analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat web viewdampak positif antara lain ditunjukkan...

31
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN REGIONAL DI KOTA BENGKULU (Suatu Tinjauan terhadap Perubahan Struktur Perekonomian dari Sektor Pertanian ke Sektor Industri dan Jasa) Oleh Nyayu Neti Arianti 1) Musriyadi Nabiu 1) M. Zulkarnain Yuliarso 1) 1) Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas P ertanian Universitas Bengkulu ABSTRACT The objective of this research was to know the factors which influencced the regional poverty level in Kota Bengkulu. The data in this research were the Headcount Index (HI) on 2004 in 57 political administration districts (kelurahan) di Kota Bengkulu which were gotten from Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Keluarga Office in Kota Bengkulu, profile data of those political administration districts (kelurahan) and other data related to this research. The multiple linier regression model was used to know which factors influenced the regional poverty level. Significance test was done at 95 % level of confidence. The research results showed that the distance to the capital of the sub-district area influenced the regional poverty level positively, becouse peoples who live nearer to the capital as “center of excellent” had better accessibility to the goodnesses, so their livings were better. However factors availibility of market, education level of the large part of population, population density, percentage of agriculture sector labors, percentage of industry sector labors, percentage of non- formal service sector labors,and percentage of family who had TV did not influence the poverty level. I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Suatu proses dan dampak yang alamiah jika semakin maju suatu negara atau wilayah maka akan terjadi 1

Upload: duongkiet

Post on 01-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN REGIONAL DI KOTA BENGKULU

(Suatu Tinjauan terhadap Perubahan Struktur Perekonomian dari Sektor Pertanian ke Sektor Industri dan Jasa)

Oleh Nyayu Neti Arianti1)

Musriyadi Nabiu1)

M. Zulkarnain Yuliarso1)

1) Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas P ertanian Universitas Bengkulu

ABSTRACT

The objective of this research was to know the factors which influencced the regional poverty level in Kota Bengkulu. The data in this research were the Headcount Index (HI) on 2004 in 57 political administration districts (kelurahan) di Kota Bengkulu which were gotten from Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Keluarga Office in Kota Bengkulu, profile data of those political administration districts (kelurahan) and other data related to this research. The multiple linier regression model was used to know which factors influenced the regional poverty level. Significance test was done at 95 % level of confidence.

The research results showed that the distance to the capital of the sub-district area influenced the regional poverty level positively, becouse peoples who live nearer to the capital as “center of excellent” had better accessibility to the goodnesses, so their livings were better. However factors availibility of market, education level of the large part of population, population density, percentage of agriculture sector labors, percentage of industry sector labors, percentage of non- formal service sector labors,and percentage of family who had TV did not influence the poverty level.

I. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Suatu proses dan dampak yang alamiah jika semakin maju suatu negara atau

wilayah maka akan terjadi transformasi atau perubahan struktur perekonomian dari

dominasi sektor pertanian ke sektor non pertanian. Transformasi tersebut ditandai

dengan semakin meningkatnya pangsa relatif sektor industri dan jasa terhadap

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dari waktu ke waktu, sementara

pangsa relatif sektor pertanian semakin menurun walaupun pangsa absolutnya tetap

meningkat. Hal ini sejalan dengan Teori Pambangunan Clark-Fisher (Winoto, 1996 ;

Arifin, 2000 dan Tambunan, 2003a dan 2003b).

1

Page 2: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

Dampak yang timbul dari perubahan struktur ekonomi tersebut dapat bersifat

positif maupun negatif. Dampak positif antara lain ditunjukkan dengan

meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Dampak negatif timbul jika perubahan

pangsa relatif sektor terhadap PDB tidak diikuti oleh perubahan pangsa tenaga kerja

sektor-sektor tersebut secara proporsional. Dampak negatif dapat berupa penurunan

produktifitas tenaga kerja sektor pertanian, pengangguran di pedesaan maupun

perkotaan, kemiskinan pedesaan maupun perkotaan, beban kota yang semakin berat,

dan lain-lain (Winoto, 1996).

Masalah pengentasan kemiskinan merupakan hal yang rumit karena

kemiskinan bersifat multidimensi. Kemiskinan adalah awal dan akhir dari suatu

proses kemelaratan masyarakat. Bersama-sama faktor-faktor kelemahan jasmani,

kerawanan, ketidakberdayaan dan isolasi, serta kemiskinan membuat masyarakat

terjebak dan sulit keluar dari sindrom kemiskinan (Chambers, 1987).

Jumlah penduduk Indonesia yang hidup dalam kemiskinan dari tahun ke

tahun semakin bertambah. Sumodiningrat (2002)1 menyatakan bahwa berdasarkan

data Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10

sampai 20 % tetapi telah mencapai 60 % dari jumlah penduduk Indonesia yang

berjumlah 215 juta jiwa.

1. 2. Perumusan Masalah

Proses pembangunan dengan pendekatan industrialisasi memungkinkan

pengembangan wilayah perkotaan sebagai pusat industri. Sehubungan dengan

semakin menurunnya pangsa relatif sektor pertanian terhadap PDB, sementara

jumlah tenaga kerja (TK) di sektor pertanian tidak mengikuti penurunan pangsa

tersebut secara proporsional, maka TK pertanian yang umumnya berada di pedesaan

mulai mencari peluang bekerja ke sektor industri perkotaan. Mengalirnya TK

pertanian ke kota selain menyebabkan berkurangnya TK produktif di sektor

pertanian, juga mengakibatkan peningkatan pengangguran dan kemiskinan di

perkotaan. Hal tersebut terjadi akibat TK sektor pertanian tidak dapat diterima

sepenuhnya di sektor industri karena sektor industri membutuhkan kualifikasi

pendidikan dan keterampilan yang tinggi dibanding sektor pertanian. Akibatnya TK

1 Sumodiningrat, Gunawan. Penduduk Miskin Indonesia Capai 60 Persen. Harian Republika Tanggal 17 Februari 2002

2

Page 3: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

pertanian dari pedesaan yang tidak terserap sektor industri umumnya “lari” ke sektor

jasa informal perkotaan. Ketidakseimbangan pendapatan yang diterima oleh TK

pertanian dengan TK industri, dimana tingkat kesejahteraan di sektor industri lebih

baik, maka dapat menimbulkan tingkat urbanisasi yang tidak terkendali. Akibatnya

antara lain adalah kemiskinan perkotaan yang menjadi beban berat bagi perkotaan

(Todaro dan Smith, 2004).

Salah satu bentuk kemiskinan adalah kemiskinan struktural. Kemiskinan

struktural ini secara langsung atau tidak langsung diakibatkan oleh berbagai

kebijakan, peraturan dan atau keputusan dalam pembangunan. Kemiskinan

umumnya ditandai ketimpangan, antara lain kepemilikan sumberdaya, kesempatan

berusaha, keterampilan dan faktor lain yang menyebabkan perolehan pendapatan

tidak seimbang dan mengakibatkan struktur sosial yang timpang. Kemiskinan

struktural umumnya dapat dikenali dari transformasi ekonomi yang berjalan tidak

seimbang, dimana peran relatif perolehan ekonomi sektor pertanian semakin

berkurang diganti industri tetapi tidak diikuti oleh peran tenaga kerjanya (Nugroho

dan Dahuri, 2004).

Hasil penelitian Arianti (2002) tentang perubahan struktur perekonomian

Propinsi Bengkulu dari tahun 1983 sampai tahun 1999 menunjukkan bahwa telah

terjadi perubahan pangsa relatif sektor pertanian, industri dan jasa terhadap PDRB

maupun pangsa TK nya terhadap total penyerapan TK propinsi. Untuk sektor

pertanian, sumbangannya terhadap PDRB pada tahun 1983 adalah sebesar 47,29 %

dan menurun menjadi 33,34 % pada tahun 1993. Sedang pangsa TKnya sebesar

78,52 % pada tahun 1983 sementara pada tahun 1993 menjadi 66,25 %. Untuk

sektor industri, pangsa relatif terhadap PDRB meningkat dari 1,69 % pada tahun

1983 menjadi 3,13 % pada tahun 1993. Sedang pangsa TKnya juga meningkat dari

1,90 % pada tahun 1983 menjadi 2,76 % pada tahun 1993. Sementara itu, untuk

sektor jasa, pangsa relatifnya terhadap PDRB cenderung tetap, dimana pada tahun

1983 sebesar 1,68 % sedang pada tahun 1993 sebesar 1,69 %. Tetapi pangsa TK nya

meningkat dari 9,06 % pada tahun 1983 menjadi 12,43 % pada tahun 1993.

Artinya, diperoleh informasi bahwa dari tahun 1983 sampai 1993, pangsa

relatif sektor pertanian terhadap PDRB Propinsi Bengkulu mengalami penurunan

sebesar 13,93 % sedang TK yang terserap di sektor tersebut juga menurun tetapi

3

Page 4: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

dengan nilai penurunan yang lebih rendah yaitu sebesar 12,27 %. Untuk sektor

industri, pangsa relatif terhadap PDRB meningkat sebesar 1,44 % sementara serapan

TK nya hanya meningkat 0,86 %. Sementara pangsa relatif sektor jasa terhadap

PDRB meningkat sebesar 0,01 % sementara TK yang diserap meningkat sebesar 3,37

%. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan struktur perkonomian tak

berimbang, dimana perubahan pangsa relatif sektor terhadap PDRB tidak diikuti

perubahan pangsa TK secara proporsional. Akibatnya timbul kesenjangan ekonomi

antar sektor, terutama sektor pertanian dan industri, sedang sektor jasa, dalam hal ini

termasuk sektor jasa informal menjadi “katup penyelamat” bagi TK pertanian yang

tidak terserap di sektor industri dan menurun kesejahteraannya. Dengan demikian

temuan-temuan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Todaro dan Smith

(2004).

Kondisi kemiskinan Indonesia semakin parah akibat krisis ekonomi pada

tahun 1998. Namun ketika pertumbuhan ekonomi yang sempat menurun akibat

krisis dapat dipulihkan, kemiskinan tetap saja sulit ditanggulangi. Pada tahun 1999,

27 % dari total penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebanyak 33,9 %

penduduk desa dan 16,4 % penduduk kota adalah orang miskin (Krisnamurthi,

2004).

Salah satu prasyarat keberhasilan pengentasan kemiskinan adalah

kemampuan mengidentifikasi kelompok sasaran (target group) dan atau wilayah

sasaran (target area) dengan tepat. Program pengentasan dan pemulihan nasib orang

miskin tergantung dari langkah awal yaitu ketetapan mengidentifikasi siapa yang

dikatakan miskin dan dimana dia berada. Aspek dimana “si miskin” dapat ditelusuri

melalui si miskin itu sendiri. Aspek dimana si miskin berada dapat ditelusuri melalui

pendekatan-pendekatan profil wilayah atau karakter geografis (Basri, 1995).

Direktorat Pembangunan Desa (Ditbangdes) Propinsi Sumatera Selatan

(1995) merumuskan agar program pengentasan kemiskinan berhasil dengan baik,

terarah dan tepat sasaran maka perlu adanya upaya untuk mengetahui desa dengan

sifat dan karakteristik menurut potensinya. Dengan demikian akan dapat diketahui

dimana sebenarnya kelompok miskin berada atau terkonsentrasi. Karakter suatu desa

dapat ditentukan melalui faktor-faktor pokok seperti penduduk dan alam serta faktor

penunjang seperti faktor ekonomi (pendapatan, pendapatan per kapita, standar

4

Page 5: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

hidup), faktor sosial (adat, kelembagaan, pendidikan, swadaya gotong royong), dan

faktor prasarana (produksi, perhubungan, pemasaran, sosial). Faktor-faktor tersebut

sudah tergambar dalam indikator-indikator yang digunakan oleh BPS untuk

mengidentifikasi status kemiskinan desa.

Jumlah penduduk miskin Kota Bengkulu dari waktu ke waktu semakin

bertambah. Pada tahun 1998, 11,85 % dari total kepala keluarga (KK) yang

berjumlah 40.819 KK atau sebanyak 4.837 KK adalah keluarga miskin. Pada tahun

1999 meningkat drastis menjadi 19,32 % yang merupakan dampak krisis ekonomi

tahun 1998. Pada tahun 2001 meningkat lagi menjadi 22,41 % dan pada tahun 2004

menjadi 30,17 % atau sebanyak 15.583 KK (Kantor Keluarga Berencana dan

Pemberdayaan Keluarga Kota Bengkulu, 2004).

Kota Bengkulu terdiri dari empat kecamatan, yaitu 1) Kecamatan Gading

Cempaka yang meliputi 21 kelurahan dan 2 desa, 2) Kecamatan Teluk Segara yang

melingkupi 19 kelurahan dan 4 desa, 3) Kecamatan Selebar yang meliputi 6 desa,

dan 4) Kelurahan Muara Bangkahulu yang meliputi 5 desa. Pada tahun 2004, rata-

rata persentase jumlah KK miskin dari jumlah KK di Kecamatan Gading Cempaka

adalah sebesar 34,52 %, di Kecamatan Teluk Segara sebesar 26,91 %, di Kecamatan

Selebar 24,09 % dan di Kecamatan Muara Bangkahulu sebesar 30,17 %. Jumlah

KK miskin ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Kantor Keluarga

Berencana dan Pemberdayaan Keluarga, 2004).

Dalam penelitian ini, kemiskinan regional yang dimaksud adalah kemiskinan

kota yang meliputi kemiskinan kota Bengkulu beserta wilayah kecamatan, kelurahan

dan desa yang dilingkupinya. Data kemiskinan diperoleh dari instansi terkait, dalam

hal ini Kantor Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Keluarga Kota Bengkulu,

berdasarkan kriteria kemiskinan tertentu, yaitu Kategori Keluarga Pra Sejahtera

(KPS) dan Keluarga Sejahtera (KS) I untuk Alasan Ekonomi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kemiskinan tersebut disusun kembali berdasarkan variabel-variabel

dan indikator-indikator kantong kemiskinan yang disusun oleh BPS dalam Jousairi

(1995) dan BPS dalam Kuncoro (2003) serta dipilih berdasarkan komponen struktur

ekonomi.

5

Page 6: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

1. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan regional di Kota

Bengkulu. Sedangkan manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan bagi penyusun kebijakan dalam rangka menentukan metode pendekatan dan

program pengentasan kemiskinan yang terarah dan tepat sasaran serta menjadi bahan

untuk mengevaluasi program dan proses pembangunan yang sudah dilaksanakan

selama ini.

II. METODE PENELITIAN

2.1. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer

berupa data kemiskinan pada 57 kelurahan di Kota Bengkulu dan data profil ke-57

kelurahan tersebut untuk tahun 2004. Data kemiskinan yang diperoleh dari Kantor

Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Keluarga Kota Bengkulu. Sedang data

sekunder dikumpulkan guna menunjang data-data primer yang diperoleh dari

instansi-instansi terkait.

2. 2. Metode Analisis Data

Data dianalisis secara kuantitatif yang kemudian didukung dengan analisis

deskriptif.

Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah dengan

menentukan nilai Headcount Index (H), yaitu menghitung jumlah keluarga atau

penduduk miskin sebagai proporsi dari populasi (Kuncoro, 2003 dan Tambunan,

2003b). Dalam penelitian ini H diukur dengan mencari persentase jumlah keluarga

miskin dari jumlah keluarga yang ada di kelurahan-kelurahan di Kota Bengkulu

Model Regresi Linier Berganda digunakan untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat kemiskinan regional di Kota Bengkulu. Persamaan

matematisnya disusun sebagai berikut :

Hi = b0 + b1D1i + b2D2i + b3X1i + b4X2i + b5X3i + b6X4i + b7X5i + b8X6i + u

Dimana :

H : Tingkat kemiskinan (%)D1 : Ketersediaan pasar (1 : tanpa bangunan sampai setengah

permanen, 0 : bangunan permanen)

6

Page 7: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

D2 : Tingkat pendidikan dominan penduduk (1 : Tidak Sekolah sampai Tamat SD, 0 : SLTP ke atas)

X1 : Kepadatan penduduk (jiwa/km2)X2 : Persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian (%)X3 : Persentase penduduk yang bekerja di sektor industri (%)X4 : Persentase penduduk yang bekerja di sektor jasa

informal (%)X5 : Persentase keluarga yang mempunyai televisi (%)X6 : Jarak kelurahan dari ibukota kecamatan (Km)

ib0

::

Kelurahan ke-iKonstanta

b1-b8 : Koefisien regresiu : Kesalahan pengganggu

Koefisien regresi hasil estimasi kemudian diuji secara statistik pada tingkat

kepercayaan 95 %. Pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel

terikat diuji dengan Uji F.

F hitung ditentukan dengan rumus :

Fhitung= R2/k(1−R2) /(n−k−1 )

Dimana, R2 : Koefisien determinasi n : Jumlah sampel k : Jumlah variabel bebas

Hipotesis matematis yang diuji adalah :

Ho : bi = 0

Ha : paling tidak salah satu dari bi 0

Kriteria pengambilan keputusannya adalah :

- Jika F hitung F tabel, maka Ho diterima atau Ha ditolak, artinya secara

bersama-sama variabel bebas berpengaruh tidak nyata terhadap variabel terikat.

- Jika F hitung > F tabel, maka Ha diterima atau Ho ditolak, artinya secara

bersama-sama variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

Sedangkan pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel

terikat secara parsial diuji dengan Uji t.

t hitung ditentukan dengan rumus :

7

Page 8: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

thitung= biSe (bi)

Dimana : bi : Koefisien regresi variabel ke-i Se(bi) : Kesalahan baku koefisien variabel ke-i

Hipotesis matematisnya adalah :

Ho : bi = 0

Ha : bi 0

Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut :

- Jika -t tabel t hitung t tabel, maka Ho diterima atau Ha ditolak, artinya

variabel bebas berpengaruh tidak nyata terhadap variabel terikat.

- Jika -t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka Ha diterima atau Ho ditolak,

artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat

2.3. Konsep dan Pengukuran Variabel

1. Tingkat kemiskinan regional adalah persentase jumlah keluarga miskin

(headcount index) karena alasan ekonomi pada tingkat kelurahan di Kota

Bengkulu berdasarkan hasil pengukuran Kantor Keluarga Berencana dan

Pemberdayaan Keluarga Kota Bengkulu, dalam %.

2. Tenaga kerja adalah penduduk usia kerja ( 15 tahun) yang bekerja (working).

3. Ketersediaan pasar adalah tersedianya pasar tanpa bangunan sampai bangunan

permanen.

4. Tingkat pendidikan dominan penduduk adalah tingkat pendidikan formal yang

diselesaikan oleh sebagian besar penduduk.

5. Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk per luas wilayah, dalam jiwa/Km2.

6. Persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian adalah jumlah penduduk

yang bekerja di sektor pertanian dibagi dengan total jumlah penduduk yang

bekerja, dalam %.

7. Persentase penduduk yang bekerja di sektor industri adalah jumlah penduduk

yang bekerja di sektor industri dibagi dengan total jumlah penduduk yang

bekerja, dalam %.

8. Persentase penduduk yang bekerja di sektor jasa informal adalah jumlah

penduduk yang bekerja di sektor jasa informal dibagi dengan total jumlah

penduduk yang bekerja, dalam %.

8

Page 9: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

9. Persentase keluarga yang mempunyai televisi adalah jumlah keluarga yang

memiliki televisi dibagi dengan total jumlah keluarga, dalam %.

10. Jarak kelurahan dari ibukota kecamatan adalah jarak yang diukur dari letak

kantor kepala kelurahan dengan letak kantor kepala kecamatan, dalam Km.

Diasumsikan letak kantor kepala menunjukkan letak ibukota wilayah.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Kota

Bengkulu pada tahun 2004 dilakukan atas 46 kelurahan dari 57 kelurahan yang ada

di Kota Bengkulu. Sebanyak 11 kelurahan tidak dapat dimasukkan ke dalam

analisis. Kelurahan-kelurahan yang dimaksud adalah Kelurahan Teratai, Malabero,

Pasar Pantai, Kampung Cina, Kebun Keling, Kebun Ros, Rawa Makmur, Bentiring,

Kandang, Sukarami, dan Padang Serai. Ketika terjadi pemekaran Kota Bengkulu

pada bulan Agustus 2005 dari empat kecamatan menjadi delapan kecamatan,

kelurahan-kelurahan tersebut ada yang digabung atau dipecah menjadi beberapa

kelurahan sehingga data profil kelurahan-kelurahan tersebut pada saat penelitian

sudah tidak lagi tersedia.

Hasil estimasi fungsi regresi yang dianalisis untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Kota Bengkulu pada tahun 2004 disajikan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Regional di Kota Bengkulu Tahun 2004

9

Page 10: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

Variabel Bebas Koefisien Regresi

Kesalahan Baku

t Hitung

1. Ketersediaan Pasar (D1) 8,4309 6,4430 1,30902. Tk. Pendidikan

Dominan Pddk (D2)5,5352 4,9310 1,1230

3. Kepadatan Penduduk (X1)

-0,00003 0,00005 -0,5597

4. Persentase TK Pertanian (X2)

-0,1118 0,1233 -0,9068

5. Persentase TK Industri (X3)

0,4302 0,2961 1,4530

6. Persentase TK Jasa Informal (X4)

0,0340 0,0895 0,3802

7. Persentase Keluarga Punya TV (X5)

-0,0817 0,1402 -0,5830

8. Jarak Kel. dari Ibukota Kecamatan (X6)

5,9078 1,4470 4,0840 *

Konstanta = 14,1460F hitung = 45,558F Tabel = 3,300t Tabel = 2,042R2 = 0,4237

Keterangan : * Nyata pada Taraf Kepercayaan 95 %Sumber : Data Diolah, 2006

Hasil analisis menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar

0,4269 yang berarti bahwa 42,69 % variasi tingkat kemiskinan dipengaruhi oleh

variabel-variabel bebas dalam persamaan model. Sisanya sebesar 57,31 %

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam persamaan model

tersebut.

Hasil uji F pada taraf kepercayaan 95 % menunjukkan bahwa secara bersama-

sama variabel bebas yang disusun dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel

terikat. Dimana nilai F hitung (45,558) lebih besar dari nilai F tabel (3,300).

Faktor jarak kelurahan dari ibukota kecamatan berpengaruh nyata terhadap

tingkat kemiskinan di Kota Bengkulu, sedang faktor-faktor tersedianya pasar, tingkat

pendidikan sebagian besar penduduk, persentase TK pertanian, persentase TK

industri, persentase TK jasa informal, dan persentase keluarga yang mempunyai

televisi berpengaruh tidak nyata. Hal tersebut ditunjukkan oleh hasil estimasi dan uji

10

Page 11: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

t statistik. Pembahasan yang lebih terinci untuk masing-masing faktor adalah

sebagai berikut:

1. Ketersediaan Pasar (D1)

Variabel pasar yang dimaksud adalah ketersediaan prasarana ekonomi untuk

penduduk melakukan transaksi baik transaksi barang-barang produksi maupun

barang-barang konsumsi. Sebagian besar kelurahan di Kota Bengkulu yaitu

sebanyak 41 kelurahan (89,13 %) tidak mempunyai pasar maupun pasar dengan

bangunan setengah permanen. Sedang sisanya (5 kelurahan atau 10,87 %) memiliki

pasar dengan bangunan permanen.

Berdasarkan hasil analisis, nilai koefisien regresi untuk ketersediaan pasar

bertanda positif yaitu sebesar 8,4309. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan

jika di kelurahan tersebut tersedia pasar tanpa bangunan atau tersedia bangunan

setengah permanen maka tingkat kemiskinannya lebih tinggi dibanding kelurahan

yang memiliki pasar dengan bangunan permanen. Pasar merupakan tempat transaksi

barang-barang hasil produksi, barang-barang faktor produksi maupun barang-barang

konsumsi. Aktifitas pasar di bangunan permanen umumnya relatif lebih baik

dibanding di pasar tanpa bangunan atau bangunan setengah permanen yang biasanya

hanya bersifat temporary.

Namun hasil uji t pada taraf kepercayaan 95 % menunjukkan bahwa

ketersediaan pasar baik tanpa bangunan sampai tersedia bangunan setengah

permanen maupun dengan bangunan permanen berpengaruh tidak nyata terhadap

tingkat kemiskinan di kelurahan yang bersangkutan. Hal ini diketahui dari nilai t

hitung (1,3090) yang lebih kecil dari nilai t tabel (2,042). Berpengaruh tidak

nyatanya ketersediaan pasar tersebut, mungkin disebabkan oleh 1) kurang atau tidak

dimanfaatkannya pasar tersebut oleh penduduk untuk aktifitas jual beli barang

produksi atau barang faktor produksi, jadi dengan kata lain hanya digunakan untuk

transaksi barang-barang konsumsi, dan atau 2) kurangnya akses penduduk terhadap

aktifitas transaksi barang-barang produksi atau barang-barang faktor produksi

sehingga tidak atau kurang bermanfaat bagi perbaikan taraf hidup.

2. Tingkat Pendidikan Dominan Penduduk (D2)

11

Page 12: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

Tingkat pendidikan sebagian besar atau dominan penduduk dapat menjadi

indikator sejauh mana akses mereka terhadap pendidikan. Semakin tinggi tingkat

pendidikan penduduk, berarti semakin besar akses mereka terhadap pendidikan.

Tingkat pendidikan diukur berdasarkan kriteria pendidikan dasar, yaitu

sampai Tamat Sekolah Dasar (SD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian

besar kelurahan di Kota Bengkulu yaitu sebanyak 9 kelurahan (19,57 %) memiliki

penduduk yang sebagian besar mempunyai tingkat pendidikan tidak sekolah dan

sampai tamat SD sedang sisanya sebanyak 37 kelurahan (80,43 %) memiliki

penduduk yang dominan berpendidikan SLTP ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa

sebagian besar penduduk di Kota Bengkulu telah memiliki akses yang baik terhadap

pendidikan, tidak hanya mengenyam pendidikan dasar.

Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien faktor tingkat pendidikan

sebagian besar penduduk bernilai positif yaitu 5,5352 yang menunjukkan

kecenderungan bahwa tingkat kemiskinan di kelurahan yang dominan penduduknya

tidak sekolah atau sampai tamat SD lebih tinggi dibanding tingkat kemiskinan di

kelurahan yang dominan penduduknya berpendidikan SLTP ke atas. Akses

penduduk terhadap pendidikan formal yang lebih telah membantu menaikkan taraf

hidup, karena walau bagaimanapun tingkat pendidikan formal masih menjadi

pertimbangan untuk memperoleh penghasilan.

Namun faktor tingkat pendidikan dominan penduduk berpengaruh tidak nyata

terhadap tingkat kemiskinan yang ditunjukkan oleh nilai t hitung (1,1230) lebih kecil

dari nilai t tabel (2,042). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena pendapatan

seseorang, yang berujung kepada tingkat kesejahteraan, tidak semata-mata

dipangaruhi oleh tingkat pendidikan formalnya, tetapi lebih dipengaruhi oleh 1)

keterampilan atau keahlian yang dimiliki yang umumnya diperoleh dari pendidikan

informal, dan atau 2) kemampuan seseorang untuk mengakses aktifitas ekonomi

seperti akses terhadap modal, pasar, kesempatan berusaha dan lain-lain yang pada

akhirnya berpengaruh kepada perbaikan taraf hidup (Komite Penanggulangan

Kemiskinan Republik Indonesia, 2005).

3. Kepadatan penduduk (X1)

12

Page 13: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 46 kelurahan, diketahui rata-rata

kepadatan penduduk per kelurahan adalah 15950 jiwa per Km2, dengan kisaran 293

sampai 230060 jiwa per Km2. Sementara rata-rata kepadatan penduduk Kota

Bengkulu pada tahun 2004 adalah 2292 jiwa per Km2 (untuk 57 kelurahan).

Nilai koefisien faktor kepadatan penduduk bernilai negatif yaitu – 0,00003.

Nilai ini menunjukkan kecenderungan bahwa semakin tinggi kepadatan penduduk,

maka tingkat kemiskinan semakin rendah. Namun hasil uji t menunjukkan bahwa

faktor kepadatan penduduk berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat kemiskinan,

dimana nilai t hitung (- 0,5597) lebih besar dari nilai t tabel (-2,042). Artinya tinggi

ataupun rendahnya kepadatan penduduk, tingkat kemiskinan tidak terpengaruh.

Karena kemiskinan seseorang karena alasan ekonomi diukur melalui kemampuan

keluarga dalam memenuhi kebutuhan kualitas pangan, sandang dan tempat tinggal.

4. Persentase tenaga kerja sektor pertanian (X2)

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa rata-rata jumlah tenaga kerja

sektor pertanian adalah 13,64 % dengan kisaran 0 sampai 70,20 %. Rata-rata

persentase tenaga pertanian ini tergolong rendah. Untuk wilayah Propinsi Bengkulu

rata-rata persentase tanaga kerja sektor pertanian tahun 1987 sampai tahun 2004

adalah sebesar 69,82 % dari total jumlah tenaga kerja (BPS Propinsi Bengkulu,

Berbagai Tahun Penerbitan). Hal ini dapat dipahami karena Kota Bengkulu adalah

ibukota propinsi dimana lahan yang dipergunakan untuk kegiatan pertanian sudah

relatif lebih sedikit dibanding peruntukan lahan yang lain, misalnya untuk

pemukiman penduduk. Lagipula sebagian besar penduduk Kota Bengkulu seperti

wilayah perkotaan pada umumnya, mempunyai pekerjaan di bidang-bidang lain

selain pertanian (industri, jasa, perdagangan dan lain-lain).

Koefisien faktor persentase tenaga kerja pertanian bernilai negatif, yaitu

sebesar – 0,1118 yang memberi arti bahwa jumlah penduduk yang bekerja di sektor

pertanian meningkat, maka tingkat kemiskinan cenderung menurun. Hal ini

menunjukkan bahwa ternyata sektor pertanian dianggap sektor yang paling kuat

bertahan dalam badai krisis. Sektor pertanian yang dinamis dianggap mampu

memberikan penghidupan yang lebih baik (Arifin, 2004 ; Arsyad, 2004 serta

Tambunan, 2003a dan 2003b ).

13

Page 14: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

Namun demikian hasil uji t menunjukkan bahwa faktor persentase tenaga

kerja sektor pertanian berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat kemiskinan, dimana

nilai t hitung ( - 0,9068) lebih besar dari nilai t tabel (-2,042). Kemiskinan seseorang

atau keluarga tidak disebabkan oleh di sektor atau di bidang apa mereka bekerja,

tetapi lebih kepada kemampuan mereka untuk memperoleh pendapatan dan

mencukupi kebutuhan keluarga, baik kemampuan dari dalam diri maupun daya

dukung lingkungan sekitarnya (Prayitno dan Santosa, 1996 dan Krisnamurthi, 2004).

5. Persentase tenaga kerja sektor industri (X3)

Rata-rata jumlah tenaga kerja sektor industri adalah 6,14 % dengan kisaran 0

sampai 27,94 %. Sedang untuk propinsi Bengkulu rata-rata persentase tenaga kerja

yang bekerja di sektor industri adalah sebesar 2,31 %. Hal ini menunjukkan bahwa

sektor industri lebih banyak ditekuni oleh masyarakat Kota Bengkulu, karena sektor

industri memang biasanya terpusat di wilayah perkotaan.

Koefisien faktor persentase tenaga kerja industri bernilai positif yaitu 0,4302.

Artinya jika semakin tinggi persentase tenaga kerja yang bekerja di sektor industri

maka tingkat kemiskinan cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh jika

pembangunan diarahkan semata-mata hanya dengan mengejar pertumbuhan yang

biasanya dapat diperoleh dengan pengembangan sektor industri, maka yang terjadi

justru penurunan kesejahteraan karena sektor industri lebih sukar bertahan dari

permasalahan-permasalahan ekonomi yang terjadi (Padmowihardjo, 2002).

Hasil uji t menunjukkan faktor persentase tenaga kerja industri ternyata

berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat kemiskinan (nilai t hitung sebesar 1,4530

lebih kecil dari nilai t tabel (2,042)). Hal ini terjadi karena kemiskinan seseorang

atau keluarga lebih disebabkan oleh kemampuan mereka memperoleh pendapatan

dan akses-akses mereka terhadap kesempatan-kesempatan ekonomi.

6. Persentase tenaga kerja sektor jasa informal (X4)

Sektor jasa informal menurut berbagai tulisan para ahli diketahui atau

dianggap sebagai “katup penyelamat” bagi tenaga kerja sektor pertanian yang

berdasarkan teori transformasi struktural banyak berpindah ke sektor industri.

Lazimnya, jika terjadi perubahan struktur ekonomi dari pertanian ke industri, maka

tenaga pertanian yang tidak dapat terserap oleh sektor pertanian beralih ke sektor

industri. Namun karena sektor industri membutuhkan tenaga kerja dengan tingkat

14

Page 15: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

pendidikan dan keahlian tertentu, maka tenaga yang beralih dari sektor pertanian tadi

tidak dapat diserap oleh sektor industri dan sebagai alternatif adalah mereka memilih

sektor jasa informal. Sementara sektor jasa formal relatif lebih sulit untuk dimasuki,

karena juga membutuhkan kualifikasi tertentu (Winoto, 1996).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata tenaga kerja yang

bekerja di sektor jasa informal sebesar 32,72 % dengan kisaran 3,85 sampai 97,15 %.

Seperti umumnya wilayah perkotaan, di Kota Bengkulu juga berkembang sektor jasa

yang terdiri dari sektor jasa formal (pemerintahan) dan informal (swasta) lebih pesat,

selain sektor perdagangan dan komunikasi.

Nilai koefisien faktor persentase tenaga kerja sektor jasa informal adalah

0,0340, artinya ada kecenderungan jika persentase tenaga kerja yang bekerja di

sektor jasa informal meningkat maka tingkat kemiskinan juga meningkat. Sektor

jasa informal memang menjadi penyaluran tenaga kerja di sektor pertanian

tradisional yang tidak terserap oleh sektor industri yang berkembang, karena sektor

ini relatif lebih mudah dimasuki karena cenderung tidak mensyaratkan kualifikasi

tertentu bagi tenaga kerja tersebut.

Namun hasil uji t menunjukkan bahwa faktor persentase tenaga kerja sektor

jasa informal berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat kemiskinan, dimana nilai t

hitung (0,3802) lebih kecil dari nilai t tabel (2,042). Seperti alasan-alasan yang

dikemukakan sebelumnya, kemiskinan tidak ditentukan oleh bidang apa yang

ditekuni, tetapi ditentukan oleh kemampuan seseorang bekerja dan memperoleh

pendapatan yang layak. Selain itu, karena sifatnya yang hanya menjadi “sektor

pelarian”, maka sektor ini sebenarnya tidak menjanjikan tingkat kehidupan yang

lebih baik, tetapi sektor ini cukup memberikan penghidupan. Tetapi jika sektor ini

dikembangkan tanpa perhitungan, maka justru sebagian besar masyarakat akan

menggantungkan hidupnya kepada sektor ini yang sebenarnya hanya menyumbang

sebagian kecil dari pendapatan wilayah. Akibat yang lain, jika masyarakat yang

bekerja di sektor ini tidak melaksanakan kegiatannya sesuai peraturan maka akan

menimbulkan masalah-masalah ketertiban dan gangguan bagi anggota masyarakat

lain (Winoto, 1996).

15

Page 16: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

7. Persentase keluarga yang memiliki televisi (X5)

Selain sebagai sarana memperoleh hiburan, televisi menjadi pilihan yang

umum bagi masyarakat untuk mengakses informasi tentang segala hal dari tingkat

lokal sampai internasional. Sebagian besar keluarga di Kota Bengkulu memiliki

televisi. Dari 46 kelurahan yang diteliti, 82,71 % keluarga memiliki televisi di

rumah mereka. Kisaran persentase keluarga yang memiliki telivisi adalah 41,95

sampai 100 %. Hal ini disebabkan oleh televisi bukan lagi dianggap barang mewah,

tetapi sudah menjadi barang yang cukup dibutuhkan.

Nilai koefisien faktor persentase keluarga yang memiliki televisi adalah

sebesar – 0,0817, artinya ada kecenderungan jika persentase jumlah keluarga yang

memiliki televisi meningkat maka tingkat kemiskinan menurun. Televisi menjadi

media yang umum dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memperoleh informasi

mengenai berbagai hal. Mulai dari hiburan, berbagai informasi ilmu pengetahuan

dan teknologi sampai informasi tentang kesempatan berusaha.

Namun hasil uji t menunjukkan bahwa faktor persentase jumlah keluarga

yang memiliki televisi berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat kemiskinan, dimana

nilai t hitung (-0,5830) lebih besar dari nilai t tabel (-2,042). Televisi memang dapat

menjadi media yang bermanfaat apabila keluarga mampu menangkap dan

mengadopsi informasi yang baik dan berguna bagi peningkatan taraf hidup. Jika

informasi yang diperoleh diiringi dengan kurangnya kemampuan memanfaatkan apa

yang diperoleh karena berbagai keterbatasan yang dimiliki maka informasi tersebut

tidak akan menyumbang bagi kemajuan dan peningkatan taraf hidup.

8. Jarak kelurahan dari ibukota kecamatan (X6)

Pada tahun 2004, Kota Bengkulu terdiri dari empat kecamatan. Jarak

kelurahan dari ibukota kecamatan adalah jarak kantor kelurahan dari kantor

kecamatan yang melingkupinya. Jarak dari pusat wilayah (inti) menjadi indikator

sejauhmana masyarakat sekitar inti tersebut dapat memperoleh manfaat dari

perkembangan ataupun kemajuan-kemajuan yang terjadi di wilayah inti. Semakin

dekat jarak dari pusat wilayah, maka semakin besar pula kesempatan masyarakat di

sekitarnya untuk memanfaatkan fungsi wilayah pusat tersebut sebagai “Pusat dari

Segala Kebaikan (Center of Excellents)” (Nugroho dan Dahuri, 2004 serta Tarigan,

2006). Diketahui kisaran jarak tersebut adalah 0,1 sampai 5 Km dengan rata-rata 2,8

16

Page 17: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

Km. Jarak ini tergolong dekat karena luas masing-masing kecamatan juga relatif

sempit, sementara total luas Kota Bengkulu hanya 144,52 Km2.

Nilai koefisien regresi variabel jarak kelurahan dari ibukota kecamatan adalah

5,9078. Nilai positif menunjukkan kecenderungan semakin jauh jarak dari ibukota

kecamatan, maka tingkat kemiskinan di kelurahan tersebut semakin tinggi. Hasil uji

t menunjukkan bahwa variabel jarak ini berpengaruh nyata terhadap tingkat

kemiskinan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t hitung (4,0840) lebih besar dari nilai t

tabel (2,042). Nilai koefisien regresi sebesar 5,9078 dan berpengaruh nyata

memberikan arti jika jarak kelurahan dari ibukota kecamatan meningkat 1 Km maka

tingkat kemiskinan meningkat 5,9078 %.

Ibukota wilayah merupakan pusat dari segala kebaikan. Wilayah yang lebih

dekat dengan ibukota mempunyai akses yang lebih baik terhadap kebaikan-kebaikan

tersebut dibanding wilayah yang lebih jauh. Dengan demikian taraf hidup

masyarakat yang lebih dekat dengan “pusat kebaikan (center of excellent)” lebih

baik.

Menurut Badan Pengawasan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Komisi

Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Propinsi Bengkulu (2005), penyebab

kemiskinan di Propinsi Bengkulu, di antaranya di Kota Bengkulu, berangkat dari

akar permasalahan terjadinya proses pemiskinan dari sisi keterbatasan,

ketidakmampuan dan ketidakberdayaan komunitas miskin dalam melakukan akses

dan atau kontrol terhadap : 1) asset produksi, yaitu sumberdaya utama untuk

menyangga pemenuhan kebutuhan pokok seperti sumberdaya lahan bagi petani,

sumberdaya laut dan pesisir bagi nelayan, dan kesempatan kerja bagi buruh, dan 2)

asset pelayanan umu, yaitu sarana dan prasarana layanan-layanan dasar seperti

fasilitas ekonomi, transportasi, pendidikan dan kesehatan. Permasalahan dasar bagi

masyarakat miskin pada umumnya adalah keterbatasan aksesibilitas terhadap kedua

asset tersebut yang dapat dilihat dari hambatan-hambatan yang dialami oleh

komunitas miskin, antara lain :

1. Keterbatasan kesempatan kerja dan berusaha

2. Keterbatasan akses terhadap faktor produksi

3. kepemilikan asset

17

Page 18: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

4. Keterbatasan akses terhadap fasilitas pelayanan pendidikan, kesehatan,

ekonomi serta informasi dan komunikasi

5. Ketidakberdayaan dalam menentukan pilihan (kontrol) terhadap aksesibilitas

itu sendiri

6. Kelemahan tata pemerintahan dalam mengelola program-program

penganggulangan kemiskinan

7. Lemahnya tanggungjawab negara dalam melayani perlindungan sosial.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa faktor jarak

kelurahan dari ibukota kecamatan berpengaruh nyata positif terhadap tingkat

kemiskinan di kelurahan-kelurahan dalam Kota Bengkulu, sementara faktor

ketersediaan pasar, tingkat pendidikan dominan penduduk, kepadatan penduduk,

persentase tenaga kerja sektor pertanian, persentase tenaga kerja sektor industri,

persentase tenaga kerja sektor jasa informal dan persentase keluarga yang

mempunyai televisi berpengaruh tidak nyata.

4. 2. Saran

Perlu upaya-upaya untuk menghilangkan dan mengurangi keterbatasan

aksesibilitas masyarakat miskin terhadap asset produksi dan asset pelayanan umum.

Kebijakan-kebijakan penanggulangan kemiskinan yang disusun hendaknya bersifat

multidimensi serta menjadi tanggung jawab bersama sehingga masyarakat miskin

mampu dan mau mengatasi dan membangun diri secara mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

Arianti, Nyayu Neti. 2002. Struktur Perekonomian Propinsi Bengkulu. Jurnal Agroekologi 2 (4) : 87 – 94. Yayasan Lembak Bengkulu. Bengkulu.

Arifin, Bustanul. 2000. Pembangunan Pertanian : Paradigma, Kinerja dan Opsi Kebijakan. INDEF. Jakarta.

Badan Pengawasan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Komisi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Propinsi Bengkulu. 2005. Bersama Melawan Kemiskinan, Rencana Aksi Penanggulangan Kemiskinan Propinsi Bengkulu. Bappeda dan KPK Propinsi Bengkulu. Bengkulu.

18

Page 19: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Web viewDampak positif antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ... kemiskinan pedesaan maupun perkotaan,

Basri, Faisal. 1995. Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI : Distorsi, Peluang dan Kendala. Erlangga. Jakarta.

Chambers, Robert. 1987. Pembangunan Desa. LP3ES. Jakarta.

Direktorat Pembangunan Desa (Ditbangdes) Propinsi Sumatera Selatan. 1995. Faktor Lokasi dalam Pendekatan dan Metode Pembinaan Desa Tertinggal. Makalah Seminar Metode Alternatif Pengentasan Kemiskinan. Penerbit Universitas Sriwijaya. Palembang.

Jousairi. 1995. Mengenal Variabel dan Indikator Kantong Kemiskinan BPS. Makalah Seminar Metode Alternatif Pengentasan Kemiskinan. Penerbit Universitas Sriwijaya. Palembang.

Kantor Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Keluarga Kota Bengkulu. 2005. Laporan Hasil Pendataan Keluarga Kota Bengkulu Tahun 2004. Kantor Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Keluarga Kota Bengkulu. Bengkulu. (Tidak dipubilkasikan).

Krisnamurthi, Bayu. 2004. Strategi Pengembangan Pembiayaan untuk Pengurangan Kemiskinan di Pertanian. Dalam Kumpulan Tulisan Rekonstruksi dan Restrukturisasi Ekonomi Pertanian, Beberapa Pandangan Kritis Menyongsong Masa Depan. Disunting oleh Rudi Wibowo, Bayu Krisnamurthi dan Bustanul Arifin. Perhepi. Jakarta.

Kuncoro, Mudrajad. 2003. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Ketiga. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Nugroho, Iwan dan Rochmin Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah, Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. LP3ES. Jakarta.

Tambunan, Tulus H. 2003a. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia, Beberapa Isu Penting. Ghalia Indonesia. Jakarta.

_________________. 2003b. Perekonomian Indonesia, Beberapa Masalah Penting. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Propinsi Bengkulu. 2006. Profil Keluarga Miskin dan Rekapitulasi Jumlah Keluarga Miskin Kota Bengkulu. Badan Pemberdayaan Masyarakat Propinsi Bengkulu. Bengkulu.

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid I. Edisi Kedelapan. Erlangga. Jakarta.

Winoto, Joyo. 1996. Transformasi Struktur Perekonomian dan Ketenagakerjaan Nasional. Bahan Kuliah pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

19