analisa kegagalan low pressure turbine blade pada …

6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271 1 AbstrakLow pressure turbine merupakan salah satu peralatan vital pada sebuah pesawat. Fungsi dari low pressure turbine adalah mengekstraksi energi kinetik gas panas menjadi energi mekanik yang digunakan untuk menggerakan bagian bagian yang berada di dalam mesin seperti kipas dan kompresor. Kegagalan pada low pressure turbine ini dapat menyebabkan mesin tersebut mengalami inflight shutdown. Pada kasus ini, low pressure turbine blade ditemukan mengalami kegagalan pada mesin Auxiliary Power Unit TCSP700-4B. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa kegagalan. Analisa kegagalan ini dilakukan dengan pengambilan data yang terdiri dari data awal kerusakan, pengamatan makroskopik, pengujian komposisi kimia, pengamatan mikroskopik, dan pengujian metalografi. Dengan melaksanakan penelitian ini, diketahui bahwa kegagalan disebabkan karena adanya kontak antara blade dengan shroud. Mekanisme catastrophic failure ini diawali dengan kegagalan pada oil supply. Kata Kuncianalisa kegagalan, APU, inflight shutdown, low pressure turbine blade. I. PENDAHULUAN Pada industri transportasi, kegagalan merupakan suatu hal yang bersifat kritikal dan harus mendapatkan perhatian lebih. Kegagalan suatu komponen dalam media transportasi bersifat kritikal karena dapat menyebabkan kerugian material dan juga mengancam keselamatan para penumpang dari media transportasi tersebut. Oleh karena itu, proses perawatan memegang peranan utama dalam menjaga kapabilitas dari media transportasi agar dapat beroperasi dengan aman. Gambar 1 Lokasi Low Pressure Turbine Blade yang Mengalami Kerusakan. Ketika sedang beroperasi, pesawat DC-10-30 milik salah satu perusahaan penerbangan Bangladesh mengalami kegagalan pada Auxiliary Power Unit (APU). APU tersebut tidak dapat mencapai performanya berdasarkan standar yang sudah ditentukan. Hal ini mengindikasikan operator pesawat terbang bahwa ada komponen yang bermasalah dalam APU tersebut. Pada engine defect investigation, ditemukan komponen yang mengalami kegagalan adalah low pressure turbine blade tingkat kedua [1]. Gambar 1 menunjukkan lokasi kegagalan yang terjadi pada APU. Dari gambar ini juga dapat dilihat bahwa hanya terdapat satu buah blade yang mengalami patah dan beberapa blade yang mengalami deformasi plastik. Berawal dari kasus kegagalan pada low pressure turbine blade ini, beserta informasi yang telah terkumpul, maka dilakukan analisa kegagalan secara sistematis (systematic failure analysis). II. METODE PENELITIAN Analisa kegagalan ini dilakukan pada blade yang mengalami patah. Pengambilan data yang dilakukan terdiri dari data awal kerusakan, pengamatan makroskopik, pengamatan mikroskopik, pengujian komposisi kimia, pengujian metalografi, dan analisa tegangan. Data awal kerusakan digunakan untuk mempermudah dalam analisis dan pembahasan kegagalan yang terjadi. Permukaan patahan dan permukaan blade dianalisa dengan menggunakan pengamatan makroskopik dan mikroskopik. Komposisi kimia dari blade diuji dengan menggunakan metode X-Ray Fluorescence (X-RF). Sedangkan mikrostruktur dari blade diobservasi dengan menggunakan mikroskop optis dan SEM. III. HASIL DAN DISKUSI A. Data Awal Kerusakan Berikut adalah data awal berupa kronologi kegagalan yang terjadi pada mesin APU TSCP700-4B dengan serial number P90388 di mana low pressure turbine blade tingkat kedua mengalami kegagalan: [1] Pada tanggal 22-12-2012, setelah menjalani perawatan rutin di salah satu perusahaan maintenance nasional di Indonesia, APU P90388 berhasil dipasang pada pesawat terbang DC 10-30 dengan kode registrasi S2-ACO milik salah satu maskapai penerbangan Bangladesh dan dapat dijalankan dengan baik. Pada tanggal 03-01-2013 terjadi auto shut down pada APU saat dinyalakan di Chittagong. Kegagalan yang dapat dideteksi adalah low pressure monopole hanya dapat mencapai performa 15% dari kecepatan putar normal. Pengantian pada APU starter motor dilakukan, namun berhasil. Monopole 1 dan monopole 2 dibersihkan dan dipasang kembali. Pada tanggal 06-01-2013 pada inspeksi yang dilakukan pada APU ditemukan adanya kebocoran oli pada bagian turbin. Perbaikan dilakukan pada ANALISA KEGAGALAN LOW PRESSURE TURBINE BLADE PADA MESIN APU TSCP700-4B PESAWAT DC-10-30 Felix Tjiang, Prof. Dr. Ir. Wajan Berata, DEA. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected]

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISA KEGAGALAN LOW PRESSURE TURBINE BLADE PADA …

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271

1

Abstrak—Low pressure turbine merupakan salah

satu peralatan vital pada sebuah pesawat. Fungsi dari low

pressure turbine adalah mengekstraksi energi kinetik gas

panas menjadi energi mekanik yang digunakan untuk

menggerakan bagian – bagian yang berada di dalam

mesin seperti kipas dan kompresor. Kegagalan pada low

pressure turbine ini dapat menyebabkan mesin tersebut

mengalami inflight shutdown. Pada kasus ini, low pressure

turbine blade ditemukan mengalami kegagalan pada

mesin Auxiliary Power Unit TCSP700-4B. Oleh karena

itu, perlu dilakukan analisa kegagalan. Analisa kegagalan

ini dilakukan dengan pengambilan data yang terdiri dari

data awal kerusakan, pengamatan makroskopik,

pengujian komposisi kimia, pengamatan mikroskopik,

dan pengujian metalografi. Dengan melaksanakan

penelitian ini, diketahui bahwa kegagalan disebabkan

karena adanya kontak antara blade dengan shroud.

Mekanisme catastrophic failure ini diawali dengan

kegagalan pada oil supply.

Kata Kunci—analisa kegagalan, APU, inflight shutdown, low

pressure turbine blade.

I. PENDAHULUAN

Pada industri transportasi, kegagalan merupakan suatu hal

yang bersifat kritikal dan harus mendapatkan perhatian lebih.

Kegagalan suatu komponen dalam media transportasi bersifat

kritikal karena dapat menyebabkan kerugian material dan

juga mengancam keselamatan para penumpang dari media

transportasi tersebut. Oleh karena itu, proses perawatan

memegang peranan utama dalam menjaga kapabilitas dari

media transportasi agar dapat beroperasi dengan aman.

Gambar 1 Lokasi Low Pressure Turbine Blade yang Mengalami

Kerusakan.

Ketika sedang beroperasi, pesawat DC-10-30 milik salah

satu perusahaan penerbangan Bangladesh mengalami

kegagalan pada Auxiliary Power Unit (APU). APU tersebut

tidak dapat mencapai performanya berdasarkan standar yang

sudah ditentukan. Hal ini mengindikasikan operator pesawat

terbang bahwa ada komponen yang bermasalah dalam APU

tersebut. Pada engine defect investigation, ditemukan

komponen yang mengalami kegagalan adalah low pressure

turbine blade tingkat kedua [1]. Gambar 1 menunjukkan

lokasi kegagalan yang terjadi pada APU. Dari gambar ini juga

dapat dilihat bahwa hanya terdapat satu buah blade yang

mengalami patah dan beberapa blade yang mengalami

deformasi plastik.

Berawal dari kasus kegagalan pada low pressure turbine

blade ini, beserta informasi yang telah terkumpul, maka

dilakukan analisa kegagalan secara sistematis (systematic

failure analysis).

II. METODE PENELITIAN

Analisa kegagalan ini dilakukan pada blade yang

mengalami patah. Pengambilan data yang dilakukan terdiri

dari data awal kerusakan, pengamatan makroskopik,

pengamatan mikroskopik, pengujian komposisi kimia,

pengujian metalografi, dan analisa tegangan. Data awal

kerusakan digunakan untuk mempermudah dalam analisis

dan pembahasan kegagalan yang terjadi. Permukaan patahan

dan permukaan blade dianalisa dengan menggunakan

pengamatan makroskopik dan mikroskopik. Komposisi kimia

dari blade diuji dengan menggunakan metode X-Ray

Fluorescence (X-RF). Sedangkan mikrostruktur dari blade

diobservasi dengan menggunakan mikroskop optis dan SEM.

III. HASIL DAN DISKUSI

A. Data Awal Kerusakan

Berikut adalah data awal berupa kronologi kegagalan yang

terjadi pada mesin APU TSCP700-4B dengan serial number

P90388 di mana low pressure turbine blade tingkat kedua

mengalami kegagalan:[1]

Pada tanggal 22-12-2012, setelah menjalani

perawatan rutin di salah satu perusahaan

maintenance nasional di Indonesia, APU P90388

berhasil dipasang pada pesawat terbang DC 10-30

dengan kode registrasi S2-ACO milik salah satu

maskapai penerbangan Bangladesh dan dapat

dijalankan dengan baik.

Pada tanggal 03-01-2013 terjadi auto shut down

pada APU saat dinyalakan di Chittagong. Kegagalan

yang dapat dideteksi adalah low pressure monopole

hanya dapat mencapai performa 15% dari kecepatan

putar normal. Pengantian pada APU starter motor

dilakukan, namun berhasil. Monopole 1 dan

monopole 2 dibersihkan dan dipasang kembali.

Pada tanggal 06-01-2013 pada inspeksi yang

dilakukan pada APU ditemukan adanya kebocoran

oli pada bagian turbin. Perbaikan dilakukan pada

ANALISA KEGAGALAN LOW PRESSURE

TURBINE BLADE PADA MESIN APU

TSCP700-4B PESAWAT DC-10-30 Felix Tjiang, Prof. Dr. Ir. Wajan Berata, DEA.

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: [email protected]

Page 2: ANALISA KEGAGALAN LOW PRESSURE TURBINE BLADE PADA …

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271

2

APU dan APU dapat berjalan dengan normal dan

kebocoran oli sudah teratasi.

Pada tanggal 07-01-2013 terjadi auto shut down

pada APU ketika boarding.

Pada tanggal 12-01-2013 ditemukan bahwa poros

mesin tidak dapat berputar dan sulit untuk

digerakkan. Investigasi lebih lanjut ditemukan

partikel metal pada metal chip detector dan

kerusakan pada low pressure turbine blade tingkat

kedua (gambar 2).

Kronologi di atas merupakan rangkuman dari maintenance

report yang dibuat oleh maskapai pemilik APU ini di mana

posisi APU masih berada di Bangladesh

.

Gambar 2 (A) Blade yang Masih Terpasang pada Rotor (B) & (C)

Blade yang Mengalami Deformasi Dilihat dari Sisi Cembung dan

Cekung.

Gambar 3 Internal Oil Supply Tube yang Turun setelah Sleeve Tube

Dilepas (di mana seharusnya Tube ini Berada di Posisi Tengah) yang

Mengindikasikan Kerusakan pada Pipa bagian Dalam.

Gambar 4 Low Pressure Bearing Cage yang Mengalami Kerusakan

karena Overheat.

Gambar 5 Low Pressure Turbine Shroud Tingkat Kedua Mengalami

Kerusakan yang Mengindikasikan Adanya Kontak antara Shroud

dengan Low Pressure Turbine Blade.

Pada tanggal 04-02-2013 salah satu perusahaan

maintenance pesawat di Indonesia melakukan

investigasi lebih lanjut pada APU ini. Pada

investigasi ini ditemukan kerusakan pada internal

oil supply tube (gambar 3), low pressure bearing

cage (gambar 4), dan low pressure turbine blade

shroud tingkat kedua (gambar 5).

Dari kronologi kegagalan di atas kegagalan APU diawali

oleh kebocoran oli dan APU dihidupkan dalam kondisi

keadaan kekurangan oli dalam sistem pelumasan. Kebocoran

oli disebabkan karena ada kerusakan pada inner dan outer oil

supply tube. Kerusakan pada inner dan outer oil supply tube

karena overtorque pada saat pengencangan pipa dan tidak

dipasangnya gasket flare pada troubleshooting yang

dilakukan oleh pemilik APU pada saat kebocoran oli pertama.

Pipa yang rusak diduga mengalami pengencangan pada ujung

pipa tanpa menahan pipa bagian dalam sehingga torsi yang

terjadi melebihi dari yang ditentukan oleh manual yaitu hanya

100 in-lb. Dengan kurangnya oli yang digunakan untuk

melumasi turbine bearing. Karena kondisi APU tetap hidup,

low pressure turbine bearing mengalami overheat yang

menyebabkan kegagalan pada bearing cage. Kegagalan pada

bearing ini menyebabkan poros turun dan turbine rotor

berputar dengan kondisi unbalance dan bergetar. Kondisi ini

menyebabkan blade dan shroud mengalami kontak sehingga

mengalami kegagalan [1].

B. Pengamatan Makroskopik

Pengamatan ini sendiri dibagi menjadi dua tahap yaitu

pengamatan makroskopik secara fotografi dan secara

stereomikroskopik.

Gambar 6 Penampakan dari Blade yang Mengalami Patah (A) Sisi

Cembung (B) Sisi Cekung.

Gambar 6 menunjukkan bahwa lebih dari 1/2 airfoil bagian

atas hilang mulai dari leading edge sampai pada trailing edge.

Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa panjang dari sisa

Page 3: ANALISA KEGAGALAN LOW PRESSURE TURBINE BLADE PADA …

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271

3

blade yang patah adalah 17 mm berbeda dengan blade yang

belum mengalami deformasi yang memiliki panjang 70,1

mm. Hal ini menunjukkan bahwa patahan pada spesimen

terjadi pada daerah yang dekat dengan root dari blade.

Pasangan dari blade yang patah ini yang patah tidak dapat

ditemukan. Diduga bahwa bagian patahan tersebut terlempar

keluar dari APU dikarenakan debit gas panas yang tinggi

sehingga menghasilkan momentum yang cukup untuk

mendorong potongan blade keluar dari APU. Pada hasil

pengamatan fotografi di atas tidak terlihat adanya perubahan

warna pada permukaan kedua spesimen blade tersebut.

Gambar 7 Hasil Stereomikroskopik Spesimen 1 dengan Perbesaran

12x (A) Sisi Cembung (B) Permukaan Radial (C) Sisi Cekung.

Pengamatan stereomikroskopik ini dilakukan dengan

menggunakan alat stereobinocular microscope. Gambar 7(B)

menunjukkan penampakan dari permukaan patahan dari

blade. Tidak ditemukan cacat seperti beachmark, chevron,

atau ratchetmark pada permukaan patahan. Dapat dilihat

bahwa pada daerah leading edge dan trailing edge terlihat

lebih terang daripada bagian tengah dari blade. Daerah yang

lebih terang ini dapat mengindikasikan bahwa pola patahan

yang terjadi adalah pola patah getas. Sedangkan daerah yang

lebih gelap menunjukkan pola patahan yang relatif lebih ulet

[2].

Gambar 7(A) merupakan hasil pengamatan

stereomikroskopik pada spesimen dari sisi cembung dan

gambar 7(C) merupakan hasil pengamatan dari sisi cekung.

Hasil pengamatan dari sisi cembung dan cekung dapat

dikatakan hampir serupa. Pada daerah dekat dengan trailing

edge dapat dilihat topografi permukaan dengan profil yang

datar. Profil yang datar ini dapat mengindikasikan terjadi pola

patahan getas yang terjadi pada daerah ini. Pada daerah

tengah dari blade ini menunjukkan profil patahan yang

bergelombang. Profil yang bergelombang ini bersama dengan

warna permukaan yang gelap menunjukkan bahwa patahan

yang terjadi pada daerah ini termasuk ke dalam patah ulet [2].

Gambar 8 Transverse Microcracks yang Terjadi pada Bagian Sisi

dari Blade dengan Perbesaran 30x (a) Sisi Cembung (b) Sisi Cekung.

Gambar 8(a) dan 8(b) menunjukkan penampakan dari

transverse microcrack cluster. Transverse mikrocrack cluster

adalah sekumpulan microcrack yang terjadi pada permukaan

tranversal dari blade. Crack ini memiliki karakteristik

intergranular cracking yang diduga disebabkan oleh adanya

oksidasi. Secara kualitatif, crack yang terjadi pada

permukaan cekung lebih banyak daripada crack yang terjadi

pada permukaan cembung. Panjang orientasi crack secara

transversal lebih besar daripada arah orientasi lainnya [3].

C. Pengujian Komposisi Kimia

Pengujian komposisi kimia dilakukan dengan

menggunakan metode X-Ray Fluorescence (X-RF). Data

hasil pengujian komposisi kimia tersebut dibandingkan

dengan komposisi standar yang terdapat pada AMS 5391 [4].

Hasil pengujian komposisi kimia dengan menggunakan

metode pengujian tersebut ditampilkan pada tabel 1.

Tabel 1 Hasil Uji Komposisi Kimia dengan Metode X-RF yang

Dikomparasikan dengan Material IN-713 yang Ada pada Standar

AMS 5391.

Keterangan

*menunjukkan unsur tidak dapat diukur oleh alat uji

Warna merah menunjukkan nilai yang berada di luar

batas yang sudah ditentukan oleh AMS 5391

Dari hasil pengujian komposisi kimia di atas dapat

diketahui bahwa material dari low pressure blade tingkat 2

ini adalah IN-713. Material ini termasuk polycristalline

precipitation hardenable Ni-Cr based superalloy, yang

memiliki properties yang baik hingga sampai pada temperatur

1800oF (982oC). Paduan ini mempunyai castability yang

baik, daya tahan terhadap oksidasi dan thermal fatigue yang

baik dan salah satu paduan yang terbaik dalam hal stabilitas

mikrostrukturnya. Material ini tidak mengalami proses heat

treatment [5].

Unsur AMS 5391 X-RF (%)

Al 5,50-6,50 3,6

Si 0,5 max 0,06

Ti 0,50-1,00 0,58

Cr 12,00-14,00 12,25

Mn 0,25 max 0,12

Fe 2,5 max 0,05

Co+Ta 1,80-2,80 0,04

Ni Bal 77,57

Nb 2 max 1,53

Mo 3,80-5,20 3,9

W ... 0,04

V ... 0,0038

C 0,08-0,20 -*

Zr 0,05-0,15 0,09

Cu 0,5 max 0,17

Total 100,00

Page 4: ANALISA KEGAGALAN LOW PRESSURE TURBINE BLADE PADA …

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271

4

Pada hasil pengukuran yang ditunjukkan pada tabel 1

menunjukkan bahwa beberapa unsur seperti Co, Ta, dan Al

tidak mencapai ukuran standar yang telah ditetapkan.

Keganjilan yang tejadi dari hasil pengujian X-RF tersebut

kemungkinan karena identifikasi tidak menyeluruh pada

permukaan patahan tersebut.

D. Pengamatan Mikroskopik

Pengamatan mikroskopik dilakukan untuk mencari bukti

(evidence) penyebab kegagalan dan mengamati pola patahan

yang terbentuk setelah terjadi patah pada permukaan radial

low pressure turbine blade. Pengamatan fraktografi

dilakukan menggunakan metode Scanning Electron

Microscope (SEM). Berikut adalah hasil dari pengamatan

mikroskopik dengan menggunakan SEM pada permukaan

radial dari spesimen.

Gambar 9 Hasil Pengamatan SEM pada Spesimen 1 dengan

Perbesaran 60x.

Gambar 9 merupakan gambar permukaan patahan

spesimen 1 secara keseluruhan. Kotak yang berwarna merah

menunjukkan area yang akan diamati dengan lebih teliti.

Gambar 10 Hasil Pengamatan SEM pada Area 1 Menunjukkan

Adanya Fitur Chevron dengan Perbesaran 300x.

Pada gambar 10 di atas menunjukkan fitur patahan

chevron. Ujung dari fitur chevron yang ditandai dengan

lingkaran merah ini merupakan inisiasi dari patahan yang

terjadi pada blade. Chevron juga dapat menunjukkan arah

propagarasi yang ditunjukan oleh arah panah pada gambar di

atas. Chevron biasanya mengindikasikan awal retakan ini

yang bersifat getas dan tejadi secara cepat [2]. EDS dilakukan

pada area ini dan hasil dari EDS tersebut menunjukkan nilai

O, Nb, dan Mo yang cukup tinggi. O diduga merupakan unsur

pembentuk produk oksidasi sedangkan Nb dan Mo adalah

unsur pembentuk karbida.

Dari hasil yang didapat ini, diduga terjadi degradasi

material yang terjadi pada daerah ini yaitu terjadi oksidasi.

Oksidasi yang terjadi pada superalloy ini biasanya

menyerang unsur Cr, Al, dan Ti. Produk oksidasi ini biasanya

bersifat getas [5].

Gambar 11 Hasil Pengamatan SEM pada Area 2 (Tengah Blade)

Menunjukkan adanya Fitur Dimple (A) M150x (B) M1500x (C)

M5000x (D) M10000x

Pada gambar 11 di atas tidak ditemukan fitur seperti

beachmark atau striasi yang menunjukkan modus kegagalan

fatigue. Area 2 ini pada pengamatan stereomikroskopi terlihat

berwarna gelap dan bergelombang yang mengindikasikan

patahan yang terjadi adalah patahan ulet. Hal ini diperkuat

dengan hasil pengamatan SEM mikroskopik ini yang

menunjukkan adanya fitur dimple yang dapat dilihat pada

gambar 11(D). Fitur dimple ini memang dapat terjadi pada

spesimen ini mengingat material IN-713 memiliki elongation

yang cukup tinggi yaitu sekitar 5,9% pada temperatur kerja

dari blade ini [4].

Gambar 12 Hasil pengamatan pada area 3 (trailing edge)

menunjukkan adanya fitur cleavage (A) M200x (B) M1300x.

Gambar 13 Hasil Pengamatan SEM pada Area 4 (Leading Edge)

dengan Perbesaran 200x Menunjukkan Adanya Fitur Cleavage.

Page 5: ANALISA KEGAGALAN LOW PRESSURE TURBINE BLADE PADA …

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271

5

Hasil pengamatan pada daerah trailing edge dan leading

edge ditunjukkan pada gambar 12 dan gambar 13.

Pengamatan mikroskopik pada kedua daerah ini

menunjukkan fitur patahan yang hampir sama yaitu adanya

cleavage. Cleavage merupakan salah satu fitur patahan

berenergi rendah yang berpropagarasi sepanjang bidang

kristalografi.

E. PENGUJIAN METALOGRAFI

Pengujian metalografi dilakukan untuk mengamati struktur

mikro yang terdapat dalam sampel material komponen blade.

Pada penelitian ini, pengujian metalografi dilakukan pada

kondisi setelah dilakukan pengetsaan dengan larutan etsa

Kalling’s no 2. Sebelum dilakukan pangamatan metalografi

sebelumnya material harus dipreparasi terlebih dahulu.

Spesimen dipotong menjadi 2 bagian seperti yang

ditunjukkan pada gambar 14. Bagian yang akan diamati

adalah bagian leading dari blade tersebut. Bagian leading

edge tersebut diharapkan dapat mewakili kondisi dari

masing-masing blade. Setelah dipotong, spesimen yang akan

diamati dimounting untuk mempermudah proses

pengamatan. Pengamatan metalografi ini dibagi menjadi dua

tahap yaitu pengamatan dengan menggunakan mikroskop

optis dan Scanning Microscope Electron (SEM).

Gambar 14 Pemotongan Spesimen Menjadi 2 Bagian.

Gambar 15 Hasil Pengamatan Metalografi pada Spesimen 1 dengan

Menggunakan Mikroskop Optis (A) M50x (B) & (C) M200x.

Hasil pengamatan metalografi dengan mikroskop optis

pada spesimen yang telah dietsa di atas tidak menunjukkan

adanya coating yang melapisi blade ini. Dari gambar di atas

terlihat pola butiran-butiran terlihat jelas pada spesimen ini.

Struktur butiran pada blade yang sudah dietsa ini

menunjukkan bahwa blade terbentuk dari proses

polycrytalline investment casting [5]. Dari gambar 15 pada

spesimen menunjukkan adanya retakan-retakan yang

merupakan transversal microcrack yang telah ditemukan

pada pengamatan stereomicroscopy. Microcrack ini terdapat

pada sisi cembung dan sisi cekung dari potongan blade

tersebut. Dilihat dari bentuknya, crack ini ini merambat

secara intergranular.

Pengamatan dengan SEM ini perlu dilakukan untuk

mendapatkan data yang lebih banyak mengenai kerusakan

yang terjadi pada blade. Pengamatan SEM ini juga

membandingkan mikrostruktur pada daerah yang dekat

dengan patahan dan mikrostruktur bagian root dari blade.

Root blade diasumsikan sebagai cold zone yang dapat

menjadi referensi derajat degradasi material dari blade karena

temperatur tinggi. Root blade dapat diasumsikan menjadi

cold zone karena tidak terekspos gas panas dan perubahan

mikrostruktur tidak banyak [6].

Gambar 16 Area Pengujian EDS pada Salah Satu Crack yang Ada

pada Blade.

Tabel 2 Hasil Pengujian EDS pada Salah Satu Crack Yang Ada

pada Blade

Unsur

Massa %

Area

1

Area

2

Area

3

Area

4

C 27,00 53,62 72,92 70,50

O 1,60 13,85 4,87 13,43

Al 3,52 2,55 0,44 0,51

Si - 0,42 - -

Cl - 0,39 - -

Ti 0,44 0,42 3,33 0,08

Cr 9,47 3,56 2,45 1,98

Fe - 5,29 - -

Ni 55,49 28,39 11,60 -

Nb - - 33,16 0,24

Mo 2,48 1,51 7,67 0,64

Total 100,00

Pengujian EDS juga dilakukan pada salah satu microcrack

yang ditunjukkan pada gambar 16. Sedangkan hasil dari

pengujian EDS ditunjukkan pada tabel 2. Berdasarkan hasil

pengujian pada area 1 ada memiliki kandungan yang hampir

sama dengan matriks gamma dari paduan Ni based

superalloy ini kecuali kandungan unsur C yang tinggi.

Matriks gamma adalah fase non magnetik yang biasanya

mengandung persentase elemen solid solution seperti Co, Fe,

Cr, Mo dan W. Dalam hasil EDS ini gamma matrix hanya

terdeteksi unsur Ni dengan Cr dan Mo. Kandungan Al dan Ti

yang ada dalam EDS kemungkinan membentuk fase gamma

prime. Gamma prime dari Al dan Ti bereaksi dengan Ni dan

Page 6: ANALISA KEGAGALAN LOW PRESSURE TURBINE BLADE PADA …

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271

6

berpresipitasi dengan fase austenitik matriks gamma. Unsur

lain seperti Ni dan Cr kemungkinan masuk dalam gamma

prime [5].

Komposisi dari area pengujian 2 dan 4 mengandung

banyak C dan O. Tingginya konsentrasi C pada turbine

airfoil, kemungkinan disebabkan terjadi pada saat mesin

dihidupkan, dimatikan, atau karena pembakaran yang tidak

sempurna yang disebabkan karena nozzle bahan bakar yang

buntu atau cacat. Unsur C ini juga diduga mempercepat

terjadinya korosi panas. Walaupun efek dari karbon tidak

dipelajari lebih lanjut seperti kontaminan yang lainnya,

namun peran dari karbon ini dapat dijelaskan secara

teoritikal. Degradasi unsur paduan pada batas butir yang

dekat dengan permukaan mempercepat terjadinya oksidasi

pada studi terkini [5].

Komposisi pada area pengujian 3 mengandung banyak

unsur C dan Nb. Dari bentuk dan komposisi yang didapat,

fase pada area 3 ini adalaha karbida MC. Karbida Mc

biasanya berbentuk kasar, acak, bulat, atau kotak pada

mikrostrukturnya. MC, sepeti TC dan HfC adalah paduan

yang bersifat stabil. Formasi yang diinginkan dalam sebuah

superalloy untuk karbida jenis ini adalah HfC, TaC, NbC, dan

TiC. Paduan terbaru dengan Nb dan Ta seperti IN-713 ini

tidak dapat dirusak dengan mudah pada proses atau perlakuan

panas pada range temperatur 1200 sampai dengan 1260oC [5].

Gambar 17 Mikrostruktur pada Daerah Dekat Patahan (A) M5000x

(B) M10000x.

Gambar 18 Mikrostruktur pada Daerah Root (A) M5000x (B)

M10000x.

Menurut Floyd perubahan mikrostruktur yang terjadi

ketika material terpapar panas pada temperatur tinggi antara

lain adalah membesarnya ukuran butir gamma prime, gamma

prime memanjang searah dengan beban (rafting),

berkurangnya fraksi gamma prime, pembentukan karbida

sekunder, dan creep cavities pada batas butir [7]. Dari hasil

pengamatan mikrostruktur di daerah dekat patahan pada

gambar 17 tidak ada tanda-tanda terjadi creep void, rafting,

atau melting. Apabila apabila dibandingkan dengan

mikrostruktur yang ada pada root yang ditunjukkan pada

gambar 18, mikrostruktur pada daerah dekat patahan tidak

mengalami perbedaan yang signifikan dalam ukuran gamma

prime dan derajat rafting pada gamma prime. Hal ini

mengindikasikan bahwa material blade masih bagus dan

belum mengalami degradasi material yang berarti.

Apabila dilihat dari sisi sifat material IN-713, pada

temperatur kerja 1350oF (±731oC) blade ini baru mengalami

creep apabila diberi tegangan sebesar 50.000 psi atau sekitar

344,77.106 Pa dengan creep rate sebesar 0,00014 %/hr [4].

Namun dari hasil pengamatan di atas tanda-tanda terjadinya

creep belum ada pada spesimen blade tersebut.

IV. KESIMPULAN

Setelah dilakukan rangkaian percobaan dan analisa data,

maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan dari penelitian

tugas akhir yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Yang menjadi penyebab kegagalan adalah kontak antara

blade dengan shroud sehingga menyebabkan

instantaneous catastrophic failure. Modus kegagalan

ini didukung dari pengamatan pada low pressure turbine

shroud yang menunjukkan adanya rubbing yang

membuktikan adanya kontak dengan low pressure

turbine blade. Awalan retakan diduga karena adanya

konsentrasi tegangan yang disebabkan oleh karbida dan

oksidasi yang terjadi pada permukaan blade. Oksida dan

karbida yang berada pada batas butir ini menyebabkan

intergranular crack pada permukaan dan ketika diberi

tegangan yang tinggi blade tidak dapat menahan beban

tinggi yang diakibatkan konsentrasi tegangan tersebut

sehingga terjadi kegagalan pada blade.

2. Mekanisme kegagalan ini diawali dengan adanya

kebocoran oli karena kegagalan pada oil tube supply.

Kegagalan pada oil tube supply ini terjadi karena

overtorque. Kebocoran oli ini menyebabkan low

pressure turbine bearing tidak mendapatkan pelumasan

yang cukup sehingga menyebabkan overheat dan

kerusakan pada bearing tersebut. Kerusakan bearing ini

menyebabkan poros turun dan turbine rotor berputar

dengan kondisi unbalance dan bergetar. Kondisi ini

menyebabkan blade dan shroud mengalami kontak

sehingga mengalami kegagalan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Iskandar, “Engine defect and investigation report form No. GMF/Q-

206”. Cengkareng : GMF Aeroasia. (2013)

[2] ASM Handbook Committee, “ASM metals handbook vol. 11: failure

analysis and prevention”. Ohio, USA: ASM International. (1986)

[3] Zhi-wei Yu, Xiao-lei Xu, Shu-hua Liu, Yu Li, “Failure investigation

on failed blades used in a locomotive turbocharger”. Dalian, China:

Dalian Maritime University. (2007)

[4] Anonim, “Engineering properties of alloy 713”. USA: The

International Nickel Company. (1999)

[5] J. Donachie, Matthew; J. Donachie, Stephen, “A Technical Guide of

Superalloys”. Ohio, USA: ASM International. (2002)

[6] Carter Tim J., “Common failure in gas turbine blades. Johannesburg,

South Africa. (2004)

[7] Floyd PH, Wallace W, dan Immarigeon, “Rejuvenation of properties in

turbine engine hot section components by HIPing. USA: The Metals

Society. (1981)