analisis anomali sinyal geomagnetik menggunakan...
TRANSCRIPT
ANALISIS ANOMALI SINYAL GEOMAGNETIK
MENGGUNAKAN METODE DETRENDED FLUCTUATION
ANALYSIS PADA GEMPA BUMI MAGNITUDO 6,1 DI LEBAK,
BANTEN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Disusun Oleh :
LINA FAZRIYANTI
NIM. 11150970000003
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M/ 1441 H
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
ANALISIS ANOMALI SINYAL GEOMAGNETIK MENGGUNAKAN
METODE DETRENDED FLUCTUATION ANALYSIS PADA GEMPA
BUMI MAGNITUDO 6,1 DI LEBAK, BANTEN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Disusun Oleh :
Lina Fazriyanti
NIM. 11150970000003
v
ABSTRAK
Secara geografis Pulau Jawa berhadapan langsung dengan zona tumbukan
lempeng Eurasia dan Indo-Australia yang menyebabkan wilayah tersebut rawan
terjadinya gempa bumi, salah satunya gempa tersebut yaitu di Lebak, Banten
dengan magnitudo 6,1. Maka diperlukan usaha untuk meminimalisir resiko gempa
bumi, seperti pengamatan prediksi jangka pendek melalui fenomena medan
magnetik bumi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah
terdapat anomali sinyal geomagnetik ultra low frequency (ULF) sebelum gempa
bumi terjadi. Penelitian ini menggunakan data geomagnetik periode Januari
hingga Februari 2018 di Lebak, Banten dengan metode yang digunakan adalah
detrended fluctuation analysis (DFA). Pengamatan yang dilakukan pada
penelitian ini merupakan penelitian lanjutan berdasarkan penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Arianto Saipul Hak (2018) dengan metode spectral density
ratio. Berdasarkan pengolahan data diperoleh nilai α pada masing-masing
komponen, untuk komponen H memperoleh nilai α = 1.99, komponen D dan Z
memperoleh nilai α = 1.2 hingga 1.6. Berdasarkan analisis dari ketiga komponen
tersebut, menunjukkan terjadinya penurunan nilai α yang disajikan oleh panel
komponen D dan Z. Pada saat yang sama, hasil spectral density ratio mengalami
kenaikan nilai rasio Z/D. Nilai dari indeks DST (Disturbance Strom Time)
menunjukkan tidak terjadi aktivitas badai geomagnetik global sebelum dan sesaat
terjadinya gempa bumi M = 6,1. Dengan hasil yang diperoleh ini menunjukkan
terdapat adanya kemunculan anomali sinyal geomagnetik ultra low frequency
(ULF) pada 7 dan 11 hari sebelum gempa bumi bermagnitudo 6,1.
Kata kunci: Gempa bumi, magnetik bumi, ultra low frequency (ULF), detrended
fluctuation analysis (DFA), indeks DST.
vi
ABSTRACT
Geographically, Java Island is dealing directly with the Eurasian and Indo-
Australian plate collision zones which cause the area to be prone to earthquakes,
one of which is the earthquake in Lebak, Banten with a magnitude of 6.1. So
efforts are needed to minimize the risk of earthquakes, such as observing short-
term predictions through the phenomenon of the earth's magnetic field. The
purpose of this study is to analyze whether there is an anomaly of ultra low
frequency (ULF) geomagnetic signals before an earthquake occurs. This research
uses geomagnetic data from January to February 2018 in Lebak, Banten with the
method used is detrended fluctuation analysis (DFA). Observations made in this
study are advanced studies based on previous research conducted by Arianto
Saipul Hak (2018) with the spectral density ratio method. Based on data
processing, the value of α is obtained for each component, for component H
obtains the value α = 1.99, components D and Z get the value α = 1.2 to 1.6.
Based on the analysis of the three components, it shows a decrease in the value of
α presented by panel components D and Z. At the same time, the spectral density
ratio results in an increase in the value of the Z / D ratio. The value of the DST
(Disturbance Storm Time) index indicates that there was no global geomagnetic
storm activity before and during the earthquake M = 6.1. The results obtained
indicate that there is an anomaly of ultra low frequency (ULF) geomagnetic signal
anomaly 7 and 11 days before the magnitude 6.1 earthquake.
Keywords: Earthquakes, earth magnetic, ultra low frequency (ULF), detrended
fluctuation analysis (DFA), DST index.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillaahi Rabbi’aalamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia pertolongan-Nya, sehingga penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu Fisika. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah pada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penulisan skripsi ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan di
Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2F-LIPI) sebagai
kajian mendalam dengan judul “Analisis Anomali Sinyal Geomagnetik
Menggunakan Metode Detrended Fluctuation Analysis Pada Gempa Bumi
Magnitudo 6,1 di Lebak, Banten”. Penyelesaian skripsi ini terwujud atas
bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Dengan segala hormat dan
ungkapan bahagia, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua beserta kakak penulis yang tak pernah berhenti
memberikan doa, semangat dan dukungannya dalam mengerjakan skripsi.
2. Ibu Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
4. Bapak Arif Tjahjono, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan masukan, pengarahan dan dukungan kepada penulis selama
proses penyusunan tugas akhir.
5. Bapak Andi Suhandi M.Si selaku kepala P2F-LIPI yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian tugas akhir di
P2F-LIPI.
6. Ibu Febty Febriani, Ph.D selaku dosen pembimbing II dalam
melaksanakan penelitian di P2F-LIPI yang telah memberikan masukan,
pengarahan dan bimbingan, serta motivasi yang diberikan pada penulis.
7. Seluruh dosen Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya untuk penulis.
8. Seluruh teman-teman Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan
2015 yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
9. Semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu-satu yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
bagi para pembaca.
Jakarta, 21 November 2019
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .......................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ....................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT ........................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
1.5 Batasan Masalah ................................................................................ 6
1.6 Sistematika Penulisan ........................................................................ 6
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................. 8
2.1 Tatanan Tektonik Daerah Penelitian ................................................. 8
2.2 Gempa Bumi ...................................................................................... 9
2.2.1 Klasifikasi Gempa Bumi ...................................................... 10
x
2.2.2 Mekanisme Terjadinya Gempa Bumi ................................... 11
2.2.3 Hubungan Pergerakan Tektonik Lempeng dengan Gempa
Bumi.................................................................................................12
2.2.4 Parameter Gempa Bumi ........................................................ 16
2.3 Prekursor Gempa Bumi Berdasarkan Geomagnetik ....................... 17
2.3.1 Metode Geomagnetik ........................................................... 17
2.3.2 Medan Magnetik Bumi ......................................................... 19
2.4 Detrended Fluctuation Analysis (DFA) .......................................... 23
2.5 Indeks DST (Disturbance Strom Time) ........................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 26
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ..................................... 26
3.2 Data Penelitian ................................................................................ 26
3.3 Peralatan Pengolahan Data .............................................................. 27
3.4 Tahapan Pengolahan Data ............................................................... 28
3.5 Tahapan Penelitian .......................................................................... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 31
4.1 Plotting Titik Gempa Bumi Magnitudo 6,1 ..................................... 31
4.2 Data Geomagnetik Satu Hari Penuh dan Malam Hari .................... 32
4.2 Detrended Fluctuation Analysis (DFA) .......................................... 35
4.2.1 Grafik Log F(n) Terhadap (n) ............................................... 35
xi
4.2.2 Eksponen penskalaan ..................................................... 36
4.2.3 Validasi Hasil Penelitian Terdahulu dengan Hasil Pengolahan
Metode Detrended Fluctuation Analysis ......................................... 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 41
2.6 Kesimpulan ...................................................................................... 41
2.7 Saran ................................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 42
LAMPIRAN .......................................................................................................... 47
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Lempeng tektonik aktif yang mengelilingi kepulauan Indonesia .... 2
Gambar 2.1 Skema elemen-elemen tektonik dalam pertemuan lempeng
berupa zona subduksi ....................................................................... 9
Gambar 2.2 Skema pergerakan lempeng divergen .............................................. 13
Gambar 2.3 Skema pergerakan lempeng transform ............................................. 14
Gambar 2.4 Skema pergerakan lempeng konvergen, (a) Tumbukan
lempeng benua dengan lempeng samudra, (b) Tumbukan
lempeng benua dengan lempeng benua dan (c) Tumbukan
lempeng samudra dengan lempeng samudra ................................... 15
Gambar 2.5 Elemen medan magnetik bumi ........................................................ 22
Gambar 3.1 Gedung P2F-LIPI Serpong .............................................................. 26
Gambar 3.2 Tahapan penelitian ........................................................................... 30
Gambar 4.1 Titik pusat gempa bumi M 6,1 dan stasiun BMKG Banten ............. 31
Gambar 4.2 Variasi geomagnetik harian pada 09 Januari 2018, (a) Medan
magnetik komponen X, (b) Medan magnetik komponen Y dan
(c) Medan magnetik komponen Z .................................................... 32
Gambar 4.3 Variasi geomagnetik malam hari pada 09 Januari 2018, (a)
Medan magnetik komponen X, (b) Medan magnetik komponen
Y dan (c) Medan magnetik komponen Z ......................................... 33
xiii
Gambar 4.4 Variasi geomagnetik harian pada 23 Januari 2018, (a) Medan
magnetik komponen H, (b) Medan magnetik komponen D dan
(c) Medan magnetik komponen Z .................................................... 34
Gambar 4.5 Variasi geomagnetik malam hari pada 23 Januari 2018, (a)
Medan magnetik komponen H, (b) Medan magnetik komponen
D dan (c) Medan magnetik komponen Z ......................................... 35
Gambar 4.6 Grafik fluktuasi rata-rata pada 09 Januari 2018, (a) Komponen
H, (b) Komponen D dan (c) Komponen Z ....................................... 36
Gambar 4.7 Grafik fluktuasi rata-rata pada 23 Januari 2018, (a) Komponen
H, (b) Komponen D dan (c) Komponen Z ....................................... 36
Gambar 4.8 Hasil DFA (α), (a) Komponen X, (b) Komponen Y dan (c)
Komponen Z .................................................................................... 37
Gambar 4.9 (a) Hasil spectral density ratio Z/D pada frekuensi 0,02 Hz
(Hak, 2018), (b) Hasil DFA (α) komponen vertikal (Z) dan (c)
Indeks DST ...................................................................................... 39
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al-Qur’an dan sains memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan,
terutama mengenai bencana yang terjadi di alam semesta salah satunya yaitu
gempa bumi. Sebelum gempa bumi terjadi, Al-Qur’an telah terlebih dahulu
menjelaskan tentang peristiwa ini. Berdasarkan definisinya gempa bumi adalah
peristiwa alam yang terjadi secara tiba-tiba dikarenakan adanya pelepasan energi
akibat pergerakan kerak bumi (lempeng bumi).
Merujuk pada definisi tersebut maka dalam Al-Qur’an telah dijelaskan
dalam surah Al Zalzalah ayat 1 dan 2 (Departemen Agama RI, 2009):
Artinya: “Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat) dan
bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandungi) nya”.
Fenomena terjadinya sesar (faults) dan gunung-gunung diakibatkan adanya
pergerakan kerak bumi. Kerak bumi ini dapat ditemui dalam Al-Qur’an telah
dijelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 22 (Departemen Agama RI, 2009):
2
Artinya: “(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit
sebagai atap dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan
dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah
kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui”.
Indonesia merupakan salah satu kepulauan yang terletak di lintasan jalur
seismik yang paling aktif di dunia. Hal ini berdasarkan pada pertemuan berbagai
lempeng tektonik sehingga dapat mengalami banyak kejadian gempa bumi yang
terjadi dengan skala intensitas lemah hingga kuat. Lempeng-lempeng tersebut
terdiri dari Lempeng India, Lempeng Australia, Lempeng Caroline, Lempeng
Laut Filipina Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Sunda seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Lempeng tektonik aktif yang mengelilingi kepulauan Indonesia
(Sumber: McCaffrey, 2009).
3
Berdasarkan penelitian geologi kebencanaan, diperkirakan Provinsi Banten
merupakan salah satu provinsi yang memiliki dampak kerusakan cukup besar jika
terjadi bencana alam terutama gempa bumi (Ganesha, 2011). Secara geografis
Provinsi Banten terletak di bagian barat Pulau Jawa. Berdasarkan geologi dan
seismologi, terdapat beberapa zona sumber gempa aktif yang mempunyai potensi
seismik signifikan terhadap wilayah tersebut. Zona tersebut yaitu zona patahan
Semangko, Baribis, Sukabumi dan Bumiayu, serta zona subduksi Sumatera dan
Jawa (Delfebriyadi, 2008).
Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten yang terletak di
wilayah Provinsi Banten. Berdasarkan administratif Kabupaten Lebak berbatasan
dengan Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang di barat, Kabupaten Tangerang
di utara, Provinsi Jawa Barat di timur dan berbatasan dengan Samudra Hindia di
selatan. Wilayah Kabupaten Lebak memiliki posisi garis pantai yang berhadapan
langsung dengan Samudra Hindia, secara geologis merupakan daerah tepian
benua aktif karena merupakan pertemuan antara lempeng benua Eurasia dan
samudra Indo-Australia yang dicirikan dengan aktivitas kegempaan yang sangat
tinggi (Sugianto et al., 2017).
Salah satu gempa dengan intensitas kuat di Pulau Jawa adalah gempa
Lebak, Banten yang terjadi pada 23 Januari 2018 tepat pada pukul 13:34:53 WIB.
Hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menunjukkan
bahwa gempa bumi berkekuatan M = 6,1 terjadi dengan koordinat episenter -7,130
S dan 106,040
E pada kedalaman 46 km (BMKG, 2018). Berdasarkan data Badan
Nasional Penanggulangan Bencana, gempa ini menyebabkan kerusakan bangunan
4
pada 3 provinsi (Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta), 9 kabupaten/kota dan 73
kecamatan. Total keseluruhan terdapat 8.467 unit rumah rusak dengan rincian
1.071 rusak berat, 2.271 rusak sedang, dan 5.125 rusak ringan. Kerusakan rumah
paling banyak terjadi di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Sukabumi (BNPB,
2018).
Untuk mengurangi berbagai macam dampak tersebut maka solusinya yaitu
dengan memprediksi jangka pendek datangnya gempa bumi. Prediksi tersebut
dapat dilakukan dengan mengamati kemunculan tanda awal (prekursor) gempa
bumi melalui berbagai parameter seperti parameter geofisika, geo-atmosferik,
geokimia, geodesi dan beberapa integrasi parameter lainnya (Pakpahan et al.,
2014). Salah satu parameter geofisika yaitu geomagnetik dengan sinyal ULF
(Ultra Low Frequency). Penggunaan sinyal ULF (Ultra Low Frequency) < 1 Hz
dipercaya mampu memantau hingga kedalaman dimana aktivitas kerak bumi
tersebut berlangsung sebagai prekursor gempa bumi. Hal ini dikarena ULF
memiliki panjang gelombang yang lebih panjang sehingga mudah terdeteksi ke
permukaan (Masruri et al., 2017).
Penelitian prekursor gempa bumi dengan geomagnetik spektrum ultra low
frequency (ULF) menggunakan metode detrended fluctuation analysis (DFA),
merupakan penelitian lanjutan berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Arianto Saipul Hak (2018) dengan metode spectral density ratio. Penelitian
dengan metode DFA ini dapat mengkonfirmasikan kebenaran dari hasil yang
diperoleh oleh metode spectral density ratio yang berfokus pada ULF.
5
Dalam menentukan prekursor gempa bumi dengan metode DFA telah
dilakukan oleh Febriani et al., (2014) pada gempa bumi Pulau Jawa tahun 2009
dengan M = 7.5 yang berjarak 135 km dari stasiun Pelabuhan Ratu (PLR).
Dimana hasil penelitian tersebut menunjukkan penurunan nilai α. Pada saat yang
sama, hasil spectral density ratio dengan rentang frekuensi 0,01 ± 0,003 Hz
mengalami peningkatan nilai rasio. Dengan adanya perubahan secara simultan ini
maka dapat terkonfirmasi adanya anomali yang muncul beberapa minggu sebelum
gempa M = 7.5.
Berkaitan dengan penelitian tersebut, maka penelitian yang dilakukan
terhadap geomagnetik sinyal ULF pada gempa bumi yang terjadi pada tanggal 23
Januari 2018 di Lebak, Banten dengan magnitudo 6,1 menggunakan metode DFA
diharapkan menghasilkan informasi pendukung sebagai salah satu tanda awal
terjadinya gempa bumi.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah, “Apakah terdapat anomali sinyal
geomagnetik ultra low frequency (ULF) sebelum terjadinya gempa bumi pada
tanggal 23 Januari 2018 di Lebak, Banten yang bermagnitudo 6,1”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terdapat anomali sinyal
geomagnetik ultra low frequency (ULF) sebelum terjadinya gempa bumi pada
tanggal 23 Januari 2018 di Lebak, Banten yang bermagnitudo 6,1.
6
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini untuk memberikan informasi
pendukung dalam menetapkan prediksi gempa jangka pendek sebagai upaya
mitigasi bencana sebelum gempa terjadi.
1.5 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada wilayah Lebak, Banten dengan data yang
digunakan meliputi data gempa dan data geomagnetik selama bulan Januari-
Februari 2018 yang bersumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG). Metode yang digunakan yaitu metode detrended fluctuation
analysis (DFA).
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan laporan tugas akhir ini menggunakan lima bab dengan
masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab. Secara sistematis penulisan laporan
tugas akhir ini disusun sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menyajikan gambaran materi skripsi, yang terdiri dari latar
belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan
masalah dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang pengertian gempa bumi, prekursor
gempa bumi berdasarkan geomagnetik, detrended fluktuation analysis (DFA) dan
indeks DST (disturbance strom time).
7
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang tempat dan waktu pelaksanaan
penelitian, data penelitian, peralatan pengolahan data dan tahapan pengolahan
data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang hasil dan pembahasan dari proses
pengolahan yang telah dilakukan.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini penulis menguraikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian
yang telah dilakukan, serta mengajukan beberapa saran perbaikan untuk
pengembangan hasil penelitian selanjutnya.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tatanan Tektonik Daerah Penelitian
Lebak, Banten merupakan salah satu bagian dari Pulau Jawa yang
memiliki potensi gempa bumi cukup tinggi. Hal ini dikarenakan tektonik di
daerah Pulau Jawa didominasi oleh zona subduksi berupa tunjaman ke utara
Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Eurasia yang relatif diam. Lempeng
Indo-Australia menunjam dengan kedalaman berkisar 100-200 km di bawah Pulau
Jawa dapat dilihat pada Gambar 2.1. Akibat tunjaman tersebut terbentuk sesar di
wilayah daratan Pulau Jawa, kegempaan yang tinggi dan lebih dari 20 gunung api
aktif di zona ini (Nurdiyanto, 2010).
Terdapat tiga zona subduksi yang letaknya mengelilingi pulau-pulau di
wilayah Indonesia, zona subduksi pertama yaitu tumbukan antara Lempeng Indo-
Australia dan Lempeng Eurasia yang terjadi di lepas pantai barat Pulau Sumatera,
lepas pantai selatan Pulau Jawa, lepas pantai selatan kepulauan Nusa Tenggara
dan berbelok ke arah utara perairan Maluku sebelah selatan. Sedangkan zona
subduksi kedua yaitu tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dan Pasifik yang
terjadi di sekitar Pulau Papua dan untuk zona subduksi ketiga yaitu tumbukan
antara Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik yang
terjadi disekitar Sulawesi (Kurniawa, 2016).
9
Gambar 2.1 Skema elemen-elemen tektonik dalam pertemuan lempeng berupa
zona subduksi (Sumber: Nurdiyanto, 2010).
2.2 Gempa Bumi
Di dalam buku Gempabumi Edisi Populer (Sunarjo et al., 2012),
gempabumi (earthquake) adalah peristiwa bergoncang atau bergetarnya bumi
dikarenakan pergeseran atau pergerakan lapisan batuan pada kulit bumi yang
terjadi secara tiba-tiba akibat pergerakan lempeng‐lempeng tektonik. Menurut
Hidayat dan Santoso (1997) gempa bumi merupakan bencana alam yang
datangnya secara tiba-tiba dengan waktu yang relatif singkat sehingga dapat
menghancurkan semua yang ada di permukaan bumi baik harta, benda dan
manusia.
Menurut Lutgens (1982), gempa bumi merupakan getaran bumi yang
dihasilkan oleh percepatan energi yang dilepaskan dan menyebar kesegala arah
dari pusat sumbernya. Selain itu Hartuti (2009), berpendapat bahwa gempa bumi
merupakan peristiwa pelepasan energi gelombang seismik yang diakibatkan
10
karena adanya deformasi lempeng tektonik. Noor (2006), berpendapat bahwa
gempa bumi adalah getaran yang terjadi dari dalam bumi yang disebabkan oleh
terlepasnya energi yang terkumpul secara tiba-tiba dalam batuan yang mengalami
deformasi. Besarnya kekuatan gempa bumi beragam dimulai dari yang sangat
kecil hingga sulit dirasakan sampai dengan yang dahsyat.
2.2.1 Klasifikasi Gempa Bumi
Berdasarkan kedalaman hiposentrumnya, gempa bumi dapat diklasifikasi
menjadi tiga. Berikut ini klasifikasi gempa tersebut (Zera, 2007):
1. Gempa bumi dalam yaitu gempa yang terjadi pada kedalaman hiposenter
lebih dari 300 km di bawah permukaan bumi.
2. Gempa bumi menengah yaitu gempa yang terjadi pada kedalaman
hiposenter berada diantara 80-300 km di bawah permukaan bumi.
3. Gempa bumi dangkal yaitu gempa yang terjadi pada kedalaman hiposenter
kurang dari 80 km di bawah permukaan bumi.
Menurut Hartuti (2009), berdasarkan penyebabnya gempa bumi dapat
diklasifikasikan menjadi lima macam, yaitu vulkanik, runtuhan, jatuhan, buatan
dan tektonik.
1. Letusan gunung berapi (gempa vulkanik), yaitu gempa yang disebabkan
akibat aktivitas gunung berapi. Oleh sebab itu, gempa ini hanya dapat
dirasakan di sekitar gunung berapi pada saat akan meletus, ketika meletus,
dan setelah terjadi letusan.
2. Runtuhan dalam bumi (gempa runtuhan), yaitu gempa yang disebabkan
karena adanya runtuhan tanah atau batuan. Gempa ini sering terjadi di
11
daerah kapur, gua kapur atau daerah tambang yang dapat menimbulkan
getaran yang sangat kecil di sekitar daerah runtuhan dan bersifat lokal.
3. Tumbukan (gempa jatuhan), yaitu gempa terjadi disebabkan adanya benda
langit yang jatuh ke bumi. Seperti meteor yang jatuh ke permukaan bumi
dan menimbulkan getaran gempa bumi jika massa meteor cukup besar.
Gempa seperti ini jarang sekali terjadi.
4. Buatan (gempa buatan), yaitu gempa yang memang sengaja dibuat oleh
manusia. Seperti dinamit atau peledakan nuklir bawah tanah atau laut
sehingga menimbulkan getaran yang dapat tercatat oleh seismograf
seluruh permukaan bumi tergantung dengan kekuatan ledakan.
5. Pergerakan lempeng (gempa tektonik), yaitu gempa yang disebabkan
adanya pergerakan pada batas lempeng-lempeng di lapisan litosfer kulit
bumi. Gempa ini memiliki kekuatan yang besar dan daya perusaknya juga
sangat dahsyat.
2.2.2 Mekanisme Terjadinya Gempa Bumi
Teori yang berkaitan dengan terjadinya gempa bumi telah diusulkan pada
tahun 1891 oleh seorang berkebangsaan Jepang bernama Koto melalui
penyelidikan gempa bumi besar di Provinsi Mino dan Owari, Jepang. Pada
teorinya Koto (dalam Don & Leet, 2006), berpendapat bahwa getaran-getaran
gempa bumi dihasilkan setelah terjadinya patahan pada batuan.
Selain itu seorang ahli geofisika Harry Fielding Reid (dalam Sapiie et al.,
2006), menemukan teori yang dikenal dengan nama teori kekenyalan elastis
(Elastic Rebound Theory). Teori ini menjelaskan ketika permukaan bidang sesar
12
saling bergesekan satu sama lainnya, maka batuan akan mengalami proses
deformasi (perubahan wujud) jika perubahan tersebut melampaui batas
maksimum elastisitasnya atau regangannya maka batuan akan patah (repture) atau
akan kembali ke bentuk asalnya (rebound). Pada patahan tersebut diikuti oleh
pelepasan energi elastis secara tiba-tiba ini menghasilkan kejadian gempa bumi.
Menurut Afnimar (dalam Wahyuningsih, 2017), berdasarkan teori bingkai
elastik ini, sebelum terjadinya patahan pada hiposenter terlebih dahulu adanya
tanda-tanda awal (prekursor) yang berasosiasi dengan gempa-gempa kecil
(foreshock) yang disebut dengan fase pre-seismic, yang mana pada fase ini energi
regangan (strain) terakumulasi dan terjadi peningkatan energi tegangan (stress)
secara perlahan-lahan. Saat energi stress dilepaskan secara tiba-tiba bersamaan
dengan terjadinya gempa bumi (mainshock) maka fase ini disebut fase co-seismic.
Dan fase postseismic terjadi mengikuti gempa utama (mainshock).
2.2.3 Hubungan Pergerakan Tektonik Lempeng dengan Gempa Bumi
Gempa bumi disebabkan oleh pelepasan energi yang dihasilkan dari
pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan kemudian
dipancarkan kesegala arah berupa gelombang gempa bumi sehingga efeknya dapat
dirasakan sampai ke permukaan bumi. Berdasarkan teorinya, tektonik lempeng
merupakan segmen keras kerak bumi yang mengapung di atas astenosfer.
Sehingga lempeng tektonik ini bebas untuk bergerak dan saling berinteraksi satu
sama lain. Tiap lempeng mengalami pergerakan di permukaan bumi maka
menyebabkan adanya interaksi antar lempeng yang terjadi pada batas-batas
lempeng. Interaksi antar lempeng ini dicirikan dengan jelas oleh aktivitas gempa
13
bumi di sepanjang batas lempeng. Batas lempeng terbagi menjadi 3 macam yaitu
(Sapiie et al., 2006):
1. Batas lempeng divergen, dimana lempeng-lempeng bergerak saling
menjauh satu sama lain. Akibat pola pergerakan ini, terbentuk ruang antar
lempeng yang akan terisi oleh lelehan batuan. Material ini akan mendingin
dan membentuk lantai samudra baru. Proses ini disebut dengan pemekaran
lantai samudra (sea floor-spreading), salah satu contohnya yaitu samudra
di Atlantik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Skema pergerakan lempeng divergen (Sumber: iris.edu).
2. Batas lempeng transform, dimana lempeng-lempeng saling bergesekan
dengan arah yang berlawanan tanpa disertai pembentukan kerak baru dan
merupakan sesar mendatar yang memotong litosfer, salah satu contohnya
yaitu sesar San Andreas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
14
Gambar 2.3 Skema pergerakan lempeng transform (Sumber: iris.edu).
3. Batas lempeng konvergen, dimana kedua lempeng saling mendekati. Ada
tiga kemungkinan yang terjadi pada pertemuan antar lempeng, dapat
terjadi antara lempeng benua dan samudra, lempeng benua dengan
lempeng benua atau lempeng samudra dengan lempeng samudra seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.
a. Tumbukan lempeng benua dan samudra, pada peristiwa ini terjadi zona
subduksi, yang mana lempeng samudra memiliki massa yang lebih
besar sehingga menyusup ke bawah lempeng benua menuju astenosfir
dan mesosfir. Pada zona tumbukan ini dapat membentuk deretan
gunung vulkanik dan gempa bumi, salah satu contohnya yaitu zona
subduksi Sumatra dan Jawa.
b. Tumbukan lempeng benua dengan lempeng benua, pada peristiwa ini
tidak mengalami penunjaman yang disebabkan batuan benua relatif
ringan. Namun kerak bumi mengalami tekanan dan teranjakkan
15
(thrusted) sehingga terbentuk formasi pegunungan baru, salah satu
contohnya yaitu pegunungan Himalaya.
c. Tumbukan lempeng samudra dengan lempeng samudra, pada peristiwa
ini salah satu lempeng tersebut menyusup di bawah yang lainnya dan
menghasilkan aktivitas vulkanik di permukaan laut. Jika vulkanik
berada di bawah laut kemudian naik ke atas permukaan laut maka
terbentuk busur kepulauan (island arc), salah satu contohnya yaitu
kepulauan Filipina dan Jepang.
Gambar 2.4 Skema pergerakan lempeng konvergen (a) Tumbukan
lempeng benua dengan lempeng samudra. (b) Tumbukan lempeng benua
dengan lempeng benua (c) Tumbukan lempeng samudra dengan lempeng
samudra (Sumber: iris.edu).
(a) (b)
(c)
16
2.2.4 Parameter Gempa Bumi
Parameter gempa bumi merupakan informasi yang berkaitan dengan
kejadian gempa bumi. Parameter gempa bumi tersebut meliputi (Lubis, 2018):
1. Lokasi pusat gempa bumi di episenter (koordinat lintang dan bujur)
Episenter merupakan titik yang berada di permukaan bumi yang
merupakan refleksi tegak lurus dari hiposenter atau fokus gempa bumi.
Lokasi episenter dinyatakan dalam derajat lintang dan bujur yang dibuat
berdasarkan sistem koordinat kartesian bola bumi atau sistem koordinat
geografis.
2. Waktu kejadian gempa bumi (jam, menit, detik)
Waktu kejadian gempa bumi (origin time) dinyatakan dalam hari, tanggal,
bulan, tahun, jam, menit dan detik dalam satuan UTC (Universal Time
Coordinated) yang berdasarkan pada waktu terlepasnya akumulasi
tegangan (stress) yang berbentuk penjalaran gelombang gempa bumi.
3. Kedalaman sumber gempa bumi (km)
Kedalaman sumber gempa bumi (depth) dinyatakan oleh besaran jarak
dalam satuan kilometer (km) yang berdasarkan pada jarak hiposenter yang
dihitung tegak lurus dari permukaan bumi.
4. Kekuatan/magnitudo gempa bumi (M)
Kekuatan gempa bumi atau magnitudo berdasarkan pada ukuran kekuatan
gempa bumi yang menggambarkan besarnya energi yang terlepas dari
sumbernya.
17
5. Itensitas gempa bumi (MMI)
Itensitas gempa bumi dinyatakan dalam skala MMI (Mercally Modified
Intensity) yang berdasarkan pada ukuran kerusakan akibat gempa bumi
terhadap manusia, struktur bangunan dan lingkungan pada tempat tertentu.
2.3 Prekursor Gempa Bumi Berdasarkan Geomagnetik
Pemantauan mengenai mekanisme kegempaan yang muncul sebelum
gempa bumi terjadi (precursor) sangat diperlukan dalam langkah awal prediksi
gempa bumi. Pemantauan gejala atau tanda awal kejadian gempa bumi antara lain
dapat dilakukan dengan melihat perubahan medan magnetik sebelum terjadinya
gempa.
Penelitian prekursor gempa bumi dengan menggunakan data geomagnetik
telah dilakukan oleh beberapa peneliti di antaranya yaitu gempa bumi Selat Sunda
2016 pada M = 5.0 (Masruri et al., 2017), gempa bumi Nias 2016-2017 pada M <
3 (Hamidi et al., 2018), gempa bumi Padang 2009 pada M = 7,6 (Suadi et al.,
2013) serta gempa bumi Padang 2009 pada M = 7,6 dan gempa bumi Mentawai
2010 pada M = 7,8 (Ibrahim et al., 2012). Hasil dari penelitian-penelitian tersebut
menunjukkan adanya kemunculan anomali sebelum terjadinya gempa bumi.
2.3.1 Metode Geomagnetik
Metode geomagnetik merupakan salah satu metode geofisika yang
didasarkan pada pengukuran variasi intensitas medan magnetik di permukaan
bumi (Panjaitan, 2015). Variasi ini disebabkan karena adanya variasi distribusi
(anomali) benda termagnetisasi yang terdapat di bawah permukaan bumi. Variasi
intensitas medan magnetik tersebut muncul akibat variasi medan magnetik dari
18
inti bumi, medan magnetik luar bumi dan sifat kemagnetan batuan (Brahmantyo,
2017).
Dalam memprediksi gempa bumi melalui metode geomagnetik digunakan
suatu alat yang disebut dengan sensor geomagnetik. Sensor ini merekam berbagai
sinyal termasuk sinyal yang normal cenderung stabil maupun sinyal yang tidak
normal terdapat adanya anomali. Anomali magnetik yang direkam oleh sensor
geomagnetik ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai magnetik yang
melewati batas standar. Anomali ini yang digunakan dalam memprediksi dan
mengetahui fenomena yang terjadi di permukaan bumi maupun di dalam bumi
seperti halnya gempa bumi.
Anomali ini disebabkan adanya stress pada batuan yang terjadi secara
terus menerus sehingga menyebabkan batuan tersebut patah. Patahan ini yang
mengakibatkan material-material yang dimiliki batuan mengalami perubahan nilai
kemagnetannya sehingga menimbulkan adanya anomali magnetik (Sari, 2019).
Anomali pada emisi ULF merupakan dasar paling penting dalam menentukan
prekursor jangka pendek sebelum terjadinya gempa, hal ini dikarenakan
gelombang frekuensi sangat rendah dapat menjalar ke permukaan dengan mudah
dan terekam di magnetometer (Ida et al., 2008).
19
Terdapat tiga mekanisme fisis perubahan emisi ULF terkait gempa bumi
dapat dijelaskan sebagai berikut (Wahyuningsih, 2017):
1. Efek Elektrokinetik
Berdasarkan teori yang dijelaskan oleh Fenoglio (1995) bahwa efek
elektrokinetik terjadi karena adanya perubahan tekanan pada batuan yang
mengandung deposit silika sehingga dapat memicu terjadinya gangguan
magnetik bumi.
2. Efek Induksi
Berdasarkan teori yang dijelaskan oleh Kovtun (1980) dan Mogi (1985)
menjelaskan bahwa efek induksi terjadi karena aktivitas di zona fokus
gempa bumi yang menyebabkan perubahan konduktivitas geo-elektrik di
litosfer dan amplitudo gelombang elektromagnetik non-lithospheric.
3. Efek Micro-Fracturing
Berdasarkan teori yang dijelaskan oleh Molchanov dan Hayakawa (1995)
menjelaskan bahwa spektrum ultra low frequency (ULF) yang tercatat oleh
magnetometer dapat mengalami peningkatan secara signifikan apabila
terjadi patahan pada batuan.
2.3.2 Medan Magnetik Bumi
Magnetik atau magnit adalah sebuah objek yang memiliki medan
magnetik. Medan magnetik merupakan daerah disekitar magnet yang
diperangaruhi oleh gaya magnetisnya (Tuti, 2016). Bumi memiliki medan
magnetik yang dihasilkan oleh inti Bumi. Seperti halnya pada magnetik batang,
20
magnetik bumi juga memiliki kutub-kutub yaitu utara dan selatan, yang terletak
dekat dengan kutub-kutub geografis bumi (Mulyo, 2004). Medan magnetik
dihasilkan dari proses yang terjadi di dalam inti bumi, yang mana inti bumi
tersebut tersusun atas inti dalam yang sifatnya padat dan inti luar yang sifatnya
cair. Pergerakan inti luar yang terjadi secara terus-menerus mengelilingi inti
dalam maka dapat membangkitkan arus listrik sehingga menghasilkan medan
magnetik (Martiningrum et al., 2012).
Medan magnetik yang teramati di bumi merupakan penggabungan dari
beberapa sumber yang berbeda. Sumber-sumber pembangkit medan magnetik
bumi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu (Sari, 2019):
1. Sumber Internal
Medan magnetik bumi secara umum dihasilkan oleh efek dinamo
magnetik yang berasal dari inti luar bumi yang cair. Medan magnetik ini
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap bumi sekitar 99% atau
dapat disebut medan magnetik utama.
2. Sumber Eksternal
Medan magnetik luar bersumber dari luar bumi, ini merupakan hasil dari
ionisasi gas oleh partikel elektromagnetik yang ditimbulkan oleh sinar
ultraviolet dari matahari di atmosfer yang mengalir dalam lapisan ionosfer
dan menginduksi medan magnetik di permukaan bumi.
3. Sumber Lokal
Medan magnetik lokal atau anomali lokal juga disebut dengan medan
magnetik anomali (crustal field), merupakan bagian dari medan magnetik
21
bumi yang dihasilkan karena adanya ketidakteraturan persebaran distribusi
material magnetis di kerak bumi bagian luar. Medan magnetik ini
bersumber pada batuan yang mengandung mineral magnetik seperti
titanomagnetik (Fe2TiO4), magnetite (Fe7S8) dan lain-lain yang berada di
kerak bumi. Materi penyusun kerak bumi memiliki sifat yang tidak
homogen terlihat dari adanya anomali sampai kedalaman beberapa puluh
kilometer.
Medan magnetik bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut
dengan elemen medan magnetik yang dapat terukur arah dan intensitas
kemagnetannya. Elemen tersebut meliputi (Campbell, 2003):
a. Komponen arah utara geografis (X).
b. Komponen arah timur geografis (Y).
c. Komponen arah vertikal (Z).
d. Komponen arah horizontal (H).
e. Deklinasi (D), merupakan sudut yang berada di antara utara geografis
dengan komponen horizontal.
f. Inklinasi (I), merupakan sudut yang berada di antara medan magnetik total
dengan komponen horizontal.
g. Medan magnetik total (F), merupakan besar vektor medan magnetik total.
22
Gambar 2.5 Elemen medan magnetik bumi (Sumber: Campbell, 2003).
Hubungan antara medan magnetik dan tiap-tiap elemenya dapat
dinyatakan melalui pesamaan berikut (Blakely, 1995):
X = H . cos D (2.1)
Y = H . sin D (2.2)
Z = F . sin I (2.3)
H = F . cos I (2.4)
tan I =
(2.5)
tan D =
(2.6)
F = √ √ (2.7)
23
2.4 Detrended Fluctuation Analysis (DFA)
DFA adalah metode untuk menentukan perilaku penskalaan data (Febriani
et al., 2014). DFA berfungsi untuk menghindari kesalahan deteksi dari penskalaan
dan korelasi yang dapat menjadi eror pada trend dan non stasioner (Peng et al.,
1994). Secara alami data seismik dapat menghasilkan sinyal non stasioner yang
mempunyai bermacam frekuensi dan dalam bentuk waktu. Sinyal non stasioner
tersebut merupakan gelombang seismik yang ditimbulkan oleh gangguan (noise)
elastis yang merambat dari suatu tempat ketempat lain dalam suatu medium, yaitu
bumi (Sinambela, 2011).
Metode ini menghasilkan komponen α yang dapat mendeteksi adanya
korelasi dalam variasi nilai data sebagai fungsi waktu, (Herdiwijaya &
Indradjaja, 2002). DFA beroperasi pada deret waktu , di mana i = 1,2, ... N
dan N adalah panjang deret dan adalah waktu interevent rata-rata, yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
∑ (2.8)
Tahap selanjutnya menghitung fluktuasi akar kuadrat terkecil melalui
rumus sebagai berikut:
√
∑
(2.9)
dimana adalah variasi nilai data sebagai fungsi waktu dan adalah
linear local trend dalam tiap kotak pengamatan.
24
Perhitungan ini memberikan hubungan antara dan jumlah data
pengamatan . Jika berprilaku sebagai fungsi , maka penskalaannya menjadi:
F (n) (2.10)
Fluktuasi dapat dijelaskan berdasarkan eksponen penskalaan , yang
dapat mewakili kemiringan garis yang sesuai terkait log ke log . Dengan
memberikan informasi tentang jenis korelasi, jika α < 0,5 maka data bersifat anti
persistent atau acak. Sedangkan jika α > 0,5 menyatakan data bersifat persistent
atau tidak acak dan jika α > 1 menyatakan data bersifat stasioner atau nilai data
invarian dalam rentang waktu tertentu (Herdiwijaya & Indradjaja, 2002). Jika =
1 menunjukkan dinamika noise flicker dan = 1,5 mencirikan proses Brownian
seperti dinamika (Febriani et al., 2014).
2.5 Indeks DST (Disturbance Strom Time)
Peristiwa yang mampu melemahkan magnetik bumi disebut dengan badai
geomagnetik (Martiningrum et al., 2012). Badai ini ditandai dengan perubahan
nilai variasi harian medan magnetik bumi yang besar, cepat dan tidak beraturan.
Dalam penentuan tingkat gangguan geomagnetik yang berasal dari ionosfer dan
magnetosfer bumi digunakan indeks geomagnetik (Masruri & Nanda, 2018).
Salah satu indeks yang dapat mengukur variasi magnetik khususnya kekuatan
badai magnetik bumi yaitu disturbance storm time index (indeks Dst) (Ahmad &
Herdiwijaya, 2014).
25
Indeks Dst menggambarkan gangguan pada komponen H medan magnetik
ketika terjadi badai geomagnetik khususnya pada daerah lintang rendah atau
ekuator (Masruri & Nanda, 2018). Indeks Dst yang bernilai negatif
mengindikasikan sedang berlangsung proses badai magnetik. Semakin negatif
nilai indeks Dst maka menunjukkan semakin kuat intensitas badai magnetiknya
(Subakti et al., 2017). Aktivitas badai geomagnetik terbagi menjadi tiga bagian
yaitu jika indeks Dst mencapai -50 nT dan 50 nT peristiwa tersebut dianggap
sebagai badai geomagnetik, jika melewati -100 nT dan 100 nT peristiwa tersebut
dianggap sebagai badai yang intens dan jika melebihi dari -300 nT dan 300 nT
terjadi badai geomagnetik yang besar (Cerrato et al., 2004).
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
Tempat Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (P2F-LIPI) Kawasan Puspitek Serpong, Tangerang
Selatan, Banten dapat dilihat pada Gambar 3.1. Sedangkan waktu pelaksanaan
berlangsung sejak 21 April 2019 sampai 10 Oktober 2019, meliputi pengumpulan
data, pengolahan dan interpretasi data yang diperoleh.
Gambar 3.1 Gedung P2F-LIPI Serpong.
3.2 Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
bersumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berupa
27
data gempa bumi dan geomagnetik daerah Lebak, Banten pada Januari sampai
dengan Februari 2018.
3.3 Peralatan Pengolahan Data
Peralatan yang digunakan dalam pengolahan data terbagi menjadi dua
jenis, yaitu:
1. Perangkat Keras (Hardware)
Perangkat keras (hardware) yang digunakan berupa satu buah Laptop Asus
dengan RAM 2 GB yang menggunakan sistem operasi Linux Ubuntu
16.04 LTS sebagai sarana mengaplikasikan perangkat lunak software GMT
dan Octave untuk pengolahan data. Dan sistem operasi Microsoft Windows
10 sebagai sarana membantu untuk penulisan laporan tugas akhir.
2. Perangkat Lunak (Software)
Perangkat lunak (software) yang digunakan terdiri dari software GMT
Hawaii, software Octave dan software Microsoft Office.
a. Software GMT Hawaii (http://www.soest.hawaii.edu/gmt/), software
ini dikembangkan dan dikelola oleh Paul Wessel dan Walter H. F.
Smith dengan bantuan beberapa relawan dan didukung oleh National
Science Foundation. Software GMT Hawaii merupakan perangkat
lunak open source untuk plot data geografis dan kartesian sehingga
menghasilkan ilustrasi Post Script mulai dari yang sederhana x-y
sampai peta kontur 3D.
b. Software Octave (http://www.gnu.org/software/octave/), software ini
dikembangkan pada tahun 1992 oleh John W. Eaton. Software octave
28
merupakan perangkat lunak gratis dan bahasa tingkat tinggi yang
berfungsi untuk perhitungan numerik.
c. Software Microsoft Office merupakan perangkat lunak paket aplikasi
perkantoran buatan Microsoft dan dirancang untuk dijalankan di bawah
sistem operasi Microsoft Windows dan Mac OS X. Pada penelitian ini
software Microsoft Office digunakan untuk pembuatan laporan.
3.4 Tahapan Pengolahan Data
Ada beberapa tahapan dalam pengolahan data, diantaranya:
1. Plotting titik gempa bumi
Memplotting titik gempa bumi magnitudo 6,1 yang terjadi pada 23 Januari
2018, dengan memasukkan letak koordinat longitude dan latitude ke dalam
file yang berekstensi .bash kemudian diproses dengan menggunakan
software GMT Hawaii.
2. Pengolahan data geomagnetik
Pengolahan data geomagnetik selama bulan Januari-Februari 2018
dilakukan sebanyak dua tahapan yaitu pengolahan pada data geomagnetik
dalam satu hari penuh dan data geomagnetik dalam waktu malam hari.
Pada proses pengolahan data geomagnetik dengan memasukkan data ke
dalam file yang berekstensi .bash kemudian diproses dengan menggunakan
software GMT Octave. Untuk meminimalisir gangguan (noise) dalam
proses pengolahan data selanjutnya maka digunakan data geomagnetik
malam hari, ini disebabkan karena pada data siang hari rentan terhadap
gangguan (noise).
29
3. Detrended Fluctuation Analysis (DFA)
Proses selanjutnya yaitu detrended fluctuation analysis (DFA) dengan
memperoleh nilai dari persamaan (2.8) setelah itu dicari nilai
fluktuasi rata-rata dari data time series dengan menggunakan persamaan
(2.9) yang diulangi secara terus-menerus sepanjang jumlah data dalam
fungsi waktu untuk memperlihatkan adanya hubungan fluktuasi rata-rata
dan jumlah data pengamatan . Dalam proses ini digunakan file
yang berekstensi .bash kemudian diproses dengan menggunakan software
Octave.
4. Indeks DST (Disturbance Strom Time)
Melakukan koreksi anomali yang muncul dengan Indeks Dst, yang
berguna untuk mengetahui aktivitas badai magnetik. Pada proses koreksi
ini menggunakan data dari WDC geomagnetic models, Universitas Kyoto
dengan periode waktu Januari-Februari 2018. Dalam proses ini digunakan
file yang berekstensi .bash kemudian diproses dengan menggunakan
software GMT Hawaii.
30
3.5 Tahapan Penelitian
Gambar 3.2 Tahapan Penelitian.
Mulai
𝛼
Data gempa Data geomagnetik
Data malam
hari
Data satu hari
penuh
Detrended Fluctuation Analysis
Analisis
Kesimpulan
Komponen H, D, Z
Titik gempa bumi
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Plotting Titik Gempa Bumi Magnitudo 6,1
Hasil yang didapatkan dari tahapan plotting titik gempa bumi yaitu berupa
peta dapat dilihat pada Gambar 4.1 dengan indikator sumbu x yang menunjukkan
longitude daerah penelitian dan sumbu y yang menunjukkan latitude daerah
penelitian. Selain itu peta tersebut dilengkapi dengan indikator berbentuk
lingkaran yang berwarna merah menunjukkan titik pusat gempa bumi di Lebak,
Banten dengan magnitudo 6,1 dan kedalaman 46 km yang berjarak 113,9 km dari
stasiun Banten, terjadi pada 23 Januari 2018 tepat pukul 13:34:53 WIB terletak di
-7,130 S dan 106,04
0 E selain itu untuk indikator berbentuk segilima berwarna
hitam menunjukkan titik letak stasiun BMKG Banten di -6,110 S dan 106,13
0 E.
Gambar 4.1 Titik pusat gempa bumi M 6,1 dan stasiun BMKG Banten.
32
4.2 Data Geomagnetik Satu Hari Penuh dan Malam Hari
Dalam Gambar 4.2 ditunjukkan untuk contoh hasil dari tahapan
pengolahan data geomagnetik satu hari penuh yang bertujuan untuk memaparkan
berbagai variasi geomagnetik harian. Dalam gambar ini, sebagai contoh dari hasil
pengolahan data geomagnetik pada tanggal 09 Januari 2018. Hasil yang
didapatkan dari tahapan ini berupa gambar yang terdiri dari 3 panel dengan
indikator grafik berwarna ungu menunjukkan variasi geomagnetik harian, sumbu
y terdiri dari komponen H, D dan Z yang menunjukkan medan magnetik dan
sumbu x pada masing-masing panel yang menunjukkan waktu dalam satu hari
penuh melingkupi pukul 00:00 – 24:00 dengan format UT (Universal Time) yang
apabila dirubah ke dalam zona waktu Indonesia melalui format UT+07:00 untuk
Waktu Indonesia Barat (WIB), UT+08:00 untuk Waktu Indonesia Tengah
(WITA) dan UT+09:00 untuk Waktu Indonesia Timur (WIT), maka menjadi
pukul 07:00 – 07:00 WIB, 08:00 – 08:00 WITA dan 09:00 – 09:00 WIT.
Gambar 4.2 Variasi geomagnetik harian pada 09 Januari 2018, (a) Medan
magnetik komponen H, (b) Medan magnetik komponen D dan (c) Medan
magnetik komponen Z.
33
Berdasarkan hasil pengolahan data geomagnetik satu hari penuh pada 09
Januari 2018, terlihat banyaknya gangguan (noise) pada waktu siang hari dengan
dicirikan terdapat lonjakan-lonjakan (spike) sehingga dapat memberikan hasil
yang kurang optimal. Untuk meminimalisir banyaknya noise yang terdapat pada
waktu siang hari, maka dilakukanlah pengolahan data geomagnetik malam hari.
Hasil yang didapatkan dari tahapan ini berupa gambar yang terdiri dari 3 panel
seperti halnya data geomagnetik satu hari penuh namun yang membedakan pada
bagian waktu dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Variasi geomagnetik malam hari pada 09 Januari 2018, (a) Medan
magnetik komponen H, (b) Medan magnetik komponen D dan (c) Medan
magnetik komponen Z.
Untuk data geomagnetik malam hari pada 09 Januari 2018 melingkupi
pukul 16:00 – 21:00 dengan format UTC (Universal Time Coordinated) yang
apabila dirubah ke dalam zona waktu Indonesia melalui format UTC+07:00 untuk
Waktu Indonesia Barat (WIB), UTC+08:00 untuk Waktu Indonesia Tengah
34
(WITA) dan UTC+09:00 untuk Waktu Indonesia Timur (WIT), maka menjadi
pukul 23:00 – 04:00 WIB, 00:00 – 05:00 WITA dan 01:00 – 06:00 WIT.
Pada Gambar 4.4 ditunjukkan untuk contoh hasil dari tahapan pengolahan
data geomagnetik satu hari penuh pada tanggal 23 Januari 2018, terlihat
banyaknya gangguan (noise) pada waktu siang hari dengan dicirikan terdapat
lonjakan-lonjakan (spike).
Gambar 4.4 Variasi geomagnetik harian pada 23 Januari 2018, (a) Medan
magnetik komponen H, (b) Medan magnetik komponen D dan (c) Medan
magnetik komponen Z.
Untuk meminimalisir banyaknya noise yang terdapat pada waktu siang
hari, maka dilakukanlah pengolahan data geomagnetik malam hari tanggal 23
Januari 2018 dapat dilihat pada Gambar 4.5.
35
Gambar 4.5 Variasi geomagnetik malam hari pada 23 Januari 2018, (a) Medan
magnetik komponen H, (b) Medan magnetik komponen D dan (c) Medan
magnetik komponen Z.
4.2 Detrended Fluctuation Analysis (DFA)
Tahapan terakhir dari penelitian ini adalah mengolahan data malam hari
dengan menerapkan metode detrended fluctuation analysis, sehingga
menghasilkan:
4.2.1 Grafik Log F(n) Terhadap (n)
Hasil plot antara log terhadap data geomagnetik malam hari
didapatkan berupa tiga grafik yang berbeda dimana terdiri dari masing-masing
komponen H, D dan Z yang dilengkapi dengan indikator garis berwarna biru
menunjukkan kemiringan garis linier yang dapat dinotasikan sebagai eksponen
penskalaan dan lingkaran yang berwarna merah menunjukkan data pengamatan.
Dalam Gambar 4.6, ditunjukkan sebagai contoh dari hasil pengolahan dengan
metode DFA pada tanggal 09 Januari 2018 sedangkan untuk Gambar 4.7 di
36
tunjukkan sebagai contoh dari hasil pengolahan dengan metode DFA pada tanggal
23 Januari 2018.
Gambar 4.6 Grafik fluktuasi rata-rata pada 09 Januari 2018, (a) Komponen H, (b)
Komponen D dan (c) Komponen Z.
Gambar 4.7 Grafik fluktuasi rata-rata pada 23 Januari 2018, (a) Komponen H, (b)
Komponen D dan (c) Komponen Z.
4.2.2 Eksponen penskalaan
Berdasarkan nilai kemiringan grafik antara terhadap dapat dihitung
nilai pada masing-masing komponen. Hasil yang didapatkan dari tahapan ini
berupa gambar yang terdiri dari tiga panel dengan indikator titik berwarna biru
menunjukkan variasi nilai terhadap waktu, garis horizontal berwarna ungu
menunjukkan mean -3σ untuk batas minimum anomali pada nilai , sumbu x pada
masing-masing panel yang menunjukkan waktu selama bulan Januari-Februari
37
2018 dan sumbu y pada masing-masing panel yang menunjukkan nilai α dapat
dilihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Hasil DFA (α), (a) Komponen X, (b) Komponen Y dan (c)
Komponen Z.
Gambar 4.8 memperlihatkan nilai α komponen H tampak bahwa sinyal
terhadap waktu berada dalam rentang α = 1.99, untuk komponen D dan Z tampak
bahwa sinyal terhadap waktu berada dalam rentang α = 1.2 sampai dengan 1.6.
Berdasarkan rentang nilai α tampak bahwa sinyal dari ketiga komponen tersebut
bersifat stasioner atau nilai data invarian dalam rentang waktu tertentu (α > 1) dan
termasuk data yang memperlihatkan adanya korelasi positif dalam sinyal data
(persistent) (α > 0,5). Data yang tidak acak (persistent) memiliki kemungkinan
untuk dapat diprediksi (Herdiwijaya & Indradjaja, 2002). Adanya perbedaan nilai
38
α dari masing-masing komponen pada data geomagnetik dikarenakan masing-
masing komponen memiliki nilai rata-rata α yang berbeda.
Berdasarkan hasil DFA (α) yang diperoleh dari ketiga komponen tersebut,
menunjukkan terjadinya penurunan nilai α yang disajikan oleh panel komponen D
dan Z. Penurunan nilai α dimulai dari hari ke-6 selanjutnya penurunan terus
berlangsung sampai menjelang gempa bumi di Lebak, Banten 23 Januari 2018
yang bermagnitudo 6,1 dan berlanjut sampai beberapa minggu setelah gempa
bumi terjadi. Penurunan ini dapat diindikasikan merupakan fase awal dari
peningkatan aktivitas seismik sebelum kejadian gempa (Saroso, 2008).
4.2.3 Validasi Hasil Penelitian Terdahulu dengan Hasil Pengolahan Metode
Detrended Fluctuation Analysis
Penelitian dengan metode DFA ini dapat mengkonfirmasikan kebenaran
dari hasil yang diperoleh oleh metode spectral density ratio yang berfokus pada
ULF. Spectral density ratio adalah analisa polarisasi rasio yang dilakukan pada
spektrum ultra low frequency (ULF) yang berguna untuk mengetahui anomali
geomagnetik. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang meyakinkan, maka hasil
DFA (α) disandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya dengan metode
spectral density ratio Z/D pada frekuensi 0,02 Hz (Hak, 2018).
Berdasarkan Gambar 4.9 terdapat tiga panel dengan indikator sumbu x
pada masing-masing panel menunjukkan waktu selama bulan Januari-Februari
2018. Indikator sumbu y pada panel (a) menunjukkan nilai spectral density ratio
Z/D, pada panel (b) menunjukkan nilai DFA (α) komponen vertikal (Z) dan pada
panel (c) menunjukkan nilai indeks DST. Indikator segitiga berwarna hitam
39
menunjukkan gempa bumi di Lebak, Banten 23 Januari 2018 yang bermagnitudo
6,1 dan lingkaran berwarna abu-abu menunjukkan adanya anomali.
Gambar 4.9 (a) Hasil spectral density ratio Z/D pada frekuensi 0,02 Hz (Hak,
2018), (b) Hasil DFA (α) komponen vertikal (Z) dan (c) Indeks DST.
Pada hasil spectral density ratio Z/D mengalami peningkatan yang terjadi
pada tanggal 11 dan 16 Januari 2018, dapat dilihat pada panel (a) dari Gambar
4.9. Pada saat yang sama hasil DFA (α) komponen vertikal (Z) mengalami
penurunan nilai α pada tanggal 16 dan 17 Januari 2018 yang dapat dilihat pada
panel (b) dari Gambar 4.9.
Dengan penurunan nilai α pada DFA ini dapat mengkonfirmasikan
kebenaran adanya kemunculan anomali pada tanggal 11 dan 16 Januari 2018 yang
diperoleh oleh metode spectral density ratio Z/D yang terindentifikasi pada 7 hari
dan 11 hari sebelum gempa bumi. Setelah terjadinya gempa bumi M=6,1, tidak
40
ada peningkatan yang jelas dari spectral density ratio Z/D dengan penurunan
simultan dari nilai α. Penggunakan secara bersamaan antara spectral density ratio
dan DFA sangat efektif untuk mendeteksi adanya kemunculan anomali
geomagnetik ULF terkait gempa bumi.
Pada nilai indeks DST menunjukkan bahwa gempa bumi di Lebak, Banten
2018 (M= 6,1) sebelum (pre-seismic) dan sesaat (co-seismic) kejadian, terjadi
pada saat hari tenang (quiet day) yang mana nilainya tidak melebihi 45 nT dan
tidak berada di bawah -45 nT. Dengan demikian, sinyal emisi ULF dapat
dianalisis dengan baik karena tidak terjadi aktivitas badai geomagnetik global
dapat dilihat pada panel (c) dari Gambar 4.9.
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
2.6 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data geomagnetik bumi dan analisis yang
telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa sebelum terjadinya gempa bumi
di Lebak, Banten pada tanggal 23 Januari 2018 yang bermagnitudo 6,1 didahului
oleh anomali sinyal geomagnetik ultra low frequency (ULF), ini ditunjukkan
adanya kenaikkan hasil spectral density ratio Z/D dengan frekuensi 0,02 Hz yang
tervalidasi oleh hasil dari metode DFA yang mengalami penurunan nilai α pada
panel komponen D dan Z. Kemunculan anomali ini sekitar 7 hingga 11 hari
sebelum kejadian gempa bumi bermagnitudo 6,1.
2.7 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperlukannya pengembangan
lebih lanjut terkait ULF pada studi kasus gempa bumi terbesar di Indonesia
dengan menggunakan referensi data pendukung yang lebih banyak serta
menggunakan metode lainnya agar hasilnya dapat lebih maksimal dan lebih
akurat.
42
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah. (2010). Analisis Keaktifan dan Resiko Gempa Bumi Pada Zona
Subduksi Daerah Pulau Sumatra dan Sekitarnya dengan Metode Least
Square. Jakarta: Universitas Islam Negeri Jakarta.
Suaidi, A., Puspito, N. T., Saroso, S., Ibrahim, G., Siswoyo, & Suhariyadi. (2013).
Prekursor Gempa Bumi Padang 2009 Berbasis Hasil Analisis Polarisasi
Power Rasio Dan Fungsi Transfer Stasiun Tunggal. Jurnal Ilmiah
Geomatika, 19, 49-56.
Ahmad, N., & Herdiwijaya, D. (2014). Analisis korelasi kasus anomali satelit
melalui variasi magnetik bumi (Correlation analysis of anomaly cases
through geomagnetic variation). Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (Lapan).
Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika. (2018). Press Release. NO:
UM.505/IST23-13/KPG/I/2018.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2018). INFO BENCANA Edisi
Januari 2018. Jakarta: Graha BNPB.
Bentuk skematis batas lempeng, diakses pada pukul 21.30, Minggu 06 Oktober
2019 dari https://www.iris.edu/hq/files/programs/educationandoutreach.
Blakely, R. J. (1995). Potential theory in gravity and magnetic applications. New
York: Cambridge University Press.
Brahmantyo, A. (2017). Identifikasi Sesar Di Daerah Kupang-Atambua
Menggunakan Data Geomagnetik Dengan Konfirmasi Data Focal
Mechanism. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Campbell, W. H. (2003). Introduction To Geomagnetic Fields Second Edition.
New York: Cambridge University Press.
Cerrato, Y., Saiz, E., Cid, C., & Hidalgo, M. A. (2004). Geomagnetic Storms:
Their sources and a model to forecast the Dst Index. Lecture Notes and
Essays in Astrophysics, 1.
Delfebriyadi. (2008). Studi Hazard Kegempaan Wilayah Propinsi Banten Dan
Dki Jakarta. Padang: Universitas Andalas.
43
Departemen Agama RI. (2009). Al-Quran Dan Terjemahnya. Bandung: PT
Sygma Examedia Arkanleema.
Don, L., & Leet, F. (2006). Gempa Bumi penjelasan ilmiah & sederhana.
Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Febriani, F., Han, P., Yoshino, C., Hattori, K., Nudiyanto, B., Effendi, N.,
Maulana, I., Suhardjono, & Gaffar, E. (2014). Ultra Low Frequency
(ULF) Electromagnetic Anomalies Associated with Large Earthquakes in
Java Island, Indonesia by Using Wavelet Transform and Detrended
Fluctuation Analysis. Natural Hazards and Earth System Sciences, 14,
789-798. https://doi.org/10.5194/nhess-14-789-2014.
Frasher-Smith, A.C., Bernardi, A., McGrill, P.R., Ladd, M.E., Helliwell, R.A., &
Villard, G. Jr. (1990). Low-Frequency Magnetic Field Measurements Near
The Epicenter Of The Ms. 7.1 Loma Prieta Earthquake. Journal
Geophysical Research Letter, 17, 9.
Ganesha, D. (2011). Wilayah Kerentanan Terhadap Gempa Bumi Di Kabupaten
Pandeglang Bagian Barat (Studi Kasus Sebagian Kecamatan Cigeulis,
Cimanggu Dan Sumur). Depok: Universitas Indonesia.
Hak, A. S. (2018). Anomali Data Elektromagnetik Pada Frekuensi Sangat Rendah
(Ultra Low Frequency) Yang Berkaitan Dengan Gempa M = 6,1 Di
Daerah Lebak, Banten. Jakarta: Universitas Islam Negeri Jakarta.
Hamidi, M., Namigo, E. L., & Ma’muri. (2018). Identifikasi Anomali Sinyal
Geomagnetik Ultra Low Frequency Sebagai Prekursor Gempa Bumi
Dengan Magnitudo Kecil Di Wilayah Kepulauan Nias. Jurnal Ilmu Fisika,
10, 1.
Hartuti, E. R. (2009). Buku Pintar Gempa. Yogjakarta: DIVA Press.
Hidayat, N., & Santoso, E. W. (1997). Gempa Bumi dan Mekanismenya. Alami, 2.
Herdiwijaya, D., & Indradjaja, B. (2002). Fraktal Variabilitas dalam Siklus Bintik
Matahari. Kontribusi Fisika Indonesia, 13.
Ibrahim, G., Ahadi, S., & Saroso, S. (2012). Karakteristik Sinyal Emisi Ulf Yang
Berhubungan Dengan Prekursor Gempabumi Di Sumatera, Studi Kasus:
Gempabumi Padang 2009 Dan Gempabumi Mentawai 2010. Jurnal
Meteorologi dan Geofisika, 13.
44
Ida, Y., Yang, D., LI, Q., Sun, H., & Hayakawa, M. (2008). Detection of ULF
electromagnetic emissions as a precursor to an earthquake in China with
an improved polarization analysis. Natural Hazards and Earth System
Sciences.
Kurniawa, M. (2016). Pemetaan Tingkat Resiko Kerusakan Akibat Gempa Bumi
Di Wilayah Jawa Barat Berdasarkan Pola Percepatan Tanah Maksimum
Dengan Metode MC.Guirre.R.K. Malang: Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim.
Lubis, S. H. (2018). Analisa Gangguan Medan Magnet Kereta Api Listrik
Terhadap Pengamatan Geomagnet. Jakarta: Universitas Islam Negeri
Jakarta.
Lutgens. (1982). Essentials of Geology. A Bell & Howell Company, Colombus,
Ohio, 43216.
Martiningrum, D. R., Purwono, A., Nuraeni, F., & Muhamad, J. (2012).
Fenomena Cuaca Antariksa Edisi Revisi. Pusat Sains Antariksa LAPAN.
Masruri, M. F. I., Nanda, B. M. T. F., & Syirojudin, M. (2017). Analisis
Preseismic Event Menggunakan Data Geomagnetik Studi Kasus: Gempa
Bumi Selat Sunda 28 Juni 2016 M 5.0. Semarang: Universitas Negeri
Semarang. Jurnal Fisika, 7.
Masruri, M. F. I., & Nanda, B. M. T. F. (2018). Analisis Indeks Aktivitas
Geomagnet 13 Oktober 2016. Jurnal Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika, 5.
McCaffrey, R. (2009). The Tectonic Framework of The Sumatran Subduction
Zone. Annual Review of Earth Planetary Sciences.
Mulyo, A. (2004). Pengantar Ilmu Kebumian, Pengetahuan Geologi Untuk
Pemula. Bandung: Pustaka Setia.
Noor, D. (2006). Geologi Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Nurdiyanto, B. (2010). Integrase Pengamatan Parameter Geofisika Dalam Usaha
Prediktabilitas Gempabumi. Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi Dan
Geofisika Pusat Penelitian Dan Pengembangan.
45
Pakpahan, S., Nurdiyanto, B., & Ngadmanto, D. (2014). Analisis Parametergeo-
Atmosferik dan Geokimia Sebagai Prekursor Gempabumi di Pelabuhan
Ratu, Sukabumi. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 15.
Panjaitan, M. (2015). Penerapan Metode Magnetik Dalam Menentukan Jenis
Batuan dan Mineral. Jurnal Riset Komputer, 2.
Peng, C. K., Buldyrev, S. V., Havlin, S., Simons, M., Stanley, H. E., &
Goldberger, A. L. (1994). Mosaic organization of DNA nucleotides. Phys.
Rev. E, 49.
Rusita, S., Siregar, S. S., & Sota, I. (2016). Identifikasi Sebaran Bijih Besi
Dengan Metode Geomagnet Di Daerah Pemalongan, Bajuin Tanah Laut.
Jurnal Fisika FLUX, 13.
Sapiie, B., Magetsari, N. A., Harsolumakso, A. H., & Abdullah, C. I. (2006).
Geologi Fisik. Bandung: Institut Teknologi Bandung (ITB).
Saroso, S. (2008). Analisis fractal emisi sinyal ULF dan kaitannya dengan gempa
bumi di Indonesia. Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika.
Sari, R. A. (2019). Penentuan Persamaan Empiris Untuk Memprediksi Magnitudo
Gempabumi Menggunakan Parameter Prekursor Gempabumi Dari
Anomali Magnetik Lombok Nusa Tenggara Barat. Lampung: Fakultas
Teknik Universitas Lampung.
Sinambela, M. (2011). Analisis Dekomposisi Spektral Data Seismik Dengan
Tranformasi Wavelet Kontinu. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Software Octave, diakses pada pukul 09.57, Jumat 16 Agustus 2019 dari
http://www.gnu.org/software/octave/.
Suaidi, A., Puspito, N. T., Saroso, S., Ibrahim, G., Siswoyo & Suhariyadi. (2013).
Prekursor Gempa Bumi Padang 2009 Berbasis Hasil Analisis Polarisasi
Power Rasio Dan Fungsi Transfer Stasiun Tunggal. Jurnal Ilmiah
Geomatika, 19.
Subakti, H., Ratri, A. D. P., & Muslim, B. (2017). Analisis Anomali Ionosfer
Sebelum Gempabumi Besar Di Jawa Dengan Menggunakan Data Gps
Tec. Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 4.
46
Sugianto, D., Nurjaya, I. W., Natih, N. M. N., & Pandoe, W. W. (2017). Potensi
Rendaman Tsunami Di Wilayah Lebak Banten. Jurnal Kelautan Nasional,
12.
Sunarjo, Gunawan, M. T., & Pribadi, S. (2012). GEMPA BUMI Edisi Populer.
Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
The Generic Mapping Tools, diakses pada pukul 19.02, Sabtu 10 Agustus 2019
dari http://gmt.soest.hawaii.edu/projects/gmt/.
Tuti, S. (2016). Survey Anomali Magnetik Bijih Besi di Pesisir Pantai Marina
Kabupaten Bantaeng Berdasarkan Metode Geomagnetik. Makasar:
Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar.
Wahyuningsih, U. (2017). Analisis Anomali Sinyal Ultra Low Frequency
Berdasarkan Data Pengukuran Geomagnetik Sebagai Indikator Prekursor
Gempabumi Wilayah Lampung Tahun 2016. Lampung: Universitas
Lampung.
Zera, T. (2007). GEOLOGI langkah awal mengenal bumi. Jakarta.
47
LAMPIRAN
Lampiran 1
a. Data gempa bumi bulan Januari 2018
No Date Longitude Latitude Mag Depth
1 01/01/2018 106.83 -6.9 3.3 10
2 02/01/2018 104.51 -5.27 3.1 82
3 03/01/2018 106.66 -7.47 2.8 36
4 03/01/2018 104.67 -5.93 3.2 41
5 04/01/2018 104.91 -6.65 3.3 26
6 08/01/2018 104.77 -6.51 3.7 27
7 10/01/2018 106.64 -7.75 3 84
8 10/01/2018 105.75 -7.04 3.8 100
9 10/01/2018 106.82 -7.49 2.7 48
10 11/01/2018 106.8 -7.25 3.8 59
11 13/01/2018 107.3 -7.85 3.7 10
12 15/01/2018 107.72 -7.41 2.7 10
13 15/01/2018 106.3 -6 2.9 14
14 15/01/2018 105.93 -7.86 3.4 10
15 16/01/2018 106.72 -7.66 3.4 27
16 17/01/2018 105.24 -5.66 3.5 10
17 19/01/2018 106.84 -7.71 2.6 19
18 19/01/2018 106.74 -7.58 2.8 27
19 20/01/2018 107.19 -7.38 3.7 98
20 21/01/2018 106.58 -7.97 3.6 10
21 21/01/2018 107.03 -7.75 2.3 22
22 23/01/2018 106.04 -7.13 6.1 46
23 23/01/2018 106.26 -7.26 4.4 20
24 23/01/2018 106.09 -7.16 4 23
25 23/01/2018 106.12 -7.13 3.7 29
26 23/01/2018 106.21 -7.07 3.3 28
27 23/01/2018 106.08 -7.21 4.1 19
28 23/01/2018 106.01 -7.16 4.3 20
29 23/01/2018 106.07 -7.11 3.5 28
30 23/01/2018 105.98 -7.26 3.2 33
48
31 23/01/2018 105.95 -7.06 3 27
32 23/01/2018 106.18 -7.2 3 23
33 23/01/2018 106.01 -7.23 3.1 19
34 23/01/2018 106.2 -7.21 2.8 26
35 23/01/2018 106.14 -7.13 3.5 22
36 23/01/2018 106.14 -7.06 2.9 29
37 23/01/2018 105.98 -7.19 3.8 19
38 23/01/2018 106.11 -7.2 4.8 32
39 23/01/2018 106.12 -7.22 4.3 27
40 23/01/2018 106.19 -7.14 2.8 33
41 23/01/2018 106.13 -7.17 3.3 28
42 23/01/2018 106.08 -7.15 2.9 16
43 23/01/2018 106.08 -7.19 3.2 21
44 23/01/2018 106.09 -7.23 4 28
45 23/01/2018 106.17 -7.09 3 33
46 23/01/2018 106.09 -7.24 4.1 37
47 23/01/2018 106.12 -7.25 3.4 32
48 23/01/2018 106.09 -7.27 3.7 32
49 23/01/2018 106.12 -7.21 4.1 33
50 23/01/2018 106.05 -7.22 3.6 29
51 23/01/2018 106.15 -7.13 3 33
52 23/01/2018 106.08 -7.21 4.2 41
53 23/01/2018 106.05 -7.16 3.8 32
54 23/01/2018 106.15 -7.15 2.9 36
55 23/01/2018 106.08 -7.14 3 32
56 23/01/2018 106.24 -7.24 2.5 25
57 23/01/2018 106.15 -7.17 2.9 28
58 23/01/2018 106.11 -7.22 4.2 25
59 23/01/2018 106.16 -7.2 2.7 26
60 23/01/2018 106.26 -7.11 2.7 10
61 23/01/2018 105.97 -7.08 3 31
62 23/01/2018 106.1 -7.16 3.6 21
63 23/01/2018 106.13 -7.03 3.3 28
64 23/01/2018 106.05 -7.21 3.5 39
65 23/01/2018 106.04 -7.18 3.7 31
66 23/01/2018 106.01 -7.25 3.2 19
67 24/01/2018 105.98 -7.23 4.4 11
68 24/01/2018 105.99 -7.21 4.9 46
69 24/01/2018 106.01 -7.16 3.4 17
49
70 24/01/2018 106.08 -7.23 4 27
71 24/01/2018 106.12 -7.13 3 47
72 24/01/2018 105.52 -7.57 3 58
73 25/01/2018 106.55 -6.56 2.7 10
74 25/01/2018 106.2 -7.09 2.9 25
75 25/01/2018 106.08 -7.11 3.3 19
76 26/01/2018 106.05 -7.19 5.2 30
77 26/01/2018 106.04 -7.19 5 30
78 26/01/2018 106.9 -7.37 3 96
79 26/01/2018 105.9 -7.25 3.5 10
80 26/01/2018 106.15 -7.28 2.5 25
81 27/01/2018 106.06 -7.13 3.8 21
82 28/01/2018 106.16 -7.86 3.3 10
83 28/01/2018 106.2 -7.01 3.1 19
84 29/01/2018 105.47 -6.01 3.3 10
85 29/01/2018 105.34 -6.54 4.3 19
86 29/01/2018 106.1 -7.09 2.8 33
87 29/01/2018 106.06 -7.15 3 31
88 30/01/2018 106.23 -7.2 3 25
89 30/01/2018 107 -7.94 3.5 28
90 30/01/2018 104.59 -6.45 4.1 25
b. Data gempa bumi bulan Februari 2018
No Date Longitude Latitude Mag Depth
1 01/02/2018 106.46 -7.8 4 14
2 03/02/2018 106.46 -7.07 3.1 35
3 03/02/2018 106.19 -7.19 2.8 39
4 03/02/2018 105.95 -7.26 4.5 10
5 04/02/2018 107.36 -7.87 2.4 21
6 05/02/2018 106.88 -7.29 2.6 10
7 05/02/2018 106.15 -7.12 3 30
8 05/02/2018 107.72 -7.22 2.7 12
9 06/02/2018 104.59 -5.27 2.8 78
10 08/02/2018 105.57 -5.79 3.2 19
11 09/02/2018 104.61 -6.02 3.8 71
12 09/02/2018 104.13 -5.98 3.5 10
13 10/02/2018 106.35 -7.47 3.5 26
50
14 11/02/2018 105.96 -7.17 3.5 29
15 11/02/2018 106.06 -7.16 3.1 32
16 12/02/2018 106.17 -7.03 3.1 11
17 16/02/2018 105.93 -7.81 3.8 10
18 16/02/2018 106.25 -7.29 3 10
19 16/02/2018 105.85 -7.81 5.1 10
20 16/02/2018 106.14 -7.55 2.9 10
21 16/02/2018 106.32 -7.72 3.8 64
22 16/02/2018 106.45 -7.87 5 49
23 16/02/2018 106.02 -7.52 2.8 27
24 16/02/2018 105.86 -7.81 4.6 10
25 16/02/2018 105.93 -7.75 3.9 30
26 17/02/2018 105.46 -6.01 3.7 10
27 17/02/2018 105.5 -6.02 3.7 10
28 17/02/2018 105.45 -5.98 3.2 10
29 17/02/2018 106.17 -7.1 4.1 10
30 17/02/2018 107.71 -7.25 2.9 10
31 18/02/2018 106.67 -7.62 4.5 10
32 18/02/2018 105.59 -6.61 4 10
33 18/02/2018 106.06 -7.17 3.2 26
34 18/02/2018 107.01 -7.04 2.3 10
35 18/02/2018 106.04 -7.81 3 28
36 18/02/2018 107.83 -7.85 2.2 10
37 19/02/2018 107.04 -7.86 2.6 30
38 19/02/2018 106.1 -7.16 3.8 32
39 19/02/2018 106.5 -7.89 3.8 10
40 22/02/2018 105.26 -7.05 3.2 10
41 25/02/2018 107.09 -7.94 2.4 32
42 25/02/2018 106.33 -7.88 3.8 10
43 26/02/2018 106.54 -7.86 3.1 10
44 26/02/2018 106.02 -7.45 4.6 10
45 27/02/2018 106.67 -6.73 2.9 14
46 27/02/2018 106.35 -6.43 3.2 10
47 27/02/2018 106.97 -7.11 2.2 10
48 27/02/2018 106.9 -7.2 2.6 10
49 27/02/2018 105.17 -7.03 3.5 10
51
Lampiran 2 Data geomagnetik satu hari penuh dan data geomagnetik malam
hari pada bulan Januari-Februari 2018
Tanggal Data Geomagnetik Satu Hari Penuh Data Geomagnetik Malam Hari
01
Januari
2018
02
Januari
2018
03
Januari
2018
04
Januari
2018
52
05
Januari
2018
06
Januari
2018
07
Januari
2018
08
Januari
2018
10
Januari
2018
53
11
Januari
2018
12
Januari
2018
13
Januari
2018
14
Januari
2018
16
Januari
2018
54
17
Januari
2018
18
Januari
2018
19
Januari
2018
20
Januari
2018
21
Januari
2018
55
22
Januari
2018
23
Januari
2018
24
Januari
2018
25
Januari
2018
26
Januari
2018
56
27
Januari
2018
28
Januari
2018
29
Januari
2018
30
Januari
2018
31
Januari
2018
57
01
Februari
2018
02
Februari
2018
03
Februari
2018
04
Februari
2018
05
Februari
2018
58
06
Februari
2018
07
Februari
2018
08
Februari
2018
09
Februari
2018
10
Februari
2018
59
11
Februari
2018
12
Februari
2018
13
Februari
2018
14
Februari
2018
15
Februari
2018
60
16
Februari
2018
17
Februari
2018
18
Februari
2018
19
Februari
2018
20
Februari
2018
61
21
Februari
2018
22
Februari
2018
23
Februari
2018
24
Februari
2018
25
Februari
2018
62
Lampiran 3 Grafik log F(n) terhadap (n)
a. Komponen H
63
64
65
b. Komponen D
66
67
68
69
c. Komponen Z
70
71
72