analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem mg …digilib.batan.go.id/e-prosiding/file...

22
Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-AI (Wisnu Ari Adi, S. Si.) ANALISIS FASA DAN STRUKTURMIKRO PADUAN SISTEM Mg-Ni DAN Mg-AI Wisnu Ari Adi Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, BAT AN , Serpong e-mail: [email protected] ABSTRAK ANALISIS FASA DAN STRUKTURMIKRO PADUAN SISTEM Mg-Ni DAN Mg-AI. Telah dilakukan sintesis dan karakterisasi paduan hidrida logam sistem Mg-Ni dan Mg-AI melalui metode mechanical alloying. Mechanical alloying adalah sebuah teknik pencampuran dari dua atau lebih logam yang menggunakan metode reaksi padatan (solid state reaction) dengan memanfaatkan proses deformasi untuk membentuk suatu paduano Alat yang digunakan adalah High Energy Milling SPEX 8000. Paduan hidrida logam sistem Mg-Ni dibuat melalui proses milling basah dengan variasi waktu milling selama 10 jam, 15 jam, 20 jam, dan 25 jam. Sedangkan paduan hidrida logam sistem Mg-AI dibuat dengan variasi waktu milling selama 10 jam, 20 jam, dan 30 jam. Hasil refinement pola difraksi sinar-X (XRD) menunjukkan bahwa serbuk Mg dan Ni yang dicampur dan dimilling selama 10 jam, 15 jam, 20 jam, dan 25 jam telah terjadi pertumbuhan fasa Mg2Ni yang berturut-turut sebesar 23,32%; 45,3%; 62,04%, dan 87,44%. Sedangkan pertumbuhan fasa Mg2AI3 setelah milling selama 10,20, dan 30 jam berturut-turut sebesar 71,82%; 90,73%; dan 96,19%. Dan hasil pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukkan bahwa pembentukan fasa baru terdiri dari em pat tahapan, yaitu proses pengecilan serbuk, proses penyatuan serbuk, proses pembentukan fasa baru, dan pengecilan butiran fasa baru. Disimpulkan bahwa mekanisme pembentukan Mg2Ni dengan metode mechanical alloying sangat bersesuaian dengan ilustrasi yang disampaikan oleh Benyamin dan Volin. Pembentukan awal paduan hidrida logam sistem Mg-Ni dan Mg- AI tampak pada waktu milling selama 10 jam. Waktu milling minimum untuk memperoleh fasa baru lebih dari 80% adalah selama di atas 25 jam, artinya semakin lama proses milling semakin banyak fasa baru yang terbentuk. Kata kunci: Mechanical alloying, Mg2Ni, Mg2Ah. ABSTRACT THE ANALYSIS OF MICROSTRUCTURE AND PHASE ON THE Mg-Ni AND Mg-AI SYSTEM COMPOUND. The synthesis and characterization of Mg-Ni and Mg-AI compounds by using mechanical alloying technique have been performed. The mechanical alloying is a solid states reaction of some metal by using of deformation process to form a compound. The process of mechanical alloying used a SPEX 8000 High Energy Milling. The Mg and Ni powders are miXed and milled with the variation of milling time 10, 15, 20, and 25 hours. And the Mg and AI are milled with the variation of milling time during 10, 20, and 30 hours. The result of refinement of X-ray diffractions showed that the Mg2Ni phase already formed after milling of 10, 15, 20, and 25 hours are 23.32%, 45.3%, 62.04%, and 87.44%, respectively. And the Mg2Ah phase growth 71.82%, 90.73%, and 96.19% for the milling after 10, 20, and 30 hours, respectively. The result of Scanning Electron Microscope show that the formation of Mg-Ni and Mg-AI phase consist of four process, namely reduce powder size, welding predominance process, formation of new phase and reduce powder size of new phase. We conclude that mechanism of Mg2Ni formation by using mechanical alloying method is in accordance with Benyamin and Volin illustration. The first formation of Mg-Ni and Mg-AI phases are occurred after 10 hours of milling and the minimum milling time to growth more than 80% of the new phase is 25 hours, it's mean the long time of milling cause the new phase formation increase. Key words: Mechanical alloying, Mg2Ni, Mg2Ah. 231

Upload: dothuy

Post on 09-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-AI (Wisnu Ari Adi, S.Si.)

ANALISIS FASA DAN STRUKTURMIKROPADUAN SISTEM Mg-Ni DAN Mg-AI

Wisnu Ari AdiPusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, BAT AN , Serpong

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

ANALISIS FASA DAN STRUKTURMIKRO PADUAN SISTEM Mg-Ni DAN Mg-AI. Telahdilakukan sintesis dan karakterisasi paduan hidrida logam sistem Mg-Ni dan Mg-AI melalui metodemechanical alloying. Mechanical alloying adalah sebuah teknik pencampuran dari dua atau lebih logamyang menggunakan metode reaksi padatan (solid state reaction) dengan memanfaatkan prosesdeformasi untuk membentuk suatu paduano Alat yang digunakan adalah High Energy Milling SPEX8000. Paduan hidrida logam sistem Mg-Ni dibuat melalui proses milling basah dengan variasi waktumilling selama 10 jam, 15 jam, 20 jam, dan 25 jam. Sedangkan paduan hidrida logam sistem Mg-AIdibuat dengan variasi waktu milling selama 10 jam, 20 jam, dan 30 jam. Hasil refinement pola difraksisinar-X (XRD) menunjukkan bahwa serbuk Mg dan Ni yang dicampur dan dimilling selama 10 jam, 15jam, 20 jam, dan 25 jam telah terjadi pertumbuhan fasa Mg2Ni yang berturut-turut sebesar 23,32%;45,3%; 62,04%, dan 87,44%. Sedangkan pertumbuhan fasa Mg2AI3 setelah milling selama 10,20, dan30 jam berturut-turut sebesar 71,82%; 90,73%; dan 96,19%. Dan hasil pengamatan denganmenggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukkan bahwa pembentukan fasa baruterdiri dari em pat tahapan, yaitu proses pengecilan serbuk, proses penyatuan serbuk, prosespembentukan fasa baru, dan pengecilan butiran fasa baru. Disimpulkan bahwa mekanismepembentukan Mg2Ni dengan metode mechanical alloying sangat bersesuaian dengan ilustrasi yangdisampaikan oleh Benyamin dan Volin. Pembentukan awal paduan hidrida logam sistem Mg-Ni dan Mg­AI tampak pada waktu milling selama 10 jam. Waktu milling minimum untuk memperoleh fasa baru lebihdari 80% adalah selama di atas 25 jam, artinya semakin lama proses milling semakin banyak fasa baruyang terbentuk.

Kata kunci: Mechanical alloying, Mg2Ni, Mg2Ah.

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF MICROSTRUCTURE AND PHASE ON THE Mg-Ni AND Mg-AI SYSTEMCOMPOUND. The synthesis and characterization of Mg-Ni and Mg-AI compounds by using mechanicalalloying technique have been performed. The mechanical alloying is a solid states reaction of somemetal by using of deformation process to form a compound. The process of mechanical alloying used aSPEX 8000 High Energy Milling. The Mg and Ni powders are miXed and milled with the variation ofmilling time 10, 15, 20, and 25 hours. And the Mg and AI are milled with the variation of milling timeduring 10, 20, and 30 hours. The result of refinement of X-ray diffractions showed that the Mg2Ni phasealready formed after milling of 10, 15, 20, and 25 hours are 23.32%, 45.3%, 62.04%, and 87.44%,respectively. And the Mg2Ah phase growth 71.82%, 90.73%, and 96.19% for the milling after 10, 20, and30 hours, respectively. The result of Scanning Electron Microscope show that the formation of Mg-Niand Mg-AI phase consist of four process, namely reduce powder size, welding predominance process,formation of new phase and reduce powder size of new phase. We conclude that mechanism of Mg2Niformation by using mechanical alloying method is in accordance with Benyamin and Volin illustration.The first formation of Mg-Ni and Mg-AI phases are occurred after 10 hours of milling and the minimummilling time to growth more than 80% of the new phase is 25 hours, it's mean the long time of millingcause the new phase formation increase.

Key words: Mechanical alloying, Mg2Ni, Mg2Ah.

231

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

BABI PENDAHULUAN

ISSN 2087-8079

Energi adalah salah satu faktor utama yang sangat dibutuhkan dalam kehidupanmanusia dimuka bumi ini. Sumber energi yang paling besar selain matahari, berasal daribahan bakar berbasis fosil, seperti batubara, minyak bumi, dan gas alam. Ketersediaansumber energi ini sangat terbatas, sedangkan kebutuhan akan sumber energi terusmeningkat. Sumber energi berbasis fosil ini selain terbatas juga menimbulkan dampak negatifyang cukup besar, yaitu dapat meningkatkan jumlah kandungan karbon dioksida di atmosfiryang berakibat dapat meningkatkan suhu bumi (efek rumah kaca). Sehingga diperlukanalternatif-alternatif pemecahan untuk dapat menghasilkan sumber energi baru yang dapatbermanfaat untuk kehidupan manusia. Krisis energi dari bahan bakar fosil mendorong pesatpara peneliti untuk mengembangkan energi alternatif dari bahan hidrogen. Hidrogendisamping merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti sumberenergi fosil, hidrogen juga terdapat melimpah di alam, ringan, bersih, ramah lingkungan danmudah diperbaharui.

Hidrogen, seperti halnya listrik, adalah energi karier yang juga harus diproduksi darisumber-sumber alam. Hidrogen dapat diproduksi dari gas alam dengan proses reforming,siklus termokimia matahari, reaktor nuklir, maupun proses pemecahan air. Semua siklusteknologi produksi hidrogen harus tidak melibatkan bahan bakar fosil dan hasil yang diperolehharus kompetitif di segala aspek dibanding dengan bahan bakar fosil. Namun disisi lain,hidrogen ini memiliki kelemahan yaitu sangat reaktif mudah terbakar, dan meledak. Untuk itudiperlukan cara untuk dapat menyimpan hidrogen ini dengan aman. Ada beberapa teknikyang dilakukan untuk menyimpan hidrogen ini, diantaranya adalah bentuk penyimpananhidrogen secara tradisional yaitu mengkompres hidrogen ini dengan tekanan tinggi dalamsebuah tabung atau lazim disebut dengan Compressed Hydrogen Gas (CHG), dijadikandalam bentuk cair yang disebut dengan Liquid Hydrogen (LH), atau dengan cara menyimpandi dalam sebuah logam yang kemudian dikenal dengan Metal Hydride (MH) atau hidridalogam [1-6]. Hal ini sudah dapat dilakukan dengan kapasitas yang besar, misalnya bateraihidrogen.

Baterai hidrogen sudah cukup lama dikenal dan beredar di masyarakat sebagairechargeable battery untuk menghidupkan komputer laptop, ponsel, segala jenis peralatanelektronik. Baterai ini dikenal sebagai baterai Ni-MH yang dapat digunakan untuk menyimpanlistrik [7].

Untuk keperluan fuel cell maupun kendaraan transport, penyimpanan hidrogen dalambentuk on board storage menjadi tantangan bagi para peneliti hingga sekarang. Tantanganyang harus dijawab adalah bahwa diperlukan material yang mampu menyimpan hidrogendalam kondisi densitas yang lebih tinggi dibanding densitas hidrogen cairo Dan mengingatketerbatasan volume kendaraan transportasi, hidrogen harus mampu menjalani siklus unjukkerja pada kondisi suhu 50°C hingga 120°C dengan tekanan 1 atm hingga10 atm. Untukmaksud tersebut, diperlukan material yang ringan dan memiliki daya serap hidrogen yangbesar, karena sebuah kendaraan transport memerlukan sekitar 5 kg hingga 13 kg H2 [7].

Berbagai logam transisi dan paduannya dapat menyerap hidrogen membentuk ikatanintersitial dengan hidrogen dalam bentuk senyawa biner dan terner. Namun demikian, tidaksemua logam dapat dijadikan sebagai kandidat on board storage untuk kendaraan transpor.Agar dapat berfungsi sebagai material on board storage diperlukan beberapa persyaratanyang harus dipenuhi.

Magnesium dan paduan magnesium dengan logam transisi lain merupakan bahanpenyimpan hidrogen yang cukup menjanjikan di masa yang akan datang karena kapasitasserapan hidrogen yang cukup besar [8-10]. Magnesium dengan hidrogen akan membentuksenyawa hidrid sebagai MgH2 yang mampu menampung hidrogen sebesar 7,6% beratpaduanoSelain hal itu, entalpi pembentukan senyawa hidrid ini cukup besar (tJ.H = -75 kJ/mol)membuat magnesium sangat menjanjikan untuk digunakan sebagai bahan penyimpan energipanas, apalagi magnesium mudah didapat. Namun, ada kelemahan mendasar pada logammagnesium sebagai bahan penyimpan energi, yaitu proses hidriding-dehidriding berlangsungsangat lamban, butuh beberapa jam, dan berlangsung pada suhu 350°C hingga 400°C.Tekanan gas hidrogen dalam kesetimbangannya dengan menggunakan magnesium hidridsangat rendah sekitar 1 bar pada suhu 280°C. Sehingga secara termodinamik senyawa hidridharus berlangsung pada suhu rendah. Beberapa penyebab rendahnya kecepatan hidriding­dehidriding disebabkan oleh oksidasi permukaan magnesium, pembentukan magnesium

232

Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-AI (Wisnu Ari Adi, S.Si.)

hidroksida, dan rendahnya kecepatan disosiasi molekul hidrogen di permukaan logam. Salahsatu cara untuk mengurangi beberapa kelemahan yang dimiliki oleh Mg tersebut adalahdengan menambahkan Mg dengan .Iogam transisi atau logam non transisi membentuksebuah paduan [11-12].

Metal hydride yang sedang dikembangkan dewasa ini adalah paduan berbasismagnesium. Sintesis dari paduan berbasis magnesium ini telah banyak dilakukan olehbeberapa penelitian sebelumnya [13-16]. Andreasen dan kawan-kawan telah berhasilmembuat paduan paduan berbasis magnesium menggunakan Arc Melting. Namun teknik ArcMelting ini sangat sulit dilakukan khususnya di dalam lingkungan Argon [17]. Kendala utamadari sintesis paduan berbasis magnesium ini adalah ringannya serbuk-serbuk pembentuknya,sehingga pada saat busur Arc bersentuhan, serbuk-serbuk yang telah dipadatkan bersamatersebut berterbangan dan menyulitkan proses pelelehannya. Untuk diperlukan cara lainuntuk dapat membuat paduan ini. Metode mechanical alloying ini diharapkan menjadi solusiyang paling sederhana untuk membuat paduan berbasis magnesium. Mechanical alloyingadalah sebuah teknik pencampuran yang merupakan sebuah metode reaksi padatan (solidstate reaction) dari beberapa logam (alloy) dengan memanfaatkan proses deformasi untukmembentuk suatu paduano Prosesnya sangat mudah yaitu memadukan dua buah serbukatau lebih melalui teknik milling.

Paduan metal hydride berbasis magnesium yang akan dibahas pada penelitian iniadalah sistem Mg-Ni dan Mg-AI. Paduan metal hydride sistem Mg-Ni memiliki kemampuanmenyerap hidrogen yang sangat besar hingga 3,6% berat, sedangkan sistem Mg-AI memilikikemampuan penyimpanan hidrogen sebesar 3,02% berat hingga 4,44% berat dengankonsentrasi Mg sebesar 40% atom hingga 58,6% atom [18-22]. Absorpsi hidrogen untuksistem Mg-Ni ini dapat menghasilkan paduan baru menjadi Mg2NiH4, sedangkan untuk sistemMg-AI tidak. Mg-AI ini akan bereaksi secara tidak permanen membentuk paduan MgxAly.Kemudian setelah paduan ini bereaksi dengan hidrogen akan mengalami dekomposisimenjadi xMgH2 dan yAI. Sehingga dalam hal ini AI berfungsi sebagai mediator untukmengikat Mg lebih banyak. Disamping itu untuk membentuk paduan MgH2 lebih sempurnaperlu dilakukan pemanasan (ani~ pada saat proses hidriding berlangsung. Berdasarkandiagram fasa biner Mg-AI, bahwa paduan Mg-AI yang dapat terbentuk secara metastabiladalah paduan fasa ~- Mg2AI3 dan fasa y- Mg17A112 [23-25]. Untuk mendapatkan fasa y­

Mg17A112 dilakukan pemanasan pad a suhu antara 200°C sampai 400°C. Namun hal yangsangat menarik untuk dipahami adalah proses pertumbuhan dan pembentukan fasa barutersebut baik pada paduan metal hydride sistem Mg-Ni maupun Mg-AI. Jadi tujuan daripenelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami pertumbuhan fasa baru pad a paduanmetal hydride sistem Mg-Ni dan Mg-AI.

BAB II TEORI

2.1. Hydrogen Storage

Mg-base dipilih karena dari hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwamagnesium mampu menyerap hidrogen cukup besar (mengandung 7,6% berat H2),

disamping ringan, mudah diperoleh, dan harganya murah. Meskipun magnesium memilikikapasitas tampung hidrogen yang besar, logam ini memiliki kelemahan mendasar, yaituproses hidriding dan dehidriding berlangsung sangat lamban dan operasinya pada suhu yangrelatif tinggi sekitar 350°C hingga 400°C. Agar magnesium bisa dipromosikan sebagaimaterial on board storage maka perlu dilakukan penelitian pembuatan paduan magnesiumdengan logam lain sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat menurunkan suhu hidriding­dehidriding menjadi sekitar 80°C hingga 150°C dengan tanpa mengurangi kapasitas tampungmagnesium tersebut terhadap hidrogen.

233

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti ISSN 2087-8079

Macroparticle:Slow hydrogen

Nanoparticle:rapid hydrogen

:100

CASIINn:KFAca: IMETAL

:t U + \t

I---200

- 11002J IIf •• \40

·100

.-d

Gambar 2.1. Proses dan mekanisme penyerapan hidrogen ke dalam hidrida logam

Hidrida logam yang dipersyaratkan untuk media penyimpan hidrogen agar memilikikemampuan penyerapan hidrogen yang sangat tinggi adalah salah satunya memiliki ukuranbutir (grain size) yang sangat keci!. Semakin kecil ukuran butirnya, semakin besar pulahidrogen yang dapat diserap oleh bahan tersebut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.Menurut hasil penelitian Zaluska bahwa pengaruh dari ukuran butir dapat meningkatkanabsorpsi hidrogen lebih banyak dan lebih cepat. Zaluska melaporkan bahwa Mg denganukuran butir 1 mm hanya mampu menyerap hidrogen kurang dari 0,5% berat dalam waktu120 menit, dan Mg dengan ukuran butir 30 nm dapat menyerap hidrogen sebesar 6% beratdalam waktu yang sama.

Salah satu contoh baterai hidrogen yang sudah cukup lama dikenal dan beredar dimasyarakat sebagai rechargeable battery untuk menghidupkan komputer laptop, ponsel, dansegala jenis peralatan elektronik. Baterai ini dikenal dengan sebutan baterai Ni-MH yang bisadigunakan untuk menyimpan listrik. Disamping itu ada beberapa contoh penggunaanhydrogen storage untuk kendaraan bermotor. Di bawah ini diperlihatkan beberapa merekmobil yang telah menggunakan bahan bakar hidrogen seperti yang ditunjukkan pada Gambar2.2.

234

Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-AI (Wisnu Ari Adi, S.Si.)

Gambar 2.2. Beberapa contoh kendaraan bermotor yang menggunakan hidrogen

2.2. Metode Analisis Rietveld [26-29]

Metode tradisional untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif pada teknikDifraksi sinar-X biasanya melibatkan pengukuran intensitas dari puncak yang terpilih danmembandingkannya dengan data standar seperti International Committee Difraction Data(ICDD). Bagaimanapun, metoda ini sangat membosankan, disamping memerlukan datastandar yang sangat bervariasi pada saat muncul keganjilan intensitas yang disebabkan olehpenyimpangan sudut. Sehingga terkadang hasil analisisnya sulit untukdipertanggungjawabkan. Disamping itu pula metode ini tak dapat lagi memberikan hasil yangakurat jika terdapat banyak puncak-puncak yang saling tumpang tindih (overlap) sehinggaakan menyebabkan hilangnya rincian informasi yang terkandung di dalam profil puncakdifraksi terse but. Dengan demikian diperkenalkan metode baru untuk menganalisis profilmultifasa dari pola difraksi serbuk.

Dasar untuk analisis profil multifasa dari pola difraksi serbuk secara lengkap pertamakali diperkenalkan oleh Rietveld tahun 1969. Rietveld menunjukkan bahwa kemungkinanmereplika hasil sebuah pengukuran pola difraksi dengan pola hitungan/kalkulasi.Kelebihannya adalah di kala terjadi kesalahan yang disebabkan oleh penyimpanganintensitas dari preparasi cuplikan atau ketidaksempurnaan model struktur cenderung akanmeninggalkan sisa intensitas baik negatif maupun positif selama faktor-faktor dari kalkulasitersebut tidak diubah oleh Taylor tahun 1991. Kemudian para peneliti lain seperti Hewattahun 1973, Wiles dan Young tahun 1981, Will, Huang dan Parrish tahun 1983, Hill danHoward tahun 1986, dan Taylor tahun 1991 melengkapi hasil refinement program Rietveld inidengan memberikan sebuah parameter kualitas.

Setiap titik pada pola difraksi dipandang sebagai satu pengamatan tunggal yangkemungkinan mengandung kontribusi dari sejumlah refleksi Bragg yang berbeda. Pad a setiapposisi sudut atau setiap titik pada profil pol a difraksi, jumlah kontribusi intensitas akibatoverlap dapat dihitung berdasarkan nilai parameter-parameter yang didapat dengan asasperhitungan Siroquant. Siroquant adalah suatu program analisis multi fasa jenis Rietveld yangdapat mereplika pola difraksi hasil pengukuran/observasi dengan memanfaatkan least-squarefitting routine, yaitu melakukan penyesuaian faktor skala sampai pol a yang dihitung terbaikmendekati pola difraksi yang terukur. Sehingga perbedaan yang dihasilkan dari pola difraksiobservasi dan kalkulasi ditandai dengan derajat tingkat replikasinya. Derajat tingkat replika

(degree of fit) dilambanFkan dengan sebuah parameter statistik X2 (chi-squared). Idealnyanilai dari chi-squared X = 1. Namun nilai ini sangat sulit dicapai, umumnya kurang dari 3.

235

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti ISSN 2087-8079

Namun program Rietveld versi Izumi (1994) memberikan parameter lain, dimana goodness offit yang dilambangkan dengan parameter S terbaik kurang dari 1,3.

2.2. 1. Prinsip Dasar

Prinsip dasar analisis Rietveld adalah mencocokkan (fitting) profil puncak perhitunganterhadap profil puncak pengamatan. Pencocokan profil tersebut dilakukan denganmenerapkan prosedur perhitungan kuadrat terkecil non linear yang diberi syarat batas. Jadianalisis Rietveld tidak lain adalah problem optimasi fungsi non linear dengan pembatas(constraints). Sehingga minimumkan fungsi obyektif dapat dinyatakan sebagai berikut :

(1 )

dengan w;C = 1/ Yi (0)) dan Yi (0) berturut-turut adalah faktor bobot (weighting factor) dan

intensitas pengamatan (observation) pada posisi 20i. Sedangkan yi(c) merupakan intensitas

perhitungan (calculation).

2.2.2. Persamaan Profil Pola Difraksi

Fungsi intensitas secara fisis yang dinyatakan :

(2)

dengan s, Fk(hk~, M, dan L berturut-turut adalah factor skala, factor struktur, multiplisitas, danfaktor Lorentz-polarization. Persamaan tersebut menyatakan bahwa banyaknya elektron akan

didifraksikan hanya jika sudut hamburan (8) sama dengan sudut Bragg (Ok). Jadi fungsi

intensitas tidak lain adalah persamaan intensitas garis. Namun pada kenyataannya bahwapengukuran intensitas difraksi tersebut tidak terbentuk garis tetapi berupa puncak-puncakBragg yang melebar.

Berdasarkan hasil pengembangan program analisis Rietveld ini bahwa fungsi bentukpuncak merupakan fungsi pseudo-voigt yang telah dimodifikasi, yakni kombinasi linear darifungsi Gauss dan fungsi Lorentz dengan tinggi puncak dan lebar penuh setengah tinggipuncak maksimum (FWHM) tidak sama. Fungsi pseudo-Voigt yang telah dimodifikasidituliskan sebagai berikut :

(3)

dengan

C~[( n )y,4102 rH, (G)+ no-r;H, (L)T(4)

(5)

(6)

Hk(G) = [U(tan Ok_C,)2 + V(tan Ok-Cs) + W y~H (L) = Hk(G)

k 5

Pada persamaan-persamaan (3) hingga (6) di atas, y = fraksi komponen Gauss,

Hk(G)= FWHM komponen Gauss, Hk(L)= FWHM komponen Lorentz, Cs =Oatau 0,6

236

Analisis fa sa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-AI (Wisnu Ari Adi, S.Si.)

dan 1- A{ (20 - 20,~n 0,] = laklor koreksi benluk puncak asimelris. Faklor koreksi

bentuk asimetris perlu diberikan karena pad a sudut hamburan yang sangat rendah dansangat tinggi, puncak-puncak difraksi menjadi tidak simetris akibat terbatasnya divergensivertikal berkas. A = parameter asimetris dan t = konstanta yang diberi nilai +1,0 atau -1

tergantung pada apakah selisih (2e - 2ek) berturut-turut positif, nol atau negatif.

Persamaan (5) menyatakan ketergantungan Hk(G) pada ek, U, V, dan W disebut

parameter FWHM. Bila korelasi antara parameter-parameter FWHM sangat tinggi, maka Cs

sebaiknya diberi nilai 0,6. Dalam persamaan (3) terdapat lima buah parameter varia bel yakni :U, V, W, y dan o. Fungsi bentuk puncak dapat diubah-ubah tergantung pada berapa nilaiparameter y. Jika y = 1 bentuk puncak memenuhi fungsi Gauss dan bentuk puncak memenuhifungsi Lorentz jika y diberi nilai O. Parameter variabel y memiliki daerah nilai: 0 ~ r ~ 1. Untuk

pola difraksi neutron, profil puncak difraksinya tepat memenuhi fungsi Gauss (y = 1).

Dengan demikian nilai intensitas profile pola difraksi pada posisi 2ei dapat dihitung dengan

mengalikan persamaan (1) dengan persamaan (3), setelah dikoreksi dengan fungsi latar

belakang Yib(C) dan fungsi orientasi "preferred' ~, diperoleh :

Yi(C) = :LS\0 (hkl)12 Mkp"L(ek)G(2e) +Yib(C)k

(7)

I melambangkan penjumlahan jika terdapat puncak-puncak Bragg yang saling tumpangk

tindih. Penjumlahan dilakukan terhadap semua refleksi yang dianggap masih dapat

menyumbangkan intensitasnya pad a y;Cc).

2.3. Mechanical Alloying [30 - 31]

Mechanical alloying adalah sebuah teknik pencampuran yang merupakan sebuahmetode reaksi padatan (solid state reaction) dari beberapa logam (alloy) denganmemanfaatkan proses deformasi untuk membentuk suatu paduano Proses mechanicalalloying ini sangat berbeda dengan teknik konvensional, misalkan proses pemanasan (heattreatment) baik sintering maupun peleburan (melting) dan reaksi kimia. Derajat deformasiyang dicapai pada teknik konvensional ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan teknikmechanical alloying [30-31].

\\~ "Bola .'

Ff

Mendekat Bertumbukan

-...Bola

Berpisah

Gambar 2.3. Proses tumbukan bola-bola dalam media milling [30].

Selama proses mechanical alloying, serbuk-serbuk Mg dan Ni secara periodikterjebak diantara bola-bola yang saling bertumbukan secara plastis terdeformasi. Akibatnyabola-bola yang saling bertumbukan tersebut menyebabkan perpatahan, kemudian terjadipenyatuan dingin (cold welding) dari serbuk-serbuk secara elementer seperti yang diiIIustrasikan pada Gambar 2.3.

Ketika waktu milling meningkat, fraksi volume unsur-unsur dari bahan dasarmenurun, sedangkan fraksi volume paduan meningkat. Ukuran, bentuk, kerapatan serbuk,dan derajat kemurnian mempengaruhi hasil akhir paduano Ada empat tahapan dalammechanical alloying seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.4 [30].

237

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

Mg

Ni

ISSN 2087-8079

(a) Tahap pertama (b) Tahap kedua (c) Tahap ketiga (d) Tahap keempat

Gambar 2.4. Tahapan mechanical alloying menurut referensi Benyamin dan Volin [30].

Tahap petama adalah proses perataan serbuk dari bentuk bulat menjadi bentuk pipih(plat like) dan kemudian mengalami penyatuan (welding prodominance). Serbuk yang sudahdiratakan (bentuk pipih) disatukan membentuk sebuah lembaran (lamellar). Kemudiantahapan kedua adalah pembentukan serbuk pada arah yang sama (equiaXed), yaitumenyerupai lembaran berbentuk lebih pipih dan bulat. Perubahan bentuk ini disebabkan olehpengerasan (hardening) dari serbuk. Tahap ketiga adalah orientasi penyatuan acak (weldingorientation) yaitu fragmen-fragmen membentuk sebuah partikel-partikel equaxed kemudiandisatukan dalam arah yang berbeda dan struktur lembaran mulai terdegradasi. Tahapkeempat mechanical alloying ini adalah proses steady state (steady state processing),struktur bahan perlahan-Iahan menghalus menjadi fragmen-fragmen, kemudian fragmen­fragmen tersebut disatukan dengan beberapa fragmen-fragmen yang lain dalam arahberlawanan.

BAB III METODE PERCOBAAN

3.1. Bahan

Peralatan yang digunakan untuk metode mechanical alloying adalah High EnergyMilling (HEM) SpeX 8000 yang terdapat di laboratorium Bidang Karakterisasi dan AnalisisNuklir (BKAN), Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN - BATAN), dengan spesifikasinormal speed = 1500 rpm, run time = 90 men it, off time = 30 menit, dan on-off cycle = 1 kali,seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. HEM ini terdiri dari sebuah wadah (vial) yang didalamnya terdapat bola-bola (ball mill) yang bergerak secara spin dan berfungsi untukmenghancurkan bahan tersebut. Vial ini terbuat dari bahan stainless steel (SS) denganbentuk seperti tabung dengan panjang 7,6 cm dan diameter luar 5,1 cm. Sedangkan ball milljuga terbuat dari bahan stainless steel (SS) dengan diameter bola sebesar 12 mm. Paduansistem Mg-Ni dibuat sebanyak 15 gram yang terdiri dari campuran antara Magnesium (Mg)dan Nickel (Ni). Magnesium Mg (produk Merck dengan tingkat kemurnian lebih dari 99,8%)dan nickel Ni (produk Merck dengan tingkat kemurnian lebih dari 99,0%), denganperbandingan stokiometri unsur Mg : Ni = 2 : 1. Sedangkan paduan sistem Mg-AI juga dibuatsebanyak 15 gram yang terdiri dari campuran antara Magnesium (Mg) dan Alumunium (AI).Alumunium berasal dari produk Merck dengan tingkat kemurnian lebih dari 99,0%, denganperbandingan stokiometri unsur Mg : AI = 2 : 3.Dan berdasarkan teorema mesh ratio samadengan 8, untuk massa cuplikan sebanyak 15 gram diperlukan massa bola-bola sejumlah120 gram. Baik serbuk Mg - Ni maupun serbuk Mg - AI ini dicampur di dalam vial danditambahkan toluen untuk menghindari terjadinya oksidasi kemudian di milling.

3.2. Tata Kerja

Proses milling ini banyak digunakan untuk menghasilkan berbagai jenis bahannanostruktur. Selain untuk menghasilkan butiran yang relatif kecil, milling ini jugamenyebakan terbentuknya struktur yang metastabil. Pada penelitian ini, cuplikan Mg2Ni dimilling dengan variasi waktu milling selama 10 jam, 15 jam, 20 jam, dan 25 jam di suhu ruangdalam lingkungan Argon. Pada penelitian ini cuplikan Mg-AI di milling dengan variasi waktumilling selama 10 jam, 20 jam, dan 30 jam di suhu ruang.

238

Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-AI (Wisnu Ari Adi, S.Si.)

a. High Energy Milling (HEM) dan vial

b. Alat difraktometer sinar-X (XRD) c. Alat Scanning Electron Microscope (SEM)

Gambar 3. 1. Peralatan preparasi dan karakterisasi cuplikan

Pengamatan strukturmikro cuplikan dilakukan dengan menggunakan SEM (ScanningElectron Microscope) 515 Philip. Sedangkan pengamatan kualitas dan kuantitas fasa-fasayang ada di dalam cuplikan menggunakan peralatan X-Ray Diffractometer (XRD) merekPhilip, type PW 171O. Pengukuran pola difraksi cuplikan dengan berkas sinar-X dari tubeanode Cu dengan panjang gelombang, A = 1,5406 A, mode = continuous-scan, step size =0,02°, dan time per step = 0,5 detik. Peralatan untuk sintesis dan karakterisasi diperlihatkanpada Gambar 3.1 .

Analisis profil difraktometer sinar-X yang diperoleh dilakukan dengan menggunakanperangkat lunak program RIETAN (Rietveld Analysis). Program RIETAN ini dibuat oleh FujiIzumi pada tahun 1994 [26]. Langkah untuk menganalisis dengan menggunakan metoderietveld ini, yaitu dengan memasukkan dua jenis data. Data pertama adalah data instrumenyang berisikan parameter struktur kristal dan data kedua adalah data intensitas. Parameterstruktur kristal adalah data masukan dari suatu model perhitungan yang diajukan sebagaistandar acuan. Sedangkan data intensitas adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuranmenggunakan XRD. Hasil pengolahan dari program ini memberikan beberapa informasi,diantaranya adalah data parameter struktur kristal dalam satu sel satuan, data intensitas hasilperhitungan (calculation) dan pengamatan (observation), data jumlah fraksi massa yangdiperoleh apabila lebih dari satu fasa, dan data refleksi Bragg yang muncul. Sedangkankarakterisasi SEM dan XRD ini dilakukan di Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN.

239

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Fasa dan Strukturmikro Paduan Sistem Mg-Ni

ISSN 2087-8079

Paduan Mg2Ni dibuat melalui reaksi padatan dengan menggunakan teknikmechanical alloying dari pencampuran logam-Iogam penyusun, yaitu : Magnesium (Mg) danNickel (Ni) dengan perbandingan stokiometri unsur Mg : Ni = 2 : 3 yang di milling selama 0jam, 10 jam, 15 jam, 20 jam, dan 25 jam. Gambar pola hasil pengukuran dengan difraksisinar-X ditunjukkan seperti pada Gambar 4.1.

1400

1200

--:!::: 1000c: :J..a

800~

co'-"rnco600- 'wc:Q) 400

- c:

2000

• Mgo Ni

Mill 25 jam

Mill 10 jam

20 40 60

20/080 100

Gambar 4.1. Pola difraksi sinar-X paduan sistem Mg-Ni sebelum dan setelah millingselama 10 jam, 15 jam, 20 jam, dan 25 jam.

Karakterisasi awal dari dari bahan dasar, yiatu : serbuk Mg dan Ni ini ditunjukkanseperti pada Gambar 4.2.

120

.•.•....•.

~ 80::J

.riI-~ 40(/)It]-·wc:Q)-c:

NISebelum Mill

)

-.;,NI. ,-~

Mg ~ NINI) !:. i.Mg Mg 1

- ~ f~NI;: Mg :~ MgMgMg Mgj ••.I • !: .'-'-"";.~A-~.~~(f:Ir .'-

i1 II 1/ II) , I II .

""I .

L ~I

rr

10 20 30 40 50 60

Sudut 2e/o

70 80 90 100

(a) Hasil refinement pola difraksi sinar-X

240

Ana/isis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-A/ (Wisnu Ari Adi, S.Si.)

(b) Hasil foto SEM

80~ 72,0170

80~ ';50

'"'"~ 40~30~1l.2Q

10

00

0 Mg

NiMg2NiMgNi2

Fasa(C) Fraksi massa

Gambar 4.2. Karakterisasi bahan dasar yang terdiri dari serb uk Mg dan Ni

Pada awalnya campuran hanya terdiri dari serbuk Mg dan Ni yang masih berdirisendiri-sendiri. Dari profil difraksi sinar-X menunjukkan bahwa campuran tidak mengandungimpuritas dan hanya terdiri dari fasa Mg dan Ni.

Tahap petama adalah proses perataan serbuk dari bentuk bulat menjadi bentuk pipih(plat like) dan kemudian mengalami penyatuan (welding prodominance). Serbuk yang sudahdiratakan (bentuk pipih) disatukan membentuk sebuah lembaran (lamellar). lIustrasi inidiperlihatkan pada Gambar 4.3.

Mill 10 jam

II II J

I • I 11 IIII I "1 II t. I II 11111' I 111111 1111" •• '" .,1 '11 II. "''''111'1' II' l.m.lIl1nI I I I I III t II I I I • 111111III •• I •• II. , •••••• I' 'II.M ••••• II II _ I. 111111111

500

~ 400'c~ 300.c~ 200en

~ lOOt " .•c:2 0c: III I

III I

I I I

;-.

t Ni NI

10 2030405060708090100

Sudut 20! 0(a) Hasil refinement pola difraksi sinar-X

.. _.-T4540

~ 35:!J 30'"::¥ 25'w 20'"'"U: 15

1050 Mg

NiMg2NiMgNi2

Fasa

(b) Hasil foto SEM

(c) Fraksi massa

Gambar 4.3. lIustrasi tahapan pertama mechanical alloying.

241

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti ISSN 2087-8079

Dari pengamatan foto SEM menunjukkan bahwa serbuk mulai mengecil dansebagian diduga telah mengalami penyatuan. Hasil ini didukung dengan analisis profil difraksisinar-X pada cuplikan yang telah di milling selama 10 jam. Tampak bahwa puncak-puncakMg dan Ni mulai menu run yang ditandai dengan simbol panah ke bawah (,J..). Dan tampakmulai terjadi pertumbuhan puncak disekitar sudut 20°, 40°, dan 60° yang ditandai dengansimbol panah ke atas (t). Puncak-puncak ini diduga berasal dari fasa MgNi2 dan Mg2Ni. Hasilrefinement dari pola difraksi sinar-X ini menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan fasa MgNi2dan Mg2Ni berturut-turut sebanyak 23,31% dan 17,63%. Penurunan puncak terbesar berasaldari fasa Mg. Hal ini disebabkan Mg merupakan bahan yang lunak, sehingga dapat denganmudah dihancurkan. Oleh sebab itu Mg mudah mengalami amorfisasi dibandingkan denganNi.

Kemudian tahapan kedua adalah pembentukan serbuk pada arah yang sama(equiaXed), yaitu menyerupai lembaran berbentuk lebih pipih dan bulat. Perubahan bentuk inidisebabkan oleh pengerasan (hardening) dari serbuk seperti yang diperlihatkan pada Gambar4.4.

200

III I1111 .1

II I 1'1II t ~,III 1'- 111111

•• III II III.' I I ••••••••••••• II I n. _1111.,.,11' 1111•• 11I II II.".' 11••• 1111••• 1 ''''.1._ •. UII II_I.UUIII

20406080100

Sudut 2()/o(a) Hasil refinement pola difraksi sinar-X

- -50] -

-45,345

40~35.:}]3O'"~ 25-';20

-'"'"u: 151050 Mg

NiMg,NiMgNi,

Fasa(b) Hasil foto SEM

(c) Fraksi massa

Gambar 4.4. lIustrasi tahapan kedua mechanical alloying.

Berdasarkan hasil foto SEM tampak sekali bahwa serbuk mulai lebih menyatu dansudah tidak tampak lagi serbuk-serbuk Mg dan Ni, namun belum seluruhnya terdifusimembentuk fasa baru. Hasil refinement pola difraksi sinar-X hasil milling selama 15 jammenunjukkan bahwa terjadi penurunan puncak Mg dan Ni berturut-turut sebesar 7,18% dan20,31 %, sedangkan terjadi pertumbuhan yang signifikan dari fasa MgNi2 dan Mg2Ni berturut­turut sebesar 6,1% dan 21,99%. Dari gambar pola difraksi sinar-X tersebut tampak sekalibahwa sebagian puncak-puncak fasa Mg telah menghilang tinggal puncak tertinggi dari Mgyang masih muncul disekitar sudut 37°. Sedangkan puncak-puncak fasa Ni masih banyakterlihat walaupun intensitasnya mulai menurun secara signifikan. Hal ini berarti sebagianserbuk Mg telah bereaksi dengan Ni membentuk fasa MgNi2 dan Mg2Ni.

242

Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-AI (Wisnu Ari Adi, S.Si.)

400

~ 300::J

.c~ 200en(IJ

~ 100I::Q)-I::

De,

20406080100Sudut 28/0

(a) Hasil refinement pola difraksi sinar-X70

j62,04

60~50

~~ 40'"~30'"""'"U:2O

100Mg

NiMg,NiMgNi,

Fasa--

(b) Hasil foto SEM(c) Fraksi massa

Gambar 4.5. lIustrasi tahapan ketiga mechanical alloying.

Tahap ketiga adalah orientasi penyatuan acak (welding orientation) yaitu fragmen­fragmen membentuk partikel-partikel equaXed kemudian disatukan dalam arah yang berbedadan struktur lembaran mulai terdegradasi. Ilustrasi pad a tahap ini diperlihatkan pada Gambar4.5.

Berangkat dari hasil foto SEM pula tampak bahwa serbuk cenderung mulai menyatumembentuk fasa baru dan proses milling mulai mengecilkan ukuran serbuk dari fasa barutersebut. Dari hasil pengukuran difraksi sinar-X menunjukkan puncak-puncak fasa Mg hampirhilang dan puncak-puncak fasa Ni hanya terlihat pada puncak tertinggi dari fasa Ni, yaitudisekitar sudut 45° dengan nilai intensitasnya sangat rendah. Sedangkan fasa Mg2Ni tumbuhdengan sangat baik disekitar sudut 40°. Namun fasa MgNi2 pada tahap ini mulai menurun.Hal ini disebabkan bahwa fasa MgNi2 ini dikenal dengan paduan yang memiliki sifat yangkurang stabil. Fasa MgNi2 ini diduga terdekomposisi menjadi Mg2Ni dengan mengikat Mgyang lebih banyak. Dari hasil refinement pola difraksi sinar-X hasil milling selama 20 jam inimenunjukkan bahwa terjadi penurunan puncak Mg, Ni, dan MgNi2 berturut-turut sebesar0,6%, 12,69%, dan 4,65%, sedangkan terjadi pertumbuhan yang signifikan dari fasa Mg2Nisebesar 16,74%.

Tahap keempat mechanical alloying ini adalah proses steady state (steady stateprocessing), struktur bahan perlahan-Iahan menghalus menjadi fragmen-fragmen, kemudianfragmen-fragmen tersebut disatukan dengan fragmen-fragmen yang lain dalam arahberlawanan. lIustrasi pada tahap akhir ini diperlihatkan pada Gambar 4.6.

Pada tahap ini hampir keseluruhan telah terbentuk fasa Mg2Ni. Hal ini dapat dilihatdari hasil foto SEM yang menunjukkan serbuk dari fasa baru terse but semakin mengecil.Apabila ditinjau dari hasil pengukuran difraksi sinar-X, puncak-puncak fasa Mg sudah hilang.Hilangnya puncak-puncak fasa Mg ini bukan berarti bahwa kandungan fraksi volume dari Mgdi dalam campuran berkurang, namun struktur kristal Mg sebagian telah rusak dan berubahmenjadi amari, dan sebagian lagi telah bereaksi dengan Ni membentuk Mg2Ni. Dan fasaMgNi2 pada tahap ini telah mengalami transformasi fasa menjadi Mg2Ni dengan mengikat Mg

243

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti ISSN 2087-8079

yang lebih banyak. Namun akhir dari proses ini masih menyisakan sejumlah keeil puneak Niyang diduga belum bereaksi dengan Mg untuk membentuk Mg2Ni. Dari hasil refinement poladifraksi sinar-X menunjukkan bahwa kandungan terakhir eampuran ini terdiri dari fasa Mg2Ni,Ni, dan Mg yang berturut-turut sebesar 87,44%; 10,35%; dan 2,16%.

t ~Mg2NI! t

;l Mg2NI

.' I;; ,.I t t t

: f&:1 ? Mg2NI-v.! Mg2NI. Mg2NI,,~~~;~~~~~.~~I I' II I' I' 11 II II II •• II 1\

II I I'~ II .' I II III •• I •••••• I' •••••• I" U•• UII.IIII1II ••II.IIII11I I I I I 1111II I • I I I." •• II.'.' .1•• "' I I"".' •...II II _ •• IIUlIIiI

:2 300c:J.c~ 200(/)IU+-''wCQ)+-'C

o

I II IIIII

20

" ,

40 60Sudut 2B /0

80

Mill 25 jam

100

(a) Hasil refinement pola difraksi sinar-X

100

9080~

70

l'O

60rJ) rJ)l'O

50::;;

"w

40Ot: !!1 30u.

20

1~ L.;.;.6Mg

Fasa

87,44

o

MgNI2

(b) Hasil foto SEM (c) Fraksi massa

Gambar 4.6. lIustrasi tahapan keempat mechanical alloying.

Hasil ini menunjukkan bahwa makin lama proses milling fasa metastabil dari MgNi2mengalami transformasi fasa menjadi Mg2Ni yang stabi!. Dan tingginya fraksi massa dari fasaMg2Ni mengakibatkan menurunnya fasa MgNi2 hingga kurang dari 1% dan menurunnya fasaMg hingga kurang dari 3%. Jadi dengan proses milling basah ini sangat efektif selainmelindungi euplikan berinteraksi dengan oksigen juga sangat membantu pembentukan fasaMg2Ni dengan baik. Pembentukan awal paduan Mg2Ni tampak pada waktu milling selama 10jam dan waktu milling minimum untuk memperoleh fasa Mg2Ni lebih dari 80% adalah selama25 jam.

4.2. Analisis Fasa dan Strukturmikro Paduan Sistem Mg-AI

Paduan Mg2AI3 dibuat melalui reaksi padatan dengan menggunakan teknikmechanical alloying dari peneampuran logam-Iogam penyusun, yaitu : Magnesium (Mg) danAlumunium (AI) dengan perbandingan stokiometri unsur Mg : AI = 2 : 3 yang di-milling selama10 jam, 20 jam, dan 30 jam. Gambar pola hasil pengukuran dengan difraksi sinar-Xditunjukkan seperti pada Gambar 4.7.

Berdasarkan hasil dari profil difraksi sinar-X pad a Gambar 4.7 menunjukkan bahwapada awalnya sebelum milling eampuran tidak mengandung impuritas dan hanya terdiri darifasa Mg dan Ni. Kemudian selama milling, terjadi proses mechanical alloying, yaitu serbuk­serbuk Mg dan AI seeara periodik terjebak diantara bola-bola yang saling bertumbukanseeara plastis terdeformasi. Bola-bola yang saling bertumbukan tersebut menyebabkan

244

Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-AI (Wisnu Ari Adi, S.Si.)

perpatahan, kemudian akan terjadi penyatuan dingin (cold welding) dari serbuk-serbuksecara elementer. Ketika waktu milling meningkat, fraksi volume unsur-unsur dari bahandasar menurun, sedangkan fraksi volume paduan meningkat. Dengan demikian didugabahwa pada Gambar 4.7 tampak adanya pertumbuhan fasa baru. Untuk itu perlu dilakukanidentifikasi fasa awal, yaitu dengan mencocokkan puncak-puncak yang ada dengan TabelHanawalt.

2000

119 119104 ~

1500S'~rn~ 1000~(I)­c:

500

o

20 40 60Sudut 20 10

80

Mill 30 jam

Mill 20 jam

MiII10jam

Sebelum Mill

100

Gambar 4. 7. Pola difraksi sinar-X cuplikan Mg-AI sebelum dan setelah di millingselama 10 jam, 20 jam, dan 30 jam.

Sedangkan hasil refinement pola difraksi sinar-X pada masing-masing proses millingdi tunjukkan pada Gambar 4.8, Gambar 4.9, Gambar 4.10, dan Gambar 4.11, yang berturut­turut untuk profil XRD sebelum milling, hasil milling selama 10 jam, hasil milling selama 20jam dan hasil milling selama 30 jam.

Gambar 4.8 menunjukkan bahwa kualitas bahan dasar baik Mg maupun AI masihsangat baik. Puncak tertinggi dari fasa Mg terdapat pada bidang (101), sedangkan puncaktertinggi dari fasa AI terdapat pada bidang (200). Dan jumlah fraksi massa yang diperolehuntuk fasa Mg dan AI berturut-turut sebesar 43,3% dan 56,7%. Hasil ini juga memberikankonfirmasi bahwa campuran yang terbentuk sesuai dengan komposisi stoikiometri yangdiharapkan.

AI

1~1500 -I

111

MgI

101

---

j

~ 1000 ~

500~

en :~~H1

AI

~:t:

220

~

l

Q)

-s:::

o

20 40 60Sudut 20 10

Sebelum Milling

AI311

1 Mg

Mg400

104

.."..~ Mg

I I 11 I AII I

II

">-----v -,---100

80

Gambar 4.8. Refinement pola difraksi sinar-X cuplikan Mg-AI sebelum di-milling

Gambar 4.9 diperlihatkan hasil refinement pola difraksi sinar-X cuplikan yang dimilling selama 10 jam. Pad a Gambar 4.9, cuplikan setelah di-milling selama 10 jam, tampakbahwa puncak-puncak Mg dan AI, terutama puncak tertinggi Mg bidang (101) pada sudut36,39° dan AI bidang (200) pada sudut 44,49° mulai menu run yang ditandai dengan simbol

245

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti ISSN 2087-8079

panah ke bawah (.J..). Dan tampak mulai terjadi pertumbuhan puncak disekitar sudut 38°, 43°,63° dan 76° yang ditandai dengan simbol panah ke atas (t). Puncak-puncak ini merupakanpuncak fasa Mg2A13• Hasil refinement dari pola difraksi sinar-X ini menunjukkan bahwa telahterjadi pertumbuhan fasa Mg2AI3 sebesar 71 ,82 % dan fasa Mg dan AI menu run berturut-turutmenjadi 6,37% dan 21,81 %. Penurunan puncak terbesar berasal dari fasa Mg.

500 -IMilling 10 Jam

400 -I

rooJ

11~ 200 Mg2A131Mg2A131

:t:: ~ 2202 100 J.~311 AIt: 311

O~~

IIII I I II II I

........."

20 40 60

Sudut 281°80 100

Gambar 4.9. Refinement pola difraksi sinar-X cuplikan Mg-AI setelah milling 10 jam

Hal ini disebabkan Mg merupakan bahan yang lunak, sehingga dapat dengan mudahdihancurkan. Oleh sebab itu Mg mudah mengalami amorfisasi dibandingkan dengan AI.

Gambar 4.10 diperlihatkan hasil refinement pol a difraksi sinar-X cuplikan yang di­milling selama 20 jam.

400

300

.•....••:Jro 200

.•....•.

o II I

.1! .1!II I I II I I

I I I---20 40 60

Sudut 28 1°80 100

Gambar 4.10. Refinement pola difraksi sinar-X cuplikan Mg-Alsetelah milling 20 jam

Hasil refinement pola difraksi sinar-X hasil milling selama 20 jam pad a Gambar 4.10menunjukkan bahwa sebagian puncak-puncak fasa Mg telah menghilang tinggal puncaktertinggi dari Mg bidang (101) yang masih muncul disekitar sudut 36,39° sedangkan puncak­puncak AI bidang (200), (220), dan (311) yang berturut-turut disekitar sudut 44,49°, 64,83°,dan 77,95°. Pertumbuhan fasa Mg2AI3 meningkat menjadi 90,73% dan fasa Mg dan AImenu run berturut-turut menjadi <1% dan 8,89%. Dari gambar pola difraksi sinar-X tersebuttampak puncak-puncak fasa AI masih banyak terlihat walaupun intensitasnya mulai menurunsecara signifikan. Hal ini berarti sebagian serbuk Mg telah bereaksi dengan AI membentukfasa Mg2A13.

246

Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-AI (Wisnu Ari Adi, S.Si.)

Gambar 4.11 diperlihatkan hasil refinement pola difraksi sinar-X cuplikan yang di­milling selama 30 jam.

500 -IMg2AI3!

111

•400 -I ii

~ 300 ~

1r~3i200 \,.

,~,~i.1!.11Mg

101

.2! 100

r::

o II I I I I II II II II II II I

20 40 60Sudut 2() 10

80 100

Gambar 4. 11. Refinement pol a difraksi sinar-X cuplikan Mg-AI setelah milling 30 jam.

Pada Gambar 4.11, dari hasil pengukuran difraksi sinar-X menunjukkan puncak­puncak fasa Mg sudah hilang dan puncak-puncak fasa AI diduga tinggal puncak tertinggi darifasa AI tersebut bidang (200) pada sudut 44,49° dengan nilai intensitasnya sangat rendah.Sedangkan fasa Mg2AI3 tumbuh dengan sangat baik disekitar sudut 43° dengan fraksi massasebesar 96,19%. lIustrasi pertumbuhan fasa Mg2AI3 ini diperlihatkan pada Gambar 4.12.

400

----

~ 1200~

~ 800'wcQ)-c

Sebelum Mgdi Mill 101

AI

111500

,--.~ 400~

~ 300'w~ 2001:

100

35 36 37 38 39 40

Sudut 28/ °

(a) Sebelum milling

34 36 38 40

Sudut 28 / 0

(b) Setelah milling 10 jam

400,--.::i~ 3001/1

.J!!

.~ 200OJ

1:100

MiII20jam500

,......

~ 400~

~ 300'00

~ 2001:

100

Mill 30 jam

34 4036 38Sudut 2e I 0

(c) Setelah milling 20 jam

40 34 36 38

Sudut 28 I 0

(d) Setelah milling 30 jam

Gambar 4. 12. lIustrasi pertumbuhan fasa Mg2AI3 dengan proses mechanical alloying.

247

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti ISSN 2087-8079

Pada Gambar 4.12 tampak bahwa sebelum milling baik puncak Mg bidang (101)maupun terlihat sangat tajam. Kemudian setelah milling selama 10 jam baik puncak Mg (101)maupun puncak AI (111) mulai hancur ditandai dengan menu run dan melebarnya puncak Mgdan AI tersebut. Setelah milling selama 20 jam dan 30 jam, baik puncak Mg (101) maupunpuncak AI (111) mulai menghilang. Hilangnya puncak-puncak fasa Mg ini bukan berartibahwa kandungan fraksi volume dari Mg di dalam campuran berkurang, namun strukturkristal Mg sebagian telah rusak dan berubah menjadi amori, dan sebagian lagi telah bereaksidengan AI membentuk Mg2A13. Namun akhir dari proses milling ini masih menyisakansejumlah kecil puncak AI yang diduga belum bereaksi dengan Mg untuk membentuk Mg2AI3

sekitar kurang dari 5%. Dengan demikian proses mechanical alloying sangat efektif untukmembuat paduan Mg2AI3 dengan waktu minimum milling selama 10 jam, artinya semakinlama proses milling semakin banyak fasa Mg2AI3 yang terbentuk. Komposisi terakhir fasaMg2AI3 yang terbentuk setelah milling selama 30 jam sebesar 96,19%, sisanya terdiri darifasa Mg dan AI, yang masing-masing besarnya kurang dari 5%.

Analisis strukturmikro dari hasil foto SEM baik setelah milling 10 jam, 20 jam, dan 30jam ditunjukkan pada Gambar 4.13. Hasil Gambar foto SEM tersebut menunjukkan bahwacuplikan setelah milling 10 jam, partikel memiliki bentuk yang relatif sama dengan distribusiukuran partikel yang ked I hampir merata di seluruh permukaan cuplikan walaupun masih adabeberapa ukuran partikel yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa prosespenghancuran dari partikel Mg dan AI telah terjadi. Setelah milling 20 jam, tampak bahwasebagian partikel-partikel kedl tersebut menyatu membentuk partikel yang lebih besar,sehingga jumlah partikel yang besar menjadi bertambah walaupun masih terdapat partikel­partikel kedl. Kemudian setelah milling selama 30 jam, jumlah partikel yang berukuran besarbertambah banyak dan hampir merata di seluruh permukaan cuplikan. Hal yang sangatmenarik untuk di kaji dari hasil foto SEM ini adalah dengan bertambahnya waktu milling,idealnya bahwa ukuran partikel tersebut akan menjadi lebih kedl, namun yang terjadi adalahsebaliknya, bahwa ukuran partikel menjadi lebih besar. Hal ini diduga pada cuplikan telahterjadi pembentukan fasa baru, yaitu hasil reaksi antara perpaduan partikel Mg dan AI.Namun hasil ini perlu adanya konfirmasi lebih lanjut dengan karakterisasi yang lain.

(a) Fata SEM dari cuplikan Mg-AI setelah milling 10 jam

(b) Fata SEM dari cuplikan Mg-AI

setelah milling 20 jam(c) Fata SEM dari cuplikan Mg-AI jam

setelah milling 30

Gambar 4. 13. Foto SEM cuplikan Mg-AI setelah milling 10 jam, 20 jam dan 30 jam.

248

Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-AI (Wisnu Ari Adi, S.Si.)

Karakterisasi lain yang menunjang hasil pengamatan foto SEM tersebut adalahanalisis fasa dari pola difraksi sinar-X masing-masing cuplikan. Hasil analisis denganmenggunakan program Rietveld menunjukkan bahwa baik cuplikan Mg-AI setelah milling 10jam, 20 jam dan 30 jam, mengandung 3 fasa, yaitu fasa Mg, fasa AI, dan fasa Mg2A13.Berdasarkan hasil refinement dari profil difraksi sinar-X seperti yang terlihat pada Gambar4.13 menunjukkan bahwa pad a awalnya sebelum milling campuran tidak mengandungimpuritas dan hanya terdiri dari fasa Mg dan AI. Kemudian selama milling, terjadi prosesmechanical alloying, yaitu serbuk-serbuk Mg dan AI secara periodik terjebak diantara bola­bola yang saling bertumbukan secara plastis terdeformasi. Akibat bola-bola yang salingbertumbukan tersebut menyebabkan perpatahan, kemudian terjadi penyatuan dingin (coldwelding) dari serbuk-serbuk secara elementer. Ketika waktu milling meningkat, fraksi volumeunsur-unsur dari bahan dasar menurun, sedangkan fraksi volume paduan meningkat.

Hasil perhitungan dengan menggunakan analisis Rietveld menunjukkan bahwa fraksifasa Mg2AI3 meningkat seiring bertambahnya waktu milling seperti yang ditunjukkan padaGambar 4.14.

60 120

- 50

100~ "'Tl~

QJ« '"c:: 40

80!!1.

co:s:"0 w0) ___ MgC/I

~ 30 -e- AI60C/I

wco -.k- Mg2AI3:s:C/I

C/Ico

co'"

~ 20 40 ~'"'w

~:r.

coU: 1020

0

0

0

102030

Waktu Milling Uam)

Gambar 4. 14. Pertumbuhan fraksi massa fasa Mg2AIs dengan meningkatnya waktu milling

Pad a Gambar 4.14 tampak bahwa hasil perhitungan fraksi massa komposisi fasasebelum milling adalah 43,3% fasa Mg dan 56,7% fasa AI. Kemudian setelah milling 10 jam,fraksi massa fasa Mg dan AI mulai berkurang berturut-turut menjadi 6,37% dan 21,81%,sedangkan tumbuh fasa baru Mg2AI3 dengan fraksi massa sebanyak 71,82%. Apabiladikonfirmasi dengan hasil pengamatan foto SEM menunjukkan bahwa serbuk mulai mengecildan sebagian diduga telah mengalami penyatuan. Setelah milling 20 jam, fraksi massa fasaMg dan AI berkurang lagi berturut-turut menjadi < 1% dan 8,89%, sedangkan fraksi massafasa Mg2AI3 meningkat menjadi 90,73%. Dari foto SEM menunjukkan bahwa serbuk mulailebih menyatu dan serbuk-serbuk Mg dan AI sudah tidak tampak lagi, namun belumseluruhnya terdifusi membentuk fasa baru. Hingga pada akhirnya setelah milling 30 jam,komposisi fraksi massa masing-masing fasa Mg, AI, dan Mg2AI3 berturut-turut menjadi 0,48%;3,32%; dan 96,19%. Dari foto SEM, pada tahap ini hampir keseluruhan telah terbentuk fasabaru.

Hasil pengamatan SEM dan analisis fasa XRD ini didukung berdasarkan tinjauansecara mikrostruktural diantaranya adalah perhitungan ukuran kristalit dengan menggunakanformula Sheerer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.15. Gambar 4.15 merupakan hasilperhitungan ukuran kristalit (grain size) masing-masing cuplikan dari sebelum di millinghingga setelah milling selama 30 jam.

249

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

60

..-.. 50Ec~ 40co.•...I/).~ 30:::t::

c~ 20::J~=>

10

..•...Fasa Mg2AI3

--- Fasa Mg-k- Fasa AI

ISSN 2087-8079

o

o 5 10 15 20 25 30 35

Lama Milling Uam)

Gambar 4.15. Ukuran kristalit cuplikan Mg-AI sebelum milling,setelah milling 10 jam, 20 jam, dan 30 jam

Pada awalnya sebelum di milling ukuran kristalit Mg sebesar 55 nm dan AI sebesar41 nm. Setelah milling selama 10 jam, ukuran kristalit Mg dan AI berubah berturut-turutmenjadi 4 nm dan 13 nm. Sedangkan muncul kristal baru Mg2AI3 dengan ukuran kristalitsebesar 3 nm. Pada tahap ini terjadi proses pengecilan ukuran kristal akibat efek milling.Ukuran kristalit baik Mg maupun AI yang sangat kecil ini memberikan peluang besarkeduanya untuk bereaksi membentuk kristal baru, yaitu kristal Mg2A13. Kemudian millingberikutnya, setelah 20 jam hingga 30 jam, ukuran kristalit dari Mg dan AI semakin mengecilditandai dengan profil puncak XRD tampak semakin amort. Hal ini berarti bahwa baik kristalMg dan AI telah rusak atau hancur. Sedangkan ukuran kristalit Mg2AI3 semakin membesarditandai dengan semakin menajamkan profil puncak pada fasa ini. Hal ini berarti kristalMg2AI3 semakin tumbuh dengan baik.

BAB V KESIMPULAN

Dalam penelitian ini telah dilakukan sintesis paduan sistem Mg-Ni dan Mg-AI denganmenggunakan teknik mechanical alloying. Hasil refinement dari pol a difraksi sinar-Xkeduanya menunjukkan bahwa hasil fiffing antara observasi dan kalkulasi sudah cukup baik.Sehingga dari hasil sintesis terse but dapat disimpulkan sebagai berikut:1. Hasil mechanical alloying pad a paduan sistem Mg-Ni menunjukkan bahwa cuplikan

terdiri dari 4 fasa, yaitu: fasa Mg, Ni, Mg2Ni, dan fasa MgNi2. Dan telah terjadipertumbuhan fasa Mg2Ni pada milling selama 10 jam, 15 jam, 20 jam, dan 25 jamberturut-turut sebesar 23,32%; 45,3%; 62,04%, dan 87,44%. Sedangkan hasilmechanical alloying pad a paduan sistem Mg-AI menunjukkan bahwa cuplikan terdiri dari3 fasa, yaitu : fasa Mg, AI, dan Mg2A13• Pertumbuhan fasa Mg2AI3 pada milling selama 10jam, 20 jam, dan 30 jam berturut-turut sebesar 71 ,82%; 90,73%; dan 96,19%.

2. Dan hasil pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)menunjukkan bahwa mekanisme pembentukan Mg2Ni dengan metode mechanicalalloying sangat bersesuaian dengan ilustrasi yang disampaikan oleh Benyamin danVolin. Pembentukan awal paduan Mg2Ni tampak pada waktu milling selama 10 jam, danwaktu milling minimum untuk memperoleh fasa Mg2Ni lebih dari 80% adalah selama 25jam. Sedangkan untuk membuat paduan Mg2AI3 diperlukan waktu minimum millingsetelah 10 jam, artinya semakin lama proses milling semakin banyak fasa Mg2AI3 yangterbentuk.

3. Hasil perhitungan fraksi mass a komposisi fasa sebelum milling ukuran kristalit Mg dan AIberturut-turut adalah 55 nm dan 41 nm. Kemudian setelah milling selama 10 jam, fraksimassa fasa Mg dan AI mulai berkurang dengan ukuran kristalit mengecil, sedangkan

250

Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-AI (Wisnu Ari Adi, S.Si.)

tumbuh fasa baru Mg2AI3 dengan fraksi massa sebanyak 71,82% dengan ukuran kristalit3 nm. Serbuk mulai mengecil dan sebagian diduga telah mengalami penyatuan. Setelahmilling 20 jam, fraksi massa fasa Mg dan AI berkurang lagi dengan ukuran kristalitsemakin mengecil, sedangkan fraksi massa fasa M92AI3 meningkat dengan ukurankristalit semakin bertambah besar. Serbuk mulai lebih menyatu dan sudah tidak tampaklagi serbuk-serbuk Mg dan AI, namun belum seluruhnya terdifusi membentuk fasa baru.Hingga pada akhirnya setelah milling 30 jam, komposisi fraksi massa masing-masingfasa Mg dan AI semakin hilang, sedangkan Mg2AI3 semakin dominan dengan ukurankrsitalit semakin membesar. Pada tahap ini hampir keseluruhan telah terbentuk fasaMg2A13·

DAFT AR PUST AKA

[1] BORMAN, R, Hydrogen Storage Materials, http://www.hydrogen.html. 2006.[2] PYLE, W., Hydrogen Storage Materials, http://www.hydrogen.html. 2006[3] B. ARNASON, T.I. SIGFUSSON, Int. J. Hydrogen Energy, 25 (2000) 389.[4] ZUTEL, A., Materials for Hydrogen Storage, http://www.elsevier.com. 2006.[5] H. BUCHENER, R POVEL, Int. J. Hydrogen Energy, 7 (1982) 259.[6] M. DORNHEIM, T. KLASSEN, R BORMANN, Hydrogen Storage Materials, Institute for

Materials Research, GKSS Research Center, Geesthacht, Germany, Browsing frominternet.

[7] TETSUO SAKAI, ITUKI UEHARA, HIROSHI ISHIKAWA, Journal of Alloys andCompounds, 293-295 (1999), 762-769.

[8] Y. FUKAI, The Metal-Hydrogen System - Basic Bulk Properties, Verlag, Berlin, 1993.[9] HUANG, K. YVON, P. Fisher, J. Alloys Camp., 227(1995)121.[10] G. LIANG, J. HUOT, S. BOILY, AV. NESTE, R SCHULTz, J. Alloys Camp.,

348(2003)319.[11] B. ARNASON, T.I. SIGFUSSON, Int. J. Hydrogen Energy, 25 (2000) 389.[12] ZALUSKA, L. ZALUSKI, J.O. STROM-OLSEN, J. Alloys Camp., 228(1999)217.[13] ZALUSKA et al., Appl. Phys. A, 72 (2001) 157-165 (review paper).[14] ANDON INSANI, HADI SUWARNO, JOHNY WAHYUADI, WISNU ARI ADI, DAN EDDY

S., Studi Difraksi Sinar-X pada Pembuatan Paduan Mg-Co-Ni yang Dibuat denganMetode Pemaduan Mekanik (Mechanical Alloying), Jurnal Sains Materi Indonesia, ISSN:1411-1098, Edisi Khusus Oktober 2006, 35-39.

[15] HADI SUWARNO, ANDON INSANI DAN WISNU ARI ADI, The X-ray DiffractionAnalyses on The Mechanical Alloying of The Mg2Ni Formation, Jurnal Teknologi BahanNuklir, ISSN: 1907-2635, Volume 3, Nomor 2, Juni 2007,74-85.

[16] LEVINSON, D.W., MCPHERSON, D.J., Transactions of The American Society for Metal,48, (1956) 689-705.

[17] ANDREASEN, A., SORENSEN, M.B., BURKARL, R, MOLLER, B., MOLENBROEK,AM., PEDERSEN, AS., ANDREASEN, J.W., NIELSEN, M.M., JENSEN, T.R, J. alloysCamps., Accepted.

[18] LUO, H.L., CHAO, C.C., DUWES, P., Transactions of The Metallurgy Society of Aime,230, (1964) 1488-1490.

[19] HAD I SUWARNO, WISNU A.A., ANDON I., International Conference Solid State IonicProceeding, PTBIN, Serpong, 2007.

[20] WISNU ARI ADI, ANDON INSANI DAN HADI SUWARNO, Analisis Struktur KristalPaduan Mg2Ni Hasil Mechanical Alloying, Jurnal Sains Materi Indonesia, ISSN : 1411­1098, Volume 9, Nomor 2, Februari 2008,125-130.

[21] H. SUWARNO, W. ARI ADI, DAN A INSANI, New Synthesis Method of The Mg2NiCompound by Using Mechanical Alloying for Hydrogen Storage, Atom Indonesia, ISSN:0126-1568, Volume 34, Nomor 2, July 2008, 69-78.

[22] WISNU ARI ADI, HADI SUWARNO, ANDON INSANI DAN NUSIN S., MekanismePembentukan Fasa Mg2Ni Dengan Metode Mechanical Alloying, Jurnal Sains MateriIndonesia, ISSN: 1411-1098, Volume 10, Nomor 1, Oktober 2008, 60-65.

[23] BOUARICHA, S., DODELET, J.P., GUAY, D., HUOT, J., BOILY, S., SCHULZ, R,Journal of Alloy and Compounds, 297 (2000), 282-293.

251

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti ISSN 2087-8079

[24] WISNU ARI ADI DAN HADI SUWARNO, Analisis Pembentukan Fasa _ -MgH2 HasilProses Hydriding Paduan Mg-AI, sedang dalam proses penerbitan di Jurnal Sains MateriIndonesia.

[25] CRIVELLO, J.C., NOBUKI, T., KATO, S., ABE, M., KUJI, T., Journal of AdvancedScience, vol. 19, 2007, 3-4.

[26] H.M. RIETVELD, J. Appl. Chryst. 2, 65, 1969.[27] F. IZUMI, rigaku J. Q, 1 , 1989.[28] F. IZUMI, "A Rietveld-Refinement Program RIETAN-94 for Angle-Dispersive X-Ray and

Neutron Powder Diffraction", National Institute for Research in Inorganic Materials 1-1Namiki, Tsukuba, Ibaraki 305, Japan, Revised on June 22, 1996.

[29] SUKIRMAN, E., Pengaruh Distribusi Kekosongan Oksigen pada SuperkonduktivitasYBa2Cu307_X,Thesis Magister Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 1991.

[30] HARRIS, J.R., Matemathical Modelling of Mechanical Alloying, Thesis submitted to TheUniversity of Nottingham for the degree of Doctor of Physlosophy, September 2002.

[31] Mechanical Alloying, Casa Study, http://www.msm.cam.ac.uk/phase-trans/pubs/pt2.html#mechanical, March 2, 2006.

252