analisa kasus putusan (perkara nomor...

115
ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM PRESPEKTIF RESTORATIF JUSTICE Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) OLEH: RANI PUTRI LARASATI NIM: 1110043200003 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1435 H/ 2014 M

Upload: others

Post on 05-Jan-2020

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR

225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM PRESPEKTIF RESTORATIF

JUSTICE

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

OLEH:

RANI PUTRI LARASATI

NIM: 1110043200003

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1435 H/ 2014 M

Page 2: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM
Page 3: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM
Page 4: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM
Page 5: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

v

ABSTRAK

Dalam tatanan sistem peradilan pidana tujuan utama yang dapat diharapkan

adalah sebuah keadilan. Tidaklah mudah mencapai sebuah keadilan hanya dengan

penegakan hukum tanpa disertai dengan kepastian hukum. Salah satu ciri dari hukum

modern saat ini yang mulai dikenal dengan sistem restorative justice. Tujuan dari

penelitian ini adalah mengkaji bagaimana sistem restorative justice di dalam Hukum

Islam juga mampu bekerja dalam menyelesaikan kasus tindak pidana ringan. Metode

yang digunakan dengan pendekatan hukum normatif. penulis menggunakan dua jenis

data yaitu data Primer dan data Sekunder. primer yang digunakan adalah undang-

undang yang diterapkan atau berlaku di Indonesia yang berkaitan dengan masalah

yang penulis kaji. Sedangkan sumber sekunder adalah berupa komentar dan buku-

buku, dokumen-dokumen, serta artikel-artikel yang terkait.

Teori yang digunakan dalam penulisan dengan teori keadilan dan cara-cara

pemulihan keadilan serta alternatif hukuman yang dianggap ukuran adil dalam

Hukum Islam. Dari analisis maka dapat diperoleh hasil bahwa konsep restorative

justice tidak hanya terdapat dalam hukum positif saja namun dalam Hukum Islam

juga terdapat teori yang serupa dan dapat pula diterapkan dalam tindak pidana ringan.

Dalam hukum islam konsep restorative justice terlebih dahulu digunakan dengan

qishas dan diyat serta takzir.

Rani Putri Larasati,1110043200003. Analisa Kasus Putusan (perkara Nomor

225/pid.B/2010/PN-BKL) Dalam Prespektif Restoratif Justice. Perbandingan Hukum,

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan kata kunci: restorative justice dalam Hukum Islam. Di bawah bimbingan

Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, selaku dosen Sosiologi Hukum.

Page 6: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

vi

ABSTRACT

In the arrangement of criminal justice system, the main target that can be expected is

a justice. But it is not easy to reach a justice only with straightening of law without

the rule of law. One of modern law characteristic, in this time, it starts to be

recognized with system of “Restorative Justice”. The intention of this research is for

studying system of Restorative Justice in Islamic Law able to finish the case of

misdemeanor. The method of this research is normative law approaching. Writer uses

two types of data, primary and secondary data. The primary data is Indonesian statute

which is related to the problems of this research. While the source of secondary data,

writer takes from books, documents, peoples comments and also the relevant articles.

This research uses theory of justice and the way of justice cure and also the

alternative law assumed as fair size measurement in Islamic Law. The result of

writer’s analysis obtains that the concept of Restorative Justice not only presents in

Positive Law but there are also similar theory in Islamic Law and can be applied to

finish the misdemeanor. In Islamic Law, the conception of Restorative Justice is used

with kisas, diat, and takzir.

Rani Putri Larasati, 110043200003. “Analisa Kasus Putusan (perkara Nomor

225/pid.B/2010/PN-BKL) Dalam Prespektif Restoratif Justice”. Comparison of law,

Syari’ah and Law Fakulty, Islamic Syarif Hidayatullah State University. Keywords:

Restorative Justice in Islamic Law. To be under guidanca of Fahmi Muhammad

Ahmadi, M.Si, as lecture sociology of law.

Page 7: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, berkat rahmat Allah SWT yang senantiasa

memberikan taufik serta hidayahnya. Sholawat serta salam tercurah kepada Nabi

Besar Muhammad SAW beserta Keluarga dan para sahabatnya. Kemudahan serta

pertolongan Allah yang selalu diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisa Kasus Putusan (perkara Nomor

225/pid.B/2010/PN-BKL) Dalam Prespektif Restoratif Justice” Karya ini tidaklah

dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan dari kawan-kawan serta pihak-pihak yang

terkait dalam memberikan dukungan dan memberikan sumbangsih ide serta waktu

untuk berdiskusi dengan penulis. Oleh karena itu penulis merasa sangat perlu untuk

mengucapkan terimakasih sebagai bentuk penghargaan kepada:

1. Bapak Dr. Phill. J.M. Muslimin, M. A, selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag, selaku Ketua Prodi

Perbandingan Mazhab Hukum, Fakultas syariah dan hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si selaku sekretaris prodi

Perbandingan Mazhab Hukum, Fakultas syariah dan hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Yang juga sebagai dosen pembimbing skripsi yang

telah berkenan meluangkan waktu dan mencurahkan segala perhatiannya

untuk memberikan pencerahan serta pengarahan yang begitu baik bagi

Page 8: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

viii

penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya ada satu kata,

LUAR BIASA.

4. Pimpinan dan staf karyawan Perpustakaan Umum UIN Syarif hidayatullah

Jakarta dan Pimpinan serta karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas

untuk mengadakan studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun ainnya,

sehingga penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan.

5. Seluruh dosen fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah banyak mencurahkan ilmu pengetahuan kepada penulis

selama menjalani masa pendidikan berlangsung.

6. Ayahanda tercinta Bapak Budiyono dan ibunda tercinta Ibu Ely yang

selalu mendukung dan memberikan segalanya kepada ananda, agar ananda

dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Adik-adik tersayang, Annisa Indah Rahmah dan Fadhillah Hasbi.

8. Teman berkeluh kesah Denny Sujalismarega Putra, yang selalu

memberikan semangat dan dukungan.

9. Sahabat tercinta Lusyani Dwi Ramelan, Rudiyana, dan M. Aidzbillah

yang tak henti-henti memberikan dukungan serta menemani dalam kondisi

suka dan duka juga menjadi teman diskusi yang baik dalam untuk penulis

menyelesaikan skripsi ini.

Page 9: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

ix

10. Teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebutkan satu per satu

Perbandingan hukum angkatan 2010 yang selalu memberikan motivasi

dan kenangan dalam menjalani pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 4 Juni 2014

Rani Putri Larasati

Page 10: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

x

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………….. vii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………………........1

B. Batasan Masalah dan Perumusan Masalah………………………7

C. Tujuan Serta Maanfaat Penelitian……………………………......8

D. Review (Kajian) Studi Terdahulu………………………………. 9

E. Metode Penelitian………………………………………………11

F. Sistematika Penulisan ………………………………………….13

BAB II RESTORATIVE JUSTICE SYSTEM

A. Filsafat Restorative Justice System ………………………..........14

B. Kedudukan Hukum Pidana Modern……………………………26

BAB III PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE MENURUT HUKUM

POSITIF

A. Penerapan dan konsep Restorative Justice System

1. Penerapan Restorative Justice dengan Pendekatan

Criminal Justice System……………………………… ….…....34

2. Konsep Pidana Alternatif……………………………………41

Page 11: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

xi

B. Kejadian atau Perkara

1. Kronologi peristiwa atau kejadian…………………………..58

1. Tuntutan Jaksa……………………………………………...59

2. Putusan Hakim ………………………………………….....60

3. Analisa Putusan Hakim Menurut Hukum Positif…………..61

BAB IV PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE MENURUT HUKUM ISLAM

A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Ringan Dengan

Restorative justice…………………………………………….. 64

B. Relevansi Tinjauan Hukum Islam Dan Diversi Terhadap Restorative

Justice ………………………………………………………… 82

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN……………………………………………….. 87

B. SARAN……………………………………………………… ...88

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah salah satu negara yang telah membukukan dirinya

sebagai negara hokum. Artinya semua sendi–sendi kehidupan negara harus

didasarkan kepada keselarasan etika dan moral. Keselarasan artinya semua sendi

kehidupan harus teratur atau tunduk kepada keteraturan yang baik dan terukur,

keteraturan itu harus didasarkan kepada rumusan–rumusan keseimbangan,

rumusan keseimbangan itu juga harus diartikan sebagai sebuah keadilan dan

penghormatan serta penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai

makhluk yang sempurna. Tetapi pada kenyataannya di Indonesia sampai sekarang

hukum yang sesungguhnya belum mampu menyentuh sendi kehidupan bangsanya

secara baik.1 Keadilan yang selalu diharapkan oleh warga negara pun belum

dirasa cukup.

Dalam adagiumnya fiat justisia ruat coelum, pepatah yang berasal dari

bahasa latin ini memiliki pengertian “meski langit runtuh keadilan harus

ditegakkan”. Pepatah ini kemudian menjadi sangat populer karena sering

digunakan sebagai dasar argumen pembenaran dalam pelaksanaan sebuah sistem

peraturan hukum. Dalam Hukum Islam yang dikatakan oleh Sa’id Ibnu Jubair

“keadilan mengambil empat bentuk: salah satu dari ke-empat bentuk tersebut

1 Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum Progresif,

Jakarta: Sinar Grafika, 2010 Hlm. 13 s.d 15.

Page 13: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

2

adalah keadilan dalam membuat keputusan-keputusan yang sesuai dengan firman

Allah tentang keadilan yang terkandung dalam surat al-Nissa, ayat 58 2”.

Keadilan tidak dapat digapai, apabila kepastian (hukum) tidak terpenuhi,

karena subjek hukum tertentu dapat dihukum tanpa memperhatikan terlebih

dahulu, apakah tindakan yang dianggap sebagai suatu pelanggaran atau kejahatan,

yang memang merupakan suatu delik.3 Keterkaitan antara nilai keadilan dan

kepastian (hukum) sangat erat, yakni memberikan perlindungan yang bermanfaat

bagi hak-hak setiap individu, dimana hal tersebut dilaksanakan menurut prosedur-

prosedur yang seadil-adilnya.

Pernyataan yang juga disampaikan oleh Satjipto Rahardjo, di negara kita

masih sangat didominasi oleh peraturan perundang-undangan daripada

menyelesaikan kasus dengan akal sehat. Berhukum dengan peraturan adalah

berhukum minimalis, yaitu manjalankan hukum dengan cara menerapkan apa

yang tertulis dalam teks secara mentah–mentah.4

Ada beberapa sinyalemen yang disampaikan oleh Satjipto Rahardjo, antara

lain bahwa penegakan hukum yang bercorak kepada penegakan peraturan

perundang–undangan belaka akan ada kendala. Kendala itu adalah ketidak-

mampuan penegakan hukum untuk membaca dan menemukan sesungguhnya

masalah hukum yang mana dan seperti apa yang sebenarnya terjadi, kemudian

2 Kaduri Majid, Teologi Keadilan Menurut Islam, Surabaya, Risalah Gusti,1999, h. 10. 3 E. Fernando M. Manulang, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat dan

Antinomi Nilai, Jakarta, Januari 2007, h.101. 4 Satjipto Raharjo, “Berhukum dengan Akal Sehat”, Kompas, 19 Desember 2008.

Page 14: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

3

sinyelemen itu tentu akan terkait dengan sulitnya meletakkan sendi–sendi

keadilan yang sesungguhnya.

Karena pada kenyataannya, masih sering kita jumpai hukum yang hanya

berpihak pada kalangan tertentu, seperti yang kita ketahui tentunya pada kasus

yang menimpa salah satu menteri dalam kabinet 2009-2014.5 Hal ini berbanding

terbalik dengan kasus yang menimpa seorang kakek.6 Bila kita melihat dari sudut

pandang hukum, jelas si kakek dan RAR wajib dihukum secara pidana, akan

tetapi, ketika kita melihat dari sudut pandang keadilan apakah bisa kita katakan

adil dalam hal penjatuhan hukuman antara keduanya? disinilah nilai keadilan

berfungsi menentukan secara nyata, apa yang pantas (sebanding atau setimpal)

diterima oleh seseorang sebagai konsekuensi lanjutan dari norma hukum yang

mengaturnya.7 Hal tersebut yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya

derajat hukum sebagai alat untuk memberikan keadilan (dispensing justice).8

Dari catatan kasus tindak pidana seperti di atas, hanya sebagian kasus yang

ramai dibicarakan, masih banyak kasus pidana ringan yang sedemikian terjadi.

Dalam skripsi ini, penulis mencoba mengangkat kasus yang serupa yaitu

5 Putra bungsu Menteri Koordinator Perekonomian RI, RAR yang menewaskan dua orang

dalam kasus kelalaiannya dalam berkendara. RAR hanya dikenakan hukuman penjara lima bulan dan

denda uang sebesar dua belas juta rupiah. 6 Seorang kakek yang bekerja sebagai buruh tani, yang mengambil satu semangka yang paling

jelek, karena ia haus dan tidak mempunyai uang untuk membeli minuman. Ia memotongnya, dan

mencoba meminum beberapa tetes air yang ada di dalam semangka tersebut. Tiba-tiba ada salah satu

karyawan yang memergoki sang kakek sedang meminum semangka itu. Terbukti melakukan tindakan

pencurian, perusahaan lokal tersebut menuntut sang kakek dengan pasal 362 KUHP dengan ancaman hukuman penjara lima tahun.

7 E. Fernando M. Manulang, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat dan

Antinomi Nilai, Jakarta, Januari 2007, h.101. 8 Satjipto Rahardjo, Sisi – sisi Lain dari Hukum Indonesia. Kompas, Jakarta, Januari 2006, h.

52.

Page 15: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

4

membahas bagaimana memberikan rasa keadilan kepada pelaku dan korban yang

juga dipandang dari sudut pandang Hukum Islam. Karena sebuah tindak pidana,

adakalanya dengan masalah yang serupa bisa dengan cepat terselesaikan tanpa

diharuskannya naik sampai ke meja hijau atau sampai pada pemidanaan pada

pelaku yang tidak seberapa dengan apa yang dilakukannya. Juga pada dasarnya

korban yang takut akan kejadian yang serupa dengan melaporkan kejadian

tersebut kepihak yang berwenang dan berujung pada pemidanaan pada pelaku

kejahatan.

Sistem pemidanaan sepertinya bukan lagi momok yang ditakutkan ataupun

memberikan efek jera bagi para pelaku tindak pidana. Berdesak- desakannya

ruang tahanan hanya akan berimbas pada makin banyaknya tindak kriminal yang

terjadi di dalam rutan. Apakah dengan di pidananya pelaku lalu korban akan

merasa puas? Belum tentu hal itu dapat dipenuhi dengan cara penjatuhan pidana

terhadap pelaku. Posisi pelaku dan korban yang telah berdamai seakan tidak

digubris sebagai dasar penghentian perkara tersebut.

Konsep seperti ini, seakan tidak memberi perlindungan dan penghargaan

kepada kepentingan korban maupun pelaku. Jelas adalah sebuah mekanisme

konvensional yang disandarkan pada tegaknya proses peradilan pidana (criminal

justice system) tanpa melihat kenyataan di masyarakat, tanpa melihat kepentingan

masyarakat, dan tanpa melihat kemaslahatannya di masyarakat. Keadaan yang

demikian menjadi suatu pengantar yang cukup dalam mempromosikan

konsep restorative justice dalam proses criminal justice sytem di Indonesia.

Page 16: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

5

Pendekatan restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih

menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku

tindak pidana serta korbannya sendiri. Mekanisme tata acara dan peradilan pidana

yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk

menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan

seimbang bagi pihak korban dan pelaku.

Restorative justice itu sendiri memiliki makna keadilan yang merestorasi,

apa yang sebenarnya direstorasi? Di dalam proses peradilan pidana konvensional

dikenal adanya restitusi atau ganti rugi terhadap korban, sedangkan restorasi

memiliki makna yang lebih luas. Restorasi meliputi pemulihan hubungan antara

pihak korban dan pelaku. Pemulihan hubungan ini bisa didasarkan atas

kesepakatan bersama antara korban dan pelaku. Pihak korban dapat

menyampaikan mengenai kerugian yang dideritanya dan pelaku diberi

kesempatan untuk menebusnya, melalui mekanisme ganti rugi, perdamaian, kerja

sosial, maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya.

Kenapa hal ini menjadi penting? Karena proses pemidanaan konvensional

tidak memberikan ruang kepada pihak yang terlibat untuk dapat menyelesaikan

masalahnya di luar pengadilan. Setiap indikasi tindak pidana, tanpa

memperhitungkan eskalasi perbuatannya, akan terus digulirkan ke ranah

penegakan hukum yang hanya menjadi jurisdiksi para penegak hukum. Partisipasi

Page 17: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

6

aktif dari masyarakat seakan tidak menjadi penting lagi, semuanya hanya

bermuara pada putusan pemidanaan tanpa melihat esensi.9

Ketika tujuan hukuman adalah untuk memperbaiki individu, menjaga

masyarakat, dan memelihara sistem mereka, hukuman wajib berdiri di atas satu

prinsip dasar yang dapat mewujudkan tujuan–tujuan tersebut supaya hukum dapat

memenuhi tugas yang semestinya. Semua hukuman dengan pelbagai bentuknya

adalah pendidikan ta’dīb, perbaikan dan pencegahan yang saling berbeda sesuai

dengan perbedaan tindak pidana yang diakukan.

Tujuan kaidah dasar ushūl yang menjadi asas hukuman dalam Hukum

Islam dipertalikan kepada dua dasar pokok, sebagian bertujuan untuk memerangi

tindak pidana tanpa memedulikan pelaku tindak pidana. Sebagian yang lain

bertujuan untuk memerhatikan pelaku tanpa melakukan tujuan untuk memerangi

tindak pidana. Tak dapat disangkal bahwa terdapat pertentangan yang jelas pada

dua kaidah dasar tersebut. Ketika memelihara kemaslahatan orang banyak dari

pelaku tindak pidana, hal tersebut mengharuskan diabaikannya diri pelaku,

sedangkan ketika memerhatikan kondisi pelaku, hal tersebut menuntut

diabaikannya pemeliharaan kemaslahatan masyarakat.

Demikianlah teori hukuman dalam pandangan Hukum Islam yang berdiri

di atas dasar dua kaidah yang saling bertentangan. Hukum Islam telah

9 Diakses pada tanggal 7 Januari 2013 dari http://www.hukumonline.com/berita

/baca/it4e25360a422c2 / pendekatan-irestorative-justice-i-dalam-system-pidana-indonesia.

Page 18: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

7

menggabungkan kedua prinsip dasar tersebut dengan cara menghilangkan

pertentangan yang jelas antara keduanya. Disatu sisi, Hukum Islam memelihara

masyarakat dalam dalam banyak kondisi, namun disisi lain tetap memperhatikan

keadaan diri pelaku dalam banyak kondisinya. Sebab Hukum Islam menggunakan

prinsip memelihara masyarakat secara mutlak dan mewajibkan untuk dipenuhi

dalam setiap hukuman yang diberikan untuk setiap tindak pidana. Oleh karena itu

hukuman yang diberikan haruslah sesuai kadar yang cukup untuk dapat mendidik

pelaku yang dapat mencegahnya untuk tidak kembali mengulangi tindak

pidananya.10

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mencermati

kasus dalam tindak pidana ringan, dengan menggunakan teori dan konsep

restorative justice system dari sisi Hukum Positif dan Hukum Islam. Dimana

penulis ingin mengkaji hal tersebut dalam sebuah karya ilmiah dan kemudian di

kemas dengan judul “Analisa Kasus Putusan (perkara Nomor

225/pid.B/2010/PN-BKL) Dalam Prespektif Restoratif Justice “

B. Batasan Masalah dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, tema yang akan dibahas akan sangat

luas apabila dipaparkan keseluruhan di dalam skripsi ini. Maka dari itu penulis

membatasi pembahasan dalam skripsi ini. Dalam skripsi ini penulis berusaha

mengkaji masalah pemulihan keadilan dan keseimbangan bagi pelaku dan korban

10 Abdul Qadir Audah, ensiklopedi pidana Islam jilid III, PT Kharisma Ilmu, h. 20.

Page 19: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

8

tindak pidana ringan dengan menggunakan pendekatan restorative justice system.

Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, pembahasan yang akan dilakukan

dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep dan alasan dapat di terapkannya restorative justice dalam

tindak pidana ringan pencurian (perkara nomor 255/ Pid. B/2010/ PN-BKL)?

2. Bagaimana konsep restorative justice dalam perspektif hukum islam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dari rumusan masalah yang di atas, maka ada tujuan–tujuan yang hendak

dicapai dari penulisan ini. Tujuan dari penulisan ini diantaranya adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan dari restorative justice system dalam

Hukum Positif dan Hukum Islam dalam tindak pidana ringan .

2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan restorative justice system dalam Hukum

Islam.

3. Untuk mengetahui alasan–alasan apa sajakah yang digunakan Hukum Positif

dan Hukum Islam dalam menerapkan restorative justice system.

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan ini ialah sebagai

berikut:

a. Bagi penulis, adanya penelitian ini dapat memperluas wawasan dan

khazanah dalam bidang hukum yang terutama dalam bidang penyelesaian

kasus dengan menggunakan konsep restorative justice system.

b. Dengan penelitian ini kiranya bisa memberikan informasi dan pengetahuan

yang lebih bagi masyarakat umum terutama dalam bidang hukum

Page 20: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

9

bagaimana penerapan restorative justice system dapat diterapkan dalam

sistem Hukum Positif maupun Hukum Islam.

D. Review (kajian) Studi Terdahulu

Dalam penelitian ini, penulis melakukan kajian terdahulu, beberapa hasil

penelitian yang kiranya berkaitan dengan judul dan tema yang penulis angkat

untuk dijadikan penelitian. Banyak sekali penelitian yang membahas masalah

pidana ringan dan sistem denda atau ganti rugi yang merupakan salah satu ciri dari

restorative justice system, baik berupa skripsi maupun berupa tulisan–tulisan dan

PERPU. Dari beberapa hasil penelitian yang telah penulis baca maka ada

beberapa yang penulis anggap bisa dijadikan review (kajian) antara lain:

1. Dalam skripsi yang berjudul “Pidana Ganti Rugi Pada Kecelakaan Kendaraan

Bermotor yang Mengakibatkan Tewasnya Korban (suatu tinjauan positif dan

Hukum Islam)” yang di tulis oleh Fandi Machfuz pada tahun 2010. Dalam

tulisannya di bahas bagaimana pengertian ganti rugi kerugian dalam perspektif

Hukum Islam dan Hukum Positif lalu dibahas juga mengenai bagaimana

perspektif hukum pidana Islam dan hukum pidana positif tentang pidana ganti

rugi pada kecelakaan kendaraan bermotor yang mengakibatkan tewasnya

korban.

2. Dalam skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Peraturan

Mahkamah Agung No.02 Tahun 2012 Tentang penyesuaian Batasan Tindak

Pidana Pencurian Ringan dan Denda dalam KUHP” yang ditulis oleh

Murtazdah Nauna pada tahun 2013 hal yang di bahas di dalam skripsi ini ialah

Page 21: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

10

seberapa batasan denda yang harus dibayarkan oleh pelaku dalam tindak

pidana ringan berupa pencurian. Dalam skripsi ini menjelaskan bagaimana

pandangan menurut Hukum Islam tentang pembatasan denda tersebut. Dalam

tulisannya dibahas konsep pidana ganti rugi dalam sistem hukum pidana Islam

dan bagaimana konsep pidana ganti rugi dalam sistem Hukum Positif serta

persamaan dan perbedaan pandangan hukum pidana Islam dan Hukum Positif

tentang ganti rugi. Penulis merasa judul tersebut Jelas berbeda dengan skripsi

yang dituliskan dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Peraturan

Mahkamah Agung No.02 Tahun 2012 Tentang penyesuaian Batasan Tindak

Pidana Pencurian Ringan dan Denda dalam KUHP”. Dalam skripsi yang

penulis buat, penulis ingin menjelaskan bagaimanakah penerapan restorasi

justice system diterapkan di dalam kasus pidana ringan, apakah bisa diterapkan

dalam kasus pidana ringan?

3. Lalu dalam skripsi yang berjudul “Alasan Pemaaf atas Hukum Pembunuhan

kajian Hukum Islam dan Hukum Positif” yang di tulis oleh Khusnul Hotimah

pada tahun 2013. Dalam skripsi ini dibahas pandangan Islam terhadap alasan

pemaaf dalam tindak pidana pembunuhan dan pandangan Hukum Positif

terhadap alasan pemaaf atas tindak pidana pembunuhan serta analisis Hukum

Islam dan Hukum Positif terhadap putusan MA Nomor. 1445 k/pid/2011

tentang alasan pemaaf atas tindak pidana pembunuhan.

4. Kemudian dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 02

Tahun 2012. Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah

Page 22: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

11

Denda dalam KUHP. Dimana dalam PERMA tersebut menjelaskan batasan

tindak pidana ringan serta jumlah denda yang ditentukan. Tindak pidana ringan

tersebut ialah pada pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482 KUHP. Dimana

kata-kata “dua ratus ribu rupiah“ dibaca menjadi RP 2.500.000,00 (dua juta

lima ratus ribu rupiah).

Dari sekian banyak studi terdahulu yang telah penulis baca, tulisan tersebut

membahas masalah tindak pidana pencurian. Akan tetapi penulis mempunyai

judul dan isi yang jelas berbeda dengan studi review yang telah dibaca oleh

penulis sebelumnya. Penulis mencoba meneliti bagaimana penerapan dan alasan

apa sajakah restorative justice system dapat diterapkan pada tindak pidana ringan

menurut Hukum Positif dan Hukum Islam.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dengan menggunakan kajian pendekatan hukum normatif

yaitu mengumpulkan peraturan perundang–undangan dari bidang-bidang tertentu,

yang menjadi pusat perhatian dari peneliti. Klasifikasi dapat dibuat atas dasar

kronologi, bagian-bagian yang diatur oleh peraturan tersebut, dan seterusnya.

Kemudian diadakan suatu analisa, dengan mempergunakan pengertian-pengertian

dasar dari sistem hukum, analisa hanya dilakukan terhadap pasal-pasal yang isinya

merupakan kaedah (hukum).11

Penelitian hukum normatif mencakup:12

11 Soerjono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta , cetakan ke-3, 1984, hlm. 255. 12 Soerjono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta , cetakan ke-3, 1984, hlm. 51

Page 23: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

12

a. Penelitian terhadap azas-azas hukum,

b. Penelitian terhadap sistematika hukum,

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum,

d. Penelitian sejarah hukum,

e. Penelitian perbandingan hukum.

Pada skripsi ini menggunakan penelitian terhadap azas-azas hukum, yaitu

penelitian terhadap unsur-unsur hukum yang dilakukan dengan cara hukum. Baik

unsur ideal yang menghasilkan kaidah-kaidah hukum melalui filsafat hukum,

maupun dan unsur nyata yang terjadi di masyarakat yang menghasilkan tata

hukum tertentu.13

Dalam skripsi ini menjadi tumpuannya adalah peraturan

perundang-undangan dan ditopang oleh pendapat-pendapat para ahli terkait

penerapan restorative justice system.

2. Jenis dan Sumber Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis data. Data

yang digunakan yaitu data Primer dan data Sekunder. Untuk penelitian normatif

data primer yang digunakan adalah undang-undang yang di terapkan atau berlaku

di Indonesia yang berkaitan dengan masalah yang penulis kaji. Sedangkan sumber

sekundernya adalah berupa komentar dan buku-buku, dokumen-dokumen, serta

artikel-artikel yang terkait.

3. Pengumpulan Data

13 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, metode Penelitian Hukum, Jakarta, Lembaga

Penelitian UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Desember 2010, hlm.31.

Page 24: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

13

Untuk pendekatan penelitian normatif dilakukan dengan cara studi

kepustakaan. Yaitu dengan menelusuri bahan–bahan tertulis atau pustaka yang

terkait dengan judul dan masalah yang penulis teliti. Baik berupa putusan ataupun

dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan yang terkait dengan skripsi ini.

4. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan content analyisis, yaitu menganalisa dengan

mendeskripsikan putusan tindak pidana ringan berupa pencurian yang dipadukan

dengan komentar-komentar dan studi kepustakaan yang terkait.

5. Teknik Penulisan

Penulisan skripsi ini menggunakan acuan dari Buku Pedoman Penulisan

Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan dalam membahas permasalahan, penulis

menyusun dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I, adalah bab yang berisikan pendahuluan. Bab II, adalah bab yang

berisikan kerangka teori dari restorative justice system. Bab III, adalah bab yang

menerangkan penerapan restorative justice system. Bab IV, adalah bab yang

menerangkan penerapan restorative justice system menurut Hukum Islam. Serta

Bab V, adalah bab yang berisikan kesimpulan dan saran.

Page 25: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

BAB II

LANDASAN TEORI

SISTEM KEADILAN RESTORATIF

A. Filsafat Restorative Justice System

Kata restorative justice atau yang lebih dikenal dengan keadilan restoratif

adalah salah satu sistem peradilan dizaman modern. Namun untuk mengetahui

bagaimana munculnya sistem keadilan restoratif tersebut maka perlu diketahui

terlebih dahulu filsafat hukum dan keadilan. Kata “filsafat” berasal dari bahasa

yunani yaitu filosofie, kata filo berarti cinta atau ingin dan sofie mempunyai arti

kebijaksanaan. Bisa dikatakan bahwa kata filsafat adalah cinta akan

kebijaksanaan. Kata filsafat juga sering dipersepsi sebagai sebuah teori umum

tentang sesuatu, khususnya tentang bagaimana memperoleh pengertian yang luas

tentang sesuatu tersebut.1 Filsafat adalah sebuah “teori” yang lebih luas, lebih

umum, lebih mendalam dan tentunya lebih spekulatif tentang sesuatu. Filsafat

juga sering dipahami sebagai sebuah falsafah mendalam tentang hidup yang

dijalani manusia.2

Filsafat hukum, tidak terlepas mengenai keadilan yang sepanjang jalan

akan terus dibicarakan. Mengingat salah satu tujuan hukum adalah mencapai

sebuah keadilan. Di dalam kepustakaan hukum, ilmu hukum yang dikenal dengan

1 Antonius Cahyadi dan E. Fernando Manulang, Pengantar ke Filsafat Hukum, cet.2(Jakarta:

kencana, 2008), h. .01. 2 Antonius Cahyadi dan E. Fernando Manulang, Pengantar ke Filsafat Hukum, cet.2(Jakarta:

kencana, 2008), h. 03.

Page 26: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

15

nama jurisprudence, yang berakar dari kata jus, juris yang artinya hukum atau

hak; prudensi mempunyai arti melihat kedepan atau mempunyai keahlian. Arti

yang umum dari kata jurisprudence adalah ilmu yang mempelajari hukum.3

Satjipto Rahardjo mengemukakan pendapatnya bahwa filsafat hukum

mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum.

Pertanyaan- pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang dasar-dasar bagi yang

mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang mendasar.

Gustav Radbruch merumuskannya dengan sederhana yaitu filsafat hukum itu

adalah cabang filsafat yang mempelajari hukum yang benar, sedangkan

Langemeyer mengatakan pembahasan secara filosofis tentang hukum.

Rumusan lain dari Unrecht mengetengahkan sebagai berikut: “Filsafat

hukum memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti apakah hukum itu

sebenarnya (persoalan adanya dan tujuan hukum) apakah sebabnya maka kita

menaati hukum? (Persoalan berlakunya hukum) apakah keadilan yang menjadi

ukuran untuk baik buruknya hukum itu (persoalan keadilan hukum).”4

Baik Stamler maupun Kelsen menitikberatkan keadilan sebagai tujuan

hukum. Demikian pula Radbruch yaitu keadilan sebagai tujuan umum yang dapat

diberikan arah berbeda-beda dalam mencapai keadilan sebagai tujuan dari

hukum. Oleh karena fungsi hukum adalah memelihara kepentingan umum dalam

masyarakat, menjaga hak-hak manusia, dan mewujudkan dalam hidup bersama.

3 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum , Bandung, Penerbit: PT Citra Aditya Bakti , 2000, h. 9. 4 Inge Dwisvimiar, keadilan dalam perspektif filsafat ilmu hukum,; jurnal dinamika hukum,

vol 11, No. 3 September 2011,h. 525-526.

Page 27: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

16

Ketiga konsep tersebut tidak bertentangan, tapi merupakan konsep dasar yaitu

manusia harus hidup dalam masyarakat dan masyarakat diatur oleh pemerintah

yang baik bedasarkan hukum.

Kata “keadilan” yang dalam bahasa Inggris adalah “justice” berasal dari

bahasa latin “iustitia” memiliki sejarah pemikiran panjang. Satjipto Raharjdo

telah mencatat beberapa rumusan atau pengertian keadilan yang disampaikan oleh

banyak pemikir keadilan di antaranya;5

1. Keadilan adalah suatu kebijakan politik yang aturan-aturannya menjadi dasar

dari peraturan negara dan aturan-aturan ini merupakan ukuran tentang apa

yang hak (Aristolteles);

2. Keadilan adalah kebajikan yang memberikan hasil, bahwa setiap orang

mendapat apa yang merupakan bagiannya (Keadilan Justinian);

3. Roscou Pound melihat keadilan dalam hasil-hasil konkret yang bisa

diberikannya kepada masyarakat;

4. Keadilan, suatu tertib sosial tertentu yang di bawah lindungannya usaha untuk

mencari kebenaran bisa berkembang dengan subur. Keadilan saya karenanya

adalah, keadilan kemerdekaan, keadilan perdamaian, kedilan demokrasi-

keadilan toleransi (Hans Kelsen)

5 Dikutip sesuai dengan teks aslinya, namun tidak secara keseluruhan (diambil hanya bagian-

bagian yang penting dan relevan) dari Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti,2000), h.163-165, yang kemudian dikutip kembali oleh E. Fernando M. Manulang, Menggapai

Hukum Berkeadilan (Tujuan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai), Jakarta : PT Kompas Media

Nusantara, 2007, h. 98-99.

Page 28: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

17

Ragam pengertian keadilan yang demikian merupakan konsekuensi dari

substansi teori keadilan yang dikembangkan oleh pemikir-pemikir tersebut di

atas. Tiap pemikir mempunyai substansi (teori) keadilan yang pasti berbeda-beda.

Berikut merupakan teori-teori yang dikemukakan oleh beberapa pemikir

mengenai keadilan.

1) Keadilan menurut Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas.

Persoalan keadilan menjadi hal yang utama dalam pembahasan hukum

kodrat pada masa Yunani Kuno, dengan peletak hukum kodrat Aristoteles.

Aristoteles merupakan murid dari Plato, pada dasarnya mengikuti pemikiran

Plato ketika Aristoteles memulai memersoalkan tentang keadilan dan kaitanya

dengan Hukum Positif. Namun yang membedakan di antara mereka, bahwa Plato

dalam mendekati problem keadilan dengan sudut pandang yang bersumber dari

inspirasi, sementara Aristoteles mendekati dengan sudut pandang rasional.

Kaitan antara keduanya adalah, bahwa keduanya sama-sama berupaya

membangun konsep tentang nilai keutamaan (concept of virtue), yang bertujuan

untuk mengarahkan manusia kepada suatu kecondongan, yang pada dasarnya

telah menjadi problem utama dalam pemikiran Hukum Kodrat masa itu, tentang

arah yang baik atau arah yang buruk, berdasarkan nilai keadilan atau tiadanya

keadilan.

Selanjutnya menurut Sumaryono mengemukakan “Dalil, hidup manusia

harus sesuai dengan alam”, merupakan pemikiran yang diterima saat itu, dan oleh

sebab itu, dalam pandangan manusia, seluruh pemikiran manusia harus

Page 29: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

18

didasarkan pada kodratnya tadi, sehingga manusia dapat memandang tentang hal

yang benar dan keliru. Untuk melaksanakan peran kodrati manusia tadi, setiap

manusia seharusnya mendasarkan tindakannya sesuai dengan gagasan keadilan,

sehingga manusia dapat memahami dan melakukan hal-hal yang bertentangan

dengan alam tempat manusia hidup.6

Plato berusaha untuk mendapatkan konsepnya mengenal keadilan dari

ilham; sementara Aristoteles mengembangkannya dari analisa ilmiah atas prinsip-

prinsip rasional dengan latar belakang model-model masyarakat politik dan

undang-undang yang telah ada. Doktrin-doktrin Aristoteles tidak hanya

meletakkan dasar-dasar bagi teori hukum, tetapi juga kepada filsafat barat pada

umumnya. Kontribusi Aristoteles bagi filsafat hukum adalah formulasinya

terhadap masalah keadilan, yang membedakan antara:

Keadilan “distributif” dengan keadilan ”koersif” atau “remedial” yang

merupakan dasar bagi semua pembahasan teoritis terhadap pokok persoalan.

Keadilan distributif berlaku dalam hukum publik7, mengacu kepada pembagian

barang dan jasa kepada setiap orang sesuai dengan kedudukannya dalam

masyarakat dan perlakuan yang sama terhadap kesederajatan dihadapan hukum

(equality before the law). Keadilan jenis ini menitik beratkan pada kenyataan

fundamental, dan selalu benar, meskipun selalu dikesampingkan oleh hasrat filsuf

6 E. Sumaryono, Etika dan Hukum: Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas,

Penerbit: Yogyakarta,Kanisius,2002, h. 92 yang dikutip kembali oleh Inge Dwisvimiar, keadilan dalam perspektif filsafat ilmu hukum,; jurnal dinamika hukum, vol 11, No. 3 September 2011, h. 526.

7 E. Sumaryono, Etika dan Hukum: Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas,

Penerbit: Yogyakarta,Kanisius,2002, h. 92 yang dikutip kembali oleh Inge Dwisvimiar, keadilan

dalam perspektif filsafat ilmu hukum,; jurnal dinamika hukum, vol 11, No. 3 September 2011, h. 527.

Page 30: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

19

hukum untuk membuktikan kebenaran pendirian politiknya, sehingga cita-cita

keadilan secara teoritis tidak dapat memiliki isi tertentu sekaligus sah.

Keadilan tersebut untuk Hukum Positif untuk menjelaskan siapa-siapa

yang sederajat dalam hukum, diperlukan prisip-prinsip etika tertentu. Sementara,

keadilan “korektif”, pada dasarnya merupakan ukuran teknis dan prinsip-prinsip

yang mengatur penerapan hukum. Dalam mengatur ralasi-relasi, hukum harus

ditemukan standar yang umum untuk memperbaiki pelakunya dan tujuan dari

perilaku-perilaku, dan objek-objek tersebut harus diukur melaui satu ukuran yang

objektif. Hukuman harus memperbaiki kejahatan, ganti rugi harus memulihkan

keuntungan yang tidak sah.

Kontribusi ke-tiga adalah pembedaan antara keadilan menurut hukum dan

keadilan menurut alam. Keadilan pertama mendapat kekuasannya dari apa yang

ditetapkan sebagai hukum, apakah adil atau; keadilan kedua, mendapatkan

kekuasaannya dari apa yang menjadi sifat dasar manusia. Kontribusi ke-empat

adalah definisi hukum, yakni sebagai seperangkat peraturan yang tidak hanya

mengikat masyarakat tetapi juga hakim8, seperti dikatakan Aristoteles:

9

berlakunya suatu norma itu berlapis-lapis dan berjenjang dalam suatu susunan

hierarki. Norma yang satu berlaku atas dasar dan bersumber pada norma lain

yang lebih tinggi, demikian seterusnya ke atas sampai pada suatu norma yang

8 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah , Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum pemikiran

menuju masyarakat yang berkeadilan dan bermartabat, cet.1 (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada,2012) h. 145. 9 W. Friedman, Legal Theory , h.10.

Page 31: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

20

tertinggi, yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut, yang disebut ground norm atau

norma dasar, dari norma tersebut akan dijadikan suatu konstitusi yang disebut

undang-undang yang mengatur hukum dan jenis sanksi di dalamnya.10

Thomas Aquinas, yang dikenal sebagai penerus tradisi filsafat ala

Aristoteles, sampai tingkat tertentu meneruskan garis pemikiran Aristoteles dan

juga kaum Stoa. Thomas membedakan tiga macam hukum yaitu hukum abadi

(lex eternal), hukum kodrat (lex naturalis), hukum manusia dan Hukum Positif

(lexhumana). Hukum abadi adalah kebijakan atau rencana abadi Tuhan berkaitan

dengan pencarian alam semesta atau dunia dengan segala isinya. Hukum kodrat

adalah perwujudan kebijaksanaan atau rencana abadi tadi dalam kodrat manusia.

Hukum manusia adalah ketentuan tertentu dari akal budi manusia demi

kepentingan bersama yang dibuat oleh orang yang perduli terhadap komunitas

dan diberlakukan merata bagi semua orang.

Selanjutnya hukum ini harus memenuhi syarat formal dan material

tertentu. Secara formal hukum manusia harus adil dan dimaksudkan untuk

kesejahteraan manusia. Secara materil, pertama, hukum manusia sah kalau begitu

saja mengungkapkan hukum kodrat, kedua, hukum manusia sah kalau merupakan

kesimpulan logis dari hukum kodrat, ketiga, hukum manusia sah kalau memberi

10 Hasil perbincangan dengan Fahmi Muhammad Ahmadi M.Si. di kediamannya, Pamulang,

Tangerang pada tanggal 18 Februari 2014 , pukul 21.00 WIB.

Page 32: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

21

keteragan dalam hal yang memang harus diatur, tetapi dari segi hukum kodrat

masih tetap terbuka kepada pengaturan mana yang mau dipilih.11

2) Keadilan menurut John Rawls

John Rawls berpendapat bahwa keadilan hanya dapat ditegakkan apabila

negara melaksanakan asas keadilan, berupa setiap orang hendaknya memiliki hak

yang sama untuk mendapatkan kebebasan dasar (basic liberties); dan perbedaan

sosial dan ekonomi hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga memberi manfaat

yang besar bagi mereka yang berkedudukan paling tidak beruntung, dan bertalian

dengan jabatan serta kedudukan yang terbuka bagi semua orang berdasarkan

persamaan kesempatan yang layak.

John Rawls memunculkan suatu ide dalam bukunya A Theory of justice

mengatakan12

. “Tujuan saya adalah untuk menyajikan sebuah konsep keadilan

yang menggeneralisasi dan mengangkat teori kontrak sosial yang diungkapkan

oleh, katakanlah, Locke, Rousseau, dan Kant ke tingkat abstraksi yang lebih

tinggi. Untuk melakukan hal ini kita tidak akan menganggap kontrak sebagai

satu-satunya cara untuk memahami masyarakat tertentu atau untuk membangun

bentuk pemerintahan tertentu. Namun, gagasan yang menandainya adalah

prinsip-prinsip keadilan bagi struktur dasar masyarakat merupakan tujuan dari

keseakatan. Hal itu adalah prinsip yang akan di terima orang-orang yang bebas

11 E. Sumaryono, Etika dan Hukum: Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas,

Penerbit: Yogyakarta,Kanisius,2002, h. 92; yang dikutip kembali oleh Inge Dwisvimiar, keadilan

dalam perspektif filsafat ilmu hukum,; jurnal dinamika hukum, vol 11, No. 3 September 2011, h. 527. 12 John Ralws, A Theory of Justice (Revised Edition), USA: Harvard University Press, 1971,

h. 10.

Page 33: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

22

dan rasional untuk mengejar kepentingan mereka dalam posisi asali ketika

mendefinisikan kerangka dasar asosiasi mereka. Prinsip-prinsip ini akan

mengatur semua lebih lanjut, mereka menentukan jenis kerja sama social yang

bisa dimasuki dan bentuk-bentuk pemerintah yang bisa didirikan. Cara pandang

terhadap prinsip keadilan ini akan saya sebut keadilan fairness.”

Unsur-unsur formal dari keadilan sesuai dengan pembagian aliran

keadilan menurut Kelsen dan Rawls yang pada dasarnya terdiri atas:13

1. Bahwa keadilan merupakan nilai yang mengarahkan setiap pihak untuk

memberikan perlindungan atas hak-hak yang dijamin oleh hukum (unsur hak),

2. Bahwa perlindungan ini pada akhirnya harus memberikan manfaat kepada

setiap individu (unsur manfaat).

Dengan unsur nilai keadilan yang demikian, yang dikaitkan dengan unsur

hak dan manfaat. Ditambahkan bahwa dalam diskursus hukum, perihal realisasi

hukum itu terwujud lahiriyah, tanpa mempertanyakan terlebih dahulu itikad

moralnya. Jadi bisa di katakan bahwa keadilan pada hakikatnya harus

memberikan manfaat dan memiliki kedudukan serta hak yang sama dihadapan

hukum kepada setiap individu tanpa terkecuali di dalam hukum. Melihat dari

uraian mengenai terminologi keadilan di atas jelaslah bahwa untuk dapat melihat

adanya gambaran keadilan terdapat ukuran tersendiri yang dapat mengukurnya.

13 E. Fernando M. Manulang, Menggapai Hukum Berkeadilan (Tujuan Hukum Kodrat dan

Antinomi Nilai), Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2007, hlm. 100.

Page 34: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

23

Seiring dengan berkembangnya zaman, maka kebutuhan akan hukum di

masyarakat semakin kompleks. Nilai-nilai keadilan yang dituntutpun semakin

terasa. Nilai keadilan di sini mempunyai aspek empiris juga, di samping aspek

idealnya. Maksudnya adalah apa yang dinilai adil, dalam konteks hukum, harus

dapat diaktualisasikan secara konkret menurut ukuran manfaatnya. Dengan

adanya ukuran manfaat nilai keadilan ini pada akhirnya dapat dipandang menurut

konteks yang empiris juga.

Seorang terdakwa misalnya, dapat merasakan suatu nilai keadilan apabila

ia melakukan tindak pidana dan mendapatkan hukuman sesuai dengan berat dan

ringannya suatu perbuatan yang dilakukan. Dengan demikian maka terdakwa

akan merasakan hukuman yang setimpal dengan kesalahan yang dilakukannya.

Hal tersebut adalah cermin dari keadilan yang ideal. Memandang keadilan hanya

sebagai keadilan pun tidak akan berjalan apabila tidak ada kepastian (hukum),

karena dua hal tersebut harus ada sebagai terwujudnya hukum yang akan dicapai.

Dalam hal pemidanaan model keadilan yang dikatakan Sue Titus Reid

sebagai justifikasi modern untuk pemidanaan. Model ini di sebut pendekatan

keadilan atau just desert (ganjaran setimpal). Di samping just desert mode,

terdapat model lain yang dikenal sebagai restorative justice model. Model ini,

yang diajukan oleh kaum Abolisionis, kaum ini sebuah gerakan akademis yang

menempatkan dirinya sekitar tahun 1985 di Vienna, Austria pada the ninth World

Conference on Criminology. Gerakan ini dipengaruhi pandangan krimonologis

kritis, seperti labeling approach. Gerakan yang mendasar dari kaum ini adalah

Page 35: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

24

penolakannya terhadap sarana koersif yang berupa sarana penal dan diganti

dengan sarana reparatif.14

Analisis paham Abolisionis, menurut Brants dan Silvis sebagaimana

dikutip Romli Atmasasmita, lebih banyak ditujukan terhadap kegagalan dari

sistem peradilan pidana dibandingkan terhadap keberhasilannya.15

Dalam konteks

sistem sanksi hukum pidana, Cohen berpendapat bahwa nilai-nilai yang

melandasi paham Abolisionis masih masuk akal untuk mencari alternatif sanksi

yang lebih manusiawi, layak dan efektif daripada lembaga seperti penjara.16

Keadilan restoratif adalah sebuah konsep pemikiran yang merespon

pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitik beratkan pada kebutuhan

pelibatan masyarakat dan korban yang dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang

bekerja pada sistem peradilan pidana yang ada pada saat ini.17

Definisi restorative

justice sendiri menurut Black’s Law Dictionary, yaitu18

:

Hal ini menyatakan "Sanksi kejahatan atau pelanggaran sebuah alternatif

yang berfokus pada perbaikan kesalahan yang dilakukan, memenuhi kebutuhan

14 Muladi , Kapita selekta Hukum Pidana, badan penerbit Universitas Diponegoro,

Semarang, 1995, h. 125. 15Romli Atmassmita, Sistem Peradilan Pidana; Perspektif Eksistensialisme dan

Abolosionisme,Binacipta, Bandung, 1996, h.101; dikutip kembali oleh M. Sholehuddin, Sistem Sanksi

Dalam Hukum Pidana (Ide Dasar Double Track System & Implementasinya), Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada,2007, h. 66. 16Romli Atmassmita, Sistem Peradilan Pidana; Perspektif Eksistensialisme dan

Abolosionisme,Binacipta, Bandung, 1996, h. 99; Ibid., h. 66. 17 Eva Achjani Zulfa. Keadilan Restoratif, Jakarta:Badan Penerbit FH UI, 2009, h. 2; yang di

kutip kembali dalam skripsi oleh Zainal Arifin, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif, h. 59

18 Black’s Law Dictionary, Eighth Edition. (St. Paul, MN: West Thomson, 2004), h. 1340.

Page 36: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

25

korban, dan menahan pelaku untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Sanksi

keadilan restoratif menggunakan pendekatan yang seimbang, setidaknya

menghasilkan disposisi yang membatasi sementara menekankan akuntabilitas

pelaku dan memberikan bantuan kepada korban. Pelaku dapat diperintahkan

untuk membayar ganti kerugian, untuk melakukan pelayanan masyarakat, atau

untuk menebus kesalahan dalam beberapa cara lain yang diperintahkan

pengadilan."

Pengertian restorative justice atau keadilan restoratif juga dapat merujuk

pada ketentuan Pasal 1 angka 6 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak (“UU SPPA”) yang berbunyi19

:

“Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan

melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait

untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan

pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.”

PBB mendefinisikan keadilan restorative sebagai sebuah penyelesaian

terhadap perilaku pidana dengan cara menyelaraskan kembali harmonisasi antara

masyarakat, korban dan pelaku.20

Di dalam encyclopedia of Law enforcement

19Di akses pada tanggal 14 Februari 2014 dari http://www.hukumonline.com/

klinik/detail/lt519065e9ed0a9 /penyelesaian-perkara-pencurian-ringan-dan-keadilan-restoratif 20Handbook on Restorative justice Programme, New York: United Nations, 2006, h. 6 yang

di kutip kembali dalam skripsi oleh Zainal Arifin, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana

Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif, h. 61.

Page 37: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

26

keadilan restoratif adalah paradigm alternatif untuk keadilan yang kontras dengan

nilai-nilai tradisional dan prosedur sistem pengadilan pidana.21

Dari beberapa definisi keadilan restoratif yang tertulis, maka penulis

mendefinisikan bahwa keadilan restoratif adalah pengembalian atau pemulihan

terhadap pelaku dan korban kepada kejadian sebelum terjadinya tindak pidana,

yang mana hak-hak para korban dan pelaku dikembalikan, serta pelaku tetap

mempertanggung-jawabkan perbuatannya dengan membayar ganti rugi,

rehabilitasi, atau pun kerja sosial sebagai alternatif pidana penjara.22

B. Kedudukan Hukum Pidana Modern

Hubungan antara keadilan dan Hukum Positif baru mulai abad ke-delapan

yang dilatarbelakangi oleh adanya kekacauan dalam masyarakat, rasa ketidak

puasan rakyat terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Dalam hubungannya dengan

filsafat ilmu hukum, keadilan diwujudkan melalui hukum sehingga dapat

disimpulkan bahwa hukum yang mewujudkan keadilan itu mutlak perlu dalam

kehidupan bersama manusia.23

Friedman mengatakan dalam bukunya 24

, “The Romans have laid the

foundations of modern analytical jurisprudence, but their contributions to legal

philoshiphy has been slight.” Yang pada dasarnya para ahli fikir romawi telah

21Larry E. Sullivan dan Dorothy Moses Schulz (John Jay College of Criminal Justice, New

York), Encyclopedia of Law Enforcement, 2010, h.154. 22 Hasil diskusi dengan Fahmi Muhammad Ahmadi M.Si. di lt 5 gedung UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Februari 2014 , pukul 10.53 23 Inge Dwisvimiar, keadilan dalam perspektif filsafat ilmu hukum,; jurnal dinamika hukum,

vol 11, No. 3 September 2011, h. 528. 24 W. Friedman, Legal Theory , h. 5.

Page 38: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

27

meletakkan dasar-dasar pemikirannya menngenai hukum modern. Mulai dari

hukum kontrak ataupun menuju pada pemikiran-pemikiran yang mendalam

tentang fungsi dan problema-problema hukum di dalam masyarakat.

Seperti ada dalam teori bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

mewujudkan keadilan (justice), yang dimuat dalam teori tujuan hukum klasik

sedangkan teori prioritas modern baku yang ada dalam teori modern yaitu tujuan

hukum mencakupi keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Pelaksanaan

keadilan di Indonesia bersandarkan pada ketentuan pasal 24 ayat(1) UUD 1945

yang menyatakan “kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.

Ketentuan keadilan juga terdapat di dalam pembukaan UUD 1945 alenia

ke-empat, yang menyatakan “kemudian daripada itu untuk membentuk suatu

pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indoesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Juga terdapat

pada norma dasar Negara Indonesia yaitu pancasila, sila ke-5 yang berbunyi

“keadilan sosial bagi seluruh rakyak Indonesia”.

Dalam tataran praktikal peradilan terdapat pada pasal 5 ayat (1) UU

Nomor 48 tahun 2009 yang berbunyi “hakim dan hakim konstitusi wajib

menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang

hidup dalam masyarakat”. Bedasarkan pasal di atas maka hakim mempunyai

Page 39: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

28

tugas menggali dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam

masyarakat.

Memandang keadilan maka tidak terlepas dari kepastian hukum dan

sistem peradilan yang mengadilinya. Maka pada point sebelumnya telah dibahas

adanya alternatif sanksi pidana pada hukum pidana modern yang lebih dikenal

dengan Restorative justice atau keadilan restoratif yang lebih manusiawi.

Keadilan restoratif ada pada kajian hukum modern hadir untuk mereformasi

sistem peradilan pidana untuk mencapai keadilan yang ada di dunia.

Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Zehr25

. Dalam hukum pidana

modern, sistem peradilan pidana atau criminal justice system sangat berperan

penting. Secara singkat sistem peradilan pidana dapat diartikan sebagai suatu

sistem dalam masyarakat untuk menanggulangi kejahatan agar hal tersebut masih

berada dalam batas-batas toleransi mayarakat.26

Sistem peradilan pidana bukan

merupakan struktur yang telah direncanakan sebagai sebuah sistem. Juga tidak

begitu terorganisir bahwa beberapa bagian saling beroperasi secara harmonis.27

Sistem peradilan pidana (criminal justice system) pada dasarnya terbentuk

sebagai bagian dari upaya negara untuk melindungi warga masyarakat dari

bentuk-bentuk perilaku sosial yang ditetapkan secara hukum sebagai kejahatan.

25Lihat, John Braithwaite, Restorative justice and criminal law (Competing or Reconcilable

Paradigms?), Oxford and Portland, 2003 h. 1. 26Teguh Prasetyo dan Abdul H.im Barkatullah , Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum pemikiran

menuju masyarakat yang berkeadilan dan bermartabat, cet.1 (Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada,2012) h. 115.

27Andrew Ashworth, Sentencing and Criminal Justice, Fifth Edition, United States of

America by Cambridge University Press, New York, 2012, h. 71.

Page 40: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

29

Di samping itu, sistem tersebut juga dibentuk sebagai sarana untuk

melembagakan pengendalian sosial oleh negara. Ikhtisar memberikan

perlindungan terhadap masyarakat melalui sistem peradilan pidana merupakan

rangkaian dari kegiatan instasional kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan

lembaga pemasyarakatan28

. komponen tersebut harus saling berkaitan, jika

terdapat kelemahan pada salah satu sistem kerja komponennya, akan

mempengaruhi komponen lainnya dalam sistem yang terintegrasi itu.

Persoalan lain yang tak kalah penting adalah peranan sistem peradilan

pidana diharapkan tidak semata-mata bekerja dalam kapasitas instrumentalnya.

Akan tetapi lebih jauh lagi, yakni diharapkan mampu mengembangkan peranan

dalam penataan keadilan (the ording of justice).29

Aliran modern yang lebih

dikenal dengan Hukum Positif mempunyai konsep pemikiran ajaran yang

bertujuan untuk secara langsung mengadakan pendekatan dan berusaha

mempengaruhi terhadap pelaku tindak pidana secara positif sejauh masih dapat

dibina dan diperbaiki menuju kembali ke jalan yang benar.30

Pada hukum pidana modern yang berlaku di Indonesia kini mulai

menerapkan sistem pemidanaan yang tidak hanya menitik beratkan pidana pada

pelaku, tapi juga terciptanya keadilan bagi pelaku dan korbannya. Dalam hukum

28 Mulyana w. kusuma dan Adnan Buyung Nasution, Tegaknya Supremasi Hukum (Terjebak

Antara Memilih Hukum dan Demokrasi, cet-1, Bandung : PT Remaja Roksadakarya, februari,2011. h.

03. 29 Mulyana w. kusuma dan Adnan Buyung Nasution, Tegaknya Supremasi Hukum (Terjebak

Antara Memilih Hukum dan Demokrasi, cet-1, Bandung : PT Remaja Roksadakarya, februari,2011, h.

05. 30M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana (Ide Dasar Double Track System &

Implementasinya), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, h. 56.

Page 41: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

30

pidana di Indonesia, legislator memberikan peluang dan kebebasan yang relatif

kepada hakim untuk memilih jenis pidana, berat-ringannya pidana dan cara

bagaimana pidana tersebut dilaksanakan. Jenis sanksi pidana, peluang, dan

kebebasan hakim untuk memilih bentuk sanksi yang dikehendakinya, mulai dari

sanksi pidana yang berakhir dengan sistem alternatif maupun kumulatif yang

tercantum di dalam undang-undang. Menuerut Colin Howard, Sistem ini dapat

dikatakan sebagai Indeterminate Sentence, yaitu sistem yang tidak menentukan

batas maksimum pidana melainkan diserahkan sepenuhnya kepada aparat

penegak hukum untuk menetapkan jenis, berat-ringannya, serta bagaimana pidana

dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana.31

Terkait dengan sanksi pidana

tersebut, penulis akan menjelaskannya pada bab selanjutnya.

Jenis pidana yang dirumuskan dalam KUHP pada umumnya memakai dua

pilihan sebagai salah satu sistem alternatif, misalnya pidana “penjara” atau pidana

“denda”. Namun pada jenis sanksi pidana yang pada umumnya di cantumkan

dalam perumusan delik menurut pola KUHP ialah pidana pokok, dengan

menggunakan Sembilan bentuk perumusan, yaitu:32

diancam dengan pidana mati

atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu, diancam dengan pidana penjara

seumur hidup atau penjara tertentu, diancam dengan pidana penjara (tertentu),

diancam dengan pidana penjara atau kurungan, diancam dengan pidana penjara

31 M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana (Ide Dasar Double Track System &

Implementasinya), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, h. 57. 32 M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana (Ide Dasar Double Track System &

Implementasinya), h. 189.

Page 42: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

31

atau kurungan atau denda, diancam dengan pidana penjara atau denda, diancam

dengan pidana kurungan, diancam dengan pidana kurungan atau denda, dan yang

terakhir diancam dengan pidana denda.

Pengaruh perkembangan kesadaran hukum masyarakat memunculkan

aliran neo-klasik yang menitik-beratkan konsepsinya kepada kebebasan kehendak

manusia. Pada sekitar tahun 1810 mulai mempertimbangkan kebutuhan adanya

pembinaan individual terhadap pelaku tindak pidana. Aliran neo-klasik

memberikan kekuasaan kepada hakim untuk menetapkan pidana penjara antara

batas minimum dan maksimum yang ditentukan dalam undang-undang. Dengan

demikian system the definite sentence ditinggalkan dan beralih kepada system the

indefinite sentence. Ciri daripada aliran neo-klasik adalah adanya doktrin

kebebasan berkendak dan dokrtin pertanggung-jawaban pidana.

Karena perpaduan dua konsep tersebut maka lahirlah ide individualisasi

pidana. Maka sistem pemidanaan dalam hukum pidana modern berorientasi pada

pelaku dan perbuatan. Sehingga tidak hanya sanksi pidana yang didapatkan tetapi

juga sanksi tindakan yang relatif lebih mengarah kepada pendidikan. Dalam ide

individualisasi pidana hal yang harus diperhatikan adalah pendekatan humanistic

dalam penggunaan sanksi pidana untuk perlindungan masyarakat (social

defence). Tujuan dari pada perlindungan masyarakat yaitu untuk mencapai

Page 43: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

32

kesejahteraan masyarakat (social welfare). Ide menyangkut social defence

tersebut ternyata diterima oleh ahli hukum pidana di Indonesia, terbukti dalam 33

:

a. Kesimpulan seminar kriminologi ke-3 tahun 1976 yang menyatakan:

“Hukum pidana hendaknya dipertahankan sebagai salah satu sarana untuk

social defence dalam arti melindungi masyarakat terhadap kejahatan dengan

memperbaiki atau memulihkan kembali (rehabilitate) pembuat tanpa

mengurangi keseimbangan kepentingan perorangan (pembuat) dan

masyarakat.”

b. Salah satu laporan dari Symposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional

Tahun 1980 yang menyatakan bahwa: Sesuai dengan hukum pidana, maka

tujuan pemidanaan harus diarahkan kepada perlindungan masyarakat dari

kesejahteraan serta keseimbangan dan keselarasan hidup dalam masyarakat

dengan memperhatikan kepentingan masyarakat/negara, korban, dan pelaku.

Dan atas dasar tujuan tersebut, maka pemidanaan harus mengandung unsur-

unsur yang bersifat: Kemanusiaan, dalam arti bahwa pemidanaan tersebut

menjunjung tinggi harkat dan martabat seseorang. Edukatif, dalam arti bahwa

pemidanaan itu mampu membuat oranng sadar sepenuhnya atas perbuatan

yang dilakukan dan menyebabkan ia mempunyai sikap jiwa yang positif dan

konstruktif bagi usaha penanggulangan kejahatan. Serta Keadilan, dalam arti

33 M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana (Ide Dasar Double Track System &

Implementasinya),h. 58-59.

Page 44: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

33

bahwa pemidanaan tersebut dirasakan adil (baik oleh terhukum maupun oleh

korban ataupun oleh masyarakat).

Sistem pidana modern tersebut tersebut masuk ke dalam kategori sistem

restorative justice atau keadilan restoratif. Model restoratif ini berlandaskan

dengan due process of law, yang sangat menghormati hak-hak hukum setiap

tersangka seperti hak untuk diduga dan diperlakukan sebagai orang yang tidak

bersalah jika pengadilan belum memvonisnya bersalah, hak untuk membela diri

dan hak untuk mendapatkan hukuman yang proposional dengan pelanggaran yang

telah dilakukan.34

Bukan hanya lewat pemidanaan yang menggunakan jeruji besi

atau penjara namun sanksi pidana juga bisa dilakukan dengan mengganti

kerugian ataupun bekerja sosial sesuai dengan kemampuan seseorang. Bukan

berarti pelaku tidak mempertanggung jawabkan perbuatannya, cara tersebut lebih

dikatakan rasional dengan tingkat kejahatan yang ringan. Sanksi pidana tersebut

tidak hanya sebagai pertanggung-jawaban terhadap pelaku namun juga

memberikan keselarasan juga keseimbangan pada masyarakat.

34 Paulus Hadisuprapto, Hukum Pidana Dalam Perspektif, Denpasar, Bali: Pustaka Larasan,

Jakarta: Universitas Indonesia, Universitas laiden, Universitas Griningen, 2012. h. 302.

Page 45: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

34

BAB III

PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE MENURUT HUKUM POSITIF

A. Penerapan dan konsep Restorative justice system

1. Penerapan Restorative justice dengan Pendekatan Criminal Justice System

Nilai dasar penghidupan tata negara di negara kita tercermin jelas pada

konsep negara hukum, sebagaimana dicita-citakan oleh landasan hukum tertinggi

Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Bagir Manan sendi utama

negara berdasarkan atas hukum adalah bahwa hukum merupakan sumber tertinggi

(supremasi hukum) dalam mengatur dan menentukan mekanisme hubungan hukum

antar negara dan masyarakat yang satu dengan yang lain. Hukum yang didorong

berlaku tanpa terkecuali umumnya dilandasi nilai kepastian hukum. Menurut

Gustav Radbruch ada tiga nilai dasar hukum, yaitu: keadilan, kegunaan, dan

kepastian hukum.1

Mekanisme dalam penegakan supremasi hukum juga sangat di pengaruhi

oleh sistem peradilan pidana (criminal justice system). Dalam perspektif sistem

peradilan pidana, di Indonesia di kenal lima institusi yang merupakan sub sistem

peradilan pidana. Terminologi lima institusi tersebut dikenal sebagai panca

wangsa penegakan hukum, yaitu Lembaga Kepolisian (Undang-Undang Nomor

2 tahun 2002), Kejaksaan (Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004), Pengadilan

1 Nitibaskara, Rahman Ronny, Tegakkan Hukum Gunakan Hukum, Jakarta: PT. Kompas

Media Nusantara, 2006. h. 59.

Page 46: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

35

(Undang-undang Nomor 8 tahun 2004), Lembaga Pemasyarakatan (Undang-

Undang Nomor 12 tahun 1995), dan Advokat (Undang-Undang Nomor 18 tahun

2003).2 Dalam sistem peradilan pidana meliputi awal investigasi kejahatan,

melalui berbagai pra-proses persidangan, ketentuan dalam hukum pidana, sidang,

bentuk hukuman, kemudian keputusan.3

Dalam kesempatan lain Mardjono mengemukakan bahwa sistem peradilan

pidana (criminal justice system) adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk

menanggulangi kejahatan. Menanggulangi diartikan sebagai mengendalikan

kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat. Selanjutnya

dikemukakan bahwa tujuan sistem peradilan pidana dapat dirumuskan dengan

mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan

yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang

bersalah dipidana, dan mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan

kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.

Bertitik tolak dari tujuan tersebut, Mardjono mengemukakan bahwa empat

komponen dalam sistem peradilan pidana (kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan

lembaga pemasyarakatan). Diharapkan dapat bekerja sama dan dapat membentuk

suatu sistem peradilan yang terintegrasi4 yang mengacu kepada Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Selain hukum acaranya beroitentasi

2 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan permasalahannya,

Bandung: PT. Alumni. 2007, h.4. 3 Ashworth, Andrew, Sentencing and Criminal Justice, Fifth Edition, United States of

America by Cambridge University Press, New York, 2012. h. 71. 4 Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) persektif

eksistensialisme dan abolisionisme,cet. Ke-dua (revisi), Bandung: Binacipta, Januari, 1996. h. 15.

Page 47: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

36

kepada KUHAP sebagaimana tersebut di atas, ketentuan hukum materilnya juga

mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun di luar

KUHP.5

Sistem peradilan pidana yang digariskan KUHAP merupakan “sistem

terpadu” (integrated criminal justice system). Sistem terpadu tersebut diletakkan

diatas landasan prinsip “diferensiasi fungsional”. Di antara aparat penegak hukum

sesuai dengan “tahap proses kewenangan” yang diberikan undang-undang kepada

masing-masing. Berdasaran kerangka landasan yang dimaksud aktivitas

pelaksanaannya, merupakan fungsi gabungan (collection of function) dari

legislator, polisi, jaksa, pengadilan, dan penjara, serta badan yang berkaitan, baik

yang ada di lingkungan pemerintahan atau diluarnya.

Polisi Republik Indonesia (POLRI) berdiri untuk republik Kepolisian

Indonesia. seperti polisi lainnya di seluruh dunia, tugas pokok POLRI adalah

mencegah dan memerangi kejahatan. Pelaksanaan tugas pokok POLRI,

bagaimanapun, adalah berbeda dari yang polisi dibanyak negara lain karena

filosofi sistem yang berbeda, mulai dari pemerintah, geografi, dan demografi,

ekonomi, situasi politik, sosial, dan politik di Indonesia. negara-negara lain

mungkin berpendapat bahwa kejahatan hanya berarti pelanggaran hukum pidana.

kejahatan di Indonesia, namun juga mencakup pelanggaran norma dalam

masyarakat, termasuk norma adat atau tradisional yang tidak ada di negara lain.

Oleh karena itu, perlu untuk menyatakan benar peran utama dari POLRI dalam

5 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan permasalahannya, h.4.

Page 48: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

37

menghadapi problem-problem pidana di Indonesia. Peranan, fungsi, dan tugas

pokoknya dirangkum dalam undang-undang No. 13/1961 (hukum dasar polisi).6

Tugas pokok dan fungsi jaksa dijelaskan dalam No.5/1991 hukum pada

jaksa penuntut umum. Hukum menetapkan bahwa jaksa adalah pejabat yang

memiliki wewenang untuk membawa kasus ke pengadilan dan melaksanakan

keputusan hakim yang telah menjadi tidak dapat dibatalkan. Jaksa memiliki

wewenang untuk mengadili orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam

yurisdiksi mereka dengan membawa kasus ini ke pengadilan yang memiliki

yurisdiksi atas kasus tersebut.7ketika kasus diadili, tugas jaksa meliputi:

8

Membuat argumen tertulis terhadap putusan putusan pengadilan distrik bahwa

kasus tersebut harus ditransfer ke pengadilan negeri lain karena tidak memiliki

yurisdiksi atas kasus tersebut .

Membuat argumen tertulis terhadap keputusan pengadilan distrik yang

menerima terdakwa atau keberatan penasihat hukumnya bahwa dakwaan harus

ditolak. Argumen tertulis harus dikirim ke pengadilan tinggi melalui Pengadilan

Negeri, membaca surat dakwaan, kemudian setelah pemeriksaan percobaan

berakhir, jaksa membuat kalimat permintaan (requisitoir), membuat banding

6Adi Andojo Soetjipto, Criminal Justice Profiles of Asia (Investigation, prosecution, and

Trial), Published: by United Nations Asia and Far East Institute,UNAFEI, Harumicho, Fuchu, Tokyo,

Japan. h. 47. 7 Adi Andojo Soetjipto, Criminal Justice Profiles of Asia (Investigation, prosecution, and

Trial), Published: by United Nations Asia and Far East Institute,UNAFEI, Harumicho, Fuchu, Tokyo, Japan, h. 52.

8 Adi Andojo Soetjipto, Criminal Justice Profiles of Asia (Investigation, prosecution, and

Trial), Published: by United Nations Asia and Far East Institute,UNAFEI, Harumicho, Fuchu, Tokyo,

Japan. h. 53-54.

Page 49: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

38

terhadap putusan pengadilan negeri, setelah itu mengeksekusi putusan yang tidak

dapat dibatalkan pengadilan itu, dan yang terakhir melaksanakan putusan hakim.

Pengadilan, di Indonesia tidak membedakan antara pengadilan berurusan

dengan kasus pidana dan berurusan dengan pengadilan kasus perdata. Semua

pengadilan di peradilan umum memiliki yurisdiksi atas kasus pidana dan perdata.

Pasal 2 UU No 14/1970 tentang tentang hukum dasar kekuasaan kehakiman

menetapkan bahwa kekuasaan kehakiman diberikan ke pengadilan dengan tugas

untuk menerima, memeriksa, dan memutuskan setiap kasus yang didelegasikan

kepada mereka. Oleh karena itu hakim tidak hanya menangani kasus-kasus

pidana, tetapi juga dengan kasus perdata juga.

Undang-Undang No 2/1986 tentang pengadilan umum menyatakan bahwa

kekuasaan kehakiman pengadilan umum didelegasikan kepada: pengadilan

negeri, pengadilan tinggi, Mahkamah Agung. Pengadilan negeri yang terletak di

kota atau kabupaten, dan yurisdiksi mereka mencakup bidang kotamadya atau

kabupaten mereka dengan jumlah 293 pengadilan negeri di seluruh Indonesisa.

Pengadilan tinggi yang terletak di ibukota provinsi dan wilayah hukumnya

meliputi provinsi masing-masing yang berjulah 26 pengadilan di seluruh negeri.9

9 Adi Andojo Soetjipto, Criminal Justice Profiles of Asia (Investigation, prosecution, and

Trial), Published: by United Nations Asia and Far East Institute,UNAFEI, Harumicho, Fuchu, Tokyo,

Japan, h. 55.

Page 50: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

39

Di Indonesia terdapat dua jenis pengacara10

. Yang pertama adalah yang

ditunjuk oleh menteri kehakiman (advokat) dan yang kedua adalah orang lain

yang praktek sebagai pengacara tanpa ditunjuk oleh menteri kehakiman. Seorang

pengacara memiliki kewajiban untuk menolak dakwaan selama persidangan, serta

membuat argumen, mempertanyakan kliennya, membuat pernyataan pembelaan,

meminta banding terhadap putusan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dan

mempersiapkan dokumen untuk banding. Ada beberapa organisasi pengacara di

Indonesia salah satunya A.A.I. (Asosiasi Advokat Idonesia), IKADIN (Ikatan

Advokat Indonesia), yang P.P.H.I. (Persatuan Penasihat Hukum Indonesia), dan

sebagainya. Jumlah advokat di Indonesia adalah sekitar 930.

Tujuan pokok dari gabungan fungsi dalam kerangka criminal justice

system adalah menegakkan, melaksanakan, dan memutuskan hukum pidana.

Dalam menjalankan kegiatannya sistem peradilan pidana didukung dan

dilaksanakan oleh empat fungsi utama, diantaranya11

dengan fungsi pembuatan

undang-undang. Fungsi ini dilaksanakan oleh DPR dan pemerintah atau badan

lain berdasar delegated legislation yang diharapkan, hukum yang diatur dalam

undang-undang tidak kaku. Sedapat mungkin fleksibel yang bersifat akomodatif

terhadap kondisi-kondisi perubahan sosial. Kemudian fungsi penegakan hukum,

tujuan ojektif fungsi ini ditinjau dari pendekatan tata tertib sosial terdiri dari

10 Adi Andojo Soetjipto, Criminal Justice Profiles of Asia (Investigation, prosecution, and

Trial), Published: by United Nations Asia and Far East Institute,UNAFEI, Harumicho, Fuchu, Tokyo,

Japan, h. 61-62. 11 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP penyidikan dan

penuntutan, Edisi kedua, Ceta.11, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h. 90-91.

Page 51: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

40

penegakan hukum secara aktual meliputi tindakan penyelidikan-penyelidikan,

penangkapan, penahanan, persidangan pengadilan, dan pemidanaan.

Kedua, ditinjau dari efek preventif fungsi penegakan hukum preventif

diharapkan dapat mencegah orang melakukan tindak pidana. Dengan keberadaan

dan kehadiran polisi di tengah masyarakat, dimaksudkan sebagai upaya prevensi

yang memiliki daya cegah anggota masyarakat melakukan tindak kriminal.

Ketiga, ditinjau fungsi pemeriksaan persidangan pengadilan. Fungsi ini

merupakan sub-fungsi dari kerangka penegakan hukum yang dilakasanakan oleh

jaksa PU dan Hakim serta pejabat pengadilan yang terkait. Melalui fungsi ini

dapat di tentukan kesalahan terdakwa dan penjatuhan hukuman. Serta fungsi

yang keempat adalah fungsi memperbaiki terpidana. Fungsi ini meliputi aktivitas

lembaga pemasyarakatan, pelayanan sosial terkait, dan lembaga kesehatan

mental. Tujuan umum semua lembaga-lembaga yang berhubungan dengan

penghukuman dan pemenjaraan terpidana, merehabilitasi pelaku pidana agar

dapat kembali menjalani kehidupan normal dan produktif.

Apabila criminal justice system dikaitkan dengan konsep restorative

justice atau keadilan restoratif yang merupakan suatu pendekatan yang lebih

menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi

pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Namun tidak hanya itu, Menurut

Muladi model sistem peradilan yang cocok bagi Indonesia adalah model yang

mengacu pada: “daad-dader straftrecht” (model keseimbangan kepentingan).

Model ini adalah model yang realistik yaitu yang memperhatikan pelbagai

Page 52: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

41

kepentingan yang harus dilindingi oleh hukum pidana yaitu kepentingan negara,

kepentingan umum, kepentingan individu, kepentingan pelaku tindak pidana dan

kepentingan korban kejahatan.

Maka fungsi untuk memperbaiki terpidana dan penjatuhan pidananya

dalam kasus pidana ringan akan terasa lebih rasional. Prinsip-prinsip restorative

justice adalah, membuat pelaku bertanggung jawab untuk membuktikan kapasitas

dan kualitasnya sebaik dia mengatasi rasa bersalahnya dengan cara yang

konstruktif, melibatkan korban, orang tua, keluarga, sekolah atau teman

bermainnya, membuat forum kerja sama, juga dalam masalah yang berhubungan

dengan kejahatan untuk mengatasinya.12

Dalam penerapannya, restorative justice

di Indonesia dapat kita lihat dari dikeluarkannya PERMA RI Nomor 02 Tahun

2012 pada 27 Februari 2012, yang menjelaskan penyesuaian batasan tindak

pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP.

2. Konsep Pidana Alternatif

Kata restorasi meliputi pemulihan hubungan antara pihak korban dan

pelaku. Pemulihan hubungan ini bisa didasarkan atas kesepakatan bersama antara

korban dan pelaku. Pihak korban dapat menyampaikan mengenai kerugian yang

dideritanya dan pelaku pun diberi kesempatan untuk menebusnya melalui

mekanisme ganti rugi, perdamaian kerja sosial, maupun kesepakatan-kesepakatan

lainnya. Di dalam proses peradilan pidana konvensional konsep ini di kenal

12 Rena Yulia, Viktimologi: Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, h. 165

Page 53: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

42

dengan adanya restitusi atau ganti rugi terhadap korban.13

Menurut Antony Duff14

keadilan restoratif memiliki keterkaitan dengan alasan pembalasan yang dapat di

ganti dengan ketentuan ganti rugi. Restorative justice menempatkan nilai yang

lebih tinggi dalam keterlibatan yang langsung dari para pihak. Korban mampu

untuk mengembalikan unsur kontrol, sementara pelakau didorong untuk memikul

tanggung jawab sebagai sebuah langkah dalam memperbaiki kesalahan yang

disebabkan oleh tindak kejahatan dan dalam membangun sistem nilai sosialnya.15

Dalam Hand book restorative justice PBB mengemukakan prinsip-prinsip

yang mendasari program keadilan restoratif, yaitu:16

1. Penanganan terhadap tindak pidana harus semaksimal mungkin

membawa pemulihan bagi korban. Prinsip ini merupakan salah satu tujuan utama

manakala pendekatan keadilan restoratif dipakai sebagai pola pikir yang

mendasari suatu upaya penanganan tindak pidana. Penyelesaian dengan

pendekatan keadilan restoratif membuka akses bagi korban untuk menjadi salah

satu pihak yang menentukan penyelesaian akhir dari tindak pidana karena korban

adalah pihak yang paling dirugikan dan yang paling menderita. Oleh karenanya

pada tiap tahapan penyelesaian yang dilakukan harus tergambar bahwa proses

yang terjadi merupakan respon positif bagi korban yang diarahkan pada adanya

13Di akses pada tanggal 2 Februari 2014 pukul 10.15 dari http: // www. justice. act.gov.

au/criminal _ and _ civil_justice /restorative_justice 14Andrew von Hirsch, julian v. Roberts, anthony bottoms, Restorative justice and Criminal

Justice Competing or Reconcilable Paradigms?, Oxford And Portland, Oregon, 2003, h. 44-45. 15 Priyatno, Dwidja, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Bandung: PT Refika

Aditama, juni, 2006, h. 14-15. 16 Handbook on Restorative justice Programme, New York: United Nations, 2006, h. 8

Page 54: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

43

upaya perbaikan atau penggantian kerugian atas kerugian yang dirasakan

korban.17

2. Pendekatan keadilan restoratif dapat dilakukan hanya jika pelaku

menyadari dan mengakui kesalahanya. Dalam proses restoratif, diharapkan

pelaku juga semakin memahami kesalahannya tersebut serta akibatnya bagi

korban dan masyarakat. Kesadaran ini dapat membawa pelaku untuk bersedia

bertanggungjawab secara sukarela. Makna kerelaan harus diartikan bahwa pelaku

mampu melakukan intropeksi diri atas apa yang telah dilakukannya dan mampu

melakukan evaluasi diri sehingga muncul akan kesadaran untuk menilai

perbuatannya dengan pandangan yang benar. Suatu proses penyelesaian perkara

pidana diharapkan merupakan suatu program yang dalam setiap tahapannya

merupakan suatu proses yang dapat membawa pelaku dalam suatu suasana yang

dapat membangkitkan ruang kesadaran untuk pelaku mau melakukan evaluasi

diri. Dalam hal ini pelaku dapat digiring untuk menyadari bahwa tindak pidana

yang dilakukannya adalah suatu yang tidak dapat di terima dalam masyarakat,

bahwa tindakan itu merugikan korban dan pelaku sehingga konsekuensi

pertanggungjawaban yang dibebankan pada pelaku di anggap sebagai suatu yang

memang seharusnya diterima dan dijalani.18

3. Dalam hal pelaku menyadari kesalahannya, pelaku dituntut untuk rela

bertanggungjawab atas “kerusakan” yang timbul akibat tindak pidana yang

17 Eva Achjani Zulfa. Keadilan Restoratif, Jakarta: Badan Penerbit FH UI, 2009, h.15 18 Eva Achjani Zulfa. Keadilan Restoratif, Jakarta: Badan Penerbit FH UI, 2009. h. 16.

Page 55: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

44

dilakukannya tersebut. Ini merupakan tujuan lain yang ditetapkan dalam

pendekatan keadilan restoratif. Tanpa adanya kesadaran atas kesalahan yang

dibuat, maka mustahil dapat membawa pelaku secara sukarela bertanggung jawab

atas tindak pidana yang telah dilakukannya.19

4. proses penanganan perkara pidana dengan pendekatan keadilan

restoratif membuka akses kepada korban untuk berpartisipasi secara langsung

terhadap proses penyelesaian tindak pidana yang terjadi.Partisipasi korban bukan

hanya dalam rangka menyampaikan tuntutan atas ganti kerugian, karena

sesungguhnya korban juga memiliki posisi penting untuk mempengaruhi proses

yang berjalan termasuk membangkitkan kesadaran pada pelaku sebagaimana

dikemukakan dalam prinsip kedua. Konsep dialog yang diusung oleh pendekatan

ini memberikan suatu tanda akan adanya kaitan yang saling mempengaruhi antara

korban dan pelaku dalam memilih penyelesaian terbaik sebagai upaya pemulihan

hubungan sosial antara keduanya.

5. Suatu upaya restoratif bukan hanya melibatkan korban dan pelaku,

tetapi juga masyarakat. Masyarakat memiliki tanggung jawab baik dalam

penyelenggaraan proses ini maupun dalam pelaksanaan hasil kesepakatan, Maka,

dalam upaya restoratif, masyarakat dapat berperan sebagai penyelenggara,

pengamat maupun fasilitator. Secara langsung maupun tidak langsung,

masyarakat juga merupakan bagian dari korban yang harus mendapatkan

19 Eva Achjani Zulfa. Keadilan Restoratif, Jakarta: Badan Penerbit FH UI, 2009. h. 17.

Page 56: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

45

keuntungan atas hasil proses yang berjalan.20

Selain itu juga mengupayakan untuk

me-restore keamanan korban, penghormatan pribadi, martabat, dan yang lebih

penting adalah sense of control. Ada beberapa yang dapat dikemukakan

Karakteristik dan ciri-ciri restorative justice theory menurut Van Nes21

dan

menurut Muladi.22

Berkaitan dengan masalah tersebut yang secara lebih umum, khususnya

dalam melakukan pembahuan hukum pidana dan lebih khusus lagi tentang

penyusunan konsep KUHP baru yang tidak dapat dilepaskan dari ide tau

kebijakan pembangunan sistem hukum nasional yang berdasarkan pancasila

sebagai nilai- nilai kehidupan kebangsaan yang dicita-citakan. Seperti yang telah

dipaparkan pada bab sebelumnya ada jenis rumusan pidana dan juga yang tertera

di dalam KUHP pasal 1023

. Rumusan pidana dalam KUHP tersebut berbeda

dengan uraian yang terdapat pada Naskah Rancangan KUHP baru (hasil

penyempurnaan Tim intern Departemen Kehakiman).24

Jenis pidana tersebut adalah pidana yang telah ditentukan oleh undang-

undang. Pidana yang dijatuhkan pun sesuai dengan berat ringannya jenis tindak

pidana yang dilakukan. Apabila dalam penjatuhan pidana penjara terdapat

20 Eva Achjani Zulfa. Keadilan Restoratif, Jakarta: Badan Penerbit FH UI, 2009 h. 18 21 Lihat, Van Ness, W Daniel, Restorative justice and International Human Rights,

Restorative Justice: International Perspective, Amsterdam, the Netherland, 2003. h. 23 . 22 Lihat, Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana , Semarang:Penerbit UNDIP,

1995, h. 27-29. 23 Lihat, A. Hamzah, KUHP dan KUHAP, Cet-kedua, Jakarta: PT Rineka Cipta, Juni,1992. h.

6. 24 Bambang, Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, cet- ketiga, Jakarta: Sinar Grafika, 2008,

h.11.

Page 57: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

46

alternatif pidana ganti rugi. Dalam restorative justice juga terdapat konsep yang

demikian, adanya alternatif lain selain pidana penjara, yaitu dengan pidana denda,

ganti kerugian, rehabilitasi ataupun kerja sosial.

1) Pidana Denda

Pidana denda bisa dipandang sebagai alternatif pidana pencabutan

kemerdekaan. Sebagai sarana dalam politik kriminal pidana ini tidak kalah

efektifnya dari pidana pencabutan kemerdekaan. Berdasarkan pemikiran ini maka

pada dasarnya sedapat mungin denda itu harus dibayar oleh terpidana dan untuk

pembayaran itu ditetapkan tenggang waktu tertentu. Kalau keadaan mengizinkan,

denda yang tidak dibayar itu dapat diambilkan dari kekayaan atau pendapatan

terpidana sebagai antinya.25

Penjatuhan pidana denda sebagai alternatif dari pidana penjara ataupun

kurungan jangka pendek yang merupakan jenis pidana pokok yang paling jarang

dijatuhkan oleh hakim, khususnya dalam praktek peradilan pidana, contohnya

saja pada kasus yang akan penulis jelaskan pada point berikutnya. Pidana denda

termasuk jenis pidana yang tertua di dunia, disamping pidana mati (yang juga

dikenal dalam kitab Taurat maupun Al- Quran).26

Y.E Lokollo dengan mengacu

pada beberapa kepustakaan mengatakan bahwa perkembangan pidana denda tidak

25 Niniek, Suparni, Eksistensi pidana denda dalam sistem pidana dan pemidanaan, Jakarta:

Sinar Grafika, cet-kedua, juli 2007. h. 36. 26 Niniek, Suparni, Eksistensi pidana denda dalam sistem pidana dan pemidanaan, Jakarta:

Sinar Grafika, cet-kedua, juli 2007. h. 47.

Page 58: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

47

saja mengenai banyaknya penggunaan pidana dalam penjatuhan pidana, akan

tetapi juga mengenai besarnya minimum dan maksimum denda.

Kebijakan legislatif terhadap pidana denda dalam konsep rancangan

KUHP tidak terlepas dari pemikiran bahwa nilai pidana denda tidak sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan perumusan tentang maksimum umum

pidana denda tidak dapat dilepaskan dari kenyataan akan terjadi perubahan nilai

uang (rupiah), dan kemungkinan terjadinya perubahan perundang-undangan.

Dalam rangka menentukan maksimum umum pidana denda yang mampu

menghadapi perubahan dan perkembangan tersebut, dapat dipahami sebagai

pilihan perubahan stelsel maksimum umum pidana denda dengan sistem kategori

maksimum umum. Perumusan pidana denda dalam konsep Rancangan KUHP

yang si susun oleh TIM RUU Hukum Pidana 1992 terdapat dalam buku I

mengenai ketentuan umum Bab III pasal 72 dan 73.27

Maksimum denda

ditetapkan berdasarkan enam kategori.28

Tujuan utama penggunaan kategori denda adalah:

a. Agar memperoleh pola yang jelas tentang maksimum denda yang dicantumkan

untuk berbagai tindak pidana (ada enam kategori)

b. Agar mudah melakukan perubahan, apabila terjadi perubahan dalam keadaan

ekonomi dan moneter di negara kita.

27 Niniek, Suparni, Eksistensi pidana denda dalam sistem pidana dan pemidanaan, Jakarta:

Sinar Grafika, cet-kedua, juli 2007, h. 70. 28 Niniek, Suparni, Eksistensi pidana denda dalam sistem pidana dan pemidanaan, Jakarta:

Sinar Grafika, cet-kedua, juli 2007, h.73

Page 59: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

48

Sebagai kenyataan dalam perundang-undangan hukum pidana yang

berlaku, maka pidana denda dirumuskan dan digambarkan dengan anggapan

bahwa pidana denda digolongkan dalam kelompok pidana ringan dalam jenis

delik yang bersifat pelanggaran dan di samping hal tersebut juga adanya

anggapan bahwa pidana denda kurang efektif dalam mencapai tujuan pemidanaan

dibandingkan dengan pidana perampasan kemerdekaan sebagai pidana yang

berat. Dalam menjatuhkan pidana, peranan hakim sangat penting. Hakim wajib

mempertimbangkan keadaan-keadaan sekitar pembuat tindak pidana, ada dan

bagaimana pengaruh dari perbuatan pidana yang dilakukan, pengaruh pidana

yang dijatuhkan bagi pembuat pidana pada masa mendatang, pengaruh tindak

pidana terhadap korban.29

Hal yang juga penting dalam menetapkan pidana denda antara lain

mengenai sistem penetapan jumlah atau besarnya pidana denda, batas waktu

pelaksanaan pembayaran denda, tindakan-tindakan paksaan yang diharapkan

dapat menjamin terlaksananya pembayaran denda dalam hal terpidana tidak dapat

membayar dalam batas waktu yang telah ditentukan, pelaksanaan denda dalam

hal khusus (misalnya seorang anak yang belum dewasa atau belum bekerja atau

masih dalam tanggungan orang tua), serta pedoman atau kriteria untuk

menjatuhkan pidana denda.30

29 Niniek, Suparni, Eksistensi pidana denda dalam sistem pidana dan pemidanaan, Jakarta:

Sinar Grafika, cet-kedua, juli 2007, h. 49. 30 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,cet. Ke-dua,

Bandung: Penerbit Alumni, 1992. h. 181.

Page 60: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

49

Pidana denda sebagai alternatif daripada pidana perampasan kemerdekaan

jangka pendek juga memiliki keleman dan kelebihan. Kelemahan-kelemahan

pidana denda antara lain:31

1) Bahwa pidana denda ini dapat dibayarkan atau di tanggung oleh pihak ke-tiga.

Sehingga pidana yang dijatuhkan tidak secara langsung dirasakan oleh

terpidana sendiri.

2) Bahwa pidana denda ini lebih menguntungkan bagi orang-orang yang mampu.

3) Bahwa terdapat kesulitan dalam pelaksanaan penagihan uang denda selaku

eksekutor, terutama bagi terpidana yang tidak ditahan atau tidak berada dalam

penjara.

Di samping kelemahan-kelemahan pidana denda juga terdapat beberapa

kelebihan dari pidana denda, yaitu: Dengan penjatuhan pidana denda maka

anomitas terpidana akan tetap terjaga. Pidana denda tidak menimbulkan stigma

atau cap jahat bagi terpidana. Dengan penjatuhan pidana denda, negara akan

mendapatkan pemasukan dan di samping proses pelaksanaan hukumnya lebih

mudah.

Menurut sistem KUHP, alternatif yang dimungkinkan dalam hal terpidana

tidak mau membayar dendanya, hanyalah dengan mengenakan kurungan

pengganti. Dengan demikian betapa pun tingginya pidana denda yang dijatuhkan,

apabila terpidana tidak mau membayar, konsekuensinya hanyalah dikenakan

31 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,cet. Ke-dua,

Bandung: Penerbit Alumni, 1992. h. 67-68

Page 61: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

50

pidana kurungan yang maksimum enam bulan kurungan atau dapat menjadi

paling lama delapan bulan jika ada pemberatan denda.32

Karena kurungan

pengganti merupakan satu kesatuan sitem dengan pidana denda karena

perhitungannya didasarkan pada jumlah denda yang dijatuhkan yang secara logis

bahwa apabila kebijakan legislatif mengenai jumlah pidana denda berubah, maka

hal ini juga harus diikuti dengan perubahan kebijakan legislatif dalam

perhitungan lamanya kurungan pengganti denda.33

2) Pidana Ganti Kerugian

Ganti kerugian diharapkan dapat menjadi pidana alternatif yang akan

membantu proses rehabilitasi dan meningkatkan pelayanan terhadap korban

kejahatan. Sanksi ini cenderung lebih ringan, karena bukan merupakan pidana

badan. Sehingga dapat menghindarkan pelaku tindak pidana dari pidana penjara,

atau mengurangi pidana penjara yang harus dijalani.34

Di Indonesia, ganti

kerugian telah dikenal pula sebagai sanksi istilah membayar uang pengganti.

Sanksi ganti kerugian (restitution) sebagai bagian dari sanksi pidana yang sering

dipergunakan secara tumpang tindih dengan kompensasi yang pada dasarnya

memiliki arti yang berbeda. Penjelasan pasal 35 Undang-undang No. 26 tahun

2000 memberikan pengertian kompensasi, yaitu ganti kerugian yang diberikan

oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya

32 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,cet. Ke-dua,

Bandung: Penerbit Alumni, 1992, h. 180. 33 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,cet. Ke-dua,

Bandung: Penerbit Alumni, 1992, h. 185. 34 Kumpulan Karangan Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, Hukum Dalam Teori

dan Praktek, Denpasar, Bali: Fakultas Hukum Universitas Udayana, 1994. h. 348.

Page 62: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

51

yang menjadi tanggungjawabnya sedanngkn restitusi, yaitu ganti kerugian yang

diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga.

Restitusi dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti

kerugian untuk kehilangan atau penderitaan atau penggantian biaya untuk

tindakan tertentu.35

Menurut Stephen Schafer, perbedaan antara kedua istilah itu

adalah kompensasi lebih bersifat keperdataan. Kompensasi timbul dari

permintaan korban dan dibayar oleh masyarakat atau merupakan bentuk

pertanggungjawaban masyarakat atau negara sedangkan restitusi lebih bersifat

pidana, yang timbul dari putusan pengadilan pidana dan dibayar oleh terpidana

atau merupakan wujud pertanggungjawaban terpidana. Jadi ganti kerugian

sebagai sanksi pidana adalah pembayaran sejumlah uang pengganti oleh pelaku

kejahatan kepada korban kejahatan sebagai akibat kerugian yang diderita korban

kejahatan karena kejahatan yang ditimbulkan oleh pelaku kejahatan, sedangkan

besarnya ditentukan oleh hakim tanpa melalui gugatan.

Dalam hukum pidana, dikenal dengan dua macam sanksi ganti kerugian,

pertama, sanksi ganti kerugian yang dijatuhkan pada pelaku kejahatan berupa

keharusan membayar sejumlah uang kepada korban kejahatannya (victim of

crime). Serta sanksi yang kedua, sanksi ganti kerugian yang dijatuhkan pada

35 Didik M. Arief Mansyur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindunngan Korban Kejahatan

Antara Norma dan Realita, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, h.166.

Page 63: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

52

penegak hukum berupa keharusan membayar sejumlah uang kepada korban

kesalahan penegakkan hukum.36

Pembayaran ganti kerugian diatur dan juga ditegaskan di dalam pasal 95

KUHP dan dalam pasal 96 Rancangan Undang-undang KUHP Baru. Keberadaan

ganti kerugian sebagai sanksi dalam hukum pidana, memiliki tujuan-tujuan

tertentu mennurut Gallaway yaitu, untuk memberikan manfaat kepada pelaku,

untuk memberikan manfaat keapada korban, untuk memberikan manfaat pada

peradilan pidana, untuk membantu mendapatkan keadilan, serta yang terakhir

untuk mendapatkan manfaat dari program itu sendiri.37

Keuntungan pada sanksi pidana bagi pelaku adalah kepatuhan pelaku

tindak pidana dalam melaksanakan sanksi ganti kerugian menunjukkan adanya

itikad baik dari yang bersangkutan. Itikad yang baik ini pada umumnya diterima

baik oleh para korban tindak pidana maupun masyarakat. Keadaan yang demikian

sangat mendukung adanya upaya rehabilitasi (pemulihan nama baik) terpidana

tersebut, sekaligus akan mengurangi kemungkinan adanya balas dendam dari

korban, keluarganya atau masyarakat. Keuntungan sanksi ganti kerugian juga

dapat menguntungkan korban tindak pidana. Sanksi ganti kerugian dapat

membantu usaha mengembalikan kondisi pada awal kejadian pada saat beum

36 Dwidja Priyatno,, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, cet. Pertama,

Bandung: PT Refika Aditama, juni, 2006. h. 62. 37 Jocelynne A Scutt, Victim Offender And Restitution: Real Alternatifs Or Penance,

Australia Law Jurnal, Vol. 56, April 1982, h. 194.

Page 64: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

53

terjadi tindak pidana pada korban. Korban bisa mendapatkan kembali apa yang

menjadi miliknya.

Sanksi ganti kerugian selama ini sering dilaksanakan untuk menyelesaikan

konflik, tetapi tidak sebagai sanksi formal. Penyelesian didasarkan pada kedua

belah pihak, mereka sama-sama menghendaki tindak pidana yang terjadi tidak

diteruskan ke pihak yang berwenang. Tindak-tindak pidana yang sering

diselesaikan di luar peradilan karena adanya ganti kerugian adalah penganiayaan,

pelanggaran lalu lintas, perusakan dan berbagai bentuk tindak pidana ringan

lainnya.38

Hal yang perlu diperhatikan penting dalam pelaksanaan pembayaran

ganti kerugian pada korban adalah perlunya diupayakan agar sistem pemberian

ganti kerugian dilaksanakan dengan sederhana dan singkat sehingga apa yang

menjadi hak korban dapat segera direalisasikan. Apabila jangka waktu yang

diperlukan untuk merealisasikan pembayaran ganti kerugian ini membutuhkan

waktu yang lama, dikawatirkan konsep perlindungan korban dalam kaitan

pembayaran ganti kerugian akan terabaikan.39

3) Rehabilitasi

Rehabilitisi mempunyai beberapa definisi dari berbagai perundang-

undangan. Dari beberapa definisi tersebut diantaranya yang terdapat pada pasal 1

butir 23 KUHAP dan pasal 1 Angka 30 UU No 9 Tahun 1976 Tentang

38 Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, cet. Pertama,

Bandung: PT Refika Aditama, juni, 2006. h. 355. 39 Didik M. Arief Mansyur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindunngan Korban Kejahatan

Antara Norma dan Realita, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, h.169.

Page 65: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

54

Narkotika, juga yang terdapat pada Pasal 1 Angka 31 UU Nomor 31 Tahun 1997

Tentang Peradilan Militer, Definisi rehabilitasi juga ditemukan pada Pasal 35 UU

Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. yang

kesemuanya berfokus pada:40

“Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya

dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya sehingga dapat

menyesuaikan dan meningkatkan kembali keterampilannya, pengetahuannya

serta kepandaiannya dalam lingkungan hidup yang di atur menurut cara yang

diatur dalam undang-undang.”

Pengertian di atas memberikan pengertian bahwa rehabilitasi sebagai hak

seorang terdakwa untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan,

kedudukan dan harkat serta martabatnya. Rehabilitasi di dalam KUHAP (Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana) hanya terdapat pada satu pasal, yaitu

pasal 97.41 Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan di

putus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah

mempunyai hukum tetap

Rancangan KUHP baru dalam rumusannya pasal 105-102 terdapat salah

satunya tindakan rehabilitasi yang lebih ditekankan bagi tindak pidana yang

kecanduan alkohol, obat bius, obat keras narkotika. Pada penjabarannya di

tuliskan tindakan rehabiltitas pertama, pengenaan tindakan rehabilitasi dijatuhkan

40 A. Hamzah, KUHP dan KUHAP, cet- kedua Jakarta: PT. Rineka Cipta, Juni, 1992, h. 233. 41 A. Hamzah, KUHP dan KUHAP, cet- kedua Jakarta: PT. Rineka Cipta, Juni, 1992, h. 271.

Page 66: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

55

kepad tindak pidana yang kecanduan alkohol, obat bius, obat keras narkotika,

yang mengidap kelainan seksual, atau yang mengidap kelainan jiwa. Kedua,

rehabilitasi dilaksanakan di dalam suatu lembaga pengobatan dan pembinaan,

baik swasta maupun pemerintah.42

4) Kerja Sosial

Pidana kerja sosial merupakan sanksi pidana alternatif pidana penjara

jangka pendek dan denda yang ringan. Pidana kerja sosial adalah salah satu jenis

pidana pokok yang diatur dalam pasal 65 dan 86 RUU KUHP 2010. Pidana kerja

sosial dapat diterapkan sebagai alternatif pidana penjara jangka pendek dan denda

yang ringan. Sebagai salah satu sanksi alternatif yang sekiranya mampu mencapai

tujuan dalam konsep pemidanaan yaitu: untuk memperbaiki pribadi dari penjahat

itu sendiri, untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatan-

kejahatan, untuk membuat penjahat tertentu menjadi tidak mampu melakukan

kejahatan yang lain, yakni penjahat dengan cara- cara yang lain sudah tidak dapat

diperbaiki lagi.43

Salah satu pertimbangan yang harus diperhatikan dalam penjatuhan

pidana kerja sosial adalah harus ada persetujuan terdakwa sesuai dengan

ketentuan dalam forced labour convention (geneva convention 1930), the

convention for the protection of human rights and fundamental freedom (treaty of

42 Bambang Waluyo, Pidana dan pemidanaan, cetakan ke-tiga, Jakarta: Sinar Grafika, juni,

2008. h. 25. 43 P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang, , Hukum Penitensier, Cet.II, Jakarta: Sinar Grafika,

2012. h. 11

Page 67: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

56

rome 1950), the abolition of forced labour convention (the geneva convention,

1957) dan the international covenant on civil and political rights (the new york

convention, 1966). Pidana kerja sosial ini tidak dibayar karena sifatnya sebagai

pidana (work as a penalty), oleh karena itu pelaksanaan pidana ini tidak boleh

mengandung hal-hal yang bersifat komersial. Riwayat sosial terdakwa diperlukan

untuk menilai latar belakang terdakwa serta kesiapan yang bersangkutan baik

secara fisik maupun mental dalam menjalani pidana kerja sosial. Pelaksanaan

pidana kerja sosial dapat dilakukan di rumah sakit, rumah panti asuhan, panti

lansia, sekolah, atau lembaga-lembaga sosial lainnya, dengan sebanyak mungkin

disesuaikan dengan profesi terpidana.44

Pidana kerja sosial atau dalam istilah asing sering disebut sebagai

community service orders (CSO) adalah bentuk pidana dimana pidana tersebut

dijalani oleh terpidana dengan melakukan kerja sosial yang ditentukan. Sehingga

pidana kerja sosial ini adalah pidana alternatif dari perampasan kemerdekaan

jangka pendek yang dilakukan dengan berdasarkan hitungan jam tertentu dan

dilakukan tanpa bayaran.45

Pidana kerja sosial termasuk jenis pidana baru yang

apabila nanti diterapkan oleh pemerintah sebagai salah satu jenis pidana di

Indonesia. Kerja sosial yang sejatinya mungkin akan dilaksanakan di Indonesia

seharusnya selalu melihat keadaan dan kemanfaatan yang akan didapat dari

44 Niniek Suparni, Eksistensi pidana denda dalam sistem pidana dan pemidanaan, Jakarta:

Sinar Grafika, cet-kedua, juli 2007. h. 36 45 Tongat,, Pidana Kerja Sosial Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Jakarta :

Djambatan, 2001, h. 7.

Page 68: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

57

sanksi tersebut. Sanksi yang dijalanai dalam kerja sosial juga harus rinci dan

jelas, agar pelaku dapat menjalni hukuman sesuai dengan kemampuan yang sudah

diatur oleh pengadilan. Sanksi ini juga seharusnya mampu memberi efek jera bagi

pelaku, dan dijalankan dengan ketat oleh pelaku yang diawasi oleh para

pengawas, supaya pelaku tidak akan mengulangi tindak pidana dikemudian hari.

Dalam hal pidana kerja sosial dijatuhkan, haim harus mempertimbangkan hal-hal

sebagai berikut:

Pengakuan terdakwa terhadap tindak pidana yang dilakukan; Usia layak

kerja terdakwa menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; Persetujuan

terdakwa sesudah dijelaskan mengenai tuuan dan segala hal yang berhubungan

dengan pidana kerja sosial; Riwayat sosial terdawa; Perlindungan keselamatan

kerja terdakwa; Keyakinan agama dan politik terdakwa; dan Kemampuan

terdakwa membayar denda.

Pidana kerja sosial dijatuhkan paling lama dua ratus empat puluh jam bagi

terdakwa yang telah berusia 18 (delapan belas) tahun ke atas, dan seratus dua

puluh jam bagi terdakwa yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan

paling singat 7 (tujuh) jam. Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat diangsur dalam

waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dengan memperhatikan kegiatan

terpidana dalam menjalankan mata pencahariannya dan atau kegiatan lain yang

bermanfaat. Apabila terpidana tidak memenuhi seluruh atau sebagian kewajiban

menjalankan pidana kerja sosial tanpa ada alasan yang sah, maka terpidana

diperintahkan untuk: Mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial

Page 69: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

58

tersebut; menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara yang diganti dengan

pidana kerja sosial tersebut; atau membayar seluruh atau sebagian pidana denda

yang diganti dengan pidana kerja sosial atau menjalani pidana penjara sebagai

pengganti denda yang tidak dibayar. 46

B. Putusan Hakim

1. Kronologi peristiwa atau kejadian

Kejahatan berupa pencurian yang dilakukan bedasarkan putusan

pengadilan pengadilan Negeri Bengkulu NO: 255 / Pid.B / 2010 / PN.BKL.

Untuk dapat melihat bagaimana tindak pidana yang tergolong ke dalam tindak

pidana ringan dengan perkara pencurian ini terjadi dilakukan, berikut ini

merupakan kronologi peristiwa pencurian yang dilakukan oleh pelaku:

a. Bahwa pada hari senin tanggal 26 April 2010 sekitar pukul 19.00 WIB di

Perumdam RT. 04 Kel. Kandang Mas Kec. Kampung Melayu Kota Bengkulu,

Terdakwa mengambil satu buah sandal merk Converse; awalnya terdakwa

hendak bermain bersama dua temannya dan tidak menggunakan sandal jepit.

b. Bahwa terdakwa melihat ada sandal jepit yang terletak di teras depan pintu

yang sedang tertutup dan rumah tersebut tidak berpagar; terdakwa menyuruh

temannya Bani untuk mengambil sandal jepit tersebut, namun Bani tidak

46 Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, cet. Pertama,

Bandung: PT Refika Aditama, juni, 2006. h. 58.

Page 70: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

59

berani, terdakwa mendekati sandal jepit tersebut lalu langsung mengambilnya

dan dipakai oleh terdakwa;

c. Bahwa sandal jepit milik terdakwa siberikan kepada saksi Bani, kemudian

terdakwa bersama Bani dan Wahyu lalu kabur meninggalkan rumah korban.

Dari gambaran kronologi tersebut di atas, pelaku melakukan aksinya

seorang diri. Fokus dari putusan tersebut adalah Shodiq Mumtazum als Shodiq

als Tayun bin Gunadi merupakan pelaku utama.

2. Tuntutan Jaksa

Atas perbuatan Shodiq Mumtazum als Shodiq als Tayun bin Gunadi,

maka jaksa penuntut umum mendakwakan :

a. Bahwa perbuatan tersebut dianggap telah melakukan tindak pidana pencurian

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 362 KUHP yang

mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Unsur “setiap orang” Menimbang, bahwa yang dimaksud “setiap orang adalah

semua orang selaku subjek hukum yang mampu melakukan perbuatan hukum

dan mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya secara hukum;

2. Unsur “mengambil suatu barang” Menimbang, bahwa yang dimaksud

mengambil suatu barang adalah membawa atau memindahkannya sesuatu

barang dari suatu tempat ke tempat lain yang sebelumnya tidak dalam

penguasaannya menjadi dalam penguasaannya;

3. Unsur “yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain” Menimbang bahwa

satu pasang sandal warna hitam lis merah merk Converse bukan milik

Page 71: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

60

terdakwa Shodiq Mumtazum als Shodiq als Tayun bin Gunadi, melainkan

milik korban Husnan bin Munir;

4. Unsur “dengan maksud untuk dimiliki dengan melawan hukum” Menimbang,

bahwa satu pasang sandal warna hitam lis merah merk Converse tersebut

dilakuakn secara sadar dengan maksud dan tujuan yang pasti yaitu digunakan

untuk kepentingan sendiri dan dilakukan tanpa seijin yang berhak yaitu saksi

Husnan bin Munir sehingga bertentangan dengan ketentuan hukum yang

berlaku;

Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur-unsur dari pasal 362 KUHP

telah terpenuhi, maka kepada terdakwa dapat dinyatakan secara sah dan

menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pencurian”. Dari dakwaan

tersebut di atas, jaksa menuntut Shodiq Mumtazum als Shodiq als Tayun bin

Gunadi agar mempertanggungjawabkan atas perbuatannya dan meminta kepada

tim hakim pengadilan Negeri Bengkulu yang mengadilinya dengan fonis kepada

terdakwa dengan hukuman penjara dua bulan.

3. Putusan Hakim

Dalam putusan pengadilan Negeri Bengkulu yang di bacakan pada hari

Senin tanggal 28 Juni 2010 dengan Nomor: 255/ Pid.B / 2010 / PN.BKL

terdakwa dengan nama Shodiq Mumtazum als Shodiq als Tayun bin Gunadi;

tempat lahir Temanggung; umur/ Tanggal 15 tahun/ 13 Juli 1994; jenis kelamin

laki-laki; kewarganegaraan Indonesia yang bertempat tinggal di Jl. RE.

Page 72: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

61

Martadinata RT. 04 RW. 06 Kel. Muara Dua Kec. Kampung Melayu Kota

Bengkulu; agama Islam; dan pekerjaan sebagai pelajar di MTs Kelas VII.

Menyatakan terdakwa Shodiq Mumtazum als Shodiq als Tayun bin

Gunadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “pencurian”. Hal tersebut dikatakan oleh hakim anak A. Sumardi, SH,

M.Hum. dalam pembacaan fonis terhadap terpidana Shodiq Mumtazum als

Shodiq als Tayun bin Gunadi di pengadilan Negeri Bengkulu. Dalam putusannya

mengatakan, terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP

tentang tindak pidana pencurian.

Terdakwa terbukti melakukan pencurian dengan mengambil barang milik

orang lain, sehingga terdakwa difonis selama satu bulan, dan adapun yang dapat

meringankan hukuman tersebut, dengan hakim menyatakan beberapa alasan

antara lain: terdakwa masih anak-anak (lima belas tahun) dimungkinkan masih

bisa dibina; terdakwa belum pernah dihukum; terdakwa bersikap sopan dalam

persidangan dan mengakui terus terang perbuatannya; keluarga terdakwa sudah

melakukan perdamaian dengan korban dan sudah membayar ganti rugi atas

kerugian korban; serta terdakwa masih berstatus sebagai pelajar.

4. Analisa Putusan Hakim Menurut Hukum Positif

Jika di pandang dari sudut pandang Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP) atas putusan Pengadilan Negeri Bengkulu atas perkara No: 255 / Pid.B /

2010 / PN.BKL. Tindak pidana pencurian yang dilakukan Shodiq Mumtazum als

Shodiq als Tayun bin Gunadi belum sesuai dengan amanat Undang-undang yang

Page 73: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

62

berlaku di Indonesia. Dalam putusan tersebut terdakwa dijatuhi hukuman selama

satu bulan. Secara tegas dalam perkara tersebut terdakwa telah terbukti secara

meyakinkan melakukan perbuatan pencurian (pasal 362 KUHP) yang seharusnya

dihukum lima tahun penjara atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Karena tindakan yang dilakukan terdakwa adalah telah merugikan orang lain.

Meskipun kerugian yang ditimbulkan oleh terdakawa bernilai kecil namun

Pengadilan Negeri Bengkulu belum mampu memenuhi amanat yang tertera dalam

KUHP. Namun hakim memutuskan perkara tersebut juga dengan hal-hal yang

meringankan, diantaranya terdakwa masih anak-anak (lima belas tahun) dan

masih berstatus sebagai pelajar. Batas cakap hukum dalam menjatuhi hukuman

adalah tujuha belas tahun. Maka dari kasus di atas terdakwa belum dikatakan

cakap hukum atau masih dikatakan dalam kategori anak-anak dalam menjalani

hukuman.

Apabila mengkajinya menggunakan konsep restorative justice, kasus yang

menimpa terdakwa Shodiq Mumtazum als Shodiq als Tayun bin Gunadi

seharusnya tidak perlu sampai pada tingkat pengadilan. Dikarenakan sudah ada

keluarga terdakwa yang sudah melakukan perdamaian dengan korban dengan

membayar ganti kerugian atas kerugian yang diakibatkan oleh terdakawa kepada

korban. Pada konsep restorative justice penerapan pidana penjara bukanlah jalan

keluar yang terbaik bagi anak-anak yang bermasalah dengan hukum karena

Page 74: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

63

pengaruhnya akan lebih buruk jika mereka dibina dalam lingkungan yang

bermasalah.47

Selain itu, tetap harus memperhatikan hak-hak asasi anak sebagai

tersangka. Oleh karena itu, sebisa mungkin anak-anak dijauhkan dari tindakan

penghukuman sebagaimana yang biasa diterapkan kepada pelaku dewasa. Perkara

dengan No: 255 / Pid.B / 2010 / PN.BKL sudah mencoba menyelesaikan kasus

ini dengan pembayaran kerugian sebagaimana yang dilakukan terdakwa dengan

mengambil sepasang sandal jepit merk Converse senilai delapan puluh ribu

rupiah. Juga barang bukti sepasang sandal jepit pun sudah dikembalikan kepada

Husnan bin Munir selaku korban. Penyelesaian kasus ini menggunakan konsep

restorative justice dapat dilakukan dengan memberi kesempatan kepada keluarga

terdakwa dan korban untuk duduk bersama dan memberi solusi terbaik selain

dengan jalan pidana penjara. Pemberian ganti kerugian ataupun rehabilitasi dapat

dilakukan pada terdakwa di samping pidana penjara yang dihadapi masih

mengingat mereka belum sempurna dikatakan cakap hukum. Seharusnya, aparat

penegak hukum pun bisa menilai dan memutuskan putusan dengan rasional yang

setimpal dengan apa yang akan menjadi ganjaran kepada pelaku guna

memberikan efek jera pada pelaku dan tidak mengulangi kejadian yang sama

dilain waktu.

47 Paulus Hadisuprapto, Hukum Pidana Dalam Perspektif, Denpasar, Bali: Pustaka Larasan,

Jakarta: Universitas Indonesia, Universitas laiden, Universitas Griningen, 2012. h. 300.

Page 75: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

64

BAB IV

Penerapan Restorative Justice Menurut Hukum Islam

A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Ringan Dengan Restorative

justice

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bagaimana restorative justice dapat

digunakan dalam kasus tindak pidana ringan. Sehubungan dengan hal tersebut maka

dalam perspektif islam juga memiliki konsep yang sama dengan restorative justice.

Makna keadilan saling berkaitan tidak hanya penting dalam pengertian yang abstrak,

tetapi juga memberi gambaran penjelasan bagi suatu pemahaman tentang aspek-aspek

keadilan yang bermacam-macam. Salah satunya memberikan keadilan kepada orang

yang melakukan tindak pidana dengan hukuman (ganjaran) yang setimpal dengan

tindak pidana yang dilakukannya. Namun hukuman selalu dikaitkan dengan keadilan

dan hak asasi manusia. Adalah dua konsep yang yang dinyatakan secara tidak

langsung secara abstrak “al-haq“, yang merupakan salah satu tujuan tertinggi dari

hukum.1uqūbah atau hukuman dalam islam adalah sanksi hukuman yang telah

ditentukan untuk kemaslahatan masyarakat karena melanggar perintah syarak (Allah

SWT dan rasul-Nya). Pada Hukum Islam hukuman terbagi atas beberapa bagian,

1 Majid,Khadduri, Teologi keadilan menurut islam, Surabaya: risalah gusti, 1999, h. 345.

Page 76: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

65

diantaranya berdasarkan berat-ringannya hukuman, 2pertama, jarimah hudud; kedua,

jarimah kisas dan diat; serta yang terakhir, jarimah takzir.

a) Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had.

Pengertian hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara dan

menjadi hak Allah swt. atau segala bentuk tindak pidana yang telah ditentukan bentuk,

jumlah, dan ukuran hukuman semata-mata. Artinya tindak pidana hudud ini bersifat

terbatas, jenis hukumannya telah ditentukan, dan ukuran hukumannya pun tidak

memiliki batas terendah maupun tertinggi. Bentuk-bentuk jarimah yang termasuk ke

dalam hudud menurut ulama fiqih adalah: jarimah zina, jarimah qazdaf, jarimah

syurbul khamar, jarimah pencurian, jarimah hirabah, jarimah riddah, jarimah al-

Bagyu.

b) Jarimah kisas dan diat adalah tindak pidana yang berkaitan dengan

pelanggaran terhadap jiwa atau anggota tubuh seseorang, yaitu membunuh atau

melukai seseorang. Jarimah kisas dan diat merupakan hukuman yang merupakan hak

individu yang kadar jumlahnya telah ditentukan, yakni tidak memiliki batas minimal

atau maksimal. Pebedaan dengan hukuman had adalah banhwa had merupakan hak

Allah, sedangkan kisas dan diat adalah hak manusia (hak individu). Maksud dari hak

individu dalam hal ini bahwa hukumann tersebut bisa dimaafkan oleh korban atau

keluarganya yang akan lebih dijelaskan pada point selanjutnya. Tindak pidana yang

termasuk termasuk ke dalam tindak pidana kisas dan diat adalah: pembunuhan

2 Ahmad Wardi Muslich, pengantar dan asas hukum pidana islam (fiqih jinayah), Jakarta:

Sinar Garfika, September, 2004. h. 17.

Page 77: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

66

disengaja, pembunuhan yang menyerupai disengaja, pembunuhan tersalah, pelukaan

disengaja, pelukaan tersalah.

c) Tindak pidana Takzir adalah hukuman yang belum di tetapkan oleh syara,

melainkan diserahkan kepada ulil amri, baik penentuan ataupun pelakasanaannya.

Dalam menentukan hukuman tersebut, penguasa hanya menetapkan hukuman sacara

global saja. Artinya, pembuat undang-undang tidak menetapkan hukuman untuk

masing-masing jarimah takzir, melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman

dari yang seringan-ringannya sampai yang seberat-beratnya. Tujuan diberikannya hak

penentuan jarimah-jarimah takzir dan hukumannya kepada penguasa adalah agar

mereka dapat mengatur masyarakat dan memilihara kepentingan-kepentingannya.3

Pentingnya pembagian tindak pidana menjadi hudud, kisas, diat, dan takzir

karena beberapa hal yaitu yaitu, pertama dari segi pengampunan hukuman. Pada

tindak pidana hudud tidak ada pengampunan secara mutlak, baik dari korban maupun

dari penguasa tertinggi (kepala negara). Karena itu, pengampunan yang diberikan oleh

salah satu dari keduanya akan sia-sia dan tidak berpengaruh, baik terhadap tindak

pidana yang diperbuat maupun terhadap hukuman tersebut. Adapun pada tindak

pidana kisas, pengampunan bisa diberikan oleh korban. Dalam hal ini, pengampunan

yang diberikan mempunyai pengaruh. Karena itu korban bisa memaafkan hukuman

kisas untuk diganti dengan hukuman diat sebagaimana juga bisa membebaskan pelaku

dari hukuman diat.

3 Ahmad Wardi Muslich, pengantar dan asas hukum pidana islam (fiqih jinayah), Jakarta:

Sinar Garfika, September, 2004. h. 19-20.

Page 78: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

67

Mengenai tindak pidana kisas, kepala negara (penguasa tertinggi) tidak boleh

memberikan pengampunan karena pengampunan dalam tindak pidana ini hanya

dimiliki oleh korban atau walinya. Akan tetapi kalau korban tidak cakap (masih di

bawah umur atau gila) dan korban tidak memiliki wali, maka kepala negara yang

menjadi walinya. Dalam pidana takzir, pihak penguasa memiliki hak untuk

menngampuni pelaku tindak pidana dan hukuman sekaligus, dengan syarat tidak

mengganggu hak pribadi korban. Korban juga bisa memberikan pengampunan dalam

batas-batas yang berhubungan dengan hak-hak pribadinya. Seorang hakim mempunyai

kekuasaan yang luas pada tindak pidana takzir dalam mepertimbangkan keadaan-

keadaan yang meringankan serta peringanan hukuman.

Kedua, segi kekuasaan hakim, dalam pidana hudud apabila tindak pidana ini

sudah dapat dibuktikan. Hakim sudah harus melaksanakan hukuman yan telah

ditentukan, tanpa mengurangi, menambah, mengganti atau menunda pelaksanaannya.

Artinya, kekusaannya dalam tindak pidana hudud hanya terbatas pada pengucapan

(penetapan) putusan hukuman yang telah ditentukan. Begitu juga dalam tindak pidana

kisas, kekuasaan hakim hanya terbatas pada penjatuhan putusan yang telah ditetapkan

apabila perbuatan yang dituduhkan kepada pelaku telah dibuktikan. Apabila

mendapatkan maaf dari korban maka hakim harus menjatuhkan hukuman diat kepada

Page 79: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

68

pelaku. Adapun pada tindak pidana takzir, hakim diberi kekuasaan yang luas untuk

menentukan jenis dan ukuran hukumannya.4

1) Berdasarkan niat pelaku di bagi atas jarimah yang disengaja dan jarimah yang tidak

disengaja. Jarimah yang disengaja, yaitu secara nyata terpidana bermaksud untuk

melakukan tindak pidana tersebut dan terpidana mengetahui bahwa perbuatan itu

tidak boleh (dilarang) dilakukan dan pelakunya diancam dengan hukuman.

Contohnya saja berniat untuk membunuh orang lain dengan segala sesuatu yang

sudah direncanakan. Sedanngkan, jarimah yang tidak disengaja, yaitu terpidana

tidak mempunyai niat sama sekali untuk melakukan tindak pidana tersebut.

Terjadinya tindak pidana ini karena kesalahan semata. Contohnya saja seseorang

berniat untuk berburu namun karena salah duga seorang tersebut menembak orang

lain yang dikiranya seekor hewan buruan.

2) Di lihat dari segi cara mengerjakannya, jarimah terbagi atas:5 al-jarīmah ījābiyah

dan al-jarīmah salabiyah. Al-jarīmah ījābiyah (tindak pidana yang bersifat positif),

yaitu melakukan suatu perbuatan yang dilarang, seperti perampokan, perzinaan, dan

pemukulan. al-jarīmah al-salābiyah (tindak pidana yang bersifat negatif), berupa

sikap tidak mau melaksanakan suatu perbuatan yang diperintahkan, seperti

4 Abdul Qadir Audah, At-Tasri Al-Jina’i Al-Islamiy Muqaranan Bil Qanunil Wad’iy, jilid ke

I, Penerbit: Muassasah Ar-Risalah, Edisi Indonesia, Penerbit : PT Charisma Ilmu, h. 101-102. 5 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, h.

809.

Page 80: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

69

keengganan saksi untuk mengemukakan kesaksiannya atau keengganan seseorang

membayar zakat.

3) Di tinjau dari segi objeknya, jarimah terbagi atas: tindak pidana perorangan dan

tindak pidana masyarakat. Tindak pidana perorangan, yaitu tindak pidana yang

pensyariatan hukumannya untuk menjamin kemaslahatan pribadi, meskipun

menyangkut hak pribadi namun didalamnya terkait kepentingan umum, contohnya

pembunhan, pemukulan dan jarimah takzir yang termasuk hak individu. Tindak

pidana masyarakat, yaitu tindak pidana yang pensyariatan hukumannya

dimaksudkan untuk memelihara kemaslahatan dan ketertiban masyarakat, baik

menjadi korban dalam tindak pidana adalah pribadi, masyarakat, maupun stabilitas

masyarakat dan keamanan mereka.

4) Di tinjau dari segi tabiatnya, jarimah terbagi atas: tindak pidana biasa dan tindak

pidana politik. Tindak pidana biasa, yaitu tindak pidana yang dilakukan oleh

seseorang tanpa mengaitkannya dengan tujuan-tujuan politik. Tindak pidana politik,

menurut Muhammad Abu Zahra yaitu jarimah yang merupakan pelanggaran

terhadap peraturan pemerintah atau pejabat-pejabat pemerintah atau terhadap garis-

garis politik yang telah ditentukan oleh pemerintah.6

Hukum pidana konvensional dalam menghukum seseorang dengan apa

yang terdapat di dalam KUHP dengan berdasarkan dua jenis hukuman yang terbagi

atas hukuman pokok dan hukuman pengganti. Hukuman pengganti yang telah

6 Ahmad Wardi Muslich, pengantar dan asas hukum pidana islam (fiqih jinayah), Jakarta:

Sinar Garfika, September, 2004. h. 27.

Page 81: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

70

dijelaskan pada bab sebelumnya merupakan konsep dari restorative justice yang

belaku dizaman modern dengan penggantian denda, ganti rugi, kerja sosial, serta

rehabilitasi. Hukum Islam pun memiliki jenis hukuman yang serupa dengan konsep

restorative justice. Pertama, hukuman pokok (al-uqûbah al-ashliyyah), yaitu

hukumann yang telah ditetapkan pada satu tindak pidana, seperti hukuman kisas bagi

tindak pidana pembunuhan dan hukuman potong tangan bagi pencurian.

Kedua, hukuman pengganti (al-uqûbah al-badāliyyah), yaitu hukuman yang

menggantikan hukuman pokok apabila hukuman pokok tidak dapat dilaksanakan

karena alasan yang syar’i, seperti hukuman kisas yang berganti dengan hukuman diat,

layaknya hukuman penjara dengan menggunakan hukuman denda dalam hukum

konvensional. Ketiga, hukuman tambahan (al-uqûbah al-tabaiyyah), yaitu hukuman

yang mengikuti hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan tersendiri. Contohnya

larangan menerima warisan bagi pembunuh. Larangan menerima warisan ini adalah

konsekuensi atas penjatuhan hukuman mati terhadap pembunuh.

Keempat, hukuman pelengkap (takmīliyyah), yaitu hukuman yang

mengikuti hukuman pokok dengan adanya putusan tersendiri dari hakim contohnya,

mengalungkan tangan pencuri yang telah dipotong kelehernya, hukuman pengalungan

ini baru boleh dilakukan setelah dikeluarkannya putusan hukuman tersebut. Konsep

hukuman secara umum, tradisi hukum pidana berkembang dalam praktek setiap

masyarakat yang mengenal struktur kekuasaan. Praktek memberikan hukuman kepada

setiap pelanggaran yang bersifat publik terdapat dalam setiap masyarakat. Hal ini

Page 82: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

71

merupakan konsekuensi logis dari kenyataan bahwa di mana ada masyarakat, di sana

ada hukum.7

Dari gambaran betuk-bentuk pidana dalam Hukum Islam di atas dapat

disimpulkan konsep pemidanaan dalam tradisi islam itu meliputi pidana atas jiwa

anggota badan, atas harta dan atas kemerdekaan. Keempat konsep pidana tersebut

merupakan sanksi yang bersifat hukuman. Akan tetapi sebagai sanksi hukum, keempat

jenis pidana di atas tidak murni bersifat pidana seperti yang dipahami dalam konsep

barat modern. Dalam tradisi islam mengenai sanksi hukuman, terdapat dua keunikan

sekaligus. Pertama konsep sanksi hukum itu mempunyai kaitan dengan sanksi agama

dan kedua, konsep sanksi hukum itu sendiri mempunyai dua sifat sekaligus, yaitu

pidana dan perdata. Contohnya pada hukuman kisas, maka hak korban untuk menuntut

sangat didahulukan namun dalam menjalankan hukuman tersebut harus mementingkan

kepentingan hak pelaku selaku pribadi yang ingin di kisas.

Selain itu, yang juga menarik pengelompokan bentuk-bentuk pidana tersebut

terjadi karena dalam tradisi pemikiran Hukum Islam, jenis-jenis kejahatan

dikelompokkan dengan kriteria hak yang dilanggar antara hak Allah atau hak manusia.

Konsep hukuman yang dinyatakan dalam Al-Quran itu sendiri dipahami sebagai

hukuman yang pasti dan tidak dapat berubah. Karena itulah, pidana kisas dan diat

dikelompokkan secara tersendiri, dan begitu pula dengan pidana had dan pidana takzir.

Tetapi menurut Fazlur Rahman, guru besar studi islam pada University of Chicago,

7 Jimly Asshidiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Studi Tentang Bentuk-Bentuk

Pidana Dalam Tradisi Huku Fiqh Dan Relevansinya Bagi Usaha Pembahuan KUHP Nasional,

Bandunng: Angkasa, 1996. h.53.

Page 83: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

72

konsep Al-Quran sendiri mengenal sanksi hukum terutama sanksi pidana. Sebenarnya

berpusat kepada konsep “had” yang berarti mencegah atau memisahkan sesuatu dari

yang lain, yang pada intinya sebagaimana dikemukakan juga oleh para ahli hukum

(fuqaha) masa lalu, mengandung prinsip pencegahan (deterrence) dan pembinaan

(reformation).8

Khusus mengenai konsep restorative justice dalam Hukum Islam dapat

diterapkan pada pidana kisas dan diat dan pidana potong tangan pada tindak pidana

pencurian dengan takzir, pada pidana kisas yang daya ancamannya memang khas

untuk delik-delik yang membahayakan keselamatan jiwa dan badan manusia yang

sangat dilindungi dalam islam. Tradisi kisas berasal dari tradisi Yahudi dan diat dari

tradisi Nasrani, yang dengan pandangan yang lebih manusiawi dikembangkan secara

seimbang dalam tradisi al-quan baik dalam rangka kepentingan korban maupun

kepentingan pelaku kejahatan.9 Konsep ini pula yang serupa dengan konsep

restorative justice dalam hukum konvensional yang menyeimbangkan kepentingan

korban juga kepentingan pelaku.

Konsep kisas yang menekankan prinsip pembalasan pada zamannya berhasil

dibangun oleh Nabi Musa secara adil, tertib dan tentram. Hanya kemudian dizaman

sesudahnya, yaitu diZaman Nabi Isa, pelaksanaan hukum kisas sendiri cenderung

berubah dari hakikatnya sebagai hukum yang menciptakan keseimbangan hidup dalam

8 Jimly Asshidiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Studi Tentang Bentuk-Bentuk

Pidana Dalam Tradisi Huku Fiqh Dan Relevansinya Bagi Usaha Pembahuan KUHP Nasional,

Bandunng: Angkasa, 1996. h. 119. 9 Jimly Asshidiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Studi Tentang Bentuk-Bentuk

Pidana Dalam Tradisi Huku Fiqh Dan Relevansinya Bagi Usaha Pembahuan KUHP Nasional,

Bandunng: Angkasa, 1996. h. 121.

Page 84: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

73

masyarakat. Sikap Yahudi yang kental dengan balas dendam, kekasaran, permusuhan,

dan penindasan dirubah dengan ajaran kasih sayang dari Nabi Isa. Dalam

hubungannya dengan masalah hukum, Nabi Isa melalui Injil yang dibawanya,

memperkenalkan kepada masyarakat bani Israel ajaran baru dengan memaafkan setiap

kejahatan yang dilaukan orang lain. Ajaran pemberian maaf itu, dilengkapi pula

dengan suatu konsep hukum baru yang disebut dengan diat (denda), mengiringi

pemberian maaf. Artinya, setiap korban kejahatan dianjurkan untuk bersabar dan

memaafkan pelaku delik dengan memberikan hak menurut denda (diat) sebagai ganti

rugi akibat penderitaan yang dialami, akibat kejahatan yang dilakukan pelaku delik.

Namun demikian, dalam perjalanan waktu sepeninggal Nabi Isa, baik tradisi

kisas maupun diat berkembang dalam praktek-praktek yang dekaden. Kisas berubah

dari hakikatnya sebagai bentuk pidana yang berusaha menciptakan keseimbangan

dalam masyarakat menjadi alat legitimasi balas dendam dan diat berada dalam konteks

ajaran pemaaf dan kasih sayang yang berusaha melindungi kepentingan korban,10

berubah menjadi alat yang melidungi kepentingan kaum Borjuis dan kaya dan

memperlakukan kaum lemah secara semena-mena. Islam yang diajarkan oleh

Muhammad melalui Al-Quran yang diwahyukan oleh Allah, justru berusaha

meluruskan kembali tradisi ajaran yang telah diwahyukan sebelumnya itu sesuai

dengan hakikat semula. Alquran lebih menyederhanakannya dalam pelaksanaannya.

10 Jimly Asshidiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Studi Tentang Bentuk-Bentuk

Pidana Dalam Tradisi Huku Fiqh Dan Relevansinya Bagi Usaha Pembahuan KUHP Nasional,

Bandunng: Angkasa, 1996. h. 128.

Page 85: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

74

Beban yang diancamkan dalam hukum kisas dan diat itu ditentukan secara lebih ringan

daipada ketentuan-ketentuan sebelumnya.

Berbagai tradisi hukum yang dikembangkan oleh islam, bersifat lebih ringan

dari praktek sebelumnya. Karena itu, dalam studi filsafat Hukum Islam dikenal adanya

prinsip taqliq al-takalif (meringankan beban). Adanya prinsip ini didasarkan pada

maksud dari surat Al-Baqarah ayat (286) yang berarti :11

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupan. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang di usahakannya, dan ia

mendapat siksa (dari kejahatannya) yang dikerjakan.”

Karena itu, ketentuan Al-Quran mengandung prinsip yang lebih meringankan

beban hukum bagi umat Islam bila dibandingkan dengan beban-beban hukum yang

dipikulkan kepada umat-umat yang terdahulu.

Oleh karena itu, dalam persoalan kisas dan diat pun menjadi disederhanakan

kepada terpidana. Konsep diat (denda) dalam tradisi Islam adalah denda yang harus

dibayar oleh terpidana kepada korban atau keluarganya sebagaimana yang dinyatakan

dalam surat Al-Baqarah ayat (178):

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan

dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba

11 Jimly Asshidiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Studi Tentang Bentuk-Bentuk

Pidana Dalam Tradisi Huku Fiqh Dan Relevansinya Bagi Usaha Pembahuan KUHP Nasional,

Bandunng: Angkasa, 1996. h. 129

Page 86: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

75

dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu

pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara

yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi

ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari

Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka

baginya siksa yang sangat pedih.”

Selanjutnya pada pidana potong tangan pada tindak pidana pencurian

sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Maidah ayat (38) dalam ayat ini disebutkan

“Laki-laki yang mencuri maunpun perempuan yang mencuri potpnglah

tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang ,mereka lakukan dan sebagai

siksaan dari allah. Dan allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Bentuk pidana potong tangan tersebut dalam ayat di atas pelaksanaannya

pidananya bersifat gradual. Pertama kali dipotong kaki kiri. Apabila ternyata yang

bersangkutan mengulangi lagi perbuatann yang sama, maka yang dipotong adalah

tangan kiri, dan dengan demikian seterusnya dipotong kaki kanan.12

Dasar pengertian

dari pencurian adalah mengambil harta orang lain yang terpelihara secara sembunyi-

sembunyi.13

Syarat-syarat untuk mengenakan had potong tangan dalam kasus

pencurian menurut sayyid Sabiq terdiri dari syarat mengenai pencurinya, syarat

12 Jimly Asshidiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Studi Tentang Bentuk-Bentuk

Pidana Dalam Tradisi Huku Fiqh Dan Relevansinya Bagi Usaha Pembahuan KUHP Nasional,

Bandunng: Angkasa, 1996.h. 74. 13 Abdul azis dahlan, ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: ichtiar baru van hoeve, 1996, h. 1389

Page 87: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

76

mengenai barang yang dicuri, dan syarat mengenai tempat penyimpanan barang yang

dicuri.14

Sedangkan syarat ketiga adalah syarat yang menyangkut tempat

penyimpanan, yaitu bahwa baranng yang dicuri haruslah memang benda yang

dipelihara, disimpan, dijaga, atau lazimnya dianggap sedang berada dalam

pengawasan dan penjagaan oleh pemiliknya.15

Pencurian dapat dibuktikan dengan

salah satu dari dua cara pembuktian berikut16

.Pengakuan pelaku bahwa dirinya telah

melakukan pencurian. Pelaku mengakui perbuatannya bukan disebabkan karena

adanya tekanan dengan sebab apapun, melainkan kerana kehendaknya sendiri. Jika

pelaku menarik kembali pengakuannya sebelum dikenakan had mencuri kepadanya,

maka tangannya tidak dipotong, tetapi pelaku harus mengganti barang yang dicurinya.

Dan kesaksian dua orang saksi adil yang bersaksi bahwa pelaku telah melakukan

pencurian.

Apabila suatu kasus pencurian memenuhi ketiga persyaratan di atas, maka

pelakunya dipidana potong tangan dan dihukum mengembalikan barang curiannya

kepada pemiliknya, dalam hal pencurian yang tidak memenuhi salah satu syarat dari

ketiga sayarat di atas, maka kepada pelakunya tidak dikenakan pidana had potong

tangan, sebagaimana dinyatakan dalam hadis rasulullah yang diriwayatkan dari jabir

14 Lihat Asadulloh, Al Faruq, Hukum pidana dalam sistem Hukum Islam, penerbit Ghia

Indonesia, Oktober 2009. h. 34. 15 Jimly Asshidiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Studi Tentang Bentuk-Bentuk

Pidana Dalam Tradisi Huku Fiqh Dan Relevansinya Bagi Usaha Pembahuan KUHP Nasional,

Bandunng: Angkasa, 1996. h. 91. 16 Asadulloh, Al Faruq, Hukum pidana dalam sistem Hukum Islam, penerbit Ghia Indonesia,

Oktober 2009. h. 33.

Page 88: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

77

bahwa “penipu, perampas, dan pencopet tidaklah di kenakan pidana potong tangan”

(riwayat Ashabu Al-Sunnah, Hakim, Baihaqi, dan dibenarkan oleh Tirmindzi dan Ibn

Hibban). Tindakan mengambil harta atau barang orang lain tanpa hak, tetapi tidak

mencukupi syarat sebagai pencurian yang dikenal dalam pidana had potong tangan

sebagaimana disebutkan di atas. Pencuri yang tidak memenuhi syarat untuk dipidana

potong tangan tersebut dapat dikatakan pencurian ringan.

Rasulullah terhadap kasus semacam ini pernah mengenakan sanksi

mengembalikan barang curiannya dengan denda dua kali harga barang yang dicuri.

Dengan kasus yang lain juga beliau pernah mengenakan hukuman pemukulan kepada

pencuri, selain denda dua kali lipat dari harga curian.17

Dari peristiwa-peristiwa di

atas, dapat diketahui bahwa terhadap kasus pencurian ringan, jika barang yang dicuri

tidak mencapai batas nisab, maka pidana yang diancamkan juga ringan yaitu dengan

ganti rugi dan pidana pemukulan badan sebagai peringatan atau diganti dengan

takzir18

.

Menurut Hukum Islam, kasus yang menimpa Shodiq Mumtazum siswa MTs

kelas tiga di Bengkulu adalah satu kasus tindak pidana ringan dengan tindak pidana

pencurian (al-Sariqah) sepasang sandal jepit. Kasus yang menimpa Shodiq dalam

Hukum Islam bisa dikenakan jarimah potong tangan. Namun dalam menjalankan

17 Jimly Asshidiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Studi Tentang Bentuk-Bentuk

Pidana Dalam Tradisi Huku Fiqh Dan Relevansinya Bagi Usaha Pembahuan KUHP Nasional,

Bandunng: Angkasa, 1996. h. 92. 18 Abdur Rahman I Doi, Shari’ah, the islamic law, jakarta: PT Rineka cipta, januari 1992. h.

65.

Page 89: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

78

hukuman potong tangan ada beberapa persyaratan yang diperlukan diantaranya dalam

kasus Shoqiq mumtazum adalah:

1) Pengambilan barang itu dilakukan secara diam-diam atau sembunyi-

sembunyi. Syarat ini masuk dalam salah satu syarat dari beberapa sayarat yang lain

dalam potong tangan. Karena pada kasus ini pelaku pengambil barang yang berupa

sandal sepasang sandal jepit yang diambil secara diam-diam tanpa izin dari pemilik

sandal tersebut selaku korban Husnan Bin Munir. Pada saat itu Husnan sedang

menonton tv dan tidak tahu bahwa sandal yang dilettakkan di teras rumahnya hilang.

2) Yang dicuri itu bernilai. Bahwa pada kasus ini sepasang sandal jepit

converse yang dicuri oleh pelaku adalah bernilai delapan puluh ribu rupiah (Rp

80.000,00). Dalam Hukum Islam batas nisab untuk dikenakannya had potong tangan

adalah sebesar seperempat dinar. Bila dihitung dengan emas maka nisab tersebut

mencapai 1,125 gram emas. Maka apabila emas itu ditukarkan dalam bentuk rupiah

maka nilainya adalah empat ratus lima puluh ribu rupiah. Alhasil maka tersangka tidak

memenuhi syarat untuk menjalankan hukuman had potong tangan.

3) Pelaku adalah mukhalaf, dalam hal ini Rasulullah menyatakan19

pembenanan hukum diangkat dalam tiga hal, yaitu anak kecil sampai ia mimpi, orang

gila sampai ia sembuh, dan orang tidur sampai ia bangun” oleh karena itu, orang

yang yang belum cakap bertindak hukum tidak bisa dikenakan hukuman pencurian. Di

samping itu, ulama mazhab Syafi’I dan Hambali menambahkan syarat orang yang

mencuri tersebut haruslah atas kesadaran sendiri. Shodiq dikategorikan kedalam orang

19 Abdul azis dahlan, Jakarta: ichtiar baru van hoeve, 1996, h. 1391.

Page 90: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

79

yang belum cakap hukum namun apabila dilihat dari umur pelaku mayoritas Fuqaha

membatasi usia minimal lima belas tahun untuk laki-laki dan permpuan20

maka shodiq

dikatakana baliq. Perbutannya pun diakuinya dengan kesadaran sendiri tanpa ada

paksaan dari pihak luar.

Ketiga syarat yang tertera dalam persyaratan had potong tangan dengan

terdakwa Shodiq Mumtazum belum bisa dilakukan. Karena shodiq belum benar-benar

memiliki kecakapan hukum. Maka dari itu hukuman had potong tangan apabila

dengan konsep restorative justice maka perbuatan Shodiq Mumtazum yang seharusnya

dikenakan potong tangan namun dengan kecakapan hukum yang belum sempurna

maka konsep restorative justice dapat digunakan dengan memberikannya hukuman

berupa merehabilitasi dengan tujuan melindungi masyarakat untuk mendidik dan

member efek jera pada pelaku ataupun pembayaran diat.

Kiranya shodiq mumtazum dikenakan had potong tangan maka konsep

restorative justice yang diberlakukan adalah dengan sanksi takzir, Allah memberikan

keringanan tersebut kepada pelaku sesuai dengan sabda Rasulullah SAW

21“Diangkatkan pembebanan hukum dari tiga jenis orang: (1) anak kecil sampai ia

balig, (2) orang tidur sampai ia bangun, (3) orang gila sampai ia sembuh”. Dasar

peringanan hukuman tersebut sama dengan konsep restorative justice dalam hukum

pidana, yaitu dengan membayar ganti rugi atau diat kepada korban dengan membayar

20 Abdul Qadir Audah, At-Tasri Al-Jina’i Al-Islamiy Muqaranan Bil Qanunil Wad’iy,

Penerbit: Muassasah Ar-Risalah, Edisi Indonesia, Penerbit : PT Charisma Ilmu, h. 258. 21 Abdul Qadir Audah, At-Tasri Al-Jina’i Al-Islamiy Muqaranan Bil Qanunil Wad’iy,

Penerbit: Muassasah Ar-Risalah, Edisi Indonesia, Penerbit : PT Charisma Ilmu, h. 63.

Page 91: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

80

dua kali lipat dari kerugian yang dilakukan terdakwa terhadap korban. Jika menurut

hukum pidana islam yang mengklasifikasikan pencurian berdasarkan jenis

perbuatannya dengan ada tidaknya unsur mengambil secara diam-diam sebagai

indikatornya, maka hal ini merupakan upaya untuk menemukan kebenaran materiil.

Menurut hukum pidana konvensional dalam sistem peradilan pidana khususnya

Indonesia, hal yang paling mendasar dalam sistem peradilan pidana adalah untuk

menemukan kebenaran meteriil, baik dalam hukum acara pidananya maupun hukum

materiilnya yang termaktub dalam pasal perpasal dalam KUHP. Tentu saja dengan

penegakkan hukum yang benar dan sesuai dengan undang-undang, maka sudah boleh

dikatakan hukum dapat bekerja sebagaimana mestinya, bukan hanya sebagai fungsi

kontrol dan fungsi rekayasa belaka akan tetapi hukum telah selangkah lebih maju

yakni, hukum telah berfungsi sebagai penegak kedilan yang pada dasarnya keadilan di

sini dipahami sebagai nilai-nilai yang diyakini dan hidup dalam masyarakat dalam

pengertian yang universal.22

Upaya restoratif Hukum Islam dalam tindak pidana pencurian adalah dengan

melibatkan korban atau dalam hal ini keluarga korban, pelaku, serta hakim sebagai

representasi dari masyarakat untuk proses mediasi dan eksekusi. Keluarga korban

sebagai orang yang terkena dampak secara langsung atas terjadinya tindak pidana

pencurian memiliki kewenangan untuk menentukan sanksi terhadap pelaku berupa

22

Zainal Arifin, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan

Pendekatan Keadilan Restoratif, Semarang :Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2012, h. 68.

Page 92: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

81

hukum potong tangan ataupun diat, ataupun pemaafan tanpa diat sekalipun. Pelaku

dalam hal ini sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas kerugian yang telah

ditimbulkan diharuskan memiliki kerelaan untuk bertanggungjawab dengan memenuhi

permintaan dari korban, hakim disini sebagai representasi masyarakat dapat bertindak

sebagai mediator dan pengawas bahkan pelaksana eksekusi jika dalam musyawarah

tersebut korban menginginkan dilaksanakan hukuman potong tangan.

Diat merupakan hukuman pengganti dari hukuman pokok kisash yang

diharapkan mampu memulihkan kerugian yang dialami oleh keluarga korban dengan

terbunuhnya anggota keluarganya. Demikian pula diat dalam tindak pidana pencurian

juga pengganti dari hukuman pokok potong tangan. Konsep diat inilah yang kemudian

menjadikan Hukum Islam menjadi lebih dinamis dalam rangka untuk memperoleh

keadilan. Dalam hukum konvensioal konsep diat hampir sama dengan restitusi atau

denda. Restitusi adalah denda yang harus dibayarkan untuk mengganti atas kerugian

yang telah ditimbulkan. Selain itu diat bagi pelaku merupakan bentuk

pertanggungjawaban yang harus dipenuhi atas kerugian yang ditimbulkannya. Akan

tetapi lebih dari itu, proses dialog antara korban dan pelaku dalam penyelesaian

perkara pidana diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran pada pelaku atas

tindakannya, sehingga keadilan restoratif bukanlah semata-mata bertumpu pada

pemulihan korban, akan tetapi juga dapat memberikan kesadaran pada pelaku dan

lebih meningkatkan peran serta mensyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam

menciptakan suasana yang tertib dan aman.

Page 93: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

82

B. Relevansi Tinjauan Hukum Islam Dan Diversi Terhadap Restorative justice

Keadilan restoratif adalah sebuah konsep pemikiran yang merespon

pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitik beratkan pada kebutuhan

pelibatan masyarakat dan korban yang dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang

bekerja pada sistem peradilan pidana yang ada pada saat ini. Berjalannya proses

peradilan adalah untuk mencapai keadilan yang bukan hanya berhenti pada pemberian

sanksi pidana pada pelaku sebagai pembalasan atas kerusakan yang dilakukan, akan

tetapi proses peradilan diharapkan mampu untuk memulihkan kerugian yang dialami

korban kepada posisi semula dimana kejahatan belum terjadi. Itulah yang kemudian

menjadi idaman masyarakat dunia saat ini yang merasa tidak puas dengan sistem

peradilan pidana yang ada karena tidak memberikan ruang bagi korban untuk terlibat

secara langsung dalam proses penyelesaian perkara pidana.23

Konsep keadilan restoratif memiliki perbedaan mendasar dengan konsep

keadilan retributif yang menjiwai sistem peradilan pidana dimayoritas negara.

Keadilan retributif memandang bahwa pemidanaan adalah akibat nyata atau mutlak

yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada pelaku tindak pidana. Fokus

perhatian keadilan retributif yaitu kepada pelaku melalui pemberian derita, dan kepada

masyarakat melalui pemberian perlindungan dari kejahatan berbeda dengan keadilan

restoratif yang lebih menekankan pada pemulihan serta memberikan fokus perhatian

kepada korban, pelaku, dan masyarakat terkait.

23 Zainal Arifin, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan

Pendekatan Keadilan Restoratif, Semarang :Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2012, h. 71.

Page 94: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

83

Konsep keadilan restoratif tidak akan terwujud tanpa adanya upaya restoratif,

upaya restoratif dapat dipahami sebagai upaya yang menggunakan konsep keadilan

restoratif dan menghasilkan tujuan dari konsep tersebut yaitu kesepakatan dari antara

para pihak yang terlibat. Kesepakatan ini merupakan kesepakatan para pihak agar

mencapai pemenuhan kebutuhan korban dan masyarakat atas kerugian yang timbul

dari tindak pidana yang terjadi. Hasil kesepakatan tersebut dapat berbentuk sejumlah

program seperti restitusi, community service, rehabilitasi dan pidana alternatif lainnya

seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

Berbeda dengan hukum pidana konvensional yang memandang tindak pidana

murni terlepas dari penyelesaian yang bersifat perdata, Hukum Pidana Islam

memandang setiap tindak pidana didalamnya terdapat unsur keperdataan antara korban

dan pelaku yang akan mempengaruhi proses hukuman yang akan diberikan kepada

pelaku. Aturan ini lebih lanjut pada asas kepatrian hukum yang senantiasa berpijak

apada asas pada aturan legalitas aturan yang diundangkan dalam hukum pidana positif,

tidak jauh berbeda dengan Hukum Pidana Islam yang juga berpijak pada asas legalitas

yang aturannya berpatokan pada Al-Quran dan Sunnah.24

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat pentingnya konsep keadilan restoratif

dalam sistem peradilan pidana konvensional maupun dalam hukum pidana islam.

Meskipun konsep keadilan restoratif saat ini hanya bisa digunakan pada delik-delik

pidana tertentu, akan tetapi pandangan Hukum Islam yang memungkinkan adanya

24 Zainal Arifin, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan

Pendekatan Keadilan Restoratif, Semarang :Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2012. h. 74.

Page 95: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

84

diversi dari kisas ke diat juga hukum potong tangan ke-takzir diharapkan menjadi

pijakan dalam penyelesaian perkara pidana untuk lebih memperhatikan kepentingan

korban dalam rangka pemulihan atas kerugian yang diderita.

Diversi dalam keadilan restoratif melalui sistem peradilan pidana bisa dilihat

dalam tiga tahap yaitu tahapan pra-adujikasi, ajudikasi, dan purna-ajudikasi. Pada

tahap pra ajudikasi pendekatan keadilan restoratif ditawarkan dalam fase awal proses

peradilan pidana, kalau dalam sistem peradila pidana di Indonesia yaitu proses

peradilan pidana pada tahap kepolisian. Pada tahap ini, kepolisian bisa menggunakan

kewenangan diskresinya yang diatur dalam Undang-Undang No. 02 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan diversi atau

pengalihan proses pidana pada proses informal. Diversi ini bisa berbentuk mediasi

yang mempertemukan pihak pelaku dan korban untuk bersama menyelesaiakan

perkara pidana yang dihadapi, sehingga perkara tidak pelu untuk dilanjutkan sampai

kejaksaan. Saat ini kewenangan diskresi kepolisian untuk melakukan diversi sangat

jarang dilakukan karena belum adanya payung hukum yang mengatur secara obyektif

terkait dengan kewenangan diskresi kepolisian untuk melakukan diversi sehingga

proses diversi yang dilakukan tidak berbenturan dengan asas kepastian hukum. Oleh

karena itu perlu kiranya bagi kepolisian untuk mempertimbangkan aspek-aspek

keadilan restoratif misalnya menggunakan kewenangan diskresinya dalam kasus-kasus

Page 96: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

85

Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dengan mempertimbangkan prinsip

kepentingan terbaik25

dan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan.26

Tahapan ajudikasi penerapan keadilan restoratif dapat berbentuk putusan

hakim yang mempertimbangkan aspek-aspek keadilan misalnya berupa pembinaan

terhadap pelaku tindak pidana sehingga pemidanaan tidak hanya dipahami sebagai

upaya untuk membalas suatu tindak pidana, akan tetapi sedapat mungkin pemidanaan

mampu untuk memulihkan kembali hubungan sosial yang rusak akaibat tindak pidana.

Dalam hal ini dukungan legislasi dan kebijakan pemerintah menjadi sangat penting

dalam memberikan pembenaran kepada hakim untuk melakukan diversi tanpa takut

bertentangan dengan hukum. Bila diversi didifinisikan sebagai pengalihan dari proses

upaya pidana kepada upaya lain sebelum persidangan, maka dalam hal ini diversi

dimaknai lebih luas, termasuk juga putusan hakim untuk mengalihkan jenis

pemidanaan, peringanan pidana atau penghapus pidana. Melalui pendekatan restoratif,

diversi tidak hanya dapat dilakukan oleh polisi tapi juga oleh hakim di dalam

putusannya.

Sementara dalam tahapan purna ajudikasi penerapan keadilan restoratif yang

digunakan bisa dalam bentuk pendampingan dari putusan yang dijatuhkan oleh

pengadilan. Pendampingan disini dapat berupa suatu program yang mengupayakan

pertemuan antara terpidana dan korban sehingga diharapkan terpidana bisa menyadari

25

Prinsip kepentingan tebaik anak secara spesifik diatur dalam Undang-Undang No. 23

Tahun 2002 tentang perlindungan anak. 26 Zainal Arifin, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan

Pendekatan Keadilan Restoratif, Semarang :Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2012, h. 83.

Page 97: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

86

kerusakan yang timbul atas perbuatan yang telah dia lakukan dan korban dapat

memberikan pemaafan sehingga bagi terpidana tidak lagi memiliki beban moral yang

harapannya ketika kembali lagi ke masyarakat bisa memulihkan hubungan sosial yang

selama ini terstigma atas kejahatan yang pernah pelaku lakukan. Tentunya masih jauh

jika melihat sistem peradilan pidana Indonesia yang ada saat ini yang kurang

memberikan tempat bagi keadilan restoratif guna memposisikan hukum sebagaimana

mestinya untuk menegakkan keadilan. Berdasarkan analis penulis sangat perlu kiranya

untuk melakuakan reformasi KUHAP dengan memasukkan prinsip-prinsip keadilan

restoratif dalam setiap proses peradilan dalam sistem peradilan pidana Indonesia

sehingga hukum tidak hanya dipahami sebagai aturan-aturan yang kaku, akan tetapi

hukum sebagaimana diungkapkan satjipto raharjo hukum yang dapat memberikan

kebahagiaan bagi semua pihak.27

27

Zainal Arifin, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan

Pendekatan Keadilan Restoratif, Semarang :Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2012, h. 85.

Page 98: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

87

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah penulis menguraikan dan menganalisis pembahasan skripsi yang

berfokus pada persoalan restorative justice system dalam tindak pidana ringan menurut

Hukum Islam dan penerapan restorative justice dengan pendekatan criminal justice

system serta relevansi tinjauan Hukum Islam terhadap tindak pidana ringan dengan

keadilan restoratif, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Dalam kasus tindak pidana ringan, penerapan dan alasannya dapat di

laksanakannya restorative justice digunakan sebagai upaya mencari keadilan dalam

Hukum Islam dan Hukum positif. Hal ini dapat dilihat dalam menyelesaikan perkara

pencurian, Di dalam criminal justice system, pendekatan keadilan restoratif dapat

diterapkan pada tahap pra-ajudikasi, ajudikasi, maupun purna-ajudikasi dengan

menggabungkannya pada sistem peradilan pidana yang ada dalam setiap proses

peradilan, sehingga tidak bertentangan dengan kewenangan yang dimiliki oleh

masing-masing.

2. Dalam konsep Hukum Islam menekankan adanya perdamaian antara korban,

pelaku, dan perwakilan masyarakat (hakim) dengan konsep kisas dan diat serta takzir.

Keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dalam penyelesaian perkara pidana

pencurian dalam Hukum Islam sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang harus

terpenuhi dalam pendekatan restorative justice, yaitu terbukanya akses bagi korban

untuk berpartisipasi sehingga diharapkan mampu memberikan pemulihan bagi korban,

Page 99: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

88

serta mempertemukan korban dan pelaku yang diharapkan mampu untuk membuka

ruang kesadaran bagi pelaku untuk bertanggung jawab dan menyadari kesalahannya.

B. SARAN

Setelah penulis melakukan penulisan skripsi ini banyak hal tentunya yang

harus diperhatikan kembali dalam proses penyelesaian perkara pidana dalam sistem

peradilan pidana yang ada pada saat ini terutama dalam tindak pidana ringan.

Beberapa hal tersebut akan disajikan dalam bentuk saran-saran sekaligus rekomendasi,

antara lain:

1. Kepada aparat penegak hukum, hukum seharusnya mampu mengutamakan wibawa

keadilan dibandingkan dengan penegakkannya. Sehingga hukum dapat menjadi alat

untuk mencari keadilan yang dinamis dan tidak kaku, karena untuk mengetahui ukuran

keadilan yang paling dasar adalah kepuasan dari semua pihak yang berkaitan, baik

pelaku, korban, maupun masyarakat supaya rasa keadilan dapat dirasakan tidak hanya

secara abstrak namun juga dalam realitas.

2. Kepada hakim dan aparat penegak hukum, hukum seharusnya mampu memberikan

kesempatan bagi korban dalam proses penyelesaian perkara pidana dalam peradilan

pidana. Sehingga keterlibatan korban dalam peradilan akan berdampak pada

pemulihan terhadap kerugian atas tindak pidana yang terjadi. Hukum seharusnya

mampu memberikan peluang terciptanya upaya-upaya restoratif untuk dilakukan

terlebih dahulu dalam setiap proses peradilan, sehingga pemulihan bukan hanya

berdampak bagi korban, akan tetapi juga akan berdampak untuk pelaku dan

masyarakat yang juga berkaitan dengan pemulihan terhadap interaksi sosial.

Page 100: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

89

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Fahmi Muhammad dan dan Aripin, Jaenal, metode Penelitian Hukum,

Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Desember 2010.

Ahmadi, Fahmi Muhammad, Pembaruan Hukum di Indonesia, Makalah Unverstas

Indonesia, 2001.

Ahmadi, Fahmi Muhammad, Praktek Hukum di Indonesia, Jurnal Hukum, Fakultas

Syariah dan Hukum, UIN, 2005.

Al Faruq, Asadullah, Hukum pidana dalam sistem hukum islam, penerbit Ghalia

Indonesia, oktober 2009.

Andrew Von Hirsch, dkk. Restorative Justice and Criminal Justice (Competing or

Reconcilable Paradigms?), Oxford And Portland, Oregon, 2003.

Arifin, Zainal, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan

Pendekatan Keadilan Restoratif, Semarang: Institut Agama Islam Negeri

Walisongo 2012

Atmasasmita, Romli, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) persektif

eksistensialisme dan abolisionisme,cet. Ke-dua (revisi), Bandung: Binacipta,

Januari, 1996.

Asshidiqie, Jimly, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Studi Tentang Bentuk-

Bentuk Pidana Dalam Tradisi Huku Fiqh Dan Relevansinya Bagi Usaha

Pembahuan KUHP Nasional, Bandunng: Angkasa, 1996.

Page 101: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

90

Ashworth, Andrew, Sentencing and Criminal Justice, Fifth Edition, United States of

America by Cambridge University Press, New York, 2012.

Audah, Abdul Qadir, At-Tasri Al-Jina’i Al-Islamiy Muqaranan Bil Qanunil Wad’iy,

Penerbit: Muassasah Ar-Risalah, Edisi Indonesia, Penerbit : PT Charisma Ilmu.

Black’s Law Dictionary, Eighth Edition. (St. Paul, MN: West Thomson, 2004).

Dahlan, Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: ichtiar baru van hoeve, 1996.

Daniel, Van Ness W, Restorative Justice and International Human Rights,

Restorative Justice: International Perspective, Amsterdam, the Netherland,

2003.

Dwisvimiar, Inge, keadilan dalam perspektif filsafat ilmu hukum; jurnal dinamika

hukum, vol 11, No. 3 September 2011.

Friedman, W, Legal Theory, Third Edition, Stevens and Sons Limited, London, 1953.

Hadisuprapto, Paulus, Hukum Pidana Dalam Perspektif, Denpasar, Bali: Pustaka

Larasan, Jakarta: Universitas Indonesia, Universitas laiden, Universitas

Griningen, 2012.

Hanafi, Ahmad , asas-asas hukum pidana islam, Jakarta: bulan bintang, 1967.

Handbook on Restorative Justice Programme, New York: United Nations, 2006.

Hamzah, Andi, KUHP dan KUHAP, Cet-kedua, Jakarta: PT Rineka Cipta, Juni,1992.

Harahap, M yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP penyidikan

dan penuntutan, Edisi kedua, Ceta.11, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum

Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Page 102: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

91

Jocelynne A Scutt, Victim Offender And Restitution: Real Alternatives Or Penance,

Australia Law Jurnal, Vol. 56, April 1982.

John, Braithwaite, Restorative justice and criminal law (Competing or Reconcilable

Paradigms?), Oxford and Portland, 2003.

Kelsen, Hans, General Theory of Law And State, Bee Media Indonesia, 2007.

Kumpulan Karangan Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, Hukum Dalam

Teori dan Praktek, Denpasar, Bali: Fakultas Hukum Universitas Udayana,

1994.

Kusuma, Mulyana, w. dan Nasution, Adnan Buyung Tegaknya Supremasi Hukum

(Terjebak Antara Memilih Hukum dan Demokrasi), cet-1, Bandung: PT Remaja

Roksadakarya, Februari,2011.

Majid,Khadduri, Teologi Keadilan Menurut Islam, Surabaya: Risalah Gusti,1999.

Mansyur, Didik M Arief dan Gultom, Elisatris, Urgensi Perlindunngan Korban

Kejahatan Antara Norma dan Realita, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2007.

Muladi dan Arief, Barda Nawawi, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,cet. Ke-dua,

Bandung: Penerbit Alumni, 1992.

Muladi, Kapita selekta Hukum Pidana, badan penerbit Universitas Diponegoro,

Semarang, 1995.

Mulyadi, Lilik, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan

permasalahannya, Bandung: PT. Alumni. 2007.

Page 103: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

92

M. Manulang, E. Fernando, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat

dan Antinomi Nilai, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, Januari 2007.

Muslich, Ahmad Wardi , pengantar dan asas hukum pidana islam (fiqih jinayah),

Jakarta: Sinar Garfika, September, 2004.

Nitibaskara, Ronny Rahman, Tegakkan Hukum Gunakan Hukum, Jakarta: PT.

Kompas Media Nusantara, September, 2006.

P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang, , Hukum Penitensier, Cet.II, Jakarta: Sinar

Grafika, 2012.

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian

Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP

Prasetyo, Teguh dan Barkatullah, Abdul Halim, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum

pemikiran menuju masyarakat yang berkeadilan dan bermartabat, cet.1 Jakarta

: PT Raja Grafindo Persada, Juni 2012.

Priyatno, Dwidja, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, cet. Pertama,

Bandung: PT Refika Aditama, juni, 2006.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum , Bandung: Alumni, 1986.

Rahardjo, Satjipto, Sisi–sisi Lain dari Hukum Indonesia, Jakarta: Penerbit Harian

Kompas, 2006.

Raharjo, Satjipto, Berhukum dengan Akal Sehat, Jakarta: penerbit harian kompas,

2008.

Rahman, Abdur I Doi, Shari’ah, the islamic law, jakarta: PT Rineka cipta, Januari

1992.

Page 104: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

93

Ralws, John, A Theory of Justice (Revised Edition), USA: Harvard University Press,

1971.

Sholehuddin, M, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana (Ide Dasar Double Track

System & Implementasinya), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Soetjipto, Adi Andojo, Criminal Justice Profiles of Asia (Investigation, prosecution,

and Trial), Published: by United Nations Asia and Far East Institute,UNAFEI,

Harumicho, Fuchu, Tokyo, Japan. 1995.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-

Press), cetakan ke-3, 1984.

Sullivan, Larry E. dan Schulz, Dorothy Moses (John Jay College of Criminal Justice,

New York), Encyclopedia of Law Enforcement, 2010.

Suparni, Niniek, Eksistensi pidana denda dalam sistem pidana dan pemidanaan,

Jakarta: Sinar Grafika, cet-kedua, juli 2007.

Tongat, Pidana Kerja Sosial Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Jakarta

: Djambatan, 2001.

UUD 1945 dan Amandemennya, penerbit: Media Centre.

Waluyo, Bambang, Pidana dan pemidanaan, cetakan ke-tiga, Jakarta: Sinar Grafika,

juni, 2008.

Zulfa , Eva Achjani. Keadilan Restoratif, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitasn Indonesia, 2009.

Perbincangan dengan Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi M.Si. di kediamannya,

Pamulang, pada tanggal 18 Februari 2014, Pukul 21.00 WIB.

Page 105: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

94

Perbincangan dengan Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi M.Si. di Lantai lima,

Gedung UIN syarif hidayatullah, pada tanggal 13 Februari 2014, Pukul 10.53

WIB.

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt519065e9ed0a9/penyelesaian-perkara-

pencurian-ringan-dan-keadilan-restoratif

http://www.hukumonline.com/berita/baca/it4e25360a422c2/pendekatan-restorative-

justice-i-dalam-sistem-pidana-indonesia.

http://www. justice. act.gov. au/criminal _ and _ civil_justice /restorative_justice

http://kbbi.web.id/metode

Page 106: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

P U T U S A NPerkara Nomor 255/P id .B /2010 /PN.BKL.

“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA“

Pengad i l an Neger i Klas I A Bengku lu yang memer iksa dan

mengadi l i perka ra - perkara pidana anak dengan acara pemer iksaan

biasa pada perad i l an t i ngka t per tama, te l ah menja tuhkan

putusan sebaga i ber i ku t da lam perkara Terdakwa :

Terdakwa di tahan oleh :

1. Peny id i k se jak tangga l 30 Apr i l 2010 sampai

dengan tangga l 19 Mei 2010;

2. Perpan jangan oleh Penuntu t Umum se jak tangga l 20

Mei 2010 sampai dengan tangga l

29 Mei 2010;

3. Penuntu t Umum (Tahanan Kota) se jak tangga l 27

Mei 2010 sampai dengan 05 Jun i 2010;

4. Hakim Pengadi l an Neger i (Tahanan Kota) tangga l

02 Jun i 2010 sampai dengan tangga l 16 Jun i 2010;

5. Perpan jangan Ketua Pengad i l an Neger i se jak

tangga l 17 Jun i 2010 sampai dengan tangga l 16

Ju l i 2010;

Nama Lengkap

Tempat Lah i r

Umur / Tangga l

Lah i r

Jen is Kelamin

Kewarganegaraa

n

Alamat

Agama

Peker j aan

Pendid i kan

:

:

:

:

:

:

:

:

:

SHODIQ MUMTAZUM als SHODIQ als TAYUN

Bin GUNADI;

Temanggung;

15 Tahun / 13 Ju l i 1994;

Lak i - lak i ;

Indones ia ;

J l . RE. Martad ina ta RT. 04 RW. 06 Kel .

Muara Dua Kec. Kampung Melayu Kota

Bengku lu ;

Is l am;

Pela ja r ;

MTs Kelas VI I

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 107: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

1. Menyat akan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5

Terdakwa dalam perkara in i t i dak didamping i Penasehat

Hukum;

PENGADILAN NEGERI TERSEBUT;

Sete lah membaca berkas perkara ;

Sete lah mendengar kete rangan Saks i - saks i dan Terdakwa

Sete lah mendengar tun tu tan pidana Jaksa Penuntu t Umum

te r t angga l 21 Jun i 2010 yang pada pokoknya sebaga i ber i ku t :

1. Menyatakan Terdakwa SHODIQ MUMTAZUM als SHODIQ als

TAYUN Bin GUNADI, bersa lah melakukan t i ndak pidana “

pencur i an “ sebaga imana dia tu r dan diancam pidana dalam

Pasa l 362 KUHP, da lam sura t dakwaan kami .

2. Menja tuhkan pidana te rhadap Terdakwa berupa pidana penja ra

se lama 2 (dua) bu lan ; .

3. Menyatakan barang bukt i berupa :

- 1 (sa tu ) pasang sanda l warna hi t am l i s merah merk

CONVERSE;

Dikembal i kan kepada HUSNAN Bin MUNIR;

4. Menetapkan agar Terdakwa membayar biaya perkara sebesar

Rp. 3.000 . - ( t i ga r i bu rup iah ) ;

Menimbang, bahwa Terdakwa te l ah member ikan pembelaan yang

pada pokoknya mohon ker i nganan hukuman yang pada in t i n ya

menyesa l i perbua tannya dan t i dak mengulang i lag i .

Menimbang, bahwa Terdakwa didakwa oleh Jaksa Penuntu t Umum

te lah melakukan t i ndak pidana dengan dakwaan te r l amp i r da lam

berkas perkara ;

Perbuatan Terdakwa sebaga imana d ia tu r dan diancam pidana

pasa l 362 KUHP;

Menimbang, bahwa di pers idangan te l ah d idengar saks i - saks i

yang dia jukan oleh Jaksa Penuntu t Umum sebaga i ber i ku t :

1. Saksi HUSNAN Bin MUNIR (Alm) , dibawah sumpah member i kan

kete rangan yang pada pokoknya sebaga i ber i ku t :

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 108: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

- Bahwa saks i keh i l angan sanda l merk Converse pada har i

Senin tangga l 26 Apr i l 2010 sek i r a puku l 19.00 WIB di

rumah saks i d i Perumdam RT. 04 Kel . Kandang Mas Kec.

Kampung Melayu Kota Bengku lu ;

- Bahwa awalnya saks i t i dak tahu s iapa pelaku pencur i an

te rsebu t , kemudian datang Pol i s i kerumah saya yang

mengatakan ka lau Terdakwa pelaku pencur i an te rsebu t ;

- Bahwa ak iba t keh i l angan sanda l te r sebu t , saks i mender i t a

kerug ian sek i t a r Rp. 80.000 , - de lapan puluh r ibu rup iah ) ;

- Terdakwa t i dak ada iz i n mengambi l barang dar i saks i ;

Atas kete rangan saks i te rsebu t , Terdakwa t i dak kebera tan

dan membenarkannya .

2. Saksi FIRMANSYAH Bin FAJAR USMAN., dibacakan kete rangannya

di pers i dangan , pada pokoknya sebaga i ber i ku t :

- Bahwa kakek saks i keh i l angan sanda l merk Converse pada

har i Senin tangga l 26 Apr i l 2010 sek i r a puku l 19.00 WIB di

rumah kakek saks i d i Perumdam RT. 04 Kel . Kandang Mas Kec.

Kampung Melayu Kota Bengku lu ;

- Bahwa saat ke jad ian pencur i an te rsebu t saks i sedang nonton

TV bersama kakeknya (saks i HUSNAN) sedangkan sanda l jep i t

yang hi l ang te rsebu t berada di te ras rumah dan pin tu

rumah dalam keadaan te rkunc i ;

- Bahwa ak iba t keh i l angan sanda l te r sebu t , kakek saks i

mender i t a kerug ian sek i t a r Rp. 80.000 , - de lapan pu luh r ibu

rup iah ) ;

Atas kete rangan saks i te rsebu t , Terdakwa t i dak kebera tan

dan membenarkannya .

3. Saksi WAHYU ROMADHON Bin SARDI. , dibacakan kete rangannya

di pers i dangan , pada pokoknya sebaga i ber i ku t :

- Bahwa pada har i Senin tangga l 26 Apr i l 2010 sek i r a puku l

19.00 WIB di Perumdam RT. 04 Kel . Kandang Mas Kec. Kampung

Melayu Kota Bengku lu , te rdakwa mengambi l 1 (sa tu ) pasang

sanda l merk Converse ;

- Bahwa saat ke jad ian saks i ja l an ke Perumdam bersama

Terdakwa dan saks i BANI, saat i t u saks i BANI t i dak memakai

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 109: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

sanda l dan Terdakwa mengatakan kepada BANI “Ban kau tu

ngapo in nggak paka i sanda l? Car i l ah sanda l ! ” la l u ket i ka

t i ba d i depan rumah saks i korban , te rdakwa mel iha t ada

sanda l jep i t yang te r l e t a k di te ras depan p in tu yang

sedang te r t u t up , dan rumah te rsebu t t i dak berpagar la l u ,

te rdakwa berka ta kepada BANI “ i t u nan Ban sanda l ! ” sambi l

menunjuk kearah sanda l te r sebu t , namun BANI t i dak beran i

mengambi lnya la l u Terdakwa mendekat i sanda l jep i t te rsebu t

la l u langsung mengambi lnya . Sedangkan BANI dan saks i hanya

menunggu dar i jauh d i ja l an , sete lah sanda l jep i t te rsebu t

d idapa tkan lau Terdakwa paka i , sedangkan sanda l jep i t

mi l i k Terdakwa d ibe r i kan kepada BANI , kemudian saks i

bersama BANI dan Terdakwa la l u kabur meningga lkan rumah

korban ;

Atas kete rangan saks i te rsebu t , Terdakwa t i dak kebera tan

dan membenarkannya .

4. Saksi AHMAD HASBANI Als BANI Bin AHMAD ZARKASIH. ,

dibacakan kete rangannya d i pers idangan , pada pokoknya

sebaga i ber i ku t :

- Bahwa pada har i Senin tangga l 26 Apr i l 2010 sek i r a puku l

19.00 WIB di Perumdam RT. 04 Kel . Kandang Mas Kec. Kampung

Melayu Kota Bengku lu , te rdakwa mengambi l 1 (sa tu ) pasang

sanda l merk Converse ;

- Bahwa saat ke jad ian saks i ja l an ke Perumdam bersama

Terdakwa dan saks i WAHY, saat i t u saks i t i dak memakai

sanda l dan Terdakwa mengatakan kepada saks i “Ban kau tu

ngapo in nggak paka i sanda l? Car i l ah sanda l ! ” la l u ket i ka

t i ba d i depan rumah saks i korban , te rdakwa mel iha t ada

sanda l jep i t yang te r l e t a k di te ras depan p in tu yang

sedang te r t u t up , dan rumah te rsebu t t i dak berpagar la l u ,

te rdakwa berka ta kepada saks i “ i t u nan Ban sanda l ! ” sambi l

menunjuk kearah sanda l te rsebu t , namun saks i t i dak beran i

mengambi lnya la l u Terdakwa mendekat i sanda l jep i t te rsebu t

la l u langsung mengambi lnya . Sedangkan saks i dan WAHYU

hanya menunggu dar i jauh di ja l an , sete lah sanda l jep i t

te rsebu t d idapa tkan lau Terdakwa paka i , sedangkan sanda l

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 110: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

jep i t mi l i k Terdakwa dibe r i k an kepada saks i , kemudian

saks i bersama WAHYU dan Terdakwa la l u kabur meningga lkan

rumah korban ;

Atas kete rangan saks i te rsebu t , Terdakwa t i dak kebera tan

dan membenarkannya .

Menimbang, bahwa di Pers idangan Terdakwa SHODIQ MUMTAZUM

als SHODIQ als TAYUN bin GUNADI, te lah member ikan kete rangan

yang pada pokoknya sebaga i ber i ku t :

- Bahwa pada har i Senin tangga l 26 Apr i l 2010 sek i r a puku l

19.00 WIB di Perumdam RT. 04 Kel . Kandang Mas Kec. Kampung

Melayu Kota Bengku lu , te rdakwa mengambi l 1 (sa tu ) buah

sanda l merk Converse ;

- Bahwa saat ke jad ian te rsebu t TERDAKWA ja l an ke Perumdam

bersama BANI dan WAHYU, saat i t u BANI t i dak memakai sanda l

dan Terdakwa mengatakan kepada saks i “Ban kau tu ngapo in

nggak paka i sanda l? Car i l ah sanda l ! ” la l u ket i ka t i ba di

depan rumah saks i korban , te rdakwa mel iha t ada sanda l

jep i t yang te r l e t a k di te ras depan pin tu yang sedang

te r t u t up , dan rumah te rsebu t t i dak berpagar la l u , te rdakwa

berka ta kepada saks i BANI “ i t u nan Ban sanda l ! ” sambi l

menunjuk kearah sanda l te rsebu t , namun saks i BANI t i dak

beran i mengambi lnya la l u Terdakwa mendekat i sanda l jep i t

te rsebu t la l u langsung mengambi lnya . Sedangkan saks i BANI

dan WAHYU hanya menunggu dar i jauh di ja l an , sete lah

sanda l jep i t te rsebu t d idapa tkan lau Terdakwa paka i ,

sedangkan sanda l jep i t mi l i k Terdakwa dibe r i k an kepada

saks i BANI , kemudian Terdakwa bersama BANI dan WAHYU la l u

kabur meningga l kan rumah korban ;

Menimbang, bahwa di Pers idangan Jaksa Penuntu t Umum te lah

pula mengajukan barang bukt i berupa :

- 1 (sa tu ) pasang sanda l warna hi t am l i s merah merk

CONVERSE;

Menimbang, bahwa berdasarkan sega la apa yang dikemukakan

saks i - saks i d ibawah sumpah dan kete rangan Terdakwa yang

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 111: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

dia jukan Jaksa Penuntu t Umum di Pers idangan maka dipero l eh

fak ta - fak ta hukum sebaga i ber i ku t :

- Bahwa benar pada har i Senin tangga l 26 Apr i l 2010 sek i ra

puku l 19.00 WIB d i Perumdam RT. 04 Kel . Kandang Mas Kec.

Kampung Melayu Kota Bengku lu te lah te r j ad i t i ndak pidana

pencur i an 1 (sa tu ) pasang sanda l merk CONVERSE yang

di l akukan Terdakwa;

- Bahwa benar yang menjad i korban pencur i an te rsebu t ada lah

saks i korban HUSNAN Bin MUNIR;

- Bahwa benar ak iba t keh i l angan sanda l te rsebu t , saks i

korban HUSNAN Bin MUNIR mender i t a kerug ian sek i t a r Rp.

80.000 , - de lapan puluh r ibu rup iah ) ;

- Bahwa benar Terdakwa t i dak ada iz i n mengambi l barang dar i

saks i korban ;

Menimbang, bahwa berdasarkan fak ta - fak ta seper t i te rsebu t

d ia tas dihubungkan dengan tun tu tan Jaksa Penuntu t Umum, maka

Maje l i s Hakim mengura ikan te r l eb i h dahu lu dakwaan Jaksa

Penuntu t Umum melanggar Pasa l 362 KUHP yang mengandung unsur -

unsur sebaga i ber i ku t :

1. Unsur “Set i ap Orang”

Menimbang, bahwa yang dimaksud “Set i ap Orang” ada lah

semua orang se laku subyek hukum yang mampu melakukan

perbua tan hukum dan mampu memper tanggung jawabkan

perbua tannya secara hukum.

Menimbang, bahwa dipers i dangan te lah dia jukan Terdakwa

SHODIQ MUMTAZUM als SHODIQ a ls TAYUN bin GUNADI da lam

keadaan sehat jasmani dan rohan i yang membenarkan

iden t i t a snya sebaga imana dalam sura t dakwaan, seh ingga t i dak

te r j ad i sa lah orang atau eror in person .

Menimbang, bahwa mengenai benar t i daknya Terdakwa

melakukan perbua tan sebaga imana dalam dakwaan, Maje l i s Hakim

masih memer lukan per t imbangan unsur la i nnya .

Menimbang, bahwa berdasarkan hal - ha l seper t i te rsebu t

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 112: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Meni mbang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6

dia tas , maka unsur in i te l ah te rpenuh i .

2. Unsur “ mengambi l sesuatu barang ”

Menimbang, bahwa yang dimaksud mengambi l sesuatu barang

ada lah membawa atau memindahkannya sesuatu barang dar i suatu

tempat ketempat la i n yang sebe lumnya t i dak dalam

penguasaannya menjad i da lam penguasaannya;

Menimbang, bahwa berdasarkan fak ta - fak ta yang d idapa t

d i pers idangan , benar Terdakwa pada har i Senin tangga l 26

Apr i l 2010 sek i ra puku l 20.00 WIB te l ah mengambi l 1 (sa tu )

pasang sanda l merk CONVERSE;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal - ha l seper t i te rsebu t

d ia tas , maka unsur in i te l ah te rpenuh i .

3. Unsur “yang sebag ian atau se lu ruhnya mi l i k orang la i n ”

Menimbang, bahwa 1 (sa tu ) pasang sanda l warna hi tam l i s

merah merk CONVERSE bukan mi l i k Terdakwa SHODIQ MUMTAZUM als

SHODIQ als TAYUN bin GUNADI, mela inkan mi l i k korban HUSNAN

bin MUNIR;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal - ha l seper t i te rsebu t

d ia tas , maka unsur in i te l ah te rpenuh i ;

4. Unsur “ dengan maksud untuk dimi l i k i dengan melawan hukum”

Menimbang, bahwa Terdakwa mengambi l barang berupa 1

(sa tu ) pasang sanda l warna hi tam l i s merah merk CONVERSE

te rsebu t d i l akukan secara sadar dengan maksud dan tu j uan

yang past i ya i t u digunakan untuk kepent i ngan send i r i dan

di l akukan tanpa se i j i n yang berhak ya i t u saks i HUSNAN bin

MUNIR seh ingga ber ten tangan dengan keten tuan hukum yang

ber laku ;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal - ha l seper t i te rsebu t

d ia tas , maka unsur in i te l ah te rpenuh i ;

Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur - unsur dar i pasa l

362 KUHP te lah te rpenuh i , maka kepada Terdakwa dapat d inya takan

secara sah dan meyak inkan bersa lah melakukan t i ndak pidana

“pencur ian “.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 113: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa te l ah dinya takan

bersa lah , maka Terdakwa harus di j a t uh i hukuman yang set impa l

dengan perbua tannya dan b iaya perkara sudah sepantasnya

dibebankan kepadanya;

Menimbang, bahwa se lama pemer iksaan d i pers i dangan Maje l i s

Hakim t i dak menemukan adanya alasan pemaaf dan ataupun alasan

pembenar yang dapat menghapuskan pidana dar i perbua tan Terdakwa

te rsebu t ser ta Terdakwa harus memper tanggung jawabkan sega la

perbua tannya dan oleh karenanya Terdakwa harus dihukum;

Menimbang, bahwa Maje l i s Hakim memandang bahwa pidana

bersyara t yang di j a t uhkan te rsebu t da lam amar putusan dibawah

in i te l ah se imbang dengan bera tnya ke jaha tan te rsebu t dan juga

sesua i dengan jumlah barang ni l a i kerug ian yang d ia l ami korban

ser ta sesua i pu la dengan rasa kead i l an oleh karena anta ra

ke lua rga Terdakwa dan Keluarga korban te l ah ada perdamaian ;

Menimbang, bahwa dalam menentukan hukuman te rhadap di r i

Terdakwa, Maje l i s Hakim memper t imbangkan hal - ha l yang

memberatkan dan hal - ha l yang mer ingankan ;

Hal- hal yang memberatkan:

- Perbuatan Terdakwa meresahkan masyaraka t dan merug ikan

orang la i n ;

Hal- hal yang meringankan:

- Terdakwa masih anak- anak (15 tahun) dimungk inkan masih

bisa dib ina ;

- Terdakwa belum pernah dihukum;

- Terdakwa bers i kap sopan da lam pers idangan dan mengaku i

te rus te rang perbuatannya ;

- Keluarga Terdakwa sudah melakukan perdamaian dengan

korban dan sudah membayar gant i rug i atas kerug ian

korban ;

- Terdakwa masih bers ta tus pela j a r ;

Menginga t dan memperhat i kan keten tuan Undang- Undang yang

berkenaan dengan perkara in i , pasa l 362 KUHP dan pera tu ran

perundang- undangan la i n yang bersangku tan . ;

M E N G A D I L I :

1 Menyatakan Terdakwa SHODIQ MUMTAZUM als SHODIQ als

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 114: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

TAYUN Bin GUNADI, te l ah te rbuk t i secara sah dan

meyak inkan bersa lah melakukan t i ndak pidana “

pencur i an “. ;

2 Menja tuhkan p idana te rhadap Terdakwa oleh karena i t u

dengan pidana pen ja ra se lama 1 (sa tu )

bu lan ; .

3 Menetapkan pidana pen ja ra yang d i j a t uhkan t i dak usah

di j a l an i kecua l i apabi l a suatu har i ada per in t ah dar i

Hakim karena Terdakwa melakukan suatu t i ndak pidana

sebe lum hab is masa percobaan se lama 2 (dua) bu lan ;

4 Menetapkan barang bukt i berupa :

- 1 (sa tu ) pasang sanda l warna h i t am l i s merah merk

CONVERSE;

Dikembal ikan kepada HUSNAN Bin MUNIR;

5 Menetapkan agar Terdakwa membayar biaya perkara sebesar

Rp. 1.000 . - (se r i bu rup iah ) ;

Demik ian lah dipu tuskan pada har i Senin tangga l 28 Juni

2010 o leh A. SUMARDI, SH, M.Hum sebaga i Hakim Anak. Putusan

te rsebu t d iucapkan da lam Pers idangan yang te rbuka untuk umum

pada har i dan tangga l i t u juga o leh Hakim Anak te rsebu t ,

d iban tu oleh YONGKI, SH. , sebaga i Pani te ra Penggant i dengan

dihad i r i o leh AHLAL HUDARAHMAN, SH. , se laku Jaksa Penuntu t Umum

dan Terdakwa ser ta orang tua Terdakwa;

Pani te ra Penggant i

Y O N G K I , SH.

Hakim Anak Tersebut

A. SUMARDI, SH, M.Hum

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

Page 115: ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48540/1/RANI PUTRI... · ANALISA KASUS PUTUSAN (PERKARA NOMOR 225/PID.B/2010/PN-BKL) DALAM

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

____________________ O O ____________________

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10