analisis dampak pembangunan sektor pertanian … · diskusi dalam penulisan karya ilmiah ini. ... 6...
TRANSCRIPT
1
ANALISIS DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN
TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI DI PROVINSI ACEH
ANDRIAN TRI SASONGKO
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
2
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Dampak
Pembangunan Sektor Pertanian Terhadap Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan
Ekonomi di Provinsi Aceh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Andrian Tri Sasongko
NIM H14090025
4
ABSTRAK
ANDRIAN TRI SASONGKO. Analisis Dampak Pembangunan Sektor Pertanian
Terhadap Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh.
Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI.
Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang sumber utama
perekonomiannya berasal dari sektor pertanian yang terlihat dari kontribusi
terhadap Produk Domestik Regional Bruto dan penyerapan tenaga kerja. Dalam 5
tahun terakhir Produk Domestik Regional Bruto sektor pertanian terus mengalami
peningkatan akan tetapi tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh masih relatif tinggi
dan pertumbuhan ekonomi mengalami fluktuasi serta lebih rendah dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu tujuan penelitian ini
adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan sektor
pertanian dan dampaknya terhadap tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi
di Provinsi Aceh. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time
series tahun 1993-2012 yang kemudian diolah dan dianalisis dengan
menggunakan model ekonometrika persamaan simultan. Hasil penelitian
menunjukan bahwa terdapat hubungan antara output pertanian, tingkat
kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi sehingga peningkatan pengeluaran
pemerintah di sektor pertanian dapat menurunkan tingkat kemiskinan dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh.
Kata kunci : Pertanian, Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Persamaan Simultan
ABSTRACT
ANDRIAN TRI SASONGKO. The Impact Analysis of Agricultural Development
on Poverty and Economics Growth in The Province of Aceh. Supervised by YETI
LIS PURNAMADEWI.
Aceh is one of the provinces in Indonesia which is the main source of the
economy by the agricultural sector which is visible from the contribution to Gross
Regional Domestic Product and labor absorption. In the last 5 years the
agricultural sector Gross Regional Domestic Product continues to increase but the
level of poverty in the province of Aceh are still relatively high and fluctuating
economic growth as well as lower than the growth of the national economy.
Therefore, the study aims to analyze the factors that influence the development of
the agricultural sector and its impact on poverty and economic growth in the
province of Aceh. This study uses secondary data with time series data type from
1993-2012 then processed and analyzed by using a simultaneous equation
econometric models. The results showed that there is a relationship between
agricultural output, poverty, and economic growth so that the increasing of
government spending on the agricultural sector would reduce poverty and
promote economic growth in the Province of Aceh.
Keyword : Agricultural, Poverty, Economics Growth, Simultaneous Equations
5
ANALISIS DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN
TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI DI PROVINSI ACEH
ANDRIAN TRI SASONGKO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
6
7
Judul Skripsi : Analisis Dampak Pembangunan Sektor Pertanian Terhadap
Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh
Nama : Andrian Tri Sasongko
NIM : H14090025
Disetujui oleh
Dr. Yeti Lis Purnamadewi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dedi Budiman Hakim, Ph.D
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
8
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Dampak Pembangunan Sektor Pertanian Terhadap Tingkat Kemiskinan
dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Yeti Lis Purnamadewi selaku
dosen pembimbing, Bapak Dr. Muhammad Firdaus selaku dosen penguji utama,
dan Bapak Dr. Muhammad Findi selaku dosen penguji komisi pendidikan. Terima
kasih penulis ucapkan kepada Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan
Kementerian Keuangan yang telah menyediakan dan melayani penulis selama
proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang
tua dan keluarga penulis, yakni Bapak H. Basiran dan Ibu Hj. Djumiati, S.Pd serta
kakak-kakak dari penulis, yakni Cahyo Priyo Pambudi, S.Kom dan Bayu Aji
Prasetyo, SE atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Kepada
Dwinda, Farah, Tiara, dan Adini sebagai teman satu bimbingan sekaligus teman
diskusi dalam penulisan karya ilmiah ini. Kepada sahabat penulis Perdana, Galuh,
Distia, Irman, Rangga, Niken, dan teman-teman Departemen Ilmu Ekonomi 46,
serta seluruh pihak yang telah menyemangati dan selalu mendoakan yang terbaik
bagi penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Andrian Tri Sasongko
9
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 7
Ruang Lingkup Penelitian 7
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Pertumbuhan Ekonomi : Kaitan antara Pembangunan
Sektor Pertanian dengan Pertumbuhan Ekonomi 7
Konsep Kemiskinan 10
Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan 11
Penelitian Terdahulu 13
Kerangka Pemikiran 15
Hipotesis Penelitian 16
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data 16
Metode Analisis dan Pengolahan Data 16
Identifikasi, Validasi, dan Simulasi Model 18
Definisi Operasional 20
GAMBARAN UMUM
Kondisi Geografi 21
Kondisi Kemiskinan 23
Kondisi Pertumbuhan Ekonomi 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian Pembangunan Sektor Pertanian Provinsi Aceh 25
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Output Pertanian 29
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan 30
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi 31
Dampak Pengeluaran Pemeritah di Sektor Pertanian Terhadap
Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi 32
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 34
Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35
LAMPIRAN 37
RIWAYAT HIDUP 43
10
DAFTAR TABEL
1 Produk Domestik Regional Bruto atas harga tahun konstan 2000
menurut lapangan usaha (miliar rupiah) 2
2 Jumlah tenaga kerja menurut lapangan usaha Provinsi Aceh (jiwa) 3
3 Identifikasi model dari masing-masing persamaan 18
4 Faktor-faktor yang memengaruhi output pertanian 29
5 Faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan 30
6 Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi 31
7 Nilai validasi variabel endogen pada persamaan simultan 33
8 Dampak peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian
sebesar 30 % terhadap output pertanian, kemiskinan, dan
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh 33
DAFTAR GAMBAR
1 Persentase jumlah penduduk miskin menurut tempat tinggal
di Provinsi Aceh tahun 2012 4
2 Persentase tingkat kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesia
tahun 2008 dan tahun 2012 5
3 Grafik fungsi produksi 10
4 Kurva U terbalik Kuznets (Inverted U curve hypothesis) 12
5 Kerangka pemikiran operasional 15
6 Pengeluaran pemerintah Provinsi Aceh di sektor pertanian tahun
2008-2012 20
7 Peta Provinsi Aceh 22
8 Persentase kemiskinan Provinsi Aceh dan Indonesia tahun 1993-2012 23
9 Laju PDRB Provinsi Aceh dan PDB Indonesia tahun 2003-2012 24
10 Rata-rata persentase luas lahan pertanian menurut penggunaan tahun
1993-2012 26
11 Rata-rata produktivitas komoditi unggulan subsektor tanaman pangan
tahun 2003-2012 27
12 Persentase luas lahan sawah menurut jenis pengairan tahun 2003-2012 28
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi output pertanian 38
2 Hasil pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan 39
3 Hasil pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi 40
4 Nilai dasar simulasi 41
5 Nilai simulasi 42
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang berarti negara yang
mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun
sebagai penopang pembangunan. Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman
pangan, subsektor hortikultura, subsektor pekebunan, subsektor perikanan,
subsektor peternakan, dan subsektor kehutanan. Pertanian merupakan salah satu
sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena
mayoritas penduduk Indonesia bekerja sebagai di sektor pertanian. Era globalisasi
yang akan datang memberikan peluang bagi sektor pertanian untuk berkembang
lebih cepat, tetapi sekaligus memberikan tantangan baru karena komoditas
pertanian harus mempunyai keunggulan daya saing dan kemandirian produk
pertanian sedemikian rupa sehingga produk pertanian mampu bersaing baik di
pasar domestik maupun pasar internasional.
Seiring berkembangnya zaman, sektor pertanian mulai ditinggalkan dan
beralih ke sektor non pertanian seperti sektor industri dan sektor jasa-jasa. Sektor
pertanian sering dianggap hanya sebagai sektor pendukung bagi sektor-sektor non
pertanian, selain itu sektor ini juga kurang mendapat perhatian secara serius dari
pemerintah, mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain yang tidak satu pun
menguntungkan bagi sektor pertanian. Padahal di banyak negara sektor pertanian
merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor non pertanian misalnya sektor
industri, karena output yang dihasilkan dari sektor pertanian merupakan pasokan
bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor non pertanian,
terutama industri pengolahan makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, serta
barang-barang dari kulit dan farmasi. Selain itu jika melihat kondisi di saat krisis
tahun 1998 maka hanya sektor pertanian satu-satunya sektor yang mampu
bertahan dan memiliki pertumbuhan positif serta masih mampu menyerap tenaga
kerja, maka dari itu sudah seharusnya sektor pertanian ditempatkan pada posisi
prioritas dalam perencanaan pembangunan nasional.
Pembangunan pertanian dianggap penting dalam pembangunan nasional
karena pembangunan pertanian memiliki potensi yang cukup besar terkait dengan
kontribusi terhadap perekonomian nasional. Menurut Jhingan (2000) terdapat
beberapa bentuk kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan dan
pembangunan nasional yaitu: (1) menyediakan surplus pangan yang semakin
besar kepada penduduk yang kian meningkat, (2) meningkatkan permintaan akan
produk industri dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor
sekunder dan tersier, (3) menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor
barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian secara
terus-menerus, dan (4) memperbaiki kesejahteraan penduduk desa.
Pranadji (1995), menjelaskan bahwa sektor pertanian merupakan leading
sector bagi perekonomian nasional karena pada sektor ini memiliki ciri-ciri: (1)
tangguh, yang bearti unggul dalam persaingan, mampu menghadapi gejolak
ekonomi dan politik, mampu mengatasi goncangan internal dan eksternal serta
memiliki stabilitas yang tinggi sehingga dapat berfungsi sebagai penopang bagi
perekonomian, (2) progresif, yang berarti dapat tumbuh positif secara
2
berkelanjutan tanpa menimbulkan efek negatif terhadap kualitas lingkungan
hidup, dan (3) dominan, yang bearti merupakan sektor andalan yang diukur
dengan volume produksi, peyerapan tenaga kerja, dan pangsa pasar.
Salah satu provinsi di Indonesia yang mengandalkan sektor pertanian
sebagai penopang perekonomian adalah Provinsi Aceh. Provinsi ini memiliki
potensi yang cukup besar pada sektor pertanian karena didukung oleh kondisi
lahan dan agroklimat yang cukup baik. Sektor pertanian mampu berkontribusi
besar dalam pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh. Hal ini dapat dilihat dari share
yang diberikan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Provinsi Aceh.
Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto atas harga tahun konstan 2000
menurut lapangan usaha (miliar rupiah)
Lapangan Usaha Tahun
2008 2009 2010 2011 2012
Pertanian 8 224 8 434 8 857 9 349 9 860
(24.12) (26.18) (26.74) (26.88) (26.94)
Pertambangan & Penggalian 5 308 2 798 2 610 2 613 2 591
(15.57) (8.68) (7.88) (7.51) (7.08)
Industri Pengolahan 4 118 3 795 3 491 3 558 3 594
(12.08) (11.78) (10.54) (10.23) (9.82)
Listrik, Gas & Air Bersih 91 104 122 132 141
(0.27) (0.32) (0.37) (0.38) (0.39)
Konstruksi 2 162 2 230 2 344 2 489 2 669
(6.34) (6.92) (7.08) (7.16) (7.29)
Perdagangan, Hotel & Restoran 5 921 6 214 6 609 7 060 7 568
(17.36) (19.29) (19.96) (20.30) (20.68)
Pengangkutan & Komunikasi 2 175 2 281 2 431 2 624 2 847
(6.38) (7.08) (7.34) (7.54) (7.78)
Keuangan & Jasa Perusahaan 545 588 621 661 707
(1.60) (1.83) (1.88) (1.90) (1.93)
Jasa-jasa 5 554 5 776 6 034 6 294 6 618
(16.29) (17.93) (18.22) (18.10) (18.08)
Total PDRB 34 098 32 219 33 118 34 780 36 599
(100) (100) (100) (100) (100)
Sumber: BPS Provinsi Aceh, 2012
Keterangan: ( ) nilai persentase
Tabel 1 menunjukan kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik
Regional Bruto sebesar 8 224 miliar rupiah (24.12 persen) pada tahun 2008
mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga pada tahun 2012 yaitu sebesar 9
860 miliar rupiah (26.94 persen). Kondisi berbanding terbalik dengan yang terjadi
di Indonesia, dimana share sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto
cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2008 sektor pertanian hanya mampu
menyumbang sebesar 284 671 miliar rupiah (13.67 persen) dari total Produk
Domestik Bruto Indonesia. Share dari sektor pertanian di Indonesia terus
mengalami penurunan hingga tahun 2012 yaitu sebesar 327 549 miliar rupiah
(12.51 persen). Peningkatan PDRB sektor pertanian pada kenyataannya kurang
3
mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh, hal ini terlihat pada
nilai total PDRB Provinsi Aceh yang mengalami fluktuasi dan nilai PDRB per
kapita Provinsi Aceh yang lebih kecil dibandingkan dengan PDB per kapita
Indonesia. PDRB per kapita Provinsi Aceh tahun 2008 sebesar 7 907 ribu rupiah,
cenderung mengalami penurunan hingga pada tahun 2012 yaitu sebesar 7 795 ribu
rupiah dengan rata-rata laju PDRB perkapita tahun 2008 sampai dengan 2012
sebesar -1.67 persen. Kondisi berbanding terbalik dengan PDB per kapita
Indonesia yaitu di tahun 2008 sebesar 9 016 ribu rupiah, mengalami peningkatan
setiap tahunnya hingga tahun 2012 yaitu sebesar 10 590 ribu rupiah dengan rata-
rata laju PDB per kapita sebesar 4.18 persen. Tabel 1 memperlihatkan bahwa
sektor pertanian Provinsi Aceh mempunyai kontribusi terbesar dalam
pertumbuhan ekonomi, hal ini membuktikan bahwa sektor pertanian memiliki
potensi yang besar terhadap perekonomian Provinsi Aceh.
Sektor pertanian merupakan motor penggerak perekonomian masyarakat
Provinsi Aceh, selain itu sektor ini juga merupakan sumber pendapatan bagi
masyarakat terutama masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah, dampak dari
rendahnya pendidikan adalah adanya keterbatasan jenis pekerjaan yang bisa
dilakukan. Berdasarkan karakteristik sektor pertanian yang tidak memerlukan
tingkat pendidikan tinggi maka sektor ini merupakan sumber lapangan pekerjaan
utama bagi kebanyakan orang. Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian sangat
mendominasi dibandingkan tenaga kerja di sektor lainnya, kondisi ini dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Jumlah tenaga kerja menurut lapangan usaha Provinsi Aceh (jiwa)
Lapangan Usaha Tahun
2008 2009 2010 2011 2012
Pertanian 786 198 847 095 809 788 898 225 842 866
(48.47) (48.89) (45.59) (48.49) (46.86)
Pertambangan & Penggalian 8 660 10 681 11 591 11 739 14 171
(0.53) (0.62) (0.65) (0.63) (0.79)
Industri Pengolahan 86 762 80 772 77 828 72 509 73 844
(5.35) (4.66) (4.38) (3.91) (4.11)
Listrik, Gas & Air Bersih 2 691 3 902 3 630 3 966 3 171
(0.17) (0.23) (0.20) (0.21) (0.18)
Konstruksi 103 816 105 567 109 023 113 934 130 746
(6.40) (6.09) (6.14) (6.15) (7.27)
Perdagangan, Hotel & Restoran 252 853 264 453 314 323 299 183 282 455
(15.59) (15.26) (17.70) (16.15) (15.70)
Pengangkutan & Komunikasi 88 841 77 903 74 456 69 173 72 815
(5.48) (4.50) (4.19) (3.73) (4.05)
Keuangan & Jasa Perusahaan 9 427 10 680 13 644 25 040 24 763
(0.58) (0.62) (0.77) (1.35) (1.38)
Jasa-jasa 282 749 331 508 361 971 358 704 353 716
(17.43) (19.13) (20.38) (19.36) (19.67)
Total 1 621 998 1 732 561 1 776 254 1 852 473 1 798 547
(100) (100) (100) (100) (100)
Sumber: BPS-RI, 2012
Keterangan: ( ) nilai persentase
4
Tabel 2 menunjukan bahwa sektor pertanian mampu menyerap hampir
setengah dari total tenaga kerja pada tahun 2008 yaitu 786 198 jiwa (48.47 persen)
dari total tenaga kerja di Provinsi Aceh. Secara umum penyerapan tenaga kerja di
sektor pertanian mengalami fluktuatif yaitu meningkat pada tahun 2009 lalu turun
pada tahun 2010, kemudian jumlah tenaga kerja di sektor pertanian meningkat
kembali pada tahun 2012 dimana jumlah tenaga kerjanya sebesar 842 866 jiwa.
Kondisi ini menunjukan bahwa sektor pertanian mampu menjadi penopang dalam
perekonomian Provinsi Aceh khususnya dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Kondisi penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Provinsi Aceh
berbanding terbalik dengan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di
Indonesia. Tenaga kerja sektor pertanian Indonesia tahun 2008 sebesar 41 331 706
jiwa (40 persen) dari total tenaga kerja, penyerapan tenaga kerja pada sektor ini
terus mengalami penurunan setiap tahunnya hingga tahun 2012 yaitu 38 882 134
jiwa (35 persen) dari total tenaga kerja Indonesia.
Sektor pertanian memiliki hubungan yang cukup erat dengan kemiskinan.
Menurut BAPPENAS kemiskinan diartikan ketika seseorang tidak mampu
memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan) dan tidak
adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan,
sanitasi, dan air bersih) serta tidak adanya akses dalam lapangan kerja. Adanya
keterbatasan terhadap ketersediaan lapangan kerja yang dialami oleh penduduk
miskin berbanding terbalik dengan sektor pertanian yang mampu menyediakan
lapangan kerja dalam jumlah yang besar, oleh karena itu terdapat hubungan di
antara kemiskinan dan pertanian. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Aceh pada
tahun 2012 sebesar 909 000 jiwa dimana sekitar 171 800 jiwa tinggal di kota dan
737 200 jiwa tinggal di desa.
Sumber: BPS-RI, 2012 (diolah)
Gambar 1 Persentase jumlah penduduk miskin menurut tempat tinggal di
Provinsi Aceh tahun 2012
Persentase jumlah penduduk miskin di Provinsi Aceh lebih banyak dialami
di pedesaan yaitu sebesar 81.10 persen dibandingkan dengan di perkotaan yaitu
sebesar 18.90 persen. Sebagian besar penduduk miskin di pedesaan pada
umumnya bekerja di sektor pertanian. Pada tahun 2008 hingga 2012 rata-rata
persentase masyarakat pedesaan di Provinsi Aceh yang bekerja pada sektor
pertanian adalah sebesar 61.83 persen, sektor jasa 15.20 persen, sektor
18.90%
81.10% Kota
Desa
5
perdagangan 11.84 persen, sektor bangunan 7.58 persen, sektor industri 4.07
persen selanjutnya sektor pengangkutan, sektor pertambangan, sektor keuangan,
serta sektor listrik dan gas masing-masing sebesar 3.41 persen, 0.88 persen, 0.62
persen, dan 0.03 persen. Kondisi ini menunjukan bahwa sektor pertanian memiliki
kaitan yang erat dengan pedesaan dan kemiskinan.
Tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh masih tergolong tinggi. Tingkat
kemiskinan yang tinggi akan berdampak buruk bagi perekonomian, selain itu
kemiskinan yang tinggi juga memiliki pengaruh negatif baik dari sisi sosial
maupun sisi ekonomi. Menurut Centre for Strategic and International Studies
(CSIS) persoalan kemiskinan mengandung beberapa permasalah pokok antara
lain masalah kerentanan, tertutupnya akses terhadap berbagai peluang kerja,
tingginya tingkat ketergantungan, menimbulkan masalah ketidakpercayaaan,
meningkatnya tindakan kriminalitas, rendahnya konsumsi yang akan mengganggu
tingkat kecerdasan, terjadinya ekploitasi yang menuntut kerja keras dalam jam
kerja panjang dengan imbalan rendah, rendahnya kualitas sumberdaya manusia
yang berdampak pada rendahnya produktivitas, menurunkan kualitas lingkungan
dan akhirnya berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi bahkan dapat
menurunkan pertumbuhan ekonomi jika kemiskinan terjadi secara berkepanjangan
serta dapat menimbulkan kematian.
Sumber: BPS-RI, 2012 (diolah)
Gambar 2 Persentase tingkat kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesia tahun
2008 dan tahun 2012
Gambar 2 menunjukan bahwa persentase tingkat kemiskinan di Provinsi
Aceh relatif tergolong tinggi. Persentase tingkat kemiskinan tahun 2008 sebesar
23.53 persen, kondisi ini masih jauh berada di atas persentase tingkat kemiskinan
Indonesia yaitu 15.42 persen. Persentase tingkat kemiskinan Provinsi Aceh
mengalami penurunan pada tahun 2012 yaitu 19.46 persen namun kondisi ini tetap
berada jauh di atas persentase tingkat kemiskinan Indonesia yang juga mengalami
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
Ace
h
Sum
ater
a U
tara
Sum
ater
a B
arat
Ria
u
Jam
bi
Sum
ater
a S
elat
an
Ben
gk
ulu
Lam
pun
g
Ban
gk
a B
elit
un
g
Kep
ula
uan
Ria
u
DK
I Ja
kar
ta
Jaw
a B
arat
Jaw
a T
eng
ah
DI
Yo
gy
akar
ta
Jaw
a T
imur
Ban
ten
Bal
i
Nu
sa T
engg
ara
Bar
at
Nu
sa T
engg
ara
Tim
ur
Kal
iman
tan
Bar
at
Kal
iman
tan
Ten
gah
Kal
iman
tan
sel
atan
Kal
iman
tan
Tim
ur
Sula
wes
i U
tara
Sula
wes
i T
eng
ah
Sula
wes
i S
elat
an
Sula
wes
i T
eng
gar
a
Go
ron
talo
Sula
wes
i B
arat
Mal
uk
u
Mal
uk
u U
tara
Pap
ua
Bar
at
Pap
ua
Ind
on
esia
Per
sen
Provinsi-provinsi di Indonesia
Tahun 2008 Tahun 2012
6
penurunan yaitu 11.96 persen. Sektor pertanian yang memiliki kaitan erat dengan
kemiskinan diharapkan mampu mengatasi persoalan ini. Untuk itu perlu adanya
peningkatan produktivitas pertanian melalui inovasi teknologi dan peningkatan
investasi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan. Produksi
pertanian yang meningkat akan menciptakan pasar bagi barang-barang industri.
Peningkatan permintaan untuk barang-barang industri berdampak pada terjadinya
transfer sumberdaya dari sektor pertanian, kemudian diikuti dengan pertumbuhan
di sektor non pertanian dan pada akhirnya akan memicu meningkatnya
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi (Purnamadewi, 2010).
Rumusan Masalah
Sektor pertanian di Provinsi Aceh dalam 5 tahun terakhir dari tahun ke
tahun terus mengalami peningkatan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar
3.88 persen sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1. Produk Domestik Regional
Bruto sektor pertanian pada tahun 2008 sebesar 8 224 miliar rupiah meningkat
menjadi 9 860 miliar rupiah pada tahun 2012. Di samping itu kontribusi sektor
pertanian terhadap perekonomi wilayah dalam kurun waktu tersebut juga terus
mengalami peningkatan, dari 24.12 persen di tahun 2008 menjadi 26.94 persen di
tahun 2012.
Namun demikian di sisi lain, di tahun 2008 sampai dengan 2012 pendapatan
wilayah Provinsi ini mengalami fluktuasi dan pertumbuhan ekonominya relatif
rendah. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh dalam kurun waktu tersebut
kurang dari 5 persen per tahun, lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan ekonomi
nasional yang lebih dari 5 persen yang sebagaimana terlihat pada Gambar 9. Di
samping itu, tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh relatif tinggi. Persentase tingkat
kemiskinan Provinsi Aceh tahun 2008 sebesar 23.53 persen lebih besar
dibandingkan persentase tingkat kemiskinan Indonesia yaitu 15.42 persen. Pada
tahun 2012 persentase tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh mengalami penurunan
menjadi 19.46 persen namun kondisi ini juga masih berada di atas persentase
tingkat kemiskinan Indonesia yaitu sebesar 11.96 persen.
Sehubungan dengan pemaparan fakta dan data tersebut maka permasalahan
pokok yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:
1 Bagaimana kondisi pembangunan sektor pertanian di Provinsi Aceh ?
2 Faktor-faktor apa yang memengaruhi output pertanian, tingkat kemiskinan,
dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh ?
3 Bagaimana dampak pengeluaran pemerintah di sektor pertanian terhadap
output pertanian, tingkat kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Aceh ?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1 Mengkaji pembangunan sektor pertanian di Provinsi Aceh.
2 Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi output pertanian, tingkat
kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh.
7
3 Menganalisis dampak pengeluaran di sektor pertanian terhadap output
pertanian, tingkat kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh.
Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1 Memberikan masukan bagi pemerintah Provinsi Aceh dalam mengelola
kebijakan pembangunan khususnya yang berkaitan dengan pembangunan
sektor pertanian.
2 Menjadi bahan acuan dan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti
lebih lanjut dan lebih mendalam tentang pertanian, kemiskinan, dan
pertumbuhan ekonomi.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalan penelitian ini adalah Provinsi Aceh dalam kurun waktu
tahun 1993 sampai dengan 2012. Data yang digunakan pada penelitian ini
seluruhnya menggunakan data pada tingkat provinsi. Penelitian ini dilakukan
untuk mengkaji kondisi pembangunan sektor pertanian, mengetahui fakor-faktor
yang memengaruhi output pertanian, tingkat kemiskinan dan pertumbuhan
ekonomi, serta menganalisis dampak pengeluaran di sektor pertanian terhadap
output pertanian, tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini
menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS-
RI), BPS Provinsi Aceh, dan Kementrian Keuangan.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Pertumbuhan Ekonomi : Kaitan antara Pembangunan Sektor
Pertanian dengan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Tarigan (2005), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah
pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan
seluruh nilai tambah yang terjadi di suatu daerah. Pertambahan pendapatan itu
diukur dengan nilai riil, artinya dinyatakan dengan harga konstan. Menurut
Boediono (1999), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output
perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi disini meliputi tiga aspek,
yaitu: (1) Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses yang berkembang atau
berubah dari waktu ke waktu, (2) Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya
kenaikan output perkapita, dalam hal ini ada dua aspek penting yaitu output total
dan jumlah penduduk, dan (3) Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif
waktu, suatu perekonomian dikatakan tumbuh bila dalam jangka waktu yang
cukup lama mengalami kenaikan output perkapita.
Teori pertumbuhan ekonomi klasik dipelopori oleh Adam Smith, David
Ricardo, dan Thomas Robert Malthus. Adam Smith mengemukakan bahwa
pertumbuhan ekonomi terjadi dengan adanya penambahan jumlah penduduk.
8
Adam Smith berpendapat bahwa faktor manusia sebagai sumber pertumbuhan
ekonomi. Manusia dengan melakukan spesialisasi akan meningkatkan
produktivitas, Smith bersama dengan Ricardo percaya bahwa batas dan
pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan tanah. Tanah bagi kaum klasik
merupakan faktor yang tetap. Kaum klasik juga yakin bahwa pertumbuhan
ekonomi dapat berlangsung akibat adanya pembentukan akumulasi modal. Teori
pertumbuhan ekonomi klasik berkembang menjadi teori neoklasik yang dipelopori
oleh Harrod-Domar dan Robert Solow. Harror-Domar beranggapan modal harus
dipakai secara efektif, karena pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh
peranan pembentukan modal tersebut. Berdasarkan beberapa teori pertumbuhan
ekonomi yang ada maka dapat diambil kesimpulan terdapat empat faktor
pertumbuhan ekonomi yaitu sumber daya manusia (pendidikan, disiplin,
motivasi), sumber daya alam (tanah, mineral, bahan bakar), pembentukan modal
(mesin, pabrik, jalan), dan teknologi (sains, rekayasa, dan manajemen).
Model Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan
persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi
berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pegaruhnya terhadap output
barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan. Penawaran barang dalam model
Solow didasarkan pada fungsi produksi. Fungsi produksi merupakan hasil akhir
dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan. Di
bidang pertanian, untuk menghasilkan output maka digunakan beberapa faktor
produksi sekaligus seperti tanah, bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan
teknologi. Pembangunan sektor pertanian dalam penelitian ini diwujudkan dengan
meningkatkan pengeluaran pada sektor pertanian, dimana pengeluaran ini
merupakan bentuk investasi. Jika investasi di sektor pertanian yang dilakukan
oleh pemerintah lebih besar dibandingkan dengan penyusutannya maka akan
terjadi peningkatan akumulasi persediaan modal sehingga akan berdampak pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan asumsi pertumbuhan investasi di
sektor lainnya tetap sebagaimana terlihat pada Gambar 3. Kondisi ini dapat
dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut:
Solow menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan
angkatan kerja:
Y = F(K,L)
Model Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala
pengembalian konstan atau skala hasil konstan (constan return to scale). Fungsi
produksi memiliki skala pengembalian yang konstan jika
zY = F(zK, zL)
dengan z bernilai positif. Jika modal dan tenaga kerja dikalikan dengan z maka
output yang dihasilkan juga dikalikan dengan z. Fungsi produksi dengan
pengembalian konstan digunakan untuk menganalisis seluruh variabel dalam
perekonomian dengan dibandingkan jumlah tenaga kerja. Kemudian z = 1/L
dimasukkan dalam persamaan di atas untuk mendapatkan
Y/L = F(K/L, 1)
Persamaan ini menunjukkan bahwa jumlah output per pekerja Y/L adalah fungsi
dari jumlah modal per pekerja K/L. Asumsi skala pengembalian konstan
menunjukkan bahwa besarnya perekonomian sebagaimana diukur oleh jumlah
pekerja tidak memengaruhi hubungan antara output per pekerja dan modal per
pekerja. Karena besarnya perekonomian tidak menjadi masalah, maka cukup
9
beralasan untuk menyatakan seluruh variabel dalam istilah per pekerja. Jika
seluruh variabel dilambangkan dengan huruf kecil dimana y = Y/L adalah output
per pekerja dan k = K/L adalah modal per pekerja maka akan didapatkan fungsi
produksi sebagai berikut:
y = f(k)
dimana f(k) didefinisikan sebagai F(k,1). Kemiringan dari fungsi produksi ini
menunjukkan berapa banyaknya output tambahan yang dihasilkan seorang pekerja
ketika mendapatkan satu unit modal tambahan. Angka yang diperoleh merupakan
produk marjinal modal MPK, secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut:
MPK = f(k + 1) – f(k)
Gambar 3 memperlihatkan ketika jumlah modal meningkat, kurva fungsi
produksi menjadi lebih datar, yang mengindikasikan bahwa fungsi produksi
mencerminkan produk marjinal modal yang kian menurun. Ketika k rendah, rata-
rata pekerja hanya memiliki sedikit modal untuk bekerja, sehingga satu unit modal
tambahan begitu berguna dan dapat memproduksi banyak output tambahan.
Ketika k tinggi, rata-rata pekerja memiliki banyak modal, sehingga satu unit
modal tambahan hanya sedikit meningkatkan produksi.
Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan
investasi, dengan kata lain output per pekerja merupakan konsumsi per pekerja (c)
dan investasi per pekerja (i):
y = c + i
Persamaan ini adalah versi per pekerja dari identitas perhitungan pendapatan
nasional untuk suatu perekonomian tanpa memasukan belanja pemerintah dan
ekspor bersih karena diasumsikan perekonomian tertutup. Model Solow
mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian s dari pendapatan
mereka dan mengkonsumsi sebagian (1-s) yang dinyatakan dalam fungsi
konsumsi sederhana:
c = (1-s)y
di mana s tingkat tabungan yang bernilai antara nol dan satu. Kebijakan
pemerintah secara potensial dapat memengaruhi tingkat tabungan nasional,
sehingga salah satu tujuan disini adalah mencari berapa tingkat tabungan yang
diinginkan. Untuk melihat apakah fungsi konsumsi berpengaruh terhadap
investasi, substitusikan (1-s)y kepada c dalam identitas perhitungan pendapatan
nasional:
y = (1-s)y + i
kemudian diubah lagi menjadi
i = sy
persamaan ini menunjukan bahwa investasi sama dengan tabungan dan tingkat
tabungan s juga merupakan bagian dari output yang menunjukan investasi. Jadi
model solow memperkenalkan dua muatan utama yaitu fungsi produksi dan fungsi
konsumsi, di mana fungsi produksi y = f(k) menentukan berapa produksi yang
diproduksi perekonomian dan tingkat tabungan s menentukan alokasi output itu di
antara konsumsi dan investasi.
Untuk memasukan depresiasi ke dalam model, maka diasumsikan bahwa
sebagian tertentu dari persediaan modal menyusut setiap tahun. Dampak
investasi dan depresiasi terhadap persediaan modal dapat dinyatakan sebagai
berikut:
k = i – k
10
di mana k adalah perubahan persediaan modal antara satu tahun tertentu dengan
tahun berikutnya. Karena investasi sama dengan sf(k), maka persamaan menjadi
k = sf(k) – k
semakin tinggi persediaan modal semakin besar jumlah output dan investasi,
namun semakin tinggi persediaan modal semakin besar pula jumlah depresiasinya.
f(k), sf(k),
f(k)
c sf(k)
i
k
Sumber: Mankiw, 2006
Gambar 3 Kurva fungsi produksi
Konsep Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa
dimiliki seseorang seperti makanan, air minum, pakaian, dan tempat berlindung,
hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga
berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu
mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai
warga negara.
Menurut Suryawati (2005), kemiskinan dapat dibedakan dalam empat
pengertian antara lain:
1 Kemiskinan absolut adalah situasi dimana seseorang hanya dapat memenuhi
makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal yang sangat diperlukan
untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum.
2 Kemiskinan natural adalah keadaan kemiskinan yang dialami seseorang
secara turun-temurun, kelompok masyarakat ini miskin karena tidak
memiliki sumber daya yang memadai, baik sumber daya alam, sumber daya
manusia, maupun sumber daya pembangunan lainnya sehingga mereka tidak
dapat ikut serta aktif dalam pembangunan.
3 Kemiskinan struktural adalah keadaan kemiskinan yang disebabkan karena
hasil pembangunan yang tidak seimbang. Salah satu contoh yang termasuk
ke dalam kelompok yang mengalami kemiskinan struktural adalah petani
yang memiliki tanah yang kecil dan hasilnya tidak cukup menghidupi
keluarganya, buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih serta pengusaha
tanpa modal dan fasilitas dari pemerintah.
11
4 Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap seseorang atau masyarakat yang
disebabkan oleh gaya hidup dan budayanya, mereka merasa sudah
berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat ini tidak
mudah diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mudah melakukan
perubahan, menolak mengikuti perkembangan, dan tidak mau berusaha
untuk memperbaiki tingkat kehidupannya.
Kemiskinan dapat pula bersifat mutlak ataupun nisbi. Kemiskinan mutlak
adalah apabila orang miskin tidak dapat mencukupi kebutuhan fisiknya seperti
pangan, pakaian, dan tempat tinggal. Kemiskinan nisbi yaitu relatif terhadap
orang yang lebih mampu dan berkaitan dengan kesenjangan. Di negara sedang
berkembang banyak terdapat kemiskinan mutlak, banyak orang yang benar-benar
kelaparan seperti di Sudan dan Somalia. Sedangkan di negara maju ada juga
kemiskinan mutlak tapi sebagian besar adalah kemiskinan nisbi.
Menurut Bank Dunia penyebab dasar kemiskinan adalah kegagalan
kepemilikan terutama tanah dan modal, terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan
dasar, sarana dan prasarana, kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias
sektor, adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem
yang kurang mendukung, adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan
antara sektor ekonomi, rendahnya produktivitas dalam masyarakat, budaya hidup
yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam, tidak
adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik, pengelolaan sumber daya alam
yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan. Bank dunia menggambarkan
“sangat miskin” sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari US $1
perhari dan “miskin” dengan pendapatan kurang dari US $2 perhari. Indonesia
mengikuti ukuran garis kemiskinan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) yakni kebutuhan makanan dan minimum 2100 kalori per orang setiap hari.
Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan
Menurut Lypsey dan Steiner (2005) terdapat tiga pendekatan yang dapat
digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi yaitu: (1) Pendekatan nilai
tambah, artinya penjumlahan dari semua nilai tambah, (2) Pendekatan
pengeluaran, dan (3) Pendekatan penerimaan. Pendekatan yang digunakan untuk
menghitung pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini adalah pendekatan
penerimaan. Menghitung pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan ini dapat
dinotasikan dalam bentuk PDRB = sewa + upah + bunga + laba. Sewa adalah
pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja,
bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha. Peningkatan pendapatan
yang terjadi khususnya pada penduduk miskin maka akan berdampak pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Ada beberapa anggapan yang menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat
berakibat buruk kepada kaum miskin, karena mereka akan tergilas dan
terpinggirkan oleh perubahan struktural pertumbuhan modern. Di samping itu
terdapat beberapa pendapat bahwa pengeluaran publik yang digunakan untuk
menanggulangi kemiskinan akan mengurangi dana yang dapat digunakan untuk
mempercepat pertumbuhan. Konsentrasi penuh untuk mengurangi kemiskinan
akan memperlambat tingkat pertumbuhan.
12
Terdapat beberapa alasan mengapa kebijakan yang ditujukan untuk
mengurangi kemiskinan tidak harus memperlambat laju pertumbuhan antara lain :
1 Kemiskinan yang meluas menciptakan kondisi yang membuat kaum miskin
tidak mempunyai akses terhadap pinjaman kredit dan tidak mampu
membiayai pendidikan anaknya. Mereka beranggapan mempunyai banyak
anak merupakan sumber keamanan keuangan di masa tuanya nanti, sehingga
faktor ini menyebabkan pertumbuhan per kapita menjadi kecil.
2 Pendapatan rendah dan standar hidup buruk yang dialami oleh golongan
miskin dapat menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan akibatnya
secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan perekonomian
tumbuh lambat.
3 Peningkatan tingkat pendapatan golongan miskin akan mendorong kenaikan
permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal, sementara
golongan kaya cenderung membelanjakan pendapatannya untuk barang-
barang impor. Meningkatnya permintaan barang-barang lokal memberikan
rangsangan lebih besar pada produksi lokal, memperbesar kesempatan kerja
lokal dan menumbuhkan investasi lokal.
Berdasarkan pemaparan di atas maka pertumbuhan ekonomi yang cepat dan
penanggulangan kemiskinan bukanlah tujuan yang saling bertentangan. Contoh di
Negara Cina, dengan angka pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia Cina mampu
menurunkan tingkat kemiskinan yang paling drastis. Oleh karena itu, kita dapat
simpulkan bahwa pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan merupakan dua
tujuan yang bisa dicapai secara bersamaan (Todaro dan Smith, 2006).
Kuznets (1955) meneliti hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan
ketimpangan pendapatan, hasilnya ada suatu hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dengan ketimpangan pendapatan, yang kemudian dikenal dengan
hipotesis kurva U terbalik (Inverted U-curve Hypothesis).
Sumber: Todaro dan Smith, 2006
Gambar 4 Kurva U terbalik Kuznets (Inverted U-curve Hypothesis)
Berdasarkan hipotesis Kuznets tersebut, ketimpangan pendapatan dalam
suatu negara akan meningkat pada tahap awal pertumbuhan ekonominya,
13
kemudian pada tahap menengah cenderung tidak berubah dan akhirnya menurun
ketika negara tersebut sejahtera.
Terdapat beberapa argumen mengenai hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dan ketimpangan yang mengatakan bahwa laju pertumbuhan yang tinggi
tidak selalu memperburuk distribusi pendapatannya. Pada kenyatannya hubungan
mengenai pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan memiliki
bentuk hubungan yang berbeda-beda di setiap negara, yang semuanya itu
tergantung pada proses pembangunan yang dijalankan di masing-masing negara.
Contohnya seperti Taiwan dan Korea Selatan, kedua negara tersebut mengalami
laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan distribusi pendapatan rakyatnya
mengalami perbaikan. Kondisi berbeda pada negara-negara seperti Meksiko dan
Panama yang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat tetapi hal itu
disertai dengan semakin memburuknya kondisi distribusi pendapatan. Di pihak
lain, laju pertumbuhan yang rendah ternyata tidak selalu berkaitan dengan dengan
perbaikan distribusi pendapatan contohya di negara-negara berkembang seperti
India, Peru, dan Filipina. Negara-negara seperti Sri lanka, Kolombia, Kosta Rika,
dan El Salvador mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang sama rendahnya,
namun mereka berhasil memperbaiki kesejahteraan ekonomi penduduknya yang
berpendapatan rendah.
Pertumbuhan ekonomi tidak terdapat hubungan yang langsung dan positif
terhadap tingkat perbaikan pemerataan. Hal ini mengacu pada karakter
pertumbuhan ekonomi, yaitu bagaimana cara mencapainya, siapa yang berperan
serta, sektor-sektor mana saja yang mendapat prioritas, lembaga-lembaga apa
yang menyusun dan lain sebagainya yang menentukan apakah pertumbuhan
ekonomi memengaruhi perbaikan taraf kehidupan masyarakat miskin atau tidak.
Fakta-fakta yang ada menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang
cepat tidak dengan sendirinya diikuti oleh perbaikan distribusi pendapatan bagi
seluruh penduduk.
Penilitian Terdahulu
Arega D. Alene dan Ousmane Coulibaly (2008) dalam penelitian yang
berjudul “The Impact of Agricultural Research on Productivity and Poverty in
Sub-Saharan Africa” dengan menggunakan metode persamaan simultan. Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah produktivitas pertanian, tenaga kerja,
irigasi, alat-alat pertanian, PDB per kapita, lahan per tenaga kerja, pengeluaran
pemerintah, investasi, jumlah penduduk desa, jumlah penduduk miskin serta
dummy wilayah Afrika Barat dan Afrika Tengah. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa dengan melakukan pembangunan di sektor pertanian seperti melakukan
riset penelitian dan pengembangan teknologi modern dapat meningkatkan
pertumbuhan produktivitas yang ditunjukan oleh kenaikan pendapatan perkapita.
Akibat adanya kenaikan pendapatan perkapita maka pada akhirnya secara
signifikan akan berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan.
Kalangi, L.S (2006) dalam penelitian yang berjudul “Dampak Investasi di
Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi
Pendapatan” dengan menggunakan pendekatan SAM (Social Accounting Matrix)
menyatakan bahwa investasi untuk meningkatan output sektor pertanian memiliki
14
dampak yang lebih besar terhadap faktor produksi tenaga kerja dan peningkatan
pendapatan rumah tangga. Persentase penyerapan tenaga kerja terbesar untuk
sektor pertanian terdapat pada sektor tanaman pangan. Berdasarkan skenario yang
dilakukan Kalangi, injeksi penanaman modal pada sektor pertanian, agroindustri
dan sektor produksi lainnya baik yang berasal dari dalam negeri maupun asing
memberikan dampak yang positif bagi peningkatan faktorial, rumah tangga,
sektor produksi itu sendiri maupun sektor produksi lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Hermanto Siregar dan Dwi Wahyu Winarti
(2006) yang berjudul “Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan
Jumlah Penduduk Miskin” bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
pengaruh serta dampak dari pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah penduduk
miskin Indonesia, hal ini dilakukan karena jumlah penduduk miskin akibat krisis
belum berhasil dikurangi bahkan cenderung meningkat. Penelitian ini
menggunakan data panel dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kemiskinan, PDRB, tingkat inflasi, jumlah lulusan tingkat SMP, SMA, agrishare,
industri share, dan dummy krisis. Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa
pertumbuhan ekonomi tidak hanya mampu mengurangi kemiskinan suatu daerah
melainkan memiliki efek ke bawah (tickle down effect).
Dwi Muslianti (2011) dalam penelitian yang berjudul “Dampak Kebijakan
Fiskal Daerah Terhadap Kemiskinan di Indonesia pada Masa Desentralisasi
Fiskal”. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan dengan metode 3sls.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kondisi kinerja dan faktor-faktor yang
memengaruhi fiskal daerah, output daerah dan kemiskinan di Indonesia serta
menganalisis skenario kebijakan fiskal daerah dalam mengurangi kemiskinan di
Indonesia. Hasil yang diperoleh dalam penelitian yaitu sebagian besar provinsi
memiliki ketergantungan pada sektor pertanian yang terlihat dari relatif besarnya
proporsi PDRB pertanian. Faktor-faktor yang memengaruhi fiskal daerah, output
daerah dan kemiskinan adalah 1) penerimaan pajak dipengaruhi oleh jumlah
penduduk miskin, PDRB, kesenjangan fiskal dan lag penerimaan pajak, 2)
penerimaan BHPBP dipengaruhi oleh PDRB dan lag BHPBP, 3) PDRB
dipengaruhi oleh tenaga kerja masing-masing sektor dan beberapa jenis
pengeluaran daerah, dan 4) jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh distribusi
pendapatan, PDRB masing-masing sektor, jumlah penduduk miskin dan lag
jumlah penduduk miskin.
Whisnu Adhi Saputra (2011) dalam penelitian yang berjudul “Analisis
Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, IPM, Pengangguran terhadap Tingkat
Kemiskinan di Kabupaten dan Kota Jawa Tengah”. Model regresi yang digunakan
adalah metode analisis regresi linier berganda dengan menggunakan Panel Data.
Hasil pendugaan tingkat kemiskinan memiliki nilai R-squared sebesar 0.609.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Jumlah Penduduk berpengaruh
positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, PDRB
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah,
Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, dan Pengangguran berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah.
15
Kerangka Pemikiran
Sektor pertanian merupakan motor penggerak perekonomian Aceh karena
sektor ini menjadi tumpuan masyarakat luas. Selain berkontribusi besar terhadap
Produk Domestik Regional Bruto, sektor ini juga mampu menyerap tenaga kerja
dalam jumlah yang besar. Sektor pertanian menjadi tumpuan masyarakat luas
karena merupakan sumber pendapatan. Peningkatan output pertanian akan
berdampak pada peningkatan pendapatan para petani atau masyarakat pedesaan
yang sebagian besar merupakan penduduk miskin. Peningkatan tingkat
pendapatan penduduk miskin akan mendorong kenaikan permintaan produk
kebutuhan rumah tangga buatan lokal. Meningkatnya permintaan barang-barang
lokal memberikan rangsangan lebih besar pada produksi lokal atau mendorong
diperluasnya sektor sekunder dan tersier (non pertanian) sehingga berdampak
pada peningkatan pertumbuhan ekonomi lokal.
Berdasarkan uraian di atas, maka dibuat model persamaan output pertanian,
tingkat kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan
model persamaan simultan untuk melihat dampak pengeluaran di sektor pertanian
terhadap output pertanian, tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Secara
grafis kerangka pemikiran operasional dapat digambarkan pada gambar 5.
Keterangan:
Menunjukan alur penelitian
Tidak diteliti dalam penelitian
Merupakan variabel endogen
Merupakan variabel eksogen
Gambar 5 Kerangka pemikiran operasional
Total Belanja Pemerintah
Ekspor
Jumlah Pengangguran
Upah Minimum Provinsi
Kemiskinan Pertumbuhan Ekonomi
Lahan Pertanian
Tenaga Kerja Pertanian
Pengeluaran Sektor Pertanian Output Pertanian
Output Non Pertanian
Sektor Non Pertanian Kontribusi Terhadap PDRB
Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian
Perekonomian
Pendapatan Petani/
Masyarakat Pedesaan
16
Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara atau kesimpulan yang diambil untuk
menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang kebenarannya
harus diuji secara empiris. Berikut adalah hipotesis-hipotesisnya:
1 Tenaga kerja pertanian, luas lahan pertanian, dan pengeluaran pemerintah di
sektor pertanian berpengaruh positif terhadap output pertanian.
2 Output pertanian dan upah minimum provinsi berpengaruh negatif terhadap
tingkat kemiskinan sedangkan jumlah pengangguran berpengaruh positif
terhadap tingkat kemiskinan.
3 Jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi sedangkan total belanja pemerintah dan ekspor berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data deret waktu
(time series) periode tahun 1993 sampai dengan 2012. Data yang dikumpulkan
yaitu berupa data PDRB sektor pertanian, jumlah tenaga kerja sektor pertanian,
luas lahan pertanian, pengeluaran pemerintah di sektor pertanian, jumlah
penduduk miskin, jumlah penganguran, upah minimum provinsi, total PDRB,
total belanja pemerintah, dan ekspor. Data dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik
Republik Indonesia (BPS-RI), BPS Provinsi Aceh dan Kementrian Keuangan.
Selain itu referensi diambil juga dari jurnal-jurnal, internet, dan perpustakaan IPB.
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara deskriptif dan
kuantitatif. Metode deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan
dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna.
Metode ini digunakan untuk memberikan penjelasan mengenai perkembangan
pembangunan sektor pertanian di Provinsi Aceh. Metode analisis data kuantitatif
yaitu dengan membentuk perumusan model yang mempunyai hubungan antara
output pertanian, kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Model analisis data
yang digunakan adalah persamaan simultan. Data sekunder tersebut kemudian
diolah dan dianalisis menggunakan komputer dengan program Microsoft Office
Excel 2007 dan Statistical Analysis System (SAS) 9.1.3.
Persamaan Model Ekonometrika
Model persamaan yang dirumuskan dalam penelitian ini terdiri dari 3
persamaan struktural antara lain output pertanian, tingkat kemiskinan, dan
17
pertumbuhan ekonomi. Model persamaan ini terdiri dari variabel endogen dan
variabel eksogen.
Model Output Pertanian
Output pertanian pada tahun ke-t (YPt) diduga dipengaruhi oleh tenaga kerja
sektor pertanian (TKPt), luas lahan pertanian (LHPt), dan pengeluaran pemerintah
sektor pertanian (PPt).
Persamaan output pertanian dapat dirumuskan sebagai berikut :
lnYPt = a0 + a1 lnTKPt + a2 lnLHPt + a3 lnPPt + u1
dimana:
YPt = Produk Domestik Regional Bruto sektor pertanian tahun ke-t
TKPt = Tenaga kerja sektor pertanian tahun ke-t
LHPt = Luas lahan pertanian tahun ke-t
PPt = Pengeluaran pemerintah sektor pertanian tahun ke-t
a0 = Intersep
ai = Koefisien regresi (i = 1,2,3)
u1 = Error
Model Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin tahun ke-t (POVt) diduga dipengaruhi oleh output
pertanian (YPt), jumlah pengangguran (UNt), dan upah minimum provinsi
(UMPt).
Persamaan tingkat kemiskinan dapat dirumuskan sebagai berikut :
lnPOVt = b0 + b1 lnYPt + b2 lnUNt + b3 lnUMPt + u3
dimana:
POVt = Jumlah penduduk miskin tahun ke-t
YPt = Produk Domestik Regional Bruto sektor pertanian pada tahun ke-t
UNt = Jumlah pengangguran pada tahun ke-t
UMPt = Upah minimum provinsi pada tahun ke-t
b0 = Intersep
bi = Koefisien regresi (i = 1,2,3)
u3 = Error
Model Pertumbuhan Ekonomi
Produk Domestik Regional Bruto tahun ke-t (PDRBt) dipengaruhi oleh
jumlah penduduk miskin (POVt), belanja pemerintah (EXPt), dan ekspor (Xt).
Persamaan pertumbuhan ekonomi dapat dirumuskan sebagai berikut :
lnPDRBt = c0 + c1 lnPOVt + c2 lnEXPt + c3 lnXt + u2
dimana:
PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto tahun ke-t
POVt = Jumlah penduduk miskin pada tahun ke-t
EXPt = Belanja pemerintah tahun ke-t
Xt = Ekspor pada tahun ke-t
c0 = Intersep
ci = Koefisien regresi (i = 1,2,3)
u2 = Error
18
Identifikasi Model
Menurut Koutsoyiannis (1977) suatu persamaan dapat dikatakan
teridentifikasi apabila memenuhi syarat order condition. Kondisi order didasarkan
atas kaidah penghitungan variabel-variabel yang dimasukan dan dikeluarkan dari
suatu persamaan tertentu. Identifikasi model persamaan struktural berdasarkan
order condition sebagai berikut:
(K–M) (G–1)
dimana:
K = Jumlah total variabel dalam model (variabel endogen dan predetermined)
M = Jumlah variabel dalam suatu persamaan
G = Jumlah persamaan dalam model
jika suatu persamaan menunjukan K-M > G-1, maka persamaan dalam model
tersebut dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (overidentified), jika K-M < G-
1 maka persamaan dalam model tersebut dinyatakan tidak teridentifikasi
(underidentified), dan jika K-M = G-1 maka persamaan dalam model tersebut
dinyatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified). Hasil Identifikasi untuk
setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau overidentified untuk
dapat menduga parameter-parameternya.
Tabel 3 Identifikasi Model dari Masing-masing Persamaan
Persamaan K M G K – M G - 1 Keterangan
YP 10 4 3 6 2 Overidentified
POV 10 4 3 6 2 Overidentified
PDRB 10 4 3 6 2 Overidentified
Keterangan: Data diolah, 2013
Berdasarkan hasil identifikasi model yang dilakukan, seluruh persamaan
struktural yaitu output pertanian (YP), tingkat kemiskinan (POV), dan
pertumbuhan ekonomi (PDRB) menunjukkan kondisi overidentified sehingga
model dapat diidentifikasi. Pendugaan parameter dapat menggunakan dua metode
yaitu metode ILS (Indirect Least Squares) jika persamaan struktural menunjukan
exactly identified dan metode 2SLS (Two Stage least Squares) jika persamaan
struktural menunjukan overidentified. Model dalam penelitian ini menggunakan
metode 2SLS karena metode ini cukup toleran dalam kesalahan spesifikasi model,
kesalahan dalam satu persamaan tidak ditransfer ke persamaan lain, selain itu
metode ini cocok digunakan pada jumlah sampel yang sedikit serta dapat
menghindari estimasi yang bias serta penduga yang tidak konsisten (Gujarati,
1999).
Untuk menguji apakah variabel-variabel bebas secara bersama-sama
berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikat, dilakukan statistik uji-F.
Jika nilai Fstatistik lebih besar dari Ftabel atau nilai p-value lebih kecil dari nilai
critical value (α) artinya minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata
terhadap variabel terikat. Jika hasil nilai Fstatistik lebih kecil dari Ftabel atau nilai p-
value lebih besar dari nilai critical value (α) artinya tidak ada satu pun variabel
bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya.
19
Untuk menguji apakah masing-masing variabel bebas secara individual
berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikat pada masing-masing
persamaan digunakan statistik uji-t. Jika tstatistik lebih besar dari ttabel atau nilai p-
value lebih kecil dari nilai critical value (α) artinya bahwa variabel bebas ke-i
secara parsial memengaruhi variabel terikat. Jika tstatistik lebih kecil dari ttabel atau
nilai p-value lebih besar dari nilai critical value (α) artinya bahwa variabel bebas
ke-i secara parsial tidak memengaruhi variabel terikatnya (Djuanda, 2000).
Validasi Model
Tujuan validasi model adalah untuk mengetahui tingkat representasi model
apabila dibandingkan dengan dunia nyata sebagai dasar untuk melakukan
simulasi. Validasi dapat dilakukan dengan membandingkan nilai aktual dengan
nilai dugaan dari penduga endogen. Terdapat berbagai uji validasi model, antara
lain uji U-Theil (Theil’s Inequality Coefficient), Root Mean Squares Percent
Error (RMSPE) dan Koefisien Determinasi (R2).
Statistik U-Theil’s dirumuskan sebagai berikut:
U =
√1
n∑ ( t
s- tan
t 1 )2
√1
n ∑ ( t
s)2 n
t 1 √1
n ∑ ( t
a)2n
t 1
dimana:
ts = Nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi
ta = Nilai aktual variabel observasi
n = Jumlah periode observasi
nilai U-Theil’s berkisar antara 0 dan 1, dengan kriteria bahwa semakin kecil nilai
U-Theil’s yang dihasilkan, maka semakin baik model tersebut.
Statistik Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) dirumuskan sebagai
berikut:
RMSPE = √1
n∑ (
ts- t
a
ta
nt 1 )
2
dimana:
ts = Nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi
ta = Nilai aktual variabel observasi
n = Jumlah periode observasi
model dinyatakan valid apabila nilai RMSPE berada di bawah 100. Sedangkan
statistik Koefisien Determinasi (R2) dinyatakan valid apabila bernilai mendekati 1
(Pindyck dan Rubienfield, 1991).
Simulasi Model
Menurut Sinaga (1997), simulasi adalah suatu pendekatan untuk mengetahui
besar dan arah perubahan dari suatu atau beberapa variabel endogen dengan
melakukan perubahan satu atau beberapa variabel eksogen. Oleh karena itu
20
simulasi model adalah suatu perubahan yang dilakukan di dalam model tanpa
merubah sistem atau dunia nyata. Simulasi memiliki beberapa tujuan yaitu
melakukan pengujian dan evaluasi terhadap model, mengevaluasi kebijakan pada
masa lampau, dan membuat peramalan pada masa datang.
Analisis simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah meningkatkan
pengeluaran pemerintah Provinsi Aceh di sektor pertanian sebesar 30 persen, hal
ini didasarkan pada rata-rata pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian
dalam 5 tahun terakhir yaitu meningkat sebesar 15 persen. Gambar 6 merupakan
pengeluaran pemerintah Provinsi Aceh di sektor pertanian tahun 2008 sampai
dengan tahun 2012.
Sumber: Kementerian Keuangan, 2012 (diolah)
Keterangan: ( ) laju pengeluaran di sektor pertanian
Gambar 6 Pengeluaran pemerintah Provinsi Aceh di sektor pertanian tahun
2008-2012
Sektor Pertanian merupakan penyumbang terbesar bagi pertumbuhan
ekonomi dan merupakan sumber mata pencaharian mayoritas bagi penduduk
miskin di Provinsi Aceh, sehingga peningkatan pengeluaran sektor pertanian
diharapkan dapat meningkatkan output pertanian dan menurunkan jumlah
penduduk miskin serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh.
Definisi Operasional
Variabel endogen adalah variabel yang nilainya tergantung pada nilai variabel
lain yang merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi pada variabel bebas.
Variabel endogen dalam penelitian ini adalah output pertanian, tingkat kemiskinan,
dan pertumbuhan ekonomi. Variabel eksogen merupakan variabel yang dimasukkan
ke dalam penelitian untuk mengendalikan atau menghilangkan pengaruh tertentu pada
model penelitian agar kesimpulan yang ditarik tidak bias atau salah persepsi. Definisi
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a Output pertanian adalah nilai PDRB sektor pertanian atas dasar harga
konstan 2000 yang dinyatakan dalam juta rupiah.
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
2008 2009 2010 2011 2012
(46.31%)
(35.73%)
(-21.34%) (-4.74%)
(14.57%)
Juta
Rupia
h
Tahun
21
b Tenaga kerja sektor pertanian adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang
bekerja di sektor pertanian yang dinyatakan dalam jiwa.
c Luas lahan pertanian adalah lahan pertanian sawah dan lahan pertanian
bukan sawah (kebun, ladang dan lahan sementara yang belum dimanfaatkan)
yang dinyatakan dalam hektar.
d Pengeluaran pemerintah sektor pertanian adalah alokasi belanja pemerintah
di sektor pertanian yang dinyatakan dalam juta rupiah.
e Jumlah penduduk miskin adalah kondisi dimana seseorang tidak bisa
memenuhi kebutuhan makanan minimum 2100 kalori per orang setiap hari
yang dinyatakan dalam jiwa.
f Jumlah pengangguran adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang
termasuk angkatan kerja namun tidak mempunyai pekerjaan yang
dinyatakan dalam jiwa.
g Upah minimum Provinsi adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh
kabupaten/kota di suatu provinsi yang dinyatakan dalam rupiah.
h Pertumbuhan ekonomi adalah persentase PDRB atas dasar harga konstan
2000 yang dinyatakan dalam persen.
i Pendapatan Wilayah adalah nilai PDRB dari seluruh sektor atas dasar harga
konstan 2000 yang dinyatakan dalam juta rupiah.
j Belanja pemerintah adalah total pengeluaran yang dilakukan pemerintah
untuk keperluan pembangunan di suatu suatu wilayah yang dinyatakan
dalam juta rupiah.
k Ekspor adalah proses transfer barang atau komoditas dari suatu wilayah ke
wilayah lain yang dinyatakan dalam juta rupiah.
GAMBARAN UMUM
Kondisi Geografis
Provinsi Aceh terletak antara 01˚ - 06˚ Lintang Utara dan 94˚ - 98˚ Bujur
Timur dengan ketinggian rata-rata 125 meter di atas permukaan laut dan Banda
Aceh sebagai ibukota Provinsi. Batas-batas wilayah Provinsi Aceh yaitu:
- sebelah utara : Selat Malaka
- sebelah selatan : Provinsi Sumatera Utara
- sebelah timur : Selat Malaka
- sebelah barat : Samudera Hindia
Pada tahun 2011 Provinsi Aceh terbagi menjadi 18 kabupaten antara lain
Simeulue, Aceh Singkil, Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh
Tengah, Aceh Barat, Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Barat Daya,
Gayo Lues, Aceh Tamiang, Nagan Raya, Aceh Jaya, Bener Meriah, dan Pidie
Jaya, serta 5 kota yaitu Banda Aceh, Sabang, Langsa, Lhokseumawe, dan
Subulussalam. Provinsi ini memiliki 119 pulau, 35 gunung, 73 sungai besar, dan 2
buah danau. Luas Provinsi Aceh sebesar 5 677 081 hektar dengan hutan sebagai
lahan terluas mencapai 2 291 080 hektar, diikuti perkebunan rakyat seluas 800
401 hektar dan persawahan 314 991 sedangkan lahan industri merupakan lahan
terkecil yaitu sebesar 3 928 hektar.
22
Gambar 7 Peta Provinsi Aceh
Penduduk merupakan salah satu syarat untuk membentuk suatu daerah.
Suatu daerah akan maju apabila dapat memberdayakan penduduknya dengan
benar, kondisi berbanding terbalik apabila jumlah penduduk yang banyak namun
tidak diberdayakan secara maksimal sehingga dapat menghambat proses
pembangunan. Jumlah penduduk Provinsi Aceh pada tahun 2011 sebanyak 4 597
308 jiwa, terdiri atas 2 300 441 jiwa laki-laki dan 2 968 967 jiwa perempuan.
Kepadatan penduduk Provinsi Aceh pada tahun 2011 mencapai 81 orang/km2.
Daerah terpadat adalah Kota Banda Aceh dengan rata-rata per kilometer
wilayahnya dihuni oleh sekitar 4 069 jiwa. Kemudian Kota Lhokseumawe dan
Kota Langsa masing-masing 1 141 jiwa/km2 dan 749 jiwa/km
2, sebaliknya
wilayah yang jarang pendudukya adalah Kabupaten Gayo yaitu 14 jiwa/km2. Pada
tahun 2011 terdapat sebanyak 2 001 259 orang penduduk Aceh yang termasuk
angkatan kerja, terdiri dari 1 251 527 laki-laki dan 749 732 perempuan. Sebanyak
1 852 473 orang yang bekerja dan pengangguran sebanyak 148 786 orang dengan
tingkat pengangguran terbuka sebesar 7.43 persen, sedangkan yang tidak
termasuk dalam angkatan kerja sebesar 943 561 orang, diantaranya mengurus
rumah tangga berjumlah 597 730 orang dan yang bersekolah 345 831 orang.
Berdasarkan jenis lapangan pekerjaan utama, maka sektor pertanian masih
merupakan sektor yang memberikan porsi paling besar dalam penyerapan tenaga
kerja yakni 48.49 persen, diikuti oleh sektor jasa 19.36 persen, dan perdagangan
16.15 persen, sisanya sektor industri 3.91 persen serta lainnya 12.08 persen.
Berdasarkan jenis pekerjaan, persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang
berusaha sebagai buruh/pegawai/karyawan sebesar 33.48 persen. Penduduk yang
berusaha dengan dibantu buruh dibayar/buruh tidak dibayar sebesar 22.38 persen
dan 19.32 persen bekerja sendiri serta 18.52 persen pekerja keluarga.
23
Kondisi Tingkat Kemiskinan
Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak mampu memenuhi
hak-hak dasarnya seperti kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa
aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi
dalam kehidupan sosial-politik. Berlimpahnya sumber daya alam di Provinsi Aceh
tidak menyebabkan angka pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi atau tingkat
kemiskinan yang lebih rendah. Pada kenyataannya, kekayaan sumber daya alam
justru menimbulkan konflik yang telah merusak provinsi ini selama beberapa
dekade, menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi, pemerintahan yang
lemah, dan rendahnya tingkat pelayanan umum yang diberikan pemerintah kepada
masyarakatnya, serta merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat
kemiskinan tertinggi di Indonesia.
Persentase kemiskinan di Provinsi Aceh dalam periode tahun 1993 sampai
1997 berjalan beriringan dengan persentase kemiskinan di Indonesia. Krisis
ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 menyebabkan kenaikan persentase
kemiskinan hampir diseluruh wilayah Indonesia tidak terkecuali Provinsi Aceh,
dimana terjadi kenaikan persentase kemiskinan dari tahun 1997 yaitu 18.81 persen
menjadi 19.40 persen pada tahun 1998.
Sumber: BPS-RI, 2012 (diolah)
Gambar 8 Persentase kemiskinan Provinsi Aceh dan Indonesia tahun 1993-2012
Krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1998 berdampak sangat besar terhadap
kondisi perekonomian Indonesia, dimana terjadi kenaikan persentase kemiskinan
dari 17.74 persen manjadi 24.23 persen. Pasca krisis ekonomi berlalu, Indonesia
perlahan mampu bangkit dan berhasil menekan tingkat kemiskinan hingga saat
ini. Kondisi berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di Provinsi Aceh, dimana
setelah terjadi krisis ekonomi tahun 1998 tingkat kemiskinan justru terus
mengalami peningkatan dalam jumlah yang cukup besar bahkan jauh melebihi
persentase kemiskinan Indonesia yaitu mencapai 29.83 persen pada tahun 2002
dan 29.76 persen pada tahun 2003. Tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi
Aceh disebabkan oleh konflik yang memuncak di tahun 2001 sehingga
menyebabkan sekitar setengah juta orang mengungsi serta banyak orang terampil
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Per
sen
Tahun
Aceh
Indonesia
24
dan berpendidikan meninggalkan provinsi ini. Selain itu kondisi diperparah
dengan terjadinya gempa dan tsunami pada tahun 2004. Pasca tsunami yang
terjadi, pemerintah Provinsi Aceh melakukan berbagai rekonstruksi secara besar-
besaran sehingga pada tahun 2007 Provinsi ini mulai menunjukan kondisi yang
cukup baik, hal ini diperlihatkan dengan terjadinya penurunan persentase
kemiskinan, namun kondisi tersebut masih sangat jauh berada di atas tingkat
kemiskinan Indonesia.
Kondisi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu
perekonomian dalam suatu wilayah yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan
pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi
keberhasilan pembangunan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia
dalam periode tahun 2003 sampai dengan 2008 cenderung mengalami
peningkatan. Kondisi berbanding terbalik dengan yang dialami Provinsi Aceh
dimana laju pertumbuhan ekonomi cenderung turun dari tahun 2003 sampai
dengan 2009, hal ini disebabkan oleh penurunan dalam jumlah yang cukup besar
pada sektor pertambangan dan penggalian akibat produksi minyak dan gas alam
yang menurun, sehingga provinsi ini mengalami pertumbuhan yang negatif.
Selain itu kondisi tersebut makin diperburuk dengan adanya gempa dan tsunami
yang terjadi pada akhir tahun 2004.
Pada awal tahun 2005 setelah terjadi gempa dan tsunami di Aceh, hampir
semua sektor mengalami pertumbuhan negatif yang paling terimbas oleh kejadian
tersebut adalah sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri
pengolahan dimana pertumbuhan masing-masing adalah -24.06 persen dan -17.80
persen, di pihak lain sektor pengangkutan, konstruksi dan pertanian mengalami
pertumbuhan yang positif yaitu masing-masing sebesar 3.67 persen, 0.92 persen,
dan 6.06 persen.
Sumber: BPS Provinsi Aceh, 2012 (diolah)
Gambar 9 Laju PDRB Provinsi Aceh dan PDB Indonesia tahun 2003-2012
-15.00
-10.00
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012Per
sen
Tahun
Aceh
Indonesia
25
Provinsi Aceh telah mengalami tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang
sangat rendah dalam beberapa tahun terakhir. Secara umum dalam periode tahun
2003 sampai dengan 2009 Provinsi Aceh mengalami pertumbuhan ekonomi yang
negatif, baru kemudian pada tahun 2010 sampai dengan 2012 laju pertumbuhan
ekonomi mengalami pertumbuhan yang positif. Alasan pertumbuhan yang lambat
tersebut adalah penurunan cadangan sumberdaya minyak dan gas, ketertinggalan
sktruktural dan konflik yang berlangsung lama yang berdampak pada lemahnya
kinerja pertumbuhan Provinsi Aceh, akibatnya Provinsi ini memiliki tingkat
kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan hampir semua wilayah lain di
Indonesia.
Banyaknya cadangan minyak dan gas bumi di pantai timur tidak
menghasilkan tingkat kemiskinan yang lebih rendah di Provinsi Aceh melainkan
meningkatkan tingkat kemiskinan, hal tersebut disebabkan konflik yang
memperebutkan kekayaan sumberdaya minyak dan gas tersebut. Mengingat
bahwa kemiskinan merupakan fenomena pedesaan, pertumbuhan yang memihak
pada masyarakat miskin akan memerlukan peningkatan pertumbuhan sektor
pertanian melalui peningkatan produktivitas petani, menghilangkan hambatan
terhadap pertumbuhan di daerah-daerah pedesaan seperti kurangnya akses
keuangan, perbaikan prasarana pedesaan dan akses petani ke pasar serta
memfasilitasi pergerakan penduduk desa menuju kutub-kutub pertumbuhan di
wilayah-wilayah perkotaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian Pembangunan Sektor Pertanian Provinsi Aceh
Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam
pendapatan masyarakat Provinsi Aceh karena mayoritas penduduknya bekerja di
sektor pertanian. Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman pangan, subsektor
hortikultura, subsektor perkebunan, subsektor perikanan, subsektor peternakan
dan subsektor kehutanan. Kontribusi sektor pertanian terhadap perkonomian
Provinsi Aceh menempati urutan pertama dari segi Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). Sektor ini juga menyerap hampir setengah dari total tenaga kerja.
Hal ini menunjukan pentingnya sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi
Aceh. Rencana pembangunan jangka menengah Provinsi Aceh tahun 2007 sampai
dengan tahun 2012 di sektor pertanian sebagai berikut:
1 Meningkatkan produktivitas di seluruh subsektor pertanian dengan
penerapan teknologi pertanian.
2 Memasok dan memasarkan penggunaan varietas unggul.
3 Membentuk unit pengolahan hasil panen dengan kapasitas modern yang
bertujuan meningkatkan nilai tambah produk pertanian.
4 Membentuk sistem perdagangan komoditi yang tangguh dan berkeadilan
yang bertujuan mempertahankan harga jual komoditi di tingkat petani
terutama pasca panen raya.
26
5 Peningkatan lahan budidaya pertanian melalui upaya intensifikasi,
diversifikasi, optimalisasi indeks penanaman, dan rehabilitasi lahan-lahan
yang terlantar.
6 Meningkatkan kualitas pengolahan hasil panen, membentuk sistem
kelembagaan petani dan kemitraan usaha.
7 Melakukan perbaikan infrastruktur pertanian terutama jaringan irigasi, jalan
usaha tani, saluran tambak, pelabuhan perikanan, dan balai pembibitan atau
pembenihan.
Lahan pertanian menurut penggunaan terbagi menjadi dua, yaitu lahan
pertanian sawah dan lahan pertanian bukan sawah. Lahan pertanian bukan sawah
terdiri dari lahan kebun atau tegal, lahan ladang atau huma dan lahan yang
sementara belum dimanfaatkan. Secara rata-rata luas lahan pertanian terbagi
secara merata, artinya tidak ada lahan yang mendominasi dalam jumlah yang
sangat besar. Persentase rata-rata luas lahan kebun atau tegal di Provinsi Aceh dari
tahun 1993 hingga 2012 sebesar 32.54 persen, persentase untuk lahan sawah
sebesar 25.66 persen, persentase untuk lahan sementara belum dimanfaatkan
sebesar 22.18 persen, dan persentase untuk ladang atau huma sebesar 19.63
persen, kondisi ini dapat terlihat pada gambar 10.
Sumber: BPS-RI, 2012 (diolah)
Gambar 10 Rata-rata persentase luas lahan pertanian menurut penggunaan tahun
1993-2012
Sektor pertanian di Provinsi Aceh memiliki potensi yang tinggi untuk
tumbuh pesat mengingat kekayaan alam yang dimiliki dan kondisi iklim yang
cukup baik. Subsektor pertanian yang menjadi andalan di Provinsi Aceh adalah
subsektor tanaman pangan, dimana sebagian besar masyarakatnya bekerja pada
subsektor ini. Pada tahun 2011 persentase penduduk desa yang bekerja di
subsektor tanaman pangan sebesar 75.10 persen, subsektor perkebunan 19.40
persen, subsektor peternakan 0.30 persen, subsektor perikanan 5.09 persen, dan
lainnya 0.12 persen. Berbagai jenis komoditi yang termasuk ke dalam subsektor
tanaman pangan antara lain padi, jagung, kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi
jalar, talas dan sebagainya. Komoditi unggulan pada subsektor tanaman pangan di
Provinsi Aceh yaitu padi, jagung, dan kedelai.
Gambar 11 menunjukan rata-rata produktivitas tanaman padi pada periode
tahun 2003 hingga tahun 2012 sebesar 4.34 ton/hektar, kondisi ini masih
25.66%
32.54%
19.63%
22.18%
Sawah
Kebun/Tegal
Ladang/Huma
Lahan Sementara
Belum Dimanfaatkan
27
tergolong rendah karena berada di bawah rata-rata produktivitas padi Indonesia
yaitu sebesar 4.80 ton/hektar. Pada komoditi jagung, rata-rata produktivitas dalam
periode tahun 2003 hingga tahun 2012 sebesar 3.40 ton/hektar, kondisi ini sama
halnya dengan komoditi padi yaitu berada di bawah rata-rata produktivitas
Indonesia yaitu sebesar 3.94 ton/hektar, namun untuk komoditi kedelai rata-rata
produktivitas Provinsi Aceh berada di atas rata-rata produktivitas Indonesia yaitu
1.35 ton/hektar lebih besar dibandingkan 1.33 ton/hektar.
Sumber: BPS-RI, 2012 (diolah)
Gambar 11 Rata-rata produktivitas komoditi unggulan subsektor tanaman pangan
tahun 2003-2012
Rendahnya produktivitas pertanian di Provinsi Aceh disebabkan oleh belum
maksimalnya pemanfaatan potensi sumberdaya yang tersedia secara efektif dan
efisien, disamping itu sarana dan prasarana penunjang juga belum memadai secara
optimal, alih teknologi pertanian seperti penggunaan benih bermutu dan sistem
kultur teknis belum merata, kelangkaan dan mahalnya sarana produksi seperti
pupuk, pestisida dan alat mesin pertanian selain itu adanya serangan hama dan
penyakit juga menjadi permasalahan serius dalam produksi pertanian serta
penggunaan lahan pertanian yang belum optimal artinya masih banyak terdapat
lahan pertanian yang tidak diusahakan.
Beberapa hambatan dalam pembangunan sektor pertanian di Provinsi Aceh
yaitu tingginya alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi lahan non pertanian
seperti perumahan, pertokoan dan perkantoran. Adanya praktik penebangan hutan
liar yang berpotensi meningkatkan frekuensi kekeringan dan banjir yang berujung
pada kerusakan sistem irigasi serta erosi tanah sehingga berdampak pada
penurunan produktivitas pertanian. Lemahnya kapasitas dan kelembagaan petani,
kurangnya akses petani terhadap permodalan, belum optimalnya kinerja
penyuluhan pertanian, belum adanya jaminan pemasaran dan hasil pengolahan,
serta rendahnya upaya untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian, selain itu
sistem prasarana sumberdaya air seperti sungai, danau, rawa dan bendungan atau
waduk masih belum dapat menjangkau ke seluruh wilayah di Provinsi Aceh.
Faktor yang memiliki peranan cukup penting untuk menghasilkan ouput
pertanian adalah irigasi. Jaringan irigasi merupakan saluran dan bangunan yang
0
1
2
3
4
5
Padi Jagung Kedelai
4.34
3.40
1.35
4.80
3.94
1.33
To
n/H
ekta
r
Komoditi Unggulan Tanaman Pangan
Aceh
Indonesia
28
diperlukan untuk pengaturan air irigasi mencakup penyediaan, pengambilan dan
pembagian air. Terdapat 2 jenis pengairan dalam suatu lahan yaitu lahan irigasi
dan lahan non irigasi. Jenis lahan irigasi terdiri dari:
1 Lahan irigasi teknis yaitu jaringan irigasi dimana saluran pemberi terpisah
dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian air ke dalam lahan
tersebut dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah.
2 Lahan Irigasi setengah teknis yaitu lahan yang memperoleh irigasi dari
irigasi setengah teknis dimana penyediaan dan pembagian air sepenuhnya
dapat diatur tetapi yang dapat diukur hanya sebagian.
3 Lahan irigasi sederhana yaitu lahan yang memperoleh pengairan secara
sederhana dan dikelola sendiri oleh masyarakat.
Sedangkan jenis pengairan lahan non irigasi terdiri dari:
1 Lahan tadah hujan yaitu lahan yang bergantung pada air hujan.
2 Lahan pasang surut yaitu lahan yang pengairannya tergantung pada air
sungai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut
3 Lahan lebak yaitu lahan yang pengairannya berasal dari reklamasi rawa
lebak.
Sumber: BPS-RI, 2012 (diolah)
Gambar 12 Persentase lahan sawah menurut jenis pengairan tahun 2003-2012
Gambar 12 menunjukan persentase lahan sawah dengan sistem irigasi lebih
besar dibanding dengan persentase lahan sawah non irigasi. Persentase lahan
sawah dengan irigasi tahun 2012 sebesar 69.74 persen lebih besar dibandingkan
persentase lahan sawah non irigasi yaitu 30.26 persen. Dalam periode tahun 2003
sampai dengan 2012 persentase lahan sawah dengan irigasi cenderung meningkat
sedangkan luas sawah non irigasi cenderung mengalami penurunan. Rata-rata
persentase lahan sawah menurut jenis pengairan tahun 2003 sampai dengan 2012
yaitu sebesar 66.01 persen lahan sawah dengan irigasi dan 33.99 persen lahan
sawah non irigasi, walaupun secara persentase lahan sawah dengan irigasi lebih
besar dibandingkan lahan sawah non irigasi namun tetap diperlukan adanya
perbaikan baik secara kuantitas maupun kualitas agar dapat menghasilkan output
pertanian secara lebih optimal.
Faktor yang tidak kalah penting lainnya sebagai penunjang pada sektor
pertanian adalah kondisi infrastruktur jalan. Kondisi jalan yang baik akan
mempermudah proses distribusi hasil pertanian. Pada tahun 2011 total panjang
jalan kabupaten dan kota di seluruh Provinsi Aceh adalah 13 841.07 km dimana 3
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Per
sen
Tahun
Irigasi
Non Irigasi
29
165.44 km (22.88 persen) diantaranya berada dalam kondisi baik, dan 5 681.06
(41.05 persen) dalam kondisi sedang selebihnya sebesar 4 994.57 km (36.07
persen) dalam kondisi rusak. Sementara itu bila dilihat dari jenis permukaaannya
maka dari 13 841.07 km, sebesar 6 203.57 km (44.82 persen) jalan beraspal, 4
837.42 km (34.95 persen) berpermukaan krikil dan selebihnya sepanjang 2 800.08
km (20.23 persen) masih berpermukaan tanah. Kondisi infrastruktur jalan
kabupaten dan kota di Aceh masih tergolong kurang baik, hal ini ditunjukan oleh
panjang jalan dengan kondisi rusak lebih besar dibandingkan panjang jalan
dengan kondisi baik. Kondisi ini mengakibatkan kurang optimalnya proses
distribusi output yang dihasilkan di sektor pertanian sehingga pertumbuhan
ekonomi berjalan lambat.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Output Pertanian
Fungsi produksi merupakan keterkaitan antara faktor-faktor produksi
dengan capaian tingkat produksi yang dihasilkan, di mana faktor produksi sering
disebut input dan jumlah produksi sering disebut output. Output merupakan hasil
akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa
masukan. Hasil pendugaan output pertanian ditunjukan pada tabel 4.
Tabel 4 Faktor-faktor yang memengaruhi output pertanian
Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas
Intersep 9.49478 2.34 0.0328**
Tenaga Kerja Pertanian (TKP) 0.78559 2.82 0.0122**
Luas Lahan Pertanian (LHP) -0.37976 -1.76 0.0980*
Pengeluaran Pertanian (PP) 0.09212 7.24 0.0001**
R-Squared = 0.86 F-Hitung = 32.32
Keterangan: * signifikan pada taraf nyata α = 10 persen
** signifikan pada taraf nyata α = 5 persen
Hasil pendugaan menunjukan bahwa output pertanian memiliki nilai R2
sebesar 0.86 yang artinya 86 persen keragaman output pertanian dapat dijelaskan
oleh masing-masing variabel penjelas yang ada dalam model. Semua variabel
yaitu tenaga kerja sektor pertanian, luas lahan pertanian, dan pengeluaran
pemerintah di sektor pertanian berpengaruh signifikan terhadap output pertanian.
Berdasarkan hasil pendugaan yang ditunjukan pada tabel 4 memperlihatkan
tanda parameter yang sesuai dengan yang diharapkan namun terdapat satu
variabel yang kurang sesuai yaitu luas lahan pertanian yang berhubungan negatif
terhadap output pertanian, artinya jika terjadi penurunan lahan pertanian sebesar 1
persen maka akan meningkatkan output pertanian sebesar 0.37976 persen, ceteris
paribus. Kondisi ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang semakin
banyak sehingga berdampak pada peningkatan permintaan suatu lahan yang akan
digunakan sebagai hunian atau tempat tinggal. Akibat dari peningkatan
permintaan lahan untuk tempat tinggal maka akan semakin memperkecil luas
lahan untuk pertanian. Peningkatan yang terjadi pada output pertanian bukan
30
hanya dipengaruhi oleh luas lahan pertanian, namun terdapat faktor-faktor lainnya
seperti penggunaan bibit unggul dan penggunaan teknologi modern.
Tenaga kerja sektor pertanian berpengaruh positif dan signifikan secara
nyata pada taraf 5 persen terhadap output pertanian, artinya jika terjadi kenaikan
jumlah pekerja pada sektor pertanian sebesar 1 persen maka akan meningkatkan
output pertanian sebesar 0.78559 persen, ceteris paribus. Sektor pertanian
merupakan sektor yang sangat mengandalkan tenaga kerja sebagai faktor produksi
utama, sehingga semakin banyak jumlah tenaga kerja di sektor pertanian akan
berdampak pada peningkatan output di sektor pertanian.
Pengeluaran pemerintah di sektor pertanian berpengaruh positif dan
sigfinikan secara nyata pada taraf 5 persen, artinya jika terjadi kenaikan
pengeluaran di sektor pertanian sebesar 1 persen maka akan meningkatkan ouput
pertanian sebesar 0.09212 persen, ceteris paribus. Pengeluaran yang dikerluarkan
oleh pemerintah pada sektor pertanian digunakan untuk perbaikan kondisi sarana
dan prasarana pertanian, sehingga dapat mengefisiensikan proses produksi yang
berdampak pada peningkatan output pertanian.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan
Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang
tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang layak. Hak-hak dasar tersebut antara lain
terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal,
bebas dari ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam
kehidupan sosial-politik. Hasil pendugaan kemiskinan ditunjukan pada tabel 5.
Tabel 5 Faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan
Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas
Intersep 31.96308 1.56 0.1380
Output Pertanian (YP) -1.85161 -1.28 0.2173
Jumlah Pengangguran (UN) 0.67650 2.38 0.0298**
Upah Minimum Provinsi (UMP) 0.23455 1.21 0.2451
R-Square = 0.60 F-Hitung = 8.17
Keterangan: ** signifikan pada taraf nyata α = 5 persen
Hasil pendugaan menunjukan bahwa tingkat kemiskinan memiliki nilai R2
sebesar 0.60 yang artinya 60 persen keragaman tingkat kemiskinan dapat
dijelaskan oleh masing-masing variabel output pertanian, jumlah pengangguran,
dan upah minimul provinsi yang terdapat dalam model sisanya sebesar 36 persen
dijelaskan di luar model. Hasil pendugaan pada tabel 5 menunjukan variabel
output pertanian memiliki tanda parameter yang sesuai yaitu berhubungan negatif
yang artinya kenaikan output pertanian akan meningkatkan pendapatan petani atau
masyarakat pedesaan sehingga akan menurunkan jumlah penduduk miskin.
Variabel output pertanian tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah
penduduk miskin hal ini disebabkan oleh peningkatan yang terjadi pada output
pertanian masih tergolong rendah artinya tidak terjadi variasi peningkatan dalam
31
jumlah yang relatif besar sehingga kurang memengaruhi penurunan jumlah
penduduk miskin. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap
pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh namun pada kenyataanya produktivitas
sektor ini masih tergolong rendah untuk itu perlu adanya upaya yang harus
dilakukan pemerintah yang bertujuan meningkatkan produktivitas sektor pertanian
seperti optimalisasi penggunaan lahan pertanian, perbaikan sarana irigasi,
penggunaan bibit unggul dan alat-alat pertanian modern.
Variabel jumlah pengangguran berhubungan positif dan signifikan secara
nyata pada taraf 5 persen terhadap jumlah penduduk miskin, artinya jika terjadi
peningkatan jumlah pengangguran sebesar 1 persen maka akan terjadi
peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 0.67650 persen, ceteris paribus.
Semakin banyak jumlah pengangguran maka berpengaruh pada semakin banyak
jumlah penduduk miskin. Hal ini menunjukan bahwa seseorang yang tidak
memiliki pekerjaan maka orang tersebut tidak mempunyai penghasilan sehingga
tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yaitu kebutuhan makanan dan
minimum, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal.
Variabel upah minimum provinsi memiliki tanda parameter yang kurang
sesuai dengan tingkat kemiskinan yaitu berhubungan positif, artinya peningkatan
upah minimum provinsi akan meningkatkan jumlah penduduk miskin, hal ini
dikarenakan peningkatan upah minimum provinsi diikuti oleh peningkatan
terhadap harga-harga barang dan jasa (inflasi). Laju peningkatan yang terjadi
terhadap harga-harga barang dan jasa lebih besar dari pada laju peningkatan upah
minimum provinsi, sehingga peningkatan upah minimum provinsi tidak
memengaruhi penurunan jumlah penduduk miskin melainkan meningkatkan
jumlah penduduk miskin.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu
perekonomian dalam suatu wilayah yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan
pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi
keberhasilan pembangunan ekonomi. Hasil pendugaan pertumbuhan ekonomi
ditunjukan pada tabel 6.
Tabel 6 Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas
Intersep 8.81028 3.77 0.0017**
Jumlah Penduduk Miskin (POV) -0.27746 -2.21 0.0422**
Belanja Pemerintah (EXP) 0.28124 2.69 0.0162**
Ekspor (X) 0.48657 4.30 0.0005**
R-Square = 0.70 F-Hitung = 12.18
Keterangan: ** signifikan pada taraf nyata α = 5 persen
Hasil pendugaan yang ditunjukan pada tabel 6 memperlihatkan variabel
belanja pemerintah dan ekspor memiliki tanda parameter yang sesuai yaitu
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi artinya peningkatan belanja
32
pemerintah dan ekspor akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sedangkan
jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi
artinya penurunan jumlah penduduk miskin akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Hasil pendugaan pertumbuhan ekonomi memiliki nilai R2 sebesar 0.70
yang artinya keragaman pertumbuhan ekonomi yang dapat dijelaskan dengan
dengan baik oleh masing-masing variabel penjelas yang terdapat dalam persamaan
yaitu sebesar 70 persen.
Variabel jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif dan signifikan secara
nyata pada taraf 5 persen terhadap pertumbuhan ekonomi yang artinya jika terjadi
penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 1 persen maka akan terjadi
peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.27746 persen, ceteris paribus.
Banyak atau sedikit jumlah penduduk miskin di suatu wilayah menggambarkan
kualitas dari sumberdaya manusia tersebut. Jika penduduk miskin di suatu
wilayah sedikit maka artinya kualitas sumberdaya manusianya sudah baik
sehingga akan meningkatkan aktivitas dalam perekonomian yang berdampak pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Variabel belanja pemerintah berpengaruh positif dan signifikan secara nyata
pada taraf 5 persen terhadap pertumbuhan ekonomi yang artinya jika terjadi
peningkatan belanja pemerintah sebesar 1 persen maka akan terjadi peningkatan
pertumbuhan ekonomi sebesar 0.28124 persen, ceteris paribus. Hal ini
menunjukan bahwa pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan pemerintah
bertujuan untuk kepentingan pembangunan seperti pengeluaran untuk perbaikan
infrastruktur, pengeluaran di bidang pendidikan dan kesehatan sehingga dari
semua perbaikan-perbaikan yang dilakukan pemerintah maka akan berdampak
pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Variabel ekspor juga berpengaruh positif dan signifikan secara nyata pada
taraf 5 persen terhadap pertumbuhan ekonomi yang artinya jika terjadi
peningkatan ekspor sebesar 1 persen maka akan terjadi peningkatan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0.48657 persen, ceteris paribus. Ekspor merupakan faktor
penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi suatu wilayah karena ekspor
dapat memperbesar kapasitas konsumsi suatu wilayah. Suatu wilayah akan
memperoleh keuntungan dari adanya ekspor yang dilakukan sehingga akan
meningkatkan pendapatan nasional yang selanjutnya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Dampak Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pertanian Terhadap Output
Pertanian, Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi
Sektor pertanian merupakan sektor yang menyumbang peranan terbesar
terhadap perekonomian sekaligus merupakan sektor yang paling banyak menyerap
tenaga kerja. Tenaga kerja di sektor pertanian sebagian besar merupakan
penduduk miskin dan bertempat tinggal di pedesaan, sehingga peningkatan output
pertanian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan penduduk miskin atau
masyarakat pedesaan yang berdampak pada tingkat kemiskinan dan pertumbuhan
ekonomi. Untuk itu dilakukan sebuah simulasi dengan meningkatkan pengeluaran
pemerintah pada sektor pertanian yang diharapkan dapat meningkatkan output
33
pertanian dan dapat menurunkan jumlah penduduk miskin serta dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh.
Sebelum melakukan simulasi, terlebih dahulu dilakukan validasi model
untuk mengetahui daya prediksi model. Model dikatakan cukup valid untuk
digunakan dalam simulasi kebijakan apabila memenuhi keseluruhan atau minimal
salah satu kriteria sebagai berikut: nilai Root Mean Squares Percent Error
(RMSPE) di bawah 100, Theil’s Inequality (U-Theil’s) mendekati 0, dan koefisien
determinasi (R2) mendekati 1.
Tabel 7 Nilai validasi variabel endogen pada persamaan simultan
Variabel Endogen RMSPE U-Theil R-Squared
YP 0.3137 0.0016 0.8684
POV 1.4979 0.0074 0.5428
PDRB 0.3982 0.0020 0.6015
Keterangan: Hasil pengolahan SAS 9.1.3.
Hasil validasi model secara rata-rata sudah memenuhi kriteria. Pada
persamaan output pertanian nilai RMSPE sebesar 0.3137 persen, nilai U-Theil
0.0016 dan R2 0.8684. Sedangkan untuk persamaan kemiskinan nilai RMSPE, U-
Theil dan R2 masing-masing 1.4979 persen, 0.0074 dan 0.5428. Untuk persamaan
pertumbuhan ekonomi nilai RMSPE, U-Theil dan R2 masing-masing 0.3982
persen, 0.0020 dan 0.6015. Hasil ini menunjukkan bahwa daya prediksi dari
model sudah cukup baik sehingga simulasi kebijakan sudah layak untuk
dilakukan. Gambaran lengkap hasil validasi model dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 8 Dampak peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian sebesar
30 % terhadap output pertanian, tingkat kemiskinan dan pertumbuhan
ekonomi Provinsi Aceh
Variabel Endogen Nilai Dasar Nilai Simulasi Persentase Perubahan
YP 15.8471 16.1296 1.75
POV 13.6271 13.1040 -3.99
PDRB 17.4637 17.6088 0.82
Keterangan: Hasil pengolahan SAS 9.1.3.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah di
sektor pertanian sebesar 30 persen akan berdampak pada peningkatan output
pertanian sebesar 1.75 persen dan berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan
sebesar 3.99 persen serta berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi
sebesar 0.82 persen. Secara umum hasil simulasi yang dilakukan berdampak baik
terhadap perekonomian yaitu meningkatkan output pertanian, menurunkan tingkat
kemiskinan yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Gambaran lengkap mengenai hasil simulasi dampak pengeluaran pemerintah di
sektor pertanian dapat dilihat pada tabel 8.
34
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1 Lahan kebun merupakan lahan pertanian terbesar di Provinsi Aceh,
sedangkan lahan pertanian terkecil yaitu lahan ladang. Komoditi unggulan di
Provinsi Aceh pada subsektor tanaman pangan yaitu padi, jagung dan
kedelai. Rata-rata Produktivitas subsektor tanaman pangan Provinsi Aceh
masih berada di bawah rata-rata produktivitas Indonesia. Kondisi
infrastruktur jalan di Provinsi Aceh masih tergolong kurang baik.
2 Dalam model output pertanian, variabel tenaga kerja pertanian dan
pengeluaran di sektor pertanian berpengaruh positif dan signifikan terhadap
output pertanian, sedangkan variabel luas lahan pertanian berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap output pertanian. Dalam model kemiskinan,
variabel output pertanian berhubungan negatif terhadap kemiskinan namun
tidak berpengaruh signifikan sedangkan variabel yang berperngaruh
signifikan terhadap kemiskinan adalah jumlah pengangguran. Dalam model
pertumbuhan ekonomi, variabel belanja pemerintah dan ekspor berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan variabel
jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
3 Dengan demikian berdasarkan simulasi yang dilakukan yaitu dengan
meningkatkan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian sebesar 30 persen
maka akan meningkatkan output pertanian sebesar 1.75 persen, menurunkan
tingkat kemiskinan sebesar 3.99 persen, dan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0.82 persen.
Saran
Adapun beberapa saran yang direkomendasikan dalam penelitian ini antara
lain:
1 Untuk pemerintah Provinsi Aceh, mengingat peran sektor pertanian yang
relatif besar baik dilihat dari PDRB sektor pertanian dan penyerapan tenaga
kerja serta berdasarkan hasil estimasi maka sebaiknya pemerintah perlu
meningkatkan pengeluarannya di sektor pertanian yang diarahkan untuk
meningkatkan produktivitas pertanian, perbaikan sarana irigasi dan
infrastruktur jalan sehingga berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan
dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
2 Pemerintah Provinsi Aceh juga perlu menciptakan lapangan kerja baru yang
berkelanjutan terutama di pedesaan dan di sektor non pertanian yang
bertujuan menekan jumlah pengangguran dan berdampak pada penurunan
tingkat kemiskinan.
35
DAFTAR PUSTAKA
Alene AD. Coulibaly O. 2008. The Impact of Agricultural Research on
Productivity and Poverty in Sub-Saharan Africa. Lilongwe, Malawi:
International Institute of Tropical Agriculture.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Lahan Menurut Penggunaan Tahun 1993-
2011. Jakarta (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Potensi Desa Provinsi Aceh. Jakarta
(ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Regional Bruto Menurut
Lapangan Usaha Tahun 1993-2012. Jakarta (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Regional Bruto Menurut
Penggunaan Tahun 1993-2012. Jakarta (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Aceh dalam Angka Tahun 1993-2012. Jakarta
(ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kondisi Angkatan Kerja Indonesia Tahun
1993-2012. Jakarta (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia Tahun 1993-2012. Jakarta
(ID): BPS.
Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta (ID): BPFE-UGM.
Gujarati D. 1999. Ekonometrika Dasar. Edisi Pertama. Terjemahan oleh Sumarno
Zain. Jakarta (ID): Erlangga.
Jhingan. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta (ID): Rajawali
Pr.
Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Pr.
Kementrian Keuangan. 2012. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
1993-2012. http//www.djpk.depkeu.go.id.
Kuznets S. 1955. Economic Growth and Income Inequality. The American
Economic Review 45: 1-28.
Koutsoyiannis A. 1997. Theory of Econometric: An Introduction Exposition of
Econometric Methods. London (GB): MacMillan Pr.
Lypsey RG, Stainer PD. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi ke Sepuluh.
Jakarta (ID): Binarupa Aksara.
Mankiw NG. 2006. Makroekonomi. Edisi 6. Alih Bahasa. Jakarta(ID): Erlangga.
Muslianti D. 2011. Dampak Kebijakan Fiskal Daerah Terhadap Kemiskinan di
Indonesia pada Masa Desentralisasi Fiskal. [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pindyck RS, Rubienfield DL. 1991. Econometrics Models and Economic
Forecast. Singapore (SG): McGraw-Hill International Edition.
Pranadji T. 1995. Wirausaha, kemitraan Dan Pengembangan Agribisnis Secara
Berkelanjutan. Analisis CSIS, XIV (5): 332-343. Jakarta (ID): Center of
Strategic and International Studies.
Purnamadewi YL. 2010. Dampak Perubahan Produktivitas Sektoral Berbasis
Investasi Terhadap Disparitas Ekonomi Antar Wilayah Di Indonesia.
[Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Saputra WA. 2011. Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, IPM,
Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten dan Kota Jawa
36
Tengah. [Skripsi]. Semarang (ID): Fakultas Ekonomi, Universitas
Diponegoro.
Sinaga BM. 1997. Pendekatan Kuantitatif dalam Agribisnis. Journal of
Agricultural and Resource Socio-Economics Institut Pertanian Bogor (ID).
10(1):48-64.
Siregar H, Winarti DW. 2006. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Bogor (ID): MB-IPB.
Suryawati C. 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional. JMPK
Vol.08/No.03/September/2005.
Tarigan R. 2005. Ekonomi Regional. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid 1. Edisi 9. Alih
Bahasa. Jakarta (ID): Erlangga.
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1 Hasil pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi output pertanian
The SYSLIN Procedure
Two-Stage Least Squares Estimation
Model YP
Dependent Variable YP
Analysis of Variance
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 3 0.297238 0.099079 32.32 <.0001
Error 16 0.049051 0.003066
Corrected Total 19 0.346289
Root MSE 0.05537 R-Square 0.85835
Dependent Mean 15.84706 Adj R-Sq 0.83179
Coeff Var 0.34939
Parameter Estimates
Variable DF Parameter Estimate
Standard Error t Value Pr > |t|
Intercept 1 9.494783 4.062410 2.34 0.0328
TKP 1 0.785590 0.278109 2.82 0.0122
LHP 1 -0.37976 0.216101 -1.76 0.0980
PP 1 0.092124 0.012720 7.24 <.0001
Durbin-Watson 1.175929
Number of Observations 20
First-Order Autocorrelation 0.132801
39
Lampiran 2 Hasil pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan
The SYSLIN Procedure
Two-Stage Least Squares Estimation
Model POV
Dependent Variable POV
Analysis of Variance
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 3 1.139683 0.379894 8.17 0.0016
Error 16 0.744261 0.046516
Corrected Total 19 1.784399
Root MSE 0.21568 R-Square 0.60495
Dependent Mean 13.62716 Adj R-Sq 0.53087
Coeff Var 1.58270
Parameter Estimates
Variable DF Parameter Estimate
Standard Error t Value Pr > |t|
Intercept 1 31.96308 20.47109 1.56 0.1380
YP 1 -1.85161 1.441738 -1.28 0.2173
UN 1 0.676504 0.283663 2.38 0.0298
UMP 1 0.234554 0.194383 1.21 0.2451
Durbin-Watson 1.615964
Number of Observations 20
First-Order Autocorrelation 0.169969
40
Lampiran 3 Hasil pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
The SYSLIN Procedure
Two-Stage Least Squares Estimation
Model PDRB
Dependent Variable PDRB
Analysis of Variance
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 3 0.185733 0.061911 12.18 0.0002
Error 16 0.081325 0.005083
Corrected Total 19 0.242727
Root MSE 0.07129 R-Square 0.69548
Dependent Mean 17.46373 Adj R-Sq 0.63838
Coeff Var 0.40824
Parameter Estimates
Variable DF Parameter Estimate
Standard Error t Value Pr > |t|
Intercept 1 8.810281 2.337204 3.77 0.0017
POV 1 -0.27746 0.125686 -2.21 0.0422
EXP 1 0.281244 0.104619 2.69 0.0162
X 1 0.486577 0.113062 4.30 0.0005
Durbin-Watson 2.126854
Number of Observations 20
First-Order Autocorrelation -0.16939
41
Lampiran 4 Nilai simulasi dasar
The SAS System
The SIMNLIN Procedure
Simultaneous Simulation
Descriptive Statistics
Actual Predicted
Variabel Nobs N Mean Std Dev Mean
Std Dev
YP 20 20 15.8471 0.1350 15.8471 0.1251
POV 20 20 13.6272 0.3065 13.6271 0.2641
PDRB 20 20 17.4637 0.1130 17.4637 0.1273
Statistics Of Fit
Mean Mean %
Mean Abs
Mean Abs RMS RMS %
Variabel N Error Error Error %Error Error Error R-Square
YP 20 0.00002 0.0011 0.0381 0.2406 0.0495 0.3137 0.8584
POV 20 -0.00007 0.0169 0.1551 1.1440 0.2020 1.4979 0.5428
PDRB 20 -0.00004 0.00001 0.0553 0.3163 0.0695 0.3982 0.6015
Theil Forecast Error Statistics
MSE Decomposition Proportions
Corr Bias Reg Dist Var Covar Inequality Coef
Variabel N MSE (R) (UM) (UR) (UD) (US) (UC) U1 U
YP 20 0.0024 0.93 0.00 0.00 1.00 0.04 0.96 0.0031 0.0016
POV 20 0.0408 0.75 0.00 0.03 0.97 0.04 0.96 0.0148 0.0074
PDRB 20 0.0048 0.83 0.00 0.22 0.78 0.04 0.96 0.0040 0.0020
Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Relative Change MSE Decomposition Proportions
Corr Bias Reg Dist Var Covar Inequality Coef
Variabel N MSE (R) (UM) (UR) (UD) (US) (UC) U1 U
YP 19 6.576E-06 0.54 0.03 0.61 0.36 0.21 0.76 0.9819 0.4318
POV 19 0.000229 0.54 0.00 0.10 0.90 0.04 0.96 0.8758 0.4786
PDRB 19 0.000014 0.69 0.01 0.24 0.75 0.01 0.98 0.8275 0.3929
42
Lampiran 5 Nilai simulasi
The SAS System
The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation
Descriptive Statistics
Actual Predicted
Variabel Nobs N Mean Std Dev Mean
Std Dev
YP 20 20 15.8471 0.1350 16.1296 0.1754
POV 20 20 13.6272 0.3065 13.1040 0.2058
PDRB 20 20 17.4637 0.1130 17.6088 0.1119
Statistics Of Fit
Mean Mean %
Mean Abs
Mean Abs RMS RMS %
Variabel N Error Error Error %Error Error Error R-Square
YP 20 0.2825 1.7817 0.2825 1.7817 0.2913 1.8357 -3.901
POV 20 -0.5232 -3.8146 0.5280 3.8515 0.5676 4.1263 -2.611
PDRB 20 0.1451 0.8319 0.1451 0.8319 0.1634 0.9372 -1.199
Theil Forecast Error Statistics
MSE Decomposition Proportions
Corr Bias Reg Dist Var Covar Inequality Coef
Variabel N MSE (R) (UM) (UR) (UD) (US) (UC) U1 U
YP 20 0.0849 0.92 0.94 0.03 0.03 0.02 0.04 0.0184 0.0091
POV 20 0.3221 0.68 0.85 0.00 0.15 0.03 0.12 0.0416 0.0212
PDRB 20 0.0267 0.77 0.79 0.02 0.19 0.00 0.21 0.0094 0.0047
Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Relative Change MSE Decomposition Proportions
Corr Bias Reg Dist Var Covar Inequality Coef
Variabel N MSE (R) (UM) (UR) (UD) (US) (UC) U1 U
YP 19 0.00033 0.26 0.94 0.05 0.01 0.02 0.04 6.9531 0.8032
POV 19 0.00173 0.53 0.85 0.03 0.12 0.00 0.15 2.4081 0.7334
PDRB 19 0.00008 0.65 0.78 0.08 0.14 0.01 0.21 2.0164 0.6566
43
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Andrian Tri Sasongko lahir di Jakarta pada tanggal 7 Juli
1991. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak H.
Basiran dan Ibu Hj. Djumiati, S.Pd. Penulis mengawali pendidikan pada tahun
1997 sampai dengan 2003 di SD Negeri Cipinang Melayu 10 Pagi. Selanjutnya
penulis meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama pada tahun 2003
sampai dengan 2006 di SMP Negeri 51 Jakarta. Selanjutnya penulis meneruskan
ke pendidikan menengah umum pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 di
SMA Negeri 67 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan
diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten responsi Ekonomi
Umum TPB pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013. Penulis pernah menjadi
tim pengajar dalam Economics Study Club HIPOTESA tahun 2012. Selama
menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti kegiatan kepanitiaan HIPOTEX-R
ke-6, HIPOTEX-R ke-7, dan OMI tahun 2011. Penulis juga aktif dalam mengikuti
lomba SPORTAKULER FEM IPB dengan prestasi yang diraih adalah Juara II
cabang olahraga badminton tahun 2011 dan juara III cabang olahraga badminton
tahun 2012. Mulai dari semester empat penulis mendapatkan beasiswa
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).