analisa kadar-air-dengan-metode-oven
TRANSCRIPT
ANALISA KADAR AIR DENGAN METODE OVEN
I. TUJUAN
Menentukan kadar air suatu sampel dengan metode oven
II. Dasar Teori
Air merupakan zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan.Air
diperlukan untuk kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup. Selain digunakan untuk
keperluan proses biokimiawi, air terdapat pada setiap bahan, atau yang disebut dengan kadar atau
kandungan air. Pengukuran kadar air dalam suatu bahan sangat diperlukan dalam berbagai
bidang (Canene-Adams.2014).
Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan
pemanasan. Setiap bahan bila diletakan dalam udara terbuka kadar airnya akan mencapai
keseimbangan dengan kelembaban udara di sekitarnya. Kadar air bahan ini disebut dengan kadar
air seimbang. Penentuan kadar air dalam bahan dapat ditentukan dengan beberapa cara, yaitu:
Metode pengeringan (Thermogravimetri), metode destilasi (Thermovolumetri), metode khemis,
metodefisis, dan metode khusus misalnya dengan kromatografi, Nuclear Magnetic Resonance
(Sudarmadji et al 1989).
Metode pengeringan atau metode oven biasa merupakan suatu metode untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air
tersebut dengan menggunakan energi panas. Prinsip dari metode oven pengering adalah bahwa
air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu
105o C selama waktu tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah dipanaskan adalah
kadar air(Jung and Wells. 1997).
Pengukuran kadar air perlu dilakukan untuk mengetahui berat kering dari suatu bahan,
selain itu kandungan air dalam bahan makanan menentukan kesegaran dan daya tahan bahan itu
sendiri. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang
ditambahkan atau berasal dari bahan itu sendiri. Oleh karena itu, praktikum penetapan kadar air
penting dilakukan untuk mengetahui berat bahan kering dan menganalisis kandungan zat gizi
suatu bahan (Muchtadi TR dan Sugiono. 1992).
Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan
dalam persen. Kadar air juga merupakan satu karakteristik yang sangat penting pada bahan
pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan.
Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut
(Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1972).
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan kesegaran dan daya tahan bahan
itu sendiri. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air
yang ditambahkan atau berasal dari bahan itu sendiri. Menurut derajat keterikatan air dalam
bahan makanan atau bound water dibagi menjadi 4 tipe, antara lain :
1. Tipe I adalah tipe molekul air yang terikat pada molekul-molekul air melalui suatu ikatan
hydrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul
lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein atau garam.
2. Tipe II adalah tipe molekul-molekul air membentuk ikatan hydrogen dengan molekul air
lain, terdapat dalam miro kapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni.
3. Tipe III adalah tipe air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti
membran, kapiler, serat dan lain-lain. Air tipe inisering disebut dengan air bebas.
4. Tipe IV adalah tipe air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni,
dengan sifat-sifat air biasa (Muchtadi TR dan Sugiono. 1992).
Air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam berbagai bentuk :
1. Air bebas, air ini terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-pori yang
terdapat pada bahan.
2. Air yang terikat secara lemah, air ini teradsorbsi pada pemukaan kolloid makromolekuler seperti
protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air juga terdispersi diantara kolloid tersebut dan
merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap
mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan. Ikatan antara air bebas
dengan kolloid tersebut merupakan ikatan hidrogen.
3. Air dalam keadaan terikat kuat, air ini membentuk hidrat. Ikatannya bersifat ionik sehingga relatif
sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku meskipun pada 0º (Sudarmadji 2003).
Penentuan Kadar Air
Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada
sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan
dalam oven pada suhu 105-110ºC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih
berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-
bahan yang tidak tahan panas, dilakukan pemanasan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih
rendah. (Winarno, F.G. 1993).
Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain :
1. Metode pengeringan
2. Metode destilasi
3. Metode kimiawi
4. Metode fisis
Dalam percobaan kali ini yang metode yang digunakan dalam melakukan proses
penetapan kadar air menggunkan cara pengeringan dengan metode oven biasa.
Penentuan kadar air dengan cara pengeringan prinsipnya yaitu menguapkan air yang ada
dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang
berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah.
Kelemahan cara ini adalah :
• Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya
alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain.
• Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap.
Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi.
• Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah
dipanaskan.
Dalam melakukan proses pengeringan untuk mempercepat penguapan air serta
menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain
karena pemanasan, maka dapat dilakukan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan
demikian akan diperoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya (Sudarmadji
2003).
Metode Oven Biasa
Metode oven biasa yang digunakan merupakan salah satu metode pemanasan langsung
dalam penetapan kadar air suatu bahan pangan. Dalam metode ini bahan dipanaskan pada suhu
tertentu sehingga semua air menguap yang ditunjukkan oleh berat konstan bahan setelah periode
pemanasan tertentu. Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang
terkandung. Metode ini terutama digunakan untuk bahan-bahan yang stabil terhadap pemanasan
yang agak tinggi, serta produk yang tidak atau rendah kandungan sukrosa dan glukosanya seperti
tepung-tepungan dan serealia (AOAC 1984).
Metode ini dilakukan dengan cara pengeringan bahan pangan dalam oven. Berat sampel
yang dihitung setelah dikeluarkan dari oven harus didapatkan berat konstan, yaitu berat bahan
yang tidak akan berkurang atau tetap setelah dimasukkan dalam oven. Berat sampel setelah
konstan dapat diartikan bahwa air yang terdapat dalam sampel telah menguap dan yang tersisa
hanya padatan dan air yang benar-benar terikat kuat dalam sampel. Setelah itu dapat dilakukan
perhitungan untuk mengetahui persen kadar air dalam bahan (Winarno, F.G. 1993).
Secara teknik, metode oven langsung dibagi menjadi dua yaitu, metode oven temperatur
rendah dan metode oven temperatur tinggi. Metode oven temperatur rendah menggunakan suhu
(103 + 2)˚C dengan periode pengeringan selama 17 ± 1 jam. Periode pengeringan dimulai pada
saat oven menunjukkan temperatur yang diinginkan. Setelah pengeringan, contoh bahan beserta
cawannya disimpan dalam desikator selama 30-45 menit untuk menyesuaikan suhu media yang
digunakan dengan suhu lingkungan disekitarnya. Setelah itu bahan ditimbang beserta wadahnya.
Selama penimbangan, kelembaban dalam ruang laboratorium harus kurang dari 70% (AOAC,
1970). Selanjutnya metode oven temperatur tinggi. Cara kerja metode ini sama dengan metode
temperatur rendah, hanya saja temperatur yang digunakan pada suhu 130-133˚C dan waktu yang
digunakan relatif lebih rendah (Winarno, F.G. 1993).
Metode ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu ; a) Bahan lain disamping air juga ikut
menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri
dan lain-lain ; b) Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah
menguap. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi ; c)
Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan
(Winarno, F.G. 1993).
2.1.2 Metode Destilasi
Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung senyawa-
senyawa yang mudah menguap ( volatile ) seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi
dengan pelarut tertentu, misalnya toluen, xilol, dan heptana yang berat jenisnya lebih rendah
daripada air
Cara penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia sebanyak 75-100 ml pada sampel
yang diberikan mengandung air sebanyak 2-5 ml kemudian dipanaskan sampai mendidih. Uap
air dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam tabung penampung. Karena berat
jenis air lebih besar daripada zat kimia tersebut maka air akan berada dibagian bawah pada
tabung penampung. Bila pada tabung penampung dilengkapi skala maka banyaknya dapat
diketahui. Cara destilasi ini baik untuk menentukan kadar air dalam zat yang kandungan airnya
kecil yang sulit ditentukan dengan cara gravimetri. Penetuan kadar air ini hanya memerlukan
waktu ± 1 jam (Sudarmadji, 2003).
2.1.3 Metode Kimiawi
Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi yaitu antara lain :
a. Cara Titrasi Karl Fischer
Karl fischer pada tahun 1935 mengunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air
dengan titrasi langsung dari bahan basah dengan larutan iodin, sulfur dioksida, dan piridina
dalam metanol. Perubahan warna menunjukan titik akhir titrasi (Winarno ,1992 ). Prinsip metode
ini adalah melakukan titrasi sampel dengan larutan iodin dalam methanol dan piridin. Jika masih
ada air dalam bahan maka iodine akan bereaksi, tetapi bila air habis maka iodine akan bebas.
Untuk zat-zat yang melepaskan air secara perlahan-lahan, maka pada umumnya
dilakukan titrasi tidak langsung. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi maka penetapan kadar
air dilakukan dengan titrasi langsung .
b. Cara Kalsium Karbid
Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas asetilin. Cara
ini sangat cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilin yang terbentuk dapat
diukur dengan berbagai cara (Sudarmadji,2003).
c. Cara Asetil Khlorida
Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil khlorida dan air menghasilkan asam
yang dapat dititrasi menggunakan basa. Asetil khlorida yang digunakan dilarutkan dalam toluol
dan bahan didispersikan dalam piridin.
2.1.4 Metode Fisis
Ada beberapa cara penentuan kadar air cara secara fisis ini antara lain :
- Berdasarkan tetapan dieletrikum
- Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistensi Berdasarkan resonansi
nuklir magnetic (NMR = Nuclear Magneti resonance). (Sudarmadji,2003).
III. Alat dan Bahan
Alat
o Erlemeyer
o Gelas piala
o Neraca
o Oven
o sudip
Bahan
o Mie instan
bahan-bahan pelengkap mie intan
Bumbu
Chili
Minyak
Solid dan ingredient
Blok mie
IV. Prosedur kerja
1. Mie ditumbuk sampai halus
2. Gelas piala kosong ditimbang (wo)
3. Mie yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 3g lalu dimasukkn ke dalam oven
selama 3 jam, pada suhu 105oC lalu didinginkan selama 30 menit
4. Sampel setelah pengeringan ditimbang
5. Dihitung jumlah air yang diuapkan selama pengeringan
6. Metode 1 sampai 5 dilakukan juga pada bumbu mie instan
V. Analisa Hasil
Kadar air pada mie
sebelum dioven
Berat erlemeyer kosong A : 94,0549 g (wo)
Berat erlemeyer + 3 gram mie A : 97,0610 g (w1)
Berat erlemeyer kosong B : 115,8200 g (wo)
Berat erlemeyer + 3 gram mie B : 115,8200 g (w1)
Setelah di oven
Berat erlemeyer A dengan sampel : 96,8563 g (w2)
Berat erlemeyer B dengan sampel : 115,666 g (w2)
Kadar air pada bumbu
sebelum dioven
Berat erlemeyer kosong A : 94,0582 g (wo)
Berat erlemeyer + 3 gram bunbu : 97,0591 g
Berat erlemeyer kosong B : 112,8362 g
Berat erlemeyer + 3 gram bumbu : 115,8489 g
sesudah dioven
Berat erlemeyer A dengan sampel : 97,0424 g
Berat erlemeyer B dengan sampel : 115,8326 g
Pada mie A
sampel A=w2−wo
w1−wox 100 %
¿ 96,8563−97,061097,0610−94,0549
x100 %
¿−0,20473,0061
x 100 %=−6,80949 %
Sampel mie B
¿w2−w1
w1−wox100 %
¿ 115,6266−115,8200115,8200−112,8310
x 100 %
¿ 0,19342,9890
x 100 %=−6,47039 %
Pada bumbu
Sampel A
¿w2−w1
w1−wox 100 %
¿ 97,0424−97,059197,0591−94,0582
x100 %
¿−0,01673,0009
x 100 %=−0,5565 %
Sampel B
¿w2−w1
w1−wox100 %
¿ 115,8365−115,8489115,8489−112,8365
x100 %
¿−0,01633,0009
x100%=−0,54317 %
VI. Pembahasan
Pada praktikum pengujian kandungan air dengan metode pengovenan maka kita harus
menghaluskan sampel terlebih dahulu kemudian menimbang berat sampel susuai dengan
yang di inginkan. Penimbangannya pun tidak dilakukang dengan begitu saja melainkan
dengan menimbangnya dengan erlemeyer kosong terlebih dahulu dari berat erlemeyer
kosong ditambahkan dengan berat sampel yang diinginkan baru kita menimbang berapa
berat erlemeyer dengan berat sampel yang kita inginkan. Di dalam praktikum kali ini kita
kelompok III menggunakan dua sampel yang berbeda yaitu suatu mie instan dan
bumbunya dimana di setiap sampel kita jadikan dia bagian masing-masing 3 gram. Yaitu
berat sampel mie A berat mie dengan erlemeyer sebelum pengovenan diperoleh 97,0610
g , berat sampel mie setelah pengovenan yaitu 96,8563 g dimana kita bila ingin mencari
berapa banyak air yang diuapkan selama pengovenan dengan mengurangkan berat sampel
sesudah di oven di kurangi dengan berat sampel sebelum dioven maka diperoleh -0,247
g. hasil yang diperoleh minus ini menandakan berarti airnya di keluarkan dengan di
uapkan. Untuk mencari persentasenya maka kita harus membangi jumlah air yang
diuapkan di bagi dengan berat sampel awal sebelum diuapkan dan dikalikan dengan
100% dan untuk presentase mie yang A diperoleh -6,80949. Disini kandungan air
didalam suatu mie tidak terlalu besar karena memang kita ketahuhi bentuk mie intans
kering jadi tidak mungkin juga seandainya kandungan air di dalamnya lebih dari 50%
karena bila kandungan air dalam sampel lebih dari 50% tidak mungkin sampelnya dalam
bentuk kering. Hal ini pun juga terjadi pada sampel mie yang B dan pada bumbu yang A
dan B.dmana pada sampel mie yang B diperoleh persen kandungan air yaitu -6,47039%
dan pada bumbu memiliki persen kandungan air yaitu -0,5565% untuk yang sampel yang
A dan untuk sampel yang B diperoleh hasil -0,54% disini kita ketahui kandungan air pada
ie instan ternyata lebih besar dibandingkan dengan kandungan air pada bumbunya. Hal
ini dapat diketahui dari hasil perhitungan bahwa persen air pada me lebih besar. Menurut
saya hasil dari praktikum ini masuk di akal. Karena memang bentuk bumbu berupa
serbuk yang kering mangkanya kandungan airnya lebih sedikit. Mangkanya mie instan
tahan disimpan dalam waktu lama tampa berjamur atau rusak.
VII. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa kadar air didalam mie
rendah dan pada bumbu kadar airnya lebih rendah daripada pada mienya
Saran
I.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemistry. 14th Ed.
Virginia : AOC, Inc.
Canene-Adams K., Clinton, S.K., King, J. L., Lindshield, B. L., Wharton C., Jeffery, E. & Erdman, J.
W. Jr. 2004. The growth of the Dunning R-3327-H transplantable prostate adenocarcinoma in
rats fed diets containing tomato, broccoli, lycopene, or receiving finasteride treatment. FASEB
J. 18: A886 (591.4).
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharat. Jakarta.
57pp
Jung, H.C. and Wells, W.W. 1997. Spontaneous Conversion of L-Dehydroascorbic Acid to L-Ascorbic
Acid and L-Erythroascorbic Acid. Biochemistry & Biophysic Article. 355:9-14.
Muchtadi TR dan Sugiono. 1992. Ilmu Oengetahuan Bahan Pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi
IPB
Onwueme, I.C. 1994. The Tropical Tubers Crops, Yams, Cassava, Sweet Potato, and Cocoyams. John
Wiley and Chisester, New York
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.