
berkaitan erat dengan pembangunan, sebab perpindahan penduduk merupakan
bagian integral dari pembangunan. Di samping itu adanya pemindahan penduduk
secara permanen oleh pemerintah dalam bentuk program transmigrasi telah
mempercepat pertumbuhan penduduk suatu daerah.
Kepadatan penduduk tahun 2015 tercatat rata-rata 61,65 jiwa/km², dan
angka ini telah meningkat dibanding sebelumnya pada tahun 2000 dengan rata-
rata 58 jiwa/km². Kota Jambi mempunyai tingkat kepadatan yang paling tinggi
dengan densitas rata-rata 2.589 jiwa/km² dan Kota sungai Penuh sebesar 210
jiwa/km². Tingginya kepadatan penduduk di Kota Jambi dimungkinkan karena
sebagai ibukota provinsi merupakan pusat aktivitas ekonomi, sebagai pusat
pemerintahan, Industri dan perdagangan. Kondisi ini telah menyebabkan kota ini
103
menjadi salah satu tujuan yang menarik bagi migran masuk (pendatang) tidak saja
yang berasal Kabupaten dan Kota di Provinsi Jambi, tapi juga dari berbagai
daerah di luar Provinsi Jambi.
Berdasarkan Tabel 4.5, juga dapat dijelaskan bahwa sebaran dan jumlah
penduduk Provinsi Jambi menurut kawasan wilayah Barat dan Jambi kawasan
Timur secara relatif lebih berimbang. Jumlah penduduk di wilayah Barat yang
terdiri dari (Kerinci, Kota Sungai Penuh, Merangin, Sarolangun, Bungo dan
Kabupaten Tebo dihuni oleh penduduk sekitar 48 % ), sedangkan untuk kawasan
Timur yang meliputi (Kabupaten Batanghari, Muaro Jambi, Tanjung Jabung
Barat, Tanjung Jabung Timur dan Kota Jambi) jumlah penduduk yang berdomisili
tercatat sebesar 52 persen. Pengelompokan penduduk dapat juga disusun menurut
karakteristik tertentu, misal menurut umur dan jenis kelamin.
Tabel 4.5. Sebaran Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Berdasarkan
Kabupaten /Kota di Provinsi Jambi, Tahun 2015.
No. Kabupaten/Kota Luas daerah
(km²)
Jumlah
Penduduk
Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/km2)
1 Kerinci 3.355,27 229.495 68,40
2 Merangin 7.679,00 333.206 43,39
3 Sarolangun 6.184,00 246.245 39,82
4 Batanghari 5.804,00 241.334 41,58
5 Muaro Jambi 5.326,00 342.952 64,39
6 Tanjabbar 4.649,85 278.741 59,95
7 Tanjabtim 5.445,00 205.272 37,70
8 Tebo 6.461,00 297.735 46,08
9 Bungo 4.659,00 303.135 65,06
104
10 Kota Jambi 205,43 531.857 2.588,99
11 Kota Sungai Penuh 391,50 82.293 210,20
Jumlah 50.160,05 3.292.265 61,65
Sumber: BPS Provinsi Jambi, Tahun 2017
Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin merupakan
pencerminan dari proses demografi yang pernah terjadi pada masa lalu dan juga
dapat menggambarkan perkembangan penduduk pada masa yang akan datang
melalui proses kelahiran dan kematian.Pengelompokan penduduk menurut
kelompok umur dan jenis kelamin juga akan dapat digunakan untuk mengetahui
perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan atau juga disebut
dengan istilah (Sex Ratio). Jumlah penduduk Provinsi Jambi menurut kelompok
umur dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel: 4.6 JumlahPenduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Provinsi
Jambi, Tahun 2015.
Kelompok
umur
Laki- laki
(L)
Perempuan
(P) ( L +P)
Rasio Jenis
Kelamin (SR)
0-4 165.483 158.906 324.389 104,14
5- 9 162.472 157.329 319.801 103,27
10 - 14 159.250 156.241 315.491 101,93
15 -19 152.857 148.294 301.151 103,08
20 - 24 153.877 148.139 302.016 103,87
25 - 29 154.735 146.471 301.206 105,64
30 - 34 148.885 145.271 294.156 102,49
35 -39 144.164 138.456 282.620 104.12
40 - 44 126.280 117.939 244.219 107,07
45 - 49 104.498 97.854 202.352 106,79
105
50 - 54 85.648 80.294 165.992 106,73
55 - 59 67.313 61.372 128.685 109,68
60 - 64 46.298 41.283 87.581 112,15
65-69 28.380 27.205 55.585 104,32
70 - 74 18.391 19.315 37.706 95,22
75+ 17.468 21.634 39.102 80,71
Total 1.736.468 1.666.003 3.402.052 104,20
Sumber: BPS Provinsi Jambi, Tahun 2017
Berdasarkan kelompok umur dapat diketahui bahwa Penduduk Provinsi
Jambi masih tergolong dalam struktur umur muda (young population), hal ini
ditandai oleh jumlah penduduk yang berumur konsumtif (0 – 14 tahun dan usia 60
tahun ke atas) lebih besar dari 30 %. Penduduk usia produktif di Provinsi Jambi
yaitu mereka yang berumur 15 – 64 tahun sebesar 65,62 %, dan sebanyak 6,47 %
merupakan penduduk dengan usia lanjut (usila). Dengan membandingkan jumlah
penduduk usia produktif dengan penduduk yang non produktif dapat dihitung
Rasio ketergantungan (Dependency Ratio). Rasio ketergantungan atau “rasio
beban tanggungan” penduduk Provinsi Jambi Pada tahun 2015 tercatat sebesar
62,25 persen. Ini berarti bahwa setiap seratus penduduk yang produktif
menanggung mereka yang tidak produktif sebesar 62 orang. Semakin mendekati
angka seratus semakin besar beban tanggungan, sebaliknya semakin kecil angka
Dependency Ratio semakin sedikit jumlah penduduk yang akan menjadi beban
mereka yang produktif. Hal ini juga berarti merupakan perbandingan antara
penduduk muda dan penduduk tua dengan penduduk usia kerja.
Pada tahun 2015, rasio jenis kelamin (Sex ratio) Penduduk daerah Jambi
tercatat sebesar 104,20 atau 104 ini berarti setiap seratus orang penduduk
perempuan Provinsi Jambi pada tahun tersebut, terdapat penduduk laki-laki
sebanyak 104 orang. Besar kecilnya rasio jenis kelamin di suatu daerah
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
106
(1). Rasio jenis kelamin waktu lahir (Sex ratio at birth). Para ahli kependudukan
mengajukan bahwa perbandingan antara bayi laki-laki dengan perempuan pada
waktu lahir berkisar antara 103-105 bagi laki-laki per 100 bayi perempuan.
(2). Pola mortalitas antara penduduk laki-laki dan perempuan. Jika jumlah
kematian laki-laki lebih besar dari kematian perempuan, maka rasio jenis kelamin
semakin kecil. Hal ini bisa terjadi misalnya, di suatu daerah dengan pekerjaan
yang berbahaya bagi laki-laki seperti pertambangan dan peperangan (Nurdin dan
Adioetomo, 2010).
(3). Pola migrasi antara penduduk laki-laki dan perempuan. Jika suatu daerah
memiliki rasio jenis kelamin lebih kecil dari 100, maka hal ini berarti di daerah
tersebut lebih banyak penduduk perempuan, dan sebaliknya jika rasio jenis
kelamin lebih besar dari 100 suatu pertanda bahwa daerah yang bersangkutan
lebih banyak penduduk yang memasuki daerah tersebut. Ini tentu akibat dari
tingginya mobilitas penduduk laki-laki ke Provinsi Jambi dibanding perempuan
Berpedoman pada komposisi penduduk Provinsi Jambi tahun 2015, menurut umur
dan jenis kelamin dapat dikatakan bahwa banyaknya jumlah penduduk laki-laki
dibanding perempuan di daerah ini lebih disebabkan karena faktor mobilitas
penduduk dibanding variabel fertilitas dan mortalitas. Migrasi penduduk ke
Provinsi Jambi baik itu dalam bentuk migrasi spontan maupun dalam
bentukprogram yang dilaksanakan pemerintah seperti transmigrasi.
Berikut ini pada Tabel 4.7. disajikan penduduk Provinsi Jambi yang
berumur 15 tahun ke atas yang Bekerja, Mencari Pekerjaan (pengangguran) dan
Bukan Angkatan Kerja menurut kabupaten/kota, tahun 2015.
Tabel 4.7:Penduduk Provinsi Jambi Usia 15 tahun ke atas yang Bekerja, Mencari
Pekerjaan dan Bukan Angkatan Kerja menurut Kabupaten/Kota, Tahun
2015.
No. Kabupaten/Kota
Angkatan Kerja Bukan
Angkatan
Kerja Bekerja Mencari kerja/
Pengangguran
Total
1 Kerinci 121.140 4.615 125.755 50.386
2 Merangin 158.682 9.020 167.702 91.787
107
3 Sarolangun 130.586 6.202 136.788 57.250
4 Batanghari 114.560 4.003 118.563 67.223
5 Muaro Jambi 166.449 9.510 175.959 111.873
6 Tanjabtim 105.246 1.536 106.782 49.834
7 Tanjabbar 143.738 3.960 147.698 72.358
8 Tebo 165.912 3.280 169.192 65.888
9 Bungo 150.375 4.617 154.992 87.930
10 Kota Jambi 254.351 20.098 274.449 154.093
11 Sungai Penuh 39.364 3.508 42.872 21.090
Jumlah 1.550.4403 70.349 1.620.752 829.712
Sumber: BPS Provinsi Jambi, Tahun 2016.
Pada bagian lain penduduk dapat juga dikelompokkan berdasarkan aktif secara
ekonomi (Economically Active population) dan penduduk yang tidak aktif secara
ekonomi (Economically In Active population). Berdasarkan susunan ini penduduk
Provinsi Jambi dibedakan menurut status bekerja, mencari pekerjaan dan bukan
angkatan kerja. Dengan membandingkan jumlah angkatan kerja dengan tenaga
kerja (penduduk usia kerja) akan dapat diketahui Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK).
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2015 TPAK
penduduk Provinsi Jambi sebesar 66,14 %. Ini berarti bahwa dari sekitar 100
orang penduduk usia kerja di daerah ini telah masuk menjadi angkatan kerja
sebanyak 66 orang. Meningkatnya TPAK dibandingkan pada tahun 2010 yang
sebesar 64,25 % tidak terlepas dari semakin bertambahnya peluang kerja yang
terbuka di Provinsi Jambi. Kondisi ini ditunjukkan pula oleh tingkat bekerja
penduduk daerah ini pada tahun 2015 tercatat sebesar 95,66 % yang berarti juga
tingkat pengangguran terbuka (open un employment) hanya sebesar 4,34 %.
Tingkat pengangguran terendah berdasarkan Kabupaten/Kota terdapat di
Kabupaten Tanjung Jabung Timur hanya sebanyak 1536 orang atau (1,43%), ini
berarti bahwa hampir 99% angkatan kerja di daerah ini telah tersalurkan. Namun
demikian tingkat pengangguran tertinggi terdapat di Kota Jambi dengan angka
108
7,32 % dan disusul oleh Kabupaten Muaro Jambi sebesar 5,40%. Tingginya angka
pengangguran di kedua daerah ini disebabkan oleh karena Kota Jambi merupakan
pusat Pemerintahan, selain pusat perdagangan dan Pendidikan yang menjadi
tujuan utama dari pendatang untuk memperoleh kesempatan di daerah ini.
Sementara itu Kabupaten Muaro Jambi yang letaknya tidak begitu jauh dari ibu
Kota Provinsi Jambi jugamenjadi alternatif tujuan dari pencari kerja baik yang
datang dari kabupaten lain di Provinsi Jambi, maupun yang datang dari luar
Provinsi Jambi.
4.4 Ketenagakerjaan
Penduduk dalam suatu daerah mengkonsumsi barang dan jasa
memenuhikebutuhannya, tetapi hanya sebagian dari mereka yang secara langsung
terlibat atau berusaha terlibat dalam memproduksi barang dan jasa. Penduduk
Provinsi Jambi masih dikategorikan sebagai masyarakat agraris, karena bagian
terbesar dari mereka yang bekerja (55,04%) pada tahun 2012 mempunyai mata
pencaharian pada sektor pertanian. Kendatipun keadaan ini menunjukkan
penurunan sampai akhir tahun 2015 mereka yang bekerja pada sektor tersebut
masih lebih dari separuh (52,86 %).
Masih dominannya penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor
pertanian tidak terlepas dari semakin berkembangnya usaha-usaha dalam bidang
tersebut. Sektor pertanian yang merupakan penggabungan dari sub sektor
perkebunan, pertanian tanaman pangan, kehutanan peternakan dan perikanan.
Untuk sub sektor perkebunan terutama perkebunan Kelapa sawit dan Karet yang
merupakan bagian terbesar dari sub sektor yang menampung tenaga kerja di
sektor pertanian telah terjadi pertambahan tenaga kerja sebanyak 36.044 orang
atau 4,60 persen rata-rata selama periode 2012- 2015.
Secara lebih rinci jumlah penduduk umur 15 tahun ke atas yang bekerja
menurut lapangan usaha dapat disajikan pada Tabel 4.8. berikut:
Tabel 4.8. Penduduk Provinsi Jambi umur 15 tahun ke atas yang bekerjaMenurut
Lapangan Usaha tahun 2012 - 2015.
Lapangan Usaha 2012 2013 2014 2015
Pertanian (55,04) (52,37) (49,36) (52,86)
109
Pertambangan dan
Penggalian.
( 1,96) ( 1,91) (2,27) (1,77)
Industri
Pengolahan.
( 3,32) ( 3,80) ( 3,52) (3,40)
Konstruksi ( 4,37) ( 4,34) ( 4,15) (4,19)
Perdagangan (16,13) (16,74) (16,89) (16,87)
Pengangkutan ( 3,15) ( 3,79) ( 3,72) ( 3,55)
Lembaga Keuangan
dan Jasa Perusahaan
( 1,59) ( 1,61) ( 1,71) ( 1,38)
Jasa-Jasa ( 14,23) (15,33) (18,08) (15,27)
Total (100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
BPS Provinsi Jambi, Tahun 2016.
Untuk sektor lain yang banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor
perdagangan dengan jumlah 16,13 % pada tahun 2012 dan 16,87 % di tahun 2015,
diikuti oleh sektor jasa yang menampung tenaga kerja sebanyak 236.782 orang
atau 15,27 % pada tahun 2015. Sektor industri yang merupakan salah satu sektor
yang menjadi tujuan dari perkembangan ekonomi di Provinsi Jambi pada tahun
2015 hanya mampu menampung angkatan kerja sebesar 3,40 %, sedangkan
lapangan usaha yang paling sedikit menyerap tenaga kerja, hanya (1,38%) dalam
tahun 2015 yaitu lembaga keuangan dan jasa perusahaan.
4.5.Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja dalam hal ini adalah jumlah orang yang bekerja menurut
lapangan pekerjaan. Jumlah angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian pada
tahun 2010 sebanyak 51,97 %, dan pada tahun 2014 menurun menjadi 49, 18 %.
Secara absolut sebenarnya terjadi pertambahan jumlah penyerapan tenaga kerja
pada sektor pertanian dari 670.841 orang di tahun 2010 menjadi 755.612 orang
pada tahun 2014, atau bertambah sebanyak 84.771 orang.
Sektor perdagangan menempati posisi kedua dalam penyerapan tenaga
kerja di Provinsi Jambi, kemudian diikuti oleh sektor Jasa yang masing-masing
memberi kontribusi 18,70% untuk perdagangan dan 17,73% untuk Jasa pada
110
Tahun 2014. Sektor lain masih memberikan sumbangan yang relatif kecil terhadap
penyerapan tenaga kerja sehingga ke depan perlu ditingkatkan agar mampu
menyerap angkatan kerja baru yang semakin bertambah.
Perubahan Kesempatan kerja menurut Lapangan pekerjaan di Provinsi Jambi
disajikan pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9: Perubahan Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan di
Provinsi Jambi Tahun 2010 – 2014.
No Lapangan Pekerjaan Tahun 2010 Tahun 2014 Peruba
han Jumlah % Jumlah %
1 Pertanian 670.841 51,97 755.612 49,18 84.771
2 Pertambangan 22.727 1,76 25.634 1,66 2.907
3 Industri Pengolahan 34.821 2,70 43.971 2,86 9.150
4 Listrik, Gas, Air 5.268 0,41 5.268 0,34 0,000
5 Bangunan 46.063 3,57 54.251 3,53 8.188
6 Perdagangan, Hotel,
dan Restoran 211.946 16,42 287.247 18,70 75.301
7 Angkutan dan
Telekomunikasi
63.675 4,93 54.535 3,54
-9.140
8 Keuangan 13.526 1,05 37.300 2,42 23.774
9 Jasa-jasa 211.839 16,41 272.514 17,73 50.675
111
Sumber: BPS Provinsi Jambi, Tahun 2016
4.6.Tingkat Pendidikan
Karakteristik penduduk menurut tingkat pendidikan akan mempengaruhi
kemampuan dan daya saing penduduk dalam memperoleh dan menciptakan Value
Added dan pada akhirnya mempengaruhi kemampuan ekonomi suatu daerah.
Tingkat pendidikan diukur dari jumlah penduduk umur 15 tahun keatas menurut
status tamat suatu jenjang pendidikan formal. Tamat sekolah diartikan sebagai
telah selesainya seseorang mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi sampai akhir
dengan mendapatkan tanda tamat belajar atau ijazah, baik dari sekolah negeri
maupun swasta. Mengetahui komposisi penduduk yang bekerja menurut tingkat
pendidikan yang ditamatkan akan diperoleh informasi tentang kondisi sumber
daya manusia yang tersedia dalam suatu daerah, yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan pembangunan khususnya wilayah yang bersangkutan.(Tabel 4.10).
Tabel: 4.10. Penduduk Provinsi Jambi Umur 15 tahun ke atas yang Bekerja
Menurut Tingkat Pendidikan yang ditamatkan dan jenisKelamin
Tahun 2015.
No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan L + P Persentase
1 Tidak/belum pernah
Sekolah
18.124 19.228 37.352 2,41
2 Tidak/belum tamat
SD
127.615 85.873 213.488 13,77
3 Tamat SD 297.809 152.661 450.470 29,05
4 Tamat
SMP/sederajat
215.629 83.936 299.565 19,32
5 SMA/sederajat 276.800 110.556 387.356 24,98
6 Diploma/Akademik/
Universitas
82.234 79.938 162.172 10,46
Total 1.018.211 532.192 1.550.430 100,00
Sumber: BPS Provinsi Jambi, Tahun 2016.
Total 1.290.706 100,00 1.536.332
100,0
0
245.62
5
112
Berdasarkan Tabel 4.10,diketahui bahwa kualitas penduduk Daerah Jambi
menurut tingkat pendidikan formalnya sampai dengan tahun 2015 relatif masih
rendah. Hampir separuh penduduk (45,23%) belum tamat SD atau hanya tamat
SD. Persentase yang tidak bersekolah lebih tinggi pada penduduk perempuan
dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Keadaan yang sama juga terjadi pada
jenjang pendidikan tidak/belum tamat SD dimana laki-laki jumlahnya 59,78 %
dan perempuan yang tidak/belum tamat SD sebesar 40,22 %.
Pada jenjang pendidikan SMA/sederajat persentase penduduk laki-laki yang
tamat lebih 2 kali lipat penduduk perempuan di Provinsi Jambi, dimana jumlah
laki-laki tercatat sebanyak 71,46 % dan perempuan hanya 28,54%. Keadaan ini
mengindikasikan bahwa masih terdapat ketimpangan gender dalam bidang
pendidikan terutama pada level SMA/sederajat. Namun demikian suatu hal yang
cukup menarik adalah jumlah penduduk Jambi yang menamatkan pendidikan
Diploma/Akademi/ Universitas antara penduduk laki-laki dan perempuan tidak
terdapat perbedaan yang mencolok. Jumlah penduduk laki-laki yang menamatkan
pendidikan tinggi tercatat sebanyak 50,71 %, sedangkan perempuan berjumlah
sebesar 49,29 %.
4.7. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi
Pertumbuhan ekonomi menggambarkan terjadinya peningkatan jumlah barang dan
jasa yang dapat dihasilkan oleh suatu wilayah dalam periode tertentu (satu tahun).
Bagi daerah indikator ini penting untuk mengevaluasi terhadap kebijakan
pembangunan yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam perekonomian Daerah
Jambi, peranan sektor pertanian sangat penting dalam pembentukan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). Data PDRB menjadi gambaran mengenai
kemampuan Provinsi Jambi dalam mengelola sumber daya yang ada melalui suatu
proses produksi sehingga menghasilkan nilai tambah secara ekonomi.
Pertumbuhan PDRB dari tahun ke tahun menunjukkan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang dicapai daerah tersebut semakin baik.
Sektor pertanian merupakan penyumbang utama dalam PDRB, dan
merupakan sumber pertumbuhan dominan. Untuk itu apabila membicarakan
113
kinerja pertumbuhan ekonomi daerah secara tidak langsung bicara tentang kinerja
sektor pertanian. Sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan cukup pesat adalah
sektor keuangan, listrik, gas dan air bersih diikuti oleh sektor konstruksi.
Berdasarkan data tahun 2006 dan 2015, struktur perekonomian Daerah Jambi
masih didominasi oleh sektor primer yang terdiri dari sektor pertanian,
pertambangan dan konstruksi (45,67%). Sektor sekunder yang tergabung dalam
listrik, gas dan air minum sebanyak 17,34% serta sektor tersier yang meliputi
sektor perdagangan hotel dan restoran, angkutan dan telekomunikasi, keuangan
serta Jasa-jasa sebesar 36,99%. Dari informasi tersebut struktur perekonomian
Provinsi Jambi masih tergolong dalam kelompok agraris.
Struktur PDRB Provinsi Jambi menurut lapangan usaha selama periode 2006-
2015 disajikan pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11. Struktur PDRB Provinsi Jambi Menurut Lapangan Usaha,
Tahun 2006 dan Tahun 2015.
No. Lapangan Usaha
Distribusi persentase (%)
PDRB ADHB PDRB ADHK 2000
Tahun
2006
Tahun
2015
Tahun
2006
Tahun
2015
1 Pertanian 27,53 29,69 31,75 29,34
2 Pertambangan 15,86 15,98 11,02 12,54
3 Industri Pengolahan 11,94 10,68 13,85 12,18
4 Listrik, Gas, Air Minum 1,01 0,96 0,79 0,86
5 Konstruksi 4,56 5,70 4,27 5,67
6 Perdagangan, Hotel, Restoran 16,37 16,98 17,36 18,76
7 Angkutan, Telekomunikasi 7,57 6,31 8,10 7,27
114
8 Keuangan 3,90 5,21 3,83 5,76
9 Jasa-jasa 11,26 8,49 9,05 7,62
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS Provinsi Jambi, Tahun 2016.
Merujuk pada Tabel 4.11 dapat dijelaskan bahwa sektor-sektor basis di
Wilayah Jambi sebagian besar berasal dari sektor pertanian, yang terdiri dari sub
sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, minyak dan
gas bumi serta industri pengolahan hasil pertanian. Sektor-sektor tersebut
mempunyai nilai Location Quation (LQ) lebih besar dari satu (LQ>1) artinya
terdapat Comparative Advantages daerah Jambi dibandingkan dengan daerah lain.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi selama periode 2000 – 2015 disajikan
pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi, Tahun 2000 – 2015.
No. Tahun PDRB
(Jutaan Rupiah)
Perkembangan
(%)
1 2000 9.569.242 -
2 2001 10.205.592 6,65
3 2002 10.803.423 5,85
4 2003 11.343.280 5,00
5 2004 11.953.885 5,38
6 2005 12.619.972 5,57
7 2006 13.363.621 5,89
8 2007 14.275.161. 6,82
9 2008 15297.771. 7,16
10 2009 16.274.908 6,39
11 2010 17.471.686 7,35
115
12 2011 18.963.517 8,54
13 2012 20.201.072 7,05
14 2013 21.627.268 7,06
15 2014 23.303.381 7,75
16 2015 25.132.696 7,85
Rata-rata 6,65
Sumber: BPS Provinsi Jambi, Tahun 2016.
Sektor pertanian menjadi sektor basis karena potensi alam yang berupa
lahan pertanian yang masih sangat luas dan sangat mungkin untuk dikembangkan.
Meningkatnya sektor basis dalam suatu daerah akan menambah arus kegiatan ke
daerah tersebut, sehingga akan berpengaruh pula terhadap permintaan barang dan
dari daerah yang bersangkutan.
Berdasarkan sektor-sektor yang tergabung dalam PDRB akan dapat dianalisis
perekonomian DaerahJambi selama periode tertentu. Meningkatnya kegiatan
ekonomi masyarakat dari waktu ke waktu dalam memproduksi barang dan jasa
akan berdampak terhadap peningkatan investasi yang pada tahap berikutnya dapat
memperluas kesempatan kerja.
Struktur ekonomi Provinsi Jambi dapat digambarkan dengan tabel distribusi
PDRB Provinsi Jambi seperti Tabel 4.12. Pertumbuhan ekonomi Daerah Jambi
dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan pembangunan yang telah dicapai
selama kurun waktu tertentu.
Tabel 4.12 menunjukkan pada tahun 2001 pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jambi mencapai sebesar 6,65 persen. Pada tahun 2002 dan 2003 terjadi
peningkatan perolehan PDRB akan tetapi pertumbuhannya menurun masing-
masing hanya 5,85 % dan 5,00 persen pada tahun yang sama. Pada tahun 2003
tercatat sebagai peningkatan terkecil dalam PDRB Provinsi Jambi selama periode
analisis. Sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2015 PDRB Daerah Jambi selalu
meningkat, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2015 dengan angka
7,85 persen. Tingkat pertumbuhan yang dicapai tersebut telah memposisikan
Provinsi Jambi sebagai Daerah Tingkat I dengan tingkat pertumbuhan ekonomi
116
tertinggi di Sumatera dan posisi ke 2 diantara 34 Provinsi-provinsi yang ada di
Indonesia.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan berdampak terhadap
terbukanya kesempatan kerja yang luas di daerah tersebut. Dengan kesempatan
kerja yang lebih luas dan bervariasi akan menarik tenaga kerja untuk masuk ke
daerah yang bersangkutan. Pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, rata-rata
(6,65 %) per tahun selama periode analisis telah menyebabkan Provinsi Jambi
menjadi salah satu tujuan yang menarik untuk migrasi masuk di Pulau Sumatra.
4.8. Perkembangan Upah di Provinsi Jambi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 78 tahun 2015
pasal 1 tentang pengupahan, yang dimaksud dengan upah adalah hak
pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan
dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-
undangan, termasuk tunjangan dari pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu
pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah merupakan tujuan
utama seseorang untuk bekerja, semakin tinggi upah semakin besar keinginan
orang untuk masuk ke pasar kerja.
Tabel 4.13 Perkembangan UMP di Provinsi Jambi Periode 2000 – 2015.
No. Tahun UMP
( Rupiah)
Perkembangan
( %)
1 2000 173.000 -
2 2001 245.000 41,61
3 2002 304.000 24,08
4 2003 390.000 8,97
5 2004 425.000 14,12
6 2005 485.000 16,08
7 2006 563.000 16,87
117
8 2007 658.000 16,05
9 2008 724.000 10,03
10 2009 800.000 10,50
11 2010 900.000 12,50
12 2011 1.028.000 14,22
13 2012 1.142.000 11,09
14 2013 1.300.000 13,84
15 2014 1.502.000 15,55
16 2015 1.730.000 15,16
Sumber: BPS Provinsi Jambi, Disosnakertran, Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 4.13, dapat dijelaskan bahwa perkembangan Upah Minimum
Provinsi (UMP) sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2015 menunjukkan
perkembangan yang berfluktuasi. Pada tahun 2000 – 2003 telah terjadi penurunan
UMP dari 41,61 persen di tahun 2001 menjadi 8,97 % pada tahun 2003. Secara
rata- rata UMP telah mengalami penurunan sebesar 24, 87 %, walaupun secara
absolut tetap terjadi penambahan upah dalam kurun waktu tersebut. Penurunan
tingkat upah ini diduga selama tahun 2000-2003 di Provinsi Jambi banyak
perusahan-perusahan yang melakukan rasionalisasi dalam penggunaan tenaga
kerja, sehingga banyak tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja
(PHK).
Setelah tahun 2004 sampai dengan tahun 2015 selama periode analisis terjadi
peningkatan upah setiap tahunnya. Secara rata-rata UMP di Provinsi Jambi telah
meningkat selama periode 2000- 2015 sebesar 16,04 %. Kendatipun upah tidak
satu-satunya variabel yang berpengaruh terhadap daya tarik pendatang ke Provinsi
Jambi namun kenyataan menunjukkan selama periode 2010 – 2014 telah terjadi
pertambahan kesempatan kerja sebanyak 245.625 orang atau rata meningkat
sebesar 4,76 % per tahun.
118
4.9. Sejarah dan Perkembangan Transmigrasi di Provinsi Jambi.
Pelaksanaan Transmigrasi di Provinsi Jambi telah di mulai pada masa
kolonisasi.Keberhasilan kolonisasi di Lampung pada tahun 1905 dengan
memberangkatkan sebanyak 155 Kepala Keluarga asal Jawa Tengah dari
Kabupaten Karang Anyar, Kebumen dan Purworejo, ke Gedong Tataan,
Keresidenan Lampung merupakan tonggak dari pada program kolonisasi
Pemerintah Hindia Belanda. Pada awalnya daerah Lampung merupakan tempat
percobaan terutama dalam penyediaan tanaman pangan, keadaan ini telah
memotivasi Pemerintah Belanda untuk mengembangkan produksi pangan dengan
memperluas daerah kolonisasi di berbagai wilayah di Indonesia termasuk ke
daerah Jambi. Mengetahui kolonisasi ke Gedong Tataan ini diperkirakan telah
terjadi pemindahan yang terorganisasi buruh dari Jawa ke perkebunan di Sumatera
Timur yang dilakukan oleh pemerintah, perincian lebih lanjut tidak ada data (P3T,
1990).
Pada masa kolonisasi, Provinsi Jambi (dulu berstatus Keresidenan Jambi)
tergabung dalam wilayah Sumatera Tengah. Pelaksanaan program kolonisasi di
mulai pada tahun 1940 yang ditandai dengan mengirimkan 506 Kepala keluarga
(KK) atau sebanyak 1.945 jiwa dari Pulau Jawa menuju daerah Bangko- Tabir
dekat Rantau Panjang yang sekarang di kenal dengan kampung 1 s/d kampung 12
Desa Margoyoso. Kolonisasi pada waktu itu masih bersifat kolonisasi pertanian
dengan maksud menyediakan tenaga kerja/buruh murah untuk membantu
pembangunan pertanian dalam jangka panjang (Junaidi, 2012).
Setelah kemerdekaan Pemerintah Indonesia meneruskanpemindahan
penduduk dari daerah asal di Pulau Jawa ke daerahlainnya di luar Pulau Jawa
dengan istilah transmigrasi.Konsep transmigrasi yang dicetuskan pada permulaan
kemerdekaan Indonesia merupakan kebijakan kependudukan yang ditujukan
untuk mengurangi jumlah penduduk di Pulau Jawa dengan jalan memindahkan
penduduk ke luar Pulau Jawa. Rencana pemindahan penduduk waktu itu dikenal
sebagai Rencana Tambunan, dilaksanakan transmigrasi secara besar-besaran, yang
bertujuan tidak hanya untuk mengurangi pertumbuhan penduduk di Jawa, tetapi
119
juga untuk mengurangi jumlah penduduk Pulau Jawa secara absolut (Kartomo, W.
2010).
Penempatan transmigrasi pertama di Provinsi Jambi dilangsungkan pada tahun
1967 (periode Pra Pelita) pada Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Rantau
Rasau I Kabupaten Tanjung Jabung Timur sekarang. Sebelum pemekaran Tahun
1999 berstatus sebagai Kabupaten Tanjung Jabung. Jumlah transmigran yang
ditempatkan pada periode pertama sebanyak 249 KK atau 1208 jiwa.
Selama Pelita I (tahun 1969/1970-1973/1974), jumlah transmigran yang
ditempatkan berjumlah 2.450 KK (11.371 jiwa) di 4 lokasi (UPT). Ke semua
lokasi tersebut berada di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang
merupakan kelanjutan dari UPT Rantau Rasau I dengan penempatan pada UPT
Rantau Rasau II, III, IV dan V.
Pada masa Pelita ke II (periode 1974/1975-1978/1979), realisasi jumlah
transmigran yang telah ditempatkan tercatat sebanyak 13.476 KK atau setara
dengan 61.161 jiwa pada 33 lokasi (UPT). Pada periode ini lokasi penempatan
transmigrasi semakin diperluas pada 3 kabupaten lain diluar Kabupaten Tanjung
Jabung Timur, adalah Kabupaten Bungo, Sarolangun dan Tebo.
Setelah Pelita II, program penempatan transmigrasi di Provinsi Jambi dilanjutkan
pada Pelita III. Selama Pelita III (1979/1980-1983/1984) jumlah transmigran yang
telah ditempatkan sebanyak 22.741 KK (94.485 jiwa) tersebar pada 47 lokasi
UPT. Pada masa ini semua kabupaten-kabupaten penerima transmigrasi pada Pra
Pelita, Pelita I, Pelita II dan Pelita III, lokasi penempatan transmigrasi diperluas
lagi ke Kabupaten Batanghari, Merangin dan Muaro Jambi, sehingga hampir
semua Kabupaten yang ada di Provinsi Jambi menjadi lokasi penempatan
transmigrasi, kecuali Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kerinci.
Selanjutnya pada Pelita IV (1984/1985-1988/1989), terjadi penurunan
dalam jumlah penempatan transmigrasi di Daerah Jambi dibandingkan dengan
periode sebelumnya, kondisi yang sama juga terjadi secara nasional. Pada periode
ini jumlah transmigran yang ditempatkan hanya sebanyak 11.141 KK atau 47.136
jiwa. Mereka ditempatkan pada 27 lokasi (UPT), yang menyebar pada daerah baru
120
yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan (sebelum pemekaran tahun 1999
sebagai Kabupaten Tanjung Jabung).
Pada Pelita V (1989/1990-1993/1994) jumlah transmigran yang
ditempatkan kembali mengalami peningkatan. Dalam waktu ini telah berhasil
ditempatkan transmigran sebanyak 17.411 KK (71.676 jiwa) pada 43 lokasi
(UPT). Untuk kabupaten sebagai daerah tujuan transmigran tidak mengalami
perubahan dibanding dengan Pelita sebelumnya.
Dimasa Pelita VI (1994/1995-1998/1999) kembali terjadi penurunan
penempatan transmigrasi menjadi 9.710 KK atau 41.871 KK. Dalam kurun waktu
ini transmigran ditempatkan pada 27 lokasi (UPT). Kabupaten sebagai penerima
transmigran meliputi Kabupaten Bungo, Sarolangun, Tebo,Batanghari, Merangin,
Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Barat.
Memasuki era otonomi daerah (periode 2000-2004) penempatan
transmigran di Provinsi Jambi semakin menurun, keadaan ini sejalan dengan
kondisi penempatan transmigran yang juga menunjukkan penurunan secara
nasional. Pada periode ini jumlah transmigran yang ditempatkan sebanyak 4.050
KK (17.028 jiwa) di 15 lokasi (UPT). Mereka ditempatkan di Kabupaten
Batanghari, Bungo, Muaro Jambi, Sarolangun, Tanjung Jabung Barat dan Tebo.
Selanjutnya pada periode 2005-2009 dimukimkan sebanyak 2.023 KK setara
dengan 7.790 jiwa pada 11 lokasi (UPT). Periode ini daerah penerima transmigran
adalah Kabupaten Batanghari, Bungo, Kerinci, Muaro Jambi dan Sarolangun.
Untuk periode (2010 -2015) ditempatkan lagi transmigran sebanyak 383 KK
(1441jiwa) pada 3 lokasi (UPT), yaitu lokasi Sungai Bremas di Kabupaten
Kerinci, Rantau Pandan X di Kabupaten Bungo dan Sapintun untuk Kabupaten
Sarolangun.
Tabel 4.14 Perkembangan Penempatan Transmigrasi di Provinsi Jambi dari Pra
Pelita Sampai dengan Tahun 2015
No
. Periode penempatan(a)
UPT/
LPTb)
Penempatan(b)
KK Jiwa
Rata-rata per
Tahun
KK Jiwa
121
1 Pra Pelita (1950-1968) 1 249 1208 14 67
2 Pelita I (1969/70-1973/74) 4 2450 11371 490 2274
3 Pelita II (1974/75-1978/79) 33 13476 61161 2695 12232
4 Pelita III (1979/80-1983/84) 47 22741 94485 4548 18897
5 Pelita IV (1984/85-1988/89) 27 11141 47136 2228 9427
6 Pelita V (1989/90-1993/94) 43 17411 71676 3482 14335
7 Pelita VI (1994/95-1998/99) 27 9710 41871 1942 8374
8 2000 - 2004 15 4050 17082 810 3406
9 2005 - 2009 11 2030 7790 406 1558
10 2010 - 2015 3 383 1441 77 288
Jumlah 211 83.641 355221 1287 5465
Sumber:Kemenakertrans 2012, Junaidi 2012, Disosnakertran Provinsi
Jambi, 2016.
Keterangan: a) Berdasarkan tahun awal penempatan
b) Jumlah sampai akhir periode penempatan
Di era otonomi daerah, Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab dan
wewenang yang lebih besar dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di daerahnya termasuk dalam hal transmigrasi. Khusus diera ini
dilaksanakan dalam model kerja sama antar daerah. Pola kerja sama tersebut yaitu
kerja sama antara daerah pengirim transmigrasi dan daerah penerima (dalam hal
ini Provinsi Jambi). Pada tanggal 17 Desember 2002, disepakati kerja sama
antara Provinsi Jambi dengan lima provinsi asal transmigran yaitu D.I
Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (Junaidi,
2012).Kerja sama yang disepakati mencakup di bidang Komunikasi, Informasi
dan Edukasi, Survei Potensi Kawasan; Penyediaan Areal; Perencanaan Tata
Ruang Permukiman Transmigrasi; Penyiapan transmigrasi; Pengerahan dan
Penempatan Transmigrasi serta Pemberdayaan Masyarakat. Pelaksanaan
penyelenggaraan transmigrasi berdasarkan konsep kerja sama antar daerah, biaya
122
penyelenggaraannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN); Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), provinsi pengirim
transmigran; Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jambi;
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota terkait
dengan pelaksanaan kesepakatan bersama ini serta sumber dana lain yang tidak
mengikat.
Dalam konteks otonomi daerah, transmigrasi adalah suatu kewenangan
(urusan) pilihan, baik bagi pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah
(provinsi atau kabupaten/kota). Namun konsekuensi yang muncul bagi pusat dan
daerah dari penentuan pilihan kewenangan (urusan)ini belum jelas. Konsekuensi
kebijakan yang semestinya diambil pemerintah pusat terhadap daerah, karena
adanya klausul “pilihan”, selama ini juga masih belum dirumuskan secara jelas.
Artinya bahwa transmigrasi masih diselenggarakan dan dilaksanakan dengan
masih tetap mengacu pada UU No. 15 tahun 1997 dan PP No. 2 Tahun 1999,
sehingga klausul tentang kewenangan (urusan) pilihan belum sepenuhnya
berimplikasi pada proses perencanaan transmigrasi, baik secara nasional, provinsi,
maupun lokal, baik perencanaan program maupun penganggaran (Anharudin, et
al. 2008).
Berdasarkan penempatan transmigrasi mulai periode Pra Pelita sampai
tahun 2015; sebanyak 83.641 KK (355.221 jiwa) pada 211 lokasi (UPT).
Perkembangan penempatan transmigrasi disajikan pada Tabel 4.14.
Berdasarkan jumlah UPT di Provinsi Jambi sebanyak 211 UPT, 9 UPT
diantaranya masih UPT Binaan. UPT binaan tersebut berada pada 5 (lima)
kabupaten di Provinsi Jambi, dan merupakan transmigrasi yang dimukimkan dari
tahun 2004 – 2015, dengan jumlah penempatan sebanyak 1433 KK (5586 jiwa).
Berikut ini disajikan UPT binaan di Provinsi Jambi Tahun 2015.
Tabel 4.15. UPT Binaan Provinsi Jambi Tahun 2015
No Kabupaten Kecamatan Lokasi UPT Tahun
penem
patan
Jumlah
penempatan
KK Jiwa
123
1 Batanghari Rantau
Pandan
Tebing Jaya III 2007 200 781
2 Batanghari Rantau
Pandan
Tebing jaya IV 2008 150 576
3 Muaro Jambi Kumpeh Ulu Gd. Karya, S.Aur 2009 200 717
4 Bungo Rantau
Pandan
Rantau Pandan V 2004 210 849
5 Bungo Rantau
Pandan
Rantau Pandan X 2008 200 720
6 Bungo Pelepat Pelepat II 2006 190 811
7 Kerinci Siulak Sungai Bernas 2009 100 420
8 Sarolangun Pauh Lamban Sigatal 2009 100 380
9 Sarolangun Pauh Sapintun 2015 83 332
Jumlah 1433 5586
Sumber: Junaidi 2012, Disosnakertrans Prov. Jambi, 2016.
Ditinjau dari segi pembiyaannya penempatan transmigrasi di Provinsi Jambi
merupakan bentuk transmigrasi umum (TU) dan transmigrasi swakarsa (TS).
Transmigrasi Umum dibangun atas dasar subsidi (dukungan finansial) penuh
pemerintah. Tantangan yang muncul pada model transmigrasi ini salah satunya
adalah sistem hukum dan budaya kepemilikan tanah masyarakat. Agar
pelaksanaannya dapat berjalan dengan mulus, sebaiknya penempatan transmigrasi
dibangun diatas tanah-tanah bekas hutan produksi (HP) sehingga tidak
bersinggungan dengan kepemilikan masyarakat.
Menurut UU No. 3 Tahun 1972 tentang Ketentuan Pokok Transmigrasi,
disebutkan tujuan pemerintah secara bertahap menghapuskan transmigrasi umum
dan menggantikannya dengan transmigrasi swakarsa. Dengan demikian pada
tahun penempatan selanjutnya persentase jumlah transmigrasi umum menjadi
lebih kecil danpersentase jumlah transmigrasi swakarsa meningkat. Ada dua
124
macam transmigrasi swakarsa, yaitu transmigrasi swakarsa berbantuan dan
transmigrasi swakarsa murni (TSM). Transmigrasi swakarsa mandiri adalah
transmigrasi yang dilaksanakan oleh transmigran yang bersangkutan secara
perseorangan atau kelompok.
TSM dapat dikatakan sebagai transmigrasi “bebas biaya pemerintah”.
Namun demikian, pemerintah akan terus memainkan peranan utama dalam
mengatur dan mengawasi transmigrasi, akan tetapi berusaha menghindari
pekerjaan yang lebih mahal yang diperlukan supaya permukiman itu secara
ekonomis dapat memberi harapan (Hardjono, J. 1986). TSM tidak sepenuhnya
bebas dari biaya pemerintah, tapi bila dibandingkan dengan TU dan TSB, bantuan
atau subsidi dari pemerintah untuk TSM jauh lebih sedikit. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2009 pasal 15, transmigrasi swakarsa mandiri berhak
memperoleh bantuan dari pemerintah dan atau pemerintah daerah dalam bentuk:
a) pengurusan perpindahan dan penempatan di permukiman transmigrasi;
bimbingan untuk mendapatkan lapangan pekerjaan atau lapangan usaha atau
fasilitas untuk mendapatkan lahan usaha; b) lahan tempat tinggal dengan status
hak milik; dan c) bimbingan, pengembangan, dan perlindungan hubungan
kemitraan usaha.
Sebaran tentang perkembangan Transmigrasi Swakarsa Mandiri di Provinsi Jambi
disajikan pada Tabel 4.16 berikut.
Tabel 4.16 Perkembangan Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM) diProvinsi
Jambi tahun 1990/1991 – 2015.
No
.
Tahun
penempatan
Penataan Murni Total
KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa
1 1990/1991 400 1.240 0 0 400 1.240
2 1991/1992 1600 3.895 0 0 1.600 3.895
3 1992/1993 1.250 4.349 0 0 1.250 4.349
4 1993/1994 1.000 3.369 0 0 1.000 3.369
125
5 1994/1995 0 0 2.100 7.156 2.100 7.156
6 1995/1996 0 0 2.205 6.085 2.205 6.085
7 1996/1997 0 0 2.550 7.987 2.550 7.987
8 1997/1998 0 0 2.899 9.722 2.899 9.722
9 1998/1999 0 0 153 417 153 417
10 2000 0 0 127 464 127 464
11 2009 0 0 200 785 200 785
12 2010 0 0 200 720 200 720
13 2011 0 0 100 389 100 389
14 2015 0 0 83 332 83 332
Total 4.250 12.853 10.437 34.057 14.687 46.910
Sumber: Junaidi, 2012; Disosnakertrans Provinsi Jambi, 2016.
Di Provinsi Jambi Transmigrasi Swakarsa Mandiri dibedakan atas dua
bentuk yakni TSM Penataan dan TSM Murni. TSM penataan dilaksanakan sejak
tahun 1990/1991 sampai dengan tahun 1993/1994, sedangkan TSM murni
diselenggarakan sejak tahun 1994/1995 sampai tahun 2015.
Sejak tahun 1990/1991 sampai dengan tahun 2015, telah dimukimkan TSM
di Provinsi Jambi sebanyak 14.687 KK (46.910 jiwa). Jumlah tersebut terdiri dari
TSM penataan sebanyak 4.250 KK (12.853 jiwa) dan TSM murni berjumlah
sebanyak 10.437KK atau 34.057 jiwa. Permukiman TSM selama kurun waktu
tersebut masih terbatas pada lokasi-lokasi unit permukiman/desa eks transmigrasi
yang telah ada, memanfaatkan sisa cadangan areal yang belum dimanfaatkan
4.10. Transmigrasi Berdasarkan Lokasi dan Daerah Penempatan Di Provinsi
Jambi.
126
Penempatan transmigrasi di Provinsi Jambi terutama sejak Pelita I (1969/1970)
sampai dengan tahun 2015 tersebar hampir di semua daerah tingkat II kabupaten
dan kota kecuali di Kota Jambi dan Sungai penuh. MenurutDisosnakertran
Provinsi Jambi (2016) selama kurun waktu 46 tahun (1969/1970- 2015) telah
ditempatkan transmigrasi di 210 lokasi (UPT) di Provinsi Jambi yang tersebar di 9
(Sembilan) kabupaten yang di wilayah Jambi. Kabupaten Bungo
merupakandaerah yang paling banyak dengan 34 Lokasi atau (16,19%). Diikuti
dengan Kabupaten Merangin (15,24%), Kabupaten Muaro Jambi (14,76%) dan
yang paling sedikit Lokasi di Kabupaten Kerinci hanya (0,48%).
Untuk mengetahui lebih rinci transmigrasi menurut Lokasi, dan jumlah
penempatan disajikan pada Tabel 4.17 berikut ini. Berdasarkan jumlah 83.514 KK
atau 327.674 jiwa transmigrasi yang telah ditempatkan di Provinsi Jambi
penyebarannya adalah sebagai berikut. Penempatan terbanyak adalah di
Kabupaten Muaro Jambi dengan proporsi sebesar 18,38 persen atau (60.237 jiwa),
kendatipun dari sisi jumlah Lokasi (31 UPT) lebih sedikit dari Kabupaten Bungo.
Tabel 4.17. Jumlah Transmigrasi Menurut Lokasi Dan Daerah PenempatanDi
Provinsi Jambi (1969/1970- 2015).
No. Kabupaten Jumlah
Lokasi( UPT) KK
Jiwa
(0rang)
Persentase
(%)
1 Batanghari 19 6.763 26.372 8.05
2 Bungo 34 11.420 48.375 14,76
3 Merangin 32 13.134 53.966 16,47
4 Muaro jambi 31 14.318 60.237 18,38
5 Sarolangun 24 9.450 39.228 11,97
6 Tanjabbar 20 7.396 30.294 9,24
7 Tanjabtim 22 10.859 47.204 14,41
8 Tebo 27 9.974 21.254 6,49
127
9 Kerinci 1 200 744 0,23
Total 210 83.514 327.674 100,00
Sumber: Disosnakertrans Provinsi Jambi, Tahun 2016.
Selanjutnya kabupaten dengan jumlah penerima transmigrasi terbanyak ke dua
adalah Kabupaten Merangin dengan jumlah 53.966 jiwa atau 16,47 persen,
kemudian disusul oleh Kabupaten Bungo dengan proporsi 14,79 persen (48.375
jiwa), dan yang paling sedikit adalah Kabupaten Kerinci hanya sebanyak 200 KK
(744 jiwa) atau setara dengan 0,23 persen. Hal ini beralasan karena Kabupaten
Kerinci dengan luas wilayah yang terbatas hanya (7,13 %) saja dari luas wilayah
Provinsi Jambi termasuk dalamnya areal Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)
yang merupakan paru-paru dunia.
4.11. Transmigrasi Berdasarkan Daerah Asal Dan Kabupaten Penempatan
Di Provinsi Jambi.
Sesuai dengan konsep transmigrasi merupakan perpindahan penduduk dari daerah
yang padat penduduknya di Pulau Jawa dan Bali ke wilayah yang masih
kekurangan jumlah penduduk di luar Pulau Jawa dan Bali. Provinsi Jambi
merupakan salah satu daerah penempatan transmigrasi yang utama di luar Pulau
Jawa sampai saat ini. Sebarantransmigrasi di sajikan pada Tabel 4.18.
Berdasarkan daerah asal transmigrasi yang ada di Provinsi Jambi, dapat
dijelaskan menurut Provinsi. Provinsi pengirim utama transmigrasi berasal dari
Jawa Tengah dengan jumlah 26.928 KK atau 32,34 persen. Selanjutnya diikuti
oleh transmigrasi asal penduduk setempat (TPS) sebanyak 19.340 KK (23,23%)..
Tabel 4.18 Sebaran Transmigrasi Di Provinsi Jambi Menurut Daerah Asal.
Kabupaten
penempatan
Daerah Asal
DKI JABAR JATENG JATIM DIY TPS JUMLA
H
Batanghari 245 1.309 1.181 816 428 2.784 6.763
128
Bungo 167 2.130 3.815 1.814 756 2.758 11.523
Merangin 50 2.094 5.173 2.909 1.220 1.688 13.134
Muaro
Jambi
607 2.338 2.253 2.411 1.275 5.384 14.268
Sarolangun 94 2.201 2.297 1.463 1.280 2.072 9.407
Tanjabbar 398 1.021 1.541 1.077 685 2.674 7.396
Tanjabtim 20 2.060 3.431 3.236 1.279 833 10.859
Tebo 68 520 7.212 588 406 1.180 9.974
Kerinci 0 50 50 0 0 100 200
Total 1.649 13.723 26.953 14.314 7.329 19.390 83.358
Sumber: Junaidi, 2012; Disosnakertrans Provinsi Jambi 2016.
Selanjutnya Provinsi Jawa Timur sebesar 14.314 KK (17,19 %), Provinsi
Jawa Barat sebesar 16, 45 persen atau setara dengan 13.698 KK, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta sebesar 8,80 persen (7.329 KK), dan Provinsi Pengirim
transmigrasi yang paling sedikit adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI)
dengan jumlah transmigran sebanyak 1.649 KK atau hanya 1,98 persen.
Penempatan transmigrasi asal Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur telah
berlangsung sejak Pra Pelita, kemudian transmigrasi dari DIY berlangsung mulai
dari Pelita I, sedangkan transmigrasi dari DKI terlaksana sejak Pelita III.
Berdasarkan Tabel 4.18 diketahui bahwa transmigrasi asal penduduk setempat
(TPS) menempati posisi yang cukup signifikan dari jumlah penduduk yang
ditempatkan di Provinsi Jambi. Khusus transmigran yang berasal dari Provinsi ini
merupakan kelompok masyarakat yang dapat dikategorikan sebagai:
129
1. Transmigrasi Alokasi Penempatan Penduduk Daerah Transmigrasi
(APPDT)adalah penduduk setempat yang berasal dari penduduk yang terkena
areallokasi transmigrasi dan penduduk desa sekitarnya di kabupaten
yangbersangkutan.
2. Transmigrasi yang berasal dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)adalah
penduduk yang dipindahkan karena termasuk dalam wilayah TNKS dengan
alasan guna menyukseskan program menjaga paru-paru dunia.
3. Transmigrasi yang berasal dari Kota Jambi adalah mereka yang
bertempattinggal sebelumnya di wilayah perkotaan, dengan pertimbangan
tertentu dalam rangka pertimbangan pelaksanaan pembangunan dipindahkan
ke lokasitransmigrasi.
4. Transmigrasi yang berasal dari pensiunan PNS dan purnawirawan ABRI.
5. Transmigrasi yang berasal dari penduduk pengungsi (TPP).
Proporsi transmigran TPS di Provinsi Jambi secara normal sebesar 20 persen
lebih besar dari total penempatan transmigrasi. Hal ini disebabkan mulai
tahun1992/1993 Menteri Transmigrasi dan PPH memberikan kebijakan
penempatan transmigrasi TPS di Provinsi Jambi sebesar 50 persen dari target
penempatan setiap tahun. Kondisi ini beralasan dengan mempertimbangkan untuk
menampung penduduk dari kawasan kumuh Kota Jambi, perambah
hutan/peladang berpindahpindah dari kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat
(TNKS) yang jumlahnya cukup besar serta memperkecil kesenjangan sosial antara
transmigran dari daerah asal dan penduduk setempat (Junaidi, 2012).Berdasarkan
penempatan lima kelompok masyarakat tersebut, proporsi TPSterbesar adalah
untuk kelompok APPDT dengan proporsi sebesar 76,33persen(15.054 KK) dari
total TPS. Kemudian jumlah proporsi terbesar kedua adalahTNKSsebesar 17,54
persen (3.460 KK) diikuti oleh Kodya sebesar 3,46 persen(682 KK),ABRI sebesar
1,48 persen (293 KK), Pengungsi (TPP) sebanyak 0,78Persen (153 KK dan PNS
sebesar 0,42 persen (81 KK). Untuk lebih rinci lihat tabel 4.19.
Tabel 4.19. Sebaran TPS di Provinsi Jambi Berdasarkan KelompokMasyarakat
Kabupaten Penempatan (KK) Tahun 2015.
130
Kabupaten
penempatan
Kelompok Masyarakat
APPDT TNKS KODYA ABRI PNS TPP JUMLAH
Batanghari 2.026 666 53 19 20 0 2.784
Bungo 2.893 20 0 0 0 45 2.958
Merangin 1.577 33 0 0 0 78 1.688
Muaro Jambi 3.338 1.477 366 183 20 0 5.384
Sarolangun 1.667 375 0 0 0 30 2.072
Tanjabbar 1.510 839 242 51 32 0 2.674
Tanjabtim 833 0 0 0 0 0 833
Tebo 1.060 50 21 40 9 0 1.150
Kerinci 150 0 0 0 0 0 150
Jumlah 15.054 3.460 682 293 81 153 19.723
Sumber: Junaidi, 2012; Disosnakertrans Provinsi Jambi, 2016. Keterangan: APPDT= Transmigran Alokasi Penempatan Penduduk Daerah Transmigrasi;
TNKS = Transmigran dari Taman Nasional Kerinci Seblat; KODYA= Transmigran dari
Kota Jambi; ABRI =Transmigran dari ABRI; PNS= Transmigran dari Pegawai Negeri
Sipil; TPP= Transmigran Penduduk Pengungsi.
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Generasi Pertama Transmigran
5.1.1 Umur Kepala Keluarga
Umur berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
perilaku dan pola pengambilan keputusan individu. Umur seseorang memegang
peranan penting dalam proses produksi, hal ini dikarenakan sangat menentukan
produktivitas kerja dan kualitas seseorang. Pengaruh umur juga dapat dikaitkan
131
dengan pengalaman maupun dari sisi kedewasaan dalam berpikir yang menyertai
peningkatan umur seseorang.
Rata-rata umur kepala keluarga generasi pertama di daerah-daerah
transmigrasi di Provinsi Jambi bervariasi, dengan rata-rata umur 64,31 tahun.
Berdasarkan kelompok umurnya, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar Kepala
keluarga (63, 10 %) berada dalam usia 60 tahun ke atas. Kondisi ini menunjukkan
bahwa hanya sekitar 36,90% kepala keluarga yang masih berada dalam usia
produktif. Apabila dirinci menurut kabupaten yang dijadikan objek penelitian
keadaannya semakin bervariasi, dimana untuk lokasi Rimbo Bujang jumlah
kepala keluarga yang tidak produktif tercatat sebanyak 94,64%, sedangkan untuk
lokasi Batang Asam tercatat lebih rendah yaitu sebesar 61,50 % dan untuk lokasi
Sungai Bahar hanya berjumlah 32,14 % saja.
Tingginya perbedaan usia kepala keluarga generasi pertama di daerah
penelitian tidak terlepas dari pada waktu penempatan transmigrasi yang berbeda
di daerah ini. Di lokasi transmigrasi Rimbo Bujang transmigran ditempatkan
pertama pada tahun 1976, sedangkan untuk lokasi Batang Asam tercatat tahun
1987 dan Sungai Bahar pada tahun 1991. Umur kepala keluarga generasi pertama
secara lebih rinci disajikan pada Tabel 5.1.1.
Tabel 5.1.1 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut KelompokUmur di
Lokasi Transmigrasi di Provinsi Jambi, Tahun 2017
Kelompok Umur
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
<=49 0 3 3 6
(0,00) (5,36) (5,36) (3,57)
50 - 59 3 18 35 56
(5,36) (32,14) (62,50) (33,33)
132
60 - 69 17 28 16 61
(30,36) (50,00) (28,57) (36,31)
70 - 79 17 5 1 23
(30,36) (8,93) (1,79) (13,69)
>79 19 2 1 22
(33,93) (3,57) (1,79) (13,10)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00)
(100,00
)
Rata-rata 73,45 61,88 57,59 64,31
Sumber: Penelitian lapangan, 2017
Keterangan: angka yang dikurung dalam persen
5.1.2. Jenis Kelamin
Bila dilihat dari jenis kelamin, tidak semua kepala keluarga di lokasi transmigrasi
di Provinsi Jambi berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar (79,76%) dari kepala
keluarga di daerah penelitian adalah laki-laki, dan sisanya sebanyak 20,24 persen
adalah perempuan. Berdasarkan daerah sampel ternyata kepala keluarga
perempuan untuk Rimbo Bujang tercatat lebih tinggi dibanding Batang Asam dan
Sungai Bahar. Keadaan ini terlihat di Rimbo Bujang Kepala keluarga adalah
perempuan sebanyak 44,64 persen, Sungai Bahar 16,07 persen dan tidak ada
kepala keluarga sampel di Batang Asam yang berstatus perempuan. Keadaan
kepala keluarga generasi pertama menurut jenis kelamin di lokasi penelitian di
Provinsi Jambi seperti terlihat pada Tabel 5.1.2.
Tabel 5.1.2 Persentase Kepala Keluarga Menurut Jenis Kelamin di Lokasi
Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Jenis Kelamin
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Laki-Laki 31 56 47 134
(55,36) (100,00) (83,93) (79,76)
Perempuan 25 0 9 34
(44,64) (0,00) (16,07) (20,24)
133
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan: angka yang dikurung dalam persen
5.1.3. Status Kawin
Secara umum komposisi penduduk menurut Status perkawinan di Indonesia dapat
dibedakanbelum kawin, kawin, cerai hidup dan cerai mati. Pada penelitian ini
status kawin disederhanakan menjadi Kawin, cerai hidup/mati. Untuk kepala
keluarga yang berstatus kawin artinya kedua pasangan masih hidup, sedangkan
untuk cerai hidup / mati salah satu pasangan yang tidak lengkap. Sebagian besar
kepala keluarga generasi pertama (75,60%) masih berstatus kawin dan sisanya
sebanyak 24,40 persen kepala keluarga tercatat sebagai single parent. Status
perkawinan Generasi Pertama disajikanpada Tabel 5.1.3.
Tabel 5.1.3 Persentase Kepala Keluarga Generasi Pertama Menurut
StatusPerkawinan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun
2017
Status Kawin
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Kawin 25 53 49 127
(44,64) (94,64) (87,50) (75,60)
Cerai Hidup/Mati 31 3 7 41
(55,36) (5,36) (12,50) (24,40)
134
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.1.4. Pendidikan
Sebagian besar responden generasi pertama di wilayah penelitian (42,86%) hanya
memiliki pendidikan tamat Sekolah Dasar (SD). Responden yang tidak/belum
pernah sekolah dan yang tidak/belum tamat SD tercatat sebanyak (33,92%). Jadi
bila dijumlahkan responden yang hanya tamat SD dan tidak tamat pendidikan
serta tidak pernah sekolah angkanya sangat besar yaitu mencapai (76,78%).
Dengan pendidikan yang begitu rendah tentu akan mempengaruhi proses
pengambilan keputusan yang mereka lakukan.
Untuk responden dengan pendidikan tamat SLTP Umum maupun kejuruan
berjumlah sebanyak 13,09 persen. Sementara itu responden yang diwawancarai
memiliki tingkat pendidikan SLTA berjumlah sebanyak (8,93%), dan hanya
sebesar 1,19% persen saja responden yang menikmati pendidikan tamat
DiplomaIV/ Sarjana.
Keadaan yang lebih memprihatinkan terjadi kalau ditinjau menurut lokasi
penelitian. Di Rimbo Bujang hampir semua kepala keluarga generasi pertama
(96,43%) hanya memilki pendidikan SD ke bawah. Sisanya 3,57 persen hanya
memiliki pendidikan SLTP dan SLTA, dan tidak ditemui responden yang
menamatkan pendidikan DiplomaIV/ Sarjana di lokasi penelitian.
Berbeda halnya dengan lokasi Batang Asam, tingkat pendidikan yang
dimiliki oleh responden lebih baik yang ditandai dengan sekitar (64,29%)
responden menamatkan pendidikan SD. Kemudian yang tamat pendidikan SLTA
dan SLTP berjumlah sebanyak (12,50%), dan tidak ditemui responden yang
tidak/belum pernah sekolah.
Keadaan responden berdasarkan tingkat pendidikan yang dapat ditamatkan
disajikan secara rinci pada Tabel 5.1.4. berikut:
135
Tabel 5.1.4 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut pendidikan
YangDitamatkan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017
Pendidikan Generasi Pertama
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Tdk/Blm Pernah Sekolah 16 0 0 16
(28,57) (0,00) (0,00) (9,52)
Tdk/Blm Tamat SD 22 13 6 41
(39,29) (23,21) (10,71) (24,40)
SD 16 36 20 72
(28,57) (64,29) (35,71) (42,86)
SLTP Umum 0 5 13 18
(0,00) (8,93) (23,21) (10,71)
SLTP Kejuruan 1 0 3 4
(1,79) (0,00) (5,36) (2,38)
SLTA Umum 1 2 12 15
(1,79) (3,57) (21,43) (8,93)
Diploma IV/S1 0 0 2 2
(0,00) (0,00) (3,57) (1,19)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan: angka yang dikurung dalam persen
Untuk lokasi Sungai Bahar pendidikan yang dimiliki oleh responden lebih
bervariasi. Mereka yang tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD berjumlah
sebanyak (33,92%). Responden yang tamat SD tercatat sebesar 42,86 persen.
Selain itu ditemui responden sebanyak (22,02%) yang memiliki pendidikan
tamatan SLTP dan SLTA, di luar itu masih terdapat responden yang memiliki
pendidikan tamat Diploma IV/Sarjana walaupun dengan jumlah yang relatif
sedikit dan hanya sebanyak (1,19 %).
Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para transmigran di
daerah penelitian merupakan bagian dari persoalan yang harus menjadi
pertimbangan ketika melakukan recruitment terhadap calon transmigrasi. Di
samping itu keterampilan yang dimiliki oleh calon transmigrasi di masa yang akan
datang merupakan persyaratan lain yang harus diperhatikan. Jika tidak kesan yang
136
muncul selama ini bahwa transmigrasi hanya akan memindahkan kemiskinan dari
Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa tidak terbukti.
5.1.5 Provinsi Asal
Secara umum provinsi asal transmigrasi berasal dari provinsi-provinsi di
Pulau Jawa. Menurut hasil penelitian jumlah transmigrasi tercatat 88,69 persen di
dominasi oleh Provinsi Jawa Timur sebanyak (39,29 %), Yogyakarta (21,43%),
Jawa Barat (16,07 %) dan Jawa Timur sebesar 11,90 persen. Untuk pendatang
yang berasal dari luar Pulau Jawa yang jumlahnya tidak terlalu banyak merupakan
migran masuk dari Provinsi yang ada di Pulau Sumatera. Provinsi –provinsi
tersebut berturut-turut Provinsi Jambi (disebut juga translok), kemudian diikuti
oleh Provinsi Lampung (2,38%), Sumatera Utara (1,79%) dan Sumatera Barat dan
Sumatera Selatan masing-masing 0,60 persen.
Bila dilihat secara lebih rinci asal provinsi transmigran generasi pertama di daerah
penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut. Semua sampel transmigran di Rimbo
Bujang (100%) waktu penempatan berasal dari 3(tiga) provinsi Yakni Jawa
Tengah, Yogyakarta dan Jawa Barat. Tidak demikian halnya untuk lokasi Batang
Asam dan Sungai Bahar dimana terdapat transmigrasi lokal (Jambi), masing-
masing sebesar 16,07 persen dan 1,79 persen.
Keadaan responden generasi pertama menurut provinsi asal transmigran di daerah
transmigrasi digambarkan pada Tabel 5.1.5.
Tabel 5.1.5Persentase Responden Generasi Pertama berdasarkan AsalProvinsi di
Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, tahun 2017.
Provinsi Asal
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Jawa Tengah 35 19 12 66
(62,50) (33,93) (21,43) (39,29)
Yogyakarta 11 4 21 36
(19,64) (7,14) (37,50) (21,43)
137
Jawa Barat 10 6 11 27
(17,86) (10,71) (19,64) (16,07)
Jawa Timur 0 13 7 20
(0,00) (23,21) (12,50) (11,90)
Jambi 0 9 1 10
(0,00) (16,07) (1,79) (5,95)
Sumatera Utara 0 0 3 3
(0,00) (0,00) (5,36) (1,79)
Lampung 0 4 0 4
(0,00) (7,14) (0,00) (2,38)
Sumatera Selatan 0 1 0 1
(0,00) (1,79) (0,00) (0,60)
Sumatera Barat 0 0 1 1
(0,00) (0,00) (1,79) (0,60)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen.
.
5.1.6Tahun Awal Tinggal di Desa
Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan transmigrasi di Provinsi Jambi sudah
berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Secara terkoordinir program
penempatan transmigrasi di wilayah ini dimulai sejak Pelita I tahun (1969/70 -
1973/74). Di daerah penelitian penempatan transmigrasi dapat dibedakan untuk
Rimbo Bujang merupakan transmigran yang ditempatkan periode (1975- 1977), di
Batang Asam periode (1986-1988) dan periode (1991-1994) untuk lokasi Sungai
Bahar.
Untuk mengetahui lebih rinci tahun awal responden tinggal di desa transmigrasi
disajikan pada Tabel 5.1.6.
138
Tabel 5.1.6 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Tahun
AwalTinggal Di Desa Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017
Tahun Awal Tinggal di Desa
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
1975 - 1977 56 0 0 56
(100,00) (0,00) (0,00) (33,33)
1986 - 1988 0 0 56 56
(0,00) (0,00) (100,00) (33,33)
1991 - 1994 0 56 0 56
(0,00) (100,00) (0,00) (33,33)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian lapangan, 2017.
Keterangan: angka yang dikurung dalam persen
Berdasarkan tahun penempatan tersebut diperkirakan di lokasi Rimbo
Bujang transmigran telah bermukim lebih kurang selama 41 tahun, di Batang
Asam sekitar 30 tahun dan 25 tahun untuk lokasi Sungai Bahar. Berdasarkan
lamanya mereka berdomisili di daerah transmigrasi di duga dari sisi keturunan
sudah memasuki generasi ke dua, bahkan generasi ke tiga.
5.1.7 Status Ketransmigrasian
Transmigrasi umum (TU) merupakan jenis transmigrasi yang di sponsori
oleh pemerintah. Sementara transmigrasi spontan adalah bentuk perpindahan
penduduk yang dilakukan berdasarkan inisiatif sendiri, segala konsekuensi yang
muncul akibat tindakan ini menjadi tanggung jawab pribadi. Sedangkan
transmigrasi swakarsa merupakan bentuk perpindahan penduduk yang dirancang
oleh pemerintah daerah dengan mengikutsertakan badan usaha sebagai mitra
usaha transmigran bagi penduduk yang berpotensi berkembang untuk maju.
Status ketransmigrasian di daerah penelitian Provinsi Jambi secara
terperinci disajikan pada Tabel 5.1.7.
139
Tabel 5.1.7 Persentase Responden Generasi Pertama
Menurut StatusKetransmigrasian di Lokasi Transmigrasi
di Provinsi Jambi, Tahun 2017
Status Ketransmigrasian
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Transmigrasi Umum 42 50 56 148
(75,00) (89,29) (100,00) (88,10)
Transmigrasi Spontan 0 4 0 4
(0,00) (7,14) (0,00) (2,38)
Swakarsa 14 2 0 16
(25,00) (3,57) (0,00) (9,52)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian lapangan, 2017
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Di lokasi penelitian sebagian besar (88,10%) transmigran merupakan
transmigrasi umum, sedangkan transmigrasi swakarsa berjumlah sebanyak 9,52
persen, dan hanya sekitar 2,38 persen saja transmigran yang berstatus spontan.
Bila dirinci menurut daerah sampel ternyata di Rimbo Bujang jumlah transmigrasi
swakarsa sebanyak (25,00%), untuk Batang Asam terdapat (3,57%) dan tidak ada
transmigrasi yang berstatus swakarsa di Sungai Bahar.
5.1.8 Alasan Ikut Transmigrasi
Terdapat beberapa alasan yang diberikan oleh responden kenapa mereka tertarik
mengikuti program transmigrasi. Alasan-alasan dimaksudadalah: tidak memiliki
lahan, terpaksa pindah karena pembangunan bendungan, tidak memiliki
pekerjaan, demi masa depan yang lebih baik, dan ikut keluarga.
140
Untuk mengetahui Keadaan transmigran berdasarkan alasan ikut
transmigrasi di daerah penelitian dapat diketahui pada Tabel 5.1.8.
Tabel 5.1.8 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Alasan
IkutBertransmigrasi di Lokasi Transmigrasi di Provinsi Jambi,
Tahun 2017
Alasan Ikut Transmigrasi
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Tidak memiliki lahan 20 11 0 31
(35,71) (19,64) (0,00) (18,45)
Terpaksa pindah karena pembangunan
bendungan 6 0 0 6
(10,71) (0,00) (0,00) (3,57)
Tidak memiliki pekerjaan 1 9 1 11
(1,79) (16,07) (1,79) (6,55)
Demi masa depan lebih baik 28 34 53 115
(50,00) (60,71) (94,64) (68,45)
Ikut keluarga 1 2 2 5
(1,79) (3,57) (3,57) (2,98)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber:Penelitian lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Sebagian besar responden (68,45%) ikut program transmigrasi karena
alasan demi masa depan yang lebih baik, keadaan ini lebih tinggi lagi di lokasi
Sungai Bahar dengan jumlah sebanyak (94,64%). Sekitar 18,45 persen
transmigran meninggalkan daerah asal karena tidak memiliki lahan untuk digarap,
faktor ini mendorong mereka untuk melakukan perpindahan. Transmigran yang
ikut bertransmigrasi karena alasan tidak memiliki pekerjaan sebanyak 6,55 persen.
Hanya sebagian kecil saja transmigran (2,98%) yang meninggalkan daerah asal
dengan alasan ikut keluarga.
5. 1.9 Kedatangan dari Daerah Asal
Bentuk mobilitas penduduk yang berlangsung selama ini dapat dibedakan atas
mobilitas langsung (Direct mobility) dan mobilitas tidak langsung (indirect
141
mobility).Migrasi langsung merupakan perpindahan dari daerah asal menuju
daerah tempat tinggal terakhir. Migrasi tidak langsung merupakan perpindahan
dari tempat asalke tempat tujuan yang telah melewati beberapa tahap atau lebih
dari satu tahap. Bentuk ini lazim juga disebut perpindahan bertahap (chain
migration).
Pola perpindahan ini banyak terjadi di Indonesia, transmigrasi sebagai program
perpindahan penduduk dalam bentuk transmigrasi umum merupakan bentuk kasus
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia. Sementara perpindahan penduduk
dalam bentuk perpindahan tidak langsung ditandai dengan tempat tinggal
sekarang tidak sama dengan tempat tinggal sebelumnya dan tidak sama dengan
tempat tinggal asal. Contoh daerah asal dari Jawa Barat lalu transmigrasi ke
Lampung, dan kemudian pindah lagi ke Rimbo Bujang di Provinsi Jambi.
Sebagian besar dari transmigran di Provinsi Jambi di daerah penelitian (88,10%)
merupakan transmigrasi yang pindahsecara langsung. Sisanya sekitar (11,90%)
merupakan transmigrasi yang telah melakukan perpindahan tidak dari daerah asal
tapi dari tempat perpindahan sebelumnya. Tinggi rendahnya tingkat perpindahan
yang terjadi antara daerah tujuan pertama dengan daerah selanjutnya sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab-penyebab tersebut dapat berupa faktor
sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan sebagainya.
Untuk lebih jelasnya, kedatangan dari daerah asal transmigrasi di Provinsi
Jambi disajikan pada Tabel 5.1.9.
Tabel 5.1.9Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Kedatangan diDaerah
Asal di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017
Kedatangan dari Daerah Asal
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Transmigrasi Langsung 56 36 56 148
(100,00) (64,29) (100,00) (88,10)
Transmigrasi Tidak Langsung 0 20 0 20
(0,00) (35,71) (0,00) (11,90)
142
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian lapangan, 2017
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.1.10 Jumlah Anggota Rumah Tangga Yang Dibawa
Anggota Rumah Tangga (ART) dalam penelitian ini adalah semua personal yang
ada dalam suatu ikatan rumah tangga termasuk kepala keluarga. Secara
keseluruhan jumlah anggota rumah tangga yang dibawa ketika bertransmigrasi
rata-rata sebesar(3,31 orang). Berdasarkan lokasi penelitian terlihat bahwa rata-
rata ART di Rimbo Bujang sebesar (3,57 orang), lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata ART di Batang Asam (3,66 orang) dan di Sungai Bahar hanya
sebesar (2,70 Orang).Lebih separuh (55,95%) transmigrasi di daerah penelitian
ketika mulai berangkat dari daerah asal memiliki jumlah ART berkisar antara 3-4
orang. Terdapat sebanyak (30,36%) kepala keluarga transmigran ketika
meninggalkan daerah asalnya dengan yang memiliki ART antara 1-2 orang, dan
hanya sekitar (13,69%) saja transmigran yang berangkat dari daerah asalnya yang
memiliki jumlah ART lebih besar dari 4 orang.
Keadaan transmigran berdasarkan jumlah anggota rumah tangga yang dibawa
ketika memulai berangkat transmigrasi disajikan pada Tabel 5.1.10.
Tabel 5.1.10 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut JumlahAnggota
Rumah Tangga Yang Dibawa di Lokasi transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017
Jumlah ART yang dibawa
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
1 - 2 16 9 26 51
(28,57) (16,07) (46,43) (30,36)
3 - 4 27 39 28 94
143
(48,21) (69,64) (50,00) (55,95)
> 4 13 8 2 23
(23,21) (14,29) (3,57) (13,69)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Rata-rata 3,57 3,66 2,70 3,31
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Terbatasnya jumlah ART yang dimiliki oleh transmigran ketika memulai
berangkat dari kampung halamannya (daerah asal), memang salah satu syarat
dalam melakukan transmigrasi. Dengan keluarga yang lebih mini diharapkan di
daerah tujuan transmigran akan mempunyai waktu yang lebih banyak untuk
kegiatan-kegiatan di luar rumah tangga. Alokasi waktu yang tersedia untuk
bekerja di sektor pertanian diharapkan dapat membantu transmigran dalam hal
memenuhi kebutuhannya, sehingga secara bertahap mereka lebih produktif.
Meningkatkannya produktivitas transmigran akan lebih mudah dalam mencapai
kesejahteraannya.
5.1.11.Kegiatan Utama Saat Ini
Dalam konsep ketenagakerjaan kegiatan utama penduduk meliputi bekerja,
mencari pekerjaan, sekolah, urus rumah tangga dan lainnya. Pada penelitian ini
kegiatan utama hanya ditujukan untuk kepala keluarga generasi pertama. Kegiatan
utama dalam hal ini hanya dibedakan sebagai kegiatan bekerja dan sebagai
penerima pendapatan.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan hampir semua kepala keluarga
(92,86%) memiliki kegiatan utama pada saat ini “Bekerja”, dan hanya sebagian
kecil saja sebesar (7,14%) sebagai penerima pendapatan. Kepala keluarga yang
tercatat sebagai penerima pendapatan ini baik disebabkan tidak produktif lagi
karena usia lanjut, dan lahannya digarap oleh orang lain dan ada juga karena
alasan dilarang oleh anak-anak mereka yang sudah mempunyai penghasilan lebih
baik. Keadaan kepala keluarga di lokasi penelitian Provinsi Jambi menurut
kegiatan utama pada saat ini disajikan pada Tabel 5.1.11.
144
Tabel 5.1.11 Persentase Responden Menurut Kegiatan Utama Pada Saat ini di
Lokasi Transmigrasi di Provinsi Jambi, tahun 2017
Kegiatan Utama Saat Ini
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Bekerja 44 56 56 156
(78,57) (100,00) (100,00) (92,86)
Penerima pendapatan 12 0 0 12
(21,43) (0,00) (0,00) (7,14)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Keterangan: angka yang dikurung dalam persen
5.1.12 Lapangan Usaha
Lapangan usaha dalam penelitian ini dikelompokkan atas 6(enam) bidang meliputi
(Pertanian tanaman pangan, Perkebunan, Peternakan, Bangunan Perdagangan,
hotel dan restoran dan Jasa lainnya). Hampir dua pertiga ( 65,38%) responden di
lokasi transmigrasi bekerja di sektor perkebunan. Kemudian pertanian tanaman
pangan merupakan sektor kedua lapangan usaha dari responden dengan jumlah
sebanyak (26,92%). Sektor Jasa lainnya tercatat sebanyak (3,21%).
Terkosentrasinya lapangan usaha generasi pertama pada Sektor Perkebunan dan
Pertanian Tanaman Pangan (92,30%) tidak dapat disangkal karena memang
bentuk transmigrasi yang ada di Provinsi Jambi adalah Transmigrasi Umum (TU)
sebanyak (88,10%). Sebagaimana diketahui pola transmigrasi ini semua beban
biaya yang muncul menjadi tanggungan pemerintah termasuk dalam penyiapan
lahan. Perkembangan sektor non Perkebunan dan Pertanian tanaman pangan di
lokasi transmigran relatif masih terbatas.
Untuk mengetahui lebih rinci lapangan usaha generasi pertama di lokasi
transmigrasi Provinsi Jambi disajikan pada Tabel 5.1.12.
145
Tabel 5.1.12 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Lapangan Usaha
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017
Lapangan Usaha Generasi Pertama
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Pertanian Tanaman Pangan 3 39 0 42
(6,82) (69,64) (0,00) (26,92)
Perkebunan 38 14 50 102
(86,36) (25,00) (89,29) (65,38)
Peternakan 1 0 0 1
(2,27) (0,00) (0,00) (0,64)
Bangunan 1 1 0 2
(2,27) (1,79) (0,00) (1,28)
Perdagangan, Hotel dan Restoran 0 2 2 4
(0,00) (3,57) (3,57) (2,56)
Jasa lainnya 1 0 4 5
(2,27) (0,00) (7,14) (3,21)
Total 44 56 56 156
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.1.13 Jenis Pekerjaan
Salah satu pengelompokan dalam struktur ketenagakerjaan adalah jenis
pekerjaan. Jenis pekerjaan dalam penelitian ini dibedakan atas (1). Tenaga
professional, (2). Tenaga Tata Usaha, (3). Tenaga usaha jasa dan usaha penjualan,
(4). Tenaga usaha pertanian dan peternakan, dan (5). Pekerja kasar, tenaga
kebersihan dan tenaga ybdi.
Untuk mengetahui secara lebih rinci jenis pekerjaan generasi pertama di
lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5.1.13 berikut.
Tabel 5.1.13 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Jenis Pekerjaan di
Lokasi Transmigrasi Provinsi jambi, Tahun 2017.
Jenis Pekerjaan Generasi Pertama
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Tenaga Profesional 0 1 3 4
146
(0,00) (1,79) (5,36) (2,56)
Tenaga Tata Usaha 0 1 1 2
(0,00) (1,79) (1,79) (1,28)
Tenaga usaha jasa dan usaha penjualan 1 1 2 4
(2,27) (1,79) (3,57) (2,56)
Tenaga usaha pertanian dan peternakan 40 52 35 127
(90,91) (92,86) (62,50) (81,41)
Pekerja kasar, tenaga kebersihan dan tenaga
ybdi 3 1 15 19
(6,82) (1,79) (26,79) (12,18)
Total 44 56 56 156
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Keterangan: angka yang dikurung dalam persen
Berdasarkan hasil penelitian di lokasi transmigrasi Provinsi Jambi diperoleh jenis
pekerjaan generasi pertama berikut. Sebagian besar generasi pertama (81,41%)
bekerja sebagai Tenaga usaha pertanian dan peternakan. Kemudian diikuti oleh
jenis pekerjaan sebagai pekerja kasar, tenaga kebersihan dan tenaga ybdi sebanyak
(12,18%). Sisanya generasi pertama di wilayah penelitian bekerja sebagai Tenaga
professional sebesar (2,56%), dan Tenaga usaha jasa dan usaha penjualan juga
sebesar (2,56%), dan hanya sekitar (1,28%) saja yang bekerja sebagai Tenaga tata
usaha.
Banyaknya jumlah generasi pertama yang bekerja sebagai Tenaga usaha
pertanian dan peternakan, cukup beralasan karena pekerjaan ini secara relatif tidak
membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi. Keadaan ini sesuai dengan tingkat
pendidikan yang dimiliki oleh generasi pertama di lokasi penelitian dimana sekitar
(42,86%) hanya memiliki pendidikan tamat sekolah Dasar (SD) Bahkan generasi
pertama yang tidak/belum pernah sekolah dan yang tidak/belum tamat SD tercatat
sebanyak (33,92%). Secara akumulasi responden yang hanya tamat SD dan tidak
tamat angkanya sangat besar yaitu (76,78%). Dengan bekal pendidikan yang
mereka miliki sulit untuk mengembangkan inovasinya terhadap sektor lain yang
membutuhkan keterampilan khusus.
147
5.1.14 Status Pekerjaan
Status pekerjaan dalam riset ini terdiri dari: 1). Berusaha sendiri, 2).
Berusaha dengan pekerja keluarga/tidak dibayar, 3). Berusaha dengan buruh tetap,
dan 4). Buruh/ karyawan. Berdasarkan kelompok tersebut status pekerjaan
generasi pertama di daerah penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut.
Sebagian besar status pekerjaan generasi pertama (70,51%) mereka berusaha
sendiri. Artinya transmigrasi generasi pertama di lokasi penelitian melakukan
pekerjaan tidak terikat pada pihak lain. Mereka merupakan petani petani yang
bekerja di lahan sendiri dan tidak tergantung pada pihak lain, dan termasuk dalam
proses produksi dan pemasaran hasil-hasilnya. Keputusan yang diambil biasanya
ditetapkan tidak melalui musyawarah dengan pihak lain akan tetapi keputusan
final merupakan keputusan perseorangan, yang merupakan ciri tersendiri dari
status pekerjaan berusaha sendiri.
Generasi pertama dengan status pekerjaan Berusaha dengan pekerja
keluarga/tidak dibayar berjumlah sebanyak (13,46%). Artinya keterlibatan
keluarga dalam melaksanakan pekerjaan cukup berarti walaupun secara ekonomis
kontribusi keluarga kurang diperhitungkan. Peranan anggota keluarga turut serta
dalam menopang ekonomi rumah tangga dalam bentuk berpartisipasi aktif untuk
kegiatan-kegiatan di luar rumah tangga dalam menghasilkan barang dan jasa.
Hasil wawancara di lokasi transmigrasi juga diperoleh sebanyak (6,41%)
generasi pertama dengan status pekerjaan Berusaha dengan buruh tetap. Ini
menunjukkan bahwa responden dalam menghasilkan produksi telah menggunakan
tenaga kerja tetap, baik diperoleh dari lingkungan keluarga maupun dari luar yang
menerima penghasilan tetap. Kendatipun masih tergolong kecil jumlahnya
penggunaan tenaga kerja di luar keluarga sudah diperhitungkan.
Responden dengan status pekerjaan sebagai buruh/karyawan tercatat
sebanyak (9,41%). Buruh atau karyawan merupakan pekerja yang menerima balas
jasa dari pihak lain baik berupa uang atau barang yang dinilai dengan uang.
Penghasilan buruh/karyawan sangat ditentukan diantaranya dari kelangsungan
hidup perusahaan/instansi yang ada di wilayah penelitian. Selain itu kompensasi
148
yang diberikan kepada buruh/karyawan tidak terlepas dari tingginya pendidikan
dan keterampilan yang dimiliki oleh pekerja.
Untuk mengetahui lebih rinci sebaran status pekerjaan generasi pertama
disajikan pada Tabel 5.1.14 berikut.
Tabel 5.1.14 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut StatusPekerjaan Di
Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,Tahun 2017.
Status Pekerjaan Generasi Pertama
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Berusaha Sendiri 25 51 34 110
(56,82) (91,07) (60,71) (70,51)
Berusaha dengan pekerja keluarga/ tdk
dibayar 5 3 13 21
(11,36) (5,36) (23,21) (13,46)
Berusaha dengan buruh tetap 7 0 3 10
(15,91) (0,00) (5,36) (6,41)
Buruh/Karyawan 7 2 6 15
(15,91) (3,57) (10,71) (9,62)
Total 44 56 56 156
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.1.15 Kepemilikan Pekerjaan Sampingan
Pekerjaan sampingan dalam penelitian ini maksudnya adalah pekerjaan yang
dilakukan oleh responden generasi pertama diluar pekerjaan pokok (utama).
Pengelompokan atas pekerjaan utama dan sampingan biasanya didasarkan pada
waktu yang lebih intensif dalam melakukan suatu pekerjaan. Atau pekerjaan yang
lebih banyak menyita waktu dan pikiran dari responden.
Keadaan responden menurut pekerjaan sampingandi lokasi penelitian
disajikan pada Tabel 5.1.15.
Tabel 5.1.15 Persentase Responden Generasi Pertama MenurutKepemilikan
Pekerjaan Sampingan Di Lokasi transmigrasiProvinsi Jambi, Tahun
2017.
Kepemilikan Pekerjaan Sampingan
Generasi Pertama
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
149
Punya 14 16 16 46
(31,82) (28,57) (28,57) (29,49)
Tidak Punya 30 40 40 110
(68,18) (71,43) (71,43) (70,51)
Total 44 56 56 156
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Secara keseluruhan responden di daerah transmigrasi yang memiliki
pekerjaan sampingan berjumlah sebanyak (29,49%). Sisanya sebanyak (70,51%)
responden tidak memiliki pekerjaan sampingan. Berdasarkan lokasi Kecamatan
variasi responden punya pekerjaan sampingan dan tidak punya pekerjaan
sampingan tidak terlalu signifikan.
Besarnya jumlah responden yang tidak memiliki pekerjaan sampingan
berarti bahwa fokus mereka lebih tertuju pada pekerjaan pokok. Ini berarti pula
bahwa sumber utama pendapatan rumah tangga responden bersumber dari hasil
pekerjaan pokok. Dengan demikian curahan waktu yang dialokasikan untuk
memperoleh produksi sebagian besar adalah untuk pekerjaan pokok.
5.1.16 Jam Kerja Per Minggu
Rata-rata jam kerja per minggu generasi pertama di lokasi transmigrasi
Provinsi Jambi berjumlah selama (31,54 Jam) dalam se minggu. Bila
dibandingkan dengan jam kerja normal menurut standar International Labor
Organization (ILO) selama 35 jam atau lebih, jam kerja generasi pertama masih
tergolong kurang atau dibawah jam kerja penuh. Secara keseluruhan generasi
pertama yang bekerja dalam seminggu 35 jam atau lebih berjumlah kurang dari
separuh (48,72%). Terdapat sebanyak 31,41 persen generasi pertama yang
memiliki jam kerja antara (14-34 jam) per minggu. Pada bagian lain masih ada
generasi pertama yang mencurahkan waktunya bekerja kurang dari 14 jam per
minggu.Berdasarkan hasil wawancara di lokasi penelitian jumlah generasi
pertama yang bekerja kurang dari standar kerja jam normal berjumlah (51,28%).
150
Ini berarti bahwa lebih separuh dari generasi pertama yang bekerja di daerah riset
belum memanfaatkan waktunya secara optimal.
Keadaan responden generasi pertama menurut jam kerja dalam seminggu
disajikan pada Tabel 5.1.16 berikut:
Tabel5.1.16 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Jam kerjaper
Minggu di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,Tahun 2017.
Jam Kerja Perminggu Generasi
Pertama
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
< 14 8 0 23 31
(18,18) (0,00) (41,07) (19,87)
14 - 34 22 5 22 49
(50,00) (8,93) (39,29) (31,41)
>=35 14 51 11 76
(31,82) (91,07) (19,64) (48,72)
Total 44 56 56 156
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Rata-rata 24,83 46,20 22,17 31,54
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.2 Karakteristik Generasi Kedua Transmigran
5.2.1 Umur
Secara umum rata-rataumur generasi kedua di daerah penelitian mencapai
35 tahun. Dengan umur tersebut generasi kedua berada dalam kelompok umur
produktif dimana jumlah kelompok tersebut termasuk dalam rentang (30-39
tahun), dan kelompok ini berjumlah sebanyak (42,26%). Untuk generasi kedua
yang berusia antara (40-49 tahun) tercatat sebanyak 20,83 persen, sebarannya di
lokasi Rimbo Bujang hampir separuhnya (48,21%), sementara di Batang Asam
terdapat sebanyak 12,50 persen, dan hanya 1,79 persen saja responden yang
berada di lokasi Sungai Bahar.
Untuk lebih jelasnya rincian keadaan responden menurut umur di lokasi
transmigrasi dalam Provinsi Jambi disajikan pada Tabel 5.2.1.
151
Tabel 5.2.1 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut KelompokUmurdi
Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Kelompok Umur
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
20 - 29 1 26 26 53
(1,79) (46,43) (46,43) (31,55)
30 - 39 19 23 29 71
(33,93) (41,07) (51,79) (42,26)
40 - 49 27 7 1 35
(48,21) (12,50) (1,79) (20,83)
50 + 9 0 0 9
(16,07) (0,00) (0,00) (5,36)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Rata-rata 42,25 31,46 29,98 34,57
Sumber: Penelitian Lapangan, Tahun 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Pada bagian lain diperoleh temuan secara total terdapat generasi kedua yang telah
berumur diatas 50 tahun yaitu sebanyak 5,36 persen. Suatu hal yang menarik
adalah responden dengan umur 50 tahun atau lebih hanya ditemui di lokasi Rimbo
Bujang, dan tidak ada responden dengan usia tersebut di lokasi Batang Asam dan
Sungai Bahar. Hal ini sangat beralasan karena lokasi transmigrasi di Kecamatan
Rimbo Bujang (sekitar 14- 16 tahun) lebih dahulu dari lokasiBatang Asam dan
Sungai Bahar.
Untuk responden yang berusia antara (20-29 tahun) secara keseluruhan
berjumlah sebanyak 31,55 persen. Berdasarkan lokasi di Batang Asam dan Sungai
Bahar jumlahnya tercatat masing-masing sebanyak 46,43 persen, sedangkan di
Rimbo Bujang jumlahnya sangat sedikit, hanya sekitar 1,79 persen saja.
5.2.2 Jenis Kelamin
Berdasar hasil penelitian di daerah sampel diperoleh informasi dua pertiga atau
66,67 persen responden berjenis kelamin laki-laki, sisanya sebanyak 33,33 persen
152
adalah responden perempuan. Bila dipelajari menurut lokasi Kecamatan diperoleh
hasil berikut. Ternyata persentase responden perempuan lebih besar di daerah
Rimbo Bujang, dibanding dengan kedua lokasi Batang Asam maupun Sungai
Bahar.
Secara lebih rinci keadaan responden generasi kedua di daerah penelitian
disajikan pada Tabel 5.2.2.
Tabel 5.2.2 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Jenis Kelamindi Lokasi
Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Jenis Kelamin
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Laki-Laki 35 39 38 112
(62,50) (69,64) (67,86) (66,67)
Perempuan 21 17 18 56
(37,50) (30,36) (32,14) (33,33)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan: angka yang dikurung dalam persen
Di Rimbo Bujang responden yang berjenis kelamin perempuan tercatat
sebanyak 37,50 persen, jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan responden
yang ada di Batang Asam sebesar 30,36 persen dan di Sungai Bahar berjumlah
sebanyak 32,14 persen. Keadaan ini diduga karena perbedaan rata-rata usia
responden di lokasi masing-masing daerah penelitian.
5.2.3 Status Perkawinan
Sebagian besar jumlah responden di lokasi penelitian berstatus kawin (88,69%).
Terdapat responden sebanyak (7,74%) dengan status perkawinan “belum kawin”
(belum menikah). Diluar itu diperoleh data responden dengan status
perkawinan“cerai hidup/mati” sebanyak (3,57%).
Untuk mengetahui lebih rinci tentang status perkawinan responden di lokasi
penelitian disajikan pada Tabel 5.2.3.
153
Tabel 5.2.3 Persentase Responden Generasi Kedua menurut StatusPerkawinan di
Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017
Status Kawin
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Belum Kawin 0 0 13 13
(0,00) (0,00) (23,21) (7,74)
Kawin 53 56 40 149
(94,64) (100,00) (71,43) (88,69)
Cerai Hidup/Mati 3 0 3 6
(5,36) (0,00) (5,36) (3,57)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Bila dirinci berdasarkan lokasi kecamatan diperoleh angka status perkawinan
yang sangat bervariasi. Keadaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Di Rimbo Bujang hampir semua responden (94,64%) berstatus kawin,
sedangkan responden yang berstatus “cerai hidup/mati adalah sebanyak (5,36%)
dan tidak terdapat responden generasi kedua yang status perkawinannya “ belum
kawin,” di lokasi penelitian.
Berbeda dengan apa yang terjadi di lokasi lain di wilayah penelitian seperti
di Sungai Bahar proporsi responden yang berstatus Kawin masih mendominasi
dengan jumlah sebanyak (71,43%). Pada bagian lain responden yang berstatus
belum kawin jumlahnya cukup banyak yaitu sebesar (23,21%), dan terdapat juga
responden dengan status perkawinan “cerai hidup/mati sebanyak (5,36 %). Di sisi
lain semua responden (100,00%) yang diwawancarai di Kecamatan Batang Asam
adalah mereka yang berstatus perkawinan “Kawin”.
5.2.4 Pendidikan
Generasi kedua yang merupakan anak (turunan) dari generasi pertama umumnya
lahir dan dibesarkan di lokasi transmigrasi. Secara pendidikan umumnya generasi
154
kedua memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang
tuanya sebagai transmigrasi awal yang didatangkan dari daerah asal di Pulau
Jawa.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan diperoleh informasi berikut. Lebih
seperduanya (54,76%) generasi kedua di wilayah transmigrasi Provinsi Jambi
menamatkan pendidikan SLTA dan sederajat. Sementara itu generasi pertama
yang menamatkan pendidikan SLTA sederajat hanya sebanyak 8,93 persen.
Generasi kedua yang menamatkan pendidikan Diploma I dan III berjumlah
sebanyak (7,04%), sedangkan yang berhasil mencapai pendidikan DIV/S1 tercatat
berjumlah 10,71 persen.
Untuk generasi kedua yang berpendidikan SLTP, baik umum dan kejuruan
berjumlah sebanyak 16,66%. Generasi kedua yang hanya menamatkan jenjang
pendidikan dasar (SD) berjumlah sebanyak (10,71 %). Tidak ditemui generasi
kedua yang Tidak/belum pernah sekolah dan Tidak/belum tamat SD ketika
wawancara dilakukan.
Berdasarkan rata-rata tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh generasi
kedua dibandingkan dengan generasi pertama, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan generasi kedua lebih tinggi dari generasi pertama. Tingkat pendidikan
rata-rata generasi kedua adalah SLTA (54,76%), sedangkan pendidikan rata-rata
generasi pertama (orang tuanya) hanya tingkat SD (42,86%). Berdasarkan data
tersebut dapat dikatakan pendidikan generasi kedua, 2 (dua) tingkat lebih tinggi
dibandingkan dengan generasi pertama.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang pendidikan yang ditamatkan oleh generasi
kedua di lokasi transmigrasi Provinsi Jambi disajikan secara rinci pada Tabel
5.2.4. berikut.
Tabel 5.2.4Persentase Responden Generasi kedua Menurut Pendidikan di Lokasi
Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Pendidikan Generasi Kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
SD 16 2 0 18
155
(28,57) (3,57) (0,00) (10,71)
SLTP Umum 13 2 3 18
(23,21) (3,57) (5,36) (10,71)
SLTP Kejuruan 5 4 1 10
(8,93) (7,14) (1,79) (5,95)
SLTA Umum 15 37 24 76
(26,79) (66,07) (42,86) (45,24)
SLTA Kejuruan 3 4 9 16
(5,36) (7,14) (16,07) (9,52)
Diploma I/II 0 2 2 4
(0,00) (3,57) (3,57) (2,38)
Diploma III 2 1 5 8
(3,57) (1,79) (8,93) (4,76)
Diploma IV/S1 2 4 12 18
(3,57) (7,14) (21,43) (10,71)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan: Angka yang dikurung dalam persen
5.2.5 Lapangan Usaha
Berbeda halnya dengan generasi pertama, lapangan usaha generasi kedua lebih
berkembang dan bervariasi. Lapangan usaha generasi kedua masih didominasi
oleh sektor Perkebunan (47,62%). Kemudian diikuti oleh sektor Jasa lainnya
sebesar 23,21 persen dan sektor Pertanian Tanaman Pangan (15,48%).
Berikut ini dapat diketahui secara rinci keadaan lapangan usaha generasi
kedua yang disajikan pada Tabel 5.2.5.
Tabel 5.2.5 Responden Generasi Kedua Menurut LapanganUsahadi Lokasi
Transmigrasi Provinsi Jambi, tahun 2017.
Lapangan Usaha Generasi Kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Pertanian Tanaman Pangan 0 26 0 26
(0,00) (46,43) (0,00) (15,48)
Perkebunan 48 8 24 80
(85,71) (14,29) (42,86) (47,62)
Kehutanan 0 0 1 1
156
(0,00) (0,00) (1,79) (0,60)
Industri 0 3 1 4
(0,00) (5,36) (1,79) (2,38)
Listrik, Gas dan Air Bersih 0 1 0 1
(0,00) (1,79) (0,00) (0,60)
Bangunan 2 1 0 3
(3,57) (1,79) (0,00) (1,79)
Perdagangan, Hotel dan Restoran 2 5 5 12
(3,57) (8,93) (8,93) (7,14)
Pengangkutan dan Komunikasi 0 1 0 1
(0,00) (1,79) (0,00) (0,60)
Keuangan, Persewaan dan Jasa 1 0 0 1
(1,79) (0,00) (0,00) (0,60)
Jasa lainnya 3 11 25 39
(5,36) (19,64) (44,64) (23,21)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Diluar 3(tiga) sektor utama tersebut lapangan usaha generasi kedua
menyebar pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ( 7,14%), Industri
(2,38%) dan Bangunan sebesar (1,79%). Selain itu masih terdapat generasi kedua
yang memiliki lapangan usaha di bidang Listrik, Gas dan Air bersih,
Pengangkutan dan Komunikasi, dan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa
masing-masing sebesar 0,60 persen.
Berkembangnya lapangan usaha generasi kedua di daerah transmigrasi
diluar sektor pertanian menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi diluar sektor
tersebut semakin meningkat. Pembentukan pusat-pusat pertumbuhan bentukan
transmigrasi berpotensi cukup besar untuk dikembangkan lebih lanjut. Pusat
pertumbuhan merupakan tempat berkumpulnya kegiatan yang mampu berfungsi
sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi serta mempunyai keterkaitan produksi
baik secara vertikal maupun horizontal.
5.2.6 Jenis Pekerjaan
157
Bila generasi pertama hanya memiliki 5(lima) jenis pekerjaan di daerah
transmigrasi Provinsi Jambi, tidak demikian dengan generasi kedua. Jenis
pekerjaan generasi kedua semakin luas dan berkembang sesuai dengan
peningkatan pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya.
Jenis pekerjaan utama generasi kedua masih sebagai Tenaga usaha
pertanian dan peternakan, akan tetapi persentasenya menurun drastis dibanding
generasi pertama dan hanya berjumlah sebesar (57,74%). Pada generasi kedua
tercatat jumlah tenaga professional sebanyak 12,50 persen, jauh lebih besar bila
dibandingkan dengan generasi pertama yang hanya berjumlah (2,56%) saja. Untuk
Tenaga usaha jasa dan usaha penjualan jumlah generasi kedua yang memiliki
pekerjaan ini tercatat sebanyak (11,31%), serta yang mempunyai jenis pekerjaan
sebagai Pekerja kasar, tenaga kebersihan dan ybdi berjumlah sebanyak ( 8,33%).
Selain itu pada generasi kedua ditemui pula beberapa jenis pekerjaan yang
tidak dijumpai pada generasi pertama. Selain tenaga professional, ditemui pula
generasi kedua yang bekerja sebagai Teknisi dan Asisten tenaga profesional
dengan jumlah (2,98%). Terdapat pula jenis pekerjaan sebagai Operator.
Berdasarkan data tersebut dikatakan Semakin meluasnya jenis lapangan
pekerjaan yang ditekuni oleh generasi kedua transmigrasi di Provinsi Jambi.
Keadaan ini mengindikasikan bahwa telah banyak kemajuan yang dicapai dalam
perjalanan panjang program transmigrasi di lokasi penelitian khususnya, dan di
Provinsi Jambi umumnya.
Untuk mengetahui lebih rinci keadaan generasi kedua menurut jenis
pekerjaan yang ditekuni disajikan pada Tabel 5.2.6. berikut
Tabel 5.2.6 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Jenis Pekerjaan di
Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Jenis Pekerjaan Generasi Kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Pejabat Lembaga, Legislatif, Pejabat
Tinggi, Manajer 1 1 1 3
(1,79) (1,79) (1,79) (1,79)
Tenaga Profesional 2 11 8 21
(3,57) (19,64) (14,29) (12,50)
Teknisi dan Asisten Tenaga Profesional 1 1 3 5
158
(1,79) (1,79) (5,36) (2,98)
Tenaga Tata Usaha 0 0 6 6
(0,00) (0,00) (10,71) (3,57)
Tenaga usaha jasa dan usaha penjualan 3 6 10 19
(5,36) (10,71) (17,86) (11,31)
Tenaga usaha pertanian dan peternakan 46 34 17 97
(82,14) (60,71) (30,36) (57,74)
Tenaga pengolahan dan kerajinan 0 1 0 1
(0,00) (1,79) (0,00) (0,60)
Operator dan perakit mesin 1 0 1 2
(1,79) (0,00) (1,79) (1,19)
Pekerja kasar, tenaga kebersihan dan tenaga
ybdi 2 2 10 14
(3,57) (3,57) (17,86) (8,33)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.2.7 Status Pekerjaan
Berdasarkan informasi dari hasil penelitian status pekerjaan yang ditekuni oleh
generasi kedua menurut bidang tidak berbeda dengan generasi pertama. Perbedaan
yang nyata adalah dari status pekerjaan Berusaha sendiri dan sebagai
Buruh/karyawan. Status pekerjaan generasi kedua Berusaha sendiri lebih sedikit
(61,31%) dibanding dengan generasi pertama yang berstatus demikian. Kondisi
ini dimungkinkan karena generasi kedua selain memiliki tingkat pendidikan lebih
tinggi dari generasi pertama. Penyebab lain semakin terbukanya peluang kerja
tidak hanya di sektor pertanian, tapi juga di sektor non pertanian di lokasi
transmigrasi dalam Provinsi Jambi.
Dari status pekerjaan sebagai Buruh/karyawan dapat dijelaskan persentase
generasi kedua yang berstatus sebagai Buruh/karyawan jumlahnya lebih dari dua
kali lipat jumlah generasi pertama. Bila generasi pertama yang menjadi
Buruh/karyawan hanya sebesar (9,62%), maka jumlah generasi kedua yang
tercatat sebagai Buruh/karyawan berjumlah sebanyak (23,81%). Banyaknya
159
persentase transmigran generasi kedua yang menjadi Buruh/karyawan
dibandingkan dengan generasi pertama sangat dimungkinkan karena generasi
kedua lebih maju dan berkembang dari generasi pertama.
Generasi pertama pada awal penempatan transmigrasi memang semuanya
diperuntukkan/ditujukan untuk mengolah lahan di sektor pertanian. Dengan luas
lahan yang dianggap cukup untuk menghidupkan transmigran dan keluarganya
sehingga keinginan untuk bekerja di sektor lain terbatas. Keterbatasan lain adalah
rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan generasi kedua sehingga sulit
untuk memasuki sektor non pertanian yang secara relatif membutuhkan tingkat
pendidikan dan keterampilan yang tinggi.
Untuk mengetahui lebih rinci keadaan status pekerjaan generasi kedua di
lokasi transmigrasi di Provinsi Jambi disajikan pada Tabel 5.2.7.
Tabel 5.2.7. Persentase Responden Generasi Kedua Menurut StatusPekerjaan di
Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Status Pekerjaan Generasi Kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Berusaha Sendiri 41 44 18 103
(73,21) (78,57) (32,14) (61,31)
Berusaha dengan pekerja keluarga/ tdk
dibayar 10 0 4 14
(17,86) (0,00) (7,14) (8,33)
Berusaha dengan buruh tetap 2 1 8 11
(3,57) (1,79) (14,29) (6,55)
160
Buruh/Karyawan 3 11 26 40
(5,36) (19,64) (46,43) (23,81)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Untuk status pekerjaan generasi kedua Berusaha dengan buruh tetap sedikit
lebih tinggi dibandingkan dengan generasi pertama. Sementara itu status
pekerjaan generasi kedua Berusaha dengan pekerja keluarga/tidak dibayar
jumlahnya lebih sedikit (8,33%) dibanding dengan generasi pertama. Hal ini
sejalan dengan semakin terbukanya kesempatan kerja dari generasi kedua akibat
dari semakin berkembangnya keadaan sosial ekonomi di daerah transmigrasi, dan
adanya keinginan untuk memperoleh penghasilan sendiri bagi generasi kedua
transmigran.
5.2.8 Kepemilikan Pekerjaan Sampingan
Transmigrasi generasi kedua yang memiliki pekerjaan sampingan berbeda
jumlahnya dengan generasi pertama. Demikian juga untuk responden yang tidak
punya pekerjaan sampingan berbeda antara generasi kedua dan generasi pertama.
Secara keseluruhan persentase generasi kedua yang punya pekerjaan
sampingan berjumlah sebanyak (36,31%). Dengan demikian jumlah generasi
kedua yang tidak punya pekerjaan sampingan berjumlah sebanyak 63,69 persen.
Berdasarkan lokasi kecamatan terdapat perbedaan dalam generasi kedua
yang tidak punya pekerjaan sampingan. Untuk Kecamatan Sungai Bahar
responden yang tidak punya pekerjaan sampingan berjumlah (73,21%) lebih
tinggi dibandingkan dengan Kecamatan Batang Asam (66,07%) dan Kecamatan
Rimbo Bujang sebesar (51,79%).
Untuk generasi kedua yang mempunyai pekerjaan sampingan menurut
lokasi kecamatan dapat dijelaskan berikut. Hampir separuh (48,21%) responden
generasi kedua di Kecamatan Rimbo Bujang mempunyai pekerjaan sampingan.
Di lokasi Kecamatan Batang Asam jumlah generasi kedua yang punya pekerjaan
161
sampingan tercatat sebanyak (33,93 %) dan untuk Kecamatan Sungai Bahar
berjumlah sebanyak (26,79%). Tingginya jumlah responden yang punya pekerjaan
sampingan di Kecamatan Rimbo Bujang dibanding dua lokasi Kecamatan yang
lain diduga lokasi ini jauh lebih maju dari daerah yang bersangkutan. Selain itu
daerah ini tercatat lebih dahulu sebagai penempatan transmigrasi dibanding kedua
Kecamatan Batang Asam dan Sungai Bahar.
Secara lebih rinci keadaan responden generasi kedua berdasarkan
kepemilikan pekerjaan sampingan disajikan pada Tabel 5.2.8 berikut.
Tabel 5.2.8. Persentase Responden Generasi Kedua BerdasarkanKepemilikan
Pekerjaan Sampingan di Lokasi TransmigrasiProvinsi Jambi, Tahun
2017.
Kepemilikan Pekerjaan Sampingan
Generasi Kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Punya 27 19 15 61
(48,21) (33,93) (26,79) (36,31)
Tidak Punya 29 37 41 107
(51,79) (66,07) (73,21) (63,69)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen.
5.2.9 Jam kerja per minggu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 39,05 persen generasi kedua
di lokasi penelitian di daerah transmigrasi bekerja antara kurang dari 14
jam per minggu, sd 35 jam atau lebih. Sebanyak (60,71%) responden bekerja
diatas jam kerja normal yaitu 35 jam atau lebih dalam seminggu. Mereka yang
bekerja dibawah jam kerja standar terdiri dari 31,55 persen bekerja (antara 14
sd 34 jam per minggu), dan masih terdapat responden yang bekerja kurang
dari 14 jam per minggu sebanyak (7,43%).
Dibanding dengan generasi pertama, baik menurut lokasi kecamatan
maupun berdasarkan total responden yang mencurahkan waktunya untuk
bekerja generasi kedua lebih baik. Pada Kecamatan Batang Asam sebesar
(92,86%) transmigrasi bekerja dalam seminggu sesuai dengan standar normal
162
yaitu (35+ jam per minggu). Sedangkan di Kecamatan Rimbo Bujang
jumlahnya tercatat (48,21%), dan di Sungai Bahar Mencapai 41,07 persen.
Secara keseluruhan responden yang bekerja dalam satu minggu dibawah
35 Jam berjumlah sebanyak (31,55 %). Variasi per kecamatan menunjukkan di
Sungai Bahar sebesar (58,93%) transmigrasi generasi kedua mencurahkan
waktunya selama kurang dari 35 jam per minggu. Untuk Rimbo Bujang
berjumlah (51,79%), sedangkan untuk Kecamatan Batang Asam jumlah
responden yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu hanya sebesar (7,14%)
saja. Ini berarti di Kecamatan Batang Asam transmigrasi telah mencurahkan
waktu kerjanya per minggu sesuai dengan jam kerja standar.
Berdasarkan jam kerja yang telah dicurahkan oleh generasi kedua lebih
tinggi dibanding rata-rata generasi pertama dimungkinkan karena sebagian
besar generasi kedua berada dalam usia produktif. Sehingga hal ini sangat
mendukung tercapainya pencurahan waktu jam kerja normal.
Berikut ini dapat dijelaskan secara rinci keadaan responden generasi
kedua di lokasi penelitian berdasarkan jam kerja per minggu pada Tabel 5.2.9.
Tabel 5.2.9 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Jam Kerja Per
Minggu di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Jam Kerja Per minggu Generasi
Kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
< 14 4 2 7 13
(7,14) (3,57) (12,50) (7,74)
14 - 34 25 2 26 53
(44,64) (3,57) (46,43) (31,55)
>=35 27 52 23 102
(48,21) (92,86) (41,07) (60,71)
Total 56 56 56 168
163
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Rata-rata 36,45 49,14 31,57 39,05
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.3. Analisis Kesejahteraan Generasi Kedua Transmigran
5.3.1 Luas Lantai Per kapita Generasi Pertama dan Kedua
Luas lantai merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
mengetahui kondisi perumahan yang ditempati oleh transmigran di lokasi
penelitian Provinsi Jambi. Untuk mendapatkan luas lantai per kapita dapat
dilakukan dengan membandingkan antara luas lantai secara keseluruhan dengan
jumlah anggota rumah tangga sebagai penghuninya. Dengan luas lantai tertentu
rumah tangga tersebut akan dapat dikatakan memenuhi persyaratan kondisi
perumahan yang layak.
Secara total luas lantai per kapita rumah tangga responden generasi pertama
di lokasi penelitian adalah seluas (36,81 M²). Bila dibandingkan dengan luas
lantai per kapita generasi kedua jumlah ini lebih besar, dimana jumlahnya hanya
seluas (27,80 M²). Berdasarkan kecamatan lokasi penelitian untuk responden
generasi pertama dan kedua luas lantai per kapita menunjukkan kondisi berikut.
Untuk generasi pertama berdasarkan kecamatan lokasi penelitian luas lantai
per kapita di Rimbo Bujang adalah seluas (51,67 M²). Keadaan ini lebih besar
dibandingkan dengan Kecamatan Sungai Bahar yang berjumlah sebanyak (31,62
M²), dan Batang Asam dengan luas (27,13 M²). Berdasarkan lokasi kecamatan
antara generasi pertama dan kedua juga memberi informasi berikut. Di Rimbo
Bujang luas lantai per kapita generasi pertama lebih besar dari generasi kedua.
Demikian juga untuk Kecamatan Batang Asam dan Kecamatan Sungai Bahar luas
lantai per kapita menunjukkan kondisi yang tidak berbeda dimana generasi
pertama mempunyai luas lantai per kapita yang lebih besar dari generasi kedua.
Lebih luas lantai per kapita generasi pertama dibanding generasi kedua diduga
164
karena jumlah anggota rumah tangga generasi kedua lebih banyak dibanding
generasi pertama.
Secara terperinci luas lantai per kapita Generasi Pertama dan kedua
disajikan pada Tabel 5.3.1 berikut ini.
Tabel 5.3.1Luas Lantai Per kapita Responden Generasi Pertama dan Kedua di
Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017 (M²)
Kecamatan Lokasi Penelitian Generasi I Generasi II
Rimbo Bujang 51.67 24.67
Batang Asam 27.13 20.97
Sungai Bahar 31.62 38.73
Rata-rata 36.81 27.80
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
5.3.2 Jenis Lantai Terluas Generasi Pertama dan Kedua
Secara umum jenis lantai yang digunakan oleh transmigran generasi
pertama dan kedua terdiri dari tanah, Semen dan Keramik. Secara rata-rata bagian
terbesar jenis lantai terluas yang dipakai perumahan generasi pertama adalah
Semen (75,60%). Untuk generasi kedua luas lantai terluas juga menggunakan
Semen, akan tetapi secara persentase jumlahnya lebih kecil dibanding dengan
generasi pertama yaitu sebesar (61,96%).
Jenis lantai terluas generasi pertama yang memakai Keramik tercatat
sebanyak (20,83%), dan hanya sekitar (2,98%) saja generasi pertama yang masih
menggunakan Tanah sebagai jenis lantai terluas. Berbeda halnya dengan generasi
kedua dimana jenis lantai terluas adalah Keramik jumlahnya lebih banyak
dibanding dengan generasi pertama yaitu sebesar (35,58%). Kondisi ini
menunjukkan bahwa generasi kedua memiliki “selera” yang lebih tinggi dari
generasi pertama. Penyebab lain karena pendapatan rata-rata generasi kedua lebih
tinggi dibandingkan dengan generasi kedua seperti ditunjukkan pada tabel 5.3.11
165
dan 5.3.11a, sehingga hal ini memungkinkan mereka untuk memiliki jenis lantai
lebih baik.
Berdasarkan kecamatan lokasi penelitian dapat dijelaskan untukresponden
generasipertama di Kecamatan Batang Asam jenis lantai terluas adalah semen
(78,57%), lebih tinggi dibandingkan dengan Kecamatan Rimbo Bujang dan
Sungai bahar. Sementara itu Keramik merupakan jenis lantai terluas yang
digunakan oleh responden di Kecamatan Sungai Bahar dengan jumlah mencapai
sebesar (25,00%), keadaan ini seperti terlihat pada Tabel 5.3.2.
Tabel 5.3.2 Persentase responden Generasi Pertama Menurut Jenis LantaiTerluas
Di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017
Jenis Lantai Terluas Generasi
Pertama
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Tanah 3 1 2 5
(5.36) (1.79) (3.57) (2.98)
Semen 43 44 40 127
(76.79) (78.57) (71.43) (75.60)
Keramik 10 11 14 35
(17.86) (19.64) (25.00) (20.83)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Bila dibandingkan antara generasi pertama dengan kedua diperoleh data
berikut. Persentase responden yang menggunakan Keramik sebagai jenis lantai
terluas ternyata di Kecamatan Rimbo Bujang jumlahnya mencapai hampir separuh
(44,64%) dan keadaan ini lebih banyak dibanding Kecamatan Batang Asam dan
Sungai bahar.
Untuk mengetahui lebih rinci penggunaan jenis lantai terluas generasi kedua
di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5.3.2a.
Tabel 5.3.2a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Jenis Lantai Terluas
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017
166
Jenis Lantai Terluas Generasi Kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Tanah 2 2 2 6
(3.57) (3.57) (3.92) (3.68)
Semen 30 33 38 101
(53.57) (58.93) (74.51) (61.96)
Keramik 25 21 12 58
(44.64) (37.50) (23.53) (35.58)
Total 56 56 51 163
(100.00) (100.00) (100.00) (100.00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.3.3. Jenis Dinding Terluas Generasi Pertama dan Kedua.
Semua responden, baik generasi pertama maupun generasi kedua di lokasi
penelitian memiliki jenis dinding rumah terdiri dari Papan atau Bata. Untuk
generasi pertama jenis dinding terluas secara keseluruhan menggunakan Bata
sebesar (64,29 %), dan sisanya sebanyak 35,71 persen rumah mereka berdinding
papan. Pada responden generasi kedua rumah yang menggunakan jenis dinding
terluas adalah Bata dengan jumlah lebih banyak dibanding dengan generasi
pertama tercatat sebanyak (73, 62%). Hanya sekitar (26,38 %) saja rumah
generasi kedua yang menggunakan dinding terluas yang terbuat dari papan.
Seiring dengan semakin baiknya keadaan sosial ekonomi transmigran juga
berdampak terhadap jenis dinding terluas yang digunakan. Untuk itu dapat
dikatakan secara rata-rata generasi kedua lebih berhasil dibandingkan dengan
generasi pertama di daerah transmigrasi di Provinsi Jambi.
Berdasarkan kecamatan lokasi penelitian responden generasi pertama dan
kedua yang menggunakan jenis dinding terluas dapat dijelaskan sebagai berikut.
Dari ke tiga kecamatan lokasi penelitian jumlah terbesar responden generasi
pertama yang menggunakan jenis dinding terluas adalah Kecamatan Batang Asam
dengan jumlah sebanyak (71,43%) responden, sedangkan responden yang
menggunakan jenis dinding terluas adalah Papan berada pada Kecamatan Rimbo
167
Bujang sebanyak (41,07%). Secara lebih rinci jenis dinding terluas generasi
pertama disajikan pada tabel 5.3.3.
Tabel 5.3.3 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Jenis Dinding
Terluas di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Jenis Dinding Terluas Generasi
Pertama
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Papan 23 16 21 60
(41.07) (28.57) (37.50) (35.71)
Bata 33 40 35 108
(58.93) (71.43) (62.50) (64.29)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Generasi kedua dengan jenis dinding terluas berdasarkan lokasi kecamatan
menggunakan Bata di Rimbo Bujang berjumlah sebanyak (75,00%). Sementara
itu untuk kecamatan Batang Asam berjumlah sebanyak (73,21%), dan untuk
kecamatan Sungai Bahar sebesar (72,55%). Sedangkan untuk jenis dinding yang
paling banyak masih menggunakan papan adalah Kecamatan Sungai Bahar
dengan jumlah (27,45%), ini diduga salah satu faktor penyebab lokasi ini relatif
lebih baru dalam penempatan transmigran dibanding dengan lokasi yang lain.
Untuk lebih jelasnya perbandingan jenis dinding terluas yang digunakan
generasi kedua disajikan pada Tabel 5.3.3a.
Tabel 5.3.3a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Jenis DindingTerluas
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Jenis Dinding Terluas Generasi
Kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Papan 14 15 14 43
(25.00) (26.79) (27.45) (26.38)
Bata 42 41 37 120
(75.00) (73.21) (72.55) (73.62)
Total 56 56 51 163
(100.00) (100.00) (100.00) (100.00)
168
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.3.4 Jenis Atap Terluas Generasi Pertama dan Kedua
Secara ekonomi nilai atap genteng lebih tinggi dan berkelas dibanding atap seng.
Penggunaan genteng sebagai atap rumah selain nyaman juga memperindah gaya
perumahan.Berdasarkan hasil observasi di lapangan hanya terdapat dua jenis yang
digunakan sebagai atap rumah responden baik untuk generasi pertama maupun
kedua. Pada generasi pertama jenis atap terluas yang banyak digunakan adalah
genteng. Tercatat jumlah responden yang menggunakan genteng sebagai jenis
atap terluas sebanyak (58,93%), sisanya sebanyak (41,07%) menggunakan seng.
Bila penggunaan jenis atap terluas didasarkan pada kecamatan lokasi penelitian
didapatkan informasi berikut. Tidak terdapat perbedaan jenis atap terluas yang
digunakan berdasarkan kecamatan lokasi penelitian pada generasi pertama dalam
penggunaan seng dan genteng. Pada generasi kedua jenis atap terluas yang
menggunakan genteng merupakan jumlah terbanyak (75,00%) berada pada
Kecamatan Rimbo Bujang. Responden yang terbanyak menggunakan jenis atap
terluas seng (48,21%) berada di Kecamatan Batang Asam (lihat Tabel. 5.3.4).
Tabel 5.3.4 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Jenis Atap Terluas di
Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Jenis Atap Terluas Generasi Pertama
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Seng 23 23 23 69
(41.07) (41.07) (41.07) (41.07)
Genteng 33 33 33 99
(58.93) (58.93) (58.93) (58.93)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
169
Untuk generasi kedua yang menggunakan genteng sebagai jenis atap
terluas berjumlah lebih banyak dibanding generasi pertama yaitu sekitar 61,35 %.
Ini artinya generasi kedua dari sisi ekonomi lebih mampu dibandingkan dengan
generasi pertama dalam meningkatkan kesejahteraannya.Berdasarkan kecamatan
lokasi penelitian jenis atap terluas yang menggunakan genteng merupakan jumlah
terbanyak (75,00%) berada pada Kecamatan Rimbo Bujang. Responden yang
terbanyak menggunakan jenis atap terluas seng (48,21%) berada di Kecamatan
Batang Asam. Keadaan ini lebih rinci dapat dilihat pada tabel 5.3.4a.
Tabel 5.3.4a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Jenis Atap Terluas di
Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Jenis Atap Terluas Generasi Kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Seng 14 27 22 63
(25.00) (48.21) (43.14) (38.65)
Genteng 42 29 29 100
(75.00) (51.79) (56.86) (61.35)
Total 56 56 51 163
(100.00) (100.00) (100.00) (100.00)
Sumber: Penelitian lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.3.5 Kepemilikan Lahan Generasi Pertama dan Kedua
Pada tahap awal penempatan transmigrasi di Provinsi Jambi, transmigran
dibekali oleh pemerintah dengan luas lahan yang sama. Dengan pembagian lahan
rata-rata (2Ha – 4,0 Ha) pemerintah menganggap jumlah tersebut dapat
mencukupi kebutuhan transmigran dan keluarganya. Dalam perjalanannya lahan
yang dijatahi oleh pemerintah tersebut sudah mengalami banyak perubahan baik
dari sisi kepemilikan maupun dalam luas lahan yang digarap.
Secara total lahan yang digarap oleh generasi pertama di lokasi transmigrasi
di Provinsi Jambi sebagian besar (79,76%) adalah Milik Sendiri dan digarap
sendiri. Untuk lahan Milik sendiri yang digarap oleh orang lain tercatat sebanyak
170
(26,19%), dan hanya sekitar 5,95 persen saja lahan di lokasi transmigrasi yang
milik orang lain yang digarap. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa
penguasaan lahan oleh transmigrasi generasi pertama masih tergolong tinggi, dan
ketergantungan mereka terhadap lahan di luar wilayah transmigrasi tergolong
rendah, lihat Tabel 5.3.5.
Tabel 5.3.5 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Kepemilikan Lahan
Di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Lahan Generasi Pertama
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Milik sendiri digarap sendiri 28 50 56 134
(50,00) (89,29) (100,00) (79,76)
Milik sendiri digarap orang lain 36
5 44
(64,29) (5,36) (8,93) (26,19)
Milik orang lain yang digarap 0 10 0 10
(0,00) (17,86) (0,00) (5,95)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan: Angka yang dikurung dalam persen
Disisi lain dalam kepemilikan lahan dapat dibedakan berdasarkan
kecamatan lokasi penelitian. Secara keseluruhan di lokasi transmigrasi di Provinsi
Jambi rata-rata Luas lahan milik sendiri dan digarap sendiri seluas (1,74 Ha),
dengan luas maksimum lahan (13.00 Ha) per Kepala Keluarga (KK). Di
Kecamatan Sungai Bahar rata-rata Luas lahan milik sendiri, digarap sendiri adalah
sebesar (2,56 Ha). Kondisi ini lebih luas dibandingkan dengan lokasi Batang
Asam (1,62 Ha) dan lokasi Rimbo Bujang (1,03 Ha).
Untuk Luas lahan milik sendiri digarap orang lain berjumlah rata-rata
(0,58 Ha). Menurut lokasi penelitian terdapat perbedaan dimana di Rimbo Bujang
Luas Lahan milik sendiri, digarap orang lain sebanyak (1,45 Ha). Keadaan ini
lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi Sungai Bahar dan Batang Asam masing-
masing sebesar (0,21 Ha) dan (0, 07 Ha). Luas lahan milik orang lain yang
digarap di lokasi transmigrasi rata-rata (0,13 Ha), untuk lokasi Batang Asam areal
171
ini seluas (0,40Ha), sedangkan di dua lokasi Rimbo Bujang dan Sungai Bahar
tidak terdapat Luas lahan orang lain yang digarap.
Secara lebih rinci tentang kepemilikan lahan generasi pertama serta rata-rata
kepemilikan lahan menurut lokasi disajikan pada Tabel 5.3.5a berikut.
Tabel 5.3.5a Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Rata-
rataKepemilikan Lahan di LokasiTransmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017.
Kecamatan Lokasi Penelitian Luas lahan
milik sendiri,
digarap
sendiri
Luas lahan
milik
sendiri,
digarap
orang lain
Luas lahan
milik orang
lain yang
digarap
Rimbo Bujang Mean 1,03 1,45 0,00
Minimum 0,00 0,00 0,00
Maximum 8,00 5,00 0,00
Batang Asam Mean 1,62 0,07 0,40
Minimum 0,00 0,00 0,00
Maximum 7,50 2,00 6,00
Sungai Bahar Mean 2,56 0,21 0,00
Minimum 0,00 0,00 0,00
Maximum 13,00 4,00 0,00
Total Mean 1,74 0,58 0,13
Minimum 0,00 0,00 0,00
Maximum 13,00 5,00 6,00
5.3.6 Kepemilikan Lahan Generasi Kedua
Secara total luas lahan yang digarap oleh generasi kedua di lokasi transmigrasi
Provinsi Jambi masih didominasi oleh Milik sendiri digarap sendiri. Namun
secara persentasenya jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan lahan yang
digarap generasi pertama yaitu sebesar (52,98%). Hal ini diduga bahwa perolehan
lahan pertanian generasi kedua berbeda dengan generasi pertama. Kepemilikan
lahan generasi kedua dapat merupakan warisan orang tua, hasil dari pembelian
sendiri atau dengan cara lain.
Luas lahan Milik sendiri digarap orang lain secara keseluruhan berjumlah
sebanyak (13,69 %), jumlah ini bila dibandingkan dengan kepemilikan lahan
172
generasi pertama lebih sedikit. Hal ini membuktikan bahwa luas lahan yang
dikuasai oleh generasi pertama lebih luas. Pada bagian lain lahan Milik orang lain
yang digarap ternyata hampir tiga kali jumlah lahan generasi pertama yaitu
sebanyak (16,67 %).( Tabel 5.3.6).
Tabel 5.3.6. Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Kepemilikan Lahan di
Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Lahan Generasi Kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar Milik sendiri digarap sendiri 43 36 10 89
(76,79) (64,29) (17,86) (52,98)
Milik sendiri digarap orang lain 16 6 1 23
(28,57) (10,71) (1,79) (13,69)
Milik orang lain yang digarap 12 7 9 28
(21,43) (12,50) (16,07) (16,67)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Keterangan: Angka yang dikurung dalam persen
Luas Kepemilikan lahan bila didasarkan pada kecamatan lokasi penelitian
dapat diuraikan sebagai berikut. Secara keseluruhan (semua kecamatan lokasi
penelitian) rata-rata luas Lahan milik sendiri, yang digarap sendiri seluas (0,9685
Ha), dengan simpangan baku sebesar (1,19128) artinya penguasaan lahan milik
sendiri dan digarap sendiri tidak terlalu bervariasi diantara responden.
Berdasarkan kecamatan lokasi penelitian rata-rata Luas lahan milik sendiri
digarap sendiri di Kecamatan Rimbo Bujang (1,4321 Ha) lebih luas dibandingkan
dengan yang ada di Kecamatan Batang Asam (1,1071 Ha) dan demikian juga
Kecamatan Sungai Bahar dengan rata-rata (0,3661 Ha). Untuk luas Lahan milik
sendiri yang digarap orang lain menunjukkan bahwa rata-ratanya sebesar (0,2961
Ha) dengan standar deviasi (1,07037) yang mengindikasikan bahwa penguasaan
lahan ini tidak terlalu bervariasi antara responden generasi kedua.
Suatu hal yang sangat berbeda adalah jumlah luas Lahan orang lain yang
digarap generasi kedua. Tidak ada luas Lahan milik orang lain yang digarap oleh
generasi pertama di lokasi penelitian Rimbo Bujang dan Sungai Bahar. Untuk
generasi kedua luas Lahan orang lain yang digarap di lokasi transmigrasi tercatat
173
rata-rata sebesar (0,5104), ini menandakan bahwa secara statistik generasi pertama
lebih menguasai lahan dibanding generasi kedua.
Untuk lebih jelasnya kepemilikan lahan generasi kedua disajikan pada
Tabel 5.3.6a.
Tabel 5.3.6a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Rata-
RataKepemilikan lahan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun
2017
Kecamatan Lokasi Penelitian
Luas lahan
milik sendiri,
digarap
sendiri G2
Luas lahan
milik sendiri,
digarap orang
lain G2
Luas lahan
milik orang
lain yang
digarap G2
Rimbo Bujang Mean 1,43 0,74 0,42
N 56 56 56
Std. Deviation 1,12 1,73 0,93
Batang Asam Mean 1,11 0,12 0,33
N 56 56 56
Std. Deviation 1,28 0,33 1,12
Sungai Bahar Mean 0,37 ,036 0,79
N 56 56 56
Std. Deviation 0,90 0,27 2,11
Total Mean 0,97 0,30 0,51
N 168 168 168
Std. Deviation 1,19 1,07 1,49
5.3.7 Kepemilikan Mobil Generasi Pertama dan Kedua
Mobil termasuk sarana angkutan yang tergolong mewah di lokasi
transmigrasi Provinsi Jambi. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan tercatat
hanya sekitar (7,74%) saja generasi pertama yang memiliki mobil, sedangkan
sejumlah besar (92,26%) responden di daerah penelitian tidak memiliki mobil.
Kepemilikan mobil generasi pertama dilihat dari kecamatan lokasi penelitian
menunjukkan untuk Kecamatan Rimbo Bujang hampir semua responden
(98,21%) tidak memiliki mobil sebagai asset rumah tangga. Jumlah responden
generasi pertama yang memiliki mobil sebagai asset rumah tangga yang terbanyak
174
terdapat di kecamatan sungai Bahar (14,29%). Secara lebih rinci kepemilikan
mobil disajikan pada Tabel 5.3.7.
Tabel 5.3.7 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut KepemilikanMobil
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Kepemilikan Mobil Generasi
Pertama
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Tidak Memiliki 55 52 48 155
(98.21) (92.86) (85.71) (92.26)
Memiliki 1 4 8 13
(1.79) (7.14) (14.29) (7.74)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, Tahun 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Berbeda halnya dengan generasi kedua, jumlah total responden yang
memiliki mobil sekitar dua kali lebih banyak dibandingkan dengan generasi
pertama yaitu sebanyak (15,48%). Kondisi ini merupakan salah satu indikator
yang dapat dipakai untuk mengatakan bahwa kehidupan Generasi kedua lebih
berhasil dibandingkan dengan generasi pertama, sedangkan mereka yang tidak
memiliki asset mobil berjumlah sebanyak (84,52%). Bila dibandingkan diantara
generasi kedua menurut kecamatan lokasi penelitian tentang kepemilikan mobil
diperoleh keterangan berikut. Di Kecamatan Rimbo Bujang tercatat sebanyak
(21,43%)responden memiliki mobil sebagai asset rumah tangga, sedangkan di
Kecamatan lain mereka yang memiliki mobil hanya berjumlah (12,50%).
Tabel 5.3.7a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut KepemilikanMobil di
Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Kepemilikan Mobil Generasi Kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar Tidak Memiliki 44 49 49 142
(78.57) (87.50) (87.50) (84.52)
Memiliki 12 7 7 26
175
(21.43) (12.50) (12.50) (15.48)
Total 56 56 56 168
(100.00) (100.00) (100.00) (100.00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.3.8 Kepemilikan Sepeda Motor Generasi Pertama dan Kedua
Sepeda motor merupakan salah satu sarana angkutan yang digunakan oleh
penduduk di lokasi transmigrasi Provinsi Jambi sekaligus merupakan sebagai
asset rumah tangga. Sebagian besar responden generasi pertama (44,05%)
memiliki 1(satu) sepeda motor. Selain itu terdapat sebanyak (39,88%)
transmigrasi di lokasi penelitian memiliki lebih dari 1 (satu) sepeda motor, dan
hanya sekitar (16,07%) saja responden yang tidak memiliki sepeda motor.
Bila diklasifikasikan Kepemilikan sepeda motor generasi pertama menurut
kecamatan lokasi penelitian diperoleh informasi berikut. Di Kecamatan Batang
Asam jumlah responden yang memiliki 1(satu) sepeda motor berjumlah sebanyak
(71,43%). Kecamatan lokasi penelitian yang memiliki lebih dari 1 sepeda motor
sebagai sarana angkutan adalah Sungai Bahar mencapai (69,64%). Suatu hal yang
memprihatinkan adalah di Kecamatan Sungai Bahar ditemui responden yang tidak
memiliki sama sekali sepeda motor sebagai sarana angkutan sekaligus sebagai
asset rumah tangga. Untuk lebih jelasnya keadaan responden menurut
kepemilikan sepeda motor disajikan pada Tabel 5.3.8 berikut.
Tabel 5.3.8 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut KepemilikanSepeda
Motor di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Kepemilikan Sepeda Motor Generasi
Pertama
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar Tidak Memiliki 25 2 0 27
(44.64) (3.57) (0.00) (16.07)
Memiliki 1 sepeda motor 17 40 17 74
(30.36) (71.43) (30.36) (44.05)
Memiliki lebih dari 1 sepeda motor 14 14 39 67
(25.00) (25.00) (69.64) (39.88)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
176
Sumber: Penelitian Lapangan, Tahun 2017.
Keterangan: Angka yang dikurung dalam persen
Informasi generasi kedua tentang kepemilikan sepeda motor dapat dijelaskan
seperti berikut. Jumlah generasi kedua yang memiliki satu sepeda motor sebagai
sarana angkutan lebih separuh (54,17%). Terdapat sebanyak (1,79%) responden di
lokasi penelitian tidak memiliki sepeda motor sebagai sarana angkutan. Jika
dibandingkan berdasarkan kecamatan lokasi penelitian generasi kedua tergambar
sebagai berikut. Sebesar 71,43 persen responden di Kecamatan Batang Asam
memiliki satu sepeda motor. Di Kecamatan Rimbo Bujang sebanyak (66,00%)
responden ternyata memiliki lebih dari satu sepeda motor, namun demikian ada
responden di Kecamatan tersebut sama sekali tidak memiliki sepeda motor
sebagai sarana angkutan dan asset rumah tangga.
Untuk mengetahui lebih jelasnya responden generasi kedua berdasarkan
kepemilikan sepeda motor disajikan pada Tabel 5.3.8a.
Tabel 5.3.8a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut KepemilikanSepeda
Motor di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Kepemilikan Sepeda Motor Generasi
Kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Tidak Memiliki 0 1 2 3
(0.00) (1.79) (3.57) (1.79)
Memiliki 1 sepeda motor 19 40 32 91
(33.93) (71.43) (57.14) (54.17)
Memiliki lebih dari 1 sepeda motor 37 15 22 74
(66.07) (26.79) (39.29) (44.05)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan: Angka yang dikurung dalam persen
177
5.3.9 Kepemilikan Mesin Cuci Generasi Pertama dan Kedua
Mesin cuci merupakan salah satu asset rumah tangga yang dibutuhkan
umumnya oleh masyarakat. Belum sepenuhnya setiap rumah tangga responden di
lokasi penelitian memiliki aset ini. Secara total responden generasi pertama lebih
dari separuh (53,57%) memiliki mesin cuci. Sisanya sebanyak 46,43 persen tidak
memiliki mesin cuci, dan kegiatan mencuci pakaian dilakukan dengan manual
(tenaga manusia). Berdasarkan kecamatan lokasi penelitian di Sungai Bahar
merupakan jumlah responden generasi pertama yang paling banyak memiliki
Mesin cuci tercatat (62,50%). Kecamatan lokasi penelitian tercatat paling banyak
tidak memiliki mesin cuci adalah Kecamatan Batang Asam sebanyak (58,93 %).
Tabel 5.3.9 Persentase responden Generasi Pertama Menurut KepemilikanMesin
Cuci di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Kepemilikan Mesin Cuci
Generasi Pertama
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Tidak Memiliki 24 33 21 78
(42.86) (58.93) (37.50) (46.43)
Memiliki 32 23 35 90
(57.14) (41.07) (62.50) (53.57)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Keterangan:Angkayang dikurung dalam persen
Generasi kedua yang memiliki mesin cuci lebih banyak. Hasil wawancara
menunjukkan jumlah rumah tangga yang memiliki mesin cuci berjumlah sebanyak
(57, 74%). Sisanya sebesar 42,26 persen tidak mempunyai mesin cuci, dan jumlah
178
ini lebih sedikit dibandingkan generasi pertama. Bila dirinci berdasarkan
kecamatan lokasi penelitian Kecamatan Rimbo Bujang merupakan lokasi
penelitian yang paling banyak memiliki mesin cuci dengan jumlah mencapai
(80,36%). Dari responden yang tidak memiliki mesin cuci ternyata untuk
Kecamatan Sungai Bahar merupakan lokasi penelitian yang paling banyak dengan
jumlah (67,86%).(Lihat Tabel 5.3.9a).
Tabel 5.3.9a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Kepemilikan Mesin
Cuci di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Kepemilikan Mesin Cuci Generasi
Kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Tidak Memiliki 11 22 38 71
(19.64) (39.29) (67.86) (42.26)
Memiliki 45 34 18 97
(80.36) (60.71) (32.14) (57.74)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, Tahun 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.3.10 Kepemilikan Kulkas Generasi Pertama dan Kedua
Aset rumah tangga lain yang juga sering dijadikan sebagai ukuran kemajuan
keluarga adalah kepemilikan kulkas. Lebih dari dua pertiga generasi pertama di
daerah penelitian (73,21%) memiliki kulkas sebagai asset rumah tangga. Jika
dirinci berdasarkan kecamatan lokasi penelitian kepemilikan kulkas adalah
bervariasi. Di Kecamatan Sungai Bahar jumlah rumah tangga yang memiliki
kulkas tercatat paling banyak yaitu sebesar (82,14%). Responden yang paling
banyak tidak memiliki kulkas terdapat di Kecamatan Batang Asam yaitu
berjumlah (33,93%), dan yang paling sedikit tidak memiliki adalah Kecamatan
Sungai Bahar dengan jumlah (17,86%). Lihat Tabel 5.3.10.
Tabel 5.3.10 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut KepemilikanKulkas
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Kepemilikan Kulkas Generasi Kecamatan Total
179
Pertama Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Tidak Memiliki 16 19 10 45
(28.57) (33.93) (17.86) (26.79)
Memiliki 40 37 46 123
(71.43) (66.07) (82.14) (73.21)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang kurung dalam persen
Untuk generasi kedua hasil riset menunjukkan bahwa sebanyak (72,62%)
responden memiliki kulkas sebagai asset rumah tangga. Jumlah ini jika
dibandingkan dengan kepemilikan kulkas pada generasi pertama sedikit lebih
rendah. Suatu hal yang menarik adalah kepemilikan kulkas berdasarkan
kecamatan lokasi penelitian. Di Kecamatan Rimbo Bujang jumlah transmigran
generasi kedua sebesar (92,86 %) memiliki kulkas, hanya 7,14 persen saja
responden yang tidak memiliki kulkas. Disisi lain jumlah responden yang
memiliki kulkas di Kecamatan Sungai Baharberjumlah sebanyak (44,64%), dan
jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan transmigran generasi kedua yang
tidak memiliki kulkas, seperti terlihat pada Tabel 5.3.10a.
Tabel 5.3.10a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut KepemilikanKulkas
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Kepemilikan Kulkas Generasi
Kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Tidak Memiliki 4 11 31 46
(7.14) (19.64) (55.36) (27.38)
Memiliki 52 45 25 122
(92.86) (80.36) (44.64) (72.62)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.3.11 Sumber Penghasilan Generasi Pertama dan Kedua
180
Secara umum Sumber penghasilan responden transmigrasi generasi
pertama maupun kedua diperoleh dari pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan.
Penjumlahan dari penghasilan yang berasal dari kedua pekerjaan tersebut
dikatakan total penghasilan. Secara total penghasilan dari responden generasi
pertama rata-rata per bulan sebesar Rp 3.743.155. Dari jumlah tersebut secara
rata-rata kontribusi sumber penghasilan yang berasal dari pekerjaan utama adalah
sebesar (82,07 %), dan sisanya sebesar (17,93%) merupakan sumbangan dari
pekerjaan sampingan.
Bila dikelompokkan berdasarkan kecamatan lokasi penelitian didapatkan
gambaran berikut. Sungai Bahar merupakan lokasi penelitian dengan tingkat
pendapatan tertinggi dibanding dengan dua lokasi penelitian lain. Dengan total
penghasilan sebesar Rp 4.784.821 ternyata sebesar Rp 3.579.464 atau (74,81%)
merupakan kontribusi dari pekerjaan utama. Di Kecamatan Batang Asam
kontribusi dari pekerjaan utama sebesar (85,00%) dari total penghasilan total
sebesar Rp 4.036.607, sedangkan di Rimbo Bujang dengan total penghasilan
sebesar Rp 2.408.036 kontribusi dari pekerjaan utama sebesar (91,66%).
Kendatipun total penghasilan generasi pertama di Rimbo Bujang lebih
rendah dibandingkan dengan lokasi Batang Asam dan Sungai Bahar. Hal yang
menarik adalah kontribusi tertinggi dari pekerjaan utama responden terdapat di
lokasi transmigrasi Rimbo Bujang. Untuk pendapatan tertinggi kontribusi
pekerjaan sampingan sebesar (25,19%) hal ini terjadi di Sungai Bahar.
Tabel 5.3.11 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut SumberPenghasilan
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017 (Rp)
Sumber penghasilan
Generasi pertama Pekerjaan Sampingan Pekerjaan Utama Total Penghasilan
Rimbo Bujang 200.893 2.207.143 2.408.036
Batang Asam 605.357 3.431.250 4.036.607
Sungai Bahar 867.857 3.579.464 4.784.821
Rata-rata 558.036 3.072.619 3.743.155
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Untuk generasi kedua secara total penghasilan rata-rata di lokasi penelitian
transmigrasi Provinsi Jambi adalah sebesar Rp 4.195.833. Dari total penghasilan
181
tersebut sebesar (81,30%) merupakan kontribusi dari pekerjaan utama. Bila
dibandingkan berdasarkan kecamatan lokasi penelitian dapat dijelaskan sebagai
berikut. Kecamatan Batang Asam merupakan lokasi dengan pendapatan generasi
kedua tertinggi di lokasi transmigrasi Provinsi Jambi dengan total penghasilan
rata-rata sebesar Rp 4.859.821. Dari jumlah tersebut yang berasal dari pekerjaan
utama adalah sebanyak (87,05%). Di lokasi Rimbo Bujang dengan total
penghasilan sebesar Rp 4.316.071, ternyata yang berasal dari pekerjaan utama
adalah sebesar Rp 3.195.535 atau setara dengan (74,04%). Selanjutnya untuk
lokasi Sungai Bahar dengan total penghasilan sebesar Rp 3.411.607, sebesar
(82,04%) berasal dari kontribusi pekerjaan utama.
Berdasarkan data total penghasilan generasi pertama dibandingkan generasi
kedua dikatakan rata-rata penghasilan generasi kedua lebih tinggi dari generasi
pertama. Generasi pertama memberikan kontribusi rata-rata sebesar (82,07%)
terhadap total pendapatan dari pekerjaan utama, sedangkan untuk generasi kedua
kontribusi pekerjaan utama terhadap total pendapatan berjumlah sebanyak
(81,30%). Artinya kontribusi pekerjaan sampingan lebih tinggi ditemui pada
generasi kedua dibanding generasi pertama.
Rata-rata pendapatan generasi pertama maupun kedua yang diperoleh dari
pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan berdasarkan lokasi penelitian
cukup bervariasi. Bila dibandingkan dengan pendapatan transmigran di desa-desa
eks transmigrasi tahun 2011, angka ini lebih besar. Hasil penelitian Junaidi (2012)
memperoleh rata-rata pendapatan transmigrasi di Provinsi Jambi sebesar
Rp3.070.000, per bulan. Tingginya pendapatan responden saat ini diduga
pengaruh inflasi yang menyebabkan bertambahnya biaya hidup dan meningkatnya
Upah Minimum Provinsi (UMP) dari Rp 900.000 pada tahun 2011 menjadi Rp
1.730.000 di tahun 2016.
Untuk mengetahui lebih rinci sumber penghasilan generasi kedua
disajikan pada Tabel 5.3.11a.
Tabel 5.3.11a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut SumberPenghasilan
di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017 (Rp)
182
Sumber penghasilan
Generasi Kedua
Pekerjaan
Utama
Pekerjaan
Sampingan Total Penghasilan
Rimbo Bujang 3.195.536 1.120.536 4.316.071
Batang Asam 4.230.357 629.464 4.859.821
Sungai Bahar .2.808.036 603.571 3.411.607
Rata-rata 3.411.310 784.524 4.195.833
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Berdasarkan total rata-rata pendapatan responden di lokasi transmigrasi di
daerah penelitian (lihat Tabel 5.3.11 dan Tabel 5.3.11a) dapat dihitung besarnya
pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita generasi kedua dengan jumlah
anggota rumah tangga (ART) rata-rata 3,9 orang adalah sebesar Rp 1.075.855,
jumlah ini lebih tinggi dari pendapatan rata-rata generasi pertama yang berjumlah
sebanyak Rp 1.039.765, dengan jumlah rata-rata ART sebesar 3,6 0rang.
Pendapatan per kapita generasi kedua lebih tinggi dibandingkan dari hasil
penelitian Junaidi (2012) sebesar Rp 908.572, yang meneliti di desa-desa eks.
transmigrasi dalam Provinsi Jambi. Bila dibandingkan dengan pendapatan per
kapita Provinsi Jambi (proksi pengeluaran) pada Tahun 2015 sebesar Rp
724.489,- jumlah ini juga lebih besar, dan berada diatas batas garis kemiskinan
yang dikeluarkan oleh Bank Dunia sebesar Rp 775.200, pada tahun 2017
(Anonim, 2017).
5.3.12 Tabungan Generasi Pertama dan Kedua
Tabungan (saving) merupakan bagian dari penghasilan yang tidak di konsumsi
akan tetapi disimpan. Besar kecilnya tabungan sangat ditentukan oleh jumlah
penghasilan yang diterima oleh transmigran di lokasi transmigrasi dalam Provinsi
Jambi. Secara total rata-rata tabungan yang dimiliki generasi pertama pada saat ini
sebesar Rp 2.523.274. Besaran jumlah tabungan responden di lokasi penelitian
sangat bervariasi. Tingkat penabung terbesar (35,71%) mempunyai jumlah
tabungan antara (Rp 1.000.000 – Rp 1.999.999), kemudian diikuti dengan jumlah
tabungan (< Rp 1.000.000) sebanyak (27,38%) dan jumlah penabung terbesar
183
yaitu (>= Rp 4.000.000) berjumlah sebanyak (17,26%). Kemudian masih terdapat
responden yang memiliki jumlah tabungan (Rp 2.000.000 – Rp 3.999.999)
sebanyak (19,64%).
Dalam konteks rata-rata tabungan saat ini responden generasi pertama
berdasarkan kecamatan lokasi penelitian dapat diuraikan sebagai berikut. Jumlah
tabungan rata-rata di Kecamatan Sungai Bahar sebesar (Rp 3.076.786), angka ini
lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata tabungan transmigrasi generasi
pertama untuk Provinsi Jambi. Kondisi ini ditandai dengan responden yang
mempunyai tabungan rata-rata (>= Rp 4.000.000) berjumlah sebanyak (23,21%).
Untuk memperoleh gambaran secara lebih rinci tentang rata-rata tabungan
saat ini generasi pertama dapat diketahui pada Tabel 5.3.12.
Tabel 5.3.12 Persentase Responden Generasi Pertama Menurut Rata-rata
Tabungan Saat ini di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017.
Tabungan Generasi Pertama
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
< 1.000.000 11 12 23 46
(19.64) (21.43) (41.07) (27.38)
1.000.000 - 1.999.999 23 26 11 60
(41.07) (46.43) (19.64) (35.71)
2.000.000 - 2.999.999 8 8 7 23
(14.29) (14.29) (12.50) (13.69)
3.000.000 - 3.999.999 4 4 2 10
(7.14) (7.14) (3.57) (5.95)
>= 4.000.000 10 6 13 29
184
(17.86) (10.71) (23.21) (17.26)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Rata-rata Tabungan saat ini(Rp) 2.417.857 .2.075.179 3.076.786 .2.523.274
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Berdasarkan Tabel 5.3.12, pada lokasi Rimbo Bujang dan Batang Asam
rata-rata jumlah tabungan responden saat ini berada dibawah rata-rata Provinsi
Jambi. Hal ini didukung oleh informasi yang menunjukkan jumlah rata-rata
tingkat tabungan responden sebesar (<Rp 1.000.000 dan Rp 1.000.000 – Rp
1.999.999) berjumlah sebanyak (60,71%) di Rimbo Bujang dan (67,86 % ) untuk
lokasi Batang Asam. Keadaan tersebut diperkuat lagi dengan jumlah tabungan
responden yang berada (>= Rp 4.000.000) di kedua lokasi dengan (17,86%) di
Rimbo Bujang, dan hanya ( 10,71%) untuk lokasi penelitian Batang Asam.
Berkaitan dengan generasi kedua, tentang besaran tabungan pada saat ini
dapat dijelaskan. Secara keseluruhan rata-rata tabungan responden sebesar (Rp
3.071.845), jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan rata-rata tabungan
saat ini yang diperoleh generasi pertama sebesar (Rp 2.523.274). Terdapatnya
perbedaan ini selain disebabkan oleh besarnya total penghasilan yang diterima
oleh masing-masing responden, mungkin faktor kesadaran dari generasi kedua
dalam hal pentingnya menabung juga semakin tingginya akses generasi kedua
tentang perbankann. Pada tingkat besaran tabungan (Rp 3.000.000 – Rp
3.999.999) dan (>= Rp 4.000.000) jumlah responden sebanyak
(25,00%).Sebanyak (60,71%) memiliki tabungan saat ini sebesar (Rp 1.000.000 –
Rp 2.999.999), dan hanya sekitar (8,93%) saja yang punya tabungan saat ini (<Rp
1.000.000).
Untuk mengetahui lebih rinci rata-rata tabungan responden generasi kedua di
lokasi penelitian disajikan pada tabel 5.3.12a.
Tabel 5.3.12a Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Rata-rata Tabungan
saat ini di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Tabungan Generasi Kedua Kecamatan
Total Rimbo Batang Sungai
185
Bujang Asam Bahar
< 1.000.000 2 5 8 15
(3.57) (8.93) (14.29) (8.93)
1.000.000 - 1.999.999 18 20 20 58
(32.14) (35.71) (35.71) (34.52)
2.000.000 - 2.999.999 8 8 14 30
(14.29) (14.29) (25.00) (17.86)
3.000.000 - 3.999.999 11 8 5 24
(19.64) (14.29) (8.93) (14.29)
>= 4.000.000 17 15 9 41
(30.36) (26.79) (16.07) (24.40)
Total 56 56 56 168
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Rata-rata Tabungan saat ini(Rp) 3.645.536 2.960.536 2.609.464 3.071.845
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen.
Rata-rata tabungan saat ini responden generasi kedua dibedakan
berdasarkan kecamatan lokasi penelitian diperoleh gambaran berikut. Di
kecamatan lokasi penelitian Rimbo Bujang rata-rata tabungan saat ini lebih besar
dibandingkan dengan lokasi Batang Asam dan Sungai Bahar. Dari data yang
disajikan jelas bahwa persentase tabungan responden dengan jumlah (>=Rp
4.000.000) terlihat di Rimbo Bujang sebesar 30,36% dan 26,79% di Batang Asam
serta hanya 16,07% saja di Sungai Bahar. Keadaan ini diperkuat lagi rata-rata
tabungan pada level yang lebih rendah. Di Rimbo Bujang jumlah responden yang
memiliki jumlah tabungan (<Rp 1.000.000) tercatat hanya sekitar (3,57%),
sedangkan di dua lokasi Batang Asam dan Sungai Bahar tercatat masing-masing
sebanyak (8,93%) dan (14,29%).
Selanjutnya berdasarkan (Tabel 5.3.12 dan 5.3.12a), dengan diperolehnya
besaran total tabungan generasi pertama dan kedua dapat dijelaskan hal berikut.
Tabungan per kapita generasi pertama sebesar Rp 700.909, diperoleh dari
(Rp2.523.274 dibagi dengan 3,6 orang) sedangkan generasi kedua memiliki
tabungan per kapita saat ini sebesar Rp 787.653 atau (Rp 3.071.845 dibagi dengan
3,9 orang) demikian dinyatakan tabungan per kapita saat ini yang dimiliki oleh
generasi kedua di daerah penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan generasi
186
pertama. Jumlah ini juga lebih tinggi dari rata-rata tabungan penduduk Provinsi
Jambi Tahun 2015 sebesar Rp 633.928.Diperolehnya perbedaan ini diduga selain
disebabkan oleh besarnya total penghasilan yang diterima responden, juga karena
tingginya kesadaran dari generasi kedua dalam hal pentingnya menabung dan
semakin tingginya akses generasi kedua tentang perbankan.
5.3.13. Perbandingan Pendidikan Generasi Pertama dan Kedua.
Berdasarkan hasil penelitian di lokasi transmigrasi di Provinsi Jambi menurut
pendidikan yang dimiliki oleh generasi pertama dan kedua dapat dijelaskan
sebagai berikut. Bagian terbesar dari responden generasi kedua menamatkan
pendidikan tamat SLTA (54,76%), sedangkan generasi pertama yang menamatkan
pendidikan SLTA tercatat hanya sebesar (8,93%). Generasi kedua yang tamat dari
pendidikan tinggi yaitu tamatan Diploma I-III dan D4/S1 berjumlah sebanyak
(17,85%), sementara itu generasi pertama yang mampu menamatkan pendidikan
tinggi persentasenya kecil sekali yaitu (1,98%) saja.
Selanjutnya pada jenjang pendidikan Tidak/belum pernah sekolah dan
Tidak /Belum tamat SD, tidak ditemui responden generasi kedua pada jenjang
tersebut, sedangkan untuk jenjang pendidikan ini tercatat generasi pertama
jumlahnya cukup banyak yaitu (33,92%). Pada bagian lain generasi pertama yang
tamat pendidikan SLTP sebanyak (13,10%), dan untuk jenjang pendidikan ini
jumlah generasi kedua yang menamatkan pendidikan SLTP juga lebih besar
dibandingkan dengan generasi pertama yaitu sebanyak (16,67%).
Tingginya pendidikan yang dicapai oleh generasi kedua di lokasi penelitian
tidak terlepas dari pada semakin meningkatnya pembangunan sarana dan
prasarana di bidang pendidikan khususnya di lokasi-lokasi transmigrasi dalam
Provinsi Jambi. Kemudian semakin terbukanya akses bagi generasi kedua untuk
menuntut ilmu tidak saja di lokasi transmigrasi, tetapi juga keluar dari kawasan
transmigrasi, dan hal ini didukung oleh semakin baiknya sarana dan prasarana
transportasi dari dan ke lokasi transmigrasi.
Tabel 5.3.13. Persentase Responden Generasi Pertama dan KeduaBerdasarkan
Pendidikan yang Ditamatkan di LokasiTransmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017
187
Pendidikan Generasi
Pertama Kedua
Tdk/Blm pernah sekolah 16 0
(9,52) (0,00)
Tdk/Blm Tamat SD 41 0
(24,40) (0,00)
SD 72 18
(42,86) (10,71)
SLTP 22 28
(13,10) (16,67)
SLTA 15 92
(8,93) (54,76)
Diploma I-III 0 12
(0,00) (7,14)
DIV/S1 2 18
(1,19) (10,71)
Total 168 168
(100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Selain dari pada kemudahan-kemudahan bagi generasi kedua dalam
mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Suatu hal yang sangat penting
adalah keluarnya Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan dasar 9 tahun. Sejak
tahun 1986 semua penduduk usia diatas 5(lima) tahun sekurang-kurangnya harus
menamatkan pendidikan SLTP. Antinya bagi setiap penduduk yang memasuki
pasar kerja setidak-tidaknya harus menamatkan pendidikan SLTP/sederajat.
Berdasarkan Peraturan tersebut, jika generasi kedua memiliki pendidikan
tertinggi hanya SLTP dapat dikatakan pendidikan yang dicapai oleh generasi
kedua sama dengan apa yang dicapai generasi pertama. Apabila tingkat
pendidikan yang dicapai oleh generasi kedua setingkat SLTA atau lebih tinggi
dari itu, maka generasi kedua dikatakan memiliki tingkat pendidikan dua tingkat
lebih tinggi dari generasi pertama. Bila hal ini yang terjadi maka dikatakan tingkat
188
kesejahteraan generasi kedua khususnya di bidangsumber daya manusia lebih dan
berhasil dibandingkan dengan orang tuanya (generasi pertama).
Selanjutnya untuk melakukan Uji Kecocokan atau Goodness of fit disajikan pada
output Tabel 5.3.13a Chy-Square Tests berikut.
Tabel 5.3.13a: Chi- Square Tests Pendidikan Generasi Pertama dan KeduaDi
Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, tahun 2017
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 170,331a 6 ,000
Likelihood Ratio 207,391 6 ,000
Linear-by-Linear Association 151,348 1 ,000
N of Valid Cases 336
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,00.
Berdasarkan output chy Square tests terlihat nilai asymp. Sig sebesar 0,000.
Karena nilai asymp sig 0,000 < 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak
yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan generasi
pertama dan kedua. Hal ini juga dapat diartikan bahwa pendidikan generasi
pertama transmigrasi mempunyai korelasi dengan tingkat pendidikan
yangdiperoleh generasi kedua. Faktanya pendidikan yang diperoleh generasi
kedua lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan yang diperoleh generasi
pertama. Keadaan ini juga memperkuat hasil analisis deskriptif yang telah
diungkapkan sebelumnya.
Kalau dilihat dari sebuah model, maka nilai P-value sangat diperlukan
untuk mengetahui keabsahan model. Nilai P-value (Asymp. Sig) yang besar
mengindikasikan bahwa kecocokan atau sebaran distribusi responden di lokasi
penelitian kurang baik, sehingga hal tersebut dapat dinyatakan sebagai tidak
signifikan. Dalam uji X² juga demikian, dalam menguji kecocokan antara dua
kejadian P-value menunjukkan kecocokan yang terjadi antara dua hubungan. Nilai
P-value selalu menegaskan nilai statistic uji suatu kejadian, dalam hal ini nilai
koefisien hubungan Pearson Chi kuadrat.
189
5.3.14 Perbandingan Status Pekerjaan Generasi Pertama dan Kedua
Status pekerjaan dapat pula dikelompokkan atas status pekerjaan formal
dan informal. Berdasarkan hasil penelitian di lokasi transmigrasi di Provinsi
Jambi sebanyak (83,97%) responden generasi pertama berstatus pekerjaan
informal. Mereka merupakan gabungan dari pekerjaan dengan status Berusaha
sendiri, berusaha dengan pekerja keluarga/Tidak dibayar, dan Berusaha dengan
buruh tetap. Tingginya jumlah pekerja di sektor informal karena fleksibilitas yang
lebih besar dalam menyikapi perubahan kondisi ekonomi ataupun persaingan
bisnis, dibandingkan sektor formal (Feriyanto, 2014).
Bila dibanding dengan generasi pertama status pekerjaan informal generasi
kedua lebih sedikit (75,00%). Sementara itu status pekerjaan generasi kedua yang
bersifat formal lebih tinggi, bahkan lebih dari dua kali lipat lebih banyak
dibanding dengan generasi pertama yaitu sebesar (32,69%).
Kenyataan yang ditemui di lapangan menunjukkan bahwa semakin
berkembangnya suatu permukiman transmigrasi semakin meningkat peluang kerja
khususnya di sektor non pertanian. Seiring dengan hal tersebut maka kebutuhan
terhadap tenaga kerja yang memiliki pendidikan dan keterampilan yang lebih baik
semakin terbuka.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang status pekerjaan generasi pertama
dibandingkan dengan generasi kedua disajikan pada Tabel 5.3.14.
Tabel 5.3.14 Perbandingan Persentase Responden Generasi Pertama dan Kedua
menurut Status Pekerjaan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017
Status Pekerjaan Generasi
Pertama Kedua
Informal 131 117
(83,97) (75,00)
Formal 25 51
(16,03) (32,69)
Total 156 168
(100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
190
Untuk memperkuat hasil analisis secara deskriptif status pekerjaan generasi
pertama dan kedua digunakan uji chi Kuadrat. Keadaan tersebut disajikan pada
Tabel 5.3.14a berikut.
Tabel 5.3.14a Chi-Square Tests Generasi Pertama dan Kedua Menurut Status
Pekerjaan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 9,253a 1 ,002
Continuity Correctionb 8,472 1 ,004
Likelihood Ratio 9,423 1 ,002
Fisher's Exact Test ,003 ,002
Linear-by-Linear Association 9,225 1 ,002
N of Valid Cases 324
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat diperoleh hasil
berikut. Nilai Asymp. Sig 0,002 < dari 0,005 % yang berarti H0 ditolak
artinya terdapat perbedaan yang signifikan dalam status pekerjaan generasi
pertama dan kedua. Untuk status pekerjaan Informal baik generasi pertama
maupun kedua masih lebih tinggi dibanding status pekerjaan Formal. Akan tetapi
persentase generasi kedua dengan status pekerjaan formal lebih tinggi dibanding
generasi pertama.
Pergeseran status pekerjaan di lokasi transmigrasi di Provinsi Jambi telah
terjadi dari generasi pertama ke generasi kedua. Transformasi seperti ini
merupakan konsekuensi dari kemajuan yang telah dicapai oleh transmigrasi
generasi kedua yang dianggap lebih mampu menyesuaikan dengan perkembangan
pembangunan di daerah transmigrasi khususnya, Provinsi Jambi umumnya.
5.3.15 Perbandingan Lapangan Usaha Generasi Pertama dan Kedua
Sektor lapangan usaha dapat juga disederhanakan dari 9(Sembilan) sektor menjadi
3 (tiga) sektor. Pengelompokan ini terdiri dari Sektor pertanian (Primer), Industri
(Secondary), dan Jasa (Tersier). Tujuan pengelompokan ini dimaksudkan agar
aktivitas lapangan usaha generasi pertama dan kedua transmigrasi di lokasi
penelitian lebih mudah dibandingkan. Hampir semua generasi pertama (92,95%)
191
di lokasi penelitian bekerja pada lapangan usaha sektor Pertanian. Kondisi ini
juga terjadi pada generasi kedua walaupun persentasenya tidak sebesar generasi
pertama akan tetapi masih mendominasi sektor ini dengan jumlah sebanyak
(68,59%). Generasi pertama yang bekerja di sektor Industri dan Jasa tercatat
hanya sebesar (7,05%) saja. Tingginya persentase generasi pertama yang bekerja
di sektor pertanian sangat dimungkinkan karena prioritas utama lapangan usaha
yang terbuka di lokasi transmigrasi adalah sektor tersebut.
Selanjutnya persentase generasi kedua yang bekerja di luar sektor pertanian
cukup besar tercatat sebanyak (5,13%) untuk sektor Industri dan (33,97%) di
lapangan usaha Jasa. Kondisi ini sangat beralasan karena kemajuan pada sektor
pertanian akan berdampak terhadap perkembangan sektor lain seperti sektor
Industri dan Jasa, yang dalam gilirannya akan membuka peluang kerja pada sektor
tersebut. Perbandingan lapangan usaha generasi pertama dan kedua disajikan pada
Tabel 5.3.15.
Tabel 5.3.15 Perbandingan Persentase Responden generasi Pertama danKedua
Menurut Lapangan Usaha di lokasi TransmigrasiProvinsi Jambi,
Tahun 2017
Lapangan Usaha Generasi
Pertama Kedua
Pertanian 145 107
(92,95) (68,59)
Industri 2 8
(1,28) (5,13)
Jasa 9 53
(5,77) (33,97)
Total 156 168
(100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan: Angka yang dikurung dalam persen
192
Untuk memperkuat dari hasil penelitian di lokasi transmigrasi dalam
Provinsi Jambi dilakukan dengan menampilkan Uji Chi-kuadrat pada Tabel
5.3.15a.
Tabel 5.3.15a Chi-Square Tests Perbandingan Lapangan Usaha Generasi Pertama
dan Kedua di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 40,167a 2 ,000
Likelihood Ratio 43,749 2 ,000
Linear-by-Linear
Association 39,066 1 ,000
N of Valid Cases 324
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,81.
Berdasarkan Chy Square tests perbedaan lapangan usaha antara responden
generasi pertama dan kedua di lokasi penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut.
Frekuensi yang diharapkan kurang dari 5%, dan tidak boleh lebih dari 20% dari
kategori, dalam penelitian ini diperoleh angka sebesar (4,81%), dimana lebih kecil
dari (5%). Sedangkan untuk kategori diperoleh angka (16,7%).
Hasil Asymp. Sig sebesar 0,000 lebih kecil dari angka 5% (Asymp.Sig
0,000< 0,005%) sehingga disimpulkan H0 ditolak yang berarti lapangan usaha
generasi pertama berbeda dengan lapangan usaha generasi kedua. Artinya terdapat
perbedaan yang signifikan dalam pemilikan hal lapangan usaha generasi pertama
dan kedua di lokasi penelitian.
Berdasarkan kondisi tersebut lapangan usaha generasi pertama dan kedua
transmigrasi di lokasi penelitian di Provinsi Jambi menunjukkan perubahan yang
berarti. Terjadi perubahan lapangan usaha antara generasi pertama dan kedua,
dimana untuk generasi pertama terjadi penurunan jumlah mereka yang bekerja di
sektor pertanian. Untuk sektor Jasa maupun industri terjadi peningkatan yang
cukup besar antara generasi pertama dan kedua. Terjadinya transformasi lapangan
usaha dari sektor primer ke sekunder dan tersier merupakan salah satu indikasi
semakin membaiknya keadaan sosial ekonomi masyarakat di lokasi transmigrasi
di Provinsi Jambi.
193
5.3.16 Perbandingan Jenis Pekerjaan Generasi Pertama dan Kedua
Pengelompokan jenis pekerjaan generasi pertama dan kedua transmigrasi
dapat juga disederhanakanmenjadi 1). Pekerja terampil, 2). Pekerja Setengah
Terampil, dan 3). Pekerja kasar. Generasi pertama yang memiliki jenis pekerjaan
sebagai Pekerja terampil hanya sebanyak (3,85%) dan Pekerja Setengah terampil
2,56 persen. Responden yang tercatat sebagai Pekerja Kasar mendominasi jumlah
generasi pertama sebanyak (93,59%). Hal ini cukup beralasan karena sebagian
besar dari generasi pertama tidak memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan
yang cukup.
Berbeda dengan generasi pertama, generasi kedua yang telah berdomisili di
lokasi penelitian lebih dari 20 tahun telah banyak tersentuh oleh pembangunan.
Jumlah generasi kedua yang masih tergolong dengan jenis pekerjaan sebagai
Pekerja kasar turun menjadi (73,08%). Disisi lain terjadi kenaikan yang cukup
tinggi pada jenis pekerjaan Terampil yaitu sebesar (22,44%) dan Pekerja
SetengahTerampil mencapai 12,18 persen.
Perbandingan jenis pekerjaan generasi pertama dengan generasi kedua
disajikan pada Tabel 5.3.16.
Tabel 5.3.16 Perbandingan Persentase Responden Generasi Pertama danKedua
Menurut Jenis Pekerjaan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun 2017
Jenis Pekerjaan Generasi
Pertama Kedua
Pekerja Terampil 6 35
(3,85) (22,44)
Pekerja Setengah Terampil 4 19
(2,56) (12,18)
Pekerja Kasar 146 114
(93,59) (73,08)
Total 156 168
(100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalan persen
194
Dalam usaha untuk lebih memperkuat hasil penelitian secara deskriptif tentang
jenis pekerjaan responden di lokasi penelitian ditampilkan uji Chi kuadrat dengan
menyajikan Tabel 5.3.16a berikut.
Tabel 5.3.16a Uji Chi-Square Generasi Pertama dan Kedua Menurut Jenis
Pekerjaan di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi,
Tahun, 2017
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 33,835a 2 ,000
Likelihood Ratio 36,836 2 ,000
Linear-by-Linear
Association 31,170 1 ,000
N of Valid Cases 324
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,07.
Berdasarkan uji Chi kuadrat untuk mengetahui perbandingan antara
frekuensi observasi yang benar-benar terjadi/ actual dengan frekuensi
harapan/ekspektasi. Dapat dijelaskan perbandingan jenis pekerjaan generasi
pertama dan kedua di daerah penelitian. Dari hasil Asymp. Sig 0,000 < 0,005 %
diperoleh kesimpulan bahwa H0 ditolak yang berarti terdapat perbedaan yang
signifikan jenis pekerjaan antara generasi pertama dan kedua.
Pada generasi pertama dengan jenis pekerjaan sebagai pekerja kasar jumlahnya
mendekati 100%, dan pada generasi kedua terjadi penurunan yang cukup drastis.
Sebaliknya terjadi perubahan yang cukup besar dalam jenis pekerjaan untuk
Pekerja Setengah Terampil, dan Pekerja Terampil. Kondisi ini semakin
memperkuat hasil analisis secara deskriptif dimana telah terjadi pergeseran dalam
jenis pekerjaan pada generasi kedua di lokasi transmigrasi dalam Provinsi Jambi.
5.3.17 Perbandingan Jam Kerja Per Minggu Generasi Pertamadan Kedua
Berdasarkan jam kerja yang dicurahkan untuk menghasilkan barang dan jasa oleh
responden di lokasi transmigrasi dapat dibedakan. Bekerja < 14 jam per minggu
disebut (Setengah pengangguran kritis), antara (14-34 jam) per minggu disebut
195
setengah pengangguran biasa, dan bekerja >= 35 jam per minggu jam kerja
normal.
Total jam kerja KK per minggu (Pekerjaan Utama + Pekerjaan Sampingan)
untuk generasi pertama rata-rata (31, 5 jam per minggu). Standar deviasi sebesar
16,84 jam dengan tingkat kesalahan rata-rata 1,35 jam. Bila dibandingkan dengan
jam kerja standar sebesar 35 jam atau lebih per minggu artinya generasi pertama
di lokasi penelitian masih tergolong sebagai setengah pengangguran. Setengah
Pengangguran menurut Sumarsono (2010) disebabkan oleh 1). Kurangnya jam
kerja, 2). Rendahnya Pendapatan dan 3). Ketidakcocokan antara pekerjaan dan
keterampilan Pekerja. Penyebab lain adalah karena sebagian generasi pertama
(lebih dari 26%) telah memasuki usia tidak produktif (berusia 70 tahun ke atas).
Untuk generasi kedua total jam kerja yang dicurahkan adalah sebesar 39,05
jam, keadaan ini menunjukkan bahwa transmigrasi generasi kedua di daerah
penelitian telah bekerja sesuai dengan jam kerja normal dalam seminggu. Dengan
standar deviasi sebesar 18, 06 jam per minggu dan tingkat kesalahan 1,39 jam.
Dengan simpangan baku (standar deviasi) sebesar 18,06 jam menunjukkan bahwa
data sampel semakin beragam.
Lebih bervariasinya jam kerja generasi kedua dibandingkan dengan
generasi pertama sangat beralasan. Hal ini dimungkinkan karena secara umum
generasi kedua memiliki peluang yang lebih luas dengan pendidikan yang lebih
tinggi dan bervariasi.
Untuk mengetahui perbandingan jam kerja yang dicurahkan oleh responden
generasi pertama dan kedua seperti disajikan pada Tabel 5.3.17.
Tabel 5.3.17 Persentase Responden Generasi Pertama dan Kedua Menurut Jam
kerja per minggu di Lokasi Transmigrasi di Provinsi Jambi, Tahun
2017
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Total Jam Kerja KK
Perminggu (Utama +
Sampingan)
Pertama 156 31,55 16,84 1,35
Kedua 168 39,05 18,063 1,39
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
196
Untuk memperkuat hasil penelitian secara deskriptif tentang jam kerja per
minggu dilakukan ChySquare testseperti terlihat pada Tabel 5.3.17a.
5.3.18 Perbandingan Kepemilikan Pekerjaan Sampingan GenerasiPertama
dan Kedua.
Tabel: 5.3.17a: Uji Chi kuadrat variabel independen di Lokasi Transmigrasi Provinsi
Jambi, Tahun 2017
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Total
Jam
Kerja
KK
Permin
ggu
(Utama
+
Sampin
gan)
Equal
variances
assumed
,004 ,947 -3,862 322 ,000 -7,50870 1,94440 -11,33404 -3,68336
Equal
variances
not
assumed -3,872 321,994 ,000 -7,50870 1,93937 -11,32414 -3,69326
197
Sesuai dengan hasil temuan penelitian di lokasi transmigrasi Provinsi Jambi
terdapat perbedaan kepemilikan pekerjaan sampingan antara generasi pertama dan
kedua. Dari informasi yang diperoleh jumlah generasi pertama yang memiliki
pekerjaan sampingan berjumlah sebanyak (29,49%), sedangkan generasi kedua
yang memiliki pekerjaan sampingan tercatat lebih banyak dari generasi pertama
yaitu (39,10%). Terdapatnya perbedaan ini diduga karena generasi kedua
memiliki tingkat mobilitas yang tinggi dibanding generasi pertama, kecuali itu
juga penguasaan lahan yang lebih sempit oleh generasi kedua dibanding generasi
pertama.
Untuk mengetahui perbandingan kepemilikan pekerjaan sampingan antara
generasi pertama dan kedua disajikan pada Tabel 5.3.18 berikut.
Tabel 5.3.18 Persentase Responden Generasi Pertama dan KeduaMenurut
Kepemilikan PekerjaanSampingan di Lokasi Transmigrasi Provinsi
Jambi, Tahun 2017.
Kepemilikan Pekerjaan Sampingan Generasi
Pertama Kedua
Punya 46 61
(29,49) (39,10)
Tidak Punya 110 107
(70,51) (68,59)
Total 156 168
(100,00) (100,00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Berikut ini disajikan Uji Chi kuadrat untuk mengetahui perbandingan
Kepemilikan Pekerjaan sampingan generasi pertama dan kedua di lokasi
transmigrasi Provinsi Jambi seperti tertera pada Tabel 5.3.18 a berikut.
Tabel 5.3.18a Chi-Square Tests Generasi Pertama dan Kedua Menurut
Kepemilikan Pekerjaan Sampingan di Lokasi Transmigrasi di
Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Value df
Asymp.
Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact
Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1,702a 1 ,192
198
Continuity Correctionb 1,408 1 ,235
Likelihood Ratio 1,707 1 ,191
Fisher's Exact Test ,196 ,118
Linear-by-Linear Association 1,697 1 ,193
N of Valid Cases 324
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 51,52.
Berdasarkan Uji Chi Kuadrat pada Tabel 5.31a diperoleh hasil berikut. Nilai
Asymp. Sig sebesar 0, 192 > 0,005 % hipotesis H0 diterima, ini berarti terdapat
hubungan yang signifikan antara Kepemilikan Pekerjaan Sampingan antara
generasi pertama dan kedua. Pada bagian lain juga diperoleh nilai Continuity
Correction sebesar 1,408 lebih kecil dibandingkan dengan frekuensi yang
diharapkan sebesar 51,52. Dengan nilai tersebut artinya memperkuat kecocokan
kepemilikan pekerjaan sampingan antara generasi pertama dan kedua.
Tidak terdapat perbedaan yang tinggi dalam Pemilikan Pekerjaan Sampingan
antara generasi pertama dan kedua. Generasi pertama yang Tidak Punya pekerjaan
sampingan sedikit lebih tinggi dari generasi kedua. Sebaliknya jumlah responden
generasi kedua yang Punya Pekerjaan sampingan lebih tinggi dari generasi
pertama. Kondisi ini memperkuat hasil analisis secara deskriptif.
5.4 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi SebaranPermukiman
Generasi Kedua Transmigran
5.5
5.4.1 Tempat Tinggal Generasi Kedua
Untuk mengetahui lebih rinci keadaan responden generasi kedua menurut
tempat tinggal di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5.4.1.
Tabel 5.4.1 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut TempatTinggal di
Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Tempat tinggal generasi kedua
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Di desa transmigrasi, serumah dengan orang tua
20 1 23 44
(35.71) (1.79) (41.07) (26.19)
Di desa transmigrasi, tidak serumah dengan orang tua
34 33 27 94
199
(60.71) (58.93) (48.21) (55.95)
Di luar desa transmigrasi, dalam kabupaten
2 14 4 20
(3.57) (25.00) (7.14) (11.90)
Di luar kabupaten 0 8 2 10
(0.00) (14.29) (3.57) (5.95)
Total 56 56 56 168
(100.00) (100.00) (100.00) (100.00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Berdasarkan hasil penelitian di lokasi transmigrasi dalam Provinsi Jambi
telah terjadi perubahan dalam hal tempat tinggal untuk transmigrasi generasi
kedua. Terjadi berbagai tipe tempat tinggal (permukiman) transmigrasi generasi
kedua. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai alasan baik faktor ekonomi,
sosial, budaya dan perkawinan.
Sebagian besar generasi kedua (82,14%) masih bertempat tinggal di desa
transmigrasi. Dari jumlah tersebut tercatat generasi kedua yang tinggal di desa
transmigrasi tapi tidak serumah dengan orang tuanya sebanyak (55,95%),
sedangkan mereka yang masih tinggal di desa transmigrasi tetapi serumah dengan
orang tuanya berjumlah sebanyak (26,19%). Kemudian generasi kedua yang telah
keluar dari desa transmigrasi, namun masih dalam kabupaten berjumlah (11,90%),
sedangkan generasi kedua yang telah keluar dari kabupaten tempat orang tuanya
pertama kali ditempatkan hanya sekitar (5,95%).
Berdasarkan kecamatan lokasi penelitian tempat tinggal generasi kedua pada saat
wawancara dilakukan diperoleh jawaban berikut. Di Kecamatan Rimbo Bujang
jumlah generasi kedua yang masih bertempat tinggal di desa transmigrasi, dan
tidak serumah adalah sebanyak (60,71%). Keadaan yang sama juga terjadi di
Kecamatan Batang Asam dan Sungai Bahar, walaupun persentasenya lebih kecil
dibandingkan dengan lokasi Rimbo Bujang. Keadaan lain yang menarik tentang
tempat tinggal terakhir generasi kedua adalah di Kecamatan batang Asam dimana
sebanyak (25%) responden generasi kedua telah bertempat tinggal di luar desa
transmigrasi, tapi masih dalam kabupaten. Tidak terdapat generasi kedua yang
200
tinggal di luar kabupaten untuk Kecamatan Rimbo Bujang, sedangkan di lokasi
Sungai Bahar jumlahnya sebanyak (3,59 %) dan Batang Asam (14,29%).
5.4.2 Alasan Masih Tinggal di Desa Transmigrasi
Dari jumlah generasi kedua transmigrasi yang berhasil diwawancarai
menunjukkan bahwa bagian terbesar (82,14%) seperti terdapat pada Tabel 5.4.1
masih berdomisili di desa transmigrasi. Baik mereka yang tinggal serumah dengan
generasi pertama, maupun yang sudah menempati rumah sendiri.
Sebanyak (50,00%) dari responden di lokasi transmigrasi Provinsi Jambi
menyampaikan alasan masih tinggal di desa transmigrasi karena ‘lahan yang
tersedia masih luas’. Generasi kedua yang memberikan alasan masih tinggal di
desa transmigrasi (36,23%) lahan merupakan warisan orang tua. Selanjutnya
“mudah memperoleh pekerjaan” sehingga alasan masih tinggal di desa
transmigrasi merupakan respon dari sebanyak (13,77%) responden.
Untuk mengetahui lebih rinci tentang alasan generasi kedua masih tinggal
di desa transmigrasi seperti disarikan pada Tabel 5.4.2.
Tabel 5.4.2 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Alasan Masih Tinggal
Di Desa Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Alasan masih tinggal di desa
transmigrasi
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Lahan yang tersedia masih luas 26 12 31 69
(48.15) (35.29) (62.00) (50.00)
Lahan merupakan warisan orang tua 27 14 9 50
(50.00) (41.18) (18.00) (36.23)
Mudah memperoleh pekerjaan 1 8 10 19
(1.85) (23.53) (20.00) (13.77)
Total 54 34 50 138
(100.00) (100.00) (100.00) (100.00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Alasan masih tinggal di desa transmigrasi bila dilihat dari kecamatan lokasi
penelitian diperoleh jawaban yang bervariasi. Untuk lokasi Rimbo Bujang alasan
utama masih tinggal di desa lokasi (50,00%) disebabkan ‘lahan merupakan
201
warisan orang tua’, dan hanya sekitar (1,85%) saja dengan alasan mudah
memperoleh pekerjaan. Di loasi Sungai Bahar sebagian besar (62,00%) responden
yang masih menetap tinggal di desa transmigrasi beralasan lahan yang tersedia
masih luas. Jumlah responden yang paling banyak (23,53%) masih tinggal di desa
transmigrasi adalah dengan alasan mudah memperoleh pekerjaan.
5.4.3 Alasan Tidak Tinggal di Desa Transmigrasi
Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin meningkatnya kebutuhan
baik barang dan jasa generasi kedua telah terjadi berbagai perubahan.Kebutuhan
kebutuhan dimaksud terkait dengan usaha untuk meningkatkan produksi,
pendapatan, pendidikan dan kesehatan. Ada kalanya barang dan jasa
tersebut dapat dipenuhi dari desa (lingkungan) sendiri, akan tetapi bila mana tidak
dapat diperoleh maka akan diusahakan sampai keluar dari tempat tinggal. Hal ini
telah memacu terjadinya perpindahan dari desa lokasi transmigrasi ke luar dari
lokasi transmigrasi.
Secara lebih rinci pada Tabel 5.4.3 disajikan alasan tidak tinggal di desa
transmigrasi untuk responden generasi kedua di lokasi transmigrasi Provinsi
Jambi.
Tabel5.4.3 Persentase Responden Menurut Alasan Tidak Tinggal di Desa
Transmigrasi di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017
Alasan tidak tinggal di desa
transmigrasi
Kecamatan
Total Rimbo
Bujang
Batang
Asam
Sungai
Bahar
Terbatasnya lahan di desa transmigrasi 1 1 0 2
(50.00) (4.55) (0.00) (6.67)
Untuk memperoleh penghasilan lebih baik
1 16 4 21
(50.00) (72.73) (66.67) (70.00)
Terbatasnya fasilitas pendidikan dan kesehatan
0 1 0 1
(0.00) (4.55) (0.00) (3.33)
Ikut keluarga 0 4 2 6
202
(0.00) (18.18) (33.33) (20.00)
Total 2 22 6 30
(100.00) (100.00) (100.00) (100.00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
Berdasarkan informasi dari responden generasi kedua alasan tidak tinggal di desa
transmigrasi atau mereka meninggalkan lokasi transmigrasi adalah sebagai
berikut. Sebagian besar responden (70,00%) tidak tinggal di desa transmigrasi
mempunyai alasan untuk memperoleh penghasilan lebih baik. Terdapat sebanyak
(20,00%) generasi kedua yang meninggalkan desa transmigrasi dengan alasan ikut
keluarga. Hanya sekitar (6,67%) saja yang tidak tinggal di desa transmigrasi
dengan alasan terbatasnya lahan di desa transmigrasi. Hal ini di dukung oleh
luasnya kepemilikan lahan yang dikuasai oleh generasi kedua di lokasi penelitian.
Berdasarkan Tabel 5.3.6a secara total generasi kedua di lokasi transmigrasi
Provinsi Jambi memiliki rata-rata lahan yang digarap seluas (1,68Ha).
Berikut ini pada Tabel 5.4.3a disajikan Print out nilai Khi Kuadrat (x²) tentang
keputusan generasi kedua transmigrasi untuk tinggal di desa atau diluar desa.
Tabel 5.4.3a Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 52,999 17 ,000
Block 52,999 17 ,000
Model 52,999 17 ,000
Print out di Tabel 5.4.3a merupakan nilai Chi-kuadrat (x²) dari model regresi.
Sebagaimana halnya model regresi linier dengan metode OLS, dalam hal ini juga
dapat dilakukan pengujian arti penting model secara keseluruhan. Bila dalam
metode OLS menggunakan uji F, maka pada model logit menggunakan uji G.
Statistik G ini menyebar menurut sebaran Chi-kuadrat(x²). Dalam pengujian nilai
G dapat dibandingkan dengan nilai x² tabel pada α tertentu dan derajat bebas k-1.
203
Kriteria pengujian dan cara pengujian persis sama dengan uji F pada metode
regresi OLS (Amri, et.al, 2009).
Berdasarkan dari output SPSS, diperoleh model dari nilai x² sebesar 52,999
dengan p-value 0,000. Karena nilai ini jauh dibawah 10% (bilamenggunakan
pengujian dengan α = 10%), maka dapat disimpulkan bahwa model regresi
logistik secara keseluruhan signifikan atau dapat menjelaskan atau memprediksi
keputusan generasi kedua transmigrasi untuk tinggal di desa transmigrasi atau
keluar dari desa transmigrasi.
5.4.4 Permukiman Generasi Kedua Menurut Jenis Kelamin
Secara keseluruhan (82,14%) generasi kedua berada di dalam desa
transmigrasi, dan sisanya sebanyak (17,86%) berada diluar desa transmigrasi.
Berdasarkan jenis kelamin jumlah generasi kedua perempuan yang berada di
dalam desa jumlahnya lebih banyak disbanding dengan laki-laki, dimana
perempuan tercatat sebanyak (83,93%), sedangkan generasi kedua laki-laki
berjumlah sebanyak (81,25%). Dengan demikian jumlah generasi kedua yang
tinggal diluar desa dengan jenis kelamin laki-laki sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Keadaan ini seperti disajikan pada Tabel 5.4.4.
Tabel 5.4.4 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Jenis Kelamindi Lokasi
Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Sebaran Permukiman Jenis Kelamin
Total Laki-Laki Perempuan
Dalam Desa 91 47 138
(81.25) (83.93) (82.14)
Luar Desa 21 9 30
(18.75) (16.07) (17.86)
Total 112 56 168
(100.00) (100.00) (100.00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan: Angka yang dikurung dalam persen
Secara total generasi kedua dengan status pekerjaan informal dan formal
bertempat tinggal dalam desa berjumlah sebanyak (82,84%). Hanya sebanyak
204
(17,86%) saja mereka yang bekerja baik formal maupun informal yang berada di
luar desa. Secara lebih khusus generasi kedua yang bekerja di sektor informal
tercatat tinggal dalam desa sebanyak (80,34%), dan sisanya responden tinggal di
luar desa. Untuk generasi kedua dengan status pekerjaan formal yang tinggal
dalam desa sedikit lebih tinggi yaitu tercatat sebanyak (86,27%), dan hanya
sekitar (13,17%) saja yang berada di luar desa. Untuk lebih jelasnya permukiman
generasi kedua menurut status pekerjaan disajikan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4.5 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Status Pekerja adan
Permukiman di Lokasi Transmigrasi provinsiJambi, Tahun 2017.
Sebaran Permukiman Status Pekerjaan
Total Informal Formal
Dalam Desa 94 44 138
(80.34) (86.27) (82.14)
Luar Desa 23 7 30
(19.66) (13.73) (17.86)
Total 117 51 168
(100.00) (100.00) (100.00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.4.6 Permukiman Generasi Kedua Menurut Lapangan Usaha dan Tempat
Tinggal.
205
Pada penelitian ini lapangan usaha responden disederhanakan atas sektor
Pertanian dan Non-Pertanian. Jumlah generasi kedua yang bekerja di sektor
pertanian dan non pertanian yang tinggal dalam desa berjumlah sebanyak
(82,14%).Sisanya sebanyak (17,86%) responden generasi kedua yang bekerja
baik di sektor pertanian maupun non pertanian tersebar di luar desa.
Bila permukiman generasi kedua menurut lapangan usaha hanya di sektor
pertanian, diperoleh informasi sebanyak (87,85%) mereka yang bekerja di sektor
tersebut berada dalam desa. Keadaan ini lebih tinggi daripada responden yang
tinggal dalam desa dengan lapangan usaha di sektor non- pertanian yang
berjumlah sebanyak (72,13%).
Untuk mengetahui lebih rinci mengenai lapangan usaha generasi kedua
berdasarkan permukiman dalam desa dan di luar desa disajikan pada Tabel 5.4.6.
Tabel 5.4.6Permukiman Generasi Kedua Menurut Lapangan Usaha diLokasi
Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Sebaran Permukiman Lapangan Usaha
Total Pertanian Non-pertanian
Dalam Desa 94 44 138
(87.85) (72.13) (82.14)
Luar Desa 13 17 30
(12.15) (27.87) (17.86)
Total 107 61 168
(100.00) (100.00) (100.00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
5.4.7 Permukiman Generasi Kedua Menurut Daerah Asal Orang Tua
206
Daerah asal orang tua generasi kedua dalam penelitian ini berasal dari provinsi-
provinsi di Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur)
serta Jambi beserta provinsi Lainnya di Sumatera). Secara keseluruhan (sebanyak
82,14 %) generasi kedua yang orang tuanya berasal dari beberapa provinsi di
Pulau Jawa dan Provinsi Jambi dan sekitarnya berada dalam desa transmigrasi.
Hanya sekitar (17,86%) saja responden yang berada di luar desa.
Berdasarkan daerah asal orang tua, ternyata dari Provinsi Jawa Barat
merupakan jumlah terbanyak (96,30%) generasi kedua yang berada dalam desa
dan diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta masing-masing sebesar
(87,88%) dan 83,33 persen. Untuk generasi kedua permukiman berdasarkan
daerah asal orang tua, ternyata Provinsi Jambi dan Provinsi lainnya di Pulau
Sumatera generasi keduanya paling banyak tinggal di luar desa (47,37%),
dibanding Provinsi Lain Jawa Timur sebanyak (30,00%) diikuti Yogyakarta
(16,67%) dan yang paling sedikit generasi keduanya di luar desa Jawa Barat
hanya (3,70%).
Secara lebih rinci permukiman generasi kedua menurut daerah asal orang
tua digambarkan pada Tabel 5.4.7.
Tabel 5.4.7 Persentase Permukiman Generasi Kedua Menurut daerah AsalOrang
Tua di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Sebaran
Permukiman
Daerah asal orang tua Total
Jabar Jateng Yogya Jatim Jambi+
Dalam Desa 26 58 30 14 10 138
(96.30) (87.88) (83.33) (70.00) (52.63) (82.14)
Luar Desa 1 8 6 6 9 30
(3.70) (12.12) (16.67) (30.00) (47.37) (17.86)
Total 27 66 36 20 19 168
(100.00) (100.00) (100.00) (100.00) (100.00) (100.00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
207
5.4.8 PermukimanGenerasi Kedua Menurut Pendidikan Orang Tua
Pendidikan orang tua generasi kedua dibedakan atas Tidak tamat SD, tamat SD,
dan Tamat SLTP ke atas. Secara keseluruhan sebesar (82,14%) orang tua generasi
kedua baik yang tidak Tamat SD, tamat SD dan berpendidikan SLTP ke atas
bermukim dalam desa. Sisanya sebesar (17,86%) berada di luar desa.
Bila dirinci berdasarkan pendidikan yang ditamatkan dapat dijelaskan sebagai
berikut. Untuk generasi kedua dengan pendidikan orang tua Tidak tamat SD,
sebesar (96,49%) berada dalam desa, dan hanya sekitar (3,51%) saja yang berada
diluar desa. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terjadi pada pendidikan orang
tua yang tamat SD bagian terbesar (73,61%) tinggal di dalam desa, dan begitu
juga dengan orang tua dengan pendidikan SLTP ke atas jumlah responden yang
bermukim dalam desa sebanyak (76,92%).
Untuk mengetahui gambaran tentang permukiman generasi kedua menurut
pendidikan orang tua disajikan pada Tabel 5.4.8
Tabel 5.4.8. Persentase Permukiman Generasi Kedua Menurut Pendidikan Orang
Tua di Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Sebaran
Permukiman
Pendidikan Orang Tua Total
< SD SD SLTP+
Dalam Desa 55 53 30 138
(96.49) (73.61) (76.92) (82.14)
Luar Desa 2 19 9 30
(3.51) (26.39) (23.08) (17.86)
Total 57 72 39 168
(100.00) (100.00) (100.00) (100.00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan:Angka yang dikurung dalam persen
208
5.4.9 Permukiman generasi kedua Menurut Komoditas utama
Secara keseluruhan generasi kedua (82,14%) dengan komoditi utama tanaman
Karet, Sawit dan Pangan berada dalam desa. Sedangkan sisanya sebanyak
(17,86%) responden di daerah penelitian berada di luar desa. Komoditi yang
terbanyak (96,43%) dengan tanaman karet generasi keduanya berada dalam desa,
dan hanya sekitar (3,57%) saja respondennya yang berada di luar desa. Untuk
komoditi sawit jumlah generasi kedua yang tinggal di dalam desa berjumlah
sebanyak (89,29%), dan lebih banyak dari generasi kedua dengan komoditi
Pangan sebesar (60,71%). Sementara itu generasi kedua yang berada diluar desa
komoditi terbanyak yang diusahakan adalah pangan (padi) tercatat sebanyak
(39,29%), kemudian diikuti oleh komoditi sawit sebesar (10,71%).
Untuk mengetahui secara rinci keadaan generasi kedua menurut komoditi
utama disajikan pada Tabel 5.4.9
Tabel 5.4.9 Persentase Responden Generasi Kedua Menurut Komoditi utama di
Lokasi Transmigrasi Provinsi Jambi, Tahun 2017.
Sebaran
Permukiman
Komoditi utama Total
Karet Sawit Pangan
Dalam Desa 54 50 34 138
(96.43) (89.29) (60.71) (82.14)
Luar Desa 2 6 22 30
(3.57) (10.71) (39.29) (17.86)
Total 56 56 56 168
(100.00) (100.00) (100.00) (100.00)
Sumber: Penelitian Lapangan, 2017.
Keterangan: Angka yang dikurung dalam persen
5.4.10 Uji Overall Model Fit.
209
Uji Overall Model Fit dari model tersebut disajikan pada Tabel 5.4.10.
Berdasarkan Omnibus Test of Model Coefficients diperoleh nilai statistik Chi
kuadrat sebesar 54,202 dengan probabilitas signifikansi (p) = 0,000. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa peubah bebas dalam model secara bersama-
sama mempengaruhi keputusan generasi kedua transmigran untuk tetap tinggal di
dalam desa dan ke luar desa.
Tabel 5.4.10 UjiOverall Model Fit Untuk Permukiman Generasi
KeduaTransmigran.
Chi-square df Sig.
Omnibus Test of Model Coefficients
Step 54,202 14 ,000
Block 54,202 14 ,000
Model 54,202 14 ,000
Hosmer and Lemeshow Test 3,825 8 ,873
Berdasarkan uji Hosmer dan Lemeshow diperoleh nilai Chy-Square sebesar
3,825 dengan nilai p sebesar 0,873. Karena nilai Chy-Square tidak signifikan
dimana (p> 0,05), kesimpulan yang diperoleh adalah probabilitas yang diprediksi
sesuai dengan probabilitas yang diobservasi. Ini menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan antara model dengan data, sehingga model dapat dikatakan fit.
Berikut ini dari tabel klasifikasi 2 x 2 (Tabel 5.4.10a) memperlihatkan
seberapa baik model mengelompokkan kasus ke dalam dua kelompok baik yang
dalam desa maupun di luar desa. Keakuratan prediksi secara keseluruhan sebesar
83,90 persen,sedangkan keakuratan generasi kedua tinggal dalam desa sebesar
93,50 persen dan generasi kedua yang di luar desa sebanyak 40,00 persen. Dengan
kata lain, keakuratan model ini dalam memprediksi probabilitas generasi kedua
tinggal di dalam desa dan di luar desa adalah berbeda. Atau dikatakan juga
probabilitas generasi kedua yang tinggal di dalam desa lebih dua kali dari pada
generasi kedua yang tinggal di luar desa.
Tabel 5.4.10a Klasifikasi 2 x 2 Untuk Model Generasi Kedua Dalam Desa
Observasi Prediksi
210
Kategori Persentase
Benar Dalam desa Luar desa
Kategori Dalam desa 129 9 93,5
Luar desa 18 12 40,0
Persentase Keseluruhan 83,9
5.4.11Uji Parsial Parameter Sebaran Generasi Kedua Transmigrasi.
Estimasi parameter dan uji parsial dalam model binary logit untuk
permukimangenerasi kedua disajikan pada Tabel 5.4.11. Berdasarkan hasil
estimasi menunjukkan bahwa Umur (X1) tidak berpengaruh secara signifikan
dimana nilai (p > 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat
pengaruh umur dari generasi kedua yang bertempat tinggal di dalam desa dan di
luar desa trasmigrasi. Kondisi ini berarti keputusan untuk tetap tinggal atau keluar
dari desa transmigrasi tidak dipengaruhi oleh umur generasi kedua. Hal ini diduga
karena semua generasi kedua berada dalam kelompok usia produktif (15-64
tahun). Jenis kelamin (X2) juga memperlihatkan pengaruh yang tidak signifikan
yang ditandai dengan nilai (p > 0,05). Ini berarti bahwa jenis kelamin tidak
signifikan, dengan kata lain tidak ada perbedaan preferensi generasi kedua antara
laki-laki dan perempuan untuk memilih tinggal di dalam desa atau di luar desa
transmigrasi. Secara teori mengatakan tingkat mobilitas laki-laki lebih tinggi dari
pada perempuan. Pada awalnya variabel utama yang menyebabkan perpindahan
bagi laki-laki berturut-turut adalah alasan pekerjaan, pendidikan dan ikut keluarga.
Untuk perempuan urutan alasannya adalah pendidikan, ikut keluarga dan mencari
pekerjaan. Tidak adanya perbedaan berdasarkan jenis kelamin diduga semakin
meningkatnya kesempatan untuk bersaing antara laki-laki dan perempuan di pasar
kerja, karena semakin meningkatnya pendidikan yang diperoleh perempuan di
daerah penelitian, semakin besar peluang perempuan untuk meninggalkan tempat
tinggalnya.
Pendidikan sebagai variabel (X3) dengan kategoridasar SLTP dan di
bawahnya, dikemukakan terdapat perbedaan probabilitas sebaran generasi kedua
211
antara generasi kedua yang berpendidikan (X3D2) dengan generasi kedua yang
berpendidikan (X3D1). Hal ini ditunjukkan oleh koefisien dalam model yang
signifikan pada α = 10% diperoleh angka Odds ratio sebesar 8,149. Artinya ini
menunjukkan bahwa generasi kedua yang berpendidikan SLTA ke atas memiliki
peluang 8,149 kali untuk tinggal di luar desa dibandingkan dengan generasi kedua
yang berpendidikan SLTP ke bawah. Dengan pendidikan yang lebih tinggi
membuka kesempatan kepada generasi kedua untuk dapat bekerja di berbagai
sektor baik di daerah transmigrasi maupun diluar daerah. Hal ini juga sejalan
dengan hipotesis yang mengatakan semakin tinggi tingkat pendidikan generasi
kedua semakin besar peluangnya untuk melakukan migrasi keluar. Sejalan dengan
itu juga memperkuat pendapat Todaro (2000) dalam Expected Income Theory
yang mengatakan dorongan bagi mereka untuk melakukan migrasi jauh lebih
besar daripada yang dirasakan oleh mereka yang kurang berpendidikan.
Berikut ini pada Tabel 5.4.11 disajikan estimasi parameter model permukiman
generasi kedua transmigran di lokasi transmigrasi Provinsi Jambi.
Tabel 5.4.11.Estimasi Parameter Model PermukimanGenerasi Kedua Transmigran
Variabel B S.E. Wald df Sig. Odds ratio Keterangan
X1 -,003 ,048 ,003 1 ,957 ,997 Umur
X2 -,082 ,580 ,020 1 ,888 ,921 Jenis Kelamin
X3 2,098 1,205 3,031 1 ,082 8,149 Pendidikan
X4 -1,104 ,643 2,945 1 ,086 ,332 Status Pekerjaan
X5 1,209 ,581 4,327 1 ,038 3,349 Lapangan Usaha
X6 5,080 4 ,279 Provinsi Asal
X6.D1 2,461 1,239 3,942 1 ,047 11,715 Jawa Tengah
212
X6.D2 2,862 1,317 4,725 1 ,030 17,496 Yogyakarta
X6.D3 2,129 1,266 2,825 1 ,093 8,404 Jawa Timur
X6.D4 2,358 1,218 3,751 1 ,053 10,571 Jambi+lainnya
X7 4,420 2 ,110 Pendidikan Ortu
X7.D1 1,699 ,865 3,855 1 ,050 5,470 SD
X7.D2 2,086 1,069 3,810 1 ,051 8,056 SLTP+
X8 -,253 ,303 ,695 1 ,405 ,777 Jumlah anak
X9 10,224 2 ,006 Komoditi utama
X9.D1 -,165 1,148 ,021 1 ,886 ,848 Sawit
X9.D2 2,117 1,028 4,238 1 ,040 8,302 Tanaman pangan
Constant -7,470 2,894 6,661 1 ,010 ,001
Sumber: Hasil Olahan Data Lapangan.
Berdasarkan Tabel 5.4.11,Status Pekerjaan (X4) dimana nilai 0 = informal, dan
nilai 1 = formal. Pada α = 10 %, signifikan pada angka 0,09 atau 9 persen
diperoleh koefisien negatif. Odds ratio sebesar = 0,332 ini bermakna bahwa
generasi kedua yang bekerja di sektor informal, peluang dia untuk tinggal di luar
desa 0,332 kali dibandingkan dengan yang bekerja di sektor formal. Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa masih terbatasnya kesempatan kerja di sektor formal
yang terbuka di lokasi transmigrasi dalam Provinsi Jambi.Ini didukung oleh masih
sedikitnya sektor formal yang ada di daerah transmigrasi yang dapat untuk
memicu berkembangnya sektor informal di daerah penelitian.
Variabel lapangan usaha (X5) dibedakan dengan kategori 0 = pertanian, dan
kategori 1= non pertanian. Diperoleh angka Odds ratio sebesar 3,349. Dari angka
tersebut dapat disimpulkan bahwa generasi kedua yang bekerja di sektor non
pertanian mempuyai peluang 3,349 kali dari mereka yang bekerja di sektor
pertanian untuk tinggal di luar desa transmigrasi.Tingginya peluang usaha dari
generasi kedua yang tinggal di luar desa untuk bekerja di luar sektor non pertanian
dibandingkan dengan sektor pertanian di duga karena lebih terbukanya
213
kesempatan kerja di luar lokasi permukiman transmigrasi dibanding dalam desa
transmigrasi.
Berdasarkan lapangan usaha (Lihat tabel 5.2.5) generasi kedua yang bekerja
di sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan sebanyak (63,10%). Sisanya
sebesar (36,90%) memiliki lapangan usaha yang beragam di luar sektor pertanian.
Sebaran lapangan usaha generasi kedua meliputi perdagangan hotel dan restoran,
bangunan, pengangkutan dan telekomunikasi, keuangan persewaan dan jasa,
industry dan lapangan usaha jasa lainnya.
Untuk variabel Daerah asal orang tua (X6) dimana sebagai kategori dasar
adalah Provinsi Jawa Barat. Dapat dikemukakan terdapat perbedaan probabilitas
permukiman generasi kedua tinggal dalam desa atau di luar desa. Dapat
dikemukakan terdapat perbedaan probabilitas antara generasi kedua yang tinggal
dalam desa dengan yang di luar desa berdasarkan Provinsi asal orang tua (X6D1).
Untuk Provinsi Jawa Tengah dimana diperoleh Odds ratio sebesar 11,715. Ini
menunjukkan bahwa orang tua generasi kedua yang berasal dari Jawa Tengah
Mempunyai peluang untuk tinggal di luar desa 11,715 kali dibanding generasi
kedua yang tinggal dalam desa. Provinsi asal orang tua Yogyakarta (X6D2)
dengan Odds ratio sebesar 17,496 mengindikasikan generasi kedua yang orang
tuanya berasal dari Yogyakarta mempunyai kesempatan untuk tinggal di luar desa
sebanyak 17,496 kali dibanding untuk tinggal di dalam desa.
Generasi kedua yang orang tuanya berasal dari DIY merupakan responden
yang paling tinggi mempunyai mobilitas keluar dibandingkan dengan provinsi
lain yang berasal dari Pulau Jawa. Keadaan ini dimungkinkan karena Provinsi ini
merupakan daerah dengan luas wilayah yang paling kecil dibandingkan provinsi-
provinsi lain yang ada di Pulau Jawa, selain itu juga jumlah generasi kedua yang
orang tuanya berasal dari Provinsi DIY mempunyai jumlah yang lebih banyak
setelah Provinsi Jawa Tengah (Lihat Tabel 5.1.5).
Kemudian untuk generasi kedua yang daerah asal orang tuanya Jawa Timur
(X6D3) nilai Odds rasionya sebesar 8,404. Interpretasi yang dapat diberikan
adalah kemungkinan generasi kedua yang orang tuanya berasal dari Jawa Timur
peluangnya untuk tinggal di luar desa adalah sebesar 8,404 kali dibandingkan
214
dengan generasi kedua tersebut tinggal di dalam desa. Kemudian daerah asal
orang tua Provinsi Jambi dan sekitarnya (X6D4) diperoleh angka Odds ratio
sebesar 10,571. Dengan kesimpulan yang sama menunjukkan bahwa peluang
generasi kedua untuk menyebar di luar desa adalah sebesar 10,571 kali
dibandingkan dengan generasi kedua untuk tinggal di dalam desa tersebut. Atau
dengan kata lain tingkat mobilitas generasi kedua yang berasal dari Provinsi Jambi
dan sekitarnya untuk meninggalkan desanya mempunyai peluang yang lebih
besar. Suatu hal yang menarik untuk generasi kedua yang berasal dari Provinsi
Jambi dan sekitarnya adalah faktor jarak yang lebih dekat dengan provinsi asal.
Sesuai dengan hukum-hukum migrasi yang dikemukakan oleh Ravenstein
mengatakan faktor jarak merupakan salah satu fenomena migrasi. Disebutkan
semakin jauh jarak semakin berkurang volume migrasi, teori ini dikenal dengan
“Distance Decay Theory”.
Terkait dengan pendidikan orang tua (X7) dimana dengan kategori dasar0 =
SD dan tidak tamat; 1 = SLTP ke atas. Mengamati Odds ratio terlihat
bahwagenerasi kedua dengan pendidikan orang tua (X7D1) dengan pendidikan
SD dan tidak tamat memiliki probabilitas 5,470kali untuk menyebar di dalam desa
dibandingkan ke luar desa. Sedangkan untuk generasi kedua dengan pendidikan
orang tua SLTP ke atas (X7D2) dengan Odds ratio sebesar 8,056 dapat
disimpulkan bahwa generasi kedua memiliki probabilitas 8,056 kali lebih tinggi
untuk tinggal di luar desa dibandingkan dengan generasi kedua yang tinggal
dalam desa. Keadaan tersebut memperkuat analisis deskriptif yang menunjukkan
bahwa bagian terbesar dari generasi kedua dengan tingkat pendidikan orang tua
yang rendah bermukim dalam desa. Semakin tinggi pendidikan orang tua generasi
kedua semakin besar peluang generasi kedua tinggal di luar desa.
Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang telah dikemukakan oleh
Everett. S.Lee, dalam teorinya (Push Pull Theory). Ada 4 faktor yang
mempengaruhi terhadap keputusan seseorang untuk melakukan migrasi
diantaranya faktor pribadi.Diantara faktor pribadi yang utama adalah pendidikan,
diluar pengalaman, kebutuhan dan sipat –sipat pribadi. Pada bagian lain dikatakan
karakteristik migran dari sisi pendidikan lebih tinggi dari daerah yang
215
ditinggalkan dan lebih rendah dari daerah yang dituju. Semakin tinggi tingkat
pendidikan semakin selektif migran.
Selanjutnya untuk jumlah anak dalam keluarga orang tua (X8) tidak
berpengaruh secara signifikan dimana ditunjukkan nilai (p > 0,05). Dengan
demikian dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh dari jumlah anak dalam
keluarga orang tua terhadap sebaran permukiman generasi kedua. Maksudnya
besarnya jumlah anggota rumah tangga orang tua tidak terkait dengan generasi
kedua tinggal di dalam desa atau di luar desa. Dengan Odds ratio sebesar 0,777
memberikan makna bahwa generasi kedua memiliki probabilitas 0,777 kali untuk
tinggal di luar desa dibandingkan dengan tinggal dalam desa. Dengan koefisien
negatif menunjukkan bahwa semakin kecil jumlah anggota keluarga orang tua
semakin besar peluang kemungkinan terjadinya generasi kedua ke luar desa.
Jumlah anggota keluarga yang banyak memerlukan fasilitas dan kebutuhan yang
banyak pula sehingga berdampak pada biaya yang harus ditanggung. Sebaliknya
rumah tangga yang memiliki jumlah anggota rumah tangga yang sedikit secara
relatif lebih sejahtera dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga besar.
Berkaitan dengan jumlah anggota keluarga dalam fenomena migrasi menunjukkan
rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga yang besar tingkat mobilitasnya
akan rendah. Ini berkaitan dengan pertimbangan besarnya biaya yang akan
dikeluarkan untuk memindahkan sumber daya manusia dari tempat asal ke tempat
yang baru.
Untuk komoditas utama yang diusahakan oleh generasi kedua (X9D1) = sawit.
Tidak berpengaruh secara signifikan hal ini dibuktikan oleh nilai (p > 0,10).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan probabilitas permukiman
dari generasi kedua dalam komoditas sawit dan karet. Dengan kata lain
permukiman generasi kedua di dalam desa maupun di luar desa tidak dipengaruhi
oleh komoditas sawit atau pun karet.Kondisi hal ini di duga tanaman karet dan
sawit merupakan tanaman yang tidak terlalu berbeda dalam berproduksi, dan
membutuhkan rentangan waktu dalam tahunan. Kondisi ini sejalan dengan temuan
Junaidi (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan tidak terdapat perbedaan
peluang transmigran untuk mencapai stadia tertinggi antara desa komoditas
216
tanaman utama karet dengan komoditas tanaman utama kelapa sawit di desa-desa
eks transmigrasi dalam Provinsi Jambi.
Kemudian komoditas utama (X9D2) = tanaman pangan (padi) ditunjukkan dengan
nilai Odds ratio sebesar 8,302. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
permukimangenerasi kedua memiliki probabilitas 8,302 kali untuk tinggal di luar
desa dibandingkan dengan generasi kedua yang komoditas utamanya karet.
Dengan kata lain tingkat mobilitas keluar (meninggalkan permukiman) pada
generasi kedua yang menekuni komoditas pangan lebih tinggi.Disisi lain diketahui
bahwa komoditas tanaman pangan (padi) yang merupakan tanaman musiman yang
dapat berlangsung beberapa kali dalam satu tahun. Dibandingkan dengan tanaman
perkebunan, hasil-hasil pertanian tanaman pangan memiliki nilai jual produk yang
secara relatif kurang menguntungkan dibandingkan tanaman perkebunan karet dan
kelapa sawit, sehingga konsekuensinya generasi kedua yang sumber mata
pencaharian orang tuanya berasal dari tanaman pangan lebih mobil. Kondisi ini
diperkuat oleh hasil penelitian secara deskriptif (Tabel 5.4.9) yang menunjukkan
bahwa jumlah generasi kedua yang tinggal di luar desa dengan tanaman utama
pangan tercatat sebanyak sebesar (39,29%).
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan tujuan dari penelitian ini, maka dapat
diperolehbeberapa kesimpulan penting sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata umur kepala keluarga (generasi
pertama) di lokasi transmigrasi Provinsi Jambi sebesar 64,31 tahun.
Dengan usia tersebut responden termasuk dalam kelompok umur tidak
produktif, hal ini ditunjukkan oleh sebesar 70,51% dari mereka yang
diwawancarai tidak punya pekerjaan. Bagian terbesar dari kepala keluarga
217
berjenis kelamin laki-laki. Bagian terbesar tingkat pendidikan yang
ditamatkan adalah SD/sederajat. Persentase generasi pertama berdasarkan
asal provinsi yang terbesar adalah Jawa Tengah. Persentase generasi
pertama menurut status ketransmigrasian adalah Transmigrasi Umum
(88,10%). Alasan utama ikut transmigrasi adalah demi masa depan lebih
baik. Kedatangan dari daerah asal sebagian besar merupakan transmigrasi
langsung. Jumlah anggota rumah tangga yang dibawa dari daerah asal
berjumlah antara 3-4 orang. Penguasaan lahan oleh generasi pertama
masih tinggi dan ketergantungan mereka terhadap lahan diluar wilayah
transmigrasi tergolong rendah. Jumlah generasi pertama yang punya
pekerjaan sampingan lebih sedikit dibandingkan generasi kedua. Lapangan
usaha yang paling banyak ditekuni generasi pertama adalah di sektor
pertanian sebesar 92,95 persen. Dari jenis pekerjaan generasi pertama,
yang paling banyak ditekuni adalah pekerja kasar.
2. Rata-rata umur generasi kedua di lokasi transmigrasi Provinsi Jambi
adalah 34,57 tahun, dengan usia tersebut menunjukkan mereka berada
dalam kelompok umur produktif. Persentase responden generasi kedua
menurut jenis kelamin sebagian besar adalah laki-laki. Jenis pekerjaan
generasi kedua masih berada sebagai tenaga usaha pertanian dan
peternakan, akan tetapi jumlahnya menurun drastis dibandingkan generasi
pertama. Bagian terbesar tingkat pendidikan yang ditamatkan adalah
SLTA/sederajat sebanyak 54,76 persen. Persentase generasi kedua yang
bekerja di sektor formal lebih besar dibandingkan dengan generasi
pertama, terjadi peningkatan dalam status pekerjaan dimana persentase
generasi kedua sebagai pekerja terampil dan setengah terampil lebih
banyak dibandingkan dengan generasi pertama yang menekuni bidang
tersebut.
.
3. Secara rata-rata generasi kedua di daerah penelitian dapat dikatakan berhasil
dan sejahtera dibandingkan generasi pertama. Rata-rata jam kerja generasi
kedua berjumlah sebesar 39,05 jam dan telah melampaui jam kerja standar
yaitu 35 jam per minggu. Rata-rata pendapatan dan besarnya tabungan
generasi kedua lebih besar dari generasi pertama. Dari kondisi perumahan
secara keseluruhan kondisi generasi kedua lebih baik dari generasi pertama hal
ini terlihat dari penggunaan jenis lantai terluas, dinding terluas, jenis atap
terluas. Kepemilikan asset seperti: mobil, sepeda motor, mesin cuci, dan
kulkas generasi Kedua lebih baik dan lebih banyak dari generasi pertama.
4. Permukiman transmigran generasi kedua sebagian besar masih berada dalam
desa. Hanya sekitar seperlimanya yang telah keluar dari desa. Generasi kedua
yang masih berada dalam desa mempunyai alasan lahan yang tersedia pada
saat ini masih cukup luas. Sebagian generasi kedua yang keluar dari desa
218
beralasan untuk memperoleh penghasilan yang lebih baik. Faktor utama yang
mempengaruhi terjadinya sebaran permukiman transmigran generasi kedua di
Provinsi Jambi disebabkan faktor pendidikan, lapangan usaha, provinsi asal
orang tua, pendidikan orang tua dan komoditas tanaman utama yang
diusahakan.
5. Berdasarkan kepemilikan lahan generasi kedua lebih kecil dibandingkan
generasi pertama, namun demikian kesejahteraan mereka lebih tinggi, hal ini
disebabkan faktor penarik generasi kedua untuk keluar dari desa adalah untuk
memperoleh penghasilan lebih baik dan faktor pendorong adalah rendahnya
tingkat pendidikan di dalam desa sehingga fragmentasi lahan bukan faktor
utama yang menyebabkan generasi kedua meninggalkan desa. Hal ini
merupakan model pengembangangenerasi kedua transmigran yang terjadi di
Provinsi Jambi dan dapat dijadikan model percontohan tidak saja
untuktransmigrasi generasi pertama tetapi juga generasi kedua transmigran di
masa mendatang.
6.2 Saran Kebijakan
Berdasarkan kesimpulan terdapat tiga saran kebijakan yang dapat
dikembangkan dalam pembangunan transmigrasi ke depan yaitu:
1. Mengingat bahwa sebagian besar generasi kedua transmigran masih berada
di dalam desa dengan alasan kesejahteraan mereka masih lebih baik, dan
lahan yang digunakan masih cukup oleh karena itu pemerintah sebagai
pengambil kebijakan perlu mengadakan pembekalan terhadap transmigran
di bidangketerampilan, dan pemerintah harus melakukan alternatif agar
generasi kedua tidak tergantung terhadap lahan yang ada dan mereka tidak
terjebak hanya di sektor pertanian untuk mengantisipasi di masa yang akan
datang, sehingga dapat lebih meningkatkan pemanfaatan lahan ke arah
yang lebih produktif.
2. Tingkat pendidikan generasi kedua, lapangan usaha, provinsi asal orang
tua, tingkat pendidikan orang tua, dan jenis komoditas utama merupakan
faktor dominan yang mempengaruhi sebaran permukiman generasi kedua
di lokasi penelitian, oleh karena itu variabel-variabel tersebut perlu
diperhatikan dalam pengambilan kebijakan di masa yang akan datang
terutama dalam proses seleksi calon transmigran di Provinsi Jambi,
sehingga di era otonomi daerah transmigrasi tidak menjadi beban bagi
daerah penerima yang pada akhirnya berdampak terhadap kemiskinan.
3. Dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk Provinsi Jambi umumnya
dan generasi kedua transmigran khususnya, sesuai dengan era otonomi
daerah, bahwa masyarakat transmigrasi adalah transmigran dan penduduk
setempat yang ditetapkan sebagai transmigran. Ke depan perlu memberi
peluang yang lebih besar kepada penduduk setempat (lokal) terutama yang
219
tidak memiliki lahan atau yang mempunyai lahan sempit akan tetapi
mempunyai kemauan yang kuat untuk maju dan meningkatkan
kesejahteraannya. Untuk itu perlu pengembangan pola usaha yang tidak
semata-mata di sektor pertanian, akan tetapi lebih mengutamakan untuk
sektor-sektor non pertanian yang mampu mendorong terciptanya perluasan
kesempatan kerja di daerah transmigrasi.
6.3 Saran Penelitian Lanjutan
1. Model pengukuran yang digunakan untuk mengetahui kesejahteraan
generasi kedua transmigran masih terbatas pada beberapa indikator
ekonomi, pada hal sebagaimana diketahui ukuran kesejahteraan lebih luas
dan komprehensif dari pada itu, sehingga perlu menjadi pertimbangan
untuk menggunakan beberapa indikator lain dalam kesejahteraan.
2. Perlu penelitian lanjutan sejenis dengan mengajukan model yang lain atau
dengan memodifikasi variabel yang digunakan serta perlu
memperbanyak/memperluas wilayah dan jumlah sampel yang dirujuk
dalam penelitian mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Ananta, A. 1986. Transmigrasi. Suatu Analisis Ekonomi. Dalam Sepuluh Windu
Transmigrasi Di Indonesia 1905-1985. Editor Swasono dan Singarimbun.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Alatas, S. 1995. Studi Migrasi Penduduk Indonesia. Dalam Migrasi dan Distribusi
Penduduk di Indonesia. Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN.
Jakarta.
Alkadri, Muchdi, Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah:
SumberdayaAlam, Sumberdaya Manusia, dan Teknologi. Jakarta: BPPT.
Adiatmojo, GD. 2008. Model Kebijakan Pengembangan Kawasan Transmigrasi
Berkelanjutan Di Lahan Kering (Studi Kasus di Kawasan Transmigrasi
220
Kaliorang Kabupaten Kutai Timur). (Disertasi) Sekolah Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Amir. A. 2007. Pembangunan dan Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Dalam Era
Globalisasi. (Teori, Masalah dan Kebijakan). Penerbit Biografika. Bogor.
Anharudin, Priyono, Susilo SRT. 2008. Transmigrasi di Era Kabinet Indonesia
Bersatu.Telaah Kritis Atas Rencana Strategis Transmigrasi Tahun 2005 –
2009. Jakarta. Bangkit Daya Insana.
Amri, A, Junaidi, Yulmardi. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi Dan
Penerapannya. IPB PRESS. Bogor.
Alihar,F. 2012. Transmigran dan Trauma Konflik Aceh. Jurnal Ketransmigrasian.
Vol. 29 No.2 Desember 2012.
Adisasmita, R. 2013. Teori-Teori Pembangunan Ekonomi: Pertumbuhan Ekonomi
dan Pertumbuhan Wilayah. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Ah Maftuchan, Hoelman,B M, Fanggidae, V. 2016. Transformasi Kesejahteraan.
Pemenuhan hak ekonomi dan Kesehatan semesta. LP3ES. Jakarta.
Anonim. 2016. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jambi
2016-2021. Peraturan daerah Provinsi Jambi No. 7 Tahun 2016.
……….. 2017. Garis Kemiskinan Bank Dunia. September 2017. Jambi Ekspres. 6
Maret, 2018.
Beller, W. 1990. How to Sustain a Small Island. In Beller, W, P. d’Ayala and P
Hein (editors): Sustainable Development and Environmental
Management of Small Island. Man and the Biosphere Series, Vol.5.
Unesco and The Parthenon Publishing Group, Paris.
Blair, JP. 1991. Urban and Regional Economics. Boston: Richard D. Irwing. Inc.
Budiharsono. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan
Kelautan. Jakarta. Pradnya Pramita. Of Transmigration and
Bondy, France: ORSTOM.
Bazzi, S, Gaduh,Rothenberg, and Wong. 2016. Skill Transferability,
Migration, and Development: Evidence from Population
Resettlement in Indonesia: The American Economic Review.
September 2016.Artichel. Volume 106, number 9.
Biro Pusat Statistik .1979. Definisi Desa dan Urban dalam Sensus
Penduduk Indonesia, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2000. Penduduk Sumatera Utara Asal Jawa. Jakarta.
221
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi 2011. Jambi Dalam Angka 2011.
Jambi: BPS.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi 2015. Jambi Dalam Angka 2015.
Jambi.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi 2016. Jambi Dalam Angka 2016.
Jambi.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 2010, Provinsi Jambi Tahun
2010.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2015, Provinsi Jambi. Tahun
2015.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2015, Kabupaten Tebo. Tahun
2015.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2015 Kabupaten Muaro Jambi.
Tahun 2015.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.2015. Kabupaten Tanjung
Jabung Barat. Tahun 2015.
Charras, Pain. 1993. Spontaneous Settlements in Indonesia: Agricultural
Pioneers in Suthern Sumatera. Jakarta: Departemen.
Christou, A. 2008. Imagining “home”Diasporic landscapes of the Greek -
German Second Generation.
Dirdjosisworo. 2003. Pengantar Ilmu hukum. Jakarta. PT. Radja
Grafindopersada.
Everret, S, Lee. 1966. “A Theory of Migration” dalam Demography, vol. . . . 3
(Suatu Teori Migrasi) Pusat Penelitian Kependudukan. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Elfindri, Bachtiar. 2004. Ekonomi Ketenagakerjaan. Andalas University
Press. Padang.
Erfit.2011.Pengembangan Pola Kemitraan Pada Agribisnis Hortikultura .
(Disertasi). Program Pasca Sarjana, Universitas Andalas Padang.
Fearnside.P.M. 1997. Transmigration in Indonesia: Lessons From its
Environmental and Social Impacts.(journal) Environmental
management Vol. 21. No.4.
Feriyanto, N. 2014. Ekonomi Sumber daya Manusia. Dalam Perspektif
Indonesia. Cetakan Pertama. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
222
Hardjono, J. 1986. Beberapa Segi Geografis Daripada Transmigrasi
Swakarsa. Dalam Sepuluh Windu Transmigrasi Di Indonesia.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Heryanti, Y. 2014. Analisis Dampak Interaksi Spasial Terhadap
Perkembangan PDRB dan Tenaga Kerja Kabupaten/Kota di
Provinsi Jambi. (Tesis). Program Magister Ilmu Ekonomi. FEB
Universitas Jambi. Jambi.
Ismail, R. 2007. Generasi Kedua Petani PIR: Perlu Dipikirkan atau
Biarkan Mereka Miskin?. Jurnal Harmoni Sosial, Mei 2007, vol. I,
N0.3.
Irawan dan Suparmoko, 2014. Ekonomika Pembangunan. BPFE. UGM
Yogyakarta. Edisi keenam.
John, Glasson. 1977. An Introduction to Regional Planning. London:
Hutchinson Educational.
Junaidi, Rustiadi, Slamet, Juanda. 2012. Pengembangan Penyelenggaraan
Transmigrasi Di Era Otonomi Daerah, Jurnal Visi Publ ik,
Vol.9.N0. 1, September 2012.
Junaidi .2012. Perkembangan Desa-Desa Eks Transmigrasi Dan Interaksi
Dengan Wilayah Sekitarnya Serta Kebijakan Ke Depan (Kajian Di
Provinsi Jambi), (Disertasi), Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Kartomo,W. 2010. Kebijakan Kependudukan. Dalam Dasar-Dasar
Demografi. Edisi 2. LDFE UI. Jakarta.
Kemenakertrans. 2011. UPT Menjadi Pusat Pemerintahan 2010. Pusdatin
Kemenakertrans. Jakarta.
Mc, Gee. 1976. An Analysis of The Determinants of Internal labour
mobility in India, in Annual of regional Science 5.
Munasinghe, M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development.
World Bank Environmental paper No. 3 The World Bank, washington
DC, Washington.
Munir,R .2010. Migrasi dalam “Dasar-dasar Demografi” Lembaga
Demografi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta.
Muhammad, H.2015. Wawancara dengan Kepala Desa Sri Agung. Tentang
Generasi Kedua Transmigran. Januari 2015.
223
Nugroho, I dan Dahuri R, 2004. Pembangunan Wilayah. Perspektif Ekonomi,
Sosial dan Lingkungan. Jakarta. LP3ES.
Najiyati. 2005S.. Peluang Pengembangan Koorporasi Usaha Pertanian di
Permukiman Transmigrasi Pola Tanaman Pangan. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian.
Naim, M. .2013. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, Edisi Ketiga, Divisi
Buku Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Purboadiwidjojo, S. 1985. Mencari Suatu Sistem Untuk Melaksanakan
Pemindahan Penduduk Secara Besar-besaran. Dalam Sepuluh Windu
Transmigrasi Di Indonesia, 1905-1985. Editor Swasono dan
Singarimbun. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
P3T, 1990. Persatuan Pensiunan Pegawai Transmigrasi. Bunga Rampai
Transmigrasi dari Sabang – Dili- Merauke. Buku II. Pemutra Jakarta.
Pasya. 2004. Perspektif Sejarah Status Kawasan Hutan, Konflik dan Negosiasi di
Sumberjaya, Lampung Barat-Provinsi Lampung. Jurnal Agrivita. Vo.26
No1.
Purbandini,L dan Pandiadi. 2012. Analisis Proses Penyediaan Tanah Hak Untuk
Pembangunan Permukiman Transmigrasi Tinauka SP1 Kabupaten
Donggala. Jurnal Ketransmigrasian vol. 29 No. 1 Juli 2012. Puslitbang
Ketransmigrasian. Jakarta.
[Pusdatin Trans, IPB] Pusat Data dan Informasi Transmigrasi, Institut Pertanian
Bogor. 2012. Pengkajian Informasi dan Analisis Tingkat Perkembangan
UPT dan Tingkat Kesejahteraan Transmigrasi. Jakarta: Pusdatin
Transmigrasi.
Rahardja dan Manurung. 2001. Teori Ekonomi Makro. Suatu Pengantar. Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Ratna Sari. 2012. Kisah Sukses Generasi Kedua. Desa Karang Indah, Kecamatan
Mandastana,Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
www.jpnn.com/read/2012/08/05/135897.Efrianti, September 2015.
Ria Efrianti. 2015. Kisah Sukses Generasi Kedua di Kawasan Transmigrasi
Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi.
Republik Indonesia. 1958. Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 1958 tentang
Pokok-Pokok Penyelenggaraan Transmigrasi. Jakarta: Sekretaris Negara.
Republik Indonesia 1959. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1959 tentang
Pokok-Pokok Penyelenggaraan Transmigrasi. Jakarta: Sekretariat
Negara.
224
Republik Indonesia 1960. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.
29 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Penyelenggaraan Transmigrasi.
Republik Indonesia 1965. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 1965 tentang Gerakan
Nasional Transmigrasi. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 1972. Undang-Undang No. 3 Tahun 1972 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Transmigrasi. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1973 tentang
Penyelenggaraan Daerah Transmigrasi. Jakarta. Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 199 tentang Lingkup
Geografis Kawasan Transmigrasi. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.
TentangPemerintahan Daerah. Jakarta. Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 29 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 15 Tahun 1997 tentang
Ketransmigrasian. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2014. Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang No.15 Tahun 1997 tentang
Ketransmigrasian Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
No. 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian. Jakarta. Sekretariat
Negara.
Rofiq. A. Utomo. 1998. Membangun Desa- Desa Transmigrasi (Membangun UPT
Model). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen
Transmigrasi dan Permukiman Perambahan Hutan RI.
Riyadi. 2004. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah; Kajian Konsep dan
Aplikasi. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan
Wilayah BPPT.
Rustiandi, E dan Junaidi. 2011. Transmigrasi Dan Pengembangan Wilayah
(Makalah). Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI di Jakarta.
Februari 2011.
Sunarto, HS. 1985 Penduduk Indonesia Dalam Dinamika Migrasi 1971-1980, Dua
Dimensi,Yogyakarta.
Sadono, S. 1986. Ekonomi Pembangunan. Borta Gorat. Medan.
Soetrisno. 1986. Peranan Transmigrasi Dalam Stabilitas Sosial Politik
225
Daerah Perbatasan Dan Problematiknya: Kasus Irian Jaya. Dalam. Windu
Transmigrasi Di Indonesia. 1905-1985. Editor. Swasono dan Singarimbun.
PenerbitUniversitas Indonesia (UI-PRESS)
Swasono dan Singarimbun. 1986. Sepuluh Windu Transmigrasi Di Indonesia
1905- 1985. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Soeratno dan Arsyad, L. 1995. Metodologi Penelitian, Untuk ekonomi dan Bisnis.
UPP AMP YKPN. Yogyakarta.
Saefulhakim, Rustiadi, Panuju. 2001. Studi Penyusunan Wilayah Strategis
Development Region). Bogor: IPB dan Bappenas..
Santoso, AJ. 2003. Studi Kontribusi Transmigrasi Terhadap Pembangunan
Daerah. Puslitbang Ketransmigrasian. Jakarta.
Siswono. Y. 2003. Transmigrasi. Kebutuhan Negara Kepulauan Berpenduduk
Heterogen dengan Persebaran yang Timpang. Jakarta. PT. Junalindo
Aksara Grafika.
Syahroni. 2004. Pengertian dasar dan Generik tentang Perencanaan Pembangunan
Daerah. (Makalah). Kerjasama Departemen Dalam Negeri dengan GTZ.
Jakarta.
Soegiarto S, Saidin S, Warsono, HS. Bustani N, Kuswandari D. 2005.Berbagai
Model Permukiman kembali. Studi Perbandingan Beberapa Negara.
Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Strauss, A. 2005. Dasar –dasar Penelitian Kualitatif. Pustaka Pelajar. Jakarta.
Setiawan, N.2006. Satu Abad Transmigrasi di Indonesia: Perjalanan Sejarah
Pelaksanaan, 1905-2005.Pusat Penelitian Kependudukan. Universitas
Padjadjaran. Bandung.
Slamet. Y. 2006. Metode Penelitian Sosial. Lembaga Pengembangan Pendidikan
(LPP) Dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press)
.Surakarta.
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Penerbit Baduose .Media,
Padang.
Soegiarto, S. 2008. Transmigrasi. Belajar dari Kisah Sukses. Jakarta. PT. Pustaka
Sinar Harapan.
Simbolon, HB. 2009. Model Analisis Kebijakan Pengembangan Kawasan
Transmigrasi Berkelanjutan. (Studi Kasus Kawasan Transmigrasi Rasau
Jaya Kabupaten Pontianak). (Disertasi).Sekolah Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor.
226
Sumarsono, 2010. Teori dan Kebijakan Publik Ekonomi Sumber daya Manusia.
Edisi Pertama. Yogyakarta, Graha Ilmu.
Syofwan, B. 2012. Dulu Sempat Malu Mengaku Anak Transmigrasi. Syofwan @
riaupos.co.
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Cetakan ke 18
Penerbit Alfabeta Bandung, Bandung
Todaro, MP. 1979. Economic for a developing.World, an Introduction to a
Principle, Problem and Policies for Development. London. Longman.
------------. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga Jilid 1. Alih Bahasa
Munandar H. Edisi Ketujuh. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Titus, Milan, J .1982. Migrasi Antar Daerah DI Indonesia, PPS Kependudukan,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional. Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Bumi
Aksara. Jakarta.
Tukiran. 2002. Mobilitas Penduduk Indonesia. Tinjauan Lintas Disiplin. Pusat
Studi Kependudukan dan Kebijakan. UGM. Yogyakarta.
Warsono, Sarjono Herry. 2012. Transmigrasi, Perpindahan Penduduk dan
Disparitas Ekonomi Wilayah. Jurnal Visi Publik.September 2012.
Widaryanto. 2012. Analisis Keragaman Jenis Usaha dan Kelembagaan Ekonomi
di Pusat Kota Terpadu (KTM). Pusat Penelitian dan Pengembangan
Ketransmigrasian. Jakarta. Desember 2012.
Yudohusodo S. 1997. Refleksi Sejarah dan Arah Kebijaksanaan Transmigrasi di
Masa Mendatang. Di dalam Utomo M, Ahmad R, editor. 90 Tahun
Kolonisasi 45 Tahun Transmigrasi. Jakarta: Puspa Swara.
Yulmardi, 2008. Makalah Mobilitas Penduduk. Pelatihan Perencanaan
Pembangunan Daerah (PPD). Kerja Sama Fakultas Ekonomi Universitas
Jambi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sarolangun. Tahun 2008.
227
Lampiran 1. Kuesioner untuk Generasi Pertama
KUESIONER (1)
Responden adalah: Kepala Keluarga (KK) transmigrasi Generasi Pertama atau
Dapat diwakili oleh salah seorang Anggota Rumah tangga.
PENELITIAN DISERTASI
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERKEMBANGAN TRANSMIGRASI
228
(Studi Pada Generasi Kedua Di Desa-Desa Eks Transmigrasi
Dalam Provinsi Jambi)
YULMARDI
NIM P3C114024
PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI
PASCASARJANA UNIVERSITAS JAMBI
JAMBI
2017
Responden:(1) Rumah Tangga yang mempunyai Generasi kedua transmigrasi
berumur di atas 20 tahun atau telah menikah.
(2) Jika kedua orang tua sudah meninggal, dan Generasi kedua yang
menjadi Kepala Keluarga (KK) tidak termasuk dalam sampel.
1. Nama Enumerator :
………………………………………………………………….
229
I. KETERANGAN WAWANCARA
II. IDENTITAS KEPALA KELUARGA
1. Umur.......................
2. Daerah Asal: Kecamatan.................. Kabupaten ……………. Provinsi……………………
3. Jenis Kelamin 1. Laki-Laki 2. Perempuan
4. Pendidikan
Tidak/belum pernah sekolah
1. Tidak/belum tamat SD
2. SD/Ibtidaiyah/Paket A
3. SMP/Tsanawiyah/Paket B
4. SMP Kejuruan
5. SMA/Aliyah/Paket C
6. SMK
7. Diploma I/II
8. Diploma III 9. Diploma IV/S1 10. S2/S3
5. Pekerjaan Utama
a. Lapangan Usaha
2. Nama Kepala Rumah Tangga :
…………………………………………………………………...
3. Nomor Urut Keluarga : ………………………………………………………………….
4. Nama Responden Keluarga : ………………………………………………………………….
5. Alamat Responden : Jalan/Gang ……………………………………………………
RT/RW/Dusun …………………………………………………
Kelurahan/Desa ……………………………………………….
Kecamatan …………………………………………………….
6. Tanggal Wawancara :
……..…………………………………………...........................
7. Waktu Wawancara : Mulai jam ……………………Selesai Jam
…………………..
230
1. Pertanian 8. Industri
2. Pertanian tanaman pangan 9. Listrik, Gas dan Air bersih
3. Perkebunan 10.Bangunan
4. Kehutanan 11. Perdagangan, Hotel dan Restoran
5. Peternakan 12. Pengangkutan dan komunikasi
6. Perikanan 13. Keuangan, persewaan
7. Pertambangan 14. Jasa-jasa
b. Jenis Pekerjaan/Jabatan
1. Pejabat lembaga, Legislatif, Pejabat tinggi dan Manajer
2. Tenaga professional
3. Teknisi dan asisten tenaga professional
4. Tenaga tata usaha
5. Tenaga usaha jasa dan usaha penjualan di toko dan pasar
6. Tenaga usaha pertanian dan Peternakan
7. Tenaga pengolahan dan kerajinan,ybdi
8. Operator dan perakit mesin
9. Pekerja kasar, tenaga kebersihan dan tenaga ybdi
10. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara RI.
c. Status/Kedudukan dalam Pekerjaan
1.Berusaha sendiri
2.Berusaha dengan pekerja keluarga/tidak dibayar
3.Berusaha dengan buruh tetap
4.Buruh/Karyawan
5.Pekerja keluarga/pekerja tidak dibayar
6. Jam kerja selama seminggu yang lalu
7. Rata-rata jam kerja perminggu dalam setahun terakhir
8. Penghasilan sebulan yang lalu dari pekerjaan utama .
9. Pekerjaan Sampingan
a. Lapangan Usaha
1. Pertanian 8. Industri
2. Pertanian tanaman pangan 9. Listrik, Gas dan Air bersih
3. Perkebunan 10.Bangunan
4. Kehutanan 11. Perdagangan, Hotel dan Restoran
5. Peternakan 12. Pengangkutan dan komunikasi
6. Perikanan 13. Keuangan, persewaan
7. Pertambangan 14. Jasa-jasa
231
b. Jenis Pekerjaan/Jabatan
1. Pejabat lembaga, Legislatif, Pejabat tinggi dan Manajer
2. Tenaga professional
3. Teknisi dan asisten tenaga professional
4. Tenaga tata usaha
5. Tenaga usaha jasa dan usaha penjualan di toko dan pasar
6. Tenaga usaha pertanian dan Peternakan
7. Tenaga pengolahan dan kerajinan,ybdi
8. Operator dan perakit mesin
9. Pekerja kasar, tenaga kebersihan dan tenaga ybdi
10. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara RI.
c. Status/Kedudukan dalam Pekerjaan
1.Berusaha sendiri
2.Berusaha dengan pekerja keluarga/tidak dibayar
3.Berusaha dengan buruh tetap
4.Buruh/Karyawan
5.Pekerja keluarga/pekerja tidak dibayar
10. Jam kerja selama seminggu yang lalu
11. Rata-rata jam kerja perminggu dalam setahun terakhir
12. Penghasilan sebulan yang lalu dari pekerjaansampingan .
III. STRUKTUR ANGGOTA RUMAH TANGGA
No Nama Status Dalam
Keluarga
Umur
(TH) L/P
Pendidikan
Status
kawin
Kegiatan
utama
Eligible
Generasi
Kedua
1.
2.
3.
232
4.
5.
6.
7.
IV. ASPEK KETRANSMIGRASIAN
1. Apa alasan utama Bapak/Ibu/ Sdr bertransmigrasi?
1. Tidak memiliki lahan
2. Terpaksa pindah karena pembangunan bendungan
3. Tidak memiliki pekerjaan
4. Demi masa depan yang lebih baik
5. Ikut keluarga
6. Lainnya (sebutkan)...................................................................................
2. Tahun berapa mulai tinggal di desa ini? Tahun...........................
3. Status Ketransmigrasian
1. Transmigrasi Umum
2. Transmigrasi Spontan
3. Transmigrasi Lainnya (Sebutkan)...............................................
4. Apakah KK dari daerah asal langsung ke lokasi ini?
1.Ya (ke P.6)
2.Tidak
5. Jika tidak, ke lokasi mana sebelumnya KK bertransmigrasi/ berpindah?
233
Provinsi : ........................................
Kabupaten : ........................................
Kecamatan: .........................................
6.Jumlah anggota rumah tangga yang dibawa ketika awal bertransmigrasi
ke lokasi ini.................................. orang
7. Susunan Anggota Rumah Tangga yang dibawa ketika awal bertransmigrasi
No Nama ART Status Dalam
Keluarga Umur(Th) L/P Pendidikan
1
2
3
4
8.Apakah ada anak Bapak/Ibu/Sdr (KK) yang berumur diatas 20 tahun,
atau yang telahMenikah tidak tinggal dirumah ini?
1.Ya
2.Tidak(langsung ke bagian V)
9. Jika ya, mohon rincikan informasi anak tersebut:
No. Nama Umur L/P Pendidikan Status Kawin
V. KEADAAN EKONOMI KELUARGA
1. Kepemilikan Lahan.
No. Status Lahan Luas Lahan Jenis Tanaman
234
(Ha)
1 Milik sendiri, dan digarap sendiri
2. Milik sendiri dan digarap orang
lain
3 Milik orang lain yang digarap
4 Lainnya (sebutkan)
2.Perumahan
a. Luas Lantai ............................. M2
b. Jenis Lantai terluas
235
Lampiran 2. Kuesioner untuk Generasi kedua
1. Tanah
2.Semen
3.Kramik
4. Papan
5. Lainnya (sebutkan) ........................................
c. Jenis Dinding terluas
1. Papan
2. Bata
3. Lainnya (sebutkan) ........................................
d. Jenis Dinding terluas
1. Papan
2. Bata
3. Lainnya (sebutkan) ........................................
e. Jenis atap terluas
1. Seng
2. Genteng
3. Sirap
4. Lainnya (sebutkan) ........................................
3. Aset rumah tangga yang dimiliki saat ini 1. Mobil = ……….. buah
.2.Sepeda Motor = ……… buah
.3.Mesin cuci = ………. buah
4. Kulkas =……….. buah
5. Komputer/Laptop =……….. buah
4. Penghasilan anggota rumah tangga perbulan Rp...........
5. Tabungan saat ini Rp.........................
236
KUESIONER (2)
Responden adalah: Transmigrasi Generasi Kedua (anak Transmigran Generasi
Pertama) yang telah berumur diatas 20 tahun atau telah
Menikah, baik yang masih tinggal di desa sendiri maupun
yang telah melakukan migrasi keluar.
PENELITIAN DISERTASI
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERKEMBANGAN TRANSMIGRASI
(Studi Pada Generasi Kedua Di Desa-Desa Eks Transmigrasi
Dalam Provinsi Jambi)
YULMARDI
NIM P3C114024
PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI
PASCASARJANA UNIVERSITAS JAMBI
JAMBI
2017
Responden: Adalah Generasi kedua yang berumur di atas 20 tahun atau lebih
atau telah menikah, baik yang masih tinggal didesa sendiri ataupun
yang telah melakukan migrasi keluar.
1. Nama Enumerator : ...............................................
237
2. No. Urut Rumah Tangga Induk : ................................................
3. No. Responden : ...............................................
4. Nama Responden : ...............................................
5. Alamat Responden : Jalan/Gang ..............................
RT/RW/Dusun ………………………..……
Kelurahan/Desa …………………………….
Kecamatan ………………………………….
6. Tanggal Wawancara : ...............................................
7. Waktu Wawancara ...................... : Mulai jam .......... Selesai Jam.......
I. KETERANGAN WAWANCARA
II. IDENTITAS GENERASI KEDUA
1. Umur .......................
2. Jenis Kelamin 1. Laki-Laki 2. Perempuan
3. Pendidikan
1. Tidak/belum pernah sekolah
2. Tidak/belum tamat SD
3. SD/Ibtidaiyah/Paket A
4. SMP/Tsanawiyah/Paket B
5. SMP Kejuruan
6. SMA/Aliyah/Paket C
7. SMK
8. Diploma I/II
9. Diploma III 10. Diploma IV/S1 11. S2/S3
4. Pekerjaan Utama
a. Lapangan Usaha
238
1. Pertanian 8. Industri
2. Pertanian tanaman pangan 9. Listrik, Gas dan Air bersih
3. Perkebunan 10.Bangunan
4. Kehutanan 11. Perdagangan, Hotel dan Restoran
5. Peternakan 12. Pengangkutan dan komunikasi
6. Perikanan 13. Keuangan, persewaan
7. Pertambangan 14. Jasa-jasa
b. Jenis Pekerjaan/Jabatan
1. Pejabat lembaga, Legislatif, Pejabat tinggi dan Manajer
2. Tenaga professional
3. Teknisi dan asisten tenaga professional
4. Tenaga tata usaha
5. Tenaga usaha jasa dan usaha penjualan di toko dan pasar
6. Tenaga usaha pertanian dan Peternakan
7. Tenaga pengolahan dan kerajinan,ybdi
8. Operator dan perakit mesin
9. Pekerja kasar, tenaga kebersihan dan tenaga ybdi
10. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara RI.
c. Status/Kedudukan dalam Pekerjaan
1.Berusaha sendiri
2.Berusaha dengan pekerja keluarga/tidak dibayar
3.Berusaha dengan buruh tetap
4.Buruh/Karyawan
5.Pekerja keluarga/pekerja tidak dibayar
5. Jam kerja selama seminggu yang lalu
6. Rata-rata jam kerja perminggu dalam setahun terakhir
7. Penghasilan sebulan yang lalu dari pekerjaan utama
8. Pekerjaan Sampingan
a. Lapangan Usaha
1. Pertanian 8. Industri
2. Pertanian tanaman pangan 9. Listrik, Gas dan Air bersih
3. Perkebunan 10.Bangunan
4. Kehutanan 11. Perdagangan, Hotel dan Restoran
5. Peternakan 12. Pengangkutan dan komunikasi
6. Perikanan 13. Keuangan, persewaan
7. Pertambangan 14. Jasa-jasa
b. Jenis Pekerjaan/Jabatan
239
1. Pejabat lembaga, Legislatif, Pejabat tinggi dan Manajer
2. Tenaga professional
3. Teknisi dan asisten tenaga professional
4. Tenaga tata usaha
5. Tenaga usaha jasa dan usaha penjualan di toko dan pasar
6. Tenaga usaha pertanian dan Peternakan
7. Tenaga pengolahan dan kerajinan,ybdi
8. Operator dan perakit mesin
9. Pekerja kasar, tenaga kebersihan dan tenaga ybdi
10. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara RI.
c. Status/Kedudukan dalam Pekerjaan
1.Berusaha sendiri
2.Berusaha dengan pekerja keluarga/tidak dibayar
3.Berusaha dengan buruh tetap
4.Buruh/Karyawan
5.Pekerja keluarga/pekerja tidak dibayar
9. Jam kerja selama seminggu yang lalu
10. Rata-rata jam kerja perminggu dalam setahun terakhir
11. Penghasilan sebulan yang lalu dari pekerjaan sampingan . .
III. STRUKTUR ANGGOTA RUMAH TANGGA GENERASI KEDUA
No Nama
Status
Dalam
Keluarga
Umur
(TH) L/P
Pendidikan
Status
kawin
Kegiatan
utama
Eligible
Generasi
Kedua
1
2
3
4
5
6
IV. ASPEK KETRANSMIGRASIAN GENERASI KEDUA
240
1.Tempat tinggal saudara terakhir (saat ini)
1. Di desa transmigrasi (serumah dengan orang tuanya)
2. Di desa transmigrasi tapi tidak serumah dengan orang tuanya.
3. Di luar desa transmigrasi, tapi masih dalam kabupaten
4. Di luar desa transmigrasi tapi masih dalam Provinsi Jambi.
2. Jika masih dalam desa transmigrasi, jelaskan alasan saudara
1. Lahan yang tersedia masih luas
2. Lahan merupakan warisan orang tua
3. Mudah memperoleh pekerjaan
4. Lainnya (sebutkan)
3. Bila keluar dari desa, apa alasan utama Saudara?. 1. Terbatasnya lahan di desa transmigrasi
2. Untuk memperoleh pendidikan lebih baik
3. Untuk memperoleh penghasilan lebih baik
4. Terbatasnya fasilitas pendidikan dan kesehatan
5. Ikut keluarga.
6. Lainnya (sebutkan)
V. KEADAAN EKONOMI GENERASI KEDUA
1. Kepemilikan Lahan.
No. Status Lahan Luas Lahan
(Ha)
Jenis Tanaman
1 Milik sendiri, dan digarap sendiri
2. Milik sendiri dan digarap orang
lain
3 Milik orang lain yang digarap
4 Lainnya (sebutkan)
2. Perumahan
241
a. Luas Lantai ............................. M2
b. Jenis Lantai terluas
1. Tanah
2.Semen
3.Kramik
4. Papan
5. Lainnya (sebutkan) ........................................
c. Jenis Dinding terluas
1. Papan
2. Bata
3. Lainnya (sebutkan) ........................................
d.Jenis atap terluas
1. Seng
2. Genteng
3. Sirap
4. Lainnya (sebutkan) ........................................
e.Status Kepemilikan Rumah
1. Milik Sendiri
2. Milik Orang Tua
3. Kontrak / Sewa
4. Lainnya (Sebutkan)........................
3. Aset rumah tangga yang dimiliki saat ini
242
1) Mobil = ……….. buah
2) Sepeda Motor = ……….. buah
3) Mesin cuci = ……….. buah
4) Kulkas =……….. buah
5) Komputer/Laptop =……….. buah
4. Penghasilan anggota rumah tangga perbulan Rp.........................
5. Tabungan saat ini Rp.........................
VI. KEADAAN EKONOMI KELUARGA
25. Jika dibandingkan dengan keadaan orang tua saudara sekitar 15 tahun yang
lalu, bagaimana kehidupan saudara saat ini :
1. Lebih buruk
2. Sama saja
3. Cukup
4. Lebih baik
3. Jika dibandingkan dengan keadaan orang tua saudara pendidikan yang saudara
miliki saat ini:
1. Sama dengan orang tua
2. Setingkat lebih tinggi
3. Dua tingkat lebih tinggi
4. Tiga tingkat lebih tinggi.
3. Berapa jumlah pendapatan yang saudara simpan (tabung) rata-rata per bulan:
1. <dari 10 %
2. 2.10 – 19 %
3. 20 – 30 %
4. ≥ 30
Terima kasih atas kesabarandan
partisipasibapak/ibu/saudaradalam menjawab pertanyaanyang
telah diajukan.
243
Lampiran 3: Surat izin pengumpulan data untuk Disertasi
K E M E N T E R I A N R I S E , T E K N O L O G I D A N P E N D I D I K A N T I N G G I U N I V E R S I T A S J A M B I
PASCASARJANA P R O G R A M D O K T O R I L M U E K O N O M I
Jalan. Abdul Manaf Kampus UNJA Telanaipura Telp./Fax. 0741 3062513 E-mail : [email protected] - website:www.s3ie.unja.ac.id
Jambi, 29 Maret 2017
No. : 79/UN21.14.4/EP/2017
Lampiran : 1 Lembar
Hal : Pengumpulan data untuk disertasi
Kepada Yth.
1. Camat Kecamatan Rimbo Bujang
2. Camat Kecamatan Batang Asam
3. Camat Kecamatan Sungai Bahar
DI –Tempat
Dengan ini kami sampaikan bahwa saudara:
Nama : Yulmardi
NIM : P3C114024
Program Studi : Program Doktor Ilmu Ekonomi
Konsentrasi : Ilmu Ekonomi
Judul Disertasi :Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Transmigrasi
(Studi Pada Generasi Kedua Di Desa-Desa Eks Transmigrasi Dalam
Provinsi Jambi)
Adalah Kandidat Doktor pada Program Doktor Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas
Jambi yang akan melakukan pengumpulan data primer dalam rangka penyusunan
disertasiyang dimulai dari tanggal 2 April sampai dengan 2 Juli 2017. Untuk itu, kami
mohon bantuan dan kemudahan mengakses data pada Instansi yang Bapak/Ibu pimpin.
Adapun daftar lokasi dalam kecamatan yang kami pilih sebagaimana terlampir.
Demikianlah surat ini kami sampaikan, atas bantuan Bapak/Ibu kami ucapkan terima
kasih
Ketua Program,
Prof. Dr. H. Amri Amir, SE, MS NIP.195411271984031001
244
Daftar Nama Desa Lokasi Pengumpulan Data Di Propinsi Jambi
No Nama Desa Kecamatan Kabupaten
1 Desa Perintis Rimbo Bujang Tebo
2 Desa Rimbo Mulyo
3 Desa Sri Agung
Batang Asam Tanjung Jabung Barat
4 Rawa Medang
5 Marga Mulya
Sungai Bahar Muaro Jambi
6 Panca Mulya
Ketua Program,
Prof. Dr. H. Amri Amir, SE, MS NIP.195411271984031001
Lampiran 4 surat rekomendasi dari desa tempat penelitian
245
246
247
248
249
250
251
Lampiran 5: Deskripsi Data Generasi Pertama Transmigran dilokasi Penelitian
No Desa Kcmt Umur Prov. Asal Pek. Jen.Pek Stt.Pek JKML R.Jk Y
Pek.Utm
1 Perintis RB 65 Jateng 3 6 1 48 35 3000000
2 Perintis RB 90 Jogja 1 6 1 15 10 1000000
3 Perintis RB 89 Jogja 1000000
4 Perintis RB 70 Jogja 3 6 1 56 41 4000000
5 Perintis RB 65 Jogja 3 6 1 24 20 1500000
6 Perintis RB 71 Jogja 3 1 40 30 2000000
7 Perintis RB 76 Jogja 3 6 1 16 10 1800000
8 Perintis RB 73 Jogja 1800000
9 Perintis RB 70 Jogja 3 6 1 18 15 4000000
10 Perintis RB 65 Jogja 5 6 1 40 30 3200000
11 Perintis RB 66 Jogja 8 8 1600000
12 Perintis RB 65 Jogja 3 6 1 24 20 1800000
13 Perintis RB 65 Jogja 3 6 1 56 50 3000000
14 Perintis RB 82 Jateng 1400000
15 Perintis RB 58 Jateng 3 6 1 20 20 2200000
16 Perintis RB 70 Jateng 10 9 4 2800000
17 Perintis RB 59 Jateng 3 6 1 7000000
18 Perintis RB 69 Jateng 3 6 1 6000000
19 Perintis RB 72 Jabar 3 9 1 1300000
20 Perintis RB 80 Jabar 1 3 21 18 1800000
21 Perintis RB 65 Jabar 1 3 21 20 2000000
22 Perintis RB 85 Jabar 1 6 3 18 18 2800000
23 Perintis RB 77 Jabar 5000000
24 Perintis RB 75 Jabar 2000000
25 Perintis RB 72 Jabar 1 3 40 30 2000000
26 Perintis RB 80 Jabar 2 3 2500000
27 Perintis RB 82 Jabar 1 3 2000000
28 Perintis RB 72 Jabar 3 6 1 21 18 2000000
252
29 Perintis RB 80 Jateng 1 9 4 2800000
30 RB Mulyo RB 80 Jateng 1 6 3 1500000
31 RB Mulyo RB 95 Jateng 2500000
32 RB Mulyo RB 80 Jateng 1 6 1 10 9 1800000
33 RB Mulyo RB 80 Jateng 1500000
34 RB Mulyo RB 80 Jateng 2100000
35 RB Mulyo RB 80 Jateng 2000000
36 RB Mulyo RB 68 Jateng 1 6 1 14 12 1500000
37 RB Mulyo RB 69 Jateng 1 6 1 12 10 1500000
38 RB Mulyo RB 80 Jateng 1800000
39 RB Mulyo RB 90 Jateng 1500000
40 RB Mulyo RB 85 Jateng 2000000
41 RB Mulyo RB 70 Jateng 1500000
42 RB Mulyo RB 80 Jateng 1500000
43 RB Mulyo RB 69 Jateng 3 6 2 14 14 3000000
44 RB Mulyo RB 82 Jateng 1 6 1 18 15 1500000
45 RB Mulyo RB 66 Jateng 14 5 4 34 30 1200000
46 RB Mulyo RB 66 Jateng 2 6 2 6 6 1900000
47 RB Mulyo RB 70 Jateng 3 6 5 14 14 2500000
48 RB Mulyo RB 74 Jateng 1800000
49 RB Mulyo RB 78 Jateng 3 6 2 1800000
50 RB Mulyo RB 69 Jateng 3 6 2 14 14 1000000
51 RB Mulyo RB 79 Jateng 3 6 2 24 24 2000000
52 RB Mulyo RB 65 Jateng 1400000
53 RB Mulyo RB 70 Jateng 3 6 5 7 7 1300000
54 RB Mulyo RB 82 Jateng 2 1 4 4 1300000
55 RB Mulyo RB 67 Jateng 3 6 5 14 14 2000000
56 RB Mulyo RB 62 Jateng 3 6 5 35 35 2500000
57 RB Mulyo RB 59 Jateng 3 6 1 1400000
58 Sri Agung BA 65 Jambi 35 4000000
59 Sri Agung BA 63 Jambi 35 6000000
60 Sri Agung BA 53 Lampung 2 6 1 37 3500000
61 Sri Agung BA 55 Jatim 1 6 1 35 3500000
62 Sri Agung BA 70 Jateng 2 6 1 35 3800000
253
63 Sri Agung BA 65 Jabar 2 6 1 42 4000000
64 Sri Agung BA 58 Jateng 3 6 1 40 4000000
65 Sri Agung BA 65 Jambi 2 6 1 38 3700000
66 Sri Agung BA 53 Jambi 11 5 1 35 4000000
67 Sri Agung BA 62 Jatim 2 6 1 46 4000000
68 Sri Agung BA 56 Jambi 3 6 1 24 3700000
69 Sri Agung BA 64 Jatim 2 6 1 42 6000000
70 Sri Agung BA 65 Jateng 3 2 1 35 3600000
71 Sri Agung BA 74 Jabar 2 6 1 56 3500000
72 Sri Agung BA 57 Jabar 1 6 1 49 3000000
73 Sri Agung BA 65 Jatim 2 6 1 49 3500000
74 Sri Agung BA 50 Jatim 11 4 1 56 56 5000000
75 Sri Agung BA 56 Jateng 1 6 1 48 48 4500000
76 Sri Agung BA 65 Jateng 1 6 1 48 48 3000000
77 Sri Agung BA 48 Jatim 1 6 1 35 35 3500000
78 Sri Agung BA 67 Jatim 1 6 1 28 28 2500000
79 Sri Agung BA 52 Jogja 1 1 28 28 2500000
80 Sri Agung BA 75 Jatim 2 6 1 38 36 2800000
81 Sri Agung BA 75 Jambi 1 6 1 35 32 4200000
82 Sri Agung BA 63 Jatim 2 6 1 49 49 2500000
83 Sri Agung BA 56 Lampung 2 6 1 56 56 3000000
84 Sri Agung BA 66 Lampung 2 6 1 50 56 3000000
85 Sri Agung BA 65 Jatim 2 6 1 42 42 4000000
86 RW Medang BA 65 Jateng 1 6 1 49 49 4000000
87 RW Medang BA 67 Jateng 1 6 1 42 2700000
88 RW Medang BA 60 Jambi 1 6 4 56 3000000
89 RW Medang BA 48 Jateng 1 6 1 1500000
90 RW Medang BA 65 Jatim 3 6 1 36 36 2000000
91 RW Medang BA 54 Jogja 10 9 4 49 49 2400000
92 RW Medang BA 79 Jateng 2 6 1 56 56 3000000
93 RW Medang BA 60 Jateng 2 6 1 49 49 2600000
94 RW Medang BA 57 Lampung 3 6 1 35 2700000
95 RW Medang BA 55 Jatim 3 6 1 38 3800000
96 RW Medang BA 48 Jateng 2 6 1 38 2500000
254
97 RW Medang BA 55 Jambi 3 6 1 40 3550000
98 RW Medang BA 55 Jambi 3 6 1 40 4500000
99 RW Medang BA 55 Jabar 2 6 42 2000000
100 RW Medang BA 65 Jateng 2 6 1 3500000
101 RW Medang BA 65 Jateng 1 6 2 36 2500000
102 RW Medang BA 63 Jateng 1 6 1 49 49 3500000
103 RW Medang BA 62 Jogja 2 6 2 56 56 4000000
104 RW Medang BA 65 Jateng 2 6 1 56 56 3000000
105 RW Medang BA 60 Jateng 1 6 1 65 65 4000000
106 RW Medang BA 80 Jateng 1 6 1 49 49 1600000
107 RW Medang BA 60 Sumsel 2 6 1 35 3500000
108 RW Medang BA 83 Jateng 2 6 1 35 3500000
109 RW Medang BA 67 Jateng 2 6 1 49 3500000
110 RW Medang BA 65 Jabar 2 6 1 42 4000000
111 RW Medang BA 66 Jabar 3 6 1 38 4000000
112 RW Medang BA 59 Jatim 2 6 1 56 56 3000000
113 RW Medang BA 54 Jogja 2 6 1 56 56 4000000
114 MG Mulya SB 55 Jateng 3 6 1 24 14 2000000
115 MG Mulya SB 59 Jogja 3 6 2 21000000
116 MG Mulya SB 50 Jogja 3 6 3 12 900000
117 MG Mulya SB 59 Jogja 3 9 1 12 3500000
118 MG Mulya SB 60 Jogja 3 3 6 6 10000000
119 MG Mulya SB 56 sumut 3 3 12 12 5000000
120 MG Mulya SB 61 Jogja 3 9 1 12 10 3500000
121 MG Mulya SB 50 Sumbar 11 1 50 48 4500000
122 MG Mulya SB 65 Jogja 3 9 1 10 2000000
123 MG Mulya SB 57 sumut 3 9 1 12 12 8000000
124 MG Mulya SB 59 sumut 3 1 12 10 3200000
125 MG Mulya SB 61 Jatim 3 9 2 12 12 4000000
126 MG Mulya SB 55 Jogja 14 2 4 18 18 5000000
127 MG Mulya SB 50 Jambi 3 1 12 12 4500000
128 MG Mulya SB 57 Jateng 3 6 1 12 12 2500000
129 MG Mulya SB 55 Jogja 3 6 5 24 14 2000000
130 MG Mulya SB 57 Jogja 1 9 5 24 25 7000000
255
131 MG Mulya SB 62 Jogja 1 6 5 18 20 1500000
132 MG Mulya SB 68 Jogja 1 6 2 10 15 3000000
133 MG Mulya SB 48 Jogja 1 6 1 32 36 3000000
134 MG Mulya SB 58 Jogja 1 6 1 18 22 2500000
135 MG Mulya SB 59 Jogja 1 6 1 18 24 2500000
136 MG Mulya SB 53 Jogja 1 6 1 18 22 2500000
137 MG Mulya SB 56 Jogja 1 6 2 18 20 2000000
138 MG Mulya SB 60 Jogja 1 6 2 10 14 3000000
139 MG Mulya SB 53 Jogja 1 6 2 14 18 2500000
140 MG Mulya SB 62 Jogja 1 6 2 10 14 2500000
141 MG Mulya SB 63 Jogja 1 6 2 8 12 4000000
142 PC Mulya SB 65 Jabar 3 9 1 12 7 4000000
143 PC Mulya SB 78 Jateng 3 9 1 4 9 15000000
144 PC Mulya SB 61 Jateng 3 9 1 16 4 2
2000000
145 PC Mulya SB 59 Jateng 3 9 1 3 3 6500000
146 PC Mulya SB 60 Jateng 3 9 1 28 24 19200000
147 PC Mulya SB 60 Jatim 3 6 2 8 9 2000000
148 PC Mulya SB 80 Jateng 1 9 1 70 70 2000000
149 PC Mulya SB 63 Jatim 3 9 1 22 18 2000000
150 PC Mulya SB 67 Jabar 3 9 2 2000000
151 PC Mulya SB 53 Jabar 14 2 1 36 36 3400000
152 PC Mulya SB 53 Jateng 3 6 1 4 4 2000000
153 PC Mulya SB 58 Jabar 3 6 1 8 8 2000000
154 PC Mulya SB 54 Jabar 3 6 1 6 6 1200000
155 PC Mulya SB 50 Jatim 3 6 1 45 45 2000000
156 PC Mulya SB 47 Jabar 3 6 1 6000000
157 PC Mulya SB 57 Jatim 3 6 1 5 5 1500000
158 PC Mulya SB 52 Jateng 14 4 4 15 1050000
159 PC Mulya SB 58 Jateng 3 6 1 4 4 1000000
160 PC Mulya SB 53 Jatim 3 6 1 8 8 1500000
161 PC Mulya SB 52 Jogja 3 6 2 3000000
162 PC Mulya SB 54 Jabar 14 2 4 30 30 1500000
163 PC Mulya SB 55 Jabar 3 6 2 25 20 2500000
164 PC Mulya SB 53 Jabar 3 6 1 10 10 8000000
256
Lanjutan Lampiran 5
165 PC Mulya SB 59 Jabar 3 6 1 6 6 1500000
166 PC Mulya SB 57 Jatim 3 6 2 1500000
167 PC Mulya SB 53 Jatim 3 9 1 20 18 4000000
168 PC Mulya SB 58 Jatim 4 9 2 24 24 1900000
NO Umur
KK J.Kel Pddk
Stt.
Kwn Keg.Utm ART
Pd.
Istri
Stt.
Kwn Pek.
Cu/An
/Men
1 65 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT
2 90 L SD Kawin Dagang Istri SD Kawin
3 89 L SD Kawin TK Istri TS Kawin TK
4 70 L SD Kawin Perk Istri SD Kawin TK
5 65 L SD Kawin TK Istri TS Kawin Perk Anak
6 71 P SD Janda Perk Anak SMP Kawin Perk
7 76 P TS. Janda Pert
8 73 P SD Janda Anak
SLT
A Kawin Perk Anak
9 70 P SD Janda Perk Anak
SLT
A Kawin Perk
10 65 L TTSD Duda Perk
11 66 P TS. Janda
12 65 P SD Janda Perk
13 65 L SD Kawin Perk Istri SD Kawin IRT
14 82 P SD Janda Anak SMP Kawin Perk
15 58 P SD Janda Perk
257
16 70 P SD Janda Anak SMP Kawin
17 59 P SD Janda Anak SMK Kawin Swasta Menantu
18 69 L SD Kawin Istri SD Kawin IRT Menantu
19 72 L TS. Duda
20 80 L TS. Kawin Istri TS Kawin
21 65 P SD Janda
22 85 P TS. Janda
23 77 L SD Kawin Istri TS Kawin IRT Cucu
24 75 L SD Kawin Istri SD Kawin IRT
25 72 L PGA Kawin Tani Istri MI Kawin IRT Cucu
26 80 L SR Kawin Istri SR Kawin
27 82 P SD Janda
28 72 L SMP Kawin Peternakan Istri SD Kawin IRT
29 80 P TS. Janda Anak SD Janda Perk Cucu
30 80 L Duda Pert
31 95 P Janda IRT
32 80 L Duda Pert Anak SMA BK Pert
33 80 L Kawin Pert Istri
Kawin IRT
34 80 P TS. Janda IRT Anak TS Janda Pert
35 80 P Janda IRT Anak SMP Kawin Pert Anak
36 68 L Kawin Pert Istri
Kawin Pert Anak
37 69 L TS. Kawin Pert Istri TS Kawin IRT Anak
258
38 80 P Janda IRT Anak SMP Kawin Pert Anak
39 90 P Janda IRT
40 85 P Janda IRT Anak SMP Kawin Pert Anak
41 70 L Kawin Pert Istri
Kawin IRT
42 80 L Kawin Pert Istri
Kawin IRT Anak
43 69 L SD Kawin Pert Istri TS Kawin Pert
44 78 P SD Janda IRT Anak SD Kawin Pert Anak
45 66 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin Pert Saudara
46 66 L Kawin Pert Istri
Kawin Pert Anak
47 70 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin Pert
48 74 P TS. Janda IRT
49 78 P TS. Janda IRT
50 69 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin Dagang
51 79 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin Pert
52 65 P TS. Janda IRT
53 70 P TS. Janda Pert
54 82 P Janda IRT
55 67 L TS. Kawin Pert Istri TS Kawin Pert Anak
56 62 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT
57 59 P TS. Janda Perk Anak SMA Lajang Perk
58 65 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
59 63 L PAKET
C Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
259
60 53 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
61 55 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
62 70 L TS. Kawin Pert Istri TS Kawin
63 65 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT
64 58 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
65 65 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
66 53 L SLTA Kawin Swasta Istri D3 Kawin PNS Anak
67 62 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
68 56 L SMP Kawin Pert Istri SMP Kawin IRT
69 68 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT
70 65 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
71 74 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
72 57 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
73 65 L SD Duda Pert Anak SD Kawin Swasta
74 50 L SMP Kawin Bekerja Istri SMP Kawin IRT Anak
75 56 L SD Kawin Bekerja Istri SD Kawin Bekerja Anak
76 65 L SMP Kawin Bekerja Istri SD Kawin Bekerja Anak
77 58 L SMA Kawin Bekerja Istri S1 Kawin Bekerja Anak
78 67 L Kawin Bekerja Istri
Kawin IRT
79 2 L SMA Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT Anak
80 75 L TTSD Kawin Bekerja Istri TS Kawin IRT Anak
81 75 L SD Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT Keponakan
260
82 63 L SD Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT Anak
83 56 L SD Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT
84 66 L SD
Cerai
Mati Bekerja Istri SD CH IRT Anak
85 65 L SD Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT Anak
86 65 L SD Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT Anak
87 67 L Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT Anak
88 60 L SMP Kawin Bekerja Istri SMP Kawin IRT Anak
89 48 L SMP Kawin Bekerja Istri SMP Kawin IRT Anak
90 65 L TTSD Kawin Bekerja Istri TS Kawin IRT Anak
91 54 L SD Kawin Bekerja Istri SD Kawin Bekerja Anak
92 79 L TTSD Kawin Bekerja Istri
TT
SD Kawin IRT Cucu
93 60 L TTSD Kawin Bekerja Istri TS Kawin IRT Anak
94 57 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
95 55 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
96 48 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin Pert Anak
97 55 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT
98 55 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin Pert Anak
99 55 L SMP Kawin Pert Istri SMP Kawin IRT Anak
100 65 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin Swasta Anak
101 65 L TS. Kawin Pert Istri TS Kawin IRT Anak
102 63 L SD Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT Anak
103 62 L TTSD Kawin Bekerja Istri TS Kawin Bekerja Anak
261
104 65 L SD Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT
105 60 L SD Kawin Bekerja Istri SD Kawin Bekerja Anak
106 80 L SD Cerai Mati Istri SD Kawin IRT
107 60 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin Pert Anak
108 83 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin Swasta
109 67 L TTSD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
110 65 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT
111 66 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT
112 59 L TTSD Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT Anak
113 54 L SMP Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT Anak
114 55 L SD Kawin Pert Istri SMP Kawin IRT Anak
115 59 P TTSD Kawin IRT Anak SMA Kawin Sopir Anak
116 50 L TTSD Kawin Pert Istri TS Kawin IRT Anak
117 59 L SMP Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
118 60 L SMA Kawin Pert Istri S1 Kawin PNS Anak
119 56 L SMP Kawin Pert Istri MTS Kawin IRT Anak
120 61 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin Dagang Anak
121 50 L SMA Kawin Dagang Istri SMA Kawin Dagang Anak
122 65 L SD Kawin Pert Istri TS Kawin IRT Anak
123 57 L SLTA Kawin Pert Istri
SLT
A Kawin IRT Anak
124 61 L TTSD Kawin Pert Istri TS Kawin IRT Anak
125 55 L TTSD Kawin Pert Istri TS Kawin IRT Anak
262
126 50 L S1 Kawin PNS Istri S1 Kawin PNS Anak
127
128 57 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
129 55 L SMP Kawin Pert Istri SMP Kawin IRT Anak
130 57 L SMP Kawin Pert Istri SMP Kawin IRT Anak
131 62 L SMP Kawin Pert Istri SMP Kawin IRT Anak
132 68 L SMP Kawin Pert Istri SMP Kawin IRT Anak
133 48 L SMK Kawin Pert Istri SMK Kawin IRT Anak
134 58 L SMP Kawin Pert Istri SMP Kawin IRT Anak
135 59 L SMP Kawin Pert Istri SMP Kawin IRT Anak
136 54 L SMP Kawin Istri SMP Kawin Anak
137 56 L SMP Kawin Pert Istri SMP Kawin IRT Anak
138 60 L SMP Kawin Pert Istri SMP Kawin IRT Anak
139 53 L SMP Kawin Pert Istri SMP Kawin IRT Anak
140 61 L SMP Kawin Pert Istri SMP Kawin IRT Anak
141 62 L SMP Kawin Pert Istri SMP Kawin IRT Anak
142 65 L SD Kawin Pert Istri SD Kawin IRT Anak
143 L SD Kawin Dirumah Anak S1 Kawin PNS Cucu
144 61 L SD Kawin Perk Istri SD Kawin Kebun Anak
145
146 L SD Kawin Perk Istri SD Kawin IRT Anak
147 60 P SMA Janda IRT Anak SMA Kawin Pert
263
148 80 L SMP Kawin Pensiunan Istri SMA Kawin IRT Anak
149 63 L SD Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT Anak
150 31 L SLTA BK
151 53 L S1 Kawin Guru Istri D3 Kawin IRT Anak
152 53 L SMP Kawin Bekerja Istri SMP Kawin IRT Anak
153 L SD Kawin Pert Anak SMA Kawin Guru Menantu
154 54 L SD Kawin Bekerja Istri S1 Kawin Bekerja Anak
155 50 P SD Janda IRT Anak S1 BK Bekerja Anak
156 50 L SD Kawin Bekerja Istri SMP Kawin IRT Anak
157 57 L SLTA Kawin Bekerja Istri SMA Kawin IRT Anak
158 52 L SMA Kawin Istri SMA Kawin Anak
159 58 L SD Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT Anak
160 53 L SD Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT Anak
161 52 P SD Janda Bekerja Anak SMA BK Bekerja Anak
162 54 L SMA Kawin Bekerja Istri SMP Kawin Bekerja Anak
163 55 P SMP Janda IRT
164 53 L SMA Kawin Bekerja Istri S1 Kawin Bekerja Anak
165 59 L SD Kawin Bekerja Istri SD Kawin IRT Anak
166 57 P SD Kawin IRT Anak SMA BK Kuliah
167 53 L SMA Kawin Perk Istri SMA Kawin IRT Anak
168 62 P SMP Janda Dagang Anak SMA BK Bekerja Anak
264
Lanjutan Lampiran 5
NO
L/P Pddk STT.Kw Keg.UT An.G2 Str.ART Umur L/P
Pdk.
A.G2 ART
1 Parjiono KK 24 L SD Istri
2 Adi Suyitno KK 48 L SD Istri
3 Cipto Utomo KK 47 L SD Istri
4 Ponium Istri 22 P SD Anak
5 L SD BK Perk Yatin KK 24 L SD Istri
6 Waldiah KK 30 P SD Anak
7 Wiji Utami Anak 5 P TS Anak
8 P S1 Kawin PNS Martini KK 31 P SD Anak
9 Painah KK 29 P SD Anak
10 Murtinah Istri 22 P SD
11 Juminem KK 25 P Anak
12 Paidah KK 24 P SD Anak
13 Sugeng KK 24 L SD Istri
14 Rasmah Anak 40 L SD Anak
15 Sukari KK 17 P SD
16 Solekah KK 29 P SD Anak
17 P SMK Kawin IRT Jeminah KK 18 P SD Anak
18 L S1 Kawin Security Bejo Utomo KK 27 L SD Istri
265
19 Kholil KK 30 L TS Anak
20 Suganda Anak 11 L SD Anak
21 Ecih KK 24 P SD Anak
22 Mariam KK 45 P SD Anak
23 L S1 BK Eman KK 35 L SD Istri
24 Abas KK 35 L SD Istri
25 P PAN BK Wila Istri 13 P SD Adik
26 Uminah Istri 28 P TS Anak
27 Nina Anak 82 P SD Anak
28 Dek Sukandar KK 30 L SMP Anak
29 L SMA Kawin Perk Satri KK 38 P TS Anak
30 Harjudin KK 40 L TS Anak
31 Rubikem KK 45 P TS Anak
32 Surahmin KK 40 L TS Anak
33 Sundani KK 40 L TS Istri
34 Tukinah Anak 18 P TS Anak
35 P SMA Kawin IRT Samirah KK 40 P TS Anak
36 L SD Kawin Pert Rosmo KK 28 L TS Istri
37 P SMA BK Mahasiswa Harjo KK 29 L TS Istri
38 P SMA Kawin Honorer Tarsih KK 40 P Anak
39 Taumi KK 50 P TS Anak
40 P SMP Kawin Pert Danuri KK 45 P TS Anak
266
41 Sayid KK 30 L TS Istri
42 L SMA Kawin Pert Rusdi KK 40 L TS Istri
43 Rahman KK 29 L SD Istri
44 P SD Kawin Pert Sutiah KK 42 P Anak
45 L SD Duda Pert Sudaryanto KK 26 L SD Istri
46 L SMK BK Buruh Sugiwan KK 26 L Istri
47 Mad Sahri KK 30 L SD Istri
48 Sariah KK 34 P
TT
SD Anak
49 Kasmianh Istri 38 P
TT
SD Anak
50 Maksum KK 29 L SD Istri
51 Maino Anak 11 L SD Anak
52 Sayatun Istri 25 P Anak
53 Sawen KK 30 P Anak
54 Desi KK 42 P Anak
55 L SD BK Pert Mardi KK 27 L Istri
56 Supadi KK 22 L Istri
57 Soyem Istri 19 P Anak
58 P SMP Kawin IRT Zainal KK 65 L SD Istri
59 P SMP Kawin IRT M. Hatta KK 63 L
PAK
ET C Istri
60 P SMA Kawin IRT Samson KK 27 L SD Istri
61 P SMA Kawin Swasta Sarjono KK 29 L SD Istri
267
62 Somadi KK 44 L Istri
63 Khusnin KK 39 L SD Istri
64 P SMA Kawin IRT Badris KK 32 L SD Istri
65 P SMP Kawin Mulyono KK 39 L SD Istri
66 SMK BK Pelajar Iswardani KK 27 L SMA Istri
67 L SMA Kawin Supir Suradi KK 36 L SD Istri
68 Abun Nain KK 30 L
Paket
B Istri
69 Soekarno KK 38 L SD Istri
70 P SD Kawin IRT Supriadi KK 39 L SD Istri
71 P SD Kawin IRT Elon KK 48 L SD Istri
72 P SMA Kawin Swasta Nadiman KK 31 L SD Istri
73 Misran KK 38 L SD
74 P SD BK Sekolah Subono KK 24 L SMP Istri
75 P SMA Kawin Bekerja Parmono KK 30 L SD Istri
76 P SMP Kawin Bekerja Paimun KK 39 L SMP Istri
77 P SMA BK Pelajar
Ahmad
Syyafulah KK 32 L SMA Istri
78 Madiyo KK 33 L
TT
SD Istri
79 L SMP BK Bekerja Badini KK 26 L SMA Istri
80 P D1 Kawin Mahasiswa Mujahit KK 49 L
TT
SD Istri
81 L SMP BK Lukman Hafit KK 48 L
TT
SD Istri
82 L SMA BK Bekerja Suparno KK 37 L SD Istri
268
83 Trino KK 33 L SD Istri
84 P SMP BK Bekerja Gino KK 43 L SD Istri
85 L SMA BK Bekerja Sarmono KK 39 L SD Istri
86 L SMP
Cerai
Hidup Bekerja Narto KK 39 L Istri
87 P SMA Kawin IRT Ponidi KK 41 L Istri
88 L SMA BK Bekerja Sunardoko KK 34 L SMP Istri
89 L SMP BK Nawari KK 22 L SMP Istri
90 L SMP BK Bekerja H. Marimin KK 39 L Istri
91 L SMP BK Pelajar Apin KK 28 L SD Istri
92 L SMP BK Bekerja Rasjani KK 53 L
TT
SD Istri
93 L SMP BK Bekerja Gimun KK 34 L
TT
SD Istri
94 L SMA BK Supir Abdul Fattah KK 31 L SD Istri
95 L SMA Bengkel Nasir KK 29 L SD Istri
96 P SMP Kawin IRT Agus Iskandar KK 22 L SD Istri
97 Ansori KK 29 L SD Istri
98 P SMA Khairudin KK 29 L SD Istri
99 L SMA BK Swasta Yadi Suryadi KK 29 L SMP Istri
100 L SMA BK Pelajar Saban KK 39 L SD Istri
101 L SMP BK Pert Widitu KK 39 L TS Istri
102 L SMP BK Bekerja Manto KK 37 L SD Istri
103 L SMP BK Bekerja Satijo KK 36 L
TT
SD Istri
269
104 Suroso KK 39 L SD Istri
105 L SMP BK Bekerja Tukiman KK 34
LS
D Istri
106 Kartowiyono KK 54 L SD Istri
107 P SMA BK Swasta Marso KK 34 L SD Istri
108 Subari KK 57 L SD Istri
109 P SMA BK Swasta Sedu KK 41 L
TT
SD Istri
110 Ipin KK 39 L SD Istri
111 Solihin KK 40 L SD Istri
112 L SMA BK Pelajar Usman KK 36 L
TT
SD Istri
113 P SMA BK Bekerja Misno KK 28 L SMP Istri
114 L SMA Kawin Swasta Sri Wahyuni Istri 52 P SMP
115 L SMA Kawin Swasta Slamet KK 57 L
TT
SD Anak
116 L SD Kawin Pert
Ahmad
Wahyudi KK 50 L
TT
SD Istri
117 P SMA Kawin IRT Slamet Istri 60 P SD
118 L D3 Kawin Pert Sukendaryati Istri 52 P D3
119 P SMA Kawin IRT Darwati Istri 53 P SMP Anak
120 P SMA Kawin Dagang Mujiati Istri 57 P SD Anak
121 P S1 Kawin Dagang Linda Istri 39 P SMA
122 P SMA Kawin IRT Parinah Istri 60 P
TT
SD Anak
123 P S1 Kawin Dagang
Pintauli
Simamora Istri 57 P SLTA
270
124 L MTS Kawin Pert Misiyah Istri 60 P TS
125 P SMK Kawin IRT Sutilah Istri 50 P
TT
SD Anak
126 P S1 Kawin PLD Sri Palupi Istri 51 P S1
127 Ttitin Istri 47 P SLTA
128 L SMP Kawin Pert Rampen Istri 57 P SD Anak
129 P D3 Kawin Swasta Sukijo KK 24 L SMP Istri
130 P S1 Kawin PNS Suharto KK 26 L SMA Istri
131 L SMA Kawin Swasta Slamet KK 62 L SMP Istri
132 L SMA BK Swasta Painem Istri 67 P SMP
133 L SMK BK Swasta Winarsih Istri 46 P SMA
134 L SMK Kawin Swasta Mariyem Istri 54 P SMP
135 P SMA Kawin IRT Suwarsito KK 59 L SMP Istri
136 P SMA Kawin IRT Sumarno KK 54 L SMP Istri
137 L SMA Kawin Swasta Suharti Istri 58 P SMP
138 L D1 Kawin Swasta Sumiyati Istri 50 P SMP Anak
139 L D3 BK Karyawan Yatirah Istri 54 P SMP
140 P SMA Kawin IRT Wartiyem Istri 59 P SMP Anak
141 P SMK Kawin IRT Surip H Istri 59 L SMP Anak
142 L S1 BK Swasta H. Jouhari KK 65 L SD Istri
143 L TK BK
144 L SMA BK Tarkem Istri 59 P SD Anak
145 Indra Marten Anak 4 L S1
271
146 L SMP BK Sopir Robiyah Istri P SD Anak
147 Sumiati KK 60 P SMA Anak
148 L S1 BK Pegawai Soelasmin KK 80 L SMP Istri
149 L MAN BK Bekerja Dewi Istri P SD Anak
150
Yayan
Rusdiawan Anak 2 L
151 L SD BK Pelajar Narsul Nana KK 24 L SMA Istri
152 L SMA BK Bekerja
Sukron
Makmun KK 24 L SMP Istri
153 L SMA Kawin Pert Ade Tinus KK 25 L SMP Anak
154 P S1 Kawin Bekerja Kadun Sutijar KK 25 L SD Istri
155 L SMA BK Bekerja Buchori KK 27 L SD Istri
156 L S1 BK Bekerja Amzah KK 25 L SD Istri
157 L
SLT
A Kawin Bekerja Wahyudi KK 28 L SMA Istri
158 L MAN BK Nani Istri P SMA
159 L SMA BK Pelajar Suwaji KK 29 L SD Istri
160 L SMA Kawin Bekerja Gendut KK 24 L SD Istri
161 L SMA BK Kuliah Buchori KK 22 L SD Istri
162 L SMA Kawin Bekerja Ramli KK 25 L SMA Istri
163
Efendi
Gunawan KK 35 L SMA Istri
164 L S1 BK Bekerja Unus KK 24 L SMA Istri
165 P SMA BK Bekerja Darwan KK 30 L SD Istri
166 R. Sumatoso KK 30 L SD Istri
167 L SMK BK
272
Lanjutan Lampiran 5
NO L/P Ank lain Jlh A 20+ Sebaran L/P Pddk Stt.Kwn ART Lain Umur
1 P SD Setia Ningsih 39 P SLTA Kawin Sutiono 37
2 P SD Riyadi 43 L SMP Kawin Riyanto 40
3 P TS Wagiyem 48 P SD Kawin Paijah 46
4 L Samidi 43 L STM Rodiah 34
5 P TS Paimah 41 P SMP Kawin
6 L Marjianto 46 L SD Wiarsih 45
7 L SD Wiji Utami 46 P TS Kawin Samijo 44
8 L Sarmidi 44 L SLTA Kawin Suyatmi 42
9 P Norayah 44 P SMA Kawin Noryono 42
10 Kustanti 40 P SMA Kawin Walito 38
11 P Sumarni 48 P TS Kawin Sumarsih 45
12 P Umi Sartiah 44 P SMP Kawin Darmiasih 40
13 P SD Agusari 40 L SD Kawin Sabar 39
14 L Basro 58 L SD Kawin Sadimin 47
15 Yusrin 40 P SMP Kawin
Kasma
Wati 37
16 L SD Sopik 52 L SD Kawin Nurikiyah 50
17 L Syafaan 40 L S1 Kawin Mustofa 37
18 P SD
Slamet Eko
Purnomo 40 L SMA Kawin
19 P Aah Yuhaeni 42 P SMP Kawin Komarudin 40
20 L SD Suganda 52 L SMP Kawin Ninih 45
21 L Sukimah 45 L SMP Kawin Supendi 42
22 P SD Idah 51 P SMP Kawin Neneng 48
23 P TS Rohman 59 L SMP Kawin Roroh 53
24 P SD Esi 52 P SD Kawin Harun 51
168 SMK BK Matsochi KK 40 L SD Istri
273
25 P SD
Andara
Sihabudin 42 L SMA Kawin
N.
Rohimah 37
26 P MI Titin Patimah 52 P SD Kawin Mukti 48
27 P SD Nina 82 P SD Kawin Nani 55
28 L SD Cucun Sopian 51 L SD Kawin Jainap 46
29 L SMP Bakir 59 L SMP Kawin Bisri 55
30 P SMP Admini 48 P S1 Kawin Padmiatun 38
31 L SMP Boimin 70 L SMA Kawin Yaminem 50
32 P Yanti 40 P SMA Kawin Tarni 24
33 P TS Sarman 37 L SD Kawin
34 P TS Tuminem 57 P TS Kawin Juma 50
35 P Sarni 34 P SMP Kawin
36 P TS Trimo 43 P SD Kawin
37 P TS Agus 40 L SMA Kawin Sariyati 34
38 L SD Supardi 57 L SD Kawin Sukman 55
39 P SD Karnadi 60 L SD Kawin
40 P SD Kastumi 60 P SD Kawin Mundri 58
41 P TS Rutiah 46 P SMP Kawin Carmadi 39
42 P TS Rusdianto 31 L SMA Kawin
43 P TT SD Sutirah 44 P MTS Kawin Kalifah 40
44 L SD Wagiman 55 L SD Kawin Suti 52
45 P SD Rimbo Wati 45 P SMP Kawin
Pujo
Tamtami 42
46 P Gunadi 48 L SMP Kawin Sudarsih 45
47 P SD Sulasmi 42 P SD Kawin Sunarti 40
48 L SD Kastono 50 L SD Kawin Datik 45
49 L SD Rajem 55 P SD Kawin Supadi 52
50 P SD Umiyatun 44 P MTS Kawin Muinah 42
51 P SD Maino 53 L SD Kawin Untung 51
52 P SD Sri Rahayatun 47 P SD Kawin Jumroh 44
53 P Siswati 52 P SD Kawin Sujiyem 46
54 P SD Sriyati 60 P SD Kawin Garti 58
55 P Sobiarto 44 L SD Kawin Sobirir 36
56 P Tasbihun 38 L SD Kawin Rasidah 33
274
57 P Kartini 43 P SD Kawin Ruslani 40
58 P SD
M. Bobi
Zulhadi 32 L SMA
Dedi
Maryadi 29
59 P SD Harta Hadi 45 L SMA Kawin Harianto 40
60 P SD Siti Aisyah 25 P SMA Kawin
61 P SD Arman 28 L D3 Kawin
62 P Sapriadi 29 L SMA Kawin
63 P SD Muttakin 45 L SMA Kawin
64 P SD Joko 29 L SMA Kawin
65 P SD Eko Putra 30 L SMA Kawin
66 P D3
Aprianti
Wardani 27 P S1 Kawin
67 P SD Sopiyan 30 L SMA Kawin
68 P Paket B Indra 35 L SMA Kawin Sumardi 31
69 P SD Sutimin 37 L SMK Kawin
Siti
Handayani 39
70 P SD Jumiarti 34 P SMA Kawin
71 P SD Anen 37 L SMA
72 P SD Pratiwi 28 P SMA Kawin
73 Erni 45 P SMP Kawin Herman 40
74 P SMP
Joko
Purnomo 26 L SMA Kawin
Budi
Setiawan 21
75 P SD
Desi
Hardiyani 23 P SMA Kawin
76 P SD Menik 21 P SMP Kawin
77 P D1 Eko Primadi 27 L S1 Kawin
78 P TT SD Yati 25 P SMA Kawin
79 P SD Pranoto 24 L S1 Kawin
80 P TT SD Anwarudin 31 L S1 Kawin
81 P TT SD Joni Derik 46 L 8 Kawin Budi L 31
82 P SD
Didik
Prihandoko 35 L 6 Kawin
Ade
Santoso 30
83 P SD
Eka
Subarudin 32 L SMA Kawin
Erwin
Harianto 30
84 P SD Sumarni 30 P SMP Kawin
275
85 P SD Agus Salim 29 L SMA Kawin
86 P Martiningsih 40 P SMA Kawin
87 P SD Susi Herlina 25 P SMA Kawin
88 P SMP
Eko Itgi
Handoko 29 L SMA Kawin
89 P SMP Sholeh 25 L SMP Kawin
90 P Santoso 45 L SMP Kawin Nurhayati 41
91 P SD
Rita
Kusmawati 25 P SD Kawin
92 P TT SD
Agus
Purwanto 37 L SMA Kawin
93 P SD Kardi 25 L SMP Kawin
94 P SD Parman 30 L SMA Kawin
95 P SD Suratno 28 L SMA Kawin
96 P SD Asep 28 L SMA Kawin
97 P SD Eka Winari 30 P SMA Kawin
98 P SD Yanti 32 P SMA Kawin
99 P SMP Arniwati 23 P SMA Kawin
100 P SD Faturohman 37 L SMA Kawin Faturihzami 32
101 P TS Puji 35 P SMP Kawin
102 P SD Santoso 25 L SMP Kawin
103 P TT SD Karman 29 L SMA Kawin
104 P SD Mulyati 32 P SD Kawin Marni 24
105 P SD Deni Sutpanto 38 L SMP Kawin
106 P SD Candra 40 L SMP Kawin
107 P SD Marwiasih 35 P SMA Kawin
108 P SD Midar 36 L SMA Kawin
109 P SD Habsy 30 L SMA Kawin
110 P SD Nanik 39 P SMP Kawin Polip 30
111 P SD Subari 36 L SMA Kawin
112 P SD M. Yanto 22 L SMA Kawin
113 P SD Endanan 25 L SMA Kawin
114
Rimba
Maryuda 30 L SMA Kawin
276
115 L SMA Taat Efendi 30 L SMA Kawin
116 P TT SD Ahmad Rifai 29 L TT SD Kawin
117 Sawitri 29 P SMA Kawin Sutanto 27
118 Bahari Yuli S 30 L D1 Kawin
119 P SMA Darmawati 33 P 6 Kawin Dewi T 30
120 P SMA Siti 39 P SMA Kawin Tanti 35
121 Nova 26 P 10 Kawin
122 P SMA Miyati 36 P SMA Kawin Slamet 33
123 Desi R 30 P S1 Kawin
124 Agus Salim 30 L MTS Kawin Saman 27
125 P SMK Dwi Yanti 36 P SMK Kawin Wahyono 24
126 Galang 29 L S1 Kawin Ana 25
127 Tiar 29 L D3 Kawin Erik 25
128 L SMP Misno 38 L SLTP Kawin Juminah 35
129 P SMP Rahayu Sujati 34 P D3 Kawin
130 P SMA Ika Wirayanti 30 P S1 Kawin
Heru
Admoko 38
131 P SMP Adri Yohanes 38 L SMP Kawin
Pipin Nur
Suliati 36
132
Agus
Hermawan 27 L SMA BK
133 Deni Prabowo 22 L SMK BK
134
Gustaf
Aditama 27 L SMK Kawin
135 P SMP Sustri . W 36 P SMA Kawin
Antok Ari .
W 29
136 P SMP Marsiah 32 P SMP Kawin
137 Dian Proyogo 24 L SMK Kawin
138 L D1 H. Suharyono 34 L D1 Kawin
139
Dwi Dani
Ratna
Setiawan 26 L D3 BK
140 P SMA Atun 36 P SMA Kawin Nani 32
141 P SMK Sri . H 36 P SMK Kawin Widayanti 34
142 P SD Taufik 38 L S1 Kawin Hidayat 35
277
143 Siti Solikatun 33 P S1 Kawin
144 P SMP Ari Sulastri 37 P SMP Kawin
Wiwid
Triyani 33
145 Indra Marten 32 L S1 Kawin
146 P SMA
147 L SMA
148 P SMA
149 L SMA Salim 38 L SMA Kawin Sugi 26
150 Ajat Sudrajat 29 L S1 Kawin
151 P SMA
Nina Apriani
Mirasdiahna 28 P D3 Kawin
M. Rinaldi
Dwi Putra 21
152 P SMP
Awaludin
Munir 31 L SMA Kawin
Baban
Marufi 29
153 L Revi Cahyadi 33 L SMA Kawin Rizki
154 P SD
155 P SD Misriani 33 P SMA Kawin Mustiani 31
156 P SMP
157 P SMP Sukardi 39 L SMA Kawin Tandan 27
158 Nur 29 P SMA Kawin
159 P SD
Imam
Sujationo 29 L SMA Kawin Teguh 27
160 P SD M. Fatoni 26 L SMA Kawin
161 P SD Ari Nugroho 30 L SMA Kawin
162 P SMP Purnama Heri 25 L SMA Kawin
163 P SMP Eva Ferrawati 32 P SMA Kawin
Aef Ferry
Gunawan 379
164 P SMA
165 P SD Upik 38 P SMA Kawin Usman 33
166 P SD Ashadi 37 L SMA Kawin Uut 34
167
168 P SMP Ida 42 P SMA Kawin Rismanto 40
278
NO L/P Pddk Lu.Lhn Je.Tanam Lu. Lhn Tnman J.lantai
1 L SLTA 4 Ha 3 Karet 1 Sawit 2
2 L SMK 2 Ha Karet 2
3 P SD 5 Ha Karet 2
4 P MAN 5 Ha 2 Sawit 3 Karet 3
5 4 Ha 2
6 P SD 4 Ha Karet 1
7 L SD 1/4 Ha Karet 2
8 P S1 1 Ha Karet 3
9 L S1 1/2 Ha Karet 3 Ha Karet 2
10 L SMK 5 Ha 3
11 P SD 4 Ha Karet 2
12 P SMP 1/2 Ha Karet 2 Ha Karet 2
13 L SMP 2 Ha Karet 2
14 L SD 2
15 P SMP 1/2 Ha Karet 2
16 P SD 2 Ha Karet 2
17 L S1 2 Ha karet dan Sawit 2
18 2 Ha Karet 2
19 L SMA 2 Ha Karet 2
20 P SMA 2 Ha Karet 2
21 L SMP 2 Ha Karet 2
22 P SMA 1 Ha Karet 2
23 P SMP 3 Ha Sawit 2
24 L SD 2 Ha 2
25 P SD 0,5 Ha Ubi , Pisang 4 Ha Karet 2
26 L SMP 0,25 Ha Ubi , Pisang 2 Ha Karet 2
27 P SD 1 Ha Karet 2
28 P SMP 3 Ha Karet 2
29 L SMP 4 Ha karet dan Sawit 2
Lanjutan Lampiran 5
279
30 P D3 1,5 Ha Karet 5 Ha Karet 3
31 P SMA 1,4 Ha Karet 2
32 P SMA 1/2 Ha Karet 1 Ha Karet 2
33 1 Ha 2
34 L SD 2
35 1 Ha 2
36 2 Ha Karet 1 Ha Karet 2
37 P D3 5 Ha Karet 3
38 L SD 1 Ha Karet 2
39 1 Ha 1
40 P SD 4 Ha Karet 2
41 L SMP 1 Ha Karet 2
42 2 Ha 3
43 P SMP 4 Ha Karet & Pangan 3
44 P SD 0,75 Sawit 2
45 L SMP 3 Ha Karet 2
46 P SMP 1 Ha Karet 3 Ha Karet 2
47 P SMP 1 Ha Karet 2
48 P SD 0,5 Ha Karet 3
49 L SD 0,5 Ha Karet 2
50 P MTS 0,5 Ha Karet 4 Ha Karet 5
51 L SMP 1 Ha Karet 2
52 P SD 0,125 Ha Karet 3
53 P SD 5 Ha Karet 2
54 P SD I/4 Ha Pangan 1 Ha Karet 2
55 L SMA 8 Ha Karet 3
56 P D3 3 Ha Karet 2
57 L SD 3 Ha Karet 2
58 L SMA 2
59 L SMA 1 3/4 Ha Padi 2
60 2 Ha Padi 2
61 2 Ha Padi 3
280
62 1/2 Ha Padi 2
63 1,3 Ha Padi 3
64 3 Ha Sawit 2
65 2 Ha Padi 2
66 7,5 Ha Sawit 2 Ha Padi 3
67 2,5 Ha Padi 2
68 L SMA 4 Ha Sawit 2
69 P SMP 1,5 Ha Padi 3
70 1,5 Ha Sawit 3
71 1,5 Ha Padi, Jagung 3
72 1 Ha Padi 1 Ha Sawit 2
73 L SMA 1 Ha Padi 2
74 L SMA 1 3/4 Ha Padi 3
75 1 Ha Padi 2
76 2
77 2
78 1 3/4 Ha Padi 3
79 1 Ha Padi 1
80 1,75 Ha Padi 2
81 L 10 2 Ha Padi 2
82 L 6 1 3/4 Ha Padi 2
83 L SMA 3/4 Ha Padi 2
84 0,5 Ha Padi 2
85 1 3/4 Ha Padi 2
86 1 Ha Padi 2
87 3/4 Ha Padi 3
88 2
89 1 3/4 Ha Padi 2
90 P SMA 1,4 Ha Padi 2
91 2
92 1 3/4 Ha Padi 2
93 1,5 Ha Padi 2
281
94 2,5 Ha Sawit 2
95 3,5 Ha Sawit 2
96 1,5 Ha Padi 2
97 1,5 Ha Sawit 3
98 4 Ha Sawit 2
99 1,5 Ha Padi 3
100 L SMA 3/4 Ha Padi 2
101 1 Ha Padi 2
102 1 Ha Padi 2
103 1 3/4 Ha Padi 2
104 P SD 1 3/4 Ha Padi 2
105 1 3/4 Ha Padi 2
106 0,5 Ha Padi 2
107 4 Ha Padi dan Sawit 2
108 1 3/4 Ha Padi 2
109 1,5 Ha Padi 2
110 P SMA 2 Ha Padi 2
111 2 Ha Sawit 2
112 1,5 Ha Padi 2
113 1 Ha Padi 2
114 2 Ha Sawit 2
115 2 Ha 2
116 2 Ha 2
117 L SMA 2 Ha Sawit 2
118 12 Ha Sawit 3
119 P SMK 4 Ha Sawit 2
120 P SMA 6 Ha Sawit 3
121 2 Ha Sawit 2
122 L D3 2 Ha Sawit 2
123 8 Ha Sawit 3
124 L MTS 4 Ha Sawit 2
125 L SMK 2 Ha Sawit 3
282
126 P S1 2 Ha Sawit 3
127 L D3 4 Ha Sawit 3
128 P MTS 2 Ha Sawit 2
129 2, 1 Ha Sawit
130 L S1 2 Ha Sawit 3
131 P D3 2
132 2
133 2
134 2
135 L SMK 2
136 2
137 2
138 2
139 2
140 P SMA 2
141 P SMK 2
142 L S1 3 Ha Sawit 2
143 13 Ha Sawit 3
144 P SMA 2 Ha Sawit 2
145 7 Ha Sawit 2
146 10 Ha Sawit 2
147 2 Ha 2
148 2,5 Ha Sawit 3
149 P S1 2 Ha Sawit 2
150 4 Ha Sawit 2
151 L SMA 4 Ha Sawit 4 Ha Sawit 3
152 L SMA 2 Ha Sawit 2
153 L SMA 3/4 Ha Sawit 2
154 3,5 Ha Sawit 3
155 P SMA 2 Ha Sawit 1
156 4 Ha Sawit 1 Ha Sawit 3
157 L SMA 2 Ha Sawit 2
283
Lanjutan Lampiran 5
NO J.ding Je.Tap S.Mtr M.cuci Y/bulan Tabungan
1 2 2 1 1 3500000 4500000
2 1 2 1 1500000 2500000
3 1 2 2000000 2500000
4 2 2 4000000 3750000
5 1 2 1 1500000 750000
6 1 2 1 2000000 1200000
7 1 2 1800000 1200000
8 2 1 1 1 1800000 1500000
9 1 1 1 1 4000000 6000000
10 2 1 1 3200000 2000000
11 1 2 1 1 1600000 500000
12 1 2 1800000 2400000
13 2 2 1 1 3000000 2400000
14 2 2 1 1 1400000 2500000
15 2 2 1 2200000 2400000
158 2 Ha Sawit 2
159 L S1 3/4 Ha Sawit 2
160 2 Ha Sawit 2
161 3 Ha Sawit 3
162 2 Ha Sawit 2
163 L SMA 1 Ha Sawit 2
164 2 Ha Sawit 4 Ha Sawit 3
165 L SMA 2 Ha Sawit 2
166 P D3 2 Ha Sawit 1
167 4 Ha Sawit 2
168 L SMA 2
284
16 1 2 2800000 1500000
17 2 1 1 2 7000000 9600000
18 2 1 1 1 6000000 4800000
19 1 2 1300000 1200000
20 1 2 1800000 1500000
21 1 1 1 3000000 6000000
22 1 1 2800000 3000000
23 2 2 1 1 5000000 6000000
24 2 2 2000000 2400000
25 2 1 1 1 2000000 12500000
26 1 2 1 1 2500000 8000000
27 1 2 1 1 3000000 3200000
28 1 1 1 1 3500000 4800000
29 2 1 1 1 2800000 4800000
30 2 2 1 1 1500000 3000000
31 2 2 1500000 500000
32 2 2 1 1800000 1200000
33 2 2 1 1500000 650000
34 2 1 2100000 900000
35 2 2 1 1 2000000 1100000
36 1 1 1 2500000 500000
37 2 1 1 1 1500000 1000000
38 2 2 1 1 1800000 600000
39 1 1 1500000 900000
40 2 2 1 1 3600000 1200000
41 1 1 1 1500000 1100000
42 2 2 1 1 1500000 1200000
43 2 1 1 1 3000000 1000000
44 1 1 1 1750000 1200000
45 1 2 1 1 2200000 1800000
46 2 2 2900000 1800000
47 2 1 1 1 2750000 2400000
285
48 2 2 1 1 1800000 1500000
49 2 2 1 1 1800000 600000
50 3 1 1 2400000 1200000
51 3 1 1 1 2000000 1300000
52 2 2 1 1 1400000 550000
53 1 1 1300000 600000
54 2 2 2300000 1000000
55 1 1 1 2450000 1200000
56 2 2 1 1 2900000 1500000
57 2 1 1 1 1600000 1000000
58 2 2 6000000 7500000
59 2 2 1 1 6000000 7200000
60 2 1 1 3500000 100000
61 2 1 1 3500000 1200000
62 2 1 3800000 1500000
63 2 2 1 1 4000000 6000000
64 2 1 4000000 3150000
65 2 1 5700000 4100000
66 2 2 1 11000000 12000000
67 2 1 1 5500000 2100000
68 1 1 1 3700000 1800000
69 2 1 6000000 960000
70 2 2 1 1 3600000 1160000
71 2 1 4500000 3200000
72 2 2 1 5000000 1440000
73 1 1 1 4900000 5000000
74 2 2 1 1 5000000 2500000
75 2 2 1 1 4500000 1000000
76 2 2 1 1 3000000 2500000
77 2 2 1 2 3500000 1500000
78 2 2 1 1 2500000 1200000
79 1 1 1 2500000 1200000
286
80 2 2 1 1 4200000 1250000
81 2 2 1 1 4200000 1200000
82 1 2 1 2500000 650000
83 1 1 1 1 4500000 1200000
84 2 2 1 3000000 1500000
85 2 2 1 1 4000000 2400000
86 1 2 4000000 750000
87 2 2 1 2700000 800000
88 1 1 1 1 3000000 1800000
89 2 2 1 3000000 1000000
90 2 2 1 3500000 600000
91 2 2 4400000 1200000
92 1 2 3000000 1300000
93 2 2 1 1 2600000 900000
94 2 1 1 2700000 3000000
95 2 2 1 3800000 2200000
96 2 1 1 2500000 1000000
97 2 2 1 1 3550000 1350000
98 1 1 4500000 2300000
99 2 1 1 2000000 750000
100 2 2 1 5100000 1300000
101 2 1 2500000 1200000
102 2 1 3500000 750000
103 1 2 1 4000000 1250000
104 2 2 1 3000000 650000
105 1 2 1 1 4000000 750000
106 1 2 1 1600000 600000
107 2 1 1 5000000 1800000
108 2 1 1 3500000 2750000
109 1 1 1 3500000 1200000
110 1 2 4000000 1400000
111 1 1 1 4000000 1100000
287
112 1 2 1 3000000 2400000
113 2 2 1 1 6000000 3600000
114 1 2 1 1 3700000 2500000
115 1 1 1 2100000 1500000
116 1 1 1 1400000 750000
117 1 1 1 1 3500000 1800000
118 2 2 2 2 5500000 2500000
119 2 1 1 1 5000000 4000000
120 2 2 1 2 10500000 7500000
121 2 1 1 1 4500000 6000000
122 2 2 1 1 2000000 600000
123 2 2 1 1 8000000 6500000
124 2 1 1 1 3200000 1500000
125 2 2 1 1 9000000 12000000
126 2 2 1 1 9000000 750000
127 2 2 1 1 5250000 6000000
128 1 1 1 1 2500000 900000
129 1 1 3000000 900000
130 2 2 1 7000000 6500000
131 1 1 1500000 600000
132 2 2 1 3000000 1200000
133 2 2 1 3000000 2100000
134 2 2 1 2500000 1100000
135 2 2 1 2500000 1500000
136 1 1 1 2500000 750000
137 2 2 2000000 800000
138 2 2 3000000 1200000
139 2 2 2500000 1300000
140 2 2 1 1 2500000 750000
141 2 2 1 1 4000000 2400000
142 2 2 1 1 4000000 5200000
143 3 2 15000000 12000000
288
144 1 2 1 4400000 2500000
145 1 2 1 1 6500000 3400000
146 2 2 1 1 20400000 25000000
147 2 1 1 1 3000000 2300000
148 2 2 1 1 2600000 1600000
149 1 1 1 1 2000000 750000
150 1 1 1 1 2000000 650000
151 2 2 1 1 11400000 10000000
152 1 1 1 1 2000000 900000
153 1 1 1 2000000 600000
154 2 2 1 1 2200000 1500000
155 2 1 1 2000000 800000
156 2 2 1 1 7000000 9500000
157 2 2 1 1500000 800000
158 1 1 1 1 1050000 500000
159 2 1 1 3000000 1500000
160 1 1 1 1500000 750000
161 2 2 1 1 3800000
162 1 1 1 1500000 650000
163 1 1 1 2500000 3000000
164 2 2 1 1 8000000 7500000
165 1 1 1 2000000 650000
166 1 1 1 2500000 650000
167 2 2 1 1 4000000 2500000
168 2 2 1 1900000 600000
289
Lampiran 6: Deskripsi Data Generasi Kedua Transmigrandi lokasi Penelitian
No Desa Kcmtn U G2 Jekel Pddkn Lap.Ush Jabtn Sttus JKMLL JKA
1 Perintis RB 37 1 6 3 9 1 48
2 Perintis RB 40 1 7 13 6 1 32 27
3 Perintis RB 46 2 4 3 1 32 27
4 Perintis RB 43 1 7 10 8 1 40 36
5 Perintis RB 41 2 4 3 6 1 24 21
6 Perintis RB 45 2 4 3 6 1 24
7 Perintis RB 44 1 3 3 6 1 24 20
8 Perintis RB 44 1 6 3 6 1 48 40
9 Perintis RB 44 2 6 3 6 1 24 20
10 Perintis RB 38 1 7 3 6 3 40
11 Perintis RB 36 1 3 3 6 1 40 35
12 Perintis RB 44 2 4 3 6 1 35 32
13 Perintis RB 39 1 4 3 6 4 40 33
14 Perintis RB 47 1 4 3 6 1 24 24
15 Perintis RB 35 2 6 3 6 1 20 20
16 Perintis RB 51 2 3 3 6 1 8
17 Perintis RB 42 1 10 14 2 1 35
18 Perintis RB 38 2 6 14 3 1 24 20
19 Perintis RB 42 2 5 1 20 20
20 Perintis RB 52 1 5 1 6 1 28 23
21 Perintis RB 45 1 5 1 1 24 24
22 Perintis RB 45 1 6 1 6 1 24 20
23 Perintis RB 39 2 3 3 6 1 28
24 Perintis RB 38 2 5 3 6 28 22
25 Perintis RB 42 1 6 1 1 30 25
26 Perintis RB 44 1 6 1 6 2 30 23
27 Perintis RB 53 1 3 1 5 1 40 40
28 Perintis RB 47 2 6 3 6 1 35 30
29 Perintis RB 37 1 9 3 6 1 32
30 Perintis RB 45 1 9 1 6 1 12 12
31 RB Mulyo RB 50 2 6 1 6 1 14 14
32 RB Mulyo RB 40 2 6 1 6 1 17 17
33 RB Mulyo RB 50 1 3 1 6 1 14 16
290
34 RB Mulyo RB 39 1 4 1 6 1
35 RB Mulyo RB 34 2 4 1 6 1 18 18
36 RB Mulyo RB 43 2 3 1 6 1 20 20
37 RB Mulyo RB 40 1 6 1 6 1 14 14
38 RB Mulyo RB 40 1 5 1 6 1 18 18
39 RB Mulyo RB 65 1 3 1 6 1 20 17
40 RB Mulyo RB 50 2 3 11 5 1
41 RB Mulyo RB 39 1 4 1 6 1 24 20
42 RB Mulyo RB 31 1 6 1 6 1 18 16
43 RB Mulyo RB 24 2 6 3 6 2 35 35
44 RB Mulyo RB 46 1 6 10 9 3 70 65
45 RB Mulyo RB 42 1 4 11 5 2 84 84
46 RB Mulyo RB 45 2 4 3 6 2 10 8
47 RB Mulyo RB 36 1 3 3 6 1 28 28
48 RB Mulyo RB 36 1 4 3 2 2 12 12
49 RB Mulyo RB 55 2 3 3 6 1 28 28
50 RB Mulyo RB 36 1 10 14 1 4 30 30
51 RB Mulyo RB 44 1 4 3 6 2 18 18
52 RB Mulyo RB 33 2 3 3 6 1 84 84
53 RB Mulyo RB 39 1 3 3 6 2 56 56
54 RB Mulyo RB 5 1 3 3 2 30 30
55 RB Mulyo RB 44 1 3 3 6 5 21 21
56 RB Mulyo RB 30 1 4 3 6 2 10 10
57 RB Mulyo RB 43 2 3 3 2 30 30
58 RW Medang BA 29 1 6 1 6 1 64
59 Sri Agung BA 45 1 6 9 5 1 56
60 RW Medang BA 24 2 6 12 2 4
61 Meker Jaya Pel. Dag 28 1 9 8 2 4 42
62 Sri Agung BA 29 1 6 2 6 1 48
63 RW Medang BA 45 1 6 2 6 1 36
64
Kampung
Rambutan BA 29 1 6 14 2 1
65 Muara Sabak Tajabtim 30 1 6 14 2 1 40
66 Tel Pura Tel. Pura 27 2 10 14 2 4 35
67 Suban BA 30 1 6 14 1 4 38
68 Berasau TB.Tinggi 31 1 6 8 2 4 46
291
69 Sri Agung BA 37 1 7 2 6 1 49
70 RW Medang BA 34 2 6 14 9 4 35
71 Sri Agung BA 37 1 6 1 6 1 40
72 Suban BA 28 2 6 11 5 1 49
73 Suban BA 40 1 6 14 7 1 56
74 RW Medang BA 26 1 6 2 6 1 56
75 RW Medang BA 23 2 6 1 6 1 6
76 Sri Agung BA 21 2 7 1 6 1
77 Sri Agung BA 27 1 10 14 2 4 40 40
78 Sri Agung BA 25 2 4 11 5 1 70 70
79 Sri Agung BA 24 1 10 1 1
80 Sri Agung BA 31 1 10 14 2 4 37 35
81 Sri Agung BA 46 1 8 14 3 4 24 24
82 Sri Agung BA 35 1 7 2 6 1 56 56
83 Sri Agung BA 32 1 6 14 2 1 42 42
84 Sri Agung BA 35 2 6 2 6 1 56 56
85 RW Medang BA 29 1 6 2 6 1 56 56
86 Suka Damai RB.Ulu 40 2 6 1 6 1
87 RW Medang BA 28 1 3 1 6 1 42 42
88 Suban BA 29 1 6 1 6 1 42 42
89 RW Medang BA 25 1 6 1 6 1 49 49
90 RW Medang BA 45 1 6 1 6 1 35 35
91 Taman Raba BA 25 2 8 14 2 4
92 RW Medang BA 37 1 3 2 6 1 56 56
93 Sri Agung BA 25 1 5 2 6 1 42 42
94 Sri Agung BA 30 1 6 3 6 1
95 RW Medang BA 28 1 6 3 6 1 40
96 RW Medang BA 28 1 6 3 6 1 40
97 RW Medang BA 30 2 6 3 6 1 48
98 Betung Kpeh Ilir 32 2 6 3 6 1 56
99 RW Medang BA 23 2 6 11 5 1 56
100 Bangka 37 1 6 3 6 1
101 RW Medang BA 35 2 5 11 5 1 56
102 RW Medang BA 25 1 4 1 6 1 56 56
103 Sri Agung BA 29 1 6 10 9 3 56 56
292
104 RW Medang BA 32 2 5 11 5 1 28 28
105 RW Medang BA 38 1 5 1 6 1 35 35
106 RW Medang BA 40 1 6 2 6 1
107
Catur
Rahayu Tanjabtim 35 2 6 3 6 1 38
108 RW Medang BA 36 1 6 2 6 1 48
109 RW Medang BA 30 1 6 8 2 4 48
110 RW Medang BA 39 2 7 1 6 1 49
111 RW Medang BA 36 1 6 2 6 1 40
112 RW Medang BA 22 1 6 2 6 1 49 49
113 RW Medang BA 26 1 6 2 6 1 56 56
114 Mekar Sari SB 30 1 6 3 6 2 20
115 MG. Mulya SB 40 1 6 11 5 1 20
116 MG. Mulya SB 29 1 4 3 9 3 12
117 MG. Mulya SB 27 2 6 3 6 3 20 20
118 MG. Mulya SB 30 1 9 3 6 3 12 12
119 MG. Mulya SB 33 2 7 3 6 3 16 16
120 MG. Mulya SB 39 2 6 3 9 1 12
121 MG. Mulya SB 26 2 10 11 5 2 40 36
122 MG. Mulya SB 36 2 6 11 5 4 30
123 MG. Mulya SB 30 2 10 11 5 1 30
124 MG. Mulya SB 30 1 5 3 6 4 12
125 MG. Mulya SB 36 2 7 11 5 4 12
126 MG. Mulya SB 30 1 10 14 5 4 20
127 MG. Mulya SB 29 1 9 3 6 1 12 12
128 MG. Mulya SB 38 1 4 3 6 4 12
129 Jetis Melati 34 2 9 14 4 4 48 48
130 MG. Mulya SB 30 1 10 14 2 1 48 48
131 MG. Mulya SB 38 1 6 14 5 4 32 32
132 MG. Mulya SB 27 1 7 14 4 4 48 52
133 MG. Mulya SB 22 1 7 14 9 4 24 32
134 MG. Mulya SB 27 1 7 14 6 4 18 24
135 MG. Mulya SB 36 2 6 14 5 2 14 20
136 MG. Mulya SB 32 2 6 14 5 1 14 18
137
Suka
Makmur SB 24 1 7 14 9 4 18 20
293
138 MG. Mulya SB 34 1 8 14 5 1 18 20
139 MG. Mulya SB 26 1 9 14 8 4 18 20
140 MG. Mulya SB 36 2 6 1 6 1 10 12
141 MG. Mulya SB 34 1 7 1 6 2 25 21
142 PC. Mulya SB 23 1 10 14 4 4 25
143 PC. Mulya SB 33 2 10 3 2 4 48 48
144 PC. Mulya SB 23 1 6 3 9 3 35
145 PC. Mulya SB 32 1 10 14 4 4 35 24
146 PC. Mulya SB 21 1 4 14 9 1 33 55
147 PC. Mulya SB 31 1 6 3 6 1 35 35
148 PC. Mulya SB 26 1 10 14 1 4 60
149 PC. Mulya SB 24 1 6 3 9 4 55
150 PC. Mulya SB 31 1 6 3 9 5 12 12
151 PC. Mulya SB 28 2 9 14 2 1 30 30
152 PC. Mulya SB 29 1 6 3 6 1 20 20
153 PC. Mulya SB 29 2 6 14 4 4 20 20
154 PC. Mulya SB 31 1 6 3 6 1 30 30
155 PC. Mulya SB 29 2 10 14 4 1 25 25
156 PC. Mulya SB 27 1 10 14 2 3 5 5
157 PC. Mulya SB 29 1 6 14 3 1 56 50
158 PC. Mulya SB 23 1 6 3 9 4 33 24
159 PC. Mulya SB 33 1 6 3 6 1 25 20
160 PC. Mulya SB 30 1 6 8 3 4 56 56
161 PC. Mulya SB 26 1 6 3 6 3 20 20
162 PC. Mulya SB 25 1 7 3 6 1 6 6
163 PC. Mulya SB 37 1 6 3 6 4 35 35
164 PC. Mulya SB 27 1 10 14 2 3 36 36
165 PC. Mulya SB 38 2 6 14 2 4
166 PC. Mulya SB 23 2 10 14 2 4
167 PC. Mulya SB 25 1 7 3 9 4 20 17
168 PC. Mulya SB 31 2 8 4 2 4 24 24
294
Lanjutan Lampiran 6
No Pghsln P+an JP+an STt+an JKML JKA Pgh+an ST K Umur L/P
1 3000000 5 6 1 24
1000000 KK 37 L
2 3000000 3 6 1 8 8 3000000 KK 40 L
3 2600000
KK 53 L
4 2500000
8 1 40 46 3000000 KK 43 L
5 3500000
KK 43 L
6 2700000
KK 45 P
7 2500000
KK 44 L
8 5000000
KK 44 L
9 5400000
KK 48 L
10 2400000
KK 38 L
11 2400000
KK 36 L
12 3000000 14 8 4
2000000 KK 50 L
13 2000000 14 6 4 32 27 500000 KK 39 L
14 1500000 5 6 1 24 15 2700000 KK 47 L
15 4000000 3 6 4 10 10 2400000 KK 39 L
16 4000000 14 9 5
KK 51 P
17 5000000 14 8 1 24 20 1500000 KK 42 L
18 3000000 14 8 1 24 21 15000000 KK 42 L
19 2000000 6
20 20 2000000 KK 45 L
20 3000000 2
1
KK 52 L
21 2000000 5
1 24 20 2000000 KK 45 L
22 2000000 3 6 1 24 20 2000000 KK 45 L
23 4000000 14 6 4 10 8 1000000 KK 48 L
24 2500000
KK 38 P
25 12000000 1
5
KK 42 L
26 4000000 14 1 1 20 12 4000000 Istri
P
27 12000000 11
KK 53 L
28 3000000 6 6 1 16 12 1250000 KK 53 L
29 3700000
KK 37 L
30 2000000 14 5 1 20 20 1000000 KK 45 L
31 3000000
KK 58 L
32 2500000
KK 44 L
33 2500000
KK 50 L
295
34 1000000 10 9 4 49
3000000 KK 39 L
35 2500000
KK 40 L
36 3000000
KK 50 L
37 2000000 11 5 1 12 12 5000000 KK 40 L
38 2000000
KK 40 L
39 2000000
KK 65 L
40 1500000 1 6 1
2000000 KK 55 L
41 2500000
KK 39 L
42 1500000 11 5 1 20 18 1000000 KK 31 L
43 4000000
KK 29
44 3000000 3
14 14 600000 KK 46 L
45 2500000 3 6 1 12 10 600000 KK 42 L
46 3000000
KK 48 L
47 4000000 11 5 1 6 6 3000000 KK 36 L
48 3000000
KK 36 L
49 3000000 2
3 6 6 250000 KK 57 L
50 2000000
KK 36 L
51 2200000 2 6 2 12 12 300000 KK 44 L
52 2500000 14 3
30 30 2500000 KK 44 L
53 3500000 2 6 2 7 7 650000 KK 39 L
54 4000000 11
2 49 49 2500000 KK 55 L
55 3500000
KK 44 L
56 2150000 5
KK 30 L
57 3500000
52 L
58 6000000 2 6 3
24 2000000 KK 29 L
59 5500000
KK 45 L
60 5000000
KK 28 L
61 5000000
KK 29 L
62 4300000
KK 28 L
63 6000000
Istri 31 P
64 5000000 2 6 1
3000000 KK 29 L
65 5500000 5 6 1 12
1000000 KK 30 L
66 3200000
KK 29 L
67 5500000 2 6 1 15
3000000 KK 30 L
68 5000000 3
1
1850000 KK 31 L
296
69 10000000
KK 37 L
70 4300000
KK
L
71 3800000 14 9 4 14
1000000 KK 37 L
72 2000000 11 4 4
3000000 KK 30 L
73 6000000
KK 40 L
74 3000000
KK 26 L
75 4000000
KK 26 L
76 3000000
KK 27 L
77 4000000
KK 27 L
78 3000000
KK 35 L
79 2100000 5 2 4 8
1700000 KK 24 L
80 3200000 1
3
1200000 KK 31 L
81 1800000 1 2 2 22 20 1300000 KK 46 L
82 3500000
5 1 28 28 2000000 KK 35 L
83 6000000
KK 32 L
84 6000000 11 5 1 28 28 2000000 KK 31 L
85 4000000
5 1 28 28 2000000 KK 29 L
86 5000000
KK 42 L
87 3500000 11 5 1
KK 28 L
88
KK 29 L
89 2100000 5 6 1 49 49 1200000 KK 25 L
90 2800000 3 6 1 18 18 1200000 KK 45 L
91 3200000
KK 33 L
92 3200000
KK 37 L
93 2000000 10 9 4 49 49 1500000 KK 25 L
94 4500000
KK 30 L
95 4500000
KK 28 L
96 5500000
KK 28 L
97 3400000
KK 40 L
98 6000000
KK 34 L
99 4000000
KK 30 L
100 6000000
KK 37 L
101 2000000
KK 48 L
102 4000000
KK 25 L
103 2700000
KK 29 L
297
104 3000000
KK 33 L
105 4500000
KK 38 L
106 3500000
KK 41 L
107 4800000
KK 38 L
108 5500000
KK 36 L
109 3000000 2 6 3
2500000 KK 30 L
110 3500000 3 6 3
2800000 KK 45 L
111 4000000 14 9 4 12
1000000 KK 36 L
112 6000000
KK 22 L
113 5500000
KK 25 L
114 3000000 14 6 3 21 21 5000000 KK 30 L
115 4500000 14 2 1 18
3000000 KK 40 L
116 1000000 5 9 1 14
1200000 KK 29 L
117 2000000
KK 44 L
118 5000000
KK 30 L
119 2000000 11 5 1 18 20 1000000 KK 38 L
120 4500000 11 5 1 20 20 5000000 KK 42 L
121 4000000
KK 36 L
122 1700000 14 2 4 20
2000000 KK 39 L
123 5000000
KK 35 L
124 2000000
KK 30 L
125 1000000 3 6 1 18 18 2000000 KK 36 L
126 3000000
KK 30 L
127 2000000 14 2 4 48 48 4500000 KK 29 L
128 3000000
KK 38 L
129 3500000
KK 36 L
130 4500000
KK 33 L
131 2500000
KK 38 L
132 2500000
Anak 27 P
133 3500000
Anak 22 L
134 1750000
KK 27 L
135 4000000
KK 42 L
136 4500000
KK 39 L
137 2000000
KK 24 L
138 3500000
KK 34 L
298
139 4500000
140 3000000
KK 40 L
141 3000000
KK 38 L
142 1300000 14 9 2 5 3 1000000 Anak 23 L
143 3000000
KK 31 L
144 1650000
145 1500000 13 2 1 18 18 2800000 Istri 30 P
146 3000000
147 1450000 3
15 15 2000000 KK 31 L
148 1450000 11 5 1 10 10 500000 KK
L
149 3000000
150 2700000
151 3000000
KK
L
152 3500000
KK 29 L
153 3000000 11 5 1 8 8 1500000 KK 36 L
154 2000000 14 5 1 56 56 1800000 KK 31 L
155 3000000
156 2000000
157 2500000
KK 29 L
158 1750000
159 3500000
KK 33 L
160 3500000
KK 30 L
161 2500000
162 2500000
KK 25 L
163 3000000
KK 35 L
164 2500000 11 5 1 56 50 500000
165 3000000
KK 42 L
166 2000000
167 2800000
168 3900000
KK 33 L
299
Lanjutan Lampiran 6
No Pddk St.Kwn Pekjaan S.dlm
RT
Umur
ART L/P Pddkn ST.Kwn Keg.Utm
Agg.
RT
1 SLTA Kawin Pertan. Istri 35 P SLTA Kawin IRT Anak
2 SMK Kawin Ush
Tenda Istri 33 P SMK Kawin IRT Anak
3 SD Kawin Perkeb. Istri 46 P SMK Kawin Perkeb. Anak
4 STM Kawin Bengkel Istri 34 P SD Kawin IRT Anak
5 SMK Kawin Perkeb. Istri 41 P SMP Kawin Perkeb. Anak
6 SD Janda Perkeb. Anak 28 L SLTA BK Perkeb. Anak
7 SD Kawin Perkeb. Istri 38 P SMP Kawin IRT Anak
8 SLTA Kawin Perkeb. Istri 43 P SLTA Kawin Wirausaha Anak
9 SLTA Kawin Perkeb. Istri 44 P SLTA Kawin Perkeb. Anak
10 SMK Kawin Perkeb. Istri 31 P SMP Kawin IRT Anak
11 SD Kawin Perkeb. Istri 31 P SMP Kawin Perkeb. Anak
12 SMA Kawin Swasta. Istri 44 P SMP Kawin Perkeb. Anak
13 SMP Kawin Buruh Istri 35 P SMP Kawin IRT Anak
14 SD Kawin Perkeb. Istri 43 P SMA Kawin Dagang
15 SMA Kawin Perkeb. Istri 35 P SMA Kawin IRT Anak
16 SD Janda Perkeb. Anak 26 L SMP BK Dagang Anak
17 S1 Kawin Guru Istri 38 P SMA Kawin Swasta Anak
18 S1 Kawin Guru Istri 38 P SMA Kawin Swasta. Anak
19 SMP Kawin Perkeb. Istri 42 P SMP Kawin IRT Anak
20 SMP Kawin
Istri 45 P SMP Kawin
Anak
21 SMP Kawin Perkeb. Istri 41 P SMP Kawin IRT Anak
22 SMK Kawin
Istri 41 P Aliyah Kawin
Anak
23 SMP Kawin Perkeb. Istri 39 P SD Kawin IRT Anak
24 SMP Janda Perkeb. Anak 20 P SMA BK
Anak
25 SMA Kawin Perkeb. Istri 35 P SMA Kawin IRT Anak
26 SMP Kawin Perkeb. Anak 36 L S1 BK IRT Anak
27 SD Kawin Toke Istri 50 P SD Kawin ToKo Anak
28 STM Kawin Perkeb. Istri 47 P SMA Kawin IRT Anak
29 D3 Kawin Perkeb. Istri 34 P SMP Kawin IRT Anak
30 D3 Kawin Pertan. Istri 38 P SMA Kawin Pertan. Anak
31 SD Kawin Pertan. Istri 50 P SMA Kawin Pertan. Anak
32 SMP Kawin Pertan. Istri 40 P SMA Kawin Pertan. Anak
300
33 SD Kawin Pertan. Istri 48 P SD Kawin Pertan.
34 SMP Kawin Pertan. Istri 34 P SMP Kawin Pertan. Anak
35 SMA Kawin Pertan. Istri 34 P SMP Kawin Pertan. Anak
36 SD Kawin Pertan. Istri 43 P SD Kawin Pertan. Anak
37 SMA Kawin Pertan. Istri 38 P SMA Kawin Pertan. Anak
38 SMP Kawin Pertan. Istri 26 P SMP Kawin Pertan. Orang
Tua
39 SD Kawin Pertan. Istri 60 P SD Kawin Pertan. Anak
40 SD Kawin Pertan. Istri 50 P SD Kawin Dagang Anak
41 SMP Kawin Pertan. Istri 34 P SMP Kawin Pertan. Anak
42 SMA Kawin Pertan. Istri 26 P SMA Kawin Dagang Anak
43 SMA Kawin Pertan. Istri 24
SMK Kawin Pertan. Anak
44 SMK Kawin Tukang Istri 42 P MTS Kawin Pertan. Anak
45 SMP Kawin Pertan. Istri 35 P SMP Kawin Dagang Anak
46 SD Kawin Pertan. Istri 45 P SMP Kawin Pertan. Anak
47 SD Kawin Pertan. Istri 29 P SMP Kawin IRT Anak
48 SMP Kawin Pertan. Istri 27 P SMP Kawin Pertan. Anak
49 SD Kawin Pertan. Istri 55 P SD Kawin Pertan. Anak
50 S1 Kawin Peg. Desa Istri 35 P D3 Kawin Perawat Anak
51 SMP Kawin Pertan. Istri 43 p mts Kawin Pertan. Anak
52 SMP Kawin Kary.
PLN Istri 33 P SD Kawin Pertan. Anak
53 SD Kawin Pertan. Istri 35 P SMP Kawin Pertan. Anak
54 SD Kawin Pertan. Istri 47 P SD Kawin Pertan. Anak
55 SD Kawin Pertan. Istri 41 P SD Kawin IRT Anak
56 MTS Kawin Pertan. Istri 28 P SMP Kawin Pertan. Anak
57 SD Kawin Pertan.
43 P SD Kawin Pertan.
58 SMA Kawin Pertan. Istri 26 P SMP Kawin IRT Anak
59 SMA Kawin Swasta. Istri 44 P SD Kawin IRT Anak
60 SMA Kawin Supir Istri 24 P SMA Kawin IRT Anak
61 D3 Kawin Swasta Istri 27 P SMA Kawin IRT Anak
62 SMA Kawin Petani Istri 24 P SMP Kawin IRT Anak
63 SMA Kawin PKK Anak 10 L SD
Anak
64 SMA Kawin Swasta. Istri 25 P SMA Kawin IRT Anak
65 SMA Kawin Bengkel Istri 26 P SMA Kawin IRT Anak
66 S1 Kawin Gr.Honor Istri 27 P S1 Kawin Swasta Anak
301
67 SMA Kawin Supir Istri 24 P sMA Kawin IRT Anak
68 SMA Kawin Karyawan Istri 27 p SMA Kawin IRT Anak
69 SMK Kawin Pertan. Istri 84 P SD Kawin IRT Anak
70 SMP Kawin Tk.
Bngnan Istri
P SMP Kawin IRT Anak
71 SMA Kawin Pertan. Istri 32 P SMA Kawin IRT Anak
72 SMA Kawin Swasta Istri 28 P SMA Kawin Swasta. Anak
73 SMA Kawin Pengrajin Istri 38 P SMA Kawin IRT Anak
74 SMA Kawin Bekerja Istri 22 P SMA Kawin IRT Anak
75 SMP Kawin Bekerja Istri 23 P SMA Kawin Bekerja Anak
76 SMP Kawin Bekerja Istri 20 P SMP Kawin Bekerja Anak
77 S1 Kawin Bekerja Istri 28 P SMP Kawin IRT Anak
78 SMA Kawin Bekerja Istri 25 P SMA Kawin Bekerja Anak
79 S1 Kawin Bekerja Istri 20 P SMA Kawin Bekerja Anak
80 S1 Kawin Bekerja Istri 27 P SMK Kawin IRT Anak
81 D1 Kawin Bekerja Istri 42 P SMA Kawin Bekerja Anak
82 SMP Kawin Bekerja Istri 33 P SMP Kawin Bekerja Anak
83 SMA Kawin Bekerja Istri 27 P SMA Kawin Bekerja Anak
84 SMA Kawin Bekerja Istri 35 P SMP Kawin Bekerja Anak
85 SMA Kawin Bekerja Istri 27 P SMP Kawin Bekerja Anak
86 SMP Kawin Bekerja Istri 40 P SMA Kawin Bekerja Anak
87
Kawin Bekerja Istri 25 P SMA Kawin Bekerja
88 SMA Kawin Bekerja Istri 25 P SMP Kawin IRT Anak
89 SMA Kawin Bekerja Istri 21 P SMP Kawin IRT Anak
90 SMA Kawin Bekerja Istri 35 P SMP Kawin Bekerja Anak
91 SMA Kawin Bekerja Istri 25 P S1 Kawin Bekerja Anak
92 SMA Kawin Bekerja Istri 35 P SMA Kawin Bekerja Anak
93 SMP Kawin Bekerja Istri 23 P SMP Kawin IRT Anak
94 SMA Kawin Pertan. Istri 22 P SMA Kawin IRT Anak
95 SMA Kawin Pertan. Istri 23 P SMA Kawin IRT Anak
96 SMA Kawin Pertan. Istri 25 P SMA Kawin IRT
97 SMA Kawin Pertan. Istri 30 P SMA Kawin Pertan. Anak
98 SMA Kawin Pertan. Istri 32 P SMA Kawin Dagang
99 SMA Kawin Swasta Istri 23 P SMA Kawin Swasta.
100 SMA Kawin Pertan. Istri 30 P SMA Kawin IRT Anak
101 SMA Kawin Swasta Istri 35 P SMP Kawin Swasta. Anak
302
102 SMP Kawin Bekerja Istri 28 P SMP Kawin Bekerja Anak
103 SMP Kawin Bekerja Istri 27 P SD Kawin IRT Anak
104 SMP Kawin Bekerja Istri 32 P SMP Kawin Bekerja Anak
105 SMP Kawin Bekerja Istri 30 P SMP Kawin IRT
106 SMA Kawin Bekerja Istri 27 P SMA Kawin IRT Anak
107 SMA Kawin Pertan. Istri 35 P SMA Kawin Pertan. Anak
108 SMA Kawin Pertan. Istri 30 P SMA Kawin IRT Anak
109 SMA Kawin Swasta Istri 25 P SMP Kawin IRT Anak
110 SMA Kawin Pertan. Istri 39 P SMA Kawin Pertan. Anak
111 SMA Kawin Pertan. Istri 30 P SMA Kawin IRT Anak
112 SMA Kawin Bekerja Istri 20 P SMA Kawin IRT Anak
113 SMA Kawin Bekerja Istri 21 P SMA Kawin IRT Anak
114 SMA Kawin Pertan. Istri 27 P SMA Kawin IRT Anak
115 SMA Kawin Swasta. Istri 37 P SMA Kawin IRT dan
Jahit Baju Anak
116 SD Kawin Pertan. Istri 25 P D3 Kawin Guru Anak
117 SMP Kawin Pertan. Istri 27 P SMA Kawin IRT Anak
118 D3 Kawin Pertan. Istri 26 P S1 Kawin IRT Anak
119 SMA Kawin Pertan. Istri 33 P SMK Kawin IRT Anak
120 MTS Kawin Pertan. Istri 39 P SMA kawin Dagang Anak
121 S2 Kawin Dagang Istri 26 P S1 Kawin Dagang
122 MTS Kawin Supir Istri 36 P SMA Kawin Dagang Anak
123 S1 Kawin Dagang Istri 30 P S1 Kawin Dagang
124 SMP Kawin Pertan. Istri 24 P SMA Kawin IRT Anak
125 SMA Kawin Pertan. Istri 36 P SMK Kawin Dagang Anak
126 S1 Kawin PLD Istri 26 P S1 Kawin IRT Anak
127 D3 Kawin Pertan. Istri 32 P D3 PNS
128 SLTP Kawin Pertan. Istri 33 P SLTA Kawin IRT Anak
129 SMA Kawin Swasta Istri 34 P D3 Kawin IRT Anak
130 SMA Kawin Pertan. Istri 30 L S1 Kawin Guru Anak
131 SMA Kawin Karyawan Istri 37 P SMA Kawin IRT Anak
132 SMK BK Karyawan
133 SMK BK Swasta.
134 SMK Kawin Swasta. Istri 25 P SMA Kawin IRT
135 SMA Kawin Swasta. Istri 36 P SMA Kawin IRT Anak
136 SMP Kawin Pertan. Istri 32 P SMP Kawin IRT Anak
303
137 SMK Kawin Swasta. Istri 22 P D3 Kawin IRT
138 D1 Kawin Swasta. Istri 25 P SMA Kawin IRT
139
140 SMA Kawin Pertan. Istri 36 P SMA Kawin IRT Anak
141 SMA Kawin Pertan. Istri 34 P SMK Kawin IRT Anak
142 S1 BK Swasta.
143 S1 Kawin Guru Istri 33 P S1 Kawin Guru Anak
144
145 D3 Kawin IRT Anak 5 L
BK
Anak
146
147 SMA Kawin Pertan. Istri 29 P SMK Kawin Guru Anak
148 SMP Kawin Pensiunan Istri
P SMA Kawin IRT Anak
149 D2
150
151 SMA Kawin Karyawan Istri 28 P D3 Kawin Bidan Anak
152 SMA Kawin Bekerja Istri 30 P SMP Kawin IRT Anak
153 SMA Kawin Pertan. Istri 29 P SMA Kawin Guru Anak
154 SMK Kawin Bekerja Istri 31 P S1 Kawin Bekerja Anak
155
156
157 SMA Kawin Bekerja Istri 29 P SMA Kawin IRT
158
159 SMA Kawin Bekerja Istri 28 P SMA Kawin IRT Anak
160 SMA Kawin Bekerja Istri 25 P SMA Kawin IRT
161
162 SMK Kawin Bekerja Istri 21 P
Kawin Bekerja
163 SMA Kawin Bekerja Istri 27 P SMA Kawin IRT Anak
164
165 SMA Kawin Bekerja Istri 38 P SMA Kawin IRT Anak
166
167
168 SMA Kawin Bekerja Istri 31 P D3 Kawin Bekerja Anak
304
Lanjutan Lampiran 6
No
Um
AR
T
L/P Tigg.
Ahir
Als.
Tigl L Lahan Jen.Tanam L.Latai JL.Terlu.
J
D.Terlu.
J.A.
Terlu
.
1 15 P 2 3 2 Ha Karet&swt 140 2 2 2
2 14 L 1 1 2 Ha Karet 42 3 2 2
3 28 P 2 1
Karet 45 2 1 2
4 14 L 2 1
Karet 126 3 2 2
5 18 P 2 1
Karet 77 2 2 2
6 21 L 1 1
105 2 1 2
7 20 L 1 1 1 Ha Karet 54 2 2 2
8 21 P 1 1 2 Ha Karet 168 3 2 1
9 11 L 1 1 3 Ha Karet 99 4 1 1
10 14 P 1 1
72 3 2 2
11 11 L 1 1
90 2 1 2
12 22 L 1 1
72 3 2 2
13 20 L 1 1
54 2 2 2
14
1 1 1 Ha Karet 108 3 2 1
15 15 P 1 1 2 Ha
40 2 1 2
16 13 P 1 1 1 Ha Karet 98 2 1 2
17 16 P 1 1
63 2 2 1
18 16 P 1 1
63 2 2 1
19 22 L 2 2 2 Ha Karet 70 3 2 1
305
20 27 P 2 2 3 Ha Karet 54 3 1 2
21 15 P 2 2 1 Ha Karet 42 2 1 2
22 17 P 2 2 2 Ha Karet 70 2 2 1
23 26 P 1 1 2 Ha Karet 96 2 2 2
24 14 L 1 1
48 3 2 2
25 15 P 2 1 3 Ha Karet 126 3 2 2
26
P 1 2 2 Ha Karet 84 3 2 2
27 27
2 1
84 3 2 2
28 22 P 1 1 3 Ha Sawit 91 2 1 2
29 12 P 1 1 2 Ha Karet 54 2 1 2
30 10 L 3
2 Ha Karet 120 3 2 2
31 34 L 2 1 2 Ha Karet 150 3 2 2
32 12 L 2 2 1/2 Ha
63 2 1 1
33
2 2 1/2 Ha Karet 108 2 1 1
34 15 P 2 2 1 Ha Karet 112 3 2 2
35 12 P 2 2 1 Ha Karet 70 2 1 2
36 23 P 2 2 2 Ha Karet 162 3 2 2
37 15 L 2 2 1 Ha Karet 162 3 2 2
38 70 P 2 2 1 Ha Karet 70 2 2 1
39 28 L 2 2 2 Ha Karet 105 2 2 2
40 18 L 2 2 1,2 Ha Karet 375 3 2 2
41 12 L 2 2 2 Ha Karet 105 3 2 2
306
42 1 P 2 2 1 Ha Karet 70 2 1 1
43 4
2 2 2 Ha Karet 120 3 2 1
44 18 L 2 2 2 Ha Karet&swt 54 2 2 2
45 13 P 2 2
117 3 2 2
46 17 P 2 2 3 Ha Karet 108 2 2 1
47 12 P 2 2 2 Ha Karet 81 3 2 2
48 9 P 2 2 1 Ha Karet 73 2 2 2
49 34 P 2 2 1 Ha Karet 84 3 2 2
50 8 L
96 2 1 1
51 14 P 2 2 2 Ha Karet 63 2 2 2
52 11 L 1 1 2 Ha Karet 77 3 2 2
53 15 L 2 2 4,5 Ha Karet 88 2 2 2
54 16 L 2 1 2 Ha Karet 72 2 2 2
55 26 L 2 2 4,5 Ha Karet 77 2 2 2
56 8 L 2 2 1 Ha Karet 72 3 2 2
57 25 P 2 1 2 Ha Karet 91 2 2 2
58 6 P 3
1 Ha Sawit 45 2 1 1
59 18 P 2 2
90 2 2 2
60 6 L 2 3
70 2 2 1
61 3 P 3
36 3 2 2
62 3 L
1 Ha Padi 60 2 2 1
63 4 P 2 3 1,5 Ha Padi 36 2 2 2
307
64 10 L 3
70 3 2 2
65 11 P 4
70 3 2 1
66 1 P 4
48 3 2 2
67 9 L 3
60 3 2 1
68 10 L 3
2 Ha Sawit 105 3 2 2
69 9 P 2 1 2 Ha Padi 54 3 2 1
70 16
2
54 2 1 1
71 4 P 2 2 0,5, Ha
95 2 2 1
72 4 P 3
45 3 2 2
73 17 L 4
45 3 2 2
74 4 P 3
0,5 Ha Padi 60 2 1 2
75 4 P 2 2 1,5 Ha Padi 60 2 2 1
76 2 L 2
1 Ha Padi 99 2 2 2
77 7 L 2
3/4 Ha Padi 60 2 2 1
78 2 P 2 3 0,5 Ha Padi 56 2 1 1
79 6 L 2 3 0,5 Ha Padi 54 2 1 1
80 8 P 4
48 3 2 1
81 19 P 2 2 1 Ha Padi 48 3 2 1
82 5 P 2 1 1 1/2 Ha Padi 54 2 2 2
83 1 L 3
54 2 2 1
84 23 P 2 1 2 Ha Padi 88 2 2 2
85 5 L 2 2 1 Ha Padi 54 2 2 1
308
86 20 P 4
54 2 1 2
87 3
2 3 3/4 Ha Padi 54 2 1 2
88 1 L 3
1 Ha Padi 36 1 1 1
89 2 P 2 2 0,5 Ha Padi 36 2 1 1
90 22 P 2 2 1,5 Ha Padi 60 2 2 1
91 8 P 3
48 2 1 1
92 17 P 2 2 0,5 Ha Padi 45 2 1 1
93 2 L 2 1 1 Ha Padi 54 2 2 2
94 10 L 3 1 4 Ha Sawit 77 3 2 2
95 8 L 2 1 4,5 Ha Sawit 80 3 2 2
96
3
2,5 Ha Sawit 77 3 2 2
97 12 L 2 2 3 Ha Sawit 375 3 2 2
98
4 1 2 Ha Sawit 99 3 2 2
99
2 2 2 Ha Padi 90 3 2 1
100 5 L 4
1 Ha Lada 45 2 2 1
101 16 P 2 2
Sawit 90 3 2 2
102 8 L
1 Ha Padi 108 2 2 2
103 6 L 2 3
Sawit 54 2 1 2
104 14 L 2 1
Sawit 48 2 1 1
105
2 3 1 Ha Padi 72 2 2 2
106 17 L 2 2
Sawit 20 1 1 1
107 16 P 4 1 6 Ha Sawit 126 3 2 1
309
108 17 P 3 1 3 Ha Padi 126 3 2 2
109 3 L 1 2
Sawit 96 3 2 2
110 17 P 2 1 2,5 Ha Padi 45 2 1 2
111 13 P 2 1 3 Ha Padi 72 2 2 1
112 1 L 2 1 1 3/4 Ha Padi 80 2 2 2
113 2 L 2 1 1 3/4 Ha Padi 80 2 2 2
114 7 P 3 3 3 Ha
160 3 2 2
115 13 L 2 1
Padi 104 2 1 1
116 3 P 1 2
Padi 60 2 1 1
117 12 L 2 1 1/4 Ha Padi 48 2 1 1
118 1 L 1 2
Padi 150 3 2 2
119 10 L 2 1 2 Ha
96 2 2 1
120 14 L 3 3 4 Ha Sawit 150 2 2 2
121
1 1
160 3 2 1
122 3 L 2 1
72 2 2 1
123
1 1 3/4 Ha
96 3 2 2
124 3 P 2 1
40 2 2 1
125 15 L 2 1 2 Ha Sawit 60 2 1 1
126 1 P 1 2
120 3 2 2
127
2 1 2 Ha Sawit 105 3 2 2
128 7 P 2 1
Sawit 48 2 2 1
129 10 L 4
80 2 2 2
310
130 8 P 2 3
Sawit 96 2 2 2
131 7 P 2 2
Sawit 90 2 2 2
132
2 2
Sawit 10 2 2 2
133
2 2
Sawit 80 2 2 2
134
2 1
Sawit 80 2 2 1
135 4 L 2 1
84 2 2 2
136 10 L 3 1
80 2 2 2
137
2 1
72 2 2 2
138
3
70 2 2 2
139
4
80 3 2 2
140 15 P 2 1
Sawit 70 2 2 2
141 10 L 2 1
Sawit 96 2 2 2
142
1 3
240 2 2 2
143 5 L 1 4
Sawit 120 3 2 2
144
1 3
Sawit 72 2 2 2
145 1 P 2 3
45 2 1 1
146
1 3
72 2 2 2
147 1 P 1 2 2 Ha Sawit 60 2 1 1
148 26 L 2 3 2 Ha Sawit 100 3 2 2
149
1 3
Sawit 80 2 1 1
150
1 2
Sawit 64 4 1 1
151 1,5 L 1 1
Sawit 36 3 2 2
311
152 4 L 2 1
Sawit 48 2 1 1
153 8 L 1 2
Sawit 60 2 1 1
154 4,5 L 1 1
Sawit 120 3 2 2
155
1 1
Sawit
156
1 1
Sawit
157
2 1
Sawit 96 2 2 1
158
1 3
Sawit 78 2 1 1
159 7 P 2 1
Sawit 48 2 1 1
160
2 1
Sawit 108 3 2 2
161
1 1
Sawit
162
2 1 2,5 Ha Sawit 80 2 2 2
163 5 P 2 1
Sawit 48 2 2 1
164
2 1
Sawit 96 2 2 2
165 12 P 2 1
Sawit 80 2 1 1
166
1 1
Sawit
167
1 3
Sawit 104 2 2 2
168 1 P 1 1
48 2 1 1
Lanjutan Lampiran 6
No Stt.Rmh S. Mtr M. Cuci Y. ART Tabungan Hdp kini Tk Pddk % Tab.
1 1 1 1 4000000 6500000 4 4 2
2 1 1 2 6000000 3600000 4 5 3
3 1 1 2600000 3200000 4 3 2
4 1 1 1 5500000 6000000 4 5 2
5 1 3500000 2500000 3 2 3
312
6 1 2700000 1550000 3 3 2
7 1 1 2500000 1800000 4 2 2
8 1 1 2 5000000 6500000 4 5 4
9 1 1 1 5400000 3000000 3 3 2
10 1 1 1 2400000 3500000 2 4 2
11 1 1 1 2400000 1800000 3 2 1
12 1 1 1 5000000 4800000 4 3 2
13 1 1 1 2500000 5250000 4 3 3
14 1 1 1 4200000 3600000 4 2 2
15 1 1 1 2400000 3500000 3 3 3
16 1 1 1 4000000 3500000 3 2 3
17 1 1 1 6500000 6000000 4 5 3
18 1 1 1 4500000 6500000 4 4 3
19 1 1 1 4000000 3600000 3 4 2
20 1 1 1 3000000 2400000 3 3 2
21 1 4000000 4500000 4 4 3
22 1 4000000 4800000 4 4 3
23 1 1 1 5000000 4600000 3 1 2
24 1 1 1 2500000 4800000 3 3 2
25 1 1 1 12000000 18000000 4 1 3
26 1 1 1 8000000 9000000 4 3 4
27 1 1 1 12000000 2000000 4 3 4
28 1 1 1 4250000 6000000 3 2 3
29 1 1 3700000 3000000 3 5 1
30 1 1 1 3000000 7500000 4 4 3
31 1 1 1 3000000 8000000 4 4 4
32 1 1 2500000 1300000 3 4 2
33 1 1 2500000 1200000 3 3 2
34 1 1 1 4000000 2400000 4 3 2
35 1 1 2500000 1200000 3 3 2
36 1 1 1 3000000 1600000 4 2 2
37 1 1 1 7000000 3000000 4 4 3
38 1 1 2000000 1200000 3 3 2
39 1 1 1 3000000 1500000 3 3 2
40 1 2 3500000 2350000 4 3 2
313
41 1 1 1 2500000 1800000 4 3 2
42 1 1 1 2500000 1500000 3 4 2
43 1 1 1 4000000 1500000 4 4 2
44 2 1 1 3600000 3000000 4 3 3
45 1 1 1 2700000 1500000 4 2 2
46 1 1 1 3000000 2400000 4 3 3
47 2 1 1 7000000 12000000 4 2 2
48 1 1 1 3000000 1800000 4 3 4
49 1 1 1 3250000 1500000 4 3 2
50 1 1 1 2000000 500000 4 5 2
51 1 1 1 2500000 1500000 4 3 3
52 1 1 1 5000000 2000000 4 2 3
53 1 1 1 4150000 2400000 4 2 2
54 1 1 1 6500000 3000000 4 3 4
55 1 1 1 3500000 1500000 4 2 2
56 2 1 1 2150000 600000 3 3 2
57 1 1 1 3500000 1800000 4 2 2
58 1 1 1 8000000 6500000 4 3 3
59 1 1 1 5500000 2400000 3 1 2
60 1 1 5000000 1150000 4 3 2
61 1 1 5000000 2400000 3 4 2
62 1 4300000 1800000 4 3 2
63 1 1 6000000 7200000 4 3 3
64 1 1 1 8000000 7550000 4 3 3
65 1 1 1 6500000 7150000 4 4 3
66 1 1 1 3200000 600000 2 5 1
67 1 1 1 8500000 9150000 4 3 3
68 1 1 1 6850000 4200000 3 3 2
69 1 1 1 10000000 3840000 4 4 3
70 1 4300000 2100000 4 3 2
71 1 4800000 5200000 4 4 3
72 1 1 5000000 2400000 4 3 3
73 1 1 6000000 7200000 4 3 3
74 1 3500000 1500000 2 3 2
75 1 1 4000000 1500000 4 3 3
314
76 1 1 2000000 1250000 2 3 2
77 1 1 1 4000000 1200000 4 5 2
78 1 1 3000000 1500000 3 3 2
79 1 1 1 3800000 750000 4 5 2
80 1 1 1 4400000 1750000 4 5 3
81 2 1 3100000 6250000 4 4 3
82 1 1 1 5500000 3800000 4 3 3
83 1 1 1 6000000 4500000 4 3 4
84 1 1 1 8000000 4500000 4 3 4
85 1 1 1 6000000 3200000 4 3 3
86 1 1 1 5000000 1300000 4 3 2
87 1 1 3500000 1200000 4 4 3
88 4 3500000 1350000 3 3 2
89 1 1 3300000 1250000 3 3 2
90 1 1 4000000 2500000 4 3 3
91 1 3200000 1750000 4 4 3
92 1 3200000 1250000 3 3 2
93 1 1 1 3500000 1500000 4 3 2
94 1 1 1 4500000 2250000 4 3 4
95 1 1 1 4500000 3500000 4 3 2
96 1 1 1 5500000 4200000 4 3 3
97 1 1 1 3400000 2500000 4 3 3
98 1 1 1 6000000 3750000 4 3 3
99 1 1 1 4000000 1300000 4 3 2
100 1 1 1 6000000 2400000 3 3 2
101 1 1 2000000 1250000 3 3 1
102 1 4000000 1250000 3 2 2
103 1 2700000 750000 2 3 2
104 2 1 3000000 750000 3 2 2
105 1 1 1 4500000 1500000 3 3 2
106 1 1 1 3500000 900000 3 4 2
107 1 1 1 4000000 3500000 3 3 2
108 1 1 1 5500000 3300000 4 3 3
109 1 1 1 5500000 4200000 4 3 2
110 1 1 1 6300000 4250000 4 3 3
315
111 1 5000000 3500000 4 3 3
112 1 1 1 6000000 4300000 4 4 3
113 1 1 1 5500000 1800000 4 3 2
114 1 1 1 8000000 6500000 4 3 3
115 1 1 1 7500000 6300000 4 4 3
116 2 1 2200000 700000 2 3 2
117 1 2000000 500000 3 3 1
118 2 5000000 7500000 3 4 3
119 1 1 1 3000000 2400000 3 2 2
120 1 1 1 8000000 9000000 3 4 3
121 2 1 1 4000000 3500000 3 4 2
122 1 1 3700000 2400000 3 4 2
123 1 1 1 5000000 3000000 4 3 3
124 1 2000000 1200000 4 4 2
125 1 1 1 3000000 180000 4 4 3
126 2 3000000 2500000 4 1 2
127 1 1 1 6500000 8000000 4 3 3
128 1 1 1 3000000 1200000 4 2 2
129 1 1 3500000 1500000 3 4 1
130 4 4500000 5600000 4 4 2
131 1 2500000 1200000 3 3 1
132 1 2500000 900000 3 3 1
133 2 3500000 3000000 3 3 2
134 1 1750000 600000 3 3 1
135 3 4000000 3500000 3 2 1
136 1 1 4500000 2800000 4 3 2
137 1 2000000 7500000 3 3 2
138 1 1 3500000 2000000 3 3 4
139 1 1 1 4500000 5000000 4 4 2
140 1 1 1 3000000 1800000 3 3 4
141 1 1 1 3000000 2500000 3 3 2
142 2 3300000 6300000 4 4 2
143 2 1 1 3000000 2500000 4 4 3
144 2 1650000 1500000 4 3 2
145 1 1 4300000 3650000 4 4 2
316
146 2 3000000 750000 4 2 4
147 2 1 1 3450000 2500000 3 1 2
148 2 1 1 2000000 1200000 3 3 1
149 2 3000000 1500000 3 3 4
150 2 2700000 900000 3 3 2
151 1 1 1 3000000 1200000 4 1 2
152 1 1 3500000 2200000 4 3 2
153 2 1 4500000 2400000 4 3 2
154 2 3800000 2000000 4 3 2
155 3000000 1500000 4 4 2
156 2000000 1500000 4 3 1
157 1 2500000 1200000 4 2 1
158 2 1750000 1500000 4 1 2
159 1 3500000 1800000 4 3 2
160 1 3500000 1750000 4 3 2
161 2500000 1500000 4 3 2
162 1 1 2500000 1200000 4 2 2
163 1 1 3000000 2800000 4 3 2
164 1 3000000 2600000 4 5 2
165 3 1 3000000 1800000 4 3 2
166 2000000 750000 4 4 1
167 2 2800000 2000000 4 2 2
168 2 3900000 1600000 4 3 2
317
Lampiran 7:Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian Di Desa- Desa Sampel
Lokasi transmigrasi Dalam Provinsi Jambi.
Photo bersama Camat dan Sekcam, setelah menerima berbagai
penjelasan tentang kondisi Kecamatan Batang Asam, April 2017.
318
Setelah diterima oleh Kades Sri Agung menyempatkan diri untuk berphoto
dengan 3 orang Enumerator di Depan kantor Desa, April 2017.
319
Diskusi di rumah Kepala Desa Sri Agung M. Hatta, yang di dampingi oleh
ibu Kades serta Enumerator tentang informasi Responden, April 2017.
320
Disela sela kegiatan survei berkesempatan untuk melihat Irigasi “Suban “
untuk mengairi areal persawahan yang ada di desa Sri Agung, April 2017.
321
Menelusuri Irigasi di Desa Sri Agung, dengan tanaman Padi yang belum
lama ditanam dengan latar belakang pemandangan yang indah, April 2017
322
Para Enumerator berkesempatan mengabadikan diri di depan kantor Desa
Rawa Medang, sementara Peneliti sedang serius berdiskusi dengan Kepala
Desa bapak II, Sapra’i di ruang tamu
323
Menelusuri areal persawahan di desa Rawa Medang, dengan hamparan yang
begitu luas dan asri, April 2017
324
Masih di areal persawahan di Desa Rawa Medang, di area persemaian bibit
padi dimana belum lama berlangsungnya panen raya, April 2017
325
Baru saja sampai di Kantor Desa Perintis, dengan ditemani oleh salah
seorang Enumerator dalam survei Generasi kedua transmigran, April 2017
326
Diterima oleh Kepala Desa Perintis bapak Aa Sunarya, di ruang tamu beliau
untuk menjelaskan tentang kegiatan penelitian, April 2017
327
Sampai di Desa Rimbo Mulyo, sebagai salah satu desa sampel penelitian
generasi kedua transmigrasi, April 2017.
328
Diterima oleh Kepala Desa Rimbo Mulyo bapak Nisman dan didampingi
oleh salah seorang Enumerator dari kantor BKKBN Kabupaten Tebo, April
2017
329
Setelah istirahat kembali melanjutkan diskusi dengan kades Rimbo Mulyo
terkait dengan kegiatan survei di wilayah beliau, April 2017
330
Akhirnya sebelum pamit sempat berphoto di depan kantor desa Rimbo
Mulyo dengan pak Kades dan ibu Ita Septyaningsih, April 2017.
331
Berkesempatan untuk melihat tanaman karet yang ada sekitar desa Rimbo
Mulyo yang telah berumur sekitar 20 – 25 tahun, April 2017
332
Berkesempatan untuk mengambil photo bersama co Promotor di depan
taman kantor Desa Marga Mulya, Mei 2017.
333
Diterima oleh Sekretaris Kecamatan, yang di dampingi oleh bapak Kades
Marga Mulya serta dihadiri oleh salah seorang Co Promotor, Mei 2017.
334
Pemberian Kenang-kenangan yang diterima oleh perangkat desa Panca
Mulya sebagai perwakilan yang disaksikan oleh Sekcam dan Co promotor,
Mei 2017.