analisis bentuk dan makna kata bahasa jawa …

21
ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA SUBDIALEK BANYUMAS JAWA TENGAH PAGUYUBAN PAKUMAS DI TANJUNGPINANG ARTIKEL E-JOURNAL diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) RAHAYU SEPTIANINGSIH NIM 110388201 088 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016

Upload: others

Post on 24-Mar-2022

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA

BAHASA JAWA SUBDIALEK BANYUMAS JAWA TENGAH

PAGUYUBAN PAKUMAS DI TANJUNGPINANG

ARTIKEL E-JOURNAL

diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

RAHAYU SEPTIANINGSIH NIM 110388201 088

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2016

Page 2: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …
Page 3: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …
Page 4: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

ABSTRAK

SEPTIANINGSIH, RAHAYU. 2016. Analisis Bentuk dan Makna Kata

Bahasa Jawa Subdialek Banyumas Jawa Tengah Pada Paguyuban

Pakumas di Tanjungpinang. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Maritim

Raja Ali Haji. Pembimbing I Titik Dwi Ramthi Hakim, M.Pd.

Pembimbing II Wahyu Indrayatti, M.Pd.

Kata Kunci : Bentuk dan Makna Kata

Penelitian ini membahas tentang bentuk dan makna kata yaitu bentuk

dan makna kata bahasa Jawa subdialek Banyumas Jawa Tengah pada

Paguyuban Pakumas di Tanjungpinang. Hal tersebut dilatarbelakangi bahwa

bahasa daerah selain bahasa Melayu memiliki kesamaan dan berkontribusi

dalam terbentuknya bahasa Indonesia. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah teknik cakap semuka, teknik pencatatan, dan teknik rekam.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk kata dalam bahasa Jawa

juga sama dengan bentuk kata bahasa Indonesia. Bahasa Jawa juga memiliki

afiksasi yang sama dengan bahasa Indonesia. Dalam hal makna kata, bahasa

Jawa memiliki makna kata sama dengan bahasa Indonesia. Bahasa Jawa

subdialek Banyumas memiliki kekhasannya tersendiri dibandingkan dengan

bahasa Jawa standar (bahasa Yogyakarta dan Solo).

Berdasarkan penelitian ini dalam diambil simpulan bahwa bentuk kata

dalam bahasa Jawa juga dapat diklasifikasikan sama seperti halnya bahasa

Indonesia. Bentuk kata itu terdiri dari kata kerja (tembung kriya), kata benda

(tembung aran), kata sifat (tembung sipat), kata keterangan (tembung

katrangan), dan kata ganti (tembung ganti). Makna kata sendiri

diklasifikasikan seperti makna kata berimbuhan, makna kata pengulangan

(reduplikasi), dan makna kata majemuk (komposisi).

Page 5: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

ABSTRAK

SEPTIANINGSIH, RAHAYU. 2016. Analysis of Form and Meaning of Words

Javanese Subdialek Banyumas in Central Java In Society Pakumas in

Tanjungpinang. Education Department of Language and Literature

Indonesia. Faculty of Teacher Training and Education. University

Maritim of Raja Ali Haji. Supervisor I: Titik Dwi Ramthi Hakim, M.Pd.

Supervisor II: Wahyu Indrayatti, M.Pd.

Keywords: Form and Meaning of Words

This study discusses the shape and meaning of words and the meanings

of words that form the Java language subdialek Banyumas in Central Java at the

Society Pakumas in Tanjungpinang. It is motivated that the regional languages

besides Malay have similarities and contribute to the formation of Indonesian. The

method used in this research is descriptive qualitative. The data collection

technique used is the technique capable face to face, writing techniques, and

recording technique.

The results showed that the shape of the Javanese is also similar to the

shape of Indonesian words. Java language also has the same affixation to

Indonesian. In terms of the meaning of words, the Java language has a word

meaning the same as Indonesian. Banyumas subdialek Java language has its own

uniqueness compared to standard Java language (the language of Yogyakarta and

Solo).

Based on this research in the drawn conclusion that the form of words in

the Java language can also be classified as well as Indonesian. The word form

consists of a verb (tembung kriya), noun (tembung aran), adjectives (tembung

sipat), adverbs (tembung katrangan), and pronouns (tembung ganti). The meaning

of the word itself is classified as affixation word's meaning, the meaning of the

word repetition (reduplication), and the meaning of compound words

(composition).

Page 6: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

1. Pendahuluan

Pada dasarnya bahasa tersebut mempunyai dua aspek mendasar, yaitu aspek

bentuk dan makna. Aspek bentuk berkaitan dengan bunyi, tulisan maupun struktur

bahasa, sedangkan aspek makna berkaitan dengan leksikal, fungsional maupun

gramatikalnya. Apabila kita perhatikan dengan terperinci dan teliti bahasa itu

dalam bentuk dan maknanya menunjukkan perbedaan antarpengungkapannya,

antara penutur yang satu dengan penutur yang lain. Perbedaan-perbedaan bahasa

itu menghasilkan ragam-ragam bahasa atau variasi bahasa. Variasi itu muncul

karena kebutuhan penutur akan adanya alat komunikasi dan kondisi sosial, serta

faktor-faktor tertentu yang mempengaruhinya, seperti letak geografis, kelompok

sosial, situasi berbahasa atau tingkat formalitas, dan karena perubahan waktu.

Indonesia memiliki beranekaragam suku bangsa. Ada suku Jawa, suku

Minang, suku Bugis, suku Melayu, suku Batak, dan masih banyak lagi.

Dikarenakan beranekaragaman suku, bahasa pun akan beranekaragam pula.

Ini disebabkan adanya faktor ekonomi, sosial, maupun letak geografisnya.

Penyebab ini pula menyebabkan adanya variasi bahasa dari sekelompok

penutur yang berbeda dengan kelompok penutur lainnya.

Semua daerah di Indonesia ini memiliki bahasanya masing-masing.

Begitu pula daerah Kepulauan Riau. Propinsi yang 90% merupakan lautan ini

memiliki bahasa aslinya yaitu bahasa Melayu. Namun, dengan adanya faktor

ekonomi, sosial, dan sebagainya, daerah ini akhirnya memiliki bahasa yang

bukan bahasa asli Kepulauan Riau akibat dari datangnya para pendatang dari

beberapa daerah di luar Kepulauan Riau. Ada bahasa Jawa, bahasa Minang,

Page 7: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

bahasa Batak, bahasa Bugis, dan lain-lain. Tidak ada yang tahu pasti kapan

tepatnya para pendatang ini datang ke daerah Kepulauan Riau ini.

Salah satu bahasa yang dibawa oleh para pendatang ke Kepulauan Riau

yaitu bahasa Jawa. Bahasa Jawa sendiri terbagi menjadi beberapa bahasa,

diantaranya bahasa Jawa Sunda, bahasa Jawa Solo, bahasa Jawa Banyumas,

bahasa Jawa Pacitan, dan sebagainya.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif guna menganalisis bentuk dan makna kata bahasa Jawa subdialek

Banyumas Jawa Tengah pada Paguyuban Pakumas di Tanjungpinang.

Djayasudarma mendefinisikan metode deskriftif dan kualitatif secara terpisah.

Metode deskriptif adalah data yang dikumpulkan bukanlah angkaangka, dapat

berupa kata-kata atau gambaran sesuatu (Djayasudarma, 2010:16) sedangkan

metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif

berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djayasudarma 2010:11).

Pendekatan kualitatif yang melibatkandata lisan di dalam bahasa melibatkan

yang disebut informasi (penutur asli bahasa yang diteliti).

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di lapangan

yang melibatkan 19 orang informan yang menggunakan teknik cakap semuka,

teknik pencatatan, dan teknik rekam, diketahui bentuk dan makna kata bahasa

Jawa subdialek Banyumas Jawa Tengah pada Paguyuban Pakumas di

Tanjungpinang adalah sebagao berikut:

Page 8: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

1. Bentuk Makna

1. Inyong njaluk wedang putih anget bae la, awake adhem panas, ora

patek penak.

Kata adhem panas merupakan bentuk kata keterangan (tembung

katrangan) yaitu kata yang memberi keterangan pada kata sifat, kata

kerja, kata benda atau pada kalimat (Budi Anwari. 2016:66). Namun

jika dipisahkan menjadi kata adhem dan panas akan menjadi bentuk

kata sifat (tembung sipat) yaitu kelas kata yang mengubah kata

benda atau kata ganti, biasanya dengan menjelaskannya atau

membuatnya menjadi lebih spesifik. Kata sifat dapat menerangkan

kuantitas, kecukupan, urutan, kualitas, maupun penekanan suatu kata

(Budi Anwari. 2016:66).

Kata adhem dan panas merupakan kata dasar yang tidak diberi

imbuhan, namun jika digabung menjadi satu kesatuan akan mengalami

proses komposisi yaitu proses penggabungan dasar dengan dasar

(biasanya berupa akar maupun bentuk berimbuhan) untuk mewadahi

suatu “konsep” yang belum tertampung dalam sebuah kata (Abdul

Chaer. 2008:209).

2. Yo ngalah. Rika kaya pengantin anyar bae, adhep-adhepan sekang

melebu maring ngeneh.

Kata adhep-adhepan merupakan bentuk kata kerja (tembung kriya)

yaitu kata yang menggambarkan proses, perubahan, atau keadaan yang

bukan merupakan sifat. Dalam kalimat, kata kerja biasanya berfungsi

Page 9: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

sebagai predikat (Budi Anwari. 2016:66). Pada kata adhep-adhepan

terjadi proses reduplikasi (tembung dwilingga) yaitu pengulangan

seluruh leksem atau secara sederhana (Budi Anwari. 2016:63).

Kata adhep-adhepan berasal dari kata dasar adhep, jika berdiri sendiri

tanpa mengalami proses reduplikasi maka akan memiliki bentuk kata

benda (tembung aran) yaitu kelas kata yang menyatakan nama dari

seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan

(Budi Anwari. 2016:66).

3. Age-age lah mangan disit.

Kata age-age merupakan bentuk kata keterangan (tembung katrangan)

yaitu kata yang memberikan keterangan kepada kata lain, seperti verba

(kata kerja) dan adjektiva (kata sifat), yang bukan nomina (kata benda)

(Budi Anwari. 2016:66). Pada kata age-age terjadi proses reduplikasi

(tembung dwilingga) yaitu pengulangan seluruh leksem atau secara

sederhana (Budi Anwari. 2016:63).

Kata age-age berasal dari kata dasar age, jika berdiri sendiri tanpa

mengalami proses reduplikasi maka akan memiliki bentuk kata sifat

(tembung sipat) yaitu kata yang mengubah nomina atau pronomina,

biasanya dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih

spesifik (Budi Anwari. 2016:66).

4. Lah tebel tenan dompete, kabotan duit nggo badha ya.

Kata kabotan merupakan bentuk kata kerja (tembung kriya) yaitu kata

yang menggambarkan proses, perubahan, atau keadaan yang bukan

Page 10: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

merupakan sifat. Dalam kalimat, kata kerja biasanya berfungsi sebagai

predikat (Budi Anwari. 2016:66). Pada kata kabotan terjadi proses

afiksasi yaitu konfiks (wuwuhan gabung) ke- abot –an yang berasal

dari kata dasar abot (berat), yaitu kata yang diberi imbuhan pada awal

dan akhir kata (Budi Anwari. 2016:62).

Kata kabotan berasal dari kata dasar abot, jika berdiri sendiri tanpa

mengalami proses afiksasi maka akan memiliki bentuk kata sifat

(tembung sipat) yaitu kata yang mengubah nomina atau pronomina,

biasanya dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih

spesifik (Budi Anwari. 2016:66).

5. Inyong njaluk wedang putih anget bae la, awake adhem panas, ora

patek penak. Rasane kadheman terus.

Kata kadheman merupakan bentuk kata keterangan (tembung

katrangan) yaitu kata yang memberi keterangan pada kata sifat, kata

kerja, kata benda atau pada kalimat (Budi Anwari. 2016:66). Dalam

kata kadheman terjadi proses afiksasi yaitu konfiks (wuwuhan

gabung) ke- adhem –an yang berasal dari kata dasar adhem (dingin),

yaitu kata yang diberi imbuhan pada awal dan akhir kata (Budi

Anwari. 2016:62).

Kata kadheman berasal dari kata dasar adhem, jika berdiri sendiri

tanpa mengalami proses afiksasi akan memiliki bentuk kata sifat

(tembung sipat) yaitu kata yang mengubah nomina atau pronomina,

Page 11: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

biasanya dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih

spesifik (Budi Anwari. 2016:66).

6. Aja kadohan lingguhe. Mengko ora krungu Pak Riyandi ngomong

apa.

Kata kadohan merupakan bentuk kata benda (tembung aran) yaitu

kelas kata yang menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua

benda dan segala yang dibendakan (Budi Anwari. 2016:66). Dalam

kata kadohan terjadi proses afiksasi yaitu konfiks (wuwuhan gabung)

ka- adoh –an yang berasal dari kata dasar adhem (dingin), yaitu kata

yang diberi imbuhan pada awal dan akhir kata (Budi Anwari.

2016:62).

Kata kadohan berasal dari dasar adoh, jika berdiri sendiri tanpa

mengalami proses afiksasi akan memiliki bentuk kata sifat (tembung

sipat) yaitu kata yang mengubah nomina atau pronomina, biasanya

dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih spesifik (Budi

Anwari. 2016:66).

7. Mungkin ana seka bapane ibune ngajokaken nggo halal bihalal bulan

ngarep.

Kata ngajokaken merupakan bentuk kata kerja (tembung kriya) yaitu

kata yang menggambarkan proses, perubahan, atau keadaan yang

bukan merupakan sifat. Dalam kalimat, kata kerja biasanya berfungsi

sebagai predikat (Budi Anwari. 2016:66). Dalam kata ngajokaken

terjadi proses afiksasi yaitu konfiks (wuwuhan gabung) N- aju –en

Page 12: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

yang berasal dari kata dasar aju (maju), yaitu kata yang diberi

imbuhan pada awal dan akhir kata (Budi Anwari. 2016:62).

Kata ngajokaken berasal dari kata dasar aju, jika berdiri sendriri tanpa

mengalami proses afiksasi akan memiliki bentuk kata kerja (tembung

kriya) yaitu kata yang menggambarkan proses, perubahan, atau

keadaan yang bukan merupakan sifat. Dalam kalimat, kata kerja

biasanya berfungsi sebagai predikat (Budi Anwari. 2016:66).

8. Uwis lah, kakehan jangane.

Kata kakehan merupakan bentuk kata benda (tembung aran) yaitu

kelas kata yang menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua

benda dan segala yang dibendakan (Budi Anwari. 2016:66). Dalam

kata kakehan terjadi proses afiksasi yaitu konfiks (wuwuhan gabung)

ka- akeh –an yang berasal dari kata dasar akeh (banyak), yaitu kata

yang diberi imbuhan pada awal dan akhir kata (Budi Anwari.

2016:62).

Kata kakehan berasal dari kata dasar akeh, jika berdiri sendiri tanpa

mengalami proses afiksasi akan memiliki bentuk kata sifat (tembung

sipat) yaitu kata yang mengubah nomina atau pronomina, biasanya

dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih spesifik (Budi

Anwari. 2016:66).

9. Aja sampe kowe ngaku-ngaku uwis bayar duit arisane.

Kata ngaku-ngaku merupakan betuk kata kerja (tembung kriya) yaitu

kata yang menggambarkan proses, perubahan, atau keadaan yang

Page 13: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

bukan merupakan sifat. Dalam kalimat, kata kerja biasanya berfungsi

sebagai predikat (Budi Anwari. 2016:66). Dalam kata ngaku-ngaku

terjadi proses reduplikasi (tembung dwilingga) yaitu pengulangan

seluruh leksem atau secara sederhana (Budi Anwari. 2016:63).

Kata ngaku-ngaku berasal dari kata dasar ngaku, jika berdiri sendiri

tanpa mengalami proses reduplikasi akan memiliki bentuk kata kerja

(tembung kriya) yaitu kata yang menggambarkan proses, perubahan,

atau keadaan yang bukan merupakan sifat. Dalam kalimat, kata kerja

biasanya berfungsi sebagai predikat (Budi Anwari. 2016:66).

10. Maring nganah la, aja ngalang-alangi inyong.

Kata ngalang-alangi merupakan betuk kata kerja (tembung kriya)

yaitu kata yang menggambarkan proses, perubahan, atau keadaan yang

bukan merupakan sifat. Dalam kalimat, kata kerja biasanya berfungsi

sebagai predikat (Budi Anwari. 2016:66). Dalam kata ngalang-alangi

terjadi proses reduplikasi (tembung dwilingga) yaitu pengulangan

seluruh leksem atau secara sederhana (Budi Anwari. 2016:63).

Kata ngalang-alangi berasal dari kata dasar alang, jika berdiri sendiri

tanpa mengalami proses reduplikasi akan memiliki bentuk kata kerja

(tembung kriya) yaitu kata yang menggambarkan proses, perubahan,

atau keadaan yang bukan merupakan sifat. Dalam kalimat, kata kerja

biasanya berfungsi sebagai predikat (Budi Anwari. 2016:66).

Page 14: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

2. Makna Kata

1. Inyong njaluk wedang putih anget bae la, awake adhem panas, ora

patek penak.

Kata adhem panas mengalami proses komposisi yang kata dasarnya

(leksem) adalah adhem dan panas. Jika kata tersebut disatukan

menjadi kata majemuk akan memiliki makna kata majemuk yang

terdapat dalam kata yang berkategori verbal, nomina, dan adjektiva

(Mansoer Pateda. 2001:146) yaitu panas dingin atau demam.

Kata adhem jika berdiri sendiri tanpa digabungkan dengan kata yang

lain dapat memiliki makna kata dasar (leksem) dingin yaitu bersuhu

rendah jika dibandingkan dengan suhu tubuh manusia, sedangkan kata

panas jika berdiri sendiri tanpa digabungkan dengan kata yang lain

dapat memiliki makna kata dasar (leksem) panas yaitu suhu yang lebih

tinggi dari suhu tubuh manusia atau dapat dikatakan lawan kata dari

dingin.

2. Yo ngalah. Rika kaya pengantin anyar bae, adhep-adhepan sekang

melebu maring ngeneh.

Kata adhep-adhepan nengalami proses reduplikasi yang kata dasarnya

(leksem) adalah adhep. Jika kata adhep mengalami proses reduplikasi

seperti adhep-adhepan akan memiliki makna kata reduplikasi yang

menyatakan banyak, meskipun, menyerupai, perbuatan, pekerjaan,

saling, agak, paling, menyatakan intensitas, bermacam-macam, dan

menyatakan sifat (Mansoer Pateda. 2001:143) yaitu berhadapan.

Page 15: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

Kata adhep jika berdiri sendiri tanpa mengalami proses reduplikasi

akan memiliki makna hadap (sisi atau bidang sebelah muka; arah ke).

3. Age-age lah mangan disit.

Kata age-age mengalami proses reduplikasi yang kata dasarnya

(leksem) adalah age. Jika kata age mengalami proses reduplikasi

seperti age-age akan memiliki makna kata reduplikasi yang

menyatakan banyak, meskipun, menyerupai, perbuatan, pekerjaan,

saling, agak, paling, menyatakan intensitas, bermacam-macam, dan

menyatakan sifat (Mansoer Pateda. 2001:143) yaitu cepat-cepat

(dengan segera sekali).

Kata age jika berdiri sendiri tanpa mengalami proses reduplikasi akan

memiliki makna dalam waktu singkat dapat menempuh jarak cukup

jauh (perjalanan, gerakan, kejadian, dan sebagainya); laju; deras.

4. Lah tebel tenan dompete, kabotan duit nggo badha ya.

Kata kabotan mengalami proses afiksasi (konfiks) yang kata dasarnya

(leksem) adalah abot. Jika kata abot mengalami proses afiksasi akan

memiliki makna afiksasi yang dapat saja mengakibatkan munculnya

makna yang bermacam-macam dari prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks

(Mansoer Pateda. 2001:140) yaitu keberatan (perihal beratnya suatu

benda, tugas, perasaan, penyakit, dan sebagainya).

Kata abot jika berdiri sendiri tanpa mengalami proses afiksasi akan

memiliki makna berat (perihal beratnya suatu benda, tugas, perasaan,

penyakit, dan sebagainya).

Page 16: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

5. Inyong njaluk wedang putih anget bae la, awake adhem panas, ora

patek penak. Rasane kadheman terus.

Kata kadheman mengalami proses afiksasi (konfiks) yang kata

dasarnya (leksem) adalah adhem. Jika kata adhem mengalami proses

afiksasi akan memiliki makna afiksasi yang dapat saja mengakibatkan

munculnya makna yang bermacam-macam dari prefiks, infiks, sufiks,

dan konfiks (Mansoer Pateda. 2001:140) yaitu dingin (bersuhu rendah

jika dibandingkan dengan suhu tubuh manusia).

Kata adhem jika berdiri sendiri tanpa mengalami proses afiksasi akan

memiliki makna kedinginan (terkena dingin; menderita dingin;

kesejukan).

6. Aja kadohan lingguhe. Mengko ora krungu Pak Riyandi ngomong

apa.

Kata kadohan mengalami proses afiksasi (konfiks) yang kata dasarnya

(leksem) adalah adoh. Jika kata adoh mengalami proses afiksasi akan

memiliki makna afiksasi yang dapat saja mengakibatkan munculnya

makna yang bermacam-macam dari prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks

(Mansoer Pateda. 2001:140) yaitu kejauhan (tempat yang jauh; jarak

jauh).

Kata adoh jika berdiri sendiri tanpa mengalami proses afiksasi akan

memiliki makna kejauhan (panjang antaranya (jaraknya); tidak

dekat).

Page 17: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

7. Mungkin ana seka bapane ibune ngajokaken nggo halal bihalal bulan

ngarep.

Kata ngajokaken mengalami proses afiksasi (konfiks) yang kata

dasarnya (leksem) adalah aju. Jika kata aju mengalami proses afiksasi

akan memiliki makna afiksasi yang dapat saja mengakibatkan

munculnya makna yang bermacam-macam dari prefiks, infiks, sufiks,

dan konfiks (Mansoer Pateda. 2001:140) yaitu mengajukan (usul,

permohonan, pendapat, dan sebagainya).

Kata aju jika berdiri sendiri tanpa mengalami proses afiksasi akan

memiliki makna maju berjalan (bergerak) ke muka; tampil ke muka).

8. Uwis lah, kakehan jangane.

Kata kakehan mengalami proses afiksasi (konfiks) yang kata dasarnya

(leksem) adalah akeh. Jika kata akeh mengalami proses afiksasi akan

memiliki makna afiksasi yang dapat saja mengakibatkan munculnya

makna yang bermacam-macam dari prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks

(Mansoer Pateda. 2001:140) yaitu kebanyakan (perihal banyak;

banyaknya; jumlahnya).

Kata akeh jika berdiri sendiri tanpa mengalami proses afiksasi akan

memiliki makna banyak (besar jumlahnya; tidak sedikit).

9. Aja sampe kowe ngaku-ngaku uwis bayar duit arisane.

Kata ngaku-ngaku mengalami proses reduplikasi yang kata dasarnya

(leksem) adalah ngaku. Jika kata ngaku mengalami proses reduplikasi

seperti ngaku-ngaku akan memiliki makna kata reduplikasi yang

Page 18: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

menyatakan banyak, meskipun, menyerupai, perbuatan, pekerjaan,

saling, agak, paling, menyatakan intensitas, bermacam-macam, dan

menyatakan sifat (Mansoer Pateda. 2001:143) yaitu mengaku sebagai

(menyatakan (menganggap) dirinya (pandai, kaya, dan sebagainya).

Kata ngaku jika berdiri sendiri tanpa mengalami proses reduplikasi

akan memiliki makna mengaku (menerima dan menyatakan bahwa

dirinya salah, keliru, dan sebagainya).

10. Maring nganah la, aja ngalang-alangi inyong.

Kata ngalang-alangi mengalami proses reduplikasi yang kata

dasarnya (leksem) adalah alang. Jika kata alang mengalami proses

reduplikasi seperti ngalang-alangi akan memiliki makna kata

reduplikasi yang menyatakan banyak, meskipun, menyerupai,

perbuatan, pekerjaan, saling, agak, paling, menyatakan intensitas,

bermacam-macam, dan menyatakan sifat (Mansoer Pateda. 2001:143)

yaitu menghalangi.

Kata alang jika berdiri sendiri tanpa mengalami proses reduplikasi

akan memiliki makna menghalang (melintang; merintang).

4. Simpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, diketahui bentuk dan makna

kata bahasa Jawa subdialek Banyumas Jawa Tengah Paguyuban Pakumas di

Tanjungpinang, dapat disimpulkan bahwa bahasa Banyumas ini merupakan

bahasa yang dibawa para pendatang yang sudah lama ada di kota

Tanjungpinang. Bahasa Banyumas di kota Tanjungpinang ini tetap

Page 19: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

dipertahankan oleh para pendatang asli Banyumas dengan mendirikan

perkumpulan/paguyuban yang bernama Paguyuban Pakumas.

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya pembentukan kata

pada bahasa Jawa subdialek Banyumas, Jawa Tengah. Pembentukan kata

tersebut terdiri dari afiksasi, komposisi, dan reduplikasi. Ini juga membuktikan

bahwa bahasa Banyumas memiliki kekhasannya sendiri jika dibandingkan

dengan bahasa Jawa standar lainnya (bahasa Yogyakarta dan Solo).

Peneliti juga mengharapkan penelitian-penelitian yang berhubungan

dengan dialek-dialek daerah dapat ditingkatkan lagi. Bahasa daerah bukan

hanya bahasa Banyumas saja yang merupan aset penting bangsa Indonesia.

Masih banyak bahasa-bahasa daerah yang lain yang dapat diteliti karena itulah

harta bangsa Indonesia yang patut dijaga kelestariannya.

Page 20: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E. Zaenaldan Junaiyah H.M., Morfologi: Bentuk, Makna, dan

Fungsi. Jakarta: Grasindo. 2009.

Anwari, Budi., Baboning Pepak Basa Jawa. Surabaya: Genta Group

Production. 2016.

Chaer, Abdul., Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

Chaer, Abdul., Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 2002.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina., Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Chaer, Abdul., Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta:

Rineka Cipta. 2008.

Chaer, Abdul., Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka

Cipta. 2011.

Departemen Pendidikan Nasional., Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi

ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2001.

Djajasudarma, T. Fatimah., Metode Linguistik: Ancangan Metode

Penelitian dan Kajian. Bandung: Refika Aditama. 2010.

Djajasudarma, T. Fatimah., Semantik 1: Makna Leksikal dan Gramatikal.

Bandung: Refika Aditama. 2012.

Kridalaksana, Harimurti., Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2007.

Lubis, Hamid Hasan., Glosarium Bahasa dan Sastra. Bandung: Angkasa.

1994.

Mahsun., Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan

Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005.

Masnon., Analisis Bentuk dan Makna Morfem Subdialek Bahasa Melayu

Masyarakat Sekanah Kecamatan Lingga Utara Kabupaten

Lingga. Skripsi Universitas Maritim Raja Ali Haji. 2014.

Muslich, Masnur., Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah Tata

bahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara. 2008.

Page 21: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KATA BAHASA JAWA …

Norliana, Isnaeni Praptanti, dan Siti Fathonah., Kajian Morfologi Bahasa

Jawa Dialek Banyumas. Skripsi Universitas Muhammadyah

Purwokerto. 2014.

Pateda, Mansoer., Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta. 2001.

Rohmadi, Muhammad dan Lili Hartono., Kajian Bahasa, Sastra, dan

Budaya Jawa: Teori dan Pembelajarannya. Surakarta: Pelangi

Press. 2011.

Tarigan, Henry Guntur., Pengajaran Morfologi. Bandung: Angkasa. 2009.

Wati, Riau., Bahasa Indonesia: Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Tanjungpinang: CV. Malay Village Library. 2013.