analisis dampak lingkungan sosial - kemsos media...

18
Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 1 ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN SOSIAL: STRATEGI MENUJU PEMBANGUNAN BERPUSAT PADA RAKYAT (PEOPLE CENTRED DEVELOPMENT) Dr. Ir. Harry Hikmat, MSi Pemahaman terhadap pembangunan menghasilkan ide kemajuan, berkonotasi ke depan atau ke tingkat yang lebih tinggi. Pembangunan harus dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan, dan pemberantasan kemiskinan absolut (Todaro, 1994: 90). Pembangunan juga telah didefinisikan sebagai pertumbuhan plus perubahan, yang merupakan kombinasi berbagai proses ekonomi, sosial dan politik, untuk mencapai kehidupan yang lebih baik (United Nations, 1972). Selain pengertian tersebut, Surna (1992) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai kegiatan-kegiatan yang direncanakan dalam mengolah sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan untuk kelangsungan hidup manusia. Pada hakekatnya ada tiga domain dalam pembangunan, yaitu: domain ekonomi, domain sosial, dan domain ekologi. Himpunan bagian yang saling beririsan antara domain tersebut menghasilkan tiga paradigma pembangunan, yaitu: (1) pembangunan sosial (social development); (2) pembangunan berwawasan lingkungan (environmental development); (3) pembangunan yang berpusatkan pada rakyat (people centered development). Integrasi antara ketiga himpunan bagian disebut paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Hubungan antara paradigma pembangunan disajikan pada Gambar 1. Selanjutnya perbedaan yang mendasar antara paradigma pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, pembangunan yang berpusatkan pada rakyat, pembangunan yang berwawasan lingkungan, dan pembangunan yang berkelanjutan dapat dilihat pada tabel 1 di halaman berikutnya. Model pembangunan berpusat pada rakyat Pemahaman tentang paradigma pembangunan yang berpusatkan pada rakyat (People Centered Development), diawali dengan pemahaman tentang Ekologi Manusia, yang menjadi pusat perhatian pembangunan. Ekologi manusia dalam ekosistem merupakan salah satu kajian dari Ekologi. Soerjani (1992:12) menyatakan bahwa ekosistem dikaji oleh Ekologi, sedangkan lingkungan hidup dikaji oleh Ilmu Lingkungan yang landasan pokoknya adalah Ekologi, serta dengan memperhatikan disiplin lain, terutama Ekonomi dan Sosiologi. Ekologi Manusia menjadi landasan berkembangnya paradigma pembangunan yang berpusatkan pada rakyat. Adapun landasan Ilmu Lingkungan adalah Ekologi, maka Ilmu Lingkungan dapat disebut sebagai Ekologi Terapan (Applied Ecology) yakni penerapan prinsip dan konsep Ekologi dalam

Upload: lamquynh

Post on 22-Oct-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 1

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN SOSIAL: STRATEGI MENUJU PEMBANGUNAN BERPUSAT PADA

RAKYAT (PEOPLE CENTRED DEVELOPMENT)

Dr. Ir. Harry Hikmat, MSi

Pemahaman terhadap pembangunan menghasilkan ide kemajuan, berkonotasi ke depan

atau ke tingkat yang lebih tinggi. Pembangunan harus dipahami sebagai suatu proses

yang berdimensi jamak yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur

sosial, sikap masyarakat, dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan

pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan, dan pemberantasan kemiskinan

absolut (Todaro, 1994: 90).

Pembangunan juga telah didefinisikan sebagai pertumbuhan plus perubahan, yang

merupakan kombinasi berbagai proses ekonomi, sosial dan politik, untuk mencapai

kehidupan yang lebih baik (United Nations, 1972). Selain pengertian tersebut, Surna

(1992) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai kegiatan-kegiatan yang

direncanakan dalam mengolah sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan

memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan untuk kelangsungan

hidup manusia.

Pada hakekatnya ada tiga domain dalam pembangunan, yaitu: domain ekonomi,

domain sosial, dan domain ekologi. Himpunan bagian yang saling beririsan antara

domain tersebut menghasilkan tiga paradigma pembangunan, yaitu:

(1) pembangunan sosial (social development);

(2) pembangunan berwawasan lingkungan (environmental development);

(3) pembangunan yang berpusatkan pada rakyat (people centered development).

Integrasi antara ketiga himpunan bagian disebut paradigma pembangunan

berkelanjutan (sustainable development). Hubungan antara paradigma pembangunan

disajikan pada Gambar 1. Selanjutnya perbedaan yang mendasar antara paradigma

pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, pembangunan yang berpusatkan pada

rakyat, pembangunan yang berwawasan lingkungan, dan pembangunan yang

berkelanjutan dapat dilihat pada tabel 1 di halaman berikutnya.

Model pembangunan berpusat pada rakyat

Pemahaman tentang paradigma pembangunan yang berpusatkan pada rakyat (People

Centered Development), diawali dengan pemahaman tentang Ekologi Manusia, yang

menjadi pusat perhatian pembangunan. Ekologi manusia dalam ekosistem merupakan

salah satu kajian dari Ekologi. Soerjani (1992:12) menyatakan bahwa ekosistem dikaji

oleh Ekologi, sedangkan lingkungan hidup dikaji oleh Ilmu Lingkungan yang landasan

pokoknya adalah Ekologi, serta dengan memperhatikan disiplin lain, terutama

Ekonomi dan Sosiologi. Ekologi Manusia menjadi landasan berkembangnya

paradigma pembangunan yang berpusatkan pada rakyat. Adapun landasan Ilmu

Lingkungan adalah Ekologi, maka Ilmu Lingkungan dapat disebut sebagai Ekologi

Terapan (Applied Ecology) yakni penerapan prinsip dan konsep Ekologi dalam

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 2

kehidupan manusia. Perspektif Ilmu Lingkungan dalam paradigma pembangunan

dikenal sebagai Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan (Environmental

Development), yang akan diuraikan pada pokok bahasan selanjutnya

Lebih lanjut Soerjani mengatakan bahwa Ekologi adalah ilmu tentang hubungan

timbal-balik makhluk hidup (biotik) sesamanya dan dengan benda-benda non-hidup

(abiotik) di sekitarnya. Jadi Ekologi adalah juga ilmu tentang rumah tangga makhluk

hidup dan lingkungannya. Sebagai bagian dari makhluk hidup, peranan dan perilaku

manusia dipelajari secara khusus dalam Ekologi Manusia, sehingga Ekologi Manusia

berarti Ekologi yang memusatkan pengkajian pada manusia sebagai individu maupun

sebagai populasi dalam suatu ekosistem. Ekologi dan Ekonomi adalah dua hal yang

berakar kata yang sama: oikos (rumah tangga), yang satu tentang rumah tangga, yang

kedua tentang pengelolaan rumah tangga. Antara kedua pandangan tersebut tidak

jarang keduanya berbenturan satu sama lain. Seolah-olah keduanya berada dalam dua

jaringan atau sistem yang berbeda. Padahal sebenarnya rumah tangga manusia itu juga

merupakan bagian, atau harus berada secara serasi dan didukung secara

kesinambungan (sustainable) dalam dan oleh rumah tangga makhluk hidup di

lingkungannya. Benturan tersebut terjadi berakar dari pengaturan tata-ruang dalam

ekosistem. (Soerjani, 1992:12)

Pembangunan haruslah menempatkan rakyat sebagai pusat perhatian dan proses

pembangunan harus menguntungkan semua pihak. Dalam konteks ini, masalah

kemiskinan, kelompok rentan dan meningkatnya pengangguran perlu mendapat

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 3

perhatian utama karena bisa menjadi penyebab instabilitas yang akan membawa

pengaruh negatif, seperti longgarnya ikatan-ikatan sosial dan melemahnya nilai-nilai

serta hubungan antar manusia. Karena itu, komitment dalam meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dengan cara-cara yang adil dan tanpa mengecualikan rakyat

miskin, meningkatkan keterpaduan sosial dengan politik yang didasari hak azasi,

nondiskriminasi dan memberikan perlindungan kepada mereka yang kurang

beruntung; merupakan hakekat dari paradigma pembangunan berpusatkan pada rakyat.

Strategi pembangunan berpusat pada rakyat memiliki tujuan akhir untuk memperbaiki

kualitas hidup seluruh rakyat dengan aspirasi-aspirasi dan harapan individu dan

kolektif, dalam konsep tradisi budaya dan kebiasaan-kebiasaan mereka yang sedang

berlaku. Tujuan objektif dalam strategi pembangunan berpusat pada rakyat pada

intinya memberantas kemiskinan absolut, realisasi keadilan distributif, dan

peningkatan partisipasi masyarakat secara nyata. Prioritas awal diperuntukkan pada

daerah yang tidak menguntungkan dan kelompok-kelompok sosial yang rawan

terpengaruh, termasuk wanita, anak-anak, generasi muda yang tidak mampu, lanjut

usia, dan kelompok-kelompok marginal lainnya.

Seiring dengan berkembangnya pembangunan yang berorietasi pada pertumbuhan

ekonomi, maka berkembang pendekatan yang berpusat pada rakyat. Model pendekatan

pembangunan yang berpusat pada rakyat sebenarnya merupakan antitesis dari model

pembangunan yang berorientasi pada produksi. Untuk model pembangunan yang

berorientasi pada produksi ini, termasuk didalamnya model-model pembangunan

ekonomi yang memposisikan pemenuhan kebutuhan sistem produksi lebih utama

daripada kebutuhan rakyat.

Secara sederhana, Korten (1993) menyatakan bahwa pembangunan yang berpusat pada

produksi lebih memusatkan perhatian pada:

1. Industri dan bukan pertanian, padahal mayoritas penduduk dunia memperoleh

mata pencaharian mereka dari pertanian;

2. Daerah perkotaan dan bukan daerah pedesaan ;

3. Pemilikan aset produktif yang terpusat, dan bukan aset produktif yang luas;

4. Investasi-investasi pembangunan lebih menguntungkan kelompok yang sedikit

dan bukannya yang banyak ;

5. Penggunaan modal yang optimal dan bukan penggunaan sumber daya manusia

yang optimal, sehingga sumber daya modal dimanfaatkan sedangkan sumber daya

manusia tidak dimanfaatkan secara optimal;

6. Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan untuk mencapai peningkatan

kekayaan fisik jangka pendek tanpa pengelolaan untuk menopang dan

memperbesar hasil-hasil sumber daya, dengan menimbulkan kehancuran

lingkungan dan penguasaan basis sumber daya alami secara cepat;

7. Efisiensi satuan-satuan produksi skala besar yang saling tergantung dan

didasarkan pada perbedaan keuntungan internasional, dengan meninggalkan

keanekaragaman dan daya adaptasi dari satuan-satuan skala kecil yang

diorganisasi guna mencapai swadaya lokal, sehingga menghasilkan perekonomian

yang tidak efisien dalam hal energi; kurang daya adaptasi dan mudah mengalami

gangguan yang serius karena kerusakan atau manipulasi politik dalam suatu

bagian sistem tersebut.

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 4

Berdasarkan hal tersebut, model pembangunan yang berpusat pada rakyat merupakan

suatu alternatif baru untuk meningkatkan hasil produksi pembangunan guna memenuhi

kebutuhan penduduk yang sangat banyak dan terus bertambah, akan tetapi peningkatan

itu harus dicapai dengan cara-cara yang sesuai dengan asas-asas dasar partisipasi dan

keadilan dan hasil-hasil itu harus dapat dilestarikan untuk kelangsungan hidup manusia

di dunia ini.

Model pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat lebih menekankan kepada

pemberdayaan, yaitu menekankan kenyataan pengalaman masyarakat dalam sejarah

penjajahan dan posisinya dalam tata ekonomi internasional. Karena itu pendekatan ini

berpendapat bahwa masyarakat harus menggugat struktur dan situasi keterbelakangan

secara simultan dalam berbagai tahapan.

Korten (1993) menyatakan konsep pembangunan berpusat pada rakyat memandang

inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumber daya pembangunan yang utama dan

memandang kesejahteraan material dan spiritual mereka sebagai tujuan yang ingin

dicapai oleh proses pembangunan.

Selanjutnya Korten mengemukakan tiga tema penting yang dianggap menentukan bagi

konsep perencanaan yang berpusat pada rakyat, yaitu:

1. Penekanan akan dukungan dan pembangunan usaha-usaha swadaya kaum miskin

guna menangani kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri;

2. Kesadaran bahwa walaupun sektor modern merupakan sumber utama bagi

pertumbuhan ekonomi yang konvensional, tetapi sektor tradisional menjadi

sumber utama bagi kehidupan sebagai besar rumah tangga miskin;

3. Kebutuhan akan kemampuan kelembagaan yang baru dalam usaha membangun

kemampuan para penerima bantuan yang miskin demi pengelolaan yang produktif

dan swadaya berdasarkan sumber-sumber daya lokal.

Manusia dan lingkungan merupakan variabel endogen yang utama, yaitu sebagai titik

tolak bagi perencanaan pembangunan, sehingga perspektif dasar dan metode analisis

dalam pendekatan pembangunan ini yaitu Ekologi Manusia yaitu kajian mengenai

interaksi antara sistem manusia dan ekosistem. Pendekatan ini juga mempersoalkan

dua asumsi yang terkandung dalam model-model pembangunan ekonomi; pertama,

bahwa pembangunan dengan sendirinya membantu setiap orang, dan kedua, bahwa

masyarakat ingin diintegrasikan dalam arus utama suatu pembangunan model barat,

dimana mereka tidak punya pilihan untuk merumuskan jenis masyarakat yang mereka

inginkan.

Dengan menggunakan waktu sebagai ukuran dasar perubahan, dalam pendekatan

pembangunan yang berpusat pada rakyat dibedakan antara strategi jangka panjang

dengan strategi jangka pendek. Strategi jangka panjang diperlukan untuk

menghancurkan struktur ketimpangan sosial, kelas dan bangsa. Prasyarat dasar bagi

proses ini termasuk pembebasan nasional dari dominasi kolonialisme dan

neokolonialisme, pergeseran dari strategi pertanian yang berorientasi ekspor, dan

kontrol yang lebih besar terhadap aktivitas-aktivitas perusahaan-perusahaan

multinasional. Strategi jangka pendek didefinisikan sebagai kebutuhan untuk

menemukan cara-cara menghadapi krisis-krisis yang sedang berlangsung, dengan

membantu masyarakat dalam produksi pangan melalui peningkatan diversifikasi

pertanian, sebagaimana juga kesempatan kerja di sektor formal dan informal.

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 5

Tabel 2. Perbandingan paradigma pembangunan yang berorientasi pada produksi

dengan yang berpusat pada rakyat

Dimensi-dimensi Pembangunan berpusatkan

pada produksi

Pembangunan berpusatkan pada rakyat

Logika Ekonomi-Produksi :

eksploitasi dan manipulasi

sumber daya alam

Ekologi Manusia :

Pemanfaatan sumber daya informasi dan

prakarsa kreatif

Tujuan Maksimalisasi arus barang dan

jasa

Peningkatan potensi manusiawi (individu

sebagai aktor). Pencapaian tujuan dengan

mempertimbangkan prakarsa dan perbedaan

lokal

Sistem ekonomi Konvensional :

- skala besar

- spesialisasi

- investasi

- keunggulan komparatif

- interdependensi global

Swadaya :

- logika tempat

- rakyat

- sumber daya

(sistem ekologi manusia)

Birokrasi Birokrasi besar :

masyarakat diorganisasikan

dalam satuan produksi yang

efisien dengan pengawasan

terpusat

Sistem swa-organisasi yang ada di sekitar

satuan-satuan organisasi manusia dan berskala

komunitas

Kriteria Efisiensi

Maksimalisasi laju kenaikan

produktivitas sistem

Nilai Produk

Partisipasi

Mutu kehidupan kerja

Teknik Sosial

- Bentuk organisasi sistem

komando

- Metode analisis keputusan

“bebas nilai” dan positivistic

- Pengetahuan dikembangkan

berdasarkan perspektif

fungsional

- Sistem produksi didefinisikan

secara fungsional

- Perangkat analisis tidak

mempertimbangkan manusia

dan lingkungan

- Bentuk organisasi swadaya

- Peran individu dalam proses pembuatan

keputusan, dengan “nilai manusiawi” sebagai

ukuran

- Pengetahuan dikembangkan berdasarkan

perspektif teritorial

- Plihan-pilihan produksi dan prestasi

didasarkan pada kerangka ekologi, yaitu

melibatkan manusia dan menempatkan

manusia sebagai proses analisis

Proses pembuatan

keputusan

- Sentralisasi

- Didominasi para ahli

- Tidak konsultatif

- Kendali pejabat yang tidak

menanggung akibat keputusan

- Memberi rakyat kapasitas hak memasukkan

nilai-nilai kebutuhan lokal dalam proses

pembuatan keputusan

- Kendali pada rakyat yang hidupnya

dipengaruhi oleh keputusan itu

Teknologi

organisasi

- Diarahkan pada kebutuhan

sistem komando

- Menekankan aturan main

hukum

- Wewenang pengawasan pada

struktur formal

- Sistem belajar swa-organisasi

- Struktur formal itu dilengkapi dengan

berbagai teknologi organisasi yang kurang

formal dan cepat adaptasi diri

- Jaringan informasi yang dibangun di

sekeliling arus manusia, nilai dan informasi

sebagai tanggapan terhadap kepentingan dan

kebutuhan khusus sesuai dengan keadaan

- Kelompok-kelompok sosial yang lebih

permanen, seperti keluarga, RT, organisasi

sukarela, dsb.

Sumber: Korten, 1987. Community Management. West Hartford: Kumarian.

Pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat berupaya membangkitkan

kesadaran masyarakat untuk menggugat subordinasi mereka melalui

organisasi-organisasi lokal secara bottom-up. Organisasi yang dianggap paling efektif

adalah organisasi yang bermula dengan kebutuhan praktis masyarakat yang konkrit

yang berkaitan dengan persoalan kesehatan, ketenagakerjaan dan penyediaan

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 6

pelayanan dasar, tetapi yang dapat memanfaatkan isu-isu tersebut sebagai sarana untuk

mencapai kebutuhan strategis masyarakat dalam suatu konteks sosial politik tertentu.

Dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat mengidentifikasikan kebutuhan

praktis dan strategis melalui pemberdayaan atau penguatan diri masyarakat. Oleh

karena itu penting melakukan kategorisasi kebutuhan praktis dan strategis masyarakat

untuk menghindari waktu sebagai determinan perubahan, karena perubahan jangka

pendek belum menjamin transformasi jangka panjang, dan pemenuhan kebutuhan

praktis masyarakat tidak secara otomatis berarti terpenuhinya kebutuhan strategis

masyarakat.

Kebutuhan praktis yang dimaksud yaitu berbagai kebutuhan dasar manusia.

Sementara itu, kebutuhan strategis mencakup kemampuan dasar untuk mengakses

fasilitas pelayanan sosial dan pemenuhan hak-hak individu, kelompok dan masyarakat

dalam mencapai kualitas hidup dan kesejahteraan sosial. Usaha untuk memenuhi

kebutuhan strategis tersebut adalah arena pekerjaan sosial yang selama ini diyakini

sebagai suatu profesi yang memiliki kemampuan dalam pemberdayaan masyarakat.

Zaman baru yang dibayangkan melalui pendekatan pembangunan yang berpusat pada

rakyat mensyaratkan pula transformasi struktur-struktur yang mensubordinasi dalam

ekologi manusia, yang telah demikian menindas masyarakat.

Perubahan hukum, aturan kemasyarakatan, sistem hak milik dan kontrol atas

masyarakat, aturan perburuhan, institusi sosial dan legal yang melindungi kontrol

sosial masyarakat merupakan hal yang sangat penting jika masyarakat ingin

memperoleh keadilan dalam suatu tatanan sosial politik tertentu.

Dalam cara mencapai kebutuhan-kebutuhan itulah, pendekatan pembangunan yang

berpusat pada rakyat melalui strategi pemberdayaan secara mendasar sangat berbeda

dengan pendekatan-pendekatan pembangunan yang lain. Pendekatan ini berupaya

untuk mencapai kebutuhan strategis masyarakat secara tidak langsung melalui

kebutuhan praktis masyarakat, dengan menghindari konfrontasi secara langsung

dengan membangun kebutuhan praktis masyarakat sebagai basis untuk membangun

landasan yang kuat, sebagai sarana untuk mencapai kebutuhan strategis.

Pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat,

tetapi juga harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, terpeliharanya

tatanan nilai budaya setempat. Pemberdayaan sebagai konsep sosial budaya yang

implementatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, tidak saja

menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomis, tetapi juga nilai tambah

sosial dan nilai tambah budaya.

Kajian strategis pemberdayaan masyarakat, baik ekonomi, sosial, budaya dan politik

menjadi penting sebagai input untuk reformulasi pembangunan yang berpusat pada

rakyat, yang memberikan peluang bagi masyarakat untuk membangun secara

partisipatif. Dalam pembangunan partisipatif, pemberdayaan merupakan salah satu

strategi yang dianggap tepat jika faktor-faktor determinan dikondisikan sedemikian

rupa agar esensi pemberdayaan tidak menjadi terdistorsi.

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 7

Prinsip pembangunan yang partisipatif menegaskan bahwa rakyat harus menjadi

pelaku utama dalam pembangunan. Hal ini membutuhkan kajian strategis tentang

restrukturisasi sistem sosial pada tingkat mikro, mezzo dan makro; sehingga

masyarakat lokal dapat mengembangkan potensi tanpa adanya hambatan eksternal

pada struktur mezzo dan makro. Struktur mezzo yang dimaksud dapat berupa struktur

pemerintah regional setingkat Kabupaten/Kota dan Propinsi; sedangkan struktur makro

dapat berupa struktur pemerintah pusat atau nasional. Pola kebijakan yang selama ini

dilaksanakan lebih kuat datang dari atas ke bawah daripada dari bawah ke atas.

Kondisi tersebut mencerminkan perlu adanya pergeseran peran pemerintah, dari peran

sebagai penyelenggara pelayanan sosial menjadi fasilitator, mediator, pemungkin,

koordinator, pendidik, mobilisator, sistem pendukung dan peran-peran lain yang lebih

mengarah pada pelayanan tidak langsung. Adapun peran organisasi lokal, organisasi

sosial, LSM dan kelompok masyarakat lain lebih dipacu sebagai agen pelaksana

perubahan dan pelaksana pelayanan sosial kepada kelompok rentan atau masyarakat

pada umumnya. Dalam posisi sedemikian, maka permasalahan sosial ditangani oleh

masyarakat atas fasilitasi dari pemerintah.

Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan

(Environmental Development)

Lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan mulai dikenal di kalangan

pemerintah di dunia ini pada tahun 1972, dan sejak itu mulai dirintis berbagai langkah

mengembangkan pola pembangunan yang tidak merusak lingkungan (Emil, 1990).

Konferensi PBB untuk lingkungan hidup Juni 1972 di Stockholm, Swedia, merupakan

titik awal berkembangnya paradigma pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Indonesia baru secara eksplisit memuatkan pertimbangan lingkungan dalam

pembangunan sejak Repelita II (1979-1983). Dan sejak itu diusahakan berbagai alat

kebijakan pembangunan yang mengendalikan dampak negatif dan meningkatkan

dampak positif pembangunan terhadap lingkungan.

Dalam buku “Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia 1992: 20 tahun Setelah

Stockholm”, yang disunting oleh Surna dan Harry (1992: 7-9) diuraikan tentang

perkembangan paradigma pembangunan yang berwawasan lingkungan (environmental

development). Konferensi Stockholm dengan slogannya Hanya Satu Bumi, ingin

mencoba membangkitkan perhatian negara-negara di dunia akan permasalahan

lingkungan serta mencoba mengidentifikasi aspek-aspek yang sebaiknya dipecahkan

melalui kerjasama dan perjanjian internasional. Dari 109 rekomendasi yang dihasilkan

konferensi Stockholm, kesemuanya itu dapat dikelompokkan dalam lima bidang

utama: permukiman, pengelolaan sumber daya alam, pencemaran, pendidikan dan

pembangunan. Deklarasi Stockholm yang telah disepakati PBB mencatat perlunya

komitmen, pandangan dan prinsip bersama bangsa-bangsa di dunia untuk melindungi

serta meningkatkan kualitas lingkungan hidup manusia. Salah satu kunci keberhasilan

Konferensi adalah terbentuknya Program Lingkungan Hidup PBB (UNEP) pada tahun

1972, suatu badan PBB yang mengkoordinasikan kegiatan lingkungan internasional.

Konsep lingkungan manusia yang diperkenalkan UNEP adalah konsep yang teramat

penting. Berbeda dengan karakteristik lingkungan alam, konsep lingkungan ini lebih

sesuai dengan bagi negara berkembang. Konsep ini menekankan perlunya

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 8

langkah-langkah untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, menghapuskan

kemiskinan dan menghilangkan kelaparan yang diderita sebagian besar umat manusia

di negara berkembang. Slogan Hanya Satu Bumi juga menekan pentingnya

keterkaitan antara makhluk di muka bumi.

Pada konferensi Stockholm ini pulalah mulai diupayakan melibatkan pemerintah di

seluruh dunia dalam proses penilaian dan perencanaan lingkungan, mempersatukan

pendapat dan kepedulian negara maju dan berkembang bagi penyelamatan planet

bumi, mengggalakkan partisipasi masyarakat serta mengembangkan prioritas dan

prinsip-prinsip lingkungan. Selain itu, dipromosikan juga perjanjian dan konferensi

internasional yang selanjutnya perlu diadakan, untuk mengatasi permasalahan

lingkungan yang pertama kali diangkat di Stockholm.

Berkaitan dengan semua masalah itu, tidaklah mengherankan jika konferensi ini

mengkaji kembali pola pembangunan konvensional yang merusak bumi, yang erat

kaitannya dengan masalah kemiskinan, tingkat pertumbuhan ekonomi, tekanan

demografi di negara berkembang, pola konsumsi yang berlebihan di negara maju, serta

timpangnya tatanan ekonomi internasional.

Sepuluh tahun setelah Stockholm, 105 negara menghadiri konferensi di Nairobi,

Kenya. Konferensi ini merupakan perwujudan dari semakin meningkatnya kesadaran

lingkungan global dan semakin diakui pentingnya pembangunan ekonomi. Beberapa

isu yang menjadi pusat perhatian pada konferensi tersebut dan sekarang masih tetap

relevan adalah: (1) masalah atmosfer, seperti menurunnya kualitas udara di

permukiman kota; (2) pencemaran lautan oleh minyak bumi dan substansi lainnya; (3)

pencemaran air permukaan dan air tanah; dan (4) degradasi biota daratan dan tata

lingkungan biologis.

Perlunya pengelolaan lingkungan dan analisis dampak lingkungan serta pembangunan

sosial-ekonomi berkelanjutan yang berwawasan lingkungan juga merupakan pokok

bahasan penting pada Deklarasi Nairobi.

Sebagai peringatan ulang tahun ke-duapuluh Konferensi Stockholm yang jatuh pada

tahun 1992, telah berlangsung Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de

Janeiro, Brasil. Konferensi ini secara formal disebut Konferensi Lingkungan Hidup

dan Pembangunan PBB (UNCED) atau lebih dikenal sebagai KTT Bumi ini, digagas

petama kalinya oleh Komisi Brundtland pada tahun 1987.

Maurice Strong, Sekretaris Jenderal Konferensi Stockholm dan sekarang Ketua KTT

Bumi membedakan antara Konferensi Stockholm tahun 1972 dan KTT Bumi ini.

Tujuan mendasar Konferensi Stockholm tahun 1972 adalah untuk memasukkan isu

lingkungan dalam agenda internasional. Sedangkan tujuan utama Konferensi Rio tahun

1992 lebih ditekankan pada pengintegrasian lingkungan ke dalam agenda

pembangunan, disamping perlunya aspek lingkungan menjadi pertimbangan utama

dalam pengambilan keputusan pembangunan ekonomi.

UNCED bermaksud untuk mengidentifikasi tantangan dan strategi sampai akhir abad

ini dan sesudahnya. Secara komprehensif juga terkait dengan isu pembangunan, yaitu

laju pertumbuhan penduduk bumi yang meningkat dengan cepat. Pada tahun 1972

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 9

penduduk bumi baru 4 milyar jiwa, sekarang lebih dari 5 milyar jiwa dan diperkirakan

melampaui 6 milyar jiwa pada tahun 2000 dan 10 milyar jiwa di tahun 2050.

UNCED, yang diikuti 180 negara, membahas kebutuhan manusia akan lingkungan

hidup yang serasi, lestari, sehat dan produktif. Ini menyangkut isu mengenai perubahan

iklim, penipisan lapisan ozon dan pencemaran udara. Selain itu dibahas pula

perlindungan terhadap tanah yang berkaitan dengan penggundulan hutan, penggurunan

dan hilangnya lapisan tanah yang subur, pelestarian keanekaragaman hayati,

pengendalian pencemaran air, perlindungan terhadap pesisir dan lautan, bioteknologi,

pencegahan lintas batas ilegal dari limbah berbahaya dan beracun, peningkatan kualitas

hidup dan kesehatan manusia. Berbagai hasil yang diharapkan adalah disepakatinya

Konvensi Perubahan Iklim dan Keanekaragaman Hayati.

Hasil penting lainnya adalah Deklarasi Rio atau Piagam Bumi, yang memuat sejumlah

prinsip mengenai hak dan tanggungjawab negara terhadap lingkungan. Semuanya ini

menjadi relevan dengan isi Agenda 21, suatu dokumen cetak biru yang memuat rincian

rencana tindakan yang perlu diikuti pemerintah, organisasi internasional dan berbagai

pihak lain. Secara ringkas, Agenda 21 ditujukan untuk melindungi lingkungan serta

merekonsiliasikan pembangunan dan lingkungannya, mulai sekarang sampai abad

ke-21 mendatang.

Hal utama yang diperlukan dalam pembangunan berwawasan lingkungan adalah

penggunaan sumber daya berkesinambungan, serta bagaimana meningkatkan kualitas

lingkungan hidup bagi seluruh masyarakat. Pembangunan dapat menghasilkan

dampak negatif selain dampak positif. Berbagai fakta dan pengalaman menunjukkan

bahwa dampak negatif pembangunan menyebabkan tujuan pembangunan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi terlambat atau tidak tercapai. Dalam

penyusunan kebijaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan, pertimbangan

lingkungan menjadi sub sistem yang dimasukkan dalam pembangunan ekonomi dan

pengembangan sumber daya manusia. Asumsinya, jika pembangunan tidak

memperhatikan kualitas lingkungan hidup, maka depresiasi sumber daya alam akan

semakin nyata. Oleh karena itu keseimbangan antara lingkungan hidup sosial,

lingkungan hidup binaan dan lingkungan hidup alami perlu diketahui dan

diperhitungkan secara empiris dan objektif dalam pembangunan yang berwawasan

lingkungan (Surna, 1992).

Untuk kondisi di Indonesia, Emil (1990: 2) menyatakan bahwa segi-segi lingkungan

umumnya belum masuk alur tengah pemikiran ekonomi. Segi-segi lingkungan

diperlakukan sebagai faktor ekstern, yang proses internalisasinya belum berjalan

secara otomatis dalam proses ekonomi. Karena itu maka proses pembangunan yang

sarat pertimbangan ekonomi akan terasa timpang dan memerlukan pemikiran-ulang

untuk bisa mencegah dampak negatifnya kepada lingkungan. Salah satu cara agar

aspek lingkungan terintegrasi dalam pembangunan ekonomi, yaitu melalui perhitungan

ekonomi sumber daya alam atau natural resources acounting.

Perencanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan memperhatikan faktor-faktor

seperti perubahan demografi, kebutuhan penduduk, keterbatasan sumber daya,

pertumbuhan ekonomi dan pengelolaan lingkungan hidup serta keterkaitan dan

interaksinya satu sama lain. Hal ini memungkinkan untuk dapat merumuskan berbagai

kebijaksanaan seperti:

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 10

1. Pengelolaan sumber daya alam;

2. Analisis dampak lingkungan;

3. Penanggulangan pencemaran air, udara dan tanah;

4. Pengembangan keanekaragaman hayati;

5. Pengendalian kerusakan lingkungan;

6. Pengembangan kebijakan ekonomi lingkungan;

7. Pengembangan peran serta masyarakat, kelembagaan dan ketenagaan dalam

pengelolaan lingkungan hidup;

8. Pengembangan hukum lingkungan. (Surna, 1992)

Pertambahan penduduk yang besar akan menimbulkan berbagai permasalahan,

diantaranya masalah antar manusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya manusia harus mengelola dan mengawasi

lingkungannya sebaik mungkin, sehingga pembangunan berwawasan lingkungan dapat

menunjang kehidupan dan pertumbuhannya. Selanjutnya faktor kualitas penduduk

akan mempengaruhi faktor lingkungan, dan sebaliknya faktor lingkungan akan

mempengaruhi faktor kualitas penduduk atau istilah lain interlocking.

Dalam tulisan Riga Adiwoso (1990) tentang “Analisis Dampak Sosial:

Memperkirakan dan Mencegah Dampak Pembangunan terhadap Lingkungan Sosial”,

dijelaskan bahwa pada tahun 1970-an berkembanglah Social Impact Assessment

(SIA) di Amerika yang merupakan hasil perhatian ilmuwan dan praktisi untuk

memahami dampak sosial dan lingkungan dari pembangunan industri dan eksplorasi

sumber daya alam. Perhatian ini berkembang karena adanya ketergantungan yang

berlebihan pada kriteria-kriteria ekonomi dalam mengukur konsep yang dikenal

sebagai “kualitas manusia”. Hasil nyata dari reaksi terhadap “economic philitinism”

adalah gerakan indikator sosial dan gerakan ekologi. Kedua gerakan ini berangkat dari

asumsi bahwa perspektif ekonomi yang berlebihan terhadap perubahan teknologi,

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi mengesampingkan faktor sosial dan

lingkungan yang penting dan juga kurang memperhatikan dampak terhadap

manusianya.

Perubahan yang pesat dalam pembangunan industri menimbulkan berkembangnya

masyarakat yang semakin kompleks. Perubahan sosial dirasakan di semua kegiatan

kehidupan, baik sebagai dampak positif maupun negatif. Dampak dari orientasi

pembangunan pada pertumbuhan ekonomi dengan mengembangkan industri sebagai

basis pertumbuhan ekonomi, semakin dirasakan dampak negatif terhadap lingkungan

dan ketersediaan sumber daya alam. Hal ini seiring dengan dampak negatif terhadap

pergeseran dan perubahan nilai-nilai dalam masyarakat, sehingga diperlukan usaha

untuk “pencarian kembali nilai” dan menekankan usaha mencari “keadilan sosial”

dan “kualitas hidup” serta “pemerataan”. Kesemua ini mendorong perencanaan

pembangunan untuk tidak memisahkan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan dalam

proses kebijakan dan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan. Misalnya, di

Amerika, desakan dari gerakan ekologi menghasilkan “National Environmental

Policy Act (NEPA)” tahun 1969 yang menekankan pada analisis dampak

pembangunan terhadap lingkungan biogeofisik.

Dalam memberikan perspektif yang komprehensif, analisis lingkungan biogeofisik dari

pembangunan, mencoba memperluas batasannya dengan memasukkan aspek sosio

ekonomi ke dalamnya, namun terjadi kepincangan karena ilmuwan biogeofisik yang

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 11

tertarik pada aspek sosial kurang berhasil dalam mengembangkan pengetahuan

ilmu-ilmu sosial ke dalam proses analisis dampak lingkungan (EIA). Hal ini telah

mendorong ilmuwan untuk mengembangkan “Social Impact Assessment” yang

menekankan pemisahan aspek sosial, demografi maupun ekonomi dari aspek

biogeofisik agar dapat memberikan perhatian yang sepadan. Dalam konteks ini maka

paradigma Pembangunan Berpusat pada Rakyat relevan untuk dijadikan landasan

analisis dampak lingkungan sosial (Social Impact Assessment).

Walaupun EIA dan SIA lahir atas dasar reaksi terhadap keadaan yang sama dan

seringkali menilai obyek yang sama namun dalam perkembangannya makin terlihat

sebagai kegiatan yang berbeda. Perbedaan nyata ialah dalam permasalahan yang

dihadapi, ragam disiplin yang melakukan, dan perangkat yang digunakan. Misalnya,

dalam membangun jalan raya dapat dilakukan studi dampak yang menilai apakah

pembangunan akan menyebabkan kebisingan ataupun polusi (dampak biogeofisik).

Dinilai juga apakah akan menyebabkan stress psikologis serta relokasi (dampak sosial)

dan apakah akan meningkatkan/ menurunkan harga tanah (dampak ekonomi).

Permasalahan utama yang hingga kini dibahas di dunia international dan belum didapat

pemecahannya yang mantap, ialah bagaimana mengintegrasikan data mengenai

dampak sosial, ekonomi dan biogeofisik dalam proses pengambilan keputusan. Di

pihak lain, subyek penelitian biogeofisik dan sosial berbeda, perangkat analisis

dampak sosial tidak dapat dilaksanakan dengan perangkat yang berlaku bagi analisis

dampak lingkungan biogeofisik. Juga, analisis dampak sosial tidak perlu selalu dilihat

sebagai subset dari kegiatan analisis dampak lingkungan, tetapi sebagai analisis bagi

kegiatan pembangunan secara umum (Riga, 1990: 3).

Tujuan utama dari Analisis Dampak Lingkungan Sosial ialah menyajikan informasi

mengenai dampak sosial pembangunan sehingga memudahkan pengambilan

keputusan. Informasi yang diberikan untuk menangani berbagai konsekuensi suatu

kegiatan pembangunan, tetapi juga berbagai alternatif yang dapat diambil dalam

pelaksanaan program ataupun proyek agar dapat dampak negatifnya dikurangi. Andal

Sosial dapat berarti juga sebagai studi dampak dan konsekuensi sosial dari kegiatan

perubahan yang direncanakan, baik perubahan biogeofisik, sosial ataupun ekonomi.

Dampak lingkungan sosial dan dampak lingkungan biogeofisik dapat dilihat sebagai

dampak langsung dari kegiatan pembangunan, dan antara dampak lingkungan

biogeofisik dengan dampak lingkugan sosial saling berkaitan (berkorelasi).

Gambar 2. Hubungan kegiatan pembangunan yang direncanakan dengan dampak lingkungan

biogeofisik dan sosial

Sumber: Modifikasi dari Krawetz dan Adiwoso (1986) dalam Riga (1990: 6)

Semua kegiatan

pembangunan yang

direncanakan (kebijakan,

program ataupun proyek)

Dampak Lingkungan

Biogeofisik

Dampak Lingkungan

Sosial

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 12

Permasalahan lain yang dihadapi dalam menentukan ruang lingkup analisis dampak

lingkungan sosial, ialah bagaimana hubungan antara berbagai aspek yang terkait dalam

kegiatan pembangunan, baik dalam tingkat konseptual maupun operasional. Riga

(1990: 10) telah mengidentifikasi suatu kerangka pemikiran yang melihat hubungan

antara aspek-aspek yang terkait dalam pembangunan, yang berasal dari gerakan

indikator sosial dan berdasarkan konsep kualitas hidup (quality of life) dan

kemaslahatan sosial (well being). Ada 6 aspek utama dalam Andal Sosial, yaitu:

(1) Aspek Sosio Budaya;

(2) Aspek Demografi;

(3) Aspek Ekonomi;

(4) Aspek Lingkungan Binaan;

(5) Aspek Lingkungan Alam;

(6) Aspek Proyek.

Hubungan antar aspek tersebut digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3. Hubungan antar komponen dalam Andal Sosial

Dari 6 aspek/ komponen yang berkaitan, dalam Andal sosial, komponen intinya adalah

3 komponen, yaitu sosio budaya, demografi, dan ekonomi. Untuk dampak sosial dilihat

hubungan intra-komponen inti dan hubungan inter komponen inti dengan komponen

proyek, lingkungan alam dan lingkungan binaan, Dengan demikian, suatu Andal Sosial

baru dianggap lengkap, bila dapat menyajikan informasi mengenai dampak yang

diperkirakan yang menyangkut komponen inti tersebut. Informasi mengenai

subkomponen tidak hanya yang bersifat statistik. Analisis kualitatif diperlukan dengan

mengidentifikasi: pertama, kesempatan dan masalah sosial yang mungkin terjadi

sebagai akibat suatu kegiatan pembangunan, kebijakan, program ataupun proyek, dan

kedua, infomasi tentang masyarakat mana yang akan terkena dampak.

Komponen Sosio Budaya

Komponen

Ekonomi

Komponen

Proyek

Komponen

Demografi

Komponen

Lingkungan Alam

Komponen

Lingkungan Binaan

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 13

Riga (1990) mengidentifikasi subkomponen yang dianggap perlu dipertimbangkan

dalam Andal Sosial dengan mengacu kepada faktor-faktor yang diusulkan pada temu

kaji Andal Sosial di Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (sekarang

Kantor Menteri Lingkungan Hidup) tahun 1986, sebagai berikut:

1. Komponen Sosio-Budaya

a. Organisasi budaya dan cara hidup sehari-hari yang menyangkut jenis pranata

yang ada dalam suatu komunitas, adat-istiadat, norma dan tata-cara, dan

pengelompokkan masyarakat. Dilihat juga pola interaksi antar-subkomponen.

b. Nilai, sikap dan persepsi: baik antar-kelompok maupun mengenai kegiatan

yang direncanakan.

c. Distribusi kekuasan dan kehidupan politik: pembagian kekuasaan yang berlaku

dalam masyarakat tertentu serta pergeseran kekuasaan dalam masyarakat.

d. Struktur stratifikasi: berbagai stratifikasi menurut berbagai pranata yang ada,

misalnya struktur stratifikasi sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dan agama

dalam suatu masyarakat.

e. Peranan dalam masyarakat, yang menyangkut juga masalah kesempatan

peranan dan tingkat spesialisasi yang ada dan diperlukan.

f. Integrasi atau keserasian: melihat proses sosial yang dapat memelihara,

mencegah atau merusak keserasian.

g. Hubungan dengan daerah, atau lokasi lainnya: keterkaitan yang ada antara

masyarakat, dimana kegiatan pembangunan akan diadakan, dengan masyarakat

di luar lokasi tersebut, baik hubungan yang bersifat sosial, politik maupun

ekonomi.

h. Pranata dan fungsinya dalam masyarakat yang erat hubungannya dengan

subkomponen organisasi budaya dan cara hidup sehari-hari. Dilihat jenis dan

jaringan hubungan dalam setiap pranata.

i. Pengalaman dengan perubahan sosial: tingkat kesanggupan masyarakat

menangani perubahan yang datang dari luar serta cara-cara penanganan

perubahan.

j. Masalah Sosial: jenis-jenis masalah sosial yang ada serta penanganannya di

masyarakat.

k. Kesehatan lingkungan yang dipengaruhi oleh ciri kependudukan, cara hidup,

penggunaan sumber daya, keadaan biofisik serta risiko suatu proyek.

l. Penggunaan sumber daya (produksi-distribusi-pola konsumsi). Teknologi yang

digunakan dalam suatu kegiatan pembangunan dapat merubah pola konsumsi

setempat yang selanjutnya merubah cara hidup sehari-hari maupun penggunan

lahan/tanah.

m. Lingkungan binaan: perubahan pada lingkungan binaan akan membawa

dampak perubahan persepsi, orientasi, rasa kenyamanan, dan interaksi sosial.

n. Demografi: peningkatan mobilitas penduduk yang dapat memberi dampak

perubahan terhadap struktur dan stratifikasi sosial dalam masyarakat dan

terutama terhadap hubungan antara pendatang dan penduduk asli.

2. Komponen Kependudukan

a. Jumlah Penduduk, dengan asumsi semakin besar jumlah penduduk dan semakin

banyak diferensiasi kerja yang ada di suatu lokasi kegiatan pembangunan,

semakin kecil intensitas dampak sosial yang diperkirakan, karena proyek dapat

menggunakan tenaga kerja setempat.

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 14

b. Kepadatan penduduk dan komposisi penduduk di lokasi, untuk memperkirakan

besaran dampak, stress ataupun konflik, dari kegiatan pembangunan yang

direncanakan.

c. Jarak lokasi dari pusat daerah atau kota metropolitan, dengan asumsi bahwa

kota besar lebih mudah dapat menyerap dampak sosial suatu kegiatan.

d. Keanekaragaman penduduk di lokasi, dengan asumsi bahwa semakin beraneka

ragam penduduk di suatu lokasi, semakin menjadi kurang menyolok kehadiran

pendatang, karenanya perbedaan pendatang dan penduduk asli berkurang.

Dengan kata lain, diasumsikan bahwa semakin beranekaragam semakin tinggi

toleransi pada perubahan.

e. Pola perubahan penduduk, untuk memperkirakan tenaga kerja yang tersedia

bagi kegiatan pembangunan yang direncanakan.

3. Komponen Ekonomi

a. Perubahan Pendapatan, yang akan menyebabkan perubahan daya beli penduduk

sehingga merubah cara hidup sehari-hari.

b. Daya serap dan komposisi tenaga kerja diberbagai sektor ekonomi, yang

mempengaruhi struktur stratifikasi serta kehidupan masyarakat setempat.

c. Perpajakan, yang menentukan gaya hidup sehari-hari dari masyarakat dan

perubahan karena kegiatan pembangunan pada sistem atau pelaksanaan

perpajakan akan membawa dampak sosial

d. Pola kegiatan di setiap sektor ekonomi, yang berkaitan erat dengan kehidupan

masyarakat, dan mempengaruhi keadaan sosial dari masyarakat tersebut.

Berdasarkan komponen-komponen tersebut, maka Andal Sosial bersifat kompleks,

sehingga memerlukan integrasi analisis dari beraneka ragam disiplin, analisis perlu

dilakukan oleh tim bukan perorangan, dengan sifat analisis “interdisipliner”,

“multidisipliner”, atau “cross disipliner”.

Tahapan studi Andal Sosial serupa namun tidak perlu sama dengan tahapan yang

ditemui dalam analisis dampak lingkungan biogeofisik. Umumnya ada 4 tahapan

utama yang dilakukan:

a. Penyajian informasi lingkungan sosial (PIL), memberikan informasi mengenai

keadaan lingkungan sosial sebelum kegiatan yang direncanakan dilakukan,

kecenderungan dan masalah yang ada di dalam masyarakat tersebut.

b. Proyeksi mengenai perubahan yang mungkin terjadi dengan memperhatikan

distribusi dari perubahan yang diperkirakan dalam masyrakat.

c. Penilaian (assessment), melakukan penilaian mengenai besaran dan pentingnya

dampak yang diperkirakan.

d. Evaluasi, melakukan penilaian mengenai kemungkinan diterima dan diabsorpsinya

dampak perubahan oleh masyarakat setempat.

Kualitas Lingkungan Hidup Sosial

Pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, dan pemberantasan kemiskinan

merupakan masalah pokok yang dihadapi setiap usaha pembangunan yang bertujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di

suatu wilayah pembangunan selayaknya diikuti dengan meningkatnya kualitas

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 15

lingkungan hidup sosial dan berkurangnya penduduk yang hidup di bawah garis

kemiskinan, serta dapat teratasinya depresiasi sumber daya alam dan kerusakan

lingkungan yang ditimbulkan dari proses pembangunan. Karena itu keseimbangan

antara pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan pembangunan yang

berwawasan lingkungan perlu diketahui dan diperhitungkan secara empiris dan

objektif. Kerangka pikir analisis dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Model Struktur Analisis Sumber : Harry Hikmat (1995) Model Analisis NKLD Jabar

Perlunya menganalisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan kualitas

lingkungan hidup sosial pada nasional maupun tingkat regional (analisis spasial),

didasarkan atas pertanyaan yang mendasar: “Apakah pembangunan yang berorientasi

pada pertumbuhan ekonomi, cenderung memperbaiki, memperburuk atau tidak

memberi pengaruh yang berarti atas kualitas sumber daya manusia, masalah

kemiskinan, dampak lingkungan sosial dan kualitas hidup sosial?”.

Pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, dan pemberantasan kemiskinan

merupakan masalah pokok yang dihadapi setiap usaha pembangunan yang bertujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di

suatu wilayah pembangunan selayaknya diikuti dengan meningkatnya kualitas hidup

dan berkurangnya penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Karena itu

keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial perlu diketahui

dan diperhitungkan secara empiris dan objektif.

Gore (1984) mengemukakan bahwa ada tiga masalah kebijakan yang umum terjadi di

negara-negara berkembang, yaitu: (1) ketimpangan regional dalam pembangunan; (2)

pesatnya perkembangan ibukota negara; dan (3) kesenjangan kota dan desa. Karena

itu, tujuan pembangunan regional, diarahkan untuk mengatasi kesenjangan antar

regional dan antar desa dan kota, serta menahan pertumbuhan ibukota negara. Untuk

itu, berbagai indikator dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan regional dan

PERTUMBUHAN

PENDUDUK DAN

DAYA DUKUNG

LINGKUNGAN

AKTIVITAS

EKONOMI DAN

PEMERATAAN

PEMBANGUNAN

KUALITAS

SUMBER DAYA

MANUSIA

DAMPAK

LINGKUNGAN

SOSIAL

KEMISKINAN

DAN MASALAH

SOSIAL

KUALITAS

LINGKUNGAN

HIDUP SOSIAL

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 16

kesenjangan desa-kota, seperti: pendapatan per kapita, kesempatan kerja, fasilitas

sosial atau infrastruktur. Asumsi yang digunakan yaitu pola spasial adalah fakta sosial

dan masalah ekonomi. Dengan demikian hubungan antara ketimpangan pertumbuhan

ekonomi dan kualitas lingkungan hidup sosial dalam konteks spasial di suatu wilayah,

berkaitan dengan pandangan tentang adanya hubungan antara permasalahan ekonomi

dengan fakta sosial yang dicerminkan melalui pola-pola spasial.

Dalam konteks pembangunan, indikator kemajuan pembangunan yang umum

digunakan yaitu indikator-indikator ekonomi, seperti: Laju Pertumbuhan Ekonomi

(LPE), GNP/ PNB per kapita, inflasi, dan sebagainya. Penyempurnaan penggunaan

indikator ekonomi, seperti GNP/ PNB per kapita sebagai ukuran pembangunan, yaitu

ditambahkan dengan indikator yang menggambarkan pemerataan pembagian

pendapatan dan tingkat ketimpangan sebaran pendapatan. Jika didasarkan atas

indikator-indikator ekonomi, dapat diketahui seberapa jauh pertumbuhan ekonomi

yang pesat di suatu wilayah pembangunan diikuti semakin tingginya pemerataan

pembangunan yang dilihat dari pemerataan pembagian pendapatan maupun semakin

rendahnya tingkat ketimpangan sebaran pendapatan.

Dengan semakin berkembangnya indikator-indikator pembangunan sosial, yang lebih

menekankan kepada aspek kualitas hidup manusia, maka banyak kritik ditujukan

kepada indikator-indikator ekonomi tersebut diatas. Hal ini ditunjukkan dengan

banyaknya penelitian yang menunjukkan adanya inkonsistensi antara hasil

pembangunan yang dicapai menurut indikator ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi

dan pendapatan perkapita; dengan penurunan jumlah penduduk miskin atau

peningkatan kualitas hidup penduduk.

DAFTAR PUSTAKA

Birdsall, Nancy. 1993. Social Development is Economic Development, The Policy

Research Working Paper Number 1123. Washington: World Bank.

Cox, David. 1995. Social Development Personnel A Vital Mising Link In

Development Work. New York: John Wiley dan Sons Limited.

Emil Salim. 1990. Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta: Kantor Menteri

Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Emil Salim. 1993. Analisis Kebijakan Ekonomi yang Berkelanjutan. Jurnal Ekonomi

Lingkungan. Edisi Keempat. Jakarta: EMDI project.

Emil Salim. 1993. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: LP3ES.

Ghai, D., Hopkins, M. dan McGranahan. 1988. Some Reflections on Human and

Social Indicators for Development. UNRISD.

Gore, Charles. 1984. Regions in Question: Space, Development Theory and Regional

Policy. London: Methuen dan Co. Ltd.

Gunarwan Suratmo, 1991, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, UGM,

Yogyakarta.

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 17

Gustav Ranis. 1977. Trade-offs or Complements (dalam Economic Development,

Poverty, and income Distribution).

Hardiman, M dan Midgley, J. 1982. The Social Dimensions of Development: Social

Policy and Planning in the Third World. New York: John Wiley dan Sons

Limited.

Harry Hikmat. 1995. Paradigma Pembangunan dan Implikasi dalam Perencanaan

Sosial. (tidak dipublikasikan). Jakarta: Universitas Indonesia.

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1995. Pedoman Umum Penyusunan

Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Daerah (NKLD). Jakarta.

Korten, D.C. 1993. Menuju Abad ke-21: Tindakan Sukarela dan Agenda Global

Forum Pembangunan Berpusat-Rakyat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan

Pustaka Sinar Harapan.

Korten, D.C. dan Sjahrir. (ed.). 1993. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia dan Pustaka Sinar Harapan.

Korten, D.C. dan Klauss, R. (ed.) 1984. People Centered Development: Contributions

toward Theory and Planning Frameworks. Kumarian Press.

Riga A.S. 1990. Memperkirakan dan Mencegah Dampak Pembangunan terhadap

Lingkungan Sosial. Bandung: PPLH-ITB.

Soerjani, M. 1992. Ekologi Sebagai Dasar Pemahaman tentang Lingkungan Hidup.

Serasi No. 24.

Surna T.D. 1993. Pengembangan Informasi Geografis dalam Menunjang

Pembangunan Berkelanjutan. Serasi Nomor 27.

Surna. T.D. dan Harry H. A. 1992. Kualitas Lingkungan Hidup. Jakarta: Kantor

Menteri Lingkungan Hidup.

Todaro, Michael P. 1994. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi keempat.

Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

United Nations. 1972. Planning as A Tool of Development (dalam Corespondence

Course in Social Planning). Lecture 2.

Harry Hikmat (2014) Andalsos: Staf Ahli bidang Dampak Sosial Kemensos 18

Weaver, J.H., Jameson, K.P dan Blue, R.N. 1990. Growth and Equity: Can They Be

Happy Together? Analysis of seven models and their critics.