analisa resep.docx
TRANSCRIPT
Penugasan Blok 2.6 Gangguan Metabolik dan
Degeneratif
Analisis Resep
Penyusun :
Wulan Sari Tias Nuraini (13711128)
Prodi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
2015
ANALISA RESEP
I. DESKRIPSI KASUS DAN RESEP
KASUS 8
Seorang laki-laki usia 40 tahun datang ke dokter dengan keluhan
nyeri perut. Nyeri dirasakan seperti melilit di seluruh perut. Pasien
juga mengeluh BAB cair lembek dan berlendir. Frekuensi BAB kurang
lebih 5 kali sehari. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter memberikan
resep sebagai berikut :
II. KELENGKAPAN RESEP DAN PEMBAHASAN
A. Identitas dokter
Berisi nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek atau rumah,
serta dilengkapi nomer telepon yang dapat dihubungi. Nomer telepon
digunakan jika resep kurang jelas dan ada yang perlu ditanyakan. Nama
kota dan tanggal dituliskan diresp, ini diperlukan dalam pelayanan resep
yang berhubungam dengan persyaratan dalam perundang-undangan.
Biasanya identitas dokter sudah tercetak dalam blanko resep.
Dalam resep kasus 8 identitas dokter berisi :
Nama : dr. Yowis Ben
SIP (Surat Ijin Praktek) : 555-2575/XV-2015
Alamat : Jln. Kesehatan No 1925 Yogyakarta
54378
Nomor telepon : tidak dituliskan.
Nama kota, tanggal : tidak dituliskan.
B. Supersciptio
Superscriptio merupakan kelengkapan dalam resep dokter. Ditulis
dengan simbol R/ yang artinya recipe = harap diambil. Terletak di
sebelah kiri atas resep. Superscriptio dituliskan disamping setiap formula
resep. Apabila diberikan lebih dari satu formula resep, maka
superscriptio harus dituliskan lagi.
Dalam resep nomer 8, superscriptio telah dituliskan secara benar,
yaitu disebelah kiri setiap formula resep, karena di resep ada 3 formula
resep, maka superscriptio juga dituliskan sebanyak 3 kali.
C. Inscriptio
Ini merupakan bagian inti dari resep dokter, berisi nama obat
(dapat generik, standar, dan paten), kekuatan obat (angka arab dengan
satuan mg,g,ml, atau l) dan jumlah obat(ditulis dengan angka romawi)
yang dituliskan dengan baik dan benar.
Dalam resep nomer 8, obat yang pertama adalah Kotrimoksazol
(Cotrimoxazol) 960 mg X. Nama dan kekuatan obat sudah tertera, namun
penulisan jenis sediaan, yaitu “tablet (disingkat “Tab”) tidak ditulis, pada
penulisan kekuatan obat, “mg” seharusnya ditulis depan angka yang
menunjukkan dosis. Sedangkan, jumlah obat seharusnya dituliskan “No.”
(numero) di depan angka romawi yang menunjukkan jumlah obat..
Obat yang kedua Papavein 40 mg X, seperti dengan obat pertama,
penempatan “mg” kurang tepat, seharusnya di depan angka yang
menunjukkan kekuatan obat, selain itu bentuk sediaan obat belum
dicantumkan (di depan nama obat) yaitu “tablet (disingkat “Tab”).
Tulisan “No.” juga belum dicantumkan.
Pada obat ketiga, Loperamide XI, nama obat telah ditulis,
namun, kekuatan obat, “No.” (numero), dan bentuk sediaan obat yang
seharusnya ditulis di paling awal setelah huruf R/, tidak ditulis.
D. Subscriptio
Subscriptio mencantumkan bentuk sediaan obat dan
jumlahnya.cara penulisan dengan singkatan bahasa latin tergantung dari
macam formula resep. Dalam resep nomer 8 tidak dicantumkan
subscriptio pada ketiga obat yang tertera.
E. Signatura
Berisi informasi mengenai cara penggunaan obat, meliputi :
frekuensi, jumlah obat saat diminum. Simbol S (signatura = tandailah).
Dalam resep nomor 8 signatura telah ditulis dengan baik dan
benar.
F. Tandatangan/paraf
Digunakan sebagai penutup dari bagian utama resep dokter. Hal
ini merupakan syarat sah resep agar dapat dilayani oleh apotek.
Dalam resep nomer 8 setiap satu jenis obat dilengkapi dengan
paraf dokter sebagai penutup. Untuk obat papaverin HCL dan loperamid
setelah selesai satu jenis obat tersebut, seharusnya diakhiri dengan tanda
tangan di bawahnya, karena kedua obat tersebut merupakan obat jenis
opioid. Setelah selesai menulis jenis obat apabila pada resep masih
tersedia tempat sisa maka sebaiknya diberi garis penutup untuk
menghindari pasien yang curang. Pada resep nomer 8 tidak terdapat garis
penutup.
G. Identitas pasien
Identitas pasien berisi nama pasien yang ditulis dibagian pro.
Selain itu juga berisi umur dan alamat. Alamat akan memudahkan
penelusuan jika terjadi kesalahan. Jika pasien anak perlu disertakan berat
badan untuk pengukuran dosis.
Dalam resep nomer 8 nama dan umur telah dituliskan, karena
pasien dewasa maka berat badan tidak perlu disertakan. Alamat tidak
tertera pada resep nomer 8.
III. ASPEK FARMAKOLOGIS OBAT
A. Farmakodinamika obat
Kotrimoksazol
Kotrimoksazol merupakan kombinasi trimetoprim dengan
sulfametoksazol, dengan perbandingan sulfametoksazol :
trimetoprim = 5:1 bersifat bakterisidal dengan spektrum kerja
yang lebih luas daripada sulfonamid. Adanya kombinasi antara
dua macam obat ini menyebabkan aktivitas antimikroba dari
kotrimoksazol menjadi lebih kuat dibandingkan trimetoprim
maupun sulfametoksazol yang diberikan secara tunggal (Mycek
dkk, 2001).
Aktivitas kotrimoksazol sinergistik disebabkan oleh inhibisi
dua langkah berturutan pada sintesis asam tetrahidrofolat.
Sulfametoksazol bekerja menghambat GABA bergabung ke
dalam asam folat, sedangkan trimetoprim bekerja mencegah
reduksi dehidrofolat menjadi tetrahidrofolat (Mycek dkk, 2001).
Menurut Ganiswara dkk (1995), tetrahidrofolat penting
untuk reaksi-reaksi pemindahan satu atom C, seperti
pembentukan basa purin (adenin, guanin, dan timidin) dan
beberapa asam amino (metionin, glisin). Sel-sel menggunakan
folat jadi yang terdapat dalam makanan dan tidak menyintesis
senyawa tersebut. Trimetoprim menghambat enzim dihidrofolat
secara sangat selektif. Hal ini penting karena enzim tersebut
juga terdapat pada sel mamalia. Untuk mendapatkan efek
sinergetik diperlukan perbandingan kadar yang optimal dari
kedua obat.
Papaverin HCL
Menurut Medscape, papaverin HCL merupakan derivat
opium sintetis. Papaverin HCL bersifat antispasmodik dan
diformulasikan bersama beberapa analgesik seperti aspirin.
Papaverin HCL bekerja dengan menghambat fosforilasi
oksidatif dan mengganggu Ca2+ selama otot berkontraksi,
meningkatkan cAMP akibat inhibisi siklus nukleotida
fosfodiesterase, efek yang diinginkan terutama pada pembuluh
darah, yaitu vasodilatasi. Senyawa ini juga digunakan sebagai
obat impotensi pada pria, dan aktivitasnya sebagai bloker kanal
Ca2+ mengarah pada pengembangan verapimil.
Loperamide
Loperamid adalah derivat difenoksilat (dan haloperidol,
suatu anti psikotikum). Loperamid merupakan obat yang
digunakan untuk mengendalikan diare yang memiliki efek mirip
opioid pada usus, mengaktifkan reseptor opioid presinaptik di
dalam sistem syaraf enterik untuk menghambat pelepasan
asetilkolin dan menurunkan peristaltik. Obat ini memperlambat
motilitas saluran cerna melalui efek pada otot sirkular dan
longitudinal usus (Mycek dkk, 2001).
Menurut Hardman dkk (2008), efek yang ditimbulkan
loperamid 40-50 kali lebih kuat dibanding morfin sebagai obat
antidiare. Obat ini meningkatkan waktu transit usus halus dan
juga waktu transit dari mulut-ke-sekum. Loperamid juga
meningkatkan tonus sfingter anal, efek yang berguna secara
terapeutik untuk pasien yang tidak dapat mengontrol anal. Selain
itu, loperamid memiliki aktivitas antisekretori untuk melawan
toksik kolera dan beberapa bentuk toksin E.coli.
Sebagian efek antidiarenya mungkin diakibatkan oleh
penurunan sekresi saluran cerna. Loperamid mempunyai khasiat
obstipasi yang kuat tetapi tanpa khasiat terhadap SSP, sehingga
tidak mengakibatkan ketergantungan ( Hardman dkk, 2008).
Secara umum, loperamid dapat menormalkan
keseimbangan resorbsi-sekresi dari sel mukosa, yaitu
memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke
keadaan resorbsi normal kembali.
B. Farmakokinetika obat
Kotrimoksazol
Menurut Ganiswara dkk (1995), rasio kadar
sulfametoksazol dan trimetoprim yang ingin dicapai dalam
darah ialah sekitar 20:1. Karena sifatnya yang lipofilik,
trimetoprim mempunyai volume distribusi yang lebih besar
daripada sulfametoksazol.
Resorbsi kotrimoksazol baik dan cepat, setelah kurang lebih
4 jam sudah mencapai puncaknya dalam darah. Distribusinya ke
dalam semua jaringan, ludah, dan CSS sangat baik, trimetoprim
lebih lancar untuk didistribusikan karena mempunyai sifat yang
lipofilik. Volume distribusi trimetoprim 9x lebih besar daripada
sulfametoksazol. Masing-masing komponen ditemukan dalam
kadar tinggi di dalam empedu (Mycek dkk, 2001).
Menurut Mycek dkk (2001), trimetoprim relatif terpusat
dalam prostat suasana asam dan cairan vagina dan memberikan
hasil kombinasi trimetoprim sulfametoksazol yang memuaskan
terhadap infeksi di daerah tersebut.
Ganiswara dkk (1995) menyebutkan, kira-kira 65 %
sulfametoksazol teikat pada protein plasma. Sampai 60%
trimetoprim dan 25-50 % sulfametoksazol diekskresikan melali
urin dalam 24 jam setelah pemberian.
Papaverin HCL
Berdasarkan Medscape, papaverin HCL mempunyai onset
yang cepat, dengan durasi 12 jam jika diberikan secara per oral.
Setelah masuk dalam sirkulasi, papaverin HCL diikat oleh
protein plasma sebesar 90%. Papaverin HCL mempunyai waktu
paruh 0,5 sampai 1,5 jam. Obat ini dimetabolisme di hati,
melalui proses glukuronidasi, kemudian diekskresikan oleh
ginjal, dibuang lewat urin.
Loperamide
Menurut Hardman dkk (2008), setelah loperamid dicerna
dalam saluran pencernaan, obat tersebut akan diserap kemudian
konsentrasinya dalam plasma akan memuncak sekitar 4 jam
setelah ingesti. Periode laten yang lama ini mungkin disebabkan
oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan sirkulasi
enterhepatik obat.
Waktu paruh eliminasi nyata adalah 7 sampai 14 jam.
Loperamid tidak diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral.
Selain itu, loperamid tampaknya tidak berpenetrasi dengan baik
ke dalam otak karena ekslusi oleh suatu transporter P-
glikoprotein yang terekspresi secara luas pada sawar darah otak
( Hardman dkk, 2008).
Loperamid mengalami metabolisme lintas pertama di hati,
diekskresikan melalui feses lewat empedu sebagai konjugat
inaktif. Loperamid sedikit diekskresikan melalui urin.
C. Dosis dan bentuk sediaan yang ada di Indonesia
Kotrimoksazol
Berdasarkan Ganiswara dkk (1995), kotrimoksazol tersedia
dalam bentuk tablet oral, mengandung 400 mg
sulfametaksazoldan 80 mg trimetoprim atau 800 mg
sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim. Untuk anak tersedia
juga bentuk suspensi oral mengandung 200 mg sulfametoksazol
dan 40 mg trimetoprim/ 5 ml, serta tablet pediatrik yang
mengandung 100 mg sulfametoksazol dan 20 mg trimetoprim.
Pemberian IV tersedia sediaan infus yang mengandung 400 mg
sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim per 5 ml.
Dosis dewasa pada umumnya adalah 800 mg
sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim setiap 12 jam. Pada
infeksi yang berat diberikan dosis lebih besar. Pada penderita
dengan gagal ginjal, diberikan dosis biasa bila bersihan kreatinin
lebih dari 30 ml/menit; bila bersihan kreatinin 15-30 ml/menit,
dosis 2 tablet diberikan setiap 24 jam dan bila bersihan kreatinin
kurang dari 15 ml/menit, obat ini tidak boleh dibersihkan
(Ganiswara dkk, 1995).
Berdasrkan Medscape, pada anak, untuk mengatasi infeksi
ringan-sedang, jika usia anak < 2 bulan maka lebih baik tidak
digunakan kotrimoksazoll, untuk anak usianya >2 bulan
diberikan 8 mg TMP/kg/hari PO diberikan setiap 6-12 jam.
Sedangkan untuk infeksi yang serius, bagi anak <2bulan tidak
dianjurkan untuk diberikan obat kotrimoksazol, untuk anak > 2
bulan dosisnya 15- 20 mg TMP/kg/hari PO dibagi 4x sehari
(diberikan setiap 6 jam) atau dosis 8-12 mg TMP/kg/hari dengan
pemberian intravena, diberikan setiap 6-12 jam.
Papaverin HCL
Bentuk sediaan obat papaverin HCL adalah tablet 40
mg/tab dan cairan injeksi 40 mg/ml ampul. Dosis yang diberikan
per oral adalah 2-3x 1-2 tab. Dosis yang diberikan untuk IM
adalah 40-80 mg dan untuk IV 40-80 mg pada emboli perifer.
Diberikan bersama makanan, susu atau antasida jika timbul
gangguan gastrointestinal (ISO).
Loperamid
Bentuk sediaan;
- Kapsul 2 mg
- Kaplet 2 mg
- Film Coated Tablet/Tablet 2 mg
Dosis : pada diare akut dan kronis; permulaan 2 tablet dari 2
mg, lalu setiap 2 jam 1 tablet sampai maksimal 8 tablet
seharinya. Anak-anak sampai usia 8 tahun : 2-3 x sehari 0,1
mg/BB, anak-anak 8-12 tahun : pertama kali 2 mg, maksimal 8-
12 mg sehari ( Tjay dan Rahardja, 2002).
IV. RESEP YANG BENAR
V. EDUKASI PENGOBATAN
1. Efek / Indikasi
Kotrimoksazol
R/ Tab Kotrimoksazol mg 960 No. X
S 2 d.d. tab. I (Habiskan)
R/ Tab Papaverin HCL mg 40 No. X
S 3 d.d. tab I
R/ Tab Loperamid mg 2 No. X
S 3 d.d. tab I
16 Juni 2015
Budi40 th
Ganiswara dkk (1995) menyebutkan, kotrimoksazol
mempunyai efek antimiroba, mikroba yang peka terhadap
kotrimoksazol ialah : Streptococcus pneumoniae, C.
Diphtheriae, dan N. Meningitis, 50-59% strain S. Aureus, S.
epidermidis, Streptococcus pyrogenes, Streptococcus viridans,
Streptococcus fecalis, E. coli, Pr. mirabilis, Pr. morganii, Pr.
Rettgeri, Enterobacter, Aerobacter spesies, Salmonella, Shigella,
Serratia, dan Alcaligenes spesies dan Klebsiela spesies. Juga
beberapa strain stafilokokus yang resisten terhadap metisilin,
trimetoprim, atau sulfametosazol sendiri, peka terhadap
kombinasi tersebut. Kedua komponen memperlihatkan interaksi
sinergistik.
Berdasarkan Medscape, kotrimoksazol diindikasikan untuk
infeksi saluran kemih, otitis akut, shigelosis, dan pneumonitis
Pneumocystis carinii pada semua kelompok usia. Pada orang
dewasa juga diindikasikan untuk mengobati infeksi saluran
nafas, misalnya untuk eksaserbasi bronkitis kronis, infeksi
genetalia seperti prostatitis bakteri dan infeksi saluran cerna
misalnya diare pelancong. Selain itu, kotrimoksazol juga
diindikasikan untuk mengobati infeksi lain seperti infeksi karena
jamur nokardia.
Papaverin HCL
Menurut Heinrich (2005), papaverin HCL digunakan untuk
meningkatkan peredaran darah pada pasien dengan masalah
sirkulasi darah. Papaverin HCL bekerja dengan merelaksasi
pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga darah dapat mengalir
lebih mudah ke jantung dan seluruh tubuh. Berdasarkan
Medscape, papaverin HCL adalah golongan alkaloid opium
yang diindikasikan untuk spasme arteri, kolik kandung empedu
dan ginjal dimana dibutuhkan relaksasi pada otot polos, untuk
mengobati penyakit vaskular perifer kronis, spasme GI,
dismenore, dan asma bronkial (tidak lagi digunakan sebagai obat
pada lini pertama). Papaverin HCL dapat juga digunakan untuk
mengurangi iskemia serebral dan infark miokard dengan
komplikasi aritmia yang diakibatkan spasme arterial.
Loperamid
Berfungsi sebagai obat antidiare pada diare akut, diare
kronik maupun diare pelancong (traveller’s diarrhea).
Loperamid bekerja menghentikan diare dengan menurunkan
motilitas usus dan mengurangi sekresi mukus saluran
pencernaan (Mycek dkk, 2001).
2. Efek Samping
Kotrimoksazol
Menurut Mycek dkk (2001), efek samping kotrimoksazol adalah
sebagai berikut :
1. Kulit : Reaksi pada kulit paling sering dijumpai dan
mungkin parah pada orang tua (exanthema).
2. Saluran cerna : Mual, muntah serta glositis dan stomatitis
jarang terjadi. Gangguan lambung dan usus.
3. Darah : Anemia megaloblastik, leukopenia, dan
trombositopenia dapat terjadi (karena gangguan fungsi hati
dan efek-efek darah); semua efek ini dapat segera diperbaiki
dengan pemberian asam folinat bersamaan yang melindungi
pasien dan tidak menembus mikroorganisme. Anemia
hemolitik dapat teradi pada pasien G6PD yang disebabkan
sulfametoksazol.
4. Pasien HIV : pasien dengan kekebalan tubuh yang lemah
lebih sering mnegalami demam karena induksi obat, kulit
kemerahan, diare, dan atau pansitopenia.
Papaverin HCL
Berdasarkan Medscape, efek samping yang dapat timbul
akibat konsumsi obat papaverin HCL ini antara lain :
o Perubahan
tekanan darah
o Takikardia
o Depresi
o Gatal-gatal
o Anoreksia
o Mual muntah
o Hepatitis
(jarang)
o Mengantuk
o Priapisme
o Sirosis (jarang)
o Banyak
berkeringat
o Konstipasi
o Mulut kering
o Diare
o Peningkatan
tekanan
intrakranial
Loperamid
Efek samping yang paling umum yaitu kram abdominal,
selain itu obat ini dapat memberikan efek samping mengantuk,
kejang perut dan pusing. Karena obat ini dapat mengakibatkan
megakolon yang toksik, maka tidak digunakan pada anak-anak
atau pasien dengan kolitis berat (Mycek dkk, 2001).
Menurut Medscape, loperamid selain dapat menyebabkan
efek samping yang sudah disebutkan diatas, juga menyebabkan
mual, muntah, mulut kering, flatulensi, nyeri kepala, angiodema,
reaksi kulit seperti kemerahan dan gatal bahkan timbul bula,
serta keluhan berupa rasa lemah, atau kelelahan (fatigue).
Sedangkan berdasarkan buku Informatorium Obat Nasional
Indonesia/IONI (2008), efek samping dari loperamid adalah
kram abdomen, pusing, mengantuk dan reaksi kulit termasuk
urtikaria; ileus paralitik dan perut kembung.
3. Instruksi Pengobatan
Kotrimoksazol
Kotrimoksazol biasanya diminum waktu makan, tetapi
tablet 400/80 mg dapat dipakai dengan ataupun tanpa makan.
Selain itu, dianjurkan juga untuk minum banyak air saat
memakai kotrimoksazol untuk menghindari kristaluria.
Penggunaan obat melebihi 2 minggu harus disertai pemeriksaan
darah.
Papaverin
Jika timbul gangguan pencernaan maka pemberian disertai
dengan mengkonsumsi antasida,susu,dan diminum pada saat
makan.
Loperamid
Di imbangi dengan meminum lebih banyak air karena obat
ini tidak menggantikkan cairan tubuh akibat diare. Selain air
putih, mengkonsumsi jus buah atau sup, dan menghindari
minuman bersoda.
4. Peringatan
Kotrimoksazol
Berdasarkan buku Informatorium Obat Nasional
Indonesia/IONI (2008), kotrimoksazol harus diawasi
penggunaannya pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan
ginjal; disarankan untuk minum air cukup banyak. Hindarkan
penggunaan pada gangguan darah (kecuali di bawah
pengawasan spesialis); pada penggunaan jangka panjang perlu
dilakukan hitung jenis sel darah. Bila timbul ruam atau
gangguan darah, obat segera dihentikan. Hati-hati pada asma,
defisiensi G6PD, wanita hamil atau menyusui. Hindari
penggunaan pada bayi di bawah 6 minggu (kecuali untuk
pengobatan atau profilaksis Pneumocystis carinii).
Papaverin HCL
- Pemberian obat melalui injeksi dapat menyebabkan
apnea fatal
- Glaukoma, kelainan konduksi jantung karena dapat
memblok total atrioventricular.
- Penggunaan secara terus-terusan (kronis) dapat memicu
ketergantungan terkait efek antidepresan di SSP.
- Tidak disarankan untuk meneruskan terapi jika terdapat
gejala dari hipersensitivitas hati.
Loperamid
o Terdapat laporan mengenai kejadian pankreatitis, ilues
paralitik, sindrom Steven-Johnson, dan megakolon
akibat penggunaan loperamid.
o Apabila diare akut yang terjadi tidak segera membaik
dalam waktu 48 jam, maka penggunaan loperamid
sebaiknya segera dihentikan.
o Penggunaan loperamid harus dihentikan apabila terjadi
konstipasi, distensi abdominal atau ileus.
o Loperamid dapat berpotensi toksik pada pasien usia <6
tahun; dengan dosis 0.4 mg/kg BB.
Sedangkan berdasarkan buku Informatorium Obat Nasional
Indonesia/IONI (2008), peringatan untuk penggunaan loperamid
adalah penyakit hari dan kehamilan
5. Kunjungan Berikutnya
Kunjungan berikutnya diperlukan sebagai kontrol untuk
mengetahui apakah obat yang sudah diberikan kepada pasien dapat
memberikan efek positif, dengan menurunkan keluhan pasien dan
meningkatkan progresifitas kesembuhan penyakit yang diderita
pasien, serta jika terjadi efek samping yang berat atau adanya
hipersensitivitas obat yang mengganggu kesehatan pasien.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). Jakarta: BPOM
RI, KOPERPOM dan CV Sagung Seto
Anonim. 2010. ISO (Informasi Spesialite Obat Indonesia) Volume 46. Jakarta:
Penerbit PT. ISFI Penerbitan
Ganiswara, S.G. Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor).
1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: Bagian
Farmakologi FK UI
Hardman, J. G., Limbird, L. E., Gilman, A. G., 2008. Goodman & Gilman’s The
Pharmacology Basis of Therapeutics. Ed. 10. Alih Bahasa : Tim
Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Jakarta : EGC.
Heinrich, M., et al., 2010. Fundamentals of Pharmacognosy and Phytotheraphy.
Alih Bahasa : Syarief, W. R., Jakarta : EGC.
Mycek, M. J. Harvey, R. A., Champe, P.C., 2001. Lippincott’s Illustrated Reviews
: Pharmacology. Ed. 2. Alih Bahasa : Agoes, A., Jakarta : Penerbit
Widya Medika.
Tjay T. H., Rahardja, K., 2002. Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-efek Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.