analisis 11 a

Upload: bimaindra

Post on 07-Mar-2016

238 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

11 A

TRANSCRIPT

Nama : Bima IndraNIM: 04011181419208Analisis Masalah2. Selaindemam, Nn a jugamengluh sakit kepala, badan lemah, mialgia, anoreksia, bibir kering dan pecah-pecah, mual, muntah, rasa tida kenak pada perut dan obstipasi.

A. Apa yang menyebabkan sakit kepala, badan lemah, mIalgia, anoreksia, bibir kering dan pecah-pecah, mual, muntah, rasa tidak enak pada perut dan obstipasi? (mekanisme)

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi tidak, kemudian masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia bakteri berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. bakteri dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal. Di plak peyeri ini terjadi hyperplasia jaringan dan nekrosis ( inilah yang merupakan faktor penyebab perdarahan pembuluh darah akibat erosi yang disebabkan nekrosis dan hyperplasia. Nekrosis dan hyperplasia itu dapat terjadi karena endotoksin salmonella menstimulasi makrofage untuk memproduksi sitokin dan zat lainnya salah satunya monokin. Produksi dari makrofag ini lah yang menyebabkan nekrosis,hyperplasia dll)

Hyperplasia plak peyeri juga menyebabkan gangguan Saluran pencernaan (tersumbat, Kesulitan BAB) dan salmonella yg menyerang usus ini pada saat komplikasi menimbulkan nyeri, hal ini juga bisa menyebabkan nyeri pada saat buang air besar sehingga kesulitan BAB) dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.

Dalam sirkulasi darah ke organ retikuloendotelial, di organ ini terjadi 3 hal: Bakteri keluar dari sel fagosit dan masuk ke sirkulasi darah, pada tahap inilah timbul gejala - gejalanya, karena bakteri itu keluar dari sel fagosit (makrofag) keluarlah endotoksin yg akan merangsang sintesis zat pirogen lalu demam. Dari hepar tadi juga bisa masuk ke empedu karena eksresi empedu ke usus, jadi bakterinya ikut masuk ke usus. bakterinya bisa terbawa ke feses (inilah yg bisa nularin ke orang, bisa saja fesesnya dihinggapi lalat, dan biasanya pada orang karier typoid fesesnya banyak mengandung bakteri ini). Selain itu, disaat di sirkulasi darah bakteri itu ternyata mengeluarkan endotoksin (semacam racun) selama berada di sirkulasi darah, endotoksin menempel di reseptor endotel kapiler, hal inilah yang menyebabkan komplikasi ke daerah-daerah lain, missal ke cardio, pulmo, neuro dll. Karena terjadi sumbatan-sumbatan pada pembuluh darah kecil menyebabkan iskemik dan nekrosis hemoragic berbagai organ

B. Bagaimanan hubungan dan keterkaitan antar-gejala dengan demam yang dialami?

4. PemeriksaanfisikKeadaanumum:Tampak sakit sedang, tanda vital: sensorium, compos mentis; TD: 120/70 mmHg; fekuensi nadi 88x/menit; frekuensi napas 20x/menit; temperatur 40 derajat celcius;A. Bagamana Interpretasi dari keadaan fisik umum ?Pada pemeriksaan terlihat bahwa kesadarann, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan normal. Akan tetapi, dilihat hubungan antara suhu dan denyut nadi, terlihat bradikardi relatif, yaitu salah satu gejala demam typhoid lain yang khas dimana kenaikan suhu tubuh tidak diikuti kenaikan denyut nadi yang sepadan (pada keadaan normal kenaikan 1 derajat celcius biasanya diikuti kenaikan denyut nadi 10-15 kali permenit). Namun adanya bradikardi relatif tidak menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Disini, suhu tubuh pasien di atas ambang batas normal.

B. Bagaimana cara pemeriksaan fisik umum?Pemeriksaan fisik umum dapat dilakukan dengan cara berikut :Untuk melihat kesadaran pasien, dapat dilakukan melalui inspeksi dan melihat cara pasien merespon pertanyaan, macam-macam kesadaran pasien adalah : Kompos mentis : sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan di sekelilingnya Apatis : keadaan kesadaran pasien yang segan untuk berhubungan dengan keadaan sekitarnya, sikap acuh tak acuh Letargi : Keadaan kesadaran pasien yang tampaknya lesu dan mengantuk. Isstilah lain : suf (Belanda), drowsy (Inggris) Somnolen : keadaan kesadaran pasien yang selalu mau tidur saja, dapat dibangunkan dengan rasa nyeri, atau untuk makan/minum, namun jatuh tertidur kembali. Sopor : keadaan kesadaran pasien yang mirip koma, berbaring dengan mata tertutup, tidak menunjukkan reaksi jika dibangunkan, kecuali dengan rangsang nyeri. Refleks kornea meski lunak masih bisa dibangkitkan; reaksi pupil utuh. Istilah lain : stupor Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali, dengan rangsang apapun reaksi atas rangsangan tak akan timbul. Refleks apapun tak didapatkan lagi, bahkan batuk dan muntah tidak ada.Tekanan DarahTekanan darah adalah kekuatan darah ketika mendorong dinding arteri. Tekanan darah tergantung pada luaran kardiak, volume darah yang diejeksi oleh ventrikel permenit, dan tahanan pembuluh darah perifer. Kecepatan jantung, kontraktilitas dan volume darah total, yang tergantung pada kadar natrium, mempengaruhi luaran jantung (cardiac output). Viskositas darah arteri dan elastisistas dinding mempengaruhi tahanan pembuluh darah vaskular.Tekanan darah mempunyai dua komponen: sitolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik menggambarkan tekanan maksimum pada arteri ketika kontraksi ventrikel kiri (atau sistol), dan diatur oleh volume stroke (atau volume darah yang dipompa keluar pada setiap denyut janutng). Tekanan darah diastolik adalah tekanan saat istirahat yaitu tekanan dari darah antar kontraksi ventrikel.Tujuan obyektif utama mengidentifikasi, memberikan terapi dan memantau tekanan darah pasien adalah untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler serta angka kesakitan dan kematian yang terkait. Oleh karena itu, pengukuran tekanan darah yang akurat sangat penting, karena pengukuran ini menjadi dasar keputusan klinis yang vital, misalnya untuk menyesuaikan terapi antihipertensi untuk pasien.Metode pemeriksaan Metode pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk menentukan tekanan darah pasien adalah metode tak langsung, metode auskultasi menggunakan stetoskop dan sfigmomanometer. Bagian alat yang digunakan untuk diikatkan pada lengan berisi kantong karet yang dapat mengembang. Kantongnya terhubung ke manometer. Karena manometer aeroid mudah hanyut, maka harus dikalibrasi paling sedikit sekali setahun dan harus ditinggalkan pada keadaan nol. Karena lingkar lengan berbeda-beda, maka juga tersedia berbagai macam ukuran pengikat lengan (misalnya untuk anak-anak, dewasa, dan orang dewasa yang besar). Untuk menentukan ukuran pengikat lengan ini bandingkan panjang kantong pengukur tekanan darah tadi dengan lingkar lengan pasien. Anda harus merasakan kantong di dalam pengikat lengan tadi. Untuk pengukuran yang paling akurat, panjang kantong harus paling sedikit 80% lingkar lengan.Pengukuran tekanan darah dianggap tak langsung, kaena tekanan dalam pembuluh darah secara tidak langsung diukur dengan melihat tekanan dalam pengikat lengan. Ketika udara dipompakan ke dalam pengikat lengan, tekanan dalam pengikat lengan tersebut akan meningkat. Ketika tekanan dalam pengikat lengan tadi melebihi tekanan arteri brakhial pasien, arteri akan tertekan dan aliran darah akan berkurang dan akhirnya berhenti.Bersamaan dengan mengeluarkan udara dari pengikat lengan, kantong akan mengempis dan tekanan pada pengikat lengan berkurang. Ketika tekanan dalam pengikat lengan sama dengan tekanan arteri, darah akan mulai mengalir kembali. Aliran darah dalam arteri menghasilkan suara yang spesifik, yang disebut suara Korotkoff yang terjadi dalam 5 fase:Fase I : lemah, jelas dan ketuk (tekanan sistolik)Fase II: swooshingFase III: nyaring (crisp), lebih intensif (tapping)Fase IV: muffling (pada dewasa hal ini menunjukkan keadaan hiperkinetik jika fase ini terus berlangsung selama pengikat lengan mengempis).Fase V: hilangnya suara (pada dewasa, tekanan diastolik).Suara-suara ini digunakan untuk mengidentifikasi tekanan darah sistolik dan diastolik. Agar dapat mengukur dengan sangat akurat, ikuti langkah-langkah berikut: Tanyakan kepada pasien apakah pasien merokok atau mengkonsumsi kafein dalam 30menit sebelum pemeriksaan. Jika ya, catat informasi ini. Pasien harus didudukkan pada kursi dengan punggung tersangga dan lengan kosongdan disangga pada keadaan paralel setara jantung. Pengukuran dimulai paling sedikit setelah 5 menit beristirahat. Tentukan ukuran pengikat lengan yang sesuai untuk pasien. Palpasi arteri brakhial sepanjang lengan atas bagian dalam. Posisikan agar kantong yang ada pada pengikat lengan di tengah di atas arteribrakhial, kemudian ikat pengikat lengan tadi agar pas melingkari lengan, usahakanujung tepi bawah pengikat lengan tersebut 1 inci di atas antekubital Posisikan manometer agar lurus terhadap pandangan mata. Instruksikan pada pasien untuk tidak berbicara selama pengukuran. Tentukan tingkat inflasi maksimum. (Sembari palpasi nadi radial, pompa pengikat lengan hingga ke titik di mana nadi tidak lagi terdengar, tambahkan 30 mmHg pada pembacaan ini). Dengan cepat kendurkan/biarkan udara keluar dari kantong lengan, dan tunggu 30 detik sebelum memompanya kemabali. Sisipkan ujung stetoskop; cek agar mengarah ke depan pada tempatnya. Tempatkan bel stetoskop tanpa menekan, tapi cukup erat hingga kedap udara, di atasarteri brakhial (lihat Gambar 5-10). Lihat bahwa diafrgama stetoskop juga dapat digunakan; namun, bel akan leih sensitif untuk mendengan suara frekuensi rendah (tekanan darah) dan sedapat mungkin bel digunakan jika memungkinkan. Ketika pertama kali belajar mendengarkan tekanan darah, mungkin lebih mudah menggunakan diafragma daripada bel. Pompa dengan cepat pengikat lengan sampai maksimum (seperti yang telah ditentukan sebelumnya) Perlahan biarkan udara keluar (deflate/kempiskan pengikat lengan) dengan penurunantekanan teratur sebesar 2-3 mmHg/detik. Catat pembacaan tekanan ketika pertama kali terdengan dua suara berturutan (Korotkoff Fase 1). Ini adalah tekanan darah sistolik. Catat pembacaan tekanan ketika suara terakhir terdengar (Korokoff Fase V). Ini adalah tekanan diastolik. Tetap dengarkan sampai 20 mmHg di bawah tekanan diastolik, kemudian dengan cepat kempeskan pengikat lengan. Catat tekanan darah pasien dengan angka genap beserta posisi pasien (misalnya, duduk, berdiri, berbaring), ukuran pengikat lengan, dan lengan yang diukur. Tunggu 1-2 menit sebelum mengulangi kembali pembacaan menggunakan lengan yang sama.Untuk hasil pengukuran yang paling akurat, 2 atau lebih pembacaan, tiap pembacaan terpisah2 menit, dicari nilai rata-ratanya. Jika 2 pembacaan pertama berbeda lebih dari 5 mmHgharus dilakukan pembacaan ulang (pengukuran tekanan darah diulang lagi) dan kemudiandirata-rata. Tekanan darah normal dewasa adalah sistolik kurang dari 120 mmHg dandiastolik kurang dari 80 mmHg.Kategori tekanan darah :Normal 100Temperatur/Suhu TubuhUntuk menjaga fungsi metabolisme normal, suhu tubuh secara umum diatur oleh hipotalamus agar selalu berada pada rentang suhu yang sempit. Produksi panas, yang terjadi sebagai bagian dari metabolism dan ketika berolahraga, diseimbangkan dengan hilangnya panas terutama melaui penguapan keringat. Rentang suhu tubuh normal untuk dewasa asalah 36,4-37,2C (97,5 99,0 F). Suhu tubuh normal dapat dipengaruhi oleh ritme biologis, hormon-hormon, olahraga dan usia. Fluktuasi diurnal sekitar 1C biasa terjadi, dengan suhu terendah pada awal pagi hari dan tertinggi pada akhir sore hari sampai menjelang malam. Pada wanita, sekresi progesterone pada saat ovulasi hingga saat menstruasi mengakibatkan peningkatan suhu tubuh 0,5C. Olahraga yang sedang sampai berat juga meningkatkan suhu tubuh.Pada anak-anak, variasi suhu normal lebih lebar karena mekanisme pengaturan panasnya masih belum matang. Sejalan dengan pertambahan usia, suhu rata-rata tubuh menurun dari 37,2C (99,0F) pada anak-anak menjadi 37C (98,6C) pada dewasa dan menjadi 36C pada orang lanjut usia.Pengukuran suhu tubuh merupakan bagian rutin pada hampir semua penilaian klinis, karena dapat menggambarkan tingkat keparahan penyakit (misalnya, infeksi). Suhu tubuh dapat dicatat dalam derajat Celcius atau derajat Fahrenheit, dan berikut ini adalah konversi antara keduanya:C = 5/9 x (F 32)F = (9/5 x C) + 32Suhu tubuh dapat diukur dengan berbagai alat thermometer (thermometer gelas, elektronik, timpani) dan berbagai rute (per oral, rectal, axilla, tympani). Karena faktor lingkungan polusi merkuri, kebanyakan termometer dan sfigmomanometer yang menggunakan merkuri diganti dengan peralatan elektronik.Rute oral Rute ini merupakan rute pengukuran suhu tubuh yang akurat dan mudah dilakukan pada pasien yang sadar. Temperatur tubuh pada dewasa yang diukur melalui rute oral adalah 37C (98,6 F).Untuk mengukur suhu tubuh menggunakan cara oral: Letakkan ujung termometer ke bawah lidah pasien pada sebelah kiri atau kanan sublingual posterior, bukan pada bagian depan lidah (cek bahwa probe plastik disposable terpasang pada ujung termometer) Kemudian instruksikan pada pasien untuk tetap menutup bibirnya Jaga agar termometer tetap pada tempatnya sampai termometer berbunyi (termometer elektronik biasanya dapat mengukur suhu dalam waktu 20-30 detik) Kemudian ambil termometer dari mulut pasien dan baca berapa angkanya.

Rute rektal Rute rektal merupakan rute pilihan untuk pasien-pasien yang bingung, koma, atau tidak dapat menutup mulut karena intubasi, mandibulanya dikawat, bedah facial, dan sebagainya. Rute rektal juga umum dipakai untuk mengetahui temperatur tubuh bayi. Rute rektal merupakan cara paling akurat untuk mengukur temperatur tubuh. Dengan cara ini, suhu tubuh dewasa yang terukur normalnya adalah 37,5C (99,5 F), 0,5C (1F) lebih tinggi daripada rute oral.Untuk mengukur suhu tubuh menggunakan rute rektal: Bantu pasien pada posisi lateral dengan kaki bagian atas tertekuk Gunakan sarung tangan Lubrikasi termometer rektal Masukkan termometer 2-3 cm (1 inci) ke dalam rektum Biarkan selama 2 menit Kemudian tarik dan baca angkanya.Rute axilla Rute axilla digunakan hanya jika rute oral dan rectal tidak dapat dilakukan, rute axilla ini aman dan akurat untuk pasien bayi dan anak-anak. Suhu tubuh dewasa yang diukur melalui rute axilla adalah 36,5C (97,7F), yang berarti 0,5C lebih renadak daripada rute oral. Untuk mengukur suhu tubuh dengan rute axilla: Letakkan termometer di ketiak di tengah axilla. Termometer dijepit di bwah lengan pasien. Lipat lengan pasien ke dadanya agar termometer tetap di tempatnya. Biarkan termometer selama 5 menit pada anak-anak dan 10 menit pada pasien dewasa.Rute timpani Termometer untuk rute timpani mempunyai ujung probe yang diletakkan ke dalam telingan. Termometer ini memiliki sensor inframerah yang mendeteksi suhu darah yang mengalir melalui gendang telinga. Metode ini tidak invasif, cepat dan efisien.Untuk mengukur suhu tubuh melalui rute timpani ini: Pasang penutup disposable yang baru pada ujung probe Letakkan probe ke dalam kanal telinga pasien (Gambar 5-5) Hati-hati jangan memaksa probe dan jangan menutup kanal. Hidupkan alat dengan memencet tombol. Baca angka yang muncul dalam 2-3 detik.Denyut NadiKetika jantung berdenyut. jantung memompa darah melalui aorta dan pembuluh darah perifer. Pemompaan ini menyebabkan darah menekan dinding arteri, menciptakan gelombang tekanan seiring dengan denyut jantung yang pada perifer terasa sebagai denyut/detak nadi. Denyut nadi ini dapat diraba/palpasi untuk menilai kecepatan jantung, ritme dan fungsinya. Karena mudah diakses, nadi pada radial tangan adalah metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur kecepatan jantung; dipalpasi melalui arteri tangan (radial) pada pergelangan tangan anterior. Untuk mengukur nadi radial: Letakkan jari pertama dan kedua pada pergelangan tangan pasien antara tulang medial dan radius. Tekan sampai nadi dapat teraba, tetapi hati-hati jangan samapi mengoklusi arteri (denyut nadi tidak akan teraba). Hitung jumlah denyut dalam 30 detik, dan jika ritmenya teratur, kalikan dua jumlah tadi. Hindari menghitung nadi hanya dalam 15 detik, karena kesalahan 1-2 denyut saja akan mengakibatkan kesalahan 4-8 kali kesalahan pada evaluasi kecepatan detak janutng. Juga, lebih mudah mengalikan dua daripada mengalikan denyut janutng emapat kali. Jika ritme tidak teratur, hitung denyut nadi dalam 1 menit. Catat temuan dalam denyut per menit (beats per minute/bpm).Kecepatan detak jantung normal untuk berbagai usia. Pada dewasa, kecepatan jantung kurang dari 60 bpm disebut bradikardia, dan kecepatan jantung lebih dari 100 bpm disebut takhikardia. Namun, atlet yang baik kondisinya, dapat menunjukkan kecepatan jantung krang dari 60 bpm, dan kecepatan janutng lebih dari 100 bpm dapat terjadi pada pasien yang berolahraga atau gelisah.Selain kecepatan denyut nadi, ritme denyut nadi juga harus dievaluasi. Normalnya, ritme nadi adalah tetap dan rata. Jika ritme tidak teratur, disebut aritmia. Jika terdeteksi aritmia ini, suara jantung dapat diauskulatsi dengan stetoskop untuk dapat lebih akurat menilai.Usia Kecepatan jantung (BPM)Bayi baru lahir (newborn) 7017016 tahun 75160612 tahun 80120Dewasa 60100Usia Lanjut 60100Atlet yang terkondisi baik 50100Kekuatan setiap kontraksi jantung, yang dinyatakan sebagai volume stroke jantung, dapat dievaluasi dengan cara meraba/palpasi nadi. Biasanya, nadi yang normal dapat dengan mudah dipalpasi, tidak muncul lalu hilang, dan tidak mudah terobstruksi. Kekuatan nadi ini dapat digambarkan secara subyektif menggunakan 4 skala berikut:0 Absen/tidak ada1+ Lemah2+ Normal3+ Penuh

Kecepatan Pernafasan (Respiratory Rate/RR)Inspeksi dilakukan untuk mengevaluasi kecepatan pernafasan pasien. Karena kebanyakan orang tidak menyadari pernafasannya dan mendadak menjadi waspada terhadap pernafasannya dapat mengubah pola pernafasan normalnya, maka jangan memberitahu pasien ketika mengukur kecepatan pernafasannya.Untuk mengukur kecepatan pernafasan: Jaga agar posisi pasien tetap selama melakukan pengukuran kecepatan pernafasan. Amati dada atau abdomen pasien selama respirasi Hitung jumlah pernafasan (inhalasi dan ekshalasi dihitung sebagai satu pernafasan) dalam 30 detik, dan jika ritme teratur, kalikan dua jumlah tadi. Jika ritme tidak teratur, hitung jumlah nafas dalam 1 menit. Catat nilai sebagai respirasi per menit (rpm).Kecepatan pernafasan normal bervariasi tergantung usia (lihat Tabel 5-4). Untukdewasa, kecepatan nafas kurang dari 12 rpm disebut bradipnea dan kecepatan nafas lebih dari 20 rpm disebut takhipnea.Usia Pernafasan (rpm)26 tahun 2130610 tahun 20261214 tahun 1822Dewasa 1220Lanjut usia 12205. Keadaanspesifik:Kepala: bibir pecah-pecah, lidah bersela putih kekuningan, kotor di tengah, tepi dan ujungmerah serta tremorAbdomen: hepar teraba satu jari dibawah arcus costae, lien teraba schuffner 1.A. Apa diagnose yang dapat ditegakkan dalam pemeriksaan diatas?Dari gejala yang ditemukan, pasien mengalami tifoid, yaitu dengan gejala bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih kotor (coated tongue) ujung dan tepi kemerahan serta tremor, perut kembung, hati dan limpa membesar. disertai nyeri pada perabaan. Biasanya di dapatkan konstipasi, bahkan terjadi diare.

B. Bagaimana interpretasi dari keadaan spesifik diatas?Patofisiologi Coated tonguePada dasarnya, permukaan atas lidah adalah daearah yang rentan iritasi. Hal tersebut menyebab bagian permukaan lidah membentuk perlindungan berupa lapisan dari keratin yang telah mati. Dalam keadaan normal jumlah keratin yang diproduksi sama dengan keratin yang mengelupas ( telah mati). Pada keadaan tidak normal keseimbangan tersebut terganggu sehingga menyebabkan coated tongue. Coated tongue juga dapat disebabkan oleh diet makanan lunak yang menyebabkan keratin tidak terangsang untuk mengelupas (AOMP, 2005).Gambaran Klinis coated tongue Gambaran coated tongue secara klinis berupa selaput (lesi plak) yang menutupi bagian permukaan atas lidah. Selaput ini dapat berwarna putih kekuningan sampai berwarna coklat. Selaput terdiri dari akumulasi bakteri, debris makanan, lekosit dari poket periodontal, dan deskuamasi sel epitel. Selaput ini dapat hilang pada pengerokan tanpa meninggalkan daerah eritem. Coated tongue dapat muncul dan hilang dalam waktu yang singkat (Danser et al 2003; Laskaris, 2006; Scully, 2001).

Hepatomegaly dan Spleenomegaly

Hepatomegali dalam kasus mempunyai berbagai kemungkinan. Kemungkinan pertamaa dalah akibat pengumpulan sel-sel polimorfonuklear di organ sistem retikuloendotelial tersebut. Kemungkinan yang lain adalah akibat aktivitas replikasi kuman di dalam makrofag yang berada dalam hati dan limpa. Kemungkinan terakhir adalah pada hati kerja sel makrofagnya (sel Kuppfer) bekerja lebih berat, karena semua agen infeksius dari saluran gastrointestinal pasti melewati vena porta hepatika, sehingga hati harus menghadapi bakteri tersebut di garis terdepan setelah masuk sirkulasi.Limpa umumnya membesarpada akhir minggu pertama dan harus dibedakan dgpembesaran karena malaria. Pembesaran pada demam typoid tidak progresif dan konsistensi lebih lunak

C. Bagaimana cara pemeriksaan fisik pada kepala (head and neck)?PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHERKEPALACara Kerja :1. Atur posisi pasien duduk, atau berdiri2. Bila pakai kaca mata dilepas3. Lakukan inpeksi rambut dan rasakan keadaan rambut, serta kulit dan tulang kepala4. Inspeksi keadaan muka pasien secara sistematis.

MATAA. Bola mata Cara Kerja :1. Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan : endo/eksoptalmus, strabismus.2. Anjurkan pasien memandang lurus kedepan, catat adanya kelainan nistagmus.3. Bedakan antara bola mata kanan dan kiri4. Luruskan jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm5. Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari, dan gerakan jari pada 8 arah untuk mengetahui fungsi otot gerak mata.

B. Kelopak Mata1. Amati kelopak mata, catat adanya kelainan : ptosis, entro/ekstropion, alismata rontok, lesi, xantelasma.2. Dengan palpasi, catat adanya nyeri tekan dan keadaan benjolan kelopak mata

C. Konjungtiva, sclera dan kornea1. Beritahu pasien melihat lurus ke depan2. Tekan di bawah kelopak mata ke bawah, amati konjungtiva dan catat adanya kelainan : anemia / pucat. ( normal : tidak anemis )3. Kemudian amati sclera, catat adanya kelainan : icterus, vaskularisasi, lesi / benjolan ( norma : putih )4. Kemudian amati sklera, catat adanya kelainan : kekeruhan ( normal : hitam transparan dan jernih )

D. Pemeriksaan pupil 1. Beritahu pasien pandangan lurus ke depan2. Dengan menggunakan pen light, senter mata dari arah lateral ke medial3. Catat dan amati perubahan pupil : lebar pupil, reflek pupil menurun, bandingkan kanan dan kiri Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3 mmAbnormal : reflek pupil menurun/-, Anisokor, medriasis/meiosis

E. Pemeriksaan tekanan bola mata Tampa alat :Beritahu pasien untuk memejamkan mata, dengan 2 jari tekan bola mata, catat adanya ketegangan dan bandingkan kanan dan kiri.Dengan alat :Dengan alat Tonometri ( perlu ketrampilan khusus )

F. Pemeriksaan tajam penglihatan 1. Siapkan alat : snelen cart dan letakkan dengan jarak 6 meter dari pasien.2. Atur posisi pasien duduk/atau berdiri, berutahu pasien untuk menebak hurup yang ditunjuk dokter.3. Dokter berdiri di sebelah kanan alat, pasien diminta menutup salah satu mata ( atau dengan alat penutup ).4. Kemudian minta pasien untuk menebak hurup mulai dari atas sampai bawah.5. tentukan tajam penglihatan pasien

G. Pemeriksaan lapang pandang1. Dokter berdiri di depan pasien2. bagian yang tidak diperiksa ditutup3. Beritahu pasien untuk melihat lurus kedepan ( melihat jari )4. Gerakkan jari kesamping kiri dan kanan5. jelaskan kepada pasien, agar memberi tahu saat tidak melihat jari

TELINGA Pemeriksaan daun telinga, lubang telinga dan membrane tympani1. Atur posisi pasien duduk2. Dokter berdiri di sebelah sisi pasien, amati daun telinga dan catat : bentuk, adanya lesi atau bejolan.3. tarik daun telinga ke belakang atas, amati lubang telinga luar , catat adanya : lesi, cerumen, dan cairan yang keluar. 4. Gerakkan daun telinga, tekan tragus dan catat adanya nyeri telinga.catat adanya nyeri telinga.5. Masukkan spikulum telinga, dengan lampu kepala / othoskop amati lubang telinga dan catat adanya : cerumen atau cairan, adanya benjolan dan tanda radang.6. Kemudian perhatikan membrane tympani, catat : warna, bentuk, dan keutuhannya. ( normal : warna putih mengkilat/transparan kebiruan, datar dan utuh )7. Lakukan prosedur 1-6 pada sisi telinga yang lain.

Pemeriksaan fungsi pendengaranTujuan : menentukan adanya penurunan pendengaran dan menentukan jenis tuli persepsi atau konduksi.Tehnik pemeriksaan :1. Voice Test ( tes bisik )Cara Kerja : Dengan suara bilangan1. Dokter di belakang pasien dengan jarak 4-6 meter2. bagian telinga yang tidak diperiksa ditutup3. bisikkan suatu bilangan ( tujuh enan )4. beritahu pasien untuk mengulangi bilangan tersebut5. bandingkan dengan telinga kiri dan kanan

Dengan suara detik arloji1. pegang arloji disamping telinga pasien2. beritahu pasien menyatakan apakah mendengar arloji atau tidak3. Kemudian jauhkan, sampai pasien tidak mendengar ( normal : masih terdengar pada jarak 30 cm )4. lakukan pada kedua sisi telinga dan bandingkan

2. Test garputala Rinne test1. Dokter duduk di sebelah sisi pasien2. Getarkan garputala, dengan menekan jari garputala dengan dua jari tangan3. letakkan pangkal garputala pada tulang mastoid, dan jelaskan pasien agar memberitahu bila tidak merasakan getaran.4. Bila pasien tidak merasakan getaran, dekatkan ujung jari garputala pada lubang telinga, dan anjurkan penderita agar memberutahu mendengar suara getaran atau tidah. Normalnya : pasien masih mendengar saat ujung garputala didekatkan pada lubang telinga.

Weber test1. getarkan garputala2. Letakkan pangkal garputala di tengah-tengah dahi pasien3. Tanya kepada pasien, sebelah mana teinga mendengar lebih keras ( lateralisasi kana/kiri). Normalnya getaran didengar sama antara kanan dan kiri.

Scwabach Test1. Getarkan garputala2. letakkan ujung jari garputala pada lugang telinga pasien3. kemudian sampai pasien tidak mendengar, lalu bandingkan dengan pemeriksa.

3. Test Audiometri Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan 1. Test Romberg2. Test Fistula3. Test Kalori

HIDUNG DAN SINUS Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus-sinus4. Pemeriksa duduk di hadapan pasien5. Amati bentuk dan kulit hidung, catat : kesimetrisan, adanya benjolan, tanda radang, dan bentuk khusus hidung.6. Palpasi hidung, catat : kelenturan dan adanya nyeri7. Palpasi 4 sinus hidung ( frontalis, etmoidalis, spenoidalis, maksilaris ) catat : adanya nyeri tekan Inspeksi hidung bagian dalam 1. Pemeriksa duduk dihadapan pasien2. Pakai lampu kepala dan elevasikan ujung hidung dengan jari3. Amati lubang hidung luar, catat : benjolan, tanda radang pada batas lubang hidung, keadaan septum nasi.4. masukkan spikulum hidung, amati lubang hidung bagian dalam, catat : benjolan, tanda radang pada batas lubang hidung, keadaan septum nasi. Pemeriksaan potensi hidung1. Duduklah dihadapan pasien2. Tekan salah satu lubang hidung, beritahu pasien untuk menghembuskan napas lewat hidung.3. Lakukan bergantian, suruh pasien merasakan apakah ada hambatan, dan bandingkan kanan dan kiri. Pemeriksaan fungsi penghidu1. Mata pasien dipejamkan2. Salah satu lubang hidung ditekan3. Gunakan bahan yang mudah dikenali, dekatkan ke lubang hidung dan minta pasien untuk menebaknya4. Lakukan pada ke dua sisi.

MULUT DAN TONSIL1. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa2. Amati bibir, catat : merah, cyanosis, lesi, kering, massa/benjolan, sumbing3. Buka mulut pasien, catat : kebersihan dan bau mulut, lesi mukosa4. Amati gigi, catat : kebersihan gisi, karies gigi, gigi berlubang, gigi palsu.5. Minta pasien menjuliurkan lidah, catat : kesimetrisan, warna, lesi.6. Amati lidah psien, bila ditemukan coated tongue (bibi putih kekuningan ditengah), dapat mengarah ke diagnosis tifoid7. Tekan lidah dengan sudip lidah, minta pasien membunyikan huruh A , amati uvula, catat : kesimetrisan dan tanda radang.8. Amati tonsil tampa dan dengan alat cermin, catat : pembesaran dan tanda radang tonsil.

LEHER Kelenjar TyroidInspeksi :Pasien tengadah sedikit, telan ludah, catat : bentuk dan kesimetrisanPalpasi :Pasien duduk dan pemeriksa di belakang, jari tengah dan telunjuk ke dua tangan ditempatkan pada ke dua istmus, raba disepanjang trachea muali dari tulang krokoid dan kesamping, catat : adanya benjolan ; konsidstensi, bentuk, ukuran.Auskultasi :Tempatkan sisi bell pada kelenjar tyroid, catat : adanya bising ( normal : tidak terdapat ) TrakheaInspeksi :Pemeriksa disamping kanan pasien, tempelkan jari tengah pada bagian bawah trachea, raba ke atas dan ke samping, catat : letak trachea, kesimetrisan, tanda oliver ( pada saat denyut jantung, trachea tertarik ke bawah ), Normalnya : simetris ditengah. JVP ( tekanan vena jugularis )Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan batas atas denyut vena jugularis, beritahu pasien merubah posisi ke duduk dan amati pulsasi denyut vena. Normalnya : saat duduk setinggi manubrium sternum.AtauPosisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan titik nol ( titik setinggi manubrium s. ) dan letakkan penggaris diatasnya, tentukan batas atas denyut vena, ukur tinggi denyut vena dengan penggaris. Normalnya : tidak lebih dari 4 cm. Bising Arteri KarotisTentukan letak denyut nadi karotis ( dari tengah leher geser ke samping ), Letakkan sisi bell stetoskop di daerah arteri karotis, catat adanya bising. Normalnya : tidak ada bising.

D. Bagaimana cara pemeriksaan fisik abdomen?PEMERIKSAAN ABDOMEN

Abdomen dibagi menjadi 9 regio :

1 2 3

6 5 4

7 8 9

1, 3 = hypokondrium ka/ki2 = ephigastrium4, 6 = lumbal ka/ki5 = umbilicus7,9 = iliaka ka/ki8 = hypogastrium

Hati terdapat pada 1 dan 2 Lambung di daerah 2 Limfa di daerah 3 Kandung empedu pada batas 6 dan 2 Kandung kencing pada daerah 8 Apendik pada 7 dan bawah 6,5. Bifurkasio aorta 2 cm bawah umbilicus ke kiri

INSPEKSI

Cara Kerja :1. Kandung kencing dalam keadaan kosong2. Posisi berbaring, bantal dikepala dan lutut sedikit fleksi3. Kedua lengan, disamping atau didada4. Mintalah penderita untuk menunjukkan daerah sakit untuk dilakukan pemeriksaan terakhir5. Lakukan inspeksi, dan perhatikan Kedaan kulit dan permukaan perutNormalnya : datar, tidak tegang, Strie livide/gravidarum, tidak ada lesiAbnormal : Strie berwarna ungu syndrome chusing Pelebaran vena abdomen Chirrosis Dinding perut tebal odema Berbintil atau ada lesi neurofibroma Ada masa / benjolan abnormal tumor6. Perhatikan bentuk perut Normal : simetrisAbnormal : Membesar dan melebar ascites Membesar dan tegang berisi udara ( ilius ) Membesar dan tegang daerah suprapubik retensi urine Membesar asimetris tumor, pembesaran organ dalam perut7. Perhatikan Gerakan dinding perut Normal : mengempis saat ekspirasi dan menggembung saat inspirasi, gerakan peristaltic pada orang kurus.AbnormaL: Terjadi sebaliknya kelumpuhan otot diafragma Tegang tidak bergerak peritonitis Gerakan setempat peristaltic pada illius Perhatikan denyutan pada didnding perut Normal : dapat terlihat pada ephigastrika pada orang kurus8. Perhatikan umbilicus, catat adanya tanda radang dan hernia

AUSKULTASI

Cara Kerja :

1. Gunakan stetoskop sisi membrane dan hangatkan dulu2. Lakukan auskultasi pada satu tempat saja ( kwadaran kanan bawah ), cata bising dan peristaltic usus.Normal : Bunyi Klikc Grugles , 5-35X/mntAbnormal : Bising dan peristaltic menurun / hilang illeus paralitik, post operasi Bising meningkat metalik sound illius obstruktif Peristaltik meningkat dan memanjang ( borboritmi ) diare, kelaparan3. Dengan merubah posisi/menggerakkan abdomen, catat gerakan air ( tanda ascites ).Normalnya : tidak ada 3. Letakkan stetoskop pada daerah ephigastrik, catat bising aorta, Normal : tidak ada.

PERKUSI

Cara Kerja :1. lakukan perkusi dari kwadran kanan atas memutar searah jarum jam, catat adanya perubahan suara perkusi :Normalnya : tynpani, redup bila ada organ dibawahnya ( misal hati )Abnormal : Hypertympani terdapat udara Pekak terdapat Cairan2. lakukan perkusi di daerah hepar untuk menentukan batas dan tanda pembesaran hepar.Cara : Lakukan perkusi pada MCL kanan bawah umbilicus ke atas sampai terdengar bunyi redup, untuk menentukan batas bawah hepar. Lakukan perkusi daerah paru ke bawah, untuk menentukan batas atas Lakukan perkusi di sekitar daerah 1 da 2 untuk menentukan batas-batas hepar yang lain.

PALPASI

Cara Kerja :1. Beritahu pasien untuk bernapas dengan mulut, lutut sedikit fleksi.2. Lakukan palpasi perlahan dengan tekanan ringan, pada seluruh daerah perut3. Tentukan ketegangan, adanya nyeri tekan, dan adanya masa superficial atau masa feces yang mengeras.4. Lanjutkan dengan pemeriksaan organ

Hati Letakkan tangan kiri menyangga belakang penderita pada coste 11 dan 12 Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di daerah tempat redup hepar bawah / di bawah kostae. Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran hepar, tentukan besar, konsistensi dan bentuk permukaan. Minta pasien napas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan, saat pasien melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran, konsistensi dan bentuk permukaannya. Normal : tidak teraba / teraba kenyal, ujung tajam.Abnormal : Teraba nyata ( membesar ), lunak dan ujung tumpul hepatomegali Teraba nyata ( membesar ), keras tidak merata, ujung ireguler hepatoma

Lien Letakkan tangan kiri menyangga punggung kanan penderita pada coste 11 dan 12 Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di bawah kostae kanan. Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran limfa Minta pasien napas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan, saat pasien melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran, konsistensi dan bentuk permukaannya. Normal : Sulit di raba, teraba bila ada pembesaran

E. Bagaimana cara pemeriksaan fisik thorax? PEMERIKSAAN THORAX DAN PARUTujuan Pemeriksaan : Mengidentifikasi kelaian bentuk dada Mengevaluasi fungsi paruA. INSPEKSI Cara Kerja :1. Posisi pasien dapat duduk dan atau berbaring2. Dari arah atas tentukan kesimetrisan dada, Normalnya : simetris, 3. Dari arah samping dan belakang tentukan bentuk dada.

4. Dari arah depan, catat : gerakan napas dan tanda-tanda sesak napas Normalnya : Gerak napas simetris 16 24 X, abdominal / thorakoabdominal, tidak ada penggunaan otot napas dan retraksi interkostae. Abnormal : Tarchipneu napas cepat ( > 24 X ) , misal ; pada demam, gagal jantung Bradipneu napas lambat ( < 16 X ), misal ;pada uremia, koma DM, stroke Cheyne Stokes napas dalam, kemudian dangkal dan diserta apneu berulang-ulang. Misal : pada Srtoke, penyakit jantung, ginjal. Biot Dalam dan dangkal disertai apneu yang tidak teratur, misal : meningitis Kusmoul Pernapasan lambat dan dalam, misal ; koma DM, Acidosis metabolic Hyperpneu napas dalam, dengan kecepatan normal Apneustik ispirasi megap-megap, ekspirasi sangat pendek, misal pada lesi pusat pernapasan. Dangkal emfisema, tumor paru, pleura Efusi. Asimetris pneumonie, TBC paru, efusi pericard/pleura, tumor paru. 5. Dari arah depan tentukan adanya pelebaran vena dada, normalnya : tidak ada.B. PALPASICara Kerja :1. Atur posisi pasien duduk atau berbaring2. lakukan palpasi daerah thorax, catat ; adanya nyeri, adanya benjolan ( tentukan konsistensi, besar, mobilitas )3. Dengan posisi berbaring / semi fowler, letakkan kedua tangan ke dada, sehingga ke dua ibu jara berada diatas Procecus Xypoideus, pasien diminta napas biasa, catat : gerak napas simetris atau tidak dan tentukan daya kembang paru ( normalnya 3-5 cm).Atau dengan posisi duduk merunduk, letakkan ke dua tangan pada punggung di bawah scapula, tentukan : kesimetrisan gerak dada, dan daya kembang paru4. Letakkan kedua tangan seperti pada no 2/3, dengan posisi tangan agak ke atas, minta pasien untuk bersuara ( 77 ), tentukan getaran suara dan bedakan kanan dan kiri.Menurun : konsolidasi paru, pneumonie, TBC, tumor paru, ada masa paruMeningkat : Pleura efusi, emfisema, paru fibrotik, covenrne paru.C. PERKUSI Cara Kerja :1. Atur posisi pasien berbaring / setengah duduk2. Gunakan tehnik perkusi, dan tentukan batas batas paruBatas paru normal : Atas : Fossa supraklavikularis kanan-kiri Bawah : iga 6 MCL, iga 8 MAL, iga 10 garis skapularis, paru kiri lebih tinggiAbnormal : Meningkat anak, fibrosis, konsolidasi, efusi, ascites Menurun orang tua, emfisema, pneumothorax3. lakuka perkusi secara merata pada daerah paru, catat adanya perubahan suara perkusi :Normalnya : sonor/resonan ( dug )Abnormal : Hyperresonan menggendang ( dang ) : thorax berisi udara, kavitas Kurang resonan deg : fibrosis, infiltrate, pleura menebal Redup bleg : fibrosis berat, edema paru Pekak seperti bunyi pada paha : tumor paru, fibrosisD. AUSKULTASICara kerja :1. Atur posisi pasien duduk / berbaring2. Dengan stetoskop, auskultasi paru secara sistematis pada trachea, bronkus dan paru, catat : suara napas dan adanya suara tambahan.Suara napasNormal : Trachea brobkhial suara di daerah trachea, seperti meniup besi, inpirasi lebih keras dan pendek dari ekspirasi. Bronkhovesikuler suara di daerah bronchus ( coste 3-4 di atas sternum ), inpirasi spt vesikuler, ekspirasi seperti trac-bronkhial. Vesikuler suara di daerah paru, nada rendah inspirasi dan ekspirasi tidak terputus.Abnormal : Suara trac-bronkhial terdengar di daerah bronchus dan paru ( missal ; pneumonie, fibrosis ) Suara bronkhovesikuler terdengar di daerah paru Suara vesikuler tidak terdengar. Missal : fibrosis, effuse pleura, emfisema

Suara tambahan Normal : bersih, tidak ada suara tambahanAbnormal : Ronkhi suara tambahan pada bronchus akibat timbunan lender atau secret pada bronchus. Krepitasi / rales berasal daru bronchus, alveoli, kavitas paru yang berisi cairan ( seperti gesekan rambut / meniup dalam air ) Whezing suara seperti bunyi peluid, karena penyempitan bronchus dan alveoli.

3. Kemudian, beritahu pasien untuk mengucapkan satu, dua, , catat bunyi resonan Vokal : Bronkhofoni meningkat, suara belum jelas ( misal : pnemonie lobaris, cavitas paru ) Pectoriloguy meningkat sekali, suara jelas Egovoni sengau dan mengeras ( pada efusi pleura + konsolidasi paru ) Menurun / tidak terdengar Efusi pleura, emfisema, pneumothorax PEMERIKSAAN JANTUNGA. INPEKSIHal hal yang perlu diperhatikan :1. Bentuk perkordial 2. Denyut pada apeks kordis 3. Denyut nadi pada daerah lain 1. Denyut vena Cara Kerja :1. buka pakaian dan atur posisi pasien terlentang, kepala ditinggikan 15-302. Pemeriksa berdiri sebelah kanan pasien setinggi bahu pasien3. Motivasi pasien tenang dan bernapas biasa4. Amati dan catat bentuk precordial jantung Normal datar dan simetris pada kedua sisi, Abnormal Cekung, Cembung ( bulging precordial ) 5. Amati dan catat pulsasi apeks cordisNormal nampak pada ICS 5 MCL selebar 1-2 cm ( selebar ibu jari ).Sulit dilihat payudara besar, dinding toraks yang tebal, emfisema, dan efusi perikard. Abnormal --> bergeser kearah lateroinferior , lebar > 2 cm, nampak meningkat dan bergetar ( Thrill ).6. Amati dan catat pulsasi daerah aorta, pulmonal, trikuspidalis, dan ephygastrikNormaL Hanya pada daerah ictus 7. Amati dan cata pulsasi denyut vena jugularisNormal tidak ada denyut vena pada prekordial. Denyut vena hanya dapat dilihat pada vena jugularis interna dan eksterna.

B. AUSKULTASIHal hal yang perlu diperhatikan :1. Irama dan frekwensi jantungNormal : reguler ( ritmis ) dengan frekwensi 60 100 X/mnt2. Intensitas bunyi jantungNormal : Di daerah mitral dan trikuspidalis intensitas BJ1 akan lebih tinggi dari BJ 2 Di daerah pulmonal dan aorta intensitas BJ1 akan lebih rendah dari BJ 23. Sifat bunyi jantungNormal : - bersifat tunggal. - Terbelah/terpisah dikondisikan ( Normal Splitting ) Splitting BJ 1 fisiologik Normal Splitting BJ1 yang terdengar saat Ekspirasi maksimal, kemudian napas ditahan sebentar . Splitting BJ 2 fisiologik normal Spliting BJ2, terdengar sesaat setelah inspirasi dalam Abnormal : Splitting BJ 1 patologik ganngguan sistem konduksi ( misal RBBB ) Splitting BJ 2 Patologik : karena melambatnya penutupan katub pulmonal pada RBBB, ASD, PS.

4. Fase Systolik dan DyastolikNormal : Fase systolik normal lebih pendek dari fase dyastolik ( 2 : 3 )Abnormal : - Fase systolic memanjang / fase dyastolik memendek - Tedengar bunyi fruction Rub gesekan perikard dg ephicard.5. Adanya Bising ( Murmur ) jantung adalah bunyi jantung ( bergemuruh ) yang dibangkitkan oleh aliran turbulensi ( pusaran abnormal ) dari aliran darah dalam jantung dan pembuluh darah.Normal : tidak terdapat murmurAbnormal : terdapat murmur kelainan katub , shunt/pirau 6. Irama Gallop ( gallop ritme ) Adalah irama diamana terdengar bunyi S3 atau S4 secara jelas pada fase Dyastolik, yang disebabkan karena darah mengalir ke ventrikel yang lebih lebar dari normal, sehingga terjadi pengisian yang cepat pada ventrikelNormal : tidak terdapat gallop ritmeAbnormal : Gallop ventrikuler ( gallop S3 ) Gallop atrium / gallop presystolik ( gallop S4 ) Gallop dapat terjadi S3 dan S4 ( Horse gallop )Cara Kerja :1. Periksa stetoskop dan gosok sisi membran dengan tangan2. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah pulmonal, kemudian ke daerah aorta, simak Bunyi jantung terutama BJ2, catat : sifat, kwalitas di banding dg BJ1, splitting BJ2, dan murmur Bj2.3. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah Tricus, kemudian ke daerah mitral, simak Bunyi jantung terutama BJ1, catat : sifat, kwalitas di banding dg BJ2, splitting BJ1, murmur Bj1, frekwensi DJ, irama gallop.4. Bila ada murmur ulangi lagi keempat daerah, catat mana yang paling jelas.5. Geser ke daerah ephigastrik, catat adanya bising aorta.

C. PALPASICara Kerja :1. Dengan menggunakan 3 jari tangan dan dengan tekanan ringan, palpasi daerah aorta, pulmo dan trikuspidalis. catat : adanya pulsasi.Normal tidak ada pulsasi2. Geser pada daerah mitral, catat : pulsasi, tentukan letak, lebar, adanya thrill, lift/heave.Normal terba di ICS V MCL selebar 1-2cm ( 1 jari )Abnormal ictus bergeser kea rah latero-inferior, ada thriil / lift3. Geser pada daerah ephigastrik, tentukan besar denyutan.Normal : teraba, sulit dirabaAbnormal : mudah / meningkat

D. PERKUSI Cara Kerja :1. Lakukan perkusi mulai intercota 2 kiri dari lateral ( Ant. axial line ) menuju medial, catat perubahan perkusi redup2. Geser jari ke ICS 3 kiri kemudian sampai ICS 6 , lakukan perkusi dan catat perubahan suara perkusi redup.3. Tentukan batas-batas jantung

PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN KETIAKInspeksi1. posisi pasien duduk, pakaian atas dibuka, kedua tangan rileks disisi tubuh.2. Mulai inspeksi bentuk, ukuran dan kesimetrisan payudaraNormal : bulat agak simetris, kecil/sedang/besar3. Inspeksi, dan catat adanya : benjolan, tanda radang dan lesi4. Inspeksi areola mama, catat : warna, datar/menonjol/masuk kedalam, tanda radang dan lesi.Normal : gelap, menonjol5. Buka lengan pasien, amati ketiak, Catat : lesi, benjolan dan tanda radang.

PALPASICara Kerja :

Lakukan palpasi pada areola, catat : adanya keluaran, jumlah, warna, bau, konsistensi dan nyeri. Palpasi daerah ketiak terutama daerah limfe nodi, catat : adanya benjolan, nyeri tekan. Lakukan palpasi payudara dengan 3 jari tangan memutar searah jarum jam kea rah areola. Catat : nyeri dan adanya benjolan Bila ada benjolan tentukan konsistensi, besar, mobilisasinya.

6. Pemeriksaanlaboratorium:Hemoglobin: 11,5 gr%; leukosit: 3000/mm3, trombosit 184.000/mm3, laju pendapan darah 40mm/jamHitung jenis: 0/0/2/76/18/4 widal titer O: 1/640, titer H: 1/320 A. Bagaimana Interpretasi dari pemeriksaan laboratorium ?Pemeriksaan Hb tampak sedikit di bawah nilai normal (12-14 gr% pada wanita). Hal ini dapat terjadi pada penderita disebabkan antara lain karena pengaruh berbagai sitokin dan mediator sehingga terjadi depresi sum-sum tulang dan penghentian tahap pematangan eritrosit maupun kerusakan langsung pada eritrosit yang tampak sebagai hemolisis ringan. Selain itu anemia bisa di sebabkan karena perdarahan usus. Pengaruh depresi sum-sum tulang yang lain adalah leukopeni dan trombositopeni. Dan pada pasien ini, leukosit ( 4000-1000/ mm3) dan trombosit (250.000/mm3) berada di bawah nilai normal akibat depresi sum sum tulang belakang tersebut.