analisa pengaruh variasi interval waktu antar …repository.ppns.ac.id/2239/1/0216030007 -...
TRANSCRIPT
TUGAS AKHIR (602502A)
ANALISA PENGARUH VARIASI INTERVAL WAKTU ANTAR LAPISAN COATING TERHADAP DAYA REKAT CAT
AWALLIA WAHYU SYAHPUTRI NRP.0216030007
DOSEN PEMBIMBING FATHULLOH, ST., MT
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK BANGUNAN KAPAL
JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019
i
TUGAS AKHIR (602502A)
ANALISA PENGARUH VARIASI INTERVAL WAKTU ANTAR LAPISAN COATING TERHADAP DAYA REKAT CAT AWALLIA WAHYU SYAHPUTRI 0216030007
DOSEN PEMBIMBING: FATHULLOH, ST., MT.
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK BANGUNAN KAPAL JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
ii
iiv
iv
v
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala berkah dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul: ANALISA
PENGARUH VARIASI INTERVAL WAKTU ANTAR LAPISAN COATING
TERHADAP DAYA REKAT CAT Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
tugas akhir ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tak
terhingga atas segala yang diberikan kepada penuis khususnya kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kemudahan, keselamatan,
dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Ibu, Bapak dan Keluarga Besar yang telah memberikan semangat,
dukungan materil maupun moril, serta do'a.
3. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc. MRINA, selaku Direktur Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
4. Bapak Ruddianto, ST., MT selaku Ketua Jurusan Teknik Bangunan
Kapal Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
5. Bapak Ir. Hariyanto Soeroso, MT selaku Ketua Program Studi Teknik
Bangunan Kapal Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
6. Bapak Denny Oktavina Radianto, S.Pd., M. Pd. Selaku Koordinator
Tugas Akhir.
7. Bapak Fathulloh, ST., MT. selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan masukan, kritik, dan saran selama penulisan Tugas Akhir
ini.
8. Seluruh Dosen Pengajar Program Studi Teknik Bangunan Kapal yang
telah memberikan ilmu, bimbingan dan pengajaran selama masa
perkuliahan.
9. Bapak Eddy Purwanto selaku pembimbing OJT yang telah banyak
memberikan ilmu dan bimbingan.
10. Bapak Dian Purnawan selaku QA PT. PAL Indonesia yang telah banyak
membantu menyelesaikan Tugas Akhir ini.
viii
11. Mas Benny, mas Yudha, mas Amir, mas Martha, mas Vicky dll yang
telah memberikan ilmu selama on the job training.
12. Teman-teman OJT Agus, Azis dan Rudi yang sudah banyak membantu
penulis.
13. Teman-teman Program Studi Teknik Bangunan Kapal angkatan 2016.
14. Novia Tri Yolanda yang selalu menemani penulis mengerjakan Tugas
Akhir setiap malam.
15. Dica Dewanti yang selalu menemani penulis konsultasi Tugas Akhir.
16. Haliza Rachmadita Adelina dan Rahma Amaliya yang selalu
mendengarkan keluh kesah penulis dalam mengerjakan Tugas Akhir.
17. M. Wildan Al Fanany yang memberikan semangat, doa dan senantiasa
menemani untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
18. Semua pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu penulis sangat mengharap segala bentuk saran dan kritik yang membangun guna
penyempurnaan tugas akhir ini
Surabaya, 19 Juli 2019
Penulis
ix
ANALISA PENGARUH VARIASI INTERVAL WAKTU
ANTAR LAPISAN COATING TERHADAP DAYA REKAT CAT
Awallia Wahyu Syahputri
ABSTRAK
Kapal merupakan alat transportasi yang rawan terjadi korosi karena bagian
bawah lambung kapal bersentuhan langsung dengan air laut. Salah satu
perlindungan kapal adalah pengecatan dengan aspek yang perlu diperhatikan yaitu
interval waktu antar lapisan cat. Namun pada kenyataannya, pengecatan merupakan
pekerjaan yang sering kali dikesampingkan dan harus dipercepat. Adanya
kebiasaan perilaku pekerja yang tidak konsisten terhadap interval waktu
menyebabkan daya rekat antar lapisan cat tidak sama. Sehingga belum diketahui
pasti berapa waktu yang tepat untuk mencapai daya rekat sesuai standart dibawah
waktu minimal. Sehingga dilakukan pengujian daya rekat dengan variasi interval
waktu. Cat yang digunakan pada percobaan lapisan pertama yaitu Jotacote Uni N10
ALU RT A dan lapisan kedua Jotacote Uni N10 ALU A. Pada data sheet yang
terlampir interval waktu antar lapisan cat lapisan pertama dan lapisan kedua adalah
3 jam dan untuk pengujian dibawah minimal adalah 1 jam dan 2 jam. Uji daya rekat
cat menggunakan metode pull off test mengacu ASTM D-4541-02 minimal 5 Mpa.
Hasil uji daya rekat cat pada interval waktu 1 jam sebesar 11,27 Mpa, sedangkan 2
jam sebesar 10,46 Mpa dan 3 jam sebesar 9,05 Mpa. Sehingga pada penelitian ini
waktu yang paling baik antara lapisan pertama dan lapisan kedua adalah 1 jam.
Kata kunci: Daya Rekat, Interval Waktu, Korosi, Pengecatan, Pull Off Test.
x
xi
ANALYSYS OF TIME INTERVAL VARIATION BETWEEN
COATING LAYER TO PAINT ADHESION
Awallia Wahyu Syahputri
ABSTRACT
Ship is a transportation who easily get in corrosion, because the bottom
part of the ship directly contacted with sea water. The one method to protect ship
from corrosion is painting by maintaining time interval between those layers. But
in fact, painting process mostly shamed as an unescessary process and should be
completed quickly. There is habbit from the workers who not consistent to mantain
time interval cause the layers adhesion is different. So the time to get good adhesion
below standard of minimum time is unknown, So there is a test of adhesion with
interval of time variation. The paint that used for experiment is jotacote Uni N10
ALU RT A for the first layer and jotacote Uni N10 ALU RT A for the second layer,
the data sheet shown the time between layering interval for the first layer and the
second layer is 3 hour then the time that used as an experiment is 1 and 2 hour, the
adhesion experiment using pull off test method reffering to ASTM D-4541-02
minimum 5 Mpa. The adhesion test result for 1 hour interval is 11.27 Mpa, at 2
hours interval is 10.46 Mpa, and for the 3 hours interval is 9.05 Mpa. So the best
time between the first layer to the second layer is 1 hour.
Keywords : Adhesion, Time Interval , Corrosion, Coating, Pull Off Test.
xii
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT......................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vii
ABSTRAK..............................................................................................................ix
ABSTRACT............................................................................................................xi
DAFTAR ISI.........................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xv
DAFTAR TABEL................................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xix
DAFTAR SIMBOL...............................................................................................xxi
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 2
1.4 Manfaat penelitian ....................................................................................... 2
1.5 Batasan Masalah.......................................................................................... 2
BAB 2 DASAR TEORI ........................................................................................... 5
2.1 Baja ............................................................................................................. 5
2.2 Sandblasting ................................................................................................ 7
2.2.1 Pengertian Sandblasting .......................................................................8
2.2.2 Jenis Material Abrasif ..........................................................................9
2.2.3 Prinsip Kerja Sandblasting...................................................................9
2.2.4 Tingkat Kebersihan ............................................................................10
2.2.5 Keuntungan dan Kelemahan Sandblasting ........................................11
2.3 Kondisi Lingkungan Sebelum Pengecatan .................................................. 12
2.3.1 Surface Preparation ...........................................................................12
2.4 Pengecatan ................................................................................................... 15
2.4.1 Proses dan Metode Pengecatan ..........................................................16
2.4.2 Urutan Pengecatan .........................................................................17
xiv
2.4.3 Cara-Cara Pengecatan ........................................................................17
2.4.4 Penggunaan Cat ................................................................................19
2.4.5 Bagian Pengecatan Kapal...................................................................20
2.4.6 Wet Film Thickness (WFT) ................................................................20
2.4.7 Coating Thickness Gauge .................................................................21
2.4.8 Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan Cat....................................22
2.4.9 Metode Pengujian Hasil Pengecatan ..................................................24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN.................................................................31
3.1 Diagram Alir Penelitian ............................................................................. 32
3.2. Persiapan Material Uji ............................................................................... 32
3.3 Pelaksanaan Pembersihan Material Uji ..................................................... 32
3.4 Pelaksanaan Pengecatan ............................................................................ 32
3.5 Pengujian Hasil Pengecatan....................................................................... 32
3.6 Analisa dan Pembahasan ........................................................................... 32
3.7 Kesimpulan dan Saran ............................................................................... 32
BAB 4 HASIL DAN ANALISA ............................................................................ 35
4.1 Persiapan Material Uji dan Peralatan ........................................................ 35
4.1.2 Material ..............................................................................................35
4.1.3 Peralatan ............................................................................................35
4.2 Hasil Pembersihan Material Uji ................................................................ 37
4.3 Pelaksanaan Pengecatan ............................................................................ 37
4.3.1 Kode Material Uji .............................................................................37
4.3.2 Hasil Pra Painting Material Uji..........................................................39
4.3.3 Hasil Pengujian Roughness ................................................................41
4.3.4 Hasil Pengukuran Wet Film Thickness (WFT)...................................43
4.3.5 Hasil Pengukuran Dry Film Thickness (DFT) ...................................44
4.4 Hasil Pengujian Pull Off Test .................................................................... 46
4.5 Analisa ....................................................................................................... 49
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 51
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 51
5.2 Saran .......................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 53
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Plat Baja ASTM A36..........................................................................7
Gambar 2. 2 Proses Sandblasting............................................................................8
Gambar 2. 3 Pasir Silika..........................................................................................9
Gambar 2. 4 Steel grit..............................................................................................9
Gambar 2. 5 Prinsip Kerja Sandblasting...............................................................10
Gambar 2. 6 Tingkat Kebersihan...........................................................................11
Gambar 2. 7 Dew Point Calculator.......................................................................13
Gambar 2. 8 Air Temperature................................................................................13
Gambar 2. 9 Steel Temperature.............................................................................14
Gambar 2. 10 Roughness Test...............................................................................14
Gambar 2. 11 Airless Spray...................................................................................18
Gambar 2. 12 WFT Gauge.....................................................................................21
Gambar 2. 13 DFT Gauge.....................................................................................22
Gambar 2. 14 Komponen alat Fixed-Alignment Adhesion Tester Tipe I...............24
Gambar 2. 15 Sistematika Fixed-Alignment Adhesion Tester Tipe I.....................24
Gambar 2. 16 Komponen alat Fixed-Alignment Adhesion Tester Tipe II.............25
Gambar 2. 17 Sistematika Fixed-Alignment Adhesion Tester Tipe II...................25
Gambar 2. 18 Komponen alat Self-Aligning Adhesion Tester Tipe III..................26
Gambar 2. 19 Komponen alat Self-Alignment Adhesion Tester Tipe IV...............26
Gambar 2. 20 Peralatan Pull-off Test self-aligning tester Tipe V..........................27
Gambar 2. 21 Pull Off Test....................................................................................28
Gambar 2. 22 X Cut...............................................................................................29
Gambar 2. 23 Cross Cut........................................................................................29
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian....................................................................31
Gambar 4.1 Jotacote UNI N10 ALU RT A...........................................................36
Gambar 4.2 Jotacote UNI N10 ALU A.................................................................36
Gambar 4.3 Jotun Thinner No.17..........................................................................36
Gambar 4. 4 Hasil Pembersihan Material Uji........................................................37
Gambar 4.5 Material Uji A....................................................................................38
Gambar 4.6 Material Uji B....................................................................................38
xvi
Gambar 4.7 Material Uji C....................................................................................39
Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Interval Waktu Terhadap Daya Rekat Cat.............50
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Tabel Kandungan Kimia ASTM A36......................................................6
Tabel 4. 1 Pengukuran Roughness Material Uji (A)..............................................41
Tabel 4. 2 Pengukuran Roughness Material Uji (B)...............................................42
Tabel 4. 3 Pengujian Roughness Material Uji (C)..................................................40
Tabel 4. 4 WFT dan DFT pada data sheet..............................................................43
Tabel 4. 5 Wet Film Thickness (WFT) Pada Lapisan Pertama..............................44
Tabel 4. 6 Wet Film Thickness (WFT) Pada Lapisan Kedua.................................44
Tabel 4. 7 Hasil DFT Material Uji (A)...................................................................44
Tabel 4. 8 Hasil DFT Material Uji (B)...................................................................45
Tabel 4. 9 Hasil DFT Material Uji (C)...................................................................46
Tabel 4. 10 Hasil Pull Off Test Material Uji (A)....................................................47
Tabel 4. 11 Hasil Pull Off Test Material Uji (B)....................................................48
Tabel 4. 12 Hasil Pull Off Test Material Uji (C)....................................................48
Tabel 4. 13 Hasil Pengujian Setiap Interval waktu................................................49
xviii
xix
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A HASIL UJI DAYA REKAT CAT.................................................55
LAMPIRAN B DATA SHEET JOTACOTE UNIVERSAL N10...........................58
LAMPIRAN C ISO 8501........................................................................................59
LAMPIRAN D ASTM E – 337...............................................................................61
LAMPIRAN E ASTM D-4541-02..........................................................................62
BIODATA PENULIS.............................................................................................63
xx
xxi
DAFTAR SIMBOL
Simbol Satuan Keterangan
WFT µm Wet Film Thickness
DFT µm Dry Film Thickness
VS % Volume Solid
xxii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia maritim alat transportasi laut mengalami perkembangan
sangat pesat khususnya kapal-kapal di Indonesia. Sebagai alat transportasi
yang selalu berlayar di lautan, kapal sangat rawan mengalami korosi pada
bagian lambung bawah garis air. Hal ini disebabkan karena lautan memiliki
kandungan partikel klorida yang sangat agresif dalam mempercepat laju korosi.
Korosi adalah pembentukan karat yang berwarna coklat kemerahan yang
bersifat rapuh serta berpori. Korosi juga merupakan salah satu sumber
kerusakan terbesar pada kapal. Baja merupakan bahan yang dominan
digunakan untuk proses pembangunan kapal. Pada dasarnya baja sangat reaktif
untuk terjadi korosi.
PT. PAL Indonesia merupakan galangan yang bergerak dibidang
pembangunan dan pemeliharaan kapal. Kapal yang melakukan perbaikan di
PT. PAL Indonesia telah mencantumkan beberapa item pada repair list untuk
dilakukan perbaikan salah satunya perlindungan pada daerah lambung di
bawah garis air dengan cara pengecatan kapal. Perlindungan kapal sangat
diperlukan agar setiap berlayar kapal dalam kondisi baik dan layak. Pengecatan
kapal juga berhubungan dengan kualitas dan keawetan kapal.
Pengecatan harus dilakukan dengan baik dan benar karena pengecatan
merupakan pencegahan untuk memperlambat laju korosi pada kapal. Interval
waktu antar lapisan cat pada proses pengecatan harus diperhitungkan agar
mendapatkan hasil kekuatan lapisan sesuai standart. Namun pada
kenyataannya, pengecatan merupakan pekerjaan yang sering kali
dikesampingkan dan harus dipercepat dari waktu minimum yang terlampir
pada data sheet. Adanya kebiasaan perilaku pekerja yang tidak konsisten
terhadap interval waktu menyebabkan daya rekat antar lapisan cat tidak sama.
Sehingga belum diketahui pasti berapa waktu yang tepat untuk mencapai daya
rekat sesuai standart dibawah waktu minimal.
2
Penelitian ini difokuskan untuk melakukan pengujian terhadap variasi
interval waktu pengecatan antara sesuai dengan data sheet dan dibawah
minimal. Pegujian ini menggunakan pelat baja A36 grade A dan cat Jotun. Pada
data sheet lapisan pertama yang digunakan yaitu Jotacote Uni N10 ALU RT A
dan lapisan kedua Jotacote Uni N10 ALU A. Pengujian ini dibedakan antara
lain sesuai dengan data sheet (interval waktu antara cat lapis pertama dengan
cat lapis kedua) yaitu 3 jam dan variasi interval waktu dibawah minimal yang
berbeda yaitu 1 jam dan 2 jam. Setelah itu dilakukan pengujian daya rekat atau
kekuatan lapisan cat dengan metode pull off test menggunakan standart ASTM
D-4541-02 minimal 5 Mpa.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Berapakah daya rekat cat antara lapisan pertama dan kedua dengan interval
waktu sesuai data sheet ?
2. Berapakah daya rekat cat antara lapisan pertama dan kedua dengan interval
waktu dibawah minimal ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui daya rekat cat antara lapisan pertama dan kedua dengan
interval waktu sesuai data sheet.
2. Untuk mengetahui daya rekat cat antara lapisan pertama dan kedua dengan
interval waktu dibawah minimal.
1.4 Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Agar dapat membandingkan pengaruh interval waktu terhadap daya rekat
cat.
2. Agar dapat memberikan referensi waktu dalam mempersingkat painting
schedule dan tetap mendapatkan daya rekat yang sesuai standart.
1.5 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pelat yang digunakan dalam pengujian yaitu pelat baja A36 grade A dengan
ukuran 200 x 200 x 6 mm dengan 9 permukaan.
3
2. Hanya menguji lapisan pertama dan lapisan kedua saja.
3. Cat yang digunakan pada lapisan pertama Jotacote Uni N10 ALU RT A dan
lapisan kedua Jotacote Uni N10 ALU A dengan menggunakan Jotun Thiner
No.17.
4. Interval waktu sesuai data sheet (Jotacote Universal N10) yaitu 3 jam dan
dibawah minimal yaitu 1 jam dan 2 jam.
5. DFT kedua lapisan ≥ 250 µm mengacu data sheet (Jotacote Universal N10).
6. Semua material uji menggunakan SA sama yaitu 3 sesuai ISO 8501
(International Organization for Standardization, 2011).
7. Pembersihan material uji menggunakan Dry blast.
8. Pengecatan ini menggunakan Airless Spray dengan jarak semprot 30-50 cm.
9. Pull Off Test menggunakan standart ASTM D-4541-02.
4
Halaman ini sengaja dikosongkan
5
BAB 2
DASAR TEORI
2.1 Baja
Baja adalah logam paduan dengan besi (Fe) sebagai unsur dasar dan
karbon (C) sebagai unsur paduan utamanya. Fungsi karbon dalam baja adalah
sebagai unsur pengeras pada celah kristal atom besi. Baja mempunyai unsur-
unsur dalam baja karbon dengan satu unsur atau lebih, tergantung dari
karakteristik besi yang diinginkan (Tarwijayanto, 2013).
Baja adalah logam yang paling banyak digunakan. Seperti yang telah
diuraikan didepan bahwa baja pada dasarnya adalah paduan besi dan karbon
dengan sedikit unsur lain, ini dinamakan baja karbon (carbon steel). Bila baja
itu mengandung juga unsur lain dalam jumlah yang cukup besar sehingga akan
merubah sifatnya maka baja itu dinamakan baja paduan (alloy steel). (Wahid
Suherman, 1987).
Baja merupakan logam campuran dari logam besi dengan karbon.
Kandungan unsur karbon yang terdapat di dalam baja bergantung pada grade
yang dimiliki baja. Kandungan unsur karbon tersebut akan berpengaruh pada
hardness dan tensile strength. Semakin banyak unsur karbon yang dimasukkan,
maka hardness dan tensile strength pada baja akan semakin bertambah. Akan
tetapi, struktur baja akan menjadi lebih getas (brittle) atau keuletannya
(ductility) menurun (Pramono, 2017).
Berdasarkan ketiga pendapat diatas penulis menyimpulkan menurut
(Tarwijayanto, 2013) baja adalah logam paduan dengan besi (Fe) sebagai unsur
dasar dan karbon (C) sebagai unsur paduan utamanya. Fungsi karbon dalam
baja adalah sebagai unsur pengeras pada celah kristal atom besi. Baja
mempunyai unsur-unsur dalam baja karbon dengan satu unsur atau lebih,
tergantung dari karakteristik besi yang diinginkan.
1. Baja Karbon Rendah
Baja karbon rendah merupakan kurang dari 0.3% c. Baja karbon
rendah ini sering digunakan dalam fabrikasi untuk pembuatan struktur
6
bangunan laut. ASTM A36 merupakan salah satu contoh dari besi karton
rendah. Baja karbon rendah memiliki barat struktur yang ringan daripada
baja karbon lainnya (Pramono, 2017).
2. Baja Karbon Sedang
Baja karbon sedang merupakan baja karbon yang memiliki
konsentrasi karbon antara 0.3% hingga 0.6%. dengan konsentrasi tersebut,
tidak mudah untuk memproses baja ini sebagai hasil produk. Baja ini lebih
berat dan lebih kuat dari baja karbon rendah (Pramono, 2017).
3. Baja Karbon Tinggi
Baja karbon tinggi merupakan baja karbon dengan konsentrasi
karbon antara 0.6% hingga 1.7%. baja jenis ini memiliki ketahanan panas
yang tinggi namun termasuk rapuh karena kandungan karbon yang tinggi
(Pramono, 2017).
Pada penilitian ini, baja yang digunakan merupakan baja karbon rendah
ASTM A36. Karakteristik dari baja karbon rendah ASTM A36 ini adalah baja
karbon rendah yang memiliki kekuatan bentuk yang baik. A36 mudah untuk
diproses dan aman saat dilakukan penjelasan terutama SMAW (shielded metal
arc welding) dan GMAW (gas metal arc welding). A36 merupakan baja
struktur yang perlindungan korosinya umumnya dilakukan dengan cara
galvanizing. Plat baja A36 biasanya digunakan untuk beberapa
pengaplikasikan, bergantung pada ketebalan dan ketahanan baja terhadap
korosi. Beberapa pengaplikasikannya adalah : bangunan, bangunan pra-
fabrikasi, workshop, dan pengembangan industri.
Tabel 2. 1 Tabel Kandungan Kimia ASTM A36
Komposisi Kandungan
Carbon, max. % 0.026
Manganese, max % 0
Phosphorous, max % 0.04
Sulfur, max % 0.05
Copper, max % 0.2
Silicon, max % 0.4
Sumber: www.onealsteel.com
7
Gambar 2. 1 Plat Baja ASTM A36 Sumber: (dokumen pribadi)
Pada awalnya badan klasifikasi LR memberikan spesifikasi yang
berbeda untuk setiap baja. Namun pada tahun 1959, badan klasifikasi membuat
kesepakatan untuk membakukan semua kebutuhan plat. Sekarang ada lima
kualitas baja yang berbeda menurut badan klasifikasi dalam konstruksi kapal.
Adapun tiap grade di beri perbedaan yaitu grade A, grade B, grade C,
grade D, dan grade E. Untuk grade A merupakan baja yang mempunyai kualitas
bagus untuk sebuah bangunan kapal. Sedangkan grade B adalah jenis baja
ringan yang mempunyai kualitas lebih bagus dari pada baja grade A. Baja grade
B metupakan baja dimana tebal platnya yang diperulukan untuk daerah kritis.
Sedangkan Grade C, D dan E memiliki tingkat kelenturan yang baik.
Pelat kapal BKI Grade A merupakan Plat Kapal yang sudah terjamin
kualitasnya karena menggunakan baja karbon yang berkualitas, dan juga sudah
lulus teruji oleh Badan Khusus yaitu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Plat
Kapal BKI dengan spesifikasi Grade A ini merupakan Plat Kapal yang paling
bagus digunakan sebagai komponen kapal begitupun industri seperti tangki dan
tabung. Karena mempunyai kandungan kimia dan mechanical properties yang
sangat ideal.
2.2 Sandblasting
Sandblasting dilakukan pada permukaan pelat atau material sebelum
dilakukan pengecatan dimana bertujuan untuk menghilangkan karat maupun
kerak yang ada dipermukaan.
8
2.2.1 Pengertian Sandblasting
Sandblasting adalah proses penyemprotan material dengan bahan
abrasif, biasanya berupa pasir silika atau steel grit dengan tekanan tinggi pada
suatu permukaan dengan tujuan untuk menghilangkan material-material seperti
karat, cat, garam,dan oli yang menempel (Setyarini, 2011).
Sandblasting adalah suatu proses pembersihan permukaan dengan cara
menembakan partikel (pasir) ke suatu permukaan material sehingga
menimbulkan gesekan atau tumbukan dengan tujuan untuk menghilangkan
material-material kontaminasi seperti karat, cat, garam, oli dll. Selain itu juga
bertujuan untuk membuat profile (kekasaran) pada permukaan metal sehingga
cat lebih melekat (Kurniawan, 2013).
Sandblasting adalah suatu proses pembersihan permukaan dengan cara
menembakan partikel ( pasir ) ke suatu permukaan material sehingga
menimbulkan gesekan atau tumbukan. Permukaan material yang telah
mengalami gesekan akan menjadi bersih dan kasar. Permukaan yang kasar ini
membuat cat dapat melekat dengan kuat (Pamungkas & Suwasono, 2018).
Berdasarkan penyataan beberapa pendapat diatas penulis dapat
menyimpulkan menurut pendapat (Kurniawan, 2013) Sandblasting adalah
suatu proses pembersihan permukaan dengan cara menembakan partikel (pasir)
ke suatu permukaan material sehingga menimbulkan gesekan atau tumbukan
dengan tujuan untuk menghilangkan material-material kontaminasi seperti
karat, cat, garam, oli dll. Selain itu juga bertujuan untuk membuat profile
(kekasaran) pada permukaan metal sehingga cat lebih melekat.
Gambar 2. 2 Proses Sandblasting Sumber: (dokumen pribadi)
9
2.2.2 Jenis Material Abrasif
Material abrasif pada proses sandblasting digunakan sesuai kebutuhan
pengguna diantaranya Brown Aluminium Oxide, Glass Beads, Black Silicon
Carbide, Aluminium Cut Wire, Stainless Steel Shot, Stainless Steel Cut Wire,
Plastic Media, White Aluminium Oxide, Steel Shot, Steel Grit, steel cut wire,
garnet, copperslag, corrondum (Apriwandani, 2018).
Gambar 2. 3 Pasir Silika Sumber: (dokumen pribadi)
Gambar 2. 4 Steel grit Sumber: (dokumen pribadi)
2.2.3 Prinsip Kerja Sandblasting
Prinsip kerja dari pada sandblasting adalah mengalirkan udara
bertekanan dari kompresor kemudian udara bertekanan tersebut dihubungkan
melalui dua pipa. Pipa pertama menuju tabung pasir, sedangkan pipa kedua
dihubungkan langsung menuju nozzle. Selanjutnya ujung nozzle menghasilkan
udara bertekanan dan pasir yang akan mengikis kotoran yang melekat pada
benda kerja (Apriwandani, 2018).
10
Gambar 2. 5 Prinsip Kerja Sandblasting Sumber: Jurnal Rekayasa Mesin Vol.2, No. 3 Tahun 2011 : 205-208
2.2.4 Tingkat Kebersihan
Cleaness yaitu tingkat kebersihan permukaan secara visual (A.Badri,
2014) untuk cleaness ini ada beberapa tingkatan atau macam, yaitu:
1. Brush Of Cleaning (SSPC SP-7) Sa 1
Sa 1 yaitu hasil pembersihan permukaan plat yang sudah bebas dari
minyak, mill scale, cacat setelah melalui pengikisan dengan mesin atau alat
lainnya. Sa 1 ini merupakan tingkat kebersihan permukaan yang paling jelek,
yang mana karat-karat pada permukaan plat masih tetap ada untuk proses
aplikasi epoxy standart Sa 1 tidak diperbolehkan melakukan proses aplikasi
(A.Badri, 2014).
2. Commercial Cleaning (SSPC SP-6) Sa 2
Sa 2 yaitu hasil pembersihan permukaan plat yang sudah bebas dari
minyak, mill scale karat, cacat setelah melalui pengikisan dengan mesin atau
alat lainnya. Sa 2 ini merupakan tingkat kebersihan permukaan plat yang
sedikit lebih baik dari Sa 1, tetapi tingkat ini masih tidak boleh proses aplikasi,
karena sisa-sisa karat masih sedikit ada (A.Badri, 2014).
3. Near White Metal Cleaning (SSPC SP-10) Sa 2 ½
Sa 2 1/2 yaitu hasil pembersihan permukaan yang sudah bebas dari
minyak, mill scale karat, cacat setelah melalui pengikisan dengan mesin atau
alat lainnya dengan hasil warna plat tersebut mendekati putih. Sa 2 ini
merupakan tingkat kebersihan permukaan plat yang sudah diperbolehkan untuk
proses aplikasi epoxy (A.Badri, 2014).
11
4. White Metal Cleaning (SSPC SP-5) Sa 3
Sa 3 yaitu hasil pembersihan permukaan yang sudah bebas dari minyak,
mill scale karat, cacat setelah melalui pengikisan dengan mesin atau alat
lainnya dengan hasil warna plat tersebut putih. Sa 3 ini merupakan tingkat
kebersihan yang paling baik. Untuk mendapatkan tingkat Sa 3 ini, harganya
biasanya sangat mahal, karena terlalu sulit untuk mencapainya (A.Badri, 2014).
Gambar 2. 6 Tingkat Kebersihan (sumber : airblast.co.uk)
2.2.5 Keuntungan dan Kelemahan Sandblasting
Adapun sandblasting mempunyai keuntungan dan kelemahan
(Apriwandani, 2018) yaitu:
Keuntungan :
1. Membersihkan permukaan material (besi) dari kontaminasi seperti karat,
tanah, minyak, cat, garam dan lainya.
2. Mengupas cat lama yang sudah rusak atau pudar.
3. Membuat profile (kekasaran) pada permukaan metal sehingga cat lebih
melekat.
12
4. Kecepatan pengerjaan (lebih efisien).
5. Flexibility dalam mengikuti bentuk benda kerja yang berlekuk rumit.
Kelemahan :
1. Aplikasi metode sandblasting menimbulkan paparan radiasi internal dan
eksternal yang tinggi.
2. Menimbulkan pencemaran debu yang berbahaya bagi kesehatan dan
lingkungan jika pengoperasiannya sandblasting dilakukan di udara terbuka.
3. Limbah tergolong limbah B3.
2.3 Kondisi Lingkungan Sebelum Pengecatan
Sebelum melakukan pengecatan ada beberapa hal yang harus diperhatikan
antara lain :
2.3.1 Surface Preparation
Proses penyiapan permukaan spesimen dengan mesin blasting yang
berfungsi untuk membersihkan permukaan dari segala kotoran dan mill scale
dan membentuk kekasaran yang berguna untuk mengikat cairan epoxy ketika
proses aplikasi pengecatan nanti . Pada tahapan ini sangat menentukan baik
jeleknya kualitas dari hasil proses aplikasinya nanti (A.Badri, 2014). Pada
tahap surface preparation ini dilakukan banyak inspeksi dan pengecekan
diantaranya yaitu:
1. Dew Point
Dew Point yaitu temperature dimana uap air akan menjadi embun,
dalam istilah lain disebut dengan titik embun. Untuk mencari dew point ini,
bisa dengan perhitungan dew point atau dengan menggunakan alat maupun
dengan tabelnya. Fungsi Dew point disini sebagai batasan, dimana temperature
terendah yang harus dimiliki oleh spesimen ketika mau proses aplikasi epoxy
(A.Badri, 2014).
13
Gambar 2. 7 Dew Point Calculator Sumber: (dokumen pribadi)
2. Relatif Humidity (RH)
Relatif Humidity yaitu tingkat ketinggian kadar uap air yang ada pada
ruangan dimana akan dilakukan proses blasting. Biasanya dalam bentuk satuan
(%) dan batasan maksimumnya yaitu 85%. Jika RH kurang dari atau sama
dengan 85% maka proses blasting dapat dilakukan, tetapi jika RH lebih besar
dari 85% maka proses blasting tidak boleh dilakukan karena tingkat kandungan
uap air di udara terlalu besar yang akan mengakibatkan uap air menempel pada
permukaan plat dan ini merupakan penyebab dari proses karat sebelum plat
diaplikasi (A.Badri, 2014).
Gambar 2. 8 Air Temperature Sumber: (dokumen pribadi)
3. Temperature
Ketentuan temperature yang boleh untuk diaplikasi yaitu minimal 3ºC
diatas dew point (3ºC above dew point). Jika temperatur plat kurang dari 3ºC
diatas dew point atau dibawah dew point, maka aplikasi tidak boleh dilakukan
karena uap air akan menempel pada permukaan plat yang menyebabkan hasil
14
aplikasi tidak bisa tahan lama karena akibat uap air yang menempel tadi akan
mengakibatkan plat mengalami karat (A.Badri, 2014).
Gambar 2. 9 Steel Temperature Sumber: (dokumen pribadi)
4. Surface Roughness
Surface Roughness yaitu tingkat kekasaran permukaan setelah melalui
proses blasting. Surface Roughness ini diukur setelah blasting selesai
dilakukan, dan ini dapat kita ketahui tingkat kekasarannya dengan berbagai
cara, diantaranya yaitu melalui perbandingan dengan alat komper yang
bernama comparator sesuai dengan ASTM D-4417A, ataupun dengan
menggunakan bantuan Replica Tape sesuai dengan ASTM D-4417C yang
kemudian kita ukur dengan alat yang bernama Foil Thickness Gauge (Dial
Indicator Gauge) sesuai dengan ASTM D-4417D. Kekasaran permukaan plat
ini dibentuk bertujuan untuk mengikat cairan epoxy supaya terjadi bondit
(menempel) dengan permukaan. Semakin kasar permukaannya, maka tingkat
ikatannya semakin kuat. Dan sebaliknya semakin halus permukaannya, maka
semakin lemah tingkat bonditnya. Kekasaran permukaan ini harus disesuaikan
dengan tebal epoxy yang dinginkan, biasanya sekitar 30 s/d 100 µm (A.Badri,
2014).
Gambar 2. 10 Roughness Test Sumber: (dokumen pribadi)
15
5. Salt Contamination
Salt Contamination yaitu kadar garam yang terkandung pada
permukaan, semakin besar kadar garam yang terkandung maka proses karat
akan semakin cepat. Jadi kadar garam harus seminimal mungkin, biasanya
kandungan kadar garam yang diperbolehkan untuk proses aplikasi epoxy ini
maksimal 2 mg/cm2. untuk mengetahui tingkat kandungan kadar garam yang
ada pada permukaan ini dapat kita gunakan bantuan alat yang bernama Salt
Contamination Test (A.Badri, 2014).
2.4 Pengecatan
Coating adalah sebuah pelapisan yang diterapkan pada permukaan
suatu benda. Tujuan penerapan lapisan mungkin dekoratif, fungsional, atau
keduanya. Pelapisan terdiri dari 2 jenis, yaitu liquid coating dan concrete
coating. Liquid coating biasanya berupa painting (pengecatan), sedangkan
concrete coating adalah pelapisan dengan menggunakan beton. Cat adalah
pelapis yang kebanyakan memiliki kegunaan ganda untuk melindungi
permukaan suatu benda. Selain berfungsi sebagai dekoratif, pelapisan dengan
menggunakan cat juga berfungsi sebagai media anti korosi yang melindungi
permukaan benda semacam plat-plat pada pabrik maupun pada badan kapal
(Afandi et al., 2015).
Cat merupakan suatu larutan berpigmen dalam air, minyak, maupun
pelarut organik lainnya, yang digunakan untuk melapisi permukaan benda-
benda yang terbuat dari kayu maupun baja dengan maksud memberi
perlindungan permukaan maupun memperindah penampilan (Bayuseno,
2009).
Sebelum mulai pengecatan maka kapal dibersihkan terlebih dahulu
dengan tujuan menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada kapal.
Kapal sebagai alat transportasi air, maka dari itu sangat rentan terhadap
kerusakan yang diakibatkan oleh air (korosi dan lapuk) maupun tumbuhan atau
binatang laut yang menempel pada badan kapal yang tercelup air.
Cat merupakan suatu bahan cair atau bahan kental yang terdiri dari
hantaran medium (vehicle) yang merupakan bahan cair dari bahan cat itu
sendiri (Ariany, 2014). Untuk mendapatkan hasil pengecatan yang baik dan
16
berkualitas maka pihak yang terkait dalam pengecatan perlu mengetahui dasar-
dasar pengecatan baik teknis aplikasi maupun pengawasan sehingga perlakuan
dan penanganan dapat dilakukan sedemikian rupa untuk memenuhi spesifikasi
baik oleh aplikator pemilik inspektor.
Berdasarkan penyataan beberapa pendapat diatas penulis dapat
menyimpulkan menurut pendapat (Afandi et al., 2015) bahwa cat adalah
pelapis yang kebanyakan memiliki kegunaan ganda untuk melindungi
permukaan suatu benda. Selain berfungsi sebagai dekoratif, pelapisan dengan
menggunakan cat juga berfungsi sebagai media anti korosi yang melindungi
permukaan benda semacam plat-plat pada pabrik maupun pada badan kapal.
Menurut (Ariany, 2014) Pelaksanaan pengecatan dapat dilakukan
dengan menggunakan roll, kuas, ataupun menggunakan semprot. Macam-
macam cat yang digunakan untuk mengecat kapal adalah :
1. Untuk badan kapal bagian bawah (keel) sampai dengan bottom digunakan
cat anti corrosion (AC). Cat AC berguna untuk melindungi badan kapal dari
pengkaratan.
2. Selanjutnya diadakan pengecatan dengan cat anti fouling (AF) untuk
mencegah menempelnya hewan dan tumbuhan laut.
2.4.1 Proses dan Metode Pengecatan
Menurut (Ariany, 2014) beberapa metode dan proses pengecatan yang
perlu diketahui :
1. Pre Inspection
Pre inspection merupakan awal terhadap permukaan material yang
akan di cat dengan tujuan agar diperoleh perekatan secara maksimal untuk
proses pengecatan atau painting.
2. Surface Preparation
Pekerjaan utama yang dilakukan pada tahap ini adalah blasting, dengan
kegunaan utama menghilangkan kontaminasi atau pencemaran dari dasar
menghapus rekat erat, nahan kimia, kotoran serta berguna untuk menyiapkan
permukaan dengan jalan menaikkan tingkat kekasaran sehingga pengecatan
menjadi efektif.
17
3. Paint Preparation
Paint preparation merupakan tahapan persiapan sebelum dilakukan
painting, menyiapkan peralatan painting dan painter, proses mixing yaitu
pencampuran cat.
4. Paint Application
Setelah proses pengecatan harus dilakukan pemeriksaan terhadap hasil
pengecatan.
2.4.2 Urutan Pengecatan
Menurut (Ariany, 2014) pada saat pengecatan badan kapal, urutan
pelapisan cat harus diperhatikan. Hal ini mengingat tiap-tiap lapisan cat
menggunakan jenis cat yang berbeda.
1. Lapisan pertama
Pada lapisan pertama, jenis cat yang dipakai adalah jenis cat dasar.
Fungsi cat dasar adalah untuk melindungi permukaan logam agar tidak berkarat
atau rusak.
2. Lapisan Kedua
Pada lapisan kedua, jenis cat yang digunakan adalah jenis cat Anti
Corrosion (AC), berfungsi sebagai penebal agar serangan yang datang dari luar
(excess) dapat dicegah dan untuk mencegah terjadinya korosi.
3. Lapisan Ketiga
Pada lapisan ketiga atau lapisan terluar, jenis cat yang digunakan adalah
jenis cat Anti Fouling (AF). Cat jenis ini berfungsi untuk mencegah binatang
laut agar tidak menempel pada badan kapal.
2.4.3 Cara-Cara Pengecatan
Menurut (Ariany, 2014) pengecatan dengan menggunakan kuas atau
roll (convensional). Cara kerjanya dengan mengolesi badan kapal dengan kuas
atau roll. Sedangkan cara kedua adalah pengecatan dengan menggunakan
kompressor (modern) atau disebut airless spray. Cara kerjanya dengan
kompressor diberi tekanan yang tinggi untuk menyemprotkan cat pada badan
kapal.
18
1. Pengecatan kapal dengan Cara Conventional
Metode conventional adalah metode yang sederhana dimana alat yang
digunakan berupa rol dan kuas. Tetapi metode ini hanya dapat digunakan pada
daerah-daerah tertentu seperti pada bagian-bagian batasan dua cat, bagian-
bagian yang sulit dijangkau, dan pada bagian- bagian yang rata. Cara
pengecatannya adalah dengan mengolesi badan kapal menggunakan kuas atau
rol secara vertikal maupun horizontal.
Metode ini memiliki keuntungan menghemat pemakaian cat, tidak
membutuhkan tenaga ahli, dapat menjangkau tempat-tempat yang sulit serta
memiliki ketebalan cat yang baik. Namun kerugian bila menggunakan metode
convensional, antara lain adalah membutuhkan waktu pengecatan yang lama
serta hasil pengecatan kurang baik (kurang rata).
2. Pengecatan kapal dengan airless spray
Pengecetan dengan cara ini sangatlah baik hasilnya, karena cat yang
dikeluarkan dari nozzle bertekanan tinggi dengan demikian mempunyai daya
serap dan tingkat kerataan yang tinggi ke dalam bertekanan tinggi dengan
demikian mempunyai daya serap dan tingkat kerataan yang tinggi ke dalam
dalam pelat baik dalam posisi pengecatan yang sulit pun bisa terjangkau,
sehingga baik untuk proses pengecatan pada lapis pertama. Bila pengecatan
dengan cara ini maka cat harus diencerkan terlebih dahulu. Kecepatan sangat
baik dan dapat menghemat waktu, pengecetan adalah bagian dari sistem
produksi merupakan salah satu komponen yang dapat memberikan konstribusi
dalam meningkatkan koefesien.
Gambar 2. 11 Airless Spray Sumber: (dokumen pribadi)
19
2.4.4 Penggunaan Cat
Menurut (Ariany, 2014) dalam pengecatan penggunaan cat berbeda-
beda dikarenakan cat itu sendiri memiliki fungsi berbeda, penggunaan cat
antara lain:
1. Cat Primer (P)
Cat dasar atau lapisan pertama berlangsung pada permukaan pelat. Cara
ini berfungsi untuk menutup pori-pori pelat dan sekaligus sebagai daya scrap
atau lekat dengan lapisan berikutnya.
2. Cat Anti Corrosion (AC)
Cat ini mempunyai sifat menahan oksidasi sehingga menahan korosi
pada pelat. Biasanya digunakan pada lapisan kedua setelah cat primer.
3. Cat Anti Fouling (AF)
Cat ini mempunyai sifat mengurangi daya tempel dan mematikan
binatang laut, sehingga mengurangi banyaknya binatang laut yang menempel
pada waktu berlabuh. Cat ini dipergunakan pada bagian kapal pada antara lunas
sampai dengan garis air. Dimana pada bagian ini selalu tercelup air dan sangat
mungkin ditempel binatang laut.
4. Cat Bottop (B/T)
Cat bottop yaitu cat yang mempunyai daya korosif yang tinggi dan
merupakan lapisan setelah anti korosi. Cat ini dipergunakan pada daerah antara
garis muat kosong dan garis muat penuh. Dimana pada daerah ini merupakan
daerah yang sangat mungkin terjadi korosi karena selalu terjadi perubahan
antara tercelup air dan terkena udara.
5. Cat Top Side (T/S)
Cat ini dipergunakan untuk cat akhir (finished paint) yang
dipergunakan dibagian kapal diatas garis air penuh dan warnanya harus
disesuaikann dengan warna kapal.
6. Cat Deck
Cat yang dipergunakan untuk mengecat deck, selain yang ada pada
daerah tertentu misalnya halt paint digunakan untuk palka, funnel digunakan
untuk cerobong.
20
7. Cat Bitominious
Cat khusus untuk bagian jangkar, rantai jangkar dan chain locker (kotak
jangkar).
2.4.5 Bagian Pengecatan Kapal
Menurut (Ariany, 2014) pada pengecatan setiap bagian dari kapal
dibedakan jenis cat antara lain :
1. Pengecatan pada daerah Top side menggunakan Cat Primer (P), Cat Anti
Corrosion (AC), Cat Top Side (T/S).
2. Pengecatan pada daerah Bottop menggunakan Cat Primer (P), Cat Anti
Corrosion (AC), Cat Bottop (B/T).
3. Pengecatan pada daerah Bottom menggunakan Cat Primer (P), Cat Anti
Corrosion (AC), Cat Bottop (B/T).
2.4.6 Wet Film Thickness (WFT)
Wet Film Thickness yaitu proses pengecekan ketebalan epoxy pada saat
epoxy masih dalam keadaan basah. Untuk mengukurnya kita membutuhkan
alat bantu yang bernama Wet Film Thickness Gauge. Jika ketebalan masih
kurang, maka perlu dilakukan penyeprayan ulang sampai ketebalan
mencukupi. Perlu diketahui disini bahwa ketebalan ketika masih basah dan
setelah kering tidak akan sama karena dipengaruhi oleh volume solid dari
epoxy yang digunakan tersebut. Untuk mengetahi volume solids material epoxy
tersebut kita perlu melihat data sheetnya (A.Badri, 2014). Rumusnya sebagai
berikut :
WFT =��� ���%
�� (2.1)
Dengan
WFT = wet film thickness (µm)
DFT = dry film thickness (µm)
VS = volume solid (%)
21
Gambar 2. 12 WFT Gauge Sumber: (dokumen pribadi)
2.4.7 Coating Thickness Gauge
Berikut adalah pengecekan setelah dilakukan pengecatan :
1. Dry Film Thickness (DFT)
Dry Film Thickness yaitu ketebalan lapisan epoxy yang telah
diaplikasikan kepada plat setelah kering. Disini perlu diinspeksi karena
pengukuran ketika epoxy masih dalam keadaan basah tidak 100 persen akurat,
Untuk itulah perlu kita cek Coating Thickness setelah kering. Untuk
mengetahui Dry Film Thickness tersebut kita memerlukan alat bantu yang
disebut dengan Coating Thickness Gauge. Jika ketebalan lapisan epoxy sudah
benar, maka akan kita lakukan inspeksi tahap selanjutnya. Tetapi kalau lapisan
epoxynya kurang tebal, maka perlu dilakukan proses recoating, yaitu proses
penambahan lapisan epoxy tanpa melalui proses blasting (A.Badri, 2014).
Rumusnya sebagai berikut :
DFT =��� × ��
���% (2.2)
Dengan
WFT = wet film thickness (µm)
DFT = dry film thickness (µm)
VS = volume solid (%)
22
Gambar 2. 13 DFT Gauge Sumber: (dokumen pribadi)
2. Visual Inspection
Visual inspection yaitu pengecekan visual coating epoxy setelah kita
pastikan ketebalan lapisan epoxy sudah benar. Pada tahapan ini kita tandai
cacat yang ada yang nantinya akan diproses coating repair. Untuk proses
repair harus dilakukan secara manual, baik menggunakan spray manual
maupun kuas (A.Badri, 2014).
3 Holiday Detektor
Holiday detektor yaitu inspeksi kebocoran lapisan epoxy dengan cara
menggunakan tegangan listrik. Biasanya tegangan yang digunakan yaitu 12
volt untuk 1 µm (A.Badri, 2014).
4. Roughness
Roughness yaitu kekasaran lapisan epoxy. Jadi tingkat kekasaran
lapisan epoxy harus kita ukur, yaitu dengan menggunakan alat bantu yang
bernama Roughness Gauge.
2.4.8 Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan Cat
Menurut (Afandi et al., 2015) berikut merupakan beberapa faktor yang
mempengaruhi hasil pengecatan :
1. Blistering atau penggelembungan cat pada permukaan
Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor selain karena aplikasi cat
yang terlalu tebal, penyebab lain timbulnya blistering adalah interval
pengecatan yang terlalu cepat. Ketika lapisan cat pertama belum kering
23
sempurna sudah dilakukan pelapisan lagi. Apabila permukaan yang akan dicat
tidak bersih sempurna dan masih ada kotoran atau cairan namun tetap
dilakukan pengecatan, maka kotoran atau cairan yang tertahan dibawahnya
dapat mengakibatkan menggelembungnya lapisan cat tersebut.
Untuk pencegahan, pastikan permukaan yang akan dicat dalam keadaan
bersih dan kering sempurna dan hindari pengecatan pada lingkungan lembab.
Untuk mengatasi blistering, apabila gelembung – gelembung terlalu banyak
maka bersihkan seluruh permukaan dan lakukan pengecatan ulang. Jika
gelembung yang muncul hanya sedikit, pecahkan dan ampelas agar tepinya rata
kemudian dicat kembali.
2. Drying Trouble atau proses pengeringan tidak sempurna
Hal ini dikarenakan pelapisan yang dilakukan terlalu tebal dan proses
pengecatannya dilakukan pada kondisi cuaca yang tidak cocok, yaitu suhu
terlalu rendah dan lembab. Karena kurangnya sinar matahari dan aplikasi
pelapisan pengecatan terlalu tebal, maka cat tidak bisa mengering dengan
sempurna. Cat masih terasa lengket dan lembek walaupun sudah melebihi
waktu pengeringan normal.
Untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya drying trouble,
lakukan pengecatan sewaktu cuaca cerah dan kering. Untuk perbaikan
pengecatan yang mengalami drying trouble, satu – satunya cara adalah
mengerok sampai bersih seluruh lapisan cat, setelah itu ulangi proses
pengecatan dari semula.
3. Wrinkling atau pengerutan cat
Pengerutan disebabkan oleh proses interval pengecatan yang terlalu
cepat. Ketika lapisan cat yang pertama belum kering sempurna sudah dilakukan
pengecatan lagi, maka akan terjadi penarikan yang menyebabkan cat tersebut
mengerut ketika kering. Untuk mencegah terjadinya wrinkling atau pengerutan
cat, pastikan substrat yang akan dicat dalam keadaan bersih dan kering
sempurna. Untuk perbaikan pengecatan yang mengalami wrinkling, bersihkan
dan kerok bagian cat yang mengalami pengerutan, setelah itu lakukan lagi
proses pengecatan. Jarak antar lapisan pada proses pengecatan harus
dipertimbangkan karena akan berpengaruh terhadap hasil kekuatan lapisan
24
antar cat. Dimana seperti yang sudah diketahui kualitas lapisan cat buruk akan
memudahkan tiram atau kerang menempel pada bagian labung kapal yang akan
mempercepat korosi yang mengakibatkan kebocoran pada kapal.
2.4.9 Metode Pengujian Hasil Pengecatan
Pengujian hasil pengecatan dilakukan untuk mengetahui kekuatan atan
daya rekat cat. Metode pengujian hasil pengecatan terbagi menjadi dua antara
lain :
1. Pull Off Test
Menurut (Pramono, 2017) pengujian kekuatan adhesi dari lapisan
coating dapat dilakukan dengan metode pull-off test. Menurut ASTM D 4541-
02 metode pull-off test dibedakan menjadi 5 tipe, antara lain:
a. Fixed-Alignment Adhesion Tester Tipe I
Pada pengujian tipe ini, alat yang digunakan merupakan alat pengetesan
gabungan yang terdiri dari kompresor aluminium dengan diameter 50 mm,
pressure gage, dinamometer, wheel, dan crank. Daya tarik pada alat pengujian
ini terdiri dari 5, 15, 25, dan 50 kilo Newton dengan range 2.5 MPa.
Gambar 2. 14 Komponen alat Fixed-Alignment Adhesion Tester Tipe I Sumber : ASTM D 4541-02, 2002
Gambar 2. 15 Sistematika Fixed-Alignment Adhesion Tester Tipe I Sumber: ASTM D 454102, 2002
25
b. Fixed-Alignment Adhesion Tester Tipe II
Pengujian ini dilakukan dengan tester aluminium diameter 20 mm yang
menancap pada permukaan spesimen. Penarik dari alat ini merupakan circular
T bolt dengan keterangan besar gaya penarikan. Alat ini memiliki 4 range
tekanan penarikan. Dari 3.5, 7.0, 14, dan 28 MPa.
Gambar 2. 16 Komponen alat Fixed-Alignment Adhesion Tester Tipe II Sumber: ASTM D 4541-02, 2002
Gambar 2. 17 Sistematika Fixed-Alignment Adhesion Tester Tipe II
Sumber: ASTM D 4541-02, 2002
c. Self-Aligning Adhesion Tester Tipe III
Pengujian ini menggunakan sebuah dolly dengan diameter dalam 3 mm,
diameter luar 19 mm, dan alat bor piston dengan diameter yang menyesuaikan
ukuran dari dolly tersebut. Pengujian dapat dilakukan dengan 3 range kerja: 0
– 10 MPa, 0 – 15 MPa, dan 0 – 20 MPa.
26
Gambar 2. 18 Komponen alat Self-Aligning Adhesion Tester Tipe III Sumber: ASTM D 4541-02, 2002
d. Self-Alignment Adhesion Tester Tipe IV
Peralatan yang digunakan pada pengujian tipe ini merupakan alat
dengan diameter pengetesan sebesar 12.5 mm yang terhubung pada suatu alat
pengontrol tekanan dan pressure gage atau sensor elektronik. Pengujian
dengan menggunakan alat ini dapat dilakukan dengan 6 range kerja dimulai
dari 3.5 MPa dengan kelipatan dua hingga 70 MPa.
Gambar 2. 19 Komponen alat Self-Alignment Adhesion Tester Tipe IV Sumber: ASTM D 4541-02, 2002
e. Self-Aligning Adhesion Tester Tipe V
Pengujian kekuatan adhesi ini dilakukan dengan menempelkan sebuah
dolly dengan diameter 20 mm pada permukaan lapisan coating. Dolly tersebut
ditahan oleh sebuah kompresor yang dihubungkan dengan pompa hidrolik.
Kekuatan pengujian terdapat 2 range, dolly diameter 20 mm memiliki range
kerja 0 – 7 MPa dan dolly diameter 20 – 50 mm memiliki range kerja 0 – 21
MPa.
27
Gambar 2. 20 Peralatan Pull-off Test self-aligning tester Type V Sumber: ASTM D 454102, 2002
Kekuatan adhesi dengan Pull-Off Test Metode pull-off test diatur dalam
standar ISO 4624 “Pants and Varnishes- Pull Off Test For Adhesion” bertujuan
untuk mengetahui kekuatan cat yang diaplikasikan pada permukaan substrat
(Afandi et al., 2015). Standar pull off test menurut ASTM D4541 memberikan
nilai kekuatan adhesi minimum yaitu 5 Mpa (ASTM:D4541-09, 2014).
Hasilnya merupakan kualitas pengecatan yang baik sehingga dapat
diterima atau kualitas pengecatan yang buruk sehingga dilakukan penolakan.
Kualitas pengecatan juga ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya kuaitas
cat atau tingkat korosi . Uji tarik dilakukan dengan melapisi produk dengan cat
kemudian diukur daya rekatnya dengan menilai tegangan tarik minimum yang
diperlukan untuk pelepaskan atau merusak lapisan yang tegak lurus terhadap
substrat. Berbeda dengan metode lainnya, metode ini memaksimalkan
tegangan tarik, oleh karena itu hasilnya mungkin tidak sebanding dengan yang
lainnya. Pengujian dilakukan dengan mengamankan perlengkapan pemuatan
yang tegak lurus dengan perekat atau cat. Kemudian alat uji dilekatkan pada
permukaan pemuatan dan kemudian disejajarkan untuk menerapkan tegangan
tegak lurus terhadap permukaan uji. Gaya yang diterapkan secara bertahap
meningkat dan dipantau sampai steker lapisan terlepas, atau nilai yang telah
ditentukan sebelumnya telah dicapai.
28
Gambar 2. 21 Pull Off Test Sumber: (dokumen pribadi)
2. Cross Cut Test
Teknik cross cut test adalah metode pengujian ketahanan lapisan
coating yang sering disebut dengan pernis dan cat. Pengujian dilakukan untuk
memisahkan lapisan cat dengan substrat atau material menggunakan peralatan
untuk memotong permukaan dengan pola khusus dan menembus hingga pada
substrat. Dilakukannya pengujian ini akan menentukan apakah sebuah produk
cat dapat dikatakan berhasil atau gagal. Secara umum metode cross cut ini
dilakukan dengan membuat goresan atau irisan garis di atas permukaan cat.
Setelah garis dibuat maka akan direkatkan menggunakan pita perekat (selotip)
di atas goresan tersebut dan ditarik ke atas dengan cepat. Maka akan muncul
kerusakan cat yang akan dianalisa. (Yuliarti, 2018) Ada dua jenis bentuk test
dalam membentuk garis selain cross cut yang bisa dilakukan yaitu sebagai
berikut ini:
1. Metode X Cut
Metode ini dilakukan dengan membuat potongan X menggunakan alat
cutter pada substrat. Lalu selotip akan direkatkan ke atas garis tersebut dan
diratakan menggunakan penghapus pensil. Selotip dilepas dengan ditarik cepat
ke atas mendekati sudut 180˚. Tingkat kerekatan akan diuji dari skala 0-5. (0
berarti lebih dari 65% area terangkat dan 5 adalah area yang terangkat 0%.
29
Gambar 2. 22 X Cut Sumber: https://www.catkayu.com/bagaimana-cara-mengukur-kerekatan-lapisan-coating-
4482.html
2. Metode Cross Cut
Metode ini yang paling sering digunakan karena banyak sekali standar
pengujian menggunakan metode cross cut. Pola cross cut akan dibuat di atas di
atas substrat dan ketika pembentukan garis dengan adanya serpihan lapisan
coating dapat dihilangkan menggunakan sikat lembut. Baru direkatkan selotip
yang diratakan menggunakan penghapus di atas goresan. Selotip diangkat
dengan cepat mendekati sudut 180˚. Tingkat kerekatan akan diuji dari skala 0-
5. (0 berarti lebih dari 65% area terangkat dan 5 adalah area yang terangkat 0%.
Kedua cara tersebut adalah cara yang paling mudah untuk dilakukan. Namun
ada beberapa hal yang lebih dalam harus diperhatikan. Seperti berapa jarak
garis yang diciptakan, berapa kedalaman garis yang harus dibuat, bahkan
hingga pada bagaimana perlakuan pada substrat kayu keras dan kayu lunak.
Para ahli telah menentukan secara terperinci mengenai teknik pengujian
kerekatan lapisan coating ini yang menjadi standar operasional pengujian.
Gambar 2. 23 Cross Cut Sumber: https://www.catkayu.com/bagaimana-cara-mengukur-kerekatan-lapisan-coating-
4482.html
30
Halaman ini sengaja dikosongkan
31
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
Penggambaran proses pengerjaan seperti pada flowchart berikut :
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian
3.2. Persiapan Material Uji
Sebelum melakukan pengujian semua peralatan dan material harus
disiapkan terlebih dahulu. Jumlah material yang digunakan dalam tugas akhir
ini sebesar 6 spesimen dengan 9 permukaan pelat.
Persiapan Material Uji
Mulai
Pelaksanaan pembersihan material uji
Pelaksanaan Pengecatan
Analisa dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Pengujian Hasil Pengecatan
32
3.3 Pelaksanaan Pembersihan Material Uji
Pada tahap ini semua material uji harus dibersihkan terlebih dahulu
untuk memastikan bahwa semua material uji layak untuk dilakukan
pengecatan. Pada tahapan ini menggunakan metode sandblasting dengan
material abrasif steel grit. Tingkat kebersihan untuk semua material uji sama
yaitu 3 mengacu pada standart ISO 8501.
3.4 Pelaksanaan Pengecatan
Sebelum proses pengecatan terlebih dahulu melakukan pengukuran
meliputi kelembaban (relative humidity), suhu kering , suhu basah, pengukuran
dew point dan pengukuran roughness dengan 5 titik setiap material uji.
Pengukuran ini mengacu pada ASTM E – 337.
Semua material uji yang sudah dibersihkan menggunakan sandblasting
dilapisi dengan cat dasar yaitu Cat Jotacote UNI N10 RT A selanjutnya setiap
material uji diukur wet film thickness (WFT) untuk mencapai dry film thickness
(DFT) yang ditentukan yaitu ≥ 250 µm untuk kedua lapisan. Kemudian
material uji dibedakan sesuai dengan interval waktu yang ditentukan untuk
dilakukan pengecatan lapisan kedua dengan cat Jotacote UNI N10 A. Setelah
itu dilakukan pengukuran dry film thickness (DFT) dengan 5 titik setiap
material uji.
3.5 Pengujian Hasil Pengecatan
Setelah material uji sudah dilapisi cat lalu dilakukan pengujian hasil
pengecatan untuk mengetahui daya rekat cat. Penulis melakukan pengujian
dengan pull off test sebanyak 3 titik. Pull off test ini mengacu pada standart
ASTM D-4541-02 kekuatan minimal yang diperbolehkan 5 Mpa.
3.6 Analisa dan Pembahasan
Analisa dan pembahasan ini didukung dari data yang diperoleh pada
proses pengujian pull off test antar dua lapisan cat. Sehingga hasil analisa dan
pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan untuk tugas akhir ini.
3.7 Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dan saran tugas akhir yang berjudul “Analisa Pengaruh
Variasi Interval Waktu Antar Lapisan Coating Terhadap Daya Rekat Cat” ini
33
sehingga nantinya dapat menjadi suatu informasi yang bermanfaat pada
penelitian sejenis yang bertujuan untuk mengestimasi waktu pada
pengaplikasian coating dengan memperoleh daya rekat cat maksimal.
34
Halaman ini sengaja dikosongkan
35
BAB 4
HASIL DAN ANALISA
4.1 Persiapan Material Uji dan Peralatan
Sebelum melakukan pengujian semua peralatan dan material yang akan
digunakan harus disiapkan terlebih dahulu antara lain :
4.1.2 Material
Penelitian ini membutuhkan 5 bahan yang akan mendukung proses
pengujian daya rekat antar lapisan cat. Bahan tersebut antara lain :
1. Plat baja A36 grade A sebanyak 6 material uji dengan 9 permukaan dan
memiliki ukuran yang sama yaitu 200 x 200 x 6 mm.
2. Cat Jotacote Uni N10 ALU RT A
3. Cat Jotacote Uni N10 ALU A
4. Jotun Thiner No.17
5. Lem
4.1.3 Peralatan
Penelitian ini membutuhkan 8 peralatan yang akan mendukung proses
pengujian daya rekat antar lapisan cat. Peralatan tersebut antara lain :
1. WFT Gauge
2. DFT Gauge
3. Air Temperature
4. Steel Temperature
5. Dew Point
6. Roughness Test
7. Dolly
8. Pull Off Test
36
Gambar 4.1 Jotacote UNI N10 ALU RT A Sumber: (dokumen pribadi)
Gambar 4.2 Jotacote UNI N10 ALU A Sumber: (dokumen pribadi)
Gambar 4.3 Jotun Thinner No.17 Sumber: (dokumen pribadi)
37
4.2 Hasil Pembersihan Material Uji
Material uji dibersihkan dengan metode sandblasting menggunakan
abrasif steel grit yang bertujuan untuk menghilangkan karat ataupun kerak
yang menempel pada material uji. Sesuai ISO 8501 penelitian ini menggunakan
standart tingkat kebersihan atau SA 3. Gambar 4.4 menunjukkan tingkat
kebersihan pada material uji.
Gambar 4. 4 Hasil Pembersihan Material Uji Sumber: (dokumen pribadi)
4.3 Pelaksanaan Pengecatan
Sebelum melakukan aplikasi pengecatan, langkah yang harus
dipersiapkan antara lain membuat kode material uji dan mengukur pra painting,
roughness, wet film thickness (WFT), dry film thickness (DFT).
4.3.1 Kode Material Uji
Kode material bertujuan untuk mempermudah dalam membedakan
penamaan ketika proses aplikasi pengecatan berlangsung. Kode material
dibedakan sesuai dengan interval waktu yang digunakan.
1. Material uji (A) dengan interval waktu 3 jam
Pada material uji ini terdapat tiga kode yaitu A1, A2, A3. Berikut adalah
gambar material uji (A) :
38
Gambar 4.5 Material Uji A Sumber: (dokumen pribadi)
Untuk mengetahui interval waktu sesuai data sheet dilakukan dengan
interpolasi, dimana pada saat pengujian suhu disekitar area adalah 31 oC.
Berikut hasil perhitungan interpolasi waktu sesuai data sheet :
�����
��� =
�����
���
�
��� =
�
���
9x – 36 = 16 – 8x
17x = 52
X = 3,05 jam (diambil 3 jam).
2. Material uji (B) dengan interval waktu 1 jam
Pada material uji ini terdapat tiga kode yaitu B1, B2, B3. Berikut adalah
gambar material uji (B) :
Gambar 4.6 Material Uji B Sumber: (dokumen pribadi)
3. Material uji (C) dengan interval waktu 2 jam
Pada material uji ini terdapat tiga kode yaitu C1, C2, C3. Berikut adalah
gambar material uji (C) :
39
Gambar 4.7 Material Uji C Sumber: (dokumen pribadi)
4.3.2 Hasil Pra Painting
Pra painting merupakan pengukuran kondisi material uji sebelum
dilakukan pengecatan. Pada proses ini dilakukan pra painting sebanyak dua
kali. Pengukuran pra painting meliputi kelembaban (relative humidity), suhu
kering , suhu basah, titik embun (dew point) dan steel temperature.
1. Hasil pra painting material uji (A) sebagai berikut :
RH : 80%
Dry : 31oC
Wet : 28 oC
DP : 27,1 oC
ST : 31 oC
Setelah pra painting yang pertama, kemudian dilakukan pengecatan
lapisan pertama. Interval waktu yang digunakan antara lapisan pertama dan
lapisan kedua yaitu 3 jam. Sebelum melakukan pengecatan lapisan kedua
terlebih dahulu mengukur pra painting ulang. Berikut merupakan hasil pra
painting yang kedua :
RH : 70%
Dry : 33oC
Wet : 28 oC
DP : 26,2 oC
ST : 31,2 oC
2. Hasil pra painting material uji (B) sebagai berikut :
RH : 67%
Dry : 31oC
40
Wet : 26 oC
DP : 24,2 oC
ST : 31 oC
Setelah pra painting yang pertama, kemudian dilakukan pengecatan
lapisan pertama. Interval waktu yang digunakan antara lapisan pertama dan
lapisan kedua yaitu 1 jam. Sebelum melakukan pengecatan lapisan kedua
terlebih dahulu mengukur pra painting ulang. Berikut merupakan hasil pra
painting yang kedua :
RH : 69%
Dry : 32oC
Wet : 27 oC
DP : 25,3 oC
ST : 31,4 oC
3. Hasil pra painting material uji (C) sebagai berikut :
RH : 80%
Dry : 31oC
Wet : 28 oC
DP : 27,1 oC
ST : 31 oC
Setelah pra painting yang pertama, kemudian dilakukan pengecatan
lapisan pertama. Interval waktu yang digunakan antara lapisan pertama dan
lapisan kedua yaitu 2 jam. Sebelum melakukan pengecatan lapisan kedua
terlebih dahulu mengukur pra painting ulang. Berikut merupakan hasil pra
painting yang kedua :
RH : 80%
Dry : 31oC
Wet : 28 oC
DP : 27,1 oC
ST : 31 oC
41
4.3.3 Hasil Pengukuran Roughness
Pengukuran roughness bertujuan untuk mengukur kedalaman profil
setiap material uji. Kedalaman profil terbentuk karena tembakan pada saat
proses pembersihan atau blasting sehingga pada permukaan material uji
tercipta contour. Kedalaman profil juga berpengaruh pada daya rekat sebagai
pengikat.
1. Hasil Pengukuran Roughness Material uji (A)
Hasil dari pengukuran roughness material uji (A) yang telah dilakukan
diperlihatkan pada tabel 4.1.
Tabel 4. 1 Pengukuran Roughness Material Uji (A)
A1 A2 A3
135 µm 153 µm 128 µm
104 µm 146 µm 132 µm
139 µm 136 µm 137 µm
110 µm 133 µm 127 µm
125 µm 164 µm 130 µm
Sumber: (dokumen pribadi)
Dari pengukuran roughness tersebut kemudian dirata-rata sehingga
diperoleh hasil pada setiap material uji. Berikut perhitungan rata-rata
pengukuran roughness :
Hasil pengukuran roughness material uji A1 = ��� � ��� � ��� � ��� � ���
� = 122,6 µm
Hasil pengukuran roughness material uji A2 = ��� � ��� � ��� � ��� � ���
� = 146,4 µm
Hasil pengukuran roughness material uji A3 = ��� � ��� � ��� � ��� � ���
� = 130,8 µm
2. Hasil Pengukuran Roughness Material uji (B)
Hasil dari pengukuran roughness material uji (B) yang telah dilakukan
dapat diperlihatkan pada tabel 4.2.
42
Tabel 4. 2 Pengukuran Roughness Material Uji (B)
B1 B2 B3
123 µm 69 µm 165 µm
86 µm 184 µm 146 µm
123 µm 145 µm 135 µm
180 µm 149 µm 128 µm
122 µm 129 µm 168 µm
Sumber: (dokumen pribadi)
Dari pengukuran roughness tersebut kemudian dirata-rata sehingga
diperoleh hasil pada setiap material uji. Berikut perhitungan rata-rata
pengukuran roughness :
Hasil pengukuran roughness material uji B1 = ��� � �� � ��� � ��� � ���
� = 126,8 µm
Hasil pengukuran roughness material uji B2 = �� � ��� � ��� � ��� � ���
� = 135,2 µm
Hasil pengukuran roughness material uji B3 = ��� � ��� � ��� � ��� � ���
� = 148,4 µm
3. Hasil Pengukuran Roughness Material uji (C)
Hasil dari pengukuran roughness material uji (C) yang telah dilakukan
dapat diperlihatkan pada tabel 4.3.
Tabel 4. 3 Pengujian Roughness Material Uji (C)
C1 C2 C3
126 µm 160 µm 133 µm
146 µm 120 µm 125 µm
139 µm 119 µm 162 µm
136 µm 106 µm 113 µm
156 µm 132 µm 152 µm
Sumber: (dokumen pribadi)
Dari pengukuran roughness tersebut kemudian dirata-rata sehingga
diperoleh hasil pada setiap material uji. Berikut perhitungan rata-rata
pengukuran roughness :
43
Hasil pengukuran roughness material uji C1 = ��� � ��� � ��� � ��� � ���
� = 140,6 µm
Hasil pengukuran roughness material uji C2 = ��� � ��� � ��� � ��� � ���
� = 127,4 µm
Hasil pengukuran roughness material uji C3 = ��� � ��� � ��� � ��� � ���
� = 137 µm
4.3.4 Hasil Pengukuran Wet Film Thickness (WFT)
Setelah pengecatan lapisan pertama kemudian dilakukan pengukuran
dan pembacaan wet film thickness (WFT). WFT dapat diperoleh jika dry film
thickness (DFT) sudah ditentukan dan volume solid diketahui. Pada penelitian
ini dry film thickness (DFT) direncanakan ≥ 250 µm untuk kedua lapisan.
Volume solid adalah persentase volume dari tebal lapisan cat pada saat
kering terhadap lapisan cat dalam kondisi basah (sewaktu dicat). Volume solid
dapat diperoleh dari data sheet.
Tabel 4. 4 WFT dan DFT pada data sheet
WFT 75 µm – 300 µm
DFT 105 µm – 415 µm
Sumber: data sheet Jotacote Universal N10
Volume Solid (VS) pada kondisi minimal :
= ���
��� × 100%
= ��
��� × 100%
= 71,42%
Volume Solid (VS) pada kondisi maksimal :
= ���
��� × 100%
= ���
��� × 100%
= 72,28%
Interpolasi untuk menetukan volume solid pada kondisi DFT 250 µm :
��� � ���
��,�� � � =
��� � ��
� � ��,��
��
��,�� � � =
���
� � ��,��
50x - 3571 = 175 x – 12649
44
125x = 9078
X = 72,6%
Tabel 4. 5 Wet Film Thickness (WFT) Pada Lapisan Pertama A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3
350 µm 250 µm 250 µm 200 µm 275 µm 300 µm 350 µm 300 µm 350 µm
350 µm 225 µm 275 µm 225 µm 300 µm 275 µm 400 µm 300 µm 250 µm
400 µm 275 µm 200 µm 300 µm 275 µm 250 µm 300 µm 400 µm 350 µm
400 µm 225 µm 225 µm 250 µm 275 µm 225 µm 400 µm 350 µm 250 µm
300 µm 275 µm 250 µm 200 µm 275 µm 275 µm 400 µm 400 µm 350 µm
Sumber: (dokumen pribadi)
Tabel 4. 6 Wet Film Thickness (WFT) Pada Lapisan Kedua A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3
350 µm 250 µm 250 µm 200 µm 275 µm 300 µm 350 µm 300 µm 350 µm
350 µm 225 µm 275 µm 225 µm 300 µm 275 µm 400 µm 300 µm 250 µm
400 µm 275 µm 200 µm 300 µm 275 µm 250 µm 300 µm 400 µm 350 µm
400 µm 225 µm 225 µm 250 µm 275 µm 225 µm 400 µm 350 µm 250 µm
300 µm 275 µm 250 µm 200 µm 275 µm 275 µm 400 µm 400 µm 350 µm
Sumber: (dokumen pribadi)
4.3.5 Hasil Pengukuran Dry Film Thickness (DFT)
Dry film thickness (DFT) adalah tebal lapisan cat dalam kondisi kering
yang dinyatakan dalam satuan mikron. Setelah dilakukan pengecatan lapisan
pertama dan lapisan kedua kemudian dilakukan pengukuran dan pembacaan
dry film thickness (DFT) dengan menggunakan alat DFT gauge. Hasil yang
diperoleh diperlihatkan pada tabel 4.5, tabel 4.6, dan tabel 4.7.
Tabel 4. 7 Hasil DFT Material Uji (A)
A1 A2 A3
500 µm 354 µm 363 µm
474 µm 324 µm 406 µm
528 µm 382 µm 290 µm
530 µm 338 µm 342 µm
468 µm 397 µm 372 µm
Sumber: (dokumen pribadi)
45
Dari pengukuran dry film thickness (DFT) tersebut kemudian dirata-rata
sehingga diperoleh hasil pada setiap material uji. Berikut merupakan rata- rata
dry film thickness (DFT) :
Hasil pengukuran dry film thickness (DFT) material uji A1
= ��� � ��� � ��� � ��� � ���
�
= 500 µm
Hasil pengukuran dry film thickness (DFT) material uji A2
= ��� � ��� � ��� � ��� � ���
�
= 359 µm
Hasil pengukuran dry film thickness (DFT) material uji A3
= ��� � ��� � ��� � ��� � ���
�
= 354,6 µm
Tabel 4. 8 Hasil DFT Material Uji (B)
B1 B2 B3
296 µm 390 µm 478 µm
332 µm 427 µm 402 µm
451 µm 385 µm 369 µm
358 µm 376 µm 339 µm
317 µm 411 µm 404 µm
Sumber: (dokumen pribadi)
Dari pengukuran dry film thickness (DFT) tersebut kemudian dirata-rata
sehingga diperoleh hasil pada setiap material uji. Berikut merupakan rata- rata
dry film thickness (DFT) :
Hasil pengukuran dry film thickness (DFT) material uji B1
= ��� � ��� � ��� � ��� � ���
�
= 350,8 µm
Hasil pengukuran dry film thickness (DFT) material uji B2
= ��� � ��� � ��� � ��� � ���
�
= 397,8 µm
46
Hasil pengukuran dry film thickness (DFT) material uji B3
= ��� � ��� � ��� � ��� � ���
�
= 398,4 µm
Tabel 4. 9 Hasil DFT Material Uji (C)
C1 C2 C3
540 µm 452 µm 490 µm
562 µm 462 µm 358 µm
435 µm 554 µm 488 µm
555 µm 523 µm 374 µm
592 µm 586 µm 508 µm
Sumber: (dokumen pribadi)
Dari pengukuran dry film thickness (DFT) tersebut kemudian dirata-rata
sehingga diperoleh hasil pada setiap material uji. Berikut merupakan rata- rata
dry film thickness (DFT) :
Hasil pengukuran dry film thickness (DFT) material uji C1
= ��� � ��� � ��� � ��� � ���
�
= 536,8 µm
Hasil pengukuran dry film thickness (DFT) material uji C2
= ��� � ��� � ��� � ��� � ���
�
= 515,4 µm
Hasil pengukuran dry film thickness (DFT) material uji C3
= ��� � ��� � ��� � ��� � ���
�
= 443,6 µm
4.4 Hasil Pengujian Pull Off Test
Setelah mendapatkan hasil cat kering atau dry film thickness (DFT)
kemudian dilakukan pengujian daya rekat cat pada setiap material uji dengan
menggunakan pull off test yang mengacu pada standart ASTM D-4541-02
minimal 5 Mpa.
47
Untuk mengetahui curing time atau interval waktu tunggu sebelum
dilakukan pull off test maka harus dilakukan interpolasi, dimana pada saat
pengujian suhu disekitar area adalah 31 oC. Berikut hasil perhitungan
interpolasi curing time sesuai data sheet :
�����
��� =
�����
���
�
��� =
�
���
9x – 63 = 24 – 8x
17x = 87
X = 5,11 hari (diambil 5 hari).
Berikut hasil pengujian daya rekat cat dengan pull off test yang
diperoleh diperlihatkan pada tabel 4.8, tabel 4.9, dan tabel 4.10.
Tabel 4. 10 Hasil Pull Off Test Material Uji (A)
A1 A2 A3
6,5 Mpa
10% kohesi primer
90% kohesi top coat
12 Mpa
100% kohesi top coat
11 Mpa
100% kohesi top coat
6,5 Mpa
100% kohesi top coat
10,5 Mpa
100% kohesi top coat
7 Mpa
100% kohesi top coat
8,5 Mpa
100% kohesi top coat
9,5 Mpa
100% kohesi top coat
10 Mpa
100% kohesi top coat
Sumber: (dokumen pribadi)
Dari pengujian pull off test tersebut kemudian dirata-rata sehingga
diperoleh hasil pada setiap material uji. Berikut merupakan rata-rata pull off
test :
Hasil pengujian pull off test material uji A1 = �,� � �,� � �,�
� = 7,16 Mpa
Hasil pengujian pull off test material uji A2 = �� � ��,� � �,�
� = 10,67 Mpa
Hasil pengujian pull off test material uji A3 = �� � � � ��
� = 9,33 Mpa
48
Tabel 4. 11 Hasil Pull Off Test Material Uji (B)
B1 B2 B3
13 Mpa
5% glue
95% kohesi top coat
11 Mpa
5% glue
95% kohesi top coat
10,5Mpa
5% glue
95% kohesi top coat
9 Mpa
10% gule
90% kohesi top coat
9 Mpa
5% glue
95% kohesi top coat
13 Mpa
5% glue
95% kohesi top coat
11,5 Mpa
5% glue
95% kohesi top coat
13,5 Mpa
5% glue
95% kohesi top coat
11 Mpa
30% kohesi primer
70% kohesi top coat
Sumber: (dokumen pribadi)
Dari pengujian pull off test tersebut kemudian dirata-rata sehingga
diperoleh hasil pada setiap material uji. Berikut merupakan rata-rata pull off
test :
Hasil pengujian pull off test material uji B1 = �� � � � ��,�
� = 11,16 Mpa
Hasil pengujian pull off test material uji B2 = �� � � � ��,�
� = 11,16 Mpa
Hasil pengujian pull off test material uji B3 = ��,� � �� � ��
� = 11,5 Mpa
Tabel 4. 12 Hasil Pull Off Test Material Uji (C)
C1 C2 C3
11 Mpa
60% kohesi primer
40% kohesi top coat
12,5 Mpa
40% kohesi primer
60% kohesi top coat
14 Mpa
25% kohesi primer
75% glue
13 Mpa
70% kohesi primer
30% kohesi top coat
9 Mpa
10% glue
90% kohesi top coat
9 Mpa
25% kohesi primer
75% glue
7,5 Mpa
75% kohesi primer
25% kohesi top coat
8,2 Mpa
10% glue
90% kohesi top coat
10 Mpa
15% kohesi primer
85% glue
Sumber: (dokumen pribadi)
49
Dari pengujian pull off test tersebut kemudian dirata-rata sehingga
diperoleh hasil pada setiap material uji. Berikut merupakan rata-rata pull off
test :
Hasil pengujian pull off test material uji C1 = �� � �� � �,�
� = 10,5 Mpa
Hasil pengujian pull off test material uji C2 = ��,� � � � �,�
� = 9,9 Mpa
Hasil pengujian pull off test material uji C3 = �� � � � ��
� = 11 Mpa
4.5 Analisa
Dari pengujian pull off test pada subbab sebelumnya, hasil setiap
interval waktu dirata-rata sehingga diperoleh daya rekat cat setiap intervalnya.
Pengujian pull off test ini mengacu pada standart ASTM D-4541-02 dimana
kekuatan atau daya rekat minimal 5 Mpa.
Berikut merupakan hasil dari rata-rata setiap intervalnya :
Hasil uji daya rekat cat pada interval 1 jam
= ��,�� � ��,�� � ��,�
�
= 11,27 Mpa
Hasil uji daya rekat cat pada interval 2 jam
= ��,� � �,� � ��
�
= 10,46 Mpa
Hasil uji daya rekat cat pada interval 3 jam
= �,�� � ��,�� � �,��
�
= 9,05 Mpa
Tabel 4. 13 Hasil Pengujian Setiap Interval waktu
No Interval waktu
(jam)
Hasil pull off test
(Mpa)
Result
Standart ASTM D-4541-02
1 1 11,27 Sesuai
2 2 10,46 Sesuai
3 3 9,05 Sesuai
Sumber: (dokumen pribadi)
50
Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Interval Waktu Terhadap Daya Rekat Cat Sumber: (dokumen pribadi)
Dari hasil pengujian daya rekat cat pada interval waktu 1, 2 dan 3 jam
yang telah dilaksanakan dapat dilihat pengaruh variasi interval waktu antara
lapisan pertama dengan lapisan kedua. Setiap material uji direncanakan dry
film thickness (DFT) di atas 250 µm untuk dua lapisan. Hasil uji daya rekat
pada waktu 1 jam sebesar 11,27 Mpa, 2 jam sebesar 10,46 Mpa dan 3 sebesar
9,05 Mpa. Sehingga dapat disimpulkan daya rekat cat yang paling bagus
terdapat pada interval waktu 1 jam yaitu 11,27 Mpa.
5 5 5
11,27
10,46
9,05
0
2
4
6
8
10
12
1 2 3
Day
a R
eka
t C
at
(Mp
a)
Interval Waktu (Jam)
Pengaruh Interval Waktu Terhadap Daya Rekat Cat
Batas Uji Daya Rekat Cat (Mpa) Hasil Uji Daya Rekat Cat (Mpa)
51
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diambil dari penelitian pengaruh variasi interval
waktu terhadap daya rekat cat pada dua lapisan adalah :
1. Hasil pengujian daya rekat cat pada interval waktu 3 jam atau sesuai dengan data
sheet cat Jotacote Universal N10 mendapatkan nilai sebesar 9,05 Mpa.
Berdasarkan ASTM D ASTM D-4541-02 minimal 5 Mpa sehingga pada interval
waktu 3 jam memenuhi standart.
2. Hasil pengujian daya rekat cat pada interval waktu 1 jam mendapatkan nilai
sebesar 11,27 Mpa dan pada interval waktu 2 jam mendapatkan nilai sebesar
10,46 Mpa. Berdasarkan ASTM D ASTM D-4541-02 minimal 5 Mpa sehingga
pada interval waktu 1 dan 2 jam memenuhi standart. Sehingga dapat disimpulkan
interval waktu yang paling baik saat dilakukan proses pengecatan antara lapisan
satu ke lapisan kedua adalah 1 jam. Maka dari itu, proses oksidasi yang terjadi
pada interval waktu 1 jam lebih kecil dibandingkan proses oksidasi dengan
interval waktu 3 jam, artinya bahwa pada interval 1 jam lapisan oksidasi lebih
tipis sehingga daya cengkram rekatnya lebih kuat dibanding pada interval 3 jam
dimana lapisan oksidasinya lebih tebal dan daya cengkramannya tidak sekuat
interval waktu 1 jam.
5.2 Saran
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya agar dapat
mengembangkan lebih lanjut dari penelitian ini adalah:
1. Pada saat melakukan penelitian tentu semua aspek harus diperhatikan seperti
penyetaraan tebal kering cat pada semua material uji agar terjadi penelitian yang
benar-benar memberikan data yang valid dan sesuai standard.
2. Untuk penelitian selanjutnya dapat ditambahkan dari segi ekonomi pada saat
mempersingkat painting schedule.
52
Halaman ini sengaja dikosongkan
53
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Y. K., Arief, I. S., & Amiadji. (2015). Analisa Laju Korosi pada Pelat Baja Karbon dengan Variasi Ketebalan Coating. Jurnal Teknik Its, 4(1), 1–5.
Apriwandani, Dafit Pradiasta (2018). Pengaruh Daya Rekat Coating Terhadap
Flash Rust (SSPC-VIS5) dengan Surface Preparation Wet Abrasive Blasting. Tugas Akhir. Malang: Jurusan Teknik Mesin. Universitas Muhammadiyah Malang.
Ariany, Z. (2014). Kajian Reparasi Pengecatan Pada Lambung Kapal (Studi Kasus
KM. Kirana3). Jurnal Teknik Undip, 35(1), 27–32. ASTM D4541-09. (2014). Standard Test Method for Pull-Off Strength of Coatings
Using Portable Adhesion. ASTM International, 1–16. ASTM E337. (2007). Standard Test Method for Measuring Humidity with a
Psychrometer (the Measurementof Wet-and Dry-Bulb Temperatures). Vol 2, 1–24.
Badri, Agus. (2014). Pengertian dan Langkah-Langkah Painting atau Coating.
Retrieved 24 juni 2019, from https://agusbadri.blogspot.com/2014/09/pengertian-dan-langkah-langkah.html.
Bayuseno, A. P. (2009). Analisa Laju Korosi Pada Baja Untuk Material Kapal
Dengan dan Tanpa Perlindungan Cat. Rotasi. 11(3), 32–37.
International Organization for Standardization. (2011). Standard ISO 8501
Corrosion Protection of Steel Structures by Painting. 33(February), 1–4. Kurniawan, E. (2013). Analisis kekasaran permukaan pada proses. Skripsi.
Jember: Jurusan Teknik Mesin. Universitas Jember. Pamungkas, S. A., & Suwasono, B. (2018). Perancangan Ulang Alat Bantu
Pengisian Pasir Abrasive Steel Grit Guna Meminimalkan Waktu Pengisian (Studi Kasus PT. Safinah Blasting). Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan VI. 453–458.
Pramono, F.F.A. (2017). Analisis Pengaruh Panas Terhadap Gaya Adhesi Coating
Polimer Alam Getah Karet (Hevea Brasiliensis) Dengan Silika (Sio2) Pada Baja ASTM A36. Tugas Akhir. Surabaya: Jurusan Teknik-Kelautan-Fakultas Teknologi kelautan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
54
Setyarini, P. H. (2011). Optimasi Proses Sand Blasting Terhadap Laju Korosi Hasil Pengecatan Baja Aisi 430. Rekayasa Mesin, 2 (Vol 2, No 2 (2011)), 106–109.
Suherman, Wahid. (1987). Pengetahuan Bahan, Institut Teknologi Surabaya. Tarwijayanto, Danang. (2013). Pengaruh Arus dan Waktu Pelapisan Hard Chrome
Terhadap Ketebalan Lapisan dan Tingkat Kekerasan Mikro Pada Plat Baja Karbon rendah AISI 1026 dengan Menggunakan Cr03 250 gr/lt dan H2SO4 2,5 gr/lt Pada Proses Elektroplating. Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Mesin-Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret.
Yuliarti, Felichyta. (2018). Bagaimana Cara Mengukur Kerekatan Lapisan
Coating Dengan Cross Cut Test. Retrieved 12 juli 2019, from https://www.catkayu.com/bagaimana-cara-mengukur-kerekatan-lapisan-coating-4482.html.
55
56
57
58
59
60
61
62
63
BIODATA PENULIS
Nama : Awallia Wahyu Syahputri
Tempat/Tanggal Lahir : Jombang/10 Agustus 1998
Jenis Kelamin : Perempuan
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Dsn. Kendilwesi Ds. Pulorejo Kec. Tembelang
Kab. Jombang
Telepon : 085730622082
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
2002 – 2004 : TK Dharma Wanita Persatuan (Sidoarjo)
2004 – 2005 : SDN Bangsri (Sidoarjo)
2005 – 2010 : SDN Pulorejo 1 (Jombang)
2010 – 2013 : SMPN 2 Tembelang (Jombang)
2013 – 2016 : SMAN PLOSO (Jombang)
2016 – 2019 : Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya