analisa persediaan material proyek pembangunan … · proyek pembangunan kompleks pasar ... netting...

18
MAKALAH TUGAS AKHIR ANALISA PERSEDIAAN MATERIAL PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEKS PASAR TRADISIONAL DAN PLASA LAMONGAN ARINDA YUDHIT BANDRIPTA NRP. 3107 100 551 Dosen Pembimbing : Ir. RETNO INDRYANI, MS Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2009

Upload: trinhhanh

Post on 29-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MAKALAH TUGAS AKHIR

ANALISA PERSEDIAAN MATERIAL PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEKS PASAR TRADISIONAL DAN PLASA LAMONGAN

ARINDA YUDHIT BANDRIPTA NRP. 3107 100 551 Dosen Pembimbing : Ir. RETNO INDRYANI, MS Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2009

ANALISA PERSEDIAAN MATERIAL PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEKS

PASAR TRADISIONAL DAN PLASA LAMONGAN

Nama Mahasiswa : Arinda Yudhit Bandripta NRP : 3107.100.551 Jurusan : Teknik Sipil Lintas Jalur FTSP - ITS Dosen Pembimbing : Ir. Retno Indryani, M.S. ABSTRAK

Salah satu faktor yang mempengaruhi kelancaran dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi adalah aliran material saat pelaksanaan. Keterlambatan datangnya material konstruksi yang menyebabkan stockout persediaan material saat akan digunakan membuat pekerjaan menjadi tertunda. Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi total waktu pelaksanaan serta biaya proyek. Tugas akhir ini bertujuan untuk menganalisa perencanaan persediaan material (inventory) pada Proyek Komplek Pasar Tradisional dan Plasa Lamongan. Analisa perencanaan persediaan material dalam tugas akhir ini dilakukan dengan metode MRP. Dalam metode MRP proses analisa melalui tahap gross material requirements plan (rencana kebutuhan kotor), netting (analisa kebutuhan bersih), lotting (analisa jumlah pesanan), dan explosion. Pada tahap lotting digunakan 4 teknik yaitu Lot for Lot, Economic Order Quantity, Period Order Quantity, dan Part Period Balancing untuk mendapatkan jumlah pesanan optimum dan membentuk biaya persediaan minimum.

Dari hasil analisa MRP yang dilakukan didapat bahwa teknik lotsizing yang membentuk biaya persediaan minimum untuk tiang pancang, Beton K-300, Batako, Besi D16, dan Besi D19 dapat menggunakan teknik Lot For Lot, Period Order Quantity, dan Part Period Balancing. Perencanaan persediaan dengan biaya minimum untuk Semen Portland dan Besi Ø10 dapat menggunakan teknik Lot For Lot, sedangkan untuk Pasir pasang dapat menggunakan teknik lotsize Period Order Quantity, dan Part Period Balancing. Total biaya persediaan material minimum untuk Tiang pancang Rp. 568.837.200,00; Beton K-300 Rp. 55.384.200,00; Batako Rp. 16.174.800,00; Semen Portland Rp. 4.322.740,00; Pasir pasang Rp. 2.698.560,00; Besi Ø10 Rp. 34.337.800,00; Besi D16 Rp. 100.508.670,00; dan Besi D19 Rp. 71.811.450,00. Kata kunci : inventory, metode MRP, dan lotsizing

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Keberadaan sektor Industri dan Perdagangan di Kabupaten Lamongan - Jawa Timur baru-baru ini mempunyai potensi dan peranan yang sangat strategis dalam pengembangan ekonomi daerah. Dimana sektor tersebut merupakan salah satu sektor yang mampu memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap pembangunan daerah setempat. Salah satu wujud dari pembangunan daerah yang sedang dilaksanakan oleh Pemkab. Lamongan saat ini adalah Proyek Pembangunan Komplek Pasar Tradisional dan Lamongan Plaza. Proyek Pembangunan Komplek Pasar Tradisional Lamongan ini merupakan salah satu program Pemkab. Lamongan untuk merehabilitasi pasar tradisional di Kabupaten Lamongan yang kondisinya sudah tidak kondusif lagi sebagai sarana perdagangan. Proyek ini dibangun diatas lahan seluas ±1,64 ha yang terdiri dari 2 bangunan yaitu bangunan untuk pasar 2 lantai dan untuk plaza 3 lantai. Waktu pelaksanaan proyek ini dimulai pada September 2008 dan diproyeksikan akan selesai pada

September 2009. Karena waktu pelaksanaan proyek yang terbatas serta biaya proyek yang tidak sedikit maka diperlukan perencanaan manajemen pelaksanaan proyek yang baik agar proyek dapat berjalan lancar, selesai tepat waktu dan biaya tidak membengkak. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelancaran dalam pelaksanaan proyek adalah aliran material saat pelaksanaan. Keterlambatan datangnya material konstruksi yang menyebabkan kehabisan stok persediaan material saat akan digunakan membuat pekerjaan menjadi tertunda. Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi total waktu pelaksanaan serta biaya proyek. Mengingat Proyek Pembangunan Komplek Pasar Lamongan ini memiliki keterbatasan waktu pelaksanaan maka untuk mengantisipasi terjadinya keterlambatan tersebut perlu perencanaan yang tepat untuk persediaan materialnya agar proyek dapat berjalan lancar dan selesai sesuai dengan yang dijadwalkan. Pada suatu proyek konstruksi, perencanaan untuk persediaan material merupakan bagian terpenting, karena sumber daya material menyerap hampir sebagian besar dari total biaya proyek. Penanganan pengadaan persediaan material tidaklah mudah, pada pelaksanaan pembangunan suatu proyek masih sering dijumpai masalah-masalah yang berkaitan dengan manajemen persediaan material. Kegagalan menggunakan dan menjaga sistem manajemen yang sesuai untuk material konstruksi akan berakibat buruk bagi kemajuan dan segi finansial pelaksanaan proyek yang antara lain mencakup :

1. Tidak tersedianya bahan pada saat diperlukan karena keterlambatan waktu pemesanan dan pengiriman bahan.

2. Material yang akan digunakan rusak sehingga berkurang mutunya.

3. Material yang tersedia tidak memenuhi persyaratan yang sesuai dengan spesifikasi.

Dengan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan analisa persediaan material pada proyek ini dengan menerapkan metode Material Requirement Planning (MRP), dimana metode ini digunakan untuk kebutuhan item-item yang bersifat saling bergantung (dependent). Metode MRP didesain untuk melepaskan pesanan-pesanan dalam produksi dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir. Dalam metode MRP ada 4 tahap yang harus dilakukan salah satunya adalah tahap lotting yang bertujuan untuk menentukan jumlah pesanan (lot size) yang optimum dan dapat memberikan biaya total (total cost) persediaan material yang paling minimum. Untuk tahap lotting pada metode MRP ini digunakan 4 teknik Lotsizing yaitu teknik Lot For Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ), Period Order Quantity (POQ), dan Part Period Balancing (PPB). Tahap lotting ini dapat dilakukan dengan menggunakan program bantu komputer yaitu POM-QM V.3.

I.2 Permasalahan

Untuk menganalisa persediaan material yang tepat dengan metode MRP perlu memperhitungkan hal – hal sebagai berikut : 1. Teknik apa yang tepat untuk menentukan jumlah

pemesanan material (lot size) yang dapat membentuk biaya optimum dengan menggunakan 4 teknik lotsizing yang berbeda.

2. Berapa total biaya (total cost) yang diperlukan untuk persediaan material.

I.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah : 1. Untuk mendapatkan teknik yang tepat dalam

memperoleh jumlah pemesanan material (lot size)

yang dapat membentuk biaya optimum dari 4 teknik lot sizing yang digunakan.

2. Untuk mendapatkan biaya total (total cost) persediaan material yang paling minimum.

I.4 Batasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya topik pembahasan dari masalah yang akan ditinjau, maka permasalahan dibatasi sebagai berikut:

1) Lingkup perencanaan persediaan adalah perencanaan jumlah dan waktu pemesanan material dengan mengunakan metode MRP.

2) Material yang dihitung meliputi material pada struktur pondasi bangunan pasar modern saja,yaitu tiang pancang,besi beton,bekisting dan beton K-300.

3) Harga bahan/ material per unit didasarkan pada harga tahun 2008 dan diasumsikan tidak ada pengaruh faktor diskon.

4) Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan per unit diasumsikan tetap.

5) Waktu ancang untuk semua item diketahui. 6) Proses pembuatan suatu material tidak bergantung

terhadap proses pembuatan material lainnya. 7) Pengadaan dan pemakaian komponen bersifat

diskrit. 8) Jadwal proyek dianggap tidak mengalami

perubahan dari jadwal rencana semula. 9) Diasumsikan proyek tidak memiliki persediaan

diawal (catatan persediaan = 0) 10) Diasumsikan supplier dapat menyediakan material

dengan segera sesuai dengan jumlah yang dipesan. 11) Analisa jumlah pesanan (lot size) pada metode

MRP dilakukan dengan membandingkan 4 teknik Lotsizing yang berbeda yaitu dengan teknik :

a) Lot For Lot (L4L) b) Economic Order Quantity (EOQ) c) Period Order Quantity (POQ) d) Part Period Balancing (PPB)

I.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari melakukan analisa persediaan material adalah dapat mengetahui metode yang tepat untuk membuat perencanaan persediaan material yang baik sehingga aliran material saat pelaksanaan proyek dapat berjalan lancar. Selain itu dengan melakukan analisa persediaan material yang baik diharapkan dapat mencapai 3 tujuan utama proyek yaitu waktu yang tepat, biaya yang optimal, dan mutu yang baik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Persediaan (Inventory) Persediaan (Inventory) secara umum didefinisikan

sebagai stock bahan baku yang digunakan untuk memfasilitasi produksi atau untuk memuaskan permintaan konsumen. Definisi tersebut mengacu pada proses transformasi operasi, sehingga dapat dijelaskan proses aliran bahan dengan persediaan bahan menunggu memasuki proses produksi, persediaan dalam proses merupakan tahap menengah pada transformasi dan persediaan barang jadi siap melengkapi transformasi dalam sistem produksi (Zulfikarijah, 2005 : 4).

Menurut Shore (1973) mendefinisikan persediaan sebagai sumberdaya menganggur yang memiliki nilai potensial, definisi tersebut memasukkan perlengkapan dan tenaga kerja yang menganggur sebagi persediaan.

Persediaan adalah sumber daya yang menganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. (Nasution, 2008 : 113). Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi pada sistem

manufaktur dan kegiatan pemasaran pada sistem distribusi (lihat Gambar 2.1.).

Gbr 2.1. Proses Transformasi Produksi (Nasution, 2008 : 114)

2.2 Permasalahan Persediaan

Dua masalah umum yang dihadapi suatu sistem di dalam mengolah persediaannya adalah sebagai berikut: 1) Masalah Kualitatif

Hal-hal yang berkaitan dengan system pengoperasian persediaan yang akan menjamin kelancaran pengelolaan system persediaan seperti :

a. Jenis barang apa yang dimiliki. b. Dimana barang tersebut ada. c. Berapa jumlah barang yang sedang dipesan. d. Siapa saja yang menjadi pemasok (supplier) masing-

masing item. 2) Masalah Kuantitatif

Hal-hal yang berkaitan dengan penentuan kebijakan persediaan, antara lain:

a. Berapa banyaknya jumlah barang yang akan dipesan. b. Kapan pemesanan atau pembuatan barang harus

dilakukan. c. Berapa jumlah persediaan pengamannya. d. Metode pengendalian persediaan mana yang paling

tepat. Kinerja optimal suatu sistem persediaan akan

ditunjang oleh sistem pengoperasian yang baik (Nasution, 2008 : 116). Pada proyek konstruksi terdapat hubungan langsung antara tingkat persediaan, jadwal pelaksanaan proyek, serta ketersediaan bahan/ material.

Permasalahan utama dari persediaan material adalah menentukan berapa jumlah pemesanan (lot sizing) yang dianggap paling ekonomis yang akan menjawab persoalan berapa jumlah material dan kapan material tersebut dipesan sehingga dapat meminimasi biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (holding cost), (Nasution, 2008 : 118).

2.3 Manajemen Material

Manajemen Material didefinisikan sebagai suatu pendekatan organisasional untuk menyelesaikan permasalahan material yang memerlukan kombinasi kemampuan manajerial dan teknis (Ervianto, 2004 : 110).

Pada setiap proyek konstruksi, pengadaan material merupakan bagian terpenting, karena sumber daya material dapat menyerap hingga 40% – 60% dari biaya proyek (Ritz, 1994). Oleh karena itu penggunaan teknik manajemen yang baik dan tepat untuk membeli, menyimpan, mendistribusikan, dan menghitung material konstruksi menjadi sangat penting.

2.4 Jenis Persediaan

Dilihat dari jenisnya, ada 4 macam persediaan secara umum yaitu : 1. Bahan baku (raw materials) adalah barang-barang yang

dibeli dari pemasok (supplier) dan akan digunakan atau diolah menjadi produk jadi yang akan dihasilkan oleh perusahaan.

2. Bahan setengah jadi (work in-process) adalah bahan baku yang sudah diolah atau dirakit menjadi komponen namun masih membutuhkan langkah-langkah lanjutan agar menjadi produk jadi.

3. Barang jadi (finished goods) adalah barang jadi yang telah selesai diproses, siap untuk disimpan di gudang barang jadi, dijual, atau didistribusikan ke lokasi-lokasi pemasaran.

BAHAN BAKU

BARANG SETENGAH JADI

BARANG JADI

PROSES

PRODUKSI

4. Bahan pembantu atau penolong (supplies) adalah barang-barang yang dibutuhkan untuk menunjang produksi, namum tidak akan menjadi bagian pada produk akhir yang dihasilkan perusahaan. (Nasution, 2008 : 114)

2.5 Biaya Persediaan

Menurut Imam (2007) ada beberapa biaya – biaya yang relevan digunakan dalam manajemen persediaan yaitu : 1. Ordering cost : adalah biaya yang ditimbulkan oleh

adanya kegiatan pemesanan persediaan, misal : formulir, supplies, proses pemesanan, administrasi dan lain-lain; selama bahan/barang belum tersedia untuk diproses lebih lanjut

2. Set-up cost : adalah biaya untuk mempersiapkan mesin atau proses produksi untuk membuat suatu pesanan, atau biaya-biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian pada saat bahan/barang diproses. Secara prinsip, set-up cost adalah order cost pada saat bahan telah/sedang diproses. Pada banyak kasus, set-up cost sangat berkorelasi dengan set-up time ( set-up time dapat dieliminasi dengan inovasi mesin dan perbaikan standard bahan baku).

3. Holding cost : adalah biaya yang ditimbulkan oleh penyimpanan persediaan dalam gudang, termasuk pula di dalamnya biaya asuransi, penyusutan, bunga dan lain-lainnya.

4. Biaya pembelian : adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian barang berdasarkan harga per unit.

2.6 Model Persediaan Menurut Jenis Permintaan

Model persediaan mengasumsikan bahwa permintaan untuk suatu barang bersifat independent atau dependent terhadap permintaan barang lainnya.

2.6.1 Permintaan Independent

Apabila suatu permintaan (demand) diketahui dengan pasti, bersifat bebas, dikelola saling tidak bergantung (independent) dan pola kebutuhannya tidak bervariasi dari waktu ke waktu maka kondisi ini disebut Independent Demand System. Metode Pengendalian Persediaan yang digunakan adalah Metode Pengendalian Tradisional (permodelan EOQ).

Metode ini menggunakan matematika dan statistik sebagai alat bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem persediaan.

Pada dasarnya Metode ini berusaha mencari jawaban yang optimal dalam menentukan: 1) Jumlah ukuran pemesanan ekonomis (EOQ). 2) Titik pemesanan kembali (reorder point). 3) Jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang

diperlukan. Tujuan dari model persediaan ini adalah untuk

menentukan jumlah yang ekonomis setiap kali pemesanan (EOQ) sehingga meminimasi biaya total persediaan, dimana :

Total Cost Inventory = Ordering Cost + Holding Cost + Purchasing Cost

2.6.2 Permintaan Dependent Apabila suatu permintaan (demand) diketahui dengan

pasti, bersifat bebas dan saling tergantung (dependent) dengan pola yang tidak teratur dan tidak kontinyu, dimana sejumlah besar permintaan dibutuhkan pada suatu waktu dan hanya sedikit ataupun tidak sama sekali pada suatu waktu yang lain, maka kondisi ini disebut Dependent Demand System. Metode yang digunakan adalah metode MRP (Material Requirement Planning), dimana tujuan dari metode ini adalah : 1) Menjamin tersedianya material, item atau komponen

pada saat dibutuhkan untuk memenuhi skedul/ jadwal yang ada.

2) Menjaga tingkat persediaan pada kondisi minimum. 3) Merencanakan aktivitas pengiriman, penjadwalan, dan

aktivitas pembelian.

2.7 Perencanaan Persediaan Material

Saragih (September 12, 2008) mengemukakan bahwa untuk membuat perencanaan persediaan material pada proyek konstruksi dapat menggunakan 2 metode pengendalian material yang biasa dipergunakan dalam bidang industri dan manufaktur seperti metode Economic Order Quantity (EOQ) dan metode Material Requirement Planning (MRP).

Dari kedua metode tersebut nantinya akan diketahui kebutuhan material per hari selama proyek berlangsung, inventory status, sistem pemesanan, safety stock material, yang mampu menjamin ketersediaan material selama proyek berlangsung sehingga proyek dapat selesai tepat waktu.

2.8 Material Requirement Planning (MRP)

Perencanaan kebutuhan bahan / Material Rquirement Planning (MRP) adalah penentuan jumlah setiap jenis bahan baku yang dibutuhkan selama 1 masa tertentu dalam pembuatan barang jadi untuk memenuhi permintaan selama masa tersebut (Pardede, 2005 : 475).

MRP merupakan salah satu alat perhitungan persediaan yang telah mengalami perkembangan, analisis MRP lebih rinci dan efektif karena menghitung keseluruhan bahan yang bersifat dependen yang digunakan dalam proses produksi. Dalam perkembangannya metode ini lebih banyak menggunakan software karena banyaknya item yang digunakan dalam perusahaan (Zulfikarijah, 2005 : 196).

Menurut Nasution (2008) MRP adalah prosedur logis, aturan keputusan dan teknik pencatatan terkomputerisasi yang dirancang untuk menterjemahkan “Jadwal Induk Produksi” atau MPS (Master Production Schedulling) menjadi “kebutuhan bersih” atau NR (Net Requirement) untuk semua item. Sistem MRP juga dikenal sebagai perencanaan kebutuhan berdasarkan tahapan waktu (time phases requirements planning). Dasar – dasar penyusunan MRP yaitu : 1. MRP menurunkan permintaan terikat untuk bahan –

bahan baku, bahan – bahan pembantu, dan barang – barang setengah jadi berdasarkan jadwal pengolahan barang jadi.

2. MRP menetapkan jadwal pengadaan (seperti jadwal pengolahan atau pembelian) tidak jauh menyimpang dari jadwal penggunaannya.

2.8.1 Manfaat Sistem MRP Manfaat penggunaan sistem MRP antara lain adalah :

1. Penurunan jumlah sediaan yang dibutuhkan. MRP menentukan jumlah bahan atau bagian barang yang benar – benar dibutuhkan untuk setiap satuan waktu sesuai dengan rencana produksi induk (MPS), sehingga tingkat sediaan yang berlebihan dapat dihindarkan.

2. Pengurangan masa tunggu pembuatan dan pemesanan. MRP menunjukkan jumlah, jadwal, dan ketersediaan bahan atau bagian barang, serta tindakan pengadaan yang dibutuhkan untuk memenuhi waktu penyerahan sehingga dapat menghindarkan penundaan kegiatan pengolahan.

3. Pemenuhan jadwal yang lebih tepat. Dengan MRP, pesanan – pesanan yang baru diterima dapat langsung ditambahkan ke dalam perencanaan, dan jadwal pengolahan baru, setelah masuknya pesanan baru, dapat ditangani dengan mempertimbangkan daya hasil yang dimilki.

4. Peningkatan kehematan. MRP mensyaratkan kerjasama dan penyelarasan antar berbagai pusat kerja pada saat bahan – bahan mengalir diantara pusat – pusat kerja tersebut (Pardede, 2005 : 477).

2.8.2 Kemampuan Sistem MRP MRP memiliki empat kemampuan yang menjadi ciri

utamanya (Nasution, 2008 : 248), yaitu: 1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat,

maksudnya adalah menentukan secara tepat kapan suatu

pekerjaan harus diselesaikan atau kapan material harus tersedia untuk memenuhi suatu pekerjaan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item, dengan diketahuinya bahan baku dalam suatu pekerjaan, MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item komponen.

3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan, maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan terhadap pesanan harus dilakukan.

4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan.

2.8.3 Masukan Sistem MRP Berbagai data dan keterangan yang diperlukan sebagai

Input dari MRP adalah : 1. Master Product Schedule (MPS) yaitu jadwal induk

produksi yang dibuat dengan tujuan mengetahui jenis produksi yang akan dibuat / digunakan dan waktu pembuatan / pemakaian produk (Zulfikarijah, 2005 : 166).

Gbr.2.3 Jadwal Induk Produksi (Imam, 2007 : 60 )

Jadwal Induk Produksi (MPS) menunjukkan jadwal pengolahan dan jumlah barang yang harus dibuat dengan merincinya untuk setiap macam atau setiap jenis serta untuk satuan masa yang singkat (Pardede, 2005 : 478).

2. Catatan Keadaan Persediaan ini menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan. Catatan Keadaan Persediaan terdiri dari data – data setiap jenis barang persediaan, dimana setiap jenis barang persediaan tersebut nantinya dibutuhkan untuk menentukan jumlah kebutuhan bersih. Catatan Keadaan Persediaan ini juga berisikan tentang faktor perencanaan yang digunakan untuk menetapkan jumlah waktu untuk merencanakan pemesanan, diantaranya adalah lead time (waktu pengadaan). Dimana Lead Time adalah waktu tunggu, pemindahan, pembelian dan persiapan komponen yang akan dibeli (Zulfikarijah, 2005 : 165).

3. Bill of Material (BOM) yaitu struktur produk berisi tentang informasi yang mengidentifikasikan semua kebutuhan komponen dan sub komponen yang akan digunakan untuk menghasilkan produk akhir dengan program MRP (Zulfikarijah, 2005 : 168). Struktur Produk, informasi ini dibutuhkan dalam menentukan kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih suatu komponen. Selain itu, Struktur Produk juga berisi informasi tentang “jumlah kebutuhan komponen” dan “jumlah produk akhir” yang harus dibuat (Nasution, 2008 : 252).

Gbr.2.4 Contoh Struktur Produk (BOM) (Imam, 2007 : 61 )

2.8.4 Keluaran Sistem MRP Menurut Nasution (2008) secara umum outptut dari

sistem Material Requirement Planning (MRP) terdiri dari laporan mengenai : 1. Memberikan catatan tentang jadwal pemesanan material

yang harus dilakukan atau harus direncanakan baik dari pabrik maupun dari supplier.

2. Memberikan indikasi bila perlu penjadwalan ulang. 3. Memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan. 4. Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan.

2.8.5 Tahapan Proses Pengolahan MRP

Menurut Nasution (2008), proses pengolahan MRP dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Netting (Perhitungan Kebutuhan Bersih)

Proses netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih, yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan (yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan). Data yang diperlukan dalam perhitungan kebutuhan bersih ini adalah : a) Kebutuhan kotor (jumlah produk akhir yang akan

dikonsumsi) untuk setiap periode selama periode perencanaan.

b) Tingkat persediaan yang dipunyai pada awal periode perencanaan.

c) Rencana penerimaan dari subkontraktor selama periode perencanaan.

2. Lotting (Penentuan Ukuran Lot) Proses lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya pesanan yang optimal untuk masing-masing item produk berdasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih. Proses lotting erat kaitannya dengan penentuan jumlah komponen/item yang harus dipesan atau disediakan. Terdapat banyak alternatif untuk menghitung ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan untuk menambah ongkos “set-up” dan ongkos simpan, ada juga yang bersifat sederhana dengan menggunakan konsep jumlah pemesanan tetap atau dengan periode pemesanan tetap. Penggunaan dan pemilihan teknik yang tepat sangat mempengaruhi keefektifan rencana kebutuhan bahan.

3. Offsetting (Penentuan Waktu Pemesanan) Proses ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya lead time. Pengertian lead time adalah besarnya waktu saat barang mulai dipesan, sampai barang tersebut diterima dan siap untuk dipakai.

4. Eksplosion Proses explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor item yang berada di tingkat bawah, didasarkan atas rencana pemesanan yang telah disusun pada proses offsetting. Dalam proses explosion ini data struktur produk (bill of material) memegang peranan penting, karena atas dasar struktur produk inilah proses eksploding akan berjalan dan dapat menentukan kearah komponen mana harus dilakukan Exploding.

Agar dapat memahami proses MRP dengan lebih jelas, maka dibawah ini akan dijelaskan langkah –

langkah dasar mengenai sistem MRP. Adapun langkah dasar tersebut secara sistematis dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gbr. 2.5. Skema MRP (Nasution, 1999)

2.8.6 Asumsi - asumsi Sistem MRP Asumsi – asumsi dari system MRP yang standard

menurut Nasution (2008) adalah sebagai berikut : 1. Adanya data file yang terintegrasi. 2. Waktu ancang untuk semua item diketahui. 3. Setiap item persediaan selalu ada dalam pengendalian. 4. Semua komponen untuk suatu perakitan dapat

disediakan pada saat perakitan akan dilakukan. 5. Pengadaan dan pemakaian komponen bersifat diskrit. 6. Proses pembuatan suatu item tidak bergantung terhadap

proses pembuatan item lainnya.

2.8.7 Teknik Penentuan Ukuran Lot Ukuran lot (lot size) adalah menyatakan jumlah bahan

baku yang harus dipesan untuk suatu periode. Berdasarkan jumlah tersebut ukuran lot (lot size) dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama adalah ukuran lot (lot size) yang besarnya selalu tetap untuk setiap pemesanan, bagian yang kedua adalah ukuran lot (lot size) yang besarnya berubah – ubah untuk setiap kali pemesanan.

Pada sistem Material Requirement planning (MRP) dikenal ada beberapa metode untuk menentukan besarnya ukuran lot (lot size) pesanan bahan baku, sehingga sesuai dengan Jadwal Induk Produksi. Adapun untuk menentukan salah satu yang terbaik adalah cara menggunakan perbandingan total biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya – biaya yang digunakan adalah biaya pemesanan, biaya pembelian, dan biaya penyimpanan (Nasution,2008). Berikut metode yang akan digunakan dalam penentuan ukuran pemesanan diantaranya sebagai berikut : a) Lot for Lot (L4L)

Teknik penetapan ukuran lot dengan ini dilakukan atas dasar pesanan diskrit. Disamping itu teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran lot yang ada. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol (Nasution,2008 : 271). b) Economic Order Quantity (EOQ)

Dalam teknik ini besarnya ukuran lot adalah tetap. Namun perhitungannya sudah mencakup biaya-biaya pesan serta biaya-biaya simpan. Perumusan yang dipakai dalam teknik ini adalah sebagai berikut :

EOQ =

Dimana : D = Demand / kebutuhan rata-rata k = Order cost / biaya pesan per pesan h = Holding cost / biaya simpan per periode c) Period Order Quantity (POQ)

Satu aturan penentuan jumlah pesanan secara dinamis adalah jumlah pesanan berkala (Periodic Order

Quantity = POQ). POQ adalah jumlah yang sama dengan jumlah yang dibutuhkan selama beberapa minggu sejak bahan yang dipesan diterima, ditambah dengan jumlah sediaan pengaman dan dikurangi dengan jumlah sediaan awal atau sediaan ditangan (Pardede,2005 : 496). d) Part Period Balancing (PPB)

Part Period Balancing (PPB) merupakan pendekatan yang cukup dinamis dengan meneyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Dalam PPB digunakan informasi tambahan dengan merubah lot size dengan lot size yang akan dating. Dalam PPB ini terdapat EPP (economic part period) yang berisi rasio biaya pemesanan dan biaya penyimpanan (Zulfikarijah, 2005 : 191).

2.8.8 Program Production and Operation Management-

Quantitative Method Version 3.0 (POM-QM V 3.0) POM-QM V. 3.0 merupakan sebuah program bantu

yang memiliki beberapa modul pemecahan permasalahan manajemen operasi dan riset operasi. Dalam tugas akhir ini, program POM-QM V. 3.0 digunakan pada tahap lotting, yaitu untuk menetapkan ukuran lot (lot size). Keunggulan dari program ini adalah : 1. Mudah digunakan.,POM-QM V. 3.0 didesain baik untuk

pengguna yang tidak memiliki pengalaman dalam memecahkan permasalahan manajemen operasi dengan menggunakan komputer ataupun mereka yang telah terbiasa menggunakan komputer.

2. Menggunakan menu yang memungkinkan pengguna mengenali secara mudah pilihan permasalahan yang akan dipecahkan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Data Penelitian

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari dokumen proyek yang bersangkutan dan interview dengan kontraktor. Data-data yang diperlukan dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah : 1. Data umum proyek

Berisi kondisi umum proyek meliputi nama proyek, spesifikasi proyek, owner, perencana, kontraktor, waktu pengerjaan dan biaya proyek. 2. Data material

Berisikan jenis-jenis material yang diperlukan dalam item pekerjaan, spesifikasi material, dan lokasi pengambilan material (supplier). 3. Data permodelan MRP

Data permodelan adalah data-data yang diperlukan untuk menjalankan proses MRP, yaitu : a. Schedule proyek, digunakan untuk mengetahui kapan

suatu material dibutuhkan dan menentukan jadwal pemesanannya.

b. Gambar perencanaan, digunakan untuk mengetahui volume pekerjaan yang ditinjau sehingga dapat diketahui volume kebutuhan material yang diperlukan dalam tiap item pekerjaan.

c. Struktur produk (Bill of Material), struktur pekerjaan berisikan informasi tentang hubungan antar komponen dalam suatu proses produksi. Struktur pekerjaan juga mengandung informasi tentang semua item, yaitu level item, lead time, serta jumlah yang dibutuhkan pada tiap tahapan, dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gbr.3.1 Struktur Produk

Pelaksanaan MRP

tidakya

Eksploding Ulang Untuk level

LOTTING Penentuan Jumlah Pesanan

NETTING Perhitungan Kebutuhan Bersih

Masukkan MRP : - JIP - Struktur

OFFSETTING Penentuan Waktu Pesan

ada perubahan

ada perubahan

Struktur Pekerjaan Tingkat

0 End Product (JML) (LT)

1 A (JML) (LT)

A (JML) (LT)

d. Biaya persediaan, adalah semua pengeluaran yang timbul

akibat adanya persediaan. Biaya persediaan meliputi biaya pembelian material, biaya pemesanan material, dan juga biaya simpan material.

e. Lead time, adalah periode pengadaan material pada saat dikeluarkannya surat pesanan sampai dengan waktu penyerahan material untuk pertama kalinya.

3.2 Metode Analisa

3.2.1 Jadwal Induk produksi Jadwal induk produksi adalah volume pekerjaan per-

periode. Jadwal induk produksi ini diperoleh dengan membagi volume total item pekerjaan (dihitung dari gambar perencanaan proyek) dengan waktu/ durasi yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan (diperoleh dari master schedule project).

Vol. pekerjaan per periode = vol.total pekerjaan Durasi pekerjaan

3.2.2 Tahapan Analisa Kebutuhan Kotor Material

(Gross Requirement) Dalam proses ini akan ditentukan total jumlah

kebutuhan material per-periode dari item pekerjaan yang bersifat saling tergantung (dependent) selama periode perencanaan.

3.2.3 Tahapan Analisa Kebutuhan Bersih (Netting)

Dalam proses ini ditentukan berapa jumlah kebutuhan bersih yang diperlukan. Besarnya kebutuhan bersih merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan jumlah persediaan yang ada. Data yang diperlukan dalam proses ini adalah : a. Kebutuhan kotor (jumlah material total yang akan

digunakan) untuk tiap periode selama periode perencanaan.

b. Rencana penerimaan material selama periode perencanaan.

c. Tingkat persediaan yang dimiliki pada awal periode perencanaan.

3.2.4 Tahapan Analisa Jumlah Pemesanan (Lotting) Proses ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pemesanan

(lot size) yang optimum. Teknik penentuan lot size yang digunakan dalam tugas akhir ini yaitu : a. Lot for Lot (L4L)

Teknik penetapan ukuran lot dengan ini dilakukan atas dasar pesanan diskrit. Disamping itu teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran lot yang ada. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol.

b. Economic Order Quantity (FOQ) Dalam teknik ini besarnya ukuran lot adalah tetap. Namun perhitungannya sudah mencakup biaya-biaya pesan serta biaya-biaya simpan. Metode EOQ ini biasanya digunakan untuk horizon perencanaan selama 1 tahun. Sedangkan keefektifan dari metode ini akan terlihat apabila pola permintaan kebutuhan bersifat kontinu dan tingkat kebutuhan bersifat konstan.

c. Period Order Quantity (POQ) Satu aturan penentuan jumlah pesanan secara dinamis adalah jumlah pesanan berkala (Periodic Order Quantity = POQ). POQ adalah jumlah yang sama dengan jumlah yang dibutuhkan selama beberapa minggu sejak bahan yang dipesan diterima, ditambah dengan jumlah sediaan pengaman dan dikurangi dengan jumlah sediaan awal atau sediaan ditangan.

d. Part Period Balancing (PPB) Part Period Balancing (PPB) merupakan pendekatan yang cukup dinamis dengan meneyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Dalam PPB

digunakan informasi tambahan dengan merubah lot size dengan lot size yang akan datang. Dalam PPB ini terdapat EPP (economic part period) yang berisi rasio biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

Penentuan lot size dengan keempat teknik diatas dilakukan dengan menggunakan program bantu POM-QM V. 3.0.

3.2.5 Tahapan Analisa Waktu Pemesanan (Offsetting)

Proses ini bertujuan untuk menentukan waktu pemesanan material berdasarkan lead time pemesanan material dengan waktu kedatangan material di proyek. Sehingga pada akhirnya diperoleh jadwal pemesanan material yang memenuhi tingkat kebutuhan bersih.

3.2.6 Penentuan Total Cost

Total biaya persediaan tiap material diperoleh dari hasil penjumlahan biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya pembelian tiap material. Hasil biaya total tersebut akan dibandingkan berdasarkan ukuran pemesanan material dari semua teknik lotting yang digunakan, berdasarkan output yang diperoleh dari program POM-QM V. 3.0.

3.3 Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah pengerjaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Studi literatur mengenai perencanaan persediaan material. 2. Pengumpulan data-data yang berkaitan dengan tugas

akhir, yaitu : a. Gambar- gambar perencanaan proyek b. Time schedule proyek c. Data kebutuhan material (BOQ) d. Daftar harga material e. Data analisa pekerjaan f. Melakukan interview

3. Membuat break down pekerjaan stuktur pondasi bangunan Pasar Modern untuk struktur produk / Bill of Material (BOM)

4. Menyusun jadwal induk produksi 5. Menghitung kebutuhan kotor material (gross

requirement). 6. Menghitung kebutuhan bersih material (netting). 7. Melakukan proses explosion. 8. Menghitung ukuran lot (lotting) dan menentukan waktu

rencana pemesanan (offsetting). 9. Menentukan biaya total pengadaan tiap material dari

semua teknik lot size yang dilakukan. 10. Kesimpulan dan saran.

Bagan alur penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Bagan Alur Penelitian

BAB IV ANALISA DATA

I.6 Gambaran Umum Proyek

Gambaran umum mengenai proyek pembangunan Pasar Modern Lamongan yang dianalisa untuk tugas akhir ini dapat dilihat sebagai berikut :

4.1.1 Data Proyek

Nama Proyek : Kompleks Pasar Tradisional & Plasa Lamongan Jenis Proyek : Pasar dan Plasa Lokasi Proyek : Jalan Panglima Sudirman - Lamongan

Pemilik Proyek : Pemerintah Kabupaten Lamongan - Dinas PU Cipta Karya Kabupaten Lamongan

Konsultan Perencana : PT. ALCO ART STUDIO Kontraktor Pelaksana : PT. LINCE – SASMITO –TULUS, JO Luas Area : 1.64 Ha Luas Bangunan : Pasar = ± 2688 m², Plasa = ± 8064 m² Tinggi Bangunan : Pasar = ± 8.2 m, Plasa = ± 12.3 m Jumlah Lantai : Pasar = 2 lantai, Plasa = 3 lantai Struktur Bangunan : 1. Pondasi : Tiang Pancang

2. Rangka : Konstruksi Beton Bertulang 3. Atap : Konstruksi Rangka Baja

4. Lantai : Plat Beton 5. Bahan lantai : Keramik 6. Dinding : Bata Merah, Partisi Gypsum

4.1.2 Jadwal Proyek

Proyek pembangunan Kompleks Pasar Tradisional & Plasa Lamongan dimulai pada tanggal 23 September 2008 dan direncanakan selesai pada September 2009, sehingga lama waktu penyelesaian proyek adalah 1 tahun. Sedangkan untuk pekerjaan struktur pondasi Pasar Modern saja dimulai pada minggu ke-11 yaitu tanggal 30 November 2008 sampai dengan minggu ke-16 yaitu tanggal 10 Januari 2009, sehingga lama waktu penyelesaian pekerjaan struktur pondasi Pasar Modern adalah 6 minggu. Untuk lebih jelasnya jadwal dari proyek dapat dilihat pada time schedule proyek pada lampiran 2.

4.2 Struktur Produk (Bill of Material)

Struktur Produk (Bill of Material) berisi tentang informasi yang mengidentifikasikan semua kebutuhan komponen dan sub komponen yang akan digunakan untuk menghasilkan produk akhir dari suatu pekerjaan dengan menggunakan program MRP. Untuk membuat struktur produk (Bill of Material) pada Tugas Akhir ini berdasarkan pada break down struktur pekerjaan yang dapat dilihat pada time schedule proyek pada lampiran 2 dan pada data BOQ proyek pada lampiran 3.

Material yang akan direncanakan persediaannya adalah material yang diperlukan pada pekerjaan struktur pondasi untuk bangunan Pasar Modern yaitu untuk pekerjaan pembesian,bekisting,dan beton K-300. Jenis material yang akan dimodelkan diperoleh dari struktur produk (Bill of Material) yang dibuat. Untuk lebih jelasnya struktur pekerjaan Pondasi Pasar Modern (Bill of Material) dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini.

Level 0

Level 1

Level 2

Level 3 Besi D16 Batako Besi D19 Batako

Bekisting Batako

Tul.Besi Beton Ulir

Sloof Pondasi

Plat Poer

Beton K-300

Tul.Besi Beton Polos

Bekisting Batako

Tul.Besi Beton Ulir

Struktur Pondasi

T.Pancang d=40 cm

Besi Ø10 Pasir Pasang

Pasir Pasang

Semen Portland

Semen Portland

Beton K-300

Tiang Pancang

Gambar 4.1 BOM Struktur Pondasi Pasar

Gambar struktur produk diatas menunjukkan hubungan antara setiap item pekerjaan dengan material yang dibutuhkan. Setiap item pekerjaan membutuhkan dua jenis material atau lebih. Dari struktur produk (Bill of Material) yang dibuat diperoleh jenis material untuk pekerjaan struktur pondasi pada bangunan pasar yang akan dihitung adalah sebagai berikut :

Total Biaya Persediaan Minimum

PROSES EXPLOSION (Hubungan antar Level)

KESIMPULAN DAN SARAN

INPUT MRP : 1. Jadwal Induk Produksi 2. Struktur Produk 3. Status Persediaan

GROSS REQUIREMENT (Perhitungan Kotor Material)

NETTING (Perhitungan Kebutuhan Bersih)

MENYUSUN STRUKTUR PRODUK (BOM)

MENETAPKAN ITEM PEKERJAAN

MENYUSUN JADWAL INDUK PRODUKSI

PENGUMPULAN DATA

STUDI LITERATUR

PERUMUSAN MASALAH

LATAR BELAKANG

LOTTING (Penentuan Jumlah Pesanan) : 1. Lot for Lot 2. Economic Order Quantity 3. Periodic Order Quantity 4. Part Period Balancing

Tabel 4.1. Jenis Material

12

3

Pasir Pasangd. Beton Beton K-300

b. Tul.Besi Beton Polos Besi Ø10

Beton K-300Sloof :a. Tul.Besi Beton Ulir Besi D16

c. Bekisting BatakoSemen Portland

c. Beton

Jenis Material

Tiang Pancang d = 40 cm

Besi D19BatakoSemen PortlandPasir Pasang

Plat Poer :a. Tul.Besi Beton Ulirb. Bekisting

No Item Pekerjaan

Tiang Pancang

4.3 Biaya Persediaan Biaya sistem persediaan adalah semua pengeluaran dan

kerugian yang timbul sebagai akibat dari adanya persediaan. Biaya sistem persediaan meliputi biaya pembelian, biaya pemesanan, dan biaya penyimpanan. Adapun asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Tidak ada perubahan harga material (tidak ada pengaruh

faktor diskon). b. Biaya pemesanan adalah tetap setiap kali melakukan

pemesanan. c. Lead time adalah tetap setiap kali pemesanan material.

4.3.1 Biaya Pembelian Material

Biaya pembelian material adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli material sendiri. Material yang dianalisa disini mempunyai karakteristik bermacam–macam sehingga harga material per-unit berlainan. Besarnya biaya ini sesuai dengan jumlah material yang dibeli serta harga satuan material. Data umum biaya material diperoleh dari data harga material proyek (pada lampiran 4) yang ditunjukkan pada tabel 4.2. dibawah ini : Tabel 4.2. Data Harga Material

Sumber data: PT. LINCE – SASMITO – TULUS, JO

4.3.2 Biaya Pemesanan Material

Biaya pemesanan adalah semua biaya pengeluaran yang timbul dari usaha mendatangkan material dari luar proyek. Biaya pemesanan pada proyek ini meliputi biaya telekomunikasi dan biaya administrasi. a. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pemesanan

material pada supplier dengan menggunakan media telepon. Biaya telekomunikasi ini dipengaruhi oleh faktor durasi percakapan serta lokasi pemesanan material dimana diasumsikan terjadi percakapan selama 10 menit setiap kali pemesanan material. Biaya – biaya telepon tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3.

b. Biaya Administrasi adalah biaya yang muncul karena proses pendataan atau pencatatan material pada saat kedatangannya. Biaya Administrasi yang dihitung pada proyek ini meliputi biaya pencetakan. Untuk biaya administrasi ini diasumsikan sama untuk setiap material yang akan dianalisa. Biaya administrasi dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.3. Biaya Telepon

Sumber data: PT. Telkom

Tabel 4.4. Biaya Administrasi

Sumber data: PT. LINCE – SASMITO – TULUS, JO

Data umum total biaya pemesanan tiap material ditunjukkan pada tabel 4.5. dibawah ini:

Tabel 4.5. Total Biaya Pemesanan Material per-pesan

4.3.3 Biaya Penyimpanan

Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya ini dapat meliputi biaya memiliki persediaan (biaya modal) dan biaya kerusakan atau penyusutan. Untuk biaya modal ini diperhitungkan berdasarkan pada biaya modal yang diinvestasikan pada persediaan (inventory), yang dapat diukur dengan suku bunga bank yaitu 10% per tahun (berdasarkan suku bunga bank tahun 2008) dari harga material per unit. Sedangkan untuk biaya penyusutan atau kerusakan dapat dihitung berdasarkan penyusutan atau kerusakan kuantitas material selama penyimpanan yang diasumsikan sebesar ± 2% dari harga material per unit.

Apabila diasumsikan dalam 1 tahun ada 48 minggu, maka perhitungan biaya penyimpanan material per minggu adalah :

48%)2%10( + x Harga material per unit

Perhitungan biaya penyimpanan masing-masing material adalah sebagai berikut : 1) T. Pancang = ( )mRp 1200,000.395

48%12

××⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

= Rp.11.850 /unit/minggu 2) Beton K-300 = 00,000.675

48%12 Rp×⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛

= Rp.1687,5/unit/ minggu 3) Batako = 00,775.2

48%12 Rp×⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛

= Rp. 7/unit/minggu

4) Semen Portland = 00,980.5148

%12 Rp×⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

= Rp.130/unit/minggu

5) Pasir Pasang = 00,550.13448

%12 Rp×⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

= Rp. 336/unit/minggu 6) Besi beton d10

= ( )kgRp 4,700,000.11.48

%12××⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛

= Rp.203,5/unit/minggu 7) Besi beton D16

= ( )kgRp 1900,985.13.48

%12××⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛

= Rp.664/unit/minggu 8) Besi beton D19

= ( )kgRp 2700,985.13.48

%12××⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛

=Rp.944/unit/minggu

4.3.4 Biaya Persediaan Material Biaya pengadaan material adalah biaya yang terdiri dari

biaya pembelian, biaya pemesanan dan juga biaya penyimpanan material. Dari perhitungan masing – masing biaya diatas, maka dapat dilihat perincian Biaya Persediaan material pada tabel 4.6. dibawah ini :

Tabel 4.6. Biaya Persediaan Material

4.4 Analisa Kebutuhan Material Analisa kebutuhan material ini meliputi jadwal induk

produksi, kebutuhan material total, kebutuhan material per periode. Hasil dari analisa kebutuhan material ini akan digunakan pada proses tahapan MRP berikutnya yaitu :

a. Penentuan kebutuhan kotor (tahap gross requirement)

b. Penentuan kebutuhan bersih (tahap netting) c. Penentuan ukuran lot (tahap lotting)

4.4.1 Jadwal Induk Produksi Jadwal induk produksi merupakan alokasi untuk

membuat sejumlah produk yang diinginkan dengan memperhatikan kapasitas yang dipunyai (misal : pekerja,alat dan bahan).

4.4.1.1 Durasi Item Pekerjaan Sebelum menyusun jadwal induk produksi pelu

diketahui durasi masing-masing item pekerjaan untuk pekerjaan struktur pondasi pasar dan jadwal pelaksanaan pekerjaan. Pada proyek ini durasi total untuk pekerjaan struktur pondasi yang diperoleh dari time schedule proyek adalah 6 minggu. Berikut ini ditampilkan durasi dari masing-masing item pekerjaan dan jadwal pelaksanaan pekerjaan stuktur pondasi pasar yang diperoleh dari time schedule proyek pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Struktur Pondasi

4.4.1.2 Hubungan Antar Aktivitas

Selain mengetahui durasi masing-masing item pekerjaan,untuk menyusun jadwal induk produksi perlu diketahui juga hubungan antar aktivitas untuk mengetahui urutan pelaksanaan pekerjaan dilapangan.

Untuk menentukan urutan pelaksanaan pekerjaan dilapangan sesuai dengan logika berdasarkan ketergantungan antar aktivitas. Karena keterbatasan waktu yang dimiliki proyek, maka urutan pelaksanaan pada pekerjaan struktur pondasi ini dilaksanakan secara seri dan pararel dengan mempertimbangkan urutan pelaksanaan dilapangan. Berikut ini dijelaskan hubungan antar aktivitas untuk pekerjaan struktur pondasi dalam bentuk tabel.

Tabel 4.8. Hubungan Antar Aktivitas

7 Pek.Beton Sloof 2 - Pek.beton sloof baru bisa dimulai setelah pek.bekisting dan pembesian sloof selesai.

5 Pembesian Sloof 4 6 Pek.pembesian (pabrikasi) sloof bisa dimulai bersamaan dengan pek.pembesian (pabrikasi) plat poer.

6 Bekisting Sloof 4 7 Pek.bekisting sloof bisa dimulai bersamaan dengan pek.pembesian (pabrikasi) sloof.

3 Bekisting Plat Poer 4 4 Pek.bekisting plat poer bisa dimulai bersamaan dengan pek.pembesian plat poer.

4 Pek.Beton Plat Poer 2 - Pek.beton plat poer baru bisa dimulai setelah pek.bekisting dan pembesian plat poer selesai.

2 Pembesian Plat Poer 4 3 Pek.pembesian (pabrikasi) plat poer bisa dimulai setelah pek.tiang pancang selesai.

1 2 2 & 5

KeteranganDurasi (minggu)

Aktivitas yang mengikuti

Pek.Tiang Pancang

No. Aktiv.

Jenis Aktivitas

4.4.1.3 Jadwal Induk Produksi Setelah diketahui durasi masing-masing item pekerjaan

dan hubungan antar aktivitas pekerjaan, maka dapat disusun jadwal induk produksi. Jadwal induk Produksi ini dapat disusun dengan membagi total item pekerjaan dengan durasi yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan (diperoleh dari time schedule), seperti berikut :

Volume pek. per-periode = Vol.total pekerjaan Durasi pekerjaan

Berikut contoh perhitungan untuk pekerjaan tiang pancang per-periode :

Vol. total pek.tiang pancang = 1440 m Durasi pek. tiang pancang = 2 minggu Maka, volume pek. tiang pancang per-periode :

21440 = 720 m/minggu

Jadwal induk produksi untuk lebih lengkapnya disusun dalam bentuk tabel seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.9 berikut ini :

Tabel 4.9. Jadwal Induk Produksi Struktur Pekerjaan Pondasi

4.4.2 Analisa Kebutuhan Material Total Kebutuhan material total dapat dihitung berdasarkan

data analisa pekerjaan yang diperoleh dari proyek dapat dilihat pada lampiran 5. Dimana kebutuhan material pada setiap satu satuan item pekerjaan memiliki kuantitas yang berbeda. Berdasarkan data yang ada, kebutuhan material pada setiap item pekerjaan adalah sebagai berikut : 1. Pekerjaan Tiang Pancang

- Volume Tiang Pancang = 1440 m¹ - Analisa kebutuhan material untuk 1 m¹ pemancangan:

1,00 m¹ tiang pancang d = 40 cm (dengan panjang 1 tiang = 12 m)

- Kebutuhan Total Tiang Pancang :

Kebutuhan t.pancang = 12

1440.1 x = 120 buah

2. Pekerjaan Plat Poor a. Pekerjaan Tulangan Besi Beton

- Volume Besi Beton D19 = 4873 kg - Analisa kebutuhan material pembesian dengan besi

ulir/ kg : 1,0500 kg besi beton D19 (dengan berat besi = 27 kg/lonjor)

- Kebutuhan Total Besi D19 :

Kebutuhan besi = 27

0500,14873 x = 190 lonjor

b. Pekerjaan Bekisting - Volume bekisting = 82 m² - Analisa kebutuhan material pasangan batako/m² :

13,500 bh Batako 9,640 kg Semen portland (1 zak = 50 kg)

0,045 m³ Pasir pasang - Kebutuhan Total material bekisting :

Kebutuhan Batako = 5,1382 x = 1107 buah

Kebutuhan Semen = 50

640,982 x = 16 zak

Kebutuhan Pasir = 82 x 0,045 = 3,69 ≈ 4 m³ c. Pekerjaan Beton K-300

- Volume beton = 25,38 m³ - Analisa kebutuhan material beton /m³ :

1,050 m³ Beton K300 - Kebutuhan Total material beton :

Kebutuhan Beton = 050,183,25 x = 27 m³ 3. Pekerjaan Sloof

a. Pekerjaan Tulangan Besi Beton - Volume Besi Beton Ø10 = 2961,29 kg - Volume Besi Beton D16 = 6723,47 kg - Analisa kebutuhan material pembesian / kg :

1,0500 kg besi beton Ø10 (dengan berat besi = 7,4 kg/lonjor) 1,0500 kg besi beton D16 (dengan berat besi = 18,72 kg/lonjor)

- Kebutuhan Total Besi : Kebutuhan besi Ø10 =

4,7050,129,2961 x

= 421 lonjor Kebutuhan besi D16 =

72,180500,147,6723 x

= 378 lonjor b. Pekerjaan Bekisting

- Volume bekisting = 348,8 m² - Analisa kebutuhan material pasangan batako/m²

13,500 bh Batako 9,640 kg Semen portland ( 1 zak = 50 kg) 0,045 m³ Pasir pasang

- Kebutuhan Total material bekisting : Kebutuhan Batako = 5,138,348 x

= 4709 buah Kebutuhan Semen =

50640,98,348 x = 67 zak

Kebutuhan Pasir = 348.8 x 0,045 = 16 m³ c. Pekerjaan Beton K-300

- Volume beton = 52,32 m³ - Analisa kebutuhan material beton /m³ :

1,050 m³ Beton K300 - Kebutuhan Total material beton :

Kebutuhan Beton = 050,132,52 x = 55 m³ Berikut ini hasil analisa perhitungan kebutuhan

material total dalam bentuk tabel 4.10 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.10. Kebutuhan Material Total

1 120 buah3 82 m³2 5,816 buah4 83 zak5 20 m³6 421 lonjor7 378 lonjor8 190 lonjor

Pasir Pasang (Poer + Sloof) Besi Beton Ø10 @ 7.4kg Besi Beton D16 @ 19kgBesi Beton D19 @ 27kg

Tiang Pancang d = 40 cmBeton K-300 (Poer + Sloof)Batako (Poer + Sloof)Semen Portland (Poer + Sloof)

No Item MaterialKebutuhan

Material TotalSatuan

4.4.3 Analisa Kebutuhan Material Per Periode Kebutuhan material per periode dapat dihitung

berdasarkan kebutuhan material total. Kebutuhan material per periode ini digunakan untuk mengetahui produktivitas material yang akan digunakan per-periodenya. Analisa perhitungan kebutuhan material per-periode untuk setiap item pekerjaan adalah sebagai berikut : Kebutuhan material per-periode : Kebutuhan material total

Durasi pekerjaan 1. Tiang Pancang

- Kebutuhan total = 120 buah tiang - Durasi = 2 minggu - Kebutuhan per-periode :

2120 = 60 buah /minggu

2. Plat Poor a. Besi D19 - Kebutuhan total = 190 lonjor - Durasi = 4 minggu

- Kebutuhan per-periode :4

190 = 47,5 lonjor/minggu

b. Bekisting - Kebutuhan total batako = 1107 buah - Kebutuhan total semen = 16 zak - Kebutuhan total pasir pasang = 4 m³ - Durasi = 4 minggu - Kebutuhan per-periode batako :

41107 = 277 buah/minggu

- Kebutuhan per-periode semen :4

16 = 4 zak/minggu

- Kebutuhan per-periode pasir : 44 = 1 m³/minggu

c. Beton K-300 - Kebutuhan total = 27 m³ - Durasi = 2 minggu - Kebutuhan per-periode :

227 = 13,5 m³/minggu

3. Sloof a. Besi D16

- Kebutuhan total = 378 lonjor - Durasi = 4 minggu - Kebutuhan per-periode :

4378 = 94,5 lonjor/minggu

b. Besi Ø10 - Kebutuhan total = 421 lonjor - Durasi = 4 minggu - Kebutuhan per-periode :

4421 = 105,25 lonjor/minggu

c. Bekisting - Kebutuhan total batako= 4709 buah

- Kebutuhan total semen= 67 zak - Kebutuhan total pasir pasang= 16m³ - Durasi = 4 minggu

- Kebutuhan per-periode batako :

44709 = 1177 buah/minggu

- Kebutuhan per-periode semen :

467 = 17 zak/minggu

- Kebutuhan per-periode pasir :4

16 = 4 m³/minggu

d. Beton K-300 - Kebutuhan total = 55 m³

- Durasi = 2 minggu - Kebutuhan per-periode :

255 = 27,5 m³/minggu

Berikut ini ditampilkan kebutuhan material per periode dalam bentuk tabel untuk lebih jelasnya seperti pada tabel 4.11 :

Tabel 4.11. Kebutuhan Material Per-periode

4.5 Analisa Jumlah Pesanan Optimum Analisa jumlah pesanan optimum ini meliputi

perhitungan kebutuhan kotor,perhitungan kebutuhan bersih (netting), waktu rencana pemesanan (offseting) dan penentuan ukuran lot (lotting). Untuk penentuan ukuran lot (lotting) menggunakan 4 teknik yaitu : a. Teknik Lot for Lot (L4L) b. Teknik Economic Order Quantity (EOQ) c. Teknik Period Order Quantity (POQ) d. Teknik Part Period Balancing (PPB)

4.5.1 Perhitungan Kebutuhan Kotor

Kebutuhan kotor merupakan jumlah setiap item yang dibutuhkan untuk dikonsumsi. Kebutuhan kotor untuk tiap komponen merupakan gabungan dari rencana periode dan jadwal induk produksi. Data yang diperlukan untuk menghitung kebutuhan kotor material per periode ini meliputi jadwal induk produksi dan kebutuhan material total. Untuk analisa perhitungan kebutuhan kotor material per periode pada pekerjaan struktur pondasi ini sama dengan analisa perhitungan kebutuhan material per periode, sehingga hasil kebutuhan kotor material yang diperoleh sama dengan kebutuhan material per periode. Kebutuhan kotor material per periode untuk pekerjaan struktur pondasi pasar dapat dilihat pada tabel 4.12.

Tabel 4.12. Kebutuhan Kotor Material 9 10 11 12 13 14 15 16 Total

60.00 60.00 120

9 10 11 12 13 14 15 16 Total47.50 47.50 47.50 47.50 190

9 10 11 12 13 14 15 16 Total1,454.00 1,454.00 1,454.00 1,454.00 5,816

9 10 11 12 13 14 15 16 Total20.75 20.75 20.75 20.75 83

9 10 11 12 13 14 15 16 Total5.00 5.00 5.00 5.00 20

9 10 11 12 13 14 15 16 Total41.00 41.00 82

9 10 11 12 13 14 15 16 Total105.25 105.25 105.25 105.25 421

9 10 11 12 13 14 15 16 Total94.50 94.50 94.50 94.50 378

Periode (minggu)Kebutuhan Kotor (lonjor)

Kebutuhan Kotor Besi Ø 10Periode (minggu)

Kebutuhan Kotor (lonjor)

Kebutuhan Kotor Besi D16

Kebutuhan Kotor (m³)

Kebutuhan Kotor Beton K-300Periode (minggu)

Kebutuhan Kotor (m³)

Periode (minggu)Kebutuhan Kotor (zak)

Kebutuhan Kotor Pasir PasangPeriode (minggu)

Kebutuhan Kotor Besi D19Periode (minggu)

Kebutuhan Kotor (lonjor)

Kebutuhan Kotor Tiang Pancang d = 40 cmPeriode (minggu)

Kebutuhan Kotor (buah)

Kebutuhan Kotor BatakoPeriode (minggu)

Kebutuhan Kotor (buah)

Kebutuhan Kotor Semen Portland

4.5.2 Perhitungan Kebutuhan Bersih (Netting) Perhitungan kebutuhan bersih ini diperlukan untuk

menetapkan jumlah kebutuhan bersih material. Jumlah kebutuhan bersih merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan persediaan yang dimiliki pada awal perencanaan, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut : Kebutuhan bersih = Kebutuhan kotor – Persediaan ditangan

Data yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini meliputi kebutuhan kotor untuk setiap periode dan persediaan yang dimiliki pada awal perencanaan. Pada penulisan tugas akhir ini diasumsikan bahwa tidak ada persediaan material diawal perencanaan pada proyek pasar modern, sehingga dapat diketahui untuk jumlah kebutuhan bersih = jumlah kebutuhan kotor. Berikut ini perhitungan kebutuhan bersih material per periode untuk pekerjaan struktur pondasi pasar dapat dilihat pada tabel 4.13.

Tabel 4.13. Kebutuhan Bersih Matrial

9 10 11 12 13 14 15 16 Total60.00 60.00 120

0 0 0 060.00 60.00 120

9 10 11 12 13 14 15 16 Total47.50 47.50 47.50 47.50 190

0 0 0 0 0 0 0 047.50 47.50 47.50 47.50 190

9 10 11 12 13 14 15 16 Total1,454.00 1,454.00 1,454.00 1,454.00 5,816

0 0 0 0 0 0 0 01,454.00 1,454.00 1,454.00 1,454.00 5,816

9 10 11 12 13 14 15 16 Total20.75 20.75 20.75 20.75 83

0 0 0 0 0 0 0 020.75 20.75 20.75 20.75 83

9 10 11 12 13 14 15 16 Total5.00 5.00 5.00 5.00 20

0 0 0 0 0 0 0 05.00 5.00 5.00 5.00 20

9 10 11 12 13 14 15 16 Total41.00 41.00 82

0 0 0 0 0 0 0 041.00 - 41.00 82

9 10 11 12 13 14 15 16 Total105.25 105.25 105.25 105.25 421

0 0 0 0 0 0 0 0105.25 105.25 105.25 105.25 421

9 10 11 12 13 14 15 16 Total94.50 94.50 94.50 94.50 378

0 0 0 0 0 0 0 094.50 94.50 94.50 94.50 378

Kebutuhan Bersih

Kebutuhan Bersih

Kebutuhan Bersih

Periode (minggu)Kebutuhan Kotor (lonjor)Persediaan ditangan : 0

Kebutuhan Kotor (zak)Persediaan ditangan : 0

Kebutuhan Bersih

Kebutuhan Bersih

Kebutuhan Bersih Besi Ø 10

Kebutuhan Bersih Besi D16

Periode (minggu)Kebutuhan Kotor (lonjor)Persediaan ditangan : 0

Kebutuhan Bersih Batako

Kebutuhan Bersih Semen Portland

Kebutuhan Bersih Pasir Pasang

Kebutuhan Kotor (buah)Persediaan ditangan : 0

Kebutuhan Bersih Tiang Pancang d = 40 cmPeriode (minggu)

Kebutuhan Bersih

Kebutuhan Bersih

Persediaan ditangan : 0Kebutuhan Bersih

Kebutuhan Bersih Beton K-300

Persediaan ditangan : 0

Periode (minggu)Kebutuhan Kotor (m³)

Periode (minggu)Kebutuhan Kotor (m³)

Kebutuhan Bersih Besi D19Periode (minggu)

Kebutuhan Kotor (lonjor)Persediaan ditangan : 0

Periode (minggu)Kebutuhan Kotor (buah)Persediaan ditangan : 0

Periode (minggu)

4.5.3 Proses Explosion

Proses Explosion merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item/komponen yang lebih bawah. Dalam proses explosion ini data mengenai dua struktur produk sangat memegang peranan, karena atas dasar struktur produk inilah proses explosion akan berjalan dan dapat menetukan ke arah komponen mana harus dilakukan explosion.

Proses explosion dapat dilakukan dengan membuat tabel yang menunjukkan ketergantungan tiap level.. Data-data yang digunakan untuk menyusun tabel proses explosion ini meliputi gambar Struktur Produk (BOM) Struktur Pondasi Pasar (dapat dilihat pada gambar 4.1), Time Schedule proyek (pada lampiran 2), volume tiap item pekerjaan (pada lampiran 3), serta jadwal induk produksi (pada tabel 4.9). Berikut ini ditampilkan level pekerjaan / material beserta volumenya pada tabel 4.14

Tabel 4.14. Level Pekerjaan / Material

Sebelum menyusun tabel proses explosion perlu diketahui untuk proses explosion pada tugas akhir ini ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Produk akhir pada proses explosion ini adalah

Struktur Pondasi Pasar yang berada pada level 0 (level paling atas). Struktur Pondasi ini dikatakan selesai apabila komponen-komponennya yaitu Sloof, Poer, dan Tiang pancang sudah dirakit (dicor untuk sloof dan poer, dipancang untuk tiang pancang).

2. Berdasarkan time scedule proyek jadwal untuk pengecoran sloof dan poer dilakukan bersamaan dan bertahap yaitu pada minggu ke-14 dan 16. Perlu diketahui durasi untuk pengecoran adalah 1 hari karena menggunakan beton ready mix. Sehingga untuk waktu perakitan struktur pondasi, sloof, dan poer adalah sama dengan waktu pengecoran yaitu pada minggu ke-14 dan 16.

3. Pada proyek ini tidak memiliki persediaan diawal sehingga untuk kebutuhan bersih sama dengan total kebutuhan (kebutuhan kotor).

4. Kebutuhan bersih pada level atas akan menjadi total kebutuhan untuk level dibawahnya, sesuai dengan waktu perakitan berdasarkan time schedule proyek atau jadwal induk produksi.

5. Pada pekerjaan tulangan besi beton dan bekisting untuk sloof dan poer waktu perakitannya berdasarkan pada time schedule proyek mulai dari minggu ke-13 sampai minggu ke-16. Sedangkan untuk tiang pancang waktu perakitan atau pemancangannya dilaksanakan pada minggu ke-11 dan 12.

6. Untuk waktu rencana pemesanan material pada level paling bawah (tiang pancang, beton k-300, besi D19, besi D16,besi Ø10, batako, semen, dan pasir pasang) berdasarkan lead time. Lead time adalah besarnya waktu saat barang/material mulai dipesan sampai barang tersebut diterima dan siap untuk dipakai. Pada tugas akhir ini Lead time untuk semua material diasumsikan 1 minggu, sehingga waktu pemesanan material dilakukan 1 minggu sebelum digunakan.

Ketentuan-ketentuan tersebut diatas digunakan sebagai dasar untuk menyusun tabel proses explosion. Berikut ini penjelasan mengenai proses explosion untuk tabel 4.15 : Level 0 :

- Produk akhir dari struktur pondasi ini selesai pada minggu ke-14 dan minggu ke-16 (berdasarkan time schedule proyek). Kebutuhan (volume pekerjaan) struktur pondasi ini ditempatkan pada total kebutuhan (baris pertama pada level 0).

Berdasarkan time schedule untuk pekerjaan pondasi pada proyek ini dilakukan 2 tahap, maka total kebutuhan masing-masing pada minggu ke-14 dan minggu ke-16 adalah setengah dari total volume pekerjaan pondasi yaitu 400,578 m³.

- Waktu perakitan struktur pondasi adalah sama dengan waktu pengecoran untuk sloof dan poer yaitu pada minggu ke-14 dan minggu ke-16 (berdasarkan time schedule proyek).

Level 1 : - Jumlah kebutuhan bersih pada Level 0 menjadi

total kebutuhan pada Level 1 sesuai dengan waktu perakitan pada Level 0 dan setelah dikonversikan sesuai dengan kebutuhan (volume pekerjaan) pada Level 1.

- Sebagai contoh Level 1 sloof total kebutuhan masing-masing pada minggu ke-14 dan 16 adalah 26,16 m³ atau setengah dari total volume sloof.

- Waktu perakitan sloof dan poer adalah sama dengan waktu pengecoran berdasarkan time schedule proyek yaitu pada minggu ke-14 dan minggu ke-16. Sedangkan waktu perakitan tiang pancang adalah sama dengan waktu pemancangan berdasarkan time schedule proyek yaitu pada minggu ke-11 dan minggu ke-12.

Level 2 : - Jumlah kebutuhan bersih pada Level 1 menjadi

total kebutuhan pada Level 2 sesuai dengan waktu perakitan pada Level 1 dan setelah dikonversikan sesuai dengan kebutuhan (volume pekerjaan) pada Level 2.

- Sebagai contoh Level 2 Tul.besi beton polos Ø10 (Level 1-nya adalah sloof) total kebutuhan masing-masing pada minggu ke-14 dan minggu ke-16 adalah 1480,645 kg atau setengah dari total volume pekerjaan tul.besi beton polos (Ø10).

- Waktu perakitan tul.besi beton polos (Ø10) adalah sama dengan waktu pekerjaan besi sloof berdasarkan time schedule proyek yaitu mulai minggu ke-13 sampai minggu ke-16 (sehingga saat perakitan kebutuhan bersih tul.besi beton sesuai dengan jadwal induk produksi pada tabel 4.9 yaitu 740,32 kg per periode).

Level 3 : - Jumlah kebutuhan bersih pada Level 2 menjadi

total kebutuhan pada Level 3 sesuai dengan waktu perakitan pada Level 2 dan setelah dikonversikan sesuai dengan kebutuhan (volume pekerjaan) pada Level 3.

- Sebagai contoh Level 3 Batako untuk Poer (Level 2-nya adalah Bekisting Poer) total kebutuhan masing-masing pada minggu ke-13 sampai minggu ke-16 adalah 276,75 buah (sesuai dengan kebutuhan batako poer per periode pada tabel 4.11).

- Waktu rencana pemesanan material batako adalah 1 minggu (lead time = 1 minggu) sebelum waktu mulai pekerjaan bekisting poer berdasarkan time schedule proyek yaitu mulai minggu ke-13 sampai minggu ke-16, sehingga pemesanan material mulai dilakukan pada minggu ke-12 sampai minggu ke-15.

Tabel 4.15. Proses Explosion

4.5.4 Penentuan ukuran Lot (Lotting) dan Waktu Rencana Pemesanan (Offsetting) Proses lotting bertujuan untuk menentukan

besarnya jumlah pesanan yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan bersih. Proses lotting ini digunakan untuk level paling bawah yaitu material dari proses explosion pada tabel 4.15. Pemilihan teknik yang tepat dapat mempengaruhi keefektifan rencana kebutuhan material. Teknik penentuan ukuran lot yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah : a. Teknik Lot for Lot (L4L) b. Teknik Economic Order Quantity (EOQ) c. Teknik Period Order Quantity (POQ) d. Teknik Part Period Balancing (PPB)

Untuk melakukan perhitungan penentuan ukuran lot dengan keempat teknik tersebut pengerjaannya dilakukan dengan menggunakan program bantu Production and Operation Management - Quantitative Method V. 3.0 (POM - QM V. 3.0.).

Proses offsetting bertujuan untuk menentukan waktu rencana pemesanan guna memenuhi kebutuhan bersih agar material dapat tersedia tepat pada saat dibutuhkan. Rencana pemesanan diperoleh dengan memperhitungkan lead time pengadaan suatu material yaitu mengurangkan saat awal tersedianya volume material yang diinginkan dengan besarnya lead time. Pengertian lead time adalah durasi waktu saat material mulai dipesan sampai material tersebut diterima dan siap digunakan pada pekerjaan di proyek. Pada tugas akhir ini diasumsikan Lead time dari masing-masing material adalah 1 minggu.

Data-data yang diperlukan sebagai input dalam penentuan lot size menggunakan program bantu Quantitative Method V. 3.0 (QM V. 3.0.) antara lain : a. Kebutuhan bersih material per-periode (dari tabel 4.15

untuk level paling bawah). b. Biaya simpan dan biaya pemesanan c. Lead Time.

4.5.4.1 Teknik Lot for Lot (LOL)

Penetapan ukuran lot dnegan teknik lot for lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit maka jumlah material yang dipesan adalah sama dengan jumlah material yang dibutuhkan. Teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik lot yang ada. Hasil Output Program POM-QM V.3 Lotsizing Lot For Lot masing-masing material untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6.

Berikut ini ditampilkan hasil output dari program POM-QM untuk teknik Lot For Lot dalam bentuk tabel excel pada tabel 4.16 untuk lebih memudahkan :

Tabel 4.16. Hasil Output Program POM-QM V.3 Teknik Lot For Lot

4.5.4.2 Teknik Economic Order Quantity (EOQ) Penetapan ukuran lot dengan teknik ini hampir tidak

pernah dilupakan dalam lingkungan MRP karena teknik ini sangat populer sekali dalam sistem persediaan tradisional. Dalam teknik ini permintaan independent dianggap konstan sehingga besarnya ukuran lot adalah tetap. Hasil Output Program POM-QM V.3 Lotsizing Economic Order Quantity (EOQ) masing-masing material untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.

Berikut ini ditampilkan hasil output dari program POM-QM untuk teknik Economic Order Quantity (EOQ) dalam bentuk tabel excel pada tabel 4.17 untuk lebih memudahkan:

Tabel 4.17. Hasil Output Program POM-QM V.3 Teknik EOQ

4.5.4.3 Teknik Period Order Quantity (POQ) Jumlah pesanan berkala (POQ) adalah jumlah yang

sama dengan jumlah yang dibutuhkan selama beberapa minggu sejak bahan yang dipesan diterima, ditambah dengan jumlah sediaan pengaman dan dikurangi dengan jumlah sediaan awal atau sediaan ditangan.

Berikut ini ditampilkan hasil output dari program POM-QM untuk teknik Period Order Quantity (POQ) dalam bentuk tabel excel pada tabel 4.18 untuk lebih memudahkan :

Tabel 4.18. Hasil Output Program POM-QM V.3 Teknik POQ

4.5.4.4 Teknik Part Period Balancing (PPB) Part Period Balancing merupakan pendekatan yang

cukup dinamis dengan menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Dalam PPB digunakan informasi tambahan dengan merubah lot size dengan lot size yang akan dating. Hasil Output Program POM-QM V.3 Lotsizing Part Period Balancing (PPB) masing-masing material untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9.

Berikut ini ditampilkan hasil output dari program POM-QM untuk teknik Part Period Balancing (PPB) dalam bentuk tabel excel pada tabel 4.19 untuk lebih memudahkan:

Tabel 4.19. Hasil Output Program POM-QM V.3 Teknik PPB

4.6 Analisa Total Biaya Persediaan Material Dari hasil output program bantu POM-QM V.3

tersebut kemudian dilakukan perhitungan Biaya Total Persediaan (Total Cost Inventory) tiap-tiap material dari tiap teknik lotsizing. Biaya Total Persediaan (Total Cost Inventory) diperoleh dari biaya pembelian material, biaya pemesanan (setup cost), biaya penyimpanan (holding cost). Biaya Total Persediaan Material dapat dirumuskan sebagai berikut :

Biaya Total Persediaan : Biaya Pembelian + Biaya Simpan + Biaya Pesan

Analisa perhitungan untuk biaya simpan dan biaya pesan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Total Biaya Simpan = Total Persediaan x Biaya simpan/unit/periode

Total Biaya Pesan = Frekuensi Pesan x Biaya pemesanan per-pesan

Untuk total biaya simpan dan total biaya pesan masing-masing material diperoleh dari hasil Output Program POM-QM V.3. Berikut ini total biaya simpan dan total biaya pesan masing-masing material yang diperoleh dari hasil Output Program POM-QM V.3 untuk masing-masing teknik :

Tabel 4.20. Total Biaya Simpan dan Biaya Pesan Teknik Lot For Lot (LFL)

Tabel 4.21. Total Biaya Simpan dan Biaya Pesan Teknik Economic Order Quantity (EOQ)

Tabel 4.22. Total Biaya Simpan dan Biaya Pesan Teknik Period Order Quantity (POQ)

Tabel 4.23. Total Biaya Simpan dan Biaya Pesan Teknik Part Period Balancing (PPB)

Pada perhitungan total biaya pembelian untuk jumlah total order masing-masing material diperoleh dari hasil Output Program POM-QM V.3. Biaya pembelian untuk semua teknik sama tidak ada pengaruh faktor diskon, sehingga total biaya pembelian sesuai dengan jumlah total order masing-masing teknik. Analisa perhitungan biaya pembelian adalah sebagai berikut : Total Biaya Pembelian = Total Order x Biaya Pembelian/unit

Dari hasil output program POM-QM V.3 diperoleh total order untuk teknik lotsizing Lot For Lot (LFL), Period Order Quantity (POQ), dan Part Period Balancing (PPB) jumlahnya sama maka untuk total biaya pembelian ketiga teknik tersebut nilainya sama. Berikut ini total biaya pembelian material untuk teknik Lot For Lot (LFL), Period Order Quantity (POQ), dan Part Period Balancing (PPB) disusun dalam bentuk tabel 4.24 :

Tabel 4.24. Total Biaya Pembelian Material Teknik Lot For Lot (LFL), Period Order Quantity (POQ),

dan Part Period Balancing(PPB)

Sedangkan untuk teknik lotsizing Economic Order Quantity (EOQ) dari hasil output program POM-QM V.3 diperoleh total order dengan jumlah berbeda dari ketiga teknik lotsizing lainnya maka total biaya pembelian untuk teknik Economic Order Quantity (EOQ) juga berbeda. Berikut ini total biaya pembelian material untuk teknik Economic Order Quantity (EOQ) disusun dalam bentuk tabel 4.25.

Tabel 4.25. Total Biaya Pembelian Material Teknik Economic Order Quantity (EOQ)

Setelah dilakukan analisa perhitungan total biaya simpan, total biaya pesan dan total biaya pembelian material, maka dilanjutkan dengan perhitungan total biaya persediaan material untuk masing-masing teknik yang disusun dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Tabel 4.26. Total Biaya Persediaan Material Teknik Lot For Lot (LFL)

Tabel 4.27. Total Biaya Persediaan Material Teknik Economic Order Quantity (EOQ)

Tabel 4.28. Total Biaya Persediaan Material Teknik Period Order Quantity (POQ)

Tabel 4.29. Total Biaya Persediaan Material Teknik Part Period Balancing(PPB)

Dari hasil perhitungan diatas dapat dilihat perbedaan total biaya persediaan tiap-tiap material dengan menggunakan teknik lotting yang berbeda. Berikut ini ditampilkan tabel perbandingan total biaya persediaan masing-masing material dengan menggunakan teknik lotting yang berbeda pada tabel 4.30 :

Tabel 4.30. Perbandingan Total Biaya Persediaan Material

Hasil analisa dari tabel perbandingan total biaya persediaan diatas dapat dilihat, bahwa teknik lotsizing yang membentuk biaya persediaan minimum untuk tiang pancang, Beton K-300, Batako, Besi D16, dan Besi D19 dapat menggunakan teknik Lot For Lot, Period Order Quantity, dan Part Period Balancing. Untuk Semen Portland dan Besi Ø10 dapat menggunakan teknik Lot For Lot, sedangkan untuk Pasir pasang dapat menggunakan teknik lotsize Period Order Quantity, dan Part Period Balancing.

BAB V KESIMPULAN dan SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa metode MRP dengan perhitungan lotsizing menggunakan teknik Lot For Lot (LFL), Period Order Quantity (POQ), Part Period Balancing (PPB), dan Economic Order Quantity (EOQ) pada proyek pembangunan Pasar Modern Lamongan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Teknik lotsize yang tepat untuk menentukan jumlah

pemesanan material (lot size) yang optimum dan membentuk biaya minimum untuk masing-masing material adalah sebagai berikut :

a) Untuk Tiang pancang, Beton K-300, Batako, Besi D16, dan Besi D19 dapat menggunakan teknik lotsize Lot For Lot (LFL), Period Order Quantity (POQ), dan Part Period Balancing (PPB).

b) Untuk Semen Portland dan Besi Ø10 dapat menggunakan teknik lotsize Lot For Lot (LFL).

c) Untuk Pasir pasang dapat menggunakan teknik lotsize Period Order Quantity (POQ), dan Part Period Balancing (PPB).

2. Total biaya persediaan yang minimum untuk masing-masing material adalah sebagai berikut : a) Tiang Pancang d 40 cm : Rp. 568.837.200,00 b) Beton K-300 : Rp. 55.384.200,00 c) Batako : Rp. 16.174.800,00 d) Semen Portland : Rp. 4.322.740,00 e) Pasir pasang : Rp. 2.698.560,00 f) Besi Ø10 : Rp. 34.337.800,00

g) Besi D16 : Rp. 100.508.670,00 h) Besi D19 : Rp. 71.811.450,00

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan dari hasil analisa pada tugas akhir ini adalah Perencanaan persediaan material pada Proyek Pembangunan Pasar Modern Lamongan dengan menggunakan metode MRP akan terlihat jelas lagi ketergantungan antar item pekerjaannya jika periode waktu yang digunakan pada proses explosion dengan menggunakan periode hari. Selain itu ada kelemahan pada metode MRP ini yaitu jika ada peningkatan jumlah penggunaan material secara mendadak, maka pada tahap lotting penggunaan teknik lotsizing Lot For Lot (LFL), Period Order Quantity (POQ), dan Part Period Balancing (PPB) kurang tepat, karena tidak ada persediaan pengaman dan perlu dilakukan penjadwalan ulang.